SPJD PGRI Kelompok 1
Ramadina Aprilia Andasha Habib Arsarachman Asry Muhammad Apri Setiawan
Universitas Indraprasta PGRI
Sejarah PGRI Sebelum Kemerdekaan Pada masa penjajahan baik penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang, guru mendapatkan penghargaan dan dihormati. Pada masa panjajahan Jepang, guru dianggap sebagai panutan untuk masyarakat, pemimpin masyarakat, dipanggil ndoro guru dengan status ekonomi yang cukup tinggi. Pada masa itu pula guru mengalami penderitaan yang sangat mendalam. Para guru juga merasakan bagaimana sulitnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan kemerdekaan Indonesia. 1.
Keadaan Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda Keadaan pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sangat memprihatinkan
baik dari segi pendidikan, guru, dan sekolahnya. 2.
Pendidkan dan Sekolah Pada jaman Protugis dan spanyol mulai didirikan sekolah-sekolah model baru, berlainan
dengan sekolah-sekolah pesantren. Di sekolah ini tidak hanya diajarkan tentang agama namun juga diajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah-sekolah ini hanya berada di kepulauan Maluku sampai kedatangan VOC di Indonesia. Sekolah-sekolah Belanda ini diadakan 2 jam pada waktu pagi dan 2 jam pada waktu sore hari. Pada tahun 1684 diumumkan Undang-Undang Sekolah pertama, yang isinya antara lain :
Untuk mendirikan sekolah harus seijin pemerintah
Jam pelajaran sekolah jam 08.00-11.00 dan jam 14.00-17.00
Dilarang adanya pelajaran campuran antara anak laki-laki dan perempuan
Hari libur dan uang sekolah diatur pemerintah
Sekolah-sekolah dimonitoring 2 kali setahun Pada tahun 1778 dikeluarkan Undang-Undang yang baru, yang isinya antara lain :
Tiap-tiap sekolah dibagi dalam 3 kelas
Di kelas satu diajarkan membaca, menulis, berhitung, menyanyi, dan agama Sampai dengan tahun 1937 sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintahan Belanda
adalah:
Sekolah Desa
Sekolah Kelas Dua
Schakel school atau Sekolah Penghubung
Hollands Inlandse School (HIS)
3.
Nasib Guru pada Masa Hindia Belanda Bidang pendidikan diadakan bermacam-macam sekolah dasar, masing-masing untuk
golongan tertentu. Umpama sekolah desa untuk golongan orang desa, sokolah dasar angaka II untuk rakyat biasa yang ada di kota, sekolah dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak nigrat atau anak pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Guru-gurunya tamatan bermacam-macam sekolah guru, seperti Sekolah Guru Desa, Normaalschool (NS), Kweekschool (KS), Hogere Kweekschool (HKS), Hollands Inlandce Kweekschool (HIK), Europase Kweekschool (EKS), Indische Hoofdacte dan sebagaimananya. Guru-guru ini mempunyai serikat sekerja masingmasing menurut ijasahnya. Perbedaan dalam pengajian dan kedudukan tersebut tidak jarang menimbulkan pertentangan antara golongan guru yang bermacam-macam itu, hal mana yang tidak menguntungkan dunia pendidikan. Oleh Pemerintahan Kolonial Belanda sengaja diciptakan golongan tinggi dan golongan rendah yang sangat mempengaruhi pergaulan antara golongangolongan itu. Mereka itu pada umumnya tidak mau saling mengenal. Kalau jarak antara golongan tinggi dan golongan rendah sudah begitu jauh, maka lebih besar lagi jarak antara rakyat dengan pembesar-pembesar. 4.
Perjuangan Guru Pada masa Penjajahan Belanda Nama-nama seperti Kartini, Dr. Sutomo, Raden Ngabehi Husodo, Ciptomangunkusumo,
dan sederetan nama lain lagi, merupakan pecetus perjuangan melalui ideologi pendidikan untuk memperjuangkan nasib bangsa kita yang sangat sengsara di tapak kaum penjajah. Lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 merupakan obor perjuangan dikalangan kaum terpelajar dan kaum priyayi yang secara sadar merasa terpanggil oleh jeritan nasib bangsanya yang menyedihkan. Mulailah banyak berdiri organisasi-organisasi untuk melawan penjajah dan mengambil hak-hak rakyat. Pada tahun 1912 berdiri sebuah organisasi agama, Muhammadiyah, di Yogyakarta. Diantara progamnya termasuk progam pendidikan. Pada tahun 1912 para guru berhasil membentuk organisasi guru yang bersifat Unitaris yaitu Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHD) yang anggotanya terdiri dari guru-guru tanpa memandang perbedaan ijasah, status, tempat bekerja, dan agama atau kepercayaan. Perkembangan berikutnya PGHD berganti nama
menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1933 sebagai akibat dari dikeluarkannya peraturan pemerintah mengenai sarekat sekerja pegawai negeri.
