SOP Sentra Gakkumdu dan Tantangannya Purnomo S. Pringgodigdo Sentra Penanganan Hukum Terpadu, atau disebut Sentra Gakkumdu merupakan upaya untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu diantara pihak Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Hal ini, paling tidak yang terungkap melalui Pasal 267 ayat (1) Undang – undang nomor 08 tahun 2012. Berdasarkan ayat selanjutnya, dari undang – undang yang sama dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Sentra gakkumdu ini diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu. Atas dasar mandat di atas, maka pada tanggal 16 Januari 2013 lalu, pihak Bawaslu RI, Polri dan Kejaksaan RI membuat Nota Kesepakatan Bersama tentang Sentra Gakkumdu. Di dalam nota kesepakatan ini, dinyatakan kalau nantinya para pihak akan membuat Standar Operasional dan Prosedur Sentra Gakkumdu, yang disusun oleh perwakilan para pihak dan seharusnya dituntaskan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditanda tanganinya nota kesepakatan ini. Di satu sisi, keberadaan sentra ini merupakan kebutuhan. Hal ini dilihat dari realitas pelanggaran pidana yang terjadi dan bagaimana sistem hukum acara pidana kita bekerja di saat pemilihan umum. Dari sisi realitas, pada masa kampanye pemilhan umum 2009 lalu saja tercatat ada 197 pelanggaran, dengan 159 diantaranya merupakan pelanggaran pidana pemilu.1 Kemudian, dari perspektif hukum acara pidana kita mengetahui proses dimulai dengan mengidentifikasi bilamana suatu tindakan tersebut termasuk suatu tindak pidana. Proses identifikasi ini kemudian berlanjut dengan mekanisme untuk menemukan pihak – pihak yang diduga menjadi pelaku atas tindak pidana yang terjadi, beserta alat – alat bukti untuk mendukung dugaan tersebut untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan yang berwenang. Melihat pada proses yang ada, memang menjadi keniscayaan bagi keberadaan Sentra Gakkumdu ini. Hal ini dikarenakan, upaya untuk menentukan apakah suatu perbuatan tersebut termasuk ke dalam tindak pidana, hingga pada upaya untuk menemukan pelakunya tidak dilakukan oleh satu institusi. Apalagi pada pemilihan umum yang lalu, pada tahun 2009 laporan pelanggaran tindak pidana yang diajukan oleh pihak Bawaslu sempat ditolak oleh pihak Kepolisian.2 Bukan hanya itu saja,
1
http://ekampanyedamaipemiluindonesia2009.blogspot.com/2009/03/rekap-pelanggaran-kampanye-pemilu2009.html 2 http://nasional.kompas.com/read/2009/04/17/14470224/bawaslu.polri.tolak.laporan.pelanggaran.pemilu
Page 1 of 6
adanya batasan waktu, dimana upaya pengusutan juga memiliki pengaruh terhadap proses pemilihan yang dilakukan. Walaupun demikian, di sisi yang lain nota kesepakatan, yang nantinya akan ditindak lanjuti dengan Standar Operasional dan prosedur ini nantinya akan dihadapkan pada, paling tidak 2 (dua) tantangan. Tantangan – tantangan tersebut adalah (1) melakukan sinergitas terhadap aturan – aturan hukum acara atas tindak pidana yang terjadi, dan (2) mengefektifkan komunikasi dan koordinasi antara para pihak..
SOP Sentra Gakkumdu
melakukan sinergitas terhadap aturan – aturan hukum acara atas tindak pidana yang terjadi mengefektifkan komunikasi dan koordinasi antara para pihak
I. Sinergitas terhadap Aturan – aturan Hukum Acara atas Tindak Pidana yang Terjadi Sinergitas terhadap aturan – aturan hukum acara atas tindak pidana yang terjadi menjadi sebuah tantangan bagi SOP yang akan dibuat. Kebutuhan untuk melakukan sinergitas ini karena (1) tidak semua tindak pidana yang terjadi pada saat pemilihan umum merupakan tindak pidana pemilu, dan (2) adanya berbagai peraturan yang mengatur tentang hukum acara pidana. I.1. Tindak Pidana Pemilu dan Tindak Pidana pada saat Pemilu Sebagaimana diketahui, keberadaan undang – undang yang mengatur tentang pemilihan umum, baik itu untuk anggota legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, ataupun pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menjadi pengaturan yang sifatnya lex specialis jika dibandingkan dengan pengaturah yang lain, termasuk dalam hal ini adalah pengaturan tentang hukum pidana. Walaupun demikian, akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya gabungan antara tindak pidana pemilu, dengan tindak pidana lain di luar dari apa yang sudah diatur di atas. Hal inilah yang seharusnya diantisipasi oleh para pihak, yang mengikatkan diri di dalam nota kesepakatan ini. Bukan hanya itu saja, dengan pengaturan dalam pasal 1 angka 3 Nota Kesepakatan Bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa “tindak pidana pemilu adalah tindak pidana yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota” maka para pihak Page 2 of 6
