STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI ( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 )
SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Strata I Dalam Ilmu Syariah
Disusun Oleh: MUSABIKHIN NIM: 21108022
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AL AHWAAL AL SYAKHSIYYAH SEKOLAH TIGGI AGAMA ISLAM NEGERI STAIN SALATIGA 2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
: Musabikhin
NIM
: 21108022
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi
: Al Ahwaal Al Syakhsiyyah
Judul
: STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP
PELANGGARAN
TAKLIK
TALAK OLEH SUAMI (Studi Kasus di Dusun Kedopokan
Desa
Tlogopucang
Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013) Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
ii
iii
DEKLARASI
ِ اﻟﱠﺮِﺣﻴ ِﻢ اﻟﱠﺮ ْﲪ ِﻦ اﷲ ﺑِ ْﺴ ِﻢ َ ْ Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Musabikhin
NIM
: 21108022
Jurusan
: Syari’ah
Program
: Ahwal Al Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar benar-benar benar merupakan hasil karya rya saya sendiri, bukan plagiat dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah
Salatiga, 22 Januari 2015 Yang menyatakan
Musabikhin
iv
MOTTO
“Penuhilah Janji, Sesungguhnya Janji itu Pasti Diminta Pertanggung Jawabannya”
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1. Kedua orang tuaku, bapak Sarno dan ibu Sutarsih terima kasih yang tak terhingga atas segala yang pernah kuterima sepanjang perjalan hidupku. 2. Kakak dan Adik-adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun, mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mbak tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur Ahmad Zahidin, Nur Ismail, Laelatul Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan, terima kasih atas segala perhatiannya. 3. Sahabat-sahabat
terbaikku,
Nurun
Jamaludin,
Abu
chanifah,
Nastangin, om Azis, Malik, Arif maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya. 4. Drs. Mahfudz selaku pembimbing, yang telah melakukan bimbingan secara maksimal dalam penyusunan skripsi ini, pada beliau penyusun menghaturkan banyak terimakasih. 5. Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga. 6. Orang-orang terdekat yang telah mendukung saya selama ini dan mengajarkan saya banyak hal dalam menyikapi hidup. 7. Almamaterku.
vi
KATA PENGANTAR
ِ ﺑِﺴ ِﻢ اﷲ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ اﻟﱠﺮِﺣْﻴ ِﻢ ْ Alhamdulillahi robbil alamin. Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI” (Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013) telah dapat dilaksanakan dan diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi kewajiban dan melengkapi syarat akhir guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu-ilmu Syariah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Memang tidak dapat penulis ingkari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak menghadapi kesulitan-kesulitan. Namun berkat pertolongan Allah SWT dan bimbingan, saran, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga dalam kesempatan ini, kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing, atas segala bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini 3. Bapak Badwan, M.Ag, selaku Pembimbing Akademik
vii
4. Bapak dan Ibu yang terhormat, atas kasih sayang dan doanya. 5. Kakak dan Adik-adikku adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun, mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mBak tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur A Ahmad hmad Zahidin, Nur Ismail, Laelatul Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan, terima kasih atas segala perhatiannya. 6. Sahabat-sahabat sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om Azis, Malik, Arif maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya. 7. Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga. 8. Orang-orang orang terdekat yang telah menyemangatiku selama ini, dan mengajarkanku banyak hal dalam menyikapi hidup. Penulis menyadari bahwa dalam penul penulisan isan skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan.
ب اﻟْ َﻌﺎﻟَ ِﻤ ْﲔ اَ ْﳊَ ْﻤ ُﺪ ﻟِﻠﱠ ِﻪ َر ﱢ Salatiga, 22 Januari 2015 Penulis
Musabikhin NIM: 21108022
viii
ABSTRAK Musabikhin. 2015. Status dan Upaya Hukum Isteri Terhadap Pelanggaran Taklik Talak oleh Suami (Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program studi Al Ahwaal Al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agam Islam Negeri Salatiga : Drs. Machfudz, M. Ag. Kata Kunci: Isteri, Taklik, Talak, Suami Fokus dalam skripsi adalah menjawab pertayaan : 1). Bagaimanakah status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam? 2). Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan isteri terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung? Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis dengan menggunakan dua sumber data, yakni data primer dan skunder. Sehingga bisa menunjukkan bahwa menurut undang-undang No. tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa isteri yang ditinggalkan oleh suaminya tanpa izin, setatus perkawinannya menggantung dan belum jelas. Sementara usaha untuk memperjelas perkwaninannya isteri yang bersangkutan bisa mencari mencari kejelasan ke pengadilan agama setempat. Jika keberadaan suami tidak diketahui, isteri yang bersangkutan bisa mengajukan gugatan cerai Ghaib. Adapun prosedur pengajuan gegatan cerai ghaib sebagaimana dilakukan oleh salah satu responden dalam penelitian ini adalah ibu marfu’ah warga Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung. Ibu marfu’ah yang tinggalkan suaminya pada tahun 1975, beliau mengajukan gugatan cerai kepengadilan agama di Temanggung. Karena keberadaan tergugat (suami) tidak diketahui, maka agar gugatannya bisa dipersidangkan, Ibu Marfu’ah harus mencari surat keterangan ghaib dari kepala desa terahir suaminya diketahui bertempat tinggal. Setelah surat ghaib dan seluruh berkas gugatan cerai masuk kepengadilan agama Temanggung. Selanjutnya pengadilan akan menunggu minimal sampai 6 (enam) bulan. Jika selama enam bulan sejak gugatan cerai terdaftar dan keberadaan suami tetap tidak diketahui, maka persidangan gugatan cerai baru bisa dilakukan tanpa dihadiri tergugat. Setelah keputusan cerai dari pengadilan agama temanggung keluar. Ibu marfu’ah harus menunggu sampai 14 (empat belas hari). Setelah empat belas hari sejak dikeluarkan keputusan, ternyata tidak ada gugatan balik dari tergugat (suami). Maka surat cerai baru bisa diambil, dan hak gugat balik dari tergugat dinyatakan gugur. Namun, jika sebelum 14 hari ternyata tergugat mengguat balik, maka sidang akan diulang dari awal, dan sidang sebelumnya sudah berlanggsung dinyatakan batal. ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................... i LEMBAR BERLOGO ......................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iv DEKLARASI ....................................................................................................... v MOTTO ............................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii ABSTRAK............................................................................................................ x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 4 E. Penegasan Istilah ................................................................................ 5 F. Metode Penelitian ............................................................................... 6 G. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 11 H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 12
x
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK DAN KUAJIBAN SUAMI ISTERI A. Talak ................................................................................................ 14 1. Pengertian Talak ............................................................................... 14 2. Hukum Talak .................................................................................... 17 3. Macam-Macam Talak ...................................................................... 17 B. Taklik Talak 1. Pengertian....................................................................................... 26 2. Syarat Sahnya Taklik Talak ............................................................ 30 C. Macam-Macam Taklik ...................................................................... 31 D. Hak dan Kewajiban Suami Isteri ....................................................... 33 1. Hak Isteri atas Suami ................................................................... 35 2. Hak Suami atas Isteri ................................................................... 48 3. Hak Bersama Suami Isteri ............................................................ 55 4. Kewajiban Isteri Terhadap Suami ................................................. 56 5. Kewajiban Suami Terhadap Isteri ................................................. 57 BAB III : TAKLIK TALAK DAN PENYELESAIANNYA DI DUSUN KEDOPOKAN
DESA
TLOGOPUCANG
KEC.
KANDANGAN KAB. TEMANGGUNG A. Gambaran Umum Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kec. Kandangan Kab. Temanggung .................................................. 62 B. Temuan Lapangan ............................................................................. 71
xi
BAB IV : STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTRI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI A. Analisis Tentang Status Isteri yang Ditinggal Suami Tanpa Ijin Menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ............................................................. 78 B. Analisis Tentang Upaya Hukum Terhadap Suami yang Meninggalkan Isteri Tanpa Izin……………………. .......... 91
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 95 B. Saran-Saran....................................................................................... 96 C. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 98 LAMPIRAN – LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
NO
JENIS TABEL
HALAMAN
1
Tabel. 3. 1 Data Admisnistrasi Desa Tlogopucang
61
2
Tabel. 3. 2 Data Luas Wilayah Desa Tlogopucang
61
3
Tabel. 3. 3 Data Keadaan Demografi Desa Tlogopucang
62
4
Table. 3. 4 Data Tingkat Pendidikan Desa Tlogopucang
63
5
Tabel. 3. 5 Data Mata Pencaharian Penduduk Desa
63
Tlogopucang 6
Tebel. 3. 6 Data Fasilitas Pendidikan Desa Tlogopucang
65
7
Tabel. 3. 7 Data Tahapan Keluarga Berencana Desa
66
Tlogopucang 8
Tabel. 3.8 Data PMKS Tahun 2013 Desa Tlogopucang
66
9
Tabel. 3.9 Data Kesenian Tradisional di Desa Tlogopucang
68
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Transkip Wawancara 2. Daftar Riwayat Hidup 3. Nota Pembimbing 4. Lembar Konsultasi Pembimbing 5. Laporan SKK
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan perjanjian yang suci, kuat, dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tenteram dan bahagia. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya saling pengertian dan saling memahami kepentingan kedua belah fihak, terutama lagi yang terkait dengan hak dan kewajiban. Dalam usaha membina keluarga yang bahagia dan sejahtera sangatlah perlu meletakkan perkawinan sebagai ikatan suami isteri dalam kedudukan yang semestinya seperti yang diajarkan oleh agama yang dianut. Pembahasan terhadap persoalan perkawinan selalu akan menarik, karena lembaga perkawinan itulah yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Dan karena kedudukannya yang istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia, maka masalah perkawinan perlu diatur dalam suatu undang-undang. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang perkawinan menegaskan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan sangatlah mulia, terkadang mendapatkan cobaan yang cukup berat dalam mewujudkannya, karena untuk membentuk keluarga yang damai dan teratur amatlah sulit. 1
Awalnya perkawinan adalah bertujuan untuk selama-lamanya, tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan, jadi harus diputuskan di tengah jalan atau terpaksa putus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian diantara suami isteri. Secara sederhana, pasangan suami-isteri bisa dikatakan bercerai, jika talak cerai telah memisahkan ikatan pernikahan tersebut. Dan satu-satunya fihak yang bisa menjatuhkan talak cerai adalah fihak laki-laki. Selama fihak suami belum menjatuhkan talak kepada isterinya, dalam keadaan apapun ikatan perkawanan tersebut masih sah, baik secara hukum agama maupun hukum yang berlaku di negera kesatuan republik Indonesia. Artinya, selama status perkawinan masih sah, maka hak dan kewajiban suami isteri masih mengikat kedua belah fihak. Hukum talak cerai yang hanya dimiliki fihak laki-laki memang telah menuai pro dan kontra dalam banyak forum. Hal ini dikarenakan kekuasan laki-laki yang bergitu besar dalam status perkawinan tersebut dalam beberapa kasus merugikan fihak wanita, misal: fihak wanita telah berusaha sekuat mungkin memenuhi kewajibannya sebagai isteri. Sebaliknya, fihak laki-laki sama sekali tidak pernah memenuhi kewajibannya sebagai suami. Bahkan dalam kasus lain ada pula suami meninggalkan isteri tanpa memberikan nafkah, bahkan tanpa meninggalkan kabar setatus keberadaannya selama bertahun-tahun. Keadaan pernikahan yang demikian tentu merugikan fihak wanita. Satu sisi fihak wanita berkewajiban menjalankan kewajibannya sebagai isteri dan tidak bisa menikah lagi selama fihak suami belum menjatuhkan
talak.
Sisi
lain
keberadaan 2
suami
yang
tidak
jelas
keberadaannya, selain tidak pernah memberikan nafkah, juga tidak ada jaminan kalau fihak suami tidak menikah lagi. Kasus suami meninggalkan isteri selama beberapa tahun tanpa meninggalkan kabar keberadaannya tersebut salah satunya terjadi di Dusun, Kedopokan. Desa, TlogoPucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung. Akibat ketidak jelasanya status maupun keberadaan suami sebagaimana terjadi di desa tersebut. Selain fihak isteri harus membesarkan anak yang ditinggalkan sendiri, jika ada laki-laki lain yang bermaksud melamar.
Wanita
tersebut
tidak
bisa
menerinya,
karena
status
perkwaninannya belum dinyatakan bercerai. Berdasarkan paparan diatas, maka timbul permasalahan yang mendorong penulis untuk melakukan sebuah penelitian lebih lanjut tentang isteri-isteri yang ditinggal oleh suami tanpa izin dan tidak pernah memberikan nafkah lahir maupun batin. Selanjutnya permasalahan tersebut penulis tuangkan dalam skripsi dengan Judul “STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI ”. (Studi kasus di Dusun Kedopokan, Desa Tlogopucang, Kecamatan Kandangan, Kabupaten, Temanggung). B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka permasalahan-permasalahan yang akan penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut UndangUndang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)?
3
2. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan isteri terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum
yang dilakukan isteri
terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin. D. Kegunaan Penelitian Untuk memberikan hasil yang bermanfaat, serta diharapkan mampu menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi pelaksanaan secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya dapat berguna diantaranya : 1. Kegunaan Teoritis Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan hukum perkawinan di masyarakat. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Program Studi Al Ahwal Asy Syakhsiyah Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang pelanggaran taklik talak suami terhadap isteri.
4
b. Bagi Masyarakat Untuk memberikan wawasan dan mensosialisasikan kepada masyarakat luas mengenai betapa pentingnya mengetahui hak dan kewajiban suami isteri, serta penyelesaian jika ada kasus pelanggaran taklik talak suami atas isterinya. E. Penegasan Istilah 1. Pelanggaran adalah perbuatan (perkara dan lain sebagainya). 2. Taklik Talak adalah suatu talak yang digantungkan, pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dulu. 3. Talak ialah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan. Jadi cerai talak ialah terputusnya tali perkawinan (akad nikah) antara suami dengan isterinya dengan talak yang diucapkan suami didepan sidang Pengadilan Agama (Hoerudin, 1999:17). 4. Studi kasus adalah penelitian tentang status penelitian yang berkenaan dengan fase spesifik atau khas dari suatu personalitas. F. Metode Penelitian Penelitian dapat berhasil dengan baik atau tidak bergantung dari data yang diperoleh, juga didukung oleh proses pengolahan yang dilakukan terhadap permasalahan. Metode penelitian dianggap paling penting dalam menilai kualitas hasil penelitian. Hal ini mutlak ada dan tidak dapat dipisahkan dari keabsahan penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis, sebagai berikut : 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 5
a. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan secara holistik (Moleong, 2011:6). Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuris sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan (Soekanto, 2010:26). Lokasi Penelitian ini dilakukan di Dusun. Kedopokan, Desa. Tlogopucang, Kecamatan. Kandangan, Kabupaten. Temanggung b. Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu : 1) Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbersumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut. Data primer diperoleh dari Informan. Informan
adalah
orang
yang
dimanfaatkan
untuk
memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat
6
memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat (Moleong, 2002:90). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Rt,para isteri yang bersangkutan dan masyarakat setempat. 2) Data Sekunder Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya (Soekanto, 2010:12). Sebagai data sekunder dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Undang-Undang yang mengatur tentang perkawinan b) Buku-buku yang terkait dengan penulisan penelitian ini 2. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara (interview) Wawancara atau interview adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang pihak. Satu pihak berfungsi sebagai pewawancara (interviewer)
yang
mengajukan
pertanyaan
dan
terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Arikunto, 1998: 145). Wawancara dilakukan penulis dengan ketua RT, para isteri yang bersangkutan dan masyarakat setempat. b. Observasi (pengamatan) Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang berkaitan masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku
7
manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap mengenai kehidupan sosial dan salah satu aspek (Soekanto, 2010:239) Observasi ini termasuk salah satu cara yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan data. Peneliti menggunakan metode ini untuk mengetahui secara langsung tentang pelanggaran taklik talak yang terjadi di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung. 3. Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya,
data-data
yang
diperoleh
kemudian
direduksi,
dikategorikan dan selanjutnya disimpulkan (Moleong, 2011:288). Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis serta lisan dan juga perilaku yang nyata ditetilti sebagai sesuatu yang utuh (Soekanto, 2010:13). 4. Pengecekan Keabsahan Data Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan suatu data. Keabsahan suatu data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
8
sesuatu yang lain (Moloeng, 2011:330). Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua dari keempat macam triangulasi yaitu sumber dan teori. Dengan kedua macam triangulasi tersebut, maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan sebagai berikut: a) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan b) Mengecek dengan berbagai sumber data (Moleong, 2011:331-332). 5. Tahap - tahap Penelitian Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti maka peneliti melakukan beberapa tahapan untuk melakukan penelitian, yang pertama penulis memulai dengan melakukan pendahuluan ke Dusun Kedopokan, Kelurahan
Tlogopucang,
Kecamatan
Kandangan,
Kabupaten
Temanggung. yang akan diteliti atau dengan kata lain pengecekan lokasi, tentunya dengan memasukkan surat izin terlebih dahulu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selanjutnya memasuki tahap kedua
yaitu
pencarian data, dalam hal ini peneliti menggali informasi secara mendetail dari informan dengan mewawancarai kepada para isteri yang bersangkutan dan masyarakat. Setelah data yang dibutuhkan sudah terkumpul semua, memasuki tahap ketiga yaitu menganalisis data yang ditemukan untuk diperoleh data yang matang dan akurat, dengan cara data-data tersebut direduksi dan selanjutnya disimpulkan. Tahap keempat, selanjutnya peneliti melakukan pengecekan data untuk mengetahui kevaliditasan data yang ditemukan di lapangan baik yang tertulis maupun tidak tertulis
9
dengan yang ada di teori, dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber dan teori. G. Tinjauan Pustaka Permasalahan mengenai kasus isteri-isteri yang ditinggalkan suami sebelumnya pernah dibahas oleh beberapa skripsi, akan tetapi fokus permasalahan yang dibahas berbeda-beda, di antaranya : 1. Junaidi mahasiswa STAIN Salatiga dengan Nomor Indek Mahasiswa (NIM) 211 01 017 dalam skripsinya yang berjudul “HAK-HAK ISTERI DALAM HUKUM ISLAM DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA (HAM) tahun 2005. Dalam skripsi ini mengungkapkan bahwa Ketidak adilan terhadap isteri ini tidak hanya diterima dan dialami oleh seorang isteri yang tidak paham akan tugas-tugasnya tetapi juga buat isteri-isteri yang
sudah
paham
akan
tugas-tugasnya.
Pandangan-pandangan
keagamaan klasik diatas kini berhadapan dengan ruas-ruas modernitas yang terbuka lebar. Tetapi dalam penelitian ini tidak lagi membahas ketidak adilan terhadap isteri namun sudah lebih jauh pada hak-hak isteri yang sama sekali tidak dipedulikan oleh mafqud. 2. Uswatun Hasanah Mahasiswi STAIN Salatiaga dengan Nomor Indek Mahasiswa (NIM) 211-04-003 dalam skripsinya yang berjudul “TALAK TANPA PUTUSAN PENGADILAN (Studi kasus di Dusun Jambe Desa Dadapayam Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang)” tahun 2009. Dalam skripsi ini mengungkapkan bahwa kedudukan Talak Tanpa Putusan Pengadilan adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum karena perceraian mereka hanya mengacu kepada aturan islam sehingga mereka tidak mempunyai akta cerai dan perceraian mereka dianggap sebagai
10
perceraian lokal. Berbeda dengan penelitian penulis yang lebih menekankan pada status isteri yang ditinggal mafqud. 3. Wahib Wahabi Mahasiswa STAIN Salatiga dengan Nomor Indek Mahasiswa (NIM) 211-04-017.
Dalam skripsinya
yang berjudul
“FENOMENA ISTERI SEBAGAI BURUH MIGRAN DAN KASUS PERCERAIAN (Studi kasus di Desa Sampar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang) tahun 2009”. Kewajiban pemberian nafkah ini bukan berdasarkan tradisi, budaya atau adat istiadat. Tetapi hal ini adalah ketentuan Allah SWT yang diwajibkan oleh suami isteri. Ada beberapa pembahasan umum yang sama dengan kewajiban suami, tetapi yang membedakan dengan penelitian ini, penulis tidak hanya pada tataran normatif tetapi lebih pada pembahasan secara yuridis. H. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami keseluruhan mengenai penelitian hokum ini. Maka penulis membagi sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan, pada bab ini akan dideskripsikan secara umum keseluruhan isi dan maksud dari penelitian ini, yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Bab II : Kajian pustaka, pada bab ini berisi tentang Taklik Talak. Pertama: Pengertian Taklik Talak. Kedua : Hukum talak. Ketiga: Macammacam Talak. Keempat: Syarat-syarat Taklik Talak. Kelima : Hak dan kewajiban suami isteri, Meliputi: Hak Isteri atas suami, Hak Suami atas Isteri,
11
Hak Bersama Suami Isteri, Kewajiban Isteri terhadap Suami dan Kewajiban Suami terhadap Isteri. Bab III :
Paparan hasil penelitian, pada bab ini terdiri dari dua sub
bab. Sub bab yang pertama : Gambaran umum Dusun. Kedopokan, Desa. Tlogopucang, Kecamatan. Kandangan, Kabupaten. Temanggung. Memuat tentang letak geografis, keadaan social ekonomi masyarakat. Sub bab kedua : Hasil wawancara dengan pihak Isteri yang ditinggalkan suami tanpa izin. Ketiga : Faktor-faktor Suami meninggalkan Isteri. Bab IV :
Pembahasan, dalam bab ini akan memaparkan tentang
analisis data yang merupakan jawaban dari rumusan masalah, yaitu Isteriisteri yang ditinggal suami tanpa izin dan upaya hukumnya, yang terdiri dari tiga sub bab. Sub bab pertama : analisis tentang status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut UU Nomor. 1 tahun 1974 dan kompilasi hukumislam.. Sub bab kedua : Analisis tentang upaya hukum terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin. Bab V : Penutup, sub bab ini berisi Kesimpulan dari pembahasan babbab sebelumnya, saran-saran penulis yang mungkin dapat berguna dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan juga instansi yang terkait.
