SKRIPSI PERAN STORYTELLING TERHADAP PEMBINAAN MINAT BACA ANAK DI TAMAN BACAAN YAYASAN WAKAF KHADIJAH AISYAH KAMPUNG GAGAK, TANGERANG Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakan dan Informasi
Diajukan oleh: NAMA NIM
: PUTRI YULIANTI : 104025000875
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.
ABSTRAK
Skripsi ini tentang peran storytelling (mendongeng) terhadap pembinaan dan pengembangan minat baca anak-anak. Penulis mengambil tema ini karena pada umumnya, anak-anak menyukai kegiatan mendongeng. Beberapa perpustakaan dan taman bacaan pun menjadikan kegiatan mendongeng sebagai program untuk pembinaan minat baca. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan storytelling dalam meningkatkan minat baca anak-anak di Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif-kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan angket. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa storytelling dapat memotivasi anak-anak untuk gemar membaca, Hal ini dapat dilihat dari keinginan responden untuk menambah pengetahuan cukup baik (50%). Respon anak-anak terhadap kegiatan storytelling juga baik, hal ini dibuktikan dengan pencapaian (62,5%) sering mengikuti kegiatan mendongeng, yaitu sebanyak 3-4 kali seminggu, tanggapan responden terhadap kegiatan mendongeng baik dengan pencapaian (56,25%) menyatakan senang dan (43,75%) sangat senang, peran storytelling terhadap pembinaan minat baca baik, hal ini dibuktikan dengan pencapaian (72,25%) responden merasa termotivasi minat bacanya setelah mengikuti storytelling, (87,5%) responden menyatakan alasan utama mengikuti dongeng adalah karena dapat membuat mereka semakin gemar membaca, (37,5%) responden menyatakan manfaat yang paling banyak didapat dari
storytelling
adalah semakin gemar membaca, (56,25%) responden menyatakan segera membaca buku yang didongengkan setelah mendengarkan dongeng. Setelah diadakan kegiatan storytelling (75%) responden termotivasi untuk membaca lebih dari 4 buku cerita sejenis dengan yang didongengkan petugas dalam seminggu, (68,75%) responden membaca buku nonfiksi sejenis dengan dongeng sebanyak 2-3 kali dalam seminggu. Tidak ada satu pun responden yang tidak pernah membaca buku yang sudah didongengkan. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa hanya (18,75%) responden yang merasa tidak terbantu dengan adanya kegiatan mendongeng. Indikator-indikator tersebut membuktikan bahwa kegiatan storytelling baik untuk pengembangan minat baca anak-anak.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji hanya milik Allah sumber segala ilmu dan hikmah. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya. Walaupun dalam penyelesaian skripsi ini, begitu banyak kendala yang harus penulis hadapi hingga akhir, namun berkat rahmat dan pertolongan-Nyalah penulis dapat menghadapi kendala-kendala tersebut dan menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengakui bahwa dengan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, maka skripsi ini belum sempurna baik materi maupun susunannya. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini penulis terima dengan senang hati. Tak lupa penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini, antara lain:
1. Kepada Bapak. Abdul Chair selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora 2. Kepada Bapak Drs. Rizal Saiful Haq, MA selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, dan kepada Bapak. Pungki Purnomo, MLIS selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi. 3. Kepada Ibu Alfida, MLIS yang bertindak sebagai dosen pembimbing dalam penulisan skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya serta telah berkenan untuk meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini
4. Kepada segenap dosen ilmu perpustakaan dan informasi yang telah memberikan penulis banyak ilmu dan pengetahuan yang tidak terhingga nilainya, semoga dapat bermanfaat dan penulis dapat mengamalkannya selalu. 5. Kepada segenap petugas dan staf karyawan Yayasan Wakaf Khadijah Aisyah yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian di sini, terutama kepada Bapak Ahmad Misbah selaku Koordinator Dakwah I, Ibu Sophia Aidid selaku Koordinator Dakwah II, Bapak Ahmad AS, Mba Eva, Bu Ela, Nurul, Lia dan juga kepada seluruh staf karyawan Yayasan Wakaf Khadijah Aisyah. 6. Kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Satiyo dan Ibu Danis yang tidak pernah lelah mendidik dan memberikan kasih sayang yang berlimpah pada penulis, “Terima kasih banyak, Mama, Bapak tolong doakan Putri selalu.” Tidak lupa penulis berterima kasih kepada kakak dan adik penulis, Mba Yuni dan Bang Dadang tempat hiburanku, Mba Tuti dan Mas Suroto tempat berteduhku, adikku Sari dan Ponco yang selalu menggembirakan ku,
“Terima
kasih,
karena
semuanya
tidak
pernah
bosan
menyemangatiku”. 7. Kepada seluruh keluarga besar Mbah Putuk dan Mbah Darum yang selalu menanyakan “Bagaimana kabar skripsi dan kuliahku?” Terima kasih banyak atas perhatian dan dukungan semuanya. 8. Teman-teman terbaik Jurusan Ilmu Perpustakaan, Tedy, Dian, Agil, Ijul, Ihsan dan seluruhnya. Sahabat terbaikku di kampus, Muji, ”Terima kasih sekali untuk semuanya, ayo cepat dikejar, ayo, Muji pasti bisa!”
9. Kepada Pimpinan Pondok Pesantren Tapak Sunan yaitu K.H. Muhammad Nuruddin Munawar dan keluarga besarnya yang senantiasa mendoakan penulis menjadi orang yang bermanfaat. Dan kepada segenap guru dan ustadz di Pondok Pesantren Tapak Sunan, yang telah memberikan penulis banyak ilmu agama dan ilmu umum lainnya. 10. Kepada teman-teman Alumni Pondok Pesantren Tapak Sunan, yaitu Nina, Tari, Dila, Ipeh, Umil, Nasrul dan semuanya “Jangan lupakan kenangan 6 tahun kita bersama susah, senang.” Kepada kakak kelasku, Sadiana, Fitri, “Terima kasih banyak” 11. Kepada Pembina Pengajian Remaja Rastika, Bang Ulis, “Terima kasih banyak sudah bagi-bagi ilmu dan doanya,” dan teman-teman seluruhnya, terutama Wiwit, Diana, Agus, Saiful, Sulton, Toro, dan semuanya. 12. Kepada seseorang yang sangat istimewa bagi penulis, yang selalu menghibur di kala sedih, membantu di kala sulit, menemani di kala sendiri, menyemangatiku, memperhatikanku, semoga Allah meridhoi kita, Amin. Penulis tidak dapat membalas kebaikan semuanya, semoga Allah membalas kebaikan semuanya dengan pahala dan ridho-Nya dan akhirnya penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya, Amin. Jakarta, 20 Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..........................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................... 10 D. Metode Penelitian ........................................................................ 11 E. Sistematika Penulisan .................................................................. 14
BAB II
TINJAUAN LITERATUR A. STORYTELLING 1. Sejarah Singkat dan Pengertian Storytelling ......................... 17 2. Tujuan dan manfaat Storytelling ........................................... 18 3. Metode-metode dalam Storytelling ....................................... 21 4. Hal–Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Storytelling .......... 22 5. Hambatan–Hambatan yang Ditemui dalam Melakukan Storytelling ............................................................................ 25
B. PEMBINAAN MINAT BACA 1. Pengertian Pembinaan Minat Baca........................................ 27 2. Fungsi dan Tujuan Pembinaan Minat Baca ........................... 34 3. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Minat Baca anak .......... 36 4. Program-program Pembinaan Minat Baca ............................ 41 C. PERANAN
STORYTELLING
DALAM
PEMBINAAN
MINAT BACA 1. Hubungan Storytelling dengan Minat Baca........................... 44 2. Efek/Implikasi Storytelling terhadap Minat Baca ................. 46 D. TAMAN BACAAN 1. Pengertian Taman Bacaan ..................................................... 48 2. Fungsi dan Tujuan Taman Bacaan, ....................................... 51
BAB III
GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN YAYASAN WAKAF KHADIJAH AISYAH KAMPUNG GAGAK, LARANGAN SELATAN, TANGERANG A. Sejarah Singkat Taman Bacaan ............................................ 54 B. Visi, Misi dan Tujuan Taman Bacaan .................................. 57 C. Sumber Daya Manusia Taman Bacaan ................................ 57 D. Koleksi dan Fasilitas Taman Bacaan .................................... 59 E. Pengunjung dan Anggota Taman Bacaan ............................ 60 F. Layanan dan Program-program Taman Bacaan .................. 61 G. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Kegiatan Storytelling ............................................................................ 64
H. Pendapat Petugas Mengenai Manfaat dan Peran Storytelling terhadap Pembinaan Minat Baca Anak-anak ........................ 64
BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ....................................................................... 66 B. Analisa Hasil Penelitian ........................................................ 67 1. Identitas Responden ........................................................ 67 2. Minat Baca Anak-anak dan Storytelling di Taman Bacaan YWKA ................................................................ 67 3. Peran Storytelling terhadap Pembinaan Minat Baca Anak-anak di Taman Bacaan YWKA ............................. 71 4. Respon Anak-anak terhadap Kegiatan Storytelling......... 74 5. Indikasi-indikasi Peningkatan Minat Baca Anak-anak ... 77 6. Efek
Storytelling
terhadap
Perilaku
Anak
yang
Berkaitan dengan Peningkatan Minat Baca ..................... 81 7. Cerita, Waktu, dan Cara Penyampaian Storytelling ........ 86
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................ 89 B. Saran ...................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL 1
: Sumber Daya Manusia Taman Bacaan ...................................... 59
TABEL 2
: Koleksi Taman Bacaan ................................................................ 59
TABEL 3
: Koleksi Majalah Taman Bacaan .................................................. 60
TABEL 4
: Fasilitas Taman Bacaan ............................................................... 60
TABEL 5
: Identitas Responden .................................................................... 67
TABEL 6
: Tujuan utama mengunjungi Taman Bacaan ................................ 68
TABEL 7
: Sejak kapan mengikuti kegiatan mendongeng ............................ 69
TABEL 8
: Informasi tentang adanya kegiatan mendongeng ........................ 70
TABEL 9
: Alasan utama mengikuti dongeng ............................................... 71
TABEL 10 : Apakah kegiatan mendongeng dapat membantu gemar membaca ...................................................................................... 72 TABEL 11 : Hal yang sering dilakukan setelah mendengarkan dongeng....... 73 TABEL 12 : Manfaat yang paling dirasakan dari kegiatan mendongeng ....... 74 TABEL 13 : Berapa kali dalam seminggu mengikuti dongeng ....................... 75 TABEL 14 : Hal yang paling membuat betah untuk mendengarkan dongeng. 76 TABEL 15 : Perasaan Responden dengan adanya kegiatan mendongeng ....... 77 TABEL 16 : Seberapa sering membaca buku yang sudah didongengkan petugas ......................................................................................... 78 TABEL 17 : Berapa banyak membaca buku yang sudah didongengkan ......... 79 TABEL 18 : Setelah mengikuti dongeng, berapa banyak buku cerita sejenis dengan dongeng yang dibaca dalam seminggu ........................... 80
TABEL 19 : Seberapa sering membaca buku lain yang sejenis dengan dongeng ....................................................................................... 81 TABEL 20 : Seberapa sering memiliki buku yang sudah didongengkan ........ 82 TABEL 21 : Seberapa sering datang kembali untuk mengikuti dongeng ........ 83 TABEL 22 : Apakah responden mengajak teman di sekolah untuk membaca buku cerita yang didongengkan ................................................... 84 TABEL 23 : Apakah responden mengajak keluarga untuk membaca buku cerita yang didongengkan ............................................................ 85 TABEL 24 : Pendapat responden tentang cerita yang didongengkan oleh petugas ......................................................................................... 86 TABEL 25 : Pendapat responden tentang waktu yang digunakan untuk mendongeng ................................................................................ 87 TABEL 26 : Pendapat responden tentang cara mendongeng yang dilakukan oleh petugas ................................................................................. 88
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perpustakaan adalah sarana informasi, edukasi (pendidikan), riset (penelitian), rekreasi, pelestarian khazanah budaya bangsa yang mempunyai peran penting dalam upaya memajukan dan mengembangkan masyarakat dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan yang serba modern dan serba cepat ini, masyarakat sangat membutuhkan informasi. Tanpa informasi, kehidupan masyarakat dapat menjadi terbelakang. Oleh karena itu, perpustakaan sebagai pusat informasi harus terus dikembangkan. Melalui perpustakaan, masyarakat dapat saling tukar-menukar informasi, saling menambah dan memperkaya, saling menguji, dan saling memperoleh nilai tambah untuk mengembangkan peradaban manusia. Salah satu bentuk perpustakaan yang sangat membantu dalam mengembangkan pengetahuan masyarakat adalah perpustakaan umum. “Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang seluruh atau sebagian dananya disediakan oleh masyarakat dan penggunaannya tidak terbatas pada kelompok orang tertentu.”1
Perpustakaan juga mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai sarana pembinaan dan pengembangan minat baca masyarakat. Dapat kita ketahui, meskipun membaca adalah sesuatu yang sangat penting, ternyata minat baca 1
Taslimah Yusuf, Manajemen Perpustakaan Umum ( Jakarta: Universitas Terbuka, 1996), hal. 17
masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006 menunjukkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%).2 Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan. Beberapa hasil survei dan jajak pendapat selalu menempatkan Indonesia pada posisi yang menyedihkan dalam hal gemar membaca ini. Survei yang dilakukan United Nations Development Programme (UNDP) terhadap 41 negara, misalnya, menempatkan Indonesia pada posisi 39. Sementara itu, riset tentang kemampuan membaca murid-murid SD di Indonesia juga menunjukkan hal yang sama-sama memprihatinkan. Pada tahun 1992, International Association for Evaluation of Educational (IEA) melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia, di mana di dalamnya termasuk Indonesia. Hasil riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-29.3 Karena itu, pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Budaya Baca, Direktorat Jenderal Pendidikan Luas Sekolah (PLS) Departemen Pendidikan Nasional, meluncurkan sebuah program riil pengentasan pemberantasan buta aksara yang diberi nama Taman Bacaan Masyarakat (TBM).
