GAMBARAN KARAKTERISTIK INDIVIDU YANG MELAKUKAN KUNJUNGAN VOLUNTARY COUNSELLING TEST (VCT) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DUREN KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015 Sri Karmila *), Umi Aniroh **), Puji Pranowowati ***) *) Mahasiswa Program Studi DIV STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Staf Pengajar Program Studi DIV STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ***) Staf Pengajar Program Studi DIV STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan antiretroviral (ARV) dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran karakteristik kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Studi dilakukan adalah deskriptif dengan menggunakan desain survey 901 responden yang melakukan VCT selama 1 tahun. Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang sebagian besar responden berumur 20-35 tahun 647 (71,8%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 674 (74,8%), sudah menikah 377 (41,8%), berpendidikan SMA sebanyak 410 (45,5%) dan sebagian besar responden bekerja sebanyak 426 (47,3%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan perlu adanya peningkatan promosi dan penyuluhan kesehatan tentang pelayanan VCT yang ada sehingga semua lapisan masyarakat mau melakukan VCT. Kata kunci
: Karakteristik responden, VCT
ABSTRACT VCT is counseling activities providing psychological support, information, and knowledge of HIV / AIDS, preventing the transmission of HIV, promoting changes in behavior that are responsible, antiretroviral (ARV) and ensure solving various issues related to HIV / AIDS that aims to change behavior to behavior more healthier and safer. The purpose of this study was to determine the characteristic features visit Voluntary Counseling Test (VCT) in Puskesmas Duren Bandungan Semarang. Is a descriptive study was conducted using the design of the 901 survey respondents who do VCT for 1 year. The results of the study in Puskesmas Duren District of Semarang District Bandungan majority of respondents aged 20-35 years old 647 (71.8%), as many as 674 female (74.8%), 377 were married (41.8%), educated SMA 410 (45.5%) and the majority of respondents worked as many as 426 (47.3%). Based on the results of research conducted need for increased promotion and health education about the VCT services available so that all walks of life willing to do VCT. Key word
: Characteristics of respondents, VCT
PENDAHULUAN Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang disebut Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukemia Virus III (HTLV-III) yang juga disebut Human TCell Lymphotrophic Virus (retrovirus). Target utama HIV dalam menginfeksi sistem imun adalah limfosit CD4 dan menimbulkan destruksi sel tersebut (Budimulja dan Daili, 2007). AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV. Penularan AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, jarum suntik, transfusi darah, dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkan (Djoerban, 2009). Jumlah orang dengan HIV / AIDS (ODHA) di Indonesia mencapai 400,000 orang dan 100,000 orang akan meninggal karena AIDS. Pada tahun 2015 jumlah ODHA di Indonesia akan meningkat menjadi 1 juta penderita dan diperkirakan pula akan ada 350,000 kematian akibat
2
AIDS pada tahun yang sama (Indonesia partnership found for HIV/AIDS, 2015). Penderita HIV-AIDS di Jawa Tengah pertama kali ditemukan pada tahun 1993. Sejak pertama kali ditemukan hingga Desember 2014 telah mencapai 2.480 kasus dan 163 orang sudah meninggal, Prevalensi kasus HIV-AIDS di Jawa Tengah sebesar 1,71 per 100.000 penduduk. Data Orang dengan HIV/AIDS (Odha) di Semarang mencapai 1409 orang. Pengidap terbanyak adalah dari kalangan wiraswasta sebanyak 22,5% dan ibu rumah tangga yang berjumlah 18,4%, (Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Tengah, 2015). Tahun 2014 di Puskesmas Duren Kec. Bandungan ditemukan 4 kasus HIV/AIDS tiga orang PSK dan satu ibu rumah tangga (Puskesmas Duren, 2015). Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun. HIV/AIDS dapat menular ke orang lain melalui: hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV, jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian, mendapatkan transfusi
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
