“STRATEGI HIDUP KELUARGA MISKIN DALAM MENGHADAPI KENAIKAN BBM DI KOTA SURAKARTA” (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Masyarakat Miskin dan Konflik Sosial akibat Kenaikan BBM bulan Mei 2008 di Kota Surakarta)
Di Susun Oleh : GLEN FELIX NIM D0304040
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi ini, Bahan Bakar Minyak (BBM) sangatlah penting dan sangat dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan kegiatan sehari-harinya, bisa dikatakan bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa BBM. BBM dunia saat ini merupakan sumber energi alam yang mulai langka karena BBM merupakan sumber energi alam yang tidak bisa diperbaharui dan seiring berjalannya waktu, menyebabkan energi tersebut akan habis, sehingga harga jualnya dipasaran dunia semakin bertambah mahal. BBM banyak digunakan masyarakat untuk membuat makanan (yaitu minyak goreng dan minyak tanah), untuk kendaraan bermotor dan perindustrian (yaitu premium, pertamax, avtur, dan solar). Bagi masyarakat ekonomi menengah keatas, masalah harga BBM nasional yang naik tidak menjadi masalah bagi mereka, tetapi bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah kebawah hal tersebut merupakan beban hidup mereka. Pada tanggal 25 bulan Mei 2008, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM hingga 28,7 persen sebagai dampak lonjakan harga bahan bakar dunia. Pada
awalnya
harga
BBM
terutama
Premium
Rp
4.500,-
menjadi Rp6.000,- , Minyak Tanah harga sebelumnya Rp2.000,- menjadi Rp2.500,- , dan Solar Rp4.300,- menjadi Rp5.500,- (Permen ESDM No.16/2008) Meskipun pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 28,7 persen, tetapi dampaknya sangatlah terasa berat bagi masyarakat terutama masyarakat yang kurang mampu atau keluarga miskin (Gakin). Karena dengan naiknya harga BBM, akan diikuti oleh naiknya harga sembako, tarif angkutan umum (transportasi), harga barang dan jasa, serta harga bahan baku industri. Bagi Gakin, kenaikkan harga BBM tidak diikuti oleh kenaikkan gaji atau pendapatan, dan diperparah lagi apabila dari anggota Gakin tersebut terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari tempat kerjanya. Sehingga bagi yang terkena PHK, mereka akan menganggur sedangkan kebutuhan keluarganya (istri dan anaknya) harus dipenuhi. Akibatnya banyak terjadi tindakan kejahatan yang disebabkan karena kekurangan ekonomi. Menurut Drajat Wibowo yang merupakan pengamat ekonomi dan anggota komisi XI DPR-RI bahwa kenaikkan BBM akan menaikkan angka kemiskinan sebesar 3 juta jiwa. Padahal harga BBM di Indonesia saat ini sudah termasuk salah satu yang terendah di kawasan Asia, bahkan
lebih
rendah
dari
negara-negara miskin lainnya seperti Timor Leste, Kamboja dan Bangladesh serta negara berkembang
lainnya
seperti
Filipina,
Thailand
dan
Singapura
(http://kepritoday.com/content/view/8844/36/). Kenaikan harga minyak sudah terjadi sejak 1999 dan bahkan sejak 2003 berada pada tingkat di atas $25/barrell dan terus meningkat sampai mendekati $80/barrel. Para ahli berpendapat bahwa kenaikan harga tersebut disebabkan oleh ketatnya cadangan prasarana pengadaan minyak: kapasitas produksi, pengangkutan dan terutama kapasitas kilang-kilang.
Memang berbagai faktor geopolitik maupun teknik telah berakumulasi dalam meningkatkan atau juga menurunkan harga, di samping meningkatnya permintaan akan minyak. Pertumbuhan permintaan akan minyak di negara maju berjalan lambat sekalipun pertumbuhan ekonomi tetap berlangsung. Perlu dicatat bahwa pertumbuhan penduduk yang terutama menyebabkan naiknya permintaan akan energi, khususnya minyak. Penduduk di negara maju hampir tidak bertambah. Permintaan minyak yang naik tajam berasal dari Asia, khususnya China dan India (Surjadi.2008:1). Dengan demikian, kenaikan harga BBM yang tinggi menyebabkan tidak sedikit masyarakat kelas ekonomi menengah keatas (keluarga kaya) menjadi miskin, sedangkan masyarakat kelas ekonomi kebawah (keluarga miskin) yang sebelumnya sudah hidup sulit semakin bertambah sulit. Karena dengan melejitnya harga BBM, dipastikan biaya transportasi hingga sayur mayur akan cepat terkena virus kenaikan harga. Virus tersebut dibebankan kepada rakyat miskin, hal ini belum termasuk beban psikologis yang diderita banyak rakyat (terutama rakyat miskin) akibat pemotongan subsidi (Eko Prasetyo, 2005:15). Di kota Surakarta, jumlah Gakin dan masyarakat miskin menurut pendataan BAPPEDA pada bulan September 2007 adalah 29.764 Kepala Keluarga (KK) atau 107.004 jiwa. Masyarakat miskin yang paling banyak terdapat di Kelurahan Pajang pada Kacamatan Laweyan, Kelurahan Joyotakan dan Kelurahan Tipes pada Kecamatan Serengan, Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Sangkrah pada Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Jebres dan Kelurahan Mojosongo pada Kecamatan Jebres, serta Kelurahan Nusukan dan Kelurahan Gilingan pada Kecamatan Banjarsari. Hal ini merupakan suatu fenomena sosial yang sangat bagus untuk diteliti dari sudut pandang sosiologi, mengingat sosiologi merupakan ilmu masyarakat. Untuk itu, penulis ingin
mengetahui bagaimana strategi keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan harga BBM di kehidupannya sehari-hari di Kota Surakarta.
B. PERUMUSAN MASALAH Dari penjelasan di atas, terdapat konflik sosial yang menarik untuk dikaji secara lebih mendalam, yaitu “Bagaimanakah Strategi Hidup Keluarga Miskin dalam Menghadapi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Surakarta?”
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin yang dicapai dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui strategi hidup keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Surakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini dimaksudkan agar dapat memberi gambaran mengenai strategi keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Surakarta. Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah pengetahuan penulis mengenai strategi keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Surakarta. Penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk penelitian serupa.
2. Manfaat Praktis a.
Memberikan masukan informasi kepada masyarakat yang terkait dan siapa saja yang ingin mengetahui strategi keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Surakarta. Serta untuk membentuk pola pikir kritis dan dinamis, mengembangkan penalaran sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.
b.
Memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan dalam hal Bahan Bakar Minyak (BBM).
c.
Sebagai syarat kelulusan studi di Jurusan Sosiologi FISIP UNS.
E. TINJAUAN PUSTAKA a. Strategi Istilah strategi dalam bahasa yunani disebut strategos, yaitu kepemimpinan dalam ketentaraan. Dalam bahasa Indonesia, strategos berarti jendral atau perwira tinggi. Jadi, strategi adalah ilmu dan seni menggunakan kemampuan bersama sumber daya dan lingkungan secara efektif yang terbaik. Strategi adalah sarana untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategist adalah individu yang paling bertanggungjawab atas kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi atau keluarga (Mulyana, 2007:1)
Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai PERSPECTIF, strategi sebagai POSISI, strategi sebagai PERENCANAAN, strategi sebagai POLA kegiatan, dan strategi sebagai “PENIPUAN” (Ploy) yaitu muslihat rahasia.Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian (Arianto, 2007:1)
Cara berpikir strategi yang terjadi pada intensitas dan tingkat kekompleksan yang semakin besar yang terjadi pada era modern inilah yang kemudian memunculkan suatu kebutuhan akan adanya suatu pola atau model yang lebih terstruktur dan sistematis yang akan membantu para pembuat keputusan (kepala keluarga) untuk secara lebih sederhana dapat memandang dan menganalisa permasalahan serta merumuskan suatu strategi yang paling mampu memberikan hasil yang terbaik untuk keluarganya. Hal inilah yang dalam dunia luas dikenal dengan manajemen strategi (Dirgantoro, 2001: 7 – 8).
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktifitas dalam kurun waktu tertentu. Didalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategi
dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut (www.wikipedia.com).
Terdapat empat unsur penting dalam pengertian strategi, yaitu: kemampuan, sumber daya, lingkungan, dan tujuan. Empat unsur tersebut yang kemudian disatukan secara rasional dan indah sehingga muncul beberapa alternatif pilihan yang kemudian dievaluasi dan diambil yang terbaik. Lalu hasilnya dirumuskan secara tersurat sebagai pedoman taktik yang selanjutnya dipraktekkan pada tindakan operasional. Rumusan strategi minimal harus memberikan informasi apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan demikian, siapa yang melakukan dan bertanggung jawab, berapa besar biaya dan lama waktu pelaksanaan, serta hasil apa yang akan diperoleh. Pada akhirnya, keberadaan strategi pun harus konsisten dengan lingkungannya, mempunyai alternatif strategi, fokus keunggulan dan menyeluruh, mempertimbangkan
kehadiran
risiko,
serta
dilengkapi
tanggung
jawab
sosial.
Kesimpulannya, strategi yang ditetapkan tidak boleh mengabaikan tujuan, kemampuan, sumber daya, dan lingkungannya. Keberadaan strategi mempunyai jangka waktu relatif panjang, sehingga
perubahan lingkungan penting memperoleh perhatian. Ibarat sebuah
pedang pemain anggar yang memiliki kelenturan pergerakan (Mulyana. 2007:1). Strategi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Departemen P & K. 1989: 859). Tujuan merupakan dasar untuk merencanakan dan menentukan alternatif tindakan seperti yang
dinyatakan oleh Hartini dan G. Saputra dalam Kamus Sosiologi dan Kependudukan yang member arti pada kata strategi sebagai: “Suatu siasat dalam menjalankan suatu maksud atau tujuan tertentu atas suatu prosedur yang mempunyai alternative-alternatif pada berbagai langkah (Hartini dan G. Saputra, 1992:406)”
Oleh karena itu, strategi sangatlah berguna bagi makhluk hidup terutama manusia. Tidak hanya manusia yang menggunakan strategi, hewan dan tumbuhan pun memakai strategi untuk bertahan hidup. Untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan, makhluk hidup memerlukan suatu cara untuk mencapai tujuan tersebut. Bagi manusia, cara dalam hal ini bisa disebut juga dengan strategi, sedangkan bagi hewan dan tumbuhan adalah insting. Dalan kehidupan manusia, tidak hanya membutuhkan strategi saja untuk bertahan hidup, tetapi memerlukan bantuan sesama manusia. Sehingga manusia membentuk suatu keluarga dan hidup saling tolong menolong dalam bermasyarakat. Ketika sudah berkeluarga pun, manusia memerlukan strategi agar keluarga tersebut dapat berjalan dengan damai. Untuk menjalankan strategi dalam keluarga, diperlukan rasa saling percaya dan tanggungjawab yang besar dari para anggota keluarganya. Ibarat sebuah catur, setiap anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi masing-masing. Pemegang kekuasaan untuk mengatur strategi adalah kepala keluarga, sedangkan budaya di Indonesia yang menjadi kepala keluarga adalah seorang laki-laki. Sehingga diharapkan seorang laki-laki dapat memimpin sebuah keluarga dengan strategi yang dipunyainya.
b. Keluarga
Keluarga adalah satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggungjawab untuk mengubah suatu organisme biologis menjadi manusia (Goode, 1983: 16). Pada saat seseorang ingin membentuk suatu kepribadian, maka keluargalah yang menjadi lembaga sosial pertama yang akan mengajarkan hal-hal penting dalam kehidupan kepadanya, termasuk mengajarkan kemampuan berbicara dan kemampuan untuk menjalankan fungsifungsi sosial lainnya. Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis, keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka ke arah pendewasaan (Khairuddin, 1985:10) Telah menjadi aturan umum (terutama di Indonesia), bahwa orang yang lebih tua (patrilinear: laki-laki yang lebih tua) memegang kontrol atas pembagian sumber-sumber daya non-material (agama), dan apa yang disebut sebagai “pengetahuan sosial” berupa silsilah dan pengetahuan tentang aturan-aturan yang mengontrol perkawinan (Clammer,2003:148). Sehingga laki-laki dijadikan pemimpin suatu keluarga yang berperan dalam mengatur segala hal yang berkaitan dengan kehidupan anggota keluarganya. Keluarga merupakan lembaga sosial yang tidak resmi, dalam arti bahwa segala peraturan keluarga adalah untuk keluarga tersebut dan tanggung jawab dipegang oleh masing-masing anggota keluarga. Berikut adalah beberapa definisi mengenai Keluarga (Irhash, 2008:3), yaitu: Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) :
“Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan” Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) : “Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih dalam ikatan perkawinan atau pertalian darah yang hidup dalam satu rumah tangga serta dipimpn oleh seorang kepala rumah tangga, saling berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai peran dan
tanggungjwabnya
masing-masing,
salah
satunya
adalah
menciptakan
atau
mempertahankan suatu kebudayaan. Setiap kehidupan keluarga pasti mempunyai tahapannya sendiri-sendiri, keluarga yang satu dengan keluarga lainnya berbeda-beda. Namun pada umumnya, setiap kehidupan keluarga akan mengalami tahapan sebagai berikut (Irhash, 2008: 3 – 4), yaitu: 1). Tahap pembentukan keluarga, tahap ini dimulai dari pernikahan, yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. 2). Tahap menjelang kelahiran anak, tugas utama keluarga untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan.
3). Tahap menghadapi bayi, dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepada anak karena pada tahap ini bayi kehidupannya sangat bergantung kepada orang tuanya. Dan kondisinya masih sangat lemah. 4). Tahap menghadapi anak prasekolah, pada tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebayanya, tetapi sangat rawan dalam masalah kesehatan karena tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya, dan sebagainya. 5). Tahap menghadapi anak sekolah, dalam tahap ini tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas di sekolah anak dan meningkatkan pengetahuan umum anak. 6). Tahap menghadapi anak remaja, tahap ini adalah tahap yang paling rawan, karena dalam tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orang tua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan. 7). Tahap melepaskan anak ke masyarakat, setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga.
8). Tahap berdua kembali, setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendirisendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress. 9). Tahap masa tua, tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini.
Terlihat jelas dari tahapan-tahapan tersebut, faktor suami-istri sangatlah penting dalam membangun suatu keluarga. Tidak hanya peran suami sebagai seorang pemimpin keluarga, istri pun mempunyai peran yang sangat penting dalam keluarga, karena seorang anak membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Itulah mengapa dalam keluarga, suami-istri harus saling harus harmonis.
Untuk membedakan keluarga dengan organisasi sosial lainnya, maka perlu diketahui terlebih dahulu ciri-ciri umum dan ciri-ciri khususunya. Ciri-ciri umum keluarga menurut Mac Iver dan Page (Khairuddin, 1985:12), yaitu:
1). Keluarga merupakan hubungan perkawinan; 2). Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara; 3). Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis keturunan; 4). Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak;
5). Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga Sedangkan ciri-ciri khusus keluarga, yaitu: 1). Kebersamaan: merupakan bentuk yang paling universal diantara bentuk-bentuk sosial lainnya. 2). Dasar-dasar emosional: hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan-dorongan yang sangat mendalam dari sifat organis seperti perkawinan, menjadi ayah, kesetiaan akan maternal, dan perhatian orangtua 3). Pengaruh perkembangan: merupakan lingkungan kemasyarakatan yang paling awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi, termasuk manusia, dan pengaruh perkembangan yang paling besar dalam kesadaran hidup yang mana merupakan sumbernya. 4). Ukuran yang terbatas: keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya, yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak dapat lebih tanpa kehilangan identitasnya. 5). Posisi inti dalam struktur sosial: keluarga merupakan inti dari organisasi sosial lainnya 6). Tanggungjawab para anggota: keluarga memiliki tuntutan-tuntutan yang lebih besar dan kontinyu daripada yang biasa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi lainnya. 7). Aturan kemasyarakatan: hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal yang tabu di dalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan kaku menentukan kondisikondisinya
8). Sifat kekekalan dan kesementaraannya: sebagai institusi, keluarga merupakan sesuatu yang demikian permanen dan universal, dan sebagai asosiasi merupakan organisasi yang bersifat paling sementara dan yang paling mudah berubah dari seluruh organisasiorganisasi penting lainnya dalam masyarakat
Struktur keluarga bermacam-macam pada setiap negara bahkan pada setiap kota dalam sebuah negara. Karena suatu kota mempunyai suku bangsa atau kebudayaannya sendiri. Dalam kebudayaan tersebut struktur keluarga tercipta. Secara garis besar (Irhash, 2008:5), struktur keluarga terdiri dari:
1). Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. 2). Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. 3). Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. 4). Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami. 5). Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan warga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri. Di Indonesia, struktur keluarga yang sering dipakai oleh masyarakat adalah struktur keluarga yang patrilineal. Dan biasanya sepasang suami-istri yang tinggal di perkotaan akan tinggal beda rumah dengan orangtua mereka masing-masing, sedangkan di pedesaan banyak
pasangan suami-istri yang tinggal bersama dengan orangtuanya maupun dengan keluarga besarnya. Menurut Anderson Carter ciri-ciri struktur keluarga :
1). Terorganisasi Saling berhubungan, saling ketergantungan, antara anggota keluarga. 2). Ada keterbatasan Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. 3). Ada perbedaan dan kekhususan Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing
Ada bemacam-macam bentuk keluarga di dunia ini, dari bermacam bentuk tersebut dapat
disimpulkan
bahwa
bentuk
keluarga
(Irhash,
2008:
5 – 6) adalah : 1). Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anakanak. 2). Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya. 3). Keluarga brantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari satu wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. 4). Keluarga Duda / Janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
5). Keluarga berkomposisi (Camposite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama. 6). Keluarga Kabitas (Cahabitasion) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tapi membentuk suatu keluarga.
Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family) karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beberapa suku hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat.
Dalam suatu keluarga, sudah pasti terdapat seorang yang mempunyai kekuasaan atas para anggota keluarganya, karena suatu keluarga akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan para anggota keluarganya tergantung kepada pemegang kekuasaan dalam keluarga, para pemegang kekuasaan tersebut (Irhash, 2008:6) adalah sebagai berikut: 1). Patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak Ayah. 2). Matriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak Ibu. 3). Equlitarian, yang memegang dalam keluarga adalah Ayah dan Ibu
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga (Irhash, 2008:6) adalah sebagai berikut:
1). Peranan Ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2). Peranan Ibu Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3). Peranan Anak Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual
Keluarga mempunyai multifungsi dalam kehidupan bermasyarakat. Fungsi ini tidak hanya untuk pasangan suami – istri (intern), tetapi juga untuk bermasyarakat (ekstern). Beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga (Irhash, 2008:7) adalah sebagai berikut:
1). Fungsi Biologis a). Untuk meneruskan keturunan b). Memelihara dan membesarkan anak
c). Memenuhi kebutuhan gizi keluarga d). Memelihara dan merawat anggota keluarga
2). Fungsi Psikologis a). Memberikan kasih sayang dan rasa aman b). Memberikan perhatian diantara anggota keluarga c). Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga d). Memberikan Identitas anggota keluarga.
3). Fungsi Sosialisasi a). Membina sosialisasi pada anak b). Membentuk norma-norma perilaku sesuai dengan tingkat perkembangan anak. c). Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
4). Fungsi Ekonomi a). Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. b). Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. c). Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua, dsb.
5). Fungsi Pendidikan a). Menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai bakat dan minat yang dimilikinya.
b). Mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. c). Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya
Ahli lain membagi fungsi keluarga, sebagai berikut :
1). Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa. 2). Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3). Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 4). Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 5). Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini. 6). Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja
untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. 7). Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dsb. 8). Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
Dari berbagai fungsi di atas ada tiga fungsi pokol keluarga terhadap keluarga lainnya (Irhash, 2008: 9 – 10) yaitu : 1). Asih adalah memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. 2). Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. 3). Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
Selain mempunyai fungsi, keluarga mempunyai dasar tugas pokok yang harus dilakukan agar keluarga dapat berjalan dengan serasi an harmonis. Dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok (Irhash, 2008:10) sebagai berikut:
1). Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya 2). Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga 3). Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masingmasing 4). Sosialisasi antar anggota keluarga 5). Pengaturan jumlah anggota keluarga 6). Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga 7). Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas 8). Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya
Keluarga inti terdiri dari suami, istri, dan anak mereka. Sedangkan poligini dan poliandri adalah dua bentuk poligami. Poligini adalah seorang laki-laki memiliki dua orang istri atau lebih, sehingga rumah tangga itu terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti, dimana satu laki-laki yang sama menjadi suami untuk beberapa wanita. Sebaliknya, poliandri adalah seorang wanita yang menjadi beberapa laki-laki. Beragam bentuk rumah tangga mempunyai banyak pengertian bagi interaksi keluarga. Rumah tangga membantu mempengaruhi hubungan suatu keluarga. Misalnya kesempatan berkurang atau bertambah eratnya hubungan sosial antara anggota kelompok dan sanak saudara (Goode, 1983: 89 – 90). Sedangkan definisi rumah tangga itu sendiri adalah: “Suatu kesatuan sosial ekonomi yang anggotanya berada dalam satu rumah atau bagian dari rumah dan ini merupakan kelompok-kelompok lokal (special group). Biasanya anggotanya mempunyai ikatan perkawinan, keturunan, dan adopsi (Darsono Wisadirana, 2004: 130 – 131)”.
Menurut Evans (1985), konsep rumah tangga lebih ditekankan pada fungsi domestic exchange seperti belanja (expenditures) untuk kebutuhan sehari-hari, dan pendapatan (income), serta fungsi penyediaan tempat tinggal, sedangkan defisini keluarga lebih terpusat pada hubungan serta proses reproduksi biologis. Tersirat didalam definisi ini pengertian coresidential yang tidak harus selalu ada keterkaitan darah antar anggota-anggota didalamnya. Namun demikian, dalam banyak kasus rumah tangga merupakan suatu keluarga (Firman, 1990:77).
c. Kemiskinan Menurut
Mari’e
Muhammad,
mantan
Menkeu
RI,
kemiskinan
adalah
ketidakmampuan individu, keluarga, maupun lembaga/kelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik pangan atau pun non-pangan, khususnya pendidikan dasar, kesehatan dasar, perumahan, dan kebutuhan transportasi. Hal ini biasa disebut dengan kemiskinan absolut. Isu tentang seputar ketimpangan dalam pembagian pendapatan, mereka sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan, namun masih berada dibawah kemampuan rata-rata masyarakat disekitarnya. Hal ini disebut dengan Kemiskinan Relatif. Kemiskinan Kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya, walaupun banyak pihak lain yang berusaha membantunya. Sedangkan kemiskinan dtruktural adalah ketidakberdayaan sekelompok masyarakat dibawah situasi sistem pemerintahanan atau politik, yang menyebabkan mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (Basuki dan Prasetyo, 2007: 7 – 8).
Menurut IFPRI (sebuah institut penelitian kebijakan pangan internasional), jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 17 persen dengan penghasilan dibawah 2 dolar AS per hari, dan 7 persen dibawah garis kemiskinan dengan penghasilan dibawah 1 dolar AS per hari. Kesimpulannya, seperempat penduduk Indonesia belum dapat hidup secara layak, karena belum terpenuhi kehidupan dasarnya. IFPRI juga mendapati penduduk termiskin di dunia adalah mereka yang kebanyakan hidup di kawasan terpencil, minoritas etnik, atau anggota kelompok yang sangat terluar, sehingga mereka tidak punya akses terhadap pendidikan, aset kesehatan, dan aset terhadap pasar Bila mengacu pada tulisan Prof. Dr. Sajogyo, maka yang digolongkan miskin adalah orang yang pengeluaran rumah tangganya sama dengan, atau di bawah 320 kg/orang/tahun untuk pedesaan, dan 480 kg/orang/tahun untuk perkotaan. Salah satu kunci utama untuk menghindarkan penderitaan itu menjadi musibah lebih berat adalah keterbukaan dan kelancaran informasi tentang kelaparan dan kemiskinan di tiap daerah (Sajogyo, 1996:10). Pertumbuhan angkatan kerja di kota-kota sebagai akibat migran desa-kota lebih cepat dibandingkan peluang kerja yang ad. Keadaan yang demikian, menyebabkan pengangguran termasuk di kalangan penduduk usia muda serta makin banyaknya sektor informal di dalam kota (Leibo, 2004:10). Menurut Syahrial Syarbaini, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah: “Suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup untuk memelihara dirinya sendiri yang sesuai dengan kehidupan kelompoknya dan juga tidak mampu untuk memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok itu (Syarbaini, 2002:21)”.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi
yaitu kemiskinan
alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan “alamiah” terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin (Nurkse, 1953:1). Kemiskinan merupakan persoalan multi dimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan politik. Pertama, yang paling terlihat jelas adalah bahwa kemiskinan berdimensi ekonomi atau material. Dimensi ini menjelma dalam berbagai kebutuhan dasar manusia yang sifatnya material, yaitu pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain-lain. Dimensi ini dapat diukur dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri. Kedua, kemiskinan berdimensi sosial budaya. Ukuran kuantitatif kurang dapat dipergunakan untuk memahami dimensi ini, sehingga ukurannya sangat bersifat kualitatif. Lapisan yang secara ekonomis miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup mereka. Budaya kemiskinan ini tercermin dengan adanya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dan lain-lain. Oleh karena itu, serangan terhadap kemiskinan adalah sama dengan pengikisan budaya ini. Apabila budaya ini tidak dihilangkan, maka kemiskinan ekonomi pun juga sulit diatasi.
Ketiga, kemiskinan berdimensi struktural atau politik, diartikan bahwa orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan structural atau politik. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat dalam proses politik dan tidak mempunyai kekuatan politik, sehingga menduduki struktur sosial yang paling bawah. Terdapat asumsi yang menegaskan bahwa orang yang miskin secara structural atau politis akan berakibat pula miskin dalam bidang material (ekonomi). Untuk itu, langkah pengentasan kemiskinan salah satunya adalah harus mengatasinya dari yang sifatnya structural atau politis. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut pada hakekatnya merupakan gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam pengertian ekonomi saja, sehingga diperlukan program pengentasan kemiskinan tidak hanya memprioritaskan bidang ekonomi saja, melainkan bidang lainnya. Dengan kata lain, pemenuhan kebutuhan pokok atau ekonomi memang memerlukan prioritas, selain itu diperlukan juga prioritas target untuk mengatasi kemiskinan nonekonomi. Hal ini sejalan dengan pergeseran strategi pembangunan nasional bahwa yang dikejar bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga pembangunan kualitas manusia seutuhnya dalam tataran sosial, budaya, dan politik. Kesulitan akan timbul ketika fenomena kemiskinan difokuskan dalam bentuk angkaangka. Hal ini seperti pengukuran dan penentuan sebuah garis batas kemiskinan, yang hingga kini menjadi perdebatan. Dengan kata lain, tidaklah mudah untuk menentukan berapa rupiah pendapatan yang harus dimiliki oleh setiap orang agar terhindar dari garis batas kemiskinan. Jadi, dalam hal ini kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan-persoalan kuantitatif saja, melainkan kualitatif juga. Terkadang di dalam masyarakat terkadang yang secara kuantitatif
atau obyektif yang apabila dihitung pendapatannya dengan rupiah merupakan tergolong miskin dan tinggal di lingkup budaya tertentu, orang tersebut merasa tidak miskin. Bahkan, merasa cukup dan justru berterima kasih kepada nasibnya. Hal ini biasanya berkaitan dengan nilai-nilai budaya tertentu seperti nilai nrimo, takdir, nasib, dan lain-lain (Dewanta, 1995: 29 – 30). Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional), yang diperbaharui setiap tiga tahun sekali. Ada 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006 data kemiskinan hasil SUSENAS. Selain SUSENAS, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pula Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk (PSE) untuk memperoleh data mikro yang memuat informasi nama kepala rumah tangga dan lokasi tempat tinggal secara lengkap dari penerima BLT (Bantuan Langsung Tunai). Sasarannya tidak hanya rumah tangga miskin sekali dan miskin, tetapi juga yang mendekati miskin. Jumlah penerima BLT versi BPS adalah 19,2 juta rumah tangga. Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan (Basuki dan Prasetyo, 2007: 8), yaitu : 1). Kemiskinan alamiah Terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, teknologi rendah dan terjadi bencana alam 2). Kemiskinan buatan Terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat tersebut membuat sebagian anggota masyarakatnya tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lainnya yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin
Kriteria Rumah Tangga (keluarga) Miskin (Basuki dan Prasetyo, 2007: 12) adalah :
1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang 2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah / bambu / kayu murahan 3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas rendah / tembok tanpa plester 4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama dengan rumah tangga lain 5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik 6) Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai / air hujan 7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang / minyak tanah 8) Hanya mengonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu 9) Hanya membeli satu set pakaian baru dalam setahun 10) Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari 11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik 12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah Rp 600.000 per bulan (petani, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya) 13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah / tidak tamat SD / hanya SD 14) Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000, seperti sepeda motor (kredit / non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Selama ini, banyak pihak yang menilai bahwa persoalan kemiskinan hanya ada pada tataran gejala-gejala yang terlihat dari luar atau di permukaannya saja, yaitu dimensi politik, sosial, ekonomi, asset dan lain-lain. Dimensi-dimensi tersebut muncul dalam berbagai bentuk (Buku Pedoman Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan), seperti:
a). Dimensi politik Sering muncul dalam bentuk tidak adanya atau tidak dimilikinya wadah/organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak bisa memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi.
b). Dimensi sosial Sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasinya warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada, serta terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta pudarnya nilai-nilai capital sosial.
c). Dimensi lingkungan Sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yang tidak beriorientasi pada pembangunan berkelanjutan, sehingga cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman.
d). Dimensi ekonomi
Sering muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan, sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak.
e). Dimensi aset Ditandai dengan rendahnya tingkat kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk asset kualitas SDM (Human Capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan dan sebagainya.
Berbagai program kemiskinan yang telah dilaksanakan pada masa lalu yang bersifat parsial, sektoral, dan charity yang dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan nilai-nilai capital sosial (gotong royong, musyawarah, keswadayaan, dan lain-lain) yang ada dimasyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan, dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.
Kondisi tersebut disebabkan salah satunya oleh keputusan, kebijakan serta tindakan dari pengelola program kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak adil, tidak transparan, dan tidak tanggungjawab (not pro poor and good governance oriented), sehingga menimbulkan kecurigaan, stereotype dan skeptisme di masyarakat.
Bank Dunia membuat definisi yang dikategorikan di bawah garis kemiskinan yakni mereka yang berpenghasilan 2 dolar AS (kini Rp20.000 dengan kurs 9.000 per 1 dolar AS) per kapita sehari. Rata-rata satu keluarga dua anak, yang bekerja dua orang; bapak dan ibu
dengan kalori yang dihasilkan 2 x 2.100 sama dengan 4.200 kalori untuk empat orang atau rata-rata 1.150 kalori perkapita per hari. Dengan 1.150 kalori perkapita per hari bagi seorang anak sudah dibawah kebutuhan dasar. Di sisi lain, belum tentu pula penghasilan, produksi dan kalori yang diperoleh pekerja, petani atau peternak dan nelayan itu dikonsumsi sebagai makanan, karena masih ada yang dipergunakan untuk membeli rokok, sehingga kemungkinan yang dikonsumsi jauh di bawah 1.150 kalori per hari. Departemen Kesehatan Indonesia mencatat 76,4 juta (35 persen dari total 220 juta penduduk) adalah masyarakat miskin dan tidak mampu. Bila mengacu pada standar BPS, penduduk miskin adalah suatu kondisi seseorang yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya kurang dari 2.100 kalori per hari atau setara dengan pendapatan sebesar 1,55 dolar AS per hari, pada tahun 2007 World Bank (Bank Dunia) menetapkan standar garis kemiskinan yakni berpendapatan 2 dolar AS per hari (http://kepritoday.com/content/view/8844/36/).
Gakin singkatan dari keluarga miskin yaitu kelompok keluarga yang dikategorikan miskin atau miskin sekali. pengelompokan ini didasarkan atas pendapatan keluarga dimaksud dalam sebulan. Menurut badan pusat statistik (BPS), keluarga miskin adalah keluarga yang pendapatan per-orang dalam sebulan sebesar Rp175.000. Bila satu keluarga mempunyai 2 orang anak, maka rata-rata pendapatan keluarga miskin tadi sebesar Rp 175.000 x 4 = Rp 600.000. Keluarga dikatakan miskin sekali apabila pendapatan perorang dalam sebulan kurang dari Rp 175.000. Artinya kalau keluarga tersebut (mempunyai 2 orang anak) mempunyai pendapatan kurang
dari
Rp
sebagai
keluarga
miskin
600.000/bulan, sekali
dapat
dikatakan
(http://id.answers.yahoo.com/question
/index?qid=20080115024303AAzv5UK). pengeluaran
makan
Rp
480.000,-
(Rp
Rp
480.000
–
dan
diantara
Rp
dekat
dalam
sebulan,
600.000
(Rp –
kemiskinan
pengeluaran
120.000/orang/bulan) 600.000,-
miskin
Kategori
makan
dilihat kurang
dari dari
sangat
miskin,
diantara
150.000/orang/bulan)
adalah
miskin,
700.000,-
adalah
Gakin
(Rp
175.000/orang/bulan)
adalah
(http://www.litbang.depkes.go.id/download/seminar/askes_cisarua/
UNAIR/KetepatanFinal.pdf )
Kemiskinan di kota Surakarta pada bulan September 2007 sudah sangat kronis. Sekitar 29.764 Kepala Keluarga (KK) atau 107.004 jiwa, yaitu 20% dari sekitar 530.000 warga kota Surakarta berada dibawah garis kemiskinan (Sumber: Keputusan Walikota No.470/98/1/2007). Dengan demikian, Surakarta menempati urutan ke 29 dari 33 kota paling miskin di Jawa dan Bali.
Kemiskinan tidak terjadi pada Negara berkembang saja, bahkan Negara seperti di Negara
maju
seperti
Negara
Amerika.
