STRATEGI INDONESIA SEBAGAI PRODUSEN PALM OIL (CPO) DALAM MENGHADAPI KEBIJAKAN RENEWABLE ENERGY UNI EROPA (2009-2012) Mahasiswa Dosen Pembimbing Email Contact Person
: Islah Yasri : Tri Joko Waluyo :
[email protected] : 087893948468
Abstract This research explains about strategy of Indonesia as a producer of crude palm oil (CPO) in face of the EU Renewable Energy Policy 2009-2012. Palm oil is one of commodity Indonesian agribusiness in increasing economic growth. Become imported raw materials for transportation sector renewable energy source that makes this commodities more developed by the Indonesian government. Impact of negative issues campaigned by NGOs and the published policy of EU renewable energy because exports and productivity of Indonesian palm oil decreased in the range of 2007-2009. Regulation in the EU renewable energy policy of 2009/28/EC that includes criteria for the production and use of vegetable oil (Biodiesel) that affect the Indonesian palm oil exports to the European Union, because of the Indonesian palm oil production does not meet the standards and criteria set by the European Union's renewable energy policy. This research also shows the implementation of the strategy and policy of the Indonesian government to improve the quality and competitiveness of the Indonesian palm oil industry and the development of sustainable palm oil in Indonesia, lately. Key words: Strategy, Indonesia as producerpalm oil, renewable energy directive, European Union.
Pendahuluan Tulisan ini merupakan kajian studi ekonomi politik internasional yang membahas mengenai strategi pemerintah Indonesia sebagai produsen crude palm oil (CPO) dalam menghadapi kebijakan renewable Energy Uni Eropa. Penelitian ini secara khusus berfokus pada strategi yang akan diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi serta berupaya mengatasi kebijakan regulasi pasar yang di terbitkan oleh Uni Eropa mengenai standarisasi dan kriteria terhadap produksi dan pengolahan biofuel yang mempengaruhi perkembangan industri kelapa sawit Indonesia. Hal yang mendasari kenapa Uni Eropa mewujudkan peraturan atau standarisasi dan kriteria dalam kebijakan Renewable Energy 2009/28/EC adalah dikarenakan Uni Eropa membatasi impor CPO yang berasal dari Indonesia yang memiliki efisiensi ekonomis yang sangat tinggi, selain itu produksi minyak nabati yang diperoleh oleh negara-negara anggota Uni Eropa tidak mencukupi kebutuhan minyak nabati di Eropa, Untuk itu Uni Eropa perlu melindungi industri domestik
dan pertumbuhan ekonominya agar tidak bergantung penuh pada impor minyak nabati dari negara lain. Kebijakan Renewable Energy 2009/28/EC yang terbit pada tanggal 6 April 2009 terkait terhadap produksi dan pengolahan serta penggunaan biofuel mempengaruhi perkembangan perkebunan dan industri kelapa sawit indonesia. Hal tersebut terdapat dalam pasal 17 ayat 2, mengatur tentang penghematan gas rumah kaca sedikitnya 35%, namun pengolahan CPO tidak memenuhi persyaratan tersebut. Pasal 17 ayat 3 menunjukkan pembuatan bahan baku biofuel tidak boleh diperoleh dari pembukaan lahan tanah dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi, tanah dengan stok karbon tinggi dan praktek agro-lingkungan. Peraturan yang ditetapkan oleh Uni Eropa tersebut mempengaruhi CPO Indonesia sehingga dapat dilihat pada tabel 1 pada tahun 2007 volume ekspor CPO sebanyak 3.654.412 ribu ton mengalami penurunan sebesar 0,65%, meskipun mengalami kenaikan dikarenakan krisis Eropa di tahun 2008, kembali menurun 9,58% dengan total ekspor hanya mencapai 3.294.769 ribu ton. Tabel 1 Volume Ekspor CPO serta Pertumbuhannya tahun 2005 – 2009 Volume Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
(Ribu Ton) 4.732.009 3.678.294 3.654.412 4.229.907 3.924.769
Pertumbuhan (%) 307 -15,87 -0,65 15,75 -9,58
Sumber: Bank Indonesia.
Sebagai kerangkan acuan dalam menjawab permasalahan penelitian, maka peneliti menggunakan sudut pandang atau perspektif merkantilis yang dipopulerkan oleh Adam Smith. Bagi merkantilis, ekonomi merupakan kesejahteraan suatu negara yang hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan besarnya volume perdagangan global menjadi teramat sangat penting. Merkantilis melihat aktifitas ekonomi seharusnya tunduk pada tujuan dalam membangun negara yang kuat, dengan kata lain, bahwa ekonomi merupakan alat politik dan menjadi suatu dasar bagi kekuasaan politik. Merkantilis melihat perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan daripada kerjasama yang saling menguntungkan. Singkatnya adalah persaingan ekonomi antar negara adalah permainan zero-sum dimana keuntungan suatu negara adalah kerugian bagi negara lain.1 Penulis menggunakan tingkat analisa negara-bangsa, analisa ini berpendapat bahwa semua pembuat keputusan pada dasarnya berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama. Hubungan internasional menekankan perilaku unit negara-bangsa karena pada dasarnya suatu dunia itu didominasi oleh perilaku negara bangsa. Tingkat analisa negara bangsa ini berusaha menjelaskan hubungan-
1
Robert Jackson dan George Sorensen, pengantar Studi Ilmu hubungan internasional, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2005, hal.231.