5.
Keadaan Pendidikan pada Masa Penjajahan Jepang Sejak penjajahan jepang sekolah-sekolah diberi nama Indonesia dan Jepang. Sekolah
Dasar diberi nama “Syo Gakko”, sekolah Menengah “Cu Gakko”, dan Sekolah Tinggi “Dai Gakko”.Bulan September 1942 Pemerintahan Jepang mulai membuka Sekolah Menengah Pertama dan Atas, termasuk sekolah-sekolah kejuruan termasuk seperti “Sihan Gakko” (Sekolah Guru), “Kasei Jo Gakko” (Sekolah Kepandaian Putri) dan lain-lain. Dalam mendidik calon guru yang baik, dibukalah sekolah guru yang dinamai ”Sihan Gatakaoo”, pada tahun 1944 dibuka pula di ibu kota pulau Sumatra (Bukit Tinggi) sebuah sekolah guru utama yang bernama “Joo Kyuu Sihan Gakko”. Yang diambil menjadi muridnya guru-guru yang terbaik daerah-daerah Keresidenan (Syuu). Jumlahnya terbatas sekali. Untuk angkatan pertama dari Lampung Syuu diterima diantaranya M. Nur Asyikin, Raja Sangun, dari Palembang, Syuu Madian, Gustam Effendy. Waktu itu juga di daerah Batu Sangkar dibuka sekolah “Joo Kyuu Kanri Gakko” yaitru sekolah untuk pamong praja (camat atau asisten wedana) yang terpilih. Para gakusei (mahasiswa) dari Joo Kyuu Sihan Gakko waktu itu diberi berpakaian seragam lengkap dengan celana panjang, sedangkan sekolah-sekolah lainnya berseragam celana pendek semuanya. 6.
Perjuangan Guru pada Masa Penjajahan Jepang Jepang mulai menguasai dan menjajah Indonesia sejak belanda menyerah tanpa syarat
kepada Jepang di Kalijati (Bandung) tanggal 8 Maret 1942. .Bagi Jepang, guru dipandang sebagai orang yang sangat dihormati. Sang guru mendapat kehormatan dengan julukan Sensei, yang mempunyai kedudukan sosial yang sangat dihormati. Begitu pula oleh murid-muridnya di sekolah yang berbeda dengan sekarang (kurang penghargaan). Jepang mungkin sangat berterima kasih kepada guru yang telah berjuang mempropaganda misinya pada masyarakat luas, khususnya pada siswa. siswa sendiri begitu tundu, sopan, hormat dan segan pada guru sehingga kedudukan guru pada waktu itu terpandang secara jabatan ketimbang moral.
Kesimpulan Pada masa penjajahan baik penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang, guru mendapatkan penghargaan dan dihormati. Pada masa panjajahan Jepang, guru dianggap sebagai panutan untuk masyarakat, pemimpin masyarakat, dipanggil ndoro guru dengan status ekonomi yang cukup tinggi. Namun dibalik penghagaan yang di dapat para guru tersebut, mereka juga mengalami penderitaan yang sangat mendalam. Para guru juga merasakan bagaimana sulitnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan kemerdekaan Indonesia. Perjuamgan guru yang sangat besar pada masa penjajahan sekarang sudah tidak ada artinya lagi. Guru pada jaman sekarang sudah tidak mendapatkan penghormatan oleh masyarakat. Jangankan guru, para pejuang kita yang masih hidup pun sekarang tidak mendapatkan kesejahteraan di masa tuanya. Bahkan banyak sekali mantan pejuang kita yang hidupnya memprihatinkan, termasuk para guru yang tidak lagi mendapat kedudukan tertinggi di kalangan masyarakat. Padahal para guru juga ikut memperjuangkan kemerdekaan yang kita rasakan saat ini.
Sejarah PGRI Setelah Kemerdekaan Selama zaman penjajahan atau sebelum kemerdekaan para pendidik di negeri berjuang melawan penjajahan untuk mendapatkan kmerdekaan dan kesetaraan hak dalam mendapatkan keamanan, kesejahteraan dan pendidikan. Tidak hanya sampai di situ, perjuangan guru belum berakhir walau kemerdekaan telah di rebut bangsa Indonesia. Namun ternyata kemerdekaan tidak serta merta membuat Indonesia terbebas. Karena pihak penjajah tidak terima begitu saja atas kemerdekaan tersebut. November, bulan yang sangat bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Tepatnya tanggal 10 November 1945, yang dikenal sebagai hari pahlawan. 1.
