STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DARI SUMBER YANG BERBEDA BERDASARKAN PARAMETER KADAR ANTOSIANIN
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH KUSTIA NINGRUM NIM 13.027
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG 2016
STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DARI SUMBER YANG BERBEDA BERDASARKAN PARAMETER KADAR ANTOSIANIN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D-3 bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH KUSTIA NINGRUM NIM 13.027
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG 2016
PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, NAMA
: KUSTIA NINGRUM
NIM
: 13.027
Di dalam Naskah Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya ilmiah yag pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain dan disebutkan dalam sumber kutipan dan pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah Karya Tulis Ilmiah ini dapat dibuktikan terdapat unnsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia Karya Tulis Ilmiah ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (A.Md.,Si) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 Ayat 2 dan Pasal 70).
Malang, 30 Juli 2016
Kustia Ningrum
STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DARI SUMBER YANG BERBEDA BERDASARKAN PARAMETER KADAR ANTOSIANIN STANDARDIZATION THE ETANOL EXTRACTS OF THE CALYX OF ROSELLE (Hibiscus Sabdariffa L) FROM DIFFERENT PLACE BASED OF ANTHOCYANIN CONTENTS PARAMETER ABSTRAK Bunga rosella merah telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat untuk pengobatan penyakit degeneratif. Bunga rosella merah kaya akan kandungan antosianin yang dapat berperan aktif sebagai antioksidan. Penelitian ini ditujukan untuk menetapkan kadar antosianin dalam ekstrak etanol kelopak bunga rosella merah dari sumber yang berbeda. Bahan baku yang digunakan diperoleh dari dua tempat yang berbeda, bunga rosella merah segar diperoleh dari Kota Batu sedangkan bunga rosella merah kering diperoleh dari Pasar Tradisional Kota Malang. Bahan baku segar diproses terlebih dahulu menjadi simplisia. Simplisia diekstraksi dengan pelarut etanol 96% dengan tambahan asam sitrat 3% dengan metode maserasi. Kadar antosianin dalam ekstrak dihitung dengan spektrofotometri metode pH Differential. Kadar antosianin total rosella merah Kota Batu dan rosella merah Pasar Tradisional Kota Malang berturut-turut sebesar 549.056 ± 6.197 mg/100 g dan 169.044 ± 8.445 mg/100 g. Analisis kadar antosianin dilakukan secara statistik dengan Uji T dengan taraf kepercayaan 95%. Ada perbedaan yang signifikan antara kadar antosianin rosella Kota Batu dan rosella Pasar Tradisional Kota Malang (P<0.05). Kata Kunci : standardisasi, Hibiscus sabdariffa L, tempat asal, spektrofotometri, antosianin ABSTRACT Roselle red flower has been commonly used by the community to cure the generative disease. Roselle red flower has high anthocyanin content that can paly an active role as antioxidant. This research aims to determine the anthocyanin contents of the ethanol extract of roselle’s calyx from different sources. The raw material that used is btained from two different places, fresh red roselle flowers retrieved from Batu while dry red roselle flowers retrieved from Malang Traditional Market. Fresh raw materials are processed into simplicia. Simplicia extracted with solvent of ethanol 96% with the addition of citric acid 3% with maceration method. The contents of anthocyanin in the extract is calculated by spectrophotometry with pH Differential method. The anthocyanin contents of roselle from Batu and Malang Traditional Market in a row is 549,056 ± 6,197 mg/100 g and 16,044 ± 8,445 mg/100 g. Data of anthocyanin contents were analized with T-Test analytical statistic with confident level 95%. The result revealed that there is a significance different between anthocyanin contents of roselle from Batu and Malang Traditional Market (P < 0,05). Keywords : standardization, Hibiscus sabdariffa L, source place, spectrophotometry, anthocyanin
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Standardisasi Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
yang Berasal dari Sumber Berbeda
berdasarkan Parameter Kadar Antosianin”. Karya Tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program D3 di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT atas segala nikmat dan karunian-Nya yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dra. Wigang Solandjari selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 3. Dr. Erna Susanti, M.Biomed., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan pengarahan selama penulisan karya tulis ilmiah ini. 4. Nur Candra E.S., M.Pd. selaku dosen penguji. 5. Dra. Wahyu Wuryandari, M.Pd. selaku dosen penguji. 6. Kedua orangtua, Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril maupun material. 7. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia beserta staf. 8. Teman-teman seperjuangan dan semua pihak baik yang secara langsung maupun tak langsung telah memberikan doa, semangat, hiburan, serta motivasi kepada penulis.
ii
Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu adanya kritik dan saran akan membantu penulis. Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua.
Malang, 30 Juni 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................................ 5 1.5 Definisi Istilah dan Singkatan ....................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7 2.1 Tanaman Rosella merah (Hibiscus sabdariffa L.) ........................................ 7 2.2 Antosianin ................................................................................................... 10 2.3 Simplisia...................................................................................................... 12 2.4 Ekstraksi ...................................................................................................... 12 2.5 Ekstrak......................................................................................................... 14 2.6 Standardisasi ............................................................................................... 14 2.7 Parameter-parameter Standar Ekstrak ......................................................... 15 2.7.1 Parameter Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000) .................................. 15 2.7.2 Parameter Non-spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000) .......................... 17 2.8 Analisis Kadar Antosianin dengan Metode Perbedaan pH.......................... 19
iv
2.9 Kerangka Teori ........................................................................................... 20 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 21 3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 21 3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................... 21 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 21 3.4 Definisi Operasional Variabel ..................................................................... 22 3.5 Alat dan Bahan ............................................................................................ 22 3.6 Pengumpulan Data ...................................................................................... 23 3.6.1 Determinasi Tanaman .......................................................................... 23 3.6.2 Pemilihan Bahan Baku ......................................................................... 23 3.6.3 Pembuatan Simplisia ............................................................................ 23 3.6.4 Ekstraksi ............................................................................................... 24 3.6.5 Identifikasi Antosianin dengan Reaksi Warna ................................... 24 3.6.6 Penetapan Kadar Antosianin ................................................................ 24 3.6.7 Perhitungan Kadar Antosianin ............................................................. 25 3.7 Analisa Data ................................................................................................ 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 27 4.1 Hasil Determinasi Tanaman. ....................................................................... 27 4.2 Karakteristik Bahan Baku. .......................................................................... 28 4.3. Karakteristik Simplisia ............................................................................... 28 4.4 Hasil Ekstraksi. ........................................................................................... 30 4.5.Hasil Identifikasi Antosianin dengan Reaksi Warna .................................. 32 4.6.Hasil Penetapan Kadar Antosianin.............................................................. 33 4.7 Hasil Analisa Data ...................................................................................... 36 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 38 5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 38
v
5.2. Saran .......................................................................................................... 38 DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 39 LAMPIRAN .......................................................................................................... 42
