1
PEMBERIAN FASILITAS PEMBIAYAAN TRANSAKSI EFEK DALAM RANGKA TRANSAKSI MARJIN (MARGIN TRADING) DAN PENYELESAIAN SENGKETA YANG TIMBUL DI PASAR MODAL (STUDI KASUS: PUTUSAN ARBITRASE ANTARA RONNY SUSANTO MELAWAN PT. MANDIRI SEKURITAS)
Stanley Joshua
Abstrak The main issue discussed in this paper is how the margin facility provided through an agreement between the securities company and its customer, Bapepam-LK authorization to settle disputes arising from the margin agreement, and how the Indonesian Capital Market Arbitration Board (BAPMI) settle the disputes arising from the margin agreement between Ronny Susanto and PT. Mandiri Sekuritas. The method used is a normative juridical research. The results found that the margin agreement between Ronny Susanto and PT Mandiri Sekuritas has violated Bapepam-LK Rule No. V.D.6 Year 1997, there is an error by Bapepam-LK in applying its authority to settle disputes arising from the margin agreement, and a vonnis of BAPMI who prefers fairness and propriety rather than the existing law, in resolving the dispute. Kata kunci: Fasilitas marjin, kewenangan Bapepam-LK, penyelesaian sengketa. I.
Latar Belakang Untuk meningkatkan kegiatan investasi di pasar modal, pemerintah
melalui Bapepam-LK mengizinkan diberikannya fasilitas-fasilitas tertentu dalam melakukan perdagangan efek. Fasilitas tersebut adalah fasilitas pembiayaan transaksi efek dan fasilitas short selling. Kedua fasilitas ini diatur oleh BapepamLK di dalam Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6 tentang Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek Oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabahnya, Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-09/PM/1997 (Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6 tentang Pembiayaan Transaksi Efek Oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling Oleh Perusahaan Efek, Keputusan Ketua Bapepam
No. Kep-
258/BL/2008 (Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 2008). Fasilitas pembiayaan transaksi efek diberikan oleh perusahaan efek kepada nasabahnya dalam rangka
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
2
perdagangan marjin (margin trading). Dapat dikatakan bahwa transaksi ini merupakan cara bertransaksi di bursa dengan berhutang karena penyelesaian transaksi beli dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan biaya dari perusahaan efek yang menjalankan kegiatan usahanya sebagai Perantara Pedagang Efek. Melalui fasilitas pembiayaan transaksi efek ini, nasabah dapat melakukan pembelian efek lebih besar dari dana yang dimilikinya. Dalam melaksanakan fasilitas ini, investor sebagai penerima fasilitas maupun perusahaan efek sebagai pemberi fasilitas harus memenuhi beberapa syarat yang ditentukan di dalam Peraturan Bapepam-LK, khususnya Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6. Investor yang ingin menggunakan fasilitas ini terlebih dahulu harus menjadi nasabah dari sebuah perusahaan efek yang Ia inginkan untuk memberikan fasilitas tersebut. Investor juga diharuskan membuka Rekening Efek Reguler pada perusahaan efek tersebut terlebih dahulu kemudian membuka Rekening Efek Pembiayaan Transaksi Marjin. Fasilitas short selling merupakan fasilitas yang diberikan oleh perusahaan efek kepada investor agar investor dapat melakukan penjualan efek dimana efek yang dimaksud tersebut tidak dimiliki oleh investor. Dalam hal ini maka perusahaan efek yang akan menyediakan efek yang akan dijual tersebut. Transaksi efek yang dilaksanakan dengan menggunakan fasilitas ini umumnya disebut dengan transaksi short selling. Transaksi semacam ini seringkali dilakukan ketika investor melihat bahwa harga suatu efek akan turun terus. Karena investor memperkirakan bahwa harga efek tersebut akan turun terus maka Ia kemudian mengambil kesempatan untuk menjual efek itu sekarang dan sesaat kemudian membelinya dengan harga yang lebih rendah. 1 Dalam penulisan ini, penulis bermaksud untuk melakukan analisa secara normatif terhadap sengketa antara Ronny Susanto melawan. PT Mandiri Sekuritas, terkait dengan pemberian fasilitas pembiayaan transaksi efek berdasarkan perjanjian pemberian fasilitas yang dibentuk oleh kedua belah pihak. Dalam kasus ini, seorang investor bernama Ronny Susanto (RS) memperoleh fasilitas pembiayaan transaksi efek dari PT. Mandiri Sekuritas. Ronny Susanto 1
Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia (Edisi Revisi), (Jakarta: Tatanusa, 2012), hlm. 415.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
3
dan PT Mandiri Sekuritas (Mandiri) telah menandatangani Perjanjian Fasilitas Nasabah Khusus pada 11 September 2006 yang kemudian diperpanjang dengan Perjanjian Fasilitas Nasabah Khusus pada 11 September 2007. Dalam proses pembentukan, isi, maupun pelaksanaan perjanjian tersebut ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan pasar modal. Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pemberian Fasilitas Pembiayaan Transaksi Efek Dalam Rangka Transaksi Marjin (Margin Trading) Dan Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Di Pasar Modal (Studi Kasus: Putusan Arbitrase Antara Ronny Susanto Melawan PT. Mandiri Sekuritas).”
II.
Pokok Permasalahan Adapun permasalahan yang dapat diteliti menyangkut beberapa hal : 1. Bagaimana pemberian fasilitas pembiayaan penyelesaian transaksi efek melalui perjanjian dibentuk dalam rangka transaksi marjin (margin trading) antara perusahaan efek dengan nasabahnya? 2. Bagaimanakah kewenangan Bapepam-LK dalam menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian pemberian fasilitas pembiayaan efek antara perusahaan efek dengan nasabahnya? 3. Bagaimanakah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) dalam putusannya menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian pembiayaan efek dalam rangka transaksi marjin antara Ronny Susanto dan PT Mandiri Sekuritas?
1III. Metode Penelitian Dalam penelitian ini maka penulis akan menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. 2 Penulis melakukan penelitian kepustakaan sehingga data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data 2
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hlm. 33.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
4
yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan tipe perencanaan penelitian case-study design, yang mendasarkan penelitian pada suatu kasus yang pernah terjadi di bidang hukum pasar modal yakni sengketa pemberian fasilitas pembiayaan transaksi efek antara Ronny Susanto dan PT. Mandiri Sekuritas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian Kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder berupa perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, buku-buku, artikel-artikel, baik dari surat kabar, majalah maupun media elektronik. 3 Data dan informasi yang telah diperoleh penulis akan diolah secara kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.4
IV.
