PELATIHAN DESAIN GRAFIS & CETAK DIGITAL DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN Erna Dwi Astuti1 Fakultas Teknik, Universitas Al-Quran Jawa Tengah E-mail:
[email protected] 2
Sri Hartiyah
Fakultas Ekonomi, Universitas Al-Quran Jawa Tengah Email :
[email protected]
ABSTRAK Smart Enterpreneur adalah individu yang mampu menciptakan usaha baru yang bersifat kreatif dan inovatif dengan berani mengambil resiko dan ketidakpastian untuk mencapai keuntungan dengan cara mengidentifikasi peluang serta menggabungkan sumberdaya yang dimiliki. Masyarakat Wonosobo dikenal sebagai sebagai masyarakat perantau. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Wonosobo memang dikenal sebagai masyarakat miskin dan terbelakang. Rendahnya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat Wonosobo merupakan faktor penghambat yang utama dalam pencapaian daya saing dan pengembangan industrialisasi khususnya di Wonosobo. Subsektor industri kreatif yang akan dikembangkan dibatasi pada subsektor percetakan dan pemasarannya melalui pembuatan toko online. Batasan ini bertujuan untuk menyesuaikan pada permasalahan pokok yang dihadapi oleh lingkungan Pondok Pesantren, yaitu perlu adanya suatu kegiatan/pelatihan di lingkungan Pondok Pesantren dengan tujuan untuk menciptakan wirausahawan mandiri serta mengembangkan kreativitas peserta didik di masingmasing pondok pesantren. Istilah percetakan (sablon) memiliki konotasi kegiatan cetak mencetak grafis yang dilakukan secara manual. Namun seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang banyak menawarkan kemudahan dalam menuangkan ide-ide kreatif bagi desainer grafis, maka teknologi proses cetak secara digital dengan bantuan perangkat komputer menjadi alternatif pilihan bagi pelaku bisnis percetakan maupun konsumen percetakan. Kecanggihan peralatan, kualitas hasil produk yang sangat baik, dan inovasi dalam hal pemasaran/marketing merupakan faktor yang berpengaruh pada keberlangsungan usaha/bisnis percetakan saat ini. Kata kunci : smart enterpreneur, industri kreatif, pondok pesantren
PENDAHULUAN Analisis Situasi Potensi Industri Kreatif Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alam dan budaya, tidak terkecuali dengan daya kreativitas sumber daya manusianya. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kemunculan industri-industri baru di Indonesia dalam berbagai bidang yang berpotensi menambah devisa negara. Potensi besar yang dimiliki Indonesia ini menarik perhatian pemerintah untuk memberdayakan potensi untuk meningkatkan ekonomi Indonesia. Dukungan ini dibuktikan dengan dikeluarkannya buku ”Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025”. Ekonomi kreatif diharapkan dapat memberikan peran untuk memanfaatkan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan terbatas, yaitu ide, talenta, dan kreativitas.
Industri kreatif menurut UK DCMS Task Force 1998 adalah ”Creatives Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill, & talent, and which have potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content”. Departemen Perdagangan Republik Indonesia juga mendefinisikan industri kreatif sebagai merupakan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Beberapa sektor industri yang berbasis kreativitas adalah : periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan. Di Indonesia, peran industri kreatif dalam ekonomi Indonesia cukup signifikan dengan besar kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto ratarata tahun 2002-2006 adalah sebesar 6,3 % atau setara dengan 104,6 triliun rupiah (nilai konstan) dan 152,5 triliun rupiah (nilai nominal). Industri ini telah mampu menyerap tenaga kerja rata-rata tahun 2002-2006 adalah sebesar 5,4 juta dengan tingkat partisipasinya sebesar 5,8 %. Persentase kontribusi Produk Domestik Bruto subsektor industri kreatif terhadap sektor industri kreatif pada tahun 2006 didominasi oleh subsektor (1) Fashion 43,71% ~ 45,8 triliun rupiah; (2) Kerajinan (25,52 % ~ 26,7 triliun rupiah); (3) dan Periklanan (7,93% ~ 8,3 triliun rupiah) (Studi pemetaan Industri Kreatif 2007, Departemen Perdagangan Indonesia).
