SKRIPSI
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MINYAK KAYA DAG (MKDAG) BERBAHAN BAKU RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DENGAN METODE GLISEROLISIS ENZIMATIS
Oleh : Danang Pujo Kusumo F 24103035
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MINYAK KAYA DAG (MKDAG) BERBAHAN BAKU RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DENGAN METODE GLISEROLISIS ENZIMATIS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Danang Pujo Kusumo F 24103035
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MINYAK KAYA DAG (MKDAG) BERBAHAN BAKU RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DENGAN METODE GLISEROLISIS ENZIMATIS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Danang Pujo Kusumo F 24103035 Dilahirkan pada tanggal 02 November 1984 Di Jakarta Tanggal lulus : Maret 2008
Menyetujui, Bogor, Maret 2008
Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc
Dr. Ir. Tri Haryati, MS
Pembimbing Akademik I
Pembimbing Akademik II
Mengetahui
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Danang Pujo Kusumo. F24103035. Sintesis dan Karakterisasi Minyak Kaya DAG (MKDAG) Berbahan Baku RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan Metode Gliserolisis Enzimatis. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi dan Dr. Ir. Tri Haryati. 2008. Ringkasan
Kelapa sawit merupakan komoditas yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan secara agroindustri dikarenakan beragamnya produk turunan yang dapat dihasilkan. Selama ini porsi CPO dalam menyumbang devisa negara cukup besar. Pendapatan negara lewat kelapa sawit ini sebenarnya dapat ditingkatkan lagi jika CPO dapat diolah menjadi produk turunan kedua, ketiga dan selanjutnya. Salah satu produk yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan adalah minyak DAG. Minyak DAG adalah minyak dengan komposisi kandungan DAG mencapai 80% sedangkan 20 % kandungan lainnya meliputi TAG dan MAG dengan kadar MAG lebih kecil dari 5 % (Flickinger et al, 2003). Minyak dengan kandungan DAG tinggi tetapi kurang dari 80% dapat disebut Minyak Kaya DAG (MKDAG). Produk ini mulai gencar dikembangkan sejak ditemukannya potensi minyak DAG dalam memberikan fungsi lebih bagi tubuh seperti menurunkan massa lemak dalam tubuh atau menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Secara umum penelitian bertujuan meningkatkan nilai tambah dari minyak sawit dengan cara mengolahnya menjadi produk bernilai ekonomis tinggi. Secara khusus penelitian ini bertujuan menentukan kondisi optimum sintesis DAG berbahan baku RBDPO dan melakukan karakterisasi sifat fisiokimia produk DAG yang dihasilkan. Proses sintesis DAG dilakukan dengan mencampurkan dan mereaksikan RBDPO, campuran gliserol dan silika, serta katalis lipase dalam wadah reaktor pada kondisi suhu dan waktu reaksi tertentu sesuai dengan rancangan percobaan. Proses sintesis MKDAG menggunakan rancangan percobaan Response Surface Methodology (RSM). Pada tahap akhir akan dipilih kombinasi terbaik yang menghasilkan minyak dengan jumlah DAG tertinggi serta kadar TAG dan MAG yang terendah. Setelah itu minyak kemudian dikarakterisasi meliputi kadar ALB, bilangan iod, bilangan peroksida, titik leleh, titik asap, dan nilai HLB. Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk menghasilkan MKDAG adalah 344 menit dan 66 o C. Verifikasi kondisi optimum tersebut menghasilkan kadar AL sebesar 5.28 %, kadar MAG sebesar 11.55 %, kadar DAG sebesar 48.04 %, dan kadar TAG sebesar 35.13 % dengan jumlah rendemen sebesar 90.62%. Berdasarkan perhitungan rumus persamaan, kadar AL, MAG, DAG, dan TAG yang terbentuk adalah 8,06%, 12,03%, 49,76%, dan 32,73%. Uji karakterisasi MKDAG menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kadar ALB sebesar 3.81 %, nilai titik leleh berkisar antara 34,5 hingga 37 o C, nilai titik asap sebesar 152 o C, bilangan peroksida sebesar 6,36 meq/kg, nilai bilangan iod sebesar 53,37, dan nilai HLB sebesar 4,10.
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Danang Pujo Kusumo dan merupakan anak sulung dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 November 1984 dari pasangan Sukarno dan Rukmini Nugroho Dewi. Riwayat pendidikan penulis dimulai di TK Tritunggal pada tahun 1990. Penulis kemudian melanjutkan bersekolah di SDN 06 Ciputat, SMPN 02 Ciputat dan SMAN 86 Jakarta Selatan. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat SMA pada tahun 2003. Pada tahun tersebut pula penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian melalui program USMI. Selama masa perkuliahan penulis berkesempatan mengikuti berbagai kegiatan baik itu kegiatan yang bersifat akademis maupun non akademis. Penulis pada masa tersebut berkesempatan mengikuti organisasi keprofesian Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Penulis juga turut serta dalam berbagai kepanitiaan antara lain kegiatan Bazar Koperasi Mahasiswa, panitia Lepas Landas Sarjana (LLS) FATETA, BAUR dan lain sebagainya. Selama masa perkuliahan penulis juga sempat menjadi asisten dosen pada mata kuliah matematika dasar dan kalkulus serta menjadi asisten praktikum pada mata kuliah kimia dasar. Selama perkuliahan penulis berhasil mendapatkan beberapa beasiswa seperti beasiswa PPA dan BBM dalam rangka peningkatan prestasi akademik. Sebagai tugas akhir penulis melaksanakan penelitian yang berjudul SINTESIS DAN KARAKTERISASI MINYAK KAYA DAG (MKDAG) BERBAHAN BAKU RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DENGAN METODE GLISEROLISIS ENZIMATIS di bawah bimbingan Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc dan Dr. Ir. Tri Haryati, MS.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdullillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan karunia kepada penulis hingga detik ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan besar umat Islam Nabi Allah Muhammad SAW atas teladannya kepada penulis walaupun hingga saat ini penulis belum dapat melaksanakan semuanya. Skripsi yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI MINYAK KAYA DAG (MKDAG) BERBAHAN BAKU RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DENGAN METODE GLISEROLISIS ENZIMATIS” ini penulis susun sebagai syarat kelulusan pada Fakultas Teknologi Pertanian. Skripsi ini penulis susun dibawah bimbingan Dr. Purwiyatno Hariyadi, MSc dan Dr. Tri Haryati, MS. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan akibat peran serta dari seluruh pihak yang dengan ikhlas membantu penulis. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada 1.
Bapak dan Ibu, atas segala dukungannya serta doa yang tak hentihenti dilantunkan untuk penulis serta adikadikku Randi dan Delvi yang terus menjadi penyemangat bagi penulis
2.
Bapak Purwiyatno Hariyadi dan Ibu Tri Haryati atas kesabarannya membimbing penulis dan juga saransarannya dalam penyelesaian skripsi ini
3.
Bapak Dase Hunaefi atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan juga atas saransaran perbaikannya
4.
Seluruh DosenDosen ITP yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas keikhlasan Bapak dan Ibu.
5.
Seluruh pegawai ITP dan Seafast Abah Karna, Pa jujum, Pak Deni, Pa Udin, Mbak Ani, Mbak Virna, Bibi Rohana, dan Bibi Entin
6.
Sahabat & keluarga tercinta di The Village : Chusni, Harimurti, Yoga, Adie, Sarwo, Arga, Pa’de, Ados, Ari hutan, Reza, Ari Nor, Nunuk, Usman, Candra, Radit, Pram, Anto (terima kasih atas kisah dan petualangan yang indah)
7.
Sahabat satu bimbingan (Arif, Marto, Riska), terima kasih atas candatawanya.
8.
Sahabatsahabat terbaikku : Mita, Beti, Lilin, Dhea, Yusmanetti, Gading, Marta yang telah membantu penulis menjalankan harihari di IPB.
9.
Sahabatsahabat di Seafast yang telah membuat canda tawa dan menghilangkan kesedihan penulis (Abah Karna, Mas Arif, Mas Zay, Ria, Mansyah ’GCman”, Desi, Sofah, Mbak Anggi, Mbak Yuli, dan Mbak Reno)
10. Sahabat ITP 40 (Gilang, Martin, Babeh, Tedy, Aji, Toen, Indah, Wati, dll) terima kasih atas kebersamaannya 11. Sahabat ITP 41 (Wulan, Lia, Netha, Yuke, Rais, Iqbab, Anto, Chabib, Echi, dll) terima kasih atas pertemanannya 12. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan keseluruhan
Penulis menyadari karya ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dalam rangka memperbaikinya di masamasa mendatang. Terakhir penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Maret 2008
Danang Pujo Kusumo F 24103035
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii DAFTAR TABEL……………………………………………………………... v DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. vi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. viii
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG………………………………………………….. 1 B. TUJUAN………………………………………………………………… 3 TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT ………………………………………….. 4 B. GLISEROL………………………………………………………………11 C. DIASILGLISEROL……………………………………………………. 12 D. INTERESTERIFIKASI……………………………………………….. 17 BAHAN DAN METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT…………………………………………………... 20 B. METODOLOGI……………………………………………………….. 20 1. Analisis Kimia Bahan Baku (RBDPO)............................................... 20 2. Penelitian Pendahuluan....................................................................... 22 3. Penelitian Utama................................................................................ 24 C. PENGAMATAN 1. Analisis kuantitatif MKDAG (Kromatografi Gas)........................... 27 2. Penentuan Titik Leleh (Melting Point) (AOAC, 1995)..................... 28 3. Penentuan Titik Asap (Smoke point) (AOCS, 1997)......................... 28 4. Analisis Bilangan Iod, Metode Wijs (AOAC,1995)………………….28 5. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (AOAC, 1995).............................. 29 6. Penentuan Nilai HLB (modifikasi Gupta et al ,1983)......................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KIMIA BAHAN BAKU Kadar Air dan Bilangan Iod.................................................................
31
Bilangan Peroksida dan Kadar ALB....................................................
32
PENELITIAN PENDAHULUAN Penentuan Rasio Molar Minyak dan Gliserol......................................
33
Pengaruh Penambahan Pelarut Heksana dalam Reaksi Gliserolisis..............................................................................
36
Evaluasi Waktu Reaksi Terbaik...........................................................
37
PENELITIAN UTAMA Metode Permukaan Tanggap...............................................................
40
Hasil Optimasi Metode Permukaan Tanggap.....................................
40
KARAKTERISTIK PRODUK MKDAG 1. Analisa komposisi MKDAG dengan metode kromatografi gas (GC) ........................................................................ 47 2. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) ........................................ 49 3. Analisis Titik Leleh............................................................................. 51 4. Analisis Titik Asap.............................................................................. 53 5. Analisis Bilangan Peroksida................................................................ 55 6. Analisis Bilangan Iod.......................................................................... 56 7. Penentuan Nilai HLB.......................................................................... 57 KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN………………………………………………………… 59 B. SARAN………………………………………………………………… 60
DAFTAR PUSTAKA
61
LAMPIRAN
66
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Ekspor CPO dan Produk Turunannya (Ribu Metrik ton)...............
2
Tabel 2
Komposisi Asam Lemak Penyusun Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO)...............................................................
6
Tabel 3
Produksi Minyak Sawit Dunia……………………………………
7
Tabel 4
Market Share Minyak Sawit Dunia Tahun 2006…………………
8
Tabel 5
Karakteristik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)..
10
Tabel 6
Perlakuan dan kode sampel proses produksi MKDAG.................
26
Tabel 7
Rancangan percobaan produksi MKDAG.....................................
26
Tabel 8
Hasil analisis bahan baku RBDPO.................................................
32
Tabel 9
Data Gas Cromatography tentang pengaruh rasio molar minyak dan gliserol terhadap komposisi asilgliserol ratarata yang terbentuk serta rendemen ratarata yang didapatkan......................
34
Tabel 10 Data Gas Chromatography rendemen dan komposisi asilgliserol pada berbagai waktu reaksi.............................................................
38
Tabel 11 Hasil verifikasi MKDAG pada kondisi optimum..........................
47
Tabel 12 Titik leleh produk MKDAG dari 13 perlakuan dan hasil verifikasi kondisi optimum.............................................................
52
Tabel 13 Titik Asap pada minyak yang mengandung 0.01% ALB dan ALB murni 100%…………………………………………………
55
Tabel 14 Nilai HLB dan Aplikasinya............................................................
57
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
Kelapa sawit dan produknya.........................................................
5
Gambar 2
Perbandingan Tingkat Produksi Minyak Sawit di Dunia (Oil World, 2006)…………………………………………………….
7
Gambar 3
Tahap Pemurnian CPO menjadi RBDPO………………………..
9
Gambar 4
Struktur kimia gliserol...................................................................
12
Gambar 5
Tahapan reaksi gliserolisis antara minyak dan gliserol.................
18
Gambar 6
Reaktor gliserolisis enzimatis........................................................ 23
Gambar 7
Diagram alir penelitian pendahuluan produksi MK DAG...........
Gambar 8
Diagram alir penelitian utama produksi MKDAG....................... 25
Gambar 9
Histogram komposisi asilgliserol yang terbentuk dari reaksi gliserolisis dengan suhu 65 o C katalis 5% selama 240 menit pada berbagai rasio molar minyak : gliserol yaitu 1:3 , 1:2 , 1:1 , 2:1.. 35
24
Gambar 10 Histogram rendemen MKDAG yang terbentuk dari reaksi gliserolisis dengan suhu 65 o C, katalis 5% selama 240 menit pada berbagai rasio molar minyak:gliserol yaitu 1:3, 1:2, 1:1, 2:1.................................................................................................. 35 Gambar 11 Histogram komposisi asilgliserol yang terbentuk dari reaksi gliserolisis RBDPO dengan rasio minyak:gliserol sebesar 2:1, katalis 5%, selama 120 menit dengan menggunakan pelarut heksana atau tidak menggunakan pelarut heksana........................ 36 Gambar 12 Histogram komposisi asilgliserol yang terbentuk dari reaksi gliserolisis RBDPO dengan rasio minyak:gliserol sebesar 2:1, katalis 5% pada waktu reaksi 120, 240, dan 360 menit………… 38 Gambar 13 Histogram rendemen yang terbentuk dari reaksi gliserolisis RBDPO dengan rasio minyak:gliserol sebesar 2:1, katalis 5%, pada waktu reaksi 120, 240, dan 360 menit.................................. 39 Gambar 14 Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap monoasilgliserol............................................................................ 41
Gambar 15 Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap diasilgliserol.................................................................................. 42 Gambar 16 Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap triasilgliserol.................................................................................. 44 Gambar 17 Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap asam lemak (AL)........................................................................... 45 Gambar 18 Diagram alir proses analisis kromatografi gas.............................. 48 Gambar 19 Contoh kromatogram produk MKDAG....................................... 49 Gambar 20 Kadar ALB bahan baku dan MKDAG......................................... 50 Gambar 21 Perbandingan titik asap antara MKDAG dan minyak goreng komersil…………………………………………………………. 54 Gambar 22 Bilangan peroksida bahan baku, MKDAG dan standar peroksida maksimum……………………………………………. 55 Gambar 23 Bilangan iod bahan baku dan produk MKDAG..........................
56
Gambar 24 Histogram nilai HLB produk MKDAG dan emulsifier referensi 59
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Penentuan jumlah sampel RBDPO dengan gliserol pada setiap rasio yang telah ditentukan (1:3, 1:2, 1:1, 2:1).................................
66
Lampiran 2
Penentuan jumlah katalis yang digunakan pada setiap reaksi...........
67
Lampiran 3
Perlakuan dan kode perlakuan untuk reaksi gliserolisis minyak RBDPO..............................................................................................
68
Rancangan percobaan yang digunakan pada Central Composite Design................................................................................................
69
Lampiran 5
Persamaan Reaksi Gliserolisis antara Minyak dan Gliserol..............
70
Lampiran 6
Tabulasi Data Penelitian Pendahuluan……………………………..
72
Lampiran 7
Tabulasi Data Penelitian Utama…………………………….……...
73
Lampiran 8a
Titik leleh beberapa DAG dari asam lemak jenuh............................
74
Lampiran 8b
Titik leleh beberapa trigliserida…………………………………….
74
Lampiran 9a
Kadar asam lemak bebas bahan baku dan MKDAG……………...
75
Lampiran 9b
Bilangan peroksida bahan baku dan MKDAG……………………
75
Lampiran 10a
Bilangan iod bahan baku dan MK DAG…………………………..
76
Lampiran 10b
Nilai HLB MK DAG pada kondisi optimum...................................
76
Lampiran 11
Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi ALB………………………………………………………………...
77
Lampiran 12
Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi MAG……………………………………………………………….
79
Lampiran 13
Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi DAG………………………………………………………………..
81
Lampiran 14
Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi TAG………………………………………………………………...
83
Lampiran 15
Standar identifikasi peak komposisi asilgliserol minyak dengan metode kromatografi gas (AOAC,1997)...................………………
85
Produk MKDAG dari 13 perlakuan……………………………….
