Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una Antara Harapan dan Kenyataan tentang Kesehatan
Mochamad Setyo Pramono Fx. Sri Sadewo Apriliana Lailatul Maghfiroh Diana Novianti
PENERBIT PT KANISIUS
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una, Antara Harapan dan Kenyataan tentang Kesehatan 1015003055 © 2015 - PT Kanisius
Penerbit PT Kanisius (Anggota IKAPI) Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIA Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIA Telepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349 E-mail :
[email protected] Website : www.kanisiusmedia.com
Cetakan ke- Tahun
3 17
2 16
1 15
Editor : Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH Dr. Trihono, M.Sc Dr. Semiarto Aji Purwanto Atmarita, MPH., Dr.PH Desainer isi : Oktavianus Desainer sampul : Agung Dwi Laksono
ISBN
978-979-21-4415-4
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Dicetak oleh PT Kanisius Yogyakarta
DEWAN EDITOR Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia di Jakarta. Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada International Development Research Centre, Ottawa, Canada, atas dukungan finansial yang diberikan untuk kegiatan pengembangan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 dan studi kasus kualitatif gambaran peningkatan dan penurunan IPKM di Sembilan Kabupaten/Kota di Indonesia. “This work was carried out with the aid of a grant from the International Development Research Centre, Ottawa, Canada.”
iv
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya, Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi, Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara) di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan Kesehatan Masyarakat. Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya. Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal kepada tim penulis buku, International Development Research
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
v
Center (IDRC) Ottawa, Canada, peneliti Badan Litbangkes, para pakar di bidang kesehatan, serta semua pihak yang telah berpartisipasi dalam studi kualitatif dan penulisan buku ini. Kami sampaikan juga penghargaan yang tinggi kepada semua pihak di daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Desa baik di sektor kesehatan maupun non-kesehatan serta anggota masyarakat, yang telah berpartisipasi aktif dalam studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dari penyusunan buku ini, untuk itu akan menerima secara terbuka masukan dan saran yang dapat menjadikan buku ini lebih baik. Kami berharap buku ini selanjutnya dapat bermanfaat bagi upaya peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Billahittaufiqwalhidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Jakarta, Juli 2015 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP (K)., MARS., DTM&H., DTCE.
vi
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................... KATA PENGANTAR................................................................... DAFTAR ISI .......................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................ DAFTAR GAMBAR................................................................... Bab I Pendahuluan.............................................................. 1.1 Latar Belakang................................................... 1.2 Daerah Bermasalah Kesehatan......................... 1.3 Metode Penelitian.............................................
iv v vii x xii 1 1 4 11
Bab 2 Selayang Pandang Tojo Una-Una............................... 2.1 Dari Pantai yang Indah ke Bukit yang Menjulang................................................. 2.2 Potensi Daerah: Perkebunan dan Laut.............. 2.3 Kemiskinan, Kekayaan Alam Hanya Modal, Selebihnya......................................................... 2.4 Membangun Pendidikan, Pintu Mensejahterakan Masyarakat...........................
15
Bab 3 Gizi Buruk, Sebuah Malapetaka untuk Keberhasilan Pembangunan...................................... 3.1 Gizi Buruk: Akar dari Masalah Kesehatan Anak. 3.2 Berjuang Memenuhi Target Satu Desa Satu Bidan Desa........................................................ 3.3 Posyandu, Membentuk Kader yang Partisipatif.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
15 21 29 31
41 41 44 56
vii
3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9
Sweeping di Tengah Keputusasaan................... Mencari Ahli Gizi Untuk Semua Wilayah........... Bergantung pada Rezeki Setiap Hari................. Membiarkan Pernikahan di Bawah Umur daripada “Sambal Parang”................................ Pendamping PKH yang “Setengah Hati”............ Membiarkan Snack Mengganti Asupan Gizi......
Bab 4 Gangguan Mental, Muara dari Problematika Kehidupan............................................ 4.1 Lonjakan Kasus yang Tajam............................... 4.2 Upaya menjadi Program Prioritas..................... 4.3 Menyiapkan Tenaga Kesehatan Jiwa................. 4.4 Menjaring Pasien Menebar Harapan................ 4.5 Mencari Obat Mencari Kesembuhan................ 4.6 Mulai dari Problem Ekonomi, . ......................... hingga Rumah Tangga....................................... 4.7 Nenek H: Sakit Kepala yang tak Kunjung Hilang 4.8 Mama A: Sudah Jatuh tertimpa Jejaka Tua yang Miskin................................................. 4.9 Tante JB: Kecemasan karena Miskin.................. 4.10 TPKJM yang Jalan di Tempat............................. Bab 5 Pneumonia, Pembunuh Anak yang Terlupakan......... 5.1 Meningkat Tak Terduga..................................... 5.2 Rokok, Bahaya yang Tak Disadari...................... 5.3 “Tradisi” Merokok: Dari Camat hingga Tenaga Kesehatan............................................. 5.4 Berjuang Mematikan Api Rokok........................
viii
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
63 70 73 78 85 89
101 101 103 106 108 112 115 115 119 122 126 129 133 136 138 139 141
5.5 Melatih Tenaga Kesehatan Peka Pneumonia.... 144 5.6 Masyarakat: Pneumonia Sekedar Batuk dan Sesak Nafas................................................ 146 Bab 6
Penutup..................................................................... 6.1 Kemiskinan yang Membelenggu....................... 6.2 Jalan Panjang Petani Mandiri Ekonomi............. 6.3 Peran Perangkat Desa....................................... 6.4 Memanfaatkan Pihak Luar................................ 6.5 Upaya Manajemen Dinas Kesehatan................. 6.6 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi.............
153 153 156 162 163 167 171
DAFTAR PUSTKA..................................................................... 179 Index .......................................................................... 181
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tabel 1.2. Tabel 1.3. Tabel 1.4. Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4.
x
Rerata IPKM 2007 dan Penduduk Miskin 2007. IPKM Kabupaten di Sulawesi Tengah 2007 dan 2013.................................................. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun2009-2013......................... Jumlah Penderita Penyakit menurut Jenis Penyakit di Kabupaten Tojo Una-Una dalam 5 (lima) Tahun Terakhir (2009-2013) ................ Kondisi Pendidikan di Kabupaten Tojo Una-Una 2013............................................ Jumlah Peserta dan Lulusan menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Tojo Una-Una 2012 dan 2013........................................................... Perbandingan Indikator Gizi Balita Hasil Riskesdas 2007 dan 2013 Kabupaten Tojo Una-una..................................................... Jumlah Dokter, Bidan dan Perawat berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Tojo Una-Una tahun 2013................................. Matriks Kategori Bidan di Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2015................................. Jumlah Posyandu menurut Strata, Kecamatan dan Puskesmas Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2013........................................................
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
5 6 8
10 33
34
42
46 55
61
Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.11. Tabel 6.1 Tabel 6.2 Tabel 6.3
Jumlah Anak 0-23 bulan Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013............... 64 Jumlah Bayi dan Imunisasi Lengkap Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013............... 69 Jumlah Tenaga Gizi se-Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013................................. 71 Angka Perkawinan dan Perceraian menurut Kecamatan di Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2009 s/d 2013......................................... 80 Jumlah Penerima PKH Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2014................................. 86 Jumlah Balita di bawah Garis Merah Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013............... 90 Jumlah Balita Gizi Buruk yang Tertangani Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2014............... 93 Matriks Kategori Anak Balita BGM di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2015........... 99 Matriks Permasalahan Gizi Buruk Balita dalam Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una.................................................... 171 Matriks Permasalahan Gangguan Mental dalam Pembangunan KesehatanKabupaten Tojo Una-Una . .................................................. 173 Matriks Permasalahan Pneumonia dalam Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una.................................................... 176
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Tojo Una-Una........................ Gambar 2.2. Moda Transportasi Darat untuk menuju/dari Kota Palu, Kabupaten Poso dan Banggai. (Dokumentasi Peneliti) ............. Gambar 2.3. Moda Transportasi Laut untuk menuju/dari Kepulauan Togean (Dokumentasi Peneliti) .... Gambar 2.4 Kantor Bupati di Kabupaten Tojo Una-Una..... Gambar 2.5 Jagung produk andalan Tojo Una-Una............ Gambar 2.6 Cengkeh dan Durian, Contoh Hasil Perkebunan Rakyat......................................... Gambar 2.7 Kopra dalam karung sudah siap angkut di Pelabuhan Desa Tongkabo ............................. Gambar 2.8 Potensi wisata bahari Tojo Una-Una............... Gambar 2.9 Keindahan Terumbu Karang sebagai Potensi Wisata Bahari . ............................................... Gambar 2.10 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulteng Tahun 2007 dan 2011.......... Gambar 3.1. Rehab Puskesmas Pembantu Molowagu, Kecamatan Batudaka, Kepulauan Togean ...... Gambar 3.2. Pembangunan Puskesmas Dataran Bulan....... Gambar 3.3. Perkampungan Nelayan di Desa Tangkabo, Kepulauan Togean . ........................................ Gambar 3.4. Perkampungan Nelayan di Desa Labuhan, Kecamatan Ampana Kota . ............................. Gambar 3.5. Diagram Kunjungan KN1 dan KN3..................
xii
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
16
18 20 21 22 23 24 27 28 30 47 48 58 58 65
Gambar 3.6. Puskesmas Keliling di Wilayah Kepulauan: Tetap bersahaja, meski harus berhari-hari dari speedboat ke sampan ............................. Gambar 3.7. Imunisasi dalam Puskesmas Keliling di Desa Milok, bulan Februari 2013 ............... Gambar 3.8. Keadaan Rumah Anak Balita I ........................ Gambar 3.9. Rumah Keluarga Bp. AL di Desa Popolii.......... Gambar 3.10. KK dengan tahun, tanggal lahir dari perkiraan Gambar 3.11. Anak-anak Balita BGM di Kabupaten Tojo Una-una ............................................... Gambar 4.1 Prevalensi Gangguan Mental Tahun 2013...... Gambar 4.2 Prevalensi Gangguan Mental Tahun 2007 dan 2013................................................ Gambar 4.3 Poster tentang Gangguan Jiwa di Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Ampana Barat................................................. Gambar4.4 Dokter Soraya, M.Kes.Sp.KJ di Ruang Kerjanya........................................... Gambar 4.5 Jumlah Kasus Gangguan Mental di Puskesmas Ampana Barat .......................... Gambar 5.6 Rumah Nenek H tampak depan ..................... Gambar 5.7 Tempat Tinggal Nenek H ................................ Gambar 4.9 Rumah Mama A ............................................. Gambar 4.10 Mama A dan anaknya .................................... Gambar 4.11 Rumah Tante JB ............................................. Gambar 4.12 Tante JB dan kebunnya .................................. Gambar 5.5 Plang TPKJM bersebelahan dengan Plang Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una . ........ Gambar 5.1. Anak VA (alm.) penderita pneumonia............
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
66 67 74 75 82 96 101 103
110 113 118 120 120 124 125 127 127 129 135
xiii
Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 6.1 Gambar6.2
xiv
Prevalensi Pneumonia Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007 dan 2013 ........................ Prevalensi ISPA Balita Provinsi Sulawesi Tengah 2013 . .................................. Prevalensi Perokok Tahun 2013...................... RM Penderita Pneumonia . ............................ Kondisi kamar dan dapur di Rumah RM......... Jagung Produk Andalan Tojo Una-Una............ SudutSalah Satu Pantai di Tojo Una-Una........
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
137 138 140 148 149 165 166
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Kualitas kesehatan yang tinggi merupakan tujuan dari pem bangunan nasional. Kualitas kesehatan merupakan dasar mem bangun kualitas sumber daya manusia. Hal itu tidak saja menjadi tujuan pemerintah saat ini, tetapi juga telah dilakukan pada pemerintah sebelumnya. Pada masa pemerintahan Soekarno (1945-1967) dapat dibaca dalam program kerja masing-masing kabinet, sedangkan pada pemerintahan Soeharto (1967-1998), rancangan pembangunan dapat dicermati dalam GBHN (Garisgaris Besar Haluan Negara).1 Kualitas kesehatan ini menjadi salah satu tolok ukur pem bangunan manusia oleh UNDP (United Nation Development Programme), salah satu organisasi di bawah naungan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). UNDP mengeluarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).2 IPM merupakan salah satu ukuran yang sering digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan sumber 1 Pada era pemerintahan Soekarno, tahun 1951dicetuskan pertama kali dalam Bandung Plan, yaitu pemikiran untuk mengintegrasikan berbagai institusi dan upaya kesehatan seperti Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, dan lain-lain, di bawah satu pimpinan agar lebih efektif dan efisien (Firdaus, 2012). Program ini diimplementasikan pada masa pemerintahan Soeharto dengan membangun Puskesmas yang diikuti dengan penyediaan tenaga medik, mulai dari bidan, perawat hingga dokter. 2 Dalam bahasa Inggris diistilahkan Human Development Index (HDI). Dapat dicermati dalam http://hdr.undp.org/en/data. Indeks ini di-launching pada tahun 1990 dengan menggunakan konsep Mahbub Ul Hag.
1
daya manusia. Terdapat tiga indikator dalam IPM yaitu pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Indikator kesehatan pada IPM diukur dari angka harapan hidup waktu lahir.3 Ukuran angka harapan hidup tidak sepenuhnya bisa diterima sebagai ukuran dimensi kesehatan dalam pembangunan, karena angka harapan hidup hanya merupakan salah satu output dari pembangunan kesehatan. Terdapat aspek-aspek lain yang belum diukur. Menyadari tentang hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) mengembangkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Sejarah IPKM diawali dari adanya Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang dilakukan Balitbangkes. Oleh karena itu, data Riskesdas menjadi sumber utama dalam penyusunan IPKM, ditunjang dengan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Potensi Desa (Podes).4 Riskesdas telah dilakukan tiga kali, yaitu pada tahun 2007, 2010, dan 2013. Riskesdas 2007 dan 2013 dilakukan untuk menghasilkan estimasi prevalensi dan proporsi hingga level kabupaten/kota, sedangkan Riskesdas tahun 2010 dilakukan untuk menghasilkan ukuran pada level provinsi, dan dibatasi pada indikator MDGs. Oleh karena itu, IPKM yang merupakan gambaran pembangunan kesehatan kabupaten/kota baru dihitung juga dua kali, yaitu tahun 2007 dan 2013. 3 Ada perubahan pengukuran angka harapan hidup antara tahun 1990 dan paska 2010. Ukuran paska 2010 berdasarkan pendapat Amartya Sen. Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Human_Development_Index. 4 Riskesdas ini merupakan penelitian kesehatan dasar yang dilakukan oleh Balitbang Kesehatan dengan mengambil sampel ratusan ribu RT dan dilakukan secara berkala setiap kurang lebih 5 tahun sekali, mulai dari 2007 dengan 258.284 RT dan terakhir 2013 dengan jumlah 294.959 RT (Balitbangkes, 2008, 2013). Tahun 2010, riset ini dilakukan untuk mencermati ketercapaian program MDGs di Indonesia (Balitbangkes, 2010).
2
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
IPKM ini dirumuskan berdasarkan indikator komposit dari berbagai indikator berbasis komunitas. IPKM 2013 merupakan pengembangkan dari IPKM 2007. IPKM 2007 ditentukan ber dasarkan 24 indikator, sedangkan pada IPKM 2013 menjadi 30 indikator. Berdasarkan kajian khusus, dilakukan penyempurnaan IPKM dengan melakukan pengurangan indikator, dan indikator yang mengalami penyempurnaan dalam definisi operasional. Pada IPKM 2013, 30 indikator dikelompokkan menjadi 7 subindeks, yaitu: (1) kesehatan balita, (2) kesehatan reproduksi, (3) pelayanan kesehatan, (4) perilaku, (5) penyakit tidak menular, (6) penyakit menular, dan (7) kesehatan lingkungan. Masing-masing kelompok ini dapat dilihat skor sub indeksnya (Balitbangkes, 2014, p. 35). Berdasarkan skor IPKM, pemerintah dalam hal ini Kemen terian Kesehatan dapat menentukan peringkat kabupaten/ kota terkait dengan pembangunan kesehatan. Hasilnya juga bermanfaat untuk advokasi dalam memacu peningkatan pem bangunan kesehatan. Caranya, para pengambil kebijakan men cermati nilai dari masing-masing indikator. Dari nilai tersebut, mereka dapat membuat skala prioritas pembangunan kesehatan. Konsekuensinya, penentuan skala prioritas itu berpengaruh pada alokasi dan dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) dan dari provinsi ke kabupaten/kota (Balitbangkes, 2010, p. 15). Hasil pengembangan IPKM ini menjadi semakin menarik tatkala mampu mengkategorikan keberhasilan pembangunan kesehatan, berikut aspek-aspek yang menjadi daya ungkit dan atau sebaliknya memerlukan prioritas perbaikan. IPKM 2007 meng hasilkan perangkingan yang menarik untuk dicermati. Pertama,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
3
kabupaten/kota di rangking 1-20 lebih banyak berasal dari Pulau Jawa dengan rangking tertinggi berada di tangan Kota Magelang. Selebihnya, kabupaten/kota berasal dari Pulau Bali dan Sumatera. Kedua, tujuh kabupaten Provinsi Papua termasuk di dalam 20 rangking terbawah, Kabupaten Pegunungan Bintang menduduki rangking terendah (440). Sisanya berasal dari berbagai provinsi, antara lain: Mandailing Natal, Nias dan Nias Selatan (Provinsi Sumatera Utara), Sumba Timur, Manggarai Barat dan Manggarai (Provinsi Nusa Tenggara Timur), Mamasa (Provinsi Sulawesi Barat), Janeponto (Provinsi Sulawesi Selatan), Murung Raya (Provinsi Kalimantan Tengah). Gayo Lues (Provinsi Aceh), dan Sampang (Provinsi Jawa Timur). Ketiga, ada dugaan indeks tersebut terkait kemiskinan. Artinya, tingkat kemiskinan turut berpengaruh pada IPKM (Balitbangkes, 2010).
1.2 Daerah Bermasalah Kesehatan Mendasari hasil IPKM tahun 2007, Balitbangkes mengka tegorikan kabupaten/kota menjadi daerah bermasalah kesehatan dan tidak bermasalah kesehatan (Balitbangkes, 2010). Daerah bermasalah kesehatan (DBK) ditentukan oleh hasil IPKM-nya yang kurang dari rerata. Status DBK ini juga mempertimbangkan besar proporsi penduduk miskin di daerah tersebut, berdasarkan data Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Daerah dikatakan miskin jika jumlah penduduk miskin di atas ratarata nasional. Berdasarkan data tersebut, Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 mengembangkan program penanggulangan daerah bermasalah kesehatan (PDBK). Daerah yang menjadi fokus penanganan PDBK adalah provinsi yang memiliki 50 persen lebih kabupaten/kota-nya merupakan derah bermasalah kesehatan (Kemenkes, 2010, p. 4).
4
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Tabel 1.1. Rerata IPKM 2007 dan Penduduk Miskin 2007 Rerata IPKM Sebaran
Kabupaten
Kota
Kabupaten + Kota
Rerata IPKM
0,482541
0,608678
0,508629
Simpang baku
0,083391
0,047058
0,092642
Nilai IPKM terendah
0,247059
0,467303
0,247059
Nilai IPKM tertinggi
0,706451
0,708959
0,708959
Rerata Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Rerata Persentase Penduduk Miskin Kota Rerata Persentase Penduduk Miskin Nasional
21,01 8,66 16,58
Sumber: Kemenkes, 2010, p. 8; BPS, 2007.
Dalam buku pedomannya disebutkan PDBK bertujuan mem percepat peningkatan skor IPKM di kabupaten/kota DBK, dengan kata lain diharapkan terjadi peningkatan derajat kesehatan dan mengurangi kesenjangan antardaerah. Program PDBK juga akan meningkatkan kinerja sistem kesehatan DBK, sekaligus mem peroleh model pendampingan dan model pemecahan masalah yang spesifik untuk peningkatan IPKM di DBK. Dalam program tersebut, setiap kabupaten yang dipilih didampingi oleh tim yang terdiri dari unsur pusat (Kemenkes), provinsi (Dinas Kesehatan Provinsi) maupun kabupaten/kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota) dalam rangka menguatkan struktur dan tugas-fungsi dari sistem kesehatan(Kemenkes, 2010, p. 5). Salah satu provinsi yang memperoleh program PDBK dari Kementerian Kesehatan adalah Sulawesi Tengah (Sulteng). Hal ini dikarenakan delapan (8) dari 10 kabupaten/kota di Provinsi Sulteng tahun 2007, nilai IPKM di bawah rata-rata nasional. Hanya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
5
dua kabupaten yang nilai IPKM di atas rata-rata yaitu Kabupaten Morowali dan Poso (bandingkan tabel 1.1. dan 1.2). Keadaan itu sudah barang tentu menunjukkan kualitas pembangunan kesehatan yang belum maksimal. Tabel 1.2. IPKM Kabupaten di Sulawesi Tengah 2007 dan 2013
1.
Kab Banggai Kepulauan
RankIPKM IPKM 2007 2007 330 0.4433
2.
Kab Banggai
265
0.4775
318
0.5066
3.
Kab Morowali
239
0.4950
277
0.5216
4.
Kab Poso
142
0.5554
246
0.5317
5.
Kab Donggala
337
0.4410
415
0.4644
6.
Kab Toli-toli
387
0.4015
461
0.4255
7.
Kab Buol
392
0.3924
242
0.5336
8.
Kab Parigi Moutong
320
0.4470
453
0.4359
9.
Kab Tojo Una-Una
295
0.4632
480
0.3862
10.
Kab Sigi
-
-
348
0.4936
11.
Kota Palu
193
0.5241
56
0.6091
No.
Kabupaten/Kota
Rerata Provinsi
RankIPKM 2013 447
0.4408
0.4640
IPKM 2013
0.4863
Sumber:(Balitbangkes, 2014)
Dengan kondisi bermasalah kesehatan dan miskin, maka kabupaten dengan IPKM di bawah rata-rata, memperoleh pen dampingan dalam program PDBK dari Kemenkes RI. Setelah melalui proses pendampingan yang panjang bersama dengan kabupaten/kota yang bermasalah lain di Indonesia, Kementerian Kesehatan perlu juga mencermati hasil yang diperoleh. Ukuran keberhasilan tersebut dapat dilihat dari hasil Riskesdas tahun 2013.
6
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 dan Podes 2011, Balitbangkes kembali menyusun IPKM untuk tahun 2013. Rerata nilai IPKM 2013 untuk Provinsi Sulteng adalah 0,4863. Nilai rerata ini sedikit ada peningkatan dibandingkan tahun 2007 yang sebesar 0,4640 (Tabel 1.2). Dengan kata lain nilai IPKM di banyak kabupaten/kota di Provinsi Sulteng meng alami peningkatan, namun demikian secara peringkat terjadi penurunan. Kondisi ini menggambarkan bahwa kabupaten/kota lain di Indonesia juga mengalami peningkatan nilai IPKM. Sehingga peningkatan nilai IPKM di kabupaten/kota di Provinsi Sulteng tidak secara otomatis berdampak pada naiknya peringkat karena yang terjadi justru penurunan, sebagai akibat perubahan nilai IPKMdI kabupaten/kota lain di Indonesia. Selain itu, terjadi pemekaran kabupaten/kota di Indonesia dari 440 (tahun 2007) menjadi 497 (tahun 2013). Kondisi ini turut mempengaruhi perubahan nilai IPKM pada tahun 2007 dan 2013. Misalnya Kabupaten Sigi, pada tahun 2007 belum menjadi kabupaten (belum ada) sehingga nilai IPKM tidak muncul. Pada tahun 2013, Kabupaten Sigi berada pada peringkat 348. Dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Sulteng (sebelumnya 10 karena Sigi adalah kabupaten baru), terdapat empat kabupaten yang nilai IPKM-nya menurun, yaitu Banggai Kepulauan, Poso, Parigi Moutong, dan Tojo Una-Una. Dari empat kabupaten tersebut, Tojo Una-Una mengalami penurunan IPKM yang paling banyak yaitu sebesar 0,0770 (padahal telah mengikuti program PDBK dari Kemenkes). Terdapat enam kabupaten/kota yang mengalami peningkatan nilai IPKM walaupun peringkatnya tidak otomatis ikut naik. Dari enam kabupaten/kota tersebut, Kabupaten Buol dan Kota Palu merupakan satu-satunya daerah
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
7
di Provinsi Sulteng yang disamping terjadi peningkatan nilai, juga mengalami peningkatan peringkat IPKM. Kondisi semacam ini tidak berarti pemerintah daerah tidak berusaha memperbaiki status kesehatan masyarakatnya. Peme rintah Kabupaten Tojo Una-Una yang menjadi lokasi penelitian ini misalnya telah berjuang dengan diawali dengan memperbaiki fasilitas dan pemenuhan tenaga kesehatan. Fasilitas kesehatan, khususnya pembangunan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, memang berkembang dengan percepatan yang tidak signifikan, karena setiap tahun Puskesmas pembantu bertambah satu. Hal itu berbeda dengan tenaga kesehatan yang berkembang pesat. Dokter umum bertambah 50% dalam lima tahun, sedangkan bidan perawat hampir dua kali lipat dalam lima tahun (lihat tabel 1.3). Tabel 1.3. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tojo UnaUna Tahun2009-2013 Kriteria
2009
2010
2011
2012
Kecamatan
9
9
9
9
9
RSUD
1
1
1
1
1
1
Puskesmas )
12
13
13
13
13
Puskesmas Pembantu
42
46
46
45
46
Dokter Spesialis
3
2
3
2
4
Dokter Umum2)
19
22
19
22
28
Dokter Gigi
1
3
3
2
4
Bidan
104
102
99
102
191
154
235
247
162
291
5
15
15
11
15
10
25
26
33
40
Perawat Tenaga Gizi
3)
Tenaga Farmasi
Sumber:Bappeda Kabupaten Tojo Una-Una, 2009; 2011, 2014a dan 2014b.
8
2013
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Keterangan: 1. Terdapat 4 kecamatan yang memiliki 2 Puskesmas Induk, yaitu: Tojo Barat, Ampana Tete, Ampana Barat, dan Walea Kepulauan 2. Hampir semua menetap pada sejumlah kecamatan daratan. 3. Tidak merata, hanya ada di 3 kecamatan.
Membangun fasilitas kesehatan dan menyiapkan SDM di Kabupaten Tojo Una-Una harus diakui bukan hal yang mudah. Sebagai kabupaten yang baru berdiri 12 tahun yang lalu dengan jumlah penduduk 137.880 (BPS 2014) tentu berpengaruh pada sumber daya manusia dalam birokrasi dan pendapatan asli daerah. Kondisi semacam itu berdampak pada terbatasnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan jumlah tenaga dan fasilitas kesehatan. Bila mencermati Tabel 1.4, pembangunan kesehatan Kabu paten Tojo Una-Una telah berhasil menekan sejumlah penyakit yang memiliki prevalensi tinggi pada lima tahun sebelumnya. Penyakit pernapasan dan sejenisnya mengalami penurunan, begitu pula penyakit malaria yang memiliki risiko kematian. Meskipun demikian, penyakit-penyakit ini tidak memiliki kontribusi yang kuat bagi peningkatan angka IPKM. Sebaliknya, penyakit hipertensi dan gangguan jiwa yang justru naik itu menjadi indikator dari IPKM. Penderitanya dari semula berjumlah 42 orang pada tahun 2009 menjadi 2.300 pada tahun 2013. Mencermati hal-hal semacam ini, Balitbangkes memutuskan untuk menggali lebih dalam permasalahan di balik fluktuasi hasil IPKM 2013 bila dibandingkan IPKM 2007. Kabupaten Tojo UnaUna yang menjadi lokasi penelitian termasuk DBK dan miskin (berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) BPS tahun 2007) yang memperoleh program pendampingan dari pusat (PDBK), namun pada tahun 2013 mengalami penurunan nilai IPKM. Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
9
Tabel 1.4. Jumlah Penderita Penyakit menurut Jenis Penyakit di Kabupaten Tojo Una-Una dalam 5 (lima) Tahun Terakhir (2009-2013) Penyakit 1. TBC 2. Disentri 3. Thypus 4. Cholera/Diare 5. Pencernaan 6. Syphilis 7. Kelamin 8. Kulit 9. Kurang Vitamin 10. Batuk Rejan 11. Lepra 12. Cacar Air 13. Campak 14. Gondok 15. Malaria 16. Cacingan 17. Jantung 18. Hipertensi 19. Mata 20. Kerancunan
2009 103 416 243 3.789 13 6.508 73 264 48 269 19 8 8.148 402 75 3.979 651 62
2010 253 382 623 4.496 8.366 20 6.353 74 164 6 516 12 12 10.266 557 208 5.868 1.640 -
2011 159 396 199 4.581 229 1 102 8.143 699 192 101 647 75 67 1.468 415 315 4.968 893 23
2012 507 862 354 5.802 287 1 582 11.434 123 178 45 1.031 74 27 898 805 199 9.024 2.571 35
2013 162 650 39 4.147 11.658 11 1.251 16.256 71 4 887 62 62 298 894 217 10.731 2.000 139
Makanan 21. Telinga 22. Bronchitis 23. Pernapasan 24. Lambung
579 1.048 13.914 4.717
1.055 1.717 12.658 6.739
860 1.000 25.315 7.419
1.868 1.469 36.583 10.471
2.193 1.937 1.983 11.411
(Gastritis) 25. Pneumonia 225 26. Penyakit Syaraf/ 42
191 378
169 132
154 123
185 2.300
Gangguan Jiwa 27. Gizi Buruk
-
-
58
48
-
Sumber : Bappeda Kabupaten Tojo Una-Una, 2010;2011,2012,2013, dan 2014a.
10
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
1.3 Metode Penelitian Buku ini merupakan hasil penelitian dari pendalaman IPKM 2013 dengan studi kasus di Kabupaten Tojo Una-Una Sulawesi Tengah. IPKM 2013 bersumber dari Riskesdas 2013 dan Podes 2011, keduanya merupakan penelitian kuantitatif yang mencoba menangkap fenomena kesehatan dasar masyarakat dan potensi desa. Riskesdas 2013 menggunakan dasar pemikiran HL Blum5 tentang kesehatan masyarakat, yang bila hasilnya dihubungkan satu per satu dengan kondisi objektif individu dan keluarga, maka akan tampak peran kondisi objektif tersebut. Sementara itu, penelitian Podes 2011 merekam dengan baik fasilitas dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Penelitian ini bersifat evaluatif lanjutan terhadap peren canaan pembangunan kesehatan dan implementasinya. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini menggunakan metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Hal itu sesuai dengan pemikiran Creswell (2009). Penggunaan metode kualitatif sebagai lanjutan dari metode kuantitatif dapat menghasilkan pandangan advokatif pada penggunanya (Creswell, 2009). Hal semacam ini diharapkan dari penelitian lanjutan IPKM ini. Pen jelasan informan yang diperoleh secara jelas akan dianalisis, sehingga memberikan rekomendasi yang advokatif kepada peme rintah lokal. Untuk memperoleh rekomendasi yang advokatif sebagai produk akhir dari penelitian, informan dipilih secara bertujuan 5 Dr. Henrik L. Blum atau yang lebih di kenal dengan nama HL Blum adalah seorang profesor emeritus administrasi kesehatan dan perencanaan di University of California, Berkeley, dan pelopor dalam reformasi perawatan kesehatan. Menurut Blum terdapat 4 faktor yang berperan dalam menentukan tingkat atau derajat kesehatan suatu masyarakat, yaitu: (1) Perilaku, (2) Kesehatan Lingkungan, (3) Pelayanan Kesehatan dan (4) Genetika.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
11
(purposive) dan mengalir hingga mengalami kesejenuhan pengetahuan (snowball). Informan yang bertujuan itu adalah mereka yang terlibat dalam pengambil kebijakan dan pelaku pembangunan kesehatan, seperti: Kepala Dinas Kesehatan (KaDinkes) berikut stafnya yang terkait, Kepala Puskesmas (Ka Pus) berikut stafnya dan pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten yang terkait. SKPD yang dimaksud adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten, Badan Ketahanan Pangan dan/atau Dinas Pertanian, Dinas Sosial, dan Dinas Pendidikan. Bappeda terlibat dalam perencanaan dan penentuan skala prioritas pembangunan kabupaten. Sedangkan dengan Kepala Dinas Sosial atau stafnya akan berhubungan dengan masalahmasalah kemiskinan. Mengingat kondisi geografis Kabupaten Tojo Una-Una yang terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan, maka informasi tentang pembangunan kesehatan harus mewakili kedua wilayah tersebut. Untuk itu, pemilihan lokasi untuk pendalaman masalah pada Puskesmas di Kecamatan Ampana mewakili wilayah daratan, dan Puskesmas di Kepulauan Walea untuk kepulauan. Pembagian ini menjadi penting karena karakteristik geografis berpengaruh pada akses kesehatan, baik yang terkait dengan penyediaan tenaga kesehatan maupun masyarakat yang akan menggunakannya. Informasi diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara mendalam. Pedoman wawancara mendalam didispkan sebagai awal untuk masuk ke dalam topik-topik yang inti. Pedoman ini telah diturunkan dari fokus penelitian (rumusan dan tujuan penelitian). Selain teknik wawancara mendalam, pengamatan juga menjadi kunci untuk memperoleh gambaran pelaksanaan
12
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
pembangunan kesehatan. Dalam pengamatan, tim menggunakan alat bantu kamera, baik dari handphone maupun kamera digital. Dalam rangka memperoleh pengayaan dan sekaligus tri angulasi, peneliti mengembangkan diskusi kelompok terfokus. Ada beberapa syarat diskusi kelompok terfokus, antara lain: kesetaraan posisi antaranggota diskusi dan jumlah anggota yang tidak lebih dari 10 orang, termasuk fasilitator. Hal-hal itu telah menjadi metode baku pada penelitian ini. Informasi yang diperoleh secara lengkap diolah dan dikla sifikasikan dengan mengikuti model Miles dan Huberman, dimulai dari penyajian data (data display), reduksi dan penarikan kesimpulan (Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, 1994). Dalam penyajian data, peneliti memaparkan fenomena pada masing-masing kasus. Hal itu kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan matriks dan menarik kesimpulan dari matriks tersebut.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
13
Bab 2
Selayang Pandang Tojo Una-Una
2.1 Dari Pantai yang Indah ke Bukit yang Menjulang Dari data BPS (2014), wilayah Kabupaten Tojo Una-Una terdiri atas wilayah daratan dan kepulauan dengan luas wilayah daratan 5.721,51 km2 (8,41 %) dan luas laut 3.566,21 km2, dengan panjang pantai + 951,115 km. Secara administrasi Kabupaten Tojo Una-Una terbagi atas sembilan kecamatan dengan lima kecamatan di daratan, yaitu Kecamatan Tojo Barat, Kecamatan Tojo, Kecamatan Ulubongka, Kecamatan Ampana Tete, Kecamatan Ampana Kota. Empat kecamatan lain merupakan kepulauan yang terdiri dari Kecamatan Una-Una, Kecamatan Togean, Kecamatan Walea Kepulauan, dan Kecamatan Walea Besar (BPS, 2014). Pada awal tahun 2015, sejumlah kecamatan dimekarkan. Kini, jumlahnya menjadi 11 kecamatan. Dua kecamatan berada di kepulauan Togean, yaitu Kecamatan Batudaka dan Kecamatan Talatako. Kecamatan Batudaka merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Una-una, sedangkan Kecamatan Talatako berasal dari Kecamatan Walea Kepulauan. Di wilayah daratan, Kecamatan Ratu Lindo berdiri sebagai hasil pemekaran Kecamatan Ampana Kota. Kabupaten Tojo Una–Una sebenarnya juga merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Poso. Kabupaten ini berdiri setelah konflik Poso tahun 2000-an. Kabupaten ini terletak di sebelah Timur dari Kabupaten Poso. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Banggai di sebelah Timur. Di Utara, kabupaten ini
15
berbatasan dengan Teluk Tomini (Provinsi Gorontalo). Di sebelah selatan, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Morowali dan Poso. Kabupaten Morowali juga merupakan pemekaran dari Kabupaten Poso. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada kordinat 0º 06’ 56” Lintang Selatan sampai 02º 01’41” Lintang Selatan dan 121º 05’ 25” Bujur Timur sampai 123º 06’ 17” Bujur Timur (BPS, 2014). Sebagai kabupaten yang baru berdiri tidak lebih dari satu dekade ini, jumlah penduduknya tidak terbilang besar, hanya 137.880 jiwa (70.762 jiwa laki-laki dan 67.118 jiwa perempuan). Walaupun begitu, kabupaten ini telah menjadi daya tarik bagi pendatang karena tingkat pertumbuhan penduduknya melebihi rata-rata nasional, yaitu 5,35 persen. Tingkat kepadatannya adalah 33 jiwa/km2(BPS, 2014).