2
Badan Pusat Stastika, artikel ini diakses pada Rabu, 2 April 2008 dari (http://www.bps.go.id) Sudaryanto, “Mengatasi Rendahnya Minat Baca di Indonesia,”artikel ini diakses pada 2 April 2008 dari http://writingsdy.wordpress.com/2007/06/01/mengatasi-rendahnya-minat-baca-diindonesia/ 3
Program ini merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan nonformal bagi masyarakat. TBM merupakan sarana pendukung perpustakaan umum yang cukup efektif sebagai usaha pengembangan minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah. Program TBM ini ternyata mendapat respon positif dari sekelompok orang atau organisasi (yayasan) yang peduli terhadap masalah-masalah sosial, khususnya dalam bidang pendidikan. Sejak tahun 1990-an TBM mulai banyak didirikan. Menurut Ir. H. Zulkarnaen, Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), sebagaimana dikutip oleh Ayu. N. Andini dalam artikelnya yang berjudul “Peningkatan Mutu untuk Pengelola Taman Bacaan Masyarakat” bahwa sampai kini ada sekitar 5000 Taman Bacaan Masyarakat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun demikian, untuk membangun minat baca di negara ini masih diperlukan kerja keras dari semua pihak. Pasalnya, Indonesia masih punya target pemberantasan buta aksara yang cukup tinggi. Tahun 2000 yang lalu, 15,4 juta orang masih buta aksara. Saat ini masih ada 12,7 juta warga usia 15 tahun ke atas yang belum melek huruf. Pada tahun 2009 nanti pemerintah menargetkan angka buta huruf akan berkurang sampai sekitar 7,7 juta orang. Jumlah target ini bukanlah jumlah yang sedikit. Tidak hanya dari pihak pemerintah yang giat menggempurnya, tetapi juga dari kalangan yang paling bawah, yakni masyarakat. Taman Bacaan rakyat merupakan salah satu bentuk kegiatan riil dari masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam membangun minat baca masyarakat.4 Salah satu Taman Bacaan yang didirikan atas swadaya masyarakat adalah Taman Bacaan Yayasan Wakaf Khadijah Aisyah (Taman Bacaan YWKA). 4
Ayu N. Andini, “Peningkatan Mutu untuk Pengelola Taman Bacaan Masyarakat,” pada Sabtu, 26 April 2008 artikel ini diakses dari http://www.jugaguru.com/article/all/tahun/2007/bulan/06/tanggal/27/id/528
Taman Bacaan YWKA merupakan salah satu program bidang sosial-pendidikan dari YWKA untuk meningkatkan minat baca anak-anak dari masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah yang lemah akibat rendahnya daya beli mereka terhadap buku. Pihak YWKA berharap supaya Taman Bacaan yang mereka dirikan ini dapat menjadi sarana penunjang dalam usaha pembinaan dan pengembangan minat baca masyarakat di sekitarnya, khususnya untuk anak-anak. Minat dan kebiasaan membaca anak-anak sudah sepatutnya terus dikembangkan supaya mereka terbiasa untuk membaca sejak masih kecil dan menyadari manfaat buku bagi perkembangan intelektual mereka. Membaca adalah “melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau hanya dalam hati.”5 Sedangkan menurut Drs. Mudjito, M.A, bahwa minat merupakan kebiasaan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan. Dengan demikian, minat membaca bukanlah kebiasaan bawaan. Oleh karena itu, minat baca dapat dipupuk, dibina, dan dikembangkan.6 Pengertian minat baca adalah sikap menunjukkan perhatian dan kemampuan membaca, dan kegiatan membaca tersebut terlihat menyenangkan, penuh motivasi, semangat, fokus dan bermanfaat. Bagi seseorang yang cenderung ingin mengetahui sesuatu yang dikandung dalam sebuah bacaan, maka kunci utamanya adalah membaca. Banyak ahli yang telah menulis mengenai manfaat membaca ini. Dapat dikatakan bahwa dengan membaca seseorang akan mendapatkan banyak keuntungan di antaranya untuk mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat, mengetahui hal–hal yang aktual, mengetahui informasi disekitarnya, dapat memuaskan rasa ingin tahu 5 6
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1998), h. 62 Mudjito, Pembinaan Minat Baca, ( Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), hal. 8.
pribadi–pribadi, memenuhi tuntutan praktis dalam kehidupan sehari–hari, meningkatkan minat terhadap sesuatu lebih lanjut, memuaskan tuntutan intelektual, memuaskan tuntutan spiritual, dan lain–lain. Kegiatan membaca merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Dengan membaca, manusia akan berkembang peradabannya. Penulis menyadari begitu banyaknya manfaat yang didapat dari kegiatan membaca, maka penulis berpikir kegemaran membaca khususnya pada anak-anak masih perlu ditumbuhkan dan dikembangkan lagi secara maksimal. Agar gemar membaca, minat baca anak-anak harus ditumbuhkan terlebih dahulu. Apabila minat sudah tumbuh dalam jiwa anak, maka hasrat tersebut akan disalurkan melalui membaca. Selanjutnya anak tersebut harus dirangsang dengan kegiatan– kegiatan yang menyenangkan melalui buku dan membaca, sehingga ia tidak merasa bosan tetapi malah semakin senang dengan membaca buku. Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam pembinaan minat baca anak di perpustakaan atau Taman Bacaan adalah storytelling. Storytelling adalah menuturkan cerita (mendongeng), baik menggunakan buku maupun tidak menggunakan buku. Menuturkan cerita kepada anak merupakan program yang dapat memotivasi anak untuk membaca sekaligus memperbaiki keterampilannya dalam membaca serta membangun kenikmatannya terhadap cerita. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat kita memiliki akar tradisi lisan yang kuat, sehingga storytelling yang sejatinya juga merupakan bagian dari tradisi lisan dapat menjadi jembatan untuk memupuk minat baca anak. Program storytelling ini sering dilakukan oleh pustakawan untuk anak-anak yang masih belum lancar dalam membaca dan kurang berminat terhadap
membaca. Pada saat anak-anak mendengarkan cerita, maka mereka akan memberikan respon terhadap cerita itu. Pustakawan dapat meminta anak untuk menebak, membuat dugaan, mengidentifikasi karakter secara kreatif dan kritis. Bahkan anak-anak dapat diajak untuk membuat ilustrasi dari cerita yang telah didongengkan tersebut. Pustakawan yang membacakan cerita sebaiknya terlebih dahulu memahami urutan cerita sehingga memudahkan ketika berhadapan dengan anak. Sebaiknya pustakawan duduk di tempat yang lebih tinggi agar semua siswa dapat melihat dan menyimaknya dengan baik.7 Storytelling mempunyai banyak manfaat dan tujuan, seperti dapat membangun imajinasi, kreativitas, membuat anak-anak lebih percaya diri, dengan mengadakan interaksi langsung dengan mereka, dan yang terpenting adalah storytelling dapat mengembangkan minat baca, serta kegemaran anak-anak terhadap buku–buku. Dengan demikian, storytelling adalah cara yang tepat dan efektif untuk membina minat baca anak-anak.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah
Pembatasan penulisan skripsi ini dalam penelitiannya adalah lebih memfokuskan pada storytelling sebagai media dalam pembinaan minat baca anak-anak di Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak, Tangerang.
7
Sudarnoto Abdul Hakim, ed., Pengantar Manajemen Perpustakaan Madrasah, (Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 137
Storytelling adalah mendongeng atau menuturkan cerita baik dengan menggunakan buku maupun tidak menggunakan buku.8 Storytelling menjadi bagian dari program rutin Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak dalam rangka membina minat baca anak-anak di sana. Pengertian minat di sini adalah “kecenderungan hati tertinggi terhadap sesuatu, gairah, dan keinginan”.
9
Sedangkan membaca adalah “melihat serta
memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau hanya dalam hati.”10Dari definisi tersebut, penulis membatasi pengertian minat baca yaitu: dorongan dari dalam hati untuk melihat dan membaca tulisan serta berusaha untuk menangkap maknanya sesuai dengan yang dimaksud pengarang. Adapun yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah anakanak yang mengikuti kegiatan storytelling, berumur mulai dari 7 dan 8 tahun serta menjadi anggota dari Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak. Peneliti menjadikan anak berusia 7 dan 8 tahun sebagai responden karena dalam pengembangan literasi anak-anak mengalami beberapa periode, sebagai berikut: 1.
Prenatal period (sebelum melahirkan) , ini adalah masa dimana anak masih didalam kandungan ibunya sampai lahir. Pada periode ini, anak mengalami pertumbuhan yang luar biasa, yaitu yang awalnya hanya berupa satu sel kemudian menjadi manusia lengkap dengan otak dan kemampuan bertingkah laku.
8
Murti Bunanta, Buku, Mendongeng dan Minat Baca (Jakarta: Pustaka Tangga, 2004), h. 9 Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 583 10 ibid., h.62
9
2.
Infancy (masa kanak-kanak), Periode ini adalah sejak anak dilahirkan sampai anak berusia 2 tahun. Pada masa ini anak mulai mengembangkan kemampuan dalam bahasa, berfikir simbolis, sensor motoriknya pun berkembang, dan belajar bersosialisasi.
3.
Early Childhood (awal masa kanak-kanak), yaitu sejak anak berusia 2-6 tahun terkadang disebut juga masa sebelum sekolah (preschool years). Pada periode ini anak mengalami emergent literacy (awal perkembangan literasi), dimana anak belajar untuk peduli pada dirinya, mengembangkan ketrampilan dalam persiapan
masuk
sekolah,
seperti
mengikuti
perintah,
mengidentifikasi huruf dan mereka menghabiskan beberapa jam untuk bermain dan mencari panutan dalam dirinya. 4.
Middle and late childhood (pertengahan dan akhir masa kanakkanak). Periode ini adalah saat anak berusia 6-11 tahun atau disebut juga elementary school years (masa sekolah dasar). Anak mulai menguasai ketrampilan pokok dari membaca, menulis, berhitung dan belajar mengenal dunia serta budaya lebih luas lagi. Selain itu, mereka lebih meningkatkan pengendalian dirinya dan belajar untuk lebih berprestasi.
5.
adolescence (masa remaja), Masa ini adalah perpindahan dari masa anak-anak menjadi awal masa remaja, yaitu usia 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Pada masa ini, anak mengalami perubahan fisik dan perubahan pola pikir, jadi
mereka lebih berpikir logis, abstrak, dan idealistis. Selain itu pada masa ini, anak mulai mencari identitas diri mereka dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.11 Berdasarkan penjabaran kelima fase di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pada usia 7dan 8 tahun anak mengalami dua fase, yaitu emergent literacy (awal perkembangan literasi), di mana ia mulai mengembangkan ketrampilannya seperti mengikuti perintah, mengidentifikasi huruf dan menghabiskan waktunya untuk bermain serta mencari panutan dalam dirinya, kemudian memasuki awal fase middle and late childhood, di mana anak mulai menguasai ketrampilan pokok dari membaca, menulis, berhitung, belajar mengenal dunia dan budaya lebih luas lagi, serta lebih meningkatkan pengendalian diri dan prestasinya. Jika pada masa transisi dua fase ini, anak-anak sudah tertarik dengan dongeng maka minat bacanya mulai tumbuh sehingga pada usia selanjutnya, ia akan meningkatkan kemampuan membacanya agar dapat membaca buku-buku yang disukainya. Dengan demikian, masa 7-8 tahun dapat dikatakan merupakan awal dari tumbuh dan berkembangnya minat baca anak.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena di atas yang digambarkan sebagai latar belakang masalah, maka dapat disimpulkan bahwa masalah yang terjadi adalah “Bagaimana peran storytelling dalam mengembangkan dan 11
John W. Santrock, Child Development, (New York: McGraw-Hill Companies, 2004), Ed.10, h. 18
membina minat baca anak-anak di Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak, Tangerang?” Permasalahan tersebut dapat dijabarkan secara rinci, sebagai berikut: 1. Seberapa jauh anak-anak tertarik dengan program storytelling yang diadakan oleh Taman Bacaan YWKA? 2. Bagaimana pengaruh dari storytelling terhadap minat baca anak-anak di Taman Bacaan YWKA?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui sejauh mana keberhasilan Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak dalam menarik minat baca anak-anak di lingkungan sekitarnya. 2. Mengetahui sejauh mana peranan storytelling dalam meningkatkan minat baca anak-anak di Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Menambah dan memperkaya penelitian masalah kepustakawanan, terutama tentang tema storytelling. 2. Menambah dan memperkaya pembahasan tentang hubungan storytelling dan minat baca anak. 3. Dapat dijadikan masukan bagi Taman Bacaan lain dalam kaitannya dengan pembinaan minat dan kebiasaan membaca anak-anak di lingkungan sekitarnya.