86
Lampiran 1
Lampiran 4
Lampiran 16
I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan negara Indonesia dalam rangka usaha memakmurkan bangsa. Komoditas ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan secara agroindustri dikarenakan beragamnya produk yang dapat dihasilkan oleh kelapa sawit. Apalagi saat ini tengah gencar dikembangkan produk minyak yang berasal dari bahan baku nabati. Menurut data Oil World (2006) pada laporan Ditjen Perkebunan tahun 2007, minyak sawit saat ini telah memimpin pasar minyak nabati dunia dengan pangsa pasar sebesar 24,31 %. Hal ini disebabkan komoditas minyak sawit memiliki kelebihan baik dari segi produktivitas, ragam kegunaan, maupun harga produk. Besarnya pangsa pasar tersebut tentunya akan dapat ditingkatkan lagi karena peluang perkembangannya masih sangat besar. Malaysia pada tahun 2006 masih menjadi kampiun dalam produksi CPO yaitu mencapai 16,05 juta ton (43,49%) sedangkan Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia. Angka produksi minyak sawit Indonesia mencapai 15,9 juta ton (43,08%) dari total produksi dunia sebesar 36,9 juta ton dengan jumlah konsumsi dalam negeri mencapai 3,8 juta ton. Jumlah itu antara lain 3,3 juta ton digunakan sebagai minyak goreng dan sebesar 0,5 juta ton digunakan untuk produkproduk turunan minyak sawit (Oil World, 2006). Selama ini produk ekspor kelapa sawit Indonesia masih didominasi oleh CPO. Berdasarkan Tabel 1 dapat terlihat bahwa CPO yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit cukup besar jika dibandingkan dengan produkproduk lainnya. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2006 CPO menyumbang lebih dari 40% dari total produk yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit. Pendapatan negara lewat kelapa sawit sebenarnya dapat ditingkatkan lagi jika CPO tersebut dapat diolah menjadi produkproduk kedua, ketiga dan selanjutnya. Dalam
upaya meningkatkan nilai tambah dari CPO diperlukan serangkaian penelitian guna mencari produk yang bernilai jual tinggi. Salah satu produk yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan adalah minyak DAG. Tabel 1. Ekspor CPO dan Produk Turunannya (Ribu Metrik ton) Produk Turunan CPO Tahun
CPO
2001 2002 2003 2004 2005 2006
1.800 2.800 2.900 3.800 4.600 5.000
RBD Olein 950 2.025 2.500 3.100 3.300 4.050
RBD RBD Palm Oil Stearin 350 280 325 550 650 980
930 970 1.200 1.430 1.600 1.650
PFAD 300 280 300 380 340 460
Total
Porsi CPO
4.330 6.355 7.225 9.260 10.490 12.140
41.57% 44.06% 40.14% 41.04% 43.85% 41.19%
Sumber : Gapki (2007)
DAG merupakan senyawa ester dari gliserol dimana terdapat dua gugus hidroksil yang teresterifikasi oleh asam lemak. DAG ini dapat dibedakan berdasarkan isomernya yaitu sn1,2 (2,3) dan sn1,3 DAG. Isomer yang terakhir merupakan jenis komersial yang dikembangkan. Produk ini mulai gencar dikembangkan sejak ditemukannya potensi minyak DAG dalam memberikan fungsi lebih bagi tubuh seperti menurunkan massa lemak dalam tubuh atau menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Hariyadi dan Andarwulan, 2003). Pada tahun 2000, USFDA menyatakan bahwa minyak DAG mendapatkan GRAS (generally recognize as safe) untuk digunakan sebagai minyak goreng atau margarin (Hariyadi dan Andarwulan, 2003). Melihat potensi tersebut maka diperlukan serangkaian penelitian yang mendalam mengenai pengembangan produksi DAG khususnya yang berbahan baku RBDPO.
B. TUJUAN Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan nilai tambah dari minyak sawit dengan cara mengolahnya menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu minyak DAG sedangkan tujuan khususnya yaitu menentukan kondisi optimum sintesis DAG berbahan baku RBDPO dan melakukan karakterisasi sifat fisikokimia produk DAG yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
MINYAK KELAPA SAWIT Dari sekitar 20 jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan di Indonesia, kelapa sawit termasuk jenis tanaman yang perkembangannya cukup unik dalam sejarah perkebunan di negara Indonesia. Sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1848 dan ditanam di Kebun Raya Bogor serta selanjutnya dilakukan serangkaian pengamatan dan penelitian maka pengembangan kelapa sawit dimulai dan menuai hasilnya kirakira 7080 tahun setelah tahun tahap pengenalan tadi (Mangoensoekarjo, 2003). Kelapa sawit mulai dikembangkan secara besarbesaran pada tahun 1970an setelah Malaysia berhasil mengambil posisi Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Upaya pengembangan ini didorong oleh pemikiran bahwa kelapa sawit dapat menjadi sumber pendapatan devisa yang potensial. Selain itu juga perlu adanya tindakan untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak dan gas bumi sebagai sumber dana pembangunan. Nama genus kelapa sawit adalah Elaeis guineensis yang diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan pengamatan pohonpohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique kawasan Hindia Barat. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak sedangkan kata guineensis berdasarkan keyakinan Jacqueis bahwa kalapa sawit berasal dari Guinea (Afrika). Varietas E guineensis terdiri dari 3 bentuk yaitu Nigrescens, Virecens, dan Albescens. Jenis yang umum dipakai umtuk penananaman komersial adalah bentuk Nigrescens sedangkan jenis lainnya umum dipakai untuk penelitian (Mangoensoekarjo, 2003). Secara anatomi, bagianbagian buah kelapa sawit dari luar ke dalam adalah sebagai berikut
1.Perikarp, terdiri dari a. Epikarp yaitu kulit buah yang keras dan licin b. Mesokarpium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi 2.Biji, mempunyai bagian a. Endokarpium (kulit biji = tempurung) yaitu bagian yang berwarna hitam dan keras b. Endosperm (Kernel = daging biji) berwarna putih (dapat menghasilkan minyak juga) c. Lembaga/embrio
a
b
c
d
Gambar 1. Kelapa sawit dan produknya : (a). buah kelapa sawit segar, (b) buah kelapa sawit, (c) inti kelapa sawit (palm kernel), (d) crude palm kernel oil (kiri) dan crude palm oil (kanan). Gambar 1 diatas merupakan gambar buah kelapa sawit beserta produk turunannya. Saat ini produk utama dari kelapa sawit yang banyak dimanfaatkan adalah minyaknya. Berdasarkan asalnya, minyak kelapa sawit ini dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). CPO merupakan minyak yang didapatkan dari hasil ekstraksi bagian sabut buah kelapa sawit. Hal ini berbeda dengan PKO dimana PKO didapatkan dari hasil ekstraksi inti buah kelapa sawit. Oleh karena berasal dari sumber yang berbeda
maka komposisi asam lemak penyusunnya pun berbeda. CPO umumnya banyak mengandung asam palmitat dan asam oleat sedangkan PKO banyak sekali mengandung asam laurat, asam miristat, dan asam oleat. Secara detail data mengenai komposisi asam lemak penyusun CPO dan PKO dilihat pada Tabel 2, Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Penyusun Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO) Minyak Kelapa Sawit Minyak Inti Sawit (CPO) (%) mol (PKO) (%) mol Asam kaprilat (8) 34 Asam kaproat (6) 37 Asam laurat (12) 4652 Asam miristat (14) 1.12.5 1417 Asam palmitat (16) 4046 6.59 Asam stearat (18) 3.64.7 12.5 Asam oleat (18:1) 3945 1319 Asam linoleat (18:2) 711 0.52 Asam Lemak
Sumber : Eckey, S.W (1995)
Komponen minor yang terdapat dalam minyak sawit terdiri dari karotenoid (pigmen yang membentuk warna oranye), tokoferol dan tokotrienol (sebagai antioksidan), sterol, triterpenic dan alifatik alkohol (Chin, 1979). Adanya karotenoid, tokoferol, dan tokoterienol menyebabkan tingginya stabilitas oksidasi dan nilai gizi minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya (Hui, 1996). Berdasarkan Tabel 3, tahun 2006 Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Angka produksi minyak sawit Indonesia mencapai 15,9 juta ton (43,09 %) dari total produksi dunia sebesar 36,9 juta ton dengan jumlah konsumsi dalam negeri mencapai 3.8 juta ton. Jumlah itu antara lain 3,3 juta ton digunakan sebagai minyak goreng dan sebesar 0,5 juta ton digunakan untuk produkproduk turunan minyak sawit. Sementara itu Malaysia pada tahun 2006 masih menjadi kampiun dalam produksi CPO yaitu mencapai 16,05 juta ton (43,49 %).
Tabel 3. Produksi Minyak Sawit Dunia Keterangan
2001
2002
2003 2004 2005
2006
2007*
11.80
11.90
13.35 13.98 14.96 16.05
16.55
Persentase (%)
48.54
46.41
47.56 45.60 44.76 43.49% 42.50%
Pertumbuhan (%)
8.86
0.93
12.09 4.72
8.40
9.62
10.44 12.23 13.10 15.90
Persentase (%)
34.55
37.49
37.19 39.89 39.23 43.09% 43.91%
Pertumbuhan (%)
20.00
14.52
8.52 17.15 7.20 21.37% 7.55%
4.11
4.13
4.28
Persentase (%)
16.91
16.10
15.25 14.51 16.01 13.4% 13.6%
Pertumbuhan (%)
3.01
0.49
3.63
24.31
25.66
28.07 30.66 33.42 36.90
Malaysia Produksi (Juta ton)
Indonesia Produksi (Juta ton)
Lainnya Produksi (Juta ton)
Dunia Produksi (Juta ton)
4.45
7.01 7.29% 3.12%
5.35
4.95
17.10
5.29
3.97 20.22 7.42% 6.90% 38.95
Persentase (%)
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Pertumbuhan (%)
11.36
25.66
28.07 30.66 33.42 10.42% 5.53%
Sumber : Oil World (2006) *prediksi Sejak tahun 2001 hingga tahun 2006 Indonesia dan Malaysia saling bersaing dalam perebutan posisi teratas produsen minyak kelapa sawit di dunia (Gambar 2). Sejak tahun 2001 Malaysia berada di posisi teratas dalam hal jumlah produksi minyak kelapa sawit. Pada tahun 2006 Indonesia secara ketat membuntuti Malaysia dan kemungkinan diatas tahun 2007 Indonesia dapat
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Indonesia Malaysia
20 06 20 07 *
20 05
20 04
20 03
20 02
Negara lainnya
20 01
Jumlah Produksi (juta ton)
meraih kembali posisi teratas produsen minyak kelapa sawit di dunia.
Tahun
Gambar 2. Perbandingan Tingkat Produksi Minyak Sawit di Dunia (Oil World, 2006)
Peluang Indonesia untuk mengungguli Malaysia kembali sebagai produsen produkproduk kelapa sawit dunia sangat besar. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif antara lain (1) masih tersedianya lahan dengan iklim yang sesuai untuk perluasan komoditas kelapa sawit, (2) tercipta dan tersedianya berbagai teknologi mutakhir ke arah pencapaian produktivitas tinggi yang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, (3) berkembangnya jaringan sarana dan prasarana yang dapat menurunkan biaya produksi, (4) tersedianya tenaga kerja dalam jumlah besar, (5) semakin baiknya regulasi dan adanya debirokrasi sehingga proses pengurusan ekspor lebih murah, cepat dan efisien, dan (6) semakin berkembangnya industri hulu (seperti bibit) dan industri hilir oleokimia dan oleopangan di Indonesia (Mangoensoekarjo,2003). Jika kelebihankelebihan diatas dapat dimaksimalkan maka Indonesia dapat memperbesar market sharenya di pasar dunia lebih dari yang diperoleh pada tahun 2006 yaitu sebesar 41,40 % (Tabel 4). Tabel 4. Market Share Minyak Sawit Dunia Tahun 2006 Negara 2006 Persentase Malaysia 14.300 48.76% Indonesia 12.140 41.40% Papua Nugini 313 1.07% Kolombia 265 0.90% LainLain 2.308 7.87% Total 29.326 100.00% (Oil World, 2006)
Teknologi pengolahan minyak sawit (CPO) terdiri dari berbagai tahap yaitu tahap ekstraksi, pemurnian, dan pengolahan lanjut menjadi produk pangan ataupun non pangan. Tahap ekstraksi meliputi proses pengepresan terhadap sabut kelapa sawit sehingga didapatkan minyak yang disebut crude palm oil. CPO akan mengalami tahap pemurnian sebelum dapat dikonsumsi sebagai minyak goreng atau produk turunan lainnya. Tahap pemurnian ini terdiri dari 4 tahapan proses yaitu pemisahan gum, netralisasi, pemucatan, dan penghilangan bau. Tahap pemurnian dapat dilihat pada Gambar 3.
CPO
Pemisahan Gum
Netralisasi
Pemucatan
Penghilangan bau
RBDPO Gambar 3. Tahap Pemurnian CPO menjadi RBDPO
Tahap pemisahan gum (degumming) biasanya diawali dengan pengendapan terlebih dahulu. Degumming dilakukan dengan melakukan pemanasan uap beserta absorben atau kadangkadang menggunakan sentrifusa (Winarno, 1997). Proses degumming ini biasanya juga dilakukan dengan menambahkan asam fosfat. Hal ini bertujuan agar gum menggumpal dan pecah lalu setelah itu baru kemudian disaring (Agrintara, 1997). Setelah dilakukan tahap degumming minyak akan dinetralisasi dahulu sebelum dilakukan tahap pemucatan. Tahap ini bertujuan memisahkan senyawa terlarut seperti pospatida, asam lemak bebas dan hidrokarbon. Lemak dengan
kandungan asam lemak bebas tinggi dipisahkan dengan menggunakan uap panas dalam keadaan vakum lalu ditambah alkali. Jika kandungan asam lemak bebasnya rendah maka cukup dilakukan penambahan NaCO3. Tahap pemucatan (Bleaching) bertujuan menghilangkan sebagian zat zat warna dalam minyak. Hal ini dilakukan dengan menambahkan adsorbing agent seperti arang aktif, tanah liat atau dengan perlakuan reaksireaksi kimia. Setelah zat warna terserap kemudian minyak disaring. Tahap terakhir yang dilakukan adalah tahap penghilangan bau (deodorizing). Proses ini bertujuan menghilangkan bau dalam minyak yang akan mempengaruhi penerimaan minyak itu oleh calon konsumen. Proses ini meliputi penghilangan terhadap senyawasenyawa aldehid dan keton. Minyak hasil dari serangkaian proses tadi itulah yang biasa disebut RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). Karakteristik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) No
Karakteristik
Persyaratan
1
Asam lemak bebas (palmitat) % (b/b), maksimal
0.15
2
Kadar air, % (b/b), maksimal
0.10
3
Bil. Iod (wijs) minimal
5055
4
Titik lunak ( o C) minimalmaksimal
3339
5
Warna merah (maksimal), kuning (maksimal)
3,30
6
Rasa
Normal*
*) rasa khas RBDPO Sumber:SNI (1987)
Setelah minyak RBDPO didapatkan, tahap perlakuan selanjutnya adalah tahap fraksinasi. Tahap fraksinasi merupakan tahap pemisahan fraksi yang terdapat dalam minyak RBDPO. Terdapat 2 jenis fraksi dalam minyak RBDPO yaitu fraksi olein dan fraksi stearin. Fraksi olein akan diolah lebih lanjut menjadi minyak goreng (minyak makan) dan fraksi stearin akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarin.
Gunstone et al (1997) menyatakan bahwa fraksinasi merupakan proses pemisahan bahan dasar secara termomekanik. Proses fraksinasi terdiri dari 2 tahap yaitu proses kristalisasi dan tahap pemisahan fraksi. Tahap kristalisasi dilakukan dengan cara mengatur kondisi suhu (biasanya pada suhu rendah) dan tahap pemisahan fraksi dilakukan dengan cara penyaringan. Pada dasarnya, fraksinasi merupakan suatu teknik pemisahan minyak berdasarkan titik leleh minyak dimana tiap jenis minyak memiliki karakteristik titik leleh yang berbedabeda. Proses fraksinasi dilakukan untuk beberapa alasan seperti penghilangan komponen minor yang dapat merusak produk, dan pemisahan menjadi beberapa fraksi yang memiliki nilai lebih pada suatu minyak (fraksi olein dan stearin). Fraksinasi yang dilakukan secara berulang (double fractionation) akan menghasilkan fraksi minyak yang lebih beragam untuk diaplikasikan ke dalam berbagai produk pangan (Gunstone et al, 1994).
B.
GLISEROL Gliserol adalah suatu senyawa yang terdiri dari 3 gugus hidroksil (OH) yang berikatan pada masingmasing 3 atom karbon (C) sehingga gliserol sering disebut dengan gula alkohol. Nama perdagangan dari gliserol adalah gliserin. Keberadaan gugus hidroksil ini menyebabkan gliserol memiliki sifat larut air atau yang lazim disebut hidrofilik. Gliserol memiliki rumus kimia C3H8O3 dengan nama kimia propane 1,2,3triol dengan bobot molekul 92,10 dan massa jenis 1,261 g/cm 3 . Gliserol memiliki titik didih 290 o C dan viskositas sebesar 1,5 pa.s. Lindsay (1985) menyatakan bahwa gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air, tidak berwarna, dan tidak berbau. Gliserol juga memiliki kekentalan tertentu sehingga jika digunakan bersama bahan pangan dapat meningkatkan viskositas bahan pangan tersebut. Struktur gliserol dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4. Struktur kimia gliserol
Gliserol merupakan senyawa yang telah banyak digunakan di berbagai industri baik itu industri pangan ataupun nonpangan seperti industri kosmetik. Gliserol saat ini sering digunakan sebagai pelarut, pemanis, sabun cair, atau bahkan sebagai bahan tambahan industri bahan peledak. Gliserol juga dapat digunakan sebagai komponen anti beku atau lazim disebut cryoprotectan dan sumber nutrisi pada kultur fermentasi dalam produksi antibiotika. Dalam reaksi interesterifikasi ataupun esterifikasi minyak, gliserol sering digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk monoasilgliserol, diasilgliserol, ataupun triasilgliserol terstruktur. Jika suatu triasilgliserol direaksikan dengan gliserol dalam suatu reaksi interesterifikasi, baik itu secara kimiawi atau enzimatis, asamasam lemak pada triasilgliserol akan terlepas dari struktur gliserolnya kemudian asamasam lemak yang berbentuk radikal ini akan tersambung pada molekul gliserol lainnya sehingga terbentuk molekul mono atau diasilgliserol. Hal ini pula yang tejadi pada reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan gliserol. Fischer (1998) menyatakan bahwa penggunaan gliserol akan menyebabkan reaksi kesetimbangan menuju ke arah kanan reaksi sehingga akan menghasilkan produk monoasilgliserol yang cukup tinggi.
C.
