TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN, KABUPATEN BENGKULU
UTARA,
BENGKULU:
PERUBAHAN, DAN FUNGSINYA
SKRIPSI SARJANA O L E H
NAMA : FRITA ANJELINA PAKPAHAN NIM : 100707018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
DESKRIPSI
PERTUNJUKAN,
TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN, KABUPATEN BENGKULU
UTARA,
BENGKULU:
DESKRIPSI
PERTUNJUKAN,
PERUBAHAN, DAN FUNGSINYA
SKRIPSI SARJANA
NAMA: FRITA ANJELINA PAKPAHAN NIM
: 100707018
Disetujui oleh Pembimbing I,
Pembimbing II,
Arifninetrirosa, SST., M.A
Dra. Heristina Dewi, M.Pd.
NIP 196502191994032002
NIP 196605271994032010
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014 ii
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada Tanggal : Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Panitia Ujian:
Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D
(
)
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd
(
)
3. Arifninetrirosa, SST. M.A
(
)
4. Drs. Fadlin, M.A
(
)
5. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si
(
)
iii
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D NIP 196512211991031001
iv
ABSTRAKSI Skripsi ini berjudul Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, dan Fungsi. Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam konteks upacara perkawinan adat Pekal di Kecamatan Ketahun. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi pertunjukan; (b) Perubahan yang terjadi; dan (c) fungsi pada sosial masyarakat Pekal. Penelitiannya akan difokuskan kepada bagaimana pertunjukan tradisi Gandai tersebut dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, deskripsi gerak Gandai, musik pengiring, perubahan yang terjadi terhadap tradisi Gandai tersebut, serta fungsinya dalam sosial masyarakat Pekal itu sendiri. Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengamatan terlibat, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini terfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan pendekatan etnik oleh penulis. Informan berjumlah lima orang, yang terdiri dari satu orang Ketua Badan Musyawarah Adat Pekal, satu orang Budayawan Pekal, satu orang penari Gandai, dan dua orang pemusik Gandai yang terdiri dari satu orang pemain edap dan satu orang pemain sunai. Pada proses pentranskripsian musik iringannya akan dituliskan ke dalam notasi balok dengan menggunakan program sibelius. Dari metode dan teknik tersebut di atas akan didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. (a) deskripsi tradisi Gandai pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal yang di dalamnya terdapat tahapan-tahapan upacara perkawinan adat masyarakatnya. (b) Struktur melodi sunai yang secara umum adalah repetitif. (c) perubahan dan fungsinya dalam sosial masyarakat Pekal. Kata Kunci: gandai, tari, deskripsi pertunjukan, perubahan, fungsi.
ABSTRACT v
This thesis entitled Gandai Tradition in the Context of the Community marriage ceremony in the District Ketahun, North Bengkulu, Bengkulu: Description of Performance, Change, and Function. Through this thesis, the authors will examine three aspects in the context of Pekal marriage ceremony custom in District Ketahun. The three aspects are: (a) description of the performance; (b) The changes; and (c) social function in Pekal society. The research is focused on how about the performance of Gandai tradition in the context of custom marriage ceremony in Pekal society, description movement of Gandai, musical accompaniment, the changes of Gandai tradition, and social functions of Gandai tradition. The approaches used is qualitative research methods. In the process it works, the author will do partisipant observations, interview, study of literature (include online literature), recording, transcription, and laboratory analysis. This research focused on informants opinion in the context of emic study, but offset by ethic study of the author. The informant amounted five, consisting of a chairman of the Pekal customary, a Pekal cultural observer, a Gandai dancer, and two musician consisting of one for edap player and one more for sunai player. In the process of music transcription will be written into notation by using sibelius program. From the methods and techniques described above can be obtained following results. (a) description of gandai tradition in marriage ceremony of Pekal customary that it will also include stages of Pekal marriage ceremony. (b) Sunai melodic structure which are largely repetitive. (c) change and its function in Pekal society. Keywords: gandai, dance, description of the performance, change, function.
vi
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan pada Masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, dan Fungsi. Skripsi ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Seni (S.Sn) dari jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua terbaik yang sangat penulis cintai, Papa N Pakpahan dan Mama M Sikumbang. Terima kasih atas doa, perhatian, dan pengorbanannya yang sungguh luar biasa khususnya dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih juga atas bimbingannya dari mulai kecil hingga sekarang diberi kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Terima kasih penulis sampaikan kepada saudara-saudara yang penulis sayangi yaitu adik Soferdy Apriansyah Pakpahan, adik George Faresh Pakpahan, dan adik Dinda Krisnauli Pakpahan. Perhatian kalian menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta terima kasih kepada adik-adik sepupuku, keluarga besar Pakpahan dari Pangaribuan, dan keluarga besar Nenek Buyut Utiah tersayang. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara beserta jajarannya dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya beserta jajarannya yang telah memberikan
vii
fasilitas dan sarana pembelajaran selama menuntut ilmu di Universitas Sumatera Utara tercinta ini. Dalam hal ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Arifninetrirosa, SST., M.A selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II dan sekaligus Sekretaris Departemen Etnomusikologi. Kedua dosen pembimbing yang hebat ini sangat membantu penulis selama penyelesaian skripsi. Mereka juga memberikan banyak saran, semangat dan pelajaran mengenai kesabaran, keberanian, dan kepandaian dalam penulisan skripsi ini. Kemudian terima kasih kepada kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D selaku Ketua Departemen Etnomusikologi, kepada Bapak Drs. Fadlin, M.A selaku Ketua Laboratorium Departemen Etnomusikologi serta sebagai dosen Pembimbing Akademik penulis selama kuliah, dan segenap dosendosen di Departemen Etnomusikologi yang turut membantu lancarnya proses penyelesaian skripsi ini. Begitu pula kepada Ibu Adry Wiyanni Ridwan S.S selaku pegawai administrasi di Departemen Etnomusikologi yang telah membantu semua urusan administrasi penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada informan penulis yaitu Bapak Zhamari A. S Jamal, Bapak Makmur, Ibu Ratna, Ibu Syuraiani, Bapak Ali Bidin, Bapak Mahmudin, dan Bapak Herman, . Ucapan terima kasih kepada teman-teman stambuk 2010 yakni Anna Purba, Yenni Alexandra Mrp, Maharani N Tarigan, Pretty P Manurung, Mei Linda Tarigan, Friska Simamora, Lido Hutagalung, Benny Yogi Purba, Rony Sinaga, A M Surung Solin, Yusuf siregar, dan teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah penulis anggap viii
seperti keluarga selama proses perkuliahan. Tidak terasa sudah empat tahun kita bersusah senang bersama. Penulis juga berterima kasih banyak kepada kak Reny Yulyati Br Lumban Toruan S.Sn yang sudah menjadi teman sekamar, teman menari, teman suka, dan teman duka penulis. Terima kasih banyak juga kepada temanteman menari penulis di sanggar Tigo Sapilin yaitu teteh Riza, kak Dina Mayantuti Sitopu S.Sn, kak Jery Periance Saragih S.Sn, kak Chrismes Manik S.Sn, kak Sari Ramadhani S.E, Syafwan Arrazak, dan Friska Simamora. Serta terima kasih banyak kepada Sopandu Manurung dan Titi K Laoli,yang telah membantu penulis dalam proses pentranskripsian. Penulis juga mengucapkan beribu-ribu maaf apabila ada kata yang kurang berkenan dalam hati dan beribu-ribu maaf pula apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga hasil penelitian dari skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat Pekal, bagi pembaca dan juga kepada peneliti berikutnya.
Medan,
Agustus 2014
Penulis
Frita Anjelina Pakpahan NIM: 100707018 DAFTAR ISI
ix
ABSTRAKSI .................................................................................................. ABSTRACT ................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR TABEL ..........................................................................................
V VI VII X XII
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang............................................................................. 1.2 Pokok Permasalahan .................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 1.3.1 Tujuan ................................................................................ 1.3.2 Manfaat .............................................................................. 1.4 Konsep dan Teori......................................................................... 1.4.1 Konsep ............................................................................... 1.4.2 Teori .................................................................................. 1.5 Metode Penelitian ........................................................................ 1.5.1 Studi Kepustakaan ............................................................. 1.5.2 Penelitian Lapangan .......................................................... 1.5.2.1 Wawancara ............................................................ 1.5.2.2 Perekaman ............................................................. 1.5.3 Kerja Laboratorium (Desk Work) ..................................... 1.5.3.1 Metode Transkripsi 1.6 Lokasi Penelitian .........................................................................
1 1 8 8 8 8 9 9 11 13 15 15 16 16 17 18 18
BAB II: MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN ........ 2.1 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi ................................... 2.2 Asal-usul Masyarakat Pekal ........................................................ 2.3 Mata Pencaharian ........................................................................ 2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan ................................................. 2.5 Sistem Kekerabatan ..................................................................... 2.6 Bahasa ......................................................................................... 2.7 Kesenian ......................................................................................
19 19 27 30 31 32 34 36
BAB III: PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT PEKAL ............... 3.1 Asal Usul Tradisi Gandai ............................................................ 3.2 Perkawinan Pada Masyarakat Pekal ............................................ 3.3 Jenis Pesta Perkawinan ................................................................ 3.4 Tahapan-tahapan Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Pekal . 3.4.1 Betanyu .............................................................................. 3.4.2 Madak ................................................................................ 3.4.3 Berasan .............................................................................. 3.4.4 Negak Pengujung .............................................................. 3.4.5 Persiapan Bimbang ............................................................ 3.4.6 Akad Nikah ....................................................................... 3.4.7 Acara Setelah Akad ........................................................... 3.4.7.1 Khatam Kaji ..........................................................
39
x
XIV
39 41 42 43 44 44 45 49 49 49 54 55
3.4.7.2 Belarak .................................................................. 3.4.7.3 Batepung ............................................................... 3.4.7.4 Bersanji ................................................................. 3.4.8 Ngubak Basu ..................................................................... 3.4.9 Malam Begandai ............................................................... 3.4.10 Pesta Resepsi ...................................................................
55 55 56 56 57 59
BAB IV: DESKRIPSI PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI .................. 4.1 Pendukung Pertunjukan ............................................................... 4.1.1 Penari ................................................................................. 4.1.2 Pemusik ............................................................................. 4.1.3 Penonton ............................................................................ 4.2 Perlengkapan Pertunjukan ........................................................... 4.2.1 Pengujung .......................................................................... 4.2.2 Kostum dan Tata Rias ....................................................... 4.2.2.1 Kostum .................................................................. 4.2.2.2 Tata Rias ............................................................... 4.2.3 Alat Musik yang Digunakan ............................................. 4.2.3.1 Edap ...................................................................... 4.2.3.2 Sunai ..................................................................... 4.3 Deskripsi Gerak Gandai .............................................................. 4.3.1 Ragam dan Pola Gerak ...................................................... 4.3.1.1 Ragam ................................................................... 4.3.1.2 Pola Lantai ............................................................ 4.4 AnalisisMusik Iringan ................................................................. 4.4.1 Model Notasi ..................................................................... 4.4.2 Melodi Sunai dan Strukturnya ........................................... 4.4.2.1 Tangga Nada ......................................................... 4.4.2.2 Nada Dasar ............................................................ 4.4.2.3 Wilayah Nada ....................................................... 4.4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada ................................... 4.4.2.5 Jumlah Interval ..................................................... 4.4.2.6 Formula Melodik .................................................. 4.4.2.7 Pola Kadensa ......................................................... 4.4.2.8 Kontur ...................................................................
61 61 61 62 62 63 63 64 64 65 67 67 68 70 71 71 75 98 98 99 102 103 103 104 104 105 108 110
BAB V: FUNGSI DAN PERUBAHAN TRADISI GANDAI ..................... 5.1 Fungsi Gandai Sebagai Fenomena Kontinuitas .......................... 5.1.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ..................................... 5.1.2 Pengungkapan Penghayatan Estetika ................................ 5.1.3 Fungsi Hiburan .................................................................. 5.1.4 Fungsi Komunikasi ........................................................... 5.1.5 Fungsi Reaksi Jasmani ...................................................... 5.1.6 Fungsi yang Berkaitan dengan Norma Sosial ................... 5.1.7 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat .................................. 5.1.8 Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Seodarsono ....... 5.2 Perubahan Tradisi Gandai dalam Kebudayaan Masyarakat Pekal ...........................................................................................
112 112 113 113 114 114 115 115 116 116 117
xi
BAB VI: PENUTUP ...................................................................................... 120 6.1 Kesimpulan .................................................................................. 120 6.2 Saran ............................................................................................ 122 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 123 DAFTAR INFORMAN ................................................................................... 125
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5
Peta Kecamatan Ketahun Dilihat Dari Provinsi Bengkulu ................................................................ Gamat ..................................................................... Mamecok ................................................................ Lengguai Nikah ...................................................... Lengguai Nikah yang Diletakkan di hadapan Ketua Badan Musyawarah Adat ............................. Serawo .................................................................... Bolu Koja yang Akan Dihidangkan Bersama Serawo .................................................................... Rombongan Calon Pengantin Lanang Tiba ........... Lengguai Nikah yang Dibawa Calon Pengantin Lanang .................................................................... Irisan Daun Pandan dan Bunga yang Dibawa Calon Pengantin Lanang ........................................ Kue yang Juga Dibawa oleh Calon Pengantin Lanang .................................................................... Pengucapan Ijab Kabul ........................................... Penyematan Cincin ................................................. Pertunjukan Tradisi Gandai pada Malam Begandai ................................................................. Penari Gandai ......................................................... Edap ....................................................................... Cara Memainkan Edap ........................................... Sunai ....................................................................... Cara Memainkan Sunai ..........................................
27 37 38 47 47 48 48 51 52 52 53 53 54 59 65 67 68 69 70
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Perincian Nama Desa dan Wilayah Kecamatan Ketahun .......................................................................
xiii
20
Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1
Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ....... Distribusi Sarana Pendidikan ...................................... Nama-nama Satuan Pendidikan di Kecamatan Ketahun ....................................................................... Perbedaan Bahasa Pekal dengan Beberapa Bahasa Para-Melayu ................................................................ Nama Ragam Gerak Gandai ....................................... Deskripsi Kinesiologis Tradisi Gandai ....................... Interval Melodi Sunai
xiv
22 22 23 35 72 77 104
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Siklus1 hidup manusia dimulai sejak menjadi janin dalam kandungan, lahir, dewasa, perkawinan, memiliki anak, memasuki keorganisasian, kematian, pasca kematian, dan seterusnya. Menurut William Haviland (2014: 200) pernikahan atau perkawinan adalah kesatuan sosial atau ritual yang diakui atau juga kontrak sah antara pria dan wanita yang saling menetapkan hak dan kewajiban, antara mereka dan anak-anak mereka, dan antara mereka dan hukum. Fungsi utama perkawinan adalah untuk melanjutkan keturunan. Sedangkan gunanya adalah untuk memuaskan nafsu biologis manusia, menerima dan memberi kasih sayang kepada pasangan hidup, membina keluarga, menyatukan dua keluarga besar, dan sebagainya. Dimana terjadi suatu hubungan antara seorang pria dan seorang wanita secara seksual yang nantinya perempuan yang bersangkutan memenuhi syarat untuk melahirkan anak (Goodenough,1970:12 13). Dalam menuju proses itu, harus terlebih dahulu mengikuti upacara pengabsahannya yang sering disebut upacara perkawinan. Disini agama memegang peran utama, karena dalam masyarakat tertentu perkawinan tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama dan norma-norma adat. Demikian juga yang terjadi pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
1
Siklus adalah putaran waktu yg di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang secara tetap dan teratur (sumber: http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi).
1
Pekal adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Provinsi Bengkulu, terutama di Kabupaten Bengkulu Utara. Suku Pekal merupakan proses asimilasi2 antara suku Rejang dan suku Minangkabau. Masyarakat Pekal dalam sistem kekerabatannya sama seperti dengan masyarakat Minangkabau yang menerapkan sistem kekerabatan matrilineal (garis keturunan dari pihak ibu). 3 Dalam melaksanakan tata cara adat perkawinannya, masyarakat Pekal harus menjalankan secara adat dan agama. Tata cara menurut adat sudah dijalankan dari mulai betanyu (melamar), berasan,
4
akad nikah, pesta resepsi.
Pada tahap akad nikah, adat tetap berjalan bersamaan dengan agama. Disini Ketua Badan Musyawarah Adat dan perwakilan dari Kantor Urusan Agama (KUA) duduk berdampingan selama proses akad nikah berlangsung. Para majelis adat dan keluarga kedua belah pihaklah sebagai saksi. Setelah itu pada malam harinya malam begandai dimana ditampilkan pertunjukan Gandai. Dalam upacara pernikahan masyarakat Pekal, malam begandai digunakan untuk berkumpul dengan semua keluarga, tetangga, teman-teman dari kedua pengantin. Gandai sendiri berarti tari yang ditarikan bersama-sama. Tradisi ini bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika tradisi ini atau acara malam begandai tidak diadakan, pesta resepsi keesokan harinya tetap berlangsung. 2
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul dari beberapa golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifat khasnya yang lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru (budaya campuran). 3 Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Matrilineal berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa Latin) yang berarti "ibu," dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu. (sumber: id.wikipedia.org/Wiki/Matrilineal). 4 Berasan adalah salah satu proses tata cara adat perkawinan yang dilaksanakan sehari sebelum akad nikah. Pada malam berasan, kedua belah pihak meminta izin kepada Badan Musyawarah Adat perihal upacara adat yang akan diadakan esok hari. Di sini disepakati waktu dan tempat akad nikah dan penentuan kerja tiap orang yang terkait dalam upacara adat besok.
