PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI MASASE PUNGGUNG TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PRE OPERASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG MAWAR RSUD DR SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI
DISUSUN OLEH :
SRI LESTARI NIM : P 12 112
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI MASASE PUNGGUNG TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PRE OPERASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG MAWAR RSUD DR SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
SRI LESTARI NIM : P 12 112
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yangbertandatangan dibawah ini: Nama
: Sri Lestari
NIM
: P 12 112
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: Pemberian Terapi Relaksasi Masase Punggung Terhadap Kecemasan Pre Operasi Pada Asuhan Keperawatan Tn. S dengan Fraktur Femur di Ruang Mawar RSUD Dr Soediran Mangun
Soemarso
Wonogiri Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, Maret 2015 Yang Membuat Pernyataan
SRI LESTARI NIM P 12 112
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama
: Sri Lestari
NIM
: P.12 112
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: Pemberian Terapi Relaksasi Masase Punggung Terhadap Kecemasan Pre Operasi Pada Asuhan Keperawatan Tn. S dengan Fraktur Femur di Ruang Mawar RSUD Dr Soediran Mangun
Soemarso
Wonogiri.
Telah disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal :
Pembimbing : Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. kep NIK.201185071
( ...................................... )
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama
: Sri Lestari
NIM
: P 12 112
Program Studi : DIII Keperawatan Judul
: Pemberian Terapi Relaksasi Massase Punggung Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Fraktur Femur Di Ruang Mawar RSUD DR. Soediran Mangan Soedarso Wonogiri.
Telah diajukan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : Rabu, 8 Juli 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Fakhrudin Nasrul Sani, Ns., M.Kep
(
)
(
)
(
)
NIK. 201185071 Penguji I
: Atiek Murharyati, S. Kep., Ns., M.Kep NIK. 200680021
Penguji II
: Intan Maharani S. Batubara, S.,Kep., Ns. NIK. 200670020 Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep. NIK. 200680021 iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul "Pemberian Terapi Relaksasi Masase Punggung Terhadap Kecemasan Pre Operasi Pada Asuhan Keperawatan Tn. S dengan Fraktur Femur di Ruang Mawar RSUD Dr Soediran Mangun Soemarso Wonogiri". Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan dan selaku dosen Penguji I yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan memberikan bimbingan, saran, masukan serta arahan demi sempurnanya studi kasus ini. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Fakhrudin Nasrul Sani, Ns., M. Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
v
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Intan Maharani S batubara, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji II yang telah membimbing, membantu, mengarahkan serta membimbing studi kasus ini. 5. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Kedua orangtuaku, yang selaku menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin Surakarta, 22 Mei 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang .............................................................................
1
B. Tujuan penulisan .........................................................................
5
C. Manfaat penulisan .......................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori .............................................................................
7
1. Fraktur femur ........................................................................
7
2. Kecemasan ..............................................................................
21
3. Terapi masase punggung ......................................................
39
B. Kerangka Teori ..........................................................................
42
C. Kerangka Konsep .......................................................................
43
BAB III METODELOGI A. Subjek aplikasi riset ...................................................................
44
B. Tempat dan waktu ......................................................................
44
C. Media dan alat yang digunakan .................................................
44
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ............................
44
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset .....
46
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas klien ..............................................................................
50
B. Pengkajian ...................................................................................
50
C. Perumusan diagnosa keperawatan ...............................................
56
D. Intervensi keperawatan ................................................................
57
E. Implementasi keperawatan ..........................................................
58
F. Evaluasi .......................................................................................
59
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ...................................................................................
61
B. Diagnosa keperawatan ................................................................
65
C. Intervensi keperawatan ................................................................
67
D. Implementasi keperawatan ...........................................................
70
E. Evaluasi .......................................................................................
71
BAB VI IKESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................
73
B. Saran ............................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Mengurut ...................................................................................
45
Gambar 2.2 Meremas ....................................................................................
45
Gambar 2.3 Memijat .....................................................................................
45
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Alat Ukur HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety) ..............
37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat ukur HRS-A Lampiran 2. Asuhan Keperawatan Lampiran 3. Jurnal Lampiran 4. Usulan Judul Penelitian Lampiran 5. Lembar Konsultasi Lampiran 6. Lembar Konsultasi di Rumah Sakit Lampiran 7. Surat Pernyataan Lampiran 8. Lembar Log Book Karya Tulis Ilmiah Lampiran 9. Format Pendelegasian Pasien Lampiran 10. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah WHO
(2011)
dalam
Ropyanto
(2011)
kecelakaan
lalu
lintas
menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh dunia atau 3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2005 terdapat lebih dari tujuh juta orang meninggal karena kecelakaan dan sekitar dua juta mengalami kecacatan fisik. Menurut Depkes RI (2007) dalam Ropyanto (2011) kecelakaan di Indonesia berdasarkan laporan kepolisian menunjukkan peningkatan 6,72 % dari 57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi 61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349 meninggal dunia atau 43,15 %. Departemen Kesehatan (2007) dalam Ropyanto (2011) menyatakan bahwa insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi, dan mulut, serta aspek moralitas dan perilaku di Indonesia. Kejadian fraktur akibat kecelakaan di Indonesia mencapai 13 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta, dan merupakan angka kejadian terbesar di Asia Tenggara. Kejadian fraktur di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur di Indonesia 5,5 % dengan rentang setiap provinsi antara 2,2-9 % Fraktur ekstremitas bawah memiliki prevalensi sekitar 46,2 % dari insiden kecelakaan. Hasil tim survey Depkes RI
1
2
(2007) menunjukkan bahwa 25 % penderita fraktur mengalami kematian, 45 % mengalami cacat fisik, 15 % mengalami stress psikologis dan bahkan depresi, serta 10 % mengalami kesembuhan dengan baik. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau ruda paksa (Faradisi, 2012). Fraktur dapat dibedakan menjadi 4 klasifikasi, diantaranya yaitu berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi fraktur komplit dan fraktur inkomplit, fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar meliputi fraktur tertutup dan fraktur terbuka, fraktur berdasarkan garis patah tulang meliputi green stick, transverse, longitudinal, oblique, dan spiral, dan fraktur berdasarkan kedudukan fragmen meliputi tidak ada dislokasi dan adanya dislokasi (Musliha, 2010). Masalah yang terjadi pada pasien fraktur meliputi gangguan rasa nyaman nyeri, hambatan dalam mobilitas fisik, perubahan citra tubuh dan kecemasan (Bararah dan Jauhar, 2013). Kecemasan merupakan perasaan khawatir yang tidak jelas terhadap sumber yang seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu (Maryam dkk, 2013). Menurut Efendy (2005) dalam Faradisi (2012), pasien kadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Keadaan ini akan berakibat buruk apabila tidak segera diatasi. Penanganan fraktur menurut Mansjoer (2007) dalam Faradisi (2012) dapat berupa konservatif ataupun operasi. Tindakan operasi terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi interna dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis
3
diikuti fiksasi interna, dimana didalamnya terdapat banyak prosedur yang harus dilaksanakan. Hal ini menyebabkan kecemasan pada masa preoperasi, karena kecemasan pada saat ini merupakan hal yang wajar. Ketakutan yang terungkap setelah pasien melewati pembedahan menurut Efendy (2005) dalam Larasati (2009) antara lain, ketakutan munculnya rasa nyeri setelah pembedahan, ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi secara normal), ketakutan keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), ketakutan memasuki ruang operasi, menghadapi peralatan bedah dan petugas, ketakutan mati saat dilakukan anestesi, serta ketakutan apabila operasi akan mengalami kegagalan. Tidak heran jika sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Beberapa orang kadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Dampak apabila tidak segera diatasi akan meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang dapat menyebabkan pendarahan baik pada saat pembedahan ataupun pasca operasi. Oleh karena itu, peran perawat dalam mengatasi masalah yang dialami oleh pasien, tanpa terkecuali terkait kecemasan saat menghadapi pembedahan adalah mampu mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi. Hasil penelitian Arifah & Trise (2012)
dalam Purnomo (2013)
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam pemberian informasi tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik
4
terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang Bougenville RSUD Sleman. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa diperlukan adanya suatu upaya dalam menurunkan kecemasan yang dapat dilakukan untuk menghadapi pembedahan dengan mengajarkan pasien tentang teknik non farmakologis. Menurut Efendy (2005) teknik relaksasi yang dapat diberikan kepada klien diantaranya adalah dengan relaksasi nafas dalam, mendengar musik, dan masase. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kendali dan percaya diri serta mengurangi stres dan kecemasan yang dirasakan. Salah satu tindakan non farmakologis yang dapat dilakukan perawatan untuk mengurangi kecemasan adalah masase punggung. Masase merupakan salah satu cara memanjakan diri, karena sentuhan memiliki keajaiban tersendiri yang sangat berguna untuk menghilangan rasa lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah, merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun serta meningkatkan kesehatan pikiran (Hutasoit, 2000). Masase punggung merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami. Endorphin juga dapat meningkatkan rasa nyaman dan enak (Maryunani, 2010). Hasil penelitian Nino (2013), terapi relaksasi massage punggung berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi bedah mayor. Hasil observasi yang penulis lakukan di RSUD Dr. Soediran Mangan Soemarso Wonogiri pada pasien yang akan menjalani operasi ditemukan bahwa perawat hanya mengetahui aplikasi massase punggung sebagai salah
5
satu relaksasi saja tetapi tidak mengetahui untuk menurunkan kecemasan. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penyusunan karya tulis ilmiah berjudul “Pemberian Terapi Relaksasi Massase Punggung untuk Penurunan Tingkat Kecemasan Pre Operasi pada Tn. S dengan Fraktur Femur di RSUD Dr. Soediran Mangan Soemarso Wonogiri”. . B. Tujuan Penulisan 1.
Tujuan umum Melaporkan
pemberian terapi
relaksasi massase punggung untuk
penurunan tingkat kecemasan pre operasi pada Tn. S dengan fraktur femur di ruang mawar RSUD DR Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. 2.
Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur femur. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur femur. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan fraktur femur. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan fraktur femur.
