UJI B I O W I A KERENTANAN VEK I'OR MALA, FA TW.RE-AIZm4PINSEICTISIDA ~r-1 '. 0 ORGANOFOSFAT DAN ~ R B A M A TDI PRO\ iAV.!,2 ; 'iWA TENGAH DAN t
1
Widiaili
I
,
t *
-1 t
''
a
i
I
', Damar Tri ~ ~ e ~ o nUmi o ' ~i+'@+:dti> , ~ u j i o n o'' :)I:. .,
1:;
<
a
-,r
BIOCHEMICAL ASSA YS OF MALARIA V E C T C ~ & ~ ~ $ C E ~ T I B I L TO I T Y:ltJ' ,I. l J A, ~ ORGANOPHOSPHA TE AND CARBAMA TE INSECTICIDES i r r y IN CEiVTRAL JA VA AND YOGYAURTA fROVINCES )r I fiJ (1 d
.)
'
I
A
'
.r Abstract. Biochemical ixssays to determine the suscep~kBilS~j~ of malaria3'veoto+s to organophosphate and carbumate insecticides had been cotm'wcied in Central Java and Yogyakarta Provinces The objectives qf'this study werlo ( ' I ; to determine the susceptibility status of malaria vector lamile to org~snoptlusphateand r: rbr~mnteond (2) to investigate the presence of two biochemical resistan6:e ii~echanisms,p~ssibr:~) relcrted to elevated esterase o The research methods used were (non-speciJic esterasej and insensitive ~ c z lcl~olinesterase. biochemical assays (microplate u ~ r . 7 ~for~ ) elevateti "::!evc?p;eand insensitive acetylcholinesterase. The esterase activity untl ikiscnsitive acefi.:chnliriesterase were measured at 450 nm and 405 nm with a Dytech b'L1,5: -I ,;)late reuder Bsochemical assays indicated that wild population of malaria vector coll~ci,dfrom Ccnl'r~11,Talw and Yogyakarta Provinces were mostly decreased in susceptibility /-:?srstantor toleraizc~),atthough there were different level of resistance present and differenl mechanism OCCKYS, The percentage resistance of Anopheles maculatus ranged from 6,25 % to 27,08 % due :O elevated esterase activity mechanism. There was no evidence oj' sensitive a(-~tylchnlinesterasemechanism in An. maculatus population. Microplate enzj)m;iic assay Ai.1 sundaicus showed the resistance level rangingfrom 2,92 % to 31,25 % due to trzicnsa'ti~le ac~;yic,?olinesterase,except An. sundaicus collected fiom Cilacap Regency 33,33 56 ;-erisi*~nredue do elevated esterase activity mechanism. High esterase activity ;I..~,S fiund Q , r An. sconitlis and caused resistance level ranging from 8,8 % to 20,83 %, while An. sconitrls cd7ec~edfroin Pehlongan Regency 6,7 % resistance due to insensitive acety1choi;rzest~rase7 hc iinpiicaticvs of lhis research on malaria vectors collectedfiom several Regency ;u? Cenrr~I.,!ma and T%,gyakarta Provinces showed 60 30th insecticides. Therefore the use an insensitive acetylcholinesterase cau;::~g~;/~ista?:cof another insecticide group for vector coi:trol was s?:gg?sted. Tt
I
,I
I
Key word :Biochemical Assays, Mosqui:oes ?evi;,.ia:wc AWeci?maisrn,iValaria Vectors, Esterase activity, Insensitive d4:~ietylcho?ines~c=rs-,
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah endemis malaria di Indonesia. Pada tahun 199611997 API (Annual Parasite Incidence) 0,25 per 1000 penduduk meningkat 4 kali lipat menjadi 1,09 per 1000 penduduk 1 Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit, Badan Litbangkes
pada t a h n !99c ;I). Pada tahun 2000 API di tiga kakpatt-2 di Jawa Tengah yaitu Pekaloni;en, Purworejo dan Magelang berkisar antara Q,46%0-1,3 5%0,0,024%0-44,47 %a dan 2,02%a 44,4%0(2s314). Upaya pemberantasan malaria yang dilakukan selain pengobatan penderita juga pengendalian vektor. Penlgendalian vektor malaria di
-
Uji Biokimia Kerentanan Vektor.. ........(Widiarti et.a[)
Jawa Tengah dilaksanakan secara kimiawi IRS (Indoor Residual Spraying) menggunakan insektisida organofosfat dan karbamat dan diprioritaskan di daerah HCI (High Case Incidence) (5,6). Setelah DDT dihentikan penggunaannya, insektisida altematif yang digunakan untuk pengendalian vektor malaria adalah fenitrothion 40 WP. Sejak tahun 198911990 fenitrothion sudah digunakan di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Sedangkan pada tahun 199111992 selain fenitrothion juga digunakan insektisida lain yaitu bendiocarb 80 WP. Penggunaan insektisida secara terus menerus dalam waktu cukup lama dan fiekuensi tinggi dapat menyebabkan terjadin a penurunan kerentanan nyamuk sasaran Di Jawa Tengah An. nconitus dilaporkan telah resisten terhadap DDT dan dieldrin (8,9). Keberhasilan dalam pengendalian tergantung kerentanan vektor terhadap insektisida yang digunakan. Pemantauan secara berkala kerentanan vektor terhadap insektisida yang digunakan sangat cliperlukan. Data tersebut sebagai dasar dan bahan pertimbangan penggunaan insektisida selanjutnya dan mengetahui terjadinya resistensi seawal mungkin.