2
Gandai ini merupakan salah satu tarian yang terdapat di Kecamatan Ketahun, Provinsi Bengkulu. Diperkirakan sudah cukup lama ada dan berkembang di dalam masyarakatnya dengan pola-pola tradisi. Tetapi tidak bisa dipastikan siapa penciptanya dan kapan diciptakan. Menurut Soedarsono (1986 : 93) tari tradisional ialah semua tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang telah ada. Dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan di atas, jelas Gandai dapat dikelompokan pada tari tradisional. Gandai ini ditarikan selalu pada malam hari pada upacara perkawinan masyarakat Pekal. Gandai ditarikan oleh dua orang atau lebih penari dan harus dalam jumlah yang genap, karena menarikannya berpasangan, semakin banyak penarinya semakin terlihat ramai dan semarak. Jumlah genap ini melambangkan keseimbangan yang kokoh, misalnya keseimbangan baik-buruk, kiri-kanan, pulang-pergi, dan sebagainya (Murni dalam Arifni, 2006: 340). Pada umumnya penarinya adalah perempuan, hanya pada ragam ambat dan ejang baseluk penari berpasangan (laki-laki dan perempuan). Gerak yang
sering disajikan dalam
upacara perkawinan adat masyarakat Pekal hanya ada berkisar enam sampai dua belas dari tiga puluh enam ragam gerak saja, dari 26 ragam gerak yang ada. 5 Karena 6 ragam gerak ini dianggap sudah mewakili 20 ragm lainnya. Dalam penyajiannya, para penari menari di atas pengujung.6 Tradisi Gandai ini, dipertunjukkan untuk menghibur pengantin lanang (laki-laki) dan pengantin tinu (wanita) yang duduk bersanding di pelaminan, keluarga besar kedua pengantin,
5
Menurut wawancara dengan Ibu Ratna selaku penari Gandai pada tanggal 19 Pebruari 2014 Pengujung merupakan panggung yang didirikan khusus untuk upacara perkawinan. Pengujung menempel dengan dinding rumah. 6
3
dan masyarakat yang datang untuk menyaksikannya. Gerakan Gandai diatur oleh gerakan kaki maupun gerakan tangan. Peranan musik dalam Gandai ini sangat penting, karena bisa dirasakan kehadiran Gandai tanpa musik terasa tidak menarik untuk ditonton. Musik iringan Gandai sangat berkaitan dengan tarinya, musik menjadi pembentuk suasana dan jembatan bagi perubahan gerak tari. Jadi, disini musik berperan sebagai terbentuknya keindahan Gandai itu sendiri. Dalam mengiringi Gandai, musik iringan telah memiliki struktur yang baku sesuai dengan ragam tarinya. Tarian ini menggunakan dua alat musik, yakni edap (frame drum) sebagai pembawa tempo dan pembawa ritem variabel dan sunai (end blown flute) sebagai pembawa melodi dan penentu tempo. Musiknya disajikan dengan pantun yang dibawakan, bisa dibawakan oleh penari, pemusik, bahkan masyarakat yang menyaksikannya. Berikut beberapa syair pantun yang dibawakan dalam mengiringi Gandai ini:
Kalu aban mameli regen (kalau kamu membeli harmonika) Beli untuk di akui lak regen pecak (belilah untuk aku harmonika yang pecah) Kalu aban jadi pengaten (kalau kamu jadi pengantin) Enang lak akui basusak payak (biarlah aku yang bersusah payah)
4
Makna dari syair tersebut adalah pesan dari orangtua yang sangat gembira melihat anaknya menikah sehingga mereka rela bersusah payah untuk mengadakan pesta.
Racang samilu di tengak kebon (iris kulit bambu di tengah kebun) Asal tembak ngambik di batang (asal-asaln ambil di batang) Ati senang diam di dusun (hati senang tinggal di dusun) Enang akui di rantau uhang (biar aku di rantau orang)
Syair pantun ini bermakna kerinduan masyarakat Pekal yang ada di perantauan akan kampung halamannya. Mereka yang merantau akan sangat senang bila ikut terlibat dalam malam begandai sehingga mereka dapat menyampaikan keluh kesah mereka.
Bintang timur bamiak manis (bintang timur berminyak manis) Tagonang-gonang dalam tempian (tergenang-genang dalam tampi) Sedang tidoh ku bakik nangis (sedang tidur aku bangkit nangis) Mangenang utung dengan bagian (mengenang untung dengan bagian)
5
Makna dari syair tersebut adalah keluh kesah seorang janda yang merasa hidupnya bernasib malang akibat ditinggal pergi suaminya. Dahulunya Gandai adalah tarian masyarakat Pekal yang dipertunjukan saat acara buka lahan atau pesta panen dan acara-acara adat lainnya. Masyarakat Pekal mengapresiasikan suasana hati sekaligus ucapan terima kasih dengan cara menari. Setiap malam Jumat para masyarakat desa baik yang tua maupun yang muda berkumpul di balai desa. Namun dewasa ini penyajian Gandai lebih banyak dipertunjukan pada upacara perkawinan, perpisahan sekolah, dan pengesahan lembaga-lembaga saja dan sudah jarang dilihat pada kegiatan tanam dan panen, hal ini dikarenakan sudah banyak masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun yang tidak lagi bertani atau berladang walaupun masih ada sebagian. Mereka sekarang lebih banyak bekerja di pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit dan karet7. Adapun yang mempunyai lahan sendiri kebanyakan mengupahkan lahannya pada orang lain atau menggunakan mesin untuk membantu mereka. Sehingga timbul pertanyaan bagaimana deskripsi pertunjukan tradisi Gandai, mengapa ragam gerak gandai tersebut hanya tinggal dua puluh enam gerak saja lagi dan apa-apa saja perubahan serta fungsi pada tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun. Untuk mengkaji deskripsi pertunjukan tradisi Gandai yang didalamnya mencakup gerak tari digunakan pendekatan-pendekatan ilmu antropologi tari. Dimana antropologi tari merupakan disiplin ilmu yang sebelumnya dikenal sebagai etnologi tari (etnokoreologi). Penelitian terhadap tradisi ini memerlukan 7
Wawancara dengan bapak Zhamari A.S Jamal selaku budayawan Pekal pada tanggal 19 Februari 2014.
6
bantuan disiplin lainnya, seperti: antropologi, sejarah, psikologi, sosiologi, dan lainnya seperti yang diungkapkan Janet Adshead (1988: 6). Disiplin-disiplin ini membantu untuk memahami tari dan fungsi-fungsinya dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun seperti terurai dalam latar belakang ini, dapat didekati dengan pendekatan multidisiplin ilmu. Pertama untuk mengkaji deskripsi gerak tari digunakan pendekatan etnokoreologi yang penerapannya dari sejumlah disiplin ilmu seperti antropologi, musikologi, etnografi, dan lain-lain. Kedua untuk mengkaji perubahan dan fungsinya digunakan pendekatan sosiologi, fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu humaniora. Pada pendekatan sosiologi, hampir semua kajian sosiologi berkaitan dengan perubahan khususnya perubahan sosial yang menggambarkan realitas sosial. Dalam kajian sosiologi, masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, bukan sebagai obyek semu yang kaku tetapi sebagai aliran peristiwa yang terus menerus. Sehingga dapat dilihat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Lalu pada pendekatan fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemennya sepertinorma, adat, tradisi, dan institusi. Berdasarkan fakta lapangan tersebut diatas, penulis memilih judul untuk penelitian ini, sebagai berikut: “Tradisi Gandai dalam Konteks Upacara Perkawinan Masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, dan Fungsi”.
7
1.2 Pokok Permasalahan Agar pembahasan lebih terarah maka ditentukan pokok permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana deskripsi pertunjukan tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu?
2.
Bagaimana perubahan dan fungsi tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu?
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana deskripsi pertunjukan tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.
2.
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perubahan dan fungsi tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.
1.3.2 Manfaat Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
8
1.
Untuk memperdalam pengetahuan tentang tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal dan menambah referensi dan dokumentasi budaya (khususnya Gandai).
2.
Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai kesenian Gandai agar dapat mengetahui penyajian Gandai dan musik iringannya dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
3.
Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai materi dasar atau awal untuk penelitian selanjutnya.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Tradisi adalah suatu kepercayaan atau perilaku yang diturunkan dalam suatu kelompok atau masyarakat yang memiliki makna simbolik atau makna khusus yang berasal dari masa lalu (Thomas A. Green, 1997:800). Kata tradisi yang dimaksud dalam tulisan ini, yaitu tradisi Gandai yang diturunkan oleh nenek moyang masyarakat Pekal kepada generasi sekarang ini. Dimana proses pembelajarannya secara oral (tanpa tulisan). Gandai berarti tari, tari adalah segala gerak yang berirama atau sebagai segala gerak yang dimaksudkan untuk menyatakan keindahan ataupun keduaduanya (Tengku Luckman Sinar, 1996:5). Dalam tulisan ini yang penulis maksud dengan Gandai adalah salah satu tradisi masyarakat Pekal yang digunakan pada upacara Perkawinan adatnya. Tradisi Gandai ini memakai 4 orang atau lebih
9
penari dalam jumlah genap, yang gerakannya diambil dari kehidupan sehari-hari masyarakat Pekal. Tradisi ini juga sudah satu kesatuan dengan musik iringannya, dimana alat musiknya terdiri dari edap dan sunai. Konteks adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Konteks yang dimaksud adalah pada upacara perkawinan dimana upacara perkawinan itu sendiri adalah aktivitas yang dilakukan untik meresmikan ikatan perkawinan dua orang yang berjanji secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1986:160). Masyarakat
yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah masyarakat yang tinggal pada Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Daerah ini sesuai dengan daerah yang menjadi tempat penelitian penulis dimana daerah ini masih terdapat pelaksanaan upacara perkawinan yang mempertunjukkan Gandai. Deskripsi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:258) artinya mengambarkan apa adanya. Deskripsi atau deskriptif berasal dari bahasa Inggris yaitu descriptif, yang artinya bersifat menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran melalui kata-kata atau tulisan. Seeger (1958:184) menyebutkan bahwa deskriptif adalah penyampaian objek dengan menerangkan terhadap pembaca secara tulisan maupun lisan dengan sedetil-detilnya. Deskripsi yang penulis maksud adalah deskripsi pertunjukan tradisi Gandai pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu, Bengkulu.
10
Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:1234) adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Menurut Yandianto dalam Bonggud Sidabitar (2013:9) perubahan dalam bahasa inggris disebut change, misalnya perubahan sosial atau sosial change, artinya perubahan dalam kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial suatu masyarakat yang berhubungan dengan nilai-nilai, dan perilaku di antara kelompok manusia. Perubahan yang dimaksud penulis adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada tradisi Gandai dalam konteks upacara masyarakat Pekal dan fungsi tradisi Gandai bagi hidup masyarakat Pekal. Dimana akan dilihat bagaimana kedudukannya dalam masyarakat Pekal, peranannya dalam masyarakat Pekal, dan aturan-aturan yang membatasi peranan tradisi Gandai ini dalam masyarakat Pekal, serta akan dilihat adakah perubahan terhadap tradisi Gandai tersebut yang berpengaruh pada fungsinya dalam masyarakat Pekal khususnya dalam konteks upacara Perkawinan adatnya.
1.4.2 Teori Dalam meneliti keenam ragam gerak Gandai tersebut, penulis akan mendeskripsikannya. Dalam teori komposisi tari, hadirnya gerak dapat ditimbulkan karena beberapa faktor rangsang yaitu rangsang visual, kinestetik, rabaan, dan gagasan (Ben Suharto, 1985: 20-21). Menurut pendapat tersebut diatas, gerak-gerak dalam Gandai timbul dari rangsang visual dan rangsang kinestetik. Rangsang visual bisa dilihat dari nama-nama gerak, contoh sementaro, yang mengacu pada bagaimana kehidupan seseorang yang hanya bersifat sementara. Sedangkan rangsang kinestetik bisa dilihat dari rangsang gerak.
11
Keenam ragam gerak Gandai tersebut penulis akan menggunakan teknik kinisiologi. Kinesiologi tari yang dimaksud adalah ilmu yang mempelajari tentang gerak-gerak tubuh manusia dalam tari yang ditata sesuai dengan musik dan mengandung makna serta memiliki kekuatan otot, tulang, syaraf, dan sendi yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan tersebut (http://gitadanceq.blogspot.com). Setelah itu juga akan dilihat bagaiman uraian mengenai ragam gerak, pola lantai, motif gerak, frase gerak, busana tari yang digunakan masyarakat Pekal dalam konteks adatnya. Untuk mendeskripsikan musik Gandai ini, khususnya struktur melodi sunai yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama, penulis menggunakan teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang ditawarkan oleh Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) distribusi nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadensa, dan (8) kontur. Dalam suatu kebudayaan tradisi lisan atau oral suatu perubahan dapat terjadi, karena proses pengajarannya dilakukan secara lisan. Menurut Alan P Merriam (1964:303) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam lingkungan kebudayaan (internal), dan perubahan juga bisa berasal dari luar kebudayaan (eksternal). Perubahan secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri, dan juga disebut inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup budaya tersebut atau akulturasi. Perubahan yang terjadi dalam tradisi Gandai merupakan
12
hasil kreatifitas masyarakat Pekal itu sendiri yang diakibatkan oleh kebudayaan barat. Fungsi menurut Alan P Merriam (1964) pada teori use and function (penggunaan dan fungsi) yang berkaitan dengan tradisi Gandai adalah sebagai berikut: (i) fungsi pengungkapan emosional, (ii) fungsi penikmatan estetika, (iii) fungsi hiburan, (iv) fungsi komunikasi, (vii) fungsi validasi lembaga-lembaga sosial dan ritual keagamaan, (viii) fungsi kontribusi demi kelangsungan dan stabilitas budaya, dan (ix) fungsi pengintegrasian masyarakat. Sementara itu pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono dalam Reny Yulyati (2013:22) membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian. Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi tradisi Gandai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata pencaharian.
1.5 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti Gandai pada upacara perkawinan masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, penulis menggunakan
13
metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya
sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”. Pendekatan emik dan etik juga menjadi penting karena penulis adalah “orang dalam” (insider). Dalam penelitian lapangan, pendekatan emik merupakan identifikasi fenomena budaya menurut pandangan pemilik budaya tersebut, sedangkan etik adalah identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsep konsep sebelumnya (Kaplan dan Manners 1999:256-8). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan emik dan etik untuk mendapatkan data yang objektif. Menurut
Curt
Sachs
dalam
Nettl
(1962:16)
penelitian
dalam
etnomusikologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode yang diungkapkan oleh Curt Sach, namun sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (deks work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini dalah untuk mengumpulkan data-data awal dalam penelitian ini.
14
1.5.1 Studi Kepustakaan Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data atau sumber bacaan untuk mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan yang diperlukan untuk mendukung penelitian. Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yaitu Reny Yulyati Br Lumban Toruan, Desi Ari Natalia S, Seridah Ritha Gustina Ginting, dan Flora Hutagalung, serta skripsi lainnya yang berhubungan dengan tulisan penulis. Penulis juga membaca buku-buku antropologi dan etnomusikologi yaitu Pengantar Ilmu Antropologi, The Anthropology Of Music, Etnomusikologi, dan beberapa buku lainnya. Untuk melengkapi tulisan ini, penulis melakukan studi kepustakaan juga terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini antara lain pendidikan, sosiologi, antropologi, sistem kekerabatan, dan topik tentang kebudayaan masyarakat Pekal. Selajutnya hasil dari studi kepustakaan tersebut akan dijadikan sebagai informasi tambahan dalam penulisan skripsi ini.
1.5.2 Penelitian Lapangan Penulis melakukan penelitian lapangan agar mengetahui keseluruhan mengenai objek yang diteliti. Penulis juga dapat terlibat langsung dengan objek yang sedang diteliti dan mendapat lebih banyak informasi. Oleh karena itu penulis menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di lapangan yaitu:
15
1.5.2.1 Wawancara Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. Dalam mengambil sumber data dilapangan penulis melakukan wawancara dengan budayawan, beberapa tokoh adat, penari dan pemusik maupun orang-orang yang pernah terlibat dalam penyajian tradisi Gandai ini. Serta informan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain wawancara berfokus peneliti juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139). Hal ini penulis lakukan untuk mendukung data yang telah diperoleh dari kerja lapangan maupun dari studi kepustakaan. Penulis menjadikan bapak Zhamari A.S Jamal dan Bapak Makmur sebagai informan kunci mereka adalah budayawan Pekal sekaligus orang yang paham mengenai adat perkawinan Pekal. Untuk informan pangkal penulis menunjuk Ibu Ratna dan Bapak Mahmudin. Selain itu penulis juga mewawancarai beberapa orang penonton. 1.5.2.2 Perekaman Perekaman dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data di lapangan. Perekaman yang dilakukan secara audi-visual. Perekaman secara audio akan menggunakan Handphone Nokia C3 dan untuk perekaman adio-visualnya
16
ini akan menggunakan kamera digital Sony Cyber-shot dan Hp. Penulis akan merekam hasil wawancara dengan narasumber yang dilakukan di lapangan. Narasumber-narasumber yang penulis wawancarai antara lain Zhamari A.S Jamal, Makmur, Mahmudin, Ali Bidin, Ratna, dan Herman. Selain itu penulis juga akan merekam materi musik yang akan menjadi di deskripsikan nantinya. Khusus fotofoto ragam gerak Gandai ini, didapat melalui rekonstruksi. Karena pencahayaan panggung malam begandai yang penulis teliti kurang baik. Sehingga diambil pada siang hari.
1.5.3 Kerja Laboratorium (Desk Work) Setelah semua data di lapangan diperoleh dan bahan dari hasil studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Untuk mendeksripsikan materi musik, terlebih dahulu dilakukan pentranskripsian yang selanjutnya akan dideskripsikan. Terdapat dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98) dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, yaitu (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan yang kedua dalam mendeskripsikan musik iringan Gandai. Untuk itu harus dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi yang terlihat dalam bentuk notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium penulis akan melakukan transkripsi. Transkripsi adalah proses memindahkan bunyi (menotasikan), mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual.
17
1.5.3.1 Metode Transkripsi Sebagai bahan transkripsi penulis mengambil langsung dari lapangan yaitu saat malam begandai pada upacara perkawinan adat Maradona Johansyah dengan Irayanti Putri. Musik iringan Gandai ini disajikan oleh bapak Ali Bidin selaku pemain
sunai
dan
bapak
Herman
selaku
pemain
edap.
