STATUS HUKUM DANA BAILOUT LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA (Studi Kasus Dana Bailout Bank Century)
SKRIPSI
Oleh : DESTI WIDYANINGSIH E1A007248
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2011
1
STATUS HUKUM DANA BAILOUT LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA (Studi Kasus Dana Bailout Bank Century)
Oleh : DESTI WIDYANINGSIH E1A007248
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada Tanggal : ……………………………………
PENGUJI I,
PENGUJI II,
PENGUJI III
Dr. Muh. Fauzan, S.H., M.Hum Manunggal K.W., S.H., LL.M Satrio Saptohadi, S.H., M.H. NIP. 19650520 199003 1003 NIP. 19750324 200604 1001 NIP. 19541018 198303 1002
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. NIP. 19520603 198003 2 001
2
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
STATUS HUKUM DANA BAILOUT LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA (Studi Kasus Dana Bailout Bank Century)
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi-informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto,
November 2011
DESTI WIDYANINGSIH NIM. E1A0007248
3
ABSTRAK
STATUS HUKUM DANA BAILOUT LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA (Studi Kasus Dana Bailout Bank Century)
Pertengahan tahun 2009 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengeluarkan dana yang totalnya mencapai Rp 6,7 Triliun kepada Bank Century. Pemberian dana tersebut menimbulakan permasalahan dan perdebatan dikalangan masyarakat, para pakar atau akademisi, pejabat pemerintah, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahkan DPR membentuk Panitia Hak Angket untuk melakukan penyelidikan atas kasus tersebut. Salah satu hal yang menjadi perdebatan adalah mengenai status hukum dana bailout yang dikeluarkan oleh LPS kepada Bank Century, perbedaan pendapat ialah tentang sebuah pertanyaan apakah dana bailout tersebut merupakan bagian dari keuangan negara. Anggota DPR serta Pemerintah yang membuat produk perundang-undangan pun bingung dengan pengertian dari keuangan negara sendiri. Keuangan Negara merupakan hal yang penting atau fundamental bagi penyelenggaraan negara karena berperan penting dalam usaha untuk mencapai terwujudnya tujuan negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hukum dana bailout LPS kepada Bank Century dalam perspektif Hukum Keuangan Negara serta untuk mengetahui implikasi hukum atas status hukum tersebut. Penelitian dilakukan secara yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, kasus, dan analitis dengan spesipikasi penelitian deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kekayaan LPS yang digunakan untuk memberikan dana bailout merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan merupakan bagian dari keuangan negara beserta dengan pengelolaannya. Kemudian dijelaskan pula bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara telah memberikan kewenangan dalam bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan kepada Menteri Keuangan. Sehingga yang bertanggung jawab atas pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan adalalah Menteri Keuangan karena pemberian wewenang dari Presiden adalah secara delegasi. Kata kunci: Dana Bailout, Keuangan Negara, dan Lembaga Penjamin Simpanan
4
ABSTRAK
STATUS HUKUM DANA BAILOUT LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA (Studi Kasus Dana Bailout Bank Century)
In the middle-year 2009, LPS disburse the funds which totaled Rp 6,7 Trillion to Century Bank. The incident raises issue and debate among the public, academia, and House of Representatives, even the House of Representatives form a committee of inquiry to investigate the case. One of the things that a debate is about the legal status of the bailout funds are disbursed by the LPS to the Century Bank, different of opinion is about a question whether the bailout fund was part of the state finance. House of Representatives and the Government that makes the product of legislation are confused by the sense of public finance. State finances is essential or fundamental to the implementation of the state as it plays an important role in efforts to achieve the realization of state goals. This study aims to determine the legal status of the bailout funds in the perspective of the state finance law and to learn about the legal implications of its legal status. Research carried out juridical normative by the method of approach to legislation, cases and analytical with the specifications of descriptive research. From the results of this study, LPS property that is used to provide bailout funds are separated state wealth. Law No. 17 of 2003 concerning state finances mention that separated state property is part of the state finance along with its management. Then explained also that the President as holder of power over the management of state finances has given authority in the field of wealth management separated state to the Minister of Finance. So who is responsible for the management of separated state is the Minister of Finance because he was given the authority of the President is a delegate. Key words : bailout funds, State Finances, Lembaga Penjamin Simpanan.
5
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat, karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan SKRIPSI yang berjudul “STATUS HUKUM DANA BAILOUT LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA (Studi Kasus Dana Bailout Bank Century) ”. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur. Oleh karena itu semua saran dan kritik yang sifatnya membangun akan diterima dengan ketulusan hati. Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
2.
Bpk Dr. Muhammad Fauzan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3.
Bpk Manunggal Kusuma Wardaya., S.H., LL.M., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Penguji II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bpk Satrio Saptohadi., S.H., M.H. selaku Dosen Penguji pada seminar skripsi dan pendadaran.
6
5.
Ibu Sri Hartini, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan sejak awal perkuliahan.
6.
Seluruh dosen pengajar, dan staf administrasi, dan seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah membekali dan memberikan kesempatan penulis menimba ilmu.
7.
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia khususnya Sekretariat Jenderal bagian arsip dan dokumen, telah memberikan data yang penulis butuhkan dalam proses penulisan skripsi ini.
8.
Kepada keluarga tercinta, ayahanda Drs.Imam Subagyo dan Ibunda Herning Estiningsih,
S.Pd
yang
telah
melahirkan,
mendidik,
menyayangi,
membesarkan dan mendoakan dalam setiap langkah penulis. Bapak dan Ibu adalah motivasi terbesar penulis untuk terus maju. 9.
Mba ari, mba harti, fani, linda, nania, bude dan pakde, bulik dan paklik, eyang sartiyah, semua keluarga Sanwiredja dan keluarga Soemartoyo yang telah mengisi hari-hari penulis dengan penuh kebahagiaan dengan kasih sayang dan cinta yang tulus yang telah memberikan penulis semangat dan motivasi tanpa batas untuk dapat menyelesaikan studi.
10. Hendra Wahyudi, kekasih hati penulis yang telah memberikan warna tersendiri dalam kehidupan penulis serta memberikan dukungan, doa, kasih sayang dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi. 11. Keluarga Besar Lembaga Kajian Hukum dan Sosial Fakultas Hukum UNSOED, Organisasi tempat penulis menimba ilmu dan berproses juga keluarga kedua selama penulis studi.
7
12. Keluarga Besar FH Unsoed angkatan 2007, teman-teman UKM di Kampus Merah, serta semua pihak yang turut membantu dan tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, mendapatkan balasan pahala dari ALLAH SWT. Penulis juga memohon maaf kepada semua pihak apabila terdapat kesalahan dalam ucapan maupun tindakan selam berproses di FH UNSOED. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan tentang Hukum Keuangan Negara.
Purwokerto,
November 2011
DESTI WIDYANINGSIH E1A007248
8
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….
ii
SURAT PERNYATAAN ……………………………………………….
iii
ABSTRAK …………………………………………………………….…
iv
ABSTRACT ……………………………………………………….…….
v
KATA PENGANTAR …………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………….…………….
x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
xii
BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D.
Latar Belakang ……………………………………………..…….. Rumusan Masalah ………………………………………………. Tujuan Penelitian …………………………………………………. Kegunaan Penelitian …………………………………………...….
1 6 6 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keuangan Negara 1. Pengertian Keuangan Negara …………………………...……. 8 2. Pengelolaan Keuangan Negara ……………………………….. 16 3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara …………....……… 20 4. Pertanggungjawaban Keuangan Negara ………………………. 21 5. Kerugian Keuangan Negara …………………………………… 22 B. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ……………………………… 23 C. Bailout, Bank Gagal dan Dampak Sistemik ………………………. 26
BAB III METODE PENELITIAN A. B. C. D.
Metode Pendekatan ………………………………………....…….. 31 Spesifikasi Penelitian …………………………………………...…. 32 Lokasi Penelitian ……………………………………………….….. 32 Sumber Data ………………………………………………….…….33
9
E. Metode Pengumpulan Data ………………….…………………….. 34 F. Metode Penyajian Data ………………………………………….….34 G. Metode Analisis Data ……………………………………….………34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kasus Bank Century ………………………………...……….... 36 2. Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan ……………...…. 45 3. Pengertian Keuangan Negara berdasarkan Peraturan Perundangundangan a. Berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 ………………………. 47 b. Berdasarkan UU No.31 Tahun 1999 ………………………. 49 B. Pembahasan ………………………………...………………………50
BAB V PENUTUP A. Simpulan ……..……………………………………………………. 76 B. Saran …………..…………………………………………………... 76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
10
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kronologi pemberian dana bailout kepada Bank Century ……………………. 42
11
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Negara adalah suatu lembaga kemasyarakatan yang mempunyai wilayah dan pemerintahan yang berkuasa yang didukung oleh warganya di wilayah itu guna mencapai tujuan tertentu. Aristoteles berpandangan bahwa tujuan negara adalah menyelenggarakan kehidupan yang baik bagi semua warga negaranya.1 Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dengan tegas menyatakan bahwa dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dalam mencapai tujuan tersebut, negara melakukan pembangunan di berbagai sektor, seperti pendidikan, ekonomi, budaya, kesehatan dan sebagainya. Keberhasilan negara dalam pembangunan tersebut tentunya membutuhkan biaya atau uang, sehingga negara sebagai suatu organ memerlukan pembiayaan atau pendanaan dalam penyelenggaraan negara. Keuangan Negara di dalam UUD 1945 sebelum perubahan diatur dalam satu pasal, yakni Pasal 23 yang terdiri dari lima ayat dalam Bab VIII tentang Hal Keuangan. Pada saat itu proses pembuatan UUD 1945 sangat singkat maka sangat dimaklumi apabila rumusannya kurang sempurna, sehinga sampai dengan sekarang UUD 1945 telah mengalami beberapa perubahan yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) agar sesuai dengan perkembangan 1
Tim BEPEKA, Keuangan Negara dan Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, 1998, hlm.7.
12
zaman.2 Setelah perubahan keempat, rumusan mengenai keuangan Negara ada dalam lima pasal, yakni pasal 23, 23A, 23B, 23C, 23D dalam Bab VIII tentang Hal Keuangan. UUD 1945 sebelum perubahan maupun setelah perubahan tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian atau definisi dari keuangan Negara. Kedua-duanya lebih menjelaskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan keuangan Negara yaitu antara lain mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pajak dan Mata Uang. Selanjutnya Pasal 23C UUD 1945 menyatakan bahwa hal-hal lain yang berhubungan dengan keuangan Negara diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merealisasikan perintah UUD 1945 tersebut dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam undang-undang tersebut, Keuangan Negara didefinisikan sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.3 Meskipun pengertian keuangan Negara telah diberikan oleh undangundang, dalam prakteknya tetap menimbulkan persoalan terlebih ketika berbenturan dengan badan atau lembaga lain misalnya bank, BUMN, perusahaan, dan sebagainya.
2
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan pertama ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999, perubahan kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, perubahan ketiga pada tanggal 9 November 2001, perubahan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002. 3 Lihat Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
13
Kasus yang terjadi pada tahun 2009 terkait dengan Bank Century4 merupakan contoh tidak jelasnya pengertian keuangan Negara. Kasus tersebut menjadi perdebatan publik karena Bank Century mendapatkan kucuran dana berkisar hingga Rp 6,7 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).5 Dalam prakteknya dana penjaminan yang bernilai besar itu ternyata tidak sampai ke tangan nasabah-nasabah yang dirugikan oleh Bank Century.6 Lebih lanjut dalam kasus tersebut yang menjadi fokus perhatian masyarakat dan media tidak hanya Bank Century, melainkan pula Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pada saat itu LPS yang diketuai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani mengambil alih penanganan Bank Century karena menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, LPS merupakan lembaga yang mempunyai fungsi untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Kucuran dana bailout perdana oleh LPS sebesar Rp 2,78 triliun dan dalam waktu kurang dari tiga bulan (23 Nov 2008 – 3 Feb 2009), LPS telah menyuntikkan total dana Rp 6,13 triliun, dan terakhir
4
Bank Century berdiri pada tanggal 6 Desember 2004, yang mana merupakan merger dari tiga bank bermasalah yaitu Bank CIC (Century Intervest Corporation), Bank Danpac, Bank Pikko. Menjelang akhir tahun 2008 Bank Century gagal kliring atau tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah, sehingga oleh Bank Indonesia dinyatakan sebagai bank gagal dan berdampak sistemik. Lihat Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, Bank Century, (http://www.id.wikipedia.org/wiki/Bank_Century diakses tanggal 12 Januari 2011). 5 Sholla Taufik, Kronologi Aliran Rp 6,7 Trilyun ke Bank Century, 14 November 2009, (http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/11/14/brk,20091114-208353 diakses tanggal 12 Januari 2011). 6 Di Jambi seorang nasabah bernama Sayuti Michael bunuh diri karena gagal menagih dana reksa dana Rp 125 juta yang dibeli melalui Bank Century. Lihat Suhendra, Tragis, Nasabah Bank Century Jambi Bunuh Diri, 14 Februari 2009 (http://www.finance.detik.com/.../tragis-nasabahbank-century-jambi-bunuh-diri, diakses tanggal 09 April 2011).
14
ditambah lagi Rp 630 miliar sehingga total dana LPS yang dikucurkan adalah Rp 6,76 triliun per Juli 2009.7 Beberapa tokoh dan pakar8 mengatakan bahwa dana yang dikeluarkan oleh LPS tersebut merugikan keuangan Negara dan tidak jelas pengelolaan dan penggunaannya. Oleh karenanya perlu untuk ditindak lanjuti dan diusut oleh pihak yang berwenang. Argumentasi hukumnya adalah bahwa LPS merupakan Badan Hukum sehingga uang yang dikeluarkan oleh LPS terhadap Bank Century merupakan uang negara. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa kucuran dana bailout tersebut bukan merupakan keuangan Negara tetapi merupakan uang milik LPS itu sendiri, alasannya bahwa uang dari badan hukum adalah milik badan hukum itu sendiri walaupun modal awal LPS berasal dari APBN yang dipisah sebesar Rp 4 triliun tetapi LPS mendapat premi dari bank sebagai bentuk penjaminan.9 Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan pada saat itu bersikap abu-abu, dalam arti tidak secara tegas untuk mengatakan bahwa dana LPS bagian dari keuangan Negara atau bukan. Dia mengatakan bahwa kucuran dana sebesar Rp 6,7 triliun itu tidak merugikan negara bahkan rakyat Indonesia yang beruntung, alasannya sejak bailout itu dilakukan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional menjadi
7
Hendaru Purnomo, Kronologi Membengkaknya Bailout Bank Century oleh LPS, 31 Agustus 2009 (http://arsipberita.com/show/kronologi-membengkaknya-bailout-bank-century-oleh-lps2524, diakses tanggal 13 April 2011). 8 Tumpak Hatorangan Panggabean (Plt Ketua KPK), Jusuf Kalla (mantan wakil presiden), dan HAS Natabaya (Guru Besar Hukum Tata Negara Unhas). Lihat Mustofa Kamal, Dilema Jati Diri Keuangan Negara, hlm.2, (http://www.pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/39/DILEMA_JATI_DIRI_KEUANGAN_N EGARA, diakses tanggal 4 September 2010). 9 Pendapat dari Darmin Nasution (Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia) dan Erman Rajakgukguk (Guru Besar Hukum Ekonomi Universitas Indonesia). Lihat Ibid.
15
lebih baik, sehingga kekhawatiran akan terjadinya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia jilid II tidak terjadi.10 Perbedaan pendapat diantara para pakar dan sarjana mengenai kedudukan dana bailout LPS terhadap Bank Century menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian, karena berdasarkan kasus tersebut definisi keuangan Negara masih dipertanyakan. Padahal keuangan Negara merupakan pilar fundamental
bangsa
dimana
keberadaannya
sangat
dibutuhkan
dalam
penyelenggaraan negara. Hingga tulisan ini disusun, penyelesaian kasus yang telah masuk ke ranah hukum itu tidak jelas arahan dan kepastian penegakannya. Penulis meyakini ketidakjelasan ini akan memberikan dampak yang buruk karena akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional dan birokrasi di Indonesia serta menjadi ukuran yang tidak baik bagi para pejabat untuk melakukan hal yang sama karena tidak adanya suatu ketegasan dalam penindakannya. Penelitian mengenai Status Hukum dana bailout Lembaga Penjamin Simpanan dalam perspektif hukum keuangan Negara (Studi kasus dana bailout Bank Century) belum pernah dilakukan sebelumnya. Meskipun banyak yang telah melakukan kajian terhadap permasalahan ini, tetapi belum ada yang melakukan penelitian yang dilakukan secara ilmiah dan menggunakan metodologi yang jelas.11 Oleh karena itu, niat penulis untuk mengangkat permasalahan ini untuk
10
-------, Kontroversi Status Uang LPS? Inilah Penjelasan dari “Dokternya” 31 Januari 2010 (http://www.politik.kompasiana.com/2010/01/31/kontroversi-status-uang-lps-inilah-penjelasandari-dokternya, diakses tanggal 07 Maret 2011). 11 Beberapa tulisan yang penulis berhasil telusuri berkaitan dengan tulisan ini antara lain : Erman Rajagukguk, LPS Badan Hukum, Uang LPS Bukan Keuangan Negara & Pengertian Keuangan dan Kerugian Negara, (www.ermanhukum.com). ; Dody Nur Andriyan, Kedudukan LPS dalam Kasus Bank Century, (http://www.dodynurandriyan.blogspot.com/2011/01/kedudukan-lps-dalamkasus-bank-century, 18 Januari 2010). ; Mustofa Kamal, Dilema Jati Diri Keuangan Negara,
16
diteliti menjadi semakin besar agar nantinya dapat digunakan sebagai referensi dan diharapkan dapat memberikan kejelasan dalam permasalahan ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat ditarik rumusan masalah yaitu : 1.
Bagaimana status hukum dana yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dalam kasus Bailout Bank Century dalam perspektif Hukum Keuangan Negara ?
2.
Apakah implikasi hukum terhadap status hukum dana bailout yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Century ?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui status hukum dana bailout yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Century dalam perspektif Hukum Keuangan Negara.
2.
Untuk mengetahui implikasi hukum atas dana bailout yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Century.
(http://www.pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/39/DILEMA_JATI_DIRI_KEUANGAN_N EGARA).
17
D. 1.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum. Dan sebagai tambahan wacana dan referensi bagi penelitian yang sejenis dari permasalahan yang berbeda. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memajukan perkembangan Ilmu Hukum khususnya dibidang Hukum Keuangan Negara.
2.
Kegunaan praktis a.
Sebagai salah satu acuan kepustakaan Hukum Tata Negara khususnya mengenai Hukum Keuangan Negara.
b.
Sebagai masukan kepada pihak-pihak yang terkait seperti aparatur pemerintah, mahasiswa dan penegak hukum dalam memberikan definisi keuangan Negara dan memberikan informasi dalam membantu penyelesaian kasus Century.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. 1.
Keuangan Negara
Pengertian keuangan Negara Berdasarkan
penafsiran
menurut
tata
bahasa
(grammaticale
interpretatie), awalan “ke” dan akhiran “an” yang ditambahakan pada kata “uang” maksudnya adalah segala sesuatu yang bertalian dengan soal uang. Penafsiran menurut sejarah (historische interpretatie) ada dalam Indische Staatsregeling, Bab Keempat yang berjudul “Van de be grooting en van geldleening” dalam Pasal 117. Bahwa pada zaman Hinda Belanda telah ada sebuah badan yang memeriksa anggaran pemerintah yang disebut Algemene Rekenkamer12, yang menurut Supomo sekarang berkelanjutan menjadi Badan Pemeriksa Keuangan.13 Penafsiran menurut tata bahasa dan berdasarkan pendekatan sejarah di atas tidak dapat menjelaskan dengan jelas dan mendalam mengenai keuangan Negara. Para sarjana dan ahli banyak yang telah memberikan definisi keuangan Negara. Arifin P. Soeria Atmadja dalam bukunya menyatakan bahwa definisi keuangan Negara bersifat plastis, tergantung kepada sudut pandang sehingga apabila berbicara keuangan Negara dari sudut pemerintah, yang dimaksud keuangan Negara adalah APBN. Sementara itu, apabila bicara
12
Algemene Rekenkamer merupakan lembaga pemeriksa keuangan Hindia Belanda. Pasal 117 ayat (1) Indische Staatsregeling menetapkan adanya “Algemene Rekenkamer” dengan tugas melakukan pengawasan atas penguasaan ”landsgelmiddelen (uang negara)” dan atas tanggungjawab “rekenplichtigen (petugas)”. 13 Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum: teori, praktik, dan kritik, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 2-3.
19
keuangan Negara dari sudut pemerintah daerah, yang dimaksud keuangan Negara adalah APBD, demikian seterusnya dengan Perjan, PN-PN maupun perum. Dengan perkataan lain keuangan Negara dalam arti luas meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), keuangan Negara pada Perjan, Perum, dan sebagainya, sedangkan definisi dalam arti sempit adalah hanya meliputi setiap badan
hukum
yang
berwenang
mengelola
dan
mempertanggungjawabkannya.14 Hakikat APBN menurut Rene Stourm adalah kedaulatan.15 Di dalam negara Republik Indonesia kedaulatan ada ditangan rakyat, terlihat jelas dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Kedaulatan rakyat ini diwujudkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam kaitannya dengan APBN, karena DPR memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pemerintah dimana APBN yang diusulkan oleh pemerintah harus disetujui oleh DPR. A.Hamid Attamimi justru berpendapat bahwa APBN adalah keuangan Negara dalam arti sempit, yaitu dengan menghubungkan pasal 23 ayat (1) dan ayat (5) UUD 1945, sedangkan dalam arti luas keuangan Negara adalah meliputi seluruh ayat yang terdapat dalam Pasal 23 UUD 1945. Konstruksi ini didasarkan pada UUD 1945 sebelum perubahan.16
14
Ibid, hlm. 70. Rene Stourm dalam Ibid, hlm.54. 16 A. Hamid Attamimi dalam Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah: Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah, UII Press, Yogyakarta, hlm.98. 15
20
Mengenai konstruksi keuangan Negara dalam arti luas, lebih lanjut dapat dilihat dalam penjelasan A. Hamid Attamimi yang menyatakan bahwa : Keuangan Negara yang pemeriksaan terhadap tanggung jawab penyelenggaraannya merupakan tugas BEPEKA dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR itu meliputi bukan hanya APBN yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang melainkan meliputi juga APBN yang dipisahkan, baik dipisahkan kepada Pemerintah Daerah, kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha MIlik Daerah, maupun kepada badan lainnya. Maka berdasarkan pemahaman tentang kata-kata “keuangan Negara”dalam ayat (4) konstruksi II menarik kesimpulan: pengertian keuangan Negara meliputi APBN ditambah dengan keuangan Negara lainnya, baik yang berasal dari APBN maupun yang berasal dari sumber lainnya, yang pengelolaannya berada dalam tanggung jawab pemerintah di bidang keuangan Negara.17 Uang yang dikelola oleh pemerintah juga dapat diusahakan pemanfaatannya agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi penyelenggaraan fungsi pemerintahan dan mensejahterakan rakyat. Uang tersebut dapat digunakan untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang industri, jasa dan perdagangan, bahkan kegiatan sosial, yang modalnya sebagian atau seluruhnya berasal dari uang negara. Perusahaan ini dapat berbentuk perseroan terbatas atau bentuk lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya. Sebagai contoh, usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan atau Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD) membentuk badan pengelola dana pensiun pegawai/karyawannya yang dananya sebagian berasal dari pemerintah atau badan usaha itu sendiri dan potongan gaji dari para pegawainya.18 Keberhasilan dan kegagalan usaha ini tetap menjadi tanggung jawab pemerintah dan badan usaha negara yang bersangkutan. Apabila badan 17 18
Ibid. Tim BEPEKA, Op.Cit; hlm.9.
21
pengelola dana ini tidak mampu membayar pensiun pegawai atau karyawannya, maka kewajiban itu harus dipikul oleh pemerintah. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa keuangan Negara adalah kekayaan yang dikelola oleh pemerintah meliputi uang dan barang yang dimiliki, kertas berharga yang bernilai uang yang dimiliki, hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, dana-dana pihak ketiga yang terkumpul atas dasar potensi yang dimiliki dan atau yang dijamin baik oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan-badan usaha, yayasan, maupun institusi lainnya.19 Pengertian keuangan Negara juga diberikan oleh para sarjana. M.Hadi menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban dimaksud.20 Sejalan dengan pendapat M.Hadi, M.Soebagio menyatakan bahwa keuangan Negara adalah hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya. Kemudian dijelaskan pula oleh beliau bahwa hak negara meliputi hak menciptakan uang, hak mendatangkan hasil, hak melakukan pungutan, hak meminjam dan hak memaksa. Sementara itu yang disebut kewajiban negara meliputi kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan
19 20
Ibid, hlm.11. M.Hadi, dalam Muhammad Fauzan, Op.Cit; hlm. 96.
22
masyarakat, dan kewajiban membayar hak-hak tagihan pihak ketiga.21 Dari pendapat M.Hadi dan M.Subagio tersebut, nampak unsur-unsur keuangan Negara, yaitu uang dan barang yang dijadikan milik negara, kekayaan negara, hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Menurut sarjana lain yakni RA.Musgrave yang dimaksud keuangan Negara adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penerimaan dan pengeluaran negara.22 Sementara itu pakar lain Ateng Syarifudin memberikan batasan, bahwa keuangan Negara dapat berupa uang dan juga tindakan atau kebijakan atau program, atau perencanaan negara yang dapat berakibat mendatangkan uang atau dapat dinilai dengan uang.23 Otto Eckstein24, mengatakan : “keuangan Negara adalah bidang yang mempelajari akibat-akibat dari anggaran belanja negara atas ekonomi, khususnya akibat dari dicapainya tujuan-tujuan ekonomi yang pokok, pertumbuhan, kemantapan, keadilan dan efisiensi. Juga dipelajari tentang “bagaimana seharusnya” : andaikata kita ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti misalnya pertumbuhan yang lebih cepat atau distribusi pendapatan yang lebih adil, kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bagaimanakah yang akan dapat mengarah ke tujuan-tujuan itu ?”25 Otto Eckstein juga mengatakan dalam bukunya bahwa keuangan membahas kegiatan-kegiatan penerimaan dan pengeluaran pemerintah, yang dibahas adalah anggaran negara, pajak-pajak, pengeluaran pemerintah dan utang-utang pemerintah. Pembahasannya meliputi ruang lingkup kegiatan pemerintah, efisiensi dalam pengeluaran, baik yang dilakukan di tingkat pemerintah pusat maupun di tingkat pemerintah daerah, masalah-masalah 21
M.Subagio dalam Tim BEPEKA, Op.Cit; hlm.12. A.Husein dalam www.elearning.gunadarma.ac.id, hlm.6, diakses tanggal 26 Juni 2011 23 Muhammad Fauzan, Loc.Cit. 24 Seorang ekonom Universitas Harvard yang lahir di Jerman (1 Agustus 1927), anggota dewan penasihat ekonomi Presiden dari tahu 1964 sampai 1968. Dia adalah pengembang utama dan pendukung gagasan inflasi inti(Eckstein 1981). Lihat Otto Eckstein, Wikipedia; The Free Encyclopedia (http://www.en.wikipedia.org/wiki/Otto_Eckstein, diakses tanggal 2 Juli 2011). 25 Otto Eckstein dalam Tim BEPEKA, Op.Cit; hlm.13 22
23
koordinasi dan perencanaan, efisiensi dan pertumbuhan pajak, dan peranan utang negara dan ekonomi.26 Dari pendapat yang dikemukaan oleh Eckstein tersebut dapat diketahui
bahwa
unsur-unsur
keuangan
Negara
meliputi,
anggaran
pendapatan dan belanja negara, kebijaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat-akibat kebijaksanaan di bidang ekonomi dan hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan pakar lainnya seperti Suparmoko mengartikan keuangan Negara sebagai berikut : “yang dimaksud dengan ilmu keuangan Negara adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang kegiatan-kegiatan pemerintah dalam bidang ekonomi terutama mengenai penerimaan dan pengeluarannya beserta dengan pengaruh-pengaruhnya di dalam perekonomian tersebut. Keuangan Negara merupakan studi tentang pengaruh-pengaruh dari anggaran penerimaaan dan dan belanja negara terhadap perekonomian, terutama pengaruh-pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan kegiatan ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, stabillitas harga-harga, distribusi penghasilan yang lebih merata dan juga peningkatan efisiensi dan penciptaan kesempatan kerja. Jadi ilmu keuangan Negara itu merupakan suatu studi tentang apa yang seharusnya. Misalnya kita ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu seperti pertumbuhan ekonomi dan distribusi penghasilan yang lebih merata maka kita harus menentukan kebijakan yang bagaimanakah yang harus kita jalankan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.”27 Dari pendapat Suparmoko di atas mengenai keuangan Negara dapat diketahui unsur-unsur keuangan Negara, yaitu kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran, dan pengaruh dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Sedangkan Harjono Sumosudirdjo menggunakan istilah keuangan Negara yang pengertiannya adalah semua hak dan semua kewajiban yang 26 27
Ibid. M.Suparmoko dalam Ibid. hlm.14.
24
dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.28 Dari penjelasan para ahli tersebut dapat diketahui bahwa pengertian keuangan Negara tidak hanya dimaksud uang negara, melainkan seluruh kekayaan negara termasuk di dalamnya segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya, baik kekayaan itu berada dalam pengelolaan para pejabatpejabat dan/atau lembaga-lembaga yang termasuk pemerintahan umum maupun yang berada dalam pengelolaan bank-bank pemerintah, yayasanyayasan pemerintah dengan status Hukum Publik ataupun Privat, badanbadan usaha negara serta badan-badan usaha lain dimana pemerintah mempunyai kepentingan khusus serta terikat dalam perjanjian dengan penyertaan pemerintah ataupun penunjukan dari pemerintah. Ahli lain Bambang Kusmanto menyatakan bahwa keuangan Negara (public finance) diinterprestasikan dalam arti sempit yakni keuangan pemerintah (government finance). Sedangkan makna keuangan (finance) sendiri yakni menggambarkan segala kegiatan (pemerintah) di dalam mencari sumber-sumber dana dan kemudian bagaimana dana-dana tersebut digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan (pemerintah) tertentu. Jadi dapat diambil kesimpulan dari pendapat Bambang Kusmanto bahwa keuangan Negara mencerminkan kegiatan-kegiatan pemerintah, sedangkan kegiatan pemerintah itu berada dalam sektor publik, bukan berdaa dalam sektor swasta.29
28 29
Harjono Sumosudirdjo dalam Ibid. Bambang Kusmanto dalam Ibid, hlm.15.
25
Dari pendapat Bambang Kusmanto tersebut apabila di analisa, maka dapat diketahui unsur-unsur keuangan Negara yakni meliputi kegiatan mencari dana dan kegiatan menggunakan dana untuk mencapai tujuan pemerintah tertentu. M.Ichwan menyatakan bahwa keuangan Negara adalah suatu rencana kegiatan secara kuantitatif yang akan dijalankan untuk masa yang akan datang. Geodhart juga memberikan pengertian mengenai keuangan Negara yaitu keseluruhan Undang-Undang yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran periode tertentu dan menunjukan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut.30 Rumusan secara internasional dan dipedomani oleh Supreme Audit Institution (SAI) yang terdapat dalam Ensiklopedia Internasional menyatakan bahwa ilmu keuangan Negara adalah bahwa ilmu keuangan Negara adalah ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana cara pemerintah mendapatkan dan menggunakan uang. Hal tersebut meliputi fungsi-fungsi pengumpulan, penerimaan, pinjaman dan pengeluaran yang dilakukan oleh bangsa, negara, atau pemerintah daerah.31 Dari penjelasan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para pakar dan rumusan ensiklopedi internasional tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur keuangan Negara yang dikemukaan oleh para ahli tersebut hampir sama dan saling melengkapi. Mencakup anggaran pendapatan dan belanja negara, kebijaksanaan-kebijaksanaan anggaran pendapatan dan .30 Muhammad Fauzan, Hukum Keuangan Negara (Materi Kuliah Hukum Keuangan Negara Fakultas Hukum Unsoed), hlm.2. 31 Tim BEPEKA, Op.Cit, hlm.16.
26
belanja negara, akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di bidang ekonomi, kegiatan mencari dan menggunakan dana untuk mencapai tujuan, hak dan kewajiban negara, uang dan barang yang dapat dijadikan milik negara, keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan badan-badan usaha lainnya. 2.
Pengelolaan Keuangan Negara Pengelolaan keuangan Negara mempunyai arti luas dan arti sempit. Pengelolaan keuangan Negara dalam arti luas adalah manajemen keuangan Negara. Dalam arti sempit, pengelolaan keuangan Negara adalah administrasi keuangan Negara atau tata usaha keuangan Negara.32 Mengenai tujuan pengelolaan keuangan Negara secara umum adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat Indonesia dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.33 Adapun yang menjadi arti penting/alasan mengapa keuangan Negara harus dikelola dengan baik, karena beberapa alasan, yakni sebagai berikut : 1) Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Keuangan Negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme harga yang dibentuk dari kekuatan hukum penawaran dan permintaan. Penerimaan negara yang berasal dari pungutan pajak, akan
32
Patuan Siagian, Peranan Departemen Keuangan dalam hal Pengelolaan Keuangan Negara Terkait dengan Sistem DIPA (Studi di Departemen Keuangan RI Jakarta), Universitas Brawijaya, hlm.8, (http://www.elib.ub.ac.id/bitstream/.../Peranan-Departemen-Keuangan-dalam-halpengelolaan-keuangan-negara-terkait-dengan-sistem-DIPA-%3A-study-di-Departemen-KeuanganRI-Jakarta diakses tanggal 25 Juni 2011). 33 Ibid.
27
mengurangi daya beli masyarakat. Sebaliknya pengeluaran negara, untuk membeli barang dan jasa dari masyarakat akan menambah daya beli masyarakat. Apabila penerimaan negara melebihi pengeluaran negara, berarti pengurangan daya beli masyarakat lebih besar dari penambahannya,
sehingga
terjadi
ketidakseimbangan
antara
permintaan dengan penawaran. Sebaliknya, apabila pengeluaran negara lebih besar dari penerimaannya, berarti penambahan daya beli masyarakat lebih besar dari pengurangannya, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran. Bila permintaan lebih besar dari penawaran, harga-harga akan naik atau terjadi inflasi34. Tetapi bila penawaran yang lebih besar dari permintaan, harga-harga akan turun atau deflasi.35 2) Menjaga kestabilan Menurut Keyness, depresi dunia, yang terjadi tahun 1930, disebabkan oleh penawaran agregat lebih besar dari permintaan agregat. Oleh karena itu, untuk mengatasi pengangguran, pemerintah, melalui APBN, dapat memperbesar permintaan agregat agar sama dengan penawaran agregat. Berarti bahwa APBN dapat juga dipergunakan untuk : a) Mengatasi deflasi dan inflasi b) Memelihara stabilitas.36
34
Inflasi adalah suatu proses atau kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. 35 Boediono dalam Adrian Sutendi, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.120. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Baik inflasi maupun deflasi mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat. 36 Adrian Sutendi, Ibid, hlm.121.
28
Dari tulisan keynes tersebut dapat terlihat bahwa peran negara tidak hanya sekadar menyelenggarakan pertahanan, keamanan, peradilan saja, tetapi dalam hal pembangunan ekonomi pula. Jadi, kestabilan yang dimaksud adalah kestabilan ekonomi. Dengan terjaminnya kestabilan perekonomianlah, maka kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera akan tetap terpelihara. 3) Merealokasi sumber-sumber ekonomi Yang dimaksud realokasi sumber-sumber ekonomi oleh Musgrave adalah
memanfaatkan
sumber-sumber
yang
terbatas
secara
maksimal.37 Di Indonesia, kecuali yang ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku,38 pada hakikatnya sumber-sumber ekonomi itu dimiliki oleh masyarakat. Apabila sumber-sumber ekonomi
itu
tidak
dipergunakan
secara
maksimal,
sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan dalam perekonomian, maka negara dengan kebijakan fiskal dapat mendorong penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut secara maksimal. 4) Mendorong redistribusi pendapatan Yang dimaksud dengan redistribusi pendapatan adalah bahwa negara dengan menggunakan kebijakan fiskalnya, dapat mengupayakan agar perbedaan antara golongan masyarakat yang kaya dengan golongan masyarakat yang miskin itu tidak terlalu mencolok.39 Oleh karena itu, pengelolaan APBN tidak hanya menyangkut pada jumlah penerimaan 37
Ibid, hlm.122 Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. 39 Adrian Sutendi, Loc.Cit. 38
29
dan jumlah pengeluaran saja, tetapi harus diperhatikan juga rincian dari penerimaan dan pengeluaran. 3.
Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara ada tiga macam yaitu :40 1) Kekuasaan otorisasi, ialah kekuasaan untuk mengambil tindakan atau keputusan yang dapat mengakibatkan kekayaan negara berkurang atau bertambah. Kekuasaan ini dibedakan lagi menjadi dua yaitu kekuasaan otorisasi yang bersifat umum dan khusus. Kekuasaan otorisasi umum diwujudkan dalam bentuk kekuasaan membuat peraturan yang bersifat umum (seperti menetapkan UndangUndang
tentang
APBN,
Undang-Undang
tentang
Pokok
Kepegawaian, Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan sebagainya). Pemegang kekuasaan otorisasi umum ialah Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 20 ayat (1) dan (2) UUD 1945). Selanjutnya dalam Undang-undang tersebut dapat pula memuat ketentuan bahwa bentuk pelaksanaan otorisasi yang bersifat umum dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari undang-undang. Kekuasaan otorisasi khusus, diwujudkan dalam kekuasaan untuk menetapkan surat keputusan yang mengikat orang atau pihak tertentu sebagai pelaksanaan keputusan otorisasi yang bersifat umum. 2) Kekuasaan ordonansi, ialah kekuasaan untuk menerima, meneliti dan membayar tagihan yang membebani anggaran, penerimaan dan
40
Tim Bepeka, Op.Cit, hlm.25
30
pengeluaran negara sebagai akibat tindakan otorisator. Pengujian dan penelitian yang dilakukan oleh ordonator meliputi dasar haknya, dasar hukum tagihannya, dan tujuannya. 3) Kekuasaan
kebendaharaan,
ialah
kekuasaan
untuk
menerima,
menyimpan atau membayar/mengeluarkan uang atau barang, serta mempertanggungjawabkan uang atau barang yang berada dalam pengelolaannya. Kekuasaan otorisasi umum dilaksanakan sepenuhnya oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sedangkan kekuasaan otorisasi khusus didelegasikan kepada semua menteri dibidang anggaran. Selanjutnya untuk kekuasaan ordonansi, didelegasikan hanya kepada Menteri Keuangan (Menkeu). Kemudian Menkeu dapat melimpahkan kepada instansi vertikal dibawahnya. Untuk kekuasaan kebendaharawanan didelegasikan kepada orang atau badan yang menjalankan tugas sebagai bendaharawan. 4.
Pertanggungjawaban keuangan Negara Pertanggungjawaban
keuangan
Negara
bisa
dilihat
dari
dua
pandangan, yaitu pertanggungjawaban keuangan Negara horizontal dan vertikal.41 Pertanggungjawaban
keuangan
Negara
horizontal
adalah
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang diberikan pemerintah kepada DPR, karena sistem ketatanegaraan Indonesia yang berdasar UUD 1945 telah menetukan bahwa kedudukan pemerintah dan DPR adalah sederajat.
41
Arifin P. Soeria Atmadja, Op.Cit, hlm.57.
31
Sementara itu, pertanggungjawaban keuangan Negara secara vertikal adalah pertanggungjawaban keuangan yang dilakukan oleh setiap otorisator atau ordonator dari setiap departemen atau lembaga negara nondepartemen yang menguasai bagian anggaran, termasuk didalamnya pertanggungjawaban bendaharawan kepada atasannya dan pertanggungjawaban para pemimpin proyek. Pertanggungjawaban keuangan ini pada akhirnya disampaikan kepada Presiden yang diwakili oleh Menteri Keuangan selaku pejabat tertinggi pemegang tunggal keuangan Negara sebagaimana ditetapka dalam Pasal 25 Indische Comptabiliteitswet (ICW) 1925. 5.
Kerugian keuangan Negara Kerugian keuangan Negara terdiri dari dua rumpun kata, yaitu kerugian dan keuangan Negara. dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti rugi adalah: 1) Terjual tetapi kurang dari modal 2) Tidak mendapat laba 3) Kurang dari modal karena menjual sesuatu lebih rendah dari harga pokok 4) Tidak mendapatkan sesuatu yang berguna 5) Tidak menguntungkan 6) Sesuatu yang kurang baik Adapun (ke)-rugi-(an) dirumuskan sebagai berikut : 1) Menanggung atau menderita rugi 2) Sesuatu yang terkait dengan rugi, seperti ganti rugi 3) Sesuatu yang dianggap mendatangkan rugi, seperti kerusakan. Dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa rugi dapat bersifat material maupun nonmaterial. Kerugian material adalah kerugian yang dapat diukur dengan nilai berdasarkan parameter yang objektif. Selain itu, besarnya
32
dapat diuji secara profesional. Adapun kerugian nonmaterial lebih bersifat subjektif, sulit diukur dengan mata uang, dan besarnya tidak dapat diuji secara profesional.42 Jika diperhatikan rumusan keuangan Negara yang diberikan oleh para sarjana dan ahli di atas adalah tidak hanya berbentuk uang tetapi segala bentuk dalam wujud apapun yang dapat diukur dengan nilai uang. Maka dapat dirumuskan pengertian kerugian keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan
negara
yang
disebabkan
oleh
penyalahgunaan
wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan dan kedudukannya. Selain itu diartikan pula sebagai kelalaian seseorang dan atau sesuatu yang disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia.43
B.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Dilihat dari aspek sejarah, Lembaga Penjamin Simpanan merupakan penyempurnaan dari program penjaminan pemerintah terhadap seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) yang berlaku pada tahun 1998 sampai dengan 2005. Sejarah terbentuknya LPS diawali pada saat krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Dalam pelaksanaannya, blanket 42 43
guarantee memang
dapat
menumbuhkan
kembali
Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm.166. Ibid, hlm.167.
33
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.44 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan masyarakat yang ada pada industri perbankan. Secara konsep, LPS adalah program penjaminan yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC)45 yang berlaku di Amerika Serikat.46 Lembaga Penjamin Simpanan adalah salah satu komponen financial safety. Financial safety umumnya terdiri dari peraturan kehati-hatian, pengawasan, lender of last resort, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Kehadiran LPS dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan.47 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan tidak memberikan definisi tentang LPS. Namun dari rumusan dalam pasal-pasalnya dapat diketahui bahwa LPS adalah suatu badan hukum yang 44
-------, Lembaga Penjamin Simpanan, (http://www.id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Penjamin_Simpanan, diakses tanggal 13 Maret 2011). 45 FDIC adalah lembaga independen (di luar kendali bank sentral) yang memberikan jaminan terhadap simpanan masyarakat di perbankan, di Amerika Serikat. FDIC lahir atau terbentuk pada tahun 1934. Pendirian FDIC merupakan respons dari krisis ekonomi besar yang mula-mula melanda bank-bank di Austria, sampai akhirnya merambat ke Jerman, Inggris, seluruh daratan Eropa, sampai akhirnya juga menular ke Amerika Serikat. Simpanan dana pihak ketiga yang dijamin oleh FDIC ialah USD 100 ribu per rekening. Selain menjadi penjamin simpanan, FDIC juga merupakan pengawas bank-bank. Lihat Adrian Sutendi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Simar Grafika, Jakarta, 2010. 46 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.7. 47 Ibid, hlm.8.
34
independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bertanggung jawab kepada Presiden.48 Tujuan pembentukan LPS ialah untuk : 1) Menurunkan kemungkinan terjadinya rush 2) Melindungi nasabah penyimpan kecil yang secara sosial dan politik tidak dapat menanggung beban akibat kebangkrutan bank 3) Menyediakan jalan agar biaya sosial dan politik akibat kebangkrutan bank dapat diminimalkan.49 LPS beroperasi terhitung tanggal 22 September 2005.50 Modal yang diberikan pemerintah kepada LPS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan ialah sebesar Rp 4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah) dan merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.51 Selanjutnya keuangan LPS juga berasal dari premi-premi yang dipungut dari bank-bank di Indonesia. Lebih lanjut istilah jaminan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah sebagai berikut : 1) Tanggungan atas penjaminan yang diterima atau agunan. 2) Biaya yang ditanggung oleh penjual atas kerusakan barang yang dibeli oleh pembeli untuk jangka waktu tertentu. 3) Janji seseorang untuk menanggung utang atau kewajiban pihak lain apabila utang atau kewajiban tersebut tidak dipenuhi.