6
f. Penulis mampu menganalisa hasil terapi relaksasi massage punggung pre operasi pada Tn. S dengan fraktur femur di RSUD Dr. Soediran Mangan Soemarso Wonogiri.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi pendidikan Hasil karya tulis ilmiah ini sebagai sumber informasi bagi institusi dalam pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang. 2. Bagi Rumah Sakit Hasil Karya Ilmiah ini dapat digunakan untuk pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif terutama pada pasien terapi relaksasi massase punggung terhadap penurunan tingkat kecemasan pre operasi dengan fraktur femur. 3. Bagi perawat Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menambah wacana keilmuan terutama di bidang keperawatan dalam kaitannya pasien pre operasi guna mengurangi kecemasan pasien. 4. Bagi profesi keperawatan Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menambah keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien terapi relaksasi massase punggung terhadap penurunan tingkat kecemasan pre operasi dengan fraktur femur.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Fraktur femur a. Definisi Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga flsik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Rendy, M.C dan Margareth, 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Femur merupakan tulang terpanjang yang ada dalam tubuh manusia, fraktur tulang femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Kebanyakan fraktur ini
8
terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian dan biasanya klien ini mengalami trauma multipel (Helmi, 2012). b. Etiologi Penyebab dari fraktur femur adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2008): 1) Benturan dan cidera atau trauma (jatuh pada kecelakaan) 2) Kelemahan tulang akibat osteoporosis (pada orang tua), penderita kanker atau infeksi yang disebut fraktur patologis. 3) Fraktur stress atau fatigue fraktur akibat peningkatan drastris latihan pada seorang atlet atau pada permulaan aktifitas fisik baru sehingga kekuatan otot meningkat secara lebih cepat dibandingkan kekuatan tulang. c. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari fraktur femur adalah sebagai berikut (Clevo dan Margareth, 2012) : 1) Nyeri, setelah terjadi patah tulang akan mengakibatkan terjadinya spasme otot yang menambah rasa nyeri. Nyeri dapat timbul pada saat aktifitas dan hilang pada saat istirahat, atau terdapat nyeri tekan pada daerah fraktur (tenderness). 2) Deformitas : perubahan bentuk tulang. 3) Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ekstremitas yang tidak alami.
9
4) Pembengkakan disekitar fraktur akan menyebabkan proses peradangan. 5) Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian terdekat. 6) Terjadi
gangguan
sensasi
atau
rasa
kesemutan, yang
mensyaratkan kerusakan syaraf. 7) Krepitasi suara gemeretak akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu satna lain. d. Patofisiologi Penyebab dari terjadinya fraktur antara lain karena adanya trauma dan kelemahan abnormal pada tulang. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian dan biasanya klien ini mengalami trauma multiple yang menyertainya. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma, memadai untuk mematahkan tulang femur. Kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur menimbulkan spasme otot sehingga menyebabkan nyeri yang sangat hebat (Muttaqin, 2012). e. Komplikasi Komplikasi dari fraktur femur antara lain (Clevo Rendy dan Margareth, 2012):
10
1) Sindrom kompartemen Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruangan tertutup di otot yang sering berhubungan dengan akuntansi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. 2) Sindrom memboli lemak (fat embolism syndrome) Merupakan keadaan pulmonary akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan kondisi pada pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala: Dyspnea, perubahan status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachypnea, tachycandia, demam, ruam kulit (petechie). 3) Nekrosis vaskuler (nekrosis aseptik) Fraktur menganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga firagmen tersebut kemudian mati. 4) Infeksi Paling sering menyertai fraktur terbuka dan dapat disebabkan melalui logam bidai. 5) Delayed union-non union Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak menyambung kembali.
11
6) Malunion Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring. f. Pemeriksaan Pemeriksaan diagnostik fraktur femur adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2008): 1) Pemeriksaan laboratorium a) Hb dan Hct sedikit disebabkan perdarahan b) LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak sangat luas. c) Peningkatan jumlah leukosit adalah respon stress normal setelah trauma. d) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang 2) Pemeriksaan penunjang a) Sinar X, untuk melihat gambaran fraktur deformitas b) CT scan, memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur, c) Venogram, menggambarkan arus vaskularisasi d) Radiograf, untuk menentukan integritas tulang e) Antroskopi, untuk mendeteksi keterlibatan sendi
12
f) Angiografi, bila dikaitkan dengan cidera petnbuluh darah g) Konduksi saraf dan elektromigram, untuk mendeteksi cidera saraf g. Penatalaksanaan Penatalaksanaan fraktur femur antara lain (Muttaqin, 2008) : 1) Penatalaksanaan non farmakologis a) Pembebanan fraktur di atas dan di bawah sisi cenderung sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi. b) Memberikan kompres dingin untuk menekan perdarahan, edema dan nyeri. c) Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema dan nyeri. d) Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syok bila perlu. 2) Pemasangan traksi untuk fraktur tulang panjang a) Traksi kulit : kekuatan diberikan pada kulit dengan busa karet, plester dan lain-lain. b) Traksi skelet : kekuatan yang diberikan pada tulang skelet secara langsung dengan menggunakan kawat pen. c) Fiksasi eksternal untuk menstabilkan fraktur kompleks dan terbuka.
13
3) Penatalaksanaan farmakologis a) Anastetik lokal, analgesik narkotik, relaksan otot atau diberikan untuk membantu pasien selama prosedur reduksi tertutup. b) Imobilisasi dilakukan dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Fisioterapi untuk mempertahankan otot yang luka bila tidak dipakai dapat mengecil secara cepat. Setelah fraktur cukup sembuh, mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul-betul telah kembali normal. Fungsi penyangga badan (weight bearina) diperbolehkan setelah terbentuk cukup callus. 4) Penanggulangan fraktur Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan skin traksi dengan metode Buck extension. Atau dilakukan dulu pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan skin traksi untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut jaringan lunak di sekitar daerah yang patah. Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non operatif atau operatif. Non operatif Dilakukan skeletal traksi. Yang sering digunakan ialah metode Parkin dan metode balans skeletal traksi. Metode Perkin a) Digunakan apabila fasilitas peralatan terbatas. Alat yang diperlukan:
14
(1) Steinman pin (2) Tali (3) Beban katrol b) Penderita tidur terlentang 1-2 jari di bawah tuberositas tibia, dibor dengan Steinman pin, dipasang staple, ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai lebih dari 12 minggu sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi. Metode balance skeletal traction a) Diperkkan alat-alat yang lebih banyak: (1) Thomas splint (2) Pearson attachment (3) Steinman pin (4) Tali (5) Katrol (6) Beban (7) Frame (8) Stapler b) Penderita tidur terlentang, 1-2 jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin, dipasang stapler pada Steinman pin. Paha di-topang dengan Thomas splint, sedang tungkai bawah
ditopang
oleh
Pearson
attachment.
Tarikan
15
dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif. Kadang-kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu, kemudian dipasang gips hemispica atau cast bracing. Operatif Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary nail. Terdapat bermacam-macam intramedullary nail untuk femur, di antaranya: (1) Kuntscher nail (2) Sneider nail (3) Ao nail Di antara ke tiga nail tersebut yang paling terkenal adalah Kuntscher nail. Pemasangan intramedullary nail dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulitfasia sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograde. Cara tertutup: Taripa menyayat di daerah yang patah. Pen dimasukkan melalui ujung trokanter mayor dengan bantuan image intersifier (C.arm). Tulang dapat direposisi dan pen
dapat
masuk
ke
dalam
fragment
bagian
distal.
Keuntungan: tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas (Aryono, 2010).
16
h. Asuhan keperawatan Asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur meliputi (Muttaqin, 2008): 1) Pengkajian a) Riwayat keperawatan (1) Perawat
perlu
menentukan:
data
identitas,
riwayat
terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma, (2) Obat-obatan yang sering digunakan (3) Kebiasaan yang sering dilakukan (4) Nutrisi (5) Hoby atau pekerjaan b) Pemeriksaan fisik (1) Kaji seluruh sistem tubuh yang besar, kepala, dada, abdomen. (2) Inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien. (3) Integrasi kulit (laserasi kulit, perubahan warna, perdarahan, pembengkakan lokal). (4) Nyeri (berat dan tiba-tiba saat cidera, spasme/kram otot) (5) Neuro sensasi (a) Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot. (b) Kesemuatan/parestesis
17
(c) Deformitas tulang (d) Krepitasi (e) Terlihat kelemahan/hilangaya fungsi 2) Diagnosa keperawatan a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik b) Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
muskuloskeletal c) Risiko trauma yang berhubungan dengan muskuloskeletal d) Risiko infeksi yang berhubungan dengan petahanan tubuh yang adekuat, trauma muskeloskeletal 3) Intervensi keperawatan a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam, nyeri berkurang atau
beradaptasi. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Kriteria hasil: Secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah,
skala nyeri 0-1 atau beradaptasi. Intervensi: (1) Kaji skala nyeri Rasional: nyeri merupakan respons subyektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri
18
(2) Atur imobilisasi pada paha Rasional: mobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan
fragmen
tulang
yang
menjadi
penyebab utama nyeri pada paha (3) Lakukan pemasangan traksi kulit secara sistematis Rasional: traksi kulit dengan pengaturan posisi kontratraksi dapat menurunkan kompresi saraf sehingga dapat menurunkan respon nyeri (4) Ajarkan teknik relaksasi masase punggung Rasional: meningkatkan
asupan
O2
sehingga
akan
menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia (5) Kolaborasi pemberian analgetik Rasional: analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akanberkurang b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas
fisik
sesuai
dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot,
klien
menunjukkan
meningkatkan mobilitas.