Dalam
mentranskripsikannya, penulis meminta bantuan kepada beberapa teman yang mampu dalam hal pentranskripsian. Adapun alasan mengapa penulis tidak mentranskripsikan sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan penulis akan instrumen tiup serta keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi setiap bunyi instrumen yang dimainkan. Melalui bantuan tersebut proses pentranskripsian musik tradisi Gandai dapat diselesaikan lebih cepat. Setelah mendapatkan hasilnya (baik melodi maupun pola ritemnya) penulis lalu memindahkannya ke dalam software musik sibellius, kemudian mendengarkan kembali hasil yang telah dipindahkan tersebut.
1.6 Lokasi Penelitian Untuk lokasi penelitian penulis meneliti tradisi Gandai pada upacara perkawinan adat Maradona Johansyah dengan Irayanti Putri yang berlangsung di Desa Pasar Ketahun pada tanggal 7 Februari 2014. Kecamatan ini masih ditemukan upacara yang menyajikan Gandai, Kecamatan Ketahun merupakan salah satu daerah tempat bermukimnya masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun Provinsi Bengkulu. Selain itu Kecamatan Ketahun juga merupakan kampung halaman penulis dan semua kerabat dekat penulis menetap disana, sehingga mudah bagi penulis untuk mencari dan mendapatkan informan.
18
BAB II MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN
Bab II ini akan menguraikan tentang keadaan lingkungan masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun seperti lokasi lingkungan alam dan demografi, asal-usul masyarakat Pekal, mata pencaharian, sistem agama dan kepercayaan, sistem kekerabatan, sistem bahasa, dan sistem kesenian. Hal-hal tersebut menurut penulis juga penting untuk diuraikan, karena selain untuk mengenalkan daerah penelitian penulis kepada pembaca, juga berhubungan dengan tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan masyarakatnya. 2.1 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi Ketahun adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, Indonesia dengan luas 8216 hektar. Kecamatan Ketahun berjarak ± 95 km dari kota Bengkulu yang merupakan ibukota provinsi dan dapat di tempuh dengan menggunakan mobil, dengan lama perjalanan sekitar 2,5 jam (jika kondisi arus lalu lintas dalam keadaan normal). Kecamatan Ketahun yang berada 0-1500 m di atas permukaan laut ini terdiri atas 27 Desa yang terdiri dari 21 desa depinitif dan 6 lainnya merupakan desa persiapan (dapat dilihat pada halaman 19). Kecamatan Ketahun berbatasan dengan Kecamatan Napal Putih di sebelah utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Putri Hijau, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Batik Nau (Data Statistik Kecamatan Ketahun tahun 2013).
19
TABEL 2.1 Perincian Nama Desa dan Luas Wilayah Kecamatan Ketahun NO
NAMA DESA
LUAS WILAYAH (Hektar)
1
Urai
300
2
Air Simpang
104
3
Air Sebayur
420
4
Air Sekamanak
132
5
Marga Bakti
250
6
Bukit Makmur
490
7
Pasar Ketahun (Ibukota
230
Kecamatan) 8
Bukit Indah
102
9
Giri Kencana
670
10
Bukit Harapan
300
11
Gunung Payung
270
12
Kualalangi
258
13
Talang Baru
200
14
Dusun Raja
250
15
Fajar Baru
250
16
Lubuk Mindai
270
17
Tanjung Muara
110
18
Sumber Mulya
300
20
19
Bumi Harjo
130
20
Bukit Tinggi
150
21
Melati Harjo
120
22
Persiapan Sebayur Jaya
600
23
Persiapan Limas Jaya
750
24
Persiapan Simpang Batu
170
25
Persiapan Lembah Duri
320
26
Persiapan Alas Bangun
720
27
Persiapan Baru Manunggal
350
JUMLAH
8216
Sumber: Kantor Kecamatan Ketahun (November 2013) Dari data nama-nama tersebut diatas, yang masih aktif sering menggunakan tradisi Gandai adalah desa Urai, desa Pasar Ketahun, desa Bukit Indah, desa Bukit Harapan, desa Gunung Payung, desa Kualalangi, desa Talang Baru, dan desa Lubuk Mindai. Sedangkan desa Air Simpang, desa Air Sebayur, desa Air Sekamanak, desa Marga Bakti, desa Bukit Makmur, desa Giri Kencana, desa Fajar Baru, desa Tanjung Muara, desa Sumber Mulya, desa Bumi Harjo, desa Bukit Tinggi, dan desa Melati Harjo merupakan desa-desa ekstransmigrasi dari pulau Jawa. Lalu desa-desa yang masih dalam tahap persiapan merupakan desa perambah yang kebanyakan masyarakatnya berasal dari Kabupaten Bengkulu Selatan. Saat ini 6 desa persiapan depinitif tersebut menjadi polemik bagi Kecamatan Ketahun, dimana terjadi tarik ulur antara pihak pemerintahan dengan pihak pemilik lahan yang selama ini menjadi pusat kegiatan desa seperti desa Alas
21
Bangun, Limas Jaya, dan Sebayur Jaya terletak pada Hutan Produksi Tanah (HPT) Air Urai dan Air Serangai. Hal ini menjadi polemik dikarenakan HPT menjadi kewenangan Menteri Kehutanan, sementara 3 desa lainnya yaitu Baru Manunggal, Lembah Duri dan Simpang Batu terletak di perkebunan PT Way Sebayur yang umur HGUnya terlantar. Selain suku Pekal sebagai suku yang mayoritas mendiami wilayah Kecamatan Ketahun, ada suku-suku lainnya yang ada di Kecamatan Ketahun yaitu, suku Minangkabau, suku Rejang, suku Batak, suku Jawa, suku Serawai, suku Sunda, dan lain sebagainya. Mengenai keadaan penduduknya dan pendidikan dapat dilihat pada tabel 2.2, 2.3 dan tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Pria
Wanita
Jumlah (Jiwa)
22.948
22.773
45721
(Data Statistik Kecamatan Ketahun Tahun 2013)
Tabel 2.3 Distribusi Sarana Pendidikan SMA/SMK/MA
SMP/MTS
SD/MI
Negeri
Swasta
Negeri
Swasta
Negeri
Swasta
3
2
13
2
32
6
(data statistik dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id)
22
Tabel 2.4 Nama-nama Satuan Pendidikan di Kecamatan Ketahun No
Nama
Alamat
Status
1
MAN Ketahun
Pasar Ketahun
Negeri
2
MAS Al Um
Bukit Harapan
Swasta
3
MAS Darun Naja
Urai
Swasta
4
MIN Ketahun
Giri Kencana
Negeri
5
MIS Al Hidayah
Simpang Batu
Swasta
6
MIS Al Iman
Bukit Indah
Swasta
7
MIS Al Um
Bukit Harapan
Swasta
8
MIS Darunanaja
Urai
Swasta
9
MIS Mimbarul Huda
Air Sebayur
Swasta
10
MTSN Ketahun
Giri Kencana
Negeri
11
MTSS Al Um
Bukit Harapan
Swasta
12
MTSS Darunnaja
Urai
Swasta
13
SD Negeri 01 Ketahun
Pasar Ketahun
Negeri
14
SD Negeri 02 Ketahun
Dusun Raja
Negeri
15
SD Negeri 03 Ketahun
Urai
Negeri
16
SD Negeri 04 Ketahun
Kualalangi
Negeri
17
SD Negeri 05 Ketahun
Talang Baru
Negeri
18
SD Negeri 06 Ketahun
Giri Kencana
Negeri
19
SD Negeri 07 Ketahun
Bukit Tinggi
Negeri
20
SD Negeri 08 Ketahun
Bumi Harjo
Negeri
23
21
SD Negeri 09 Ketahun
Bukit Harapan
Negeri
22
SD Negeri 10 Ketahun
Sumber Mulya
Negeri
23
SD Negeri 11 Ketahun
Marga Bakti
Negeri
24
SD Negeri 12 Ketahun
Bukit Makmur
Negeri
25
SD Negeri 13 Ketahun
Bukit Makmur
Negeri
26
SD Negeri 14 Ketahun
Fajar Baru
Negeri
27
SD Negeri 15 Ketahun
Fajar Baru
Negeri
28
SD Negeri 16 Ketahun
Melati Harjo
Negeri
29
SD Negeri 17 Ketahun
Gunung Payung
Negeri
30
SD Negeri 18 Ketahun
Lubuk Mindai
Negeri
31
SD Negeri 19 Ketahun
Air Simpang
Negeri
32
SD Negeri 20 Ketahun
Air Sebayur
Negeri
33
SD Negeri 21 Ketahun
Air Sekamanak
Negeri
34
SD Negeri 22 Ketahun
Air Simpang
Negeri
35
SD Negeri 23 Ketahun
Kualalangi
Negeri
36
SD Negeri 24 Ketahun
Dusun Raja
Negeri
37
SD Negeri 25 Ketahun
Tanjung Muara
Negeri
38
SD Negeri 26 Ketahun
Limas Jaya
Negeri
39
SD Negeri 27 Ketahun
Tanjung Muara
Negeri
40
SD Negeri 28 Ketahun
Lembah Duri
Negeri
41
SD Negeri 29 Ketahun
Sebayur Jaya
Negeri
42
SD Negeri 30 Ketahun
Cakra
Negeri
43
SD Negeri No. 31 Ketahun
Gembung Raya
Negeri
24
44
SDS Tunas Kita Pamor
Pamor Ganda
Swasta
45
SMAN 1 Ketahun
Bukit Indah
Negeri
46
SMKN 1 Ketahun
Pasar Ketahun
Negeri
47
SMP Negeri 01 Ketahun
Bumi Harjo
Negeri
48
SMP Negeri 02 Ketahun
Pasar Ketahun
Negeri
49
SMP Negeri 03 Ketahun
Bukit Makmur
Negeri
50
SMP Negeri 04 Ketahun
Limas Jaya
Negeri
51
SMP Negeri 05 Ketahun
Air Sebayur
Negeri
52
SMP Negeri 06 Ketahun
Bukit Harapan
Negeri
53
SMP Negeri 07 Ketahun
Urai
Negeri
54
SMP Negeri 08 Ketahun
Marga Bakti
Negeri
55
SMP Negeri 09 Ketahun
Air Simpang
Negeri
56
SMP Negeri 11 Ketahun
Dusun Raja
Negeri
57
SMP Negeri 12 Ketahun
Melati Harjo
Negeri
58
SMP Negeri Terbuka Ketahun
Bumi harjo
Negeri
(Data statistik dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id)
Dari tabel distribusi pendidikan diatas, dapat dikatakan bahwa adanya sarana pendidikan yang telah menyebar rata membuat masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun banyak yang bersekolah daripada yang menganggur atau hanya bekerja di ladang atau sawah, waktu mereka untuk berkumpul dan melakukan kegiatan begandai terbatas dengan adanya kegiatan belajar ersebut. Ketahun merupakan daerah yang subur dan sangat berpotensi dalam bidang pertanian, kelautan, perkebunan sawit, dan pertambangan batu bara. Masyarakat Ketahun ada yang bertani dan berladang untuk memenuhi kebutuhan 25
sehari-hari dan tak sedikit pula sekarang yang telah memliki lahan pribadi untuk perkebunan kelapa sawit dan karet. Banyak pengusaha-pengusaha yang menanamkan modalnya untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit atau perkebunan karet di Kecamatan Ketahun. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit yaitu PT Julang Oca Permana milik Bakrie Group dan PTPN VII, sedangkan PT Pamor Ganda milik bapak D L Sitorus bergerak dalam bidang perkebunan karet. Untuk
sektor
pertambangannya,
dapat
dikelompokkan
menjadi
pertambangan mineral dan pertambangan batu bara. Pertambangan mineralnya berupa pertambangan batuan. Pada sektor pertambangaan batu baranya ditujukan untuk
pasar
ekspor.
Perusahaan-perusahaan
yang
bergerak
di
bidang
pertambangan batu bara seperti PT Injatama, PT Rekasindo Guriang Tandang, dan PT Adi Bara Pratama. Banyak masyarakat Pekal yang bekerja di perusahaanperusahaan tersebut sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya cukup baik, tampak dari sedikitnya tindakan kriminal seperti curanmor (pencurian kendaraan bermotor) dan pencurian lainnya. 8 Mereka pun juga ada yang melaut untuk mencari ikan. Hasil tangkapan mereka bisa untuk di konsumsi secara pribadi atau di jual.
8
Keterangan bapak Ir. Budi Sampurno (camat Ketahun).
26
Gambar 2.1: Peta Kecamatan Ketahun Dilihat Dari Provinsi Bengkulu
2.2 Asal-usul Masyarakat Pekal Secara etimologi, Pekal berasal dari kata mengkal yang berarti belum matang namun sudah tidak lagi mentah. Menurut legenda, nama ini diperoleh karena suku Pekal merupakan bentuk mengkal dari suku Minangkabau dan suku Rejang yang wilayahnya merupakan pemberian dari suku Minangkabau dan suku Rejang. Dengan begitu, suku Pekal berkaitan dengan mitologi suku Rejang dan hikayat
raja
Inderapura
dari
Minangkabau
(http://ms.wikipedia.org/wiki/
Minangkabau). Menurut bapak Makmur yang diamini oleh bapak Zhamari A.S Jamal dahulunya dikisahkan putri Rindu Bulan yang merupakan satu-satunya anak perempuan dari raja Rejang Lebong yang bernama menaruh hati dengan pemuda biasa di kerajaannya, sehingga raja Rejang Lebong marah dan memerintahkan keenam putranya untuk membunuh putrinya tersebut. Namun keenam putranya tidak tega membunuh adiknya, sehingga mereka membawa putri rindu Bulan ke tepi sungai besar dan membuatkannya sebuah rakit dari bambu dengan dibekali beras dan ayam. Sungai ini berasal dari dua bukit yaitu bukit 27
Tapus yang sungainya bermuara di muara Ketahun dan yang satunya lagi bermuara ke Jambi. Maka pergilah putri Rindu Bulan dengan rakitnya menelusuri sungai. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan hingga setahun putri Rindu Bulan menyelusuri sungai hingga rakitnya rusak di muara. Setelah sampai di muara, ayam yang ia bawa berubah menjadi elang sedangkan beras yang ia bawa tertumpah dan berubah menjadi senggugu. Inilah yang menjadi asal asul penamaan sungai Ketahun yang dilewati putri Rindu Bulan selama setahun Setelah rakitnya diperbaiki, ia melanjutkan perjalanannya sehingga sampai di pulau Pagai (Sumatera Barat). Kemudian ia diselamatkan dan dirawat oleh orang yang tinggal disana. Karena kecantikannya, ia mampu memikat hati anak raja dari kerajaan Pagai, lalu ia dipinang oleh anak raja tersebut dan menikahlah mereka. Putri Rindu Bulan kemudian mengatakan pada suaminya bahwa daerah asalnya dari daerah Rejang Lebong. Ia dan suaminya memutuskan untuk kembali ke Rejang Lebong. Menurut sumber lainnya yang jalan ceritanya sedikit berbeda, 9 putri yang dimaksud bernama Putri Lindung Bulan yang merupakan putri bungsu dari Rajo Tiang Pat “Sultan Sarduni”, setelah ia menginjak remaja banyak sekali putra-putra Raja, putra-putra Sultan, dan putra-putra sunan dari Aceh, Sulawesi, dan daerahdaerah lain yang menyukainya dan ingin meminangnya. Tapi anehnya, setiap ada yang datang hendak melamar selalu saja secara tiba-tiba tubuh Putri Lindung Bulan mendapat penyakit kulit yang menulir, dan hal inilah yang membuat
9
Dari blog http://rejang-lebong.blogspot.com
28
pinangan
itu
batal.
Namun
setelah
yang
meminang
itu
kembali
kedaerah/kerajaannya, secara tiba-tiba pula penyakit Putri Lindung Bulan sembuh. Melihat kejadian yang terus terjadi atas Putri Lindung Bulan, yang menjadi aib bagi kerajaan khususnya bagi saudara-saudara Putri Lindung Bulan, maka datanglah niat busuk dari saudaranya ki Geto untuk membunuh Putri Lindung Bulan. Bermufakatlah saudara-saudaranya yaitu Ki Geto, Ki Tago, Ki Ain, Ki Genain, dan Ki Nio untuk menyingkirkan dan membunuh Putri Lindung Bulan. Mereka memberikan alasan kepada Sultan Sarduni untuk mengobati Putri Lindung Bulan ke hutan hingga sembuh. Maksud kelima bersaudara itu tidak disetujui oleh Karang Nio (saudara Putri Lindung Bulan lainnya). Ia kalah suara dan mendapat ancaman dari kelima saudara lainnya bahwa harus ia yang membunuh adiknya tersebut. Akhirnya pada suatu hari setelah mendapatkan izin dari ayahnya, berangkatlah Karang Nio denga Putri Lindung Bulan menuju hutan. Sesampai mereka di sana, Karang Nio membawa Putri Lindung Bulan ke pinggir sungai (yang sekarang dikenal dengan sungai Ketahun) dan ia menceritakan niat buruk saudara-saudaranya yang lain. Ia pun berniat menyelamatkan Putri, ia menyuruh putri untuk berakit mengikuti arus sungai itu. Namun sebelum Putri berangkat, Karang Nio berencana untuk mengelabui ke-5 saudara lainnya dengan cara menyayat sedikit kulit telinga Putri dengan mata pedangnya sebagai barang bukti bahwa ia telah membunuhPutri Lindung Bulan. Sebelumnya ia membekali Putri dengan secupak (ukurann 1½ kg) beras dawai, sebuah kelapa, dan seekor ayam biring serta sepotong bambu sebagai satang (pendayung rakit). Setelah tugas dilaksanakan, Karang Nio kembali ke
29
Bandar Agung untuk melaporkan kepada saudara-saudaranya bahwa Putri Lindung Bulan telah dibunuh dengan menunjukan barang bukti berupa pedang yang berlumur darah. Kepada ayahnya ia mengatakan bahwa Putri sedang berobat di tengah hutan. Setelah beberapa lama Putri Lindung Bulan berakit, sampailah ia di muara sungai. Karena muara sungai itu airnya tenang dan luas, ia membuang satang yang ia gunakan untuk mendayung rakitnya. Ia juga membuang buah kelapa dan ayam biring yang diberikan kakknya ke darat, lalu secupak beras dawai ia hamburkan ke air muara sungai itu. Ia dan rakitnya hanyut hingga ke lautan sampai ia terdampar di pagi hari di sebuah pulau yang ia beri nama pulau Pagai (berasal dari bahasa Rejang yang berarti pagi). Satang bambu yang ia buang tadi berubah menjadi aur kuning, buah kelapa berubah menjadi nibung kuning, ayam biring berubah menjadi burung elang berantai, dan beras dawai berubah menjadi segugu. Benda-benda tersebut masih bisa dilihat sekarang di muara sungai Ketahun.
