Spiritualitas sebagai salah satu Critical Factor Keberhasilan Wirausaha Studi Ferminist-Biography terhadap Perwirausaha Muslim Perempuan Primada Suryani Rihandini Emi Zulaifah Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Intisari Penelitian ini bertujuan untuk menggali faktor-faktor penentu keberhasilan wirausaha pada pewirausaha Muslim perempuan. Secara sejarah, masyarakat Muslim memiliki riwayat wirausaha yang kental, sejak permulaan masuknya ajaran ini ke Indonesia melalui perdagangan. Selanjutnya, secara lebih khusus, kelompok pewirausaha perempuan menarik untuk dikaji mengingat warisan budaya dan nilai-nilai agama yang berkembang di Indonesia sering “dipandang” mendudukkan perempuan sebagai lebih layak memegang urusan domestik kerumahtanggaan, daripada memperoleh penghasilan/mencari nafkah. Bagaimanakah pewirausaha muslim perempuan menjalani usaha yang dikembangkan? Tantangan seperti apa yang mereka hadapi? Bagaimana mereka mendudukkan dirinya sebagai wanita dan pengelola usaha?, Faktorfaktor penting apakah yang menjadi penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha mereka?. Hal-hal tersebut menjadi pertanyaan-pertanyaan yang ingin digali dalam penelitian ini. Subjek penelitian adalah lima pewirausaha berbagai bidang yang telah mengalami pasang surut bisnis namun masih tetap bertahan. Wawancara dilakukan dengan model feminis-biography, yang dimaksudkan menggali pengalaman hidup sejak lampau hingga sekarang setelah menjadi pewirausaha dengan memberi fokus pada diri subjek sebagai wanita. Dari wawancara tersebut diperoleh beberapa kategori faktor penentu keberhasilan sebagai berikut: 1) Individual-motivational: hal ini dapat dijabarkan sebagai kekuatan niat/motivasi melakukan usaha, keyakinan/ efficacy akan kemampuan usaha, serta spiritualitas (niat ibadah dan mencari rizki yang halal) yang mendasari kegiatan wirausaha. 2). Environmental-Social: Lingkungan yang kental dengan nuansa bisnis, sosialisasi yang menumbuhkan kompetensi usaha, dukungan/support keluarga. 3) Berkembangnya sikap dan nilai penting bagi wirausahayang berupa kesiapan menghadapi resiko, ketekunan, ketelatenan, dan ketelitian, orientasi peningkatan, orientasi pada pelayanan pelanggan, perseverance/tidak mudah putus asa, pembelajar dan spiritualitas (kesabaran karena rizki datang oleh ijin Allah). 4). Kepuasan atas “return”/perolehan dari menjalanjkan wirausaha, yang terwakili dalam tema-tema: kepuasan pribadi, kepuasan finansial, berkembangnya pelanggan dan karyawan loyal, dan spiritualitas (kebersyukuran). Kepuasan atas return ini selanjutnya akan menjadi feedback yang dapat memperkuat faktor internal-motivational serta kompetensi wirausaha yang telah dimiliki. Karena munculnya tema spiritualitas sejak dari niat, kesabaran menjalani dan kebersyukuran melihat keberhasilan usahanya, maka dapat dikatakan spiritualitas menjadi salah satu critical factor dalam keberhasilan pewirausaha Muslim perempuan. Skema hubungan antar faktor, dan rincian tema dideskripsikan dalam laporan penelitian ini.
1
2
Kata Kunci: Pewirausaha Muslim Perempuan, faktor individual-motivational environmental-social, sikap dan nilai-nilai penting bagi wirausaha, spiritualitas.