(X
Uji biokimia merupakan salah satu uji kerentanan (resistensi atau toleransi) serangga terhadap insektisida, selain uji baku WHO (susceptibility test) menggunakan impregnated paper atau kertas yang dicelup insektisida. Uji biokimia adalah teknik mendeteksi resistensi nyamuk terhadap insektisida yang sangat esensial berdasarkan kuantifikasi enzim yang bel-tanggung jawab pada proses resistensi (''I.Keunggulan uji biokimia adalah informasi status kerentanan yang diperoleh lebih cepat dan dapat menunjukkan mekanisme penurunan kerentanan (resistensi dan toleransi) yang diukur pada serangga secara individu. Diketahuinya mekanisme resistensi yang berperan dapat membantu dalam meramalkan adanya kros resistensi spektrum dan me-
mudahkan pemilihan insektisida altematif walaupun biayanya lebih mahal Dua mekanisme resistensi serangga terhadap golongan insektisida organofosfat dan atau karbamat yang diketahui dan dilaporkan oleh Ffiench-Constant dan Bonning pada tahun 1989 yaitu: peningkatan aktivitas enzim esterase dan insensitivitas asetilkholin esterase. Asetilkholin esterase merupakan tempat sasaran golongan insektisida organofosfat dan karbamat, sehingga perubahan asetilkholin esterase (insensitivitas AChE) menimbulkan resistensi atau toleransi terhadap kedua golongan insektisida tersebut(l3). Oleh karena itu apabila mekanisme insensitivitas asetilkholin esterase yang terjadi, maka serangga tidak hanya resisten terhadap insektisida organofosfat tetapi juga karbamat. Berdasarkan laporan dari beberapa pustaka kedua mekanisme tersebut di atas akan diuji pada vektor malaria di Jawa Tengah dan DIY yang telah terpapar insektisida organofosfat dan karbamat dalam kurun waktu yang cukup lama. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui status kerentanan (resistensi atau toleransi) nyamuk vektor malaria di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap insektisida organofosfat dan karbamat dengan uji biokimia serta mendeteksi mekanisme yang berperan pada penurunan kerentanan (resisten, toleran) vektor malaria secara biokimia.