E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta–fakta, sifat–sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.12 Pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah bersifat kuantitatif yaitu mengajukan data–data yang berupa angka-angka dan teori–teori yang relevan kemudian diperkuat dengan pendekatan kualitatif yaitu menggunakan data–data yang telah diperoleh untuk mengukur kualitas yang ingin diteliti, dalam hal ini adalah minat baca anak-anak setelah diadakan storytelling.
2. Populasi dan Sampel
Jumlah seluruh anak yang menjadi anggota Taman Bacaan YWKA sampai dengan bulan April tahun 2008 adalah 824 anak, yang terdiri dari usia 4-13 tahun. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak yang mengikuti kegiatan storytelling, berumur mulai dari 7 dan 8 tahun serta menjadi anggota dari Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak. Populasi adalah “sekumpulan
12
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), cet.5, hal. 54
kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian”13 Sampel adalah “sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri–ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan ciri– ciri keberadaan populasi yang sebenartnya.”14 Dalam pengambilan sampel, penulis mengambilnya secara acak, teknik ini berdasarkan konsep sampel secara acak (random sampling), yang pada dasarnya setiap elemen populasi dapat mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.
15
Sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah 10% dari total 153 anak yang mengikuti kegiatan storytelling yaitu sekitar 16 anak (pembulatan ke atas). Hal ini didasarkan pada pendapat Arikunto yang mengatakan bahwa jika populasi lebih dari seratus orang, maka sampel dapat diambil 10%-15%, atau 20%-30% atau sesuai dengan kemampuan peneliti.16
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan, seperti hasil wawancara dengan koordinator dakwah YWKA, dan petugas Taman Bacaan sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari perpustakaan dan internet, dengan membaca buku, skripsi,
13
Mardelis, Metodologi suatu pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.5,hal. 53 Sugiarto, dkk., Teknik Sampling, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001), h.2 15 Bambang Prasetyo, Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif (Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2007), h. 122 16 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.25 14
majalah,
artikel–artikel,
laporan
penelitian,
yang
berkaitan
dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: b. Wawancara atau interview, yaitu suatu bentuk komunikasi verbal berbentuk percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Penulis melakukan wawancara dengan staf perpustakaan untuk mendapatkan informasi dan opini tentang Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak dan storytelling yang telah dilaksanakan di Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak. c. Angket, yaitu daftar pertanyaan berstruktur yang didistribusikan untuk diisi dan dikembalikan pada peneliti untuk mendapatkan keterangan dari sampel. Penulis menyebarkan daftar pertanyaan yang diberikan pada anak-anak untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan peranan storytelling dalam meningkatkan minat baca anak-anak di Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak.
5. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, setelah data diperoleh dari subjek penelitian, maka tahap selanjutnya adalah mengolah data dengan cara memindahkan jawaban–
jawaban responden ke dalam tabel yang kemudian dicari prosentasinya untuk dianalisa, dan adapun untuk memperoleh data angket telah ditabulasikan dan diprosentasikan digunakan rumus: P = F x 100 N P = angka prosentase untuk setiap kategori F = frekuensi jawaban responden N = jumlah responden17 Dalam melakukan analisa data, maka digunakan kategori prosentasenya sebagai berikut: 0%-25%
= kurang baik
26%-50%
= cukup baik
51%-75%
= Baik
76%-100%
= Baik sekali
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi ini, penulis akan membagi menjadi lima bab, di antaranya sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN, yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
17
Ronny Kountur, Statistik Praktis (Jakarta: PPM,2005), h.27
BAB II
TINJAUAN LITERATUR, yang berisi tentang sejarah singkat dan pengertian storytelling, tujuan dan manfaat storytelling, metode-metode yang dapat digunakan dalam melakukan storytelling, hal–hal yang perlu diperhatikan dalam storytelling, hambatan–hambatan yang ditemui dalam melakukan storytelling, pengertian pembinaan minat baca, fungsi dan tujuan pembinaan minat baca, faktor– faktor yang mempengaruhi minat baca anak, programprogram pembinaan minat baca, hubungan storytelling dengan minat baca, efek/implikasi storytelling dan minat baca, pengertian taman bacaan, fungsi dan tujuan taman bacaan
BAB III
TINJAUAN UMUM, yaitu menjabarkan sejarah, visi, misi dan tujuan, sumber daya manusia, koleksi dan fasilitas, pengunjung dan anggota, dan layanan dan programprogram Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak, kendalakendala yang dihadapi petugas dalam pelaksanaan kegiatan storytelling, pendapat petugas mengenai manfaat dan peran storytelling terhadap pembinaan minat baca anak-anak
BAB IV
HASIL PENELITIAN A.
Deskripsi Data
B.
Analisa Hasil Penelitian
1. Identitas Responden
2. Minat Baca Anak-anak dan Storytelling di Taman Bacaan YWKA 3. Peran Storytelling Terhadap Pembinaan Minat Baca Anak-anak di Taman Bacaan YWKA 4. Respon Anak-anak Terhadap Kegiatan Storytelling 5. Indikasi-indikasi Peningkatan Minat Baca Anakanak 6. Efek Storytelling Terhadap Perilaku Anak yang Berkaitan dengan Peningkatan Minat Baca 7. Cerita, Waktu, dan Cara Penyampaian Storytelling BAB V
PENUTUP, yang berisikan kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN LITERATUR
A. STORYTELLING 1. Sejarah Singkat dan Pengertian Storytelling
Storytelling atau mendongeng telah ada dari zaman orangtua bahkan sejak nenek–nenek kita masih kecil. Seni dongeng sebagai tradisi penuturan cerita lisan di Indonesia sudah tumbuh sejak berabad–abad silam. Pada zaman dahulu kala, jika seorang raja sedang sedih, pendongeng pun dipanggil ke istana untuk menghibur raja. Di luar istana, nenek moyang kita juga hebat dalam bercerita. Petualangan rimba raya, samudera luas, mereka dongengkan dengan kebanggaan. Seiring dengan perjalanan zaman, tradisi lisan semakin terkalahkan dengan kebudayaan modern untuk memperoleh tempat dalam sarana komunikasi modern seperti media cetak, elektronik, bioskop, dan dunia panggung. Kegiatan mendongeng semakin terkikis oleh kemajuan teknologi. Melalui taman bacaan, mendongeng dapat digunakan sebagai program pembinaan minat baca anak. Dongeng bahkan mulai marak kembali di ruang–ruang kelas, sampai ke internet. Saat ini telah banyak orang yang menyadari bahwa storytelling atau mendongeng mempunyai manfaat yang besar sekali terutama untuk mengembangkan minat baca
anak. Mendongeng itu sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan menuturkan cerita. Mendongeng dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain dengan menggunakan pantomim, gambar, alat peraga, boneka, wayang dan lain sebagainya penulis akan menjelaskan di bawah.
2. Tujuan dan Manfaat Storytelling (Mendongeng)
Mendongeng mempunyai banyak sekali manfaat. Di perpustakaan dan taman bacaan, mendongeng mempunyai peran penting untuk membina dan mengembangkan minat baca anak, selain itu juga untuk membuat anak suka pada cerita. Tujuan dan manfaat mendongeng, antara lain: a. Mendongeng dapat membawa anak–anak kepada pengalamanpengalaman baru yang belum pernah dialaminya. b. Mendongeng dapat memberikan beribu–ribu hikmah yang membuat anak merasa belajar sesuatu. c. Dongeng melatih kemampuan bahasa dan bicara anak. Dengan dongeng anak akan mengenal kosakata baru. d. Dongeng membuat anak menyukai pada buku dan membaca. Hal inilah yang sangat penting bagi pustakawan, karena dongeng dapat mendorong anak untuk segera membaca langsung buku tersebut. e. Dongeng dapat meningkatkan kemampuan membaca anak dan memperluas wawasan anak. f. Dongeng membuat anak seperti diberi ide dan inspirasi baru.
g. Anak–anak kurang suka jika dinasehati, dengan mendongeng dapat menasehati anak–anak tanpa membuatnya merasa dinasehati, jadi anak seperti diajak mengobrol seperti biasa. h. Mendongeng dapat melatih daya konsentrasi anak. i. Dongeng melatih anak berasosiasi. j. Dongeng dapat menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas anak. k. Melalui dongeng, anak dapat bermain sambil belajar, dengan begitu dapat memberi pengertian pada anak, bahwa belajar bukanlah hal yang membosankan. l. Mendongeng dapat memupuk rasa keindahan dan kehalusan budi. m. Mendongeng dapat menumbuhkan kepekaan dan keharuan pada anak. n. Dongeng terkadang membuat anak beridentifikasi, jadi lewat dongeng, akan tampak bahwa seorang anak mencari tokoh identifikasi yang sering kali menjadi pujaannya. Tokoh–tokoh protagonis yang menampilkan kehebatan menjadi idola mereka sehingga segala hal yang berkaitan dengan protagonis ini ditiru oleh anak–anak. o. Dongeng dapat menjadi apresiatif indera lihat, dengar, gerak, emosi anak–anak. Dongeng sebagai bagian dari seni dan sastra tutur dengan vokal, gerak tubuh, sistematika bercerita, dan unsur–unsur psikologis yang terkandung di dalamnya.
p. Dengan mendongeng, dapat mengembangkan imajinasi anak. q. Mendongeng dapat membuat anak berkomunikasi dengan dirinya sekaligus dengan orang lain. r. Mendongeng juga merupakan lambang ketulusan dan kasih sayang. Jadi dengan mendongeng anak dapat merasa diberi kasih sayang. s. Mendongeng dapat merangsang jiwa petualangan anak. t. Mendongeng dapat memicu daya kritis dan rasa keingin tahuan anak. Dengan dongeng anak akan menanyakan hal–hal yang tidak diketahuinya tentang dongeng yang telah diberikan. u. Dongeng dapat melatih anak berfikir sistematis. Dalam dongeng terkandung alur, tokoh, dan latar. Saat mendengarkan dongeng, anak secara tidak langsung membayangkan kisah yang diceritakan tersebut, ini dapat membuat anak melatih ketelitiannya. v. Dongeng merupakan rekreasi batin dan dapat dijadikan hiburan bagi anak. w. Dongeng bisa menjadi pengobatan tanpa obat. Dongeng membawa suasana yang menyenangkan, sehingga menjadi hiburan saat sedih, dan sakit.18 Begitu banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mendongeng. Oleh karena itu, taman bacaan menggunakan strategi storytelling (mendongeng) sebagai salah satu program pembinaan dan pengembangan 18
Andi Yuda Asfandiar, Cara Pintar Mendongeng ( Bandung: Dar! Mizan, 2007) h. 28-73
minat baca anak. Dalam hal ini, strategi storytelling yang menjadi prioritas pustakawan adalah untuk meningkatkan minat baca anak, meningkatkan kemampuan baca siswa, mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak, memperluas wawasan dan pengetahuan anak, membuat anak menyukai buku.
3. Metode-metode dalam Storytelling
Dahulu mendongeng dilakukan hanya dengan lisan saja, atau yang biasa
disebut
dengan
cara
tradisional.
Namun,
seiring
dengan
perkembangan zaman, saat ini telah banyak dikembangkan berbagai cara dalam mendongeng, sehingga kegiatan mendongeng terlihat lebih menarik dan semakin interaktif. Beberapa cara mendongeng yang dapat disebutkan di sini, antara lain: a. Mendongeng secara lisan atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan storytelling. b. Dongeng dengan menggunakan buku (reading aloud). c. Dongeng
dengan
menggunakan
boneka.
Boneka
yang
digunakan, bisa boneka tangan maupun boneka utuh. Dengan menggunakan boneka, maka akan membuat anak lebih tertarik dalam mengikuti jalannya cerita. d. Dongeng dengan menggunakan chart, yaitu dengan chart yang dapat dipindah–pindahkan.
e. Mendongeng dengan menggunakan gambar, seperti yang biasa dilakukan oleh Pak Raden. f. Mendongeng dengan menggunakan powerpoint. g. Mendongeng dengan menggunakan pantomim. h. Mendongeng dengan menggunakan jari-jari tangan. i. Mendongeng dengan menggunakan wayang. j. Mendongeng dnegan menggunakan musik, seperti gitar, seruling, perkusi.19 Banyak taman bacaan yang menerapkan metode storytelling agar anak-anak gemar membaca dan tertarik untuk membaca buku, di antaranya Taman Bacaan YWKA. Dapat dilihat bahwa anak-anak semakin tertarik datang ke taman bacaan untuk membaca buku. Awalnya mereka dibacakan buku, dan diberikan dongeng namun setelah itu mereka tertarik untuk membaca buku sendiri. Dengan demikian, mendongeng (storytelling) merupakan salah satu cara yang efektif dalam pembinaan minat baca anak.