Hal
tersebut
dijelaskan
Wiley (2009) dalam jurnalnya yang berjudul “Causes and Effect of Poverty”. Dan pada jurnal tersebut, ia juga menjelaskan definisi tentang kemiskinan absolut (poverty absolute) dan kemiskinan relatif (relative poverty). “Any discussion of social class and mobility would be incomplete without a discussion of poverty, which is defined as the lack of the minimum food and shelter necessary for maintaining life. More specifically, this condition is known as absolute poverty. Today it is estimated that more than 35 million Americans approximately 14
percent of the population live in poverty. Of course, like all other social science statistics, these are not without controversy. Other estimates of poverty in the United States range from 10 percent to 21 percent, depending on one's political leanings. This is why many sociologists prefer a relative, rather than an absolute, definition of poverty. According to the definition of relative poverty, the poor are those who lack what is needed by most Americans to live decently because they earn less than half of the nation's median income. By this standard, around 20 percent of Americans live in poverty, and this has been the case for at least the past 40 years. Of these 20 percent, 60 percent are from the working class poor”. (Setiap diskusi tentang kelas sosial dan mobilitas tidak akan lengkap tanpa sebuah diskusi tentang kemiskinan, yang didefinisikan sebagai kekurangan pangan dan papan minimum yang diperlukan untuk mempertahankan hidup. Lebih khusus lagi, kondisi ini dikenal sebagai kemiskinan absolut. Hari ini diperkirakan lebih dari 35 juta warga Amerika sekitar 14 persen dari jumlah penduduk-hidup dalam kemiskinan. Tentu saja, seperti semua statistik ilmu sosial lainnya, ini bukan tanpa kontroversi. Perkiraan lain kemiskinan di Amerika Serikat berkisar dari 10 persen menjadi 21 persen, tergantung pada kecenderungan politik. Inilah sebabnya mengapa banyak sosiolog lebih suka relatif, bukan absolut, definisi kemiskinan. Menurut definisi kemiskinan relatif, orang miskin adalah mereka yang tidak memiliki apa yang dibutuhkan oleh sebagian besar warga Amerika untuk hidup layak karena mereka mendapatkan kurang dari setengah dari pendapatan rata-rata nasional. Dengan standar ini, sekitar 20 persen
orang Amerika hidup dalam kemiskinan, dan ini telah terjadi setidaknya selama 40 tahun. Dari jumlah tersebut 20 persen, 60 persen berasal dari kelas pekerja miskin).
Dalam sebuah jurnal lain dengan judul Reinventing Poverty Alleviation Strategies through Corporate Social Responsibility yang dibuat oleh Denni Arli, Pamela D. Morrison, dan Mohammed A. Razzaque, mereka menyebutkan ada tiga strategi untuk menanggulangi kemiskinan, yaitu: In general, there are three types of poverty alleviation strategies used by corporations. The first model is the ‘profit’ strategy. This model enables the company to explore the untapped market of low income consumers by creating affordable goods and services with the expectation to find profit within these low income consumers The starting point is the company’s resources and capabilities, then the creation of innovative products and/or services to match the needs of low income consumers. The poor then will bring the wealth back to the company. The second model is the ‘non-profit’ strategy. The poverty alleviation programs are launched by non-profit organizations. The organization directly provides help for the poor with nothing expected in return. The final model is a CSR model. This is where the company has a social mission. This model uses the problems and challenges faced by low income consumers as a starting point. The problems are critically analysed and solved with both parties reaping the benefits. The starting point of this strategy is the poor. The poor offer challenges and opportunities; subsequently social strategy is
created to solve these problems. The products and services will bring wealth to the low income consumer and then transfers back to the company who supplies it. (Secara umum, ada tiga jenis strategi pengentasan kemiskinan yang digunakan oleh perusahaan. Model pertama adalah 'keuntungan' strategi. Model ini memungkinkan perusahaan untuk menjelajahi belum dimanfaatkan pasar konsumen berpenghasilan rendah dengan menciptakan barang dan jasa yang terjangkau dengan The harapan untuk mencari keuntungan dalam konsumen berpenghasilan rendah ini. Titik awalnya adalah perusahaan sumber daya dan kemampuan, maka penciptaan inovatif produk dan / atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen berpenghasilan rendah. Orang miskin kemudian akan membawa kekayaan kembali ke perusahaan. Model kedua adalah 'non-profit' strategi. Program-program pengentasan kemiskinan yang diluncurkan oleh organisasi nirlaba. Organisasi secara langsung memberikan bantuan bagi masyarakat miskin dengan apa-apa diharapkan kembali. Model terakhir adalah model CSR. Ini adalah di mana perusahaan memiliki misi sosial. Model ini menggunakan masalah dan tantangan yang dihadapi oleh konsumen berpenghasilan rendah sebagai titik awal. Masalah-masalah yang kritis dianalisis dan dipecahkan dengan kedua belah pihak memetik manfaat. Titik awal dari strategi ini adalah masyarakat miskin. Orang miskin menawarkan tantangan dan kesempatan; strategi sosial kemudian dibuat untuk menyelesaikan masalah ini. Produk dan jasa akan membawa kekayaan kepada konsumen berpendapatan rendah dan kemudian transfer kembali ke perusahaan yang menyediakannya itu).
d. Bahan Bakar Minyak (BBM)
Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi (Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi).
BBM dapat dibagi menjadi berbagai macam jenis, dan jenis-jenis tersebut dapat digunakan
untuk
kehidupan
berumah
Nama
jenis
dan
kehidupan tangga,
BBM
tersebut
sehari-hari perindustrian
manusia maupun
baik
untuk
transportasi.
(http://www.bphmigas.go.id/p/bphmigaspages/
bbm/jenis_bbm.html) antara lain:
a) Avgas ( Aviation Gasoline) Bahan Bakar Minyak ini merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi. Avgas didisain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin sistem pembakaran dalam (internal combution), mesin piston dengan sistem pengapian. Performa BBM ini ditentukan dengan nilai octane number antara nilai dibawah 100 dan juga diatas nilai 100 . Nilai octane jenis Avgas yang beredar di Indonesia memiliki nilai 100/130.
b) Avtur (Aviation Turbine) Bahan Bakar Minyak ini merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi. Avtur didisain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin turbin (external combution). performa atau nilai mutu jenis bahan bakar avtur ditentukan oleh karakteristik kemurnian bahan bakar, model pembakaran turbin dan daya tahan struktur pada suhu yang rendah.
c) Bensin Jenis Bahan Bakar Minyak Bensin merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan untuk mesin dengan pembakaran dengan pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Otcane Number). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 1) Premium (RON 88) : Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti : mobil, sepeda motor, motor tempel dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol. 2) Pertamax (RON 92) : Ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk
kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters. 3) Pertamax Plus (RON 95) : Jenis BBM ini telah memenuhi standar performance International World Wide Fuel Charter (WWFC). Ditujukan untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamax Plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio > 10,5 dan juga yang menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing Intelligent (VVTI), (VTI), Turbochargers dan catalytic converters.
d) Minyak Tanah (Kerosene) Minyak tanah atau kerosene merupakan bagian dari minyak mentah yang memiliki titik didih antara 150 °C dan 300 °C dan tidak berwarna. Digunakan selama bertahun-tahun sebagai alat bantu penerangan, memasak, water heating, dll. Umumnya merupakan pemakaian domestik (rumahan), usaha kecil.
e) Minyak Solar (HSD) High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka performa cetane number 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin trasportasi mesin diesel yang umum dipakai dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection, jenis BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor trasportasi dan mesin industri.
f) Minyak Diesel (MDF) Minyak Diesel adalah hasil penyulingan minyak yang berwarna hitam yang berbentuk cair pada temperatur rendah. Biasanya memiliki kandungan sulfur yang rendah dan dapat diterima oleh Medium Speed Diesel Engine di sektor industri. Oleh karena itulah, diesel oil disebut juga Industrial Diesel Oil (IDO) atau Marine Diesel Fuel (MDF).
g) Minyak Bakar (MFO) Minyak Bakar bukan merupakan produk hasil destilasi tetapi hasil dari jenis residu yang berwarna hitam. Minyak jenis ini memiliki tingkat kekentalan yang tinggi dibandingkan minyak diesel. Pemakaian BBM jenis ini umumnya untuk pembakaran langsung pada industri besar dan digunakan sebagai bahan bakar untuk steam power station dan beberapa penggunaan yang dari segi ekonomi lebih murah dengan penggunaan minyak bakar. Minyak Bakar tidak jauh berbeda dengan Marine Fuel Oil (MFO)
h) Biodiesel Jenis Bahan Bakar ini merupakan alternatif bagi bahan bakar diesel berdasar-petroleum dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nebati atau hewan. Secara kimia, ia merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak. Jenis Produk yang dipasarkan saat ini merupakan produk biodiesel dengan campuran 95 persen diesel petrolium dan mengandung 5 persenCPO yang telah dibentuk menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME)
i) Pertamina Dex
Adalah bahan bakar mesin diesel modern yang telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2, memiliki angka performa tinggi dengan cetane number 53 keatas, memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di bawah 300 ppm, jenis BBM ini direkomendasikan untuk mesin diesel teknologi injeksi terbaru (Diesel Common Rail System), sehingga pemakaian bahan bakarnya lebih irit dan ekonomis serta menghasilkan tenaga yang lebih besar.
j) Minyak goreng Adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola. Minyak goreng biasanya
bisa
digunakan
hingga
3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna.
Pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional sehingga mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, telah menetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah disetujui oleh DPR RI. Situasi harga minyak mentah dunia sering tidak menentu, sehingga harga BBM Nasional pun ikut berubah-ubah (naik – turun). Tercatat, harga BBM Nasional sudah mengalami sebelas kali perubahan dari tahun 1980 – 2008. Harga BBM Nasional yang termurah terjadi pada tanggal 1 Mei 1980, yaitu: Minyak Tanah Rp 37.5,-; Minyak Solar (Solar)
Rp
52.5,-;
Bensin
(Premium)
Rp
150,-.
Dan termahal terjadi pada tanggal 24 Mei 2008, yaitu: Minyak Tanah Rp 2.500,-; Minyak
Solar
(Solar)
Rp
5.500,-;
Bensin
(Premium)
Rp
6000,.
(http://www.bphmigas.go.id/p/bphmigaspages/bbm/harga_bbm_int.html).
Tabel 1 Perkembangan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Dalam Negeri (TAHUN 1980 - 2008)
NO.
TERHITUNG MULAI TANGGAL
HARGA BBM (Rp/liter) MINYAK TANAH
MINYAK SOLAR
BENSIN PREMIUM
KETERANGAN
1
1 Mei 1980
37.5
52.5
150
Keppres
2
11 Juli 1991
220
300
550
Keppres
3
8 Januari 1993
280
380
700
Keppres
4
5 Mei 1998
350
600
1,200
Keppres
5
1 Oktober 2000
350
600
1,150
Keppres 135/2000
6
16 Juni 2001
400
900
1,450
Keppres 73/2001
7
17 Januari 2002
600
1,150
1,550
Keppres 9/2002
8
2 Januari 2003
700
1,890
1,810
Keppres 90/2002
9
1 Maret 2005
700
2,100
2,400
Perpres 22/2005
10
1 Oktober 2005
2,000
4,300
4,500
Perpres 55/2005
11
24 Mei 2008
2,500
5,500
6,000
Permen ESDM No. 16/2008
Sumber: Bagian Hukum & Humas BPH Migas
Untuk selanjutnya, agar semua kota di Indonesia dapat menikmati BBM secara adil & merata, pemerintah membagi wilayah Indonesia menjadi empat Wilayah Distribusi Niaga yang
disingkat
(WDN).
WDN
yang
terdiri
kota-kota besar dan beberapa provinsi yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 2 Pembagian Wilayah Distribusi Niaga (WDN) WDN I Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Bangka Belitung Lampung WDN III
WDN II Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali
WDN IV
dari
Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Timur Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Gorontalo Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua Dan dalam Peraturan Presiden RI No.55 Tahun 2005 pasal 2 ayat 2 memutuskan bahwa: “Harga jual eceran Bensin Premium dan Minyak Solar (Gas Oil) untuk Usaha Kecil, Transportasi, dan Pelayanan Umum di titik serah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk setiap liter ditetapkan sebagai berikut: a. Bensin Premium : Rp. 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah) b. Minyak Solar (Gas Oil) : Rp. 4.300,00 (empat ribu tiga ratus rupiah)” Pemerintah Indonesia berusaha agar setiap pulau di Indonesia mendapatkan BBM. Hal ini diharapkan agar Negara Indonesia bisa menjadi makmur dan perekonomiannya menjadi lancar, karena sebagian besar atau hampir seluruh proses perekonomian di Indonesia bergantung kepada BBM, baik dari perekonomian kecil, menengah hingga perekonomian besar. Untuk lebih mudah mengetahuinya berikut adalah Peta Pembagian Wilayah Ditribusi Niaga (WDN). Bagan 1 Peta Pembagian Wilayah Distribusi Niaga (WDN)
Sumber: http://www.bphmigas.go.id/export/sites/default/bphmigaspages/images/Peta_wdn_gede.gif
F. LANDASAN TEORI Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sebagai cabang Ilmu, Sosiologi dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, August Comte. Comte kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Namun, sejarah mencatat bahwa Émile Durkheim (ilmuwan sosial Perancis) yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Istilah sosiologi pertama kali muncul pada tahun 1839 yaitu pada keterangan sebuah paragraph dalam pelajaran ke 47 Cours de la philosophie (Kuliah Filsafat) karya Auguste Comte. Ketika menemukan istilah sosiologi, Comte belum terkenal. Pelajaran dalam Cours itu berupa “hukum tiga keadaan” yang menurut Comte meringkas perkembangan pemikiran manusia. Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan dianggap telah melalui tiga zaman yang terkait dengan tiga periode sejarah serta tiga masa intelektual (Anthony Giddens, Daniel Bell, Michel Forse,etc., 2004: 8-9), yakni:
a. Zaman Teologi atau “fiktif” Adalah masa kanak-kanak kemanusiaan. Jiwa atau semangat manusia mencari penyebab dari timbulnya fenomena-fenomena, baik dengan cara menghubungkannya dengan benda-benda yang dimaksud (memuja jimat) atau dengan menganggap adanya makhluk gaib (agama politheis) atau dengan satu Tuhan (monotheisme). “Jiwa manusia menghadirkan gambaran bahwa fenomena dihasilkan lewat perbuatan kekuatan gaib (supranatural) yang jumlahnya
sedikit atau banyak, secara langsung dan terus menerus”. Masa ini adalah masa kepercayaan magis, percaya pada jimat, roh, dan agama. Dunia bergerak menuju alam baka, menuju ke pemujaan terhadap nenek moyang, menuju ke sebuah dunia dimana “orang mati mengatur orang hidup”.
b. Zaman Metafisika “abstrak” Adalah masa remaja pemikiran manusia. Kekuatan gaib diganti dengan kekuatan abstrak, yaitu “Alam”nya Spinoza, “Tuhan Geometri”nya Descartes, “Materi”nya Diderot atau “Akal Sehat”nya Abad Pencerahaan. Masa ini dianggap sebagai masa kemajuan jika dikaitkan dengan pemikiran antropomorfis sebelumnya. Namun, pemikiran-pemikirannya masih terbelenggu oleh konsep filosofis yang abstrak dan universal. Orang mengaitkan realitas dengan prinsip-prinsip pertama (metode filsuf).
c. Zaman Positif Adalah keadaan intelegensia kita yang berani. Semangat positif menyingkirkan pencarian menyangkut pertanyaan hakiki “mengapa” yang terkait dengan segala sesuatu dalam memikirkan tentang perbuatan, yaitu: “hokum-hukum efektif berupa hubungan suksesi dan kesamaan yang tidak berubah” (Cours, I). positivism berupaya meninggalkan spekulasi dan konsep tidak berguna yang berasal dari imajinasi agar berpegang pada objektivitas ilmu pengetahuan yang disusun dari pengalaman, observasi peristiwa, dan penalaran yang eksak. Demikianlah bunyi kredo positivism, yaitu doktrin antimetafisika yang kelak akan menjadi salah satu aliran pemikiran terpenting pada abad XX.
a. Teori Konflik Teori mengenai sebab-sebab konflik yang sesuai dengan penelitian ini adalah teori kebutuhan manusia. Teori ini menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi (www.WordPress.com.). Sasarannya adalah mengidentifikasi dan mengupayakan bersama
kebutuhan
mereka
yang
tidak
terpenuhi,
serta
menghasilkan
pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu. Menurut Simmel (1955), konflik merupakan salah satu bentuk dasar interaksi. Konflik sangat erat terjalin dengan pelbagai proses yang mempersatukan dalam kehidupan sosial, dan bukan hanya sekedar lawan dari persatuan. Konflik dan persatuan dapat dilihat sebagai bentuk lain dari sosiasi, yang satu tidak lebih penting atau lebih mutlak dari yang lainnya.
Keduanya
biasa,
dan
merupakan
interaksi
yang
bersifat
timbal-balik
(Johnson.1986:269). Lawan dari persatuan bukanlah konflik, sering kali hubungan sosial yang ditandai oleh kekompakan yang tinggi juga ditandai oleh ketegangan-ketegangan yang laten dan konflik periodik. Tanpa elemen antagonistik ini, kepribadian (individuality) akan diresap tuntutan-tuntutan orang lain dan harapan-harapan kelompok. Mengansumsikan bahwa ketegangan dan konflik adalah sesuatu yang “abnormal” atau bahwa keduanya merusakkan persatuan kelompok merupakan suatu perspektif yang penuh bias yang tidak didukung oleh kenyataan. Dalam pandangan sosiologi, lawan dari persatuan bukanlah konflik tetapi ketidak-terlibatan (noninvolvement, artinya tidak ada
satupun bentuk interaksi timbal-balik). Sesungguhnya, kalau suatu hubungan sosial dapat dirusakkan oleh meledaknya perselisihan, hal ini mungkin merupakan suatu pertanda yang baik bahwa tingkat kesatuan itu benar-benar rendah. Perspektif Simmel mengenai konflik dan persatuan sebagai alternatif (kecuali sama pentingnya dan merupakan bentuk-bentuk interaksi yang sangat saling tergantung) merupakan juga suatu alternatif yang menjembatani Marx yang memusatkan pada konflik sosial dan Durkheim yang memberikan tekanan pada integrasi dan solidaritas sosial. Marx menekankan proses konflik sebagai proses sosial yang paling dasar, munculnya kesatuan atau integrasi sosial diabaikan. Menurut dia, kesatuan atau integrasi sosial merupakan hasil dari kesadaran palsu dalam hubungan yang meliputi perbedaan. Sedangkan Durkheim menekankan proses sosial adalah yang meningkatkan integrasi sosial dan kekompakan. Meskipun dia mengakui bahwa konflik terjadi di dalam kehidupan sosial, dia cenderung untuk memperlakukan konflik yang berlebih-lebihan sebagai sesuatu yang tidak normal dalam integrasi masyarakat (Johnson.1986:269). Tidak hanya hubungan-hubungan yang terutama bersifat kompak yang mempunyai beberapa elemen konflik, tetapi juga hubungan-hubungan antagonisme dan konflik memiliki beberapa elemen yang mempersatukan. Dalam pertandingan-pertandingan kompetisi misalnya, orang-orang yang berkompetisi harus dengan jelas sepakat akan peraturanperaturan permainan. Lalu peraturan itulah yang membentuk suatu ikatan bersama di kalangan mereka yang berkompetisi. Pada suatu tingkat yang lebih luas, perang juga dikendalikan oleh pemahaman internasional yang bersifat umum yang mengatur tindakan berperang. Dan juga apabila dua partai atau lebih berada dalam konflik atau kompetisi untuk suatu hadiah atau jenis keuntungan material lainnya, sekaligus mereka juga disatukan oleh
keinginan mereka akan hadiah atau keuntungan tersebut. Contoh lain yang memperlihatkan saling ketergantungan yang erat antara konflik dan persatuan adalah kenyataan bahwa mereka yang bersaing dalam pasar ekonomi sering mengembangkan strategi untuk membatasi besarnya kompetisi mereka, sehingga menciptakan suatu ikatan diantara mereka.
b. Paradigma Perilaku Sosial Dalam sosiologi terdapat tiga macam paradigma yaitu paradima fakta sosial, paradigma definisi sosial dan paradigma perilaku sosial. Paradigma adalah cara pandang yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya
menjawab
serta
aturan-aturan
apa
saja
yang
harus
diikuti
dalam
menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalanpersoalan tersebut. Tindakan sosial didefinisikan sebagai tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Ritzer,1985:45). Dalam strategi ini juga melibatkan orang lain, antara lain anggota keluarga, sanak saudara, tetangga, dan pemerintah. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakannya menjadi 4 tipe (Ritzer,1992:47), yaitu:
1) Zwerk Rational Action (Rasionalitas Instrumental)
Aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan nilai dari tujuan tersebut. Tujuan dari Zwerk Rational Action tidak absolut, tetapi bisa juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya. Bila aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional, maka mudah memahami tindakannya itu.
2) Werk Rational Action (Rasionalitas yang Berorientasi Nilai) Aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat atau lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Hal ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri. Dalam werk rational action, dapat disadari bahwa antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tujuan ini rasional karena pilihan terhadap cara-caranya, kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Dan tindakan ini dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami.
3) Affectual Action (tindakan yang dibuat-buat) Tindakan ini dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami dan kurang bahkan tidak rasional.
4) Traditional Action Adalah tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalunya.
Paradigma perilaku sosial memusatkan kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial. Sedangkan persoalan dari paradigma ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan
faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Terlihat disini terdapat hubungan yang fungsional antara tingkah laku dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan actor. Paradigma perilaku sosial mengganggap individu kurang memiliki kebebasan, tanggapan ditentukan oleh sifat dasar stimulus yang datang dari luar dirinya, jadi tingkah laku bersifat mekanis (Ritzer,1985:884-85).
Blau yang menerima prinsip pertukaran sosial dalam ahli psikologi Skinner, yang kemudian dibahas oleh Homans seperti yang telah dikemukakan diatas. Termasuk dalam prinsip-prinsip tersebut adalah adanya daya tarik individu terhadap satu sama lain, serta keinginan akan berbagai jenis ganjaran sosial. Memang tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertukaran sosial, Blau berpendapat kebanyakan memang demikian. Lebih lanjut Blau mengetengahkan dua prasyarat yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus kepada pertukaran sosial, sebagai berikut: 1) Perilaku harus berorientasi kepada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain. 2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut (Poloma;1987:83) Di dalam proses sosial manusia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya, yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga komponen, yaitu komponen afektif, komponen konatif, dan komponen kognitif. Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Sedangkan komponen konatif adalah aspek yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Berkenaan dengan
komponen afektif yang mempengaruhi tingkah laku, Melvin H. Marx memberikan pendapatnya tentang apa yang dinamakan motif kompetisi. Adanya suatu motif bahwa setiap orang ingin membuktikan ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apapun. Motif kompetisi ini erat hubungannya dengan kebutuhan rasa aman, dimana seseorang ingin memperoleh jaminan masa tuanya dengan berbagai tindakan sebagai investasi ekonomi (Rakhmat; 1985:46-47).
G. KERANGKA BERPIKIR
Harga minyak mentah dunia naik
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional naik
Harga kebutuhan sandang, pangan,dan papan serta kebutuhan lainnya ikut naik
Strategi Keluarga Miskin : 1. Pasrah a). Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa b). Menerima keadaan dengan apa adanya 2. Mengatur keuangan a). Membelanjakan uang untuk kebutuhan pokok atau penting b). Membayar hutang terlebih dahulu c). Membeli barang tidak sampai banyak 3. Hemat dalam pengeluaran keluarga a). Mengirit-irit uang dan segala hal b). Membeli segala sesuatu yang dibutuhkan saja c). Mengurangi jumlah kebutuhan d). Mengganti minyak tanah dengan bahan bakar lain e). Menggunakan BBM ketika dibutuhkan 4. Kerja keras a). Mengorbankan barang atau peliharaan untuk menghasilkan uang b). Meminjam uang kepada sanak saudara, tetangga, teman, kelompok sosial atau bank c). Mencari pekerjaan lain d). Mengatur dagangan e). Kerjasama sesama anggota keluarga f). Menambah jam kerja g). Menggunakan kemampuan yang ada dengan maksimal
Kerangka berpikir strategi keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan harga BBM
BBM merupakan suatu zat yang sangat berharga dan sangat dibutuhkan oleh manusia di dunia untuk kehidupan. Harga BBM sedunia pun ditetapkan secara bersama-sama sebagian besar negara dunia. Sehingga ketika harga minyak mentah dunia naik, maka harga BBM diseluruh dunia pun ikut naik, tak terkecuali Indonesia. Di indonesia, efek dari naiknya harga BBM adalah naiknya harga segala kebutuhan masyarakat baik sandang, pangan, dan papan. Bagi masyarakat
yang mempunyai keuangan yang cukup bahkan lebih dari cukup, naiknya harga segala kebutuhan tersebut bukanlah suatu masalah baginya. Sedangkan masyarakat miskin atau keluarga miskin (miskin), naiknya harga segala kebutuhan merupakan masalah bagi kehidupan keluarganya. Sehingga dalam menghadapi kenaikan harga BBM, berusaha menyusun strategi yang baik dan benar agar keluarganya dapat hidup sejahtera. Menyusun strategi adalah tindakan yang pertama kali dilakukan gakin, karena menyusun strategi merupakan salah satu modal besar manusia agar terpenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, terutama ketika sudah berkeluarga. Penerapan strategi yang baik dan benar akan membawa pengaruh yang besar untuk kelangsungan hidup berumah tangga. Strategi hidup berumah tangga dalam membelanjakan uang untuk kebutuhan keluarga (strategi keuangan), dan strategi atau manajemen konflik dalam suatu keluarga sangatlah dibutuhkan agar tercipta keluarga yang harmonis dalam menghadapi tantangan dunia (manajemen konflik). Apabila pada saat semua harga kebutuhan pokok atau harga kebutuhan sehari-hari sedang mengalami kenaikkan yang tinggi, strategi keuangan yang baik dan benar akan menjadikan suatu keluarga tidak mengalami kerugian finansial. Dan adapun manajemen atau strategi dalam menghadapi konflik sangat dibutuhkan untuk menghilangkan konflik ketika dampak sosial yang negatif yang terjadi di lingkungan keluarga yang diakibatkan oleh konflik dari dalam maupun dari luar keluarga termasuk kenaikkan harga BBM.
H. DEFINISI KONSEPTUAL Definisi konsep adalah definisi yang dipakai untuk variabel-variabel yang dipilih untuk diteliti. Pada penelitian ini variabelnya sebagai berikut.:
1. Strategi
Strategi dalam kamus sosiologi dan kependudukan diartikan sebagai sebuah siasat dalam menjalankan suatu maksud dan tujuan tertentu dalam suatu prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada berbagai langkah (Hartini dan G. Saputra, 1992: 406). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka pengertian strategi menunjuk pada rencana, yaitu rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa.1983:100). Sehingga strategi adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Keluarga Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Dalam keluarga diatur hubungan antar anggota keluarga, sehingga tiap anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang jelas (Dra. Kun Maryati dan Juju Suryawati, S.Pd, 2004: 83).
3. Kemiskinan Miskin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “miskin” adalah tidak berharta benda, serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soerjono Soekanto, 1982:320). Jadi, keluarga miskin adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang tidak mempunyai harta benda, kurang mampu, serta tidak sanggup memelihara dan memanfaatkan dirinya dalam suatu masyarakat atau kelompok.
4. Bahan Bakar Minyak (BBM) Adalah minyak yang dipakai untuk menimbulkan energi atau menimbulkan api (panas). Bahan bakar non-solid yang bisa diubah menjadi suatu energi yang berguna bagi kehidupan manusia. Terdiri dari Avgas ( Aviation Gasoline), Avtur (Aviation Turbine), Bensin, Minyak Tanah (Kerosene), Minyak Solar (HSD), Minyak Diesel (MDF), Minyak Bakar (MFO), Biodiesel,dan Pertamina Dex. Dalam kehidaupan berumah tangga, BBM yang dipakai adalah Minyak Tanah, Bensin atau Premium, minyak goreng, dan Solar.
I. METODE PENELITIAN a.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa kelurahan di Kota Surakarta, yaitu di Kelurahan Pajang (Kecamatan Laweyan), Kelurahan Joyotakan dan Tipes (Kecamatan Serengan), Kelurahan Semanggi dan Sangkrah (Kecamatan Pasar Kliwon), Kelurahan Jebres dan Mojosongo (Kecamatan Jebres), dan Kelurahan Nusukan dan Gilingan (Kecamatan Banjarsari). Semua kelurahan yang diteliti adalah sembilan kelurahan dikarenakan kelurahan-kelurahan tersebut mewakili kecamatan yang ada di Kota Surakarta, kelurahan-kelurahan tersebut dijadikan obyek penelitian dikarenakan jumlah keluarga miskinnya terbanyak diantara kelurahan lainnya dalam satu kecamatan, dan dengan pertimbangan untuk mempermudah mengumpulkan data serta melakukan penelitian bagi penulis, mengingat domisili penulis berada di Kota Surakarta. Lebih lengkapnya mengenai lokasi penelitian adalah pada tabel berikut:
Tabel 3 Lokasi Penelitian Kecamatan
b.
Kelurahan
Kecamatan Laweyan
Kelurahan Pajang
Kecamatan Pasar Kliwon
Kelurahan Sangkrah Kelurahan Semanggi
Kecamatan Banjarsari
Kelurahan Gilingan Kelurahan Nusukan
Kecamatan Serengan
Kelurahan Tipes Kelurahan Joyotakan
Kecamatan Jebres
Kelurahan Jebres Kelurahan Mojosongo
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan uraian mengenai suatu gejala sosial yang diteliti. Penulis mendeskripsikan suatu gejala berdasarkan pada indikator-indikator yang dijadikan dasar atas suatu gejala yang diteliti.
c.
Sumber Data 1). Data Primer
Adalah data di lapangan yang merupakan sumber utama untuk dijadikan landasan dalam penulisan penelitian, yaitu informasi dari pemerintah daerah dan keluarga miskin di Kota Surakarta.
2. Data Sekunder Adalah data yang mendukung, menjelaskan serta mempunyai hubungan yang erat dengan bahan primer, yang terdiri dari : a) Buku–buku tentang ilmu sosial yang menyangkut perilaku manusia dalam kehidupan sosial masyarakat. b) Buku–buku, arsip, dokumentasi, koran, website dan berbagai data yang memuat tentang kenaikan BBM serta buku–buku/karya tulis yang relevan bagi pemecahan permasalahan dalam penelitian.
d.
Teknik Pengambilan Data a) Wawancara Mendalam ( indept interviewing ) Teknik wawancara mendalam ini, tidak menggunakan struktur yang ketat dan formal, namun dengan strategi untuk menggiring pertanyaan yang makin membesar, sehingga informasi yang dikumpulkan cukup memadai, memiliki kedalaman dan keleluasaan sehingga mampu mengorek kejujuran, tanpa memaksakan kehendak kita dalam mengajukan pertanyaan. Dalam proses wawancara ini selain panca indera peneliti yang digunakan sebagai pengumpul data, ditunjang pula dengan penggunaan alat rekam
tape recorder yang telah dikemas sedemikian rupa agar tidak mengganggu proses wawancara. Untuk memperlancar jalannya wawancara digunakan petunjuk umum wawancara yang berupa daftar pertanyaan yang telah disusun sebelum terjun ke lapangan. Wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dimana peneliti membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara.
b) Observasi (langsung dan berperanserta) Observasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat nonverbal. Dasar utama observasi adalah penggunaan indera visual, tetapi dapat juga melibatkan indera-indera lain seperti pendengaran, rabaan, dan penciuman Observasi ini dilakukan secara informal sehingga mampu mengarahkan peneliti untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Observasi ini berkaitan dengan hubungan interaksi sosial yang terjadi akibat kenaikan harga BBM. Peneliti berperan sebagai pengamat, tidak turut serta sebagai aktor yang melibatkan diri di dalam suatu kegiatan masyarakat yang diteliti.
c) Dokumentasi Pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan cara melihat kembali berbagai penelitian ini.
literatur,
foto
dokumentasi
yang
relevan
dengan
e.
Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan unit analisisnya adalah kepala keluarga dan teknik pengambilan sampelnya adalah stratified random sampling (penarikan sampel secara acak terstratifikasi). Digunakan apabila populasi dibagi menjadi beberapa stratum (tata jenjang) berdasarkan variabel yang akan dianalisis (Susanto,2006:118). Tata jenjang dalam penelitian ini adalah miskin sekali, setengah miskin, dan agak miskin. Dan pengambilan keseluruhan responden berjumlah 58 sampel yang dibagi ke dalam tata jenjang tersebut. Alasan peneliti mengambil sampel sebanyak 58 Gakin karena peneliti ingin mengetahui berbagai macam strategi hidup keluarga miskin dari berbagai jenis pekerjaan. Serta sebanyak 5 sampel yang dibahas secara mendalam oleh peneliti. Para responden utama adalah kepala keluarga yang hidup miskin dengan kondisi rumah dan harta benda yang serba kekurangan. Peneliti memperoleh data sampel berdasarkan aparat pemerintah (Kelurahan) dan ketua RT setempat. Ke 5 responden yang akan dibahas lebih dalam adalah: 1. Bapak Sawiji (41 tahun) asal Kelurahan Pajang 2. Bapak Tukiran (43 tahun) asal Kelurahan Jebres 3. Bapak Joko (30 tahun) asal Kelurahan Nusukan 4. Bapak Hadisusanto (51 tahun) asal Kelurahan Tipes 5. Bapak Sunaryo (55 tahun) asal Kelurahan Semanggi
Tabel 4 Responden yang Dibahas Lebih Dalam
Kecamatan Jumlah Gakin
f.
Kelurahan
Kategori
Kecamatan Laweyan
11
Kelurahan Pajang
2 Sangat miskin 6 Miskin 3 Dekat miskin
Kecamatan Pasar Kliwon
13
· Kelurahan Sangkrah · Kelurahan Semanggi
5 Sangat miskin 5 Miskin 3 Dekat miskin
Kecamatan Banjarsari
10
· Kelurahan Gilingan · Kelurahan Nusukan
3 Sangat miskin 2 Miskin 5 Dekat miskin
Kecamatan Serengan
13
· Kelurahan Tipes · Kelurahan Joyotakan
7 Sangat miskin 3 Miskin 3 Dekat miskin
Kecamatan Jebres
11
· Kelurahan Jebres · Kelurahan Mojosongo
5 Sangat miskin 3 Miskin 3 Dekat miskin
Validitas Data Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperoleh. Dalam penelitian ini, cara yang dipilih peneliti untuk pengembangan validitas data penelitian adalah dengan menggunakan teknik trianggulasi sumber dan metode. Trianggulasi sumber mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang
berbeda.
