PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001
STRATEGI BARU PENENTUAN HARGA GAS UNTUK MENGATASI KEBUNTUAN DALAM PERUNDINGAN KONTRAK GAS Sugriwan Soedarmo PERTAMINA Divisi Gas Hulu Kata kunci : krisis moneter, harga gas, bahan bakar ABSTRAK Anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara daya beli konsumen gas domestik (khususnya yang memanfaatkan gas bumi untuk bahan bakar) dengan biaya perolehan gas bumi. Saat ini konsumen gas cenderung menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang harganya disubsidi. Beberapa kontrak gas untuk pembangkit listrik dan bahan bakar industri akan habis tahun 2001 ini. Dalam rangka perpanjangan kontrak sulit dicapai titik temu antara keinginan konsumen dan produsen. Begitu pula kontrak-kontrak gas yang baru cenderung mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan harga gas. Mengingat situasi tersebut maka perlu sebuah terobosan guna menghindari kemacetan dalam kontrak jual beli gas agar upaya peningkatan pemanfaatan gas untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri tidak me-ngalami stagnasi. Pada tulisan ini diajukan strategi baru dalam penentuan harga gas yakni berdasarkan formula yang dikaitkan dengan harga BBM dalam negeri. Formula harga gas yang kami usulkan ini mencoba mengadopsi kepentingan produsen dan konsumen gas bumi dan diusahakan lebih realistis sehingga diharapkan dapat diterima oleh para pihak yang terkait. 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan sumber daya gas di Indonesia dapat dibedakan kedalam 2 kategori, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor (Lampiran-1). Gas diekspor dalam bentuk Liquefaction Natural Gas (LNG) dengan total ekspor saat ini mencapai 5000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Disamping dalam bentuk LNG, pasar ekspor gas nantinya akan disalurkan juga melalui pipa setelah ditanda-tanganinya kontrak jual beli gas dengan Singapura dan Malaysia. Selain untuk ekspor, gas digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Perkembangan penjualan gas untuk kebutuhan domestik sungguh mencengangkan, jika pada tahun 1981 hanya sekitar 390 MMSCFD maka pada tahun 1997 sudah mencapai 1680 MMSCFD atau kenaikan rata-rata sekitar 18% per tahun. Namun sangat disayangkan, krisis moneter dan ekonomi yang dimulai pertengahan tahun 1997 telah menghambat perkembangan pemanfaatan gas sehingga dalam 3 tahun terakhir mengalami perlambatan. Krisis ekonomi-moneter, yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah (Rp) terhadap Dollar AS ($), telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara daya beli konsumen domestik dengan biaya perolehan gas. Konsumen gas dimaksud antara lain PT. Pembangkit Listrik Negara (PLN) dan beberapa perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer, IPP) serta PT. Perusahaan Gas Negara (PGN). Saat ini PLN dan IPP cenderung menggunakan bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit listrik jenis dual firing (PLTGU) dan PGN mengalami ke-sulitan memasarkan gas ke industri kecil dan gas kota jika harga beli gas lebih mahal dari harga BBM yang disubsidi. Guna mengatasi permasalahan tersebut, beberapa waktu lalu Pertamina mengajukan usulan kepada pemerintah, yaitu: 1. Pengurangan pendapatan pemerintah dari peman-faatan gas. Usulan ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah dengan menerbitkan kebijakan Insentif Gas Domestik (IGD). Namun kebijak-an ini belum membawa hasil seperti diharapkan.
IATMI 2001-41
2.
Konsep relokasi subsidi dari BBM ke Gas. Usulan inipun hingga saat ini belum membuahkan hasil (belum ada respon positif dari pemerintah).
