“Peran Strategis Kecamatan Dalam Pelayanan Publik (Studi di Kecamatan Sagulung Kota Batam)” Karol Teovani Lodan Staff Pengajar Prodi Administrasi Negara Universitas Putera Batam,
[email protected] Abstrak Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis (a) kewenangan yang dilimpahkan ke Kecamatan Sagulung Kota Batam dalam menangani sebagian urusan otonomi daerah serta (b) Jenis pelayanan publik yang ada di Kecamatan Sagulung. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian meliputi, pertama, kewenangan walikota yang dilimpahkan kepada camat meliputi 6 (enam) bidang kewenangan yaitu bidang pemerintahan, bidang pembangunan, bidang pendidikan dan kesehatan, bidang sosial dan kesejahteraan rakyat, bidang pertanahan dan bidang perizinan. Kedua, adapun jenisjenis pelayanan yang diselenggarakan oleh Kecamatan Sagulung meliputi, perpanjangan kartu tanda, pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) bagi penduduk pindah atau datang dari luar kota Batam, pembuatan domisili usaha, pembuatan surat keterangan pindah, pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian, pembuatan kartu kuning dan pembuatan surat keterangan lainnya. Simpulan dalam penelitian ini adalah kecamatan sebagai unit pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat belum menampakkan kontribusi yang maksimal karena hanya bersifat melaksanakan tugas-tugas administratif saja. Penguatan kelembagaan kecamatan akan sangat bergantung kepada kepala daerah (Bupati/Walikota) dalam melimpahkan kewenangannya sehingga dapat menjadi sebuah mekanisme pemberdayaan organisasi. Kata Kunci : Kecamatan, Kewenangan dan Pelayanan Abstract This study is aimed at describing and analyzing (a) the authority delegated to the Office of SubDistrict of Sagulung, Batam in handling regional autonomy affairs and (b) type of public service in the Office of Sub-District of Sagulung. This type of research is qualitative research. The results of the study includes, First, the Mayor authority delegated to Camat includes six (6) areas of authority, namely the area of governance, the area of development, the area of education and health, the area of social and people welfare, the area of land and the area of licensing. Second, the types of services organized by the Sub-District of Sagulung are identity card (KTP) renewal, identity cards (KTP) issuance for the residents who move or come from outside Batam, business domicile issuance, moving letter issuance, Police Notes issuance, certificate of job seeker issuance and other certificate issuance. The conclusions of this research is sub-district office as government unit closest to the people is not yet reveal the maximum contribution as it merely carries out administrative duties. Sub-district institutional strengthening will depend heavily on regional head (Regent / Mayor) in delegating the authority so that an organizational empowerment mechanism can be realized. Keywords: Sub-District, Authorities and Services 1
Pendahuluan Dalam kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, distribusi kewenangan berubah secara signifikan, termasuk perubahan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Dari berbagai perubahan yang sangat mendasar terhadap kehadiran otonomi daerah, salah satunya mengenai eksistensi atau keberadaan organisasi kecamatan. Salah satu perubahan yang sangat esensial tersebut yaitu menyangkut kedudukan, tugas dan kewenangan kecamatan. Kecamatan yang sebelumnya merupakan kepala wilayah dalam kerangka asas dekonsentrasi, berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah Camat melaksanakan tugas umum pemerintahan dan kewenangan yang dilimpahkan dari Bupati/Walikota. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam rangka mempermudah akses masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan, karena pemerintah kecamatan dekat dengan masyarakat pengguna jasa layanan. Jika dicermati kedudukan kecamatan sebagai perangkat daerah, maka jelas terkandung maksud dari pemerintah untuk memposisikan kecamatan sebagai ujung tombak dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, tanpa terkontaminasi oleh unsur-unsur politik praktis yang berkembang di masyarakat. Perubahan posisi atau status Camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah dengan fungsi utama menangani sebagian urusan otonomi daerah yang dilimpahkan serta menyelenggarakan