hubungan antar negara bangsa2, juga mempercayai aktor dominan yang paling kuat dalam interaksi percaturan dunia adalah negara. Menurut staniland, metode analisis ekonomi politik yaitu penerapan cara pendekatan yang bersumber dari teori ekonomi untuk memahami permasalahanpermasalahan politik, dan sebaliknya untuk metode politik ekonomi.3 Dalam kasus yang berkenaan dengan kajian yang diambil oleh penulis yaitu ekonomi politik internasional maka perlu beberapa keputusan, strategi atau kebijakan yang didasari teori-teori ekonomi untuk membantu penulis untuk menganalisa strategi Indonesia dalam menghadapi aturan-aturan yang diberikan Uni Eropa terhadap minyak kelapa sawit (CPO) indonesia. Dalam mendukung perumusan hipotesis maka penulis menggunakan teori keunggulan kompetitif bangsa-bangsa yang dikemukakan oleh Michael Porter yang menganalisis mengenai persaingan dipasar internasional. Keunggulan kompetitif adalah sebuah kemampuan sebuah negara atau sebuah perusahaan untuk memformulasi strategi untuk pencapaian peluang profit melalui maksimasi penerimaan dari infestasi yang dilakukan, serta pemahaman sebuah negara terhadap perubahan struktur pasar. Dalam diamond’s model-nya, strategi porter bisa dijadikan sebuah acuan dalam menentukan strategi Indonesia menghadapi kebijakan Renewable Energy Uni Eropa untuk bisa bersaing dengan industri domestik Uni Eropa. Agar Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif, Pertama, dalam faktor kondisi, Indonesia harus memiliki sumber daya manusia atau tenaga kerja yang terampil dengan cara meningkatkan kemampuan dengan pendidikan yang memiliki kualitas, Upah kerja personil yang sesuai dengan spesialisasinya. Kemudian memiliki sumber daya alam yaitu kelapa sawit yang menghasilkan CPO untuk di ekspor, Modal produksi industri yang cukup berasal dari kemampuan investasi dalam maupun luar negeri, teknologi perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang mutakhir dan aman lingkungan, dan infrastruktur yang memadai sesuai dengan peraturan dalam Renewable Energy Uni Eropa pasal 17 ayat 3 yang menginginkan bahwa proses pengolahan minyak nabati harus mengutamakan prinsip ramah lingkungan dan berkelanjutan, tidak memperoleh biofuel dari lahan yang termasuk dalam kategori hutan primer, lahan gambut dan eksploitasi ekosistem yang terdiri dari flora dan fauna dalam perlindungan hukum. Kedua, kondisi permintaan domestik Indonesia akan minyak sawit. Agar permintaan terhadap minyak sawit meningkat, perlu melakukan sebuah inovasi dan daya jual yang seimbang dengan kemampuan dan tuntutan masyarakat akan pembelian hasil produksi perusahaan. Inovasi tersebut mengacu pada produk CPO yang diolah kembali memenuhi standar pasar Uni Eropa dan menjadikan CPO sebagai bahan bakar nabati untuk transportasi atau biodiesel yang diminati oleh negara yang menganut prinsip protokol kyoto seperti Eropa dan Jepang yang menargetkan bahan bakar transportasinya beralih ke biodiesel. Adalah sebuah peluang dan inovasi penting bagi Indonesia untuk kembali menjadi negara tujuan pengimpor biodiesel atau biofuel berbasis CPO. Ketiga dan Keempat, agar industri kelapa sawit Indonesia sukses dalam skala internasional maka industri atau perusahaan kelapa sawit memiliki eksistensi dan kekuatan bersaing diantara perusahaan industri kelapa sawitnya yang ada didalam 2
Theodore A,Colombus dan James H. Wolfe, “pengantar Hubungan internasional, keadilan dan power, Putra A. Bardin: Bandung, 1999, hal 3 3
Deliarnov, ekonomi politik, IKAPI, Erlangga, Jakarta, 2006,hal 16.
negeri. Untuk menjaga dan mempertahankan keunggulan dan daya saing tersebut membutuhkan koordinasi di seluruh stake holder kelapa sawit. Selanjutnya, porter menambahkan dua variabel pendukung yaitu sebuah kesempatan atau peluang dan kinerja pemerintah yang paling menentukan secara eksternal. Peran pemerintah Indonesia adalah mendukung dan memainkan peran secara sentral dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam pembentukan kebijakan keunggulan kompetitif. Pemerintah juga berperan dalam memfasilitasi kebijakan ekonomi yang dipengaruhi oleh kondisi global, menciptakan iklim persaingan yang sehat untuk mendukung daya saing negara dengan membentuk strategi dan meningkatkan kemampuan industri khususnya industri CPO. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang diawali dengan menggambarkan fenomena-fenomena yang berkaitan perkembangan industri Indonesia sebelum dan sesudah regulasi Uni Eropa diterbitkan, yang berkaitan dengan peningkatan permintaan CPO Indonesia oleh negara-negara anggota Uni Eropa untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sektor industri, terutama sektor transportasi dan isu negatif oleh LSM dan NGO internasional seperti Greenpeace yang membawa dampak pada sektor ekonomi dan politik bagi Indonesia. Tulisan dalam penelitian ini menggunakan teknik penulisan studi kepustakaan (library research), yaitu metode penulisan dan data-data yang dikumpulkan sehubungan dengan permasalahan yang dibahas merupakan data-data sekunder yang didapatkan dari buku-buku, jurnal, surat kabar, buletin, laporan tahunan, dan sumber-sumber lainnya. Peneliti juga menggunakan sarana dan media internet dalam proses pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Untuk membatasi ruang lingkup yang bertujuan untuk menajamkan fokus permasalahan yang akan dibahas, maka peneliti merasa perlu menentukan rentang waktu penelitian yang berkisar antara tahun 2009 – 2012. Tahun 2009 dipilih karena ketika pada tahun tersebut regulasi pasar Uni Eropa yang disebut Renewable Energy Direct 2009/28/EU diterbitkan dan memberi dampak langsung kepada Indonesia, baik setahun sebelum ataupun setahun sesudahnya. Meskipun begitu, batasan tahun pada penelitian ini bukan sesuatu yang mutlak, tahun-tahun sebelum dan sesudahnya juga akan menjadi bagian dari kajian penelitian ini. Hasil dan Pembahasan Untuk mengatasi penutunan volume ekspor CPO Indonesia kepasar interasional terutama pasar Eropa yang memiliki salah satu dapak besar penurunan perekonomian maka Indonesia harus memiliki strategi. Strategi yang telah direncanakan pada tahun 2010, adalah Meningkatkan pengembangan mutu dan daya saing kelapa sawit Indonesia secara berkelanjutan, dengan beberapa indikator kebijakan yang mendukung dan berhasil di programkan adalah 1. Pengembangan produk hilir dan Peningkatan nilai tambah Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kelapa sawit Indonesia tidak lagi merupakan bahan mentah, tapi dalam bentuk hasil olahan sehingga nilai tambahan
dinikmati di dalam negeri. Penerapan kebijakan pengembangan industri hilir ditempuh antara lain : - Pembentukan Klaster Industri Kelapa Sawit Klaster industri adalah kelompok atau sekumpulan bisnis perusahaan yang terkait kesamaan dalam dibidang tertentu, pasar atau non pasar, secara geografis, pemasok, dengan tujuan meningkatkan rantai pasok produksi dalam peningkatan daya saing dan nilai tambah.4 Gagasan pembentukan klaster industri kelapa sawit, faktanya telah didukung oleh pemerintah. Sebagai salah satu prasyarat berhasilnya pengembangan hilir sawit adalah langkah operasional pemerintah dalam pembentukan klaster industri kelapa sawit sesuai dengan potensi produksi kelapa sawit yang telah ada dan yang akan dikembangkan. Guna memudahkan dan mendorong pengembangan industri hilir yang terintegrasi, terutama industri oleokimia, keterkaitan industri inti industri terkait dan industri pendukung merupakan kunci dalam pembentukan dan pengembangan klaster industri kelapa sawit.5 Kebijakan dan peraturan pemerintah yang mendukung pengembangan industri hilir kelapa sawit ini telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perindustrin (KMP No.13/M-IND/PER/I/2010), yang menetapkan tiga wilayah sebagai lokasi pendirian klaster industri kelapa sawit, yakni di Sei Mangkei di Medan kabupaten simalungun oleh PTPN-3 seluas 5.000 hektar, Kuala Enok – Riau dengan identifikasi lahan seluas 3.000 hektare dari rencana seluas 5.439 hektare pada Kecamatan Tanah Merah dan Sungai Batang, serta Maloy (Kalimantan Timur). 6 Target dari strategi pembentukan klaster industri kelapa sawit dapat meningkatkan pengolahan minyak sawit mentah di dalam negeri menjadi 50 % dari total produksi pada 2015 dan naik menjadi 70 % pada 2020. Terwujudnya klaster industri kelapa sawit mampu mengupayakan dan meningkatkan daya saing dan nilai tambah industri kelapa sawit Indonesia di pasar Internasional dengan didukung pembiayaan insentif dari pemerintah. -
Penyediaan dan Pemberian berbagai Insentif terkait Pelaksanaan Pembangunan Kelapa Sawit dan Peningkatan Nilai Tambah Berbagai program dikerahkan pemerintah guna mengatasi masalah mengenai citra minyak kelapa sawit indonesia yang berdampak negatif terhadap perekonomian, ada beberapa program yang dijalankan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu dan produksi minyak kelapa sawit. Langkah operasional tersebut adalah pengembangan jaringan infrastruktur secara terintegrasi, pemberian subsidi, restitusi untuk pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah dimana PPN untuk pemungutan TBS kelapa sawit sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yaitu pasal 16B ayat 2 UU PPN ( UU No. 42 Tahun 2009 dan bea masuk untuk peralatan dan mesin-mesin, serta produk hilir, pemberian subsidi bunga kredit investasi dan modal kerja, memprioritaskan alokasi kredit untuk pengembangan industri hilir.
4
Tatang taufik, klaster industri, diakses www.klaster-industri.com, 2008. Tanggal 22 april 2013. Pukul 13:22 wib 5 Hambali.E, Contribution of Higher Education and research institution to the Development of palm downstream industrial cluster, Surfactan and Bioenergy Research Center, Bogor Agricultural University, 2009. 6 E’Gumbira Said. Fahmil Qowim, kebijakan dan prasyarat keberhasilan pengembangan Industri Hilir kelapa sawit, Pasca sarjana Manajemen-Bisnis IPB, Journal Info Sawit, 2013, hal 47.