Sementara itu, dalam proses negosiasi perpanjangan kontrak lama (existing) dan kontrak baru (new contracts) beberapa diantaranya mengalami stagnasi, antara lain: • Perpanjangan kontrak pasok gas ke PLTGU Medan, PLN mengharapkan penurunan harga gas dari $3,00/MMBTU menjadi Rp.12.600/MMBTU (ekivalen $1,50/MMBTU pada kurs Rp.9000/$), sedangkan harga keekono-mian gas Sumut sekitar $2,30/MMBTU. • Perpanjangan kontrak pasok gas ke PGN Jabar, PGN mengharapkan harga gas paling tinggi $1,80/MMBTU (flat), sedangkan harga gas yang dikehendaki Pertamina (harga keekonomian) di atas $2,00/MMBTU. • Rencana kontrak pasok gas ke PLTGU Tambak Lorok, Grati dan Muara Tawar hingga saat ini belum tercapai kesepakatan harga. Produsen (KPS) menghendaki harga gas sekitar $3,00/MMBTU, sedangkan daya beli PLN jauh lebih rendah. Akibatnya, untuk memenuhi energi listrik, PLTGU-PLTGU tersebut kini memakai solar bersubsidi sehingga menambah beban anggaran negara. Mengingat situasi tersebut maka perlu suatu terobosan guna menghindari kemacetan dalam kontrak jual beli gas agar upaya pemanfaatan gas domestik tidak mengalami stagnasi. Dalam tulisan ini diajukan sebuah strategi baru dalam penentuan harga gas dengan tetap berpedoman kepada diktum bahwa, rata-rata haga gas selama periode kontrak tidak boleh lebih rendah dari harga/ biaya keekonomiannya. 2. PEMANFAATAN GAS UNTUK PLN DAN PGN Perkembangan pemanfaatan gas untuk bahan bakar pembangkit listrik (PLN dan IPP) dan gas kota (PGN) yang telah berlangsung sejak tahun 1983 cukup menggembirakan. Namun akhir-akhir ini konsumen mengurangi pemakain gas dan meningkatkan pemakaian BBM (solar). Hal ini bisa dimengerti karena harga solar yang disubsidi jauh lebih murah daripada harga gas yang tidak disubsidi.
Strategi Baru Penentuan Harga Gas Untuk Mengatasi Kebutuhan Dalam Perundingan Kontrak Gas
Saat ini jumlah Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan PLN sebanyak 7 buah dan IPP 6 buah. Jumlah pasok gas kontrak untuk PLN dan IPP sebesar 785 MMSCFD. Sementara itu, PJBG dengan pihak PGN saat ini sebanyak 6 buah dengan jumlah pasok gas sebesar 227 MMSCFD (Lampiran-3). Fenomena perkembangan pemanfaatan gas yang pesat hingga tahun 1997 serta munculnya masalah akhir-akhir ini sangat berkaitan dengan “competitiveness” harga gas terhadap harga solar. Perbandingan harga kedua jenis energi tersebut ada pada Grafik di Lampiran-2. Dari Grafik tersebut terlihat bahwa: • Pesatnya pemakaian gas oleh PLN dan PGN hingga tahun 1997 tidak terlepas dari tingginya daya saing gas terhadap solar. Ambil contoh tahun 1992, harga solar Rp.350/liter yang ekivalen dengan harga $4,10/MMBTU. Jadi harga gas yang dibawah $3,00/MMBTU dirasakan konsumen jauh lebih murah dibandingkan harga solar. • Sedangkan sejak krisis moneter harga solar anjlok. Contoh tahun 1998, harga solar Rp.600/liter yang ekivalen dengan harga $1,50/MMBTU. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk meningkatkan kembali pemanfaatan gas, baik untuk pembangkit listrik maupun gas kota perlu memperhitungkan daya beli konsumen dan harga solar dalam penentuan harga gas. 3. USULAN FORMULA HARGA GAS Konsumen yang menggunakan gas sebagai bahan bakar selalu mengaitkan competitiveness harga gas terhadap harga solar. Oleh karena itu, dalam rangka mengikuti jalan pikiran konsumen, maka produsen gas (Pertamina/KPS) seyogianya merumuskan suatu formula harga gas dikaitkan dengan harga solar (HSD) sejauh tidak merugikan produsen. Sebetulnya, harga gas berdasarkan formula (tidak flat) telah digunakan dalam kontrak jual beli gas, antara lain untuk penjualan gas kepada PT. East Java Power (EJP), PT. Fajar Surya Wisesa (FSW), PT. Asrigita dan PLN Keramasan Palembang. Contoh formula harga gas sebagai berikut: •
Formula harga gas untuk EJP:
HG = 0,9 x ICP/5,83 + 0,28 ………………. (1) Dimana HG : harga gas, $/MMBTU ICP : harga crude oil, $/bbl Untuk saat ini, apabila model tersebut digunakan sebagai dasar negosiasi cenderung ditolak konsumen. Hal ini karena, dengan ICP = $24/bbl, harga gas menjadi $3,98/MMBTU yang mana harga tersebut jauh di atas daya beli konsumen. •
Formula harga gas untuk PLN Keramasan Palembang:
HG = 1,94 x HSD / HSD0
……………. (2)
Dimana : HSD : harga solar dalam negeri, Rp/liter HSDO : harga solar awal (ditetapkan ketika perjanjian dibuat), Rp/liter.