Pembentukan Perjanjian Pembiayaan Transaksi Efek Salah satu bentuk transaksi perdagangan efek yang dapat dilakukan oleh
nasabah dan perusahaan efek di dalam pasar modal adalah dengan menggunakan transaksi marjin (margin trading). Dalam transaksi ini perusahaan efek akan memberikan bantuan pembiayaan kepada nasabah untuk dipergunakan oleh nasabah dalam rangka membeli efek. Di sisi lain, nasabah akan menyerahkan jaminan kepada perusahaan efek. Dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan penyelesaian transaksi efek dari perusahaan efek kepada nasabahnya maka akan dibentuk perjanjian atau kontrak marjin antara perusahan efek dan nasabahnya. Hal ini merupakan suatu keharusan jika nasabah ingin melakukan transaksi marjin karena hal ini telah diatur di dalam Angka 4 Peraturan Bapepam-LK. V.D.6, Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-09/PM/19975 maupun Angka 3 huruf b Peraturan 3
Ibid.
4
Sri Mamudji, et.al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), hlm 67. 5
Pembiayaan penyelesaian transaksi Efek bagi nasabah hanya dapat diberikan oleh Perusahan Efek apabila nasabah telah membuka rekening Efek marjin pada Perusahaan Efek berdasarkan kontrak marjin antara nasabah dan Perusahaan Efek. Badan Pengawas Pasar Modal, Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal tentang Pemberian Fasilitas Pembiayaan
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
5
Bapepam-LK V.D.6, Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-258/BL/2008. 6 Dalam peraturan tersebut nasabah juga diharuskan untuk membuka rekening Efek marjin sebelum melakukan transaksi marjin. Perjanjian fasilitas khusus atau perjanjian pembiayaan dibentuk dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dari Peraturan Bapepam-LK dan sekalipun peraturan Bapepam yang bersangkutan itu berubah maka kontrak marjin tersebut akan menyesuaikan isi perjanjiannya dengan peraturan yang baru. Hal ini secara tegas diatur oleh Angka 19 Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6 tentang Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek Oleh Perusahaan Bagi Nasabah, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-09/PM/1997.7 Dengan demikian pembentukan perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek tidak bersifat bebas atas dasar kesepakatan para pihaknya saja, namun terikat dengan Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6 tentang Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek Oleh Perusahaan Bagi Nasabah, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-09/PM/1997 sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan Bapepam-LK No.V.D.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-258/BL/2008. Sebagai suatu perjanjian maka perjanjian fasilitas khusus atau perjanjian pembiayaan juga harus mengikuti syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1327 KUHPerdata.
V.
Akibat Penyimpangan Peraturan Bapepam-LK Dalam Perjanjian Pembiayaan Transaksi Efek
Penyelesaian Transaksi Efek Oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah, Peraturan No. V.D.6, Keputusan Nomor: Kep-09/PM/1997, Angka 4. 6
Telah membuka Rekening Efek Pembiayaan Transaksi Marjin untuk nasabah yang akan melakukan Transaksi Marjin atau Rekening Efek Pembiayaan Transaksi Short Selling untuk nasabah yang akan melakukan Transaksi Short Selling pada Perusahaan Efek berdasarkan Perjanjian Pembiayan dan masih memiliki rekening Efek reguler sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk menampung transaksi Efek yang tidak dibiayai oleh Perusahaan Efek. Badan Pengawas Pasar Modal, Op.Cit., Keputusan Nomor: Kep-258/BL/2008, Angka 3 huruf b. 7
Kontrak marjin wajib dibuat sesuai dengan peraturan yang berkaitan dengan pembiayaan penyelesaian transaksi Efek oleh Perusahaan Efek bagi nasabahnya dan kontrak marjin dengan sendirinya akan mengalami penyesuaian dalam hal peraturan tersebut mengalami perubahan. Badan Pengawas Pasar Modal, Op.Cit., Keputusan Nomor: Kep-09/PM/1997, Angka 19.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
6
Syarat-syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata adalah: (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, (2) cakap untuk membuat suatu perikatan; (3) suatu hal tertentu; (4) suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif. Jika suatu perjanjian melanggar syarat pertama dan/atau kedua maka akibatnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan jika suatu perjanjian melanggar syarat ketiga dan/atau keempat maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek yang dalam proses pembentukannya ada sifat paksaan, kekhilafan, dan penipuan berarti kesepakatan (syarat pertama sahnya perjanjian) dalam perjanjian tersebut tidak terjadi sehingga perjanjian dapat dibatalkan di pengadilan. Selanjutnya ketika salah satu atau para pihak tidak memiliki kecakapan dalam membentuk perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek maka perjanjian tersebut juga dapat dibatalkan di pengadilan. Tetapi, mengingat sifatnya yang dapat dibatalkan maka pembatalan perjanjian penyelesaian transaksi efek tersebut hanya terjadi jika salah satu atau para pihak meminta pembatalannya di pengadilan. Dengan kata lain, jika hal tersebut diketahui oleh salah satu atau para pihak tetapi mereka tetap menjalankan perjanjian penyelesaian transaksi efek tersebut
maka mereka dianggap
memberikan persetujuan secara diam-diam atas adanya kekurangan dalam syarat sahnya perjanjian tersebut, akibatnya perjanjian pembiayaan penyelesaian efek tersebut menjadi tetap berlaku bagi para pihaknya. Lain halnya apabila dalam perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek tersebut diperjanjikan suatu hal yang tidak dimiliki saat ini dan/atau akan dimiliki di masa mendatang oleh perusahaan efek atau nasabahnya. Misalnya, nasabah untuk saat ini dan/atau di masa mendatang sebetulnya tidak memiliki dana atau pun saham yang dapat dijadikan jaminan kepada perusahaan efek namun dalam perjanjian tersebut diperjanjikan adanya jaminan dari nasabah kepada perusahaan efek. Dalam hal ini maka perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek tersebut adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat suatu hal tertentu. Begitu pula dengan situasi dimana isi dari perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek itu tidak sesuai dengan Peraturan
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
7
Bapepam-LK, khususnya Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6, maka perjanjian pembiayaan transaksi efek itu adalah batal demi hukum.
VI.