RAHAN DAN METODA Tempat penelitian di daerah endemis malaria di Jawa Tengah dan DIY. Kriteria pemilihan lokasi berdasarkan stratifikasi wilayah surveilance da,lam Malaria Surveilance Program (MSP) dengan indikator statis yaitu : a) High Case Incidence (HCI), tingkat kasus lebih besar atau sama dengan 5 per seribu penduduk; b) melakukan kegiatan pengendalian vektor menggunakan
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 33, No. 2,2005: 80-88
insektisida organofosfat dan karbamat lebih dari 5 tahun. Yang termasuk kriteria tersebut di atas adalah: Kabupaten Cilacap (Kampung Laut), Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Jepara (Karimunjawa), Kabupaten Wonos o b , Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kulonprogo DIY. Waktu penelitian dimulai dari bulan April sampai dengan Nopember 2002. Penangkapan Nyamuk
Penangkapan nyamuk dilakukan di habitat aslinya (resting place) yaitu saluran irigasi yang terlindung dari sinar matahari, pada pagi hari dari pukul05.00-08.00 WIB dan di sekitar kandang ternak dari pukul 22.00-24.00 WIB. Identifikasi nyamuk dilakukan dengan merujuk pada buku Reid (I4) kemudian dipelihara secara individual menjadi generasi pertama (F1)IIso female line. Generasi pertama (F 1)jentik instar IV awal digunakan untuk uji biokimia.Uji biokimia yang dilakukan meliputi peningkatan aktivitas enzim esterase nonspesifik dan insensitivitas asetilkholinesterase. Pemeliharaan Nyamuk di Laboratorium Nyamuk yang tertangkap kemudian ditelurkan di laboratorium secara individualliso female line. Pemeliharaan secara individual ini adalah masing-masing nyamuk diletakkan secara terpisah satu dengan yang lain untuk bertelur. Setelah telur menetas menjadi jentik masing-masing dipindahkan ke tempat pemeliharaan yaitu nampan yang berukuran panjang 26 cm dan lebar 15 cm. Setiap hari jentik diberi makanan berupa serbuk campuran bekatul dan daging dengan perbandingan 10 : 4 sebanyak 75 mg-200 mg, disesuaikan besarnya instar (stadiun perkembangan) jentik. Setelah jentik mencapai instar IV baru dilakukan uji biokimia di laboratorium Hayatil
Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Uji Aktivitas Enzim Esterase NonSpesifik Berdasarkan Metode ~ee''')
Jentik nyamuk instar IV awal digerus secara individual menjadi homogenat dengan dilarutkan dalam 0,5 ml larutan fosfat buffer saline (PBS) 0,02 M, pH = 7. Homogenat kemudian dipindahkan ke dalam mikroplat menggunakan mikropipet sebanyak 50 p1. Pada setiap mikroplat yang berisi homogenat kemudian ditambahkan campuran antara bahan substrat anaftil asetat dan aceton (6 gll) dalam 50 ml buffer fosfat (0,02 M; pH=7) sebanyak 50 pl serta dibiarkan selama 60 detik. Selanjutnya pada setiap mikroplat ditambahkan 50 p1 bahan coupling reagen berupa campuran antara 150 mg garam Fast blue B (odianisidine, tetrazotizd; sigma) dalam 15 ml akuades dan 35 ml aquous (5%;wlv) sodium dodecyl sulfat (sigmaa). Segera setelah reaksi berlangsung selama 10 menit, warna merah yang mula-mula timbul berangsur-angsur berubah menjadi biru. Reaksi dihentikan dengan menambahkan sebanyak 50 p1 asam asetat 10% ke dalarn tiap-tiap mikroplat yang berisi homogenat. Intensitas warna akhir produk reaksi menggambarkan aktivitas enzim esterase nonspesifik dan tingkatannya dapat dibedakan secara visual. Aktivitas enzim secara kuantitatif kemudian dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang ( A ) 450 nm. Uji Insensitivitas Asetilkbolinesterase Berdasarkan Metode Peiris dan H a mingway (1990) (I6) ;Small (1998) (In. Jentik nyamuk instar IV awal secara individual dibuat homogenat dalam larutan 1 ml larutan buffer fosfat (PBS) 0,02 M; pH 7,O. Homogenat diambil dengan mikropipet sebanyak 2 x 200 pl (H1 & H21,
Uji Biokimi;, Kcrentanan Vektor.. ........(Widiarti et.af)
k q q d i a n masing-masing dipindahkan ked a l a ~sumuran mikroplat. Pada sumurall mikroplat yang telah diisi HI ditambahkan 10 pI insektisida liarbarnat atau bendiocarb (52,3 mg bendiocarb ciala111 2,5 ml aceton + 7,5 'ml p b ~ jCampuran . H1 tersebut dibiarkan sela<;a 10 menit. Selanjutnya kedalam sumuran yang berisi HI dan H2, masing-masing ditambahkan 25 p1 larutan asetilkholin-iodidh (tSsChl) 0,036 M (Sigma@) sebagai stlistrat enzirn asetilkholinesterase dan dikambahkan 20 pl larutan 5,5-dithiobis (2-n~uiber~zoicacid/DTNB) 0,01 M (sigmaa); sebdgai coupling reagent. Reaksi yang terjadi dibiarkan selama 60 menit. Intensitas warna kuning yang muncul kemudian menunjukkan reaksi positip (resistan), Densitas warna kemudian dibaca dengan ELISA reader pada h = 405 nm.