3
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kesuksesan dunia wirausaha memiliki peran penting sebagai penggerak kemajuan ekonomi sebuah masyarakat. Pewirausaha, sebagai pelaku dari kegiatan wirausaha, dengan demikian menjadi agen yang diperlukan untuk memobilisasi modal, memanfaatkan sumber daya, menciptakan pasar serta menjalankan perdagangan (Itao, Bajaro, Lapuebla, tt). Industri yang berkembang besar, pada awalnya lebih sering diawali dengan semangat wirausaha. Kisah sukses Bill Gates dengan Microsoft, Steve Jobs dengan Apple, atau kisah sukses para taipan Cina di Asia Tenggara dalam mengelola bisnis merupakan petunjuk bagaimana industri besar berkembang dari semangat wirausaha tersebut. Sukses ekonomi negara besar seperti Amerika Serikat, misalnya, lebih banyak dijiwai dengan semangat wirausaha yang tinggi pada masyarakatnya. Data tahun 1989 menunjukkan bahwa usaha yang terdaftar di kantor pendapatan pemerintah berjumlah 19.5 juta perusahaan, mayoritas merupakan usaha kecil, dengan penerimaan sampai dengan 100 ribu dolar (1 milyar) per tahun. Data dari SBA (Small Business Administration) mengatakan bahwa bila usaha kecil didefinisikan sebagai memperkerjakan kurang dari 100 karyawan, maka 36% pekerja di Amerika bekerja di sektor usaha kecil ini. Meskipun merupakan motor penggerak ekonomi, kondisi kewirausahaan di
tanah
air
lebih
menunjukkan
gambaran
kurang
menguntungkan
(kewirausahaan.com. 17/9/2004). Hal ini ditengarai dari rendahnya kehendak wirausaha pada sebagian besar kelompok masyarakat kecuali, beberapa kelompok saja yang tekun berusaha yaitu dari kelangan minoritas Cina, Arab, serta suku tertentu seperti Padang. Sekian lama, kondisi ini masih belum
4
berubah pesat, meskipun berwirausaha, dengan menjalankan usaha kecilmenengah terbukti handal di tengah tempaan krisis ekonomi. Jauh sebelum krisis ekonomi 1998 terjadi, Muhaimin (1991) mengatakan bahwa semangat usaha di Indonesia seringkali lebih kental diwarnai dengan praktek kolusif antara bisnis dengan kekuasaan politik, sehingga pola wirausaha yang berkembang di Indonesia kurang bersandar pada semangat wirausaha murni. Kesuksesan usaha di Indonesia, disinyalir Muhaimin, sering kurang dapat didistribusikan pada prinsip-prinsip wirausaha yang sejati, karena kentalnya nuansa politik dan kekuasaan yang ikut bermain di dalamnya. Lebih lanjut, melihat jumlah mayoritas penduduk Muslim di Indonesia, masalah kewirausahaan tersebut menjadi lebih menarik untuk digali. Meskipun jumlahnya mayoritas, kemandirian ekonomi masyarakat Islam dapat dikatakan belum berjalan dengan baik. Hal ini berkebalikan dengan pandangan agama Islam yang sangat menilai penting kemandirian ekonomi. Sebagai agama yang menekankan dengan kuat sekali tentang pentingnya keberdayaan ekonomi ummatnya, maka Islam memandang bahwa berusaha atau berwirausaha merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha itu. Diantaranya: Apabila telah ditunaikan sholat, maka berpencarlah kamu di muka bumi mencari karunia Allah. Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu berjaya (QS. Al Jumuah ; 62:10). Lalu, Umar bin Khatab pernah menegur seorang yang hanya berdoa saja tanpa berusaha dengan mengatakan “Sesungguhnya langit tidak akan menghujankan emas atau perak. Para nabipun bekerja untuk mencari rezeki.” (HR. Muslim). Sebuah hadist lain mengatakan : “Apabila salah seorang diantara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian
5