Gambar 1. Nilai Produk Domestik Bruto Sektor Lapangan Usaha Utama dan Industri Kreatif di Indonesia Tahun 2006 Industri fashion merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar pada industri kreatif di Indonesia, yaitu berkontribusi hampir mencapai 46 triliun rupiah (harga konstan) di tahun 2006 dengan rata-rata persentase kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto industri kreatif sekitar 43,71 %. Industri kerajinan merupakan subsektor industri kreatif yang memiliki nilai kontribusi Produk Domestik Bruto terbesar kedua setelah subsektor fashion dengan nilai kontribusi di tahun 2006 sebesar 25,51 %. Industri periklanan merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar ketiga setelah subsektor fashion dan subsektor kerajinan dengan nilai kontribusi sebesar 7,93 % atau sekitar 8,3 triliun rupiah di tahun 2006. Industri subsektor kreatif penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar keempat pada industri kreatif
di Indonesia adalah industri desain sebesar 5,88 % atau sekitar 6,1 triliun rupiah, diikuti oleh industri Penerbitandan Percetakan (4,09 % ~ 4,2 triliun rupiah), industri Arsitektur (3,95 % ~ 4,1 triliun rupiah), industri musik 3,65 % ~ 3,8 triliun rupiah), industri televisi dan radio (2,04 % ~ 2,1 triliun rupiah), industri layanan komputer dan piranti lunak (0,99 % ~ 1,04 triliun rupiah), industri riset dan pengembangan (0,93% ~ 0,97 triliun rupiah), industri pasar seni dan barang antik (0,65 % ~ 0,685 triliun rupiah), industri permainan interaktif (0,32 % ~ 0,337 triliun rupiah), industri film, video, dan fotografi (0,24 % ~ 0,25 triliun rupiah), dan industri seni pertunjukan (0,12 % ~ 0,124 triliun rupiah) (Studi pemetaan Industri Kreatif 2007, Departemen Perdagangan Indonesia). Persentase kontribusi subsektor industri kreatif pada tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kontribusi Produk Domestik Bruto subsektor industri kreatif pada tahun 2006. Apabila kita cermati, bisnis kreatif sablon digital memiliki peluang usaha yang sangat baik. Usaha sablon digital ini didukung dengan modal yang relatif murah terjangkau sehingga dapat dilakukan dalam industri skala rumah (home Industry). Kelebihan usaha cetak digital yang mengandalkan desain grafis menggunakan komputer dibandingkan dengan industri cetak sablon manual adalah efisiensi waktu dikarenakan konsumen dapat menunggu hasil proses cetak sablon dalam waktu yang singkat (Or-coy dan Katamsi, 2008). Proses pembuatan cetak sablon secara digital ini juga tergolong sederhana dan hanya dibutuhkan sentuhan kreativitas dalam pembuatan desain gambar/sablon yang akan dicetak. Kondisi Masyarakat Wonosobo Masyarakat Wonosobo dikenal sebagai sebagai masyarakat perantau. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Wonosobo memang dikenal sebagai masyarakat miskin dan terbelakang. Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat Wonosobo merupakan sebagian akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), minimnya kemampuan untuk mengolah potensi sumber daya alam serta ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan peluang dalam dunia usaha yang terkait industri kecil dan menengah. Salah satu faktor penyebab tingkat
kemiskinan yang menjadi prioritas dan kepedulian dari pemerintah pusat maupun daerah adalah masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Wonosobo. Hal ini dibuktikan dengan data faktual Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo pada tahun 2013 dan 2014 yang menyebutkan bahwa angka putus sekolah (APS) masyarakat di Kabupaten Wonosobo masih tergolong tinggi, meskipun setiap tahunnya mengalami penurunan. Angka putus sekolah tersebut meliputi mulai tingkat sekolah dasar (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) sampai Sekolah Menengah Umum (SMU/MA). Dinas Sosial setempat mencatat angka putus sekolah pada tahun 2013 untuk SD/MI sebesar 23% sedangkan pada SMP/MTs mencapai 39% dan SMU/MA38%. Secara keseluruhan siswa yang mengalami putus sekolah berjumlah 550 siswa. Sedangkan rinciannya adalah 125 merupakan siswa Sekolah Dasar dan 213 siswa Sekolah Menengah Pertama, sisanya sejumlah 212 siswa Sekolah Menengah Umum. Apabila dibandingkan dengan jumlah pada tahun sebelumnya APS pada tahun ini mengalami penurunan. Jumlah APS pada tahun 2014 untuk tingkat SD/MI sebesar 26 % pada tingkat SMP/MTs 40 % dan SMU/MA34%. Pada tahun 2014 APS untuk tingkat SD 121 siswa dan SMP 192, serta SMU159 siswa, dengan jumlah keseluruhan mencapai 472 siswa. Terdapat dua faktor utama yang mendasari terjadinya putus sekolah, yaitu faktor ekonomi keluarga siswa yang bersangkutan serta budaya masyarakat yang beranggapan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan sekunder. Rendahnya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat Wonosobo merupakan faktor penghambat utama dalam pencapaian daya saing dan pengembangan industrialisasi khususnya di Kabupaten Wonosobo seiring dibangun dan diperbaikinya kembali sarana dan prasarana. Oleh sebab itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada saat ini bekerjasama untuk menggalakkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di seluruh wilayah Wonosobo. Pada program PNPM tersebut, pemerintah pusat mengalokasikan dana dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pelatihan peningkatan kapasitas dan pelatihan pengembangan usaha rakyat Keberlanjutan pengembangan program PNPM dan proses industrialisasi secara bertahap dapat menciptakan banyak lapangan kerja dan menimbulkan efek multiplier yang dapat memacu akselerasi pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan Wonosobo sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat secara signifikan. Pengembangan industrialisasi yang diharapkan tentu saja bukan industrialisasi yang akan mengikis kearifan dan kekayaan budaya lokal masyarakat, namun proses industrialisasi yang mampu bersinergi dengan budaya masyarakat setempat. Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan di masyarakat Wonosobo merupakan lembaga keagamaan dengan peran yang sangat vital dalam hubungannya dengan keberlangsungan industrialisasi di Wonosobo saat ini. Pesantren diperlukan sebagai filter budaya terhadap pengaruh negatif dari keberlangsungan industrialisasi di Pulau Wonosobo. Di era globalisasi saat ini, wacana mengenai pondok pesantren semakin menarik untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena pesantren merupakan lembaga keagamaan yang memiliki peranan sebagai lembaga refungsionalisasi, dimana pesantren tidak sekedar memainkan fungsi-fungsi tradisionalnya, seperti transmisi ilmu-ilmu keislaman, pemeliharaan tradisi Islam dan reproduksi ulama, tetapi juga telah berkembang pada fungsi pembangunan nilai (value development), pembangunan ekonomi (economical development), pengembangan teknologi tepat guna, penyuluhan kesehatan, penyelamatan lingkungan hidup, pusat studi gender, kemandirian (self reliance and sustainability) dan pengembangan kecakapan hidup (life skill). Pesantren dituntut untuk melakukan transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui pemanfaatan teknologi
informasi dan IPTEK Pesantren diharapkan mampu menjalin networking/kerjasama dengan dunia usaha sehingga mampu mendukung program pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para santri peserta didik khususnya maupun masyarakat sekitar pada umumnya. Sehingga pihak pondok pesantren membutuhkan pendampingan dan pengelolaan kewirausahaan untuk memberdayakan para santri khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya karena minimnya fasilitas dan prasarana pendukung kegiatan kewirausahaan di masing-masing pondok pesantren dan masih minimnya pengetahuan para santri terhadap perkembangan informasi dan teknologi serta kurangnya kemampuan dalam hal pengenalan internet. METODE PENELITIAN Kegiatan ini diharapkan mampu mengoptimalkan potensi dan meningkatkan peran serta masyarakat pondok pesantren untuk mendukung pengembangan industri kreatif sebagai penunjang sistem ekonomi pesantren. Beberapa langkah kongkrit yang ditawarkan antara lain : a. Memberikan pelatihan berupa keahlian dalam perancangan dan pembuatan desain grafis khususnya teknologi cetak digital. b. Menyediakan fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan selama proses cetak digital dan pemasaran hasil produk sehingga dapat berjalan dengan baik c. Pemanfaatan internet sebagai sarana pemasaran hasil produksi cetak digital d. Pemanfaatan sistem kepakaran dan penciptaan sinergi secara networking Setelah implementasi kegiatan program/pelatihan ini selesai dilaksanakan diharapkan : 1. Mampu menghasilkan jiwa wirausahawan mandiri yang berasal dari kalangan santri pondok pesantren 2. Meningkatkan kemampuan dan keahlian para santri dalam mengembangkan usaha sablon secara digital 3. Mampu memperluas jaringan informasi dan bisnis dalam proses pemasaran hasil produksi melalui internet 4. Setiap santri mampu mengembangkan dan menghasilkan ide-ide kreatif sekaligus sebagai fasilitas pengembangan kewirausahaan untuk kalangan pondok pesantren. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari program ini merupakan hasil yang diharapkan setelah implementasi kegiatan selesai dilaksanakan target luaran Kegiatan ini merupakan kombinasi antara metode pengenalan, pelatihan, dan pendampingan yang dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahap pengembangan model usaha penyablonan serta tahap pemasaran hasil usaha sablon secara digital. Pada tahap pengembangan model usaha penyablonan, para santri dari pondok pesantren akan diberikan pelatihan dan pendampingan berkaitan dengan kewirausahaan, desain grafis, proses produksi cetak digital, serta kontrol kualitas dari hasil proses sablon secara digital. Pada tahap berikutnya, para santri yang telah mengikuti pelatihan pada tahap kedua akan diberi pelatihan berkaitan dengan proses pemasaran hasil produksi melalui website/toko online dengan menggunakan aplikasi wordpress. Pelaksanaan kedua tahapan tersebut diharapkan mampu mengingkatkan kemampuan santri dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk hasil sablon sehingga mampu menciptakan usaha percetakan yang inovatif yang mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat pondok pesantren khususnya mapun bagi masyarakat
sekitar pada umumnya. Rangkaian kegiatan bawah ini:
ditunjukkan pada Gambar 3 di
Santri dan Pondok Pesantren
Pelatihan & pendampingan kewirausahaan, desain grafis, proses produksi cetak digital, dan kontrol kualitas dari hasil proses sablon secara digital
Pelatihan pembuatan website/toko online dengan memanfaatkan aplikasi wordpress Gambar 3. Rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan
Gambaran Ipteks Yang Akan Ditransfer Kepada Para Santri
Desain pola gambar sablon dengan menggunakan peralatan komputer
Mencetak pola sablon pada printer dengan menggunakan kertas sublimasi
Hasil desain gambar sablon dicetak pada mug
Hasil desain gambar sablon dicetak pada kaos
Pemasaran hasil produk melalui pelatihan pembuatan website/toko online dengan menggunakan aplikasi wordpress
Peta Lokasi Wilayah Pesantren
KESIMPULAN Berdasarkan refleksi hasil kegiatan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Program Peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan keterampilan santri dan masyarakat di sekita Pondok Pesantren Roudlotul Muttaqien terhadap penguasaan komputer untuk mendukung proses pembelajaran maupun usaha cetak digital lainnya. b. Kegiatan pelatihan wirausaha mampu meningkatkan jiwa enterpeneur bagi santri Pondok Pesantren Roudlotul Muttaqien dan Masyarakat desa Modung sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk membuka peluang di bidang cetak digital c. Pelatihan Blogging for Bussines membantu peserta program Ibm mengembangkan usaha cetak digital ke arah persaingan bisnis secara online.
SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka beberapa saran bagi tim dan pengambil kebijakan di perguruan tinggi adalah sebagai berikut : a. masih banyak pihak, terutama sekolah maupun pondok pesantren yang berada di wilayah Kabupaten Wonosobo yang membutuhkan adanya kegiatan ini, untuk membantu guru, siswa untuk meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan guna meningkatkan kualitas pembelajaran maupun jiwa entrepreneur di sekolah/pondok pesantren. Oleh karena itu diperlukan adanya prioritas dalam hal pelatihan dan pendampingan. b. Penyebaran informasi tentang kegiatan PPM lebih diperluas. Diutamakan informasi berupa agenda kegiatan PPM yang akan dilaksanakan dan dapat diakses oleh masyarakat sehingga pihak-pihak yang membutuhkan dapat mengetahui dan mengikuti kegiatan yang dimaksud.
DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Wonosobo. 2013. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka. Wonosobo : Pemerintah Daerah Wonosobo. BPS Kabupaten Wonosobo. 2014. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka. Wonosobo : Pemerintah Daerah Wonosobo Helianthusonfri, Jefferly. 2013. “Toko Online Canggih dan Praktis dengan Wordpress”. Elex Media Computindo : Jakarta. Nusantara, Guntur. 2004. “Panduan Praktis Cetak Sablon”. Kawan Pustaka : Jakarta. Misriyanto, Sapto. 2009. “Teknik Dasar Cetak Sablon dan Digital Printing”. Media Pressindo : Jakarta
Or-coy dan Katamsi, Y., (2008), “Digital printing: Panduan Teknik Cetak Cepat di Aneka Media”, Kawan Pusataka. Pangestu, M.E., (2008), ”Pengembangan Industri Kreatif Indonesia 2025: Hasil Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2025. Departemen Perindustrian dan Perdagangan”, Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional: Industri Kreatif untuk Kesejahteraan Bangsa, Bandung. Praktikno, Yanto. 2009. “Dasar-Dasar Kewirausahaan Untuk SMK/MAK/SMA/MA”. Pustaka Binaman Presindo : Jakarta Rahmanto, S., (2008), “Bisnis Advertising Desain Grafis, dan Digital Printing”, Media Pressindo. Simatupang, TM. 2008. “Perkembangan Industri Kreatif”. Paper. Bandung: SMB ITB Suryanie, D., dan Esti, R.K., (2008), ”Potrait of Creative Industry in Indonesia”, Economic Review, no. 212, juni 2008, hal. 1-8. Suwoyo, Bambang B. 2009. “Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa”. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Jurnal Ekonomi Bisnis Tahun14, Nomor 12. Zainal,
Ali. 2011. “Cepat dan Mudah Membuat Wordpress 3.X”. Mediakita : Jakarta.
Website Keren Dengan