PERANCANGAN DAN EVALUASI BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI BOGOR
ERWINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perancangan dan Evaluasi Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015
Erwina NRP. H251124101
RINGKASAN ERWINA. Perancangan dan Evaluasi Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Bogor. Dibimbing oleh ANGGRAINI SUKMAWATI dan I MADE SUMERTAJAYA. Usaha kecil menengah (UKM) hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Setiap tahun jumlah UKM yang ada di Indonesia semakin bertambah jumlahnya. Namun perkembangan jumlah UKM yang terus meningkat belum diimbangi dengan meratanya tingkat kualitas SDM. Permasalahn klasik dihadapi dari dahulu hingga sekarang yaitu rendahnya produktivitas dari UKM yang berdampak pada kinerja yang dihasilkan oleh UKM. Keberhasilan UKM dapat dilihat dari kinerja yang dihasilkan. Namun hingga saat ini pengukuran kinerja masih bersifat tradisional yakni mengukur kinerja melalui perspektif keuangan, sedangkan perspektif non-keuangan sedikit terabaikan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pendekatan baru dalam mengukur kinerja UKM. Balanced scorecard merupakan pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja UKM, dengan mengukur kinerja dari beberapa perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan (1) Mengidentifikasi sasaran strategis dan peta strategis pada UKM di Bogor (2) Merumuskan indikator kinerja utama dan inisiatif strategis pada UKM di Bogor serta (3) Mengevaluasi implementasi pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard pada UKM di Bogor untuk mengetahui kelayakan BSC dalam pengukuran kinerja UKM di Bogor. Penelitian dilaksanakan di Bogor pada bulan September 2014 hingga Januari 2015. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara terhadap beberapa narasumber dan pihak-pihak yang terkait. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak delapan pakar yakni dari Dinas UKM Kota Bogor, Dinas UKM Kabupaten Bogor, akademisi sebagai pengamat, lembaga keuangan dan empat pengelola UKM. Sedangkan untuk implementasi terdapat empat UKM sebagai ujicoba. Pengolahan dan analisis data melalui studi literatur, focus grup discussion, wawancara mendalam, analytical hierarchy process (AHP) dan scoring. Hasil penelitian merumuskan delapan sasaran strategik dari empat perspektif BSC yang kemudian menjadi hubungan sebab akibat dalam peta strategik, 15 indikator kinerja utama untuk mengukur kinerja pada UKM dan 19 rumusan inisiatif strategik. Dari pendapat pakar, perspektif modal insani merupakan perspektif dengan tingkat prioritas tertinggi namun berdasarkan implementasi diperoleh bahwa modal insani merupakan perspektif dengan skor pencapaian yang rendah. Penelitian ini juga menemukan bahwa pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard layak untuk diterapkan di UKM. Kata kunci: balanced scorecard, kinerja, modal insani, usaha kecil dan menengah
SUMMARY ERWINA. The Design and evaluation of Balanced Scorecard as Performance Measurement of Small and Medium Enterprises (SMEs) in Bogor. Supervised by ANGGRAINI SUKMAWATI and I MADE SUMERTAJAYA. Small and Medium Enterprises (SMEs) appeared as the solution of the good economic system that played strategic roles in Indonesian economy. Every year, SMEs in Indonesia are multiplied in number. Nevertheless, the development of SMEs was not followed by the development of human resource quality. Classic problem that has been faced from the past to the present is the low productivity of SMEs which result on the performance of SMEs. The success of SMEs could be seen from their performance. Nevertheless, until now the performance measurement still use the traditional way which views the performance only from the financial perspective. Therefore, it needs a new performance measurement system. Balanced scorecard was another approach that could be used to measure performance. In Balanced scorecard, performance was measured by four perspectives which are financial perspective, customer perspective, internal business process perspective, and learning and growth perspective. This study aims at (1) identifying the strategic target and strategic map of SMEs in Bogor (2) formulating the key performance indicators and initiatives strategic of SMEs in Bogor and (3) evaluate the implementation of performance measurement using the Balanced Scorecard in Bogor SMEs to find out the feasibility of BSC for measuring the SMEs Performance in Bogor. The study was conducted in Bogor SMEs from September 2014 until January 2015. The data used in this study was primary and secondary data. Primary data was collected by using questionnaire and interviewing the expert in SMEs. On the other hand, the secondary data was collected by literature review. The sampling technique was carried out using purposive sampling, using certain consideration. The samples of this study were eight experts who were four SMEs owner, Bogor SMEs official, academician as observer, financial institutions. On the other hand, for the implementation of BSC, it used four SMEs. The data tabulation and analysis were carried out using literature study, focus group discussion, in-depth interview, and analytical hierarchy process (AHP) and scoring. The result of the study formulated eight strategic targets from four perspectives and 15 key performance indicators to measure performance in SMEs and 19 strategic initiative formulations. The experts had a notion that human capital perspective had the highest priority but based on the implementation the human capital perspective got the lowest score. This study also found that performance measurement using balanced scorecard approach was suitable for SMEs. Keywords: balance scorecard, human capital, performance, small and medium enterprises.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERANCANGAN DAN EVALUASI BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI BOGOR
ERWINA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc
Judul Tesis : Perancangan dan Evaluasi Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Bogor Nama : Erwina NIM : H251124101
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM Ketua
Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Februari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat, karunia dan pertolongan-Nya sehingga penelitian yang berjudul Perancangan dan Evaluasi Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Bogor berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM dan Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi selaku komisi pembimbing atas segala arahan, saran dan bimbingannya. Terimakasih kepada Bapak Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Jono M Munandar, MSc selaku penguji sidang perwakilan program studi. Tidak lupa penulis sampaikan penghargaan kepada Dinas Koperasi dan UKM Kota Bogor, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, dan Bank Bukopin sebagai lembaga keuangan serta kepada pengelola UKM di Bogor atas segala bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. Penelitian ini merupakan bagian dari skema penelitian unggulan perguruan tinggi desentralisasi lanjutan yang dibiayai oleh DIKTI dengan judul Model peningkatan kinerja usaha kecil menengah (UKM) melalui pengembangan modal insani dan modal sosial. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Ayah Sumardin dan Ibu A.Hani Paluseri atas seluruh do’a, dukungan, kasih sayang serta kesabarannya dalam membantu penulis selama menjalani pendidikan di IPB. Terima kasih pula kepada teman-teman Ilmu Manajemen angkatan 2012 genap dan teman-teman Griya Putih Asri, Nurul Mukhlishah dan Febri Palupi atas segala dorongan dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Erwina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Kinerja Pengukuran Kinerja Modal Insani Konsep Balanced scorecard Perspektif dalam Balanced Scorecard Keunggulan dan Kelemahan Balance Scorecard Key Performance Indicator Analytical Hierarchy Process Usaha Kecil dan Menengah Penelitian Terdahulu
6 6 7 8 10 11 15 16 17 19 21
3 METODE Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Pendekatan Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penarikan Sampel Pengolahan dan Analisis Data
24 24 26 26 26 27 27
4 PERANCANGAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI BOGOR 31 Pendahuluan 31 Metode 32 Hasil dan Pembahasan 33 Kesimpulan 45 5 IMPLEMENTASI PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI BOGOR 46 Pendahuluan 46 Metode 47
Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
47 65
6 PEMBAHASAN UMUM Implikasi Manajerial
66 69
7 SIMPULAN DAN SARAN
70
DAFTAR PUSTAKA
72
LAMPIRAN
76
RIWAYAT HIDUP
88
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan jumlah UKM dan tenaga kerja di Kota Bogor tahun 2009-2012 2 Penelitian yang relevan 3 Skala banding secara berpasangan 4 Nilai RI 5 Rancangan balanced scorecard sebelum focus group discussion 6 Sasaran strategis kinerja UKM pada setiap perspektif 7 Indikator kinerja utama pada perspektif keuangan 8 Indikator kinerja utama pada perspektif pelanggan 9 Indikator kinerja utama pada perspektif proses bisnis internal 10 Indikator kinerja utama pada perspektif modal insani 11 Inisiatif strategis pada UKM 12 Tingkat prioritas perspektif pada UKM 13 Tingkat prioritas IKU berdasarkan bobot global pada UKM 14 Skala sasaran strategis, perspektif, dan kinerja 15 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok kerajinan 16 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok makanan 17 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok herbal 18 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok agro 19 Bobot perspektif, sasaran strategis, dan indikator kinerja utama
2 21 29 29 34 35 40 41 41 42 44 50 52 55 56 58 60 62 67
DAFTAR GAMBAR 1 Jumlah UKM yang dibina Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor 2 Tolok ukur balanced scorecard 3 Model rantai nilai dari perspektif pelanggan dalam BSC 4 Model rantai nilai perspektif bisnis internal dalam BSC 5 Kerangka pemikiran penelitian 6 Peta lokasi penelitian 7 Peta strategi usaha kecil dan menengah 8 Hierarki sistem pengukuran kinerja UKM dengan pendekatan balanced scorecard 9 Model BSC dengan menggunakan ANP
2 11 13 14 25 26 38 48 71
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Rancangan pengukuran kinerja Hasil AHP Kuesioner penggunaan proses hirarki analitik (AHP) Kuesioner simulasi
77 78 79 85
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diberlakukan pada akhir 2015, negara-negara berkembang dituntut agar mampu meningkatkan daya saing di setiap sektor. Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN harus mempersiapkan diri dengan matang untuk bersaing dengan profesional dari negara lain. Dimana akan terjadi integrasi 10 negara Asia Tenggara dalam suatu kawasan ekonomi eksklusif yang menciptakan akses pasar antar negara yang lebih luas. Dampak terciptanya MEA adalah pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa serta tenaga kerja. Untuk itu pemerintah Indonesia diharapkan mampu mempersiapkan langkah-langkah strategis dalam sektor tenaga kerja, infrastruktur, dan sektor industri. Sehingga salah satu sektor terpenting yang perlu mendapatkan perhatian yaitu pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Melalui UKM diharapkan Indonesia bisa menjadi pelaku bukan hanya menjadi penonton pada MEA 2015. Fenomena tersebut merupakan suatu bentuk perubahan yang harus dihadapi organisasi pada negara-negara berkembang seperti Indonesia sehingga adaptasi merupakan suatu keharusan agar organisasi mampu bertahan sehingga dapat memperkokoh perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dikatakan karena UKM di Indonesia digambarkan sebagai sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomi nasional, yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, serta ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa dan memperkokoh struktur ekonomi nasional (Hubeis 2011). Usaha kecil dan menengah (UKM) hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ratarata laju pertumbuhan UKM dalam lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang terus meningkat sebesar 2.68 persen. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2013, pertumbuhan jumlah UKM dalam periode tahun 2011-2012 yaitu sebesar 2.41 persen yang diikuti dengan pertumbuhan penyerapan jumlah tenaga kerja sebanyak 5.83 persen. Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UKM mampu mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan taraf hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Bogor merupakan wilayah yang terbagi menjadi dua pemerintahan yakni kota dan kabupaten. Dimana perkembangan jumlah UKM Kota dan Kabupaten Bogor cukup pesat. Hal ini terjadi karena Bogor berada dekat dengan ibukota Indonesia yaitu Jakarta dan menjadi tujuan wisata. Integrasi ini terutama bertumpu pada sektor pariwisata, karena sektor pariwisata Bogor sedang mengalami perkembangan, sehingga menjadi peluang tersendiri bagi pelaku UKM pada wilayah ini. Saat ini mayoritas pelaku ekonomi di Bogor adalah pelaku usaha UKM yang terus tumbuh secara signifikan serta menjadi sebuah sektor usaha yang mampu menopang stabilitas perekonomian daerah. Peranan UKM
2 tidak hanya sampai disitu, UKM juga mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan meningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Data dari Dinas Koperasi dan UMKM kota Bogor tahun 2013 menjelaskan bahwa jumlah keseluruhan UMKM Kota Bogor empat tahun terakhir mengalami peningkatan. Selain itu UMKM memberikan kontribusi lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kota Bogor dengan menyerap 58 249 tenaga kerja pada tahun 2012. Usaha kecil dan menengah di Kota Bogor cukup tersebar di enam kecamatan yang ada di Kota Bogor. Dengan letak geografis yang cukup strategis membuat UKM di Kota Bogor semakin berkembang. Usaha kecil dan menengah Kota Bogor memiliki peranan dalam kemajuan sektor-sektor perekonomian Kota Bogor. Tabel 1 Perkembangan jumlah UKM dan tenaga kerja di Kota Bogor tahun 20092012 Tahun
Jumlah UKM (Unit Usaha)
Jumlah tenaga kerja (Orang)
2009 32 256 2010 32 901 2011 33 559 2012 33 572 Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor (2013)
57 107 58 249 57 107 58 249
Selain di Kota Bogor, UKM juga berkembang dengan baik di Kabupaten Bogor. Saat ini pelaku ekonomi mayoritas di Kabupaten Bogor adalah pelaku usaha UMKM yang terus bertumbuh dan menjadi sektor usaha yang mampu menjadi sebuah penopang stabilitas perekonomian daerah. Berdasarkan data dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor (2014), jumlah UKM binaan Kabupaten Bogor hingga tahun 2013 sebanyak 12.914 yang tersebar pada 40 Kecamatan dengan berbagai macam produk yang dihasilkan. Hampir pada setiap Kecamatan memiliki produk unggulan masing-masing. Kelompok UKM makanan dan minuman merupakan kelompok UKM yang paling dominan pada Kabupaten Bogor. Berikut disajikan data UKM yang dibina oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor dari tahun 2006 hingga tahun 2013. 3500
3000
3000 2500
2000
2000 1500
1700
1500 1000
1200
1298
1216
2010
2011
2012
1000 500 0 2006
2007
2008
2009
2013
Gambar 1 Jumlah UKM dari tahun 2006-2013 (Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor 2014)
3
Perkembangan UKM yang meningkat pada Kota dan Kabupaten Bogor dari segi jumlah atau kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Sebenarnya UKM pada wilayah ini mampu lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika dikelola dengan lebih baik. Pengelolaan UKM kurang maksimal karena dihadapkan pada berbagai permasalahan. Menurut Hubeis (2011), permasalahan UKM dapat dijelaskan dengan tujuh faktor yaitu kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan SDM, masalah bahan baku, keterbatasan teknologi, keterampilan manajerial, dan juga permasalahan pada kemitraan. Tambunan (2007) dalam penelitiannya tentang pengembangan UKM, menemukan bahwa kendala yang dihadapi oleh UKM di Indonesia yaitu peraturan pemerintah yang rumit, permasalahan modal, keterampilan sumber daya manusia yang rendah serta kemampuan teknologi yang kurang. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rutha (2013), permasalahan utama yang dihadapi oleh UKM Kota Bogor yaitu pada modal insani. Hasil serupa juga ditemukan oleh Wahyuningrum (2013) pada UKM Kota Depok. Sehingga berdasarkan penelitian tersebut maka perlu adanya pengembangan modal insani pada UKM. Dubas dan Nijhawan (2007) menyatakan bahwa modal insani umumnya diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman di tempat kerja, disisi lain juga diperoleh melalui pelatihan, baik formal maupun non formal seperti on the job training. Mereka menambahkan bahwa pekerja khusus terlatih membayar premi untuk keterampilan khusus. Keterampilan khusus meliputi pengetahuan tentang budaya perusahaan, saluran komunikasi, produk-produk dari perusahaan, dan pemahaman tentang kepribadian rekan kerja, manajer, dan kebutuhan pelanggan dari suatu perusahaan. Pengembangan modal insani akan berdampak pada peningkatan kinerja UKM sehingga UKM memiliki daya saing yang berkelanjutan. Rivai (2006), menganggap bahwa kinerja merupakan suatu perilaku yang ditampilkan seseorang yang merupakan prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya di dalam perusahaan. Jamil (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi suatu kinerja organisasi sangat ditentukan oleh jenis serta profil organisasi dan juga tergantung dari tujuan sebuah penelitian dilakukan. Studi yang dikembangkan oleh Lusthaus et al. dalam Jamil (2012) menunjukkan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi yaitu (a) kapasitas organisasi, (b) motivasi organisasi, (c) lingkungan eksternal. Oleh karena itu, vital untuk mengembangkan sumber daya insani melalui proses rekruitmen yang kompetitif, pelatihan yang sistematis, peningkatan kepuasan pegawai, peningkatan pendidikan pegawai, dan pemberdayaan pegawai. Meningkatkan kinerja UKM dan mengembangkan modal insani sangat diperlukan sebagai upaya untuk menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Sehingga diperlukan suatu alat ukur kinerja yang baru pada UKM. Balanced scorecard merupakan suatu alat ukur yang telah lama dikembangkan dan banyak digunakan oleh organisasi baik swasta maupun publik. Luis dan Biromo (2008) mendefinisikan Balanced scorecard sebagai suatu alat manajemen kinerja yang bisa membantu sebuah organisasi untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi kedalam bentuk aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator keuangan dan juga non keuangan yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab-akibat. BSC sangat berperan sebagai pengubah visi serta strategi
4 organisasi menjadi sebuah aksi sehingga BSC tidak berhenti pada saat strategi selesai dibangun tetapi terus melakukan tahap monitor pada proses eksekusinya. Penggunaan BSC sebagai alat ukur manajemen dapat mencerminkan bagaimana kinerja organisasi secara menyeluruh sehingga mampu melakukan suatu perbaikan untuk kinerja selanjutnya. Sejauh ini, pemanfaat BSC sebagai alat pengukuran kinerja banyak digunakan pada perusahaan-perusahaan besar baik perusahaan profit maupun pada organisasi publik. Usaha kecil dan menengah sebagai sektor penting dalam perekonomian nasional perlu melakukan perbaikan pada pengukuran kinerja agar memiliki daya saing. Pendekatan lain untuk mengukur kinerja pada UKM bisa dilakukan dengan menggunakan BSC, sehingga mampu menyeimbangkan antara perspektif keuangan dan non keuangan. Rickards (2007) menyatakan bahwa BSC sangat layak untuk dikembangkan, diperkenalkan dan digunakan oleh UKM karena akan sangat berguna bagi pengelola UKM dalam menganalisis kinerja bisnis yang mereka jalani. Untuk itu penelitian ini akan mencoba merancang suatu pengukuran kinerja baru berupa BSC pada UKM di Bogor sebagai upaya mengembangkan modal insani dan meningkatkan kinerja.
Perumusan Masalah Memahami faktor-faktor kunci keberhasilan pada UKM sangat penting untuk dilakukan agar mampu meningkatkan kinerja UKM. Keberhasilan UKM dapat dilihat dari kinerja yang dihasilkan. Namun hingga saat ini pengukuran kinerja hanya berfokus pada hasil akhir yaitu materi tanpa melibatkan faktor lainnya. Pengukuran kinerja pada UKM selama ini masih bersifat tradisional yakni mengukur kinerja melalui perspektif keuangan, sedangkan perspektif nonkeuangan sedikit terabaikan. Padahal pengukuran kinerja perlu melihat adanya perspektif keuangan dan non-keuangan agar terjadi keseimbangan pada kinerja UKM khususnya di wilayah Bogor. Untuk itu, sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja dan mengembangkan modal insani pada UKM di Bogor diperlukan suatu alat ukur kinerja yang baru agar UKM mampu dan memiliki daya saing yang tinggi. Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard. Pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC menyeimbangkan antara faktor keuangan dan non-keuangan pada UKM, sehingga dengan demikian modal insani pada UKM juga mendapat perhatian oleh pengelola UKM. Pengukuran kinerja dengan BSC pada UKM sejauh ini belum diterapkan di Indonesia utamanya pada UKM di wilayah Bogor. Hal ini terjadi karena UKM merupakan suatu bentuk usaha yang masih sederhana yang bertumbuh dengan sendirinya. Sehingga diperlukan suatu perancangan BSC pada UKM di Bogor sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja. Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Apa saja sasaran strategis yang ingin dicapai dan bagaimana peta strategis dalam perancangan BSC sebagai pengukuran kinerja UKM di Bogor? 2. Apa saja indikator kinerja utama (IKU) dan inisiatif strategis dalam perancangan BSC sebagai pengukuran kinerja UKM di Bogor? 3. Bagaimana implementasi pengukuran kinerja pada UKM di Bogor dengan pendekatan BSC sebagai ilustrasi?
5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi sasaran strategis dan peta strategis dalam perancangan BSC sebagai pengukuran kinerja UKM di Bogor. 2. Merumuskan indikator kinerja utama (IKU) dan inisiatif strategis dalam perancangan BSC sebagai pengukuran kinerja UKM di Bogor. 3. Mengevaluasi implementasi pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC pada UKM di Bogor sebagai ilustrasi.
Kegunaan Penelitian 1. Kalangan Akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan informasi dan referensi bagi kalangan akademisi yang akan mengembangkan penelitian lain yang sejenis. 2. Kalangan Praktisi Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan kontribusi praktis kepada para pelaku usaha agar mampu mengembangkan UKM di Bogor 3. Kalangan Pengambil Kebijakan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi tambahan bagi para pengambil kebijakan yang berada di lingkungan Bogor dalam peningkatan UKM
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengenai perancangan dan evaluasi balanced scorecard dilihat dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses internal dan perspektif modal insani. Penelitian ini melibatkan unsur manajemen dari UKM yang berlokasi di Kota dan Kabupaten Bogor. Langkah awal yang dilakukan yaitu menentukan sasaran strategis berdasarkan literatur dan penelitian terdahulu dengan mempertimbangkan kebutuhan UKM kemudian disusunlah peta strategi dan setelahnya terbentuklah indikator kinerja utama. Kelompok UKM yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada empat kelompok UKM, yaitu kelompok kerajinan, kelompok makanan, kelompok herbal dan kelompok agro.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA Kinerja Rivai (2006), menganggap bahwa kinerja merupakan suatu perilaku yang ditampikan seseorang yang merupakan prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya di dalam perusahaan. Menurut Moeheriono (2009), pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolok ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sangat beragam. Jamil (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi suatu kinerja organisasi sangat ditentukan oleh jenis serta profil organisasi dan juga tergantung dari tujuan sebuah penelitian dilakukan. Studi yang dikembangkan oleh Lusthaus et al. dalam Jamil (2012) menunjukkan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi kinerja organisai yaitu kapasitas organisasi, motivasi organisasi, dan lingkungan eksternal. Miner diacu Sutrisno (2011), mengemukakan secara umum dapat dinyatakan empat aspek dari kinerja, yaitu sebagai berikut: (1) Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas. (2) Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan. (3) Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu tersebut. (4) Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Melalui keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi. Bernardin dan Russel diacu Sutrisno (2011), mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu (1) Quality, merupakan suatu tingkat sejauh manakah proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati sebuah kesempurnaan ataukah mendekati sasaran yang telah di tetapkan. (2) Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan. (3) Timelines, yaitu sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. (4) Cost efectivenes, tingkat penggunaan sejauh mana pemanfaatan sumber daya organisasi dimaksimalkan agar mencapai hasil yang tertinggi. (5) Need for supervision, sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa adanya pengawasan. (6) Interpersonal impact, sejauh mana seseorang memelihara harga diri, nama baik dan hubungan diantara rekan kerja. Kemudian standar pengukuran prestasi kerja dikemukakan oleh Lopes dalam Sutrisno (2014), yakni kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, pendapat atau pernyataan yang disampaikan, keputusan yang diambil, perencanaan kerja, dan daerah organisasi kerja.
7 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Damayanthy (2013) pada perusahaan daerah Pasar Tohaga. Ia menemukan bahwa faktor-faktor tersebut yaitu berasal dari faktor individu, faktor fsikologi, dan faktor organisasi. Faktor individu sendiri dicerminkan dari faktor kemampuan yaitu mengenai komunikasi dan adptasi, faktor keterampilan akan pengetahuan kerja dan demografi mengenai jenis kelamin dan kesetaraan gender dalam promosi. Faktor fsikologi dicerminkan dari indikator proses pembelajaran yaitu mempelajari hal baru dan pekerjaan menambah pengetahuan. Sedangkan untuk faktor organisasi dicerminkan oleh indikator kepemimpinan, desain pekerjaan dan pengawasan supervisi sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja, namun berpengaruh terhadap motivasi dan kepuasan kerja pegawai yang merupakan faktor psikologi yang kemudian akan berpengaruh terhadap kinerja. Pada pengaruh tidak langsung kinerja pegawai dicerminkan oleh adanya indikator cara kerja, kepemimpinan dan juga tanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai yang mempunyai tanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya tanpa adanya perintah dari atasan, cara bekerja yang efisien dan efektif serta memiliki jiwa kepemimpinan yang baik menandakan bahwa memiliki kinerja yang baik.