2.3 Mata Pencaharian Kecamatan Ketahun merupakan daerah yang subur dan berpotensi tinggi dalam bidang pertanian, kelautan dan perkebunan. Beberapa dari masyarakat Pekal juga telah bekerja sebagai pegawai pada sektor swasta maupun sektor pemerintahan, dan pedagang. Pada sektor perkebunan, masyarakat Pekal mayoritas berkebun karet dan kelapa sawit. Banyak juga masyarakat Pekal yang memanfaatkan hasil laut dengan menjadi nelayan. Hal ini dikarenakan wilayah Ketahun berada di pesisir pantai.
30
Adanya sektor tambahan lainnya yaitu sektor pertambangan batu bara. Pertambangan batu bara yang digerakan pihak asing membuat semakin bertambahnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan Mayoritas masyarakat Bengkulu beragama Islam, termasuk suku Pekal yang ada di Kecamatan Ketahun. Walau sedikit terlambat perkembangannya dari daerah lain yang sudah tersentuh pada abad ke-7. Hal ini dikarenakan letak geografis Bengkulu yang berada di tepi Samudera Hindia bukan berada di antara selat atau pulau, sehingga pelayaran mengalami kesulitan untuk berlayar menuju Bengkulu. Islam sendiri masuk saat Bengkulu masih terbentuk dalam sistem pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berada di kawasan dataran tinggi ataupun berada di wilayah pesisir Bengkulu. Islam masuk ke Bengkulu melalui Minangkabau (1500) atau Palembang. Masuknya Islam diperkirakan melalui lima pintu. Pertama melalui penyebaran Islam oleh Tengku Malim Mukidim dari Aceh pada tahun 1471yang datang ke kerajaan tertua di Bengkulu yaitu kerajaan Sungai Serut dengan raja pertamanya Ratu Agung (1550-1570) yang berasal dari Gunung Bungkuk. Beliau berhasil mengislamkan Ratu Agung. Kedua melalui perkawinan Perkawinan antara sultan Muzafar Syah dengan putri Serindang Bulan (inilah awal Islam masuk ke tanah Rejang pada pertengahan abad ke-17). Ketiga melalui datangnya Bagindo Maharajo Sakti dari Pagaruyung ke kerajaan Sungai Lemau pada abad ke-17. Lalu melalui dakwah yang dilakukan dai-dai dari Banten (bentuk kerjasama
31
kerajaan Banten dengan kerajaan Selebar). Dan yang terakhir melalui kerajaan Mukomuko. Pada suku Pekal unsur Islami terlihat dari beberapa acara adat dan seni budaya mereka. Walaupun mereka telah memeluk Islam, tetapi beberapa kepercayaan terhadap hal-hal animisme dan dinamisme masih terlihat dalam kehidupan masyarakat suku Pekal. Mereka mempercayai hal-hal gaib dan tempattempat keramat yang konon dapat mempengaruhi kehidupan dan kesehatan mereka. Masyarakat Pekal masih memberikan punjung (sesajian) kepada muara (setiap tahun) dan jika tidak memberikan punjung ke muara, ada kepercayaan bahwa laut akan marah dan memakan korban yang selalu merupakan pendatang (bukan masyarakat Pekal). Agama Islam tidak dapat dipisahkan dari identitas masyarakat Pekal. Masyarakat Pekal mempunyai pepatah yang sama dengan pepatah masyarakat Minangkabau yaitu, adat besandi syara’, syara’ besandi Kitabullah (adat Pekal bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al Qur’an). Sehingga dapat dilihat kesatuan antara adat masyarakat Pekal dengan agama Islam yang saling membina masyarakatnya.
2.5 Sistem Kekerabatan Masyarakat Pekal menggunakan sistem matrilinel, dimana silsilah keturunan yang diperhitungkan melalui garis ibu. Hal ini dikarenakan pengaruh budaya Minangkabau lebih kuat daripada budaya Rejangnya yang menganut Patrilineal. Dalam sistem kekerabatan matrilineal terdapat tiga unsur yang paling dominan, yaitu: Pertama, garis keturunan menurut garis ibu. Kedua, perkawinan
32
harus dengan kelompok keluarga lain, di luar kelompok keluarga sendiri, yang sekarang dikenal dengan eksogami matrilineal.
Ketiga, ibu memegang peran
sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan, dan kesejahteraan keluarga. Dalam perkawinan masyarakat Pekal menganut sistem eksogami, dimana yang artinya adalah sistem perkawinan di luar batas suatu lingkungan tertentu, atau dengan kata lainnya perkawinan di luar kelompoknya.
Serta matrilokal
dimana suami tinggal di sekitar rumah kerabat isterinya, atau di dalam lingkungan kekerabatan isterinya. Semua harta dan tanah yang dimiliki diwariskan kepada anak perempuan. Dalam keluarga Pekal, ayah tidak termasuk dalam anggota keluarga istri dan anaknya, akan tetapi ia tetap menjadi anggota kaum warganya masingmasing, yaitu ibunya. Ayah dipandang sebagai pemberi keturunan. Di dalam masyarakat Pekal ada sebutan atau nama panggilan yang digunakan keluarga. Seperti seorang anak memanggil ibunya dengan panggilan amak, dan panggilan abak untuk ayah. Dalam masyarakat Pekal, terdapat sebutan atau nama panggilan yang digunakan keluarga. Panggilan ini juga berlaku untuk semua masyarakat Pekal dimana saja seperti seorang adik memanggil uwo kepada kakak perempuannya, kelawai untuk panggilan adik perempuan. Panggilan untuk kakak laki-laki adalah dang, adek dipanggil asek. Bagi laki-laki dalam satu kelompok keluarga menyebut kakak atau adik perempuan mereka dengan istilah kelawai. Sedangkan bagi perempuannya menyebut istilah manai kepada kakak maupun adik lakilakinya. Paman atau saudara laki-laki ibu dipanggil mamok, sedangkan bibi
33
dipanggil pindoung, lalu memanggil sebai kepada nenek, dan memanggil ninik kepada kakek.
2.6 Bahasa Bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri: percakapan (perkataan) yang baik , tingkah laku yang baik, sopan santun (Kamisa, 1997:49). Bahasa Pekal merupakan bahasa ibu dari masyarakat Pekal yang menetap disana. Hampir seluruh masyarakat Pekal menggunakan bahasa Pekal sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Pekal termasuk dalam rumpun bahasa Melayu cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Kecamatan Ketahun merupakan salah satu daerah yang penduduknya adalah mayoritas suku Pekal. Masyarakat Pekal ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai bahasa Pekal dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka. Bahkan sebagian penduduk yang tidak bersuku Pekal pun mengerti dan fasih menggunakan bahasa ini, karena bahasa Pekal lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan bahasa nasional (bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan mereka untuk beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Pekal. Masyarakat suku Pekal biasanya menyebut diri mereka sendiri sebagai Uhang Aok atau orang Pekal sedangkan bahasa mereka sering disebut mekal.
34
Bahasa Pekal sendiri sama di seluruh Kecamatan Ketahun, namun beda dialeknya. Sepanjang sungai Serut (Ketahun) bahasa Pekal banyak dipengaruhi dialek Rejang. Seperti contoh untuk mengatakan “tidak” masyarakat daerah ini menggunakan kata codo mirip dengan bahasa Rejang coa. Daerah Sebelat sudah dipengaruhi dialek Minangkabau. Sebagai contoh untuk mengatakan tidak menggunakan kata dodo mirip dengan bahasa Minangkabau indak ado. Meski terdapat adanya perbedaan dialek dan kosakata dalam bahasa Pekal, namun perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti dalam proses komunikasi antar penutur bahasa Pekal. Perbedaan dialek dan kosakata tersebut menjadi cerminan kayanya kandungan bahasa Pekal. Berikut ini adalah contoh yang menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahasa Pekal dengan beberapa bahasa Para-Melayu pada tabel 2.2. Tabel 2.5 Perbedaan Bahas Pekal dengan Beberapa Bahasa Para-Melayu Bahasa Pekal
apo
lawik
Liek
kucing
alui
ulah
kehas
apo
lauik
caliak
kuciang
pai
ula
kareh
apo
laut
Liek
kucieng
paing
ula
kaqeh
(Bengkulu) Bahasa Minangkabau (Sumatera Barat) Bahasa Mukomuko
35
(Bengkulu) Bahasa Urak
nama
lawoi
Lihai
mi’aw
pi
ulal
kras
apa
laut
Lihat
kucing
pergi
ular
keras
Lawoi’ (Muangthai Selatan) Bahasa Indonesia (Dari http://id.wikipedia.org/ Bahasa_Pekal)
2.6 Kesenian Kesenian adalah ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1982: 395-397). Kesenian orang Pekal di Kecamatan Ketahun memiliki berbagai genre kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka seperti: gamat, dendang, berzanji, mamecok, gandai, tari saputangan, tari kain panjang, tari piring, dan lain-lain.Kesenian-kesenian ini hidup dan berkembang terus sampai sekarang. Begamat merupakan salah satu kesenian menari sambil berbalas pantun pada masyarakat Pekal yang biasanya digunakan dalam acara akikah dan sunatan. Kata begamat merujuk pada alat musiknya yang bernama gamat (lihat pada gambar 2.1). Alat musik ini tergolong klasifikasi kordofon sejenis kecapi dan dimainkan hanya oleh perempuan saja dengan cara di petik dengan ukuran kurang lebih 55 x 15 cm (p x l).
36
Gambar 2.2: Gamat (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Dendang merupakan seni berbalas pantun dengan menggunakan biola. Pantun yang dibawakan terdiri dari dua baris, empat baris, dan enam baris. Penggalan pertama adalah sampiran dan penggalan kedua adalah isi pantun. Antara sampiran dan isi pantun terjadi kesatuan, baik dari segi isi, tema, dan rima (persajakan). Pantun empat baris merupakan pantun yang paling umum dibawakan, dengan rima rata (aa-aa) maupun binari (a-b-a-b). Pantun dapat disajikan dengan gaya bahasa sehari-hari. Barsanji adalah seni berunsur Islam yang umum digunakan di dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti perkawinan, khitanan, mengantar calon dan menyambut haji, festival budaya Islam, dan lain-
37
lain. Kesenian ini bersumber dari Kitab Al-Barzanji yang di dalamnya adalah kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Kitab ini dikarang oleh ulama Islam ternama yaitu Syekh Ahmad Barzanji. Mamecok merupakan kesenian pencak silat yang ada pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun. Mamecok ini hanya dilakukan oleh pria yang berjumlah 4 orang atau lebih dalam jumlah genap. Biasanya mereka mengenakan peci serta sarung yang diikat di pinggang.
Gambar 2.3: Mamecok (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014) Tari sapu tangan dan tari kain panjang adalah tarian masyarakat Pekal yang hanya ditarikan oleh laki-laki saja. Namun sudah sukar ditemukan masyarakat Ketahun yang cakap menarikannya.
38
BAB III PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN ADAT PADA MASYARAKAT PEKAL
3.1 Asal Usul Tradisi Gandai Tradisi Gandai merupakan tradisi masyarakat Pekal yang sudah menjadi adat istiadat mereka. Tradisi Gandai yang menjadi topik penulisan ini mengalami perubahan. Diduga hal ini berdampak dari berkembangnya teknologi pada masyarakat Pekal dan transmigrasi penduduk pulau Jawa ke Kecamatan Ketahun. Dahulunya masyarakat Pekal berkumpul di balai desa setiap malam Jumat, biasanya dimulai dari pukul 7 malam hingga pukul 6 pagi. Mereka berkumpul untuk menyabut pembukaan lahan baru atau merayakan hasil panen mereka yang hampir seminggu mereka kerjakan di sawah atau ladang mereka tanpa ada waktu untuk bersantai. Dengan berkumpul mereka dapat berbagi suka cita dan menghilangkan rasa lelah. Mereka yang berkumpul tidak hanya sekedar saling bercerita namun mereka menari dan berbalas pantun. Tidak hanya para pemudapemudi yang hadir, para orang tua pun turut serta. Semua yang hadir harus mengenakan sarung. Tradisi ini sekarang sudah tidak lagi dipertunjukan pada malam Jumat di balai desa. Menurut bapak Zhamari A.S Jamal,10 ada beberapa faktor yang mempengaruinya. Pertama, masyarakat Pekal semakin berkurang yang bekerja sebagai petani. Mereka meninggalkan bahkan menjual lahan-lahan milik mereka,
10
Wawancara pada tanggal 9 Juli 2014
39
karena lebih tertarik bekerja di perusahaan-perusahaan yang dahulunya banyak membuka lapangan pekerjaan. Kedua, berkembangnya hiburan seperti organ tunggal dan lingkuk pada masyarakat Pekal. Organ tunggal ini dibawa oleh masyarakat Jawa yang bertransmigrasi ke Kecamatan Ketahun.11 Organ tungal yang berkembang tersebut menyajikan lagu-lagu dangdut yang iramanya lebih cepat dan membuat masyarakat Pekal lebih tertarik untuk menyaksikannya. Sedangan lingkuk sendiri merupakan kesenian berjoget antara perempuan dan laki-laki yang dibawa dari daerah Palembang. Kesenian ini kurang diterima oleh para orang-orang tua Pekal karena dari menarikannya berpasangan dengan antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim. Sehingga sekarang sukar dijumpai di Kecamatan Ketahun. Hal yang yang serupa juga disampaikan oleh Ibu Syuraiani12 selaku penggiat tari. Beliau juga menambahkan bahwa pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang membuat kegiatan pertunjukan tradisi Gandai ini berkurang. Banyak anak-anak dan remaja bersekolah sehingga untuk keluar dan berkumpul di malam hari sangat terbatas dikarenakan belajar. Menurut beliau di tahun 19801990-an masih banyak sanggar-sanggar yang terus mempraktikkaan tradisi ini. Namun karena sanggar-sanggar tersebut terkendala dana dan semakin sedikitnya generasi muda yang tertarik masuk sanggar, maka sanggar-sanggar tersebut tutup dengan sendirinya. Sekarang hanya Karang Taruna Desa yang mempraktikkan tradisi ini. 11
Program transmigrasi penduduk Jawa yang ada di Pulau Jawa ke Bengkulu dilakukan antara tahun 1980-1985. Pertama kali penduduk Jawa tersebut diletakkan di daerah Mangkurajo, yaitu suatu daerah pegunungan di Lebong yang dekat dengan daerah tambang emas. Mereka yang bertransmigrasi diberi lahan untuk diolah. Namun saat itu program transmigrasi tidak berjalan mulus, sebagian dari mereka berpindah ke daerah lainnya, salah satunya Kecamatan Ketahun. (sumber: Kantor Kecamatan Ketahun) 12
40
3.2 Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Melaksanakan perkawinan merupakan suatu keharusan bagi semua orang, baik pria maupun wanita untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Maka dari itu perkawinan diarahkan, diawasi, dan dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan adat untuk tercapainya sebuah kebahagiaan. Perkawinan adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai tata cara tersendiri, maka suatu perkawinan dianggap sah berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Begitu pula dalam masyarakat Pekal bahwa masa perkawinan merupakan salah satu masa peralihan yang sangat penting. Pada masa inilah seseorang melepaskan diri dari keluarganya, lalu membentuk keluarga sendiri atau bisa diktakan sebgai titik awal proses pemekaran kelompok keluarga. Disini perkawinan memiliki fungsi sebagai sarana legalisasi hubungan seksual antara seorang pria dengan seorang wanita dimana dipandang dari sudut adat dan agama serta undang-undang negara. Juga terdapat penentuan hak dan kewajiban serta perlindungan atas suami istri dan anak-anak, memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup dan status sosial dan terutama untuk memperoleh ketentraman batin, serta memelihara kelangsungan hidup kekerabatan dan menghindari kepunahan (Amir M. S, 1997:23). Perkawinan pada masyarakat Pekal bersifat eksogami yang berarti perkawinan harus diluar klan kelompoknya, walaupun tidak memiliki sistem pemargaan seperti yang ada di masyarakat Minangkabau. Perkawinan pada masyarakat Pekal ini bersifat religius, karena jalinan tersebut tidak hanya mengikat hubungan kedua belah pihak yang berkawin saja, tetapi juga mengikat
41
seluruh kerabat/keluarga dari kedua belah pihak. Dalam budaya Pekal, perkawinan merupakan persoalan bagi kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan dan perkawinan, bahkan sampai kepada segala urusan terjadinya perkawinan tersebut memerlukan penyesuaian dalam banyak hal. Dari segi latar belakang kedua keluarga bisa sangat berbeda, baik kebiasaan hidup, pendidikan, asal-usul, tingkat sosial, bahasa, tata krama, dan lain sebagainya. Dengan demikian diperlukannya kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak. Hal ini dapat dilakukan dengan mengenal watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali demi memperoleh keserasian ataupun keharmonisan dalam hubungan antar keluarga kedepannya. Tidak terlepas pada tanggung jawabnya seperti nafkah lahir batin, jaminan hidup, dan pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan nantinya.