12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI A. Talak 1. Pengertian Talak Perceraian dalam istilah fiqh disebut “talak atau furqah”, adapun arti dari pada talak ialah membuka ikatan, membatalkan perjanjian, sedangkan furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian kedua kata itu dipakai oleh para ahli fiqh sebagai satu istilah yang berarti perceraian antara suami isteri. Istilah talak dalam fiqh mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus (Wasman, dkk 2011: 83). Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Sedangkan arti talak dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja (Wasman, dkk 2011: 83). Talak adalah lepasanya ikatan perkwinan dan berahirnya hubungan perkawinan (H.S.A. Al-Hamdani, 2002 : 202) Dalam konteks perpisahan diformulasikan dengan: lepasnya ikatan pernikahan dan putusnya hubungan antara suami-isteri berdasarkan salah satu sebab dari sekian banyak sebab. Sementara Pasal 117 dalam Kompilasi Hukum Islam menyebutkan Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab
13
putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131 (Kompilasi Hukum Islam, pasal: 117). Pasal 129, seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Pasal 130, Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi. Pasal 131, (1) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud Pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pemohon dan isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak. (2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak. (3) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya. (4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh.
14
(5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan isteri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri, dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama. Ucapan talak adakalanya seketika, adakalanya digantungkan pada suatu syarat dan adakalanya dikaitkan dengan waktu akan datang. Adapun yang terang/seketika (Sarih) yaitu ucapan talak yang tidak digantungkan pada suatu syarat, dan tidak dikaitkan dengan waktu yang akan datang, tetapi dimaksudkan berlaku seketika begitu diucapkan oleh orang yang menjatuhkan talaknya, seperti suami mengatakan kepada isterinya: Engkau tertalak. Talak seperti ini hukumnya berlaku seketika ucapan tersebut keluar dari orang yang mengatakannya dan berlaku kepada pihak yang dimaksudkannya. Adapun talak yang bergantung/sindiran (Kinayah), yaitu suami di dalam menjatuhkan talaknya digantungkan kepada sesuatu syarat, umpamanya suami berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ketempat laki-laki lain, maka engkau tertalak (Rasjid, 1994: 403). 2. Hukum Talak Hukum talak dalam Islam ada empat yaitu: a. Wajib
15
Yaitu jika suami telah bersumpah tidak akan lagi menggauli isterinya hingga masa tertentu, sedangkan ia juga tidak mau membayar kafarah, sehingga pihak isteri teraniaya karenanya (Saleh, 2008: 320). b. Sunnat Yaitu apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya (Rasjid, 1994: 402). c. Haram Yaitu jika dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan, sedangkan isteri dalam keadaan haid atau suci, padahal sebelumnya telah ia gauli (Saleh, 2008: 320). d. Makruh Yaitu jika suami menjatuhkan talak kepada isteri yang saleh dan berakhlak yang baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan isteri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudaratan. 3. Macam-macam Talak a. Ditinjau dari Keadaan Isteri 1) Talak Sunni Talak yang sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak isterinya yang pernah dicampuri dengan sekali talak dimasa bersih dan belum didukhul selama bersih tersebut (Supriyatna, dkk 2009: 31). 2) Talak Bid'i Talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada yang bersamaan/talak
16
dengan ucapan talak tiga, atau menalak isteri dalam keadaan haid atau menalak isteri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah didukhul (Anshary, 2010, 67). Akan tetapi sebagian ulama mengatakan talak seperti ini pun jatuhnya sah juga, hanya saja talak jenis ini termasuk berdosa. Keabsahan talak bid'i ini menurut mereka berdasarkan riwayat Ibnu Abbas bahwa Ibnu Umar menceraikan isterinya yang sedang haid, nabi Muhammad SAW menyuruh kembali dengan ucapan beliau "suruhlah Ibnu Umar kembali kepada isterinya". b. Ditinjau dari Berat Ringannya Akibat 1) Talak Raj'i Talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang telah dikumpuli, bukan talak yang karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kali. Pada talak jenis ini, si suami dapat kembali kepada isterinya dalam masa iddah tanpa melalui perkawinan baru, yaitu pada talak pertama dan kedua (Mukhtar, 1974,176). Seperti difirmankan Allah SWT:
ٍ ِ ٌ ﺎن ﻓَِﺈﻣﺴ ٍ وف أَو ﺗَﺴ ِﺮﻳﺢ ﺑِِﺈﺣﺴ ِ ُ اﻟﻄﱠ ﺎن َ ْ ٌ ْ ْ ﺎك ﲟَْﻌُﺮ َ ْ َﻼق َﻣﱠﺮﺗ Artinya:
"Talak yang bisa dirujuk itu dua kali, maka peganglah ia yang baik atau lepaskan dia yang baik pula'. (QS. Al Baqarah : 229). Yang termasuk dalam kategori talak raj'i adalah sebagai berikut : Talak satu atau talak dua tanpa iwad dan telah kumpul. Talak jenis ini terbagi menjadi:
17
a) Talak mati, tidak hamil. b) Talak hidup dan hamil. c) Talak mati dan hamil. d) Talak hidup dan tidak hamil. e) Talak hidup dan belum haid ataupun haid. f)
Talak karena ila' yang dilakukan oleh hakim. Ila' artinya bersumpah. Dalam hal munakahat, ila' maksudnya adalah seorang suami bersumpah tidak akan menggauli isterinya dalam waktu tertentu. Jadi, suami dilarang bersetubuh dengan isterinya sebagai akibat dari sumpahnya sendiri. Imam Maliki dan Syafi'i berpendapat bahwa talak yang terjadi karena ila' termasuk talak raj'i. Karena pada dasarnya setiap talak yang terjadi menurut syara' diartikan kepada talak raj'i sampai terdapat dalil yang menunjukkan bahwa talak tersebut adalah talak ba'in. Imam Abu Hanifah dan Abu Saur berpendapat bahwa talak tersebut adalah talak ba'in sebab kalau talak tersebut termasuk talak raj'i, maka kerugian yang menimpa isteri tidak hilang, karena suami dapat memaksa isterinya untuk dirujuk kembali.
2) Talak Hakamain. Talak hakamain artinya talak yang diputuskan oleh juru damai (hakam) dari pihak suami maupun dari pihak isteri. Hakam ini bisa diangkat dan dilakukan sendiri, ataupun dari hakim Pengadilan Agama. Hal ini terjadi karena syiqaq, baik 18
dengan iwad dari pihak isteri yang berarti khuluk maupun talak biasa, hanya jatuhnya talak dari hakamain atas nama suami. Allah Swt berfirman:
ﺎق ﺑَـْﻴﻨِ ِﻬ َﻤﺎ ﻓَﺎﺑْـ َﻌﺜُﻮا َﺣ َﻜ ًﻤﺎ ِﻣ ْﻦ أ َْﻫﻠِ ِﻪ َو َﺣ َﻜ ًﻤﺎ ِﻣ ْﻦ َ َوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ ِﺷ َﻘ ِأَﻫﻠِﻬﺎ إِ ْن ﻳ ِﺮ َﻳﺪا إِﺻﻼﺣﺎ ﻳـﻮﻓﱢ ِﻖ اﻟﻠﱠﻪ ﺑـﻴـﻨَـﻬﻤﺎ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪ َﻛﺎ َن ﻋﻠ ﻴﻤﺎ َ َْ ُ ً َ َ ُ َْ ُ َُ ً ْ َﺧﺒِ ًﲑا
Artinya: "Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (QS. An-Nisa':35). 3) Talak Ba'in Talak yang tidak bisa dirujuk kembali, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak yang belum dukhul (menikah tetapi belum disenggamai kemudian ditalak). Talak ba'in dibagi menjadi dua macam, yaitu: a) Talak ba'in sughra
Talak ba'in sughra adalah talak yang terjadi kurang dari tiga kali, keduanya tidak ada hak rujuk dalam masa iddah, akan tetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah baru. Adapun yang termasuk ke dalam bagian talak ba'in sughra adalah: 1) Talak karena fasakh, yang dijatuhkan oleh hakim di
Pengadilan Agama.
19
Fasakh artinya membatalkan ikatan perkawinan karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi, atau karena ada hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan perkawinan, seperti talak karena murtad. 2) Talak pakai iwad (ganti rugi), atau talak tebus berupa
khuluk. Talak ini terjadi bila isteri tidak cocok dengan suami, kemudian ia minta cerai dan suaminya bersedia membayar ganti rugi kepada isteri sebagai iwad. Adapun besarnya iwad maksimal sebesar apa yang pernah diterima oleh isteri. Khuluk bisa lewat hakim di Pengadilan Agama atau hakamain. 3) Talak karena belum dikumpuli. Isteri yang ditalak dan
belum digauli, maka baginya tidak membawa iddah. Jadi, bila ingin kembali maka harus akad nikah baru. b) Talak ba'in kubra
Talak ba'in kubra yaitu talak yang terjadi sampai tiga kali penuh dan tidak ada rujuk dalam masa iddah maupun dengan nikah baru, kecuali dalam talak tiga sesudah ada tahlil. Allah Swt berfirman:
ﻓَِﺈ ْن ﻃَﻠﱠ َﻘ َﻬﺎ ﻓَﻼ َِﲢ ﱡﻞ ﻟَﻪُ ِﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻌ ُﺪ َﺣ ﱠﱴ ﺗَـْﻨ ِﻜ َﺢ َزْو ًﺟﺎ َﻏْﻴـَﺮﻩُ ﻓَِﺈ ْن ِ ِ ﻃَﻠﱠ َﻘ َﻬﺎ ﻓَﻼ ﺟﻨَﺎح َﻋﻠَْﻴ ِﻬﻤﺎ أَ ْن ﻳـﺘَـﺮ ﻴﻤﺎ َ ََ َ ُ َ اﺟ َﻌﺎ إ ْن ﻇَﻨﱠﺎ أَ ْن ﻳُﻘ َ ود اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻳـُﺒَـﻴﱢـﻨُـ َﻬﺎ ﻟَِﻘ ْﻮٍم ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮ َن َ ود اﻟﻠﱠ ِﻪ َوﺗِْﻠ ُ ﻚ ُﺣ ُﺪ َ ُﺣ ُﺪ
Artinya: "Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
20
baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain, Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (QS. Al-baqarah: 230).
Yang termasuk jenis talak ba'in kubro adalah sebagai berikut: 1) Talak Li'an
Talak li'an yaitu talak yang terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zina, atau suami tidak mengakui anak yang dikandung oleh isterinya. Kemudian suami bersumpah sampai lima kali. Dalam hal ini tidak ada hak untuk rujuk dan menikah lagi. 2) Talak Tiga Bagi isteri yang ditalak sampai tiga kali, tidak ada hak untuk rujuk pada masa iddah talak yang ketiga, maupun hak pernikahan baru setelah habis masa iddah. Mantan suami bisa kembali dengan pernikahan baru, apabila : a) Mantan isteri telah menikah dengan laki-laki lain. b) Telah digauli oleh suami yang kedua. c) Sudah dicerai oleh suami yang kedua. d) Telah habis masa iddahnya. Imamiyah dan Maliki mensyaratkan bahwa, lakilaki yang menjadi muhallil (penyelang) itu haruslah baligh, sedangkan Syafi'i dan Hanafi memandang cukup bila dia
21
(muhallil) mampu melakukan hubungan seksual, sekalipun dia belum baligh.
c. Ditinjau dari Ucapan Suami 1) Talak sharih Talak sharih yaitu talak yang diucapkan dengan jelas, sehingga karena jelasnya, ucapan tersebut tidak dapat diartikan lain, kecuali perpisahan atau perceraian, seperti ucapan suami kepada isterinya, "Aku talak engkau atau aku ceraikan engkau". Imam Syafi'i dan sebagian fuqaha Zhahiri berpendapat bahwa kata-kata tegas atau jelas tersebut ada tiga, yaitu talak yang berarti cerai, kemudian kata firaaq yang berarti pisah, dan kata sarah yang berarti lepas. Di luar kata tersebut bukan kata-kata yang jelas dalam kaitannya dengan talak. Para ulama berselisih pendapat apakah harus diiringi niat atau tidak. Sebagian tidak mensyaratkan niat bagi kata-kata yang telah jelas tadi, sebagian lagi mengharuskan adanya niat atau keinginan yang bersangkutan. Imam Syafi'i, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mengucapkan kata-kata saja tidak menjatuhkan talak bila yang bersangkutan menginginkan talak dari kata-kata tersebut, kecuali apabila saat dikeluarkan kata-kata tadi terdapat kondisi yang mendukung ke arah perceraian. Seperti dikatakan ulama Maliki, ada permintaan dari isteri untuk dicerai, kemudian suami mengucapkan kata-kata talak, firaaq, atau sarah.
22
2) Talak Khinayah Talak khinayah yaitu talak yang diucapkan dengan katakata yang tidak jelas atau melalui sindiran. Kata-kata tersebut dapat diartikan lain, seperti ucapan suami: "pulanglah kamu", dan sebagainya. Menurut Malik, kata-kata kinayah itu ada dua jenis, pertama, kinayah zhahiriyah, artinya kata-kata yang mengarah pada maksud, misalnya ucapan suami kepada isterinya, "Engkau tidak bersuami lagi atau ber-iddahlah kamu". Kedua, kinayah muhtamilah, artinya sindiran yang mengandung kemungkinan, misalnya, "Aku tak mau melihatmu lagi". d. Ditinjau dari Masa Berlakunya 1) Berlaku Seketika Yaitu ucapan suami kepada isterinya dengan kata-kata yang tidak digantungkan pada waktu atau keadaan tertentu. Maka ucapan tersebut berlaku seketika artinya mempunyai kekuatan hukum setelah selesai pengucapan kata-kata tersebut. Seperti, "Engkau tertalak langsung", maka talak berlaku ketika itu juga. 2) Berlaku untuk waktu tertentu Artinya ucapan talak tersebut digantungkan kepada waktu tertentu atau pada suatu perbuatan isteri. Berlakunya talak tersebut sesuai dengan kata-kata yang diucapkan atau perbuatan tersebut benar-benar terjadi. Seperti, "Engkau tertalak bila engkau pergi ke tempat seseorang". e. Berlaku untuk selama-lamanya (Talak Al-Battah)
23
Artinya talak yang dijatuhkan untuk selama-lamanya, dan tidak akan dirujuk kembali. Misalnya: "Engkau kuceraikan untuk selamalamanya". Menurut Imam Syafi'i, talak semacam ini akan jatuh sesuai dengan niatnya. Kalau diniatkan tiga, maka hukumnya tiga. Dan kalau diniatkannya hanya satu atau dua, maka talak itu akan jatuh sesuai dengan berapa yang diniatkannya. B. Taklik Talak 1. Pengertian Pengertian Taklik Talak adalah suatu talak yang digantungkan, pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dulu. Men-taklik-kan talak sama hukumnya dengan talak tunai, yaitu makruh. Ini menurut hukum yang asal. Tetapi kalau adanya taklik itu akan membawa pada kerusakan (kekacauan), sudah tentu hukumnya jadi terlarang (haram). Apabila kita selidiki pada sebagian umat islam, sungguh amat sayang dan kecewa hati kita memikirkan taklik yang telah berlaku di Indonesia ini. Barang siapa yang menikah, dianjurkan men-taklik-kan talak isterinya yang baru dinikahinya itu. Sedangkan keadaan yang telah terjadi karena beberapa macam taklik yang dianjurkan tadi amat menyedihkan kepada kita umat islam, sehingga banyak terjadi perceraian yang semata-mata disebabkan oleh kehendak hawa nafsu isteri yang sedang mabuk marah. Juga terjadi hal yang tidak diinginkan karena kekurangan keinsyafan yang memberi hukum serta karena picik pengetahuannya. Padahal kalau diperiksa lebih jauh menurut hukum
24
yang benar, talaknya belum jatuh. Sementara itu si perempuan sudah mencari pasangan yang lain; ada yang sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun menikah dengan orang lain. Kemudian sesudah diperiksa dengan diteliti oleh yang berhak, pernikahan yang pertama itu sebenarnya belum putus (H.Sulaiman Rasjid, 2006 : 408). Mengenai keabsahan dan landasan adanya taklik talak pada waktu melangsungkan pernikahan, secara detail taklik thalak dikemukanan dalam pasal 46 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut : 1. Isi Taklik Thalak tidak boleh berntentangan dengan hukum Islam 2. Apabila keadaan yang di syaratkan dalam taklik thalak bertulbetul terjadi kemudian, tidak dengan sendiri thalak jatuh. Supaya thalak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama. 3. Perjanjian taklik thalak bukan perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik thalak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali(Drs.H.Wasman, 2011: 184). Meski keberadaan taklik thalak tidak menjadi perjanjian yang wajib dalam sebuah pernikahan sebagaimana dijelaskan diatas. Namun, praktek dilapangan sebagaimana sering kita temui, biasanya pejabat pencatat nikah menyuruh mempelai untuk mengucapkan dan menyanggupi janji yang shighotnya (ucapannya) telah ditentukan. Dibawah ini adalah contoh janji yang diucapkan mempelai laki-laki setelah pernikahan berlangsung:
25
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
ِ ﺑِﺴ ِﻢ اﷲ اﻟﱠﺮ ْﲪ ِﻦ اﻟﱠﺮِﺣﻴ ِﻢ ْ WA AUFUU BIL ‘AHDI INNAL ‘AHDA KAANA MAS’UULAA
ًَوأ َْوﻓُﻮاْ ﺑِﺎﻟْ َﻌ ْﻬ ِﺪ إِ ﱠن اﻟْ َﻌ ْﻬ َﺪ َﻛﺎ َن َﻣ ْﺴ ُﺆوﻻ “ Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.” SIGHAT TAkLIK YANG DIUCAPKAN SESUDAH AKAD NIKAH SEBAGAI BERIKUT : Sesudah akad nikah, saya : ………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli isteri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam. Kepada isteri saya tersebut saya menyatakan sighat taklik sebagai berikut : Apabila saya : 1. Meninggalkan isteri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut; 2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya; 3. Menyakiti badan atau jasmani isteri saya; 4. Membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih. Dan karena perbuatan saya tersebut, isteri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian isteri sayamembayar uang sebesar Rp. 10,000,(sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah social (http://m-alwi.com/bacaansighat-talik-setelah-akad-nikah.html, diakses pada 25/01/2015, 13.17 PM).