pergi ke gunung kemudian kembali memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi maupun tidak (HR Bukhari). Bahkan, tak dapat disangkal kedatangan Islam di tanah air pun terjadi melalui media perdagangan di daerah-daerah pesisir, seperti ujung Sumatera dan pantai utara Jawa. Selanjutnya dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia jaringan pewirausaha Muslim juga berkembang dari pantai utara Jawa, kota pedalaman seperti Solo, Yogya dan Jawa Barat melalui industri tekstil dan batik tradisional mereka yang juga berlangsung hingga hari ini. Hubungan perdagangan ini seringkali bersaling-silang dengan isu politik, misalnya dengan lahirnya SDI (Syarikat Dagang Islam) yang dipelopori H. Samanhudi di Solo (1912) yang salah satunya bertujuan memberikan daya tawar terhadap kebijakan perdagangan pemerintah kolonial terhadap pribumi. Riwayat yang kental dengan perdagangan tersebut, kini seperti tidak memberikan jejak kemakmuran yang berarti bagi masyarakat Muslim di tanah air. Oleh karena itu kajian wirausaha pada kalangan masyarakat Muslim hingga saat ini masih terus relevan, terutama kajian yang ditujukan untuk mengaktualisasikan potensi wirausaha yang sesungguhnya, yang dimiliki sejak awal lahirnya masyarakat ini di Indonesia. Lebih lanjut, studi tentang pewirausaha pada masyarakat Muslim diduga akan memungkinkan eksplorasi yang berbeda manakala fokus kajian lebih dirahkan pada kelompok perempuan. Pemunculan pelaku wirausaha wanita terus mengalami
peningkatan.
Data
dari
Ikatan
Pewirausaha
Wanita
(IPWI)
Yogyakarta menunjukkan pertambahan lebih dari 30% pewirausaha Wanita tiap
6
tahunnya.
Hal ini tentu saja penting untuk dikaji, karena banyai issue yang
mengatakan bahwa wanita dipandang memiliki daya wirausaha yang rendah, dan produktivitas lebih kecil dibandingkan pria. Pada wanita yang bekerja sebagai eksekutif, wanita rata-rata bekerja dari pekerjaan dengan bayaran yang rendah dengan gaji di bawah rata-rata, dibandingkan gaji pria. Pembedaan anggapan tentang produktivitas ini bisa disebabkan karena perbedaan gender yang mengakar pada diri masyarakat kita, bahwa wanita tidak bisa disejajarkan dengan pria. (woman entrepreneurs.com,2004). Selain itu, dalam konteks masyarakat Muslim, sebagai meyakini dengan alasan agama bahwa wanita lebih mendapatkan kemuliaan manakala ia berurusan dengan kegiatan domestik rumah tangga. Hal ini tentu saja bertentangan dengan riwayat Rasulullah yang berisitrikan Khadijah, seorang pewirausaha. Dengan kontekstualisasi tersebut, menarik kiranya untuk diketahui bagaimana para pewirausaha perempuan Muslim menjalankan dua hal sekaligus, berwirausaha dan menjaga peran keluarganya. Hal-hal apa yang mereka adopsi dalam bekerja sehingga bisnis dapat berjalan dengan baik? Faktor-faktor pentseperti apa yang ikut menentukan keberhasilan usaha.
METODE PENELITIAN Disain Penelitian Salah satu unsur yang terpenting suatu penelitian adalah adanya metode tertentu yang digunakan untuk memecahkan permasalahan sebagai hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk dapat menggambarkan atau melukiskan atau menerangkan
7
secara umum mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian di mana sematamata tidak perlu mencari atau menerangkan adanya saling hubungan, mendapat makna atau memuat ramalan walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode-metode deskriptif (Suryabrata, 1993). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatifbiografi, khususnya feminis biografi dengan melacak perjalanan\hidup berkaitan dengan wirausaha yang ditekuni melalui kajian dokumen dan wawancara. Istilah feminis di sini terutama ditujukan untuk memberi fokus pada diri subjek sebagai wanita, sehingga hal-hal berkaitan dengan diri subjek sebagai wanita yang seringkali tidak muncul dalam wawancara umum ikut dijadikan fokus dalam wawancara dan analisis.