3.3 Jenis Pesta Perkawinan Pesta perkawinan pada masyarakat Pekal dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu bimbang gedang (pesta besar), bimbang senet (pesta kecil). Berikut ini dapat dilihat penjelasan lengkapnya. 1. Bimbang Gedang (Pesta Besar) menurut Bapak Makmur ditandai dengan hewan yang dipotong sebagai konsumsi. Untuk bimbang gedang memotong kerbau sebagai konsumsi. Lalu bimbang gedang juga ditandai dengan memilih lebih dari satu acara setelah akad nikah. Orang yang melakukan bimbang gedang merupakan orang yang taraf ekonominya tergolong mampu. Beliau juga mengatakan bahwa tidak ada kriteria
42
tertentu untuk melaksanakan bimbang gedang kecuali dari segi kemampuan ekonominya. Pesta tetap diadakan di rumah pengantin tinu dengan pengujung yang besar dari bimbang senet yang dapat menampung banyak undangan. 2. Bimbang Senet (Pesta Kecil) ditandai dengan memotong hewan kambing sebagai konsumsi. Mereka yang mengadakan bimbang ini biasanya yang memiliki taraf kemampuan ekonomi yang seadanya. Untuk upacara perkawinan adat yang penulis teliti melaksanakan bimbang senet ini.
3.4 Tahapan-tahapan Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Pekal Tata cara upacara perkawinan adat masyarakat Pekal ada dua, yaitu adat dan agama. Pada tata cara menurut adat, dilakukan proses betanyu yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Persiapan upacara Perkawinan adat dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya agar semua berjalan dengan baik. Ada pun tahapan-tahapan dalam upacara Perkawinan adatnya, yaitu: 1. Betanyu 2. Madak 3. Berasan 4. Negak pengujung 5. Persiapan bimbang 6. Akad nikah 7. Acara setelah akad nikah 8. Ngubak basu 9. Malam begandai
43
10. Pesta resepsi
3.4.1 Betanyu Betanyu merupakan tahap paling awal dalam proses perkawinan masyarakat Pekal. Pada tahap ini pihak keluarga calon pengantin lanang (orang tua calon pengantin lanang dan sanak saudara lainnya) datang ke rumah calon pengantin tinu bersama dengan Ketua Badan Musyawarah Adat. Mereka akan mengutarakan maksud kedatangan untuk melamar atau menanyakan kesediaan calon pengantin tinu untuk dijadikan menantu bagi keluarga calon pengantin lanang. Setelah lamaran diterima, langsung ditentukan uang hantaran dan mahar. Uang hantaran berkisar 5 juta hingga lebih, tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Begitu pula dengan maharnya, bisa berupa cincin emas atau seperangkat alat shalat bahkan keduanya. Di sini juga ditentukan waktu yang tepat untuk mengadakan bimbang, termasuk mengenai berasan. Biasanya jarak antara lamaran dengan bimbang sekitar satu bulan.
3.4.2 Madak Madak dilakukan dua atau tiga hari sebelumnya bimbang. Disini pihak dari calon pengantin tinu (orang tua atau mamok) datang kesetiap rumah tetangganya yang ada di sekitar tempat acara untuk memberitahukan tentang adanya bimbang dan memberitahukan hal berkenaan dengan waktu dan tempat pelaksanaannya serta mengundang secara langsung kepala keluarga (laki-laki) dari setuiap rumah yang didatangi tersebut agar hadir pada malam berasan dan membantu untuk negak pengujung. Keluarga yang di padak akan merasa senang
44
karena diundang secara langsung tanpa menggunakan undangan tertulis. Menurut bapak Makmur
3.4.3 Berasan Berasan dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Biasanya dimulai pada pukul 8 malam sampai dengan selesai. Pada tahap berasan ini orang-orang yang datang ialah calon pengantin lanang beserta keluarga, majelis (orang-orang yang sebelumnya sudah di padak), dan Ketua Badan Musyawarah Adat. Setelah semuanya berkumpul dan lengguai nikah13 (lihat pada gambar 3.1) sudah diletakkan di depan Ketua Badan Musyawarah Adat, maka acara sudah bisa dimulai. Seorang perwakilan dari calon pengantin tinu langsung menyampaikan maksud dan tujuan mereka mengadakan berasan di hadapan majelis, Ketua Badan Musyawarah Adat, dan calon pengantin lanang beserta keluarga. Lalu ia minta izin serta menyampaikan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan besok hari kepada Ketua Badan Musyawarah Adat. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan besok harus terperinci beserta dengan pembagian siapa-siapa saja yang bertugas hingga bimbang selesai. Seperti pemilihan tuo kerjo (pemimpin masak) beserta anggotanya, penyambut tamu, orang yang mendokorasi pengujung, dan sebagainya. Apabila ada kegiatan yang ditambah tanpa dirundingkan pada malam berasan, maka pemilik acara akan dikenakan denda adat. Dan apabila ingin menambah lagi kegiatan tanpa denda adat, harus diadakan berasan kembali. Oleh karena itu, sebelum semua kegiatan dipaparkan, jauh-jauh hari kedua belah pihak
13
Lengguai nikah merupakan wadah yang berisi sirih, pinang, kapur , gambir, tembakau, dan rokok dari daun nipah. Lengguai nikah ini merupakan salah satu benda yang wajib ada pada malam berasan. Apabila benda ini belum dikeluarkan, berarti pihak calon pengantin tinu belum dipersilahkan menyampaikan maksud.
45
keluarga saling berembuk terlebih dahulu. Disini pihak calon pengantin tinu juga memberitahukan mengenai jenis pernikahan yang akan diselenggarakan besok. Untuk upacara perkawinan adat yang penulis teliti merupakan bimbang senet. Setelah itu, salah seorang perwakilan dari calon pengantin lanang menyampaikan juga maksud mereka. Mereka datang untuk menyerahkan uang hantaran beserta mahar yang telah dijanjikan. Mereka pun tidak lupa untuk membawa uang adat sebanyak 2% dari uang hantaran. Mereka biasanya juga meminta agar malam itu ditunangkan antara calon pengantin lanang dan calon pengantin tinu (disini calon pengantin tinu tidak dihadirkan). Sekarang ini banyak masyarakat Pekal mengadakan pertunangan pada malam berasan, karena dianggap paling baik daripada diadakan satu bulan sebelumnya. Menurut bapak Makmur selaku Ketua Badan Musyawarah Adat Pekal14 hal ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kedua belah pihak. Setelah kedua belah pihak menyampaikan maksud dan tujuannya, maka mereka menunggu putusan dari Ketua Badan Musyawarah Adat mengenai apa yang diterima dan apa yang ditolak. Disini serawo (lihat pada gambar 3.3) wajib dihidangkan sebagai pemutus kata. Ketua Badan Musyawah Adat tidak akan memulai pembicaraan apabila serawo belum dihidangkan. Serawo adalah makanan dari beras pulut yang dimasak kering dan ditaburi kelapa yang sudah dicampur dengan gula merah di atasnya. Serawo merupakan simbol adat masyarakat Pekal. Pada malam berasan ini, pihak keluarga calon pengantin tinu lah yang memasak menyediakannya. Biasanya disajikan dengan bolu koja. Setelah serawo dihidangkan, Ketua BMA sudah bisa menanggapi dan menyetujui
14
Wawancara pada tanggal 15 Februari 2014
46
maksud tan tujuan dari kedua belah pihak tadi. Pada tahap ini pula disampaikan oleh pihak calon penganti tinu mengenai jenis bimbang yang akan dilaksanakan.
Gambar 3.1: Lengguai Nikah (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.2: Lengguai Nikah yang Diletakkan di Hadapan Ketua Badan Musyawarah Adat (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014) 47
Gambar 3.3: Serawo (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.4: Bolu Koja yang Akan Dihidangkan Bersama Serawo (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
48
3.4.4 Negak Pengujung Negak Pengujung dilakukan pada pagi hari, biasanya sudah dimulai dari pukul 7 pagi. Pada tahap ini, orang-orang yang telah di padak datang ke rumah calon pengantin tinu untuk mendirikan pengujung. Biasanya orang-orang yang bekerja telah ditentukan pada saat berasan walaupun tidak menutup kemungkinan yang tidak hadir pada saat berasan ikut membantu. Mereka mendirikan pengujung sesuai dengan bahan-bahan yang disediakan pemilik pesta secara bergotong royong. Mereka yang membantu pun sangat dipersilahkan untuk meminjamkan bahan-bahan yang diperlukan untuk negak pengujung seperti papan, seng, kursi, dan lain sebagaianya. Disini serawo juga harus disediakan bagi orang-orang yang membantu mendirikan pengujung. Setelah negak pengujung, pemilik pesta mengucapkan terima kasih dan memberitahukan mengenai waktu untuk akad nikah di siang harinya melalui Ketua Badan Musyawarah Adat.
3.4.5 Persiapan Bimbang Dalam tahapan ini, dilakukan berbagai persiapan di rumah calon pengantin tinu, seperti persiapan kamar pengantin, pelaminan dan dekorasinya, memasak, dan lain-lainnya sebelum akad nikahnya dilakukan. Mereka yang telah ditunjuk pada saat berasan lah yang bekerja pada tahap ini.
3.4.6 Akad Nikah Nikah, merupakan bersatunya dua orang untuk membentuk rumah tangga, yang diwujudkan dengan pernyataan yang disebut dengan Ijab Kabul atau Akad
49
Nikah. Persyaratan syahnya nikah, yaitu adanya wali pengantin perempuan, saksi, ijab kabul suatu pernyataan kedua pengantin dan uang hantaran. Pelaksanaan akad nikah dilakukan dirumah pengantin perempuan tepatnya di pengujung yang telah disediakan. Terlaksananya akad nikah kemudian disempurnakan dengan acara adat atau pesta perkawinan. Akad nikah biasanya diadakan pada siang hari setelah Shalat Dzuhur, sekitar pukul 1 siang atau pukul 2 siang. Sebelumnya, calon pengantin lanang bersama keluarga mempersiapkan diri dirumahnya. Calon pengantin mengenakan pakaian adat yang disediakan dari salon yang mereka sewa jasanya, ia pun mempersiapkan diri dengan menghapal ijab kabul yang akan diucapkan nantinya. Sedangkan keluarga besarnya berkumpul terlebih dahulu dan mempersiapkan mengenai apa-apa saja yang akan dibawa. Bagi para tetangga calon penganti lanang pun dipersilahkan yang berkenan untuk ikut serta dalam rombongan. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, berangkatlah calon pengantin lanang beserta keluraga dan partisipan lainnya. Biasanya bila jarak menuju rumah calon pengantin tinu cukup jauh, mereka menggunakan mobil. Setelah sampai di tempat tujuan dan dipersilahkan masuk oleh pemilik acara melalui Ketua Badan Musyawarah Adat, mereka akan duduk di pengujung yang telah disediakan. Hanya calon pengantin lanang dan orang tua yang menempati pengujung yang dijadikan tempat akad nikah. Setelah semuanya sudah duduk tenang, di persilahkanlah calon pengantin tinu untuk masuk dan duduk tidak jauh dari calon pengantin lanang sebagai tanda akad nikah akan dimulai. Wajah calon pengantin tinu ditutup oleh selendang.
50
Orang tua laki-laki dari calon pengantin tinu lah yang menikahkan putrinya. Namun apabila orang tua laki-laki calon pengantin tinu sudah meninggal, bisa digantikan dengan saudara laki-laki calon pengantin tinu atau wali yang telah ditunjuk. Pada saat mengucapkan Ijab Kabul, calon pengantin lanang bersalaman dengan orang tua laki-laki calon pengantin tinu dan ditutup sapu tangan. Pengucapan Ijab Kabul ini di saksikan oleh Ketua Badan Musyawarah, Imam Mesjid setempat, perwakilan dari KUA, majelis, dan keluarga besar kedua belah pihak. Setelah Ijab Kabul diucapkan dan dinyatakan sah, selendang yang menutup wajah pengantin tinu sudah boleh dibuka dan sudah boleh duduk berdampingan dengan pengantin lanang. Setelah itu mereka menandatangi surat-surat dari pihak KUA dan saling menyematkan cincin.
Gambar 3.5: Rombongan Calon Pengantin lanang Tiba (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
51
Gambar 3.6: Lengguai Nikah yang Dibawa Calon Pengantin Lanang (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.7: Irisan Daun Pandan dan Bunga yang Dibawa Calon Pengantin Lanang (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
52
Gambar 3.8: Kue yang Juga Dibawa oleh Calon Pengantin Lanang (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.9: Pengucapan Ijab Kabul (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
53
Gambar 3.10: Penyematan Cincin (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
3.4.7 Acara Setelah Akad Nikah Acara yang dilakukan setelah akad nikah sudah pasti telah dibicarakan di saat berasan. Acara yang dimaksud merupakan acara wajib setelah akad nikah. Pemilik bimbang biasanya hanya memilih satu acara atau semua acara untuk dilakukan, seperti khatam kaji, belarak, batepung, dan bersanji. Mereka yang memilih semua acara untuk dilaksanakan sudah sangat jarang ditemui, biasanya hanya memilih satu atau dua acara. Biasanya bila memilih acara lebih dari satu, maka bimbang yang dilaksanakan harus bimbang gedang. Pada upacara perkawinan adat yang penulis teliti, pihak pengantin tinu memilih bersanji
54
sebagai acara setelah akad nikah. Adapun acara yang dimaksud adalah sebagai berikut
3.4.7.1 Khatam Kaji Khatam Kaji merupakan acara dimana pengantin tinu membaca Al Qur’an hingga tamat. Pengantin tinu membaca Al Qur’an dihadapan pengantin lanang dan orang banyak. Biasanya acara ini dilakukan bagi pengantin tinu yang belum tamat membaca Al Qur’an. Menuru bapak Makmur biasanya dibaca dari surat AdDhuha sampai dengan surat Annas. Setelah itu ditutup dengan doa khusus yang dipimpin oleh Imam yang telah ditunjuk.
3.4.7.2 Belarak Belarak adalah acara pengantin lanang dan pengantin tinu berkeliling kampung. Mereka berkeliling kampung diiringi dengan rebana yang dimainkan. Dengan belarak ini mereka secara tidak langsung memberitahukan bahwa mereka telah sah menjadi suami istri. Setelah itu mereka kembali ke pelaminan.
3.4.7.3 Batepung Batepung adalah salah satu acara setelah akad nikah dimana sebelum kedua pengantin masuk ke rumah diberikan nasihat. Kedua pengantin berdiri di halaman depan teras rumah pengantin tinu sambil memegang kain yang dialas dengan tikar. Keluarga pengantin tinu berdiri di teras menghadap ke arah pengantin. Pada acara ini didatangkan pemantun untuk berpantun sambil
55
menyampaikan nasehat-nasehat untuk kedua pengantin. Acara ini selalu mendatangkan haru bagi kedua pengantin.
3.4.7.4 Bersanji Bersanji pada upacara perkawinan adat ini dipimpin oleh Imam Mesjid. Disini Imam Mesjid menyampaikan doa-doa, pujia-pujian dan kisah tentang riwayat Nabi Muhammad berdasarkan kitab Al-Barzanji yang ditulis Syekh Ja’far Al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim lalu para majelis yang hadir termasuk kedua pengantin menyahutinya. Bersanji pada upacara perkawinan adat ini merupakan sebuah pengharapan agar upacara perkawinan tersebut lancar serta kedua pengantin kelaknya bisa hidup berdampingan secara rukun. Pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal yang penulis teliti, hanya acara bersanji ini yang dilakukan.
3.4.8 Ngubak Basu Ngubak basu diadakan setelah gelaran acara akad nikah selesai. Acara ini diadakan dirumah pengantin tinu. Disini pengantin lanang diperkenalkan kepada seluruh keluarga pengantin tinu. Disini juga dijelaskan kepada pengantin mengenai hal-hal yang membantu terjadinya upacara, mulai dari orang-orang yang memasak, menyediakan makanan, menyambut tamu, barang-barang yang dipinjam dari tetangga, dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar kedua pengantin mengerti bahwa mereka nantinya harus saling tolong menolong terhadap sesama. Acara ini dihadiri oleh Ketua BMA, Kepala Desa dan perangkatnya, serta pihak yang berkepentingan. Setelah acara ini selesai biasanya Ketua Badan Musyawarah
56
Adat menyampaikan mengenai ada atau tidak adanya acara setelah ngubak basu ini. Bila tidak mengadakan malam begandai dikenal dengan istilah gam yang artinya malam tanpa acara.
3.4.9 Malam Begandai Malam begandai diadakan pada malam hari setelah ngubak basu, biasanya dimulai pada pukul 8 malam di rumah pengantin tinu, atau selesai Shalat Magrib dan Shalat Isya. Malam begandai ini dihadiri oleh Ketua BMA, kedua pengantin yang duduk bersanding di pelaminan, keluarga besar kedua pengantin, dan masyarakat Pekal yang ingin menyaksikannya. Malam begandai diawali dengan kata sambutan dari Ketua Badan Musyawarah Adat lalu dari keluarga pengantin tinu, dan pertunjukan tadisi Gandai bisa dimulai. Pertunjukan dimulai dengan menari yang pantunnya berisi nasehat-nasehat kepada kedua pengantin. Biasanya penarilah yang menyampaikan pantunnya. Lalu beristirahat sejenak sambil makan serawo dan makanan lainnya seperti bolu koja dan kue talam bersama-sama. Makanan ini disajikan dengan teh manis atau kopi. Serawo sendiri wajib dihidangkan bagi penari dan pemusik. Apabila serawo tidak disajikan bagi penari atau pemusik, maka pihak pemilik pesta dikenai sangsi adat. Setelah itu pertunjukan dilanjutkan dengan menari lagi. Biasanya disini pantun yang dibawakan sudah bersifat bebas namun pemantun masih dikalangan penari atau pemusik. jika terasa sudah cukup lama, maka penari istirahat kembali. Setelah itu acara dilanjutkan lagi, namun bila ada dari penonton yang ingin menari dipersilahkan untuk naik ke pengujung dengan mengenakan sarung. Mereka yang naik untuk menari biasanya telah menentukan pasangan yang akan diajak menari.
