LAPORAN PENELITIAN
s&l r tF,, KONTRIEUSI PELA(SANAAjI' SUPERVISI DAN MOTIVASI KERJA TERIIADAP KINERJA GIIRU PENDIDIKAIY JASMAM . SEKOLAH DASAR DI KOTA BANJARMASIN
PENELTTT
KETUA :
ANGGOTA:
Dr. ST NARNO DASUKI, Drs.
M.Kes
CUSTAMASETIYADI TADHILMUEAMMAD
NIDN 0020096402
NIM A2Dll5003 NIM AIDII43O6
FAKUTTAS KEGI'RUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NOPEMBER 2OT5
LAPORAN PENELITIAN
KONTRIBUSI PELAKSANAAN SI]PER!'ISI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KIIYERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SEKOLAH DASAR DI KOTA BANJARMASIN
PENELITI
KETUA
:
ANGGOTA:
Dr. SUNARNO BASUKI. Drs., M.Kes GUSTAMA SETIYADI
FADHIL MUEAMMAD
NIDN 0020096402 NIM A2DII5OO3 NIM AIDI14306
FAXULTAS KEGIJRUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NOPEMBER 2OI5
[i6lii'-, r* t:' r'.'sax,q"H Ffli' ilrc
r
",
9rr
bl
i..j )
I i',1
ii:,
I
37
"
t.t
BA'T
h
:,r.?:.1..'51
HAI.AMAN PENCESAIIAN 1.
a- Judul
Penelitian
b3idsng llrou 2
Pelaksana Penelitian a. Nama lengkap dan gelar
b.
c.
Ienis kelamin
PangtarcoYNlP
d. e.
Jabatal Fungsional FakulravJuusan 3 Personalia Jqqlah pelaksana 4 Lamanya Penelitian 5 Biaya Penelitian 6 Sumber Dana
otlGI
Kontribusi Pelaksanaan SrrpervlsiG- t Kerja Terhadap Kinerja Guru pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjamasin re{ro(rKan Lllahragadan Kese*Etan
Dr. Sunamo Basutli, Drs., M.Kes Laki-laki Pembina Tk.U IVb / 19640920 198003 I 004 Leltor Kepala FKIP/POK 2 (dua) o.alg 3 (tiea) bulan Rp 20.000.000 (dua putuh
ida rupiah)
Biaya Sendid
Banjarmasi4 25 Ketua Peneliti,
ahyu, MS 0 198103 I 005
2015
Dr.Sunamo Basuki. Dn.. M,Kes NIP. 19640920 198903 I 0(N
iat! dao PengabdjaD Masyarakat
Arief Soendjoto, M,Sc
tt
LAPORAN PENELITIAN
KONTRIBUSI PELAKSANAAN SUPERVISI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SEKOLAH DASAR DI KOTA BANJARMASIN
PENELITI KETUA : ANGGOTA :
Dr. SUNARNO BASUKI, Drs., M.Kes GUSTAMA SETIYADI FADHIL MUHAMMAD
NIDN 0020096402 NIM A2D115003 NIM A1D114306
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NOPEMBER 2015
i
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
1. Judul Penelitian: Kontribusi Pelaksanaan Supervisi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin 2. Tim Peneliti 1) Ketua
: Dr. Sunarno Basuki, Drs., M.Kes
2) Anggota
: 1. Gustama Setiyadi 2. Fadhil Muhammad
3. Objek Penelitian: Kontribusi Pelaksanaan Supervisi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin 4. Masa Pelaksanaan Mulai: bulan September 2015 Berakhir: bulan Nopember 2015 5. Biaya: Rp 20.000.000,6. Lokasi Penelitian: Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin 7. Temuan yang ditargetkan: Kajian bidang Pendidikan Jasmani 8. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu: Supervisi Pendidikan Jasmani 9. Jurnal yang menjadi sasaran: Jurnal Internasional Terindek Menristekdikti
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya, sehingga penelitian yang berjudul: “Kontribusi Pelaksanaan Supervisi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin” ini dapat diselesaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar
di
Kota
Banjarmasin, untuk mengetahui kontribusi motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin, dan untuk mengetahui kontribusi pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc sebagai Rektor Unlam 2. Prof. Dr. H. Wahyu, MS sebagai Dekan FKIP Unlam 3. Drs. Abd. Hamid, M.Pd sebagai Ketua Prodi Penjaskesrek JPOK FKIP Unlam 4. Kismanto Jaya, S.Pd sebagai Ketua Kelompok Kerja Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Banjarmasin Utara 5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini. Akhirnya semoga niat baik kita mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Banjarbaru,
Nopember 2015 Tim Peneliti
iv
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kontribusi supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar Negeri di Kota Banjarmasin, (2) kontribusi motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin, dan (3) kontribusi pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif eksplanatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin yang berjumlah 232 orang dengan perhitungan sampel berdasarkan rumus Solvin, sehingga jumlah sampel 148 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan skala likert untuk semua variabel, yaitu: 1) pelaksanaan supervisi, 3) motivasi kerja, dan 3) kinerja guru. Metode analisis data yang digunakan: statistik diskriptif dan inferential. Deskripsi data menggunakan penilaian acuan absolut dengan skala satu sampai lima berdasarkan skala likert. Statistik inferential yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil uji hipotesis penelitian dengan regresi linear berganda adalah: 1) terdapat kontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar Negeri di Kota Banjarmasin, (2) terdapat kontribusi yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja guru Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin, dan (3) terdapat kontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Hasil penelitian ini memiliki implikasi teoritis yang memberikan kejelasan dalam memperkuat teori-teori yang telah dipergunakan sebagai dasar pengajuan model penelitian ini. Sebagian besar hubungan variabel yang diteliti mendukung teori yang telah dikembangkan peneliti-peneliti terdahulu, khususnya terkait dengan kinerja guru. Hasil penelitian ini memberikan implikasi secara praktis terhadap upaya peningkatan pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja guru yang kaitanya dengan peningkatan kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Kata kunci : Supervisi, motivasi, dan kinerja guru.
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………..…………
i
HALAMAN PENGESAHAN..………………………………………….……… ii KATA PENGANTAR...................………………………………………..…...
iii
ABSTRAKS ……………………………………………………………………
iv
DAFTAR ISI.............……………………………………………………...…....
v
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………...…………
1
1.1. Latar Belakang Masalah…………………………………….……….. 1 1.2. Identifikasi Masalah ..…………………………………………......... 7 1.3.Pembatasan Masalah …………………………………………………. 7 1.4.Perumusan Masalah ………………………………………...……….. 7 1.5.Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 8 1.6. Kegunaan Penelitian ………………………………………………… 8 1.7. Hipotesis Penelitian …………………………………………………. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………………..
11
2.1. Kinerja Guru Pendidikan Jasmani ………………………………….. 11 2.2. Pelaksanaan Supervisi ……………………………………………… 26 2.3. Motivasi ……………………………………………………………. 38 BAB III METODELOGI PENELITIAN .........................................................
47
3.1. Variabel Penelitian …………………………..................................... 47 3.2. Definisi Operasional Variabel ……………………………………… 48
vi
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian .…………………………………….… 49 3.4. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………….. 49 3.5. Metode Penelitian ………………………………………………….. 50 3.6. Instrumen Penelitian ………………………………………………… 51 3.7. Pengumpulan Data ………………………………………………….. 53 3.8. Teknik Analisis Data……………………………………………….
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………..
56
4.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian ……………………………………
56
4.2. Pengujian Hipotesis …………………….……………………….…. 60 4.3. Pembahasan Temuan Analisis Deskriptif ………………………….. 65 4.4. Pembahasan Temuan Hasil Uji Hipotesis Penelitian ………………. 67 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 72 5.1. Kesimpulan.........................................................................................
72
5.2.Saran-Saran………………………………………………………….
72
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 75 LAMPIRAN...........................................................................................................
vii
79
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Permohonan Ijin Penelitian ……………………………………………
80
Surat Ijin Penelitian …………………………………………………………..
81
Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ……………………………
82
viii
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Guru merupakan tenaga profesional dengan kualifikasi tertentu. Menurut UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bab IV bahwa untuk menjadi guru sebagai tenaga profesional, harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut: 1) guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, 2) kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat, 3) kompetensi guru yang dimaksud meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Ketentuan ini juga berlaku bagi guru-guru di jenjang sekolah dasar termasuk bagi guru pendidikan jasmani. Kebutuhan guru pendidikan jasmani yang profesional sangat tinggi, dalam rangka menanggapi tantangan
zaman modern. Seiring dengan itu banyak dinyatakan beberapa ahli
pendidikan jasmani
bahwa guru pendidikan jasmani secara umum belum
menunjukkan profesionalnya. Hal itu dapat diberikan beberapa contoh yaitu: guru mengajar hanya duduk di pinggir lapangan, sedangkan peserta didik disuruh latihan sendiri tanpa ada motivasi, penghargaan, dan perhatian yang serius. Guru pendidikan jasmani membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk menjadi guru pendidikan jasmani yang profesional tidak semudah yang dibayangkan orang selama ini. Salah, jika ada yang menganggap bahwa hanya dengan modal peluit seseorang bisa menjadi guru pendidikan jasmani di sekolah. Bahkan sebaliknya, bahwa untuk menjadi guru pendidikan jasmani yang
2 profesional akan sulit. Guru pendidikan jasmani tugasnya tidak hanya menyampaikan materi yang bersifat motorik saja, melainkan semua ranah harus tersampaikan pada siswanya melalui pembelajaran dan pendidikan yang utuh. Untuk mengetahui seseorang guru pendidikan jasmani itu profesional atau tidak, dapat diketahui dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari
latar belakang
pendidikannya, guru tersebut lulusan dari program studi pendidikan jasmani atau bukan, jika bukan lulusan dari program studi pendidikan jasmani disebut tidak profesional. Jika lulusan dari program studi pendidikan jasmani, dari jenjang DII; DIII; atau S1/DIV, jika guru tersebut lulusan DII sesuai dengan PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka termasuk praprofesional. Jika guru tersebut lulusan dari DIII berarti termasuk semi profesional, dan jika guru tersebut lulusan dari DIV/S1 berarti termasuk profesional, baik itu untuk SD/MI; SMP/MTs; maupun SMA/MA/SMK. Kedua, penguasan guru terhadap materi ajar, kemampuan merencanakan pembelajaran, mengelola proses, mengelola siswa, melakukan tugastugas bimbingan, menilai, dan lain-lain lebih lengkap sesuai yang ada pada Standar Kompetensi Guru Pemula (SKGP). Dalam hal ini berarti guru pendidikan jasmani harus memiliki standar kompetensi minimal yang baik sesuai SKGP yang ada. Pada saat ini terdapat gambaran yang memprihatinkan mengenai perkembangan pendidikan jasmani di Indonesia. Dari survei yang dilakukan oleh Pusat Kesegaran jasmani Depdiknas, yang dikutip oleh Priya (2011:13) bahwa hasil pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah secara umum hanya mampu memberikan
efek
kebugaran
jasmani
terhadap kurang lebih 15 persen dari
keseluruhan populasi siswa. Dalam penelusuran sederhana lewat testsport search dalam aspek yang berkaitan dengan kebugaran jasmani siswa SMU, siswa Indonesia
3 rata-rata hanya mencapai kategori rendah. Demikian pula rendahnya mutu hasil pembelajaran pendidikan jasmani pun dapat disimpulkan dari keluhan masyarakat olahraga yang mengindikasikan bahwa mutu bibit olahragawan usia dini dari sekolah-sekolah kita sangat rendah. Keluhan ini dapat dikaitkan dengan dua hal. Pertama, para calon atlet kita rata-rata mengandung kelemahan dalam hal kemampuan
motoriknya,
dari
mulai
kecepatan,
kelincahan,
koordinasi,
keseimbangan, dan kesadaran ruangnya. Kedua, para calon atlet kita pun sekaligus memiliki kekurangan dalam hal kemampuan fisik (kebugaran jasmani), terutama dalam hal daya tahan umum, kekuatan, kelentukan, power, dan daya tahan otot lokal (Priya, 2011:13). Data-data yang disajikan tersebut di atas tentu membutuhkan kajian lebih mendalam untuk melihat mengapa itu bisa terjadi. Secara umum disampaikan bahwa kinerja guru di Indonesia masih rendah. Gambaran kinerja tersebut juga bisa diterapkan pada kinerja guru di Kalimantan Selatan. Demikian pula mengenai perkembangan pendidikan jasmani dan olahraga belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Tentu hal tersebut berkait erat dengan peran guru pendidikan jasmani. Kebutuhan akan peningkatan kinerja guru dengan demikian menjadi sangat penting di masa depan. Kinerja guru pendidikan jasmani perlu ditingkatkan agar mencapai profesionalisme tinggi sehingga membawa dampak positif bagi sekolah dimana guru tersebut ditugaskan. Sebuah kajian yang memberikan fokus pada persoalan kinerja guru pendidikan jasmani di tingkat sekolah dasar sangat diperlukan, sehingga hasilnya dapat dijadikan referensi perbaikan profesionalisme guru pendidikan jasmani di masa mendatang.