Pemberian fasilitas pembebasan PPh atau sering disebut Tax Holiday yang diatur dalam PP 94/2010 tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan PPh dalam tahun berjalan, bagi investor yang membangun infrastruktur, dan insentif bea keluar untuk ekspor produk hilir dan samping dan disinsentif bea keluar untuk ekspor bahan mentah dengan tetap memperhatikan keberadaan industri hulu.7. Beberapa dari inverstor CPO yaitu Unilever telah mendapatkan Tax Holiday dari Menteri Keuangan dengan syarat investasi minimum 1 Triliyun, PT Unilever Oleochemical memberikan investasi terhadap komoditas CPO sebanyak 1,2 Triliyun di kawasan klaster industri kelapa sawit Sei Mengkei, Sumatera Utara, 8 Pemerintah sangat mendorong industri perkebunan kelapa sawit berbasis CPO yang ramah lingkungan, dengan syarat investasi US$245 juta Sinar Mas telah memenuhi syarat pemberian tax holiday dan penerapan teknologi modern yang ramah lingkungan. Langkah operasional di atas perlu di dukung dengan penelitian dan pengembangan (litbang) produk dan nilai tambah. Untuk itu diperlukan beberapa perhatian terhadap litbang, seperti meningkatan investasi untuk litbang melalui peningkatan proporsi anggaran yang signifikan guna pelaksanaan litbang, menentukan agenda riset yang bisa dikerjasamakan dengan lembaga riset dan Pemberian insentif berupa keringanan pajak diberikan bagi swasta yang bekerjasama dengan lembaga litbang dalam pengembangan dan peningkatan nilai tambah produk turunan kelapa sawit, penelitian pengembangan komoditas kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan pangan (minyak goreng), pakan, bahan bakar dan serat, dan pengembangan rantai nilai industri pengolahan CPO dan turunannya untuk peningkatan daya saing dan peningkatan pangsa pasar. 2. Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) berbasis CPO Langkah yang diambil oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu dari minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia adalah dengan mengembangkan road map mengenai penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati atau biofuel guna memberikan salah satu solusi dalam menghadapi masalah yang di alami oleh Indonesia mengenai peraturan pasar Uni Eropa. Untuk menyiapkan road map ini telah dikeluarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, dimana Mentri Pertanian ditugasi untuk 1. mendorong penyediaan tanaman bahan bakar nabati (biofuel), 2. melakukan penyuluhan pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel), 3. memfasilitisasi penyediaan benih dan bibit tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel), dan 4. mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Dalam rangka menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri, telah dikeluarkan Peraturan Presiden RI tentang Kebijakan Energi Nasional No. 5 Tahun 2006 dengan target penyediaan biofuel pada tahun 2025 minimal 5% dari kebutuhan 7
Ibid., Agus triyono, Unilever dan Candra asri dapat tax holiday, Kontan Online, diakses dari www. http://nasional.kontan.co.id/news/unilever-chandra-asri-dapat-tax-holiday. tanggal 22 april 2013. Pukul 2:31 Wib 8
energi nasional.9 Program aksi tersebut didukung oleh PerMen ESDM No.32 Tahun 2008, dengan prospek penyediaan biofuel berasal dari bahan nabati untuk bahan bakar (biodiesel) salah satunya berasal dari kelapa sawit (CPO). Tabel 2. Prospek Bahan Bakar Nabati Penghasil Biodiesel Jenis Produktivitas Produksi Bioethanol Luas Tanaman (Ton/Ha/Th) (Ltr/Ha/Th) Pertanaman (Ha) Kelapa Sawit 20 – 25 3.600 1.678.000 Kelapa
1,1 – 2,5
200 – 500
3.800.00
Jarak Pagar
2,5 – 5
500 – 1.000
39.000
Sumber: DitBun DepTan, 2010.
Dengan pengembangan kebijakan komoditas bahan bakar nabati, penargetan komoditas kelapa sawit memiliki luas tanaman 7 juta Ha, dengan produksi CPO 18 juta ton, mengisi kebutuhan minyak goreng untuk konsumsi dalam negeri sebanyak 4 juta ton, total ekspor ± 12,5 juta ton, kemudian jumlah industri biodiesel 11 unit, Operasional 5 unit (PTPN IV, Wilmar Group, Ganesa Energi Medan, Darmek) dengan produksi 1.094 juta Kl/tahun. Potensi lahan untuk kelapa sawit dikembangkan kearah timur Indonesia yaitu Kalimantan dan Papua dan Produksi benih sebanyak 7 unit (PPKS Medan, PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, PT. Bina Sawit Makmur dan PT. Tania Selatan) yang menghasilkan 147 juta (700.000 ha/ tahun). Program Pengembangan bahan bakar nabati atau biofuel dari CPO untuk biodiesel bahan bakar kendaraan motor telah dilakukan penelitian sejak tahun 2004 oleh PPKS (Pusat Penelitian Kelapa sawit) di Medan secara komersial. Penelitian biodiesel dilakukan pada berbagai kondisi proses, jenis proses, bahan baku, dan bahan pendukung. Bahan baku biodiesel yang diteliti berasal dari produk sawit, seperti CPO (crude palm oil), RBDPO (refined bleached deodorized palm oil), olein, stearin, dan PFAD (palm fatty acid destilated) dalam berbagai kondisi dan kualitas. Bahan baku utama lainnya adalah alkohol yaitu metanol dan etanol. Bahan pendukung yang digunakan meliputi katalis asam, katalis basa atau tanpa katalis. Kondisi proses yang diteliti meliputi variasi suhu, waktu, dan tekanan. Jenis proses yang dilakukan meliputi proses batch dan kontinu. Pilot plant untuk proses batch memiliki kapasitas 1 ton/hari, sedangkan untuk proses kontinu 30 liter/jam.10 Penelitian biodiesel yang kini tengah dilakukan antara lain adalah penggunaan bahan baku PFAD, injeksi langsung penggunaan olein, biodiesel tanpa katalis dengan tekanan tinggi dan pilot plant pembuatan biodiesel etil ester. Pada masa yang akan datang akan dilakukan konversi pilot plant pabrik kelapa sawit dengan proses batch kapasitas 1 ton/hari menjadi proses kontinu dengan kapasitas 500 liter/ jam. 11 PPKS juga akan melakukan penelitian peningkatan teknologi kontrol proses, seperti otomatisasi peralatan khususnya untuk pemisahan biodiesel dan gliserol. Pabrik Biodiesel berbasis CPO selain di medan, pabrik biodiesel didukung oleh Pemda Riau dan di Serpong dengan kapasitas 1,5 ton /hari. Salah satu perusahaan yang bergerak di sektor biodiesel berbasis CPO adalah PT Eterindo 9
Op.cit, E’Gumbira Said hal: 47. Luqman Erningpraja. Bambang Drajat, Biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit, Journal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol 28 no 3, BPPP Bogor, 2006, hal 2. 11 Ibid,. 10
Wahanatama Tbk, dimana volume penjualan biodiesel tahun 2012 tercatat naik 61,6% menjadi 62.693 metrik ton atau lebih tinggi dari penjualan di tahun sebelumnya sejumlah 38.788 metrik/ton. Faktor pendorong kenaikan permintaan biodiesel dipasar domestik akibat tingginya penyerapan Pertamina seperti terlampir dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No.32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar Lain. Dalam regulasi ini telah ditetapkan campuran biodiesel naik dari 5 % (B-5) menjadi 7,5 % (B-7,5) untuk sektor transportasi per-februari 2012 dan pemakaian 25% (B-2) untuk Sektor Industri/ Pertambangan per Juli 2012.12 Tabel 3. Produksi, Konsumsi, dan Ekspor Biodiesel 2009-2013 (000’ton) No 1 2 3 4
Uraian Total Produksi Ekspor Konsumsi Kap.Terpasang
2009 330 204 60 3.528
2010 740 563 220 3.936
2011 1.450.118 1.091.306 358.812 3.936
2012 1.654.200 984.862 669.398 4.280
2013*) 2.200 1.500 700 4.280
*) estimasi Sumber: direktorat jendral energy baru terbarukan dan konservasi energy (2011-2012) USDA(untuk data 2009,2010, dan 2013, serta data dan kapasitas terpasang).