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Kelopak Kering Bunga Rosella Merah dalam 100 g .... 10 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel .......................................................... 22 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Identitas dan Organoleptik Ekstrak ....................... 31 Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Antosianin dengan Reaksi Warna ....................... 32 Tabel 4.3 Hasil Penetapan Kadar Antosianin .................................................. 34 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Group Statistic ....................................................... 36 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Independent Samples Test ..................................... 36
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman Rosella Merah............................................................... 8 Gambar 2.2 Struktur Dasar Benzopiran ........................................................... 11 Gambar 4.1 Perubahan Struktur Antosianin pada pH yang Berbeda ............... 33
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Rosella Merah ................................ 43 Lampiran 2. Rosella Merah Kota Batu ............................................................ 44 Lampiran 3. Rosella Merah Pasar Tradisional ................................................. 45 Lampiran 4. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak ......................................... 46 Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kadar Antosianin ........................................... 47 Lampiran 6. Data Analisis Statistik Sampel .................................................... 49
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gaya hidup kembali ke alam (back to nature) telah menjadi trend di kehidupan masyarakat saat ini. Masyarakat telah menyadari bahwa bahan alam memiliki beragam khasiat yang telah dibuktikan secara empiris maupun secara ilmiah, salah satunya dalam bidang pengobatan. Obat-obatan alam sebenarnya sudah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat yang dikenal dengan obat tradisional. Obat-obatan tradisional tersebut memiliki beberapa keunggulan antara lain: mudah didapat khususnya di lingkungan pedesaan, memiliki khasiat penyembuhan, dan pada umumnya relatif memiliki efek samping yang kecil. Di Indonesia terdapat ribuan jenis tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan. Salah satu tanaman yang tumbuh di Indonesia dan telah dimanfaatkan secara luas untuk pengobatan adalah bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L.). Kelopak bunga rosella merah mengandung asam organik, polisakarida, dan flavonoid yang bermanfaat mencegah penyakit kanker, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah, dan melancarkan buang air besar (Yuariski dan Suherman, 2012). Secara tradisional tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk mengatasi batuk, lesu, demam, dan gusi berdarah. (Faridasari dan Mulyantini, 2009). Selain itu kelopak bunga rosella merah juga kaya akan antioksidan yang dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit degeneratif, seperti jantung, penyumbatan pembuluh darah,
1
2
dan penyakit ginjal. Salah satu senyawa antioksidan yang berperan aktif dalam kelopak bunga rosella adalah antosianin. Antosianin merupakan senyawa metabolit sekunder turunan flavonoid yang banyak tersebar di alam sebagai pigmen alami. Antosianin banyak ditemukan di akar, daun, dan bunga serta dapat memberikan warna dari merah sampai biru. Perbandingan kadar antosianin yang bersifat antioksidan dapat dilihat dari kepekatan warna merah pada rosella. Semakin pekat warna merah pada bunga rosella, rasanya akan semakin asam, dan kandungan antosianinnya semakin banyak (Kristiana, 2008). Penelitian-penelitian mengenai kandungan dan efek farmakologis antosianin pada bunga rosella merah telah banyak dilakukan. Menurut Nurmasyitah, 2006 kandungan antosianin yang dominan dalam kelopak bunga rosella merah adalah delphinidin-3-sambusioside dan sianidin-3-sambusioside. Selain itu, menurut data Badan POM RI rosella memiliki efek famakologis yang beragam yaitu antihipertensi, antiobesitas, antiinflamasi, antikolesterol, antioksidan, antibakteri, hepatoprotektif, serta efek laktasi dan laksatif. Penelitian-penelitian yang dilakukan tidak hanya merujuk pada efek farmakologis yang dapat ditimbulkan, namun juga mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan antioksidan dalam kelopak bunga rosella merah. Penelitian yang dilakukan oleh Alfian dan Susanti, 2012 menunjukkan bahwa ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang ditanam di dataran tinggi memiliki kadar antioksidan lebih tinggi bila dibandingkan dengan rosella yang ditanam di dataran sedang dan dataran rendah. Menurut Rahayu, 2009 bahwa tidak ada perbedaan signifikan kadar antosianin kelopak bunga rosella dengan metode
3
pengeringan dengan matahari langsung, pengeringan dengan ditutup kain hitam, dan pengeringan dengan oven. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mensah dan Golomeke, 2015 ekstrak etanol kelopak bunga rosella memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada ekstrak air kelopak bunga rosella. Selain itu, penelitian Wulandari, 2014 menunjukkan bahwa ekstrak etanol kelopak bunga rosella dapat meningkatkan respon imun. Penelitian Rostinawati, 2009 menunjukkan bahwa ekstrak etanol kelopak bunga rosella dapat berperan sebagai antibakteri. Selain itu Ginting, 2011 juga menyatakan bahwa antosianin dapat mencegah terjadinya aterosklerosis (penyakit penyumbatan pembuluh darah), antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak jahat dalam tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah. Kemudian antosianin juga melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa antosianin dalam kelopak bunga rosella merah memiliki potensi yang besar bagi kesehatan. Namun, sumber bahan baku yang berbeda, baik itu bunga rosella segar maupun bunga rosella kering yang bisa didapatkan di pasaran memiliki kadar antosianin berbeda. Perbedaan perlakuan dan pengolahan bunga rosella merah membuat kadar antosianinnya tidak dapat dijamin keajegannya (kekonstanan). Oleh karena itu, perlu dilakukan standardisasi ekstrak etanol kelopak bunga rosella merah dari sumber yang berbeda dengan tujuan untuk melihat kualitas ekstrak berdasarkan parameter kadar antosianinnya. Standardisasi merupakan serangkaian proses untuk menetapkan kualitas ekstrak bunga rosella merah berdasarkan kadar antosianin yang terkandung di
4
dalamnya. Standardisasi yang dilakukan meliputi proses pemilihan bahan baku, pembuatan simplisia, dan teknik ekstraksi bunga rosella merah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kadar antosianin pada ekstrak etanol kelopak bunga rosella merah yang berasal dari daerah Gunungsari-Batu dengan jenis Hibiscus sabdariffa var sabdariffa race rubber L. dan bunga rosella merah kering dari Pasar Tradisional Kota Malang yang
pengolahannya
telah
distandardisasi,
sehingga
masyarakat
dapat
memanfaatkan ekstrak kelopak bunga rosella merah dengan proses penyarian yang benar sehingga efek farmakologisnya dapat dirasakan dengan optimal.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini: Bagaimanakah hasil standardisasi ekstrak etanol bunga rosella merah dari sumber yang berbeda berdasarkan parameter kadar antosianin dalam ekstrak?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar antosianin dalam ekstrak etanol kelopak bunga rosella merah dari sumber yang berbeda. Penelitian ini juga bertujuan untuk menstandardisasi serangkaian proses dalam penyarian bunga rosella merah yang meliputi pemilihan bahan baku, pembuatan simplisia, dan proses ekstraksi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan bunga rosella merah
5
dengan proses penyarian yang benar serta dapat merasakan efek farmakologisnya dengan optimal.
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu: Bahan baku yang digunakan diperoleh dari dua tempat yang berbeda, bunga rosella merah segar diperoleh dari Kota Batu sedangkan bunga rosella merah kering diperoleh dari Pasar Tradisional Kota Malang. Bahan baku segar diproses terlebih dahulu menjadi simplisia. Simplisia diekstraksi dengan pelarut etanol dengan tambahan asam sitrat 3% dengan metode maserasi. Selanjutnya filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator. Kemudian kadar antosianin dalam ekstrak dihitung dengan menggunakan spektrofotometri metode pH Differential. Keterbatasan dalam penelitian ini meliputi: Kelopak bunga rosella merah didapatkan dari dua kawasan saja yaitu, perkebunan di Batu dan Pasar Tradisional Kota Malang, sehingga tidak dapat mewakili kandungan bunga rosella merah pada umumnya. Proses pengolahan yang distandardisasi hanya meliputi pemilihan bahan baku, pembuatan simplisia, dan teknik ekstraksi. Antosianin didapatkan dari proses ekstraksi dan tidak dilakukan proses isolasi maupun uji aktivitas.
1.5 Definisi Istilah dan Singkatan 1. Standardisasi Standardisasi merupakan serangkaian proses untuk menetapkan kualitas ekstrak bunga rosella merah berdasarkan kadar antosianin dalam ekstrak.
6
Standardisasi yang dilakukan meliputi proses pemilihan bahan baku, pembuatan simplisia, dan ekstraksi bunga rosella merah. 2. Ekstrak Bunga Rosella Merah Ekstrak bunga rosella merah merupakan hasil penyarian yang didapatkan dari perendaman kelopak bunga rosella dengan pelarut etanol 96% yang diasamkan dengan asam sitrat 3% selama 24 jam pada suhu ruang. 3.