4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Storytelling
Sebelum mendongeng, banyak hal yang perlu diperhatikan agar mendongeng dapat berlajalan lancar dan mencapai tujuan yang kita inginkan. Hal–hal yang perlu diperhatikan sebelum mendongeng adalah:
19
Ibid., h. 132-133
a. Pendongeng sebaiknya memilih dan menyiapkan cerita yang baik. Cerita yang baik adalah cerita yang sesuai dengan umur, keadaan mereka dan mempunyai alur yang jelas, sederhana. b. Pendongeng dapat memilih cerita yang dapat mengundang imajinasi, inspirasi, dan kreativitas anak. c. Coba berlatih dahulu di depan cermin. d. Latihlah vokal, gerak dan mimik muka. e. Setelah itu, berlatihlah tanpa cermin. f. Gunakan media–media untuk membantu dalam mendongeng. Media yang dimaksud seperti kostum yang mendukung dongeng, bisa juga dengan menggunakan boneka, gambar, topeng, balon, musik pendukung, dan lain sebagainya. g. Kenalilah dan hafalkanlah lebih dulu, tokoh-tokohnya, jalan ceritanya. Agar tidak gugup di tengah–tengah cerita. h. Pendongeng harus peka terhadap situasi dan kondisi anak-anak serta dimana kita mendongeng. Jika di lapangan kita harus mencari tempat yang kira–kira tidak terganggu dengan kebisingan yang ada. Jika anak terlihat lapar, letih sebaiknya mendongeng jangan dilanjutkan. i. Pendongeng harus memperhatikan berapa jumlah anak dan berapa luas ruangan. j. Pilihlah tempat yang nyaman, terbuka dan luas, agar anak dapat berkonsentrasi dalam mendengarkan dongeng.
k. Sebelum mendongeng, kondisikan anak-anak untuk siap berkonsentrasi pada dongeng. l. Bersikaplah wajar dan tidak melakukan gerakan yang dibuatbuat. Jangan terlalu sering mangulang gerakan yang sama. m. Sebelum mendongeng, buatlah suasana hati ceria dan riang. n. Libatkan perasaan saat mendongeng, Ubahlah ekspresi wajah, sesuai karakter yang diceritakan. Misalnya, saat sedih, tampilkanlah wajah sedih, saat marah maka tampilkanlah muka marah, dan sebagainya. o. Pandangan mata pendongeng hendaknya tertuju pada semua anak. Dengan melakukan kontak mata dengan anak–anak maka ia akan merasa diperhatikan dan ia akan balik memperhatikan pendongeng. p. Siapkan suara dengan baik, jangan berbicara sebelum mengambil napas, tirulah suara–suara dari tokoh–tokoh yang diceritakan agar lebih menarik perhatian anak–anak. q. Perhatikan intonasi suara, kapan harus tinggi, rendah, lambat dan lain-lain. r. Pendongeng sebaiknya tenang dan berkonsentrasi. s. Berpakaianlah secara wajar dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. t. Dalam
mendongeng,
sebaiknya
pendongeng
memiliki
keyakinan yang tinggi pada kemampuan diri, sehingga tidak gugup dalm mendongeng.
u. Usahakan ada satu klimaks dalam cerita. v. Libatkan rasa humor dalam cerita, jadi suasana tidak kaku. w. Memulai dan mengakhiri cerita merupakan hal yang paling penting
dalam
mendongeng.
Dalam
memulai
cerita,
pendongeng harus membuat awalan yang menarik sehingga membuat anak–anak tertarik untuk mengikuti cerita tersebut dan tidak lupa dalam mengakhiri cerita harus dengan cara halus. 20 x. Lakukan interaksi dengan anak. Ajak anak–anak untuk menjawab pertanyaan–pertanyan tentang cerita yang sedang diceritakan. Agar anak dapat lebih aktif dan memahami ceritanya.
21
y. Yang terakhir sebaiknya, anak–anak di ajak untuk duduk melingkar atau biasa juga dengan membentuk huruf “U”. Dengan begitu, maka anak–anak dapat melihat pendongeng dengan jelas.
5. Hambatan–hambatan yang Ditemui dalam Melakukan Storytelling
Dalam melakukan segala hal, pasti seseorang akan menemui berbagai hambatan. Penulis melihat ada beberapa hambatan yang ditemui dalam program storytelling sebagai pembinaan minat baca, yaitu:
20 21
Ibid., h. 110 Ibid., h. 143
a. Masih minimnya para pelaku dongeng (pendongeng) yang benar-benar menguasai ilmunya. Artinya, banyak di antara mereka yang hanya sekedar “bisa” mendongeng, sehingga hasilnya
mendongeng
malah
menjadi
sesuatu
yang
membosankan bagi anak di kemudian hari. b. Terkait dengan poin di atas, minimnya SDM pendongeng tersebut tidak diantisipasi oleh sarana-sarana pelatihan atau kursus yang bisa mencetak SDM-SDM pendongeng yang profesional. c. Masih
kurangnya
pemahaman
masyarakat
akan
begitu
banyaknya manfaat dari dongeng terutama dalam penumbuhan minat baca anak. d. Masih sedikitnya sumber bacaan yang mengulas mengenai kegiatan mendongeng. Storytelling merupakan program yang dirasa efektif dalam usaha pengembangan minat baca anak, namun masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam kegiatan storytelling. Sehingga perlu dipikirkan bagaimana cara-cara untuk menghadapi kendala tersebut. Penulis berpikir cara untuk menghadapi kendala tersebut, yaitu dengan cara memberikan penyuluhan dan pengarahan pada anggota keluarga terutama para ibu akan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan mendongeng, salah satunya yaitu dapat mendorong anak untuk gemar membaca. Dengan ini diharapkan, kegiatan mendongeng tidak hanya dilakukan di taman bacaan ataupun di perpustakaan saja.
Para orangtua pun diharapkan tergerak untuk membacakan cerita pada anak-anaknya agar anak-anak mengenal buku dan terbangun minat bacanya sejak dini. Pustakawan pun sebaiknya mulai mengikuti pelatihanpelatihan mendongeng agar lebih mahir dalam mengadakan dongeng. Selain itu, pustakawan juga harus lebih aktif mencari sumber-sumber bacaan mengenai storytelling agar dapat terus mengembangkan kegiatan storytelling.
B. PEMBINAAN MINAT BACA 1. Pengertian Pembinaan Minat Baca
Pembinaan minat baca merupakan salah satu aspek dari pembinaan yang ada di perpustakaan dan taman bacaan, karena tujuan dari taman bacaan adalah ikut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa demi meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Indonesia. Dalam instruksi presiden No. 15 tahun 1974, tanggal 13 September 1974, pasal 4 bahwa yang dimaksud dengan pembinaan secara menyeluruh adalah mencakup “perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan penilaian kegiatan penumbuhan dan pengembangan minat baca.22 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian pembinaan adalah usaha atau tindakan dari kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.23 Pengertian minat dalam Ensiklopedi Indonesia adalah (interest: perhatian) kecenderungan untuk bertingkah laku yang terarah terhadap 22
Mudjito, Pembinaan minat baca ( Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h. 61 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bhs. Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. Ke-3, h.890 23
objek atau kegiatan atau pengalaman tertentu.24 Definisi lain dari minat dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah kemauan yang terdapat dalam hati atas sesuatu, gairah, keinginan.25 Pengertian membaca dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah melihat isi sesuatu yang tertulis dengan teliti serta memahaminya (dengan melisankan dalam hati)26. Jadi, pengertian minat baca merupakan kecenderungan hati seseorang untuk selalu membaca, bukan hanya karena keperluan tugas, melainkan karena memang suka membaca. Dari pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembinaan minat baca adalah usaha yang dilakukan perpustakaan dan taman bacaan dalam upaya meningkatkan minat baca masyarakat, yaitu dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan minat baca masyarakat, seperti dengan menyediakan koleksi
yang beragam, mengadakan kegiatan peminjaman buku,
storytelling, lingkar sastra, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan buku. Kegemaran membaca khususnya pada anak perlu ditumbuhkan dan dikembangkan terus menerus. Apabila minat sudah tumbuh dalam jiwa anak, maka akan disalurkan melalui membaca dan harus dirangsang dengan kegiatan–kegiatan yang menyenangkan melalui buku dan membaca, sehingga anak tidak merasa bosan tetapi anak malah merasa puas dengan membaca dan buku. Seperti yang kemukan oleh Drs.
24
Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Vol. 4 ( Jakarta: Ichtiar Baru, 1986) h. Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Ed. 3 (Jakarta: Modern English Press, 2002) h. 979 26 ibid., h. 114
25
Mudjito, M.A, bahwa “minat membaca merupakan kebiasaan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan”. Dengan demikian minat membaca bukanlah kebiasaan bawaan. Oleh karena itu, minat baca dapat dipupuk, dibina, dan dikembangkan”.27 Taman bacaan sebagai pusat belajar masyarakat khususnya untuk anak-anak, mempunyai peran penting untuk mengembangkan minat baca anak-anak dan masyarakat. Taman bacaan
perlu merancang strategi–
strategi untuk pembinaan minat baca anak-anak disekitarnya. Mengingat pentingnya faedah membaca, maka minat baca perlu ditumbuhkan sejak anak–anak masih kecil. Gray dan Rogers (1995) menyebutkan beberapa faedah dari membaca, yaitu dapat mengembangkan ilmu pengetahuannya sehingga daya nalarnya berkembang yang dapat bermanfaat untuk dirinya maupun orang lain, dapat memenuhi tuntutan intelektual karena pengetahuannya terus bertambah dan berkembang, imajinasi dan daya pikir terus terlatih sehingga terpenuhilah kepuasan intelektualnya, dapat memperoleh pengetahuan praktis yang berguna dalam kehihdupan sehari-hari, dapat meningkatkan minat terhadap suatu bidang, yang terakhir, dapat mengetahui hal-hal yang aktual tanpa harus mendatangi langsung, seperti gempa bumi, kebakaran dan lain-lain.28 Lili Roesma mengungkapkan bahwa dengan membaca, dapat menjadikan seseorang cerdas, kritis dan mempunyai daya analisa yang tinggi terhadap setiap sesuatu, dengan membaca akan selalu tersedia waktu 27
Mudjito, Pembinaan Minat Baca, hal. 8 Supriyono, “Kontribusi Pustakawan Dalam Meningkatkan Minat Baca,” Media Pustakawan, vol. V, no. 3 (September 1998): h. 46 28
untuk berfikir, merenung sehingga dapat mengembangkan kreativitas dalam berfikir.29 Dalam buku 99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca, yang ditulis oleh Mary Leonhardt, dijelaskan 10 alasan utama mengapa kita harus menumbuhkan minat baca anak. Menurutnya, dengan menumbuhkan minat baca, anak akan memperoleh banyak manfaat dan kebaikan, antara lain: a. Anak-anak yang gemar membaca akan mampu untuk membaca dengan baik. b. Anak-anak
yang
gemar
membaca
akan
mempunyai
kemampuan bahasa yang tinggi. Mereka dapat berbicara, menulis dengan lebih baik. c. Dengan membaca, anak mendapatkan wawasan yang lebih luas dan beragam, sehingga membuatnya lebih mudah untuk belajar tentang segala hal. d. Anak-anak
yang
gemar
membaca
akan
mempunyai
keterampilan bahasa, sehingga menjadi unggul dalam setiap pelajaran yang memerlukan banyak membaca. Mereka adalah anak yang senantiasa unggul di kelas. e. Anak yang tidak suka membaca akan mudah mengalami krisis kepribadian,
sedangkan
anak
yang
gemar
membaca
kemungkinan dapat mengatasi rasa kepercayaan dirinya dengan baik.
29
Lili Roesma, “ Kiat Menumbuhkan Budaya Baca,” 10 Februari 1993 (Jakarta), h. 3
f. Kegemaran membaca dapat membuat anak mempunyai perspektif yang beragam dan terus berkembang. g. Membaca dapat membantu anak untuk memiliki rasa kasih sayang, karena dengan membaca anak akan ikut merasakan apa yang dirasakan dan dialami oleh tokoh dalam buku yang dibacanya tersebut. h. Dengan membaca, anak dihadapkan apada suatu dunia yang penuh kesempatan dan kemungkinan, sehingga anak dapat memimpikan apapun dengan imajinasinya. i. Anak yang gemar membaca akan mampu mengembangkan pola berpikir kreatif dalam dirinya. j. Kecintaan membaca adalah salah satu kebahagiaan utama dalam hidup. Sebab, tanpa membaca, hidup akan terasa gelap dan membosankan.30 Mengingat begitu banyaknya manfaat yang dapat diambil dari kegiatan membaca, maka upaya meningkatkan minat baca dan pemenuhan bahan bacaan sudah seharusnya menjadi agenda utama dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa selain usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah
lewat
dunia
pendidikan.