26
Jika kita memperhatikan isi perjanjian diatas secara seksama, maka isi perjanjian tersebut bisa dikategoreikan taklik thalak yang dikemudian hari jika suami melanggar janjianya bisa digunakan pihak perempuan untuk mengajukan gugat cerai sebagaimana dijelaskan dalam pasal 51 Kompilasi Hukum Islam yang secara lengkap berbunyi : “Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada isteri untuk meminta pembatalan Nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama” (Drs.H.wasman, 2011 : 190). 2. Syarat Sahnya Taklik Talak a) Perkaranya belum ada, tetapi mungkin terjadi kemudian, jika perkaranya telah nyata ada sungguh-sungguh ketika diucapkan kata-kata talak, seperti: Jika matahari terbit, maka engkau tertalak. Sedang kenyataannya matahari sudah nyata terbit, maka ucapan yang seperti ini digolongkan tanjiz (seketika berlaku), sekalipun diucapkan dalam bentuk taklik. Jika takliknya kepada perkara yang mustahil, maka ini dipandang main-main, umpamanya: Jika ada unta masuk dalam lubang jarum, maka engkau tertalak. b) Hendaknya isteri ketika lahirnya akad (talak) dapat dijatuhi talak, umpamanya karena isteri ada di dalam pemeliharaannya. c) Ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan isteri berada dalam pemeliharaan suami. C. Macam - Macam Taklik Pertama: taklik dimaksudkan seperti janji, karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar. Taklik seperti ini disebut taklik dengan sumpah (taklik kasami) seperti seorang suami berkata kepada isterinya:
27
Jika aku keluar rumah maka engkau tertalak. Maksudnya suami melarang isteri keluar, bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan talak. Kedua: taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syarat. Taklik ini disebut taklik bersyarat. Umpamanya suami berkata kepada isterinya: “Jika engkau membebaskan aku dari membayar sisa maharnya, maka engkau tertalak”. Adapun bila ucapan taklik talak dimaksudkan untuk memberi dorongan, atau melarang atau membenarkan atau mendustakan, maka bila terjadi pelanggaran atas apa yang diucapkan dalam taklik talak dipandang talaknya tidak maksuh, baik taklik talaknya diucapkan dalam bentuk sumpah atau bentuk bersyarat. Karena taklik talak seperti ini oleh semua orang arab dan bangsa lain dipandang sebagai sumpah. Apabila ucapan taklik talak merupakan sumpah, maka sumpah seperti ini ada dua hukumnya, yaitu : adakalanya sumpah itu boleh dilakukan, tetapi kalau dilanggar dikenakan khafarat, dan adakalanya sumpah itu tidak boleh dilakukan, seperti sumpah dengan nama-nama makhluk, maka sumpah seprti ini tidak dikenai khfarat bagi pelanggarnya, dan adakalanya sumpah itu dilakukan lagi baik, dan tidak dikenakan khafarat bagi pelanggaran. Akan tetapi sumpah tersebut belakangan ini tidaklah ada hukumnya dalam kitab Allah, dalam Sunnah Rasulullah dan tidak pula ada dalilnya (Sabiq, 1982, 40). a. Ucapan Taklik Talak yang Dikaitkan Pada Waktu Akan Datang Maksudnya adalah: talak yang diucapkan dikaitkan dengan waktu tertentu sebagai syarat dijatuhkannya talak, dimana talak itu jatuh jika waktu yang dimaksud telah datang. Contohnya: Seorang
28
suami berkata kepada isterinya: Engkau besok tertalak atau engkau tertalak ahir tahun; dalam hal ini tertalak akan berlaku besok pagi atau ahir tahun, selagi perempuannya masih dalam kekuasaannya ketika waktu yang telah tiba yang menjadi syarat bergantungnya talak. Apabila seorang suami berkata pada isterinya: Engkau tertalak setahun lagi, maka menurut Abu Hanifah dan Malik berarti perempuannya tertalak seketika itu juga. Tetapi Syafi’i dan Ahmad berpendapat belum berlaku sebelum waktu setahun itu berlalu. Ibnu Hamz berkata: Barang siapa berkata: Apabila ahir bulan datang maka engkau tertalak atau ia menyebutkan waktu tertentu maka dengan ucapan seperti ini tidak berarti jatuh talak baik sekarang ini maupun nanti ketika akhir bulan tiba. Alasannya ialah karena di dalam AlQur’an dan Sunah Nabi tidak ada keterangan tentang jatuhnya talak seperti itu atau karena Allah telah mengajarkan kepada kita tentang mentalak isteri yang sudah di kumpuli atau yang belum dikumpuli. Padahal yang tersebut itu tidak kami ketahui dalilnya. Di samping itu jika tidak setiap talak bisa berlaku ketika dijatuhkannya, maka adalah suatu yang mustahil dapat berlaku setelah lewat waktu menjatuhkannya (Sabiq, 1982, 42). D. Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Suami dan isteri apabila telah menikah, maka antara keduanya memiliki hak dan kewajiban masing-masing dan dalam pemenuhannya haruslah seimbang antara suami dan isteri namun dalam pelaksanaannya, banyak sekali ketimpangan yang terjadi dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara suami dan isteri, dimana budaya patriarkhi yang masih mendominasi
29
dunia membuat kesetaraan dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara suami dan isteri belum dapat terpenuhi dalam arti yang seimbang. Masih tetap saja terjadi ketidakseimbangan antara keduanya. Bukan menjadi rahasia umum, jika dalam rumah tangga, seorang isteri diperlakukan tidak seimbang dalam haknya. Dan sebaliknya banyak kaum perempuan yang sangat tersiksa karena harus menaati kewajibannya yang merupakan hak suami. Hal ini dimungkinkan kesalahan dalam memahami dan terlanjur budaya telah membentuk maind set itu, sehingga pemenuhan akan hak isteri kurang diperhatikan. Tetapi apabila suami dan isteri melakukan kewajibannya dengan bijaksana, ikhlas, sebagai teman hidup, masing masing merasa bertanggung jawab atas kewajibannya, maka suami isteri itu akan mendapat kebahagiaan yang sempurna, insya Allah keduanya akan hidup dengan keridhaan Allah. Kebanyakan dalam kejadian selama ini, ketidak terpenuhinya hak dan kewajiban antara suami dan isteri, dan lebih cenderung kepada isteri, mungkin dikarenakan kurangnya pemahaman dalam ayat maupun hadist tentang hak dan kewajiban suami isteri. Seperti misalnya dalam memahami surat an-nisa ayat 34 yang berbunyi:
ِ ﺎل ﻗَـ ﱠﻮاﻣﻮ َن ﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱢﺴ ِﺎء ٍ ﻀ ُﻬ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑَـ ْﻌ ﺾ َوِﲟَﺎ أَﻧْـ َﻔ ُﻘﻮا ﻀ ﻓ ﺎ ﲟ َ َ َ ﱠﻞ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑَـ ْﻌ َ ُ ُ اﻟﱢﺮ َﺟ َ َ ِ ِ ِﻣﻦ أَﻣﻮاﳍِِﻢ ﻓَﺎﻟ ﱠ ِ ِ ﺎت ﻟِْﻠﻐَْﻴ ﺐ ِﲟَﺎ َﺣ ِﻔ َﻆ اﻟﻠﱠﻪُ َو ﱠ اﻟﻼِﰐ ٌ َﺎت َﺣﺎﻓﻈ ٌ َﺎت ﻗَﺎﻧﺘ ُ َﺼﺎﳊ ْ َْ ْ ِ َﲣﺎﻓُﻮ َن ﻧُﺸﻮزﻫ ﱠﻦ ﻓَﻌِﻈُﻮﻫ ﱠﻦ واﻫﺠﺮوﻫ ﱠﻦ ِﰲ اﻟْﻤﻀ ﻮﻫ ﱠﻦ ﻓَِﺈ ْن ْ ﺎﺟ ِﻊ َو َ َ َ ُ ُاﺿ ِﺮﺑ ُ ُُ ْ َ ُ َُ ُ أَﻃَ ْﻌﻨَ ُﻜ ْﻢ ﻓَ َﻼ ﺗَـْﺒـﻐُﻮا َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ﱠﻦ َﺳﺒِ ًﻴﻼ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻛﺎ َن َﻋﻠِﻴﺎ َﻛﺒِ ًﲑا 30
Artinya:
”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An Nisa: 34)
Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa: Pasal 30 dan 77 ayat (1) yang menyebutkan, Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Pasal 31 ayat (1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam sasyarakat. Pasal 31 ayat (2) Masing masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Pasal 31 ayat (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Pasal 77 ayat (2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain. Pasal 77 ayat (3) Suami memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya. Pasal 77 ayat (4) Suami isteri wajib memelihara kehormatannya. Pasal 77 ayat (5) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masingmasing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama. Bahwa dalam Kompilasi hukum islam yang disebutkan dalam pasalpasal di atas Suami dan isteri apabila telah menikah, maka antara keduanya memiliki hak dan kewajiban masing-masing dan dalam pemenuhannya haruslah seimbang antara suami dan isteri.
31
1. Hak Isteri Atas Suami Hak seorang isteri atas suaminya ada dua macam, ada yang berupa benda dan ada yang berupa bukan benda (Rohaniah). Hak-hak kebendaan isteri atas suaminya ialah sebagai berikut: a. Hak-hak Kebendaan Pertama, Maskawin atau mahar ialah pemberian seorang suami kepada isterinya sebelum, sesudah atau pada waktu berlakunya akad sebagai pemberian wajib yang tidak dapat diganti dengan lainya (Hamdani, 2002, 129). Allah berfirman: Q.s. An Nisa’ : 4
ِ ِِ ِ ﱭ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋ ْﻦ َﺷ ْﻲ ٍء ِﻣْﻨﻪُ ﻧـَ ْﻔ ًﺴﺎ َ ْ ﺻ ُﺪﻗَﺎ ﱠﻦ ْﳓﻠَﺔً ﻓَِﺈ ْن ﻃ َ َﱢﺴﺎء َ َوآﺗُﻮا اﻟﻨ ﻓَ ُﻜﻠُﻮﻩُ َﻫﻨِﻴﺌًﺎ َﻣ ِﺮﻳﺌًﺎ
Artinya: “Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian apabila mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya”. (Q.S. An Nisa’: 4).
Maksudnya berikanlah mahar kepada para isteri sebagai pemberian wajib, bukan pembelian atau ganti rugi. Jika isteri telah menerima maharnya tanpa paksaan, dan tipu muslihat, lalu ia memberikan sebagian maskawin yang sudah menjadi miliknya, tanpa paksaan, maka sang suami boleh menerimanya. Maskawin wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak isteri, bukan untuk orang tua atau saudaranya. Maskawin adalah imbangan untuk dapat
32
menikmati tubuh si perempuan dan sebagai tanda kerelaan untuk diungguli oleh suaminya (Sabiq, 1982: 44). Mahar ini wjib diberikan kepada isteri sebagaimana dinyatakan sendiri oleh kata “mahar” ini. Ia meripakan jalan yang menjadikan isteri berhati senang dan ridha menrima kekuasaansuaminya kepada dirinya. Disamping itu maskawin juga akan memperkokoh ikatan dan untuk menimbulkan kasih sayang dari si isteri kepada suaminya sebagai teman hidupnya. Kedua, Perlengkapan rumah tangga, Adat yang sering berlaku di banyak negeri ialah, bahwa pihak perempuan dan keluarganya harus menyediakan perlengkapan dan alat-alat rumah tangga, maksudnya untuk menggembirakan pihak suaminya. Riwayat dari Rasulullah s.a.w. menerangkan bahwa beliau memberikan bekal kepada anak perempuan beliau Fatimah berupa kain beludru, menyediakan bantal dan kasur. Demikian adat kebiasaan yang berlaku sejak dahulu sampai sekarang. Lantas apakah biaya yang dipergunakan untuk menyediakan alat-alat itu hanya dari keluargapengantin putri? Ataukah diambilkan dari maskawin yang diberikan suami sebelum ia dicampuri? Padahal maskawin adalah milik si perempuan sebagai imbangan agar si suami dapat menikmati si isteri, bukan untuk menyediakan perlengkapan rumah tangga.
33
Adapun yang bertanggung jawab secara hukum untuk menyediakan peralatan rumah tangga seperti tempat tidur, perabot dapur dan lain-lain, adalah suami. Isteri dalam hal seperti ini tidaklah bertanggung jawab, sekalipun mahar yang diterimanya cukup besar. Menjadi lebih besar dengan pembelian alat-alat rumah tangga tersebut. Sebab mahar itu menjadi hak perempuan sebagai imbalan dari penyerahan dirinya kepada suaminya, bukan sebagai harga dari barang-barang peralatan rumah tangga untuk isterinya. Mahar adalah hak mutlak bagi perempuan, bukan bagi ayahnya atau suaminya. Karena itu tak seorangpun yang berhak selain dirinya (Sabiq, 1982: 61). Ketiga, Belanja (Nafkah), Yang dimaksud dengan belanja disini yaitu memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, pengobatan isteri, jika ia seorang kaya. 1) Sebab-sebab Wajibnya Nafkah ( Belanja) Agama mewajibkan suami membelanjai isterinya, oleh karena seorang isteri dengan sebab adanya akad nikah menjadi terikat oleh suaminya, ia berada dibawah kekuasaan suaminya, dan suaminya berhak penuh untuk menikmati dirinya, ia wajib taat kepada suaminya, tinggal dirumah suaminya, mengatur rumah tangga suaminya, mengasuh anak suaminya dan sebagainya. Dengan demikian, maka agama menetapkan suami untuk memberi nafkah kepada isterinya selama perkawinan itu berlangsung dan si isteri tidak nusyuz dan tidak ada sebab lainya yang akan menyebabkan terhalangnya nafkah berdasarkan kaidah umum yang 34
mengakui bahwa orang yang menjadi milik orang lain dan diambil manfaatnya, maka nafkahnya menjadi tanggungan orang yang menguasainya. Hal ini berdasarkan kepada kaidah umum: “Setiap orang yang menahan hak orang lain atau kemanfa’atannya, maka ia bertanggung jawab membelanjainya”. 2) Syarat-syarat untuk menerima Belanja (Nafkah) Untuk mendapatkan nafkah atau belanja harus dipenuhi beberapa syarat, apabila tidak terpenuhi, maka tidak berhak menerima nafkah. Syarat itu sebagai berikut: a. Akadnya atau ikatan perkawinannya sah b. Perempuan itu sudah menyerahkan dirinya kepada suaminya c. Isteri itu memungkinkan bagi sisuami untuk dapat menikmati dirinya d. Isteri tidak berkeberatan untuk pindah tempat apabila suami menghendakinya, kecuali apabila suami bermaksud jahat dengan kepergiannya itu atau tidak membuat aman diri si isteri dan kekayaanya, atau pada waktu akad sudah ada janji untuk tidak pindah dari rumah isteri atau tidak akan pergi dengan isterinya. e. Kedua suami isteri masih mampu melaksanakan kewajiban sebagai suami isteri. Apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka suami tidak berkewajiban memberinafkah kepada isterinya. Karena jika ikatan perkawinannya tidak sah bahkan batal, maka
35
wajiblah suami isteri tersebut diceraikan, guna mencegah timbulnya bencana yang tidak dikehendaki. Begitu pula isteri yang tidak mau menyerahkan dirinya kepada suaminya, atau suami tidak dapat menikmati dirinya atau isteri enggan pindah ke tempat yang dikehendaki suami, maka dalam keadaan seperti ini tak ada kewajiban belanja. Karena
penahanan
yang dimaksud
sebagai dasar hak
penerimaan belanja tidak terwujudkan. Hal ini seperti halnya dengan pembeli tidak wajib membayar harga barang jika penjual tidak mau menyerahkan barangnya, atau penjual hanya mau menyerahkan barangnya di satu tempat tertentu saja dan tidak mau ditempat lain. 3) Perempuan yang tidak berhak menerima Nafkah (Belanja) Wanita yang tidak berhak menerima uang belanja atau nafkah, mereka ialah: a) Isteri yang masih kecil yang belum dicampuri meskipun ia sudah bersedia untuk dicampuri. Sebaliknya, kalau yang masih kecil itu suaminya sedangkan isterinya sudah baligh, maka nafkah wajib dibayar, sebab kemungkinan nafkah itu ada dipihak isteri sedang uzur tidak menerima nafkah itu dipihak suami. Hal ini berdasarkan sunnah Rasulullah s.a.w. waktu kawin Aisyah r.a., beliau tidak memberi nafkah selama dua tahun karena belum mencampurinya. b) Apabila isteri berpindah dari rumah suaminya ke rumah lain tanpa alasan syar’i atau pergi tanpa izin suami.
36
c) Apabila isteri bekerja atau membuka usaha sedangkan suami melarangnya
untuk
bekerja
dan
si
perempuan
tidak
memperhatikan larangan suaminya. d) Apabila isteri berpuasa sunat atau beriktikaf sunat. e) Apabila si isteri dipenjara karena melakukan kejahatan atau kerena tidak membayar hutangnya. f) Apabila si isteri diculik orang lain sehingga berpisah dengan suaminya. g) Apabila si isteri nusyuz, durhaka atau berbuat maksiat terhadap suaminya atau tudak mau meladeni suaminya. Sebab-sebab diatas menyebabkan seorang isteri tidak berhak menerima nafkah, karena dia telah menghalangi hak suami untuk menikmati dirinya tanpa uzur yang dibenarkan oleh agama. Demikian menurut jumhur ulama, lain dengan pendapat Ibnu Hazm. Menurut Ibnu Hazm sama sekali tidak ada keterangan dari para sahabat tentang perempuan nusyuz kemudian tidak berhak menerima nafkah, keterangan iyu hanya berasal dari An-Nakhai, Asy-Sya’bi, Hammad bin Sulaiman, Al-Hasan dan Az-Zuhri. Kami tidak tahu apa alasan mereka selain sematamata karena hubungan kelamin, kalau isteri tidak mau dicampuri, maka ia tidak berhak menerima nafkah (Hamdani, 2002, 149). 4) Cara pembayaran nafkah
37
Nafkah adalah segala yang diperlukan oleh isteri seperti makanan, minuman, obat-obatan dan sebagainya. Kiswah atau pakaian maksudnya ialah kain, baju dan sebagainya. Nafkah ini sah diberikan oleh suami kepada isteri dengan wujud barang, dan sah pula dengan uang kemudian membelanjakannya sesukanya. Nafkah juga dapat dibayar dan ditetapkan secara tahunan, bulanan, mingguan, atau harian menurut kemampuan suamidan menurut kebiasaan dalam masyarakat. Boleh saja seorang suami memberikan nafkah setiap hari dan memberikan atau membelikan pakaian sekali atau dua kali setahun, atau menurut keperluan. 5) Hutang nafkah dianggap sebagai hutang suami yang harus dipertanggung jawabkan Nafkah adalah kewajiban suami terhadap isterinya apabila syarat-syarat untuk mendapatkan nafkah telah terpenuhi. Jika suami sudah berkewajiban memberi nafkah kepada isteri karena sudah memenuhi syarat tetapi kemudian suami tidak membayar, maka nafkah itu menjadi hutang. Hutang itu tidak gugur kecuali apabila sudah dilunasi atau dibebaskan oleh isterinya. Perempuan yang diceraikan suaminya berhak menuntut nafkah sejak ia mengadukan perkaranya kepengadilan, meskipun lebih
dari satu bulan, apabila
meninggalkannya
tanpa
memberi
isteri menuduh nafkah,
padahal
suaminya selama
meninggalkan itu seharusnya suami berkewajiban memberi nafkah.
38
Nafkah itu tidak lunas karena meninggalkanya suami atau isteri. Hutang itu juga tidak gugur karena adanya penceraian meskipun dengan khulu’ (thalak tebus). Perempuan yang diceraikan berhak mutlak untuk berkeras hati menuntut nafkah selama perkawinan, asal tidak dijadikan iwadh atau khulu’. Nusyuz yang terjadi kemudian juga tidak menggugurkan hutang nafkah, nusyuz hanya menggugurkan kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada isteri sejak isteri yang dicerai berbuat nusyuz. 6) Terlanjur memberi nafkah Apabila suami telah terlanjur memberikan nafkah kepada isterinya, misalnya untuk sebulan atau setahun, kemudian tiba-tiba terjadi sesuatu hal yang menyebabkan isteri tidak berhak menerima nafkah, misalnya karena meninggal dunia atau karena nusyuz, maka suami berhak meminta kembali nafkah untuk waktu yang belum dijalani dimana si isteri seharusnya tidak berhak menerima nafkah, karena si perempuan dianggap mengambil hak milik suaminya. Apabila kewajiban nafkah itu terhenti,misalnya karena mininggal dunia atau karena nusyuz, maka si perempuan berkewajiban mengembalikan sisa nafkah yang sudah diterimanya. 7) Nafkah suami yang tidak berada di tempat ( Ghaib) Apabila seorang suami pergi dekat dan yang mempunyai kekayaan, maka pengadilan dapat menetapkan nafkah untuk perempuan dari kekayaan yang ditinggalkan. Apabila suami tidak mempunyai kekayaan yang jelas, maka dapat ditangguhkan.
39
Apabila ia tidak mengkirimkan nafkah untuk isterinya, hakim boleh menceraikannya setelah diberi tenggang waktu. Apabila suami jauh tempatnya dan tidak dapat dihubungi karena tidak jelas alamatnya atau suami itu hilang dan jelas kalau suaminya itu tidak meninggalkan kekayaan untuk nafkah isterinya maka hakin dapat menceraikan perkawinannya (Hamdani, 2002: 160). b. Hak-hak Bukan Benda (Rohaniah) Diantara hak isteri sebgaimana yang telah disebutkan di atas ada yang berupa kebendaan, yaitu mahar dan nafkah dan lainnya yang bukan berwujud kebendaan sebagai mana yang akan kita bicarakan di bawah ini: 1) Mempergauli Isteri dengan Baik Kewajiban pertama seorang suami terhadap isterinya ialah memuliakan dan mempergaulinya dengan baik. Menyediakan apa yang dapat disediakan untuk isterinya yang akan dapat mengikat hatinya, memperhatikan dan bersabar apabila ada yang tidak berkenan dihatinya (Hamdani, 2002, 161) Bahwasanya karakter perempuan secara alamiah ialah bengkok. Dan untuk mengusahakan kebaikannya hampir tidak mungkin karena bengkoknya itu ibarat tulang rusuk yang berbentuk busur yang memang tidak dapat diluruskan. Oleh karena itu untuk menggauli isteri harus sesuai dengan tabiatnya yang nyata dan diperlakukan dengan cara yang sebaik-baiknya. Dengan demikian maka tidaklah ada halangan untuk mendidiknya dan menuntunnya kejalan yang benar bilamana ia melakukan kesalahan
40
dalam hal apapun juga. Terkadang suami mengeluh karena beberapa tingkah laku isterinya yang tidak baik dan menutup mata dari tingkah lakunya yang baik. Maka islam menganjurkan agar suami menimbang dengan adil antara sifat yang baik dan yang buruk. Karena apabila ia melihat sifat yang tidak disenanginya tentu ia akan juga melihat sifat yang disenanginya. 2) Menjaga Isteri dengan Baik Di samping berkewajiban mempergauli isteri dengan baik, suami juga wajib menjaga martabat dan kehormatan isterinya, mencegah isterinya jangan sampai hina, jangan sampai isterinya berkata jelek (Mukhtar, 1974, 151) Apabila seorang laki-laki diwajibkan cemburu kepada isterinya (jangan sampai diganggu pria lain), maka ia juga harus adil dalam cemburunya, harus obyektif, jangan berburuk sangka, jagan keterlaluan mengikuti setiap gerak-gerik isterinya dan tidak boleh menghitung-hitung aib isterinya, semuanya itu justru akan merusakkan hubungan suami isteri dan akan menghilangkan kasih sayang. 3) Mencampuri Isteri Jumhur ulama dan yang paling terkemuka ialah Ibnu Hazm berpendapat bahwa mengumpuli isteri itu wajib, sekurangkurangnya sekali pada setiap kali suci dari haid kalau suaminya sanggup. Apabila suami tidak melakukannya dianggap maksiat.
