DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA Elisa Putri D. Siahaan*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas USU Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara Phone: 085297740762 E-mail :
[email protected]
Abstrak Dukungan psikososial keluarga dalam masa pemulihan pasien NAPZA sangat diperlukan mengingat salah satu faktor yang menyebabkan pasien menyalahgunakan NAPZA adalah keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi besarnya dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara – Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel diambil dari keluarga yang menemani pasien NAPZA saat berobat dengan menggunakan teknik accidental sampling sebanyak 30 sampel. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA yaitu maksimal (70 %). Dari empat komponen dukungan psikososial diperoleh besar dukungan maksimal untuk dukungan informasional keluarga (50 %), dukungan penilaian keluarga (50 %), dukungan instrumental keluarga (70 %), dukungan emosional keluarga (73.3 %). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang pentingnya dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA bagi perawat dan untuk meningkatkan asuhan keperawatan jiwa pada pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara – Medan
Kata kunci : Dukungan psikososial, keluarga, pasien NAPZA PENDAHULUAN NAPZA adalah singkatan untuk narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain. Menurut UU RI Nomor 35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Angka pengguna dan penyalahgunaan obatobatan terlarang atau narkoba sangat memprihatinkan. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2008, jumlah pengguna narkotika di Indonesia sebanyak 10.006 orang dan pengguna psikotropika sebanyak 9.780 orang. Angka ini pun masih akan lebih besar, karena fenomena ini seperti gunung es, yaitu yang tampak hanya permukaannya
saja dan sebagian besar yang lain belum terlihat. Salah satu penanggulangan NAPZA yaitu rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan nonmedis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Pada masa rehabilitasi dapat terjadi relaps, di mana terjadinya relaps pada masa rehabilitasi khususnya pada tiga bulan pertama dapat disebabkan karena perasaan pecandu NAPZA yang ambivalent tentang abstinensi, motivasi dan komitmen yang tidak kuat untuk sembuh dari ketergantungan akan NAPZA, tidak mempunyai strategi koping yang efektif dalam menghadapi masalah yang dialami selama rehabilitasi serta kurangnya
dukungan dari keluarga dan orang terdekatnya (Dalley, 2001). Kurangnya dukungan keluarga selama proses rehabilitasi ataupun lingkungan yang merendahkan dan tidak menghargai usaha yang dilakukan mereka untuk sembuh akan menambah stress dan sulit mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan untuk menggunakan narkoba lagi atau relaps (Somar, 2001). Sikap keluarga yang selalu mencurigai, memojokkan, mengungkit ungkit masa lalu, serta menjadikan pecandu sebagai “kambing hitam” untuk setiap kejadian yang tidak menyenangkan sering menjadi penyebab terjadinya relaps (Joewana, 2005). Dukungan psikososial keluarga penting dalam mendukung proses penyembuhan pada pasien NAPZA. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti tentang “Seberapa besar dukungan psikososial yang diberikan keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara-Medan ”. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi besarnya dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA dan untuk mengetahui besarnya dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan emosional dalam penyembuhan pasien NAPZA. METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif murni yang bertujuan untuk mengidentifikasi besar dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara-Medan. Dari hasil survey awal peneliti, didapatkan rata-rata jumlah pasien yang berobat di Poliklinik Narkoba selama Agustus sampai Oktober 2011 sebanyak 40 pasien per bulan. Pasien tersebut ada yang sepuluh hari sekali berobat dan ada juga yang dua puluh hari sekali berobat ke Poliklinik. Pasien yang berobat tidak selalu ditemani keluarganya dan bisa saja datang sendiri
saat berobat ke Poliklinik Narkoba. Peneliti mengambil sampel penelitian sebanyak 30 orang yang anggota keluarganya merupakan pasien NAPZA dan bersedia menjadi responden. Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Setelah itu mengklarifikasi dan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan serta dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik. Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat untuk menampilkan data demografi dan dukungan psikososial keluarga. Hasil analisis data pada penelitian ini dalam bentuk statistik deskriptif yang terdiri dari tabel distribusi frekuensi dan persentase. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada umur 51-56 tahun sebanyak 8 responden (26.7 %) , mayoritas agama responden adalah Islam sebanyak 23 responden (76.7 %), dan suku terbanyak adalah Jawa sebanyak 9 responden (30 %). Berdasarkan tingkat pendidikan, pendidikan terakhir responden terbanyak adalah SMA sebanyak 16 responden (53.3 %), sementara pekerjaan responden pada umumnya adalah Wiraswasta sebanyak 10 responden (33.3 %), sebagian besar hubungan responden dengan pasien adalah sebagai ayah sebanyak 12 responden (40 %), mayoritas responden memiliki penghasilan > Rp 1.500.000 sebanyak 15 responden (50 %).