Antosianin Antosianin merupakan senyawa metabolit sekunder turunan flavonoid.
Antosianin banyak terdapat di alam sebagai pigmen alami tumbuhan yang dapat memberi warna dari merah sampai biru.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Rosella merah (Hibiscus sabdariffa L.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Rosella merah Rosella merah (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman herbarium dengan tatanan taksonomi sebagai berikut (Mahadevan et al ., 2009 dalam Pratiwi, 2012): Klasifikasi
: Plantae
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Division
: Magnoliophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Class
: Magnoliopsida
Subclass
: Dilleniidae
Ordo
: Malvales
Family
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus L.
Species
: Hibiscus sabdariffa L
2.1.2 Morfologi Tanaman Rosella merah Bunga tanaman Rosella merah (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki struktur yang sama dengan bunga tanaman herbarium lainnya. Bunga berukuran besar dengan warna Merah sampai kuning dan semakin gelap di tengah bunga. Struktur
7
8
morfologi bunga Rosella merah antara lain (Mahadevan et al ., 2009 dalam Pratiwi, 2012) : 1) tangkai bunga (pediselus), 2) epycalyx, 3) kelopak bunga (calyx), 4) mahkota bunga (corola), 5) tangkai putik (androgynophorum), 6) benang sari (stamen) dan 7) putik (gynensium).
Gambar 2.1 Tanaman Rosella merah (Hibiscus sabdariffa L.) (Sumber : Mukhtar, 2010 dalam Pratiwi, 2012)
Rosella merah termasuk dalam keluarga Malvaceae yaitu tumbuhan semak tegak yang kebanyakan bercabang, memiliki bunga dan batang yang sewarna dan biasanya mencolok, memiliki daun berwarna hijau gelap sampai dengan merah dan memiliki kulit dan batang yang berserat kuat. Bunga berwarna merah sampai dengan kuning dengan warna gelap ditengahnya, dengan jumlah kelopak antara 3–7 buah. Bunga Rosella merah memiliki putik sekaligus serbuk sari sehingga
9
tidak memerlukan bunga lain untuk bereproduksi (Mahadevan et al ., 2009 dalam Pratiwi, 2012). Tinggi tanaman Rosella merah mencapai 0,5-2,4 m. Bunga Rosella merah merupakan bunga tunggal tidak lengkap (bunga bertangkai) dengan tipe daun bunga majemuk menyirip gasal berseling dan warna bunga dewasa bervariasi dari hijau tua sampai merah kekuningan. Batang tanaman bulat, berserat dan bercabang. Tanaman Rosella merah memiliki akar tunggal yang cukup dalam. Buah tanaman Rosella merah berwarna hijau tua dan mampu mencapai diameter 5,3 cm dan panjang 5 cm (Mahadevan et al ., 2009 dalam Pratiwi, 2012). Kelopak bunga Rosella merah adalah bagian tanaman yang dapat diproses menjadi produk pangan. Kelopak bunga Rosella merah berwarna merah tua, tebal, dan berair. Kelopak bunga Rosella merah yang rasanya sangat masam ini biasanya diproses menjadi jeli, saus, teh, sirup, selai, puding, dan manisan. Bahan penting yang terkandung dalam kelopak bunga Rosella merah adalah gossypetin, anthocyanin, dan glucide hibiscin. Selain itu kelopak bunga Rosella merah juga mengandung asam organik, polisakarida, dan flavonoid yang bermanfaat mencegah penyakit kanker, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah, dan melancarkan buang air besar. Secara tradisional tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk mengatasi batuk, lesu, demam dan gusi berdarah. Ekstrak kuncup bunga Rosella merah juga dipercaya mampu bekerja sebagai penahan kekejangan (antispasmodik), anticacing (antihelmintik), antibakteri, antiseptik, penyejuk (astringent), dan menurunkan kadar penyerapan alkohol (Faridasari dan Mulyantini, 2009 dalam Pratiwi, 2012).
10
2.1.3 Kandungan dan Manfaat Rosella merah Kelopak kering Rosella merah terdiri dari alkaloid, b-sitosterol, antosianin, asam
sitrat,
sianidin-3-rutinose,
delfinidin,
galactosa,
pectin,
asam
protosateochuis, kuersetin, asam stearis, dan lilin. Rosella merah diketahui memiliki kandungan senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan sebanyak 23,10 mg dalam setiap gram bobot kering kelopak Rosella merah. Kelopaknya juga kaya akan asam dan pectin. Analisis fitokimia pada kelopaknya menunjukkan bahwa terdapat protein dan mineral seperti besi, fosfor, kalsium, magnesium, aluminium, mangan, sodium, potasium, kalsium sitrat, vitamin C, gossypetin, dan hibiscin chlorideare. Bijinya mengandung protein, lemak, serat, mineral (fosfor, magnesium, kalsium, lysine , tryptophan, nitrogen, asam lemak, selulosa, pentosa, dan zat tepung, steroid tokoferol (Mahadevan et al ., 2009 dalam Pratiwi, 2012). Tabel 2.1 Kandungan kelopak kering bunga Rosella merah dalam 100 g Kandungan Jumlah Air 9.2 g Protein 1.14 g Lemak 2.61 g Serat 12.0 g Abu 6.90 g Kalsium 1.263 mg Fosforus 273.2 mg Zat Besi 8.98 mg Karotena 0.029 mg Thiamin 0.117 mg Riboflavin 0.277 mg Niacin 3.765 mg Asam Askorbik 6.7 mg Sumber : Info Fisioterapi, 2011 dalam Pratiwi, 2012
2.2 Antosianin Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru gelap. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air,
11
tersebar luas dalam bunga dan daun, serta menghasilkan warna dari merah sampai biru. Zat pewarna alami antosianin merupakan senyawa flavonoid yang tergolong ke dalam turunan benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Moss, 2002 dalam Hidayah, 2013).
Gambar 2.2 Struktur Dasar Benzopiran (Moss)
Antosianin akan berubah warna seiring dengan perubahan nilai pH. Pada pH tinggi antosianin cenderung bewarna biru atau tidak berwarna, sedangkan untuk pH rendah berwarna merah. Jumlah gugus 6 hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin, akan mempengaruhi warna antosianin. Adanya gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil, sedangkan jika gugus metoksi yang dominan pada struktur antosianidin, akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil (Deman, 1997 dalam Hidayah, 2013). Antosianin diyakini mempunyai efek antioksidan yang sangat baik. Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan Amerika menunjukkan bahwa antosianin dapat menghancurkan radikal bebas, lebih efektif daripada vitamin E yang selama ini telah dikenal sebagai antioksidan kuat (Winarno,1997 dalam Hidayah, 2013). Penelitian lain di Amerika Serikat membuktikan bahwa antosianin merupakan antioksidan paling kuat diantara kelas flavonoid lainnya. Kandungan antosianin diyakini dapat menghambat berbagai radikal bebas seperti
12
radikal superoksida dan hydrogen peroksida. Antosianin dan berbagai bentuk turunannya dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi dengan berbagai mekanisme (Astawan dan Kasih, 2008 dalam Hidayah, 2013).
2.3 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000). Menurut “Materia Medika Indonesia” simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu; simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang denagn cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000).
