STATUS WARISAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi Pemikiran Ulama’ NU Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang)
SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh: ABDUL AZIZ
21106031
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
i
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax 323433 Kode Pos 50721 Salatiga http//www.stainsalatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
Prof. Dr. H. Muh Zuhri, MA Dosen STAIN Salatiga PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Saudara Abdul Aziz Kepada Yth, Ketua STAIN Salatiga di Salatiga Assalamu’alaikum Wr.Wb Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: Abdul Aziz
NIM
: 21106031
Jurusan
: Syari’ah
Program studi
: Ahwal Al-Syakhsiyyah
Judul
: STATUS WARISAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi Pemikiran Ulama NU Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang)
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Salatiga, 29 Juni 2012 Pembimbing,
Prof. Dr. H. Muh Zuhri, MA NIP. 195303261978031001
ii
SKRIPSI STATUS GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi Pemikiran Ulama’ NU Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang) DISUSUN OLEH ABDUL AZIZ NIM : 21106031 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari’ah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 28 September 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag
__________________
Sekretaris Penguji : Nafis Irkhami, M.Ag
__________________
Penguji I
: Moh Khusen, M.Ag., M.A.
__________________
Penguji II
: Tri Wahyu Hidayati., M.Ag
__________________
Penguji III
: Prof. Dr . H. Muh Zuhri, M.A __________________
Salatiga, 01 Oktober 2012 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1002
iii
DEKLARASI
Bismillahirrahmanirrahim Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini tidak berisi tulisan karya yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan oleh orang lain, skripsi ini juga tidak berisi satupun pikiran dari orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai rujukan. Apabila terdapat tulisan atau materi, serta pikiran-pikiran lain diluar referensi yang penulis cantumkan, maka penulis sanggup bila dimintai pertanggung jawabannya kembali dari keaslian skripsi ini dihadapan sidang munaqosyah skripsi. Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 13 September 2012 Penulis
Abdul aziz NIM 21106031
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO “Lebih baik menjadi ikan kecil hidup di kolam yang luas Dari pada menjadi ikan besar hidup di kolam yang sempit”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk: Pae & Mbo’e (Muh Asrofi & Mustakimah) Mas, Mbakyu & AdiK (Khuzaimah, Khoirul Umah, Aflachah, Abdurrahman, Mahfudhoh) Ulfa Susan Andriana Keponakan (Samsul, Khusnada, Putra dan Ali )
v
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحيم Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,
hidayah
dan
taufiqnya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan kebenaran dan keadilan. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana syariah. Adapun judul skripsi ini adalah Status Warisan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Studi Pemikiran Ulama NU Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang). Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Mubasirun, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Syariah 3. Bapak Ilya Muhsin, SHI, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Ahwal AlSyaksiyah Jurusan Syariah 4. Bapak Prof. Muh zuhri yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh keihlasan dan sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian penulisan skripsi ini 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai
vi
6. Bapak KH. Sonwasi Ridwan, KH. Makmun Al hafid, KH. Tadzkir Mansur, KH. Mahfud Ridwan, KH. Saifudin Zuhri selaku sesepuh NU (Nahdlotul Ulama’) kota Salatiga dan kabupaten Semarang yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan khasanah keilmuannya dalam penulisan skripsi ini 7. Ibu dan Bapakku tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun spiritual, serta yang senantiasa berkorban dan berdoa demi tercapainya cita-cita 8. Bpk Kyai Sa’dulloh Utsman Sampangan, Kaliangkrik, Magelang 9. Para sesepuh PMII, Drs. H. Imam Baehaqi, M.Ag. Suwardi, M.Pd. Drs. H. Miftahuddin, M.Ag. H. Agus Waluyo, M.Ag. Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. H.M. Yusuf Khumaini, S.HI. MH. Kang Jambi. Kang Asrofi, dll. 10. Para Alumni PMII, kang Huda, kang Lutfi, kang Domer & Atenk, Sholeh Badawi dan semuanya. 11. Sahabat-sahabati & seluruh Keluarga Besar PMII kota Salatiga tercinta 12. Bapak/Ibu Sri, sohibul markas dan keluarga 13. Teman-teman AHS angkatan 2006 14. Teman-teman kontrakan Al Ikhlas (Arif, Ambon, Jarwo, Catur, Abid). 15. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku semua yang telah membantu memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin
vii
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi dunia pendidikan, bagi agama, nusa dan bangsa, amin.
Salatiga, 13 September 2012 Penulis
Abdul Aziz NIM: 21106031
viii
ABSTRAK Aziz, Abdul. 2012. Status Warisan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Studi Peikiran Ulama NU Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr . H. Muh Zuhri, M.A Kata kunci: Status Gaji Pegawai Negeri Sipil Peneletian ini merupakan upaya untuk mengetahui status warisan gaji pegawai negeri sipil yang dikenal sebagai harta pensiun. Dari hal tersebut, maka pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana prinsip-prinsip pewarisan dalam hukum Islam?, (2) Bagaimana status gaji pensiun janda/duda dalam peraturan yang berlaku di Indonesia?, (3) Bagaimana status gaji pensiun janda/duda menurut pemikiran tokoh Ulama NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti ini menggunakan Penelitian field research yaitu penelitian dengan terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang akan dibahas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Pendekatan sosiologis yaitu bertujuan untuk menemukan relevansi pemikiran tokoh Ulama NU dengan peraturan yang berlaku di indonesia dan dengan realitas yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini dilakukan di kota salatiga dan sekitarnya dengan wawancara langsung kepada tokoh-tokoh Ulama NU kota salatiga dan kabupaten semarang, untuk mengetahui bagaimana pendapat tokoh-tokoh trsebut mengenai status warisan Pegawai Negeri Sipil. Dari analisis penulis bahwa Status gaji pensiun janda/duda merupakan milik sepenuhnya janda/duda tersebut yang tidak bisa digolongkan kedalam harta waris yang bisa dibagikan kepada ahli waris yang lain kecuali yang sudah terdaftar ke dalam penerima pensiun dalam bentuk surat keputusan oleh pemerintah atau sesuai dengan Undang-Undang yangt berlaku.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO ..............................................................................
i
HALAMAN JUDUL.................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN .........................................
iv
HALAMAN DEKLARASI.......................................................................
v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.......................................
vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vii
HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................
viii
DAFTAR ISI .............................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................
3
C. Tujan Penelitian ...............................................................
3
D. Manfaat Penelitian ...........................................................
4
1. Manfaat Penelitian .....................................................
4
2. Manfaat Praktis ..........................................................
4
E. Penegasan Istilah ..............................................................
5
F. Telaah Pustaka ..................................................................
6
G. Metode Penelitian .............................................................
9
x
BAB II
1. Jenis Penelitian ..............................................................
9
2. Metode Pengumpulan Data ...........................................
10
3. Pendekatan Penelitian ...................................................
11
H. Sistematika Penulisan .......................................................
12
KAJIAN PUSTAKA A. Warisan Menurut Hukum Islam ........................................
14
1. Pengertian warisan ......................................................
14
2. Rukun mewaris ..........................................................
15
3. Syarat-syarat kewarisan ..............................................
22
4. Sebab-sebab mewarisi .................................................
24
5. Penghalang kewarisan .................................................
26
6. Asas-asas hukum kewarisan islam ..............................
29
B. Pensiun Pegawai Negeri Sipil ...........................................
33
1. Syarat-syarat pensiun ..................................................
33
2. Dasar pensiun ..............................................................
34
3. Masa kerja pensiun ......................................................
35
4. Pensiun janda/duda......................................................
35
5. Pensiun anak ...............................................................
36
6. Pensiun orang tua ........................................................
37
7. Pemberian pensiun ......................................................
38
8. Pendaftaran istri/suami/anak .......................................
38
9. Permintaan pensiun janda/duda ..................................
39
10. Berakhirnya hak pensiun janda/duda ..........................
41
xi
BAB III
11. Pembatalan pensiun janda atau duda...........................
41
12. Hapusnya pensiun pegawai/pensiun janda/duda .........
41
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Biografi Ulama’ NU Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang 1. Nama Kyai Syaifudin zuhri..........................................
43
2. Nama K.H Tadzkir Mansur...........................................
43
3. Nama K.H Makmun Al hafid.......................................
44
4. Nama K.H Mahfud Ridwan.........................................
44
5. Nama K.H Sonwasi Ridwan........................................
44
B. Pendapat Tokoh Ulama NU Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang Mengenai Status Warisan Gaji Pegawai Negeri Sipil
BAB IV
1.
Wawancara dengan Kyai Syaifudin Zuhri...................... 45
2.
Wawancara dengan K.H Tadzkir Mansur....................... 47
3.
Wawancara dengan K.H Makmun Al hafid.................... 49
4.
Wawancara dengan K.H Mahfud Ridwan..................... 50
5.
Wawancara dengan K.H Sonwasi Ridwan.....................51
PEMBAHASAN A. Analisis Tentang Prinsip-prinsip Kewarisan dalam Hukum Islam................................................................................... 57 B. Analisis Analisis Status Warisan Gaji Pensiun Janda/Duda Dalam Hukum Waris Islam............................................
xii
59
C. Analisis Tentang Pendapat Tokoh Ulama’ NU Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.............................................. BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................
63
B. Saran ..................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing Lampiran 2. Surat Rekomendasi Penelitian Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian Lampiran 4. Lembar Konsultasi Lampiran 5. Daftar Nilai SKK Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup
xiii
60
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama yang sempurna di dalamnya telah mencakup semua aturan dan tata kehidupan manusia yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist, begitu halnya dengan hukum waris yang juga menduduki tempat amat penting dalam hukum Islam. Ayat Al Qur’an mengatur hukum waris secara terperinci. Hal ini dapat dimengerti sebab masalah warisan pasti di alami oleh setiap orang. Sedemikian penting kedudukan hukum waris dalam hukum islam sehingga hadist Nabi riwayat Ibnu majah dan Addaraquthi mengajarkan, ”Pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada orang banyak karena faraid adalah setengah ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku”(Ibnu Majah, juz 3:908). Hukum waris dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an. Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an tersebut diterangkan bagaimana pembagian waris dan kepada siapa saja harta warisan itu dibagikan. Warisan dalam Islam bukan sesuatu yang berkenaan dengan pilihan, akan tetapi mempunyai kaidah yang jelas, kaidah-kaidah tersebut tentunya berdasarkan pada Al Quran. Hukum Islam memberikan gambaran yang jelas tentang perilaku pembagian harta waris, namun seiring kemajuan dan perkembangan zaman banyak masalah-masalah yang muncul dan berfarian yang kadang tidak bisa kita temukan dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Salah satu permasalahan yang sering muncul dan sering kali menimbulkan ketidak
1
2
harmonisan ikatan kekeluargaan karena adanya perbedaan pemahaman tentang hukum kewarisan, padahal dalam hukum waris Islam juga sudah dijelaskan tentang penerapan prinsip-prinsip dalam pembagian harta waris, yaitu Prinsip Ijbari adalah bahwa peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya, Prinsip Individual adalah warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris untuk dimiliki perorangan, Prinsip Bilateral adalah bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mewaris dari kedua belah pihak garis kekerabatan, yakni kekerabatan laki-laki maupun perempuan. Prinsip Kewarisan hanya karena kematian, bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan sebuah kewarisan, berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal (Budiono, 1999:2). Akan tetapi dalam banyak literature hampir tidak pernah menyinggung soal harta mana saja yang termasuk harta waris. Di sisi lain struktur masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat Arab, dimana kitab-kitab Fiqih ijtihad ulama pada waktu penyusunannya dengan memahami kandungan syariat, hal ini tentunya menimbulkan perbedaan dalam menentukan harta peninggalan (tirkah). Tak jarang manusia yang hanya mengandalkan nafsu untuk memperoleh hak-hak kewarisan tanpa menyadari adanya hukum – hukum yang telah di tetapkan oleh Allah maupun peraturan yang telah ditetapkan oleh negara sehingga banyak kita jumpai perpecahan keluarga yang disebabkan oleh pembagian waris. Adapun yang menjadi permasalahan adalah jika orang yang meninggal dunia adalah pegawai negeri sipil (PNS) karena apabila seseorang mempunyai
3
status PNS meninggal dunia secara otomatis ada peralihan gaji pensiun kepada istri atau suami yang jumlahnya tidak terbatas sampai suami atau istri menikah kembali atau meninggal dunia, bahwa gaji itu masih berkembang dan berlanjut bagi pewaris, hal inilah yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini secara khusus. Penulis akan membahas status harta peninggalan PNS dari perspektif hukum Islam maupun hukum positif. Berangkat dari kondisi tersebut maka penulis mengambil judul penelitian STATUS WARISAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi Peikiran Ulama NU Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang).