tindakan
untuk
19
Intervensi: (1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi peningkatan kerusakan Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. (2) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi Rasional: untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan (3) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang sakit Rasional: gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatann otot serta memperbaiki
fitngsi
jantung dan pernafasan (4) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien Rasional : peningkatkan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat dicapai dengan latihan fisik danahli fisioterapi c) Risiko trauma yang berhubungan dengan muskuloskeletal. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam, risiko trauma tidak terjadi. Kriteria hasil:
20
Klien mau berpartisipasi dalam pencegahan trauma, traksi dapat efektif dilaksanakan, tidak ada keluhan nyeri selama pemasangan traksi Intervensi: (1) Pertahankan tirah baring dn imobilisasi sesuai indikasi Rasional : meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya. (2) Lakukan perawatan luka pada kawat traksi skeletal Rasional: dapat mengurangi infeksi (3) Atur telapak kaki dalam posisi ke atas. Rasional: menghindari resiko footdrop akibat kontraktur sendi yang selalu melakukan ekstensi. (4) Kolaborasi pemberian obat antibiotik Rasional: antibiotik bersifat bakteri osida/ bakteri ostatik untuk
membunuh
dan
menghambat
perkembangan kuman d) Risiko infeksi yang berhubungan dengan petahanan tubuh yang adekuat, trauma muskeloskeletal Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi. Kriteria basil : tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka operasi, pada sekitar traksi tulang, dan fiksasi eksternal
21
Intervensi: (1) Kaji adanya tanda-tanda terjadinya infeksi Rasional: perawat
hams
memantau
apabila
terjadi
peningkatan nyeri, edema, demam (2) Lakukan perawatan luka secara steril Rasional: teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi kuman (3) Pantau atau batasi kunjungan Rasional: mengurangi risiko kontak infeksi dengan orang lain. (4) Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi Rasional: menunjukkan kemampuan secara umum dan merangsang pengembalian sistem imun. (5) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi Rasional: satu atau beberapa agenis diberikan yang bergantung pada sifat patogen dan infeksi yang terjadi. 2. Kecemasan a. Pengertian Fase praoperatif dari peran keperawatan peri operatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama
22
waktu tersebut dapat mencakup menetap pengkajian dasar pasien ditatanan klien atau dirumah, menjalani wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dan pembedahan. Fase praoperatif ini dapat menimbulkan kecemasan dari pasien (Brunner & Suddarth, 2001). Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian normal (Hawari, 2013). Kecemasan adalah perasaan yang menetap berupa ketakutan atau kecemasan yang merupakan respon terhadap kecemasan yang akan datang. Hal tersebut dapat merupakan perasaan yang ditekan kedalam bawah alam sadar bila terjadi peningkatan akan adanya bahaya dari dalam. Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu panjang dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwaperistiwa atau situasi-situasi khusus dapat mempercepat munculnya kecemasan tetapi setelah terbentuk pola dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas pada pengalaman hidup seseorang (Ibrahim, 2012). Pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini, yang merupakan awalan dan menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya kecemasan
23
pada pasien pre operatif bisa karena takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh. Selain itu pasien juga sering mengalami kecemasan karena masalah finansial, tanggungjawab terhadap keluarga dan kewajiban bekerja atau ketakutan akan prognosa yang buruk dan probabilitas kecacatan di masa datang (Smeltzer, 2002) Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Hal yang dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum kesehatan sex, dan ancaman terhadap keselamatan diri seperti tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status prestise, tidak memperoleh pengakuan dari orang lain dan ketidak sesuaikan pandangan diri dengan lingkungan nyata. Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai suatu kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab atau objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentukan dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap
24
anastesi/pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan anastesi/ meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati, 2005). b. Tanda dan gejala kecemasan Menurut
Hawari,
2008
keluhan-keluhan
yang
sering
dikemukakan oleh orang yang mengalami ansietas antara lain: 1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. 5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat. 6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala. c. Tingkat kecemasan Menurut Asmadi (2008), tingkat kecemasan dibagi menjadi 4, antara lain: 1) Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi,
25
mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. Kecemasan ringan mempunyai karakteristik : a) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari. b) Kewaspadaan meningkat. c) Persepsi terhadap lingkungan meningkat. d) Dapat
menjadi
motivasi
posotif
untuk
belajar
dan
menghasilkan kreatifitas. e) Respon fisiologis : sekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berekrut, serta bibir bergetar. f) Respon
kognitif:
mampu
menerima
rangsangan
yang
kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan tindakan. g) Respon perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, remor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi. 2) Kecemasan sedang Kecemasan
sedang
memungkinkan
seseorang
untuk
memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot
26
meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit,
mampu
untuk
belajar
namun
tidak
optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan
yang
tidak
menambah
ansietas,
mudah
tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis. Kecemasan sedang mempunyai karakteristik : a) Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan
darah
meningkat,
mulut
kering,
anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih. b) Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima. c) Respon perilaku dan emosi: gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegas, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman. 3) Kecemasan berat Kecemasan
berat sangat mengurangi lahan persepsi
seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing,
27
diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. Kecemasan berat mempunyai karakteristik : a) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. b) Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, serta tampak tegang. c) Respon
kognitif:
tidak
mampu
berpikir
berat
lagidan
membutuhkan banyak pengarahan / tuntunan, serta lapang persepsi menyempit. d) Respon perilaku dan emosi: perasaan terancam meningkat dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat). 4) Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
28
Panik mempunyai karakteristik : a) Respons fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik. b) Respons kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis, persepsi
terhadap
lingkungan
mengalami
distorsi,
dan
ketidakmampuan memahami situasi c) Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri (aktifitas motorik tidak menentu), perasaan terancamm serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan dii sendiri dan atau orang lain. d. Tahapan kecemasan Menurut Stuart, 2007 kecemasan di identifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu, ringan, sedang, berat dan panik (Stuart 2007). Semakin tinggi tingkat kecemasan individu maka akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Kecemasan berbeda dengan rasa takut yang merupakan
penilaian
intelektual
terhadap
bahaya.
Kecemasan
merupakan masalah psikiatri yang paling sering terjadi, tahapan tingkat kecemasan akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; cemas menyebabkan individu menjadi
29
waspada.
menajamkan
indera
dan
meningkatkan
lapang
persepsinya. 2) Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada suatu hal dan mempersempit lapang persepsi individu. Individu menjadi tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area. 3) Kecemasan berat, mengurangi lapang persepsi individu. Individu berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan, individu perlu banyak arahan untuk berfokus pada area lain. 4) Tingkat panik (sangat berat) dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, kelakuan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsi, karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang mencapai tingkat ini tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup diorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan
aktivitas
motorik,
menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. e. Etiologi kecemasan Kecemasan disebabkan faktor patofisiologis maupun faktor situasional (Sutrimo 2012). Penyebab kecemasan tidak spesifik bahkan tidak diketahui oleh individu. Perasaan cemas diekspresikan secara
30
langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku, dapat juga diekspresikan secara tidak langung melalui timbulnya gejala dan mekanisme koping sebagai upaya melawan kecemasan (Stuart 2007). Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) dan Tomb (2004), antara lain: 1) Faktor predisposisi a) Teori psikoanalisis Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan Impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi kecemasan untuk meningkatkan ego bahwa ada bahaya. b) Teori interpersonal Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah rentan mengalami kecemasan yang berat.
31
c) Teori perilaku Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk frutasi. Frustasi merupakan segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan dikarakteristikkan sebagai suatu dorongan yang dipelajari untuk menghindari kepedihan. Teori pembelajaran menyakini individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan kecemasan memandang
yang pada
berlebihan kehidupan
cemas
sebagai
lebih
sering
selanjutnya. pertentangan
menunjukkan Teori
konflik
antara
dua
kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan : konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan. d) Teori kajian keluarga Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas terjadi didalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi. Setiap perubahan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan (Ibrahim 2012). Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan antara lain faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi.
32
2) Faktor presipitasi Pengalaman cemas setiap individu bervariasi bergantung pada situasi dan hubungan interpersonal. f. Penatalaksanaan kecemasan Aspek klinik menyatakan bahwa kecemasan dapat dijumpai pada orang yang menderita stres normal, pada orang yang menderita sakit fisik berat lama dan kronik, dan pada orang dengan gangguan psikiatri berat. Kecemasan yang berkepanjangan menjadi patologis dan menghasilkan berbagai gejala hiperaktivitas otonom pada sistem muskulosketetal,
kardiovaskuler.
Gastrointestinal
bahkan
genitourinarius. Respon kecemasan yang berkepanjangan dinamakan gangguan kecemasan (Sutrimo 2012). Penyembuhan gangguan kecemasan dapat dilakukan dengan cara farmakologis maupun non farmakologis menurut Maramis (2004) yaitu sebagai berikut: 1) Farmakologis Terapi farmakologis yang diberikan untuk menurunkan kecemasan terdiri dart obat anxiolytic dan psikoterapi. Anxiolytic mempunyai keunggulan efek terapeutik dalam menurunkan tanda dan gejala kecemasan tetapi mempunyai kerugian resiko adiksi. Obat anxiolytic diberikan sampai 2 minggu pengobatan, kemudian dilakukan psikoterapi yang dimulai pada awal minggu kedua.Saat psikoterapi diberikan, obat anxiolytic masih tetap diberikan tetapi secara bertahap diturunkan dosisnya (tapering off sampai minggu
33
ke empat pengobatan). Jenis obat yang digunakan sebagai agen anxiolytic yaitu golongan benzodiazepine, non-benzodiazepin, antidepresan: trisiklik, monoamine, Oxidase inhibitor (MAOI), Seratonin Reuptake Inhibitor (SRI), Specific Serotenin Reuptake Inhibitor (SSRI) (Sutrimo 2012). Pengobatan farmakologis anxiolytic mempunyai efek klinik tranquilaizer dan neroleptika (Maramis 2004). 2) Non farmakologis Terapi non farmakologis untuk menurunkan kecemasan dilakukan dengan psikoterapi. Psikoterapi yang digunakan untuk gangguan kecemasan merupakan psikoterapi berorientasi insight, terapi perilaku, terapi kognitif atau psikoterapi provokasi kecemasan jangka pendek (Sutrimo 2012). Menurut Dongoes (2002) menurunkan stressor yang dapat memperberat kecemasan dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: a) Menurunkan kecemasan dengan teknik distraksi yang memblok persepsi nyeri dalam korteks serebral. b) Relaksasi dapat menurunkan respon kecemasan, rasa takut, tegang dan nyeri. Teknik relaksasi terdapat dalam berbagai jenis yaitu latihan nafas dalam, visualisasi dan guide imagery, biofeedback, meditasi, teknik relaksasi autogenic, relaksasi ototprogresif dan sebagainya. c) Pendidikan kesehatan membantu pasien dengan gangguan kecemasan untuk mempertahankan kontrol diri dan membantu
34
membangun sikap positif sehingga mampu menurunkan ketergantungan terhadap medikasi. d) Memberikan
bimbingan
pada
klien
dengan
gangguan
kecemasan untuk membuat pilihan perawatan diri sehingga memungkinkan klien terlibat dalam aktivitas pengalihan. Bimbingan yang diberikan dapat berupa bimbingan fisik maupun mental. e) Dukungan keluarga meningkatkan mekanisme koping dalam menurunkan stres dan kecemasan. Penatalaksanaan keperawatan mandiri berdasarkan Nursing lntervention Classification (NIC) yang dianjurkan untuk tindakan menurunkan kecemasan yaitu penurunan kecemasan, teknik menenangkan, pengembangan mekanisme koping, pendampingan pasien, kehadiran perawat dan konseling lewat telepon. NIC untuk diagnose kecemasan juga dianjurkan dalam kategori intervensilain yaitu konseling, pedoman antisipasi, terapi seni. Terapi autogenik, manajemen sikap, distraksi, humor, hipnotis, meditasi. terapi musik, terapi otot progresif. Bimbingan imajinasi, relaksasi pendidikan kesehatan dan kunjungan tenaga kesehatan
(Mc
Closkey & Bulechek, 2008). Pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperative.