Ada dua keuntungan yang diperoleh dalam pemakaian biodiesel; pertama, konsumsi CPO akan dapat meningkat melalui pertumbuhan penggunaan biodiesel. Rata-rata konsumsi CPO di dalam negeri mencapai 7 juta ton/tahun. Kedua, pemerintah dapat mengurangi impor minyak mentah lewat peningkatan campuran biodiesel. Dengan performa dan keuntungan inilah membuat para pemangku kepentingan berharap tingginya stok CPO akan diserap oleh para pelaku industri biodiesel. Tabel 4. Uni Eropa Impor biofuel di 3 negara 2009 – 2011 [kilotonnes] Negara 2009 2010 2011 Argentina (kedelai) 854 1.179 1.245 Indonesia (kelapa sawit) 158 496 895 Malaysia (kelapa sawit) 123 73 10 Total 1.135 1.748 2.155 Sumber: Ecofys &Ufop, 2011.
Tabel 13 menunjukkan bahwa Uni Eropa memiliki ketertarikan dan minat pada biodiesel Indonesia berupa CPO di impor sebanyak 895 kilo/ton pada tahun 2011. Tingkat selisih harga kedua produk impor ini sekitar US$ 60-US$ 110 per metrik ton dari biodiesel yang diproduksi Uni Eropa. Bagi Eropa biodiesel sawit lebih diminati karena harganya kompetitif dari biodiesel minyak nabati lain, seperti biofuel.
12
Qoyuum.Amri, saatnya pasar biodiesel tumbuh, diakses dari: http://sawitindonesia.com/index.php/hot-issue/208-saatnya-pasar-biodiesel-tumbuh, tanggal 26 april 2013. 14:04wib.
3. Program Revitalisasi Perkebunan Kelapa Sawit Program revitalisasi perkebunan merupakan salah satu upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan, yang didukung kredit investasi dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Tujuan revitalisasi atau peremajaan perkebunan ini adalah untuk meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat melalui pengembangan perkebunan, meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas dan pengembangan industri hilir berbasis perkebunan, meningkatkan penguasaan ekonomi nasional dengan mengikutsertakan masyarakat dan pengusaha lokal, mendukung pengembangan wilayah. Landasan hukum pengembangan perkebunana melalui program Revitalisasi perkebunan adalah : 1. Peraturan Menteri Pertania Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang pengembangan pekebunan melalui program revitalisasi perkebunan 2. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:143/Kpts/LB.310/2/2008 tanggal 15 Februari 2008 tentang Penunjukan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) untuk Melaksanakan Penelitian di Bidang Perkebunan Mendukung Revitalisasi Perkebunan di Indonesia 3. Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 141/Kpts/LB.110/06/2010 tanggal 23 Juni 2010 tentang sistem penilaian fisik kebun kelapa sawit rakyat yang dikaitkan dengan program revitalisasi perkebunan 4. Surat Menteri Keuangan Nomor S-623/MK.05/2010 tanggal 29 November 2010 perihal perpanjangan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan Program revitalisasi digunakan untuk mendorong peremajaan kebun-kebun yang sudah berumur 25 tahun dan tidak produktif, khususnya untuk perkebunan rakyat, dengan menggunakan benih unggul bermutu, yang potensi produksinya lebih tinggi dan umur panen yang lebih pendek dari tanaman yang diremajakan. Program revitalisasi ini memiliki organisasi yang didalamnya saling keterkaitan dimana Direktur Jendral yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan replanting ini berkoordinasi dengan tim program revitalisasi perkebunan yang telah ditunjuk oleh menteri pertanian, kemudian pembinaan di tiap provinsi oleh tim yang dibentuk oleh gubernur serta pengembangan di kabupaten atau kota oleh walikota. Sementara mitra usaha dalam program revitalisasi perkebunan adalah dengan melakukan kerja sama kemitraan dengan koperasi, kelopok petani dan pekebun yang diketahui oleh walikota atau bupati. Biaya pengembangan kebun dan fasilitas pengolahan milik perusahaan menjadi beban usaha mitra. Kredit program revitalisasi diberikan dan dikelola oleh perusahaan mitra dan koperasi pekebun setelah disetuji oleh bank untuk kemudian dialikan kepada petani setelah tanaman dinilai layak secara teknis. Sejalan dengan pengembangan perkebunan melalui Pola PIR sejak awal tahun 80-an yang menjadi satu satunya komoditi perkebunan besar, kemudian dijadikan juga sebagai usaha perkebunan rakyat. Hingga tahun 2009, sekitar 4,04
juta hektar atau 40 % dari total perkebunan kelapa sawit merupakan perkebunan rakyat yang selama bertahun-tahun tersebut sudah seharusnya dilakukan peremajaan. Untuk melakukan peremajaan tersebut, pemerintah melakukan peremajaan atau replanting dikarenakan produktivitas tanaman kelapa sawit lebih rendah. Berdasarkan data statistik perkebunan Kementan, tahun 2010 lalu lahan kelapa sawit yang perlu diremajakan sekitar 91.281 ha. Rinciannya, sebanyak 13.651 ha perkebunan besar milik negara (PBN), 46.959 ha perkebunan milik swasta (PBS) dan 30.671 ha perkebunan milik rakyat (PR). Salah satu perusahaan perkebunan yang telah melakukan revitalisasi perkebunan adalah PT. Tunas Baru Lampung yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Selatan telah bersedia untuk menjadi mitra dalam pelaksanaan Program Revitalisasi Perkebunan dengan Bank pemberi kredit yaitu Bank Rakyat Indonesia. Sampai dengan tahun 2011, PT. Tunas Baru Lampung telah menunjukkan komitmennya berpartisipasi dalam program