Sedangkan trianggulasi
metode menekankan pada perbedaan
teknik
pengumpulan data.
informan 1 data
wawancara
informan 2 informan 3
atau :
data
wawancara
informan
content analysis
dokumen / arsip
observasi
aktivitas Sumber : (Sutopo, 2002 : 78-80)
g.
Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa interaktif, yaitu bahwa ketiga komponen aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berbagai proses siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak di antara tiga komponen analisis, yaitu data reduction (reduksi data), data display (sajian data) dan data conclusion drawing (penarikan kesimpulan). Sedangkan proses kerja analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik atau menggambarkan kesimpulan. Menurut Miles dan Hubberman, model analisa ini disebut dengan Interactive
Model Analysis. Pengumpulan data dilakukan mengikuti proses siklus interaktif dari ketiga alur berikut.ini: a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabastrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung selama proses penelitian. b. Penyajian Data Pada tahap ini peneliti berusaha untuk menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam suatu bentuk yang disederhanakan dan selektif atau konfigurasi yang mudah dipahami. c. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi Sejak awal pengumpulan data, peneliti sudah mulai mencari informasi, mendata setiap hasil pengamatan dan wawancara, sehingga akhirnya menjadi landasan yang kuat untuk diambil
suatu
kesimpulan
(Sutopo,
94-96). Berikut ini alur analisis data:
Bagan 2 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
HB,
2002:
Penarikan kesimpulan/ Verifikasi Sumber : (Sutopo , 2002 : 96)
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Persiapan a) Menyusun proposal sebagai awalan melakukan kegiatan penelitian. b) Mengurus perijinan penelitian : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret, KesBangLinMas Surakarta, lima Kecamatan dan sembilan Kelurahan di Surakarta c) Melakukan peninjauan awal di daerah lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi awal di daerah tersebut. Dari kegiatan tersebut dimungkinkan untuk mendapatkan informasi dalam penentuan responden yang tepat untuk dijadikan responden kunci dalam penelitian. d) Menyusun serta mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam wawancara maupun observasi seperti penyusunan pedoman wawancara, handrecord, alat tulis serta kamera untuk pengambilan dokumentasi di lapangan. 2) Pengumpulan Data a) Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan wawancara mendalam kepada para Keluarga Miskin (Gakin).
b) Mencatat dokumen data sekunder dari Kantor KesBangLinMas Surakarta, lima Kecamatan dan sembilan Kelurahan di Surakarta. c) Menentukan strategi pengumpulan data yang paling tepat, dan menentukan fokus, serta pendalaman dan pemantapan data pada proses pengumpulan data berikutnya. d) Mulai awal proses wawancara dan observasi peneliti membuat deskripsi situasi dan keadaan, deskripsi kejadian-kejadian khusus yang ada serta deskripsi aktivitas dari informan. e) Mengatur data dalam kelompok untuk kepentingan analisis, dengan memperhatikan semua variabel dan indikator yang terlibat yang tergambar pada kerangka pikir.
3) Analisis Data a) Melakukan validasi data dengan cara mengkroscekkan data yang diperoleh dari responden I ke responden yang selanjutnya dan berjalan seterusnya hingga informan yang terakhir. b) Semua hasil wawancara direkam dalam hand record, yang kemudian dibuat naratifnya, reduksi dan belum dibuat kesimpulannya. c) Hasil wawancara tersebut peneliti pilih yang sesuai dengan konsep yang dipakai dalam
penelitian,
kemudian
peneliti
sajikan
dalam
bentuk
matriks-matriks hasil wawancara. Data yang dimasukkan ke dalam matriks adalah data yang telah direduksi (dibuang yang tidak perlu) oleh peneliti
d) Dari matrik yang telah dibuat, peneliti melakukan analisis dan kesimpulan. Analisis dilakukan untuk mengetahui strategi keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan harga BBM. 4) Penyusunan Laporan Penelitian a) Penyusunan laporan awal b) Peneliti menyusun semua data dan analisis yang telah dibuat. c) Setelah semua disusun secara sistematis, peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing. Kemudian diberikan kritik dan masukan oleh dosen pembimbing. d) Peneliti memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai dan menambahkan masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing. e) Perbanyakan laporan sesuai dengan kebutuhan.
BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Gambaran Umum Kota Surakarta atau juga disebut Kota Solo atau Sala adalah nama sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Kota ini luasnya 44,04 km2 terletak di dataran rendah di cekungan lereng
pegunungan
Lawu
dan
Merapi
dengan
ketinggian
92 meter diatas permukaan laut diantara 1100 46’ 49’’ – 1100 51’ 30’’ Bujur Timur & 70 31’ 43’’ – 70 35’ 28’’ Lintang Selatan. Kota Surakarta dibelah oleh 3 sungai besar yaitu sungai atau kali Jenes, sungai Pepe, dan sisi timur kota ini dilewati sungai yang diabadikan dalam salah satu lagu keroncong,
yaitu “Bengawan Solo”. Suhu udara maksimalnya adalah 32,5o celcius dan minimal 21,9o
celcius. Rata-rata tekanan udaranya adalah 1010,9 MBS, kelembaban udara 75%, kecepatan angin 4 knot dengan arah angin 240o. Beriklim Tropis dengan musim hujan dan kemarau bergantian 6 bulan setiap tahun. Kota Surakarta bagian Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali, bagian Timur berbatasan dengan Sukoharjo dan Karanganyar, bagian Barat dengan Sukoharjo dan Karanganyar, sedangkan di bagian Selatan berbatasan dengan Sukoharjo. Kota ini dahulunya merupakan tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta
di masa awal kemerdekaan. Posisi ini sekarang dihapuskan dan menjadi "daerah
pembantu gubernur".Kota Surakarta memiliki semboyan “BERSERI” yang merupakan akronim dari Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah. Selain itu Solo juga memiliki slogan pariwisata Solo the
Spirit of Java” yang diharapkan bisa membangun pandangan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.(http://www.surakarta.go.id/kspsolo/index.php?option=isi&task=view&id=2&Iemid=37) Sejarah Kota Surakarta bermula ketika Sunan Pakubuwana II memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda J.A.B. Van Hohendorff untuk mencari lokasi Ibukota Kerajaan Mataram Islam yang baru sebagai ganti ibu kota Kerajaan Mataram di Kartasura yang hancur akibat pemberontakan orang-orang Cina (Tionghoa) melawan kekuasaan Susuhunan Paku Buwono II (Pribumi) yang bertahta di Kartasura yang dikenal dengan Geger Pacinan pada tahun 1742. Begitu hebatnya pemberontakan ini, sehingga Keraton Kartasura hancur dan PB II menyingkir ke Ponorogo, Jawa Timur. Berkat bantuan VOC, pemberontakan dapat ditumpas dan Kartasura direbut kembali, tetapi bangunan keraton sudah hancur. Mempertimbangan faktor fisik dan non fisik, akhirnya terpilih suatu desa di tepi Sungai Bengawan yang bernama desa Sala (1745 M atau 1671 Jawa). Sejak saat itu desa Sala berubah menjadi Kota Surakarta Hadiningrat dan terus berkembang pesat. Adanya Perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755 menyebabkan Mataram Islam terpecah menjadi Kasunanan Kota Surakarta dengan rajanya Paku Buwono II dan Kasunanan Yogyakarta dengan rajanya Hamengku Buwono (HB) I, serta Kota Surakarta terpecah lagi dalam perjanjian Salatiga 1767 menjadi Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Dari fakta sejarah Kota Surakarta perkembangan Kota Surakarta pada jaman dahulu sangat dipengaruhi oleh keberadaan pusat pemerintahan Kasunanan dan Mangkunegaran, Benteng Vastenburg sebagai pusat pengawasan kolonial Belanda terhadap Kota Surakarta serta Pasar Gedhe Hardjonagoro (Thomas Kaarsten) sebagai pusat perekonomian kota (http://www.Kota Solonet.co.id/Kota Sololama/sekilas.htm).
Berbeda dengan posisi keraton di Yogyakarta yang mulai dibangun pada 1755 (dengan pola tata kota yang sama dengan Kota Surakarta yang lebih dahulu dibangun), Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran memiliki fungsi sebagai tempat pengembangan seni dan budaya jawa. Bertempat di Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran, penduduk dapat mengikuti dan berperan serta dalam berbagai kegiatan budaya. Dikedua istana itulah kepribadian dan jati diri Kota Solo tetap terjaga. Perubahan fungsi itu disebabkan oleh banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan oleh kelompok komunis yang tidak menyukai sistem monarki keraton pada saat pemerintahan resmi NKRI yang mengakui Kota Solo sebagai Daerah Istimewa Surakarta (DIS). Pengakuan ini merupakan respon dari Presiden Soekarno ketika Susuhunan dan Mangkunegara memberikan pengakuan mereka atas kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 dan menyatakan diri berdiri di belakang Republik. Sebagai kota yang sudah berusia lebih dari 250 tahun, Kota Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing. Seperti kawasan Kauman. Perkampungan ini dipenuhi dengan beragam arsitektur rumah gedongan. Awalnya, Kampung Kauman yang berada di sisi barat depan Keraton Kasunanan ini diperuntukkan bagi tempat tinggal (kaum) ulama kerajaan dan kerabatnya. Letaknya berdampingan dengan Masjid Agung keraton, di sisi barat alun-alun utara. Tetapi pada perkembangannya, Kauman mirip dengan kawasan Laweyan. Jika Kauman terletak di sisi barat depan alun-alun utara, di sisi
timurnya terletak perkampungan Pasar Kliwon, kawasan ini merupakan pemukiman warga keturunan Arab. Di Kota Surakarta, warga keturunan Arab yang bermukim di kawasan Pasar Kliwon biasa dipanggil Encik Sar Kliwon. Banyak warga Arab yang sukses berdagang batik, sehingga kawasan ini juga dipenuhi dengan rumah gedongan. Agak ke utara, di sekitar Pasar Gedhe Harjonagoro (salah satu warisan monumental Sinuhun Pakubuwono X, dirancang oleh arsitek Belanda bernama Thomas Karsten, 1930) terletak kawasan perdagangan Balong. Kawasan ini merupakan konsentrasi pemukiman warga etnis Cina yang mayoritas berprofesi sebagai pedagang. Sebagai pecinan, kawasan ini memiliki banyak bangunan dengan arsitektur Cina. Di Kota Surakarta, warga keturunan Cina yang bermukim di kawasan Balong biasa dipanggil Singkek Balong. Laweyan, Kauman, Balong, Lodji Wetan atau Pasar Kliwon bukanlah sekadar kawasan dengan sekumpulan gedung tua, tapi juga merupakan jejak sejarah perkembangan tata kota Kota Solo, dengan warna arsitektur dan latar belakang sosiologisnya masing-masing. Dari hal tersebut bisa kita temui berbagai gedung dengan corak arsitektur Jawa, Eropa, India, Art Deco, Cina, hingga Timur Tengah. Selain di tempat-tempat tersebut, bangunan-bangunan tua bersejarah juga banyak terdapat di sepanjang jalan protokol Slamet Riyadi, walaupun sebagian besar keberadaannya tertutup bangunan komersial seperti mall dan ruko yang tidak jelas pakem arsitektur-nya. Dalam konteks Kota Solo, kelahiran kota ini sendiri merupakan peristiwa sejarah yang ditandai perpindahan keraton dari Kartasura ke Desa Sala. Menurut Sudarmono, sejarawan
Universitas Sebelas Maret (UNS), pemilihan lokasi dibangunnya Keraton Surakarta sendiri bermakna bagi eksistensi kerajaan. Konsep “kutaraja” yang dikelilingi benteng Baluwarti dihadirkan di lokasi yang awalnya pusat perdagangan Bengawan Solo, mengingat di sana ada pertemuan sejumlah sungai yang waktu itu merupakan sarana transportasi perdagangan (http://forum.Kota Solo.web.id/showthread.php?p=1133) Lokasi dibangunnya keraton pada awalnya berupa kedung dan merupakan pertemuan sejumlah sungai. Ada Sungai Batangan yang bertemu dengan Sungai Tempuran. Lalu ada Sungai Laweyan atau Banaran yang bertemu dengan Sungai Batangan. Sementara dari arah selatan ada Sungai Wingko dan dari utara ada Sungai Pepe. Komunitas perdagangan sudah ada sejak lama di sekitar pertemuan anak sungai tersebut. Sehingga peristiwa hadirnya keraton dengan dominasi rajanya, hadir di peradaban perdagangan sungai. Konsep kutaraja ini, menurut Sudarmono, hadir dengan simbol-simbol sakral magis. Dari tata letaknya bisa terlihat, ada Pasar Gedhe Harjonagoro di sebelah timur sebagai simbol sifat duniawi yang terkait dengan hal ekonomis. Ada Masjid Agung di sebelah barat sebagai simbol untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Ada poros tugu Pemandengan Dalem sebagai simbol visi raja yang luas. Eksistensi Kutaraja yang dibangun 1745 ini dipotong oleh Belanda dengan menghadirkan konsep Kutanegara. Ini ditandai dengan dibangunnya Benteng Vastenberg dan poros jalan menuju Pabelan, tiga tahun setelah keraton didirikan. Peradaban perdagangan sungai berangsur hilang karena tertutup jalan-jalan yang dibuat Belanda. Masih menurut Sudarmono, sejarah perkembangan Kutanegara yang dikembangkan Belanda ini juga ditandai keberadaan pejabat residen untuk mengimbangi dominasi raja, serta penunjukkan asisten residen mendampingi keberadaan bupati di luar keraton yang berada
dibawah kekuasaan keraton. Konsep Kutanegara ini makin lengkap dengan dibangunnya sejumlah pabrik dan membuat ruang publik. Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintah Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran. Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan historis hari
faktor-faktor
sebelumnya, jadi
Pemerintah
tanggal Kota
16
Juni
Surakarta
1946
ditetapkan
(http://www.Kota
sebagai
Surakarta.go.id/
kspKota Solo/index.php?option=isi&task=view&id=2&Itemid=37) Perjalanan Kota Solo sarat dengan peristiwa yang mewarnai sejarah bangsa Indonesia. Sebut saja peristiwa lahirnya Serikat Islam pada tahun 1911, di mana saat itu reaksi wong Solo bergolak atas campur tangan ekonomi kolonial. Tahun 1924 dengan pergerakan faham komunis di bawah Haji Mizbah yang saat itu bisa menguasai kereta api. Pada era pasca kemerdekaan, Solo terpilih sebagai tempat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I tahun 1948. Saat itu Stadion Sriwedari merupakan satu-satunya stadion yang dimiliki Indonesia. Sejarah kelam bangsa ini juga hadir di Solo saat geger pecinan dan kerusuhan Mei 1998.
Tabel 5 Biodata Kota Surakarta
Provinsi Luas wilayah Penduduk Kepadatan Suku bangsa Bahasa Agama Kecamatan Kelurahan Walikota Wakil Walikota Kode telepon
Jawa > Jawa Tengah 44,03 km² 552.542 (2005) 12.998,97/km² Jawa, Tionghoa, Arab Jawa, Indonesia Kejawen, Islam, Katholik Roma Roma, Kristen Protestan, Hindu, Buddha 5 51 Ir. Joko Widodo F.X. Hadi Rudyatmo 0271
Wilayah Surakarta kini terbagi dalam 5 Kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Jebres, dan Kecamatan Banjarsari. Serta terdapat 51 Kelurahan yang mencakup 692 RW dan 2.644 RT. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, sebelah timur dengan Kabuapt Kabuapten en Karanganyar, sebelah selatan dengan Kabupaten Sukoharjo dan sebelah barat dengan Kabupaten Sukoharjo. Dengan jumlah KK sebesar 130.264, maka rata-rata rata jumlah KK setiap RT berkisar sebesar 49 KK dengan luas mencapai 44,06 km2. Dari luas lahan tersebut, ssebagian ebagian besar digunakan untuk tempat pemukiman dengan persentase sebesar 61,68% dan sebanyak 20 % digunakan untuk kegiatan bidang ekonomi (Kota Surakarta Dalam Angka “data hasil olahan SUSENAS 2006”). Ini
menunjukkan bahwa sebagian penduduk Kota Surakarta bergerak di bidang perekonomian. Adapun
jumlah
penduduk
sekarang
(Kota Surakarta Dalam Angka “data hasil olahan SUSENAS 2006”):
Tabel 6 Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2006 Jenis Kelamin Tahun
Jumlah Laki-laki
Perempuan
0-4
18.177
19.053
37.320
5-9
21.243
16.425
37.668
10-14
20.367
21.024
41.391
15-19
20.805
21.681
42.486
20-24
26.061
24.747
50.808
25-29
30.441
25.185
55.256
30-34
23.433
22.557
45.990
35-39
15.330
17.520
32.850
40-44
18.834
22.238
41.172
45-49
14.454
18.177
32.631
50-54
16.863
15.111
31.974
55-59
9.855
10.512
20.367
60-64
6.570
8.541
15.111
65>
11.826
15.768
27.594
adalah
Jumlah
254.259
258.639
512.898
Sumber: BPS Kota Surakarta
B. Lokasi Penelitian 1. Kecamatan Laweyan Adalah kecamatan yang terletak di barat kota Surakarta. Kecamatan ini terkenal karena penduduknya banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai sekarang. Di sinilah tempat berdirinya Sarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para produsen dan pedagang batik pribumi, pada 1912. Ada 11 kelurahan yang terdapat di kecamatan ini, yaitu Kelurahan Pajang, Kelurahan Laweyan, Kelurahan Bumi, Kelurahan Panularan, Kelurahan Penumping, Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Sondakan, Kelurahan Kerten, Kelurahan Jajar, dan Kelurahan Karangasem. Batas kecamatan ini adalah: Utara
: Kabupaten Boyolali & Kecamatan Banjarsari
Selatan
: Kabupaten Sukoharjo & Kecamatan Serengan
Barat
: Kabupaten Boyolali & Kabupaten Sukoharjo
Timur
: Kecamatan Banjarsari & Kecamatan Serengan
Kelurahan Pajang Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Pajang pada bulan November tahun 2008 sebanyak 5.047 atau sebanyak 24.200 jiwa. Gakin di kelurahan ini berjumlah 1.218 atau 4.339 jiwa (sumber:
Keputusan Walikota, No.470/98/I/ 2007), sebanyak 24% Gakin di Kelurahan Pajang. Kelurahan Pajang dipimpin oleh Sarwoko, SE. Kode posnya adalah 57146 dan nomor telepon kantor Kelurahan Pajang adalah (0271) 721096. Jalan Dr. Rajiman merupakan jalan satu-satunya yang bisa dilewati untuk menuju ke kantor kelurahan ini. Batas utara adalah Kelurahan Jajar dan Kelurahan Kerten, sebelah timur adalah Kelurahan Sondakan dan Kelurahan Laweyan, sebelah barat adalah Kabupaten Sukoharjo, dan sebelah selatan Kabupaten Sukoharjo. Terdapat 16 RW dan 87 RT di Kelurahan ini.
2. Kecamatan Pasar Kliwon Adalah sebuah kecamatan yang terletak di tenggara Kota Surakarta. Wilayah Pasar Kliwon saat
ini
terkenal
sebagai
tempat
perkampungan
suku
bangsa
Arab-Indonesia yang biasa disebut sebagai ‘encik-encik’. Mereka biasa hidup dari penjualan tekstil. Di daerah ini terdapat Pasar Klewer, yaitu pasar batik terbesar di Indonesia. Kampung Kauman, yang disebut sebagai Kampung Wisata Batik, terletak di kecamatan ini, yaitu di sebelah Pasar Klewer. Selain itu, Keraton Surakarta juga terletak di kecamatan ini, banyak masjid yang dibangun suku bangsa Arab-Indonesia yang biasa dikunjungi banyak penduduk Solo maupun luar Solo, pertokoan atau ruko-ruko, dan terdapat pula Rumah Sakit Islam Kustati. Ada 9 kelurahan di kecamatan ini, yaitu Kelurahan Joyosuran, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan
Kedunglumbu, Kelurahan Sangkrah, dan Kelurahan Kauman. Kecamatan Pasar Kliwon berbatasan dengan: Utara
: Kecamatan Jebres
Selatan
: Kabupaten Sukoharjo
Barat
: Kecamatan Serengan & Kecamatan Banjarsari
Timur
: Kabupaten Karanganyar
a)
Kelurahan Sangkrah Kelurahan ini terdiri dari 13 RW 58 RT dengan jumlah 2987 Kepala Keluarga (KK) pada
bulan September 2008. Serta terdapat 1.010 Gakin atau sebanyak 3.879 jiwa yang mengalami kemiskinan pada Bulan September 2007 (Sumber: Keputusan Walikota No.470/98/1/2007). Kepala Kelurahan Sangkrah adalah Mahendra Nugrahadi, S.Sos, kantornya berlamatkan di Demangan, dengan nomor telepon kantor adalah 0271-636628 dan kode Kelurahan Sangkrah adalah 57119. Sebelah utara Kelurahan Sangkrah berbatasan dengan kelurahan Gandekan yang perbatasannya ditandai oleh kali Pepe, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo yang perbatasannya ditandai oleh sungai Bengawan Solo, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kelurahan Semanggi, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kedunglumbu yang perbatasannya ditandai oleh anak kali Pepe. Pada Kelurahan ini terdapat pula makam Sorogaten dan makam Kleco.
b)
Kelurahan Semanggi
Kelurahan Semanggi terdiri dari 23 RW 131 RT dengan jumlah 8.502 Kepala Keluarga (KK) pada bulan September 2008. Serta terdapat 2.779 Gakin atau sebanyak 9.160 jiwa yang mengalami kemiskinan pada Bulan September 2007 (Sumber: Keputusan Walikota No.470/98/1/2007). Kepala Kelurahan Semanggi adalah Drs. Agus Santoso. Kantor Kelurahan ini dapat ditempuh melalui jalan Kapten Mulyadi, dengan nomor telepon kantor adalah 0271638038 dan kode Kelurahan Semanggi adalah 57117. Sebelah utara Kelurahan Semanggi berbatasan dengan kelurahan Kedung Lumbu yang perbatasannya ditandai oleh kali Pepe, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar yang perbatasannya ditandai oleh sungai Bengawan Solo, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kelurahan Pasar Kliwon, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Baluwarti yang perbatasannya ditandai oleh anak kali Pepe.
3. Kecamatan Banjarsari Merupakan kecamatan yang terletak di pusat Kota Surakarta. Di kecamatan ini terdapat stasiun Solo Balapan yang melayani perjalanan kereta api menuju Jakarta/Yogyakarta, Surabaya dan Semarang (luar kota). Di daerah ini terletak pula Terminal Tirtonadi yang merupakan terminal bus dalam kota maupun luar kota, dan tidak jauh dari terminal tersebut
terdapat terminal mobil travel yang melayani perjalanan ke luar kota. Selain itu, di kecamatan ini terletak Pura Mangkunagaran, istana kerajaan Mangkunegara, salah satu ahli waris kerajaan Mataram Baru, serta banyak hotel berbintang internasional dan pertokoan juga terletak di kecamatan ini. Hal inilah yang menyebabkan kecamatan ini menjadi yang terbesar dan yang paling kaya di Kota Surakarta. Selain itu terdapat tiga pemakaman penting di kecamatan ini: TPU Bonoloyo, Astana Utara Nayu, dan Astana Bibis Luhur. Ada 13 kelurahan di kecamatan ini, yaitu Kelurahan Kadipiro, Kelurahan Nusukan, Kelurahan Gilingan, Kelurahan Stabelan, Kelurahan Kestalan, Kelurahan Keprabon, Kelurahan Timuran, Kelurahan Ketelan, Kelurahan Punggawan, Kelurahan Mangkubumen, Kelurahan Manahan, Kelurahan Sumber, dan Kelurahan Banyuanyar. Kecamatan Banjarsari berbatasan dengan: Utara
: Kabupaten Boyolali & Kabupaten Karanganyar
Selatan
: Kecamatan Serengan & Kecamatan Pasar Kliwon
Barat
: Kecamatan Laweyan
Timur
: Kecamatan Jebres
a)
Kelurahan Gilingan Kelurahan ini terdiri dari 21 RW 112 RT dengan jumlah 4689 Kepala Keluarga (KK)
pada bulan September 2008. Terdapat 1.539 Gakin atau sebanyak 6.117 jiwa yang mengalami kemiskinan pada Bulan September 2007 (Sumber: Keputusan Walikota No.470/98/1/2007). Kepala Kelurahan Gilingan adalah Drs. Mardiono Joko Setiawan, kantor Kelurahan ini dapat dtempuh melalui Jalan Jenderal Ahmad Yani, nomor telepon kantor adalah 0271-725038 dan
kode Kelurahan Gilingan adalah 57134. Kelurahan ini dekat dengan tempat-tempat keramain, yaitu Terminal Tirtonadi dan Pasar Burung, sehingga kantor kelurahan ini mudah untuk dicari. Sebelah utara Kelurahan Gilingan berbatasan langsung dengan kelurahan Nusukan; sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Tegalharjo; sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Stabelan; sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Manahan, Mangkubumen, dan Kestalan.
b)
Kelurahan Nusukan Kelurahan ini terdiri dari 24 RW 143 RT dengan jumlah 7.230 Kepala Keluarga (KK)
pada bulan September 2008. Terdapat 1.695 Gakin atau sebanyak 5.573 jiwa yang mengalami kemiskinan pada Bulan September 2007 (Sumber: Keputusan Walikota No.470/98/1/2007). Kepala Kelurahan Nusukan adalah Drs. Joko Sulistyo, kantor Kelurahan ini dapat ditempuh melalui Jalan Kyai Mangun Sarkoro, Jalan Kapten Tendean, Jalan Kolonel Sugiono, dan Jalan Sumpah Pemuda. Nomor telepon kantor adalah 0271- 718879 serta kode Kelurahan ini adalah 57135. Kelurahan Nusukan dekat dengan Universitas Slamet Riyadi, dan Pasar Nusukan, Kelurahan Nusukan sebelah utara berbatasan langsung dengan Kelurahan Kadipiro; sebelah timur berbatasan langsung dengan Kelurahan Mojosongo; sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kelurahan Nusukan; sebelah barat berbatasan langsung dengan Kelurahan Banyuanyar.
4. Kecamatan Serengan Adalah kecamatan yang terletak di selatan Kota Surakarta dan merupakan kecamatan terkecil kota ini. Terdapat 2 industri yaitu industri Konimeks dan tekstil, pertokoan-pertokoan, dan warung makan kecil maupun besar, hotel, pasar serta makro. Hali inilah yang walaupun
kecamatan terkecil di kota Solo tetapi menyebabkan ramainya arus lalu lintas. Terdapat jalan menuju ke Sukoharjo yang melalui kecamatan ini. Terdapat 7 kelurahan, yaitu Kelurahan Joyotakan, Kelurahan Danukusuman, Kelurahan Serengan, Kelurahan Tipes, Kelurahan Kratonan, Kelurahan Jayengan, dan Kelurahan Kemlayan.Kecamatan Serengan berbatasan dengan: Utara
: Kecamatan Banjarsari
Selatan
: Kabupaten Sukoharjo
Barat
: Kecamatan Laweyan dan Kabupaten Sukoharjo
Timur
: Kecamatan Pasar Kliwon
a)
Kelurahan Tipes Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Tipes pada bulan November tahun 2008
adalah 3.022 atau sebanyak 13.560 jiwa, dan terdapat 664 Gakin atau sekitar 2.189 jiwa (sumber: Keputusan Walikota, No.470/98/I/ 2007) atau 22% Gakin di kelurahan ini. Kepala Kelurahan Tipes diduduki oleh Agus Mulyanto. Kode pos Kelurahan Tipes adalah 57154 dan nomor telepon kantor Kelurahan Tipes adalah (0271) 716504, kantor ini melewati Jalan Veteran. Batas utara Kelurahan Tipes adalah Kelurahan Panularan Kecamatan Laweyan, sebelah timur adalah Kelurahan Kratonan dan Kelurahan Serengan, sebelah barat adalah Kelurahan Cemani Kabupaten Sukoharjo, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Terdapat 15 RW dan 69 RT di Kelurahan ini.
b)
Kelurahan Joyotakan
Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Joyotakan pada bulan Oktober 2008 adalah 1.840 atau sebanyak 8.669 jiwa, dan terdapat 624 Gakin atau sekitar 2.154 jiwa (sumber: Keputusan Walikota, No.470/98/I/ 2007) atau 34,9% Gakin yang terdapat di kelurahan ini. Kepala Kelurahannya adalah Drs. Chairul Anwar. Kode pos Kelurahan Joyotakan adalah 57157, dan nomor teleponnya adalah (0271) 642114. Bila ingin mendatangi kantor Kelurahan Joyotakan bisa melalui jalan Brigjen Sudarto atau jalan Yos Sudarso. Batas utara Kelurahan ini adalah Kelurahan Danukusuman, batas timur adalah Kecamatan Pasar Kliwon, batas barat dan selatan adalah Kelurahan Cemani Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Sukoharjo. Terdapat 6 RW dan 42 RT di Kelurahan Joyotakan.
5. Kecamatan Jebres Adalah kecamatan kota Surakarta yang terletak di utara. Wilayah kecamatan ini agak berbukitbukit dan hampir semua pemakaman di kota Surakarta terletak di kecamatan ini. Bangunan penting yang terdapat di kecamatan ini adalah Universitas Sebelas Maret, Taman Budaya Jawa Tengah, Tempat Peti Kemas Pendaringan, Rumah Sakit Muwardi, Rumah Sakit Jiwa, dan Taman Wisata Jurug (Kebun Binatang). Ada 11 kelurahan, yaitu Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kelurahan Sudiroprajan, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Sewu, Kelurahan Pucangsawit, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Purwodiningratan, Kelurahan Tegalharjo, Kelurahan Jebres,
dan
Kelurahan
Mojosongo.
Kecamatan
ini
Utara
: Kabupaten Karanganyar
Selatan
: Kabupaten Karanganyar & Kecamatan Pasar Kliwon
Barat
: Kecamatan Banjarsari
berbatasan
dengan:
Timur
a)
: Kabupaten Karanganyar
Kelurahan Jebres Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Jebres pada bulan September tahun 2008
adalah 6.483 atau sebanyak 32.485 jiwa, dan terdapat 1.700 Gakin atau sekitar 6.098 jiwa (sumber: Keputusan Walikota, No.470/98/I/ 2007), sekitar 26% Gakin terdapat di Kelurahan Jebres. Kepala Kelurahan Tipes diduduki oleh Drs. Tamso. Kode pos Kelurahan Tipes adalah 57126 dan nomor telepon kantor Kelurahan Tipes adalah (0271) 636506, kantor ini berseberangan dengan jalan raya yaitu Jalan Kolonel Sutarto. Batas utara Kelurahan Jebres adalah Kelurahan Mojosongo dan Kabupaten Karanganyar, sebelah timur adalah Kabupaten Karanganyar, sebelah barat adalah Kelurahan Tegalharjo dan Kelurahan Purwodiningrat, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Jagalan dan Kelurahan Pucangsawit. Terdapat 36 RW dan 128 RT.
b)
Kelurahan Mojosongo Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Mojosongo pada bulan September tahun
2008 adalah 11.023 atau 43.726 jiwa. Gakin di kelurahan ini mencapai 1.333 (12%) atau 5.045 jiwa (sumber: Keputusan Walikota, No.470/98/TH 2007) 22%. Kepala Kelurahan Mojosongo adalah Drs A . Sri Wahyono, M.Si. 57127 adalah kode pos Kelurahan Mojosongo, dan nomor teleponnya adalah (0271) 853673. Untuk menuju kantor ini, bisa memlalui Jalan Berigjen
Katamso dan Jalan Sumpah Pemuda. Bagian utara dan timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar, bagian barat berbatasan dengan Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan, dan bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Jebres. Terdapat 35 RW dan 172 RT di Kelurahan ini.
C. Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta oleh Pemerintah Surakarta
Dilihat dari peran dan letak geografis Kota Surakarta yang tersebut, maka kota ini memiliki berbagai potensi dan daya tarik (buku pedoman Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta.2008:1) sebagai berikut: 1.
Sebagai kota pelayanan (service city) bagi hinterland-nya, yaitu Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten atau yang lebih dikenal dengan singkatan SUBOSUKAWONOSRATEN dan sekarang lebih terkenal dengan istilah SOLO RAYA.
2.
Berkembangnya 8 kawasan andalan di wilayah SOLO RAYA, yaitu: a. Kawasan Bandara Internasional Adisumarmo b. Kawasan Industri Gondangrejo (Sragen) c. Kawasan Industri Mojosongo d. Kawasan Industri Nguter e. Koridor Kawasan Bandara Internasional Adisumarmo – Surakarta f. Koridor Kawasan Palur g. Koridor Kawasan Surakarta – Sukoharjo h. Koridor Kawasan Surakarta – Boyolali
3.
Sebagai Pusat Kegiatan Pembangunan Wilayah Jawa Tengah bagian timur khususnya eks Karisidenan Surakarta (Subosukawonosraten)
4.
Kawasan Surakarta Utara yang relatif masih terbuka untuk mengembangkan pemanfaatan spatial
5.
Merupakan simpul distribusi barang dan mobilitas masyarakat lintas kawasan
6.
Sejarah panjang sebagai pusat pemerintahan, budaya, dan bisnis
7.
Rencana pembangunan jaringan jalan tol Semarang – Surakarta
Dari potensi dan daya tarik tersebut, maka timbullah suatu permasalahan sosial di Kota Surakarta (buku pedoman Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta.2008:2), seperti: 1.
Arus urbanisasi yang tinggi
2.
Munculnya Daerah Hunian Kumuh (Slum Area) dan bahkan tidak berijin (Squatters) yang menempati area-area terlarang yang sebagian besar dihuni oleh keluarga miskin
3.
Tingginya kegiatan di sektor informal
4.