Peran Bapepam-LK Dalam Penyelesaian Sengketa Yang Timbul dari Perjanjian Pembiayaan Transaksi Efek Berdasarkan Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 UU Pasar Modal, Bapepam-
LK sebagai otoritas pasar modal bertugas mengawasi perdagangan di
pasar
modal dan diberikan kewenangan untuk memeriksa dan menyidik atas setiap pelanggaran peraturan perundangan-undangan pasar modal. Bapepam-LK dalam menjalankan tugasnya untuk menegakkan aturan main di pasar modal mempunyai kewenangan-kewenangan baik sebagai lembaga banding, sebagai pemeriksa dan penyidik, atau pun bertindak sebagai penengah apabila ada perselisihan antara anggota bursa. Dalam rangka menegakkan hukum di pasar modal maka Bapepam-LK hanya dapat menjatuhkan sanksi administratif (Pasal 102 ayat (1) UU Pasar Modal) yang di dalamnya termasuk sanksi denda (Peraturan Pemerintah N0. 45 Tahun 1995) 8. Berdasarkan hal tersebut, maka pada dasarnya Bapepam-LK tidak memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek meskipun dalam proses pembentukan, isi, maupun pelaksanaan perjanjian tersebut
ditemukan adanya pelanggaran
administratif atau jaminan tambahan dan membayar kewajibannya kepada Mandiri sesuai ketentuan Perjanjian 2007. Mandiri meminta kepada RS untuk menambah jaminan dengan saham yang memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Hal ini juga dipertegas dengan adanya ketentuan dalam Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Kep-258/BL/2008 dalam Angka 9 yang menyatakan bahwa Bapepam-LK dapat mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan peraturan tersebut termasuk kepada pihak yang menyebabkan terjadinya 8
Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan Pasal 64 dikenakan untuk setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Lihat Pasal 65 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
8
pelanggaran tersebut. Dengan kata lain, bukanlah ranah Bapepam-LK untuk menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi dari perjanjian pemberian pembiayaan transaksi efek tetapi adalah tugas dan kewajiban Bapepam-LK untuk menegakkan hukum pasar modal dengan menjatuhkan sanksi kepada setiap pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal meskipun pelanggaran tersebut terjadi melalui suatu transaksi efek yang didasarkan pada suatu perjanjian pemberian pembiayan transaksi efek. Penjatuhan sanksi terhadap pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tersebut dapat menjadi dasar pengajuan tuntutan ganti rugi oleh pihak yang merasa dirugikan dari tindakan pelanggaran tersebut melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Artinya, dalam suatu penyelesaian sengketa di pasar modal, Bapepam-LK memiliki peran penting. Hal ini disebabkan, penjatuhan sanksi oleh Bapepam-LK kepada pihak tertentu yang melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dapat menjadi dasar yang kuat bagi pihak yang merasa dirugikan atas dilakukannya pelanggaran tersebut dalam membuktikan adanya tindakan perbuatan melawan hukum guna menuntut ganti rugi di pengadilan atau di luar pengadilan.
VII.
Posisi Kasus Ronny Susanto Melawan PT. Mandiri Sekuritas Dalam rangka melakukan transaksi marjin melalui Mandiri, RS
mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas pembiayan transaksi efek kepada Mandiri dengan menandatangani Formulir Pembukaan Rekening Efek dan mengadakan Perjanjian Fasilitas Nasabah Khusus 2006 (Perjanjian 2006) yang diperpanjang dengan Perjanjian Fasilitas Nasabah Khusus 2007 (Perjanjian 2007). Pokok kesepakatan dalam perjanjian-perjanjian tersebut antara lain: 1. Untuk Perjanjian 2006 fasilitas yang diberikan maksimal sebesar Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dan untuk Perjanjian 2007 sebesar Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). 2. Sebelum RS dapat menggunakan fasilitas pembiayaan dari Mandiri maka RS harus terlebih dahulu menyerahkan efek dan/atau uang sebagai modal ke dalam rekening efek marjin sebagai jaminan awal. Jaminan awal tersebut bersama-sama dengan efek dan/atau uang yang ada kemudian di
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
9
dalam rekening efek marjin menjadi jaminan atas kewajiban RS kepada Mandiri. 3. Selama RS memanfaatkan fasilitas pembiayaan dari Mandiri maka RS wajib menjaga rasio antara besarnya jaminan dengan fasilitas pembiayaan (Rasio Jaminan) sebesar 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus) dan RS wajib melakukan penambahan (Top Up) dalam bentuk efek dan/atau uang ke dalam rekening efek marjin sebagai jaminan tambahan jika nilai Rasio Jaminan menurun menjadi di bawah 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus). Mandiri berhak menjual seluruh atau sebagian jaminan yang ada untuk mengembalikan besarnya Rasio Jaminan menjadi 133% apabila RS tidak menyerahkan jaminan tambahan. 4. Dalam hal terjadi perselisihan dari perjanjian tersebut, RS dan Mandiri sepakat untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Apabila musyawarah untuk mufakat yang dilakukan tidak menghasilkan penyelesaian dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari maka RS dan Mandiri sepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Dalam pelaksanaannya, sejak pertengahan tahun 2008, RS mulai mengalami kegagalan menjaga Rasio Jaminan tetap pada batas 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus). Menyikapi hal tersebut Mandiri meminta kepada RS untuk meningkatkan Rasio Jaminan agar terhindar dari penjualan paksa (force sell) oleh Mandiri, namun RS tidak memenuhi permintaan Mandiri untuk melakukan Top Up. Pada tanggal 11 September 2008 (saat berakhirnya Perjanjian 2007), kewajiban hutang RS yang timbul dari penggunaan fasilitas pembiayaan yang belum dilunasi kepada Mandiri adalah sebesar Rp 37.922.126.029,00 (tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus dua puluh dua juta seratus dua puluh enak ribu dua puluh sembilan rupiah). Selama bulan September dan Oktober 2008, Mandiri beberapa kali meminta kepada RS untuk memberikan dan sampai dengan jumlah minimum Rasio Jaminan, serta membayar sebagian dari kewajiban hutang RS kepada Mandiri. RS tetap tidak memberikan saham yang memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama dan tidak membayar sebagian dari kewajiban hutangnya.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
10
Pada tanggal 10 Desember 2008, Mandiri mengundang RS untuk melakukan pembicaraan terkait dengan pelunasan kewajibannya. Dalam pertemuan tersebut RS berjanji akan melakukan pembayaran tunai sebagian kewajiban hutangnya sebesar Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) dan memohon agar jatuh tempo hutangnya diperpanjang sampai dengan tanggal 16 Maret 2009. Pembicaraan kemudian dituangkan oleh RS ke dalam surat tertanggal 11 Desember 2008 yang ditujukan kepada Mandiri. Untuk menindaklanjuti surat tersebut, Mandiri mengirimkan surat jawaban kepada RS pada tanggal 15 Desember 2008 perihal Permohonan Perpanjangan Jatuh Tempo
Pelunasan Hutang
yang
isinya
memberikan
persetujuan
perpanjangan jatuh tempo sampai dengan tanggal 16 Maret 2009 dengan beberapa syarat. Syarat tersebut adalah: 1. RS harus melakukan pembayaran sebagian dari hutangnya sebesar Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) selambat-lambatnya pada tanggal 16 Desember 2008; 2. Selama
periode
perpanjangan
hutang,
Mandiri
berhak
meminta
penggantian sebagian atau seluruh saham jaminan, dan menolak permintaan penggantian saham jaminan dengan jaminan lainnya berdasarkan pertimbangan Mandiri sendiri. Hingga tanggal 16 Desember 2008 RS tidak melakukan pembayaran sebagian dari hutangnya kepada Mandiri. Mandiri kemudian melakukan penjualan saham jaminan milik RS yang ada pada rekening efek Mandiri sampai sejumlah besarnya kewajiban RS yang belum dibayar dan mengirimkan konfirmasi (trade confirmation) kepada RS. Dalam penjualan paksa tersebut, beberapa saham jaminan RS dijual dengan cara Tutup Sendiri. Meskipun telah dilakukan penjualan paksa atas saham jaminan milik RS oleh Mandiri ternyata kewajiban RS belum sepenuhnya terlunasi dari hasil penjualan paksa tersebut. Jumlah kewajiban yang masih harus dibayar oleh RS hingga per tanggal 7 Desember 2009 adalah sebesar Rp 9.717.873.938,07 (sembilan miliar tujuh ratus tujuh belas juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu sembilan ratus tiga puluh delapan rupiah tujuh sen). Jumlah tersebut akan bertambah terus karena adanya denda dan biaya-biaya lainnya sampai seluruh
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
11
kewajiban hutang dibayar lunas. Untuk menagih kewajiban tersebut maka Mandiri mengirimkan somasi kepada RS pada tanggal 29 Oktober 2009 dan 9 November 2009. Namun, RS tidak juga melunasi seluruh kewajibannya dan karena itu Mandiri mendaftarkan permohonan arbitrase kepada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI).