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan terutama oleh peneliti sendiri secara pribadi, tidak menggunakan angket atau tes yang telah disusun terlebih dahulu. Dalam hal ini peneliti menjadi instrumen utama serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara. Wawancara yang dilakukannya
bersifat
terbuka
dan
tidak
terstruktur.
Pertanyaan
dalam
wawancara berkembang menurut perkembangan wawancara itu.
HASIL PENELITIAN 1.
Deskripsi Hasil Penelitian Wawancara Mendalam dengan Subjek Subjek wawancara mendalam adalah pewirausaha wanita muslim di
Yogyakarta. Tiap-tiap subjek mempunyai pengalaman yang beraneka ragam,
8
namun pendangan dan pendapat yang hampir sama antara subjek yang satu dengan yang lain. Hasil penelitian pada saat wawancara mendalam didapat empat kategori yaitu faktor internal individual, faktor sosial lingkungan, nilai dan sikap kewirausahaan yang berkembang dan return dari menjalankan wirausaha. Faktor internal individual terbagi menjadi 3 kategori yaitu spiritualitas, dan efficacy bisnis.
internal motivational,
Faktor sosial lingkungan terbagi menjadi 3
kategori yaitu iklim keluarga dengan iklim wirausaha yang kental sosialisasi yang mengasah kompetensi wirausaha, dan support yang besar dari keluarga. Nilai dan sikap kewirausahaan yang berkembang terbagi menjadi 7 kategori yaitu siap dengan resiko bisnis, orientasi peningkatan; tekun, telaten, teliti; orientasi pelayanan terhadap pelanggan, peluang
yang
ada
dan
tidak mudah putus asa/ perseverance; melihat spiritualitas:sabar;ikhlas.
Kepuasan
terhadap
return/perolehan dari menjualankan wirausaha terbagi menjadi 5 kategori yaitu memperoleh kepuasan tersendiri; memperoleh keuntungan finansial , munculnya loyal customer, loyal employee dan spiritualitas:kebersyukuran. 2.
Deskripsi Hasil Penelitian Observasi Selama proses wawancara mendalam, subjek wawancara mendalam
terlihat servis dalam menjawab pertanyaan dari interviewer. Meskipun dengan suasana santai, subjek sungguh-sungguh dalam menerangkan tentang latar belakang diri subjek maupun dalam menjawab pertanyaan lain.
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menggali tema-tema yang mendasari faktorfaktor penemu keberhasilan wirausaha, pada pewirausaha Muslim perempuan.
9
Dari penelitian ini berhasil diidentifikasi nilai dan sikap yang berkembang serta kepuasan atas return/ perolehan dari berwirausaha. Lebih lanjut, pola hubungan antar faktor dapat dijelaskan dengan demikian: Pada awalnya, ketika usaha dimulai, pewirausaha pada umumnya akan memiliki modal berupa motivasi yang kuat, spiritualitas serta keyakinan akan kemampuan menjalankan usaha dan menghadapi tantangan (efficacy bisnis). Modal motivasional ini diperkuat dengan modal lain yang berasal dari lingkungan sosialnya, yaitu iklim bisnis yang kental, sosialisasi yang mengasah kompetensi bisnis serta dukungan dari keluarga yang cukup. Dua faktor ini menjadi modal awal yang penting untuk hadirnya keputusan berwirausaha yang kuat. Iklim bisnis yang kental akan membuat pewirausaha baru merasa nyaman memasuki bidang tersebut karena bukan merupakan wilayah yang asing baginya. Sedang kompetensi yang tumbuh melalui sosialisasi merupakan bekal awal yang sangat penting, namun sangat sedikit didapat dari sekolah/ pendidikan formal. Pada pewirausaha dalam penelitian ini, kompetensi dasar ini secara intence ditanamkan oleh lingkungan tempatnya berkembang. Dukungan keluarga, selanjutnya merupakan tema khas wanita, terutama berkaitan dengan “coping” yang diperlukan ketika menghadapi tekanan baik dalam peran bisnis maupun
keluarga.