57
Biasanya malam begandai berakhir pada pukul 1 pagi. Sesuai dengan permintaan pemilik acara yang sudah disampaikan pada saat berasan. Tradisi Gandai yang ditampilkan diselingi dengan makan serawo bersama dan berbalas pantun. Bagi masyarakat yang ingin menari, bisa ikut serta menari dengan mengenakan sarung. Malam begandai merupakan salah bagian dari upacara perkawinan adat masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara perkawinan adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika malam begandai ini tidak diadakan, pesta resepsi keesokan akan harinya tetap berlangsung. Untuk tradisi Gandainya, beberapa hari sebelum upacara perkawinan, biasanya pihak pengantin akan menghubungi pihak karang taruna desa melalui ketua Badan Musyawarah Adat Pekal untuk meminta menari dalam upacara perkawinan adat yang akan digelar nantinya. Setelah itu pihak karang taruna akan memilih penari dan pemusiknya. Kemudian penari dan pemusik yang sudah ditentukan akan dihubungi dan dikabari kapan pelaksanaan upacara akan digelar. Pada saat hari pelaksanaan upacara perkawinan adatnya, tepatnya di sore hari setelah akad nikah, penari dan pemusik melakukan persiapan masing-masing seperti pengenaan kostum dan riasan sebelum malam begandai dimulai. Saat acara dimulai, para penari diposisikan di atas pengujung yang dapat dilihat pengantin, keluarga besar, dan masyarakat yang hadir. Acara ini selesai sesuai dengan kesepakatan waktu pada saat berasan dan ditutup dengan ucapan terimakasih dari pihak pemilik acara kepada semua yang terlibat serta doa bersama.
58
Gambar 3.11: Pertunjukan tradisi Gandai pada Malam Begandai (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
3.4 Pesta Resepsi Setelah akad nikah dan malam begandai digelar, keesokan harinya diadakan pesta resepsi. Disini para tamu yang hadir adalah tamu yang mendapatkan undangan secara tertulis seminggu sebelum perhelatan. Para tamu yang sudah berkeluarga biasanya mendapat kesempatan hadir di waktu pagi hari dan siang hari, sekitar pukul 9 sampai dengan pukul 4. Lalu untuk tamu mudamudinya hadir di malam hari, biasanya setelah shalat Magrib hingga selesai. Pada pesta resepsi ini, tamu yang datang dapat menikmati hidangan yang disediakan, hiburan musik, dan melihat pengantin duduk bersanding di pelaminan dengan pakaian yang mereka pilih. Hidangan yang disediakan berupa hidangan prasmanan, para tamu yang hadir dapat mengambil sendiri makanan yang mereka inginkan yang telah disediakan. Mereka yang hadir dapat juga menikmati hiburan
59
musik yang disediakan pemilik acara, bahkan mereka diperkenankan untuk ikut menyumbangkan suaranya untuk bernyanyi di panggung. Hiburan musik yang disajikan biasanya berupaorgan tunggal. Selain itu mereka juga dapat menyaksikan pengantin yang duduk bersanding di pelaminan dengan mengenakan pakaian yang mereka pilih. Pakaian yang kedua pengantin kenakan biasanya mereka sewa dari salon beserta tata riasnya yang terdiri dari 3 sesi. Untuk sesi yang pertama mereka mengenakan pakaian adat masyarakat Pekal. Untuk pakaian adat yang dikenakan oleh pengantin lanang terdiri atas jas (bisa wrana hitam, merah tua, dan biru tua), songket yang dililitkan di pinggang, celana panjang berwarna hitam, sepatu, tutup kepala. Dan sebuah keris. Sedangkan untuk pakaian adat yang dikenakan pengantin tinu, baju kurung berlengan panjang yang terbuat dari bahan beludru (umumnya berwarna merah tua, biru tua, atau hitam). Dihiasi corak-corak dan sulaman berbentuk lempengan uang logam yang berwarna emas. Lalu dilengkapi denga mahkota emas yang disematkan pada sanggul kepala dengan pita warnawarni yang menjuntai, serta anting-anting berukir dari emas (lihat pada gambar 3.10 Hal 54). Lalu sesi kedua mereka biasanya mengenakan pakaian adat dari suku pengantin lanang. Apabila sang pengantin lanang berasal dari suku yang sama, maka biasanya mereka akan mengenakan pakaian pengantin dalam 2 sesi. Serta yang terakhir yaitu mengenakan pakaian yang mereka kenal dengan istilah slayer15
15
Slayer merupakan gaun panjang yang berwarna putih untuk pengantin tinu dan setelan jas untuk pengantin lanang. Slayer ini seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin eropa pada umumnya.
60
BAB IV DESKRIPSI PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI
Pada bab IV ini akan di uraikan tentang deskripsi pertunjukan tradisi Gandai seperti pendukung pertunjukan, perlengkapan pertunjukan, deskripsi gerak, dan analisis musik.
4.1 Pendukung Pertunjukan Tradisi Gandai dalam penyajiannya dapat dikatakan sebuah pertunjukan. Sebuah pertunjukan tentunya harus didukung oleh beberapa hal agar dapat berjalan dengan baik. Beberapa pendukung pertunjukan, yaitu adanya penari, pemusik, dan penonton. 4.1.1 Penari Penari merupakan bagian terpenting dalam pertunjukan tradisi Gandai ini, karena penari lah yang mempertunjukkan tarian tradisi Gandai ini. Penari akan menjadi pusat perhatian dari penonton. Untuk itu diperlukan penari yang memiliki kecakapan dan kemampuan menarikan Gandai ini di atas pengujung. Setiap dalam pertunjukan tradisi Gandai ini biasanya komposisi penarinya berjumlah 4 orang atau lebih dalam jumlah yang genap; umumnya, semakin banyak penarinya semakin terlihat ramai dan bagus. Penarinya adalah perempuan semua. Pemilihan penari tidak berdasarkan pada syarat tertentu, tetapi pada kesanggupan dan kemahiran penari untuk dapat menari dan hadir sesuai waktu yang ditentukan oleh pemimpin karang taruna desa. Hal ini dikarenakan penari yang ada bukanlah penari profesional, dimana para anggotanya tidak hanya
61
bekerja sebagai penari melainkan ada yang pelajar dan harus sekolah, dan ada pula yang sudah bekerja di bidang yang lain. Para penari yang dipilih dan mempunyai waktu untuk berlatih lagi mempelajari gerakan sebelum hari pelaksanaan. Pada saat pertunjukan, penari akan saling berinteraksi antar sesama penari di lapangan dalam melakukan perubahan gerakan.
4.1.2 Pemusik Tradisi Gandai ini menggunakan 2 orang pemusik, diantaranya 1 orang pemain edap dan 1 lagi pemain sunai. Menurut wawancara dengan Bapak Ali Bidin sebagai pemain sunai yang sudah cukup berumur, beliau yang selalu dipanggil pihak karang taruna untuk memainkan sunai dikarenakan hanya beliau yang bisa memainkannya lagi. Adapun yang memainkannya selain beliau merupakan warga kecamatan lain. Hal ini dikarenakan karena sulitnya memainkan sunai ini. Dapat dilihat dari teknik permainannya yang rumit, yakni circular breathing, dimana sirkulasi pernapasan yang terus menerus tanpa berhenti. Sehingga memerlukan latihan yang cukup lama dan begitu melelahkan. Pada saat pertunjukan, pemusik akan saling berinteraksi juga antar sesama pemusik di lapangan dalam melakukan pergantian strukturnya, ada tanda-tandanya dalam musiknya.
4.1.3 Penonton Penonton dalam setiap pertunjukan tradisi Gandai di setiap perkawinan masyarakat Pekal merupakan pengantin itu sendiri, keluarga besar kedua belah pihak dan masyarakat yang hadir untuk menyaksikannya pada malam begandai.
62
Akan tetapi acara yang dilaksanakan di rumah dengan membuat pengujung juga menjadi sebuah tontonan juga bagi orang-orang yang melewati daerah tersebut.
4.2 Perlengkapan Pertunjukan Sebelum
dimulainya
pertunjukan
tradisi
Gandai,
ada
beberapa
perlengkapan yang perlu dipersiapkan. Dimana perlengkapan yang dipersiapkan nantinya akan mendukung jalannya pertunjukan, serta dapat menambah daya tarik pertunjukannya. Persiapan harus maksimal dalam penyusunan dan penataannya, agar dapat menghasilkan pertunjukan yang terbaik. Perlengkapan dalam pertunjukan tradisi Gandai ini tergantung kesepakatan penari untuk menggunakan atau tidak menggunankan properti, kebanyakan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal tidak menggunakan properti seperti sapu tangan, lampu teplok, dan lain-lain. Untuk pemusiknya mereka pun lebih sering mengenakan baju sehari-hari. Selain itu mereka memerlukan pengujung, serta alat musik yang digunakan dalam pertunjukan ini. Segala perlengkapan ini harus diperhatikan dengan teliti, agar dapat berjalan lancar nantinya.
4.2.1 Pengujung Pengujung untuk pertunjukan tradisi Gandai ini merupakan tempat yang telah dibangun sebelumnya untuk akad nikah. Pengujung biasanya beralaskan papan yang disusun dengan luas yang telah ditentukan dan beratapkan seng yang dihiasi daun kelapa dipinggirnya, pengujung ini juga termasuk panggung di dalamnya. Pengujung yang disediakan untuk pertunjukan biasanya sisi yang berhadapan dengan pelaminan pengantin.
63
4.2.2 Kostum dan Tata Rias 4.2.2.1 Kostum Penari Pada malam begandai, penari Gandai menggunakan kebaya serta kain panjang sebagai sarung dimana sarung ini berguna untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata, 1. Baju Kebaya berlengan panjang dengan warna yang telah disepakati sesama penari, biasanya berwrna kuning emas, merah,hijau, dan biru. 2. Kain Panjang, kain ini merupakan rok panjang yang longgar yang warnanya disesuaikan dengan warna baju Kebaya yang dikenakan. Kain ini untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata 3. Samulung, ini merupakan selendang yang diletakan (dikalungkan) di bahu. Samulung
ini digunakan penari saat gerakan Gandai
membutuhkan selendang. 4. Sunting, merupakan hiasan kepala. Berwarna kuning emas.
64
Samulung
Baju Kebaya
Kain Panjang
Gambar 4.1: Penari Gandai (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
4.2.2.2 Tata Rias Dalam pertunjukan tradisi Gandai ini juga harus diperhatikan tata riasnya. Mereka merias diri sendiri dan tidak perlu ke salon. Menurut ibu Ratna selaku penari bahwa penari Gandai harus bisa merias dirinya sendiri. Akan tetapi warna make up dan segala perlengkapannya disesuaikan dengan kesepakatan bersama agar seragam. Tata rias ini terbagi 2, yaitu sebagai berikut. (1) Tata rias wajah atau make-up, semua penari menggunakan warna make-up yang sama sesuai dengan warna kostum. Dalam tata rias wajah yang
65
digunakan ada foundation/alas bedak, bedak, eye shadow, shading, blush on, celak, bulu mata palsu, lipstick. Foundation yang digunakan penari adalah foundation yang bisa tahan lama. Bergerak banyak akan menghasilkan keringat yang berlebihan, agar polesan make-up tidak luntur makanya menggunakan foundation yang tahan lama. Bedak yang dipilih penari untuk digunakan biasanya warna bedak yang masuk dengan warna kulit. Eye shadow yang digunakan biasanya ada 3 tingkatan warna, pada tingkat pertama warna yang dipilih adalah warna yang serupa dengan warna pakaian yang dikenakan. Misalnya, jika pakaian yang digunakan adalah warna kuning keemasan, maka warna eye shadow tingkat pertamanya digunakan warna kuning keemasan. Jika warna pakaian yang digunakan warna merah muda, maka eye shadow tingkat pertamanya digunakan warna merah muda pula, begitu seterusnya. Pada eye shadow tingkat kedua biasanya menggunakan warna gelap, seperti hitam dan coklat, posisi ini dibuat di bagian sudut mata agar nampak pertegasan pada mata. Tingkat ke-3 atau paling atas di buat warna putih. Setelah 3 tingkatan tersebut ditempelkan bulu mata palsu agar terlihat lebih indah. Shading yang digunakan untuk penegasan pada hidung, dan blush on digunakan untik penegasan pada bagian pipi. Sedangkan celak digunakan untuk penegasan pada alis mata. Begitu juga pada bibir, dalam penegasannya digunakan lipstick yang berwarna merah. (2) Tata rias rambut, pada penataan rambut, masing-masing penari mengikat rambutnya menjadi satu. Setelah diikat dipasangkan sanggul, dan diberi sunting agar terlihat indah.
66
4.2.3 Alat Musik yang Digunakan 4.2.3.1 Edap Alat musik edap ini merupakan alat musik membranophone, tergolong frame drum yang berfungsi sebagai pembawa ritem variabel dan menjaga tempo sunai. Dibuat dari kayu yang keras (dari batang nangka) dan dibagian atasnya ditutup dengan kulit kambing. Bentuknya mirip dengan gendang ronggeng yang ada di masyarakat Melayu Sumatera Utara. Edap dimainkan dengan cara dipegang dan dipukul dengan 2 tangan tanpa alat pukul lain dan mempunyai lobang dibagian belakang badannya.
Gambar 4.2: Edap (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
67
Gambar 4.3: Cara Memainkan Edap (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
4.2.3.2 Sunai Alat musik tiup tradisional Pekal ini masuk dalam klasifikasi aerophone, tergolong dalam end blown flute yang berfungsi sebagai pembawa melodi yang dikembangkan (improvisasi) dan dimainkan oleh satu orang. Alat musik ini terbuat dari bambu serik, yaitu bambu yang hidup di tepi sungai yang menghadap ke arah matahari. Ukuran Sunai ini tidak memiliki patokan. Menurut bapak Mahmudin, sunai ini terdiri dari 9 ruas. Dimana ruas yang paling pertama (bawah) berukuran 1 jengkal (jarak dari telunjuk ke jempol tangan). Ruas kedua, ketiga, dan keempat berukuran 1 Jengkal dikurangi 2cm. Ruas kelima berukuran seperti ruas kedua ditambah lebar 1 jari telunjuk. Lalu
68
untuk ruas keenam, ketujuh, dan kedelapan berukuran sebesar lebar 1 jari jempol. Dan untuk ruas terakhir berukuran sebesar lebar 2 jari jempol. Sedangkan untuk bagian yang ditiup terbuat dari bulu ayam jago. Sunai ini diberi 6 lubang dan saat dimainkan ruas pertama diletakkan di atas telapak kaki pemusik. Hal ini dilakukan agar suara sunai lebih bagus.
Gambar 4.4: Sunai (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
69
Gambar 4.5: Cara Memainkan Sunai (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
4.3 Deskripsi Gerak Gandai Dalam bukunya yang berjudul History of The Dance, Curt Sachs mengemukakan tentang perkembangan tari sebagai seni yang tinggi yang sudah ada pada zaman prasejarah. Dimana awalnya kebudayaan tari telah mencapai tingkat kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya. Di dalam penyajian Gandai ini menggunakan gerakan variatif yang bertema kehidupan sehari-hari ang ada pada masyarakat Pekal. Gerakan-gerakan yang terbentuk dalam Gandai telah terstruktur ataupun terpola di dalam aturanaturan adat dan nilai keindahan setempat secara simbolis serta memiliki maknamakna tersendiri. Dimana kata struktur disini adalah bagian-bagian yang melengkapi Gandai dalam pertunjukannya saling berhubungan satu dengan yang lain, ataupun tahapan-tahapannya. 70
Dalam penyajiannya seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, Gandai ini dipertunjukan pada awal acara, memakai minimal 4 orang penari atau lebih dalam jumlah genap, yang gerakannya diambil dari gerakan-gerakan seharihari dengan pola yang sudah tersusun dalam bagian-bagian ragamnya. Menarikannya penari harus tunduk, mata harus mengarah ke bawah. Karena bila melirik-liriik sana-sini dianggap sebagai penari yang menggoda orang lain.
4.3.1Ragam dan pola Gerak 4.3.1.1 Ragam Ragam gerak berarti motif gerakan-gerakan yang tersusun dalam unsur kreatifitas gerak tari. Dalam wawancara dengan bapak Zhamari A.S Jamal selaku budayawan Pekal, mengungkapkan bahwa Gandai terdapat 36 ragam. Namun beliau hanya mengingat 26 ragam gerak, sedangkan 10 ragam gerak lainnya hanya diketahui oleh orang-orang sebelum generasinya. Hal ini dikarenakan ragam gerak tersebut sulit ditarikan. Dalam menarikannya Gandai ini bersifat pengulangan hingga sunai memberi tanda untuk berganti ragam. Dari 26 ragam gerak yang ada, biasanya hanya 6 atau 12 ragam gerak saja yang dipergunakan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. Dua belas ragam gerak ini dianggap sudah dapat mewakili ke-26 ragam gerak lainnya. Enam ragam gerak yang lazim digunakan tersebut seperti nenet, sementaro, sumpaya, laluin, menjung, dan lampu. Enam ragam lainnya yang disertakan seperti sunai indai, retak kudo, lori, behang kakok behang, jek sayang, payung. Pemilihan ragam gerak yang akan dipergunakan ini tidak bisa disepakati oleh penari dan pemusik pada saat sebelum pertunjukan, karena hal ini bersifat spontan. Namun
71
ragam nenet merupakan ragam gerak yang wajib dan sebagai ragam pertama untuk mengawali Gandai. Berikut tabel ragam gerak Gandai beserta makna ragamnya. Tabel 4.1 Nama Ragam Gerak Gandai NO
NAMA RAGAM GERAK
1
Nenet: merupakan ragam gerak yang wajib ada di awal tarian. Kata nenet berasal dari suara sunai yang menurut masyarakat Pekal berbunyi net-net. Pada ragam ini tidak ada pantun yang disampaikan
2
Sementaro: menceritakan tentang kehidupan di dunia yang sementara. Memberi pesan agar kita taat beribadah dan saling bertenggang rasa terhadap sesama.
3
Sumpaya (Cehai Kasiak): bercerita tentang tidak baiknya berpisah apalagi bagi yang sudah menikah. Memberi pesan agar kita dapat terus menjaga keharmonisan rumah tangga bagi yang sudah menikah dan bagi yang belum menikah untuk hormat kepada orang tua.
4
Laluine: menceritakan tentang sifat seseorang yang egois. Sifat ini sangat tidak disukai oleh banyak orang. Memberi pesan agar kita tidak bersifat egois terhadap keluarga dan tetangga.