VIII. Analisis Atas Perjanjian Fasilitas Pembiayaan Transaksi Efek Antara RS Dengan Mandiri Angka 14 Peraturan Bapepam V.D.6 Tahun 1997 mengatur bahwa nilai pembiayaan atas transaksi dalam rekening efek marjin tidak boleh melebihi 50% (lima puluh per seratus) dari nilai jaminan. Di dalam Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 para pihak sepakat bahwa Rasio Jaminan (perbandingan antara nilai jaminan dengan nilai pembiayaan) yang harus dipertahankan RS selama menggunakan fasilitas pembiayaan dari Mandiri adalah 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus). Perhitungan rasio ini jika menggunakan perbandingan antara nilai pembiayaan dengan nilai jaminan adalah sama dengan dengan 75% (tujuh puluh lima per seratus). Maka pada dasarnya, Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 telah melanggar Angka 14 Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 sehingga tidak memenuhi syarat suatu sebab yang halal. Akibat hukum jika syarat objektif ini dilanggar maka perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sejak semula dan tidak mengikat para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini disebut dengan batal demi hukum (null and void). Dengan batal demi hukumnya suatu perjanjian para pihak tidak dapat mengajukan tuntutan melalui pengadilan untuk melaksanakan perjanjian atau meminta ganti rugi, karena perjanjian tersebut tidak melahirkan hak dan kewajibannya yang mempunyai akibat hukum. 9 Sekalipun Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 menurut hukum perikatan perdata adalah batal demi hukum, hal ini tidak mengakibatkan transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan oleh RS dan Mandiri menjadi batal. Pembatalan satu transaksi bursa di bursa efek akan menyebabkan batalnya transaksi-transaksi 9
Akhmad Budi Cahyono dan Surini Ahlan Sjarif, Mengenal Hukum Perdata, Cet. 1, (Jakarta: CV Gitama Jaya, 2008), hlm. 133.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
12
lainnya. Hal ini disebabkan transaksi di bursa merupakan transaksi yang saling terkait dari waktu ke waktu. Transaksi yang terjadi sebelumnya merupakan dasar bagi transaksi berikutnya, sehingga pembatalan transaksi bursa sebelumnya akan memengaruhi transaksi bursa berikutnya. 10 Untuk menghindari terjadinya pembatalan suatu transkasi yang dapat menyebabkan banyak sekali transaksi berikutnya juga ikut dibatalkan, UU Pasar Modal mewajibkan Lembaga Kliring dan Penjaminan (PT KPEI di Indonesia) untuk menjamin penyelesaian transaksi bursa dengan merealisasikan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing anggota bursa efek yang melakukan transaksi bursa. Kewajiban Lembaga Kliring dan Penjaminan untuk menyelesaikan transaksi bursa ini dapat ditemukan dalam Pasal 55 ayat (2) UU Pasar Modal. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut: “Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menjamin penyelesaian transaksi bursa.”11 Dengan adanya kewajiban Lembaga Kliring dan Penjaminan tersebut maka setiap transaksi yang dilaksanakan di BEI akan diselesaikan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 12, sehingga tidak ada transaksi atau perdagangan efek yang akan dibatalkan.
IX.
Analisis
Atas
Kewenangan
dan
Peran
Bapepam-LK
Dalam
Menyelesaikan Sengketa Antara RS Dengan Mandiri 10
Lihat Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal. 11
Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN No. 64 Tahun 1995, TLN. No. 3608, Ps. 55 Ayat (2). 12
Yang dimaksud dengan “penyelesaian pembukuan” (book entry settlement) dalam ayat ini adalah pemenuh hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat adanya transaksi bursa yang dilaksanakan dengan cara mengurangi efek dari rekening efek yang satu dan menambahkan efek dimaksud pada rekening efek yang lain pada kustodian, yang dalam hal ini dapat dilakukan secara elektronik. Peralihan hak atas efek terjadi pada saat penyerahan efek atau pada waktu efek dimaksud dikurangkan dari rekening efek yang satu dan kemudian ditambahkan pada rekening efek yang lain. Yang dimaksud dengan “penyelesaian fisik” dalam ayat ini adalah penyelesaian transaksi bursa yang dilakukan langsung oleh setiap perantara pedagang efek yang melakukan transaksi, berdasarkan serah terima fisik warkat efek. Yang dimaksud dengan “cara lain” dalam ayat ini adalah: (a) penyelesaian transaksi efek secara langsung pada daftar pemegang efek tanpa melalui rekening efek pada kustodian; (b) penyelesaian transaksi bursa secara internasional atau melalui negara lain; (c) penyelesaian transaksi bursa secara elektronik atau cara lain yang mungkin ditemukan dan diterapkan di masa datang sesuai dengan perkembangan teknologi; dan (d) penyelesaian transaksi bursa lain yang wajib dilaksanakan apabila terdapat peraturan perundangundangan baru. Ibid., Penjelasan Ps. 55 ayat (1).
