RESPON PENGGEMUKAN SAPI PO DAN PERSILANGANNYA SEBAGAI HASIL INSEMINASI BUATAN TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADI FERMENTASI DAN KONSENTRAT DI KABUPATEN BLORA
SKRIPSI WINNY PARAMA SANTI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Winny Parama Santi. D14104026. 2008. RESPON PENGGEMUKAN SAPI PO DAN PERSILANGANNYA SEBAGAI HASIL INSEMINASI BUATAN TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADI FERMENTASI DAN KONSENTRAT DI KABUPATEN BLORA. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sudjana Natasasmita Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto Feedlot adalah suatu usaha penggemukan sapi potong di dalam area yang terbatas. Tujuan feedlot adalah untuk menggemukkan sapi potong dan memproduksi daging sapi yang berkualitas serta sesuai dengan selera konsumen. Bangsa sapi yang dipilih dalam usaha penggemukan sapi potong antara lain bangsa sapi Peranakan Ongole (PO), Peranakan Simmental, Peranakan Brangus dan Peranakan Limousin. Salah satu usaha penggemukan sapi potong dapat dilakukan dengan sistem kereman, yang merupakan sapi dipelihara dalam kandang secara intensif selama 4-6 bulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan respon penggemukan pada penampilan produksi sapi Peranakan Ongole (PO) dan persilangannya terhadap pemberian jerami padi fermentasi dan konsentrat di Kabupaten Blora. Perlakuan dalam penelitian ini menggunakan bangsa-bangsa sapi yang terdiri dari 5 ekor sapi Peranakan Ongole (PO), 5 ekor sapi Limousin x PO (LimPO), 5 ekor sapi Simmental x PO (SimPO), 4 ekor sapi BrasPO (Brahman x Angus x PO). Umur ternak yang digunakan berkisar 1,5-2 tahun. Selama periode penelitian ± 4 bulan, ternak tersebut diberikan konsentrat dan jerami padi fermentasi yang ditambahkan urea Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dan data yang diperoleh dianalisis dengan ANCOVA (Analysis of Covariance). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sapi-sapi hasil inseminasi buatan memberikan respon produksi nyata lebih baik (P<0,05) apabila dibandingkan dengan sapi lokal. Sapi BrasPO (Brahman x Angus x PO) mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Kata-kata kunci : bangsa, penggemukan, produktivitas, mixed farming
ABSTRACT Response of Fattening PO and Crossed as Resulted Artificial Insemination (AI) to Fed Concentrate and Fermented Rice Straw in Blora Regency Santi, W. P., S. Natasasmita, and R. Priyanto The research was conducted in Mixed Farming, Blora Regency, Central Java from July until December 2007. This research aimed to examine the effect of local beef cattle breed and its crosses on their productivity. As many as nineteen male beef cattle used in this research, with age ranges from 1,5 to 2 years old. The beef cattle used in this experiment consisted of Peranakan Ongole (PO), Brahman x Angus x PO (BrasPO), Simmental x PO (SimPO), Limousin x PO (LimPO). The cattle were fattened on concentrate and fermented rice straw enriched with urea ration. The experiment was set up in a completely randomized design and the collected data were analyzed by analysis covariance (ANCOVA). The results indicated that the beef cattle breeds from artificial insemination program performed better (P<0,05) than the local breed. BrasPO gave the best productivity compared with the other three breeds. Keywords : breeds, fattening, productivity
RESPON PENGGEMUKAN SAPI PO DAN PERSILANGANNYA SEBAGAI HASIL INSEMINASI BUATAN TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADI FERMENTASI DAN KONSENTRAT DI KABUPATEN BLORA
WINNY PARAMA SANTI D14104026
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RESPON PENGGEMUKAN SAPI PO DAN PERSILANGANNYA SEBAGAI HASIL INSEMINASI BUATAN TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADI FERMENTASI DAN KONSENTRAT DI KABUPATEN BLORA
Oleh : WINNY PARAMA SANTI D14104026
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 11 Maret 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Sudjana Natasasmita NIP. 130 517 040
Dr. Ir. Rudy Priyanto NIP. 131 622 682
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc. Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 27 Desember 1986, merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Bapak Ir. Yong Soedaryo, MM. dan Ibu Bertina Tiurmaida Panjaitan, SE. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis berawal dari tahun 1990 di TK Tadika Puri kemudian pada tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan di SD Tugu Ibu Depok II Tengah dan lulus tahun 1998. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 73 Jakarta Selatan dan lulus tahun 2001. Kemudian pendidikan selanjutnya yang ditempuh penulis adalah di SMA Negeri 79 Menteng Pulo Jakarta Selatan dan lulus tahun 2004. Penulis selanjutnya meneruskan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2004 dan tercatat sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti pendidikan di kampus IPB, penulis terlibat dalam kegiatan Persekutuan Fakultas Peternakan dan Persekutuan Mahasiswa Kristen.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Bapa di Surga, berkat anugerah dan kasih setia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Respon Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai Hasil Inseminasi Buatan terhadap Pemberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di Kabupaten Blora”. Sapi pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Salah satu upaya untuk menghasilkan daging adalah dengan usaha penggemukan sapi. Tujuan dari penggemukan sapi adalah memproduksi daging sapi berkualitas serta sesuai selera konsumen. Salah satu faktor penentu dalam menunjang keberhasilan dalam usaha penggemukan sapi adalah melihat faktor bangsa sapi sebagai bakalan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.......................................................................................................... i ABSTRACT............................................................................................................. ii RIWAYAT HIDUP................................................................................................. iii KATA PENGANTAR.. .......................................................................................... iv DAFTAR ISI......... ................................................................................................. v DAFTAR TABEL................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR............................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ ix PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................ 1 Tujuan ......................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3 Sapi Potong.................................................................................................. Sapi Lokal........................................................................................ Sapi Hasil Inseminasi Buatan.......................................................... Penggemukan Sapi Potong.......................................................................... Jerami Padi Amoniasi Fermentasi.................................. ............................ Konsentrat........................ ........................................................................... Konsumsi Bahan Kering Pakan................................................................... Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak.................................................... Komposisi Karkas Sapi ............................................................................... Konformasi Karkas...................................................................................... Karakteristik Karkas Sapi............................................................................ Bobot Karkas................................................................................... Persentase Bobot Karkas..................................................................
3 5 6 6 7 8 8 8 9 10 10 10 11
MATERI DAN METODE ...................................................................................... 12 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................. Materi .......................................................................................................... Rancangan Percobaan.................................................................................. Metode ........................................................................................................ Pembuatan Jerami Fermentasi ........................................................ Peubah yang diamati...................... .................................................
12 12 12 13 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................... 18 Keadaaan Umum Daerah Penelitian............................................................ Perkembangan Inseminasi Buatan di Kabupaten Blora............................... Penampilan Produksi pada Bangsa Sapi Penelitian..................................... Konsumsi Bahan Kering.................................................................. Konversi Konsentrat.........................................................................
18 18 19 19 20
Laju Pertumbuhan........................................................................... 20 Bobot Akhir..................................................................................... 21 Parameter Tubuh.............................................................................. 21 Tebal Lemak Pangkal Ekor.............................................................. 22 Parameter Karkas pada Bangsa Sapi Penelitian............................................ 22 Bobot Potong................................................................................... 23 Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas.................................... 23 Tebal lemak Punggung..................................................................... 24 Bobot Lemak Pelvis, Ginjal dan Jantung......................................... 24 Butt Shape........................................................................................ 25 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 26 UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 28 LAMPIRAN.............................................................................................................. 30
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kandungan Zat Makanan pada Bahan Pakan yang Digunakan Selama Penelitian................................................................................. 14
2.
Penampilan Produksi pada Bangsa Sapi Penelitian.............................. 19
3.
Parameter Karkas pada Bangsa Sapi Penelitian.................................... 22
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Standar Penilaian Konformasi Butt Shape.................................................
10
2. Lokasi Pengukuran Tebal Lemak Pangkal Ekor.......................................
16
3. Lokasi Pengukuran Tebal Lemak Punggung.............................................
16
4. Pengukuran Bagian Tubuh Sapi................................................................
17
5. Grafik Pengaruh Bangsa terhadap Rataan Bobot Badan pada Lama Penggemukan Selama ± 4 Bulan...............................................................