5
Menjung: Gerakan bercerita tentang kehidupan yang tidak lurus-lurus saja. Dapat dilihat dari gerakannya yang selalu serong atau miring. Memberi pesan agar kita ikhlas menjalani hidup
6
Lampu: Bercerita tentang masyarakat Pekal yang masih banyak menggunakan lampu teplok (minyak tanah). Ini bermakna sindiran
72
terhadap pemerintah agar memperhatikan masyarakat Pekal 7
Sunai Indai: Menceritakan tentang tangisan seorang perempuan terhadap kekasihnya yang pergi meninggalkannya untuk menikah dengan orang lain.
8
Retak Kudo: Menceritakan tentang emansipasi wanita. Gerakangerakannya seperti rentak kuda saat berjalan yang tangguh dan kokoh.
9
Payung: Menceritakan tentang gadis-gadis Pekal yang harus menjaga harga diri mereka. Disini payung dianggap pelindung.
10
Lori: Menceritakan tentang masyarakat Pekal di Napal Putih yang bekerja mencari emas di daerah Lebong Tandai dengan menggunakan kendaraan bernama lori. Lori beroda empat dan berjalan diatas rel seperti kereta api.
11
Behang Kakok Behang: Menceritakan tentang binatang seperti kucing yang hidup di aliran sungai Ketahun yang memakan ikan-ikan kecil. Hewan ini juga mereka sebut dengan istilah kucing air.
12
Kepal Tebang: Menceritakan tentang kapal terbang (pesawat) yang sering melintas di Kecamatan Ketahun. Masyarakat Pekal berkeinginan agar segera dapat menaikinya. Memberi pesan agar kita jangan malas belajar dan bekerja agar semua keinginan kita tercapai.
13
Piring: menceritakan tentang piring yang digunakan masyarakat Pekal untuk makan.
14
Tehong Tunjuk: Menceritakan tentang kemahiran masyarakat Pekal dalam mengolah Terong yang berukuran sebesar jari telunjuk tangan menjadi panganan. Terong ini berwarna hijau.
73
15
Kalebang: Menceritakan tentang penantian seseorang terhadap orangorang yang dikasihinya yang pergi merantau.
16
Jek Sayang: Menceritakan tentang kisah percintaan yang berakhir dengan perpisahan akibat tidak adanya restu.
17
Kuau: Menceritakan tentang burung yang bernama Kuau yang hanya bunyi disiang hari. Kicaan burung ini memberikan tanda waktunya Shalat Dzuhur bagi masyarakat Pekal yang bekerja di sawah atau ladang.
18
Ambat: Ragam ini merupakan ragam yang ditarikan oleh perempuan dan laki-laki. Pengantin yang biasa menarikannya.
19
Sungai Ipuh: Menceritakan tentang sebuah sungai yang berada di daerah Mukomuko yang bernama sungai Ipuh.
20
Tok
Ideng-ideng:
menceritakan
tentang
humor-humor
yang
berkembang di masyarakat Pekal. 21
Tetirau: Menceritakan tentang burung yang bernama Tetirau yang keluar dari sarang hanya saat menjelang Maghrib. Burung ini memberikan tanda bahwa waktu untuk Shalat Maghrib akan tiba.
22
Ejang Baseluk: Merupakan salah satu ragam yang ditarikan antara lakilaki dan perempuan. Ragam ini juga ditarikan oleh pengantin (bagi yang hapal).
23
Kakelara: Menceritakan tentang seseorang yang bernama Kakelara yang terbunuh pada saat pemberontakan PRRI di desa Urai. Dia terkenal pemalas namun pintar mengambil perhatian orang lain dengan kelucuannya.
74
24
Pono: Merupakan istilah untuk pantun bersenandung di masyarakat Pekal.
25
Poyik Belagu: Menceritakan tentang burung puyuh yang saling berkelahi dalam memperebutkan makanan. Memberikan pesan agar kita tidak seperti itu dalam berkehidupan.
26
Doyak Doyai: Mengisahkan tentang lenggang yang berirama dan selaras. Memberi pesan aar kita dalam berkehidupan untuk saling selaras dan seirama.
Pola gerakan yang dimaksud disini adalah gerakan-gerakan yang terkandung dalam tiap-tiap ragam yang terbentuk. Ragam gerak dan pola gerak sangat berhubungan, yakni bagaimana bagian-bagian dari gerakan Gandai saling berhubungan sehingga disatukan.
4.3.1.2 Pola Lantai Pola lantai pada Gandai disini mengacu pada enam ragam gerak yang penulis amati di lapangan yang terdiri dari pola-pola sebagai berikut: 1) Pola lantai nenet, penari membentuk lingkaran dan menghadap ke dalam lingkaran. Pada pola ini penari terus bergerak melingkar, baik itu gerak maju maupun mundur. 2) Pola lantai sementaro, penari saling berhadapan degan bentuk pola lingkaran kecil. Motif gerakan yang ada sebanyak empat motif yang mengalami pengulangan. Setiap perubahan motif gerak, penari selalu bergerak ke arah kiri
75
(sesuai arah mata angin) mereka masing masing hingga sampai kembali ke posisi semula lagi. 3) Pola lantai sumpaya, dalam pola persegi, lalu penari saling mendekatkan diri dan berhadapan dan mundur lagi. Setelah itu penari maju lagi dan bertukar posisi dengan penari yang menjadi pasangannya tadi. 4) Pola lantai laluin, pola lantai penari masih membentuk lingkaran, arah badan pertama menghadap arah mata angin sambil terus bergerak mundur. 5) Pola lantai menjung, disini pola lantai penari masih seperti ragam sumpaya, namun arah penari agak serong kiri dan saling mendekatkan diri dengan gerakan maju mundur hingga mereka saling bertukar posisi. 6) Pola lantai lampu, disini pola lantai berbentuk lingkaran. melingkar dengan gerakan maju, mundur, dan berputar.
76
Penari menari
Tabel 4.2 Deskripsi Kinesiologis Tradisi Gandai Ragam Gandai
Deskripsi Gerak Hitungan Musik Penari Gandai Iringan 1) Nenet: Terdiri dari 3 Motif gerak 1x8 Diiringi motif gerak pertama dari dengan ragam nenet edap dan Motif gerak pertama yaitu berdiri sunai melingkar dengan saling tempo menghadap lambat. kearah dalam lingkaran. Setelah sunai memberi tanda masuk, penari menghadap kanan dengan kedua tangan melambai ke atas ke bawah di masing-masing sisi tangan. Lalu kaki kanan memulai melangkah mundur sebanyak delapan langkah. Pandangan: menghadap ke bawah
77
Pola Lantai
Motif gerak kedua
Setelah itu berputar melalui arah kiri tangan(arah dalam lingkaran) dan kembali ke posisi awal. Pandangan: mata mengarah ke bawah.
78
1x8
Motif gerak ketiga
Setelah itu tangan direntangkan dan maju sambil terus melingkari lingkaran dengan kaki kiri yang maju terlebih dahulu. Pandangan: menghadap ke bawah
79
2x8 Hitungan keseluru han ragam gerak nenet ini: 4x8
2) Sementaro: terdiri Penari saling dari 4 motif gerak menghadap kanan, kedua Motif gerak pertama tangan saling bergantian melambai ke atas dan ke bawah, lalu kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu bergerak memutar melalui arah kiri. Hingga kembali ke posisi awal. Pandangan: menghadap ke bawah
80
8x8
Diiringi edap dan sunai dengan tempo lambat
Motif gerak kedua
Kedua tangan 8x8 menutup di depan dada lalu di buka dan dibawa ke arah bawah masingmasing sisi tangan, dengan kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu berputar ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah
81
Motif gerak ketiga
Tangan kanan 8x8 melambai di samping kanan sejajar dengan pinggang (bergantian), sedangkan tangan kiri diletakkan di pinggang kiri dengan jari menghadap ke arah bawah. Kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu berputar ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah
82
Motif gerak keempat
Tangan kanan menghadap ke bawah dan tangan kiri menghadap ke atas secara sejajar lalu ditarik ke arah samping perut sebelah kiri (bergantian) dengan kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu bergerak ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah.
83
8x8 Hitungan keseluru han ragam gerak sumpaya ini: 32 x 8
3) Sumpaya: terdiri dari Melenggang 5x4 4 motif gerak dengan arah menghadap ke Motif gerak pertama depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah
84
Diringi dengan edap dan sunai dengan tempo lambat
Motif gerak kedua
Setelah bertukar 5 x 4 tempat, bertepuk tangan dengan arah menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
85
Motif gerak ketiga
Setelah bertukar 5 x 4 tempat lagi, tangan kiri diletakkan di pinggang dan tangan kanan disilahkan ke depan degan telapak tangan tengadah ke atas (bergantian). Arah badan menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
86
Motif gerak keempat
Setelah bertukar tempat lagi, tangan kanan menepuk tangan kiri lalu dibuka demikian juga dengan tangan kiri secara bergantian. Arah badan menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
87
5x4 Hitungan keseluru han ragam gerak sumpaya ini: 20 x 4
4) Laluine: terdiri dari 4 Melenggang 4x4 motif gerak dengan posisi menghadap Motif gerak pertama pasangan sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
88
Diringi dengan edap dan sunai dengan tempo lambat
Motif gerak kedua
Lalu bertepuk 4x4 tangan sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
89
Motif gerak ketiga
Kedua tangan 4x4 melenggang lagi sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
90
Motif gerak keempat
Tangan kanan menghadap ke bawah dan tangan kiri menghadap ke atas, sejajar di depan perut. Lalu ditarik kesisi kiri dan sisi kanan secara bergantian sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kaki kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
91
4x4 Hitungan keseluru han ragam lauine ini: 16 x 4
5) Menjung: terdiri dari 3 motif gerak Motif gerak pertama
Kedua tangan 5x4 berdekatan di depan perut menghadap ke bawah, lalu di buka menghadap ke atas dan dibawa ke depan pinggang masing-masing. Posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri sambil berjalan maju mendekatkan diri ke pasangan, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kaki kanan terlebih dahulu (1x 4), lalu mundur kembali ketempat semula dengan (1 x 4), lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
92
Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo lebih cepat daripada ragam nenet, sementaro,s umpaya, dan laluine.
Motif gerak kedua
Setelah bertukar 5 x 4 tempat, kedua tangan melenggang (bergantian) dengan posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri (1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan (1 x 4). Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
93
Motif gerak ketiga
Kedua tangan saling bertepuk di depan dada lalu di buka dan ditarik ke depan pinggang masing-masing dengan posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri (1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan (1 x 4). Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
94
5x4 Hitungan keseluru han ragam menjung ini: 15 x 4
6) Lampu: terdiri dari 3 motif gerak Motif gerak pertama
Tangan kanan 1x8 saling membuka dan menutup di sisi kanan sedangkan tangan kiri dilatakkan di atas pinggang. Kaki kanan berada di depan sambil menghentakhentak kecil sedangkan kaki kiri di belakang dengan posisi menghadap ke dalam lingkaran. Pandangan: menghadap ke bawah
95
Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo seperti tempo ragam gerak menjung.
Motif gerak kedua
Lalu kedua 2x8 tangan saling melenggang sambil berjalan maju mengitari lingkaran (1 x 8). Lalu mundur mengitari lingkaran (1 x 8) dengan kedua tangan tetap melenggang
96
Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo lebih cepat.
Motif gerak ketiga
Bertepuk tangan sambil berjalan maju mengitari lingkaran (1 x 8). Lalu mundur mengitari lingkaran (1 x 8) dengan kedua tangan tetap bertepuk tangan
97
2x8 Hitungan keseluru han ragam lampu ini: 5 x 8
4.4 Analisis Musik Iringan Nettl
(1964:98)
mengemukakan
adanya
dua
pendekatan
untuk
mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis apa yang kita dengar; (2) kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dengan itu penulis melakukan transkripsi untuk memvisualisasikan musik iringan Gandai. Hal ini dilakukan agar lebih mudah menganalisisnya terutama tangga nada, motif, kadensa, dan lain-lain. hal ini dilakukan untuk dapat membantu kita mengkomunikasikan kepada pihak lain tentang apa yang kita dengar. Dalam pentranskripsian, ppenulis menggunakan notasi Barat untuk memperlihatkan bunyi musikal yang terdengar. Musik dalam pertunjukan tradisi Gandai pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun merupakan hal yang sangat penting, karena gerak tari mengikuti musik. Musik iringan menjadi pembentuk suasana untuk memperjelas tekanan-tekanan gerakan begitu juga pergantian ragam dan pola-pola gerakan yang ada. Dalam mengiringi Gandai menggunakan 2 alat musik, yakni edap dan sunai. Pada ragam nenet tempo musik iringannya
4.4.1 Model Notasi Dalam transkripsi musik iringan tradisi Gandai menggunakan notasi Barat, hal ini dilakukan agar dapat dipahami secara universal. Ada beberapa simbol yang digunakan, yaitu:
98
Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda kunci G.
Merupakan not ½ yang bernilai dua ketuk.
Merupakan not ¼ yang bernilai satu ketuk.
Merupakan not 1/8 yang bernilai setengah ketuk.
Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk
4.4.2 Melodi Sunai dan Strukturnya Berikut hasil transkripsi melodi sunai dalam musik iringan Gandai pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal:
99
100
101
4.4.2.1 Tangga Nada Nettl (1964:1945) mengemukakan bahwa cara-cara untuk mendeskripsikan tangga nada adalah menuliskan nada-nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam musik. Tangga nada tersebut kemudian digolongkan menurut beberapa klasifikasi, yaitu menurut jumlah nada yang dipakai. Diatonic (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat nada), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Dua nada yang mempunyai jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini yaitu nada-nada yang terdapat pada melodi yang dihasilkan sunai. Hal ini dilakukan pada pembagian nada-nada mulai dari nada yang tertinggi hingga nada yang terendah. Penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam melodi sunai dari nada terendah sampai nada tertinggi. Terdiri dari tujuh nada, yaitu nada Gis-AisBis-Cis-Dis-Eis-Fis. Oleh karena itu tangga nadanya disebut dengan Heptatonic.
102
4.4.2.2 Nada Dasar Dalam menentukan nada dasar melodi sunai ini, penulis mengacu pada hasil rekaman video yang penulis dapatkan di lapangan saat pelaksanaan acara, yang telah ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Maka hasil nada dasar dalam melodi sunai yang didapatkan adalah nada dasar Cis.
4.4.2.3 Wilayah Nada Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami yang ditentukan oleh media penghasil bunyi itu sendiri, ialah dengan memperhatikan nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi. Wilayah nada melodi sunai yang diurutkan dari nada terendah sampai nada tertinggi adalah :
Dari keterangan gambar di atas nada yang dihasilkan Gis ke Fis ada 7 nada dengan jarak intervalnya 7m.
103
4.4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada Frekuensi pemakaian nada dapat dilihat dari banyaknya jumlah nada yang dipakai dalam suatu musik atau nyayian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam melodi sunai :
Jumlah Pemakaian nada-nada pada melodi sunai: 1. Nada Gis sebanyak 57 2. Nada Ais sebanyak 90 3. Nada Bis sebanyak 15 4. Nada Cis sebanyak 58 5. Nada Dis sebanyak 226 6. Nada Eis sebanyak 343 7. Nada Fis sebanyak 81
4.4.2.5 Jumlah Interval Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi sunai: Interval
Posisi
Jumlah
Total
1P
-
286
286
129
268
2M
104
139 2m
113 240 127
3M
4 7 3
4P
23 26 3
5P
1 4 3
5Dim
5 7 2
6M
3 3
7M
3 5 2
4.4.2.6 Formula Melodik Untuk memperjelas bagaimana bentuk dari melodi sunai, penulis menggunakan pendapat Nettl yang mengatakan bahwa ada beberapa karakter yang perlu diperhatikan untuk menentukan bentuk dari suatu komposisi, yaitu dengan memperhatikan unsur-unsur melodi yang terkandung berdasarkan pengulangan frasa, tanda diam, pengulangan pola ritem, transposisi, kesatuan dari teks yang ada dalam musik (1964:150). Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini
105
meliputi bentuk dan frasa. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Secara garis besar, bentuk, frasa, dan motif yang terdapat dalam melodi sunai adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pada melodi sunai memiliki 3 bentuk, yaitu: A, B dan C. 2. Frasa pada melodi sunai, yaitu: a) A: 2 frasa b) B: 22 frasa c) C: 5 frasa
106
107
4.4.2.7 Pola Kadensa Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu. Pola kadensa dapat dibagi atasa dua bagian, yaitu: semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem yang lebih lanjut. Kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang
108
terasa selesai (complete) sehingga pola kadens seperti ini tidak memberikan kesan untuk menambah gerakan ritem. Pola kadensa melodi sunai yaitu : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
109
4.4.2.8 Kontur Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam irawan 1997: 85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu: 1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi. 2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah. 3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun. 5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi. 6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor. 7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan. Garis kontur yang terdapat pada melodi sunai dalam tulisan ini pada umumnya adalah conjuct dan static. Pergerakan melodinya bergerak melangkah baik baik maupun turun, kemudian diikuti dengan bentuk static, lalu bergerak
110
naik dan turun (conjuct) lagi. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar salah contoh melodi di bawah ini.
Grafik di atas menunjukkan terjadinya pergerakan melodi static, kemudian conjuct, lalu static, kemudian conjuct lagi.
Grafik di atas menunjukkan terjadinya prgerakan melodi conjuct, kemudian static, lalu conjuct lagi
111
BAB V FUNGSI DAN PERUBAHAN TRADISI GANDAI
Pada Bab ini, penulis akan mengkaji fungsi dan perubahan yang terjadi dalam aspek fungsi dan penggunaaan Gandai. Fungsi yang dimaksud disini adalah fungsi kegiatan atau pertunjukan tradisi Gandai dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam kehidupan sosial dan budayanya. Disini perubahan yang dibicarakan tidak terlepas pada kontinuitas, selain dari pada penggunaan Gandai, penulis juga menjelasakan kontinuitas pada aspek fungsi Gandai tersebut. Sedangkan tentang perubahan yang terjadi, selain menyangkut perubahan konteks penyajian dan ragam gerak penulis juga menjelaskan masa peralihan penggunaannya.