PGRI pada Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949). a. Peran dan Lahirnya PGRI Proklamasi 17 Agustus 1945 mempunyai efek sangat besar terhadap seluruh pejuang kemerdekaan. Semangat proklamasi itulah yang menjiwai penyelenggaraan Kongres Pendidikan Bangsa pada tanggal 24-25 November 1945 bertempat di Sekolah Guru Putri (SGP) Surakarta, Jawa Tengah. Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wahana persatuan dan kesatuan segenap guru diseluruh Indonesia. Pendiri PGRI adalah Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali Marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono. Mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tujuan:
Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengaajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya
b. Kongres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946 Pada tanggal 23 – 24 November 1946 diaadakan Kongres PGRI di Surakarta. PGRI mengajukan 3 tuntutan kepada pemerintah, yaitu mengenai Undang – undang Pokok Pendidikan dan Perburuhan, Sistem Pendidikan, dan Gaji guru. Tuntutan tersebut mendapat perhatian dari pemerintah.
c. Kongres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948 Kongres ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang yang lebih kecil, tetapi dengan jumlah anggota sedikitnya 100 orang. Diharapkan bahwa cabang PGRI yang lebih kecil itu dapat lebih aktif. 2.
PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959). a. Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950. b. Kongres V PGRI di Bandung 19 – 24 Desember 1950 c. Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952 d. Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954 e. Kongres VIII PGRI di Bandung 1956. f. Kongres IX PGRI 31 Oktober – 4 November di Surabaya 1956.
3. PGRI pada Masa PKI (1959-1965). a. Lahirnya PGRI Non-Yaksentral/PKI. Periode tahun 1962-1965kongres ke X di selenggarakan dan merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guruatau peropesi guru,melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih(pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan). b. Pemecatan Massal Pejabat Departemen PP&K (1964). Sistem pendidikan pancawardhana dilandasi dengan prinsip-prinsip:
Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan.
Perkembangan kecerdasan.
Perkembangan emosional-artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin.
Perkembangan keprigelan atau kerajinan tangan dan,
Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
Cinta nusa dan bangsa
Cinta ilmu pengetahuan
Cinta kerja dan rakyat yang bekerja
Cinta perdamaian dan persahabatan antar bangsa-bangsa
Cinta orang tua.
Isi pidato tersebut menimbulkan pertentangan dan kegelisahan dikalangan pendidik. Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
c. PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI Pada kongres IX PGRI di Surabaya (oktober 1959),infiltrasi PKI kedalam tubuh PGRI benar” terasa,dan lebih jelas lagi dalam kongres X di Jakarta(November 1962). Kiranya perinsip “siapa kawan siapa lawan” berlaku pula dalam tubuh PGRI.”kawan”adalah semua golongan pancasilaisanti PKI yang Dalam Pendidikan mengamankan Pancasila, dan “Lawan”adalah PKI yang berusaha memnaksakan pendidikan. ”pancacinta” dan “pancatinggi”. Akan tetapi kekuatan pancasila. PGRI masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan tersebut. 4. PGRI Pada masa Orde Baru (1967-1998). a. Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI). Peristiwa G30S/PKI merupakan puncak dari apa sebelumnya berlangsung dalam tubuh PGRI,yaitu perebutan pengaruh anti PKI dan pro PKI,infil Trasi dan fitnah Pro PKI berdirinya PGRI non-vaksentral dll. Bersama para pelajar, mahasiswa, sarjana, dll, para guru anggota PGRI turun kejalan dengan meneriakan tritura (tri tuntunan rakyat) yakni :”bubarkan PKI,ritul 100 mentri,danturunkan harga-harga!”. Mereka membentuk kesatuan aksi misalnya KAMI,KASI,sedangkan para guru membentuk KAGI pada tanggal 2 februari 1966. Perlu ditambahkan bahwa KAGI pada mulanya terbentuk dijakarta raya dan jawa barat, kemudian berturut-turut terbentuk KAGI di wilayah lainnya. Tugas Utama KAGI adalah membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur PKI dan orde lama. Menyatukan semua guru dalam organisasi guru yaitu PGRI.