2.4 Ekstraksi Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman obat. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua cara yaitu; cara dingin dan cara panas. Cara dingin terbagi menjadi dua yaitu; maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas terbagi menjadi lima jenis yaitu; refluks, soxhlet, digesti, infuse, dan dekok (Depkes RI, 2000)
13
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan (Depkes RI, 2000). Maserasi berasal dari bahasa latin macerase yang berarti mengairi atau melunakkan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan telah tercapai maka proses difusi segera berakhir (Voight, 1994 dalam Khoirani, 2013). Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulangulang, upaya pengocokan ini dapat menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat dalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memngkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1994 dalam Khoirani, 2013). Secara teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
14
2.5 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bias dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental ika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voight, 1994 dalam Khoirani, 2013). Factor yang mempengaruhi ekstrak yaitu factor biologi dan factor kimia. Factor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan, dan bagian yang digunakan. Sedangkan factor kimia yaitu: factor internal (jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan pestisida) (Depkes RI, 2000).
2.6 Standardisasi Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
15
kefarmasian umumnya. Dengan kata lain, pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak, atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Terdapat dua factor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu factor biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan factor kandungan kimia bahan obat tersebut. Standardisasi obat herbal meliputi dua aspek : 1. Aspek parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif. 2. Aspek parameter non spesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas misalnya kadar logam berat, aflatoksin, kadar air, dan lain-lain.
2.7 Parameter-parameter Standar Ekstrak Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter non spesifik.
2.7.1
Parameter Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000)
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi : 1. Identitas (parameter identitas ekstrak) meliputi : deskripsi tata nama, nama ekstrak (generic, dagang, paten), nama lain tumbuhan (sistematika botani),
16
bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, bunga, dan sebagainya), dan nama Indonesia tumbuhan. 2. Organoleptis : parameter organoleptis ekstrak meliputi penggunaan panca indera yang digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa guna pengenalan awal yang sederhana se-objektif mungkin. 3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu : melarutkan ekstrak dengan pelarut (alcohol atau air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetric. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, methanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. 4. Uji kandungan kimia ekstrak : a. Pola kromatogram Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT, KCKT). b. Kadar kandungan kimia tertentu Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut. Instrument yang dapat digunakan adalah densitometry, kromatografi gas, KCKT, atau instrument yang sesuai. Tujuan memberikan data kadar kandungan kimia tertentu
17
sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi.
2.7.2
Parameter Non-spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000)
Parameter non spesifik meliputi aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas. Parameter non spesifik meliputi : 1. Bobot Jenis Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume yang diukur pada suhu kamar (25o C) menggunakan piknometer atau alat lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya masa persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi. 2. Kadar Air Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. 3. Kadar Abu Parameter kadar abu adalah pemanasan bahan pada temperature tinggi dimana senyawa-senyawa organic dan turunannya akan terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal unsure mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak.
18
4. Sisa Pelarut Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. 5. Cemaran Mikroba Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang pathogen secara analisis mikrobiologi. Tujuannya adalah memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba pathogen dan tidak mengandung mikroba non pathogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan bersifat toksik bagi kesehatan. 6. Cemaran Aflatoksin Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur. Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik (menimbulkan keracunan), mutagenic (mutasi gen), tertogenik (penghambatan pada pertumbuhan janin), dan karsinogenik (menimbulkan kanker pada jaringan). Jika ekstrak positif mengandung aflatoksin maka pada media pertumbuhan akan menghasilkan koloni berwarna hijau kekuningan sangat cerah (Saifudin et al., 2011). 7. Cemaran Logam Berat Cemaran logam berat adalah penentuan kandungan logam berat dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd. dan lain-lain) melebihi batas yang telah ditentukan karena berbahaya bagi kesehatan.
19
2.8 Analisis Kadar Antosianin dengan Metode Perbedaan pH Metode perbedaan pH telah digunakan secara luas dalam bidang teknologi pangan dan pertanian untuk menentukan kualitas dari buah dan sayur segar maupun buah dan sayur yang telah mengalami pengolahan. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan kadar monomerik antosianin total (Total Monomeric Anthocyanin) berdasarkan perubahan struktur kromofor antosianin pada pH 1 dan pH 4,5. Metode ini telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian, selain itu metode ini juga digunakan untuk mengontrol kualitas kadar antosianin pada jus buah, wine, pigmen alami, dan produk minuman lainnya. Konsep analisa kadar antosianin yang terkandung dalam sampel dengan menentukan perubahan absorbansi pada dua nilai pH yang berbeda pertama kali diperkenalkan oleh Sondheimer dan Kertesz pada tahun 1948. Sejak saat itu, telah banyak peneliti-peneliti melakukan penelitian pada pH 1 dan pH 4,5. Pada keadaan tersebut, monomerik antosianin akan bertransformasi menjadi senyawa yang memiliki struktur reversible
sebagai akibat dari perbedaan nilai pH
(senyawa oxonium yang berwarna akan terbentuk pada pH 1 dan senyawa hemiketal yang tidak berwarna akan terbentuk pada pH 4,5). Perbedaan absorbansi pada panjang gelombang maksimum pada pigmen adalah sebanding dengan konsentrasi pigmen. Antosianin dihitung sebagai cyanidine-3-glucoside yaitu senyawa antosianin yang paling dominan dalam pigmen di alam. Antosianin yang terdegradasi dalam bentuk polimer akan resisten mengalami perubahan warna berdasarkan perbedaan pH. Oleh karena itu, pigmen antosianin yang terpolimerisasi tidak dapat ditentukan dengan metode ini, karena senyawa tersebut sama-sama mengalami penyerapan pada kedua nilai pH.
20
Keuntungan dari metode ini adalah dapat menentukan konsentrasi pigmen antosianin dengan akurat tanpa membutuhkan standar seperti halnya penentuan konsentrasi antosianin dengan metode kromatografi cair.
2.9 Kerangka Teori Bunga Rosella merah
Dilakukan proses standardisasi berdasarkan parameter kadar antosianin
Pemilihan Bahan
Pembuatan Simplisia
Proses Ekstraksi
Dilakukan metode
Dimaserasi selama 24
pengeringan
jam dengan pelarut
menggunakan oven
etanol 96% yang
Baku
Dipilih bunga rosella merah yang masih segar dan berwarna merah dari Kota Batu
o
pada suhu 50 C
diasamkan dengan asam sitrat 3%
Dipilih bunga rosella merah yang masih segar dan berwarna merah dari Pasar
Filtrat dievaporasi pada suhu 50o C
Tradisional Kota Malang Kadar antosianin dalam ekstrak pekat dianalisa dengan metode perbedaan pH
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menstandardisasi ekstrak etanol bunga rosella merah dengan parameter kadar antosianin dalam ekstrak. Adapun tahapan dalam penelitian ini yaitu: pemilihan bahan baku, determinasi tanaman, pembuatan simplisia, proses ekstraksi, identifikasi antosianin, dan penetapan kadar antosianin dalam ekstrak.
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol bunga rosella merah Kota Batu dan ekstrak etanol bunga rosella merah Pasar Tradisional Kota Malang. 3.2.2 Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ekstrak etanol bunga rosella merah Kota Batu dan ekstrak etanol bunga rosella merah Pasar Tradisional Kota Malang.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Proses pembuatan simplisia, ekstraksi, dan penetapan kadar antosianin dalam penelitian ini dilakukan di Laboratrium Farmakognosi dan Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.
21
22
3.3.2 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada awal bulan November hingga terselesaikannya penelitian ini.
3.4 Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini hanya terdapat variabel tunggal yang berupa variabel terikat yaitu standardisasi ekstrak etanol bunga rosella merah. Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Sub Definisi Alat Ukur Variabel Operasional Standardisasi Kadar Penetapan kadar Spektrofotometer ekstrak Antosianin antosianin dalam UV-Vis etanol ekstrak etanol kelopak kelopak bunga bunga rosella merah dari rosella sumber yang merah dari berbeda dihitung sumber yang dengan berbeda menggunakan berdasarkan spektrofotometer parameter UV-Vis metode kadar perbedaan pH. antosianin Variabel
Hasil Ukur
Jenis Data
Kadar antosianin
Kuantitatif
3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat Botol kaca gelap, batang pengaduk, timbangan kasar, timbangan analitik, rotary evaporator, oven, labu ukur, pipet volume, blender, penyaring Buchner, centrifuges, spektrofotometer merk Thermo tipe Genesys 10S UV-Vis.
