SPIRITUALITAS DENGAN RESILIENSI PASIEN NAPZA DI RUANG REHABILITASI RUMAH SAKIT JIWA BANDA ACEH SPIRITUALITY AND RESILIENCE PATIENTS OF DRUG IN PSYCHRIATRIC HOSPITAL BANDA ACEH 1
Sazira Maulida1 ,Budi Satria2 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2 Bagian Keperawatan Komunitas, Fakulltas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Banyak masyarakat mengalami gejala hilangnya kebermaknaan spiritualitas yang mengakibatkan terjadinya penurunan kebahagiaan dan kesejahteraan psikologi. Akibatnya kekerasan banyak terjadi dan seolah menjadi cara menyelesaikan masalah. Bahkan diantaranya melakukan perilaku merusak diri sendiri seperti penyalahgunaan NAPZA. Salah satu cara yang digunakan untuk memulihkan pengguna NAPZA adalah dengan rehabilitasi. Kemampuan pengguna NAPZA kembali normal disebut resiliensi.Akan tetapi dibutuhkan spiritualitas yang baik agar dapat mempertahankan resiliensi.Spiritualitas tersebut terdiri dari agama, iman, harapan, transedensi, dan pengampunan.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan spiritualitas dengan resiliensi pasien NAPZA di Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh di Banda Aceh Tahun 2016.Jenis penelitian adalah deskriptif korelatif dengan desain cross sectional study.Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 sampai dengan 17 Juni 2016.Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 30 responden.Teknik pengumpulan data dengan membagikan angket pada pasien NAPZA yang dibantu oleh perawat pelaksana yang bertugas di ruang tersebut dalam bentuk skala Likert yang terdiri dari 31 pernyataan. Metode analisis data menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara spiritualitas (p-value 0,025) dengan resiliensi pasien NAPZA di Ruang Rehabilitasi NAPZA Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh di Banda Aceh tahun 2016.Dengan taraf signifikansi yang telah di sebutkan maka dinyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat hubungan antara kelima subvariabel spiritualitas dengan resiliensi.Diharapkan pada penyedia kesehatan, keluarga serta masyarakat agar dapat memberikan dukungan spiritualitas untuk mempertahankan dan meningkatkan resiliensi pada pasien rehabilitasi NAPZA Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh di Banda Aceh. Kata kunci
: Spiritualitas, resiliensi, NAPZA
ABSTRACT Many people experience the symptoms of loss meanigfulness spiritualty which resulted the decreasing of happiness and posperity pyschological. As a result, violence occurs substantialy and it considers as the way to solve the problem for instance, doing self-destructive behavior, namely drug abuse. One way that can be used to recover the drug user is by rehabilitation. The ability of drug user’s return to be normal is called resilience. But it needs a good spirituality in order to mantain the resilience.The sspirituality comprises religion, faith, hope, transcendence, and forgiveness. The purpose of this study is to determine the relationship between the resilience of drug patients in rehabilitation room at psychriatric hospital in BandaAceh in 2016. This research was conducted on 10 until June 17, 2016. The method used for this research was a descriptive correlative research with a cross sectional study design. The sample was selected by using a purposive sampling technique, and 30 respondents were selected. Technique of data collection in this study was by distributing questionnaires to the drug patients that assisted by a nurse whoofficiated in the room in the form of Likert scale, consisting of 31 statements. The data was analyzed statistically by using a chi-square test. The result of this study shows that it has a correlation between spirituality (p-value 0.025) with the resilience of the drug patients in rehabilitation room psychriatric hospital Province Aceh in Banda Aceh in 2016. With the level of significance that has been mentioned it is stated that Ho is rejected and Ha is accepted which means the fifth sub variable has the correlation with the resilience. Hopefully, healthcare provider, family, and society can give spirituality support to maintain and increase the resilience of the drug patients resilience in psychriatric hospital Province Acehin Banda Aceh. Keywords