b. Kongres XI 5-20 Maret 1967 di Bandung c. Konsulidasi organisasi pada awal orde baru. Hubungan antara PGRI dengan organisasi guru luar negeri dirintis kembali pada Bulan Juli 1966, PGRI diterima menjadi anggota WCOTP (World Confederation of Teaching Profesion) dalam kongres guru se dunia di Seoul Korea Selatan. Hal ini merupakan era baru dalam kehidupan PGRI sementara itu pelaksanaan Asean Regional Konferensi (ATP WCOTP) di Jakarta pada bulan April 1969, menandai untuk pertama kalinya PGRI menjadi tuan rumah konferensi internasional organisasi guru. d. Kongres ke XII 29 Juni-4 Juli 1970 di Bandung. e. Kongres ke XIII 21-25 November 1973 di Jakarta. f. Kongres ke XIV 26-30 Juni 1979 di Jakarta. g. Kongres ke XV 16-21 Juli 1984 di Jakarta. h. Kongres ke XVI 3-8 Juli 1989 di Jakarta. i. Kongres ke XVII 3-8 Juli 1994 di Jakarta. j. Kongres XVIII di Bandung. 5.
PGRI pada Masa Reformasi (1999-sekarang). PGRI juga melakukan serangkaian perubahan melalui kongres XVIII, November 1998
di Bandung sebagai respon penyesuaian terhadap tuntutan reformasi. Pada saati itulah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI mengalami perubahan guna menjawab tantangan global, tantangan nasional, organisasional. PGRI mengalami perubahan sebagai organisasi yang harus mampu beradaptasi dan mewujudkan dirinya sebagai the learning organization yaitu organisasi yang senantiasa belajar sebagai organisasi yang secara berkelanjutan melakukan transformasi diri secara lebih baik dalam mengelola pengetahuan, penggunaan teknologi, sumber daya manusia, perluasan pembelajaran, sebagai adaptasi dalam perubahan lingkungan. Dalam mengadaptasi perubahan lingkungan yang demikian, PGRI di tuntut memiliki kecakapan untuk :
Lebih siap mengantisipasi dan beradaptasi terhadap dampak perkembangan lingkungan
Mengakselerasi dan mengembangkan hasil, proses, dan layanan yang lebih baik
Menjadi lebih cakap belajar dari persaingan dan mitra kerja
Melancarkan transfer pengetahuan dari suatu bagian organisasi ke bagian lainnya
Belajar secara efektif dari kesalahan-kesalahan sendiri
Memberdayakan semua sumber daya manusia pada setiap jenjang organisasi
Mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menerapkan perubahan strategis
Merangsang perbaikan secara terus menerus pada setiap bidang dan jenjang organisasi
a. Kongres XIX di Semarang. b. JATI DIRI PGRI Jati diri PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan. Sedangkan sifat PGRI adalah Unitaristik: tidak mengandung perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gener, dan asal usul. Independen: kemandirian dan kemitrasejajaran dengan pihak lain. Non partai politik: bukan bagian atau berafiliasi dengan partai politik. Semangat: demokrasi, kekeluargaan, keterbukaan, tanggung jawab etika, moral, serta hukum. Jati diri PGRI memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Nasionalisme 2) Demokrasi 3) Kemitraan 4) Unitarisme 5) Profesionalisme 6) Kekeluargaan 7) Kemandirian 8) Non Partai Politik 9) Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai ‘45 c. VISI dan MISI PGRI 1) VISI Terwujudnya organisasi mandiri dan dinamis yang dicintai anggotanya, disegani mitra, dan diakui perannya oleh masyarakat. PGRI didirikan untuk mempertahankan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan program utamadi bidang pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memperjuangkan kesejahteraan bagi para guru. 2) MISI
Mewujudkan Cita-cita Proklamasi PGRI bersama komponen bangsa yang lain berjuang, yaitu berusaha secara konsisten mempertahankan dan mengisi kemerdekaan sesuai amanat Undang undang Dasar 1945.
Mensukseskan Pembangunan Nasional PGRI.
Memajukan Pendidikan Nasional PGRI selalu berusaha untuk terlaksananya system pendidikan nasional, berusaha selalu memberikan masukan-masukan tentang pembangunan pendidikan kepada Departemen Pendidikan Nasional.
Meningkatkan Profesionalitas Guru PGRI berusaha dengan sungguh-sungguh agar guru menjadi profesional sehingga pembangunan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupanbangsa dapat direalisasikan.
Meningkatkan Kesejahteraan Guru Agar guru dapat profesional.
KESIMPULAN 1.
Peranan guru setelah kemerdekaan sudah tidak diisi lagi dengan perjuangan fisik mengangkat senjata, tetapi diisi melalui bidang pendidikan.
2.
Guru yang dulunya belum sepenuhnya dianggap sebagai profesi akhirnya diakui sebagai profesi dengan adanya pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember 2004.
3.
Guru tidak sekedar menjalankan tugas, namun harus memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan ditanah air (menjadi guru yang kreatif, berwawasan, professional, bermoral, kompeten dan pendorong perubahan).