(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
Spirit dan Aktualisasi Nilai Kesejarahan Untuk Pemahaman Rasa Kebangsaan Eko Heri Widiastuti FPIPS IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] ABSTRAK Rasa kebangsaan atau nasionalisme adalah suatu untuk sikap kesetiaan atau cinta pada bangsa dan negara. Penanamannya bisa melewati berbagai cara, salah satunya adalah lewat pendidikan, terutama pendidikan sejarah. Sejarah adalah suatu ilmu yang mempelajari masa lalu manusia, dengan mempelajari masa lalu, maka kita akan dapat mengambil makna dan hikmahnya, sehingga dapat dijadikan modal untuk berperilaku di masa kini dan masa yang akan datang. Semangat dan aktualisasi rasa kebangsanaan dalam kehidupan seharihari anak merupakan suatu keharusan, agar sebagai generasi penerus anak mempunyai suasana kehidupan yang tenang, tentram dan damai yang berujung pada tercapainya kesejahteraan rakyat. Dengan demikian rasa kebangsaan ini dapat dijadikan modal bagi pembangunan bangsa dan negara Indonesia, lebih khusus lagi bagi anak-anak kita dalam menatap hari esoknya. Oleh karenanya pemerintah perlu mencari cara yang tepat untuk menanamkan nasionalisme atau rasa kebangsaan kepada bangsa Indonesia. Kata Kunci : Rasa Kebangsaan (Nasionalisme), Aktualisasi
PENDAHULUAN Apabila kita berbicara soal sejarah, maka yang ada dalam pikiran kita adalah peristiwa-peristiwa masa lampau yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Namun tidak semua peristiwa masa lampau menjadi sejarah, hanya peristiwa-peristiwa yang mempunyai makna atau nilai yang istimewa, yakni peristiwa yang ikut menentukan jalannya sejarah yang menjadi perhatian sejarah. Perlu pula disadari adanya keterbatasan kemampuan kita untuk mengamati secara langsung peristiwa masa lalu, masa lalu dapat diketahui lewat jejak-jejak yang ditinggalkan oleh perisiwa tersebut, yang disebut dengan sumber-sumber sejarah. Di dalam jejak-jejak suatu peristiwa atau sumber sejarah pastilah termuat fakta-fakta sejarah, sehingga untuk dapat mengetahui masa lampau tersebut perlu dilakukan rekonstruksi dan suatu peristiwa kehidupan masa lampau manusia. Harapannya dihasilkan suatu ceritra sejarah. Sifat lain dari sejarah adalah pada cara pandang terhadap masa lampau yaitu secara praktis (practical past) dan secara historis (historical past). Yang pertama lebih menekankan pada masa lampau dari sudut efek praktisnya bagi kehidupan, sedangkan yang kedua lebih menekankan pada unsur ketidakterikatan dengan peristiwa masa lampau tersebut, artinya menghindarkan sikap sebagai partisipan dari peristiwa-peristiwa yang dijadikan obyek studi tersebut. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
79
(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
Melihat hakekat dari sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa sejarah mempunyai manfaat dalam kehidupan manusia. Manusia tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya, Sebagai buktinya sejarah terus ditulis, di semua peradaban dan sepanjang waktu (Kuntowijoyo, 2001). Sejarah mempunyai kegunaan baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, diantaranya untuk pendidikan dan pencarian jati diri bangsa, tetapi sejarah tidak mempunyai kegunaan praktis. Anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa merupakan generasi yang penting untk diberikan pemahaman tentang rasa kebangsaan, sebab rasa kebangsaan (nasionalisme) merupakan suatu paham yang mutlah harus ditanamkan. Dengan jiwa nasionalismenya anak akan tangguh dalam menghadapi berbagai persoalan, terutama yang menyangkut persoalan bangsa, sehingga pada diri anak sedini mungkin harus diberikan pendidikan karakter yang sangat bermanfaat bagi pembentukan kepribadian anak. PEMBAHASAN A. Spirit Dan Aktualisasi Sejarah. Sekarang ini ada tanda-tanda bahwa masyarakat Indonesia sudah mengabaikan peran pentingnya sejarah dalam kehidupan. Mereka menganggap bahwa sejarah adalah ilmu yang out of date yang tidak perlu dipelajari, dan sejarah menjadi urusan para ahli atau pemerhati sejarah saja, sejarah dipandang sebelah mata. Bukti dari anggapan ini adalah dalam kurikulum pendidikan, sejarah sering dijadikan satu dengan Pendidikan Kewarganegaraan atau Ilmu Pengetahuan Sosial lainnya, serta mendapatkan porsi jam pelajaran yang minim. Menurut Soedjatmoko, sejarah adalah urusan kita semua, sejarah adalah dasar