4 Selama ini sudah banyak hal yang dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kinerja, seperti penyelenggaraan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Guru (KKG) hingga diterbitkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen tersebut. Walaupun demikian masih banyak sorotan tentang rendahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya. Sebelum diterbitkan diterbitkan UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen ditemukan
hasil survei yang dilakukan oleh Mardapi dan Kuwato (1998) yang
menunjukkan bahwa: 1) guru jarang membuat kisi-kisi ulangan, (2) hasil ulangan yang dianalisa secara rinci, (3) hasil ulangan yang ditindak lanjuti melalui program remedial, hal ini disebabkan; a) kemampuan guru masih rendah dalam membuat kisikisi ulangan dan menulis butir soal yang baik, menganalisa butir soal dan hasil ujian, b) beban guru dalam tugas mengajar, c) rendahnya penghargaan terhadap guru yang melakukan inovasi, termasuk melaksanakan program remedial karena tidak tersedianya dana. Hasil survei tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumapea (2005) pada beberapa SMAN di Kota Manado, yang menunjukkan bahwa kinerja guru masih rendah. Rendahnya kinerja guru tersebut dapat dilihat pada kurangnya kesiapan guru dalam melaksanakan tugas pengajarannya, antara lain banyak guru yang tidak menyusun satuan pengajaran, dan masih banyaknya mata pelajaran yang tidak memiliki buku ajar. Permasalahan tersebut diduga disebabkan oleh lemahnya kemampuan kepala sekolah menggunakan kewenangannya dalam mempengaruhi peningkatan kinerja guru. Artinya, jika kewenangan kepala sekolah
5 tersebut digunakan dengan benar diduga dapat memperbaiki kinerja guru, misalnya melakukan supervisi pengajaran. Dengan adanya pemberian supervisi pengajaran pada guru oleh kepala sekolah, maka akan terbangun budaya sekolah yang baik, sehingga guru bersemangat dan
merasa terdorong atau termotivasi untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu pelaksanaan supervisi harus dapat berjalan secara baik, sehingga terbangun budaya sekolah yang baik, mendorong semangat kerja yang baik dan tercipta motivasi kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja guru. Berdasarkan dugaan tersebut bahwa pelaksanaan supervisi, budaya sekolah, semangat kerja dan motivasi sangat memegang peranan dalam meningkatkan kinerja guru. Dalam rangka mendorong kinerja guru pendidikan jasmani beberapa faktor yang berperan adalah pelaksanaan supervisi dan motivasi yang merupakan faktor penjelas kinerja guru pendidikan jasmani di Kota Banjarmasin. Hal ini sejalan dengan hasil studi Saputra (2011:475-487) menunjukkan bahwa kinerja guru pendidikan jasmani dipengaruhi oleh model supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah. Saputra (2011:487) menegaskan bahwa model pengawasan yang selama ini bertumpu pada unsur administratif kurang memberikan pengaruh terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar (SD) di Kota Bandung. Model pengawasan yang menitikberatkan pada proses pembelajaran lebih efektif mendorong kinerja guru pendidikan jasmani. Studi lain dilakukan oleh Alviah (2012:40-47) memperkuat temuan Saputra (2011:487), dimana supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja guru. Penelitian Alviah (2012:4047) terhadap supervisi kepala sekolah TK Dharma Wanita Karangwaru Tulungagung menghasilkan kesimpulan tersebut. Dalam hal ini, Alviah (2012:40-47) menekankan
6 pada intensitas supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah. Syarif (2011:125-136) juga mengajukan bahwa salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah supervisi kepala sekolah.Temuan Rinu, Dantes dan Yudana (2013:1-9) juga memperkuat hasil studi sebelumnya yang mengajukan faktor supervisi akademik sebagai salah satu faktor yang menentukan kinerja guru. Mereka tidak spesifik meneliti guru pendidikan jasmani, namun hasil ini dapat diterapkan pada kasus guru pendidikan jasmani. Pada prinsipnya, guru pendidikan jasmani dan guru lainnya juga dituntut memiliki kinerja yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Selain faktor pelaksanaan supervisi akademik, mereka juga mengajukan faktor lainnya, yaitu semangat kerja dan kesejahteraan guru. Temuan mereka mengajukan urutan yang mempunyai kontribusi yaitu, paling besar adalah kesejahteraan guru, kemudian semangat kerja dan supervisi akademik. Hasil studi Rinu dan lainnya (2013:1-9) tersebut menempatkan variabel supervisi akademik, semangat kerja dan kesejahteraan guru sebagai variabel pengaruh yang tidak saling berhubungan. Dengan kata lain pengaruh mereka secara langsung terhadap variabel kinerja guru. Berdasarkan uraian di atas,penelitian ini mengajukan dua variabel yang mempengaruhi kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin, yaitu: a) pelaksanaan supervisi, dan d) motivasi, dimana variabel-variabel tersebut menarik untuk dikaji lebih mendalam. Untuk itu peneliti menetapkan judul “Kontribusi pelaksanaan supervisi dan motivasi terhadap kinerja guru-guru pendidikan jasmani pada Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 1.2. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana gambaran pelaksanaan supervisi terhadap guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin
7 2. Bagaimana motivasi kerja guru pendidikan jasmani
Sekolah Dasar di Kota
Banjarmasin 3. Bagaimana gambaran kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin 4. Apakah terdapat kontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 5. Apakah terdapat kontribusi yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 6. Apakah kontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru-guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar
di
Kota
Banjarmasin. 1.3. Pembatasan Masalah Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada kontribusi pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah penelitian ini dirumuskan berikut ini. 1. Apakah terdapat kontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 2. Apakah terdapat kontribusi yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin.
8 3. Apakah kontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru-guru pendidikan jasmani
Sekolah Dasar
di
Kota
Banjarmasin. 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian sebelumnya, tujuan penelitian ini sebagai berikut. 1. Mengetahui kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 2. Mengetahui kontribusi motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 3. Mengetahui kontribusi pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru-guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 1.6. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, baik kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis. Kegunaan teoritis dalam penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara empiris kontribusi variabel yang diteliti yaitu variabel pelaksanaan supervisi dan variabel motivasi terhadap variabel kinerja guru, sedangkan kegunaan penelitian ini secara praktis adalah. 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan a) Sebagai bahan masukan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan lembaga pendidikan khsususnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia bidang tenaga pendidik. b) Sebagai informasi tentang kondisi pengelolaan lembaga pendidikan di Kalimantan Selatan yang terkait dengan kinerja guru. 2. Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin
9 a) Sebagai masukan dalam mengupayakan peningkatan kinerja guru di lingkungan Sekolah Dasar dengan menerapkan variabel-variabel yang sudah teruji mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja guru. b) Memperoleh gambaran pentingnya pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi guru sebagai indikator untuk membangun kinerja guru di Sekolah Dasar. c) Memperoleh informasi tentang kondisi kinerja guru sehingga
dapat
dengan
mudah
merencanakan
di Sekolah Dasar langkah-langkah
pengembangannya. 3. Kepala Sekolah a) Sebagai masukan kepala Sekolah Dasar dalam upaya meningkatkan kinerja guru di sekolah masing-masing. b) Meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pelaksanaan supervisi dan motivasi dalam meningkatkan kinerja guru. c) Mengembangkan program pembinaan dan pelatihan guru yang berorientasi pada kinerja guru dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu. 4. Guru a) Memperoleh pemahaman pentingnya pelaksanaan supervisi dan motivasi yang baik dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas. b) Memperoleh informasi peran strategis guru dalam mewujudkan iklim dan kinerja di sekolah yang kondusif dalam rangka mewujudkan prestasi belajar yang baik. 5. Peneliti lain a) Sebagai masukan bagi penelitian lain di masa mendatang.
10 b) Sebagai masukan dalam pengembangan penelitian sejenis di masa datang terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan supervisi, motivasi, dan kinerja guru. 1.7. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah. 1. Terdapat kontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 2. Terdapat kontribusi yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. 3. Terdapatkontribusi yang signifikan pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru-guru pendidikan jasmani Banjarmasin.
Sekolah Dasar
di
Kota
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Menurut
Stinnent (1968:59) kinerja berasal dari kata
performance yang
berarti “actual accomplishement as distingusihed from potential ability, capacity or attitude”. Pendapat
Stinnent tersebut dapat diartikan bahwa kinerja merupakan
pencapaian aktual yang berbeda dengan potensi kemampuan, kecakapan dan bakat. Dengan kata lain kinerja bisa diartikan sebagai capaian atau prestasi yang nampak sebagai bentuk keberhasilan kerja pada diri seseorang. (Landy dan Farr, 1983:22) kinerja diartikan sebagai prestasi kerja, pencapain kerja, hasil kerja, unjuk kerja dan penampilan kerja. Hal ini senada dengan Du Brin (1984:64) yang menyatakan bahwa kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yakni, hasil, upaya dan kondisi eksternal. Dalam pengertian yang sangat umum, kinerja dapat didefinisikan sebagai "semua perilaku karyawan yang terlibat di tempat kerja" (Jex 2002:88). Pengertian kinerja menurut Jex tersebut agak kabur, karena umumnya, "perilaku karyawan yang ditampilkan di tempat kerja tidak selalu terkait dengan aspek pekerjaan tertentu”. Kinerja bisa juga diartikan sebagai capaian kerja, dengan indikatornya mengacu pada seberapa baik seseorang telah bekerja. Kinerja juga bisa diperlihatkan perilaku, artinya sesuatu yang benar-benar dilakukan oleh orang dan dapat diamati. Makna yang relevan dengan pengertian ini adalah perilaku atau tindakan-tindakan yang relevan dengan tujuan organisasi dan yang dapat ditingkatkan dan diukur sesuai dengan kemampuan masing-masing individu (tingkat kontribusi). Kinerja merupakan tindakan itu sendiri dan tujuan relevan yang berada di bawah kendali individu (Campbell et al., 1993: 40). Menurut
12 definisi ini, kinerja dapat dilihat pada proses, atau sering dinyatakan dalam pepatah "perjalanan bukan tujuan”. Umpamanya seorang guru pendidikan jasmani, maka kinerja diartikan mampu menghasilkan kualitas pembelajaran yang lebih baik, kualitas pengembangan ketrampilan peserta didik yang lebih baik, dan berkaitan halhal lebih luas yang dialami oleh seorang guru pendidikan jasmani sesuai dengan disiplin ilmu yang digeluti. Beberapa konsep dan definisi kinerja mendapat perhatian dari para peneliti secara intensif. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kinerja harus dipertimbangkan sebagai konsep multi dimensi. Konsep dasar kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu: aspek proses (yaitu, perilaku) dan aspek hasil kinerja. Hal ini bisa didasari pada beberapa definisi yang diajukan sebelumnya. Aspek perilaku seperti yang diajukan oleh Jex (2002) dan Campbell (1933) sebelumnya adalah contoh konsep mengacu pada apa yang dilakukan orang di tempat kerja dan tindakan itu sendiri. Kinerja meliputi kegiatan yang dilakukan (misalnya: pembuatan rencana pembelajaran yang dilakukan guru pendidikan jasmani, mengajar aktivitas senam kepada peserta didik, membimbing peserta didik, menilai peserta didik dan lain-lain). Konseptualisasi ini mengisaratkan bahwa hanya kegiatan yang dapat dilihat (dihitung) dianggap kinerja. Selain itu, konsep kinerja ini secara eksplisit hanya menjelaskan perilaku yang berorientasi pada tujuan, yaitu perilaku yang karyawan organisasi karyawan untuk melakukan serta kinerja. Aspek hasil, seperti definisi yang diajukan oleh Landy dan Farr (1983) pada gilirannya mengacu pada hasil dari perilaku individu. Perilaku yang diuraikan di atas berupa pembelajaran untuk setiap pertemuan, pengetahuan siswa dalam olahraga, keterampilan peserta didik, atau jumlah peserta didik yang berhasil berprestasi dalam olahraga dan jumlah peserta didik yang termotivasi untuk
13 mengembangkan kemampuannya. Kegiatan tersebut merupakan perilaku kerja, yang meliputi perencanaan dan hasilnya. Dengan demikian, seorang guru yang memberikan sebuah pelajaran yang sangat baik yang memenuhi semua persyaratan pembelajaran (aspek perilaku) termasuk memberikan peserta didik dengan pengetahuan (aspek hasil) atau kemampuan kognitif. Menurut Steers (1977:32) mendefinisikan bahwa kinerja merupakan kemampuan dan ketrampilan yang dapat diamati, seperti pengetahuan dan sikap yang dibutuhkan dalam mendukung kesuksesan bekerja. Definisi ini menyangkut kapasitas inidvidu. Kapasitas intelektual individu berbeda satu sama lain, oleh karena itu ukuran kinerja tiap orang tidak sama. Sementara itu ada pendapat lainnya adalah yang dikemukakan oleh Cushway dan Lodge (1993:53)
menyatakan bahwa kinerja
seseorang dapat dilihat pada 2 aspek. Aspek pertama adalah hasil kerja yang dicapai individu dan merupakan ukuran produktivitas individu. Aspek kedua adalah ciri-ciri atau sifat-sifat pribadi yang menunjang efektivitas pekerja. Robbins (1984:25) menyatakan bahwa kinerja seseorang merupakan perpaduan dari sifat-sifat pribadi yang menunjang keberhasilan kerja, perilaku atau aktivitas yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan organisasi dan hasil kerja yang dicapai. Untuk mengetahui kinerja seseorang, maka dapat dilihat melalui beberapa indikator. Wibowo (2012:7) Ukuran kinerja untuk seorang adalah kuantitas, kualitas, produktivitas, ketepatan waktu, pengawasan biaya. Indikator kinerja yaitu efektif, efisien, kualitas, ketepatan waktu, produktivitas dan keselamatan. Kemudian oleh Miner dalam Sutrisno (2011:172) mengemukakan secara umum empat aspek dalam pengukuran kinerja yaitu: kualitas yang dihasilkan, kuantitas yang dihasilkan, waktu kerja dan kerja sama.