Pengukuran Kinerja Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama melaksanakan suatu kinerja terdapat penyimpangan dari rencana yang telah ditentukan sebelumnya atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengukuran mengatur keterkaitan antara strategi berorientasi pelanggan dan tujuan dengan tindakan. Menurut Wibowo (2009), pengukuran kerja yang depat dapat dilakukan dengan: (1) Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi.(2) Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan.(3) Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja.(4) Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian.(5) Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas.(6) Mempertimbangkan penggunaan sumber daya.(7) Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan. Kunci keberhasilan pengukuran kinerja adalah apabila hanya mengumpulkan ukuran kinerja yang dapat dan akan digunakan. Ukuran kinerja dapat dipergunakan untuk sejumlah keperluan yang berbeda. Amstrong dan Baron diacu Wibowo (2009) membagi tipe ukuran kinerja berdasarkan pada lingkup penggunaannya, dalam lingkup individu, tim dan oganisasional. Pada pengukuran organisasional, terdapat empat pendekatan berbeda yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja organisasi, yaitu sebagai berikut (Wibisono 2006), 1. Balanced scorecard, merupakan serangkaian ukuran yang memberi manajer puncak pandangan bisnis yang cepat tetapi komprehensif. Manajer harus melihat bisinis dalam empat perspektif yaitu (a) Perspektif pelanggan, tentang bagaimana pelanggan melihat kita, (b) Perspektif proses bisnis internal, tentang apa yang harus kita lampui, (c) Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, tentang dapat kah kita melanjutkan untuk memperbaiki dan menciptakan nilai, dan (d) Perspektif keuangan, tentang bagaimana kita melihat pemegang saham.
8 2. The European Foundation for Quality Management Model, terdapat indikasi bahwa kepuasan pelanggan, kepuasan pekerja, dan dampak pada masyarakat dicapai melalui kepemimpinan. Hal tersebut mendorong kebijakan dan juga strategi, manajemen pekerja, sumberdaya dan proses mengarah pada keunggulan hasil bisnis. Terdapat sembilan elemen dalam model ini yaitu (a) kepemimpinan, tentang bagaimana perilaku dan tindakan tim eksekutif dan semua pimpinan lain memberi inspirasi, mendukung dan meningkatkan budaya total quality manajemen, (b) kebijakan dan strategi, tentang bagaimana organisasi memformulasikan, menyebarkan dan mereview kebijakan dan strategi dan mengubahnya kedalam rencana dan tindakan, (c) manajemen sumber daya manusia, tentang bagaimana organisasi merealisasi potensi sepenuhnya dari segenap sumberdaya manusianya, (d) sumber daya, tentang bagaimana organisasi mengelola sumber daya secara efektif dan efisien, (e) proses, tentang bagimana organisasi mengidentifikasi, mengelola, mereview dan memperbaiki prosesnya (f) kepuasan pelanggan, tentang apa yang diperoleh organisasi dalam hubungan dengan kepuasan pelanggan, (g) kepuasan pekerja, tentang apa yang diperoleh organisasi dalam hubungan dengan kepuasan orangnya sendiri, (h) dampak pada masyarakat, tentang apa yang dicapai organisasi dalam memuaskan kebutuhan konsumen dan harapan masyarakat lokal, nasional, dan internasional, (i) hasil bisnis, tentang apa yang dicapai organisasi dalam hubungannya dengan sasaran bisnis yang direncanakan dan memuaskan kebutuhan dan harapan setiap orang dengan kepentingan finansial dalam organisasi. 3. Economic Value Added, terdapat empat ukuran yang paling selalu digunakan yaitu (a) added value merupakan perbedaan antara nilai pasar dari output perusahaan dan biaya inputnya (b) market value added merupakan perbedaan antara kapitalisasi pasar perusahaan dan total investasi kapital. Jika positif, akan mengindikasikan diciptakannya kekayaan pasar saham. (c) cash flow return on investment membandingkan cashflow disesuaikan inflasi dengan gross revenue disesuaikan inflasi, untuk menemukan cashflow return on investment. 4. Traditional Financial Measures, merupakan ukuran finansial tradisional yang antara lain termasuk return on equity, return on capital employed, earnings per share, price/earning ratio, return on sales, assets turnover, overall overheads/sales ratio, profit or sales or added value per employer, output per employee.
Modal Insani Menurut Moeheriono (2009), modal insani (human capital) tidak lain adalah sumber daya manusia yang dimiliki suatu organisasi atau perusahaan. Peranan sumber daya manusia diyakini oleh banyak kalangan merupakan aset terpenting bagi perusahaan karena keberhasilan perusahaan sangat tergantung kepada bagaimana perusahaan mengelola karyawannya. Wibisono (2006) mengemukakan bahwa sumber daya insani merupakan sumber daya paling penting untuk dapat memenangkan persaingan, karena merupakan tulang punggung dari seluruh sistem yang dirancang, metode yang
9 diterapkan, dan teknologi yang digunakan. Oleh karena itu, vital untuk mengembangkan sumber daya insani melalui proses rekrutmen yang kompetitif, pelatihan yang sistematis, peningkatan kepuasan pegawai, peningkatan pendidikan pegawai, dan pemberdayaan pegawai. Dalam jangka panjang, program pengembangan sumber daya insani yang harus dimiliki perusahaan setidaknya menyangkut, (a) pendidikan lanjutan bagi pegawai, (b) pelatihan regular bagi pegawai, (c) sistem dan prosedur bagi rotasi kerja, (d) sistem dan prosedur jalur karir, (e) sistem dan prosedur untuk perbaikan, kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja, (f) evaluasi kinerja individu, (g) pengukuran kepuasan pegawai yang menyangkut gaji, jam kerja, kesehatan dan keselamatan, intensif, serta pelatihan dan pendidikan. Menurut Moeheriono (2009), peranan human capital terdiri atas pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kemampuan (ability) seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan professional dan economic rent. Teori human capital ini membedakan human capital dalam dua bentuk , (1) industry-spesific human capital, merupakan pengetahuan rutinitas yang khas dalam suatu industri yang tidak dapat ditransfer ke industri lainnya dan (2) firm-specific human capital, merupakan pengetahuan mengenai rutinitas dan prosedur yang khas dari sebuah perusahaan, yang membatasi nilai-nilai keluar d ari perusahaan tersebut. Perbedaan dalam firm-specific dan industry-spesific yang utama dan pokok adalah terletak dalam spesifikasinya. Pada industry-spesific adalah kurang memiliki kekhususan perusahaan sehingga seorang yang profesional dapat dengan mudah pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya di seluruh pasar dan ia menghilangkan nilai industry-spesific perusahaan sebelumnya. Dalam hal ini, peranan human capital menjadi sangat penting karena merupakan sumber inovasi dan pembaharuan dari manajemen sumber daya manusia. Human capital memegang peranan sangat penting yang kritikal karena kesuksesan atau kegagalan perusahaan sering kali tergantung pada bagaimana perusahaan melakukan leverage terhadap asetnya yang paling berharga tersebut, yaitu sumber daya manusia. Manusia adalah satu-satunya elemen dasar dalam organisasi yang memiliki kekuatan yang melekat pada dirinya untuk menciptakan value perusahaan (Moeheriono 2009). Muhi (2010) melakukan penelitian mengenai analisis investasi modal manusia dalam perspektif pendidikan dan pelatihan. Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan bahwa (a) Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pendidikan dan pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja. Pendidikan dan pelatihan dipandang sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian. (b) Harapan terhadap hasil investasi modal dalam diri manusia sebagai level yang lebih tinggi dalam pendapatan, kemampuan bekerja selama hidup dan apresiasi yang lebih tinggi dalam aktivitas non pasar dan keterkaitannya. (c) Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dilakukan di dalam maupun diluar pekerjaan. Pelatihan di luar pekerjaan umumnya merupakan pelatihan yang bersifat formal diluar jam kerja. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di
10 dalam pekerjaan dapat dilakukan dengan cara mengikutsertakan karyawan dalam berbagai aktivitas tertentu seperti kegiatan yang bersifat on the job training.
Konsep Balanced scorecard Menurut Luis dan Biromo (2008), balanced scorecard muncul pertama kali pada tahun 1992 oleh Kaplan dan Norton dalam sebuah artikel yang mereka tulis di majalah Harvard Business Review. Selanjutnya teori BSC telah berkembang dengan sangat pesat, sehingga pada tahun 1996 Kaplan dan Norton melakukan revisi pada BSC hingga muncul istilah strategy map yang kemudian dijelaskan lebih terperinci pada tahun 2004. Konsep BSC yang pertama sedikit berbeda dengan konsep BSC yang kedua. Perbedaan yang paling signifikan adalah bahwa BSC generasi kedua mempunyai hubungan sebab-akibat yang disebut peta strategi. Selain itu, terdapat tiga pembaruan yang muncul sebagai akibat dari adanya evolusi BSC yaitu fokus, tujuan dan bidang penerapan. Balanced scorecard pada generasi pertama berfokus pada pengukuran kinerja sedangkan BSC generasi kedua lebih fokus kepada manajemen. Manajemen yang tidak semata pada kinerja tetapi mencakup manajemen strategi, manajemen operasional dan manajemen di bidang lainnya. Terkait dengan tujuan, BSC generasi pertama bertujuan untuk mengendalikan pelaksanaan strategi, sedangkan yang kedua menekankan pada komunikasi strategi. Kemudian pada bidang penerapan, BSC generasi pertama ditujukan hanya pada sektor swasta, sedangkan BSC generasi kedua selain swasta juga mencakup sektor publik, dan penerapannya terbukti berhasil. Balanced scorecard (BSC) didefinisikan sebagai suatu alat manajemen kinerja yang bisa membantu sebuah organisasi untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi kedalam bentuk aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan juga non finansial yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab-akibat. BSC sangat berperan sebagai pengubah visi serta strategi organisasi menjadi sebuah aksi sehingga BSC tidak berhenti pada saat strategi selesai dibangun tetapi terus melakukan tahap monitor pada proses eksekusinya (Luis dan Biromo 2008). Sedangkan menurut Gaspersz (2003), BSC merupakan sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang untuk pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, termasuk manajemen, proses bisnis internal demi memperoleh hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis dari pada sekedar mengelola bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka pendek. Selain itu, Luis dan Biromo (2008) menjabarkan pengertian BSC dengan memisahkan antara “balance” dan “scorecard”. Balance berarti seimbang. Sehingga BSC merupakan alat manajemen untuk menjaga keseimbangan antara indikator finansial dan non-finansial, indikator kinerja masa lampau, masa kini, dan masa depan, kemudian indikator internal dan eksternal serta indikator yang bersifat leading dan lagging. Selanjutnya kata scorecard secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “kartu nilai” atau raport yang biasa dikenal di sekolahan. Terjemahan bebas seperti demikian cukup benar, disebabkan BSC juga dapat dianggap sebagai sebuah kartu di mana di dalamnya terdapat berbagai penilaian atas pencapaian kinerja dari setiap strategi yang telah dibangun.
11 Perspektif dalam Balanced scorecard Kaplan dan Norton diacu Gapersz (2003) memperkenalkan empat perspektif yang berbeda dari suatu aktivitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Perspektif yang dimaksud yaitu fokus pandangan kita yang dititikberatkan pada keempat hal tersebut. Perspektif finansial, merupakan bagaimana kita memuaskan pemegang saham. Perspektif pelanggan menjelaskan tentang bagaimana memuaskan pelanggan. Perspektif proses bisnis internal menjelaskan tentang proses apa saja yang seyogyanya diunggulkan untuk mencapai kesuksesan perusahaan. Sedangkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menekankan bagaimana mempertahankan keberlangsungan kemampuan terhadap perubahan dan peningkatan. Pemahaman akan empat perspektif pada BSC tersebut sangat penting agar seseorang mampu menerapkan konsep BSC secara benar dan berhasil. Untuk menjamin keterpaduan di antara perspektive yang ada, maka ukuran-ukuran yang dikembangkan untuk masing-masing perspektif ini mengandung sebuah hubungan sebab akibat secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Kaplan dan Norton dalam Rivai dan Sagala (2013), mengartikulasikan empat perspektif yang dapat memandu perusahaan untuk mengimplementasikan strategi perusahaan. Financial How do we look against the financial objectivers of our owners?
Customer
Internal
How do we look to the customers that we want to attract
What must we excel at for our customers?
Innovation and Learning How do we get better at improving?
Gambar 2 Tolok ukur balanced scorecard (Rivai dan Sagala 2013) Perspektif Keuangan Menurut Gaspersz (2003), untuk membangun suatu BSC, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan finansial yang memiliki kaitan dengan strategi perusahaan. Tujuan finansial memiliki peran sebagai fokus bagi tujuan-tujuan strategis dan ukuran-ukuran bagi semua perspektif dalam BSC. Setiap ukuran yang dipilih seyogyanya menjadi bagian dari sebuah keterkaitan hubungan sebab akibat yang memuncak pada peningkatan kinerja finansial.
12 Luis dan Biromo (2008), menyatakan bahwa dalam organisasi yang mencari laba, faktor keuangan menjadi indikator yang sangat penting, tak berbeda dengan konsep untuk membangun strategi keuangan lainnya, BSC menggariskan upaya apa yang harus dilakukan untuk dapat berhasil secara keuangan di mata para pemegang saham. Keuangan organisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Dalam pendekatan keuangan yang bertujuan jangka pendek, strategi yang digunakan adalah strategi peningkatan produktivitas, meliputi upaya-upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas dapat optimal. Strategi produktivitas ini dapat dicapai dengan perbaikan struktur biaya dan pemaksimalan utilitasi aset. Berbeda dengan pendekatan keuangan yang bertujuan jangka panjang, strategi yang dilakukan merupakan strategi khusus yang disebut strategi pertumbuhan. Strategi ini meliputi dua hal utama yaitu peningkatan pendapatan dan peningkatan nilai bagi pelanggan. Menurut Kaplan dan Norton diacu Rivai dan Sagala (2013), pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus bisnis yaitu growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan dan pengukurannya berbeda pula. (a) Growth, merupakan tahap pertama dan awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Perusahaan dalam tahap berkembang mungkin secara aktual beroerasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan dari produk dan jasa baru. (b) Sustain stage, merupakan tahap kedua yaitu tahap di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terkait. Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila mungkin. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. (c) Harvest, merupakan tahap kematangan, suatu tahap di mana perusahaan melakukan panen terhadap investasi mereka. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangannya adalah cash flow dan pengurangan modal kerja yang diperlukan serta yang mampu dikembalikan dari investasi di masa lalu. Perspektif Pelanggan Menggunakan kacamata pelanggan adalah hal yang seharusnya dilakukan pada perspektif ini. Tujuannya, menurut Luis dan Biromo (2008) adalah untuk mengetahui bagaimana pelanggan menilai produk atau jasa, dan organisasi. Halhal yang biasanya dinilai di antaranya atribut produk atau jasa, hubungan dengan pelanggan, citra dan reputasi organisasi. Nilai-nilai demikian dapat diukur dengan cara melakukan survei kepuasan pelanggan, baik yang dilakukan oleh organisasi sendiri maupun oleh lembaga independen. Dengan adanya perspektif ini seseorang dapat melihat output dari produk/jasa di mata masyarakat. Jika output negatif dapat dilakukan perbaikan secara cepat. Untuk memberikan nilai yang baik kepada pelanggan, ada tiga pendekatan yang berkaitan dengan produk. Pendekatan tersebut yaitu product
13 leadership, operational exellence dan customer intimacy. Product leadership adalah produk-produk unggulan yang selalu terdepan dalam hal inovasi. Operation exellence adalah produk-produk yang dirancang agar seekonomis mungkin. Sedangkan customer intimacy adalah produk-produk yang dibuat spesial dan tidak masal serta disesuaikan dengan keinginan pelanggannya. Menurut Gaspersz (2003), dalam perspektif pelanggan dalam BSC, perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana mereka akan berkompetensi. Elemen yang paling penting yaitu kebutuhan pelanggan, karenanya diperlukan pengidentifikasian secara tepat akan kebutuhan pelanggan. Selain itu, konsep segmentasi pasar juga penting untuk diketahui karena akan bermanfaat bagi penilaian pasar serta penetapan strategi memasuki pasar. Secara sederhana langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam lingkup perspektif pelanggan dapat mengikuti model rantai nilai seperti berikut:
Gambar 3 Model rantai nilai dari perspektif pelanggan dalam BSC (Gaspersz 2003) Perspektif Proses Bisnis Internal Proses bisnis internal yang dimaksud merupakan serangkaian aktivitas yang ada dalam bisnis secara internal yang kerap disebut dengan rantai nilai. Dalam perspektif suatu proses bisnis internal BSC, seorang manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang paling krisis untuk mencapai suatu tujuan peningkatan nilai untuk pelanggan dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham. Menurut Gaspersz (2003), yang biasa digunakan untuk BSC adalah model rantai nilai proses bisnis internal yang terdiri dari 3 komponen utama yaitu, (1) Proses inovasi, mengidentifikasi segala kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan tersebut. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar agar bisa mingidentifikasi ukuran pasar serta kebutuhan pelanggan dengan spesifik, sehingga perusahaan bisa menciptakan dan juga menawarkan produk sesuai
14 kebutuhan pelanggan dan pasar. (2) Proses operasional, mengidentifikasi sumber-sumber suatu pemborosan dalam proses operasional juga mengembangkan sebuah solusi masalah yang ada dalam proses operasional demi meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan kualitas produk juga proses, memperpendek waktu siklus sehingga meningkatkan penyerahan produk berkualitas tepat waktu dan lain-lain. (3) Proses pelayanan, berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan dalam kesempatan pertama secara cepat, melakukan tindak lanjut secara proaktif dan tepat waktu, memberikan sentuhan pribadi dan lain-lain. Model rantai nilai proses bisnis internal dalam BSC adalah sebagai berikut:
Gambar 4 Model rantai nilai perspektif bisnis internal dalam BSC (Gaspersz 2003) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif keempat dalam balanced scorecard yaitu mengembangkan tujuan dan ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan outcome ketiga perspektif sebelumnya yaitu perspektif keuangan, pelanggan dan proses bisnis internal (Gaspesz 2003). Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini berfokus pada sumber daya, yaitu sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi. Pengembangan sumber daya manusia agar masing-masing menjadi karyawan yang kompeten yang akhirnya akan menghasilkan kinerja yang prima bagi organisasi. Menurut Luis dan Biromo (2008), terdapat tiga kategori utama yang dianalisis dan diukur dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu (a) kompetensi karyawan, (b) daya dukung teknologi dan, (c) budaya, motivasi dan penghargaan. Ketiga hal tersebut menjadi faktor pendorong kepuasan karyawan dalam bekerja dan tentunya hal tersebut sangat penting karena karyawan yang terpuaskan akan dapat meningkatkan produktivitas dan tingkat retensi mereka. Menurut Kaplan dan Norton (2004) “learning” lebih dari sekedar “training” karena pembelajaran meliputi pula proses “mentoring dan tutoring”, seperti kemudahan dalam komunikasi di segenap karyawan yang memungkinkan mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan. Dalam perspektif ini, organisasi melihat tolok ukur yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Employee capabilities. Tidak ada yang lebih baik bagi transformasi revolusioner dari pemikiran era industrial ke era informasi selain filosofi manajemen baru, yaitu bagaimana para karyawan menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya
15 implementasi reskilling karyawan yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Information system capabilities. Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian karyawan telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan karyawan atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya. 3. Motivation, empowerment, and alignment. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi karyawan untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan samasama dicobadikenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap karyawan di dalam organisasi sesuai kompetensinya.
Keunggulan dan Kelemahan Balanced scorecard Keunggulan Balanced scorecard adalah salah satu metode perencanaan strategi. Dibandingkan dengan metode-metode lain, menurut Luis dan Biromo (2008), BSC memiliki kelebihan-kelebihan yaitu sebagai berikut: Pertama, BSC dapat berfungsi sebagai alat untuk mengkomunikasikan strategi di antara para stakeholders dari sebuah organisasi yaitu pihak manajemen, karyawan, para pemegang saham, pelanggan, dan komunitas lingkungan. Kedua, BSC memungkinkan organisasi untuk memetakan semua faktor utama yang ada dalam organisasi tersebut, baik yang berbentuk benda fisik maupun berupa benda non-fisik. Sementara konsep perencanaan strategi lain pada umumnya hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat tangible. Ketiga, BSC dapat mengaitkan strategi dengan kinerja organisasi. Konsep perencanaan strategi lain hanya terfokus pada membangun strategi dan berhenti setelah strategi itu selesai dibangun, sedangkan BSC memungkinkan organisasi untuk mengaitkan strategi yang dibangun dengan proses pelaksanaannya. Dan proses pelaksanaan tersebut dapat dipantau tingkat pencapaiannya dengan menggunakan key performance indikator (KPI). Hal tersebut menunjukkan bahwa BSC tidak hanya membantu organisasi dalam menyusun strategi, tetapi juga memonitor pencapaian strategi tersebut. Keempat, BSC memiliki konsep sebab-akibat. Dengan demikian para pelaku strategi mendapat gambaran dan menjadi jelas bahwa bila strategi yang berada dalam tanggung jawab mereka dapat tercapai dengan sukses, hal tersebut akan membuahkan hasil tertentu dan akan terkait dengan strategi yang lainnya. Sebaliknya, bila tak tercapai, hal itu pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian strategi lainnya. Hubungan sebab akibat ini secara tidak langsung dapat menguatkan kerja sama dalam organisasi dan mendorong mereka untuk berada dalam satu payung yang sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kelima, BSC dapat membantu proses penyusunan anggaran. Pada saat penyusunan anggaran tahunan, organisasi dapat menggunakan BSC sebagai titik tolak. Dari BSC seseorang dapat mengetahui kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi guna mencapai target-targetnya. Kemudian bagi
16 kegiatan tersebut dapat dihitung keperluan dana dan dimasukkan ke dalam anggaran. Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh Rivai dan Sagala (2013), para pemimpin perusahaan semakin banyak yang menggunakan BSC untuk mentrack, mengatur dan mengukur kinerja operasional organisasi mereka karena adanya beberapa alasan, yaitu sebagai berikut Pertama, mensinergikan strategi dengan indikator kunci di semua lini organisasi. Melalui BSC, memungkinkan pengukuran kinerja pada semua lini bisnis bahkan pada individu dari lini bisnis tersebut dapat mengerti dan bertanggung jawab serta bagaimana hubungannnya terhadap kesuksesan organisasi secara keseluruhan. Kedua, mengukur serta mengatur kinerja bisnis lebih efektif. Balanced scorecard memberikan kemudahan untuk para manajemen memonitor sampai ke semua lini bisnis supaya dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan juga mengidentifikasi ancaman masalah yang muncul atau peluang bisnis yang baru. Ketiga, memudahkan feedback dan komunikasi strategi. Balanced scorecard dapat memudahkan strategi dan sharing informasi antar lini bisnis sehingga permasalahan yang muncul dapat sedini mungkin didefinisikan serta dapat pula mengidentifikasi peluang bisnis di masa depan. Kelemahan Balanced scorecard bisa diterapkan pada organisasi profit maupun nonprofit. Namun masih terdapat kendala pada penerapan organisasi non-profit seperti organisasi publik. Menurut Moore diacu Rivai dan Sagala (2013), terdapat kesulitan untuk menggunakan BSC dalam organisasi publik yang non-profit, yaitu: a. Dalam organisasi publik pengukuran yang utama adalah pada kriteria nonfinansial. b. Fokus dalam perhatian dalam organisasi publik adalah bukan pada pelanggan atau klien yang memperoleh manfaat dari kegiatan organisasi, tetapi pihak ketiga dan legitimasi anggota dewan. c. Fokus dari organisasi publik yang hendak dibangun adalah manfaat sosial dari hasil kegiatan organisasi.
Key Performance Indicator Menurut Luis dan Biromo (2008), key performance indicator atau biasa disingkat KPI merupakan indikator atau ukuran yang dipakai untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja terhadap sasaran strategi yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Parmenter (2010), KPI merupakan seperangkat ukuran yang fokus terhadap aspek kinerja organisasi yang paling kritis bagi kesuksesan organisasi saat ini maupun di masa mendatang. Parmenter (2010) menyatakan bahwa dalam melakukan sebuah penilaian kinerja terdapat tiga-tipe ukuran kinerja yang biasa digunakan oleh banyak perusahaan secara campur aduk, yakni (1) Indikator hasil utama (Key Result Indicators / KRI), memberikan informasi yang ideal bagi para manajemen terkait
17 gambaran keberhasilan kinerja karyawan terhadap tugas dan tanggung jawab yang diberikan. (2) Indikator kinerja (Performance indicator / PI), merupakan seluruh fungsi, panduan operasional atau SOP dan tanggung jawab pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. (3) Indikator kinerja utama (key performance indicator/ KPI), adalah serangkaian ukuran yang fokus pada aspek-aspek kinerja organisasi yang paling penting untuk keberhasilan organisasi pada saat ini dan waktu yang akan datang. Indikator kunci utama bukan merupakan hal baru bagi organisasi. Bisa jadi selama ini keberadaan KPI tidak disadari atau tidak mendapat tanggapan dari tim manajemen saat ini. Parmenter (2010) mendefinisikan tujuh karakteristik KPI yaitu sebagai berikut: 1. Ukuran nonfinansial (tidak dinyatakan dalam mata uang) 2. Frekuensi pengukuran sering 3. Dilaksanakan oleh CEO dan tim manajemen senior 4. Mengindikasikan secara jelas tindakan yang perlu dilakukan oleh staf 5. Adalah ukuran yang mengikat tanggung jawab tim 6. Memiliki dampak signifikan 7. Mereka mendorong tindakan yang tepat Menurut Moeheriono (2012), dalam perumusan setiap IKU, pihak manajemen sebaiknya memenuhi karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja menggunakan prinsip SMART-C, yaitu: (1) Specific, yaitu IKU harus mampu menyatakan sesuatu yang khas/unik dalam menilai kinerja suatu unit kerja. (2) Measurable, yaitu IKU yang dirancang harus dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya. (3) Achievable, IKU yang dipilih harus dapat dicapai oleh penanggungjawab dan bermanfaat atau Unit In Charge. (4) Relevant, yakni IKU yang dipilih dan ditetapkan harus sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategis organisasi dan juga dapat menggambarkan hubungan sebab akibat di antara indikator lainnya. (5) Time-bounded, IKU yang dipilih harus memiliki batas waktu pencapaian. (6) Continuously Improve, IKU yang dibangun menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan strategi organisasi dan lingkup program yang dibuat.
Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical hierarchy process (AHP) adalah sebuah pendekatan pengambilan keputusan yang didesain untuk membantu pemecahan masalah yang komplek dengan kriteria yang banyak dalam berbagai area aplikasi. AHP membantu para pengambil keputusan untuk mengorganisasikan komponen-komponen penting dari suatu masalah dalam struktur hirarki. Proses hierarki analitik adalah suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi pererongan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan membuat asumsi masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses hierarki analitik dapat digunakan untuk merangsang timbulnya gagasan untuk melaksanakan tindakan kreatif, dan untuk mengevaluasi keefektifan tindakan. Selain itu, AHP juga digunakan untuk membantu para pemimpin menetapkan informasi apa yang patut dikumpulkan guna mengevaluasi
18 pengaruh faktor-faktor relevan dalam situasi kompleks. Juga dapat melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi peserta, sehingga para pemimpin mampu menilai mutu pengetahuan para pembantu mereka dan kemantapan pemecahan itu (Saaty 1991). Menurut Marimin dan Maghfiroh (2013), beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan AHP adalah sebagai berikut, (1) kesatuan, AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur, (2) kompleksitas, AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan induktif berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks, (3) saling ketergantungan, dapat menangani saling ketergantungan elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier, (4) penyusunan hierarki, mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilahmilah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa, (5) pengukuran, memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas, (6) konsistensi, melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas, (7) sintesis, AHP menuntut ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif, (8) tawar-menawar, mempertimbangkan prioritas-prioritas reaktif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka, (9) penilaian dan konsensus, AHP tidak memaksa konsensus, tetapi mensintesiskan suatu hasil yang refresentatif dari berbagai penilaian yang berbeda, (10) pengulangan proses, memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengolangan. Kelemahan dari AHP yaitu (1) ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang pakar sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang pakar selain itu juga model menjadi tidak berarti jika pakar memberikan penilaian yang keliru, (2) metode AHP ini hanya metode matematis tanpa pengujian statistik sehingga tidak ada batasan kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk. Menurut Saaty (1991) penggolongan hierarki ada dua macam yaitu struktural dan fungsional. Hierarki struktural sangat erat kaitannya dengan cara otak kita menganalisis hal yang kompleks, yaitu dengan memecah-mecah objek yang ditangkap oleh indera menjadi sejumlah gugusan, subgugusan dan gugusan yang lebih kecil lagi. Sedangkan hierarki fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen pokoknya menurut hubungan esensial mereka. Setiap set elemen dalam hierarki fungsional menduduki satu tingkat hierarki. Menurut Saaty (1991), tahapan-tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya terdiri dari delapan langkah utama yaitu: a) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. b) Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin dirangking. c) Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atas. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
19 d) Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. e) Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. f) Mengulangi langkah tiga, empat, dan lima untuk seluruh tingkat hirarki. g) Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. h) Menguji konsistensi hirarki. Jika rasio inkonsistensi lebih besar dari 10 persen maka penilaian harus diulangi kembali.
Usaha Kecil dan Menengah Menurut undang-undang no. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, maka batasan industri kecil dan menengah didefinisikan sebagai berikut: (a) Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menegah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 000 000 Rp 500 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 000 000 - Rp 2 500 000 000; (b) Industri menengah adalah kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 000 000-Rp 10 000 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2 500 000 000- Rp 50 000 000 000. Pada pengelompokkan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja, Badan Pusat Statistik (Tambunan 2002) mengklasifikasikannya ke dalam empat kategori, yaitu: 1. Industri rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja satu sampai empat orang. Ciri industri ini adalah memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya, industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan. 2. Industri kecil dengan jumlah tenaga kerja lima sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya, industri genteng, industri batu bata, dan industri pengolahan rotan. 3. Industri sedang dengan jumlah tenaga kerja 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemampuan
20 manajerial tertentu. Misalnya, industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik. 4. Industri besar dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and proper test). Misalnya, industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang. Hubeis (2011) mengemukakan bahwa permasalahan usaha kecil dalam arti luas dapat dijelaskan oleh tujuh faktor yaitu sebagai berikut: 1. Kesulitan pemasaran. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh UKM adalah adanya tekanan persaingan baik secara domestik maupun global. Kesulitan masalah pemasaran akan bertambah serius pada negara-negara yang mengalami krisis keuangan karena akses ke kredit bank menjadi sulit. 2. Keterbatasan finansial. UKM menghadapi 2 masalah dalam aspek finansial yaitu mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja investasi, serta finansial jangka panjang akibat skala ekonomi yang kecil. Modal yang dimiliki pengusaha kecil sering kali tidak mencukupi untuk kegiatan produksinya. 3. Keterbatasan SDM. Keterbatasan SDM merupakan suatu kendala serius bagi banyak UKM, terutama dalam aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, perancangan teknik, pengendalian dan pengawasan mutu, organisasi bisnis, pengolahan data, penelitian dan pemasaran. Semua keahlian tersebut sangat dibutuhkan untuk mempertahankan dan memperbaiki mutu produk. 4. Masalah bahan baku. Keterbatasan bahan baku dan masukan lainnya sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan dan kelangsungan produksi bagi banyak UKM. 5. Keterbatasan teknologi. Kebanyakan UKM masih menggunakan teknologi dalam bentuk mesin-mesin yang sudah tua. Keterbelakangan teknologi tersebut menyebabkan rendahnya total faktor produktivitas dan efisiensi di dalam proses produksi. Selain itu, menyebabkan rendahnya mutu produk yang dibuat. Keterbatasan teknologi di UKM disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu keterbatasan modal untuk membeli mesin baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi, serta keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru untuk melakukan sebuah inovasi. 6. Manajerial Skill. Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usahanya, sehungga pengelola usaha menjadi terbatas. Dalam hal ini, manajemen merupakan seni yang dapat digunakan atau diterapkan dalam penyelenggaran kegiatan apapun karena dalam setiap kegiatan akan terdapat unsur perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan. 7. Kemitraan. Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antara pengusaha dengan tingkatan yang berbeda. Yaitu antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar.
21 Penelitian Terdahulu Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Heimdahl (2010) tentang implementasi BSC dan peta strategi untuk meningkatkan hubungan karyawan dan meningkatkan kinerja. Hasilnya menyatakan bahwa BSC merupakan suatu pendekatan yang terbukti berhasil menerapkan strategi komunikasi kepada seluruh organisasi. Membuktikan bahwa intangible aset seperti karyawan memiliki hubungan terhadap pengukuran keuangan organisasi. Untuk itu perlu menyelaraskan semua karyawan sehingga organisasi tetap di jalur untuk mencapai tujuan jangka panjang dan potensi penuh. Memberdayakan karyawan untuk memecahkan masalah dan mengambil kepemilikan perubahan akan meningkatkan keterlibatan dan kepuasan. Dengan demikian membuat sebuah organisasi lebih kuat dan memberi keunggulan kompetitif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rickards (2007), menemukan bahwa sejauh ini pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard masih sedikit penerapannya pada usaha kecil dan menengah, walaupun pada kenyataannya BSC sangat layak untuk dikembangkan, diperkenalkan dan digunakan oleh UKM karena akan sangat berguna bagi pengelola UKM untuk menganalisis kinerja bisnis yang mereka jalankan. Selain itu, BSC juga akan membantu manajemen puncak dalam mengambil suatu keputusan. Tabel 2 Penelitian yang relevan Penulis Ni Luh Putu Eka Prasanti Rutha (2013)
Judul Strategi peningkatan kinerja UKM kluster kerajinan tangan kota Bogor menggunakan the dream house model
Metode Diagram tulang ikan, Importanceperformance Analysis (IPA), Structural Equation Modelling (SEM), The House model
Kesimpulan Permasalahan utama dalam stagnasinya pertumbuhan UKM terletak pada kategori sumberdaya manusia
Putri Wahyuningrum (2013)
Model peningkatan kinerja UKM kluster kerajinan tangan kota Bogor Depok melalui modal insani dan modal sosial.
Diagram tulang ikan, Importanceperformance Analysis (IPA), Structural Equation Modelling (SEM) The House model dan Force Field Analysis.
Rendahnya kinerja UKM berasal dari faktor sumberdaya manusia dari sisi manajerial pemilik UKM dan dari sis karyawan. Modal insani memiliki pengaruh tidak langsung dan signifikan terhadap kinerja UKM dengan modal sosial bertindak sebagai variabel perantara.
22 Lanjutan Tabel 2 Penulis
Judul
Metode
Kesimpulan
Leah Heimdahl (2010)
Implementing a balanced scorecard and strategy map to enchance employee engagement and improve performance
BSC, Six Sigma
BSC merupakan suatu pendekatan yang terbukti berhasil menerapkan strategy komunikasi kepada seluruh organisasi. Membuktikan bahwa intangible aset seperti karyawan memiliki hubungan terhadap pengukuran keuangan organisasi
Robert C. Rickards (2007)
BSC and benchmark development for an e-commerce SME
BSC, Network Diagram
BSC sangat layak untuk dikembangkan, diperkenalkan dan digunakan oleh UKM karena akan sangat berguna bagi pengelola UKM untuk menganalisis bisnis. BSC juga akan membantu manajemen puncak dalam mengambil suatu keputusan
Sukartiningsi h (2013)
Perancangan balanced scorecard pada Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe Jakarta
Analisis five force, SWOT, BSC
Perancangan BSC dilakukan dengan 4 perspektif, dimana terdapat perbaikan pada perspektif proses bisnis dan pembelajaran. Sasaran strategis yang harus dicapai yakni meningkatkan mutu pendidikan dan menjadi mandiri dalam pendanaan.
Chimwani Pamela Muhenje, Onserio Nyamwange, Otuya Robert
Application of Strategic Performance Measures in Small and Medium-Sized
BSC, One-Way Analysis of Variance (ANOVA)
Ada kesenjangan antara pengetahuan terhadap perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal danperspektif pembelajaran dan
23 Lanjutan Tabel 2 Penulis (2013)
Judul Manufacturing Enterprises in Kenya: The Use of the Balanced Scorecard Perspectives
Metode
Maria João Cardoso Vieira Machado (2013)
Balanced BSC, literature Scorecard: an review, interview, empirical study of T-Student Test small and medium size Enterprises.
Masih sangat sedikit UKM yang menggunakan BSC sebagai alat pengukuran kinerja, menyimpulkan bahwa kesadaran tentang metode ini tergantung pada karakteristik individu yang bertanggung jawab atas akuntansi manajemen, seperti pendidikan dan usia; dan karakteristik perusahaan, seperti ukuran.
Fikrotuzzakia h F dan Hanoum S (2012)
Perancangan Model Pengukuran Kinerja ProjectBased dengan Menggunakan Balanced Scorecard
Terdapat 15 indikator kinerja utama yang dihasilkan. Dengan metode cascading yang dilakukan, didapatkan IKU pada level proyek yang merupakan penerjemahan dari IKU korporat.
BSC, AHP, OMAX dan Traffic Light
Kesimpulan pertumbuhan dan aplikasinya di UKM. Karena nilai diciptakan melalui proses bisnis internal dan pembelajaran / pertumbuhan, penelitian ini merekomendasikan bahwa UKM manufaktur di Nairobi harus berusaha untuk memahami bagaimana mereka melihat unsurunsur tersebut sebagai aspek utama dari pengukuran kinerja.
24
3 METODE Kerangka Pemikiran Memahami faktor-faktor kunci keberhasilan pada UKM sangat penting untuk dilakukan agar mampu meningkatkan kinerja UKM. Keberhasilan UKM dapat dilihat dari kinerja yang dihasilkan. Namun hingga saat ini pengukuran kinerja hanya berfokus pada hasil akhir yaitu materi tanpa melibatkan faktor lainnya. Peran modal insani dirasa juga memiliki kontribusi yang cukup besar pada UKM sehingga perlu adanya pengembangan modal insani pada UKM. Pengukuran UKM yang tidak balance perlu dianalisis lebih lanjut, dengan melakukan perubahan pada pengukuran UKM dengan menggunakan balanced scorecard. Dengan BSC diharapkan mampu mengembangkan modal insani dan meningkatkan kinerja UKM. Fenomena yang terjadi dalam dunia bisnis yaitu semakin meningkatnya persaingan sehingga menuntut adanya suatu perbaikan pada kinerja UKM, selain itu dari penelitian-penelian sebelumnya juga menyumbangkan suatu pendapat bahwa perlu adanya perbaikan pada UKM. Visi dan misi UKM menjadi titik awal penelitian ini. Karena visi misi adalah tujuan yang ingin dicapai UKM dimasa mendatang. Visi misi UKM akan dikonfirmasikan sehingga dapat diterjemahkan ke dalam empat persfektif balanced scorecard. Tiga perspektif diadopsi dari pendapat Kaplan dan Norton (2004) yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, dan perspektif proses bisnis internal. Satu perspektif yaitu perspektif modal insani didasarkan pada kebutuhan UKM dan juga penelitian terdahulu serta dari laporan akhir tahun Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor. Perspektif modal insani berkaitan dengan karyawan yang ada pada UKM. Setelah dirumuskan, maka keempat perspektif tersebut akan menghasilkan suatu rancangan BSC berupa sasaran strategis yang memiliki hubungan sebab akibat antara satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk pula peta strategi. Untuk mengukur kinerja UKM dengan BSC tidak terhenti pada sasaran strategis namun diperlukan suatu alat ukur utama yang dikenal dengan key performance indicator (KPI) atau indikator kinerja utama. Dari KPI dilakukan suatu pembobotan untuk melihat urutan prioritas dari KPI dengan menggunakan AHP. Kemudian dari hasil penelitian akan diperoleh suatu pengukuran kinerja yang baru untuk UKM yaitu BSC. Setelah tersusun suatu alat pengukuran baru pada UKM yaitu BSC, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba atau implementasi penerapan BSC pada beberapa UKM yang ada di Bogor. Implementasi pada UKM mewakili empat kelompok usaha yaitu kelompok kerajinan, kelompok makanan dan minuman, kelompok herbal dan juga kelompok agro. Setelah mplementasi maka akan diperoleh suatu pengukuran kinerja dengan BSC yang diharapkan dapat menjadi implikasi bagi UKM. Berdasarkan uraian di atas, maka disajikan kerangka penelitian pada Gambar 5.
25
Visi dan misi UKM
Terjemahan visi dan misi UKM
Perspektif Keuangan
Perspektif Pelanggan
Perspektif proses bisnis internal
Perspektif modal insani
Rancangan sistem pengukuran BSC : 1. Menentukan sasaran strategi BSC 2. Menciptakan peta strategi
Sistem pengukuran 1. Indikator Kunci Utama 2. Inisiatif strategi AHP Pembobotan pengukuran kinerja UKM dengan BSC
Implementasi BSC
Implikasi manajerial
Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian
26 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan secara langsung pada UKM yang berlokasi di Bogor. Pemilihan lokasi sengaja dipilih oleh peneliti dengan pertimbangan bahwa Bogor merupakan wilayah yang jumlah UKM nya cukup banyak selain itu dengan pertimbangan bahwa UKM di Bogor belum mengimplementasikan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja. Penelitian dilakukan selama 5 bulan yaitu dari September 2014-Januari 2015.
Gambar 6 Peta lokasi penelitian
Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif yaitu penilaian bersifat paparan untuk menggambarkan hal-hal yang dinyatakan dalam penelitian, dimana penelitian dilaksanakan secara langsung pada UKM. Analisis kualitatif digunakan untuk menjabarkan visi-misi UKM ke dalam tujuan dan strategi, untuk selanjutnya ditentukan sasaran strategi dan ukuran kinerja dalam empat perspektif BSC. Selain itu, analisis kuantitatif juga digunakan dalam pembobotan yang menggunakan metode AHP dan juga scoring pada indikator kinerja utama.
Jenis dan sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung, wawancara dan melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka.
27 Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: (1) Penyebaran kuesioner yang dilakukan secara langsung yaitu dengan menemui responden, (2) Wawancara mendalam, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan responden untuk mendapatkan data yang belum terungkap di dalam kuesioner, (3) Observasi, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung pada subyek penelitian untuk menguji kebenaran jawaban responden pada kuesioner dan wawancara, dan (4) Mencatat berbagai data sekunder, yaitu mencatat dan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari BPS Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, Dinas UMKM dan Koperasi Kota Bogor serta Dinas Koperasi,UKM, perindustrian dan perdagangan Kabupaten Bogor.
Metode Penarikan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Menurut sugiyono (2013), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel secara sengaja untuk indepth interview, FGD dan pengisian kuesioner AHP. Sampel untuk pengisian kuesioner AHP merupakan pakar yang berhubungan dengan penyusunan pengembangan UKM. Pakar merupakan individu yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas serta pengalaman pada UKM. Pakar yang dipilih dalam penelitian ini ada delapan orang yaitu: 1. Kepala seksi kemitraan dan pemasaran Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor 2. Kepala kasi bina UKM dan PKL Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor 3. Pengamat UKM dari pihak akademisi 4. Account Officer Bank Bukopin 5. Pemilik UKM Batik Bogor Tradisiku 6. Pemilik UKM Risollaku 7. Pemilik UKM Benning Food 8. Pemilik UKM Melati
Pengolahan dan analisis data 1. Studi literatur Pengumpulan data awal dilakukan dengan melakukan studi literatur. Menggunakan beberapa referensi berupa penelitian terdahulu, menganalisis permasalahan yang dihadapi UKM melalui penelitian sebelumnya,jurnal dan dari berbagai buku serta data yang diperoleh dari laporan akhir tahun Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor .Studi literatur dimaksudkan untuk menemukan sasaran strategis dan indikator kinerja utama dari empat perspektif BSC. Pemilihan sasaran strategis dan indikator kinerja utama dari literatur review disesuaikan dengan kebutuhan UKM secara umum yang kemudian akan direduksi pada pengolahan selanjutnya .
28 2. Focus Group Discussion Focus group discussion dilakukan dengan tujuan untuk mereduksi sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang telah diidentifikasi sebelumnya. Focus group discussion dilakukan dengan mengumpulkan beberapa orang dari UKM yang dianggap memiliki kapasitas dan memenuhi persyaratan untuk dapat memberikan masukan dalam hal meningkatkan kinerja UKM. Peserta FGD mewakili kelompok setiap UKM, yaitu dari UKM kelompok kerajinan, kelompok makanan, kelompok herbal dan kelompok agro. Selain itu juga dihadiri perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor. Pada pnelitian ini FGD dilakukan pada September 2014 di kampus IPB Baranagsiang Bogor. 3. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi penting dari UKM. Tujuan dari wawancara jenis ini yaitu untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang akan diwawancarai diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Pada penelitian ini wawancara mendalam dilakukan sebagai upaya untuk mereduksi kembali sasaran strategis dan indikatur kinerja utama yang pada pengolahan sebelumnya belum mengkerucut. Selain itu juga untuk mengidentifikasi inisiatif strategis pada usaha kecil dan menengah. 4. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Pada metode ini, data diolah menggunakan Software Expert Choice 2000. Metode AHP digunakan pada penelitian ini untuk melihat bobot dari perspektif, sasaran strategis dan juga indikator kinerja utama pada usaha kecil dan menengah. Marimin dan Maghfiroh (2013), mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit melalui AHP yaitu penyusunan hierarki, penetapan prioritas, dan konsistensi logis: a. Penyusunan hierarki, dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan yang kompleks menjadi elemen pokoknya, elemen pokok ini diuraikan lagi kedalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hierarkis. b. Penetapan prioritas. Untuk setiap level hierarki perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk menentukan prioritas. Sepasang elemen dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antara elemen. Menurut Saaty (1991), untuk mengisi matriks banding berpasangan, menggunakan bilangan skala banding berpasang. Skala itu mendefinisikan dan menjelaskan nilai satu sampai sembilan yang ditetapkan bagi pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang sejenis di setiap tingkat hierarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat di atasnya. Skala perbandingan berpasangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
29
Tabel 3 Skala banding secara berpasangan Intensitas Kepentingan 1
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya
5
Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktik
9
Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8
Nilai nilai antara diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
c. Konsistensi logis, semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Penilaian yang mempunyai konsisten tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan agar hasil keputusannya akurat. Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi (CR) harus 10 persen atau kurang (CR ≤ 0.1). Jika lebih dari 10 persen, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki. CR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : CR
........................................................................................ (1)
30 ..................................................................................... (2)
CI
Dimana maks merupakan nilai eigen maksimum dan n adalah ukuran matriks. Nilai RI merupakan nilai indeks acak yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory yang berupa pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai RI N R1
1 0.00
2 0.00
3 0.58
4 0.90
5 1.12
6 1.24
7 1.32
8 1.41
9 1.45
10 1.49
11 1.51
12 1.48
13 1.56
5. Scoring Scoring digunakan pada tahapan menghitung kinerja pada usaha kecil dan menengah, menghitung skor tiap perspektif, menghitung skor sasaran strategis dan menghitung skor tiap indikator kinerja utama. Untuk menghitung skor indikator kinerja utama pertama-tama diketahui terlebih dahulu target IKU tahun sebelumnya dan realisasi di tahun sekarang serta bobot masing-masing IKU dari perhitungan AHP yang telah diperoleh. Rumus untuk menghitung skor IKU sebagai berikut: Skor IKU
* 100% ................................................................. (3)
Skor Kinerja = X1 W1 + X2 W2 + X3 W3 + X3 W3 ..........................(4) Keterangan : W1 : Bobot perspektif keuangan W2 : Bobot perspektif pelanggan W3 : Bobot perspektif proses bisnis internal W4 : Bobot perspektif modal insani X1 : Skor perspektif keuangan X2 : Skor perspektif pelanggan X3 : Skor perspektif proses bisnis internal X4 : Skor perspektif modal insani
31
4 PERANCANGAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI BOGOR PENDAHULUAN Di akhir tahun 2015, Indonesia harus siap untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat karena akan mulai diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dimana akan terjadi integrasi 10 negara Asia Tenggara dalam suatu kawasan ekonomi eksklusif yang menciptakan akses pasar antar negara yang lebih luas. Indonesia dituntut untuk mampu menghadapi tantangan ini dengan terus berupaya melakukan perbaikan terhadap sektor-sektor yang terkait. Salah satu sektor yang menjadi perhatian pemerintah saat ini yaitu pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Usaha kecil dan menengah telah dipersiapkan agar mampu bersaing secara global sehingga tidak hanya menjadi penonton pada MEA 2015 nantinya tetapi juga bisa berpartisipasi di dalamnya. Untuk itu UKM perlu melakukan adaptasi sehingga bisa bertahan dan tetap memperkokoh perekonomian Indonesia. Hubeis (2011), mengemukakan bahwa UKM di Indonesia digambarkan sebagai sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomi nasional, yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, serta ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa dan memperkokoh struktur ekonomi nasional. Usaha kecil dan menengah (UKM) hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ratarata laju pertumbuhan UKM dalam 5 tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang terus meningkat sebesar 2.68 persen. Sedangkan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementrian Koperasi pada tahun 2013, pertumbuhan jumlah UKM dalam periode tahun 2011-2012 yaitu sebesar 2.41 persen yang diikuti dengan pertumbuhan penyerapan jumlah tenaga kerja sebanyak 5.83 persen. Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UKM mampu mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia. Salah satu wilayah di Indonesia yang juga memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan jumlah UKM di Indonesia yaitu Bogor. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa di tahun 2012, jumlah UKM di Kota Bogor sebanyak 33 572 UKM sedangkan di Kabupaten Bogor sebanyak 1 216 UKM yang dibina oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor. Perkembangan jumlah UKM yang terus meningkat belum diimbangi dengan meratanya tingkat kualitas SDM yang menyebabkan rendahnya produktivitas dari UKM. Menurut Hubeis (2011), permasalahan UKM dapat dijelaskan dengan tujuh faktor yaitu kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan SDM, masalah bahan baku, keterbatasan teknologi, keterampilan manajerial, dan juga permasalahan pada kemitraan. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rutha (2013), menemukan bahwa permasalahn utama yang dihadapi oleh UKM Kota Bogor yaitu pada modal insani. Hasil serupa juga ditemukan oleh Wahyuningrum (2013) pada UKM Kota Depok. Modal insani pada UKM perlu
32 dikelola lagi dengan baik sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja pada UKM. Tadic (2010), menyimpulkan bahwa modal insani sebagai karyawan dengan seperangkat pengetahuan individu maupun kelompok, keterampilan, kemampuan, sikap , possibilities , perilaku dan emosi. Lebih tepatnya termasuk pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan keahlian para anggota individu dari suatu organisasi. Modal Insani mengasumsikan peran yang sangat penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Organisasi yang memiliki kemampuan untuk melipatgandakan kinerja akan mampu bertahan dan tumbuh dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Oleh karena itu, UKM harus mampu meningkatkan kinerjanya baik dari sisi internal maupun eksternal, dari tangible asset dan intangible asset. Keberhasilan UKM dapat dilihat dari kinerja yang dihasilkan. Namun hingga saat ini pengukuran kinerja hanya berfokus pada hasil akhir yaitu keuntungan finansial tanpa melibatkan faktor lainnya. Hal ini dianggap sebagai pendekatan yang masih tradisional yang mengukur kinerja melalui perspektif keuangan, sedangkan perspektif non-keuangan masih terabaikan. Pendekatan lain dalam pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan balanced scorecard (BSC). Pengukuran kinerja dengan BSC menyeimbangkan antara empat perspektif yang dikemukakan oleh Kaplan dan Norton (2004) yakni perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Sehingga, sebagai upaya untuk mengembangkan modal insani dan meningkatkan kinerja UKM maka penelitian ini melakukan perancangan pengukuran kinerja melalui pendekatan balanced scorecard pada usaha kecil dan menengah dengan tujuan mengidentifikasi sasaran strategis dan peta strategis, merumuskan indikator kinerja utama untuk mengukur kinerja pada UKM dan merumuskan inisiatif strategis untuk UKM di Bogor.