IATMI 2001-41
SugriwanSoedarmo
Formula harga gas pada persamaan-2 akan sulit diterima oleh konsumen apabila digunakan dalam kontrak jangka panjang, karena pada saat harga solar dalam negeri sama dengan harga pasar, maka harga gas akan di atas $5,00 /MMBTU. Berdasarkan fenomena tersebut, pada tulisan/makalah ini diajukan suatu formula penentuan harga gas sebagai berikut: HG = f x HSD x 25,46 / K
…………….. (3)
Dengan f = a + b HSD ……. (persamaan linear) a = (fO HSDP – fP HSDO) / (HSDP – HSDO) b = (fP – fO) / (HSDP – HSDO) Dimana HG HSD
: harga gas, $/MMBTU. : harga solar untuk umum pada waktu tertentu berdasarkan penetapan pemerintah, Rp/liter. HSDO : harga solar awal (ditetapkan ketika perjanjian dibuat), Rp/liter. HSDP : harga pasar solar berdasarkan penetapan pemerintah (ditetapkan ketika perjanjian dibuat), Rp/liter. f : faktor “daya saing” pada waktu tertentu fO : faktor “daya saing” pada saat HSD = HSDO (ditetapkan ketika perjanjian dibuat). fP : faktor “daya saing” pada saat HSD = HSDP (ditetapkan ketika perjanjian dibuat). 25,46 : konversi dari liter solar ke MMBTU gas. K : nilai tukar Rupiah terhadap $.
Adapun yang membedakan formula harga gas yang diusulkan dengan formula harga gas untuk PLN Palembang terletak pada besaran faktor “f” (faktor “daya saing”) dimana “f” tidak bersifat flat tapi fleksibel, yakni: • Pada saat harga solar masih murah (misalnya Rp.900 per liter), maka “f” tinggi (misalnya f = 0,90). • Pada saat harga solar mahal (misalnya sama dengan harga pasar), maka “f” tidak perlu tinggi (misalnya f = 0,65). Cara penentuan formula harga gas tersebut ditunjukkan pada Lampiran-4. Sedangkan contoh perhitungan dan perbandingan terhadap beberapa alternatif harga gas pada Lampiran-5. Dari hasil perhitungan dan analisis ternyata bahwa: • Model formula harga gas ke EJP akan sulit diterima oleh konsumen karena harga gas kontrak dapat mencapai ratarata lebih dari $3,98 per MMBTU (saat ini). • Model formula harga gas ke PLN Keramasan tidak akan diterima oleh kon-sumen untuk kon-trak jangka panjang, karena pada saat harga solar sama dengan harga pasar, maka harga gas mencapai sekitar $5,23/MMBTU. • Model harga gas berbentuk flat (konstan) selama kontrak juga sulit untuk mencapai titik temu. Sebab, jika harga gas rendah produsen akan menolak, begitu pula sebaliknya. • Sedangkan dengan formula harga gas "usulan", awalnya harga gas relatif rendah, kemudian meningkat seiring naiknya harga solar dan daya beli konsumen, namun persen (%) kenaikan harga gas akan selalu lebih rendah dibandingkan % kenaikan harga solar.
Strategi Baru Penentuan Harga Gas Untuk Mengatasi Kebutuhan Dalam Perundingan Kontrak Gas
•
4. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN Berikut ini adalah keuntungan dan kelemahan dari penerapan model formula harga gas “usulan”:
SugriwanSoedarmo
5.
Merupakan sebuah upaya mengatasi stagnasi pemanfaatan gas karena lebih realistis, baik untuk kepentingan produsen maupun konsumen. Model formula yang diusulkan tersebut, secara prinsip dapat diterapkan untuk penjualan gas ke industri lain.
4.1 Keuntungan • •
• • • • • • •
5.2 Saran Besar kemungkinan dapat diterima oleh konsumen karena harga gas awal relatif murah. Meskipun harga gas awal relatif murah, namun dalam jangka panjang tetap menguntungkan produsen, bahkan berpotensi memperoleh return yang lebih besar daripada harga gas flat. Negosiasi harga gas lebih terfokus. Secara psikologis, konsumen akan sulit meminta harga yang jauh lebih rendah dari solar karena harga solar sudah inheren dalam harga gas. Tidak ada tututan/permintaan dari konsumen untuk mengetahui besarnya biaya perolehan gas. Bisa diterapkan pada beberapa wilayah sekaligus. Mengurangi kemungkinan terjadinya opportunity loss di masa datang sebagaimana terjadi pada harga gas “flat”. Prinsip formula harga gas ini dapat diterapkan pula untuk penjulan gas ke industri lainnya (misalnya pupuk). Pada akhirnya, pemanfaatan gas yang kini mengalami stagnasi diharapkan bergairah kembali.