14 Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka yang menjadi indikator dari penelitian ini adalah kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu dalam bekerja. Menurut Miner dalam Sutrisno (2010:172-173) menyatakan aspek dari kinerja ada empat, yaitu: 1) kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas 2) kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan 3) waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta 4) masa kerja yang telah dijalani individu atau pegawai tersebut dalam bekerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Secara umum definisi kinerja berkisar dari yang bersifat umum ke aspek-aspek tertentu dan dari dimensi kuantitatif ke kualitatif. Para peneliti pada mulanya optimis tentang kemungkinan untuk mendefinisikan dan mengukur kinerja pekerjaan. Dalam perjalanannya para peneliti mulai menyadari bahwa menentukan dimensi pekerjaan dan persyaratan kinerja memerlukan proses yang tidak mudah. Secara umum pada saat ini ilmuwan sepakat bahwa kinerja terdiri dari serangkaian variabel yang berinteraksi dan berkaitan dengan aspek pekerjaan, karyawan dan lingkungan (Milkovich et al, 1991:48-49). Secara historis, ada tiga pendekatan untuk menentukan dimensi kinerja (Milkovich et al, 1991:48.), yaitu: (a) sebagai fungsi dari hasil, (b) sebagai fungsi dari perilaku; dan (c) sebagai fungsi dari sifat-sifat pribadi. Kinerja menurut Wirawan (2009: 54-55), adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
15 Menurut Wirawan (2009:54-55) secara umum dimensi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis,yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan. Secara umum ketiga dimensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Hasil kerja. Hasil kerja merupakan keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Seorang pekerja dinilai melalui hasil kerjanya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Misalnya kuantitas hasil kerja seorang pegawai teller bank diukur seberapa banyak nasabah yang dilayaninya. Kualitas hasil kerjanya diukur seberapa tepat teller tersebut memenuhi standar layanan nasabah atau seberapa puas nasabah yang dilayaninya. Dalam konteks penelitian ini ada beberapa aspek dalam hasil kerja yang perlu diperhatikan adalah menyangkut kualitas dan kuantitas hasil kerja. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas (Miner dalam Sutrisno, 2010:172-173). Sedangkan kuantitas berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan. Berkenaan dengan kualitas hasil kerja guru penjasorkes dapat dilihat melalui prestasi belajar siswa. Ini berarti nilai pelajaran pendidikan jasmani siswa yang diperoleh di setiap akhir semester ada peningkatan atau mencapai standar yang baik. Selain itu kualitas juga berkenaan dengan prestasi olah raga siswa dalam perlombaan. Ini berarti keikutsertaan siswa dalam lomba olah raga merupakan kualitas dari guru itu sendiri. Aspek kualitas lainnya adalah kualitas pengelolaan kelas. Dalam hal ini, guru dalam setiap pembelajaran sudah menyusun rencana pembelajaran dan dilaksanakan. Ketika guru mampu mencapai pelaksanaan rencana tersebut dapat diartikan sebagai capaian keualitas dalam mengelola kelas.
16 Hal ini seperti pendapat Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010:179-180) mengajukan ukuran kinerja primer kualitas yang berarti tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. Aspek kuantitas berarti berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan. Kuantitas dari aspek waktu kerja, berarti menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut. Produk dari guru adalah media pembelajaran. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa capaian kuantitas kinerja guru adalah ketika menghasilkan media, modul pembelajaran yang menunjang mendekati kebutuhan yang sudah direncanakan. Setiap materi pembelajaran diikuti oleh media pembelajaran. Demikian juga dilengkapi dengan alat pendukung seperti alat evaluasi dan sebagainya. 2) Perilaku kerja. Ketika berada di tempat kerja karyawanmemiliki dua perilaku, yaitu perilaku pribadi dan perilaku kerja. Perilaku pribadi merupakan perilaku yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: cara berjalan, cara berbicara, dan sebagainya.Perilaku kerja merupakan perilaku pekerjayang berhubungan dengan pekerjaan,misalnya: kerja keras, ramah, disiplin, dan sebagainya. Perilaku kerja dicantumkan dalam standar kinerja, prosedur kerja, kode etik, dan peraturan organisasi. Perilaku dalam hal ini berusaha untuk memfokuskan pada perilaku yang berkaian dengan pekerjaan (perilaku kerja). Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010:179-180) mengajukan timelines sebagai ukuran kinerja. Artinya kinerja dilihat dari sejauh mana suatu diselesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan. Dalam hal ini, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat
17 sebelumnya menyebutkan adanya waktu pelaksanaan dan penyelesaian. Oleh karena ketepatan waktu dalam pelaksanaan pembelajaran menjadi bagian penting dalam pengukuran kinerja. Di sisi lain, itu juga menunjukkan adanya ketuntasan dalam melaksanakan pekerjaan. Perilaku kerja guru dalam menuntaskan menjadi bagian penting kinerja. 3) Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan diperoleh ketika dewasa dari pengalaman dalam pekerjaan. Sifat pribadi yang dinilai hanyalah sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: penampilan, sikap terhadap pekerjaan, jujur, cerdas, dan sebagainya. Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010:179-180) mengajukan adanya sifat pribadi yang diperlukan dalam menunjukkan kinerja. Dia menyebutkan tentang harga diri, nama baik dan kerjasama. Ini berarti sikap ramah, adil dapat mencerminkan adanya harga diri sebagai guru. Sedangkan sikap perhatian dapat dikatakan sebagai cerminan adanya sifat bekerjasama dengan pihak lain dalam sukses mengajar. Berdasarkan beberapa pengertian tentang kinerja tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh seseorang. Kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil akhir dari suatu aktifitas yang telah dilakukan seseorang untuk meraih suatu tujuan. Pencapaian hasil kerja ini juga sebagai bentuk perbandingan hasil kerja seseorang dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan standar kerja atau bahkan melebihi standar maka dapat dikatakan kinerja itu mencapai prestasi yang baik. Kinerja yang dimaksudkan diharapkan memiliki atau
18 menghasilkan mutu yang baik dan tetap melihat jumlah yang akan diraihnya. Suatu pekerjaan harus dapat dilihat secara mutu terpenuhi. Dalam konteks penelitian ini, yaitu kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas termasuk persiapannya baik dalam bentuk program semester maupun persiapan mengajar. Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru terdapat instrumen penilaian kemampuan guru. Alat penilaian kemampuan guru, meliputi: (1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) maupun dari segi jumlah yang akan diraih dapat sesuai dengan yang direncanakan; (2) prosedur pembelajaran kelas (classroom procedure); dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill). Proses belajar mengajar pendidikan jasmani tidak sesederhana seperti yang terlihat pada saat guru menyampaikan materi pelajaran di kelas pada bidang studi yang lain, tetapi dalam melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani yang baik seorang guru harus mengadakan persiapan yang baik agar pada saat melaksanakan pembelajaran dapat terarah sesuai tujuan pembelajaran yang terdapat pada indikator keberhasilan pembelajaran. Proses pembelajaran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru mulai dari persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai pada tahap akhir pembelajaran yaitu pelaksanaan evaluasi dan perbaikan untuk siswa yang belum berhasil pada saat dilakukan evaluasi. Berdasarkan berbagai pengertian di atas maka dapat diartikan bahwa konsep kinerja guru merupakan hasil, perilaku dan sifat kepribadian kerja yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar, yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan membina hubungan antar pribadi (interpersonal) dengan siswanya.
19 Guru merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi yang dimilikinya baik ranah afektif, kognitif, maupun fisik dan psikomotorik. Guru juga orang yang paling bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didiknya dalam pertumbuhan dan perkembangan afektif, kognitif, dan psikomotoriknya agar dapat mencapai tingkat kedewasaan serta mampu mandiri dalam memenuhi tugas sebagai manusia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 7 dijelaskan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut : 1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme 2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia 3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas 4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas 5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan 6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja 7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat 8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan 9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru
20 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 dikemukakan bahwa tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifiaksi sebagai guru, dosen, konselor, pamong beiajar, widyaiswara, tutor, instruktur. fasilitator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Undang-Undang yang sama pasal 37 disebutkan bahwa salah satu yang harus termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah adalah pendidikan jasmani dan olah raga. Selanjutnya dalam Kurikulum 2013 diatur mengenai Kompetensi Inti (KI) dari Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar adalah (Kemendikbud, 2013:125): “mampu menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia”. Gambaran mengenai Kompetensi Inti tersebut menunjukkan bahwa pendidikan jasmani di Sekolah Dasar dapat menumbuhkan minat pada olah raga, kesehatan, kebugaran jasmani, dan mengembangkan sikap fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP. Disamping itu, pendidikan jasmani tidak hanya berkaitan erat dengan masalah fisik, tetapi juga menyangkut akhlak dan keimanan. Oleh karena itu model pembelajaran yang dilakukan dapat terintegrasi dengan pelajaran lain seperti agama atau budi pekerti.Definisi pendidikan jasmani sendiri menurut beberapa ahli seperti Lutan (2000:1): pendidikan jasmani merupakan wahana dan alat untuk membina anak agar kelak mereka mampu membuat keputusan terbaik tentang aktivitas jasmani yang dilakukan dan menjalani pola hidup. Menurut Subagiyo dkk (2008:18) pendidikan jasmani adalah latihan atau aktivitas jasmani yang
dimanfaatkan,
dikembangkan,
dan
didayagunakan
dalam
pendidikan.
21 Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani adalah usaha sadar yang dilakukan guru. Guru pendidikan jasmani merupakan tenaga kependidikan yang sangat dibutuhkan dalam semua jenjang pendidikan yaitu dari pra sekolah hingga sekolah menengah atas, bahkan di perguruan tinggi. Hal ini karena manfaat pendidikan jasmani yang sudah diketahui hasilnya, yaitu dalam rangka mendewasakan anak atau siswa, yaitu pendidikan pada semua ranah, ranah afektif, kognitif, fisik, dan psikomotorik. Guru pendidikan jasmani mempunyai tugas yang cukup berat dalam pembelajarannya. Guru pendidikan jasmani harus dapat mengelola pembelajaran pendidikan jasmani sebaik-baiknya. Secara umum
tujuan pendidikan jasmani di
Sekolah Dasar adalah memacu pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional, dan sosial yang selaras dalam upaya membentuk dan mengembangkan kemampuan gerak dasar, menanamkan nilai, sikap, dan membiasakan hidup sehat (Subagyo, dkk, 2008:107). Tujuan pendidikan jasmani harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Salah satu tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam UUD 1945 adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Sehingga mata pelajaran pendidikan jasmani adalah salah satu mata pelajaran mempunyai peran utama untuk membentuk dan meningkatkan kesegaran jasmani peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Davies (1987:35-36) mengatakan empat fungsi umum yang merupakan ciri seorang guru, adalah sebagai berikut: a) merencanakan, yaitu pekerjaan seorang guru menyusun tujuan belajar, b) mengorganisasikan, yaitu pekerjaan seorang guru untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar sehingga dapat mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang paling efektif, efesien, dan ekonomis mungkin, c)
22 memimpin, yaitu pekerjaan seorang guru untuk memotivasikan, mendorong, dan menstimulasikan murid-muridnya, sehingga mereka siap mewujudkan tujuan belajar dan d) mengawasi, yaitu
pekerjaan
seorang
guru untuk menentukan apakah
fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin di atas telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Dengan demikian jika tujuan belum dapat diwujudkan, maka guru harus menilai dan mengatur kembali situasinya dan bukunya untuk mengubah tujuan. Guru berhadapan dengan siswa adalah pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Seorang guru harus memiliki kinerja yang baik terutama pada saat proses belajar berlangsung. Guru diharapkan memiliki ilmu yang cukup
sesuai
bidangnya, pandai berkomunikasi mengasuh dan menjadi pembelajar yang baik bagi siswanya
untuk
(2001:26) sebagai
tubuh
dan
seorang
berkembang menjadi dewasa. Menurut
profesional,
guru
memiliki
Sukadi
lima tugas pokok,
merencanakan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, menindaklanjuti hasil pembelajaran, serta melakukan bimbingan dan konseling. Keberhasilan guru seseorang bisa dilihat apabila kriteria-kriteria yang ada telah mencapai secara keseluruhan.
Jika
kriteria
telah
tercapai
berarti pekerjaan
seseorang telah dianggap memiliki kualitas kerja yang baik. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pengertian kinerja bahwa kinerja guru adalah hasil kerja yang terlihat dari serangkaian kemampuan yang dimiliki oleh seorang yang berprofesi guru. Kemampuan yang harus dimiliki
guru
telah
disebutkan
dalam
peraturan
pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat 3 yang berbunyi: kompe-tensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
23 a) kompetensi paedagogik Kompetensi ini meliputi kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi paedagogik ini berkaitan kegiatan saat guru mengadakan proses belajar mengajar di kelas. Mulai dari membuat skenario pembelajaran memilih metode, media, juga alat evaluasi bagi anak didiknya. Karena bagaimanapun dalam proses belajar mengajar sebagian besar hasil belajar peserta didik ditentukan oleh peranan guru. Guru yang cerdas dan kreatif akan mampu menciptakan suasana belajar yang efektif dan efisien sehingga pembelajaran tidak berjalan sia-sia. b) kompetensi kepribadian Berperan sebagai guru memerlukan kepribadian yang unik. Kepribadian guru ini meliputi kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, jujur dan berwibawa yang menjadi teladan bagi peserta didik serta berakhlak mulia. Seorang guru harus mempunyai peran ganda. Peran tersebut diwujudkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Pada kondisi tertentu adakalanya guru harus berempati pada
siswanya atau harus
bersikap
kritis.