48
Lihat Bab II tentang Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 49 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Opp.Cit; hlm.8-9. 50 Krisna Wijaya, Prospek Perbankan dan Keberadaan LPS: Berorientasi kepada penciptaan stabilisasi, 18 Juli 2011, (http://www.lps.go.id/v2/home.php?link=publikasi&pub_id=24, diakses tanggal 18 Juli 2011) 51 Lihat Pasal 1 angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan. Kemudian yang dimaksud kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN atau perolehan lainnya yang sah yang dijadikan penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan kekayaan negaara yang tidak dipisahkan adalah kekayaan negara yang ada pada Departemen/Lembaga atau Badan Hukum Pemerintah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau perolehan lainnya yang sah, lihat -----, Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan (modul diklat teknis substantif spesialisasi pengelolaan kekayaan negara), Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Keuangan Umum, 2007, hlm.7 (www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/index.php.com, diakses tanggal 18 Juli 2011).
35
Istilah menjamin menurut KBBI mempunyai arti menanggung; berjanji akan memenuhi kewajiban oranglain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak di tepati. Kemudian istilah penjaminan mempunyai arti proses, cara perbuatan menjamin.
C.
Bailout, Bank Gagal dan Dampak Sistemik
Dana Rp 6,7 triliun yang diterima oleh Bank Century oleh masyarakat dikenal dengan istilah dana bailout.52 Bailout sendiri mempunyai pengertian yaitu tindakan memberi modal untuk sebuah perusahaan dalam kondisi gagal operasional, dalam upaya untuk menyelamatkan dari kebangkrutan, bangkrut, atau total likuidasi atau perusahaan yang gagal sehingga tidak menimbulkan dampak secara sistemik.53 Bailout dalam istilah ekonomi dan keuangan digunakan untuk menjelaskan situasi dimana sebuah entitas yang bangkrut atau hampir bangkrut, seperti perusahaan atau sebuah bank diberikan suatu injeksi dana segar yang likuid, dalam rangka untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.54 Berdasarkan pengertian di atas, bailout dilakukan atau diberikan kepada bank yang gagal, yang kegagalan atau kebangkrutannya tersebut dapat menimbulkan dampak secara sistemik. Bank Bank gagal adalah suatu keadaan
52
Istilah lain yang juga populer di masyarakat adalah dana penjaminan dan dana talangan, tetapi penulis memilih menggunakan istilah dana bailout. Secara harfiah bailout berarti penjaminan, tetapi istilah penjaminan tersebut tidak cocok di gunakan dalam kasus ini karena penjaminan mempunyai makna yang lebih luas dari bailout itu sendiri (pengertian bailout ada di atas). Penjaminan ialah proses jaminan yang meliputi serangkaian proses pemberian jaminan sedangkan istilah talangan bukan merupakan istilah dalam bahasa Indonesia yang baku. 53 -------, Bailout, (www.id.wikipedia.org/wiki/Bailout, diakses tanggal 13 Maret 2011). 54 Kasmadi, Bailout, produk kapitalis yang menyengsarakan rakyat!, (http://www.kasmadi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=45:bailout-produkkapitalis-yang-menyengsarakan-rakyat, diakses tanggal 17 Januari 2011).
36
dimana operasional bank tertentu dapat dihentikan oleh otoritas pengawasan perbankan oleh negara dimana bank tersebut berada.55 Bila mengacu pada praktik bank-bank sentral di Uni Eropa terdapat tiga aspek penilaian yakni kuantitatif, kualitatif dan subyektif, dimana sebuah bank disebut sebagai bank gagal dapat dikarenakan ketidak mampuannya dalam memenuhi kewajibannya kepada para deposannya atau karena tidak bisa membayar atau pemenuhan permintaan dana-dana lainnya yang masih merupakan bagian dari kewajibannya. Penghentian terhadap operasional bank gagal mempunyai dua alternatif penyelesaian yakni yang pertama terhadap bank gagal tersebut dapat dilakukan dilikuidasi tanpa termasuk dalam skema penjaminan atau yang
kedua,
bila
bank
gagal
tersebut
merupakan
bank-bank
yang
dipertanggungkan atau disebut pula sebagai bank tertanggung maka bank gagal yang bersangkutan yang berada dalam jaminan pembayaran kewajiban berdasarkan skema penjaminan oleh lembaga atau badan penjaminan tersebut.56 Di Indonesia, pengertian atas bank gagal diberikan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa bank gagal (failing bank) adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Pengertian Bank Gagal juga ada didalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, dalam Pasal 1 Angka 9 menyatakan bahwa Bank Gagal adalah 55 56
-------, Bank Gagal, (www.id.wikipedia.org/wiki/Bank_Gagal, diakses tanggal 15 April 2011) Ibid.
37
bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Selanjutnya berdasarkan UU 24 tahun 2004 tentang LPS, penyelesaian atau penanganan bank gagal terbagi menjadi dua kriteria :57 1) Bank gagal yang tidak berdampak sistemik, ditangani penyelesaiannya oleh LPS setelah diserahkan oleh LPP atau Komite Koordinasi kepada LPS, penyelesaian dilakukan dengan memberikan penyelamatan atau tidak memberikan penyelamatan terhadap bank gagal yang dimaksud. 2) Bank gagal yang berdampak sistemik, ditangani penyelesaiannya oleh LPS setelah diserahkan oleh Komite Koordinasi kepada LPS, penanganan
dilakukan
dengan
melakukan
penyelamatan
yang
mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama. Pasal 22 ayat (2) UU 24 tahun 2004 menyatakan bahwa keputusan untuk memberikan penyelamatan atau tidak memberikan penyelamatan atas bank gagal tersebut didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan biaya tidak melakukan penyelamatan bank gagal yang dimaksud. Melihat UU No.24 tahun 2004 tentang LPS, pembedaan penyelesaian bank gagal dilihat dari bank tersebut berdampak sistemik atau tidak berdampak sistemik, sehingga harus pula diketahui mengenai pengertian dampak sistemik. Pengertian mengenai dampak sistemik ada di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 2004 tentang Jaring 57
Lihat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan pasal 21 dan 22.
38
Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dalam Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 4, “Berdampak Sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan/atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional”. Sementara itu, lembaga Internasional seperti Bank for International Settlements (BIS) dan European Central Bank menekankan berdampak sistemik mengacu pada istilah: “….kekacauan yang menyeluruh, bersifat tiba-tiba, menghasilkan efek domino kekacauan finansial yang lebih besar”.58 Ukuran atau batasan yang jelas terhadap suatu bank untuk bisa dikatakan berdampak sistemik atau tidak berdampak sistemik, tidak diatur secara jelas dalam Perpu tentang JPSK. Di dalam praktek di dunia internasional juga tidak pernah ditemui adanya ukuran baku mengenai dampak sistemik di dunia ini. Hal ini dilandasi karena apabila diatur secara jelas dan terperinci di dalam peraturan maka dimungkinkan akan timbul moral hazard. Jika semua bank tahu tentang kriteria berdampak sistemik, dikhawatirkan bank-bank itu akan dengan sengaja mengkondisikan diri agar masuk ke dalam kriteria “berdampak sistemik” sehingga bank-bank tersebut dapat meminta bantuan Pemerintah. Hal ini dapat mendorong manajemen bank tidak berhati-hati dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Ini adalah bentuk dari moral hazard.59 Selain itu pengukuran dampak sistemik juga bersifat situasional, maksudnya dampak sistemik bisa diakibatkan banyak hal, internal maupun eksternal. Hal internal adalah masalah di dalam lembaga bank itu 58
-------, Pengertian dan Indikator Dampak Sistemik, (http://www.indonesiarecovery.org/responpemerintah-indonesia-dan-kssk/dampak-sistemik, diakses tanggal 2 Juni 2011). 59 Ibid.
39
sendiri. Sedangkan eksternal bisa berupa bencana alam, krisis keuangan global maupun serangan teroris. Ini menyebabkan dampak sistemik sulit ditentukan batasannya.60
60
Ibid.
40
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian normatif ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach), dan pendekatan analitis (Analytical Approach). Digunakan pendekatan perundangundangan karena yang menjadi fokus penelitian adalah berbagai aturan hukum.61 Penelitian dengan pendekatan perundang-undangan yang menggunakan konsepsi legal positivis menyatakan bahwa hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang.62 Dalam penelitian ini perundang-undangan yang akan digunakan adalah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Kemudian digunakan pula pendekatan kasus yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.63 Dalam hal ini perundang-undangan yang telah disebutkan diatas digunakan sebagai bahan untuk meneliti kasus aliran dana bailout kepada Bank Century. Selanjutnya Pendekatan Analitis digunakan untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya 61
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia, Surabaya, 2008, hlm.302. 62 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 9. 63 Johny Ibrahim, Op.Cit, hlm.321.
41
dalam praktik dan putusan-putusan hukum.64 Penelitian ini berusaha untuk menganalisis makna yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengertian keuangan Negara, karena tidak jarang sebuah kata atau definisi yang terdapat dalam sebuah rumusan aturan hukum tidak jelas maknanya.
B.
Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang hanya menggambarkan obyek yang menjadi pokok permasalahan saja.65 Berarti dalam penelitian ini akan menggambarkan bagaimana status hukum dana bailout Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap Bank Century dalam perspektif Hukum Keuangan Negara serta implikasi status hukum atas dana bailout tersebut.
C.
Lokasi Penelitian
Peneliti menggunakan lokasi penelitian di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, UPT Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, serta tempat lain yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum.
D.
Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder.66 Data sekunder akan dibagi dan diuraikan ke dalam tiga bagian yaitu:
64
Ibid, hlm.310. Ronny Hanitijo, Op.Cit, hlm.116. 66 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm.52. 65
42
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari : a.1 Peraturan dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 a.2 Peraturan Perundang-undangan, antara lain: a.2.1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. a.2.2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. a.2.3
Undang-Undang
Nomor 31
Tahun
1999
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi a.2.4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan a.2.5 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari: b.1 Pustaka di bidang ilmu hukum, b.2 Hasil penelitian di bidang hukum, b.3 Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet, c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan kamus-kamus ilmiah lainnya.
E.
Metode Pengumpulan Data
43
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data adalah menginventarisir peraturan perundang-undangan untuk dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh dan dengan studi kepustakaan, internet browsing, telah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal surat kabar.
F.
Metode Penyajian Data
Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
G.
Metode Analisis Data
Data bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara normatifkualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif. Kualitatif karena data yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.67
67
Ibid. hlm.98
44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. 1.
Hasil Penelitian
Kasus Bank Century Bank Century merupakan merger dari tiga bank, yaitu Bank Danpac, Bank Pikko dan Bank Century Intervest Corporation (CIC).68 Bank Century pada awalnya ialah hanya Bank CIC yang didirikan oleh Robert Tantular, namun setelah Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas (rights issue) pertama pada Maret 1999, Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.69 Pada tanggal 13 November 2008 Bank Century terpaksa tidak dapat ikut serta dalam kliring70 dikarenakan oleh faktor teknis berupa keterlambatan penyetoran prefund atau pendanaan awal yang wajib disetorkan bank ke Bank
68
Merger adalah proses difusi dua perseroan dengan salah satu diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya dimasukan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut. Lihat -------, Merger, Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia bebas (http://www.id.wikipedia.org/wiki/Merger, diakses tanggal 5 Juli 2011). Merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC menjadi Bank Century berlangsung sejak 27 Juli 2001. Lihat Abuwaras, Kasus Awal Century, Dua Pemerintahan Ikut Terlibat , 16 Desember 2009, (http://www.forum.detik.com/kasus-awal-century-dua-pemerintahan-ikut-terlibatt131582.html?t=131582, diakses tanggal 23 Mei 2011) 69 Sholla Taufik, Loc.Cit. 70 Kliring adalah suatu tata cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-surat berharga dari suatu bank terhadap bank lainnya, dengan maksud agar penyelesaiannya dapat terselenggara dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Sedangkan yang dimaksud lalu lintas pembayaran giral adalah suatu proses kegiatan bayar membayar dengan waktat atau nota kliring, yang dilakukan dengan cara saling memperhitungkan diantara bank-bank, baik atas beban maupun untuk keuntungan nasabah yang bersangkutan. Giral adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan. Lihat -------, Akuntansi Kliring, hlm.1 (http://www.masodah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/.../AKUNTANSI++
KLIRING.d.. ., diakses tanggal 23 Mei 2011).
45
Indonesia
(BI)
sebelum
kliring.71
Gubernur
Bank
Indonesia
juga
membenarkan bahwa Bank Century telah kalah kliring atau tidak dapat membayar dana permintaan dari nasabah sehingga terjadi rush.72 Kemudian pada 20 November 2008, BI menyampaikan surat kepada Menteri Keuangan tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan bahwa perlu penanganan lebih lanjut oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan.73 BI melaksanakan tugas pengawasan terhadap Bank Century didasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dimana dalam Pasal 8 disebutkan tugas BI salah satunya adalah mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka melaksanakan tugasnya tersebut, BI menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.74 Pengawasan yang dilakukan oleh BI dilakukan secara langsung dan tidak langsung.75 Secara langsung dilakukan BI dengan cara melakukan pemeriksanan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.76 Selanjutnya berdasarkan tugas tersebut, BI melakukan penilaian bahwa Bank Century ditengarai atau diduga
71
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Op.Cit; hlm.160. Rush adalah penarikan dana secara besar-besaran. Lihat dalam artikel oleh J. Soedradjad Djiwandono (Gurubesar tetap Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia), Masih Bergulat dengan Masalah BLBI (http://www.pacific.net.id/pakar/sj/masih_sekitar_masalah_blbi, diakses tanggal 23 Mei 2011) 73 Sholla Taufik, Loc.Cit. 74 Lihat Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 75 Lihat Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 76 Lihat Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 72
46
berdampak sistemik karena mengalami kesulitan likuiditas dan kondisi rasio kecukupan modal atau CAR minus hingga 3,52%.77 BI merekomendasikan kepada KSSK untuk mengambil alih penanganan atas Bank Century setelah ditengarai berdampak sistemik.78 Pada 20
November
2008,
BI
melalui
surat
Gubernur
BI
Nomor:
10/2/GBI/DPNP/Rahasia menyampaikan informasi mengenai perkembangan kondisi Bank Century kepada Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK dan meminta KSSK untuk mengadakan rapat pada malam hari itu juga, karena pada keesokan harinya (tanggal 21 November 2008), BI memastikan bahwa Bank Century akan mengalami kalah kliring dan default yang dapat mengancam seluruh sistem pembayaran dan stabilitas perbankan nasional.79 Rekomendasi tersebut didasarkan pada Perpu Nomor 4 tahun 2008 tentang JPSK, yang menyatakan bahwa ruang lingkup JPSK adalah pencegahan dan penanganan krisis, tindakan dalam melakukan pencegahan 77 Sholla Taufik, Loc.cit. CAR atau Capital Adequency Ratio merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa mendatang. CAR menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Semakin besar CAR maka akan semakin besar daya tahan bank yang bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR menunjukkan semakin sehat bank tersebut. Jika CAR suatu bank tinggi, kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut akan semakin besar sehingga meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut. Lihat dalam Putra, Indikator Kesehatan Bank dan Rasio-rasio Keuangan, 23 September 2009 (http://putracenter.net/2009/09/23/indikator-kesehatan-bank-danrasio-rasio-keuangan/, diakses tanggal 10 Juli 2011) 78 Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penangan Krisis Bab IV: BI, KSSK, dan LPS, berbagi peran dalam antisipasi krisis, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Januari 2010 (http://id.wikisource.org/wiki/Upaya_Pemerintah_dalam_Pencegahan_dan_Penanganan_Krisis/Ba b_IV, diakses tanggal 05 Juli 2011). 79 Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penangan Krisis Bab V: Kronologis Menuju Pengambilan Keputusan KSSK, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Januari 2010 (http://id.wikisource.org/wiki/Upaya_Pemerintah_dalam_Pencegahan_dan_Penanganan_Krisis/Ba b_V, diakses tanggal 05 Juli 2011).
47
krisis salah satunya dengan mengatasi masalah bank yang mengalami kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik. KSSK berwenang memutuskan kondisi bank berdampak sistemik atau tidak berdampak sistemik setelah mendapat informasi dari Bank Indonesia selaku pengawas bank.80 Pada dasarnya tidak ada kriteria bank berdampak sistemik yang dinyatakan eksplisit di undang-undang. BI dan KSSK menggunakan penilaian kuantitatif untuk menganalisis dampak sistemik. Data kuantitatif itu di antaranya berupa data pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran, nilai tukar rupiah, penurunan indikator kepercayaan, simulasi ketahanan likuiditas dan data Real-time Gross-Settlement.81 Sementara itu berdasarkan pandangan pakar atau ahli yang didatangkan di Panitia Khusus Hak Angket Century, Hendri Saparini (Peneliti dan Ekonom dari Ekonit Adversary Group) menilai bahwa sebenarnya industri perbankan tidak sedang dalam tekanan pada saat diambilnya kebijakan bailout kepada Bank Century, artinya bahwa kondisi Bank Century pada saat itu tidak memiliki dampak sistemik. Hal tersebut dilihat dari dilakukannya perhitungan-perhitungan dalam bidang ekonmoni, sejalan pula dengan apa yang dikemukan oleh BPK bahwa indikator-indikator dalam bidang ekonomi seperti suku bunga dan sebagainya, tidak memiliki tekanan yang besar untuk dapat dikatakan akan berdampak sistemik. Sementara ahli lainnya yaitu Muhammad Chatib Basri berpendapat bahwa kebijakan bailout
80
Lihat Pasal 3, 4, 6, 7 serta Pasal 11 Perpu No.4 Tahun 2008 tentang JPSK. Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penangan Krisis Bab IX: Tanya Jawab, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Januari 2010 (http://id.wikisource.org/wiki/Upaya_Pemerintah_dalam_Pencegahan_dan_Penanganan_Krisis/Ba b_IX, diakses tanggal 05 Juli 2011). 81
48
Bank Century telah tepat karena apabila dibiarkan akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sehingga akan mengganggu sistem perekonomian Indonesia. Pertimbangan yang diberikan oleh Chatib Basri terhadap ukuran sistemik sangat bersifat psikologi, sedangkan Hendri Saparini tidak sepakat jika ukuran sistemik hanya dilihat dari aspek psikologi tetapi juga harus melihat ukuran-ukuran yang lain.82 Tidak ada ukuran yang pasti mengenai dampak sistemik di dalam peraturan di Indonesia juga di dalam praktek di dunia internasional pun tidak pernah ditemui adanya ukuran baku mengenai dampak sistemik di dunia ini. Hal ini dilandasi karena apabila diatur secara jelas dan terperinci di dalam peraturan maka dimungkinkan akan timbul moral hazard. Sehingga dalam penentuan berdampak sistemik ini sangat bergantung kepada pemegang kekuasaan yang ditunjuk oleh perundang-undangan. Dalam hal ini adalah KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. KSSK menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal yang berdampak sistemik melalui Keputusan KSSK Nomor 04/KSSK.03/2008 dan meminta LPS untuk melakukan penanganan. Tetapi sebelum ditindak lanjuti oleh LPS terlebih dahulu Komite Koordinasi (KK)83 melaksanakan rapat untuk menyerahkan penanganan Bank Century yang merupakan Bank Gagal yang berdampak sistemik kepada LPS melalui Keputusan KK Nomor 01/KK.01/2008. Prosedur tersebut dilaksanakan sesuai dengan perintah 82
Lihat dalam Risalah Rapat Panitia Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Pengusutan Kasus Bank Century, Rapat meminta keterangan dengan Ichsanuddin Noorsy, Hendri Saparini, dan Muhammad Chatib Basri, tanggal 21 Januari 2010. 83 Komite Koordinasi (KK) adalah komite yang beranggotakan Menteri Keuangan, Lembaga Pengawas Perbankan (LPP), Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Lihat Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS.
49
undang-undang bahwa LPS melakukan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik setelah KK menyerahkan penanganannya kepada LPS.84 Dengan penyerahan penanganan Bank Century kepada LPS tersebut, maka sejak tanggal 21 November 2008, penanganan Bank Century sepenuhnya dilakukan oleh LPS sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS.85 Kronologi pemberian dana bailout oleh LPS kepada Bank Century disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 1. Kronologi pemberian dana bailout kepada Bank Century.86 No. 1.
Tanggal
Jumlah (Rp)
Keterangan
23 Nov 2008
2,776 T BI: utk CAR 8% dibutuhkan Rp2,655T.
2.
5 Des 2008
2,201 T Untuk menutup kebutuhan likuiditas s.d 31 Desember 2008.
3.
3 Feb 2009
1,155 T Untuk menutup kebutuhan CAR berdasarkan hasil assessment BI atas perhitungan Direksi Bank Century.
4.
21 Juli 2009
0,630 T Untuk menutup kebutuhan CAR berdasarkan hasil assessment BI atas hasil audit Kantor Akuntan Publik
TOTAL
Peraturan LPS: LPS dapat menambah modal sehingga CAR 10%, yaitu Rp2,776T.
6,762 T
Kekayaan LPS per 31 Juli 2009 ialah sebesar 18 Triliun, 14 Triliun berasal dari premi yang dibayarkan bank-bank kepada LPS, sedangkan 4 84
Lihat Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS. Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penangan Krisis Bab V: Kronologis Menuju Pengambilan Keputusan KSSK, Loc.Cit. 86 Firdaus Djaelani, Siaran Pers, Nomor : Press-009/LPS/VIII/2009 Penanganan Bank Century sesuai Undang-Undang LPS, hlm.2 (http://www.lps.go.id/v2/images/publikasi/Press Release tentang Penanganan Bank Century Sesuai UU LPS.pdf, diakses tanggal 23 April 2011). 85
50
Triliun merupakan modal awal yang diberikan oleh Negara sebagai kekayaan negara yang dipisahkan.87 Jumlah modal awal yang diberikan kepada LPS ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yaitu PP Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal LPS. Pemberian dana bailout dalam jumlah yang sangat besar kepada Bank Century kemudian menjadi sebuah permasalahan yang kompleks. Apalagi dengan adanya laporan dari para nasabah Bank Century bahwasanya mereka tidak dapat menarik uang mereka yang disimpan di bank tersebut. Banyak nasabah Bank Century yang stres dan meninggal akibat kehilangan uangnya. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pernyataan bahwa kasus Bank Century adalah perampokan secara besar-besaran yang sangat merugikan rakyat.88 Kasus tersebut mendapat perhatian tidak hanya dari aparat penegak hukum dalam penyelesaiannya seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Akan tetapi juga mendapat perhatian dari DPR RI, dimana dibentuk Panitia Khusus Hak Angket untuk menyelidiki atau mengusut kasus Bank Century. Pansus Hak Angket terdiri dari 30 orang anggota DPR RI dari 9 Partai yang duduk di DPR. Pansus melakukan penyelidikan dengan memanggil pihakpihak yang terkait dengan kebijakan bailout, antara lain BPK, Kabareskrim Susno Duadji, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Presiden Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia pada saat kebijakan bailoiut, serta ahli di bidang ekonomi dan hukum.
87 88
Ibid.
-------, Kasus Century adalah Perampokan, 8 Januari (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/01/08/43975/Kasus-CenturyAdalah-Perampokan, diakses tanggal 02 Maret 2011)
2010
51
Pada saat pemeriksaan Ahli di bidang hukum yaitu Erman Rajagukgukguk dan H.A.S.Natabaya pertanyaan pertama yang muncul dari anggota Pansus adalah mengenai keuangan negara yang dilontarkan dari Fraksi Partai Demokrat, yang mempertanyakan apakah dana LPS termasuk dalam kategori uang negara. Dua Ahli tersebut memiliki pendapat yang berbeda atau bertolak belakang satu dengan yang lain dalam memberikan jawaban. Erman Rajagukguk berpandangan bahwa uang LPS ialah milik LPS itu sendiri, sekalipun LPS mendapatkan modal dari Pemerintah tetap saja uang LPS bukan bagian dari keuangan negara. Dasar berfikirnya ialah berawal dari konsep badan hukum, bahwa badan hukum mempunyai hak dan kewajiban dapat digugat dan menggugat, dan dapat mempunyai kekayaan tersendiri terpisah dari pendirinya. Dia mengilustrasikan jika dia memasukan modal dalam Perseroan Terbatas (PT), badan hukum, maka modal atau uang tersebut bukan lagi menjadi milik dia tapi menjadi uang dari PT. Kemudian keyakinan lainnya ialah dengan adanya Fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 yang menyatakan bahwa piutang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan merupakan piutang negara, dan utang BUMN bukan merupakan utang negara. Fatwa tersebut memperkuat keyakinan Erman Rajagukguk bahwa uang LPS bukan merupakan uang negara. Sedangkan
H.A.S.Natabaya
berpandangan
bahwa
uang
LPS
merupakan keuangan negara. Dia berpegangan pada Undang-Undang Keuangan Negara dalam memberikan jawaban tersebut. Batu pijakan untuk menentukan termasuk keuangan negara atau tidak dalam kasus ini terutama
52
dilihat dalam Pasal 2 huruf g dan i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Landasan berikutnya ialah di dalam UndangUndang tentang LPS disebutkan bahwa laporan keuangan LPS diaudit oleh BPK.89 Jika ditelusuri dalam Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan didalam Pasal 1 disebutkan “dalam memeriksa keuangan yang selanjutnya disebut BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945”. 2.
Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan LPS merupakan lembaga yang diamanatkan pembentukannya oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.90 Berdasarkan Undang-Undang tentang Perbankan seharusnya LPS diatur lebih lanjut oleh peraturan pemerintah. Namun dalam prakteknya LPS tidak diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah melainkan oleh undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Status LPS berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tersebut adalah badan hukum.91 Mengenai status LPS ini Erman Rajagukguk dalam memberikan pandangannya dihadapan Pansus Hak Angket DPR RI tentang kasus Bank Century, mengatakan bahwa setiap institusi yang mempunyai status badan hukum mempunyai kekayaan sendiri, terpisah dari pendirinya, pengawasnya maupun pengurusnya. Beliau mengatakan bahwa
89
Lihat Pasal 88 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 90 Lihat Pasal 37B Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 91 Lihat Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
53
walaupun kekayaan awal LPS berasal dari Pemerintah tetapi ketika sudah diberikan kepada badan hukum maka modal dari Pemerintah tersebut menjadi uang dari badan hukum bukan lagi milik Pemerintah.92 Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.93 Hal tersebut terkait dengan fungsi LPS yaitu untuk menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.94 Dalam menjalankan fungsi untuk menjaga stabilitas sistem perbankan, LPS mempunyai tugas yakni : a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara sistem perbankan. b) Merumuskan,
menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik. c) Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.95 Modal
awal
LPS
ditetapkan
sekurang-kurangnya
Rp
4.000.000.000.000 (empat Triliun rupiah) dan sebesar-besarnya Rp 8.000.000.000.000 (delapan Triliun rupiah).96 Selanjutnya dengan peraturan pemerintah ditetapkan mendapatkan modal awal dari Pemerintah sebesar Rp 4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah), modal itu berbentuk tunai dan
92
Lihat dalam Risalah Rapat Panitia Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Pengusutan Kasus Bank Century, Rapat meminta keterangan dengan Erman Rajagukguk dan Natabaya, tanggal 25 Januari 2010. 93 Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 94 Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 95 Lihat Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 96 Pasal 81 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
54
merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.97 Kekayaan LPS yang lain berasal dari premi-premi yang dibayarkan oleh bank-bank peserta LPS. LPS sebagai lembaga yang berhubungan dengan keuangan tentunya harus transparan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Laporan keuangan LPS setiap tahunnya harus dilaporkan kepada Presiden dan DPR, dan diaudit oleh BPK.98 3.
Pengertian Keuangan Negara berdasarkan Peraturan Perundangundangan a) Pengertian Keuangan Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak
dan
kewajiban
tersebut.99
Keuangan
Negara
sebagaimana dimaksud dalam pengertian tersebut, meliputi : a. b.
c. d. e. f. g.
Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga. Penerimaan Negara. Pengeluaran Negara. Penerimaan Daerah. Pengeluaran Daerah. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
97
Lihat Pasal 1 Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan. 98 Lihat Pasal 88 dan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 99 Lihat Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
55
h.
i.
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.100
Untuk mengetahui ruang lingkup dan merumuskan Keuangan Negara terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.101 Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan Negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan
100 101
Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
56
obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Terkait dengan Pasal 2 hurug g, Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Fatwa MA Nomor : wkma/yud/20/VIII/2006 tertanggal 16 Agustus 2006 poin kelima menyatakan, bahwa begitu pula halnya dengan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang berbunyi : Keuangan Negara sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 1 meliputi : “g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah”, yang dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN maka ketentuan dalam Pasal 2 huruf g khusus mengenai “kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah” juga tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Fatwa itulah yang menjadi salah satu landasan Erman Rajagukguk dalam memberikan pandangan di depan Pansus Hak Angket Century DPR RI bahwasannya uang LPS bukan merupakan bagian dari keuangan negara. b) Pengertian Keuangan Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Rumusan Keuangan Negara dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat dalam bagian penjelasan, yang menyatakan bahwa keuangan Negara yang dimaksud (dalam Undang-Undang ini) adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di
57
dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : a.
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b.
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
B.
Pembahasan
Dana bailout yang dikeluarkan oleh LPS kepada Bank Century sebesar 6,726 Triliun menjadi perdebatan para pakar, apakah dana tersebut merupakan bagian dari keuangan negara atau bukan. Bahkan Pemerintah dan DPR sebagai lembaga yang merancang dan menetapkan peraturan tidak mendapatkan suatu kepastian akan status hukum dana bailout yang dikeluarkan oleh LPS kepada Bank Century terbukti dengan masih dipertanyakannya status uang tersebut dalam
58
Rapat Panitia Angket Century serta tidak jelasnya penyelesaian kasus tersebut setelah bergulirnya Hak Angket DPR. Untuk mengetahui secara jelas status hukum dana bailout tersebut dan implikasi hukumnya, menurut hemat peneliti harus dilakukan kajian atau penelitian secara normatif dengan dibenturkan pada peraturan perundang-undangan yang membahas mengenai keuangan Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan juga peraturan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena di dalam undnag-undang tersebut terdapat juga rumusan mengenai keuangan negara serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpana, dan peraturan pemerintah yang terkait. Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Hak negara antara lain hak untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman sedangkan kewajiban negara antara lain kewajiban untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.102 Hak dan kewajiban tersebut ketika dapat dinilai dengan uang tentunya merupakan keuangan Negara sesuai dengan rumusan Pasal 1 di atas. Selanjutnya kata segala sesuatu yang berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut dalam rumusan Pasal 1 di atas, ialah dapat berupa uang atau barang juga tindakan atau
102
Pasal 2 Huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
59
kebijakan atau program, atau perencanaan negara yang dapat berakibat mendatangkan uang atau dapat dinilai dengan uang. Rumusan dalam Pasal 1 UU tentang Keuangan Negara masih terlalu umum, kurang memiliki kepastian dilihat dari aspek hukum. Sehingga harus dilihat pula rumusan dalam pasal lainnya agar menjadi lebih komprehensif dan jelas. Pasal 2 menjabarkan lebih lanjut mengenai unsur-unsur Keuangan Negara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 yang dijabarkan dalam sembilan huruf, yaitu : a.
hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b.
kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c.
Penerimaan Negara;
d.
Pengeluaran Negara;
e.
Penerimaan Daerah;
f.
Pengeluaran Daerah;
g.
kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
h.
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
i.
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Menurut H.A.S Natabaya batu pijakan untuk menilai status hukum dana bailout LPS kepada Bank Century adalah Pasal 2 huruf g dan i. Pasal 2 huruf g menyatakan “kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
60
negara/perusahaan daerah”. Kata kunci dalam rumusan tersebut adalah pada kata “termasuk kekayaan yang dipisahkan”. Dana bailout yang dikeluarkan LPS kepada Bank Century berasal dari kekayaan LPS dimana berdasarkan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang tentang LPS disebutkan bahwa kekayaan LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Namun demikian dalam Pasal 2 huruf g, kekayaan negara yang dipisahkan berada dalam perusahaan negara/perusahaan daerah sehingga harus dilihat pula apa yang dimaksud dengan perusahaan negara. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.103 Apabila ditelaah lebih dalam LPS yang berstatus sebagai badan hukum, tidak menjalankan suatu kegiatan usaha tetapi LPS menjalankan fungsi seperti lembaga asuransi yaitu menjamin simpanan nasabah pada perbankan. Status LPS sebagai badan hukum menurut hemat penulis masuk ke dalam penggolongan badan hukum yang dikemukakan oleh Chidir Ali, yaitu masuk ke dalam kriteria badan hukum publik yang tidak mempunyai teritorial.104 Sehingga ini merupakan lubang yang berasal dari pembuat undang-undang dalam merumuskan sebuah peraturan. Namun demikian LPS sebagai badan hukum yang mendapatkan modal dari Pemerintah digunakan untuk menopang keberadaan LPS sebagai lembaga 103
Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Berdasarkan jenisnya badan hukum dibedakan menjadi dua macam yaitu : a. Badan hukum public b. Badan hukum privat Chidir Ali mengemukakan macam badan hukum publik menjadi dua macam yaitu : a. Badan hukum yang mempunyai teritorial Yang masuk dalam kriteria ini adalah Negara, pemerintah daerah. b. Badan hukum yang tidak mempunyai teritorial Ialah suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang berwajib hanya untuk tujuan tertentu saja, contohnya Bank Indonesia adalah badan hukum yang dibentuk yang berwajib untuk tujuan tertentu saja, yang dalam bahasa Belanda disebut publiekrechtelijke doel corporatie. Badah hukum tersebut dianggap tidak mempunyai teritorial atau teritorialnya sama dengan teritorialnya Negara. Lihat Chidir Ali dalam Cuk Prayitno, Tinjauan Yuridis Badan Hukum di Indonesia, hlm.28-29, (www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128954-T%2026671..., diakses tanggal 14 maret 2011) 104
61
keuangan. Dana bailout yang dikeluarkan oleh LPS berasal dari kekayaan LPS yang terdiri dari modal awal yang diberikan oleh Negara dan premi-premi yang dibayarkan oleh bank peserta LPS. Meskipun pada prakteknya LPS adalah seperti sebuah lembaga asuransi perbankan, yang menjamin dan menangani bank yang sakit/bermasalah melalui uang premi yang setiap bulan/tahun dibayarkan oleh bank-bank yang ada di seluruh Indonesia yang wajib menjadi anggota LPS. Namun kita kembalikan pada keadaan kondisi awal, bahwa LPS bisa berdiri karena awalnya didanai dengan uang Negara sementara itu kekayaan LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, dimana kekayaan negara yang dipisahkan merupakan bagian dari keuangan negara. Dalam rumusan Pasal 2 huruf g di atas juga terdapat kata kunci lainnya yang dapat digunakan sebagai landasan berpijak terhadap kasus ini, yaitu kata “dikelola”. Mengandung maksud bahwa keuangan Negara bukan hanya berupa pemberian modal saja kepada pihak lain melainkan termasuk pula pengelolaan atas modal negara tersebut oleh pihak lain. Sehingga yang dimaksud keuangan negara pada kekayaan LPS tidak hanya mencakup kekayaan yang dipisahkan kepada LPS senilai Rp 4 Triliun, tetapi juga pengelolaan atas modal tersebut. Dana bailout dari LPS kepada Bank Century senilai Rp 6,726 Triliun merupakan kekayaan LPS yang pengelolaannya diawali oleh modal dari Negara, sehingga dana bailout tersebut jelas merupakan keuangan negara. Namun Pada 16 Agustus 2006, Mahkamah Agung mengeluarkan Fatwa Nomor : WKMA/Yud/20/VIII/2006 yang menyatakan bahwa piutang BUMN bukan merupakan piutang negara. Serta membatalkan Pasal 2 huruf g UndangUndang tentang Keuangan Negara, bunyi ketentuannya ialah :
62
bahwa begitu pula halnya dengan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang berbunyi : Keuangan Negara sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 1 meliputi : “g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah”, yang dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN maka ketentuan dalam Pasal 2 huruf g khusus mengenai “kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah” juga tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Fatwa tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia, merujuk bahwa fatwa tersebut dimohonkan oleh Menteri Keuangan dengan surat nomor S-324/MK.01/2006 tanggal 26 Juli 2006. Erman Rajagukguk dalam rapat bersama Pansus Hak Angket Century menyatakan bahwa pada intinya beliau sependapat dengan substansi dari Fatwa tersebut bahwa piutang BUMN bukan piutang negara dan utang BUMN tersebut bukan utang negara. Hal itulah yang membuat keyakinan Erman bertambah bahwa uang dari badan hukum itu milik badan hukum. Akan tetapi dalam teori perundang-undangan, suatu produk hukum dapat dibatalakan jika bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya. Sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan
di
atas
undang-undang
adalah
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga Fatwa Mahkamah Agung tidak memiliki kapasitas untuk membatalkan undang-undang. Oleh karena itu Pasal 2 huruf g tetap sah dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
63
Pasal 2 huruf h juga memberikan ruang lingkup selanjutnya atas pengertian dari keuangan Negara yaitu berupa kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum. Rumusan ini hampir sama maknanya dengan rumusan dalam Pasal 2 huruf g, disini lebih ditekankan kepada tujuan penguasaan kekayaan yaitu digunakan
dalam
rangka
penyelenggaraan
tugas
pemerintahan
dan/atau
kepentingan umum. Kekayaan negara yang dipisahkan yang berada pada LPS digunakan untuk kepentingan umuma atau kepentingan bangsa dan negara. Karena kekayaan tersebut dikelola sebagai dana penjaminan terhadap bank-bank yang bermasalah/gagal dan nasabah-nasabah yang dirugikan oleh bank-bank bermasalah tersebut serta untuk menjalankan fungsi LPS yang lain yaitu turut aktif
dalam
memelihara
stabilitas
sistem
perbankan
sesuai
dengan
kewenangannya. Fungsi dan tugas yang diberikan Undang-Undang kepada LPS jelas dimaksudkan agar terciptanya pembangunan atau penyelenggaraan negara demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Ruang lingkup atas pengertian keuangan Negara dalam Pasal 1 angka 1 lebih lanjut diberikan oleh Pasal 2 huruf i yang menyatakan, “kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah”. Jika dibenturkan dengan dana bailout LPS kepada Bank Century, LPS merupakan pihak lain dimana kekayaan awalnya berasal dari modal yang diberikan Negara sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan juga memiliki tugas, fungsi dan kewenangan yang diperintahkan oleh produk hukum perundang-undangan. LPS ada ialah karena perintah Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
64
Perbankan. Sehingga LPS tidak dapat berdiri serta memperoleh kekayaan untuk memberikan dana bailout tanpa fasilitas yang diberikan oleh Negara. Fasilitas tersebut yakni berupa uang sebagai modal serta produk undang-undang sebagai payung hukumnya. Rumusan pasal ini mendapatkan kritikan yang tajam dari para pakar karena dapat menimbulakan kerugian negara yang besar. Erman Rajagukguk berpendapat dalam rapat bersama Pansus Hak Angket Century, bahwa jika keuangan negara diartikan seperti itu maka sangat luas sekali apa yang dimaksud dengan keuangan negara karena banyak sekali ketentuan perundangan yang memberikan fasilitas kepada perusahaan atau orang atau individu. Arifin P. Soeriatmadja menyebutnya dengan istilah distorsi arti keuangan negara.105 Menurutnya UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mendistorsi pengertian keuangan negara menjadi kabur sehingga mengurangi kemandirian yang menjadi ciri dasar suatu badan hukum dan badan usaha. Rumusan Pasal 2 huruf i menurutnya cenderung menimbulkan kerugian keuangan negara dan membangkrutkan negara, dengan rumusan tersebut negara akan turut bertanggung jawab terhadap kekayaan pihak swasta yang memperoleh fasilitas pemerintah. Namun demikian seberapapun banyaknya kritik terhadap UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, jika undang-undang atau rumusan dalam undangundang tersebut belum dinyatakan batal sesuai dengan prosedur dalam peraturan perundangan-undangan maka tetap berlaku sebagai hukum yang harus diterapkan. Menurut hemat penulis terlepas dari kritik dari pakar tersebut, LPS bukan merupakan pihak swasta karena dilihat dari kedudukannya bahwa LPS
105
Arifin P. Soeriatmadja, Oppcit, hlm.224.
65
bertanggung jawab kepada Presiden serta organ LPS yaitu Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif yang ditunjuk langsung oleh Presiden dengan bantuan Menteri Keuangan. Artinya organ-organ LPS tersebut diberikan sebuah tanggung jawab oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintah. Sehingga LPS bukan merupakan lembaga swasta karena keberadaan LPS dikehendaki oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Jika dilihat lagi Pasal 2 huruf i yaitu kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah, maka LPS merupakan lembaga yang keberadaannya diperintahkan oleh undang-undang dan Pemerintah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan demi kepentingan umum. Kemudian menanggapi kritik dari para pakar terhadap rumusan Pasal 2 huruf i tersebut, penulis beranggapan bahwa memang harus dilakukan uji materiil lagi terhadap UU tentang Keuangan Negara agar tidak menimbulkan kecenderungan untuk merugikan negara. Selain di dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 UU tentang Keuangan Negara, rumusan atau ruang lingkup keuangan Negara juga dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Terdapat empat pendekatan dalam mengetahui ruang lingkup pengertian keuangan Negara yaitu : 1.
Dari sisi obyek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
66
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari rumusan tersebut, dapat diketahui unsur-unsur keuangan Negara yaitu pertama, obyek keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Kedua, wujudnya berupa kebijakan, kegiatan, uang atau barang. Ketiga, berada dalam ranah bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.106 Ciri dan inti Keuangan Negara disini adalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, berwujud kebijakan, kegiatan, uang atau barang dan di 3 (tiga) bidang, yaitu bidang fiskal, bidang moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Salah satu bidang di atas adalah pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, disitu tertulis dengan jelas istilah “pengelolaan” tidak hanya sekedar “kekayaan negara yang dipisahkan”. Artinya bahwa keuangan Negara pada pihak lain sebagai kekayaan negara yang dipisahkan tidak hanya dalam cakupan jumlah penyertaan modal pertama saja melainkan pula bersifat on going activity (sepanjang aktivitas). Berdasarkan ruang lingkup Keuangan Negara tersebut diatas, dana bailout yang dikeluarkan oleh LPS untuk penanganan Bank Century termasuk dalam Keuangan Negara, karena kekayaan LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Hal tersebut sangat jelas disebutkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS yaitu dalam Pasal 2 ayat (2). Meskipun LPS juga mendapatkan kekayaan lain dari premi-premi yang dibayarkan oleh bank peserta LPS, namun tetap saja 106
Mustofa Kamal, Dilema Jati Diri Keuangan Negara, hlm.5 (http://www.pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/39/DILEMA_JATI_DIRI_KEUANGAN_N EGARA, diakses tanggal 4 September 2010).
67
modal awal yang diberikan oleh negara sebesar Rp 4.000.000.000.000,00 (empat Triliun rupiah) akan dikelola oleh LPS sebagai kekayaan LPS bersama dengan premi-premi yang dibayarkan oleh bank-bank. Sehingga kekayaan LPS memenuhi rumusan Keuangan Negara apabila dilihat dari pendekatan sisi obyek, tidak hanya berupa kekayaan yang dipisahkan melainkan termasuk pula pengelolaan atas kekayaan negara yang dipisahkan tersebut. 2.