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Tojo Una-Una
16
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Penduduk Tojo Una-Una berasal dari berbagai etnis. Pen duduk aslinya adalah suku Baree yang berada di wilayah pesisir dan kepulauan. Sementara itu, di pegunungan ada suku Taa Wana atau disingkat suku Taa. Di dalam sejarahnya suku Baree ini mengembangkan dua kerajaan, yaitu Tojo yang berada di wilayah perbatasan Kabupaten Poso dan Togean (Una-una) yang berada di kepulauan. Kedua keluarga kerajaan ini memiliki ikatan pertalian darah yang cukup kuat. Kerajaan ini memiliki relasi yang kuat dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, seperti dengan orangorang Kaili dan orang-orang Luwuk (Kabupaten Banggai). Pola semacam ini bisa dipahami karena Kabupaten Tojo Una-Una secara topografi juga memiliki perbukitan hingga di atas 500 meter berbatasan dengan wilayah Kabupaten Morowali. Di wilayah pantai yang datar, tepatnya wilayah Kecamatan Ampana Tete dan Kota merupakan wilayah permukiman. Sementara itu, semakin ke Selatan semakin berbukit-bukit dengan tingkat kemiringan hingga 400, bahkan terus naik hingga ke perbatasan Kabupaten Morowali yang mulai mendatar hingga wilayah pantai selatan. Selain suku Baree, sejumlah etnis pendatang juga bermukim di wilayah daratan yang berada di pesisir pantai. Orangorang Bugis datang melalui Kabupaten Poso dan Morowali, begitu pula dengan orang-orang Kaili dari Kabupaten Parigi Mountong (Parimo) dan Kota Palu. Sementara itu, selain Suku Taa Wana, orang-orang Jawa dan Bali membuka sawah dan perkebunan di lereng gunung. Kondisi yang kurang lebih serupa juga terjadi di wilayah kepulauan. Hanya sedikit pulau yang tidak berbukit, sebagian besar memiliki bukit, bahkan di Pulau Una-una terdapat gunung berapi yang pernah meletus pada tahun 1980-an. Di wilayah kepulauan,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
17
karena merupakan lintas jalan laut antara Sulawesi Tengah dan Gorontalo, maka terdapat sejumlah etnis dari Gorontalo dan Kabupaten Banggai (Luwuk). Mereka menetap sebagai nelayan dan petani. Selain itu, ada orang-orang Bajo yang membangun pemukiman.
Gambar 2.2. Moda Transportasi Darat untuk menuju/dari Kota Palu, Kabupaten Poso dan Banggai. (Dokumentasi Peneliti)
Menurut cerita Bapak Bupati H. Damsyik Djalajani, saat ini Kabupaten Tojo Una-Una relatif lebih mudah dicapai dari Palu atau Poso bila dibandingkan sebelum tahun 1980-an. Dulu, orang harus menempuh perjalanan laut ke Parigi Moutong selama satu hari satu malam, dan esok harinya dilanjutkan dengan moda tranport darat ke Palu selama 6 sampai 8 jam. Saat ini, dari catatan Dishub Sulteng (2013) jarak antara Palu dan Ampana (pusat Kabupaten Tojo Una-Una) adalah 377 km. Perjalanan darat
18
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
dengan moda transport darat6 menempuh waktu 10 jam. Empat jam pertama melalui jalan berliku-liku melintasi kebun teh (PaluParigi Moutong). Bila tidak tahan, penumpang disarankan minum obat anti mabuk. Bila menggunakan pesawat terbang, dari luar provinsi Sulteng ke Kabupaten Tojo Una-Una tidak saja melalui Palu, tetapi melalui Poso dan Luwuk (Kabupaten Banggai). Dari Poso, orang harus menempuh perjalanan selama 4-5 jam dengan sewa kendaraan. Pesawat terbang biasa mendarat sekitar jam 9 wak tu setempat. Bila ingin menggunakan jasa travel dari Palu, maka harus menunggu 5-6 jam. Kendaraan travel baru sampai di Poso pukul 14.00 s/d 15.00 WITA. Bila tidak harus singgah di Kota Palu, sebaiknya menggunakan pesawat terbang via Luwuk. Dari Kota Luwuk menuju Kabupaten Tojo Una-una, perjalanan ditempuh kurang lebih 4 jam lamanya. Saat ini, Pemda Kabupaten Tojo UnaUna sudah membangun lapangan terbang dengan landasan pacu yang terpajang se-Sulawesi Tengah. Landasan yang panjang ini direncanakan untuk pendaratan pesawat besar, salah satunya milik Maskapai Garuda. Lapangan terbang ini terletak di Kecamatan Ampana Tete. Menurut informasi, secara resmi akan beroperasi pada pertengahan tahun 2015.
6 Ada dua moda transport darat, yaitu bis dan travel. Selama perjalanan hanya terlihat satu kali saja. Hanya sampai di Poso. Kelebihannya, selain biaya murah, penumpang membawa sepeda motor. Sepeda motor diikat di atas atau di belakang bis. Dengan cara ini, penumpang bisa menggunakan di Palu dan menuju ke kampung asalnya dari tempat pemberhentian bis terakhir. Moda travel digunakan dengan tinggal memesan via telepon di hotel. Tarifnya jauh lebih mahal.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
19
Gambar 2.3. Moda Transportasi Laut untuk menuju/dari Kepulauan Togean (Dokumentasi Peneliti)
Moda transportasi lain yang menjadi andalan masyarakat adalah kapal. Kapal digunakan oleh penduduk bila ingin menuju wilayah Kepulauan Togean. Dari Kepulauan Togean, di Wakai (Kecamatan Una-Una) dan di Pasokan (Kecamatan Walea Besar) orang bisa menuju ke Gorontalo. Setelah dari Gorontalo, para turis biasanya naik pesawat terbang ke Manado untuk mengunjungi Bunaken. Kepulauan Togean telah menjadi salah satu daerah tujuan dalam wisata bahari. Dalam lima tahun terakhir ini, Pemkab mengadakan pem bangunan fisik dalam skala besar. Selain membangun bandara, Pemkab juga membangun kompleks perkantoran yang terletak di sebelah Selatan dari pusat keramaian Ampana Kota. Jaraknya kurang lebih 7 km. Pusat perkantoran itu terdiri dari kantor Bupati, kantor DPR, sejumlah kantor dinas hingga kantor Polresta.
20
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Bangunan kantor Bupati sangat besar dan indah seperti layaknya kantor gubernur di Pulau Jawa (lihat gambar 2.4).
Gambar 2.4 Kantor Bupati di Kabupaten Tojo Una-Una (Dokumentasi Peneliti)
2.2 Potensi Daerah: Perkebunan dan Laut Visi Kabupaten Tojo Una-Una terpampang jelas di gedung pemerintahan, disebutkan adalah “Terciptanya pembangunan Tojo Una-Una yang Merata dan Berkelanjutan Berbasis Agrobisnis dan Wisata Unggulan Menuju Masyarakat Madani”. Visi ini menggambarkan potensi daerah, di mana Tojo Una-una adalah daerah agraris, sektor petanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
21
Sektor pertanian penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB yaitu 43,75%.
Gambar 2.5 Jagung produk andalan Tojo Una-Una (Dokumentasi Wahana Visi Indonesia)
Produksi jagung merupakan komoditas penyumbang ter besar terhadap total produksi jagung di Sulawesi Tengah. Produksi jagung tahun 2013 sebanyak 47.807 ton, disusul kedelai sebesar 7.207 ton, sementara beras sebesar 7.001 ton. Baik jagung, kedelai, maupun beras produksi terbesar terdapat di Kecamatan Ampana Tete, terutama untuk kedelai (BPS, 2014). Kabupaten Tojo Una-Una memiliki kekayaan hayati yang beragam, mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan hingga hasil perkebunan. Lombok merupakan komoditas sayuran dengan total produksi terbesar 7.925 kw. Sedangkan buah-buahan, pisang,
22
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
merupakan produk andalan yang mencapai 19.109 ton, disusul pepaya, mangga, dan dukuh yang berkisar 6000 ton. Durian, jika musimnya tiba, berpotensi menjadi komoditas andalan, produk sinya mencapai 2.269 ton (BPS, 2014).
Gambar 2.6 Cengkeh dan Durian, Contoh Hasil Perkebunan Rakyat (Dokumentasi Peneliti)
Hutan rakyat atau lebih tepat tanah perkebunan dimiliki dengan luas bervariatif. Jenis tanaman perkebunan rakyat tersebut berupa kelapa, cengkeh, kopi, coklat, kemiri, jambu mente, dan sagu. Produksi kelapa, dengan luas lahan 26.520 ha merupakan yang terbesar mencapai 29.946 ton (BPS, 2014). Tanaman kelapa ini dikelola untuk memproduksi kopra. Kopra merupakan bahan baku dari minyak untuk memasak. Kopra merupakan komoditas unggulan dan menjadi primadona sektor perkebunan. Kopra tidak saja sebagai salah satu komoditas utama masya rakat Kabupaten Tojo Uja-Una, tetapi di hampir seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah. Deretan pohon kelapa yang menjulang Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
23
sekitar 10-20 meter dari permukaan tanah berada di sepanjang pantai hingga sekitar 20 km ke arah pegunungan. Tidak saja di wilayah daratan, Kepulauan Togean juga menyumbang komoditas kelapa dalam jumlah yang besar setiap tiga bulan.
Gambar 2.7 Kopra dalam karung sudah siap angkut di Pelabuhan Desa Tongkabo (Dokumentasi Peneliti)
Setiap tiga kali dalam seminggu Kapal Motor Puspita Sari mengangkut berpuluh-puluh karung dari Kepulauan Togean ketika menuju Ampana, begitu pula dengan kapal Ferry yang mengangkut kopra di Pasokan (Kecamatan Walea Besar) atau Wakai (Kecamatan Una-Una) ke Gorontalo pada waktu berangkat dari Ampana atau ke Ampana pada waktu pulang. Karung-karung itu berisi kopra yang sudah kering. Kopra ada daging kelapa yang dicukil dan dikeringkan di bawah sinar matahari hingga agak
24
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
menghitam. Daging kelapa ini kemudian dipotong berbentuk segi empat dengan panjang 3-4 cm setiap sisinya. Per kilogramnya kopra dijual 60-80 rupiah. Sementara itu, batok kelapa dibuat arang dan dihargai Rp 4.000,00/kg. “… Baru sekarang saja (batok kelapa) ada harganya. Dulu tidak ada. Orang Ampana yang butuh ....” Kopra ini dibawa ke Ampana. Di Ampana sudah ada pengepul besar kopra. Oleh pengepul besar ini, kopra dibawa ke Surabaya dengan kapal. Kopra dijadikan minyak. Selain menjual kopra untuk memperoleh uang tunai, masyarakat juga membuat minyak secara tradisional. Minyaknya berbau harum. Komoditas kedua adalah cengkeh. Cengkeh merupakan salah satu bahan baku rokok yang berfungsi sebagai saus, sehingga rokok beraroma harum cengkeh dan tidak terlalu menyesakkan bila dihirup. Tidak ada data yang jelas kapan komoditas ini ditanam. Dalam sepuluh tahun terakhir komoditas ini sangat diminati oleh masyarakat. Satu kilogram cengkih kering dihargai hingga Rp 160.000,00. Satu pohon bisa menghasilkan puluhan kilogram bunga cengkih kering, bahkan ada yang sampai di atas seratus kilogram. Hal itu bergantung pada perawatan pohon cengkeh. Salah satu desa yang diamati dalam penelitian ini adalah Desa Buntongi. Selain kelapa dan coklat, cengkeh merupakan salah satu komoditasnya. Desa Buntongi merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Ampana Kota, dan merupakan bagian dari wilayah tugas Puskesmas Ampana Barat. Desa Buntongi merupakan desa baru hasil pecahan dari Desa Sansarino, yang resmi menjadi desa definitif sejak tahun 2012. Memasuki wilayah desa ini, hamparan kebun cengkeh, coklat, dan kelapa berada di setiap sisi jalannya. Suhu udara yang cukup panas di siang hari terasa pula di Buntongi, karena wilayah ini memang tidak terlalu
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
25
jauh dari pantai. Jumlah air bersih yang cukup juga menjadi faktor pendukung bagi produktivitas pertanian di desa ini. Setiap rumah tangga juga telah dilengkapi dengan sarana air bersih untuk kebutuhan hariannya. Demikian pula di Desa Popolii, salah satu desa di wilayah kepulauan Togean. Di dalam perjumpaan yang tidak sengaja, seorang pedagang yang juga pemilik pohon dari Popolii, Bapak Husni (60 tahun) mengaku baru saja mengirim 1 kwintal cengkeh dan sekitar hampir 1 ton kopra ke Ampana. “… Bersih, sudah dipotong biaya angkut, bayar kuli dan tukang panjat, hampir 15 juta lebih saya pegang ....” Ia memiliki lebih dari 100 pohon kelapa dan sekitar 50 lebih pohon cengkeh. Laut dari Teluk Tomini juga memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat Kabupaten Tojo Una-una. Produk perikanan cukup besar. Usaha hasil tangkapan berupa ikan tuna, cakalang, layang, kerapu, kakap, napoleon, cumi-cumi, udang windu dan juga ikan hias. Potensi perikanan di Teluk Tomini sebesar 77.285 ton pertahun, dengan jumlah stok ikan perairan diperkirakan 196.753 ton pertahun yang terdiri dari jenis palagis besar seperti tuna, cakalang, cucut, tengiri dan jenis palagis kecil seperti layang, kembung, selar, teri serta ikan demersal seperti kakap merah, lencam, ekor kuning dan kerapu. Potensi non ikan seperti cumicumi, teripang, mutiara dan rumput laut. Tahun 2013 jumlah produksi perikanan tangkap sebesar 12.058,74 ton dengan nilai produksi sebesar 157 miliar rupiah. Angka tersebut meningkat 6 kali lipat dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 25 milyar. Kondisi ini menunjukkan potensi hasil laut di Tojo Una-Una yang jika digarap serius meningkatkan pendapatan sangat signifikan.
26
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Sedangkan jumlah produksi perikanan budidaya sebesar 28 ton dengan nilai produksi tidak sampai satu miliar rupiah.
Gambar 2.8 Potensi wisata bahari Tojo Una-Una (Dokumentasi Peneliti)
Kepulauan Togen dikenal kaya akan terumbu karang dan berbagai biota laut yang langka dan dilindungi. Beberapa aksi wisata yang dapat dilakukan di kepulauan ini antara lain: menyelam dan snorkelling di Pulau Kadidiri, memancing, men jelajah alam hutan yang ada di dalam hutan yang ada di Pulau Malenge. Wisatawan juga bisa mengunjungi pemukiman orang Bajo di Kabalutan. Batu karang dan pantai menyediakan tempat bagi beberapa binatang laut untuk tinggal dan berkembang biak. Hasil survei Marine Rapid Assessment Program (MRAP) oleh Conservation International Indonesia (CII) tahun 1998 di Kepulauan Togean dan Banggai menunjukkan bahwa Kepulauan Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
27
Togean merupakan salah satu bagian ekosistem terumbu karang penting dari ‘coral triangle’ yang meliputi wilayah Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, Jepang, dan Australia.7
Gambar 2.9 Keindahan Terumbu Karang sebagai Potensi Wisata Bahari (Dokumentasi Peneliti)
Mengingat kualitas terumbu karang dan kekayaan biota lautnya, pemerintah pusat memasukkan wilayah kepulauan Togean sebagai wilayah konservasi. Satu badan didirikan untuk menangani konservasi, yaitu: Badan Taman Nasional Kepulauan Togean (BTNKT). BTNKT ini berkantor di Ampana dan di Desa Popolii, Kecamatan Walea Kepulauan. Pemerintah kabupaten, terutama Bapak Bupati Damsyik Djalajani, sangat responsif bila 7
28
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Kepulauan_Togean.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
terjadi usaha-usaha pengrusakan terumbu karang sebagaimana dikatakan oleh Bapak Camat Popolii. “.. .Bupati juga gemar memancing. Kalau ada bom ikan, dia marah. Untuk menjaga, kami diberi biaya operasional untuk perahu motor....”
2.3 Kemiskinan, Kekayaan Alam Hanya Modal, Selebihnya... Dari paparan potensi daerah, masyarakat kabupaten ini sebenarnya tampak berlimpah sumber daya alamnya. Kesuburan tanah dan potensi laut seharusnya memberikan kelimpahan dan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, memang masyarakat dan pemerintah belum mengeksploitasi bahan-bahan tambang yang dimiliki. Dari data BPS (2013), penambangan masih memberikan kontribusi kurang dari 2 persen dari PDRB keseluruhannya. Kelebihan potensi alam ternyata belum sepenuhnya menghasilkan masyarakat yang sejahtera. Secara keseluruhan jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah hingga September 2012 sebesar 14,49% atau 409 ribu dari jumlah penduduk 2,6 juta jiwa. Data Hasil survei PSE tahun 2007 oleh BPS menyebutkan bahwa semua kabupaten di Provinsi Sulteng memiliki proporsi jumlah penduduk miskin di atas rata-rata nasional. Kabupaten Tojo Una-Una memiliki proporsi penduduk miskin paling besar yaitu 30,22%. Hasil survei PSE tahun 2011, menunjukkan penurunan persentase penduduk miskin Provinsi Sulteng, walaupun begitu Kabupaten Tojo Una-Una masih menempati urutan pertama dengan penduduk miskin terbanyak, yaitu sebesar 22,37%. Sementara itu daerah dengan penduduk miskin paling rendah adalah Kota Palu yakni 9,24% (Gambar 2.10).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
29
Tingkat kemiskinan masyarakat dapat diukur dengan melihat adanya pendidikan, infrastruktur perdesaan, dan kesehatan yang belum cukup memadai serta minimnya kegiatan ekonomi pro duktif seperti permodalan dan pemanfaatan tekhnologi tepat guna. Penanggulangan kemiskinan membutuhkan penanganan serta langkah-langkah yang sistematik, terpadu, dan menyeluruh di mana aspek pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelem bagaan harus tetap menjadi perhatian.
Gambar 2.10 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulteng Tahun
2007 dan 2011 Jika melihat kondisi ketersediaan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan perekonomian di perdesaan Kota Palu jelas lebih baik dibanding 10 Kabupaten lainnya. Infrastruktur pendidikan, sarana kesehatan, dan jalan yang dapat dilalui kendaraan setiap kelurahan/desa sudah mencapai 100%. Artinya, setiap kelurahan di Kota Palu memiliki sekolah dasar dan sederajat, punya Puskesmas atau pustu dan jalannya bisa dilalui kendaraan roda empat.
30
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Sementara di Tojo Una-Una hanya 95% dari jumlah desa memiliki sekolah dasar, 86% desanya memiliki sekolah dan sarana kesehatan, dan hanya 66% jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat. Dari sisi ketersediaan infrastuktur perekonomian yakni ketersediaan bank umum di Tojo Una-una baru 1,65% dari seluruh desa/kelurahan, 0,83% Bank Perkreditan Rakyat dan 30,5% pasar dengan kondisi bangunan permanen. Artinya masih ada sekitar 60,5 persen dari desa yang ada di Tojo Una-Una tidak memiliki fasilitas bangunan pasar (Kepala Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah). Upaya kebijakan percepatan penanggulangan kemiskinan telah di atur melalui peraturan presiden Nomor 13 tahun 2009 tentang koordinasi penanggulangan kemiskinan. Keterlibatan langsung masyarakat, baik secara perorangan maupun secara kelembagaan dalam seluruh proses pembangunan, baik yang dimulai perencanaan, pelaksanaan, maupun hasil evaluasi hasilhasil pembangunan, sangat dipengaruhi oleh peningkatan kemam puan dan kemandirian.
2.4 Membangun Pendidikan, Pintu Mensejahterakan Masyarakat Sejumlah teori kemiskinan, antara lain dari John K. Galbraith menyebutkan bahwa pendidikan merupakan pintu masuk untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan (Galbraith, 1983). Melalui pendidikan, seseorang belajar dan menemukan ideide baru. Ide-ide itu terkait dengan usaha-usaha meningkatkan ekonominya. Paling sederhana, masyarakat memahami teknologi baru yang ujung-ujungnya meningkatkan produktivitas pertanian. Hal itu disadari dengan benar oleh Bapak Bupati H. Damsyik
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
31
Djalajani (baca Tabel 2.1). Oleh karena itu, di awal program pembangunan, Pemkab membebaskan biaya pendidikan. Dengan membebaskan biaya pendidikan, Pemkab berharap angka partisipasi pendidikan meningkat dari tahun ke tahun. Prosesnya bertahap, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga sekolah menengah atas. Tidak hanya pendidikan formal, Pemkab juga memberikan bantuan operasional untuk pendidikan keagamaan yang non-formal.
32
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
33
2 10 3
7. Togean
8.Walea Kepulauan
9. Walea Besar
Keterangan: S=Sekolah, P=Pelajar, G=Guru
Sumber: BPS, 2014: 83, 85, 87 dan 91
116
13
6. Una-Una
119
30
5. Ampana Kota
Tahun 2012
20
4. Ampana Tete
Tahun 2013
13
16
2. Tojo
3. Ulubongka
12
1. Tojo Barat
S
93
2
8
3
4
22
11
16
16
11
G
663
1854
1786
2103
5536
3511
2423
1792
1655
P
73
107
105
141
317
214
135
149
112
G
3
7
3
5
8
8
8
5
4
S
49
28
25
32
G
337
565
265
689
7
16
28
19
2058 118
984
555
545
653
P
SMP Sederajat
6.58
519
180 21323 1353 51 6651 305
11
17
19
21
31
25
21
20
15
S
SD Sederajat
4461 467 180 22012 1377 46
4338
130
448
68
348
1381
808
455
430
270
P
TK/RA Sederajat
Tabel 2.1. Kondisi Pendidikan di Kabupaten Tojo Una-Una 2013
6
7
-
1
-
1
2
1
2
1
-
S
2294
2523
-
270
-
505
908
132
199
509
-
P
SMA
179
123
-
17
-
15
45
9
13
24
-
G
6
7
-
-
-
-
5
1
-
-
1
S
2294
1865
-
-
-
-
1591
128
-
-
146
P
SMK
179
141
-
-
-
-
103
19
-
-
19
G
Bila memperhatikan tabel 2.1. dan tabel 2.2., maka tidak seluruh siswa yang tamat melanjutkan ke jenjang berikutnya. Walaupun begitu, bila dicermati lebih dalam, maka Angka Partisipasi Kasar (APK)8 menurun pada jenjang yang lebih tinggi. Dari sekitar 2.841 peserta didik di SD hanya sekitar 2.200-an yang melanjutkan ke jenjang SMP. Kondisinya menjadi mengerikan pada lulusan SMP. Hanya sepertiga saja yang melanjutkan ke jenjang SMA dan sederajat. Tabel 2.2. Jumlah Peserta dan Lulusan menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Tojo Una-Una 2012 dan 2013 No. Jenjang
SD SMP SMA SMK
2012 Peserta Lulusan
2.879 1.958 545 535
2.841 1.871 518 409
%
98,68 95,56 95,05 76,45
Peserta
2013 Lulusan
3.106 2.147 780 671
3.067 1.963 737 612
%
98.74 91.43 94,03 91,21
Sumber: BPS, 2014: 86, 89, 92 dan 93
Peningkatan jumlah peserta didik di jenjang pendidikan dasar, SD dan SMP, tidak terlepas dari kerja keras Pemkab dan 8 Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Nilai APK bisa lebih besar dari 100 % karena terdapat murid yang berusia di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada daerah perbatasan. (https:// wakhinuddin.wordpress.com/2009/08/07/angka-partisipasi-dalam-pendidikan/) Rumus: Jumlah murid di tingkat pendidikan tertentu APK = 100% Jumlah penduduk usia tertentu
34
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
pemerintah pusat. Sebelum di tingkat nasional, Pemkab telah berencana membebaskan biaya pendidikan dan memberikan peningkatan status ke sekolah satu atap untuk SD Negeri di wilayah yang terbatas akses transportasinya. Bapak H. Damsyik Djalajani (Bupati Tojo Una-Una): Sivia Patuju, Bersatu Kita Bebas dari Kebodohan dan Kemiskinan Bila bertemu pertama kali, tidak ada yang menyangka kalau Bapak H. Damsyik ini seorang bupati. Penampilannya tidak me ngesankan sebagai orang nomer satu di Kabupaten Tojo Una-Una. Ia menemui tim peneliti dengan me ngenakan pakaian seragam korpri, sama seperti pegawai lainnya. Pakaian itu dikenakan tepat pada saat PNS harus memakainya yaitu tanggal 17. Ia tersenyum lebar. Ia ramah. Perhatiannya terhadap masalah-masalah pendidikan dan kesehatan sangat tinggi. Oleh karena itu, sangat responsif ketika ada penelitian tentang IPKM. Pertemuan dengan tim peneliti merupakan permintaan Bupati, karena tim peneliti tidak berencana menjadwalkan beraudiensi dengan Bupati. Ada beberapa alasan. Pertama, kesibukan Bupati di awal tahun dalam rangka musrembang. Kedua, dari pihak tim peneliti, keterbatasan waktu karena harus berhadapan dengan lokasi di kepulauan. Walaupun begitu, ketika mengetahui kehadiran tim peneliti, serta merta Bupati ingin bertemu. Hal itu disampaikan oleh ajudannya. Waktu yang disediakan pada hari terakhir menjelang tim peneliti pulang.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
35
Kesederhanaan Bupati ini tidak lepas dari sejarah hi dupnya yang berliku-liku. Selama tiga jam pertemuan, ia menceritakan latar belakang yang unik. Ia merupakan anak Kepulauan Togean, tepatnya di Una-Una. Pada waktu kecil, ia harus berjalan ke sekolah lima kilometer jauhnya. Orangtua dan neneknya sangat perhatian terhadap masalah pendidikan anak. Apabila ia nakal di sekolah, maka dihukum mengupas lima butir kelapa. Karena miskin, ia sering menunggak. Suatu ketika ia dipanggil kepala sekolah dan diberitahu kalau tidak boleh ujian sebelum lunas uang sekolahnya. Ia marah dan membanting buku. Ia pun lari pulang ke rumah. Hari-hari berikutnya ia tidak masuk sekolah. “… Sekolah libur …” ,jawabnya ketika ditanya oleh ayahnya. Ayahnya tahu kalau ia berbohong. Akhirnya ia dipaksa sekolah dan tidak naik kelas. Meskipun demikian, ia hanya tinggal kelas beberapa minggu saja. Karena melihat kepandaiannya, ia kembali naik kelas. Setelah di sekolah rakyat, ia meneruskan ke SGB (Sekolah Guru Bawah) di Ampana. Lulus SGB ia tidak menjadi guru. Ia memilih kembali ke SMP. Pilihan itu dilakukan ketika pulang kampung. Ia melihat anak-anak SMP jauh lebih pintar karena bisa berbahasa Inggris. Ia mendaftar ke SMP. Waktu itu, ia diberi pilihan duduk di kelas tiga. Ia memilih di kelas dua. Setelah lama bersekolah di SMP, ia baru tahu kalau anak-anak itu bukan berbahasa Inggris tetapi ternyata berbahasa Gorontalo yang bercampur bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bisa dipahami mengapa ia mengedepankan sektor pendidikan dalam pembangunan Kabupaten Tojo UnaUna selama satu dasawarsa. Dari jenjang PAUD hingga SMA sederajat, pemerintah menggratiskan biaya pendidikan. Tidak hanya untuk sekolah negeri tetapi juga sekolah-sekolah swasta dan madrasah diniyah juga. “… Sebelum Oneng bicara sekolah
36
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
gratis, kami sudah lakukan itu ....” (Oneng yang dimaksud adalah Rieke Dyah Pitaloka, anggota DPR RI dari fraksi PDI-P). “… Bila dibandingkan kabupaten lain, PAD dan DAU Tojo UnaUna kecil, tapi kita bisa (sekolah gratis) ....” Setamat SMP ia melanjutkan ke SMA. Dari SMA, ia sempat mendaftar dan kuliah di pendidikan guru, tetapi kemudian diminta pamannya bekerja di Pemkab Poso. Ia menjadi ajudan sekda Kabupaten Poso. Karena masih belum PNS, ia ikut apa kata Sekda. Ia tidak dibayar. “… Kamu ikut aku. Makan dan tidur juga ikut aku ...”, jelas Sekda. Untuk mencari uang tambahan, ia bekerja membantu pedagang antar pulau berjualan. Ia sudah berencana mengundurkan diri dari pegawai honorer. Ia memikirkan rencana itu ketika Sekda pergi ke luar kota. Ketika hendak menyampaikan niatnya, ia dipanggil untuk mendampingi Bupati Poso yang baru. Takdir membawanya menjadi ajudan tetap Bupati Poso. Bupati dari Jawa ini sangat perhatian padanya, apalagi hubungannya sangat dekat dengan anak-anaknya. Ia tidak saja mendapat uang saku, tetapi juga mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah ke APDN di Makasar. Sambil kuliah, ia juga bertugas menjaga anak-anak Bupati. Di Makasar ia bertemu dengan istrinya. Setelah selesai jenjang S1, ia kembali ke Poso. Oleh Bupatinya, ia ditempatkan sebagai Camat Tentena yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. “… Damsyik, kamu tidak usah kuatir. Prinsip orang kerja itu ada tiga. Jujur, tabah, dan ikhlas ...”, pesan Bupatinya. Walau seorang muslim, pada waktu hari Natal ia masuk dari gereja ke gereja. Ia berjumpa dengan masyarakatnya. Di tempat itu, ia ditempa untuk menguasai lapangan dan menarik hati rakyat. Betapa tidak, ia yang berasal dari kepulauan dengan budaya santri Islam harus mengenal, hidup bersama dan memotivasi
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
37
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Ia berhasil. Masyarakat Tentena mengenangnya sebagai camat idola. Ketika Kabupaten Tojo Una-Una berdiri dan memisahkan dari Kabupaten Poso, ia diminta menjadi karteker. Oleh Bupati Poso, ia diminta untuk maju menjadi Bupati. “… Damsyik, kamu maju jadi Bupati ....” Ia bertanya tidak tahu caranya dan dari partai mana. “… Itu gampang ....” Akhirnya ia pun maju dari Partai Golkar dan menang. Program unggulannya adalah agribisnis dan pariwisata. Hal itu tidak lepas dari kemampuan penguasaan lapangannya. Kabupaten Tojo Una-Una sebenarnya kaya akan produk perkebunan, mulai dari coklat, kopra, dan cengkeh, tetapi tidak pernah diolah dengan sungguh-sungguh. Sementara itu, aneka biota yang kaya di laut Kepulauan Togean merupakan potensi wisata yang tidak kalah dari Wakatobi dan Raja Ampat. Semua sektor dikembangkan untuk mencapai dan me ningkatkan sektor unggulan. Masalah kesehatan menjadi satu sektor kunci. Karena malu pada wisatawan yang selalu membawa obat malaria, maka ia mengembangkan program Gebrak Malaria 2015 sejak tahun 2008. Sebelum tahun 2015, tepatnya tahun 2013 Kabupaten Tojo Una-Una sudah bebas malaria. Sementara itu, terkait dengan gangguan jiwa. Ia mengaku banyak yang mempertanyakan ketika memutuskan untuk me rekrut tenaga dokter jiwa pada tahun pertama jabatannya. “… Untuk apa dokter jiwa, mestinya dokter yang lain ....” Kritik itu disampaikan oleh berbagai kalangan. Ia melihat kebutuhan itu karena masyarakat Tojo Una-Una menghadapi tingkat stress yang tinggi. “… Bisa tanam, tapi tidak bisa jual. Hasil panen
38
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
tidak bisa dibawa ke kota, jalan rusak. Biaya mahal dan makan waktu lama. Sampai di kota sudah busuk ....” Menurutnya, di beberapa kasus, stress juga terjadi karena pemilihan legislatif. “… Gagal caleg, keluar uang sudah banyak ....” Hal itu sekarang terbukti (ada banyak gangguan mental di Tojo Una-Una).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
39
Bab 3
Gizi Buruk, Sebuah Malapetaka untuk Keberhasilan Pembangunan
3.1 Gizi Buruk: Akar dari Masalah Kesehatan Anak Gizi buruk, khususnya pada anak balita sering dinilai sebagai bentuk ketidakberhasilan dari pembangunan. Bila dikaitkan dengan MDGs (Millineum Development Goals), gizi buruk merupakan indikator dari tujuan pertama, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Pada tujuan pertamanya, target keduanya berbunyi “menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015” (Stalker, 2008, p. 9). Oleh karena itu, pemerintah kabupaten menaruh perhatian yang sangat besar pada kasus gizi buruk pada balita. Demikian yang dilakukan oleh Pemkab Tojo Una-una, khususnya Dinas Kesehatannya. Dinkes Kabupaten Tojo Una-una meletakkan persoalan gizi buruk pada point ke-4 dalam isu-isu strategisnya. Mendasarkan pada data Riskesdas 2007 dan 2013, masalah gizi buruk pada balita di Kabupaten Tojo Una-Una memang patut menjadi perhatian. Dalam Riskesdas 2007, pada saat Kabupaten Tojo Una-Una yang terbilang sebagai kabupaten baru (pemekaran dari Kabupaten Poso), sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan tahun 2013. Prevalensi anak balita gizi buruk dan kurang pada tahun 2007 sebesar 27,83% lebih baik dibandingkan ketiga kabupaten lain, seperti Donggala, Toli-Toli, dan Buol. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk dan kurang tidak
41
semakin menurun, tetapi justru bertambah menjadi 31,26%. Bila tahun 2007 Kabupaten Tojo Una-Una menduduki urutan keempat terbawah, kini merosot satu tingkat di atas Kabupaten Buol dan Kabupaten Donggala. Sementara itu, indikator lain yang terkait dengan gizi anak justru menjadi lebih baik, seperti angka prevalensi balita kurang dan balita gemuk yang menurun. Tabel 3.1. Perbandingan Indikator Gizi Balita Hasil Riskesdas 2007 dan 2013 Kabupaten Tojo Una-una Tojo Una-Una
Indikator
2007
2013
Sulawesi Tengah 2007
2013
Indonesia 2007
2013
1. Prevalensi Balita Gizi Buruk dan
27,83 31,26
26,80 24,04
20,36 19,63
24,66 11,97
16,13 9,37
14,84 12,12
30,66 41,83
39,20 41,06
38,24 37,21
7,64
7,48
12,63 11,27
Kurang 2. Prevalensi Balita Kurus 3. Prevalensi Balita sangat pendek dan pendek 4. Prevalensi Balita Gemuk
4,90
8,49
Sumber: Riskesdas 2007 dan 2013.
Kondisi status gizi anak balita di Kabupaten Tojo Una-Una tidak terlalu menggembirakan bila dibandingkan dengan hasil rerata Provinsi Sulteng. Ketika rerata prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Sulteng beranjak menurun dari semula 26,80% menjadi 24,04%, kondisinya berbalik di Kabupaten Tojo Una-Una di mana prevalensinya justru meningkat dari 27,83% pada tahun 2007 menjadi 31,26% ditahun 2013.
42
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Untuk indikator lain, yaitu prevalensi balita kurus dan gemuk, hasilnya sebenarnya cenderung membaik. Prevalensi anak balita kurus dan sangat kurus misalnya, mengalami penurunan cukup drastis dari 24,66% pada tahun 2007 menjadi 11,97% pada tahun 2013. Jumlah anak balita gemuk menurun dari 7,64% pada tahun 2007 menjadi 4,90% pada tahun 2013. Hasil itu berbanding terbalik dengan rerata prevalensi anak balita gemuk Provinsi Sulawesi Tengah yang justru naik dari 7,48% pada tahun 2007 menjadi 8,49 pada tahun 2013. Artinya, dari sisi fisik anak balita Kabupaten Tojo Una-Una mendekati tubuh ideal dibandingkan kondisi se-provinsi Sulawesi Tengah. Bila membandingkan hasil se-Indonesia, status gizi Kabu paten Tojo Una-Una memang belum mencapai hasil di bawah rerata. Pada tahun 2007, angka prevalensi gizi anak balita buruk dan kurang jauh lebih besar dibandingkan rerata tingkat nasional yang hanya 20,36% atau selisih 7,47%. Pada tahun 2013, rerata prevalensi gizi anak balita buruk dan kurang di Indonesia menurun 0,73%, sedangkan prevalensi Kabupaten Tojo Una-Una justru bertambah hingga selisihnya 11,63%. Angka ini sungguh memprihatinkan (lihat tabel 3.1). Sementara itu, indikator lain yang juga tidak menggembirakan terkait status gizi balita, yaitu prevalensi balita sangat pendek dan pendek. Sebetulnya, balita pendek menjadi persoalan tidak hanya di Kabupaten Tojo Una-Una namun juga pada level Provinsi Sulteng yang angkanya mencapai 41,06%, bahkan Kabupaten Banggai Kepulauan menempati urutan tertinggi yaitu 51,54%, yang artinya separuh balita di Baggai Kepulauan adalah pendek. Angka Kabupaten Tojo Una-Una hampir sama dengan Provinsi Sulteng, yakni 41,83%. Hal ini menjelaskan bahwa dari 10 balita yang ada di Tojo Una-Una terdapat empat anak yang pendek. Jika Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
43
dibandingkan dengan tahun 2007, maka pada tahun 2013 terjadi peningkatan prevalensi sebesar 10%. Sehingga cukup jelas bahwa gizi balita merupakan masalah besar yang terjadi di kabupaten ini.