DIASILGLISEROL (DAG) DAG merupakan senyawa dengan dua buah gugus asam lemak yang terikat pada senyawa gliserol. Minyak DAG merupakan minyak dengan kandungan fraksi DAG mencapai 80% sedangkan 20 % kandungan lainnya merupakan TAG dan MAG dengan kadar MAG lebih kecil dari 5 % (Flickinger
et al, 2003). Dalam 80% fraksi DAG tersebut harus terdapat isomerisomer DAG yaitu sn1,3DAG dan sn1,2 (2,3)DAG dengan perbandingan 7:3. Hal ini disebabkan isomer sn1,3DAG inilah yang menyebabkan minyak tidak memberikan efek kegemukan bagi tubuh. Pada tahun 2000 USFDA telah menyatakan bahwa minyak DAG mendapatkan GRAS (Generally Recognize As Safe) untuk digunakan sebagai minyak goreng atau margarin (Hariyadi dan Andarwulan, 2003). Minyak dengan kandungan diasilgliserol (1,3DAG) yang tinggi saat ini amat menjadi perhatian sebagai komponen minyak yang memiliki fungsi kesehatan bagi tubuh. Karena fungsinya tersebut saat ini DAG sering disebut sebagai minyak kesehatan baru. Saat ini DAG mulai digunakan sebagai minyak goreng, mayonaise, margarin, dan shortening (Sakaguchi, 2001). Di negara Jepang, DAG mulai dikembangkan sejak tahun 1999 dan didesain sebagai FOSHU (Food for Specified Health Use) (Sakaguchi, 2001). Berdasarkan beberapa penelitian minyak DAG memiliki potensi untuk mengurangi penyakit kegemukan atau lazim disebut obesitas. Nagao et al (2000) dalam penelitiannya terhadap 38 orang lakilaki Jepang sehat menyatakan bahwa dengan adanya perbedaan asupan konsumsi DAG dan TAG pada 38 lakilaki Jepang sehat (19 DAG & 19 TAG) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat badan. Pemberian konsumsi minyak DAG sebanyak 10 g DAG/hari selama 16 minggu memberikan efek penurunan berat badan, lingkar pinggang dan area lemak dalam tubuh. Penelitian juga telah dilakukan di Amerika Serikat terhadap penderita obesitas. Sebanyak 131 penderita obesitas diberikan konsumsi 15 % dari total energi yang berasal dari DAG selama 6 bulan. Hasilnya terjadi penurunan berat badan yang cukup besar (Maki et al, 2001). Dalam penelitian ini DAG digunakan sebagai bahan dasar mayonaise, crakers, dan sup instan. Penelitian tentang khasiat DAG juga dilakukan oleh Takase et al (2004). Penelitian dilakukan terhadap 312 orang jepang yang memiliki masalah obesitas. Panelis yang digunakan terdiri dari 174 orang lakilaki dan 138 orang
wanita dengan usia antara 2273 tahun. Panelispanelis tersebut kemudian dibagi menjadi 2 grup yaitu grup DAG (155) dan grup TAG (157). Setelah itu mereka diminta menggunakan minyak goreng sesuai dengan minyak yang diujikan pada grup mereka. Dari jumlah 312 panelis awalnya, pada akhir periode tersisa 277 panelis yang terdiri dari 134 panelis dalam grup DAG dan 143 panelis dalam grup TAG. Setelah 12 bulan periode uji terlihat bahwa sebanyak 21 % (28/134) mengalami penurunan BMI (Body Mass Index) hingga lebih dari 1 unit dalam grup DAG. Pada grup TAG penurunan BMI ini tidak lebih dari 10 % (14/143). Saat ini obesitas telah menjadi sindrom bagi masyarakat dunia pada umumnya. Hal ini disebabkan obesitas dapat memicu munculnya penyakit penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, dan arteriosklerosis. Hal tersebut yang melandasi penelitian mengenai minyak DAG yang diduga berpotensi mengurangi resikoresiko tersebut. Kemampuan DAG dalam mengurangi resiko obesitas dimungkinkan oleh perbedaan cara metabolisme DAG. Hal inilah yang kemungkinan secara signifikan dapat mempengaruhi kenaikan berat badan. Flickinger et al (2003) menyatakan bahwa dalam pengujian terhadap hewan maupun manusia, sn1,3 DAG berperan signifikan terhadap penurunan berat badan dan menghalangi terakumulasinya lemak dalam tubuh. Lebih lanjut disebutkan hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan cara penyerapan ataupun cara metabolisme antara DAG dan TAG. Bentuk sn1,3 DAG tidak dihidrolisis menjadi sn2MAG tetapi diubah menjadi sn1(3)MAG dan komponen ini bukan menjadi subtrat alami dalam pembentukan TAG kembali pada sel yang akan terakumulasi dalam jaringan sel (Kondo et al, 2003). Jika kadar TAG yang terakumulasi dalam tubuh cukup besar maka akan timbul penyakit kegemukan. DAG secara alami memang tidak berada di alam kecuali pada produk produk lemak atau minyak yang telah mengalami kerusakan seperti hidrolisis alami oleh enzim lipase alami. DAG secara umum diproduksi melalui reaksi interesterifikasi atau esterifikasi baik secara kimiawi atau enzimatis. Secara
kimiawi Yang et al (2004) telah mencoba mensintesis DAG dari bahan baku butterfat dengan metode gliserolisis. Yang et al (2004) melakukan reaksi antara butterfat dan gliserol dengan katalis NaOH pada suhu reaksi 200 o C. Kandungan fraksi DAG yang didapatkan berkisar antara 4045 % bobot subtrat dengan komposisi asam lemak yang tidak berbeda dengan komposisi asam lemak bahan baku butterfat. Selain menggunakan reaksi kimiawi, pengembangan sintesis DAG juga dilakukan dengan metode enzimatis. Hal ini untuk menjawab kekurangan kekurangan yang terjadi pada reaksi kimiawi. Penggunaan suhu reaksi yang terlalu tinggi pada metode kimiawi menyebabkan produk menjadi berwarna gelap dan ada yang memiliki flavor tidak baik (Mc Neill, 1993). Kelemahan lainnya dari reaksi secara kimiawi adalah komposisi isomer DAGnya tidak mudah untuk dikontrol. Hal ini disebabkan pemecahan ikatan asam lemak dengan gliserol tidak spesifik sehingga mengakibatkan keragaman produk cukup tinggi. Hal inilah yang melandasi mulai dikembangkannya metode dengan menggunakan katalis enzimatis. Rendon et al (2001) telah mencoba mengembangkan proses sintesis MAG dan DAG dengan metode gliserolisis enzimatis. Penelitian tersebut menggunakan bahan baku triolein dengan katalis rhizomucor miehei lipozyme IM20. Dalam penelitian tersebut digunakan campuran pelarut yang berbeda kepolarannya yaitu pelarut 2metil2butanol (2M2B) dan nheksana. Peningkatan jumlah 2M2B dalam campuran pelarut menyebabkan kandungan MAG akan meningkat sedangkan dengan peningkatan jumlah nheksana dalam campuran pelarut menyebabkan kandungan DAG akan meningkat. Fraksi DAG yang diperoleh berkisar 6364% mol. Selain berpengaruh terhadap fraksi asilgliserol yang terbentuk, polaritas pelarut juga berpengaruh kepada regioselektifitas enzim dalam bekerja. Peningkatan kepolaran pelarut menyebabkan peningkatan pembentukan 1,2diolein sedangkan semakin rendah kepolaran pelarut, isomer 1,3diolein akan semakin banyak terbentuk.
Isomer 1,3diolein yang dihasilkan dalam penelitian tersebut mencapai 75 % mol. Weber et al (2004) mengembangkan metode sintesis DAG melalui reaksi interesterifikasi dan esterifikasi. Dengan metode interesterifikasi (transesterifikasi), Weber et al (2004) mereaksikan rapeseed oil dengan 2 jenis monoasilgliserol yaitu Monomuls 90018 dan Mulgaprime 90. Katalis yang digunakan pada metode ini adalah Lipozyme RMIM. Pada reaksi antara rapeseed oil dan Monomuls 90018 proporsi DAG paling tinggi terjadi pada suhu 50 dan 60 o C yaitu lebih dari 70% mol. Hasil pembentukan DAG juga cukup baik pada reaksi antara rapeseed oil dan Mugaprime yaitu berkisar antara 60 % mol pada suhu 50 dan 60 o C. Secara gliserolisis, Weber et al (2004) mereaksikan rapeseed oil dan gliserol dengan menggunakan katalis lipase yang beragam. Katalis yang digunakan yaitu lipozyme TLIM, Novozyme 435, dan Lipase Candida rugosa. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa enzim yang menunjukkan kinerja baik dalam produksi DAG yaitu lipozyme TLIM dan Novozyme 435 dengan DAG yang terbentuk berkisar antara 40 hingga 50% mol. Weber et al (2004) juga telah mencoba mensintesis DAG dengan menggunakan reaksi esterifikasi antara gliserol dan rapeseed oil fatty acid. Penelitian tersebut menggunakan katalis lipozyme RMIM, lipozyme TLIM, dan novozyme 435. Hasil terbaik diperoleh dengan menggunakan katalis lipozyme RMIM dan Novozyme 435 yaitu menghasilkan DAG berkisar antara 4045 % mol. Penggunaan Lipozyme TLIM pada reaksi esterifikasi hanya menghasilkan DAG sebesar maksimum 25 % mol. Sintesis DAG dengan menggunakan metode esterifikasi juga telah dilakukan oleh Lo et al (2004 b). Proses sintesis tersebut menggunakan bahan baku Soybean Oil Deodoriser Distillate (SODD) dan gliserol dengan menggunakan katalis Lipozyme RMIM. DAG yang dapat dihasilkan dalam penelitian tersebut 69.9% (b/b) dengan kondisi reaksi adalah waktu reaksi 4
jam, suhu reaksi 65 °C, jumlah katalis 10%, dan perbandingan mol antara asam lemak dan gliserol adalah 2,5:1.
D.
INTERESTERIFIKASI Reaksi interesterifikasi sudah dikenal cukup lama yaitu sejak pertengahan tahun 1800an. Duffy pada tahun 1852 telah berhasil melakukan reaksi alkoholisis antara tristearin dan etanol. Penggunaan reaksi ini untuk jenis minyak/lemak yang dapat dimakan (edible lipids) pertama kali dilakukan oleh Norman pada tahun 1920. Akhirnya reaksi ini mulai aplikasikan dalam Industri pangan sejak tahun 1940 (Rousseau dan Marangoni, 2002). Reaksi interesterifikasi didefinisikan sebagai reaksi dimana terjadi perpindahan gugus ester (asam lemak) dari satu lemak ke lemak lain atau dalam satu molekul lemak tetapi hanya berpindah dari satu ‘junction’ ke ‘junction’ lain atau lepas sama sekali. Dalam reaksi ini akan dihasilkan lemak baru dengan kategori baru atau mungkin lebih baik misalnya MAG dan DAG. Reaksi interesterifikasi dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu reaksi acidolisis, alkoholisis, gliserolisis, dan transesterifikasi (Rousseau dan Marangoni, 2002). Dalam reaksi acidolisis, reaksi terjadi antara lemak dengan asam lemak. Produk yang dihasilkan adalah lemak dengan komposisi asam lemak yang baru. Reaksi alkoholisis adalah reaksi antara alkohol dan lemak dimana produk yang biasa dihasilkan adalah MAG atau DAG. Reaksi gliserolisis pada prinsipnya sama dengan reaksi alkoholisis hanya saja alkohol diganti dengan gliserol yang samasama memiliki gugus hidroksil. Produk yang dihasilkan adalah MDAG. Reaksi Gliserolisis inilah yang digunakan dalam penelitian. Tahapan reaksi gliserolisis dapat dilihat pada Gambar 5.
H2C COOR HC COOR H2C
H2C OH +
COOR
katalis
HC O H H2 O H C
TAG
H2C
H2C COOR HC OH
COOR1
H2C
+
HC COOR
OH
H2 C
Gliserol
H2C OH
MAG
OH
COOR
H2 C
DAG
H2C
COOR1
HC
COOR2 + HC
H2C
COOR1
H2C
OH
HC
COOR2
H2C
COOR3
katalis
2
HC
COOR2
H2C
COOR3
TAG
++
HC
OH
H2C
OH
Gliserol
H2C OH DAG
H2C
OH
+
COOR3 DAG
DAG
Gambar 5. Tahapan reaksi gliserolisis antara minyak dan gliserol
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara lemak dengan lemak lain yang berbeda komposisi asam lemaknya dengan penambahan katalis. Produk yang dihasilkan adalah suatu produk lemak baru dengan karakteristik asam lemak yang baru akibat terjadi distribusi antar asam lemak (Rousseau dan Marangoni, 2002) . Reaksi interesterifikasi dapat terjadi secara acak ataupun terarah. Reaksi ini akan berjalan secara 4 tahap yaitu perlakuan awal minyak, penambahan katalis, terjadi reaksi, dan deaktivasi enzim. Reaksi ini dapat terjadi pada suhu tinggi ataupun rendah. Pada suhu tinggi reaksi ini berlangsung pada suhu 249 o
C tanpa katalis sedangkan pada suhu rendah reaksi ini berlangsung dengan
penambahan katalis metal alkali. Proses interesterifikasi umumnya dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu, lama pengadukan, jenis, konsentrasi katalis dan perbandingan metanol dan asam lemak (Hui, 1996). Penggunaan katalis dalam reaksi interesterifikasi akan berpengaruh terhadap peningkatan laju reaksi yang terjadi. Katalis yang digunakan dalam
reaksi interesterifikasi dapat berupa katalis kimia maupun katalis enzimatis. Penggunaan katalis kimia saat ini telah banyak dilakukan dikarenakan katalis kimia memiliki kelebihan antara lain mudah penanganannya, harganya yang murah, dapat bereaksi pada suhu yang tidak terlalu tinggi, mudah dipisahkan, dan dapat digunakan dalam konsentrasi relatif rendah. Walaupun begitu penggunaan katalis kimia memliki beberapa kekurangan antara lain terjadinya variasi produk yang beragam karena gugus asil terdistribusi dengan acak. Selain itu, Borusheuer (1995) melaporkan bahwa produk hasil sintesis secara kimiawi memiliki rendemen yang rendah, warna yang gelap, dan rasa yang seperti terbakar. Penggunaan metode enzimatis saat ini mulai dilirik untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada penggunaan katalis kimia. Katalis enzimatis saat ini telah diketahui memiliki keunggulan antara lain produk yang dihasilkan tidak memiliki keragaman yang besar. Hal ini disebabkan enzim lipase yang digunakan memiliki kespesifikan tertentu artinya enzim ini akan memotong ikatan antara gliserol dan asam lemak pada titik tertentu (Elizabeth dan Boyle, 1997).
III.
A.
BAHAN DAN METODOLOGI
BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah RBDPO, gliserol, dan katalis lipase Lipozyme TLIM. Bahanbahan kimia serta pereaksi yang diperlukan antara lain, benzene, larutan cupricacetatepiridine (5%w/v larutan cupric acid acetate dalam air dan diatur pH 6.06.2 dengan menggunakan piridine), Bis(trimethyllsilyl)trifluoroacetamide (BSTFA), trimethylchlorsilane (TMCS), pyridin, standar internal (ntetradecane, kemurnian min. 99%), larutan standar internal (100 mg ntetradecane dalam labu takar 10 ml dan kemudian ditambah pyridin hingga batas tera), Larutan standar, nheksana, petroleum eter, dietil eter, asam asetat glasial, akuades, alkohol 95%, NaOH 0,1 N, dan indikator phenophtalein. Alatalat yang digunakan antara lain sistem kromatografi gas (GC), inkubator, rotary evaporator, refrigerator, magnetic stirrer, neraca analitik, penangas air (stirring hot plate), sentrifuse, oven, vortex, botol semprot, dan peralatan gelas.
B.