Dari sisi subyek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan Negara. Dengan kalimat lain, yang dimaksud keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang berupa kebijakan, kegiatan, uang atau barang dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, serta badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Pada dasarnya pendekatan ini hanya menambahkan pendekatan sebelumnya yaitu dari sisi obyek. Penambahannya ialah pada subyek yang mengelola obyek diatas. Salah satu subyeknya adalah badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan Negara. Maksudnya adalah badan atau pihak lain yang mendapatkan kekayaan berasal dari APBN, APBD, baik kekayaan negara yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan serta pemberian modal untuk mendirikan, suntikan dana penyelamatan,
68
dan sebagainya yang berasal dari anggaran negara107, maka kekayaan yang dimiliki oleh badan tersebut merupakan keuangan Negara. Oleh karenanya LPS yang berstatus sebagai badan hukum berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU tentang LPS, memenuhi kriteria sebagai badan lain yang ada kaitannya denga keuangan negara. UU tentang LPS jelas mengatakan bahwa LPS mendapatkan modal awal dari Negara yang kekayaan itu merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Maka berdasarkan pendekatan dari sisi subyek, LPS merupakan subyek yang mengelola keuangan Negara. Akibatnya dana bailout yang dikeluarkan LPS terhadap Bank Century merupakan bagian dari keuangan Negara. 3.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Jadi tetap dengan rumusan dari sisi obyek yaitu semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik
107
Anggaran negara adalah rencana yg diperlukan utk membiayai segala kegiatan, dan termasuk biaya yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan disertai taksiran besarnya penerimaan yang didapat dan digunakan membelanjakan pengeluaran tersebut. Pengertian Anggaran Negara juga dapat dilihat dari tiga sudut, yaitu : 1. Sudut administratif, penatausahaan penerimaan dan pengeluaran negara dengan memperhatikan kesinambungan yang logis antara keduanya. 2. Sudut konstitusi, hak turut menentukan anggara negara dari perwakilan rakyat yang pada umumnya dicantumkan dalam konstitusi negara. 3. Sudut UU, keseluruhan UU yg ditetapkan secara periodik, yang memberikan kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukan alat pembayaran yg diperlukan utk menutup pengeluaran tersebut. Lihat dalam Muhammad Fauzan, Hukum Keuangan Negara, Loc.Cit; hlm.20.
69
berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut ditambah dengan proses adanya keuangan Negara yaitu dari perumusan kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban. Jadi yang dimaksud keuangan Negara tidak hanya terkait dengan apa saja obyeknya dan siapa subyeknya, melainkan terkait juga dengan proses
dari
mulai
pengambilan
keputusan
sampai
dengan
pertanggungjawaban. Sehingga pengambilan keputusan yang dilakukan oleh LPS, sebagai badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan Negara, dalam pemberian dana bailout kepada Bank Century sampai dengan pertanggungjawaban LPS merupakan keuangan Negara dilihat dari sisi proses. 4.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Jika dijelaskan dalam kalimat yang lengkap yaitu seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan, dari semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, yang dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
70
Penyelenggara pemerintahan negara di Indonesia adalah Presiden, sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Sehingga LPS sebagai lembaga independen yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden berdasarkan UU tentang LPS, dapat dikatakan ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, karena status dan kedudukan LPS berada di bawah Kepala Pemerintahan. Oleh karenanya dilihat dari pendekatan tujuan, status hukum dana bailout yang dikeluarkan LPS kepada Bank Century jelas dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Sehingga unsurunsur keuangan Negara dilihat dari tujuan terpenuhi untuk memberikan jawaban atas status hukum dana bailout tersebut. Keempat pendekatan di atas saling berhubungan dalam merumuskan ruang lingkup Keuangan Negara. Sehingga dari pendekatan tersebut dapat diidentifikasi unsur-unsur Keuangan Negara, dengan pendekatan Subyek Predikat Obyek Keterangan (SPOK). Apabila identifikasi tersebut dilakukan pada lembaga/badan hukum/pihak lain maka SPOK yang relevan adalah : -
-
-
108
Subjeknya : badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan Negara. Predikatnya : kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Objeknya : a) semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan, kegiatan, uang, dan barang dalam pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. b) kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Keterangannya : kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara.108
Mustofa Kamal, Op.Cit; hlm.8.
71
Identifikasi di atas jika diterapkan pada kedudukan atau status hukum dana bailout yang diberikan LPS kepada Bank Century, maka akan menjadi : -
Subyek : Lembaga Penjamin Simpanan
-
Predikat : kegiatan LPS yang berhubungan dengan kekayaannya, baik pemberian uang jaminan kepada nasabah bank, pemberian dana penyelamatan, dan sebagainya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
-
Obyeknya : kekayaan LPS yang terdiri dari modal awal yang diberikan oleh Pemerintah dan premi-premi yang dibayarkan oleh bank-bank. Kekayaan LPS per 31 Juli 2009 ialah sebesar 18 Triliun, 14 Triliun berasal dari premi yang dibayarkan bank-bank kepada LPS, sedangkan 4 Triliun merupakan modal awal yang diberikan oleh Negara sebagai kekayaan negara yang dipisahkan.109 Oleh karena itu dana bailout LPS kepada Bank Century sebesar 6,726 Triliun merupakan kekayaan LPS.
-
Keterangannya : kebijakan LPS dalam mengeluarkan dana bailout sebesar 6,726 Triliun dalam upaya penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik
merupakan
kebijakan
yang
diambil
dalam
rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara. Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang merumuskan pengertian keuangan Negara selain Undang-Undang tentang Keuangan Negara adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian keuangan Negara berkaitan erat dengan substansi dari undang-undang tersebut, karena tindak pidana korupsi berakibat sangat merugikan
109
Lihat Firdaus Djaelani, Loc.Cit.
72
keuangan Negara dan menghambat pembangunan nasional. Sehingga harus diketahui unsur-unsur atau ruang lingkup dari keuangan Negara. Penjelasan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meyatakan bahwa keuangan Negara yang dimaksud dalam UndangUndang tersebut adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : a.
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b.
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Dari rumusan di atas, dapat diketahui unsur-unsur keuangan Negara yakni : -
Subyeknya : Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
-
Predikatnya : penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban obyek.
-
Obyeknya : seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena pelaksanaan predikat di atas.
73
Subyek yang memiliki dan mengelola keuangan Negara salah satunya adalah badan hukum, hal itu sesuai dengan status LPS yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS bahwa LPS adalah badan hukum. Lebih lanjut jika dilihat dari sisi obyek, disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa keuangan Negara meliputi semua kekayaan negara baik kekayaan negara yang tidak dipisahkan maupun kekayaan negara yang dipisahkan. Disebutkan dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 bahwa kekayaan LPS merupakan aset negara yang dipisahkan yang selanjutnya dipertegas lagi dalam Pasal 1 ayat (2) Perpu Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal LPS. Oleh karena itu, dana bailout LPS kepada Bank Century merupakan keuangan Negara karena berasal dari kekayaan LPS yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Secara yuridis yang telah ditentukan dalam undang-undang, status LPS adalah badan hukum. Namun demikian jika dilihat dari teori Lembaga Negara atau Organ Negara, LPS merupakan Lembaga Negara yang kewenangannya diperintahkan oleh undang-undang (legislatively entrusted power) atau Lembaga Negara sekunder (state auxiliary organ)110. Struktur dan bahasa norma dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS jelas menunjukkan bahwa LPS adalah lembaga negara. Beberapa Pasal yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS yang menegaskan bahwa LPS independent namun bertanggungjawab kepada Presiden. 110
Lihat Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.152.
74
2. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS yang menegaskan bahwa LPS berkedudukan di Ibukota Negara dan dapat mempunyai perwakilan di berbagai daerah. 3. Pasal 90 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS yang menegakan bahwa Pertama, LPS dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga dalam negeri dan luar negeri. Kedua, LPS dapat bertindak sebagai anggota dari organisasi atau lembaga internasional mewakili Negara Republik Indonesia apabila terdapat ketentuan bahwa anggota dari organisasi atau lembaga internasional tersebut mengharuskan atas nama Negara. Status hukum LPS sebagai lembaga negara, semakin memperkuat bahwa kekayaan LPS merupakan bagian dari keuangan Negara. Dilihat dari pendapat para sarjana, Arifin P. Soeriatmadja berpendapat bahwa keuangan negara bersifat plastis tergantung kepada sudut pandangnya, jika dilihat dari sudut pandang pemerintah maka yang dimaksud keuangan negara adalah APBN. Menurut hemat peneliti, APBN tersebut dapat pula diartikan secara luas, yaitu meliputi seluruh pengeluaran negara untuk Departemen/Lembaga atau Badan Hukum Pemerintah serta pengeluaran yang diberikan sebagai modal kepada BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan. Arifin juga memberikan pengertian keuangan Negara dalam arti luas dan sempit, dalam arti sempit keuangan Negara hanya meliputi setiap badan hukum yang berwenang mengelola dan mempertanggungjawabkannya. Sehingga LPS yang merupakan badan hukum yang mendapatkan kakayaan awal dari Negara, memenuhi unsur sebagai bagian dari keuangan Negara menurut Arifin.
75
Sejalan dengan Arifin, A. Hamid Attamimi juga menyatakan bahwa keuangan Negara yang berkaitan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meliputi bukan hanya APBN yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang melainkan meliputi juga APBN yang dipisahkan, baik dipisahkan kepada Pemerintah Daerah, kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, maupun kepada badan lainnya. Dalam pendapatnya tersebut, A. Hamid Attamimi mengatakan bahwa APBN yang dipisahkan kepada badan lainnya termasuk dalam keuangan Negara yang pemeriksaan terhadap tanggung jawab penyelenggaraannya merupakan tugas BEPEKA dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR. Sarjana lainnya yang memberikan pengertian tentang keuangan Negara adalah M.hadi dan M.Soebagio, menurutnya keuangan Negara adalah hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya. Sementara itu yang dimaksud dengan hak dan kewajiban negara menurut beliau antara lain hak menciptakan uang, hak mendatangkan hasil, hak melakukan pungutan, hak meminjam dan hak memaksa sedangkan kewajiban negara meliputi kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat, dan kewajiban membayar hak-hak tagihan pihak ketiga. LPS sebagai lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden turut pula melaksanakan kegiatan penyelenggaraan negara, peran LPS sebagai lembaga penjamin perbankan yang didalam fungsinya menjamin pula simpanan nasabah-nasabah kecil merupakan bentuk kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat.
76
Pansus Hak Angket Century yang dibentuk oleh DPR menghasilkan kesimpulan dan rekomendasai yang kemudian dibahas atau ditindak lanjuti dalam Sidang Paripurna DPR. Dalam Sidang tersebut mayoritas DPR menyetujui bahwa dana bailout yang dikeluarkan LPS kepada Bank Century merupakan keuangan Negara dan ada indikasi pelanggaran hukum. Terdapat tiga opsi yang muncul dalam Sidang Paripurna tersebut, yaitu opsi A menyatakan bahwa dana bailout LPS ke Bank Century bukan merupakan keuangan Negara dan tidak melanggar hukum, opsi C menyatakan bahwa dana bailout LPS ke Bank Century merupakan keuangan Negara dan melanggar hukum. Hasil Sidang yang dilakukan dengan pengambilan suara melalu voting anggota DPR ialah 315 suara memilih opsi C dan 212 suara memilih opsi A.111 Rumusan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta dari beberapa pendapat sarjana dan kesimpulan Sidang Paripurna DPR tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa status hukum dana bailout yang dikeluarkan LPS kepada Bank Century merupakan keuangan Negara. Setelah diketahui bahwa dana bailout merupakan uang Negara, maka membawa implikasi hukum tersendiri dalam penanganan kasus Bank Century. Menurut hemat penulis untuk mengetahui implikasi hukumnya dilihat dari siapa yang bertanggung jawab atas pemberian dana bailout tersebut. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara dimiliki oleh Presiden selaku Kepala
111
-------, Panitia Khusus Hak Angket Bank Century, (www.id.wikipedia.org/wiki/Panitia_Khusus_Hak_Angket_Bank_Century, diakses tanggal 03 November 2011).
77
Pemerintahan, sebagai bagian dari kekuasaan Pemerintahan.112 Kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud di sini meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara. Kekuasaan Presiden tersebut disebut kekuasaan otorisasi, yang terdiri dari kekuasaan otorisasi umum dan kekuasaan otorisasi khusus. Kekuasaan sebagaimana disebut di atas kemudian dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.113 Dalam Hukum Keuangan Negara, Presiden sebagai pemegang kekuasaan otorisasi mendelegasikan sebagian kekuasaannya yaitu kekuasaan otorisasi khusus kepada Menteri Keuangan. Jika ditarik benang merah maka berdasarkan UU tentang Keuangan Negara pemberian kekuasaan kepada Menteri Keuangan oleh Presiden tersebut merupakan bentuk penyerahan kewenangan yang disebut delegasi dengan kewenangan untuk melaksanakan tugas dibidang pengelolaan fiskal dan kekayaan negara yang dipisahkan. 112
Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Lihat Pasal 6 ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 113
78
Mengenai kewenangan Menteri Keuangan dalam pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan tidak diberikan penjelasan lebih lanjut oleh UndangUndang tentang Keuangan Negara, tidak ditemui satu pasal pun terkait pengelolaan atas keuangan negara yang dipisahkan tersebut. Namun terlepas dari hal tersebut Menteri Keuangan sebagai penerima kewenangan secara delegasi harus menjalankan tugas tersebut dengan penuh tanggung jawab. Konsep pemberian kewenangan secara delegasi tersebut memberikan akibat hukum terhadap pertanggung jawaban atas kewenangan tersebut. Akibat hukum dari pemberian wewenang secara delegasi dari Presiden kepada Menteri Keuangan adalah : 1. Presiden sebagai pemberi delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang dimilikinya karena telah terjadi pengalihan wewenang kepada Menteri Keuangan. 2. Presiden tidak wajib memberikan instruksi (penjelasan) kepada yang Menteri Keuangan mengenai penggunaan wewenang tersebut namun berhak untuk meminta penjelasa mengenai pelaksanaan wewenang tersebut. 3. Tanggung jawab atas pelaksanaan wewenang berada pada pihak yang menerima wewenang tersebut. Oleh karena itu tanggung jawab atas pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan sepenuhnya merupakan tanggung jawab Menteri Keuangan. W.J.S. Poerwadarminta mengartikan kata tanggung jawab sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Tanggung jawab itu merupakan
79
suatu keharusan yang dibarengi dengan sanksi, bila terdapat sesuatu yang tidak benar dalam keadaan wajib menanggung segala sesuatu tersebut.114 Dalam sistem kabinet presidensiil seperti di Indonesia, menteri bertanggung jawab kepada Presiden. Hal tersebut juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bahwa Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.115 Tanggung jawab Menteri kepada Presiden juga sebagai konsekuensi bahwa Menteri diangkat oleh Presiden, kemudian dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e Menteri dapat diberhentikan oleh Presiden dengan alasan mana ditetapkan oleh Presiden.116 Oleh karena itu terhadap kekayaan negara yang dipisahkan, Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya tersebut kepada Presiden. Dengan konsekuensi jika Presiden tidak menerima pertanggungjawaban tersebut ialah sesuai dengan peraturan dalam perundang-undangan yang antara lain bisa dilihat dalam Undang-Undang tentang Kementerian Negara. Kekayaan negara yang dipisahkan dalam LPS yang digunakan untuk memberikan dana bailout kepada bank Century merupakan tanggung jawab dari Menteri Keuangan sepenuhnya karena seperti dijelaskan di atas bahwa kewenangan Presiden atas keuangan Negara yang terkait dengan kekayaan negara yang dipisahkan telah didelegasikan kepada Menteri Keuangan. Sementara itu 114
Arifin P. Soeriatmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara; Suatu Tinjauan Yuridis, PT Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 42. 115 Lihat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 116 Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyatakan bahwa Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena : a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; b. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; e. alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden.
80
berdasarkan Undang-Undang tentang LPS, LPS mempunyai kewajiban untuk melakukan laporan setiap tahunnya kepada Presiden dan DPR.117 Hal itu menurut penulis merupakan wujud tanggung jawab LPS kepada Presiden, tanggung jawab disini bukan merupakan tanggung jawab hingga tuntas sampai dalam artian hanya sebatas formalitas karena tidak diatur secara jelas mengenai mekanisme pertanggung jawaban dari LPS kepad Presiden. Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa implikasi hukum status hukum dana bailout bank Century ialah harus dipertanggung jawabkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden Republik Indonesia.
117
Lihat Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga penjamin Simpanan.
81
BAB V PENUTUP
A. 1.
SIMPULAN
Status hukum dana bailout yang dikeluarkan oleh LPS dalam kasus Bank Century dalam perspektif Hukum Keuangan Negara merupakan keuangan Negara. Dana bailout tersebut berasal dari kekayaan LPS yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, dimana kekayaan negara yang dipisahkan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan unsur dari keuangan negara.
2.
Implikasi hukum status hukum dana bailout dalam kasus Bank Century ialah harus dipertanggungjawabkan oleh Menteri Keuangan selaku penerima kewenangan delegasi dari Presiden Republik Indonesia untuk mengurusi pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya Menteri Keuangan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas tersebut kepada Presiden sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
B. 1.
SARAN
Perdebatan tentang status hukum dana bailout yang dikeluarkan oleh LPS kepada bank Century sebenarnya dikarenakan produk perundang-undangan yang rumusannya membingungkan. Sebaiknya pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003
tentang
Keuangan
Negara
agar tidak
menimbulkan
82
kebingungan dan perbedaan pendapat mengenai pengertian keuangan negara. 2.
Dana bailout yang totalnya mencapai Rp 6,7 Triliun tersebut pada prakteknya ternyata tidak sampai kepada nasabah Bank Century. Terhadap masalah ini seharusnya KPK melakukan penyelidikan sampai tuntas karena sudah ada indikasi bahwa pemberian dana bailout tersebut merugikan keuangan negara.
83
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Literatur Atmadja, Arifin P. Soeria, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara; Suatu Tinjauan Yuridis, PT Gramedia, Jakarta, 1986.
-------, Keuangan Publilk dalam Perspektif Hukum; Teori, Kritik, dan Praktik, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009.
Fauzan, Muhammad, Hukum Pemerintahan Daerah (Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah), UII Press, Yogyakarta, 2006.
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia, Surabaya, 2008.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.
Sutendi, Adrian, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
-------, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
Tim BEPEKA, Keuangan Negara dan Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, 1998.
Peraturan Perundang-undangan/Risalah Undang-Undang Dasar 1945.
84
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan.
Risalah Rapat Panitia Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Pengusutan Kasus Bank Century.
Artikel/Jurnal/Karya Ilmiah Lainnya Abuwaras, “Kasus Awal Century, Dua Pemerintahan Ikut Terlibat”, 2009, 16 Desember, www.forum.detik.com/kasus-awal-century-dua-pemerintahanikut-terlibat-t131582.html?t=131582, diakses tanggal 23 Mei 2011.
Anonim, “Bank Century”, www.id.wikipedia.org/wiki/Bank_Century, diakses tanggal 12 Januari 2011.
-------,
“Kasus Century adalah Perampokan”, 2010, 8 Januari, www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/01/08/43975/Kasu s-Century-Adalah-Perampokan, diakses tanggal 02 Maret 2011.
-------, “Kontroversi Status Uang LPS? Inilah Penjelasan dari Dokternya”, 2010, 31 Januari 2010, www.politik.kompasiana.com/.../kontroversi-status-uanglps-inilah-penjelasan-dari-dokternya, diakses tanggal 07 Maret 2011.
-------, “Bailout”, www.id.wikipedia.org/wiki/Bailout, diakses tanggal 13 Maret 2011.
85
-------,
“Lembaga Penjamin www.id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Penjamin_Simpanan, tanggal 13 Maret 2011.
Simpanan”, diakses
-------, “Bank Gagal”, www.id.wikipedia.org/wiki/bank_gagal, diakses tanggal 15 April 2011.
-------,
“Akuntansi Kliring”, www.masodah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/.../AKUNTANSI++
KLIRING.d..., diakses tanggal 23 Mei 2011.
-------,
“Pengertian dan Indikator Dampak Sistemik”, www.indonesiarecovery.org/respon-pemerintah-indonesia-dankssk/dampak-sistemik, diakses tanggal 2 Juni 2011.
-------, “Bab I Tinjauan Umum”, www.elearning.gunadarma.ac.id, diakses tanggal 26 Juni 2011.
-------, “Otto Eckstein”, www.en.wikipedia.org/wiki/Otto_Eckstein, diakses tanggal 2 Juli 2011.
-------, ”Merger”, www.id.wikipedia.org/wiki/Merger, diakses tanggal 5 Juli 2011.
-------, “Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan (modul diklat teknis substantif spesialisasi pengelolaan kekayaan negara)”, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Keuangan Umum, 2007, www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/index.php.com, diakses tanggal 18 Juli 2011.
-------,
“Panitia Khusus Hak Angket Bank Century”, www.id.wikipedia.org/wiki/Panitia_Khusus_Hak_Angket_Bank_Century, diakses tanggal 03 November 2011.
Djaelani, Firdaus, “Siaran Pers, Nomor : Press-009/LPS/VIII/2009 Penanganan Bank Century sesuai Undang-Undang LPS”, www.lps.go.id/v2/images/publikasi/Press Release tentang Penanganan Bank Century Sesuai UU LPS.pdf, diakses tanggal 23 April 2011.
86
Djiwandono, J. Soedradjad, “Masih Bergulat dengan Masalah BLBI”, www.pacific.net.id/pakar/sj/masih_sekitar_masalah_blbi, diakses tanggal 23 Mei 2011.
Fauzan, Muhammad, “Hukum Keuangan Negara”, (Materi Kuliah Hukum Keuangan Negara Fakultas Hukum Unsoed).
Kamal,
Mustofa, “Dilema Jati Diri Keuangan Negara”, www.pusdiklatwas.bpkp.go.id/.../DILEMA_JATI_DIRI_KEUANGAN_N EGARA, diakses tanggal 4 September 2010.
Kasmadi, “Bailout, produk kapitalis yang menyengsarakan rakyat!”, www.kasmadi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=45: bailout-produk-kapitalis-yang-menyengsarakan-rakyat, diakses tanggal 17 Januari 2011.
Prayitno, Cuk, “Tinjauan Yuridis Badan Hukum di www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128954-T%2026671..., tanggal 14 maret 2011.
Indonesia”, diakses
Purnomo, Hendaru, “Kronologi Membengkaknya Bailout Bank Century oleh LPS”, www.arsipberita.com/show/kronologi-membengkaknya-bailoutbank-century-oleh-lps-2524, diakses tanggal 13 April 2011.
Putra, “Indikator Kesehatan Bank dan Rasio-rasio Keuangan”, 2009, 23 September, www.putracenter.net/2009/09/23/indikator-kesehatan-bankdan-rasio-rasio-keuangan, diakses tanggal 10 Juli 2011.
Siagian, Patuan, “Peranan Departemen Keuangan dalam hal Pengelolaan Keuangan Negara Terkait dengan Sistem DIPA (Studi di Departemen Keuangan RI Jakarta)”, Universitas Brawijaya, www.elib.ub.ac.id/bitstream/.../Peranan-Departemen-Keuangan-dalamhal-pengelolaan-keuangan-negara-terkait-dengan-sistem-DIPA-%3Astudy-di-Departemen-Keuangan-RI-Jakarta, diakses tanggal 25 Juni 2011.
Suhendra, “Tragis, Nasabah Bank Century Jambi Bunuh Diri”, detik finance, 2009, 14 Februari, www.finance.detik.com/.../tragis-nasabah-bankcentury-jambi-bunuh-diri, diakses tanggal 09 April 2011.
87
Taufik, Sholla, “Kronologi Aliran Rp 6,7 Trilyun ke Bank Century”: Tempo (on line), 2009, 14 November, www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/11/14/brk,20091114-208353, diakses tanggal 12 Januari 2011.
Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, “Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penangan Krisis Bab IV: BI, KSSK, dan LPS, berbagi peran dalam antisipasi krisis”, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Januari 2010, www.id.wikisource.org/wiki/Upaya_Pemerintah_dalam_Pencegahan_dan _Penanganan_Krisis/Bab_IV, diakses tanggal 05 Juli 2011.
-------, “Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penangan Krisis Bab V: Kronologis Menuju Pengambilan Keputusan KSSK”, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Januari 2010 www.id.wikisource.org/wiki/Upaya_Pemerintah_dalam_Pencegahan_dan _Penanganan_Krisis/Bab_V, diakses tanggal 05 Juli 2011.
-------, “Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penangan Krisis Bab IX: Tanya Jawab”, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Januari 2010 www.id.wikisource.org/wiki/Upaya_Pemerintah_dalam_Pencegahan_dan _Penanganan_Krisis/Bab_IX, diakses tanggal 05 Juli 2011.
Wijaya, Risna, “Prospek Perbankan dan Keberadaan LPS: Berorientasi kepada penciptaan stabilisasi”, 2011, 18 Juli, www.lps.go.id/v2/home.php?link=publikasi&pub_id=24, diakses tanggal 18 Juli 2011.
88
RISALAH RAPAT PANITIA HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGUSUTAN KASUS BANK CENTURY
RAPAT MEMINTA KETERANGAN DENGAN ERMAN RAJAGUKGUK DAN NATABAYA TANGGAL, 25 JANUARI 2010
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
89
RISALAH RAPAT PANITIA HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGUSUTAN KASUS BANK CENTURY Tahun Sidang : 2009-2010 Masa : II Persidangan Rapat ke : Jenis Rapat : Rapat Meminta Keterangan Dengan : Erman Rajagukguk dan Natabaya Sifat Rapat : Terbuka Hari, tanggal : Senin, 25 Januari 2010 Tempat : Ruang Rapat KK I, Gedung Nusantara Ketua Rapat : Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria, S.IP, M.H. Sekretaris : Drs. Agus Siahaan, M.M. Acara : Meminta keterangan/penjelasan sesuai dengan keahliannya dalam rangka Penyelidikan Panitia Angket DPR RI terkait dengan kebijakan Bailout Bank Century Hadir : 30 orang dari 30 Anggota Pansus Anggota Anggota yang hadir: PIMPINAN: PARTAI GOLONGAN KARYA: 1. DR. M. Idrus Marham 2. Mayjen. TNI (Purn) Yahya Sacawira, S.IP 3. Prof. DR. Topane Gayus Lumbuun, SH, MH 4. Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si PARTAI DEMOKRAT: 5. Ruhut Poltak Sitompul, SH 6. Sutjipto, SH. MKN 7. Gondo Radityo Ganbiro 8. Anas Urbaningrum/Michael Wattimena, SE. MM 9. Achsanul Qosasi 10. I Wayan Gunastra/Didi Irawadi Syasuddin, SE., LLM 11. DR. Benny K. Harman, SH/DR. IR. Mohammad Ja’far Hafsah PARTAI PDI PERJUANGAN:
12. Drs. Ade Komarudin, MH 13. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, Bc IP. Msi 14. DR. H. Harry Azhar Azis, MA 15. Melchias Marcus Mekeng 16. DR. Azis Syamsuddin
PARTAI SEJAHTERA
KEADILAN
90
17. Prof. DR. Hendrawan Supratikno 18. Maruarar Sirait, S.IP 19. Ganjar Pranowo, SH 20. Dra. Eva Kusuma Sundari, MA,
21. Fahri Hamzah, SE 22. Andi Rahmat, SE
MDE
PARTAI AMANAT NASIONAL:
23. Ir. Tjatur Sapto Edy, MT 24. Asman Abnur, SE., MSi
PARTAI KEBANGKITAN BANGSA: 27. H. Agus Sulistiyono, SE 28. Drs. Mohammad Toha, S.Sos, M.
PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN: 25. H.M. Romahurmuziy, ST.,MT 26. Ahmad Yani, SH., MH PARTAI GERINDRA: 29. H. Ahmad Muzani
Si PARTAI HANURA: 30. Drs. HA. Fuazi Achmad, MBA
KETUA RAPAT (Mayjen. TNI (Purn) YAHYA SACAWIRA, S.IP): Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang terhormat Profesor PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D. dan Saudara Profesor H.A.S. Natabaya, S.H., L.L.M. 91
Saudara Pimpinan Panitia Angket dan Saudara Anggota Panitia Angket yang Saya hormati, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karunianya kepada kita sehingga kita bisa hadir dalam rapat lanjutan Panitia Angket DPR RI dengan Saudara Erman Rajaguguk dan Profesor HAS. Natabaya dalam keadaan sehat wal afiat. Sesuai dengan laporan Sekretariat sudah kuorum, dan jumlah fraksinya sudah kuorum maka Rapat Panitia Angket Saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. (RAPAT DIBUKA PUKUL 11.03 WIB) Saudara-saudara sekalian, Selanjutnya kami dari Pimpinan Panitia Angket akan membacakan susunan acara. Yang pertama pengantar Ketua Rapat, yang kedua pengambilan sumpah, yang ketiga tanya jawab dan kata akhir dari pakar dan terakhir penutup. Kira-kira ini bisa disetujui? (RAPAT:SETUJU) Kemudian Saudara sekalian sekarang Pukul 11.04 WIB Saya tawarkan Pukul 13.00 WIB tahap pertama dan nanti akan berlanjut mungkin break dan dilanjutkan untuk tahap kedua, setuju. (RAPAT:SETUJU) Perlu kami informasikan bahwa menurut Pasal 8 ayat (1) , ayat (2) UndangUndang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum memberikan keterangan Saudara Ahli sekali lagi kami sampaikan Saudara Ahli untuk mengucapkan sumpahnya sesuai dengan agama yang dianut. Pertanyaan kami dari Pimpinan, bersediakan Saudara untuk disumpah? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bersedia. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Bersedia. KETUA RAPAT: Baik kalau bersedia menurut agama? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Islam. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Islam. KETUA RAPAT: Baik terima kasih. Saya persilakan Bapak mengambil tempat dan kami akan melaksanakan penyumpahan. Dan rohaniawan Saya persilakan mengambil tempat. PIMPINAN PANSUS PAKAR (Mayjen. TNI (Purn) YAHYA (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SACAWIRA, S.IP) S.H., L.L.M., Ph.D.) (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.):
92
Bismillahirrahmanirrahim, Demi Allah Saya bersumpah, Bahwa Saya sebagai Ahli dalam Pansus Angket DPR RI tentang Pengusutan Kasus Bank Century akan memberikan pendapat atau pandangan sesuai keahlian Saya secara jujur dan benar. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada Saya. Amin.
Bismillahirrahmanirrahim, Demi Allah Saya bersumpah, Bahwa Saya sebagai Ahli dalam Pansus Angket DPR RI tentang Pengusutan Kasus Bank Century akan memberikan pendapat atau pandangan sesuai keahlian Saya secara jujur dan benar. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada Saya. Amin.
Saya persilakan untuk tanda tangan Pak. (PAKAR MENANDATANGANI BERITA ACARA) Saudara-saudara sekalian, Sesuai dengan aturan main yang sudah kita sepakati tetap kita akan menggunakan tata cara secara bergiliran dari fraksi dan waktu yang diberikan kepada fraksi tersebut tetap proporsional. Sehingga kita bisa memanfaatkan waktu yang betul-betul tersedia. Untuk giliran yang lalu itu adalah Fraksi Hanura lalu giliran yang sekarang karena Gerindra tidak ada maka kita berikan kesempatan kepada Fraksi Partai Demokrat. Nanti bergilir terus sampai kebawah sehingga ini kita bisa laksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Kria-kira sementara itu dari kami. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Interupsi Pimpinan. Kami sependapat dengan Pimpinan, tapi perlu paling tidak kita semua Pansus, pertama semangat kita kaitan dengan dibukanya, seterbuka-bukanya agar terang-benderang Pansus Kasus Bank Century ini yang mana sama-sama kita ketahui dan ini juga permintaan kita agar dibuka dan terbuka untuk umum. Bahkan kita semua mengetahui dari Sabang sampai Papua mengikuti sidang Pansus ini. Pimpinan kami mohon agar tegas karena apapun kita sudah lewat satu jam lebih. Dilain pihak kita mengetahui seperti kami disini dari beberapa Komisi III, sebenarnya juga ada acara dari Pukul 9.00 WIB terpaksa harus kami tinggali, kami RDP dengan KPK. Saya rasa begitu juga komisi lain yang kebetulan juga dia di Pansus. Karena itu Pimpinan apabila nanti ada sahabat-sahabat Pansus lainnya datang tolong sebelum mereka menanya Pimpinan menyampaikan, maaf. Waktu mereka bertanya Pimpinan jangan segan-segan menghentikan apabila pertanyaan yang diulang-ulang. Kenapa? Apalagi tadi kita mau sepakat Pukul 12. WIB kita mau istirahat, karena apapun kita harus menyadari. Kita ini walaupun mengulang-ulang walaupun itu memang hak dari pada semua Anggota Pansus tapi kita juga harus memberi pembelajaran kaitan disiplin, itu yang ingin kami sampaikan Pimpinan. Kalau kurang berkenan Saya mohon maaf. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT:
93
Baik Saudara sekalian, Saya berharap nanti waktu itu bisa ditepati dan kalaupun toleransi akan berkembang itu mungkin tolerasi tidak lebih dari 5 menit sehingga kita bisa menjalankan, melaksanakan sesuai dengan jadwal. Saudara sekalian, Sebelum masuk kepada tanya jawab hak dari masing-masing fraksi. Didepan meja Saudara sekalian sudah ada curriculum vitae untuk Profesor Erman Rajaguguk dan Profesor Nata Baya. Sehingga Saya lebih senang memanggilnya belakangnya karena lebih popular sehingga Saya tidak perlu lagi membacakan curriculum vitae tersebut karena nanti tidak efektif waktunya kalau dibacakan satu-persatu. Tapi yang jelas Saudara sudah bisa membaca secara gamblang. Kira-kira itu, kemudian yang disebelah kanan Saya. Jadi yang disebelah sini Profesor Erman Rajagugugk dan disebelah sini Profesor Nata Baya. Saya pikir waktu sekarang Pukul 11.10 WIB. Saya minta toleransi tiap-tiap ini sesuai dengan ini 20 menit, 15 menit, 20 menit kemudian kita berikan proporsional sesuai dengan jumlah fraksinya. Baik terima kasih dan mungkin akan bisa kita mulai. Baik, Saya persilakan sekarang yang pertama dari Fraksi Partai Demokrat, Pukul 11.10 WIB. Silakan Pak. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Yang Saya hormati Pimpinan, Rekan-rekan Anggota Panitia Angket, Para Ahli Pak Erman dan Pak Natabaya, Pertama kami ingin mendalami dan ingin mendapatkan pandangan dari ahli tentang status dana LPS. Menurut pendapat BPK dana LPS itu adalah uang negara. Beberapa argumentasi ketika waktu itu disampaikan ketika pendalaman di Panita Angket ini mengapa dana LPS itu disebut sebagai uang negara? Karena pertama, itu adalah kekayaan yang diperoleh dengan fasilitas pemerintah. Yang kedua, uang yang dipungut oleh aparatur negara itu adalah termasuk uang negara dan juga disebutkan oleh BPK bahwa karena laporan keuangan LPS itu diaudit oleh BPK. Menurut pandangan Ahli, Pak Erman dan Pak Nata Baya. Apakah memang dana LPS itu termasuk dalam kategori uang negara? Silakan. KETUA RAPAT: Langsung Pak, karena ini pertanyaan langsung kepada Bapak bedua secara bergiliarn, boleh Pak Erman dulu atau Pak Nata Baya dan silakan mic-nya bsia dihidupkan supaya langsung bisa berinteraksi. Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bapak Pimpinan Sidang Pansus yang Saya hormati, Pertama-tama perkenankan Saya menyampaikan rasa banyak terima kasih atas kehormatan yang diberikan sehingga Saya bisa didengar dalam Pansus ini. Yang kedua, menurut hemat Saya sejak dahulu Saya bertitik tolak dengan katakata badan hukum. Sebagai pengajar dalam Ilmu Hukum, didalam Ilmu Hukum itu subyek hukum itu ada dua, manusia dan badan hukum. Yaitu badan yang dianggap sebagai manusia. Apa subyek hukum itu, mempunyai hak dan kewajiban dapat digugat dan menggugat, dan dapat mempunyai kekayaan tersendiri, terpisah dari pendirinya, terpisah dari pengawasnya, pengurusnya. Jadi setiap institusi yang mempunyai status badan hukum mempunyai kekayaan sendiri. 94
Ada yang mengatakan bahwa iya, itu kekayaannya kan modalnya didapat dari Pemerintah. Tapi badan hukum itu kalau sudah dijadikan modal maka bukan uang pemberi modal lagi, tapi menurut pendapat Saya uang dari badan hukum itu sendiri. Umpamanya kita mendirikan perseroan terbatas badan hukum. Saya memberikan modal tanah Saya, Saya pisahkan dari kekayaan Saya. Ketika PT itu sudah mendapat status badan hukum dari Departemen Hukum dan HAM misalnya, maka Saya tidak boleh lagi mengatakan itu tanah Saya. Itu tanahnya badan hukum. Lalu apa yang Saya dapatkan dari menyerahkan modal itu, ya itu saham. Itu hak milik Saya. Ada pendapat yang mengatakan uang yang dipungut oleh aparatur negara itu uang negara. Saya mengatakan bahwa yang dipungut oleh LPS itu adalah pengurus LPS. Jadi dia itu sebagai pengurus dari pada yang Saya namakan institusi. Di Amerika Serikat LPS ini sama dengan Federal Deposit Ciompany, suatu koorperasi. Ada juga yang mengatakan karena dia mendapat fasilitas dari negara yaitu ada didalam Undang-Undang LPS itu mengatakan bahwa bank-bank ikut menjadi Anggota untuk penjaminan itu maka dia dapat permi itu, maka itu uang negara. Bagi Saya itu tidak sependapat karena banyak undang-undang kita yang mengamanatkan masayarakat misalnya mendapat amanat dari undangundang. Misalnya begini, pekerja-pekerja kita harus mendapat upah minimum, ini amant undang-undang. Apakah pekerja-pekerja itu karena mendapat upah minimum adalah uang negara, sama sekali tidak. Saya menurut Undang-Undang Dosen mengatakan bahwa guru besar itu mendapat tunjangan profesi, tunjangan keahlian. Kalau Saya terima uang itu kemudian ada misalnya mencopet uang Saya dijalan. Maka dia tidak mencopet uang negara, itu mencopet uang Saya. Begitu juga kalau kita misalnya Undang-Undang Penanaman Modal itu pendapat, ada Undang-Undang Penanaman Modal, pasal-pasal itu mengatakan bahwa mendapat fasilitas keringanan biaya masuk. Maka misalnya Saya pengusaha mengimpor bahan baku dengan fasilitas keringanan biaya masuk dan Saya menjadikan bahan baku itu barang jadi sehingga Saya jual lagi, diekspor lagi pendapatan itu menjadi milik Saya, bukan keuangan negara. Banyak lagi, Notaris, diatur oleh undang-undang honorariumnya diatur oleh undang-undang, mendapatkan fasilitas dengan undang-undang, bukan uang negara. Uang Notaris itu. Dan tapi Saya strick kepada badan hukum, bahwa badan hukum itu mempunyai kekayaan tersendiri. Dan ini sudah dibuktikan pada waktu Pemerintah merasa ragu-ragu mengenai status keuangan negara pada BUMN pada masa lalu. Ada pendapat kalangan ahli hukum bahkan DPR pada waktu itu, ya sudah saja Undang-Undang Keuangan Negara itu diubah dengan diamandemen. Tapi ada yang mengatakan kita Fatwa Mahkamah Agung lah. Makamah Agung waktu itu member Fatwa bahwa Pasal 2 di Undang-Undang Keuangan Negara itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Artinya piutang BUMN, bank-bank BUMN itu bukan piutang negara, dan utang BUMN itu bukan utang negara. Disitulah Saya merasa berkeyakinan bahwa uang dari badan hukum itu milik badan hukum. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Karena 4 tiliun dari dana LPS itu adalah dari Keuangan Negara yang dipisahkan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): 95
Ini yang sudah Saya katakana tadi, sudah menjadi modal dari LPS. Saya mengatakan Saya juga memasukan modal dalam PT, badan hukum, Saya tidak boleh mengatakan lagi itu uang Saya. Itu uangnya LPS walaupun itu berasal dari APBN yang dipisahkan. Jadi sudah masuk dia kedalam uang. Jadi Saya ini Saya pisahkan tanah dari harta Saya masuk kedalam modal PT misalnya, tidka boleh Saya mengatakan lagi ketika PT menjadi badan hukum. Itu tanah Saya tidak bisa. Sisanya pendapat saham. Di dalam LPS dia bukan berbentuk PT, dia berbentuk institusi tetapi badan hukum. Apa yang didapat negara? Ya itu kita lihat dari Pasal Undang-Undang LPS itu nanti kalau ada kelebihan dari premi-peremi ini maka itu masuk dalam PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Itulah yang menjadi milik negara, penerimaan negara bukan pajak, sisa hasil usaha tersebut yang dihitung pada akhir tahun. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Tapi kan itu diaudit oleh BPK? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Iya, diaudit BPK karena Undang-Undang mengatakan audit oleh BPK, tidak apa-apa itu. Audit BPK tidak berarti itu keuangan negara. Tidak berati. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Ada dasar hukum yang menjelaskan bahwa keuangan suatu lembaga yang diaudit oleh BPK itu tidak selalu uang negara? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Tidak ada kata-kata begitu tidak ada, sepanjang sepengetahuan Saya tidak ada. Tapi doktrin hukum mengatakan bahwa uang badan hukum itu mempunyai harata kekayaan sendiri. Kalau Undang-Undang LPS mengatakan BPK mengaudit, sah-sah saja BPK mengaudit itu. Tidak berarti itu keuangan negara. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Apakah dengan audit BPK itu tidak bisa dijadikan dasar kebijakan bahwa itu disebut sebagai uang negara? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Pimpinan Sidang izinkan Saya berpendapat, tidak. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Baik. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Karena dia tidak bisa mengalahkan doktrin hukum itu yang sudah universal di common law, divisi law, dan sejak abad ke-17, ke-18. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Terima kasih. Pak Nata Baya silakan. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Terima kasih Saudara Pimpinan yang telah memberikan keterangan ahli mengenai masalah yang dipertanyakan ini. Untuk menjawab apakah dana LPS itu apakah uang negara atau tidak. Tentu kita harus mempunyai satu kebijakan. Memang didalam Pasal (81) dari PPATK dikatakan, “kekayaan LPS merupakan asset negara yang dipisah”. Sekarang apakah itu keuangan negara atau tidak? Tentu batu pijakannya adalah undangundang. Didalam Undang-Undang Keuangan Negara ini jelas mengatakan bahwa Saya bacakan. Pasal (1), keuangan negara adalah sebuah hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu upaya berupa 96