METODE Penelitian ini dilakukan di Bogor, Jawa Barat pada bulan September hingga Desember 2014. Data yang dibutuhkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung, dan wawancara terhadap beberapa narasumber dan pihak-pihak yang terkait. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Menurut Sugiyono (2013), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel secara sengaja untuk indepth interview, dan focus group discussion (FGD). Untuk merancang suatu sistem balanced scorecard dilakukan pengolahan dan analisis data dengan studi literatur, focus group discussion, dan wawancara mendalam. Focus group discussion dilakukan dengan tujuan untuk mereduksi sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang telah diidentifikasi sebelumnya. Focus group discussion dilakukan dengan mengumpulkan beberapa orang dari UKM yang dianggap memiliki kapasitas dan memenuhi persyaratan untuk dapat memberikan masukan dalam hal meningkatkan kinerja UKM. Peserta FGD mewakili kelompok usaha setiap UKM, yaitu dari UKM kelompok kerajinan kelompok makanan, kelompok herbal dan kelompok agro. Selain itu juga dihadiri perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor. Wawancara
33 mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi penting dari UKM. Tujuan dari wawancara jenis ini yaitu untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancarai diminta pendapat, dan ide-idenya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sasaran strategis Pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard (BSC) berdasarkan perspektif dari Kaplan dan Norton (1996) yakni perspektif keuangan (financial perspective), perspektif pelanggan (customer perspective), perspektif proses bisnis internal (internal business process perspective) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective). Keempat perspektif tersebut merupakan perspektif yang klasik digunakan oleh banyak organisasi dan peneliti untuk mengukur kinerja. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Muhenje et al. (2013) mengukur kinerja pada UKM di Kenya, Heimdahl (2010) melakukan implementasi BSC untuk meningkatkan keterlibatan karyawan dan meningkatkan kinerja, Fikrotuzzakiah dan Hanoum (2012) merancang model pengukuran kinerja pada organisasi, dan Umayal dan Suganthi (2012) meneliti strategy map dengan BSC pada institusi akademik untuk meningkatkan kinerja, Ratnasingam (2009), melakukan penelitian untuk melihat peran BSC terhadap kualitas layanan web. Keempat perspektif tersebut sebagai dasar untuk mengukur kinerja namun tidak bersifat baku. Artinya bahwa perspektif pada balanced scorecard untuk setiap organisasi bisa saja berbeda, tergantung dari kebutuhan organisasi tersebut. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rickards (2007), yaitu tentang bagaimana membangun strategi UKM dan operasional serta tolok ukur BSC untuk digunakan dalam e-commerce UKM dengan menggunakan empat perspektif yakni keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan karyawan. Schneider dan Vieira (2010), dalam penelitiannya tentang implementasi BSC pada perusahaan wind-farm merumuskan lima perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif internal, perspektif lingkungan dan masyarakat, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan serta perspektif kepuasan karyawan. Perspektif karyawan menjadi perspektif yang berbeda dari penelitian lain. Berdasarkan uraian tersebut maka pada penelitian ini juga menggunakan empat perspektif berdasarkan kebutuhan dari UKM, yakni perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif modal insani. Perspektif keuangan merupakan hal penting bagi setiap organisasi termasuk pada usaha kecil dan menengah sebagai bisnis yang berorientasi pada profit. Perspektif keuangan adalah perspektif yang paling umum digunakan untuk mengukur kinerja pada UKM dan menjadi ukuran bagi lembaga keuangan dalam memberikan bantuan berupa kredit untuk UKM. Perspektif pelanggan merupakan upaya yang dilakukan UKM untuk mampu memuaskan pelanggan. Melalui perspektif pelanggan, UKM dapat melihat bagaimana output dari produk yang dihasilkan di mata konsumen. Perspektif proses bisnis internal merupakan serangkaian aktivitas yang ada dalam UKM secara internal yang kerap disebut dengan rantai nilai. Proses bisnis internal dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana UKM menghasilkan produk berkualitas dan juga layanan yang
34 bermutu. Perspektif keempat yaitu perspektif modal insani. Perspektif ini berkaitan dengan karyawan pada UKM dengan segenap kemampuan, keterampilan, dan pengalaman yang dimiliki. Tadic (2010), menyimpulkan bahwa modal insani sebagai karyawan dengan seperangkat pengetahuan , kemampuan, keterampilan dan keahlian dari suatu organisasi . Keempat perspektif dengan pengukuran kinerja melalui pendekatan BSC pada UKM ini menghasilkan total delapan sasaran strategis dan 15 indikator kinerja utama. Menentukan sasaran strategis dan indikator kinerja utama ini berdasarkan sebuah diskusi dalam FGD yang dihadiri oleh beberapa pengelola UKM, perwakilan dari dinas, dosen dan juga mahasiswa. Kemudian dievaluasi melalui wawancara mendalam dengan beberapa pihak yang dianggap memiliki pengetahuan tentang usaha kecil dan menengah dan juga balanced scorecard. Sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang dirancang sebelum melakukan FGD tersebut dapat dilihat Tabel 5. Tabel 5 Rancangan balanced scorecard sebelum focus group discussion Perspektif
Sasaran Strategis
Keuangan
Meningkatkan return of Asset Meningkatkan pendapatan Meningkatkan produktivitas
Pelanggan
Meningkatkan Kepuasan pelanggan
Proses Bisnis Internal
Meningkatkan loyalitas pelanggan Mengembangkan inovasi Pengembangan produk Pengembangan proses Pengembangan manajemen
Modal insani
Meningkatkan keterampilan karyawan Mengembangkankan pengetahuan Meningkatkan lingkungan kerja aman Mengembangkan Organisasi pembelajaran Meningkat kepuasan kerja karyawa Mengembangkan personal goal karyawan
KPI % ROA % pendapatan bersih Jumlah produksi tahunan Jumlah penjualan tahunan Jumlah keluhan pelanggan % pangsa pasar % pembelian customer baru Indeks kepuasan pelanggan % pelanggan tetap % pembelian customer lama % inovasi yang dihasilkan % produk baru yang diluncurkan Jumlah inisiatif % keberhasilan program promosi Jumlah penghematan waktu % penyelesaian program pengembangan manajemen Jumlah pelatihan yang diikuti karyawan Jumlah penyuluhan dari eksternal % penggunaan saluran knowledge sharing % keikutsertaan dalam event Indeks k3 Jumlah pertemuan formal antar pimpinan dan karyawan % pembelajaran tim Indeks kepuasan karyawan % Turnover Jumlah reward
35 Melalui FGD tersebut dihasilkan delapan sasaran strategis. Sasaran strategis merupakan suatu bentuk pernyataan yang ringkas dan juga padat, di mana menjelaskan apa yang sebaiknya dan harus dilakukan UKM dalam rangka mencapai kinerja yang maksimal. Sasaran strategis tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Usaha kecil dan menengah merupakan suatu bentuk usaha yang berorientasi profit sehingga sasaran strategis pada perspektif keuangan ini yaitu meningkatkan profit bagi UKM. Meningkatkan profit usaha kecil dan menengah merupakan kemampuan UKM memperoleh laba dari total aset yang dimiliki, hal tersebut menggambarkan tingkat effisiensi (rasio) penggunaan aset UKM. Seperti yang dikemukakan oleh Rangkuti (2011), profit merupakan salah satu rasio rentabilitas yang menggambarkan keuntungan yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam hal ini yaitu pada usaha kecil dan menengah. Semakin tinggi nilai profit berarti semakin baik, karena UKM memiliki kemampuan dalam mendapatkan profit cukup tinggi. Tabel 6 Sasaran strategis kinerja UKM pada setiap perspektif setelah FGD Perspektif Keuangan
Sasaran strategis Meningkatkan Profit
Pelanggan
Meningkatkan loyalitas pelanggan Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Proses Bisnis Internal
Pengembangan produk yang berkualitas Pengembangan layanan bermutu
Modal Insani
Meningkatkan keterampilan karyawan Meningkatkan kepuasan kerja karyawan Mengembangkan pengetahuan karyawan
Meningkatkan loyalitas pelanggan merupakan sasaran strategis yang terpilih berdasarkan FGD dan wawancara mendalam dalam perspektif pelanggan. Pentingnya loyalitas pelanggan dalam pemasaran adalah suatu hal yang mutlak untuk dilakukan oleh UKM. Menurut para pakar yang berasal dari pelaku UKM, pelanggan yang loyal adalah aset yang sangat berharga bagi setiap UKM. Karena akan menjamin kelangsungan hidup suatu produk melalui pembelian yang teratur, keinginan untuk meningkatkan konsumsi atau penjualan di toko sampai pada memberikan informasi kegiatan pesaing bagi usaha kecil dan menengah. Menurut Griffin (2005), loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang dapat didefinisikan sebagai pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambil keputusan. Penjelasan tentang loyalitas pelanggan juga diungkapkan oleh Kottler dan Keller (2009) bahwa loyalitas adalah komitmen untuk membeli kembali atau pembelian secara berulang terhadap produk atau jasa yang disukai. Oleh karenanya meningkatkan loyalitas pelanggan merupakan suatu sasaran yang sangat penting bagi usaha kecil dan menengah.
36 Selain meningkatkan loyalitas pelanggan, para pakar setuju bahwa meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru merupakan sasaran strategis yang cocok untuk perspektif pelanggan. Hubungan dengan pelanggan baru akan memberikan nilai tersendiri bagi UKM. Pelanggan baru akan berkontribusi terhadap peningkatan pendapat bagi usaha kecil dan menengah, dengan kata lain bahwa hubungan dengan pelanggan baru akan meningkatkan hubungan jangka panjang antara pelanggan dengan pengelola UKM. Sehingga meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru sangat perlu menjadi sasaran strategis bagi UKM. Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru dapat dilakukan dengan berbagai cara oleh UKM. Salah satunya yaitu dengan mengikuti pameran atau event-event tertentu yang diadakan oleh suatu instansi. Kotler dan Keller (2009) menyatakan bahwa untuk menghasilkan informasi awal tentang calon pelanggan maka perusahaan perlu menyusun iklan dan memasangnya di media yang akan mencapai para calon pelanggan baru, mengirim surat langsung kepada pelanggan yang mungkin dan berpartisipasi dalam pameran dagang. Sasaran strategis pertama dalam perspektif proses bisnis internal berdasarkan FGD dan wawancara mendalam dengan para pakar yaitu pengembangan produk yang berkualitas. Pengembangan produk yang berkualitas akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Apalagi usaha kecil dan menengah saat ini sedang berada pada tingkat persaingan yang cukup ketat sehingga penting bagi UKM untuk menghasilkan suatu produk yang menjamin kualitas. Menurut para pelaku UKM, produk yang berkualitas akan membuat pelanggan kembali untuk melakukan pembelian yang terus berulang. Menurut Kotler dan Keller (2009), konsep produk menyatakan bahwa seorang konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang menawarkan fitur-fitur yang paling bermutu atau berkualitas, berprestasi atau inovatif. Karenanya pengelola UKM diharapkan mampu untuk fokus dalam membuat produk yang superior atau berkualitas. Pengembangan layanan bermutu merupakan sasaran strategis kedua pada perspektif proses bisnis internal. Para pakar berpendapat bahwa layanan yang bermutu akan membuat puas pelanggan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2009), bahwa kepuasan akan tergantung pada mutu produk dan jasa. Definisi dari mutu sendiri ada banyak yaitu kesesuaian dengan penggunaan, kesesuaian dengan persyaratan, bebas dari penyimpangan dan sebagainya. Layanan yang bermutu pada UKM di sini lebih kepada layanan yang sesuai dengan persyaratan dan juga bebas dari penyimpangan, dimana layanan dikaitkan dengan jadwal dan juga klaim yang mampu diatasi oleh UKM. Sasaran strategis pertama pada perspektif modal insani pada UKM yaitu meningkatkan keterampilan karyawan. Menurut para pengelola UKM, keterampilan merupakan kebutuhan utama bagi karyawan pada usaha kecil dan menengah. Meningkatkan keterampilan karyawan akan membantu karyawan dalam proses produksi ataupun layanan sehingga mampu meningkatkan kinerja bagi UKM. Keteramapilan karyawan dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari internal UKM maupun dari eksternal, misalnya melalui pendidikan formal maupun informal. Karyawan perlu diikutsertakan dalam setiap pelatihan baik yang diadakan oleh UKM itu sendiri maupun pelatihan dan pembinaan dari Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian. Dengan ikutnya karyawan pada pelatihan maka mampu meningkatkan keterampilan yang dimiliki.
37 Sasaran strategis kedua pada perspektif modal insani yaitu meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Menurut para pakar melalui FGD dan wawancara mendalam, kepuasan kerja karyawan merupakan hal penting dan harus mendapat perhatian tersendiri dalam usaha kecil dan menengah. Schneider dan Vieira (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepuasan karyawan adalah dasar dari setiap strategi. Kepuasan kerja akan berdampak pada produktivitas karyawan dan tingkat keluar masuknya karyawan pada UKM. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu hal yang bersifat individual. Setiap karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasaannya terhadap kegiatan tersebut. Menurut job descriptive index, faktor penyebab kepuasan kerja ialah bekerja pada tempat yang tepat, pembayaran yang sesuai, organisasi dan manajemen, supervisi pada pekerjaan yang tepat, dan orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat. Mengembangkan pengetahuan karyawan merupakan sasaran strategis ketiga pada perspektif modal insani. Mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan tanggungjawab dari karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan pada UKM. mengembangkan pengetahuan juga bisa dilihat dari penguasaan teknologi oleh karyawan. Karyawan yang mampu meningkatkan pengetahuan akan berpengaruh terhadap kinerja dari UKM itu sendiri. Menurut Moeheriono (2009), pengetahuan merupakan pemahaman prosedur kerja, sistem, dokumen, sasaran sesuai dengan ruang lingkup tugas dan jabatan. Pengetahuan merupakan komponen yang penting pada modal insani. Pengetahuan yang terbentuk pada usaha kecil dan menengah menyebabkan pelaksanaan pelatihan yang semakin efektif. Pengetahuan yang dimiliki karyawan pada usaha kecil dan menengah dapat digunakan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan diaplikasikan dalam menyelesaikan tugas/ pekerjaan mereka. Penguasaan pengetahuan karyawan semakin tercermin dari kemampuan mereka untuk memahami kondisi lingkungan hidup di sekitar tempat kerjanya. Perancangan Peta strategis Peta strategis merupakan paparan atau gambaran tentang keterkaitan antara sejumlah sasaran strategis dalam sebuah bentuk hubungan sebab akibat, dimana menjelaskan perjalanan strategi sebuah organisasi. Penyusunan peta strategis pengukuran kinerja pada UKM berdasarkan sasaran strategis yang telah dirumuskan sebelumnya. Penyusunan peta strategis menggambarkan hubungan sebab-akibat yang jelas antara empat perspektif pada UKM yaitu dimulai dari perspektif modal insani, perspektif proses bisnis internal, perspektif pelanggan dan berdampak besar terhadap perspektif keuangan. Hubungan sebab-akibat tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Perspektif modal insani berbicara tentang karyawan yang ada dalam usaha kecil dan menengah yang terdiri dari tiga sasaran strategis yakni meningkatkan keterampilan karyawan, meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan mengembangkan pengetahuan karyawan. Menurut para pakar pada penelitian ini perspektif modal insani sangat penting untuk dikelola dengan baik. Modal insani merupakan akar dari keberlangsungan pada sebuah UKM. Modal insani yang terampil, memiliki pengetahuan dan memiliki rasa puas terhadap UKM
38 berkontribusi besar terhadap sasaran strategis yang ada pada perspektif diatasnya, yaitu perspektif proses bisnis internal. Dimana perspektif tersebut memiliki dua sasaran strategis, yakni pengembangan produk yang berkualitas dan pengembangan layanan yang bermutu. Untuk menghasilkan layanan yang bermutu dan produk yang berkualitas maka diperlukan peran dari karyawan yang terampil dan juga memiliki pengetahuan. Selain itu, karyawan yang puas terhadap UKM akan menghasilkan layanan yang bermutu dan produk yang berkualitas pula. Seperti pendapat Rivai dan Sagala (2013), mengatakan bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Kepuasan kerja merupakan sebuah perluasan refleksi perlakuan yang baik. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slatten (2008), mengemukakan bahwa kepuasan emosional kerja karyawan akan berpengaruh terhadap kualitas layanan yang diberikan.
Perspektif Keuangan Keuangan
Perspektif Perspektif Pelanggan Pelanggan
Perspektif Perspektif Proses Proses Bisnis Bisnis Internal Internal
Perspektif Perspektif Modal Insani Modal Insani
Meningkatkan profit
Meningkatkan loyalitas pelanggan
Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Pengembangan produk berkualitas
Pengembangan layanan bermutu
Meningkatkan keterampilan karyawan
Meningkatkan kepuasan kerja karyawan
Gambar 7 Peta strategi usaha kecil dan menengah
Mengembang kan pengetahuan karyawan
39 Selanjutnya, layanan yang bermutu dan produk yang berkualitas akan berpengaruh terhadap meningkatnya loyalitas pelanggan dan juga mampu meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru yang merupakan sasaran strategis dari perspektif pelanggan. Produk yang berkualitas akan membuat pelanggan akan kembali untuk melakukan pembelian ulang. Layanan yang bermutu, rama akan memiliki kesan tersendiri bagi pelanggan lama maupun baru sehingga pelanggan juga akan kembali untuk melakukan pembelian lagi. Pelanggan yang melakukan pembelian kembali merupakan pelanggan yang loyal. Hal tersebut sependapat dengan Warren (2011) dalam penelitiannya yang mengemukakan bahwa produk berkualitas dan layanan yang berkualitas akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, dimana kepuasan pelanggan memperlihatkan pengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Hubungan dengan pelanggan yaang loyal maupun pelanggan baru akan berpengaruh terhadap meningkatnya laba atau profit bagi usaha kecil dan menengah. Semakin banyak pelanggan baru dan pelanggan yang loyal maka volume penjualan semakin bertambah sehingga akan berpengaruh terhadap profit yang diperoleh oleh UKM. Menurut Griffin (2005), imbalan dari loyalitas bersifat jangka panjang dan kumulatif. Semakin lama loyalitas seseorang pelanggan, semakin besar laba yang dapat diperoleh perusahaan dari pelanggan.