Adanya penduduk miskin dan kelompok masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS)
Kota Surakarta, yang lebih dikenal dengan sebutan kota Solo merupakan kota yang multikultur karena banyak sekali pendatang dari luar kota maupun luar pulau jawa yang datang serta menetap di kota ini dengan berbagai macam kepentingan. Banyak pula etnis (Arab, Cina, Madura, dan lain-lain) yang sudah menetap lama di kota ini, sehingga kota Solo menjadi rawan
dan mudah disulut oleh konflik horizontal. Kemajuan teknologi dan pendidikan merupakan salah satu daya tarik kota Solo yang menjadi alasan pendatang menetap di kota ini dalam jangka waktu yang panjang. Seiring berjalannya waktu, pelan tapi pasti, kota Solo yang awal mulanya merupakan kota dikenal dengan sebutan kota pewaris budaya Indonesia terutama budaya Jawa (keraton) berubah menjadi kota modern penuh dengan bangunan-bangunan baru seperti mall, perhotelan, tempat olahraga, dan lain sebagainya. Bangunan-bangunan bersejarah atau bangunan yang menjadi simbol kebudayaan kurang terurus bahkan telah digantikan dengan bangunan modern. Disamping itu, walikota Solo juga sedang menarik para investor untuk menginvestasikan keuangannya di kota Solo. Sehingga banyak investor dari kota-kota satelit Solo (Boyolali, Wonogiri, Sragen, dan Karanganyar) yang berimigran ke kota ini serta investor dari kota-kota besar disekitar kota Solo yaitu Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Tidak hanya bidang teknologi dan pendidikan yang dimodernisasi, bidang ekonomi, sosial, agama, kesehatan dan politik pun telah dimodernisasi oleh pemerintah kota Solo. Akibatnya, tidak hanya para pelajar dan mahasiswa yang datang tidak untuk menetap (ngelaju) atau datang untuk menetap di kota ini, tetapi para pengusaha, politikus, pedagang, tokoh-tokoh agama (baik dari dalam maupun luar negeri), pekerja amatir sampai pekerja profesional datang ke kota Solo. Serta tidak dapat dipungkiri, bahwa para pendatang tersebut merupakan para agen perubahan di kota Solo. Disadari atau tidak, hal tersebut telah melahirkan konflik sosial besar yaitu kemiskinan yang dihasilkan oleh pembangunan terencana dan modern dari kota ini baik di sektor sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, teknologi, maupun agama. Sedangkan tindakan penanganan kemiskinan menghadapai permasalahan serta tantangan yang banyak (buku pedoman Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta.2008:3) adalah sebagai berikut:
1.
Tolak ukur kriteria penduduk miskin berbeda-beda, sehingga data yang dihasilkan juga berbeda
2.
Belum sepenuhnya memberdayakan masyarakat
3.
Terjadi salah sasaran
4.
Tidak optimalnya pengelolaan dana
5.
Usaha yang dipilih tidak berorientasi pasar
6.
Distribusi dana kurang berdasarkan pada kebutuhan nyata
7.
Belum terpadunya pelaksaan kegiatan
8.
Mental dan perilaku ketergantungan pada bantuan dan lemahnya motivasi untuk melakukan usaha produktif (budaya malu dan etos kerja kurang)
Dapat disimpulkan, bahwa perlu adanya beberapa hal yang perlu dicermati untuk penanganan kemiskinan dalam jangka waktu kedepan (buku pedoman Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta.2008:4) yaitu: 1.
Kemiskinan adalah gejala multidimensional yang menyangkut segi ekonomi, sosial, politik, dan cultural
2.
Memperhatikan aspek proses, yaitu partisipasi dari para pemegang kepentingan (Stakeholders), mulai dari penyusunan program/kegiatan pelaksanaan hingga pemantauan dan pengawasan sejalan dengan proporsi masing-masing
3.
Memacu pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan riil
4.
Pemberian bantuan (Charity) tanpa melakukan kegiatan produktif, harus dilakukan secara selektif dan tidak terus menerus, untuk mengantisipasi melemahnya sendi-sendi keberdayaan (Empowering) masyarakat
5.
Penanganan diarahkan langsung pada sasaran dan tidak sentralistik, agar lebih efisien dan minimalisasi kesalahan sasaran
Adapun strategi utama penanggulangan kemiskinan tingkat nasional (buku pedoman Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta.2008:6) adalah sebagai berikut: 1.
Perluasan kesempatan Dilakukan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi yang memungkinkan masyarakat miskin memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam memenuhi hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup berkelanjutan
2.
Pemberdayaan kelembagaan masyarakat Dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya serta memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak dasar
3.
Peningkatan kapasitas Dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan
4.
Perlindungan sosial Dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, jompo, anak telantar, dan penyandang
cacat) serta masyarakat miskin baru karena bencana alam, krisis ekonomi, maupun konflik social
5.
Penataan kemitraan global Diakukan untuk mengembangkan dan menata ulang hubungan dan kerjasama internasional, untuk mendukung pelaksanaan strategi tersbut diatas
Berdasarkan kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan pemerintah pusat (Nasional dan Provinsi Jawa Tengah), serta permasalahan sosial dan kondisi factual Kota Surakarta sendiri, maka telah dibuat kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SKPD), (buku pedoman Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta.2008:7 – 13) sebagai berikut: 1.
Goodwill/Politicalwill Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Surakarta, bahwa pengangan kemiskinan harus didukung dengan otoritas politik dan komitmen yang kuat, yang dicerminkan dalam kelembagaan, perencanaa, dan penganggaran.
2.
Planning Policy yang jelas (1) Kebijakan penanggulangan kemiskinan diformulasikan dalam produk perencanaan strategis (RPJM) maupun tahunan (RKPD) untuk menjamin kesinambungan dan konsistensi penanganan dan pencapaian target yang jelas dan pencapaian target yang
jelas pada setiap tahapan ( 2 ) RPJM Kota Surakarta 2005 – 2010 merumuskan strategi pembangunan sebagai berikut:
· Strategi Reaktualisasi Tata Kehidupan masyarakat kota yang berbudaya, · Strategi optimalisasi potensi dalam mewujudkan pembangunan Surakarta Kota Budaya dan salah satu agenda, sasaran dan prioritas yang hendak dicapai dalam kaitan penanggulangan kemiskinan adalah: Agenda
: Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kota, yang mencakup: - Sasaran
: Penurunan tingkat kemiskinan masyarakat
- Prioritas
:
Penanggulangan kemiskinan
Selanjutnya dalam rencana tahunan (RKPD) yang merupakan rekatualisasi tematis dari rencana strategis disesuaikan dengan kodisi faktual, aspirasi masyarakat, dan target sasaran. Dengan prioritas yang meliputi: a.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin
b.
Peningkatan kualitas pendidikan
c.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
d.
Pembangunan ekonomi melalui peningkatan daya saing produk, peningkatan kesempatan kerja, revitalisasi UKM/IKM, peningkatan pariwisata, pengembangan ekspor dan investasi
e.
Peningkatan kualitas pelayanan publik dan kapasitas pemerintah daerah,
pembangunan politik, hokum, keamanan dan ketertiban masyarakat f.
Peningkatan ifrastruktur kota dan pembangunan kawasan Kota Surakarta bagian utara, dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan konservasi lingkungan hidup maupun pendayagunaan ekosistem
g.
Penataan ruang kota sejalan dengan rencana tata ruang, konservasi lingkungan hidup dan penciraan kota yang meliputi penataan/penertiban PKL dan hunian tak berijin, revitalisasi kawasan publik, kawasan bersejarah dan budaya
Bahwa upaya dan sasaran utama untuk mengentaskan kelompok masyarakat miskin dari jerat kemiskinan adalah dengan meningkatkan kesejahteraan mereka dalam berbagai bidang seperti papan, pangan, pendapatan/pekerjaan, kesejahteraan dan pendidikan secara terpadu, berkelanjutan dan berkesinambungan. Upaya tersebut tentunya harus sejalan dan sinergis dengan upaya pemerintah atasan (Nasional dan Provinsi), dan dalam bingkai bidang kewenangan/urusan Pemerintah Daerah sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, diantaranya adalah urusan sosial, pendidikan, KB dan KS, kesehatan, perumahan, pekerjaan umum, tenaga kerja, perdagangan, perkoperasian dan UKM beserta program dan kegiatannya yang dilaksanakan oleh SKPD.
(3) Perencanaan kegiatan penanganan langsung
Yaitu
desain
kegiatan
operasional
yang
langsung
menyelesaikan
perrnasalahan bidang-bidang pada target sasaran yang ditetapkan. (4)
Perencanaan kegiatan yang berdampak kuat pada penanganan kemiskinan Yaitu desain kegiatan operasional prioritas kota yang mempunyai dampak kuat terhadap proses penanganan kemiskinan dan pemberdayaan maupun produktivitas target sasaran
3.
Planning strategy Keterpaduan, berkelanjutan, berkesinambungan program dan kegiatan, baik antar SKPD maupun dengan pemerintah atasan dan juga pihak ketiga (Stakeholders) yang punya komitmen atas penanganan kemiskinan (sektor privat, LSM dan penggiat, lembaga non profit dan BUMN)
4.
Budgeting Policy yang pasti a. Pro poor, pro jobs, pro growth Pengarusutamaan anggaran (budgeting mainstream) diarahkan pada alokasi anggaran dalam proporsi dan jumlah yang signifikan serta berkesinambungan berorientasi utama pada upaya penanggulangan kemiskinan, disisi lain sebagai hal yang tidak terpisahkan, diproyeksikan mampu menumbuhkan lapangan kerja dan usaha, mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang signifikan. b. Belanja langsung Diarahkan untuk mendanai program dan kegiatan penanganan kemiskinan sesuai bidang
kewenangan/urusan pemerintah daerah dengan tujuan dan target sasaran yang jelas c. Belanja tidak langsung Pengalokasian anggaran dalam bentuk bantuan (charity) diarahkan secara selektif dan tidak terus menerus, utamanya pada kondisi kritis yang benar-benar memerlukan. d. Pendanaan dari pemerintah atasan (Pusat dan Propinsi)
5. Budgeting Strategy a.
Proporsionalitas, signifikansi dan kesinambungan alokasi anggaran.
b.
Optimalisasi capaian kinerja kegiatan pada setiap tahapan dan akhir perencanaan strategis dapat diwujudkan.
c.
Pencapaian target kinerja pada setiap kegiatan
d.
Untuk memastikan bahwa setiap alokasi anggaran kegiatan SKPD sesuai bidang penanganannya dapat diukur secara benar sesuai dokumen anggaran atas dasar ketaatan pada prosedur dan administrasi maupun ketepatan sasaran, hasil, dan manfaatnya
6.
Kebijakan Kelembagaan Agar perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dapat dirumuskan dan dijalankan secara terpadu dan konsisten oleh Pemerintah Kota Surakarta maka harus didukung peraangkat struktur otoritas yang kuat. Untuk itu kebijakan kelembagaan diarahkan pada: a . Penguatan peran lembaga Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Surakarta, yang berada dibawah koordinasi Wakil Walikota dan bertanggungjawab
langsung kepada Walikota b. Penetapan kebijakan, koordinasi pelaksanaan, pengendalian dan money kegiatan secara terpadu dan sinergis dilakukan oleh TKPK Kota Surakarta. c . Penguatan peran serta lembaga masyarakat
7.
Strategi Implementasi Penanganan Dalam tataran dan pada ranah implementasi, dikembangkan strategi dalam rangka menyelesaikan permasalahan utama terkait data dan sasaran pokok, yaitu meliputi:
a. Strategi penanganan Data, yaitu dikembangkan methode atau cara untuk menghasilkan data induk yang valid, reliabel, akurat dan terstruktur agar dapat clijaclikan rujukan utama dalam pengembangarl data spesifik penanganan masalah pokok. b. Strategi penanganan masalah pokok Papan, Pangan, Pendapatan dan Pekerjaan, Kesehatan dan Pendidikan, untuk mernberikan gambaran yang jelas tentang metode dan cara penanganan pada masing-masing masalah pokok untuk target sasarannya. c. Strate gi opersional kegiatan, mengambarkan tentang bentuk, mekanisme, tahapan clan model penanganan masalah dalam bentuk pelaksanaan kegiatan operasional antar dan lintas SKPD pada target sasaran. d. Perumusan
output
yang
jelas
dan
terukur
pada
setiap
tahapan waktu (time frame) perencanaan tahunan, yang berisi kegiatan operasional, sasaran dan target capaian yang terukur.
e. Perumusan outcome secara rill, yang menggarnbarkan tingkat capaian kineja dari kegiatan yang dilaksanakan. 7.1 Strategi penanganan Data Validasi dan reaktualisasi data dan peta merujuk pada indikator yang jelas dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
7.2 Strategi penanganan masalah pokok 1. Revitalisasi
Rumah Tidak La yak Huni (RTLH), sanitasi dan
infrastruktur lirigkungan RTLH. 2. Fasilitasi akses mudah dan murah untuk Air Bersih, Listrik.
3. Land consolidation (penataan lahan lingkungan) dan resolusi konflik tanah. 4. Penyedian hunian layak dan murah/terjangkau. 5. Pemenuhan kebutuhan standar nutrisi. 6. Kemudahan dan keterjangkauan akses pememihan kebutuhan pokok. 7. Penguatan kemampuan/skill dan peluang/fasilitas usaha/kerja. 8.
Pemberian kemudahan akses dan keterjangkauan pendidikan
9.
Pemberian kemudahan akses dan keterjangkauan fasilitas kesehatan
10. Perubahan perilaku ke arah pola hidup sehat dan produktif
7.3. Strategi opersional penanganan (kegiatan) · Keterpaduan
(sinergitas,
integratif)
kolaboratif, kombinatif, komplementatif, · Kerja sama dengan Pihak ketiga
antar
dan
lintas
SKPD:
· Pemberdayaan dan partsipasi kelompok sa:;aran. · Gradual, berkelanjutan dan berkesinambungan
7.4. Out Put · Kegaitan operasional · Data valid, realibel dan kredibel sebagai rujukan kegiatan dan capaian kinerja maupun capaian target sasaran dalam setiap tahapan · Jadwal terpadu dan keterpaduan kegiatan antar/ lintas SKPD 7.5. Outcome · Capaian target kuantitatif sesuai tahapan pada setiap indikator. · Pengurangan
secara
terukur
atas
target
sasaran
pada
masingmasing indicator 7.6 Model Berdasarkan data, permasalahan, strategi penanganan dan keterpaduan kegiatan yang dirancang, maka dapat dirumuskan model-model penanganannya sebagai berikut: 1. Penanganan terpadu dari berbagai bidang pada klaster-klaster 2. Terpadu dalam lingkup kota 3. Pengembangan kelompok-kelompok binaan dalam klaster atau pada lokasi kantung-kantung kemiskinan oleh Pihak ketiga (BUMN, BUMD, LSM dan penggiat, Lembaga kemasyarakatan lainnya).
Menurut Dinas Pekerjaan Umum melalui P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), yang merupakan akar dari kemiskinan (Buku Pedoman Umum P2KP) adalah sebagai berikut: 1. Lunturnya nilai-nilai universal kemanusiaan atau aspek moral (jujur, adil, ikhlas, dll) 2. Pudarnya prinsip-prinsip kemasyarakatan atau aspek good governance (partisipasi, demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dll) 3. Orientasi pembangunan berkelanjutan atau aspek Tridaya (perlindungan lingkungan, pembangunan sosial, dan pengembangan ekonomi)
Sedangkan yang menjadi penyebab kemiskinan serta uraiannya akan dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Tabel 7 Pandangan P2KP Tentang Penyebab Kemiskinan Penyebab Kemiskinan
Uraian
Politik yang tidak membuka akses kepada Tidak transparan, tidak partisipatif, tidak kaum miskin
akuntabel, demokrasi semu, berorientasi kepada
diri
sendiri
dan
kelompok
interestnya, dominasi elite, dll Lingkungan dan Pemukiman yang tidak Pencemaran & kerusakan alam, pemukiman memadai
kumuh, tinggal di kawasan illegal, tidak berorientasi kepada pembangunan yang
berkelanjutan, dan sebagainya
Lemahnya kapital sosial di kehidupan Kehidupan sosial yang segregatif, pudarnya masyarakat
solidaritas sosial, proses marginalisasi, SDM rendah, pendidikan tidak memadai, pengangguran, budaya miskin, dan lain sebagainya
Ekonomi yang tidak memihak kaum miskin
Tidak
ada
kesempatan,
keterampilan
rendah, masih sulit mengakses ke sumber daya
kunci
&
permodalan,
tidak
membangun jiwa kewiraswataan, dan lain sebagainya Keputusan,
kebijakan,
tindakan,
dan Tidak berjalannya jarring pengaman sosial
kegiatan yang tidak adil serta tidak berpihak di masyarakat akibat memudarnya kapital kepada kaum miskin
sosial
(musyawarah,
gotong
royong,
keswadayaan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi, dll) Institusi pengambil keputusan yang tidak adil dan tidak berpihak kepada kaum miskin serta cenderung egois pada kepentingan sendiri dan kelompoknya
Citra negatif pada kaum miskin (belum mampu, belum punya pengalaman, kurang berpendidikan, kurang dapat dipercaya, dll) Perilaku atau cara pandang yang keliru dan Masyarakat kurang peduli terhadap kaum tidak manusiawi (tidak ikhlas, tidak peduli, miskin, pudarnya keikhlasan serta mental tidak mandiri, tidak pro kemiskinan, dan bergantung kepada bantuan dari pihak luar, internalisasi budaya miskin
dll Para pengambil kebijakan yang cenderung bersifat tidak adil, tidak ikhlas, tidak jujur, kurang peduli terhadap kaum miskin, dan kurang dapat dipercaya Budaya dan perilaku miskin (tertutup, kurang
ulet,
boros,
minder,
sikap
skeptic/pasrah, kurang bertanggungjawab, dll
Sumber: Buku Pedoman Umum P2KP
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Surakarta tahun 2005 – 2010, walaupun indikator makro ekonomi memperlihatkan perbaikan, ternyata masih banyak permasalahan yang mendasar yang terkait dengan tingginya tingkat kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya daya beli masyarakat secara nyata. Terkait dengan kondisi
kemiskinan, dari data Bappeda kota Surakarta tahun 2006, tercatat jumlah keluarga miskin (Gakin) 25.117 KK dengan total 88.474 (17,69%). Data kemiskinan di Kota Surakarta dalam SK Walikota Surakarta No.47/36/1/2007, tercatat jumlah jiwa Gakin menurun menjadi 65.889 dari total jumlah penduduk 561.509 (11,73%).
Tabel 8 Perbandingan Jumlah Gakin di Kota Surakarta Tahun 2006 – 2007 Kecamatan
2006*
2007**
Laweyan
4.428 kk
4.407 kk
Serengan
2.381 kk
2.372 kk
Banjarsari
7.942 kk
6.812 kk
Pasar Kliwon
5.554 kk
5.296 kk
6.221 kk 26.526 kk
6.230 kk 25.117 kk
Jebres Jumlah
Sumber: *Data DKRPP dan KB Tahun 2005 **BPS Tahun 2006
Jumlah angkatan kerja di kota Surakarta pada tahun 2005 mencapai 237.888 (44,50%) dari seluruh penduduk Surakarta. Dari jumlah tersebut, jumlah yang bekerja mencapai 89,14%. Sedangkan, sebesar 10,86% termasuk dalam kategori pengangguran terbuka. Penduduk wanita yang bekerja mencapai angka 34,64% dari angkatan kerja yang bekerja. Berikut adalah lengkapnya:
Tabel 9 Angka Pengangguran di Kota Surakarta Tahun 2006 Jumlah Pengangguran
26.196 jiwa
Jumlah Pencari Kerja
9.183 jiwa
Jumlah Lowongan yang Tersedia
3.235 jiwa
Jumlah Penempatan
1.218 jiwa
Sumber: Data Disnaker Kota Surakarta Tahun 2006
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa Pembangunan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara jasmani dan rohani. Kebijakan Pembangunan daerah secara umum tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah maupun Tahunan, yang penyusunannya melibatkan pastisipasi aktif stakeholder di daerah dengan tetap memperhatikan dokumen-dokumen perencanaan Nasional maupun Provinsi. Sehingga prioritas Pembangunan kota Surakarta Tahun 2005 – 2010 secara umum diarahkan pada:
a. peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat b. pembangunan ekonomi melalui kemandirian dan peningkatan daya saing ekonomi daerah serta peningkatan daya beli masyarakat miskin melalui revitalisasi UKM/IKM.
pariwisata, pengembangan ekspor non-migas, investasi dengan didukung infrastruktur yang memadai peningkatan kualitas pelayanan publik dan kapasitas pemerintah daerah, pembangunan politik, hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat
Untuk menanggulangi kemiskinan di Kota Surakarta, Walikota Surakarta Ir. Joko Widodo membuat cara penanggulangan kemiskinan dan strategi penanganan yang berkelanjutan yang melibatkan semua komponen permasalahan serta tidak bersifat temporer (Basuki dan Prasetyo.2007:xi — xiii). Program Pemkot Surakarta dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah: Ø
Relokasi dan pemberdayaan PKL
Ø
Revitalisasi pasar dan pemberdayaan UKM
Ø
Puskesmas buka sampai sore hari
Ø
Puskesmas rawat inap
Ø
Rumah layak huni
Ø
Sekolah plus
Ø
Solo kota vokasi
Ø
Membuka peluang investasi, sehingga tercipta lapangan pekerjaan dan mampu mengurangi jumlah pengangguran
Ø
Prosentase penurunan kemiskinan yang akan dilakukan oleh walikota dalam satu tahun anggaran 2008 dengan melihat posisi kemiskinan di Kota Surakarta berada pada peringkat ke 29 dari 33 kota di pulau Jawa dan Bali adalah dengan meningkatkan prosentase anggaran
untuk meningkatkan penanggulangan kemiskinan dari yang sekarang untuk yang akan datang. Ø
Upaya yang akan dilakukan Pemkot dalam membangun stakeholder forum dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang diterjemahkan dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) melalui proses inklusif dengan menerapkan Analisis Kemiskinan Partisipatoris (AKP)
Ø
Memfasilitasi stakeholder forum dalam penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Ø
Memberdayakan masyarakat miskin untuk meningkatkan keswadayaan dan kemandiriannya, dalam mengatasi kemiskinannya Menyusun agenda pembangunan, daerah dengan pemberantasan kemiskinan sebagai skala prioritas yang utama. Membangkitkan kesadaran kolektif agar semua memahami kemiskinan sebagai musuh bersama, dan meningkatkan partisipasi semua pihak dalam memberantas kemiskinan Strategi dan kebijakan altenatif yang berpihak kepada, rakyat miskin, option for the poor menjadi kebutuhan mutlak menanggulangi kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan
tidak dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri dalam jangka pendek, tetapi memerlukan peran dan partisipasi aktif segenap stakeholder, terutama masyarakat itu sendiri, sehingga sinergi positif dalam menyejahterakan rakyat
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia merupakan termasuk Negara kaya Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM), tetapi termasuk juga salah satu negara miskin di dunia. Miskin dalam pengertian sehari-hari adalah orang yang tidak dapat memperoleh sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan kemiskinan merupakan suatu keadaan ketika seseorang kehilangan harga diri, terbentur pada ketergantungan, terpaksa menerima perlakuan kasar dan hinaan, serta tidak dipedulikan ketika sedang mencari pertolongan. Secara umum masalah kemiskinan di Kota Surakarta tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lain yang berkarakter perkotaan, bersifat multidimensional menyangkut berbagai aspek kehidupan, sehingga cara menanggulangi masalah kemiskinan tidak mungkin melalui satu bidang ataupun dilakukan oleh satu pihak. Permasalahan kemiskinan yang dialami oleh 105.603 masyarakat miskin Kota Surakarta antara lain menyangkut kelemahan akses pada berbagai sumber daya ekonomi, layanan dasar pendidikan dan kesehatan, serta marjinalisasi peran sosial maupun keterlibatan dalam pengambilan keputusan politik. Upaya penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk mewujudkan kondisi ideal yaitu membebaskan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dari jerat kemiskinan dan mengembangkan kemampuan mereka untuk sepenuhnya dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan di semua bidang. B. Biodata Responden Secara Umum a. Usia
Berdasarkan data dari penelitian, kelompok umur 40 – 49 adalah yang paling banyak, yaitu ada 21 kepala keluarga. Dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 20 – 29 dan 70 – 79. Hal ini bahwa kemiskinan lebih banyak dialami oleh kepala keluarga yang berumur diantara 40 sampai 49 tahun. Lebih lengkapnya terdapat pada tabel dibawah.
Tabel 10 Kelompok Umur Responden No.
Umur
Jumlah
I.
20 – 29
2
II.
30 – 39
13
III.
40 – 49
21
IV.
50 – 59
16
V.
60 – 69
4
VI.
70 – 79
2
Total
58
Sumber: hasil wawancara
b. Pendidikan Terakhir Terdapat dua puluh enam kepala keluarga yang berpendidikan tamat SD dan dua orang yang tidak sekolah, hal ini menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan salah satunya merupakan hasil dari rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Sedangkan dua orang tidak
memberitahukan pendidikan terakhir mereka karena suatu alasan yang peneliti tidak mengetahuinya. Lebih lengkapnya ada dibawah ini.
Tabel 11 Pendidikan Terakhir Responden
Pendidikan Terakhir
Jumlah
Tamat Sekolah Dasar (SD)
26
Tamat Sekolah Menegah Pertama (SMP)
11
Tamat Sekolah Menengah Atas (SMA)
17
Tidak Sekolah
2
Tidak diberitahukan
2
Total
58
Sumber: hasil wawancara
c. Jumlah Anggota Keluarga Data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebanyak 15 keluarga miskin mempunyai anggota keluarganya empat dan lima orang yang terdiri dari suami, istri, dan dua atau tiga anak. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga miskin sudah mulai menyadari bahwa banyak anak tidak
selalu mendatangkan banyak rejeki. Sedangkan dua keluarga masih mempunyai jumlah sembilan anggota keluarga. Lebih lengkapnya ada dibawah ini.
Tabel 12 Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah Anggota Keluarga (orang)
Jumlah
10
3
2
2
3
6
4
15
5
15
6
8
7
4
8
3
9
2
Total
58
Sumber: hasil wawancara
d. Luas Rumah Berdasarkan data lapangan, sebanyak 12 Gakin yang paling banyak mempunyai luas rumah berkisar 20 - 29 m2. Dan paling sedikit Gakin mempunyai luas rumah berukuran 60 - 69 m2. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan ekonomi yang kurang mempengaruhi keadaan luas rumah. Lebih lengkapnya adalah sebagai berikut.
Tabel 13 Luas Rumah Responden Luas Rumah
Jumlah
10 - 19 m2
5
20 - 29 m2
12
30 - 39 m2
4
40 - 49 m2
6
50 - 59 m2
8
60 - 69 m2
2
80 - 89 m2
4
90 - 99 m2
3
> 100 m2
8
< 10 m2
5
Total
58
Sumber: hasil wawancara
e. Status Rumah Sebanyak 24 Gakin mempunyai rumah dengan status warisan, sedangkan rumah milik sendiri sebanyak 18 Gakin. Hal ini menandakan bahwa rumah tempat tinggal Gakin sebagian besar merupakan hasil peninggalan dari keluarganya.Dan yang paling sedikit adalah Gakin yang tinggal di rumah kost serta membangun rumah diatas tanah milik pemerintah, masing-masing
sebanyak 1 Gakin. Sedangkan Gakin yang tinggal di rumah milik pemerintah, mereka hanya dikenakan biaya pajak PBB saja oleh pemerintah. Lengkapnya adalah sebagai berikut.
Tabel 14 Status Rumah Responden Status Rumah
Jumlah
Rumah milik pemerintah
4
Tinggal dengan orangtua
2
Kontrak
8
Kost
1
Milik sendiri
18
Tanah milik pemerintah
1
Warisan
24 Total
58
Sumber: hasil wawancara
f. Kendaraan Peneliti menemukan secara keseluruhan dari 58 Gakin yang diteliti bahwa paling banyak kendaraan yang dimiliki Gakin adalah motor yaitu 53 buah dan sepeda yang berjenis ontel maupun federal berjumlah 46 buah. Hal ini menunjukkan bahwa motor dan sepeda merupakan kendaraan yang lebih sering dimiliki oleh Gakin dibandingkan dengan kendaraan lainnya. Tabel dibawah ini adalah informasi selengkapnya.
Tabel 15 Kendaraan yang Dimiliki Responden Jenis kendaraan
Jumlah Kendaraan
Sepeda
46
Motor
53
Total
99
Sumber: hasil wawancara
g. Tabungan Keluarga Dari hasil penelitian, didapatkan hasil terbanyak yang membuktikan bahwa Gakin tidak mempunyai tabungan keluarga yaitu sebanyak 54 Gakin, sedangkan yang mempunyai tabungan keluarga dengan nominal banyak dan nominal sedikit masing-masing sebanya 2 Gakin. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Gakin tidak bisa menabung dengan kondisi ekonomi keluarga yang ada. Lebih lengkapnya ada di table dibawah ini.
Tabel 16 Tabungan Keluarga Responden
Tabungan
Jumlah Gakin
Banyak
2
Sedikit
2
Tidak punya
54
Total
58
Sumber: hasil wawancara
h. Uang Konsumsi Dapat dilihat dari tabel dibawah bahwa pengeluaran untuk biaya konsumsi keluarga yang terbanyak adalah lebih dari Rp 500.000,- berjumlah 23 Gakin dan yang terendah adalah Rp 100.000 – 199.000,- berjumlah 2 Gakin. Hal ini membuktikan bahwa tingginya pengeluaran Gakin untuk konsumsinya dalam sebulan. Lebih lengkapnya adalah sebagai berikut.
Tabel 17 Uang Konsumsi Responden Uang Konsumsi
Jumlah Gakin
Rp 100.000 - 199.000,-
2
Rp 200.000 - 299.000,-
6
Rp 300.000 - 399.000,-
10
Rp 400.000 - 499.000,-
9
> Rp 500.000,-
23
Tidak Tentu
8
Total
58
Sumber: hasil wawancara
i. Iuran Sekolah (SPP) Data penelitian diperoleh bahwa sebanyak 20 Gakin membayar SPP berkisar Rp 10.000 – 99.000,- dan terdapat 7 Gakin yang tidak membayar SPP disebabkan anaknya belum sekolah, SPP gratis, dan anaknya sudah lulus sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembayaran SPP yang harus dibayar oleh Gakin masih tinggi untuk setiap bulannya. Dan ada 15 Gakin yang tidak menyebutkan iuran SPPnya dengan alasan yang peneliti tidak mengetahuinya. Lebih lengkapnya adalah sebagai berikut.
Tabel 18 Iuran SPP Responden
Iuran SPP
Jumlah Gakin
Belum sekolah
2
Gratis
3
Rp 10.000 - 99.000,-
20
> Rp 100.000,-
16
Tidak diberitahukan
15
Lulus sekolah
2
Total
58
Sumber: hasil wawancara
j. Biaya Transportasi Salah satu dampak naiknya harga BBM adalah bertambahnya biaya transportasi (uang bensin, dan tarif angkutan umum). Dari data penelitian, diperoleh bahwa 25 Gakin tidak ada biaya transportasi atau tidak mengeluarkan biaya transportasi. Dan sebanyak 17 Gakin mengeluarkan uang berkisar Rp 10.000 - 99.000,- dalam sebulan. Serta 14 Gakin mengeluarkan biaya transportasi lebih dari Rp 100.000,-. Sisanya, 2 Gakin tidak tentu nominal biaya transportasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Gakin lebih banyak tidak menggunakan kendaraan atau transportasi yang mengeluarkan biaya. Untuk mengetahui secara lebih rinci ada di tabel dibawah ini.
Tabel 19 Biaya Transportasi Responden
Biaya Transportasi
Jumlah Gakin
Tidak ada
25
Rp 10.000 - 99.000
17
> Rp 100.000
14
Tidak tentu
2
Total
58
Sumber: hasil wawancara
k. Kegunaan BBM bagi Informan Sebagian besar Gakin menggunakan BBM adalah untuk memasak yaitu 28 Gakin. Sedangkan yang berjumlah 1 Gakin, masing-masing digunakan untuk kerikan badan; memasak, berdagang dan transportasi; dan transportasi serta berdagang. Hal ini menunjukkan bahwa Gakin lebih sering menggunakan BBM untuk memasak dibandingkan yang lainnya. Lebih lengkapnya ada di tabel dibawah ini.
Tabel 20 Kenggunaan BBM bagi Informan Kegunaan BBM
Jumlah Gakin
Dipakai kerikan badan
1
Memasak dan transportasi
17
Memasak, berdagang, dan transportasi
1
Memasak
28
Memasak dan berdagang
3
Memasak dan bekerja
4
Transportasi
3
Transportasi dan berdagang
1
Total
58
Sumber: hasil wawancara
l. Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Sampingan Dibawah ini merupakan beraneka macam pekerjaan utama maupun sampingan yang dilakukan Gakin berdasarkan hasil penelitian. Hampir seluruh Gakin yang diteliti mempunyai istri yang juga bekerja. Istri yang ikut bekerja mencari nafkah, peneliti menganggapnya merupakan pekerjaan sampingan sedangkan pekerjaan utama adalah mata pencaharian yang dilakukan suami. Tidak sedikit pula, suami yang mempunyai banyak mata pencaharian, sehingga mata pencarian yang lain tersebut peneliti menganggapnya sebagai pekerjaan sampingan. Lebih lengkapnya adalah sebagai berikut.