uang maupun berupa barang-barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban hukum. Pasal 2, “keuangan negara yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (1) meliputi”, Ini Saya bacakan saja, “kekayaan negara yang dikelola sendiri berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara dan perusahaan daerah”. (e), “kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah”. Inilah batu pijakan kita untuk menilai apakah sesuatu keuangan negara itu termasuk uang negara atau tidak. Bahwa apa yang diperosalkan Pak Erman memang ini menjadi suatu persolaan. Karena dikatakn LPS itu adalah badan hukum, inilah yang menjadi persoalan. Dan ini pada waktu Saya di Mahkamah Konstitusi sudah ada yang mempersoalkan tapi tidak menjadi. Apakah benar bahwa uang yang dipisahkan oleh Pemerintah kepada suatu badan hukum itu masih menjadi milik Pemerintah. Satu contoh, kasus ini, Saya kasih satu contoh kasus NEM. Bahwa seseorang yang meminjam uang di Bank Negara, dia jatuh palilit dan ternyata kepailitannya itu bukan kesalahan perusahaan, tapi dia didakwa menyalahgunakan merugikan keuangan negara. Keuangan itu yang dirugikan itu adalah keuangan dari bank itu sendiri. Karena sudah merupakan milik badan hukum. Tapi undang-undang menyatakan demikian. Disinilah sebetulnya adanya ketidak sesuaian antara udang-undang dengan apa yang dikatakan oleh Pak Erman tadi. Ini yang menjadi permasalahan oleh karena itu memang Saya tidak tahu, kata Bapak itu yang masih Wasekap ya. Pembentukan undang-undang ini, pasal ini begini bunyinya. Sesuatu yang sudah dipisahkan. Jadi apa artinya dipisahkan. Kekayaan LPS merupakan asset negara yang dipisahkan, what does it mean dipisahkan? Apakah itu hak right dari pada itu dipisahkan, dipindahkan,beralih lah dia. Tetapi undang-undang keuangan negara. Sehingga oleh Undang-Undang Keuangan Negara itu berbunyi, maka BPK mempunyai kewenangan untuk memeriksanaya. Karena dikatakan didalam pasal mengenai wewenang dari pada BPK dalam melaksanakan tugasnya BPK berwenang sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang 1945, menentukan obeyk pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan utang, menentukan waktu metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan. Dimana didalam Pasal 1 disebutkan, “dalam memeriksa keuangan yang selanjutnya disebut BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945”. Disinilah undang-undang ini menjelaskan, menguraikan, menginterpretasikan what is keuangan negara itu? Tapi didalam praktek memang sekarang ada hal-hal yang menjadi, ini sekarang full, dispute-nya disini. Itu Saya kira Saudara Anas. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Pak Nata Baya, apakah menurut Bapak debat soal ini uang negara atau tidak, ini masuk kategori keuangan negara atau tidak, itu karena aturan atau undangundangnya yang multi tafsir atau memungkinkan adanya dispute tadi atau ada hal yang tidak jelas? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Kalau Saya berpendapat memang apa pengertian yang didalam undangundang ini tidak sesuai dengan pengertian-pengertian yang pengertian asset 97
negara yang dipisahkan itu. Ini karena dia mengatakan didalam ini masih tetap dikatakannya, yang Saya bacakan tadi. Pasal 2 huruf (e) tadi, bahwa keuangan itu termasuk yang sudah dipisahkan itu juga termasuk masih keuangan negara. Itu yang menjadi persoalan. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Jadi memang ada soal didalam undang-undangnya ya? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Didalam undang-undangnya ada soal sebetulnya. Ini sebab ini sudah ada pada waktu tahun 2005, ada pertemuan tidak sebut apa namanya itu. Bagiamana ini Pak Nata Baya ada pertemuan, ini memang Saya ada persoalan ini. Ini sebenarnya kalian harus ajukan uji materi sehingga ini jelas bagaimana ini kedudukan Pasal (g) dan Pasal (e) kedua-dua itu keuangan negara itu. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Kalau begitu menurut pandangan Bapak sebagai ahli ketika status dana LPS itu adalah asset negara yang dipisahkan apakah itu masih masuk didalam konteks uang negara atau memang sudah dipisahkan itu diluar keuangan negara. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Kalau berbicara menurut undang-undang maka itu keuangan negara karena sesuai dengan bunyi itu tadi. Udang-undang menyatakan demikian. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Masuk keuangan negara ya? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ya. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Tetapi ada soal dengan undang-undang itu sendiri? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ya ada persoalan mengenai undang-undang ini sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Erman tadi bahwa karena ini adalah badan hukum. Badan hukum itu adalahs sesuatu subyek hukum buatan yang mempunyai milik pribadi. Pribadi dari pada badan hukum itu yang dipisahkan dengan asset dari pada pribadi, ini apa namanya badan hukum itu dipisahkan kekayaannya daripada anggotaanggotanya. Sehingga anggota-anggotanya itu pun hanya bertanggungjawab sebesar apa yang dimasukkannya. Sehingga kalau yang melakukan lalulintas hukum, badan hukum itu dia bergerak sebagai person sendiri. Oleh karena itu dikatakan rush person. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Terima kasih Pak Nata Baya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bapak Pimpinan Saya boleh menambahkan Bapak Pimpinan? Dengan izin Bapak Pimpinan. Memang pendapat bahwa badan hukum itu bukan keuangan negara itu nanti ada yang keberatan mengatakan bahwa kalau begitu tidak bisa dong ditindak pidana korupsi oleh KPK. Karena Undang-Undang Korupsi kita itu mengatakan, korupsi itu keuangan negara, merugikan keuangan negara. Saya berpendapat lain Pak, dasar Saya adalah Konvensi PBB Tahun 2003 yang Indonesia sudah menjadi anggota dengan ratifikasi dengan undang-undang tahun 2006, yang mengatakan korupsi itu bukan uang negara saja, uang siapa saja. Cuma saja konvensi PBB itu tidak bisa langsung berlaku kalau tidak dituangkan dalam undang-undang nasional dari masing-masing anggotanya, konvensi. Saya berkeinginan, berpendapat Undang-Undang Anti Korupsi kita diubah bukan merugikan keuangan negara saja korupsi itu tapi merugikan 98
keuangan swasta juga. Kalau itu menuggu diubah bagaimana diubahnya. Ya dengan Perppu lah. Perppu bisa mengubah Undang-Undang Anti Korupsi itu memasukkan uang siapa saja bisa dianggap korupsi. Mengubah dengan Perppu ya kita bisa lihat, dari tiga Perppu dua disetujui oleh DPR pada masa lalu itu, mengubah Undang-Undang Bank Indonesia dan mengubah UndangUndang LPS. Pada Saya, pada waktu dulu juga pemerintahan yang lalu mengubah undag-undang itu dengan Perppu. Misalnya Undang-Undang Pemilihan Umum dikatakan pada tanggal X, tapi di Kepulauan Mentawai yang ombaknya waktu itu 6 meter, helicopter pun tidak bisa terbang. Kemudian di Papua dimana masyarakat itu untuk pergi ke kotak suara itu bisa dua hari, dua malam jalan kaki maka Pemerintah pada waktu itu mengatakan dengan Perppu, Pemilihan Umum dikedua daerah tersebut pada hari X atau pada tanggal dilakukannya pemilihan umum itu. Begitu juga Bapak Pimpinan yang Saya hormati, Undang-Undang Kehutanan mengatakan bahwa dilarang pertambangan terbuka di hutan lindung. Padahal Pemerintah pada waktu itu sudah memberikan izin kepada puluhan investor asing. Investor asing pada waktu itu sudah siap-siap membawa Pemerintah ke Konvensi Abritasi Izin tapi Pemerintah mengubah itu dengan Perppu mengatakan bahwa izin-izin yang sudah ada tetap berlaku sebelumnya tetap berlaku walaupun undang-undang ini ada aturan peralihan. Jadi itu Bapak Pimpinan yang Saya hormati, teman-teman sekalian. Jadi untuk mengubah undang-undang itu dengan Perppu biasa saja didalam masalah hukum itu. Tetapi walaupun tidak diubah Bapak, Saya berpengharapan terhadap hakim-hakim kita. Hakim-hakim kita tidak boleh menolak suatu perkara karena undang-undang tidak ada atau tidak jelas, hakim harus mencipta hukum. Maka hakim bisa juga mengubah undang-undang. Misalnya Undang-Undang Buruh, dikatakan Undang-Undang Merek itu yang mempunyai hak adalah pendaftar pertama. Tapi Putusan Mahkamah Agung dalam Thanco Akiong mengatakan pendaftar pertama yang beritikad baik. Barulah amandemen undang-undang berikutnya itu menambahkan pasal itu pendaftar pertama yang beritikad baik. Yang lebih tragis lagi, yang lebih ekstrim lagi tidak ada undang-undang, hakim bisa memutus. Misalnya dalam penggantian kelamin. Iwan Rubiyanto seorang laki-laki pergi ke Singapura operasi kelamin, pulang-pulang jadi wanita, paspor pun sudah harus beganti dengan surat keterangan KBRI Singapur bahwa memang betul itu Iwan Rubiyanto yang lama menjadi Fifian Rubiyanti. Dia minta kepada pengadilan Jakarta Pusat pada waktu itu, pengadilan istimewa Jakarta. Sah kan Saya laki-laki jadi perempuan. Hakim mengatakan, bingung dia mana ada undang-undang, tidak ada undang-undang penggantian kelamin. Tapi hakim mendengarkan ahli kandungan, mendengarkan psykiater, mendengarkan ulama dan rohaniawan, mengatakan bagaimana ini kesimpulannya. Bapak Pimpinan yang Saya hormati, Iwan Rubiyanto tadinya menjadi Fifian Rubiyanti, tidak ada undang-undang. Jadi itu diikuti oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Sukoco menjadi Henriyanti Sukoco. Dua tahun kemudian itu, tidak ada undang-undang penggantian kelamin, tapi sah itu. Jadi Saya berpengharapan kalau Pemerintah tidak mau mengeluarkan Perppu untuk memberantas korupsi, memperkuat yuridiksi dari KPK atau Kejaksaan Agung. Supaya memperluas yuridiksinya bukan keuangan negara saja tetapi 99
keuangan siapa saja termasuk keuangan swasta, Hakim Saya kira. Bisa menyatakan itu bahwa korupsi itu kewenangan siapa saja. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Melanjutkan sedikit soal ini, Pak Erman. Apakah artinya menurut pandangan Pak Erman sebagai ahli kalau ada uang bank yang diambil secara tidak sah oleh pemiliknya itu termasuk dalam kategori korupsi? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Menurut konvensi PBB itu, united nation aganis anti corruption itu mengatakan iya itu terjadi penggelapan, terjadi korupsi di perusahaan swasta itu. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Berarti Robert Tantular dalam kasus ini juga korupsi. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bukan korupsi lagi, itu sudah perampokan itu. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Permpokan bin korupsi ya? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Iya, itu tambah itu. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Baik, satu hal lagi. Soal status Perppu JPSK. Saya mengutip risalah Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008. Dalam hal pendapat akhir fraksifraksi. Pendapat akhir fraksi-fraksi waktu itu yang menerima adalah Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS, Fraksi PPP, Fraksi PDS, dan Fraksi PDS memberikan catatan tambahan agar Pemerintah segera mengajukan RUU JPSK, ada tiga fraksi yang menyatakan belum dapat menyetujui yaitu Fraksi partai Golkar, Fraksi PKB dan Fraksi PBB. Yang eksplisit menolak adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PAN dan Fraksi PBR. Kemudian keluar surat Ketua DPR tanggal 24 Desember 2008 pada Presiden, pada Pemerintah agar Pemerintah segera mengajukan RUU JPSK. Menurut pandangan ahli dengan gambaran seperti itu bagiamana status Perppu JPSK itu, Perppu Nomor 4 Tahun 2008 itu dan itu terkait dengan dikembalikannya surat Presiden yang berisi pengajuan RUU pencabutan Perppu JPSK pada akhir 2009, Desember 2009. Mohon pandangan ahli. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan Sidang izinkan Saya berpendapat demikian ini. Memang pada 18 Desember itu Saya juga membaca risalah rapat itu. 4 fraksi setuju, 4 fraksi menolak, 2 fraksi belum memberikan pendapatnya menolak atau menyetujui. Ada kalimat perlu pembicaraan untuk memperdalam pembicaraan lebih lanjut pada waktu itu. Satu lagi fraksi mengatakan akan mempertimbangkan lebih lanjut. Berarati Ketua DPR pada waktu itu memang Saya bisa memahami surat itu mengatakan tidak menolak, tidak menerima tetapi minta rencana undang-undang diajukan tersendiri. Dari segi hukum Saya berpendapat, Perppu itu tidak diterima tetapi tidak ditolak. Kalau tidak ditolak Perppu itu berlainan dengan undang-undang. Undang-undang kalau berlakunya itu harus persetujuan DPR. Tapi kalau Perppu itu tidak. Dia begitu diterbitkan oleh Pemerintah dia berlaku sampai DPR dengan tegas menolaknya. Undang – Undang Dasar kita mengatakan menolak atau menerima. Sehingga sebenarnya menurut pendapat Saya melalui Pimpinan Sidang, Pemerintah tidak salah mengatakan bahwa Perppu itu baru ditolak pada akhir Masa Sidang DPR pada masa itu. Yaitu tanggal 30 itu. F-PD (ANAS URBANINGRUM): 30 September 2009. 100
PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): 30 September 2009. Itu kan Saya keesokan harinya DPR tidak mempunyai status lagi, sudah DPR yang baru. Sehingga Saya tidak merasa Pemerintah salah tanggal, tidak. Saya merasa, Saya juga berpendapat bahwa Perppu itu ditolak tanggal 30, tanggal 15 itu tidak tegas, itu terlihat dari surat Ketua DPR. Tetapi Saya berpendapat melalui Pimpinan Sidang, Bapak Anas Urbaningrum yang Saya hormati, andaikata tanggal 15 Desember itu ditolak. F-PD (ANAS URBANINGRUM): 18 Desember. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): 18 Desember itu ditolak, putusan Pemerintah itu, Putusan KSSK itu membailout Bank Century masih sah karena dia masih berlaku Perppu itu, itu pendapat Saya ya. Andaikata 15 kita akui sebagai ditolak. Tapi Saya pun berpendapat 18 Desember itu belum ada kata putus ditolak atau diterima. Mengambang itu, bukan abu-abu tapi mengambang. Saya memahami Ketua DPR membuat surat yang netral itu, ajukanlah rencana undang-undang. Nah Pemerintah beranggapan kalau begitu belum ditolak. Andaikata itu ditolak tanggal 15 pun masih berlaku. Saya berpendapat setelah itu bagaimana. Setelah itu melalui Bapak Pimpinan Sidang Saya berpendapat penanganan Bank Century itu melalui Undang-Undang LPS, Undang-Undang LPS yang berlaku. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Konteks yang lain, Saya ingin mempertegas pandangan ahli, artinya dengan risalah Rapat Paripurna DPR 18 Desember itu dan tidak tegas di tolak atau tidak diterima itu berarti status Perppu masih ada. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Masih ada, masih berlaku. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Masih berlaku. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Iya menurut pendapat Saya. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Ada landasan berpikir atau landasan hukumnya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan Perppu itu ditolak atau diterima. Kan tidak ada kata-kata ditolaknya, oleh surat DPR itu tidak ada. Tidak ada pula kata-kata diterimanya sehingga tetap berlaku diterimanya. Sehingga tetap berlaku itu dasar Saya, pendapat Saya. KETUA RAPAT: Baik waktunya, kita sudah 30 menit tadi 20 menit masing-masing terus kemudian bergerak proposional. Silakan. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Dalam menjawab persoalan ini Saya akan tetap konsekuen dengan batu besi. Batu muji dari permasalahan ini adalah sudah diatur oleh Undang-Undang Dasar yaitu yang diatur didalam Pasal 22. Ini jelas. Saya bacakan ya, “dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya. Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu 101
harus dicabut. Jadi disini ada kata perintah, maka Peraturan Pemerintah harus dicabut. Ada perintah. Untuk mengetahui apa sebetulnya penjelasan dari pada pasal ini, kita baca penjelasannyam yang dulu walaupun itu sekarang masih terpenat diganti. Pasal ini mengenai not perordening sreh, Presiden aturan kepada ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh Pemerintah dalam keadaan yang genting, yang penting, yang memaksa Pemerintah untuk bergerilia yang memaksa Pemerintah untuk bertindak tegas dan tepat. Meskipun demikian Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat oleh karena itu peraturan dalam pasal ini yang kekuatannya sama dengan undang-undang, harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat ini. Apa artinya ini, artinya ini adalah hak subyektif dari Presiden untuk menilai keadaan pada waktu itu bahwa dia harus mengambli suatu tindakan maka Undang-Undang Dasar memberikan kewenangannya kepada Pemerintah. Tetapi kewenangannya ini tetap pada koridor bahwa itu adalah kewenangan dari pada DPR untuk member persetujuan atau tidak memberi persetujuan pada masa berikutnya. Apabila dia tidak mendapat persetujuan maka Pemerintah harus mencabutnya. Artinya dengan kata lain dia tidak berlaku lagi pada waktu itu. Kalau kita menggunakan kata-kata yang digunakan oleh Undang-Undang Dasar 1950 dia menggunakan kata-kata lain. Dikatakan demikian, jika presidensil dimaksud dalam hal ini artinya undang-undang darurat dalam hal yang lalu waktu diholdingkan sesuai dengan ketentuanketentuan bagian ini ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka peraturan itu tidak berlaku karena hukum. Tapi ini adalah sama yang satu mengatakan tidak berlaku rezim hukum,fahtehvediteh,yang lagi. Kalau tidak merosgeth harus dicabut.artinya pada waktu ruang sebelum digolaknya titik Perppu itu kekuatannya sama dengan undang-undang. Sehingga dia nilainya sesuai undang-undang. Sehingga segala tindakan yang diambil kebijakan oleh Pemerintah itu sah kecuali kalau sudah diluar dari pada persetujuan ini. Persoalan yang ininya tentu yang ditanyakan oleh Pak Anas, ini ada persoalan 4 menolak, 3 belum, 4 menolak ya. Tapi ada surat Ketua DPR, dia meminta segera mengeluarkan Undang-Undang JPSK. Ini sama sebetulnya menolak pada waktu itu. Karena buat apa dia meminta keluarkan apa namanya, segera mengusulkan, sebab ini kan derajatnya sama dengan undang-undang. Dan undang-undang itu sudah. By implicit, implaid DPR sudah mengeluarkan secara diam-diam dia tidak menyetujui, oleh Pemerintah keluarkanlah Rancangan Undang-Undang tentang JPSK bukan lagi mengenai itu, itu dulu. KETUA RAPAT: Mungkin satu pertanyaan lagi Pak, ini sudah 30 menit. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Boleh didalami sedikit? KETUA RAPAT: Boleh, satu. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Apakah kalau DPR tidak menerima Perppu atau menolak Perppu itu harus dinyatakan secara eksplisit atau boleh mengambang dan kemudian apakah kalau DPR tidak menerima, itu Ketua DPR boleh menulis surat dengan substansi yang dari pada tadi. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Itu tergangung dari pada undang-undang, tata tertib dari pada DPR, diatur atau tidak. Tapi kalau Saya melihat karena Ketua DPR disini mengirim surat bahwa 102
dia meminta ada Undang-Undang JPSK berarti DPR itu tidak mengeluarkan persetujuan. Jadi kata Undang-Undang Dasar 1945 tidak ada kata menolak tapi dia menggunakan kata persetujuan. Kenapa, kenapa dia menggunakan persetujuan, oleh karena didalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar mengatur, Pasal 20 dikatakan imperarel sehingga setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan Pemerintah. Ini bisa saja sah, sehingga ini datangnya dari Pemerintah maka harus ada persetujuan DPR hanya bedanya kalau undangundang itu dia berlaku harus ada persetujuan terlebih dahulu. Kalau ini persetujuan itu secara sudah ada disosok pelaku timbul hanya tidak ada persetujuan berikutnya. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Baik, Prof Nata Baya. Dengan posisi tadi yang Saya sebutkan bahwa empat menerima, empat fraksi menerima artinya menyetujui. Kemudian tiga fraksi belum menyetujui, bukan tidak menyetujui, kemudian tiga fraksi itu menolak. Pengertiannya menolak tentu tidak menyetujui. Dengan komposisi seperti itu dan tidak ada keputusan final tidak menyetujui atau tidak menyetujui, bagiamana status Perppu itu? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Kalau Saya melihat ini adalah dari surat Ketua ini, surat Ketua ini lah yang menutup antara empat menolak, tiga abu-abu dan tiga itu. Karena ini yang menolak, kenapa ini abu-abu, Ketua dia bertindak atas nama DPR mengirimkan surat ini tentu dia apa namanya itu, ini tafsiran Ketua DPR dan stafnya bahwa dia meminta ini untuk supaya dana ini kan Undang-Undang tentang JPSK maka berarti dia Perpu ini stag pada waktu itu. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Pak Erman barangkali punya pandangan. KETUA RAPAT: Ini terakhir ya, karena sudah 35 menit. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan. Saya berbeda pandangan denga Profesor Natabaya rekan Saya ini. Tetapi Saya mengambil pemikiran. Andaikata, ini yang Saya juga mengajukan pertanyaan, Bapak Pimpinan Saya mohon izin sesame professor boleh bertanya juga. Andaikata tanggal 15 itu ditolak, tanggal 18 itu ditolak, apakah kebijaksanaan KSSK yang mengatakan bailout Bank Century tanggal, Bulan November itu sah atau tidak? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Kalau Saya menganggap tidak sah. Karena disini ini dikatakan kalau tidak dapat persetujuan harus dicabut. Ini kata-kata ini imperative. Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut . Saya analog dengan Undang-Undang Dasar 1950, dia tidak menggunakan kata-kata ini, tapi itu batal demi hukum. Jadi terputuslah setelah itu APDF, dia tidak mempunyai Iegal basis any more. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bukan Bapak Profesor, Perppu sah begitu diterbitkan berlaku. Pada Bulan November diambil oleh KSSK berdasarkan Perppu itu, baru ditolak tanggal 15 Desember apakah putusan KSSK itu berlaku tidak, sah tidak. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.):
103
Pokoknya segala kebijakan Pemerintah yang oleh KSSK itu dialkukan itu dalam ruang waktu masih apa namanya itu, masih belum ada persetujuan daripada DPR maka itu sah. Kalau sudah diluar persetujuan tidak lagi. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Jadi putusan KSSK, sah. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Ya, sebelum ini. F-PD (ANAS URBANINGRUM): Terima kasih Pimpinan Saya kira sudah cukup Saya kira terima kasih Pimpinan. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Pimpinan sebelumnya, kami patuh kepada Pimpinan walaupun masih ada 6 lagi nanti mohon dipendalaman. Kami patuh kepada Pimpinan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Oke, sekarang kita masuk pada Fraksi Partai Golkar, tetap toleransi 20 menit tapi bergeraknya proporsional. F-PG (DRS. ADE KOMARUDIN, M.H.): Saya cuma tiga menit sisanya Pak Agun dan Azis. Asssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Pak Erman dan Pak Natabaya yang Saya hormati, Pimpinan dan Anggota Pansus, Saya cuma sedikit mengingatkan kepada kita semua disini termasuk Para Ahli bahwa kita berpendapat disini tidak sedang seperti kita berdiskusi didalam forum akademis. Walaupun ini semuanya belum professor semuanya baru Pak Gayus saja, Saya juga baru kandidat, Pak Hendrawan. Bukan kandidat professor, kandidat yang lainnya. Jadi tetapi semuanya adalah para perumus undang-undang bersama Pemerintah. Saya kira dampaknya luar biasa kita disini itu harus agak hati-hati dari kita. Saya agak kecewa terus terang ke Pak Erman tadi ketika dengan gampangnya mengatakan soal keuangan negara. Padahal jelas clear dalam Undang-Undang Keuangan Negara yang tadi sudah dibacakan oleh Pak Natabaya, Pasal 1, 2, 3, tidak ada interpreatasi lagi dari kita. Clear bahw LPS adalah keuangan negara. Ketika dibilang tidak sungguh Saya sangat kecewa terus terang saja karena kita tidak bisa menginterpretasi lain keculai bahwa itu adalah keuangan negara. Itu clear Pasal 1 ayat (1), (2), dan (3) yang tadi telah dibacakan oleh Pak Natabaya. Jadi kalau soal kemudian ada soal, itu soal selera dan pedapat kita tetapi yang jelas undang-undang mengatakan demikan. Itu kita nanti pada saat mau mengamandemen undang-undang itu membuat semacam naskah akademis, bolehlah kita berbicara itu. Dan didalam undang-undang yang lain juga banyak soal yang harus kita tebak akan tetapi sekarang ini kita berpatokan kepada undang-undang yang ada. Undang-Undang Keuangan Negara Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) soal itu dan clear tidak ada interpreatsi. Itu yang pertama. Nanti selanjutnya Pak Agun mengatakan. Yang kedua, soal Perppu. Perppu jelas-jelas didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22, ayat (2). Tadi diakatan juga oleh Pak Natabaya. Dan ini Saya pikir tidak juga interpretasi. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada preceeding berikut. Apapun yang dilakukan oleh Pak Agung sebagai Ketua DPR mengirimkan surat, seolah-olah surat itu Cuma meminta pengajuan RUU JPSK. Kemudian peta yang tadi digambarkan Saudara Anas didalam Rapat Paripurna tanggal 18 Desember itu, 104
yang jelas inti semuanya itu adalah bahwa Perppu tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi sangat keliru bisa dikatakan UUD 195 yang dikatakan oleh Pak Erman tadi. Yang berkali-kali Saya catata ini, menolak atau menerima itu didalam Undang-Undang Dasar, itu yang kata Pak Erman tadi. Sementara bunyi dalam Undang-Undang Dasar Pasal 22 ayat (2) seperti itu. Kalau tidak mendapatkan persetujuan yaitu interpretasinya yaitu ditolak. Tetapi yang jelas yang diinginkan oleh Undang-Undang Dasar adalah harus mendapatkan persetujuan. Dan pada saat 18 Desember itu intinya Perppu tersebut tidak mendapatkan persetujuan padahal harus mendapatkan persetujuan. Selainjutnya silakan Pak Agun. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. F-….(….): Interupsi Ketua, interupsi sebentar. KETUA RAPAT: Jadi begini Bapak, tunggu dulu makannya biar selesai dulu. Beliau-beliau berdua itu dipanggil kesini untuk sebagai ahli, dimintai pandangan dan pendapat. Kalau beliau mengatakan gajah itu bertelur silakan saja. Itu ilmu beliau berdasarkan resening, sehingga kita tidak melakukan konfrontir, konfrontasi begitu ya. Ini Saya ingatkan Pak. sehingga dengan kalau misalya gajah itu bertelur ya biarkan saja. Tapi kalau yang mengatakan gajah itu beranak. Supaya. F-PD (GONDO RADITYO GAMBIRO): Interupsi Pimpinan. Saya kira semua orang disini boleh berpendapat dan kita juga mendengarkan dan dalam forum itu boleh. KETUA RAPAT: Tunggu dulu, tunggu dulu. Saya, Pimpinan disini. Kalau Saksi mungkin bisa dikecar, tapi karena beliau itu ahli diminta hadir berpendapat, apa yang ada dibeliau ya silakan. F-…(…): Interupsi Ketua, izin. Saya hanya ingin mengingatkan saja Ketua, beberapa malam yang lalu kita mengadakan sidang Pimpinannya ketika itu adalah Pak Gayus, kita sudah sepakat tidak mengomentari pendapat ahli bahwa pendapat ahli mau A, B, C, itu hak kita untuk mau terima atau tidak bukan untuk diperdebatkan. Terima kasih Ketua. KETUA RAPAT: Oke, silakan lanjutkan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Pak Ketua boleh Saya bicara sedikit saja, menerangkan kepada. Saya ini tidak kaum positifis yang mengatakan hukum itu peraturan perundang-undangan saja, kenapa? Karena kalau Peraturan Perundang-undangan saja, mungkin tidak adil, mungkin tidak membawa kesejahteraan. Jadi Saya bukan kaum positifis dalam aliran filasafat hukum. Bahkan Saya mengatakan Saya penganut hukum progresif. Bahwa Peraturan Undang-Undang itu bisa saja kita ubah. What the law shut be, apa yang sebaiknya menjadi hukum. Jadi itu saja alasan Saya. Kalau kawan Saya ini, Saudara Saya ini berpendapat lain, Saya gembira 105
juga. Saya akan memperjuangkan supaya dia berpendapat lain tidak juga dibatas-batasi, itu pendirian Saya. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Boleh Saya Pak ya. Kita di Fakultas Hukum itu diajarkan apa yang dimaksud dengan sumber hukum dalam arti formil. Sumber hukum dalam arti formal itu adalah dimana kita mendapatkan suatu peraturan yang dapat menyelesaikan sengketa yang dihadapkan kepada kita. Maka pertama adalah, ini dimana? Disleuruh dunia. Anak pertama adalah undang-undang. Kedua, kebiasaan. Ketiga, ajaran hukum bahwa itu riil. Dan keempat, pendapat sarjana. Arinya apabila kita diharapkan pada suatu persoalan untuk menyelesaikan kita harus lihat apakah ada di undang-undang atau tidak. Tidak ujung-ujung ini langsung kekebiasaan. Ujungujung langsung kepada pendapat. Tentu kalau ini tidak ada maka ini, disinilah peranan daripada hakim itu apakah dia itu penganut polidosit dia untuk menafsirkan. Maka oleh karena itu diatakan hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang dihadapkan dari padanya dengan alasan: satu, tidak ada undangundang. Kedua, undang-undang kabut. Ketiga, undang-undang tidak mengatur. Dia harus menyelesaikan disitulah peranannya. Maka sikap kita disini kita tidak memutuskan suatu perkara, kita tidak hakim disini, hsnys kita memberikan sebagai ahli. Beginilah suatau perkara kalau dihadapkan kepada kita, apa yang harus kita pergunakan bersama undang-undang. Sama didalam apa yang namanya itu islam. Pertama kita harus melihat rujukkannya Al-Quran, rujukan kedua adalah suah, rujukkann ketiga adalah ijmah, ketiga adalah pendapat para ustad. Artinya tidak bisa pendapat itu mengalahkan yang sunah, Ketua. Inilah yang namanya itu menjadi peraturan yang dikatakan sumpah hukum dalam arti formal, itu ada urutan-urutannya. Kira-kira demikianlah dan kalau Saya salah ini ada orang PKB apa yang Saya katakan tadi al-kias. Pendapat sarjana itu kan alkias. Saya tidak mengemukakan kias seperti ada nama kawan Saya kias, pendapat sarjana. KETUA RAPAT: Oke, tadi ditangani perdebatan Saya hanya menghitug waktu juga, jadi Golkar ada tambahan waktu, jadi Saya persilakan, tabahan waktu itu ada sekitar 4 menit. Jadi berarti nanti kita tambah 4menit. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Terima kasih Pimpinan. Perdebatan mengawali pembicaraan Saya cukup menarik. Tapi kalau Saya dalam Panitia Angket ini berangkat dari tugas dankewenangan Saya Pimpinan. Pak Erman, Pak Natabaya. Saya ini Anggota Dewan yang memiliki kekuasaan membentuk undang-undang. Pak Natabaya setuju ya?setuju. jadi Saya ini pemegang kekuasaan membentuk undangundang. Jadi ahli, tidak ahli ya punya kewenangan itu, untuk bisa menjalankan kewenangan itu, kita menjalankan berbagai hal yang tentunya harus dilandasi dengan keahlian kami walaupun keahlian kami kadang-kadang diuji di Mahkamah Konstitusi kalah, kadang-kadang. Tapi kadang-kadang menang juga ya Pak Natabaya banyak juga undang-undang yang kita menang di Mahkamah Konstitusi itu. Ke PaK Erman. Pak Erman setuju ya kalau Saya mengatakan Saya memegang kekuasaan membentuk undang-undang? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Sedikit Saya koreksi, DPR yang mempunyai kekuasaan membetuk undangundang. 106
F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bukan pribadi-pribadi. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Betul. Jadi Pasal 20 ayat (1) menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Jadi Saya mengatakan Saya ini supaya teman-teman juga mengakui Pak. karena kalau Agun sendiri belum Dewan. Jadi Panitia Angket ini sependapat dengan Saya. Jadi tidak boleh dibantah itu. Jadi DPR memegang kekuasaan membentuk undangundang. Jadi kalau pada posisi ini tidak bisa Saya diiterupsi, tidak memengang kekuasaan membentuk undang-undang, artinya lembaga Dewan Pak. Bapak mengetahui juga di Pasal 22 bahwa dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah. Ada kata-kata disana Pak, sebagai pengganti undang-undang. Pasal 22 ayat (2) jelas, apabila pertauran Pemerintah itu tidak mendapat persetujuan jadi harus mendapatkan pesetujuan. Ayat (3), harus dicabut. Kronologisnya kan begitu, sependapat Pak ya? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Ya. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Sependapat. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Tetapi ada yang Saya tidak sependapat, bahwa undang-undang itu berlakunya setelah mendapat persetujuan DPR. Disini Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang itu berlakunya sejak ia dikeluarkan oleh peraturan oleh Pemerintah. Ini jadi, instruksinya itu. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Saya belum sampai kesana nanti sampai kesana Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Baik Pak. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Saya ingin menyamakan saja apapun pandangan dan pendapat Bapak Saya tidak akan paksakan Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Ya. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Artinya silakan Bapak jawab. Artinya Pasal 22 ayat (1), ayat (2), ayat (3) itu adalah kewenangan Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Mungkin Bapak bisa jelaskan apa sih hal ikhwal kegentingan ketika Perppu Nomor 2, Nomor 3, Nomor 4 itu dikeluarkan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Pimpinan Sidang mohon maaf ulangi sekali lagi pertanyaannya. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Perppu itu dikeluarkan tentunya ada alasan Pak. Secara konstitusional disebut dengan hal ikhwal kegentingan yang memaksa mungkin Bapak bisa jelaskan hal ikhwal kegentingan yang memaksa atau karena tadi Bapak sebut Perppu Nomor 2, 3 dan 4, itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Rekan Saya yang Saya hormati, 107
Melalui Pimpinan Sidang Saya boleh menjawab. Bahwa kegentingan yang memaksa itu tidak harus perang-perangan. Itu adalah sebenarnya tindakan Pemerintah itu harus melalui undang-undang setingkatnya undang-undang. Tapi. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Oke, Saya sudah dapat Pak jawabannya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Jadi begini tidak memaksa itu bisa apa saja, tidak ada itu pelabuhan bebas, abang. Tidak ada kegentingan yang memaksa tapi Pemerintah mengatakan ya kita jadikan pelabuhan bebas abang. Tapi dengan undang-undang. Tidak ada undang-undangnya lama nanti, kita buat Perppu. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Saya sudah paham Pak, kita semua mengerti. Pertanyaan yang berikutnya adalah Perppu inilahir, tentunya Bapak mengetahui bahwa Pasal 20 ayat (1) pemegang kekuasaan membentuk undang-undang itu ada di DPR. Pemerintah diberikan kewenangan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa yang Bapak utarakan tadi. Saya berpegangan Pak, pada Pasal 1 ayat (3) konstitusi kita yang menyatakan negara Indonesia adalah negara hukum sebagai leteratur yang Saya baca setidaknya ada empat persyaratan sebagai sebuah negara hukum. Yang pertama, adanya pemajuan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Disana artinya evolity before the law dan sebagainya itu adalah berlaku Pak. Saya melihat dala Peppu JPSK perlindungan, pemaujuan, kesamaan hak asasi dalam sebuah negara hukum. Menurut Bapak terlanggar tidak ketika rumusannya bahwa Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan pejabat lainnya itu tidak bisa dituntut dimuka hukum. Itu melanggar tidak prinsip sebuah negara hukum yang namanya evolity before the law, itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan Sidang, izinkan Saya mempunyai pendapat. Pertama, tidak melanggar. Alasannya apa? Ketentuan itu hanya copy paste saja dari undang-undang yang terdahulu. Yaitu Undang-Undang Bank Indonesia kalau tidak salah, sama itu. Yang kedua, yang dikatakan tidak dapat dituntuut sepanjang melakukan wewenangnya. Tetapi kalau dia melakukan tindak pidana, ya dituntutlah dan itu dikatakan tidak. Jadi sepanjang melakukan wewenang dan jabatannya. Jadi Saya berpendapat tidak melanggar ekulity itu. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Pimpinan Saya interupsi, tolong ini Saksi ahli, yang bahkan Saksi bukan ahli. Kita persilakan dia jelaskan jangan dipotong-potong. Terima kasih Pimpinan. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Maksud Saya, sefektif menggunakan waktu Pak. ini ada pertanyaan berikutnya adalah pada posisi Undang-Undang Bank Indonesia Saya setuju Pak karena yang dilindungi disitu, Bapak kan tadi mengatakan subyek hukum ya. Subyek hukum itu ada manusia dan ada badan. Dalam Undang-Undang Bank Indonesia itu yang diatur adalah badan hukumnya Pak. artinya kenapa dia bisa diberlakukan seperti itu karena dalam Undang-Undang Dasar Pasal 23 Huruf D, jelas kata-kata independensi itu ada dala konstitusi. Tapi kalau menyangkut manusia pelakunya itu tunduk, patuh pada Pasal 27. Tapi Saya tidak ingin berbeda pendapat artinya tolong catatan Pimpinan, disini terjadi perbedaan pandangan antara Saya dengan beliau. Saya tidak paksakan Bapak sama dengan Saya Pak. Saya hargai itu. 108
Bapak mau meyampaikan, mau dijawab syukur tidak pun yang jelas Saya tidak akan harus seprti itu tidak. Saya hargai pendapat itu. Berikutnya Pak Erman, syarat yang kedua dalam sebuah negara hukum adalah yang diaktakan tadi oleh Prof Natabaya. Penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum tidak boleh ada sebuah penyelenggaraan pemerintahan tidak berdasarkan asa hukum, oleh karena itu ada norma undang-undang, Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu dalah hal ikhwal kegentingan yang memaksa sekalipun Presiden bisa mengeluarkan Perppu itu artinya undang-undang sebagai pengganti, itulah hukum. Oleh karena itu menurut hemat Saya pada posisi seperti itu Perppu yang disampaikan oleh Pemerintah dalam konteks nomor 2 kami tidak keberatan, menerima. Pada Perppu nomor 3 kami menerima. Tapi ketika Perppu nomor 4 itu ada yang secara substansial, itu terlanggar prinsip-prinsip sebuah negara hukum. Diantaranya satu, dalam sebuah pemahaan kami Pak dari beberapa pakar yang kami dapatkan, bahw Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undangundang itu tidak boleh membuat aturan yang membuat aturan itu sudah ada. Lalu dia menggantikan terkecuali kalau undang-undang itu tidak bis dilaksanakan, kalau dilaksanakan dia terlanggar. Contoh tentang Perppu KPU. Kami melihat substansi yang diatur dalam Perppu JPSK ini terjadi perubahan dimana yang namanya Ketua KSSK itu berbeda dengan undang-undang di LPS yang menyatakan bahwa KSSK itu berjumlah 4 orang. Tapi ketika di Perppu itu keanggotaannya hanya menjadi 2 orang KSSK disana. Bagaimana sudah ditambah lagi dalam musyawarah mufakat dalam hal Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia tidak sepakat maka diputuskan oleh Menteri Keuangan. Dalam konsep sebuah negara hukum apakah pandangan Saya ini clear. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan Saya tidak berpendapat Saya tidak mengkondem keliru atau tidak. Mungkin Saya tidak sependapat, mungkin ini kan pendapat dari Saudara yang tidak menyetujui Perppu menjadi undang-undang. Saya bagaimana pendapat dari fraksi-fraksi yang menyetujui Perppu menjadi undang-undang. Kita tahukan 4 fraksi menolak, 4 fraksi menerima. Jadi Saya tidak sependapat dengan Bapak bahwa ini melnaggar negara hukum. Karena negera hukum itu bagi Saya tidak berdasarkan undang-undang saja. Tapi berdasarkan keadilan, berdasarkan kesejahteraan. Tapi Saya menghormati pendapat Bapak. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Ya, teria kasih Pak Erman. Prof, berikutnya kami ingn menanyakan tentang KSSK, KK dan LPS yang sudah Saya singgung tadi. Bahwa Perppu nomo 4 yang substansinya sudah Saya utarakan tadi, itu berlaku Perppu Nomor 4. Pada tanggal 18 Desember dia tidak mendapatkan persetujuan, Saya mendapatkan rumusan itu rumusaannya rujukannya konstitusi di Pasal 22 ayat (2), tidak menggunakan kata-kata ditolak, diterima yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang tata cara pembentukan Peraturan perundang-undangan. Saya hanya ingin mendalami lebih jauh Pak, bahwa penanganan bank gagal yang bedampak sistemik itu diatur dalam Undang-Undang LPS, betul Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Setuju Pak. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): 109
Dalam Undang-Undang LPS itu jelas sekali dikatakan di Pasal 22 ayat (2) bahwa ada komite koordinasi yang harus dibentuk, betul Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Dibentuk berdasarkan undang-undang, bukan dengan undang-undang. Nanti Saya jelaskan bagaimana pendirian Saya itu. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Jadi Komite Koordinasi itu dibentuk bukan dengan, kalau menggunakan kata dengan berarti harus menunjuk Undang-Undang tentang KK tapi rumusannya dalam Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bukan, rumusannya Komite Koordinasi adalah Komite yang dibentuk berdasarkan undang-undang sebagaiana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Jadi sudah ada dasarnya undangundang. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Saya ikuti berikutnya Pak, meyebut Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Disana ada Pasal 2 romawi, Pak. Pasal 2 romawi angka satu itu menegaskan bahwa, “ketentuan dan tata cara, bla, bla, bla terasuk ada sistemik” begitu Pak ya, itu sebelum itu diadakan maka dilakukan melalui surat keputusan bersama. Katakanlah nota kesepakatan bersama antara Bank Indonesia dengan Menteri Keuangan. Pasal 2 romawai, diayat (2)nya dijelaskan bahwa nota kesepakatan itu akhir Februari sebenarnya harus sudah dibentuk. Kenapa pada tanggal Feberuari sampai dengan tanggal 28 tidak keluar, keluarnya pada tanggal 17 Maret 2004. Satu Februari lewat Maret. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Itu sudah ditanyakan kepada Saya, Saya tidak bisa menjawab itu tugas Pemerintah itu, Saya tidak bisa menjawabya. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Pertanyaan Saya yang dari sisi hukumnya, apakah bisa diperlakukan surut ketentuan Surat Keputusan Bersama yang 17 Maret itu, apakah dia sudah bukan batal demi hukum karena Februarinya sudah lewat. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Tidak, melalui Bapak Pimpinan Saya boleh menjawab pertanyaan ini. Apakah Koite Koordinasi itu yang sekarang ada itu menurut undang-undang atau tidak. Saya coba memberikan pendirian Saya. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Silakan Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Pendirian Saya ini bertitik pangkal kepada Perppu masih berlaku waktu KSSK memutuskan bailout itu. Jadi dikatakan Pasal 20 ayat (1) d, Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK butir (d) mengatakan, “Dalam hal terjadi keadaan yang dinilai membahayakan stabilitas system keuangan dan perekonomian nasional, KSSK menetapkan hruuf d, penambahan modal berupa penyertaan modal sementara kepada bank LKBB mengalami masalah solvabilitas yang pelaksanannya dilakukan oleh LPS/Pemerintah. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tetntang LPS menyatakan, “LPS menerima pemberitahuan dari LPP mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan dibidang Perbankan”. 110