METODOLOGI 1. Analisis Kimia Bahan Baku (RBDPO) Bahan baku yang digunakan adalah minyak RBDPO yang merupakan turunan dari CPO. RBDPO yang akan digunakan diperiksa terlebih dahulu kualitasnya meliputi bilangan peroksida, bilangan iod, asam lemak bebas, dan kadar air. 1. Analisis Bilangan Peroksida (AOAC,1995) Contoh minyak ditimbang seberat 5,0 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer tertutup lalu diisi dengan gas N2. Sampel kemudian ditambahkan dengan 55 ml kloroform dan diaduk hingga homogen. Setelah itu sampel ditambahkan asam asetat glasial sebanyak 20 ml. Larutan KI jenuh turut ditambahkan sebanyak 0,5 ml lalu kemudian
erlenmeyer ditutup dengan cepat dan digoyang selama 1 menit. Sampel kemudian disimpan ditempat yang gelap selama 5 menit pada suhu 15 o C sampai 25 o C. Setelah itu, sampel ditambahkan 30 ml air destilata. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan larutan sodium thiosulfat 0.1 N dan digoyang dengan kuat. Larutan pati yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap blangko. Bilangan peroksida dihitung dengan menggunakan rumus BP =
( Vs - Vb ) x T m
Keterangan : BP = bilangan peroksida (meq O2/kg) Vs = volume sodium thiosulfat untuk titrasi sampel (ml) Vb = volume sodium thiosulfat untuk titrasi blangko (ml) T = konsentrasi sodium thiosulfat yang distandardisasi m = massa sampel (kg)
b. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (AOAC, 1995) Sampel RBDPO ditimbang sebanyak 2,63,0 gram kemudian dilarutkan ke dalam 50 ml etanol 95%. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N dengan indikator phenolptalein hingga terlihat berwarna merah muda selama 10 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan Kadar asam =
V x T x M 10 x m
Keterangan : V = volume KOH untuk titrasi (ml) T = normalitas larutan KOH
M = berat molekul sampel m = jumlah sampel yang digunakan (g)
c. Kadar Air dalam Minyak (AOAC, 1995) Sampel sebanyak ±5,0 g dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang beratnya. Cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 o C hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : KA =
c (a b) x 100% c
Keterangan : a = berat cawan dan sampel (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)
2. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan mencari rasio molar penggunaan substrat dan gliserol optimum yang nantinya akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mereaksikan RBDPO, gliserol dan katalis lipase tanpa atau dengan penambahan pelarut. Rasio molar RBDPO dan gliserol yang digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah 1:3, 1:2, 1:1, dan 2:1. Jumlah katalis yang digunakan ditentukan berdasarkan jumlah minyak yang digunakan yaitu sebanyak 5 % dari jumlah minyak. Gliserol dalam penelitian ini dicampur terlebih dahulu dengan silika menggunakan perbandingan 1:1 b/b. Tahapan awal penelitian ini adalah mencampurkan dan mereaksikan minyak, gliserol, dan katalis pada suhu 65 o C selama waktu tertentu sambil melakukan pengadukan dengan agitator. Penggunaan suhu 65 o C ini didasarkan pada penelitian Lo et al (2004 a). Setelah waktu reaksi tercapai, tahap selanjutnya adalah pencucian wadah reaktor dengan heksana sebanyak 70 ml. Tahap pencucian ini sekaligus bersamaan dengan tahap penyaringan
yang bertujuan memisahkan enzim. Setelah itu, minyak disentrifugasi guna mengendapkan silika ataupun enzim yang masih lolos penyaringan selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Setelah sentrifugasi selesai produk lalu ditampung dalam wadah kemudian dianginanginkan hingga beratnya konstan lalu terakhir produk ditimbang. Reaktor dan tahapan penelitian yang digunakan serta tahapan penelitian pendahuluan dilihat pada Gambar 6 dan 7.
d
c
b
a
e Gambar 6. Reaktor gliserolisis enzimatis (Ket : (a) wadah reaktor, (b) pemanas dengan pengatur suhu, (c) agitator, (d) selang pengalir air panas, (e) kran pengeluaran) Setelah rasio molar optimum didapatkan, tahap selanjutnya adalah mencari waktu optimum yang akan digunakan sebagai titik tengah. Waktu yang digunakan dalam tahap pendahuluan ini adalah 120 menit, 240 menit, dan 360 menit. Rasio molar optimum dan waktu optimum yang akan digunakan pada penelitian utama adalah yang menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi, kadar DAG tinggi, serta kadar TAG dan MAG yang rendah.
Gliserol
RBDPO Katalis 5%
Silika Pencampuran bahan baku (proses gliserolisis)
Pengadukan dengan agitator (65 0 C & t menit) Penyaringan & Pencucian dengan heksana Proses sentrifugasi (2000 rpm, 5 menit)
Penguapan heksan terlarut
Produk Gambar 7. Diagram alir penelitian pendahuluan produksi MKDAG
3. Penelitian Utama Produksi MKDAG dilakukan dengan menggunakan metode gliserolisis enzimatis dengan mereaksikan RBDPO dan gliserol menggunakan jumlah rasio molar terbaik yang diperoleh dari penelitian pendahuluan. Proses sintesis MKDAG ini menggunakan rancangan percobaan Response Surface Methodology (RSM). Proses sintesis DAG dilakukan dengan mencampurkan dan mereaksikan RBDPO, campuran gliserol dan silika, serta katalis lipase dalam wadah reaktor. Tahapan sintesis dapat dilihat pada Gambar 8.
Gliserol
RBDPO Katalis 5%
Silika Pencampuran bahan baku (proses gliserolisis)
Pengadukan dengan agitator (T 0 C & t menit) Penyaringan & Pencucian dengan heksana Proses sentrifugasi (2000 rpm, 5 menit)
Penguapan heksan terlarut
Produk MKDAG Gambar 8. Diagram alir penelitian utama produksi MKDAG
Tahapan awal penelitian utama ini adalah mencampurkan dan mereaksikan minyak, gliserol, dan katalis pada suhu dan waktu tertentu sambil melakukan pengadukan dengan agitator. Waktu serta suhu yang digunakan sesuai dengan rancangan percobaan dengan perlakuan yang dibuat berdasarkan penelitian pendahuluan. Kode perlakuan dan rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6. Perlakuan dan kode sampel proses produksi MKDAG Kode perlakuan
Perlakuan o
Suhu ( C) Waktu
1.414
1
0
1
1.414
55
58
65
72
75
60
113
240
367
420
(menit)
Tabel 7. Rancangan percobaan produksi MKDAG No
Suhu Reaksi
Waktu reaksi
1
1
1
2
1
1
3
1
1
4
1
1
5
0
0
6
0
0
7
0
0
8
0
0
9
0
0
10
1.414
0
11
1.414
0
12
0
1.414
13
0
1.414
Setelah waktu reaksi tercapai, tahap selanjutnya adalah pencucian wadah dengan heksana sebanyak 70 ml. Tahap pencucian ini sekaligus bersamaan dengan tahap penyaringan yang bertujuan memisahkan enzim. Setelah itu, minyak disentrifugasi guna mengendapkan silika ataupun enzim yang masih lolos penyaringan selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Setelah sentrifugasi selesai produk lalu ditampung dalam wadah kemudian dianginanginkan hingga beratnya konstan lalu terakhir produk ditimbang.
Setelah seluruh kondisi kombinasi diuji maka kemudian berdasarkan perhitungan statistik akan dipilih kombinasi yang terbaik. Kombinasi terbaik perlakuan adalah kombinasi perlakuan yang menghasilkan minyak dengan kadar DAG tertinggi serta kadar TAG dan MAG yang rendah. Setelah diperoleh kombinasi terbaik selanjutnya dilakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap kombinasi optimum yang didapatkan sebanyak 5 kali dan setelah itu minyak kemudian dikarakterisasi meliputi kadar ALB, bilangan iod, bilangan peroksida, titik leleh, titik asap, dan nilai HLB.
C.
PENGAMATAN 1. Analisis kuantitatif MKDAG menggunakan Metode Kromatografi Gas (GC) (AOAC, 1995) Produk MKDAG yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan GC untuk mengetahui persentase komposisi asilgliserol yang terbentuk. Tahapan pertama analisis GC adalah membuat larutan sampel terlebih dahulu. Sebanyak 50 mg sampel dimasukkan dalam tabung reaksi kecil untuk kemudian ditambahkan BSTFA sebanyak 0.2 ml, TMCS sebanyak 0.1 ml, dan larutan standar internal sebanyak 0.1 ml. Tabung reaksi kemudian ditutup rapatrapat dan kocok dengan vortex. Campuran tersebut dipanaskan selama 30 menit pada suhu 70 o C. Setelah itu, tanpa ditunda sampel harus segera diinjeksikan ke dalam alat GC. Analisis komponen asilgliserol dalam sampel dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi dari larutan referensi dengan sampel. Larutan referensi dibuat dengan mencampurkan 0.1 ml larutan referensi dengan 0.2 ml BSTFA dan 0.1 ml TMCS.
2. Penentuan Titik Leleh (Melting Point) (AOAC, 1995) MKDAG dimasukkan ke dalam pipa kapiler setinggi 1 cm. Pipa kapiler tersebut dimasukkan ke dalam freezer selama 16 jam. Pipa kapiler dan termometer dicelupkan ke dalam 600 ml gelas piala yang berisi air destilata. Gelas piala dipanaskan dengan kenaikan suhu 0.51.0 o
C/menit. Termometer dibaca bila minyak mulai naik. Ketika minyak
naik 2 cm dari titik semula, suhu mulai dicatat.
3. Penentuan Titik Asap (Smoke point) (AOCS, 1997) Sampel minyak diletakkan dalam wadah pemanasan. Setelah itu posisi termometer diatur terhadap sampel secara menggantung dan jarak termometer terhadap dasar wadah tidak lebih dari 0.635 cm. Wadah dalam sampel kemudian dipanaskan secara cepat hingga suhu 42 o C. Setelah suhu tercapai atur kenaikan suhu sampel bertahan pada 56 o
C/menit. Titik asap adalah suhu yang ditunjukkan termometer ketika
asap putih tipis secara continu mulai terbentuk.
4. Analisis Bilangan Iod, Metode Wijs (AOAC,1995) Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.5 g dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 20 ml kloroform, 25 ml larutan wijs, kemudian dicampur merata dan disimpan dalam ruang gelap selama 25 menit pada suhu 25 o C. Selanjutnya sampel ditambahkan 20 ml larutan KI 15% dan 100 ml aquades yang sudah dididihkan lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu, sampel ditambahkan indikator pati dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram iod yang diserap tiap 100 g dihitung sampai 2 desimal.
Bilangan Iod =
12.69 x T x (Vb Vs) m
Keterangan: T
= normalitas larutan standar Na2S2O3
Vb
= volume larutan Na2S2O3 0.1 N blanko
Vs
= volume larutan Na2S2O3 0.1 N sampel
m
= bobot contoh (g)
12,69 = berat atom iod/10
5. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (AOAC, 1995) Sampel minyak ditimbang sebanyak 2,63,0 gram kemudian dilarutkan ke dalam etanol 95%. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N dengan indikator phenolptalein hingga terlihat berwarna merah muda selama 10 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan : Kadar asam =
V x T x M 10 x m
Keterangan : V = volume KOH untuk titrasi (ml) T = normalitas larutan KOH M = berat molekul sampel m = jumlah sampel yang digunakan (g)
6. Penentuan Nilai HLB (modifikasi Gupta et al ,1983) Penentuan
HLB
produk
MKDAG
dilakukan
dengan
menggunakan metode kurva baku HLB melalui pengukuran nilai air. Pengemulsi yang telah diketahui nilai HLBnya diambil sebanyak 1 gram dan dilarutkan ke dalam 25 ml pelarut dari campuran DMF (dimetil formamida) dan benzena dengan perbandingan 20:1 (v/v). Larutan selanjutnya dititrasi dengan air destilata pada suhu larutan 20±1 o C. Titrasi diakhiri setelah campuran menjadi keruh permanen. Hal
yang sama juga dilakukan terhadap sampel. Nilai air dihitung menggunakan persamaan Nilai air =
Volume air penitrasi (ml) bobot contoh pengemulsi (gram)
Nilai air yang diperoleh selanjutnya dialurkan terhadap nilai HLB pengemulsi sehingga terbentuk kurva baku HLB yang digunakan untuk menentukan nilai HLB MKDAG.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS KIMIA BAHAN BAKU Suatu produk yang baik selayaknya berasal dari bahan baku yang baik. Oleh sebab itu minyak RBDPO yang akan digunakan dalam penelitian ini tentu harus memenuhi persyaratan sesuai standar bahan baku RBDPO. Parameter yang perlu diperhatikan dalam menentukan kualitas RBDPO yaitu meliputi kadar air, bilangan iod, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. 1. Kadar Air dan Bilangan Iod Kadar air dalam RBDPO merupakan faktor yang dapat mempengaruhi reaksi gliserolisis yang terjadi. Pengukuran kadar air RBDPO menggunakan metode oven. Berdasarkan hasil analisis, minyak RBDPO memiliki kadar air sebesar 0.08 % (b/b). Angka ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam SNI tahun 1987 tentang minyak RBDPO yaitu maksimal 0.1%. Menurut Willis et al (2002) kandungan kadar air optimum untuk reaksi interesterifikasi seperti gliserolisis berkisar antara 0.04% hingga 11% (b/b). Walaupun begitu ada reaksireaksi tertentu yang memerlukan kandungan air hingga di bawah 1 %. Willis et al (2002) juga menyatakan bahwa tingkat aktivitas lipase pada berbagai kadar air sangat tergantung dari sumber enzim tersebut. Lipase yang berasal dari kapang umumnya lebih toleran terhadap water activity dan kadar air yang rendah dibandingkan dengan lipase yang berasal dari bakteri. Bilangan iod menyatakan tingkat derajat kejenuhan dari asamasam lemak yang menyusun lemak atau minyak. Semakin banyak senyawa iod yang diserap oleh minyak maka semakin tinggi tingkat ketidakjenuhan minyak tersebut. Berdasarkan analisis, bilangan iod bahan baku RBDPO adalah 52,28. Nilai bilangan iod ini telah memenuhi standar mutu SNI tahun 1987 tentang bilangan iod RBDPO yaitu berkisar antara 5055.
2. Bilangan Peroksida dan Kadar ALB Berdasarkan analisis minyak RBDPO yang digunakan memiliki nilai bilangan peroksida sebesar 1,97 meq/kg. Senyawa peroksida dapat memberikan pengaruh terhadap reaksi interesterifikasi yang akan berlangsung. Proses oksidasi yang terjadi dalam substrat (minyak) akan menyebabkan penghambatan dan penurunan aktivitas enzim lipase. Penghambatan ini terlihat pada tingkat kadar peroksida diatas 5 meq/kg (Willis et al, 2002). Tingkat kadar ALB dalam bahan baku berdasarkan analisis adalah 0,31 % (b/b). Menurut SNI (1987) RBDPO yang baik digunakan adalah kadar ALB nya tidak melebihi 0,15 % (b/b). Berdasarkan hal ini maka kadar ALB bahan baku melebihi standar yang dipersyaratkan. Kadar ALB bahan baku yang melebihi standar ini dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain kondisi penyimpanan. Willis et al (2002) menyatakan kondisi pH bahan baku yang rendah akibat keberadaan asam lemak bebas akan menghambat dan menurunkan aktivitas lipase. Pada tahap selanjutnya bahan baku ini tetap akan digunakan karena terkait dengan masalah keterbatasan bahan baku. Hanya saja untuk mencegah kadar ALB ini meningkat tajam dilakukan penyimpanan bahan baku dalam kondisi suhu rendah. Hasil analisis RBDPO dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisis bahan baku RBDPO Analisis
Referensi
Hasil analisis
Kadar air (%)
0.10*
0.08
Bilangan peroksida (Meq/kg)
5.00**
1.97
Kadar asam lemak bebas
0.15*
0.31
5055*
52.28
Bilangan iod
*SNI (1992) **Willis et al (2002)
B. PENELITIAN PENDAHULUAN Sebelum melangkah ke penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan guna menentukan kondisikondisi yang akan dipakai dalam penelitian utama. Kondisikondisi yang akan dievaluasi adalah rasio molar terbaik antara minyak dengan gliserol yang akan memberikan rendemen dan kadar DAG terbaik, pengaruh penggunaan pelarut dalam reaksi terhadap kadar DAG dalam minyak, dan perkiraan titik tengah yang akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan minyak dengan gliserol di dalam tempat reaksi (reaktor) berdasarkan rasio molar yang ditentukan. Sebelum gliserol dimasukkan ke dalam reaktor, terlebih dahulu gliserol dicampur secara homogen dengan silika gel dengan perbandingan 1:1 (b/b). Reaksi gliserolisis ini menggunakan katalis enzim lipozyme TLIM sebanyak 5 % dari bobot minyak yang berfungsi mempercepat reaksi. Reaktor kemudian dirangkaikan dengan selang ke penangas air. Selang inilah yang berfungsi sebagai tempat mengalirkan air ke selubung di dinding reaktor. Setelah mencapai suhu yang diinginkan, minyak dan gliserol tersebut kemudian direaksikan selama waktu tertentu. Setelah waktu reaksi tercapai lalu dilakukan penyaringan yang bersamaan dengan tahap pencucian dengan heksana. Pencucian ini bertujuan agar semua minyak turun ke dalam tabung sentrifugasi. Setelah pencucian selesai kemudian dilakukan tahap sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Pada tahap akhir minyak kemudian ditampung dalam wadah cawan dan didiamkan guna menguapkan heksana yang masih berada dalam minyak.
1. Penentuan Rasio Molar Minyak dan Gliserol Rasio molar antara minyak dan gliserol yang dievaluasi dalam penelitian pendahuluan ini adalah 1:3; 1:2; 1:1; dan 2:1. Reaksi gliserolisis ini dipercepat dengan penggunaan katalis enzim Lipozyme TLIM sebanyak 5 % bobot minyak. Penelitian pendahuluan ini menggunakan gliserol yang tidak terlalu
banyak. Hal ini bertujuan mencegah terbentuknya MAG yang terlalu tinggi. Fischer (1998) menyebutkan bahwa penggunaan gliserol yang berlebih akan menghasilkan kadar MAG yang cukup tinggi. Kadar MAG yang tinggi inilah yang tidak diinginkan terjadi. Rasio terbaik yang akan digunakan dalam penelitian utama adalah rasio molar yang menghasilkan rendemen terbesar dan kadar DAG yang cukup tinggi. Pengaruh rasio molar minyak dan gliserol yang digunakan terhadap rendemen dan kadar DAG yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9, Gambar 9 dan Gambar 10. Tabel 9 menunjukkan jika rasio molar yang digunakan semakin besar (gliserol semakin sedikit) maka DAG yang terbentuk relatif meningkat akan tetapi kembali turun pada rasio molar 2:1. Hal ini tidak seluruhnya sejalan dengan hasil rendemen yang didapatkan. Peningkatan rasio molar mengakibatkan rendemen yang didapat terus meningkat hingga mencapai nilai tertinggi pada rasio molar 2:1. Penggunaan gliserol yang semakin rendah memungkinkan gliserol bereaksi seluruhnya sehingga tidak memungkinkan ada gliserol yang masih tersisa dan mengendap bersama silika pada dasar tabung sentrifugasi akibat perlakuan sentrifugasi. Oleh sebab itu supernatan (minyak) yang didapatkan akan lebih besar sehingga rendemen yang diperoleh pun semakin besar.