Selanjutnya,
keputusan
menjalankan
bisnis
akan
memunculkan kesulitan-kesulitan. Di satu sisi, bagi pewirausaha yang berhasil, hal ini bisa memunculkan pembelajaran sehingga membentuk sikap dan nilainilai usaha yang kemudian diadopsi sebagai prinsip penting kesuksesan. Nilainilai dan sikap ini muncul dalam kategori tema seperti siap resiko bisnis, ketekunan,
ketelitian,
ketelatenan,
senang
melayani
pelanggan
untuk
memberikan kepuasan mereka, terus menerus melakukan peningkatan, jeli
10
melihat peluang serta sabar dalam berusaha. Di sisi lain, bagi pewirausaha yang akan gagal, kesulitan tersebut akan menimbulkan efek negatif secara psikologis sehingga nilai-nilai dan sikap kewirausahaan yang critical atau penting bagi kesuksesan itu tidak tebentuk. Pada giliran terakhir, faktor yang ikut menentukan adalah bagaimana pewirausaha mensikapi perolehan hasil usahanya. Kepuasan (sikap puas) terhdap return yang dicapai akan menjadi umpan balik bagi motivasi, keyakinan dan semangat berwirausaha. Dari proses ini dapat digambarkan sebuah proses yang dinamis antara niat/ kehendak memulai wirausaha, proses menjalani serta kepuasan terhadap perolehan/ return. Menarik kiranya bahwa di kalangan pewirausaha Muslim tematema dalam kategori spiritualitas merupakan critical factor karena muncul baik sejak pewirausaha mengawali keputusan berusaha (niat ibadah), mensikapi proses, hambatan dalam berbisnis (dengan bersabar, tawakal, dan ikhlas) serta keberhasilan usaha (bersyukur). Dapat dikatakan, nilai agama yang mengatakan bahwa bila kita melakukan sesuatu upaya maka prinsip “mulai dengan niat beribadah, bersabar dalam proses dan bersyukur dengan rahmat yang ditreima” menampakkan maknanya di kalangan pewirausaha ini. Sangat mungkin, aspek spiritual ini juga muncul dalam kelompok dengan agama berbeda, mengingat apa yang disinyalir oleh Dossey (1996) bahwa penelitian ini di kalangan pemeluk Kristen-Lutheran menunjukkan bahwa 70% kepala rumah tangga yang diteliti berdoa agar mendapatkan limpahan rezeki. Tentu saja yang lebih menarik adalah sejauh mana spiritualitas tersebut dihayati oleh orang beragama (selain Muslim dalam penelitian ini), serta sejauh mana mereka meyakini bahwa hal itu merupakan faktor penentu keberhasilan.
11
Fokus kajian pada perempuan telah pula memberikan hasil eksplorasi lain di luar ke empat faktor yang teridentifikasi di atas. Kebanyakan pewirausaha wanita melakukan bisnis karena dorongan keluarga (karena suami hampir pensiun, ingin menambah income) atau karena melanjutkan usaha keluarga. Tampak juga bahwa mereka mengatribusikan keberhasilan usaha salah satunya karena dukungan keluarga, pemahaman dari suami dan anak-anak. Dari sisi kepuasan atas return, tema-tema seperti senang bisa membantu suami, mencukupi kebutuhan anak-anaknya juga muncul. Akhirnya, dari berbagai penelitian tentang pewirausaha wanita, kajian lebih lanjut yang akan memperkaya khasanah ini masih diperlukan. Menyitir Greene dkk (tt), kajian tentang pewirausaha wanita dapat diarahkan lebih lanjut pada
masalah/
issue
human
capital
(berkaitan
dengan
kompetensi,
kepemimpinan), pilihan strategis (aspirasi dan strategis dalam pertumbuhan usaha), serta Kendala struktural yang dihadapi (untuk memperoleh modal, bimbingan usaha, dll). Masalah ini juga dapat dikenakan pada kelompok pewirausaha perempuan Muslim. Terdayakannya wanita Muslim akan membantu menumbuhkan kesejahteraan, baik bagi keluarga maupun masyarakat di sekelilingnya. Sehingga kajian terhadap kewirausahaan pada kelompok ini layak untuk digali sehingga diperoleh penjelasan-penjelasan yang tepat, berkaitan dengan upaya memandirikan mereka. Akhirnya, catatan yang harus diberikan pada penelitian ini adalah bahwa penelitian ini menggunakan pemilik usaha kecil-menengah sebagai subjeknya (small business owner). Oleh karena itu hasil-hasil penelitian ini dapat dikenakan pada kelompok lain dengan memperhatikan keserupaan konteks.