tugas umum pemerintahan ini ternyata membawa implikasi yang sangat mendasar atau fundamental bagi Camat dan institusi kecamatan itu sendiri. Para Camat merasakan bahwa secara formal (yuridis), kini kewenangan dan kekuasaan mereka sangat berkurang. Selain itu, para Camat juga merasa bahwa kewenangan dan fungsi mereka sekarang menjadi kurang jelas. Hal ini kerapkali menimbulkan keragu-raguan bagi Camat dalam menjalankan tugasnya. Menurut Indaryanti, (2008 : 2) pergeseran status dan kedudukan Camat dan ”Perangkat Wilayah (PW) menjadi Perangkat Daerah (PD) sangat jelas telah mengurangi bahkan menghilangkan sebagian otoritas Camat. Saat ini otoritas Camat berkisar pada fungsi-fungsi pelayanan yang sangat terbatas bahkan hanya menjalankan fungsi pelayanan yang lebih bersifat surat rekomendasi atau surat pengantar atau surat keterangan. Sementara itu ruang gerak kecamatan yang semakin terbatas untuk berperan menghadapi publiknya sedangkan anggapan yang sangat tinggi terhadap posisi Camat pada masa lalu sebagai bapaknya wilayah kecamatan 2
dalam mengadukan keluhan dan menyelesaikan permasalahan. Selanjutnya kecamatan akan muncul sebagai organisasi dengan fungsi minimal dan membebani anggaran tanpa output yang berarti (Dharmawan, 2008 : 5). Sehingga banyak Camat yang mengeluhkan mengenai ketidakjelasan tugas atau kewenangan mereka terhadap perubahan kedudukan kecamatan sebagai perangkat daerah. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian ”PERAN STRATEGIS KECAMATAN DALAM PELAYANAN PUBLIK (Studi di Kecamatan Sagulung Kota Batam).
Metode Penelitian Jenis penelitian yang dirasa tepat untuk penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sugiyono (2008 : 7) menyatakan bahwa metode kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya yang belum lama, dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode kualitatif juga lebih mampu mengungkap realitas ganda, lebih mengungkap hubungan wajar antara peneliti dengan responden metode kualitatif lebih sensitif dan adaptif terhadap peran berbagai pengaruh timbal balik. Penggunaan pendekatan kualitatif, sering disebut metode penelitian naturalistic karena pengertiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Penelitian dengan paradigma kualitatif berupaya mengembangkan ranah penelitian dengan terus menerus menerus memperluas pertanyaan penelitian, dan bahkan memunculkan pemikiran denah hipotesis baru dan isu baru bagi penelitian terkait berikutnya. Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Sagulung Kota Batam, Provinsi Kepri. Selanjutnya untuk memperkaya data kualitatif dalam penelitian ini, maka penetapan situs dalam penelitian ini didasarkan atas situasi dan suasana atau keadaan dalam pengumpulan data yang dimulai dari kantor kecamatan Sagulung. Sumbersumber data dalam penelitian ini adalah : Informan, dokumen atau sumber tertulis, serta tempat dan peristiwa Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan data bergerak dari fakta empiris dalam rangka membangun teori. Proses pengumpulan data ini dijelaskan Nasution seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2008 : 60) meliputi tahap-tahap sebagai berikut: a). Memasuki lokasi penelitian (getting in). b). Berada di lokasi penelitian (getting along). 3
c). Pengumpulan data (logging data). Ada 3 macam teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: wawancara, dokumentasi, pengamatan (observasi) Dalam penelitian ini digunakan analisis data kualitatif dan mengikuti konsep Miles dan Huberman (1992 : 20) yang dikenal dengan model interaktif. Analisis data dilakukan dengan prosedur ataupun melalui beberapa tahap sebagai berikut : reduksi data, penyajian data dan penarikan Kesimpulan / Verifikasi. Komponen-komponen analisis data tersebut diatas oleh Miles dan Huberman disebut sebagai “model Interaktif” yang digambarkan sebagai berikut :
Pengumpulan
Penyajian
Data
Data
Reduksi Kesimpulan/
Data
Verifikasi
Gambar 1 : Analisis Model Interaktif Sumber : Milles dan Huberman ( 1992 ) Untuk menjamin derajat kepercayaan atau kebenaran pada penelitian ini, maka ditentukan dengan standar spesifik, meletakan pada penelitian kualitatif sebagaimana telah disebut dalam Moleong (2006 : 324-326), mengemukakan bahwa terdapat beberapa kriteria untuk memeriksa keabsahan data yaitu : derajat kepercayaan, keteralihan (transferability), dan ketergantungan (dependability).
