KURIKULUM IDEAL ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN M. Yusuf Ande
Abstract
Cuririculum an essential ingredient determine what also successfully or not the process education. Facing and effect of the waves acceleration of technological progress communication current civilization increasingly uncontrollable this, policy makers ang education administrators got reestablising the curriculum planning scientific sourced to reasoning intellect with spiritual education psyichiatric derived from sublime the religious values. Curriculum planning should not give opportunities to cutting down the religious values in any matter of learning served or being presented. Keywords: Religion, education, curriculum
Pendidikan, terlebih yang bersifat formal, merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dengan kurikulum. Kurikulum merupakan unsur penting yang turut menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan. Reformasi pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus bersifat komprehensif dan menyeluruh baik pada tingkat konsep maupun penyelenggaraaan. Salah satu unsur yang harus direformasi adalah kurikulum yang mengarah pada konstruksi kusikulum ideal. Mengapa kurikulum ideal? Semua pengelola pendidikan tahu betul bahwa kurikulum merupakan salah satu faktor penting yang turut menentukan berhasil atau tidaknya suatu pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Kesanggupan
lembaga
pendidikan
memproduk
manusia-manusia utuh dalam arti yang seluas-luasnya selalu terkait dengan sistem pembelajaran yang ditawarkan serta rancangan pelajaran
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
34
yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik, dan tentunya didukung oleh sumber daya manusia yang memadai. Shipman (dalam Azra, 1999) menyimpulkan bahwa fungsi pokok pendidikan dalam masyarakat modern terdiri dari tiga bagian yaitu: sosialisasi, penyekolahan dan pendidikan, sebagai lembaga sosialisasi, pedidikan adalah wahana bagi intergrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok
atau
nasional
yang
dominan.
Adapun
penyekolahan
mempersiapkan mereka untuk menduduki posisi sosial ekonomi tertentu dan karena itu penyekolahan harus membekali peserta didik dengan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan dan profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat. Sedangkan fungsi ketiga, pendidikan dilakukan untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program modernisasi. Kaitannnya dengan kurikulum Wiryokusumo (1988:89) mengatakan, bahwasannya kurikulum itu terdiri dari pengalmaan belajar yang akan dianalisis dan dipelajari oleh peserta didik, dimana pengalaman itu berbentuk masalah-masalah yang harus dipecahkan oelh peserta didik. Masalah-masalah
tersebut
dapat
dikelompokkan
menjadi
beberapa
kelompok yaitu: a) pengelompokan anak, b) perbedaan kecakapan intelektual, c) perbedaan kesehatan dan kekuatan, d) masalah semangat dan motivasi, e) masalah daya tarik, f) masalah keindahan, g) masalah penampilan, h) masalah kepekaan, i) masalah kemampuan,
dan j)
masalah kebutuhan. Latar belakang peserta didik yang berbeda-beda akan menimbulkan tingkah laku yang berbeda pula. Hal itu perlu dilakukan karena kemampuan pendidik untuk mengetahui keberagaman peserta didik
dari
berbagai
segi
akan
sangat
membantu
keberhasilan
pengoperasionalan secara keseluruhan.