12
Kesimpulan Hasil analisis yang didapat menunjukkan, antara lain: 1. Pewirausaha pada umumnya akan memiliki modal berupa motivasi yang kuat, spiritualitas serta keyakinan akan kemampuan menjalankan usaha dan menghadapi tantangan (efficacy bisnis). Modal motivasional ini diperkuat dengan modal lain yang berasal dari lingkungan sosialnya, yaitu iklim bisnis yang kental, sosialisasi yang mengasah kompetensi bisnis serta dukungan dari keluarga yang cukup. Dua faktor ini menjadi modal awal yang penting untuk hadirnya keputusan berwirausaha yang kuat. 2. Iklim bisnis yang kental dan kompetensi yang tumbuh melalui sosialisasi merupakan bekal awal yang sangat penting. Kompetensi dasar ini secara intence ditanamkan oleh lingkungan tempatnya berkembang. 3. Keputusan menjalankan bisnis akan memunculkan kesulitan-kesulitan. hal ini bisa memunculkan pembelajaran sehingga membentuk sikap dan nilai-nilai usaha yang kemudian diadopsi sebagai prinsip penting kesuksesan. Nilai-nilai dan sikap ini muncul dalam kategori tema seperti siap resiko bisnis, ketekunan, ketelitian, ketelatenan, senang melayani pelanggan
untuk
memberikan
kepuasan
mereka,
terus
menerus
melakukan peningkatan, jeli melihat peluang serta sabar dalam berusaha. 4. faktor yang ikut menentukan adalah bagaimana pewirausaha mensikapi perolehan hasil usahanya. Kepuasan (sikap puas) terhdap return yang dicapai akan menjadi umpan balik bagi motivasi, keyakinan dan semangat berwirausaha. 5. Dari proses ini dapat digambarkan sebuah proses yang dinamis antara niat/ kehendak memulai wirausaha, proses menjalani serta kepuasan
13
terhadap perolehan/ return. Menarik kiranya bahwa di kalangan pewirausaha Muslim tema-tema dalam kategori spiritualitas merupakan critical factor karena muncul baik sejak pewirausaha mengawali keputusan berusaha (niat ibadah), mensikapi proses, hambatan dalam berbisnis (dengan bersabar, tawakal, dan ikhlas) serta keberhasilan usaha (bersyukur).
Saran-Saran Beberapa saran dapat dikemukakan oleh peneliti dari hasil penelitian, antara lain: 1.
Bagi Pewirausaha
Pewirausaha dan juga calon-calon pewirausaha diharapkan sungguhsungguh dalam menjalankan usahanya. Niat yang sungguh-sungguh dan tekat yang kuat insya Allah menjadikan bekal agar sukses di masa depan. Dan hal ini bukan hanya sebagai alternatif selain menjadi pegawai, karena wirausaha menjanjikan prospek dengan penghasilan yang lumayan besar dan dapat bekerja sampai usia berapapun yang diinginkan. 2.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari
berbagai penelitian tentang pewirausaha wanita, kajian lebih
lanjut yang akan memperkaya khasanah ini masih diperlukan. kajian tentang pewirausaha wanita dapat diarahkan lebih lanjut pada masalah/ issue human capital (berkaitan dengan kompetensi, kepemimpinan), pilihan strategis (aspirasi dan strategis dalam pertumbuhan usaha), serta Kendala struktural yang dihadapi (untuk memperoleh modal, bimbingan usaha, dll). Masalah ini
14
juga dapat dikenakan pada kelompok pewirausaha perempuan Muslim. Terdayakannya wanita Muslim akan membantu menumbuhkan kesejahteraan, baik bagi keluarga maupun masyarakat di sekelilingnya. Sehingga kajian terhadap kewirausahaan pada kelompok ini layak untuk digali sehingga diperoleh penjelasan-penjelasan yang tepat, berkaitan dengan upaya memandirikan mereka. Selain itu penelitian ini menggunakan pemilik usaha kecil-menengah sebagai subjeknya (small business owner). Oleh karena itu hasil-hasil penelitian ini dapat dikenakan pada kelompok lain dengan memperhatikan keserupaan konteks.