bagi terbinanya identitas nasional, yang merupakan modal utama dalam membangun bangsa, masa kini maupun masa yang akan datang ( I Gde Widya, 1991 ). Melihat kenyataan ini, maka saya ajukan pertanyaan apakah perlunya sejarah diajarkan di sekolah? Untuk menjawab pertanyaan ini pertama akan disinggung mengenai pendidikan dan kaitanya dengan sejarah. Pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa (guru) kepada anak yang belum dewasa (murid) untuk menuju kedewasaan, atau pendidikan adalah suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia yang mencakup pengetahuann, nilai, sikap dan ketrampilan (Achmad Munib, 2004). Tujuan pendidikan merupakan suatu gambaran dari falsafah hidup atau pandangan hidup
atau pandangan hidup manusia
baik secara perorangan maupun kelompok,
sehingga akan menyangkut pula sistem nilai, norma-norma dalam konteks budaya, sehingga masing-masing negara mempunyai tujuan pendidikan yang berbeda. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan dasar dan tujuan pendidikan, karena Pancasila MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
80
(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Kegiatan pendidikan ditujukan untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang lebih baik, yaitu manusia Indonesia yang bersikap dan berperilaku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Jadi moral dan norma yang terkandung dalam Pancaasila, bagi bangsa Indonesia dapat dijadikan ukuran untuk menilai apakah ia sudah termasuk manusia dewasa atau belum (Achmad Munib, 2004). Dengan demikian di dalam pendidikan ada proses pewarisan dan penurunan nilainilai sosial – kultural kepada individu-individu sebagai anggota suatu kelompok. Oleh karenanya nilai-nilai yang berkembang pada generasi terdahulu perlu diwariskan pada generasi masa kini, bukan saja untuk pengintegrasian individu ke dakam kelompok, tetapi lebih dari itu yaitu sebagai bekal kekuatan untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Proses pewarisan nilai-nilai ini diharapkan akan mengembangkan manusia yang berkepribadian dan sadar akan kewajibannya untuk mengembangkan diri maupun bangsanya dan lingkungannya, serta terbinanya hubungan harmonis antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa ( I Gde Widya, 1991 ). Untuk mengembangkan manusia seperti tersebut di atas, diperlukan nilai-nilai yang bersumber pada generasi terdahulu yang berupa sejarah (masa lampau). Salah satu fungsi utama sejarah adalah mengabadikan pengalaman masyarakat di waktu yang lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam memecahkan problem-problem yang dihadapi. Melalui sejarahlah nilai-nilai masa lampau dapat dipetik dan dimanfaatkan untuk menghadapi masa kini. Tanpa masa lampau orang tidak akan mampu mengbangun ide-ide tentang kensekuensi dari apa yang dilakukan. Menurut Collingwood dalam I Gde Widya, mengenal diri sendiri berarti mengenal apa yang kita mampu lakukan, seseorang tidak akan pernah mengetahui sesuatu sampai ia mencobanya, maka satu-satunya cara untuk mengetahui apa yang bisa diperbuat seseorang adalah dengan mengetahui masa lampau seseorang. ( I Gde Widya, 1991 ). Dengan demikian apabila sejarah dianggap sebagai salah satu sarana utama untuk menjadikan cita-cita nasional, maka sejarah pada hakekatnya merupakan sumber kekuatan bagi berfungsinya sarana tersebut dengan efektif. Semakin kita menyadari nilai sejarah, semakin kita mempunyai kekuatan atau untuk menumbuhkan sifat, watak serta kemampuan yang diinginkan dari generasi baru. Proses pendidikan mungkin tidak bisa berjalan sebagaimana mestionya tanpa dukungan sejarah, sebab sejarahlah yang pada hakekatnya memberikan bahan-bahan bagi terlaksananya proses pengembangan daya
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
81
(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