4.2 Kelemahan • •
Sulit memprediksikan kapan dan seberapa besar serta bagaimana tahapan kebijakan kenaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintah. Ketetapan pemerintah mengatakan bahwa harga gas untuk pemanfaatan domestik harus berdasarkan harga keekono-mian pengembangan lapangan. Sedangkan dalam usulan ini, harga gas dikaitkan dengan harga energi alternatif.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1.
2.
3.
4.
Krisis ekonomi dan moneter telah menurunkan daya saing gas terhadap BBM yang pada gilirannya mem-buat perundingan jual beli gas cenderung mengalami kebuntuan atau perlambatan. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pertamina dan pemerintah telah mengkaji konsep kebijakan IGD dan relokasi subsidi, namun konsep tersebut hingga kini masih menemui banyak kendala. Penentuan harga gas flat untuk saat ini dapat dipasti-kan akan menghasilkan harga yang murah dan dalam jangka panjang akan “merugikan” produsen gas. Formula harga gas yang kami usulkan: • Prinsipnya, produsen memperoleh margin profit kecil saat daya beli konsumen rendah tapi memperoleh profit tinggi saat daya beli kon-sumen membaik dengan tetap mem-perhitung-kan keekonomian dan competitiveness gas terha-dap BBM. • Dalam kontrak jual beli gas jangka panjang berpotensi lebih me-nguntungkan dibandingkan harga gas flat sampai de-ngan $3,00/MMBTU.
IATMI 2001-41
Penerapan harga gas berdasarkan formula akan efektif bila dilakukan secara bersama-sama oleh produsen gas. Oleh karena itu, perlu ada kesepakatan diantara Pertamina dan KPS untuk memakai basis formula dalam penentuan harga gas. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Dedi Sarodji (Manajer Niaga Gas Pertamina Hulu) dan Bapak Sofian Farhan (Manajer Senior Pengembangan & Utilisasi Gas Pertamina Hulu) yang telah membina penulis agar menjadi praktisi bisnis gas yang profesional. Juga kepada istri dan anak-anakku (Ghea-Bara-Bunga) yang selalu memberi inspirasi dan motivasi kepada penulis dalam pencarian jatidiri dan pengembangan pribadi. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pengaruh Pemakaian Gas Bumi Dalam Negeri Terhadap Subsidi BBM, Nopember 1999, Jakarta. 2. Tim Pertamina Korporat, Daya Saing Gas Bumi, Pertamina, Agustus 1999, Jakarta. 3. Ikhsan, Mohammad, Subsidi dan Perhitungan Harga BBM, Kompas, 1 April 2000, Jakarta. 4. Soedarmo, Sugriwan dan Kurtubi, Bahan Bakar Gas: Solusi Alternatif untuk Mengatasi Masalah Energi, Kompas, 4 Mei 2000, Jakarta. 5. Soedarmo, Sugriwan dan Muda, T. Amiruddin, Substitusi Bahan Bakar Pembangkit Listrik dari BBM ke Gas: Solusi Alternatif Mengurangi Beban Pemerintah, Pertamina Hulu, LKEP II, Februari 2001, Jakarta.