3.2 Berjuang Memenuhi Target Satu Desa Satu Bidan Desa Mencermati kondisi semacam ini, Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una tidak berdiam diri. Dalam rencana strategis (renstra) disebutkan terdapat dua program sasaran yang dikembangkan untuk mengurangi prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita. Pertama, secara khusus dinkes mengembangkan program perbaikan gizi masyarakat. Dalam program itu, Dinkes menaruh harapan agar bisa meningkatkan kemandirian keluarga dalam perbaikan gizi dan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan. Hal itu dimulai sejak ibu hamil hingga anak berusia lima tahun. Dalam renstra tersebut, kegiatannya dimulai dari (1) survaliens gizi, (2) pemantauan gizi balita, (3) penanggulangan kekurangan vitamin A, (4) penanggulangan masalah GAKI, (5) penanggulangan dan pencegahan masalah gizi buruk dan kurang, dan terakhir (6) penanggulangan dan pencegahan ibu hamil kekurangan energi kronik (Dinkes, 2013: 50). Selain itu, Dinkes mengembangkan program khusus, yaitu program peningkatan kesehatan ibu dan anak. Tujuannya adalah meningkatkan keselamatan ibu dan anak dalam persalinan. Sama seperti indikator kesehatan nasional, Dinkes mengukur keberhasilan dari capaian presentasi ibu yang mendapat pelayanan ANC, persentase ibu yang ditolong oleh nakes pada saat persalinan, dan kunjungan neonatal (KN1). Caranya dimulai dari meningkatkan manajemen PWS-KIA dan KB, kemitraan dukun
44
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
bayi dan bidan hingga penanganan balita sakit dan UKS (Upaya Kesehatan Sekolah) (Dinkes, 2013: 52). Untuk mencapai hal tersebut, langkah-langkah awal Pemkab Touna menyiapkan tenaga kesehatan, khususnya bidan dan perawat. Sejak tahun 2008, Dinkes menyiapkan bidan dan perawat hingga di tingkat desa (Dinkes, 2008). Ada dua cara yang digunakan. Pertama, tenaga kesehatan tersebut diperoleh melalui program pegawai tidak tetap (PTT). Program PTT ini diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan kabupaten. Rekruitmen bidan dan perawat PTT Pusat didanai oleh APBN, sedangkan PTT Kabupaten didanai APBD. Tenaga kesehatan yang diterima diikat melalui sistem kontrak selama 3 tahun. Gajinya berbeda antara PTT Pusat dan PTT Daerah. Kisaran pendapatan bidan dan perawat PTT Pusat sebesar 3 juta rupiah, sedangkan PTT Kabupaten sebesar 1,5 juta rupiah. “… Mereka tidak langsung ditempatkan, tetapi melalui magang lebih dahulu 2 minggu sampai 1 bulan di RSUD ...”, jelas Bapak Anshari, staf Dinkes Tojo Una-una bagian Sarana dan Prasarana. Cara kedua adalah membuka penerimaan PNS bidang Kesehatan. Formasi kesehatan ini diajukan ke BKD oleh Dinkes ke pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan). Melalui sistem online, peminat mendaftar dan mengikuti test. Setelah pengumuman, mereka diterima dan ditempatkan. Selama lima tahun terakhir, cara yang kedua ini ternyata membawa konsekuensi. Pertama, tenaga kesehatan lokal kalah bersaing dengan pendaftar lain, seperti dari Makassar dan daerah lain yang lebih maju dari sisi pendidikan. Kedua, ada kecenderungan untuk pindah setelah diterima. “… Tidak jarang mereka menjadikan Touna ini sebagai batu loncatan. Setelah diterima, mereka mengajukan pindah ke
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
45
daerah asalnya ...”, ujar Ibu Nurmila Ekasari, Bagian Keuangan Dinkes Tojo Una-Una.9 Hal itu terjadi tidak saja di dinas kesehatan, tetapi di seluruh SKPD se-Tojo Una-Una. Menyikapi kondisi tersebut, Bupati H. Damsyik Ladjalani membuat aturan bahwa PNS baru bisa meng ajukan mutasi setelah 10 tahun berdinas. Nota kesepakatan itu harus ditandatangani oleh PNS bersangkutan ketika awal bertugas di Kabupaten Tojo Una-Una. Dengan kebijakan itu, mutasi pegawai dapat dicegah, meskipun sayangnya baru diberlakukan mulai tahun 2014. Tabel 3.2. Jumlah Dokter, Bidan dan Perawat berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Tojo Una-Una tahun 2013 Kecamatan 1. Una-una 2. Togean 3. Walea Kepulauan 4. Ampana Tete 5. Ampana Kota 6. Ulubongka 7. Tojo 8. Tojo Barat 9. Walea Besar Kabupaten
Puskesmas Wakai Lebiti Dolong Popolii Tete Dat. Bulan Ampana Timur Ampana Barat Marowo Uekuli Matako Tombiano Pasokan
D&K 19 15 15 20 20 18 15 13 8 143
Dokter Umum 2 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 17
Bidan Perawat 17 15 5 12 17 10 21 15 20 14 12 10 9 177
21 16 12 12 13 13 8 9 30 21 15 14 9 193
Sumber: Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una, 2013
9 Pernyataan ini diperkuat oleh Ibu Siti Nurfahmih dari Balitbang, Bappeda Kabupaten Tojo Una-una.
46
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Bila memperhatikan tabel 3.2, usaha Dinkes telah mem buahkan hasil. Dengan membandingkan jumlah kesatuan adminis tratif lokal, yaitu jumlah desa dan kelurahan (D&K), maka setiap desa memiliki seorang bidan. Bila tidak ada bidan, maka ada perawat (mantri). Ada pula desa yang memiliki seorang bidan dan perawat. Desa tersebut biasanya memiliki Puskesmas pembantu (pustu). “Mereka tinggal di masing-masing desa. Mereka tinggal di pustu, poskesdes atau rumah penduduk. Rumah penduduk yang dipakai biasanya adalah rumah Pak Kades. Yang tinggal di rumah penduduk itu berarti pustu, poskesdes atau polindes tidak ada atau masih rehab. Maklum, ada beberapa yang merupakan tinggalan Poso. Tahun ini, rencananya setiap desa lengkap faskesnya ...”, jelas Bapak Ashari, Bagian Sarana dan Prasana Kabupaten Tojo Una-Una.
Gambar 3.1. Rehab Puskesmas Pembantu Molowagu, Kecamatan Batudaka, Kepulauan Togean (Dokumentasi Bappeda Kabupaten Tojo Una-una)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
47
Gambar 3.2. Pembangunan Puskesmas Dataran Bulan (Dokumentasi Bappeda Kabupaten Tojo Una-una)
Data ini jauh lebih baik bila dibandingkan tahun 2007. Pada tahun 2007, tenaga medis di Puskesmas hanya 7 orang dokter dan 18 perawat dan bidan. Tenaga bidan dan perawat lebih menumpuk di RSUD sebanyak 99 orang (Dinkes, 2007). Tahun 2013, tenaga perawat dan bidan disebarkan ke seluruh wilayah kecamatan. Dari kecamatan, tenaga perawat dan bidan ditugaskan di desa. Untuk RSUD, hanya tersedia 16 dokter (4 dokter spesialis dan 12 dokter umum), 16 bidan dan 98 perawat (Dinkes, 2013). Sebagai tambahan, pada tahun 2013, bidan di Kepulauan hanya 32,77% dari keseluruhan yang bertugas di Puskesmas, perawat lebih tinggi, yaitu 36,37%. Kondisi ini mendekati proposi desa di kepulauan yang hanya 39,86% dari keseluruhan desa dan kelurahan di Kabupaten Tojo Una-Una. Oleh karena itu, strategi pada Puskesmas di wilayah kepulauan, kecuali di pustu,
48
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
tidak seluruh desa memperoleh satu bidan desa, tetapi juga ada desa yang memiliki lebih dari satu bidan desa atau hanya seorang perawat (mantri). Hal itu mengingat jumlah penduduk yang bervariasi, berikut proporsi jumlah ibu dan anak. Di Desa Kabalutan, ada dua bidan desa. Desa tersebut dihuni oleh komunitas Suku Bajo lebih dari 2.000 KK. Sebagian besar berisi ibu dan anak, sedangkan kaum laki-laki melaut hingga melampaui wilayah Kabupaten Tojo Una-Una dalam waktu berminggu-minggu lamanya. Untuk pergi ke Puskesmas, mereka harus menempuh dua jam perjalanan menggunakan perahu katinting dengan menghabiskan sekitar 6 liter bensin. Satu liter bensin dapat dibeli dengan harga 10.000 s/d 12.000 rupiah, tergantung ketersediaan. Semakin langka, semakin mahal harganya. Hal yang serupa sebenarnya juga terjadi di wilayah daratan. Salah satu contoh desa terpencil adalah Desa Dataran Bulan. Desa ini termasuk kecamatan Ampana Tete. Di wilayah daratan ada jalan trans Sulawesi memanjang dari Kota Palu hingga ke Kabupaten Banggai Kepulauan. Jalan itu menyusuri sepanjang pantai di sisi kiri, dan di sebelah kanannya tebing pegunungan dengan kebun dan hutan. Desa Dataran Bulan jauh naik ke atas dari jalan trans Sulawesi. Untuk mencapai desa tersebut, orang harus melalui jalan yang berlumpur. Tidak ada satupun kendaraan bermotor yang bisa mencapai daerah itu pada musim hujan. Oleh karena itu, Pemkab membangun Puskesmas di desa tersebut (lihat gambar 3.2). Walaupun begitu, dalam lima tahun terakhir Dinkes tetap mengusahakan satu desa satu bidan desa. Upaya tersebut dilakukan dengan cara, pertama, mengirim tenaga kebidanan yang ada untuk mengikuti alih jenjang dari D1 ke D3 Kebidanan. Pada
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
49
tahun 1990-an, ketika masih berada di bawah Kabupaten Poso, sebagian peserta didik perempuan di SPK tidak diterima sebagai PNS bila menempuh pendidikan satu tahun kebidanan di Poltekes Palu. Setelah lulus, mereka diterima sebagai tenaga bidan desa. Empat tahun yang lalu Dinkes mengembangkan program alih jenjang ke D3 Kebidanan Poltekes. Sekitar 50 bidan desa dididik ulang di RSUD Kabupaten Tojo Una-una selama 1 tahun, dan satu tahun berikutnya di RSUD Undatta, Kota Palu. Dalam proses tersebut, hanya separuh saja yang bisa menamatkan. Cara kedua adalah menyekolah lulusan siswa SMA setempat untuk menempuh pendidikan keperawatan dan kebidanan di Palu. Mereka dibiayai oleh APBD Kabupaten dengan syarat setelah lulus bersedia kembali ke daerah asalnya. Mereka lulus dan bertugas sebagai bidan dan perawat PTT yang dikontrak selama tiga tahun. Cara ini dilakukan bukan berarti tidak ada animo masyarakat untuk menempuh pendidikan keperawatan dan kebidanan. “… Banyak anak-anak lulusan SMA masuk ke kebidanan dan keperawatan di Palu atau Poso. Mereka biaya sendiri. Tapi, setelah lulus, suka pilih kerja di Ampana ...”, terang Bidan Khairah Ummah, Puskesmas Popolii, Kecamatan Walea Kepulauan. Akibatnya, sebagian besar tenaga kesehatan, khususnya bidan berasal dari luar kabupaten, bahkan luar propinsi, terutama dari Sulawesi Selatan.10
10 Meskipun di Palu terdapat Poltekes, kebutuhan bidan dan perawat pada tahun 2010-2014 dipenuhi sebagian besar dari Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan telah mengalami surplus bidan dan perawat karena jumlah stikes yang besar. Stikes-stikes Sulsel ini memenuhi kebutuhan hampir seluruh provinsi di Sulawesi. Di Kabupaten Palopo misalnya terdapat lebih dari 6 stikes. Setiap tahunnya meluluskan lebih dari 1000 bidan/perawat. Sejak tahun 2012, lulusan berkurang karena harus mengikuti ujian kompetensi dari pusat yang sebelumnya cukup dari stikes sendiri. Sertifikat uji itu sebagai prasyarat menjadi bidan atau perawat PTT (Informasi dari Bidan Khairah Ummah, Puskesmas Popolii).
50
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Bidan dan perawat PTT dapat memperpanjang kontrak. Kontrak dapat diperpanjang dua kali berturut-turut, atau 9 (sembilan) tahun. Setelah itu, bila ingin meneruskan PTT, mereka harus mengikuti ujian ulang. Biasanya, selama waktu kontrak mereka mengikuti ujian PNS. Beberapa di antaranya diterima, beberapa di antaranya mengikuti pada tahun-tahun berikutnya. Sejumlah bidan di wilayah kepulauan berhasil juga menjadi PNS setelah menjalani PTT, begitu pula di daratan. Meski memiliki motivasi yang tinggi, perbedaan budaya antara bidan dan masyarakat lokal turut berpengaruh dalam kinerjanya. Menurut Bidan Khairah Ummah, bidan PTT yang muda, masih gadis, dan bertubuh kecil ini dipandang sebelah mata oleh para ibu hamil. Mereka lebih menaruh kepercayaan pada dukun bayi terlatih. Walaupun begitu, lambat laun mereka memperoleh kepercayaan tatkala bisa menangani persalinan.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
51
Sis Siti: Kami ini Bidan di Desa bukan Bidan Desa Perkataan itu yang selalu diucapkan bila berdiskusi tentang Bidan Desa. Menurutnya, sebutan bidan desa selalu dilawankatakan dengan bidan kota. Maknanya menjadi berbeda. Bidan desa lebih terbelakang atau tradisional dari pada bidan kota, padahal tidak. Semua caranya sama, bahkan bidan di desa tidak jarang lebih pintar daripada bidan di kota. Di kota, bila ada masalah kehamilan langsung merujuk. Di sana alat, obat, dan sarana kesehatan lebih lengkap. “… Bisa dibayangkan, Mas. Kita di sini tidak saja menangani persalinan. Tetapi, seluruh urusan kesehatan kita tangani. Apalagi kalau di Puskesmas, kerjaannya numpuk. Merangkap pekerjaan. Iya Bidan. Iya penanggungjawab A, B dan C. Bayarannya sama. Gaji dan pembagian JKN. Pembagian JKN tidak seberapa karena pasien sedikit ....” Bidan Siti ini bisa dibilang orang pertama asli kepulauan yang menjadi bidan. Ia lahir dari keluarga petani di bulan Maret 1976. Umur empat tahun minta sekolah hingga lulus SMP di kampungnya, Popolii, Pulau Walea Kodi tahun 1989. Ia melanjutkan SPK. Alasannya sederhana sekali, sekolah pasti bisa jadi PNS karena waktu itu langsung “dapat” NIP setelah lulus. Selain itu, alasan utamanya adalah membantu orangorang kampung yang susah mencari pelayanan kesehatan. Waktu itu, tidak ada mantri atau bidan di setiap pulau.
52
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Kenyataannya, ia tidak bisa langsung lulus tiga tahun di SPK Poso, tetapi harus menempuh D1 tahun 1995 dan bekerja di Poso. Oleh pemerintah, ia disekolahkan lagi khusus kebidanan jenjang D1 di Akbid RSU Gatot Subroto, Jakarta. Pulang tahun 1996, ia langsung ditugaskan di Wakai dengan gaji tidak seberapa. “… Kita melakukan pelayanan tanpa dibayar, meski di luar jam kerja. Kondisi ekonomi mereka waktu itu sangat miskin ....” Untuk menambah pendapatan, ia berkebun cengkeh dan kelapa. Setelah itu, mengingat ibunya telah tua, ia memilih kembali ke tempat asalnya di Puskesmas Popolii. Ia menjadi bidan koordinator yang membawahi sembilan desa. Tiga bulan sekali ia melakukan Puskesmas keliling (pusling). “… Nampaknya orang Wakai banyak cerita tentang saya. Ketika saya tugas tidak ada masalah. Bahkan, mereka banyak yang mencari saya ....” Menurut pengakuannya, bidan yang bertugas di wilayah terpencil ini harus serba bisa. Ia terkenal karena tidak saja menangani ibu hamil atau anak balita, tetapi semua orang pergi berobat kepadanya. Terkadang, ia harus menjaga pera saan dengan dokter PTT yang bertugas. Masyarakat lebih suka memilih bidan daripada dokter. “Katanya, obat saya lebih manjur. Padahal sebenarnya tidak. Obat saya sederhana saja. Saya perhatikan orang-orang itu lebih cocok dengan obat apa. Terus, saya lihat komposisi dalam obatnya. Saya juga berani meracik obat bila perlu….” Ia juga melakukan sunat (circumsition) pada anak laki-laki. “Mau bagaimana lagi, orangtuanya yang minta…,” meskipun ketika sudah besar, anak tersebut malu. “… Saya agak beda kalau menyunat. Saya perhatikan betul. Saya potong tidak terlalu banyak agar tidak ketarik kalau ereksi, sehingga
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
53
bengkok .…” Ia juga melakukan operasi bila ada kecelakaan. “Iyek, terpaksa. Dulu pernah operasi leher anak yang tertusuk kail pancing dekat urat nadi .… Dokter tidak berani operasi, bahkan hampir pingsan lihat darah yang begitu banyak. Orang tua tidak mau dirujuk ke rumah sakit. Walahualam....’’ Sejak kuliah alih jenjang ke D3 empat tahun lalu, ia sebenarnya sudah tidak berani melakukan operasi. “… Saya takut dibilang malpraktik. Tapi, bagaimana lagi .... Dokter PTT yang dari luar terkadang sulit membangun relasi. Sudah diterima masyarakat, eee… sudah selesai waktu kontraknya. Sehingga harus kembali ....”
Bila membandingkan bidan senior seperti Siti dengan bidan yang baru, dapat dikembangkan matriks seperti tabel 3.3. Bidan baru lebih berorientasi pada wilayah yang memiliki, kemu dahan akses transportasi, dan telekomunikasi. “… Kalau bisa di daratan, dan di rumah sakit ....” Hal itu bisa dipahami karena biaya pendidikan tidak murah. “… Terutama pada semester akhir untuk praktek, kami harus keluar uang 10 juta lebih. Mereka praktek kerja di Jawa ...”, ujar Bapak A, warga Desa Popolii yang menyekolahkan anaknya di Kabupaten Poso. Bidan baru, yang lulus kurang lebih 5 tahun terakhir, telah melalui uji kompetensi sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan uji tersebut, kualitas bidan sebenarnya terstandarisasi. Di pihak lain, disamping memiliki pengetahuan yang baik tentang profesi bidan, bidan yang baru sangat berhatihati. Di pihak lain, di dalam lingkungan yang terpencil, mereka memiliki fungsi tidak saja berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak. Kadang-kadang mereka terpaksa melakukan fungsi dokter.
54
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Hal itu dihindari oleh bidan. Mereka tidak lagi mengambil rsiko untuk melakukan fungsi di luar kebidanan (lihat Keputusan Menkes No. 369/ Menkes/ SK/ III/ 2007 tentang Standar Profesi Bidan). Tabel 3.3. Matriks Kategori Bidan di Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2015 Kriteria
Bidan Lama
Bidan Masih Baru
1. Lama Kerja
Sekitar 10 tahun
Kurang dari 5 tahun
2. Asal Pendidikan SPK-D1 Kebidanan
D3 Kebidanan
3. Asal Biaya
Mandiri
SPK-D1 Mandiri
D1 ke D3 Beasiswa Mandiri 4. Status
PNS
PTT, PNS
Luas, Tidak
Terbatas pada KIA
Kepegawaian 5. Keterampilan
terbatas KIA 6. Keberanian
Tinggi
Sedang
Bersedia
Cenderung wilayah dengan
ditempatkan di
akses mudah
mana saja
Bila dari luar, cenderung
berisiko 7. Pemilihan Lokasi Kerja
kembali ke daerah asal, terutama bila ada perubahan status kepegawaian 8. Relasi Sosial
Tinggi
Sedang
9. Kebeterimaan
Tinggi
Sedang
Sumber: Data Primer
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
55
Relasi sosial dan keberterimaan masyarakat tidak terlepas dari pola interaksi antara bidan dan masyarakat. Pada bidan yang baru, relasi dengan masyarakat umumnya kurang. Hal itu tidak terlepas dari pandangan masyarakat yang melihat bidang yang baru masih belum cakap dan usia yang muda. Hal itu tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Pramono dan Sadewo tentang keberadaan bidan di desa di beberapa lokasi di Jawa Timur (M. Setyo Pramono, F.X. Sri Sadewo, 2012).
3.3 Posyandu, Membentuk Kader yang Partisipatif Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan instrumen untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak. Posyandu merupakan hasil implementasi dari pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) yang dicanangkan tahun 1975. Posyandu didirikan tahun 1984 berdasarkan instruksi bersama antara Menkes, Kepala BKKBN, dan Mendagri, digunakan untuk meng integrasikan berbagai PKMD, antara lain: Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi dan pencegahan dan penanggulangan diare (Kemenkes, 2012). Pada waktu krisis moneter tahun 1997-1998 yang diikuti oleh krisis politik, terjadi penurunan kualitas kesehatan ibu dan anak. Hal itu ditandai dengan peningkatan angka kematian ibu (AKI) dan bayi (AKB). Setelah ditelaah, hal itu terjadi karena Posyandu mengalami mati suri. Pemerintah, melalui Surat Edaran Mendagri No. 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001, melakukan revitalisasi Posyandu. Surat Edaran ini kemudian dikembangkan menjadi sejumlah permendagri terkait dengan pengembangan Posyandu hingga menjadi salah satu indikator Desa/Kelurahan
56
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Siaga Aktif berdasarkan Keputusan Menkes RI No. 1529/Menkes/ SK/X/2010. Sementara itu, di tengah revitalisasi Posyandu, sejak tahun 2012 desa/kelurahan diberi alokasi dana desa (ADD). Besaran alokasi ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk dan luas wilayahnya. Dalam alokasi itu, desa diberi kewenangan untuk mengembangkan program pembangunannya, berikut pembia yaannya. Alokasi dana desa ini menjadi semakin berkedudukan tatkala disahkan UU No. 6 tahun 2014 dan diikuti PP No. 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU Desa. Dengan kewenangannya, pemerintah desa dapat menganggarkan berbagai aktivitas untuk pembangunan masyarakat, termasuk memberi insentif kader Posyandu. Di Kabupaten Tojo Una-una, seluruh pemerintah desa telah menganggarkan insentif kader Posyandu. Hal itu tertuang dalam APB Desa, bahkan “… Bisa memasukkan anggaran makanan tambahan untuk balita dalam kegiatan Posyandu ...”, kata Ismid Lamahuseng, Kades Popolii, Kecamatan Walea Kepulauan. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah desa kecamatankecamatan di daratan, seperti di Kecamatan Ampanan Kota. Sebagaimana ketentuan pengelolaan Posyandu, di setiap desa terdapat satu atau lebih Posyandu. Jumlah Posyandu ter gantung dari jumlah penduduk dan luas wilayah. Desa Kabalutan, Kecamatan Popolii misalnya memiliki dua Posyandu dan dua bidan yang berdinas. Betapa tidak, Desa itu tidak terlalu luas, yaitu: 15,13 km,2 penduduknya berjumlah 2.167 jiwa (415 KK). Sebagian warga tinggal dalam satu rumah panggung yang panjang. Satu rumah bisa ditempati 3 s/d 5 KK, rerata satu KK terdiri 5 jiwa. Sebagian lain tinggal terpisah dalam rumah panggung dengan satu atau dua kamar tidur. Rumah-rumah itu didirikan di pinggir laut, di atas air
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
57
sepanjang pantai. Perkampungannya padat. Mereka adalah orangorang Bajo. Para suami biasa melaut sampai beberapa bulan, sehingga perkampungan dihuni kaum perempuan dan anakanak. Hal serupa didapat di Desa Tangkabo, Kecamatan Togean (gambar 3.3). Pola perkampungan yang padat juga didapati pada perkampungan nelayan lain di daratan, seperti di Desa Labuhan, Ampana (Gambar 3.4.).
Gambar 3.3. Perkampungan Nelayan di Desa Tangkabo, Kepulauan Togean (Dokumentasi Peneliti)
Gambar 3.4. Perkampungan Nelayan di Desa Labuhan, Kecamatan Ampana Kota (Dokumentasi Peneliti)
58
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Untuk membentuk Posyandu, awalnya bidan desa berkoor dinasi dengan kepala desa (kades) untuk meminta warganya menjadi kader Posyandu. Kades biasanya mengajak bicara ibu-ibu PKK, salah satu di antaranya adalah isterinya untuk memilih salah satu ibu yang aktif dan bisa dipercaya. Ibu inilah yang kemudian menunjuk 4 (empat) orang lainnya. Atau, seperti Ibu AA (30 tahun) yang diajak oleh salah satu ibu yang menjadi anggota kader Posyandu. Ibu tersebut kemudian meminta persetujuan pada ketua kader dan selanjutnya didaftarkan ke kades. “… Saya tidak tahu kenapa ditunjuk. Waktu itu anggotanya hanya empat. Satu ibu tidak aktif. Ibu Ainur minta saya. Saya bantu Bu Ainur karena ada anggotanya, Bu Eny tidak aktif lagi. Bu Eny sakit karena hamil muda. Hamil anak ketiga ...”, papar Ibu AA.
Ibu AA, seorang kader Posyandu, ternyata juga memiliki anak balita umur lima bulan. Setiap hari ia berjualan nasi kuning di kantin SMP Negeri 1 Popolii. Ia memasak 3 kg beras. Nasi itu diberi lauk mihun goreng ditambah dengan ikan tongkol yang disuwirsuwir (potong kecil-kecil). Suaminya bekerja di kebun. Tidak luas, ditanami kurang dari 100 pohon kelapa. Ia mengaku mendapat tambahan 250 ribu rupiah per tiga bulan dari desa untuk kegiatan Posyandu. “… Uang itu diterima nunggu dana ADD cair. Tapi, juga untuk menutupi kekurangan biaya makanan tambahan ....” Pada waktu Posyandu, kader membuat kolak kacang hijau. Biayanya dari tarikan ibu-ibu balita dan ibu-ibu hamil. “… Seribu rupiah per orang. Tidak cukup. Kita urunan 20 ribu per orang .…” Kegiatan Posyandu dilakukan sebulan sekali. Hal itu tergantung dari jadwal yang diberikan oleh Puskesmas ke Kades lalu ke Ketua Posyandu. Kades juga membantu menyiarkan kegiatan itu ke masyarakat. Caranya, ia menyampaikan ke imam
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
59
masjid. Imam mengumumkan lewat pengeras suara masjid malam dan esok paginya. Di kecamatan wilayah daratan, pengumuman itu melalui ketua lingkungan. Ketua lingkungan menyampaikan ke dasa wisma. Berdasarkan pengamatan, perbedaan ini terjadi karena ketua RT/RW, PKK, dan Dasawisma kurang berfungsi di wilayah kepulauan.
60
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
61
Sumber: Dinkes Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2013
8 143
18 15 13
Dat. Bulan Amp. Timur 20
Tete Ampana
5
Amp. Barat 6 Marowo 7 Uekali 8 Matako Tombiano 9 Walea Besar Pasokan Kabupaten
20
Popolii Tete
kepulauan Ampana
4
Kota Ulubongka Tojo Tojo Barat
19 15 15
Kelurahan
Desa/
Una-una Wakai Kep. Togean Lebiti Walea Dolong
Puskesmas
1 2 3
No. Kecamatan
3 2 0 0 0 13 66
0 0
12 0
15,79 8 0 0 0 100 34,02
0 0
100 0
Pratama f % 15 78,95 13 86,67 8 100
Strata
15 13 6 7 4 0 68
7 14
0 1
79 52 24 28 16 0 35,1
1 7 12 2 4 0 48
77,8 2 66,7 5 5,26 28 48 8 16 0 24,7
0 3 0 0 2 0 12
22,2 0 23,8 2
0 12 0 0 8 0 6,19
0 9,52
0 25
Mandiri f % 0 0 1 6,67 0 0
0 0 68,8 4
Purnama f % 3 15,8 1 6,67 0 0
0 0 6,25 11
Madya f % 1 5,26 0 0 0 0
19 25 18 9 10 13 194
9 21
12 16
19 15 8
Jumlah
1 10 12 2 6 0 60
2 7
0 15
5,26 40 66,67 22,22 60 0 30,93
22,22 33,33
0 93,75
Aktif f % 3 15,79 2 13,33 0 0
Posyandu
Tabel 3.4. Jumlah Posyandu menurut Strata, Kecamatan dan Puskesmas Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2013
Meskipun memperoleh insentif dari desa dengan jumlah yang memang tidak terlalu besar, namun data menunjukkan bahwa tidak semua Posyandu berfungsi dengan baik. Kader-kader Posyandu tidak memiliki inisiatif sendiri sebagaimana dibayangkan dalam pedoman pengembangan Posyandu dan pembentukan desa siaga. Ketergantungan kader tetap pada bidan. Mereka hanya bekerja sebagai penimbang bayi/balita dan pengajak ibu-ibu yang hamil atau memiliki balita ke Posyandu. Mereka yang diajak biasanya hanya tetangga sebelah rumah saja. “… Semua masih lebih tergantung pada Bidan ....” Keterbatasan itu tidak terlepas dari latar belakang pendidikan dari ibu-ibu kader Posyandu. Oleh karena itu, penyuluhan tetap diserahkan pada bidan. Tabel 3.4. menunjukkan bahwa di luar Kecamatan Ampana Kota dan Ampana Tete, sebagian besar Posyandu memiliki strata pratama. Kegiatannya memang lebih dari 8 (delapan) kali dalam setahun. Jumlah kader bisa jadi 5 (lima) orang, tetapi hanya sebagian yang aktif. Kegiatannya merupakan inisiatif dari Bidan, bukan dari masyarakat. Kehadiran masyarakat pun merupakan hasil mobilisasi. Oleh karena itu, bisa dipahami bila Profil Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una tahun 2013 menunjukkan hanya 30,93% saja Posyandu yang aktif. Data ini jauh lebih baik daripada tahun 2007. Dalam Profil Kesehatan Tahun 2007, Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una tidak bisa merekam karena aktivitas Posyandu yang minim dan ditambah tenaga bidan desa minim pula. Jumlah bidan dan perawat tahun 2007 sebanyak 119 orang, 18 orang bertugas di Puskesmas dan 99 orang di RSUD Ampana. Dalam data profil tersebut bidan dan perawat dijadikan satu. Dapat diduga, sebagian besar yang bertugas di RSUD adalah perawat.
62
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
3.4 Sweeping di Tengah Keputusasaan Setelah tahun 2007, selain menambah bidan, Dinkes, khu susnya program KIA meningkatkan kinerja melalui Puskesmas. Puskesmas melakukan koordinasi dengan bidan-bidan desanya. Para bidan desa ini mengoptimalkan fungsi Posyandu. Hasilnya bisa dibilang memuaskan. Tabel 3.5. menunjukkan bahwa ada hal yang menarik. Dua Puskesmas di kepulauan, yaitu Puskesmas Wakai dan Pasokan memiliki angka D/S di atas 90% pada anak di bawah 2 tahun. Angka yang tinggi ini tidak diikuti oleh lima Puskesmas lain yang angkanya di bawah 80%. Kelima Puskesmas itu berada di wilayah geografis yang sulit, dua Puskesmas berada di wilayah kepulauan yang jarak antar satu desa dengan desa lainnya sangat jauh. Meskipun berada dalam satu pulau pun, sarana transportasi yang digunakan tetap melalui laut karena tidak ada jalan lingkar dalam pulau. “… Pemkab baru menganggarkan tahun ini. Kalau ada jalan, kita mudah ke Puskesmas. Timbang dan periksa. Tidak tergantung Posyandu ....” Tiga Puskesmas yang angka D/S di bawah 80% berada di daratan. Ketiga Puskesmas itu adalah Puskesmas Dataran Bulan (Kecamatan Ampana Tete), Ampana Barat (Kecamatan Ampana Kota), dan Tombiano (Kecamatan Tojo Barat). Ketiga Puskesmas itu memiliki sejumlah desa yang terpencil. Desa-desa tersebut berada di pegunungan. Jarak antardusun dalam desa jauh, begitu pula dengan jarak antardesa. Jalan transportasi tidak seberapa baik dan tidak bisa dilalui pada waktu hujan. Hal itu menyulitkan bidan dan kader Posyandu untuk menghimpun dan melakukan penimbangan. Akibatnya, tidak jarang penimbangan terhambat, bahkan diadakan dalam bulan tertentu saja.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
63
64
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Puskesmas DILAPORKAN (S) L P L+P 187 191 378 221 241 461 142 140 282 131 147 278 369 353 722 104 93 198 555 596 1.151 280 301 581 328 310 638 276 293 568 109 115 224 164 138 302 66 68 133 2.931 2.985 5.915
Sumber: Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013
Una-una Kep. Togean Walea Kep.
Kecamatan
Wakai Lebiti Dolong Popolii 4. Ampana Tete Tete Dat. Bulan 5. Ampana Kota Amp. Timur Amp. Barat 6. Ulubongka Marowo 7. Tojo Uekali 8. Tojo Barat Matako Tombiano 9. Walea Besar Pasokan Kabupaten
1. 2. 3.
No.
JUMLAH BADUTA
DITIMBANG JUMLAH (D) % (D/S) L P L+P L P 184 186 370 98,2 97,5 142 159 301 64,1 66 96 100 195 67,4 71 111 125 236 84,6 85 296 283 579 80,3 80 86 72 158 82,4 77 461 505 966 83,1 85 192 201 393 68,6 67 273 260 533 83,1 84 246 248 494 89,1 85 90 95 185 82,5 83 129 103 232 78,5 75 65 65 130 98,7 96 2.369 2.402 4.771 80,8 80
L+P 97,8 65,2 69,3 85,0 80,1 79,9 83,9 67,7 83,5 86,9 82,7 76,7 97,6 80,7
Tabel 3.5. Jumlah Anak 0-23 bulan Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan PuskesmasKabupaten Tojo UnaUna Tahun 2013
Antara tahun 2013 dan 2014, Dinkes berjuang meningkatkan kinerja Puskesmas berikut staf di dalamnya, termasuk bidan dan perawat di desa.11 Keberadaan bidan desa meningkatkan angka persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan dari 63,84% (2007) menjadi 83,7% (2013). Hal itu ditunjang program kemitraan antara dukun bayi terlatih dan bidan. Di dalam program itu, ada pemberian insentif bagi dukun bayi yang memberi tahu persalinan. “… Dalam kasus keluarga masih percaya sama dukun, kita hanya dampingi kerja dukun ...”, jelas Bidan Khairah Ummah dan Bidan Evi, Puskesmas Popolii.
Gambar 3.5. Diagram Kunjungan KN1 dan KN3 (Sumber: Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013)
11 Hal itu sebenarnya terkait dengan kebijakan khusus Bupati untuk meminimalisir angka kesakitan dan kematian malaria. Sejak tahun 2008, Dinkes, melalui P2PL mencanangkan “Kabupaten Tojo Una-Una Bebas Malaria tahun 2015”.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
65
Gambar 3.6. Puskesmas Keliling di Wilayah Kepulauan: Tetap bersahaja, meski harus berhari-hari dari speedboat ke sampan (Dokumentasi Puskesmas Popolii)
Selain angka persalinan, kunjungan neonatal juga meningkat hingga 91,2% untuk KN1 dan 86,6% untuk KN3. Bila diperhatikan pada gambar 3.5., di wilayah daratan, Puskesmas Dataran Bulan sudah bisa ditebak angka capaiannya di bawah 80% karena wilayahnya sulit. Sementara itu, Puskesmas Ampana Barat menjadi catatan yang menarik untuk dicermati. Sejumlah desanya memang berada di wilayah pegunungan, tetapi karakteristik perkotaan menunjukkan ciri tersendiri. Mereka menggunakan fasilitas rumah sakit dan bidan swasta yang terkadang tidak
66
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
terdata dengan baik. Untuk wilayah kepulauan, hanya kunjungan KN1 dan KN3 Puskesmas Popolii di atas 80%. Hampir di semua desa wilayah kerjanya tersedia bidan desa atau setidak-tidaknya perawat (mantri).