Tabel 21
Pekerjaan Utama dan Sampingan Informan Pekerjaan Utama
Pekerjaan Sampingan
· Bengkel modifikasi
· Membetulkan sesuatu selain pompa
· Buka toko kelontong kecil
air
· warung makan
· Istri buruh konveksi
· Buruh serabutan
· Ketua RT
· Buruh bangunan
· Jualan pulsa dan jasa tempel
· Buruh di perusahaan kantong plastik · Buruh gudang gula
stiker buku tulis · Istri
· Buruh pabrik batik
buruh cuci
menyetrika
· Cleaning service di SPBU
· Istri kerja PRT
· Pembersih sampah masyarakat
· Istri jadi buruh konveksi garmen
· Jualan kue leker
· Istri
· Jualan obat-obatan dari bahan ular kobra · Kerajinan anyaman tas/keranjang plastik · Kernet truk / pesuruh · Linmas (satpam) di kantor kelurahan
karyawan
membantu
· Istri buka warung klontong kecil
· Mengurus taman jalan daerah Jurug
· Jualan
makanan
kecil
dan
minuman
Menitipkan gorengan di angkringan Keraton
adiknya
· Istri jualan jenang · Jualan gorengan
di
Pasar
memasak untuk dijual
· Pembersih rumah
Yogo
batik
Klewer · Istri
· Jualan soto (dibantu istri)
· Menjadi
pakaian dan
(semi
karawitan)
· Jualan gula pasir · Jual-beli mebel
· Penjahit
· Petani dan jual ternak
· Merakit sepeda ontel
· Istri jualan makanan kecil
· Pedagang
· Istri memberikan jasa nyuci, pijit
· Pemasangan Sumur Pompa & servis pompa · Pengamen
serta kerokan, dan. penjahit · Istri menjadi buruh, dan menjual
· Penjaga pintu air Joyotakan
rongsokan yang sudah diperbaiki
· Room boy di hotel permatasari
· Istri penjahit
· Salesman
· Istri berdagang
· Semir sepatu
· Jualan tembakau
· Pembuat
sarung
keris · Sol sepatu · Supir mobil box makanan ringan · Supir pribadi · Supir taksi angkasa
· Istri jualan nasi soto
· Istri jualan bakmi dan minyak tanah · Jualan kayu bakar, jual ternak, dan wedangan di nikahan · Istri jaga bayi setengah hari
· Supir truk
· Istri kerja di pabrik perlak
· Tambal
· Membuat tempat samir 7 bulanan
ban
balita
· Tukang batu · Tukang becak · Juru parkir Sumber: hasil wawancara
C. Biodata Informan Secara Khusus Dari jumlah lima kecamatan di Kota Surakarta, maka peneliti membahas lima informan secara khusus dan mendalam untuk mewakili setiap kecamatan di Kota Surakarta. Hal ini dilakukan agar peneliti bisa mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan peneliti dengan lebih rinci. Data tersebut adalah seperti dibawah ini.
1.
Bapak Sawiji (41 tahun) Beliau merupakan Gakin yang tinggal di Tegal Keputren RT 03 RW 05, Pajang (ketua RT). Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Anggota keluarga beliau berjumlah empat orang yang terdiri suami (beliau), istri, dan dua anak (yang berpendidikan tamat SMK dan taman kanak-kanak).
a. Kondisi Rumah Luas rumah adalah 40 m2 yang dindingnya terbuat dari batubata yang kurang sempurna, lantai rumah terbuat dari tegel lama, genteng lama masih beliau gunakan untuk menutup bagian atas rumahnya, status rumahnya merupakan warisan dari orangtuanya. “rumah saya biasa saja mas, namanya juga orang cilik, luas rumah saya kecil mas hanya 40 m2, dindingnya dari batubata yang kurang sempurna, lantai rumah saya dari tegel lama. Sebenarnya itu rumah orangtua saya mas, saya hanya disuruh tinggal disitu saja” (wawancara 10 Oktober 2008)
b. Harta benda Perabotan yang beliau miliki adalah sofa biasa yang sudah lama, televisi dan radio yang sudah lama. “wah mas, perabotan yang saya punya hanya sedikit, seperti televisi sama radio yang sudah berumur, terus sama sofa biasa, itu juga sofanya sudah lama mas” (wawancara 10 Oktober 2008) Beliau tidak mempunyai sawah atau kebun serta ternak, tabungan keluarga juga tidak dimiliki oleh bapak Sawiji. Kendaraan sehari-hari beliau adalah dua buah sepeda ontel.
“saya tidak punya sawah, ternak, dan juga tabungan keluarga. Kendaraan punya 2 sepeda ontel. Keluarga saya biasa saja mas, tidak sanggup menabung” (wawancara 10 Oktober 2008) Keluarga bapak Sawiji sudah pernah mendapat bantuan dari pihak luar, bantuan tersebut yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT), PKMS (pengobatan gratis), dan ketika hari raya (Idul fitri dan Idul Adha). “kalau keluarga saya pernah mendapat bantuan, seperti BLT dapat, terus PKMS dan sewaktu lebaran juga dapat” (wawancara 10 Oktober 2008)
c. Pekerjaan dan pendapatan serta pengeluaran selama sebulan (per-bulan) Pekerjaan utama beliau adalah merakit sepeda ontel di bengkel (pegawai), dengan penghasilan /bulan adalah Rp 400.000,-. Beliau sudah 17 tahun bekerja sebagai perakit sepeda ontel. Dalam pekerjaannya, beliau tidak merasa dirugikan ketika harga BBM naik dikarenakan pekerjaan beliau tidak memakai BBM. Beliau tidak mempunyai pekerjaan sampingan, sehingga beliau mengandalkan bekerja sebagai perakit ontel untuk menafkahi anggota keluarganya.
“pekerjaan harian saya merakit sepeda ontel mas. Sudah 17 tahun saya menjalani pekerjaan ini. Penghasilan saya Alhamdulillah Rp 400.000,- sebulannya. Untungnya saya tidak pakai BBM mas kalau bekerja, jadi saya tidak rugi pas harga BBM naik” (wawancara 10 Oktober 2008)
Dalam berkeluarga, beliau mengeluarkan uang konsumsi atau uang dapur sebesar Rp 620.000,-/bulan. Ketika harga BBM naik, konflik beliau adalah susah mencari minyak tanah karena langka di pasaran. “uang dapur keluarga saya Rp 620.000 itu untuk sebulan. Masalah yang keluarga saya rasakan pas BBM naik adalah minyak tanah susah dicarinya dimana-mana” (wawancara 10 Oktober 2008)
Sedangkan untuk biaya pendidikan anaknya, totalnya adalah Rp 85.000,- /bulan, tidak ada konflik ketika harga BBM naik. Urusan kesehatan keluarga, beliau mendapatkan kartu ASKESKIN, sehingga gratis biaya pengobatan.
“SPP anak-anak saya semuanya jadi Rp 85.000,-, tidak ada masalah pas BBM naik. Untuk urusan kesehatan, kan kami dapat ASKESKIN jadi gratis kalau sakit”(wawancara 10 Oktober 2008) Biaya listrik Rp 65.000,-/bulan, dan air untuk kebutuhan keluarga menggunakan air sumur, ketika harga BBM naik tidak terjadi konflik. Iuran rutin kampung Rp 10.000,- /bulan. Beliau mempunyai cicilan kredit kepada majikan atau atasan di tempat kerja untuk membayar sekolah (SPP), seminggu beliau menyicil Rp 20.000,- (sebulan Rp 80.000,-).
“Pengeluaran keluarga saya buat listrik Rp 65.000 sebulan, kalau air saya pakai air sumur bukan PDAM, iuran bulanan kampung Rp 10.000,-, ada juga cicilan kredit ke atasan saya Rp 80.000 sebulan tapi saya nyicil seminggu Rp 20.000 buat SPP anak saya” (wawancara 10 Oktober 2008)
d. Kegunaan BBM dan strategi atau solusi ketika harga BBM naik Beliau
sebelum
harga
BBM
naik,
sudah
mengetahuinya
melalui
kabar
dari
teman-teman di lingkungan rumahnya. Tetapi beliau tidak mengetahui alasan pemerintah menaikkan harga BBM.
“saya sudah mengetahui BBM akan naik sebelum naik benaran BBMnya, mengetahui dari teman rumah saya. Tapi saya tidak tahu alasan pemerintah menaikkan harga BBM” (wawancara 10 Oktober 2008)
Dalam
kebutuhan
keluarga,
beliau
membeli
minyak
tanah
3
liter/minggu
(Rp 4.900/liter) dan minyak goreng sebanyak 250 ml Rp 6.500. Tidak ada pengganti BBM sehingga walaupun harga BBM naik, beliau tetap membelinya. Beliau membeli BBM hanya untuk memasak, tidak untuk yang lain. BBM yang sering beliau beli adalah minyak tanah.
“istri saya biasanya beli minyak tanah 3 liter itu untuk seminggu, belinya di tempat eceran, per liternya Rp 4.900,- terus sama beli minyak goreng cuman 250 ml Rp 6.500,-. Saya bingung mas mau ganti BBM pakai apa, jadi walaupun harganya mahal ya saya beli saja. Saya beli BBM buat mengisi kompor saja mas, lebih sering beli minyak tanah, saya tidak punya motor soalnya” (wawancara 10 Oktober 2008)
Strategi hidup beliau ketika harga BBM naik adalah kerja lembur (Rp 20.000,-/lembur, pulang sampai jam 21.00 malam, sehari kerja jam 8.00 - 16.30, selama 6 hari /minggu) dan giat bekerja dengan cara membawa pekerjaan ke rumah agar mendapatkan tambahan uang, gunakan pendapatan dengan maksimal, pinjam uang ke majikan (tanpa bunga). Keluarga
beliau dalam bepergian lebih sering menggunakan sepeda ontel atau jalan kaki, sehingga mereka tidak terpengaruh dengan harga BBM yang naik.
“strategi keluarga saya ketika harga BBM naik adalah saya kerja lembur, karena dapat Rp 20.000,- sekali lembur, pulang ke rumah sampai jam 9 malam, per hari saya kerja jam 8.00 - 4.30 selama 6 hari, terus giat bekerja buat cari tambahan uang, terus bawa pekerjaan ke rumah supaya dapat tambahan uang, menggunakan pendapatan dengan maksimal, pinjam uang ke majikan tanpa bunga buat bayar SPP” (wawancara 10 Oktober 2008)
Konflik yang terjadi di masyarakat ketika harga BBM naik menurut beliau hanyalah menjadi bahan perbincangan bagi wanita.
“ketika BBM naik, tidak ada masalah di keluarga saya dan di masyarakat, tidak sampai bertengkar atau rebut-ribut mas, paling hanya jadi bahan gosip saja buat kaum hawa” (wawancara 10 Oktober 2008)
Beliau mempunyai saran untuk pemerintah untuk mencari jalan keluar lain selain menaikkan harga BBM. Beliau setuju dengan program pemerintah BLT dari segi kemiskinannya tetapi dampak buruk BLT beliau tidak setuju.
“apakah tidak ada jalan lain selain menaikkan BBM, kasihan para buruh seperti saya semakin buruk. Kalau dari segi kemiskinan, saya setuju ada BLT, tapi dari efek sampingnya saya tidak setuju” (wawancara 10 Oktober 2008)
Beliau mengalami kekurangan materi sudah sejak dari dahulu, tetapi yang paling sering kekurangan adalah sekarang. Penghasilan beliau digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
keluarga
sehingga
penghasilan
diberikan
kepada
istri
(istri yang mengatur keuangan).
“kalau kekurangan materi, keluarga saya sudah dari dahulu mas tapi sekarang saya rasakan lebih kekurangan karena semua harga naik. Gaji saya pasti digunakan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga saya mas, tidak buat foya-foya atau piknik karena kebutuhan keluarga banyak, gaji saya yang mengurusi istri biar dia yang mengatur keuangan keluarga” (wawancara 10 Oktober 2008)
Dari keseluruhan hidup berumahtangga, ketika harga BBM naik, keluarga bapak Sawiji merasa semakin susah atau rugi. Tetapi antar anggota keluarga tidak sampai bertengkar.
“jujur mas, keluarga saya semakin terjepit ketika BBM naik. Tapi tidak sampai bertengkar saya dengan istri atau sama anak saya” (wawancara 10 Oktober 2008)
2.
Bapak Tukiran (43 tahun) Beliau merupakan Gakin yang tinggal di Petatar RT 03 RW 07, Jebres. Pendidikan terakhir beliau adalah Sekolah Dasar (SD). Anggota keluarga beliau berjumlah tujuh orang yang terdiri suami (beliau), istri, dua anak belum sekolah, satu anak yang berpendidikan SD, dan dua anak yang sudah menikah.
a. Kondisi Rumah Luas rumahnya adalah 48 m2 yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan seng, lantai rumah adalah semen, atap rumahnya sudah berupa genteng, status rumahnya adalah warisan. “rumah saya luasnya 48 m2, dindingnya dari anyaman bambu sama seng. Atap rumah saya genteng. Tapi rumah ini bukan rumah saya mas, ini warisan dari orangtua saya” (wawancara 11 Oktober 2008) Perabotan rumah yang dimiliki beliau hanya televisi, sedangkan alat elektronik lain tidak dimiliki beliau. “saya hanya punya TV saja, yang lain tidak punya, maklum orang miskin” (wawancara 11 Oktober 2008) Beliau tidak mempunyai sawah atau kebun, ternak, tabungan keluarga, dan kendaraan juga tidak dimiliki oleh bapak Tukiran. “tidak punya apa-apa mas, tabungan tidak punya, ternak juga tidak punya, sawah tidak punya, kendaraan tidak punya, kebun tidak punya juga” (wawancara 11 Oktober 2008)
Keluarga beliau sudah pernah mendapat bantuan dari pihak luar, bantuan tersebut yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT), PKMS, dan hari raya (Idul fitri dan Idul Adha).
“Alhamdulillah saya dapat BLT, PKMS, dan sembako waktu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri” (wawancara 11 Oktober 2008)
b. Pekerjaan dan pendapatan serta pengeluaran selama sebulan (/bulan) Pekerjaan utama adalah kuli bangunan, penghasilan tetapnya sebulan rata-rata Rp 300.000,-. Ketika harga BBM naik, pekerjaan beliau menjadi merugi karena banyak yang tidak bekerja yang disebabkan bahan material menjadi mahal. Lama bekerja adalah dua puluh lima tahun. Pekerjaan sampingan yang dilakukan istri beliau adalah jualan jenang dengan penghasilan Rp 7.000/hari (bersih). Ketika harga BBM naik, pekerjaan sampingan menjadi rugi karena bahan baku jenangnya mahal. Lama pekerjaan sampingannya adalah satu tahun.
“pekerjaan saya jadi kuli bangunan, istri saya jualan jenang. Jadi kuli bangunan gajinya Rp 300.000/bulan, kalau hasil jualan jenang dapatnya sedikit Rp 7.000/hari. Saya udah lama jadi kuli bangunan sekitar 25 tahun. Jualan jenang baru setahun. Ya jelas rugi lah mas ketika harga BBM naik, banyak yang mogok kerja karena tidak ada materialnya karena harga material jadi naik, harga bahan baku jenang menjadi naik” (wawancara 11 Oktober 2008)
Beliau mengeluarkan uang konsumsi atau uang dapur sebesar Rp 450.000,-/bulan atau Rp 20.000,-/hari. Ketika harga BBM naik, konflik beliau adalah harga beras dan minyak tanah menjadi naik.
“biasanya saya mengeluarkan uang untuk belanja Rp 20.000,-/hari, jadi kira-kira sebulan Rp 450.000,-. Harga BBM naik, harga beras naik sama minyak tanah ikut naik, itu masalah saya mas pas harga BBM naik” (wawancara 11 Oktober 2008)
Untuk biaya pendidikan anaknya, beliau mengeluarkan uang untuk Rp 15.000,- /bulan. Beliau tidak mendapatkan ASKESKIN atau PKMS, sehingga apabila berobat tetap bayar. Beliau tidak ada biaya untuk transportasi karena tidak ada kendaraan.
“Bayar kursus Rp 15.000,-/bulan. SPP gratis mas. Tidak ada masalah kok mas ketika BBM naik, saya tidak dapat ASKESKIN dari pemerintah. Transportasi juga tidak ada masalah karena saya tidak punya kendaraan” (wawancara 11 Oktober 2008)
Biaya listrik Rp 20.000,-/bulan, dan air untuk kebutuhan keluarga menggunakan air sumur, ketika harga BBM naik tidak terjadi konflik. Iuran rutin kampung Rp 7.000,- /bulan. Beliau tidak mempunyai cicilan kredit.
“PLN saya bayar Rp 20.000,-/bulan, Alhamdulillah tidak naik tarifnya pas harga BBM naik, tidak ada masalah juga dengan listrik mas. Airnya kami pakai sumur saja, lebih enak. Iya, disini ada iuran kampung, Rp 7.000,-/bulan.” (wawancara 11 Oktober 2008)
c.
Kegunaan BBM dan strategi atau solusi ketika harga BBM naik
Beliau sudah mengetahui harga BBM mau naik dari berita dan tetangga. Tetapi beliau tidak mengetahui alasan pemerintah menaikkan harga BBM.
“iya mas, saya mengetahui harga BBM mau naik waktu itu dari berita dan tetangga. Saya tidak tahu alasan pemerintah menaikkan harga BBM” (wawancara 11 Oktober 2008)
Beliau membeli minyak tanah satu liter diirit-irit untuk dua hari (Rp 3.100,-/liter) dan minyak goreng sebanyak satu kilogram Rp 4.000,- untuk empat hari di warung. Bila tidak sanggup membeli minyak tanah, maka beliau menggantinya dengan kayu dengan cara membeli Rp 4.000,- di pasar. Minyak tanah digunakan beliau untuk memasak masakan.
“minyak tanah saya beli 1 liter diirit-irit untuk dua hari, kalau tidak diirit-irit saya bisa kehabisan minyak tanah, seliternya saya beli Rp 3.100,- di eceran. Minyak goreng belinya 1 kg buat 4 hari Rp 4.000,- di warung dekat rumah. Pengganti BBM saya biasanya pakai kayu bakar beli di pasar dekat rumah Rp 4.000,-. BBM yang sering saya pakai cuma minyak tanah buat memasak makanan harian” (wawancara 11 Oktober 2008)
Strategi beliau adalah mengirit segala sesuatu, bila sesuatu tidak diperlukan maka tidak dibeli. Ketika malam hari menghangatkan sayuran memakai minyak tanah, dan memasak jenang memakai kayu bakar, lalu menaikkan harga jual jenang karena harga bahan baku jenang naik. “diirit-irit saja mas, kalau tidak perlu tidak dibeli. Malam hari hangetin sayuran pakai minyak tanah, kalau memasak jenang memakai kayu bakar. Ingin mencari sampingan tapi waktu tidak cukup, jual apa saja yang bisa jadi uang kalau gadai barang takut tidak bisa menebusnya, mengutang tetangga tidak pakai bunga, pinjam buat kebutuhan sehari-hari” (wawancara 11 Oktober 2008) Konflik yang terjadi di keluarga ketika harga BBM naik adalah harga beras menjadi naik, sering meminjam uang kepada orang lain dan jarang sekali meminjam uang kepada anaknya yang sudah menikah. Beliau juga sering mengalami kekurangan materi atau ekonomi. “iya mas muncul masalah ketika harga BBM naik, dahulunya harga beras murah, sekarang jadi naik. Saya jadi sering ngutang, tidak bisa bayar. Jarang banget minta bantuan anak yang sudah nikah setahun 1 kali. Sering sekali saya kekurangan uang mas” (wawancara 11 Oktober 2008)
Beliau mempunyai saran untuk pemerintah adalah jangan menaikkan harga BBM terlalu tinggi agar harga sembako bisa stabil. Beliau setuju dengan program BLT dari pemerintah karena untuk menambah keuangan keluarga.
“jangan naikkan harga BBM terlalu tinggi, biar harga kebutuhan sehari-hari bisa stabil (harga sembako). Setuju dengan BLT karena dapat uang tambahan.” (wawancara 11 Oktober 2008)
Beliau sering mengalami kekurangan materi. Penghasilan beliau digunakan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga, tidak untuk bersenang-senang.
“saya sering kekurangan uang mas. Gaji saya digunakan buat kebutuhan seharihari karena buat yang lain belum tentu cukup” (wawancara 11 Oktober 2008)
Dari keseluruhan hidup berumahtangga, ketika harga BBM naik, keluarga bapak Tukiran menjadi merugi. Sehingga anggota keluarga sering bertengkar karena uang belanja tidak cukup.
“iya mas rugi saya pas BBM nai. Kalau bertengkar itu sering mas, karena uang belanja kurang. Bagaimana tidak kurang mas uang belanjanya, semua barang jadi naik harganya” (wawancara 11 Oktober 2008)
3. Bapak Joko (30 tahun) Beliau merupakan Gakin yang tinggal di Bonorejo, RT 01 RW 15, Nusukan. Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Anggota keluarga beliau berjumlah tiga orang yang terdiri suami (beliau), istri, dan satu anak yang masih SD.
a. Kondisi Rumah
Luas rumahnya adalah 15 m2 yang dindingnya terbuat dari batubata (tembok), lantai rumah adalah ubin, atap rumahnya sudah berupa genteng, status rumahnya adalah kepunyaan sendiri. “luas rumah saya 15 m2. Dinding rumah saya seperti rumah lainnya, berupa tembok, lantainya ubin, atap dari genteng. Rumah saya statusnya milik saya sendiri bukan orang lain” (wawancara 12 Oktober 2008) Barang elektronik yang dimiliki beliau adalah televisi, VCD, dan dua Handphone. “elektronik yang saya punya itu seperti TV, VCD sama 2 HP saja. Motor kendaraan saya buat mengantar anak dan istri saya kerja” (wawancara 12 Oktober 2008) Beliau tidak mempunyai sawah atau kebun, dan ternak. Beliau mempunyai tabungan keluarga, dan motor. “sawah sama kebun saya tidak punya, kalau tabungan sedikit-sedikit dan motor saya punya” (wawancara 12 Oktober 2008)
Keluarga beliau sudah pernah mendapat bantuan dari pihak luar, bantuan tersebut yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT).
“BLT saja mas yang saya dapat, yang lainnya saya tidak dapat” (wawancara 12 Oktober 2008)
b. Pekerjaan dan pendapatan serta pengeluaran selama sebulan (per-bulan)
Pekerjaan
utama
adalah
sol
sepatu,
penghasilan
sebulannya
tidak
tentu
rata-rata Rp 500.000,-. Ketika harga BBM naik, keluarga beliau biasa saja karena pekerjaan beliau tidak memakai BBM. Lama bekerja adalah sepuluh tahun menjadi sol sepatu. Istri beliau bekerja menjadi buruh garmen. Dengan pendapatan tetap Rp 600.000,-/bulan. Istri beliau idak merasa dirugikan dipekerjaannya ketika harga BBM naik.
“jadi sol sepatu mas, itu tempat kerja saya diseberang jalan raya yang ada tulisannya ‘joko sol sepatu’. Ga tentu mas penghasilannya, tapi rata-rata biasanya dapat Rp 500.000,-. BBM naik tidak jadi masalah buat pekerjaan saya, karena ga pakai BBM. Saya udah 10 tahun kerja sol sepatu. Istri saya kerja juga di pabrik garmen jadi buruh, Rp 600.000,- gaji sebulannya, biasa saja mas tidak dirugikan istri saya pas BBM naik.”. (wawancara 12 Oktober 2008)
Beliau mengeluarkan uang konsumsi atau uang dapur sebesar Rp 700.000,-/bulan atau Rp 15.000,-/hari. Ketika harga BBM naik, beliau tidak ada konflik karena membeli makanan di warung makan atau angkringan.
“istri saya tidak belanja, beli makanan jadi di warung makan atau di angkringan. Sehari bisa beli makan Rp 15.000,-. Kalau dihitung-hitung sebulannya habis Rp 700.000,-. Pas BBM naik tidak ada masalah dengan uang makan keluarga saya mas, adem ayem saja” (wawancara 12 Oktober 2008)
Untuk
biaya
pendidikan
anaknya,
beliau
mengeluarkan
uang
SPP
adalah
Rp 75.000,-/bulan. Ketika harga BBM naik, SPP ikut naik. Beliau tidak mendapatkan ASKESKIN atau PKMS. Beliau mengeluarkan biaya untuk transportasi sebesar Rp 120.000,/bulan, beliau menerima apa adanya jika harga BBM naik.
“SPP anak saya Rp 75.000,-/bulan di sekolah swasta, karena saya ingin sekolahin anak saya di sekolah yang bagus, ketika BBM naik SPP juga ikut naik. ASKESKIN saya ga dapat dari pemerintah. Biaya transportasi sebulan Rp 120.000 karena dipakai buat mengantar istri kerja dan anak sekolah. Saya terima apa adanya, saya tidak dijadikan susah dengan naiknya BBM” (wawancara 12 Oktober 2008)
Biaya listrik Rp 20.000 – 25.000,-/bulan, tidak ada konflik mengenai biaya listrik ketika harga BBM naik. Air untuk kebutuhan keluarga menggunakan air sumur, sehingga tidak menjadi masalah ketika harga BBM naik. Iuran rutin kampung Rp 15.000,- /bulan. Beliau tidak mempunyai cicilan kredit.
“listrik saya bayar Rp 20.000 – 25.000,-/bulan, saya tinggal bersama orang tua, jadi tidak ada masalah karena kerjasama untuk bayar listrik. Saya air memakai sumur, jadi tidak ada masalah ketika BBM naik. Iuran kampung saya Rp 15.000,/bulan. Cicilan kredit tidak ada” (wawancara 12 Oktober 2008)
c.
Kegunaan BBM dan strategi atau solusi ketika harga BBM naik
Beliau mengetahui harga BBM naik ketika harga BBM sudah naik.
“saya mengetahuinya ketika BBM udah naik harganya, sebelumnya saya tidak mengetahui kalau mau naik”
(wawancara 12 Oktober 2008)
Beliau lebih sering membeli premium atau bensin Rp 6.000/liter di SPBU. Minyak tanah sebanyak dua liter/minggu Rp 3.500 – 4.000,-/liter di eceran dan minyak goreng beli satu kilogram Rp 6.000 – 6.500,-. Beliau tidak mempunyai alternatif lain pengganti BBM. Sebagian besar BBM yang beliau pakai adalah premium untuk mengantar-jemput istri dan anak.
“Minyak tanah saya beli 2 liter untuk seminggu harganya Rp3.500 – 4.000,-/liter di eceran karena di pangkalan tidak dikasih dan Minyak Goreng sebanyak 1 kg harganya Rp6.000 – 6.500,-. BBM yang saya sering beli bensin Rp 6.000/liter di SPBU buat anter-jemput istri dan anak-anak, saya beli tidak tentu jadi saya tidak tahu berapa liter seharinya. Saya tidak ada pengganti BBM mas, saya pakai BBM saja, saya terima walaupun mahal.” (wawancara 12 Oktober 2008)
Strategi hidup beliau ketika harga BBM naik adalah sesuatu yang tidak penting dikurangi pembeliannya, mengatur keuangan keluarga, menjaga kesehatan keluarga dan pinjam uang ke saudara.
“yang tidak penting dikurangi, jarang beli baju. Dahulu, sebulan sekali beli baju setelah BBM naik jadi 3 bulan baru beli terus beli pulsa tadinya 2 hari sekali pas BBM naik jadi 4 hari sekali beli pulsa. Kalau ada uang sedikit segera ditabung, menjaga kesehatan keluarga dengan cara anak dikasih susu bergizi biar sehat, harus pintar-pintar ngatur keuangan, beli barang-barang secukupnya saja. Pinjam uang juga pernah ke saudara” (wawancara 12 Oktober 2008)
Konflik yang terjadi di masyarakat ketika harga BBM naik adalah pada awal harga BBM naik terasa berat, tapi seiring dengan berjalannya waktu tidak menjadi beban.
“awalnya jadi beban pada waktu BBM naik, tapi lama kelamaan tidak jadi beban” (wawancara 12 Oktober 2008)
Beliau mempunyai saran untuk pemerintah adalah diusahakan harga BBM diturunkan. Beliau setuju dengan program pemerintah yaitu BLT karena sedikit meringankan beban ekonomi keluarga.
“kalau bisa BBM diturunkan. Saya setuju dengan adanya BLT karena sedikit meringankan beban saya” (wawancara 12 Oktober 2008)
Beliau jarang mengalami kekurangan materi karena tidak memikirkan untung ruginya dalam perekonomian keluarganya. Penghasilan beliau digunakan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga dan untuk tabungan keluarga.
“jarang kekurangan karena tidak berpikir untung ruginya. Penghasilan saya dan istri saya buat kebutuhan keluarga dan buat tabungan” (wawancara 12 Oktober 2008)
Dari keseluruhan hidup berumahtangga, ketika harga BBM naik, keluarga bapak Joko merasa biasa saja. Sehingga anggota keluarga tidak bertengkar.
“biasa saja mas karena saya tidak memikirkan hal itu” (wawancara 12 Oktober 2008)
4. Bapak Hadisusanto (51 tahun) Beliau merupakan Gakin yang tinggal di Puspan, RT 01 RW 05, Tipes. Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Anggota keluarga beliau berjumlah empat orang yang terdiri suami (beliau), istri, dan dua anaknya yang berpendidikan SD serta STM.
a. Kondisi Rumah Luas rumah beliau adalah 18 m2 yang dindingnya terbuat dari bambu dan kayu atau triplek, lantai rumah adalah semen, atap rumahnya sudah berupa genteng, status rumahnya adalah warisan dari mertua. “sekitar 18 m2 luas rumah saya, dindingnya masih gedek, dibuat dari bambu dan kayu/triplek. Kalau lantai udah semen, atap rumah juga sudah genteng, rumah saya warisan orangtua, bukan rumah sendiri” (wawancara 13 Oktober 2008) Di rumah beliau tidak ada kursi, sehingga beliau sekeluarga hanya duduk lesehan. Barang elektronik yang beliau punya adalah televisi, dan rice cooker. “kursi saya tidak punya, jadi hanya lesehan kayak gini mas. Barang elektronik saya rice cooker sama hanya 1 hiburan dari televisi” (wawancara 13 Oktober 2008) Beliau tidak mempunyai sawah atau kebun, ternak, tabungan keluarga. Kendaraan beliau mempunyai dua sepeda ontel, bila pergi jauh beliau lebih suka memakai kendaraan bus umum”.
“saya tidak punya sawah, kebun, ternak, tabungan juga tidak punya mas. Kendaraan yang saya punya 2 sepeda ontel, kalau pergi jauh saya memakai bus umum” (wawancara 13 Oktober 2008)
Keluarga beliau pernah mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT), JAMKESMAS atau PKMS, dan sembako dari gereja.
“iya saya dapat BLT, terus JAMKESMAS sama sembako dari gereja” (wawancara 13 Oktober 2008)
b. Pekerjaan dan pendapatan serta pengeluaran selama sebulan (per-bulan) Pekerjaan sehari-hari beliau adalah penjual obat-obatan dari organ ular kobra, penghasilan sebulannya tidak tetap rata-rata Rp 310.000,- atau Rp 10.000,-/hari (bersih). Ketika harga BBM naik, pekerjaan beliau tidak terganggu. Lama bekerja adalah dua puluh delapan tahun. Pekerjaan sampingan beliau adalah menjual rongsokan barang elektronik, sudah satu bulan beliau melakukan usaha sampingannya. Istri beliau menjadi buruh di warung makan dengan penghasilan Rp 30.000,-/bulan.
“hanya wiraswasta atau mandiri, jualan obat-obatan dari ramuan organ ular kobra. Pendapatannya tidak tetap, kadang dapat uang kadang ga dapat uang. Ketika BBM naik, kami tidak ada masalah karena saya memasak memakai kayu, batok kelapa, dan arang. Jual obat-obatannya saya ke pasar-pasar yang dekat saja biar ongkos transport tidak banyak. Saya punya keahlian ini karena belajar dari teman. Saya beragang jarang samapai keluar kota. Saya jualan ini dari tahun 1980. Uang dari hasil penjualan obat-obatan, dibelikan rongsokan
elektronik terus diperbaiki sendiri. Rongsokan ini berupa tabungan saya mas, tabungan saya tidak berupa uang. Setelah diperbaiki, saya jual rongsokannya dipinggir jalan, pendapatannya tidak tentu tapi rata-rata Rp 30.000 – 70.000,-. Istri saya menjadi buruh di warung makan, pendapatannya Rp 30.000,-/bulan. Saya dengan istri saya gotong royong masalah pekerjaan” (wawancara 13 Oktober 2008)
Beliau mengeluarkan uang konsumsi atau uang dapur tidak menentu, lebih banyak mengeluarkan uang konsumsi Rp 10.000 per hari. Ketika harga BBM naik, beliau biasa-biasa saja atau tidak ada konflik.
“tidak tentu mas, tapi biasanya Rp 10.000 sehari. Ketika BBM naik, yang saya rasakan biasa-biasa saja, karena hidup ini seperti roda berputar kadang ada diatas kadang ada dibawah” (wawancara 13 Oktober 2008)
Untuk biaya pendidikan anaknya, beliau mengeluarkan uang Rp 155.000 /bulan, untuk anaknya yang berpendidikan STM. Sedangkan SPP anaknya yang SD beliau tidak tahu jumlahnya karena yang membayar SPP tersebut adalah gereja. Beliau tidak mendapatkan ASKESKIN atau PKMS, sedangkan uang transportasinya adalah Rp 13.000,-/hari.
“anak saya yang STM bayar Rp 155.000,-/bulan, sedangkan yang SD saya tidak tahu berapa karena yang bayar gereja. Tidak ada masalah ketika BBM naik. Saya tidak dapat ASKESKIN. Uang transportasi Rp 10.000,- sebagai ongkos bus umum pulang pergi, kalau anak saya sekolah membawa sepeda. Tidak ada masalah juga buat transportasi saya ketika BBM naik” (wawancara 13 Oktober 2008)
Biaya listrik beliau dibayar oleh adiknya, air untuk kebutuhan keluarga menggunakan air sumur, sehingga beliau tidak ada konflik ketika harga BBM naik. Tidak ada iuran kampung yang harus dibayar. Beliau tidak mempunyai cicilan kredit.
“masalah penerangan listrik kami dibayari adik saya, air saya gunain air sumur, tidak ada sama sekali iuran kampung dan kami sama sekali tidak ada cicilan kredit” (wawancara 13 Oktober 2008)
c. Kegunaan BBM dan strategi atau solusi ketika harga BBM naik Beliau sudah mengetahui harga BBM mau naik dari televisi. Tetapi beliau tidak mengetahui alasan pemerintah menaikkan harga BBM.