darah yang mengandung virus HIV dan ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI) (Parikesit, 2008). Sumber penularan utama HIV-AIDS pada ibu rumah tangga adalah dari pasangan atau suami mereka sendiri. Berdasarkan data juga disebutkan bahwa heteroseksual merupakan penyebab utama penyebaran HIV-AIDS. Direktorat jendral CDC dan EH, Kementrian Kesehatan RI menyebutkan kasus AIDS tertinggi pada kelompok heteroseksual yaitu sebesar 26.158. angka ini sangat signifikan dibandingkan kelompok beresiko lainnya yang hanya dibawah 10.000 (Kemenkes, 2013). Suami yang sering menggunakan jasa pekerja seks komersial atau dengan sesama jenis beresiko besar untuk menularkan HIV-AIDS pada istrinya di rumah apabila terkena HIV AIDS. Tes HIV digunakan untuk mendeteksi virus HIV pada plasma, darah, air liur atau urin. Penggunaan tes HIV diperuntukan bagi berisiko tinggi tertular HIV misalnya pengguna narkoba, mereka yang melakukan hubungan seks tidak aman serta ibu hamil yang berisiko. Hal ini bertujuan mendeteksi infeksi HIV secepatnya agar dapat memperoleh pengobatan segera. Dalam hal ini, dibutuhkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pencegahan, terapi, dan dukungan bagi seseorang yang berisiko tinggi tertular HIV. Oleh karena itu terbentuknya Provider-Initiated Testing and Counselling (PITC) dan Voluntary Counselling Test VCT (WHO, 2007). VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat yang efektif untuk melakukan pencegahan sekaligus pintu masuk untuk mendapatkan layanan manajemen kasus dan perawatan, dukungan, dan pengobatan bagi ODHA. Konseling dalam Voluntary Counselling Test (VCT) adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang
bertanggungjawab, pengobatan antiretroviral (ARV) dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman (Pedoman Pelayanan VCT, 2006). Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Duren Kec. Bandungan ibu-ibu jarang melakukan Voluntary Counselling Test (VCT) pada bulan Desember 2015 didapatkan sekitar 84 pengunjung yang terdiri dari Pria, IRT, dan PSK. Perumusan Masalah Rendahnya minat masyarakat untuk melakukan Voluntary Counselling Test (VCT) karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Voluntary Counselling Test (VCT) sibuknya pekerjaan membuat orang malas melakukan VCT. Dari masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Gambaran karakteristik individu yang melakukan kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang? Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran karakteristik individu yang melakukan kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Manfaat Penelitian Merupakan media pembelajaran bagi peneliti agar kelak dapat melakukan suatu penelitian atau kajian ilmiah terhadap berbagai fenomena kesehatan yang terjadi. Dapat digunakan sebagai sumber informasi dan memperkaya khasanah kepustakaan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. Mau memanfaatkan layanan Voluntary Counselling Test (VCT) yang ada dan
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
3
menambah informasi mengenai layanan Voluntary Counselling Test (VCT) sehingga masyarakat mau menggunakan layanan Voluntary Counselling Test (VCT) untuk tujuan yang bermanfaat
presentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu umur, pekerjaan, jenis kelamin, status pernikahan dan kunjungan responden melakukan VCT. HASIL PENELITIAN
METODE PENELITIAN Jenis dan desain penelitian Jenis penelitian metode deskriptif yaitu di lakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran (Notoatmojo, S. 2012) Pada penelitian ini menggunakan desain survey. Survey adalah suatu cara penelitian diskriptif yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya cukup banyak dalam jangka waktu tertentu. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Subyek penelitian Populasi Populasi adalah keseluruhan elemen atau subyek penelitian (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah menggunakan data kunjungan VCT pada tahun 2015 sejumlah 901. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Setiawan, A. 2011). Pengambilan sampel menggunakan purposive yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Peneliti mengambil data yang lengkap untuk dijadikan sampel dalam penelitian Analisa data Analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, S.2012). Dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan 4
Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 1. Distribusi frekuensi umur responden di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Umur Frekuensi Persentase (%) < 20 tahun 44 4,9 20-35 tahun 647 71,8 >35 tahun 210 23,3 Total 901 100,0 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 2. Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Jenis Frekuensi Persentase kelamin (%) Laki-laki 227 25,2 Perempuan 674 74,8 Total 901 100,0 Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan Tabel 3. Distribusi frekuensi status perkawinan di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Status Frekuensi Persentase perkawinan (%) Belum 263 29,2 menikah Menikah 377 41,8 Janda / duda 261 29,0 Total 901 100,0