Tabel
1.
Karakteristik Responden Umur : 30 – 36 tahun 37 – 43 tahun 44 – 50 tahun 51 – 56 tahun 57 – 63 tahun 64 – 70 tahun 71 – 76 tahun Mean = 50.90 Agama : Islam Kristen Suku Bangsa: Jawa Batak Melayu Aceh Padang Lain-lain Pendidikan Terakhir: SD SMP SMA Perguruan Tinggi/Diploma Tidak Sekolah Pekerjaan: PNS Wiraswasta Petani Ibu Rumah Tangga Lain-lain Hubungan Keluarga dengan Pasien: Ayah Ibu Saudara Lakilaki Saudara Perempuan Lain-lain Penghasilan Keluarga: < Rp 1.000.000 Rp 1.000.000-Rp 1.500.000 >Rp 1.500.000
Distribusi Frekuensi Karakteristik Keluarga Pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba n= 30 Frekuensi (n)
Presentasi (%)
3 7 3 8 4 4 1
10 23.4 10 26.7 13.3 13.3 3.3
23 7
76.7 23.3
9 8 5 1 3 4
30 26.7 16.7 3.3 10 13.3
6 6 16 1
20 20 53.3 3.3
1
3.3
5 10 4 4
16.7 33.3 13.3 13.3
7
23.3
12 8 5
40 26.7 16.7
2
6.7
3
10
7 8
23.3 26.7
15
50
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA yang berobat di Poliklinik Narkoba adalah dukungan maksimal sebesar 70 % atau n=21 responden, dukungan informasional adalah maksimal sebesar 50 % atau n=15 responden, dukungan penilaian adalah maksimal sebesar 50 % atau n=15 responden, dukungan instrumental adalah maksimal sebesar 70% atau n=21 responden dan dukungan emosional adalah maksimal sebesar 73.3 % atau n=22 responden. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Dukungan Psikososial Keluarga dalam Penyembuhan Pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba (n = 30) Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Dukungan Psikososial Maksimal Cukup Minimal
21 9 0
70 30 0
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Komponen Dukungan Psikososial Keluarga dalam Penyembuhan Pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba (n=30) Kategori Dukungan Informasional Maksimal Cukup Minimal Dukungan Penilaian Maksimal Cukup Minimal Dukungan Instrumental Maksimal Cukup Minimal Dukungan Emosional Maksimal Cukup Minimal
Frekuensi
Persentase (%)
15 15 0
50 50 0
15 15 0
50 50 0
21 9 0
70 30 0
22 8 0
73.3 26.7 0
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden di Poliklinik Narkoba diperoleh besar dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA yaitu maksimal 70 % atau n = 21 responden dan cukup 30 % atau n = 9 responden. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba sudah maksimal. Menurut Hawari (2004), dukungan psikososial merupakan terapi yang bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosial. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 15 responden (50 %) memberikan dukungan informasional maksimal kepada anggota keluarganya. Pada dukungan informasional yang maksimal berarti keluarga sudah berperan sebagai pemberi informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Menurut Martono (2006) bahwa dalam keluarga pecandu narkoba sulit ditemukan komunikasi yang sehat. Biasanya pembicaraan berlangsung singkat dan searah. Mengingat hal tersebut keluarga perlu membahas masalah dan menyusun rencana cara mengatasinya. Masalahmasalah yang ada dalam keluarga perlu dibahas secara terbuka. Keluarga perlu mendengarkan pandangan dan pendapat anggota keluarga yang menjadi korban narkoba dalam menyelesaikan masalah tersebut. Cara berkomunikasi yang baik perlu dilatih sehingga korban merasa menjadi bagian dari keluarga. Hasil penelitian didapatkan bahwa 15 responden (50 %) memberikan dukungan penilaian maksimal kepada anggota keluarganya dan 50 % atau n = 15 responden memberikan dukungan penilaian cukup kepada anggota keluarganya. Pemberian dukungan penilaian yang maksimal berarti bahwa keluarga sudah berperan sebagai pembimbing dan penilai terhadap masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga dan bertujuan membantu anggota keluarga