Perumusan Indikator Kinerja Utama Indikator kinerja utama (IKU) merupakan ukuran yang dipakai untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja terhadap sasaran strategis dan juga peta strategis yang telah ditentukan. Menentukan indikator kinerja utama pada usaha kecil dan menengah didasarkan pada kebutuhan UKM yang diperoleh melalui beberapa tahapan yakni FGD dan juga wawancara mendalam dengan beberapa responden yang dianggap sebagai pakar pada UKM. Indikator kinerja utama pada penelitian ini berjumlah 15 pengukuran. Jumlah tersebut dianggap ideal sesuai dengan jumlah IKU yang disarankan oleh Kaplan dan Norton yakni tidak melebihi dari 20 indikator kinerja kunci. Hal ini juga dikuatkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rompho (2011), bahwa salah satu faktor kunci kesuksesan dari balanced scorecard adalah desain dari BSC yang tidak terlalu banyak memiliki indikator. Dimana menurut Luis dan Biromo (2008) secara best practice dianjurkan agar setiap sasaran strategis memiliki satu sampai dua indikator kinerja utama. Perspektif Keuangan Sasaran strategis pada perspektif ini berjumlah satu dengan dua indikator kinerja utama. Tabel 7 merupakan indikator kinerja utama pada perspektif keuangan. Indikator kinerja utama yaitu pertumbuhan profit dan volume penjualan yang diukur dengan skala persentase. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola UKM dan beberapa pakar terkait menyatakan bahwa untuk mengukur bagaimana keuangan yang ada di usaha kecil dan menengah maka dengan menghitung profit dan juga volume penjualan dari UKM. Pehitungan atau pencatatan keuangan pada UKM belum bisa dilakukan seperti perusahaan skala
40 besar lainnya, mengingat bahwa rata-rata UKM merupakan suatu usaha yang bertumbuh sendiri yang berawal dari usaha keluarga. Tabel 7 Indikator kinerja utama pada perspektif keuangan Sasaran Strategis (F1) Meningkatkan Profit
Indikator Kinerja Utama (%) Persentase profit Persentase volume penjualan
Persentase profit merupakan IKU yang mudah dipahami oleh usaha kecil dan menengah sehingga mampu untuk diterapkan. Selain profit, volume penjualan juga dianggap mampu dan sudah klasik dilakukan oleh UKM. Sehingga kedua IKU ini terpilih untuk dijadikan indikator pengukuran perspektif keuangan. Beberapa orang berpendapat bahwa volume penjualan memiliki hubungan yang linear dengan profit. Jika volume penjualan meningkat maka secara langsung profit juga meningkat dengan total yang sama dari volume penjualan. Namun kenyataannya, hal demikian belum bisa dipastikan. Beberapa pendapat dari hasil wawancara mendalam dengan pakar menyatakan bahwa, volume penjualan bisa saja meningkat namun profit tidak akan selalu meningkat dengan angka yang sama, karena adanya biaya lain yang harus dikeluarkan, misalnya biaya promosi, akomodasi dan lainnya. Dengan demikian keuntungan bersih bisa lebih kecil dari yang diharapkan dari volume penjualan. Sehingga profit dan volume penjualan dijadikan dua indikator pengukuran yang dipisahkan. Perspektif Pelanggan Sasaran strategis pada perspektif pelanggan berjumlah dua dan masingmasing memiliki dua indikator kinerja utama. Tabel 8 merupakan indikator kinerja utama pada perspektif pelanggan. Keempat indikator kinerja kunci pada perspektif ini berdasarkan rekomendasi dari para pakar melalui FGD dan wawancara mendalam, termasuk pengelola UKM di dalamnya. Tingkat kepuasan pelanggan diukur untuk mengetahui loyalitas pelanggan. Menurut pakar, tingkat kepuasan pelanggan merupakan indikator yang sangat penting pada perspektif pelanggan. Mengetahui seberapa besar pelanggan dengan produk yang dihasilkan UKM akan berpengaruh terhadap kinerja selanjutnya. Kepuasan pelanggan dapat memproyeksikan loyalitas pelanggan. Penambahan pembelian oleh pelanggan utama atau pelanggan yang sudah ada merupakan sebuah indikator pengukuran yang juga penting. Hal ini untuk melihat seberapa besar persentase pembelian berulang yang dilakukan oleh pelanggan utama. Jumlah event / pameran yang diikuti oleh UKM menjadi indikator pengukuran untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru. Banyak pakar berpendapat bahwa pameran atau event tertentu yang diadakan oleh dinas, perguruan tinggi, kementrian dan umum sangat penting untuk UKM. Melalui kegiatan tersebut UKM mampu memperkenalkan produknya kepada calon pembeli. Dari situ, UKM mampu menarik pelanggan baru. Selain dari event tersebut, pelanggan baru juga bisa diperoleh melalui media promosi lainnya seperti pamflet dan poster dan lain-lain. Para pakar menilai, mengukur persentase
41 pelanggan baru untuk melihat seberapa banyak kontribusi pelanggan baru terhadap volume penjualan produk yang dihasilkan perlu untuk dilakukan oleh usaha kecil dan menengah. Tabel 8 Indikator kinerja utama pada perspektif pelanggan Sasaran Strategis (C1) Meningkatkan loyalitas pelanggan
(C2) Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Indikator Kinerja Utama Tingkat kepuasan pelanggan (indeks) Persentase penambahan pembelian oleh pelanggan utama (%) Jumlah event / pameran yang diikuti UKM Persentase pembelian oleh pelanggan baru (%)
Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal memiliki dua sasaran strategis dengan total tiga indikator kinerja utama. Tabel 9 merupakan indikator kinerja utama pada proses bisnis internal. Sasaran strategis pengembangan produk yang berkualitas memiliki satu IKU. Untuk mengukur sasaran strategis tersebut maka indikator yang layak untuk dijadikan media pengukuran yaitu seberapa persen produk yang kembali karena rusak. Para pakar menilai bahwa produk yang kembali karena rusak menjadi indikator untuk melihat bagaimana kualitas sebuah produk yang dihasilkan oleh UKM. Produk yang kembali karena rusak menandakan bahwa kinerja UKM pada bagian produksi perlu ditingkatkan. Karyawan pada bagian tersebut perlu ditingkatkan keterampilannya agar mampu menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan pelanggan. Jika telah sesuai dengan keinginan pelanggan maka pelanggan tersebut akan melakukan pembelian ulang. Kualitas sebuah produk sangat penting untuk dijaga sehingga konsumen merasa puas akan kualitas produk yang dihasilkan usaha kecil dan menengah tersebut. Tabel 9 Indikator kinerja utama pada perspektif proses bisnis internal Sasaran Strategis (I1) Pengembangan produk yang berkualitas (I2) Pengembangan layanan bermutu
Indikator Kinerja Utama Persentase produk yang kembali karena rusak (%)
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dgn jadwal (%) Persentase respon klaim yang teratasi (%) Sasaran strategis pengembangan layanan bermutu memiliki dua indikator kinerja utama yaitu persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dengan jadwal dan persentase respon klaim yang dapat teratasi. Para pakar memiliki penilaian bahwa kedua IKU tersebut mampu merepretasikan pengembangan layanan bermutu yang ada pada UKM. Para pakar terpilih menilai bahwa order
42 produksi yang dapat dipenuhi tepat waktu akan memberikan nilai layanan tersendiri bagi pelanggan. Permasalahan tepat waktu dalam memenuhi keinginan pelanggan menjadi salah satu halangan bagi beberapa UKM karena terkadang bergantung pada ketersediaan bahan baku. Untuk itu, pelayanan tepat waktu dapat dijadikan indikator untuk mengukur kinerja pada UKM agar mampu memperbaiki kinerja UKM dimasa akan datang. Selain dari segi waktu pelayanan, para pakar menilai layanan bermutu juga dicerminkan dari respon klaim yang dapat diatasi oleh UKM dalam kurun waktu tertentu. Rata–rata UKM yang terpilih menjadi pakar pernah mengalami permasalahan ini. Sehingga indikator ini dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk melihat bagaimana kinerja usaha kecil dan menengah. Perspektif Modal Insani Sasaran strategis pada perspektif ini terdiri dari tiga indikator kinerja utama. Tabel 10 menyajikan IKU pada perspektif modal insani. Tabel 10 Indikator kinerja utama pada perspektif modal insani Sasaran Strategis (H1) Meningkatkan keterampilan karyawan
Indikator Kinerja Utama Jumlah coaching (pelatihan) untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan termasuk pelatihan (%)
(H2) Meningkatkan kepuasan kerja karyawan
Tingkat kepuasan karyawan (indeks) Persentase turn-over (tingkat keluar masuknya karyawan)
(H3) Mengembangkan pengetahuan karyawan
Persentase karyawan yang mengetahui Jobdesk dengan baik (%) Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi baru (%)
Sasaran strategis meningkatkan keterampilan karyawan terdiri dari dua indikator kinerja utama. Jumlah coaching atau pelatihan untuk mengembangkan karyawan merupakan IKU pertama yang dinilai para pakar sangat penting untuk meningkatkan knerja UKM. Pelatihan dinilai mampu meningkatkan keterampilan karyawan. Pelatihan yang dimaksud pada IKU ini yaitu pelatihan baik berasal dari internal maupun dari eksternal, misalnya berasal dari dinas UKM Kota dan Kabupaten Bogor. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Magableh et al. (2011) mengenai dampak pelatihan terhadap UKM, menemukan bahwa pelatihan memiliki dampak yang positif terhadap kinerja UKM yang diukur melalui keuntungan, pendapatan dan pertumbuhan lapangan kerja. Persentase
43 keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan termasuk pelatihan merupakan IKU yang kedua pada sasaran strategis meningkatkan keterampilan karyawan. Dimana para pakar menilai bahwa jumlah pelatihan terkadang belum menggambarkan seberapa banyak karyawan yang mengikuti pelatihan tersebut. Sasaran strategis meningkatkan kepuasan kerja karyawan juga memiliki dua indikator kinerja utama. Kedua indikator tersebut dinilai mampu mewakili pengukuran pada sasaran strategis yang ada. Pengukuran kinerja pada perspektif ini yaitu dilihat dari tingkat kepuasan karyawan dengan tingkat keluar masuk karyawan pada usaha kecil dan menengah. Tingkat kepuasan karyawan diukur dengan skala indeks dengan menggunakan kuesioner tingkat kepuasan kerja karyawan. Selain itu, tingkat keluar masuknya karyawan pada UKM juga menjadi indikator pengukuran kinerja pada UKM. Mengembangkan pengetahuan karyawan memiliki dua indikator kinerja utama yakni persentase karyawan yang mengetahui Job description dengan baik dan persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi. Para pakar menilai bahwa karyawan mengetahui job description nya dengan baik sangat penting. Job description yang jelas akan membantu karyawan untuk melakukan langkah-langka apa yang harus dikerjakan dalam UKM. Selain itu, teknologi juga memiliki pengaruh terhadap kinerja sebuah usaha kecil dan menengah. Karyawan harus mampu menggunakan teknologi agar nantinya bisa bertukar informasi dengan sesama, mempermudah dalam produksi, pemasaran dan mengetahui informasi tentang pesaing.
Inisiatif strategis Inisiatif strategis merupakan satu atau beberapa langkah kegiatan yang dipergunakan sebagai cara untuk mencapai targer dari indikator kinerja utama dan ditetapkan selama setahun kedepan. Manfaat dari inisiatif strategis bagi karyawan yaitu untuk mengetahui apa yang harus dilakukan, sebagai prioritas kegiatan apa dan kapan kegiatan tersebut harus dilakukan, sehingga karyawan akan lebih terarah dan lebih realistis dalam pencapaian target indikator kinerja utama (Moeheriono 2012). Usaha kecil dan menengah dalam mencapai target dari indikator kinerja utama memerlukan beberapa inisiatif strategi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para pakar, inisiatif strategis yang dirumuskan pada penelitian ini berjumlah 19 yang dijelaskan pada Tabel 11. Usaha kecil dan menengah pada dasaranya menghadapi kendala pada pencatatan. Hampir setiap UKM tidak melakukan pencatatan, baik itu pencatatan keuangan maupun non keuangan. Sehingga inisiatif strategis yang umum harus dilakukan oleh UKM yaitu melakukan pencatatan yang rapih baik terhadap data keuangan, data pelanggan, data pesanan, catatan petunjuk teknis untuk karyawan dan catatan-catatan kecil terhadap seluruh kegiatan dalam UKM. Pencatatan yang rapih akan membantu UKM di masa akan datang dalam pencapaian target, membantu pengelola dan karyawan dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Untuk itu, dimulai dari sekarang, sebaiknya UKM memiliki pencatatan yang rapih guna membantu dalam melakukan penerapan pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard sehingga UKM mampu melakukan perbaikan terhadap kinerja dari tahun sebelumnya.
44 Tabel 11 Inisiatif strategis pada UKM Perspektif (F) Keuangan
Indikator Kunci Utama Persentase profit (%) Persentase volume penjualan (%)
Inisiatif Strategi Melakukan pencatatan keuangan dengan rapih
(C) Pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan (indeks)
Menyusun kuesioner survei
Persentase penambahan pembelian oleh pelanggan utama (%)
Melaksanakan survei kegiatan kepuasan pelanggan Melakukan pencatatan yang rapih terhadap data pelanggan utama. Memberikan potongan harga bagi pelanggan utama
Jumlah event / pameran yang diikuti UKM Persentase pembelian oleh pelanggan baru (%)
(I) Proses Bisnis Internal
Persentase produk yang kembali karena rusak (%) Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dgn jadwal (%)
(H) Pembelajaran dan pertumbuhan
Persentase respon klaim yang teratasi (%) Jumlah coaching (pelatihan) yang diikuti dan diadakan UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan termasuk pelatihan (%)
Melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah seperti Dinas, kementrian, dan instansi lain untuk diikutsertakan dalam setiap event yang dilaksanakan oleh instansi tersebut. Melakukan promosi melalui selebaran berupa pamflet, poster dan lain-lain. Melakukan pengecekan kembali sebelum barang sampai ke tangan konsumen Melakukan pendataan yang rapih terhadap semua pesanan oleh konsumen Melakukan penggantian terhadap produk yang diklaim Membuat pelatihan untuk karyawan sesuai dengan kebutuhan. Mengikuti pelatihan yang diadakan oleh instansi seperti dinas. Mendatangkan trainer yang menarik yang mudah dipahami oleh karyawan dalam pelatihan.
Tingkat kepuasan karyawan (indeks)
Menyusun kuesioner survei
Persentase turn-over (tingkat keluar masuknya karyawan)
Melaksanakan survei kepuasan untuk karyawan Melakukan evaluasi kinerja setiap bulan Memberikan reward bagi karyawan dengan kinerja yang optimal
Persentase karyawan yang mengetahui Jobdesk dengan baik (%)
Mencatat setiap deskripsi pekerjaan setiap karyawan dan memberikan petunjuk teknis.
Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi (%)
Memberikan pelatihan kepada karyawan bagaimana penggunaan teknologi yang ada
45 Menyusun kuesioner survei kepuasan pelanggan dan juga kepuasan karyawan merupakan inisiatif strategis yang juga perlu dilakukan oleh UKM. Kuesioner survei pelanggan dan karyawan akan membantu pengelola UKM dalam melihat bagaimana tingkat kepuasan pelanggan dan juga karyawan. Kuesioner yang dibuat tidak harus berjumlah banyak namun bisa dibuat cukup sederhana dengan memperhatikan aspek-aspek yang dianggap penting untuk kepuasan pelanggan dan juga kepuasan karyawan. Setelah kuesioner dibuat maka langka selanjutnya melaksanakan survei kepuasan oleh pelanggan dan karyawan.
Kesimpulan Sebagai upaya untuk mengembangkan modal insani dan meningkatkan kinerja UKM, maka dirancang pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard. Hasil penelitian merumuskan empat perspektif, delapan sasaran strategis dan 15 indikator kinerja utama untuk mengukur kinerja pada UKM. Keempat perspektif tersebut yakni perspektif keuangan, perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif modal insani. Sasaran strategis dengan total delapan, satu dari perspektif keuangan yakni meningkatkan profit. Perspektif pelanggan dengan dua sasaran strategis yaitu meningkatkan loyalitas pelanggan dan meingkatkan hubungan dengan pelanggan baru. Perspektif proses bisnis internal dengan dua sasaran strategis pula yaitu pengembangan produk yang berkualitas dan pengembangan layanan bermutu. Sedangkan pada perspektif modal insani terdapat tiga sasaran strategis yaitu meningkatkan keterampilan karyawan, meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan mengembangkan pengetahuan karyawan. Indikator kinerja utama digunakan untuk mengukur kinerja yang terdiri dari 15 indikator yakni persentase profit, persentase volume penjualan, tingkat kepuasan pelanggan, persentase penambahan pembelian oleh pelanggan baru, jumlah event/pameran yang diikuti UKM, persentase pembelian oleh pelanggan baru, persentase produk yang kembali karena rusak, persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dengan jadwal, persentase respon klaim yang dapat teratasi, jumlah coaching untuk mengembangkan karyawan, persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan, tingkat kepuasan karyawan, persentase tingkat keluar masuknya karyawan, persentase karyawan yang mengetahui job description dengan baik, dan persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi. Setelah menentukan indikator kinerja utama, maka dihasilkan inisiatif strategis. Inisiatif strategis yang dirumuskan pada penelitian ini yaitu terdapat 19. Satu inisiatif strategis dari perspektif keuangan, enam dari perspektif pelanggan, tiga dari perspektif proses bisnis internal, dan sembilan dari perspektif modal insani.
46
5 IMPLEMENTASI PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI BOGOR PENDAHULUAN Usaha kecil dan menengah (UKM) hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian negara. Di Indonesia UKM digambarkan sebagai sektor yang berperan penting terhadap perekonomi nasional, yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi dengan penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, serta ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa dan memperkokoh struktur ekonomi nasional (Hubeis 2011). Berdasarkan data dari kementrian koperasi dan UKM, jumlah UKM di Indonesia tahun 2012 sebanyak 678 415 unit usaha. Sehingga sektor ini menjadi salah satu fokus dari pemerintah untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN di akhir tahun 2015. Dimana akan terjadi integrasi 10 negara Asia Tenggara dalam suatu kawasan ekonomi eksklusif yang menciptakan akses pasar antar negara yang lebih luas. Dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, maka UKM perlu meningkatkan keunggulan kompetitif agar memiliki daya saing berkelanjutan. Meningkatkan keunggulan kompetitif menandakan bahwa UKM harus meningkatkan kinerja. Agha et al. (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keunggulan kompetitif memiliki pengaruh yang nyata terhadap kinerja organisasi. Untuk mendapatkan keunggulan kompetitif maka manajer dalam organisasi harus meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Moeheriono (2009), pengertian kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Mengetahui kinerja suatu UKM rendah atau tinggi memerlukan sebuah pengukuran kinerja. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolok ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Menurut Wibowo (2009), pengukuran kerja yang dapat dilakukan dengan; (1) memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi, (2) mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan, (3) mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja, (4) menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian, (5) menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas, (6) mempertimbangkan penggunaan sumber daya dan (7) mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan. Sejauh ini pengukuran kinerja di UKM masih bersifat tradisional, yakni melihat dari satu sisi semata yaitu dari perspektif keuangan. Pengukuran kinerja secara tradisional ini tidak melibatkan perspektif non keuangan padahal baik perspektif keuangan dan non keuangan diperlukan agar terjadi keseimbangan pada kinerja UKM. Untuk itu diperlukan sebuah sistem yang baru dalam mengukur kinerja UKM. Balanced scorecard (BSC) merupakan sebuah sistem pengukuran kinerja yang dipaparkan oleh Kaplan dan Norton (1996) dimana terdapat empat perspektif
47 di dalamnya yakni perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Jadi, BSC selain melibatkan keuangan juga melibatkan pelanggan, proses dan juga modal insani yang terdapat pada UKM. Dimana berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rutha (2013) terhadap UKM Bogor, dan Wahyuningrum (2013) pada UKM Depok menyimpulkan bahwa modal insani memiliki pengaruh terhadap kinerja UKM. Sehingga tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi perspektif yang memiliki tingkat kepentingan lebih tinggi pada UKM di Bogor, menganalisis implementasi pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard pada UKM di Bogor dan mengetahui kelayakan BSC sebagai pendekatan lain dalam pengukuran kinerja UKM di Bogor.
METODE Penelitian ini dilakukan di Bogor, Jawa Barat pada bulan Desember 2014 hingga Januari 2015. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melaui kuesioner, pengamatan langsung, dan wawancara terhadap beberapa pakar yang terkait. Data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak delapan pakar yakni dari Dinas UKM Kota dan Kabupaten Bogor, akademisi sebagai pengamat, lembaga keuangan dan empat pengelola UKM, sedangkan untuk implementasi terdapat empat UKM sebagai ujicoba yaitu dari UKM kelompok kerajinan, kelompok makanan, kelompok herbal, dan kelompok agro. Pengolahan dan analisis data menggunakan analytical hierarchy process (AHP) untuk mengetahui tingkat kepentingan dan menghitung bobot dari perspektif, sasaran strategis dan indikator kinerja utama. Selain itu juga menggunakan scoring. Scoring digunakan pada tahapan menghitung kinerja pada usaha kecil dan menengah, menghitung skor tiap perspektif, menghitung skor sasaran strategis dan menghitung skor tiap indikator kinerja utama. Untuk menghitung skor indikator kinerja utama pertamatama diketahui terlebih dahulu target IKU tahun sebelumnya dan realisasi di tahun sekarang serta bobot masing-masing IKU dari perhitungan AHP yang telah diperoleh. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh empat perspektif dalam pengukuran kinerja UKM dengan pendekatan balanced scorecard yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif modal insani. Keempat perspektif tersebut kemudian menghasilkan delapan sasaran strategis dan 15 indikator kinerja utama. Setelah perspektif, sasaran strategis dan indikator kinerja utama diperoleh, selanjutnya menentukan tingkat prioritas. Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard pada usaha kecil dan menengah dilakukan dengan menggunakan proses hiraraki analitik (AHP). Susunan hirarki AHP yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Hierarki sistem pengukuran kinerja UKM dengan pendekatan balanced scorecard
48
49 Keterangan Gambar Kriteria F : Perspektif Keuangan Sub Kriteria F1 : Meningkatkan profit Sub-sub kriteria F11 : Persentase profit F12 : Persentase volume penjualan Kriteria C : Perspektif Pelanggan Sub kriteria C1 : Meningkatkan loyalitas pelanggan C2 : Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru Sub-sub kriteria C11 : Tingkat kepuasan pelanggan : Persentase penambahan pembelian oleh pelanggan utama C12 C21 : Jumlah event/pameran yang diikuti UKM C22 : Persentase pembelian oleh pelanggan baru. Kriteria I : Perspektif Proses Bisnis Internal Sub kriteria I1 : Pengembangan produk yang berkualitas I2 : Pengembangan layanan yang bermutu Sub-sub kriteria I11 : Persentase produk yang kembali karena rusak I21 : Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dengan jadwal I22 : Persentase respon klaim yang dapat teratasi Kriteria H : Perspektif Modal Insani Sub kriteria H1 : Meningkatkan keterampilan karyawan H2 : Meningkatkan kepuasan kerja karyawan H3 : Mengembangkan pengetahuan karyawan Sub-sub kriteria H11 : Jumlah pelatihan untuk mengembangkan karyawa H12 : Persentase keikutsertaan karyawan dlm pelatihan H21 : Tingkat kepuasan karyawan H22 : Persentase turn-over H31 : Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk H32 : Persentase penguasaan teknologi oleh karyawan
Tujuan utama dari struktur hirarki pada penelitian ini yaitu sistem pengukuran kinerja UKM dengan pendekatan balanced scorecard. Level kedua dari struktur hirarki yang dibangun yaitu kriteria. Kriteria adalah elemen yang terkait dengan tujuan hirarki kinerja usaha kecil dan menengah yaitu perspektif yang disusun untuk meningkatkan kinerja UKM. Keempat perspektif tersebut yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif modal insani. Level ketiga pada hirarki adalah sub kriteria. Sub kriteria merupakan turunan dari kriteria yang dipecah. Sub kriteria pada penelitian ini yaitu sasaran strategis yang telah dirumuskan sebelumnya. Sasaran strategis terdiri dari delapan. Level keempat terdapat sub-sub kriteria. Sub-sub kriteria merupakan turunan dari sub kriteria. Sub-sub kriteria pada penelitian ini merupakan indikator kinerja utama yang terdiri dari 15 IKU. Output atau hasil yang diperoleh dari pengolahan kuesioner perbandingan berpasangan yang kemudian digunakan untuk pembobotan pada balanced scorecard yaitu: 1. Bobot untuk setiap kriteria dalam hirarki. Bobot tersebut mempresentasikan tingkat kepentingan relatif suatu kriteria lainnya. Bobot ini berguna untuk membandingkan tingkat kepentingan antara empat perspektif dalam pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC. 2. Bobot untuk setiap sub kriteria dalam hirarki. Bobot tersebut mempresentasikan tingkat kepentingan pada setiap sasaran strategis yang telah dirumuskan. 3. Bobot global pada setiap sub-sub kriteria yaitu pada indikator kinerja utama. Bobot tersebut mempresentasikan tingkat kepentingan relatif ukuran hasil
50 terhadap semua ukuran hasil lainnya yang berjumlah 15 yang berada pada kriteria lain. Bobot global pada setiap hirarki akan memiliki jumlah sama dengan satu. Selanjutnya menentukan tingkat prioritas dengan menggunakan alat analisis AHP. Dari hasil AHP yang telah dikonversi, digunakan sebagai bobot dalam mengukur kinerja dari UKM dengan pendekatan balanced scorecard. Tingkat prioritas perspektif dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Tingkat prioritas perspektif padaUKM Perspektif Modal insane
Pelanggan
Bobot Sasaran strategic 0.362 Meningkatkan keterampilan karyawan
Meningkatkan kepuasan kerja karyawan
0.358
Mengembangkan pengetahuan karyawan
0.24
0.267 Meningkatkan loyalitas pelanggan
Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru Proses bisnis internal
Keuangan
Bobot 0.402
0.677
0.323