revitalisasi perkebunan. Revitalisasi perkebunan dilakukan secara ramah lingkungan dengan mengambil lahan atau kawasan tidak produktif, tidak menggunakan zat kimia berbahaya sebagai pupuk dan proses pengolahan limbah dengan empat prinsip, yaitu: pengurangan dari sumber (reduce), sistem daur ulang (recycle), pengambilan (recovery) dan pemanfaatan kembali (reuse) secara berkelanjutan menuju produksi bersih Tujuan dari program revitalisasi perkebunan selain mempercepat proses pengalihan kelapa sawit yang sudah memasuki umur tidak produktif, proses ini meningatkat jumlah produksi minyak kelapa sawit tanpa meninggalkan proses ramah lingkungan sesuai dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan regulasi pasar Eropa yang terdapat pada renewable energy 2009/28/EC pasal 17 ayat 3 tentang pengolahan biofuel tidak mengganggu lahan dan hutan produktif. 4. Kebijakan Perkebunan Kelapa sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) Dalam menghadapi isu dan dampak negatif yang menyatakan bahwa pembangunan kelapa sawit merusak lingkungan dan menimbulkan konflik sosial tanpa melihat peran ekonomi kelapa sawit, terutama dalam pengurangan kemiskinan. langkah operasional selanjutnya yang harus dilakukan adalah respon kebijakan yang jelas dan tegas untuk menghadapi kampanye negatif terhadap kelapa sawit dengan memanfaatkan fakta dan hasil penelitian tentang kelapa sawit, serta meningkatkan intensitas promosi dan advokasi untuk memperkuat posisi tawar kelapa sawit Indonesia dengan menggunakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai alat promosi,advokasi dan kampanye publik. Indonesian sustainable palm oil atau ISPO diterbitkan pada tanggal 29 maret 2011 berdasarkan peraturan menteri pertanian no 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang pedoman perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia. Tujuan program ISPO ini adalah : 1. mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memproduksi kelapa sawit berkelanjutan sesuai peraturan, 2. Melindungi dan mempromosikan usaha perkebunan kelapa sawit agar berdaya saing di pasar internasional;
3. Mendukung komitmen Indonesia dalam pelestaraian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup 4. Meningkatkan pendapatan masyarakat 5. Meningkatkan penerimaan dan devisa negara, 6. Meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar dunia 7. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri Karena ISPO didasarkan kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, ketentuan ini merupakan Mandatory atau kewajiban yang harus dilaksanakan bagi pelaku usaha perkebunan di Indonesia. Dimulai sejak maret 2011, perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan ini yang dibuktikan dengan diperolehnya Sertifikat ISPO. Indonesian Sustainable palm oil sistem ini adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam memberikan perhatian lebih terhadap citra kelapa sawit Indonesia dipasar dunia, menjaga komitmen terhadap lingkungan, sesuai dengan tuntutan pasar dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pelaksanaan ISPO akan dilakukan dengan memegang teguh prinsip pembinaan dan advokasi serta bimbingan kepada perkebunan kelapa sawit yang merupakan tugas pemerintah. Oleh karena itu tahap pertama dari pelaksanaan sertifikasi ISPO adalah klasifikasi. Klasifikasi ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan sedangkan sertifikasi merupakan tuntutan perdagangan internasional yang dilaksanakan sesuai ketentuan internasional yang antara lain memenuhi kaedah International Standard Organization (ISO). Pemberian sertifikasi ISPO terhadap perusahaan perkebunan adalah bentuk perhatian dari pemerintah terhadap isu negatif yang terjadi pada citra minyak sawit Indonesia, sertifikasi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan perkebunan Indonesia telah sesuai standar pasar internasional yang berbasis berkelanjutan dan ramah lingkungan, terutama pasar Eropa. Kementerian Pertanian memberikan sertifikat Indonesian sustainable palm oil (ISPO) kepada 10 perusahaan perkebunan yang dianggap telah memenuhi persyaratan ISPO sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 9/Permentan/OT.140/3/2011. Kesepuluh perusahaan perkebunan yang telah dianggap memenuhi kriteria ISPO13 adalah 1. Grup Musim Mas: PT. Musim Mas, terdiri dari 2 kebun yaitu Pangkalan Lesung dan Batang Kulim. 2. Grup Astra Agro Lestari: PT. Sari Aditya Loka 1, terdiri dari 1 kebun yaitu kebun Desa Bukit Suban, Pematang Kabau, Provinsi Jambi; PT. Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi, terdiri dari 1 kebun yaitu kebun Rayon 1, Rayon 2, Provinsi Kalimantan Tengah; PT Sejahtera Dua Indah, terdiri dari 1 kebun yaitu kebun Rayon 1, Rayon 2, Provinsi Kalimantan Tengah. 3. Grup Minamas Plantation, PT. Swadaya Andika, terdiri dari 1 kebun yaitu Randi Estate, Selabak Estate, Provinsi Kalimantan Selatan; PT Laguna Mandiri, terdiri dari 1 kebun yaitu Rantau Estate, Matalok Estate, Sekayu Estate, Betung Estate, Provinsi Kalimantan Selatan. 13
Biro Umum.Humas, Pemerintah berikan sertifikasi kepada 10 perusahaan perkebunan, deptan.go.id, 2013, diakses dari http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=1094; pada tanggal 19 april 2013.