Strategi Baru Penentuan Harga Gas Untuk Mengatasi Kebutuhan Dalam Perundingan Kontrak Gas
SugriwanSoedarmo
LAMPIRAN :
Lampiran - 1 INDONESIA GAS UTILIZATION 1985 - 2000 D O M E S T IC v s E X P O R T 50%
6,000
45% 40% 35%
4,000
30% 25%
3,000
20% 2,000
15% 10%
1,000
5% 0%
0 1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
YEARS 1,700
2,238
43.2%
Lampiran - 2
PERBANDINGAN HARGA GAS VERSUS SOLAR 7.00
US$/MMBTU
6.00 SOLAR IMPOR
5.00 SOLAR DOM ESTIK
4.00 3.00
GAS DOMESTIK
2.00 1.00 1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992 1993 Tahun
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
Lampiran - 3 K O N T R A K G A S U N T U K L IS T R IK D A N G A S K O T A STATUS DESEMBER 2000
KONSUMEN
PERIODE
PASOK GAS
HARGA
KONTRAK (TAHUN)
HARIAN (MM S C F D )
JUAL GAS ($/M M B B T U )
A. PLN
1 2
1985 - 2001 1996 - 1999
PLN MEDAN (PLTGU) PLN KRAMASAN
3 P L T G M U A R A K A R A N G TP 4 PLTG SUNYARAGI 5 PLN SURABAYA (KO) 6 P L N G R E S IK ( A R B N I) 7 PLN TANJUNG BATU B. LISTRIK SW ASTA (IPP) 1 ITP C I T E R E U P ( I N D O C . ) 2 ITP C I T E R E U P I I 3 C I K A R A N G L IS TR IN D O 4 5 6
C I K A R A N G L IS TR IN D O II F A J A R S U R Y A W IS E S A ENERGY SENGKANG
80.00 10.00
3.00 2.20
2004 1996 2008 2011 2017
260.00 15.00 39.45 242.00 13.00
2.45 3.00 2.53 2.53 3.00
1994 - 2004
5.90 18.00 15.00
1994 1986 1993 1992 1997
-
1994 1993 1995 1996 1997
-
2015 2003 2014 2006 2016
1991 1986 07/99 01/00 1997
-
2001 2001 12/99 03/01 2007
47.00 22.00 21.80
@ @ @ @
3.00 2.76 2.45 2.64 2.90 2.85
C. GAS KOTA (PGN)
1 2 3
PGN MEDAN P G N J A K A R TA / B O G O R ADDENDUM HARGA
4
PGN MUARA KARANG
5 6
P G N C IRE B O N
A D D II
P G N S U R A B AYA
IATMI 2001-41
3100 *
99.00
1.63 1.73 55.00
1986 - 2001
1.12
1992 - 2016
60.00
Keterangan: @ ) Konsumen membangun pipa.
12.00
2.90 2500 * 2.16 C:\GRI\DATA\HG\KGD8B.XLS
*) Dalam $/MMBTU
% DOMESTIC
MMSCFD
5,000
Strategi Baru Penentuan Harga Gas Untuk Mengatasi Kebutuhan Dalam Perundingan Kontrak Gas
SugriwanSoedarmo
LANJUTAN LAMPIRAN
Lampiran-4
CARA PENENTUAN FORMULA HARGA GAS 1.
Formula umum disepakati :
3.
HG = f x HSD x 25.46 / K
Mis a lkan dari hasil negosiasi, disepakati :
persamaan-1
dengan : f = b + a (HSD)
f0 =
0.90 faktor "f" maksimum yaitu pada saat HSD = HSD0
persamaan-2
dimana b = (fp HS DO - f0 HS DP)/(HSDO - HS DP) a = (fP - f0)/(HS DO - HSDP)
(baca: harga gas 10% lebih murah dari harga solar) fP =
0.65 faktor "f" minimum yaitu pada saat HSD = HSDP (baca : harga gas 35% lebih murah dari harga solar) maka dengan menggunakan persamaan-3 dan 4 didapat:
persamaan-3 persamaan-4
b = 1.0957 2.
Mis a lkan data pada saat perundingan adala h sebagai berikut: HSDO = 900 Rp/lite r (Harga HSD untuk umum) HSDP = K =
4.