Pembinaan
minat
baca
di
perpustakaan dan taman bacaan harus lebih digalakkan lagi. Pembinaan dan pengembangan minat baca dapat dilakukan dengan memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut:
30
Mary Leonhardt, 99 Cara membuat anak anda “keranjingan” membaca (Bandung: Kaifa, 1999), h. 27-30
a. Pembinaan
minat
baca merupakan
suatu
proses
yang
berkelanjutan. Jadi pembinaan minat baca merupakan proses yang berkesinambungan dan telah terencana dengan baik. b. Pembinaan minat baca merupakan suatu proses untuk membantu masyarakat agar minat bacanya terus tumbuh dan berkembang. c. Pembinaan minat baca diberikan pada masyarakat untuk menumbuhkan minat bacanya secara maksimal. Individu mempunyai
kemampuan
yang
berbeda-beda
dalam
menumbuhkan minat bacanya, melalui pembinaan minat baca maka individu tersebut dapat mengembangkan minat bacanya secara maksimal. d. Dalam
pelaksanaan
pembinaan
minat
baca,
diperlukan
pustakawan maupun petugas yang memiliki kemampuan dalam usaha pembinaan minat baca.31 Perlu diketahui bahwa yang berperan terhadap pembinaan minat baca anak, bukan hanya lingkungan sekolah, tetapi pihak keluarga dan lingkungan rumah juga mempunyai peran yang sangat penting dalam membina dan mengembangkan minat baca anak. Berikut akan dijelaskan pihak-pihak yang sangat berperan terhadap pembinaan minat baca anak, yaitu: a. Keluarga, khususnya orangtua, hal ini dikarenakan anak selalu mengikuti kebiasaan orangtua, Jika orangtua mereka sering
31
Mudjito, Pembinaan Minat Baca, hal. 74-75
membaca dan mempunyai minat baca yang tinggi maka anak sebagian besar akan mengikuti orangtuanya yang suka membaca. Akan tetapi, apabila orangtuanya suka bermalas– malasan dan menonton TV saja, maka anak pun sebagian besar akan mengikuti perilaku orangtuanya tersebut. Maka, sebagai orangtua sebaiknya sudah harus mulai membantu anaknya untuk membaca dan membuatnya tertarik dengan buku. Hal ini bisa dilakukan dengan membacakan cerita untuk anak atau membatasi menonton televisi untuk anak. b. Pihak perpustakaan sekolah. Pustakawan harus membuat program–program untuk pembinaan dan pengembangan minat baca anak. Pustakawan harus bekerja sama dengan pihak guru, kepala sekolah, dan staf lainnya dalam melaksanakan program– programnya. c. Pihak Sekolah. Pihak sekolah juga memegang peranan yang penting dalam pembinaan minat baca anak. Pihak sekolah harus membantu pustakawan dalam program pembinaan minat baca anak. Misalnya, kepala sekolah memberikan kebijakan– kebijakan yang berkenaan dengan program pembinaan minat baca tersebut, dan lain sebagainya. d. Lingkungan rumah. Lingkungan di sekitar rumah berperan penting dalam menumbuhkan minat baca anak. Apakah anakanak disekitar lingkungan rumahnya sepulang sekolah hanya main-main atau membaca buku dirumah temannya. Sungguh
beruntung apabila di lingkungan sekitar rumahnya terdapat taman bacaan yang terbuka untuk umum, sehingga anak-anak mulai mengenal dengan buku dan tertarik untuk membaca. Taman
bacaan
tentu
sangat
menunjang
dalam
usaha
menumbuhkan minat baca anak terutama apabila di taman bacaan tersebut mempunyai program pembinaan minat baca, seperti
mendongeng
(storytelling)
yang
baik
untuk
mengembangkan minat baca anak.
2. Fungsi dan Tujuan Pembinaan Minat Baca
Banyak strategi yang dapat dilakukan oleh taman bacaan untuk membina dan mengembangkan minat baca anak. Sebelum strategi tersebut dilaksanakan, pustakawan atau petugas harus mengetahui fungsi dan tujuan dari pembinaan minat baca terlebih dahulu. Dalam buku Pembinaan Minat Baca, Mudjito menjelaskan beberapa fungsi dari pembinaan minat baca, antara lain: a. Sebagai sumber untuk pelaksanaan kegiatan pembinaan minat baca. b. Sebagai pedoman atau acuan terhadap kegiatan–kegiatan yang dilakukan dalam pembinaan minat baca. c. Sebagai tolok ukur terhadap keberhasilan pembinan minat baca.
d. Membuat pemahaman bagi anak bahwa membaca itu menyenangkan dan begitu penting untuk kehidupan serta masa depannya.32 Sedangkan tujuan dari pembinaan minat baca, dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pembinaan minat baca adalah untuk mengembangkan dan membina masyarakat yang gemar membaca lewat layanan perpustakaan dengan penekanan pada penciptaan lingkungan membaca untuk semua jenis bacaan pada semua lapisan masyarakat. Tujuan khusus pembinaan minat baca adalah: a. Mewujudkan sistem pembinaan minat baca yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. b. Menyelenggarakan program pengembangan dan pembinaan minat baca yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. c. Mengembangkan minat baca bagi semua lapisan masyarakat untuk mengantisipasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. d. Menyediakan berbagai jenis koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pemakai perpustakaan. 33 Secara umum, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari pembinaan minat baca yaitu agar masyarakat, khususnya anak-anak gemar untuk membaca dan sadar akan pentingnya membaca, bahwa dengan membaca dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan untuk 32 33
Mudjito, Pembinaan Minat Baca, hal. 69-70 Mudjito, Pembinaan Minat Baca, hal. 75
memajukan kehidupan bangsa. Dengan pembinaan minat baca, diharapkan masyarakat dapat menjadi masyarakat baca (reading society) dan masyarakat terpelajar (educated society) yang selalu berlandaskan atas kecintaan mereka terhadap buku dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan penting selain kebutuhan pokok sehari-hari.
3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Minat Baca Anak
Tinggi rendahnya minat baca anak, dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kemampuan membaca anak. Anak-anak yang kurang bisa membaca maka ia akan malas membaca, karena itu dari sedini mungkin sebaiknya orang tua mulai mengajarkan anaknya membaca dan mendekatkan anaknya dengan buku. Ironisnya, sekarang ini banyak orang tua yang kurang memperhatikan anak–anaknya dalam membaca. Banyak orang tua yang sudah sibuk bekerja di kantor, sehingga kurang memperhatikan kemampuan membaca anaknya. Anak yang kurang bisa membaca akan sulit ditumbuhkan minat bacanya. Karena itu, pihak orangtua seyogyanya harus memperhatikan kemampuan baca anaknya sedini mungkin. Berikut penulis akan menjelaskan secara rinci apa saja yang menjadi faktor rendahnya minat baca, yaitu: 1. Sistem pembelajaran di Indonesia yang belum mengkondisikan siswa untuk membaca buku sebagai sarana untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan.
2. Tradisi lisan atau tutur masyarakat Indonesia masih sangat kuat. Tradisi ini berkembang sebagai media komunikasi turuntemurun dari nenek moyang kita. 3. Semakin banyaknya sarana hiburan dan berkembangnya teknologi audio visual yang semakin menjauhkan anak dengan buku, seperti: tempat rekreasi, permainan, playstation, dan tontonan televisi.34 4. Para orang tua selalu disibukkan oleh berbagai pekerjaan, sehingga sangat sedikit waktu yang biasa disediakan para orang tua untuk membantu anak membaca buku, apalagi untuk mengajarkan anak membaca. 5. Kondisi ekonomi, tingkat pendapatan ekonomi yang rendah menyebabkan masyarakat lebih memilih membeli hal–hal yang dianggap lebih menjadi prioritas dalam kehidupan, seperti sandang,
pangan,
dan
papan.
Hal
inilah
yang
turut
menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat terhadap buku. 6. Sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan masih langka dan minim sekali, apalagi harga buku semakin mahal dan memberatkan masyarakat.35 7. Kemauan membaca masyarakat yang tingkat kesejahteraannya tinggi masih rendah. Meskipun mereka sebenarnya mampu membeli buku, tapi seringkali ditemukan mereka lebih senang
34
Mulyo Sunyoto, “Menunggu Kerja Besar Himpunan Penggemar Membaca,” artikel diakses pada Sabtu, 10 Mei 2008 dari http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/ 1997/05/05/0069.html 35 Arixs, “Enam Penyebab Rendahnya Minat Baca,” artikel diakses pada Selasa, 1 April 2008 dari http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=1063
mengoleksi barang–barang antik dan benda-benda seni lainnya daripada
membeli
buku.
Hal
itu
menunjukkan
usaha
pemenuhan kebutuhan estetis masyarakat seringkali tanpa diimbangi pemenuhan kebutuhan akan buku dan sumber informasi lainnya. Faktor inilah yang membuat minat baca masyarakat tidak kunjung meningkat.36 8. Aspek nurtural, yaitu sikap penduduk Indonesia yang belum mengerti pentingnya kemampuan dan minat baca. Dari penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal penting yang sangat mempengaruhi rendahnya minat baca masyarakat Indonesia terutama untuk anak-anak. Beberapa faktor dominan yang menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia adalah: 1. Faktor
ekonomi,
yaitu
rendahnya
tingkat
pendapatan
masyarakat Indonesia menyebabkan seorang kepala keluarga atau ibu lebih mementingkan untuk membeli sandang, pangan, dan papan daripada harus membeli buku untuk anaknya. 2. Faktor kultural (budaya), yaitu masyarakat Indonesia sejak dahulu kala sudah terbiasa dengan budaya lisan yang dapat membuat masyarakat menjadi pasif dalam menerima informasi sehingga malas untuk membaca. 3. Semakin maraknya sarana hiburan dan berkembangnya teknologi audio visual seperti playstation yang dapat semakin menjauhkan anak-anak dari buku. 36
Syaifuddin A. Rasyid, Perpustakaan dalam Penumbuhan Sikap Gemar Membaca Siswa Madrasah dalam Abdul Hakim Sudarnoto, ed., Perpustakaan sebagai Center for Learning Society(Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora, 2005) hal. 6.
4. Masih langkanya sarana-sarana untuk memperoleh bacaan, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan minim sedangkan harga buku semakin tidak terjangkau. Anak-anak yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat sulit sekali untuk mendapatkan bacaan, malah banyak dari mereka yang tidak diajarkan membaca. Setelah kita mengetahui ada kurang lebih 4 faktor dominan yang menyebabkan minat baca di Indonesia masih rendah, maka kita harus bersiap untuk mengantisipasi faktor-faktor tersebut, antara lain dengan mengembangkan terus program minat baca di taman bacaan maupun perpustakaan. Pertumbuhan minat baca bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan, misalnya ibu dapat mengajaknya berbicara, kemudian setelah bayi lahir, ibu dapat membacakan cerita atau mendongeng. Saat itu, otak anak akan merekam isi bacaan apapun yang disampaikan orang tuanya dalam gaya cerita. Hal ini telah dipraktikkan dan menjadi tradisi di Jepang yang dikenal dengan nama “Gerakan Membaca 20 Menit Ibu dan Anak”. Gerakan ini menganjurkan seorang ibu untuk membacakan anaknya sebuah buku yang dipinjam dari perpustakaan umum atau sekolah selama 20 menit sebelum anaknya pergi tidur.37 Saat usia sekolah, perpustakaan sekolah pun menjadi sarana yang perlu mendapat perhatian sebagai pusat pengembangan minat dan kegemaran membaca. Pihak guru, kepala sekolah, pustakawan juga dapat
37
Depdiknas, Buletin Pusat Perbukuan, No. 1. 2000, h. 24
bersama-sama membantu anak agar tumbuh minat bacanya, misalnya guru memberikan tugas, agar anak ke perpustakaan untuk membaca buku dan membuat resensi dari buku yang dibacanya, dengan begitu anak akan termotivasi
untuk
membaca
buku
kemudian
pustakawan
dapat
mendongeng kepada siswa agar siswa lebih tertarik untuk membaca buku yang telah didongengkan oleh pustakawan tersebut dan masih banyak kegiatan lainnya yang dapat merangsang anak untuk gemar membaca. Pengenalan buku pada anak sejak dini, dapat menumbuhkan dan mengembangkan minat baca anak, sesuai dengan prinsip psikologi bahwa cara bertindak seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan yang terekam dalam memori otaknya semasa kecil. Dengan mengenalkan anak pada kebiasaan membaca sejak ia masih dalam kandungan, maka saat ia dewasa akan terbiasa untuk membaca sehingga ia mampu beradaptasi.
4.
Program-program Pembinaan Minat Baca
Taman bacaan merupakan tempat di mana anak-anak dapat memperoleh beragam bacaan secara mudah. Namun, walaupun mudah, terkadang anak-anak malas datang ke taman bacaan untuk membaca buku. Mereka lebih suka bermain bola, playstation, menonton film kartun di di rumah dan lain sebagainya. Karena itu, peran pustakawan sangat
dibutuhkan dalam menumbuhkan minat baca anak-anak. Pustakawan hendaknya
lebih
kreatif
untuk
mengadakan
kegiatan-kegiatan
menyenangkan bagi anak agar anak terbiasa dengan membaca. Program pembinaan minat baca yang dapat dilakukan taman bacaan, antara lain: a. Melakukan tur perpustakaan. Dengan program ini, pustakawan dapat memperkenalkan anak tentang bacaan-bacaan dan bagian-bagian dari perpustakaan yang menarik, sehingga anak menyukai untuk datang ke taman bacaan atau perpustakaan. b. Menyediakan sumber bacaan yang beragam. Pustakawan harus pandaipandai dalam memilih bahan bacaan yang sesuai dan paling diminati oleh anak. Taman Bacaan juga sebaiknya menyediakan bahan bacaan yang beragam, sehingga anak tidak cepat bosan membaca buku karena banyak pilihan buku yang tersedia di taman bacaan. c. Mengadakan peminjaman buku saat libur sekolah. Pada saat anak libur sekolah, anak mempunyai banyak waktu senggang, daripada bermain dan hanya menonton televisi yang dapat membuat anak semakin malas membaca, lebih baik anak dibolehkan untuk meminjam buku agar waktu senggang tersebut dapat dipakai untuk hal yang lebih berguna, yaitu membaca buku supaya minat bacanya terus terjaga dan berkembang. d. Membuat slogan mengenai manfaat membaca. Agar anak tertarik untuk membaca, sebaiknya di dinding taman bacaan ditempel sloganslogan mengenai manfaat membaca, dengan begitu anak dapat lebih
menyadari manfaat membaca sehingga membuat mereka terpengaruh untuk gemar membaca. e. Membacakan dengan suara keras (reading aloud). Reading aloud mempunyai manfaat yang baik sekali untuk anak. Dengan program reading aloud ini dapat membantu anak dalam mengembangkan kemampuan membaca, menulis, mendengar dan berbicara. f. Lingkar sastra (literature circle) merupakan kegiatan yang dapat melatih anak untuk berdiskusi dan menganalisa buku yang dibacanya, dengan begitu dapat mendorong anak agar berfikir kritis dan luas. g. Menuturkan cerita atau mendongeng (storytelling) merupakan program yang dapat mendorong anak untuk membaca dan memperbaiki ketrampilannya dalam membaca serta membangun kenikmatannya terhadap cerita. Mendongeng dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu seperti dengan menggunakan boneka, gambar, balon, musik, dan lain-lain. h. Mengundang
penulis
cerita.