: Spirituality, resilience, drug
1
PENDAHULUAN NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya atau yang sering disebut dengan narkoba merupakan obat, bahan, atau zat bukan makanan, yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf pusat) yang menyebabkan korban tidak sadar terhadap apa yang dilakukannya (Martono dan Joewan, 2006). NAPZA ini juga jika dikonsumsi terus menerus akan mempengaruhi tubuh sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya akibat kebiasaan, ketagihan serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA ini umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran (Anggreni, Dewi 2015, p.2). Badan Narkotika Nasional (BNN, 2012) menyatakan bahwa dalam kurun waktu 2008-2014, jumlah penggunaan narkoba, psikotropika dan bahan adiktif di Indonesia mencapai 11.659.486 orang, sedangkan kasus jumlah penggunaan NAPZA di Aceh mencapai 190.887 orang yang dirilis dalam BNN setahun terakhir jumlah penggunaan NAPZA pemakai narkoba mencapai 48.300 orang, angka tersebut dilansir berdasarkan data pengguna yang dilapor BNN Aceh atau yang tercatat oleh BNN berdasarkan kasus-kasus yang ditangani polisi, jaksa bahkan sampai ke pengadilan (BNN, 2014, p.91-108). Penyebab tingginya angka penyalahgunaan NAPZA baik secara nasional, regional, maupun daerah disebabkan karena adanya ketergantungan fisik dapat dilihat pada saat penghentian narkoba yang akan menimbulkan gejala abstinensi (gejala hebat akibat penggunaan obat dihentikan) sehingga membuat pengguna yang berniat berhenti kembali menggunakannya serta
ketergantungan psikologis yang terjadi ketika pengguna narkoba ingin menghindari persoalan hidup yang dihadapi dan melepaskan diri dari kesullitan hidup berupa tekanan ekonomi, konflik dalam keluarga, masalah pekerjaan atau masalah-masalah lainnya yang dapat menimbulkan stress dan mendorong seseorang untuk menggunakan NAPZA (Sasangka, 2003) Pemberhentian penggunaan NAPZA memang sulit untuk dilakukan namun ada salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan resiliensi. Resiliensi merupakan suatu kemampuan untuk bertahan mengatasi rasa frustasi dan permasalahan yang dialami oleh individu. Individu yang resilienakan lebih tahan terhadap stres dan lebih sedikit mengalami gangguan emosi dan perilaku sehingga lebih memudahkan pasien untuk di rehabilitasi (Aisha, D. L, 2014). Akan tetapi cara mengatasinya tidak cukup sebatas meningkatkan resiliensi karena masih terdapat pasien rehabilitasi yang cenderung kurang mampu dalam menghadapi masalah sehingga berdampak buruk pada kehidupan sehariharinya. Hal itu disebabkan oleh salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu kurangnya tingkat spiritualitas pada pasien rehabilitasi NAPZA (Aisha, D. L, 2014). Menurut penelitian dari Suryaman, M. A., Stainlaus, S dan Mabruri, M.I (2013)bahwa aspek spiritual berperan dalam kesembuhan pasien rehabilitasi NAPZA.Namun hasil spiritualitas yang didapatkan berada pada kategori 40.5% sedangkan dengan faktor lainnya 59.5%.Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka diperlukan penelitian lanjutan terkait “Spiritualitas dan Resiliensi Pasien NAPZA di Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh di Banda Aceh”. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan Cross Sectional Study dan dilakukan di ruang rehabilitasi rumah sakit jiwa provinsi aceh di 2
banda aceh. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling terhadap 30 responden. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 10-17 Juni 2016 dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner sebagai alat ukur untuk mengukur setiap variabel, yang terdiri atas 13 pernyataan dengan rentang skor untuk setiap jawaban responden adalah 3 (untuk jawaban selalu), 2 (untuk jarang), dan 1 (untuk tidak pernah). Analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16 dengan hasil p-value < 0.05.
2.