15
DAFTAR PUSTAKA
Birley, S., Moss, C., & Saunders, P. 1987. Do Women Entrepreneurs Require Different Training?, American Journal of Small Business, 12 (1), 27 – 35. Bogdan, R & Taylor, S. 1993. Kualitatif (Dasar-Dasar Penelitian). Terjemahan Surabaya : Usaha Nasional. Brush, C.G., & Hisrich, R. D. 1991. Antecedent Influences on Women-Owned Businesses. Journal of Managerial Psychology, 6 (2), 9-16. Buttner, E. H., & Moore, D. P. 1997. Women’s Organizational Exodus to Entrepreneurship : Self-reported Motivations and Correlates With Success. Journal of Small Business Management, 35 (1), 34 – 46. Bygrave, William D., 1994. Portable MBA Entrepreneurship. US : John Willey & Row. DuBrin, A.J., Ireland, R.D., Williams, J.C. 1989. Management and Organization. Cincinnati: South-Western Publishing. Dossey, L., 1996. Prayer is Good Medicine. San Francisco: HarperSanfransisco. Drucker, Peter F. 1985. Innovation and Entrepreneurship. New York : Harper & Row. Hisrich , R . D . ( 1989 ) . Woman Entrepreneurs : Problems and Prescriptions for success in the future. In O . Hagan , C . Rivchin & D . Sexton ( Eds ), Women-owned Businesses (pp. 3-32 ) . New York : Praeger Hisrich , R . D ., Peters, M.P., Sheperd, D.A. 2005. Entrepreneurship. Boston: Mc. Graw-Hill. Itao, A.F., Bajaro, A.S., Lapuebla, L.N., tt. The AMT Trainer’s Guide. Technonet Asia: Singapore. Joesoef, D. 1976. Pendidikan dan Pengembangan Kewiraswastaan. Jakarta : CSIS Mardalis. 1995. Metode Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Moleong, L. J. 1996. Metode Penelitian Kualitatif (cetakan ke tujuh). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Muhaimin, Y.A. 1991. Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980. Jakarta: LP3ES. Patton, J.R.Black, J.M and Fad, K.S. 1996, Exceptional individual in Focus Sixth Edition. 1996. New Jersey : Prentice Hall Englewood Cliffs.
16
Purwandari, E.K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Steinhoff, D. and Burgess, J. F. 1986. Small Business Management Fundamentals (4 ed). New York : Mc. Graw Hill Book Co. Strauss, A. and Corbiny J. 1990. Basics of Qualitative Research. Grounded Theory, Procedures and Techniques. USA : Sage Publications, Inc. Tim LPPAI. 2004. Ensiklopedi Dakwah. Yogyakarta : LPPAI UII. ----------, An Outline of American Economy. 1991. United States Information Agency.
Sumber dari situs internet Greene, P.G., Hart, M.M. Gatewood, E.J., Brush, C.G., Carter, N.M., TT. Women Entrepreneurs: Moving Front and Center: An Overview of Research and Theory. www. Woman Entrepreneurs.com. www . entrepreneurship/research article . com www . entrepreneurs.com www.kewirausahaan . com www.woman entrepreneurs.com