mengundang
seorang
penulis
Kegiatan untuk
ini
dilakukan
berbagi
cerita
dengan mengenai
pengalamannya dalam membaca dan mengarang suatu cerita membuat anak untuk tertarik membaca. i. Mendramatisasikan cerita. Kegiatan ini dilakukan dengan pustakawan membacakan cerita lalu anak diminta untuk memperagakan cerita tersebut. Jadi, agar anak dapat memperagakannya, ia harus mendengarkan ceritanya dengan baik dan seksama.
j. Membuat ilustrasi pada cerita. Anak diminta untuk membuat ilustrasi dari apa yang telah didongengkan oleh pustakawan, karena biasanya anak suka sekali menggambar, setelah itu anak pasti tertarik untuk membaca bukunya. k. Pemutaran film, program ini merupakan kegiatan yang dapat menghubungkan
pengalaman
sebenarnya,
yaitu
film
dengan
pengalaman membaca yang baik. l. Memajang karya anak. Membentuk anak-anak agar gemar membaca dapat dilakukan dengan membuat anak merasa dihargai dengan hasil karya yang telah dikerjakannya. Pustakawan dapat meminta anak untuk membuat karya tertentu, lalu memajang karyanya tersbut, dengan begitu anak akan merasa dihargai,38 m. Mengadakan lomba-lomba yang berkaitan dengan buku, misalnya: lomba membaca puisi, mengarang cerita pendek, mengarang puisi, membuat kliping, membuat mading (majalah dinding). 39 C. PERANAN STORYTELLING DALAM PEMBINAAN MINAT BACA 1. Hubungan Storytelling dengan Minat Baca
Seringkali kita dihadapkan pada kenyataan bahwa minat baca anak-anak di Indonesia masih rendah. Anak-anak lebih memilih untuk bermain di lapangan, menonton televisi, bermain playstation dan lain
38
Sudarnoto Abdul Hakim, ed., Pengantar Manajemen Perpustakaan Madrasah, (Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 133-141 39 Kosam Rimbarawa, “Peranan Perpustakaan dalam Pembinaan Minat Baca dan Menulis,” dalam Sudarnoto Abdul Hakim, ed., Perpustakaan Sebagai Center for Learning Society: Gagasan Untuk Pengembangan Perpustakaan Madrasah (Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 29
sebagainya. Kegiatan membaca membutuhkan waktu agar dapat tertanam dengan baik pada anak. Selain itu, harus ada pengawasan terus-menerus dari orang-orang terdekat dengan anak agar minat bacanya terus tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun, sampai saat ini masih banyak orangtua yang masih kurang peduli akan pentingnya membaca.
Banyak orangtua
yang lalai
mengajarkan membaca pada anak-anaknya, sehingga mereka tidak siap dalam menghadapi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang dengan pesatnya. Orangtua harus sadar bahwa dengan banyak membaca, anak-anak akan mempunyai wawasan yang luas sehingga dapat membuatnya lebih mudah dan siap dalam menghadapi segala hal di masa depannya kelak. Taman bacaan sadar sekali terhadap pentingnya membaca. Oleh karena itu, taman bacaan melalui program pembinaan minat baca khususnya untuk anak-anak mengadakan beragam kegiatan yang dapat mendorong anak untuk gemar membaca. Dengan beragam program yang dapat dilakukan taman bacaan tersebut, maka minat baca anak-anak akan tumbuh dan berkembang. Program–program pembinaan minat baca yang dapat dilaksanakan misalnya: lingkar sastra (literature circle), pemutaran film, membaca dengan keras (reading aloud), mendongeng (storytelling), mendramatisasi cerita, lomba-lomba yang berhubungan dengan buku, dan masih banyak lainnya. Dari banyak program tersebut, program mendongenglah yang saat ini sedang banyak dilakukan di perpustakaan, terutama di taman bacaan.
Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak mengadakan storytelling dalam program pembinaan minat baca untuk anak-anak yang mengunjungi taman bacaan. Dengan adanya kegiatan mendongeng minat baca anakanak dapat tumbuh dan berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan indikator, sebagai berikut: a. Intensitas kedatangan anak-anak ke taman bacaan yang meningkat, misalnya semula hanya dua kali seminggu menjadi tiga kali atau lebih dalam seminggu. b. Secara kualitatif, anak-anak yang berkembang minat baca akan mampu menceritakan kembali buku-buku yang dibacanya dengan baik. Dengan menceritakan kembali buku-buku yang dibacanya, kita dapat kemampuan anak dalam menyerap bacaan, apakah ia hanya sekedar membaca, sudah meresapi isinya, atau sudah sampai mengembangkan imajinasinya dengan ide-ide yang didapatkan dari buku. c. Anak-anak yang pada awalnya enggan untuk membaca buku, dengan adanya kegiatan mendongeng termotivasi untuk membaca buku. Awalnya anak-anak mendengarkan cerita dari petugas, setelah itu mereka tertarik untuk membaca buku tersebut sendiri, dengan begitu ia akan tertarik untuk membaca buku, semakin lama mereka akan terbiasa dan terlatih untuk membaca buku sendiri sehingga berkembanglah minat bacanya.
menjadi tumbuh dan
d. Dengan program storytelling, anak yang pada awalnya sudah tertarik untuk membaca satu buku, maka akan termotivasi untuk membaca buku lebih banyak lagi, baik mulai dari buku sejenis yang didongengkan sampai buku-buku lainnya. e. Anak-anak juga aktif mengajak anggota keluarganya maupun teman-temannya untuk membaca buku yang didongengkan. Mendongeng selain dapat menumbuhkan dan mengembangkan minat baca anak, juga mempunyai banyak manfaat lainnya, antara lain: mengembangkan imajinasi anak, menambah pengetahuan dan wawasan, anak mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, mengajak anak untuk berfikir kritis dan lebih kreatif, meningkatkan daya konsentrasi, melatih kemampuan bahasa dan bicara anak, dapat memicu daya kritis dan rasa keingin tahuan anak, merangsang jiwa petualangan anak, anak–anak mendapatkan ide dan inspirasi baru.
2. Efek/Implikasi Storytelling Terhadap Minat Baca
Dalam sebuah laporan penelitian yang dilakukan pada anak-anak batita (bawah tiga tahun), Brandsford dan Brown (2000) menyatakan bahwa dengan storytelling, anak-anak batita belajar memberikan perhatian pada kegiatan dongeng, seperti intonasi, nada, dan membantu mereka untuk menyerap informasi kritis mengenai bahasa dan arti.” Brandsford dan Brown juga menyatakan bahwa,”Storytelling dapat membantu anakanak dalam mendengarkan kata-kata (pengenalan bahasa lisan), membaca,
mengembangkan minat baca, berbicara, dan mengolah kata (berfikir dengan bahasa).” Brandsford dan Brown menyimpulkan bahwa awal aktivitas bahasa lisan (storytelling) adalah bagian dasar yang utama dan penting untuk mengembangkan minat baca dan kemampuan membaca serta kemampuan mengolah kata dan bahasa.40 Sebuah penelitian lainnya di Kanada yang dipublikasikan pada tahun 2004 tentang kemampuan storytelling pada anak TK di Ontario Kanada, menemukan bahwa adanya hubungan yang cukup signifikan antara kemampuan storytelling dengan kemampuan matematis anak di kemudian hari.41 Studi ilmu pengetahuan telah menetapkan bahwa pengembangan kemampuan manusia untuk memahami dan menginterpretasikan dunia di sekitar melalui struktur dan konsep cerita (storytelling) lebih dahulu dilakukan sebelum mereka mengembangkan pemikiran logis. Membaca merupakan salah satu sarana untuk membangun struktur pemikiran logis. Dengan demikian, storytelling dapat dijadikan pengantar sebelum seorang anak dikenalkan pada pemikiran logis yang dikandung sebuah buku. Jika anak menyukai storytelling, maka minat anak terhadap buku juga bisa dimunculkan karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Misalnya, seorang anak ingin tahu lebih banyak tentang cerita yang dibawakan melalui storytelling maka orang yang bercerita (teller) dapat mengarahkan anak untuk mencari di buku.
40
Kendall Haven, MaryGay Ducey, Crash Course in Storytelling ( USA: Libraries Unlimited, 2007) h. 99 41 Ibid, h. 10
D. TAMAN BACAAN 1. Pengertian Taman Bacaan
Perpustakaan berperan sebagai lembaga yang ikut melestarikan kebudayaan, mempunyai tugas menyimpan hasil karya manusia yang dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, rekreasi, budaya dan lain sebagainya bagi masyarakat.42 Pengertian Perpustakaan itu sendiri adalah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasa disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan masyarakat pembaca, bukan untuk dijual. 43 Perpustakaan masih terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan pribadi, perpustakaan nasional, perpustakan internasional, perpustakaan khusus, perpustakaan umum. Perpustakaan Umum diibaratkan sebagai Universitas Rakyat atau Universitas Mayarakat. Perpustakaan Umum merupakan
lembaga pendidikan untuk masyarakat umum dengan
menyediakan berbagai informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya,
sebagai
sarana sumber belajar untuk
memperoleh
dan
meningkatkan ilmu pengetahuan bagi seluruh lapisan masyarakat. Perpustakaan umum masih dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Perpustakaan Umum Kabupaten / Kota 42 43
Taslimah Yusuf, Manajemen Perpustakaan Umum (Jakarta: Universitas Terbuka, 1996), h. 1 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 3
b. Perpustakaan Umum Kecamatan c. Perpustakaan Umum Desa / Kelurahan d. Perpustakaan Cabang e. Perpustakaan Taman Bacaan Rakyat / Perpustakaan Umum Taman Bacaan Masyarakat f. Perpustakaan Keliling.44 Jadi, Taman Bacaan termasuk kedalam jenis Perpustakaan Umum. Seperti halnya perpustakaan umum , taman bacaan dimaksudkan untuk dikunjungi masyarakat. Taman bacaan menjadi ruang publik yang terbuka bagi anak-anak seluruh lapisan untuk belajar, membaca, menelaah, serta berinteraksi dengan sesama serta dengan gagasan yang tertulis dalam buku.45 Pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Budaya Baca, Direktorat Jenderal Pendidikan Luas Sekolah (PLS) Departemen Pendidikan Nasional, meluncurkan sebuah program riil pengentasan pemberantasan buta aksara yang diberi nama Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Program ini merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan nonformal bagi masyarakat. TBM merupakan sarana pendukung perpustakaan umum yang cukup efektif sebagai usaha pengembangan minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah. Program TBM ini ternyata mendapat respon positif dari sekelompok orang atau organisasi (yayasan) yang peduli terhadap masalah-masalah sosial, khususnya dalam bidang pendidikan. 44
Sutarno NS, Perpustakaan dan Masyarakat (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003) h. 32-33 Ani Taruastuti, “Taman Bacaan,” artikel diakses pada Rabu, 18 Juni 2008 dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/24/opi05.htm 45
Taman Bacaan telah banyak didirikan sejak tahun 1990-an. Menurut Ir. H. Zulkarnaen, Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), sebagaimana dikutip oleh Ayu. N. Andini dalam artikelnya yang berjudul “Peningkatan Mutu untuk Pengelola Taman Bacaan Masyarakat” bahwa sampai kini ada sekitar 5000 Taman Bacaan Masyarakat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Taman bacaan rakyat merupakan salah satu bentuk kegiatan riil dari masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam membangun minat baca masyarakat.46 Salah satu taman bacaan yang didirikan atas swadaya masyarakat adalah Taman Bacaan Yayasan Wakaf Khadijah Aisyah (Taman Bacaan YWKA). Taman Bacaan YWKA merupakan salah satu program bidang sosial-pendidikan dari YWKA untuk meningkatkan minat baca anak-anak dari masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah yang lemah akibat rendahnya daya beli mereka terhadap buku. Khususnya Taman Bacaan YWKA ini lebih menitik beratkan untuk anak-anak. Anak-anak harus ditumbuhkan dan dikembangkan minat bacanya sejak dini. Melalui taman bacaan, anak dapat termotivasi untuk membaca dan tertarik dengan buku. Terutama apabila Taman Bacaan
itu
mempunyai program-program yang dapat menunjang untuk tumbuhnya minat baca, seperti storytelling (mendongeng). Dengan adanya program storytelling di Taman Bacaan YWKA, diharapkan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang minat bacanya.