3
HASIL Karakteristik responden pada penelitian ini berupa data demografi diantaranya: usia, status, pendidikan, pekerjaan, dan lama rehabilitasi. Data demografi yang didapatkan bedasarkan hasil yang diperoleh pada 30 responden dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 dibawah ini dapat dilihat bahwa responden berada pada 17-35 tahun dengan jumlah responden terbanyak 17 atau 56,7%, tabel diatas juga menginformasikan bahwa responden terbanyak dengan status belum menikah sebanyak 21 atau 70,0%. Sebagian besar responden dengan pendidikan terakhir SMA yaitu 17 atau 56,7%. Kemudian dilihat dari segi pekerjaan, sebagian besar responden bekerja swasta 17 atau 56,7% dan dilihat juga dari segi lama rehabilitasi responden terbanyak terdapat pada 4-6 bulan yaitu 23 orang atau 76,7%. Tabel 1. Distribusi Data Demografi Pasien NAPZA di Ruang Rehabilitasi (n=30) No 1
Data Demografi Usia a. Remaja (17-25 tahun) b. Dewasa Awal (26-35 tahun)
Frekuensi
%
2
6,7
17
56,7
4
5.
c. Dewasa Akhir (36-45 tahun) d. Lansia Awal (46-55 tahun) e. Lansia Akhir (56-65 tahun) f. Manula (> 65 tahun) Status a. Belum Menikah b. Menikah Pendidikan Terakhir a. Dasar b. Menengah c. Tinggi Pekerjaan a. Petani/Buruh b. Wiraswasta c. PNS d. Tidak Bekerja Lama Rehabilitasi a. 1-3 bulan b. 4-6 bulan Total
5
16,7
3
10,0
2
6,7
1
3,3
21
70,0
9
30,0
2 17 11
6,7 56,7 36,7
1 17 6 6
3,3 56,7 20,0 20,0
7 23 30
23,3 76,7 100
Karakteristik spiritualitas responden baik secara umum maupun jika dikaji berdasarkan agama, iman, harapan, transedensi, dan pengampunan. Tabel 2. Karakteristik spiritualitas responden berdasarkan variabel dan subvariabel (n=30) subvariabel spiritualitas Spiritualitas Agama Iman Harapan, Transedensi Pengampunan,
Kategori Tinggi Rendah f (%) f (%) 23 (76.7) 7(23.3) 21 (70.0) 9 (30.0) 22 (73.3) 8(26.7) 21 (70.0) 9 (30.0) 23 (76.7) 7 923.3) 18 (60.0) 12 (40.0)
3
menggambarkan secara umum hampir seluruh responden (76,7%) memiliki spiritualitas yang tinggi. Secara khusus, Tabel 2 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (76.7%) memiliki transedensi yang tinggi akan tetapi hampir sebagian responden (40.0%) memiliki pengampunan yang rendah. Karakteristik resiliensi responden penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Karakteristik resiliensi responden penelitian (n=30) Karakteristik resiliensi
a.
Tinggi, x 34,5
b.
Jumlah f (%) 17 56.7 13 43.3
Rendah, x < 34,5
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki resiliensi dalam kategori tinggi (56.7%).
Hubungan antara spirituallitas dengan resiliensi pasien rehabilitasi NAPZA Hubungan antara spiritualitas dengan resiliensi pasien rehabilitasi NAPZA, yaitu berdasarkan setiap subvariabel spiritualitas. Tabel 4. Hubungan antara spiritualitas dengan resiliensi pasien rehabilitasi NAPZA (n=30) Resiliensi subvariabel Tinggi Rendah spiritualitas f(%) f(%) Spiritualitas a. Tinggi 16 (94,1) 7 (53,8) b. Rendah 1 (5,9) 6 (46,2) 1) Agama a.Tinggi 15 (88,2) 6 (46,2) b. Rendah 2 (11,8) 7 (53,8) 2) Iman a. Tinggi 16 (94,1) 6 (46,2) b. Rendah 1 (5,9) 7 (53,8)
3) Harapan a. Tinggi b. Rendah 4) Transedensi a. Tinggi b. Rendah 5) Pengampun an a. Tinggi b. Rendah
15 (88,2) 2 (11,8)
6 (46,2) 7 (53,8)
16 (94,1) 1 (5,9)
7 (53,8) 6 (46,2)
14 (82,4) 3 (17,6)
4 (30,8) 9 (69,2)