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
13
Dalam kasus antara RS dengan Mandiri, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya maka Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 telah melanggar Peraturan Bapepam V.D.6 Tahun 1997 mengenai batas perbandingan nilai pembiayaan yang dapat diberikan oleh perusahaan efek kepada nasabahnya dengan nilai jaminan pembiayaannya (Rasio Marjin atau Rasio Pembiayaan). Selain itu, dalam pelaksanaan Perjanjian 2007, Mandiri telah melanggar Angka 16 Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997. Dalam peraturan Angka 16 Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 perusahaan efek diwajibkan untuk segera menjual efek dalam Posisi Long 13 atau membeli efek agar nilai pembiayaan tidak melebihi 50% (lima puluh per seratus) dari nilai jaminan apabila nasabah tidak memenuhi tambahan efek dan/atau dana ketika nilai pasar wajar efek dalam Posisi Long turun dan/atau nilai pasar wajar efek dalam Posisi Short14 naik sehingga nilai pembiayaan melebihi 65% (enam puluh lima per seratus) dari nilai jaminan. Ketika RS tidak lagi dapat mempertahankan Rasio Jaminan yang diperjanjikan sebesar 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus) maka seharusnya Mandiri dengan segera menjual atau melikuidasi saham-saham jaminan yang telah diserahkan RS kepada Mandiri untuk meningkatkan nilai Rasio Jaminan tersebut kembali ke posisi 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus). Dalam pelaksanaannya Mandiri tidak melakukan hal tersebut dan menunggu RS untuk melakukan Top Up hingga Perjanjian 2007 berakhir. Setelah berakhirnya Perjanjian 2007, Mandiri juga tidak melakukan likuidasi terhadap saham jaminan yang telah diserahkan oleh RS bahkan justru memberikan kesempatan bagi RS untuk mengajukan permohonan perpanjangan jatuh tempo pelunasan hutang hingga tanggal 16 Maret 200915 atau kurang lebih 13
Posisi Long adalah saldo efek dalam Buku Pembantu Efek yang menunjukkan jumlah efek yang dimiliki oleh perusahaan efek atau nasabahnya. Lihat Angka 1 huruf (a) Peraturan BapepamLK V.D.6 Tahun 1997. 14
Posisi Short adalah saldo Efek dalam Buku Pembantu Efek yang menunjukkan jumlah Efek yang dijual oleh Perusahaan Efek untuk kepentingannya sendiri atau kepentingan nasabah, tetapi pada saat Efek tersebut dijual Efek dimaksud belum dimiliki oleh Perusahaan Efek atau belum diserahkan oleh nasabah kepada Perusahaan Efek. Lihat Angka 1 huruf (b) Peraturan Bappeam-LK V.D.6 Tahun 1997. 15
Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia, Putusan No.: BAPMI-002/ARB-01/XI/2009., hlm.
6.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
14
186 (seratus delapan puluh enam) hari kalender sejak tanggal jatuh tempo pembayaran hutang atau kewajiban RS. Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 tidak mengatur mengenai jangka waktu untuk dilaksanakannya likuidasi tersebut, tetapi menurut hemat penulis kata “segera” harus ditafsirkan sebagai dalam waktu yang sesingkat mungkin berdasarkan pertimbangan terbaik perusahaan efek demi memperoleh harga jual atau harga beli efek yang terbaik. Pemberian kesempatan kepada RS untuk memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembayaran hutang atau kewajibannya dapat menjadi suatu indikasi adanya itikad yang tidak baik. Sebab selama adanya penambahan jangka waktu tersebut, kewajiban RS akan terus bertambah karena adanya bunga atas hutang tersebut.16 Berdasarkan hal tersebut, maka jelas bahwa dalam pemberian fasilitas pembiayaan transaksi efek oleh Mandiri kepada RS dalam rangka transaksi marjin (margin trading) telah terjadi pelanggaran oleh pihak Mandiri. Di dalam proses pemeriksaan di BAPMI, RS menyatakan bahwa Ia telah mengungkapkan keberatannya atas pemberian fasilitas marjin sebesar Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dengan Perjanjian 2007. Keberatannya tersebut didasarkan pada kesadaran diri atas ketidakmampuannya menanggung risiko yang dapat terjadi dengan jumlah fasilitas sebesar Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) disertai ketentuan Rasio Jaminan sebesar 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus). Dalam hal ini Mandiri menolak keberatan RS dengan alasan RS telah terlanjur menandatangani Perjanjian 2007 dan SAS berjanji akan melindungi kepentingan terbaik RS selaku nasabahnya. 17 Penolakan Mandiri terhadap keberatan RS merupakan bentuk pelanggaran Mandiri terhadap peraturan perundang-undangan pasar modal yakni Pasal 36 UU Pasar Modal dan Peraturan Bapepam-LK No. V.D.10 Kep-02/PM/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Pasal 36 UU Pasar Modal menyatakan bahwa: Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib: a. mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan tujuan investasi nasabahnya; dan
16
Ibid., hlm.7
17
Ibid., hlm. 22.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
15
b. membuat dan menyimpan catatan dengan baik mengenai pesanan, transaksi, dan kondisi keuangannya.18 Angka 2 Peraturan Bapepam-LK No. V.D.10 menyatakan bahwa perusahaan efek, pengelola reksa dana, dan bank kustodian wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah19. Dalam peraturan tersebut maka sebelum nasabah berinvestasi di pasar modal, baik perusahaan efek, pengelola reksa dana, maupun bank kustodian wajib meminta informasi mengenai: (1) latar Belakang dan identitas calon nasabah; (2) maksud dan tujuan pembukaan rekening calon nasabah; (3) informasi lain yang memungkinkan perusahaan efek, pengelola reksa dana, dan bank kustodian untuk dapat mengetahui profil calon nasabah; dan (4) Identitas pihak lain, dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain. Prinsip ini sangat penting untuk dilakukan khususnya ketika perusahaan efek akan memberikan fasilitas marjin kepada nasabahnya. Bahkan di negara yang baru memperbolehkan transaksi marjin seperti Cina, perusahaan efek diwajibkan dengan hati-hati menilai nasabahnya baik dari segi pendapatannya, pengalaman berinvestasi nasabah, maupun respon nasabah terhadap resiko.20 Dengan demikian, pada kenyataannya dalam sengketa ini terdapat pelanggaran terhadap UU Pasar Modal dan Peraturan Bapepam-LK, antara lain: 1. Dalam proses pemberian fasilitas pembiayaan penyelesaian transaksi efek (tidak dilaksanakannya Prinsip Mengenal Nasabah oleh Mandiri, melanggar UU Pasar Modal Pasal 36 dan Peraturan Bapepam-LK V.D.10 Angka 2); 2. Dalam Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 itu sendiri (pelanggaran terhadap Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 Angka 14 berkaitan
18
Indonesia, Op.Cit., Ps. 36.