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
35
Pembahasan 1. Kurikulum dalam Pendidikan Islam Muhammad al-Toumy mengatakan bahwa: kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olah raga dan seni yang disediakan oleh sekolah dengan maksud menolong peserta didik untuk berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan (alToumy, 1979: 485). Senada dengan pengertian ini adalah apa yang diungkapkan
oleh
Hasan
Langgulung,
bahwa
kurikulum
adalah
sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga, dan kesenian, baik yang erada di dalam maupun di luar kelas yang dikelola sekolah (Langgulung, 1994:53). Sementara
itu
Azyumardi
Azra
(2002:97)
memberikan
pandangannya tentang kurikulum dalam pengertian yang tidak jauh berbeda, yakni sejumlah pengalaman pendidikan yang idtempuh peserta didik dengan bimbinagn sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan skeolah masing-masing. Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa kurikulum memiliki beberapa unsur pokok di antaranya: a. Tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu, atau dengan kata lain, manusia macam apa yang ingin dibentuk melalui kurikulum itu. b. Pengetahuan aktivitas
(knowledge),
serta
informasi-informasi,
pengalaman-pengalaman
dari
data, mana
aktivitasterbentuk
kurikulum itu. bagian inilah yang biasa disebut mata pelajaran, dan bagian ini pula yang dimasukkan dalam sialbus. c. Metode dan cara-cara yang dipakai oleh para guru untuk mengajar dan mendorong peserta didik untuk belajar serta membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum. d. Metode dan cara memberikan penilaian yang dipergunakan untuk mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
36
direncanakan dalam kurikulum, seperti tujuan tri wulan, ujian semester gasal dan semester genap pada pendidikan tingkat tinggi dan seterusnya. Di samping unsur-unsur pokok, kurikulum juga memiliki ciri-ciri: a. Segi isi dan kegiatan Tidak hanya mencakup mata pelajaran yang diberikan di kelas, tetapi mencakup seluruh kegiatan yang dapat mempengaruhi pengertian, penghayatan, pengamalan, dan keterampilan peserta didik dalam segala bidang. b. Segi proses Tidak hanya mencakup kegiatan tertentu yang diberikan guru kepada peserta didik, tetapi juga yang dilakukan oleh peserta didik secara terarah. c. Segi bentuk Tidak hanya mencakup kegiatan formal sebagaimana dokumen kurikulum, tetapi juga kegiatan nonformal yang tidak nampak atau kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Singkatnya kurikulum itu mengandung tujuan-tujuan, isi atau mata pelajaran, metode mengajar dan metode penilaian. Kesimpulan ini sama sekali tidak bermaksud menyederhanakan persoalan, sebab berbicara tentang tujuan-tujaun pendidikan maka bermacam-macam madzab
falsafah
pendidikan
juga
harus
dipahami.
Seperti
rasionalismenya Plato, Aristoteles, Descartes. Imperismenya John Locke,
yang
terkenal
dengan
kertas
putih
(tabularasa),
progresivismenya John Dewey dan lain-lain (Langgulung, 1987:304). Konsep para ahli Barat tentang pengetahuan semuanya berkisar pada pengetahuan yang dicari dengan akal (acquired) tidak memberi tempat
kepada
wahyu
Tuhan
(revelation)
sebagai
sumber
pengetahuan. Di sinilah letak perbedaan antara falsafah Barat dan
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
37
falsafah Islam tentang ilmu pengetahuan, yang tentu akan membawa perbedaan pula dalam menghasilkan produk-produk pendidikan. Al-Qur’an menyebutkan bahwa Islam adalah agama fitrah. Firman Allah swt:
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum, 30:30). Nabi saw bersabda:
“Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah/suci, maka ibu bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Bukhari, No. 1385). Manusia lahir dengan potensi fitrah, sementara agama yang diturunkan melalui wahyu juga disebut fitrah. Karena itu kemudian fitrah diumpamakan sebagai sebuah mata uang yang bersisi dua. Sisi pertama disebut wahyu, yang dalam konteks Islam mewujud dalam alQur’an dan al-Sunnah. Sedang isi kedua disebut akal. Dalam melaksanakan pendidikan Islam diperlukan beberapa faktor yang turut menunjang berhasil atau tidaknyna suatu proses pendidikan. Faktorfaktor tersebut meliputi: a. Faktor Pendidik Faktor pendidik merupakan unsur penting dalam pelaksanaan proses pendidikan. Mengingat pendidik menentukan arah pendidikan dan bertanggungjawab dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, seorang pendidik tentu harus memiliki bekal pengetahuan yang memadai sesuai bidangnya masng-masing. Itulah sebabnya Islam Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