B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah: 1. Bagaimana prinsip-prinsip pewarisan dalam hukum Islam? 2. Bagaimana status gaji pensiun janda/duda dalam Undang-undang yang berlaku di Indonesia? 3. Bagaimana status gaji pensiun janda/duda menurut pemikiran tokoh Ulama NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai, sehingga penelitian ini akan lebih terarah serta dapat mengenai sasarannya. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
4
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pewarisan dalam hukum Islam 2. Untuk mengetahui status gaji pensiun janda/duda dalam Undang-undang yang berlaku di Indonesia 3. Untuk mengetahui status gaji pensiun janda/duda menurut pemikiran tokoh ulama’ NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik, Adapun manfaat penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Ilmiah a. Agar dapat memberikan sumbangan pemikiran dan penyesuaian hukum waris dalam konteks Indonesia. b. Agar dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam upaya penyesuaian permasalahan-permasalahan hukum Islam kontemporer yang sedang dihadapi umat Islam. c. Untuk memperkaya khazanah tentang hukum waris agar berguna bagi masyarakat terutama mereka yang ingin mendalami hukum waris islam. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan pertimbangan, kontribusi, serta sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam menentukan status warisan gaji Pegawai negeri sipil. b. Untuk memenuhi tugas dan persyaratan dalam meraih gelar sarjana strata 1 (S 1) dalam bidang hukum Islam (Syariah).
5
c. Menambah pengetahuan penulis tentang hukum warisan dan sebagai wacana bagi pembaca.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan atau meluasnya pemaknaan maka perlu ditegaskan istilah - istilah sebagai berikut. 1. Status Kata benda atau nomina. Keadaan atau kedudukan (orang, badan dsb) hubungan dengan masyarakat disekelilingnya (Senja: 478). 2. Warisan Warisan adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, baik berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak (Budiono, 1999: 9). 3. Gaji Kata benda atau nomina. Upah dari hasil kerja yang diterima seorang pekerja secara tetap; balas jasa yang diterima oleh pekerja (Senja: 300) 4. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Orang yang bekerja pada instansi pemerintahan daerah, kota, dalam arti kenegaraan yang berkenaan dengan orang biasa bukan militer (Senja: 632)
6
F. Telaah Pustaka Penelitian terhadap masalah kewarisan sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Stain Salatiga, khususnya mahasiswa jurusan syariah S1 hukum Islam, diantaranya adalah: Pertama, skripsi Isti Hariyanti dengan judul Bagian Anak dari Proses Bayi Tabung. Skripsi ini menjelaskan bagian waris terhadap anak dari proses bayi tabung dalam hukum islam adalah sama seperti halnya pembagian secara umum dalam hukum islam (bagian anak dari proses bayi tabung adalah sama dengan anak alami dari pasangan suami istri, dengan ketentuan sperma dari proses bayi tabung tersebut berasal dari pasangan suami istri yang sah menurut hukum) (Hariyanti, 2004: 65-66) oleh karena itu, dalam skripsi ini apabila sperma dari bayi tabung berasal dari orang lain dianggap sebagai anak tidak sah dan tidak mendapatkan harta waris. Kedua, skripsi Ambar Setyowati dengan judul Bagian Warisan Anak Dalam Kandungan Menurut Hukum Islam (Studi Analisis pasal 42 UU Waris Mesir No.77 th 1946). Pembahasan dalam skripsi ini dijelaskan tentang seorang anak yang masih berada dalam kandungan tetap mendapatkan bagian harta waris.akan tetapi berapa besarnya bagian tidak disebutkan pasti karena belum jelas jenis kelaminnya. Oleh karena itu dalam analisia skripsi tersebut dijelaskan tentang pembagian harta waris yerhadap bayi yang masih berada dalam kandungan, yaitu tetap dengan cara membagi harta waris tanpa menunggu bayi lahir terlebih dahulu, dengan ketentuan tetap ada bagian yang disisihkan bayi ketika lahir (Setyowati, 2006:57)
7
Ketiga, skripsi Zaedun dengan judul Fitnah Sebagai Penghalang Mendapatkan Hak Waris (Studi Analisis KHI Pasal 173). Penjelasan dalam skripsi ini, bahwa seorang dengan sengaja menfitnah pewaris lain dengan maksud untuk menguasai semua harta waris, maka orang tersebut dapat kehilangan hak waris dari pewaris (Zaidun, 2006:64) Keempat, skripsi Muhammad Abduh dengan judul Ahli Waris Pengganti Dalam Hukum Keluarga (Studi Analisis KHI Pasal 185). Skripsi ini menjelaskan tentang ahli waris yang meninggal terlebih dahulu dari pewaris, maka harta waris yang diperolehdapat digantikan oleh anaknya demi alasan kemaslahatan ahli waris (Abduh, 2006: 56) Kelima, skripsi hartati dengan judul Bagian Warisan Anak Luar Nikah (Studi Komparatif Antara Hukum Kewarisan Islam Dan Hukum Perdata). Dalam skripsi ini dipaparkan bahwa bagian waris anak diluar nikah dalam hukum Islam tidak ada hak untuk mewarisi harta dari bapak, akan tetapi hannya mewaris terhadap harta ibu kandungnya. Kemudian dalam hukum perdata, anak diluar nikah tetap berhak untuk mendapatkan harta waris baik dari ayah maupun ibu (Hartati, 2002: 63-64) Keenam, Skripsi Slamet Ariyanto dengan judul Pembagian Warisan Dengan Jalan Hibah Menurut Pandangan Islam (Studi Kasus di Desa Japar Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang). Dalam skripsi ini dipaparkan tentang pembagian warisan yang dilakukan masyarakat di desa japar adalah dengan jalan hibah sebelum pewaris meninggal dunia dengan tujuan tidak
8
terjadi pertengkaran, percekcokan dan perebutan harta waris dalam keluarga (Ariyanto, 2009:75-76). Ketujuh, skripsi Siti Zumrotun dengan judul Faktor-Faktor Keengganan Masyarakat Muslim Salatiga Untuk Mengajukan Perkara Waris Di Pengadilan Agama (Studi Kasus Di Kelurahan Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiaga),
dalam
skripsi
disebutkan
bahwa
faktor-faktor
penyebab
keengganan masyarakat muslim di Kelurahan Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga untuk mengajukan perkara waris di pengadilan agama adalah: pertama, sebagian masyarakat tidak pernah terlibat dalam penyelesaian perkara waris. Masalah waris di serahkan pada perwakilan keluarga, sesepuh atau ulama yang ada, mereka hanya menerima hasil bersih penyelesaian masalah tesebut.
Kedua
masyarakat
memilih
menyelesaikan
dangan
sistem
kekeluargaan, karena cara ini dianggap lebih mudah. Ketiga adanya pembagian harta yang dibagi sebelum pemilik meninggal dunia, hal ini dimaksudkan agar tidak ada sengketa di kemudian hari. Keempat masyarakat setuju dengan adanya ridlan bi ridlan (menerima apa adanya bagian yang diterima). Kelima, adanya pendapat bahwa penyelesaian di pengadilan agama itu sulit (Zumrotun, 2007: 66 - 67). Kedelapan, skripsi Abdul Wahid dengan judul Pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan di indonesia (Studi Analisis Pemikiran Sadzali), dalam skripsi ini disebutkan bahwa tidak ada perbedaan bagian antara laki-laki dan perempuan, bagian masing-masing adalah 1:1. Penyamaan bagian antara laki-laki dan perempuan ini didasarkan pada peranan seorang
9
perempuan pada zaman sekarang ini, banyak perempuan yang menjadi tulang punggung bagi keluarga dan laki-laki berganti posisi menjadi orang mengurusi rumah tangga. Lebih lanjut Munawir Sadzali sebagaimana dikutib Abdul Wahid,melontarkan konsep sisitem pembagian yang sama antara laki-laki dan perempuan demi menciptakan rasa keadilan dalam hal kemanusiaan (Wahid, 2005:48). Selanjutnya penelitian yang penulis lakukan dalam hal status harta waris gaji pensiun belum ada yang membahas ketentuan harta pensiun sebagai harta warisan, untuk itu penelitian ini menitikberatkan pada Status Warisan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) Studi pemikiran tokoh ulama’ NU kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
G. Metodologi Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara yang ditempuh dalam mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam suatu penelitian atau menyusun skripsi. 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah field research yaitu penelitian dengan terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang akan dibahas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Adapun jenis data yang di pergunakan adalah:
10
a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni perilaku masyarakat, melalui penelitian. Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian adalah pemikiran para tokoh ulama NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan sebagai referensi keilmuan sesuai dengan masalah dalam penelitian (Arikunto, 2006: 4). 2. Metode Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini penulis dengan cara: a. Metode interview Metode interview, dikenal pula dengan istilah wawancara adalah suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadapan dengan fisik, yang satu dapat melihat muka lain dan mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya. (Arikunto, 1997: 234). Wawancara yang dilakukan adalah dengan para tokoh ulama’ NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang. b. Dokumentasi Dokumentasi ini meliputi biografi tokoh-tokoh informan dan hasil wawancara kepada informan. (Arikunto, 1997: 234). 3. Pendekatan Penelitian a. Pendekatan Normatif
11
Pedekatan
normatif
yaitu
pendekatan
yang
dilakukan
memenuhi bahan pustaka (Soekanto, 1995:13-14) bahan-bahan putaka tersebut meliputi prinsip-prinsip kewarisan dalam hukum Islam dan berbagai pendapat tentang dalil-dalil yang berhubungan dengan hukum waris Islam. Bahan-bahan pustaka tersebut bisa berbentuk buku-buku, tulisan-tulisan atau dokumen yang berhubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini. b. Pendekatan Sosiologis Pendekatan Sosiologis yaitu bertujuan untuk menemukan relevansi pemikiran tokoh Ulama NU dengan peraturan yang berlaku di indonesia dan dengan realitas yang terjadi di masyarakat (Soekanto, 1999:45). 4. Metode Analisis Data Dalam penelitian, setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengadakan analisis data. Analisis data merupakan hal yang penting dalam metode ilmiah karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna untuk menyelesaikan masalah penelitian. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis dengan analisis induktif yaitu menganalisa data dan menarik kesimpulan dengan mencari hal-hal yang bersifat khusus kemudian menuju hal-hal yang bersifat umum (Hadi, 2002:42)
12
H. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan, Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II kajian pustaka, Dalam bab ini penulis akan menguraikan hukum dan prinsip-prinsip pewarisan dalam islam yang didalamnya akan dipaparkan hukum dan prinsip-prinsip hukum islam dan rumusan mengenai harta pensiun yang meliputi: pengertian kewarisan, rukun-rukun kewarisan, syarat-syarat kewarisan, sebab-sebab menerima waris, halangan menerima waris, azaz-azaz dalam hukum kewarisan dan pengertian pensiun, rumusan gaji pensiun pegawai negeri sipil. Bab III
Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini berisi
tentang status warisan gaji pegawai negeri sipil menurut pemikiran tokoh ulama NU kota salatiga dan kabupaten semarang yang meliputi : Biografi tokoh ulama NU kota salatiga dan kabupaten semarang beserta hasil dari wawancara para tokoh ulama NU kota salatiga dan kabupaten semarang mengenai status warisan gaji pegawai negeri sipil. Bab IV Analisis, Dalam bab ini berisi analisa sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian akan tercapai yang terdiri dari analisa pemikiran ulama NU kota salatiga dan kabupaten semarang mengenai staus warisan gaji pegawai negeri sipil.