Gambar 3.7. Imunisasi dalam Puskesmas Keliling di Desa Milok, bulan Februari 2013 (Dokumentasi Puskesmas Popolii)
Dalam kegiatan Posyandu, mereka berjuang tidak saja untuk meningkatkan angka D/S, tetapi juga sekaligus angka imunisasi lengkap. Petugas imunisasi secara rutin melakukan kunjungan ke setiap desa pada saat Posyandu. Oleh karena itu, jadwal penyelenggaraan Posyandu dibuat oleh Puskesmas. Menurut staf Dinkes Bagian KIA, kendalanya teletak pada sarana penyimpanan vaksin dan transportasi. Untuk mengatasi itu, Dinkes melakukan program Puskesmas keliling (pusling). Kegiatan pusling ini dilakukan 3 s/d 4 kali dalam setahun. Seluruh staf Puskesmas, yaitu: kepala Puskesmas, dokter, petugas imunisasi (perawat), dan bidan turun
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
67
bersama keliling ke seluruh desa binaanya. Dalam program itu, setelah melakukan pelayanan kesehatan mereka melakukan sweeping dari rumah ke rumah untuk imunisasi dan pemberian vitamin A. “… Pokoknya bawaan cuma suntik. Ada anak balita lewat. Tanya ibunya. Langsung suntik ...”, ujar dr. Muhalla, dokter PTT asal Lampung. Ada kisah yang menarik dari kegiatan pusling. Pertama, mereka melakukan kegiatan itu berkisar satu minggu lamanya, baik di daratan maupun di kepulauan. Mereka yang di wilayah daratan harus berjuang menaklukan pegunungan dengan jalan yang berlumpur. Mereka yang di wilayah kepulauan harus menghadapi ombak. “Perahu kami pernah hampir karam.” Kedua, dengan medan yang berat, sarana yang terbatas, mereka harus menjaga suhu agar vaksin tidak rusak. Petugas mensiasati dengan memberi es ganefo. “Pernah, saya isi es ganefo. Pak dokter tanya kenapa. Tenang saja … nanti tahu ..., ujar Bidan Siti, Puskesmas Popolii. Ketika mendaki bukit menuju salah satu desa, es ganefo pun ikut dimakan untuk mengobati rasa lelah. Ketiga, tidak semua ibu mengizinkan anaknya diimunisasi. Selain faktor pendidikan, faktor keyakinan juga menjadi salah satu penghambat. Kalau dibujuk tidak bisa, akhirnya mereka meminta ibu untuk menandatangani surat penolakan atas imunisasi. Mereka menyiapkan form untuk kepentingan tersebut.
68
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
69
Tojo Barat
Walea Besar
8.
9.
45 1.408
46
Tombiano
Pasokan
57
110
142
165
Matako
Uekali
Marowo
Amp. Barat
60
Dat. Bulan
78 203
Popolii
Tete
40
Dolong
Sumber: Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013
Kabupaten
Tojo
7.
Ampana Kota Amp. Timur 232
5.
Ulubongka
Ampana Tete
4.
6.
Walea Kep.
94
3.
Lebiti
Kep. Togean
138
L
2.
Wakai
Puskesmas
Una-una
Kecamatan
1.
No.
1.378
52
40
49
116
137
167
244
46
162
99
46
80
140
P
Bayi
34
46
53
110
106
166
233
46
205
78
36
65
115
F
L
73,75
101,67
94,07
100,38
74,84
100,33
100,63
77,52
100,79
100,00
89,30
69,05
83,75
%
2.786 1.293 91,83
98
85
106
225
278
332
476
105
365
177
86
174
278
L+P
P
1.375
51
40
50
116
137
167
245
46
162
100
47
81
132
f
99,78
98,30
100,45
101,04
100,19
100,29
100,14
100,31
100,77
100,27
101,23
101,25
100,79
94,50
%
2.668
85
86
103
226
243
333
478
92
367
178
83
146
248
f
L+P
Imunisasi Dasar Lengkap
95,76
86,87
101,10
97,33
100,28
87,326
100,23
100,47
87,61
100,56
100,80
95,73
83,71
89,17
%
Tabel 3.6. Jumlah Bayi dan Imunisasi Lengkap Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013
Aktivitas pusling ini dilakukan di pusat-pusat keramaian, seperti rumah kepala desa atau pasar. Keuntungannya, para ibu hamil dan anak balita mudah terkumpul. Meskipun demikian, kader-kader Posyandu tetap juga menghubungi para tetangga untuk berkumpul, untuk menimbang, dan imunisasi. Ada ibu yang sengaja menolak untuk hadir bila ada imunisasi. Alasannya ber bagai macam, mulai dari sibuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, hingga anak sedang sakit. Ada anggapan bahwa ketika sakit, anak tidak boleh diimunisasi.
3.5 Mencari Ahli Gizi Untuk Semua Wilayah Wawancara dengan Bupati Kabupaten Tojo Una-Una, Bapak H. Damsyik Ladjalani, menyiratkan keinginan yang kuat pada pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Ada dua sasaran utama dalam peningkatan kualitas hidup, yaitu pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itulah, Misi pertama Kabupaten Tojo Una-Una adalah “Terpenuhinya Akses Masyarakat Terhadap Pelayanan Dasar secara Merata dengan Melanjutkan Pendidikan dan Kesehatan Gratis”. Program pelayanan kesehatan gratis ini untuk meningkatkan angka harapan hidup. Hal itu mengacu pada indikator Indeks Pembangunan Manusia. Walaupun begitu, Pemkab sebenarnya tidak saja terbatas pada pelayanan kesehatan gratis yang sifatnya kuratif, tetapi Dinkes kabupaten juga memasukkan program promotif dan preventif. Salah satu kegiatannya adalah memperbaiki gizi masyarakat. Di dalam perbaikan gizi, masyarakat dilatih untuk mengembangkan keanekaragaman makanan. Potensi dan pengolahan makanan diperkenalkan oleh Puskesmas melalui acara Posyandu. Untuk keperluan itu, ada bagian khusus dalam Puskesmas yang
70
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
nenangani persoalan gizi, yaitu tenaga gizi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas pada pasal 16 ayat 3, tenaga gizi merupakan salah satu tenaga kesehatan yang harus dimiliki oleh setiap Puskesmas. Tabel 3.7. Jumlah Tenaga Gizi se-Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013 Tempat Bertugas 1. Puskesmas
2007 Jumlah
2013
Ahli Gizi
Jumlah
Ahli Gizi
11
1
13
5
2. RSUD
1
2
1
6
3. Dinkes
1
1
1
1
Kabupaten
4
12
Sumber: Dinkes, 2007, 2013
Pada kenyataannya, bila memperhatikan tabel 3.7, walaupun sudah terjadi peningkatan jumlah ahli gizi, namun tidak setiap Puskesmas di Kabupaten Tojo Una-Una memiliki tenaga gizi. Hanya ada 5 (lima) Puskesmas saja, selebihnya berdinas di RSUD Ampana dan Dinkes Kesehatan. Meskipun hanya seorang, tenaga gizi di Dinkes diperlukan untuk merancang program peningkatan gizi masyarakat. Sementara itu, di RSUD tenaga gizi diperlukan untuk merancang dan memantau asupan pasien. Dengan jumlah pasien yang besar berikut varian penyakitnya, maka RSUD memerlukan tenaga gizi sebanyak 6 orang. Sebaran lima Puskesmas yang memiliki ahli gizi yaitu di Puskesmas Ampana Tete, Dataran Bulan, Ampana Timur, Ampana Barat, serta Uekuli yang semuanya di wilayah daratan. Artinya, tidak satupun ahli gizi bertugas di wilayah kepulauan. Hal ini diduga karena dulu pendidikan gizi yang mereka tempuh adalah
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
71
dengan biaya sendiri, bukan beasiswa, sehingga ketika lulus tidak ada kewajiban harus di tempatkan di mana. Oleh karena itu, mereka lebih suka memilih di wilayah perkotaan, atau wilayah yang memiliki kemudahan akses transportasi dan komunikasi. Menurut Kasie Gizi dan KIA Dinkes Kabupaten Tojo UnaUna, pada tahun 2014 Pemkab telah merekrut tenaga ahli gizi PTT. Mereka ditempatkan di wilayah terpencil Puskesmas Marowo dan Tombiano dengan diberi insentif di luar gaji pokoknya. Tiga bulan sekali tenaga ahli gizi ini diikutsertakan evaluasi di Dinkes Provinsi Sulteng. Sementara itu, kepala Puskesmas yang belum memiliki tenaga ahli gizi menyiasati dengan mengisi jabatan itu tanpa mempertimbangkan latar belakang pendidikannya. Hal itu juga dikritisi oleh Bidan Khaira Ummah ketika posisi itu diberikan kepada petugas farmasi. “Saya mo bagaimana lagi. So sesuai aturan, ahli gizi harus ada di Puskesmas. Sudah minta berkali-kali. Tidak diberi. Iya, Ayah (ka Puskesmas) pasang itu petugas farmasi merangkap ahli gizi. Saya tak setuju. Tahu apa dorang soal gizi. Mestinya bidan atau mantrilah.” (Bidan Khaira Ummah)
Kelemahannya, tenaga ahli gizi yang diangkat di luar kewe nangan akademiknya kurang memberikan kontribusi dalam promosi gizi pada saat Posyandu. Di Posyandu, makanan tam bahan yang paling sering diberikan adalah kacang hijau. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan petugas tentang makanan tambahan untuk balita. Petugas tersebut, yang bukan ahli gizi ini, kurang memiliki inovasi untuk pembuatan makanan tambahan lain yang bergizi, sederhana, dan mudah diperoleh oleh masyarakat. Kegiatan pemberian makanan tambahan di Posyandu masih belum optimal, sementara angka balita pendek (stunting) masih tinggi di kabupaten ini.
72
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Ketika penimbangan berlangsung, ahli gizi biasanya mem berikan masukan kepada ibu-ibu peserta tentang asupan gizi untuk ibu hamil dan anak balita. Bersama dengan kader Posyandu, ahli gizi juga membuat contoh varian makanan untuk anak balita. “… Jangan kaget. Kalau dari Posyandu ke Posyandu iya itu-itu aja makanan tambahannya. Bubur kacang hijau ....” Bubur kacang hijau ini dibuat dari kacang hijau dan gula merah. Kacang hijau direbus dengan air yang mendidih dalam waktu cukup lama. Rebusan itu kemudian diberi sedikit tepung terigu agar kental. Sebagai pemanisnya, rebusan tersebut diberi gula kelapa. Gula kelapa di Kabupaten Tojo Una-Una berwarna merah gelap dan rasanya manis sekali. Bubur kacang hijau ini adalah makanan tambahan yang paling mudah dan sering ditemui di pinggir-pinggir jalan dari Kota Palu hingga Luwuk. Pada waktu kerja bakti di Kecamatan Popolii misalnya, hidangannya bubur kacang hijau.
3.6 Bergantung pada Rezeki Setiap Hari Kenyataan tersebut menjadi lebih parah pada keluarga miskin yang memiliki anak berstatus gizi kurang atau buruk. Dari pengamatan di wilayah daratan, seperti di Kecamatan Ampana Kota dan Kecamatan Popolii di wilayah kepulauan, anak balita yang berstatus di bawah garis merah (BGM) lebih banyak berasal dari keluarga pra-sejahtera. Di Desa Buntongi, ada anak balita gizi buruk bernama I (3 tahun). Ayahnya, Bapak A, bekerja sebagai buruh tani. Upahnya sehari Rp 50.000,-. Dia tidak bisa bekerja setiap hari karena harus bergantung dengan panen. Sementara jumlah buruh di tempat tinggalnya tidak sedikit, sehingga ia hanya memperoleh Rp 500.000,- per bulan. Untuk belanja sehari-hari,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
73
ia membeli beras, sayur, dan gula sebanyak Rp 30.000,00. Setiap tiga hari sekali ia harus membeli susu formula SGM 150 gram Rp 25.000,00. Kebutuhan meningkat bila harus membeli rokok. Bila memperhatikan rumahnya, tampak depan rumah itu sama seperti rumah lain di satu lingkungannya. Bagian depan berdinding bata dengan jendela berkaca nako. Ada satu dua kaca nako yang hilang. Lantainya hanya semen. Di depan ada satu ruang yang belum selesai dibangun, hanya dinding dan atap dari seng. Menurut A, ruang itu rencana digunakan untuk membuka warung. “Tidak ada modal….” Sudah terlantar beberapa tahun lamanya. Di bagian belakang, kondisinya lebih memprihatinkan. Ba gian belakang rumah tidak beratap karena tersapu oleh angin puting beliung. Sebagian besar dindingnya terbuat dari bambu. Keadaannya kotor dan tidak terawat. Sementara itu, kamar mandi juga tidak beratap. Selain tidak beratap, tidak ada juga jamban di dalamnya. Menurutnya, untuk membuang BAB, mereka harus berjalan ke sungai. Mereka ber-BAB di pinggir sungai.
Tampak Depan
Bagian Kamar Mandi
Gambar 3.8. Keadaan Rumah Anak Balita I (Dokumentasi Peneliti)
74
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Kondisi ini sebetulnya masih agak lebih baik dibandingkan di wilayah kepulauan. Karena harus diangkut kapal motor, bahan bangunan menjadi mahal, termasuk semen. Untuk menghematnya, mereka membuat batako dari semen dan pasir laut. Batako itu tidak dibakar, tetapi cukup dipanaskan di bawah terik matahari. Karena harga semen mahal, harga batako pun mahal. Rumah berbatako, apalagi ditutup dengan keramik merupakan ciri orang kaya di kepulauan. Sebagian orang yang dipandang mampu membuat rumah dari kayu jenis tertentu, di bagian bawah dan lantai dilapisi oleh keramik. Keluarga AL (45 tahun) misalnya tinggal di pinggir pantai. Rumahnya panggung dengan tiang-tiang penyangga yang menan cap di pantai dengan kedalaman beberapa meter. Rumah berdiri kira-kira hampir 1,5 s/d 2 meter dari permukaan tanah. Ketika laut pasang, maka permukaan rumah tepat berada 0,5 m dari permukaan laut. Utuk menuju rumah itu dari jalan utama desa, ada jalan setapak dan dilanjutkan dengan meniti dua bilah kayu hingga menuju rumahnya.
Gambar 3.9. Rumah Keluarga Bp. AL di Desa Popolii (Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
75
Rumah ini relatif lebih bagus dibandingkan rumah-rumah di sekitarnya. Bapak AL telah mengganti atap rumbia dengan seng bekas. Di bagian atas, seng hanya menutup sebagian, sehingga sebagian lain terbuka dan angin mengalir di dalamnya. Ada keuntungan lain yang diperoleh, meski beratap seng, siang hari dengan terik matahari yang begitu kuat, orang tidak akan merasa panas di dalam rumah. Di bagian samping terdapat kamar mandi yang terbuka tanpa kloset. Ada beberapa ember untuk menampung air yang diambil dari sumur dan/atau air hujan. Bila ingin buang air besar, mereka pergi ke WC Umum yang terdekat. Ada dua jendela tanpa daunnya, hanya kayu-kayu yang ditata sejajar dan ditutup dengan kain. Pintunya pun sederhana berupa papan kayu yang dibingkai. Dindingnya terbuat dari papan kayu. Untuk membiayai ketujuh anaknya, lima orang terdaftar dalam kartu keluarga, Bapak AL bekerja serabutan. Ia bekerja sebagai buruh pemetik kelapa dan bercocok tanam dengan sistem bagi hasil. Istrinya hanya ibu rumah tangga biasa. Sejak tahun 2014, keluarga ini cukup beruntung memperoleh dana Program Keluarga Harapan (PKH), meskipun terancam dicabut. Suami isteri yang hanya tamatan SD ini tidak rajin ke Posyandu untuk anak bungsunya. Sementara itu, dua anak perempuan yang lain dan seorang anak laki-lakinya masih sekolah dasar, tetapi juga beberapa kali tidak masuk sekolah. Ketiga anak yang bersekolah di SD itu bertubuh kecil dan pendek. Karena di rumahnya hanya terdapat 2 (dua) kamar tidur, maka pada malam hari anak-anak yang masih kecil tidur bersama ibunya di salah satu kamar. Kamar yang lain digunakan untuk Ma (20 tahun), seorang janda dengan anaknya. Usia anaknya sama dengan adik bungsunya, yaitu 4 tahun. Selain Ma, Am (15 tahun)
76
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
yang hamil 7 bulan juga tidur di kamar tersebut. Dalam kondisi hamil tua, Am ini sedang menghadapi proses perceraian dengan suaminya. Kondisi ini juga tidak berbeda jauh dengan keluarga BR (26 tahun) dan istrinya bernama RB (20 tahun). Mereka tidak tinggal di rumah panggung. Rumahnya berada di kampung Sangkolong, dekat SD. Rumahnya beratap rumbia dan berdinding papan, jendela dibuat tinggi seperti toko dengan ditutup bilah-bilah papan. Lantainya dari semen yang dihaluskan hingga licin. Orangorang merasa dingin bila duduk di lantai tersebut. Kamarnya satu. Di bagian belakang ada dapur dan kamar mandi yang terbuka. Sama seperti keluarga AL, kalau ber-BAB cukup ke WC Umum, atau di rumah orangtuanya. Di dalam rumah itu terasa longgar, tidak ada meja dan kursi, hanya tempat tidur saja, demikian pula di kamar tidur. Agak lebih beruntung memiliki kompor minyak, tetapi mereka lebih suka menggunakan kayu untuk memasak. Pekerjaan BR tidak berbeda jauh dengan AL. Karena tidak memiliki lahan sendiri, BR menjadi buruh tani. Pohon kelapa dan pohon cengkehnya belum berbuah dan berbunga, sehingga ia hanya mengandalkan upah petik kelapa dan bunga cengkeh. Pekerjaan lainnya adalah menjadi buruh angkut ketika kapal motor datang. Ia diminta oleh pemilik kopra untuk mengangkut kopra ke dalam kapal. Pilihan lain adalah pergi memancing ikan. Untuk memancing ikan, ia menggunakan perahu motor milik ibunya. Untuk keperluan itu ia harus menyisakan atau meminjam pada saudaranya uang untuk membeli bensin untuk mesin motornya. Jumlahnya tidak begitu banyak sekitar 3 s/d 5 liter. Harga per liternya bisa mencapai Rp 10.000,- bahkan bila musim
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
77
angin harganya melonjak hingga Rp 15.000,- karena pada waktu itu tidak ada kapal motor berlabuh. Keadaan ekonomi semacam ini dialami juga oleh keluarga F (4 tahun). Untuk tempat tinggal, ia cukup beruntung karena bapaknya dipercaya untuk menjaga kantor TNKT (Taman Nasional Kepulauan Togean). Tidak saja menjaga dan membersihkan kantor, ia sekeluarga diminta untuk menempati. Sebulan ia diberi imbalan sebesar Rp 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Ia harus mengambil sendiri imbalan itu di kantor TNKT yang terletak di Kecamatan Ampana. Bisa dibayangkan, berapa biaya yang harus dikeluarkan, mulai dari naik kapal motor pulang pergi, transport lokal dan penginapan serta biaya hidup selama di Ampana. “… Sekarang belum terima. Tidak tahu. Anggaran dari pusat. Bersih cuma terima lima ratus ribu. Mana cukup tinggal di sini ...”, keluhnya. Untuk memperoleh tambahan, ia bekerja serabutan. Salah satunya menjadi buruh bangunan di SMP Negeri 1 Desa Popolii. Memang, sebagai catatan tidak semua penderita gizi kurang atau buruk berasal dari keluarga miskin. Ada pula penderita gizi kurang atau buruk berasal dari keluarga menengah ke atas, termasuk di antaranya anak balita dari salah satu tenaga kesehatan di Puskesmas tersebut.
3.7 Membiarkan Pernikahan di Bawah Umur daripada “Sambal Parang” Masyarakat Kabupaten Tojo Una-Una dihuni oleh berbagai etnis dan budaya. Penduduk asli wilayah pantai adalah Baree se dangkan wilayah kepulauan adalah orang-orang Togean yang masih serumpun dengan Baree. Di wilayah pegunungan penduduk aslinya
78
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
adalah Taawana atau disebut orang Taa atau Wana. Beberapa kelompok orang Wana ini masih hidup nomaden, mengikuti ladangnya. Walaupun begitu, ada pula etnis-etnis pendatang, mulai dari orang Bajo di pesisir dan kepulauan, orang Saluan yang berasal dari Luwuk, Gorontalo, dan Makasar. Di antara berbagai varian kebudayaan yang ada, hal menarik yang perlu diperhatikan adalah perkawinan di usia muda yang terjadi hampir pada semua etnis. Dari pengamatan ada pula yang menikah di bawah umur bila mengikuti UU Perkawinan. UU No. 1 tahun 1974 pasal 7 menyebutkan batas usia kawin perempuan adalah 16 tahun, sedangkan laki-laki 19 tahun12. Namun ada dugaan beberapa di antara ibu yang memiliki balita telah menikah selepas tamat SD, bahkan ada yang putus sekolah dasar. Lebih tragis lagi, di usia muda, kurang dari 20 tahun, mereka kemudian dicerai oleh suaminya karena beberapa alasan yang tidak jelas. Hal itu juga diakui oleh Bupati H. Damsik Djalajani ketika melakukan kunjungan di Pulau Kabalutan. “Ketika berfoto bersama, iya saya santai saja. Saya pikir seperti anak-anak saya sendiri. Saya rangkul. Tetapi, saya diingatkan oleh ajudan kalau mereka itu sudah kawin. Bahkan, sudah janda beberapa kali... Kasihan ya… masih muda sudah jadi janda….”(H. Damsik Djalajani)
12 Usia kawin untuk perempuan sedang diperdebatkan di Mahkamah Konstitusi (lihat www.mahkamahkonstitusi.go.id dengan nomor perkara 30/PUU-XII/2014 dan 74/PUU-XII/2014). Sejumlah elemen masyarakat menuntut untuk menunda usia kawin menjadi minimal 18 tahun karena hal itu bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lebih dari itu, penundaan usia kawin akan meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
79
Tabel 3.8 Angka Perkawinan dan Perceraian menurut Kecamatan di Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2009 s/d 2013 Kecamatan
2009 2010 2011 2012 2013 Kaw- Cerai Kaw- Cerai Kaw- Cerai Kaw- Cerai Kaw- Cerai in 83
-
in 84
6
in 99
2
in 82
-
in 99
-
116
-
114
11
107
1
141
-
126
9
98
-
92
2
124
2
111
-
124
6
4. Ampana
200
3
220
2
234
1
219
-
218
7
Tete 5. Ampana
309
-
417
29
429
46
388
-
360
-
6. Una-una
105
6
100
1
93
1
126
-
47
-
7. Togean
63
3
84
0
70
4
90
-
55
2
61
-
130
1
-
-
145
-
81
-
11
-
-
0
14
-
-
-
23
-
1.241
52
1.302
-
1133
24
1. Tojo Barat 2. Tojo 3. Ulubongka
Kota
8. Walea Kep. 9. Walea Besar Kabupaten
1.046 12
1.170 57
Sumber: BPS Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2010-2014.
Pada kasus AM (16 tahun), kehamilan saat ini adalah kedua kalinya. Kehamilan pertama terjadi kurang lebih setahun yang lalu. Pada waktu itu, tidak sempat dilakukan perkawinan karena kekasihnya dari luar kampung melarikan diri. Pada waktu itu, ia baru selesai tamat SD di Kecamatan Ampana. Dia waktu itu ikut tante-nya dan disekolahkan hingga tamat. Setelah tamat, ia kembali ke rumah ibunya di Popolii. Menurut pengakuannya, pada saat itu, ia bertemu dengan kekasihnya yang bekerja sebagai buruh di sebuah proyek. Singkat cerita, ia akhirnya hamil. Kekasihnya
80
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
sebenarnya mau bertanggung jawab, tetapi karena proses adat yang menyita waktu akhirnya ia pergi meninggalkannya. Cerita sedih terus mengikutinya. Bidan sudah menyarankan untuk merujuk, tetapi dengan alasan tidak memiliki KTP akhirnya ia melahirkan di rumah dalam keadaan bayi meninggal. Cerita yang lebih beruntung dialami oleh RB (18 tahun) yang waktu itu berpacaran dan menikah pada usia kurang dari 16 tahun. Karena tidak mempunyai pengalaman, ia percaya pada ibunya, sehingga ketika persalinan dibantu oleh dukun bayi yang tidak bermitra dengan bidan. Dukun bayi itu orang kepercayaan ibunya di kampung. Akibatnya, bayinya meninggal. Sekarang ia telah mempunyai anak bernama M. As (16 bulan). Kelahiran anak keduanya ditangani oleh Bidan Seslana. Kisah yang sama Mama A (18 tahun) dengan anaknya FM (4 tahun). Cerita sedihnya dimulai ketika dia tidak menamatkan sekolah dasar dan memilih bekerja membantu ibunya untuk mencuci dan memasak di rumah tetangganya. Tidak jelas siapa yang menghamilinya, tapi ia bersyukur persalinannya dibantu oleh Bidan Siti, sehingga putrinya, F lahir dengan selamat. Sesudah itu, ia dikawinkan dengan Dl (50 tahun), teman ayahnya. Tabel 3.8 menunjukkan perkawinan yang terdata di KUA atau Kantor Catatan Sipil. Lebih dari itu, pendataan ini sebe narnya hanya menganut asas formalitas, karena ada sejumlah perkawinan yang terjadi di bawah tangan atau perkawinan adat. Pada masyarakat Wana (Taawana) yang masih hidup berpindahpindah, perkawinannya tidak bisa terdata, begitu pula mereka yang melakukan perkawinan di bawah tangan (kawin sirri). Dalam kasus masyarakat Wana, pemerintah kabupaten membangun pemukiman bagi masyarakat terpencil. Mereka diminta tidak lagi
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
81
berpindah-pindah, tetapi tinggal diam di sebuah perkampungan yang telah siap huni. Program ini dilakukan pada tahun 2013 dan 2014 dikuti oleh pembangunan sarana MCK. Dengan demikian, segala macam aktivitas kependudukannya dapat terekam, termasuk di antaranya perkawinan dan perceraian. Pada waktu melakukan FGD, terungkap dari kepala desa, bahwa ia memang mencurigai ada beberapa warga yang menikah di bawah umur, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Me reka tidak memiliki akta kelahiran. Kartu KK dibuat atas dasar pengakuan orangtua atau perkiraan petugas, sehingga akurasinya dipertanyakan. Gambar 3.10 adalah bukti KK dengan semua anggota rumah tangga memiliki tanggal lahir yang sama. Usianya sesungguhnya baru diketahui bila ada orang seumurannya memiliki bukti kelahiran.
Gambar 3.10. KK dengan tahun, tanggal lahir dari perkiraan (Dokumentasi Peneliti)
Walaupun begitu, melalui FGD, terungkap bahwa dorongan untuk menikah perempuan di bawah umur disebabkan dua hal. Pertama, ada pandangan bahwa hal yang tidak menyenangkan
82
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
bila sudah akil balig, tetapi belum memperoleh pasangan hidup. Kedua, aib keluarga bila terjadi kehamilan di luar nikah. Aib ini menjadi do’so bagi warga desa. Do’so adalah malapetaka yang terjadi sebagai hukuman dari Tuhan. Malapetaka ini berbagai macam bentuknya, yang paling sederhana mengenai keluarga yang bersangkutan, seperti: terjadi angin puting beliung yang hanya menimpa rumahnya. Do’so yang paling dihindari adalah malapetaka yang berakibat pada seluruh kampung, mulai dari gagal panen, paceklik tangkapan ikan, hingga sumur yang kering. Kalau hal itu terjadi, maka orang yang dianggap sebagai penyebab diusir dari kampung tersebut. Desa melakukan upacara untuk mengusir do’so. Menghindari kondisi semacam ini ini, imam desa yang biasa mengawinkan, mengaku: “... Kalau sudah alasannya seperti ini, tidak ada pilihan lain iya saya kawinkan. Bukan saya tidak tahu hukum. Sudah dilatih oleh Kementrian Agama di Ampana. Saya dibayar pemerintah tidak saja untuk menjadi imam dan takmir masjid, tetapi juga urusan nikah dan upacara adat lain. Tapi, tugas mengawinkan ini dekat dengan sambal parang....”
Kata sambal parang merujuk pada tindakan ancaman oleh pihak keluarga pengantin perempuan bila imam tidak mau menikahkan. Hal yang sama juga dialami oleh kepala desa bila tidak mau menulis data agar perkawinan dapat sah di KUA. Dari pengamatan dan wawancara dengan sejumlah warga, usia perkawinan di bawah umur dan perkawinan karena didahului oleh kehamilan tidak bertahan lama. Salah satu alasannya adalah pengaruh keluarga besar yang begitu kuat pada pasangan muda.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
83
“… Suaminya sering dipengaruhi oleh saudara-saudaranya. Apa benar itu anakmu? Masak, hanya hubungan sekali saja sudah hamil? Lihat saja, jangan-jangan ada laki-laki lain sebelum kamu...? Kalau sudah begini, suami biasanya goyah dan mengembalikan isteri ke rumah orangtuanya ....” (Bidan Evi Tri Oktavia, Puskesmas Popolii)
Hal itu terjadi pada Am (16 tahun). Setelah kematian bayinya pada waktu melahirkan, ia dipersunting oleh seorang duda yang berusia 40 tahun lebih. Kini, ia hamil 7 (tujuh) bulan. Oleh suaminya, ia dipulangkan dengan alasan bahwa kehamilannya diduga bukan dari benihnya. Keluarga Am menerima dengan pasrah. Celakanya adalah ketika menikah ia dicoret dari daftar KK. Sementara itu, suaminya tidak membuat KK baru yang berisi namanya, sehingga dia seolah-olah tanpa identitas. KK ini menjadi dasar pembuatan KTP atau surat keterangan ketika merujuk di RSUD, sehingga tidak dikenakan biaya sepeser pun. Bidan Khairah Ummah dan bidan lainnya telah berkali-kali meminta Am untuk merujuk di RSUD Ampana. Saran itu diberikan karena kejadian kehamilan pertama. Hal yang serupa dialami oleh RM (26 tahun). Perkawinannya diawali dengan kejadian kehamilan di luar nikah. Ia menikah dengan kekasihnya di KUA dua atau tiga minggu sebelum melahirkan. Suaminya ini masih terhitung kemenakan dari ayahnya. Selama hamil, ia bisa menyembunyikan di balik pakaiannya yang terihat longgar. Ibunya tidak tahu, apalagi ayahnya. Setelah perutnya terus membesar dan tidak bisa disembunyikan, ia mengaku kepada ibunya. Ayah pun langsung memanggil kekasihnya, dan mengurus ke KUA dan mengawinkan mereka. Setelah menikah, RM pun memeriksa kehamilan ke bidan. Sebelumnya, ia tidak pernah memeriksakan kehamilan sama sekali. Akhirnya, ia melahirkan dibantu oleh Bidan. Kini, bayinya yang bernama N berusia 6 bulan,
84
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
bapaknya menuntut perceraian dengan alasan RM berselingkuh. RM pun dikembalikan ke rumah orangtuanya. Ayahnya menerima dan tidak memperpanjang masalah. “… Kira-kira begitu dengar kata orang. Perempuan selingkuh. Bapaknya ini tidak mau cerai. Tapi, kata saudaranya itu istri tidak bisa dipelihara … Jodoh hanya sampai di situ. Sabar saja. Diterima saja ....”(Bapak M, ayah RM, Desa Popolii).
3.8 Pendamping PKH yang “Setengah Hati” Secara teoritis, kemiskinan akan berpengaruh pada kualitas kesehatan. Faktor kemiskinan mengurangi kemampuan akses sarana kesehatan. Menyadari tentang hal tersebut, pemerintah mengembangkan berbagai program bantuan tunai langsung bersyarat, salah satunya PKH (Program Keluarga Harapan)13. Dalam pemberian bantuan itu, kelompok sasarannya adalah rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan ketentuan bahwa di keluarga itu terdapat salah satu atau beberapa di antaranya, yaitu: ibu hamil, anak balita, anak SD, dan SMP. Skema bantuannya, bila dalam rumah tangga itu terdapat anak di bawah 6 tahun, ibu hamil atau menyusui, maka setahun akan memperoleh Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Bila ada 13 PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada RTSM dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.Program ini, dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antargenerasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan. Pelaksanaan PKH juga mendukung upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium. Lima Komponen Tujuan MDGs yang akan terbantu oleh PKH yaitu: Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan; Pendidikan Dasar; Kesetaraan Gender; Pengurangan angka kematian bayi dan balita; Pengurangan kematian ibu melahirkan.http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/klaster-i/program-keluargaharapan-pkh/
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
85
anak peserta bersekolah di SD atau sederajat, maka keluarga memperoleh Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Untuk anak SMP, keluarga memperoleh Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Batas minimum per RTSM adalah Rp 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah), dan maksimum Rp 2.800.000,- (dua juta delapan ratus ribu rupiah) (www.pkh.kemsos.go.id). Tabel 3.9 Jumlah Penerima PKH Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2014 Kecamatan
D/K
D/K
Ibu
Anak
PKH Hamil Balita
Anak Anak Jumlah SD
SMP
ART
1. Tojo Barat
13
13
4
131
230
74
439
2. Tojo
15
15
4
79
154
58
809
3. Ulubongka
18
16
63
653
1.078 209
2.003
4. Ampana Tete
20
18
84
387
581
138
1.190
5. Ampana Kota
20
13
28
374
555
108
1.065
6. Una-una
19
13
21
232
347
129
729
7. Togean
15
11
11
79
172
71
717
8. Walea Kep.
15
13
23
371
451
97
942
9. Walea Besar
8
7
4
53
176
66
682
Kabupaten
143
119
242
2.359 3.744 950
8.576
Sumber: diolah dari Laporan Penyaluran PKH Tahap 1 s/d 4 tahun 2014.
PKH sebelumnya dikenal dengan PNPM Generasi ini dimulai sejak tahun 2007 dengan uji coba pada 7 provinsi, meningkat menjadi 13 provinsi (2008), 13 provinsi (2009), 20 provinsi (2010), 25 (2011) hingga 34 provinsi (2014). Jumlah kabupaten yang tercakup mulai dari 48 (2007), 70 (2008), 70 (2009), 88 (2010) hingga 430 (2014), sedangkan kecamatannya dari 337 (2007), 637 (2008), 781 (2009), 946 (2010) hingga 4.881 (2014). Besaran
86
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
peserta di setiap kecamatan berfluktuatif tergantung pada jumlah RTSM dan ART yang berstatus ibu hamil, anak balita, anak SD, atau anak SMP. Di Kabupaten Tojo Una-una, jumlah ART sebanyak 8.576 jiwa. Jumlah tersebut tidak tersebar merata pada setiap desa/kelurahan. Ada desa/kelurahan yang tidak memiliki ART peserta PKH (lihat tabel 3.9). Di setiap kecamatan, pemerintah menyiapkan satu atau dua orang pendamping. Pendamping ini adalah tenaga kontrak yang menerima gaji sekitar 2 juta rupiah. Tugas pendamping adalah menghimpun data RTSM dan memverifikasinya di lapangan, kemudian melakukan sosialisasi dan pemberian motivasi peser ta dengan terlebih dahulu membentuk kelompok berikut menentukan ketuanya. Pada tahap berikutnya, pendamping mela kukan verifikasi pelaksanaan prasyarat penerimaan PKH dengan memantau Posyandu, SD sederajat, dan SMP sederajat. Dari pantauan dan data ini, pendamping PKH memverifikasi kelayakan peserta untuk menerima dana PKH. Walaupun begitu, bisa dibayangkan betapa berat pen damping memantau di setiap desa. “… Berbeda dengan di Jawa, di sini pendamping harus dari pulau ke pulau, dari gunung ke gunung. Berapa pun uang yang diterima tidak cukup ...”, jelas Badrun Barasawa, 54 tahun, Kepala Dinsos Kabupaten Tojo UnaUna. Ia menyarankan kepada pendamping untuk membangun kerja sama yang baik dengan instansi, mulai dari perangkat desa/ kelurahan, kecamatan, Puskesmas, pengelola SD dan SMP. “… Di gunung, tidak bisa dengan kendaraan, harus jalan kaki. Kalau tidak terbiasa bisa berhari-hari ...”, tambahnya. Dengan kondisi geografis yang sulit, di lain pihak dibatasi waktu pelaporan, tidak semua pendamping bisa menjangkau
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
87
setiap desa yang dipantau, baik di wilayah daratan maupun kepulauan. Mereka bekerja sama dengan kepala desa/kelurahan atau sekretaris untuk melakukan verifikasi data ulang RTSM dari BPS, bersama-sama menentukan ketua kelompok penerima. Mereka melakukan koordinasi dengan Puskesmas, terutama petugas imunisasi dan kepala sekolah SD dan SMP. Petugas imunisasi ini dipilih karena salah satu syarat penerima balita adalah kelengkapan imunisasi dan pemberian vitamin A. Petugas ini selalu keliling dari Posyandu ke Posyandu, melakukan imunisasi dan mencatat penerimanya. Kepala sekolah SD dan SMP dilibatkan untuk memantau kehadiran siswa penerima PKH. Koordinasi biasanya dilakukan pada satu titik lokasi yang mudah dijangkau. Pola semacam ini ini tidak selalu dikehendaki oleh instansi yang terlibat. “… Saya sudah lapor ke Dinas. Saya ingin petugas PKH itu diganti saja. Tidak pernah tinggal di sini. Buat apa...”, ungkap Camat Popolii. Bapak Camat menghendaki setiap petugas kalau bisa tinggal di tempat, setidak-tidaknya di kantor kecamatan. Mereka tidak suka jika petugas hanya datang kalau membutuhkan data. “Saya larang itu Puskesmas sama kepala sekolah kasih data....” Lebih lanjut, untuk tinggal menetap, mereka bersedia mencarikan tempat tinggal. Sementara itu, untuk kunjungan dari desa ke desa, mereka mengajak bersama-sama pada saat ada kegiatan. “Tidak perlu keluar ongkos. Gajinya bisa utuh. Kecuali untuk makan saja....” Meski hubungan dengan kepala desa baik, tetapi ada beberapa yang mengeluh, salah satu di antaranya Kepala Desa Popolii. “Kalau datang tidak terjadwal, ia tidak bisa ketemu dengan kami.... Akhirnya, verifikasi dengan sekretaris.... kadangkadang tidak lengkap, ada yang lebih miskin tidak diberi....”