3.5.2 Bahan Kelopak bunga rosella merah, etanol 96%, asam sitrat 3%, kertas saring, larutan buffer KCl pH 1, larutan buffer Natrium-asetat pH 4,5, aquades.
23
3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Determinasi Tanaman Tujuan determinasi adalah menguji kebenaran sampel yang digunakan dalam penelitian. Uji determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi pada tanaman bunga rosella terhadap kunci determinasi. 1. Disiapkan tanaman bunga rosella merah yang masih segar. 2. Dilihat dan dicatat struktur serta bentuk tanaman rosella merah. 3. Dicocokkan data yang sudah diperoleh dengan kata kunci determinasi tumbuhan hingga diperoleh famili. 4. Diteruskan proses tersebut hingga diperoleh kingdom.
3.6.2 Pemilihan Bahan Baku 1. Dikumpulkan kelopak bunga rosella merah dari satu kawasan dataran tinggi. 2. Dipilih bunga rosella merah yang masih segar dan berwarna merah pekat. 3. Disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup.
3.6.3 Pembuatan Simplisia 1. Disiapkan kelopak bunga rosella merah yang masih segar. 2. Disortasi untuk memilih kelopak yang memiliki kualitas baik. 3. Dicuci hingga bersih untuk menghilangkan pengotor. 4. Dipotong menjadi bagian yang kecil. 5. Dioven pada suhu 50o C selama 1x24 jam. 6. Dikumpulkan simplisia yang telah kering. 7. Diblender hingga diperoleh serbuk halus. 8. Disimpan dalam wadah yang kering dan bersih.
24
3.6.4 Ekstraksi 1. Ditimbang simplisia sebanyak ± 20 gram. 2. Ditambahkan 200 mL pelarut etanol 96% yang telah diasamkan dengan asam sitrat 3%. 3. Didiamkan selama 1x24 jam, sekali-kali dilakukan proses pengadukan. 4. Dilakukan penggantian pelarut hingga diperoleh larutan yang berwarna pucat. 5. Disaring dengan menggunakan penyaring Buchner. 6. Dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 50o C hingga diperoleh ekstrak kental. 7. Disimpan dalam botol kaca gelap dan disimpan pada lemari pendingin hingga dilakukan pengujian.
3.6.5 Identifikasi Antosianin dengan Reaksi Warna (Harborne, 1987) 1. Diambil ekstrak cair sebanyak ± 2 mL. 2. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi. 3. Ditambahkan 1 mL HCl 10%, lalu didihkan, dan diamati warnanya. 4. Ditambahkan 1 mL NaOH dan diamati perubahan warnanya.
3.6.6 Penetapan Kadar Antosianin (Wrolstad & Giusti, 2001) 1. Ditimbang ekstrak kental sebanyak ± 0.1 gram. 2. Dimasukkan dalam labu ukur 50 mL, lalu dilarutkan dengan etanol pH 1 hingga tanda tara, homogenkan. 3. Dipipet 5 mL ekstrak, dimasukkan dalam labu ukur 25 mL, ad dengan larutan buffer KCl pH 1,0 hingga tanda batas, lalu homogenkan.
25
4. Dipipet 5 mL ekstrak, dimasukkan dalam labu ukur 25 mL, ad dengan larutan buffer natrium asetat pH 4,5 hingga tanda batas, lalu homogenkan. 5. Didiamkan selama 15 menit pada suhu ruang. 6. Diukur absorbansi larutan pada buffer pH 1 dan buffer pH 4.5 masing-masing pada panjang gelombang maksimum dan 700 nm. 7. Dihitung kadar antosianin sesuai dengan persamaan. 8. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
3.6.7 Perhitungan Kadar Antosianin Pengukuran absorbansi didasarkan pada persamaan berikut : A = (λmaks – λ700) pH 1 - (λmaks – λ700) pH 4,5
Penetapan kadar antosianin dihitung berdasarkan persamaan berikut : Antosianin (mg/100 g) =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝜀𝑥𝐿
𝑉
x MW x 𝑊 x DF x 100
Keterangan: ε
= Absorptivitas Molar Sianidin-3-glukosida = 26.900 L/(mol.cm)
L
= Lebar kuvet = 1 cm
MW
= Berat molekul Sianidin-3-glukosida = 449,2 g/mol
V
= Volume larutan induk sampel
W
= Berat ekstrak
DF
= Dilution Factor/ Faktor Pengenceran
100
= Konversi untuk perhitungan dalam g/100 g sampel
Catatan : BM dan ε yang digunakan terkait dengan antosianin dominan yang terdapat dalam sampel. Digunakan ε pigmen antosianin dalam larutan asam yang
26
terdapat pada literatur. Jika nilai ε dari major pigment tidak tersedia, atau jika komposisi sampel tidak diketahui, maka pigmen dikalkulasi sebagai cyanidine-3glucoside, dengan MW = 449,2 dan ε = 26.900) (Wrolstad & Giusti, 2001).
3.7 Analisa Data Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan uji Independent Sample T Test untuk mengetahui adanya perbedaan kadar antosianin yang signifikan atau tidak antara bunga rosella yang berasal dari Kota Batu dan bunga rosella yang diperoleh dari Pasar Tradisional Kota Malang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di UPT Materia Medica Kota Batu. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah tanaman rosella merah (Hibiscus sabdariffa) dengan varian sabdariffa race rubber L dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Malvaceae
Marga
: Hibiscus
Jenis
: Hibiscus sabdariffa var sabdariffa race rubber L.
Nama Umum
: Rosella, perambos, gamet walanda (Sunda), kasturi roriha (Ternate)
Kunci Determinasi
: 1b–2b–3b–4b–6b–7b–9b–10b–11b–12b–13b-14a-15a 109b-119b-120b-128b-129b-135b-136b-139b-140b-142b 143b-146b-154b-155b-156b-162b-163b-167b-171a-172b
27
28
173b-174b-176a-1a-2b-3b-5b-5-1b-2b-4a Hasil determinasi selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1.
4.2. Karakteristik Bahan Baku Karakteristik bahan baku digunakan untuk melihat karakteristik (ciri-ciri) bahan baku yang digunakan untuk standardisasi. Kelopak bunga rosella merah segar yang berasal dari Kota Batu berwarna merah dan berbentuk corong, di sekitar kelopak terdapat bulu-bulu tipis, dan terdiri dari lima daun mahkota, sedangkan kelopak bunga rosella kering yang didapatkan dari Pasar Tradisional Kota Malang berwarna merah pudar dan berbentuk corong, terdapat sedikit bulubulu tipis, dan kelopaknya terdiri dari lima daun mahkota.