IKU Jumlah coaching (pelatihan) yang diadakan dan diikuti UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan termasuk pelatihan
Bobot 0.563
Tingkat kepuasan karyawan (indeks) Persentase turn-over
0.713
Persentase karyawan yang mengetahui Jobdesk dengan baik Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi
0.686
Tingkat kepuasan pelanggan (indeks) Persentase penambahan pembelian oleh pelanggan utama
0.693
Jumlah event / pameran yang diikuti UKM Persentase pembelian oleh pelanggan baru
0.516
0.214 Pengembangan produk yang berkualitas
0.705
Persentase produk yang kembali karena rusak
Pengembangan layanan bermutu
0.295
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dgn jadwal Persentase respon klaim yang teratasi Persentase profit Persentase volume penjualan
0.157 Meningkatkan profit
1
0.437
0.287
0.314
0.307
0.484 1 0.715
0.285 0.579 0.421
Hasil pembobotan dengan menggunakan AHP, menunjukkan bahwa perspektif modal insani merupakan prioritas utama dengan nilai prioritas sebesar 0.362. Berdasarkan hasil ini menegaskan bahwa fokus kinerja UKM sebaiknya bukan hanya pada perspektif keuangan tetapi lebih memprioritaskan pada modal insani. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan para pakar
51 yang berpendapat bahwa modal insani merupakan perspektif yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja UKM. Modal insani perlu mendapat perhatian yang lebih sebagai wujud untuk meningkatkan kinerja usaha kecil dan menengah. Wibisono (2006) mengemukakan bahwa sumber daya insani merupakan sumber daya paling penting untuk dapat memenangkan persaingan, karena merupakan tulang punggung dari seluruh sistem yang dirancang, metode yang diterapkan, dan teknologi yang digunakan mampu memiliki daya saing. Sasaran strategis pada perspektif modal insani, dengan nilai tertinggi ada pada meningkatkan keterampilan karyawan dengan bobot sebesar 0.146, dengan kata lain menjelaskan perspektif modal insani sebesar 40.2 persen. Meningkatkan keterampilan pada karyawan akan berpengaruh terhadap hasil atau output yang menguntungkan bagi UKM. Keterampilan yang sesuai akan menghasilkan produk yang berkualitas sehingga mampu mendatangkan profit bagi UKM. Keterampilan yang sesuai akan menghasilkan produk yang berkualitas sehingga mampu mendatangkan profit bagi UKM. Galabova dan Mckie (2012) menyatakan bahwa manajer UKM memiliki ketertarikan terhadap keterampilan, pengetahuan dan pengalaman dari modal insani yang merupakan elemen kunci. Modal insani berpotensi menjadi sumber daya yang melimpah, memberikan ruang lingkup untuk keunggulan kompetitif baik di tingkat pribadi dan perusahaan. Meningkatkan keterampilan karyawan dapat dilakukan dengan cara pelatihan. Pelatihan merupakan hal penting dalam UKM. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Magableh et al. (2011) mengenai dampak pelatihan terhadap UKM, menemukan bahwa pelatihan memiliki dampak yang positif terhadap kinerja UKM yang diukur melalui keuntungan, pendapatan, dan pertumbuhan lapangan kerja. Kebutuhan pelatihan perlu menjadi perhatian bagi pengelola UKM. Selain meningkatkan keterampilan karyawan, pengelola UKM juga perlu memberi perhatian terhadap kepuasan dan juga pengetahuan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Sinha (2009), menegemukakan bahwa kepuasan karyawan sangat penting bagi perusahaan. Beliau mengaitkan antara kepuasan karyawan dengan produk dan layanan yang berkualitas. Menurutya, kepuasan karyawan adalah salah satu yang paling penting dalam mempengaruhi kualitas layanan dan kualitas produk. Jika karyawan puas, mereka bisa memberikan layanan dengan tingkat tertinggi sehingga akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Pengetahuan karyawan juga perlu ditingkatkan. Mengetahui pekerjaan dan penguasaan teknologi perlu diterapkan oleh UKM agar karyawan dapat berkembang. Pengetahuan merupakan hal yang penting bagi karyawan. Menurut Moeheriono (2009), pengetahuan merupakan pemahaman prosedur kerja, sistem, dokumen, sasaran sesuai dengan ruang lingkup tugas dan jabatan. Pengetahuan merupakan komponen yang penting pada modal insani. Perspektif dengan bobot terendah yaitu pada perspektif keuangan dimana hanya memiliki satu sasaran strategis yaitu meningkatkan profit. Sasaran strategis meningkatkan profit memiliki bobot yang sama dengan perspektifnya yaitu sebesar 0.157. Meningkatkan profit adalah hasil akhir yang diinginkan oleh UKM sebagai usaha yang berorientasi profit. Bahkan pada organisasi non profit pun pengukuran kinerja ini digunakan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Greiling (2010), dari 15 indikator pengukuran kinerja yang dirumuskan, profit berada pada urutan keempat berdasarkan skor yang diperoleh. Profit yang terus meningkat akan menarik investor seperti lembaga keuangan atau bank untuk melakukan
52 investasi. Meningkatkan profit pada UKM tentunya didukung oleh perspektif sebelumnya. Dimulai dari perspektif modal insani dengan meningkatkan keterampilan, kepuasan dan pengetahuan pegawai, kemudian perspektif proses bisnis internal dengan pengembangan produk yang berkualitas dan layanan yang bermutu serta perspektif pelanggan, yang dilihat dari loyalitas pelanggan dengan hubungan dengan pelanggan baru. Sehingga integrasi dari ketiga perspektif tersebut akan berakhir pada perspektif keuangan yaitu meningkatkan laba atau profit dari usaha kecil dan menengah. Setelah melihat tingkat prioritas dan bobot dari perspektif juga sasaran strategis maka selanjutnya melihat tingkat prioritas dan bobot dari 15 indikator kinerja utama. Bobot yang disajikan merupakan bobot global, dimana melihat perbandingan berdasarkan seluruh IKU yang ada dari semua perspektif. Tabel 13 dibawah disajikan tingkat prioritas dari 15 indikator kinerja utama pada usaha kecil dan menengah. Tabel 13 Tingkat prioritas IKU berdasarkan bobot global pada UKM Bobot Global
Prioritas
Persentase produk yang kembali karena rusak
0.151
1
Tingkat kepuasan pelanggan
0.125
2
Tingkat kepuasan karyawan
0.092
3
Persentase profit
0.091
4
Jumlah coaching atau pelatihan yang mengembangkan karyawan
0.082
5
Persentase volume penjualan
0.066
6
Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan termasuk pelatihan
0.063
7
Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk dengan baik
0.060
8
Persentase penambahan pembelian oleh pelanggan baru
0.056
9
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai jadwal
0.045
10
Jumlah event atau pameran yang diikuti UKM
0.044
11
Persentase pembelian oleh pelanggan baru
0.042
12
Persentase turn-over
0.037
13
Persentase penguasaan dan penggunanaan karyawan terhadap teknologi
0.027
14
Persentase respon klaim yang teratasi
0.018
15
Total
1.00
Indikator Kinerja Utama
53 Berdasarkan Tabel 13 tersebut diketahui bahwa indikator kinerja utama yang memiliki prioritas pertama yaitu persentase produk yang kembali karena rusak dengan besar bobot yaitu 0.151 atau memiliki kontribusi sebesar 15.1 persen terhadap pencapaian kinerja UKM secara keseluruhan. Indikator tersebut merupkan IKU yang berasal dari sasaran strategis pengembangan produk yang berkualitas. Nilai tersebut menjadi acuan bahwa UKM mengupayakan produk yang dihasilkan dan dibeli pelanggan harus memiliki kualitas yang tinggi. Produk yang rusak dan dikembalikan oleh pelanggan menandakan bahwa produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan. UKM harus mengupayakan agar produk yang dibeli oleh pelanggan tidak akan kembali karena adanya permasalah terhadap produk tersebut. UKM harus menargetkan, produk yang kembali karena rusak seminimal mungkin, jika perlu berada pada kisaran 0-5 persen sehingga IKU ini perlu mendapatkan perhatian yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Signh et al.(2010) menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing UKM dalam ekonomi global, China selain lebih memperhatikan manajemen hubungan, pengurangan biaya dan pengembangan sumber daya manusia, juga sangat memberi perhatian terhadap peningkatan kualitas. Dengan demikian, diharapkan UKM di Indonesia khususnya Bogor juga bisa menerapkan hal yang demikian sehingga mampu meningkatkan daya saing berkelanjutan. Indikator kinerja utama yang memiliki bobot tertinggi kedua yaitu tingkat kepuasan pelanggan dengan nilai sebesar 0.125 yang merupakan IKU dari sasaran strategis meningkatkan loyalitas pelanggan. Nilai tersebut menandakan bahwa indikator kinerja utama tingkat kepuasan pelanggan memiliki kontribusi terhadap pencapaian kinerja UKM sebesar 12.5 persen. Tingkat kepuasan pelanggan sangat penting dijaga oleh UKM. Kepuasan pelanggan perlu dijaga dan dipertahankan, karena pelanggan merupakan sasaran dari terciptanya usaha kecil dan menengah. Pelanggan yang puas akan menjadi pelanggan yang setia. Penelitian yang dilakukan oleh Ramukumba (2014) tentang faktor-faktor kunci kesuksesan UKM, membuktikan bahwa menarik pelanggan tetap dan kinerja produk merupakan faktor kunci keberhasilan yang dapat menyebabkan kelangsungan UKM. Tingkat kepuasan pelanggan diukur dengan menggunakan bantuan sebuah instrumen yaitu kuesioner dengan rentang skala satu sampai lima. Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan dapat dilakukan UKM setiap tahunnya, namun tetap memberi perhatian setiap bulan dengan melakukan evaluasi bulanan. Selain mengetahui tingkat kepuasan pelanggan, yang menjadi perhatian pula pada UKM yaitu tingkat kepuasan karyawan. Indikator kinerja utama tersebut berada pada prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0.092 yang merupakan IKU dari sasaran strategis meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Kepuasan karyawan memiliki kontribusi sebesar 9.2 persen terhadap kinerja total dari UKM. Kepuasan karyawan tidak akan terpenuhi jika karyawan yang bekerja pada UKM tidak merasa puas karena akan mengakibatkan rendahnya produktivitas mereka. Produktivitas yang rendah berdampak pada kualitas produk yang dihasilkan oleh UKM. Saratun dan Rungruang (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepuasan karyawan dalam manajemen kinerja dapat dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu diantaranya motivasi dan pemberdayaan karyawan, kejelasan peran, dukungan organisasi yang dirasakan, keadilan prosedural dan keadilan distributif. Dari hasil penelitian melalui wawancara yang dilakukan, menemukan bahwa beberapa UKM meningkatkan kepuasan karyawan dengan cara melibatkan
54 karyawan secara langsung pada event-event tertentu seperti perlombaan, pameran dan sebagainya. Dengan demikian karyawan akan merasa dianggap keberadaannya. Selain itu juga memberikan bonus tahunan untuk karyawan dengan kinerja yang tinggi. Menghitung indeks kepuasan karyawan caranya sama dengan menghitung kepuasan pelanggan, namun hanya berbeda pada objeknya dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Pengukuran kinerja dengan mengukur tingkat kepuasan karyawan bisa dilakukan sekali dalam setahun namun tetap melakukan evaluasi pada karyawan setiap bulan. Persentase profit memiliki bobot sebesar 0.91. Bobot yang diperoleh pada IKU tersebut tidak jauh berbeda dengan IKU diatasnya yaitu tingkat kepuasan karyawan. Persentase profit memiliki kontribusi sebesar 9.1 persen terhadap pencapaian kinerja total dari UKM. Pengukuran profit merupakan indikator yang paling ingin dicapai oleh pengelola UKM. profit yang tinggi akan membantu UKM dalam melakukan pemenuhan kebutuhan produksi untuk periode selanjutnya. Menurut pengelola UKM, jika profit yang ditargetkan tidak tercapai maka hal tersebut akan menghambat proses pemenuhan pesanan atau produksi untuk periode selanjutnya. Secara tidak langsung, pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa profit yang berasal dari perspektif keuangan berpengaruh terhadap proses bisnis internal. Bezdrob dan Car (2012) dalam penelitiannya tentang pengukuran kinerja dengan metode BSC menemukan bahwa aktivitas keuangan perusahaan memiliki pengaruh langsung dan positif terhadap proses bisnis internal dan memiliki pengaruh tidak langsung dan positif terhadap kinerja perusahaan. Tiga indikator kinerja utama yang berada pada prioritas bawah yaitu Persentase turn-over dengan bobot 0.037, persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi , dimana bobotnya sebesar 0.027 dan persentase respon klaim yang teratasi dengan bobot sebesar 0.018. Para pengelola UKM berpendapat bahwa tingkat keluar masuk pada UKM yang mereka jalankan bukan karena permasalahan internal yang dihadapi oleh para karyawan. Tingkat keluar masuk karyawan karena adanya faktor-faktor lain diluar kinerja UKM seperti karena pegawai menikah, keluar dari kota, sakit dan faktor-faktor pribadi lainnya. Mempertahankan karyawan yang ada sangat penting untuk dilakukan UKM dimana akan menghemat biaya dan waktu untuk melakukan pelatihan ulang kepada pegawai yang baru. Respon klaim yang teratasi juga menjadi perhatian dari UKM, dimana UKM siap mengganti produk yang rusak atau tidak sesuai dengan yang diharapkan pelanggan. sedangkan untuk teknologi, rata-rata pengelola UKM belum menggunakana teknologi, namun secara lebih tradisional karena adanya hambatan pada dana dan juga kemampuan dari karyawan.
Uji Coba Implementasi Pengukuran Kinerja UKM Implementasi pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard pada usaha kecil dan menegah perlu dilakukan sebagai ilustrasi untuk menghitung kinerja pada UKM yang nantinya bisa dijadikan acuan untuk menghitung implementasi nyata pada usaha kecil dan menengah. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC diterapkan di UKM. Implementasi sebagai ilustrasi dilakukan pada empat usaha
55 kecil dan menengah yang mewakili empat kelompok UKM, yakni kelompok kerajinan, kelompok makanan, kelompok herbal serta kelompok agro. Setiap kelompok diwakili oleh satu UKM. Setelah indikator kinerja utama berhasil dirumuskan maka langkah selanjutnya yaitu menghitung target dari setiap IKU. Target didefinisikan sebagai suatu ukuran yang ingin dicapai dalam waktu tertentu yang bisa tercantum dalam perencanaan kinerja tahunan, semesteran, triwulan, ataupun bulanan. Berkaitan dengan penerapan BSC, jika target ditetapkan untuk jangka waktu satu tahun maka dikatakan sebagai perencanaan tahunan. Menentukan target dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari organisasi dalam pelaksanaannya yang dianggap mudah dimengerti dan dicapai. Dalam penelitian ini ukuran target ditentukan oleh pencapaian di masa lalu atau pencapaian dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2013. Pencapain tahun lalu merupakan hasil yang ingin dicapai UKM di tahun sekarang. Sebagai ilustrasi, jika di tahun 2013 jumlah profit yang diperoleh UKM sebesar 50 juta, maka angka tersebut menjadi angka yang ingin dicapai oleh UKM di tahun 2014. Angka tersebut diubah ke dalam bentuk persen yaitu sebesar 100 persen sebagai target untuk 2014. Indikator kinerja utama lainnya juga ditentukan targetnya dengan cara yang sama, yaitu berdasarkan pencapaian di tahun sebelumnya. Setelah terdapat target maka dicari realisasi di tahun 2014. Target dan realisasi pada penelitian ini merupakan bukan angka pasti namun berdasarkan daya ingat dari pengelola UKM. Hal ini terjadi karena belum adanya pencatatan yang pasti yang dilakukan oleh UKM terhadap indikatorindikator kinerja utama yang ingin diukur. Setelah membuat target, langkah selanjutnya yaitu menetapkan skor indikator kinerja utama, sasaran strategis dan perspektif serta skor kinerja UKM secara keseluruhan. Menentukan kategori pencapaian sasaran strategis dan perspektif, serta pencapaian kinerja dari UKM membutuhkan skala atau nilai indeks sebagai acuan. Dalam penelitian ini, didasarkan pada nilai indeks atau skala yang dirumuskan oleh moeheriono (2012) yaitu sebagai berikut: Tabel 14 Skala sasaran strategis, perspektif, dan kinerja Skala (%) X<80 80≤ X<100 X≥ 100
Status Merah Kuning Hijau
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Skala tersebut bisa digunakan oleh UKM untuk mengukur kinerja dengan pertimbangan bahwa UKM merupakan sebuah usaha yang berdiri dan bertumbuh dengan sendirinya, sehingga hampir setiap kebijakan diputuskan oleh pengelola UKM tanpa adanya pengaruh yang besar dari instansi atau organisasi lain. Menentukan capaian dengan skala yang cukup tinggi tidak menjadi halangan bagi UKM untuk mencapai kinerja yang tinggi pula. Evaluasi pengukuran kinerja dari setiap kelompok usaha kecil dan menengah dapat dilihat pada Tabel 15, Tabel 16, Tabel 17, dan Tabel 18 berikut:
Bobot (2)
0,157
0,267
0,214
0,362
Perspektif (1)
Keuangan (F)
Pelanggan (C)
Proses Bisnis Internal (I)
Modal Insani (H)
0,402
0,358
0,24
Meningkatkan kepuasan kerja karyawan
Mengembangkan pengetahuan karyawan
0,295
Pengembangan layanan bermutu
Meningkatkan Keterampilan karyawan
0,705
0,323
Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Pengembangan produk yang berkualitas
0,677
1
Bobot SS (4)
Meningkatkan loyalitas pelanggan
Meningkatkan profit
Sasaran strategik (3)
100%
100%
0,314
0%
5
0,686
0,287
Persentase turn-over Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk dengan baik Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi
0,713
100%
0,437
Tingkat kepuasan karyawan
3
100%
100%
0%
100%
6
100%
5
100%
100%
Target (7)
0,563
0,285
Persentase respon klaim yang teratasi Jumlah coaching/pelatihan yang diadakan dan diikuti UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan
0,715
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai jadwal
1
0,484
Persentase pembelian oleh pelanggan baru Persentase produk yang kembali karena rusak
0,516
0,307
Persentase pembelian oleh pelanggan utama Jumlah event/pameran yang diikuti UKM
0,693
0,421
Tingkat kepuasan pelanggan
0,579
Persentase volume penjualan
Bobot IKU (6)
Persentase profit
Indikator Kinerja Utama (IKU) (5)
Tabel 15 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok kerajinan
70%
80%
0%
5
80%
2
100%
90%
10%
120%
4
120%
4
110%
110%
Realisasi (8)
70
80
100
100
80
66,67
100
90
90
120
66,67
120
80
110
110
Skor IKU % (9) 8:7 *100%
76,86
100
72,49
92,85
90
92,48
92,28
110
Skor SS % (10) 9*6
83,39
90,84
92,34
110
Skor Pers % (11) 10*4
91,55
Skor Kinerja % (12) ∑(11*2)
56
57
Tabel 15 merupakan usaha kecil dan menengah pada kelompok kerajinan, yaitu pada kerajinan Ard Boneka yang berdiri sejak satu tahun yang lalu. Usaha ini berawal dari usaha keluarga dengan jumlah karyawan sebanyak empat orang. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja yang dilakukan, secara keseluruhan kinerja UKM ada pada tingkatan sedang. Dimana UKM tersebut belum mencapai target, namun sudah mendekati. Dengan demikian UKM Ard Boneka masih perlu melakukan perbaikan terhadap kinerja agar bisa mencapai target yang telah ditentukan. Dianalisis berdasarkan perspektif, keempat perspektif tidak ada yang berkinerja rendah dilihat dari status warna, dimana hanya ada hijau dan kuning. Ini menandakan bahwa dari perspektif keuangan, UKM ini telah memiliki kinerja keuangan yang tinggi, dimana telah mencapai target bahkan melebihi. Hal ini perlu dipertahankan oleh UKM. Sedangkan untuk kinerja pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif modal insani kinerjanya terbilang sedang dilihat dari warna kuning yang diperoleh dari ketiganya. Hal ini membuktikan bahwa masih perlu dilakukan peningkatan kinerja dari ketiga perspektif tersebut.Melakukan perbaikan terhadap kinerja dari perspektif dapat dilakukan dengan melihat kinerja dari masing-masing sasaran strategis kemudian melihat dari indikator kinerja mana yang perlu ditingkatkan. Dilhat pada perspektif pelanggan, kedua sasaran strategis berstatus kuning, menandakan kinerja sedang, kemudian dianalisis dari indikator kinerja utama yang diperoleh. Dilihat dengan jelas bahwa pada indikator kinerja utama tingkat kepuasan pelanggan berwarna kuning, menandakan bahwa kinerja pada IKU ini masih kurang, untuk itu perlu ditingkatkan lagi. Sedangkan untuk IKU jumlah event atau pameran yang diikuti UKM memiliki kinerja yang rendah. Hal ini harus menjadi perhatian oleh pengelola UKM. UKM Ard Boneka sebisa mungkin mengikuti pameran yang diadakan oleh dinas ataupun instansi lain. Perspektif proses bisnis internal pada UKM ini tidak ada yang berstatus merah, baik dari sasaran strategis maupun indikator kinerja utama yang dimiliki. Dari tiga indikator kinerja utama dua diantaranya berstatus sedang yaitu kuning. IKU persentase produk yang kembali karena rusak dan persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai jadwal perlu dilakukan peningkatan. Kualitas dan layanan harus ditingkatkan agar konsumen puas dengan produk yang dihasilkan oleh UKM ini. Perspektif modal insani pada UKM Ard Boneka merupakan perspektif yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Dua sasaran strategis pada perspektif ini berkinerja rendah yaitu pada keterampilan dan juga pengetahuan yang dimiliki karyawan. Meningkatkan keterampilan perlu dilakukan melalui pelatihan, namun sayangnya pada UKM ini pelatihan untuk karyawan masih kurang, dan minat dari karyawan sendiri untuk mengikuti pelatihan juga kurang. Untuk itu pengelola UKM ini harus bekerja keras untuk merencanakan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan sehingga karyawan memiliki ketertarikan terhadap pelatihan tersebut. Selain itu, penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi pada UKM ini masih rendah. Hal ini karena Ard Boneka pada proses pembuatan produk belum memiliki ketertarikan untuk menggunakan teknologi modern, namun walau demikian hal ini tetap harus diperhatikan oleh pengelola. Tidak hanya penggunaan teknologi pada proses pembuatan namun juga diperlukan pada proses pemasaran.
Bobot (2)
0,157
0,267
0,214
0,362
Perspektif (1)
Keuangan (F)
Pelanggan (C)
Proses Bisnis Internal (I)
Modal Insani (H)
0,358
Meningkatkan kepuasan kerja karyawan Mengembangkan pengetahuan karyawan 0,24
0,402
0,295
Pengembangan layanan bermutu
Meningkatkan Keterampilan karyawan
0,705
0,323
Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Pengembangan produk yang berkualitas
0,677
1
Bobot SS (4)
Meningkatkan loyalitas pelanggan
Meningkatkan profit
Sasaran strategik (3)
100%
100%
0,314
0%
4
0,686
0,287
Persentase turn-over Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk dengan baik Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi
0,713
100%
0,437
Tingkat kepuasan karyawan
12
100%
100%
10%
100%
11
100%
3
100%
100%
Target (7)
0,563
0,285
Persentase respon klaim yang teratasi Jumlah coaching/pelatihan yang diadakan dan diikuti UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan
0,715
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai jadwal
1
0,484
Persentase pembelian oleh pelanggan baru Persentase produk yang kembali karena rusak
0,516
0,307
Persentase pembelian oleh pelanggan utama Jumlah event/pameran yang diikuti UKM
0,693
0,421
Persentase volume penjualan Tingkat kepuasan pelanggan
0,579
Bobot IKU (6)
Persentase profit
Indikator Kinerja Utama (IKU) (5)
Tabel 16 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok makanan
114,29%
118,75%
7%
4
75%
6
105,56%
106,25%
15%
80%
8
112,5%
4
116%
125%
Realisasi (8)
114,29
118,75
93
100
75
50
105,56
106,25
94,44
80
72,73
112,5
133,33
116
125
Skor IKU % (9) 8:7 *100%
117,35
97,99
60,93
106,05
94,44
76,25
126,94
121,21
Skor SS % (10) 9*6
87,74
97,87
110,56
121,21
Skor Pers % (11) 10*4 101,26
∑(11*2)
Skor Kinerja % (12)
58
59
Tabel 16 merupakan usaha kecil dan menengah pada kelompok makanan, yaitu pada Mr.BrownCo yang memproduksi berbagai brownis berbahan dasar singkong dan talas. UKM ini berdiri sejak tahun 2008 dan saat ini memiliki 15 karyawan. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja yang dilakukan, secara keseluruhan kinerja UKM ada pada tingkatan tinggi. Dimana UKM tersebut telah mencapai target untuk tahun 2014. Dengan demikian UKM ini perlu mempertahankan kinerjanya untuk tahun 2015. Dianalisis berdasarkan perspektif, keempat perspektif tidak ada yang berkinerja rendah dilihat dari status warna, dimana hanya ada hijau dan kuning. Ini menandakan bahwa dari perspektif keuangan dan pelanggan, UKM ini telah memiliki kinerja yang tinggi, dimana telah mencapai target bahkan melebihi. Hal ini perlu dipertahankan oleh UKM. Sedangkan untuk kinerja pada perspektif proses bisnis internal dan perspektif modal insani kinerjanya terbilang sedang dilihat dari warna kuning yang diperoleh. Hal ini membuktikan bahwa masih perlu dilakukan peningkatan kinerja dari kedua perspektif tersebut. Melakukan perbaikan terhadap kinerja dari perspektif dapat dilakukan dengan melihat kinerja dari masing-masing sasaran strategis kemudian melihat dari indikator kinerja mana yang perlu ditingkatkan. Terdapat dua sasaran strategis dengan empat indikator yang perlu menjadi perhatian besar oleh pengelola UKM karena memiliki kinerja yang rendah dengan status warna merah. Sasaran strategis yang pertama yaitu meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru dimana kedua indikator kinerja utamanya rendah yaitu jumlah pameran yang diikuti oleh UKM dan persentase pembelian oleh pelanggan baru. Di tahun 2014 persentase keikutsertaan UKM dalam pameran yang dilaksanakan oleh dinas maupun instansi lain berkurang dari tahun sebelumnya. Padahal keikutsertaan UKM pada event-event tersebut mampu meningkatkan ataupun menarik pelanggan baru serta produk yang dihasilkan semakin dikenal oleh masyarakat. Untuk itu UKM diharapkan agar mau berpartisipasi dalam pameran-pameran yang dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian, unversitas serta instansi lainnya. Meningkatkan pembelian oleh pelanggan baru juga bisa dilakukan oleh UKM dengan memperbanyak media promosi. Hubungan dengan pelanggan baru ini sangat penting, dimana berawal dari pelanggan baru bisa menjadi pelanggan yang loyal Sasaran strategis yang kedua dengan kinerja rendah yaitu pada keterampilan karyawan. Dimana indikator kinerja utama pada sasaran strategis ini juga rendah, yaitu jumlah pelatihan yang diadakan dan diikuti oleh UKM serta persentase keikutsertaan karyawan dalam pelatihan. Karyawan yang berjumlah 15 orang pada UKM ini berasal dari masyarakat sekitar, untuk itu perlu pelatihan yang maksimal agar mampu meningkatkan keterampilan yang dimilikinya. Pelatihan yang diadakan oleh UKM tersebut untuk tahun 2014 sangat kurang jika dibandingkan di tahun 2013. Sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan, sebaiknya UKM Mr.BrownCo ini merencanakan pelatihan yang lebih sering untuk tahun 2015. Pelatihan yang sesuai mampu meningkatkan produktivitas dari karyawan sehingga kinerja yang dihasilkan oleh UKM lebih maksimal lagi.