13
Bab V Penutup Merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi, yang berisi mengenai kesimpulan dari bab-bab sebelumnya, selain itu bab ini akan memberikan saran-saran yang dianggap perlu.
BAB II WARIS DAN PENSIUN PNS
A. Warisan Menurut Hukum Kewarisan Islam 1. Pengertian Warisan Menurut Hukum Kewarisan Islam Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infintif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Makna menurut bahasa ialah perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum ke kaum lain. Sedangkan makna Al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i ( Ash-Shabuni, 1995:33). Para fuqaha mendefinisikan hukum kewarisan Islam sebagai “suatu ilmu yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka, serta kadar yang diterima tiap-tiap ahli waris dan cara membaginya”. Menurut pasal 171 KHI Hukum kewarisan adalah : “Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing”. Hukum kewarisan Islam yang disampaikan oleh muhammad AsySyarbini yaitu:
14
15
“Ilmu fiqhi yang berpautan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan tentang cara penghitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka” (Budiyono, 1999: 1). 2. Rukun Mewaris Menurut hukum kewarisan islam,rukun kewarisan ada tiga yaitu: a. Pewaris Yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang meninggal dunia, yang hartanya diwarisi oleh ahli warisnya. Istilah pewaris ini, dalam kepustakaan sering pula disebut dengan muwarrist. b. Ahli waris Yang dimaksud dengan ahli waris adalah sekumpulan orang atau seorang individu atau kerabat-kerabat atau keluarga yang ada hubungan keluarga dengan si meninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggal mati oleh seorang (pewaris), (Ramulyono, 1994: 103). Adapun yang termasuk ahli waris adalah 1) Anak-anak (walad) beserta keturunan dari si meninggal dunia baik laki-laki maupun perempuan. 2) Orang tua yaitu ibu dan bapak dari yang meninggal dunia. 3) Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan 4) Suami atau istri yang hidup terlama.
16
Ahli waris yang dicantumkan pada pasal 174 kompilasi hukum Islam tersebut dirinci,ahli waris laki-laki 13 (tiga belas) orang. Ahli waris perempuan 8 (delapan) orang, jadi seluruhnya 21 orang, mereka adalah: 1. Ahli waris laki-laki a) Ayah b) Kakek (dari garis ayah) c) Anak laki-laki d) Cucu laki-laki garis laki-laki e) Saudara laki-laki sekandung f) Saudara laki-laki seayah g) Saudara laki-laki seibu h) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung i) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah j) Pama, saudara laki-laki ayah sekandung k) Paman, saudara laki-laki ayah seayah l) Anak laki-laki paman sekandung m) Anak laki-laki paman seayah Urutan
tersebut
disusun
berdasarkan
kedekatan
kekerabatan ahli waris tersebut dengan si pewaris.kalau semua ahli waris tersebut ada, maka yang mendapat warisan anak lakilaki dan ayah.
17
2. Ahli Waris Perempuan a) Ibu b) Nenek dari garis ibu c) Nenek dari garis ayah d) Anak perempuan e) Cucu perempuan garis laki-laki f) Saudara perempuan sekandung g) Saudara perempuan seayah h) Saudara perempuan seibu Apabila semua ahli waris perempuan tersebut ada ketika pewaris meninggal dunia, maka yang dapat menerima bagian adalah ibu, anak perempuan, cucu garis laki-laki dan saudara perempuan sekandung.Jika semua ahli waris laki-laki dan perempuan tersebut ada, maka yang dapat menerima wrisan adalah ayah, ibu, anak laki-laki dan anak perempuan (Rofiq, 1998:387). 3. Ahli Waris Berdasarkan Haknya Atas Warisan a. Ahli Waris Dzawil Furud 1) Bagian ½ (setengah) Bagian ½ disebut dalam Al-Qur’an menjadi hak seorang anak perempuan, seorang sudara perempuan sekandung atau seayah dan suami bila pewaris tidak meninggalkan anak yang berhak waris.
18
2) Bagian ¼ (seperempat) Bagian ¼ disebut dalam Al-Qur’an menjadi hak suami jika pewarismeninggalkan anak yang berhak waris dan isteri apabila pewaris tidak meninggalkan anak yang berhak waris. 3) Bagian 1/8 (seperdelapan) Bagian 1/8 disebutkan dalam Al-Qur’an menjadi hak istri apabila pewaris meninggalkan anak yang berhak waris. 4) Bagian 2/3 (dua pertiga) Bagian 2/3 disebut dalam Al-Qur’an menjadi hak 2 orang saudara perempuan kandung atau seayah, dan dua anak perempuan. 5) Bagian 1/3 (sepertiga) Bagian 1/3 disebut dalam Al-Qur’an menjadi hak ibu apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau lebih dari seorang saudara, dan saudara-saudara seibu jika lebih dari seorang. 6) Bagian 1/6(seperenam) Bagian 1/6 disebut dalam Al-Qur’an menjadi hak ayah dan ibu jika pewaris meninggalkan anak yang berhak waris, juga ibu apabila pewaris pewaris
19
meniggalkan saudara-saudara lebih dari seorang, dan seorang saudara seibu. b. Ahli Waris Ashabah Ahli waris Ashabah ialah yang tidak ditentukan bagiannya, tetapi akan menerima seluruh harta warisan jika tidak ada ahli waris dzawil-furudl sama sekali, jika ada zdawil furudl, berhak atas sisanya, dan apabila tidak ada sisanya maka tidak mendapatkan bagian sama sekali. Macam-macam ashabah: 1) Ashabah Bin-Nafsi Yang berkedudukan sebagai waris ashabah dengan sendirinya, tidak karena ditarik oleh ahli waris ashabah lain atau tidak karena bersama-sama dengan waris lain seperti anak laki-laki, cucu laki-laki (dari anak laki-laki) saudara laki-laki kandung atau seayah, paman dan sebagainya. 2) Ashabah Bil Ghoiri Yang berkedudukan sebagai waris ashabah karena ditarik oleh ahli waris ashabah lain, seperti anak perempuan ditarik menjadi ashabah oleh anak laki-laki, cucu perempuan ditarik menjadi waris ashabah oleh cuculaki-laki, saudra perempuan sekandung atau seayah
20
ditarik menjadi waris ashabah oleh sudara laki-laki kandung atau seayah dan sebagainya. 3) Ashabah Ma’al Ghoiri Yang berkedudukan menjadi waris ashabah karena bersama-sama dengan ahli waris lain, seperti saudara perempuan kandung atau seayah menjadi waris ashabah karena bersama-sama dengan anak perempuan. c. Ahli Waris Dzawil Arham Ahli waris yang mempunyai hubungan famili dengan pewaris, tetap tidak termasuk golongan waris dzawil-furudl dan ashabah disebut dzawil-arhaam. Yang termasuk ahli waris dzawil-arhaam ialah: 1) Cucu laki-laki atau perempuan, anak-anak dari anak perempuan. 2) Kemenakan laki-laki
atau perempuan, anak-anak
saudara perempuan kandung, seayah atau seibu. 3) Kemenakan perempuan,anak-anak perempuan saudara laki-laki kandung atau seayah. 4) Saudara sepupu perempuan, anak-anak perempuan paman(saudara laki-laki ayah) 5) Paman seibu (saudara laki-laki ayah seibu) 6) Paman, saudara laki-laki ibu 7) Bibi, sudara perempuan ayah
21
8) Bibi, saudara perempuan bibi 9) Kakek, ayah ibu 10) Nenek buyut, ibu kakek (no.9) 11) Kemenakan (Basyir, 1995: 25-27 ). c. Hatra Waris (Mauruts) Yaitu harta peninggalan si mati. Yang dimaksud dengan warisan atau harta peniggalan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris yang secara hukum dapat beralih kepada ahli warisnya. Oleh karena itu, harta peninggalan tersebut haruslah harta yang sepenuhnya merupakan milik pewaris. Benda yang bukan sepenuhnya, tidak dapat di alihkan kepada ahli warisnya. Bentuknya mungkin benda bergerak, benda tidak bergerak, berwujud atau berupa hak-hak tertentu.
Mengenai
hutang-hutang
pewaris,
ahli
waris
hanya
bertanggung jawab terbatas pada jumlah harta peninggalan pewaris saja. Artinya ahli waris tidak wajib membayar hutang-hutang pewaris dengan harta pribadinya melebihi harta waris yang ditinggalkan pewaris. Harta warisan tersebut yang akan dipusakai setelah dikurangi biaya perawatan, hutang-hutang, mengurus jenazah pewaris dan setelah digunakan untuk melaksanakan wasiat Dalam buku lain disebutkan harta peninggalan (mauruts) ialah harta benda yang ditinggalkan oleh si mayit yang akan dipusakai atau dibagi oleh para ahli waris setelah diambil untuk biaya-biaya
22
perawatan,
melunasi
utang
dan
melaksanakan
wasiat.
Harta
peninggalan dalam kitab fiqih biasa disebut tirkah, yaitu apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia berupa harta secara mutlak. Jumhur fuqaha’ berpendapat bahwa tirkah ialah segala apa yang menjadi milik seseorang, baik harta benda maupun hak-hak kebendaan yang diwarisi oleh ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Jadi, dismping harta benda, juga hak-hak, termasuk hak kebendaan maupun bukan kebendaan yang diwarisi oleh ahli warisnya. Seperti hak menarik dari hasil sumber air, piutang, benda-benda yang digadaikan oleh si mayit, barang-barang yang telah dibeli oleh si mayit sewaktu masih hidup yang harganya sudah dibayar, tetapi barngnya belum diterima, barang yang dijadikan maskawin untuk istrinya yang belum diserahkan sampai ia meninggal, dan lain-lain (Wahid, 2009: 57). Dalam kitab I’anatuh Al-Thalibin disebutkan mengenai harta tirkah yaitu :
)223 :3 ق (إعبوة انطبنبيه ٍ ّ انت َ ْر َكةُ َمب َخهَفًَُ ْان َم ِيّتُ ِمه َمب ٍل أ َ ْو َح Artinya : Harta pusaka adalah apa saja yang ditinggalkan oleh mayit, baik dalam bentuk harta ataupun hak.