4.3. Karakteristik Simplisia Karakteristik simplisia digunakan untuk melihat karakterisitk (ciri-ciri) simplisia yang digunakan untuk standardisasi. Karakteristik simplisia yang baik yaitu tidak berjamur, berbau khas seperti tumbuhan asal, berasa khas seperti tumbuhan asal, dan berbentuk kering, apabila berbentuk simplisia bunga maka akan bergemerisik bila diremas, berubah menjadi serpihan, dan mudah dipatahkan (Herawati et al, 2012). Bunga rosella segar yang berasal dari Kota Batu dipisahkan terlebih dahuu dari tangkainya, kemudian dipisahkan antara kelopak dengan bijinya, proses ini harus dikerjakan dengan hati-hati karena terdapat duri-duri halus yang dapat melukai tangan. Kelopak bunga yang didapatkan kemudian dicuci untuk
29
menghilangkan pengotor, selanjutnya kelopak rosella dikeringkan pada suhu kamar selama 1-2 hari, lalu dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven. Metode ini dipilih karena proses pengerjaannya relatif mudah dan cepat. Namun, suhu pengeringan harus diatur agar tidak melebihi 50 o C, apabila suhu pengeringan di atas 50o C, maka antosianin yang terdapat dalam bunga rosella akan rusak. Pengeringan dilakukan selama ± 20 jam. Bunga rosella kering yang berasal dari Pasar Tradisional Kota Malang juga perlu dikeringkan terlebih dahulu, karena cara pengemasan dan penyimpanannya tidak pada wadah yang tertutup rapat, sehingga menyebabkan bunga rosella menjadi lembab. Bunga rosella kering dikeringkan dengan metode pengeringan oven pada suhu 50o C selama ± 15 menit. Bunga rosella yang telah kering kemudian diblender hingga diperoleh serbuk halus, hal ini perlu dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel bunga rosella, dimana semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin efektif-efisien dalam proses ekstraksi (Depkes RI, 2000). Simplisia kering dari Kota Batu dan Pasar Tradisional Kota Malang disimpan dalam wadah kaca gelap yang berbeda dan diberi label. Wadah kaca yang digunakan harus berwarna gelap, kering, dan rapat agar kualitas simplisia dapat terjaga. Simplisia disimpan di tempat yang kering dan terhindar dari sinar matahari langsung, hal tersebut dilakukan agar tidak merusak antosianin yang terkandung dalam simplisia.
30
4.4. Hasil Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% yang telah diasamkan dengan asam sitrat 3%. Pelarut etanol 96% digunakan karena pigmen antosianin memiliki kepolaran yang relatif sama dengan etanol yaitu sama-sama bersifat polar (Moulana, 2012). Asam sitrat 3% digunakan untuk memberikan suasana asam pada saat ekstraksi. Menurut Kristiana, asam sitrat 3% mampu menghasilkan nilai kadar total antosianin lebih besar daripada HCl 1% pada proses ekstraksi buah senggani. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Wirda dkk. (2011), bahwa asam sitrat 3% adalah jenis pengasam yang terbaik dalam ekstraksi antosianin kubis merah. Ekstraksi dilakukan selama 24 jam dan sekali-kali
dilakukan pengocokan, kemudian dilakukan penggantian pelarut hingga warna pelarut menjadi pucat, yang menandakan tidak ada lagi antosianin yang tersari. Proes ekstraksi dilakukan dengan menimbang simplisia dari dua sumber yang berbeda masing-masing sebanyak 20 gram, kemudian ditambahkan pelarut sebanyak 200 mL (bahan:pelarut = 1:10). Cara maserasi ini dipilih karena faktor kerusakan zat aktifnya lebih kecil bila dibandingkan metode lain, karena metode maserasi tidak menggunakan panas, hal ini sesuai dengan sifat antosianin yang dapat mengalami kerusakan pada suhu tinggi, selain itu metode ini dapat dikatakan sebagai metode ekstraksi yang paling sederhana. Proses selanjutnya adalah proses filtrasi vakum menggunakan corong Buchner. Tujuan dari proses ini adalah memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki (residu) sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses pemisahan ini menggunakan corong Buchner untuk mempercepat proses penyaringan sehingga ekstrak etanol yang diperoleh tidak mengalami penguapan.
31
Proses
selanjutnya
adalah
penguapan
pelarut
menggunakan
rotary
evaporator. Proses ini bertujuan untuk menguapkan pelarut dalam ekstrak hingga diperoleh ekstrak yang kental/pekat. Proses penguapan harus dijaga pada suhu 50oC agar antosianin yang ada dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan. Setelah diperoleh ekstrak kental, dilanjutkan dengan proses pemekatan menggunakan waterbath. Proses ini bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut dalam ekstrak. Seperti halnya proses penguapan, pemekatan juga menggunakan suhu 50 oC agar tidak merusak antosianin. Ekstraksi menggunakan 20.0064 gram simplisia rosella merah yang berasal dari Kota Batu menghasilkan 10.1579 gram ekstrak kental etanol, dengan rendemen sebesar 50.8%, sedangkan ekstraksi menggunakan 20.0076 gram simplisia rosella merah yang berasal dari Pasar Tradisional Kota Malang menghasilkan 12.3052 gram ekstrak kental etanol, dengan rendemen sebesar 61.5%. Prosentase rendemen menunjukkan kemaksimalan pelarut dalam menyari (Khairani, 2013). Hasil perhitungan rendemen ekstrak dapat dilihat di Lampiran 4. Data hasil pengujian identitas dan organoleptik ekstrak etanol bunga rosella dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.1. Hasil Pengujian Identitas dan Organoleptik Ekstrak Hasil Parameter Rosella Kota Batu Rosella Pasar Tradisional Identitas: - Nama ekstrak Ekstrak etanol kelopak Ekstrak etanol kelopak bunga bunga rosella merah rosella merah - Nama latin Hibiscus sabdariffa L. Hibiscus sabdariffa L. - Bagian tanaman Bunga Bunga Organoleptik: - Warna Merah-kehitaman Merah-kehitaman - Bau Aromatis Aromatis - Bentuk Ekstrak kental Ekstrak kental Rendemen ekstrak: 50.8% 61.5%
32
4.5 Hasil Identifikasi Antosianin dengan Reaksi Warna Dari hasil identifikasi antosianin dengan reaksi warna, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.2. Hasil Identifikasi Antosianin dengan Reaksi Warna Uji Tabung Antosianin Sampel
Sebelum penambahan reagen
Sesudah penambahan HCl
Sesudah penambahan
Keterangan
NaOH
Rosella Kota Batu (+)
Rosella Pasar Tradisional (+)
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji tabung antosianin dengan HCl dan NaOH menunjukkan hasil yang positif pada ke dua sampel. Pada pH asam antosianin akan berada pada bentuk ion flavilium yang berwarna merah dan berganti warna biru-hijau pada keadaan basa. Warna biru-hijau disebabkan karena antosianin banyak berada dalam bentuk ion anhidro basa (Maulida dan Guntarti, 2015).