21
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Tabel Rataan dan Simpangan Baku pada Parameter Sapi Selama Hidup..... 31 2. Tabel Rataan dan Simpangan Baku pada Parameter Karkas Sapi................ 31 3. Tabel Analisis Peragam Konsumsi Konsentrat Selama Penelitian............... 32 4. Tabel Analisis Peragam Konsumsi Konsentrat BK Selama Penelitian........ 32 5. Tabel Analisis Peragam PBBH Sapi Selama Penelitian............................... 32 6. Tabel Analisis Peragam Panjang Badan Sapi Selama Penelitian................. 33 7. Tabel Analisis Peragam Lingkar Dada Sapi Selama Penelitian................... 33 8. Tabel Analisis Peragam Tinggi Pundak Sapi Selama Penelitian................. 33 9. Tabel Analisis Peragam Bobot Potong Sapi Selama Penelitian...................................................................................................... 34 10. Tabel Analisis Peragam Bobot Karkas Selama Penelitian.......................... 34 11. Tabel Analisis Peragam Persentase Bobot Karkas Sapi Selama Penelitian..................................................................................................... 34 12. Tabel Analisis Tebal Lemak Pangkal Ekor Sapi Selama Penelitian........... 35 13. Tabel Analisis Peragam Tebal Lemak Punggung Sapi Selama Penelitian..................................................................................................... 35 14. Tabel Analisis Lemak Pelvis, Ginjal dan Jantung Sapi Selama Penelitian..................................................................................................... 35 15. Gambar Daerah Kabupaten Blora di Jawa Tengah..................................... 36 16. Gambar Daerah Kecamatan Jepon.............................................................. 36 17. Gambar Denah Lokasi Penelitian di Mixed Farming, Kabupaten Blora.... 37 18. Gambar Sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO)........................................ 37 19. Gambar Sapi Limousin x PO (LimPO)....................................................... 38 20. Gambar Sapi Simmental x PO (SimPO)....................................................
38
21. Gambar Sapi Peranakan Ongole (PO)........................................................ 38 22. Kandungan Nutrisi Bahan Baku Konsentrat BC 132 Puspetasari.............. 39
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging pada masyarakat Indonesia adalah dengan peningkatan produksi daging. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas ternak di Indonesia. Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan produktivitas ternak diantaranya adalah perbaikan manajemen pakan dan mutu genetik ternak serta aplikasi Inseminasi Buatan (IB) pada ternak potong. Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Peningkatan produksi daging sapi dapat dilakukan melalui usaha penggemukan. Salah satu sistem pemeliharaan sapi dapat berupa sistem kereman yang merupakan pemeliharaan sapi di dalam kandang secara intensif selama 4-6 bulan. Bangsa-bangsa sapi potong yang biasa digunakan sebagai bakalan antara lain Peranakan Ongole (PO), Peranakan Simmental, Peranakan Brangus dan Peranakan Limousin. Daerah Kabupaten Blora merupakan salah satu kawasan sentra produksi sapi potong mengingat populasi sapi sebesar 209.089 ekor pada tahun 2004 (BPS Blora, 2004). Hal ini disebabkan oleh ternak sapi memegang peranan sangat penting bagi petani peternak di wilayah Kabupaten Blora dalam menunjang kegiatan ekonomi keluarga terutama sebagai tabungan hidup, sumber pupuk, tenaga kerja dan juga prestise bagi pemiliknya. Dilihat dari aspek pengembangan usaha ternak sapi potong, ternak lokal menjadi pilihan untuk dikembangkan di Blora karena dipandang telah mampu beradaptasi dengan kondisi fisik dan lingkungan. Salah satu ternak lokal yang pada umumnya dipelihara oleh peternak di Blora adalah bangsa sapi Peranakan Ongole (PO). Upaya penyediaan bibit dan bakalan sapi potong akan berhasil jika ditunjang dengan teknologi reproduksi atau inseminasi buatan yang baik karena menggunakan pejantan unggul yang diharapkan dapat menghasilkan bibit dan bakalan yang bermutu baik. Pejantan unggul yang biasa digunakan untuk IB antara lain Simmental, Limousin, Angus, Brangus.
1
Kendala utama yang dihadapi oleh peternak di Blora adalah keterbatasan produksi pakan hijauan pada musim kemarau. Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan tersebut adalah dengan membuat lumbung ternak. Bahan pakan yang dapat dikumpulkan antara lain jerami padi, jerami jagung dan sisa hasil pertanian lainnya. Di wilayah Kabupaten Dati II Blora ketersediaan jerami padi cukup potensial sebagai cadangan makanan pada saat musim kemarau, apabila dilakukan perlakuan yang dapat menghasilkan jerami padi segar menjadi lebih awet, kering dan tidak membusuk. Beberapa faktor pembatas dalam penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak pada usaha penggemukan antara lain rendahnya kandungan protein kasar, Ca dan P serta tingginya kandungan lignin dan serat kasar. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas jerami padi adalah dengan bantuan probiotik yang merupakan kombinasi perlakuan gabungan kimia dengan biologis (amoniasi fermentasi/amofer). Perlakuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein kasar, meningkatkan kecernaan dan meningkatkan konsumsi jerami padi sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan serta dapat meningkatkan efisiensi penggunaan makanan (Laporan Akhir BAPPEDA Blora, 2001). Jerami padi yang difermentasi dengan probiotik lebih disukai ternak, meningkatkan kandungan protein kasar dan dapat disimpan lebih dari 6 bulan (Agus dkk., 1998). Selain itu, konsentrat perlu ditambahkan pada pakan sapi untuk mengatasi kekurangan nutrisi pada jerami padi amoniasi fermentasi. Pendugaan produktivitas ternak sapi potong dapat dilihat dari pertambahan bobot badan dan bobot karkasnya. Indikator produktivitas sapi potong yang lain diantaranya adalah lingkar dada, panjang badan, tinggi badan dan dalam dada. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan dalam usaha penggemukan diantaranya adalah bangsa sapi dan jenis pakan yang diberikan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respon penggemukan pada penampilan produksi sapi Peranakan Ongole (PO) dan persilangannya sebagai hasil Inseminasi Buatan (IB) dengan pemberian jerami padi fermentasi yang ditambahkan urea dan konsentrat.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Ternak sapi pada umumnya dapat digunakan sebagai salah satu ternak penghasil daging. Sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok antara lain Bos indicus (Zebu : berpunuk), Bos taurus dan Bos sondaicus (Sugeng, 2006). Sapi yang diusahakan sebagai ternak potong mempunyai beberapa ciri diantaranya adalah 1) tubuh dalam, besar serta berbentuk persegi panjang atau balok; 2) laju pertumbuhannya cepat; 3) efisiensi pakannya tinggi (Santoso, 2004). Sapi-sapi yang telah berkembang hingga saat ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Blakely dan Bade, 1994) : Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Sub class
: Theria
Sub ordo
: Ruminantia
Famili
: Bovidae
Genus
: Bos
Spesies
: Bos taurus (sapi Eropa) Bos indicus (sapi India) Bos sondaicus (sapi Bali)
Suatu bangsa dapat didefinisikan sebagai suatu populasi dari spesies yang sama dan mempunyai kesamaan secara genetik untuk dapat dibedakan antara ternak atau kelompok ternak yang lain (French et al., 1966). Bangsa sapi yang kita kenal seperti sapi Madura, Jawa dan Sumatera berasal dari hasil persilangan antara Bos indicus (Zebu) dan Bos sondaicus Salah satu keturunan Bos indicus adalah sapi Ongole. Pertama kali sapi Ongole didatangkan dari India ke Pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1897 (Sugeng, 2006). Sapi Lokal Bangsa-bangsa sapi lokal yang dapat digunakan sebagai bakalan untuk usaha penggemukan menurut Siregar (2006) dan Sugeng (2006) antara lain :
3
a) Sapi Bali Sapi Bali merupakan salah satu keturunan dari Bos sondaicus yang telah mengalami proses domestikasi selama ratusan tahun. Di Bali, sapi ini diternakkan secara murni kemudian disebarkan ke daerah Sulawesi, NTB dan NTT. Beberapa ciri yang dimiliki oleh sapi Bali diantaranya adalah bentuk tubuhnya yang menyerupai banteng, tetapi ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan banteng dan mempunyai warna yang khas. Sapi betina dan jantan muda pada umumnya berwarna merah atau kuning cokelat. Kaki bawah dan perut sebelah bawah berwarna putih, pantat putih setengah lingkaran dan bulu putih sekitar bibir bawah dan atas serta ujung ekor. Bulu hitam merupakan garis yang mulai dari gumba sampai ekor. b) Sapi Madura Sapi Madura diperkirakan merupakan hasil persilangan antara sapi Bali dengan sapi India. Sapi ini mempunyai bentuk dan warna yang umum, badannya kompak dan kecil. Sapi jantan dan betina mempunyai warna merah bata, bulu pantat dan kaki bawah berwarna putih. Perbedaannya dengan sapi Bali adalah pada sapi Madura terdapat bulu putih yang tidak jelas batasnya dan garis hitam pada punggung tidak selalu ada. Punuk pada sapi Madura betina kurang jelas dan gelambir kecil. c) Sapi Ongole Sapi Ongole merupakan salah satu ternak yang berasal dari India. Sapi ini mulai masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-20 dan diternakkan secara murni di Pulau Sumba sehingga lebih dikenal dengan sapi Sumba Ongole (SO). Beberapa ciri yang dimiliki oleh sapi Ongole antara lain warna bulunya bervariasi dari putih sampai putih keabu-abuan. Leher dan punuk sampai kepala sapi jantan berwarna putih keabu-abuan, sedangkan lututnya hitam. d) Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Ongole merupakan sapi keturunan Bos indicus yang berhasil dijinakkan di India. Persilangan sapi Ongole jantan murni dengan sapi betina Jawa menghasilkan keturunan yang disebut sapi Peranakan Ongole (PO) (Sarwono dan Arianto, 2006). Postur sapi maupun bobot tubuh sapi PO lebih kecil dibandingkan sapi Ongole. Punuk dan gelambir kelihatan kecil atau tidak sama sekali. Warna bulunya bervariasi tetapi pada umumnya berwarna putih atau putih keabu-abuan.