41
Syafi’i bekata: Hukumnya tidak wajib, karena mengumpuli isteri adalah hak seorang suami. Ahmad bin Hambal menetapkan bahwa mengumpuli isteri itu dibatasi, sekurang-kurangnya sekali selama empat bulan, karena Allah menetapkan hal ini sebagai hak bagi orang yang mengila’ isterinya, demikian pula untuk lainnya. Apabila seorang suami meninggalkan isterinya dan tidak ada halangan untuk pulang, maka Imam Ahmad berpendapat untuk membatasinya selama empat bulan, kemudian suami diwajibkan untuk mencampurinya, apabila ia tidak mau pulang maka hakim boleh menceraikannya, kecuali apabila pihak isteri itu rela. 4) Larangan Menceritakan Rahasia kamar Menceritakan tentang hubungan suami isteri di tempat umum berlawanan dengan muru’ah dan sopan santun Islam. Sebaiknya dihindari selama tidak diperlukan. Apabila diperlukan untuk menceritakan (misalnya untuk keperluan pengobatan) maka tidaklah mengapa. Perenah seseorang perempuan menuduh bahwa suaminya tidak mampu menggaulinya, maka suami membantah: Ya Rasulallah sungguh saya goyang-goyangkan dia seperti saya menggoyangkan kulit. Menyebarluaskan cerita tentang hubungan suami isteri ditempat tidur diharamkan oleh agama. Rasulullah Saw tidak pernah auratku dan aku tidak pernah melihat auratnya (Sabiq, 2002: 170). 5) Ila’ atau sumpah tidak akan mencampuri isteri
42
Ila’ artinya sumpah seorang suami untuk tidak akan berhubungan kelamin dengan isterinya. Ila’ adalah adat kebiasaan Arab Jahiliah. Seorang laki-laki bersumpah tidak akan menjamah seorang isteri setahun atau dua tahun dengan maksud untuk menyakiti isteri, membiarkan isteri terkatung-katung tanpa suami dan tidak diceraikan. Kemudian Allah Yang Maha Pengasih menghapuskan
adat
ini
dengan
membatasi
praktek
yang
menyakitkan hati ini paling lama empat bulan saja, mungkin setelah melewati separo waktu suami sudah akan kembali kepada isterinya dan membatalkan sumpahnya dengan membayar kifarat. Apabila laki-laki meneruskan sumpahnya dan tidak mau kembali kepada isterinya sampai lewat bulan maka wajib menceraikan. 6) Hukum Ila’ Apabila seorang suami bersumpah tidak akan mendekati isterinya tanpa menyebutkan sampai berapa lama ia tidak akan mengumpuli isterinya, maka apabila ia mencampuri isterinya sebelum lewat waktu empat bulan sumpah ila’nya berahir dan ia wajib membayar khafarat. Apabila sampai empat bulan suami belum mengumpuli isterinya, jumhur ulama berpendapat bahwa si isteri berhak menuntut untuk dicampuri oleh suaminya dan diceraikannya. Kalau suaminya menolak, maka menurut Imam Malik perkawinannya diceraikan oleh hakim untuk menghindarkan madharat atau kerugian yang akan menimpa isterinya. Tetapi golongan Hanafi berpendapat jika tempo empat bulan telah berlalu
43
dan suami tetap tidak mau mengumpulinya, maka telah jatuh thalak baa’in, dengan berlakunya tempo tersebut. Dan suami tidak berhak lagi untuk rujuk. Karena ia telah berlaku jahat dalam menggunakan haknya, yaitu ia tidak mau mengumpuli isterinya tanpa alasan sehingga hak isterinya disiasiakan. Karena itu berarti ia berbuat zalim kepada isterinya. Imam Malik berpendapat bahwa suami dianggap telah melakukan ila’ bilamana ia dengan sengaja tidak mau menggauli isterinya dengan maksud menganiyayanya, kemudhratan kepada isteri, sebagaimana tidak mau mencampuri isterinya dengan , bersumpah. 2. Hak Suami atas Isteri Suami mempunyai beberapa hak yang menjadi kewajiban isteri terhadap suaminya. Diantaranya, isteri harus patuh kepada suaminya asal tidak diperintah berbuat maksiat, menjaga diri dan menjaga kekayaan suaminya, tidak melakukan perbuatan yang memuakkan suaminya, isteri jangan cemberut, jangan menampakkan hal-hal yang membuat suaminya tidak senang kepadanya. Perempuan qanitaat ialah perempuan yang taat kepada Allah dan menjaga diri sewaktu suaminya tidak di rumah dan tidak menghianati suaminya. Termasuk kewajiban seorang isteri terhadap suaminya ialah bahwa isteri tidak menolak keinggnan suaminya, tidak boleh berpuasa sunah kecuali dengan izin suaminya, kalau ia tetap berpuasa, ia malah berdosa dan puasanya tidak diterima. Isteri tidak boleh memberikan sesuatu yang
44
ada di rumahnya kecuali dengan izin suaminya, apabila ia melakukannya juga, maka pahalanya untuk suaminya dan ia menanggung dosanya. Isteri tidak boleh keluar rumah, ia akan dikutuk Allah dan para malaikat sampai ia pulang kembali kerumahnya, meskipun suaminya itu zalim. Isteri tidak boleh mengerjakan ibadah haji sunah kecuali dengan izin suaminya. Apabila isteri menolak diajak suaminya ketempat tidur hingga suaminya tidur dengan marah, maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi. Semuanya ini apabila suami menyuruh untuk melaksanakan kebaikan, sedangkan apabila disuruh untuk melaksanakan perbuatan maksiat, maka isteri tidak wajib melaksanakan, karena tidak boleh taat kepada makhluk untuk berbuat maksiat. Kalau ada seorang suami menyuruh isterinya berbuat maksiat, maka jangan dituruti, meskipun sisuami akan marah kepadanya. a. Larangan Menerima Tamu yang Tidak Disukai Suami Adalah termasuk kewajiban seorang isteri untuk tidak memasukkan orang lain yang tidak disukai oleh suaminya kedalam rumahnya, kecuali dengan izin suaminya. Rasulullah s.a.w. sewaktu haji wada’ pernah menyampaikan pesan dalam sebuah pidatonya: Ingatlah, berilah nasehat kepada kaum perempuan dengan baik, mereka adalah tawanan-tawananmu, kamu tidak mempunyai hak apapun selain hal itu, kecuali apabila mereka jelas melakukan kejahatan. Apabila mereka berbuat jahat, maka jauhi dia dari tempat tidur, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Apabila mereka patuh kepadamu, maka tidak ada jalan bagimu untuk menghukumnya. Ingatlah; kamu mempunyai hak atas isterimu
45
dan isterimu mempunyai hak atas dirimu. Hakmu atas mereka ialah bahwa mereka tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke bilikmu, jangan sampai mereka mengizinkan orang lain yang tidak kamu sukai. Ingatlah, bahwa hak mereka atasmu ialah kamu berbuat baik terhadap mereka, member pakaian dan makanan untuk mereka. b. Kerjasama Suami Isteri Apabila seorang perempuan dituntut sesuatu, maka laki-laki juga dituntut. Dasar yang diletakkan islam ialah kerja sama suami isteri dan mengatur kehidupan bersama adalah dasar yang sesuai dengan fitrah manusia. (KHI, pasal: 31, ayat 1 dan 3). Kaum laki-laki lebih mampu untuk bekerja dan berusaha di luar rumahnya, sedang kaum perempuan lebih mampu untuk mengatur rumah tangga, mengasuh anak dan menciptakan ketentraman rumah tangga. Karena itu, laki-laki mendapat beban sesuai dengan kesanggupannya dan kaum perempuan juga dibebani tugas sesuai dengan tabiatnya pula. Dengan demikian, ada pembagian tugas antara urusan luar dan dalam tanpa kedua belah pihak menetapkannya. c. Berdusta untuk Kebaikan Rumah Tangga Dalam islam berdusta adalah maksiat. Karena itu, tidak boleh orang sengaja berdusta kepada orang lain. Berdusta untuk kebaikan itu diperkenankan sekedarnya, seperti berdusta untuk mendamaikan dua orang
yang
bermusuhan,
dusta
itu
dimaksudkan
untuk
mendamaikannya. Demikian pula suami isteri boleh berdusta untuk kebaikan rumah tangga, untuk menjaga pergaulan yang baik antara keduanya.
46
d. Isteri Wajib Tinggal Bersama Suami Termasuk hak suami terhadap isterinya ialah bahwa suami berhak menahan isterinya agar ia tinggal di rumah yang sudah disepakati untuk berumah tangga. Isteri dilarang meninggalkan rumah kecuali dengan izin suaminya. Tempat tinggal itu disyaratkan sesuai untuk didiami sebagai tempat berumah tangga, tempat itu dinamakan rumah. Apabila tidak ada tempat yang sesuai dan tidak memungkinkan untuk dipenuhinya kewajiban suami isteri sebagai tujuan perkawinan, maka isteri tidak wajib menempatinya, karena tidak dianggap rumah menurut syar’i. Misalnya dalam rumah itu ada orang lain yang akan menghalangi si isteri untuk melaksanakan kewajibannya atau ada orang lain yang akan menyusahkan isteri, atau dalam rumah itu tidak ada orang yang seharusnya ada (teman, pembantu) atau tempat itu menyebabkan isteri tidak betah tinggal di rumah atau karena tetangga tidak baik. e. Berpindah Tempat Bersama Isteri Suami berhak untuk berpindah tempat dengan membawa isterinya sewaktu-waktu. Larangan menyakiti itu bertujuan agar perpindahan itu tidak dimaksudkan untuk menyakiti isterinya tetapi supaya hidup sesuai dengan tujuan perkawinan. Apabila tujuannya untuk menyakiti, maka isteri berhak menolak pindah bersama suami. Demikian pula apabila perpindahan itu nampak akan membahayakan dirinya seperti jalannya tidak aman, atau merepotkan, atau tempat yang dituju itu akan menyebabkan ia sakit karena iklimnya
47
terlalu panas atau terlalu dingin yang tidak cocok bagi dirinya, atau pindahnya itu akan merugikan kekayaannya, atau akan merusakkan akhlaknya, atau perpindahan itu akan menurunkan martabatnya, atau dengan sebab-sebab lain yang menurut orangnya atau daerahnya berbeda-beda. Demikian apabila pihak isteri belum pernah mengajukan syarat untuk tidak berpindah tempat bersama suaminya atau diajak pergi meninggalkan kampungnya. Sedangkan apabila isteri sudah pernah mengajukan syarat (tidak akan pindah tempat), maka suami berkewajiban untuk memenuhi syarat itu. f. Melarang Isteri Bekerja Para ulama membedakan kerja isteri yang dapat mengurangi hak suami, atau merugikannya atau ia keluar dari rumah dengan pekerjaan yang tidak merugikan kepada suaminya. Sedangkan yang kedua, mereka membolehkan. Seorang suami dapat melarang isterinya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dapat mengurangi hak suaminya atau merugikannya atau melarang dari rumahnya. Tetapi kalau pekerjaan yang dilakukannya tidak merugikan suami, maka tidak ada alasan untuk melarangnya. Begitu pula suami sebaiknya tidak melarang isterinya kelur dari rumah untuk melakukan kewajiban kifayat tertentu yang berkenaan dengan urusan kewanitaan seperti menuntut ilmu yang menjadi kewajibannya, maka suami wajib mengajarkannya kalau ia mampu. Jika ia tidak mampu maka isterinya wajib pergi kerumah guru atau kepengajian untuk belajar agama sekalipun tidak izin suaminya.
48
Jika isteri dianggap cakap tentang hukum-hukum agama atau ahli dalam fiqh dan ia telah menjadi guru pula, maka ia tidak berhak keluar untuk menuntut ilmu yang lain kecuali dengan izin suaminya (Sabiq, 1982, 144). Para ulama membedakan pekerjaan yang dilakukan seorang isteri, antara yang akan merugikan suaminya, dengan pekerjaan isteri yang tidak merugikan suaminya. Kaum perempuan sekarang sudah menjadi partner kaum lelaki dalam segala lapangan pekerjaan, tanpa kecuali. Perempuan selalu berdampingan dengan kaum lelaki dipabrikpabrik, kantor-kantor, toko-toko, apotik, rumah sakit, stasiun, lapangan terbang, pelabuhan. Kebanyakan pramugari adalah perempuan, muslimat maupun bukan muslimat. Mereka juga banyak menemani kaum laki-laki di tempat-tempat rekreasi, olah raga seperti kolam renang dan sebagainya. g. Menghukum Isteri Karena Menyeleweng Isteri menyeleweng yaitu yang durhaka kepada suaminya, tidak taat kepadanya atau menulak diajak ketempat tidurnya atau keluar dari rumahnya tanpa seizin dari suaminya. Menasehati isteri yaitu mengingatkan ia kepada Allah, menakut-nakuti isteri dengan nama Allah dan mengingatkannya tentang kewajiban kepada suami dan hak-hak suaminya yang wajib ditunaikan, memalingkan pandangannya dari hal-hal yang dosa dan perbuatan-perbuatan durhaka, mengingatkan akan kehilangan hak mendapat nafkah, pakaian, dan ditinggalkan di tempat tidur sendirian.
49
Adapun mendiamkan isteri dengan tidak mengajaknya berbicara boleh dilakukan asal tidak lebih dari tiga hari. Tidak boleh memukul isteri bila sedang durhaka sekali. Karena hal tersebut mengandung hukum tersurat dan tersirat yaitu “wanitawanita yang kamu hawatirkan nuzusnya maka nasehatilah mereka”. Jika mereka berbuat nusuz, maka tinggalkanlah ia di tempat tidur sendirian. Jika masih tetap berbuat nusuz maka hendaklah kamu pukul. Jika tidak berhenti dengan nasehat dan tinggalkan sendirian di tempat tidur maka suami boleh memukulnya. Dalam memukul hendaklah dijauhi muka dan tempat-tempat lain yang menghawatirkan. Karena tujuan memukul ialah untuk memberi pelajaran dan bukan membinasakan (Sabiq, 1982, 145). h. Isteri Berhias untuk Suami Adalah dipandang baik isteri berhias dengan celak, pacar, wangi-wangian dan alat berhias lainya untuk suaminya. Kecantikan perempuan akan nampak dengan memakai perhiasan, pakaian yang anggun, dengan parfum, celak bedak dan sebagainya. Makruh bagi seorang isteri untuk menampakkan segala yang tidak menyenangkan di hadapan suaminya, misalnya dengan berpakaian yang tidak serasi atau tidak tepat dengan suasana di mana ia berada. 3. Hak Bersama Suami Isteri a. Halal saling bergaul dan mengadakan hubungan kenikmatan seksual. Perbuatan ini dihalalkan bagi suami isteri secara timbal balik. Jadi bagi suami halal berbuat kepada isterinya, sebagaimana bagi isteri kepada suaminya. Mengadakan kenikmatan ini adalah hak bagi suami isteri,
50
dan tidak boleh dilakukan kalau tidak secara bersamaan, sebagaimana tidak dapat dilakukan secara sepihak saja. b. Halal melakukan perkawinan: yaitu bahwa isteri haram dinikahi oleh ayah suaminya, Datuknya, anaknya dan cucu-cucunya, begitu pula ibu isterinya, anak perempuannya dan dan seluruh cucu-cucunya, haram dinikahi oleh suaminya. c. Hak saling mendapat waris akibat dari ikatan perkawinannya yang sah, bila mana salah seorang meninggal dunia sesudah sempurnanya ikatan perkawinan, yang lain dapat mewarisi hartanya, sekalipun belum pernah bersetubuh. d. Sahnya menabsahkan anak kepada suami yang jadi teman setempat tidur. e. Berlaku dengan baik. Wajib bagi suami isteri memperlakukan pasangannya dengan baik sehingga dapat melahirkan kemesraan dan kedamaian (Sabiq, 1982: 52). 4. Kewajiban Isteri terhadap Suami Wanita-wanita
yang
kamu
khawatirkan
nusyuznya,
Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. Yang dimaksud dalam ayat ini ialah taat kepada Allah dan kepada suami, dan bagaimana seharusnya sikap isteri terhadap suaminya. Isteri harus demikian karena suami itu telah memelihara isterinya dengan sebagai kepala rumah tangganya.
51
Sabda Rasulullah saw :
ِ ِ اﻋﻴﺔٌ ِﰱ ﺑـﻴ ﺖ َزْوِﺟ َﻬﺎ َوَﻣ ْﺴﺌُـ ْﻮٌل َﻋ ْﻦ ُ ﺎل َر ُﺳ َ َﻗ َْ َ ﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ َواﻟْ َﻤ ْﺮأَةُ َر ِر (اﻋﻴَﺘِ َﻬﺎ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ َ Artinya: Isteri itu pemimpin rumah tangga suaminya dan ia diminta oleh Allah pertanggung jawabannya atas pimpinannya itu (HR. Mutafaqun alaih).
5. Kewajiban Suami terhadap Isteri Kewajiban suami terhadap isteri ada yang berbentuk kebendaan seperti nafkah dan mahar, dan ada yang berbentuk rohaniah seperti perlakuan adil jika suami berpoligami. a. Kewajiban Nafkah dan Pengertiannya. Nafkah menurut bahasa adalah keluar dan pergi, menurut istilah ahli fikih adalah pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh orang yang wajib memberi nafkah kepada seseorang yang berhubungan dengan kebutuhan hidup. Al-imam
Taqiyyudin
dalam
kitab
Kifayatul
Akhyar
menjelaskan, ada 3 sebab yang menimbulkan wajibnya nafkah, yaitu : 1) hubungan kerabat, keluarga 2) hubungan pemilikan tuan dengan budaknya 3) hubungan perkawinan. Ditinjau dari orang yang menerima nafkah, nafkah itu terdiri dari nafkah isteri, nafkah kerabat dan nafkah barang atau sesuatu yang dimilki (Nasution, 2005, 247)
52
b. Nafkah Isteri dan Dasar Hukunya Dasar hukum Nafkah isteri dalam Q.s al-Baqoroh : 233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Sabda Rasulullah saw:
ِ َ ْﻋﻦ ﻣﻌﺎ ِوﻳﺔَ اَﻟ ﺖ ﻳَﺎ َر ُﺳ ْﻮَل اﷲ َﻣﺎ َﺣ ﱡﻖ ُ ﻘﺸ ِْﲑ َرﺿ َﻲ اﷲ َﻋ ْﻨﻪُ ﻗَ َﺎل ﻗُـ ْﻠ َ َُ ْ َ ِ ِ ِ ِ ِ ﺖ َ َزْو َﺟﺔ اَ َﺣﺪﻧَﺎ َﻋﻠﻴَ ْﻪِ ؟ ﻗَ َﺎل ﺗُﻄْﻌ ُﻤ َﻬﺎ اذَا ﻃَ َﻌ ْﻤ َ ﺖ َوﺗَ ْﻜ ُﺴ ْﻮَﻫﺎ اذَا ْﻛﺘَ َﺴْﻴ ِ ب اﻟﻮﺟﻪ وﻻَ ﺗُـ َﻘﺒﱢﺢ وﻻَ ﺗَـﻬﺠﺮ اِﻻﱠ ِﰱ اﻟﺒـﻴ ِ ْ َوﻻَ ﺗ ﺖ َْ َْ ْ َ ْ َ َ ْ َ ﻀ ِﺮ َ Artinya: “Dari mu’awiyah Al-Qutsyairy berkata dia : saya bertanya, wahai Rosulalloh apakah hak seorang isteri dari suaminya? Sabda Rosululoh : Engkau memberi makan kepadanya apa yang engkau makan, engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian, jannganlah engkau pukul mukanya, janganlah engkau memisahkannya, kecuali dalam satu rumah”.