3. Syarat-Syarat Kewarisan Warisan itu adalah menyangkut harta benda. Dan sebagaimana kita ketahui, harta benda itu mempunyai pemilik. Jadi terdapat hak pemilikan
23
yang penuh. Dengan jalan pusaka-mempusakai itu akan terjadi peralihan, pemindahan hak pemilikan atau hak milik. Oleh karena itu, untuk menjadi sebuah pembagian warisan, menurut hukum islam terdapat syarat-syarat sebagai berikut: a. Meninggalnya Pewaris Yang dimaksud meninggal di sini adalah meninggal dunia atau wafat baik secara hakiki (sejati), meninggal dunia hukmi (menurut putusan pengadilan) maupun meninggal dunia taqdiri(menurut dugaan). Pewarisan baru terjadi apabila si pewaris meninggal dunia, artinya selagi pewaris masih hidup, menurut islam tidak ada proses pewarisan (Depag RI: 17). b. Hidupnya Ahli Waris Hidupnny ahli waris harus jelas pada saat pewaris meninggal dunia. Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Perpindahan hak tersebut diperoleh melalui jalan kewarisan. Oleh karena itu, sesudah pewaris meninggal dunia, ahli warisnya harus benar-benar hidup. c. Mengetahui Status Kewarisan Agar seseorang dapat mewarisi harta orang yang meninggal dunia, haruslah jelas hubungan antara keduanya. Misalnya, hubungan suami-istri hubungan orang tua-anak dan hubungan saudara, baik sekandung, sebapak, maupun seibu (Budiono, 1999:10).
24
4. Sebab Sebab Mewarisi a. Hubungan Kekerabatan (Nasab) Salah satu sebab beralihnya harta, seorang yang telah menunggal dunia kepada yang masuh hidup adalah adanya hubungan silaturahmi atau kekerabatan antara keduanya. Yaitu hubungan nasab yang disebabkan oleh kelahiran. Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu sebagai berikut. 1) Furu’, yaitu anak turun (cabang) dari si mati. 2) Ushul, yaitu leluhur (pokok atau asal) yang menyebabkan adanya si mati. 3) Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan kekerabatan dengan si meninggal dunia melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak turunnya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau perempuan. b. Hubungan Perkawinan Di samping hak kewarisan berlaku atas dasar hubungan kekerabatan,
juga
berlaku
atas
dasar
hubungan
perkawinan
(persemendaan) dalam artian suami menjadi ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan begitu pula sebaliknya. Perkawinan yang menimbulkan kewarisan antara suami dengan istri didasarkan pada dua syarat berikut.
25
1) Perkawinan itu sah menurut syariat Islam Artinya, syariat dan rukun perkawinan itu terpenuhi, atau antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah, yaitu nikah yang telah dilaksanakan dan telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan serta terlepas dari semua halangan pernikahan walaupun belum kumpul (hubungan suami istri). 2) Perkawinannya masih utuh Artinya suami istri masih terikat dalam tali perkawinan saat salah satu pihak meninggal dunia. Termasuk dalam ketentuan ini, apabila salah satu pihak meninggal dunia, sedangkan ikatan perkawinan telah putus dalam bentuk talak raj’i dan perempuan masih dalam masa iddah. Seseorang perempuan yang sedang menjadi iddah talak raj’i masih berstatus sebagai istri dengan segala akibat hukumnya, kecuali hubunggan kelamin (menurut jumhur ulama) karena halalnya hubungan kelamin telah berakhir dengan adanya perceraian. c. Hubungan sebab al-wala’ Hubungan sebab wala’ adalah hubungan waris-mewarisi karena
kekerabatan
menurut
hukum
yang
timbul
karena
memerdekakan budak, sekalipun di antara mereka tidak ada hubungan darah.
26
d. Hubungan Sesama Islam Hubungan sesama Islam yang dimaksud di sini terjadi apabila seseorang yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta warisannya itu diserahkan kepada perbrndaharaan umum atauyang disebut baitul maal yang akan digunakan oleh umat islam.dengan demikian, harta orang islam yang tidak mempunyai ahli waris itu diwarisi orang islam (Budiono, 1999:8) 5. Penghalang Warisan Meskipun ada sebab mewaris, rukun kewarisan sudah terpenuhi, syarat kewarisan juga sudah terpenuhi, belum tentu seseorang menikmati bagian hak warisan. Masih terdapat satu hal yang harus diperhatikan, yaitu ada tidak penghalang mewaris. Dalam hukum kewarisan Islam ada empat penghalang mewaris, yaitu: 1) Pembunuhan Kecuali kaum khawarij, para ulama bersepakat bahwa suatu pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya, pada prinsipnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi pewaris yang dibunuhnya. Ketentuan ini berdasarkan hadist rasulullah.
مه قتم قتيال فيً اليرثً واوهم يكه نً وارث غيري وان كبن نً واندي اووندي فهيس انقبتم ميراث
27
Artinya : “Barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun si korban tidak mempunyai ahli waris selain dirinya, dan walaupun korban itu bapaknya maupun anaknya. Maka bagi pembunuh tidak dapat mewarisinya”. (Hadist Riwayat Ahmad). Disamping itu kaidah fiqhiyah yang berkaitan dengan masalah itu yakni :
ًِب ِب ِح ْر َمبو َ َم ِه ا ْست َ ْع َج َم ُ ًِ ش ْيئًب قَ ْب َم أ َ َوا ِو َ ِع ْوق Artinya : “Barang siapa yang ingin mempercepat mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka ia diberi sanksi tidak boleh mendapatkannya”. Para ulama sepakat bahwa pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja itu merupakan penghalang untung mewaris. Perbedaan pendapat para ulama muncul mengenai pembunuhan yang dilakukan tanpa ksengajaan. Para ulama syafi’iyah misalnya, berpendapat bahwa pembunuhan jenis apapun, tetap merupakan penghalang untuk mewaris. Dasarnya adalah keumuman hadist diatas. Para ulama hanafiyah membagi pembunuhan menjadi dua jenis,
yaitu
penghalang
pembunuhan untuk
mewaris
langsung dan
(mubasyarah)
pembunuhan
tidak
merupakan langsung
(tasabbub) bukan merupakan penghalang untuk mewaris (Budiono, 1999:12).
28
2) Pebedaan /berlainan agama Berlainan agama berarti agama pewaris berlainan dengan agama ahli waris. Hal ini didasarkan pada hadist Rasulullah
أن انىبي صهى هللا عهيً وسهم قبل ال يرث انمسهم انكبفر وال انكبفر انمسهم Artinya: “Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi harta orang Islam”. (Hadist Riwayat Bukhori Dan Muslim).
3) Perbudakan Para ulama sepakat bahwa perbudakan menjadi penghalang untuk mewaris. Hal in didasarkan pada kenyataan bahwa orang budak tidak memiliki kecakapan untuk bertindak. Dengan kata lain seorang budak tidak dapat menjadi subjek hokum (Budiono, 1999:13). Al-Quran surat An-nahl ayat 75 menegaskan hal ini, yang artinya: “Allah telah membuat perumpamaan,(yakni) seorang budak yang tidak dapat bertindak sesuatu pun…” Ayat diatas menegaskan bahwa seorang budak itu tdak cukup mengurusi hak miliknya dengan jalan apapun.Seorang budak tidak dapat mewaris karena ia tidak cakap berbuat. Seorang budak tidak dapat diwarisi, jika ia meninggal dunia, sebab ia orang miskin yang tidak memiliki harta kekayaan sama sekali. Sesungguhnya, pada masa sekarang ini, pembicaraan tentang perbudakan dikaitkan dengan persoalan tak bersifat praktis, sebab pada masa kini pada dasarnya perbudakan sudah tidak ada lagi.kalaupun
29
mungkin masih ada, jumlahnya tentu amat kecil, sehinhgga kehilangan urgensinya untuk dibicarakan. 4) Berlainan Negara Yang dimaksud dengan berlainan Negara adalah berlainan pemerintahan yang diikuti oleh pewaris dan ahli waris. Para ulama sepakat bahwa berlainan negara antar-sesama muslim tidak menjadi penghalang untuk mewaris, sebab negara islam, walaupun berbeda pemerintahannya, dan jauh jarak antara yang satu dengan yang lainnya, dipandang sebagai satu negara. Syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah berlingkup internasional (Budiono, 1999:13-14). Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Ambiya ayat 107.
Artinya:“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta”. (Qs. Al-Ambiya :107).
Penghalang warisan menurut 173 KHI adalah Orang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihkum karena: a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris. b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
30
6. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam a. Asas Ijbari Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan islam mengandung arti bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Kata ijbari sendiri secara leksikal mengandung arti paksaan (compulsory), dijalankan asas ini dalam hukum kewarisan islam mengandung arti bahwaperalihan harta tersebut terjadi dengan sendirinya menurut ketentuan Allah SWT tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris ataupun permintaan dari ahli warisnya, sehingga tidak ada satu kekuasaan manusia pun dapat mengubahnya dengan cara memasukkan orang lain atau mengeluarkan orang yang berhak. Adanya unsur ijbari ini dapat dipahami dari kelompok ahli waris sebagaimana disebutkan dalam surah An-Nisa ayat 11, 12, dan 176. Asas ijbari dalam kewarisan islam, tidak dalam arti yang memberatkan ahli waris. Andai kata pewaris mempunyai hutang yang lebih besar daripada warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak dibebani membayar semua utang pewaris itu. Berapa pun besar utang pewaris,
utang itu hanya akan dibayar sebesar warisan yang
ditinggalkan oleh pewaris tersebut. Kalau seluruh harta warisan sudah
31
dibayarkan utang, kemudian masih ada sisa utang, maka ahli waris tidak diwajibkan sisa utang tersebut, kalaupun ahli waris hendak membayar sisa utang, pembayaran itu bukan merupakan suatu kewajiban yang diletakkan oleh hukum, melainkan karena dorongan moralitas ahlak ahli waris yang baik. b. Asas Bilateral Asas bilateral dalam hukum kewarisan islam mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada ahli warisnya melalui dua arah (dua belah pihak). Hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan. Pada prinsipnya asas ini menegaskan bahwa jenis kelamin bukan merupakn penghalang untuk mewarisi atau diwarisi. Asas bilateral ini secara nyata dapat dilihat dari firman allah dalam surah An-Nisaa’ ayat 7, 11, 12, dan 176.
Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan (QS. An-Nisa’ :7)
32
c. Asas Individual Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dalam arti harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaannya masing-masing ahli waris menerima bagiannya tersendiri tanpa terikat dengan ahli waris lainnya. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerima menurut kadar masing-masing. d. Asas Keadilan Berimbang Hubungan dengan masalah kewarisan, kata tersebut dapat diartikan keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaannya. Asas
ini
mengandung
arti
harus
senantiasa
terdapat
keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikul masing-masing (kelak) dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam sistem kewarisan islam, harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakikatnya adlah pelanjutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya. Dasarnya adalah surah An-Nisaa’ ayat 7, 11, 12, 176.