4. Grup Smart, PT Ivomas Tunggal, terdiri dari 1 kebun yaitu Samsam Estate, Palape Estate, Kandista Sari Estate, Provinsi Riau. 5. Grup Cargill: PT Hindoli, terdiri dari 1 kebun yaitu kebun Tanjung Dalam-Srigunung, Sungai Tungkal, Sungai Pelepah, Mukut, Penuguan, Provinsi Sumatera Selatan. 6. PT Perkebunan Nusantara: PT Perkebunan Nusantara V, terdiri dari 1 kebun yaitu kebun Tandun, Provinsi Riau. Sertifikasi ISPO sebagai mandatory harus dipenuhi oleh seluruh perusahaan perkebunan di Indonesia paling lambat 2014 mendatang. Sejauh ini, sertifikat ISPO yang telah diberikan kepada sepuluh kebun kelapa sawit tergolong kecil dimana kesepuluh kebun yang mendapat sertifikat ISPO hanya menaungi luas lahan kelapa sawit sekitar 200 ribu hektare. karena bersifat mandatory, akan ada sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan sertifikasi ISPO, Salah satu sanksinya adalah mencabut usaha perkebunan tersebut. Kesimpulan Perkembangan Minyak Kelapa sawit Indonesia tahun 2009 – 2012 Perkembangan industri kelapa sawit Indonesia tidak hanya dinilai dari keberhasilannya dalam menembus pasar Internasional, tetapi dinilai dari segi kepeduliannya dalam menjaga lingkungan sosial dan ekosistem serta penghematan terhadap emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim secara cepat. Setelah ekspor CPO Indonesia dikenakan hambatan non-tarif oleh Uni Eropa dengan regulasi pasarnya Renewable Energy 2009/28/EC terhadap kriteria bahan bakar nabati atau biofuel, dengan cepat Indonesia merespon kebijakan itu dengan serangkaian strategi serta kebijakan guna meningkatkan mutu dan daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar internasional terutama pasar Uni Eropa yang merupakan salah satu pasar dengan pengaruh regulasi besar terhadap negara lain. Dalam memperjuangkan komoditas di sektor non-migas ini, hasil dari beberapa strategi dan kebijakan Indonesia dalam mengatasi masalah kelapa sawit mulai mengalami kemajuan dan perkembangan baik lokal maupun pasar internasional, khususnya Uni Eropa. Produksi CPO Indonesia pasca kebijakan renewable energy 2009/28/EC mengalami peningkatan dari tahun tahun sebelumnya, sejak diterbitkannya kebijakan tersebut, produksi nasional CPO Indonesia dari berbagai provinsi tahun 2009 sejumlah 19.324.294 ton, dengan adanya dukungan program pengembangan klaster dan revitalisasi perkebunan produksi CPO Indonesia hingga tahun 2012 naik 1,84% menjadi 23.521.071 ton. Dalam teori Michael Porter terhadap mengembangkan daya saing suatu produk bangsa, perlu adanya spesialisasi dan pengembangan produk agar bisa menjadi salah satu produk unggulan yang dapat di terima di pasar, terutama peminat pasar biofuel. Indonesia telah berupaya melakukan penelitian dan mengembangkan produk bahan bakar nabati yang menjadi kebutuhan Uni Eropa yaitu biodiesel, Indonesia mengembangkan produk biodiesel berbasis CPO. Walaupun Uni Eropa telah mengembangkan perusahaan perkebunan yang menyuplai bahan bakar nabati dari Rapeseed, canola dan Soy Oil, untuk mengisi pasokan bahan bakar transportasi, namun dikarenakan ekspansi lahan yang cukup luas dan dengan tidak seimbangnya biofuel yang dihasilkan dari tanaman
tersebut maka Uni Eropa mengimpor biodiesel Indonesia berbasis CPO sebagai salah satu alternatif pemasok bahan bakar transportasi yang ramah lingkungan. Pasar minyak sawit dunia dipengaruhi oleh banyak hal seperti pasokan dan permintaan minyak nabati. Harga minyak sawit juga dipengaruhi oleh faktor pasar yang diantaranya seperti spekulasi dan nilai tukar, situasi pasar saham, posisi keuangan dan masalah psikologis belakangan ini, masalah tersebut salah satunya adalah hambatan non tarif dari Uni Eropa mengenai regulasi biofuel. Namun semenjak permasalahan tersebut, harga sawit dunia kembali menjad pelopor minyak nabati.Fluktuasi harga minyak sawit dan minyak nabati lainnya yang terjadi pada tahun 2002 dan 2003 juga terjadi pada 2008/2009. meskipun dalam peningkatan umumnya karena berkurangnya pasokan dari salah satu komoditas minyak nabati, pengaruh nilai spekulasi dan mata uang, efek gabungan dari semua umumnya menaikkan harga jauh lebih tinggi, seperti peristiwa tahun 2008/2009 dan yang juga terjadi akhir-akhir ini pada akhirnya 2010. pada 2010-2011 harga minyak sawit tidak di posisi stabil tetapi berfluktuasi.14 Permintaan minyak sawit terdiri atas permintaan untuk ekspor dan penggunaan domestik atau didalam negeri, dimana sebagian besar permintaan lebih diperuntukkan bagi kepentingan ekspor. Selama periode tahun 2010 – 2012, permintaan minyak sawit diproyeksikan akan naik sebesar 7,34%. Kenaikan ini lebih disebabkan oleh kenaikan volume ekspor sebesar 8,96%, sementara penggunaan dalam negeri turun sebesar 0,28%. Pada tahun 2010 total permintaan minyak sawit diproyeksikan 18,82 juta ton, kemudian naik menjadi 19,75 juta ton pada tahun 2011 dan 21,40 juta ton pada tahun 2012.15 Tabel 5. Volume Ekspor Minyak Sawit dan Penggunaan Minyak Goreng sawit dalam Negeri di Indonesia, Tahun 2010 – 2012 Tahun 2009 2010 2011 2012 Rata-rata Pertumbuhan (%)
Volume Ekspor (Ton) 14.163.417 15.490.990 16.877.746 18.323.684
Penggunaan Minyak Goreng Sawit (Ton) 3.152.730 3.327.800 2.869.050 3.081.260
Total Permintaan (Ton) 17.316.147 18.818.790 19.746.796 21.404.944
8,96
-0,28
7,34
Sumber: Outlook komoditas pertanian-perkebunan, ditbun-deptan 2012, diolah *) hasil model proyeksi.