Kesuksesan
tindakan
pembedahan
secara
keseluruhan sangat tergantung pada fase ini, yang merupakan awalan dan menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan
35
berikutnya kecemasan pada pasien preoperative bisa karena takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh. Selain itu pasien juga sering mengalami kecemasan karena masalah finansial, tanggung jawab terhadap keluarga dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan akan prognosa yang buruk dan probabilitas kecacatan dimasa datang Smeltzer, (2002) dalam Pornomo 2013. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dilihat dari tanda dan gejala seperti: meningkatnya frekuensi jantung, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih Capernito, (2006) dalam Pornomo, 2013 Kecemasan apabila tidak diatasi akan menimbulkan masalah dan mengganggu proses operasi berlangsung atau dapat pula terjadi pembatalan operasi, kondisi ini memerlukan suatu upaya dalam menurunkan kecemasan yang dapat dilakukan dengan mengajarkan pasien tentang teknik relaksasi, misalnya: relaksasi nafas dalam, mendengar musik, masase. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kendali dan percaya diri serta mengurangi stres dan kecemasan yang dirasakan Stuart (2007) dalam Pornomo 2013.
36
g. Cara mengukur kecemasan Menurut
Hawani
(2012)
untuk
mengukur
kecemasan
menggunakan alat ukur HRS-A (Hamilton Rating scale). Yang masing-masing gejala diberi penilaian angka (skor) antara 0-4 dengan penilaian sebagai berikut: 1) Nilai 0 : tidak ada gejala (keluhan) 2) Nilai 1 : gejala ringan 3) Nilai 2 : gejala sedang 4) Nilai 3 : gejala berat 5) Niali 4 : gejala berat sekali Masing – masing nilai angka (skor) dari 14 kelompok gejala dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : Total nilai (skor) = 1. Kurang dari 14
: tidak ada kecemasan
2. 14 – 20
: kecemasan ringan
3. 21 – 27
: kecemasan sedang
4. 28 – 41
: kecemasan berat
5. 42 – 56
: kecemasan panik
37
Tabel 2.1. Alat Ukur HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety) No Gejala kecemasan 1 Perasaan kecemasan a. Cemas b. Firasat buruk c. Takut akan pikiran sendiri d. Mudah tersinggung 2 Ketegangan a. Merasa tegang b. Lesu c. Tidak bisa istirahat tenang d. Mudah terkejut e. Mudah menangis f. Gemetar g. Gelisah 3 Ketakutan a. Pada gelap b. Pada orang lain c. Ditinggal sendiri 4 Gangguan tidur a. Sukar tidur b. Terbangun malam hari c. Tidur tidak nyenyak d. Bangun dengan lesu e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk) 5 Gaguan kecerdasan a. Sukar kosentrasi b. Daya ingat menurun c. Daya ingat buruk 6 Perasaan depresi (murung) a. Hilangya minat b. Sedih c. Bangun dini hari d. Perasaan berubah-ubah 7 Gejala somatik/fisik (otot) a. Sakit dan nyeri di otot
Nilai Angka (Skor) 0 1 2 3
4
38
8
9
10
11
12
13
b. Kaku c. Kedutan otot d. Gigi gemerutuk e. Suara tidak stabil Gejala somatik/fisik (sensorik) a. Tinitus (telinga berdenging) b. Penglihatan kabur c. Muka merahatau pucat d. Merasa lemas Gejala kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) a. Takikardia (denyut antung cepat) b. Berdebar-debar c. Nyeri di dada d. Denyut nadi mengeras e. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan Gejala respiratory (pernafasan) a. Rasa tertekan atau sempit dada b. Rasa tercekik c. Sering menarik nafas d. Nafas pendek /sesak Gejala gastrointestinal a. Sulit menelan b. Perut melilit c. Gangguan pencernaan d. Nyeri sebelum atau sesudah makan e. Rasa penuh dan kembung f. Buang air besar lembek atau konstipasi Gejala urogenital (perkemihan) a. Sering buang air seni b. Tidak dapat menahan air seni Gejala autonomy a. Mulut kering b. Muka merah c. Mudah berkeringat d. Kepala terasa berat
39
14
Tingkah laku a. Gelisah b. Tidak tenang c. Jari gemetar d. Keutkening e. Muka tegang f. Otot tegang/mengeras
3. Terapi masase punggung 4) Pengertian Dalam massase punggung sentuhan yang dibentuk berguna untuk meningkatkan kenyamanan, mengurangi stress dan menciptakan ketenangan (Basford Lynn dan Selvin, 2006). Massase merupakan salah satu cara memanjatkan diri, karena sentuhan memiliki keajaiban tersendiri yang sangat berguna untuk menghilangkan rasa lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah, merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun serta meningkatkan kesehatan pikiran Selain itu pula, karena massase punggung merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami. Endorphin juga dapat menciptakan rasa nyaman dan enak (Maryunani, 2010) dalam purnomo, dkk (2013). Tujuan relaksasi massase adalah mengurangi ketegangan otot, membantu melancarkan sirkulasi darah, memberikan rasa rileks pada tubuh, menghilangkan stres (Anonim, 2009) dalam purnomo, dkk (2013). Area massase yang baik dilakukan adalah pada area punggung.
40
5) Teknik masase punggung Ada 3 teknik dalam masase punggung yaitu (Basford Lynn dan Selvin, 2006) : 1) Mengurut Gerakan yang lembut, melebar mengikuti alur yang bertujuan untuk memperlancar sirkulasi darah dan fungsi otot kejantung.
Gambar 2.1 2) Meremas Gerakan ini dilakukan dengan cara tangan diletakan pada punggung yang datar kemudian digerak melingkar berlawanan arah jarum jam. Gerakan ini berguna untuk menghilangkan ketegangan.
Gambar 2.2
41
3) Memijat Gerakan ini dilakukan dengan gerakan pendek dan tajam, menekan, tangan digerakan secara berulang dan cepat. Dan bertujuan untuk mendorong aliran darah kembali kejantung.
Gambar 2.3 Teknik sesuai dengan teori Kozier & Erb, (2012) yang dikutip dalam jurnal Freddy, (2013) tentang “Pengaruh Pemberian Masase Punggung untuk Mengurangi Kecemasan”
yang
mengatakan bahwa masase punggung merupakan tipe masase yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan, dan halus. Bedasarkan beberapa
riset
menunjukkan
massase
punggung
memiliki
kemampuan untuk menghasilkan respon relaksasi. Gosokan punggung sederhana selama 3-5 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi, serta memiliki efek positif pada parameter kardiovaskuler seperti tekanan darah, denyut jantung, dan frekuensi pernafasan. Massase punggung bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah.
42
B. Kerangka Teori Benturan cidera, trauma, kelemahan tulang (osteoporosis) fatigue femur
Tulang femur patah/fraktur femur
Krepitasi
Bengkak
Jaringan lunak disekitar rusak
Deformitas
Spasme otot Nyeri hebat
Nyeri akut
Operatif Preoperatif
Takut akan nyeri dan kematian, deformitas, masalah finansial, kecacatan dimasa akan datang Kecemasan Massase Punggung Tubuh melepaskan senyawa endorphin
Rasa rileks pada tubuh
Melancarkan sirkulasi darah
Stres berkuang Cemas berkurang
Sumber: Mustaqqin (2012) dalam Purnomo dkk (2013), Smeltzer (2002), Maryunani (2010), Purnomo dkk (2013)
43
C. Kerangka Konsep Kecemasan
Massase Punggung
Cemas Berkurang Sumber: Smeltzer (2002) dalam Purnomo dkk (2013) dan Purnomo dkk (2013)
44
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Tindakan akan dilakukan pada pasien dari aplikasi riset adalah terapi relaksasi masase punggung utuk menurunkan tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur femur.
B. Tempat dan Waktu 1. Tempat aplikasi riset Hasil karya ilmiah ini akan dilakukan di RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. 2. Waktu aplikasi riset Kemudian diberikan intervensi massase punggung dengan bimbingan dalam kurung waktu 3 – 5 menit yang dilakukan selama 1 hari pada tanggal 20 Maret 2015.
C. Media dan Alat yang Digunakan Hand body lotion.
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset Ada 3 tehnik dalam masase punggung yaitu (Basford Lynn dan Selvin, 2006): 4) Mengurut Gerakan yang lembut, melebar mengikuti alur yang bertujuan untuk memperlancar sirkulasi darah dan fungsi otot kejantung.
45
Gambar 2.1 5) Meremas Gerakan ini dilakukan dengan cara tangan diletakkan pada punggung yang datar kemudian digerak melingkar berlawanan arah jarum jam. Gerakan ini berguna untuk menghilangkan ketegangan.
Gambar 2.2 6) Memijat Gerakan ini di lakukan dengan gerakan pendek dan tajam, menekan, tangan digerakan secara berulang dan cepat bertujuan untuk mendorong aliran darah kembali kejantung.