haruslah berhati – hati di dalam membuat pengaturan terkait dengan pola penanganan tindak pidana pemilu. Hal ini dikarenakan hanya tindak pidana pemilu, sebagaimana yang dipaparkan dalam Bab XXII tentang Ketentuan Pidana pada Undang – undang nomor 08 tahun 2012 yang dapat menggunakan hukum acara yang diatur dalam undang – undang tersebut, bahkan ketentuan yang terdapat dalam Paragraf Tujuh Bagian Kedelapan Undang – undang nomor 32 tahun 2004 tentang Ketentuan Pidana pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, hanya dapat diselesaikan melalui hukum acara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 06 tahun 2005, sebagaimana dirubah beberapa kali dengan perubahan perakhir melalui Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2012. Sedangkan untuk tindak pidana, di luar yang diatur dalam Bab XXII tentang Ketentuan Pidana pada Undang – undang nomor 08 tahun 2012 namun terjadi pada saat pemilihan umum berlangsung masih terikat pada ketentuan – ketentuan yang diatur dalam Undang – undang nomor 08 tahun 1981. Tindak Pidana
Tindak Pidana Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD
Tindak Pidana Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Delik : UU 08/2012 Hukum Acara : UU 08/2012, UU 08/1981, Perbawaslu 14/2012, Perkap 08/2008
Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Tindak Pidana lainnya
Delik : UU 32/2004, sebagaimana telah diperbaharui terakhir kali melalui UU 12/08 Hukum Acara : (1) UU 32/2004, sebagaimana telah diperbaharui terakhir kali melalui UU 12/08, (2) KUHAP, (3) PP 06/05, sebagaimana diperbaharui terakhir melalui PP 49/2012, dan (4) Perbawaslu 02/2012
Delik : UU 42/2008 Hukum Acara : UU 42/2008, dan UU 08/1981
Delik : KUHP Hukum Acara : UU 08/1981
I.2.Sinergitas Pengaturan Hukum Acara Pidana Pada bagian di atas, sudah sedikit dipaparkan tentang bagaimana yurisdiksi dari aturan – aturan yang ada terhadap ketentuan pidana yang terdapat di dalam masing – masing undang – undang.
Page 3 of 6
Karena sifat pegaturan di dalam undang – undangnya yang masih terpisah – pisah membuat upaya penegakkan hukum, dalam hal ini yang akan dilakukan oleh para pihak tidak dapat diseragamkan. Bukan hanya itu saja, sebagai suatu upaya untuk menyamakan persepsi maka SOP ini juga harus mampu untuk merangkai peraturan – peraturan yang sudah dimiliki oleh sebagian pihak. Sebagaimana diketahui, terutama untuk pemilihan anggota DPR, DPD dan DPD paling tidak pihak Bawaslu RI dan Polri sudah memiliki pedoman untuk menangani tindak pidananya. Jika pihak Bawaslu RI menggunakan Peraturan Bawaslu nomor 14 tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, maka pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menggunakan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 08 tahun 2008 tentang Tata cara Penyidikan Pelanggaran Pidana Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2. Mengefektifkan Komunikasi dan Koordinasi antara Para Pihak Tantangan dalam menegakkan hukum di dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya bicara tentang bagaimana proses itu, secara administrasi mekanistis akan dilakukan, tetapi juga terkait dengan substansinya. Upaya penegakkan hukum dilakukan sejak terjadinya suatu tindakan, yang diduga merupakan tindak pidana dan dilanjutkan dengan mengidentifikasi bilamana suatu tindakan tersebut termasuk suatu tindak pidana. Proses identifikasi ini kemudian berlanjut dengan mekanisme untuk menemukan pihak – pihak yang diduga menjadi pelaku atas tindak pidana yang terjadi, beserta alat – alat bukti untuk mendukung dugaan tersebut untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan yang berwenang. Permasalahan mulai muncul ketika pada pemilihan umum tahun 2009 lalu, laporan yang diajukan oleh pihak Bawaslu RI justru ditolak oleh pihak Kepolisian RI karena dianggap tidak memiliki bukti – bukti yang kuat3. Bukan hanya itu saja, dari pemilukada pada tahun 2011 hanya ada 228 laporan dari 582 laporan atas dugaan pelanggaran pidana yang dapat ditindak lanjuti kepada pihak kepolisian. Realitas pada pemilihan umum 1999 malah lebih mengenaskan, dimana dari 236 dugaan pelanggaran pidana yang diterima dari Panwaslu, hanya terdapat 20 kasus yang kemudian diperiksa di Pengadilan4 Berdasarkan hasil penelitian terhadap ‘Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Pemilu di Kota Padang’, yang dilakukan oleh Shinta Agustina, SH,MH, Alsyam, SH, MH dan Febri Oknali maka salah satu kendala yang ditemukan Penyidik (ketika melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana) adalah tidak cukup bukti, sedangkan keterangan dari saksi saja belum cukup untuk 3 4
ibid http://fhuk.unand.ac.id/file/2202111225_jurnal-alsyam.pdf
Page 4 of 6