Tabel 9. Data Gas Cromatography tentang pengaruh rasio molar minyak dan gliserol terhadap komposisi asilgliserol ratarata yang terbentuk serta rendemen ratarata yang didapatkan Rasio molar FAc (%) MAG (%) DAG (%) TAG (%) Minyak:gliserol 1:3 7.67 16.37 48.99 26.96 1:2 9.24 15.48 49.08 25.38 1:1 7.90 14.36 48.89 29.11 2:1 9.60 12.55 46.24 31.04
Rendemen (%) 72.52 79.41 82.90 92.60
Komposisi asilgliserol(%)
60
48.99
49.08
49.22
46.24
40 Fac MAG
20
DAG TAG
0 1 3
1 2
1 1
2 1
Rasio Subtrat/gliserol
Rendemen (%)
Gambar 9. Histogram komposisi asilgliserol yang terbentuk dari reaksi gliserolisis dengan suhu 65 o C katalis 5% selama 240 menit pada berbagai rasio molar minyak : gliserol yaitu 1:3 , 1:2 , 1:1 , 2:1 100 80
72.52
79.41
1:3
1:2
82.90 92.06
60 40 20 0 1:1
2:1
Rasio Subtrat/Gliserol
Gambar 10. Histogram rendemen MKDAG yang terbentuk dari reaksi gliserolisis dengan suhu 65 o C, katalis 5% selama 240 menit pada berbagai rasio molar minyak : gliserol yaitu 1:3 , 1:2 , 1:1 , 2:1 Gambar 10 memperlihatkan rendemen tertinggi didapatkan pada rasio molar minyak dan gliserol 2:1 yaitu sebesar 92,06 % dengan kadar DAG sebesar 46,24 %. Kadar DAG ini lebih kecil jika dibandingkan rasio 1:1 yaitu sebesar 49,22 % dengan rendemen sebesar 82,90%. Berdasarkan hasil ini maka pemilihan rasio molar yang akan digunakan dalam penelitian utama adalah 2:1 dengan lebih mempertimbangkan rendemen yang lebih besar.
2. Pengaruh Penambahan Pelarut Heksana dalam Reaksi Gliserolisis Efektifitas reaksi gliserolisis diharapkan meningkat dengan adanya penambahan pelarut. Percobaan pendahuluan ini dilakukan dengan menambahkan pelarut heksana pada reaksi gliserolisis. Waktu reaksi yaitu 2 jam dengan rasio minyak dan gliserol adalah 2:1. Parameter yang diamati adalah kadar DAG yang terbentuk akibat penambahan pelarut. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan pelarut heksana dalam reaksi gliserolisis tidak memberikan hasil yang lebih baik. Kadar DAG yang terbentuk tenyata lebih sedikit jika dibandingkan kondisi tanpa pelarut. Gambar 11 menunjukkan bahwa tanpa penambahan heksana, kadar DAG yang terbentuk adalah 44,57% sedangkan dengan penambahan pelarut
Komposisi asilgliserol (%)
heksana kadar DAG yang terbentuk lebih sedikit yaitu sebesar 42,40%.
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
42.40
44.57
FAc MAG DAG TAG
pelarut
tanpa pelarut
Penggunaan pelarut
Gambar 11. Histogram komposisi asilgliserol yang terbentuk dari reaksi gliserolisis RBDPO dengan rasio minyak:gliserol sebesar 2:1, katalis 5%, selama 120 menit dengan menggunakan pelarut heksana atau tidak menggunakan pelarut heksana Rendon et al (2001) menyatakan adanya pelarut heksana dalam reaksi gliserolisis triolein justru meningkatkan kadar DAG yang dihasilkan. Perbedaan hasil ini sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan katalis yang digunakan. Rendon et al dalam penelitiannya menggunakan katalis Lipozyme RM IM20 sedangkan dalam penelitian ini digunakan katalis Lipozyme
TLIM. Adanya pelarut heksana kemungkinan justru menyebabkan keaktifan lipozyme TLIM menurun sehingga tidak dapat secara efektif melakukan pemutusan ikatanikatan asilgliserol dengan gliserol dalam molekul minyak. Akibatnya, DAG yang dihasilkan pun lebih rendah dibandingkan reaksi tanpa pelarut. Berdasarkan hasil ini maka ditentukan bahwa penelitian utama tidak menggunakan pelarut heksana.
3. Evaluasi Waktu Reaksi Terbaik Sebelum melangkah ke dalam penelitian utama maka terlebih dahulu dievaluasi waktu reaksi optimum yang akan menghasilkan rendemen dan kadar DAG yang terbaik. Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan minyak dan gliserol selama 120, 240, dan 360 menit dengan 2 kali ulangan. Pemilihan waktu ini berdasarkan perkiraan lama waktu mulai terbentuknya DAG. Dalam reaksi gliserolisis antara minyak dan gliserol, diperkirakan waktu pembentukan DAG akan lebih pendek dibandingkan waktu pembentukan MAG. Hal ini karena DAG terbentuk lebih dahulu akibat pemecahanpemecahan ikatan asam lemak pada TAG terlebih dahulu. Pada saat itu jumlah DAG akan lebih banyak dibandingkan dengan MAG. Berdasarkan penelitian (Tabel 10) semakin lama waktu reaksi, kadar DAG yang terbentuk relatif meningkat. Rendon et al (2001) menyatakan pada 120 menit pertama reaksi gliserolisis antara triolein dan gliserol dengan enzim Lipozyme IM20, DAG yang terbentuk akan lebih banyak bila dibandingkan dengan MAG sedangkan jumlah TAG semakin menurun. Kadar DAG ini semakin banyak lagi seiring dengan bertambahnya waktu reaksi. Weber dan Kumar (2004) menyatakan terbentuknya DAG pada reaksi gliserolisis rapeseed oil cukup tinggi selama waktu reaksi 360 menit bila dibandingkan MAG. Selama periode tersebut kadar DAG yang terbentuk berkisar antara 4050 % sedangkan MAG hanya terbentuk dibawah 10 % saja.
Tabel 10. Data Gas Chromatography rendemen dan komposisi asilgliserol pada berbagai waktu reaksi Waktu reaksi (menit)
Rendemen (%)
AL(FAc) (%)
MAG (%)
DAG (%)
TAG (%)
120
90.60
6.67
8.43
39.13
43.78
240
92.06
9.60
12.55
46.23
31.04
360
89.36
6.55
11.96
49.51
31.97
Gambar 12 menunjukkan bahwa seiring meningkatnya waktu reaksi gliserolisis antara RBDPO dan gliserol, kadar DAG yang terbentuk semakin tinggi. Pada saat waktu reaksi selama 120 menit DAG yang terbentuk adalah 39.13 %. Seiring dengan meningkatnya waktu reaksi, komposisi asilgliserol tersebut akan berubah. Saat waktu reaksi gliserolisis mencapai 240 menit dan
Komposisi asilgliserol (%)
360 menit DAG yang terbentuk adalah 46,23 % dan 49,51 %.
50
39.13
46.23
49.51
40 FAc
30
MAG
20
DAG
10
TAG
0 120
240
360
Waktu reaksi (menit)
Gambar 12. Histogram komposisi asilgliserol yang terbentuk dari reaksi gliserolisis RBDPO dengan rasio minyak:gliserol sebesar 2:1, katalis 5% pada waktu reaksi 120, 240, dan 360 menit
Rendemen (%)
93 92 91
92.06 90.60 89.36
90 89 88 120
240
360
Wa ktu re a ksi (me nit)
Gambar 13. Histogram rendemen yang terbentuk dari reaksi gliserolisis RBDPO dengan rasio minyak:gliserol sebesar 2:1, katalis 5%, pada waktu reaksi 120, 240, dan 360 menit Jika dibandingkan antara waktu reaksi 240 dan 360 menit, rendemen pada waktu reaksi 240 menit justru memiliki nilai lebih besar dibandingkan waktu reaksi 360 menit (Gambar 13). Rendemen yang terbentuk pada waktu reaksi 240 menit dan 360 menit adalah 92,06 % dan 89,36 %. Hal ini menyebabkan penentuan waktu reaksi yang nantinya digunakan pada penelitian utama tidak hanya mempertimbangkan kadar DAG saja tetapi juga rendemen. Berdasarkan hal tersebut maka waktu reaksi yang dipilih untuk penelitian utama adalah 240 menit. Waktu ini dipilih dengan mengkombinasikan pertimbangan antara rendemen yang didapat, DAG yang terbentuk dan juga sebaran waktu reaksi yang akan diperoleh.
C. PENELITIAN UTAMA 1. Metode Tanggap Permukaan (RSM) Tahapan penelitian utama merupakan kelanjutan dari tahapan penelitian pendahuluan sebelumnya. Penelitian pada tahap ini menggunakan rancangan percobaan Response Surface Methodology (RSM). Rancangan percobaan ini biasanya digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel respon dan faktor percobaan. Rancangan RSM ini memberikan model persamaan multiple regression yang dapat menunjukkan pengaruh dari waktu reaksi dan suhu reaksi terhadap setiap parameter yang diuji (triasilgliserol, diasilgliserol, monoasilgliserol, dan asam lemak), seperti terlihat dibawah ini Y= β1+ β2 X1 + β3 X2 + Β4 X1 2 + β5 X1X2 + β6 X2 2 + ε…………(1)
dimana Y adalah variabel respon yang diinginkan, β1
–
β6 menunjukkan
koefisien regresi linier, quadratic dan cross product, serta X1 dan X2 menunjukkan variabel bebas seperti waktu reaksi dan suhu reaksi; sedangkan ε menunjukan tingkat kesalahan (Cochran dan Cox, 1962). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu reaksi dan suhu reaksi. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan titik tengah yang akan digunakan dalam penelitian utama yaitu waktu reaksi adalah 240 menit dan suhu reaksi adalah 65 o C. Berdasarkan titik tengah tersebut akan dihitung sebaran perlakuan berdasarkan rencangan tanggap permukaan (RSM).
2. Hasil Optimasi Metode Tanggap Permukaan a. Hasil uji RSM terhadap kadar MAG Hasil uji RSM terhadap kadar MAG memperlihatkan kecenderungan peningkatan MAG hingga kondisi tertentu. Persamaan RSM reaksi gliserolisis RBDPO guna menghasilkan MAG maksimum adalah
Y= 138.029 + 0.187 t + 3.766 T – 0.181 x 10 3 t 2 – 0.124 x 10 2 tT 0.026 T 2 …………………………………………….........(2)
dimana t adalah waktu reaksi dan T adalah temperatur reaksi. Model persamaan ini memiliki p= 0,0017 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap kadar MAG yang dihasilkan berbeda nyata pada taraf α = 0,01. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa model metode tanggap permukaan yang digunakan memiliki nilai r =0,9071. Nilai r yang cukup besar ini mengandung pengertian bahwa kedua faktor yang digunakan yaitu suhu dan waktu reaksi berpengaruh terhadap reaksi gliserolisis guna menghasilkan kadar MAG maksimum. Berdasarkan perhitungan statistik, prediksi kadar MAG maksimum yang akan dihasilkan sebesar 12,94 %. Gambar 14 memperlihatkan bahwa dengan bertambahnya waktu reaksi, kadar MAG yang terbentuk dari reaksi gliserolisis akan semakin meningkat hingga mencapai kondisi maksimum pada waktu reaksi 293 menit. Setelah melewati waktu reaksi optimum tersebut kadar MAG yang
Kadar MAG (%)
terbentuk kembali mengalami penurunan.
Suhu ( o C)
Waktu (menit)
Gambar 14. Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap monoasilgliserol
Suhu reaksi turut mempengaruhi pembentukan MAG dalam reaksi gliserolisis. Gambar 14 menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya suhu reaksi maka kadar MAG yang terbentuk semakin meningkat. MAG ini terus bertambah hingga suhu reaksi mencapai 66 o C dan setelah melewati suhu tersebut, MAG yang terbentuk pun kembali menurun. b. Hasil uji RSM terhadap kadar DAG Berdasarkan uji RSM terhadap kadar DAG yang dihasilkan, respon dari kedua faktor tersebut ternyata cukup positif terhadap pembentukan DAG. Hasil percobaan menunjukkan kadar DAG akan terus meningkat seiring dengan penambahan suhu dan waktu reaksi hingga mencapai suatu rentang tertentu. Setelah melewati rentang tersebut maka DAG yang terbentuk kembali menurun. Berdasarkan perhitungan statistik diperoleh model matematika yang
menggambarkan
pengaruh
faktorfaktor
reaksi
terhadap
pembentukan DAG. Persamaan model tersebut adalah Y= 156.208 + 0.216 t + 5.136 T – 0.245 x 10 3 t 2 – 0.734 x 10 3 tT 0.037 T 2 ……………………………………………..........(3)
dimana t adalah waktu reaksi dan T adalah temperatur reaksi. Model persamaan ini memiliki nilai p=0,0002 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil percobaan berbeda nyata pada taraf α =0,01. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa model persamaan tanggap untuk DAG memiliki nilai r = 0,9504. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kedua faktor perlakuan yaitu suhu dan waktu reaksi memiliki hubungan kuat terhadap pembentukan DAG maksimal. Permukaan tanggap untuk DAG dapat dilihat pada Gambar 15.
Kadar DAG (%)
Suhu ( o C) Waktu (menit)
Gambar 15. Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap diasilgliserol Gambar 15 menunjukkan bahwa dengan penambahan waktu reaksi, kadar DAG yang terbentuk semakin meningkat hingga mencapai waktu optimum. Setelah reaksi gliserolisis melewati waktu optimum maka DAG akan menurun kembali. DAG akan mencapai kadar optimum pada waktu reaksi 344 menit. Kadar DAG akan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu reaksi hingga mencapai suhu reaksi optimum. DAG akan mencapai kadar maksimum pada saat suhu reaksi mencapai 66 o C dan akan menurun kembali setelah melewati suhu optimum tersebut. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa prediksi kadar DAG yang terbentuk pada saat waktu reaksi 344 menit dan suhu reaksi 66 o C sebesar 49,76 %. c. Hasil uji RSM terhadap kadar TAG Reaksi gliserolisis akan mengubah TAG dalam minyak menjadi DAG dan MAG. Hasil yang diharapkan dalam percobaan adalah DAG yang terbentuk cukup tinggi sedangkan TAG yang tersisa cukup rendah. Dengan bertambahnya jumlah DAG dan MAG yang terbentuk maka TAG pun akan semakin menurun. Faktor suhu dan waktu reaksi akan berpengaruh dalam mengurangi jumlah TAG dalam minyak setelah reaksi
gliserolisis. Berdasarkan perhitungan dengan metode tanggap permukaan persamaan model untuk TAG yang terbentuk yaitu Y= 320.152 0.415 t – 6.861 T + 0.419 x 10 3 t 2 + 0.218 x 10 2 tT + 0.048 T 2 …………………………………………….........(4)
dimana t adalah waktu reaksi dan T adalah temperatur reaksi. Model persamaan ini memiliki nilai p=0,0003 dan berarti perlakuan yang diberikan dalam percobaan memberikan hasil yang berbeda nyata pada taraf α =0,01. Berdasarkan hasil perhitungan statistik model ini memiliki nilai r = 0,9441. Nilai korelasi yang besar menunjukkan kedua perlakuan yang diberikan dalam reaksi gliserolisis memiliki hubungan yang kuat
Kadar TAG (%)
dalam penentuan kondisi optimum guna menghasilkan TAG minimum.
Suhu ( o C) Waktu (menit)
Gambar 16. Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap triasilgliserol Gambar 16 memperlihatkan bahwa dengan bertambahnya waktu reaksi, TAG yang terbentuk semakin menurun hingga mencapai waktu optimum. Jika waktu reaksi diteruskan melewati waktu optimum maka kadar TAG yang terbentuk akan kembali meningkat. Waktu optimum yang menghasilkan TAG minimum adalah 330 menit. Kadar TAG akan menurun seiring dengan bertambahnya suhu reaksi hingga mencapai suhu 64 o C yang merupakan suhu optimum. Jika
suhu reaksi dinaikkan melebihi suhu optimum dimana TAG minimum maka TAG yang terbentuk akan meningkat kembali. d. Hasil Uji RSM terhadap kadar Asam Lemak (AL) Reaksi gliserolisis antara minyak dan gliserol dengan katalis enzimatis akan menyebabkan terputusnya ikatan asamasam lemak dengan gliserol sehingga akan menghasilkan asam lemak bebas. Persamaan metode permukaan tanggap yang dihasilkan terhadap komposisi AL yaitu Y= 48.409 + 0.020 t – 1.266 T + 0.121 x 10 4 t 2 0.205 x 10 3 tT + 0.908 x 10 2 T 2 ....................................................................(5)
dimana t adalah waktu reaksi dan T adalah temperatur reaksi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa model persamaan permukaan tanggap untuk AL memiliki nilai r= 0,9211 dengan p= 0,0002. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat suatu hubungan yang positif antara perlakuan dan hasil percobaan. Selain itu, AL yang dihasilkan akibat pengaruh perlakuan berbeda nyata pada taraf α= 0,01. Berdasarkan metode tanggap permukaan, AL yang dihasilkan mencapai minimum pada kondisi waktu reaksi 232 menit dan suhu reaksi 73 o C dengan kadar
Kadar AL (%)
sebesar 4,99 %.