33
e. Asas Semata Akibat Kematian Hukum islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang mempunyai harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain (keluarga) dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah ia mati, tidak termasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum islam ( Wahid, 2009: 23-30).
B. Pensiun Pegawai Negeri Sipil Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 antara lain menyatakan bahwa pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap PNS yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Selain itu Undangundang No. 8 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. Juga menegaskan bahwa setiap PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berhak atas pensiun. Pada pokoknya pensiun adalah menjadi kewajiban dari setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk itu setiap PNS wajib menjadi peserta dari suatu badan asuransi social yang dibentuk oleh pemerintah. Karena pensiun bukan hanya sebagai jaminan hari tua tetapi juga adalah sebagai balas jasa, maka pemerintah memberiakan sumbangannya
34
kepada PNS. Iuran pensiun PNS dan sumbangan pemerintah tersebut dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi sosial. 1. Syarat-syarat pensiun PNS berhak atas pensiun apabila : a. Telah mencapai sekurang-kurangya 50 tahun dan mempunyai masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 20 tahun b. Oleh tim penguji kesehatan pegawai negeri dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun karena keadaan jasmani/rohani yang disebabkan oleh dan karena menjalankan tugas kewajiban jabatan. c. Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 4 tahun dan oleh Tim Penguji Kesehatan Pegawai Negeri dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun karena keadaan jasmani/rohaninya yang tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan tugas kewajiban jabatannya. d. Diberhentikan dengan hormat sebagai PNS atau dari jabatan negari karena sebagai tenaga kelebihan, apabila telah berusia sekurangnya 50 tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun. e. Mencapai BUP menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No: 32 Tahun 1979. 2. Dasar Pensiun Dasar
pensiun
yang
dipakai
untuk
menentukan besarnya
pensiun/pensiun pokok, ialah gaji pokok terakhir sebulan yang berhak
35
diterima oleh PNS berdasarkan peraturan gaji yang berlaku. Besarnya pensiun pegawai negeri sebulan adalah 2,5% dari dasar pensiun untuk tiaptiap tahun masa kerja, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pensiun pegawai sebulan sebanyak-banyaknya 75% dan sekurangkurangnya 40% dari dasar pensiun. b. Apabila PNS mengalami keuzuran jasmani/rohani oleh dan karena menjalankan tugas kewajiban jabatannya, maka besarnya pensiun yang diterima adalah 75% dari dasar pensiun. c. Pensiun pegawai sebulan tidak boleh kurang dari gaji pokok terendah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Masa Kerja Pensiun Masa kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya pensiun adalah: a. Waktu bekerja sebagai PNS b. Waktu bekerja sebagai anggota ABRI c. Waktu bekerja sebagai tenaga bulanan/ harian dengan menerima penghasilan dari Anggaran Negara, APBN atau Bank Negara d. Masa selama menjalankan kewajiban sebagai Pemerintah RI pada masa perjuangan phisik e. Masa sebagai Veteran Pembela Kemerdekaan f. Masa sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan g. Masa bekerja sebagai pegawai pada sekolah
pelajar dalam
36
4. Pensiun Janda/Duda Yang berhak menerima pensiun janda atau duda, adalah isteri (isteri-isteri) PNS pria, atau suami PNS wanita yang meninggal dunia/ tewas, atau penerima pensiun pegawai negeri yang meninggal dunia dan mereka sebelumnya sudah terdaftar sebagai isteri/ suami sah PNS yang bersangkutan. a. Besarnya Pensiun Janda/Duda adalah 36% dari dasar pensiun, dengan ketentuan: 1) Apabila terdapat lebih dari seorang yang berhak menerima pensiun janda besarnya bagian pensiun janda untuk masing-masing isteri adalah 36% dari dasar pensiun dibagi rata antara isteri-isteri itu. 2) Besarnya pensiun janda/duda dimaksud diatas, tidak boleh kurang dari 75% dari gaji pokok terendah menurut peraturan gaji yang berlaku bagi almarhum suami / isterinya. b. Besarnya pensiun janda/duda PNS yang tewas adalah 72% dari dasar pensiun, dengan ketentuan : 1) Apabila terdapat lebih dari seorang isteri yang berhak menerima pensiun maka besarnya bagian pensiun janda untuk masing-masing isteri 72% dari dasar pensiun dibagi rata isteri-isteri. 2) Jumlah 72% dari dasar pensiun termaksud diatas, tidak boleh kurang dari gaji pokok terendah menurut peraturan gaji yang berlaku bagi almarhum suami/isteri.
37
5. Pensiun Anak Apabila PNS atau penerima pensiun meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami lagi yang berhak menerima pensiun janda atau duda maka pensiun janda diberikan kepada anak/anak-anaknya, apabila terdapat satu golongan anak yang seayah-seibu; a. Satu bagian pensiun janda diberikan kepada masing-masing golongan anak seayah-seibu ; b. Pensiun duda diberikan kepada anak. c. Apabila PNS pria atau penerima peniun pria meninggal dunia, sedangkan ia mempunyai isteri (isteri-isteri) yang berhak menerima pensiun janda/bagian pensiun janda disamping anak dari isteri yang telah meninggal dunia atau telah cerai, maka bagian pensiun janda diberikan kepada masing-masing isteri dan golongan anak seayah seibu. d. Kepada anak (anak-anak) yang ibu dan ayahnya berkedudukan sebagai PNS dan kedua-duanya meninggal dunia, diberikan satu pensiun janda, bagian pensiun janda atau duda atas dasar yang lebih menguntungkan. e. Anak-anak sebagai mana dimaksud diatas ialah anak yang pada waktu PNS atau penerima pensiun pegawai meninggal dunia : 1) Berusia kurang dari 25 tahun atau 2) Tidak mempunyai penghasilan sendiri atau 3) Belum menikah / belum pernah menikah
38
6. Pensiun Orang Tua a. Apabila seorang PNS/CPNS tewas, apabila tidak meninggalkan suami/ isteri/anak yang berhak menerima pensiun janda/duda, maka kepada orang tua almarhum diberikan pensiun orang tua yang besarnya 20 % dari pensiun janda/duda. b. Jika kedua orang tua telah bercerai, maka kepada mereka masingmasing diberikan separoh dari jumlah dimaksud.
7. Pemberian Pensiun Pemberian pensiun PNS, Pensiun janda/duda dan bagian pensiun janda ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang memberhentikan PNS yang bersangkutan, di bawah pengawasan dan koordinasi Kepala Badan Kepegawaian Negara.
8. Pendaftaran Isteri/Suami/Anak. a. Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/suami/anak sebagai yang berhak menerima
pensiun
janda/duda
harus
dilakukan
PNS
yang
bersangkutan sesuai petunjuk kepala BKN. Pendafataran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak menerima pensiun harus dilakukan dengan sepengetahuan tiap-tiap isteri yang di daftarkan. b. Jika hubungan perkawinan dengan isteri/suami yang telah terdaftar terputus, maka terhitung mulai tanggal perceraian berlaku, sah
39
isteri/suami itu dihapus dari daftar isteri/suami yang berhak menerima pensiun c. Anak yang dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak menerima pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda adalah d. Anak-anak PNS atau penerima pensiun pegawai dari perkawinannya dengan isteri/suami yang didaftar sebagai yang berhak menerima pensiun janda/duda e. Anak-anak PNS wanita atau penerima pensiun wanita Yang dianggap dilahirkan dari perkawinan yang sah ialah kecuali anak-anak yang dilahirkan selama perkawinan itu, juga anak yang dilahirkan selambat-lambatnya 300 hari sesudah perkawinan itu terputus. Pendaftaran isteri (istri-isteri)/anak (anak-anak) sebagai yang berhak menerima pensiun janda harus dilakukan dalam waktu 1 (satu) tahun sesudah perkawinan/kelahiran.
9. Permintaan Pensiun Janda/Duda Untuk memperoleh pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda/duda yang bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada pejabat yang berwenang dengan disertai : a. Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh yang berwajib b. Salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwajib
40
c. Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat mereka yang berkepentingan d. Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir pegawai yang meninggal dunia. e. Pemberian pensiun janda/duda atau bagian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda kepada anak (anak-anak) termaksud, dilakukan atas permintaan dari atau atas nama anak (anak-anak) yang berhak menerimanya. Permintaan dimaksud di atas harus dilengkapi dengan : 1) Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh yang berwajib 2) Salinan kelahiran anak (anak-anak) atau daftar susunan keluarga pegawai yang bersangkutan yang disahkan oleh yang berwajib, yang memuat nama, alamat dan tanggal lahir dari mereka yang berkepentingan 3) Surat keterangan dari yang berwajib yang menerangkan bahwa anak (anak-anak) itu tidak pernah kawin dan tidak mempunyai penghasilan sendiri 4) Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji pokok terakhir pegawai atau penerima pensiun pegawai yang meninggal dunia. Kepala kantor dimana PNS yang meninggal dunia terakhir bekerja, berkewajiban untuk membantu agar pengiriman surat-surat permintaan
41
beserta lampiran-lampirannya termaksud diatas terlaksana selekas mungkin. Pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda diberikan mulai berlaku pada bulan berikutnya PNS atau penerima pensiun pegawai yang bersangkutan meninggal dunia atau mulai bulan berikutnya hak atas pensiun janda/bagian pensiun janda itu diperoleh oleh yang bersangkutan. Bagi anak yang dilahirkan dalam batas waktu 300 hari setelah PNS atau penerima pensiun meninggal dunia, pensiun janda/bagian pensiun janda diberikan mulai bulan berikutnya tanggal kelahiran anak itu. 10. Berakhirnya hak pensiun janda/duda Pemberian pensiun janda /duda atau bagian pensiun janda berakhir pada akhir bulan : a. Janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia; b. Tidak lagi terdapat anak yang memenuhi syarat-syarat untuk menerimanya. 11. Pembatalan Pensiun janda/duda a. Pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda yang diberikan kepada janda Pensiun/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika janda /duda yang bersangkutan menikah lagi, terhitung mulai bulan berikutnya perkawinan itu di langsungkan. b. Apabila kemudian khusus dalam hal janda (janda-janda) perkawinan termaksud diatas terputus, maka terhitung dari bulan berikutnya kepada janda yang bersangkutan diberikan lagi pensiun janda atau
42
bagian pensiun janda yang telah dibatalkan, atau jika lebih menguntungkan, kepadanya diberikan pensiun janda yang dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir. 12. Hapusnya Pensiun Pegawai/ Pensiun Janda/Duda Hak untuk menerima pensiun pegawai atau pensiun janda/duda hapus : a. Jika penerima pensiun tidak seizin pemerintah menjadi anggota tentara atau Pegawai Negeri suatu negara asing b. Jika penerima pensiun pegawai/pensiun janda atau duda atau bagian pensiun janda menurut keputusan pejabat/ badan negara yang berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan terhadap negara dan haluan negara yang berdasarkan pancasila; c. Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan sebagai bahan untuk penetapan pemberian pensiun pegawai atau pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda, tidak benar dan bekas PNS atau janda/duda/anak yang bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberikan pensiun. Dalam hal-hal tersebut pada angka (1) dan (2) di atas, maka surat keputusan pemberian pensiun dibatalkan, sedang dalam hal-hal tersebut
angka
(3)
surat
keputusan
(http://alifauzan.web.id/pensiun-pns.html).
termaksud
dicabut
BAB III PENDAPAT ULAMA NU KOTA SALATIGA DAN KABUPATEN SEMARANG MENGENAI STATUS WARISAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL
A. Biografi Ulama NU Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang 1. Nama Saifudin Zuhri. Beliau dilahirkan di Kota Salatiga pada tanggal 05 Agustus 1958, beliau merupakan alumni pondok pesantren Asrama Pelajar Islam (API) Tegalrejo, Magelang. Pendidikan terakhir beliau S3 UIN Yogyakarta, aktifitas sekarang sebagai dosen IAIN walisongo Semarang dan menjadi ketua MUI kota Salatiga periode 2010 sampai sekarang.