Secara umum, Tabel 4 diatas menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara spiritualitas dengan resiliensi pasien NAPZA (p=0.025). Secara khusus, Tabel 4 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara agama dengan resiliensi pasien NAPZA (p=0.037), iman dengan resiliensi pasien NAPZA (p=0.009), harapan dengan resiliensi pasien NAPZA (p=0.020), transedensi dengan resiliensi pasien NAPZA (p=0.025), pengampunan dengan resiliensi pasien NAPZA (p=0.013). PEMBAHASAN Hasil penelitian ini mendukung beberapa kesimpulan penelitian sejenis lainnya yang telah ada.Pustakasari (2014), yang melakukan penelitia pada32 Survivor Remaja Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud di Desa Pandansaridan menemukan bahwa spiritualitas memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan resiliensi yang dimiliki remaja di Desa Pandansari (p-value 0,000 < 0,05). Dengan adanya Spiritualitas, mampu meningkatkan kemampuan adaptasi, serta mampu meningkatkan kesehatan mental orang tua yang memiliki anak autis sehingga orang tua mampu menerima kondisi anaknya dan melakukan terapi yang dianjurkan untuk anak.Dengan adanya spiritualitas membuat orang tua mampu untuk bangkit dari keterpurukan memiliki seorang anak autis.Maka dari itu spiritualitas sangat mampu meningkatkan resiliensi orang tua yang 4
memiliki anak autis (Puspa dan Djuwatijah, 2010). Penelitian lainnya yang dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Nurseha dan Nita (2013), pada 80 responden dengan status janda, menunjukkan bahwa janda yang memiliki spiritualitas memiliki tingkat resiliensi yang lebih baik dibandingkan janda yang tidak memiliki spiritualitas. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Aisha (2014), pada 50 responden dengan remaja di panti asuhan keluarga yatim muhammadiyah Surakarta. Dari hasil penelitian melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p-value 0,000 < 0,01) antara spiritualitas dengan resiliensi remaja terutama dibidang agama. Telah dilaporkan bahwa spiritualitas yang dimiliki oleh pasien dapat menjadi sumber kekuatan bertahan dalam keadaan krisis. Jika penghayatan dan pelaksanaan terhadap nilai-nilai agama tersebut meningkat, maka akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas, aman dan pada akhirnya individu tersebut akan mengalami ketenangan batin sehingga pola bersikap dan bertingkah laku pasien dalam merespon dan menghadapi serta mencari solusi terhadap berbagai persoalan hidup akan menjadi lebih baik. Dengan begitu tidak akan menjadikan hidupnya terpuruk sehingga pasien mampu untuk bangkit menantang masa depan (Kaswardi, 2010 dalam Pismawenzi, 2015). Dengan adanya spiritualitas yang baik maka akan menumbuhkan transedensi yang baik pula. Dengan adanya transedensi maka akan menimbulkan rasa senang dan puas terhadap apa yang terjadi. Transedensi juga akan membuat seseorang menggantungkan dirinya kepada Allah sehingga akan lebih mampu untuk menerima apa yang sudah ditetapkan Allah padanya. Dengan mendekatkan diri pada Sang Pencipta diyakini dapat membuat hati lebih tenang dan menimbulkan sikap ikhlas dan syukur yang juga sehingga akan membentuk koping religius positif yakni benevolent religious reappraisal atau menggambarkan stresor
secara baik dan menguntungkan (Erlina, 2015). Spiritualitas yang baik juga akan memunculkan rasa pengampunan terhadap diri dan orang lain lebih baik. Dengan adanya pengampunan maka akan memiliki pengaruh ganda untuk penyembuhan. Disatu sisi, pengampunan dapat membebaskan diri dari emosi menyakitkan dan dorongan hati destruktif, sedangkan disisilain, pengampunan itu membantu orang untuk menjadi lebih kreatif dan menyuburkan hubungan dengan orag lain. Pengampunan menciptakan rasa bebas dan tenaga hidup yang mengantarkan orang ke pembinaan segi-segi positif kehidupan (Hammett, dkk, 2003). Hasil penelitian di Ruang Rehabilitasi NAPZA Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh tahun 2016, menunjukkan bahwa responden dengan spiritualitas yang rendah dominan memiliki tingkat resiliensi yang rendah Hal ini dapat terjadi karena responden masih dalam masa rehabilitasi 1-4 bulan dimana belum mampu untuk berorientasi secara normal dan mentalnya juga masih dalam keadaan