88
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Sementara itu, Bapak Rizal, petugas imunisasi Puskesmas Popolii mengeluh, “… Mana saya tahu satu per satu yang dapat PKH. Daftar dan formulirnya baru dikasih akhir tahun. Disuruh catat. Kalau daftar dari awal enak. Kalau sekarang, tambah pekerjaan….” Ia akhirnya hanya menunjukkan daftar nama balita yang diimunisasi yang dilakukan setiap bulan. Ia menyesalkan karena tidak ada koordinasi. “… Kalau tahu dari dulu, saya bisa paksa ibu si balita itu untuk datang aktif ke Posyandu …”, sesalnya. Apa yang dikatakan oleh Bapak Rizal itu memang benar. Meskipun keluarga ibu dari Am memperoleh PKH untuk ketiga anaknya yang duduk di bangku SD, tetapi tetap membiarkan tidak masuk sekolah tanpa alasan. Latar belakang pendidikan kedua orangtuanya yang hanya SD tidak memberikan kesadaran dan perhatian yang cukup tentang peranan pendidikan dalam memutus lingkaran kemiskinan. Beberapa kali petugas PKH, SJ tinggal bersama selama beberapa hari ketika berkunjung di Desa Popolii. Hal yang serupa juga tidak dilakukan oleh ibu P yang memiliki anak balita untuk menimbang ke Posyandu. Sementara itu, MA (27 tahun) yang tamat SMA selalu rajin ke Posyandu, apalagi karena dilakukan di dekat rumahnya, yaitu di pasar. “… Tanpa PKH pun, saya so pasti datang timbang punya anak ...”, tegasnya.
3.9 Membiarkan Snack Mengganti Asupan Gizi Upaya revitalisasi Posyandu pada kenyataannya menjadi sangat penting untuk mengetahui status gizi anak balita dan ibu hamil. Di dalam kegiatan Posyandu, kondisi gizi anak akan terukur. Salah satu indikatornya adalah berat badan. Data berat badan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
89
diperoleh dengan timbangan bayi bila usia kurang dari setahun dan timbangan dacin bila usia lebih dari setahun. Data berat itu dimasukkan ke dalam grafik. Grafik tersebut sudah memuat bentangan garis kurva yang menunjukkan posisi ideal dari berat badan bayi sesuai dengan usianya atau kurva pertumbuhan. Dengan diketahuinya kurva pertumbuhan balita ini, maka dapat dipantau tumbuh kembang balita setiap bulannya, meningkat sesuai dengan usianya atau mengalami penurunan. Permasalahannya adalah kenyataan di lapangan tidak men jamin bahwa semua anak dapat terpantau tiap bulan. Jika hal ini terjadi dampaknya adalah tidak diketahui bagaimana per tumbuhannya apakah sudah meningkat sesuai dengan kurva pertumbuhan. Kasus temuan balita gizi buruk, kurus, dan lainlainnya justru tertangkap ketika dilakukan survey yang berbasis komunitas seperti Riskesdas. Tabel 3.10 Jumlah Balita di bawah Garis Merah Kabupaten Tojo UnaUna Tahun 2013 Kecamatan
Perempuan
f
%
F
%
L+P f
%
1. Una-una
Wakai
17
5,6
25
8,2
42
6,9
2. Togean
Lebiti
7
2,8
13
4,8
20
3,8
Dolong
26
18,8
10
6,9
36
12,7
Popolii
23
10,5
17
6,8
40
8,5
Tete
52
8,5
33
5,8
85
7,2
Dat. Bulan
17
8,6
32
19,6
49
13,6
Amp. Timur 11
1,5
11
1,4
22
1,4
Amp. Barat
38
10,3
59
15,6
97
13,0
6. Ulubongka
Marowo
24
6,2
41
10,9
65
8,5
7. Tojo
Uekuli
33
8,8
49
13,7
82
11,2
3. Walea Kep. 4. Ampana Tete 5. Ampana Kota
90
Laki-laki
Puskesmas
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
8. Tojo Barat 9. Walea Besar Kabupaten
Matako
30
16,5
31
16,8
61
16,7
Tombiano
23
10,7
42
23,3
65
16,5
Pasokan
26
18,7
17
13,1
43
16,0
327 7,9
380 9,3
707 8,6
Sumber: Profil Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una 2013.
Tabel 3.10 menunjukkan bahwa 7 dari 13 Puskesmas memiliki anak balita BGM (Bawah Garis Merah) lebih besar dari rata-rata kabupaten. Dari ketujuh Puskesmas, dua di wilayah kepulauan dan lima wilayah daratan. Di wilayah daratan, patut diduga pada desadesa yang akses transportasinya sulit. Hal itu tidak berbeda jauh dari wilayah kepulauan. Transportasi ini menjadi kata kunci dalam memperoleh sumber pangan. Salah satu penyebabnya adalah asal sumber makanan pokok dari luar ka-bupaten. Masyarakat Tojo Una-una sudah lama mengalihkan makanan pokok nonberas, seperti ubi dan sagu ke makanan pokok beras. Peralihan ini bisa menimbulkan kerentanan pangan dalam masyarakat Kabupaten Tojo Una-una. Beras didatangkan dari Kota Poso dan dari Kabupaten Palu. Apabila ada gangguan transportasi darat, maka masyarakat Tojo Una-una akan mengalami krisis. Harga beras dengan kualitas RASKIN mencapai Rp 10.000,00 lebih. Produksi lokal belum bisa memenuhi kebutuhan padi dalam setahun. Dari data BPS (2014: 153, 156), pada tahun 2013 produksi padi hanya 12.672 ton gabah dengan luas lahan panen 3.653 ha. Bila gabah diolah, maka diperoleh 7.001 ton beras. Padi sawah ditanam di 7 kecamatan, kecuali Kecamatan Walea Besar dan Walea Kepulauan yang menggunakan sistem padi ladang. Sementara itu, bila menggunakan ukuran kebutuhan beras per
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
91
tahun orang Indonesia adalah 130 kg14, penduduk yang berjumlah 143.788 jiwa membutuhkan beras sebanyak 18.692,44 ton. Menurut Bupati H. Damsyik Ladjalani, Pemkab saat ini mencoba memperluas lahan sawah di wilayah timur berbatasan dengan Kabupaten Banggai. Kalau dikaji lebih dalam baik dari data BPS maupun dari temuan selama di lapangan, masyarakat Tojo Una-Una sebenarnya memiliki sejumlah sumber pangan karbonhidrat yang tinggi. BPS (2014: 163) mencatat produksi jagung sebesar 47.807 (10.831 ha), ubi kayu 2.181 ton (120 ha), dan ubi jalar 1.087 ton (106 ha). Jagung, ubi kayu, dan ubi jalar kini tidak menjadi makanan pokok, tetapi sebagai jajanan. Jagung seringkali dipetik pada usia muda untuk direbus atau dibakar. BPS tidak mencatat produksi makanan asli masyarakat Tojo Una-una, yaitu sagu. Berbeda dengan masyarakat Indonesia Timur, sagu tidak direbus, tetapi diberi kelapa yang diparut, garam, dan gula. Setelah itu, sagu digoreng kering tanpa minyak. Makanan yang dikenal sebagai sinole digunakan sebagai pengganti nasi. Bila sudah masak, sinole berbentuk menyerupai nasi tiwul dari Jawa. Sama seperti papeda yang sudah dikenal, sinole disajikan dengan sayur ikan bumbu kuning dan cah kangkung. Rasanya jauh lebih enak. Tidak perlu mengonsumsi dalam jumlah besar, sinole akan mengenyangkan. Berbeda dengan sinole, masyarakat Tojo Una-una mengonsumsi nasi dalam jumlah yang besar sekali makan. Apabila tidak ditunjang dengan gerak badan yang memadai, maka terjadi peningkatan kadar gula. Kondisi ini menjelaskan mengapa terjadi prevalensi penyakit diabetes 14 Baca http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/04/151401326/ Konsumsi.Beras.RI.per.Orang.130.Kg.per.Tahun.Jepang.Hanya.30.Kg. diakses tanggal 2 Maret 2015.
92
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
millitus terbilang tinggi. Dari data Riskesdas 2013, prevalensi Kabupaten Tojo Una-una sebesar 2,35, tertinggi kedua setelah Kota Palu (2,37) dibandingkan provinsi (1,55) dan nasional (1,5) (Balitbangkes, 2014). Tabel 3.11 Jumlah Balita Gizi Buruk yang Tertangani Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2014 Kecamatan
Puskesmas
L
P
L+P
1. Una-una
Wakai
-
1
1
2. Togean
Lebiti
-
-
-
Dolong
1
1
2
Popolii
4
4
8
3. Walea Kepulauan
Tete
6
1
7
Dataran Bulan
-
-
-
Ampana Timur
5
4
9
Ampana Barat
1
8
9
6. Ulubongka
Marowo
4
3
7
7. Tojo
Uekuli
-
-
-
Matako
-
-
-
Tombiano
-
-
-
4. Ampana Tete 5. Ampana Kota
8. Tojo Barat 9. Walea Besar
Pasokan
Kabupaten
4
1
5
25
23
48
Sumber: Profil Dinkes 2014
Asupan protein dan lemak diperoleh dari ternak sapi, kambing, ayam kampong, dan ayam potong, serta produk kelautan (ikan). Data BPS (2014: 171-179) menunjukkan populasi ternak besar (sapi) lebih cenderung menurun seiring dengan peningkatan ternak kecil dan unggas. Penurunan ternak sapi lebih kecil dibandingkan peningkatan pemotongan sapi yang lebih dari tiga kali lipat, dari 740 ekor (2012) menjadi 1.956 (2013). Hal itu Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
93
dilakukan untuk memenuhi 240 ton daging sapi. Pola yang kurang lebih serupa terjadi pada ternak kecil (kambing) dan unggas. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah, masyarakat kepulauan lebih memilih beternak unggas dan kambing. Unggas digunakan untuk konsumsi sendiri. Hal itu diperkuat data bahwa tidak ada pengiriman unggas ke luar kecamatan. Selain itu, mereka juga beternak sapi dan kambing, meski dalam jumlah yang kecil. Hal itu ditandai dengan jumlah ternak yang masuk (BPS, 2014: 185-186). Produksi dan konsumsi protein justru berasal dari laut. Kabupaten Tojo Una-una yang memiliki garis pantai yang panjang menghasilkan 12.058,74 ton ikan dalam setahun. Produksi nelayan yang besar di Kecamatan Ampanan Kota, Tojo, Una-una, Kepulauan Togean, Walea Besar dan Walea Kepulauan. Bila dibandingkan dengan jumlah nelayan, produktivitas yang terbesar berada di Kecamatan Walea Besar. Hal itu terkait dengan wilayah jelajahnya dan teknologi penangkapan yang digunakan. Sebagian besar nelayan menggunakan perahu bermesin. Di Kecamatan Una-una, Kepulauan Togean dan Kecamatan Walea Kepulauan, masyarakatnya sebenarnya lebih mengandalkan perkebunan. Hasilnya digunakan untuk membeli ikan. Meskipun demikian, sebenarnya mereka juga dengan mudah memperoleh ikan hanya dengan menggunakan alat yang sederhana. Dokter Mulhala (26 tahun) misalnya mengeritik masyarakat Popolii yang malas untuk pergi memancing ikan. Mereka menunggu penjual ikan dari Kepulauan Walea Besar. Satu plastik ikan sarden yang beratnya kurang dari 0,5 kg dijual seharga Rp 10.000,-. Jenis ikan tongkol dijual Rp 15.000,-. Penjual yang sekaligus nelayan
94
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
ini hanya membawa kurang lebih 50 kg dan terjual habis dalam waktu kurang lebih satu jam. Ketersediaan protein dan lemak yang ditandai dengan jumlah ternak ini tidak secara otomatis akan mengurangi risiko gizi, terutama pada anak balita. Kualitas gizi, khususnya anak balita ini merupakan indikator dari ketahanan pangan. Kualitas gizi sebenarnya lebih pada kemampuan akses keluarga dalam memenuhinya. Kemampuan akses pangan pada keluarga dapat diukur dari pendapatan, selain dukungan masyarakat lokalnya (social support) (De Marco, 2007). Problem gizi berdasarkan konsep UNICEF menunjukkan bahwa penyebab langsungnya adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi, dan itu terkait dengan pola asuh yang tidak memadai, ketidaktersediaan cukup pangan dan akses palayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, sebagai penyebab tidak langsung (Balitbangkes, 2008). Dari temuan di lapangan, baik di Kecamatan Popolii maupun Kecamatan Ampana Kota, faktor kemiskinan menjadi salah satu penyebab dari gizi buruk pada anak balita. Kemiskinan mengakibatkan keluarga mengurangi asupan gizi pada anak sebagai strategi bertahan hidupnya. Keluarga MA misalnya mengaku hanya makan bubur saja. Karena BR masih menganggur, tidak ada uang yang cukup untuk membeli nasi. Tidak jarang mereka menumpang makan di rumah neneknya. Yang menarik, dalam kondisi tersebut, bila ada uang sedikit, BR membeli jajan (snack) MA dan tidak ketinggalan rokok satu bungkus. “… Saya tidak begitu kuat merokok. Satu pak untuk dua tiga hari saja. Apalagi kalau masih menganggur…”, ceritanya.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
95
Gambar 3.11. Anak-anak Balita BGM di Kabupaten Tojo Una-una (Dokumentasi Peneliti)
Pemberian jajan tampaknya berpengaruh pada asupan gizi anak balita. Hal itu juga terlihat pada I (2 tahun) dari Desa Buntongi. Menurut D, ibunya, I pada dasarnya memiliki nafsu makan yang baik. Dia mau makan nasi, sayur, dan ikan. Hanya saja bila sudah makan snack maka nafsu makan mulai berkurang. Bila sedang bermain, ia tidak mau makan. Dalam sehari I tidak selalu makan 3 kali. Hal itu tergantung apakah dia mau makan atau tidak. Ia bisa saja tidak makan nasi melainkan bubur. D hanya selalu menyiapkan makan bila anak meminta. I memiliki kedekatan lebih dengan ayahnya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama ayahnya, A. A memiliki kebiasaan merokok. Dalam sehari A bisa menghabiskan hampir 1 bungkus rokok berisi 12 batang. Kegiatan merokoknya biasa dilakukan di dalam rumah, termasuk saat sedang bersama I. Selain dengan A, ia suka bersama neneknya. Neneknya selalu menuruti apa yang diminta I. Menurut Ibu D, meskipun kondisi fisiknya seperti itu, I jauh lebih kuat dibanding kakaknya ataupun kawan-kawan seusianya.
96
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Perilakunya sangat aktif, dan ibunya menterjemahkan I sebagai anak yang nakal karena susah diam. Pengasuhan anak juga menjadi kunci dari kasus anak balita gizi kurang. Ketika diperiksa oleh Bidan Siti, Sw (4 tahun) dari Pulau Ttk ini berada dalam kondisi muntah-muntah. Badannya kurus, tetapi ibu Im dan neneknya mengatakan bahwa kondisinya memang seperti itu. Ia tidak mau makan nasi. Neneknya yang mengasuh setiap hari hanya memberi susu kemasan Milo dan snack. Bagi neneknya, apa yang diminta Sw akan diberi. “Yang penting tidak rewel. Tidak nakal.” Selain karena cucu pertama bagi neneknya, Im sibuk mengajar di SD Satu Atap Ttk, sedangkan ayahnya sedang membuka kebun. Bila mendapatkan anak balita yang berada di bawah garis merah atau gizi kurang pada waktu penimbangan di Posyandu, tenaga kesehatan (bidan desa atau perawat) memberikan pen jelasan kepada ibunya tentang kondisi anak tersebut. Mereka juga mencatat sebagai anak balita calon penerima makanan tambahan. Makanan tambahan itu bisa berupa susu bubuk atau roti biskuit. Apabila sudah mengalami gizi buruk, maka anak itu dirujuk ke RSUD, seperti V (14 bulan) yang telah meninggal atau F (16 bulan). Dari RSUD, anak dirawat selama satu hingga dua bulan. Anak-anak itu diteliti apa penyebab dari gizi buruk, apakah faktor asupan gizi setiap hari ataukah penyakit yang mengakibatkan kondisi tubuhnya menurun dan mengurangi nafsu makan. V misalnya, didiagnosis karena pneumonia, sementara itu F diduga disebabkan oleh penyakit jantung bawaan. Oleh pihak RSUD, F disarankan dirujuk ke RSUD Undata. “… Memang, biaya rumah sakit gratis. Tapi, untuk ke sana, kami tidak ada biaya.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
97
Terus selama hidup di sana bagaimana. Di sini saja sudah susah …”, keluh Mu (46 tahun), ibu F. Mu awalnya penduduk Kota Palu. F merupakan anak kedua dari pernikahan yang kedua. Suami yang pertama tinggal di Kota Palu. Suami pertama adalah buruh bangunan. Karena sesuatu hal, mereka bercerai. Mu kemudian menikah dengan suaminya sekarang yang juga sebagai buruh bangunan di Kota Palu. Ia kemudian meninggalkan anak-anaknya dan mengikuti suaminya di tempat yang sekarang. Ia melahirkan F dalam usia di atas 40 tahun. Terkait dengan pemberian makanan tambahan, ada bebe rapa masalah. Pertama, tanpa disadari ada masalah komunikasi antara tenaga kesehatan, khususnya bidan/perawat dan ibu-ibu pada waktu Posyandu. Penyebabnya adalah bahasa dan latar belakang pendidikan ibu anak balita dan ibu hamil. Dengan per bedaan logat bahasa Indonesia karena berbeda etnis, ibu peserta Posyandu tidak terlalu paham dengan apa yang disampaikan oleh bidan atau perawat, bahkan kader Posyandu juga sering tidak memahami. Masalah kedua disebabkan oleh faktor geografi. Karena jarak antara Puskesmas dan Dinas Kesehatan, antara Puskesmas dan desa yang jauh, pengiriman makanan tambahan kemasan sering terlambat. Keterlambatan itu menjadi semakin lama tatkala terjadi penundaan karena masalah administratif di Dinkes, terutama pada awal tahun. Hingga bulan Februari 2015, Dinkes belum menjadwalkan pengiriman makanan tambahan. Kesulitannya menjadi semakin tinggi ketika harus mengirim ke penerimanya. Ada dua cara, yaitu bidan atau perawat di desa mengambil pada awal bulan atau petugas Puskesmas mengirim pada saat imunisasi atau pusling.
98
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Masalah ketiga adalah terkait dengan pengasuhan anak. Makanan tambahan yang dikirim dengan susah payah tidak selalu dikonsumsi oleh anak yang bersakutan. “… Rotinya terlalu keras. Anak tidak mau. Ya saya biarkan …”, kata ibu Im ketika menerima makanan untuk Sw. Tidak ada usaha ibu-ibu untuk mengolah, sehingga anak menyukainya. Tabel 3.11. Matriks Kategori Anak Balita BGM di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2015
Kriteria 1. Pekerjaan Orangtua 2. Pendidikan
3. Pengasuh anak setiap hari 4. Kebiasaan makan 5. Asupan gizi 6. Konsumsi Snack 7. Konsumsi Rokok Keluarga 8. Penyakit penyerta
Kondisi Ekonomi Keluarga Asal Anak Balita Mampu Miskin Pemilik Kebun Luas, Buruh petik, PNS Pengangguran Menengah ke Tinggi Di bawah/sama dengan tamat SD sederajat Nenek, Orang lain Nenek, Ayah, Paman 2 atau 3 x sehari Cukup Tinggi Relatif sedikit Diare
Kurang dari 2 x sehari Kurang Tinggi Relatif sedang ke tinggi Pneumonia, Jantung Bawaan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
99
9. Kebiasaan ke Fasilitas Kesehatan
Posyandu, BPS
10. Pemberian PMT oleh Nakes 11. Informasi Gizi Nakes
Tidak rutin ke Posyandu. Insentif PKH belum efektif terhadap tingkat partisipasi. Ya. Konsumsi Ya. Konsumsi tergantung anaknya tergantung anaknya Paham. Pelaksanaan Tidak paham tergantung pengasuh
Sumber: Data Primer
100
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Bab 4
Gangguan Mental, Muara dari Problematika Kehidupan
4.1 Lonjakan Kasus yang Tajam Berdasarkan pada angka IPKM 2013, prevalensi gangguan mental di Kabupaten Tojo Una-Una menempati peringkat satu tertinggi jika dibandingkan dengan sepuluh kabupaten yang lain, yakni 37,06 sedangkan pada level Provinsi Sulawesi Tengah hanya 11,57 (gambar 4.1). Apabila dibandingkan dengan preva lensi nasional pun, selisih prevalensinya cukup jauh karena prevalensi gangguan mental nasional hanya 5,98 pada tahun 2013 (Balitbangkes, 2013).
Gambar 4.1 Prevalensi Gangguan Mental Tahun 2013
101
Prevalensi gangguan mental Tojo Una-Una pada tahun 2013 mengalami peningkatan cukup signifikan. Jika pada tahun 2007 prevalensinya hanya 12,46 maka pada 2013 meningkat menjadi 37,06. Padahal prevalensi Sulawesi Tengah bahkan Nasional mengalami penurunan berturut turut yakni dari 16,0 menjadi 11,57 dan 11,6 menjadi 5,98. Oleh karena itu fenomena yang terjadi di Tojo Una-Una ini sangat kontras dan mengejutkan. Gangguan mental yang merupakan sub indikator pada indikator penyakit tidak menular ini termasuk dalam kategori penting dengan bobot 4 pada penghitungan IPKM 2013. Dengan demikian apabila prevalensi gangguan mental cukup tinggi pada suatu kabupaten, apalagi angkanya sangat fantastis jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di suatu provinsi yang sama, maka sangat mempengaruhi nilai dan peringkat IPKM kabupaten tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui mengapa dan bagaimana prevalensi gangguan mental ini sangat meningkat dan tinggi di Tojo Una-Una. Seiring pula Kabupaten Tojo UnaUna mengalami penurunan peringkat IPKM pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun 2007.
102
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Gambar 4.2 Prevalensi Gangguan Mental Tahun 2007 dan 2013
4.2 Upaya menjadi Program Prioritas Program kesehatan jiwa di Dinkes Tojo Una-Una termasuk dalam Seksie Kesehatan Khusus bersama dengan Program Gigi dan Mulut di bawah Bidang Bina Upaya Kesehatan. Seksie yang dipimpin oleh Ibu Hastati Siola, seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat lulusan Universitas Negeri Muhammadiyah Palu ini mengakui bahwa kasus gangguan mental pada masyarakat Tojo Una-Una mulai meningkat. Menurut beliau, pemegang kebijakan dan pengelola pro gram kesehatan lain banyak yang belum menyadari bahwa gang guan mental merupakan masalah yang penting dan perlu segera ditangani. Hal ini dikarenakan gangguan mental tidak termasuk dalam pokok Millenimum Development Goals (MDGs). Selain itu masalah gangguan mental adalah masalah kesehatan penunjang dan dampaknya tidak terlalu terlihat seperti masalah penyakit
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
103
menular dengan prevalensi tinggi di Tojo Una-Una, seperti malaria, diare, dan lain-lain. Oleh karena itu prioritas penyelesaian masalah kesehatan kabupaten ini masih pada penyakit menular. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Kasubag Peren canaan mengenai proses penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan prioritas masalah kesehatan yang harus segera diatasi. Proses penyusunan RKA dimulai dari usulan setiap pengelola program di Dinas Kesehatan kepada Kasie dan disetujui oleh Kabid. Setelah itu, RKA tersebut diserahkan oleh Kabid kepada Sub Bagian Perencanaan. Di Sub Bagian Perencanaan akan melakukan sortir kegiatan dengan menggunakan capaian kegiatan atau capaian program sesuai dengan data yang ada di Bank Data. Jika kegiatan yang diajukan sesuai dengan prioritas program yang harus dicapai, maka akan disetujui dan ditindaklanjuti pada pertemuan RKA dengan Kepala Dinas. Namun, jika kegiatan tersebut belum menjadi prioritas yang telah ditentukan SPM ataupun MDG’s, maka RKA tersebut dikembalikan pada masing-masing pengelola program untuk direvisi. Apabila usulan RKA telah sampai pada tahap diskusi dengan Kepala Dinas, yang dihadiri oleh Pejabat Eselon IV dan Pejabat Eselon III, maka RKA tersebut dinyatakan lulus sebagai kegiatan yang harus dilaksanakan pada tahun yang akan datang. Akan tetapi, pada saat pertemuan ini Kadinkes memiliki hak prerogratif untuk meminta Kabid dan Kasie merevisi ulang RKA yang telah disusun berdasarkan masalah prioritas yang ingin diselesaikan. Jika hal semacam ini terjadi, maka Kasie dan Kabid wajib merevisi RKA tersebut. Prioritas masalah kesehatan yang saat ini sedang diselesaikan oleh Dinas Kesehatan Tojo Una-Una adalah target MDGs, seperti
104
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Begitu pula dengan pemberantasan penyakit menular seperti malaria yang ditargetkan sudah tidak ada kasus pada tahun 2015 di Tojo Una-Una. Walaupun demikian, Ibu Hastati berpendapat bahwa sebe narnya gangguan mental termasuk dalam pokok MDGs yang juga harus diselesaikan masalahnya. Semisal Kesehatan Ibu dan Anak yang termasuk di dalamnya masalah kesehatan ibu hamil. Ibu hamil rentan sekali mengalami gangguan mental jenis depresi ringan atau anxietas karena khawatir dengan kehamilannya, sehingga dibutuhkan konseling kejiwaan bagi ibu hamil, karena masalah ibu hamil tidak hanya terbatas pada ibu melahirkan yang ditolong oleh nakes dan selamat, tetapi juga selama kehamilan ibu hamil sehat secara fisik dan psikis. “… itu karena dorang (mereka) belum memahami bahwa sebenarnya masalah gangguan mental ini juga sering terjadi pada ibu hamil ...”, jelas Ibu Hastati. Kondisi ini pada akhirnya berpengaruh pada bayi yang dikandungnya serta proses persalinan. Begitu pula pada kesehatan anak, kesehatan jiwa anak termasuk yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Pada pemeriksaan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK), ada variabel tentang kesehatan jiwa anak. Contohnya saja kasus retardasi mental pada anak. Kasus seperti ini merupakan kasus kesehatan jiwa yang berpengaruh pada kesehatan anak secara keseluruhan. Jadi sebenarnya, menurut Ibu Hastati, kesehatan jiwa melekat pada Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh karena itu, apabila ditelaah lebih lanjut maka kesehatan jiwa pun termasuk dalam program yang diprioritaskan MDGs. Hanya saja pengelola program yang lain belum memahami tentang hal ini dan menganggap
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
105
bahwa kesehatan jiwa terlepas dari masalah kesehatan secara keseluruhan. Dapat dikatakan juga bahwa untuk masalah kese hatan jiwa, belum ada kerjasama yang baik antarlintas program di Dinas Kesehatan Tojo Una-Una. Akibat belum adanya kesepahaman ini yaitu kurangnya alokasi dana yang diberikan untuk kegiatan kesehatan jiwa. Alokasi dana yang bersumber dari APBD (Dana Alokasi Umum/DAU) masih lebih pada penyelesaian masalah penyakit menular, KIA, gizi, dan lain-lainnya.
4.3 Menyiapkan Tenaga Kesehatan Jiwa Pada tahun 2013 kegiatan yang diajukan oleh Sie Kesehatan Khusus disetujui oleh Sub Bagian Perencanaan untuk dilaksanakan dengan biaya dari DAU sebesar Rp 43.949.000,-. Kegiatan tersebut berupa pelatihan pengelola program kesehatan jiwa untuk seluruh Puskesmas di Tojo Una-Una yang berjumlah 13 orang. Pelatihan tersebut bertujuan memampukan pengelola program kesehatan jiwa Puskesmas dalam mengidentifikasi pasien gangguan men tal baru dan melakukan konseling terhadap mereka, serta cara penanganan yang tepat jika ada pasien gangguan mental. Nara sumber pelatihan ini adalah Dokter Spesialis Kejiwaan yang didatangkan dari Palu. Seluruh kegiatan ini difasilitasi oleh Dinas Kesehatan dengan menggunakan dana APBD. Setelah dilatih, 7 dari 13 orang pengelola program tersebut selanjutnya dikarantina (magang) di Rumah Sakit Jiwa Madani Palu selama 2 minggu pada tahun 2014. Sebagian pengelola program belum melakukan kegiatan magang karena terhalang oleh kegiatan mereka yang cukup padat di Puskesmas. Ketujuh pengelola program yang telah melakukan magang berasal dari Puskesmas Matako, Tombiano, Uwekuli, Marowo, Ampana Barat,
106
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Tete, dan Dataran Bulan. Pada saat magang, seluruh biaya ditang gung oleh APBD sebagai kelanjutan dari pelatihan pada tahun 2013. Biaya tersebut meliputi uang harian, transport, konsumsi, dan akomodasi.15 Tindak lanjut kegiatan magang tersebut adalah monitoring dan evaluasi berupa kunjungan Sie Kesehatan Khusus Dinas Kese hatan bersama dengan Dokter Spesialis Kejiwaan RSUD Ampana ke Puskesmas pada tahun 2014. Hasil tindak lanjut tersebut adalah temuan kasus gangguan mental baru di wilayah kerja Puskesmas yang dikunjungi. Selain itu, fenomena pengelola program di Puskesmas yang belum terampil dalam melakukan pencatatan dan pelaporan juga ditemukan. Ibu Hastati berpendapat bahwa fenomena ini muncul karena beban kerja atau tanggung jawab pengelola program tidak hanya fokus pada kesehatan jiwa saja, tetapi juga memiliki tanggung jawab lain. Misalnya sebagai juru imunisasi dan pengelola program gizi yang juga berperan sebagai pengelola program kesehatan jiwa, sehingga kegiatan kesehatan jiwa tidak berjalan dengan baik karena pengelola program juga harus menyelesaikan tugasnya yang lain. Kriteria pengelola program kesehatan jiwa di Puskesmas minimal berlatar belakang perawat, namun tidak diharuskan se bagai perawat yang hanya mengelola program jiwa saja, karena 15 Salah satu Puskesmas yang memiliki program kesehatan jiwa adalah Puskesmas Ampana Barat. Program tersebut sejak tahun 2013 dikelola oleh Ibu Susanti D. Kumora (yang akrab dipanggil dengan Ibu Susan), seorang pegawai dengan latar belakang perawat. Sebelumnya ia bertugas di Kabupaten Poso. Namun, dengan alasan mengikuti suami, maka beliau pindah ke Kabupaten Tojo Una-Una dan ditempatkan di Puskesmas Ampana Barat. Ibu Susan telah mengikuti pelatihan sebagai pengelola program kesehatan jiwa bersama dengan pengelola program dari Puskesmas lain yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una pada tahun 2013. Kegiatan magang di Rumah Sakit Madani Palu pun telah diikuti sehingga Ibu Susan mampu untuk melakukan anamnesa dan konseling terhadap pasien yang mengalami gangguan mental.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
107
Puskesmas sendiri selalu kekurangan tenaga kesehatan. Maka Dinas Kesehatan memperbolehkan pengelola program bertang gungjawab atas beberapa program. Fakta lain yang menjadi masalah pada pengelola program adalah statusnya yang bukan PNS sehingga bisa kapan saja diganti dengan orang lain. Pengelola program yang sudah dilatih seringkali diganti dengan yang lain karena alasan ini. Honor pengelola program kesehatan jiwa juga belum dianggarkan, sehingga kegiatan pelacakan kasus ke desa pun belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh Puskesmas. Walaupun demikian, ada beberapa Puskesmas yang melakukan pelacakan kasus gangguan mental dengan sumber dana BOK. Akan tetapi, kegiatan semacam ini pun tergantung pada motivasi dan inovasi pengelola program dalam merencanakan kegiatan dengan menggunakan dana BOK. Apabila pengelola program Puskesmas tidak mengajukan, maka kegiatan pelacakan kasus pun tidak dilakukan.
4.4 Menjaring Pasien Menebar Harapan Pada tahun 2014 telah dilakukan pelacakan kasus di 11 wilayah Puskesmas melalui kerjasama dengan pihak Poli Jiwa RSUD Ampana. Setelah pelacakan, ternyata ditemukan 73 kasus gangguan mental di 11 wilayah Puskesmas tersebut.16 Berdasarkan rekam medis di Poli Jiwa RSUD Ampana pun terlihat bahwa jumlah kunjungan pasien gangguan mental setiap bulannya selama tahun 2014 berkisar antara 100 hingga 140 kunjungan. Artinya setiap 16 Menurut dr. Soraya (dokter spesialis jiwa di RSUD Ampana), RS tidak berwenang melakukan pelacakan, oleh karena itu harus bekerja sama dengan Puskesmas sebagai penguasa wilayah di bawah naungan Dinas Kesehatan Tojo Una-Una. Pasien yang ditemukan dapat dirujuk ke RS. Walaupun begitu, menurutnya masih ada Puskesmas yang belum aktif melakukan pelacakan.
108
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
hari ada 17 hingga 25 pasien gangguan mental yang berkunjung ke Poli Jiwa RSUD Ampana. Pelaksanaan program kesehatan jiwa tidak hanya dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan, tetapi juga oleh Puskesmas, salah satunya adalah Puskesmas Ampana Barat. Kepala Puskesmas Ampana Barat sangat mendukung program kesehatan jiwa, ter bukti dengan selalu terjalinnya komunikasi antara pengelola pro gram kesehatan jiwa dengan Kepala Puskesmas yang juga ber peran sebagai dokter yang bertugas di Poli Umum. Kegiatan Poli Jiwa pada tahun 2014 baru pada tahap penyuluhan tentang kesehatan jiwa dan pelacakan kasus di setiap desa. Pelacakan kasus tersebut masih dilakukan di 4 desa saja, di antaranya adalah Bailo Baru, Sansarino, Saluaba, dan Buntongi. Pada saat pelacakan kasus, Ibu Susan tidak sendiri namun bersama dengan pengelola program surveilans dan promosi kesehatan. Sebelum pelacakan kasus, Ibu Susan menghubungi Kepala Desa atau Lurah agar mengumumkan kepada seluruh warga desa tentang kunjungan yang akan dilakukan Puskesmas. Perangkat desa sangat kooperatif jika diajak kerjasama dengan Puskesmas dalam kegiatan apa pun, termasuk kegiatan Kesehatan Jiwa. Setelah diumumkan pada hari sebelumnya, maka pada hari H warga telah mempersiapkan diri untuk datang ke kantor desa dan tidak bekerja di kebun. Pelacakan kasus ini diawali dengan penyuluhan tentang kesehatan jiwa, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi gang guan mental yang dialami oleh warga yang hadir. Di setiap desa, sekitar 10-15% warga yang hadir pasti mengalami gangguan mental. Mayoritas jenis gangguan mental yang dialami adalah anxietas (kecemasan). Setelah diidentifikasi melalui konseling
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
109
selama 15 menit di ruangan tertutup, maka warga yang dinyatakan mengalami gangguan mental diminta untuk memeriksakan dirinya ke Puskesmas agar dapat diberikan obat melalui resep dokter. Rencana kegiatan Poli Jiwa pada tahun 2015 masih pada penyuluhan tentang kesehatan jiwa dan pelacakan kasus. Penyuluhan yang diberikan berupa gejala gangguan mental dan persuasif untuk memeriksakan diri ke Puskesmas. Pelacakan kasus terus dilakukan agar dapat memetakan jumlah kasus dan penyebabnya. Selanjutnya akan direncanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya kasus gangguan mental dengan usaha yang lebih masif dan bersifat lintas sektor. Anggaran dari Bantuan Operasional Kegiatan (BOK) tahun 2015 juga meliputi pengadaan poster tentang gejala gangguan mental. Poster ini diadaptasi oleh Ibu Susandari dari hasil pelatihan yang diterimanya pada tahun 2013 silam. Rencananya poster ini akan diletakkan di dinding Puskesmas sehingga masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas dapat mengetahui gejala gangguan mental dan memeriksakan dirinya dengan segera.