33
Gambar 4.1 Perubahan Struktur Antosianin pada pH yang berbeda (Thompson)
4.6 Hasil Penetapan Kadar Antosianin Penetapan kadar antosianin dalam ekstrak etanol bunga rosella dilakukan dengn metode pH Differential, yaitu pengukuran dilakukan pada dua kondisi pH larutan yang berbeda masing-masing pada pH 1 dan pH 4,5. Metode ini merupakan modifikasi dari metode yang awalnya dilakukan oleh Fuleki dan Francis 1968. Dasar dari metode pH Differential adalah sifat antosianin yang dapat mengalami perubahan warna secara reversible seiring dengan perubahan pH. Pada pH sangat rendah (pH 1-2) antosianin berada pada bentuk oxonium berwarna (ion flavilium), sedangkan pada pH 4-5 akan terbentuk senyawa hemiketal yang tidak berwarna. Perubahan struktur dan warna tersebut menimbulkan perubahan absorbansi pada pola spektra yang muncul jika dibaca dengan spektrofotometer visibel (Wrolstad dan Giusti, 2001). Perbedaan absorbansi antara dua larutan buffer sepadan dengan pigmen antosianin monomeri (Suzery, 2010). Sampel diukur pada panjang gelombang maksimum dan 700 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan melakukan scanning, hasil scanning panjang gelombang diperoleh λmax pada pada rentang 514-529 nm.Sedangkan pengukuran pada panjang gelombang 700 nm digunakan untuk mengoreksi endapan yang masih terdapat dalam sampel. Jika sampel benar-benar
34
jernih maka absorbansi pada 700 nm adalah 0. Tetapi, pada penelitian ini nilai absorbansi pada panjang gelombang 700 nm tidak memberikan nilai 0, hal ini disebabkan masih adanya partikel-partikel kecil dalam sampel (Suzery, 2010). Dari hasil pengujian menggunakan spektrofotometer UV-Vis didapatkan kadar antosianin sebagai berikut: Tabel 4.3. Hasil Penetapan Kadar Antosianin Kadar Antosianin (mg/100 g) Replikasi
Rosella Kota Batu
Rosella Pasar Tradisional
1
543.647
166.340
2
555.818
178.511
3
547.704
162.283
𝒙 ± SD
549.056 ± 6.197
169.044 ± 8.445
KV (%)
0.011
0.050
Hasil penetapan kadar antosianin menunjukkan bahwa rosella yang berasal dari Kota Batu menghasilkan total antosianin yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan rosella yang berasal dari Pasar Tradisional. Perbedaan kandungan senyawa aktif ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, bahan baku, proses pembuatan simplisia, serta cara pengemasan dan penyimpanan simplisia (Depkes RI, 2000). Faktor yang pertama yaitu adanya perbedaan mengenai bahan baku yang digunakan, bahan baku pertama yaitu bunga rosella merah segar yang diperoleh dari Kota Batu yang merupakan wilayah dataran tinggi. Penggunaan bahan baku yang berasal dari dataran tinggi ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Alfian, 2012 dimana bunga rosella yang berasal dari dataran tinggi memiliki kandungan antosianin yang lebih tinggi bila dibandingkan bunga rosella yang berasal dari dataran sedang dan rendah, dimana di daerah pegunungan keadaan
35
tanahnya relatif lebih subur, kaya bahan organik, dan unsur hara. Bahan baku kedua yang digunakan yaitu bunga rosella kering yang diperoleh di Pasar Tradisional Kota Malang. Bahan baku ini tidak diketahui dengan pasti asal dan proses pengeringan yang digunakan. Faktor kedua yaitu pembuatan
simpisia. Proses pembuatan simplisia
memiliki andil yang penting dalam upaya menjaga kualitas dan kuantitas senyawa aktif dalam tanaman. Proses pengolahan yang benar dan sesuai dengan sifat senyawa aktif dibutuhkan untuk menjaga keajegan kandungan senyawa aktif. Bunga rosella yang berasal dari Kota Batu menghasikan kandungan antosianin yang lebih tinggi karena proses pengolahannya telah distandardisasi, dimana proses pengeringannya dijaga pada suhu 50o C agar antosianin tidak mengalami kerusakan, sedangkan rosella yang diperoleh di Pasar Tradisional tidak diketahui dengan pasti metode pengeringan dan suhu yang digunakan dalam proses pengolahan. Faktor yang ketiga yaitu pengemasan dan penyimpanan simplisia. Pengemasan dan penyimpanan simplisia merupakan salah satu faktor eksternal yang prosesnya dapat dikendalikan (diatur) karena berhubungan dengan stabilitas bahan. Simplisia rosella Batu dikemas dalam suatu wadah kaca gelap dan disimpan di tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung, sedangkan simplisia rosella yang diperoleh dari Pasar Tradisional dikemas dalam wadah plastik mika bening dan bagian penutupnya hanya direkatkan dengan streples, selain itu lama penyimpanan simplisia rosella
tersebut juga tidak diketahui
dengan pasti. Pengemasan dan lama penyimpanan simplisia memiliki pengaruh terhadap kadar antosiain dalam simplisia rosella. Pengemasan yang tidak standard
36
akan menyebabkan simplisia terpapar banyak cahaya, sama halnya dengan panas, cahaya juga mampu mendegradasi pigmen antosianin dan membentuk kalkon yang tidak berwarna. Energi yang dikeluarkan oleh cahaya memicu terjadinya reaksi fitokimia yang dapat membuka cincin antosianin. Paparan yang lebih lama menyebabkan terjadinya degradasi lanjutan dan terbentuk senyawa turunan lain seperti 2,4,6-trihidroksibenzaldehid dan asam benzoat tersubstitusi (Andarwulan & Faradilla, 2012).
4.7 Hasil Analisa Data Analisa data menggunakan Uji Independent Sampel T Test, pada prinsipnya uji akan membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui apakah kedua grup tersebut memiliki rata-rata yang berbeda signifikan atau tidak (Sujarweni). Tabel 4.4. Hasil Pengujian Group Statistics Group Statistics
Kadar Antosianin
Asal Rosella Rosella Bat u Rosella Pasar Besar
N
Mean 549.0563 169.0447
3 3
Std. Dev iat ion 6.1971699 8.4453190
Std. Error Mean 3.5779377 4.8759072
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Independent Samples Test Independent Samples Test Levene's Test f or Equality of Variances
F Kadar Antosianin
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .500
.519
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Dif f erence
Std. Error Dif f erence
95% Confidence Interv al of the Dif f erence Lower Upper
62.835
4
.000
380.01167
6.0478185
363.2202
396.8031
62.835
3.670
.000
380.01167
6.0478185
362.6071
397.4162
37
Pada tabel Levene’s Test diperoleh nilai sig 0.519 yang nilainya lebih besar dari 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua varian populasi identik (Equal Variance Assumed). Karena sig F hitung mempunyai keputusan Equal Variance Assumed, maka t test sebaiknya juga menggunakan dasar Equal Variance Assumed. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan untuk pengujian t test. Pada tabel T-Test diperoleh nilai sig 0.000 yang nilainya lebih kecil dari 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar antosianin yang signifikan antara bunga rosella yang berasal dari Kota Batu dan bunga rosella yang diperoleh dari Pasar Tradisional.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar antosianin hasil standardisasi ekstrak etanol bunga rosella yang berasal dari Kota Batu dan Pasar Tradisional Kota Malang adalah sebesar 549.056 ± 6.197 mg/100 g dan 169.044 ± 8.445 mg/100 g.
5.2 Saran Dari hasil penelitian maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh lama penyimpanan simplisia bunga rosella terhadap kadar antosianin.
38
DAFTAR RUJUKAN Alfian, R dan Susanti, H. 2012. Penetapan Kadar Fenolik Total Ekstrak Metanol Kelopak Bunga Rosella Merah (Hibiscus Sabdariffa Linn) dengan Variasi Tempat Tumbuh Secara Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 2, No. 1, halaman : 73 – 80.
Andarwulan, N dan Faradilla, R.H.F. 2012. Pewarna Alami Untuk Pangan. South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Institut Pertanian Bogor.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung: Bandung.
Herawati, D., Nuraida, L., dan Sumarto. 2012. Cara Produksi Simplisia yang Baik. South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Institut Pertanian Bogor.
Hidayah T. 2013. Uji Stabilitas Pigmen dan Antioksidan Hasil Ekstraksi Zat Warna Alami dari Kulit Buah Naga (Hylocereus undatus). Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Khoirani N. 2013. Karakterisasi Simplisia dan Standardisasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.). Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kristiana H.D., et al. 2012. Ekstraksi Pigmen Antosianin Buah Senggani (Melastoma malabathricum Auct. non Linn) Dengan Variasi Jenis Pelarut. Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1. ISSN: 2302-0733.
Lukitaningsih E, Juniarka A, dan Noegrohati S. 2013. Pengembangan Sediaan Eksfolian dan Uji Antioksidan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) dalam Upaya Melawan Radikal Bebas. Prosiding Seminar
39
40
Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III. ISSN: 23392592.
Lee J, Durst R.W. dan Wrolstad R.E. 2005. Determination of Total Monomeric Anthocyanin Pigment Content of Fruit Juices, Beverages, Natural Colorants, and Wines by the pH Differential Method: Collaborative Study. Journal Of AOAC International Vol. 88, No. 5.