Bobot (2)
0,157
0,267
0,214
0,362
Perspektif (1)
Keuangan (F)
Pelanggan (C)
Proses Bisnis Internal (I)
Modal Insani (H)
0,358
Meningkatkan kepuasan kerja karyawan Mengembangkan pengetahuan karyawan 0,24
0,402
0,295
Pengembangan layanan bermutu
Meningkatkan Keterampilan karyawan
0,705
0,323
Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Pengembangan produk yang berkualitas
0,677
1
Bobot SS (4)
Meningkatkan loyalitas pelanggan
Meningkatkan profit
Sasaran strategik (3)
4
100%
100%
0,314
0% 0,686
0,287
Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk dengan baik Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi
0,713
Persentase turn-over
100%
0,437
Tingkat kepuasan karyawan
8
100%
100%
10%
100%
9
100%
3
100%
100%
Target (7)
0,563
0,285
Persentase respon klaim yang teratasi Jumlah coaching/pelatihan yang diadakan dan diikuti UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan
0,715
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai jadwal
1
0,484
Persentase pembelian oleh pelanggan baru Persentase produk yang kembali karena rusak
0,516
0,307
Persentase pembelian oleh pelanggan utama Jumlah event/pameran yang diikuti UKM
0,693
0,421
Tingkat kepuasan pelanggan
0,579
Persentase volume penjualan
Bobot IKU (6)
Persentase profit
Indikator Kinerja Utama (IKU) (5)
Tabel 17 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok herbal
60%
80%
0%
3
75%
6
100%
100%
20%
70%
7
100%
4
90%
95%
Realisasi (8)
60
80
100
75
75
75
100
100
88,89
70
77,78
100
133,33
90
95
Skor IKU % (9) 8:7 *100%
73,72
82,18
75
100
88,89
74,013
123,1
92,90
Skor SS % (10) 9*6
77,26
92,17
107,25
92,90
Skor Pers % (11) 10*4 90,91
∑(11*2)
Skor Kinerja % (12)
60
61
Tabel 17 merupakan usaha kecil dan menengah pada kelompok herbal, yaitu UKM Melati yang memproduksi teh sarang semut multi herbal. UKM ini berdiri sejak 2008 dengan jumlah karyawan saat ini sebanyak enam orang. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja yang dilakukan, secara keseluruhan kinerja UKM ada pada tingkatan sedang. Dimana UKM tersebut belum mencapai target untuk tahun 2014, sehingga diperlukannya upaya perbaikan untuk kinerja ditahun 2015. Dianalisis berdasarkan perspektif, pencapaian kinerja pada keempat perspektif cukup bervariasi. Dimana perspektif keuangan memiliki kinerja yang tinggi dengan status warna hijau, perspektif pelanggan dan proses bisnis internal berkinerja sedang dengan warna kuning sedangkan perspektif modal insani memiliki kinerja yang rendah dilihat dari status warna merah. Hal ini membuktikan bahwa masih perlu dilakukan peningkatan kinerja dari ketiga perspektif tersebut. Melakukan perbaikan terhadap kinerja dari perspektif dapat dilakukan dengan melihat kinerja dari masing-masing sasaran strategis kemudian melihat dari indikator kinerja mana yang perlu ditingkatkan. Melalui perspektif pelanggan, IKU jumlah event atau pameran yang diikuti UKM memiliki kinerja yang rendah. Di tahun 2013 UKM ini aktif mengikuti banyak event yang diadakan oleh Kementrian Koperasi dan UKM serta Kementrian Perdagangan. Namun di 2014 sedikit berkurang karena adanya beberapa kendala. Untuk itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja pada IKU ini maka diharapkan UKM ini kembali aktif pada event-event yang diselenggarakan oleh kementrian di tahun 2015. Sehingga persentase pembelian oleh pelanggan baru juga bisa meningkat. Dimana IKU ini juga memiliki skor yang rendah. Hal ini harus menjadi perhatian oleh pengelola UKM. Perspektif modal insani pada UKM Melati merupakan perspektif yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Dua sasaran strategis pada perspektif ini berkinerja rendah yaitu pada keterampilan dan juga pengetahuan yang dimiliki karyawan. Sedangkan indikator kinerja utama yang memiliki skor rendah pada perspektif ini ada empat. Pertama jumlah pelatihan yang diadakan dan diikuti oleh UKM, persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan, tingkat kepuasan karyawan, dan persentase penguasaan dan penggunaan teknologi oleh karyawan. Usaha yang memiliki total enam karyawan ini perlu membenahi perspektif modal insani yang dimiliki. Pelatihan bagi karyawan sangat penting untuk ditingkatkan. Dengan pelatihan maka keterampilan yang dimiliki karyawan akan bertambah sehingga mampu menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas untuk pelanggan. Selain itu, tingkat kepuasan karyawan pada UKM ini kurang, padahal kepuasan karyawan sangat penting untuk dipenuhi. Mengingat bahwa karyawan adalah aset dari UKM dimana dari mereka UKM mampu menghasilkan sebuah produk. Kepuasan karyawan pada UKM ini perlu menjadi perhatian yang serius bagi UKM. Penguasaan dan penggunaan tekhnologi pada UKM ini juga masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari cara pengemasan dan pemasaran yang dilakukan UKM juga masih tradisional. Kemasan yang dengan teknologi tradisional serta sistem pemasaran yang masih tradisional. UKM ini belum memiliki situs online untuk melakukan pemasaran. Sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja pada UKM maka indikator kinerja utama tersebut perlu ditingkatkan lagi oleh UKM ini.
Bobot (2)
0,157
0,267
0,214
0,362
Perspektif (1)
Keuangan (F)
Pelanggan (C)
Proses Bisnis Internal (I)
Modal Insani (H)
0,358
Meningkatkan kepuasan kerja karyawan Mengembangkan pengetahuan karyawan 0,24
0,402
0,295
Pengembangan layanan bermutu
Meningkatkan Keterampilan karyawan
0,705
0,323
Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Pengembangan produk yang berkualitas
0,677
1
Bobot SS (4)
Meningkatkan loyalitas pelanggan
Meningkatkan profit
Sasaran strategik (3)
100%
100%
0,314
0%
5
0,686
0,287
Persentase turn-over Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk dengan baik Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi
0,713
100%
0,437
Tingkat kepuasan karyawan
3
100%
100%
0%
50%
3
50%
5
100%
100%
Target (7)
0,563
0,285
Persentase respon klaim yang teratasi Jumlah coaching/pelatihan yang diadakan dan diikuti UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan
0,715
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai jadwal
1
0,484
Persentase pembelian oleh pelanggan baru Persentase produk yang kembali karena rusak
0,516
0,307
Persentase pembelian oleh pelanggan utama Jumlah event/pameran yang diikuti UKM
0,693
0,421
Persentase volume penjualan Tingkat kepuasan pelanggan
0,579
Bobot IKU (6)
Persentase profit
Indikator Kinerja Utama (IKU) (5)
Tabel 18 Pengukuran kinerja pada UKM kelompok agro
90%
100%
0%
5
100%
3
100%
100%
0%
80%
3
80%
4
120%
120%
Realisasi (8)
90
100
100
100
100
100
100
100
100
160
100
160
80
120
120
Skor IKU % (9) 8:7 *100%
96,86
100
100
100
100
129,04
104,56
120
Skor SS % (10) 9*6
99,25
100
112,47
120
Skor Pers % (11) 10*4 106,20
∑(11*2)
Skor Kinerja % (12)
62
63
Tabel 18 merupakan usaha kecil dan menengah pada kelompok agro, yaitu pada UKM yang melakukan usaha pada pengolahan Ikan yaitu XYZ Food. UKM ini berdiri sejak tahun 2007 dengan total karyawan hingga saat ini yaitu 30 karyawan. UKM ini sudah berada pada skala menengah sehingga kinerja yang dihasilkan juga sangat baik. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja yang dilakukan, secara keseluruhan kinerja UKM ada pada tingkatan tinggi. Dimana UKM tersebut telah mencapai target untuk tahun 2014. Dengan demikian UKM ini perlu mempertahankan kinerjanya untuk tahun 2015. Dianalisis berdasarkan perspektif, keempat perspektif tidak ada yang berkinerja rendah dilihat dari status warna, dimana hanya ada hijau dan kuning. Ini menandakan bahwa dari perspektif keuangan, pelanggan dan proses bisnis internal, UKM ini telah memiliki kinerja yang tinggi, dimana telah mencapai target bahkan melebihi. Hal ini perlu dipertahankan oleh UKM. Sedangkan untuk kinerja pada perspektif modal insani kinerjanya terbilang sedang dilihat dari warna kuning yang diperoleh. Hal ini membuktikan bahwa masih perlu dilakukan peningkatan kinerja dari perspektif tersebut. Pada UKM ini, tidak terdapat indikator kinerja utama dan sasaran strategis yang berada pada skor rendah. Kinerja pada UKM ini terbilang sukses di tahun 2014. Indikator kinerja utama yang perlu menjadi perhatian untuk perbaikan di tahun selanjutnya yaitu pada IKU tingkat kepuasan pelanggan dan juga penguasaan dan penggunaan teknologi oleh karyawan. Berdasarkan hasil implementasi dari empat kelompok UKM diatas maka bisa dikatakan bahwa kinerja UKM yang perlu menjadi perhatian yaitu ada pada perspektif modal insani. Hasil serupa juga dikemukakan oleh Tambunan (2007) dalam penelitiannya, bahwa kendala yang dihadapi oleh UKM di Indonesia, selain peraturan pemerintah yang rumit dan kurangnya modal juga terkendala oleh sumber daya manusia yang rendah dan kemampuan teknologi. Keterampilan dan pengetahuan dari karyawan masih rendah hampir disetiap kelompok UKM. Keterampilan yang rendah dikarenakan kurangnya pelatihan yang diberikan oleh UKM untuk karyawannya. Hampir setiap kelompok UKM jarang mengeluarkan waktu dan modal untuk melakukan investasi terhadap modal insani yang dimiliki melalui pelatihan. Pelatihan dilakukan UKM sambil melakukan pekerjaan dengan kata lain melalu on the job training. Pelatihan semacam ini dianggap oleh pengelola UKM tidak akan membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Hasil ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Thassanabanjong et al. (2009), menemukan bahwa kebanyakan UKM di Thailand tidak menginvestasikan banyak waktu dan juga biaya untuk melakukan pelatihan secara formal, namun lebih kepada pelatihan secara tidak formal dan tidak terstruktur seperti on the job training. Kebanyakn UKM melatih beberapa atau tidak sama sekali anggotanya dua jam dalam seminggu. Padahal pelatihan bagi karyawan sangat penting. Muhi (2010) melakukan penelitian mengenai analisis investasi modal insani dalam perspektif pendidikan dan pelatihan. Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pendidikan dan pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja. Pendidikan dan pelatihan dipandang sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian.
64
Selain keterampilan, pengetahuan karyawan juga perlu ditingkatkan. Mengetahui pekerjaan dan penguasaan teknologi perlu diterapkan oleh UKM agar karyawan dapat berkembang. Pengetahuan merupakan hal yang penting bagi karyawan. Menurut Moeheriono (2009), pengetahuan merupakan pemahaman prosedur kerja, sistem, dokumen, sasaran sesuai dengan ruang lingkup tugas dan jabatan. Pengetahuan merupakan komponen yang penting pada modal insani. Karyawan yang tahu job description nya dengan baik akan membantu UKM dalam meningkatkan kinerja. Selain itu, karyawan juga perlu meningkatkan pengetahuan melalui teknologi agar mampu bersaing dengan pelaku-pelaku UKM yang lain. Sasaran strategis yang juga perlu menjadi perhatian bagi para pengelola UKM yaitu meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru. Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru sebagai awal untuk menarik pelanggan yang loyal. Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru terdiri dari dua indikator kinerja utama yaitu jumlah pameran yang diikuti oleh UKM dan persentase pembelian oleh pelanggan baru. Kedua IKU ini perlu menjadi perhatian yang penting bagi UKM. Menurut Griffin (2005), pembelian pertama kali merupakan langkah awal dan penting dalam memelihara loyalitas. Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, dimana UKM dapat menanamkan kesan positif ataupun negatif kepada pelanggan baru tersebut dengan produk atau jasa yang diberikan. Untuk itu sangat penting memberikan kesan pertama kepada pelanggan baru. Memberikan kesan positif kepada pelanggan baru dengan cara memberikan produk yang berkualitas dan juga layanan yang bermutu kepada pelanggan. Perspektif keuangan pada UKM merupakan perspektif dengan tingkat pencapaian dalam kategori tinggi. Chang (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa implementasi BSC pada UKM memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan melalui perantara intelectual capital. Profit yang terus meningkat akan menarik investor seperti lembaga keuangan atau bank untuk melakukan investasi. Sebaliknya, jika keuangan pada suatu usaha tidak stabil maka sulit untuk menarik investor dalam melakukan pendanaan terhadap UKM. Penelitian yang ada telah mengidentifikasi bahwa pendanaan sebagai kendala utama bagi UKM di negara berkembang. Lembaga perbankan melalui undang-undang diposisikan untuk membantu pendanaan UKM di negara-negara tersebut dibatasi oleh sejumlah faktor. Donatus dan Aghalugbulam (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi sikap risiko bank, kendala informasi tentang UKM , kurangnya keterampilan dalam pembiayaan UKM dan lingkungan peraturan yang tidak menguntungkan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi bank untuk melakukan investasi di UKM sektor pelayaran Nigeria Secara keseluruhan, dari hasil implementasi juga diketahui bahwa skor setiap indikator kinerja utama, sasaran strategis, perspektif, dan kinerja dari UKM bervariasi digambarkan dari kategori warna merah, kuning dan hijau yang ada. Variasi status warna merupakan hasil dari realisasi yang dibandingkan dengan target. Ini menandakan bahwa indikator-indikator kinerja utama yang dijadikan sebagai pengukuran sebenarnya bisa dijadikan acuan untuk mengukur secara nyata kinerja pada UKM. Hal ini menandakan bahwa pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard layak untuk diterapkan di UKM. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rickards (2007), BSC sangat layak untuk dikembangkan, diperkenalkan dan digunakan oleh UKM karena akan sangat
65
berguna bagi pengelola UKM untuk menganalisis kinerja bisnis yang mereka jalankan. Selain itu, BSC juga akan membantu manajemen puncak dalam mengambil suatu keputusan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Heimdahl (2010) tentang implementasi BSC dan peta strategi untuk meningkatkan hubungan karyawan dan meningkatkan kinerja. Hasilnya menyatakan bahwa BSC merupakan suatu pendekatan yang layak dan terbukti berhasil menerapkan strategi komunikasi kepada seluruh organisasi. Membuktikan bahwa intangible aset seperti karyawan memiliki hubungan terhadap pengukuran keuangan organisasi. Untuk itu perlu menyelaraskan semua karyawan sehingga organisasi tetap di jalur untuk mencapai tujuan jangka panjang dan potensi penuh. Memberdayakan karyawan untuk memecahkan masalah dan mengambil kepemilikan perubahan akan meningkatkan keterlibatan dan kepuasan. Dengan demikian membuat sebuah organisasi lebih kuat dan memberi keunggulan kompetitif.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari empat perspektif yang diperoleh, perspektif modal insani merupakan perspektif dengan tingkat prioritas tertinggi kemudian diikuti oleh perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif keuangan. Hal ini menandakan bahwa modal insani memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kinerja UKM. Tingkat kepentingan yang diperoleh kemudian digunakan untuk menjadi bobot dalam mengukur kinerja UKM. Hasil implementasi terhadap empat kelompok UKM yaitu kelompok kerajinan, kelompok makanan, kelompok herbal dan kelompok agro justru diperoleh bahwa modal insani merupakan perspektif dengan skor pencapaian yang rendah. Dimana dilihat dari sasaran strategis meningkatkan keterampilan pada kelompok UKM, dan sasaran strategis meningkatkan pengetahuan pada UKM. Selain itu, sasaran strategis meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru pada perspektif pelanggan juga rendah pada tiga kelompok UKM. Oleh karenanya, sasaran strategis ini perlu mendapat perhatian oleh pengelola UKM. Hasil implementasi juga diketahui bahwa bahwa skor setiap IKU, sasaran strategis, perspektif, dan kinerja dari UKM bervariasi digambarkan dari kategori warna merah, kuning dan hijau yang ada. Variasi status warna merupakan hasil dari realisasi yang dibandingkan dengan target. Ini menandakan bahwa indikatorindikator kinerja utama yang dijadikan sebagai pengukuran sebenarnya bisa dijadikan acuan untuk mengukur secara nyata kinerja pada UKM. Hal ini menandakan bahwa pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard layak untuk diterapkan di UKM.
66
6 PEMBAHASAN UMUM Mengukur kinerja dengan balanced scorecard merupakan salah satu pendekatan lain dalam pengukuran kinerja yang menyeimbangkan antara perspektif keuangan dan non-keuangan. Perancangan pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard banyak digunakan oleh organisasi baik organisasi profit maupun non profit. O’connor dan Feng (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa balanced scorecard berperan dalam penyelarasan dan integrasi pengembangan intangible assets dalam sebuah perusahaan. Selain itu, Heimdahl (2010) menemukan bahwa balanced scorecard merupakan suatu pendekatan yang terbukti berhasil menerapkan strategi komunikasi kepada seluruh organisasi. Sehingga pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC juga bisa diterapkan pada UKM. Penelitian yang dilakukan oleh Rickards (2007) menyatakan bahwa BSC sangat layak untuk dikembangkan, diperkenalkan, dan digunakan oleh UKM karena akan sangat berguna bagi pengelola UKM untuk menganalisis bisnis, selain itu juga akan membantu manajemen puncak dalam mengambil sebuah keputusan. Namun sangat disayangkan, pengukuran kinerja dengan BSC masih sangat jarang digunakan pada UKM. Machado (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa masih sangat sedikit UKM yang menggunakan BSC sebagai alat pengukuran kinerja, kesadaran tentang pendekatan ini bergantung pada karakteristik individu. Usaha kecil dan menengah perlu dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi daya saing global. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gumbus dan Lussier (2006) dalam penelitiannya tentang BSC yang dapat digunakan oleh pengusaha untuk menerjemahkan strategi dan mengukur kinerja, menemukan bahwa UKM akan memperoleh manfaat dari penggunaan balanced scorecard. Perancangan yang dilakukan di UKM pada beberapa kelompok usaha di Bogor menghasilkan empat perspektif, delapan sasaran strategis dan 15 indikator kinerja utama. Keempat perspektif tersebut yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif modal insani. Tiga perspektif pertama merupakan perspektif yang diadopsi dari pendapat Kaplan dan Norton (2004) sedangkan perspektif modal insani disesuaikan berdasarkan kebutuhan dari UKM. Galabova dan Mckie (2012) menyatakan bahwa manajer UKM memiliki ketertarikan terhadap keterampilan, pengetahuan dan pengalaman dari modal insani yang merupakan elemen kunci. Modal insani berpotensi menjadi sumber daya yang melimpah, memberikan ruang lingkup untuk keunggulan kompetitif baik di tingkat pribadi dan perusahaan. Perspektif, sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang dirumuskan kemudian dicari bobotnya, yaitu pada Tabel 19. Bobot untuk perspektif, sasaran strategis dan indikator kinerja utama merupakan bobot global yang secara keseluruhan IKU, sasaran strategis dan perspektif berjumlah satu atau 100 persen. Bobot tersebut untuk melihat kinerja keseluruhan. Bobot indikator kinerja utama merupakan kontribusi IKU terhadap sasaran strategisnya, bobot sasaran strategis merupakan kontribusi terhadap perspektif, sedangkan bobot yang dihasilkan dari setiap perspektif merupakan kontribusi terhadap kinerja total dari usaha kecil menengah. Skor satu IKU merupakan skor relatif terhadap IKU yang lain.
67
Tabel 19. Bobot perspektif, sasaran strategis, dan indikator kinerja utama Perspektif (F) Keuangan
(C) Pelanggan
(I) Proses Bisnis Internal
Bobot
0.157
Sasaran strategis (F1) Meningkatkan profit
0.157
(C1) Meningkatkan loyalitas pelanggan
0.181
(C2) Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
0.086
(I1) Pengembangan produk yang berkualitas (I2) Pengembangan layanan bermutu
0.151
Indikator Kunci Utama
Bobot
Persentase profit (%) Persentase volume penjualan (%)
0.091 0.066
Tingkat kepuasan pelanggan (indeks) Persentase penambahan pembelian oleh pelanggan utama (%)
0.125
Jumlah event / pameran yang diikuti UKM Persentase pembelian oleh pelanggan baru (%) Persentase produk yang kembali karena rusak (%)
0.044
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dgn jadwal (%) Persentase respon klaim yang teratasi (%) Jumlah coaching (pelatihan) yang diadakan UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan termasuk pelatihan (%) Tingkat kepuasan karyawan (indeks) Persentase turn-over (tingkat keluar masuknya karyawan) Persentase karyawan yang mengetahui Jobdesk dengan baik (%) Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi baru (%)
0.045
0.056
0.267
0.214
(H1) Meningkatkan keterampilan karyawan
(H) Modal Insani
Bobot
0.362
0.063
0.146
(H2) Meningkatkan kepuasan kerja karyawan
0.130
(H3) Mengembangkan pengetahuan karyawan
0.087
0.042
0.151
0.018
0.082
0.063
0.092 0.037
0.060
0.027
68
Sebagai ilustrasi, pada indikator kinerja utama tingkat kepuasan pelanggan memiliki bobot sebesar 0.125. Maka kontribusi IKU tersebut sebesar 12.5 persen terhadap 100 persen kinerja total. Sementara 87.5 persen lagi dipengaruh oleh 14 indikator kinerja utama lainnya. Begitu pula pada setiap sasaran strategis dan juga perspektif yang ada. Penjumlahan bobot IKU pada setiap sasaran strategis menjadi bobot untuk sasaran strategis tersebut. Sedangkan penjumlahan bobot sasaran strategis menjadi bobot dari perspektif. Berdasarkan pembobotan di Tabel 19 diketahui bahwa perspektif modal insani memiliki bobot tertinggi, hal ini menandakan bahwa modal insani memiliki peranan yang penting dalam UKM yaitu sebesar 36,2 persen dari total 100 persen. Tadic (2010), menyimpulkan bahwa modal insani sebagai karyawan dengan seperangkat pengetahuan individu dan kelompok, keterampilan, kemampuan, sikap , possibilities , perilaku dan emosi. Lebih tepatnya termasuk pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan keahlian para anggota individu dari suatu organisasi. Human capital mengasumsikan peran yang sangat penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Namun berdasarkan implementasi pada empat kelompok UKM yaitu kelompok kerajinan, kelompok makanan dan minuman, kelompok herbal dan kelompok agro, pencapaian skor pada modal insani masih rendah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa modal insani pada UKM masih kurang mendapat perhatian oleh pengelola UKM. Peningkatan keterampilan dan pengetahuan dari karyawan tidak menjadi prioritas dari pengelola UKM. Padahal dengan meningkatkan keterampilan karyawan akan berdampak terhadap kinerja yang dihasilkan oleh UKM. Pelatihan untuk karyawan belum dianggap penting oleh pengelola UKM. Hasil ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Thassanabanjong et al. (2009), menemukan bahwa kebanyakan UKM di Thailand tidak menginvestasikan banyak waktu dan juga biaya untuk melakukan pelatihan secara formal, namun lebih kepada pelatihan secara tidak formal dan tidak terstruktur seperti on the job training. Selain itu, pengadaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi juga masih rendah. Banyak karyawan tidak bisa menggunakan teknologi yang baru untuk melakukan proses produksi, pencatatan keuangan maupun dalam melakukan pemasaran. Hubungan dengan pelanggan baru juga masih kurang pada pencapaian kinerja UKM. Pengelola UKM kurang aktif berpartisipasi pada event ataupun pameran yang dilakukan oleh instansi. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang diterima oleh pengelola UKM. Hal ini menyebabkan jumlah pelanggan baru juga masih rendah pada UKM. Membina hubungan dengan pelanggan baru akan memberi banyak manfaat bagi UKM. Pelanggan baru bisa menjadi pelanggan tetap jika tingkat kepuasan mereka terpenuhi. Berdasarkan implementasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa pengukuran kinerja dengan pendekatan balance scorecard layak untuk diterapkan pada UKM. Hal ini bisa dilihat dari variasi warna merah hijau kuning pada setiap kelompok usaha yang menandakan bahwa indikator kinerja utama yang dirancang bisa diukur oleh UKM. Menerapkan BSC pada UKM sangat tergantung pada pengelola UKM sebagai pemilik. Hasil penelitian Schlieper (2014) menyatakan bahwa dukungan manajemen sangat penting terhadap keberhasilan pelaksanaan BSC pada organisasi. Berdasarkan hal ini organisasi penelitian harus mendapatkan dukungan manajemen sebelum mulai menerapkan sistem BSC.
69
Muhenje et al. (2013) dalam penelitiannya merekomendasikan bahwa UKM manufaktur di Nairobi harus berusaha untuk memahami bagaimana melihat unsurunsur perspektif sebagai aspek utama dari pengukuran kinerja. Manajer bisnis harus mengidentifikasi proses bisnis internal penting yang perusahaan harus unggul dan harus mengidentifikasi infrastruktur yang organisasi harus bangun untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang dan peningkatan rakyat, sistem dan struktur organisasi, dengan demikian maka UKM manufaktur ini pada akhirnya akan menerjemahkan pada daya saing dan profitabilitas perusahaan .