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Tabel 4. Distribusi frekuensi pendidkkan responden di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Pendidikan Frekuensi Persentase (%) SD/sederajat 165 18,3 SMP/ sederajat 281 31,2 SMA/ sederajat 410 45,5 Akademik/ 45 5,0 Perguruan tinggi Total 901 100,0 PEMBAHASAN Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 20-35 tahun sebanyak 647 (71,8%). Karena pada usia ini seorang telah dikatakan dewasa dan matang baik secara mental dan fisik termasuk organ reproduksi. Responden sebagaian besar berumur 20-35 tahun hal ini dikarenakan responden sudah paham dan mengerti manfaat dari melakukan kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT). Menurut Hasan (2007) umur adalah lama waktu hidup yang dihitung sejak ia dilahirkan. Umur 20 –35 tahun biasanya cenderung mempunyai pengetahuan yang baik, dimana pada umur tersebut mudah sekali untuk menangkap informasi dan pengetahuan sedangkan umur lebih dari 35 tahun cenderung berpengaruh kurang. Banyak responden yang melakukan VCT berumur 20-35 tahun hal ini dikarenakan responden menyadari bahwa dirinya beresiko terkena HIV/AIDS karena telah melakukan seks bebas dan bergantiganti pasangan juga ada sebagian pengunjung VCT mengaku sebagai pengguna narkoba suntik sehingga mereka ingin melakukan VCT untuk mengetahui status kesehatan mereka, sedangkan ada
beberapa kalangan yang masih berumur di bawah 20 tahun mereka melakukan VCT karena dorongan seksual remaja yang sangat tinggi karena di dorong oleh lingkungan pergaulan remaja yang mulai permisif dan nyaris tanpa batas. Usia 20-35 banyak yang melakukan VCT karena usia tersebut adalah usia aktif secara seksual dan termasuk usia subur yang berpeluang untuk hamil dan melahirkan. Beberapa calon pengantin wajib melakukan skreening terlebih dahulu sebelum menikah hal ini terkait dari program khusus dari Puskesmas Duren Bandungan bahwa setiap calon pengantin wajib melakukan VCT. Remaja yang dibawah umur 20 tahun masih berada dalam masa remaja. Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Kegoncangan atau ketidak stabilan emosi pada individu remaja akan mempengaruhi pola pikir remaja. Emosi seseorang akan mempengaruhi pikiran dan daya nalar orang yang bersangkutan yang kemudian akan mengendalikan tindakan atau perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010). Remaja cenderung tidak mampu untuk menyelesaikan masalah sendiri (Hurlock, 2009). Kegoncangan, ketidak stabilan emosi, dan ketidakmampuan mengambil keputusan sendiri membuat responden yang berusia muda (<20 tahun) ini memerlukan orang dewasa untuk membantu mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan VCT. Responden dengan usia dewasa lebih banyak yang melakukan pemeriksaan VCT dari pada yang tidak karena kedewasaannya dalam berfikir mampu menghadapi dan beradaptasi dengan sesuatu yang baru. Serta mampu mengambil keputusan sendiri tanpa bantuan dari suami atau orang tua atau bahkan mertua. Namun hasil penelitian menunjukkan hal yang sebaliknya. Responden yang berusia > 35 tahun hanya 23,3% yang melakukan pemeriksaan VCT. Ini disebabkan karena pada usia diatas > 35 tahun perlahan gairah seksual pada
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
5
wanita mulai menurun karena memasuki masa-masa menopause. Dan ketika menginjak usia 45 tahun mereka merasa gairah seksual menurun dan menyatakan sudah tidak memiliki gairah lagi untuk berhubungan intim. Karena sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa semakin bertambahnya usia, maka kondisi tubuh sudah semakin tidak prima. Maka dari itu berbagi masalahpun rentan menghampiri tubuh tersebut, seperti salah satunya adalah mudahnya terkena serangan Jantung. Menurut Huclok dalam Wawan dan Dewi (2011), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamannya sehingga pengetahuannya semakin bertambah. Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu (Notoatmodjo, 2010). Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang melakukan kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 674 (74,8%) dan responden terkecil berjenis kelamin lakilaki sebanyak 227 (25,2%). Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan oleh Tuhan secara biologis, yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender memiliki pengertian sebagai sifat yang melekat pada kaum laki-laki atau perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun secara kultural. Misalnya perempuan di kenal sebagai sosok yang lemah lembut, emosional, cantik dan keibuan, sementara laki-laki di kenal sebagai sosok yang kuat, rasional, jantan dan perkasa. Robbins (2009) menyatakan bahwa, tidak ada perbedaan yang konsisten antara 6
pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi dari pada pria. Dalam penelitian ini perempuan lebih banyak melakukan kunjungan VCT Hal ini dapat dilihat dari kunjungan dalam satu tahun terbanyak adalah perempuan karena dibandungan sendiri mempunyai program khusus yang sasarannya adalah wanita seperti program PPIA, ANC terpadu bagi ibu hamil yang wajib melakukan VCT, serta pemeriksaan VCT bagi para calon pengantin. Di Bandungan juga mempunyai mewajibkan para pekerja seks komersil melakukan VCT 3 bulan sekali. Hal ini. Bandungan merupakan tempat yang menyediakan tempat hiburan seperti tempat karaoke, panti pijat, dan sauna. Pekerjanya kebanyakan wanita yang bekerja sebagai pekerja seks secara langsung maupun tidak langsung. Responden laki-laki yang melakukan VCT sebanyak 227 (25,2%) Kurangnya pengunjung VCT pria karena kelompok pelanggan PSK ini kurang terjangkau dan negoisasi kepada pria juga agak sedikit sulit mereka menolak dengan beberapa alasan. Dan beberapa alasan pengunjung pria melakukan VCT karena mereka pernah melakukan hubungan seksual tidak sehat baik dengan pacar maupun teman, juga ada yang mengaku sebagai pelanggan tetap PSK yang bekerja di bandungan, melakukan seks bebas tanpa menggunakan kondom, pengguna narkoba suntik serta bertatto. Menurut Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI, 2013 faktor resiko terbesar untuk mengalami penularan HIV yang dilaporkan adalah hubungan
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
heteroseksual yaitu sekitar 52 % dan sisanya yaitu melalui pengguna narkoba suntik (Penasun), Laki-laki seks dengan laki-laki (LSL, dan lain-lain). Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan yang melakukan kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah menikah sebanyak 377 (41,8%) dan responden terkecil janda/duda sebanyak 261 (29,0%). Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk menangani penyebaran HIV/AIDS (Depkes, 2011). VCT perlu dilakukan karena merupakan pintu masuk untuk menuju keseluruh layanan HIV/AIDS, dapat memberikan keuntungan bagi klien dengan hasil tes positif maupun negative dengan focus pemberian dukungan terapi ARV (Anti Retroviral), dapat membantu mengurangi stigma di masyarakat, serta dapat memudahkan akses keberbagai layanan kesehatan maupun layanan psikososial yang dibutuhkan klien (Murtiastutik, 2010), akan tetapi pemanfaatan layanan VCT oleh masyarakat, khususnya oleh populasi rawan masih rendah (KPA, 2009). Laki-laki dan perempuan yang sudah menikah rentan akan terkena penyakit HIV/AIDS hal ini dikarenakan penularan HIV terjadi melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah dengan cairan tubuh mengandung terinfeksi dan mengandung virus HIV seperti darah, sperma (air mani), cairan vagina, cairan serebropinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang lebih kecil, virus juga terdapat pada air mata, air kemih dan air ludah. Status pernikahan juga merupakan salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan kesehatan. Dalam penelitian Demissie et al (2006) disebutkan
bahwa wanita yang menikah lebih mungkin menjalani tes HIV dibanding wanita yang belum. Hal ini terjadi karena adanya perasaan takut ditinggalkan oleh pasangan jika seseorang tersebut melakukan tes HIV dan mengetahui hasilnya adalah positif. Janda / duda melakukan VCT hal ini dikarenakan walaupun mereka sudah tidak terikat dalam status perkawinan tetapi pernah melakukan hubungan seksual, pernah hamil dan melahirkan sehingga mempunyai kesadaran bahwa mereka adalah kelompok beresiko sehingga mereka ingin melakukan VCT. Hal ini sesuai Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI, 2013 ketika laki-laki yang terinfeksi HIV menikah, setelah ia melakukan hubungan seksual tidak aman atau tanpa menggunakan kondom dengan istrinya, maka otomatis istri mereka akan tertular HIV sehingga ada beberapa janda yang melakukan VCT. Bahkan yang belum menikahpun banyak melakukan VCT karena mereka sadar pernah melakukan hubungan seksual sehingga menjadi kelompok beresiko. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan yang melakukan kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA/sederajat sebanyak 410 (45,5%) dan responden terkecil berpendidikan Akademik/perguruan tinggi sebanyak 45 (5,0%). Pendidikan Notoatmodjo (2010) menyatakan pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Selanjutnya Djoerban (2011) menyatakan penderita HIV/AIDS yang melakukan kunjungan VCT menunjukkan asal dari berbagai jenis lapisan sosial masyarakat ada yang lulusan
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
7