Nomor 2 mengatakan, “LPS melakukan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau Komite Koordinasi menyerahkan penyelesaian kepada LPS. Yang ke-3, “LPS melakukan penangan bank gagal yang berdampak sisteik, setelah KOite Koordinasi menyerahkan penanganannya kepada LPS. Apa itu Komite Koordinasi, ada didalam penjelsan Komite Koordinasi adalah komite yang akan dibentuk berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Jadi Saya berpendapat bukan dibentuk dengan undang-undang Komite Koordinasi itu tetapi dibentuk berdasarkan undang-undang yaitu Undang-Undang 23 Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank. Saya lanjutkan lagi, Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang 24 Tahun 2000 tentang LPS mengatakan, “Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri Keuangan, LPP, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik”. Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan. “Tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat dan sumber pendanaan yang berasal dari Pendapatan Anggaran dan Belanja Negara diatur dalam undang-undang tersendiri yang ditetepkan selambatlabatnya akhir Tahun 2004”. Jadi undang-undang tersendiri yang ditetapkan akhir 2004 selambat-lambatnya. Namun Pasal II Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan, “Sepanjang undang-undang sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) belum ditetapkan maka pengaturan hal-hal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) tersebut dituangkan dalam nota kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia. Belum terbentuk, tapi pada tahun 2004 terbentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengatakan bahwa, “Keanggotaan komite itu tiga unsure yaitu Menteri Keuangan, Bank Indonesia dan LPS”. Saya melihat pembentuk undang-undang ini agak membingungkan karena dia itu mengatakan mundur kebelakang perubahan Undang-Undang Bank Indonesia lalu enunjuk laig kedepan Tahun 2004 sehingga kalau Saya bandingkan nota kesepakatan dengan Komite itu hanya dibentuk dengan dua anggota, tetapi undang-undang LPS mengatakan tiga anggota. Maka tidak ada perlu lagi undang-undang baru. Sehingga Komite Koordinasi itu menjadi tiga. Itu Saya membaca, mengikuti surat kabar bahwa bailout di Bank Century itu melibatkan tiga instansi yaitu Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan LPS. Dan Saya mengatakan LPS itu sah menurut hukum menjalankan penanaganan itu. Itu pendirian Saya. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Yang terakhir dari Saya Pak Prof Eraman. Bapak tadi secara jelas sudah membacakan, membantu Saya Pak Pasal 11 ayat (5), yang bunyinya ketentuan dan tata cara penanganan bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik diatur dalam, ada kata-kata undang-undang 111
tersendiri yang selambat-lambatnya undang-undang tersebut harus sudah terbentuk pada akhir 2004, betul Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Iya tetapi pada Bulan September lahir Undang-Undang LPS. Itulah yang Saya tafsirkan yang pendapat Saya bahwa undang-undang itulah yang dimaksudkan pada pasal itu. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Tidak ada Undang-Undang LPS. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Tidak ada tetapi undang-undang yang terbentuk baru lahir 2004. Saya berpandangan. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Baik Pak, Saya tidak bantah pendapat Bapak. Angka (1). Angka (2) nya menyatakan,sebelum undang-undang itu, itu adalah ketentuan dan tata cara yang harus diatur dalam undang-undang tersendiri yang akhir Desember 2004. Maka dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Bersama. Artinya Surat Keputusan Bersama yang diterbitkan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia menurut Saya sah adanya sapai dengan 31 Desember 2004. Karena sesungguhnya dikunci di Pasal 11 ayat (5) itu Desember 2004, itu harus sudah terbentuk. Senyatanya Pak, Saya tidak mengatakan Undang-Undang Komite Koordinasi, undang-undang apapaun, artinya ketentuan dan tata cara tentang penangan bank gagal yang berdampak sistemik, yang oleh LPS itu harus ada ketentuannya. Ketentuannya ini harus lewat Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia pada Maret 2004 yang diperbaharui 2005, diperbaharui 2007, apakah itu yang mengatur hak dan kewajiban berbagai pihak. Pertanyaan Saya Pak. apakah Surat Keputusan Bersama itu Bapak kenal sebagai Pertauran Perundang-undangan? Pertanyaan Saya itu Peraturan Perundang-undangan bukan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Begini, jangan begitu, Saya mau mengungkapkan pendapat Saya. Jadi Saudara jangan memaksakan pertanyaan Saudara Saya jawab. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Silakan Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saudara mengatakan tadi pada akhir Deseber 2004. Saya membacanya lain, selambat-labatnya akhir tahun 2004. Jadi selambat-lambatnya tidak harus Desember. Pada September lahir Undang-Undang LPS itulah yang menurut pendapat Saya, itulah yang dinanti-nantikan oleh Pasal 11 ayat (5), itu Pak. Sehingga Saya berpendapat Komite Koordinasi yang dibentuk oleh nota kesepakatan itu hanya dua dan amanat Undang-Undang LPS itu tiga, berlaku secara otomatis tiga itu. Dan itu didalam kenyataannya penanganan Bank Century ini diambil oleh tiga instansi, ini pengertian Saya, Pak. kalau berbeda dengan Bapak minta maaf. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Saya ikuti jalan pikiran Bapak. Kalau merujuk kepada Undang-Undang LPS, Undang-Undang LPS itu mengatakan bahwa penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dari KSSK lari ke Komite Koordinasi baru lari ke LPS. Yang sebetulnya posisi KSSK dan Komite Koordinasi pun dari konstruksi dari keanggotaan, kewenangannya itu yang Saya mengatakan berbeda. Itu yang pada akhirnya dari sana lari ke Pasal 11 ayat (5) ternyata di Pasal 11 ayat (5) pun ketentuan dan tata cara itu 112
tidak diatur di Undang-Undang LPS tapi diatur secara detail diatur di Surat Keputusan Bersama. Itulah yang dijadikan dasar hukum pemberian bailout kepada Bank Century. Saya berpendapat tanpa ingin memaksakan kepada Bapak. Saya berpendapat bahwa dengan kajian Undang-Undang Dasar, Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia Saya melihat sebetulnya dasar hukum pemberian itu tidak memenuhi persyaratan sebagai sebuah undang-undang. Ini pendapat Saya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya menghormati pendapat Bapak, tapi Saya berlainan pendapat, bahwa KSSK sudah menyerahkannya kepada Komite Koordinasi dan Komite Koordinasi sudah menyerahkannya kepada LPS didalam praktik penanganan Bank Century itu. Menurut pendapat Saya Pak. Saya menghormati pendapat Saya. KETUA RAPAT: Sudah 30 menit. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Peraturan Perundang-undangan dalam bentuk SKB itu Bapak sepakat ya dalam Undang-Undang Nomor 10 2004 itu tidak dikenal dan tidak ada. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Tidak dikenal tetapi didalam praktiknya kan berlaku. Nota kesepakatan ini diamanatkan oleh undang-undang tersendiri Pak. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Maksud Saya bagaimana mau berlaku Pak. itu berlaku sampai dengan akhir Desember. Kalau kesininya boleh pak, tapi kalau Januari 2005 itu sudah. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Januari yang mana Pak. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Januari 2005, ketentuan tata cara itu harus sudah keluar Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Tidak, itu kan pakai Undang-Undang LPS kan 2004. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc. IP. M.Si): Itu yang Saya mengatakan beda pendapat Saya dengan Bapak. UndangUndang LPS itu mengatakan untuk KSSK ke Komite Koordinasi baru ke LPS. Sementara KSSK dan Komite Koordinasi-nya tebal-tebal, bagaimana mau. KETUA RAPAT: Tadi itu sudah Saya sampaikan sebenarnya sudah 35 menit, tapi kita masih tadi kelebihan 4 menit Pak ya. Jadi Saya minta waktunya tinggal 4 menit. F-PG (MELCHIAS MARCUS MEKENG): Pertanyaan Saya kepada Profesor Natabaya. Professor tahu tentang kasus yang menimpa Burhanudin Abdullah? Professor tahu kasus yang menimpa Burhanuddin Abdullah dengan teman-temannya Prof? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Ya. F-PG (MELCHIAS MARCUS MEKENG): Professor tahu kasus yang menimpa mantan Menteri Agama tentang dana haji Prof? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Tahu. F-PG (MELCHIAS MARCUS MEKENG): 113
Pertanyaan Saya, apakah uang Yayasan Bank Indonesia, uang negara? Apakah dana haji itu uang negara? Itu saja Prof. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Kalau kasus Bank Indonesia sudah diputuskan bahwa dia dikulaifikasi keuangan negara, itu sudah jelas, sudah diputuskan. Begitu juga mengenai haji. Itu yang pernah Saya dengar. F-PG (MELCHIAS MARCUS MEKENG): Jadi Prof, Yayasan itu tidak mendapatkan uang dari APBN, jadi APBN tidak langsung kasih ke Yayasan, itu masih dianggap sebagai uang negara. Tapi kalau LPS itu sudah langsung dari APBN, Prof. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Saya tadi menjawab apakah menurut pertanyaan tahu kasus Burhanudin? Apakah tahu kasus engenai haji, terus Saya katakana tahu. Tapi apakah itu masalah keuangan negara atau tidak itu sudah diputuskan oleh hakim. Hakim memutuskannya ya keuangan negara. Bahwa kita tidak sependapat itu masalah lain. F-PG (MELCHIAS MARCUS MEKENG): Silakan. KETUA RAPAT: Itu sudah terabil 2 menit Pak, satu pertanyaan saja Pak. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Saya ingin masuk kepada Ahli yang sangat terhormat Profesor Erman Rajaguguk mengenai masalah doktrin. Saya tertarik dengan doktrin yang Profesor katakan, bahwa mengenai extra ordinary crime yang Prof mengutip pada united nation convention agains corruption tahun 2003 kemudian diratifikasi dalam bentuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Prof tadi katakan bahwa swasta itu masuk dalam extra ordinary cime. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Karena konvnsi itu, bukan Saya yang mengatakan Saya mengutip konvensi itu. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Kemudian Prof mengatakan kalau Saya tidak salah kutip ini Prof, Prof mengatakan bahwa kenapa tidak swasta saja semua terlibat dala tindak pidana korupsi yang berkategori extra ordinary crime. Perlu Saya sampaikan bahwa pandangan Saya sama Prof mungkin agak berbeda. Prof mengatakan bahwa swasta kita kategorikan saja menyangkut tentang keuangan negara. Dalam pandangan mengenai ekstra ordinary crime yang Saya baca dala ratifikasi Nomor 7 Tahun 2006, bahwa ekstra ordinary crime yang diaksud ini apabila swasta itu terlibat dalam suatu tindakan yang mendapat, merugikan keuangan negara. Pertanyaan Saya. mengenai keuangan negara yang Prof maksud disini yang nota bene Prof mepunyai kebijakan, pandangan dan pendirian selaku Profesor, Saya mengutip kepada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Yang menyangkut 4 unsur dala pengkategorian tindak pidana korupsi. Saya ingin bertanya kepada Prof, kalau Prof tadi mengutip bahwa BPK dapat mengaudit keuangan yang bukan keuangan negara, dasar pemikiran Prof, doktrin yang dipergunakan itu dimana? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya mengatakan BPK sah tidak mengaudit LPS? Sah karena Undang-Undang LPS mengamanatkan, itu saja. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): 114
Berarti sependapat tidak Prof saa Saya bahwa LPS itu berpengaruh atau dapat mempengaruhi keuangan negara yang berkategori dalam tindak pidana korupsi yang merupakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 merupakan keuangan negara? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Tidak. Karena begini, kalau Saya berpendapat ada dua, pertama modal yang dipisahkan dari APBN itu sudah menjadi keuangan LPS. Kemudian keuangan yang dipergunakan untuk menyelamatakan Bank Century sepanjang pengetahuan Saya adalah premi-premi yang diterima oleh LPS dari bank-bank. LPS sendiri menurut Undang-Undang LPS mepunyain tugas untuk menyelamatakan bank-bank yang gagal berdampak sistemik dan juga tidak berdampak sistemik kalau dia mau, dia boleh. Didalam Undang-Undang LPS ada alokasi anggaran bahwa 20% untuk cadangan, 80% untuk persediaan yang untuk persediaan untuk menghadapi masa-masa krisis. Ini kata Undang-Undang LPS baru setelah akhir tahun ada sisa hasil usaha itu maka dimasukkan didalam PNBP itulah PNBP itulah yang uang negara menurut Saya. KETUA RAPAT: Cukup Saya rasa,sudah 35 menit Pak nanti pendalaman saja. Silakan PDI Perjuangan. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, S.H., M.H.): PDI akan Saya awali Pak Ketua nanti dilanjutkan oleh Anggota. Yang Saya horati Professor Erman Rajaguguk, Bapak ini dua orang yang paling Saya hormati dalam hidup Saya, yang satu adalah Profesor Almarhum Kusnadi dan kemudian Bapak, karena Bapak adalah dosen dan pembimbing ujian S3 Saya di UI lebih dari 10 tahun yang lalu tepatnya tahun 1998 kita mulai mengikuti kuliah Bapak. Saya selesai pada tahun 2002. Tentu Saya mengenal Bapak, Bapak tidak perlu dipersoalkan Bapak ahli atau tidak Saya cukup paham melihat Bapak sangat ahli pada forum ini. Juga Prof. Natabaya Saya juga mengenal cukup lama paling tidak 6, 7 tahun lah Saya mengenal Bapak. Dan mendapat banyak masukan. Ada adigeo mengatakan bahwa dosen atau ahli itu boleh salah karena ilmu berkembang sehingga yang berkembang teorinya adalah bisa salah. Tetapi yang penting dosen atau ahli itu harus jujur. Ini yang Saya pegang dan juga ini mengatakan berbeda dengan politisi dan sebaliknya politisi itu boleh bohong atau tidak jujur tapi harus benar. Kalau politisi itu salah mengambil keputusan rakyat yang menanggung deritanya, ini adegium yang Saya temukan. Oleh karena itu tapi Saya sepakat dengan teman-teman, tidak boleh ada salah dari Bapak berdua, tidak boleh ada salah karena memang itu teori yang dipegang masing-masing, tetapi Saya dengan maaf Pak Erman rapat hari ini mengenangkan Saya berapa belasan tahun yang lalu itu dalam suasana kelas. Aka Saya ingin dan mohon bertanya mengenai tadi apa yang diungkap oleh teman-teman mengenai apakah Perpu Nomor 4 itu Tahun 1998 itu sah digunakan untuk membailout 2008, digunakan untuk membailout sejumlah uang besar. Paling tidak Perppu itu digunakan dua kali untuk membailout oleh LPS dengan persetujuan KSSK. Maka Saya akan mencoba melihat hal yang berbeda dengan temanteman. Yang pertama Pak, Rapat Paripurna tanggal 18 Desember itu memang betul, yang menyetujui itu 4 fraksi sebut saja F-PD, F-PPP, F-PDS, dan F-PKS. 115
Kemudian yang menolak juga 4, F-PDI, F-PAN, F-PBR, dan F-KB, ini notulasi yang Saya terima. Kemudian belum dapat menyetujui itu F-PG dan F-BPD. Undang-undang sebagaimana tadi disampaikan memang menyebutkan tidak ada menolak atau menerima, menyetujui atau tidak menyetujui. Yang menyetujui hanya 4, Prof. Erman dan Prof. Natabaya. Artinya 4 itu yang diukur sebagai menyetujui dan yang 6 belum atau tidak menyetujui dan terdapat suatu putusan Rapat Paripurna ya hanya 4 yang menyetujui. Namun demikian ada satu aspirasi yang berkembang di Rapat Paripurna untuk melakukan lobi, diantara kita ada berapa orang yang ikut dalam lobi itu mewakili fraksi. Dan tadi Saya cross chek benar, bahwa dalam forum lobi itu diputuskan untuk meminta rancangan undang-undang yang harus diserahkan kepada Pemerintah. Artinya itu sama dengan yang terkandung dalam UndangUndang Dasar yang mengaitkan dengan Perppu. Jadi kesimpulan Saya tidak perlu dijawab mungkin. Ini fakta dan ini yang menjadi bagian kenapa sebagian teman-teman mengatakan Perppu ditolak. Sebenarnya bukan istilah tolak, tidak menyetujui. Kalau dia belum menyetujui kan berarti tidak menyetujui, belum pada waktu diketukkan palu itu dia belum menyetujui. Artinya dia tidak menyetujui dala kata lain menolak jadi 6 beralih 4 tetapi ini tidak diukur hanya ini disalurkan pada forum lobi yang isinya sama meminta Pemerintah untuk menyampaikan RUU. Menyerahkan RUU adalah sama dengan apa yang diambil Pasal 22 Undang-Undang Dasar ini untuk ditolak. Kemudian Saya juga harus menyinggung hal yang sangat penting yang harus disadari oleh teman-teman di Pansus ini. Disini ada surat tanggal 25 Desember 2008 yang dibuat oleh Ketua DPR ketika itu yaitu Bapak Agung Laksono. Memang diakui surat ini janggal dan tidak standar. Kenapa tidak standar, Saya sandingkan dengan surat yang sama untuk hal yang sama yang dilakukan oleh Ketua DPR periode yang lalu yaitu Bapak Akbar Tandjung. Pak Agung Laksono tidak pernah mencantumkan bahwa rapat pada tanggal 18 Desember itu menolak. Pak Agung Laksono mengatakan bahwa meminta Pemerintah, untuk Presiden untuk menyerahkan RUU dalam hal itu. Berikutnya disini memang ada kejanggalan lain yang tidak standar tadi adalah Ketua DPR ketika itu memberi waktu sampai dengan 11 Januari 2009, ini akan kami persoalkan dan ini sudah wajar bahwa Pansus ini mempersoalkan surat ini. Di masyarakat berkembang isu yang luar biasa santernya. Janganjangan apa-apa yang didapat dari Pemerintah sekarang kepada Agung Laksono itu karena Perppu ini, karena hal ini. Itu bukan kata Saya, itu banyak suara di masyarakat. Dengan segala hormat Saya harus minta maaf, ini yang Saya terima dan teman-teman juga banyank mendengarkan. Jangan-jangan bahwa Agung Laksono karena surat ini sangat bertentangan denga kelaziman. Tidak ada Perppu menurut konstitusi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 itu member waktu sampai dengan satu bulan lebih satu hari untuk Pemerintah menyerahkan. Berarti belu dibatalkan. Padahal undang-undang mengatakan sejakn diketuk itu sudah mempunyai keputusan, itu kejanggalan dan kita minta nanti kesepakatan pleno Pansus untuk memutuskan agar meminta penjelasan mantan Ketua DPR secara spesifik memberi waktu selama sebulan lebih satu hari ini untuk Pemerintah berarti masih bisa menolak Perppu. Ini kajian hukum. Kemudian Saya harus menyampaikan forum ini, teman-teman mempersoalkan uang negara atau bukan uang negara. Tujuannya sebagian besar adalah untuk menyikapi nanti apakah hasil rekomendasi Pansus ini bisa dibawa ke KPK. Itu tentu tujuan utama sehingga itu masuk pada keuangan 116
negara. Saya perlun menegaskan bahwa KPK dalam rapat kerja hari ini baru beberapa jam lalu menegaskan bahwa uang LPS adalah keuangan negara menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, artinya tidak perlu lagi diperdebatkan karena tujuan kita dan apa yang mau dan telah disampaikan oleh KPK pada rapat kerja hari ini, baru beberapa jam yang lalu menegaskan uang LPS adalah uang negara. Sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Itu mungkin dari Saya, Saya menyerahkan kepada kedua ahli, apakah Prof Erman dan Prof Natabaya akan memberikan respon atau mungkin, ini kita pandangan yang berbeda. Silakan Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bapak Pimpinan yang Saya hormati, Izinkan Saya menyampaikan tanggapan ini kepada Prof. Gayus Lumbuun. Saya tetap harus memakai Prof. Gayus Lumbuun, walaupun dulu beliau ini Saya promotornya. Mula-mula Saya promotor tetapi karena beliau ini bidangnya lingkungan hidup Saya serahkan kepada Profesor Kusnadi Hardja Soemantri. Saya kepromotor beliau sampai ke malam-mala terakhir mau menghadapi ujian itu Saya masih membetulkan foot note desertasinya. Jadi kalau sekarang berbeda pendapat, pribadi kami tetap bersatu artinya tidak ada soal. Sahabat. Dan sesaa Profesor jangan saling mendahului, sama dengan bis kota itu. Tidak papa Profesor Gayus rekan Saya ini, Saya tetap pada pendirian Saya tadi bahwa KPK menganggap ini keuangan negara biarkan saja. Saya juga mengatakan bukan keuangan negara tapi Saya tidak menghalangi KPK untuk menyidik korupsi karena Saya berpendapat keuangan negara pun boleh, bukan keuangan negara pun boleh, KPK. Jadi untuk penindakan korupsi Saya dan KPK itu tidak ada perbedaan yang prinsipil. Tapi kalau rugi negara atau tidak, Saya ada berbeda. Tapi Saya dengan Saudara Gayus ini seperti Saudara, begitu Pa Gayus ya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Pa Natabaya. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Sebetulnya Prof. Gayus jawaban Saya tadi sudah jelas ya. Apa perlu Saya ulang. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, S.H., M.H.): Terima kasih, Pak. bisa anggota yang lain dari PDI. F-PDIP PERJUANGAN (Dra. EVA KUSUMA SUNDARI, M.A., M.D.E.): Terima kasih. Selamat pagi Bapak Ahli yang terhormat, Menyambung saja bahwa setelah KPK mengaskan bahwa ini adalah keuangan negara Saya juga ingin menambahkan fata bahwa memang LPS keuangannya selama ini memang diperiksa oleh BPK. Jadi memang jadi obyek dari pemerisaan BPK dan BPK hanya bisa memeriksa obyek yang masuk dalam kategori keuangan negara. Bapak, Saya hanya pertanyaan yang sangat sederhana, kalau Saya melihat Perppu Pasal 9, Perppu Nomor 4 Tahun 2008 Pasal 9 dikatakan disitu bahwa KSSK melaporkan secara intensif perkembangan tentang krisis kepada Presiden. Lalu di undang-undang LPS juga diakatakan bahwa LPS juga bertanggungjawab kepada Presiden. Dan Bapak juga mengikuti Saya pikir porses pemeriksaan yang ada di Pansus. Dimana banyak sekali pendapat yang 117
berbeda. Pertanyaan Saya, untuk mengatasi satu, perbedaan-perbedaan pendapat tentang sejauh mana Presiden tahu dan kemudian yang kedua secara normative Presiden adalah muara yang dituju secara perkembangan dari krisis plus LPS bertanggungjawab kepada Presiden secara langsung. Apakah menghadirkan Presiden di Pansus Angket menurut anda bagaimana Pak, relevant atau tidak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Kepada Saya Bu? F-PDIP PERJUANGAN (Dra. EVA KUSUMA SUNDARI, M.A., M.D.E.): Iya, kepada Bapak berdua. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Keterangan Presiden tentang beberapa hari yang lalu dan juga Saya membaca dislah satu harian pada pagi hari ini tentang bagaimana kebijakan Presiden, kebijakan Pemerintah Saya kira tidak perlu Presiden dipanggil lagi karena Pansus Saya kira sudah menadapat data-data yang cukup bagaimana policy Pemerintah. Jadi tidak, Saya kira. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Pasal 6 dari undang-undang bernegara mengatakan demikian, “Presiden selaku kepala pemerintahan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan Pemerintah. Tapi ayat (2)nya berbunyi demikian, “kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiscal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Berpijak dari pada ketentuan ini maka Presiden tidak perlu, cukup kan dia sudah kuasakan kepada Menteri Keuangan, karena dia sudah dapat kuasa. Jadi ada pelimpahan. Jadi undang-undang sendiri memberikan kuasa, kekuasaan Presiden itu diberikan kepada Menteri Keuangan. Sehingga menurut Saya pasal ini menetukan dalam cukup dalam hal sepanjang pengelola fiscal dan wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. F-PDIP PERJUANGAN (Dra. EVA KUSUMA SUNDARI, M.A., M.D.E.): Kaitan dengan pelimpahan kekuasaan Pak, kalau Bapak mengikuti kesaksian dari Bapak Wapres dimana pada saat Bapak Presiden mengikuti pertemuan G20 pada tanggal 16 sampai 23 November, beliau tidak ada di Indonesia dan dimunculkan Keppres tentang bahwa segala wewenang pengelolaan kepala pemerintahan dilimpahkan kepada Bapak JK atau Bapak Wapres. Tetapi kemudian menjadi perdebatan adalah ketika Pak Wapres sendiri menyatakan bahwa untuk keputusan bailout, beliau tidak dilibatkan dan hanya dilapori ketika bailout sudah diputuskan yaitu tanggal 25, sementara bailout-nya tanggal 20. Begitu Pak kira-kira 21, jadi menurut Bapak Ahli sebetulnya seperti ini merupakan pelanggaran atau tidak Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bidang Saya, Hukum Ekonomi Bu, jadi Hukum Tata Negara Saya serahkan kepada ahlinya. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Begini, dalam system prodinansial itu tidak ada pemisahan. Jadi kalau Presiden keluar negeri itu tidak hilang Presidennya itu. Tidak ada istilah acting presiden, tidak ada istilah pejabat presiden. Presiden itu melekat kepada dia, artinya melekat kepada Pak SBY. Bahwa dalam urusan yang sehari-hari, eprsoalan sehari-hari maka itu turunlah Keppres itu. Tentu ada etika karena walaupun ini karena ada orang yang diberikannya untuk mengurusi urusan sehari-hari ada 118
etika bahwasanya dia harus dilaporkan, tidak bisa di by past begitu saja. Ini yang menjadi persoalan kita sebetulnya itu. Itulah barangkali menimbulkan persoalan Pak JK bilang, Saya tidak tahu, Saya baru diberi tahu tanggal 25. Oleh karena itu pada waktu dirapatkan itu ini bukan tidak bisa di bailout. Itu namananya perampokan, itu pendapatnya Pak JK. Itu pendapat dia. Maka oleh karena memang waktu itu dia adalah wakil presiden dan melaksanakan laporan keluar, maka siapapun namanya itu pada waktu memerintahkan itu, kalau Saya mengutip Koran ya, bahwa menurut Pak Boediyono tidak ada dasar hukumnya Pak. maka dia langsung angkat telepon kepada Kapolri, Kapolri memerintahkan kepada Kabareskrim, dia tangkap. Dan pada waktu ditangkap dia sudah pegang tiket untuk pergi. Ini yang bermasalah. Jadi artinya, memang dia mempunyai kewenangan untuk memerintahkan itu. Itu Saya kira. KETUA RAPAT: Ya masih ada waktu 10 menit lagi, sampai dengan Pukul 13.00 WIB F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Terima kasih. Pak Yahya yang Saya hormati, Profesor yang sangat Saya hormati, Saya langsung saja karena beberapa hari ini kita mempersiapkan diri untuk menanyakan kaeran sangat berharga sekali penejlasan dari Bapak Profesor berdua. Pertanyaan ini saya ajukan kepada berdua. Jadi beberapa data mudahmudahan juga sudah punya yaitu keputusan dewan komisioner LPS tentang PMS. Apakah Bapak Profesor berdua memiliki keputusan Dewan Komisioner LPS tentang PMS? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya tidak memiliki. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Oke Saya bacakan Pak ya. Jadi pada tanggal 22 Desember 2008. DPR RI mengirimkan dua surat kepada Pemerintah. Yang pokoknya berisi Perppu Nomor 2 Tahun 2008 dan Perppu nomor 3 Tahun 2008, dan telah mendapatkan persetujuan dalam Rapat Paripurna. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua yang ingin Saya tanyakan, LPS telah menerbitkan keputusan 4 Dewan Komisioner KDK mengani penanganan biaya Bank Century, masing-masing KDK Nomor Keputusan 18 tanggal 23 November 2008. KDK Nomor 21 tanggal 5 Desember 2008. KDK Nomor 1 tanggal 5 Februari 2009. KDK Nomor 19 tanggal 21 Juni 2009. KDK pertama, dua KDK pertama yang pertama dan kedua pada bagian mengingat mencantumkan Perppu Nomor 4 Tahun 2008 sebagai dasar hukum. Saya ulangi Pak Profesor ya. Dua KDK pertama pada nomor satu dan kedua, pada bagian mengingat mencantumkan Perppu Nomor 4 Tahun 2008 sebagai dasar hukum. Sedangkan dua KDK terakhir nomor 3 dan nomor 4, pada bagian mengingat sudah tidak lagi mencantumkan Perppu Nomor 4 Tahun 2008. Jadi setelah sudar DPR kepada Pemerintah tanggal 24 Desember 2008. LPS menerbitkan KDK yang tidak lagi mencantumkan Perppu NOmor 4 Tahun 2008 sebagai dasar hukum. Saya ulangi pelan-pelan Pak ya. Jadi LPS sesudah surat DPR kepada Pemerintah tanggal 24 Desember, LPS menerbitkan KDK yang tidak lagi mencantumkan Perppu Nomor 4 Tahun 2008 sebagai dasar hukum. 119
Menurut kami secara implicit mengakui bahwa Perppu Nomor 4 Tahun 2008 sudah tidak eksis lagi. Ajdi sebagai ahli bagaimana pandangan Profesor setujukah dengan surat LPS itu dan apa maksud surat LPS itu yang tidak ada lagi mengingat soal Perppu itu sebagai dasar hukum. Mungkin itu dulu, tolong dijawab. Terima kasih Profesor. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan Sidang, izinkan Saya berpendapat begini. Kalau LPS berpendapat bahwa pada tanggal 24 Desember itu tidak berlaku lagi Perppu, dia tidak mencantumkannya lagi, itu pendapat LPS lah. Tapi pendapat Saya mengatakan masih ragu-ragu Saya waktu tadi itu. Tetapi apakah keputusan KSSK yang dibuat Bulan November masih sah? Saya katakana masih sah. Kalau LPS mengatakan 24 Desember ini tidak memakai pertimbangan Perppu lagi, ya itu pendapat LPS . tetapi dia masih menganggap keputusan KSSK bulan November itu tetap sah demikian Bapak. Terima kasih. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Silakan Pak. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Menjawab pertanyaan dari Pak Maruarar. Di Hakim Konstitusi juga ada Maruarar, kami memanggilnya Maru. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Saya bebas saja Pak karena nama dari kampung itu, sikutin saja Pak. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Boleh ya. Jadi dari segi ilmu perundang-undangan. Apa artinya menimbang dan mengingat. Menimbang itu adalah ruslaag dari pada suatu peraturan. Artinya dasarnya, pertimbangan filosofis dan pertimbangan seterusnya. Menginat itu adalah kejahatan hukumnya, respron. Artinya dia berdasarkan peraturan apa. Kalau tidak dicantumkan artinya peraturan itu dianggap oleh orang atau badan yang melahirkan itu tidak lagi mempunyai kekuatan, karena dia tidak lagi, menurut pandangan dia ya. Itu msalah benar atau tidak itu. Tapi dari segi perundang-undangan maka kalau tidak ada perkataan apa namanya itu, undang-undang apa itu namanya tadi tidak ada sedangkan yang lainnya ada maka artinya ada perubahan dari pada si pembuat perundangundangan dalam arti mengingat itu. Jadi tidak ada recht non, tidak ada dasar hukumnya lagi untuk digunakan sebagai pijakan didalam mengambil tindakan. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Terima kasih Prof. satu lagi boleh Pak. Jadi dari ketentuan Pasal 5 dan Pasal 7 PLPS, Pak. jadi Saya baca-baca juga ini Pak soal penanganan bank gagal sistemik. Jadi atas kuasa Pasal 33 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, Pak. Jadi UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS Pasal 33. Jadi Pasal 5 PLPS Nomor 5 Tahun 2006 Pak. baik Pak. Jadi penanganan bank gagal sistemik harus serta, ikut serta pemegang saham lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h, hanya dapat dilakukan kalau pemegang saham gagal sistemik telah menyetor modal sekurangkurangnya 20% dari perkiraan biaya penanganan. Kemudian ada pernaytaan dari RUPS bank sekurang-kurangnya memuat untuk kesediaan menyerahkan kepada LPS, menyerahkan kepada LPS kepengurusan bank, dan tidak menuntut LPS atau pihak yang dituntut LPS. Kemudian yang c, bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai 120
penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia, data keuangan nasabah struktur permodalan dan informasi lainnya yang terkait dengan asset dan kewajiban. Yang Saya mau tanyakan Pasal 7 Pak, “persyaratan sebagaimana Pasal 5 huruf (a) wajib dipenuhi oleh pemegang saham selambat-lambatnya 15 hari, hari kalender setelah LPS menerima bank gagal berdampak sistemik dari Komite Koordinasi untuk bank yang sahamnya tidak diperdagangkan di pasar modal. (b), tiga puluh lima hari, hari kalender setelah LPS menerima bank gagal sistemik dari Komite Koordinasi. Kemudian poin kedua, persyaratan tersebut Pasal 5 huruf Bapak dan huruf c, wajib dipenuhi oleh bank selambat-,lambatnya satu hari kerja. Ini Saya ulangi Pak Natabaya supaya agak pelan ya. Persyaratan yang dimaksud Pasal 5 huruf (b) dan huruf (c). Saya pelan-pelan bacakan Pak ya. Jadi persyaratan yang dimaksud Pasal 5 hurf (b) dan huruf (c) wajib dipenuhi oleh bank selambatlambatnya satu hari kerja setlah LPS menerima penerimaan bank gagal sistemik dari Komite Koordinasi. Dari ketentuan Pasal 5 dan Pasal 7 PLTS diatas maka LPS baru dapat mengambil alih bank gagal sistemik apapun banknya tanpa mengikutsertakan pemegang saham dengan terlebih dahulu mengikut sertakan kepada RUPS sebagai yang bersangkutan minimal 50 plus 1 dalam waktu selambatlambatnya satu hari kerja itu menurut kami. Pertanyaanya apakah pengambilalihan Bank Century, LPS sudah memberikan kesempatan satu hari kerja kepada pemegang saham lama Bank Century untuk melakukan RUPS? Itu pertanyaan Saya, Saya ulangi Pak. apakah dalam pengambilalihan Bank Century LPS telah memberikan kesempatan satu hari kerja kepada pemegang saham lama untuk melakukan RUPS. Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya kira yang mengetahui fakta ini LPS. Jadi Saya tidak menjawab itu. Tetapi ada yang ketentuan bahwa LPS menangani bank gagal sistemik itu tanpa keikutsertaan pemegang saham. Dan kalau Saya melihat, mendengar berita di surat kabat bagaimana perampok bank. Artinya dia merampok bank itu bisa dia ikut lagi didalam rapat umum pemegang saham. Saya kira tidak, tapi tanyakan ini kepada LPS, Saya tidak bisa menjawabnya. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Saya kira Saya dalam hal ini tidak mengetahui bukan ahli dalam perbankan. Tapi tentu tata cara yang sudah ditentukan itu, itu yang harus merupakan aturan main didalam konstitusi kita mengenai itu. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Jadi tata cara itu tetap harus dipegang Prof? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Kalau selama itu ada. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Selama itu berupa undang-undang, itu harus dipegang tata cara itu. Jadi kalau tata cara itu ada diatur memberikan kesempatan satu hari tidak diberikan kepada pemegang saham lama, menurut Profesor apa itu? PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Itu tentu case by case. Itu apa ada pertimbangn itu kan satu hari saja, tentu dia melihat ini apa. Jadi kita melihat sesuatu peraturan itu tidak boleh saja apa namanya itu whatmateh tapi adalah rechtmateh. Dan itu da durmateh.apakah ada maksud yang baik didalam mengenai itu. Jadi kita tidak bisa berpegang kepada wah ini begini. Disitulah ada namanya disitu, price elanasen ada 121
kebijakan dari pada mengambil keputusan itu mempunyai kebebasan. Kebijakan yang tidak melanggar peraturan. Jadi masih dalam koridor itu, ada klimensi didalam menentukan itu. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Terakhir sedikit lagi, klarifikasi saja Pak. KETUA RAPAT: Ini sudah cukup nanti pendalaman saja, karena dibisiki sama beliau disebelah pendalaman saja katanya. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Buat Profesor Erman Rajagukguk, apakah Bapak mengetahui bahwa MA berkesimpulan soal case Bapak Nelu bahwa keuangan negara dimana Bank Mandiri, Bank BUMN adalah keuangan negara. Btahu itu Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bukan hanya tahu tapi Saya menjadi Saksi Ahli didalam perkara Bapak Burhanudin kalau tidak salah. Dan Saya mengatakan Saya tidak setuju itu keuangan negara. Dan Saya kira ada hakim yang disopinion, satu pada waktu itu. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Akhrinya keputusan Mahkamah Agung seperti apa Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Ya, keputusan Mahkamah Agung seperti dikatakan tadi itu. Tetapi Mahkamah Agung, putusan itu kan tidak semua putusan Mahkamah Agung itu sebagai putusan yang satu-satunya, tidak. Putusan Mahkamah Agung yang lain mungkin saja berbeda pendapat. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Kemudian Bapak juga memberikan keterangan di pengadilian tinggi tipikor terhadap Bapak Aulia Pohan soal YPBI adalah bagian dari keuangan negara betul Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya tidak memberikan keterangan dalam sidang Bapak Aulia Pohan itu. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Tidak disitu tidak, tapi yang Pak Nelu iya Pak ya, tapi keputusannya waktu itu adalah bagian dari keuangan negara ya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Bagaimana? F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Yang kasus Bapak Nelu, Bapak memberikan keterangan? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Iya dan Saya tetap, tidak Saya kira tidak itu. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Tidak berpendapat? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya berpendapat bahwa keuangan BUMN itu bukan keuangan negara dan itu diperkuat oleh Fatwa Mahkamah Agung, Pak. bahwa piutang Bank BUMN bukan piutang negara. Utang BUMN bukan utang negara, itu Fatwa Mahkamah Agung. Cuma kalau ditanya pada Saya, mana yang kuat fatwa atau undang-undang? Ya undang-undang lah fatwa itu tidak sumber hukum Pak. Cuma Saya berharap kalau ada hakim yang memakai fatwa itu sebagai putusannya, sebagai pendiriannya ya boleh saja. F-PDI PERJUANGAN (MARUARAR SIRAIT, S.IP.): Baik terima kasih. 122
KETUA RAPAT: Saya kira sudah Pukul 13.00 lewat harus diskors dulu Pak. F-PG(H. CHAIRUMAN HARAHAP, S.H., M.H.) Pak Ketua ada kutipan yang salah ini. Tadi Profesor mengatakan masalah keuangan negara tetapi yang dikutip satu fatwa Mahkamah Agung tentang piutang. Ini kan sesuatu yang berbeda. Saya kira ini supaya Profesor bisa uji tim. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Jadi Bapak Pimpinan terima kasih. Itu penafsiran Saya, bahwa ini soal piutang bank BUMN bukan piutang negara. Beigut juga utang BUMN bukan utang negara. Berarti keuangan BUMN itu bukan keuangan negara walaupun dia tidak implicit mengatakan itu tanpa Saya menafsirkan itu, begitu. KETUA RAPAT: Kita skors sekalian juga memberikan keselamatan untuk shalat kepada beliau walaupun sudah lewat. Kita Pukul 14.00 WIB karena kita sudah mulur satu jam Pak. jadi Pukul 14.00 WIB terima kasih. (RAPAT DISKORS PUKUL 13.05 WIB) Yang terhormat Saudara-saudara Anggota Panitia Khusus, Pansus, Skors Saya cabut. (SKORS DICABUT PUKUL 14.15 WIB) Saudara sekalian, Sekarang Pukul 14.15 WIB Saya berharap kita bisa menyelesaikan sampai dengan Pukul 16.00 WIB apakah setuju? Setuju. (RAPAT:SETUJU) Sekali lagi Saya ingatkan proporsional, tadi Partai Demokrat 38 menit, Golkar 35 menit, PDI Perjuangan 30 menit, sekarang kembali kepada PKS proporsionalnya 20 menit tambah sedikit. Oke, terima kasih Saya persilakan sekarang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. F-PKS (ANDI RAHMAT, S.E.): Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bapak Profesor Erman, Bapak Profesor Natabaya, dua orang guru besar kita yang Saya hormati, Bapak berdua untuk hadir dalam Pansus ini karena tentunya akan sangat bersar pengaruhnya dalam membantu Pansus ini secara umum dan khususnya Panitia Angket dari fraksi kami untuk menempatkan persoalan secara tepat didalam konstruksi hukum yang berlaku dinegara kita ini. Saya memulai pertanyaan Saya kepada kedua-duanya Pak. isitlah yang sudah umum sekali didalam Pansus ini Pak, liniensi itu, kemudahan-keudahan. Seberapa besar sebenarnya sitem hukum kita ini memberi ruang bagi pengambil kebijakan untuk mengambil satu liniensi. Itu yang pertama. Yang kedua Pak, masih berkaitan dengan hal itu. Jika kita melihat ada hal yang tidak benar didalam liniensi itu dengan cara apa kita kemudian bisa menganggap proses pengambilan atau liniensi kebijakan itu adalah yang seharusnya atau tidak sepatutnya dilakukan oleh pengambil kebijakan. Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan Sidang izinkan Saya mengemukakan pendapat Saya. 123
Seberapa jauh kita bisa mengambil dalam hal ini Pemerintah bisa mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan. Bapak-bapak sekalian yang Saya hormati, Ukurannya adalah bahwa kalau mengambil kebijaksanaan dengan mengubah peraturan-peraturan, maka pertama peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Itu satu. Yang kedua, apapun kebijaksanaan yang diambil tidak boleh bertentangan dengan hukum. Hukum itu antara lain peraturan perundang-undangan. Bapak/Ibu sekalian, Didalam hukum ada satu doktrin bahwa Pemerintah itu boleh mengeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum. Dia boleh juga mengubah peraturan-peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan diatasnya. Misalnya didalam perkembangan otonomi daerah. Otonomi daerah mempunyai otoritas untuk mengeluarkan peraturan-peraturan daerah. Tetapi sepanjang peraturan daerah itu tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pusat, maka dia boleh. Tapi kalau dia bertentangan dengan undang-undang, undang-undang itu tidak bisa jalan jadinya, maka menurut Undang-Undang Otonomi Daerah, Pemerintah Pusat itu mempunyai wewenang untuk mencabut peraturanperaturan daerah tersebut. Didalam kebijaksanaan–kebijaksanaan Pemerintah seberapa jauh itu bisa diambil. Saya ingat kepada satu ya, putusan surat edaran Mahkamah Agung tanggal 25 Februari 1977, ini kebetulan saja Saya membawa bukunya ini. Yang dikatakan oleh Mahkamah Agung bahwa Mahkamah Agung menegaskan bahwa kebijaksanaan penguasa tidak termasuk kompetensi pengadilan untuk menilainya dalam rumusan akhir pada waktu tahun 1977 dalam loka karya di tambahkan bahwa kebijaksanaan itu kecuali ada unsure wiliqure dan de Tournamen of the povpoit, artinya apa itu, yaitu perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Yang dimaksud kebijsanaan adalah terjemahan dari konsebli dalam Bahasa Belanda. Kebijakan penguasa tidak digugat berdasarkan atas prinsip blitchvergate, yaitu kebebasan mengeluarkan kebijasaan yang ada pada penguasa. Blitchvergate, penguasa meliputi tugas-tugas militer. Polisonil, hubungan luar negeri, pekerjaan untuk kepentingan umum. Dan ini yang paling penting yang relevan dengan pembahasan kita ini, keadaan yang tidak dapat diduga terlebih dahulu dalam mengambil tindakan darurat. Ini batasnya. Ada Putusan-putusan Mahkamah Agung pada waktu yang lalu, yang pernah ada yang menyatakan bahwa perbuatan kebijaksanaan penguasa tidak termasukn kompetensi pengadilan untuk menilainya. Antara lain Putusan Nomor 157/SIP 1960 dalam perkara Lebanus Tambunan. Putusan Nomor 319 K/ SIP 1968 perkara Mbo Kromorejo. Putusan Pengadilan NegeriJakarta Nomor 611Tahun 1970 perkara Bolder Pluit, membangun waduk di Pluit itu. Jadi Saudara-Saudara inilah batas-batasnya sebab didalam hukum perbuatan melawan hukum itu bisa juga perbuatan melawan hukum oleh penguasa, on recht matig over heid not, bisa itu. Tapi apa sih perbuatan melawan hukum melalui pengusa itu batas-batasnya. Ya itu tadi tidak melanggar hukum. Jadi Saudara-saudara Saya mengatakan berpendirian. Kebijakan Pemerintah itu tidak bisa dinilai bahkan oleh yudikatif pun tidak bisa dinilai asal tidak melakukan melanggar hukum. Dalam pemabahsan kita ini yang bagaimana itu pengecowantahannya. Saya katakana kalau KPK nanti menemui tindak pidana korupsi ya boleh saja lah, LPS itu diperiksa,siapapun diperiksa, boleh. Karena 124