38
sangat
menghormati
orang-orang
yang
berilmu
dan
mengamalkannnya. Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang berilmu tampak jelas tersirat dalam firman Allah swt:
Artinya: “Bahwa Allah swt akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujadalah, 58:11). Faktor anak dilahirkan dalam keadaan suci tanpa noda dan dosa. Pendidikan, utamanya agama, harus ditanamkan semenjak dini oleh keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang dialami anak semenjak lahir. Ini penting karena sesuatu yang ditangkap anak pada usia pra sekolah akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak selanjutnya. Pada masa pubertas anak akan mengalami masa transisi yang diwarnai oleh berbagai perasaan gelisah, penuh ambisi dan cita-cita, romantika dan sebagainya. Sedangkan pada kehidupan keagamaannya biasanya anak akan mengalami keragu-raguan dan kegoncangan (Zuhairni, 1991:167). b. Faktor Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan yang dimaksud di sini meliputi lembaga pendidikan formal maupun non formal. Secara garis besar lembaga pendidikan itu dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yakni: 1) Lembaga pendidikan keluarga di mana dua orang tua dan anggota dewasa seluruhnya berperan sebagai pembimbing dan teladan bagi anak-anak pra sekolah (yang belum dewasa). Anak usia pra sekolah ini sangat peka terhadap pengaruh pendidikan lingkungan, sementara mereka belum Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
39
menmpunyai filter untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. 2) Lembaga
pendidikan
formal/sekolah
yang
merupakan
kelanjutan dari pendidikan keluraga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik. Guru di sini selain mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan juga memberikan pendidikan rohani dan keagamaan. 3) Lembaga pendidikakn masyarakat, di mana
anak secara
langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak disadari banyak
memperoleh
pengetahuan
dan
pendidikan
dari
masyarakat (Zuhairini, 1991:173-181). Di samping faktor-faktor di atas ada faktor lain yang turut berperan dalam upaya menggapai keberhasilan proses pendidikan. Faktor lain tersebut adalah “keteladanan”. Anak didik akan selalu memiliki kecenderungan mencontoh dan menirukan apa yang dilihat dan diamati dari figur seorang guru yang berfungsi sebagai pembimbing, pengayom dan sekaligus orang tuanya di sekolah. Oleh karena itu tingkah laku yang pantas diteladani anak didik mutlak harus dimiliki oleh setiap pendidik. c. Faktor Lingkungan Dalam
Islam
lingkungan
merupakan
salah
satu
faktor
pendidikan yang turut menentukan corak pendidikan yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap kondisi anak didik. Untuk melaksanakan Islam dalam sebuah lingkungan perlu diperhatikan setidaknya dua faktor di bawah ini, yakni: 1) Perbedaan keagamaan Lingkungan yang masyarakatnya merupakan pemeluk agama yang berbeda dengan agama yang dianut anak didik akan memberikan pengaruh terhadap perasaan dan sifat agama anak.
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
40
Hal itu dikarenakan lingkungan akan membawa pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan jiwa anak. 2) Latar belakang pengenalan terhadap agama Di samping perbedaan lingkungan anak dalam kehidupan beragama, pengaruh pemberian dasar dan pengenalan agama oleh pihak orang tua juga harus mendapatkan perhatian yang cukup. Ini karena pengaruh ajaran agama yang diberikan orang tua pada usia dini akan meninggalkan bekas yang mendalam sampai anak mencapai usia sekolah atau bahkan usia dewasa. 2. Kurikulum Ideal Penunjang Keberhasilan Pendidikan Proses pendidikan akan selalu melibatkan berbagai komponen yang tak mungkin dipisah-pisahkan, yang meliputi guru/pendidik, peserta didik, materi pelajaran serta metode yang digunakan, fasilitas belajar mengajar dan lingkungan yang kondusif. Selain itu banyak lagi faktor yang perlu diperhitungkan untuk menunjang keberhasilan pendidikan. Kurikulum
dalam
pengertiann
yang
sempit
merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai bahan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, merekomendasikan adanya empat komponen pokok di dalamnya, yaitu tujuan pembelajaran, isi atau materi pembelajaran, organisasi,
serta
strategi
pembelajaran.