Gambar 4.3 Poster tentang Gangguan Jiwa di Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Ampana Barat
110
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Petugas yang mengelola kesehatan jiwa di Puskesmas baru dilatih tentang kesehatan jiwa pada tahun 2013. Prosedur dalam pemeriksaan pasien gangguan jiwa juga terjadi setelah pelatihan tersebut, sehingga data tentang kasus gangguan mental serta jumlah pasien gangguan mental yang ditangani Puskesmas baru tersedia sejak tahun 2014. Pelacakan kasus oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas pun baru dilakukan pada tahun 2014. Sehingga data yang ada saat ini belum menggambarkan data gangguan mental seluruhnya di Tojo Una-Una karena bisa saja ada kasus tetapi belum tercatat karena belum ditemukan oleh petugas. Sementara itu data jumlah kunjungan pasien gangguan mental di RSUD Ampana berupa data rekam medis setiap tanggal kunjungan. Belum ada data yang menunjukkan proporsi jenis gangguan mental pada pasien gangguan mental yang berkunjung ke Poli Jiwa. Data yang ada di RSUD Ampana ini juga belum pernah dijadikan sebagai bahan analisis oleh Dinas Kesehatan terkait dengan jenis gangguan mental, jenis kelamin dan usia, serta asal daerah. Belum ada kerjasama juga antara Dinas Kesehatan dan Puskesmas serta RSUD Ampana terkait data pasien gangguan mental, sehingga belum dapat dipetakan wilayah mana saja yang memiliki jumlah kasus gangguan mental tertinggi. Dengan demikian data ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan upaya pemecahan masalah kesehatan, khususnya gangguan mental. Data bulanan Puskesmas, atau yang biasa disebut dengan SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas), belum sepenuhnya mendata kasus gangguan mental. Ada variabel gangguan mental pada rekap SP2TP tetapi belum dijadikan dasar analisis kegiatan oleh Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan. Dengan demikian data tentang keseluruhan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
111
kasus gangguan mental, baik di wilayah kerja Puskesmas, RSUD Ampana, maupun Dinas Kesehatan belum dijadikan data yang dapat menginformasikan tentang meningkat atau menurunnya kejadian gangguan mental di Tojo Una-Una.
4.5 Mencari Obat Mencari Kesembuhan Menurut dr. Soraya, rata-rata kunjungan pasien di Poli Jiwa RSUD Ampana sekitar 100-150 pasien setiap bulan.17 Sehingga dalam sehari terdapat 15-20 kunjungan pasien gangguan mental di Poli Jiwa ini. Pasien yang datang berkunjung biasanya merupakan pasien rujukan dari Puskesmas atau pasien yang memang harus berkunjung secara berkala sebagai upaya untuk mengobati gangguan mental yang dialaminya. Jumlah kunjungan yang selalu banyak selain karena ada tambahan pasien baru setiap bulan (bisa 5 orang), juga karena pengobatan gangguan mental memang memerlukan waktu yang lama. Pemberian obat untuk pasien gangguan mental yang sudah mulai membaik biasanya untuk penggunaan 2 minggu hingga 1 bulan. Untuk pasien gangguan mental berat, misalnya epilepsi, sampai 1 bulan, sedangkan untuk gangguan mental ringan diberikan untuk 2 minggu.
17 Di RSUD Ampana telah ada Poli Jiwa yang dikelola oleh dr. Soraya, M.Kes. Sp.KJ, satu-satunya dokter spesialis kejiwaan yang bertugas di RSUD Ampana sejak tahun 2011. Namun, terhitung sejak 12 Februari 2015 beliau pindah tugas ke Palu dan akan digantikan oleh dokter spesialis jiwa yang lain (dr. Merry) namun dokter pengganti ini hanya bertugas 6 bulan saja, karena beliau juga harus kembali bertugas di RSJ yang ada di Palu (di RSUD Ampana hanya diperbantukan saja untuk mengisi kekosongan).
112
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Gambar4.4 Dokter Soraya, M.Kes.Sp.KJ di Ruang Kerjanya
Akan tetapi, ada kendala yang muncul dalam penanganan pasien, misalnya lokasi yang jauh seperti di Dataran Bulan dan masyarakat di pulau. Akibatnya, seringkali pasien yang sudah mu lai membaik dikembalikan ke pelayanan dasar (Puskesmas) namun ternyata tidak tersedia obat. Oleh karena itu mereka harus kembali ke RSUD Ampana untuk memperoleh obat tersebut. Namun, biaya transport yang mahal membuat pasien akhirnya tidak kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, padahal untuk gangguan mental memerlukan pengobatan yang rutin dan lama. Gangguan mental ringan (anxietas) memerlukan waktu hingga 3 bulan pengobatan, untuk gangguan depresi bisa 3-6 bulan, sedangkan gangguan mental berat bisa memerlukan waktu antara 2-3 tahun hingga seumur hidup. Selain faktor lokasi, masalah ketersediaan obat juga men adi persoalan, lebih-lebih saat dibuat kebijakan pengadaan obat menggunakan sistem e-catalogue. Dr. Soraya sudah menyam paikan kepada pengelola program Pelayanan Kesehatan Dasar di Dinas Kesehatan untuk membuat data yang lebih komplit di masing-masing Puskesmas, supaya obat yang disediakan tidak disamaratakan, tetapi sesuai dengan yang dibutuhkan, karena
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
113
antara Puskesmas yang satu dengan yang lain bisa berbeda. Sering terjadi ada obat yang sampai kehabisan, sementara ada pula obat yang kadaluarsa karena jumlahnya terlalu banyak. Banyaknya pasien yang berkunjung ke RSUD Ampana karena mereka menyadari bahwa gangguan mental bukan penyakit yang memalukan, melainkan dapat diobati. Pada awalnya banyak terjadi ketertutupan dan rasa malu pada pasien maupun keluarganya untuk datang ke Poli Jiwa. Namun seiring berjalannya waktu kondisi ini berubah, bahkan antarpasien sudah bisa menceritakan latar belakang alasan datang ke Poli Jiwa dan masalah yang mereka hadapi. Keterbukaan dan kesadaran pasien yang seperti ini sangat membantu dalam proses pengobatan. Selain itu, masalah kesehatan jiwa pun memperoleh per hatian yang lebih dari Bapak Bupati (lihat boks tentang Bapak H. Damsyik Djalajani - Bupati Tojo Una-Una di akhir Bab II). Bupati selalu dengan terbuka menerima keluhan dan saran dari dokter mengenai strategi untuk meningkatkan kesehatan jiwa di Tojo UnaUna. Bupati juga mempermudah dokter asal Tojo Una-Una untuk melanjutkan studi pendidikan spesialisasi. Dengan dukungan yang sangat baik inilah, dokter yang tinggal di Tojo Una-Una merasa sangat terbantu dalam melaksanakan tugasnya. Poli Jiwa di RSUD Ampana juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan melalui Seksie Kesehatan Khusus, mulai dari mela kukan kegiatan penjaringan hingga pelacakan untuk pasien gang guan mental yang dipasung. Kerjasama juga dilakukan pada saat pelatihan dokter dan perawat Puskesmas terkait kesehatan jiwa. Kendala lain menurut dokter spesialis jiwa ini yakni belum ada kerjasama dengan Badan Narkotika Kabupaten untuk melaku kan kerjasama lintas sektor terkait penggunaan NAPZA, padahal
114
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
telah ada beberapa kasus gangguan mental dikarenakan pengaruh NAPZA. “… belum ada kerjasama antara Badan Narkotika Daerah dengan RSUD, padahal sudah banyak kasus gangguan jiwa karena narkoba ...”, keluh dr. Soraya. Sedangkan kendala yang ada pada pasien itu sendiri yaitu kurangnya perhatian dari keluarga pada pasien gangguan mental, sehingga kasus yang disebabkan masalah keluarga tidak dapat diberikan konseling secara menyeluruh pada keluarga, melainkan hanya secara parsial, yakni pasien itu sendiri.
4.6 Mulai dari Problem Ekonomi, hingga Rumah Tangga Pasien yang mengalami ganggguan mental ketika datang ke Puskesmas tidak langsung menuju Poli Jiwa, namun ditangani oleh dokter di Poli Umum dengan keluhan sakit fisik, seperti sakit kepala dan cepat lelah. Apabila ada gejala gangguan mental seperti cemas, susah tidur, atau komunikasi kurang baik, maka dokter di Poli Umum akan meminta pasien untuk menuju Poli Jiwa. Setelah di Poli Jiwa, pasien diidentifikasi oleh Pengelola Program Kesehatan Jiwa yang telah terlatih. Apabila teridentifikasi mengalami gangguan mental, pasien diberi konseling serta alternatif pemecahan masalah. Tugas pengelola program hanya pada identifikasi dan konseling, sedangkan resep obat yang diberikan sepenuhnya hak dokter yang ada di Poli Umum. Akan tetapi, jika gangguan mental yang dialami oleh pasien sangat parah, seperti skizofren, maka pasien akan langsung dirujuk ke Poli Jiwa di RSUD Ampana. Suatu hal positif yang dapat diapresiasi dari pasien yang dinyatakan mengalami gangguan mental adalah mereka tidak malu
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
115
untuk berobat. Apabila dirujuk ke Poli Jiwa di RSUD Ampana, maka pasien akan benar-benar melanjutkan proses pengobatannya. “… karena dorang (mereka) sudah mengerti bahwa jika tidak diobati, maka dorang akan semakin parah sakitnya ...”, ujar Ibu Susan, Pengelola Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Ampana. Hal ini tidak lepas dari usaha Pengelola Program Kesehatan Jiwa di Puskesmas yang mengkomunikasikan pada pasien dan atau keluarganya bahwa pasien mengalami gangguan mental yang bukan berarti gila. Hanya saja jika gangguan mental ini tidak segera diobati lebih lanjut maka bukan tidak mungkin selanjutnya akan menjadi lebih berat lagi. Dengan adanya penjelasan semacam ini, pasien termotivasi untuk melanjutkan pengobatannya hingga sehat kembali. Menurut Ibu Susan, pemicu terjadinya kecemasan yang dialami oleh pasien adalah masalah ekonomi dan rumah tangga. Sebagian besar pasien gangguan mental merupakan ibu rumah tangga yang mencemaskan keadaan ekonomi dalam keluarganya. Contohnya, ada suatu kasus anxietas pada ibu rumah tangga yang pernah ditangani oleh Ibu Susan. Ibu tersebut mengeluhkan sakit kepala dan susah tidur (insomnia) serta sering menangis. Suaminya bekerja sebagai buruh tani, sedangkan beliau hanya seorang ibu rumah tangga yang harus mengatur pengeluaran setiap bulannya dengan 3 orang anak yang masih usia sekolah. Penghasilan suaminya sebesar Rp 50.000,- per hari. Tapi beliau harus membagi uang tersebut untuk keperluan makan, uang saku sekolah putranya, dan keperluan yang lain. Beliau cemas tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-sehari tersebut. Setelah konseling, Ibu Susan membantu untuk menyelesaikan masalah kecemasan pasien dengan memberikan alternatif solusi tentang
116
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan. Apabila kebutuhan tersebut bukan kebutuhan primer, maka tidak perlu lagi dipikirkan terlalu jauh. Namun jika kebutuhan untuk makan sehari-hari, maka harus dipikirkan terlebih dahulu dengan membagi penghasilan suami agar dapat membeli bahan makanan yang murah tetapi semua anggota keluarga bisa makan. Begitu pula dalam membagi uang untuk keperluan yang lain. Intinya, Ibu S sebagai konselor memberikan alternatif solusi dan menenangkan pasien agar tidak terlalu cemas terhadap suatu masalah yang dihadapi. Dengan demikian pasien yang mengalami gangguan mental, dalam hal ini anxietas, dapat segera pulih dan kembali sehat baik fisik maupun psikisnya. Jenis kasus gangguan mental yang paling banyak dialami pasien Puskesmas Ampana Barat dalam tiga tahun terakhir adalah anxietas (kecemasan) diikuti dengan skizofrenia dan depresi. Menurut dr. Soraya, sebagian besar kasus gangguan mental di RSUD adalah gangguan mental ringan sampai sedang. Sebagian besar penyebab masalah gangguan mental yang dialami oleh pasien yang berkunjung ke Poli Jiwa RSUD Ampana karena masalah ekonomi dan masalah rumah tangga seperti perselingkuhan, bentrok dengan orang tua, dan lain-lain. Bagi pasien gangguan mental, selain membutuhkan pengobatan juga memerlukan psikoterapi, dan harus dokter spesialis yang melakukan terapi tersebut. dr. Soraya menjelaskan bahwa gangguan mental terjadi karena ada masalah neurotransmitter di otak yang mengganggu pikiran dan perasaan, sehingga untuk mengisi ketidakseimbangan tersebut diberikan obat terlebih dahulu. Bila kondisi sudah mulai bagus maka mulai diberikan psikoterapi. Pada saat pelaksanaan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
117
psikoterapi atau konseling itulah pasien dapat diintervensi untuk menyelesaikan masalah kehidupan yang dialami.
Gambar 4.5 Jumlah Kasus Gangguan Mental di Puskesmas Ampana Barat (Diolah dari Data Rekam Medis Puskesmas Ampana Barat)
Jenis gangguan mental yang paling sering terjadi pada pasien Poli Jiwa adalah gangguan fungsional. Gangguan fungsional adalah gangguan mental seperti insomnia, anxietas, depresi, dan lain-lain. Gangguan mental jenis inilah yang paling banyak kasusnya di Tojo Una-Una. Selain itu, terdapat pula jenis gangguan mental organik, yakni gangguan mental seperti penyalahgunaan obat, dimensia, gangguan hormonal pasca melahirkan, dan lain-lain. Gangguan mental jenis ini paling banyak dikarenakan penyalahgunaan obat (NAPZA). Hingga saat ini terdapat 4 pasien gangguan mental karena NAPZA yang dirawat inap di RSUD Ampana.
118
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
4.7 Nenek H: Sakit Kepala yang tak Kunjung Hilang Salah seorang pasien gangguan mental (anxietas) yaitu Nenek H berusia 57 tahun. Ia hidup bersama suaminya yang ber usia 67 tahun dan kedua cucunya. Ia memiliki 6 orang anak, 3 lakilaki dan 3 perempuan. Dua anaknya tinggal di dekat rumah Nenek H, sedangkan satu orang tinggal bersama di rumah Nenek H tetapi lebih banyak di kebun, sedangkan dua anaknya lagi tinggal di desa lain. Tempat tinggal Nenek H sangat sederhana, berupa rumah berukuran 3x5 meter dengan dinding yang terbuat dari kayu dan beratapkan seng, sedangkan lantainya terbuat dari semen. Ada 2 buah kamar di dalam rumahnya, satu ditempati oleh Nenek H dan suaminya, sedangkan kamar yang lain ditempati oleh cucunya. Setelah ruang tamu dan kamar, terdapat pula dapur dengan ukuran 2x3 meter yang di dalamnya terdiri dari tungku, rak piring, dan meja makan dari kayu. Di dapur inilah Nenek H memasak setiap harinya dengan menggunakan uang untuk belanja yang diperoleh dari hasil kebunnya. Terkadang putra putrinya memberikan sebagian penghasilannya kepada Nenek H agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Walaupun begitu, tetap saja Nenek H merasa kasihan terhadap putra putrinya jika harus membagi penghasilannya karena putra putrinya sendiri bermata pencaharian sama, yakni sebagai petani coklat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
119
Gambar 5.6 Rumah Nenek H tampak depan (Dokumentasi Peneliti)
Gambar 5.7 Tempat Tinggal Nenek H (Dokumentasi Peneliti)
Sang suami yang sudah tentu tidak muda lagi setia mene maninya walaupun tidak dapat bekerja di kebun karena baru saja
120
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
sembuh dari sakit kekurangan Haemoglobin yang harus diopname di RSUD Ampana Barat selama hampir seminggu. Biasanya, Nenek H dan suaminya berangkat ke kebun bersama-sama dengan berjalan kaki sejauh 7 km. Namun, karena saat ini sudah tidak memungkinkan untuk bekerja sedemikian keras, maka suami Nenek H menghabiskan waktu sehari-harinya di rumah menemani istrinya. Diakuiu oleh Nenek H bahwa tidak ke kebun berarti tidak dapat mengetahui kondisi pohon coklatnya, tidak bisa mencabut rumput di sekitar pohon coklat, dan tidak dapat memanen hasil kebun, sehingga pemasukan ekonomi pun berkurang. Ia juga memikirkan nasib putra putrinya yang tinggal di luar Kecamatan Ampana. Pekerjaan mereka yang sesama petani, dengan jumlah anak yang lebih dari satu, jarang sekali mangunjungi kediaman Nenek H di Desa Buntongi, menjadi beban pikiran Nenek H. Keadaan ekonomi keluarganya yang kurang baik, ditambah dengan belum bisa kembali bekerja di kebun, kemudian putra putrinya yang tinggal jauh dan dengan keadaan kondisi hampir sama dengan dirinya, menyebabkan Nenek H mengalami kecemasan (anxietas). Namun, Nenek H merasa bahwa dirinya baik-baik saja, tetapi selalu merasa sakit kepala yang tidak kunjung hilang, selalu kambuh dalam beberapa hari, serta mengalami kesulitan tidur (insomnia). Tampak wajah Nenek H yang murung, gelisah, dan setiap menatap orang lain terlihat ingin menangis. Untuk mengobati sakit kepalanya ini, Nenek H mengonsumsi obat warung yang dibelinya dari kios. Obat ini mengandung Dextromethorpan Hbr yang dapat menekan batuk. Bahan obat ini juga memiliki efek sedatif (memberikan rasa tenang). Bisa jadi karena efek tenang inilah maka Nenek H sering mengonsumsi obat tersebut, yang dibeli dari warung seharga Rp 3.000,00 per
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
121
strip. Selain itu Nenek H juga memiliki kebiasaan minum obat “3 macam” yang terdiri dari Prednison, Phenylbutazone, dan Vitamin B1. Obat ini diperolehnya dengan cara membeli di apotek. Selain mengonsumsi obat-obatan tersebut untuk meredakan sakit kepala, ia juga mengunjungi dukun di desa sebelah. Tidak ada obat yang diberikan oleh dukun, selain doa yang menurut Nenek H dapat menenangkan dan membuat sakit kepalanya hilang. Namun, setelah tiga atau empat hari, sakit kepalanya kembali terasa. Sehingga dalam satu minggu bisa sampai 2 kali berobat ke dukun dengan biaya Rp 10.000,- setiap pengobatan. Nenek H menjelaskan bahwa ia lebih memilih untuk meng obati sendiri sakit kepalanya dengan berobat ke dukun dan membeli obat warung daripada berkunjung ke Puskesmas. Hal ini disebabkan ia tidak memiliki sepeda motor sebagai sarana transportasi. Selain itu, ia juga merasa nyaman setelah meminum obat warung dan didoakan oleh dukun.
4.8 Mama A: Sudah Jatuh tertimpa Jejaka Tua yang Miskin Mama A sebutannya, namun bukan berarti dia sudah ibuibu, sama sekali tidak, dia terlihat masih sangat muda (sekitar 18 tahun) dengan anak balitanya. Ketika ditemui, ia masih pergi mencuci. Ia mencuci pakaian keluarganya, yaitu: suami dan putrinya. Yang menemui adalah suaminya, Om D. Om D berbadan kurus, berkumis, dengan raut wajah yang cekung. Wajahnya seperti pria berusia 60 tahun, tetapi sebenarnya baru 50 tahun (berdasarkan KK).18 Ia menjaga anak perempuannya yang berusia 18 Jika Mama A benar berusia 18 tahun, maka ketika melahirkan anak dia masih berusia 14 tahun (karena anaknya tercantum di KK berusia 4 tahun). KK yang dikeluarkan Dukcapil (Dinas Pendudukan dan catatan Sipil) malah tidak
122
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
4 (empat) tahun, lahir di bulan Februari 2011. Kelahirannya ditangani oleh Bidan Siti. Bidan Siti ingat betul karena anak ini lahir pada saat sebelum ia berangkat sekolah di Ampanan/Palu. Anaknya, FM, berbadan kecil, pendek dan kurus, berambut keriting, bicaranya tidak jelas. Anaknya bermain sendiri di dapur. Ia hanya mengenakan baju terusan tanpa celana dalam. Ia bermain sambil memakan biskuit (snack). Suami orang Saluan (Luwuk) sebenarnya cukup bekerja keras. Ia bekerja serabutan, termasuk beternak kambing bagi hasil. Ada empat kambing yang dipelihara di kandang yang diletakkan di belakang rumahnya; ada ayam yang jumlah tidak seberapa. Ia juga bekerja bagi hasil menanam pohon kelapa, namun jumlah tidak lebih dari 100 batang, dan belum semua bisa dipetik hasilnya. Hasilnya kurang dari 500 kg sekali panen, atau kurang lebih 2,5 juta dalam setahun. Ia juga menanam cengkeh, tetapi belum bisa dipanen. Mungkin 10 tahun lagi baru bisa dipanen. Ia juga bekerja memanjat pohon kelapa. Satu hari bisa memperoleh Rp 50.000,-, satu pohon Rp 2.500,- atau Rp 5.000,-. Sekarang, sedang sepi. Kalau tidak kegiatan, ia pergi memancing. Ia pergi ke laut dengan menggunakan perahu dayung.
mencantumkan nama dirinya. Hanya ada nama suami (Om D) dan anaknya (FM), sedangkan namanya ada di kolom orang tua anak. Kasus ketidak beresan KK ini adalah temuan yang kedua di Desa Popolii. Temuan yang pertama pada KK keluarga AL semua tanggal lahir memiliki tanggal dan bulan yang sama yaitu tanggal 1 bulan 7 dengan tahun yang berbeda-beda. Menurut amatan peneliti, estimasi tahun pun tidak akurat (lebih tua) karena antara angka yang tercantum di KK dengan kenyataan di lapangan berbeda jauh. Kesamaan dari kedua kasus ini adalah keduanya memiliki latar belakang ekonomi yang sangat miskin.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
123
Gambar 4.9 Rumah Mama A (Dokumentasi Peneliti)
Kalau melihat rumahnya, maka orang tidak akan menyangka rumah ini dihuni oleh orang. Rumahnya sebenarnya bagian dapur dari rumah orangtuanya. Rumah orangtuanya yang terbuat dari kayu juga telah ambruk dan tinggal lantainya yang terbuat dari semen dan pondasi dari bata. Rumahnya terbuat dari papan dengan atap rumbai, berupa rumah panggung. Di dalamnya, bagian depan disekat jadi dua dengan dinding papan tidak lebih dari satu meter. Sebelah kiri merupakan ruang tidur, sedangkan kanan merupakan ruang tengah dan sekaligus ruang tamu. Untuk menuju ruang tidur, melalui dapur. Dapurnya melebar, lebarnya lebih panjang dari rumahnya, kira-kira satu meter lebihnya, sedangkan panjang kurang dari 2 meter. Sebelah kiri digunakan untuk dapur, sedangkan sebelah kanan untuk melektakkan kayu dan makanan. Belanga yang berisi nasi digantung di dapur. Tidak
124
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
ada kamar mandi. “… Kalau buang air besar ya sembarang. Di kebun, tinggal gali …”. Rumah ini sudah masuk ke dalam daftar bedah rumah di desanya sejak dua tahun lalu, tetapi sampai kini belum turun juga.
Gambar 4.10 Mama A dan anaknya (Dokumentasi Peneliti)
Tidak beberapa lama, Mama A datang. Ia tidak segera me megang anaknya. Anaknya dibiarkan bermain di dapur, sesekali mengajak bicara ayahnya. “… Setiap hari dengan saya mas. Itu hanya anak tiri. Saya bukan ayahnya. Saya menikahi dia sudah punya anak ...”. Menurut informasi dari Bidan Siti, yang juga diiyakan oleh Mama A. Anak itu bukan anaknya. Oleh karena itu, anak ini diberi nama FM, tidak memakai nama ayah tirinya. Sekali lagi, menurut pengakuannya anak itu hasil hubungan gelap dengan majikannya I. Menurut Bidan Siti, I adalah majikan tempat ia menjadi buruh cuci. Waktu itu, isteri Pak I pergi ke luar pulau. Setelah mencuci dan menjerang pakaian, ketika mengembalikan ember, ia diseret Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
125
ke tempat tidur dan disetubuhi. Pak I yang dibela oleh isteri tetap bersikeras tidak mengakui bahwa ia menghamilinya. Pembelaannya semakin kuat karena selama beberapa tahun perkawinan dengan isterinya ia belum dikaruniai anak. Tertuduh lainnya adalah kakak laki-lakinya. Dari rumor masyarakat, kakak laki-laki yang belum kawin juga menyetubuhinya. Siapa yang benar tidak ada yang tahu. Yang pasti, hingga kelahiran anaknya Mama A tidak memiliki suami. Mama A yang tamat SD di Ampana ketika ikut saudaranya ini, akhirnya dikawinkan dengan Om D. Om D adalah bujangan tua. Waktu menikah, usianya 46 tahun. Ia adalah teman ayahnya. “… Saya kasihan pada anak Febri. Maka, saya kawini dia ...”, tandasnya. Dengan pengalaman yang tidak menyenangkan itu, Mama A men jadi orang yang suka curiga pada orang asing. Anaknya tidak boleh bermain dengan anak-anak lain. “… Anak-anak sini nakal. Suka ganggu ...”, ujarnya. Ketika diwawancarai, ada tatapan curiga di matanya, tapi di waktu lain ia tidak memperhatikan apa yang kita tanyakan. Ia hanya melihat pintu. Ia jarang berkomunikasi dengan tetangganya. Setelah mencuci, ia ke rumah ibunya membantu memasak. Dari masakan itu, ia ambil sebagian untuk lauk anak dan suaminya. Suaminya ke kebun, tapi pada sore hari menimba air di sumur untuk mandi dan cuci piring. Begitulah, sehari-hari keluarga A dan Om D.
4.9 Tante JB: Kecemasan karena Miskin Tante JB tinggal tidak jauh dari kediaman keluarga FT (ibu dari VA penderita pneumonia). Ia tinggal di kampung Sakolong bagian bawah. Rumahnya persis di pinggir pantai, dengan bentuk rumah panggung. Di samping rumahnya, terdapat perahu miliknya.
126
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Dinding rumahnya terbuat dari kayu, atapnya dari rumbai daun nyiur. Kamarnya dua. Kamar pertama di depan bersebelahan dengan kamar tamu. Kamar itu ditempati anak perempuannya yang sulung, saat itu bersekolah di SMP Negeri Popolii kelas 2. Kamar yang lain persis di belakang ruang tamu. Kamar itu ditempati oleh ia dan suaminya.
Gambar 4.11 Rumah Tante JB (Dokumentasi Peneliti)
Gambar 4.12 Tante JB dan kebunnya (Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
127
Di depan rumahnya, ada kebun kecil. Di kebun itu Tante JB menanam berbagai sayuran dan rica-rica. Ada pula pohon pisang dan pohon kelapa. Ia berbicara dengan cepat dengan bahasa Indonesia bercampur bahasa lokal, “… Bingung, harus masak di dapur, sebentar lari ke kebun. Tanam-tanam ....” Ia menjadi buruh masak di rumah Bapak BR. Rumah itu ter letak di pinggir jalan utama kampung Sakolong dekat SD. Bapak BR adalah guru SMA yang hampir pensiun. Ia guru Geografi, asalnya dari Sulawesi Selatan. Isterinya kepala sekolah TK. Di rumah itu, ada ibunya dan anak bungsunya. Karena kesibukan pasangan ter sebut, Tante JB diminta untuk memasak setiap hari. Bahannya sudah disiapkan. Sebulan ia di dibayar Rp 100 ribu. Tidak jarang ia juga membantu memijat ibu Bapak BR yang sudah tua. Selain di keluarga BR, ia juga bekerja di rumah Bapak HR. Di rumah itu, ia bertugas mencuci dan menyeterika pakaian. Bayarannya juga sama, seratus ribu per bulan. “… Bayangkan, saya harus berlari dari rumah Bapak BR ke Bapak HR. Habis masak, terus cuci pakaian dan mengering. Terus pulang ke rumah. Masuk dapur. Keluar lagi rawat tanaman. Begitu setiap hari ...”, keluh Tante JB.
Ia mengaku mengalami kecemasan. Ia takut kekurangan. Ia jarang tidur siang, jarang pula tidur malam. Ia mengaku sering kaget dan cepat bangun. Hal itu tidak menyenangkan. Ia sering pusing kepala. Rasa pusing itu menguat ketika dia salah makan. “… Pernah dikasih daging kambing. Langsung naik 200 (tensi) waktu ke dokter ...”. Semuanya serasa ia tanggung sendiri. Sementara itu, suaminya yang bekerja sebagai tukang panjat kelapa dibayar tergantung jumlah pohon. Setiap pohonnya Rp 2.500,- s/d Rp 3.000,-. Saat ini ia sedang menganggur. Ia ada di rumah. “… Suami malas cari ikan di laut ...”, jelasnya. Ia juga pernah ditawari ikan
128
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
lele peliharan Bapak BR. Ia menolak. “Hi… tidak bisa makan. Lendirnya itu ….”
4.10 TPKJM yang Jalan di Tempat Bupati Tojo Una-Una selalu peduli terhadap upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya, lebih-lebih pada program ketersediaan dokter, termasuk dalam hal ini keter sediaan dokter spesialis gangguan jiwa. Sesuai dengan penjelasan dokter spesialis kejiwaan bahwa Bupati sangat terbuka jika ada saran atau masukan mengenai upaya kesehatan. Bahkan Bupati mempermudah izin serta segala keperluan bagi doker yang akan melanjutkan studinya ke jenjang spesialis kejiwaan. Hal ini dikarenakan beliau menyadari bahwa masyarakat Tojo Una-Una banyak yang mengalami depresi ringan akibat masalah ekonomi yang menimpanya, sampai dikelaurkan Surat Keputusan Bupati mengenai Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)
Gambar 5.5 Plang TPKJM bersebelahan dengan Plang Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una (Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
129
pada tahun 2012 yang lalu dengan anggota tim dari lintas sektor. Ketua tim ini adalah Sekretaris Daerah dengan anggota terdiri dari Polres, Bappeda, Kemenag, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan lainnya. Walaupun sudah ada Surat Keputusan Bupati tentang TPKJM ini, namun tidak ada tindak lanjut dari sektor tersebut untuk menangani masalah kejiwaan masyarakat. Hingga saat ini, TPKJM tidak diketahui bentuk kerjasamanya dan tidak aktif dalam melaksanakan kegiatan. Hanya Dinas Kesehatan yang masih peduli terhadap masalah kejiwaan ini. “… sudah ada pertemuan, tapi hanya satu kali. Setelah itu mereka (lintas sektor – red.) tidak peduli lagi ...”, jelas Kasie Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan. Sedangkan sektor yang lainnya sudah tidak berkoordinasi dan bekerjasama lagi pascarapat koordinasi yang dilaksanakan satu kali tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerjasama lintas sektor dalam program kesehatan jiwa ini belum maksimal, termasuk kerjasama antara RSUD Ampana dengan Badan Narkotika Nasional serta Kepolisian Tojo Una-Una dalam kaitannya dengan masalah gangguan mental akibat penyalahgunaan narkoba. TPKJM merupakan tim yang melaksanakan program-pro gram kesehatan jiwa masyarakat di kabupaten/kota, yang keang gotannya terdiri dari beberapa perangkat daerah terkait, Kepala Kepolisian Resort dan Direktur Rumah Sakit Jiwa di wilayahnya, yang pelaksanaannya di bawah koordinasi Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Pelaksanaan sehari-hari berada di bawah koordinasi Kepala Dinas yang membidangi kesehatan (Depkes, 2013). Sedangkan di Tojo Una-Una, TPKJM ini dipimpin oleh Sekretaris Daerah dengan anggota terdiri dari Polres, Bappeda, Kemenag, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan lain-lainnya. Tim ini
130
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
pernah melakukan rapat koordinasi, namun hanya sekali dengan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan. Setelah rapat koordinasi, tidak pernah ada koordinasi lanjutan terkait dengan tim ini dan peran masing-masing lintas sektor, sehingga sampai saat ini hanya Dinas Kesehatan yang tetap konsisten dalam melaksanakan upaya kesehatan jiwa. Ada kebijakan tidak tertulis dari Kepala Dinas Kesehatan dan jajarannya bahwa suatu kegiatan yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan hendaknya lebih mengutamakan pada kegiatan yang merujuk pada pencapaian MDGs 2015, seperti penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Kecuali itu juga fokus pada pemberantasan masalah penyakit menular yang masih didominasi pada pemberantasan malaria. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan menargetkan Tojo Una-Una bebas malaria tahun 2015, sehingga masalah gangguan mental yang tergolong dalam upaya kesehatan penunjang, belum menjadi prioritas masalah yang harus segera diselesaikan. Hal ini juga berpengaruh pada dana yang dialokasikan untuk kegiatan kesehatan jiwa oleh Dinas Kesehatan. Keberadaan TPKJM ternyata belum efektif untuk menurunkan prevalensi gangguan mentaldi Kabupaten Tojo Una-Una, karena pada pelaksanaannya koordinasi lintas sektor yang diharapkan dalam tim tersebut belum optimal. Selain itu, tidak masuknya kesehatan jiwa dalam variabel MDGs menjadikan program ini belum menjadi prioritas utama untuk diselesaikan bersama. Dinas Kesehatan masih harus memperhatikan masalah AKI, AKB, dan pemberantasan malaria yang memang mempengaruhi langsung kualitas kesehatan dan kehidupan seseorang.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
131
Bab 5
Pneumonia, Pembunuh Anak yang Terlupakan
Menurut UNICEF dan WHO (2006), pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major forgotten killer of children) karena begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia (UNICEF/WHO, 2006). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang bahkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan gabungan kematian akibat AIDS, malaria, dan campak. Pneumonia membunuh lebih dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang (Said, 2010). Berdasarkan data Riskesdas 2007 penyebab kematian balita karena pneumonia adalah nomor 2 dari seluruh kematian balita (15,5%), sehingga jumlah kematian balita akibat penumonia tahun 2007 adalah 30.470 balita (15,5% x 196.579), atau rata-rata 83 orang balita meninggal setiap hari akibat pneumonia. Angka ini sangat besar, sehingga perlu menjadi perhatian bagi pengelola program ISPA pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta perlu mendapat dukungan pemerintah daerah agar upaya pengendalian penyakit pneumonia dapat dilaksanakan dengan optimal sehingga angka kematian ini dapat diturunkan (Kemenkes RI, 2010). Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan dapat berupa: batuk, kesukaran bernapas, sakit tenggorokan,
133
pilek, sakit telinga, dan demam. Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Paru-paru terdiri dari ribuan bronkhi yang masing-masing terbagi lagi menjadi bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Ketika seseorang menderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan mengisi alveoli tersebut dan menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen sehingga terjadi kesukaran bernapas. Pada anak yang menderita pneumonia, kemampuan paru-paru untuk mengembang ber kurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru-paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Anak dengan pneumonia dapat meninggal karena hipoksia atau sepsis (infeksi menyeluruh) (P2PL, 2010). Ibu Pintar, Anak Lahir Sehat, tapi Gagal karena Pneumonia Cerita ini bermula pada sebuah keluarga pasangan FT (28 tahun) dan AL (29 tahun) serta almarhum anak mereka VA. Mereka tinggal di Desa Popolii Kecamatan Walea Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-Una. FT adalah lulusan angkatan pertama SMA Negeri Popolii tahun 2006. Ia sempat kuliah di Universitas Terbuka jurusan Kearsipan hingga semester 6. Selama kuliah ia bekerja sebagai pegawai honorer di Kantor Desa bagian Kaur Pemerintahan. Dari cara menjawab pertanyaan dan ekspresinya tampak bahwa ia seorang yang cerdas. FT dengan suaminya (AL) sebenarnya masih bersaudara sepupu. Suaminya merupakan anak dari saudara ibunya. Ibunya berasal dari Kabupaten Parigi Mountong. Kabupaten Parigi Mountong merupakan kabupaten yang berbatasan
134
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
dengan Kota Palu. Jaraknya kurang lebih 310 km dari Ampana (ibukota Kabupaten Tojo Una-una). Ketika saudara ibunya dari Parigi Mountong pulang ibadah haji, terjadi pertemuan antarkeluarga. Pada saat itu ada rencana mengawinkan AL dan FT yang sama-sama bujang. Dalam usia 26 tahun FT dianggap sebagai perawan yang tidak laku kawin. Akhirnya, ia pun bersedia dikawinkan. Seingatnya, pada waktu hamil VA, ia sebenarnya tidak mengalami banyak masalah. Pada waktu hamil besar, sekitar delapan bulan, ia masih ikut bekerja padat karya mengangkat pasir untuk membuat jalan di depan rumahnya. “Lumayan, untuk dapat uang tambahan.” Suaminya bekerja di kebun dan kadang-kadang memancing.