Hasil dan Pembahasan Kecamatan Sagulung merupakan salah satu dari 12 (dua belas) kecamatan yang terbentuk dari hasil pemekaran di Kota Batam. Kecamatan Sagulung efektif berjalan pada pertengahan 4
Tahun 2006, tepatnya bulan Juni. Kecamatan Sagulung terbentuk merupakan hasil pemekaran dari kecamatan Sungai Beduk. Dimana setelah pemekaran kantor Kecamatan Sugai Beduk yang semula di perumahan Putri Hijau berpindah ke Kantor Baru di Kampung Bagan, sedangkan Kecamatan Sagulung menempati Kantor lama Kecamatan Sungai Beduk di Perumahan Putri Hijau. Wilayah Kecamatan Sagulung membawahi 6 (enam) kelurahan, yaitu : a. Kelurahan Tembesi b. Kelurahan Sungai Binti c. Kelurahan Sungai Lekop d. Kelurahan Sagulung Kota e. Kelurahan Sungai Langkai f. Kelurahan Sungai Pelunggut Luas wilayah Kecamatan Sagulung adalah 64,0 Km2.Wilayah Kecamatan Sagulung merupakan pemekaran dari Kecamatan Sungai Beduk, seperti Tembesi (Batu Aji) sedangkan kelima kelurahan yang lainnya merupakan pecahan dari Kelurahan Sagulung yang sebelumnya. Kecamatan Sagulung merupakan penyumbang penduduk terbanyak untuk kota Batam dan juga merupakan daerah konsentrasi pemukiman penduduk. Kecamatan Sagulung terletak diantara 00-1055’ Lintang Utara dan 103045’-104010’ Bujur Timur. Berdasarkan hasil pemetaan tapal batas antara kelurahan dan kecamatan se Kota Batam, Kecamatan Sagulung berbatasan : •
Sebelah utara
: Kecamatan Nongsa dan Kecamatan Bengkong
•
Sebelah Selatan
: Kecamatan Sungai Beduk
•
Sebelah Barat
: Kecamatan Lubuk Baja dan Kecamatan Sekupang
•
Sebelah Timur
: Kecamatan Nongsa
Kewenangan yang dilimpahkan ke Kecamatan Sagulung Pemberlakuan Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Camat tidak lagi menjadi kepala wilayah, melainkan sebagai perangkat daerah (PD). Secara terinci kewenangan Camat, dalam pasal 126 ayat 2 (dua) dijelaskan bahwa Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Jadi, berdasarkan ayat dua (2) ini seorang Camat mendapat kewenangan yang dilimpahkan atau diberikan oleh Bupati atau Walikota, untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Menurut Suharmawijaya (Jawapos, 2009 : 5
4), peneliti The Jawapos Institute of Pro Otonomi (JPIP), Camat adalah kekuasaan kepanjangan tangan
Bupati/Walikota.