Sementara
itu
dalam
pengertian luas, kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Pengertian kedua ini menggambarkan segala bentuk aktivitas sekolah yang sekiranya mempunyai
efek
bagi
pengembangan
peserta
didik
termasuk
kurikulum, sehingga tidak terbatas pada kegiatan yang terkait dengan proses belajar mengajar (Muhaimin, 2003:182-183). Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
41
Karena kurikulum dalam pengertian sempit, yag terkait langsung dengan proses pembelajaran, hanyalah merupakan salah satu dari banyak komponen yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, maka faktor pendidik sebagai motivator dan dinamisator sesungguhnya memiliki peran yang lebih penting ari sekedar rancangan kurikulum yang disusun sedemikian rupa. Di samping itu untuk menghasilkan manusia yang sehat jasmani, rohani, sejahtera lahir dan batin, serta mampu memfungsikan
dirinya untuk
orang lain, maka wadah
pendidikan sudah seharusnya memberikan porsi yang memadai terhadap
pelajaran
dan
pendidikan
agama. Hanya
dengan
itu
pendidikan akan mampu melahirkan manusia-manusia yang berakal sehat. Unsur lain yang juga tidak kalah penting dalam dunia pendidikan adalah masyarakat. Dengan bermasyarakat orang akan mampu melakukan suatu pekerjaan yang tidak mampu dia lakukannya sendiri, terbiasa bekerja sama, saling membantu dan tolong menolong. Bagi dunia pendidikan tentu yang dimaksud adalah masyarakat (Aziz, tt: 69). Husain Sulaimaan Qourah melihat bahwa metode pendidikan adalah sesautu yang cukup penting untuk mendapatkan perhatian. Keberhasilan pendidikan menurutnnya akan sangat tergantung kepada metode
yang
digunakan,
dunia
politik,
ekonomi,
sosial
serta
kebudayaan manusia akan selalu berubah dan berkembang. Oleh karena itu metode pengajaran dan pendidikan pun harus senantiasa melihat dan mengacu kepada perkembangan-perkembangan tersebut, jika ingin maju dan berkembang pula (Husain, tt: 23). Kaitannya
dengan
falsafah
pendidikan
Islam,
maka
Islam
memandang bahwa kurikulum pendidikan merupakan alat untuk mendidik generasi muda dengan baik, menolong mereka untuk mengembangkan bakat, kekuatan dan keterampilan mereka yang bermacam-macam.
Selain
itu
juga
menyiapkan
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
mereka
dalam 42
menjalankan hak dan kewajiban, memiliki rasa tanggung jawab baik terhadap
diri,
keluarga,
masyarakat
maupun
bangsanya
upaya
membentuk masa depan yang diinginkan. Oleh karena itu Islam menaruh perhatian besar terhadap penyebaran pengajaran dan perbaikan
kualitasnya
dengan
senantiasa
memperbaiki
dan
menyempurnakan serta mengadakan perubahan-perubahan kurikulum, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa yang senantiasa mengalami perubahan (at Toumy, 1979:476-477). Pengertian kurikulum dalam pendidikan Islam jika dikembalikan kepada asal kata Bahasa Arab akan kita jumpai kata ”manhaj”, yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Dalam bidang pendidikan “manhaj” dimaksudkan sebagai
mengembangkan
pengetahuan,
keterampilan
dan
siakp
mereka. Konsep kurikulum yang mengikuti definisi seperti di atas meliputi semua pengalaman, aktivitas, suasana dan pengaruh-pengaruh yang diberikan kepada peserta didik, atau mereka kerjakan, atau mereka jumpai di dalam sekolah bukan hanya meliputi mata pelajaran dan pengalaman-pengalaman yang tersusun dalam kelas, akan tetapi meliputi juga semua kegiatan kebudayaan, keseniaan, olahraga dan sosial yang dikerjakan oelh siswa/mahasiswa di luar jadwal waktu dan di luar kelas di bawah pengelolaan sekolah/perguruan tinggi. Kurikulum dengan definisi ini telah memandang penting semua pengalaman persekolahan dalam proses pendidikan, baik yang berelaku di dalam maupun di luar kelas (at Toumy, 1979: 483-484) Hal lain yang perlu di pertimbangkan adalah bahwa pengalaman yang diperoleh peserta didik akan selalu terkait dengan lingkungan sekitar di mana peserta didik itu berada. Dengan kata lain, lingkungan sekitar akan turut andil dalam mewarnai dan membetuk tingkah laku peserta didik. Oleh karena itu tugas sekolah sebenarnya bukan hanya Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
43
menyediakan pengalaman saja, akan tetapi juga menyediakan suasana dan kondisi yang sesuai, yang membawa kepada interaksi yang berguna
dan
selanjutnya
memberi
peluang
untuk
memperoleh