Berempati
maksudnya guru harus dengan sabar menghadapi keinginan siswanya juga harus melindungi dan melayani siswanya tetapi disisi lain guru juga harus bersikap tegas jika ada siswanya berbuat salah. c) kompetensi profesional Pekerjaan seorang guru adalah merupakan suatu profesi yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Profesi adalah pekerjaan yangmemerlukan keahlian
24 khusus tertentu dan biasanya dibuktikan dengan sertifikasi dalam bentuk ijazah. d) kompetensi sosial Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan diri dalam menghadapi orang lain. Dalam peraturan pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan kompensasi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta pendidikan, dan masyarakat sekitar. Menurut Deroche (1987:68), tugas dan tanggung jawab guru terdiri : (1) guru sebagai pengajar, (2) guru sebagai pembimbing, dan (3) guru sebagai administrator kelas. Sahertian (1990:29) menyebutkan bahwa kinerja mengajar guru harus meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Memelihara suasana yang ramah dan bersahabat, meliputi: a) Menggunakan sebuah pendekatan yang positif dengan kelompok sebagai satu keseluruhan b) Memberikan pujian, dorongan, semangat, pengakuan dan perhatan pada individu-individu c) Mendengarkan keluhan dan aspirasi para siswa d) Menunjukkan ketegasan dan membagi kehangatan dalam suasana santai e) Memberikan balikan yang positif dan batuan dalam kaitannya dengan usaha akademis 2) Memanfaatkan teknik yang kreatif dan merangsang, meliputi : a) Menggunakan berbagai bentuk pengelompokan untuk memenuhi kebutuhan
25 b) Membimbing para siswa di dalam mengajukan dan membahas berbagai alternatif c) Menunjukkan antusiasme d) Menciptakan berbagai pengalaman belajar yang menantang dan menarik e) Menyajikan berbagai materi pelajaran 3) Memberikan penguat/ganjaran, meliputi : a) Menerima atau menggunakan gagasan atau pemikiran para siswa b) Memberikan penguatan yang segera bagi kinerja yang berhubungan dengan akademis dan perilaku yang positif c) Menggunakan sebuah sistem pemberian penghargaan yang intrinsik dan ekstrinsik d) Menyusun kegiatan pemberian atau ganjaran yang berhubungan dengan pelajaran dalam sekuensi instruksional e) Memanfaatkan sistem penilaian yang jelas dengan standar fleksibel serta nilai yang sifatnya tidak menghukum 4) Mendorong kebebasan dan tanggung jawab, meliputi : a) Melibatkan siswa dalam pembuatan keputusan dan pengembangan rencana b) Menciptakan situasi belajaran mandiri c) Menciptakan mobilitas siswa di dalam kelas d) Membimbing para siswa untuk menentukan pola belajar yang paling efektif e) Membuat berbagai materi dan sumber daya yang tersedia untuk pilihan bagi para siswa f) Membangkitkan semangat para siswa ke arah displin dan ekspresi diri g) Memperkuat inisiatif dan evaluasi diri siswa
26 5) Mengorganisir pembelajaran, meliputi : a) Mendiagnosis kebutuhan belajar siswa b) Mengelompokkan siswa atas dasar data diagnostik c) Membuat tujuan yang khusus bagi pelajaran, aktivitas dan unit d) Membedakan aktivitas belajar yang sesuai kebutuhan individu siswa e) Memilih materi dan sumber daya yang tersedia dan menggunakan secara sistematis f) Memanfaatkan berbagai teknik dan metode mengajar g) Membangkitkan semangat para siswa untuk mencari berbagai generalisasi h) Memberikan evaluasi foratif dan sumatif i) Memanfaatkan data evaluasi dalam membuat perubahan penting dalam pembelajaran Berdasarkan uraian tentang kinerja di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud kinerja adalah pencapaian yang dihasilkan dari pekerjaan seseorang. 2.2. Pelaksanaan Supervisi Pengertian supervisi menurut Burton dan Bruceckner (1955:13) adalah: “Supervision is an expert technical service primarily aimed at studying and improving cooperatively all factors which affect child growth and develompment “. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan: Supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Purwanto (1998:76) menyatakan bahwa supervisi yang dimaksud adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan tugas mereka secara efektif. Sergiovanni
dan
Starratt (1993:267), secara umum menyatakan:
27 “supervision is a process designed to help teachers and supervisors learn more about their practice; to be better able to use their knowledge and skills to better serve parents and schools; and to make the school a more effective learning community”. Pernyataan Sergiovanni dan Starratt dapat diartikan supervisi adalah suatu proses yang dirancang untuk membantu para guru dan pengawas mempelajari lebih lanjut tentang praktek mereka, untuk menjadi lebih mampu menggunakan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk lebih melayani orang tua dan sekolah, dan membuat sekolah komunitas belajar yang lebih efektif. Beberapa pendapat diatas menegaskan bahwa supervisi adalah layanan dan bantuan yang terencana diberikan supervisor kepada guru-guru dan para staf sekolah lainnya agar mereka dapat meningkatkan kemampuannya untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan yang lebih efektif dan efisien.Karakteristik supervisi pengajaran, berbeda dengan supervisi pada industri manufaktur atau jenis pekerjaan lainnya. Perbedaan pertama adalah dari segi karakteristik pekerjaan yang disupervisi. Pekerjaan mengajar tentu tidak dapat disamakan dengan pekerjaan manual di perusahaan, karena mengajar yang dihadapai adalah peserta didik, melibatkan unsur intelektual dan emosional, sehingga sifat pekerjaannya tidak rutin. Kata kunci dalam supervisi pengajaran bukanlah pengawasan, namun bantuan pada guru untuk meningkatkan pembelajaran (Oliva, 1984:9). Perbedaan kedua adalah pada aspek tujuan. Supervisi pengajaran tujuan akhirnya tidak hanya pada kinerja guru, namun harus sampai pada meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik. Seperti ditegaskan oleh Glickman (1981:4-5) bahwa supervisi pengajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar mengajar demi pencapaian tujuan
28 pengajaran. Inilah tujuan ideal dari supervisi pengajaran. Apabila konsep-konsep ideal tersebut dilaksanakan, maka dapat diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia akan meningkat secara signifikan. Menurut Sergiovanni (1982:67-80), mengemukakan berbagai pendekatan supervisi, antara lain (a) supervisi ilmiah (scientific supervision), (b) supervisi klinis (cli-nical supervision), (c) supervisi artistik, (d) integrasi di antara ketiga pendekatan tersebut. Sergiovanni (1982) memusatkan perhatian pada ketiga pendekatan supervisi tersebut. Penjelasan pendekatan-pendekatan tersebut sebagai berikut: 1) Supervisi Ilmiah Pengawasan ilmiah adalah salah satu model awal supervisi yang didasarkan pada kontrol, akuntabilitas dan efisiensi. Dalam model ini, fokus pada penilaian guru, pengukuran obyektif pada instrumen dalam mengajar, penggunaan tes standar. Model ini guru hanya melaksanakan instruksi. Kekuatan model ini adalah terletak pada efisiensi sistemnya. Namun kelemahannya adalah dalam model ini guru sebagai obyek semata dari sebuah kebijakan atau supervisi yang dilakukan oleh pengawas. Para guru tidak memiliki kesempatan mencari bantuan dari pengawas. Model ilmiah sudah mulai diterapkan dalam pelaksanaan supervisi. Model ilmiah ini memang sangat dipengaruhi oleh gerakan manajemen ilmiah yang diterapkan di dunia industri. Oleh karena itu, pendekatan ini memandang: (a) kegagalan guru dalam mengajar, harus dilihat dari segi kejelasan pengaturan serta pedoman-pedoman kerja yang disusun untuk guru. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini, kegiatan mengajar harus dilandasi oleh penelitian, agar dapat dilakukan perbaikan secara tepat, (b) supervisi ilmiah dipandang sebagai penerapan penelitian ilmiah dan metode pemecahan masalah secara ilmiah bagi penyelesaian
29 permasalahan yang dihadapi guru di dalam mengajar. Supervisor dan guru bersamasama mengadopsi kebiasaan eksperimen dan mencoba berbagai prosedur baru serta mengamati hasilnya dalam pembelajaran, (c) supervisi ilmiah dipandang sebagai democratic ideology. Maksudnya setiap penilaian atau judgment terhadap baik buruknya seorang guru dalam mengajar, harus didasarkan pada penelitian dan analisis statistik yang ditemukan dalam action research terhadap problem pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Intinya supervisor dan guru harus mengumpulkan data yang cukup dan menarik kesimpulan mengenai problem pengajaran yang dihadapi guru atas dasar data yang dikumpulkan. Hal ini sebagai perwujudan terhadap ideologi demokrasi, di mana seorang guru sangat dihargai keberadaannya, serta supervisor menilai tidak atas dasar opini semata dan (d) pandangan tersebut tentunya sampai batas tertentu saat ini masih relevan untuk diterapkan. Pandangan bahwa guru harus memiliki pedoman yang baku dalam mengajar, perlu juga dipertimbangkan. Demikian pula pendapat bahwa guru harus dibiasakan melakukan penelitian untuk memecahkan problem mengajarnya secara ilmiah, dapat pula diadopsi. Pandangan terakhir tentunya harus menjadi landasan sikap supervisor, di mana ia harus mengacu pada data yang cukup untuk menilai dan membina guru. Model ini mempunyai ciri-ciri: terencana, kontinyu, sistematis, prosedural, objektif, dan menggunakan instrumen. Model ilmiah memiliki ciri-ciri yaitu: (a) dilaksanakan secara bersamaan dan kontinyu, (b) sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, (c) menggunakan instrumen pengumpulan data dan (d) ada data yang obyektif diperoleh dari keadaan yang riil. Dengan menggunakan check list atau skala penilaian. 2) Supervisi Artistik
30 Supervisi artistik dapat dikatakan sebagai antitesa terhadap supervisi ilmiah. Supervisi ini bertolak dari pandangan bahwa mengajar, bukan semata-mata sebagai science tapi juga merupakan suatu art (seni). Oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam meningkatkan kinerja mengajar guru juga harus mempertimbangkan dimensi tersebut. Pendekatan supervisi artistik, ialah pendekatan yang menekankan pada sensitivitas, perceptivity, dan pengetahuan supervisor untuk mengapresiasi segala aspek yang terjadi di kelas, dan kemudian menggunakan bahasa yang ekspresif, puitis serta ada kalanya metaforik untuk mempengaruhi guru agar melakukan perubahan terhadap apa yang telah diamati di dalam kelas. Dalam supervisi ini, instrumen utamanya bukanlah alat ukur atau pedoman observasi, melainkan manusia itu sendiri yang memiliki perasaan terhadap apa yang terjadi. Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (suasana) kependidikan di sekolah. Supervisi ilmiah paradigmanya identik dengan penelitian kuantitatif sementara itu supervisi artistik lebih dekat dengan pendekatan penelitian kualitatif. Beberapa ciri yang khas tentang model supervisi yang artistik menurut (Sahertian, 2000:17) adalah: (a) supervisi yang artistik memerlukan perhatian agar lebih banyak mendengarkan dari pada banyak berbicara, (b) supervisi artistik memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup/keahlian khusus, untuk memahami apa yang dibutuhkan seseorang yang sesuai dengan harapannya, (c) supervisi yang artistik sangat mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi muda, (d) model artistik terhadap supervisi, menuntut untuk memberi perhatian lebih banyak terhadap proses kehidupan kelas dan proses itu diobservasi sepanjang waktu tertentu, sehingga diperoleh
31 peristiwa-peristiwa yang signifikan yang dapat ditempatkan dalam konteks waktu tertentu dan (e) model artistik terhadap supervisi memer-lukan laporan yang menunjukkan bahwa dialog antara supervisor yang supervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. 3) Supervisi Klinis Supervisi klinis berangkat dari cara pandang kedokteran, yaitu untuk mengobati penyakit, harus terlebih dahulu diketahui apa penyakitnya. Inilah yang harus dilakukan oleh supervisor terhadap guru apabila ia hendak membantu meningkatkan kualitas pembelajaran. Supervisi klinis dilakukan melalui tahapantahapan: (a) pra-observasi, yang berisi pembicaraan dan kesepakatan antara supervisor dengan guru mengenai apa yang akan diamati dan diperbaiki dari pengajaran yang dilakukan, (b) observasi, yaitu supervisor mengamati guru dalam mengajar sesuai dengan fokus yang telah disepakati, (c) analisis, dilakukan secara bersamasama oleh supervisor dengan guru terhadap hasil pengamatan, dan (d) perumusan langkah-langkah perbaikan, dan pembuatan rencana untuk perbaikan. Supervisi klinis dikembangkan pertama kali berdasarkan gagasan diagnosis dan perlakuan di bidang medis oleh Morris Cogan tahun 1950 di sebuah sekolah laboratorium di Universitas Harvard. Pendekatan ini dipengaruhi oleh teori behavioristik. Kata "klinis" menunjuk pada komunikasi antara guru dengan supervisor dalam pemecahan masalah reflektif, target secara langsung masing-masing kelas, dan terfokus pada guru sebagai agen perubahan memiliki kapasitas mengembangkan kemampuan guru untuk bertanggung jawab menganalisis kinerja mereka, terbuka membantu orang lain, dan mengarahkan diri sendiri. dilakukan dalam bentuk proses
32 tatap muka yang memungkinkan supervisor dan guru bersama membahas dan menganalisis masalah pembelajaran yang terjadi di kelas dan menemukan mengatasi masalah
tersebut. Hal ini, senada dengan ungkapkan Sergiovanni dan Starratt
(2002:222) bahwa supervisi klinis sebagai kontak tatap muka dengan guru dengan maksud meningkatkan pembelajaran dan meningkatkan pertumbuhan profesional. Tata cara penerapan konsep supervisi di lapangan variatif. Implementasi atau Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam tiga tahapan yaitu: tahap pertemuan pendahuluan, tahap pengamatan dan tahap pertemuan balikan. Rangkaian tahapantahapan tersebut berbentuk siklus. Pada tahap pertama, yaitu menyangkut pra-observasi diperlukan adanya komunikasi dan kesepakatan. Dalam proses ini adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara pengawas dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah atau pengawas, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, yang bertujuan untuk mengidentifikasi guru yang terampil/baik dan yang kurang terampil/baik dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian. Komunikasi antara supervisor dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar menerima supervisi sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, sangat diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik.