Ibnu Qudamah berkata: para ahli ilmu telah berpendapat tentang kewajiban suami membelanjai isterinya kecuali bila isterinya itu durhaka atau nusyuz. Dari keterangan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa:
53
1) Suami wajib memberi nafkah kepada isterinya berupa pakaian, makanan dan tempat tinggal (kebutuhan hidup) 2) Suami melaksanakan kewajiban memberi nafkah itu sesuai dengan kemampuannya. c. Syarat-syarat Isteri Berhak Menerima Nafkah Dengan adanya ikatan pernikahan yang sah, maka mewajibkan suami memberikan nafkah terhadap isterinya, dan isteri menjadi terikat sehingga harus taat terhadap suaminya. d. Suami berkewajiban memenuhi semua kebutuhan isteri, memberi belanja kepadanya, selama ikatan suami isteri itu masih berjalan dan isteri tidak pernah durhaka terhadap suaminya, karena bila isteri durhka bisa tidak berkewajiban memberikan nafkah terhadap isterinya. e. Syarat-syarat isteri berhak menerima nafkah suaminya: 1) Telah terjadi akad nikah yang sah. Bila diragukan kesahan nikahnya mka isteri belum berhak menerima nafkah dari suaminya. 2) Isteri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan suaminya. 3) Isteri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak suami. Bila
syarat-syarat
tersebut
diatas
terpenuhi
maka
pelaksanaan pemberian nafkah itu dilakukan oleh suami apabila : a) Isteri telah siap melakukan hubungan suami isteri. Dengan bersikap isteri telah bersedia pindah kerumah suaminya. b) Bila suami telah memenuhi hak-hak isterinya.
54
c) Bila keadaan suami belum sanggup melakukan hak isteri, seperti suami dalam keadaan sakit jiwa, dalam tahanan dan seumpamanya. Sedangkan
isteri
telah
sanggup
melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, dalam hal ini tetap isteri menerima nafkah haknya. f. Hak nafkah isteri menjadi gugur apabila: 1)
Akad nikah mereka ternyata batal atau fasid rusak. Misalnya ternyata kedua suami isteri tersebut mempunyai hubungan mahram.
2)
Isteri nusyuz
3)
Isteri murtad, pindah agama lain
4)
Isteri melanggar perintah Alloh yang berhubungan dengan kehidupan
suami
isteri,
seperti
isteri
meninggalkan
rumahnya tanpa izin dari suami serta tidak disertai mahram dan sebagainya. 5)
Isteri dalam keadaan sakit yang oleh karenanya tidak bersedia serumah dengan suminya. Kecuali bila bersedia serumah dengan suaminya
6)
Pada waktu akad nikah isteri masih belum baligh, dan belum serumah dengan suaminya. “Nabi Muhammad pada waktu nikah dengan Aisyah beliau belum serumah dengan suaminya selama 2 tahun, dan pada waktu itu Rosululoh saw tidak memberikan Nafkah kepadanya.”
55
Al-Qur`anul Karim dalam surat At-halaq ayat 6 dan 7, surat Al-Baqoroh ayat 233 dan surat serta hadist lain yang berkaitan dengan nafkah, tidak ada yang menyebutkah jumlah kadar berapa nafkah yang harus diterima oleh isteri, hanya diberikan gambaran dengan yang patut dan cukup untuk keperluan isteri tersebut sesuai dengan penghasilan suami. Dengan demikian jumlah nafkah itu berbeda menurut tempat, zaman dan keadaan suami isteri tersebut. Apabila ternyata suami kikir, tidak memberikan nafkah yang wajar, maka isteri berhak mengambil haknya dari suami, untuk keperluannya yang wajar walaupun tidak diketahui oleh suami. Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim, Abu Daud, An-Nasa`I dari Aisyah seperti yang telah disebutkan sebelum ini dalam peristiwa Hindun dan Abu supyan yang kikir, Rosululloh mengatakan ambilah apa yang mencukupi untuk kamu dan anak-anak kamu dengan cara yang baik”.
56
BAB III TAKLIK TALAK DAN PENYELESAIANNYA DI DUSUN. KEDOPOKAN, DESA. TLOGOPUCANG, KEC. KANDANGAN, KAB. TEMANGGUNG
A. Gambaran
Umum
Dusun
Kedopokan
Desa
Tlogopucang
Kec.
Kandangan Kab. Temanggung 1. Keadaan
Geografis
Dusun
Kedopokan
Desa
Tlogopucang
Kec.Kandangan, Kab. Temanggung Desa Tlogopucang merupakan salah satu dari 16 Desa di kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung dengan luas wilayah 1017 Ha². Secara Geografis, Desa Tlogopucang terletak diwilayah pegunungan yang berketinggian diantara 600 – 1000 m dari Permukaan Laut, dengan Curah hujan 2000-2500mm/Tahun, suhu rata-rata 29° dengan Kondisi Kemiringan 15,45%. Batas wilayah Desa Tlogopucang sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kedawung dan Desa Margolelo, sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Ngoho Desa Kemitir Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tempuran Kecamatan Kaloran, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ngemplak Kecamatan Kandangan. a. Pembagian Wilayah Secara Administratif Desa Tlogopucang terdiri dari 9 Dusun, 9 RW dan 53 RT Yaitu :
57
Tabel. 3. 1 Data Admisnistrasi Desa Tlogopucang NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
DUSUN RW Kedopokan 1 Karang Tengah 1 Wonosari 1 Tlogopucang Selatan 1 Tlogopucang Tengah 1 Tlogopucang Utara 1 Dringo 1 Rowo Rejosari 1 Karto Margomulyo 1 JUMLAH 9 Sumber: Data Desa Tlogopucang Tahun 2013
RT 10 2 6 10 5 6 7 4 3 53
b. Luas Wilayah Secara keseluruhan Desa Tlogopucang mempunyai luas 1017,00 Ha. Dengan Penggunaan seperti Tabel sebagai berikut: Tabel. 3.2 Data Luas Wilayah Desa Tlogopucang NO 1 2 3 4
PENGGUNAAN TANAH LUAS (Ha) Pemukiman /Tanah Pekarangan 86,00 Tanah Tegalan/Kebun 560,00 Hutan Negara 360,00 Lain-lain 11,00 JUMLAH 1017,00 Sumber: Data Desa Tlogopucang Tahun 2013
% 8,46 55,06 35,40 1,08 100
2. Keadaan Demografi Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kec. Kandangan Kab. Temanggung. Penduduk adalah merupakan salah satu modal pokok dalam pelaksanaan pembangunan di tingkat Desa, Adapun jumlah penduduk Desa Tlogopucang sebanyak 6405 jiwa dengan rincian sebagai berikut :
58
Laki – laki
:
3231 Jiwa
Perempuan
:
3184
Jiwa
Tabel. 3.3 Data Keadaan Demografi Desa Tlogopucang
NO
JUMLAH L P
JUMLAH KK
DUSUN
1 Kedopokan 2 Karang Tengah 3 Wonosari 4 Tlogopucang Selatan 5 Tlogopucang Tengah 6 Tlogopucang Utara 7 Dringo 8 Rowo Rejosari 9 Karto Margomulyo JUMLAH
324 57 220 332 160 233 246 162 79 1813
525 119 454 556 258 443 443 291 142 3231
517 102 439 580 269 433 443 285 116 3184
JUML AH L+P 1042 221 893 1136 527 876 876 576 258
Sumber: Data Desa Tlogopucang Tahun 2013 3. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kec. Kandangan Kab. Temanggung.
a. Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Tlogopucang pada Tahun 2009 sudah lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya, sehingga mempengaruhi keberhasilan masyarakat untuk lebih maju dan mandiri dalam segala bidang. Desa Tlogopucang dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat seperti tabel sebagai berikut :
59
Table. 3.4 Data Tingkat Pendidikan Desa Tlogopucang NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
TINGKAT PENDIDIKAN Belum Sekolah/Belum tamat SD Tidak Tamat SD Tamat SD / Sederajat Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi D-I Tamat Akademi D-II Tamat Akademi D-III Tamat Sarjana S-1 Tamat Sarjana S-2 Tamat Sarjana S-3 Jumlah
JUMLAH 1599 672 3413 487 293 9 7 7 9 2
% 24.60757 10.34164 52.52385 7.494614 4.50908 0.138504 0.107725 0.107725 0.138504 0.030779
6498
100
b. Mata Pencaharian Penduduk Tabel. 3.5 Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Tlogopucang NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
PEKERJAAN Petani Buruh Tani Angkutan Buruh Industri Industri Rumah Tangga Buruh Bangunan Pedagang Pegawai Negeri /Pensiunan Lain-lain Jumlah
JUMLAH 1059 1814 27 339 219 262 245 9 925 4899
c. Tingkat Kelahiran/Kematian Tahun 2012 jumlah kelahiran di desa Tlogopucang 38 jiwa dan jumlah kematian 17 jiwa
d. Perekonomian Desa 1) Pertanian
60
Sebagai
penyangga
utama
perekonomian
Desa
Tlogopucang adalah sektor pertanian dengan komoditas utama pada budi daya tanaman pangan berupa jagung dan ketela, sebagian kecil saja yang membudi dayakan tanaman palawija dan holtikultura. Adapun ternak masih merupakan sampingan bagi petani. Adapun lembaga yang ada adalah gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang beranggotakan 10 kelompok tani
2) Industri Rumah Tangga Selain pertanian yang juga tumbuh potensi dibidang industri rumah tangga seperti pembuatan kripik ketela,criping ketela, krupuk ketela, Gula aren dan industri makanan ringan lainnya serta.
3) Perdagangan Disamping industri rumah tangga
Perdagangan juga
tumbuh dan berkembang karena Sebagian masyarakat juga banyak yang menekuni bidang ini, baik kecil maupun menengah. Kondisi ini tampak di lapangan seperti berkembangnya pedagang keliling,warung kelontong dan lain-lain.
4) Pasar Desa Sarana perdagangan yang ada di desa Tlogopucang adalah pasar Desa dengan fasilitas yang ada berupa 3 unit Los dan 6 unit Kios dengan daya tampung kurang lebih 70 pedagang.
61
e. Prasarana Perekonomian 1) Pasar Desa
: 1 Buah
2) Kios /Warung : 35 Buah 3) Toko
: 45 Buah
4) Koperasi
: 1 Buah
f. Sosial Budaya Desa 1) Pendidikan Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Tlogopucang adalah sebagai berikut : Tebel. 3.6 Data Fasilitas Pendidikan Desa Tlogopucang NO 1 2 3 4 5 6 7
Nama Fasilitas Taman Kanak-Kanak (TK,RA,BA ) Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah (MI) SLTP Pondok Pesantren Salafiyah Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) Madrasah Diniyah JUMLAH
Negeri Swasta Ket 4 2 2 1 1 3 1 3 11
g. Kesehatan dan Keluarga Berencana 1) Kesehatan Fasilitas kesehatan yang ada di wilaya Desa Tlogopucang adalah
berupa
Puskesmas
Pembantu
Desa
Tlogopucang,
bidan/Perawat Kesehatan praktek swasta, Forum Kesehatan Desa dan 13 posyandu serta 1 posyandu lansia.
62
2) Keluarga Berencana Pasangan usia subur yang ada di Desa Tlogopucang berjumlah 841, sebagian besar dari pasangan ini mengikuti program Keluarga Berencana dengan metode Kontrasepsi yang berfariasi. Adapun Pentahapan Keluarga Sejahtera adalah sebagai berikut: Tabel. 3.7 Data Tahapan Keluarga Berencana Desa Tlogopucang No. 1 2 3 4 5
Pentahapan Keluarga Sejahtera Keluarga Pra Sejahtera Keluarga Sejahtera I Keluarga Sejahtera II Keluarga Sejahtera III Keluarga Sejahtera III Plus
Jumlah 1244 162 72 379 0
Jumlah 1857 Sumber data : Hasil pendataan PPKBD tahun 2009 h.
Sosial dan Agama 1) Sosial Jumlah kepala keluarga miskin di Desa Tlogopucang adalah 616
kepala keluarga tersebar di tiap-tiap dusun
sebagaimana daftar di bawah ini.
63
Tabel. 3.8 Data PMKS Tahun 2013 Desa Tlogopucang No. 1. 2.
4. 5. 6.
Jenis PMKS Rumah Tangga Miskin Anak Cacat a. Cacat Tubuh b. Cacat Rungu Wicara c. Cacat Mata (Tuna Netra) d. Cacat Mental Anak Bibir Sumbing Lanjut Usia Terlantar Penyandang Cacat a. Cacat Tubuh b. Cacat Rungu Wicara c. Cacat Mata (Tuna Netra) d. Cacat Mental Penyandang Cacat Bibir Sumbing Keluarga Berumah Tak layak Huni
Jumlah 460 1 0 0 0 20 8 3 11 4 1 176
2) Agama Jumlah Penduduk Desa Tlogopucang sebanyak 6498 jiwa . Semuanya memeluk Agama Islam 3) Sarana Ibadah Jumlah Prasarana dan sarana Ibadah penduduk Desa Tlogopucang terdiri :
i.
1. Masjid
: 10 buah
2. Mushola
: 29 buah
Olahraga dan Kesenian 1) Olahraga Diantara potensi olah raga yang ada di Desa Tlogopucang adalah Sepak bola, bola volly, bulu tangkis,Tenis meja,dan catur
64
Prasarana dan sarana olah raga yang ada adalah berupa 1 unit Lapangan sepak bola Desa Tlogopucang,4 (empat) unit lapangan volly, dan beberapa meja pingpong yang ada di dusun-dusun.
2) Kesenian Potensi Kesenian yang ada di Desa Tlogopucang adalah berupa beberapa kesenian tradisional sebagaimana daftar berikut : Tabel. 3.9 Data Kesenian Tradisional di Desa Tlogopucang No 1
8 9
Nama Kesenian Kuda lumping ”MUDO PRAKOSA” Kuda lumping ”REKO BUDHOYO” Kuda lumping ”KUDO TARUNO MS” Kuda lumping ”SINAR CAHYO” Gatholoco Kubro siswo Kubro siswo ”BINTANG SISWO” Rebana Rebana
10
Rebana
11
Rebana
12
Rebana
2 3 4 5 6 7
j.
Alamat Dusun Dringo
Keterangan Aktif
Rowo Rejosari
Aktif
Karto Margomulyo Karto Margomulyo Kedopokan Kedopokan Karang Tengah
Aktif
Wonosari Tlogopucang Tengah Tlogopucang Utara Tlogopucang Selatan Kedopokan
Aktif Aktif
Aktif Aktif Aktif Aktif
Aktif Aktif Aktif
Sarana dan Prasarana Desa 1) Jalan dan jembatan Dilihat dari panjang jalan berdasarkan kelas jalan di Desa Tlogopucang terdapat jalan DPU sepanjang 4 km dengan 1 buah jembatan dan jalan desa sepanjang 19 km dengan 3 buah berupa
65
jalan tanah & Trasah swadaya dengan kondisi Jembatan mulai rusak jalan tlasah kondisi baik dan sebagian rusak serta Jalan Tanah sepanjang 2 Km dalam keadaan rusak.
2) Sumber daya Air Di wilayah Desa Tlogopucang terdapat 1 buah dam pengendali dan 6 sumber mata air sederhara dengan kondisi rusak. Hanya saja kondisi air di setiap musim kemarau air kering. B. Temuan Lapangan Adapun responden atau informan yang didapatkan dalam penelitian pelanggaran taklik talak terhadap isteri di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung, diantaranya ibu Sumiyati, ibu Marfu’ah, Ibu Badriah, dan Drs. Saiful karim, M.h, kepala Pengadilan Agama Temanggung. Dalam penelitian ini penulis mengkategorikan informan dengan kode. Ibu Sumyiati dengan kode IBS. Ibu Marfu’ah dengan IBM, Ibu Badriah dengan kode IBB, dan Drs. Saiful karim, M.h dengan kode KPA. Dibawah ini adalah data yang penulis dapat setelah melakukan penelitian lapangan di Dusun. Kedopokan. Desa, Tglogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten Temanggung.
66
1) Keberadaan
kasus
pelanggaran
taklik
talak
Kedopokan.
Desa,
Tlogopucang.
Kecamatan,
di
Dusun,
Kandangan.
Kabupaten Temanggung. Setelah Kedopokan.
melakukan Desa,
penelitian
Tlogopucang.
lapangan
Kecamatan,
di
Dusun,
Kandangan.
Kabupaten Temanggung. Peneliti menemukan tiga responden yang mengalami kasus pelanggaran taklik talak oleh suaminya, ketiga responden tersebut adalah: Ibu Sumiyati, Ibu Marfua’ah, dan Ibu Badriah. Ketiga responden tersebut ditinggalkan oleh suaminya tanpa izin dan tanpa memperjelas perkawinanya dicerai atau tidak, dan bahkan selama bertahun-tahun, baik Ibu Marfu’ah, Ibu Sumiyati, maupun Ibu Badriah tidak mengetahui keberadaan suminya. Keadaan yang demikian tentu menyulitkan ketiganya, selain haknya sebagai isteri tidak pernah terpenuhi. Juga, jika ada laki-laki yang hendak melamarnya, laki-laki tersebut tidak akan bisa menikahi karena setus perkawinan ketiganya tidak jelas atau menggantung. Ibu Sumiyati ditinggalkan suaminya pada tahun 1997, saat itu usia pernikahannya sudah berjalan 5 (lima) tahun, dan telah telah dikaruniai dua anak laki-laki. Selain haknya sebagai isteri tidak terpenuhi, hingga saat ini ibu Sumiyati juga membesarkan anaknya dan menanggung biaya pendidikannya sendiri (wawancara dengan IBS, Rabu, 14-Agustus-2013). Ibu Badriah juga mengalami nasib yang sama seperti Ibu Sumiyati. Beliau ditinggalkan oleh suaminya sekitar tahun 1999,
67
saat itu usia pernikahan dengan suaminya sudah berjalan 5 (lima0 tahun dan telah diakaruniai 1 (satu anak) perempuan. Seperti ibu Sumiyati, Ibu Badriah juga mengalami nasib tidak pernah mendapatkan haknya sebagai isteri dari seorang suami, belaiu juga harus menanggung seluruh biaya membesarkan dan pendidikan anaknya (wawancara dengan IBB, Mingu, 18-Agustus-2013). Baik ibu Sumiyati maupun ibu Badriah, sebenarnya pernah ada fikiran untuk menikah lagi. Bahkan ibu Badriah pernah dilamar seorang duda, namun karena tidak tahu cara menyelesaikan polimik pernikahan menggantung yang diaalminya, pernikahan ibu Badriah dan duda tersebut gagal terlaksana. Pelanggaran taklik talak suami juga dialmi oleh responden ketiga, yaitu Ibu Marfu’ah. Beliau ditinggalkan suaminya sekitar tahun 1975, saat itu usia pernikahan keduanya sudah berjalan 4 (empat) tahun dan telah dikaruniai 2 (dua) anak perempuan. Berbeda dengan Ibu Badriah dan Ibu Sumiyati, Ibu Marfu’ah ternyata melakukan usaha dalam rangka mencari keadilan di Pengadilan agama di Temanggung. Caranya Ibu Marfu’ah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Temanggung. Karena saat mengajukan gugatan cerai suami ibu Marfua’ah tidak diketahui keberadaannya, Pengadilan Agama Temanggung menyuruh Ibu Marfu’ah meminta surat keterangan ghaib dari kepala desa terahir suaminya tinggal. Setelah enam bulan menunggu, ahirnya persidangan gugatan cerai sebagaimana
68
diajukan oleh penggugat (Ibu Marfu’ah) bisa dilaksanakan tanpa dihadiri tergugat (suami). Dengan usaha mencari keadilan dari Pengadilan Agama temanggung sebagaimana dilakukan ibu Marfu’ah tersebut. Ahirnya ibu Marfu’ah bisa mendapat keadilan, perkawinan dengan suaminya dinyatakan bercerai dan dengan surat cerai yang dikluarkan oleh Pengadilan Agama, ibu Marfu’ah ahirnya bisa melangsungkan pernikahan lagi
pada tahun 2000 (wawancara
dengan IBM, Jum’at, 16-Agustus-2013). 2) Faktor Pelanggaran Taklik Talak Suami Terhadap Isteri di Dusun.
Kedopokan.
Desa,
Tlogopucang.