Gambar 2.3
46
E. Alat Ukur Evaluasi Tingkat Kecemasan Menurut HRS-A. 1. Cara mengukur kecemasan Untuk mengukur kecemasan menggunakan alat ukur HRS-A (Hamilton Rating scale), masing-masing gejala diberi penilaian angka (skor) antara 0-4 dengan penilaian sebagai berikut: 6) Nilai 0 : tidak ada gejala (keluhan) 7) Nilai 1 : gejala ringan 8) Nilai 2 : gejala sedang 9) Nilai 3 : gejala berat 10) Nilai 4 : gejala berat sekali Masing-masing nilai angka (skor) dari 14 kelompok gejala dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : Total nilai (skor) = 6. Kurang dari 14
: tidak ada kecemasan
7. 14 – 20
: kecemasan ringan
8. 21 – 27
: kecemasan sedang
9. 28 – 41
: kecemasan berat
10.42 – 56
: kecemasan panik
No 1
Gejala kecemasan Perasaan kecemasan e. Cemas f. Firasat buruk g. Takut akan pikiran sendiri h. Mudah tersinggung
Nilai Angka (Skor) 0
1
2
3
4
47
2
Ketegangan h. Merasa tegang i. Lesu j. Tidak bisa istirahat tenang k. Mudah terkejut l. Mudah menangis m. Gemetar n. Gelisah
3
Ketakutan d. Pada gelap e. Pada orang lain f. Ditinggal sendiri
4
Gangguan tidur f. Sukar tidur g. Terbangun malam hari h. Tidur tidak nyenyak i. Bangun dengan lesu j. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk)
5
Gangguan kecerdasan d. Sukar konsentrasi e. Daya ingat menurun f. Daya ingat buruk
6
Perasaan depresi (murung) e. Hilangnya minat f. Sedih g. Bangun dini hari h. Perasaan berubah-ubah
7
Gejala somatik/fisik (otot) f. Sakit dan nyeri di otot g. Kaku
48
h. Kedutan otot i. Gigi gemerutuk j. Suara tidak stabil 8
Gejala somatik/fisik (sensorik) e. Tinitus (telinga berdenging) f. Penglihatan kabur g. Muka merahatau pucat h. Merasa lemas
9
Gejala
kardiovaskular
(jantung
dan
pembuluh darah) f. Takikardia (denyut antung cepat) g. Berdebar-debar h. Nyeri di dada i. Denyut nadi mengeras j. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan
10
Gejala respiratory (pernafasan) e. Rasa tertekan atau sempit dada f. Rasa tercekik g. Sering menarik nafas h. Nafas pendek /sesak
11
Gejala gastrointestinal g. Sulit menelan h. Perut melilit i. Gangguan pencernaan j. Nyeri sebelum atau sesudah makan k. Rasa penuh dan kembung l. Buang air besar lembek atau konstipasi
12
Gejala urogenital(perkemihan) c. Sering buang air seni
49
d. Tidak dapat menahan air seni 13
Gejala autonomy e. Mulut kering f. Muka merah g. Mudah berkeringat h. Kepala terasaberat
14
Tingkah laku g. Gelisah h. Tidak tenang i. Jari gemetar j. Keutkening k. Muka tegang l. Otot tegang/mengeras
50
BAB IV LAPORAN KASUS
Bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal tentang pemberian terapi relaksasi masase punggung terhadap kecemasan pada Asuhan Keperawatan Tn.S dengan fraktur femur di ruang mawar RSUD DR Soediran Mangan Wonogiri. Asuhan Keperawatan Tn.S meliputi pengkajian, perumusan masalah keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan. Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 Maret 2015 10.00 WIB dengn menggunakan metode auto-anamnesa dan allo-anamnesa. A. Identitas Klien Hasil pengkajian diperoleh data antara lain, nama pasien Tn.S berjenis kelamin laki-laki dengan umur 50 tahun, berstatus menikah, beragama islam, pendidikan sekolah dasar (SD), pekerjaan swasta dan bertempat tinggal di Ngembang, keloran selogiri. Identitas penanggung jawabnya adalah Ny.S berumur 49 tahun, pendidikan terakhir sekolah dasar (SD) dan pekerjaannya swasta, alamat di Ngembang, Keloran Selogiri, hubungan dengan pasien adalah sebagai Istri.
B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 10.10 WIB. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri pada kaki kanan bawah. riwayat penyakit sekarang yaitu Tn.S mengalami kecelakaan motor yang berlawanan arah pada tanggal 19 Maret 2015, Tn.S dibawa oleh penolong ke 50
51
RSUD DR Soediran Wonogiri untuk diperiksa. pada saat di IGD, pasien mendapatkan infus RL 20 tpm, TD 130/80 mmHg, N 80 x/menit, RR 20 x/menit, S 37,0 oC. kemudian pasien di rawat inap di ruang bangsal mawar dengan keluhan nyeri pada kaki kanan bawah dan pasien takut untuk mengerakkan kaki kanannya. Pasien mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit. pasien tidak mempunyai riwayat sakit seperti DM, Hipertensi. Pasien mengatakan mempunyai alergi terhadap makanan dan magic. Pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, lingkungannya juga jauh dari polusi udara, dan terdapat ventilasi. Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan jantung. Pasien mengatakan mempunyai tiga anak. saat ini pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya.
Pasien Tn. S Tnm
Keterangan : : Laki-laki : Sakit
: Perempuan
52
Hasil pengkajian pola gordon, pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari, tidak dalam keadaan sakit, sehat jasmani dan rohani. Apabila ada keluarga yang sakit segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3x sehari dengan jenis nasi, sayur, dan lauk, habis 1 porsi, pasien tidak memiliki keluhan. Minum pasien habis 6-8 gelas per hari, dengan air putih dan teh 1 gelas belimbing 250 ml x 6 = 1.500 ml, pasien mengatakan tidak ada keluhan, selama sakit pasien makan 3x sehari dengan jenis porsi bubur, sayur, lauk, habis 1/2 porsi. Minum pasien habis 6 gelas per hari, dengan susu dan jus 1 gelas belimbing 250 ml x 6 = 1.500 ml, pasien mengatakan tidak ada keluhan. Pola eliminasi BAB, baik sebelum sakit maupun selama sakit klien tidak memiliki keluhan dalam BAB. Pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, kuning kecoklatan, berbau khas. Pola eliminasi BAK, sebelum sakit klien mengatakan BAK 5-6x sehari, 50-100 cc setiap kali BAK, berwarna kuning jernih, berbau khas amoniak, dan tidak ada keluhan, selama sakit pasien mengatakan BAK 4-5x sehari, 60-100 cc setiap kali BAK, berwarna kuning jernih, berbau khas amoniak, dan tidak ada keluhan. Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (skor 0), selama sakit untuk makan/minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ ROM, pasien memerlukan bantuan orang lain (skor 1) dan untuk toileting memerlukan
53
bantuan orang lain (skor 1). Data diatas disimpulkan bahwa Tn. S total di bantu keluarga. Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien tidur nyenyak baik siang maupun malam hari, tidur siang 1 jam dan tidur malam 8 jam tanpa menggunakan obat tidur, selama sakit pasien sering terbangun merasakan nyeri pada siang dan malam hari, tidur siang 30 menit, tidur malam 5 jam, tanpa menggunakan obat tidur. Pola kognitif-perseptual sebelum sakit klien dapat berbicara, dengan lancar. Indera penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman normal, selama sakit pasien dapat berbicara kaki kanan bawah luka. Pasien mengatakan nyeri kaki sebelah kanan di gerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri di bagian paha kanan dengan skala nyeri 5, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Pasien pre operasi bisa takut terhadap nyeri atau kematian.Berdasarkan hasil pengukuran kecemasan didapatkan nilai total 23( kecemasan sedang). Pola persepsi konsep diri, gambaran diri pasien menerima keadaan sakitnya saat ini, ideal diri pasien mengatakan dengan mengalami kejadian semoga dapat beraktivitas lagi seperti biasanya, harga diri pasien mengatakan bahwa dirinya merasa berharga karena ditengok oleh tetangga di rumah sakit, peran diri pasien sebagai anak dan sekarang tidak mampu untuk bekerja, sedangkan identitas diri pasien berjenis kelamin laki-laki berusia 50 tahun, pekerjaan swasta. Pola hubungan peran, pasien mengatakan sebelum sakit dan selama sakit hubungan pasien dengan keluarga harmonis dengan masyarakat di lingkungan cukup baik dengan ditandai di jenguk atau ditengok. pola
54
seksualitas reproduksi, pasien berjenis kelamin laki-laki, dan sudah menikah. Pola mekanisme koping, pasien mengatakan untuk menghilangkan kepenatan dengan beristirahat dan berkumpul bersama keluarga atau tetangga, apabila ada masalah selalu bercerita dengan keluarga, dan ketika mengambil keputusan di lakukan secara musyawarah. Pola nilai dan keyakinan, pasien beragama islam dan selalu menjalankan sholat 5 waktu, selama sakit pasien tidak mampu menjalankan sholat dan menerima penyakitnya sebagai ujian dari Allah SWT. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemas dengan kesadaran composmentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit teraba kuat dan irama teratur, respirasi 20x/menit irama teratur, dan suhu 37,0oC. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, ada luka lecet-lecet, rambut tidak ada kutu, berwarna hitam. Pemeriksaan mata didapatkan data mata simetris kanan kiri, fungsi penglihatan baik, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokor, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung bersih, tidak terdapat sekret, tidak ada nafas cuping hidung. Mulut simetris, mukosa bibir kering, berwarna hitam, terdapat fraktur femur. gigi bersih. Telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Pemeriksaan leher, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran limfe. Pemeriksaan fisik paru, didapatkan hasil inspeksi: bentuk dada simetris, tidak menggunakan otot bantu nafas, ekspansi dada kanan/ kiri sama, palpasi: vocal fremitus kanan/ kiri sama, perkusi: sonor, auskultasi: suara
55
vesikuler dan irama reguler. Pemeriksaan fisik jantung inspeksi: ictus cordis tidak nampak, palpasi: ictus cordis teraba di ICS V, perkusi: pekak, auskultasi: bunyi jantung I, II sama, tidak ada suara tambahan. pada pemeriksaan fisik abdomen inspeksi: perut simetris, tidak ada jejas, terdapat umbilikus, auskultasi: bising usus 15x/menit, perkusi: pekak pada kuadran I, tympani kuadran II, III, IV. palpasi: tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran, tidak ada massa. Pemeriksaan genetalia, didapatkan hasil genetalia bersih, tidak ada jejas. Pemeriksaan rektum bersih, tidak ada luka. Pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan 5/5 (bergerak bebas), tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm, perabaan akral hangat, capilary refile < 2 detik. Pada pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki kanan dan kiri 1/5 (bergerak dibantu), perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refile < 2 detik. Hasil pemeriksaan laboratorium dan data penunjang pada tanggal 20 Maret 2015 diperoleh hasil : WBC 9,0 k/ul (nilai normal 4,1- 10,9), LYM 1,719,3 %L(nilai normal 0,6-4,1), MID 0,5- 5,3 %m (nilai normal 0,1- 24,0), GRAN 6,8 %g (nilai normal 37,0- 70,0), RBC 4,97 m/ul (nilai normal 4,206,30), HGB 14,0 g/dl (nilai normal 12,0- 18,0), HCT 14,0 % (nilai normal 37,0- 51,0), MCV 88,3 fl (nilai normal 80,0- 97,0), MCHC 31,9 g/dl (nilai normal 31,0- 36,0), RDW 15,6 % (nilai normal 11,5- 14,5), PLT 247 k/ul (nilai normal 140- 440), MPV 76 fl (nilai normal 0,0- 99,8), Golongan darah O. 20 Maret 2015 diperoleh hasil pemeriksaan kimia darah: GLUK.DARAH PUASA
56
87 mg/ dl (nilai normal 76-120), SGOT 20 u/l (nilai normal 0- 25), SGPT 23 u/l (nilai normal 0- 29), UREUM
19 mg/dl (nilai normal 0,5 1,3),
KREATININ 0,93 mg/dl (nilai normal 0,5- 1,3). Hasil pemeriksaan rontgen pada tanggal 20 Maret 2015 adanya fraktur pertiga atas femur pada kaki kanan. Selama di rawat di ruang mawar, pasien mendapat therapy RL 20 tpm untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi, ASERING 20 tpm untuk pengobatan asidosis yang b.d dehidrasi & kehilangan ion alkali dari tubuh, injeksi ceftazidime 1 gr/12 jam untuk septikemia, bakterimia, meningitis, pneumonia, pleuritis, infeksi sel nafas bawa, ISK, infeksi abdominal dan bilier, injeksi parasetamol 1 fl/12 jam untuk hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glukosa 6 fosfal dehidrogenase.