19
Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan perusahaan efek, pengelola reksa dan, dan bank kustodian, untuk mengetahui latar belakang dan identitas nasabah, memantau rekening dan transaksi nasabah, termasuk melaporkan transaksi yang mencurigakan. Lihat Angka 1 huruf d Peraturan Bapepam-LK No. V.D.10 Kep-02/PM/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. 20
Before providing margin trading or securities lending to clients, securities companies are required to carefully assess and determine the identity, creditworthiness, assets, income, securities investment experience, investment preferences, and risk appetite of their clients. Tie Cheng Yang dan Lucas Wang, “China Introduces Margin Trading and Securities Lending,” Journal of Investment Compliance, Vol. 8 Iss: 3, (2007), hlm. 67.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
16
dengan nilai pembiayaan yang dapat diberikan oleh perusahaan efek kepada nasabahnya); dan 3. Dalam proses pelaksanaan kewajiban perusahaan efek untuk melikuidasi saham jaminan nasabahnya (pelanggaran terhadap Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 Angka 16). RS telah mengajukan laporan kepada Bapepam-LK terkait adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dalam sengketa yang tengah dihadapi olehnya. Menanggapi hal tersebut Bapepam-LK
menyatakan
bahwa
Bapepam-LK tidak
berwenang
untuk
menyelesaikan sengketa antara RS dengan Mandiri. Beberapa isi dari Surat Bapepam-LK No. S-76/BL.06/2010 mengenai Tanggapan Laporan Pengaduan yang ditujukan kepada RS adalah sebagai berikut 21: 3. Selanjutnya berdasarkan penelaahan kami, permasalahan yang Saudara adukan merupakan sengketa antara Saudara dan PT Mandiri Sekuritas yang harus diselesaikan oleh para pihak dan bukan merupakan kewenangan Bapepam-LK untuk menyelesaikannya. 4. Dapat diinformasikan pula bahwa untuk penyelesaian sengketa di Pasar Modal terdapat Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang dapat Saudara gunakan untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dalam hal ini maka benar bahwa Bapepam-LK tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa antara RS dan Mandiri. Berdasarkan pada Pasal 102 UU Pasar Modal maka Bapepam-LK berwenang untuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran UU Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaannya yang dilakukan oleh setiap pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam-LK. Dengan dasar ini maka sebenarnya Bapepam-LK dapat mengenakan sanksi administratif kepada Mandiri Dengan adanya penjatuhan sanksi administratif terhadap Mandiri oleh Bapepam-LK, maka hal tersebut dapat menjadi dasar bagi RS untuk menuntut ganti rugi kepada pengadilan pengadilan perdata atau melalui alternatif penyelesaian sengketa di Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia. Selain itu, penjatuhan sanksi administratif kepada Mandiri tentu akan menjadi pertimbangan 21
Berdasarkan data Surat Bapepam-LK No.S-76/BL.06/2010 tentang Tanggapan Laporan Pengaduan tertanggal 25 Februari 2010, hlm.1.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
17
bagi hakim di pengadilan maupun di BAPMI sehingga dapat mempengaruhi putusan yang diambil untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Sayangnya, hingga sengketa RS dan Mandiri diajukan ke BAPMI, Bapepam-LK tidak menjatuhkan sanksi apa pun kepada Mandiri dan menyerahkan sengketa ini seluruhnya kepada RS dan Mandiri untuk diselesaikan sendiri.
X.
Analisis Putusan BAPMI Atas Sengketa Antara RS Dengan Mandiri Pokok utama putusan hakim dalam Putusan Arbitrase No.: BAPMI-
002/ARB-01/XI/2009 sebagai penyelesaian sengketa yang terjadi antara RS dan Mandiri adalah sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 adalah sah dan mengikat kedua belah pihak; 2. Kewajiban
RS
sebagaimana
dituntut
oleh
Mandiri
sebesar
Rp
9.717.873.938,07 (sembilan miliar tujuh ratus tujuh belas juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu sembilan ratus tiga puluh delapan rupiah, dan tujuh sen) merupakan risiko pasar yang harus menjadi beban dan tanggung jawab bersama antara Mandiri dan RS secara pro rata, masing-masing pihak harus menanggung Rp 4.858.936.969,00 (empat miliar delapan ratus lima puluh delapan juta sembilan ratus tiga puluh enam ribu sembilan ratus enam puluh sembilan rupiah); 3. Mewajibkan Mandiri untuk membayar kepada RS secara tunai dan sekaligus, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, uang kompensasi karena telah melakukan penjualan saham BMRI milik RS secara Tutup Sendiri sebesar Rp 990.000.000,00 (sembilan ratus sembilan puluh juta rupiah). Dari segi hukum perdata, maka Putusan BAPMI yang menyatakan bahwa Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 adalah sah dan mengikat para pihak tersebut kurang tepat. Dari segi hukum arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa maka berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), Putusan BAPMI yang menyatakan Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 adalah sah dan mengikat para pihak tersebut tidak dapat dipersalahkan.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
18
Menurut Penulis, putusan BAPMI mengenai keabsahan dari perjanjian antara RS dan Mandiri dapat berubah apabila sebelumnya Bapepam-LK telah menjatuhkan sanksi administratif kepada Mandiri. Dengan dijatuhkannya sanksi kepada Mandiri maka RS dalam tuntutannya dapat menuntut agar BAPMI menyatakan Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 batal demi hukum karena telah terbukti bahwa Mandiri melebihi batas nilai pembiayaan transaksi efek yang dapat diberikan oleh perusahaan efek kepada nasabahnya (Angka 19 Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6 Tahun 1997). Dengan adanya bukti penjatuhan sanksi kepada Mandiri oleh Bapepam-LK tersebut maka BAPMI dapat menyatakan Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 adalah batal demi hukum. Menurut hukum perjanjian dengan batalnya suatu perjanjian tidak satu pun pihak dapat menuntut haknya atau pun kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut.22 Akan tetapi, RS masih akan dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang dilakukan oleh Mandiri karena secara khusus UU Pasar Modal memperbolehkan hal tersebut berdasarkan Pasal 111. Dengan demikian tuntutan ganti rugi RS bukan akan berdasarkan pada Perjanjian 2006 dan Perjanjain 2007, tetapi berdasarkan atas pelanggaran Mandiri terhadap UU Pasar Modal dan Peraturan Bapepam-LK. Menurut hakim arbitrase maka kewajiban RS sebagaimana dituntut oleh Mandiri sebesar Rp 9.717.873.938,07 (sembilan miliar tujuh ratus tujuh belas juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu sembilan ratus tiga puluh delapan rupiah, dan tujuh sen) merupakan risiko pasar yang harus menjadi beban dan tanggung jawab bersama antara Mandiri dan RS secara pro rata. Dalam hal ini putusan hakim arbitrase BAPMI telah bersikap adil dan memenuhi kepentingan para pihak. Hal ini disebabkan pada dasarnya kewajiban RS tersebut timbul dari Perjanjian 2007 yang melanggar peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 dengan menyepakati Rasio Jaminan sebesar 133% (seratus tiga puluh tiga per seratus). Dengan nilai pembiayaan yang melebihi ketentuan Bapepam-LK tersebut tentunya akan ada 22
Dalam hal syarat obyektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya: dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikata. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 2008), hlm. 20.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
19