Bila
merunut
sejarah,
kecamatan
merupakan
reinkarnasi
”kademangan'” dalam struktur pemerintahan Jawa era kolonial atau kerajaan. Kademangan dipimpin oleh seorang demang yang bertanggung jawab kepada adipati. Adipati saat ini menjelma sebagai Bupati atau Walikota. Kewenangan Camat adalah hak dan kewajiban Camat yang merupakan pelimpahan kewenangan dari Walikota untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan kecamatan. Sesuai dengan Peraturan Walikota Batam Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemerintahan Dari Walikota Batam Kepada Camat, ditetapkan kewenangan Walikota yang dilimpahkan meliputi 6 (enam) bidang kewenangan dengan 46 (Empat Puluh Enam) rincian kewenangan. Adapun 6 (enam) bidang kewenangan yang dilimpahkan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 dan 2, adalah bidang pemerintahan, bidang pembangunan, bidang Pendidikan dan Kesehatan, bidang Sosial dan Kesejahteraan Rakyat, bidang Pertanahan dan bidang perizinan. Secara teoritis-normatif Kusumah (Sobandi dkk, 2006 : 54), kewenangan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu kewenangan atributif dan kewenangan delegatif. Kewenangan atributif adalah kewenangan yang melekat dan diberikan kepada pejabat atau institusi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan kewenangan delegatif adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya. Berdasarkan Peraturan Walikota Batam Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemerintahan Dari Walikota Batam Kepada Camat ditetapkan kewenangan Walikota yang dilimpahkan meliputi 6 (enam) bidang kewenangan dengan 46 (Empat Puluh Enam) rincian kewenangan. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang diperoleh, kewenangan Camat salah satunya meliputi kewenangan urusan otonomi daerah. Dengan demikian kewenangan yang dimaksud secara teoritis-normatif masuk kedalam kewenangan delegatif, karena merupakan kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota atau pelimpahan dari pejabat atau instansi yang lebih tinggi untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan. Menurut Utomo (Sobandi dkk, 2006 : 93) salah satu prinsip dalam distribusi kewenangan yang harus dijaga adalah tidak adanya kewenangan yang dimiliki dan dilaksanakan secara bersama-sama oleh lebih dari satu lembaga. Karena itu, untuk menghindari kewenangan rangkap tersebut, suatu kewenangan hanya dilaksanakan oleh lembaga yang 6
memiliki dan diberi delegasi untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kejelasan tentang mekanisme kerja Kecamatan dengan perangkat daerah lainnya, dan pendistribusian kecamatan (sharing authority) yang lebih proporsional antara kecamatan dengan dinas daerah lainnya. Menurut Prasojo (Jawapos, 2009 : 4), peran kecamatan dalam era otonomi daerah ini sangat bergantung kepada Kepala Daerah. Prasojo mengatakan sangat setuju jika kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat. Kalau pelayanan terpadu bisa disinergikan dengan pelimpahan kewenangan ke kecamatan, itu akan lebih bagus dan efektif sekali. Kecamatan berfungsi sebagai kepanjangan badan pelayanan terpadu. Berdasarkan uraian diatas, yang kemudian diperbandingankan dengan beberapa kecamatan yang ada, terdapat perbedaan dan persamaan. Perbedaan menyangkut besaran kewenangan yang dilimpahkan karena memang lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik kecamatan serta merupakan hak prerogratif seorang kepala daerah. Inilah yang pada pembahasan sebelumnya yang peneliti sebut sebagai kewenangan yang heterogen. Dimana setiap daerah pasti akan beragam, tergantung kepada kebijakan kepada daerah. Namun yang menjadi catatan penting bahwa kondisi yang sama hampir terjadi pada semua kecamatan ialah ketidakjelasan kewenangan yang dilimpahkan. Secara formal pelimpahan kewenangan telah dilakukan tapi secara empiris sangat susah untuk dilaksanakan karena masih adanya ego sektoral yang kuat. Peran Camat hanya dibutuhkan dalam hal pengawasan dan pemberian informasi. Terlepas dari itu semua, pelimpahan kewenangan sebenarnya memiliki nilai positif. Selama kewenangan tersebut dilakukan secara cermat dan jelas, untuk siapa dan bagaimana melakukannya. Menurut Sobandi dkk (2006 : 85) bahwa ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari model delegation of power dari pemerintah kabupaten/kota kepada kecamatan atau kelurahan ini sebagai berikut: Pertama, beban kerja pemerintah daerah dalam penyediaan/pemberian pelayanan publik semakin berkurang karena telah diambil alih oleh kecamatan dan kelurahan sebagai ujung tombak. Kedua, Pemerintah daerah tidak perlu membentuk kelembagaan yang besar sehingga dapat menghemat anggaran. Ketiga, alokasi dan distribusi anggaran lebih merata ke seluruh wilayah sehingga dapat menjadi stimulan bagi pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional. Keempat, sebagai wahana memberdayakan fungsi kecamatan yang selama ini terabaikan.