pengalaman. Kurikulum dengan tugas terakhir ini dapat didefinisikan sebagai sejumlah kekuatan faktor-faktor dan alam sekitar pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi para peserta didik di dalam dan di luarnya, serta sejumlah pengalaman-pengalaman yang lahir dari interaksi dengan kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor tersebut (Halim, 2000: 205) Partisipasi menciptakan
semua lingkungan
pihak, yang
termasuk
pihak
mendukung
sekolah
dalam
pencapaian
tujuan
pendidikan sangat diperlukan. Partisipasi itu dapat diwujudkan di antaranya dengan: a. Memilihara kebersihan dan keindahan tempat ibadah b. Menjaga lingkungan dari polusi dari semua yang mengurangi keindahan c. Menjaga sarana umum terutama yang berada di lingkungan sekolah 3. Keterkaitan antara Pendidikan dan Agama di Indonesia Ketentuan untuk memberikan atau tidak memberikan pengajaran agama di sebuah lembaga pendidikan bernama “sekolah” di negara kita Indonesia rupanya tidak dipersoalkan. Karena di dalam maysarakat kita tampaknya selain dilihat sebagai individu dan makhluk sosial, ia dipandang pula sebagai makhluk religius. Karenanya Negara Indonesia yang berdasar Pancasila telah memberikan kebebasan kepada bangsanya untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Sebab kebebasan beragama merupakan hak asasi yang langsung berhubungan dengan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Karena itu bukan pemberian negara atau suatu golongan, akan tetapi ia Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
44
merupakan tindakan yang berdasar kepada suatu keyakinan sehingga tidak dapat dipaksa-paksakan. Karena itu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pun tidak memaksa setiap manusia utnuk memeluk dan menganutnya (Arbi, 1988:132-134). Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bagaimana
seharusnya
bersama-sama
pemerintah,
umat
Islam
menyelenggarakan pendidikan dan merancang kurikulum di negara Pancasila ini? Tanpa menafikkan pengikut agama lain tentu kita akan mengatakan harus ada upaya memasukkan pelajaran agama lain tentu kita akan mengatakan harus ada upaya memasukkan pelajaran agama di setiap lembaga pendidikan. Ini karena hanya ajaran agamalah yang akan mampu membangun dan membentuk anak didik menjadi manusia yang bertakwa sebagaimana yang dicita-citakan pendidikan yaitu membentuk manusia yang berilmu dan bertakwa. Pendidikan yang tidak menyertakan pengajaran agama hanya akan melahirkan ilmuwanilmuwan yang justru dengan ilmunya malah tidak jarang akan menjauhkan
dirinya
dari
Sang
Maha
Pencipta.
Hal
ini
justru
bertentangan dengan ajaran agama dan juga tujuan pendidikan Islam. Tujuan luhur pendidikan Islam yang paling menonjol adalah sifatnya yang bercorak agama dan akhlak. Sifat keseluruhan yang mencakup
segala
perkembangan
aspek
dalam
pribadi
masyarakat,
pelajar sifat
dan
semua
aspek
keberimbangan
dalam
penumpunya, tidak adanya pertentangan di antara unsur dan cara-cara pelaksanaannya, perubahan yang ditekankan dalam tingkah laku dan pada kehidupan, dipertimbangkannya perbedaan individu, masyarakat dan
kebudayaan,
dalam
kemampuannya
untuk
berubah
dan
berkembang (al Toumy, 1979: 436). Adapun ciri-ciri pendidikan Islam itu mengandung beberapa prinsip yang bersesuaian maknanya. Prinsip-prinsip itu adalah:
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
45
a. Pandangan yang menyeluruh kepada agama, manusia, masyarakat dan kehidupan. Berdasarkan prinsip ini pendidikan Islam bertujuan untuk membuka, mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia, kesediaan serta segala dayanya. Di samping itu, juga untuk mengembangkan termasuk
segala
didalamnya
segi
kehidupan
mengembangkan
dalam dan
masyarakat, meningkatkan
kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik. b. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan Keseimbangan
pada
pemuasaan
berbagai
macam
kebutuhan
merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam. Pendidikan dengan prinsip ini adalah pendidikan yang saling mengisi, saling melengkapi dan saling membutuhkan. c. Prinsip tidak bertentangan. Pendidikan dengan prinsip ini mengisyaratkan bahwa tujuan-tujuan Islam terpadu secara organik antara bagian saatu dengan yang lain, sebab ia mengambil dasar-dasar dan bimbingan-bimbingannya dari agama Islam yang berasal dari Allah swt, sehingga ia berpadu pada kesucian dan keilmuannya dengan cara-cara pelaksanaannya. Hal ini sesaui
dengan
pandangan
Islam
bahwa
kesucian
tujuan