Sebagai produsen CPO, peran pemerintah sangat diperlukan untuk melanjutkan langkah positif ini serta mengatasi tantangan-tantangan yang harus dihadapi kini dan dikemudian hari. Kebijakan intensif yang kuat oleh pemerintah untuk padara produsen, pedagang, pengecer dan konsumen dari produk minyak sawit berkelanjutan yang bersertifikat dapat menjadi faktor penentu untuk memungkinkan dan mempercepat terjadinya perubahan. Dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh pemerintah ISPO dapat mempengaruhi citra minyak sawit 14 15
ISPO, Indonesian Palm Oil in Numbers 2012, Ditbun-Deptan, Jakarta, ISPO,2012., hal24. Efi Respati. Dkk, Outlook komoditas pertanian dan perkebunan, Pusat data dan informasi pertanian,Jakarta, 2010, hal 21.
Indonesia di pasar internasional, salah satunya Uni Eropa yang mulai mengimpor CPO Indonesia, bahkan Uni Eropa telah mempelajari lebih lanjut mengenai ISPO dan akan membantu mengkampanyekan ISPO ke dunia internasional. 16 CPO adalah salah satu industri besar yang membutuhkan komitmen kuat dalam mewujudkan pembangunan keberlanjutan di Indonesia dan merupakan sebuah prioritas penting dalam sub-sektor agribisnis dan dalam mendukung investasi bagi petani kecil di pedesaan, selanjutnya.
Daftar Pustaka Agustino,leo. 2000. Ekonomi Politik Pembangunan (sebuah pengantar). Bandung. Dialog press. Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta. IKAPI. Erlangga. Erliza, Hambali. 2008. Teknologi Bioenergi. Tangerang. AgroMedia Pustaka ____________. 2009. Contribution of Higher Education and research institution to the Development of palm downstream industrial cluster, Surfactan and Bioenergy Research Center. Bogor. Bogor Agricultural University Jackson, Robert. George Sorensen. 2005. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional. Edisi Terjemahan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Respati,Efi. Dkk. 2010. Outlook komoditas pertanian perkebunan. Jakarta. Pusat data dan informasi pertanian. Eringpraja, Luqman. Bambang Drajat. (2006). Biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit, Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol 28 no 3, BPPP Bogor. ISPO. 2012. Indonesian Palm Oil numbers 2012. Jakarta. ISPO. Ditbun-Deptan. Said, E’ Gumbira. Fahmil Qowim. 2013. Kebijakan dan Prasyarat keberhasilan pengembangan industry hilir kelapa sawit. Jurnal Info Sawit. Pasca Sarjana Manajemen Bisnis. Bogor. IPB. Agus, Triyono. Unilever dan Candra asri dapat tax holiday. Kontan online. Diakses dari: http://nasional.kontan.co.id/news/unilever-chandra-asri-dapat-taxholiday. tanggal 22 april 2013. Biro umum, Humas. Pemerintah berikan sertifikasi kepada 10 perusahaan perkebunan. Diakses dari: www.deptan.go.id/news/detail.php?id=1094. tanggal 19 april 2013 16
Neraca, uni eropa tidak terpengaruh notifikasi AS soal CPORI, 2012, diakses dari: http://www.neraca.co.id/harian/article/10689/Uni.Eropa.Tak.Terpengaruh.Notifikasi.AS.Soal.CPO.RI, tanggal 30 april 2013, 01;35 wib.
ISPO. Mengenai ISPO. Diakses dari : www.ispo.or.id/index.php?option=com_conten&view=article&ic=58&itemi d=63&lang=in. tanggal 18 maret 2013. Neraca. 2012. uni eropa tidak terpengaruh notifikasi AS soal CPO RI. diakses dari:http://www.neraca.co.id/harian/article/10689/Uni.Eropa.Tak.Terpengaru h.Notifikasi.AS.Soal.CPO.RI, tanggal 30 april 2013. Taufik, Tatang. 2008. Klaster industri. Di akses dari www.klaster-industri.com . tanggal 22 april 2013. Qoyuum.Amri, saatnya pasar biodiesel tumbuh, diakses dari: http://sawitindonesia.com/index.php/hot-issue/208-saatnya-pasar-biodiesel-tumbuh, tanggal 26 april 2013. 14:04wib.