7
Jenis Pelayanan Publik di Kecamatan Sagulung Pelayanan publik yang diselenggarakan Kecamatan Sagulung secara jelas terlihat pada pintu masuk kantor yang tercantum pada standar pelayanan minimum (SPM) sehingga sangat memudahkan masyarakat yang memerlukan pelayanan. Adapun jenis-jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh Kecamatan Sagulung meliputi : 1) Perpanjangan kartu tanda; 2) Pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) bagi penduduk pindah/datang dari luar kota Batam; 3) Pembuatan domisili usaha; 4) Pembuatan surat keterangan pindah; 5) Pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6) Pembuatan kartu kuning; 7) Pembuatan surat keterangan lainnya; Hal serupa juga dilakukan dalam hasil publikasi penelitian Sanusi dkk (2010) di Kecamatan Bukit Intan Kabupaten Pangkalpinang dan Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Pada 2 (dua) Kecamatan penelitian ini diketahui bahwa untuk saat ini pelayanan yang langsung diselenggarakan adalah pelayanan administrasi, dimana Kecamatan hanya memberikan rekomendasi yang usulannya datang dari rukun warga (RW), Lurah dan akan diolah/diproses oleh masing-masing instansi terkait, misalnya IMB (izin Mendirikan Bangunan) dengan Dinas Tata Kota, izin usaha dengan bagian perekonomian dan SIG (surat izin gangguan) dengan kepolisian. Subarsono seperti yang dikutip oleh Indaryanti (2008 : 5) menyebutkan bahwa produk birokrasi publik, sebagai suatu organisasi publik, adalah pelayanan publik yang diterima oleh warga pengguna maupun masyarakat secara luas. Pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna atau pelanggan yang dimaksud adalah warganegara yang membutuhkan pelayanan publik, seperti pembuatan kartu tanda penduduk, akta kelahiran, akta nikah, akta kematian, serfitikat tanah, ijin usaha, ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin gangguan (HO), dan sebagainya. Kecamatan sebagai perangkat daerah saat ini lebih diperankan pada pelayanan administrasi yang minimal. Dalam kondisi demikian, posisi kecamatan dalam bidang pelayanan hanyalah sebagai penghubung, atau pemberi surat rekomendasi atau surat keterangan seperti 8
yang sekarang terjadi. Kecamatan tampil sebagai organisasi perangkat daerah yang mempunyai fungsi pelayanan yang sangat minimal. Selanjutnya, kondisi demikian juga hanya akan memperpanjang rantai birokrasi karena usulan datang dari RW, Lurah, Camat lalu menuju dinas terkait. Sementara letak/jarak yang ditempuh masyarakat untuk menuju tempat tersebut tentunya menghabiskan waktu. Kejadian ini tentunya tidak semangat dengan prinsip efisiensi pelayanan publik dan mendekatkan organisasi pelayanan publik pada masyarakat. Dwiyanto (2008 : 57), mengatakan efisiensi pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan. Orientasi pada pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi yang dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pelayanan publik. Idealnya, segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikan untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa. Bagaimanapun kecamatan masih merupakan ujung tombak dalam pelayanan masyarakat dimana kecamatan merupakan unit organisasi yang terdekat dengan masyarakat yang dilayani oleh organisasi perangkat daerah. Dengan demikian, untuk alasan efisiensi pelayanan publik sebenarnya peran yang lebih besar dapat dijalankan oleh kecamatan sebagai organisasi pelayanan publik. Sejalan dengan kemerosotan fungsi, peran dan kewenangannya dalam pemerintahan, masyarakat desa ternyata memiliki pandangan yang boleh berbeda. Bagi masyarakat desa atau masyarakat umumnya, kecamatan dan camat ternyata dipandang sebagai institusi dan aktor penting yang peranannya dalam pembinaan hubungan sosial kemasyarakatan dan pelayanan publik secara realitas tidak bisa (belum bisa) digantikan oleh institusi atau mekanisme lain (Dharmawan, 2008 : 3). Perubahan yang terjadi dengan kedudukan kecamatan