“iya kami sudah mengetahui kalau BBM mau naik dari televisi. Alasan pemerintah menaikkan BBM kami tidak tahu” (wawancara 13 Oktober 2008)
Beliau minyak goreng sebanyak ½ kilogram untuk tiga hari, beliau tidak mengetahui harganya karena yang biasa membeli adalah istri beliau, membeli minyak goreng tersebut di eceran. Beliau memakai batok kelapa, kayu bakar atau arang sebagai bahan bakar masakannya. Batok kelapa dan kayu bakar beliau mencarinya di halaman rumahnya, sedangkan arang beli di pasar Rp 3.500/kg untuk tiga hari. Batok kelapa, kayu bakar atau arang digunakan beliau untuk memasak.
“kami tidak memakai minyak tanah tapi sehari-harinya kami memakai batok kelapa, kayu atau arang. Minyak goreng tidak tentu kadang ½ kg buat 3 hari, istri saya yang mengetahui harganya, beli di tempat eceran” (wawancara 13 Oktober 2008)
Strategi hidup beliau menyerahkan urusan keuangan keluarga kepada isrinya karena beliau cenderung boros bila memegang uang, pasrah kepada pemerintah, makan sederhana (daging diganti dengan tempe dan tahu), menjual pakaian ke pasar, dan menggadai sepeda di pegadaian dengan bunga 10%.
“menyerahkan kepada istri mengenai pengaturan keuangan keluarga. Lebih baik memegang dagangan yang banyak daripada memegang uang banyak karena suka boros. Saya pasrah saja kepada pemerintah, saya manut saja. Yang tadinya kami makan daging, sekarang jadi makan temped an tahu, makan yang sederhana saja. Kami makan masak sendiri, kalau mau makan enak beli di warung makan tapi itu juga jarang-jarang. Pernah jual pakaian ke pasar buat makan sehari-hari, menggadai sepeda di pegadaian negeri dengan bunga kecil (10%) untuk ongkos kerja dan makan, kami tidak pernah pinjam uang karena takut tidak bisa bayarnya” (wawancara 13 Oktober 2008)
Konflik yang terjadi di tetangga ketika harga BBM naik menurut beliau adalah minyak tanah menjadi langka.
“keluarga kami tidak terjadi konflik karena tidak memakai minyak tanah, tetapi bagi tetangga yang menggunakan kompor minyak sering mengeluh tentang kelangkaan minyak tanah.” (wawancara 13 Oktober 2008)
Beliau mempunyai saran untuk pemerintah adalah diharapkan pemerintah dapat menanggulangi urusan kebutuhan pokok rakyat kecil. Dan beliau menyetujui dengan adanya BLT karena beliau termasuk rakyat kecil yang tidak punya apa-apa.
“semoga pemerintah bisa menanggulangi masalah kebutuhan pokok, karena rakyat-rakyat kecil seperti saya ini hanya bisa manut saja, yang penting bisa beli BBM apabila ada barangnya. Saya setuju dengan adanya bantuan BLT sebab kami adalah rakyat kecil dan tidak punya” (wawancara 13 Oktober 2008)
Beliau jarang mengalami kekurangan materi karena masih berusaha mencari rejeki dengan banyak cara.
“masalah kekurangan adalah hal biasa tapi selama setahun ini kami masih bisa berusaha cari rejeki dengan cara berjualan ke pasar atau dagang kecil-kecilan.” (wawancara 13 Oktober 2008)
Penghasilan beliau digunakan untuk makan sehari-hari keluarga, dan untuk modal usaha dagangannya.
“masalah pendapatan dan hasil kerja, semua orang berumahtangga hasilnya untuk pikirin kebutuhan keluarganya, dan untuk kulakan dagangan” (wawancara 13 Oktober 2008)
Dari keseluruhan hidup berumahtangga, ketika harga BBM naik, keluarga beliau biasa-biasa saja. Pernah bertengkar tetapi bukan karena urusan harga BBM yang naik.
“masalah untung dan rugi saat BBM naik, saya pikir biasa-biasa saja sebab saya memakai batok kelapa, kayu, atau arang untuk masak. Pertengkaran pernah terjadi tapi bukan karena BBM” (wawancara 13 Oktober 2008)
5. Bapak Sunaryo (55 tahun) Beliau merupakan Gakin yang tinggal di RT 01 RW 19, Semanggi. Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Anggota keluarga beliau berjumlah tujuh orang yang terdiri suami (beliau), istri, dan lima anak yang sudah tidak bersekolah lagi (pendidikan terakhir yang dipelajari anaknya adalah empat orang berpendidikan SMP dan seorang SMA).
a. Kondisi Rumah Luas rumahnya adalah 24 m2 yang dindingnya terbuat dari triplek/papan, lantai rumah adalah semen, atap rumahnya sudah berupa genteng, status rumahnya adalah warisan orangtua.
“rumah saya panjangnya 6 m dan lebar 4 m, dinding dari triplek, lantai masih sederhana dari semen, atap dari genteng belum bisa memperbaiki, rumah ini bukan rumah saya tapi warisan dari orangtua” (wawancara 14 Oktober 2008) Perabotan yang dimiliki beliau adalah radio dan televisi lama, tidak ada kursi di rumah sehingga beliau sekeluarga lesehan. “yang kami punya radio dan televisi yang sudah lama. Kami lesehan di rumah karena tidak ada kursi” (wawancara 14 Oktober 2008) Beliau tidak mempunyai sawah atau kebun, ternak, tabungan keluarga. Kendaraan yang beliau miliki adalah vespa .
“kami cuma punya vespa sebagai kendaraan sehari-hari. Wah, ternak, sawah atau kebun, sama tabungan tidak punya semua mas” (wawancara 14 Oktober 2008)
Keluarga beliau sudah pernah mendapat bantuan dari pihak luar, bantuan tersebut yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT). PKMS tidak didapat oleh keluarga ini.
“BLT saja yang saya dapat, yang lainnya tidak dapat.” (wawancara 14 Oktober 2008)
b. Pekerjaan dan pendapatan serta pengeluaran selama sebulan (per-bulan) Pekerjaan utama adalah pengamen, penghasilan tidak tentu rata-rata Rp 20.000,-/hari. Ketika harga BBM naik, pekerjaan beliau menjadi merugi karena menambah beban berat dalam menafkahi keluarga. Lama bekerja adalah tiga puluh delapan tahun. Beliau tidak mempunyai pekerjaan sampingan selain pengamen.
“saya jadi pengamen jalanan, iya rugi alasannya menambah beban berat dalam mencari nafkah untuk keluarga. Jadi pengamen dari tahun 1970 an. Tidak ada pekerjaan sampingan apa-apa” (wawancara 14 Oktober 2008)
Beliau mengeluarkan uang konsumsi atau uang dapur tidak tentu tapi rata-rata sebesar Rp 1.000.000,- lebih selama sebulan atau Rp 20.000,-/hari. Ketika harga BBM naik, konflik
beliau adalah penghasilannya menjadi tidak bisa ditabung untuk kebutuhan lain-lain dan makan menjadi secukupnya. Jika harga BBM tidak naik, beliau berencana ingin membeli keyboard untuk mengejar cita-cita yaitu mengamen di kafe.
“uang dapur saya tidak pasti, maksimal 1 juta sebulan, Rp 20.000,-/hari. Pas BBM naik, saya jadi tidak bisa menabung buat kebutuhan lain-lainnya, makan pas-pasan. Kalau BBM tidak naik, bisa beli keyboard buat mengamen di kafe, mengejar cita-cita” (wawancara 14 Oktober 2008)
Beliau sudah tidak mengeluarkan biaya untuk pendidikan anaknya karena tidak punya uang untuk biaya sekolah semua anaknya. Beliau tidak mendapatkan ASKESKIN atau PKMS, sehingga apabila berobat tetap bayar. Biaya transportasi Rp 10.000,- untuk dua hari.
“anak-anak saya udah tidak sekolah karena tidak punya biaya. Tidak dapat ASKESKIN atau PKMS. Bensin habis Rp 10.000 untuk 2 hari” (wawancara 14 Oktober 2008)
Biaya listrik Rp 30.000,-/bulan, air untuk kebutuhan keluarga menggunakan air sumur, iuran rutin kampung sukarela. Tidak ada masalah ketika harga BBM naik. Beliau tidak mempunyai cicilan kredit.
“disini ada enam keluarga, masing-masing bayar Rp 30.000,-/bulan untuk biaya listrik. Air menggunakan sumur. Pas BBM naik tidak jadi masalah. Iuran rutin kampung itu sukarela di kampung ini. Tidak punya cicilan kredit.” (wawancara 14 Oktober 2008)
c. Kegunaan BBM dan strategi atau solusi ketika harga BBM naik Pada saat harga BBM mau naik, beliau belum mengetahuinya. Dan beliau juga tidak mengetahui alasan pemerintah menaikkan harga BBM.
“saya mengetahuinya BBM naik pas sudah naik, sebelumnya saya tidak mengetahui mas kalau mau naik. Alasan pemerintah menaikkan BBM juga tidak tahu saya” (wawancara 14 Oktober 2008)
Beliau membeli minyak tanah satu liter untuk satu hari Rp 4.000,-/liter beli di tempat saudara, premium Rp 6.000,-/liter di SPBU, dan minyak goreng sebanyak satu liter Rp 9.000,- beli dari kelurahan untuk ½ bulan karena yang digoreng tidak ada. Bila tidak sanggup membeli minyak tanah atau tidak mendapatkan minyak tanah, maka beliau menggantinya dengan arang Rp 2.500,-/kg untuk satu hari dan kayu dengan cara mencarinya sendiri dari pohon langsung serta dari pagar tanaman tapi pengganti minyak tanah ini jarang beliau lakukan. Sebagian besar BBM dipakai untuk kebutuhan keluarga seperti memasak, dan bahan bakar kendaraan. BBM yang lebih sering beliau gunakan adalah minyak tanah dan premium atau bensin.
“beli minyak tanah beli 1 liter buat 1 hari Rp 4.000,-/liter beli di tempat saudara, bensin Rp 6.000,-/liter di pom bensin, minyak goreng beli satu liter Rp 9.000,beli dari kelurahan buat ½ bulan karena tidak ada yang di goreng soalnya. Ganti minyak tanah biasanya saya pakai arang beli Rp 2.500,-/kg buat 1 hari sama kayu mencari dari pohon sama pagar-pagar tanaman. Saya gunain buat kebutuhan keluarga sendiri bukan buat usaha. Lebih sering saya menggunakan minyak tanah sama bensin buat memasak dan bahan bakar vespa saya” (wawancara 14 Oktober 2008)
Strategi beliau ketika harga BBM naik adalah terima apa adanya, segala sesuatu dicukupcukupkan, membeli barang banyak ketika ada uang banyak, tidak perlu dijadikan susah ketika harga BBM naik, menjual perhiasaan di pasar Klewer untuk kebutuhan makan keluarga, dan menggadai sepeda ontel di pegadaian (Rp 200.000,- dicicil Rp 6.000,-/bulan).
“saya terima apa adanya, dicukup-cukupkan. Kalau ada uang banyak, beli barang banyak, tidak dijadikan susah mas, saya jual perhiasan di klewer untuk menyambung hidup (makan), terus ontel di pegadaian, tiap Rp 200.000,- bayar Rp 6.000/bulan buat makan” (wawancara 14 Oktober 2008)
Tidak ada konflik yang terjadi di masyarakat lingkungan beliau ketika harga BBM. Diangap biasa saja oleh masyarakat.
“biasa-biasa saja mas, tidak ada masalah di lingkungan saya” (wawancara 14 Oktober 2008)
Beliau mempunyai saran untuk pemerintah adalah sampai kapan berhenti menaikkan harga BBM, harga distabilkan. Beliau setuju dengan BLT asalkan dibagikan kepada masyarakat miskin tepat sasaran.
“kapan berhenti menaikkan harga BBM, buatlah harga stabil. Saya setuju sama BLT asal tepat sasaran saja, bagi orang tidak punya seperti keluarga miskin pada umumnya” (wawancara 14 Oktober 2008)
Beliau sering mengalami kekurangan materi setiap tahunnya.
“saya sering mengalami kekurangan uang tiap tahunnya” (wawancara 14 Oktober 2008)
Penghasilan beliau digunakan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga, untuk yang lainnya.
“buat kehidupan sehari-hari mas, kenapa buat yang lainnya” (wawancara 14 Oktober 2008)
Ketika harga BBM naik, beliau merasa dirugikan karena banyak cita-cita yang tidak bisa beliau lakukan karena barang-barang semua harganya mahal. Tetapi tidak membuat keluarga sampai bertengkar dengan naiknya harga BBM.
“banyak yang tidak bisa saya cita-citakan karena barang-barang semua harganya mahal (gagal). Tidak pernah bertengkar saya dengan keluarga saya gara-gara naik BBM” (wawancara 14 Oktober 2008)
Pada bab III ini penulis menyusun sebuah matriks. Matriks ini merangkum keseluruhan bahasan pada bab III, agar pembaca lebih mengerti dan memahami pokok bahasan bab III.
Matriks 1 Pokok Bahasan Bab III NO.
POKOK BAHASAN
SUB-BAB A.
Gambaran Umum
KETERANGAN Secara umum masalah kemiskinan di Kota Surakarta bersifat multidimensional menyangkut berbagai aspek kehidupan, sehingga cara menanggulangi masalah kemiskinan tidak mungkin melalui satu bidang ataupun satu pihak. Permasalahan kemiskinannya antara lain menyangkut kelemahan akses pada berbagai sumber daya ekonomi, layanan dasar pendidikan dan kesehatan, serta marjinalisasi peran sosial
maupun
keterlibatan
dalam
pengambilan keputusan politik. B.
Biodata Responden Secara Umum
Menerangkan
biodata
rata-rata
keseluruhan responden: a. Usia b. Pendidikan terakhir c. Jumlah anggota keluarga d. Luas rumah e. Status rumah f. Kendaraan g. Tabungan keluarga h. Uang konsumsi i. Iuran sekolah j. Biaya transportasi k. Kegunaan BBM bagi informan l. Pekerjaan utama dan sampingan
C.
Biodata Responden Secara Khusus
1. Bapak Sawiji (41 tahun) 2. Bapak Tukiran (43 tahun) 3. Bapak Joko (30 tahun) 4. Bapak Hadisusanto (51 tahun) 5. Bapak Sunaryo (55 tahun)
BAB IV PEMBAHASAN
A. Asal Mula Bahan Bakar Minyak dan Kegunaannya Bagi Manusia Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terbuat dari hasil endapan tumbuhan dan jasad hewan yang terkubur berabad-abad di dalam tanah. Pada awalnya tidak terlalu diperhatikan oleh manusia, karena manusia pada saat itu sebagian besar masih belum mengerti tentang kegunaan BBM. Seiring berjalannya waktu, makhluk hidup terutama manusia secara bertahap mengalami suatu evolusi pada dirinya, baik evolusi secara jasmani maupun rohani. Evolusi secara jasmani terlihat dari bentuk tubuh yang semakin lama semakin mengecil, organ tubuh bagian dalam juga mengalami hal yang serupa. Perbedaan tersebut terlihat dari temuan fosil purbakala oleh para ilmuwan purbakala. Pada manusia pun demikian, pada jaman purba manusia memiliki tubuh
yang tinggi, besar, dan juga organ dalam tubuhnya masih berukuran besar tidak seperti ukuran manusia pada jaman sekarang. Dan evolusi secara rohani terlihat dari sikap manusia yang pada awal kehidupannya menyerupai sikap hewan serta berpakaian hanya seadanya, sekarang menjadi lebih bermoral serta berpakaian rapi. Munculnya agama merupakan salah satu bentuk evolusi rohani. Evolusi rohani hanya terjadi pada manusia, tidak pada makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Dari evolusi tersebut, maka pola pikir manusia pun berkembang menjadi lebih pintar dan lebih kreatif. Akibat pemikiran manusia yang berkembang bahkan menjadi maju, muncullah suatu peradaban dimana manusia menemukan teori ilmu pengetahuan baru sehingga manusia menjadi mengerti kegunaan BBM serta manusia menciptakan suatu mesin untuk membantunya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, peradaban ini lalu disebut dengan revolusi industri. Tidak hanya berhenti sampai disitu, mesin-mesin baru pun makin banyak ditemukan dan sebagian besar bermanfaat untuk kehidupan makhluk hidup terutama manusia, misalnya mesin uap, mesin tenun, mesin industri, mobil, bohlam, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak jumlah mesin baru tersebut, hampir seluruhnya menggunakan BBM untuk mengoperasikannya. Karena dirasakan mesin-mesin baru tersebut bermanfaat bagi manusia, maka diperbanyak jumlahnya secara terus menerus. Setelah diteliti lebih jauh, ternyata BBM berguna tidak hanya untuk teknologi mesin tetapi juga berguna untuk memasak karena BBM mudah terbakar. Sehingga, BBM pun secara terus menerus diambil dari dalam tanah di daratan maupun di lautan. Pada akhirnya, BBM menjadi suatu zat yang sangat berharga bagi munusia. Bahkan setetes BBM yang hilang bisa mengakibatkan kerugian dalam suatu industri besar. Dalam perindustrian, BBM yang digunakan adalah minyak solar (High Speed Diesel), Minyak
Bakar (MFO). Sedangkan untuk transportasi BBM yang digunakan adalah Premium (RON 88), Pertamax (RON 92), Pertamax Plus (RON 95), Minyak Diesel (MDF), Biodiesel, Avgas (Aviation Gasoline), Avtur (Aviation Turbine). Dan BBM untuk rumah tangga adalah Minyak Tanah (Kerosene). Karena BBM sudah menjadi bahan yang penting dan berharga untuk kehidupan manusia, maka ditentukanlah harga pokok BBM mentah secara internasional. Sehingga apabila harga pokok BBM mentah tersebut naik, secara otomatis harga BBM Nasional pun ikut naik. Ketika harga pokok BBM menyentuh U$120/barrel, menyebabkan pertentangan dari berbagai lapisan sosial terutama lapisan sosial dengan ekonomi menengah kebawah (masyarakat miskin) atau keluarga miskin (Gakin) di seluruh dunia. Ada tiga hal pokok yang menentukan harga BBM dalam negeri (Nasional), yakni stabilitas harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan kesepakatan besaran subsidi yang diatur bersama DPR.
B. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Masyarakat Miskin dan Keluarga Miskin Pertentangan masyarakat di Indonesia ketika harga BBM naik adalah naiknya seluruh harga kebutuhan manusia (sandang, pangan, dan papan). Hal ini menimbulkan suatu konflik di masyarakat. Banyak masyarakat yang menentang dengan berbagai cara ketika harga BBM akan naik dan bahkan ketika harga BBM sudah naik. Ada yang menentang dengan cara berdemo, membuat artikel atau karya tulis yang diedarkan melalui berbagai surat kabar dan media elektronik lainnya, melakukan tindakan yang merusak sarana dan prasarana umum, masyarakat menjadi tidak percaya kepada pemerintah dan lain sebagainya. Kondisi yang demikian akan berakibat buruk, bukan hanya pada perekonomian, tetapi juga dinamika dan modal sosial suatu bangsa. Dintaranya menjamin
tersedianya kebutuhan sembako, pangan, BBM di masyarakat. Tapi dampak yang lebih besar adalah seperti yang dikatakan oleh Wiley (2009), yaitu banyaknya masyarakat yang kekurangan pangan dan papan yang diperlukan untuk mempertahankan hidup, kondisi ini dikenal dengan sebutan kemiskinan absolut. Serta semakin banyaknya masyarakat yang tidak memiliki apa yang dibutuhkan untuk hidup layak karena pendapatan mereka kurang dari setengah pendapatan ratarata nasional. Sebelum harga BBM naik dan sesudah harga BBM naik terjadi banyak konflik di beberapa kota di Indonesia, yaitu: ·
penimbunan BBM terjadi di Kota Banda Aceh (Koran Tempo, 17 Mei 2008)
·
sekelompok massa yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Miskin Kota Jabodetabek, Serikat Becak Jakarta, dan Urban Poor Consortium, berdemonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak di depan Istana Merdeka Jakarta (Koran KOMPAS, 12 Mei 2008)
·
untuk mengatasi antrian
panjang, pemerintah
daerah mengeluarkan kebijakan,
seperti pada Kota Jakarta mobil pribadi dibatasi pembelian bensin di SPBU maksimal Rp 75.000 atau 16,66 liter, angkutan umum Rp 100.000 atau 22,22 liter, dan sepeda motor Rp 15.000 atau 3,33 liter. Untuk pembelian solar pada mobil pribadi di SPBU maksimal Rp 75.000 atau 17,44 liter, angkutan kota Rp 100.000 atau 23,25 liter, truk Rp
250.000
atau
58,13
atau liter
58,13
(surat
liter
edaran
dan
antarkota
bernomor
501/F
tertanggal 15 Mei 2008 dalam Koran Tempo, 17 Mei 2008)
Rp
250.000
13100/2008
S3
·
larangan membeli BBM di SPBU dengan menggunakan dirigen di Kota Surakarta, sehingga masyarakat yang ingin membeli solar untuk gensetnya tidak bisa membeli solar (Koran Solopos, 12 Mei 2008)
·
para pengusaha dibandung berencana akan mengurangi jam kerja untuk menyiasati ongkos produksi yang membengkak ketika harga BBM naik, kenaikan harga BBM juga membuat ongkos produksi naik, dan bisa memicu para buruh untuk demonstrasi yang akhirnya berimbas pasa kinerja perusahaan (Koran Tempo, 24 Mei 2008) Selain konflik yang telah terjadi diberbagai kota di Indonesia. Di Kota Surakarta juga
terjadi konflik terutama ketika harga BBM sudah naik dalam semua bidang kehidupan masyarakat. Dalam penelitian, diperoleh data mengenai konflik yang terjadi pada Gakin dan masyarakat sekitar rumahnya, konflik konsumsi keluarga, konflik dalam iuran sekolah (SPP), dan konflik transportasi Gakin. Dari data penelitian tersebut, konflik yang terjadi ternyata menimbulkan kerugian yang sangat berarti bagi mereka. Konflik tersebut berupa berubahnya kebiasaan hobby seseorang karena ditegur oleh anggota keluarganya untuk tidak pergi memancing karena tempat memncingnya jauh sehingga membutuhkan biaya transportasi yang banyak, menghutang uang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, minyak tanah langka dan harganya semakin mahal, yang sudah menjadi pelangganan pembeli minyak tanah di pangkalan lebih diutamakan oleh para penjual minyak tanah tersebut karena dianggap masyarakat biasa yang membeli minyak tanah di pangkalan akan ditimbun, dan lain sebagainya. Sedangkan konflik dalam hal kebutuhan dasar manusia lainnya yaitu air dan listrik tidak ditemukan pada penelitian ini. Pada konflik mengenai konsumsi keluarga, diperoleh data dalam penelitian bahwa semua harga kebutuhan masyarakat menjadi naik, penghasilan keluarga tidak mencukupi untuk membeli
kebutuhan makan sehingga menghutang kepada orang lain, pengeluaran keluarga menjadi tidak terkendali karena naiknya harga kebutuhan hidup, dan lain sebagainya. Dalam urusan konsumsi keluarga, ternyata diperoleh data dari hasil penelitian adalah menimbulkan banyak dampak yang langsung dirasakan Gakin ketika harga BBM melambung tinggi karena konsumsi keluarga merupakan kebutuhan dasar manusia yang banyak memerlukan penggunaan BBM (minyak tanah dan minyak goreng) dan sumber pangan yang beranekaragam baik yang berupa hewani maupun nabati. Mengenai urusan pendidikan anak tidak diketemukan dampak yang berat bagi sebagian besar Gakin. Hal itu karena untuk pendidikan Sekolah Dasar (SD) biaya SPPnya digratiskan oleh pemerintah Kota Surakarta. Dan sebagian besar Gakin yang diteliti mempunyai anak yang masih berpendidikan SD. Walaupun demikian, urusan pendidikan tetap terkena dampak kenaikan harga BBM yaitu bertambahnya biaya pengeluaran keluarga karena penghasilan yang didapat sedikit. Mengenai transportasi Gakin, dari hasil penelitian diperoleh empat konflik yang dirasakan oleh Gakin, yaitu harga premium dan biaya angkutan (transportasi) menjadi naik, penghasilan menjadi berkurang, sebelum harga BBM naik dapat berkunjung ke rumah saudara ketika harga BBM naik menjadi tidak bisa berkunjung, dan tidak menggunakan kendaraan (jalan kaki) karena tidak mempunyai uang. Dari keseluruhan dampak kenaikan BBM dari hasil penelitian adalah masyarakat miskin mempermasalahkan harga-harga barang lainnya ikut naik tinggi serta yang paling utama adalah harga sembako yang pasti akan ikut naik tinggi pula ketika harga BBM naik, walaupun prosentase kenaikan harga BBM hanya di bawah 30 persen. Sebelum harga BBM naik, harga pangan dan sembako sudah melambung sangat tinggi karena dampak dari krisis energi dan
pangan yang saat ini sedang melanda dunia. Di samping itu, pendapatan masyarakat tidak bertambah. Bahkan secara riil pendapatannya semakin berkurang dan tidak sebanding, serta tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang paling minimalis. Di PHK nya banyak pekerja di banyak perusahaan dan bangkrutnya para wirausahawan ketika harga BBM naik, menambah banyak jumlah pengangguran dan jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Akibatnya, keluarga miskin yang sebagian besar mempunyai ekonomi yang rendah tidak bisa apa-apa. Dalam hal fisik, mereka menjadi tidak bisa mengkonsumsi makanan yang bergizi, mental mereka menjadi turun dalam menggapai cita-cita, dan mereka menjadi tidak bisa berkunjung ke rumah saudara atau pergi ke tempat yang jauh. Hal ini sesuai dengan teori kebutuhan manusia, teori ini menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. (www.wordPress.com.). Peneliti dari Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi Reforminer Institute, menghitung kemungkinan penambahan pengangguran per tahun bisa mencapai 16,92 persen. Salah satu penyebab membengkaknya jumlah pengangguran adalah faktor kenaikan harga solar (http:sekartanjung.blogspot.com). Hal ini sesuai dengan pernyataan Simmel, bahwa persaingan tidak perlu mencakup kontak antar-pribadi secara langsung, melainkan sebaliknya. Mereka yang bersaing mungkin berjuang sendiri-sendiri untuk suatu tujuan bersama, dengan antagonisme yang muncul dari kenyataan bahwa keuntungan bagi seseorang berarti kerugian bagi pihak lain (Johnson.1986:271). Kemiskinan merupakan masalah utama pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi dimensional karena persoalan kemiskinan bukan hanya menyangkut
dimensi ekonomi melainkan dimensi sosial, budaya, politik, agama, bahkan ideologi. Kemiskinan dapat membuat jutaan anak tidak bisa mengeyam pendidikan berkualitas dan tidak bisa meneruskan pendidikan sampai ke tingkat tinggi, keluarga miskin (Gakin) sulit mengakses kesehatan dan pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga (asuransi jiwa), menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan kemiskinan menyebabkan jutaan Gakin hanya memenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, dan pangan) dengan terbatas. Kemiskinan telah membatasi hak-hak Gakin untuk memperoleh hak asasi manusia seutuhnya atau hak dasar rakyat. Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa Gakin susah mendapatkan sumber daya alam (SDA) yaitu berupa minyak tanah, hal ini ini dikarenakan program konversi dari minyak tanah ke gas oleh pemerintah. Akibatnya, pasokan minyak tanah dikurangi oleh pemerintah sehingga harga minyak tanah semakin mahal di pasaran. Dan dibidang kesehatan, Gakin ada yang tidak mendapatkan kartu kesehatan untuk berobat gratis (PKMS atau JAMKESMAS). Sedangkan hak dasar rakyat (Basuki dan Prasetyo.2007:23) adalah: 1) Hak atas pangan 2) Hak atas pendidikan 3) Hak atas layanan kesehatan 4) Hak atas pekerjaan dan kesempatan berusaha 5) Hak atas tanah 6) Hak atas air bersih dan aman, serta sanitasi yang baik 7) Hak atas SDA dan lingkungan hidup
8) Hak untuk berpartisipasi 9) Hak atas rasa aman 10) Hak atas perumahan
Untuk menghidupi anggota keluarganya, Gakin lebih banyak membuka usaha dengan modal sendiri karena tidak adanya lapangan pekerjaan. Biasanya Gakin membuka usaha dengan modal yang tidak banyak (seadanya) serta usahanya tersebut cenderung tak resmi atau disebut pula dengan sektor informal. Sektor informal mempunyai ciri-ciri (Leibo.2004:9) sebagai berikut: 1).
Kegiatan usahanya tidak teroganisasi dengan baik, sebab tidak menggunakan fasilitas kelembagaan yang tersedia di sektor ini
2).
Kegiatan usahanya tidak mempunyai ijin usaha
3).
Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerja
4).
Kebijaksanaan pemerintah dalam membantu golongan ekonomi lemah tidak menyentuh sektor ini
5).
Unit usaha sudah keluar masuk dari sub sektor ke lain sub sektor
6).
Teknologi yang dipakai cukup sederhana
7).
Modal dan perputaran usaha relatif kecil
8).
Usaha yang dijalankan tidak memerlukan pendidikan formal, tetapi hanya pengalaman bekerja
9).
Unit usaha yang dijalankan sendirian, dan kalaupun ada buruh, mereka ada pertalian keluarga
10). Sumber dana sebagai modal usaha yang berasal dari tabungan sendiri atau dari
lembaga keuangan yang tidak resmi serta hasil produksi dan jasa, dikonsumsi oleh golongan kota atau desa, yang berpenghasilan rendah, tetapi terkadang juga yang berpenghasilan menengah
Hal diatas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bpk Sugiyono (52 tahun) yang bekerja sebagai pekerjaan buruh bangunan. Beliau memperoleh keahlian pekerjaannya berasal dari orangtuanya. “keahlian saya jadi buruh bangunan dari bapak, saya belajar dari beliau” (Wawancara pada tanggal 15 Oktober 2008) Dan bekerja dengan tenaga kerja yang masih berasal dari keluarganya, seperti yang dilakukan oleh Bpk Agus (43 tahun) dengan pekerjaan warung makan soto ayam yang dibantu oleh istrinya sendiri. “Saya jualan soto dibantu istri saya, biar cepat laku” (Wawancara pada tanggal 15 Oktober 2008) Perputaran usaha yang tidak menentu dan relatif kecil juga dirasakan oleh Bpk Giyanto (44 tahun) dengan pekerjaan pembuat sarung keris. Beliau mempunyai penghasilan yang tidak tentu, bahkan beliau akan banyak menganggur bila tidak ada pesanan dari konsumen. “Kalau ada pesanan, ya saya dapat sekitar Rp 30.000,- seharinya. Kalau misalnya setiap hari ada pesanan, sebulan bisa dapat Rp 900.000,- tapi kalau saya tidak dapat pesanan jadi menganggur saja mas dirumah” (Wawancara pada tanggal 15 Oktober 2008)
Ketika harga BBM naik tinggi, mereka sangat kesulitan dalam menafkahi keluarganya karena harga bahan produksi atau bahan baku naik menjadi mahal. Akibat yang terparahnya dari kenaikan BBM terhadap Gakin adalah usaha yang mereka lakukan lambat laun bisa bangkrut dan
bisa mengakibatkan meningkanya jumlah kematian karena kelaparan atau dapat meningkatkan jumlah kriminalitas di Kota Surakarta. Dampak pembagian BLT terhadap masyarakat miskin juga menimbulkan kemiskinan kultural.
Seperti
yang dikatakan
Mari’e
Muhammad,
kemiskinan
dtruktural
adalah
ketidakberdayaan sekelompok masyarakat dibawah situasi sistem pemerintahanan atau politik, yang menyebabkan mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Masyarakat miskin hanya bisa menjadi objek kebijakan oleh pemerintah tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya menerima kebijakan BLT dengan pasrah, walaupun mereka mengetahui bahwa kebijakan tersebut ada yang membuat diri mereka rugi. Sedangkan bantuan pemerintah berupa pembagian gas 3 kg (konversi) serta kompor gas gratis kepada masyarakat miskin tidak membuahkan hasil yang baik di masyarakat miskin secara nasional. Hal itu terbukti di kota Kendal pada tahap pertama pembagian, puluhan warga ketahuan menjual kompor gas gratis seharga Rp 100.000,per tabung. Pada tahap kedua dan ketiga, harga kompor gas gratis dari pemerintah meningkat menjadi Rp 250.000 (Koran SINDO tanggal 6 Agustus 2008). Salah satu sebabnya adalah Gakin sudah terbiasa menggunakan minyak tanah dibandingkan dengan gas. Dan alasan lain mengapa Gakin tidak menggunakan gas adalah karena gas berbahaya dan ditakutkan akan meledak serta kompor gas harganya mahal. “Saya tidak berani memakai gas karena membahayakan” (Wawancara dengan bapak Hadisusanto pada tanggal 13 Oktober 2008)
“Tidak berani memakai gas mas karena takut meledak dan takut anak-anak memainkan gas” (Wawancara dengan bapak Sardjono pada tanggal 13 Oktober 2008) “Saya sebenarnya berani memakai gas, tapi kompor gasnya yang saya tidak sanggup membelinya karena mahal harganya”
(Wawancara dengan bapak Wagiyanto pada tanggal 14 Oktober 2008)
Bila dikaitkan dengan tinjauan sosiologi, maka fenomena-fenomena tersebut sesuai dengan teori kebutuhan manusia (teori konflik). Teori ini menerangkan bahwa konflik yang terjadi atau yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Pemikiran awal tentang fungsi konflik sosial berasal dari George Simmel, tetapi diperluas oleh Coser yang menyatakan bahwa konflik dapat membantu mengeratkan ikatan kelompok yang terstruktur secara longgar. Masyarakat mengalami disintegrasi atau berkonflik dengan masyarakat lain, dapat memperbaiki kepaduan integrasi. Konflik dengan satu kelompok dapat membantu menciptakan kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain. Konflik juga membantu fungsi komunikasi. Sebelum konflik, kelompok-kelompok mungkin tidak jelas dan mereka mungkin tidak percaya terhadap posisi musuh atau permasalahan mereka. Tetapi akibat konflik, posisi dan batas antar kelompok ini menjadi diperjelas. Karena itu, individu bertambah mampu memutuskan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam hubungannya dengan musuh atau permasalahan mereka. Konflik juga memungkinkan pihak yang bertikai menemukan ide yang lebih baik mengenai kekuatan relatif mereka dan meningkatkan kemungkinan
untuk
saling
mendekati
atau
saling
berdamai
(Ritzer
dan
Goodman.2003:159). Konflik adalah salah satu bagian sosiologis yang merupakan bentuk interaksi dimana tempat, waktu, serta intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan. Konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial disekelilingnya (Poloma.1979:107).