4
Sapi Hasil Inseminasi Buatan Untuk meningkatkan produktivitas sapi Peranakan Ongole, banyak peternak yang melakukan perkawinan silang melalui inseminasi buatan antara induk betina sapi Peranakan Ongole dengan sapi pejantan Eropa. Beberapa bangsa sapi Eropa yang dipilih peternak sebagai pejantan untuk mendapatkan keturunan pertama (F1) antara lain (French et al., 1966 dan Sugeng, 2006) : a) Limousin Bangsa sapi Limousin berasal dari suatu provinsi di Limousin yang merupakan bagian dari negara Prancis. Beberapa ciri yang dimiliki oleh bangsa sapi ini antara lain warna bulu merah cokelat, tetapi pada sekeliling mata dan kaki mulai dari lutut sampai bawah berwarna agak terang. Kulitnya halus, lembut dan sedikit tebal. Kepalanya kecil, pendek dan berdahi lebar. Tanduk pada sapi jantan tumbuh keluar dan agak melengkung. b) Simmental Simmental merupakan salah satu sapi potong keturunan Bos taurus yang dikembangkan di Lembah Simme, Switzerland dan Swiss. Bangsa sapi ini mulai dikembangkan di Australia dan Selandia Baru sejak tahun 1972 lewat introduksi semen beku dari Inggris dan Kanada. Di Indonesia, sapi Simmental mulai dikembangkan sejak 1985 dengan semen beku lewat inseminasi buatan dengan induk lokal PO. Sapi Simmental tergolong tipe triguna yaitu sebagai sapi potong, sapi perah dan sapi kerja. Beberapa ciri yang dimiliki oleh sapi Simmental antara lain bulunya berwarna krem, agak cokelat atau merah seperti sapi Bali. Warna kulit pada muka, keempat kaki mulai dari lutut dan ujung ekor berwarna putih. Pertumbuhan ototnya bagus dan rendahnya penimbunan lemak di bawah kulit. Beberapa bangsa sapi impor lainnya yang digunakan sebagai pejantan dan telah dikembangkan di Indonesia antara lain (Siregar, 2006; Bundy dan Diggins, 1962) : a) Sapi Brangus Brangus merupakan hasil persilangan antara betina Brahman (Bos indicus) dengan jantan Aberdeen Angus (Bos taurus). Sapi ini pertama kali dikembangkan di
5
Craig Country, Oklahoma, AS pada tahun 1942. Ciri khas yang dimiliki oleh bangsa sapi ini adalah warna tubuhnya hitam dan tidak bertanduk. Beberapa ciri yang lain diantaranya adalah bergelambir, bertelinga, berpunuk kecil dan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim dan mampu pula menyesuaikan diri terhadap kualitas pakan yang tidak terlalu tinggi. Beberapa sifat yang diturunkan oleh tetuanya sapi Brahman yang dimiliki pada sapi Brangus (Brahman x Angus) adalah mempunyai punuk, tahan udara panas, tahan gigitan serangga dan mudah menyesuaikan diri dengan pakan yang kurang baik mutunya. Sifat induk jantan (Aberdeen Angus) yang diwarisi adalah produktifitas dagingnya tinggi. Keunggulan Brangus bila dibandingkan dengan kedua induknya yaitu mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan, mutu dagingnya bagus dan persentase karkasnya tinggi. b) Sapi Brahman Brahman adalah keturunan sapi Zebu atau Bos indicus yang berkembang pesat di Amerika Serikat yang beriklim tropis. Sapi ini masuk ke AS pada 1849. Setelah berhasil dikembangkan di AS untuk diseleksi dan ditingkatkan mutu genetiknya, sapi ini kemudian diekspor ke berbagai negara. Sapi Brahman kemudian menyebar ke Australia dan kemudian masuk ke Indonesia pada 1974. Ciri khas yang dimiliki oleh sapi Brahman adalah punuknya besar dan berkulit longgar. Gelambir di bawah leher sampai perut lebar dengan banyak lipatan. Telinga panjang menggantung dan berujung runcing. Sapi ini termasuk tipe sapi potong. Di Australia, sapi Brahman banyak disilangkan dengan sapi Eropa keturunan Bos taurus. Salah satu sapi hasil persilangannya yang sudah banyak dikenal adalah sapi Brangus (Brahman x Angus). Penggemukan Sapi Potong Penggemukan sapi potong merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi daging. Tujuan dari penggemukan sapi potong adalah menghasilkan daging secara optimum, bernilai gizi tinggi dan sesuai dengan selera konsumen. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa program penggemukan untuk sapi yang belum dewasa bersifat membesarkan dan menggemukkan atau memperbaiki kualitas karkas.
6
Sistem pemeliharaan sapi potong untuk penggemukan dapat dilakukan secara intensif, ekstensif dan Mixed Farming System (sistem antara intensif dan ekstensif). Sugeng (2006) menjelaskan bahwa sistem penggemukan sapi secara intensif merupakan pemeliharaan sapi di dalam kandang terus-menerus pada periode tertentu dengan pemberian pakan hijauan dan konsentrat. Selain itu, Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sistem intensif biasanya dilakukan pada daerah yang banyak tersedia limbah pertanian sedangkan sistem ekstensif diterapkan pada daerah yang memiliki padang penggembalaan yang luas. Waktu yang dibutuhkan untuk penggemukan setiap sapi tidak selalu sama. Perbedaan waktu atau lama penggemukan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah umur, kondisi dan bobot badan awal sapi pada awal penggemukan serta jenis kelamin (Sugeng, 2006). Lama penggemukan sapi berdasarkan faktor umur dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu (Sugeng, 2006) : 1) Sapi bakalan yang berumur kurang dari satu tahun, lama penggemukannya berkisar antara 8-9 bulan 2) Sapi bakalan yang berumur 1-2 tahun, lama penggemukannya berkisar antara 6-7 bulan 3) Sapi bakalan yang berumur 2-2,5 tahun, lama penggemukannya berkisar antara 4-6 bulan. Jerami Padi Fermentasi dengan Amoniasi Urea Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi untuk memenuhi kebutuhan pakan pada saat kekurangan pakan hijauan, karena produksinya yang melimpah di seluruh Indonesia. Salah satu permasalahan dalam penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia diantaranya adalah kandungan nutrisinya yang relatif rendah. Beberapa kelemahan pada jerami padi sebagai pakan ternak antara lain kandungan serat (selulosa, hemiselulosa dan lignin) dan silika yang tinggi. Di samping itu, jerami padi juga mempunyai kadar protein kasar yang rendah. Kadar serat dan lignin yang tinggi mengakibatkan kecernaan jerami padi rendah dan konsumsinya menjadi terbatas (Agus, 2003). Usaha untuk meningkatkan nilai kecernaan jerami padi dan jumlah konsumsinya dapat dibedakan antara lain dengan perlakuan fisik, kimia dan biologi.