C. Perumusan diagnosa keperawatan Berdasarkan data pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan. Data subyektif pasien mengatakan nyeri saat digerakan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian paha kanan dengan skala 5, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Data obyektif pasien tampak tegang, TD:130/80 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20 x/menit, S: 37,00 C hasil rontgen menunjukan adanya fraktur sepertiga atas femur pada kaki kanan. Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
57
Data subyektif pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya. Data obyektif pasien tampak terlihat binggung tidak fokus, hasil pengukuran tingkat kecemasan dengan HRS-A skor 23 termasuk dalam kecemasan sedang, TD:130/80 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20 x/menit, S: 37,00 C,. Berdasarkan data diatas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu ansientas berhubungan dengan status kesehatan.
D. Intervensi keperawatan Berdasarkan diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Maka penulis menyusun intervensi atau rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil skala 1- 2, pasien tampak rileks, TTV dalam batas normal ( TD: 130/70 mmHg, N: 6- 100 x/menit, R:16- 20x/menit, , S: 36- 37 oC). Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan adalah observasi karakteristik nyeri meliputi PQRST dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri, observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui perkembangan klien, berikan posisi semi flower dengan rasional untuk memberikan kenyamanan, ajarkan relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi rasa nyeri. Pemberian analgesik sesuai advis dokter dengan rasional untuk memberikan terapi obat Berdasarkan diagnosa kedua ansietas berhubungan dengan
status
kesehatan maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam cemas berkurang, pasien tidak tampak bingung dengan criteria hasil, dapat mengungkapkan gejala cemas,
58
dapat mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas, vital sign dalam batas normal, postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji tingkat kecemasan dengan rasional untuk memberikan waktu kepada pasien untuk mengutarakan perasaannya, berikan pasien dorongan emosional dengan rasional dukungan yang baik dapat memberikan semangat yang tinggi untuk menerima keadaan dengan sabar dan lapang dada, berikan teknik relaksasi masase punggung dengan rasional mengurangi kecemasan.
E. Implementasi keperawatan Tindakan keperawatan pada diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik pada hari jum’at, 20 maret 2015 pukul 10.35 WIB yaitu mengkaji nyeri pada pasien, respon subyektif: pasien mengatakan nyeri saat digerakan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian paha kanan dengan skala nyeri 5, nyeri hilang timbul selama 4 detik, respon obyektif pasien tampak tegang. Pukul 10.45 WIB mengkaji vital sign, respon subyektif : pasien mengatakan mau diperiksa, respon obyektif: TD: 130/80 mmHg, N: 80 X/menit, S: 37,0oC, RR: 20x/menit. Pukul 11.00 WIB mengajarkan posisi semi flower, respon subyektif: pasien mau diberi posisi yang nyaman, respon obyektif : pasien tampak miring. Pukul 11.30 WIB mengajarkan relaksasi nafas dalam, respon subyektif : pasien mengatakan mau diajarkan relaksasi nafas dalam, respon obyektif : pasien tampak melakukan dengan baik.
59
Memberikan analgesik sesuai advis dokter, respon subyektif: pasien mengatakan mau diberi obat, respon obyektif: obat sudah masuk lewat IV. Tindakan keperawatan pada diagnosa kedua ansientas berhubungan dengan status kesehatan pada hari jum’at, 20 Maret 2015 pukul 11.45 WIB yaitu mengkaji tingkat kecemasan, respon subyektif: pasien mengatakan merasa cemas, respon obyektif: tingkat kecemasan 14 kecemasan ringan, memberikan pasien dorongan emosional, respon subyektif: pasien mengatakan menerima keadaan sekarang, respon obyektif: pasien tampak tenang dan mengerti dengan keadaannya sekarang. Memberikan teknik relaksasi masase punggung,
respon
subyektif:
pasien
mengatakan
sedikit
berkurang
kecemasannya, respon obyektif: pasien tampak tenang. F. Evaluasi Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis kemudian dievaluasi pada hari jum’at, 20 Maret 2015 pukul 13.40 WIB evaluasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, subyektif pasien mengatakan nyeri saat digerakan, nyeri seperti ditusuk-tusuk , nyeri dibagian paha kanan dengan skala nyeri 5, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Obyektif pasien tampak tegang, TD: 130/80 mmHg, N: 80 X/menit, S: 37,0oC, RR: 20x/menit, hasil rontgen menunjukan adanya fraktur sepertiga atas femur pada kaki kanan. Analisa: masalah belum teratasi. Planning: observasi karakteristik nyeri meliputi PQRST, observasi tanda-tanda vital, berikan posisi semi flower, ajarkan relaksasi nafas dalam, pemberian analgesik sesuai advis dokter.
60
Evaluasi untuk diagnosa ansietas berhubungan dengan status kesehatan, pukul 14.00 WIB dengan metode SOAP. Subyektif: pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya. Obyektif pasien tampak terlihat binggung tidak fokus, hasil pengukuran tingkat kecemasan dengan HRS-A skor 14 termasuk dalam kecemasan ringan. Analisa : masalah teratasi. planning : kaji tingkat kecemasan, berikan pasien dorongan emosional, berikan teknik relaksasi masase punggung.
61
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian masase punggung untuk mengurangi kecemasan pada asuhan keperawatan Tn. S dengan fraktur femur di ruang Mawar RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Penulis akan membahas tentang faktor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antar teori dengan kenyataan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons pasien saat ini dan waktu
sebelumnya
(Carpenito,2005).
Pengkajian
dilakukan
dengan
menggunakan metode alloanamnesa dan autoanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan gordon, pengkajian fisik, dan didukung dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang. Metode dalam pengumpulan data adalah observasi yaitu dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah-masalah yang dialami pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien (Darmawan, 2012).
62
Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 Maret 2015 pukul 10.00WIB dengan keluhan utama pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan bawah. Keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat. nyeri tersebut timbul karena setelah terjadi patah tulang akan mengakibatkan terjadinya spasme otot yang menambah rasa nyeri. Nyeri dapat timbul pada saat aktivitas dan hilang pada saat istirahat, atau terdapat nyeri tekan pada daerah fraktur (Rendy, M.C dan Margareth, 2012). Riwayat penyakit sekarang yaitu Tn. S mengalami kecelakaan pada tanggal 19 Maret 2015 pasien dibawa ke IGD, pasien dipasang infus RL 20 tps kemudian pasien dibawa keruang mawar, TD 130/80 mmHg, N 80x/ menit, RR 20x/ menit, S 37,0C pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya, hasil rontgen menunjukkan adanya fraktur seper tiga atas femur pada kaki kanan, aposisi dan aligmen tulang cukup baik. Femur merupakan tulang terpanjang yang ada dalam tubuh manusia, fraktur tulang femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian dan biasanya klien ini mengalami trauma multipel (Helmi, 2012). Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (skor 0), selama sakit untuk makan/minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM, pasien memerlukan bantuan orang lain (skor 2) dan untuk toileting memerlukan bantuan orang lain dan alat (skor 3). Data diatas disimpulkan bahwa Tn. S
63
total di bantu keluarga. Adanya nyeri dan gerak yang terbatas menyebabkan semua bentuk aktivitas pasien menjadi berkurang dan pasien butuh banyak bantuan orang lain (Muttaqin, 2008). Pola kognitif perseptual sebelum sakit klien dapat berbicara, dengan lancar. Indera penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman normal, selama sakit dapat berbicara kaki kanan bawah luka. Pasien mengatakan nyeri kaki sebelah kanan di gerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri di bagian paha kanan dengan skala nyeri 5, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Berdasarkan tingkat kecemasan dengan HRS-A didapatkan hasil skor 23 termasuk dalam kecemasan sedang. Pengkajian nyeri meliputi PQRST. P (provocate) yang berarti penyebab atau stimulus-stimulus nyeri, Q (quality) yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (region) yang berarti lokasi nyeri, S (severe)yang berarti tingkat keparahan nyeri, T (time) yang berarti awitan, durasi, dan rangkaian nyeri (Prasetya, 2010). Pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan 5 (bergerak bebas), tangan kiri bisa digerakkan dan tangan kanan terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm, perabaan akral hangat, wajah kiri dan tangan kiri
oedema, capilary refile < 2 detik. Pada pemeriksaan
ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki kanan tidak bisa bergerak dengan nilai 1 dan kiri dengan nilai 5 (bergerak bebas), perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refile < 2 detik. Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien untuk melakukan fleksi dan ekstensi ekstremitas sambil dilakukan penahanan (Muttaqin, 2008).