33 Dalam upaya memperjelas program supervisi tentu diperlukan suatu cara-cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Tahap selanjutnya adalah melakukan observasi atau kunjungan langsung. Dalam hal ini perlu memperhatikan berbagai aspek yang perlu dilakukan dalam observasi, seperti observasi kelas dan pertemuan individual tatap muka dengan guru. Dalam melaksanakan tahap ini dapat dilihat pada instrumen yang digunakan dan intensitas observasi itu sendiri. Kunjungan kelas adalah observasi mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru. Tujuan kunjungan ini adalah semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau masalah mereka di dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, guru-guru dibantu melihat dengan jelas masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong mereka untuk menemukan alternatif pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa dilaksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan bisa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri. Ada empat tahap kunjungan kelas. Pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Ketiga, tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, sedang-kan tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: (1) memiliki tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki kemampuan guru; (3) menggunakan instrumen observasi tertentu untuk mendapatkan data yang
34 obyektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina sehingga menimbulkan sikap saling pengertian; (5) pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu proses belajar mengajar; (6) pelaksanaannya diikuti dengan program tindak lanjut. Selain observasi tersebut adalah observasi kelas. Observasi kelas secara sederhana bisa diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap gejala yang nampak. Observasi kelas adalah teknik observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Tujuannya adalah untuk memperoleh data seobyektif mungkin mengenai aspek-aspek dalam situasi belajar mengajar, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam usaha memperbaiki proses belajar mengajar. Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses pembelajaran yang sedang berlangsung adalah: 1) usaha-usaha dan aktivitas gurusiswa dalam proses pembelajaran, 2) cara penggunaan media pengajaran, 3) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar, 4) keadaan media pengajaran yang dipakai dari segi materialnya (Depdiknas, 2008:18-21). Pelaksanaan observasi kelas ini melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan observasi kelas; (4) penilaian hasil observasi; dan (5) tindak lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya supervisor menggunakan instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative checklist, activity checklist. Tahap selanjutnya adalah analisis bersama, dimana diskusi dan evaluasi menjadi aspek utamanya. Sesuai dengan paradigma baru manajemen sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar bukan hanya menjadi otoritas pengawas. Hasil monitoring yang dilakukan pengawas hendaknya
35 disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah dan guru. Secara bersama-sama pihak sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan. Forum untuk ini dapat berbentuk
Focused Group Discussion (FGD), yang melibatkan unsur-unsur
stakeholder sekolah. Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan. Tujuan dari FGD adalah untuk menyatukan pandangan stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Kegiatan
evaluasi ditujukan untuk
mengetahui sejauhmana kesuksesan
pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk (a) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (b) mengetahui keberhasilan program, (c) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (d) memberikan penilaian (judgement) terhadap sekolah. Salah satu bentuk evaluasi yang dapat dilakukan dalam tahap ini adalah pelaksanaan penilaian diri sendiri. Menilai diri sendiri merupakan satu teknik individual dalam supervisi pendidikan. Penilaian diri sendiri memberikan informasi secara obyektif kepada guru tentang peranannya di kelas dan memberikan kesempatan kepada guru mempelajari metoda pengajarannya dalam mempengaruhi murid. Semua ini akan mendorong guru untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya. Nilai diri sendiri merupakan tugas yang tidak mudah
36 bagi guru. Untuk mengukur kemam-puan mengajarnya, di samping menilai muridmuridnya, juga menilai dirinya sendiri. Ada beberapa cara atau alat yang dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain sebagai berikut: a) Suatu daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup maupun terbuka, dengan tidak perlu menyebut nama, b) Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja dan c) Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan, baik mereka bekerja secara perorangan maupun secara kelompok (Depdiknas, 2008:25). Sebagai langkah terakhir dalam supervisi adalah rencana tindakan perbaikan atau revisi. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut. a) Menanyakan perasaan guru pada saat mengajar. b) Mereviu keterampilan guru saat mengajar. c) Menanyakan perasaan guru saat mengajar. d) Menunjukkan data hasil rekaman dan memberikan kesempatan kepada guru untuk menafsirkan data tersebut. e) Supervisor bersama guru menginterpretasi data rekaman. f) Menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data tersebut. g) Menyimpulkan hasil yang sebenarnya berdasarkan rekaman data. h) Supervisor dan guru bersama-sama menentukan dan mendorong guru untuk merencanakan hal-hal yang perlu diperbaiki pada kesempatan berikutnya. Prinsip-prinsip supervisi menurut Sahertian (2000:20) adalah supervisi hendaknya bersifat ilmiah yang mencakup unsur-unsur:
37 a) sistematis, berarti dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinyu; prinsip ini sangat
menekankan
adanya
prosedur
dalam
supervisi
dapat
diper-
tanggungjawabkan secara ilmiah, didasarkan pada sebuah konsep ilmu yang memadai. Dengan kata lain, tidak bisa supervisi dilakukan asal-asalan atau hanya karena keinginan kepala sekolah atau pengawas, b) objektif, artinya data yang didapat berdasarkan pada observasi nyata, bukan tafsiran pribadi. Dalam prinsip ini berarti pelaksanaan supervisi harus dihindari kepentingan pribadi supervisor tetapi didasarkan pada fakta atau data yang bisa diuji kebenarannya oleh siapa saja, c) menggunakan alat (instrumen) yang dapat memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar. Prinsip ini mendukung prinsip sebelumnya, yaitu obyektif sehingga memerlukan alat yang terukur dalam menilai, d) supervisi dilakukan berdasarkan prinsip demokratis, bukan karena takut atau karena intimidasi atasan,tetapi dilakukan atas dasar kekeluargaan, melalui musyawarah, saling memberi dan menerima. Supervisi dilaksanakan dengan menempatkan baik yang diawasi dan yang mengawasi mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam kedudukan seimbang, e) supervisi dilakukan dengan cara bekerja sama atau kooperatif dan selalu mengarahkan kegiatannya untuk mencapai tujuan bersama dengan menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik, f) supervisi dilakukan atas dasar kreativitas dan inisiatif guru sendiri dimana supervisor hanya memberikan contoh dan dorongan agar tercipta situasi belajar mengajar yang lebih baik,
38 g) supervisi dilakukan secara terbuka, tidak sembunyi-sembunyi, melainkan dengan cara terus-terang melalui pemberitahuan resmi atau tidak resmi sehingga guru yang akan disupervisi tahu bahwa dirinya akan disupervisi, h) supervisi hendaknya dilakukan secara profesional, berkesinambungan, dan teratur sehingga diharapkan tercipta self supervision. Berdasarkan uraian tentang supervisi di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud pelaksanaan supervisi adalah proses membantu guru dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran. 2.3. Motivasi Istilah motivasi berasal dari kata latin yaitu movere yang berarti dorongan atau mengerakan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan kepada sumber daya manusia pada umumnya dan bawahan pada khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerjasama secara produktif dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan.Di bawah ini merupakan pengertian dari motivasi yang diungkapkan oleh para ahli sebagai berikut. Cardoso (2002:177) mendefinisikan sebagai berikut ini: “motivation is defined as goal-directed behaviour. It concerns the level of effort one exerts in pursuing a goal…. It is closely related to employee satisfaction and job performance.” Motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan kinerja. Menurut Veithzal (2005:455), mengatakan bahwa pengertian motivasi kerja adalah sebagai berikut: “motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
39 individu”. Marihot (2003:321), mengatakan bahwa pengertian motivasi adalah sebagai berikut: “faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras”. Mathis and Campbell (2001:89), mengatakan bahwa pengertian motivasi kerja adalah sebagai berikut: ”motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan”. Motivasi keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan (GR. Terry) yang dikutip oleh Hasibuan (2005:145). Motivasi merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakantindakan tertentu
(Liang Gie, yang dikutip oleh Samsudin (2006:281). Motivasi
adalah keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian, yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001: 66 ). Pengertian motivasi secara umum berbeda dengan semangat kerja, namun mempunyai keterkaitan. Semangat kerja menitikberatkan pada keinginan dan kesunggungan. Dalam pengertian ini semangat kerja merupakan tingkah laku para karyawan yang bekerja dengan kondisi lebih optimal dari seseorang. Sedangkan motivasi lebih menekankan pada aspek kebutuhan sebagai motiv untuk berpelaku (Hasibuan, 2004:94). Ketika motivasi seseorang kuat, maka dapat dimungkinkan akan muncul semangat kerja yang optimal. Dengan kata lain, semangat kerja itu perilaku yang optimal, sedangkan motivasi adalah kondisi yang dapat menyebabkan semangat tersebut.