7
Salah satu perlakuan fisik pada jerami padi dapat dilakukan dengan cara pemotongan atau penggilingan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sisa pakan dan mempermudah dalam pemberian pakan. Beberapa proses yang dapat dilakukan dalam perlakuan secara kimia diantaranya dengan penambahan urea. Tujuan dari perlakuan kimia tersebut adalah untuk menaikkan kecernaan dan konsumsinya dengan jalan melarutkan sebagian komponen dinding sel atau memecah hubungan komplek antara lignin dengan komponen karbohidrat dinding sel (Soejono, 1996). Perlakuan biologi pada jerami padi dapat dilakukan dengan cara diantaranya melalui fermentasi. Fermentasi pada jerami padi dapat dilakukan dengan bantuan probiotik yang bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan. Konsentrat Konsentrat adalah pakan tambahan selain hijauan dan mengandung sumber energi dan atau protein (Nuschati et al., 2001). Pakan yang mengandung protein rendah seperti jerami padi, sebaiknya menggunakan pakan tambahan konsentrat yang bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. Bahan yang terdapat pada konsentrat dapat meliputi diantaranya bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling; hasil ikutan pertanian seperti dedak dan tetes (Sugeng, 2006). Konsumsi Bahan Kering Pakan Kemampuan sapi dalam mengkonsumsi bahan kering pakan sangat terbatas. Keterbatasan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya 1) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak dan 2) faktor pakan yang meliputi kecernaan dan palatabilitas (Lubis, 1992 dalam Asari, 2007). Bahan kering pakan yang dibutuhkan oleh sapi berkisar antara 2-4% dari bobot badan (Siregar, 2006). Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan berat badan atau ukuran tubuh yang sesuai dengan umur sedangkan perkembangan merupakan perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa (Sugeng, 2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
8
ternak antara lain bangsa sapi, jenis kelamin, umur, ransum yang diberikan dan pengelolaannya (Siregar, 2003). Selama periode pertumbuhan, seekor ternak mengalami peningkatan bobot badan sampai dewasa serta perubahan bentuk yang disebut dengan pertumbuhan dan perkembangan (Tillman et al., 1998). Dua aspek kedewasaan (maturitas) tersebut disertai dengan adanya peningkatan pada tiga jaringan utama karkas yaitu tulang, otot dan lemak. Dalam hubungannya dengan bobot hidup, tulang akan meningkat pada laju pertumbuhan awal kemudian diikuti dengan perkembangan dan terakhir dengan adanya kandungan energi pakan yang diberikan, maka lemak akan mengalami peningkatan pesat. Meskipun perubahan-perubahan yang terjadi ini adalah sama antar hewan hidup, namun waktu yang diperlukan adalah bervariasi antar spesies. Sugeng (2006) menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan yang lambat pada awal kehidupan kemudian akan diikuti oleh pertumbuhan yang cepat dan perlahanlahan berhenti sama sekali. Jika pengukuran pertambahan bobot badan dilakukan pada jangka waktu yang teratur maka akan diperoleh suatu kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Pertumbuhan
tubuh
secara
keseluruhan
umumnya
diukur
dengan
bertambahnya bobot badan. Sedangkan berat badannya dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, panjang badan dan sebagainya. Kombinasi antara bobot badan dengan besarnya ukuran tubuh umumnya dapat dipakai sebagai ukuran pertumbuhan (Sugeng, 2006). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ternak diantaranya adalah bangsa, jenis kelamin, hormon, pakan dan kastrasi. Selain itu, genetik ternak juga mempengaruhi laju pertumbuhan. Perbedaan laju pertumbuhan di antara bangsa dan individu ternak dalam suatu bangsa dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa (Soeparno, 2005). Komposisi Karkas Sapi Karkas adalah berat tubuh dari ternak potong setelah pemotongan dikurangi kepala, darah serta organ-organ internal, kulit dan kaki (mulai dari metacarpus dan metatarsus) (Soeparno, 2005). Komponen utama karkas sapi terdiri dari tulang, otot dan lemak. Komposisi karkas yang dihasilkan dipengaruhi diantaranya adalah bangsa
9
sapi. Masing-masing bangsa sapi menghasilkan karkas dengan karakteristik yang berbeda. Misalnya, sapi Angus mempunyai kecenderungan karakteristik untuk menimbun lemak intramuskular (Forrest et al., 1975). Konformasi Karkas Pengamatan visual pada karakteristik karkas diantaranya meliputi skor konformasi karkas (butt shape), warna daging, warna lemak karkas, marbling, distribusi lemak dan areal otot mata rusuk (Aus-Meat, 1987). Standar skor butt shape dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Standar Penilaian Konformasi Butt Shape (Aus-Meat, 1987) Penilaian konformasi karkas dalam menduga komposisi karkas dapat berbeda karena hanya berdasarkan pengamatan secara visual dengan ketajaman mata sehingga bersifat subjektif dalam menilai dan kurang akurat dalam memperkirakan konformasi karkas. Karakteristik Karkas Sapi Sifat struktural karkas utama untuk kepentingan komersil meliputi bobot, proporsi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak, komposisi kimia, penampilan luar serta kualitas dagingnya. Indikator yang dapat digunakan dalam memperkirakan proporsi karkas adalah bobot karkas, persentase bobot karkas dan
tebal lemak
punggung (Pratiwi, 1997). Bobot Karkas Bobot karkas dihitung dengan menimbang karkas yang dihasilkan. Bobot karkas dapat digunakan sebagai ukuran produktivitas karkas yang dihasilkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi komponen non karkas adalah bangsa ternak (Ngadiyono, 1995). Bobot karkas yang semakin meningkat maka diikuti dengan persentase tulang yang semakin menurun, persentase daging yang tidak berubah dan persentase lemak
10
yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan yang erat antara bobot karkas dan komponen-komponennya dengan bobot tubuh (Ngadiyono, 1995). Beberapa faktor yang mempengaruhi bobot karkas diantaranya adalah perbedaan bangsa, tipe ternak, nutrisi (Muhibbah, 2007). Persentase Bobot Karkas Persentase bobot karkas diperoleh dari perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen. Beberapa faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas adalah pakan, umur, bobot potong, jenis kelamin, bangsa dan konformasi tubuh (Willis dan Preston, 1982).
11
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama ±4 bulan mulai bulan Juli 2007 sampai Desember 2007 di Peternakan Mixed Farming, Jalan Raya Cepu km 10, Desa Seso, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pengukuran karakteristik karkas dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) bertempat di Jalan Sumbawa no. 12, Kabupaten Blora. Materi Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 19 ekor sapi potong yang yang berumur antara 1,5 sampai 2 tahun berdasarkan penetapan gigi I1 dan terdiri atas 5 sapi Peranakan Ongole (PO), 5 ekor sapi Limousin x PO (LimPO), 5 ekor sapi Simmental x PO (SimPO), 4 ekor sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO). Peralatan yang digunakan yaitu timbangan pakan, timbangan sapi, timbangan karkas, tongkat ukur, pita ukur, jangka sorong dan penggaris. Ransum yang digunakan antara lain jerami padi fermentasi yang dibuat sendiri dan konsentrat dengan merk Nutrifeed dari Klaten. Rancangan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan bangsa sapi (PO, LimPO, SimPO, BrasPO) dengan lima ulangan kecuali untuk sapi BrasPO digunakan 4 ulangan. Data parameter yang diperoleh dianalisis dengan ANCOVA dengan kovariabel yaitu bobot awal dan lama pemeliharaan. Analisis data ini. Program SAS dengan prosedur General Linier Model (GLM) digunakan untuk menganalisa data yang tidak seimbang. Apabila terdapat perbedaan antara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Least Square Mean dengan taraf pengujian 5% (SAS, 1985). Model matematik yang digunakan adalah : Yij = µ + βi + b (Bij) + c (Lij) + Єij Keterangan : Yij
: Nilai parameter tubuh pada bangsa sapi ke-i dan sapi ke-j
µ
: Rataan umum
βi
: Pengaruh bangsa ke-i
12
b
: Koefisien regresi Y pada bobot awal
Bij
: Pengaruh kovariabel bobot awal yang dihasilkan pada bangsa ke-i dan ulangan ke-j yang berkaitan dengan Yij
c
: Koefisien regresi Y pada lama pemeliharaan
Lij
: Pengaruh kovariabel lama pemeliharaan yang dihasilkan pada
-
bangsa ke-i dan sapi ke-j yang berkaitan dengan Yij Єij
: Pengaruh galat percobaan pada bangsa ke-i dan sapi ke-j
Data hasil pengukuran parameter setelah pemotongan sapi (sifat-sifat karkas) dianalisa dengan menggunakan ANCOVA dan bobot potong sebagai kovariabel. Metode Sapi yang digunakan terlebih dahulu dilakukan pemilihan berdasarkan bobot badan. Sapi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya mendapat perlakuan obat cacing dan vitamin serta mengalami masa adaptasi selama empat hari dengan pemberian konsentrat dan jerami padi fermentasi dengan amoniasi urea. Sapi tersebut kemudian ditimbang bobot badannya sebagai bobot badan awal dan penimbangan bobot badan selanjutnya dilakukan setiap bulan. Sapi dipelihara di dalam kandang selama ± 4 bulan dengan pemberian pakan yang sama. Pakan yang digunakan selama penelitian antara lain konsentrat yang diberikan sebanyak 6 kg/hari (1-1,5% dari bobot hidup) untuk pagi dan sore hari. Pemberian jerami padi fermentasi dilakukan ad libitum. Selanjutnya menghitung konsumsi konsentrat harian dalam bahan kering berdasarkan jumlah konsentrat yang diberikan dengan sisa konsentrat selama 24 jam. Konsentrat tersebut dianalisis di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk mengetahui kadar bahan keringnya pada Tabel 1. Sebelum dilakukan penimbangan bobot potong, sapi tersebut dipuasakan selama ± 24 jam untuk mengurangi isi saluran pencernaan dan hanya diberi air minum. Setelah itu, dilakukan penimbangan bobot badan sapi sebagai bobot potong. Pengukuran ukuran linier tubuh antara lain tinggi badan, panjang badan, tebal lemak pangkal ekor dan lingkar dada sapi dilakukan langsung setelah penimbangan bobot potong. Selanjutnya, pemotongan sapi dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kabupaten Blora.
13
Tabel 1. Kandungan Zat Makanan pada Bahan Pakan yang digunakan dalam Penelitian. Bahan pakan
BK
ABU
PK
BETN
LK
SK
GE
TDN
.......................................................% BK.......................................