mengharuskan pula kesucian cara mencapainya. d. Prinsip realisme dan aplicable Pendidikan Islam berusaha mencapai tujuan melalui cara-cara yang praktis dan realistis, sesuai dengan fitrah dan sejalan dengan suasana kesanggupan-kesanggupan yang dimiliki oleh individu dan masyarakat anak didik. Ini karena tujuan pendidikan akan tercapai apabila dalam proses pelaksanaannya diperhatikan faktor-faktor seperti: usia siswa, tingkat kematangan baik jasmani, akal, emosi, spiritual maupun sosial, serta sesuai dengan suasana masyarakat dan kematangan budaya dan beradabannya. Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
46
e. Prinsip perubahan yang diinginkan Perubahan yang diinginkan dimaksud berlaku pada kehidupan individu dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Hal ini sesuai dengan pemahaman para pakar tentang pendidikan bahwasannya ia merupakan usaha atau proses perubahan dari yang ada menjadi yang dikehendaki. Perubahan tingkah laku yang diinginkan oelh pendidikan Islam tentu saja yang sesuai dengan ajaran serta hukum dasar Islam (Wiryokusumo, 1998:5). Syafi’i Ma’arif mengemukakan bahwa dalam proses pendidikan sesuatu yang diyakini sebagai sebuah kebenaran merupakan hal yang penting, sebab termasuk bagian penting dari tujuan pendidikan adalah penanaman nilai-niai, dan oleh karenanya maka di dalam melaksanakan tugas pendidikan seorang pendidik dituntut untuk memiliki sistem nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu kebenaran (Shafan, 2004: 5). Namun demikian pendidikan Isalm bukan berarti sekedar proses penanaman nilai-nilai moral dan agama untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi. Lebih urgen dari itu adalah bagaimana nilainilai moral yang telah ditanamkan tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas dari himpitan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sosial, budaya dan ekonomi (Wiryokusumo, 1988:25).
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
47
Kebodohoan dan kemiskinan adalah musuh bangsa yang harus dilawan dan diatasi dengan belajar dan bekerja keras.
a. Landasan dalam Penyusunan Kurikulum Mengingat kurikulum merupakan komponen penting dalam pelaksanaan proses pendidikan, maka di dalam penyusunannyapun harus memperhatikan beberapa landasan dasar sebagai berikut: 1) Landasarn filsafat dan tujuan pendidikan Pendidikan merupakan usaha pengembangan individu dan masyarakat. Oleh karena itu sekolah sebagai institusi sosial yang mengemban tugas
menyiapkan anak didik menjadi warga
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dan dianut di lingkungan masyarakat, dituntut untuk memiliki program yang berdasar kepada norma-norma dan kondisi serta nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian, proses pendidikan dilaksanakan dalam suatu pola kurikulum yang terencana dan memiliki tujuan sesuai dengan pandangan sosial masyarakat (Wiryokusumo, 1988:35-37). 2) Landasan sosial budaya Sebagai obyek yang sekaligus subyek pendidikan, anak didik berasal dari masyarakat, dan mereka belajar tentang cara hidup dalam masyarakat. Karena itu sekolah sudah seharusnya bekerja sama dengan masyarakat, dan program-program sekolah mesti mempertimbangkan norma-norma yang telah membudaya dalam masyarakat bangsa yang berkepribadian luhur dan berdasar pada pancasila. Karena sekolah merupakan lembaga sosial yang didirikan
untuk
memenuhi
kepentingan
dan
kebutuhan
masyarakat, maka kurikulum sekolah dalam penyusunannya tentu Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
48
harus mempertimbangkan kekuatan-kekuatan sosial yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, karena ia merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah satu dari dimensi kebudayaan. Perubahan itu mengimplikasikan: (a) penyusunan kurikulum berdasrakan kondisi sosial; (b) penyusunan kurikulum mesti bersifat dinamis dan fleksibel; dan (c) program kurikulum harus memuat materi sosial budaya, dengan tetap memperhatikan kebudayaan nasional/daerah. 3) Landadsan Psikologi Belajar Harapan masyarakat terhadap sekolah adalah bahwa apa-apa yang
didapat
dipergunakan
dan dan
dipelajari
di
sekolah
hendaknya
dapat
dikembangkan
secara
lebih
dalam
luas
kehidupan praktis di masyarakat. Pada dasarnya kurikulum merupakan “rencana belajar”. Agar rencana itu dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan baik serta membawa hasil sesuai yang diharapkan, perlu dilakukan berbagai pertimbangan secara psikologis. Ernest R. Hilgard dalam bukunya Theories of Learning, mengatakan bahwa: “Learning the