Suhu ( o C) Waktu (menit)
Gambar 17. Hubungan suhu dan waktu reaksi terhadap permukaan tanggap asam lemak (AL)
Gambar 17 memperlihatkan bahwa peningkatan suhu reaksi akan menyebabkan AL yang terbentuk semakin menurun. Jumlah ini akan mencapai minimum pada saat suhu reaksi mencapai 73 o C. Jika suhu reaksi gliserolisis lebih tinggi maka AL yang terbentuk akan semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh permukaan kurva yang kembali naik Seiring bertambahnya waktu reaksi maka kadar AL akan meningkat. Kondisi ini akan terus terjadi bahkan setelah melewati waktu reaksi 232 menit. Hal ini ditunjukkan oleh permukaan kurva yang terus naik. Setelah mendapatkan kondisi optimum proses maka selanjutnya dilakukan tahap verifikasi yang bertujuan melihat konsistensi proses terhadap produk yang dihasilkan. Kondisi yang digunakan untuk tahap verifikasi adalah kondisi yang menghasilkan kandungan DAG paling besar. Kondisi optimum reaksi adalah 344 menit dan 66 o C dengan perkiraan jumlah DAG sebesar 49.76 %. Pemilihan kondisi ini atas pertimbangan bahwa tujuan utama penelitian ini adalah menghasilkan minyak dengan kandungan DAG yang tinggi. Selain itu hal ini didasarkan pada nilai korelasi masingmasing model dimana korelasi model persamaan yang menghasilkan DAG tinggi adalah 0.9504 dan nilai ini merupakan nilai korelasi terbesar diantara model persamaan yang lain.
f. Tahap Verifikasi Kondisi Optimum Proses Verifikasi kondisi optimum proses dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. Keseluruhan hasilnya akan diuji konsistensinya berdasarkan nilai coefficient of variation (CV). Armore (1973) menyatakan bahwa nilai CV menunjukkan tingkat variabilitas data berdasarkan banyak sampel yang dihitung. Suatu kondisi dikatakan konsisten jika nilai CVnya kurang dari 15% (CV<15%). Hasil perhitungan verifikasi produk MKDAG pada kondisi optimum dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel. 11. Hasil verifikasi MKDAG pada kondisi optimum AL
MAG
DAG
TAG
Rendemen
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
1
6.07
11.71
48.68
33.54
88.89
2
5.82
11.92
48.49
33.77
89.22
3
4.39
11.24
47.96
36.41
91.04
4
5.59
11.54
47.94
34.94
91.69
5
4.52
11.35
47.12
37.01
92.25
Ratarata
5.28
11.55
48.04
35.13
90.62
Std Dev.
0.77
0.27
0.61
1.55
1.49
CV
14.62
2.37
1.26
4.41
1.65
Titik
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa kondisi optimum yang diujikan sudah cukup konsisten. Hal ini terlihat dari nilai CV yang dihasilkan kurang dari 15 %. Tampak bahwa nilai CV untuk masing masing parameter produk yaitu kandungan AL sebesar 14,62, MAG sebesar 2,37, DAG sebesar 1,26, TAG sebesar 4,41, dan rendemen sebesar 1,65. MKDAG hasil verifikasi memiliki kandungan AL sebesar 5.28 %, MAG sebesar 11.55 %, DAG sebesar 48.04%, TAG 35.13%, dan rendemen sebesar 90.62%. Berdasarkan perhitungan rumus persamaan, kadar AL, MAG, DAG, dan TAG yang terbentuk adalah 8,06%, 12,03%, 49,76%, dan 32,73%.
D. KARAKTERISTIK MKDAG 1. Analisa komposisi MKDAG dengan metode kromatografi gas (GC) Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang memerlukan waktu sangat singkat sehingga cukup efisien. Kromatografi menunjukkan proses yang berdasarkan pada distribusi diferensial dari komponenkomponen yang berada dalam sampel diantara dua buah fase, fase diam dan fase bergerak. Fase diam umum dinamakan fase stasioner dimana merupakan fase
yang tidak bergerak sedangkan fase bergerak lazim disebut fase mobile dimana bergerak diantara celahcelah permukaan fase diam. Fase stasioner kromatografi dapat berupa padatan ataupun cairan sedangkan fase geraknya dapat berupa cairan atau gas. Kromatografi gas memiliki fase mobile berupa gas sedangkan fase diamnya dapat berupa padatan atau cairan. Kromatografi gas yang memiliki fase diam berupa padatan disebut gassolid chromatography sedangkan jika fase diamnya berupa cairan maka disebut gasliquid chromatography (Cserhati, 1999). Gas Supplies
Detector Electronics
Display unit
Flow Controllers
Detector Oven
Sample Injector
Column Oven Column
Temperature Programmer
Gambar 18. Diagram alir proses analisis kromatografi gas Secara umum peralatan yang terdapat dalam suatu kromatografi gas adalah sistem pembawa gas (carrier gas system), injektor, kolom kromatografi, detektor, dan unit pengolahan data (Gambar 18). Sampel yang akan dianalisis diinjeksikan melalui injektor dan di sini sampel mengalami pemanasan sehingga menguap menjadi gas. Partikelpartikel sampel yang telah menjadi gas kemudian dibawa oleh gas pembawa menuju kolom kromatografi. Di dalam kolom kromatografi sampel akan mengalami pemisahanpemisahan. Setelah sampel melewati kolom kemudian akan menuju detektor. Interaksi antara detektor dan molekul sampel yang keluar dari kolom ini akan diubah menjadi sinyalsinyal elektrik yang akan dikirimkan ke unit pengolahan data dan kemudian akan dihasilkan
kromatogram yang menggambarkan hubungan kekuatan intensitas gelombang listrik hasil konversi dan waktu retensi. Gambar 19 memperlihatkan contoh tampilan kromatogram produk MKDAG. Identifikasi komposisi asilgliserol dalam MKDAG berdasarkan standar peak pada Lampiran 15. Jenisjenis komponen dapat dikelompokkan berdasarkan rentang waktu retensi tertentu. Komponen asam lemak akan muncul peaknya terlebih dahulu lalu kemudian disusul kelompok komponen MAG, DAG dan terakhir TAG.
Gambar 19. Contoh kromatogram produk MKDAG
2.
Analisis kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Kandungan ALB dalam suatu minyak menunjukkan kualitas minyak tersebut. ALB merupakan hasil proses hidrolisis maupun oksidasi minyak selama proses pengolahan ataupun penyimpanan. Kadar ALB yang tinggi menyebabkan terjadinya penyimpangan flavor minyak sehingga menimbulkan aroma ketengikan pada minyak. Ketaren (1986) menyatakan kandungan ALB yang tinggi dalam minyak dapat dikurangi dengan melakukan proses netralisasi pada minyak tersebut sebelum digunakan sebagai bahan baku.
3,81
Kadar ALB (%)
4 3 2 0,31 1 0 Bahan Baku
Produk MK DAG
Gambar 20. Kadar ALB bahan baku dan MKDAG Berdasarkan Gambar 20 kadar ALB produk MKDAG sekitar 3.81 %. Jika dibandingkan dengan kadar ALB bahan baku, nilai ALB produk lebih tinggi. Menurut SNI (1992) standar ALB minyak goreng adalah 0.3%. Kadar ALB produk yang tinggi ini dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain kondisi penyimpanan dan proses reaksi. Pada proses penguapan heksana, produk dibiarkan dalam kondisi udara terbuka biasa untuk menguapkan hingga berat produk konstan. Kondisi udara terbuka ternyata memicu reaksi reaksi yang menyebabkan asamasam lemak terbentuk. Willis et al (2002) menyebutkan bahwa dalam proses interesterifikasi kemungkinan juga akan terbentuknya asam lemak yang bebas. Asamasam lemak ini kemungkinan belum sempat tersambung lagi dengan gliserol sehingga menyebabkan masih banyak asamasam lemak yang berada dalam keadaan bebas. Tingkat ALB yang tinggi juga disebabkan oleh ALB bahan baku yang sudah tinggi. Tingkat kadar ALB pada produk MKDAG tentunya akan lebih rendah jika ALB bahan baku juga rendah. Selain itu, jika produk tersebut tetap akan digunakan sebaiknya dilakukan proses pemisahan ALB dengan pemanasan menggunakan uap pada kondisi vakum.
2. Analisis Titik Leleh Titik leleh adalah sifat dimana suatu bahan mulai berubah menjadi cair sempurna pada suhu atau kisaran suhu tertentu. Sifat ini sangat tergantung dari karakteristik penyusun bahan tersebut. Jenisjenis asam lemak yang menyusun lemak akan mempengaruhi titik leleh dari minyak tersebut. Suatu lemak, baik itu lemak nabati ataupun hewani, tersusun dari jenis asamasam lemak yang berbeda. Hal ini menyebabkan lemak atau minyak biasanya tidak memiliki titik leleh yang tajam, sebagaimana yang dimiliki oleh lemak atau minyak yang asam lemak penyusunnya murni tunggal. Lemak atau minyak akan meleleh pada suatu rentang suhu tertentu. Hasil analisis terhadap produk MKDAG dari 13 perlakuan dan hasil verifikasi menunjukkan hasil yang cukup bervariasi (Tabel 12). Titik leleh produk pada 13 perlakuan berkisar antara 32–42 o C sedangkan titik leleh MK DAG hasil verifikasi berkisar antara 34,537 o C. Titik leleh produk MKDAG yang bervariasi ini dipengaruhi oleh komposisi asilgliserol dalam produk tersebut. Minyak dengan kadar DAG tinggi dan TAG rendah memiliki titik leleh berkisar antara 3642 o C sedangkan minyak dengan kadar DAG lebih rendah dan TAG tinggi memiliki titik leleh berkisar antara 3235 o C. Gunstone dan Padley (1997) menyatakan bahwa bentuk mono dan diasilgliserol memiliki titik leleh yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bentuk triasilgliserol. Titik leleh suatu minyak sangat ditentukan oleh jenis asam lemak penyusunnya dan jenis kristalnya. Lemak atau minyak yang tersusun oleh asamasam lemak jenuh berantai karbon panjang akan memiliki titik leleh yang lebih tinggi jika dibandingkan minyak yang tersusun atas asamasam lemak jenuh berantai karbon pendek. Hal ini terlihat pada asam lemak palmitat dan asam lemak laurat. Asam palmitat akan mulai mencair pada suhu 62,9 o C sedangkan asam laurat meleleh pada suhu 44,2 o C (Gunstone dan Padley, 1997). Palmitat dalam bentuk digliseridanya memiliki titik leleh 72.5 o C sedangkan laurat memliki titik leleh 56.5 o C.
Tabel 12. Titik leleh produk MKDAG dari 13 perlakuan dan hasil verifikasi kondisi optimum Produk dengan 13 perlakuan Kode Titik Leleh Produk ( o C) Suhu Waktu 0 0 1 3839 0 0 2 41.942 0 0 3 3738 0 0 4 39.540 0 0 5 3737.1 1 1 6 3940 1 1 7 3434.5 1 1 8 3839 1 1 9 34.535 0 1.414 10 3636.2 0 1.414 11 3637 1.414 0 12 3232.5 1.414 0 13 41.542 Verifikasi produk kondisi optimum 3637 1 3636.5 2 34.535 3 3637.5 4 3636.5 5 31.833 RBDPO
Derajat kejenuhan asam lemak penyusun lemak atau minyak menentukan sifat titik leleh dari minyak tersebut. Lemak atau minyak yang memiliki ikatan rangkap yang banyak akan memiliki titik leleh yang lebih rendah jika dibandingkan lemak yang ikatan rangkapnya lebih sedikit. Hal ini disebabkan ikatan rangkap ini memiliki kekuatan yang lebih lemah jika dibandingkan dengan ikatan tunggal. Hart et al (1995) menyatakan bahwa keberadaan ikatan rangkap menyebabkan senyawa tersebut rentan terhadap gangguan dari luar seperti elektrofil (senyawa miskin elektron). Ikatan phi yang terdapat dalam ikatan rangkap menyebabkan ikatan ini lebih lemah karena menjadikan ikatan ini kaya akan elektron. Strayer (2006) mencontohkan asam stearat (C 18:0) memiliki titik leleh 70.1 o C lebih tinggi
jika dibandingkan dengan asam oleat (C 18:1) yang meleleh pada suhu 16.3 o C. Isomerisasi cistrans pada asam lemak juga menyebabkan perbedaan sifat titik leleh. Bentuk cis merupakan bentuk dimana atomatom H pada atom karbon disekitar ikatan rangkap tidak berseberangan. Hal ini menyebabkan asam lemak cis memiliki bentuk yang bengkok. Berbeda dengan bentuk cis, bentuk trans memiliki atom H yang terletak berseberangan pada atom karbon di sekitar ikatan rangkap sehingga menyebabkan asam lemak trans memiliki bentuk yang lurus menyerupai asam lemak jenuh (Blaurock, 1999). Kekuatan ikatan pada bentuk cis yang bengkok ini menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatan trans yang berbentuk lurus sehingga energi yang dibutuhkan untuk memutus ikatan cis lebih rendah dibandingkan dengan energi pada ikatan trans. Hal inilah yang menjadikan titik leleh asam lemak cis lebih rendah jika dibandingkan dengan titik leleh asam lemak trans. Pembentukan kristal lemak sangat dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar radikal asam lemak dalam kristal. Semakin kuat ikatan antar molekul asam lemak maka semakin banyak panas yang dibutuhkan untuk mencairkan lemak tersebut (Winarno, 1994).
4. Analisis Titik Asap Titik asap atau lazim disebut smoke point merupakan parameter yang umum digunakan dalam menguji stabilitas panas dari suatu minyak. Titik asap sendiri merupakan suhu dimana asap mulai muncul dan terdeteteksi. Minyak goreng merupakan bahan yang biasa digunakan menggoreng pada suhu tinggi sehingga bahan ini harus tahan pada suhusuhu tersebut. Winarno (1994) menyebutkan bahwa minyak biasa digunakan menggoreng pada rentang suhu 177221 o C. Untuk menghindari kerusakan maka sebaiknya minyak tidak digunakan menggoreng diatas suhu optimum tadi. Hasil analisa memperlihatkan bahwa MKDAG memiliki titik asap 152 o C sehingga minyak ini belum cukup bagus untuk menggoreng. Hasil uji
titik asap pada minyak goreng komersil menunjukkan bahwa titik asap yang dimilikinya masih tinggi yaitu sekitar 219 o C. Perbandingan antara titik asap MKDAG dan minyak goreng komersil disajikan dalam Gambar 22. 219 Titik asap (oC)
250 200
152
150 100 50 0 Produk MKDAG
Minyak goreng komersial
Gambar 21. Perbandingan titik asap antara MKDAG dan minyak goreng komersil
Gambar 21 memperlihatkan bahwa produk minyak komersil memiliki kualitas stabilitas panas yang lebih baik yang ditandai dengan titik asap yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan MKDAG. Perbedaan ini ditengarai oleh kandungan ALB yang terdapat dalam MKDAG lebih tinggi jika dibandingkan kandungan pada minyak goreng komersil. Wan (2000) menyatakan bahwa kandungan ALB dalam minyak dapat mempengaruhi suhu titik asap minyak tersebut. Berdasarkan Tabel 13 jika kandungan ALB dalam minyak bertambah melebihi 0.01 % maka titik asap akan semakin menurun. Asam lemak memiliki tingkat kestabilan yang lebih rentan jika dibandingkan dengan bentuk gliserida. Kandungan asam lemak bebas dalam minyak inilah yang merupakan faktor utama penentu kualitas titik asap suatu minyak (Bailey, 1951).
Tabel 13. Titik Asap pada minyak yang mengandung 0.01% ALB dan ALB murni 100% Parameter Minyak (0.01% ALB) ALB 100% Titik asap 450 o F(232.22 o C) Sumber: Wan (2000)
200 o F(93.33 o C)
5. Analisis Bilangan Peroksida Bilangan peroksida digunakan untuk menunjukkan tingkat kerusakan minyak baik itu sebelum produksi, setelah produksi ataupun setelah penyimpanan. Senyawa peroksida dapat terbentuk selama penyimpanan akibat keberadaan oksigen yang bereaksi dengan asam lemak dalam minyak sehingga terjadi reaksi yang membentuk senyawa peroksida. Reaksi ini dapat menyebabkan timbulnya penyimpangan flavor dan bau yang tidak diinginkan. Hal ini dapat menurunkan penerimaan konsumen minyak oleh konsumen. Penentuan bilangan peroksida menggunakan metode titrimetri dengan menggunakan titran natrium thiosulfat (0.1 N). Prinsip penentuan bilangan peroksida adalah senyawa I2 yang dibebaskan dari KI akibat bereaksi dengan senyawa peroksida akan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Berdasarkan pengujian, bilangan peroksida MKDAG hasil optimasi adalah 6.36 meq/kg. Perbandingan nilai bilangan peroksida antara bahan baku, MK DAG, dan standar dapat dilihat pada Gambar 22. 10
6.36
8 (Meq/Kg)
Bilangan Peroksida
10
6 4
1.97
2 0 Bahan baku
Produk MK S tandar D AG Maksim um (D e G reyt,1997)
Gambar 22. Bilangan peroksida bahan baku, MKDAG dan standar peroksida maksimum
Berdasarkan Gambar 22 nilai bilangan peroksida MKDAG berada dibawah standar maksimum peroksida yang berada dalam bahan. Hal ini berarti produk DAG cukup aman dan potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pengolahan produk pangan lebih lanjut.
6. Analisis Bilangan Iod Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 g minyak. Bilangan iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan suatu minyak. Semakin tinggi bilangan iod suatu minyak berarti semakin banyak iodin yang diserap minyak guna menjenuhkan ikatan tidak jenuh pada minyak menjadi ikatan jenuh. Prinsip penentuan bilangan iod adalah I2 yang dibebaskan dari proses halogenasi ikatan rangkap dengan ICl akan dititrasi oleh larutan natrium thiosulfat hingga warna biru dari indikator pati (biru) hilang (Ketaren, 1986). Berdasarkan hasil percobaan (Gambar 23) bilangan iod MKDAG adalah 53,37. Nilai bilangan iod MKDAG tidak berbeda jauh dengan nilai bilangan iod bahan baku RBDPO yaitu 52,28. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi gliserolisis tidak terlalu mengubah komposisi ikatan tidak jenuh dalam minyak. 53.37
Bilangan Iod
54 54 53
52.28
53 52 52 51 Bahan Baku
Produk MKDAG
Gambar 23. Bilangan iod bahan baku dan produk MKDAG
7. Analisis Nilai HLB Sistem HLB merupakan suatu sistem klasifikasi yang bertujuan mengelompokkan emulsifier berdasarkan keseimbangan sifat hidrofilik dan lipofilik. Nilai ini akan menggambarkan suatu emulsifier dalam membentuk suatu sistem emulsi dalam bahan pangan. Stauffer (1996) menyatakan emulsifier dengan HLB antara 2 sampai 6,5 termasuk emulsifier yang dapat digunakan dalam sistem water in oil (w/o) sedangkan emulsifier dengan HLB berkisar antara 8,5 sampai 16,5 digunakan dalam sistem oil in water (o/w). Besaran nilai HLB dan aplikasinya dapat dilihat pada Tabel 14 Penelitian Atmaja (2000) menyebutkan bahwa penentuan nilai HLB dilakukan dengan menentukan nilai air suatu emulsifier lalu kemudian dibandingkan dengan nilai emulsifier standar. Atmaja (2000) menyebutkan dengan semakin meningkatnya jumlah kandungan MAG atau DAG maka nilai HLB emulsifier tersebut akan semakin besar. Perhitungan nilai HLB pada penelitian ini mengacu pada Atmaja (2000). Penelitian ini menggunakan persamaan y = 0.1325 x 0.0455 dimana nilai y adalah nilai air sedangkan nilai x adalah nilai HLB.