Jerami Padi Segar 1)
23,92
22,05
6,15
41,10
0,95
29,75
4017
40,17
Jerami Padi Amofer 2)
95,00
20,40
11,36
23,62
1,92
42,68
3136
40,08
Konsentrat 2)
86,54
18,52
19,38
39,25
2,23
20,61
3511
60,54
BIOFAD 2)
88,69
44,15
18,05
9,93
0,56
24,94
3020
82,27
66,45
0,06
44,67
21,56
0,15
0,01
-
66,57
Urea 2) 1)
Sumber
: Data berdasarkan Hasil Penelitian Agus,dkk (1998) 2) Hasil Analisa Kimiawi di Lab.Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet IPB : amofer = amoniasi fermentasi
Keterangan
Selanjutnya, menilai konformasi karkas dengan melihat kemontokkan paha berdasarkan standar skor butt shape menurut Aus-Meat (1987) yang dapat dilihat pada Gambar 1. Setelah penilaian, dilakukan penimbangan bobot karkas, pengukuran persentase bobot karkas, tebal lemak punggung dan persentase lemak pelvis, ginjal dan jantung. Pembuatan Jerami Padi Fermentasi dengan Amoniasi Urea Jerami padi amoniasi fermentasi dibuat melalui proses sebagai berikut : -
Jerami padi diambil dari sekitar lokasi penelitian
-
Probiotik yang digunakan adalah BIOFAD
-
Teknik pembuatan jerami fermentasi yaitu jerami ditumpuk setinggi ±15 cm, disiram dengan air dan ditaburi campuran probiotik dengan urea (1:4) yaitu setiap 1 ton jerami padi dicampur dengan probiotik dan urea sebesar 1 kg dan 4 kg, kemudian ditumpuki jerami padi lagi dan demikian seterusnya sampai pada ketinggian tertentu kemudian dipadatkan dengan diinjak-injak dan dibiarkan selama 3 minggu. Setelah 3 minggu jerami dibongkar dan diangin-anginkan sebelum diberikan ke ternak.
14
Peubah yang Diamati Konsumsi Konsentrat dalam Bahan Kering (kg) : dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pemberian konsentrat dengan sisa pakan lalu dikalikan dengan kandungan bahan kering konsentrat. Konversi Konsentrat : dihitung berdasarkan konsumsi konsentrat dalam bahan kering dibagi dengan pertambahan bobot badan harian sapi. Pertumbuhan Bobot Badan Harian (kg/hari) : dihitung berdasarkan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi dengan jumlah hari pemeliharaan. Bobot Potong (kg) : dihitung berdasarkan hasil penimbangan bobot badan sapi setelah dipuasakan selama 24 jam sebelum dipotong. Bobot Akhir (kg) : dihitung berdasarkan hasil penimbangan bobot badan sapi waktu akhir penelitian. Parameter Tubuh : Panjang badan (cm) diukur dari sendi bahu (humerus) sampai tulang duduk (tuber ischii) dengan menggunakan tongkat ukur. Lingkar dada (cm) diukur melingkar pada bagian dada di belakang kaki depan dengan menggunakan pita ukur. Tinggi badan (cm) diukur di titik tertinggi pundak tegak lurus sampai ke tanah. Tebal Lemak Pangkal Ekor (cm) diukur di bagian pangkal ekor yang menonjol dengan menggunakan jangka sorong. Bobot Karkas Panas (kg) : bobot karkas yang ditimbang segera setelah diperoleh karkas. Persentase Bobot Karkas (%) : dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot karkas panas dengan bobot potong sapi dikalikan 100 persen. Bobot Lemak Pelvis, Ginjal dan Jantung (kg) : dihitung berdasarkan penjumlahan total lemak di sekitar pelvis, ginjal dan jantung. Tebal Lemak Punggung (cm) : ditentukan dengan mengukur ketebalan lemak pada ± ¾ irisan melintang areal otot mata rusuk antara rusuk ke-12 dan 13 dengan menggunakan penggaris.
15
Gambar 2. Lokasi Pengukuran Tebal Lemak Pangkal Ekor
Gambar 3. Lokasi Pengukuran Tebal Lemak Punggung
16
Gambar 4. Pengukuran Bagian Tubuh Sapi
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Blora merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Blora adalah 182.058.037 ha atau sekitar 5,5% dari total luas wilayah di propinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Kabupaten Blora terletak pada 111,0160 – 111,3380 BT dan 6,5260 – 7,2480 LS. Berdasarkan topografinya, Kabupaten Blora terletak di atas ketinggian antara 25 -500 meter di atas permukaan laut dengan suhu diantara 27-330C dan curah hujan 1800 mm/tahun. Perkembangan Inseminasi Buatan (IB) di Kabupaten Blora Upaya meningkatkan produksi daging dalam negeri sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor daging melalui peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan populasi sapi potong adalah melalui teknologi inseminasi buatan (IB). Salah satu keuntungan dari penggunaan IB adalah dapat meningkatkan dan memperbaiki mutu genetik ternak sehingga dapat menghasilkan keturunan yang lebih baik dari tetuanya. Hal ini dikarenakan semen yang digunakan dalam pelaksanaan IB adalah dari pejantan bangsa sapi potong yang telah teruji keunggulan produktivitasnya. Selama tahun 1994-1999 tercatat kenaikan populasi sapi potong sebesar 10,56% atau rata-rata 1,68% per tahun. Pedet dari sapi hasil IB memiliki nilai yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari harga pedet dari sapi hasil IB yang bernilai dua kali lipat daripada harga pedet dari sapi lokal sehingga mendorong perkembangan kegiatan IB di Kabupaten Blora yang terus meningkat. Program IB ini dapat berkembang apabila ditunjang dengan membuat pos IB sebanyak 26 buah dan menyiapkan tenaga inseminator 67 orang dari seluruh kecamatan di Kabupaten Blora, sehingga setiap kecamatan telah ada 1 sampai 2 pos IB dengan jumlah inseminator pada tiap pos IB rata-rata berkisar antara 2-3 orang (Widodo, 2000). Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan di Kabupaten Blora adalah kurangnya pencatatan (recording) terutama dari peternak terhadap reproduksi ternaknya. Bagi peternak sapi potong, aktivitas memelihara ternak merupakan pekerjaan sambilan setelah pekerjaan lainnya. Padahal apabila beternak ini ditangani secara sungguh-sungguh baik aspek pakan maupun reproduksinya, maka beternak
18
akan dapat dijadikan sebagai mata pencaharian utama bagi sebagian masyarakat di Kabupaten Blora. Penampilan Produksi pada Bangsa Sapi Penelitian Penampilan produksi pada bangsa sapi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penampilan Produksi pada Bangsa Sapi Penelitian Parameter yang Diukur
Bangsa BrasPO
LimPO
SimPO
Konsumsi Konsentrat dalam BK (kg/ekor/hr)
4,86a
4,78a
4,78a
5,63b
Konversi Konsentrat
3,73a
4,47b
4,48b
7,80c
Jerami Padi Amofer
ad libitum
ad libitum
a
ad libitum
b
PO
ad libitum
b
0,67c
1,34
1,14
Bobot Akhir (kg)
553,79a
529,31b
528,23b
474,01c
LD (cm)
205,75a
193,60b
199,93ab
185,44b
PB (cm)
143,85a
140,63a
130,89c
116,59b
TP (cm)
149,72a
141,11b
141,44b
135,06b
PBBH (kg/ekor/hr)
1,13
TLPE (cm) 2,30a 2,12b 2,10b 1,50c Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan secara nyata (P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01). Dikoreksi terhadap rataan bobot badan awal bakalan 399,31 kg dan rataan lama penggemukan 122,68 hari. LD = lingkar dada; PB = panjang badan; TP = tinggi pundak; PBBH = pertambahan bobot badan; TLPE = tebal lemak pangkal ekor.
Konsumsi Bahan Kering Rataan konsumsi bahan kering konsentrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa secara nyata (P<0,05) lebih tinggi (5,63 kg/ekor/hari) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Sedangkan rataan konsumsi konsentrat terendah (4,78 kg/ekor/hari) terdapat pada sapi Simmental x PO (SimPO) dan Limousin x PO (LimPO). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan ternak sapi PO untuk mengkonsumsi dalam bahan kering pada konsentrat berhubungan erat dengan kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Perbedaan rataan konsumsi bahan kering diantara bangsa sapi memperlihatkan bahwa sapi PO lebih menyukai pakan konsentrat dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya (SimPO, LimPO dan BrasPO).