2. Nama KH. Tadzkir. Beliau lahir di kab. Semarang pada hari sabtu tanggal 05 Agustus 1947. Pendidikan formal beliau MWB (Madrasah Wajib Belajar) di Sraten. Kemudian beliau melanjutkan di SRINU (Sekolah Rakyat Nahdlotul Ulama), kemudian melanjutkan pendidikan non formal di pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri Jawa Timur pada tahun 19561963, kemudian melanjutkan pendidikan nonformalnya di pesantren lain ditempat Kyai Hasyim di Bantar Blitar Jawa Timur pada tahun 1963-1964 kemudian nyantri di kampung kyai tahun 1964 sampai pertengahan 1965. Pada tahun 1976 mengikuti ujian ekstra agama PGA dan diangkat menjadi PNS pada tahun 1967-2003.
43
44
3. Nama KH. Makmun Al hafid, beliau lahir di kota Salatiga, 17 April 1947. Riwayat pendidikan formal beliau Sekolah Rakyat (SR) lulus tahun 1958 kemudian melanjutkan di SMP Kristen Pangudi Luhur kota Salatiga lulus tahun 1961. Kemudian melanjutkan pendidikan non formal di pesantren Tanggir, Bojo negoro, kemudian beliau pindah di pondok pesantren Krapyak Yogyakarta, dan kemudian belajar lagi dipesantren Bustanul Usaqil Quran (BUQ) Surakarta. Beliau pernah aktif dalam gerakan pemuda dan Anshor pada tahun 1987. pernah menjabat sebagai Ketua DPC PPP periode 1992-1999, sekarang menjabat sebagai dewan Syuriyah PCNU periode 2008-2013.
4. Nama KH. Mahfud Ridwan, beliau lahir di kab. Semarang, 10 Oktober 1941. Riwayat pendidikan beliau SD Sidorejo lor/ Sinoman, lulus tahun 1955, kemudian melanjutkat di Tsanawiyah Saudi Arabia lulus tahun 1962 dan melanjutkan Aliyah di Saudi Arabia lulus tahun 1965, kemudian Melanjutkan Kuliah di Bagdad Univercity lulus tahun 1970, pernah menjadi dosen di IAIN Salatiga 1972-1997, dan menjabat sebagai Rektor UNU (Universitas Nahdlotul Ulama) Solo 2001-2011. Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Edimancoro, gedangan, kab. Semarang .
5. Nama KH. Sonwasi Ridwan lahir di Salatiga pada 14 Februari 1947, pendidikan beliau Sekolah Rakyat (SR) Sinoman Kota Salatiga lulus tahun 1959, kemudian melanjutkan pendidikan nonformalnya di pesantren Roudotutholibin Rembang pada tahun 1960-1964. Kemudian pada awal
45
1965 melanjutkan sekolah di pondok pesantren Krapyak Yogyakarta dan melanjutkan
i’dadiyah yang aliyah lulus pada tahun 1966. Kemudian
selesai Sarjana muda sunan kalijaga tahun 1966-1968. Kemudian masih melanjutkan pendidikan nonformalnya di pondok pesantren Tebu Ireng. Beliau pernah menjadi tenaga pengajar di MTs NU tahun 1977-2007, menjadi Kepala sekolah MTs NU 1986-2007, menjadi Wakil
Kepala
Sekolah MA NU Salatiga tahun 1977-1986, Ketua ranting NU kota Salatiga 1977-1984 dan sekarang beliau masih aktif di Organisasi Islam NU (Nahdlotul Ulama) menjabat sebagai Rois Syuriyah NU kota Salaiga periode 2003-2008 dan 2008-2013.
B. Pendapat Tokoh Ulama NU Kota Salatiga dan Kab. Semarang Mengenai Status Warisan Gaji Pegawai Negeri Sipil Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti dengan para tokoh Ulama NU Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang tentang status warisan gaji Pegawai Negeri Sipil 1. Wawancara dengan KH. Saifudin Zuhri pada tanggal 25 Mei 2012. a. Peneliti bertanya bagaimana pendapat anda tentang status warisan gaji Pegawai Negeri Sipil? Beliau menjawab bahwa harta pensiun itu termasuk harta waris karena pada prinsipnya yang termasuk harta waris itu bukan hanya harta benda akan tetapi ada yang namanya hak, dan harta pensiun itu merupakan hak. Jadi harta pensiun itu adalah harta peninggalan yang
46
bisa dibagikan kepada ahli warisnya. Contoh lain yang merupakan hak, yaitu seperti hak menarik dari hasil sumber air, piutang, benda-benda yang digadaikan oleh si mayit, barang-barang yang telah dibeli oleh si mayit sewaktu masih hidup yang harganya sudah dibayar, tetapi barangnya belum diterima, barang yang dijadikan mas kawin untuk istrinya yang belum diserahkan sampai ia meninggal dan lain-lain. b. Apakah ada dasar hukumnya pak? Dalam kitab Al Kulyubi disebutkan mengenai harta peninggalan :
ِ ِ ب أَو بِغَ ِْي م ٍال َك ِ ِ ِ ص اص َولَ ْو ْ َ َّقَ ْولُهُ تَ َرَكهُ ه َي َما ََتَل َ اخت َ ْ ْ ٍ َف َع ِن الْ َميِّت َولَ ْو ب َسب ٍ ف وما وقَع ِمن ٍ ِ ِِ ٍ ِِ صبَ َها ْ ََخًَْرا ََتَلَّل َ َصْيد بَ ْع َد َم ْوته ِ ِْف َشبَ َكة ن َ ْ َ َ َ َ ت بَ ْع َد َم ْوته َو َح ّد قَ َذ
.)٥٣١ :٣ قَ ْب لَهً (القليويب
Artinya : (harta pusaka) adalah yang ditinggalkan oleh mayit, walaupun dengan suatu sebab atau bukan berupa harta seperti suatu keahlian, ataupun dalam bentuk khamr yang kemudian berubah menjadi cuka setelah kematiannya, atau denda menuduh zina, atau buruan yang masuk dalam jaring yang telah dipasang setelah kematiannya (Ahkamul fuqaha, 2004 : 438) Beliau berpendapat bahwa harta pensiun merupakan harta peninggalan (harta tirkah) yang bisa dibagikan sesuai dengan hukum waris Islam dengan alasan bahwa harta yang bisa diwariskan itu bukan hanya harta benda melainkan hak bagi si mayit, menurut beliau bahwa harta pensiun merupakan hak. 2. Wawancara dengan KH. Tadzkir Mansur pada hari sabtu, tanggal 9 Juni 2012?
47
a. Ketika peneliti bertanya bagaimana pendapat anda tentang status warisan gaji Pegawai Negeri Sipil? Beliau menjawab berdasarkan kitab-kitab fiqih, dulu saya pernah mempunyai pengalaman membagi waris di suatu keluarga dan kebetulan yang meninggal adalah pihak laki-laki, seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil, dia meninggalkan janda, dan harta warisnya sudah dibagi. Pada suatu hari ada salah satu keluarga mendatangi rumah saya untuk menanyakan masalah tesebut, kemudian saya suruh untuk mengulang pembagian waris yang telah berlalu. Yang namanya pensiun janda itu ada SKnya sendiri, pensiunnya itu bukan milik yang meninggal akan tetapi milik yang ditinggalkan (janda), karena fungsi dari SK itu untuk janda sebagai milik sempurna, bukan milik yang meninggal, saya menyarankan agar pembagian waris itu untuk diulang. b. Apakah ada dasar hukumnya pak? Berdasarkan Bahtsul Masa’il KMAP (Keluarga Mutakhorijin Al falah Ploso) dari hasil keputusan itu, bahwa pensiun janda/duda baik itu dari pensiun yang sudah meninggal maupun pensiun yang masih hidup itu bukan termasuk tirkah, sehingga ahli waris yang lain tidak bisa mendapatkan harta tersebut kecuali yang tertera dalam (SK), yaitu janda atau anak yang telah terdaftar untuk mendapatkan harta tersebut. Surat Keputusan pensiunan untuk janda itu bukan merupakan limpahan dari yang meninggal kepada yang masih hidup akan tetapi
48
pemerintah yang langsung tashoruf atau memberikan harta pensiun tersebut kepada janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang PNS. Jadi tidak ada istilah suami memberikan pensiun untuk istri akan tetapi pemerintahlah yang memberikan pensiun tersebut. Kedudukan SK itu menunjukkan bahwa itu hak milik yang diberi oleh pemerintah, bukan merupakan limpahan. Yang menjadi harta waris itu adalah hak milik yang meninggal selain itu bukan merupakan tirkah. Harta
pensiun yang meninggal sudah diterima dengan SK
sendiri, sedangkan SK untuk janda ini adalah SK lain. Memang kalau kita lihat sekilas itu seakan-akan pensiun janda itu adalah limpahan. Sebenarnya bahwa SK itu bukan limpahan akan tetapi SK ketetapan bagi janda tersebut. Tentang dasar-dasar itu secara umum sudah ada semua dalam kitab fiqih mengenai tirkah adalah hak milik. Ketika seorang meninggal harta benda yang ditinggalkan itu adalah milik ahli waris. Saya juga pernah menangani kasusnya pak Purwadi bertempat tinggal di Bumen, Banyubiru, Kabupaten Semarang. Dia adalah pensiunan TNI
meninggalkan istri dan anak-anak dari ibu yang
berbeda, karena istri yang terdahulu meninggal kemudian menikah kembali, dan anak-anak dari istri yang terdahulu meminta bagian dari pensiunan janda tersebut. Kemudian oleh Kyai setempat harta pensiun tersebut dibagi kepeda istri dan semua anak-anaknya, kemudian ada salah soerang bertanya kepada saya, bagaimana dengan pembagian
49
tersebut? karena pembagian tersebut tanpa meninjau SK kepemilikan, saya jawab bahwa harta pensiun tersebut adalah milik yang ditinggalkan (janda) bukan milik yang meninggalkan, artinya harta pensiun tersebut tidak harus dibagi karena haknya sudah berpindah kepada janda dengan adanya SK ketetapan dari pemerintah. Kemudian keluarga tersebut mengulang kembali dalam pembagian harta tersebut sesuai yang saya sarankan. Pedoman KH. Tadzkir Mansur dalam menentukan tirkah adalah harta benda atau hak yang dimiliki oleh pewaris. Selain itu bukan merupakan tirkah. Dan harta pensiun bukan merupakan tirkah yang bisa digolongkan kedalam harta waris, akan tetapi harta pensiun merupakan hak sepenuhnya janda atau duda yang ditinggal mati oleh suami atau istrinya yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan adanya SK ketetapan oleh negara kepada penerima pensiun tersebut. 3. Wawancara dengan KH. Makmun Al hafid pada hari senin 11 Juni 2012? a. Peneliti bertanya bagaimana pendapat anda tentang status warisan gaji Pegawai Negeri Sipil? Menurut saya harta pensiun itu bukan merupakan harta waris karena merupakan hak milik janda/duda yang ditinggal mati. Boleh dikatakan tirkah apabila harta itu dapat dibagikan kepada ahli waris yang lain. Kalau melihat yang sudah berjalan anak menerima hak sendiri, gaji dipotong, menjadi hak PNS, jadi itu harta peninggalan.