risiko pasar yang semakin besar dan para pihak harus siap menghadapi hal tersebut atas dasar keinginannya sendiri. Bapepam-LK dalam Peraturan BapepamLK V.D.6 Tahun 19997 berusaha untuk melindungi kepentingan para pihak agar risiko yang harus ditanggung tidak berlebihan. Menurut Penulis, seandainya RS dapat membuktikan bahwa kewajibannya tersebut timbul akibat dari pemberian nilai fasilitas pembiayaan transaksi efek yang melebihi ketentuan Peraturan Bapepam-LK yang dilakukan oleh Mandiri maka Mandiri tidak akan dapat menuntut RS untuk membayar kewajiban tersebut. Hal ini dikarenakan pada dasarnya kewajiban tersebut timbul karena pelanggaran dari Mandiri yang melanggar batas pemberian fasilitas pembiayaan transaksi efek dan tidak menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah. Pelanggaran tersebut dapat segera terbukti seandainya sebelum sengketa tersebut dibawa ke BAPMI, Bapepam-LK telah menjatuhkan sanksi administratif kepada Mandiri atas pelanggaran terhadap Angka 14 Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6 Tahun 1997, Pasal 36 UU Pasar Modal, dan Angka 2 Peraturan Bapepam-LK No. V.D.10). Sehingga putusan BAPMI dalam hal ini juga akan dapat ikut berubah. Jika mendasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku, maka akibat dari Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 yang batal demi hukum adalah hilangnya hak para pihak dalam perjanjian tersebut untuk mengajukan tuntutan dilaksanakannya perjanjian tersebut atau untuk menuntut ganti rugi sekalipun ada pihak yang merasa dirugikan. Dalam sengketa ini (yang tidak didahului dengan adanya penegakan hukum oleh Bapepam-LK) maka jika BAPMI memberikan pernyataan batal demi hukum pada Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007, hal itu tidak akan menghasilkan suatu penyelesaian sengketa yang memuaskan para pihak dikarenakan Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 telah dilaksanakan, telah berakhir, dan tidak satu pun pihak yang menuntut agar perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum dalam tuntutannya masing-masing. Maka dari itu, Putusan Arbitrase BAPMI masih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melaksanakan prestasi-prestasi yang seharusnya dilaksanakan menurut Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 tetapi belum dilaksanakan. Prestasi tersebut yakni kewajiban RS untuk membayar sisa hutangnya kepada Mandiri. Namun, karena timbulnya sisa hutang itu juga disebabkan adanya kelalaian Mandiri yang
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
20
tidak segera melakukan penjualan atas saham-saham jaminan yang telah diserahkan oleh RS maka adalah adil dan wajar jika sisa hutang tersebut kemudian ditanggung oleh RS dan Mandiri secara pro rata. Putusan hakim arbitrase BAPMI yang mewajibkan Mandiri untuk membayar kepada RS secara tunai dan sekaligus, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, uang kompensasi karena telah melakukan penjualan saham BMRI milik RS secara Tutup Sendiri sebesar Rp 990.000.000,00 (sembilan ratus sembilan puluh juta rupiah) juga merupakan putusan yang adil. Jual paksa terdapat dalam Angka 17 Peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa: Perusahaan Efek setiap saat berhak tanpa memberikan alasan atau pemberitahuan atau memperoleh persetujuan lagi sesuai dengan kontrak marjin dapat menjual atau membeli efek atau tindakan lain yang diperlukan untuk memenuhi: a. persyaratan nilai pembiayaan yang ditentukan dalam kontrak marjin antara perusahaan efek dan nasabahnya; dan b. kewajiban nasabah dalam transaksi efek tanpa atau dengan menutup rekening efek marjin nasabah oleh perusahaan efek. Jual paksa yang dilakukan Mandiri terhadap saham jaminan RS adalah demi memenuhi kewajiban RS terhadap Mandiri berdasarkan Perjanjian 2007, sehingga dalam hal ini Mandiri memang berhak untuk melakukan penjualan paksa tersebut. Tetapi Mandiri tidak seharusnya melaksanakan penjualan paksa dengan cara Tutup Sendiri di pasar negosiasi (pasar non-reguler) jika memang masih dapat dilakukan penjualan di pasar reguler. Hal ini disebabkan harga di pasar negosiasi memiliki potensi besar berada di bawah harga pasar reguler dan tentu akan dapat merugikan RS. Penjualan paksa yang dilakukan oleh Mandiri pada tanggal 16 Oktober 2008 juga tidak tepat. Hal ini dikarenakan dalam surat keputusan persetujuan perpanjangan jatuh tempo pelunasan hutang yang dikirimkan Mandiri kepada RS tersebut, Mandiri menyatakan bahwa akan menyetujui perpanjangan jatuh tempo hutang RS dengan salah satu syarat RS harus membayar sebagian kecil hutangnya sebesar Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) terlebih dahulu paling lambat 16 Oktober 2008. Pada kenyataannya surat tersebut baru diterima oleh RS
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
21
pada tanggal 16 Oktober 2008.23 Hal ini menyebabkan RS tidak memiliki waktu untuk melaksanakan kewajibannya membayar sebagian hutangnya sebesar Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
XI.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisa yang telah dilakukan pada bab-bab
sebelumnya maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Pembentukan perjanjian pembiayaan transaksi efek tidak bersifat bebas atas dasar kesepakatan para pihaknya saja. Perjanjian tersebut harus mengikuti syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1327 KUHPerdata dan secara khusus
tunduk pada Peraturan Bapepam-LK No. V.D.6 tentang
Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek Oleh Perusahaan Bagi Nasabah, Lampiran
Keputusan
Ketua
Bapepam
Nomor:
Kep-09/PM/1997
sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan Bapepam-LK No.V.D.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-258/BL/2008. Setiap perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Bapepam-LK tersebut menjadi batal demi hukum. 2. Berdasarkan Pasal 3 – 5 UU Pasar Modal, Bapepam-LK sebagai otoritas pasar modal bertugas mengawasi perdagangan di
pasar modal dan
diberikan kewenangan untuk memeriksa dan menyidik atas setiap pelanggaran peraturan perundangan-undangan pasar modal kemudian menjatuhkan sanksi. Dalam rangka menyelesaikan suatu sengketa di pasar modal maka Bapepam-LK memiliki peran untuk memberikan kepastian akan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan pasar modal oleh pihak yang bersengketa dengan menjatuhkan sanksi administratif termasuk juga sanksi denda. Maka dari itu, Bapepam23
Berdasarkan data Surat Permohonan Perpanjangan Jatuh Tempo Pelunasan Hutang, Surat No 1224/MS/DIR/XII/2008 tertanggal 15 Desember 2008.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
22
LK tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan suatu sengketa akan tetapi berwenang untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksi administratif sebelum sengketa yang timbul dari perjanjian pembiayaan transaksi efek diselesaikan oleh para pihaknya melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
3. Sesuai dengan Pasal 5 huruf e dan Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU Pasar Modal, maka pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di pasar modal dalam sengketa antara RS dan Mandiri menimbulkan kewenangan bagi Bapepam-LK untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksi administratif. Kesalahan Bapepam-LK dengan tidak menjatuhkan
sanksi
kepada
Mandiri
menyebabkan
sengketa
ini
diselesaikan melalui BAPMI tanpa adanya penegakan hukum pasar modal sebelumnya. Penyelesaian sengketa RS dan Mandiri melalui BAPMI ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum pasar modal karena melalui Putusan BAPMI ini terdapat pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang tidak diberikan sanksi.