19
Pemberian konsentrat pada ternak bertujuan untuk meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan. Semakin banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran pencernaan menjadi lebih cepat sehingga menyebabkan pengosongan rumen meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan ternak untuk menambah konsumsi pakan (Tillman et al., 1998). Konversi Konsentrat Tabel 2. memperlihatkan bahwa sapi BrasPO mempunyai rataan konversi konsentrat yang lebih baik (3,73) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Rataan konversi konsentrat pada sapi LimPO dan SimPO tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Sedangkan rataan konversi konsentrat tertinggi terdapat pada sapi PO (7,80). Hal ini memperlihatkan bahwa sapi BrasPO mampu mengubah 3,73 kg konsentrat untuk menaikkan 1 kg bobot badan. Hal ini juga menunjukkan bahwa sapi BrasPO lebih efisien dalam mengubah jumlah konsentrat yang dikonsumsi untuk menaikkan 1 kg bobot badan dibandingkan dengan ketiga bangsa sapi lainnya. Laju Pertumbuhan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangsa-bangsa sapi hasil inseminasi buatan memberikan respon pertumbuhan yang berbeda terhadap sapi lokal pada penggemukan dengan menggunakan konsentrat dan jerami padi fermentasi. Rataan pertambahan bobot badan harian bangsa sapi lokal dan sapi hasil inseminasi buatan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya pengaruh bangsa sapi secara nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian. Sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO) memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat (1,34 kg/ekor/hari) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya (Simmental x PO (SimPO), Limousin x PO (LimPO), Peranakan Ongole (PO)). Sementara itu, SimPO dan LimPO memiliki laju pertumbuhan yang relatif sama dan PO mempunyai laju pertumbuhan yang paling rendah (0,67 kg/ekor/hari). Hasil analisis statistik pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa angka rataan pertumbuhan bobot badan harian pada sapi PO pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan pernyataan Agus et al. (2003) bahwa sapi PO jantan yang diberikan pakan jerami padi fermentasi
20
mempunyai rata-rata pertambahan bobot badan 0,43 kg/ekor/hari. Hal ini kemungkinan disebabkan dalam penelitian Agus et al. (2003) tidak menggunakan konsentrat dan hanya menggunakan pakan jerami padi fermentasi sedangkan dalam penelitian ini digunakan konsentrat dan jerami padi fermentasi sebagai pakan ternak. 580 Rataan Bobot Badan
560 540 520
BrasPO
500
SimPO
480
LimPO
460
PO
440 420 400 1 bln
2 bln
3 bln
4 bln
Lama Penggemukan
Keterangan : BrasPO = Brahman x Angus x PO; SimPO = Simmental x PO; LimPO = Limousin x PO; PO = Peranakan Ongole Gambar 5. Grafik Pengaruh Bangsa terhadap Rataan Bobot Badan pada Lama Penggemukan Selama ± 4 bulan Bobot Akhir Tabel 2. memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara bangsa sapi pada rataan bobot akhir. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO) mempunyai nilai rataan bobot akhir yang paling tinggi (553,79 kg) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Rataan bobot akhir pada sapi Limousin x PO (LimPO) dan Simmental x PO (SimPO) mempunyai nilai yang sama sedangkan rataan yang terendah (474,01 kg) terdapat pada sapi Peranakan Ongole (PO). Perbedaan nilai
rataan bobot akhir pada bangsa sapi
disebabkan adanya laju pertumbuhan yang berbeda pada setiap bangsa sapi. Parameter Tubuh Parameter tubuh yang sering digunakan dalam menilai produktivitas antara lain tinggi badan, lingkar dada dan panjang badan (Blakely dan Bade, 1994). Parameter tubuh sapi dalam penelitian ini hanya digunakan untuk menduga ukuran kerangka tubuh sapi pada setiap bangsa. Rataan ukuran bagian tubuh (lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak) dapat dilihat pada Tabel 2. yang menyatakan bahwa sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO) mempunyai nilai yang paling besar
21
pada parameter lingkar dada (205,75 cm), panjang badan (143,85 cm) dan tinggi pundak (149,72 cm) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sapi BrasPO memiliki campuran darah tiga bangsa yaitu Brahman, Aberdeen Angus, Peranakan Ongole sehingga sapi BrasPO mempunyai tubuh lebih panjang, lebih tinggi, dan lingkar dada yang lebih besar. Tebal Lemak Pangkal Ekor Tabel 2. menunjukkan bahwa rataan tebal lemak pangkal ekor (2,3 cm) pada sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO) yang memiliki nilai yang paling besar dengan ketiga bangsa lainnya. Sementara itu, rataan tebal lemak pangkal ekor tidak berbeda antara Simmental x PO (SimPO) dan Limousin x PO (LimPO). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bangsa sapi hasil inseminasi buatan khususnya sapi BrasPO dapat menyimpan lemak lebih besar dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh sapi BrasPO mempunyai sifat yang diturunkan dari tetuanya yaitu Angus yang mempunyai sifat dalam menyimpan lemak intramusculer. Selain itu, sapi ini mempunyai ukuran kerangka tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan sapi lokal (Peranakan Ongole) sehingga pada bobot potong yang sama, sapi BrasPO mempunyai nilai rataan tebal lemak yang paling tinggi pada pangkal ekor. Parameter Karkas pada Bangsa Sapi Penelitian Parameter karkas pada bangsa sapi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter Karkas pada Bangsa Sapi Penelitian Parameter yang Diukur
Bangsa BrasPO
LimPO
SimPO
PO
Bobot Potong (kg)
565,77a
540,69b
539,36b
486.9c
Bobot Karkas (kg)
303,75a
281,4b
284,6b
243,8b
56,95a
53,72b
53,96b
48,78c
TLP (cm)
1,75a
1,42b
1,48b
0,6c
Bobot Lemak PGJ (kg)
3,97a
3,24b
3,28b
2,54c
B
B
B
C
Persentase Bobot Karkas (%)
Butt Shape
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01). Dikoreksi terhadap rataan bobot badan potong 531,47 kg. TLP = Tebal Lemak Punggung; Lemak PGJ = Lemak Pelvis, Ginjal dan jantung.
22
Bobot Potong Sapi dengan bobot potong yang lebih tinggi cenderung laju pertumbuhannya lebih cepat dan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh bangsa sapi terhadap bobot potong. Dalam hal ini, Brahman x Angus x PO (BrasPO) memiliki rataan bobot potong yang paling besar (565,77 kg) dibandingkan ketiga bangsa lainnya (Simmental x PO (SimPO), Limousin x PO (LimPO), Peranakan Ongole (PO)). Hal ini kemungkinan disebabkan karena sapi BrasPO mempunyai laju pertumbuhan yang paling cepat dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya sehingga dalam mencapai bobot potong, sapi ini memiliki rataan bobot potong yang paling tinggi. Sapi PO mempunyai rataan bobot potong yang paling rendah (486,9 kg) karena sapi ini mempunyai ukuran kerangka tubuh yang kecil dan mempunyai laju pertumbuhan yang paling lambat dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya sehingga dalam mencapai bobot potong, sapi ini memiliki nilai rataan yang paling rendah. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Vogt et al.(1962) bahwa sapi hasil persilangan dua bangsa mempunyai rata-rata bobot potong lebih tinggi dibandingkan dengan sapi hasil persilangan murni tetapi lebih kecil apabila dibandingkan dengan persilangan tiga bangsa. Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot potong diantaranya adalah kondisi bakalan dan lama penggemukan. Menurut Hapid (1998) bahwa adanya perbedaan bobot potong pada sapi Australian Commercial Cross dipengaruhi oleh kondisi bakalan dan lama penggemukan. Hal tersebut disebabkan oleh semakin bertambahnya deposisi lemak mengikuti bertambahnya lama penggemukan. Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas Bobot karkas dan persentase bobot karkas dipengaruhi oleh bangsa sapi, jenis kelamin, bobot potong, pakan dan konformasi. Bangsa sapi tipe besar memiliki bobot tubuh dan karkas yang besar pula. Beberapa faktor yang mempengaruhi bobot karkas diantaranya adalah perbedaan bangsa, tipe ternak, nutrisi (Muhibbah, 2007). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persentase bobot karkas diantaranya adalah pakan, umur dan bobot hidup, jenis kelamin, bangsa sapi dan konformasi (Willis dan Preston, 1982). Hasil pada Tabel 3. menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) pada bangsa sapi terhadap bobot
23
karkas. Hal ini terlihat bahwa sapi BrangusPO mempunyai bobot karkas tertinggi (303,75 kg) dan persentase karkas yang paling tinggi (56,96%) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya, sedangkan bangsa sapi SimPO, LimPO, PO mempunyai nilai bobot karkas yang tidak berbeda. Persentase bobot karkas pada sapi PO mempunyai nilai yang paling rendah (48,78%) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Namun, persentase bobot karkas pada sapi LimPO dan SimPO tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kedua bangsa sapi ini mempunyai kesamaan diantaranya adalah merupakan hasil keturunan dari bangsa sapi Eropa sehingga tidak memberikan pengaruh yang berbeda diantara kedua bangsa tersebut. Perbedaan bobot karkas dan persentase bobot karkas dapat dipengaruhi oleh bangsa sapi. Hal ini juga dinyatakan dalam hasil penelitian Brahmantiyo (1996) bahwa sapi Brahman Cross menghasilkan karkas yang lebih tinggi karena ukuran saluran pencernaan pada sapi tersebut relatif lebih kecil. Tebal Lemak Punggung Tabel 3. memperlihatkan bahwa rataan tebal lemak punggung pada sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO) mempunyai nilai yang paling tinggi (1,75 cm) dan nilai TLP yang paling rendah (0,6 cm) terdapat pada sapi Peranakan Ongole. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sapi BrasPO merupakan salah satu bangsa sapi yang bertipe medium sehingga pada bobot potong yang sama, BrasPO mengandung lebih banyak lemak pada saat penggemukan dibandingkan sapi tipe besar seperti Simmental x PO (SimPO), Limousin x PO (LimPO). Selain itu, sapi PO mempunyai ukuran kerangka tubuh yang paling kecil sehingga pada bobot potong yang sama, sapi ini mempunyai deposit lemak pada punggung yang paling rendah. Bobot Lemak Pelvis, Ginjal dan Jantung Tabel 3. menunjukkan bahwa rataan tertinggi bobot lemak pelvis, ginjal dan jantung (3,97 kg) terdapat pada sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO) dibandingkan dengan ketiga bangsa lainnya. Selain itu, sapi BrasPO mempunyai lemak paling tinggi yang kemungkinan disebabkan oleh sapi tersebut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yang dilihat dari laju pertumbuhan yang lebih cepat, berukuran tubuh yang besar sehingga dalam mencapai bobot potong yang sama, BrasPO dapat menyimpan lemaknya lebih banyak dibandingkan ketiga bangsa lainnya. Menurut
24
hasil penelitan Pleasants dan Barton (1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara komponen karkas pada semua bangsa ternak dengan parameter lemak (lemak ginjal dan organ dalam serta lemak pada tulang rusuk ke-12) dan hubungan yang negatif antara parameter lemak dengan bobot tulang dan bobot daging. Butt Shape Hasil analisis pada Tabel 3. menunjukkan bahwa bangsa sapi hasil inseminasi buatan memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap parameter karkas sapi. Sapi Peranakan Ongole (PO) memiliki nilai butt shape yang paling rendah (C) dibandingkan dengan ketiga bangsa sapi lainnya. Sapi hasil inseminasi buatan (Simmentalx PO (SimPO), Limousin x PO (LimPO), Brahman x Angus x PO (BrasPO)) mempunyai nilai butt shape yang sama yaitu B.