40 Berikut ini adalah beberapa teori motivasi. a) Teori Kebutuhan (Maslow's Model) Model Maslow Ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan butuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja. Menurut Maslow, pada umumnya terdapat hirarki kebutuhan manusia, yang dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Hirarki Kebutuhan Manusia Keterangan: 1) kebutuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan, minuman, istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang atau pun barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebuluhan utama ini,
41 2) kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri. Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau aktualisasi diri. Kebuluhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan individu untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif. b) Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland) David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada pencapaian motivasi. David McClelland dalam (Hasibuan,2000:162) dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yaitu. 1) Motivasi untuk berprestasi (n-ACH). Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi berhubungan dengan perangkat standar, untuk mencapai kesuksesan. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. 2) Motivasi untuk berkuasa (n-pow). Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
42 McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. 3) Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil). Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. c) Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg) Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli psikolog klinis dan dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang manajemen dan teori motivasi. Frederick Herzberg (Hasibuan, 2000:177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor hygine dan motivation. Menurut pendapat Herzberg faktor hygines tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berkinerja baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktorfaktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Faktor motivation merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis).Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan orga-nisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini
43 membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999:13). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) dan faktor kesehatan (hygienes factor). Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor motivator yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor hygienes yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2002 :107).Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible). Menurut Herzberg faktor hygienis tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995:139). Faktor motivation merupakan faktor yang mendorong se-mangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih
44 memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999:13). Herzberg (dalam Hasibuan, 1996:108) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu: 1) hal-hal yang mendorong pegawai/ karyawan adalah pekerjaan yang menan-tang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu, 2) hal-hal yang mengecewakan pegawai/ karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lainnya, 3) pegawai/karyawan, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. Faktor hygines atau pemeliharaan adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi lalu makan lagi dan seterusnya.Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal yang masuk dalam kelompok dissatisfiers seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, kendaraan dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya. Hilangnya faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya pegawai/karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak pegawai/ karyawan yang keluar. Faktor-faktor pemeliharaan ini perlu mendapat
45 perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Menurut Herzberg maintenance factors bukanlah alat motivator melainkan keharusan yang harus diberikan oleh pimpinannya kepada mereka demi kesehatan dan kepuasan bawahannya. Faktor motivation menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan kelompok satisfiers, adapun yang masuk dalam kelompok
satisfiers menurut Hasibuan
(1996:110) antara lain. a) Prestasi. Kebutuhan karyawan untuk lebih maju, lebih mengembangkan diri dan pencapaian prestasi kerjanya. Setiap orang yang bekerja tentu berharap ingin maju dan berprestasi dengan harapan dia akan memperoleh imbalan yang baik pula dari organisasi. b) Pengakuan. Kebutuhan psikologis yang dapat mendorong karyawan adalah adanya pengakuan atas diri, capaian prestasi kerjanya. Pengakuan ini dalam berbagai bentuk bisa berupa penghargaan atas prestasi, kesempatan berpartisipasi dan lainnya. Bahwa keberadaan karyawan menjadi penting dalam organisasi. c) Pekerjaan itu sendiri. Setiap pekerjaan memiliki tantangannya sendiri, resiko dan daya tarik. Pekerjaan sebagai guru memiliki tantangan bagi seseorang untuk mem-buktikan kemampuan
46 maupun eksistensinya. Selain itu, nilai lebih serta ada-nya jaminan kehidupan melalui pekerjaan menjadi motivasi tersendiri. d) Tanggungjawab. Setiap pekerjaan menuntut adanya tanggung jawab. Setiap jenjang pekerjaan memiliki beban dan tanggung jawab berbeda. Ketika seseorang menduduki posisi atau jabatan tertentu dia memiliki tanggung jawab yang besar. Bekerja sebagai guru, tidak hanya dituntut tanggung jawab kepada atasan semata, tetapi lebih luas, yaitu orang tua, masyarakat luas dan masa depan siswanya. e) Kesempatan untuk maju. Manusia mempunyai rasa ingin tahu, kehendak untuk maju, baik untuk kehidupan dan kemampuannya. Seseorang yang bekerja di suatu tempat tentu berharap akan terus berkembang kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan pada beberapa uraian di atas, yang dimaksud motivasi pada penelitian ini yang dimaksud dengan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan seseorang dalam melakukan sesuatu yang terarah sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat dua variabel pokok, yaitu : 1) Variabel Bebas (X). Variabel independen atau variabel bebas adalah variabelvariabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: pelaksanaan supervisi (X1) dan motivasi kerja (X2). 2) Variabel Terikat (Y). Variabel dependen atau variabel terikat yaitu variabel yang besar kecilnya ditentukan oleh variabel bebas. Sesuai dengan konsep penelitian ini, maka yang dijadikan sebagai variabel terikat yaitu: kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kalimantan Selatan. Instrumen penelitian ini berupa angket. Angket digunakan untuk menggali data karena informasi yang akan diperoleh berkaitan dengan pelaksanaan supervisi, motivasi dan kinerja sebagaimana dipersepsikan oleh para guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Ada tiga angket yang digunakan untuk mengumpulkan data: (1) angket pelaksanaan supervisi, (2) angket tentang motivasi, dan (3) angket tentang kinerja guru. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen daftar pertanyaan tertulis atau kuesioner. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket tertutup. Tujuan pembuatan angket dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk memperoleh informasi reliabilitas dan validitas sebaik mungkin. Sedangkan alasan digunakannya angket berdasarkan beberapa pertimbangan sebagaimana dikemukakan oleh Hair, dkk, (1998) yaitu: (1) menjamin kerahasiaan responden. (2) memberikan peluang waktu yang cukup bagi responden untuk berfikir,
48 (3) menjangkau banyak orang sccara serempak. (4) terdokumentasi dan dapat direfleksi dengan baik, dan (5) dapat dilaksanakan dengan tatap muka ataupun tanpa tatap muka. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini angket tertutup yakni angket yang dikonstruksi dalam bentuk pertanyaan yang disertai dengan kemungkinan jawaban yang dapat dipilih oleh responden sendiri. Angket merupakan daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subyek, baik secara individu maupun secara kelompok untuk mendapatkan informasi tertentu seperti referensi, keyakinan, minat, dan perilaku (Arikunto, 2002). Untuk memperoleh informasi yang diinginkan dengan menggunakan kuesioner, peneliti bisa tidak secara langsung bertemu dengan subyek. Penggunaan kuesioner terbilang relatif ekonomis dan menjadi teknik yang paling banyak digunakan menggali informasi dari subyek. 3.2. Definisi Operasional Variabel Berkenaan dengan variabel penelitian, beberapa variabel yang digunakan pada penelitian ini dapat didefinisikan. 1. Kinerja adalah pencapaian yang dihasilkan dari pekerjaan seseorang. Dalam penelitian ini kinerja seorang guru diukur dengan indikator: a) kehadiran, b) dokumen/perangkatpembelajaran, c) media pembelajaran, d) prestasi belajar siswa, e) prestasi olahraga, f) pengelolaan kelas, g) pemanfaatan waktu, h) tingkat ketuntasan, i) perhatian terhadap siswa, j) ramah, dan k) adil. 2. Pelaksanaan supervisi adalah proses membantu guru dalam melaksanakan tugastugas pembelajaran. Dalam penelitian ini pelaksanaan supervisi diukur dengan indikator: a) kesepakatan, b) komunikasi, c) instrumen, d) intensitas, e) diskusi, f) evaluasi, dan g) perencanaan tindakan
49 3. Motivasi adalah kondisi yang menggerakkan seseorang dalam melakukan sesuatu yang terarah sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam penelitian ini motivasi dijabarkan ke dalam dua hal pokok, yaitu: a) faktor motivator dan b) faktor hygiene. Faktor motivator adalah faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan isi pekerjaan (job content). Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan dan sebagainya. Dalam penelitian ini factor motivator diukur dengan beberapa indikator, yaitu: a) kesempatan berprestasi, b) penghargaan, c) pekerjaan itu sendiri, d) tanggung jawab dan e) kesempatan untuk maju. Faktor hygiene tidak berhubungan langsung dengan kepuasan suatu pekerjaan, tetapi berhubungan langsung dengan timbulnya suatu ketidakpuasan kerja (dissatiesfier). Faktor hygiene diukur dengan beberapa indikator, yaitu: a) kebijakan sekolah, b) kualitas supervisi, c) hubungan, d) gaji, dan e) kondisi. 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di SDN Percotohan Surgi Mufti 5 Banjarmasin Utara pada tanggal 14 Nopember 2016. 3.4. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin.Dalam penelitian ini guru yang dimaksud adalah guru tetap yang diangkat oleh pemerintah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Sekolah Dasar Negeri di Kota Banjarmasin. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin tahun 2015/2016 diketahui bahwa jumlah guru tetap pendidikan jasmani sebanyak 232 orang. Selanjutnya dengan menggunakan rumus Solvin (Umar,
50 𝑁
2002:146) berikut dapat diketahui besaran sampel yang dibutuhkan𝑛 = (1+𝑁𝑒 2 ) , dengan n adalah sampel, N adalah populasi (232), dan e adalah derajat kesalahan (0,05). Berdasarkan perhitungan rumus Solvin tersebut dihasilkan jumlah sampel sebesar 148 orang. Jumlah guru yang dijadikan sampel diambil secara rambang dari masing-masing Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Pengambilan sampel menggunakan teknik proporsional dan rambang sistematis (Ary, 1985; Ardhana, 1987). Teknik proposional mangacu pada presentasi jumlah guru pendidikan jasmani tetap yang diambil pada setiap sekolah, sementara rambang sistematis mengacu pada pemilihan sampel dengan menyusun daftar guru tetap di masing-masing sekolah, kemudian diambil nomor urut kelipatan tertentu dan daftar nama guru itu. Penggunaan teknik rambang dimaksudkan untuk memberi peluang yang sama kepada semua anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel penelitian (Ary., dkk, 1985; Ardhana, 1987). 3.5. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat korelasional yang berupaya menganalisis dan menjelaskan ada tidaknya hubungan antara variabel-variabel yang diteliti berdasarkan koefesien kolerasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan supervisi, budaya sekolah, semangat kerja, motivasi dan kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kalimantan Selatan. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif eksplanatif. Dengan penelitian kuantitatif, berarti penelitian ini banyak menggunakan angka, mulai pengumpulan data, analisis data serta hasilnya (Arikunto, 2002:10). Pendekatan kuantitatif, yang dimaksudkan untuk menguji pengaruh antara variabel pelaksanaan supervise dan motivasi kerja terhadap kinerja guru.
51 Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini dapat dilihat dari sifat hubungan antar variabel termasuk penelitian eksplanasi (exsplanatory) yaitu penelitian yang dimaksudkan menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan dan pengaruh antara satu variabel dengan variabel lain. Penelitian eksplanasi dapat diartikan bahwa penelitian ini bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antar satu variabel dengan variabel lain (Sugiyono, 2010:11). Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan path analysis dengan SEM yang dapat mengestimasi besarnya hubungan kausal sejumlah variabel dan hirarki kedudukan masing-masing variabel dalam rangkaian hubungan kausal, baik secara langsung maupun tak langsung (Kerlinger, 1985). Untuk menganalisis kekuatan hubungan variabel eksogen terhadap endogen, antara variabel endogen dan endogen dilakukan dengan analisis model persamaan struktur (Struktural Equation Modelling / SEM). 3.6. Instrumen Penelitian Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui instrumen yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) identifikasi terhadap variabel, sesuai dengan rumusan masalah, (2) menjabarkan variabel ke subvariabel, (3) mencari indikator pada subvariabel, (4) menderetkan diskriptor dari setiap indikator yang kemudian dirumuskan menjadi pertanyaan, dan (5) melengkapi instrumen dengan kata pengantar (Arikunto. 2002).Berdasarkan kajian teori yang sudah dibahas dalam bab 2, maka instrumen penelitian disusun berdasarkan penjabaran operasional dari setiap variabel penelitian seperti tampak dalam tabel berikut:
52 Tabel 3.1. Variabel, Sub Variabel, Indikator, Nomor Butir Pertanyaan. Variabel
Sub Variabel
Indikator
Nomor Butir Pernyataan
PelaksanaanSuperv PraObservasi
Kesepakatan
1, 2, 3
isi
Komunikasi
4
Instrumen
5, 6
Intensitas
7
Analisis
Diskusi
8, 9, 10, 11
Bersama
Evaluasi
12, 13, 14
Perbaikan
Perencanaan tindakan
15, 16, 17, 18
Instrinsik
Kesempatan berpretasi
19, 20
Penghargaan
21
Pekerjaan itu sendiri
22
Tanggung jawab
23, 24, 25
Kesempatan untuk maju
26, 27, 28
Kebijakan sekolah
29, 30
Kualitas supervisi
31, 32
Hubungan
33, 34, 35
Gaji
36
Kondisi
37. 38. 39
Kehadiran
40, 41
Dokumen/perangkatpembe
42, 43
Observasi
Motivasi
Heygines
Kinerja
Hasil
lajaran
Perilaku
Sifat
Media pembelajaran
44, 45, 46
Prestasi belajar siswa
47, 48, 49
Prestasi olahraga
50, 51
Pengelolaan kelas
52, 53
Pemanfaatan waktu
54, 55, 56, 57, 58
Tingkat ketuntasan
59, 60
Perhatian terhadap siswa
61, 62, 63
Ramah
64
Adil
65, 66, 67
53
Berpedoman dengan kisi-kisi pada tabel 3.1, instrumen penelitian dapat dikembangkan dalam bentuk pernyataan berdasarkan indikator yang sudah disebutkan. Untuk variabel pelaksanaan supervisi (X1) terdiri dari 7 item, motivasi kerja (X2) terdiri dari 10 item dan kinerja (Y) terdiri dari 11 item. Sehingga jumlah keseluruhan ada 28 daftar pertanyaan. Sementara skor dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan skalalikert yaitu suatu cara yang lebih sistematis untuk memberikan skor pada indeks (Sugiyono. 2005). Dalam merespon item skala likert ini, responden diminta untuk menunjukkan kesukaannya dengan cara memilih sistem rating kategori yang merentang dari sangat setuju sampai terendah sangat tidak setuju. Penskoran dilakukan dengan memberikan skor tertinggi pada pilihan sangat setuju dan terendah untuk pilihan sangat tidak setuju. Pengukuran masing-masing pertanyaan dengan skala likert sebagai berikut SS=Sangat Setuju dengan skor 5; S=Setuju dengan skor 4; N=Netral/tidak berpendapat dengan skor 3; TS=Tidak Setuju dengan skor 2; STS = Sangat
Tidak
Setuju dengan skor 1; Skor masing-masing item diuji dengan mengkorelasikan dengan skor keseluruhan. Hanya skor yang mempunyai korelasi tinggi yang dipilih menjadi instrumen akhir. Penyusunan instrumen meliputi kegiatan rekonstruksi untuk angket yang disusun sendiri oleh peneliti dan adaptasi untuk instrumen yang telah disusun oleh para ahli dan peneliti sebelumnya. 3.7. Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu: (1) Kuisioner; instrumen ini dipergunakan untuk memperoleh jawaban atas beberapa pertanyaan yang diajukan peneliti dalam kuisioner penelitian yang dibuat sebelumnya. Data
54 melalui kuesioner inilah yang disebut seba-gai data pokok dalam penelitian kuantitatif; (2) Distribusi kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti dengan dibantu beberapa pembantu peneliti. Adapun penarikan kuesioner juga langsung dilakukan peneliti sesuai jumlah responden yang telah menyelesaikan pengisian instrumen. Hal ini dilakukan untuk menjaga keobyektifan jawaban responden. Kuisioner dibagikan kepada 148 guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin; dan (3) Dokumentasi,yaitu melakukan pengumpulan dokumen guru yang berkaitan dengan penelitian, data ini lazimnya disebut data sekunder. Data sekunder adalah untuk menggali data pendukung yang bersumber dari dokumen-dokumen yang relevan yaitu data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, misalnya jumlah guru pendidikan jasmani di Kota Banjarmasin, masa kerja guru dan sebagainya. 3.8. Analisis Data Data dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, selanjutnya diberi nilai (skor) dan ditabulasikan untuk selanjutnya dilakukan analisis. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Oleh sebab itu metode analisis data yang digunakan yaitu statistik diskriptif dan inferential. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel penelitian tanpa menarik generalisasi, data yang telah dikumpulkan selanjutnya ditabulasi dalam tabel dan dilakukan pembahasan atau ulasan secara diskriptif. Deskriptif yang dimaksud pada penelitian ini adalah pemberian angka terhadap data jumlah responden (orang) dan nilai rata-rata (mean) dari jawaban responden maupun berupa prosentase. Deskripsi data menggunakan penilaian acuan absolut atau penilaian acuan patokan dengan skala satu sampai lima berdasarkan skala likert. Pengujian hasil dengan menggunakan statistik inferential
55 untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian, sedangkan model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda.