mau mencari apakah ada melanggar hukum apa ada korupsi tapi kewenangan kebijakan untuk misalnya, kebijakan untuk menyelamatkan Bank Century, kebijakan bahwa ini sistemik itu termasuk kebijakan, kebijaksanaan Pemerintah. Demikian jawaban Saya. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Terima kasih, Saudara. Ini untuk menjawab pertanyaan ini tentu kita harus melihat perkembangannya. Jadi ini ada perkembangan dari pengertian apa itu negara hukum. Salah satu cirri negara hukum mulanya itu ada yang namanya itu wet matig heid varhendetoo, tindakan Pemerintah itu harus berdasarkan wet. Jadi pertama adalah pemisahan kekuasaan, perlindungan kepada hak azasi, ketiga adalah wetmaterhed varhendetoo, dan keempat adalah adanya peradilan negara. Disini timbul persoalan, dalam perkembangannya. Bahwa apakah tindakan Pemerintah itu harus berdasarkan wet, sedangkan wetnya itu belum ada. Disinilah timbul persoalan. Maka timbulah kalau begitu kita tidak bisa berdasarkan kepada wetmaterhed varhendetoo, tidak mugkin tiap Pemerintah itu harus bertindak, harus ada undang-undangya terlebih dahulu. Sebab undang-undang itu sudah ketiggalan. Maka timbulah pemekaran yang namaya itu rehmaterhed vadertoo, tidakan Pemerintah itu harus berdasarkan hukum. Tapi bukan berdasarkan undang-undang, timbullah istilah price el riser kebijakan. Tetapi kebijakan itu tidak boleh bijak sana, bijak sini. Harus ada ukurannya adalah dul matig heid, kemanfaatan. Ini harus ada ukurannya itu. Jadi untuk menilainya itu oleh karena itu pengadilan tidak bisa memeriksa itu berdasarkan sesuatu blikefarhed, kebebasan Pemerintah untuk melakukan itu. Dia tidak bisa karena memang itu suatu kebijakan yang undang-undangnya tidak ada tetapi hukum dia lebih luas dari pada undang-undang, dia harus bertindak. Oleh karena itu kalau Saya hubungkan dengan apa namanya itu, apa yang menjadi persoalan di kita Perppu oleh karena itu adalah Pemerintah itu harus mengeluarkan itu karena menurut pandangan dia ada hal ikhwal memaksa, dan oleh karena itu dia harus tepat dan cepat. Itu undangundangnya mengambil tindakan untuk menyelamatkan itu. Disitulah dia kedudukan daripada Perppu itu dinilai adalah sederajat dengan undangundang. Tapi didalam hal dilema negara dia bisa mengeluarkan dua kebijakan-kebijkan itu. Tapi tidak boleh keluar seperti ada keperluan kalau tidak dia akan returedenfork, abuse of power, tidak bisa. Kalau dia abuse of power maka akan kena persoalan hukum. Begitu kira-kira. F-PKS (ANDI RAHMAT, S.E.): Saya boleh dapat kata kuncinya Pak Prof. Natabaya, kapan suatu kebijakan itu bisa kita katakan abuse of power Pak? jadi kan tentu ada perspektif, subyektif yang diambil oleh suatu pengambil kebijakan ketika dia mengambil suatu kebijakan, perspektif subyektif itu kita usnuzon saja bahwa itu mungkinberasal dari satu pandangan yang berkembang dilingkungannya. Ada ahli hukum, ada ini. Tetapi kemudian ditengah jalan kan ada timbul persoalan begitu, orang mempertanyakan. Anda bisa saja ada abuse of power ini, pertanyaan Saya itu Pak kapan kita bisa satu kebijakan itu kemudian menabrak atau dapat dikatakan abuse of power itu Pak. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Untuk mengetahui apakah itu ada abuse of power bahwa tiap-tiap organisasi itu, tiap institusi itu ada aturan, ada power yang diberikan. Jadi umpamanya 125
kepada DPR dipilih oleh Undang-Undang Dasar seudah diberikan kekuasaan, kekuasaan membentuk undang-undang ditangan DPR. Dan Anggota DPR mempunyai hak angket, hak mengeluarkan pendapat, hak interpelasi. Itu hak dan itu menurut power dia. Dia tidak boleh keluar dari apa yang dimaksudnya itu, kalau keluar itu dia abuse of power, begitu. F-PKS (ANDI RAHMAT, S.E.): Ini Pak Saya lanjutkan ada satu pertanyaan lagi. Berkaitan dengan soal mengenai banding. Ini ada satu kenyataan Pak ya terutama Pak Erman beliau lama jadi Wakil Seska Pak ya, 7 tahun Pak ya. Saya dua kali keruangan Bapak dulu temani Prof. Jimly dulu. Keruangannya beliau ini waktu masih jadi Waseskap. Saya pertanyaannya begini Pak, ini masalahnya adminstratif saja Pak ya, ini Presiden dalam dua peristiwa itu sama-sama di luar negeri Pak, kasus Indofor, Presiden juga diluar negeri, Century Presiden juga sedang berada di luar negeri juga. Sama-sama kan ada Keppresnya Pak kan begitu. Tetapi ada dua modal surat Pak yang kami temukan dalam proses pemeriksaan ini yang berbeda teratmentnya Pak. Dalam kasus indofor itu surat yang dikirimkan oleh Menteri Keuangan ke Menko waktu itu kepada Presiden itu ditembuskan kepada Wappres Pak dalam kasus Indofor, ada tembuasannya dibawah itu tembusan. Tapi didalam kasus Century surat yang dikirimkan ke Presiden itu tidak ada tembusan ke Wakil Presiden Pak. Saya berasumsi, ini asumsi saja Pak dan perlu ada pendapat dari Bapakbapak ini supaya asumsinya ini berdiri diatas argumentasi yang benar, begitu. Ini kok sepertinya ada suuzonnya itu ini kok sepertinya ada kesan bahwa Wakil Presiden itu ditepikan dalam Kasus Century karena dia mungkin punya pandangan yang berbeda dengan dua orang yang diberi kuasa undang-undang untuk mengambil kebijakan Kasus Bank Century ini. Saya mau minta penjelasan Bapak, apakah tertib adminstrasi ini sudah baku di dalam system kita atau memang tergantung kepada yang mengirim surat saja Pak tembusan itu. Ini karena Bapak yang paling lama mengurusi begini-begini, Saya perlu satu pandangan Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Pertama-tama terima kasih Bapak. Saya memang 7 tahun menjadi Wakil Sekretaris Kabinet sejak zaman Pak Habibie, zaman Presiden Gusdur, zaman Ibu Megawati, dan juga zaman Presiden Bapak Soesilo Bambang Yudoyono, 8 bulan sebelum Saya berusia 15,5 tahun masuk pension Saya itu Pak. jadi Saya berhenti masa pension Saya itu. Jadi ini tidak ada aturan baku Pak kalau sudah dia ada surat keputusan Presiden untuk selama Presiden pergi, pekerjaan sehari-hari diketahui oleh Wakil Presiden lalu harus dilaporkan kepada Wakil Presiden, tidak ada Pak. Jadi tergantung Menterinya saja, kalau Menterinya mau lapor kepada Presiden dan beliau tetap Kepala Negara, kepada Menterinya Pak tidak ada yang baku itu. F-PKS (ANDI RAHMAT, S.E.): Termasuk surat begitu Pak ya, itu tidak baku juga perannya didalam system kita Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya tidak pernah menulis surat dari Menteri itu Pak, tidak tahu Saya, terus terang tidak tahu. F-PKS (ANDI RAHMAT, S.E.): 126
Kalau Prof. Natabaya mungkin ada penjelasan ketatanegaraannya ini, ini meskipun kecil kelihatannya sepele tapi kalau melihat konsekwensi persoalan ini kelihatannya agak serius juga ini Pak ya. Setelah melihat model-model administrative kita ini. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Saya menjawab pertanyaan yang terhormat, sebetulnya Saya tidak bisa menjawb asumsi. Asumsi tidak bisa Saya jawab. Tapi apa namanya itu tidak dialamatkan atau ditembuskan sebetulnya yang menjadi tanggung jawab ini adalah Presiden. Wakil Presiden itu wakil. Oleh karena itu ada istilah paling seret. Sehingga apa yang diberikan kepada Presiden itu juga sudah menjadi pertanggungjawaban sebagai kepala pemerintahan. Jadi tidak diberikan kepada waktu residen, ya tidak apa sebetulnya. Bahwa ada asumsi kok ini berbeda, ini berbeda. Ini kita tidak bisa. Itu asumsi bukan merupakan elemen pelanggaran hukum. F-PKS (ANDI RAHMAT, S.E.): Terima kasih. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Terima kasih. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya menanyakan tadi ada pendapat Prof. Erman mengenai keuangan negara yang dipisahkan. Prof. Erman menjelaskan bahwa uang APBN yang diambil kemudian disetorkan sebagai penyertaan saham. Itu harusnya sudah dipisahkan seperti orang mendapatkan deviden. Makannya Prof. Erman mengatakan bahwa PNBP yang merupakan dari penyisihan di LPS. Itu seperti seorang swasta yang menanamkan modalnya. Menanamkan modalnya kemudian mendapatkan deviden. Pertanyaan Saya Pak adalah PNBP itu, itu kan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Penerimaan Negara Bukan Pajak itu tidak semata-mata bahwa itu berasal dari hal yang sifatnya penyisihan, sifatnya deviden. Penerimaan negara misalnya visa, pungutan visa dari luar negeri itu juga PNBP. Pungutan-pungutan yang memberikan eksklusifitas, hak eksklusifitas untuk memungut itu masuk ke PNBP karena dianggap penerimaan bukan pajak. Saya mengaitkan ini dengan pendapat Bapak bahwa apakah itu akan tetap menjadi PNBP kalau itu swasta Pak. yang benar-benar terpisah dari Pemerintah. Itu pertanyaan pertama. Kalau LPS ini, padahal LPS ini kan mendapatkan hak sangat yang istimewa untuk memungut premi dan sebagainya. Yang kedua Pak, yang kedua adalah berkaitan dengan kalau tadi itu selisih preminya lebih. Selisih perminya itu lebih dia akan menjadi penerimaan bukan pajak, ini mengacu ke Pasal 83, Pak. dan di Pasal 85-nya dia mengatakan bahwa kalau itu kurang modal itu Pemerintah harus menutup kekurangan modal LPS ini. Kekurangan modal LPS ini harus ditutup Pemerintah melalui persetujuan DPR. Berarti ini kan dari APBN lagi. Saya kemablikan dari terminology tadi Pak, ini keuangan negara tapi PNBP kenapa, kenapa menjadi PNBP kalau itu Bapak mengatakan bahwa itu bukan keuangan negara. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Boleh Saya jawab Pak? F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Silakan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan Sidang. 127
Perkenankan Saya menyampaikan pendapat Saya. pendapat Saya itu pertama, seperti Saya katakan Saya berdasar kepada doktrin hukum bahwa LPS itu badan hukum yang mempunyai kekayaan sendiri. Kekayaan sendiri itu ialah dari premi yang dikumpulkannya dari program penjaminan bank-bank itu. Tetapi dari modal, dari yang dipisahkan dari APBN itu menurut Saya karena sudah Saya contohkan tadi waktu Saya mendirikan PB itu sama, dia badan hukum juga. Jadi itu bukan keuangan negara lagi, sudah keuangan LPS itu. Yang kedua yang Saya katakan tadi Bapak. Kalau berdasarkan dari fasilitas dari Pemerintah dia dianggap keuangan negara. Banyak ketentuan perundangan lain yang memberikan fasilitas kepada perusahaan atau orang atau individu tidak bisa kita anggap keuangan negara. Yang kedua, Saya berdasarkan Pasal 83, surplus yang diperoleh LPS dari kegiatan operasional selama satu tahu dialokasikan sebagai berikut: 20% untuk cadangan tujuan. 80% akumulasi sebagai cadangan penjaminan. Dalam hal akumulasi cadangan penjaminan mencapai tingkat 2,5% dari total simpanan pada seluruh bank. Sebagai surplus sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf (b) merupakan penerimaan negara bukan pajak. Dan inilah yang Saya maksud penerimaan bukan pajak itu menjadi keuangan negara seperti LPS. Ini juga misalnya Saya tidak tahu pasti tapi kalau dia membayar pajak, keuangan negara pajak itu. Dan disini ada pasal. Bahwa kalau kekurangan modal akan diatasi oleh negara dengan meminta persetujuan DPR, pasti itu karena memakai APBN. Dan juga Saya berpengang kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan ini penafsiran Saya Pak terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat (1), “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara”. Ini penafsiran Saya, keuangan negara itu adalah yang berkenaan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Jadi itu harus minta persetujuan DPR. Untuk memasukkannya itu meminta kalau anggarannya itu lebih dari pada RAPBN itu, itu harus minta persetujuan Pemerintah. Ini pendapat Saya Pak. Maaf Pak tadi persetujuan Pemerintah. Persetujuan DPR untuk meminta APBN. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Ini kan ada modal dari APBN. Kemudian cara mereka berbisnis itu merupakan hak eksklusif dari negara. Sampai sekarang pun Dirutnya itu masih pegawai negeri, Pak Djaelani. Kemudian dia mendapatkan hak-hak eksklusif dari negara, bagaimana mungkin hak-hak eksklusif negara ini dijalankan dengan kekuasaan yang diberikan sepenuhnya oleh negara ini diatakan sudah uangnya dari APBN. Hak eksklusifnya oleh negara, ini masih dikatakab bahwa ini bukan bagian dari keuangan negara. Sampai kepada selisih premi lebih pun itu diakui sebagai penerimaan negara bukan pajak. Dan apabila cadangan itu kurang, cadangan premi yang disisihkan itu kurang dan mengami kekurangan modal dan itu disetujui Pemerintah, Pemerintah harus mengisi kekurangan modal itu dengan persetujuan DPR megambil dari APBN Dari proses awal sampai akhirnya, keluarnya pun baik plus minusnya itu kan tergantung kepada negara muladi dari cara bisnis berpraktiknya pun. Ini kan 128
kenapa masih ada mengandung pengertian bukan keuangan negara. Mengacu dari itu silakan Pak. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Saya tadi sudah cukup gamblang didalam menyatakan bagaimana mengkualifikasi apakah ini keuangan negara atau tidak. Kita mempunyai pijakan hukum, itulah undang-undang mengenai keuangan negara. Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 dan itu jelas dikatakan Pasal 1, “keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara tersebut. Pasal 2 menjelaskan, “keuangan negara sebagaimana dimaksudkan Pasal 1 angkat (1) meliputi bla, bla, bla”. Saya potong saja (g), “kekayaan negara, kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara, perusahaan daerah”. (e), “kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas diberikan oleh negara”. Sekarang kita lihat bagaimana itu LPS. Didalam Pasal 81 dikatakan, “kekayaan LPS merupakan asset negara yang dipisahkan”. Tadi ini ada kata dipisahkan kan dari g tadi. Timbul pengertian kita adalah apakah kebutuhan asset negara yang dipisahkan ini kepada LPS yang berbadan hukum itu tidak merupakan keuangan negara. Dan juga kalau kita lihat didalam peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008, mengeni sumber pendanaannya KSSK dikatakan, “Sumber pendanaan Pemerintah untuk pencegahan dan penanganan krisis berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui penerbian SBN atau tunai”. Ayat (6)nya berkata, “penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pencegahan dan penanganan krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat”. Jelas, what that’s mean? Ini apa namanya itu pihak diikutsertakan, kalau kria uang negara. Jadi kalau kita melihat artinya ini, memang namanya itu, Undang-undang Keuangan Negara itu merujuk mengenai ketentuanketentuan ini dan inilah praktekgi yang dilakukan juga oleh badan-badan yang memeriksa apakah sesuatu negara itu dirugikan keuangan negara oleh apa namanya itu. Bahwasanya ada pendapat memang kalau ini milik daripada badan hukum yang merupakan satu badan hukum tersendiri memang bukan kekayaan apakah kalau semua orang meminjam uang dari badan hukum yang merupakan resprosun sendiri, bisa bertindak sendiri apakah ini masih milik orang lain. Tangung jawabnya kalau dilakukan bukan tanggung jawab itu. Tapi tetap tanggung jawab person itu. Disinilah ada persoalan akademis, ini bukan uangnya untuk menyelesaikan disitu. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Jadi kalau pakai Undang-Undang Keuangan Negara Pasal 2 (g) itu menurut Fatwa Mahkamah Agung sudah tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 2 (g) itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): 2 (i), belum ada fatwanya lalu dikatakan disitu inilah yang dipakai untuk menetapkan keuangan negara. Saya ambil contoh Pak. Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanaman modal yang melakukan penanaman 129
modal. Fasilitas penanaman modal sebgaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanam modal yang melakukan perluasan usaha atau melakukan penanaman modal baru. Betuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto dan lain-lain. Pendapat Saya apakah uang kalau Saya investor, Saya mau impor bahan baku dapat fasilitas keringanan bea masuk ini. Kemudian Saya jadikan barang Saya itu produk lalu Saya jugal apakah itu uang negara. Ini yang Saya tidak bisa mengatakan bahwa Pasal 23 itu bisa ditafsirkan fasilitas, tidak. Ini terus undang-undang penanaman modal fasilitas. Tidak bisa kita katakan bahwa uang pengusaha itu uang negara, tidak. Tetapi, Bapak Pimpinan yang Saya hormati dan teman-teman sekalian kalau didalam penyelamatan bank ini pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, ya uang negara itu. Jadi pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tapi dalam kasus Bank Century penyelamatan itu tidak pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pakai premi, itulah yang Saya mungkin berbeda pendapat dengan kawan-kawan. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Professor bisa mengetahui itu premi dari siapa Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya tanyakan, coba Saudara konfirmasi dengan LPS, apakah dia pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak? F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Yang uang 4 triliun yang modal itu bagaimana Prof. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Yang empat triliun itu Saya berpendirian tetap. Bahwa 4 triliun itu sudah dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Itu uang badan hukum itu pendirian Saya. KETUA RAPAT: Begini, itu sudah tiga kali ada yang bertanya. F-….(…): Biarkan anggota. KETUA RAPAT: Saya, Pimpinan bukan Bapak bilang biarkan begitu Pak. F-….(…): Saya cukup menarik Saya kira apa yang dikemukakan oleh Profesor Erman, Saya kira. Tadi mengutip masalah fatwa. Betul adanya fatwa akan tetapi bahwa dalam konteks hirarki perundang-undangan kita, fatwa tidak menjadikan sumber, bagiamana Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Setuju Pak. F-….(…): Yang kedua adalah fatwa juga tidak bisa jadi rujukan. Jangankan fatwa keputusan hakim juga tidak bisa dijadikan sandaran pada hakim yang lain. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Saya berbeda pendapat Pak. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Ini konteks. Terus yang kedua kalau dinyatakan dalam fatwa. Tadi Bapak juga mengatakan bahwa dia juga tidak boleh bertentangan dengan kedudukan undang-undang, ini Undang-Undang Nomor 17, “kedudukan fatwa dibawah undang-undang”. Karena kita tidak menganut system yang namanya yurispudensi dalam mengambil keputusan. 130
PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Itulah Pak, itu yang Saya katakana ditanya oleh hakim kepada Saya, mana yang lebih tinggi Pak Erman, fatwa atau undang-undang? Saya katakan undang-undang Pak, karena fatwa itu tidak sumber hukum dalam peraturan perundang-undangan kita Pak. Cuma Saya berpendirian bila hakim memakai fatwa itu untuk memberikan putasannya, hakim bebas Pak. dan Saya katakan tadi contoh-contohnya. Hakim boleh mengubah undang-undang. Hukum kita mengatakan hukum adat, Batak Karo wanita tidak dapat warisan. Dalam denting meting for susitepu, Mahkamah Agung mengatakan, wanita dalam zaman kemerdekaan Indonesia sama derajatnya dengan laki-laki, maka wanita Batak Karo dapat warisan, gempar itu Pak waktu itu. Diulangi lagi di Lombok Pak. bahwa wanita menurut hukum adat Lombok tidak dapat warisan. Tetapi Mahkamah Agung dalam inak sarini susamayatimah, mengatakan wanita Lombok, wanita Sasak dalam Indonesia yang merdeka sama dengan pria dapat warisan, tidak apa-apa. Saya tanya mertua Saya Pak, istri Saya dari Sasak. Pak bagaimana itu hukum adat tidak ada. Tidak apaapalah Pak Erman sekarang wanita juga kerja cari duit, jadi dapatlah. Jadi Saya tidak berbeda pendapat dengan Saudara itu, bahwa tentang fatwa itu tidak berbeda. Cuma Saya mengatakan bahwa hakim bisa memakai fatawa itu untuk putasannya. Dan Saya setuju itu Bapak bahwa hakim kita itu tidak pakai, kita itu tidak ada system stardisi doctrics seperti common law, sehinga hakim kita itu bebas-bebas, sehingga kita masyarakat jadi bingung Pak. dalam satu perkara Mahkamah Agung tiga putusannya Pak. didalam utama karya versus apa begitu. Itu Saya lihat tiga putusannya, perkaranya satu. Kenapa bisa Pak Erman, kata orang-orang? Bisa Pak. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Pimpinan tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang kita. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Saya paling senang ngomong. Pimpinan Saya ingatkan ya, Saya ingatkan kawan-kawan kita ini Pansus bukan ingus, ingus kalau penyakit tidak keluar masuk. Maaf Saya sudah ingatkan dari awal tolong disiplin, anda ditugaskan oleh fraksi anda, tepat waktu, tepat jam. Ini tidak dengar dari tadi mau interupsiinterupsi. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Oke cukup-cukup. Ini sebetulnya PKS itu sudah 20 menit itu sudah lewat 10 menit. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Saya Cuma ingin menjelaskan tadi teguran Pimpinan bahwa ini pertanyaan yang sudah disampaikan. Saya ingin menjelaskan bahwa Saya mungkin pertanyaannya berkaitan dengan keuangan negara. Tapi pintu masuk Saya dan cara Saya bertanya itu substansinya juga berbeda. Mohon dipahami. KETUA RAPAT: Ya, Saya terima kasih. Nanti waktu pendalaman soalnya dari sebelah sini sudah lihat. Saya serahkan kepada PAN, 20 menit kurang sedikit. Kalau tadi PKS 20 menit lebih sedikit. Ini 20 menit kurang sedikit. Nanti PPP, nanti Pak silakan dalami ya. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Yang Saya hormati Bapak Saksi ahli, Bapak Erman, Bapak Natabaya, Profesor dua-duanya, 131
Ahli ya, bukan Saksi. Ini perdebatan dari tadi sudah kita lakukan baik landasan pengambilan keputusan sampai ke masalah hal-hal status, apakah itu uang negara atau kekayaan negara ataupun kekayaan negara yang dipisahkan. Diruangan ini sudah lama Pak, perdebatan kita sudah sangat panjang tentang itu. Kemudian ada salah satu yang mengganjal Saya. landasan pengambilan keputusan. Kenapa Bank Century ini dinyatakan sebuah bank gagal yang sistemik. Sudah dikaji dari aspek ekonominya dampak terhadap dunia luar, dunia ekonomi kita, dunia perbankan kita segala macam. Pada akhirnya ada satu landasan pengambilan keputusan yang dimasukkan, yaitu alasan psykologis. Karena Saya awam dibidang hukum ini Pak. Saya lihat pasalpasalnya tidak ada ini yang menyebutkan pasar psykologis ini diatur, di pasal mana itu Pak. Lalu sebagai ahli Saya ingin mengetahui apakah alsan psykologis ini bisa dikategorikan hal yang beleh dimasukkan didalam pengambilan keputusan. Kalau ini boleh Pak artinya kalau tidak diatur dalam kedaan normal ini pun kalau psykologis kita lagi rusak, lagi tidak benar. Nin juga bisa dijadikan alasan pengambilan keputusan. Untuk itu Saya mohon kepada dua ahli ini untuk masukan ini, bagaimana ini alsan psykologis ini apa dasarnya dimsaukan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan Bank Century ini, mungkin Pak Erman atau Pak Prof. Natabaya, silakan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Melalui Bapak Pimpinan Sidang izinkan Saya mengajukan pendapat kepada Saudara Ku dari PAN ini. Ya saudaraku karena sama kita. Jadi itu yang Saya kembalikan lagi dari kebijaksanaan Pak, kebijaksanaan Pemerintah. Kebijaksanaan itu tidak bisa dinilai. Yudikatif pun tidak bisa menilai. Saya ada sedikit catatan, sedikit saja Pak, mengapa kita tidak mendengar suara dari masyarakat perbankan kita pada, untuk mengemukakan hal-hal pada saat itu. Saya tidak mengalami itu Pak, bank itu karena Saya tidak punya duit di bank yang disimpan sampai 2 miliar tidak ada paling Rp200.000,jadi Saya tidak bisa mengatakan sistemik atau tidak sistemik. Jadi kenapa kita tidak memanggil masyarakat perbankan kan kita masih punya waktu sampai kemarin itu, masih punya waktu. Jadi tapi dari segi hukum itu tadi kebijakan Pak. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Maaf Saya masih belum sambung ini Pak. artinya secara hukum ini boleh dijadikan dasar Pak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Iya, pengalaman Saya sebagai Wakil Sekretaris Kabinet Pak, dalam empat pemerintahan, tidak ada satupun pemerintahan yang meriskir keadaan buruk, tidak ada. Sehingga dia mengambil pandangan. Kalau keadaan paling buruk yaitu kekacauan psykologis bisa dalam kebijakan tadi. Itu yang disebut, yang Saya katakana kebijakan Pemerintah itu tida masuk. Sepanjang tidak melanggar undang-undang tidak melanggar hukum lah. Saya minta banutan Prof. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Mohon maaf Pak, ini kan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Secara hukum ini apa landasan hukumnya itu yang Saya maksud? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, S.H., L.L.M., Ph.D.): Undang-undang tidak mengatakan, kalau ada undang-undangny diambil dasarnya itu, tapi hukum itukan kenyataan sosial dalam masyarakat Pak. jadi 132
kalau ini menurut pertimbangan Pemerintah ini akan membuat kekacauan ekonomi, ya Saya akan mencegahnya itulah kebijaksanaan. Jadi tidak ada, hukum itu tidak selalu diterjemahkan dalam peraturan perundang-undangan, tidak Pak. ada kenyataan-kenyataan masyrakat, dan menurut Pemerintah pada waktu itu ini psykologinya gawat ini diambil, menurut Saya boleh. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Oke, Pak Profesor ini nanti saya mau konfron lagi ini karena dua professor ini suka bebeda kelihatannya jadi enak juga kita mendengarnya. PAKAR (PROF. H.A.S. NATABAYA,S.H., L.L.M.): Ini Saya dengan Pak Asman ini kenal lama, Saya pernah menjadi penasihat hukumnya pada waktu dia menjadi Wakil Walikota, dulu. Sekarang sudah lain. Jadi ini memang kita harus melihat ini, ini kalau dia dikatakan gamblang itu, itukan ada penilaian subyektif dari pengambil keputusan. Kalau kita melihat keluarnya Perppu mengenai ini kan ada suatu keadaan ya, oleh karena kedaan itu ada sesuatu hal ikhwal yang memaksa, hal ikhwal yang memaksa itu tentu ada masalah yang mengenai keuangan ini. Oleh karena ada sesuatu hal yang memaksa maka Presiden itu mempunyai yang namanya itu nootverpodingsreh, hak untuk megelurakan ketentuan dimana negara itu didalamnya ada noot ada keadaan darurat. Tetapi dia itu harus dalam pertimbangannya itu harus cepat dan tepat. Jadi Saya bacakan penjelasan Undang-Undang Dasar, pasal ini tidak berubah. Pasal 22 penjelasan itu kan tidak berubah itu penjelasannya sama. Saya bacakan, “pasal ini mengenai nootverpodingsreh Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh Pemerintah dalam keadaan genting yang memaksa Pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah dalam pasal ini yang kekutannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh DPR. Jadi ini penilaiannya, penilaian ini adalah itu yang namanya sipidepreh dari Presiden, hak subyektif Presiden. Tapi tentu Presiden mempunyai satu pertimbangan sehingga dimana keadaan itu genting dan dia harus tepat , cepat dan tepat. Disinilah dia lihat ini maka dia keluarkan Perppu mengenai ini. Masalah itu namanya sistemik itu sudah diatur didalam LPS. Oleh kaerna itu didalam Perppu pasal 10 ini juga kerdeboit menjadi dasar pengingat. Dasar penginatnya, menginat Undang-Undang Nomor 24 Lembaga Penjaminan Simpanan. Jadi apa yang ada didalam Undang-Undang LPS sudah menjadi pertimbangan pada waktu mengeluarkan Perppu. Sehingga apa yang merupakan sistemik tentu sudah dilihat oleh pengambil keputusan. Karena apa dikatakan disini LPS melakukan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi menyerahkan penanganan kepada LPS. Jadi semua apa yang harus merupakan pertimbangan Presiden dan harus diambil dengan cepat dan cepat. Soal tepat tentu ada penilaiannya apa hasilnya besok. Benar atau tidak maka itu adalah perjalanan. Masalah psikologis itu pertimbangan daripada moodnya dimana untuk penyelamatan itu. Kira-kira begitu Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Bapak Pimpinan, Saya menambahkan penjelasan Saya, menurut pendapat Saya DPR pada masa lalu sudah setuju efek psikologis itu, antara lain persetujuan dua Perpu 133
sebelumnya yang sudah disetujui menjadi Undang-undang No. 6 dan No. 7 Tahun 2009 itu, bahwa pertimbangannya mengatakan “bahwa sehubungan karena telah terjadi krisis keuangan global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan, diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat perbankan”. Menimbang c, “bahwa krisis keuangan secara global yang mempengaruhi sistem stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan yang dapat berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, telah menunjukkan suatu keadaan, kegentingan yang memaksa, sehingga Presiden, seterusnya”. Jadi, menurut pendapat Saya, hemat Saya Bapak Pimpinan, teman-teman sekalian, DPR masa lalu efek psikologis itu sudah diterima, sehingga dia dua Perpu itu disetujui menjadi Undang-undang. Ketiga, yang kita perdebatkan tadi, ada yang menolak, ada menerima. Demikian Bapak Ketua, Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Satu lagi boleh ya Pak. Bapak, Mendapat kesimpulan dari, kesimpulan Komisi XI atau dari DPR mana Pak?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya menyampaikan pendapat Saya setelah membaca Perpu yang telah menjadi Undang-undang No. 4, Perpu tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 3 Tahun 2008 F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): No.2 dan No. 3 berarti. Itu Saya pikir begini, perlu Saya luruskan Pak, dalam hal penyelamatan ekonomi nasional ya, mungkin DPR setuju, sekarang yang jadi persoalan, dampak sistemik yang diakibatkan oleh Bank Century ini landasan berpikirnya, landasan pengambilan keputusannya itu dibuat salah satunya adalah faktor psikologis, ini yang bisa masuk akal Saya Pak, karena segala sesuatunya harusnya tadi bisa terukur. Ini mohon Pak, Jadi yang Saya maksud kalau secara nasional penyelamatan ekonomi secara nasional itu sepakat, tetapi dalam penyelamatan Bank Century sebagai bank sistemik yang berdampak sistemik, itu yang kita tidak sepakat Pak. Ini persoalan, jadi maksud Saya apa pendapat Bapak sebagai Ahli. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Sebagai Ahli. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Apakah wajar dampak psikologis ini dipakai untuk menyelamatkan salah satu bank, padahal bank-bank lain pada saat itu tidak ada masalah, mungkin ini yang menjadi persoalan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Bapak Pimpinan, Dalam menanggapi Saudara Saya ini Saya menyampaikan, Saya sepakat, faktor psikologi itu tidak dalam arti luar, artinya kalau ini Century tidak diselamatkan, Saya memakai istilah efek domino ada ini, kata Pemerintah. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): 134
Tetapi nyatanya sampai sekarang tidak ada Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Karena sudah selamat, kalau belum selamat ya di kubur ini, kubur, maka itu Saya katakan mari kita dengar masyarakat perbankan Indonesia, kita belum pernah dengar Pak, Saya sendiri belum pernah dengar pendapat mereka itu, kalau ada Panja, Pansus memanggil mereka Pak, itu usul Saya saja. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Oke ini silakan Bapak Andi mau Interupsi, karena teman baik, nanti Saya tambahin satu lagi Pak sebelum Pak Andi. Proffesor Natabaya, Bapak kalau dari dulu sudah tidak ragukanlah, sebagai seorang hukum berpikirnya selalu berdasarkan alur hukum, Bapak selalu mengajarkan Saya begitu, supaya jangan yang lain-lain. Kembali dengan apa yang Saya tanyakan kepada Bapak Erman, menurut Bapak, penyelamatan Bank Century ini landasan yang diambil, apa dasar berpikirnya itu adalah psikologis, kira-kira menurut Bapak bagaimana ini Pak, sebagai seorang Ahli, kita bukan bicara ekonomi nasional ya Pak, ini kita bicara satu saja istilah mikro yaitu Bank Century. Saya ingin tau pendapat Bapak. PAKAR (PROF. NATABAYA, S.H.,L.L.M): Jadi apa yang mengambil keputusan itu tentu berdasarkan satu aturan, itu kalua menurut aturan dan itu tentu pertimbangan-pertimbangan. Pertimbangannya itu antara lain salah satu psikologis , ada dampak apa disebelah itu. Berkaitan dengan masalah ini Saya tidak tau barangkali inikan Perpu yang ditolak, justru Perpu ditolak itu kenapa ditolak DPR, itulah pendapat itu, kenapa dua Perpu tadi yang mendapat pertimbangan yang sama diterima atau artinya pas dengan apa kehendak daripada Undang-undang Dasar, dan Pepru yang ditolak, menurut perimbangan DPR tidak pas, oleh karena itu tidak ada persetujuan, tetapi Perpunya berlaku pada waktu mulai dikeluarkan sampai penolakan itu apa namanya itu. F-PAN (H. ASMAN ABNUR, S.E., M.Si.): Terima kasih Pak, Saya pikir. Bapak Andi silakan. KETUA RAPAT: Masih ada beberapa menit untuk, tetapi sudah diberikan kepada PKS. Mungkin 3 (tiga) menit lagi, tetapi kita serahkan kepada jatah PPP. F-PKS (ANDI RAHMAT, S.E.): Jadi, memang tadi ini penjelasannya Pak Prof. Erman sama Prof. Natabaya ini menarik sekali, karena konsistensi itelektual mereka luar biasa. Jadi, Saya mau, ada Saya koreksi sedikit ya Pak mungkin informasi untuk Bapak Erman, kalau didalam kasus Indover Pak, kita undangin Himbara (Himpunan Bank-bank Negara) Pak, jadi Bapak Agus ini dulu Ketua Sekretariat Komisi XI, kami risalahnya lengkap sekali Pak, waktu bicara Indover itu, jadi waktu kita Himbara Pak, karena kita mau menolong Indover, mereka mau menjelaskan depan kami itu, Himpunan Bank-bank Negara, mereka mengatakan, kalau tidak nolong Indover ini rusak ekonomi kita, ada dampak sistemiknya dan seterusnya dan seterusnya. Dirut BNI mengatakan Saya ingat betul waktu itu kalau tidak ditolong kami ini ada ketakutan Pak, karena ada kasus BNI antri-antri sedikit di Makkasar itu 135
membuat kami pusing, itu informasi saja, supaya nanti kita bisa ini, Saya pikir ada bagusnya kalau kita mau undang teman-teman perbankan disini, karena ini juga harus clear untuk mendengarkan semua pihak. Tetapi itu yang pernah kami alami seperti itu Pak, rupanya Indover tidak kami tolong tidak ada apa-apa Pak. Jadi ini must important. Sekarang pertanyaan sekarang, melanjutkan punya Pak Asman tadi, kalau ukuran-ukuran pengambilan keputusan itu kredibel dari segi banyak hal, dari segi ukuran-ukuran Internasionalnya, ukuran-ukuran kuantitatif yang memang sudah lazim dipergunakan oleh satu institusi. Saya kira tidak ada masalah, tetapi ada variable psikologi ini Bapak Prof. Erman, Bapak Prof. Natabaya itu, variable psikologis ini uniknya tidak ada ukuran Pak, jadi judgment saja begitu, judgment saja padahal kemarin Saya protes banyak dari ahli-ahli psikologis nasional kita yang ngajar psikologi, mereka bilang studi tentang psikologis itu, psikologi tentang ilmu ekonomi itu sebenarnya sudah dalam sekali, behavior economy dan sebagainya, begitu, dan sudah menjadi penerapan didalam Pasar Modal sebetulnya, tetapi kok waktu ditetapkan kasus psikologisnya ini belum ada landasan yang memang sudah menjadi ilmunya begitu kira-kira. Kalau Bapak Erman ini seorang ahli hukum bisnis kita, hukum ekonomi, Proffesor kita ini yang terhormat, tentu ketika berpendapat tentu ada dasar-dasar fundamental, teoritisnya, kerangka berpikirnya, paradigmanya apa sudah ada Pak. Tetapi kalau suatu proses penilai terhadap suatu keputusan judgement itu kita tidak ada ukuran-ukuran teoritikal apa semacam dan macam-macam lah ya. Sekedar judgement itu bagaimana sebenarnya memahami seperti itu, tentu kalau dari prespektif ketatanegaraan perlu kita jelaskan juga yang begini-begini, supaya tidak terulang dimana datang, kalau pemegang kekuasaan itu juga mustinya bertanggungjawab dari segi rasionalitas pengambilan keputusan. Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Bisa saja jawab Pak Pimpinan, Jadi memang kadang-kadang kita berbeda dengan Pemerintah itu, Pemerintah menganggap keadaan harus diatasi, karena ada faktor psikologis, Saya tidak ahli psikologi Pak, nanti Bapak mendengarkan psikologi ekonomi sebagaimana, tetapi Saya sebagai Ahli Hukum mengatakan, kalau Pemerintah berpendapat ada ancaman yang harus diatasi itulah lahir kebijakan dan kebijakan itu lah yang dibenarkan oleh hukum. Dasarnya Peraturan Perundang-undangan oh belum tentu ada, tetapi kebijakan Pemerintah itulah tidak bisa kita nilai, yudikatif tidak bisa menilai sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung. Jadi, itu pendapat Saya Pak sebagai dari sudut hukum, dari sudut nanti apakah sistemik, apakah psikologi itu, ahli-ahli ekonomi itu yang berwenanglah. Begitu KETUA RAPAT: Silakan Pak. PAKAR (PROF. NATABAYA, S.H.,L.L.M): Saya dalam hal ini tidak bisa berbicara, karena bukan ahlinya dalam masalah itu. KETUA RAPAT: Kalau begitu kita serahkan ke PPP. Silakan. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Terima kasih Bapak Ketua, Prof. Erman; 136
Prof. Natabaya; Ada beberapa hal yang ingin Saya tanyakan. Pertama, Saya kira masalah Perpu buat Saya sudah clear apa yang dikemukakan oleh Prof. Natabaya dan itu sesuai dengan konstitusi kita, sesuai dengan konsitusi kita sebagaimana dikutip tadi begitu penjelasan, diatur juga Undang-undang No. 10 tentang pemberlakuan Perpu itu sendiri, di Pasal 36 Undang-undang tersebut menyatakan dalam hal Rancangan Undang-undang mengenai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang menjadi Undang-Undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku, itu Saya kira cukup jelas, terus memang diikuti dengan ayat (4) adalah persyaratan administratif. Jadi, Saya pikir Saya tidak perlu lagi menanyakan hal-hal yang sudah cukup jelas. Yang ingin Saya kemukakan, yang ingin Saya tanyakan ini Proffesor, baik Proffesor Erman maupun Proffesor Natabaya, ini Perpu di Bab III, itu tentang Komite Stabilitas Sistem Keuangan bagian I itu pembentukan di Pasal 5 menyebutkan “untuk mencapai tujuan Jaringan Pengaman Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang disebut KSSK yang keanggotannya terdiri dari Menteri Keuangan sebagai Ketua merangkap Anggota dan Gubernur Bank Indonesia sebagai Anggota”. Pertanyaan Saya apakah Lembaga itu organ, kalau ini tentang dasar pembentukan, bisa dasar yuridisnya, pertanyaan Saya institusi KSSK itu, atau organ KSSK itu, apa bisa berdiri dengan sendirinya dengan, atau dia diperlukan tindak lanjut. Itu yang pertama. Kedua. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Maaf Bapak maksudnya tindak lanjut bagaimana?. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Maksudnya di tindak lanjut apakah dia dibutuhkan Keppres dalam bentuk basicking, ini bentuk reguling umumnya , tetapi organnya apakah dia dibutuhkan lagi atau tidak?. Sehingga banyak Undang-undang kita dibutuhkan, entah Komisi Yudisial, maka dibentuk Keppres tentang Komisi Yudisial dan lain sebagainya, itu yang pertama Prof. Silakan jawab dulu Prof. sambil. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Melalui Bapak Pimpinan yang Saya hormati, kawan-kawan sekalian Saudaraku. Saya kira tidak perlu karena Undang-undang itu tidak mengamanatkan bahwa tim itu akan dibentuk dengan Keputusan Presiden dengan Peraturan Presiden, tidak dikatakan, jadi otomatis kalau KSSK itu beranggotakan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, otomatis mereka rapat berdua Pak. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Kalau Prof. Natabaya. PAKAR (PROF. NATABAYA, S.H.,L.L.M): Didalam membaca Undang-undang itu ada yang namanya itu Undang-undang itu bisa berjalan langsung, ada Undang-undang itu harus diikuti oleh yang namanya self excecuting atau satu lagi none self excecuting. Untuk Perpu ini maka memang dikatakan untuk mencapai tujuan Jaring Pengaman Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan Negara yang selanjutnya disebut KSSK yang keanggotannya 137
terdiri dari Menteri Keuangan merangkap Anggota dan Gubernur Bank Indonesia sebagai Anggota. Jadi Undang-undang ini sudah mengamanatkan hai KSSK kaulah yang harus memegang adanya Undang-undang, tetapi ada Pasal 8 ayat (3) “struktur organisasi dan tugas kerja ditetapkan dengan keputusan KSSK”. Artinya KSSK itu diberi mandat oleh Undang-undang ini untuk membikin Sekretariat dan ditetapkan dengan KSSK, disinilah timbul persoalan, kenapa itu Raden Pardede bisa masuk, kalau tidak bisa, disinilah struktur organisasi tugas Sekretariat ditetapkan. Jadi struktur organisasi yang ditetapkan oleh KSSK terdiri dari Gubernur Bank dan Menteri Keuangan, dia diberi mandat yudikate struktur organisasi dan sekretariatnya. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Saya kira yang menjadi masalah, ini Saya ingin mengulangi lagi, walaupun rekan Saya Ruhut Poltak Sitompul mengatakan kalau tidak boleh Hak Konstitusional, Saya menanyakan hal-hal walaupun ini sudah diungkapkan, Saya perlu lagi bertanya mengenai bidang nyata dari PPP. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Interupsi Pimpinan, Kalau itu tidak ada salahnya, tetapi kalau tidak tau bangga ngulangi, anda sadar mengulangi, terima kasih, karena itu kita ditonton Rakyat. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Silakan-silakan. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Saya ingin mengemukakan masalah tentang masalah ini adalah menyangkut masalah keuangan Negara. Keuangan Negara ini menurut Saya Prof. memang diatur tentang ini jelas tadi sudah dikemukakan tadi di Undang-undang Keuangan Negara, Undang-undang No. 17 Tahun 2003 ndan ini menjadi dasar rujukan tentang definisi tentang Keuangan Negara. Selain itu ada Undangundang LPS, Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang LPS, Pasal 4 Saya kira cukup jelas, Pasal 6 ayat (1) cukup jelas, Pasal 8 cukup jelas, Pasal 9 cukup jelas, Pasal 81 tadi yang diungkapkan cukup jelas, Pasal 83 cukup jelas, Saya potong-potong saja ini tidak dibacakan, Pasal 88 cukup jelas, Pasal 89 cukup jelas, Pasal 92 juga cukup jelas. Terus PP No. 32 Tahun 2005 tentang Modal awal LPS, Saya kira Pasal 1 diatur, terus Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi, Saya kira kami barusan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan KPK bahwa definisi KPK apa yang dimaksud dengan keuangan Negara seperti apa yang dikemukakan Prof. Natabaya, bahwa termasuk Kurbi, dan keuangan LPS secara keseluruhan itu adalah Keuangan Negara dan ini juga ada putusan, kalau tadi Proffesor Erman Rajaguguk mengutip putusan. Juga ada putusan dari Mahkamah Agung, yaitu ”keputusan MA No. 144 K/TIP/2006 tanggal 13 September 2007 terhadap terdakwa I Wayan Hugeng, M. Sholeh Tasaiban, keputusan juga tidak pidana ini belum masih tingkat kasasi, sesudah diputuskan Pengadilan Tipikor Bekasi No.9/TIP/TPK/2009 terdakwa Aulia Pohan dan kawan-kawan. Kasus Syahrir Sabirin mendefinisikan uang seperti itu. Jadi menurut Saya pendefinisian Keuangan Negara sudah clear, tidak ada lagi abu-abunya, baik dari struktur hukum-hukum, struktur Undang-undang, apalagi 138