Tabel 14. Nilai HLB dan Aplikasinya Nilai HLB
Aplikasi
36
Emulsifier w/o
79
Wetting agent
818
Emulsifier o/w
1315
Detergent
1518
Stabilizer
Sumber : Becker (1983)
19.52
Nilai HLB
20 15 10
4.1
5 0 Produk MKDAG
Emulsifier ref erensi (MAG)
Gambar 24. Histogram nilai HLB produk MKDAG dan emulsifier referensi Gambar 24 memperlihatkan bahwa produk MKDAG memiliki nilai HLB 4,10. Berdasarkan Tabel 14 produk MKDAG dapat diaplikasikan sebagai emulsifier w/o. Hal ini berbeda dengan emulsifier referensi yang memiliki nilai HLB 19,52. Aplikasi produk MKDAG sebagai emulsifier w/o berkaitan dengan strukturnya. DAG masih memiliki 2 asilgliserol sehingga gugus nonpolarnya lebih banyak jika dibandingkan dengan gugus polar (OH). Hal inilah yang menyebabkan DAG akan lebih dapat terikat dalam medium minyak.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil analisis terhadap RBDPO menunjukkan bahwa bahan baku tersebut memiliki nilai kadar air sebesar 0.08 % (b/b), nilai bilangan peroksida sebesar 1.97 meq/Kg, nilai bilangan iod sebesar 52.28 dan nilai ALB sebesar 0.31 %. Bahan baku RBDPO ini sebenarnya tidak memenuhi persyaratan dari segi kandungan ALB hanya saja karena kendala keterbatasan bahan baku maka RBDPO tersebut tetap digunakan sebagai bahan baku pembuatan MKDAG. Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk menghasilkan MKDAG adalah 344 menit dan 66 o C. Tahap verifikasi menunjukkan bahwa kondisi yang didapatkan berdasarkan model perhitungan RSM sudah cukup konsisten. Hal ini berdasarkan nilai CV yang lebih kecil dari 15 %. Verifikasi kondisi optimum tersebut menghasilkan kadar AL sebesar 5.28 %, kadar MAG sebesar 11.55 %, kadar DAG sebesar 48.04 %, dan kadar TAG sebesar 35.13 % dengan menghasilkan rendemen sebesar 90.62%. Berdasarkan perhitungan rumus persamaan, kadar AL, MAG, DAG, dan TAG yang terbentuk adalah 8,06%, 12,03%, 49,76%, dan 32,73%. Uji karakterisasi MKDAG dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia MKDAG tersebut. Hasil uji menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kadar ALB sebesar 3.81 %, nilai titik leleh berkisar antara 34,5 hingga 37 o C, nilai titik asap sebesar 152 o C, bilangan peroksida sebesar 6,36 meq/kg, nilai bilangan iod sebesar 53,37, dan nilai HLB sebesar 4,10.
B. SARAN
Penelitian lebih lanjut yang dapat dilakukan adalah optimasi proses fraksinasi terhadap MKDAG sehingga kemurnian yang didapatkan menjadi lebih tinggi. Selain itu perlu dilakukan pengujian aplikasi produk pangan secara langsung sehingga dapat dilihat bagaimana pengaruh MKDAG terhadap produk pangan dan dapat dilihat apakah MKDAG tersebut dapat menggantikan minyak TAG yang selama ini telah lama digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrintara. 1997. Production Hand Book. PTP Agrintara Industri Hilir CPO. Batam. Akoh, C.C. 1992. Emulsification Properties of Polyester and Sucrose Ester Blend I: Carbohydrate Fatty Acid Polyester. JAOCS 69 (1) : 914. AOAC .1995. The Official Method and Recommended Practice of The American Oil Chesmist Society. Campaign. II. .1997. The Official Method and Recommended Practice of The American Oil Chesmist Society. Campaign. II AOCS. 1997. Sampling and Analysis Of Commercial Fats and Oils. Armore, S.J. 1973. Elementary Statistic and Decision Making. Charles E. Meril Publishing Co. A. Bell &Howell Company. Bailey, A.E. 1951. Industrial Oil and Fat Products : Physical Properties of Fats and Fatty Acid. Interscience Publisher. London. Berger et al. 1993. Regioisomerically Pure Mono and Diacylglycerol as Synthetic Building Blocks. Dalam Watanabe, T., M.Shimizu, M., Sugiura, M. Sato, J. Kohori, N. Yamada, and K.Nakanishi. 2003. Optimation of Reaction Condition for the Production of Using Immobilized 1,3 Regiospecific Lipase Lipozyme RM IM. J.Am. Oil Chem. Soc. 80 (12): 12011207. Blaurock, A E. 1999. Fundamental Understanding of the Crystallization of Oils and Fats. Dalam : Neil, W (ed). Physical Properties of Fats, Oils, and Emulsifier. AOAC Press. Borusheuer, U.T. 1995. Lipasecatalyzed Synthesis of Monoacylglycerol Enzyme and Microbial Technology. Vol.17.July : 679586.
Chin, A.H.G. 1979. Palm Oil Standards in Relation to Marketing and Revening Behavior. Magazine of The Incorporated Society of Palters. 55 : 414439. Cochran, W G. and G M. Cox. 1962. Experimental Design. John Wiley & Sons, Inc., New York. Cserhati, T. 1999. Chromatography in Food Science and Technology. Technomic Publishing. Basel. Dziezak, J.D (ed.). 1988. Emulsifiers: The Interfacial Key to Emulsion Stability. J. Food Tech. Eckey, S. W. 1995. Vegetable Fat and Oil. Di dalam Handbook of Food Agriculture. Reinhold Publishing Corporation. New York. Elizabeth dan Boyle, 1997. Monoglycerides in Food System : Current and Future Uses. Food Technology. Vol 51 no 8. Farmo, M.W., Erick J., Frank A.N. dan Norman O.V.S. 1994. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol I (4 th ed). John Willey and Sons Inc. New York. Fischer, W. 1998. Production of High Concentrated Monoglyceride. Lecture given on occasion of the DGFSymposium in Magdeburg / Germany in October 1998. www.uicgmbh.de. 24 September 2006. Flickinger, B.D dan Matsuo, N. 2003. Natural Characteristics of DAG Oil. di dalam Yang, T., Zhang, H., Mu, H., Sinclair, A.J., dan Xu, X. 2004. Dacylglycerols from Butterfat: Production by Glycerolysis and ShortPath Distillation and Analysis of Physical Properties. JAOCS 81 (10) : 979989. Gapki. 2007. dalam Laporan Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. www.infosawit.iopri.org . 10 Oktober 2007. Graaf, J. 1982. Composition, Quality and End Uses of Palm Oil. Di Dalam R.H.V. Corley dan J.J. Hardon (eds.). Development in Crop Science (1) : Oil Palm Research, P. 1993. Elsevier Scientific Publishing Co, London.
Gunstone, Frank D., and Fred B. Padley. 1997. Lipid Technologies and Applications. Marcel Dekker Inc. New YorkBaselHongkong. Gunstone, F. D., J. L. Harwood and F. B. Padley. 1994. The Lipid Handbook. Chapman and Hall. London. Gupta, R. K., K. James and F. J. Smith. 1983. Sucrose Ester and Sucrose Ester Glyceride Blends as Emulsifiers. JAOCS 60 : 862869. Hariyadi, P dan Andarwulan, N. 2003. Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit: Upaya Membangun Citra dan Daya Saing. Kumpulan Abstrak Hasil Riset Industri Hilir Kelapa Sawit. Kementerian Riset dan Teknologi dan Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia. Hart, H., Hart D.J., dan Craine L.E. 1995. Organic Chemistry : A Short Course. 9 th edition. HoughtonMuffin. Boston. Hui, Y.H. (ed.).1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley & Sons, Inc. New York. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta. Kondo, H., Hase, T., Murate, T., dan Tokimitsu, I. 2003. Digestion and Assimilation Features of dietary DAG in rat Small Intestine. Lipids 38:2530. Lindsay, R. C. 1985. Food Additives. Di dalam : O. R. Fennema. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York. Lo, S.K , B. S. Baharin, C. P. Tan, O.M. Lai. 2004 a. EnzymeCatalyzed Production and Chemical Composition of Diacylglycerols from Corn Oil Deodorizer Distillate. J. Food Biotech. 18 : 265278. , 2004 b. LipaseCatalysed Production and Chemical Composition of Diacylglycerols from Soybean Oil Deodoriser Distillate. European Journal of Lipid and Technology. 18 :218224.
Maki K. C, Davidson M. H, Tsushima R., Matsuo. N, Tokimitsu I., Umporowicz D.M., Dicklin M.R., Foster G.S., Ingram K.A., Anderson B.D., Frost S.D. dan Bell M. 2002. Consumption of Diacylglycerol Oil as Part of a Reduced energy Diet Enhances Loss of Body Weight and Fat in Comparison with Consumption of a Triacylglycerol Control oil. Dalam Takase, H. 2007. Metabolism of Diacylglycerol in humans. Asia Pac. J. Clin.Nutr. Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Mc Neill, P.G. and Ralf G.B. 1993. Enzymatic Glycerolysis of Palm Oil Fractions and a Palm Oil Based Models Mixture : Relationship between Fatty Acid Compotition and Monoglyceride Yield. Food Biotechnology, 7 (1):7587. Nagao, T, Watanabe, H, Goto, N, Onizawa, K, Taguchi, H, Matsuo, N, Yasukawa, T, Tsushima, R, Shimasaki, R, dan Itakura, H. 2000. Dietary Diacylgliserol Suppresses Accumulation of Body Fat Compared to TAG in Men in a Double Blind Controlled Trial. Dalam Takase, H. 2007. Metabolism of Diacylglycerol in Humans. Asia Pac. J. Clin.Nutr. Oil World Report. 2006. Dalam Laporan Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. www.infosawit.iopri.org . 10 Oktober 2007. Plou, J.F., M. Barandiarn, V.M, Calvo, A. Ballesteros, and E. Faster. (1996). High Yield Production of monoand Dioleylglycerol by lipaseCatalyzed Hydrolysis of Triolein. Enzyme Microb.Techno. 18: 6671. Rendon, X., LopezMungulia, A., Castillo, E. 2001. Solvent Engineering Applied to LipaseCatalayzed Glycerolysis of Triolein. JAOCS 78 :10611066. Rousseau, D. dan Marangoni, A.G. 2002. Chemical Interesterification of Food Lipids: Theory and Practice. di dalam Akoh, C.C. and Min, D.B (ed). 2002. Food Lipids : Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Marcel Dekker,Inc. NewYork. Sakaguchi, H. 2001. Marketing a Healthy Oil. Oils Fats Int. 1819
Standar Nasional Indonesia.1987. Refined Bleached Deodorized Palm Oil. SNI 01 0014. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. Minyak Goreng. SNI 013741.1995. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. Strayer, et al. 2006. Food Fats and Oil 9 th . Institute of Shortening and Edible Oils. Washington. Takase H, Kawashima H, Wakaki Y, Yasukawa T, Katsuragi Y, Uasunaga K, Mori K, Yamaguchi T, Hase T, Tokimitsu I, Koyama W. 2004. Effect of Long Term AdLibitum Ingestion of Diacylglycerol on Body Weight in a Free Living Environment. Dalam Takase, H. 2007. Metabolism of diacylglycerol in humans. Asia Pac. J. Clin.Nutr. Wan, P.J. 2000. Properties of Fats and Oil. Dalam O’Brien, R.D., Walter, E.F., dan Wan, P.J. Introduction to Fats and Oils Technology : 2 nd . AOCS Press. Champaign. Illinois. Weber, N. dan Kumar D.M. 2004. SolventFree Lipase Catalyzed Preparation of Diacylglycerols. J. Agric. and Food Chem. 52 : 53475353. Willis, W M dan Marangoni, A G. 2002. Enzymatic Interesterification. Dalam Akoh, C C dan Min, D B (ed.). Food Lipid: Chemistry, Nutrition and Biotechnology. Marcell Dekker. New York. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Yamane, T., S.T. Kang, K. Kawahara, and Y. Koizumi. (1994) High Yield Diacylglycerol Formation by SolidPhase Enzymatic Glycerolysis of Hydrogenated Beef Tallow. J. Am. Oil Chem. Soc. 71: 339342. Yang, T., Zhang, H., Mu, H., Sinclair, A.J., dan Xu, X. 2004. Dacylglycerols from Butterfat: Production by Glycerolysis and ShortPath Distillation and Analysis of Physical Properties. JAOCS 81 no 10 :979989.
Lampiran 1. Penentuan jumlah sampel RBDPO dengan gliserol pada setiap rasio yang telah ditentukan (1:3, 1:2, 1:1, 2:1) Contoh perhitungan jumlah masingmasing substrat (RBDPO:gliserol) pada rasio 2:1 untuk 15 g campuran RBDPO dan gliserol adalah sebagai berikut : BM Ttrigliserida (RBDPO) = 832 BM gliserol BMtotal
= 92 = (2 x BMtrigliserida) + (1 x BMgliserol) = (2 x 832) + (1 x 92) = 1664 + 92 = 1756
Berat RBDPO yang digunakan= =
BM RBDPO x 15 g BM total
1664 x15 g 1756
=14,2141 g BM gliserol total
Berat gliserol yang digunakan=
=
BM total
x 10 g
92 x15 g 1756
= 0,7859 g Jadi berat masingmasing substrat untuk rasio 2:1 adalah 14,2141 g minyak dan 0,7859 g gliserol.
Rasio 1 : 3 1 : 2 1 : 1 2 : 1
Minyak (g) 11, 2635 12, 2835 13, 5065 14, 2141
Gliserol (g) 3, 7356 2, 7165 1, 4935 0, 7859
Lampiran 2. Penentuan jumlah katalis yang digunakan pada setiap reaksi.
Contoh perhitungan : Konsentrasi katalis yang digunakan pada campuran substrat 2:1 sebanyak 5 % berat minyak.