Maulida R dan Guntarti A. 2015. Pengaruh Ukuran Partikel Beras Hitam (Oryza Sativa L.) terhadap Rendemen Ekstrak dan Kandungan Total Antosianin. Jurnal Pharmaҫiana Vol. 5 No. 1, hal. 9-16.
Mensah, J.K dan Golomeke, D. 2015. Antioxidant and Antimicrobial Activities of The Extracts of the Calyx of Hibiscus Sabdariffa Linn. Journal of Current Science Perspective 1 (2) page: 69-76.
Moulana R., et al. 2012. Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (4) No.3.
Pratiwi L. C. 2012. Adhesi Porphyromonas Gingivalis pada Netrofil yang Diinkubasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.). Skripsi. Universitas Negeri Jember.
Rahayu W.S., Hartanti D., dan Hidayat N. 2009. Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Kadar Antosian pada Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal PHARMACY, Vol.06 No. 02. ISSN 1693-3591.
Sartini et al. 2014. Aktivitas Penangkapan Radikal Bebas dari Infus Kelopak Bunga Rosella yang Difermentasi dengan Lactobacillus. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 7 No. 1. ISSN 1412-1107.
Sudarmia S., et al. 2015. Ekstraksi Sederhana Antosianon dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna Alami. Jurnal Eksergi, Vol XII . ISSN: 1410-394X.
41
Suzery M. et al. 2010. Penentuan Total Antosianin dari Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dengan Metode Maserasi dan Sokhxletasi. Jurnal Sains dan Matematika Vol. 18 No. 1. ISSN 0854-0675.
Wrolstad, R.E., dan Giusti, M.M. 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Vis Sepctroscopy. Current Protocols in Food Analytical Chemistry. F1.2.1-F1.2.13.
Wulandari et al. 2014. Efek Imunostimulan Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 7 No. 1. ISSN 1412-1107.
LAMPIRAN
42
43
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa L.)
44
Lampiran 2. Rosella Merah dari Kota Batu
Rosella merah segar
Serbuk simplisia bunga rosella merah
Ekstrak kental bunga rosella merah
45
Lampiran 3. Rosella Merah dari Pasar Tradisional
Rosella merah kering
Serbuk simplisia bunga rosella merah
Ekstrak kental bunga rosella merah
46
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak
Hasil Parameter
Rosella Pasar
Rosella Kota Batu
Tradisional
Rendemen: -
Berat simplisia
20.0064 gram
20.0076 gram
-
Berat ekstrak kental 10.1579 gram
12.3052 gram
-
Rendemen ekstrak
61.5%
% Rendemen =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒 ℎ (𝑔𝑟𝑎𝑚 ) 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚 )
Rosella Kota Batu % Rendemen =
50.8%
10.1579 (𝑔𝑟𝑎𝑚 ) 20.0064 (𝑔𝑟𝑎𝑚 )
x 100% = 50.8%
Rosella Pasar Tradisional % Rendemen =
12.3052 (𝑔𝑟𝑎𝑚 ) 20.0076(𝑔𝑟𝑎𝑚 )
x 100% = 61.5%
x 100%
47
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kadar Antosianin SAMPEL
pH 1 A (λmax)
pH 4.5 A (λmax)
A (700nm)
A (700nm)
ABSORBANSI
KONSENTRASI (mg/100 g)
B-1
0,166
0,005
0,032
0,005
0,134
543,647
B-2
0,170
0,007
0,032
0,006
0,137
555,818
B-3
0,167
0,006
0,032
0,006
0,135
547,704
P-1
0,076
0,010
0,032
0,007
0,041
166,340
P-2
0,082
0,012
0,032
0,006
0,044
178,511
P-3
0,080
0,012
0,033
0,005
0,040
162,283
Perhitungan Absorbansi A = (𝐴 λmax - 𝐴700 )pH 1.0 - (𝐴 λmax - 𝐴700 )pH 4.5 Contoh perhitungan absorbansi:
Sampel B-1 A = (𝐴 λmax - 𝐴700 )pH 1.0 - (𝐴 λmax - 𝐴700 )pH 4.5 A = (0.166 – 0.005) – (0.032 – 0.005) = 0.134
Sampel P-3 A = (𝐴 λmax - 𝐴700 )pH 1.0 - (𝐴 λmax - 𝐴700 )pH 4.5 A = (0.080 – 0.012) – (0.033 – 0.005) = 0.040
Perhitungan Konsentrasi Antosianin (mg/100 g) =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝜀𝑥𝐿
𝑉
x MW x 𝑊 x DF x 100
Keterangan: ε
= Absorptivitas Molar Sianidin-3-glukosida = 26.900 L/(mol.cm)
L
= Lebar kuvet = 1 cm
MW
= Berat molekul Sianidin-3-glukosida = 449,2 g/mol
V
= Volume larutan induk sampel
W
= Berat ekstrak
DF
= Dilution Factor/ Faktor Pengenceran
100
= Konversi untuk perhitungan dalam g/100 g sampel
Contoh Perhitungan Konsentrasi: -
Sampel B-1 Data
: A = 0.134
48
V = 50 mL W = 0.1029 gram DF= 5
-
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
𝑉
Antosianin
=
Antosianin
= 26.900 𝑥 1 x 449,2 x 0.1029 x 5 x 100
Antosianin
= 543,647 mg/100 g
𝜀𝑥𝐿
x MW x 𝑊 x DF x 100
0.134
50
Sampel P-3 Data
: A = 0.040 V = 50 mL W = 0.1029 gram DF= 5 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
𝑉
Antosianin
=
Antosianin
= 26.900 𝑥 1 x 449,2 x 0.1029 x 5 x 100
Antosianin
= 162,283 mg/100 g
𝜀𝑥𝐿
x MW x 𝑊 x DF x 100
0.040
50
49
Lampiran 6. Data Analisis Statistik Sampel Case Processing Summary Cases Missing N Percent 0 .0% 0 .0%
Valid Kadar Antosianin
Asal Rosella Rosella Bat u Rosella Pasar Besar
N 3 3
Percent 100.0% 100.0%
Total N 3 3
Percent 100.0% 100.0%
Descriptives Kadar Antosianin
Asal Rosella Rosella Bat u
Rosella Pasar Besar
Mean 95% Conf idence Interv al f or Mean
Stat istic 549.0563 533.6617
Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean Median Variance Std. Dev iat ion Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurt osis Mean 95% Conf idence Interv al f or Mean
Std. Error 3.5779377
564.4510 . 547.7040 38.405 6.1971699 543.6470 555.8180 12.1710 . .935 . 169.0447 148.0653
Lower Bound Upper Bound
1.225 . 4.8759072
190.0240
5% Trimmed Mean Median Variance Std. Dev iat ion Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurt osis
. 166.3400 71.323 8.4453190 162.2830 178.5110 16.2280 . 1.293 .
1.225 .
Tests of Normal ity a
Kadar Antosianin
Asal Rosella Rosella Bat u Rosella Pasar Besar
Kolmogorov -Smirnov Stat istic df Sig. .253 3 .292 3
. .
Stat istic .964 .923
Shapiro-Wilk df 3 3
Sig. .637 .463
a. Lillief ors Signif icance Correction
Group Statistics
Kadar Antosianin
Asal Rosella Rosella Bat u Rosella Pasar Besar
N 3 3
Mean 549.0563 169.0447
Std. Dev iat ion 6.1971699 8.4453190
Std. Error Mean 3.5779377 4.8759072
50
Independent Samples Test Levene's Test f or Equality of Variances
F Kadar Antosianin
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .500
.519
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Dif f erence
Std. Error Dif f erence
95% Confidence Interv al of the Dif f erence Lower Upper
62.835
4
.000
380.01167
6.0478185
363.2202
396.8031
62.835
3.670
.000
380.01167
6.0478185
362.6071
397.4162