tadi Prof. Erman sudah mengatakan bahwa fatwa tidak bisa dijadikan rujukan, karena fatwa kedudukannya dibawah Undang-undang kita. Saya kita itu yang terakhir. Tadi masalah yang ingin Saya tanyakan itu tentang, tadi sudah cukup dijelaskan juga oleh Prof. Natabaya masalah kemanfaatannya agar dia tidak menyimpang bius of power. Tadi Prof. Erman juga cukup jelas mengatakan kebijakan itu boleh sepanjang kebijakan itu tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Kedua, boleh dia berubah-ubah peraturan kebijakan itu asal dia tidak bertentangan dengan Peraturan yang diatasnya, Saya kira ini teoriny Hans Kelson Saya kira, jawaban teori seperti itu, jadi hal ini Saya ingin butuh konfirmasi lagi bagaimana andai, ini bukan andai, bagaimana Prof. berdua bisa menilai Gubernur Bank Indonesia sudah ada aturannya, Peraturan Bank Indonesia hanya dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan Bank Century, maka untuk memenuhi syarat-syarat itu dirubah PBI-PBI itu, padahal diatasnya ada Undang-undang. Saya hanya konfirmasi dalam pendekatan teori tadi yang dikemukakan oleh Proffesor baik dalam teori Hans Kelson maupun dari yang tadi dikemukakan berdua. Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Melalui Bapak Pimpinan Sidang, Saya ingin menyampaikan pendapat Saya ini, Saya tadi mengatakan bahwa Pemerintah itu sudah mempunyai satu kata, biar bagaimanapun dengan Perpu ini menyelamatkan keuangan Negara yang mendapat ancaman. Kalau ada peraturan dibawahnya yang menghambat tujuan itu, itu menurut Saya tidak apa-apa dirubah. Jadi, mengatakan bahwa kalau informasi dari Saya benar, Peraturan Bank Indonesia itu CAR-nya 8, kemudian di ubah menjadi bukan delapan tetapi positif. Menurut Saya boleh, ada yang satu Saya koreksi, Saya pikir Pemerintah tidak untuk menyelamatkan Bank Century saja, tetapi bankbank lain juga, itu tujuannya kalau itu untuk itu, Saya pikir begitu. Kalau untuk Century saja agak lemah, tetapi karena Pemeritah itu mengatakan, kalau ada bank-bank lain juga boleh, tetapi ternyata Bank Century yang minta dana itu, itu boleh. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Kalau ternyata faktanya Bank Century yang memanfaatkan itu, apa bisa dikualifikasi ini, apakah Departemen-departemen itu?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tidak, sebab harus kita buktikan juga, apakah dia terima duit atau tidak?, itu. PAKAR (PROF. NATABAYA, S.H.,L.L.M): Kita pilah-pilah dulu ini, kelihatannya harus dilihat dulu, apakah yang dilakukan Bank Indonesia itu dalam kerangka Perpu atau tidak?, ini harus dilihat, kalau dalam kerangka Perpu ini memang harus dilihat dia harus bekerja dalam kerangka Perpu itu. Yang Perpu itu, yang diberikan kekuasaan itu adalah ada pada KSSK, jadi bukan masalah. Persoalan Bank Indonesia berlainan dengan masalah yang diselesaikan oleh KSSK, kalau didalam sudah ada aturan main didalam Bank Indonesia ini yang ini, itu harus tunduk didalam Peraturan Bank Indonesia itu, jika dia mengeluarkan Peraturan Perubahan, apakah diberi kewenangan melakukan perubahan itu didalam kerangka aturan itu disebut. Jadi harus dipilah-pilah, jangan dikaitkan keadaan memaksa dengan ini, ini ada koridornya. Tetapi Saya katakan, segala kebijakan yang diambil berdasarkan Perpu dia sah, sepanjang dia belum dilakukan persetujuan. Tetapi kalau dalam Bank 139
Indonesia itu urusan lain, jadi apa namanya itu, tidak merupakan masalah yang ini. F-PPP (H.M. ROMAHURMUZIY, S.T., M.T.): Terima kasih Pimpinan, Tambahan beberapa pertanyaan Pimpinan. Bapak Natabaya dan; Bapak Erman Rajaguguk. Saya ingin tanya Pak ini, menurut pendapat Bapak, kebijakan itu bisa dipersoalkan atau tidak Pak?, karena ini penting ada statement bahwa kebijakan tidak bisa dipersoalkan, lantas kalau kebijakan itu timbul karena ada moral hazard dari penyelenggara Negara, apakah juga tidak bisa dipersoalkan, itu pertanyaan Saya pertama. Kemudian, kedua, singkat-singkat saja Pak, menurut Bapak bagaimana didalam ranah Administrasi Hukum Negara khususnya Bapak Natabaya, laporan atas kewenangan yang diberikan oleh Negara secara resmi yang diatur didalam Pasal 9 bahwa KSSK melaporkan Perpu tentang JPSK bahwa KSSK melaporkan pencegahan dan penangganan krisis kepada Presiden, itu dilakukan melalui SMS disatu sisi, disisi lain Presiden sepanjang keberangkatan ke Luar Negri dari tanggal 13 sampai 26 November 2008 sudah menerbitkan Keppres No.28 Tahun 2008 yang menyerahkan Pak JK sebagai pelaksana tugas sehari-hari. Ini apakah didalam ranah administrasi Negara apakah itu sah dan dimungkinkan dan apakah sudah memenuhi Pasal 9 Perpu itu, yang melaporkan kepada Presiden, karena kalau itu diangap sudah memenuhi berarti selesai, tetapi kalau itu kemudian tidak memenuhi akan ada persoalan sendiri, karena Bapak JK sebagai pelaksana tugas sehari-hari waktu itu menerima laporan setelah pelaksanaan. Itu yang kedua Bapak Natabaya. Ketiga, ada Saya ingin tau, apakah sebuah azas kepatutan itu bisa menyebabkan seorang pelanggar Negara, ketika melanggar azas kepatutan itu mendapatkan indikasi melawan Undang-undang, perbuatan melawan hukum?. Karena begini penyerahan Bank Century ini kepada KSSK tidak dilakukan terlebih dahulu due diligent, akibatnya sampai hari ini LPS pun menerima begitu saja yang direkomendasikan oleh Bank Indonesia sebagai kebutuhan penyertaan modal sementara, padahal kita tau persis pada saat krisis 19971998 dan seterusnya setiap proses pengambil alihan bahkan oleh BPN, BPPN itu selalu ada proses due diligent disitu. Ini secara hukum maupun ekonomi dilaksanakan, bahkan oleh para pembeli-pembeli pada waktu itu yang dimintakan oleh IMF adalah fire sales. Kemduian yang ketiga, Saya ingin tanya Pak Erman, ini, karena dalam kapasitas bukan sebagai ahli, tetapi dalam kapasitas pengalaman dahulu. Sejauhmana kewenangan yang diberikan pada pembantu Presiden ini tidak dilaporkan pada Sidang Kabinet?, karena pada tanggal 20 November terjadi Sidang Kabinet dan Paripurna yang di pimpin oleh Pelaksana tugas sehari-hari sebagai Presiden yaitu Bapak Jusuf Kalla yang didalam jumpa pers pasca Sidang Kabinet itu disampaikan bahwa , ekonomi baik-baik saja, ada pelemahan kurs, tetapi terkendali, karena ini kelemahan yang terjadi di kawasan dan kemudian juga ada pengurangan cadangan devisa, tetapi itu sebuah kewajaran karena memang ada penarikan modal-modal asing, yang merupakan hot money ke Negara asalnya begitu, tetapi kemudian malamnya yang terjadi adalah situasi ekonomi yang dinilai berimplikasi sistemik kalau terjadi penutupan Bank Century. Ini adalah dua hal yang berbeda. Tetapi pointnya adalah pada tanggal 20 itu persoalan yang sebenarnya sudah dibahas 140
mulai tanggal 13 sampai dengan tanggal 19 itu tidak mengemuka didalam Sidang Kabinet, ini apakah sebuah kelaziman didalam Sidang Kabinet persoalan seperti ini. Berikutnya Bapak Natabaya Saya ingin tanya, ini ada yang menyoal juga apakah lazim sebuah Komite beranggotakan dua orang saja, didalam sebuah proses pengambilan keputusan yang sebenarnya cukup besar. Kemudian juga didalam Pasal-pasal di Perpu itu di Pasal yang tidak bisa di hukum itu, Pasal 39 ini apakah sebenarnya memang sebuah kelaziman, karena Pasal ini sebenarnya ada didalam Undang-undang Bank Indonesia sebenarnya. Kemudian yang terakhir, Saya ingin tau Bapak Erman, Bapak lama di lingkungan Sekretariat Kabinet, sebenarnya kalau pelimpahan melalui Keppres ini apakah ada strandar sih Pak, mengenai pelimpahan pelaksanaan tugas sehari-hari ini, dari waktu ke waktu apakah memang ada satu pakem atau kalau yang perginya 3 (tiga) hari yang dilimpahkan sekian saja, kalau yang sekian hari yang lain saja, ini yang ingin Saya tau. Terakhir tadi, Saya kira terakhir, di Undang-undang BPK Pasal, Undangundang No. 5 Tahun 2006 disini disebutkan Ketentuan Umum Pasal 1 angka (7) “Keuangan Negara adalah semua Hak dan Kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang atau barang yang dapat dijadikan milik Negara. Berhubung dengan pelaksanaan Hak dan Kewajiban tersebut satu, kedua BPK melakukan audit terhadap LPS dan artinya subyek to Keuangan Negara bukan hanya Rp4 triliun yang diaudit, tetapi juga semua. Jadi, bagi Saya perdebatan soal Keuangan Negara adalah selesai, karena kalau pun bukan uang Negara melalui APBN, itu dana public, uang Saya yang ada di bank dan uang-uang kita yang ada di bank untuk membayarkan presmi, jadi itu adalah uang public, sehingga harus ada akuntabilitasnya. KETUA RAPAT: Siapa dulu yang nanti, mungkin in ada enam pertanyaan dengan anakanaknya, sehingga mungkin silakan jawab sekaligus Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Terima kasih, Melalui Bapak Pimpinan Saya menjawab apa yang bisa Saya jawab. Pertama, dulu kebijakan itu bebas-bebas saja?. Tidak Pak, dia batasnya ada, perbuatan melawan hukum oleh swasta. Kalau moral hazard bersalah atau tidak, kalau terbukti misalnya ada korupsi terbukti bahwa sudah menyelamatkan Bank Century ada yang mendapat uang, oh tidak imun tidak. Artinya, boleh itu kalau ada korupsi. Kalau Pansus ini bisa membuktikan ada korupsi, ada yang diuntungkan ya diuntungkan artinya melawan hukum, itu bisa kena itu Pak. Pansus bisa melaporkan kepada KPK menurut Saya itu, tetapi kalau pyur kebijakan, itu tidak bisa. Yang kedua, kewenangan Pak. Kewenangan mohon diulangi tadi, ini jadi lupa, Saya sudah tua, kewenangan apa tadi itu? Catatan Saya kewenangan saja. Ini catatan kita dalam kepala. Jadi, mungkin perlu diini, yang soal apa Pak. Jadi, Saya tadi, yang terakhir Pak. F-PPP (H.M. ROMAHURMUZIY, ST.,MT): Yang ketiga yang pertanyaan yang ketiga itu, kewenangan itu Pak yang dilimpahkan karena kaitannya dengan SMS tadi Pak, ya kepada Pak Wapres yang menjalankan tugas sehari-hari. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): 141
Ya, tetapi Saya sudah jawab tadi dan Pak Natabaya juga Saya setuju dengan jawaban Beliau itu bahwa ya Presiden tetap Presiden, Wakil Presiden tetap Wakil Presiden. Cuman apakah ada standar Keputusan Presiden seperti itu, ada Pak standar, ada kata-kata yang Saya ingat sampai Presiden kembali tanggal, sampai tanggal sekian Presiden kembali, sampai tanggal sekian atau tanggal Presiden kembali. Bisa saja misalnya tanggal 5 akan kembali, tetapi ada cuaca sehingga pesawat terbang tertunda, kembalinya tanggal 6. Jadi, ada kalimat standar tanggal 5 atau sampai tanggal Presiden kembali. Jadi, ada standar form. F-PPP (H.M. ROMAHURMUZIY, ST.,MT): Tetapi yang dilimpahkan itu standar ya Pak ya? Dari waktu ke waktu yang dilimpahkan, PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Oh iya sama, kita itu tinggal coppy paste saja itu. Ada itu kalau Saudara lihat itu ada. Oh tidak, Saya tidak ingat itu tetapi apakah itu standar tentang penugasan waktu Presiden berhalangan, otoritasnya itu ada itu, standar tidak berubah-tidak berubah dan itu yang penting sekali harinya itu. Pada tanggal 10 misalnya kunjungan Presiden sudah tiba kembali, tetapi ada kata-kata atau hari tibanya Presiden. Jadi, bisa tanggal 10, 12, bisa 13. F-PPP (H.M. ROMAHURMUZIY, ST.,MT): Soal kelaziman tadi Pak untuk tidak melaporkan persoalan ini yang sudah bahas diantara tanggal 13. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Kalau Saya Wakil Presiden, Saya tanya Menteri-menterinya apalagi yang belum dilaporkan, tetapi Wakil Presiden tidak bertanya itu, Saya juga tidak tahu itu bagaimana, Saya tidak pernah jadi Wakil Presiden Pak, cuman Wakil Sekretaris Kabinet dan itu pelayan itu Pak. KETUA RAPAT: Oke, Pak Natabaya silakan. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Terima kasih. Satu, masalah apakah kebijakan itu tidak bisa dinilai? Ya, bisa dinilai. Sepanjang kebijakan itu tidak melanggaran peraturan hukum, maka dia itu harus berjalan terus. Itu namanya kebijakan. Oleh karena itu, ada pengadilannya mengenai Tata Usaha Negara dan Kebijakan apakah bisa kalau dia itu melanggar itu ada kemungkinan abuse of power atau tidak. Tadi, sudah Saya jelaskan. Kedua, adalah menyangkut Pasal 9. KSSK menyampaikan laporan mengenai pencegahan dan penanganan yang krisis kepada Presiden. Artinya, ada kewajiban dari KSSK itu menyampaikan laporan mengenai pencegahan kepada Presiden. Apakah Presidennya di luar negeri, apakah Presidennya di dalam negeri, apakah itu dia wajibkan, sebab Presiden itu tidak berani sampai 5 tahun, terus dia harus disampaikan kepada dia. Jadi, tidak ada. Bahwa ada Wakil Presiden, maka dia menjalankan keadaannya yang sehari-hari itu, tetapi ini penting sampaikan bahwa apakah itu melalui SMS, Saya tidak mempersoalkan ya? Saya tidak tahu itu bagaimana, tetapi dia harus melaporkan karena Undang-Undang memerintahkan KSSK menyampaikan laporan mengenai pencegahan dan penanganan krisis kepada Presiden. Bagaimana cara dia menyampaikan kepada Presiden, itu tidak diatur oleh Undang-Undang ini, apakah harus lewat telepon, apakah harus lewat SMS, apakah harus tertulis yang mana menurut kelaziman di dalam administrasi negara, ini Prof. Gayus ini 142
orang bilang harus menyampaikan, tentulah penyampaian itu harus tertulis. Itu supaya jelas caranya. Mengenai Pasal 29. Pasal 29 ”Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai dengan Peraturan Perintah Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan dengan tugas dan wewenangnya sesuai dengan yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini”, yang dipertanyakan apanya? F-PPP (H.M. ROMAHURMUZIY, ST.,MT): Apakah ini merupakan sebuah kelaziman di dalam proses ini? PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Masalah ini memang perlu diatur, Saya kasih analog dengan Undang-Undang Sementara mengenai masalah yang sama. Kalau di Undang-Undang Dasar Sementara ini lebih jelas, Saya bacakan yang Pasal 97 ini ya? Saya bacakan demikian: (1) Peraturan yang termaktub dalam Undang-Undang Darurat sudah ditetapkan, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pada sidang yang berikut dan merundingkan peraturan in menurut yang ditentukan tentang merundingkan untuk Undang-Undang Pemerintah. (2) Jika suatu peraturan yang dimaksud dalam ayat yang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakila Rakyat, maka peraturan itu tidak berlaku karena hukum. (3) Jika Undang-Undang Darurat yang menurut ayat yang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur semua akibat yang timbul dari peraturannya baik yang dapat dipulihkan maupun tidak, maka Undang-Undang mengadakan tindakantindakan yang perlu tentang ini. What does it mean? Artinya, Undang-Undang itu boleh kalau dianggap untuk mengatur segala akibat, tetapi kalau dia tidak mengatur maka harus diatur dengan Undang-Undang lain. Artinya, tidak apa dia mengatur untuk itu. Jadi, tidak mempersoalkan apakah ini, apakah lazim atau tidak lazim. Memang begitu, karena tiap Undang-Undang dikeluarkan, tertemu akibat apa yang akan terjadi. F-PPP (H.M. ROMAHURMUZIY, ST.,MT): Satu yang tadi Pak Rajagukguk belum dijawab Pak, soal pelanggaran terhadap azas kepatutan yaitu tidak ada do delligents atas proses … maupun secara yuridis. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Ya Pak. Jadi, Saya tidak sampai kesana. Saya tidak mengetahui teknik-teknik LPS, tetapi yang Saya sebagai Ahli Hukum Saya mengatakan sudah ada amanat bahwa keadaan ini harus kita cegah. Nah keadaan yang kehendak untuk menyelamatkan itulah sudah tidak ada lagi relevansi bahwa do delligents, do delligents itukan untuk mengetahui apakah perusahaan ini patut dibantu atau tidak dibantu, perusahaan ini patut ditake-over atau dimerger, itu do delligents biasa kita lakukan, Ahli Hukum lakukan untuk itu, tetapi di dalam keadaan darurat ini kalau dulu, inikan memakan waktu 3 bulan lagi baru selesai, 2 bulan lagi baru selesai, padahal keadaan sudah resah dunia perbankan ini. Jadi, 143
Saya membenarkan itu bahwa LPS mengambil/menyelamatkan itu Saya benarkan sebagai Ahli Hukum Pak. KETUA RAPAT: Saya rasa cukup. Silakan Kang Mas dari PKB. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Terima kasih. Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Pak Erman Rajagukguk yang Saya hormati; dan Pak Natabaya yang Saya hormati. Karena tadi Beliau menyampaikan kekhasannya, nyebut ada Itsma, ada khias dan yang lain. Pak Erman dan Pak Natabaya, Saya mohon nanti panjenangan berdua bisa menyampaikan pendapatnya. Persoalan bailout yang Rp 6,7 triliun, perdebatannya adalah cukup panjang lebar. Ada yang menyampaikan kalau dibailout itukan terukur, kalau tidak dibailout tidak terukur. Itu sudah perdebatan yang cukup panjang dan perdebatan lagi terkait dengan tadi yang disampaikan oleh Erman maupun Natabaya terkait dengan uang itu uang negara atau tidak, Saya tidak buat masuk pada wilayah itu. Proses Pansus Century inikan baru tahapan awal. Jadi, baru setengah perjalanan. Tahapan berikutnya, tentu kita harus tahu aliran-aliran Bank Century itu kemana saja dana itu. Yang ingin Saya dapatkan pendapat dari Bapak berdua, terkait dengan begini. Saya membaca sebuah realease di website, Saya kutip begini Pak, ini pendapat dari Pak Hikmanto Djuono, karena ini penting Saya mintakan pendapat. Saya kutip saja Pak ya? ”Kalau PPATK harus memberikan informasi kepada pihak luar aparat hukum, maka dia harus punya dasar hukum. Dia bisa minta fatwa Mahkamah Agung atau lainnya berupa pengajuan Peratuan Pemerintah Pengganti UndangUndang”. Ini kata Pak Hikmanto. Pada diskusi itu hadir juga Pak Erman Rajagukuguk. Beliau menyampaikan bahwa agar bisa memberikan ke DPR, maka PPATK harus memiliki dasar hukum. Dikaitkan dengan kepentingan itu Pak, karena terus terang saja tahap awal inikan kita akan mengungkap bagaimana Bank Century diambil sebuah keputusannya ada persoalan atau tidak, ke tahapan berikutnya, tentu tentang aliran dana tersebut. Menurut pendapat Bapak terkait dengan kami Pansus di DPR ini ketika nanti harus menelusuri aliran dana Bank Century terkait dengan Undang-Undang ini bagaimana Pak PPATK ini menurut Bapak? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Melalui Bapak Pimpinan untuk Saudara Ku dari PKB ini. Menurut Saya, harus ada yang kita pikirkan di dalam hal ini adalah Undang-Undang Kerahasian Bank Pak. Satu, kerahasian bank itu bisa dipecah kalau ada instruksi pengadilan, ada perkara misalnya penggelapan. Tetapi kalau itu diminta, Saya khawatir PPATK-nya tidak mau memecah rahasia bank itu. Misalnya, apa? Bank Century ini sudah diselamatkan, lalu Saya punya simpanan sekian di Bank Century, hak Sayalah untuk mengambil uang Saya. implikasinya kalau itu bisa semudah itu untuk mengetahui siapa sih nasabah itu, Saya khawatir orang tidak mempercayai bank-bank itu karena prinsip perbankan itu adalah kerahasian. Berlain dengan prinsip di pasar modal, adalah keterbukaan. Jadi, di pasar modal itu harus terbuka. Tetapi di bank itu ada kerahasian. Jadi, Saya mengkhawatirkan ada ketentuan-ketentuan tentang 144
kerahasian bank. Tetapi kalau itu terjadi korupsi, itu bisa minta untuk dibuka Pak. Saya kira PPATK lebih paham ini daripada Saya. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Ya karena pada tulisan ini kami juga melihat bahwa ini harus ada pendapat ahlinya, makanya kebetulan Saya berhadapan dengan Ahlinya, coba Pak. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Terima kasih. Sama-sama NU, tetapi Saya bukan NU. NU Saya NU Lama. dinama Saya itu Syarifu’udin. Jadi, ulama. Tetapi ulama Saya ini usia lanjut makin asoi. Begini Pak. Tentu segala institusi itu mempunyai aturan main, aturan mainnya itu tidak boleh dilanggar. PPATK itu dia harus, memang dia semua tudana dia tahu, tetapi dia harus memegang kerahasian, sebab seperti Saya setuju dengan Pak Erman, memang bank itu harus pegang rahasia, bank itu rahasianya itulah yang menginikan orang untuk menyimpan. Kalau dia tidak rahasia lagi, ya orang tidak mau menyimpan di bank itu, terpaksa taruh di bawah bantal sehingga ada ketentuan mengenai masalah itu adalah masalah kerahasian bank itu walaupun kalau dulu itu sangat ketat, seperti sekarang ini kalau terjadi tindak pidana, korupsi, maka dia bisa minta tetapi itulah yang minta itu harus siapa, itupun diatur, tidak bisa sembarangan orang. PPATK dimana itu kira-kira uang nasabah, ya tentu tidak bisa. Tentu apakah Natabaya itu melakukan pelanggaran hukum berupa tindak pidana yang sudah ada daripada kejaksaan sehingga untuk demi penyelidikan lebih lanjut, maka dalam rangka itu diperbolehkan. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Terima kasih. Tadi, Pak Erman sering menyampaikan bahwa supaya ada obyektivitas dalam rangka Pansus ini memutuskan sebuah rekomendasi atau apa bentuknya, tadi disampaikan agar mengundang juga pihak-pihak pelaku perbankan. Memang Saya juga mengutip kebetulan ada fotokopi dan perlu Saya kutip, ini tambahan lembaran negara tentang Hak Angket Undang-Undang No. 6 Tahun 1954 pada Pasal 4 yang dimaksud dengan Saksi-saksi adalah mereka yang langsung atau tidak langsung bersangkutan dengan peristiwa yang menjadi pokok penyelidikan angket. Mohon ketegasan dari Pak Natabaya terkait agar ada pihak-pihak lain yang pelaku perbankan yang waktu itu merasakan betul secara psikologis. Pendapat Bapak, apakah Pansus ini perlu sekali untuk mengundang pihak-pihak ketiga pelaku perbankan tersebut? Kami mohon pendapat. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Kalau memang itu oleh Pansus dianggap perlu untuk menambah lebih terang persoalan, why not? F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Karena Bapak ahli pada persoalan hukum, makanya kami mohon, agar pada pengambilan sebuah keputusan betul-betul kita sangat obyektif. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Kalau memang dianggap perlu untuk menambah terangnya, itukan lebih tentu, saksi-saksi ya coba Bapak baca dulu, yang dimaksud dengan saksi-saksi adalah mereka yang langsung atau tidak langsung bersangkutan dengan peristiwa yang menjadi pokok penyelidikan angket. Jadi, yang langsung dan tidak langsung yang menjadi pokok persoalan. Pokok bukan obyek. Artinya, kayak siapa yang tidak langsung maupun langsung yang menyangkut pokok persoalan itu. Nah kalau memang upaya Pansus untuk lebih terang, membuat 145
terang ini persoalan, panggil siapa orang-orang yang tidak langsung maupun langsung yang bersangkutan dengan persoalan ini. Itu mudah saja itu jawabnya. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Jelas ya. Pak Erman, Bapak ahli di bidang hukum dan output daripada Pansus inikan sebuah laporan yang nanti bentuknya rekomendasi atau apapun. Pak Natabaya dan Pak Erman, tentu keputusan apapun yang akan diambil Pansus ini melihat sisi dengan Undang-Undang Bank Indonesia, Undang-Undang Keuangan dan Undang-Undang lain. Kalau toh ada sebuah keputusan yang nanti hendak diambil, menurut pandangan Bapak sebagai Ahli Hukum, kami di Pansus kebetulan Bapak Ahli Hukum dan minta masukan dari Bapak. Coba Bapak bisa memberikan gambaran kepada kami supaya kami bisa membuat sebuah keputusan yang pada akhirnya tidak melanggar apapun terhadap hukum ketatanegaraan kita. Kami mohon masukan dari Pak Erman dan Pak Natabaya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Melalui Pimpinan Sidang. Setelah Pansus membuat keputusan, tentu dibawa ke Paripurna Pak. Nah disitulah nanti ada itulah putusannya. Jadi, dibawa lagi ke Paripurna nanti. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ini sudah jelas. Jadi, tentu Undang-Undang Dasar kita sudah menyatakan bahwa Anggota DPR itu mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Ketentuan ini ditindaklanjuti oleh Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Di dalam Pasal 77 daripada Undang-Undang tersebut jelas mengatakan DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Apa hak angket itu Pak? Hak Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-Undang dan atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategi dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan. Ayat (4) ”Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas: a. Kebijakan Pemerintah mengenai Kejadian Luar Biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; b. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Hak Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3); c. Dengan dugaan bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa penghianatan negara, korupsi, penyuapan tindak pidana berat lainnya maupun perbuata tercela dan atau Presiden dan atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana Presiden dan atau Wakil Presiden.” Hal ini diatur juga di dalam Pasal 182 yang ada kaitan ini dikatakan demikian, ini yang kaitannya Hak Angket. Apabila Rapat Paripurna DPR sebagai dimaksud dalam Pasal 181 ayat (2) memutuskan bahwa pelaksanaan suatu Undang-Undang dan atau Kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penentuan strategis dan berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bertentangan dengan Ketentuan Perundang146
undangan DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapatnya. Artinya, setelah ini baru DPR akan melaksanakan haknya mengeluarkan pendapatnya. Dalam hal ini, maka masalah-masalah akan diselesaikan di dalam pendapat. Apabila dia sampai mengenai masalah seperti dikatakan Pasla 187. (1) Dalam hal Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 memutus menerima Laporan Panitia Khusus terhadap Majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (77) ayat (4) huruf a dan huruf b, DPR menyatakan pendapatnya kepada Pemerintah. (2) Dalam hal Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (2) memutuskan menerima Laporan Panitia Khusus yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Professor, Saya sudah membaca berulang-ulang kalau yang itu. Maksud Saya begini, Saya ingin mendapatkan gambaran implikasi-implikasi kaitannya dengan apabila pada hasil keputusan pansus ini berimplikasi pada katakanlah sampai impeach, resiko apa yang Bapak sampaikan terkait dengan persoalan. Ini maaf, Saya ingin mendapatkan gambaran secara hukum yuridis dari Bapak. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ini Saya kira tidak ada kaitannya dengan impeach dan non impeach, inikan pendapat pansus. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Yang itu yang ingin Saya dapat gambaran dari Bapak. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ini pendapat dari Pansus ini belum ada masalah impeach, sebab persoalan pansus ini nanti akan dibawa kepada Rapat Paripurna itulah yang menentukan diterima atau tidak. Kalau tidak diterima, selesai. Persoalan diterima atau tidak diterima, itu adalah persoalan politis. Itu yang akan menentukan adalah kekuatan yang ada di dalam DPR dan bukan persoalan hukum, tetapi ada persyaratan politik. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Artinya, yang rumor yang berkembang pada beberapa inikan, Bapak tadi bisa menjawabnya, bahwa belum kesana kan begitu. Nah itu yang hendak kami akan capai dari jawaban Bapak. Terima kasih. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Boleh Saya tambah? F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Boleh. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Jadi, ini memang yang membuat dunia kita ini sedikit menambah kisruh, ini banyak tayangan-tayangan, pendapat-pendapat yang mengatakan ahli, tetapi tidak berdasarkan. Kalau ini akan berdampak impeachment, bagaimana model impeachment, ini baru di pansus ini belum tahu benar. Tetapi Saya tidak tahu, kita tidak bisa melarang orang berpendapat. Tetapi kita senang kalau pendapatnya salah. F-PKB (H. AGUS SULISTIYONO,SE): Ya, terima kasih Prof. KETUA RAPAT: 147
Terakhir ya? Pak Toha. F-PKB (DRS. MOHAMMAD TOHA S.SOS, M.SI): Terima kasih Pimpinan. Saya mau tanya mengulangi kebijakan, tetapi dalam perspektif lain dengan analogi Saya. Begini Prof., di APBN/APBD itukan ada kebijakan program kemudian kegiatan dan mungkin tindakan-tindakan atas kegiatan-kegiatan itu. Nah ini contohnya seorang gubernur katakanlah begitu, seorang gubernur karena melihat ada satu wilayah yang wilayah itu kalau dalam triwulan ini tidak dibangun DAM, ini akan banjir karena dulu 5 tahun yang dulu sudah banjir, akhirnya di APBD Provinsi ada dana tak terduga, kemudian Gubernur ambil kebijakan, kebijakannya adalah cairkan dana tak terduga itu. Nah setelah itu kemudian dicairkan dan peruntuhkannya ternyata tidak untuk DAM, ada untuk DAM sedikitk, ada beberapa yang lainnya. Nah yang Saya ingin tanyakan apakah kebijakan ini salah atau proses pra kebijakan setelah kebijakan ini yang salah? Nah ini mungkin Saya analogikan begitu, Saya pikir bailout itu sejak dulu kayak begini begitu kan? Nah Saya mohon pendapatnya, karena tadi disampaikan bahwa kebijakan itu sebenarnya tidak bisa dikriminalkan, tetapi yang terakhir Saya mendengar dari Prof. Natabaya bahwa kebijakan kalau melanggar hukum, tidak sesuai dengan peraturan, itu tidak bisa disalahkan. Mohon pendapatnya berdua Prof. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Yang Saya melihat ini kalau Saya mengikuti pemberitaan di surat kabar, yang Saya khawatirkan kebijakan itu dianggap melanggar hukum, bisa kebijakan dikriminalkan misalnya. Saya tidak setuju itu, kebijakan itu misalnya membangun DAM, membangun DAM itu kan harus ada program untuk itu dan harus persetujuan DPRD, tetapi kalau diambil dana katakan dana tak terduga, memang sudah harus dilakukan itu, karena banjir bandang atau apa, ini boleh. Tetapi kalau setelah itu dibangunkan lagi dana tak terduga dipakai untuk macam-macam lagi, Saya rasa kurang tepat itu, tetapi biasa dalam hukum Bapak, Saudara Saya begini ya, kalau memberikan pendapat hukum tentang kasus itu harus periksa surat-suratnya Pak. Jadi, kalau berdasarkan asumsinya belum tentu kesimpulan kita itu jadi benar. Jadi, harus ada dokumen-dokumen itu Pak. Terima kasih. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ya tentu dalam mengambil kebijakan yang dicontohkan itu, dia harus punya dasar. Jadi, memang kalau umpama itu memang betul-betul bahwa dengan tidak ada DAM itu harus dibuat, tentu harus dibuat walaupun uangnya tidak ada tetapi sudah ada uang tak terduga. Jadi, harus dapat dipertanggungjawabkan tentu sebagaimana laporan segala macam, memang betul tindakan itu harus diambil, tetapi dalam kepatutan. Jadi, umpamanya ini yang sudah terjadi, kirakira ongkos DAM itu dinilai 10 juta, tetapi dibangunkan 25 juta, itu yang menjadi persoalan yang 15 juta. F-PKB (DRS. MOHAMMAD TOHA S.SOS, M.SI): Oke. Jadi, begini persoalannya Prof. Persoalannya adalah setelah kebijakan ini diambil, ini ada dispute atau penyelewengan kewenangan atau bahkan korupsi disitu atau peruntukannya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Misalnya ini Gubernur, kemudian Gubernur memerintahkan kepada Kepala Dinas, dan pasti Kepala Dinas akan membentuk Pimpro. Nah Pimpro ini lah 148
yang menyelewengkan peruntukan-peruntukan dan sebagainya ini. Nah ini Saya tanyakan ini yang kalau itu salah, kebijakan itu salah, itu yang dihukum Gubernurnya atau Kepala Dinasnya atau Pimpronya? PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Kalau itu, ranah pelaksanaan hukum. Pelaksanaan hukum itu kita tidak bisa disini. Memang harus bertanya. Sekarang, memang banyak kejadian siapa yang harus bertanggungjawab? Pimpro atau orang yang melaksanakan? Sebab Pimpro melaksanakan itu namanya Pimpinan Proyek, Pimpinan Proyek itu tentu ada dari atasannya, tetapi kenapa atasannya itu tidak bertanggung jawab, Saya hanya memberikan kira-kira demikian, Saya sudah katakan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kalau dia tidak dengan peraturan berlaku, ya tanggung jawab dia dan bukan tanggung jawab Saya. Jadi, ini banyak terjadi. Kita lihat segala persoalan-persoalan yang menjadi kaitannya dengan keuangan negara, yang korban itu Pimpronya. Umpamanya, Kasus Wagub Jambi. Dia melaksanakan saja perintah dari aparatur, tetapi yang kena dia, tetapi itu bukan urusan kita disini. Kalau menurut hukum, maka siapa yang bertanggungjawab dalam hal itu, dialah yang bertanggungjawab. Ini ilmu hukumnya. Bahwa pelaksanannya menyeleweng, itu bukan urusan kami berdua dengan Pak Erman. F-PKB (DRS. MOHAMMAD TOHA S.SOS, M.SI): Intinya, apakah kebijakan itu salah benar atau tidak? KETUA RAPAT: Sebentar Pak. Tadi, kita pukul 16.00 WIB. Mungkin perlu kita tambah setengah jam, tetapi namun kemudian di tengah-tengah akan Saya tawarkan kepada Prof. mau ke belakang atau segala macam nanti. Jadi, Saya tambah 30 menit kira-kira. Oke? Ya, setuju. (RAPAT : SETUJU) F-PKB (DRS. MOHAMMAD TOHA S.SOS, M.SI): Yang Saya tanyakan, kebijakan itu salah atau tidak? Karena kalau kebijakan itu tidak dilakukan, itu banjir akan. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ya Saya katakan kebijakan itu benar, tetapi apakah dia keluar dari kebijakan yang ditentukan atau tidak. F-PKB (DRS. MOHAMMAD TOHA S.SOS, M.SI): Bisa atau tidak ini dianalogikan dengan bailout ini? PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Oh tidak lain. Kalau bailout ini, perundang-undangan, Undang-Undang Dasar memberikan kewenangan kepada Presiden hak subyektif Presiden untuk mengeluarkan Perpu itu dan bailout itu adalah dasarnya Perpu ini. Jadi, kebijakan disini tidak sama dengan kebijakan dari blade daripada pengertian administrasi negara, tetapi kebijakan adalah disini oleh karena itu, nuth por organifreh, hak darurat Presiden untuk mengeluarkan peraturan. Nah itu ada dikatakan dalam ilmu hukum itu subyektif preh pan de presiden. Jadi, Presiden itu mempunyai hak subyektif. Tetapi walaupun demikian, tentu dia harus memperhatikan situasi, ada perhitungan, oh keluar, tidak bisa, pasti dia dari pendapat menterinya. KETUA RAPAT: Oke, terima kasih. Namun demikian, masuk kepada yang lain. Kan Bapak sudah cukup ya Pak ya? 149
F-PKB (DRS. MOHAMMAD TOHA S.SOS, M.SI): Ini ada permintaan dari Fraksi Tengah untuk klarifikasi 1 poin saja. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Saya berkewajiban untuk mengclearkan semua keterangan ahli-ahli ini agar notulasi kita tidak menyelenceng. Dengan hormat, Saya ingin mendapatkan penjelasan secara konkrit baik kepada Prof. Erman maupun Prof. Natabaya tentang kebijaksanaan dan kebijakan. Kalau kita bicara kebijaksanaan itu wise hate, karena perlu ini untuk kita masukan. Kami ini belajar Prof. di ruangan ini, Saya juga ingin mendapatkan masukan yang tepat bagi kasus ini. kalau Prof. Erman banyak menggunakan kata ”kebijaksanaan”, memang wise hate ini tidak bisa dipersoalkan secara hukum. Saya mengaku dan mendukung, ini menurut teori dari Prof. Prayudi Atmosudirjo, tetapi juga ada koridornya Prof. Ini perlu diketahui kita semua, ada 4 koridor paling tidak, diantaranya tentu dimotivasi dengan baik, ada kompetensi memberikan kebijaksanaan, kemudian dapat dipertanggungjawabkan dan tidak untuk kepentingannya atau kepentingan orang lain. Nah kalau ini dikaitkan dengan kebijaksanaan membuat keputusan Bank Century, nanti kita hitung. Namun kalau kita berbicara kepada kebijakan, Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Bersih KKN, justru itu diperuntukan bagi semua pejabat negara berkaitan dengan menggunakan kekuasannya berdasarkan kebijakan. Ini yang mana, kan masih rancu bagi kami. Jadi, kalau kebijakan itu ada yang disebut dalam KUHP tentang un regh atech of vais tadi Prof. Natabaya sudah menguraikan dengan tambahan hukuman sepertiga hukuman pokok. Justru kalau kebijakan itu bisa dipersoalkan hukum pidana kalau dilakukan secara salah. Artinya, tidak bisa kebijakan itu lolos dari dipersoalkan dari pengadilan. Itu harus punya porsi pengadilan kalau kebijakan. Kebijakan ini suatu aturan yang telah jelas dibuat sehingga Pasal 45 KUHP itu jelas apabila seorang pejabat negara melakukan perbuatan pidana ditambah seperti tiga, itu kebijakan Prof. Ini harus clear kita. Saya pikir tidak salah Prof. Erman dan Porf. Natabaya, tetapi harus ada konkritisasi pengertian mengenai kebijakan dan kebijaksanaan. Tadi, Prof. Erman setuju kalau itu kebijaksanaan walaupun ada koridornya. Tetapi kalau kebijakan itu Undang-Undang No. 28 jelas mengatur bagaimana menyelenggarakan bersih KKN terhadap para penguasa publik, tidak ada ancaman hukumnya disitu. Jadi, Saya tidak setuju kalau kebijakan itu tidak bisa dipersoalkan secara hukum. Kalau kebijaksanaan lain koridornya menurut Prof. Prayudi ada 4 koridor. Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Yang Saya hormati Professor Gayus, Yang Saya maksudkan itu kebijaksanaan. Nah apakah namanya kebijakan, Saya tidak mempersoalkan itu. Saya katakan itu kebijaksanaan dan kebijaksanaan itu antara lain keadaan yang tidak dapat diduga terlebih dahulu dalam mengambil tindakan darurat. Itu bukan kebijakan, kebijaksanaan. KETUA RAPAT: Silakan dari Prof. Natabaya. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Ini Bahasa Indonesia ini memang, bukan rancu, kita itu tidak baku, tentu banyak memungut dari bahasa asing sehingga ada kebijaksanaan, ada kebijakan. Nah tetapi kita sudah bicara diterjemahkan dalam bahasa asing, jadi jelas. Ada yang 150
tadi wise act, itu tidak perlu rolland. Ada yang wisdom, tetapi kalau dalam rangka kebijakan dalam pengertian hukum, Saya agak sedikit koreksi kepada Pak Prof. Gayus, KUHP tidak mengatur mengenai kebijakan. KUHP mengatur mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat, maka hukumannya ditambah. Jadi oleh karena KUHP itu hey they barang siapa, who ever, dia orang. Jadi oleh karena itu, pertanggungjawaban itu adalah individual home, individual responsibility. Nah di dalam pasal mengenai yang ada kaitannya dengan pejabat, maka itu ditambah hukumannya. Tetapi kalau kebijakannya, kalian sudah melanggar peraturan di dalam KUHP itu. Kalau ranah mengenai kebijakan dengan blade, itu ranah hukum administrasi negara dan bukan ranah hukum pidana. Nah disitulah apakah dia bisa diminta pertanggungjawaban? Hukum administrasi negara seandainya ada yang melakukan kebijakannya itu ada de tornom mon den volk maka itu. Saya kasih contoh, Saya punya di rumah Saya, kasusnya. Lantas ini di pertama kali, Saya buat corong asap atau Saya buat radio yang kuat, orang ribut, radio Saya, kenapa mau ribut, tetapi dia melanggar dia punya hak untuk mendebar radionya, tetapi jangan mengganggu orang lain. Disini, memang menjadi persoalan hak yang anda yang punya itu boleh anda lakukan, tetapi hak anda itu tidak boleh melanggar juga hak orang lain. Kebijakan anda boleh keluarkan Pemerintah, tetapi kebijakan anda harus berdasarkan peraturan. Nah itu yang Saya katakan tadi. Kalau mulanya pengertian itu setiap tindakan Pemerintah itu harus berdasarkan Undang-Undang, maka tindakan Pemerintah itu harus sesuai dengan hukum karena hukum not only Undang-Undang. Nah disitulah Hakim di dalam memeriksa perkara, dia harus wisdom karena disini menyangkut etika. Kalau harus wisdom, kita lihat lakukan skucot of. Kasus Bu Minah dan ini lucu di rumah Saya, namanya pembantu Saya Minah. Jadi, kata cucu Saya itu sudah Saya panggil saja kamu Kasus Mbok Minah, kenapa? Disitulah, tidak kelihatan tidak ada wisdom. Pada waktu ditangani, masa dengan 3 kakao lantas mau dibawa. Jadi, pejabat negara itu dari polisi, jaksa, hakim dalam hal ini harus punya wisdom apakah itu hukum harus dibawa begitu. Inilah wisdom disini, tetapi bukan dalam arti blade. Terima kasih. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Saya minta semenit agar clear. Tentunya Saya juga Professor, tentu kita ini mempunyai perbedaan pandangan yang bukan saling menyalahkan. Saya tidak sependapat, kenapa? Karena apa yang ketika rose blade itu adalah aturan. Jadi, jangan oleh orang. Aturan ini tidak berjalan kalau tidak ada orang. Nah menyalah aturan inilah yang Saya sebut tadi sebagai over hes dag ole mateh over hes dag itu, itu Pak. Artinya, itu bisa dipersoalkan kalau 2 Undang-Undang ini, Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 dan Undang-Undang KUHP yang lebih tua. Jadi, itu bisa dipersoalkan. Jadi, Saya katakan tadi, Saya setuju Prof. Erman memang kebijaksanaan memang tidak bisa sejauh koridor itu dipenuhi, tetapi kalau kebijakan dilakukan oleh Pejabat Publik itu bisa, mengapa tidak? Saya pikir perbedaannya adalah Prof. Erman yang menyebutkan kebijaksanaan. Oleh karena itu, istilah ini harus Saya minta. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Jadi, kalau Bapak membaca tetap MPR ya, yang tadi yang mengenai KKN. Jadi, dalam hal itu, itu adalah perilaku daripada pejabat negara. Oleh karena itu, dia itu tidak ada ancaman hukum pidananya. Ancaman hukuman pidananya pada waktu dia menjadi Undang-Undang Tipikor. Oleh karena lahirnya TAP MPR mengenai itu, dibentuklah mengenai masing-masing membuat Undang151
Undang Etika, Mahkamah Konstitusi ada etika, Kejaksaan Agung ada etika, Kepolisian ada etika. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Apa etika bisa dituntut hukum? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Tidak, Saya mau tunjukan. Dengan adanya ketentuan itu, tetapi walaupun ada etika/ada kode etik bahwa sering dilanggar itu masalah lain. Umpamanya wah itu tidak etis, itu harus diperiksa. Oleh karena itu, di dalam tiap institusi itu ada semacam pemeriksaan, disini kan ada Badan Kehormatan. Itu karena pejabat yang ada disini, diperiksa ada etika melanggar kehormatan atau tidak. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Itu tujuan Saya. Untuk sementara waktu ini, kan ini bukan waktu Saya sebenarnya, tetapi Saya diizinkan itu karena Bapak berdua para pakar ini harus menjelaskan mengenai uraian tadi itu kebijaksanaan atau kebijakan. Bapak mengatakan 2 bahasa yang sulit, ini tidak sulit karena ada pemisahnya, pemisahnya adalah blade dan wise hate. Kalau wisdom itu umum Pak, yang dimiliki wisdom adalah melekat kebijaksanaan itu oleh para aparatur. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Saya sama dengan Bapak itu. Kebijakan itu bisa kalau dia salah, WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Kalau sama, Saya tidak, Saya ini berlatar belakang bukan administrasi negara, tetapi Saya harus mendapatkan masukan yang jelas. Baiklah, kalau anggota telah jelas ya sudah selesai karena persoalannya bagi Saya rancu antara kebijaksanaan dan kebijakan. Media ini hari mencantumkan kebijakan tidak bisa dikriminalisasi. Saya bilang bisa kalau dasarnya ini. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Bahwa media begitu, dia disalahkan ilmu pengetahuan. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Saya tidak menyalahkan, tidak boleh ahli itu disalahkan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Bukan, menyalahkan ilmu pengetahuan, bukan kami berdua disalahkan. Ilmu pengetahuan dikatakan demikian, tetapi kalau media, jangan-jangan suara ini kita nanti lain koran lain, lain lagi media. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Tidak, forum ini memberikan masukan kepada media yang di atas untuk mematok kita Pak. Bahwa yang kita bahas itu kebijaksanaan atau kebijakan. Ini penting sekali karena kedekatan bahasa dan konsep yang sangat jauh, yang 1 bisa dipersoalkan secara hukum dengan Undang-Undangnya, yang satu tidak bisa diukur dengan pengadilan. Kecuali, koridor itu dilanggar karena bagaimana kebijaksanaan itu dipersoalkan, itu kebijaksanaan sejauh tidak untuk kepentingan sendiri, tidak ada konflik kepentingan, dia sah sebagai kebijaksanaan karena suatu hal genting memaksa, suatu hal yang karena keadaan darurat dia membuat sebuah kebijaksanaan. Contohnya, bagian polisi memberi izin lewat terhadap rambu terlarang. Dia bisa, itu kebijaksanaan, itu kebijakannya melarang, kebijakan polisi lalu lintas tidak boleh rambu dilanggar. Nah ini Saya memberikan penjemukan kepada Bapak, kepada publik yang mendengarkan kita pada siang hari ini. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Jadi, ada ketentuan dilarang. Ini rambu-rambu bukan kebijakan, ini aturan. Bahwa umpamanya di dalam macet, maka dalam koridor umpama pas way di luar itu kebijaksanaan sesaat itu. Bahwa memang dia untuk melayani dan 152