Berat minyak (RBDPO) pada rasio 2:1 = 14,2141 g Jadi jumlah katalis yang digunakan = 5% x 14,2141 g = 0,7107 g Katalis Rasio Molar berat (g) 1 : 3 0, 5632 1 : 2 0, 6142 1 : 1 0, 6753 2 : 1 0, 7107
Lampiran 3. Perlakuan dan kode perlakuan untuk reaksi gliserolisis minyak RBDPO Perlakuan Suhu Waktu
1,414 55 o C 60 menit
Kode perlakuan 1 0 1 58 o C 65 o C 72 o C 113 menit 240 menit 367 menit
Contoh perhitungan penentuan nilai pada kode . Kode 1 pada suhu
æ 1 ö = 65 o C + ç x ( 75 - 65 ) ÷ o C è 1 , 414 ø = 65 o C + 7,07 o C = 72,07 o C ≈72 o C
Kode 1 pada suhu
æ 1 ö = 65 o C + ç x ( 65 - 55 ) ÷ o C è - 1 , 414 ø = 65 o C + (7,07 o C) = 57, 93 o C ≈58 o C
æ 1 ö Kode 1 pada waktu = 240menit + ç x ( 420 - 240 ) ÷ menit è 1 , 414 ø = 240menit + 127,30 o C = 367,3 o C ≈367 menit æ 1 ö Kode 1 pada waktu = 240menit + ç x ( 420 - 240 ) ÷ menit è - 1 , 414 ø = 240menit +(127,30 o C) = 112,7 o C ≈113 menit
1,414 75 o C 420 menit
Lampiran 4. Rancangan percobaan yang digunakan pada Central Composite Design No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Suhu Reaksi 1 1 1 1 1,414 1,414 0 0 0 0 0 0 0
Waktu Reaksi 1 1 1 1 0 0 1,414 1,414 0 0 0 0 0
contoh perlakuan pada no. 5 : suhu reaksi
(1,414) = 55 o C
waktu reaksi
(0)
= 240 menit
Lampiran 5. Persamaan Reaksi Gliserolisis antara Minyak dan Gliserol Reaksi gliserolisis yang terjadi pada RBDPO dan gliserol menghasilkan tiga kemungkinan DAG dengan struktur molekul yang berbeda (berdasarkan letak ikatan rantai asam lemaknya). Reaksi gliserolisis yang terjadi adalah sebagai berikut :
O O H2C—OC—C15H31
H2C—OH
H2C—OC—C15H35
O H2C—OH
H2C—OC—C15H35
O
2
HC—OC—C15H31
O
+
O H2C—OC—C17H33
Trigliserida (RBDPO)
HC—OC—C15H35
1 HC—OH
H2C—OH
gliserol
HC—OC—C15H35
+ panas & katalis
+ HC—OH
+
O
O H2C—OC—C17H33 H2C—OH
DAG1
H2C—OC—C17 H33
DAG2
DAG3
70
Perhitungan masingmasing berat produk : mol Trigliserida RBDPO (per 15g) =
massa 14 . 2141 g = BM 832
= 0.017 mol massa DAG1
1 = ( x 0.017 mol) x 568 2
= 4.828 g massa DAG2&3
1 = ( x 0.017 mol) x 594 x 2 2
= 10.098 g massa total DAG (teoritis)
= massa DAG1 + (massa DAG2 + massa DAG3)
massa total DAG (teoritis)
= 4.828 g + 10.098 g = 14.926 g
Lampiran 6 . Tabulasi Data Penelitian Pendahuluan Penentuan Rasio Molar optimum Waktu (j) Minyak (g) Gliserol (g) Total (g) Silika (g) Katalis (g) Produk (g) Bobot Teoritis (g) Rendemen (g)
Data GC (%)
No
Rasio S/G
1 2 3 4
1 3 1 3 1 2 1 2
4 4 4 4
11.2648 11.2535 12.365 12.2836
3.7364 3.7364 2.7170 2.7162
15.0012 14.9899 15.0820 14.9998
3.7386 3.7367 2.7090 2.7164
0.5635 0.5624 0.6182 0.6140
8.7048 8.4879 10.3942 10.2434
11.8530 11.8530 12.9944 12.9944
73.44 71.61 79.99 78.83
FAc 8.21 7.12 9.29 9.19
MAG 16.73 16.01 13.29 17.66
DAG 49.78 48.20 48.75 49.41
TAG 25.27 28.65 28.67 22.09
5 6 7 8 9 10
1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1
4 4 4 4 4 4
13.5240 13.4884 13.5531 14.2280 14.2432 14.2450
1.4942 1.4941 1.4931 0.7880 0.7868 0.7869
15.0182 14.9825 15.0462 15.0160 15.0300 15.0319
1.4942 1.4940 1.4937 0.7870 0.7862 0.7855
0.6760 0.6749 0.6779 0.7110 0.7129 0.7128
11.7430 11.9193 11.7103 13.8781 13.5528 13.7901
14.2236 14.2236 14.2236 14.9260 14.9260 14.9260
82.56 83.80 82.33 92.98 90.80 92.39
9.57 14.07 6.23 13.76 6.26 8.79
15.52 20.96 13.20 10.33 12.44 14.88
47.53 49.88 50.24 46.60 45.51 46.60
27.38 15.07 30.84 29.30 35.79 28.03
Penentuan waktu reaksi untuk Penelitian Utama 11 8
2 1 2 1
2 4
14.2269 14.2280
0.7861 0.7880
15.0130 15.0160
0.7856 0.7870
0.7110 0.7110
13.5259 13.8781
14.9260 14.9260
90.62 92.98
6.67 13.76
8.43 10.33
39.13 43.78 46.60 29.30
9 10 13 14
2 1 2 1 2 1 2 1
4 4 6 6
14.2432 14.2450 14.2345 14.2455
0.7868 0.7869 0.7859 0.7855
15.0300 15.0319 15.0204 15.0310
0.7862 0.7855 0.7859 0.7861
0.7129 0.7128 0.7118 0.7124
13.5528 13.7901 13.3319 13.3453
14.9260 14.9260 14.9260 14.9260
90.80 92.39 89.32 89.41
6.26 8.79 6.09 7.02
12.44 14.88 12.27 11.65
45.51 46.60 48.82 50.20
35.79 28.03 32.81 31.13
72
Lampiran 7. Tabulasi Data Penelitian Utama Data Penelitian Utama Kode No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Waktu
Suhu
0 0 0 0
0 0 0 0
0 1 1 1 1 1.414 1.414 0 0
0 1 1 1 1 0 0 1.414 1.414
Suhu ( o C)
Waktu (Jam)
Minyak (g)
Glisero l (g)
Silika (g)
Katalis (g)
FAc (%)
MAG (%)
DAG (%)
TAG (%)
Produk (g)
Bobot Teoritis (g)
Rendem en (%)
65 65 65 65 65 72 72 58 58 55 75 65 65
4 4 4 4 4 6, 7menit 1, 53 menit 6, 7 menit 1, 53 menit 4 4 1 7
14.2317 14.2173 14.2145 14.22
0.7859 0.7861 0.786 0.7854
0.7855 0.7858 0.7855 0.7858
0.7120 0.7105 0.7103 0.711
5.92 5.27 5.53 5.01
11.09 13.69 11.97 13.76
46.32 46.95 47.43 46.29
35.86 34.09 35.07 34.99
13.4841 13.7364 13.865 13.8961
14.926 14.926 14.926 14.926
14.2137 14.2267 14.2558 14.2191 14.2246 14.2105 14.2104 14.2419 14.2152
0.7861 0.7859 0.7854 0.7859 0.7853 0.7855 0.7863 0.7854 0.7862
0.7852 0.7857 0.7857 0.7852 0.7858 0.7855 0.7862 0.7859 0.7859
0.7107 0.7116 0.7128 0.7103 0.7115 0.7102 0.7108 0.7128 0.7106
5.71 4.88 5.14 6.87 6.40 7.85 4.78 4.62 5.41
11.36 9.50 7.92 11.36 5.38 7.76 11.12 1.67 10.67
48.23 47.95 38.87 46.93 35.24 41.47 43.32 27.06 49.28
38.42 37.68 48.07 34.83 52.97 42.92 40.78 66.65 34.64
13.7767 13.7946 14.2185 13.9603 14.2872 14.0498 14.3036 14.0498 13.4976
14.926 14.926 14.926 14.926 14.926 14.926 14.926 14.926 14.926
90.34 92.03 92.89 93.10 92.30 92.42 95.26 93.53 95.72 94.13 95.83 94.13 90.43
14.2117
0.7860
0.7859
0.7112
6.07
11.71
48.68
33.54
13.2677
14.926
88.89
3637
14.2099
0.7859
0.7861
0.7113
5.82
11.92
48.49
33.77
13.3170
14.926
89.22
3636.5
14.2300
0.7855
0.7854
0.7114
4.39
11.24
47.96
36.41
13.5886
14.926
91.04
34.535
14.2273
0.7860
0.7864
0.7112
5.59
11.54
47.94
34.94
13.6856
14.926
91.69
3637.5
14.2175
0.7860
0.7863
0.7108
4.52
11.35
47.12
37.01
13.7692
14.926
92.25
3636.5
7.97
92.03
MP ( o C) 3839 41.942 3738 39.540 3737.1 3940 3434.5 3839 34.535 3636.2 3637 3232.5 41.542
Data Verifikasi Kondisi Optimum 66 66 66 66 66
5, 44 menit 5, 44 menit 5, 44 menit 5, 44 menit 5, 44 menit
Sampel RBDPO
73
Lampiran 8a. Titik leleh beberapa DAG dari asam lemak jenuh Glycerol β1 ( o C) β2 ( o C) 1,3dialkanoate Didecanoate 42 44.5 Didodecanoate 54 56.5 Dihexadecanoate 71.5 72.5 Glycerol α form ( o C) β form ( o C) 1,2dialkanoate Didodecanoate 20.0 39.0 Dihexadecanoate 50.0 63.5 Sumber : Gunstone et al., (1994)
Lampiran 8b. Titik leleh beberapa trigliserida β 1 ' β ' 2 Triasilgliserol α Trilaurin 15.0 Trimiristin 33.0 54.5 Tripalmitin 45.0 63.5 Tristearin 54.5 70.0 Sumber : Gunstone et al., (1994
β 46.4 57.0 65.5 72.0
Lampiran 9a. Kadar asam lemak bebas bahan baku dan MKDAG Bahan Baku RBDPO Massa No
sampel (g)
Volume
Kadar
NaOH
ALB
terpakai (ml)
(%)
Normalitas NaOH (N)
1
2.7331
0.01
2.9
0.27
2
2.7335
0.01
3.9
0.36
3
2.7418
0.01
3.3
0.31
Volume
Kadar
NaOH
ALB
terpakai (ml)
(%)
Kadar ALB Rata 2 (%)
0.31
Produk DAG Massa No
sampel (g)
Normalitas NaOH (N)
1
2.8133
0.1
4.4
4.00
2
2.8251
0.1
4.0
3.62
Kadar ALB Rata 2 (%) 3.81
Lampiran 9b. Bilangan peroksida bahan baku dan MKDAG Bahan Baku RBDPO
No
Massa
Normalitas
sampel (g)
TioSulfat (N)
Volume
Kadar
TioSulfat
Peroksida
terpakai (ml)
(Meq/kg)
1
5.0584
0.1
.0.3
1.97
2
5.0834
0.1
0.3.
1.97
Blangko
0.1
Volume
Kadar
TioSulfat
Peroksida
terpakai (ml)
(Meq/kg)
Kadar Peroksida Rata 2 (Meq/kg) 1.97
0.2
Produk DAG
No
1 2
Massa
Normalitas
sampel (g)
TioSulfat (N)
5.2187
0.1
0.5
5.75
5.012
0.1
0.55
6.98
Blangko
0.1
Kadar Peroksida Rata 2 (Meq/kg) 6.36
0.2
Lampiran 10a. Bilangan iod bahan baku dan MK DAG Bahan Baku RBDPO Massa No
sampel (g)
Normalitas TioSulfat (N)
Volume TioSulfat
Bil. Iod
terpakai (ml)
1
0.5093
0.1
22.11
51.56
2
0.5049
0.1
21.72
52.99
Blangko
0.1
Bil. Iod Rata 2
52.28
42.80
Produk DAG Massa No
sampel (g)
1 2
Normalitas TioSulfat (N)
Volume TioSulfat
Bil. Iod
terpakai (ml)
0.5082
0.1
20.8
54.94
0.5109
0.1
23.2
51.81
Blangko
0.1
Bil. Iod Rata 2
53.37
0.2
Lampiran 10b. Nilai HLB MK DAG pada kondisi optimum Massa
Volume
sampel
Akuades
(g)
terpakai (ml)
1
1.0835
2
1.0411
No
Nilai Air
HLB
0.5
0.4814
3.74
0.6
0.5763
4.46
MAG komersial (Affandi, 2007)
HLB Rata 2
4.10 19.52
Lampiran 11. Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi ALB Coding Coefficients for the Independent Variables Factor Subtracted off Divided by Time 240.000000 180.000000 Temp 65.000000 10.000000 Response Surface for Variable ALB Response Mean
5.645385
Root MSE 0.340135 RSquare 0.9211 Coef. of Variation 6.0250
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 2 2 1 5
Type I Sum of Squares 7.434923 1.885933 0.133225 9.454081
Degrees of Freedom 7
Residual Total Error
Parameter
Degrees of Freedom
INTERCEPT TIME TEMP TIME*TIME TEMP*TIME TEMP*TEMP
1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate
RSquare
FRatio
Prob > F
0.7244 0.1837 0.0130 0.9211
32.132 8.151 1.152 16.344
0.0001 0.0020 0.5082 0.0002
Sum of Squares
Mean Square
0.809842
0.115692
Standard Error
48.409824 11.389195 0.020439 0.013045 1.265962 0.340553 0.000012062 0.000007975 0.000205 0.000191 0.009079 0.002592
T for H0: Prob Parameter=0 > |T| 4.251 1.567 3.717 1.513 1.073 3.502
0.0038 0.1611 0.0075 0.1742 0.3188 0.0100
Parameter Estimate from coded Data 5.488813 0.235057 1.349747 0.390809 0.369516 0.907889
Factor TIME TEMP
Degrees of Freedom 3 3
Sum of squares 0.618433 8.766577
Mean square 0.206144 2.922192
FRatio
Prob > F
1.782 25.258
0.2380 0.0004
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Factor Coded Uncoded TIME 0.046242 231.676425 TEMP 0.733934 72.339335 Predicted value at stationary point 4.988066 Eigenvectors Eigenvalues TIME TEMP 3.615290 0.138158 0.990410 8.027709 0.990410 0.138158 Stationary point is a saddle point
Lampiran 12. Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi MAG Coding Coefficients for the Independent Variables Factor Subtracted off Divided by TIME 240.000000 180.000000 TEMP 65.000000 10.000000 Response Surface for Variable MAG Response Mean 9.788462 Root MSE 1.353129 RSquare 0.9071 Coef. of Variation 13.8237
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 2 2 1 5
Type I Sum of Squares 55.194580 65.119481 4.840000 125.154061
Degrees of Freedom 7
Residual Total Error
Parameter
Degrees of Freedom
INTERCEPT TIME TEMP TIME*TIME TEMP*TIME TEMP*TEMP
1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate
RSquare
FRatio
Prob > F
0.4000 0.4720 0.0351 0.9071
15.073 17.783 2.643 13.671
0.0029 0.0018 0.1480 0.0017
Sum of Squares
Mean Square
12.816708
1.830958
Standard Error
138.029544 45.308643 0.187175 0.051895 3.766260 1.354791 0.000181 0.000031724 0.001237 0.000761 0.025942 0.010313
T for H0: Parameter=0 3.046 3.607 2.780 5.700 1.626 2.515
Prob > |T| 0.0187 0.0087 0.0273 0.0007 0.1480 0.0401
Parameter Estimate from coded Data 12.377416 3.591370 0.968687 5.858706 2.227222 2.594176
Factor TIME TEMP
Degrees of Freedom 3 3
Sum of squares 115.803365 20.141019
Mean square 38.601122 6.713673
FRatio
Prob > F
21.082 3.667
0.0007 0.0712
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data)
Critical Value Factor Coded Uncoded TIME 0.295088 293.115848 TEMP 0.060031 65.600307
Predicted value at stationary point 12.936377
Eigenvectors Eigenvalues TIME TEMP 2.250481 0.294905 0.955526 6.202401 0.955526 0.294905
Stationary point is a maximum
Lampiran 13. Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi DAG Coding Coefficients for the Independent Variables Factor Subtracted off Divided by Time 240.000000 180.000000 Temp 65.000000 10.000000 Response Surface for Variable DAG Response Mean
43.487692
Root MSE 1.871949 RSquare 0.9504 Coef. of Variation 4.3045
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 2 2 1 5
Type I Sum of Squares 347.257750 121.031892 1.703025 469.992668
Degrees of Freedom 7
Residual Total Error
Parameter
Degrees of Freedom
INTERCEPT TIME TEMP TIME*TIME TEMP*TIME TEMP*TEMP
1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate
RSquare
FRatio
Prob > F
0.7022 0.2447 0.0034 0.9504
49.549 17.270 0.486 26.825
0.0001 0.0020 0.5082 0.0002
Sum of Squares
Mean Square
24.529363
3.504195
Standard Error
156.208301 62.681003 0.216465 0.071793 5.136523 1.874249 0.000245 0.000043888 0.000734 0.001053 0.037165 0.014267
T for H0: Parameter=0 2.492 3.015 2.741 5.574 0.697 2.605
Prob > |T| 0.0415 0.0195 0.0289 0.0008 0.5082 0.0352
Parameter Estimate from coded Data 47.053374 9.238843 1.289141 7.926495 1.321147 3.716504
Factor TIME TEMP
Degrees of Sum of Mean Freedom squares square 3 451.263681 150.421227 3 32.061886 10.687295
FRatio
Prob > F
42.926 3.050
0.0001 0.1015
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Factor Coded Uncoded TIME 0.576874 343.837263 TEMP 0.070901 65.709008 Predicted value at stationary point 49.763897 Eigenvectors Eigenvalues TIME TEMP 3.615290 0.151455 0.988464 8.027709 0.988464 0.151455
Stationary point is a maximum
Lampiran 14. Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap komposisi TAG Coding Coefficients for the Independent Variables Factor Subtracted off Divided by Time 240.000000 180.000000 Temp 65.000000 10.000000 Response Surface for Variable TAG Response Mean
41.305385
Root MSE 2.956784 RSquare 0.9441 Coef. of Variation 7.1584
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 2 2 1 5
Degrees of Freedom 7
Residual Total Error
Parameter
INTERCEPT TIME TEMP TIME*TIME TEMP*TIME TEMP*TEMP
Type I Sum of Squares 684.351883 334.795202 15.015625 1034.162710
Degrees Parameter of Estimate Freedom 1 1 1 1 1 1
RSquare
FRatio
Prob > F
0.6248 0.3056 0.0137 0.9441
39.139 19.147 1.718 23.658
0.0002 0.0015 0.2314 0.0003
Sum of Squares
Mean Square
61.198013
8.742573
Standard Error
320.152357 99.005988 0.415410 0.113398 6.861163 2.960417 0.000419 0.000069322 0.002179 0.001663 0.048060 0.022536
T for H0: Prob Parameter=0 > |T| 3.234 3.663 2.318 6.046 1.311 2.133
0.0144 0.0080 0.0536 0.0005 0.2314 0.0704
Parameter Estimate from coded Data 35.672349 3.063502 0.902778 13.579162 3.922947 4.806020
Factor TIME TEMP
Degrees of Sum of Mean Freedom squares square 3 1015.696480 338.565493 3 58.005530 19.335177
FRatio
Prob > F
38.726 2.212
0.0001 0.1745
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Factor Coded Uncoded TIME 0.496730 329.411374 TEMP 0.108808 63.911920 Predicted value at stationary point 32.476948 Eigenvectors Eigenvalues TIME TEMP 13.997732 0.977980 0.208697 4.387450 0.208697 0.977980 Stationary point is a minimum
Detector Response
Lampiran 15. Standar identifikasi peak komposisi asilgliserol minyak dengan metode kromatografi gas (AOAC,1997)
Identifikasi Peak : 1. Glycerol 2. Diglycerol 3. Hexadecanoic acid 4. Octadecanoic acid 5. Glycerol 1tetradecanoate 6. Glycerol 2hexadecanoate 7. Glycerol 1hexadecanoate 8. Glycerol 2octadecanoate 9. Glycerol 1Octadecanoate 10. Glycerol 1icosanoate 11. Glycerol 1 docosanoate 12. Glycerol 1tetradecanoate 3 hexadecanoate 13. Glycerol 1,2dihexadecanoate
14. Glycerol 1,3dihexadecanoate 15. Glycerol 1hexadecanoate 2 octadecanoate 16. Glycerol 1hexadecanoate 3 octadecanoate 17. Glycerol 1,2dioctadecanoate 18. Glycerol 1,3dioctadecanoate 19. Triglyceride C48 20. Triglyceride C50 21. Triglyceride C52 22. Triglyceride C54
Lampiran 16. Produk MKDAG dari 13 perlakuan