25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sapi persilangan BrasPO (Brahman x Angus x PO) menunjukkan performans produksi yang paling baik dibandingkan dengan ketiga lainnya (SimPO, LimPO dan PO), sementara itu PO memiliki penampilan produksi yang paling rendah dengan pemberian jerami padi fermentasi dan konsentrat di Peternakan Mixed Farming, Kabupaten Blora. Saran Berdasarkan hasil dan pengamatan selama penelitian, kiranya penulis dapat memberikan saran antara lain : •
Bakalan sapi BrasPO (Brahman x Angus x PO), SimPO (Simmental x PO) dan LimPO (Limousin x PO) dapat digunakan dalam usaha penggemukan dengan pemanfaatan jerami padi fermentasi dan konsentrat untuk produksi yang optimal.
•
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai penggunaan jerami padi fermentasi yang optimal.
26
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Respon Penggemukan Bangsa Sapi PO dan Persilangannya sebagai Hasil Inseminasi Buatan terhadap
Pemberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di
Kabupaten Blora” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Berhasilnya penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah tidak terlepas dari bimbingan Bapak, Ibu, Astrid yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan moral maupun material kepada penulis selama pelaksanaan penelitian ini. Saat ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pembimbing yang terdiri dari Ir. Sudjana dan Dr. Ir. Rudy Priyanto sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. dan Ir. Komariah, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada Ir. Komariah, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh studi di IPB. Ucapan terima kasih ini, penulis sampaikan pula kepada Om Supan Dargono sebagai Kepala Sub Dinas Pertanian Bina Program Kabupaten Blora, Tante Yanti, Bapak Puspito, Bapak Tulus, Bapak Sugiyo, Mbak Atik, Bapak Gimin, Robiul, Glandis, Geri, Mona, Rara, temen sejurusan dan civitas akademika Fakultas Peternakan yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa baik isi maupun penulisan skripsi ini masih belum sempurna disebabkan oleh banyaknya keterbatasan dari penulis. Oleh karena itu, penulis berharap bahwa informasi yang telah penulis peroleh dan sajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan. Bogor, Maret 2008 Penulis
27
DAFTAR PUSTAKA Agus, A., R. Sutomo. dan Ismaya. 1998. Penggunaan probiotik untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi dan efeknya terhadap pertambahan bobot badan sapi PO. Prosiding Seminar dan Lokakarya Teknologi Spesifik Lokasi dalam Pengembangan Pertanian dengan Orientasi Agribisnis. BPPT Ungaran, Yogyakarta. Hal : 238-248. Agus, A. 2003. Efisiensi pengolahan pakan : jerami padi sebagai pakan andalan pada ternak ruminansia. Sosialisasi dan Pelatihan Pendayagunaan Hasil LITBANG Ilmu Pengetahuan dan Teknologi nuklir di bidang Peternakan Program IPTEKDA-BATAN bagi Penyuluh Lapangan di Kabupaten Blora. Pusat penelitian Pengembangan Teknologi Maju Badan Tenaga Nuklir Nasional, Yogyakarta. Asari, A. Y. 2007. Kajian kecukupan nutrisi dan tata laksana penggemukan sapi Peranakan Ongole di peternakan “Mixed Farming” Kabupaten Blora. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang. Aus-Meat. 1987. Aus-Meat Language. 2nd Edition. Aus-Meat, Sydney. Blakely dan Bade. 1994. Ilmu Peternakan. 3th Edition. Terjemahan : B. Srigandono dan Soedarsono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Blora. 2001. Kajian analisis usaha ternak sapi potong di Kabupaten Blora. Laporan Akhir. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blora dengan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Blora. 2004. Pemetaan sentra potensi unggulan komoditas peternakan dan perikanan. Laporan Akhir. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blora dengan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Badan Pusat Statistik. 2004. Blora dalam Angka. Blora. Brahmantiyo, B. 1996. Karkas, sifat fisik dan kimia daging tiga bangsa (Brahman, Angus dan Murray Grey). Tesis. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bundy, C. E. dan R. V. Diggins. 1962. Beef Production. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffts, United States of America. Forrest, J. C., D. E. Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A. Markel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Fransisco, United States of America. French, M. H., I. Johansson, N. R. Josh dan E. A. McLaughlin. 1966. European Breeds of Cattle. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Hafid, H. 1998. Kinerja produksi sapi Australian Commercial Cross yang dipelihara secara feedlot dengan kondisi bakalan dan lama penggemukan berbeda. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
28
Muhibbah, V. 2007. Parameter tubuh dan sifat-sifat karkas sapi potong pada kondisi tubuh yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ngadiyono, N. 1995. Pertumbuhan dan sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nuchati, U., Subiharta, D. Pramono dan S. Prawirodigdo. 2001. Growth respons of Brahman Crossed bulls to the various formulated concentrate feeds. J. Trop. Anim. Dev. Special Edition (April) 2001. Hal : 161-167. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pleasants, A. B. dan R. A. Barton. 1997. Comparison of the carcass characteristics of steers of different breeds and pre-weaning environments slaughtered at 30 months of age. New Zealand Journal of Agricultural Research Vol. 40: 5768. Pratiwi, N. M. W. 1997. Estimasi produktivitas karkas sapi Brahman Cross kastrasi yang dipotong pada kisaran bobot 350-550 kg. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarwono, B. dan H. B. Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta. SAS. 1985. SAS User’s Guide : Statististics. 5th Ed. Statistical Analysis System Institute, Inc., Cary, NC, USA. Siregar, B. S. 2006. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Soejono, M. 1996. Perubahan struktur dan kecernaan jerami padi akibat perlakuan urea sebagai pakan sapi potong. Disertasi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sugeng, Y. B. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Vogt, D. W., J. A. Gaines, R. C. Carter, W. H. McClure dan C. M. Kincaid. 1962. Heterosis from crosses among British breeds of beef cattle post-weaning performance to slaughter. J. Anim. Sci. 1967. 26:443-452. Widodo, P. 2000. Pengkajian pelaksanaan program inseminasi buatan pada sapi potong di Kabupaten Daerah Tingkat II Blora, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Willis, M. B. dan T. R. Preston. 1982. Intensive Beef Production. 2nd Ed. Pergamon Press Ltd., England.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Tabel Rataan dan Simpangan Baku pada Parameter Sapi Selama Hidup Parameter yang Diukur
Bangsa BrasPO
LimPO
SimPO
PO
Konsum. Kons. (kg/ekor/hr)
4,86a ± 0,09
4,78a ± 0,09
4,78a ± 0,07
5,63b ± 0,14
Konversi Konsentrat
3,73 ± 0,26
4,47 ± 0,26
4,48 ± 0,20
7,80 ± 0,38
PBBH (kg/ekor/hr)
1,34a ± 0,03
1,14b ± 0,03
1,13b ± 0,03
0,67c ± 0,05
Bobot Akhir (kg)
553,79a ± 5,04
529,31b ± 5,09
528,23b ± 3,93
474,01c ± 7,40
LD (cm)
205,75a ± 3,46
193,60b ± 3,49
199,93ab ± 2,70
185,44b ± 5,08
PB (cm)
143,85a ± 2,58
140,63a ± 2,61
130,89c ± 2,02
116,59b ± 3,79
TP (cm)
149,72a ± 2,44
141,11b ± 2,46
141,44b ± 1,90
135,06b ± 3,58
2,12b ± 0,06 2,10b ± 0,04 1,50c ± 0,08 2,30a ± 0,05 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan secara nyata (P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01). Dikoreksi terhadap rataan bobot badan awal bakalan 399,31 kg dan rataan lama penggemukan 122,68 hari. Konsum. Kons. = konsumsi konsentrat dalam Bahan Kering (BK); LD = Lingkar Dada; PB = Panjang Badan; TP = Tinggi pundak; PBBH = Pertambahan Bobot Badan Harian; TLPE = Tebal Lemak Pangkal Ekor. TLPE (cm)
Lampiran 2. Tabel Rataan dan Simpangan Baku pada Parameter Karkas Sapi Bangsa
Parameter yang Diukur
BrasPO
Bobot Potong (kg)
565,77a ± 4,73
Bobot Karkas (kg) Persentase Bobot Karkas (%)
SimPO
PO
540,69b ± 4,77
539,36b ± 3,69
486,9c ± 6,94
303,75a ± 32,83
281,40b ± 13,90
284,60b ± 7,40
243,80b ± 14,54
56,95a ± 1,82
53,72b ± 1,29
53,96b ± 1,05
48,78c ± 1,74
TLP (cm)
1,75a ± 0,12
1,42b ± 0,08
1,48b ± 0,13
0,60c ± 0,10
Bobot Lemak PGJ (kg)
3,97a ± 0,42
3,24b ± 0,15
3,28b ± 0,13
2,54c ± 0,11
B
B
B
C
Butt Shape
LimPO
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01). Dikoreksi terhadap rataan bobot badan potong 531,47 kg. TLP = Tebal Lemak Punggung; Lemak PGJ = Lemak Pelvis, Ginjal dan Jantung.