menjerat seseorang menjadi tersangka5. Bukan hanya itu saja, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Topo Santoso, PhD ditunjukkan kalau sikap tegas pengawas pemilu yang membawa temuan – temuan – temuan tindak pidana pemilu ke polisi akan menjadi tidak bermakna jika saja polisi tidak sepakat dengan pengawas pemilu, khususnya menyangkut perbuatan mana yang sudah memenuhi unsur – unsur tindak pidana pemilu.6 Dengan realitas seperti ini maka ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan di dalam penyusunan SOP. Beberapa hal tersebut adalah (1) Upaya dalam menyamakan pemahaman dapat dimanifestasikan secara konkrit di dalam pola penanganan perkara yang ada, dan (2) Memberikan kesempatan bagi para pihak untuk memaksimalkan waktu yang ada dalam mencari bukti – bukti yang dibutuhkan. Sebagaimana diketahui, bahwa pihak Pengawas Pemilu memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, dengan salah satu bentuk hasilnya adalah temuan dugaan pelanggaran tindak pidana dan kewenangan untuk menerima laporan dugaan atas tindak pidana pemilu, yang kemudian diserahkan kepada pihak Penyidik. Hal ini mengindikasikan bahwa proses mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, atau disebut sebagai proses Penyelidikan telah tuntas dilakukan oleh pihak Pengawas Pemiliu. Padahal, di sisi yang lain, berbeda dengan penanganan tindak pidana pada umumnya proses Penyelidikan dan Penyidikan diakukan oleh 1 (satu) institusi, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia. Realitas inilah yang membuka kemungkinan terjadinya perbedaan untuk menentukan bilamana suatu perbuatan tersebut termasuk ke dalam suatu tindak pidana atau tidak. Terjadinya perbedaan ini dapat dieliminir bilamana di dalam Sentra Gakkumdu terdapat sebuah mekanisme, dimana para pihak dapat duduk bersama untuk melihat bilamana sebuah kejadian tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Dan mekanisme itu adalah Pleno. Mekanisme pleno direkomendasikan karena melalui mekanisme inilah pihak Pengawas Pemilu memutuskan bilamana suatu laporan, atau temuan akan ditindak lanjuti kepada pihak KPU, Kepolisian, dan/atau DKPP. Dengan menggunakan mekanisme ini, maka kesepahaman antar para pihak atas apakah suatu perbuatan memenuhi tindak pidana, atau tidak dapat tercapai. Dengan demikian, suatu tindak pidana dapat langsung diidentifikasi dan pihak Kepolisian pun dapat langsung menindaknya. Bukan hanya itu saja, walaupun tindakan tersebut tidak termasuk tindak pidana akan tetapi pihak Bawaslu pun dapat langsung menindak lanjutinya kepada KPU, atau bahkan kepada DKPP. 5
ibid Topo Santoso, PhD., Problem Desain dan Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu, Jurnal #1, Perludem, Jakarta, 2011, h. 38 6
Page 5 of 6
Selain mengkonkritkan upaya pemahaman di antara para pihak, keberadaan alat – alat bukti juga menjadi kendala di dalam penanganan tindak pidana pemilu. Hal ini bisa terjadi karena adanya keterbatasan waktu bagi para pihak untuk melakukan pengusutan terhadap suatu dugaan tindak pidana. Di sisi yang lain tidak ada larangan bagi para pihak untuk melakukan kerjasama. Kesempatan inilah yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh para pihak untuk bekerjasama dalam melakukan pengusutan terhadap suatu dugaan tindak pidana. Kerjasama disini dapat dilakukan, bahkan sejak suatu laporan/temuan tersebut dimiliki oleh Panitia Pengawas dengan memberikan kesempatan untuk berkordinasi, terutama kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia ketika melakukan pengkajian atas laporan/temuan tersebut. Diharapkan dengan kerjasama ini, batasan waktu yang ada tidak lagi menjadi kendala bagi para pihak dalam melakukan penegakkan hukum. Penyusunan SOP merupakan salah satu kunci kesuksesan bagi upaya penegakkan hukum ketika pemilihan umum nanti diselenggarakan. Hal ini dikarenakan penanganan dugaan tindak pidana merupakan salah satu upaya untuk menindak lanjuti laporan/temuan atas pelanggaran – pelanggaran yang ada. Dan untuk membuat SOP ini signifikan, maka para pihak sebaiknya mampu (1) untuk menterjemahkan tindak – tindak pidana yang mungkin terjadi pada saat pemilihan umum diselenggarakan, termasuk tindak pidana – tindak pidana (a) pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, (b) Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan (c) Pemilihan Umum Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bukan hanya itu saja, para pihak juga sebaiknya mampu untuk (2) membuat upaya pemahaman para pihak lebih konkrit dan (3) Memberikan kesempatan bagi para pihak untuk memaksimalkan waktu yang ada dalam mencari bukti – bukti yang dibutuhkan. Demikianlah tulisan ini dibuat. Walaupun pada tanggal 16 April yang lalu para pihak, ditambah dengan perwakilan dari Kementrian Hukum dan HAM telah menyusun draft SOP, sebagaimana yang dimandatkan dalam nota kesepakatan namun semoga tulisan ini tetap bisa memberikan warna untuk menunjukkan keseriusan para pihak di dalam menegakkan hukum.
Page 6 of 6