50
Harta pensiun itu bisa dianggap tirkah apabila semua ahli waris harus mendapat bagian. b. Apakah ada dasar hukumnya pak? Apabila termasuk harta waris pembagiannya harus menurut hukum fiqih atau menurut Al Qur’an. Menurut pendapat H. Makmun bahwa harta pensiun bukan merupakan tirkah, karena harta pensiun tidak bisa dibagikan kepada semua golongan ahli waris sesuai dengan hukum waris Islam. 4. Wawancara dengan KH. Mahfud Ridwan hari senin 11 Juni 2012 ketika penulis bertanya bagaimana pendapat anda tentang status warisan gaji Pegawai Negeri Sipil? Beliau menjawab Harta pensiun itu merupakan harta tirkah akan tetapi harta tirkah yang semu. Kenapa saya katakan semu, karena harta itu dapat beralih alih dari istri bisa ke anak dan yang bisa menerima harta pensiun itu hanya yang tercantum dalam SK pensiun yang telah didaftarkan, padahal yang namanya tirkah itu kalau mau dibagi harus sesuai hukum waris Islam dan semua ahli waris yang ada dan yang berhak mendapat bagian dari harta yang ditinggalkan oleh pewaris yang harus sesuai dengan jatah perolehan masing-masing ahli waris. Harta itu statusnya sulit, karena yang namanya harta itu yang ada di tangan mutlak milik seseorang tersebut. Dalam contoh harta yang wajib dizakati adalah harta yang ada di tangan sedangkan harta yang dihutangkan itu tidak
51
wajib dizakati. Disisi lain
harta pensiun itu adalah hak negara yang
sewaktu waktu bisa dicabut atau hilang dari kepemilikan. Menurut apa yang disampaikan oleh KH. Mahfud ridwan bahwa harta pensiun itu merupakan harta tirkah yang semu, karena harta pensiun itu dapat beralih dari janda/duda kepada anak yang telah terdaftar sebagai penerima pensiun. Sedangkan yang namanya harta waris (tirkah) menurut hukum waris islam yaitu yang bisa di bagikan kepada ahli waris yang lain dan pembagiannnya harus sesuai jatah perolehan dari masing-masing ahli waris tersebut, disisi lain bahwa harta pensiun adalah hak negara yang suatu saat bisa dicabut kepemilikannya apabila syarat-syaratnya sudah tidak terpenuhi. 5. Wawancara dengan KH. Sonwasi Ridwan Rabu tanggal 13 Juni 2012? a. Peneliti bertanya bagaimana pendapat anda tentang status warisan gaji Pegawai Negeri Sipil? Menurut saya hukum Islam itu terbentuk dari Al Quran dan pada Hadist Nabi, dalam Al Quran itu ada 3 ayat dari surat An-Nisa kemudian dari hadis nabi sebagai penyempurna yang berkaitan dengan waris kalalah, dalam Al Qur’an waris itu sudah di jelaskan secara rinci masing-masing bagian ahli waris. b. Bagaimana status hukum waris dikaitkan dengan pembagian hukum yang berlaku, apakah orang Islam itu harus menggunakan hukum waris islam atau tidak?
52
Beliau mengatakan tidak. Jadi hukum waris Islam itu berfungsi sebagai upaya menjembatani apabila terjadi sengketa dalam pembagian harta waris, Islam memberikan solusinya dengan ayat-ayat hukum waris, sehingga dalam pembagian harta waris itu seandainya semua keluarga itu rela, ikhlas atau sepakat pembagian harta waris tidak sesuai hukum waris Islam itu diperbolehkan, contoh ada seorang meninggal ahli warisnya empat yang tiga itu menyerahkan peninggalan orang tua untuk si A yang lainnya tidak itu boleh saja, jadi tidak harus di warisi dan di bagi rata. c. Sejauh mana ilmu hukum waris Islam itu dituangkan dalam kehidupan sehari - hari? Apabila terjadi sengketa atau perselisihan maka kembalilah pada hukum waris Islam, dengan catatan harus ada keikhlasan dan keadilan bagi masing-masing ahli waris. d. Apakah pensiun itu termasuk harta waris atau bukan? Jadi seseorang tergolong sebagai ahli waris itu karena empat faktor, yang pertama karena hubungan darah, hubungan perkawinan, kemudian karena pemerdekaan budak, sehingga bagi seseorang yang tergolong dalam empat faktor itu mempunyai hak untuk mendapatkan warisan, dan hak itu boleh diambil dan boleh tidak, akan tetapi mereka mempunyai hak. Kemudian ahli waris dalam hukum waris Islam itu ada yang namanya keluarga yang sedarah atau ahli waris dzawil furud atau orang-orang yang mempunyai hak bagian dan ada yang disebut
53
sebagai zdawil arham atau keluarga yang mendapatkan warisan karena hubungan rahim atau kekeluargaan, dari ahli waris itu yang mempunyai hak warisan adalah dari golongan
Dzawil furud yang
dzawil arham tidak mendapatkan warisan, memang terkadang dianggap tidak adil, contoh cucu laki-laki dari anak perempuan (dzawil arham) kemudian cucu laki-laki dari anak laki-laki (dzawil furud) ada satu status yang jenjang, kalau cucu laki-laki dari anak perempuan bisa terhalang oleh cucu laki-laki dari anak laki-laki karena statusnya tergolong sebagai dzawil furud dan yang satu dzawil arham itu kalau hubungan darah. Sehingga sekarang kalau kita berbicara yang berkaitan dengan waris itu bisa dengan kekerabatan, karena nasab, karena perkawinan dan
karena pemerdekaan budak, maka sejauh
mana harta pensiun itu termasuk harta waris atau bukan, Sebenarnya harta pensiun itu berlakunya selama orang itu masih hidup, harta pensiun itu kalau orangnya meninggal harta pensiunnya juga akan hilang. e. Bagaimanakah status harta pensiun bagi janda/duda? Beliau menjawab bahwa adanya pensiun ini karena hubungan perkawinan atau juga bisa hubungan kekeluargaan, statusnya bagaimana apakah harta pensiun itu termasuk harta waris apa bukan? Saya jawab bukan, karena ketika PNS itu meninggal otomatis pensiunnya akan hilang, bagi janda/duda apakah itu juga termasuk harta warisan atau bukan yang nanti bisa dibagi oleh anak-anaknya,
54
bahwa pensiun tersebut juga bukan merupakan warisan karena kalau nanti janda/duda itu meninggal juga akan hilang. Sehingga yang namanya harta warisan itu adalah harta yang masih ada selama bisa dibagikan kepada ahli waris ketika orang itu neninggal, itu namanya harta warisan, jadi kalau seorang perempuan menjadi suaminya PNS punya warisan kalau meninggal ya warisannya habis berarti bukan harta warisan. Perlu diketahui bahwa yang namanya harta waris itu adalah
harta
dipergunakan
peninggalan untuk
seseorang
menyelesaikan
yang
meninggal
tanggungan
selama
setelah masa
hidupnya, itu yang namanya harta warisan. seumpamanya kalau punya hutang harus dibayar dulu hutang-hutangnya, andai kata orang kaya belum membayar zakat maka harus membayar zakat terlebih dahulu, dan apabila mempunyai wasiat maka laksanakanlah wasiat terlebih dahulu, setelah melaksanakan kewajiban tersebut barulah harta warisan sisa dari itu dibagi, jadi harus sudah bersih dari tanggungantanggunagan dari pemilik harta selama hidupnya. Tidak ada orang yang bisa mewaris harta pensiun, sebab harta itu apabila orangnya mati maka pensiunnya juga akan hilang. Yang dinamakan warisan harta itu masih ditinggalkan ketika seseorang tersebut meninggal. f. Apakah harta itu bisa dilimpahkan ke anak? Tidak bisa, karena harta pensiun itu adalah hak istri secara otomatis. Anak tidak bisa mendapatkan harta pensiun, seumpamanya seorang bapak PNS mempunyai istri lagi atau ibu sambungan, gaji
55
pensiun akan jatuh kepada istri tersebut bukan kepada anak, nah itu namanya hak. Sehingga pensiun istri itu bukan harta waris karena kalau istrinya meninggal itu harta pensiun itu juga akan hilang. Berarti harta pensiun itu milik yang mempunyai harta itu bukan haknya ahli waris dan itu sulit
cara pembagiannya kalau misal harta pensiun
menjadi harta waris. Seandainya ada seorang mempunyai harta dan diberikan ketika dia masih hidup itu bukan warisan akan tetapi hibah. Waris itu otomatis kalau orangnya sudah meninggal itu namanya harta waris. g. Apakah ada dasar hukumnya pak? Mengenai dasar-dasar ayat Al Quran tentang waris itu banyak ada surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, 176, dan masih ada yang lain juga.
Artinya :
bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan (QS. Annisa’: 7) Bedasarkan apa yang di sampaikan oleh KH. Sonwasi ridwan, penulis berpendapat bahwa harta pensiun bukan merupakan tirkah yang bisa diwariskan karena harta pensiun tidak bersifat selamanya dalam kepemilikannya, akan tetapi hannya bersifat sementara. Ketika
56
orang yang mempunyai harta tersebut meninggal maka hilanglah akan hak dari kepemilikan harta tersebut.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Tentang Prinsip-Prinsip Kewarisan Dalam Hukum Islam Hukum fiqih Islam merupakan hukum yang mengayomi umat Islam khususnya dalam hukum waris Islam dimana banyak tawaran-tawaran yang disajikan oleh para ulama Fiqih dalam menentukan sebuah hukum demi kemaslahatan umat. Salah satunya adalah mengenai prinsip-prinsip/asas-asas kewarisan dalam hukum Islam dimana Islam menganut beberapa asas yaitu : 1. Asas ijbari, yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. 2. Asas bilateral, dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada ahli warisnya melalui dua arah (dua belah pihak). Hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan lakilaki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan. Pada prinsipnya asas ini menegaskan bahwa jenis kelamin bukan merupakn penghalang untuk mewarisi atau diwarisi. 3. Asas individu, Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dalam arti harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaannya
57
58
masing-masing ahli waris menerima bagiannya tersendiri tanpa terikat dengan ahli waris lainnya. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerima menurut kadar masing-masing. 4. Asas keadilan berimbang, Asas ini mengandung ini mengandung arti harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikul masing-masing (kelak) dalam dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam sistem kewarisan islam, harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakikatnya adlah pelanjutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya 5. Asas semata akibat kematian, Hukum islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang mempunyai harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain (keluarga) dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah ia mati, tidak termasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum islam.