C. Pendapat
Gakin
Mengenai
Program
Bantuan
Langsung
Tunai
(BLT)
dan Saran Gakin Kepada Pemerintah
Kesenjangan sosial, kerawanan sosial, dan kriminalitas cenderung akan mengalami peningkatan yang tinggi ketika harga BBM naik. Hal itu merupakan patologi sosial (penyakit masyarakat) yang menyebabkan kesatuan masyarakat mudah terpecah belah. Antisipasi menanggulangi konflik sosial tersebut dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 100.000/bulan kepada masyarakat miskin, dirasakan oleh banyak pihak bukan penyelesaian yang bijaksana dan mendidik. BLT hanya akan memperbaiki masyarakat miskin sementara waktu saja karena masyarakat miskin masih ada yang menganggur dan harga kebutuhan hidupnya masih mahal.
“Saya kurang setuju dengan BLT karena membuat masyarakat malas untuk bekerja” (wawancara dengan bapak Sukirno pada tanggal 10 Oktober 2008) “Kalau saya setuju dengan program BLT karena dapat meringankan keuangan keluarga saya untuk membeli sembako dan lain-lain, karena semua harga mahal-mahal”. (wawancara dengan bapak Sudibyo pada tanggal 14 Oktober 2008)
Perbaikan daya beli masyarakat miskin perlu dilakukan, yaitu dengan penataan sistem yang bisa menggerakkan perkembangan sektor riil agar bisa berjalan normal. Misalnya dengan membuka lapangan kerja bagi masyarakat, melalui program padat karya. Dari pengalaman tahun sebelumnya, pelaksanaan BLT banyak menimbulkan masalah akibat ketidakakuratan aparatur pemerintah dalam melakukan pendataan bagi mereka yang benar-benar miskin, karena acuan pembagian BLT masih menggunakan data BPS tahun 2005.
Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) itu sendiri diberlakukan pemerintah karena untuk membantu masyarakat miskin ketika harga BBM naik. Program tersebut adalah membagikan uang secara langsung kepada masyarakat miskin sebesar Rp
100.000/bulan
Indikator
kemiskinan
melalui pada
seluruh satu
kantor
Rumah
pos
Tangga
di Miskin
Indonesia. memiliki
ciri-ciri (http://bersamatoba.com/tobasa/berita/14-indikator-kemiskinan-di-rumah-tangga berhak-menerima-bantuan-langsung-tunai.html), yaitu:
1). Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang 2). Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan
3). Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa plester 4). Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain 5). Sumber Penerangan Rumah Tangga tidak menggunakan listrik 6). Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai /air hujan. 7).
Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
8). Hanya mengkomsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu 9). Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10). Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari 11). Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/ poliklinik 12). Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan 13). Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD atau hanya SD
14). Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah), seperti: Sepeda motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Ke 14 indikator itu, adalah ciri-ciri kemisikinan pada satu rumah tangga yang berhak menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang memenuhi 9 indikator berhak untuk menerimanya. Dalam penelitian diperoleh pendapat yang beranekaragam mengenai program BLT dari pemerintah, sebagian besar mereka setuju dengan program BLT. Sebagian besar pendapat Gakin setuju dengan program BLT, pendapat tersebut adalah: 1) Mau tidak mau kami setuju bila itu agenda pemerintah 2) Kalau dari segi kemiskinan setuju, tetapi dari efek sampingnya tidak setuju 3) Asalkan BLT mengenai sasaran yang tepat, jadi tidak timbul masalah 4) Karena masyarakat yang tidak mampu bisa terbantu 5) Kalau bisa BLT diberikan ke tepat sasaran. Karena BLT dikurangi sebagian oleh ketua RT dengan alasan untuk diberikan ke masyarakat yang tidak mendapat BLT
6) Disaat harga-harga naik, BLT akan sedikit membantu bagi perekonomian masyarakat yang kurang mampu 7) Membantu bagi keluarga yang kekurangan biaya untuk kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak-anaknya yang kurang mampu 8) Dapat meringankan beban keluarga 9) Kami rakyat kecil yang tidak punya 10) Kami memang membutuhkannya, yang dibutuhkan rakyat sendiri dicukupi baru BBM diberi ke luar negeri 11) Sangat membantu rakyat kecil 12) Dapat membantu keuangan keluarga untuk modal kerja/dagang Sedangkan pendapat Gakin yang tidak setuju dengan program BLT adalah: 1) Tidak tepat sasaran yang benar 2) Tidak mendidik masyarakat 3) Menjadikan orang malas (menunggu bantuan orang lain), jadi ketergantungan 4) Tidak setuju karena tidak mendapat BLT 5) Seharusnya BBM tidak dijual ke luar negeri 6) Yang seharusnya layak mendapat BLT menjadi tidak dapat 7) Saya
tidak
setuju
Rp 100.000/bulan
tapi
kami
terima
saja,
apa
yang
cukup
dengan
Kenaikan BBM pada tanggal 24 Mei 2008 sangatlah terasa berat oleh sebagian besar Gakin, dari hasil penelitian diperoleh banyak saran dari Gakin untuk pemerintah mengenai kenaikan BBM. Saran tersebut adalah sebagai berikut: a) Agar BBM tidak naik lagi dan kasihanilah masyarakat miskin b) Agar lebih mempedulikan rakyat kecil c) Apakah tidak ada jalan lain selain menaikkan BBM, kasihan para buruh semakin buruk d) Bagi pengrajin kecil perlu diperhatikan kesejahteraannya karena pengrajin kecil bisa mengurangi pengangguran e) BBM boleh naik asal disertai timbal baliknya untuk masyarakat yang baik, seperti digunakan untuk subsidi masyarakat dan bantuan-bantuan untuk pendidikan dan masyarakat yang kurang mampu f) BBM diturunkan, kasihan rakyat kecil apalagi sekarang ini BBM sulit dicari g) BBM naik cukup saat ini, dan berantaslah koruptor h) Berharap harga BBM bisa kembali murah seperti dahulu serta mudah ditemukan i) Harga BBM diturunkan, mendapat BLT tetapi harga BBM naik menjadi tidak berpengaruh j) Harga BBM naik, pengangguran semakin banyak k) Harga BBM harus disubsidi lagi soalnya kalau harga BBM naik, kebutuhan pokok ikut naik tetapi pendapatan minim l) Harga jangan naik lagi, dan BBM sebisa mungkin mudah ditemukan m) Harga BBM mohon diturunkan serta apabila harga BBM dinaikkan, gaji pun dinaikkan juga n) Harga pangan tolong distabilkan
o) Harga sembako dan harga barang-barang mohon diturunkan p) Jangan menaikkan harga BBM terlalu tinggi, agar harga kebutuhan sehari-hari bisa stabil terutama harga sembakonya q) Diusahakan BBM tidak usah dinaikkan, tetapi pajak kendaraan & pajak pembuatan kendaraan yang dinaikkan serta adanya pembatasan produksi kendaraan untuk menghemat BBM r) Diusahakan harga BBM tidak naik turun, sebab kalau naik turun berakibat banyak orang yang menimbun BBM karena penimbunan menjadi susah mendapatkan BBM s) Saya menginginkan harga BBM yang murah dan pemerintah menciptakan lapangan kerja biar masyarakat tenang dan tentram seperti dahulu
D. Macam-macam
Strategi
Hidup
Keluarga
Miskin
Dalam
Menghadapi
Kenaikan BBM Dalam menghadapi kenaikan harga BBM, Gakin mempunyai strategi atau solusi tersendiri. Hal ini mereka lakukan agar dapat bertahan hidup. Strategi merupakan cara hidup dalam menghadapi suatu urusan atau masalah, agar urusan atau masalah tersebut dapat dijalankan dengan baik dan benar. Dari hasil penelitian, diperoleh banyak sekali strategi atau cara Gakin dalam menghadapi kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008. Dari jumlah strategi tersebut, dikelompokkan menjadi empat macam strategi. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Pasrah
Pengertian pasrah disini adalah melakukan hal yang berurusan dengan yang bersifat non fisik, seperti perasaan hati, rendah hati, menerima keadaan yang sedang dialami, menghubungkan dan menyerahkan diri pada Tuhan (termasuk berharap pertolongan Tuhan). Otak dan fisik tidak memiliki kemampuan mengendalikan hal tersebut, tetapi hati memiliki kemampuan mengendalikan hal tersebut. Fisik mereka sudah mengalami kelelahan, dan pikiran mereka mengalami jalan buntu. Pasrah merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak menguntungkan. Dalam hal ini, keadaan semua harga kebutuhan manusia menjadi naik, sehingga membuat keluarga miskin atau Gakin tidak bisa berbuat apa-apa walaupun mereka sudah berusaha sekuat tenaga. Ada dua cara yang dilakukan oleh Gakin pada tindakan pasrah ini, yaitu:
a.
Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa Gakin sangat berharap bantuan dari Tuhan Yang Maha Esa, dan sebenarnya mereka
memerlukan bantuan dari orang lain yang mampu, tetapi mereka tidak mau meminta-minta kepada orang lain untuk dikasihani. Mereka percaya bahwa kehidupan ini sudah ada yang mengaturnya, sehingga mereka hanya pasrah kepada yang mengatur kehidupan ini. Mereka menyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa akan menolong mereka bila mereka pasrah dan berdoa kepadaNya. mereka
lakukan
Hal karena
tidak
bisa
tersebut apa-apa
dengan
penghasilan
yang
kecil. Tetapi mereka tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
b.
Menerima keadaan dengan apa adanya Gakin tidak bisa melakukan sesuatu lagi untuk merubah keadaan keluarganya walaupun
sudah berusaha merubahnya, sehingga mereka hanya menerima keadaan yang ada. Mereka tidak
bangga diri dan lauk apa adanya, hidup apa adanya atau terima apa adanya (disyukuri dan pasrah), tidak mengikuti kemauan (ditahan bila menginginkan sesuatu yang melebihi batas kemampuan), bila ada uang memasak sendiri, tetapi bila tidak ada uang membeli lauk pauk di warung makan, dan berhutang makanan di warung makan
Gakin hanya menerima keadaan yang sudah mereka usahakan. Sehingga mereka pun menyadari bahwa hidup sederhana tapi sehat lebih baik daripada hidup kaya raya tapi sakitsakitan. Gakin pun mempunyai keinginan untuk hidup mewah seperti orang kaya raya, tapi mereka tidak mengikuti keinginannya tersebut karena mereka sadar bahwa kemampuan mereka belum bisa untuk hidup mewah.
Teori yang sesuai dengan strategi ini adalah teori tindakan Werk Rational Action (Rasionalitas yang Berorientasi Nilai). Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan-tujuannya nilai-nilai
individu
sudah yang
bersifat
ada absolut
dalam atau
hubungannya
merupakan
nilai
akhir
dengan baginya.
Nilai-nilai akhir tersebut bersifat non-rasional dalam hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan-tujuan mana yang harus dipilih. Tindakan religius merupakan bentuk dasar dari rasionalitas yang berorientasi nilai ini. Orang yang beragama mungkin menilai pengalaman subyektif mengenai kehadiran Tuhan Yang Maha Esa bersamanya atau perasaan damai dalam hati atau dengan manusia seluruhnya suatu nilai akhir
dimana
dalam
perbandingannya
nilai-nilai lain menjadi tidak penting. Nilainya sudah ada, individu memilih alat seperti meditasi, sholat, do'a, dan ke tempat ibadah untuk memperoleh pengalaman religius. Nilai tersebut tidak
dapat dibuktikan secara obyektif dengan cara yang sama seperti kita membuktikan keberhasilan dalam mencapai tujuan dalam tindakan instrumental (Johnson.1986:221).
Pada hasil penelitian, Gakin melakukan tindakan pasrah berupa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hidup dengan apa adanya. Strategi ini berhubungan langsung manusia dengan Tuhannya, sehingga bersifat non-rasional atau tidak terlihat oleh mata telanjang. Pasrah memerlukan suatu keyakinan yang kuat, kerena tindakan pasrah adalah menyerahkan diri kepada sesuatu atau seseorang yang dapat memberikan pertolongan atau hal yang positif baginya sehingga merasa damai dalam hati. Dan biasanya, tindakan pasrah ini dilakukan ketika keadaan individu mengalami tekanan yang kuat yang terasa sulit untuk dihilangkan walaupun sudah dengan usaha yang maksimal untuk menghilangkan tekanan tersebut, sehingga individu mencari sesuatu yang bisa menghilangkan tekanan itu. Sesuatu yang dapat menghilangkan segala tekanan diyakini individu adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga individu pasrah kepadaNya. Pada strategi ini, Gakin paling banyak melakukan tindakan menerima keadaan apa adanya, hal
menunjukkan bahwa Gakin sudah tidak bisa berbuat sesuatu lagi yang dapat merubah nasib keluarganya. Sehingga mereka hanya bisa menerima hasil usaha dengan lapang dada.
2. Mengatur keuangan keluarga Pengaturan keuangan adalah cara memanfaatkan kondisi keuangan seseorang, keluarga atau kelompok sosial untuk dipergunakan demi kepentingan yang berharga (pokok) atau kebutuhan
mendesak.
Dalam
hal
pengaturan
keuangan,
Gakin
benar-benar sangat mengatur serta mengendalikan keuangan keluarga mereka agar segala kebutuhan keluarga dapat terpenuhi terutama kebutuhan yang pokok dan kebutuhan mendesak. Strategi ini sangat perlu kerjasama dan pengendalian diri anggota keluarganya dari keinginan-
keinginan untuk membeli barang yang kurang atau tidak dibutuhkan keluarga (suami, istri, dan anak). Apabila dari salah satu anggota keluarga tidak dapat bekerja sama, maka akibatnya akan langsung dirasakan oleh semua anggota keluarga tersebut. Dari sekian banyak permasalahan yang ada dalam keluarga miskin (Gakin) ketika harga BBM naik berdasarkan hasil penelitian, yang terbesar adalah masalah pendapatan keluarga atau keuangan keluarga. Harga barang dan jasa pun ikut naik ketika harga BBM naik. Karena merasa sembako adalah kebutuhan yang sangat penting untuk anggota keluarga sehingga mereka sangat berhati-hati sekali dalam mempergunakan uang. Penghasilan Gakin dalam bekerja seringkali tidak tetap bahkan tidak mendapatkan uang setiap bulannya. Hal ini dikarenakan mereka bekerja bergantung kepada konsumen yang memerlukan barang atau jasa mereka. Ada tiga cara yang dilakukan Gakin dalam tindakan mengatur keuangan keluarga, yaitu:
a.
Membelanjakan uang untuk kebutuhan pokok atau penting Merupakan tindakan yang dilakukan Gakin ketika memperoleh uang banyak, agar semua
kebutuhan pokok dapat terpenuhi terlebih dahulu. Karena bagi Gakin, kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus diutamakan. Bila tidak diutamakan terlebih dahulu, maka akan menimbulkan konflik atau permasalahan dalam keluarga. Biasanya Gakin membeli bahan pokok dahulu sisa uangnya dibelikan kebutuhan lain-lain (sabun, minyak goreng 6 kg/minggu, dan lainlain), penghasilan untuk belanja sembako untuk seminggu atau 2 minggu untuk persediaan cadangan, penghasilan bulanan langsung dibelikan sembako pokok untuk sebulan, sisa penghasilan untuk membayar listrik, SPP serta membayar kontrak rumah, membeli sesuatu yang diperlukan saja dan selagi ada uang yang banyak maka untuk dibelanjakan banyak barang, biaya SPP
tertunda
dahulu
untuk
biaya
makan
sehari-hari karena anak-anak tidak ingin ditelantarkan, dan pengaturan keuangan keluarga diserahkan kepada istri.
Hal ini merupakan tindakan yang dilakukan Gakin ketika sadar bahwa kebutuhan keluarganya banyak, sehingga mereka mendahulukan kepentingan yang mendasar keluarga dahulu (sandang, pangan, dan papan). Mereka melakukan hal tersebut agar anggota keluarganya dapat hidup dengan sejahtera walaupun masih banyak kebutuhan keluarga yang belum terpenuhi.
b.
Membayar hutang terlebih dahulu Ada sebagian Gakin yang merasa hutang adalah beban keluarga, sehingga apabila tidak
segera dilunasi akan menimbulkan permasalahan dalam keluarga. Jadi, ketika mereka memperoleh uang, maka akan segera dilunasi. Lalu penghasilan diperhitungkan untuk membayar kredit di bank, dan awal bulan membayar PDAM lalu minggu ke dua membayar PKK. Hutang merupakan suatu masalah tertentu bagi suatu keluarga, karena di pikiran akan terus mengganggu oleh hutang tersebut. Untuk menghilangkan pikiran tersebut adalah dengan melunasinya. Oleh karena itu, ketika Gakin memperoleh uang mereka langsung segera melunasinya atau membayar iuran masyarakat.
c.
Membeli barang tidak banyak Jika membeli barang terlalu banyak, maka akan membutuhkan banyak uang, bagi Gakin
hal itu merupakan keborosan. Sehingga Gakin mengorbankan suatu barang demi mencukupi kebutuhan yang mendesak. Mereka apabila membeli suatu barang tidak membeli barang yang lain dan apabila sudah membeli beras tidak membeli gula atau bila anaknya sudah mengkonsumsi gula maka orangtuanya tidak mengkonsumsi gula lagi.
Bagi Gakin, banyak barang merupakan hal yang tidak manfaat karena setiap uang yang digunakan untuk membeli barang yang bisa digunakan. Karena kondisi keuangan keluarga sangatlah kurang dari cukup, sehingga untuk memperoleh uang walaupun dengan jumlah yang sedikit memerlukan kerja keras.
Strategi ini sesuai dengan teori tindakan Zwerk Rational Action. Individu memiliki bermacam-macam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria menentukan satu pilihan diantara tujuan-tujuan yang saling bersaing ini. Individu tersebut lalu menilai suatu yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah dipilihnya. Hal ini mencakup pengumpulan informasi, mencatat kemungkinan-kemungkinan serta hambatan-hambatan yang terdapat dalam lingkungan, dan mencoba untuk meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin dari beberapa alternatif tindakan tersebut. Pada akhirnya, suatu pilihan dibuat atas alat yang dipergunakan yang sekiranya mencerminkan pertimbangan individu efisiensi dan efektivitasnya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan, orang tersebut dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai (Johnson. 1986:220). Tindakan yang dilakukan oleh Gakin pada strategi ini adalah membelanjakan uang untuk kebutuhan pokok atau penting, membayar hutang terlebih dahulu, dan membeli barang tidak sampai banyak. Seseorang atau kepala keluarga melakukan tindakan yang rasional yaitu mengatur keuangan keluarga, terutama mengatur pengeluaran atau belanja keluarga. Tindakan ini dilakukan agar semua kebutuhan keluarga (sandang, pangan, dan papan) dapat terpenuhi sehingga keluarga dapat hidup sejahtera. Nilai dari tujuan
strategi ini adalah keluarga hidup sejahtera. Yang paling banyak dilakukan oleh Gakin adalah tindakan membelanjakan uang untuk kebutuhan pokok atau penting, hal ini menunjukkan bahwa Gakin benar-benar mengutamakan kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar manusia lebih penting daripada kebutuhan lainnya.
3. Hemat dalam pengeluaran keluarga Hemat adalah membelanjakan uang dengan jumlah yang sedikit atau secukupnya sesuai kebutuhan yang diperlukan, kata kunci berhemat adalah untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan ada anggaran untuk tabungan. Dengan kondisi keuangan yang tidak menentu dan bahkan kurang, maka hemat merupakan jalan keluar yang terbaik agar terpenuhi kebutuhan hidup keluarga. Hampir sebagian besar Gakin yang diteliti melakukan hemat ketika harga BBM naik. Dalam hal ini, hemat tidak hanya dalam segi keuangan tetapi hemat dalam segala hal baik berupa uang, makanan, barang maupun BBM itu sendiri (minyak tanah, minyak goreng, dan bensin). Ada lima cara yang dilakukan Gakin dalam tindakan hemat, yaitu:
a.
Mengirit uang dan dalam segala hal Mengirit adalah mempergunakan segala sesuatu dengan sedikit-sedikit agar tidak cepat
habis. Istilah mengirit adalah istilah lain dari hemat. Strategi yang dilakukan Gakin adalah berhemat dengan cara membeli sesuatu yang lebih murah, memaksimalkan pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari melakukan kebutuhan yang dibutuhkan saja, uangnya dihemat biar tidak ada hutang, bila malam hari menghangatkan sayuran memakai minyak tanah, ketika harga BBM naik menjadi tiga bulan baru membeli baju, biasanya beli pulsa 2 hari sekali sekarang menjadi 4 hari sekali, bila ada uang sedikit segera ditabung, menghemat penggunaan minyak tanah dan
minyak goreng, bila tidak ada makanan menjadi tidak makan sehingga makan diirit-irit, menghemat dengan cara memakai sepeda sehingga uang bensin bisa dipakai untuk keperluan yang lain, sebelum harga BBM naik makan di warung makan,sekarang makan di rumah dengan lauk pauk sederhana, memasak menggunakan sayuran yang murah, dan bersepeda ke sekolah.
Dalam hal ini Gakin lebih mengirit sembako daripada yang lain, karena sembako merupakan sumber tenaga untuk hidup. Dan selanjutnya adalah mengirit menggunakan BBM, karena sekarang minyak tanah jarang ditemukan dan semakin mahal harganya.
b.
Membeli segala sesuatu yang dibutuhkan Ketika mempunyai uang, maka yang dibeli adalah barang yang benar-benar diperlukan
dan berguna bagi keluarga. Dengan cara ini, maka tidak akan sia-sia dalam mengeluarkan uang maupun tenaga. Gakin hanya membeli barang-barang secukupnya saja, mengurangi penggunaan kebutuhan keluarga (hal-hal yang tidak perlu atau tidak penting sekali ditinggalkan dahulu), dan tidak pernah memasak hanya beli sayuran matang.
Berdasarkan penelitian, tindakan “yang tidak penting tidak digunakan” merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan oleh Gakin ketika harga BBM naik, hal ini dikarenakan semua harga barang ikut naik, sehingga diperlukan suatu seleksi kegunaan dari suatu barang bagi keluarga tersebut. Karena bila salah membeli barang atau kebutuhan, maka akan berdampak pada semua anggota keluarga tersebut.
c.
Mengurangi jumlah kebutuhan
Bila sebelum harga BBM naik, biasanya membeli segala sesuatu yang dibutuhkan keluarga dengan jumlah yang banyak karena harganya masih terjangkau oleh Gakin. Tetapi ketika harga BBM naik, maka banyak jumlah kebutuhan keluarga yang dikurangi agar kebutuhan yang lain dapat terpenuhi. Mereka mengatur pola makan (sebelumnya makan daging menjadi makan tempe dan tahu serta sebelumnya makan enak di warung makan sekarang memasak sendiri), merokok dan memancing dikurangi untuk membeli kebutuhan lainnya, Uang jajan dikurangi, Jarang memakai motor, Jarang membeli baju baru, Membeli sembako sedikit-sedikit terutama kebutuhan makan seperti telur hanya dua butir dan gula 1/4kg, dan Memasak makanan sehari sekali.
Banyaknya Gakin yang sebelum harga BBM naik masih makan daging atau makan makanan empat sehat lima sempurna. Tapi ketika harga BBM naik, mereka menjadi jarang bisa makan makanan tersebut bahkan menjadi sama sekali tidak memakannya diakibatkan karena uang untuk membeli makanan empat sehat lima sempurna digunakan untuk kebutuhan keluarga lainnya. Uang jajan anak pun dikurangi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga perlu mengorbankan sebagian kebutuhan lain untuk menggunakan kebutuhan lainnya.
d.
Mengganti minyak tanah dengan bahan bakar lain Semakin mahal dan jarangnya minyak tanah apalagi ketika ada kebijakan dari pemerintah
untuk mengganti minyak tanah ke gas (konversi minyak tanah menjadi gas), maka diperlukan bahan bakar lain sebagai penggantinya. Tindakan yang dilakukan Gakin adalah mengganti minyak tanah dengan arang dan kayu bakar, menghangatkan makanan memakai arang, memasak
makanan memakai minyak tanah serta merebus air memakai kayu bakar, dan memasak memakai batok kelapa atau kayu.
Bahan bakar yang sering digunakan Gakin sebagai pengganti minyak tanah adalah arang, kayu, dan batok kelapa. Gakin mencari bahan bakar pengganti yang lebih murah atau tidak bayar karena mencari di halaman rumahnya sendiri. Biasanya mereka mengganti minyak tanah dengan bahan bakar lain ketika ingin menghemat persediaan minyak tanahnya, tidak mempunyai uang atau ketika minyak tanah jarang ditemukan di masyarakat.
e.
Menggunakan BBM ketika dibutuhkan Adalah menggunakan minyak tanah dan bensin atau solar ketika dibutuhkan atau ketika
ingin memakai kendaraan saja. Cara ini dapat menghemat banyak jumlah persediaan BBM yang dimiliki. Selain itu mereka ketika memasak baru membeli minyak tanah, menjemput anak dengan motor sendiri, pemakai vespa adalah yang mengisi bensin, tidak pergi kemana-mana bila tidak penting sekali, naik sepeda ontel bila jaraknya dekat, tidak pernah menggunakan kendaraan,
Karena mahalnya harga BBM, maka Gakin sering menggunakan BBM (minyak tanah, bensin atau solar) ketika benar-benar dibutuhkan sekali. Tidak menggunakan kendaraan bermotor juga mereka lakukan ketika harga BBM naik.
Zwerk Rational Action juga merupakan teori yang sesuai dengan strategi ini. Tindakan diarahkan secara rasional ke suatu sistem dari tujuan-tujuan individu yang memiliki sifatsifatnya
sendiri
apabila
tujuan
tersebut,
alat,
dan
akibat-akibat
sekundemya
diperhitungkan dan dipertimbangkan semuanya secara rasional. Hal ini mencakup pertimbangan rasional etos alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, pertimbangan mengenai hubungan-hubungan tujuan itu dengan hasil-hasil yang mungkin dari penggunaan alat tertentu apa saja, dan akhimya pertimbangan mengenai pentingnya tujuan-tujuan yang mungkin berbeda secara relatif (Johnson. 1986:220).
Dalam strategi ini, kepala keluarga melakukan tindakan mengirit keuangan keluarga dalam segala hal. Sehingga segala sesuatu dibeli sesuai yang dibutuhkan saja, mengurangi jumlah kebutuhan, mengganti minyak tanah dengan bahan bakar lain, dan menggunakan BBM ketika dibutuhkan. Hal tersebut merupakan cara yang rasional yang dilakukan oleh kepala keluarga. Tujuan dari tindakan tersebut adalah agar anggota keluarganya, dapat hidup sejahtem. Dari data diatas, diperoleh tindakan yang paling banyak dilakukan oleh Gakin adalah mengirit-irit uang dan segala hal. Karena semua harga kebutuhan semakin mahal dan penghasilan dapat sedikit bahkan tidak mencukupi untuk menghidupi anggota keluarganya.
4. Kerja keras Kerja keras adalah kegiatan yang sering dilakukan untuk maksud tertentu. Biasanya seseorang melakukan kerja keras mempunyai suatu motivasi tersendiri. Kerja keras bisa dilakukan secara sendirian maupun bersama-sama. Dalam hal ini, kerja keras dilakukan karena maksud untuk mencari penghasilan yang cukup dengan motivasi adalah untuk membahagiakan keluarga. Dalam Gakin, kerja keras sebagian besar dilakukan oleh semua anggota keluarga. Pada
strategi ini, ada beberapa macam cara yang dilakukan keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sebagai berikut:
a.
Mengorbankan barang atau hewan peliharaan untuk menghasilkan uang Mengorbankan barang atau peliharaan adalah merelakan barang atau peliharaannya untuk
dijual atau digadaikan untuk mendapatkan uang. Barang tersebut bisa berupa barang atau peliharaan yang disukai maupun yang tidak disukai. Strategi ini adalah menjual perhiasan, menggadai perhiasan, menjual pakaian ke tukang loak pakaian, menggadai sepeda ontel ke tetangga atau menjualnya, menjual barang bekas, menjual hewan, menjual barang elektronik, menjual koran dan kertas, menggadai BPKB motor, menggadai atau menjual televisi, menjual keris peninggalan suami, menggadai radio, menjual perabotan rumah, dan menjual pakaian atau menggadai pakaian bekas.
Dari hasil data diatas, diperoleh bahwa barang-barang yang menurut Gakin merupakan barang yang berharga, maka barang tersebut akan dijadikan uang dengan segala cara. Yang paling banyak adalah dengan cara menjual dan menggadai barang berharga. Barang berharga menurut Gakin adalah barang yang bisa dijadikan uang. Serta biasanya Gakin menjual atau menggadai barang berharganya tersebut kepada orang-orang dekat yang ada disekitar rumahnya atau kepada orang-orang yang sudah kenal lama (keluarga atau teman). Gakin menjual atau menggadai barang berharganya bisa dengan sukarela atau terpaksa. Bedanya adalah kalau menjual atau menggadai barang berharga dengan sukarela biasanya Gakin tidak terlalu mendesak dalam membutuhkan uang. Tetapi bila terpaksa, sebaliknya Gakin menjual atau menggadai karena mendesak membutuhkan uang cepat.
b.
Meminjam uang kepada orang lain (sanak saudara, tetangga, teman, kelompok sosial atau bank) Salah satu cara tercepat untuk mendapatkan uang adalah meminjam uang kepada orang-
orang yang dikenal dan yang dekat dengan kita. Terdapat bunga pinjaman dari kolompok sosial dan bank, terkadang dari tetangga atau teman juga dikenai bunga pinjaman juga. Strategi tersebut adalah mencari pinjaman uang karena keuangan keluarga tidak cukup untuk keperluan mendadak kepada saudara atau teman (terkadang ada bunga 10%), ke bank atau tempat kerja (melunasinya dengan cara potong gaji), serta ke PKK (bunga 10%).
Bila Gakin tidak mempunyai barang berharga yang bisa dijual atau digadaikan, maka mereka mendapatkan uang dengan cara meminjam. Biasanya Gakin meminjam uang kepada orang-orang dekat yang ada disekitar rumahnya, kepada orang-orang yang sudah kenal lama (keluarga atau teman), dan kelompok-kelompok sosial yang menyediakan jasa simpan-pinjam. Untuk dapat meminjam uang kepada kelompok-kelompok sosial, Gakin dikenakan persyaratan bunga beberapa persen dari pembayaran hutangnya. Biasanya Gakin meminjam uang kepada kelompok-kelompok sosial merupakan pilihan terakhir jika saudara, teman, atau tetangganya tidak bisa meminjamkannya uang.
c. Mencari pekerjaan lain Banyaknya pekerjaan akan menghasilkan banyak uang. Pekerjaan bisa dilakukan dengan ikut bekerja dengan orang lain atau perusahaan lain atau pekerjaan yang dibuat oleh Gakin (wirausaha). Pekerjaan merupakan sarana seseorang untuk mendapatkan uang atau penghasilan, untuk itu banyak masyarakat yang mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang, bahkan mereka
ingin mencari pekerjaan yang memberikan suatu penghasilan yang besar. Strategi tersebut adalah mencari atau menambah pekerjaan dengan menghilangkan rasa malu (menjadi tukang parkir dan bila ada truk rusak mau bantu perbaiki karena 1 x Rp15.000 sampai 20.000 ditambah makan), membantu usaha tetangga, dan ekonomi keluarga dibantu anak kandung yang sudah bekerja dengan uang Rp100.000.
Bagi Gakin, hanya mempunyai satu pekerjaan tidaklah cukup, apalagi ketika harga BBM naik. Untuk itu mereka mencari pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan keluarga. Gakin melakukan kerja apa saja walaupun di mata orang banyak pekerjaan tersebut merupakan hal yang rendah, tetapi jika pekerjaan tersebut halal, maka Gakin akan melakukannya. Pada sebuah jurnal internasional yang berjudul Reinventing Poverty Alleviation Strategies through Corporate Social Responsibility (lebih lengkapnya ada di Bab I) menyebutkan bahwa salah satu cara yang baik untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan diikutsertakan
masyarakat
miskin
dengan
perusahaan-perusahaan. Dan perusahaan tersebut bersedia membantu mengurangi jumlah masyarakat miskin. Ada tiga strategi dalam mengentasan angka kemiskinan, yaitu: 1) Keuntungan strategi
Model ini memungkinkan perusahaan untuk menjelajahi belum dimanfaatkan pasar konsumen berpenghasilan rendah dengan menciptakan barang dan jasa yang terjangkau dengan harapan untuk mencari keuntungan dalam konsumen berpenghasilan rendah ini. Titik awalnya adalah perusahaan sumber daya dan kemampuan, maka penciptaan inovatif produk dan / atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen berpenghasilan rendah. Orang miskin kemudian akan membawa kekayaan kembali ke perusahaan.
2) Strategi 'non-profit'
Program-program pengentasan kemiskinan yang diluncurkan oleh organisasi nirlaba. Organisasi secara langsung memberikan bantuan bagi masyarakat miskin dengan apa-apa diharapkan kembali.
3) Model CSR
Ini adalah di mana perusahaan memiliki misi sosial. Model ini menggunakan masalah dan tantangan yang dihadapi oleh konsumen berpenghasilan rendah sebagai titik awal. Masalah-masalah yang kritis dianalisis dan dipecahkan dengan kedua belah pihak memetik manfaat. Titik awal dari strategi ini adalah masyarakat miskin. Orang miskin menawarkan tantangan dan kesempatan; strategi sosial kemudian dibuat untuk menyelesaikan masalah ini. Produk dan jasa akan membawa kekayaan kepada konsumen berpendapatan rendah dan kemudian transfer kembali ke perusahaan yang menyediakan itu.
d. Mengatur dagangan Mengatur dagangan adalah merubah bentuk, jumlah porsi atau harga dagangan. Hal itu dilakukan agar mendapatkan keuntungan dari dagangannya tanpa melupakan pelanggan tetap dagangannya. Mengatur dagangan dikarenakan suatu sebab, yaitu internal maupun eksternal.