Interpretasi Data Data uji biokimia berupa intensiras warna hasil reaksi aktivitas enzim esterase nonspesifik bersifat kualitatif (skor warna ditetapkan menurut kriteria empiris (I6> ) yaitu : skor < 2.0 (tidak benvarna) = sangat rentan (SS); 2,O-2,5 (biru muda) resisten sedang (RS); 2,6-3,O (biru tma) = resisten tinggi (RR).
-
'J
Data uji biokimia insensitivitas asetilkholinesterase berupa intensitas warna hasil reaksi enzimatis bersifat kualitatif ditetapkan menurut Peiris dan Hemingway (1990) (I6). Apabila reaksi berwarna kuning menggambarkan nyamuk sudah resisten, sedangkan tidak berwarna nyamuk masih rentan. Data uji biokirnia intensitas warna aktivitas enzim esterase nonspesifik dan insensitivitas asetilkholinesterase secara kuantitatif diukur dengan pembacaan absorbance value (AV) menggunakan ELISA reader pada h = 450 Ern dan h = 405 nm.
Nilai AV < 0,700 (sangat ren-tanISS); AV = 0,700-0,900 (resisten sedang1RS); AV > 0,900 (resisten tinggil RR). HASIL
Hasil uji biokimia kuantitatif berupa intensitas warna hasil reaksi aktivitas enzim esterase non spesifik jentik nyamuk An, maculatus yang diukur dengan Elisa reader pada panjang gelombang (A) = 450 nm, dapat dilihat pada Tabel 1. Peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik terjadi pada An. maculatus dari Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo, DIY yaitu 27,08 % resisten dengan absorbance value (AV) > 0,900, 25,0 % toleran (AV 0,7000,900) dan 49,91% masih peka (AV < 0,700). Anopheles maculatus dari Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah 6,25% telah resisten, 12,5% toleran dan 1,25% masih peka. Peningkatan enzim esterase non spesific juga terjadi pada An. maculaeus Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara sebesar 16,7% toleran, 83,3% masih peka dan belum ada individu yang resisten. Status kerentanan An. sundaicus dari Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo DIY nlelalui peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik, semua populasi yang tertangkap masih rentanlpeka. Populasi An. sundaicus dari Kampung Laut Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah 33,33% telah resisten, 27,08 % toleran dan 39,58 % peka. Populasi An. stindaicus dari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Jawa Tengah 100% masih rentadpckz dengan mekanisme peningkatatl enzim esterase non spesifik. Peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik dengan nilai AV > 0,9 terjadi pada An. aconitus dari Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara, Jawa Tengah sebesar 8,8% resisten, 16,8% toleran dan 74,4% peka.1 rentan. Anopheles aconitus dari Kecamatan
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 33, No. 2,2005: 80-88
Kandangserang Kabupaten Pekalpngan, Jawa Tengah nilai AV > 0,9 (resisten) masih 0,0%, sedangkan 13,3% toleran dan 86,6% pekalrentan. Peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik juga terjadi pada An. Aconitus dari Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo yang menyebabkan 29,17% toleran sedangkan 70,83% peka, belum ada individu yang resisten. Anopheles aconitus dari Desa Pagelak Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegaral2,5% resisten, 25,0% toleran dan 62,5% peka, sedangkan dari Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang 8,3% toleran, 91,7% peka sehingga belum ada individu yang resisten. Populasi An. aconitus yang ditangkap dari Dusun Plumbon Desa Wadasmalang Kecamatan Sadang Kabupaten Kebumen 20,83% resisten dan 58,33% toleran melalui peningkatan enzim esterase non spesifik. Anopheles subpictus hanya diuji dari 1 Kecamatan yaitu Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Pada populasi yang tertangkap 2,08% resisten, 2,08% toleran dan 95,83% rentan. Status kerentanan jentik nyamuk hasil uji biokimia secara kuantitatif berupa perubahan warna yang diukur nilai AV dengan ELISA reader pada panjang gelombang (A) 405 nm. Hasil penangkapan An. maculatus dari Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo, DIY dan Kecamatan Bagelen, Kabupaten Punvorejo, Jawa Tengah tidak terjadi penurunan sensitivitas asetilkholinesterase (AChE). Penurunan sensitivitas asetilkholinesterase terjadi pada populasi An. sundaicus dari Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, DIY yaitu 6,06% telah resisten, 12,12% toleran dan 8 1,s 1% rentan. Populasi An. sundaicus gerumbul Klaces Kampung Laut Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah 3 1,25% telah resisten, 27,08% toleran
dan 41,66% rentan. Anopheles sundaicus dari Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah 29,2% resisten, 29,2% toleran dan 4 1,6% peka. Penurunan sensitivitas juga terjadi pada penangkapan Anopheles aconitus dari Kecamatan Kandangserang, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah yaitu 6,7% resisten, 53,3% toleran dan 40,0% rentan.