Kecamatan,
Kandangan. Kabupaten Temanggung. Setelah melakukan penelitian lapangan, dapat ditemukan beberapa faktor penyebab pelanggaran taklik talak, yakni meninggalkan isteri tanpa izin sebagaimana dialami tiga nara sumber di Dusun. Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten Temanggung. Adapun beberapa faktor tersebut adalah: a. Komunikasi Meski
secara
pasti
ketiga
responden
dalam
penelitian ini tidak tahu pasti penyebab perginya suaminya. Namun, seperti pengakuan ibu Badriah, bahwa salah satu penyebab perginya suaminya adalah jalinan komunikasi
antar
keduanya
sebelum
suaminya
meninggalkannya memang tidak berjalan secara harmonis,
69
keduanya sering terjadi pertengkaran. Baik pertengkaran masalah ekonomi, masalah sosial masyarakat, maupun masalah lainnya (wawancara dengan IBB, Minggu, 18Agustus-2013). b. Ekonomi Faktor
lain
penyebab
perginya
suaminya
sebagaimana diungkapkan oleh ibu Sumiyati dan Marfu’ah adalah faktor ekonomi yang menghimpit (wawancara dengan IBS, Rabu, 14-Agustus-2013 dan IBM, 16-Agustus2013). 3) Prosedur Pengajuan Gugatan Cerai Ghaib Sebagai Solusi Pelanggaran Taklik Talak Suami Terhadap Isteri. Pelanggaran taklik talak suami terhadap isteri sebagaimana dialami oleh ketiga responden di Dusun. Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten Temanggung dalam bentuk meninggalkan isteri tanpa kabar sebagaimana diungkap oleh ketiga responden saya, baik IBS, IBM, maupun IBB sebenarnya ada solusinya. Jika isteri yang bersangkutan ingin mencari kejelasan dengan maksud mencari surat cerai sehingga bisa melangsungkan pernikahan lagi, isteri yang bersangkutan bisa mengajukan gugatan cerai ghaib ke pengadilan agama setempat. Berikut ini adalah prosedur atau cara pengajuan gugat cerai ghaib yang bisa dilakukan fihak isteri atas suaminya yang tidak diketahui keberadannya: 1.
Isteri (penggugat) mengajukan gugat cerai kepada suami.
70
2. Pengadilan agama akan menjadwalkan persidangan percerai dengan memanggil penggugat dan tergugat. 3. Jika ternyata tergugat (suami) tidak diketahui keberadaannya (ghoib), maka penggugat harus mencari terlebih dahulu. 4. Jika setelah enam bulan sejak gugatan didaftarkan di pengadilan agama dan persidangan tidak bisa dilaksakan karena tergugat tidak bisa hadir karena tidak diketahui keberadaannya. Maka penggugat (isteri) meminta surat keterangan gugat cerai ghoib atas suaminya yang ditandatangani oleh kepala desa terahir suaminya bertempat tinggal. 5. Setelah
surat
gugat
ghoib,
baru
persidangan
perceraian
sebagaimana diajukan pemohon bisa dilaksanakan tanpa dihadiri oleh tergugat. 6. Setelah Pengadilan Agama telah memutuskan cerai. Surat cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama tidak bisa langsung diambil oleh penggugat hingga batas minimal 14 (empa belas) hari setelah proses persidangan. 7. Jika sebelum 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan ternyata tergugat (suami) kembali dan mengajukan gugatan balik. Maka surat cerai yang sudah diterbitkan Pengadilan Agama dinyatakan dicabut, dan persidangan akan dimulai dari awal. Namun, jika setelah 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan, penggugat bisa mengambil surat bukti cerai, dan secara otomatis hak mengajukan gugatan balik pihak tergugat dinyatakan gugur (wawancara dengan Drs. Saiful Karim, Kepala Pengadilan Agama Temanggng, 19-Agustus-2013).
71
BAB IV STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI
C. Analisis Tentang Status Isteri Yang Ditinggal Suami Tanpa Izin Menurut UU no. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Pembahasan terhadap soal-soal perkawinan selalu akan menarik karena lembaga perkawinan itulah yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Dan karena kedudukannya yang istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia, maka masalah perkawinan perlu diatur dalam suatu undang-undang. Adapun mengenai peraturan yang berlaku dan mengatur masalah perkawinan di Indonesia saat ini adalah: Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dipertegas dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan juga INPRES NO. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan disingkat (UUP) disahkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 2 Januari 1974 dan diundangkan dalam Lembaran Negara No.1 Tahun 1974 dan penjelasannya dimuat dalam tambahan Lembaran Negara No. 3019. Adapun dasar pertimbangan pemerintah Republik Indonesia
dan
DPR
untuk mengeluarkan Undang-Undang
Perkawinan ini adalah bahwa sesuai dengan falsafah pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya undang-undang tentang 72
perkawinan yang berlaku bagi semua warga Negara Indonesia. Awalnya perkawinan adalah bertujuan untuk selama-lamanya, tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan, jadi harus diputuskan di tengah jalan atau terpaksa putus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian diantara suami isteri. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa ternyata baik itu UU No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menganggap status dari sang isteri adalah masih menggantung dan belum jelas sampai sekarang, karena dari pihak suami tidak ada kabar dan belum diketahui keberadaannya. selama perpisahan tersebut sang suami tidak memberikan nafkah sampai sekarang. 2. Status Hukum Perkawinan Seorang Wanita yang Masih Memiliki Suami Mafqud (Hilang) ditinjau dari aspek Hukum Positif dan Hukum Syar’i. a. Aspek hukum positif Dalam hukum positif, seorang isteri akan tetap menjadi isteri dari suami pertamanya yang menikahinya secara sah, sampai suaminya menceraikannya atau dia sendiri yang mengajukan cerai dan pengajuannya itu diterima pihak berwenang (dalam hal ini adalah Kantor Urusan Agama). Si isteri berhak mengajukan cerai yang disebut khulu’, tapi itu harus diputuskan oleh pengadilan agama. Bila tidak mengajukan khulu’ atau tuntutan apapun kepada pihak berwenang. Maka si isteri yang ditinggal (mafqud) dianggap ridha terhadap perlakuan suami yang menghilang.
73
Apabila sejak awal akad nikah sudah ada shighat talak taklik dimana salah satu pointnya adalah ”jika suami menghilang dalam jangka waktu tertentu (harus disebutkan berapa lama), atau tidak memberi nafkah, atau hal lain maka secara langsung akan jatuh talak”, barulah si isteri yang ditinggal (mafqud) bisa dikatakan tercerai. Sebenarnya dalam buku perkawinan yang ada sekarang ini, ada shighat taklik, apabila terjadi pelanggaran dari pihak suami, tetap saja isteri harus mengajukan tuntutan terlebih dahulu ke pengadilan Agama. Artinya, bila suami melanggar shighat taklik tapi si isteri tidak mengajukan tuntutan, maka tidak akan terjadi perceraian. Pada dasarnya adalah, apapun pelanggaran suami termasuk menghilang tanpa kabar berita dan tidak ada shighat taklik sejak awal akad, atau si isteri tidak mengajukan penceraian kepada pihak berwenang, maka si isteri yang ditinggal (mafqud) tetap menjadi isteri sah dari suami pertama. Akibatnya, perkawinan si isteri yang di tinggal(mafqud) dengan suami kedua batal sejak awal dan harus dihentikan. Dalam kompilasi hukum Islam yang diterbitkan Departemen Agama, Bab XI pasal 71 point b, ”perkawinan dapat dibatalkan bila perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqud (hilang tak ketahuan rimbanya).” Rujukan
pembanding
(hukum
antar
negara):
contoh penetapan dan pembaharuan hukum sudan 17 tahun 1916 tentang bubarnya perkawinan karena (mafqud). Dalam manshurat itu diungkapkan jika seorang suami pergi menghilang dalam waktu yang
74
panjang meskipun ia meninggalkan harta maka seorang isteri dapat mengajukan masalah tersebut ke depan pengadilan. selanjutnya pengadilan akan melakukan pencarian dan melacak informasi keadaan suami .Jika pengadilan tidak memperoleh informasi maka pengadilan dapat meminta kepada sang isteri untuk menunggu mafqudnya suami terhitung empat tahun dan kemudian melaksanakan masa iddah kematian. Setelah itu isteri dapat menikah kembali dengan laki laki lain. jika setelah nikah kedua tiba tiba suami pertama datang kembali, maka pernikahan kedua tetap sah asal ia telah di gauli suami kedua tanpa tau sedikitpun mengenai kehidupan suami pertama. Jika suami kedua mempunya informasi mengenai kehidupan suami pertama, maka perkawinan kedua di anggap batal dan isteri menjadi milik suami pertama. Disinilah letak pentingnya kepedulian semua pihak, terutama wali bagi wanita untuk memperhatikan nasib wanita yang berada di bawah perwaliannya. Juga para tokoh masyarakat dan pihak pemerintah harus peduli akan keadaan semua anggota masyarakat jangan sampai ada yang tidak tahu hak dan kewajibannya sehingga melakukan kesalahan prosedural. Sedangkan dalam hukum positif menggunakan alasan suami meninggalkan isteri selama 2 tahun berturut-turut, atau karena melanggar tak'lik talaq. Bagi orang Islam, dalam kaitannya dengan penentuan suami mafqud (hilang) sebagai alasan perceraian, maka hakim Pengadilan Agama harus berpijak pada peraturan perundang-undangan yaitu
75
Undang-undang No.3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai peraturan pelaksananya. Dalam hal ini isteri mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal penggugat. Namun, apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka Panitera akan menempelkan surat gugatan penggugat di papan pengumuman yang ada di Pengadilan Agama atau melalui media masa. Sedangkan bagi hakim Pengadilan Negeri, hakim Pengadilan Negeri harus berpijak pada peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perkawinan yakni Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 sebagai peraturan pelaksananya. Hukum acara yang berlaku dan yang dapat dijadikan pedoman oleh hakim dalam memutus perkara perceraian dengan alasan salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain adalah HIR sebagai ketentuan umum (lex generalis) dan Undang-undang No.7 Tahun 1989 sebagai ketentuan khusus (lex specialis) serta kompilasi hukum Islam sebagai hukum materiilnya. Ketentuan ini termuat dalam pasal 54 Undang-undang No.7 Tahun 1989. b. Aspek Syar’i Kata Mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar Faqada yang berarti hilang.Menurut para Faradhiyun Mafqud itu diartikan dengan orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya, tidak diketahui domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya. Selain itu, ada yang mengartikan Mafqud sebagai orang yang tidak ada kabarnya, dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau
76
sudah meninggal. Dalam pembahasan ulama fikih, penentuan status bagi Mafqud, apakah ia masih hidup atau telah wafat amatlah penting, karena menyangkut beberapa hak dan kewajiban dari si Mafqud tersebut serta hak dan kewajiban keluarganya sendiri. Hukum perkawinan seorang wanita yang masih memiliki suami mafqud (hilang) ditinjau dari Hukum Islam. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat Pertama : bahwa seorang isteri yang ditinggal lama oleh suaminya hendaknya sabar dan tidak boleh menuntut cerai. Ini adalah pendapat madzab Hanafiyah dan Syafi’iyah serta adh Dhahiriyah. Mereka berdalil bahwa pada asalnya pernikahan antara kedua masih berlangsung hingga terdapat keterangan yang jelas, bahwa suaminya meninggal atau telah menceraikannya. ( az- Zaila’i, Nasbu ar Rozah fi takhrij ahadits al hidayah: kitab al mafqud , Ibnu Hamam, Syareh Fathu al Qadir ; Kitab al Mafqud, Ibnu Hazm, al Muhalla bi al Atsar ; Faskh nikah al mafqud). Pendapat Kedua : Bahwa seorang isteri yang ditinggal lama oleh suaminya, dan merasa dirugikan secara batin, maka dia berhak menuntut cerai. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Malikiyah. Para ulama dari kalangan Hanabilah menyatakan bahwa suami yang meninggalkan isterinya selama enam bulan tanpa berita, maka isteri berhak meminta cerai dan menikah dengan laki-laki lain. Mereka berdalil dengan kisah Umar bin Khattab yang mendengar keluhan seorang wanita lewat bait-bait syai’irnya ketika ditinggal suaminya berperang, kemudian beliau menanyakan kepada anaknya Hafshah
77
tentang batas kesabaran seorang perempuan berpisah dengan suaminya, maka Hafsah menjawab enam bulan.Dan keputusan ini hanya berlaku bagi suami yang pergi begitu saja tanpa ada udzur syar’i, dan disebut dengan faskh nikah ( pembubaran pernikahan ) dan tidak disebut talak. (Zahrah, 1957 : 367 ). Adapun para ulama Malikiyah menentukan batas waktu satu tahun, bahkan dalam riwayat lain batasan waktunya adalah empat tahun, dimana seorang isteri boleh meminta cerai dan menikah dengan suami lain. Dan ketentuan ini berlaku bagi suami yang pergi, baik karena ada udzur syar’i maupun tidak ada udzur syar’i. Jika hakim yang memisahkan antara keduanya, maka disebut talak bain. Mereka juga membedakan antara yang hilang di Negara Islam, atau di Negara kafir, atau hilang dalam kondisi fitnah atau hilang dalam peperangan. Masing-masing mempunyai waktu tersendiri. Jika suami berada di tempat yang bisa dijangkau oleh surat atau peringatan, maka seorang hakim diharuskan untuk memberikan peringatan terlebih dahulu, baik lewat surat, telpon, sms, maupun kurir ataupun cara-cara yang lain, dan menyuruhnya untuk segera kembali dan tinggal bersama isterinya, atau memindahkan isterinya ditempatnya yang baru atau kalau perlu diceraikannya. Kemudian sang hakim memberikan batasan waktu tertentu untuk merealisasikan peringatan tersebut, jika pada batas tertentu sang suami tidak ada respon, maka sang hakim berhak untuk memisahkan antara keduanya. (Ibnu Juzai, 2005: 177). Pendapat yang lebih mendekati kebenaran- wallahu a’lamadalah pendapat yang menyatakan bahwa batasan waktu dimana
78
seorang isteri boleh meminta cerai dan menikah dengan lelaki lain, jika suami pergi tanpa udzur syar’i adalah satu tahun atau lebih. Itupun, jika isteri merasa dirugikan secara lahir maupun batin, dan suaminya telah terputus informasinya serta tidak diketahui nasibnya. Itu semua berlaku jika kepergian suami tersebut tanpa ada keperluan yang berarti. Adapun jika kepergian tersebut untuk suatu maslahat, seperti berdagang, atau tugas, atau belajar, maka seorang isteri hendaknya bersabar dan tidak diperkenankan untuk mengajukan gugatan cerai kepada hakim. Gugatan cerai ini, juga bisa diajukan oleh seorang isteri yang suaminya dipenjara karena kejahatan atau perbuatan kriminal lainnya yang merugikan masyarakat banyak, sekaligus sebagai pelajaran agar para suami untuk tidak melakukan tindakan kejahatan. Adapun fuqoha tidak membolehkan hal tersebut, karena tidak ada dalil syar’i yang dijadikan sandaran. (DR. Wahbah Az-Zuhaili, dkk, 1989 : 535). Jika hakim telah memisahkan antara keduanya dan telah selesai masa iddahnya, kemudian sang isteri menikah dengan lelaki yang lain, tiba-tiba mantan suaminya muncul, maka pernikahan isteri dengan laki-laki yang kedua tidak bisa dibatalkan, karena penikahan dengan lelaki yang pertama ( mantan suaminya ) sudah batal. Adapun jika dasar pemisahan antara suami isteri tersebut, karena diprediksikan bahwa suaminya telah meninggal dunia, tetapi pada kenyataannya masih hidup, maka pernikahan yang kedua batal. Dan pernikahan pertama masih berlangsung. kasus ini Imam Syafi’i mengemukakan dua qaul. Menurut Qaul Jadid ; batas masa tunggu
79
bagi isteri seorang mafqud agar ia boleh menikah dengan lelaki lain, yaitu hingga ada kepastian suami telah meninggal atau mentalak isterinya atau sesamanya. Menurut Qaul Qadim ; batas masa tunggunya adalah 4 tahun ditambah masa iddah 4 bulan sepuluh hari (iddah wafat). Adapun dalam mewaris hartanya tidak diperbolehkan hingga ada kejelasan / kepastian si mafqud telah meninggal atau orang-orang yang seusia dengannya telah meninggal. Jika dengan sebab kepergian suami mengakibatkan isterinya kesulitan mendapatkan nafkah maka ia boleh mengajukan fasakh. Apabila si mafqud datang / kembali, maka ahli waris harus mengembalikan harta yang telah diwarisnya atau menggantinya jika telah habis. Dan demikian pula isterinya yang telah menikah, juga harus kembali menjadi isteri si-mafqud. Menurut Al Karabisi menukil dari Imam Syafi’i, bahwa suami pertama boleh memilih antara mencabut isterinya dari suami kedua atau membiarkannya ditangan suami kedua dengan memungut mahar mitsil darinya. Dasar Penetapan: Al-Qur'an
ِ واﻟْﻤﺤﺼﻨﺎت ِﻣﻦ اﻟﻨ ِ ﺎب اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ْ ﱢﺴﺎء إِﻻ َﻣﺎ َﻣﻠَ َﻜ َ َﺖ أ َْﳝَﺎﻧُ ُﻜ ْﻢ ﻛﺘ َ َ ُ ََ ْ ُ َ Artinyua: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (maksudnya; budak wanita yang ditawan dan suaminya tidak ikut tertawan) (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. (an-Nisa' : 24). Pandangan ulama fikih dan dasar hukum yang mengatur Mafqud. Dalam menetapkan status bagi mafqud (apakah ia masih
80
hidup atau tidak), para ulama fikih cenderung memandangnya dari segi positif, yaitu dengan menganggap orang yang hilang itu masih hidup, sampai dapat dibuktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat. Sikap yang diambil ulama fikih ini berdasarkan kaidah istishab yaitu menetapkan hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukan hukum lain. Akan tetapi, anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan terus menerus, karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu, harus digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud (para ulama fikih telah sepakat bahwa yang berhak untuk menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim, baik untuk menetapkan bahwa orang hilang telah wafat atau belum. Ada dua macam pertimbangan hukum yang dapat digunakan dalam mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud, yaitu: 1) Berdasarkan bukti-bukti yang otentik, yang dibenarkan oleh syariat,
yang
dapat
menetapkan
suatu
ketetapan
hukum,
sebagaimana dalam kaidah:
ﺖ ﺑِﺎﻟْﺒَـﻴﱢـﻨَ ِﺔ َﻛﺎﻟﺜﱠﺒِﻨَ ِﺔ ﺑِﺎﻟْ ُﻤ َﻌﻴﱠـﻨَ ِﺔ ُ ِﺛَﺎﺑ Artinya: “yang tetap berdasarkan bukti bagaikan yang tetap berdasarkan kenyataan”.