SD, SMP, SMA, Akademi bahkan beberapa lulusan S1. Selanjutnya pendidikan penderita HIV/AIDS dari seluruh kategori yang yang melaksanakan kunjungan teratur hanya penderita yang memiliki latar belakang pendidikan SMA. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2011). Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri (Widyastuti dkk, 2008). Semakin tinggi pendidikan semakin menyadari untuk segera melakukan kunjungan VCT. VCT singkatan dari Voluntary Counselling and Testing, yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya konseling dan tes sukarela, dalam hal ini adalah untuk tes HIV. VCT adalah pintu masuk untuk membantu seseorang yang beresiko ataupun tidak beresiko terkena HIV untuk mendapatkan akses semua layanan baik informasi, edukasi, terapi, atau dukungan psikososial. Didalam proses VCT yang ada adalah hubungan antara klien dan konselor, bukan hubungan antara pasien dan dokter. Dengan VCT melakukan VCT jadi tahu ada atau tidak HIV didalam tubuh kita, cara supaya tidak tertular dan menularkan, tempat periksa kesehatan dan layanan social yang diperlukan, bahwa bagi yang sudah terinfeksi HIV harus rajin berobat agar virus HIV di tubuh tidak bertambah banyak. Kalau hasil tes NEGATIF perlu tes HIV ulang 3 bulan lagi untuk membuktikan hasil, perlu selalu memakai kondom kalau berhubungan sex, selalu ingat periksa penyakit kelamin 2 bulan sekali. Kalau hasil test POSITIF hidup masih terus berjalan dan dapat direncanakan bersama konselor dan manajer kasus (MK), harus menjaga kesehatan jangan 8
sampai sakit, selalu memakai kondom kalau berhubungan sex, jangan meminum sembarang obat tanpa resep dan aka nada dukungan dari manajemen kasus. Responden yang berpendidikan SD sebanyak 165 (18,3%) kebanyakan dari mereka adalah para PSK yang berasal dari beberapa daerah baik dari daerah jawa maupun dari luar pulau jawa. Alasan mereka mau melakukan VCT karena mereka sudah mendapatkan informasi dan sosialisasi dari tenaga kesehatan kalau HIV/AIDS sangat bahaya sehingga mereka takut dan mau melakukan VCT serta pemeriksaan VCT tidak membutuhkan biaya. Tidak hanya dari kalangan yg berpendidikan tinggi saja yang antusias melakukan VCT bahkan lulusan SD pun mempunyai minat yang tinggi untuk melakukan VCT. Ini memberikan pandangan bahwa pendidikan tinggi maupun rendah samasama beresiko terkena AIDS/HIV selama individu tersebut aktif melakukan hubungan seksual baik yang sudah menikah maupun yang melakukan seks pra nikah. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan yang melakukan kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) di wilayah kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden bekerja sebanyak 426 (47,3%) dan responden terkecil yaitu mahasiswa sebanyak 1 (0,1%). Menurut Widyastuti, dkk (2009) kesibukan aktifitas yang berlebihan memungkinkan wanita tidak mempunyai banyak waktu untuk keluarga karena pusat perhatiannya pada kesuksesan karirnya, sehingga bisa menelantarkan peran sebagai istri dan sebagai ibu. Menurut Wawan dan Dewi (2011), bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
Responden yang memiliki pekerjaan cenderung berperilaku risiko tinggi Menurut Djoerban (2011) bahwa pada umumnya penderita terinfeksi akibat risiko tinggi dengan pekerjaan seperti pekerja seks komersial, supir jauh, dan anak buah kapal. Menurut Notoadmodjo (2010) bahwa model struktur sosial (social structur models) seperti pekerjaan dapat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kedudukan sosial seseorang mencerminkan gaya atau perilaku kehidupannya sehari-hari. Bagi perempuan dan laki-laki bekerja bagi mereka adalah bagian dari aktualisasi diri. Dengan bekerja maka akan meningkatkan penghasilan. Penghasilan meningkat, maka pola pemenuhan kebutuhan akan bergeser, dari pemenuhan kebutuhan lain, khususnya peningkatan kesehatan (Widyastuti dkk, 2009). Sehingga reponden yang bekerja mau melakukan pemeriksaan VCT. Karakteristik Banyaknya PSK yang melakukan VCT karena kewaspadaan PSK setelah melakukan VCT dalam menghadapi factor resiko pekerjaan yang dijalaninya, PSK menghadapi kemarahan dan penolakan dari tamu saat menganjurkan tamu untuk selalu menggunakan kondom, Ketegasan para PSK untuk mempertahankan kewaspadaan dalam menghadapi factor resiko pekerjaannya, PSK tidak bias menghindari tamu yang tidak mau menggunakan kondom. Karakteristik dari kalangan Wiraswasta ini banyak melakukan VCT karena mereka banyak yang bekerja jauh dari rumah dan istri sehingga memungkinkan untuk mencari teman wanita lain baik dari rekan kerja maupun dari PSK yang ada di tempat karaoke maupun tempat hiburan malam. Jadi semua kalangan beresiko HIV / AIDS tergantung dari kesadaran individunnya sendiri untuk melakukan test VCT.