46
Ayu N. Andini, “Peningkatan Mutu untuk Pengelola Taman Bacaan Masyarakat,” pada Sabtu, 26 April 2008 artikel ini diakses dari http://www.jugaguru.com/article/all/tahun/2007/bulan/06/tanggal/27/id/528
2. Fungsi Dan Tujuan Taman Bacaan
Menyadari pentingnya peningkatan minat baca masyarakat, maka perlu diupayakan pengembangan sarana dan prasarana serta programprogram pembinaan minat baca di perpustakaan dan taman bacaan agar masyarakat memperoleh bacaan sesuai dengan kebutuhannya serta tumbuh dan berkembanglah minat bacanya. Khususnya bagi anak-anak yang harusnya sudah mulai ditumbuhkan minat bacanya sejak dini. Seperti halnya perpustakaan, yang mempunyai fungsi sebagai sarana simpan karya manusia, sarana pendidikan (education), sarana informasi, sarana hiburan (recreation), sarana budaya (cultural), sarana penelitian (research).47 Taman bacaan juga mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: e. Sebagai sarana memperoleh bahan bacaan bagi masyarakat dengan cara mudah. f. Sebagai sarana yang tepat bagi pengembangan minat baca g. Sebagai salah satu tempat pembelajaran masyarakat luas khususnya bagi anak-anak h. Sebagai sumber informasi baik ilmu pengetahuan maupun teknologi. i. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat yang harus dijadikan pusat kegiatan membaca. Direktorat Pendidikan Masyarakat Depdiknas RI, Dra Katarina menjelaskan bahwa TBM (Taman Bacaan Masyarakat) memiliki tiga
47
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, h. 27-29
fungsi penting yaitu: Pertama, sebagai sumber pembelajaran dan pendidikan bagi masyarakat agar belajar mandiri dan sebagai penunjang kurikulum program Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bagi siswa; kedua, sebagai sumber informasi dari bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masyarakat setempat; ketiga, sebagai sumber penelitian (research) dengan menyediakan buku-buku dan bahan bacaan.48 Taman bacaan selain mempunyai fungsi, juga mempunyai beberapa tujuan. Tujuan dari taman bacaan, antara lain: a.
Untuk membangkitkan dan meningkatkan minat dan budaya baca masyarakat khususnya anak-anak untuk membaca dan belajar, sehingga tercipta masyarakat dan generasi penerus bangsa yang cerdas.49
b.
Untuk
membuat
sebuah
perpustakaan
rakyat
yang
menyediakan buku-buku bacaan segar bagi anak-anak dan masyarakat.50 c.
Taman bacaan didirikan dengan tujuan untuk menambah ilmu pengetahuan, pengembangan daya imajinasi dan kreativitas anak dan masyarakat serta untuk pembentukan moral yang terpuji sejak dini.
48
Dinas Infokom Pemda Jatim, “Peningkatan kecerdasan melalui taman bacaan masyarakat,” pada Rabu, 18 Juni 2008 artikel ini diakses dari http://mediarent.blogspot.com/2006/10/peningkatankecerdasan-melalui-taman.html 49 Ibid 50 Muh. Muslih, “Budaya Membaca Masih Di Awang-awng ,“ pada Rabu, 18 Juni 2008 artikel ini diakses dari http://mediarent.blogspot.com/
d.
Taman bacaan diharapkan dapat menjadi sarana membaca dan juga untuk memotivasi anak agar dapat mengembangkan bakat dan minat, serta kemampuan diri mereka.51
BAB III TAMAN BACAAN YAYASAN WAKAF KHADIJAH AISYAH
51
“Menyemai Kasih Lewat Taman Bacaan Anak,” Kompas, Sabtu 23 November 2002, h. 12
A. Sejarah Singkat Taman Bacaan Yayasan Wakaf Khadijah Aisyah
Yayasan Wakaf Khadijah Aisyah (YWKA) merupakan sebuah yayasan sosial yang telah lama dirintis oleh keluarga besar pemilik Pabrik Kecap Korma. Yayasan ini merupakan amanah pengembangan dana wakaf dari sepasang saudara bernama Khadijah dan Aisyah yang merupakan pendiri Pabrik Kecap Korma. Mula-mula yayasan hanya berupa kegiatan Taman Pengajian Al Qur’an (TPA) saja untuk anak-anak sekitar. Namun, seiring dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat, maka keluarga besar pemilik yayasan kemudian mengembangkannya menjadi sebuah lembaga sosial yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat sekitar yang tidak mampu. Pada bulan Juli 2003, YWKA resmi berdiri dengan Akta Notaris No. C-369. HT. 01.02.TH.2005. Dengan status resminya, YWKA dapat lebih leluasa untuk mengembangkan program-program kegiatannya dalam memberdayakan kaum dhu’afa dan anak-anak yatim yang tinggal di sekitar YWKA untuk mengoptimalkan fungsi pemberdayaan tersebut. YWKA membaginya dalam unit-unit kegiatan sebagai berikut:
1. Bidang Pendidikan: a. Raudhatul Athfal (RA) atau TK Islam Khadijah Aisyah b. Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) c. Khadijah Aisyah English Course (KEC)
d. Bimbingan Belajar Khadijah Aisyah e. Kelompok Dongeng Matahari (KDM) f. Taman Bacaan Khadijah Aisyah g. Program Tahsin-Tahfidz Al Qur’an h. Jejaring TPA i. Program Pembinaan Keagamaan j. Beasiswa 2. Bidang Kesehatan a. Pemeriksaan Kesehatan dan pengobatan b. Olahraga c. Penyuluhan Gizi dan Kesehatan d. Donor Darah e. Khitanan Massal52 Pada tahun 2007, YWKA menawarkan kepada anggota masyarakat yang berminat untuk membuka taman bacaan secara mandiri dengan bergabung di bawah jaringan Taman Bacaan YWKA. Peran YWKA di sini adalah membantu dalam hal manajemennya, misalnya: dalam pengadaan, pengklasifikasian, dan penomoran buku, serta penyusunan program-program penunjang taman bacaan tersebut. Sementara masyarakat yang berminat, cukup menyediakan tempat dan biaya operasionalnya. Taman bacaan itu nantinya secara struktural akan menjadi cabang dari Taman Bacaan YWKA pusat.
52
http://www.ywka.org diakses pada 24 Juni 2008
Pada bulan Juli 2007, salah satu anggota masyarakat yang berdomisili di Jl. Prof. Dr. Hamka No. 50A, Larangan Selatan, Kampung Gagak, Tangerang menyambut ide pendirian jaringan TBM yang digagas oleh YWKA tersebut dengan mendirikan sebuah TBM yang secara manajerial menjadi cabang Taman Bacaan YWKA yang beralamat di Jl. M. Saidi RT.009/ RW.01 No. 3A, Jakarta Selatan. Taman Bacaan YWKA cabang Kampung Gagak ini didirikan atas sumbangan dan keinginan dari keluarga Ibu Jamilah, yang masih merupakan keluarga pendiri YWKA. Keberadaan Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak ini sangat menunjang dalam program-program pengembangan minat baca anak di sekitar Kampung Gagak. Minat baca anak di sekitar, yang tadinya tidak dapat tersalurkan karena terhadang daya beli orang tua mereka terhadap buku, dengan adanya taman bacaan ini mereka dapat tetap menyalurkan kemampuan dan keinginan membaca mereka. Dengan begitu, minat baca mereka akan tetap terjaga dan berkembang dengan baik. Anak-anak di sekitar Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak pada awalnya kurang tertarik datang ke taman bacaan untuk membaca. Namun, dengan adanya storytelling dan beragamnya koleksi yang tersedia, mereka mulai tertarik datang ke taman bacaan untuk membaca buku. Mereka senang sekali dengan adanya taman bacaan dan kegiatan mendongeng di Taman Bacaan YWKA. Mereka merasa semakin tumbuh dan berkembang minat bacanya. Mereka yang pada mulanya malas membaca kemudian mulai gemar membaca dan semakin suka akan membaca. Taman Bacaan YWKA
Kampung Gagak dinilai sangat membantu dalam penumbuhan dan pengembangan minat baca anak di sekitar Kampung Gagak tersebut.
B. Visi, Misi, dan Tujuan
Taman Bacaan
YWKA Kampung Gagak mempunyai visi ingin
berperan dalam mencerdaskan masyarakat khususnya untuk anak-anak. Sedangkan misi dari Taman Bacaan
YWKA adalah untuk meningkatkan
minat baca masyarakat melalui pendirian TBM. Tujuan umum dari Taman Bacaan YWKA adalah untuk menjembatani kesenjangan akses buku dan bahan bacaan lainnya yang dirasakan oleh anakanak dari keluarga tidak mampu. Yang tidak kalah pentingnya, YWKA berpandangan bahwa taman bacaan itu sendiri juga harus dapat mengantar anak-anak untuk gemar membaca dan terbiasa membaca sehingga anak-anak mampu belajar secara mandiri.
C. Sumber Daya Manusia
Manajemen Taman Bacaan
YWKA Kampung Gagak menggunakan
sistem semacam waralaba tetapi bersifat nonprofit. Artinya, taman bacaan ini didirikan oleh perseorangan tetapi pengelolaannya mendapat pembinaan dari Taman Bacaan YWKA pusat dan tidak menggunakan sistem profit sharing (pembagian keuntungan). Karena itu, struktur organisasi Taman Bacaan
YWKA Kampung Gagak berada di bawah struktur manajemen Taman Bacaan YWKA Pusat. Saat ini struktur material taman bacaan berada di bawah pembinaan dari Ketua Operasional 2 bidang non-dakwah YWKA, yang merupakan Pembina Taman Bacaan YWKA Pusat, yaitu Ibu Sophia Aidid. Sedangkan untuk operasionalnya, taman bacaan ini memperkerjakan 2 orang yang bekerja secara bergantian dari Senin–Ahad. Jam buka taman bacaan itu sendiri adalah: Senin - Jum’at
: Pukul 13.00 – 17.00 WIB
Sabtu - Ahad
: Pukul 08.00 – 16.00 WIB
Dalam pengadaan buku, Taman Bacaan YWKA terbilang sangat ketat dalam menyeleksi buku-buku yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar. Untuk mempermudah pemesanan buku, Taman Bacaan YWKA telah menjalin kerjasama dengan beberapa penerbit besar untuk memasok buku-buku yang berkualitas setiap bulannya. Sebagai pendukung kegiatan belajar mandiri dan pembinaan minat baca anak, Taman Bacaan YWKA mengadakan program storytelling (mendongeng). Taman Bacaan YWKA sangat berharap dengan adanya kegiatan mendongeng dapat memotivasi anak-anak untuk gemar membaca dan mampu belajar secara mandiri.
Tabel 1 SDM Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak
NO.
NAMA
JABATAN
PENDIDIKAN
1.
Jamilah
Pendiri
S1
2.
Sophia Aidid
Pembina
S1
3.
Hiliya
Petugas
S1
4.
Nurul Ekawati
Petugas
D3
D. Koleksi dan Fasilitas Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak, beralamat di Jl. Prof. Dr. Hamka No. 50A Larangan Selatan, Kampung Gagak, Tangerang. Taman bacaan berada di lantai dua, seluas 5m x 4m= 20m2. Tabel 2 Koleksi Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak
KOLEKSI BAHAN PUSTAKA NO.
KLASIFIKASI BUKU
NOMOR KELAS
ANAK-ANAK
REMAJA
DEWASA
NONFIKSI 1
Karya Umum
0
2
Psikologi
100
3
Agama
200
14
67
4
Ilmu-Ilmu Sosial
300
10
6
5
Bahasa
400
18
1
6
Ilmu Murni
500
55
55
7
Teknologi Terapan
600
7
23
8
Kesenian
700
9
Kesusastraan
800
10
Geografi/Sejarah
900
15
TOTAL
7
2
3
18
7
104
172
32
221
96
15
FIKSI
Tabel 3 Majalah Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak
NO.
NAMA MAJALAH
QTY
1 BEE MAGAZINE
56
2 KREATIF
5
3 IRFAN
12
4 TAMAN MELATI
6
TOTAL Tabel 4
79
Fasilitas Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak NO.
NAMA
QTY
1 LEMARI
2
2 RAK
6
3 KURSI
1
4 MEJA KERJA
1
5 MEJA BUNDAR
5
6 KARPET
5
7 TOILET
1
8. POSTER
6
E. Pengunjung dan Anggota
Pengunjung Taman Bacaan YWKA Kampung Gagak ini terdiri dari beragam usia, namun sebagian besar adalah anak-anak. Para pengunjung tersebut terdiri dari orangtua, remaja, anak-anak yang belum mampu membaca sampai yang sudah mampu membaca. Untuk keanggotaan, Taman Bacaan YWKA terbuka bagi anak-anak dari usia 4–17 tahun. Namun, sampai saat ini, yang menjadi anggota adalah anak-anak dari usia 4-13 tahun seluruhnya
berjumlah 824 orang. Sementara anak-anak yang mengikuti kegiatan mendongeng (storytelling) adalah yang berusia 4-8 tahun.
F. Layanan dan Program-program
Layanan perpustakaan merupakan jasa-jasa yang disediakan oleh perpustakaan atau taman bacaan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar Taman Bacaan YWKA mengunakankan sistem terbuka (open access) dalam pelayanannya, yaitu terbuka untuk umum, jadi siapa saja boleh datang ke taman bacaan. Anak-anak boleh membaca buku apa saja yang mereka inginkan, namun disediakan satu rak khusus yang digunakan untuk menyimpan buku yang rentan rusak, seperti buku-buku lift the flap, dengan tujuan agar buku tersebut lebih terjaga dengan baik. Sebelum anak boleh membaca buku tersebut harus diberi arahan terlebih dahulu dari kakak petugas mengenai bagaimana cara membuka, membalik halaman buku, membuka lipatan buku, setelah ia dapat memperlakukan buku tersebut dengan baik, baru anak dibolehkan membaca buku di rak khusus. Layanan yang disediakan di Taman Bacaan YWKA antara lain: 1.
Layanan membaca, merupakan layanan kepada seluruh pemakai dalam menggunakan buku dan bahan bacaan lainnya.
2.
Layanan referensi, merupakan layanan kepada seluruh pemakai dalam menggunakan referensi yang tersedia di taman bacaan.
3.
Layanan mendongeng, merupakan layanan kepada anak-anak yang menjadi anggota Taman Bacaan YWKA, mulai dari usia 4-8 tahun.