belum stabil. Dalam penelitian ini juga terdapat responden yang telah melewati masa rehabilitasi lebih dari 4 bulan atau yang disebut dengan masa re-entry dimana responden sudah dalam tahap yang lebih baik dan stabil serta telah mampu diarahkan lebih baik.Responden dalam tahap ini telah memiliki tingkat spiritual yang tinggi dan menggunakan koping religius dalam masa rehabilitasinya sehingga responden akan merasa tenang dan tidak cemas dalam menghadapi masalah hidup. Maka dari itu, semakin tinggi kedekatan diri dengan Allah maka akan menimbulkan rasa optimisme yang tinggi dan keinginan untuk bangkit menjadi lebih baik lagi. Dengan begitu hal-hal yang membuat diri menjauh dari Allah akan mereka hindari seperti halnya kembali lagi dalam hal penyalahgunaan NAPZA. Perasaan positif inilah yang akhirnya dapat meningkatkan resiliensi responden dalam masa rehabilitasinya sehingga mampu menghilangkan relapse pada responden. 5
KESIMPULAN Spiritualitas berhubungan erat dengan resiliensi pasien NAPZA. Untuk itu, Resiliensi yang dimiliki individu dapat mempengaruhi keberhasilannya dalam beradaptasi pada situasi yang penuh tekanan dengan berbagai resiko dan tantangannya serta membantu indivisu dalam memecahkan masalah dan mencegah kerentanan pada faktor-faktor yang sama pada masa yang akan datang. Untuk itu disarankan kepada perawat komunitas dan jiwa agar dapat meningkatkan upaya penyuluhan kesehatan tentang pentingnya resiliensi bagi internal individu dan agar dapat mendukung dan menumbuhkan sikap positif pasien guna untuk meningkatkan resiliensi sehingga akan mempercepat proses penyembuhan pasien. REFERENSI Aisha, D. L. (2014).Hubungan antara spiritualitas dengan resiliensi pada remaja di panti asuhan keluarga yatim muhammadiyah Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Fakultas Psikologi. Amalia.(2015). Hubungan antara konsep diri dengan resiliensi remaja pada keluarga orang tua tunggal. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Fakultas Psikologi dan Fakultas Agama Islam. BNN.(2012). Data tindak pidana narkoba tahun 2007-2011.Dari http ://www.bnn.go.id. Diakses pada 20 Desember 2015. Erlina, A. (2015). Strategi regulasi emosi dan perilaku koping religius narapidana wanita dalam masa pembinaan.Universitan Islam Negeri Walisongo : Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi. Hawari,
D. (2004). (detoksifikasi)
(pesantren) Mutakhir (sistem terpadu) Pasien NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain), Edisi 7. Jakarta : UI Pres. Nurseha, Sofa, dan Nita. (2011). Hubungan Antara Spiritualitas Dengan Resiliensi Pada Janda DiYogyakarta. Universitas Islam Indonesia : Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya. Sasangka, H. (2003). Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Bandung : Mandar Maju. Suryaman, A., S, dan Sugiarta.,Mabruri, I. (2013).Pengaruh Spiritualitas Terhadap Resiliensi Pada Pasien Rehabilitasi Narkoba Yayasan Rumah Damai Semarang . Universitas Negeri Semarang : Psikologi dikutip dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index. php/dcp 2 (1). Pismawenzi. (2015). Hubungan religiusitas dengan ketahanan mental masyarakat pinggir pantai sebagai daerah rawan bencana gempatsunami di kota padang. Padang dari journal TAJDID,Vol. 18,No.2;November2015. Puspa, Jessicha D dan Djuwarijah. (2010). Spiritualitas Dan Resiliensi Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis.Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia Pustakasari, Endahing N.I. (2014). Hubungan Spiritualitas dengan Resiliensi Survivor Remaja Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud di Desa Pandansari- Ngantang-Malang. Universitas Islam Negeri Maulana : Fakultas Psikologi Malik Ibrahim
Metode Terapi Rehabilitasi 6