56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian yang dideskripsikan adalah data dari setiap variabel penelitian yang terdiri dari 3 variabel yaitu variabel pelaksanaan supervisi (X1), motivasi (X2), dan kinerja guru pendidikan jasmani (Y). 1. Deskripsi Data Pelaksanaan Supervisi (X1) Gambaran variabel supervisi
dengan menggunakan fasilitas komputer
program SPSS IBM Versi 20 dapat diketahui nilai minimum, maximum, mean, dan standar deviasi dan histogram data seperti terlihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1 berikut. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Pelaksanaan Supervisi N Pelaksanaan Supervisi
148
Valid N (listwise)
148
Minimum Maximum 59.00
98.00
Mean
Std. Deviation
66.2500
3.69201
Gambar 4.1 Histogram Pelaksanaan Supervisi
57 Selanjutnya berdasarkan deskriptif variabel pelaksanaan supervisi seperti yang terlihat pada gambar 4.2, data supervisi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok interval dengan menggunakan mean ideal dengan hasil perhitungan diberikan pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Distribusi Data Pelaksanaan Supervisi Kelas Interval
Frekuensi
Persen
Kategori
Kurang dari 72
20
13.51
Rendah
72s.d 85
104
70.27
Sedang
Lebih dari 85
24
16.22
Tinggi
148
100.0
Berdasarkan pengelompokan seperti pada tabel 4.2 dapat diartikan bahwa sebagian besar guru pendidikan jasmani di Kota Banjarmasin mengalami pelaksanaan supervisi pada tingkat pelaksanaan supervisi yang sedang. Data empiris berdasarkan penelitian terlihat paling banyak yaitu 104 orang memberikan gambaran bahwa tingkat pelaksanaan supervisi dalam kondisi sedang. 2.
Deskripsi Data Motivasi (X2) Gambaran variabel motivasi dengan menggunakan fasilitas komputer pro-
gram SPSS versi 20 dapat diketahui nilai minimum, maximum, mean, dan standar deviasi dan histogram data seperti terlihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.2 berikut. Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Motivasi
Motivasi Kerja
N
Range
148
36.00
Minimum Maximum 69.00
105.00
Mean
Std. Deviation
77.2162
3.94269
58
Gambar 4.2 Histogram Motivasi Selanjutnya berdasarkan deskriptif variabel motivasi seperti yang terlihat pada gambar 4.2, data motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok interval dengan menggunakan mean ideal dengan hasil perhitungan diberikan pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Distribusi Data Motivasi Kelas Interval
Frekuensi
Persen
Kategori
Kurang dari 81
15
10.14
Lemah
81s.d 93
121
81.76
Sedang
Lebih dari 93
12
8.11
Kuat
148
100.0
Berdasarkan pengelompokan pada tabel 4.4 dapat diartikan bahwa sebagian besar guru pendidikan jasmani di Kalimantan selatan mempunyai tingkat motivasi yang sedang. Data empiris berdasarkan penelitian terlihat paling banyak yaitu 121 orang memberikan gambaran bahwa tingkat motivasi dalam kondisi sedang. 3. Deskripsi Data Kinerja (Y) Gambaran variabel kinerja dengan menggunakan fasilitas komputer program SPSS versi 20 dapat diketahui nilai minimum, maximum, mean, dan standar deviasi dan histogram data seperti terlihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.3 berikut.
59 Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel Kinerja N
Range
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Kinerja Guru
148
20.00
103.00
123.00
114.0270
3.73428
Gambar 4.3 Histogram Kinerja Selanjutnya berdasarkan deskriptif variabel kinerja seperti yang terlihat pada gambar 4.3, data kinerja dikelompokkan ke dalam tiga kelompok interval dengan menggunakan mean ideal dengan hasil perhitungan diberikan pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Distribusi Data Kinerja Guru Kelas Interval
Frekuensi
Persen
Kategori
Kurang dari 109.5
19
12.8
Lemah
109.5 s.d 116
92
62.2
Sedang
Lebih dari 116
37
25.0
Kuat
148
100.0
60 Berdasarkan pengelompokan pada tabel 4.6 dapat diartikan bahwa sebagian besar guru pendidikan jasmani di Kalimantan Selatan mempunyai tingkat kinerja yang sedang. Data empiris berdasarkan penelitian terlihat paling banyak yaitu 92 orang memberikan gambaran bahwa tingkat kinerja dalam kondisi sedang. 4.2. Pengujian Hipotesis Terdapat 3 buah hipotesis yang diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis maka hipotesis-hipotesis penelitian masing-masing dilakukan pengujian dengan hasil seperti berikut. 1. Hipotesis Pertama Hasil pengujian berdasarkan analisis regresi linear berdasarkan tabel 4.8 digunakan untuk menguji hipotesis seperti berikut: HA1
:
Terdapat kontribusi signifikan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin.
Analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat kontribusi positif pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin dengan R=0.390 (Tabel 4.7), β = 0.390 yang signifikan karena p = 0.00 (Tabel 4.9) yang lebih dari 0.05. Model regresi linear yang terbentuk merupakan model yang signifikan dengan F=40.515 dan Sig.=0.00 (Tabel 4.8).Berdasarkan analisis ini, maka hipotesis yang menyatakan terdapat kontribusi signifikan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin adalah diterima, atau H0 ditolak. Selain itu, besar kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin adalah 15.2% (Tabel 4.7).
61 Tabel 4.7 Model Summary Model
R
1
.390a
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate .152
.148
6.899
a. Predictors: (Constant), Pelaksanaan Supervisi
Tabel 4.8 Hasil Tes Anova Model
Sum of Squares
Regression 1
df
Mean Square
1928.588
1
1928.588
Residual
10758.057
226
47.602
Total
12686.645
227
F
Sig.
40.515
.000b
a. Dependent Variable: Kinerja Guru b. Predictors: (Constant), Pelaksanaan Supervisi
Tabel 4.9 Coefficients Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model B 1
(Constant) Pelaksanaan Supervisi
Std. Error
46.731
4.940
.420
.066
T
Sig.
Beta
.390
9.460
.000
6.365
.000
a. Dependent Variable: Kinerja Guru
2. Hipotesis Kedua Hasil pengujian berdasarkan model struktur SEM berdasarkan tabel 4.11 digunakan untuk menguji hipotesis seperti berikut: HA2
:
Terdapat
kontribusi signifikan motivasi kerja terhadap kinerja guru
pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat kontribusi positif motivasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjaramsin dengan
62 R=0.587 (Tabel 4.12), β = 0.587yang signifikan karena p = 0.00 (Tabel 4.11)yang lebih dari 0.05. Model regresi linear yang terbentuk merupakan model yang signifikan dengan F=118.720 dan Sig.=0.00 (Tabel 4.11). Berdasarkan analisis ini, maka hipotesis yang menyatakan terdapat kontribusi signifikan motivasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin adalah diterima, atau H0 ditolak.Selain itu, besar kontribusi motivasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin adalah 34.1% (Tabel 4.10). Tabel 4.10 Model Summary Model
R
1
.587a
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate .344
.341
6.067
a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja
Tabel 4.11Anova Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
4369.231
1
Residual
8317.414
226
12686.645
227
Total
F
Sig.
4369.231 118.720
.000b
36.803
a. Dependent Variable: Kinerja Guru b. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja
Tabel 4.12Coefficients Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
50.312
2.576
Motivasi Kerja
.272
.025
a. Dependent Variable: Kinerja Guru
t
Sig.
19.529
.000
10.896
.000
Beta
.587
63 3. Hipotesis Ketiga Hasil pengujian berdasarkan model struktur SEM berdasarkan tabel 4.14 digunakan untuk menguji hipotesis seperti berikut: H A3
: Terdapat kontribusi signifikan pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat kontribusi
positif motivasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin dengan R=0.622 (Tabel 4.13), β = 0.220 dan β = 0.514yang signifikan karena p = 0.00 (Tabel 4.15)yang lebih dari 0.05. Model regresi linear berganda yang terbentuk merupakan model yang signifikan dengan F=71.129 dan Sig.=0.00 (Tabel 4.14). Berdasarkan analisis ini, maka hipotesis yang menyatakan terdapat kontribusi signifikan pelaksanaan supervisi dan motivasi terhadap
kinerja guru pendidikan
jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin adalah diterima, atau H0 ditolak. Selain itu, besar kontribusi pelaksanaan supervisi dan motivasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin adalah 38.7%.
64 Tabel 4.13 Model Summary Model
R
1
.622a
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate .387
.382
5.877
a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Pelaksanaan Supervisi Tabel 4.14 Anova Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
4914.206
2
2457.103
Residual
7772.439
225
34.544
12686.645
227
Total
F
Sig.
71.129
.000b
a. Dependent Variable: Kinerja Guru b. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Pelaksanaan Supervisi
Tabel 4.15 Coefficients Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
Sig.
8.281
.000
B
Std. Error
36.111
4.360
Pelaksanaan Supervisi
.237
.060
.220
3.972
.000
Motivasi Kerja
.238
.026
.514
9.297
.000
(Constant) 1
t
a. Dependent Variable: Kinerja Guru
Beta
65 4.3. Pembahasan Temuan Analisis Deskriptif Kondisi masing-masing variabel yang diteliti di lingkungan guru-guru penjasorkes Sekolah Dasar di Kota Banjarmasinyang dipersepsikan oleh guru-guru, secara umum menghasilkan skor yang sedang. Statistik rerata skor mean yang dicapai dari masing variabel-variabel pelaksanaan supervisi, motivasi kerja, dan kinerja guru pada kategori sedang. Kondisi variabel supervisi pada guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin secara umum (72,27%) memiliki nilai berada pada kategori sedang. Kondsisi ini tidak sesuai dengan pendapat Purwanto (1998:76) yang menyatakan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan tugas mereka secara efektif. Sementara itu menurut Sergiovanni
dan
Starratt (1993:267)
menyatakan: supervisi adalah suatu proses yang dirancang untuk membantu para guru dan pengawas mempelajari lebih lanjut tentang praktik mereka, untuk menjadi lebih mampu menggunakan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk lebih melayani orang tua dan sekolah, dan membuat sekolah komunitas belajar yang lebih efektif. Temuan statistik deskriptif
terhadap variabel supervisi ini menunjukkan
bahwa sebagian besar guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin merasa bahwa pelaksanaan supervisi adalah bentuk bimbingan dari supervisor (pengawas atau kepala sekolah) yang bertujuan meningkatkan kinerja guru dirasa penting yang harus diterima oleh seorang guru. Variabel motivasi guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin secara umum (81,76%) memiliki yang berada pada kategori sedang. Temuan statistik diskriptif terhadap variabel motivasi ini menunjukkan bahwa
66 sebagian besar guru-guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin memiliki motivasi yang sedang. Veithzal Rivai (2005:455), mengatakan bahwa motivasi kerja adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sedangkan Marihot (2003:321), mengatakan bahwa motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa faktor-faktor pendorong untuk bekerja yang terjadi pada guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin tergolong sedang, dimana hal ini terjadi karena guru mulai mampu memahami tentang hak dan kewajibannya sebagai guru penjasorkes. Kondisi motivasi ini bila ditingkatkan bisa diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru. Kondisi kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin ditunjukkan oleh hasil analisis statistik deskriptif dengan nilai 62,2%, yang berarti berada pada kategori sedang. Temuan statistik deskriptif terhadap variabel kinerja guru ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru-guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin memiliki kinerja yang sedang. (Stinnent, 1968:59) menyatakan bahwa kinerja merupakan pencapaian aktual yang berbeda dengan potensi kemampuan, kecakapan dan bakat. Jadi kinerja bisa diartikan sebagai prestasi yang nampak sebagai bentuk keberhasilan kerja pada diri seseorang. Kinerja diartikan sebagai prestasi kerja, pencapaian kerja, hasil kerja, unjuk kerja dan penampilan kerja (Lardy dan Farr, 1983:22). Kondisi kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin yang berada pada kategori sedang diduga ada hubunganya dengan variabel-variabel
67 lain yang mempengaruhi hasil penelitian ini, yaitu: variabel pelaksanaan supervisi dan motivasi. 4.4. Pembahasan Temuan Hasil Uji Hipotesis Penelitian Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya kesesuaian model teoritik dan data empiris. Dalam hal ini terdapat kontribusiyang signifikan variabel pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru. Pelaksanaan supervisi memiliki kontribusi signifikan terhadap kinerja gurudan motivasi kerja juga memiliki kontribusi signifikan terhadap kinerja guru. Selanjutnya untuk pembahasan terhadap setiap hasil pengujian atau pembuktian hipotesis diuraikan sebagai berikut. 1. Kontribusi Pelaksanaan Supervisi terhadap Kinerja Guru Pendidikan
Jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin Temuan penelitian ini menyatakan bahwa terdapat kontribusi signifikan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Koefisien korelasi dari hubungan pelaksanaan supervisi dengan kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin memiliki nilai 0.390 dengan p=0.00. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syarif
(2011)
yang
berkesimpulan
bahwa
supervisi
oleh
kepala
sekolah
mempengaruhi kinerja guru. Demikian pula Alviah (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan mengajukan kesimpulan bahwa motivasi dan supervisi berpengaruh terhadap kinerja guru TK Dharmawanita Karangwaru Tulungagung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa intensitas pelaksanaan supervisi berpengaruh terhadap kinerja guru TK tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Musafik (2012) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
68 langsung yang positif dan signifikan pelaksanaan supervisi pengawas sekolah dengan kinerja guru SD Negeri di kota Malang. Peningkatan kinerja guru dapat dilakukan dengan melaksanakan supervisi pengajaran secara kontinyu yang dilakukan oleh kepala sekolah (Glickman, 1981, Oliva, 1984. Dalam uraiannya, Glickman (1981) mengemukakan bahwa hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru tidak hanya keefektifan dan kreatifitas guru untuk mengembangkan dirinya sendiri, namun penting juga untuk memberikan bantuan supervisi oleh supervisor. Semua guru membutuhkan supervisi, dan layanan ini merupakan tanggung jawab kepala sekolah sebagai supervisor. Supervisi menjadi pekerjaan penting bagi kepala sekolah. Keberhasilan programprogram pengajaran di sekolah sangat eratnya kaitannya dengan peran yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai supervisor. Menurut Oliva (1984) menguraikan bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh supervisor untuk membantu guru dalam meningkatkan kinerja, yaitu (1) membantu guru untuk membuat perencanaan pembelajaran, (2) membantu guru untuk
menyajikan pembelajaran,
(3)
membantu
guru untuk
mengevaluasi
pembelajaran, (4) membantu guru untuk mengelola kelas, (5) membantu guru dalam mengembangkan kurikulum, (6) membantu guru dalam mengevaluasi kurikulum, (7) membantu guru melalui program pelatihan, (8) membantu guru untuk melakukan kerja sama, dan (9) membantu guru untuk mengevaluasi dirinya sendiri.