Gambar 5.1. Anak VA (alm.) penderita pneumonia. (Dokumentasi Bidan Siti)
VA lahir pada tanggal 20 September 2013. Menurut FT, ketika lahir, berat bayi VA normal berkisar 2,5 kg. Ketika masih bayi, VA sangat mudah dirawat. Jam 8 malam sudah tidur, namun tengah malam biasanya bangun dan minta susu atau
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
135
bubur. VA tidak mendapat ASI eksklusif. Umur empat bulan VA diberi makan tambahan bubur instan kacang hijau. VA biasa tidur di dipan (tempat tidur) yang terletak di kamar depan, yang menurut amatan peneliti pencahayaannya kurang, karena tidak ada sinar matahari yang masuk. VA merupakan cucu kesayangan neneknya. Selain ne neknya yang mengasuh, ayahnya juga sering menggendong. Ayahnya seorang perokok. Menurut pengakuan FT, ketika suaminya menggendong VA, tidak jarang ia juga merokok. Di rumah tersebut yang perokok bukan hanya suaminya, tetapi juga kakak laki-laki dan isterinya. Ia iri terhadap keluarga kakaknya yang menurutnya memiliki anak sehat tidak seperti VA. 1 Pada perkembangannya, VA juga mengalami gizi kurang, terutama setelah bulan Maret 2014. Pada bulan itu, VA ter serang pneumonia sehingga dirujuk ke rumah sakit satu bulan lamanya. Beratnya turun, usia empat bulan hanya 7,3 kg dan berat itu tidak bertambah hingga saat meninggal. Hal itu terjadi karena ia tidak doyan makan dan mudah terkena penyakit. Salah satunya diare yang menyerang hingga meninggal pada bulan Januari 2015 dalam usia satu tahun empat bulan.
5.1 Meningkat Tak Terduga Salah satu kelompok indikator penyusun IPKM adalah penyakit menular, yang terdiri dari tiga indikator yaitu prevalensi pneumonia, diare balita dan ISPA balita. Dari ketiga indikator ini pneumonia dan ISPA balita di Kabupaten Tojo Una-Una memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan kabupaten lain di Sulteng. Pada IPKM 2013 denominator kedua indikator ini berbeda, pada pneumonia adalah untuk semua umur sedangkan pada ISPA
136
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
adalah balita. Jika dibandingkan dari hasil Riskesdas sebelumnya, prevelensi pneumonia mengalami peningkatan paling signifikan yakni dari 3,37% pada tahun 2007 menjadi 13,83% pada tahun 2013, atau terdapat peningkatan hingga 400% (Gambar 5.2). Gambar 5.2 juga menunjukkan bahwa Kabupaten Tojo UnaUna menduduki peringkat tertinggi untuk prevalensi pneumonia dibandingkan 10 Kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah pada tahun 2013. Selain itu, angka 13,83% pada penyakit pneumonia adalah angka yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi pneumonia Sulawesi Tengah dan Indonesia yang masing-masing 4,15% dan 2,14%. Dengan demikian, prevalensi pneumonia selain merupakan sub indikator IPKM dengan bobot mutlak yang artinya bobot tertinggi, juga merupakan sub indikator dengan peningkatan prevalensi yang cukup signifikan dari tahun 2007 ke 2013. Oleh karena itu, prevalensi pneumonia ini menjadi sub indikator yang memberikan kontribusi pada penurunan skor dan peringkat IPKM Kabupaten Tojo Una-Una. PrevalensiNasional2013
Gambar Prevalensi Provinsi Sulawesi Tengah Tahun Gambar5.2 5.2 PrevalensiPneumonia Pneumonia Provinsi Sulawesi Tengah 2013(Balitbangkes, (Balitbangkes, 2008, Tahun 20072007 dandan 2013 2008,Balitbangkes, Balitbangkes, 2014) 2014)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
137
Gambar 5.2 Prevalensi Pneumonia Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007 dan 2013 (Balitbangkes, 2008, Balitbangkes, 2014)
Gambar 5.3 Prevalensi ProvinsiSulawesi SulawesiTengah Tengah 2013 Gambar 5.3 PrevalensiISPA ISPA Balita Balita Provinsi 2013 (Balitbangkes,2014) (Balitbangkes, 2014)
HasilRiskesdas2013untukISPAbalitadiKabupatenTojoUnaͲ Hasil Riskesdas 2013 untuk ISPA balita di Kabupaten Tojo UnaUna juga menempati peringkat dibandingkan Una juga menempati peringkat pertamapertama dibandingkan kabupaten kabupaten lain di Sulteng, yaitu sebesar 48,98%. Secara lain di Sulteng, yaitu sebesar 48,98%. Secara umum ISPA balita di umumISPAbalitadiIndonesiajugacukuptinggiyaitu40,64%, Indonesia juga cukup tinggi yaitu 40,64%, sementara di Sulteng malah lebih rendah yaitu sebesar 35,03% (Gambar 5.3). 128
5.2 Rokok, Bahaya yang Tak Disadari
Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Referensi menyebutkan bahwa faktor risiko pneumonia antara lain adalah BBLR, status gizi yang buruk, polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur, disamping faktor yang lain (Kartasasmita, 2010). Kebiasaan yang juga banyak terjadi di Kabupaten Tojo Una-Una yang tidak bisa dianggap remeh adalah kebiasaan orang tua merokok di depan anakanak. Terlepas kebiasaan ini akan terekam di dalam alam bawah
138
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
sadar anak sehingga saat dewasa mereka akan meniru kebiasaan serupa, paparan asap rokok juga membahayakan kesehatan. Merokok sembari menggendong atau menidurkan anak menjadi pemandangan yang biasa kita jumpai. Paparan asap rokok ini semakin bertambah parah, ketika orang tua menerima tamu yang juga perokok. Tidak ada keinginan dari orang tua untuk mencoba merokok di luar rumah, sekalipun mereka memiliki anak balita. Kasus Anak VA yang ada di boks 5.1 dapat menjadi contoh aktual, bagaimana kaitan antara pneumonia dengan paparan rokok sebagai salah satu faktor risiko yang nyata diterimanya hingga akhirnya meninggal.
5.3 “Tradisi” Merokok: Dari Camat hingga Tenaga Kesehatan Saat ini merokok menjadi sebuah kegiatan yang sangat umum dilakukan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun di perdesaan. Para perokok sering kita jumpai hampir di setiap fasilitas umum yang ada di masyarakat. Mereka yang bukan perokok dipaksa untuk memaklumi pemandangan ini, dan meng hirup asap yang dihasilkan dari setiap batang rokok yang dibakar. Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Tojo Una-Una, di mana merokok menjadi persoalan serius yang menjadi perhatian pemerintah daerah. Dengan kondisi ini tidak salah bila kita melihat prevalensi perokok di Kabupaten Tojo Una-Una memang tinggi, bahkan melebihi prevalensi di Propinsi Sulawesi Tengah maupun prevalensi nasional. Dari Gambar 5.4, kita dapat melihat bahwa prevalensi perokok di Kabupaten Tojo Una-Una 36,12% melampaui prevalensi Provinsi Sulawesi Tengah yakni 30,72%. Terdapat selisih angka
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
139
5,4% antara prevalensi di kabupaten dan di tingkat provinsi. Bila kita membandingkan prevalensi Kabupaten Tojo Una-Una dengan prevalensi nasional, terdapat selisih yang juga cukup besar yakni 6,81%.
Diolah dari Riskesdas Tahun 2013
Gambar 5.4 Prevalensi Perokok Tahun 2013
Berdasarkan hasil observasi di Desa Popolii Kecamatan Walea Kepulauan, kebiasaan merokok tidak hanya ada di masyarakat umum, namun juga pada level tokoh masyarakat, kepala desa, camat, bahkan tenaga kesehatan di Puskesmas sekalipun. Camat Walea Kepulauan cukup menarik kalau tidak boleh dikatakan eksentrik. Hampir setiap sore ia pergi memancing dengan menaiki katinting (perahu tradisional) ditemani 1-2 orang. Menurutnya inilah satu-satunya hiburan berada di kawasan terpencil dan merokok adalah hal yang tidak bisa dilepaskannya. Kepala Desa Popolii juga perokok, hal itu terlihat pada waktu wawancara dan diskusi kelompok terarah. Demikian pula RL salah seorang tenaga
140
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan perawat dan menjadi Kepala TU serta mengelola program imunisasi adalah perokok. Hanya saja, apakah kebiasaan tersebut juga dilakukan di rumah atau kawasan tanpa rokok, belum tereksplorasi sampai sejauh itu. Pada akhirnya problem merokok atau tidak bukan sekedar pada adanya pengetahuan akan bahaya merokok namun lebih pada kebiasaan dan hal tersebut tidak dengan mudah dapat teratasi. Hal itu dibuktikan dengan pendidikan Bapak Camat (Sarjana Ekonomi), dan RL (lulusan keperawatan) adalah indikator pendidikan yang dianggap memiliki pengetahuan sehingga mam pu menganalisis bahaya merokok, ternyata tidak berdampak sama sekali terhadap perilaku merokok.
5.4 Berjuang Mematikan Api Rokok Melihat semakin meningkatnya prevalensi perokok dari tahun ke tahun di Kabupaten Tojo Una-Una, pemerintah daerah mencoba untuk membuat langkah strategis melalui penerbitan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa Rokok atau yang disingkat KTR dalam Perda ini adalah (1) fasilitas pelayanan kesehatan, (2) tempat proses belajar mengajar, (3) tempat anak bermain, (4) tempat ibadah, (5) angkutan umum, (5) tempat kerja, (6) tempat umum, (7) dan tempat lain yang ditetapkan. Tujuan penerbitan Perda ini selain untuk menekan prevalensi perokok di Kabupaten Tojo Una-Una, juga untuk mencegah dan mengawasi dampak buruk dari asap rokok sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Konsep peraturan ini adalah melarang kegiatan merokok, iklan rokok, dan penjualan rokok di Kawasan Tanpa Rokok/KTR yang telah diuraikan sebelumnya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
141
kecuali di tempat umum, masih diperbolehkan transaksi jual beli rokok. Setelah melihat besarnya pengaruh asap rokok terhadap kasus ISPA dan pneumonia, penerbitan Perda Kawasan Tanpa Rokok menjadi langkah luar biasa. Pemerintah mulai berupaya untuk mengatur kebebasan para perokok, sehingga bisa meminimalisir efek samping dari asap rokok, terutama pada perokok pasif. Diperlukan sosialisasi yang berkesinambungan terkait penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Pemerintah tidak akan bisa berjalan sendiri bila tidak ada dukungan dari masyarakat, untuk membuat suatu kawasan yang ramah terhadap kesehatan terutama pada balita yang masih lemah imunitasnya. Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una juga memiliki semangat yang sama dengan pemerintah daerah untuk men jadikan Tojo Una-Una wilayah bebas asap rokok. Dengan diter bitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Tojo Una-Una Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Kadinkes mulai mengaplikasikan peraturan ini di Dinas Kesehatan. Kadinkes telah menerapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran Perda ini. Sanksi yang diberikan berupa pemotongan gaji senilai Rp 25.000,- bagi setiap karyawan yang merokok di area Dinas Kesehatan. Bahkan sejak tahun 2015 sanksi ini dipertegas dengan adanya mutasi ke Puskesmas bagi setiap pelanggaran terhadap perda tersebut. Keseriusan Dinas Kesehatan dalam merespon Perda yang dibuat pemerintah ini, apabila mampu diimitasi oleh SKPD yang lain tentu akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam upaya menciptakan Kawasan Tanpa Asap Rokok. Kebijakan positif terkait bidang kesehatan yang dibuat pemerintah daerah adalah dengan diterbitkannya Perda Nomor
142
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
6 tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Di dalam Perda tersebut disebutkan (1) daerah mana saja yang masuk dalam Kawasan Tanpa Rokok/KTR (2) kewajiban dan larangan bagi setiap pengelola/pimpinan/penanggung jawab KTR (3) peran serta masyarakat dalam perwujudan KTR (4) pembinaan, pengawasan, dan koordinasi oleh Bupati (5) ketentuan penyidikan (6) ketentuan pidana. Dalam ketentuan pidana disebutkan bahwa setiap orang/ badan yang melanggar ketentuan pasal 13 dan 14 (Kewajiban dan Larangan) dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 50. 000,- (lima puluh ribu rupiah). Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak main-main dalam pembuatan Perda Kawasan Tanpa Rokok. Namun sejauh ini yang benar-benar konsisten menerapkan Perda ini baru Dinas Kesehatan, hal ini terlihat dari sanksi yang diberikan terhadap pelanggar Perda Kawasan Tanpa Rokok, mulai dari pemotongan gaji hingga mutasi pegawai. Sekilas upaya ini terkesan berlebihan, karena perda KTR sudah memiliki aturan tersendiri terkait sanksi bagi setiap pelang garnya. Namun, Dinas Kesehatan sebagai pelaku kesehatan di daerah ingin menunjukkan keseriusan terhadap upaya terciptanya KTR, dan bentuk dukungan kepada pemerintah daerah yang telah menerbitkan Perda KTR. Sementara ini penerapan Perda KTR ini masih belum berjalan di SKPD lain yang ada di Kabupaten Tojo Una-Una. Belum ada SKPD yang secara nyata menerapkan Perda ini guna mempercepat tercapainya KTR, sehingga perlu terus dilakukan sosialisasi terkait Perda ini ke seluruh instansi yang ada, sebab upaya menciptakan KTR tidak bisa dilakukan hanya sendiri saja, namun membutuhkan partisipasi dari seluruh elemen di masyarakat. Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
143
5.5 Melatih Tenaga Kesehatan Peka Pneumonia Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Ditinjau dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB), dan angka kematian balita (AKBA) berturutturut adalah 19/1000 kelahiran hidup (KH), 32/1000 KH, dan 40/1000 KH.Terdapat perbedaan hasil dari SDKI 2007, yakni AKN, AKBA, dan AKB berturut-turut 19/1000 KH, 34/1000 KH, dan 44/1000 KH. Artinya, kematian bayi (0-59 bulan) masih tinggi. Untuk itu diperlukan upaya untuk menurunkan angka kematian tersebut, salah satu di antaranya dengan meningkatkan keterampilan bidan dan perawat di Puskesmas dalam menangani balita sakit. Peningkatan keterampilan perawat dalam tata laksana balita sakit secara komprehensif dilaksanakan dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit atau lebih dikenal dengan MTBS. MTBS bukan merupakan program kesehatan, tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. Tujuan pelaksanaan MTBS adalah menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan terkait penyakit tersering pada balita, dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011). Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una melalui Renstra nya menargetkan pelatihan MTBS pada tahun 2015 bagi 20 tenaga kesehatan dengan anggaran Rp 50.000.000,-. Pelaksanaan MTBS di Puskesmas cukup membantu dalam penemuan kasus pneumonia pada bayi dan balita. Prosedur pelaksanaan MTBS
144
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
di Puskesmas diawali dengan beberapa tahapan yakni, (1) pendaftaran bayi/balita ke ruang KIA lanjut menuju ruang pelayanan MTBS, (2) petugas menulis identitas pasien pada kartu rawat jalan, (3) petugas melaksanakan anamnesa, (4) petugas melakukan pemeriksaan, (5) petugas menulis hasil anamnesa dan (6) pemeriksaan serta mengklasifikasi dan memberikan penyuluhan, (7) petugas memberikan pengobatan sesuai buku pedoman MTBS bila perlu dirujuk ke ruang pengobatan untuk konsultasi dengan dokter. Ini juga berlaku untuk pasien yang diduga pneumonia. Namun, diagnosa akhir apakah pasien tersebut menderita pneumonia ringan ataukah ISPA ditentukan oleh dokter Puskesmas. Dalam penentuan diagnosa ini seringkali terjadi perbedaan pemahaman yang dimiliki oleh dokter dan perawat terkait diagnosa pneumonia. “Terjadi miss (misunderstanding – red.) antara dokter dan perawat. Pneumonia ini kan ada ringan dan berat. Yang saya khawatir yang ringan ini tidak masuk. Dokter bilang ISPA, perawat bilang pneumonia ringan, atau sebaliknya. Riskan sekali batasan antara pneumonia ringan dan ISPA”. (Sahrul, Kasie P2 Dinkes Kabupten Tojo Una-Una).
Hal ini menjadi persoalan yang muncul hampir di semua Puskesmas. Perawat mendiagnosa pasien hanya mengalami batuk biasa sedangkan dokter mendiagnosa sebagai pneumonia. “Saya pikir ya saya memang hanya perawat, mungkin dorang (dokter) lebih mengerti”, kata Bp. M. Taufik pengelola Program ISPA dan Pneumonia Puskesmas Ampana Barat. Perbedaan pemahaman ini dapat berpotensi pada cakupan angka pneumonia, di mana akan ada pasien yang tidak terjaring, atau bahkan pasien yang bukan pneumonia namun didiagnosa sebagai pneumonia.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
145
Terkait dengan peranan tenaga kesehatan di Puskesmas dalam menangani pneumonia, kita tidak bisa lepas dari pengelola program pneumonia di Puskesmas. Keterbatasan jumlah tenaga di Puskesmas menyebabkan 1 orang petugas dapat menangani lebih dari 1 program, termasuk petugas yang menangani pneumonia tidak menutup kemungkinan juga akan menangani hingga 5 program sekaligus. Dampak keadaan ini adalah petugas kesehatan menjadi tidak fokus dalam menjalankan tugasnya di masing-masing program. Banyaknya kegiatan yang harus dilak sanakan setiap hari, ditambah dengan banyaknya laporan yang harus dibuat setiap bulan, menjadi kendala tersendiri. Selain itu seringkali terjadi, petugas kesehatan yang mengelola progam pneumonia berganti karena harus berpindah tugas ke tempat lain. Persoalan bertambah saat petugas yang pindah tugas tersebut telah mengikuti pelatihan tentang pneumonia, namun terpaksa harus digantikan petugas lain yang belum pernah mengikuti pelatihan. Ini disebabkan pelatihan pneumonia tidak dilaksanakan secara rutin, tergantung pada ketersediaan anggaran, dan peserta yang ditunjuk adalah perwakilan dari masing-masing Puskesmas. Dengan demikian, belum semua petugas kesehatan, baik itu yang bertugas di Puskesmas induk maupun yang bertugas di desa, telah mengikuti pelatihan tersebut.
5.6 Masyarakat: Pneumonia Sekedar Batuk dan Sesak Nafas Tingginya prevalensi pneumonia di Kabupaten Tojo UnaUna menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Masyarakat sendiri masih belum mengerti tentang apa itu pneumonia. Sejauh ini masyarakat hanya mema
146
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
hami pneumonia sebagai batuk dan sesak nafas, sehingga bila berbicara kepada mereka tentang pneumonia, sulit sekali bisa mendapatkan informasi yang tepat. Namun, bila kita meng analogikan pneumonia sebagai batuk dan sesak, masyarakat lebih mudah memahami masalah tersebut. Salah satu penderita pneumonia yang ditemukan di Desa Buntongi, Kecamatan Ampana Kota adalah RM usia 3 tahun 4 bulan. RM merupakan anak ke-4 dari pasangan Ibu S dan Bapak R. Anak pertama Ibu S sudah berusia 10 tahun, sedangkan anak ke-2 meninggal saat berusia 44 hari, “tiada sebabnya, panas begitu saja langsung meninggal. Hanya sempat pigi Posyandu satu kali”, (Ibu S, orang tua RM). Pada kehamilan ke-3 Ibu S mengalami pendarahan saat usia kandungan menginjak 3 bulan, sehingga harus mengalami keguguran. Pada kehamilan ke-4 lahirlah RM dengan dibantu tenaga kesehatan, sedangkan anak pertama lahir di dukun. Sejak lahir RM diberi ASI ekslusif oleh Ibu S, ketika berusia 6 bulan baru mengenal MP ASI berupa bubur buatan sendiri. RM didiagnosa mengalami pneumonia saat usianya baru 1 bulan. Gejala awal yang terlihat adalah batuk, hidung tersumbat, susah untuk bernafas. Dokter menyarankan RM untuk menjalani rawat inap di Rumah Sakit supaya mempermudah perawatannya. RM menjalani rawat inap selama 5 hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan di Puskesmas Ampana Barat. Pada saat menjalani rawat inap RM masih mau diberi ASI, sehingga berat badannya saat itu tidak terlalu mengalami penurunan yang signifikan. Sembuh dari pneumonia dengan pengobatan yang rutin, RM tidak lagi mengalami sakit yang berat. Namun saat usianya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
147
menginjak 1 tahun 5 bulan, RM mengalami diare dan muntah sehingga harus kembali menjalani rawat inap. Menurut Ibu S, RM mengalami diare karena mengonsumsi kopra saat tengah diasuh neneknya. Dalam masa perkembangannya RM mulai mengalami kesulitan untuk makan, karena nafsu makannya kurang. Dalam sehari RM makan dua kali, dengan porsi tiap kali makan rata-rata hanya 4 sendok saja. RM juga tidak suka makan sayur dan buah, hanya nasi, tempe, dan ikan namun dalam porsi yang sangat kecil. Meskipun nafsu makannya tidak terlalu besar, RM sangat suka makan mie instan, snack, atau makanan ringan. Ibu S yang memiliki usaha warung klontong kecil-kecilan, membuat RM cukup mudah mendapatkan makanan ringan yang disukainya. Biasanya, sesudah makan snack, RM sudah tidak ingin lagi mengonsumsi nasi. Keinginan untuk minum susu juga tidak terlalu besar. Kebia saan ini mulai mempengaruhi bobot tubuhnya. Saat terakhir ditimbang pada Bulan Februari 2015 berat badan RM hanya 9,5 kg. Bila mengacu pada berat badan ideal anak usia 3 tahun 4 bulan, seharusnya berat badan RM adalah 15,5 kg.
Gambar 5.5 RM Penderita Pneumonia (Dokumentasi Peneliti)
148
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
RM lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga perokok. Ayah RM adalah perokok aktif, dalam sehari mampu menghabiskan minimal 1 bungkus rokok. Kebiasaan merokok yang sudah lama berlangsung ini juga dilakukan saat mengasuh/menggendong RM. Kebiasaan masyarakat Kabupaten Tojo Una-Una menidurkan anak di ayunan, juga dilakukan ayah RM sambil merokok, sehingga paparan asap rokok sudah biasa dialami RM sejak ia lahir. Selain paparan dari asap rokok, RM juga sudah terbiasa menghirup asap dari tungku yang dipakai untuk memasak sehari-hari.19
Gambar 5.6 Kondisi kamar dan dapur di Rumah RM (Dokumentasi Peneliti)
19 Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi udara dari dapur. Hasil penelitian Dherani, dkk., 2008 (dalam Cissy, 2010) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang tinggal di rumah yang dapurnya menggunakan listrik atau gas cenderung lebih jarang sakit ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah yang memasak dengan menggunakan minyak tanah atau kayu. Selain asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor risiko. Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan lebih sering sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok (16% berbanding 11%) (Cissy, 2010).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
149
Kondisi ekonomi keluarga RM juga tidak terlalu baik, ayahnya bekerja di kebun menanam coklat, kelapa, dan cengkeh. Sedangkan Ibu S mencoba menambah penghasilan dengan membuka warung klontong. Ayah RM juga mendapat imbas dari kempesnya coklat sehingga hasil panen menjadi berkurang, dan secara otomatis mengurangi penghasilan keluarga. Bila sebelumnya dalam sebulan rata-rata mendapatkan penghasilan Rp 600.000,- maka saat ini hanya Rp 300.000,- –Rp 400.000,saja. Penghasilan tersebut tentu masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun pendidikan dan kesehatan sudah gratis, namun keperluan untuk makan ataupun kebutuhan lain sehari-hari juga tidak sedikit. Untuk mengatasi kondisi ini, ayah RM mencoba peluang menjual premium. Dari setiap gelong (jirigen) yang dijual, keuntungan yang didapat Rp 20. 000,-. Ayah RM biasanya membeli sekurang-kurangnya 4 gelong dari SPBU di Ampana, 2 gelong dijual sendiri sedangkan 2 gelong lagi dijual pada orang lain. Hasil menjual premium ini lumayan membantu menutupi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menjual Anak Membeli Kesehatan Indonesia dikenal dengan ragam budaya yang mewarnai negeri ini. Ragam kepercayaan yang ada di masyarakat juga kian memperkaya khasanah budaya bangsa. Kepercayaan yang sudah terjaga turun temurun, menjadi nilai tersendiri bagi masyarakat. Salah satu tradisi yang unik dari masyarakat di Desa Buntongi adalah “Menjual Anak” yang bukan bermakna seperti Human Traficking. Namun, yang dimaksud menjual anak dalam tradisi ini ternyata hanya istilah untuk membuat
150
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
anak yang sering sakit, menjadi lebih sehat dan jarang sakit lagi. Kepercayaan ini banyak diikuti oleh masyarakat yang anaknya sering sakit dan tak kunjung sembuh (mirip dengan kasus mengubah nama anak di Jawa). Mereka biasanya akan menjual anak tersebut kepada dukun, kerabat, atau tetangga terdekat. Setiap orang yang bersedia “membeli”, harus mem berikan uang dengan nominal yang tidak ditentukan. Setelah orang tua mendapatkan uang sesuai kesepakatan, maka si anak akan dibawa oleh pembeli dalam waktu 1-2 jam saja. Setelah itu, si anak akan dikembalikan kepada orang tuanya. Masya rakat percaya, anak yang telah dijual tidak akan lagi mudah sakit seperti sebelumnya. Salah seorang keluarga yang pernah melakukan tradisi ini adalah Ibu S yang merupakan ibu dari R pasien pneumonia. Karena R sempat menjalani rawat inap akibat pneumonia dan diare, Ibu S beserta keluarga sepakat untuk menjalankan tradisi “Menjual Anak”. Saat itu R dijual kepada kerabatnya dengan nilai Rp 500,- saja. Bukan besarnya nilai uang yang menjadi pokok perhatian dalam tradisi ini, karena transaksi yang dilakukan lebih kepada ucapan saja. Ibu S percaya bahwasanya setelah mengikuti tradisi tersebut, R tidak lagi mudah sakit seperti sebelumnya.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
151
Bab 6
Penutup
6.1 Kemiskinan yang Membelenggu Lahir dan tumbuh dalam keluarga yang berkecukupan dengan pendidikan yang baik tentu menjadi harapan hampir semua masyarakat kita. Tidak ada yang menginginkan keluarga dengan kesulitan ekonomi, dengan segala problematika yang menyertainya seperti keharmonisan rumah tangga dan lainlain. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat di Tojo Una-Una yang berada dalam kondisi ekonomi kurang baik. Pergulatan hidup yang keras dalam memenuhi kebutuhan eko nomi tentu memberikan pengaruh terhadap cara orang tua mengasuh anak-anaknya. Memiliki anak bagi masyarakat dengan ekonomi rendah ibarat berinvestasi, disamping bisa jadi “sex” menjadi satusatunya hiburan mereka (karena mereka tidak memiliki sesua tu untuk menjadi sarana hiburan), maka menjadi tidak meng herankan mereka justru cenderung memiliki banyak anak. Dika takan berinvestasi karena dapat dimanfaatkan tenaganya kelak untuk membantu orang tuanya. Sudah tentu banyak anak akan berdampak pada pola asuh. Di saat harus bersusah payah bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, anak yang banyak menjadi kurang mendapatkan perhatian. Bagaimana memenuhi hak-hak anak sudah tidak lagi menjadi prioritas dalam kehidupan. Saat anak-anak bisa makan, itu sudah menjadi hal luar biasa yang
153
bisa mereka berikan. Jarak usia yang berdekatan antara anak yang satu dengan anak yang lain, menjadikan setiap anak tidak bisa mendapat perhatian yang cukup. Orang tua harus membagi waktunya antara bekerja, mengurus keperluan rumah tangga, dan mengasuh anak. Sehingga tidak jarang dijumpai, orang tua terpaksa harus membawa anaknya bekerja di kebun karena mereka tidak memiliki keluarga yang bisa membantu mengasuh anak-anaknya. Namun, bagi mereka yang masih memiliki keluarga yang rumahnya berdekatan, biasanya mereka akan menitipkan anaknya pada saat ditinggal bekerja di kebun. Anak-anak dengan latar belakang kondisi ekonomi sulit, dan diasuh semampu orang tuanya, memang tidak bisa menikmati masa anak-anak seperti halnya anak-anak seusianya. Terbiasa ikut bekerja, atau bermain tanpa kontrol orang tua menjadikan mereka kehilangan golden age period, atau bahkan tidak jarang mempengaruhi pola pikir mereka saat menginjak remaja. Mereka melihat bahwa bekerja adalah hal yang menarik, dan harus bisa segera mereka kerjakan jika ingin terus bisa makan. Akibatnya, kemauan bersekolah menjadi terabaikan. Meskipun tidak jarang masih ada keluarga yang mau mengedepankan pendidikan, dengan harapan anak mampu mengubah masa depan menjadi lebih baik dibanding orang tuanya. Kasus Mama A (lihat: Membiarkan Pernikahan di bawah Umur daripada “Sambal Parang” dan Mama A: Sudah Jatuh ter timpa Jejaka Tua yang Miskin, pada bab sebelumnya), ketika dia tidak menamatkan sekolah dasar dan memilih bekerja mencuci dan memasak di rumah tetangganya, di sisi lain tidak jelas siapa yang menghamilinya, dan untuk menutupi aib ia dikawinkan dengan jejaka tua teman ayahnya, sudah cukup menggambarkan
154
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
bagaimana kemiskinan pada akhirnya membawa seseorang pada situasi yang sedemikian tanpa daya. Tidak hanya berdampak pada dirinya yang terlihat jelas beban psikologisnya, tetapi juga pada anaknya yang tampak kurus tidak terurus Bukan sesuatu yang kebetulan jika hampir semua temuan pasien dengan gangguan mental di Tojo Una-Una memiliki karak teristik yang sama, yaitu terkungkung dalam kemiskinan. Apa pun kondisi geografisnya, baik di daratan maupun di kepulauan dan apa pun usianya, baik yang sudah tua maupun yang masih demikian muda, ketika kondisi ekonomi begitu miskin, ditambah problem keluarga, maka mereka menjadi sangat rentan secara psikologis dan berpotensi mengalami gangguan mental. Dokter spesialis kejiwaan maupun petugas poli jiwa Puskesmas di Ampana menyebutkan bahwa faktor penyebab masalah gangguan mental yang dialami oleh pasien mayoritas karena masalah ekonomi dan rumah tangga. Pasien gangguan mental seringkali mengeluhkan tentang kondisi perekonomiannya yang buruk. Mereka mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga menjadi beban pikiran dan akhirnya menjadi cemas serta sulit tidur. Demikian pula dengan pneumonia terutama pada anak, di mana kematian karena penyakit ini sangat terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan, dan kurangnya akses perawatan kesehatan (Weber dan handy, 2010). Berdasakan semua ini dapat ditarik benang merah bahwa kemiskinan merupakan salah satu faktor yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Apalagi hasil survei PSE BPS tahun 2011, menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin Kabupaten Tojo Una-Una masih menempati urutan pertama terbanyak di Sulteng.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
155
6.2 Jalan Panjang Petani Mandiri Ekonomi Salah satu desa yang juga memberi sumbangan besar dalam hasil bumi berupa kelapa, coklat, dan cengkeh adalah Desa Buntongi. Desa Buntongi merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Ampana Kota, dan merupakan bagian dari wilayah tugas Puskesmas Ampana Barat. Kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Buntongi tidak jauh dari kegiatan seputar perkebunan. Pada pagi hari, setelah sarapan yang dibuat oleh istrinya yang pada umumnya adalah ibu rumah tangga, mayoritas para lelaki berangkat ke kebun untuk menyiangi tanaman di kebun atau memetik kelapa. Walaupun ada yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena bekerja di Kantor Desa atau sebagai guru yang mengajar di sekolah, namun sebagian besar memiliki kebun sendiri untuk ditanami coklat, kelapa, atau cengkeh. Memasuki wilayah desa ini kita juga akan disambut dengan hamparan kebun cengkeh, coklat, dan kelapa di tiap sisi jalannya. Suhu udara yang cukup panas di siang hari terasa pula di Buntongi, karena wilayah ini memang tidak terlalu jauh dari pantai. Jumlah air bersih yang cukup juga menjadi faktor pendukung bagi produktivitas pertanian di desa ini. Setiap rumah tangga juga telah dilengkapi dengan sarana air bersih untuk kebutuhan hariannya. Dengan bekerja sebagai petani, masyarakat dapat meme nuhi kebutuhan hidup. Menurut mereka, jika dirata-rata maka penghasilan sebulan berkisar antara Rp 500.000,- s/d Rp 600.000,-. Sebenarnya bisa saja penghasilan dari bertani ini ditingkatkan karena lahan yang dijadikan kebun tersebut mayoritas milik pribadi masyarakat, sehingga hasil panen dapat dinikmati sendiri. Melimpahnya hasil bumi di Desa Buntongi sejatinya mampu menopang perekonomian masyarakat. Potensi ekonomi yang
156
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
besar ini bisa membantu masyarakat untuk bisa memenuhi kebu tuhan hidup sehari-hari, lebih-lebih dengan adanya kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis, maka pengeluaran keluarga untuk pendidikan dan kesehatan ini bisa disimpan untuk tabungan atau untuk kebutuhan yang lain. Namun ada banyak kendala dalam perolehan hasil panen dan harga jual di pasaran. Kondisi yang terjadi justru berkebalikan dengan harapan kita akan kemandirian ekonomi masyarakat. Masih banyak masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingginya angka kemiskinan ini bukan hanya terjadi di wilayah daratan, tetapi masyarakat yang ada di kepulauan juga tidak sedikit yang berada pada kondisi ekonomi masih sulit. Sangat ironi jika ketika melihat ramahnya alam memberikan potensi ekonomi di bidang pertanian dan kelautan, tetapi kita masih menemukan kasus gizi buruk. Ini menunjukkan, bahwa masyarakat masih memiliki masalah dalam menciptakan kemandirian ekonomi. Ketika kita mencoba mengurai penyebab sulitnya masyarakat mencapai kemandirian ekonomi di tengah-tengah melimpahnya hasil alam di Tojo Una-Una, ditemukan beberapa fenomena yang terjadi di masyarakat.
Posisi Tawar Rendahhence Fenomena pertama adalah, petani tidak memiliki posisi tawar yang baik untuk menjual hasil pertaniannya. Mengapa hasil bumi yang kualitasnya cenderung baik ini justru memiliki posisi harga yang rendah? Hal ini disebabkan masih banyak petani yang terjerat hutang kepada tengkulak. Ketika masa panen belum tiba, masyarakat yang tidak memiliki penghasialn lain kecuali bertani mengalami kesulitan dalam memenui kebutuhan sehari-
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
157
hari. Untuk mengatasi kondisi ini, banyak dari masyarakat yang memilih untuk berhutang kepada tengkulak. Saat masa panen tiba dan produk pertanian siap dijual, petani tidak bisa menjual hasil panen kepada orang lain. Mau tidak mau hasil pertanian tersebut akan dijual kepada tengkulak demi melunasi hutang-hutangnya. Sistem penjualan semacam ini tentu membatasi petani untuk bisa menentukan posisi harga atas hasil pertaniannya. Harga yang diberikan tengkulak biasanya di bawah harga normal di pasaran. Bila kondisinya demikan dan dialami oleh hampir semua petani, maka tentu saja hasil panen menjadi tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan petani pada masa penanaman. Untuk menanam suatu komoditas tentu bukan tanpa biaya. Kita harus mengeluarkan biaya untuk perawatan tanaman tersebut, agar hasilnya juga memiliki kualitas yang baik. Harapannya, saat dijual kita akan mendapatkan harga yang tinggi. Namun, besarnya hutang seringkali membuat petani tidak memiliki pilihan lain. Mereka memiliki kewajiban untuk melunasi hutang, dan menjual hasil panen adalah satu satunya cara mengatasi persoalan ini. Lahan perkebunan yang dimiliki oleh “orang cina”, yang menurut masyarakat setempat menjadi “penguasa” hasil panen karena hasil panennya selalu berkualitas dan bagus. Masyarakat sekitar hanya menjadi buruh tani di kebun mereka. Tetapi yang memperoleh hasil yang melimpah tentu saja si pemilik lahan. Berbeda halnya dengan panen kelapa. Kelapa yang dihasilkan oleh petani sebenarnya cukup berkualitas, namun menjadi masalah saat penjualan pada pengepul yang dikuasai oleh “orang cina”. Pada pengepul tersebut, petani menjual harga kelapa per kilogram seharga Rp 8000,-. Tetapi oleh pengepul nantinya bisa dijual pada pangsa pasar yang lebih besar seharga Rp 20.000,-.