ini sebenarnya lebih ditujukan untuk lebih memberdayakan Kecamatan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan apa yang dimaksud oleh Depdagri dan Bappenas (Edyar, 2004 : 153), bahwa ”ada kelompok dalam masyarakat yang lebih teliti melihat otonomi daerah sebagai suatu mekanisme empowerment”. Dengan kondisi ini organisasi pemerintah kecamatan akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan perubahan suasana di daerah, menyatukan visi dengan dinas daerah dan lembaga Kecamatan menjadi lebih inovatif dan memberikan semangat bekerja serta meningkatkan kinerja karena mendapatkan tantangan baru dalam bekerja. Ditengah semangat membangun otonomi, sesuatu yang ironis telah terjadi yakni bahwa kewenangan dan sumber daya besar yang dimiliki Kabupaten/Kota kurang berdampak pada pemberdayaan kecamatan. 9
Padahal kecamatan inilah yang semestinya diposisikan sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat. Otonomi boleh saja menjadi domein pemkab/pemkot, namun front line dari sebagian fungsi pelayanan diserahkan kepada kecamatan dan kelurahan, disamping kepada dinas daerah.
SIMPULAN Sebagai perangkat daerah, kecamatan melaksanakan tugas umum pemerintahan dan kewenangan yang dilimpahkan untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah yang berasal dari Bupati/Walikota. Penguatan kelembagaan kecamatan akan sangat bergantung kepada kepala daerah (Bupati/Walikota) dalam melimpahkan kewenangannya sehingga dapat menjadi sebuah mekanisme pemberdayaan organisasi. Kecamatan sebagai unit pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat belum menampakkan kontribusi yang maksimal karena hanya bersifat melaksanakan tugas-tugas administratif saja. Dengan demikian, memberikan kewenangan yang lebih luas merupakan suatu keharusan guna menciptakan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan umum di daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, Arya Hadi. 2008. ”Isyu-Isyu Institusi Kecamatan dalam Tata-Pemerintahan Daerah : Pelajaran dan Pilihan Solusi dari Enam Kabupaten Studi”. Kerjasama Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3-IPB) dengan Democratic Reform Support Program (DRSP). Bogor dalam http://www.psp3ipb.or.id diakses tanggal 7 Desember 2009 Dwiyanto, Agus. 2008. Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia. Administrasi Publik. GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. Yogyakarta. Edyar, Hasrul. 2004. Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Reposisi Kecamatan. Tesis Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Indaryanti, Yoyoh. 2008. Kinerja Kecamatan : Persepsi dan Ekspektasi Publik Terhadap Fungsi dan Peran Kelembagaan Kecamatan di Tingkat Lokal. Kerjasama Pusat Studi 10
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3-IPB) dengan Democratic Reform Support Program (DRSP).Bogor Kecamatan Sagulung Dalam Angka Tahun 2012. Pemerintah Kota Batam Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam Miles, Mattehew dan Huberman, A. Michael, 1992 . Qualitative Data Analysis (Analisis Data Kualitatif) . Jakarta. Terjemahan: UI Press Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung Peraturan Walikota Batam Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemerintahan Dari Walikota Batam Kepada Camat Prasojo, Eko. 2009. ”Service Terpadu di Kecamatan” Dalam Jawapos, 16 November 2009, h. 4 Sanusi, Anwar dkk 2010. Bunga Rampai Kajian Kelembagaan Kecamatan; Quo Vadis Kelembagaan Kecamatan di Era Otonomi Daerah; analisis Efektifitas Kelembagaan. Pusat Kajian Kelembagaan Lembaga Administrasi Negara. Jakarta Sobandi, Baban; Sedarmayanti; Tri Widodo; Joni Dawud; Nugraha; Irman B; 2006. Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah. Bandung. Humaniora Suharmawijaya, Dadan S. 2009. “Memosisikan Peran dan Wewenang Kecamatan di era Otonomi Daerah” Dalam Jawapos 16 November 2009, h. 4. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
11