69 2. Kontribusi Motivasi terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin Temuan penelitian ini menyatakan bahwa terdapat kontribusi signifikan motivasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Analisis regeresi linear menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif motivasi kerja dengan kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin dengan β=0.587dan signifikan karena p=0.00 yang kurang dari 0.05. Temuan ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bangun (2010) yang
mengajukan kesimpulan bahwa hubungan anatara motivasi kerja dengan kinerja guru SMK Negeri di Kota Malang signifikan. Motivasi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Robbins (1996). Robbins mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi, akan melaksanakan pekerjaannya dengan semaksimal mungkin.Orang yang bekerja dengan maksimal, menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kinerja yang tinggi.Variabel lain yang mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi kerja (Robbins, 1996; Owens, 1991). Robbins mengatakan bahwa kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasi seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Seorang yang termotivasi, akan mampu melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab dengan baik, dengan ihlas tanpa harus diawasi oleh atasannya dan tanpa dijanjikan imbalan materi. 3. Kontribusi Pelaksanaan Supervisi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru-guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin Temuan penelitian ini menyatakan bahwa terdapat kontribusi pelaksanaan supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru pada guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Hubungan ini menyangkut dua hubungan antar
70 variabel lainnya, yaitu hubungan dari supervisi ke kinerja dan hubungan motivasi ke kinerja guru.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh temuan hubungan signifikan pelaksanaan supervisi dengan kinerja guru dengan β=0.220 (p=0.00) dan hubungan signifikan motivasi kerja terhadap kinerja dengan β=0.514 (p=0.00) pada guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Temuan ini sejalan dengan pernyataan Usa (2008) dalam kesimpulan penelitiannya mengatakan bahwa supervisi kepala sekolah dan motivasi guru besar pengaruhanya terhadap kinerja guru SMA Negeri Kota Buton dan Bau-Bau. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bambang (2004) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara intensitas supervisi oleh kepala sekolah, motivasi kerja guru, dengan kinerja guru di SLTP Negeri di Kabupaten Malang. Motivasi merupakan mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu dengan cara/apa yang diinginkan.Keinginan untuk memulai dan menjaga kondisi kerja diaktualisasikan oleh setiap individu pekerja dalam bentuk kapasitas unjuk kerja (working formance) Danim, (2004). Menurut Sergiovanni (1987), ada lima fungsi supervisi pendidikan di sekolah, yaitu fungsi pengembangan, fungsi motivasi, dan fungsi kontrol. 1) Fungsi pengembangan berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, dapat meningkatkan motivasi guru dalam mengelola proses pembelajaran; 2) Fungsi motivasi berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, dapat menumbuh kembangkan motivasi kerja guru: 3) Fungsi kontrol berarti supervisi pendidikan apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya memungkinkan supervisor (kepala sekolah) melaksanakan pelaksanaan tugas-tugas guru.
71 Temuan ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar Negeri di Kota Banjarmasin secara tidak langsung dipengaruhi oleh pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas dan motivasi kerja guru. Makin baik pelaksanaan supervisi, maka akan meningkatkan motivasi, dan selanjutnya secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja bagi guruguru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kalimantan Selatan.
72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap variabel-variabel pada penelitian ini, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Terdapat kontribusi signifikan pelaksanan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmasi Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Hasil ini berarti bahwa semakin baik/tinggi pelaksanaan supervisi yang dialami seorang guru maka akan meningkatkan kinerja guru. 2. Terdapat kontribusi signifikan motivasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di
Kota Banjarmasin. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
motivasi yang dimiliki seorang guru, maka semakin tinggi kinerja guru. 3. Terdapat kontribusi signifikan pelaksanaan supervisi dan motivasi guru terhadap kinerja guru-guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Hal ini berarti bahwa semakin baik pelaksanaan supervisi yang dialami seorang guru, dan semakin tinggi motivasi guru, maka akan meningkatkan kinerja guru. 5.2. Saran-saran Sehubungan dengan hasil penelitian maka saran-saran yang dikemukakan peneliti adalah: 1. Disarankan kepada Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Kalimantan Selatan
untuk dapat membuat program pembinaan guru pendidikan jasmani
Sekolah Dasar yang berorientasi pada peningkatan kinerja mereka. Program pembinaan diarahkan pada bantuan kepada guru dalam hal: membuat perencanaan pembelajaran, penyajikan pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran, mengelola
73 kelas, mengembangkan kurikulum, mengevaluasi kurikulum, dan membantu guru untuk mengevaluasi dirinya sendiri. 2. Disarankan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, untuk merekrut atau mengangkat supervisor yang berlatar belakang pendidikan guru pendidikan jasmani dalam rangka menjalankan tugas supervisi yaitu membantu guru mengembangkan kemampuannya untuk mengelola proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pengajaran. 3. Disarankan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin,
agar hasil
penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk peng-ambilan keputusan dan kebijakan yang tepat terkait pemenuhan dan penempatan pengawas sesuai kompetensi dan kualifikasinya. Karena dirasakan selama ini seorang pengawas bidang studi tertentu membimbing guru bidang studi lain. 4. Disarankan kepada guru-guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin, agar hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan semangat kerja, motivasi, dan kinerja berupa: aktif mengikuti MGMP, pelatihan mata pelajaran, workshop kinerja dan
sebagainya yang dapat
dipergunakan
sebagai landasan untuk meningkatkan kinerja. 5. Disarankan kepada para teoretisi manajemen pendidikan, agar dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai pelengkap data-data hasil temuan penelitian yang sudah ada, terkait dengan variabel-variabel pelaksanaan supervisi, motivasi dan kinerja guru. Selanjutnya, dapat dijadikan rujukan untuk mengungkap maslah yang lebih luas lagi tentang hal-hal yang terkait dengan variabel yang diteliti, dan lebih jauh lagi hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada pengembangan
74 sumberdaya manusia, khususnya di bidang manajemen berbasis pelaksanaan supervisi, motivasi, dan kinerja. 6. Disarankan kepada para peneliti lain, agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam mencari bahan kajian dalam penelitannya, terutama yang berkaitan dengan variabel-variabel pelaksanaan supervisi, motivasi, dan kinerja guru.
75 DAFTAR PUSTAKA Alviah, R. 2012. Pengaruh Motivasi dan Supervisi Terhadap Kinerja Guru TK Dharmawanita Karangwaru Tulungagung. Jurnal OTONOM., Vol.12, No.2 April 2012. Ardhana, W. 1987. Bacaan Datum Penelitian Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi , Jakarta: Rineka Cipta. Ary, D. Jacobs. L.C., & Razavich, A.1985. Introduction to Research in Education. 3rd. New York: Holt, Rinehart and Winston. Bangun, D. 2010. Hubungan Pemberdayaan Guru dan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru Profesional SMK Negeri di Kota Malang.Teknologi dan Kejuruan.Vol.33, No.1, Pebruari 2010:55-64. Burton, W.H., & Bruckner, L.J., 1955.Supervision: A Sosial Process. New York: Appleton-Century Crofts. Campbell, J.P., McCloy, R.A., Oppler, S.H., & Sager, C.E. 1993. A theory of performance, In N. Schmitt & W. Borman (Eds.), Personnel selection in organizations (pp. 35-70). San Francisco, CA: Jossey-Bass. Cardoso, G.F. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Andi. Cushway, B.,& Lodge, D. 1993. Organizational Behaviour & Design : Perilaku dan Desain Organisasi, Alih bahasa: Sularno Tjiptowardojo, Elex Media Komputindo-Kelompok. Jakarta: Gramedia. Danim, S. 2004. Mottvasi Kepemimpinan Efektifitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta. DeRoche, E.F. 1987 An Administrator's Guide for Evaluating Programs and Personel: An Effective School Approach (2nd. Ed.) Boston: Allyn and Bacon. Inc. Departemen Pendidikan Nasional, 2008.Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan. DuBrin, A.J. 1984. Human Relactions: A Job Orientation Approach (3rd.ed.). RestonVirginia: Reston Publishing Company, Inc Effective Schools (2nd.ed.). Boston: Allyn and Bacon. Inc.
76 Glickman, C.D. 1981, Developmental Supervision: Alternative Practice for Helping Teacherss Improve Instruction. Alexandria: ASCD. Hair, J.F., J.R, Ralp, E. A. R.I. Tatham & William. B. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Pith Edition, Prentice Hall. Hasibuan, M, SP. 1996. Organisasi dan Motivasi & Dasar-Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan, M, SP. 2000.Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan, M,SP. 2003. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktifitas. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan, M, SP. 2005.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Jex, S.M. 2002. Organizational Psychology: A Scientist-Practitioner Approach. New York : John Wiley & Sons. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan .2013. Jakarta: Kurikulum 2013. Kerlinger, P.N. 1985. Behavioral Research. New York: Holt Rinehart & Winston. Kotter, J. P. & Heskett, J. L. 1992. Corporate Culture and Performance. New York: Free Press. Landy, F.J. & Farr, J.L. 1983. The Measurement of Work Performance: Methods, Theory and Applications. San Diego: Academic Prcss. Inc. Leadership in Schools. Colombus-Ohio: Bell & Howed Company Leadership. Dubugue Lowa: WM.C. Brown Company Publisher. Lutan, R. 2000. Asas-asas Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga, Depdiknas. Mardapi, D & Kuwato, T. 1998. Survei kegiatan Guru dalam Melaksanakan Penilaian diKelas. Penelitian Ketja Sama antara Lemlit IKIP Yokyakarta dan Balitbang , Jakarta: Depdikbud. Marihot. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:PT Gramedia. Mathis, R.L.,& Campbell, M.J. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi terjemahan Bahasa Indonesia). Jakarta: Salemba Empat. Milkovich, G.T.,& Wigdor, A.K.1991. Pay for Performance: Evaluating Performance Appraisal and Merit Pay. Washington: National Academy Press.
77 Oliva,P. F. 1984.Supervison for Today’s School. 2nd Edition. New York: Longman. Owens, R.G.1991. Organizational Behaviour in Education, (4th.ed.), Englewood. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Purwanto, N. 1998.Administrasi dan Supervisi Pendidikan.Bandung: Remaja Rosdakarya, Priya, N, BS. Isu, Tantangan dan Masa Depan Pendidikan Jasmani Olah Raga.Jurnal Ilmiah Spirit Vol.11, No.2 Tahun 2011. Rinu, I.K., Dantes, N., &Yudana, M. 2013. Kontribusi Pelaksanaan Supervisi Akademik, Semangat Kerja dan Kesejahteraan Guru Terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri Se-Kecamatan Tegallalang.e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi Administrasi Pendidikan.Volume 4 Tahun 2013. Robbins, S,P. 1996.Organizational Behavior: Concept, Controversies, Applications, Seventh Edition, Prentice-Hall International. Rumapea, P. 2005. Analisis Hubungan Penggunaan Beberapa Sumber power kepala Sekolah dengan Kinerja Guru pada SMA Negeri di Kota Manado. Disertasi tidak diterbitkan, Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Sahertian, P.A. 1990. Supervisi Pendidikan. Buku Ajar. Tidak Diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang. Sahertian,P.A. 2000.Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Samsudin, S. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pustaka Setia. Saputra, Y.M. 2011. Model Pengawasan Pembelajaran Pendidikan Jasmani di SD.Cakrawala Pendidikan.November 2011, Th.XXX,No.3. Sedarmayanti. 2001, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Sergiovanni, T.J. . 1982, Supervision of Teaching, Association for Supervision and Curriculum Development, Alexandria. Sergiovanni, T.J. 1987. The Principalship: A Reffective Practice Persfective Bostom: Allyn and Bacon, Inc. Sergiovanni, T.J., & Starratt, R.J. 1993.Supervision: A Redefinition. New York: McGraw-Hill, Inc.
78 Siagian, Sondang. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta. Steers, R.M. 1977. Organizational Effectiveness : A Behavioral View. Santa Monica California: Goodyear Publishing Company, Inc. Stinnett, T.M. 1968, Proffesional Problems of Teachers. NewYork: The Macmillan Company. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono. 2011. Metode PenelitianPendidikan (Ed 12.). Bandung: Alfabeta. Sukadi. 2001.Guru Powerfull Guru Masa Depan. Bandung: Kholbu. Sutrisno, Edy. 2010. Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Syarif, H.M.. 2011. Pengaruh Komunikasi Interpesonal dan Supervisi Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru.Media Akademika.Vol.26, No.1, Januari 2011. Timpe, A. Dale. 1999.Seri Manajemen Sumber Daya Manusia (Kinerja/Performance). Cet.ke-4. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Umar, H. 2002.Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Usa, La Ode, 2008. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, Kepuasan Guru, dan Komitmen Guru dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau. Disertasi tidak diterbitkan, Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Veithzal, R. 2003.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo. Wibowo. 2012. Manajemen kinerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.