5.1 Fungsi Gandai Sebagai Fenomena Kontinuitas Di antara kesepuluh fungsi musik yang ditawarkan oleh Alan P. Merriam, dalam hal ini penulis hanya menitikberatkan fungsi gandai pada fungsi pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetika, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, dan fungsi pengintegrasian masyarakat dan semuanya merupakan wujud dari adanya kontinuitas yang masih tetap dipertahankan dan diterima di tengah-tengah masyarakat Pekal sampai sekarang. Begitu pula seperti yang diungkapkan Narawati dan R.M Soedarsono adanya fungsi tari yang bersifat primer dan sekunder. Sifat sekunderlah yang menjadi wujud adanya kontinuitas.
112
5.1.1 Fungsi Pengungkapan Emosional Tradisi ini berfungsi sebagai pengungkapan emosional dapat dilihat dari pantun, musik dan gerak yang disajikan. Untuk pantunnya banyak yang mengandung keluh kesah sehingga bagi yang menyaksikannya dapat ikut serta merasakan apa yang dirasakan pemantun. Hal ini juga sama dengan musik yang dibawakan. Perasaan sedih semakin terasa karena sunai dan edap yang dimainkan untuk mengiringinya,bahkan sampai mengangis.Pada penyajiannya dapat dilihat melalui teknik gerak Gandai itu sendiri, sehingga muncul suatu ungkapan untuk setiap ragam gerak Gandai yang disajikan. Pemusik pun sangat berpengaruh dalam menimbulkan emosi bagi penari maupun orang yang melihat Gandai tersebut sehingga semangat untuk menari.
5.1.2 Fungsi Penghayatan Estetika Dapat dikatakan bahwa semua yang terlibat dalam acara malam begandai mampu menghayati Gandai yang disajikan. Dapat dilihat dari pemain sunai dan pemain edap yang dapat menyampaikan pesan yang mendalam mengenai musik yang mereka bawakan karena mereka menghayati permainan mereka. Bagi penari yang dapat menghayati musik yang dimainkan, maka akan tampak selaras antara gerakan tangan, kaki, dan badan saat begandai dengan irama yang dimainkan pemusik. Hal ini menunjukkan bahwa keselarasan itu muncul akibat adanya penghayatan estetis dari penari ketika mendengarkan alunan musik yang dimainkan.
113
5.1.3 Fungsi Hiburan Tradisi ini merupakan sarana hiburan bagi masyarakat Pekal termasuk bagi pengantin dan keluarga kedua pengantin. Hal ini dapat dilihat dari setianya mereka menikmati malam begandai tersebut sampai selesai, padahal acara ini selesai tengah malam. Berarti tradisi Gandai memberikan rasa senang atau bahagia bagi masyarakat Pekal yang membutuhkan. Tradisi ini berkaitan erat dengan upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, walaupun tidak diwajibkan ada pada upacara perkawinan masyarakatnya.
5.1.4 Fungsi Komunikasi Merriam mengatakan bahwa musik walaupun tanpa syair sebenarnya telah dianggap mengkomunikasikan sesuatu. Sejalan dengan pendapat tersebut, fungsi Gandai sebagai media komunikasi dapat dilihat ketika alat musik pengiringnya yaitu sunai dimainkan bersama dengan edap pada saat malam begandai di upacara perkawinan adat masyarakat Pekal dan acara lainnya. Dalam hal ini, fungsi tradisi Gandai sebagai media komunikasi dapat dilihat secara horizontal, yakni komunikasi antara sesama manusia. Bisa dilihat dari segi penarinya yang harus bisa berkomunikasi yang baik dengan pemusik agar setiap gerak dapat digerakkan dengan baik dan indah sesuai dengan musik yang dimainkan. Selain iu juga dapat dilihat antara masyarakat Pekal yang melihat tradisi ini. Tradisi ini sebagai perantara bagi masyarakat Pekal yang menyaksikannya untuk menyampaikan pesan-pesan kepada pengantin dan pengungkapan keluh kesah lewat pantun.
114
5.1.5 Fungsi Reaksi Jasmani Pada tradisi ini saat musik dimainkan, alunan musik itu tidak hanya membuat penarinya menari namun masyarakat yang menyaksikannya pun ikut bergerak mengikuti irama musik, baik falam keadaan duduk maupun ikut berdiri. Dapat diartikan bahwa fungsi tradisi Gandai sebagai reaksi jasmani sejalan dengan fungsinya sebagai pengungkapan emosional dan fungsinya sebagai penghayatan estetis. Sebab reaksi jasmani muncul ketika adanya penghayatan yang menghasilkan emosional, dan emosional itu pun kemudian diungkapkan melalui reaksi jasmani. Sebagai wujud dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat apabila pemusik bermain dengan baik, maka penari akan sangat senang menarikannya, begitu pula sebaliknya.
5.1.6 Fungsi yang Berkaitan dengan Norma Sosial Disini tradisi Gandai mempunyai fungsi yang berkaitan dengan normanorma yang berlaku ada di masyarakat Pekal. Dapat dilihat
dari syair-syair
pantun yang bukan hanya berisi tentang pesan-pesan atau keluh kesah tetapi juga berisi tentang norma-norma yang berlaku di masyarakat, seperti contoh:
Baik-baik mengambik daun Baik ngambik daun kecundang Senang ati kamuy didusun Enang akui tetap pemalang
115
Syair pantun diatas berisi tentang nasehat agar bergaul dengan sepantasnya bagi para pemuda dan pemudi desa Pasar Ketahun. Masyarakat Pekal masih sangat menjaga kehidupan mereka agar sejalan sesuai dengan norma-norma yang ada.
5.5.7 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat Tradisi ini jika dipertunjukan pada malam begandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal dapat menimbulkan rasa kebersamaan bagi semua yang terlibat. Dapat dilihat dari keluarga yang datang dari tempat yang jauh. Mereka dapat melepaskan rindu dan merasakan kebersamaan dengan berkumpul dengan keluarga mereka pada saat tradisi ini dipertunjukan. Begitu pula antara penari dan pemusik dengan masyarakat yang hadir untuk menyaksikan atau ikut serta terlibat. Orang-orang yang hadir dapat mengakrabkan diri dengan pemilik acara pada malam beganda tersebut atau berkenalan dengan orang baru.
5.5.8 Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Soedarsono Menurut Narawati dan R.M. Soedarsono dalam Reny Yulyati (2013:22) membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata. Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi tradisi Gandai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan
116
mata pencaharian. Di dalam aktivitas tradisi Gandai, maka fungsi tradisi ini jelas sebagai sarana ritual, yang menjadi baagian penting dan diutamakan dalam setiap upacara memeriahkan perkawinan dalam kebudayaan Pekal. Tradisi ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari serangkaian upacara Perkawinan adat masyarakat Pekal. Selain itu di dalam tradisi ini juga terkandung fungsi presentasi estetik, artinya melalui tradisi ini, setiap penari mengekspresikan keindahan gerakangerakantari yang dipandang estetik menurut tata estetik Pekal, namun demikian tradisi ini memiliki fungsi sekundernya yaitu sebagai sarana ekonomis atau mata pencaharian. Walaupun bukan fungsi utama, di dalam setiap kegiatan Gandai terdapat fungsi ekonomis, setiap penari atau pemusiknya mengharapkan imbalan ekonomis. Menurut pengamatan yang penulis lakukan selama ini, seorang penari dalam rangka menarikan tradisi ini memerlukan dana yaitu untuk sanggul, menyewa pakaian tari, perlengkapan tata rias, serta kebutuhan hidupnya. Selain itu juga setiap penari tetap mengharapkan rezeki dari jasa ia menari di dalam sebuah pesta perkawinan. Dengan demikian, fungsi tradisi Gandai dalam kebudayaan masyarakat Pekal memang kompleks juga.
Ini dapat ditelusuri
melalui kaitan tradisi ini dengan berbagai konteks sosial dan budaya, seperti, religi, ekonomi, estetik, hiburan, sistem sosial, dan lain-lain.
5.2 Perubahan Tradisi Gandai dalam Kebudayaan Masyarakat Pekal Seperti telah diuraikan pada bab I skripsi ini, jelas dikatakan bahwa tradisi Gandai ini awalnya dipertunjukan pada acara pembukaan lahan baru atau pesta panen. Masyarakat Pekal merasa bahwa tradisi ini merupakan bentuk rasa suka
117
cita mereka atas lahan yang akan di garap atau panen dari hasil kerja keras mereka. Karena hanya dengan pertunjukan tradisi inilah masyarakat pekal dapat berkumpul di balai desa sambil menghilangkan penat setelah bekerja. Pada saat itu hanya tradisi inilah yang menjadi hiburan masyarakat Pekal, musik Organ Tunggal belum ada. Namun untuk dewasa ini tradisi ini sukar ditemukan pada acara buka lahan (tanam) atau pesta panen. Hal ini dikarenakan sudah semakin sedikit warga yang bercocok tanam. Sekarang mereka lebih banyak bekerja di perkebunan karet atau sawit milik negeri ataupun swasta serta bekerja di instansi pemerintahanan sebagai pegawai negeri sipil ataupun honorer. Bagi mereka yang memiliki lahan sendiri, kebanyakan mengupahkan kepada orang lain untuk mengolahnya atau menggunakan mesin yang dapat membantu. Hal itu juga dikarenakan adanya sarana pendidikan. Para pemuda-pemudi dahulunya tidak memiliki kegiatan atau menganggur sehingga mereka dapat berkumpul untuk menari di balai desa. Namun sekarang mereka lebih banyak yang bersekolah sehingga waktu mereka tersita untuk kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah. Jadi waktu untuk berkumpul sangat terbatas. Masuknya hiburan musik Organ Tunggal pada tahun 1985 juga sebagai salah satu penyebab tradisi ini tidak dipertunjukan pada pesta buka lahan atau pesta panen lagi. Musik Organ Tunggal ini dibawa para transmigran dari pulau Jawa ke Kecamatan Ketahun. Musik ini diterima sangat baik oleh masyarakat Pekal karena dapat membuat masyarakat Pekal bernyanyi dan bergoyang. Mungkin dikarenakan lagu yang disajikan merupakan lagu dangdut.
118
Tradisi ini sekarang banyak dipertunjukan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, perpisahan sekolah, dan acara pengesahan lembaga lainnya. Pada upacara perkawinan adatnya tradisi ini dipertunjukan pada malam begandai. Sedangkan pada acara perpisahan sekolah merupakan cara pemerintah daerah untuk tetap melestarikan kebudayaan ini. Dari segi ragam gerak tradisi ini, juga mengalami perubahan. Dahulunya yang terdiri dari 36 ragam gerak, sekarang hanya tinggal 26 ragam lagi. Menurut bapak Zhamari A S Djamal, hal ini dikarenakan 10 ragam yang hilang tersebut hanya diketahui oleh para orang-orang tua jaman dulu. Beliau juga menambahkan bahwa generasi sekarang kurang begitu tertarik untuk mempelajarinya, hanya segelintir saja.
119
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya maka beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis adalah sebagai berikut. Gandai merupakan salah satu tradisi yang ada pada masyarakat Pekal yang sudah terintegrasi menjadi identitas mereka. Dimana gerakannya diambil dari kehidupan sehari-hari yang ditarikan oleh empat atau lebih (dalam jumlah genap) penari perempuan. Tradisi Gandai ini diiringi oleh alat musik satu bua edap dan satu buah sunai. Tradisi ini mengalami perubahan, dimana dulunya dipertunjukan pada hari Kamis (malam) di balai desa. Tradisi ini dipertunjukan pada acara buka lahan atau pesta panen. Namun sekarang sangat sulit dijumpai pada acara tersebut di atas. Hal ini dikarenakan oleh tiga hal. Pertama karena semakin sedikitnya masyarakat yang mengolah lahan sendiri untuk bercocok tanam palawija. Setelah banyak perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit atau karet, masyarakat Pekal banyak yang bekerja di sana. Kedua karena semakin banyak para generasi muda Pekal yang mengenyam pendidikan. Hal ini membuat waktu mereka sangat terbatas untuk berkumpul, karena kegiatan belajar. Dan yang ketiga dikarenakan masuknya kebudayaan dari pulau Jawa yaitu musik Organ Tunggal yang sifatnya lebih semarak. Sehingga masyarakat Pekal lebih tertarik untuk menyaksikan hiburan ini. Sekarang ini tradisi ini dapat kita lihat pada acara perpisahan sekolah dan upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. pada acara perpisahan sekolah sendiri, 120
tradisi ini dipertunjukan agar tetap terjaga kelestariannya. Agar generasi muda sekarang tidak lupa akan tradisi ini. Sedangkan pada upacara perkawinan adat masyarakatnya, tradisi ini dipertunjukan pada malam begandai di atas pengujung dan diiringi oleh edap dan sunai. Untuk konten dari Gandai itu sendiri, pada awalnya tradisi ini memiliki 36 ragam gerak. Namun sekarang ini hanya tersisa 26 ragam gerak saja. Hal ini dikarenanakan 10 ragam gerak lainnya sangat sukar untuk ditarikan dan hanya orang-orang tua dulu yang mengetahuinya. Begitu pula dari segi pemain musiknya. Dalam beberapa pertunjukan tampak yang memainkannya hanya orang-orang yang usianya sudah tua. Tidak terlihat generasi muda yang memainkannya. Dapat dikatakan bahwa proses transmisi tradisi ini tidak banyak menyentuh generasi muda sekarang, hanya segelintir yang tertarik. Walaupun telah terjadi perubahan terhadap konteks penyajian dan ragam geraknya, tetapi pada motif gerak dan musik yang dimainkan tetaplah sama serta mengalami kontinuitas. Terlihat walau sudah jarang dijumpai di acara buka lahan atau pesta panen, masyarakat Pekal menampilkannya pada upacara perkawinan adatnya. Disini peran sekolah besar dengan selalu menampilkan tradisi ini di acara perpisahan sekolah, maka kemungkinan kontinuitas ini akan terus berlangsung selalu dan tetap bertahan di masa-masa yang akan datang. Dilihat dari segi fungsi, tradisi ini berfungsi sebagai pengungkapan emosional, penghayatan estetika, hiburan, sarana komunikasi, reaksi jasmani, yang berkaitan dengan norma sosial, dan sebagai pengintegrasian masyarakat serta sebagai sarana matapencaharian.
121
6.2 Saran Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada beberapa saran yang perlu dikemukakan, mengingat telah terjadi kontinuitas dan perubahan dalam tradisi Gandai masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun. Perubahan yang terjadi pada tradisi Gandai masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun tidak sepenuhnya hilang. Masih ada 26 ragam gerak serta musisi tradisional, dan konteks pertunjukannya (walaupun semakin berkurang) ada dalam kebudayaan tradisional masyarakat Pekal. Namun minat generasi muda Pekal akan tradisi ini sudah berkurang. Oleh karena itu diperlukan peran seniman/musisi, pemerhati budaya, akademisi dan pemerintahan Kabupaten Bengkulu Utara untuk mensosialisasikannya melalui pertunjukan kesenian tradisi yang sering diadakan untuk membiasakan mereka mengenalnya.
Penelitian ini merupakan tahap awal dan masih banyak memiliki kekurangan serta perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanyalah sebahagian kecil permasalahan yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai kebudayaan musikal yang berkaitan dengan Pekal. Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.
122
DAFTAR PUSTAKA
Adshead, Janet. 1988. Dance Analysis: Theory and Practice. London. Dance Book. Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ginting, Seridah Rhita Gustina. 2011. Deskripsi Tari Lima Serangkai Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU. Green, Thomas A. 1997. Folklore: an Encyclopedia of Beliefs, Customs, Tales, Music, and Art Volume 1. California: ABC-CLIO. Haviland, William A; Prins, Harald E. L.; McBride. Bunny; and Walrath, Dana (2011). Cultural Anthropology: The Human Challenge (14th ed.). Belmont: Wadsworth, Cengange Learning. Hutagalung, Flora. 2009. Analisis Pertunjukan Tari Piring Pada Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Minangkabau Di Kota Medan. Medan : Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU. Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika Kaplan, David And Manners, Albert A. 1999. Teori Budaya. [Trans.] Landung Simatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Koentjaraningrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan ---------------------. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Kurath, Getrude Prokosch. 1986. Century of Dance Researc. Arizona: Cross Cultural Dance Research. Maleong, J Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Marcward, Albert H. 1990. Et al. (eds) Webster Comprehensive Dictionary (Vol. 2). Chicago: Ferguson. Merriam, Alan .P. 1995. ”Beberapa Defenisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis”. Dalam: Supanggah, Editor. Etnomusikologi (terjemahan). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. p. 40-55. ---------------------------. ( 1964 ), The Antropology of Music. North Western : University Press
123
Natalia, Desi Ari. 2008. Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Gayo di Kota Medan : Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusicology. New York: The Pree Press Netrirosa, Arifni. 2006. Etnomudikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni. Volume 1, No 3, Januari. Netrirosa, Arifni. 2011. Etnomusikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni. Nomor 12, Tahun 6. Medan: USU Press. Sachs, Curt, 1937. World History of Dance. New York: W.W. Norton. Sinar, Tengku Luckman. 1996. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira. Smith, Jacqueline, 1985. Komposisi Tari. Terj. Ben Suharto. Yogyakarta: Ikalisti Soedarsono. 1986. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian. Supanggah, Rahayu. 1990. Yulyati, Reny. 2013. Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan. Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Sumber Internet: http://gitadanceq.blogspot.com/search/label/kinesiologi http://id.wikipedia.org/ Bahasa_Pekal http://referensi.data.kemdikbud.go.id http://rejang-lebong.blogspot.com
124
DAFTAR INFORMAN
1. Nama
: Zhamari A.S Jamal
Usia
: 61 Tahun
Peran
: Budayawan Pekal
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Nama
: Makmur
Usia
: 54 Tahun
Peran
: Ketua BMA (Badan Musyawarah Adat)
Pekerjaan : Wiraswasta
3. Nama
: Herman
Usia
: 56 Tahun
Peran
: Pemain Sunai
Pekerjaan : Buruh
4. Nama
: Ali Bidin
Usia
:79 Tahun
Peran
: Pemain Edap
Pekerjaan : Petani
5. Nama
: Ratna
Usia
: 32 Tahun
Peran
: Penari
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Nama
: Syuraiani
Usia
: 35 Tahun
Peran
: Penari
Pekerjaan : Guru
125