a =
2.1739
x 10-4
Sehingga formula Harga Gas yang tertuang dalam PJBG adalah : HG = f x HSD / 385 -4 dengan f = 1.0957 - 2.1739 HSD dimana HG : Ha rga gas, US$/MMBTU HSD : Ha rga sola r dalam negeri (untuk umum), Rp/Liter f : Faktor daya saing 385 : Konve rsi dari Rp/liter menjadi US$/MMBTU
2050 Rp/lite r (Harga pasar HSD) 9800 Rp/US$ (asumsi sesuai APBN 2001)
mengacu kepada data tersebut, maka persamaan-1 menjadi : HG = f x HSD x 25.46 / 9800 = f x HSD / 385
Lampiran-5a
CONTOH PERHITUNGAN Formula : HG = f x HSD / 385 Dengan : f = b + a (HSD)
b = (f p HSD O - f 0 HSD P )/(HSDO - HSD P ) a = (f P - f 0 )/(HSD O - HSDP )
Dimana
- Asumsi HSDO = HSD P = f0 = fP =
900 2050 0.90 0.65
Rp/liter (Harga HSD untuk umum, berdasarkan Keppres, berlaku t.m.t 15 Juni 2001) Rp/liter (Harga pasar HSD asumsi) faktor "f" maksimum yaitu pada saat HSD = HSD0 faktor "f" minimum yaitu pada saat HSD = HSD P
- Didapat b = 1.0957 -4 a = 2.1739 x 10
Sehingga f =
- 2 . 1 7 3 9 x 1 0 - 4 HSD
1.0957
Skenario - I IA
Parameter
900 2050 0.90 0.65
HSDO (Rp/liter) = HSD P (Rp/liter) = f 0 ("f" maksimum) = fP ("f" minimum) = Tahun
IB
Skenario - II IIA
900 2050 0.85 0.60
900 2050 0.90 0.65
(2 (1 HG HG Perkiraan HSD Perkiraan HSD f f Rp/liter $/mmbtu $/mmbtu $/mmbtu Rp/liter $/mmbtu 1 2001 900 2.338 0.900 2.104 0.850 1.987 900 2.338 2 2002 1080 2.805 0.861 2.415 0.811 2.275 990 2.571 3 1296 3.366 0.814 2.740 0.764 2.572 1089 2.829 2003 4 1555 4.039 0.758 3.060 0.708 2.858 1198 3.111 2004 5 1866 4.847 0.690 3.344 0.640 3.102 1318 3.423 2005 6 2050 5.325 0.650 3.461 0.600 3.195 1449 3.765 2006 7 2050 5.325 0.650 3.461 0.600 3.195 1594 4.141 2007 8 2050 5.325 0.650 3.461 0.600 3.195 1754 4.555 2008 9 2009 2050 5.325 0.650 3.461 0.600 3.195 1929 5.011 10 2050 5.325 0.650 3.461 0.600 3.195 2050 5.325 2010 Harga Rata-rata (real) 4.402 3.097 2.877 3.707 Keterangan 1) Diasumsikan naik 20% per tahun hingga tercapai Harga HSD untuk Umum = Harga Pasar 2) Diasumsikan naik 10% per tahun hingga tercapai Harga HSD untuk Umum = Harga Pasar *) Present Value pada asumsi Inflation Rate (% p.a) ………… = 2.5%
f
Kontrak
0.900 0.880 0.859 0.835 0.809 0.781 0.749 0.714 0.676 0.650
HG
$/mmbtu 2.104 2.264 2.429 2.599 2.770 2.939 3.102 3.254 3.389 3.461 2.831
IIB 900 2050 0.85 0.60 f
0.850 0.830 0.809 0.785 0.759 0.731 0.699 0.664 0.626 0.600
HG
$/mmbtu 1.987 2.135 2.288 2.443 2.598 2.750 2.895 3.027 3.138 3.195 2.646
Lampiran-5b PERBANDINGAN HARGA GAS PADA BERBAGAI ALTERNATIF FORMULA Tahun Kontrak
HSD Rp/liter
1 2001 2 2002 3 2003 4 2004 5 2005 6 2006 7 2007 8 2008 2009 9 2010 10 Rata-rata Kumulatif PV (*
900 1080 1296 1555 1866 2050 2050 2050 2050 2050
(1
HG "USULAN"
$/mmbtu
IA
IB
2.338 2.805 3.366 4.039 4.847 5.325 5.325 5.325 5.325 5.325 4.402
2.104 2.415 2.740 3.060 3.344 3.461 3.461 3.461 3.461 3.461 3.097
40.54
28.617
HG
(2
HG
(3
HG "Flat"
PLN Plb
PT EJP
1.987 2.275 2.572 2.858 3.102 3.195 3.195 3.195 3.195 3.195 2.877
1.940 2.328 2.794 3.352 4.023 4.419 4.419 4.419 4.419 4.419 3.653
3.985 3.985 3.985 3.985 3.985 3.985 3.985 3.985 3.985 3.985 3.985
2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
$/mmbtu 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500
3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000
26.59
32.23
35.75
17.94
22.43
26.91
Keterangan
1) Asumsi Harga HSD (20% kanaikkan per tahun) 2) HG (US$/MMBTU) = 1.94 x HSD/HSDO ……….. (model harga gas untuk PLN Keramasan Palembang) 3) HG (US$/MMBTU) = 0.90 x ICP/5.83 + 0.28 …… (model harga gas untuk EJP pada ICP = US$24/bbl) *) Present Value pada asumsi Inflation Rate (% p.a) …………………………. = 2.50%
IATMI 2001-41