158
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Petani tidak memiliki kuasa untuk menaikkan harga karena pasar sudah dikuasai oleh pengepul tadi. Akibat hal inilah harga jual petani lokal menjadi rendah dan produktivitas hasil panen tidak maksimal.
Gagal Menurunkan Biaya Operasional Fenomena kedua yang terjadi adalah tidak seimbangnya ongkos panen, ongkos angkut, dengan hasil yang didapatkan dari penjualan komoditas tersebut. Misalnya saja untuk panen kelapa/kopra, petani membutuhkan bantuan tenaga orang lain untuk menurunkan kelapa-kelapa dari pohonnya. Dalam proses ini tentu kita harus mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga buruh. Selain itu petani juga harus mengeluarkan biaya untuk mengangkut hasil panen ke kota untuk dijual, karena pasar ter besar saat ini memang masih berada di Ampana. Semua hasil bumi masyarakat, baik di darat ataupun kepulauan, akan dibawa ke Ampana. Biaya transportasi yang dikeluarkan juga tidak sedikit untuk bisa membawa hasil bumi dari desa hingga ke kota. Ketika seluruh biaya diakumulasikan sejak proses tanam, masa panen, dan transportasi, terkadang juga tidak seimbang dengan hasil yang didapat. Ketika hasil yang didapat sama, tentu kita tidak akan menderita kerugian. Namun tidak jarang justru biaya yang dikeluarkan lebih besar dari hasil yang didapatkan. Untuk kesekian kalinya petani tidak memiliki banyak pilihan. Sebagian dari petani yang tidak memiliki biaya untuk membawa hasil pertaniannya ke kota, akhirnya akan menerima saja tawaran dari pengepul yang datang ke desa, sekalipun harga yang ditawarkan lebih rendah dari harga pasar.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
159
Teknologi dan Pengetahuan Bercocok Tanam Fenomena ketiga yang tampak adalah teknologi yang digu nakan petani masih sangat tradisional. Petani belum mampu meningkatkan pengetahuan dalam hal bercocok tanam, yang semakin lama semakin berkembang. Petani juga masih sangat bergantung dengan penggunaan pupuk kimia. Beberapa wilayah di Kabupaten Tojo Una-Una juga dikenal sebagai penghasil jagung, misalnya di Lembah Jonge, Desa Uebone, Kecamatan Ampana Tete. Penanaman jagung di wilayah tersebut pada awalnya selalu menggunakan pupuk kimia untuk mendapatkan jagung yang berkualitas. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan dalam waktu yang lama, dapat berpotensi menyebabkan lahan pertanian menjadi kritis. Bila sudah terjadi hal demikian, petani biasanya akan membuka lahan baru di tempat lain. Sistem penanaman semacam ini telah berlangsung lama. Apabila petani telah memiliki pengetahuan yang lebih tentang pertanian, petani dapat membuat mulsa20 yang lebih ramah terhadap lingkungan. Kendala lainnya yaitu banyak hasil panen coklat yang mem busuk dan kempes sehingga ditolak oleh pengepul di pasar. Penyebab buruknya kualitas coklat ini adalah banyaknya hama yang menyerang serta tidak dilakukannya peremajaan pohon coklat. Masyarakat tidak memiliki pembasmi hama dan usia pohon coklat sudah berkisar antara 15-20 tahun, sehingga kualitasnya menurun dan produk yang dihasilkan kurang baik. Dalam beberapa bulan terakhir, petani dipusingkan dengan buah coklat yang kempes. 20 Istilah “mulsa” di sini pertama kali disampaikan oleh VWI suatu lembaga nirlaba yang peduli pada pertanian dan kesejahteraan petani. Mulsa adalah semacam pupuk, berupa material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga tumbuh dengan baik. Mulsa organik diolah dari limbah batang-batang jagung setelah panen.
160
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Bila dalam kondisi normal dalam seminggu mampu menghasilkan hingga 30 kg coklat, maka saat ini hanya mampu menghasilkan 2-3 kg saja. “Kalau dua bulan lalu coklat bisa laku Rp 23.000, per kg, kalo sekarang coklat kempes tidak ada yang mau ambil. Hanya dipilih yang bagus saja”, hal ini disampaikan oleh Bapak R petani coklat. Kondisi ini jelas sangat berpengaruh terhadap hasil yang mereka dapatkan dari menanam coklat, bahkan cenderung merugi karena apa yang dihasilkan tidak sebanding dengan biaya perawatan tanaman. Sekali lagi, petani dalam hal ini tidak tahu harus berbuat apa untuk bisa mengatasi masalah rusaknya tanaman coklat. Bahkan di beberapa tempat, banyak petani yang mulai menebang pohon coklat dan memilih menanam cengkeh saja. Mereka mulai beranggapan bahwa menanam coklat sudah tidak lagi menguntungkan.
Mencari Penyuluh Pertanian Fenomena keempat adalah tidak adanya koordinasi yang baik dengan penyuluh pertanian yang ada di desa. Dukungan dari Dinas Pertanian setempat dirasa sangat kurang untuk memberikan bimbingan kepada petani tentang cara menanam agar diperoleh hasil panen yang berkualitas. Ada banyak wilayah di Kabupaten Tojo Una-Una yang bahkan tidak mengenal siapa penyuluh pertanian yang ada di desanya, karena petugas tersebut tidak pernah turun ke lapangan. Besar harapan dari petani bisa memanfaatkan kelompok-kelompok tani sebagai media diskusi terkait persoalan yang dihadapi. Di dalam kelompok tani petani bisa mendapatkan ilmu yang baru dan bisa diterapkan dalam usahanya. Namun, tidak semua kelompok tani mampu solid memajukan anggotanya. Salah satu yang tampak terlihat terkait masalah efektivitas
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
161
kelompok tani adalah di Desa Buntongi. Desa yang sebelumnya merupakan bagian dari Desa Sansarino ini, hingga saat ini masih belum memiliki kelompok tani sendiri. Petani masih berada dalam kelompok yang anggotanya berasal dari Desa Sansarino dan Desa Buntongi. Ditambah lagi dengan tidak aktifnya penyuluh pertanian, sehingga petani kesulitan untuk bisa berkoordinasi. Perangkat desa setempat tengah mengupayakan agar kelompok tani ini bisa dipecah sesuai lokasi desanya untuk mempermudah koordinasi. Dengan demikian diharapkan kelompok tani yang sudah dibentuk nanti benar-benar bisa membantu masyarakat selain untuk peningkatan ilmu pertanian, juga membantu dalam hal pembukaan akses pasar. Beberapa faktor di atas dapat memberikan pengaruh bagi petani untuk bisa mendapatkan hasil maksimal dalam sektor agribisnis. Perlu dilakukan langkah-langkah tepat untuk mem bantu petani keluar dari persoalan yang dihadapinya. Potensi ekonomi yang besar ini bisa digarap dengan maksimal, sehingga kemandirian ekonomi bisa dibangun. Apabila telah mampu keluar dari persoalannya, petani akan memiliki akses pasar yang terbuka, dengan demikian petani secara otomatis dapat memiliki posisi harga yang baik atas hasil pertaniannya. Apabila petani sudah memiliki posisi harga yang baik, diharapkan petani akan mampu memiliki tabungan yang bisa digunakan untuk menambah kebutuhan pendidikan ataupun kesehatan.
6.3 Peran Perangkat Desa Peranan perangkat desa dalam membantu masyarakat untuk menyelesaikan persoalannya memang patut diacungi jem pol. Perangkat Desa memiliki semangat yang besar untuk bisa
162
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
memajukan desanya, salah satunya di Desa Buntongi. Desa yang baru dibentuk ini memiliki Kepala Desa dan perangkat yang penuh dedikasi untuk bisa mencapai kemajuan. Mereka senantiasa mendukung setiap upaya yang dibutuhkan untuk memakmurkan masyarakat termasuk di bidang kesehatan. Melalui anggaran desa, pemerintah desa saat ini tengah berupaya untuk membangun Poskesdes guna memperlancar tugas dari bidan yang ada di desa. Sebagai desa baru tentunya keterbatasan infrastruktur menjadi persoalan yang lazim dihadapi. Namun dengan adanya keberpihakan anggaran pada kepentingan masyarakat, maka persoalan ini menjadi lebih mudah untuk diatasi.
6.4 Memanfaatkan Pihak Luar Kerjasama yang baik demi mewujudkan kemakmuran rakyat seharusnya tidak hanya menggedepankan sektor pemerintahan. Apabila ada pihak luar yang bisa diajak berkerja sama dalam upaya memajukan masyarakat, tentunya tidak boleh diabaikan begitu saja. Salah satu organisasi sosial yang memiliki passion besar terhadap kemakmuran masyarakat di Tojo Una-Una adalah WVI (Wahana Visi Indonesia). Sebagai organisasi sosial, WVI memiliki fokus perhatian pada masalah penguatan ekonomi masyarakat dan pemenuhan hak-hak anak. WVI memiliki program kerja tiap lima tahunan, yang akan dievaluasi untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan, dan memberikan kemungkinan untuk menambahkan kegiatan lain di rencana kerja 5 tahun berikutnya. Setiap program yang dibuat oleh WVI selalu diselaraskan dengan Visi dan Misi pemerintah daerah.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
163
WVI memiliki banyak sekali kegiatan yang bermanfaat untuk menguatkan ekonomi masyarakat melalui sektor pertanian. Mereka membantu upaya peningkatan produktivitas tanaman jagung, membantu reboisasi hutan, meningkatkan ekonomi kreatif melalui anak didiknya, serta mengembangkan program Program Pengembangan Sayur Organik (P2SO). Mereka berharap ketika masyarakat telah kuat secara ekonomi, maka para orang tua akan lebih fokus dalam mengasuh putra putrinya. Dengan demikian secara otmatis hak-hal yang dimiliki anak bisa terpenuhi, baik itu hak hidup, hak untuk bersekolah, dan lain sebagainya. Selama ini banyak terjadi di masyarakat, karena pergulatan ekonomi yang sedemikian hebat orang tua menjadi lupa untuk memikirkan masa depan anak. Mereka terfokus pada upaya mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan anak tidak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di sekolah. Upaya penguatan ekonomi yang dilakukan oleh WVI ini mulai membuahkan hasil. Melalui kegiatan peningkatan produktivitas jagung, petani yang ada di Lembah Jonge, Desa Uebone, mampu menigkatkan hasil panennya dari 2,5 ton menjadi 4,7 ton. Saat ini mereka melalui kelompok binaannya telah memiliki tabungan hingga Rp 10.000.000,- yang bisa digunakan untuk keperluan para anggotanya. Demikian pula program P2SO, yang saat ini telah berhasil dikembangkan di tujuh kelurahan yang ada di lima desa. Setiap program yang dibuat oleh WVI tidak memprioritaskan upaya pemberian dana/bantuan. Namun, mereka lebih menitikberatkan pada upaya pendampingan terhadap masyarakat secara terus menerus dan konsisten. WVI yakin dengan upaya pendampingan yang intensif, masyarakat sangat mudah untuk diajak maju bersama.
164
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Gambar 6.1 Jagung Produk Andalan Tojo Una-Una (Dokumentasi Wahana Visi Indonesia)
WVI memiliki harapan besar agar setiap ibu yang ada di Tojo Una-Una bisa memiliki tabungan setelah mereka memiliki kekuatan dalam hal ekonominya. Ketika telah memiliki tabungan, ibu akan memiliki perhatian yang lebih banyak kepada anak, karena tidak perlu lagi membantu suami bekerja di kebun. Ibu juga akan memiliki waktu yang cukup untuk mengantar anaknya ke Posyandu, demikian juga dengan ibu hamil. Di bidang kesehatan, WVI juga pernah memberikan bantuan berupa pemberian timbangan bayi kepada Dinas Kesehatan untuk bisa disebarkan ke Posyandu yang ada di Tojo Una-Una. WVI juga aktif dalam mendampingi 750 anak melalui kegiatan swadaya anak (Ulubongka, Ampana Tete), dan Kelompok Bermain Anak (Ampana Tete, Desa Bone Foto, Tampa Nobe, Desa Bonebai II).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
165
Sayangnya upaya positif ini belum mendapat sambutan dari dinas terkait untuk bersama sama memajukan masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing. Masih sulit bagi WVI menjalin kerja sama dengan lintas sektor dalam setiap programnya. Bila WVI bisa bekerja sama dengan instansi-instansi terkait sesuai dengan kewenangannya, maka persoalan yang dihadapi masyarakat akan lebih mudah terselesaikan.
Gambar6.2 SudutSalah Satu Pantai di Tojo Una-Una (Dokumentasi Peneliti)
Selain sektor agribisnis, sektor pariwisata tidak boleh dilu pakan. Pantai selalu menjadi destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Potensi pari wisata yang luar biasa besar dan banyak dijumpai, masih belum dikelola maksimal oleh pemerintah ataupun masyarakat sendiri. Kabupaten Tojo Una-Una memiliki pantai-pantai yang masih bersih dan belum terjamah atau biasa disebut “masih perawan”, dengan langitnya yang biru berawan.
166
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Biasanya bila kita mengunjungi tempat wisata akan disam but dengan begitu banyak pedagang atau sentra oleh-oleh yang diminati wisatawan. Pantai Ampana merupakan salah satu lokasi yang ramai pengunjung dan menjadi tempat berkumpul masya rakat terutama di sore hari. Mereka ada yang sekedar jalan-jalan menikmati sore, atau membeli buah-buahan dari pulau yang banyak dijual di sana. Namun, kita tidak bisa menemukan sesuatu yang khas di sana. Dengan kata lain, tidak mudah menemukan sesuatu untuk dijadikan sebagai kenang-kenangan atau buah tangan yang khas ketika kita datang ke Kabupaten Tojo UnaUna. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang yang belum tergarap maksimal baik oleh pemerintah daerah, swasta, maupun masyarakat; sebuah peluang yang bisa meningkatkan PAD, mau pun meningkatkan penghasilan masyarakat melalui ekonomi kreatif.
6.5 Upaya Manajemen Dinas Kesehatan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) di Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una cukup baik. Setiap Pejabat Eselon IV dan dan Eselon III menduduki jabatan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Semua staf pun menjadi pengelola program yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Semisal, Kasubag Perencanaan merupakan seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dengan peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK). Begitu pula dengan staf Bagian Perencanaan, mereka adalah seorang SKM dengan peminatan AKK. Sedangkan pada Sie Pengendalian Penyakit, dipimpin oleh seorang SKM dengan peminatan Epidemiologi. Staf Sie Pengendalian Penyakit terdiri dari SKM dan juga perawat. Setiap staf bertanggungjawab atas
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
167
satu atau dua program, sehingga masing-masing staf sudah me ngetahui tanggung jawabnya dan mengelola programnya dengan baik. Tugas dan fungsi Kasie yakni sebagai manajer yang mem berikan arahan, saran, dan bimbingan kepada staf tentang ke giatan yang akan dilakukan untuk meningkatkan capaian pro gram. Kasie pun berkoordinasi dengan Kabid (Kepala Bidang) dalam menentukan setiap kebijakan yang berupa kegiatan pada setiap program, sehingga setiap orang di Dinas Kesehatan telah memiliki peran masing-masing dan mengetahui tupoksinya. Selain itu, mereka melakukan tugas yang sesuai dengan latar belakang pendidikan serta kemampuannya. Hal semacam ini telah dilakukan oleh Kepala Dinas sejak 10 tahun yang lalu untuk membenahi Manajemen SDM. Kepala Dinas merupakan seorang dokter yang telah menempuh pendidikan Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS). Oleh karena itu beliau memahami dan memulai pembenahan Dinas Kesehatan dengan mengelola SDM sebaik mungkin. Pengelolaan SDM juga didukung oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Tojo Una-Una. Apabila ada salah seorang staf yang akan ditempatkan di Dinas Kesehatan maupun Puskesmas, maka BKD akan mengkomunikasikannya dengan Kepala Dinas terlebih dahulu. Komunikasi ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan SDM di jajaran Dinas Kesehatan serta kelayakannya apabila ditempatkan atau diberi tanggung jawab atas sebuah program. Begitu pula halnya apabila ada staf yang mengajukan pindah instansi, maka BKD akan mendiskusikannya dengan Kepala Dinas. Setelah itu, Kepala Dinas akan menanyakan kepada yang bersangkutan tentang alasan pengajuan kepindahannya agar
168
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
saling terbuka dan dapat memahami. Keputusan selanjutnya akan didiskusikan kembali dengan pihak BKD. Apabila ada staf Dinas Kesehatan yang ada di Puskesmas ternyata memiliki kinerja yang kurang baik. Maka Kepala Dinas akan menarik staf tersebut ke Dinas Kesehatan agar memperoleh bimbingan yang intensif. Jika ternyata kemudian kinerjanya telah membaik, maka dikembalikan pada posisinya di Puskesmas. Kebijakan semacam ini ditetapkan oleh Kepala Dinas sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Tojo Una-Una melalui provider kesehatan yang bertanggung jawab dan berdedikasi tinggi untuk program yang dikelolanya. Selain kebijakan tentang Manajemen SDM, Kepala Dinas juga sangat memperhatikan manajemen data. Terdapat Sie Pengembangan Data (Bank Data) yang secara khusus mengelola data, baik data dari Sie lain di Dinas Kesehatan maupun data yang diperoleh dari Puskesmas. Kasie Data merupakan seorang SKM yang telah dilatih secara khusus oleh Manajemen Data Pusat sehingga sangat berkompeten dalam mengolah maupun menganalisis data. Terkait data, Kadinkes telah mengeluarkan kebijakan bahwa data yang dikumpulkan oleh Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan sendiri yang berupa kasus dan yang lainnya harus valid. Menurut Kadinkes, data yang valid dapat dijadikan dasar untuk intervensi sebagai solusi menyelesaikan masalah. Setiap pengelola data Puskesmas wajib menyerahkan laporan atau data dari semua pengelola program di Puskesmas kepada Seksie Data (Bank Data) di Dinas Kesehatan. Setelah itu, Bank Data akan menyerahkan laporan ke masing-masing seksie di Dinas Kesehatan sesuai dengan program yang dikelolanya. Atas sistem pelaporan data yang “satu pintu” ini, Kadinkes
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
169
mengeluarkan lagi kebijakan lain terkait data yakni pengelola data bulanan dari Puskesmas tidak boleh terlambat menyerahkan data atau laporan ke Bank Data di Dinas Kesehatan. Jika terlambat, yaitu lebih dari tanggal 5 atau data tidak lengkap, maka gaji petugas tersebut tidak akan ditransfer ke rekeningnya. Terdapat MoU antara Dinas Kesehatan dengan PKK dalam pendampingan ibu hamil. Kegiatan pendampingan ini dilakukan di masing-masing dasawisma, di mana kepala desa yang berhak menunjuk kader yang mau dan mampu menjadi kader. Pada setiap dasawisma akan ditunjuk 1 kader, fungsinya untuk mendampingi setiap ibu hamil dari awal kehamilan hingga sampai waktu melahirkan. Setiap kader akan mendapatkan insentif Rp 100.000,- per ibu hamil yang ada di setiap dasawisma. Namun apabila ibu hamil tersebut tidak melahirkan di nakes atau ibu hamil meninggal maka insentif tidak akan dibayarkan. (Kecuali bila ibu hamil meninggal di RS, insentif akan tetap dibayarkan, karena dianggap bahwa kader telah berupaya maksimal untuk mendampingi ibu hamil.) Setiap kader nantinya akan dibekali dengan buku pedoman pendampingan ibu hamil yang harus diisi oleh kader dan bidan desa.
170
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
6.6 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Tabel 6.1 Matriks Permasalahan Gizi Buruk Balita dalam Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una Kesimpulan 1. Kebijakan/ Manajemen
Kelemahan: Problem di wilayah kepulauan adalah jarak antardesa sangat jauh. Meskipun berada dalam satu pulau, sarana transportasi tetap melalui laut karena tidak ada jalan lingkar. Kekuatan: Kebijakan pelaporan satu pintu. Renstra Dinkes memuat program perbaikan gizi masyarakat, salah satunya kegiatan penanggulangan dan pencegahan masalah gizi buruk dan kurang. Rekomendasi: Peningkatan sarana transportasi/ akses masyarakat daerah sulit ke sarana kesehatan.
2. Pelaksanaan Program/ SDM
Kekuatan: Sebaran dan jumlah bidan sudah cukup baik. Kelemahan: (1) Makanan tambahan yang paling sering di Posyandu adalah kacang hijau, dikarenakan kurangnya pengetahuan petugas tentang makanan tambahan untuk balita. (2) Tenaga gizi belum tersedia di semua Puskesmas, dan tidak satu pun berada di wilayah kepulauan. (3) Masih ditemukan buku KIA yang belum terisi padahal balita gizi bermasalah. Rekomendasi: (1) Pelatihan petugas tentang gizi, variasi makanan PMT. (2) Beasiswa putra daerah untuk menempuh pendidikan gizi dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan tenaga gizi di setiap Puskesmas. (3) Memantau rutin balita untuk deteksi dini masalah kesehatan balita. Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
171
3. Perencanaan Kelemahan: besaran anggaran perbaikan gizi dan Anggaran masyarakat fluktuatif dari tahun 2011 s/d 2015. Jumlah terbesar tahun 2011. Rekomendasi: Peningkatan anggaran untuk masalah gizi. 4. Peran serta masyarakat
172
Kelemahan: Tidak semua Posyandu berfungsi dengan baik. Kualitas kader tidak terlepas dari latar belakang pendidikan yang rendah sehingga tidak memiliki inisiatif karena bergantung pada bidan. Mereka hanya sebagai penimbang bayi/balita dan mengajak ibu-ibu yang hamil atau ibu balita (yang diajak biasanya hanya tetangga sebelah rumah saja). Kesadaran masyarakat tentang gizi juga kurang. Kekuatan: Kader Posyandu mendapat Rp 250.000,per tiga bulan dari alokasi dana desa (ADD), sebagian juga dipakai untuk menutupi kekurangan biaya PMT. Keberadaan LSM Wahana Visi Indonesia tidak secara khusus fokus pada gizi, fokus perhatian mereka pada masalah penguatan ekonomi masyarakat melalui sektor pertanian dan pemenuhan hak-hak anak. Rekomendasi: Pendidikan wajib hingga SMA, peningkatan perekonomian masyarakat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
5. Lintas sektor
Kelemahan: Pendataan dinas kependudukan dan catatan sipil (KK) yang tidak akurat berpotensi pada masalah perkawinan dini, distribusi bantuan dan lain-lain. Kekuatan: (1) Terdapat MoU antara Dinas Kesehatan dengan PKK dalam pendampingan ibu hamil melalui hingga melahirkan. Setiap kader akan mendapatkan insentif Rp 100.000,- per ibu hamil. (2) Dinas sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH) secara tidak langsung turut membantu upaya perbaikan gizi keluarga. Balita dengan status BGM banyak berasal dari keluarga pra-sejahtera. Rekomendasi: Pembenahan sistem administasi kependudukan.
Tabel 6.2 Matriks Permasalahan Gangguan Mental dalam Pembangunan KesehatanKabupaten Tojo Una-Una Kesimpulan 1. Kebijakan/ Manajemen
Kelemahan: Masalah gangguan mental belum menjadi prioritas, banyak yang belum menyadari bahwa gangguan mental merupakan suatu masalah yang penting dan segera ditangani. Kekuatan: Program kesehatan jiwa di Dinkes masuk dalam Seksi Kesehatan Khusus (bersama dengan Program Gigi dan Mulut) di bawah Bidang Bina Upaya Kesehatan. Pelaksanaan program kesehatan jiwa sudah ada di beberapa Puskesmas melalui Poli Jiwa. Bupati Tojo Una-Una menyediakan dokter spesialis gangguan jiwa di RSUD, dan mempermudah izin Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
173
bagi dokter yang akan melanjutkan studinya ke jenjang spesialis kejiwaan. Rekomendasi: Menjadikan gangguan mental skala prioritas masalah. 2. Perencanaan dan Anggaran
174
Kelemahan: Honor pengelola program kesehatan jiwa juga belum dianggarkan, sehingga kegiatan pelacakan kasus ke desa pun belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh Puskesmas. Kekuatan: Tahun 2013, Sie Kesehatan Khusus mengadakan kegiatan pelatihan pengelola program kesehatan jiwa untuk seluruh Puskesmas di Tojo Una-Una. Peserta sejumlah 13 orang dengan biaya DAU dari APBD sebesar Rp 43.949.000,-. Pelacakan menggunakan sumber dana BOK walaupun tidak di semua Puskesmas. Dana BOK juga untuk pengadaan poster tentang gejala gangguan mental. Rekomendasi: Disediakan anggaran untuk pelacakan kasus bagi pengelola program kesehatan jiwa Puskesmas.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
3. Pelaksanaan Program/SDM
Kelemahan: Tidak semua Puskesmas aktif melakukan pelacakan dan memiliki Poli Jiwa. Belum ada koordinasi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, serta RSUD Ampana terkait data pasien gangguan mental. Pemegang Program kesehatan jiwa di Puskesmas yang telah dilatih justru diganti dengan yang belum dilatih. Kekuatan: Terdapat Puskesmas yang melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi berupa pelacakan kasus gangguan jiwa bersama Sie Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan bersama dengan Poli Jiwa RSUD Ampana. Rekomendasi: Pembentukan poli kesehatan jiwa, koordinasi RS, Dinkes, dan Puskesmas. Pemegang program adalah yang sudah pernah dilatih.
4. Peran serta masyarakat
Kelemahan: (1) Ketertutupan/rasa malu pasien maupun keluarganya untuk datang ke Poli JIwa di RSUD. (2) Problem ekonomi menjadi salah satu pemicu. Kekuatan: Perangkat desa sangat kooperatif jika diajak kerjasama dengan Puskesmas dalam kegiatan apa pun, termasuk kegiatan Kesehatan Jiwa. Pada hari H warga telah mempersiapkan diri untuk datang ke kantor desa dan tidak bekerja di kebun. Rekomendasi: Perbanyak poster tentang gangguan mental sebagai sarana edukasi masyarakat. (2) Peningkatan perekonomian masyarakat, peningkatan keterampilan, eksplorasi potensi alam dan wisata.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
175
5. Lintas sektor
Kelemahan: Belum ada kerjasama antara RSUD Ampana dengan Badan Narkotika Kabupaten terkait penggunaan NAPZA, padahal telah ada beberapa kasus gangguan mental dikarenakan pengaruh NAPZA Kekuatan: Terdapat SK Bupati tentang Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM), dipimpin Sekda dengan anggota: Polres, Bappeda, Kemenag, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan lainnya, walaupun kemudian mati suri. Rekomendasi: Menghidupkan kembali TPJM.
Tabel 6.3 Matriks Permasalahan Pneumonia dalam Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una Kesimpulan 1. Kebijakan/ Manajemen
176
Kelemahan: Penerapan Perda KTR ini masih belum berjalan di SKPD lain. Belum ada kebijakan spesifik terkait pneumonia. Kekuatan: Pemda Kabupaten Tojo Una-Una menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dinkes menerapkan sanksi berupa pemotongan gaji Rp 25.000,- bagi setiap pegawai yang merokok di area Dinkes. Tahun 2015 sanksi ini dipertegas dengan adanya mutasi ke Puskesmas. Rekomendasi: Kebijakan khusus terkait penanggulangan pneumonia.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
2. Perencanaan dan Anggaran
Kelemahan: Belum ada pelatihan khusus tentang pneumonia. Kekuatan: Pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Renstra Dinkes tahun 2015 menargetkan pelatihan MTBS untuk 20 tenaga kesehatan dengan anggaran Rp 50.000.000,Rekomendasi: Anggaran pelatihan nakes tentang pneumonia.
3. Pelaksanaan Program/SDM
Kelemahan: Kerap terjadi perbedaan pemahaman perawat dan dokter terkait diagnosa pneumonia. Kekuatan: Pelaksanaan MTBS di Puskesmas cukup membantu dalam hal penemuan kasus pneumonia balita. Rekomendasi: Pelatihan nakes tentang pneumonia.
4. Peran serta masyarakat
Kelemahan: Masyarakat tidak paham pneumonia, mereka hanya tahu batuk dan sesak nafas. Akibatnya pneumonia dianggap sepele dan terlambat dibawa berobat. Rekomendasi: Perbanyak poster tentang pneumonia sebagai sarana edukasi masyarakat.
5. Lintas sektor
Kelemahan: Secara khusus menangani pneumonia tidak ada. Rekomendasi: Koordinasi lintas sektor yang dirasa terkait dan mampu memberi kontribusi baik pada peningkatan/penurunan pada kasus pneumonia.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
177
DAFTAR PUSTKA
Balitbangkes, 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Balitbangkes, 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Balitbangkes, 2014. IPKM: Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengem bangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. BPS, 2014. Profil Kabupaten Tojo Una-Una 2014. s.l.: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tojo Una-Una. Creswell, J. W., 2009. Research Design, Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches, second edition. s.l.: s.n. De Marco, M. M., 2007. The Relationship between Income and Food Insecurity: The Role of Social Support among Rural and Urban Oregonians. Dissertation. Oregon: Oregon State University. Depkes, 2013. Buku Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, dan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Dinkes, 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una, s.l.: Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una. Firdaus, O. M., 2012. Arsitektur Sistem Informasi Layanan Dasar Terintegregasi di Jawa Barat. Yogyakarta, Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi.
179
Galbraith, J. K., 1983. The Anatomy of Power. s.l.: Houghton Mifflin. Kartasasmita, C. B., 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Buletin Jendelal Epidemiologi, 3 (Pneumonia Balita). Kemenkes, 2010. Buku I Pedoman Umum Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan Kabupaten Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kemenkes, 2012. Ayo ke Posyandu Setiap Bulan. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. M. Setyo Pramono, F.X. Sri Sadewo, 2012. Analisis Keberadaan Bidan Desa dan Dukun Bayi di Jawa Timur. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan (Bulletin of Health System Research), Volume 15. Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, 1994. Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook. s.l.: SAGE Publications. P2PL, D., 2010. Modul Tata Lakasana Standar Pneumonia. Cetakan 2012 penyunt. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Said, M., 2010. Pengendalian Pneumonia Anak Balita dalam Rangka Pencapaian MDG 4. Buletin Jendela Epidemiologi, 3 (Pneumonia Balita), p. 16. Stalker, P., 2008. Mari Kita Suarakan MDGs, Jakarta: Bapenas, United Nations. UNICEF/WHO, 2006. Pneumonia: The Forgotten Killer of Children, s.l.: s.n.
180
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
Index A anak - 36, 37, 41, 42, 43, 44, 49, 50, 53, 54, 56, 58, 59, 68, 70, 73, 76, 78, 79, 81, 85, 87, 89, 91, 95, 96, 97, 98, 99, 105, 116, 119, 121, 122, 125, 126, 127, 128, 133, 134, 136, 138, 141, 144, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 155, 163, 164, 165, 172, 173 B balita - 3, 41, 42, 43, 44, 45, 53, 59, 62, 68, 70, 73, 78, 79, 85, 87, 88, 89, 91, 95, 96, 97, 98, 133, 138, 139, 142, 144, 149, 172, 173, 177 Bappeda - 8, 10, 12, 46, 130, 176 bidan - 1, 8, 45, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 56, 59, 62, 63, 65, 66, 67, 72, 81, 84, 97, 98, 144, 163, 170, 172 BPS - 4, 5, 9, 15, 29, 33, 34, 80, 88, 91, 92, 93, 94, 100, 155 Bupati - 18, 20, 21, 29, 35, 36, 37, 38, 46, 65, 70, 79, 92, 114, 129, 130, 143, 173, 176 D data - 1, 2, 4, 13, 15, 25, 29, 41, 62, 83, 87, 88, 91, 92, 93, 94, 104, 111, 113, 133, 169
desa - 11, 25, 26, 30, 31, 45, 47, 48, 49, 52, 53, 56, 57, 59, 62, 63, 65, 67, 68, 70, 75, 83, 87, 88, 91, 97, 98, 108, 109, 119, 122, 140, 146, 156, 159, 161, 162, 163, 164, 170, 172, 174 Dinkes - 12, 41, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 61, 62, 63, 64, 65, 67, 69, 70, 71, 72, 91, 93, 98, 103, 129, 173 dokter - 1, 34, 38, 48, 53, 54, 67, 68, 108, 109, 110, 112, 114, 115, 117, 128, 129, 145, 168, 176 dukun - 44, 51, 65, 81, 122, 147, 151 E ekonomi - 2, 26, 30, 53, 78, 116, 117, 121, 123, 129, 150, 153, 154, 155, 156, 157, 162, 163, 164, 167, 172 G gizi buruk - 41, 42, 44, 73, 95, 97, 157, 171 H hamil - 44, 51, 53, 59, 62, 70, 73, 77, 80, 84, 85, 87, 89, 98, 105, 135, 165, 170, 172, 173
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
181
I ibu - 44, 49, 51, 53, 54, 56, 59, 62, 68, 70, 73, 76, 79, 85, 87, 89, 97, 98, 99, 105, 116, 122, 126, 128, 149, 151, 156, 165, 170, 172, 173 IPKM - 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 35, 101, 102 ISPA - 133, 138, 142, 145, 149 K kader - 57, 59, 62, 63, 70, 73, 98, 170 kapal - 20, 24, 75, 77, 78 kepulauan - 12, 15, 17, 20, 24, 26, 28, 35, 37, 48, 51, 52, 60, 61, 63, 67, 68, 71, 75, 76, 78, 88, 91, 94, 140, 155, 157, 159, 171 Kepulauan - 6, 7, 9, 12, 15, 20, 24, 27, 28, 33, 36, 38, 48, 49, 50, 57, 58, 66, 78, 91, 93, 94, 134, 140 L Laut - 20, 21, 26 M MDGs - 2, 41, 103, 104, 105, 131 mental - 39, 101, 102, 103, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 130, 131, 155, 173, 174, 176
182
O obat - 19, 38, 52, 53, 110, 112, 113, 115, 117, 118, 121, 122 P pasien - 52, 71, 106, 107, 108, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 145, 151, 155 PDBK - 4, 5, 6, 7 pendidikan - 2, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 45, 50, 54, 62, 68, 70, 71, 89, 98, 114, 141, 150, 153, 154, 157, 162, 164, 168, 172 penduduk - 4, 9, 20, 29, 41, 47, 49, 57, 78, 92, 94, 98, 155 penyakit - 3, 9, 92, 95, 97, 102, 103, 105, 106, 114, 131, 133, 136, 144, 155, 160 PKH - 76, 85, 86, 87, 88, 89, 100, 173 pneumonia - 97, 126, 133, 134, 135, 136, 138, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 149, 151, 155, 177 Podes - 2, 7, 11 Poltekes - 50 Posyandu - 56, 59, 61, 100 PTT - 45, 50, 51, 53, 54, 55, 68, 72 Puskesmas - 1, 8, 9, 12, 25, 46, 47, 48, 50, 59, 61, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 84, 89, 90, 93, 106, 107, 53, 61, 64, 176, 109, 110,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
111, 116, 117, 118, 122, 142, 144, 145, 147, 156, 168, 169, 174, 175, 177 R Riskesdas - 2, 6, 11, 41, 42, 93, 133, 138, 140 rokok - 25, 95, 96, 138, 139, 141, 142, 149 RS - 108, 170 RSUD - 8, 45, 48, 50, 62, 71, 84, 97, 107, 108, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 121, 130, 175 S sakit - 45, 54, 59, 66, 70, 97, 115, 116, 121, 122, 133, 136, 138, 144, 147, 149, 151, 177 T TPKJM - 129, 130, 176 transport - 19, 78, 107, 113
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una
183