PEMBAHASAN Hasil uji biokimia vektor malaria An. maculatus dari Kecarnatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, DIY telah resisten sebesar 27,08% melalui mekanisme peningkatan enzim esterase non spesifik bukan insensitivitas asetilkholinesterase. Hal tersebut menggambarkan bahwa belum terjadi resistensi silang terhadap insektisida karbamat. Apabila mekanisme resistensi yang terjadi melalui peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik sangatlah penting dilakukan uji silang menggunakan standard WHO atau uji susceptibility. Hal ,.hi penting dilakukan karena peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik dapat berkaitan erat dengan tiga kelompok insektisida yaitu organofosfat, karbamat dan pyrethroid. Berdasarkan hasil uji susceptibility standard WHO penurunan kerentanan An. maculatus terjadi pada insektisida permethrin yaitu sebesar 85% dan fenitrothion sebesar 95% (I9). Dengan demikian terjadinya resistensi An. maculatus melalui mekanisme peningkatan enzim esterase berkaitan erat dengan insektisida permethrin atau kelompok pyrethroid lebih besar dari pada insektisida kelompok organofosfat. Demikian juga An. maculatus dari Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah resistensi 6,25% juga melalui mekanisme peningkatan enzim esterase non spesifik. Rendahnya persentase nyamuk resisten di Kecamatan Bagelen, Kabupaten Punvorejo, kemungkinan ter-
Uji Biokimia Kerentanan Vektor.. .. . .. . . .(Widiarti et.al)
jadi karena jarangnya nyamuk kontak dengan insektisida yang digunakan untuk pengendalian. Jarangnya nyamuk kontak dengan insektisida karena sebagian besar nyamuk istirahat (resting) di sekitar kdndang ternak yang biasanya tidak dilakukan penyemprotan atau nyamhk istirahat sementara di luar rumah. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukab di Srilanka, dalam kurun waktu lebih dari li~natahun sudah memacu resistensi populasi nyamuk An. nigerrirnus (20). Resistensi An. sundaicus dari Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo DIY walaupun rendah 6,0694 juga telah terjadi melalui mekanisme insensitivitas asetilkholinesterase. Hal ini dapat terjadi walaupun di daerah Glagah Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo DIY (tempat penangkapan nyamuk) saat penelitian dilakukan bukan daerah endemis, karena kemungkinan masyarakat menggunakan insektisida rumah tangga yang bahan aktifnya dari insektisida golongan organofosfat atau karbamat bahkan kedua golongan insektisida tersebut. Anopheles sundaicus dari gerumbul Klaces Kampung Laut Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah juga telah resisten melalui dua mekanisme yaitu peningkatan enzim esterase non spesifik dan insensitivitas asetilkholinesterase. Terjadinya dua mekanisme resistensi yang berlangsung pada beberapa An. sundaicus tersebut menggambarkan bahwa telah terjadi resistensi baik terhadap insektisida organofosfat maupun karbamat atau terjadi resistensi silang. Terjadi resistensi silang karena asetilkholinesterase merupakan target site kedua kelompok insektisida. Implikasi yang timbul adalah bahwa apabila akan melakukan pengendalian An. sundaicus disarankan menggunakan kelompok insektisida selain organofosfat dan karbamat. Berlangsungnya