manusia yang menjadi inti pendidikan tersebut. Jadi hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara pendidikan dan sejarah. Walaupun hubungan antara pendidikan dan sejarah sangat erat, tetapi belum dapat menjadi jaminan bahwa makna dasar dari sejarah telah dapat diwujudkan untuk menunjang proses pendidikan. Agar proses ini berjalan dengan baik diperlukan proses aktualisasi nilai-nilai sejarah dalam kehidupan nyata. Sejarah belum akan berfungsi dalam proses pendidikan yang mengarah kepada penumbuhhan dan pengembangan karakter bangsa, apabila nilai-nilai sejarah tersebut belum terwujud dalam pola-pola perilaku yang nyata. Untuk dapat mewujudkan perilaku nyata dalam kehidupan bernegara, beragsa dan bermasyarakat, maka perlu ditumbuhkan apa yang disebut dengan kesadaran sejarah. Maksud dari kesadaran sejarah adalah: “Suatu orientasi intelektual, suatu sikap jiwa yang perlu untuk memahami secara tepat paham kepribadian nasional. Kesadaran sejarah ini membimbing manusia kepada pengertian mengenai diri sendiri sebagai bangsa, kapada asal-usul bangsa, kepada pendiri bangsa, kepada persoalan bangsa” ( I Gde Widya, 1991 ). Dengan demikian kesadaran sejarah bisa dikatakan sebagai kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah sebagai masa kini dan masa yang akan datang, menjadi dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses pendidikan. B. Paham Kebangsaan Nasionalisme atau yang sering disamakan dengan paham kebangsaan adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara dan bangsa, suatu perasaan yang sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah airnya. (Hans Kohn, 1976). Nasionalisme semakin lama semakin kuat peranannya dalam membentuk semua segi kehidupan, baik yang bersifat pribadi maupun umum. Di Indonesia nasionalisme menjadi roh penggerak lahirnya pergerakan kebangsaan dan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia sekitar tahun 1900 – 1945, serta meletusnya Revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan negara – bangsa Indonesia tahun 1945 – 1949. ( Frank Dhont, 2005 ). Dinamika perjuangan sejarah mutakhir masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa kini pada hakekatnya berpangkal pada periode tersebut. Akan tetapi sejarah kelahiran nasionalisme yang penting tersebut, kemungkinana akan kurang menarik dan kurang dipahami oleh generasi masa kini, sebagai akibat dari semakin jauhnya periode teersebut dengan perkembangan masa kini. Nasionalisme yang begitu mengakar dalam masyarakat politik Indonesia dengan gampang bisa diungkap ketika mendengar atau membaca bagaimana seorang dengan begitu rendahnya mempersandingkan bangsa dan negara, seperti ungkapan-ungkapan demi kehidupan bangsa dan negara atau menjalankan tanggung jawab berbangsa dan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
82
(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
bernegara, sering kali muncul dalam percakapan atau pembicaraan resmi. (Benedick Anderson, 2002). Menurut Hamengku Buwono IX, naionalisme sebagai suatu tanggung jawab bersama untuk kelangsungan hidup bangsa dan negara (sosial, ekonomi, budaya dan politik), oleh karenanya naaionalisme harus ditanamkan sejak dalam kandungan (Emy Wuryani, 2003). Hal ini dikarenakan orang tua harus mengajarkan pendidikan akan kesadaran rasa kebangsaan, sehingga anak akan menjadi anak yang berguna dan mencintai bangsa dan negaranya serta mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesamanya. Di dalam nasionalisme terkandung pula prinsip akan kemauan bersama. Sejak masa pergerakan prinsip ini sangat ditonjolkan dan diutamakan, sehingga yang dikembangkan adalah rasa persatuan. Semua perbedaan terutama perbedaan budaya dikesampingkan. (Frank Dhont, 2005). Sekarang ini ketika ada beberapa daerah yang mengembangkan wanaca untuk melepaskan diri dari pemerintah pusat , pengembangan kembali nasionalisme sekonyong-konyong dihidupkan atau dipeertebal., terutama menghidupkan kembali rasa persatuan, tetapi kekurangan alat dan jalan..Peristiwa Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yang berikrar “satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air Indonesia sudah berubah
maknanya, satu sama lain saling bermusuhan,
contohnya: satu bangsa, Riau sudah mengembangkan wacana untuk berdiri sensiri, satu bahasa, terjadi jawanisasi dalam segi-segi kehidupan, satu tanah air juga tidak dapat mempertebal semangat sebagai satu kesatuan Indonesia (Benedick Anderson, 2002). Kesadarann berbangsa atau arasa kebangsaan justru tumbuh ketika bangsa tersebut berada atau diambang kehancuran oleh pergolakan dan revolusi. Dalam situasi seperti ini biasanya akan tumbuh kesadaran berbangsa atau rasa kebangsaan sebab mereka menginginkan kebebasan. C. Kegunaan Spirit dan Aktualisasi Kesejarahan untuk Memahami Rasa Kebangsaan Realita sekarang yang kita lihat bahwa rasa kebangsaan bangsa Indonesia