Misalnya, ada dua orang yang adil dan dapat dipercaya untuk memberikan kesaksian bahwa si fulan yang hilang telah meninggal dunia, maka hakim dapat menjadikan dasar persaksian tersebut untuk memutuskan status kematian bagi si mafqud. Jika demikian halnya, 81
maka si mafqud sudah hilang status mafqudnya. Ia ditetapkan seperti orang yang mati haqiqy. 2) Berdasarkan tenggang waktu lamanya si mafqud pergi atau berdasarkan kadaluwarsa. Para ulama berbeda pendapat tenggang waktu untuk menghukumi/menetapkan kematian bagi si mafqud. Mereka terbagi kedalam beberapa mazhab: a) Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menetapkan waktu yang diperbolehkan bagi hakim memberi vonis kematian si mafqud ialah 4 (empat) tahun. Pendapat ini beliau istimbatkan dari perkataan Umar bin Khattab yang menyatakan: “Setiap isteri yang ditinggalkan oleh suaminya, sedang dia tidak mengetahui dimana suaminya, maka ia menunggu empat tahun, kemudian dia ber’iddah selama empat bulan sepuluh hari, kemudian lepaslah dia.” (HR Bukhari). b) Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Abu Yusuf dan Muhamad bin alHasan berpendapat bahwa si mafqud boleh diputuskan kematiannya oleh hakim bila sudah tidak ada kawan sebayanya yang masih hidup. Secara pasti hal tersebut tidak dapat ditentukan. Oleh sebab itu, beliau menyerahkan kepada Ijtihad hakim. Hakim dapat memberi vonis kematian si mafqud menurut ijtihad-nya demi suatu kemashalatan. c) Abdul Malik Ibnul-Majisyun menfatwakan agar si mafqud tersebut mencapai umur 90 tahun beserta umur sewaktu kepergiannya. Sebab menurut kebiasaan, seseorang itu tidak akan mencapai umur 90 tahun. Beliau menyatakan alasan
82
tersebut berdasarkan Hadits Rasul SAW yang berbunyi “Umurumur umatku itu antara 70 dan 60 tahun.” d) Imam Ahmad berpendapat bahwa di dalam menetapkan status hukum bagi si mafqud, hakim harus melihat “situasi” hilangnya si mafqud tersebut. Manurut beliau situasi hilangnya si mafqud itu dapat dibedakan atas: 1) Situasi kepergiannya atau hilangnya itu memungkinkan membawa malapetaka. misalnya dalam situasi naik kapal tenggelam
yang
penumpannya
telah
kapalnya
pecah
tenggelam
atau
dan dalam
sebagian situasi
peperangan, maka setelah diadakan penyelidikkan oleh hakim secermat-cermatnya, hakim dapat menetapkan kematiannya setelah lewat empat tahun lamanya. 2) Situasi kepergiannya itu menurut kebiasaan tidak sampai membawa malapetaka. misalnya pergi untuk menurut ilmu, ibadah haji, dan sebaginya, tetapi kemudian ia tidak kembali dan tidak diketahui kabar beritanya lagi dan dimana domisilinya, maka dalam hal seperti itu diserahkan kepada hakim untuk menetapkan status bagi si mafqud menurut ijtihad-nya. Walaupun demikian, praktek pelaksanaannya di pengadilan agama, bahwa mengenai ada atau tidaknya kewenangan untuk menetapkan/menghukumi status bagi mafqud tersebut (dengan menyatakan ia telah meninggal
83
atau belum) masih bersifat masih dapat diperdebatkan (debatable). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa ternyata baik itu Hukum Islam maupun Hukum Positif menganggap sah perkawinan yang dilakukan oleh wanita dari suami yang mafqud selama pernikahan tersebut sudah mentaati kaidah-kaidah yang telah ditentukan oleh ahli Hukum Islam ataupun ketentuan undang-undang yang ada. Dan juga selama perkawinan yang dilakukan itu adalah perkawinan yang sudah memenuhi rukun dan syaratnya sah-nya perkawinan. Sedangkan tentang keadaan dimana suami yang mafqud tersebut kembali maka dalam Hukum Islam terdapat beberapa pendapat para ahli fiqih yang berbeda-beda, sementara dalam Hukum Positif suami yang mafqud tersebut tidak berhak lagi menjadi suami dari wanita tersebut karena pengadilan telah memutuskan perkawinannya. D. Analisis Tentang Upaya Hukum Terhadap Suami Yang Meninggalkan Isteri Tanpa Izin. Status perkawinan yang tidak jelas menyulitkan bagi perempuan. Apalagi ingin berumah tangga kembali. Seperti yang dialami Istreri-isteri yang saya teliti, warga Dusun Kedopokan, Kelurahan Tlogopucang, Kecamatan kandangan, Kabupaten Temanggung. Dari tiga responden yang saya teliti, yakni Ibu Sumiyati, Ibu Marfu’ah dan Ibu Badriah mereka jadi serba salah atas keadaan tersebutt. Ingin mengaku perawan tapi sudah pernah kawin,
84
bahkan punya anak. Disebut sudah berumah tangga, tapi suaminya tidak pernah ada. Disebut janda juga bukan karena tidak ada pernyataan resmi bercerai. Artinya tanpa adanya perceraian, kalaupun ada yang melamar wanita yang sudah bersuami tidak bisa menikah lagi. Abibatnya, sebab laki-laki yang tidak bertanggung jawab atas isterinya tersebut, meninggalkan beban yang berat bagi isteri yang ditinggal tanpa kejelasan setatus tersebut, baik beban rohani maupun materi. Menanggapi dan mengantisipasi kemudian hari atas kasus yang menimpa ketiga responden tersebut diatas, sebenarnya jauh hari Pegadilan Agama yang memiliki wewenang mencacat pernikahan sudah menyiapkan antisipasi, yakni tak’lik talak yang diucapkan suami waktu pernikahan berlangsung dulu yang salah satu poin didalamnya berbunyi jika selama enam bulan berturut meninggalkan isteri tanpa memberikan nafkah maka secara otomatis telah jatuh talaq satu. Namun, meski demikian agar talaq tersebut benar-benar jatuh, isteri yang bersangkutan harus mengajukan gugatan cerai kepengadilan untuk kemudian diproses apakah pelaksanaan persidangan perceraian sebagaimana disampaikan pemohon akan berjalan secara normal : hadir dipersidangan penggugat dan tergugat, atau persidangan akan hanya dihadiri penggugat karena tergugat tidak diketahui keberadaannya (ghoib). Adapun prosedur mengajukan gugat cerai ghoib adalah sebagia berikut: 1. Isteri (penggugat) mengajukan gugat cerai kepada suami. 2. Pengadilan agama akan menjadwalkan persidangan percerai dengan memanggil penggugat dan tergugat.
85
3. Jika ternyata tergugat (suami) tidak diketahui keberadaannya (ghoib), maka penggugat harus mencari terlebih dahulu. 4. Jika setelah enam bulan sejak gugatan didaftarkan di pengadilan agama dan persidangan tidak bisa dilaksakan karena tergugat tidak bisa hadir karena tidak diketahui keberadaannya. Maka penggugat (isteri) meminta surat keterangan gugat cerai ghoib atas suaminya yang ditandatangani oleh kepala desa terahir suaminya bertempat tinggal. 5. Setelah
surat
gugat
ghoib,
baru
persidangan
perceraian
sebagaimana diajukan pemohon bisa dilaksanakan tanpa dihadiri oleh tergugat. 6. Setelah Pengadilan Agama telah memutuskan cerai. Surat cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama tidak bisa langsung diambil oleh penggugat hingga batas minimal 14 (empa belas) hari setelah proses persidangan. 7. Jika sebelum 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan ternyata tergugat (suami) kembali dan mengajukan gugatan balik. Maka surat cerai yang sudah diterbitkan Pengadilan Agama dinyatakan dicabut, dan persidangan akan dimulai dari awal. Namun, jika setelah 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan, penggugat bisa mengambil surat bukti cerai, dan secara otomatis hak mengajukan gugatan balik pihak tergugat dinyatakan gugur. Meski pengadilan agama sudah memiliki solusi atas polemik tersebut. Dari ketiga responden yang peneliti temui, ternyata hanya hanya Ibu Marfu’ah
86
yang faham tentang mekanisme pengajuan gugat cerai ghoib. Sehingga setelah mendapatkan surat cerai deri pengadilan, Ibu Marfu’ah sekarang sudah menikah lagi, dan suami keduanya ternyata lebih bertanggung jawab baik memenuhi kebutuhan ibu Marfu’ah mapun anak ibu Marfu’ah dari hasil perkawinan pertamanya. Sementara Ibu Sumiyati dan Ibu Badriah, tidak mengetahui bagaimana mekanisme mengajukan gugatan cerai atas suaminya yang tidak diketahui keberadaannya. Akibatnya kalaupun ada laki-laki yang mau melamarnya, mereka berdua tidak berani menerimnya dengan alasan takut dosa karena status pernikahan pertamanya belum cerai, sehingga selain kebutuhan batinnya yang tidak pernah terpenuhi. Baik ibu Badriah maupun ibu Sumiyati harus menanggung semua beban kehidupan sendiri, termasuk membesarkan dan membiyayai pendidikan anak yang ditinggalkan.
87
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada akhir penulisan Skripsi ini ada beberapa kesimpulan dan saran yang dapat untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi kalangan yang berkompeten dalam masalah ini untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, baik itu sebagai pribadi maupun sebagai kelembagaan keagamaan, sehingga mendapat penerangan dan kejelasan tentang persoalan ini, penulis juga dapat mengambil benang merahnya, antara lain: 1. UU No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menganggap status dari sang isteri adalah masih menggantung dan belum jelas sampai sekarang, karena dari pihak suami tidak ada kabar dan belum diketahui keberadaannya, selama perpisahan tersebut sang suami tidak memberikan nafkah sampai sekarang. Dikatakan menggantung karena mengacu pasal 39 ayat 1 UU NO 1 Tahun 1974, bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2. Upaya hukum bagi isteri-isteri yang ditinggal suaminya tanpa izin, bisa mengajukan gugatan cerai ghaib guna mendapat setatus hukum yang jelas. Seperti yang di jelaskan dalam Pasal 46 Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan tentang ketentuan dan akibat dari pelanggaran taklik thalaq. Salah satu contoh penyelesaikan kasus pelanggaran taklik talak adalah upaya yang dilakukan oleh Ibu Marfu’ah yang mengajukan gugatan cerai
88
goib atas suaminya yang tidak diketahui keberadaannya sebagaimana dijelaskan di bab V dengan merujuk pada hasil penelitian di bab III. Dengan pengajuan gugatan cerai goib sebagaimana dilakukan Ibu Marfu’ah, setelah mendapat setatus cerai yang jelas dari Pengadilan Agama Temanggung, ahirnya ibu Marfu’ah bisa menikah kembali. B. Saran Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas penulis dapat memberi rekomendasi antara lain: 1. Alangkah lebih baiknya ketika seseorang yang mungkin belum melek hukum dan menjadi orang yang ditinggal suaminya tanpa izin, harus tetap mengupayakan status hukum mereka, hal ini demi menjaga nama baik keluarga dan lebih khusus terhadap mental anak. 2. Dalam memutuskan perkara, demi merespon masalah kekinian maka hakim peradilan agama benar-benar harus menggali dan berijtihad dengan sungguh-sungguh agar dalam memutuskan perkara tidak ada kesalahan dan tidak ada rasa ragu-ragu. 3. Selain itu, ada kekurangan dalam produk legislasi Indonesia, dimana tidak mengatur dengan jelas dan tegas dalam undang-undang bagaimana penyelesaian serta akibat-akibat yang harus ditanggung ketika ada seseorang suami yang meninggalkan isteri atau yang hilang, seperti halnya dalam bidang pernikahan. 4. Meski negara kita tercatat sebagai negara dengan pemeluk agama islam terbesar di dunia, ternyata pemahamn agama belum merata ditataran masyarakat kita termasuk perkaran hukum tentang menikah yang sebenarnya telah disediakan segala antisipasi segala bentuk kemungkinan,
89
termasuk mengantisipasi jika kemudian hari salah satu pihak pasangan suami-isteri melanggar janji pernikahan. 5. Agar kejadian yang menimpa ibu Sumiyati dan ibu Badriah yang mengalami nasib menggantung. Maka perlu peran masyarakat secara luas agar masyarakat kita faham bagaimana menyelesaikan permasalahan pernikahan yang menggantung tersebut. Sehingga di kemudian hari tidak ada wanita yang mengalami nasib sama seperti ibu Sumiyati maupun ibu Badriah.
90
DAFTAR PUSTAKA
Anshary. 2010: 67. Hukum Perkawinan Di Indonesia (Masalah-masalah Krusial) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. Hamdani, Al. 2002: 160. Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam). Jakarta: Pustaka Amani. Hoerudin, Ahrum. 1999. Pengadilan Agama: Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan, Dan Kewenangan Pengadilan Agama, Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Penerbit Bandung: PT. CITRA ADITYA BAKTI. Junaidi, 2005. Hak-hak Isteri Dalam Hukum Islam Ditinjau Dari Hak Asasi Manusia (HAM). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. Hasanah, Uswatun 2009. Talak Tanpa Putusan Pengadilan Dusun Jambe, Desa Dadapayam, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Skripsi ini tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. Wahabi, Wahib 2009. Fenomena Isteri Sebagai Buruh Migran Dan Kasus Perceraian Desa Sampar, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang. Skripsi ini tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. KHI, pasal: 31, ayat 1 dan 3. Mukhtar, Kamal. 1974: 176. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. Moleong. 2011: 26. Etika Terapan l. Sebuah Pendekatan Multikultural, Yogyakarta: Tiara Wacana. ______________ 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. Nasution, Khoerudin. 2005: 247.Hukum Perkawinan 1. Yogyakarta: ACAdeMIA & TAZZAFA. Rasjid, 1994: 403. Fiqh Islam, Bandung. PT Sinar Baru Algensindo. Sabiq, Said. 1982. Fiqh Sunnah Jilid 7. Bandung, PT AL- Ma’Arif.
91
Saleh, 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press
Supriyatna, dkk 2009: 31, Fiqh Munakahat II, Dilengkapi UU No. 1 / 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Yogyakarta, Teras. Wasman dan Nuroniyah. 2011 : 83. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia(Perbandingan Fiqh dan Hukum Positif) Yogyakarta: teras. Http://makalah-update.
blogspot.com/2013/02/talak-perceraian-dalam-
syariah.html.
92
Transkip wawancaca
Nama responden
: Sumiyati
Kode responden
: IBS
Hr/tgl wawancara
: Rabu, tanggal 14 agustus, 2013
Tempat : Dusun kedopokan, desa tlogopucang, kecamatan kandangan, kabupaten temanggung Waktu
: 13:00
Pekerjaan
: Tani
Bukti
: Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb Perkenalkan nami kulo musabikhin, kulo mahasiswa stain salatiga, aslinipun kulo temanggung. Keperluan kulo wonten mriki inggeh puniko badhe wawancara babagan pelanggaran taklik talak damel bahan skripsi kulo ingkang judulipun “status dan upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”.
1. Ibu sumiyati puron nopo mboten maringi keterangan ingkang kulo suwun wau? IBS : geh mas kulo puron. 2. “Ngapunten buk. Menawi angsal tanglet, kapan garwo panjenengan tindak sakeng griyo (maaf buk. Kalau boleh tahu, kapan suami anda pergi dari rumah) ?” IBS : “sekitar tahun 1997 mas. Pas kuwi pernikahan wes mlaku 5 tahun lan wes duwe anak loro lanang (sekitar tahun 1997, mas. Waktu itu perinikahan kami sudah berjalan 5 tahun, dan telah dikaruniai 2 anak lakilaki)”. 3. “Panjenengan nopo ngertos sebape garwone panjenengan lungo saking griyo (apakah anda tahu sebab suami anda pergi dari rumah)?” IBS : “Ora. Tapi, sakwise pirang tahun ada salah siji sedulure bojoku ngabari nak bojoku wes kawen meneh, jarene balek nak umah wong tuwone terus lungo meneh. Krungu kabar yok ngono aku kaget. Jujur, sebenere aku pingin petuk bojoku, terus aku longo 93
nak morotuwoku. Tapi moro tuwoku ae ora reti parane lungone anak’e. jarene bali sedolok, nganari nak wes kawen meneh, terus longo meneh tanpa cerita sakini manggon nak endi (Tidak. Tapi setelah beberapa tahun, salah satu kerabatnya memberi kabar kalau suamiku telah menikah lagi. Mendengar kabar seperti itu saya kaget dan langsung pergi kerumah mertua saya dan ingin menyusul suami saya. Tapi mertua saya saja tidak tahu tempat tinggal anaknya. Waktu pulang, hanya member kabar kalau telah menikah lagi, terus pergi lagi tanpa cerita tempat tinggalnya saat ini )” 4. “Nopo selama garwone panjenengan tindak ninggalaken griyo, mboten nate kirim yotro nopo lentunipun (apakah selama suami ana pergi meninggalkan rumah tidak pernah kirim uang atau lainnya)?” IBS : “boro-boro kirim duwet mas. Kabare koyo opo ae, teko saiki aku ra tau reti (jangankan kirim uang, mas. Seperti apa kabarnya saat inipun, saya tidak pernah tau)”. 5. “Nopo, selama garwone ninggalaken panjenengan tenggriyo, panjenengan enten usaha madosi garwone (apakah selama suami anda pergi dari rumah apakah anda melakukan usaha mencari keberadaan suami anda?” IBS: geh kulo madosi mas, nanging hasile tetep nihil (ya saya mencari mas, tapi hasilnya tetap nihil). 6. Ngapunten. Terus kangge nyekapi kebutuhan keluarga lan gedeaken lan pendidikan anak’e panjengan pripon? Sinten enkang mbiyayai? (maaf. Terus untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan termasuk membesarkan dan biaya pendidikan anak bagaimana?” IBS: kulo geh kerjo semampu kulo mas, raketong dadi kuli panggul lan bertani, lha pripon maleh, demi anak-anak kulo (saya ya kerja semampu saya mas, walaupun jadi kuli panggul dan bertani, ya bagai mana lagi, demi anak-anak saya).
7. “Keadaan garwone panjengan engkang mboten jelas niko, nopo enten gambaran panjenengan bade nikah maleh? (keberadaan suami anda yang tidak jelas tersebut. Apakah dibenak anda untuk melangsungkan pernikahan lagi?) IBS: mboten mas (tidak mas). 8. Pripun prosedur kangge ngelangsungaken pernikahan engkang enggal. Sementara status pernikahan engkang pertama panjenengan dereng cerai (bagaimanakah prosedur untuk melangsungkan pernikahan yang baru. Sementara pernikahan yang lama belum dinyatakan bercerai?). IBS: mboten ngertos (tidak tahu). 9. Matur suon buk, atas wakdalipun kangge wawancara babakan pelanggaran taklik talak meniko buk. Sekalian buk, sebenere kasus kados engkang alami meniko, menawi panjenengan kepingin status engkang jelas, pengadilan agama gadah solusi. Seumpami mbenjang entan jaler 94
engkang bade ngelamar jenengan, kersane statuse sampyan jelas, lan saget nekah maleh. Panjenengan saget ngajoaken gugatan cerai teng pengadilan agama. Menawi garwone panjenengan mboten jelas tempat tinggalipun, panjenengan saget ngajoaken gugat cerai ghoib, syaratipun sampyan kedah keterangan goib (tidak diketahui) sakeng kepala desa terahir garwonipun panjenengan tinggal. Manggeh sekitar enem wulan, menawi status garwone panjenengan tetep mboten di ketahui. Persidangan perceraian gugatan cerai goib saget dilanjutke. Menawi gugatane sampeyan mpun putus cerai, sampeyan gedah nunggu sampai 14 (empa belas) dini ternyata mboten enten gugatan balik sakeng garwone sampyan, sampyan nembe saget mendet surat cerai. Tapi menawi sak derange 14 (empat belas) dino, ternyata garwone sampyan gugat balek, surat cerai engkang sampun medal mboten saget dipendet, malah dicabut. Terus persidangan diulang sakeng awal maleh, engkang kedah ditekani sampeyan sebagai penggugat, garwone jenengan, lan saksi (terimakasih buk atas waktu yang anda berikan untuk wawancara tentang pelanggaran taklik talak ini. Sekalian saya bermaksud menginformasikan kepada anda. Sebenere kasus seperti yang anda alami tersebut, pengadilan agama punya solusi. Seandainya suatu saat ada laki-laki yang hendak melamar anda, supaya status anda jelas dan bisa melangsungkan pernikahan yang baru. Anda bisa mengajukan gugat cerai ke pengadilan. Kalau keberadaan suami anda tetap tidak diketahui keberadaannya, anda harus meminta keterangan gugat cerai goib dari kepala desa terhir suami anda tinggal. Setelah enam bulan, dan telah dilakukan pemanggilan oleh pengadilan ternyata keberadaan suami anda tetap tidak diketahui, maka persidangan cerai goib baru bisa dilaksanakan. Setelah persidangan selesai dan pengadilan telah mengeluarkan surat cerai, anda harus menunggu sampai 14 (empa belas) hari. Kalau selama empat belas hari tidak ada gugatan balik dari suami anda, anda baru bisa mengambil surat cerai tersebut. Tapi ternyata kalau sebelum empat belas hari suami anda pulang dan menggugat balik kepengadilan agama, maka persidangan yang sudah berlangsung dicabut dan surat cerai yang sudah dikeluarkan ditarik dan persidangan akan diulang dari awal dengan dihadiri penggugat yaitu anda, suami anda, dan saksi. IBS : Ingih mas. Podo-podo informasine babakan gugat cerai goib. Sayange aku saiki agek reti. Saiki aku wes tuo, dadi nak ape nikah meneh, ketoe ora mungkin (iya mas, sama-sama. Terimakasih atas informasi tentang gugatan cerai goib. Sayangnya setelah sudah tua saya baru tahu tentang hal tersebut. Jadi, kemungkinan untuk melakukan pernikahan sudah tidak mungkin).
95
Transkip Wawancara
Nama responden
: Marfu’ah
Kode responden
: IBM
Hr/tgl wawancara
: Jum’at, tanggal 16 agustus, 2013
Tempat : Dusun kedopokan, desa tlogopucang, kecamatan kandangan, kabupaten temanggung Waktu
: 13:30
Pekerjaan
: Tani
Bukti
: Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb Perkenalkan nami kulo musabikhin, kulo mahasiswa stain salatiga, aslinipun kulo temanggung. Keperluan kulo wonten mriki inggeh puniko badhe wawancara babagan pelanggaran taklik talak damel bahan skripsi kulo ingkang judulipun “status dan upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”.
1. Ibu marfu’ah puron nopo mboten maringi keterangan ingkang kulo suwun wau? IBM : geh mas. 2. “Ngapunten buk. Menawi angsal tanglet, kapan garwo panjenengan tindak sakeng griyo (maaf buk. Kalau boleh tahu, kapan suami anda pergi dari rumah) ?” IBM : “Sekitar 1975 mas. Pas iku pernikahan wes mlaku 4 tahun, lan wes duwe anak 2 wedok (sekitar tahun 1975, mas. Waktu itu pernikahan wes mlaku 4 tahun dan telah dikaruniai 2 (dua) anak perempuan.” 3. “Panjenengan nopo ngertos sebape garwone panjenengan lungo saking griyo (apakah anda tahu sebab suami anda pergi dari rumah) IBM : “ora mas. (tidak mas) 4. “Nopo selama garwone panjenengan tindak ninggalaken griyo, mboten nate kirim yotro nopo lentunipun (apakah selama suami ana pergi meninggalkan rumah tidak pernah kirim uang atau lainnya)?”