Dilihat dari sudut pandang hukum perdata, Putusan BAPMI yang menyatakan bahwa Perjanjian 2006 dan Perjanjian 2007 adalah sah dan mengikat para pihak kurang tepat, tetapi dari sudut pandang hukum arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa maka berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), putusan tersebut tidak dapat dipersalahkan. BAPMI telah memilih untuk lebih mengutamakan keadilan dan kepatutan ketimbang pada hukum yang berlaku.
Putusan Arbitrase BAPMI yang memutuskan bahwa sisa kewajiban RS sebesar Rp 9.717.873.938,07 (sembilan miliar tujuh ratus tujuh belas juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu sembilan ratus tiga puluh delapan rupiah, dan tujuh sen) merupakan risiko pasar yang harus menjadi beban dan tanggung jawab bersama secara pro rata adalah putusan yang adil dan
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
23
memenuhi kepentingan para pihak. Hal ini disebabkan kewajiban tersebut timbul dari suatu perjanjian yang melanggar peraturan Bapepam-LK V.D.6 Tahun 1997 sehingga risiko harus diterima oleh kedua belah pihak dan tidak ada satu pun pihak yang menuntut agar perjanjian dinyatakan batal demi hukum.
Putusan
Arbitrase
BAPMI
yang
memerintahkan
Mandiri
untuk
memberikan kompensasi kepada RS terkait dengan adanya penjualan paksa saham jaminan milik RS oleh Mandiri secara tutup sendiri juga merupakan putusan yang adil. Hal ini disebabkan Mandiri tidak seharusnya menjual saham jaminan secara tutup sendiri jika masih bisa melakukan penjualan di pasar reguler dan dalam hal ini RS tidak diberikan waktu untuk melaksanakan kewajibannya membayar sebagian hutangnya sebesar Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) demi memenuhi syarat persetujuan perpanjangan jatuh tempo hutang yang diberikan oleh Mandiri.
XII.
Saran Saran-saran
yang
dapat
Penulis
berikan
berdasarkan pemaparan
kesimpulan tersebut adalah: 1. Dalam mengadakan perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek antara perusahaan efek dengan nasabahnya untuk melakukan transaksi marjin,
baik
perusahaan
efek
atau
pun
nasabah
harus
selalu
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang berlaku. Khususnya Peraturan Bapepam-LK V.D.6 sebab ketika perjanjian pembiayaan penyelesaian transaksi efek tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang berlaku maka akan mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum dan tentunya hal ini akan dapat merugikan kedua belah pihak.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
24
2. Bapepam-LK harus lebih jeli dan teliti dalam memeriksa adanya pengaduan atau laporan mengenai adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Kesalahan Bapepapam-LK dalam menegakkan hukum pasar modal dapat berakibat sangat buruk terhadap penyelesaian suatu sengketa yang terjadi di pasar modal. Salah satu dampak buruk tersebut adalah hilangnya kesempatan untuk menjatuhkan sanksi terhadap pelanggar peraturan perundang-undangan pasar modal sehingga tidak ada efek jera yang akan dirasakan oleh si pelanggar.
3. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) dalam memberikan putusan untuk menyelesaikan suatu sengketa disarankan harus lebih memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku khususnya hukum perjanjian perdata. Kecondongan yang berlebih baik pada keadilan dan kepatutan dalam menjatuhkan putusan arbitrase dapat mengesampingkan kepastian hukum. Jika BAPMI terus-menerus kurang memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, maka akan muncul insentif kepada para pelaku pasar modal yang beritikad buruk. Para pelaku pasar modal tersebut akan
terdorong
untuk
mengadakan
perjanjian
arbitrase
untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul melalui BAPMI sebelum mereka membentuk perjanjian yang melanggar peraturan perundang-undangan pasar modal.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013
25
DAFTAR PUSTAKA Buku Akhmad Budi Cahyono dan Surini Ahlan Sjarif, Mengenal Hukum Perdata, Cet. 1, Jakarta: CV Gitama Jaya, 2008. Balfas, Hamud M. Hukum Pasar Modal Indonesia: Edisi Revisi. Jakarta: Tatanusa, 2012. Nasarudin, Irsan, et.al. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Cet.5. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007. Sri Mamudji, et.al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005. Suta, I Putu Gede Ary. Menuju Pasar Modal Modern. Cet.1. Jakarta: Yayasan SAD SATRIA BHAKTI, 2000. Tavinayati dan Yulia Qamariyanti. Hukum Pasar Modal Di Indonesia. Cet.1. Jakarta: Sinar Grafika, 2009 Artikel Yang, Tie Cheng dan Lucas Wang. “China Introduces Margin Trading and Securities Lending.” Journal of Investment Compliance Vol.3 Iss: 3 (2007): 64-70. Tesis Siagian, Sihol. “Hak Kebendaan Atas Saham Tanpa Warkat Milik Investor Selaku Pemegang Rekenik Efek Pada Kustodian Di Pasar Modal Indonesia.” Tesis Magister Universitas Padjajaran. Jakarta, 2004. Peraturan Perundang-undangan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Bapepam Tentang Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek Oleh Perusahan Efek Bagi Nasabah. Peraturan Nomor V.D.6 Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-09/PM/1997. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Bapepam Tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Peraturan Nomor V.D.10 Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-02/PM/2003. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Bapepam Tentang Pembiayaan Transaksi Efek Bagi Nasabah Dan Transaksi Short Selling Oleh Perusahaan Efek. Peraturan Nomor V.D.6 Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-258/BL/2008.
Pemberian fasilitas..., Stanley Joshua, FH UI, 2013