sehingga anggota keluarga mendapatkan perhatian, arahan, santunan, sebagai bentuk penghargaan (Friedman, 1998). Sedangkan pemberian dukungan penilaian yang cukup berarti keluarga perlu untuk mulai belajar mempercayai anggota keluarga mereka yang menjadi korban narkoba. Keluarga jangan hanya melihat hal yang negatif dalam diri mereka, namun juga perhatikan hal yang positif dan berikan penghargaan untuk hal yang positif tersebut. Dengan mencurigai anggota keluarga yang menjadi korban narkoba, keluarga memberi beban yang tidak perlu kepadanya dan membuat mereka menjadi rendah diri (Martono, 2006). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 21 responden (70 %) memberikan dukungan instrumental maksimal kepada anggota keluarganya. Pemberian dukungan instrumental yang maksimal berarti bahwa keluarga sudah ini menyediakan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan (Niven, 2000). Selama masa terapi banyak tanggung jawab korban narkoba dalam keluarga yang diabaikan sehingga keluarga mengambil alih tanggung jawab tersebut. Keluarga perlu berupaya untuk secara bertahap menyerahkan kembali tanggung jawab tersebut kepada mereka. Keluarga tidak boleh membiarkan mereka hidup tanpa tanggung jawab. Keluarga harus menyadari bahwa menghargai diri harus muncul dari dalam diri mereka, bukan dari dorongan luar sehingga korban narkoba perlu mulai menemukan jati dirinya dengan kembali mengambil perannya dalam keluarga (Martono, 2006). Hasil penelitian diketahui bahwa 22 responden (73.3 %) memberikan dukungan emosional maksimal kepada anggota keluarganya. Pemberian dukungan emosional yang maksimal berarti keluarga sudah menjadi sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan ini memungkinkan anggota keluarga
memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman, tenang, tentram dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia (Friedman, 1998). Setelah melakukan terapi pada korban narkoba, mereka pasti mengalami perubahan yang positif pada perilakunya. Namun tentu saja masih ada perilaku yang negatif. Akan tetapi, keluarga sering memusatkan perhatiannya hanya pada perilaku negatif. Keluarga berharap perubahan tersebut berlangsung sesuai dengan keinginan mereka. Keluarga perlu menyadari bahwa pemulihan korban narkoba membutuhkan waktu. Keluarga perlu sabar dan mendukung pemulihan korban narkoba sesuai dengan kemampuan mereka (Martono, 2006). Bentuk dukungan emosional melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi, adanya suasanya kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan psikososial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol (Sarafino, 1998). SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juni 2012 di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara – Medan, didapatkan bahwa data demografi pasien yaitu sebagian besar responden berada pada umur 51 – 56 tahun, mayoritas agama responden adalah Islam, dan suku terbanyak adalah Jawa. Berdasarkan tingkat pendidikan, pendidikan terakhir responden terbanyak adalah SMA, sementara pekerjaan responden pada umumnya adalah Wiraswasta, sebagian besar hubungan responden dengan pasien adalah sebagai ayah, mayoritas responden memiliki penghasilan > Rp 1.500.000 per bulan. Dukungan psikososial keluarga dalam penyembuhan pasien NAPZA dalam kategori maksimal. Dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional juga dalam kategori maksimal.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk praktik keperawatan, untuk meningkatkan asuhan keperawatan jiwa pada pasien NAPZA di Poliklinik Narkoba Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara – Medan, dapat digunakan sebagai bahan masukan ataupun tambahan bagi penelitian selanjutnya. . DAFTAR PUSTAKA Dalley, D. C. 2001. Clinician’s Guide to Mental Illness. Singapore: Mc Graw Hill. Friedman, Marilyn M. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Ed 3. Jakarta: EGC Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Martono, L. H. 2006. Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya. Jakarta: Bali Pustaka. Niven, N. 2000. Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk Perawat dan Professional Kesehatan lain. Jakarta: EGC. Sarafino. 1998. Health Psikologi: Biopsychosocial Interaction. USA: John Willey and sons.