64
Pengukuran kekuatan otot dilakukan ROM (Range of Motion) merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau besarnya gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal (Muttaqin, 2008). Adapun penilaiannya yaitu derajat 0: paralisis total atau tidak ditemukan kontraksi otot, 1: kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan tonus otot yang dapat tidak diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi, 2: otot hanya mampu menggerakkan persendian, tetapi kekuatan tidak dapat melawan pengaruh gravitasi, 3: di samping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi, tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa, 4: kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan, 5: kekuatan otot normal (Muttaqin, 2008). Hasil pemeriksaan laboratorium dan data penunjang pada tanggal 20 Maret 2015 diperoleh hasil :WBC 9,0 k/ul (nilai normal 4,1- 10,9), LYM 1,719,3 %L(nilai normal 0,6-4,1), MID 0,5- 5,3 %m(nilai normal 0,1- 24,0), GRAN 6,8 %g(nilai normal 37,0- 70,0), RBC 4,97 m/ul (nilai normal 4,206,30), HGB 14,0 g/dl (nilai normal 12,0- 18,0), HCT 14,0 % (nilai normal 37,0- 51,0), MCV 88,3 fl (nilai normal 80,0- 97,0), MCHC 31,9 g/dl (nilai normal 31,0- 36,0), RDW 15,6 % (nilai normal 11,5- 14,5), PLT 247 k/ul (nilai normal 140- 440), MPV 76 fl (nilai normal 0,0- 99,8), Golongan darah O. 20 Maret 2015 diperoleh hasil pemeriksaan kimia darah: GLUK.DARAH PUASA 87 mg/ dl (nilai normal 76-120), SGOT 20 u/l (nilai normal 0- 25),
65
SGPT 23 u/l (nilai normal 0- 29), UREUM 19 mg/dl (nilai normal 0,5 1,3), KREATININ 0,93 mg/dl (nilai normal 0,5- 1,3). Hasil pemeriksaan rontgen pada tanggal 20 Maret 2015 adanya fraktur sepertiga atas femur pada kaki kanan. Hasil pemeriksaan rontgen pada tanggal 20 Maret 2015 adanya terdapat fraktur sepertiga atas femur pada kaki kanan. Pemeriksaan foto rontgen atau sinar X penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan muskuloskeletal. Sinar X untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan tulang (Muttaqin, 2008).
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual, potensial atau proses kehidupan (Potter dan Perry, 2005). Diagnosa pertama yang diangkat penulis yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat dari beberapa detik hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013). Saat dilakukan pengkajian diperoleh data subyektif pasien mengatakan nyeri kaki sebelah kanan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, dipaha kanan dengan skala nyeri 5, nyeri tiba- tiba. data obyektif pasien tampak tegang, TD:130/80 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20 x/menit, S: 37,00 C.
66
Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur femur) sebagai diagnosa yang prioritas dan aktual. Secara verbal pasien mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan teori hierarki Maslow yang menyebutkan bahwa nyeri termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup dan harus dipenuhi terlebih dahulu dari pada kebutuhan yang lain (Mubarak, 2008). Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut dengan mengacu dari hasil data dimana data subyektif, pasien mengatakan nyeri saat digerakan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian paha kanan, nyeri skala 5, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Sedangkan data objektif yang didapatkan
pasien
tampak tegang, TD 130/ 80 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 20 X/ menit, suhu 37,0oC, hasil rontgen adanya fraktur sepertiga atas femur pada kaki kanan. Data tersebut telah sesuai dengan batasan karakteristik untuk nyeri antara lain melaporkan nyeri secara verbal, masker wajah tampak kacau, perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahn frekuensi pernapasan, laporan isyarat, dieforesis, perilaku distraksi, sikap melindungi area nyeri, fokus menyempit, indikasi nyeri yang dapat diamati, sikap tubuh melindungi, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur. (Nanda, 2012). Pada pasien saya ditemukan tanda nyeri secara ferbal, gangguan tidur kedutan otot, otot tegang/mengeras, sering menarik nafas. Diagnosa kedua yang diangkat penulis adalah ansietas berhubungan dengan status kesehatan. Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya. data obyektif
67
tingkat kecemasan dengan HRS-A didapatkan hasil skor 23 termasuk dalam kecemasan sedang. Hal ini sesuai teori bahwa tanda-tanda seseorang yang mengalami kecemasan sedang nafas pendek, tekanan darah meningkat, mulut kering, sakit kepala dan letih (Asmadi, 2008). Penulisan mengangkat diagnosa ansietas dengan mengacu dari hasil analisa data dimana data subjektif, pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya. Sedangkan data objektif yang didapatkan pasien tampak terlihat binggung tidak fokus, hasil pengukuran tingkat kecemasan dengan HRS-A skor 23 termasuk dalam kecemasan sedang, TD 130/ 80 mmHg, N 80 X/menit, RR 20 X/menit, S 37,00C. Data tersebut telah sesuai dengan batasan karakteristik untuk ansietas antara lain tetakutan, berfokus pada diri sendiri, ketidakberdayaan, gemetar, wajah merah, mudah berkeringat, gelisah, kontak mata yang buruk, agitasi, mengintai, gugup, khawatir, binggung, distres, ragu/ tidak percaya diri, wajah tegang, wajah tegang,jantung berdebat- debat, kedutan pada otot, peningkatan refleks, gangguan tidur, sering berkemih, letih, lupa, melamun, cenderung menyalahkan orang lain, konfusi, kesulitan berkonsentrasi, penurunan kemampuan untuk memecahkan msalah (Nanda, 2012). Pada pasien saya ditemukan tanda cemas, gemetar, merasa lemas, berdebar-debar, muka merah, mudah berkeringat. C. Intervensi Keperawatan Intervensi merupakan langkah berikutnya dalam proses keperawatan. Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan
bagi
(Andarmoyo, 2013).
pasien
dan
merencanakan
intervensi
keperawatan
68
Sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur femur). Penulis membuat tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan1 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil berdasarkan NIC (Nursing Outcomes Classification): mampu mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri (skala 6), mampu mengenali nyeri, dan menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang (Nurarif, 2013). Metode pereda nyeri non farmakologi biasanya memiliki resiko yang sangat rendah, tindakan tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung (Brunner & Suddart, 2002). Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervetion Classification). Observasi karakteristik nyeri meliputi PQRST dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri. Pengkajian nyeri meliputi PQRST. P (provocate) yang berarti penyebab atau stimulus-stimulus nyeri, Q (quality) yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (region) yang berarti lokasi nyeri, S (severe) yang berarti tingkat keparahan nyeri, T (time) yang berarti awitan, durasi, dan rangkaian nyeri (Prasetya, 2010). Observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui perkembangan klien, berikan posisi semi flower dengan rasional untuk memberikan kenyamanan, ajarkan relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi rasa nyeri (Nurarif, 2013). Sesuai dengan teori menurut Brunner & suddart (2002) bahwa salah satu penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis adalah teknik relaksasi. Relaksasi merupakan tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2013). Menurut Tarwoto
69
2012 relaksasi nafas dalam merupakan teknik pernapasan dengan frekuensi bernafas kurang dari lebih 15 menit dan fase inhalasi yang panjang. Pemberian analgesik sesuai advis dokter dengan rasional untuk memberikan terapi obat. Diagnosa kedua ansietas berhubungan status kesehatan, penulis membuat tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam selama diharapkan pasien mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcomes Classification): cemas berkurang, pasien tidak tampak binggung (Nurarif, 2013). Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervetion Classification): kaji tingkat kecemasan dengan rasional untuk memberikan waktu kepada pasien untuk mengutarakan perasaannya. Berdasarkan teori, hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat cemas pasien (Wijaya dan Putri, 2013). Berikan pasien dorongan emosional dengan rasional dukungan yang baik dapat memberikan semangat yang tinggi untuk menerima keadaan dengan sabar dan lapang dada. Berikan teknik relaksasi masase punggung dengan rasional mengurangi kecemasan. Berdasarkan teori relaksasi masase punggung mempunyai tujuan untuk memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi serta mengurangi tingkat kecemasan pada pasien (Djohan, 2006). Pemberian masase punggung dilakukan selama 5 menit terhadap pasien yang dirawat di ruang mawar, terbukti menurunkan kecemasan.
70
D. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter and Perry, 2005). Tindakan keperawatan pada diagnosa ansientas berhubungan dengan status kesehatan pada hari jum’at, 20 Maret 2015 pukul 11.45 WIB yaitu mengkaji tingkat kecemasan, respon subyektif: pasien mengatakan merasa cemas, respon obyektif: tingkat kecemasan 14 termasuk dalam kecemasan ringan, menurut teori keadaan umum merupakan keadaan yang dapat menentukan awal dari suatu masalah atau data fokus (Maryan et all, 2013). Pukul 12.00 WIB memberikan pasien dorongan emosional, respon subyektif: pasien mengatakan menerima keadaan sekarang, respon obyektif: pasien tampak tenang dan mengerti dengan keadaannya sekarang. Menurut Stuart, (2007) dorongan emosional adalah merasa senang, baru kemudian mengerjakan dengan benar, membuat keputusan berdasarkan popularitas, membiarkan sikap mengendalikan tindakan, melihat kemudian percaya, bersikap murung, menjadi pengikut. Pukul 12.30 WIB memberikan teknik relaksasi masase punggung, respon subyektif: pasien mengatakan sedikit berkurang kecemasannya. Respon obyektif: pasien tampak tenang, hasil pengkajian masase punggung pada Tn. S tingkat kecemasan dengan HRS-A didapatkan hasil skor 23 termasuk dalam kecemasan sedang. Relaksasi masase punggung adalah salah satu teori memanjakan diri, karena sentuhan memiliki keajaiban tersendiri yang sangat berguna untuk menghilangkan rasa lelah pada tubuh,
71
memperbaiki sirkulasi darah, merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun serta meningkatkan kesehatan fikiran (Hutasoit, 2000). Masase punggung bertujuan
untuk
meningkatkan
kenyamanan,
mengurangi
stres
dan
menciptakan ketenangan (Basfor lynn dan selvia, 2006). Kecemasan apabila tidak diatasi akan menimbulkan masalah dan mengganggu proses operasi berlangsung atau dapat pula terjadi pembatalan operasi, kondisi ini memerlukan suatu upaya dalam menurunkan kecemasan yang dapat dilakukan dengan mengajarkan pasien tentang teknik relaksasi, misalnya: relaksasi nafas dalam, mendengar musik, masase. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kendali dan percaya diri serta mengurangi stres dan kecemasan yang dirasakan (Stuart, 2007). Berdasarkan jurnal yang dipakai oleh penulis dengan judul “pengaruh terapi relaksasi masase punggung terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi bedah mayor”, hal ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh penulis yaitu pemberian terapi relaksasi masase punggung efektif untuk mengurangi tingkat kecemasan pre operasi pada asuhan keperawatan Tn. S dengan fraktur femur di ruang mawar RSUD Dr. Soediran Mangun Wonogiri. Pukul 13.00 WIB memberikan analgesik sesuai advis dokter, respon subyektif: pasien mengatakan mau diberi obat, respon obyektif: obat sudah masuk lewat IV.