59
B. Analisis Status Warisan Gaji Pensiun Janda/Duda Dalam Peraturan Yang Berlaku di Indonesia Menurut
peraturan
Undang-undang
Nomor
11
Tahun
1969
menyatakan bahwa pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap PNS yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Pensiun janda atau duda, yang berhak atas pensiun itu adalah isteri (isteriisteri) PNS pria, atau suami PNS wanita yang meninggal dunia/ tewas, atau penerima pensiun pegawai negeri yang meninggal dunia dan mereka sebelumnya sudah terdaftar sebagai isteri/ suami sah PNS yang bersangkutan dan apabila PNS atau penerima pensiun meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami lagi yang berhak menerima pensiun janda atau duda maka Pensiun janda diberikan kepada anak/anak-anaknya, anak-anak sebagai mana dimaksud ialah anak yang pada waktu PNS atau penerima pensiun pegawai meninggal dunia, anak berusia kurang dari 25 tahun atau tidak mempunyai penghasilan sendiri atau belum menikah / belum pernah menikah. Apabila seorang PNS/CPNS tewas, apabila tidak meninggalkan suami/ isteri/anak yang berhak menerima pensiun janda/duda, maka kepada orang tua almarhum diberikan pensiun orang tua yang besarnya 20 % dari pensiun janda/duda. Jika kedua orang tua telah bercerai, maka kepada mereka masingmasing diberikan separuh dari jumlah dimaksud. Peraturan ini tercantum dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.
60
C. Analisis Pendapat Tokoh Ulama’ NU Kota Salatiga dan Kab. Semarang Tentang Status Warisan Gaji Pensiun Janda/Duda Analisis status warisan gaji Pegawai Negeri Sipil menurut pemikiran Ulama’ NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang, dari studi pemikiran Ulama’ NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang. Dari lima tokoh ulama NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang tiga tokoh ulama’ NU yaitu : 1. KH. Sonwasi Ridwan, 2. KH. Makmun Al hafid, 3. KH. Tadzkir Mansur, yang berpendapat bahwa pensiun janda/duda bukan termasuk tirkah atau harta yang bisa diwariskan kepada ahli waris karena harta pensiun merupakan harta yang tidak selamanya bisa dimiliki oleh pewaris dan harta itu akan hilang ketika pewaris tersebut meninggal dunia. Juga bukan merupakan limpahan dari pewaris akan tetapi merupakan harta kepemilikan bagi janda/duda dengan diberikannya SK ketetapan dari pemerintah, hal itu yang menjadikan pembatasan kepemilikan harta pensiun tesebut untuk tidak bisa diwariskan kepada ahli waris yang lain kecuali yang tertera dalam SK pensiun janda/duda. Dari lima tokoh ulama’ NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang satu tokoh ulama NU yaitu KH. Mahfud Ridwan yang berpendapat bahwa harta pensiun termasuk tirkah, akan tetapi harta tirkah yang semu. Karena harta itu dapat beralih alih dari istri bisa ke anak dan yang bisa menerima harta pensiun itu hanya yang didaftarkan atau yang tercantum dalam SK penerima pensiun, harta bisa disebut tirkah jika cara pembagiannya sesuai aturan dalam hukum waris islam dan harta itu dibagikan kepada semua ahli waris yang ada
61
sesuai dengan perolehan bagian masing-masing menurut hukum waris islam. Kemudian harta itu statusnya sulit, sedangkan yang disebut harta kepemilikan itu yang ditangan mutlak milik seseorang tersebut. Disisi lain harta pensiun itu adalah hak negara yang sewaktu waktu bisa dicabut atau hilang dari kepemilikan seseorang tersebut. Satu dari lima tokoh Ulama’ NU kota Salatiga dan Kabupaten semarang yaitu KH. Saifudin Zuhri berpendapat bahwa pensiun janda/duda termasuk tirkah atau harta waris yang ditinggalkan oleh pewarisnya, walaupun dengan suatu sebab atau bukan berupa harta seperti suatu keahlian, ataupun dalam bentuk khamr yang kemudian berubah menjadi cuka setelah kematiannya atau denda menuduh zina atau buruan yang masuk dalam jaring yang telah dipasang setelah kematiannya. Karena pada prinsipnya yang termasuk harta waris itu bukan hanya harta benda akan tetapi ada yang disebut dengan hak. Dan harta pensiun itu merupakan hak. Sesuatau yang merupakan hak yaitu seperti hak menarik dari hasil sumber air, piutang, benda-benda yang digadaikan oleh si mayit, barang-barang yang telah dibeli oleh si mayit sewaktu masih hidup yang harganya sudah dibayar, tetapi barangnya belum diterima, barang yang dijadikan mas kawin untuk istrinya yang belum diserahkan sampai ia meninggal dan lain-lain.
Penulis berpendapat hukum Islam terbentuk dari Al-Qura’an dan AlHadist, maka sejauh mana hukum waris
Islam apabila dikaitkan dengan
pembagian hukum waris yang berlaku atau adakah keharusan menggunakan
62
hukum waris islam dalam pembagian harta waris. Jadi pada dasarnya hukum waris Islam itu berfungsi sebagai upaya menjembatani apabila terjadi sebuah persengketaan dalam pembagian harta waris, hukum Islam memberi solusi dengan ayat-ayat hukum waris, sehingga dalam pembagian waris itu seandainya semua keluarga itu rela, ikhlas atau sepakat pembagian harta waris tidak sesuai dengan hukum waris islam itu diperbolehkan. Fungsi dari hukum waris islam itu apabila kita tuangkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai tempat rujukan apabila terjadi persengketaan dalam pembagian harta waris. Apabila dikaitkan dengan penelitian ini penulis perpendapat bahwa harta pensiun bukan merupakan tirkah atau harta waris yang bisa dibagikan kepada ahli waris yang lain sesuai dengan pembagian dalam hukum waris Islam karena harta pensiun merupakan harta yang terbatas dari kepemilikan dengan adanya surat keputusan dari pemerintah (SK) yang menjadikan harta itu terikat oleh pemerintah dari hak kepemilikan dan dengan adanya aturanaturan yang dituangkan dalam undang-undang tentang pensiun janda/duda, sedangkan harta waris dalam hukum waris Islam (tirkah) yaitu harta yang sepenuhnya milik dari yang meninggal dunia.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Prinsip-prinsip pewarisan dalam hukum Islam Prinsip Ijbari adalah bahwa peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengaan sendirinya, Prinsip Individual adalah warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris untuk dimiliki perorangan, Prinsip Bilateral adalah bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mewaris dari kedua belah pihak garis kekerabatan, yakni kekerabatan laki-laki maupun perempuan. Prisip Kewarisan hanya karena kematian, bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan sebuah kewarisan, berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal. 2. Status gaji pensiun janda/duda dalam peraturan yang berlaku di Indonesia Menurut peraturan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 menyatakan bahwa pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap PNS yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Pensiun janda atau duda, yang berhak atas pensiun itu adalah isteri (isteri-isteri) PNS pria, atau suami PNS wanita yang meninggal dunia/ tewas, atau penerima pensiun pegawai negeri yang meninggal dunia dan mereka sebelumnya sudah terdaftar sebagai isteri/ suami sah PNS yang bersangkutan dan apabila PNS atau penerima pensiun meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami lagi yang berhak menerima
64
pensiun janda atau duda maka Pensiun janda diberikan kepada anak/anakanaknya, anak-anak sebagai mana dimaksud ialah anak yang pada waktu PNS atau penerima pensiun pegawai meninggal dunia, anak berusia kurang dari 25 tahun atau tidak mempunyai penghasilan sendiri atau belum menikah / belum pernah menikah. Peraturan ini tercantum dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. 3. Status gaji pensiun janda/duda menurut pemikiran ulama’ NU kota Salatiga dan kabupaten Semarang. Dari lima tokoh Ulama’ NU kota Salatiga dan kab. Semarang ada tiga tokoh ulama yaitu: 1. KH. Sonwasi Ridwan, 2. KH. Makmun Al hafid, 3. KH. Tadzkir Mansur yang berpendapat bahwa harta pensiun bukan merupakan tirkah. Sedangkan satu dari lima tokoh tersebut yaitu KH. Saifudin Zuhri yang berpendapat bahwa harta pensiun merupakan tirkah. dan yang terakhir KH. Mahfud Ridwan berpendapat bahwa harta pensiun merupakan harta tirkah yang semu.
B. Saran Berkaitan dengan penyusunan skripsi ini maka penulis menyampaikan saran-saran kepada seluruh pembaca bahwa hukum waris islam sangatlah penting untuk dipelajari dan dipakai dalam kehidupan mengingat akan lebih banyak munculnya persoalan-persoalan waris yang mungkin sukar ditemukan solusinya bahkan bisa menjadikan persengketaan dalam pembagian harta waris. Mengingat harta adalah sesuatu hal yang paling rentan terjadi
65
permasalahan bahkan bisa menjadi konflik keluarga. Maka
hukum waris
islam memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan persengketaan tersebut. Dan beberapa pihak yang terlibat dalam pembelajaran dikampus STAIN Salatiga. 1. Mahasiswa STAIN Salatiga yang sempat membaca skripsi ini a. Selama berproses pendidikan sebagai mahasiswa hendaknya senantiasa punya
kepedulian
terhadap
semua
fenomena
yang
terjadi
disekelilingnya. b. Menyadari bahwa lembaga STAIN salatiga ini juga milik mahasiswa, karena mahasiswa salah satu civitas akademik. 2. Dosen STAIN Salatiga a. Meberdayakan potensi yang dimilki mahasiswa b. Proses belajar mengajar dikelas dijadikan ruang untuk berdialektika dengan mahasiswa. c. Dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya dialog partisipatoris. d. Mendidik manusia merdeka dengan jiwa yang merdeka. 3. Lembaga STAIN Salatiga a. Berorientasi pada proses dan hasil secara maksimal b. Memberi
kesempatan
kepada
mahasiswa
untuk
meningkatkan
kreatifitas sesuai potensi yang dimilki. c. Membangun pola hubungan yang sinergis antar civitas akademika. d. Menformasikan kurikulum sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
Daftar Pustaka Abdullah, Abi. Sunan Ibnu Majah. Tanpa kota penerbit: Athibaah Wannasr Watu Ireng Ahkamul Fuqaha Solusi problematika aktual hukum islam, keputusan muktamar konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur cet.3 2007 Ash-shabuni, Muhammad Ali. 1995. Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta _________________ 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta Basyir, Azhar H. Ahmad. 1995. Hukum Waris Islam. Yogyakarta: UII Press Budiono, A. Rachmad. 1999. Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Depag RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha Putra Fajri, Em Zul, & Ratu Aprilia Senja. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Dofa publiser http://alifauzan.web.id/pensiun-pns.html. diunduh pada tanggal 16 Mei 2012. Ibnu Majah, kitab faraid. Juz 3 hal 908, hadist no 2719, Athibaah Wannasr. Watu Ireng.
Ramulyono, M. Idris. 1994. Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw). Bandung: Sinar Grafika. Rofiq, Ahmad. 1998. Fiqih Mawaris, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Soekanto, Soerjono, & Sri Namudji. 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Rajawali Press. Soekanto, Soerjono. 1999. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rajawali Press Syatha, Bakar Abi. 1300 H. I’anatut Thalibin Juz Tsani. Bairut: Darul Kitab Al Alamiyah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang pensiun pegawai dan pensiun janda/duda pegawai. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 jo. Tentang pokok-pokok kepegawaian. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Wahid, Muhibbin. 2009. Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.