31
Lampiran 3. Tabel Analisis Peragam Konsumsi Konsentrat Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
0.02
0.00
0.72
0.5552
Bobot Awal
1
0.06
0.06
5.57
0.0346
Lama Penggemukan
1
0.00
0.00
0.29
0.5996
Galat
13
0.15
0.01
Total Terkoreksi
18
0.23
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari Lampiran 4. Tabel Analisis Peragam Konsumsi Konsentrat BK Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
0.61
0.20
7.63
0.0034
Bobot Awal
1
0.17
0.17
6.48
0.0244
Lama Penggemukan
1
0.57
0.57
21.4
0.0005
Galat
13
0.34
0.02
Total Terkoreksi
18
1.69
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari Lampiran 5. Tabel Analisis Peragam PBBH Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
0.33
0.10
26.73
0.0001
Bobot Awal
1
0.00
0.00
0.36
0.5612
Lama Penggemukan
1
0.00
0.00
0.08
0.7800
Galat
13
0.05
0.00
Total Terkoreksi
18
0.38
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari
32
Lampiran 6. Tabel Analisis Peragam Panjang Badan Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
570.15
190.05
10.24
0.0010
Bobot Awal
1
303.03
303.03
16.34
0.0014
Lama Penggemukan
1
93.03
93.03
5.02
0.0432
Galat
13
18.55
18.55
Total Terkoreksi
18
984.76
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari Lampiran 7. Tabel Analisis Peragam Lingkar Dada Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
522.19
174.06
5.24
0,0137
Bobot Awal
1
348.12
348.12
10.48
0,0065
Lama Penggemukan
1
42.68
42.68
1.29
0,2774
Galat
13
33.20
33.20
Total Terkoreksi
18
946.19
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari Lampiran 8. Tabel Analisis Peragam Tinggi Pundak Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
232.61
77.53
4.69
0.0197
Bobot Awal
1
33.80
33.80
2.05
0.1762
Lama Penggemukan
1
4.6
4.6
0.28
0.6066
Galat
13
214.85
16.52
Total Terkoreksi
18
485.86
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari
33
Lampiran 9. Tabel Analisis Peragam Bobot Potong Ekor Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
4504.15
1501.38
24.23
0.0001
Bobot Awal
1
5176.59
5176.59
83.56
0.0001
Lama Penggemukan
1
446.24
446.24
7.2
0.0188
Galat
13
805.34
61.95
Total Terkoreksi
18
10932.32
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari Lampiran 10. Tabel Analisis Peragam Bobot Karkas Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
989,79
329,93
8,89
0,0015
Bobot Potong
1
4554,53
4554,53
122,76
0,0001
Galat
14
519,41
37,10
Total Terkoreksi
18
6063,73
Keterangan : Rata-rata Bobot Potong 531,47 kg Lampiran 11. Tabel Analisis Peragam Persentase Bobot Karkas Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
47,72
15,90
13,93
0,0002
Bobot Potong
1
17,42
17,42
15,26
0,0016
Galat
14
15,98
1,14
Total Terkoreksi
18
81,12
Keterangan : Rata-rata Bobot Potong 531,47 kg
34
Lampiran 12. Tabel Analisis Peragam Tebal Lemak Pangkal Ekor Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
0.44
0.14
14.88
0.0002
Bobot Awal
1
0.00
0.00
0.00
0.9809
Lama Penggemukan
1
0.00
0.00
0.30
0.5944
Galat
13
0.12
0.00
Total Terkoreksi
18
0.56
Keterangan : Rata-rata Bobot Awal 399,31 kg dan Lama Penggemukan 122,68 hari Lampiran 13. Tabel Analisis Peragam Tebal Lemak Punggung Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
P
Bangsa
3
1,63
0,54
44,37
0,0001
Bobot Potong
1
0,01
0,01
1,11
0,3106
Galat
14
0,17
0,01
Total Terkoreksi
18
1,81
Keterangan : Rata-rata Bobot Potong 531,47 kg Lampiran 14. Tabel Analisis Peragam Lemak Pelvis, Ginjal dan Jantung Sapi Selama Penelitian Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Bebas Kuadrat Tengah Bangsa
3
2,25
0,75
16,58
0,0001
Bobot Potong
1
0,12
0,12
2,77
0,1181
Galat
14
0,63
0,04
Total Terkoreksi
18
3
Keterangan : Rata-rata Bobot Potong 531,47 kg
35
Lampiran 15. Gambar Daerah Kabupaten Blora di Jawa Tengah
Lampiran 16. Gambar Daerah Kecamatan Jepon
36
Lampiran 17. Gambar Denah Lokasi Penelitian di Mixed Farming, Kabupaten Blora
Lampiran 18. Gambar Sapi Brahman x Angus x PO (BrasPO)
37
Lampiran 19. Gambar Sapi Limousin x PO (LimPO)
Lampiran 20. Gambar Sapi Simmental x PO (SimPO)
Lampiran 21. Gambar Sapi Peranakan Ongole (PO)
38
Lampiran 22. Kandungan Nutrisi Bahan Baku Konsentrat BC 132 Puspetasari Bahan pakan
BK
TDN
PK
BETN
ABU
SK
LK
Ca
P
............................................................%............................................................
Pollard
86,00
72,00
14,00
58,20
6,00
15,70
4,10
0,13
1,38
Bekatul
86,00
70,00
11,00
59,70
11,70
11,60
6,00
1,79
0,12
86,00
65,00
10,00
50,60
14,70
19,80
4,90
1,86
0,23
Tetes
77,00
77,00
5,40
73,90
10,40
-
0,30
0,80
0,14
Onggok
86,00
69,00
1,00
79,88
2,40
15,00
0,32
0,22
0,50
Kulit Kopi
89,12
45,45
8,12
51,18
8,80
29,70
2,20
0,20
0,13
Kulit
88,10
49,90
10,46
53,28
7,75
20,44
8,26
0,58
0,18
Gaplek
88,10
69,00
4,50
86,17
3,33
5,30
0,70
0,26
0,16
Bungkil
89,02
74,00
33,00
25,40
7,90
24,00
9,70
0,47
-
Jagung
86,00
70,00
9,70
61,8
3,3
4,3
6,9
0,06
0,36
Bungkil
86,00
78,00
17,87
60,93
9,30
6,20
5,70
0,34
0,70
88,41
71,00
15,01
47,89
6,50
19,70
10,90
0,17
0,62
Slaz
90,00
55,00
49,00
39,88
6,00
3,12
2,00
6,80
2,80
Ampas
84,96
72,00
16,47
20,13
5,80
10,0
18,80
0,27
0,65
86,00
43,00
12.6
-
-
-
-
-
-
Halus Bekatul Sedang
Coklat
Biji Kapuk
Kedele Bungkil Sawit
Kecap Kulit Kacang
39