dua mekanisme resistensi pada An. sundaicus di Kampung Laut kemungkinan karena lamanya insektisida organofosfat dan karbamat digunakan dan juga seringnya nyamuk kontak dengan insektisida tersebut karena di daerah Kampung Laut jarang ditemukan kandang ternak. Dengan demikian nyamuk akan hinggap sementara di dinding rumah setelah menghisap darah dan akan bersentuhan/kontak dengan insektisida yang digunakan untuk pengendalian vektor secara IRS (indoor residual spraying). Seperti juga yang terjadi di Kabupaten Kulonprogo, DIY, An. sundaicus dari Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah telah mengalami resistensi melalui mekanisme insensitivitas AChE. Menurunnya sensitivitas AChE yang merupakan target utama kedua insektisida (organofosfat dan karbamat) yang terjadi pada beberapa species nyamuk memberikan gambaran bahwa resistensi telah terjadi terhadap kedua golongan insektisida yang telah digunakan cukup lama dan frekuensi tinggi. Penelitian di Guatemala juga melaporkan bahwa mekanisme insensitivitas AchE dan peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik yang berperan pada resistensi Anopheles albimanus terhadap insektisida organofosfat dan karbamat (21). Penelitian lain yang dilakukan oleh Hemingway et al., mengatakan bahwa resistensi An. nigerrimus dan An. culicifacies berlangsun melalui mekanisme insensitivitas AchE 8 0 , . Anopheles aconitus dari Kecamatan Paninggaran, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah belum ditemukan adanya resistensi melalui peningkatan enzim esterase non spesifik. Akan tetapi melalui mekanisme insensitivitas AChE telah resisten sebesar 6,7%. Walaupun baru toleran melalui peningkatan enzim esterase non spesifik, namun kecenderungan 2 mekanisme penu-
Bul. Penel. KeseWhVah, Vol. 33, No. 2, 2005: 80-88
runan kerentanan berlangsung pada An. aconitus dari Kecamatan Paninggaran. Hal ini kemungkinan penggunaan insektisida di bidang pertanian ikut memacu atau penekanan selektif terjadi baik dari bidang pertanian pada saat menjadi stadium jentik dan bidang kesehatan terhadap stadium dewasa pada saat dilakukan IRS. Seperti juga yang dikatakan Hemingway et. al., bahwa penekanan selektif terjadinya resistensi dapat berlangsung pada saat nyamuk berada pads stadium jentik maupun dewasa (20) Lain halnya An. aconitus dari Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah resistensi terjadi melalui mekanisme peningkatan enzim esterase non spesifik. Menurut Hemingway peningkatan enzim esterase juga akibat penekanan secara selektif dari insektisida golongan pyrethroid (22). Hasil Bioassay yang dilakukan Barodji dkk terhadap Anopheles spp di Je ara sudah toleran terhadap pyrethroid '23! Hal ini dapat dijelaskan bahwa di bidang pertanian petani cenderung menggunakan Decis (bahan aktif Syntetik Pyrethroid). Dengan demikian di daerah dengan vektor malaria An. aconitus perlu melakukan uji kerentanan terhadap insektisida golongan pyrethroid, karena An. aconitus yang sudah resisten DDT kecenderungan resisten silang terhadap golongan syntetik pyrethroid (I2). Anopheles aconitus dari Kabupaten Wonosobo yang tertangkap belum ditemukan individu yang resisten, ha1 ini kemungkinan intensitas kontak dengan kedua insektisida kurang dibandingkan dengan daerah lain, atau An. aconitus hanya kontak dengan insektisida kelompok lain dan petani jarang menggunakan insektisida bidang kesehatan. Dengan demikian kelompok insektisida yang digunakan di bidang kesehatan kurang memicu terjadinya resistensi.