IMPLIKASI MANAJERIAL Implikasi manajerial yang dapat direkomendasikan berdasarkan hasil analisis yaitu untuk pengelola UKM, sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja maka BSC layak untuk diterapkan. Mengukur kinerja dengan BSC tidak hanya melihat dari perspektif keuangan tetapi juga dari perspektif non-keuangan. Untuk mengukur kinerja pada UKM dengan menggunakan pendekatan BSC dapat dilakukan dengan menggunakan rancangan pada Lampiran 1. Namun langkah pertama yang bisa dilakukan oleh pengelola UKM yaitu membuat pencatatan yang rapih terkait dengan segala hal yang berkaitan dengan kegiatan UKM. Pencatatan keuangan, pencatatan data pelanggan, pencatatan deskripsi pekerjaan setiap bagian dan pencatatan produk serta pencatatan lain yang dianggap penting. Pengelola UKM juga sebaiknya memiliki target untuk kinerja setahun kedepan. Selain itu, penyusunan kuesioner survei dan melaksanakan kegiatan survei kepuasan baik pelanggan maupun karyawan menjadi salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh UKM. Kepuasan karyawan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat kepuasan pelanggan. Karyawan yang puas akan menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas sehingga akan menciptakan kepuasan terhadap pelanggan. Pelatihan merupakan hal penting dalam UKM. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Magableh et al. (2011) mengenai dampak pelatihan terhadap UKM, menemukan bahwa pelatihan memiliki dampak yang positif terhadap kinerja UKM yang diukur melalui keuntungan, pendapatan dan pertumbuhan lapangan kerja. Kebutuhan pelatihan perlu menjadi perhatian bagi pengelola UKM. Hal ini juga bisa menjadi implikasi bagi pemerintah terkait seperti Dinas UKM sebagai dinas yang melakukan pembinaan terhadap UKM, dalam membuat kebijakan program pelatihan. Program pelatihan yang diberikan untuk UKM sebaiknya dapat disesuaikan dengan kebutuhan UKM dan mudah untuk dipahami. Program pelatihan yang tidak sesuai dan kurang menarik akan menyebabkan keikutsertaan karyawan terhadap pelatihan rendah. Pemerintah sebagai pembina UKM juga memiliki peran terhadap keikutsertaan UKM terhadap event atau pameran yang dilaksanakan oleh Dinas. Beberapa UKM tidak bisa mengikuti kegiatan tersebut karena keterbatasan peserta pada setiap event yang diadakan oleh pemerintah. Untuk itu sebagai rekomendasi maka sebaiknya pemerintah melakukan pendataan terhadap setiap UKM yang telah dan belum berpartisipasi pada event tersebut. Melalui pendataan tersebut, UKM diharapkan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk bisa mengikuti setiap event yang ada.
70
7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagai upaya untuk mengembangkan modal insani dan meningkatkan kinerja UKM, maka dirancang pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard. Hasil penelitian merumuskan empat perspektif, delapan sasaran strategis dan 15 indikator kinerja utama untuk mengukur kinerja pada UKM. Keempat perspektif tersebut yakni perspektif keuangan, perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif modal insani. Sasaran strategis dengan total delapan, satu dari perspektif keuangan yakni meningkatkan profit. Perspektif pelanggan dengan dua sasaran strategis yaitu meningkatkan loyalitas pelanggan dan meingkatkan hubungan dengan pelanggan baru. Perspektif proses bisnis internal dengan dua sasaran strategis pula yaitu pengembangan produk yang berkualitas dan pengembangan layanan bermutu. Sedangkan pada perspektif modal insani terdapat tiga sasaran strategis yaitu meningkatkan keterampilan karyawan, meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan mengembangkan pengetahuan karyawan. Indikator kinerja utama digunakan untuk mengukur kinerja yang terdiri dari 15 indikator yakni persentase profit, persentase volume penjualan, tingkat kepuasan pelanggan, persentase penambahan pembelian oleh pelanggan baru, jumlah event/pameran yang diikuti UKM, persentase pembelian oleh pelanggan baru, persentase produk yang kembali karena rusak, persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dengan jadwal, persentase respon klaim yang dapat teratasi, jumlah coaching untuk mengembangkan karyawan, persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan, tingkat kepuasan karyawan, persentase tingkat keluar masuknya karyawan, persentase karyawan yang mengetahui job description dengan baik, dan persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi. Setelah menentukan indikator kinerja utama, maka dihasilkan inisiatif strategis. Inisiatif strategis yang dirumuskan pada penelitian ini yaitu terdapat 19. Satu inisiatif strategis dari perspektif keuangan, enam dari perspektif pelanggan, tiga dari perspektif proses bisnis internal, dan sembilan dari perspektif modal insani. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari empat perspektif yang diperoleh, perspektif modal insani merupakan perspektif dengan tingkat prioritas tertinggi kemudian diikuti oleh perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif keuangan. Hal ini menandakan bahwa modal insani memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kinerja UKM. Tingkat kepentingan yang diperoleh kemudian digunakan untuk menjadi bobot dalam mengukur kinerja UKM. Dari hasil implementasi terhadap empat kelompok UKM justru diperoleh bahwa modal insani merupakan perspektif dengan skor pencapaian yang rendah. Dimana dilihat dari sasaran strategis meningkatkan keterampilan pada ketiga kelompok UKM, dan sasaran strategis meningkatkan pengetahuan pada UKM Herbal. Selain itu, sasaran strategis meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru pada perspektif pelanggan juga rendah pada ketiga kelompok UKM. Oleh karenanya, sasaran strategis ini perlu mendapat perhatian oleh pengelola UKM. dari hasil implementasi juga diketahui bahwa bahwa skor setiap IKU, sasaran strategis, perspektif, dan kinerja dari UKM bervariasi digambarkan dari kategori
71
warna merah, kuning dan hijau yang ada. Hal ini menandakan bahwa pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard layak untuk diterapkan di UKM. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, beberapa saran yang penulis rekomendasikan yaitu sebagai berikut: a. Indikator kinerja yang terdiri dari 15 pengukuran, sebenarnya telah diterapkan oleh beberapa UKM, namun masih bersifat tersirat dengan tidak dilakukannya pencatatan yang terstruktur. Untuk itu UKM perlu melakukan perbaikan terhadap kinerjanya dengan melakukan pencatatan terhadap kegiatan yang dilakukan dengan baik. b. Bagi pengelola UKM dengan adanya peta strategi dan pengukuran kinerja, UKM perlu membuat target-target jangka pendek dan jangka menengah untuk mengembangkan modal insani dan meningkatkan kinerja. c. Pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard layak untuk diimplementasikan pada UKM, untuk itu sebaiknya pengelola UKM menerapkan pendekatan ini agar mampu meningkatkan kinerja yang dimiliki. d. Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan keterampilan karyawan yang kemudian mampu mengembangkan modal insani, sehingga memberikan pelatihan sesuai kebutuhan bagi karyawan merupakan upaya yang harus dilakukan oleh pengelola UKM. e. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan penerapan BSC pada kelompok UKM lainnya, dan melihat bagaimana pengaruh BSC terhadap kinerja UKM. f. Selain itu, untuk penelitian lanjutan juga perlu dilakukan pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC namun dengan menggunakan analisis ANP (Analytic Network Process) dengan gambaran seperti gambar 9 berikut.
Keuangan
Pelanggan
Proses bisnis internal
Modal Insani
Gambar 9 Model BSC dengan menggunakan ANP
72
DAFTAR PUSTAKA Agha S, Alrubaiee L, Jamhour M. 2012. Effect of core competence on competitive advantage and organizational performance. International Journal of Business and Management. 7 (1): 192-204. Bezdrob M, Car MB. 2012. Performance measurement model – developing and testing a measurement model based on the simplifi ed balanced scorecard method. Zagreb International Review of Economics & Business. 15 (Special Conference Issue): 79-98. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. Pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Cang CM. 2012. Verification of the effects of balance scorecard implementation on a company’s financial performance: using intellectual capital accumulation as the mediator. The Journal of Global Business Management. 8 ( 2): 28-39 Damayanthy D. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai di perusahaan daerah Pasar Tohaga Kabupaten Bogor. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Dinkop UMKM] Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor. 2013. Rekapitulasi data Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Bogor (ID): Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor. [Dinkop UKM Perindag] Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor. 2014. Rekapitulasi daftar UKM per Kecamatan Kabupaten Bogor. Bogor (ID). Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan. Donatus EO, Aghalugbulam BCA. 2013. SMEs Financing and Development in Nigeria’s Shipping Sector: A Case Study. Advances in Management & Applied Economics. 3(6):1792-7552. Dubas KM, Nijhawan IP. 2007. A human capital theory perspective of sales force training, productivity, compensation, and turnover. Proceedings of the Academy of Marketing Studies. 12 ( 2): 21-25 Fikrotuzzakiah F, Hanoum S. 2012. Perancangan model pengukuran kinerja project-based dengan menggunakan balanced scorecard (Studi kasus: PT Wijaya Karya Bangun Gedung). Jurnal Teknik POMITS. 1 (1): 1-5 Galabova L, Mckie L. 2012. “The five fingers of my hand”: human capital and well-beingin SMEs. Personnel Review. 42 ( 6): 662-683. Gaspersz V. 2003. Balanced scorecard dengan Six Sigma. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Greiling D. 2010. Balanced scorecard implementation in German non-profit organisations. International Journal of Productivity and Performance Management. 59 (6) :534-554 Griffin J. 2005. Customer Loyalty Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetiaan Pelanggan. Jakarta (ID): Erlangga. Gumbus A, Lussier RN. 2006. Entrepreneurs Use a Balanced Scorecard to Translate Strategy into Performance Measures. Journal of Small Business Management. 44 (3): 407-425.
73
Heimdahl L. 2010. Implementing Balanced Scorecard And Strategy Maps To Enhance Employee Engagement And Improve Performance. [Thesis]. Duluth (US): The Collage of St Scholastica. Hubeis M. 2011. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis. Bogor (ID): Ghalia Indonesia Jamil. 2012. Faktor - faktor yang memengaruhi kinerja balai penyuluh pertanian dan dampaknya pada perilaku petani padi di Provinsi Sulawesi Selatan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kaplan RS, Norton DP. 2004. Strategy Maps Converting Intangible Assets Into Tangible Outcomes. Boston (USA): Harvard Business School Press. Kaplan RS, Norton DP. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action .Boston (USA): Harvard Business School Press. [Kemenkop UKM] Kementerian Koperasi dan UKM. 2013. Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah (UKMK) dan usaha besar (UB) tahun 20112012. Jakarta (ID) : Kementerian Koperasi dan UKM. Kotler P, Keller KL. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua Belas Jilid 1. Jakarta (ID): PT Indeks. Luis S, Biromo P. 2008. Step By Step In Cascading Balanced Scorecard To Functional Scorecard. Jakarta (ID): Gramedia pustaka utama. Machado MJCV. 2013. Balanced scorecard: an empirical study of small and medium size enterprises. Review of Business Management. 15 (46): 129148. Magableh IK, Kharabsheh R, Al-Zubi KA. 2011. Determinants and impact of training: the case of SMEs in Jordan. International Journal of Economics and Finance. 3 (4) : 104-116. Marimin, Maghfiroh N. 2013. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press. Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Moeheriono. 2012. Indikator Kinerja Utama (IKU): Perencanaan, Aplikasi dan Pengembangan. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Muhenje CP, Nyamwange O, Robert O. 2012. Application of strategic performance measures in small and medium-sized manufacturing enterprises in Kenya: the use of the balanced scorecard perspectives. International Journal of Management Sciences and Business Research. 2 (6) : 45-60 Muhi AH. 2010. Analisis investasi modal manusia dalam persfektif pendidikan dan pelatihan. [Tesis]. Bandung (ID): Institut Pemerintahan Dalam Negri. Bandung. O'Connor NG,Feng E. 2005. Using the balanced scorecard to manage intangible assets in a sino-foreign. Australian Accounting Review.15 (2) : 22-29. Parmenter D. 2010. Key Performance Indicators. Jakarta (ID): PPM Manajemen Penting. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Rangkuti F. 2011. SWOT Balanced Scorecard. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama Rampho N. 2011. Why the balance scorecard fails in SMEs: Acase study. International Journal of Business and Management. 6 (11): 39-47
74
Ramukumba T. 2014. Overcoming SMEs challen gesthrough critical success factors :A Case of SMEs in the Western Cape Province, South Africa. Economic And Business Review. 16 (1): 19–38 Ratnasingam P. 2009. Service quality management applying the balanced scorecard: an exploratory study. International Journal of Commerce and Management. 19 (2) : 127-136 Rickards RC. 2007. BSC and bencmark development for an e-commerce SME. Benchmarking An International Journal. 14 (2): 222-250 Rivai V. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik . Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Rivai V, Sagala E J. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik Edisi Kedua. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Rutha NLPEP. 2013. Strategi peningkatan kinerja usaha kecil dan menengah kelompok kerajinan tangan kota Bogor menggunakan the Dream House [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saaty TL. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta (ID): Pustaka Binama Pressindo. Saratun M, Rungruang P. 2013. Identifying contextual factors of employee satisfaction of performance management at a thai state enterprise. The South East Asian journal of management. 7 (2):1-22 Schlieper. 2014. A Quantitative Examination of Factors That Contribute To The Successful Implementation of A Balanced Scorecard. [Disertasi]. Minneapolis (USA): Capella University Schneider R, Vieira R.2010. Reflective practice insights from action research: implementing the balanced scorecard at a wind-farm company.International Journal of Productivity and Performance Management. 59 (5): 493-507 Singh RK, Garg SK, Deshmukh SG. 2010.The competitiveness of SMEs in a globalized economy Observations from China and India. Management Research Review. 33 (1) : 54-65. Sinha RSB. 2009. The impact of employee satisfaction on customer delight, service quality and profitability of the firm. Anvesha. 4 ( 2) : 44-53 Slatten T. 2008. Antecedents and effects of emotional satisfaction on employee perceived service quality. Managing Service Quality journal. 18 (4): 370386. Sugiyono. 2013. Metode penelitian kombinasi. Bandung (ID) : Penerbit Alfabeta. Sukartiningsih. 2013. Perancangan Balanced scorecard pada Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe Jakarta. [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Sutrisno E. 2011. Budaya Organisasi. Jakarta (ID): Kencana. Tadic I. 2010. Human Capital Practices in Different Industries in Croatia. The Business Review. 15 (2) : 239-246 Tambunan T. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Tambunan T. 2007. Development Of Smes In A Developing Country: The Indonesian Story. Journal of Business and Entrepreneurship. 19 (2): 60-78 Thassanabanjong K, Miller P, Marchant T . 2009.Training in Thai SMEs. Journal of Small Business and Enterprise Development. 16 (4) : 678-693.
75
Umayal KPL, Suganthi L. 2010. A Strategy map of balanced scorecard in academic institutions for performance improvement. The IUP Journal of Business Strategy. 9 (3): 7-16 Wahyuningrum P. 2013. Model peningkatan kinerja usaha kecil dan menengah (UKM) kelompok kerajinan kota Depok melalui modal insani dan modal social. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Warren C J. 2011. Understanding the impact of core productquality on customer satisfaction, team identification, and service quality. [Disertasi]. Minnesota (US). The University Of Minnesota Wibisono D. 2006. Manajemen Kinerja Konsep, Desain, dan Tekhnik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Bandung (ID): Gelora AksaraPratama. Wibowo. 2009. Manajemen Kinerja. Jakarta (ID) : PT Rajagrafindo Persada.
LAMPIRAN
Bobot (2)
0,157
0,267
0,214
0,362
Perspektif (1)
Keuangan (F)
Pelanggan (C)
Proses Bisnis Internal (I)
Modal Insani (H)
0,358
Meningkatkan kepuasan kerja karyawan Mengembangkan pengetahuan karyawan 0,24
0,402
0,295
Pengembangan layanan bermutu
Meningkatkan Keterampilan karyawan
0,705
0,323
Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Pengembangan produk yang berkualitas
0,677
1
Bobot SS (4)
Meningkatkan loyalitas pelanggan
Meningkatkan profit
Sasaran strategik (3)
Lampiran 1 Rancangan pengukuran kinerja Nama UKM : Periode :
0,314
0,686
0,287
Persentase turn-over Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk dengan baik Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi
0,713
Tingkat kepuasan karyawan
0,437
0,563
0,285
Persentase respon klaim yang teratasi Jumlah coaching/pelatihan yang diadakan dan diikuti UKM untuk mengembangkan karyawan Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan
0,715
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai jadwal
1
0,484
Persentase pembelian oleh pelanggan baru Persentase produk yang kembali karena rusak
0,516
0,307
Persentase pembelian oleh pelanggan utama Jumlah event/pameran yang diikuti UKM
0,693
0,421
Persentase volume penjualan Tingkat kepuasan pelanggan
0,579
Bobot IKU (6)
Persentase profit
Indikator Kinerja Utama (IKU) (5)
Target (7)
Realisasi (8)
Skor IKU % (9) 8:7 *100%
Skor SS % (10) 9*6
Skor Pers % (11) 10*4
∑(11*2)
Skor Kinerja % (12)
77
78
Lampiran 2 Hasil AHP output perspektif kombinasi pakar
output sasaran strategis perspektif pelanggan kombinasi pakar
output sasaran strategis perspektif proses bisnis internal
output sasaran strategis perspektif modal insani
output global Indikator kinerja utama
79
Lampiran 3 Kuesioner penggunaan proses hirarki analitik (AHP)
KUESIONER PENGGUNAAN PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PERANCANGAN BALANCE SCORECARD SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA UKM
Tanggal Pengisian
: ……..………………………………………………........
Nama Pakar
: …………………………..…………………………........
Jabatan
: ................................................................................. .....
Unit/Instansi
: ………………………………………………..……......
Tanda Tangan
: ……………………………………………..………......
Peneliti: Erwina
Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
80
Lanjutan Lampiran 3 Kepada yang Terhormat Bapak/Ibu Di Tempat
Sehubungan dengan penelitian saya yang berjudul “Perancangan Balance Scorecard sebagai pengukuran kinerja UKM di Bogor”. di bawah bimbingan Dr.Ir. Anggraini Sukmawati dan Dr.Ir. I Made Sumertajaya, M.Si, saya Erwina Mahasiswa pascasarjana ilmu manajemen IPB bermaksud menyampaikan permohonan kepada Bapak/Ibu untuk menjadi pakar pada penelitian ini guna memberikan judgement atas sasaran strategis dan indikator kunci utama dalam meningkatkan kinerja pada UKM. Tujuan penelitian ini untuk menggali indikator kinerja utama UKM yang berpengaruh terhadap tujuan UKM. Landasan utama pengisian kuesioner ini adalah AHP dengan menyajikan kriteria dan sub kriteria indikator kinerja yang telah dibuat. Semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan akademik. Terima kasih atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu dalam pengisian kesioner dalam mendukung penelitian saya. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Bogor, November 2014 Hormat Saya,
Erwina H251124101
81
Lanjutan Lampiran 3 PETUNJUK PENGISIAN 1. Pada pengisian kuesioner ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan antara dua elemen yaitu elemen A (kolom kiri) dengan elemen B (kolom kanan). Nilai perbandingan antara dua elemen tersebut ditandai dengan tanda “√” (checklist). 2. Nilai perbandingan yang diberikan dari skala 1 sampai 9. Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut: Nilai Perbandingan (A dibandingkan B) 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Definisi Elemen A sama penting dengan B Elemen A sedikit lebih penting dari B, atau sebaliknya Elemen A jelas lebih penting dari B, atau sebaliknya Elemen A sangat jelas lebih penting dari B, atau sebaliknya Elemen A mutlak lebih penting dari B, atau sebaliknya Diberikan apabila ada perbedaan (sedikit) dengan standar yang diuraikan diatas
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria pada Empat Perspektif Rancangan Balance Scorecard Kriteria
Lebih penting 9 7
5
= 1
3
3
5
Lebih penting 7 9
Perspektif Keuangan
Kriteria Perspektif pelanggan Perspektif bisnis internal Perspektif modal insani Perspektif bisnis internal Perspektif modal insani
Perspektif Keuangan Perspektif Keuangan Perspektif pelanggan Perspektif pelanggan Perspektif bisnis internal
Perspektif modal insani
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria pada Kriteria Perspektif Keuangan Kriteria
Lebih penting 9 7 5
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria
Meningkatkan Profit *Sub kriteria pada perspektif keuangan hanya terdiri dari satu, sehingga tidak bisa dilakukan perbandingan. Maka nilai dari sub kriteria tersebut sama dengan satu.
82
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria pada Kriteria Perspektif Pelanggan Kriteria
Lebih penting 9 7 5
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru
Meningkatkan loyalitas pelanggan
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria pada Kriteria Perspektif Proses bisnis internal Lebih penting 9 7 5
Kriteria
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria
Pengembangan produk yang berkualitas
Pengembangan layanan yang bermutu
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria pada Kriteria Perspektif Modal Insani Lebih penting 9 7 5
Kriteria
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Mengembangkan keterampilan karyawan Mengembangkan keterampilan karyawan Mengembangkan kepuasan kerja karyawan
Kriteria Meningkatkan kepuasan kerja karyawan Mengembangkan pengetahuan karyawan Mengembangkan pengetahuan karyawan
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub-Sub Kriteria pada Sub Kriteria Meningkatkan Profit Kriteria Persentase profit
Lebih penting 9 7 5
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria Persentase volume penjualan
83
Lanjutan Lampiran 3 Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub-Sub Kriteria pada Sub Kriteria Meningkatkan loyalitas pelanggan Kriteria
Lebih penting 9 7 5
= 1
3
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria
Persentase pembelian oleh pelanggan utama
Tingkat kepuasan pelanggan
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub-Sub Kriteria pada Sub Kriteria Meningkatkan hubungan dengan pelanggan baru Kriteria
Lebih penting 9 7 5
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria Persentase pembelian oleh pelanggan baru
Jumlah event/Pameran yang diikuti UKM
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub-Sub Kriteria pada Sub Kriteria Pengembangan layanan yang bermutu Kriteria
Lebih penting 9 7 5
= 1
3
3
5
Lebih penting 7 9
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuau dgn jadwal
Kriteria
Persentase respon klaim yang teratasi
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub-Sub Kriteria pada Sub Kriteria Mengembangkan keterampilan karyawan Kriteria Jumlah coaching (pelatihan) yang diadakan dan diikuti UKM untuk mengembangkan karyawan
Lebih penting 9 7 5
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan (pelatihan)
84
Lanjutan Lampiran 3 Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub-Sub Kriteria pada Sub Kriteria Meningkatkan kepuasan kerja karyawan Kriteria
Lebih penting 9 7 5
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Tingkat Kepuasan karyawan
Kriteria Persentase turn over
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Sub-Sub Kriteria pada Sub Kriteria Mengembangkan pengetahuan Kriteria Persentase karyawan yang mengetahui jobdesk dengan baik
Lebih penting 9 7 5
3
= 1
3
5
Lebih penting 7 9
Kriteria Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi
85
Lampiran 4 Kuesioner simulasi
KUESIONER SIMULASI PERANCANGAN DAN EVALUASI BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI BOGOR
Tanggal Pengisian
: ……..……………………………………………….......
Nama UKM
: …………………………..………………………….......
Pemilik UKM
: .........................................................................................
Alamat UKM
: ……………………………………………….................
Jumlah karyawan
: ……………………………………………..……….......
Peneliti: Erwina
Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
86
Lanjutan Lampiran 4 Kepada yang Terhormat Bapak/Ibu Di Tempat
Sehubungan dengan penelitian saya yang berjudul “Perancangan Balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja UKM di Bogor” di bawah bimbingan Dr.Ir. Anggraini Sukmawati dan Dr.Ir. I Made Sumertajaya, M.Si, saya Erwina Mahasiswa pascasarjana ilmu manajemen IPB bermaksud menyampaikan permohonan kepada Bapak/Ibu untuk menjadi responden pada penelitian ini guna memberikan simulasi atas indikator kunci utama yang telah saya rumuskan sebelumnya. Tujuan penelitian ini untuk menggali indikator kinerja utama UKM yang berpengaruh terhadap tujuan UKM. Saya ingin melihat apakah indikator yang telah saya bangun berdasarkan penelitian sebelumnya dapat mengukur kinerja pada UKM. Semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan akademik. Terima kasih atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu dalam pengisian kesioner dalam mendukung penelitian saya. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Bogor, November 2014 Hormat Saya,
Erwina H251124101
87
Lanjutan Lampiran 4 PENCAPAIAN INDIKATOR KUNCI UTAMA UKM No 1.
Kode A1-1
Indikator Kunci Utama Persentase profit (%)
2.
A1-2
Persentase volume penjualan (%)
3.
B1-1
Tingkat kepuasan pelanggan (indeks)
4.
B1-2
Persentase pembelian oleh pelanggan utama (%)
5.
B2-1
Jumlah event / pameran yang diikuti UKM
6.
B2-2
Persentase pembelian oleh pelanggan baru (%)
7.
C1-1
Persentase produk yang kembali karena rusak (%)
8.
C2-1
Persentase order produksi yang dapat dipenuhi sesuai dgn jadwal (%)
9.
C2-2
Persentase respon klaim yang teratasi (%)
D1-1
Jumlah coaching (pelatihan) yang diadakan UKM untuk mengembangkan karyawan
11.
D1-2
Persentase keikutsertaan karyawan dalam pengembangan karyawan termasuk pelatihan (%)
12.
D2-1
Tingkat kepuasan karyawan (indeks)
13.
D2-2
Persentase turn-over (tingkat keluar masuknya karyawan)
D3-1
Persentase karyawan yang mengetahui Jobdesk dengan baik (%)
D3-2
Persentase penguasaan dan penggunaan karyawan terhadap teknologi (%)
10.
14.
15.
Target 2013
Realisasi 2014
88
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Erwina, lahir pada tanggal 27 Mei 1990 di Palopo. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Sumardin dan Ibunda A.Hani Paluseri. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 05 Makassar pada tahun 2008. Kemudian ditahun yang sama melanjutkan ke perguruan tinggi IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama kuliah di IPB penulis aktif berorganisasi pada beberapa organisasi di dalam dan di luar kampus dari tahun 2009-2011. Penulis menyelesaikan kuliah S1 IPB pada Juli 2012 kemudian melanjutkan kuliah S2 di tahun yang sama pada semester Genap di pascasarjana IPB jurusan Ilmu Manajemen.