E. Evaluasi Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2006).
72
Hasil evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur femur) pada hari jum’at, 20 April 2015 pukul 13.30 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur femur). Respon perilaku nyeri yang ditunjukkan oleh pasien sangat beragam, yaitu mengaduh, menangis, mendengkur, meringis, mengerutkan dahi, gelisah, gerakkan melindungi bagian tubuh, ketegangan otot dan juga mengalami penurunan rentang perhatian apabila sedang berkomunikasi (Andarmoyo, 2013). Subyektif: pasien mengatakan nyeri saat digerakan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian paha kanan dengan skala 4, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Obyektif pasien tampak tegang, hasil rontgen menunjukan adanya fraktur sepertiga atas femur pada kaki kanan. Analisa: masalah belum teratasi.
Planning: observasi karakteristik nyeri meliputi
PQRST, observasi tanda-tanda vital, berikan posisi semi flower, ajarkan relaksasi nafas dalam pemberian analgesik sesuai advis dokter. Hasil evaluasi diagnosa ansietas berhubungan dengan status kesehatan Pukul 14.00 WIB dengan metode SOAP. Subyektif : pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya. Obyektif pasien tampak terlihat binggung tidak fokus, hasil pengukuran tingkat kecemasan dengan HRS-A skor 14 termasuk dalam kecemasan ringan. Analisa: masalah teratasi Planning : kaji tingkat kecemasan, berikan pasien dorongan emosionsal, berikan teknik relaksasi masase punggung.
73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi tentang pemberian terapi masase punggung terhadap kecemasan pada Asuhan Keperawatan Tn. S dengan fraktur femur di ruang mawar RSUD DR Soediran Mangan Wonogiri secara metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan: A. Kesimpulan 1. Pengkajian terhadap masalah kecemasan pada Tn. S telah dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu dengan keluhan utama nyeri akut pasien mengatakan pasien mengatakan nyeri saat digerakan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian paha kanan dengan skala 5, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Pasien tampak tegang , hasil rontgen menunjukan adanya fraktur sepertiga atas femur pada kaki kanan. pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya. Pasien tampak terlihat binggung tidak fokus, hasil pengukuran tingkat kecemasan dengan HRS-A skor 23 termasuk dalam kecemasan sedang. 2. Diagnosa yang muncul pada Tn. S yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur femur), ansietas berhubungan dengan status kesehatan. 3. Rencana
keperawatan
yang disusun untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur femur) yaitu observasi 73
74
karakteristik nyeri meliputi PQRST, observasi tanda-tanda vital, berikan posisi semi flower, ajarkan relaksasi nafas dalam, pemberian analgesik sesuai advis dokter
dengan rasional untuk memberikan terapi obat.
Rencana keperawatan untuk diagnosa ansietas berhubungan dengan status kesehatan yaitu kaji tingkat kecemasan, berikan pasien dorongan emosional, berikan teknik relaksasi masase punggung. 4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun. Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama satu hari sudah dilakukan secara komprehensif dengan acuan rencana asuhan keperawatan serta setelah berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya didapatkan hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur femur). Subyektif: pasien mengatakan nyeri saat digerakan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian paha kanan dengan skala 4, nyeri hilang timbul selama 4 detik. Obyektif pasien tampak tegang, hasil rontgen menunjukan adanya fraktur pertiga atas femur pada kaki kanan. Analisa: masalah belum teratasi. Planning: observasi karakteristik nyeri meliputi PQRST, observasi tanda-tanda vital, berikan posisi semi flower, ajarkan relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi rasa nyeri, berikan teknik relaksasi masase punggung, pemberian analgesik sesuai advis dokter. Diagnosa ansientas berhubungan dengan status kesehatan. Subyektif: pasien mengatakan takut untuk mengerakan kaki kanannya. Obyektif
75
pasien tampak terlihat binggung tidak fokus, hasil pengukuran tingkat kecemasan dengan HRS-A skor 14 termasuk dalam kecemasan ringan. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : kaji tingkat kecemasan, berikan pasien dorongan emosional. 5. Hasil analisa kondisi Tn. S tingkat kecemasaan dengan HRS-A skor 23 termasuk dalam kecemasan sedang menjadi 14 kecemasan ringan setelah diberikan tindakan terapi relaksasi massage punggung selama 1 hari dengan durasi 3 - 5 menit sebanyak 2 kali. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nino
dkk. (2013) bahwa pemberian relaksasi massage
punggung sangat efektif untuk mengurangi kecemasan.
B. Saran 1.
Bagi institusi pendidikan Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan sehingga menghasilkan perawat yang profesional dan inovatif, terutama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur.
2.
Bagi perawat Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pemberian tindakan kebersihan diri kepada pasien khususnya pasien dengan immobilisasi akibat dari penyakit fraktur femur, serta mampu melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan Standart Operasional Prosedur (SOP).
76
3.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai untuk penyembuhan pasien, khususnya pasien dengan fraktur femur.
4.
Bagi profesi keperawatan Diharapkan para perawat memiliki keterampilan dan tanggung jawab yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan, serta mampu menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga pasien dalam membantu proses penyembuhan pasien khususnya pada pasien fraktur femur.
77
DAFTAR PUSTAKA
Arifah, S & Triase, I 2012. Pengaruh pemberian informasi tentang persiapan operasi dengan kumunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSUD Sleman Jogjakarta Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Salemba Medika : Jakarta Anonim, (2009). Pemanfaatan Stimulasi Kutaneus (Slow Stroke Back Massase) Http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/download/ 166/113 Diambil tanggal 10november 2012 Asmadi. (2008). Konsep Keperawatan Dasar. EGC. Jakarta. Asmadi. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika : Jakarta. Astutik. dkk. 2011. Perbedaan Tingkat Mobilitas Pada Fasten Fast Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan Kesehatan di Ruang Baugenville dan Teratai RSUD Dr. Saegiri Lamongan, (online), http//stikesniuhia.ac.id/v2/wp- content/uploads/ jurnaljtury-a/nolX/O.pdf, dkkse 15 April 2014 jam 19.30 Andarmoyo, S. 2013. Persalinan Tanpa Nyeri Berlebihan. Ar – Ruzz: Yogyakarta. Basford, Lynn dan Slevin. 2006. Teori & Praktek Keperawatan. Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Alih bahasa. Agung waluyo. EGC. Jakarta. Carpenito, Lynda juall. 2006. Buku saku diagnosa keperawatan Ed.10. EGC: Jakarta. Carpenito M dan Lynda J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi.10. : Kedokteran EGC: Jakarta Djohan. 2006. Terapi Musik Teori dan Aplikasi. Galaupress: Yogyakarta. Hawari H. Dadang, IQ, EQ, CQ,dan SQ “Kriteria Sumber Daya Manusia (Pemimpin) Berkualitas”, Badai Penerbit. 2003. Jakarta. Helmi, Z.N. 2012. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Salemba Medika: Jakarta. Hutasoit, (2000). Manfaat masase bagi tubuh. Muha Medika: Yogyakarta.
78
Hutasoit, AS. 2002. Panduan Praktik Pijat Aromaterapi untuk Pemula. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Ibrahim. 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru Agnensindo: Bandung. Ibrahim. 2012. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas, Jelajah Nusa: Tangerang. Judha, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Nuha Medika: Yogyakarta. Kusyadi, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. L., & Setiowulan. W. 2009. Kapita Selecta Kedokteran Jilid. II, Media Aesculapius: Jakarta. Maramis, WF. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press: Surabaya. Maryunani, A. dan Nurhayati., 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. CV. Trans Info Media, Jakarta. Mubarak W. I dan Nurul C. 2008. Buku Ajar Keperawatan Dasar Manusia. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Mc. Closkey J & Bulecbek. G. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC), lowa : Mosby Year Book. M. Rendy Clevo dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medical Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha medika: Jakarta. Muttaqin, Arif. 2012. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada Praktik Klini Keperawatan. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Nurarif A.H dan Hardhi K. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasrkan Diagnosa Medis dan NANDA. Media Action: Yogyakarta Nurdia, Suhartini. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas Nyeri Pada Fasten Post Operasi Fraktur di Ruang Irnina A BLU RSUP PROF dr R.D Kandou Manado, (online), http://ejoumal.unsrat.ac.id/ index.php/jkp/article/view/2243, diakses 15 April 2014 jam 20.00 Nanda Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan 2010- 2012. EGC. Jakarta
79
Potter, P.A & Perry, A, G. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan vol.2 Edisi 4. EGC : Jakarta. Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperwatan : Konsep , Proses , dan Volume 2. Edisi 4. Buku Kedokteran EGC : Jakarta Prasetya, S. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sjamsuhidayat R , Jang D. W. 2004 Buku ajar bedah. EGC : Jakarta Smeltzer S & Bare B, G. 2002. Buku ajar kepererawatan jiwa Ed. 5. EGC: Jakarta. Stuart, WG, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa, EGC: Jakarta. Sutrimo, A. 2012. Pengaruh Guided Imagery and Music (GIM) Terhadap Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectiocaesarea di RSUD Banyumas. S1. Keperawatan FK Universitas Jenderal Soedriman purwokerto. Tarwoto, Wasidar. 2012. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil. Penerbit Trans Info Media: Jakarta. Tomb, DA. 2004. Buku Saku Psikiatri. EGC: Jakarta. Videbeck SI. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta. Wijaya, Andra dan Putri, Yessie. 2013. KMB 2 Keperawatan Mesikal Bedah (keperawatan Dewasa). Nuha Medika: Jakarata.