Sebab internal adalah mengatur dagangan disebabkan oleh penjualnya itu sendiri dengan alasan tertentu, sedangkan sebab eksternal adalah mengatur dagangan disebabkan oleh hal-hal diluar kendali penjual. Misalnya adalah karena harga bahan baku naik atau karena uang sewa tempat berdagangnya tinggi, dan lain-lain. Strategi tersebut adalah menaikkan harga jual dagangan (harga jual leker sebelumnya Rp 400,- menjadi Rp 500,- serta ukurannya diperkecil, harga jasa jahitan dinaikan, dan harga jual jenang dinaikkan), mengirit arang (bila lagi sepi pelanggan, hanya satu tungku yang dinyalakan karena arang tidak boleh mati, tungku menyala pada saat jam anak sekolah pulang sekolah dan sore hari ketika anak-anak kecil main diluar rumah), dan bahan jualan dikurangi agar bisa dialokasikan untuk keperluan yang lain tetapi harga jualnya tetap.
Salah satu dampak kenaikan BBM adalah harga bahan baku produksi serta bahan baku dagangan juga naik. Sehingga Gakin yang mempunyai usaha dagang akan menaikkan pula harga dagangannya agar mereka tidak rugi, ada pula pedagang yang mengurangi porsi semangkuk dagangannya tapi dengan harga tetap agar mereka tidak rugi. Hal ini mereka lakukan dengan terpaksa, karena mereka mengetahui apabila harga dagangan dinaikkan maka para konsumen terutama pelanggan akan pergi (tidak laku). Untuk itu kebanyakan Gakin menaikkan harga dagangannya tidak tinggi untuk mempertahankan pelanggannya.
e. Kerjasama sesama anggota keluarga Kerjasama bisa diartikan saling bantu membantu antara sesama makhluk hidup, terutama sesama manusia. Dalam suatu keluarga diperlukan suatu kerjasama antar anggota keluarga, agar tercipta keluarga yang harmonis. Kerjasama dalam keluarga mempunyai lingkup yang luas,
kerjasama dibidang pendidikan, ekonomi, agama, sosial, dan sebagainya. Strategi tersebut adalah musyawarah dengan istri bila ingin membeli sesuatu, ketika istri sudah membeli minyak tanah dipangkalan, setelah itu suaminya yang membeli di pangkalan yang sama, mengumpulkan uang konsumsi setiap kepala keluarga yang ada didalam rumah dan membagikan tugas untuk membeli bahan makanan, serta menjaga kesehatan keluarga dengan cara anak diberi susu yang bergizi agar tetap sehat.
Gakin melakukan kerjasama sesama anggota keluarganya agar memperoleh penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Salah satu bentuk kerjasamanya adalah terkadang istri dan anak ikut bekerja lalu penghasilannya dijadikan satu atau anak membiayai SPPnya dengan penghasilan dari bekerja. Tidak hanya dalam urusan mencari penghasilan, dalam memenuhi kebutuhan keluarga, masing-masing anggota keluarga saling bahu membahu agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.
f.
Menambah jam kerja Dalam bekerja, menambah waktu kerja sama saja dengan menambah jumlah penghasilan.
Karena dengan berambahnya waktu kerja, akan memperoleh hasil pekerjaan yang maksimal atau keuntungan yang lebih. Untuk itu, banyak masyarakat yang bekerja dari pagi hari sampai malam hari. Strategi tersebut adalah kerja lembur (Rp 20.000/lembur, atau mendapat uang lembur Rp 2.500/jam dengan maksimal lembur 2 jam), kerja keras dengan cara cepat membuatkan barang pesanan pemesan barang, pulang ke rumah dari tempat kerja sampai jam sembilan malam, dan bekerja lebih giat dan lebih pagi setiap hari tanpa libur.
Bagi Gakin, pekerjaan apa saja dan berapa lama waktu yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak akan dilakukan sehingga mereka terkadang pulang ke rumah sampai larut malam. Mereka melakukan hal itu dengan hati yang senang dan semangat, tidak jarang pula sampai mengorbankan kondisi tubuh yang sudah lelah untuk bekerja lebih lama.
g.
Menggunakan kemampuan yang ada dengan maksimal Adalah mengusahakan dengan sekuat tenaga dari kemampuan yang dimiliki agar
keluarga dapat hidup dengan baik. Kemampuan bisa berupa kondisi fisik maupun kondisi keuangan. Strategi tersebut adalah menggunakan pendapatan dengan maksimal, giat bekerja, memperluas pasaran kerja, manahan lapar (suami akan makan ketika anak-anak sudah makan), menawarkan kayu bakar ke tetangga, dan tidak meminta-minta bila masih bisa bekerja.
Dalam penelitian diperoleh bahwa banyak Gakin yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Mereka akan menggunakan semua yang dimilikinya termasuk dirinya dengan maksimal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Gakin melakukan tindakan mengorbankan barang atau hewan peliharaan untuk menghasilkan uang, meminjam uang kepada sanak saudara, tetangga, teman, kelompok sosial atau bank, mencari pekerjaan lain, mengatur dagangan, kedasama dengan sesame anggota keluarga, menambah jam kerja dan menggunakan kemampuan yang ada dengan. maksimal. Mereka meyakini bahwa dengan bekerja keras akan mendapatkan penghasilan yang banyak.
Secara sosiologis, Zwerk Rational Action merupakan teori yang sesuai dengan strategi ini, yaitu seseorang tidak sekedar menilai cara atau tindakan yang terbaik untuk mencapai
tujuannya, melainkan juga menentukan nilai dari tujuan tersebut. Tindakan yang dimaksud pada teori ini adalah tindakan yang bersifat rasional. Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Turner dan Mangin mengatakan bahwa tidak hanya dengan kerja lembur banyak keluarga miskin (Gakin) mampu mengkonsolidasikan perumahan mereka, tetapi juga reaksi golongan miskin terhadap kemiskinan bersifat rasional dan keluarga miskin tersebut memahami cara yang tepat untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka sendiri (Gilbert dan Gugler.1996:112). Dari keempat strategi tersebut, yang paling banyak dilakukan oleh keluarga miskin atau Gakin di kota Surakarta adalah bekerja keras. Hal ini menunjukkan bahwa Gakin masih ingin berusaha mencari penghasilan dahulu atau tidak menyerah dengan keadaan yang susah.
Mengenai strategi hidup Gakin yang telah dibahas sebelumnya, lalu penulis pisahkan berdasarkan kategori kemiskinan (lebih jelasnya mengenai kategori kemiskinan dapat dilihat pada tinjauan pustaka di bab 1). Lebih jelasnya dapat dilihat pada matriks dibawah ini.
Matriks 2
Strategi Hidup Gakin Menurut Kategori Kemiskinan
Kategori Gakin
Strategi Hidup Internal
Eksternal
Dekat Miskin
· Berhemat dalam segala hal · Melakukan
segala
sesuatu
dijual
dan
menggadai
barang
yang diperlukan saja · Uang saku anak dikurangi · Mengganti
· Menjual barang yang bisa
· Mencari pekerjaan lain
tanah · Pinjam
minyak
dengan kayu bakar dan arang · Hidup apa adanya (sederhana)
uang
kepada
saudara, teman, perusahaan, dan lain-lain
· Pasrah dan berdo’a kepada · Membeli barang secukupnya · Bergantian
Tuhan YME · Hobby
yang
memerlukan
antri
tanah di pangkalan
uang harus dikurangi agar · Mengutang uangnya
untuk
membeli
sembako
· Tidak bepergian bila tidak
sisanya
dibelikan pokok
untuk
dahulu, kebutuhan
lain
· Giat bekerja (kerja lembur) · Mencari pekerjaan lain · Mengganti
di
warung makan
· Giat bekerja (kerja lembur)
penting sekali Miskin
makanan
· Penghasilan
kebutuhan lain
minyak
minyak
· Pinjam
uang
kepada
saudara, teman, perusahaan, tanah
dan lain-lain
dengan kayu bakar dan arang
· Penghasilan
· Pasrah dan berdo’a kepada
sembako
dibelikan pokok
dahulu,
Tuhan YME · Melakukan
sisanya segala
sesuatu
untuk
kebutuhan
lain · Menjual barang yang bisa
yang diperlukan saja · Hidup apa adanya (sederhana)
dijual
· Berhemat dalam segala hal
barang
dan
menggadai
· Tidak bepergian bila tidak penting sekali
Sangat Miskin
· Berhemat dalam segala hal
· Sudah
membeli
suatu
· Giat bekerja (kerja lembur)
barang,
· Pasrah dan berdo’a kepada
barang yang sama lagi
membeli
· Menjual barang yang bisa
Tuhan YME · Mengganti
tidak
minyak
tanah
dengan kayu bakar dan arang
dijual
dan
menggadai
barang
· Hidup apa adanya (sederhana)
· Mencari pekerjaan lain
· Mengurangi
· Tidak bepergian bila tidak
pemakaian
kebutuhan yang tidak penting
penting sekali · Penghasilan sembako sisanya lain
Sumber: Hasil Wawancara
dibelikan pokok
untuk
dahulu, kebutuhan
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi hidup keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan BBM di Kota Surakarta adalah: 1. Giat bekerja (kerja lembur) 2. Mencari pekerjaan lain 3. Mengganti minyak tanah dengan kayu bakar dan arang 4. Pasrah dan berdo’a kepada Tuhan YME 5. Melakukan segala sesuatu yang diperlukan saja 6. Hidup apa adanya (sederhana) 7. Berhemat dalam segala hal 8. Pinjam uang (kepada saudara, teman, perusahaan, dan lain-lain) 9. Penghasilan dibelikan sembako pokok dahulu lalu sisanya untuk kebutuhan lain 10. Menjual barang yang bisa dijual dan menggadai barang 11. Tidak bepergian bila tidak penting sekali
Untuk dapat memudahkan pembaca dalam membaca bahasan pada bab IV ini, maka penulis menyusun sebuah matriks. Matriks ini merangkum keseluruhan bahasan pada bab IV. Lengkap terdapat pada halaman selanjutnya. Matriks 3 Pokok Bahasan Bab IV NO.
POKOK BAHASAN SUB-BAB
A.
KETERANGAN
Asal Mula Bahan Bakar Minyak BBM terbentuk dari hasil endapan fosil dan Kegunaannya Bagi Manusia
tumbuhan dan hewan yang sudah ribuan tahun tertanam di dalam tanah. Dalam perindustrian, BBM yang digunakan adalah Diesel),
minyak
solar
Minyak
(High
Bakar
Speed (MFO).
Sedangkan untuk transportasi BBM yang digunakan adalah Premium (RON 88), Pertamax (RON 92), Pertamax Plus (RON 95), Minyak Diesel (MDF), Biodiesel, Avgas (Aviation Gasoline), Avtur (Aviation Turbine). Dan BBM untuk rumah tangga adalah Minyak Tanah (Kerosene).
B.
Dampak Kenaikan Harga BBM Masyarakat miskin mempermasalahkan Terhadap Masyarakat Miskin dan harga-harga barang lainnya ikut naik Keluarga Miskin
tinggi serta yang paling utama adalah harga sembako yang pasti akan ikut naik tinggi pula ketika harga BBM naik.
C
Pendapat
Gakin
Mengenai Berdasarkan penelitian,
terdapat dua
Program Bantuan Langsung Tunai belas pendapat Gakin yang setuju dengan (BLT) dan Saran Gakin Kepada program BLT, dan delapan Gakin tidak Pemerintah
setuju
dengan
Sedangkan
program
saran
tersebut.
Gakin
kepada
pemerintah ada sembilan belas point. D.
Macam-macam Keluarga
Strategi Miskin
Menghadapi Kenaikan BBM
Hidup 1. Pasrah Dalam
a. Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Menerima keadaan dengan apa adanya 2. Mengatur keuangan keluarga a. Membelanjakan
uang
untuk
kebutuhan pokok atau penting b. Membayar hutang terlebih dahulu c. Membeli barang tidak banyak 3. Hemat dalam pengeluaran keluarga a. Mengirit uang dan dalam segala hal b. Membeli
segala
sesuatu
yang
dibutuhkan c. Mengurangi jumlah kebutuhan d. Mengganti minyak tanah dengan bahan bakar lain
e. Menggunakan
BBM
ketika
dibutuhkan 4. Kerja keras a. Mengorbankan barang atau hewan peliharaan
untuk
menghasilkan
uang b. Meminjam uang kepada orang lain (sanak saudara, tetangga, teman, kelompok sosial atau bank) c. Mencari pekerjaan lain d. Mengatur dagangan e. Kerjasama
sesama
anggota
keluarga f. Menambah jam kerja g. Menggunakan kemampuan yang ada dengan maksimal
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Dalam bab lima ini penulis menyimpulkan beberapa hal yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Ada beberapa hal yang muncul dan dibahas dalam bab ini yang merupakan hasil refleksi dari bab-bab terdahulu. Untuk memudahkan dalam proses pemahaman, sajian di dalam bab ini berisi pokok-pokok temuan yang merupakan rumusan dari berbagai hal yang telah dibahas pada bab-bab terdahulu. Dalam rumusan masalah, peneliti menemukan satu masalah pokok ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, namun di dalam bab pembahasan peneliti juga membagi masalah tersebut menjadi beberapa sub permasalahan. Dari sub-sub permasalahan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Pertama, dalam setiap kehidupan masyarakat tidak terlepas dari BBM baik dari kebutuhan dasar masyarakat (sandang, pangan, dan papan) hingga kebutuhan lainnya (transportasi, ekonomi, dan lain sebagainya). Setiap jenis BBM mempunyai kegunaannya masing-masing sesuai kebutuhan masyarakat. Untuk kebutuhan dasar masyarakat, BBM yang digunakan adalah Minyak Tanah (Kerosene). Sedangkan untuk kebutuhan lainnya, BBM yang digunakan
adalah
minyak solar (High Speed Diesel), Minyak Bakar (MFO), Premium (RON 88), Pertamax (RON 92), Pertamax Plus (RON 95), Minyak Diesel (MDF), Biodiesel, Avgas (Aviation Gasoline), Avtur (Aviation Turbine). Ketika harga minyak mentah dunia naik hingga
U$120/barrel, harga BBM nasional juga mengalami kenaikan di bawah 30 persen. Sehingga harga minyak tanah yang awalnya Rp 2.000,- menjadi Rp 2.500,-; solar Rp 4.300,- menjadi Rp 5.500,-; dan premium/bensin Rp 4.500,- menjadi Rp 6.000,-. Kedua, ketika kenaikan harga BBM nasional mengalami pertentangan oleh beberapa lapisan sosial terutama oleh lapisan sosial paling bawah atau masyarakat miskin. Mereka yang paling merasakan dampak langsung dari kenaikan BBM tersebut. Karena tidak hanya harga BBM saja yang naik, tetapi semua harga kebutuhan manusia ikut naik. Sedangkan penghasilan masyarakat miskin tidak menentu bahkan sangat kurang untuk menghidupi keluarganya sendiri. Dari hasil penelitian, ditemukan banyak permasalahan yang terjadi pada Keluarga Miskin (Gakin) baik dari hal konsumsi keluarga (uang dapur), pendidikan anak, transportasi, dan lain sebagainya. Tetapi dari permasalahan tersebut, yang paling dirasakan Gakin ketika harga BBM naik adalah mengenai urusan konsumsi keluarga. Karena tidak hanya harga pangan yang naik tetapi minyak tanah menjadi susah ditemukan (langka). Dalam menghadapi
semua
permasalahan
tersebut,
Gakin
mempunyai
bermacam-macam strategi hidup yang dikembangkan mereka agar dapat bertahan hidup. Strategi hidup tersebut dikelompokkan menjadi 4 macam strategi, yaitu: (1). Pasrah: berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menerima keadaan dengan apa adanya (2). Mengatur keuangan keluarga: membelanjakan uang untuk kebutuhan pokok atau penting, membayar hutang terlebih dahulu, dan membeli barang tidak banyak (3). Hemat dalam pengeluaran keluarga: mengirit uang dan dalam segala hal, membeli segala sesuatu yang dibutuhkan, mengurangi jumlah kebutuhan, mengganti minyak tanah dengan bahan bakar lain, menggunakan BBM ketika dibutuhkan (4). Kerja keras: mengorbankan barang atau hewan
peliharaan untuk menghasilkan uang, meminjam uang kepada orang lain (sanak saudara, tetangga, teman, kelompok sosial atau bank), mencari pekerjaan lain, mengatur dagangan, kerjasama sesama anggota keluarga, menambah jam kerja, dan menggunakan kemampuan yang ada dengan maksimal. Dan strategi Keluarga Miskin dalam menghadapi kenaikan BBM di Kota Surakarta adalah Giat bekerja (kerja lembur), mencari pekerjaan lain, mengganti minyak tanah dengan kayu bakar dan arang, pasrah dan berdo’a kepada Tuhan YMEMelakukan segala sesuatu yang diperlukan saja, hidup apa adanya (sederhana), berhemat dalam segala hal, pinjam uang (kepada saudara, teman, perusahaan, dan lain-lain), penghasilan dibelikan sembako pokok dahulu lalu sisanya untuk kebutuhan lain, menjual barang yang bisa dijual dan menggadai barang, dan tidak bepergian bila tidak penting sekali.
B. IMPLIKASI 1. Implikasi Teoritis Sehubungan penelitian yang telah dilakukan adalah mengenai strategi hidup keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan harga BBM, maka teori yang digunakan adalah teori manajemen strategi Crown Dirgantoro, yaitu cara berpikir strategi yang terjadi pada intensitas dan tingkat kekompleksan yang semakin besar yang terjadi pada era modern inilah yang kemudian memunculkan suatu kebutuhan akan adanya suatu pola atau model yang lebih terstruktur dan sistematis yang akan membantu para pembuat keputusan (kepala keluarga) untuk secara lebih sederhana dapat memandang dan menganalisa permasalahan serta
merumuskan suatu strategi yang paling mampu memberikan hasil yang terbaik untuk keluarganya. Dalam penelitian ini, kepala keluarga (suami) berperan mengambil keputusan bagi anggota keluarganya, kepala keluarga bermusyawarah dengan anggota keluarganya dalam mengambil suatu keputusan (aturan) yang menyangkut keluarganya agar terjalin keharmonisan dalam keluarga (tidak bertengkar). Terutama pada erea modern ini yang makin banyak tingkat kemajemukan dan kekompleksannya sosialnya ketika terjadi kenaikan harga BBM. Hal ini juga sesuai dengan teori John Clammer, bahwa orang yang lebih tua (patrilinear: laki-laki yang lebih tua) memegang kontrol atas pembagian sumbersumber daya non-material (agama), dan apa yang disebut sebagai “pengetahuan sosial” berupa silsilah dan pengetahuan tentang aturan-aturan yang mengontrol perkawinan. Sehingga laki-laki dijadikan pemimpin suatu keluarga yang berperan dalam mengatur segala hal yang berkaitan dengan kehidupan anggota keluarganya. Menurut Mari’e Muhammad, kemiskinan absolut adalah ketidakmampuan individu, keluarga, maupun lembaga/kelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik pangan atau pun non-pangan, khususnya pendidikan dasar, kesehatan dasar, perumahan, dan kebutuhan transportasi. Kemiskinan relatif adalah ketimpangan dalam pembagian pendapatan, mereka sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan, namun masih berada dibawah kemampuan rata-rata masyarakat disekitarnya. Kemiskinan Kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya, walaupun banyak pihak lain yang berusaha membantunya. Sedangkan Kemiskinan Struktural adalah ketidakberdayaan
sekelompok masyarakat dibawah situasi sistem pemerintahanan atau politik, yang menyebabkan mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Pada penelitian ini, Gakin hanya bisa menerima kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM dan program-program pengurangan kemiskinan (pembagian BLT, konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kg, dan lain sebagainya) tanpa bisa berbuat apa-apa. Kebijakankebijakan tersebut dalam kenyataannya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapakan, sehingga bagi masyarakat yang sudah miskin secara absolut menjadi tambah miskin secara kultural dan struktural. Ada dua penyebab kondisi kemiskinan bisa terjadi yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan “alamiah” terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin. Pada kenyataannya dalam penelitian diperoleh bahwa masyarakat miskin atau keluarga miskin menjadi miskin (diluar faktor keluarga) adalah karena langkanya SDA (minyak tanah) yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk mengurangi pasokan minyak tanah di seluruh Indonesia dan menggantinya dengan tabung gas elpiji 3 kg (konversi minyak tanah ke tabung gas) sehingga masyarakat miskin atau Gakin tidak mampu menguasai berbagai fasilitas lain (transportasi, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya). Kemiskinan merupakan persoalan multi dimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan politik. Pertama, yang paling terlihat jelas
adalah bahwa kemiskinan berdimensi ekonomi atau material. Dimensi ini terdiri dari berbagai kebutuhan dasar manusia yang berupa material (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain-lain). Dimensi ini dapat diukur dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri. Data penelitian diperoleh bahwa pada saat harga BBM naik tinggi, harga kebutuhan dasar manusia yang berupa material juga ikut naik tinggi. Hal tersebut mengakibatkan perubahan pola hidup Gakin yang semakin sulit karena mereka menjadi membatasi, mengurangi bahkan tidak lagi mengkonsumsi kebutuhan dasar mereka sendiri. Kedua, kemiskinan berdimensi sosial budaya. Ukuran kualitatif yang dipergunakan untuk memahami dimensi ini. Lapisan yang secara ekonomis miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup mereka. Budaya kemiskinan ini tercermin dengan adanya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dan lain-lain. Oleh karena itu, serangan terhadap kemiskinan adalah sama dengan pengikisan budaya ini. Apabila budaya ini tidak dihilangkan, maka kemiskinan ekonomi pun juga sulit diatasi. Dalam penelitian diperoleh bahwa pada saat harga BBM akan naik, terjadi banyak permasalahan di beberapa kota di Indonesia. Permasalahan tersebut adalah banyaknya masyarakat atau pihak-pihak tertentu yang sengaja menimbun BBM, pengisian bensin di SPBU mengalami antri yang panjang, keributan dalam memperebutkan minyak tanah di pangkalan, akan bangkrutnya suatu perusahaan yang mengandalkan produksinya dengan menggunakan BBM, dan lain sebagainya. Dan ketika harga BBM naik, banyak sekali masyarakat miskin yang
mengalami ketidakberdayaan dalam mengurusi rumah tangganya akibat harga kebutuhan dasar mereka melambung tinggi. Ketiga, kemiskinan berdimensi struktural atau politik, diartikan bahwa orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural atau politik. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat dalam proses politik dan tidak mempunyai kekuatan politik, sehingga menduduki struktur sosial yang paling bawah. Terdapat asumsi yang menegaskan bahwa orang yang miskin secara struktural atau politis akan berakibat pula miskin dalam bidang material (ekonomi). Untuk itu, langkah pengentasan kemiskinan salah satunya adalah harus mengatasinya dari yang sifatnya struktural atau politis. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut pada hakekatnya merupakan gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam pengertian ekonomi saja, sehingga diperlukan program pengentasan kemiskinan tidak hanya memprioritaskan bidang ekonomi saja, melainkan bidang lainnya. Dalam penelitian, sebagian besar kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan hanya berdasarkan persepsi atau pendapat dari pemerintah saja (satu pihak) sedangkan pendapat dari masyarakat miskinnya jarang sekali diikut sertakan dalam pembuatan kebijakan tersebut bahkan masyarakat miskin cenderung diabaikan sehingga kebijakan pemerintah yang menyinggung
masyarakat
miskin
banyak
mengalami
kegagalan
sehingga
mengakibatkan kerugian yang banyak bukan hanya kerugian dari pihak masyarakat miskin tetapi pihak pemerintah juga mengalami kerugian. Misalnya
program pemerintah BLT dan konversi minyak tanah ke tabung gas 3 kg, bukannya menghasilkan hal yang positif melainkan menimbulkan masalah baru di masyarakat.
2. Implikasi Metodologis Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif Penelitian ini mendeskripsikan mengenai gambaran umum kemiskinan yang terjadi di Kota Surakarta, permasalahan yang terjadi ketika harga BBM naik di keluarga miskin (gakin), dan juga mengenai strategi hidup Gakin dalam menghadapi kenaikan BBM tersebut. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen penelitian dalam mencari dan mengumpulkan data yang lengkap dengan keterbatasan yang dimiliki peneliti. Peneliti memilih informan menggunakan teknik stratified random sampling (penarikan sampel secara acak terstratifikasi) dengan dibagi menjadi beberapa stratum (tata jenjang). Untuk memenuhi tujuan mendapatkan keragaman data tersebut peneliti secara keseluruhan mengambil 58 orang informan dari keluarga miskin di Kota Surakarta. Selain itu data juga diperoleh dari data literature, data monografi, artikel, data internet serta data dokumentasi foto. Bentuk wawancara yang dilakukan secara informal yaitu dengan wawancara secara santai, tidak terstruktur ketat dan dalam suasana yang nyaman bagi informan. Secara keseluruhan peneliti tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan dan memperoleh informasi dari para informan karena para informan bersikap terbuka, antusias dan menerima dengan baik kehadiran peneliti, sehingga adanya peneliti
ditengah-tengah aktivitas mereka tidak lagi dianggap sebagai orang asing yang ingin meneliti mereka dan akhirnya informasi pun dapat mengalir dengan mudah dan lancar. Untuk keperluan trianggulasi data, peneliti melakukan pengecekan dengan trianggulasi sumber untuk memperoleh data yang memiliki validitas yang tinggi. Selain itu peneliti juga melakukan kroscek dengan sumber lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini yaitu ketua RT tempat tinggal Gakin dan aparat pemerintah setempat. Pengecekan tersebut membuktikan data-data yang dikumpulkan oleh peneliti memang benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan karena pengkroscekan data telah berjalan sesuai dengan tujuan. Dan untuk menganalisis data, penulis menggunakan analisis interaktif. Secara metodologi, penelitian ini memiliki keunggulan yaitu hasil penelitian ini dapat terjaga kebenarannya karena dilakukan pengecekan melalui trianggulasi sumber. Artinya data yang dihasilkan dari informan pertama dapat dicek kebenarannya kepada informan selanjutnya. Kemudian dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara secara informal memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang luas, jelas dan mendalam. Sedangkan kelemahan dari penelitian ini yaitu karena dalam penelitian ini informan yang diambil adalah isu kenaikan BBM tidak akan berjalan lama sehingga peneliti dalam mengumpulkan data harus cepat pada waktu kenaikan harga BBM itu terjadi. Dan banyaknya jumlah keluarga miskin yang diteliti membuat proses penelitian memerlukan waktu yang lama, yaitu satu semester. Lamanya penelitian juga diakibatkan karena Gakin yang diteliti mencakup 5 kecamatan dan 9 kelurahan di Kota Surakarta.
3. Implikasi Empiris Dalam penelitian mengenai strategi hidup keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan harga BBM pada tanggal 24 Mei 2008 menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali permasalahan yang terjadi di masyarakat tidak hanya sesudah harga BBM naik melainkan sebelum harga BBM naik juga terjadi permasalahan (ketika diumumkan harga BBM akan naik). Pemerintah menaikkan harga BBM untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disebabkan harga minyak mentah dunia naik. Kenaikan BBM pada bulan Mei tahun 2008 adalah kenaikan yang ketiga kalinya dalam masa pemerintahan Susilo Bambang Hudoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK). Ternyata kenaikan harga BBM mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, mulai dari kebutuhan dasar hingga kebutuhan lainnya. Pada keluarga mampu, hal tersebut tidaklah menyusahkan karena ekonomi mereka sudah mencukupi dan sudah menetap. Sedangkan untuk keluarga miskin, kenaikan harga BBM membuat kehidupan keluarganya makin sulit karena ekonomi mereka sedikit dan tidak menentu. Ini menjadi tugas berat bagi pemimpin keluarga miskin (suami) dalam mencari cara untuk menghidupi anggota keluarganya. Strategi hidup yang baik dibutuhkan dalam menghadapi kenaikan kebutuhan.
C. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap keluarga miskin dalam menghadapi kenaikan harga BBM pada tanggal 24 Mei 2008. Oleh karena itu, melalui hasil penelitian ini penulis memberikan beberapa masukan yang berupa pemikiran serta saran yang positif untuk beberapa komponen di atas guna membantu dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, antara lain bagi: 1. Pemerintahan a. Bagi pemerintah setempat, hendaknya lebih memperhatikan, membela, dan mengatur masyarakatnya yang miskin karena mereka membutuhkan bantuan dari pemerintah. b. Pemerintah juga diharapkan membuat peraturan yang lebih tegas untuk mengatur masyarakat yang melakukan tindakan kejahatan terkait dengan isu kenaikan harga BBM. c. Menyediakan ataupun memberikan kesempatan pekerjaan yang lebih luas dan lebih baik kepada masyarakat miskin sehingga dapat untuk mengurangi jumlah masyarakat miskin. d. Meningkatkan intensitas komunikasi dan kerjasama dengan pemerintah dan berupaya memperoleh dukungan dalam melakukan program pemberdayaan masyarakat. e. Mengoptimalkan segala potensi yang ada di masyarakat untuk dikembangkan secara berkelanjutan.
f. Memanfaatkan dana dari lemabaga donor secara optimal untuk melakukan program pemberdayaan masyarakat dan sedapat mungkin mungkin memperkecil terjadinya penyelewengan. g. Memberikan dukungan terhadap program-program pemberdayaan masyarakat dan LSM yang memiliki strategi sebagai problem solver dan stimulator dan yang benarbenar bertujuan meningkatkan kemandirian dan keswadayaan masyarakat dalam programnya. h. Membuat kebijakan dan program pembangunan yang lebih memperlihatkan spek keswadayaan daripada bantuan langsung yang menjadikan masyarakat hanya sebagai obyek pembangunan.
2. Peneliti lainnya a. Dapat menjadi referensi tertulis yang bermanfaat. b. Selain itu, masih terbatasnya penelitian tentang pemberdayaan masyarakat miskin dapat menjadi pertimbangan utama untuk lebih mengenal dan memahami lagi dengan melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut.
3. Masyarakat sasaran a. Lebih membuka diri dan menghindarkan sifat kecurigaan untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam melakukan program yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah serta meningkatkan keswadayaan sehingga mampu mengatasi permasalahannya sendiri dan dapat menjadi pelaku langsung dari pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Alan Gilbert dan Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya Alif Basuki dan Yanu Endar Prasetyo. 2007. Memuseumkan Kemiskinan. Surakarta: PATTIRO Aman Setya Dewanta. 1995. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media Anthony
Giddens,
Daniel
Bell,
Michel
Forse,
etc.
SOSIOLOGI
Sejarah
dan Berbagai Pemikirannya. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004 Crown Dirgantoro. 2001. Manajemen Strategik; Konsep, Kasus, dan Implementasi. Jakarta: PT Grasindo Darsono Wisadirana. 2004. Sosiologi Pedesaan (Kajian Kultural dan Struktural Masyarakat Pedesaan). Malang: UMM Press Departemen Pendidikan & Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Doyle Paul Johnson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia Eko Prasetyo. 2005. Orang Miskin Tanpa Subsidi. Yogyakarta: Resist Book George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Hartini
dan
G.
saputra.1992.Kamus
Sosiologi
dan
Kependudukan.
Jakarta:
Bumi Aksara HB Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press
Jefta Leibo, SU. 2004. Problem Perkotaan dan Konflik Sosial: Sebuah Perspektif Sosiologi. Yogyakarta: Institut Pengembangan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia [INPEDHAM] John Clammer. 2003. NEO MARXISME ANTROPOLOGI:Studi Ekonomi Politik dan Pembangunan.Yogyakarta: Sadasiva Kaare Svalastoga. 1989. Diferensiasi Sosial. Jakarta: PT Bina Aksara Khairuddin H. 1985. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Nurcahaya Kun Maryati dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi SMA untuk Kelas X. Jakarta: Esis Margaret M. Poloma. 1979. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Sajogyo. 1996. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan.Yogyakarta: Aditya Media Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: Sebelas Maret University Press Syahrial Syarbaini. 2002. Sosiologi Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia Tomin Firman. 1990. Strategi Alokasi Tenaga Kerja pada Rumah Tangga Pedesaan dalam Prisma No.3 Tahun XIX. LP3 ES. Jakarta William J. Goode. 1983. Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT BINA AKSARA
Sumber lain: A.J.Surjadi. 2008. Masalah Dampak Tingginya Harga Minyak Terhadap Perekonomian [ On-line ] www.csis.or.id Arianto
Samier
Irhash.
2008.
Pengertian
Keluarga
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/12/pengertian-keluarga.html
[
On-line
]
Buku Pedoman Umum P2KP Iman Mulyana. 2007. Mengupas Konsep Strategi [ On-line ] http://id.shvoong.com/businessmanagement/management/1658495-mengupas-konsep-strategi/\ Jasarmen Purba (Anggota DPRD Kota Batam). 2008. Listrik, FTZ ( Free Trade Zone ) dan Indonesia Bisa [ On-line ] http://kepritoday.com/content/view/8844/36/ Ragnar
Nurkse.
1953.
Memahami
Kemiskinan
[
On-line
http://www.pu.go.id/publik/P2KP/Des/memahami99.htm Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi http://sekartanjung.blogspot.com/2008/06/kenaikan-bbm-picu-inflasi-spiral.html http://kepritoday.com/content/view/8844/36/ http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080115024303AAzv5UK http://www.bphmigas.go.id/p/bphmigaspages/bbm/jenis_bbm.html http://www.surakarta.go.id/kspsolo/index.php?option=isi&task=view&id=2 &Itemid=37 http://www.litbang.depkes.go.id/download/seminar/askes_cisarua/UNAIR/KetepatanFinal.pdf http://bersamatoba.com/tobasa/berita/14-indikator-kemiskinan-di-rumah-tangga-berhakmenerima-bantuan-langsung-tunai.html www.wikipedia.com Koran Seputar Indonesia , 6 Agustus 2008 Koran Solopos, 12 Mei 2008 Koran KOMPAS, 12 Mei 2008 Koran Tempo, 17 Mei 2008
]
Koran Tempo, 17 Mei 2008 Koran Tempo, 24 Mei 2008 Koran SINDO tanggal 6 Agustus 2008