sudah mulai mengendor, hal ini dapat dibuktikan dari masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah, banyak daerah ingin melepaskan diri dari pemerintah pusat, bahkan di antara masyarakat kita mudah sekali muncul konflik. Namun untuk membangkitkan rasa kebangsaan atau nasionalisme ini kekurangan alat dan jalan. Salah satu alat dan jalan untuk membangkitkan rasa kebangsaan pada anak adalah lewat pendidikan, khususnya pendidikan karakter, lebih khusus lagi pendidikan sejarah perjuangan. Di negara kita Indonesia mata pelajaran sejarah sudah lama diajarkan sejak jaman selelum kolonial sampai sekarang. Bahkan pada masa kolonial pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang penting, sejak masa Indonesia merdeka pelajaran sejarah mengalami berbagai perubahan, sejarah sering dikaitkan dengan kepentinganMAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
83
(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
kepentingan politik penguasa, dan pelajaran sejarah dapat digunakan sebagai alat untuk menanamkan nasionalisme. Pada masa pemerintahan Orde Baru, sejarah bersamasama dengan pelajaran PMP menjadi alat “National Building” yaitu lewat penataranpenataran P4. Sekarang ini pelajaran sejarah mengalami proses yang tidak menentu, di kalangan sejarawan terjadi variasi historiografis yang berakibat pada pembelajaran sejarah. Ada yang menginginkan proses demokratisasi dalam pembelajaran sejarah artinya tidak perlu ada pesan-pesan khusus, seperti nasionalisme, patriotisme dan sebagainya, namun tetap ada yang menginginkan adanya pesan khusus dalam pembelajaran sejarah. (Wasino, 2009) Terlepas dari semua permasalahan tersebut, memang ada anggapan bahwa pelajaran sejarah adalah pelajaran yang tidak menarik, karena bersifat hafalan, materi yang terlalu banyak dan sama, dan disampaikan berulang pada semua jenjang pendidikan, serta metode pembelajaran yang konvensional. Melihat realita yang ada, seharusnya memang harus ada pembaharuan dalam pembelajaran sejarah, seorang guru sejarah harus berani
berinovasi dalam proses
pembelajaran. Semuanya bertujuan agar dapat dicapai tujuan pembelajaran seperti yang diinginkan.
Pembaharuan
yang
dilakukan
dalam
pembelajaran
sejarah,
harus
memperhitungkan berbagai aspek. Pembaharuan ini memang bukan sekedar mengganti strategi serta metode pembelajaran, dan bukan pula sekedar menyediakan waktu yang lebih banyak atau memperbaharui sarana dan prasarana pembelajaran. Pembaharuan yang dilakukan adalah mengubah orientasi pembelajaran, guru jangan memaksa murid untuk paham masa lalu saja, tetapi dengan memahami masa lalu bagaimana cara mengorintasikannya ke masa yang akan datang, artinya murid dapat menarik hubungan yang signifikan antara nilai-nilai masa lalu dengan masa kini dan masa yang akan datang. Ibaratnya dalam pembelajaran sejarah guru mengajak murid menengok masa lalu, tetapi untuk tujuan masa depan. Usaha pembaharuan pengajaran sejarah hendaknya benar-benar bertolak dari usaha pencarian alternatif bagi usaha menjadikan pelajaran sejarah mampu memberikan kepada murid suatu pegangan bagi penemuan sendiri akan pilihan-pilihan terbaik baginya dan bangsanya di waktu yang akan datang. Pengambilan makna atau nilai-nilai masa lalu tidak hanya secara statis, tetapi secara dinamis, Artinya masa lampau itu mestinya diharapkan akan memberikan kepada kita nilai-nilai yang berupa semangat sebagai cerminan dinamika masyarakat waktu lampau dalam menghadapi tantangan jaman. Contohnya dari peristiwa-peristiwa perjuangan bangsa kita melawan penjajah, bisa diambil semangat yang telah dikembangkan oleh para pejuang bangsa, kemudian direalisasikan dalam berbagai MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
84
(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