process by which an activity originates or is changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguised from changes by factors not attributable to training” (Azra, 1999:56-57). Ini
menunjukkan
pembelajaran berbentuk
maka
bahwa
untuk
seharusnya
kepentingan
penyajian
pengalaman-pengalaman
belajar
efektifitas
kurikulum selaras
yang
dengan
perkembangan psikologis anak dalam belajar, selaras dengan motif-motif yang mendorong anak untuk belajar, dan juga sejalan dengan aktivitas-aktivitas anak dalam belajar. Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
49
4) Perkembangan Peserta Didik Sebagai obyek pendidikan peserta didik harus mendapatkan porsi yang memadai dan dipertimbangkan secara proporsional dalam penyusunan kurikulum. Karena kemampuan, minat, bakat dan juga perkembangan peserta didik akan turut menentukan tingkat keberhasilan proses pendidikan yang dilaksanakan. Sejalan dengan pertumbuhan fisiknya, peserta mengalami perkembangan, yang secara kualitatif memiliki karakteristik berbeda secara fasial (masa kanak-kanak, masa puber, dan masa adolesen). Di samping tuntutan
kultural,
perkembangan
peserta
ditandai
dengan
perubahan psikologis yang banyak bergantung pada orang dewasa; lain halnya dengan remaja yang ingin melepaskan diri dari dependensi pada orang dewasa. b. Sesuai caranya sebagai pendidikan yang bernafaskan agama, secara ideal pendidikan Islam harus berfungsi sebagai pencetak SDM yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan terhadap IPTEK maupun dalam hal karakter, sikap moral dan penghayatan serta pengalaman ajaran agama yang diyakini kebenarannya. Dengan kata lain pendidikan Islam secara ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu, berteknologi, berketerampilan tinggi dan sekaligus beriman dan beramal saleh. c. Konferensi Internasioanl pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 (Azra, 1998:172), telah merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut: “pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya yang meliputi: spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mewujudkan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Islam terletak pada perwujudan ketundukan yang Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
50
sempurna kepada Allah swt baik secara pribadi, komunitas maupun seluruh manusia”. Dalam rangka mewujudkan tujuan akhir pendidikan sebagaimana dirumuskan di atas, maka tidak bisa tidak rancangan kurikulum yang akan disajikan kepada anak didik ataupun sistem pendidikan Islam yang ditawarkan harus mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat, sebagai konsekuensi logis dari perubahan yang terjadi setiap saat dan begitu cepat. Pengaruh-pengaruh positif dari tayangan televisi yang membawa kemajuan dalam berbagai bidang tentu harus diikuti. Namun dalam konteks perubahan nilai-nilai terutama yang terkait dengan nilai-nilai moral keagamaan tentu perlu mendapatkan pengamatan dan perhatian lebih mendalam dari kita semua. Karena sesungguhnya tanpa disadari banyak di antara kita telah terjebak dalam suatu bahaya yang ditimbulkannya. Di luar kesadaran terkadang kita lebih senang duduk berjam-jam di depan televisi untuk menikmati acaraacaranya yang meniru tanpa mempedulikan apakah yang ditiru itu baik atau buruk, sementara kesan ataupun nilai dari pelaku yang ditirunya itu akan sangat dalam, membekas pada jiwanya. Tampilan cara berbusana yang meninggalkan norma-norma moralitas keagamaan serta pertunjukan film-film seri yang banyak ditayangkan di layar televisi pada umumnya cenderung merangsang tindakan kriminal, seperti pembunuhan, pemerkosaan, kekerasan dan lain-lain. Hal itu akan menimbulkan sikap premissiveness (melonggarnya nilai-nilai) yang berpengaruh terhadap penilaian akan harkat dan martabat kemanusiaan. Karena secara tidak disadari penonton (anak) telah dibimbing untuk
membunuh
dan
membalas
dendam
terhadap
sesuatu
pembunuhan atau kejahatan orang lain atas mereka. Sehingga Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
51
image ideal anak-anakpun bergeser dari keharusan menghormati hak-hak orang lain kepada prinsip “siapa yang kuat dialah yang menang” (survival of the fittest). Karena itu Richard E. Palmer (dalam Azra, 1998:172), presiden AMA
mengatakan
bahwa
televisi
pada
hakekatnya
telah
menimbulkan masalah-masalah kesehatan mental dan lingkungan. Pendidikan mengahadapi
adalah
usaha
lingkungan
penyiapan
hidup
yang
subjek
mengalami
didik
untuk
perubahan.