Anopheles aconitus dari Desa Pagelak Kecamatan Madukara, Kabupaten Banjarnegara 12,5% resisten dan 25,0% toleran. Hal demikian terjadi kemungkinan lama dan frekuensi penggunaan inseksida baik di bidang pertanian maupun kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sebelumnya. Kemungkinan lain adalah kontak dengan insektisida dari bidang kesehatan sering terjadi, walaupun terdapat kandang ternak akan tetapi terletak di dalam rumah. Vektor malaria An. aconitus dari Kabupaten Magelang juga belum ada yang mengalami resisten, karena petani jarang menggunakan pestisida untuk pengendalian hama pertanian. Hasil uji statistik One Way Anova, menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna status kerentanan vektor malaria dari beberapa Kabupaten di Jawa Tengah dan DIY dengan nilai P< 0.05. Uji lanjutan dengan LSD (Least SignlJicant Different) persentase resistensi Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Cilacap berbeda bermakna dengan Kabupaten Punvorejo, Kabupaten Jepara, sedangkan 5 Kabupaten terdahulu yang tersebut di atas berbeda bermakna dengan Kabupaten Banjarnegara. Perbedaan resistensi nyalnuk vektor antar Kabupaten tersebut di atas terjadi karena spesies, perilaku vektor serta lama dan frekuensi penggunaan insektisida masing-masing daerah berbeda sehingga frekuensi kontak juga berbeda. Dari uraian hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar vektor malaria di Jawa Tengah dan DIY yang telah dikendalikan dengan insektisida organofosfat dan karbamat telah mengalami penurunan kerentanan meskipun persentase dan mekanisme yang berperan berbeda-beda. Persentase resistensi An. maculatus berkisar antara 6,25%27,08% melalui mekanisme peningkatan enzim esterase non spesifik. lJji insensiti-
Uji Biokimia Kerentanan Vektor.. ........(Widiarti et.al)
vitas asetilkholin esterase pada populasi An. maculatus tersebut belum ditemukan adanya individu yang resisten (0%). Uji enzimatis mikroplat pada An. sundaicus menunjukkan bahwa persentase resistensi berkisar antara 2,92%-3 1,25% melalui mekanisme insensitivitas asetilkholinesterase, kecuali An. sundaicus dari Kabupaten Cilacap 33,33% juga resisten melalui peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik. Hal tersebut memberi gambaran bahwa telah terjadi resistensi terhadap insektisida organofosfat dan karbamat. Peningkatan aktivitas enzim esterase juga dijumpai pada populasi An. aconitus yang menyebabkan resistensi berkisar antara 8,8%-20,83%, sedangkan An. aconitus dari Kabupaten Pekalongan 6,7% resisten melalui mekanisme insensitivitas asetilkholinesterase. Hasil uji silang standar WHO resistensi melalui mekanisme peningkatan enzim esterase sebagian berkaitan erat dengan insektisida kelompok pyrethroid terutama An. maculatus dari Kecamatan Kokap dan sebagian An. aconitus yang berkembangbiak disawah. Implikasi penelitian adalah bahwa apabila mekanisme insensitivitas asetilkholinesterase yang berperan, maka vektor malaria telah resisten terhadap kedua golongan insektisida. Dengan demikian seyogyanya digunakan insektisida kelompok lain untuk mengendalikan vektor malaria.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten se Jawa Tengah dan DIY beserta staf atas izin dan bantuan selama penulis melakukan penelitian, laboratorium Ilmu Hayati dan laboratorium Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada atas segala fasilitas yang diberikan selama penelitian ini, serta semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.
DAFTAR RUJUKAN 1. Kanwil Depkes Provinsi Jawa Tengah. Analisa Situasi Malaria Pelita VI. Kanwil Depkes Provinsi Jawa Tengah. 1999. 7-9. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. Laporan Kegiatan P2M Kabupaten Pekalongan. 2000. 11-13. 3. Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang. Laporan Situasi Malaria di Daerah Kabupaten Magelang Tahun 1998-1999 Kabupaten Magelang Jawa Tengah. 2000. 4-5. 4.
Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo. Laporan Kegiatan P2M Kabupaten Purworejo. 2000. 6-7.
5. Bahang, Z.B., P.D.,Pitojo,F.J. Laihat and Barodji. Insecticide Uses in Public Health and Other Sectors (1990-1996) and Insecticide Resistent Status in Mosquito Vectors (19851996) in Indonesia, Paper Intercountry Workshop on Insecticide Resistence of Mosquito Vektors, Salatiga Indonesia. 1997. 11 hal. 6. Depkes, R.I. Malaria Pelita VI. Suatu Tinjauan oleh Pokja Ditjen PPM & PLP dan WHO Indonesia. 1997. 2-3.