bentuk perilaku yang sesuai dengan situasi serta tantangan jaman.Oleh karenanya dalam pembaharuan pembelajaran sejarah perlu dicari alternatif strategi pengajaran yang dapat merangsang murid berpikir aktif kreatif dalam proses belajarnya. (I Gde Widya, 1991). Melalui pengajaran sejarah guru perlu mengusahakan agar murid dapat secara dinamis mengamati pengalaman masa lalu untuk menemukan konsep-konsep, ide-ide dasar dalam peristiwa massa lampau, yang diharapkan dapat menjadi bekal dalam menilai perkembangan masa kini dan masa yang akan datang. Tujuan ini akan dapat dicapai apabila suasana belajar kondusif dan yang menjadikan murid lebih aktif kreatif menemukan konsep-konsep atau ide-ide dasar dari suatu peristiwa. Pembelajaran sejarah yang tepat akan menimbulkan pemahaman akan nilai-nilai dari suatu peristiwa sejarah, apabila siswa sudah paham maka nilai-nilai tersebut secara otomatis akan terlihat secara nyata pada perilaku, karakter dan budi pekerti dari siswa. Semangat dan aktualisasi rasa kebangsaan dari siswa atau generasi muda kita tidak dapat muncul begitu saja, tetapi melewati proses yang panjang dengan bimbingan yang tepat baik dari guru, orang tua dan masyarakat serta lingkungan sekitar. Apabila rasa kebangsaan ini sudah melekat baik dalam masyarakat Indonesia, akan menjadi modal yang sangat besar bagi pembangunan bangsa Indonesia terutama modal moral, sebab secara otomatis masyarakat kita akan mendahulukan kepentingan bangsanya baru pada kepentingan kelompok dan pribadinya. Kenyataan yang terlihat sekarang adalah kebalikannya, kepentingan individu dan kelompok berada di atas kepentingan bangsa. Kondisi ini sebagai akibat dari proses aktualisasi rasa kebangsaan yang tidak berjalan dengan baik. Ungkapan Jasmerah dari Ir. Sukarno yang berarti Jangan sekali-kali melupakan sejarah, harus terus ditanamkan baik lewat pendidikan atau jalur lainnya, sehingga rasa kebangsaan tersebut menjadi bagian dari hidup bangsa Indonesia. Marilah kita semua sebagai bagian dari bangsa Indonesia ini memulai memupuk rasa kebangsaan ini pada diri kita sendiri walaupun dengan cara sederhana, misalnya dengan menghormati hak orang lain di sekitar kita, mengembangkan nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan sebagainya. Jangan mengembangkan rasa egoisme dan individualisme. PENUTUP Pengembangan spirit dan aktualisasi kesejarahan perlu terus dikembangkan, agar dapat memupuk pemahaman rasa kebangsaan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini sangat penting, mengingat akhir-akhir ini ada beberapa daerah yang sudah pengembangkan wanaca untuk melepaskan diri dari pemerintah pusat.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
85
(Edisi Khusus Dies Natalis) Vol : XX, No : 3, Agustus 2013
Salah satu cara untuk mengembangkan spirit dan mengaktualisasikan sejarah adalah melalui pendidikan atau pengajaran sejarah. Namun realita yang ditemukan justru pelajaran sejarah kurang diminati oleh siswa, denan materi yang relatif tetap di semua jenjang pendidikan dari SD, SMP maupun SMA, serta porsi jam pertemuan yang sedikit. Agar pelajaran sejarah menjadi menarik seorang guru sejarah harus mampu menggunakan metode dan strategi atau model pembelajaran yang tetap seuai dengan karakteristik siswa dan maretinya. Penyampaian mateeri yang tepat diharapkan rasa kebangsaan siswa dapat dipupuk, sehingga dalam diri siswa akan tertanam dengan mendalam rasa kebangsaan tersebut. Rasa kebangsaan merupakan salah satu modal untuk melaksanakan pembangunan bangsa dan negara Indonesia baik pembangunan fisik maupun non-fisik. Sehubungan dengan hal tersebut, maka seorang guru harus mempersiapkan proses pembelajaran dengan sangat
matang baik tjuan, sasaran, materi dan metode
pembelajarannya.Karakteristik materi dan siswa perlu dipahami betul, agar dapat neggunakan metose dan model pembelajaran yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Munib, dkk, 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK UNNES. Anderson, Benedick, 2002. Imagined Communities, Komunitas-Komunitas Terbayang. Yogjakarta: Insist dan Pustaka Pelajar. Dhont, Frank, 2005. Nasionalisme Baru Intelektual Indonesia Tahun 1920-an. Yogjakarta: Gadjah Mada Univertisy Press. Emy Wuryani, 2003. Demokrasi dan Nasionalisme (Pandangan dan Pemahaman Hamengku Buwono IX dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara). Salatiga: Widya Sari. I Gde Widya, 1991. Sejarah Lokal Suatu Perpektif Dalam Pengajaran Sejarah. Bandung: Angjkasa. Kohn. Hans, 1976. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: PT Pembangunan. Kuntowijoyo, 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogjakarta: Yayasan Bentang Budaya. ----------------, 2008. Penjelasan Sejarah (Historical Eksplanation). Yogjakarta: Tiara Wacana. Wasino, 2009.”Pemanfaatan Sumber Sejarah Sebagai Media Belajar IPS (Sejarah)”, makalah yang disampaikan pada seminar Jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
86