Teknologi adalah aplikasi pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lain yang berkembang
pesat
sejalan
dengan
perkembangan
budaya
masyarakat untuk mengatasi beragam masalah praktis. Pengaruuh iptek telah merambah ke seluruuh aspek kehidupan. Khususnya dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Kegiatan membutuhkan dukungan dihasilkan
oleh
industri
penggunaan alat-alat yang
sarana
(televisi,
komputer,
dll).
Perkembangan iptek secara langsung akan menjadi isi materi pendidikan. Sedang secara tak langsung memberikan tugas kepada pendidik untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
problem solving yang timbul akibat penyalahgunaan perkembangan iptek. Pendidikan pada dasarnya bersifat normatif. Oleh karena itu, salah satu tugas pendidik adalah internalisasi sifat selektif agar pemanfaatan iptek tidak menimbulkan perubahan nilai yang negatif. Kurikulum yang dikembangkan oleh institusi pendidikan, selain memiliki kekuatan karena sumber dari agama, budaya bangsa dan iptek dapat menjaga dan meningkatkan martabat manusia. Melalui pelestarian nilai-nilai religius dan humanitas, penerapan kurikulum dengan pemanfaatan iptek sebagai sebuah keniscayaan, diharapkan tidak membawa ekses negatif. Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
52
d. Kurikulum Pendidikan Islam Sesuai dengan karakter ajaran Islam sebagai ajaran yang terbuka terhadap berbagai masukan dan pengaruh dari luar, maka kurikulum pendidikan Islam juga terbuka, menerima masukan dan pengaruh dari luar. Kurikulum pendidikan Islam memiliki ciri, prinsip dan asas kurikulum yang intinya berhubungan dengan tiga hal, yaitu:
pertama,
berkaitan
dengan
pengembangan
bakat,
minat,
kecenderungan, fitrah, dan pembawaan manusia. Kedua, berkaitan dengan penyiapan manusia sebagai Allah swt dan khalifah-Nya di muka
bumi.
Ketiga,
berkaitan
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, spiritual, dan sosial. Sebagai agama yang terbuka dan dinamis, Islam menganjurkan agar kurikulum terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman dengan senantiasa mempertimbangkan ciri yang khas dan bersifat
anthropo-teocentris, yaitu keseimbangan antara hubungan manusia dan Tuhan, hubungan manusia dan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Kesimpulan Pendidikan sesungguhnya merupakan proses panjang tanpa batas akhir (long life education). Karena itu upaya mencari dan melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka merealisasikan produk pendidikan yang sesuai harapan tentu tidak akan pernah berhenti dilakukan. Semua sadar bahwa menggapai idealita bukan pekerjaan gampang, akan tetapi kita juga sepakat bahwa lari meninggalkan realita juga bukan solusi yang bijaksana. Oleh karena itu, dalam menghadapi imbas percepatan kemajuan teknologi komunikasi serta arus gelombang peradaban yang semakin tak terkendali ini, apa yang mesti dilakukan oleh para pengambil kebijakan dan pengelola pendidikan, adalah menata kembali perancangan kurikulum Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
53
yang memperhatikan sinergisitas dan keserasian hubungan antara pendidikan keilmuwan yang bersumber pada penalaran intelek dengan pendidikan rohani kejiwaan yang berasal dari nilai-nilai luhur keagamaan. Hal itu dapat dimulai dengan perencanaan kurikulum yang tidak memberikan peluang tercabutnya nilai-nilai moral keagamaan dalam setiap materi pembelajaran yang disajikan. Dengan demikian lembaga pendidikan akan dapat melahirkan produk-produk manusia berilmu yang tidak gampang tererosi oleh membanjirnya arus peradaban global yang sering menyesatkan.
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
54
Daftar Pustaka Al Katami, Abdul Hayyi. 2000. Pendidikan Ruhani. Jakarta: Gema Insani Press. Al Toumy, Omar Mohammad al Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Arbi, Sutan Zanti. 1988. Pengantar Pada Filsafat Pendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi. Azra, Azyumardi. 1998. Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu. Langgulung, Hasan. 1987. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna. Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nata, Abudin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Shafan, Muhammad. 2004. Pendidikan Berpradigma Profetik. Yogyakarta: IRCISOD. Taba, Hilda. 1966. Curriculum Development Theory and Practice. New York: Atlanta. Wiryokusumo, Iskandar. 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara.
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
55
Journal Of Islamic education; Vol. I No. 1 Mei 2016
56