7. WHO Study Group. Vektor Control For Malaria and Other Mosquito-Borne Diseases. WHO Technical Report Series. WHO Geneva. 1995. No. 857.91 p. 8. Soerono M, AS Badawi, DA Muir, A Soedono, M Siran.. Observations on Doubly Resistant Anopheles aconitus Donitz in Java, Indonesia and on its Amenability to Treatment with Malathion. Bulletin World Health Organization. 1985. (33) : 453-459. 9. 0' Connor CT, Arwati.. Insecticide Resistance in Indonesia. WHO/VBC/74. 1974. 505 :1-5. 10. Lee, H.L., 0. Abimbola and K.I.,Singh. Determination of Insecticide Susceptibility in Culex quinquefasciatus Say Adult by Rapid Enzyme Microassays. Southeast Asean Journal Tropical Medicine of Public Health. 1992. 23 : (3). 458-463. 11. WHO Expert Committee on Vektor Biology and Control. Vektor Resistance to Pesticide. WHO Technical Report Series. WHO. Geneva. 1992. No. 818. 62 p.
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 33, No. 2,2005: 80-88
12. Hemingway J. & C. Smith. Field and Laboratory Detection of the Altered Acetylcholin esterase Resistance genes Which Confer Organophosphate and Carbamate Resistance in Mosquitoes (Diptera : Culicidae). Bulletin Entomological Research. 1986.76 : 559-565.
20. Hemingway J, KG1 Jayawardena, PRJ Herath. Pesticide Resistance Mechanisms Produced by Field Selection Pressure on Anopheles nigerrimus and Anopheles culicijiacies in Sri Lanka. Bulletin World Health Organization. 1986. 64 (5) : 753-758.
13. Ffrench Constant RH, and BC. Bonning. Rapid Microplate Test Distinguishes Insecticide Resistent Acetylcholinesterase Genotypes in The Mosquitoes Anopheles albimanus, An. nigerimus and Culex pipien. Medical & Veterinary Entomology. 1989. 3 : 9-16.
21. Brogdon, W.G., R.F Beach,., J.M Stewart, and Castanaza. .Microplate Assay Analysis of The Distribution of Organofosfat and Carbamate Resistance in Guatemalan Anopheles albimanus. Bulletin of the World Health Organozation. 1988.66. (3) : 339 - 346.
-
14. Reid JA. Anopheles mosquitoes of Malaya and Borneo. Studies from the Institute for Medical Research Malaysia, Kuala Lumpur Malaysia. 1968. NO. 3 1.320-325. 15. Lee HL. A Rapid and Simple Biochemical Method For The Detection of Insecticide Resistance Due to Elevate esterase Activity in Culex quinquefasciatus Tropical Biomedicine. 1990.7 : 21-26. 16. Peiris HTR, J Hemingway. Mechanisms of insecticide resistance in a temephos selected Culex quinquefasciatus (Diptera ; Culicidae) strain from Sri Lanka. Bulletin of Entomological Research. 1990.80 :453-457. 17. Small G. Biochemical Assay for Insecticide Resistance Mechanism. Paper Molecular Entomology Workshop. Practical. Center for Tropical Medicine Gadjah Mada University 920 Pebmari Yogyakarta . 1998. 1-6. 18. Mardihusodo SJ. Microplate Assay analysis of potential for organophosphate insecticide resistance in Aedes aegypti in the Yogyakarta Minicipalit. Indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran. 1995. 27. 2 : 71-79. 19. Widiarti, T.B Damar., Barodji, Umi Widyastuti, Ristiyanto dan Mujiono. Uji Kerentanan Vektor Malaria terhadap In-sektisida Organofosfat, Karbamat dan Pyrethroid di Indonesia. Laporan Akhir Penelitian DIP Tahun Anggaran 2003. Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga. 2003.29 Hal.
22. Hemingway J. Insecticide Resistance Mechanisms and Cross Resistance Implications. Intercountry Workshop on Insecticide Resistance of Mosquito Vectors. Salatiga Indonesia. 1997. 5-8 Agustus. 7p. 23. Barodji; H. Suwasono dan H. Boesri. Monitoring Resistensi Vektor Malaria Terhadap Insektisida Yang Digunakan Program P2M di Daerah Endemis Malaria di Jawa dan Bali. Laporan Akhir Penelitian Rutin BPVRP. Tahun Anggaran 1999/2000.2000.29 ha1 24. Joshi, G.P., L.S. Self, U. Salim, C.P.Pant, M.J. Nelson and Supalin. (1977). Ecological in The Studies on Anopheles aconitus Semarang Area of Central Java, Indonesia WHONBCl77.677. 1-5. 25. Collins, FH, K Luna, AR Hilary, M Vulute. (2000). Molecular Entomology and Prospects for Malaria Control. Bulletin of the World Health Organization.; 78 (12) : 1412-1423.