96
IBM: blas, ra tau. Kirim kabar ae ra tau. Saiki ijek urip opo ora, aku ra reti (tidak pernah sama sekali. Kirim kabar keadaannya saja tidak pernah. Sekarang masih hidup atau tidak, saya juga tidak tahu). 5. “Nopo, selama garwone ninggalaken panjenengan tenggriyo, panjenengan enten usaha madosi garwone (apakah selama suami anda pergi dari rumah apakah anda melakukan usaha mencari keberadaan suami anda?” IBM: pon tak padosi ngantik sayah mas, nanging mboten pernah enten hasile mas (sudah saya cari mas, tepi tidak pernah ada hasilnya mas). 6. Ngapunten. Terus kangge nyekapi kebutuhan keluarga lan gedeaken lan pendidikan anak’e panjengan pripon? Sinten enkang mbiyayai? (maaf. Terus untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan termasuk membesarkan dan biaya pendidikan anak bagaimana?” IBM: kangge nyukupi anak-anak lan kebutuhan sedidno-dinone, kulo kerjo buroh serabutan lan bertani mas (untuk mencukupi anak-anak lan sehari-harinya, saya kerja buruh serabutan dan bertani mas 7. “Keadaan garwone panjengan engkang mboten jelas niko, nopo enten gambaran panjenengan bade nikah maleh? (keberadaan suami anda yang tidak jelas tersebut. Apakah dibenak anda untuk melangsungkan pernikahan lagi?) IBM: enten mas, kulo malah sampon nikah maleh (ada mas, sekarang saya sudah nikah lagi). 8. Pripun prosedur kangge ngelangsungaken pernikahan engkang enggal. Sementara status pernikahan engkang pertama panjenengan dereng cerai (bagaimanakah prosedur untuk melangsungkan pernikahan yang baru. Sementara pernikahan yang lama belum dinyatakan bercerai?). IBM: kulo ngajokke surat gugat cerai ghaib mas teng pengadilan temanggung. Proseduripon nyuwun surat keterangan ghaib teng kelurahan tempat terahir suami kulo manggen. Surat niku saget damel bukti teng Pendadilan Agama kangge ngurus gugat cerai ghaib mas (saya mengajukan surat gugat cerai ghaib mas di Pengadilan Agama Temanggung. Prosedurnya minta surat keterangan ghaib di kelurahan tempat terahir suami saya berada. Surat itu bisa dijadikan bukti di Pengadilan Agama Temanggung untuk mengurus gugat cerai ghaib mas).
97
Transkip Wawancara
Nama responden
: Badriah
Kode responden
: IBB
Hr/tgl wawancara
: Minggu, tanggal 18 agustus, 2013
Tempat
:Dusun kedopokan, desa tlogopucang, kecamatan kandangan, kabupaten temanggung
Waktu
: 13:00
Pekerjaan
: Wirasuasta
Bukti
: Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb Perkenalkan nami kulo musabikhin, kulo mahasiswa stain salatiga, aslinipun kulo temanggung. Keperluan kulo wonten mriki inggeh puniko badhe wawancara babagan pelanggaran taklik talak damel bahan skripsi kulo ingkang judulipun “status dan upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”. 1. Ibu badriyah puron nopo mboten maringi keterangan ingkang kulo suwun wau? IBB : geh mas kulo puron. 2. “Ngapunten buk. Menawi angsal tanglet, kapan garwo panjenengan tindak sakeng griyo (maaf buk. Kalau boleh tahu, kapan suami anda pergi dari rumah) ?” IBB : “sekitar tahun 1999. Pas iku pernikahan umure wes sekitar 5 tahun lan wes duwe anak 1 wedok. Waktu iku, anakku umur 3 taon (sekitar tahun 1999. Waktu itu pernikahan kami sudah berjalan lima tahun dan telah dikaruniai anak 1, perempuan. Waktu suami saya pergi dari rumah, anak saya umurnya 3 tahun).” 3. “Panjenengan nopo ngertos sebape garwone panjenengan lungo saking griyo (apakah anda tahu sebab suami anda pergi dari rumah)?
98
IBB : “seng pasti ora reti. Tapi, mungkin kerono komunikasi. Waktu iku memang sering padu. Terus ujuk-ujuk longo tanpo pamet, tanpo kabar (yang pasti tidak tahu. Tapi, munkin karena komunikasi. Sebelum suami saya pergi, waktu itu, memang kami sering bertengkar. Terus, tiba-tiba pergi tanpa pamit dan tanpa kabar)”
4. “Nopo selama garwone panjenengan tindak ninggalaken griyo, mboten nate kirim yotro nopo lentunipun (apakah selama suami ana pergi meninggalkan rumah tidak pernah kirim uang atau lainnya)?” IBB: ora pernah mas, kabare mawon kulo mboten ngertos (tidak mas, kabarnya saja saya tidak tahu).
5. “Nopo, selama garwone ninggalaken panjenengan tenggriyo, panjenengan enten usaha madosi garwone (apakah selama suami anda pergi dari rumah apakah anda melakukan usaha mencari keberadaan suami anda?” IBB: kulo sampun madosi nang ndi-ndi nggon mas, nanging geh niku, hasile tetep mboten ketemu (saya sudah cari ke berbagai tempat mas, tapi ya itu, hasilnya tetap tidak ketemu).
6. Ngapunten. Terus kangge nyekapi kebutuhan keluarga lan gedeaken lan pendidikan anak’e panjengan pripon? Sinten enkang mbiyayai? (maaf. Terus untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan termasuk membesarkan dan biaya pendidikan anak bagaimana?”
IBB: kulo berdagang di pasar mas, kesah jam gangsal wangsul jam sepuluan mas, niku kulo lakoni kangge keluargo, ben anak-anak saget sekolah (saya berdagang mas, berangkat jam lima pulangnya jam sepuluhan mas, itu saya lakukan demi keluarga, biar anak-anak bisa sekolah).
7. “Keadaan garwone panjengan engkang mboten jelas niko, nopo enten gambaran panjenengan bade nikah maleh? (keberadaan suami anda yang tidak jelas tersebut. Apakah dibenak anda untuk melangsungkan pernikahan lagi?) 99
IBB: mboten mas (tidak mas).
8. Pripun prosedur kangge ngelangsungaken pernikahan engkang enggal. Sementara status pernikahan engkang pertama panjenengan dereng cerai (bagaimanakah prosedur untuk melangsungkan pernikahan yang baru. Sementara pernikahan yang lama belum dinyatakan bercerai?). IBB: mboten ngertos mas (tidak tahu mas). 9. Matur suon buk, atas wakdalipun kangge wawancara babakan pelanggaran taklik talak meniko buk. Sekalian buk, sebenere kasus kados engkang alami meniko, menawi panjenengan kepingin status engkang jelas, pengadilan agama gadah solusi. Seumpami mbenjang entan jaler engkang bade ngelamar jenengan, kersane statuse sampyan jelas, lan saget nekah maleh. Panjenengan saget ngajoaken gugatan cerai teng pengadilan agama. Menawi garwone panjenengan mboten jelas tempat tinggalipun, panjenengan saget ngajoaken gugat cerai ghoib, syaratipun sampyan kedah keterangan goib (tidak diketahui) sakeng kepala desa terahir garwonipun panjenengan tinggal. Manggeh sekitar enem wulan, menawi status garwone panjenengan tetep mboten di ketahui. Persidangan perceraian gugatan cerai goib saget dilanjutke. Menawi gugatane sampeyan mpun putus cerai, sampeyan gedah nunggu sampai 14 (empa belas) dini ternyata mboten enten gugatan balik sakeng garwone sampyan, sampyan nembe saget mendet surat cerai. Tapi menawi sak derange 14 (empat belas) dino, ternyata garwone sampyan gugat balek, surat cerai engkang sampun medal mboten saget dipendet, malah dicabut. Terus persidangan diulang sakeng awal maleh, engkang kedah ditekani sampeyan sebagai penggugat, garwone jenengan, lan saksi (terimakasih buk atas waktu yang anda berikan untuk wawancara tentang pelanggaran taklik talak ini. Sekalian saya bermaksud menginformasikan kepada anda. Sebenere kasus seperti yang anda alami tersebut, pengadilan agama punya solusi. Seandainya suatu saat ada laki-laki yang hendak melamar anda, supaya status anda jelas dan bisa melangsungkan pernikahan yang baru. Anda bisa mengajukan gugat cerai ke pengadilan. Kalau keberadaan suami anda tetap tidak diketahui keberadaannya, anda harus meminta keterangan gugat cerai goib dari kepala desa terhir suami anda tinggal. Setelah enam bulan, dan telah dilakukan pemanggilan oleh pengadilan ternyata keberadaan suami anda tetap tidak diketahui, maka persidangan cerai goib baru bisa dilaksanakan. Setelah persidangan selesai dan pengadilan telah mengeluarkan surat cerai, anda harus menunggu sampai 14 (empa belas) hari. Kalau selama empat belas hari tidak ada gugatan balik dari suami anda, anda baru bisa mengambil surat cerai tersebut. Tapi ternyata kalau sebelum empat belas hari suami anda pulang dan menggugat balik kepengadilan agama, maka persidangan yang sudah berlangsung dicabut dan surat cerai yang sudah dikeluarkan ditarik dan persidangan akan
100
diulang dari awal dengan dihadiri penggugat yaitu anda, suami anda, dan saksi. IBS : Ingih mas. Podo-podo. Jane aku reti jebule enek gugatan cerai goib ket disek pas aku ijek enom ndisek, paling saiki aku wes nikah meneh. Ndisek pernah enek dudo seng meh ngelamar aku, tapi aku ora wani. Wedi doso. Saiki aku wes tuo, dadi nak nikah meneh, ketoe wes ora mungkin (iya mas, sama-sama. Kalau saya tahu adanya gugatan cerai goib dari dulu waktu saya masih muda. Mungkin sekarang sudah menikah lagi. Dulu pernah ada duda yang hendak melamar saya, tapi saya tidak berani menerimanya karena takut. Takut dosa. Sekarang saya sudah tua, sepertinya untuk nikah lagi, sepertinya sudah tidak mungkin)
101
Transkip Wawancara
Nama responden
: Drs. Saiful Karim, M.H
Kode responden
: KPA
Hr/tgl wawancara
: Senin, tanggal 19 agustus, 2013
Tempat
: Pengadilan Agama Temanggung
Waktu
: 13:00
Bukti
: Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb Perkenalkan nama saya musabikhin, saya mahasiswa stain salatiga. Keperluan saya datang kemari yaitu ingin wawancara berkaitan dengan pelanggaran taklik talak untuk keperluan skripsi saya yang berjudul “status dan upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”. Apakah bapak ada waktu untuk memberi keterangan tentang pelanggaran taklik talak. 1. Apakah sering terjadi kasus suami meninggalkan isteri tanpa izin sang isteri sampai sekian lama tidak ada kabar? KPA: Ada, setiap bulan kami menangani 2 (dua) sampai 3 (tiga) kasus gugat cerai ghaib. 2. Kemudian bagaimana solusi untuk mengatasi kasus tersebut pak? KPA: ya itu tadi, isteri yang di tinggal suami pergi tanpa izin dan tidak ada kabarnya bisa mengajukan gugat cerai ghaib. 3.
lalu untuk mengajukan surat gugat cerai ghaib, alurnya seperti apa pak? KPA: “Bagi para isteri yang di tinggal oleh suaminya tanpa izin dapat meminta surat keterangan ghaib di kelurahan tempat terahir suaminya berada. Surat tersebut bisa dijadikan bukti di Pengadilan Agama untuk mengurus gugatan cerai ghaib.”
4. Berapa lama untuk mengurus surat gugat cerai ghaib itu?
102
KPA: waktu yang diperlukan untuk mengurus perceraian ghaib paling cepat enam bulan baru bisa sampai putusan hakim. Adapaun landasan kenapa enam bulan, landasan paling jelas adalah sighot taklik talak yang diucapkan suami saat melangsungkan pernikahan dulu, yakni paling lama enam bulan. Kadang, penggugat mengeluh lantaran merasa kelamaan. Tapi begitulah aturannya. Biasanya kita bilang kalau pengen cepat, kenapa tidak bilang dari dulu mengajukan gugatan. Umumnya mereka menjawab baru kepikiran untuk bercerai. Saat melakukan persidangan penggugat (wanita) juga harus mendatangkan saksi minimal 2 (dua) orang, dan setelah diputuskan dipengadilan, mempelai wanita juga tidak bisa langsung mengambil surat cerai sampai batas minimal 14 (empat belas) hari. Setelah 14 hari tidak ada gugatan dari pihak suami, maka surat cerai baru bisa diambil. Namun, jika sebelum 14 hari ternyata suaminya datang dan menggugat perceraian tersebut, maka perceraian yang sudah berlangsung dianggap batal dan sidang perceraian akan diulang de
103
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http//www.salatiga.ac.id e-mail:
[email protected] e
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Musabikhin
Tempat/tgl.lahir
: Temanggung, 04 Januari 1990
Alamat
: Kedopokan , RT 01/01. Tlogopucang, Kandangan,
Temanggung. Agama
: Islam
Ayah
: Sarno
Ibu
: Sutarsih
Pendidikan
: 1. RA Masyitoh Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan, Temanggung 2. MI Maarif Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan, Temanggung 3. MTs Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung 4. MA Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung 5. STAIN Salatiga
104
LAPORAN SKK Nama
: Musabikhin
NIM
: 21108022
Jurusan / Progdi
: Syari’ah / Al Ahwal Al Syakhsyiyah
Dosen PA
: Drs. Badwan, M.Ag.
No 1
Jenis Kegiatan Orientasi Program Studi
Keterangan
Pelaksanaan
Nilai
Peserta
25-27 Agustus 2008
3
Peserta
15-17 Desember
6
dan Pengenalan Kampus (Opspek), dengan tema “Implementasi Nilai-nilai Kemahasiswaan Melalui Totalitas Gerakan Menuju Masyakarat Madani”, Dewan Mahasiswa 2008 2
Seminar dan Silaturrahim Nasional Forum Mahasiswa
2008
Syari’ah Se-Indonesia, 2008 3
Seminar Pembiayaan
Peserta
25 Maret 2009
3
Panitia
11 September 2009
3
Pendidikan Kota Salatiga, dengan tema “Efektifitas Dalam Mengaplikasikan Anggaran Pendidikan Dari APBD Kota Salatiga”, Dewan Mahasiswa 2009 4
Konsolidasi Internal dan Semalam Sehati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Salatiga Kota Salatiga, dengan tama
105
“Semalam Sehati Bersama Pmii Untuk Menumbuhkan Semangat Kebersamaan”, PMII 2009 5
Sarasehan Keagamaan,
Peserta
14 September 2009
3
Panitia
22 November 2009
3
Peserta
02 Desember 2009
3
Peserta
22 Maret 2010
4
dengan tema “Optimalisasi Peran Badan Amil Zakat (BAZ) Dalam Pengelolaan Zakat Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan”, DEMA dan HMJ Syari’ah 2009 6
Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) PMII Salatiga, dengan tema “Optimalisasi Gerak Kader Dalam Menciptakan Gerak Kolektif” PMII 2009
7
Seminar Kebangsaan, dengan tema “Memperkokoh Kepeloporan Mahasiswa Dalam Pembangunan Menuju Kejayaan Indonesia Di Pentas Global” Dewan Mahasiswa (DEMA)
8
Seminar Regional, dengan tema “Peran Lembaga Publik Sebagai Alat Kontrol Pemerintah Demi Terciptanya Good governance” Senat
106
Mahasiswa (SEMA) 2010 9
Public Hearing
Peserta
15 Mei 2010
2
Panitia
02 Juni 2010
6
Peserta
31 Juli – 22 Agustus
3
Publik Hearing 2010 10
Seminar Nasional Pendidikan, dengan tema “Aktualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Upaya Membentuk Karakter Dan Budaya Bangsa” Dewan Mahasiswa (DEMA) 2010
11
Praktikum Pelatihan “Ikhtibar al-Arabiyah Ka
2010
Lughah Ajnabiyah” (ILAiK) 2010 12
Praktikum Pelatihan
Peserta
“(TOEFL)” 2010 13
Bakti Sosial V, dengan
31 Juli – 22 Agustus
2
2010 Peserta
16-18 Oktober 2010
2
Peserta
06 November 2010
3
Peserta
11 Mei 2011
3
Peserta
23 Juni 2011
3
tema “Sadar Pendidikan Desa Berkembang”, Forum Mahasiswa Temanggung Di Salatiga (FORMATAS) 2010 14
Praktikum “Qira’atil Kutub” 2010
15
Workshop, dengan tema “Penyuluhan Peraturan kawasan Kampus Tanpa Rokok” 2011
16
Seminar “Radikalisme Keagamaan di Indonesia”, Lembaga Percik Salatiga dan Stain Salatiga bekerjasama dengan Polres
107
Salatiga dan The Asia Foundation Jakarta, 2011 17
Masa Penerimaan Anggota
Panitia
23 Oktober 2011
3
Panitia
22 Nevember 2011
4
Peserta
14 Januari 2012
3
Peserta
09 November 2012
3
Panitia
10 November 2012
3
Baru (MAPABA), dengan tema” Membangun Nalar kritis Kader Dalam Berorganisasi” PMII Salatiga 2011 18
Seminar Regional, dengan tema “ Negara Islam Dalam Tinjauan Islam Indonesia Dan NKRI”, IPNU Kab. Semarang dan PMII Salatiga 2011
19
Seminar Ekonomi Islam, dengan tema “Peran Ekonomi Islam Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Global”
20
Diskusi Publik Dan Rujak Party, dengan tema “Merefleksi Hari Pahlawan Bagi Para Perempuan Muda (Pemudi)”, PMII 2012
21
Diskusi Publik Dan Silaturahim Nasional, dengan tema “Kemanakah Arah Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi BBM Untuk Rakyat”, PMII, Aswaja Tengah (Asosiasi Mahasiswa Asal Jawa
108
Tengah, Majalah Trias Politika, 2012 22
Seminar Nasional, dengan
Peserta
13 Maret 2013
6
Peserta
16 Maret 2013
3
Panitia
14 April 2013
3
Peserta
27 Mei 2013
6
Peserta
16 September 2013
3
tema “HIV/AIDS Bukan Kutukan Dari Tuhan”, Dewan Mahasiswa (DEMA) 2013 23
Pelatihan Karya Tulis Ilmiah (PKTI) HMJ Tarebiyah STAIN Salatiga, dengan tema “Karya Ilmiah sebagai Wujud Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi”
24
Seminar Regional, dengan tema “Selamatkan Temanggung dari Lingkaran HIV/AIDS” FORMATAS (Forum Mahasiswa Temanggung Di Salatiga
25
Seminar Nasional, dengan tema “Norma Hukum Serta Kebijakan Pemerintah Dalam Mengendalikan Harga BBM Bersubsidi”. Dewan Mahasiswa(DEMA)
26
UPT Perpustakaan, “Library User Education (Pendidikan Pemakai Perpustakaan)”, UPT PERPUSTAKAAN STAIN SALATIGA, 2013
109
27
Sosialisasi dan Silaturahim
Peserta
30 September 2013
6
Peserta
18 November 2013
6
Peserta
29 Maret 2014
3
Peserta
26 Mei 2014
3
Nasional, dengan tema “Sosialisasi UU NO.1 Th. 2013, Peran Serta Fungsi OJK.”. “Peran Pemerintah Dalam Pengawasan LKM (Lembaga Keuangan Mikro)”. HMJ Tarbiyah dan HMJ Syari’ah STAIN Salatiga. 28
Seminar Nasional HMJ Tarbiyah Stain Salatiga, dengan tema “Guru Kreatif Dalam Implementasi Kurikulum 2013”, HMJ Tarbiyah 2013
29
WorkShop Leadership, dengan tema “Menumbuhkan Jiwa Kepemimpinan sebagai Upaya Mewujudkan Bangsa yang Berdaulat”. Dewan Mahasiswa (DEMA).
30
Seminar Imsakiyah Ramadhan 1435 H. Prodi Ahwal AlSyakhshiyyah Jurusan Syari’ah Dan Ekonomi Islam Stain Salatiga,
110
31
Seminar Nasional, dengan
Peserta
13 November 2014
6
Peserta
24-25 November
3
tema “Perbaikan Mutu Pendidikan Melalui Profesionalitas Pendidikan”. HMJ Tarbiyah
32
Workshop Pendidikan Anti Korupsi, dengan tema
2014
“Membangun Kembali Urgensi Mahasiswa Sebagai Kader Anti Korupsi”. HMJ Syari’ah
JUMLAH
111
116
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http//www.salatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
Nomor : Sti.24/K-1/PP.00.9/I 1/PP.00.9/I-2.1. 143 /2012
28 November 2012
Lamp. : Proposal Skripsi Hal
: Pembimbing
Yth.
Drs. Machfudz, M.Ag Dosen Pembimbing Skripsi
Assalamu’alaikum w.w. Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.1) Saudara ditunjuk sebagai Dosen Pembimbing Mahasiswa: Nama
: MUSABIKHIN
NIM
: 21108022
Jurusan
: SYARI’AH
Judul Skripsi : Status dan Upaya Hukum Isteri teri Terhadap Pelanggaran P Taklik Talak Oleh Suami Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi tema Skripsi di atas. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan. Wassalamualaikum w.w.
Tembusan : Yth. Ketua Stain Salatiga (sebagai laporan)
112