KESIMPULAN SAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar responden berumur 2035 tahun sebanyak 647 (71,8%) Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 674 (74,8%) Sebagian besar responden sudah menikah sebanyak 377 (41,8%) Sebagian besar responden berpendidikan SMA sebanyak 410 (45,5%) Sebagian besar responden bekerja sebanyak 426 (47,3%) Saran Diharapkan lebih meningkatkan proteksi dini dan perlindungan diri saat menangani pasien HIV/AID seperti saat pengambilan darah maupun saat menolong persalinan. Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan pemeriksaan VCT dan melakukan penelitian dengan menambah variabel – variabel penelitian penelitian yang berhubungan denagn VCT dan menghasilkan penelitian yang baik dan lebih terperinci Diharapkan masyarakat mau memanfaatkan layanan Voluntary Counselling Test (VCT) yang ada dan menambah informasi mengenai layanan Voluntary Counselling Test (VCT) serta menggunakan layanan Voluntary Counselling Test (VCT)
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015
9
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11] [12] [13]
10
Ahmadi Abu, (2013). Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta Budimulja dan Daili (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 427432. Demissie et al (2006). Handbook Psychological Assessment. Edisi Kelima, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI (2013). Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Djoerban (2007). HIV/AIDS di Indonesia.Dalam: Sudo yo, A.W., dkk., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1803-1807 Djoerban (2011). HIV/AIDS di Indonesia. Dalam. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta Haruddin & Mubasysyir (2007). Studi Pelaksanaan HIV Voluntary Counseling and Testing (VCT) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. UGM. Yogyakarta. Hasan (2007). Pengertian umur. www.kesehatan.com. Diakses tanggal 3 Februari 2016 Hurlock, 2009. Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta Hutasoit. (2006). Gambaran Resilisensi Pengidap Penyakit HIV/AIDS Di Kota Medan. KTI Ihsan Fuad, (2010). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta KPA, 2009. Strategi Komunikasi Penanggulangan HIV dan AIDS Maria et al., (2010). Assessment of Provider-Initiated Testingand Counseling Implementation:
[14] [15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23] [24]
[25]
[26]
[27]
Cambodia. Airlington:USAIDS’s AIDS Support and Technical Assistantance Resources, AIDSTAROne, Task Order 1. Murtiastutik, 2010. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya Notoatmodjo, 2010. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta Notoatmodjo,S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Notoatmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika Pedoman Pelayanan VCT, (2006). Pedoman Pelayanan Konseling Dan Testing HIV-AIDS Secara Sukarela Perez et al., (2006). Effect of electrical stimulation on VO2 kinetics and delta efficiency in healthy young men. British Journal of Sport Medicine. Robbins (2009). Perilaku Organisasi (Organizasional Behavior).Jakarta: Salemba Setiawan, A. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sugiyono, 2007. Statistika untuk penelitian. Bandung : CV.Alfabeta Suyanto, 2009. Metode Penelitian Sosial: Bergabai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Prenada Media. Wawan dan Dewi (2011). Teori & Pengukuran Pengetahuan Sikap Dan Prilaku. Manusia, Yogyakarta, Nuha medika. WHO. (2007). Pedoman Pengembangan Jejaring Layanan. Dukungan, Perawatan dan Pengobatan HIV dan AIDS. Jakarta Widyastuti dkk, 2008. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC. Jakarta
Gambaran Karakteristik Individu Yang Melakukan Kunjungan Voluntary Counselling Test (VCT) Di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2015