jangan timbul sampai ada stak di dalam itu dia diperbolehkan tetapi untuk itu. Maka dia polisi, tidak bisa diapa-apakan. WAKIL KETUA (PROF. DR. TOPANE GAYUS LUMBUUN, SH, MH): Itu kebijaksanaan, tetapi Bapak tidak boleh mengatakan hukum dan kebijakan berbeda. Hukumnya seperti itu, dilakukan dengan kebijakan yang sama dengan hukum itu. Kecuali, dilanggar. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Kalau sudah ada aturan, tidak boleh kebijakannya melanggar aturan itu. KETUA RAPAT: Baik Pak. Sebetulya masih ada 2, Gerindra dengan Hanura. Tetapi Saya tawarkan kepada Bapak, apakah Bapak mau dilanjutkan atau mungkin mau istirahat dulu ke belakang atau bagaimana, kita berikan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Saya dilanjutkan Pak. PAKAR (PROF. H. A. S. NATABAYA, S.H., L.L.M.): Saya terserah asal janji ditepati. Kalau 10 menit lagi oke, tetapi kalau 10 menit melebihi ya karena Saya ada panggilan Illahi Ashar ya Ishoma dulu. Tetapi kalau memang selesai sampai berapa selesai, masalah lain. KETUA RAPAT: Saya pikir lebih baik Beliau berikan kesempatan untuk Shalat, Saya break dulu 10 menit dan nanti kita lanjutkan. Oke? F-PKS (ANDI RAHMAT, SE): Sebentar, Saya mau tanya Beliau. Waktunya Beliau dengan kita mereka inikan ahli, kewajiban dalam Undang-Undang juga, tetapi Saya mau bertanya sama Bapak, apakah bisa sampai ham 17.30 WIB misalnya menemani kita atau Bapak ada acara yang lain? Jangan sampai kita terkesan menyandera Beliau yang usianya memang sudah. KETUA RAPAT: Oke. Saya rasa kita break dulu 10 menit dan mohon yang lain ada 10 menit ya 10 menit. (RAPAT DISKORS PUKUL 16.20 WIB) Saudara-saudara sekalian, Skors, Saya cabut. (SKORS RAPAT DICABUT PUKUL 16.40 WIB) Saudara-saudara sekalian, Sekarang, pukul 16.40 WIB. Akan kita lanjutkan kira-kira sampai 17.15 WIB, setuju ya? Baik. (RAPAT : SETUJU) Selanjutnya, Saya persilakan Pak dari Gerindra untuk menyampaikan dan mungkin 15 menit Pak. Silakan. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Terima kasih Pimpinan. Professor Erman Rajagukguk yang Saya hormati; dan Professor Natabaya yang Saya hormati. Saya ingin menyampaikan bahwa dalam kesepakatan yang sudah kita sampaikan di Pansus ini, hasil audit dari BPK adalah acuan utama dari kerja Pansus ini. Kalau simpulkan dari audit BPK, ada 5 masalah. Pertama, soal 153
merger Bank Century. Kedua, soal FPJP, bailout. Ketiga, soal aliran dana dan seterusnya. Itu ada beberapa kesimpulan dari BPK terhadap Audit Bank Century ini. Misalnya, BPK menyebut bahwa persoalan merger Bank Indonesia dianggap tidak pruden. Yang kedua, Bank Indonesia dianggap tidak tegas dalam melakukan pengawasan. Yang ketiga, dalam hal pemberian FPJP, Bank Indonesia dianggap mengubah ketentuan dan dianggap melanggar itu. Yang keempat, penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dengan ukuran-ukuran yang tidak jelas. Yang kelima, keberadaan KK belum ditopang dengan Undang-Undang yang jelas dan seterusnya. Pertanyaan Saya kepada kedua professor ini, bagaimana kedudukan hasil audit BPK di dalam tata perundang-undangan kita karena setahu kami BPK inikan sebuah lembaga tinggi negara yang mempunyai kedudukan sebagai audit negara terus dia telah melakukan kerjanya untuk melakukan audit terhadap Bank Century, hasil auditnya sudah kita sama-sama tahu semua. Yang kedua, sebelum dilakukan merger oleh 3 bank yang kemudian bernama Bank Century, Tim Pemeriksa Bank Indonesia telah menyampaikan beberapa catatan terhadap persoalan yang sudah ada. Misalnya, adanya pelanggaran dari Saudara Robert Tantular dan Chinkara sebagai calon pemegang saham dari Bank Century yang kemudian dimerger, tetapi kemudian dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia, beberapa ketentuan dan catatan ini dilakukan dan katakanlah dilanggar/dilewatkan begitu saja sehingga CIC, DANPAC, PIKKO dimerger menjadi Bank Century. Pertanyaan Saya, apakah Pejabat yang menangani merger ini dapat dikenakan sanksi dan dimintai pertanggungjawabannya di muka hukum. Sementara itu dulu Pak. Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Melalui Bapak Pimpinan, terima kasih. Dari Saudara Saya, meminta pendapat Saya itu. Pertama-tama Bapak Saya tidak mempersalahkan atau mengkondem status dari pemeriksaan BPK ini tidak berlaku tidak, Saya disini hanya menjelaskan pendapat Saya. Mungkin berbeda pendapat dengan pendapat BPK dan memang pendapat Saya berbeda dengan pendapat BPK dalam beberapa hal. Ini satu. Yang kedua, Saya tidak mendalami merger Bank Century mau 3 bank menjadi 1 bank, Saya tidak mendalami dan untuk mendalami itu juga Saya perlu membaca dokumen-dokumen Pak. Jadi, Saya tidak bisa instan menjawabnya bagaimana, tetapi kalau ada tindak pidana Pak, ini bisa diusut kalau ada pelanggaran. Misalnya, Pelanggaran Undang-Undang Perbankan oleh Robert Tantular. Itu bisa diusut dan ternyata dia kalau mencuri uang itu sebagai pemegang saham, dia bertanggung jawab pribadi. Jadi, maka itulah Saya mengatakan saham-saham Robert Tantular itu hapus kata LPS, Saya setuju itu Pak. Karena pemegang saham bertanggung jawab pribadi terhadap perbuatannya karena merugikan PT itu, tetapi saham-saham pasar modal tidak hilang, dia terilusi karena artinya LPS sudah memasukan modal, sementara Pemegang-pemegang saham di pasar modal tidak memasukan modal, dia terilusi. Dulu kalau tidak salah, pemegang saham di pasar modal itu 50% atau berapa itu akhirnya menjadi nol-nol koma nol sekian. Jadi, itulah Saya katakan pemegang saham bertanggung jawab pribadi. Nah kalau ada nanti pejabatpejabat juga melanggar, itu tindak pidana itu masa kadarluasanya ada Pak. Jadi, masih bisa kalau terbukti. Tetapi Saya tidak mendalami itu. Jadi, itu yang Saya sampaikan mengenai merger itu. Sebagai Ahli Hukum juga kalau diajukan 154
kasus, harus dipelajari dulu dengan surat-surat, dokumen-dokumen, tidak bisa dengan lisan-lisan begitu Pak. Tetapi Saya berbeda pendapat tentang kalau status Audit BPK, tetap berlaku Pak. Cuman Saya tidak bisa mengatakan Audit BPK salah, tidak bisa. Saya mengatakan Audit BPK itu ada Saya berbeda pendapat. Apa berbeda pendapat itu? Pertama, soal mengubah ketentuan. Saya mengatakan kalau tadi itu seperti Saya katakan tadi kalau Menteri sudah mengatakan kita harus menyelamatkan sistem keuangan kita/dunia keuangan kita, lalu ada Peraturan Bank Indonesia yang menghambat maksud tersebut. Nah Peraturan Bank Indonesia itu bisa diubah saja sepanjang Peraturan Bank Indonesia itu diubah oleh Bank Indonesia sendiri dan tidak bertentangan dengan Peraturan yang lebih tinggi, karena kalau ada amanat untuk menyelamatkan ekonomi, padahal ekonomi itu tidak bisa jalan, penyelamatan itu tidak bisa terjadi karena ada peraturan yang menghambat. Nah peraturan yang menghambat itu, kita ubah dan dari segi hukum itu tidak menyalahi hukum. Soal sistemik, Saya juga tidak bisa berpendapat secara hukum Pak karena itu pendapat para ekonom. Tetapi kalau Saya mengatakan oh itu dari sudut hukum, menyelamatkan Bank Century itu kebetulan Bank Century, bisa bankbank lain pada waktu itu. Itu kebijaksanaan. Dari segi hukum, kebijaksanaan itu boleh. Aliran dana, keberadaan KK. Saya sudah pada sidang yang pagi ini, Saya sudah menyampaikan pendirian Saya bahwa KSSK itu sah karena diambil pada masa Perpu masih berlaku pada Bulan November itu, kemudian diamanatkan pembentukan KK berdasarkan Undang-Undang Nomor sekiansekian itu, bukan dibentuk dengan Undang-Undang tetapi berdasarkan Perubahan Undang-Undang Bank Indonesia. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Mohon maaf Prof. Kami bukan kesimpulan atas Audit BPK, yang kami tanyakan adalah kedudukan hasil audit BPK terhadap persoalan Bank Century yang sudah dilakukan oleh BPK dalam mekanisme peraturan perundang-undangan kita itu kayak apa? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Saya sudah mengatakan karena Undang-Undang LPS mengatakan harus diperiksa BPK, Saya setuju itu Pak, tidak ada perbedaan Saya dengan BPK soal itu. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Pertanyaan Saya berikutnya, BPK sudah memberikan suatu hasil audit 1, 2, 3 segala macam tadi sudah kami ceritakan. Bagaimana kedudukan hukum hasil audit BPK yang menyatakan bahwa terjadi, tadi Bapak sudah sebutkan ada 9 poin. Misalnya, dalam soal merger. Bank Indonesia tidak pruden, Bank Indonesia tidak tegas dalam menerapkan ketentuan dalam pengawasan dan seterusnya, sampai FPJP dianggap berubah dan seterusnya. Nah maksud pertanyaan Saya, ketika BPK sudah menyimpulkan seperti ini, apakah kesimpulan ini bisa dianggap final? Terus apakah kesimpulan ini mengikat kepada setiap pejabat tinggi negara atau pejabat negara yang disebutkan Bank Indonesia itu? PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUKGUK, SH, LLM, PHD): Saya tidak Pak. Dari sudut hukum kalau BPK berpendapat demikian dan Pemerintah di pihak lain berpendapat berlainan, nah kemana kita pergi? Ya ke Mahkamah Agung Pak untuk melihat penafsiran Undang-Undang bagaimana. Jadi, kalau menilai apakah putusan BPK itu sudah tepat dan kalau kalangan 155
Pemerintah atau kalangan LPS masih ada yang kurang-kurang, itu menurut Saya tidak final, tidak final Pak. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Jadi menurut Prof. Erman kalau ada perselisihan antara BPK dengan pihak eksekutif dalam kasus ini diselesaikan di Mahkamah Agung?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Bisa diselesaikan di Mahkamah Agung karena di Mahkamah Konstitusi tidak bisa, karena tidak ada pengujian apakah suatu Undang-undang bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, tidak, ini perselisihan penafsiran hukum saja. Jadi, kalau terjadi itu dan antara Pemerintah dan BPK tidak ketemu jalannya, dia ke Mahkamah Agung Pak. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Prof. Natabaya. PAKAR (PROF. NATABAYA, S.H.,L.L.M): Terima kasih. Dalam hal ini tentu kita melihat apakah keputusan BPK itu final atau tidak final, apakah harus menjadi acuan, ini tentu kita lihat daripada ketentuan Undangundang Dasar ya jelas. Dalam Undang-undang Dasar itu jelas dikatakan untuk memeriksa pengelolaan tentang tanggungjawab tentang keuangan negara, diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri, jelas kan?. Undang-undang Dasar ini ditindaklanjuti, kelola Undang-undang tentang Pemeriksaan itu sendiri, dan keluarlah Undang-undang tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan tanggungjawab Negara dan Undang-undang tentang Keuangan Negara. Jadi disinilah koridornya dia bermain, apakah sekarang kasus yang dihadapi itu termasuk kasus yang ada kaitannya dengan keuangan negara atau tidak?. Ternyata DPR meminta kepada BPK, BPK mengatakan ini masuk keuangan negara, itu kira-kira begitu, tetapi Saya ada sedikit dengan beberapa point tadi, yang mana masuk keuangan negara, tadi khususnya mengenai uang bailout. Saya kurang sependapat kalau dikatakan yang bailout itu yang diambil jangka waktu Perpu. Sebab itu BPK tidak bisa menilai kebijakan Presiden mengeluarkan Perpu itu, itu sudah Undang-undang. Bahwasannya ada ketentuan-ketentuan yang dilanggar didalam Perpu itu, itu menjadi persoalan, tetapi pada waktu mengeluarkan uang berapa sesuai dengan Perpu itu adalah kebijakan yang diambil Presiden mengeluarkan Peraturan Penganti Undang-undang dan Peraturan Perundang-undangan itu sederajat dengan Undang-undang, itu selesai. Permasalahannya yang ditimbul adalah apakah tindakan-tindakan yang diluar itu, sebelum itu dilakukan oleh Bank Indonesia, dilakukan setelah itu sebelum atau sesudah itu, tidak berdasarkan aturan itu menjadi persoalan. Ini yang harus menjadi persoalan. Jadi, umpamanya Saya tidak Ahli Keuangan, jadi ketentuan-ketentuan yang diambil Bank Indonesia merupakan CAR, apakah itu sesuai dengan ketentuan yang ada atau tidak?. Apakah lagi memberikan bantuan, kan sudah diatur mengenai cara-caranya didalam likuidasi dan segala macam, tetapi apabila masih dalam kaitannya dengan Perpu, itu dalam ranah Perpu, jadi BPK tidak mempunyai kewenangan untuk menilai. Sekarang, apakah Keputusan BPK itu final atau tidak final, ya keputusan BPK itu final, tidak ada lembaga lain yang dapat memeriksa, apa namanya itu hasil keputusan dari BPK, tidak ada, kalau Mahkamah, sama dengan Mahkamah 156
Konstitusi by learn by day, tetapi inikan bukan masalah pengadilan, kalau pengadilan biasa negeri dari pertama, dua, tiga, PK, kalau BPK itu yang diperiksanya itu apakah kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah itu melanggar peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan Keuangan Negara, disitu, sehingga kalau pertanyaan dia tidak setuju, bagaimana dia mau menentukan dia tidak setuju sedangkan dia adalah obyek dari pemeriksaan. Jadi, Saya bacakan Undang-undang No. 17. “kekuasaan pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah memegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara sebagai bagian dari Kekuasaan Pemerintahan” Inilah yang menjadi obyek pemeriksaan dari BPK, didalam rangka pengelolaan keuangan negara ini. Oleh karena itu didalam Undang-undang Dasar menegaskan “ untuk pemeriksaan, pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, bersifat bebas dan mandiri”. Jadi kita didalam koridor ini, jadi kalau Saya selama tindakannya masih dalam koridor Perpu, sebelum ada persetujuan, itu sah, tetapi kalau ada tingkat laku, tindakan yang diambil Bank Indonesia, yang tidak ada kaitannya dengan ini, itu adalah sesuatu hal yang perlu, apa namanya itu, di pertanyakan, BPK sudah mengeluarkan apa namanya itu, keputusannya, itu yang harus diinikan. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Prof. Natabaya dan Prof. Erman, dulu ada Keppres (Keputusan Presiden) tentang Mobil Timor dan itu dipermasalahkan karena Keppres itu hanya menguntungkan satu company saja, kemudian dalam proses Bank Century ini kemudian Bank Indonesia melakukan perubahan PBI, yang dimaksudkan untuk menyelamatkan Bank Century saja. Bagaimana kedudukan PBI yang dimaksud Perubahan PBI ini yang dimaksudkan hanya untuk menyelamatkan satu perusahaan bank saja, apakah ini ini telah memenuhi azas ketentuan hukum universal. Tolong Prof. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Kebijaksaan menurunkan CAR itu dan merubah Peraturan Bank Indonesia itu bukan menyelamatkan Bank Century saja, bukan, setiap bank, kebetulan Bank Century yang meminta dana, yang lainnya tidak meminta dana dan Saya beranggapan bahwa kebijaksanaan Pemerintah itu adalah menyelematkan keuangan Negara, Keuangan masyarakat kita, bukan Bank Century itu yang Saya, pendapat Saya. Mengenai Keppres Timur, ini kita ini Indonesia ini dianukan oleh, Eropa, Amerika Serikat, Jepang pada waktu itu, di WTU, jadi kita itu dikalahkan di WTU, dikatakan bahwa Keppres itu melanggar pasal sekian, pasal sekian general aggrement on tariff and trade WPU, tidak ada sangsinya, tidak apa-apa kata mereka, tetapi kalau tidak cabut, kami cabut ekspor dari barang Indonesia, kita khawatir itu, kalau kita dibatasi wong ekspor barang ke Jepang, jadi ke Jepang, ke Amerika Serikat, ke Eropa dan didalam game itu ada resprosity, artinya boleh melakukan tindakan balasan, kita cabut itu Pak Keppres Timur itu, karena kita melanggar Pasal-pasal dalam WTO, ini pengetahuan Saya. KETUA RAPAT: Baik, kalau cukup, Saya persilakan sekarang dari Hanura. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): 157
Interupsi sebentar Pimpinan, Tadi Proffesor Erman menyatakan bahwa hanya ada satu bank yang meminta bantuan, itu bukan hanya cuma Century yang meminta, ada tiga bank yang meminta. Pertanyaan Saya adalah statement Saya adalah, Proffesor tau darimana?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Nggak pemahaman Saya. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Berarti bukan berdasarkan keahlian. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Merubah peraturan itu tidak untuk Bank Century, tetapi untuk bank-bank lain. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Pemahaman, Saya menjelaskan itu bukan berakitan dengan keahlian Proffesor tadi, menentukan bank ini bahwa dia. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Oh tidak, artinya Saya mengatakan sesuai keahlian Saya, kalau Pemerintah itu mempunyai satu tujuan menyelamatkan keuangan negara, peraturan-peraturan yang kira-kira menghambat itu akan dirubah, sama juga kita mempunyai peraturan Undang-undang tetapi Perda-perda kita itu banyak yang tidak bisa jalan Undang-undang itu. F-PKS (H. MUKHAMAD MISBAKUN, S.E.): Cukup Prof. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itu jadi Saya disitu. KETUA RAPAT: Silakan dari Fraksi HANURA. Lima belas menit, terakhir ini. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Ya, kalau Saya mau lebih cepat Pak Ketua, ini istilahnya jawaban-jawaban ini sudah beberapa kali kita dengarin ya, kita aja yang terlalu genit barangkali untuk menanyakan kembali, tetapi Saya mungkin mau konsentrasi dengan Pak Erman dulu, Pak Erman dipanggil kesini sebagai Ahli apa Pak, sebagai Ahli Perbankan, Hukum, karena tadi Bapak masuk semua begitu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Katanya Hukum Ekonomi, Hukum Ekonomi itu, Saya Hukum Ekonomi bidangnya, jadi kalau Hukum Tata Negara Saya serahkan kepada. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Karena kelihatan Bapak agak bios, agak kebinggungan menjawabnya, tetapi lebih bagus dibanding Kristianto Wibisono begitu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saudara ingin mendengarkan Saya barangkali, maaf-maaf Pak. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Oh tidak apa-apa minta maaf, tidak perlu minta maaf, Saya terbiasa mendengar seperti itu. Sebenarnya cara berpikirnya Bapak Erman sudah lebih lama, dan jawaban hari ini semakin meyakinkan Saya. Bapak menulis di Seputar Indonesia, tetapi judulnya salah lo Pak, Bapak salah disini KKSK, Bapak seharusnya menulis KSSK. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Pak, Saya minta maaf judul itu Saya kira Redaksinya yang memberikan itu. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): 158
Ini diminta ya?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itu tidak utuh, tulisan Saya panjang, hampir sepuluh halaman, mungkin diambilnya segitu. Saya sendiri baru ketahuan beberapa hari kemudian, wah Saya bilang bagaimana mengeditnya ini, jadi tidak utuh tulisan Saya. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Pertanyaan Saya begini, ini tulisan ini diminta atau Bapak yang mengirimkan, atau memang dalam sebuah pelengkap by project . PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tidak, Saya tidak tau Seputar Indonesia, darimana dia dapat paper Saya, Saya juga tidak tau. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Karena ini Saya ini insyaallah agak ahli soal media, ini bukan kolom, kalau ada kolom itu disebutkan tetapi yang bayar. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya tidak bayar Pak, Saya juga bekas wartawan harian. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Cuma menanya saja Pak, ini identifikasi namanya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya tidak punya kepentingan. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Karena begini Pak. Ini ada relevansinya, kami mengundang Bapak disini karena keahlian itu, keahlian itu sekali lagi Saya katakan di forum ini, keahlian itu karena intelektualitas dan Saya orang akan sangat sedih ketika seorang intelektual itu mulai di gitu, apa namanya ya istilahnya, orang-orang yang berumah di atas angin. Saya agak, kenapa Saya katakan tadi Bapak agak kebinggungan menjawabnya dan menjelaskan kami banyak hal yang misalnya uang publik, dana uang negara dan segala macam. Bapak, Ahli ekonomi ya, Ahli Hukum Ekonomi itu penjelasan yang text itu yang namanya uang yang dipisahkan itu apa namanya Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Jadi begini Pak, seperti yang Saya presentasikan tadi. Pertama, Saya berpatokan pada doktrin bahwa Badan Hukum itu mempunyai kekayaan sendiri, itu satu. Kedua, Saya juga berpegang kepada penafsiran Saya tentang keuangan negara, jadi didalam Pasal Undang-undang Dasar ini. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Tunggu dulu Bapak dari tasi selalu menyebut penafsiran, tadi Andi Rahmat itu mengejar, kalau seorang intelektual itu harus berdasarkan pada sebuah pertanggungjawaban intelektual yang baku. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Betul. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Bukan apa namanya, bukan asumsi-asumsi, kalau asumsi itu dalam Islam itu sufi tingkat makrifat. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itu juga intelektualisme Saya Pak, tidak bisa Saya menafsirkan itu. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): 159
Oke. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Jadi penafsiran itu tentang keuangan negara, Saya bacakan “anggaran pendapatan dan belanja negara, sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara, Saya menafsirkan APBN-lah keuangan negara. Itu mulai doktrin-doktrin hukum. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Melalui Pimpinan, seijin Pak Akbar boleh Interupsi nggak Pak?. KETUA RAPAT: Silakan Pak. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Boleh kita kerjasama. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Amat sangat terpelajar Proffesor Erman Rajaguguk. Saya terbesit Prof. Doktrin apa Prof. yang dipakai?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Doktrin mau Badan Hukum itu sebagai subyek hukum, itu subyek hukum itu dalam hukum itu ada dua, manusia dan Badan Hukum. Badan Hukum itu dianggap manusia, mempunyai Hak dan Tanggungjawab secara hukum, dapat gugat menggugat dan mempunyai kekayaan sendiri. Itu Saya contohkan tadi itu, kita mempunyai PT. Saya setor tanah Saya, Saya pisahkan dari harta kekayaan Saya sebagai modal PT, boleh kata Undang-undang PT, setor tanah, tetapi Saya tidak lagi bisa mengatakan itu tanah Saya ya, tidak, tidak bisa, itulah doktrin dokumen maksud contoh Saya itu. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Berarti ini Doktrin yang Prof anut secara pribadi. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tidak penafsiran Prof. common law and civil law itu. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Saya tidak temukan Prof. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya kasihkan bukunya. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Sama-sama kita belajar hukum, Saya tidak temukan teori Prof. anut, tadi Prof. katakan United Nation Convetion Agent Corruption yang sudah diratifikasi Undang-undang No. 7 Tahun 2006. Prof. Mengatakan bahwa itu adalah untuk swasta diluar, sepengetahuan Saya yang Saya baca dalam UNCAC Undangundang No. 7 Tahun 2006 itu mengatakan bahwa extra ordinary crime itu pihak swasta yang terlibat dalam urusan uang negara, dapat dikategorikan sebagai merugikan keuangan Negara sebagai tindak pidana extra ordinary crime. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tidak itu saja, nanti kalau kita boleh, Saya akan memberikan bukunya kepada Saudara itu saja. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Mungkin ini akan Saya pelajari. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya menganggap United Nation Convetion Againts Corruption 2003 itu mencakup Uang-uang di Perusahaan swasta dan contohnya itu di Amerika itu dot com ada 5 (lima), 6 (enam) perusahaan yang meng-creat-kan diri dan didalamnya ada pengelapan keuangan dan membuat pengangguran sampai 20 juta orang itu, itu dikenakan Undang-undang Anti Korupsi. 160
F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Kalau itu Saya sepakat, tetapi yang Prof. katakan pemisahan dari swasta itu bukan merupakan keuangan negara, itu yang Saya kurang sepakat. Saya tidak memahami yang Prof. pakai. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya doktrin itu, Saya mengatakan Badan Hukum itu mempunyai kekayaan sendiri, itu doktrin. F-PG (DR. AZIS SYAMSUDDIN): Terima kasih Prof amat sangat terpelajar. Terima kasih. KETUA RAPAT: Jadi waktu sudah terambil sebagian ya, tidak apa-apa. Waktu tinggal 5 (lima) menit lagi Pak Akbar. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Boleh Saya lanjutkan Pak. Ruhut. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Silakan. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Soalnya kadang-kadang anu. Jadi begini Pak, dikatakan bahwa itu uangnya yang berbadan hukum itu, Saya mau sederhana saja, karena Saya bukan Ahli Hukum Ekonomi seperti Bapak, LPS itu kalau tiba-tiba kekurangan uang mintanya kemana?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Kekurangan uang ada Undang-undangnya minta kepada APBN. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Dan pada saat itu dia kembali lagi pada posisi oh ini adalah uang negara. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Inikan statusnya dia dapat pinjaman dari APBN, modal. …..: Bukan pinjaman Pak, istilah modal dan pinjaman itu beda. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itu menurut doktrin tadi, itu bukan modal negara lagi, sudah modalnya LPS, itu menurut doktrin tadi, doktrin itu juga kita lihat dalam yayasan Pak, yayasan itu Badan Hukum, ada PP yang mengatakan keuangan yang ini adalah uang yayasan ada itu. Bedanya kalau KPK berpendapat lain, Saya pun hormat Pak. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): BPK, bukan KPK. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : KPK berpendapat lain, Saya pun hormat. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Oke setelah itu Saya lanjutkan, karena cuma Bapak yang berpikiran seperti itu di saksi kita ya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Maksudnya yang berpikiran apa?. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Berpikiran seperti yang tadi itu bahwa apa ini namanya swasta ya?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itulah kelebihan Saya Pak. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Mantap. KETUA RAPAT: 161
Bapak Akbar, Saya potong dulu, itu pendapat tadi kita sudah sependapat. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Tetapi kan pendapat juga bisa kita uji ya Pak ya?. Ini supaya kita tau disini bahwa sebenarnya pada wilayah. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya tidak apa-apa, karena didalam disertasi juga pendapat itu tidak harus sama. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Sekarang LPS itu berbadan hukum Pak ya?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Yes. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Yang punya apa namanya, yang pemiliknya Badan Hukum itu siapa Pak?. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Ya pemiliknya Negara, tetapi uang yang sudah disetornya itu bukan uang pemilik, tetapi uang dari Badan Hukum itu, misalnya coorporation apa pemilik itu, artinya, pemilik itu mengawasi coorporation setiap saat. Kedua, pemilik itu mendapatkan deviden kalau coorporation itu untung, tetapi tidak bisa pemilik mengatakan itu uang Saya tidak bisa, Saya punya saham pasar modal misalnya Pabrik Semen Cibinong tidak bisa hari minggu Saya mengatakan kepada anak Saya eh itu Pabrik Papa, tidak bisa, yang Saya punya itu saham. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Tidak apa-apa Pak, Bapak demikian kesulitan menjelaskan kepada kami. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya tidak sulit, cuma suara Saya agak mengelegar, tidak sulit, sama seperti Ruhut mengelegarnya, walaupun sama-sama Batak. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Oke-oke. Ini karena pembatasan waktu, Saya agak maju lebih jauh lagi, barangkali Bapak Prof. Natabaya bisa ikut nimbrung disini, Saya sih sudah sepakat dengan pikiran-pikirannya. Tentang Perpu itu, tadi Bapak mengatakan itu belum ditolak, belum ditolak, ketika tanggal 18 Desember itukan, Bapak tadi mengatakan itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Kalau Saya berpendapat, karena tidak tegas surat dari Ketua DPR itu, belum ditolak, tetapi pada tanggal sidang terakhir DPR itu mengatakan, eh yang tahun lalu itu kita tolak ya?. Tolak, itulah tanggalnya, tetapi andaikata tanggal 15, tanggal 18 Desember di tolak, keputusan KSSK itu tetap berdasarkan hukum. Itu pendapat Saya. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Sebenarnya Saya belum bertanya, tetapi Bapak menjelaskan demikian cepat. Saya kembali lagi ke titik nol. Hukum Pak, itu juga berbasiskan text, text itu adalah makna. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itu kompositifis Pak, Saya tidak menganut kompositifis, bahwa hukum itu Undang-undang tidak selalu. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Oke kalau begitu begini Pak, Pasal 22 ayat (2) tadi Bapak Proffesor Natabaya sudah mengatakan, karena Saya orang Bahasa Pak, Hukum itu bermain di 162
wilayah text, text itu adalah pemaknaan dan pemaknaan itu bermain di wilayah logika juga, maka. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itu kompositifis Pak, masih ada aliran lain. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Saya sudah katakan bahwa Saya orang positif Pak, berpikir positif. Dia menggunakan kata persetujuan, bagaimana lengkapnya tadi Bapak Prof. Natabaya, disitu tidak menggunakan kata penolakan dari DPR, dia menggunakan kata persetujuan, tetapi pada Rapat berikutnya itu tidak mendapatkan persetujuan dari DPR, maka kemudian secara otomatis, dalam konteksnya Pak tidak bisa mendebat Saya dalam ahli soal text ya Pak. Jadi, Bapak punya ahli di bidang itu, Saya ahli di bidang text, kita tidak bisa berdebat soal itu. Disitu mengatakan “tidak mendapatkan persetujuan dan disitu tidak dibutuhkan kata tolak”. Kemudian Bapak mengatakan itu masih berlaku, tadi Prof. Natabaya telah menjelaskan itu, bahwa sebenarnya dengan itu tidak menjadi tidak boleh lagi mengambil keputusan, tetapi Bapak mengatakan itu masih sah adanya, karena tidak mendapatkan penolakan. Setau Saya Bapak Prof. Erman setuju tadi dengan yang dikatakan Bapak Natabaya tadi, yang disampaikan oleh Ketua DPR itu, itu sebetulnya sama dengan mengatakan “wahai Pemerintah karena kita tidak menerimanya, karena kita tidak mendapatkan persetujuannya, maka tolong ajukan lagi”. Bapak punya penjelasan soal itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya bukan Ahli Bahasa, F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Saya Ahli Bahasa Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Jadi Saya mau tanya sama Bapak, kalau kata-kata, ini salah. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Ini Saya tanya kok malah balik ditanya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Kan kita diskusi kita Pak. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Boleh-boleh. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Belum dapat menyetujui Rancangan Undang-undang tentang Perpu No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengamanan Sistem Keuangan untuk dibahas dan dibicarkan lebih lanjut sampai disetujui menjadi Undang-undang. Pengertian Saya Pak Fraksi ini perlu waktu lagi untuk membicarakannya, jadi dia tidak menolak, dia tidak menerima, dia mengatakan perlu dibicarakan lebih lanjut, jadi dia perlu waktu Pak. Lalu ada kata-kata lagi dari Fraksi yang lain. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Apa lanjutan dari itu tadi Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Apanya. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Yang tadi itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tidak tau Saya. 163
Tidak tau, lalu yang lain itu. F-PG (DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, Bc IP. M.Si.): Bapak Ketua, Saya Interupsi saja, yang dibacakan itu dari Fraksi Partai Golkar Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Jadi ada lagi kalimat lain, jadi Saya berpendapat, belum ditolak kok tetapi belum diterima juga oleh dua Fraksi ini, karena mau pendalaman lebih lanjut, ada kata-kata itu. Oleh karena itu Saya tidak menyalahkan Ketua DPR pada waktu itu, yang tidak bisa mengambil keputusan terima atau tolak, memang tidak ada. F-PG (H. CHAIRUMAN HARAHAP, S.H., M.H.): Interupsi Ketua, Barangkali supaya jangan membuat suatu kebohongan kepada masyarakat, tolong text-nya itu jangan dipotong kalau dibacakan, tadi dikatakan belum dapat menyetujui dan seterusnya, kemudian apa akhirnya, bahwa diminta kepada Pemerintah untuk mengajukan RUU lagi. Itu konteksnya, jadi supaya barangkali tidak membuat kebinggungan, seolah-olah ada itu, jadi Saya kira kita harus jujur Proffesor. Terima kasih. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Pikiran Saya Pak. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Interupsi Pimpinan, Saya kira agak menarik ini. Mohon diijinkan Saya tidak mau melanggar etika. KETUA RAPAT: Saya tanya dulu, soalnya waktunya tadi sudah lewat, jadi Saya tambah lagi seperempat jam, Saya lemparkan kepada Bapak, apakah seperempat jam lagi cukup, karena beliau ini punya, jadi setengah enam maksimal. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tergantung pada Bapak-bapak sekalian, karena Saya mengutamakan kehadiran di Pansus ini, supaya tambah membantu Pansus. KETUA RAPAT: Pak Natabaya, PAKAR (PROF. NATABAYA, S.H.,L.L.M): Kalau sampai pagi pun bersedia juga. KETUA RAPAT: Saya tambah seperempat jam, jadi setengah enam. (RAPAT:SETUJU) F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Pimpinan, Saya Interupsi sebentar ini, masalah ini, sebentar Pak Akbar. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Tentang apa sih?. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Ini tentang Perpu. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Dari tadi sudah jelas. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Saya ingin mengatakan Bapak Proffesor. Diijinkan atau tidak?. 164
F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Tidak apa-apa, kawan kita. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Kalau melalui Ruhut ijin nggak ya?. Proffesor Erman, Saya kira di Paripurna terakhir, Masa Sidang terakhir DPR 2004-2009 itu jelas sekali didalam itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Kapan itu Pak. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Paripurna terakhir. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Kalau tidak salah November ya?. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): November, bukan November Pak, September, kita Oktober sudah dilantik Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Ya. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): September, kita dilantik tanggal 1 Oktober. Jadi, Paripurna terakhir itu, Risalah Paripurna itu cukup jelas, Pimpinan mengatakan atas usulan, usulan atas pernyataan dari Fraksi Golkar yang minta penegasan sikap lagi atas penolakan Perpu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Ya. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Pimpinan pada waktu itu meminta persetujuan dari Anggota Paripurna, dan itu di ketok, itu bisa dilihat, itu pertama. Argumentasinya. Argumentasi kedua adalah Surat Presiden sendiri, pada waktu dia pencabutan tentang diputar-putar disini, sudah tegas dan jelas disini mengatakan bahwa penolakan atau tidak disetujui Perpu tersebut. Kedua, Surat Departemen Keuangan yang ditujukan kepada BPK tentang masalah status KSSK, jadi sesungguhnya Perpu itu sendiri textualnya sudah dipermasalahkan dari tanggal 18 Oktober pada waktu itu, September, ini kalau kita urut risalah-risalah Paripurna sudah jelas, sayang kita tidak bawa, nanti kita bisa konfirmasi ke Prof. mungkin Prof. bacanya yang sebelumnya. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Semua Saya baca, cuma Saya berpendapat penegasan ditolak itu pada akhir Masa Sidang itu, jadi tidak salah kalau Pemerintah mengatakan tidak tanggal 18 Desember, tetapi September, itu sebagai akademisi. F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.): Sikap itu menegaskan untuk menekankan pada Paripurna yang sebelumnya, untuk menegaskan, jadi di kata-katanya ada penegasan sikap kembali. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tetapi di Paripurna, di 15 Desember tidak mengatakan apa-apa, 18 Desember, baru dikatakan pada bulan September. Andaikata Saya meneliti oh, andaikata 15 Desember. F-PG (H. CHAIRUMAN HARAHAP, S.H., M.H.): Pimpinan, Interupsi, jadi perlu kejelasan Pimpinan, jangan data-data itu dilakukan. Saya kira dari Komisi. F-PG (MELCHIAS MARCUS MEKENG): 165
Begini, tanggal 30 September itu adalah Rapat terakhir periode yang lalu 20042009, itu hanya menegaskan bahwa tanggal 18 Desember itu DPR sudah menolak, bukan mengatakan sekarang kita tolak, tanggal 18 Desember 2008 DPR sudah menolak Perpu No. 4 Tahun 2008, tidak menerima. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Itu yang Saya katakan, andaikata ditolak tanggal 18 Desember itu, katakanlah itu betul tanggal 18 Desember, KSSK yang membuat penyelamatan Bank Century itu tanggal 30 November tetap berlaku, itu. Jadi kita tidak tidak ada perbedaan pendapat, kalau Saya salah, anda tidak setuju Saya mengatakan 30 November tidak apa-apa bagi Saya, Saya kembali kepada 15. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Bapak Erman, Begini loh, sebenarnya setelah tanggal 18 Desember, Saya memang belum menjadi Anggota DPR pada waktu itu, tetapi, ini para pelaku semua, pelaku ya?, tetapi Saya baca text-nya Pak, makanya Saya katakan tidak ada lagi perdebatan setelah tanggal 18 Desember kalau kita mau jujur memahami tekstual dari bunyi Undang-undang Dasar itu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Bapak, Itu yang Saya berbeda. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Kenapa sampai Saya perlu menyampaikan ini kepada Bapak, karena setau Saya, Saya melakukan analisa di media, Bapak termasuk orang yang selalu menghembus-hembuskan soal ini bahwa ini masih berlaku bla-bla dan kemudian membuat orang binggung, padahal sebenarnya tidak bisa Pak. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Orang binggung itu bukan urusan Saya, Saya menerangkannya tidak binggung. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Bapak Erman, Disitulah sebetulnya Bapak sebagai Ahli untuk tidak membuat orang binggung. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Tidak. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Sudah nyata-nyata kalau Bapak mengatakan ya ini sudah selesai. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Saya tidak binggung, Saya katakan begini. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Bapak dengarkan, disitulah sebenarnya mohon maaf Massya Allah Saya berdosa lagi kok sama orang tua begini, disinilah sebenarnya Pak, dibutuhkan kearifan seorang intelektual. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Yes. F-HANURA (Drs. AKBAR FAIZAL, M.Si): Tidak mencoba apa namanya, membingungkan masyarakat dengan pernyataan yang sebenarnya, sudah selesai. Kata “menyetujui” Pak, artinya tidak membutuhkan penolak, apabila tidak mendapatkan penolakan selesai disitu. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) :
166
Itu menurut satu pendapat, tetapi pendapat Saya mengatakan kenapa tidak tegas tolak atau menerima, tunggu dulu Saya belum selesai, Saya diminta ahli disini. Kalau pendapat itu tidak bulan September itu, kembali kepada 15 Desember, oke, artinya apa. …..: Interupsi Pimpinan. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Keputusan KSSK itu tetap sah. …..: Interupsi Pimpinan. KETUA RAPAT: Saya sekarang mau urut dulu, Interupsi walaupun kita sudah katakan setengah enam, supaya enak begitu, ini diskusinya supaya enak. Itu satu. …..: Interupsi Pimpinan. …..: Interupsi Pimpinan. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Maaf, kawan-kawan Saya mau menetralisir. …..: Bagaimana ini, yang mana yang jadi Pimpinan. KETUA RAPAT: Saya stop dulu sebentar, nanti kita urut, kita urut. F-PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Pimpinan, Saya bukan masalah urut mengurut. ……: Pimpinan, Cara bersidang seperti ini, semua orang mau ngomong. ……..: Saya akan menetralisir. KETUA RAPAT: Saya skors 1 (satu) menit. (RAPAT DI SKORS PUKUL 17.22 WIB) Saudara-saudara sekalian, Skors Saya cabut. (SKORS DICABUT PUKUL 17.25 WIB) Memang kalau diskusi ini tetapi yang penting pokoknya ada jalan keluarnya, tadi sudah muncul kesepakatan bahwa beliau berpendapat, hak beliau untuk menyatakan pendapat, kita tidak perlu memperdebatkan hak beliau itu, jadi sebetulnya sudah selesai. Karena beliau juga kita hargai, beliau hadir disini, beliau siap segala macam, tetapi kondisi beliau juga harus kita hargai juga, jadi mungkin sudah cukup lama, sudah banyak, jadi dengan ini terima kasih kepada Bapak Prof. Erman dan kepada Prof. Natabaya, Saya pikir sebagai penutup mungkin Saya minta sudah disepakati, satu dua kalimat saja, istilahnya clossing. PAKAR (PROF. ERMAN RAJAGUGUK, S.H., L.L.M, PHD) : Bapak Pimpinan, Saya mengucapkan terima kasih atas kehormatan yang diberikan kepada Saya, sehingga Saya bisa datang ke Sidang Pansus ini, banyak terima kasih. 167
PAKAR (PROF. NATABAYA, S.H.,L.L.M): Bapak Pimpinan, Sesuai dengan koridor hukum, Saya dipanggil disini untuk sebagai saksi dan merupakan kewajiban menurut Undang-undang, maka dasar itulah Saya datang kesini untuk memperjelas persoalan yang dihadapi Pansus, jika-pun keterangan yang Saya berikan itu tidak berkenan atau berkenan, Saya semuanya itu terserah kepada Pansus dan itulah sesuai koridor hukum yang Bapak-bapak tanyakan kepada Saya. Wabilahi’taufik wal hidayah, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Baik, dengan mengucapkan syukur alhamdullilah dan tepat waktu pukul 17.30 WIB maka Rapat mendengarkan pandangan dan pendapat ahli Saya nyatakan ditutup. Terima kasih, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. (RAPAT DITUTUP PUKUL 17.30 WIB) JAKARTA, 25 JANUARI 2010 SEKRETARIS RAPAT, DRS. AGUS SIAHAAN, M.M. NIP. 195408151982031003
168
169