Anak-anak didongengkan terlebih dahulu agar tertarik untuk membaca. 4.
Layanan pengajaran membaca, layanan ini diberikan kepada anakanak yang belum mampu membaca. Layanan ini dimaksudkan agar anak-anak mempunyai kemampuan membaca dengan baik.
Anak-anak juga wajib menaati tata tertib yang ada di Taman Bacaan YWKA, sebagai berikut ini: 1.
Ucapkan salam sebelum masuk taman bacaan.
2.
Letakkan tas, sepatu, dan sandal di tempat yang telah disediakan.
3.
Isilah daftar hadir yang telah disediakan.
4.
Jangan membawa makanan dan minuman ke dalam taman bacaan.
5.
Jangan bercanda dan berisik didalam taman bacaan.
6.
Jagalah buku yang sedang kamu baca (jangan merobek, mencoret atau mengotorinya).
7.
Jagalah selalu kebersihan taman bacaan (jangan mengotori dinding dan meja).
8.
Mintalah izin terlebih dahulu kepada kakak petugas bila ingin membaca buku yang ada di rak khusus.
9.
Laporkan buku yang sudah kamu baca pada kakak petugas.
Program yang diadakan Taman Bacaan YWKA, antara lain: 1.
Program pengadaan dan pengelolaan koleksi. Pengadaan koleksi diadakan setiap bulan sekali. Anggaran yang disiapkan untuk pengadaan koleksi Rp. 500.000/bulan. Pengadaan dan pengelolaan
koleksi
dilakukan oleh koordinator dakwah 2 selaku Pembina
Taman Bacaan YWKA, yaitu: Sophia Aidid. 2.
Program pembinaan minat baca melalui kegiatan mendongeng (storytelling) dan pengajaran membaca. Program ini dilakukan oleh petugas harian taman bacaan. Sebelum mendongeng, petugas mempersiapkan terlebih dahulu cerita-cerita dan buku yang akan didongengkan.
Dalam
memberikan
dongeng,
petugas
menggunakan cara tradisional dan juga dengan menggunakan buku. Petugas membuat agar dongeng lebih menarik dengan menrukan suara-suara tokoh dalam cerita. Anak-anak diatur dengan duduk membentuk huruf “u”, maupun berjajar seperti biasa. Setelah itu anak-anak diajak berdiskusi mengenai cerita yang telah didongengkan tadi. Taman Bacaan YWKA akan mengembangkan kegiatan mendongeng yaitu dengan mengadakan berbagai media dalam kegiatan mendongeng, seperti boneka,boneka tangan, boneka jari, chart. Selain itu, petugas juga mengembangkan
cara
dalam
mendongeng,
yaitu
dengan
cara
mendramatisasi cerita, dengan menggunakan gambar, meminta anak-anak untuk membuat ilustrasi dari cerita yang telah didongengkan. Anak-anak
dapat
dikategorikan
sering
mengikuti
kegiatan
mendongeng di Taman Bacaan jika mengikuti 3-4 kali dalam semingggu, terlebih jika setiap hari. Namun jika hanya 1-2 kali dalam seminggu mengikuti kegiatan mendongeng di Taman Bacaan dapat dikategorikan kadang-kadang.
G. Kendala-kendala yang Dihadapi Petugas dalam Pelaksanaan Kegiatan Storytelling
Dari wawancara yang telah dilaksanakan oleh penulis, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh petugas dalam mengadakan kegiatan storytelling di Taman Bacaan YWKA ini, yaitu antara lain: a. Kondisi berisik dari anak-anak yang tidak mengikuti dongeng, sehingga mengganggu jalannya kegiatan storytelling. b. Kondisi fisik petugas dalam mendongeng seringkali menurun akibat letih mendongeng sendirian. Dalam seminggu ada dua petugas yang bekerja di Taman Bacaan YWKA secara bergantian, yaitu Nurul Ekawati (21 tahun) yang bertugas pada hari Senin – Sabtu dan Hiliya (23 tahun) yang bertugas pada hari Minggu. Untuk setiap harinya, hanya ada satu petugas yang bertugas di taman bacaan jadi tidak ada yang membantu untuk mendongeng bergantian untuk setiap harinya. c. Kurangnya media yang dapat membantu agar kegiatan mendongeng menjadi lebih menarik, seperti boneka tangan, boneka jari, musik, gambar, chart dan lain-lain.
H. Pendapat Petugas Mengenai Manfaat dan Peran Storytelling terhadap Pembinaan Minat Baca Anak-anak
Menurut petugas, ada banyak manfaat storytelling bagi anak-anak, antara lain:
a. Mengembangkan minat baca anak. Anak-anak yang pada awalnya hanya membaca 1 buku dalam sehari, kemudian menjadi meningkat kuantitas buku bacaannya. Dengan mengikuti kegiatan mendongeng, anak-anak lebih tertarik untuk membaca buku. b. Mengembangkan kepercayaan diri. Ada beberapa anak yang mulanya terlihat malu-malu dalam berinteraksi kemudian menjadi lebih berani. c. Menjadikan anak lebih kreatif dalam menggambar, membuat tugas prakarya di sekolahnya dan lain sebagainya. d.
Mengembangkan imajinasi anak. Melalui kegiatan mendongeng, anak bisa lebih menggambarkan isi dari sebuah cerita melalui imajinasinya. Apabila mendengarkan cerita sedih mengenai anak yatim yang miskin, anak-anak akan berimajinasi bagaimana caranya untuk membantu anak tersebut jika ia berada didekatnya. Selain itu, apabila anak-anak mendengarkan
dongeng
mengenai
petualangan,
mereka
akan
berimajinasi seandainya mereka ikut berpetualang dalam cerita. Mendongeng sangat berperan penting dalam pengembangan minat baca anak karena secara umum, anak- anak setelah mendengarkan dongeng langsung tertarik untuk membaca sendiri bukunya mulai dari yang telah didongengkan sampai buku-buku lainnya dan anak-anak yang pada awalnya hanya tertarik membaca satu buku di taman bacaan, lama kelamaan bertambah terus setelah mengikuti dongeng.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data-data penelitian mengenai peran mendongeng dalam pembinaan minat baca anak-anak di Taman Bacaan Yayasan Wakaf Khadijah Aisyah, Kampung Gagak, penulis peroleh melalui observasi, wawancara dan angket. Observasi penulis lakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap Taman Bacaan YWKA itu sendiri. Wawancara penulis lakukan dengan petugas Taman Bacaan YWKA, sedangkan angket penulis berikan kepada anggota Taman Bacaan YWKA yang berusia 7 dan 8 tahun. Waktu pelaksanaan wawancara yaitu pada hari Selasa, 23 September 2008 sedangkan untuk pembagian angket yaitu pada hari Rabu dan Kamis, 24-25 September 2008.
B. Analisa Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Identitas Responden
Tabel 5 Identitas Responden JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Perempuan
13
81,25
Laki-laki
3
18,75
16
100
Jumlah
Pada tabel 5, dapat dilihat bahwa 13 responden (81%) Taman Bacaan YWKA adalah perempuan, sementara 3 responden (19%) adalah laki-laki. Setelah penulis memperoleh data-data berdasarkan hasil dari angket yang telah dibagikan dan diisi oleh responden, selanjutnya data-data tersebut diolah dalam bentuk tabel. Hasil angket yang diperoleh dapat dilihat pada halaman berikut.
2. Minat Baca Anak-anak dan Kegiatan Storytelling di Taman Bacaan YWKA
Minat baca anak-anak sejak dini harus terus dikembangkan. Taman bacaan mempunyai peran penting untuk mengembangkan minat baca, khususnya bagi anak-anak. Pada dasarnya program pembinaan minat baca begitu banyak, seperti: mendongeng, reading aloud, lingkar sastra, majalah dinding,
mendramatisasi cerita, pemutaran film dan lain sebagainya. Taman Bacaan YWKA mengadakan kegiatan storytelling sebagai program pembinaan minat baca agar anak-anak lebih tertarik untuk membaca buku sehingga minat bacanya terus meningkat. Tujuan anak-anak mengunjungi taman bacaan bermacam-macam yaitu untuk hiburan, menambah pengetahuan, mengerjakan PR, dan mengikuti Storytelling. Untuk mengetahui tujuan utama responden mengunjungi taman bacaan, dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Tujuan Utama Responden Mengunjungi Taman Bacaan YWKA
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Untuk hiburan
3
18,75
Untuk menambah pengetahuan
8
50
Untuk mengerjakan PR
2
12,5
Untuk mengikuti storytelling
3
18,75
16
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa tujuan utama responden mengunjungi Taman Bacaan dengan pencapaian (50%) adalah untuk menambah pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan responden untuk menambah pengetahuan cukup baik. Kegiatan Storytelling di Taman Bacaan YWKA sudah ada sejak taman bacaan ini dibuka, yaitu pada Bulan Juli 2007. Sejak hari pertama taman
bacaan mengadakan Storytelling, sudah banyak anak yang mengikuti kegiatan tersebut. Untuk mengetahui sejak kapan pengunjung mengikuti kegiatan storytelling, dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Sejak Kapan Responden Mengikuti Kegiatan Mendongeng di Taman Bacaan YWKA JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Sejak Juli 2007
12
75
Sejak lebih dari 1 bulan lalu
1
6,25
Sejak 1 bulan lalu
2
12,5
Belum ada 1 bulan
1
6,25
16
100
Jumlah
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa tanggapan responden terhadap keberadaan kegiatan mendongeng di taman bacaan baik karena 12 responden (75%) mengikuti kegiatan mendongeng sejak Juli 2007, yaitu sejak Taman Bacaan YWKA ini ada. Ada berbagai macam cara informasi tentang adanya kegiatan storytelling sampai kepada pengunjung, diantaranya: pengunjung secara langsung tahu sendiri tentang adanya kegiatan mendongeng di taman bacaan, namun ada juga yang mengetahui dari teman-temannya, keluarganya maupun petugas taman bacaan itu sendiri. Untuk melihat cara pengunjung mengetahui adanya kegiatan mendongeng, dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Informasi Adanya Kegiatan Mendongeng di Taman Bacaan YWKA
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Petugas
6
37,5
Keluarga
0
0
Teman
6
37,5
Tahu sendiri
4
25
16
100
Jumlah
Dari tabel 8, dapat diketahui bahwa responden mendapatkan informasi cukup baik dari petugas dan temannya mengenai adanya kegiatan mendongeng di Taman Bacaan, dengan pencapaian 6 responden (37,5%) mengetahui kegiatan mendongeng dari petugas, 6 responden (37,5%) lainnya mengetahui dari teman dan 4 responden (25%) lainnya mengetahui sendiri tentang adanya kegiatan mendongeng di Taman Bacaan YWKA. Hal ini menunjukkan bahwa Ada bermacam-macam alasan anak-anak dalam mengikuti kegiatan mendongeng, yaitu karena dapat membuat mereka semakin gemar membaca, karena dengan dongeng mereka mendapat pengalaman baru, dan karena suasananya mengasyikkan. Untuk mengetahui alasan utama responden mengikuti dongeng, dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9 Alasan Utama Responden Mengikuti Dongeng
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Karena membuat semakin gemar membaca
14
87,5
Karena suasananya mengasyikkan
1
6,25
Karena mendapat pengalaman baru
1
6,25
Untuk mengisi waktu kosong
0
0
16
100
Jumlah
Dapat diketahui dari tabel 9 ini, bahwa alasan utama responden mengikuti kegiatan mendongeng adalah karena dapat membuat mereka gemar membaca dengan pencapaian 14 responden (87,5%). Dari hal ini, dapat diketahui bahwa kegiatan mendongeng berperan baik sekali dalam menumbuhkan minat baca anak.
3.
Peran Storytelling Terhadap Pembinaan Minat Baca Anak-anak di Taman Bacaan YWKA
Taman Bacaan YWKA mengadakan kegiatan mendongeng dalam usaha pengembangan minat baca anak-anak. Pada tabel 10 penulis menanyakan apakah kegiatan dapat membantu responden untuk gemar membaca.
Tabel 10 Kegiatan Mendongeng Dapat Membantu dalam Pengembangan Minat Baca
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak membantu
3
18,75
Sedikit membantu
2
12,5
Membantu
4
25
Sangat membantu
7
43,75
16
100
Jumlah
Dengan melihat tabel 10 ini, dapat diketahui hanya 3 responden (18,75%) yang merasa tidak terbantu dengan adanya kegiatan mendongeng. Responden lain yang merasa sedikit terbantu ada 2 responden (12,5%); responden yang merasa cukup terbantu ada 4 responden (25%) dan responden yang merasa sangat terbantu ada 7 responden (43,75%). Dengan melihat pada prosentase yang ada dapat diketahui bahwa kegiatan mendongeng cukup baik untuk menumbuhkan dan mengembangkan minat baca anak. Ada beberapa hal yang sering dilakukan anak-anak setelah mendengarkan dongeng, seperti membaca bukunya, membaca buku lain yang mirip dengan dongeng, menceritakan dongeng pada teman, namun ada juga yang tidak melakukan apa-apa. Pada tabel 11 ini dapat diketahui mengenai apa yang paling sering responden lakukan setelah mendengarkan dongeng.
Tabel 11 Hal yang Paling Sering Dilakukan Responden Setelah Mendengarkan Dongeng
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Segera membaca bukunya
9
56,25
Membaca buku lain yang mirip
0
0
6
37,5
1
6,25
16
100
dengan dongeng Menceritakan dongeng tadi pada teman lainnya Tidak melakukan apa-apa Jumlah
Dengan melihat tabel 11, dapat dijelaskan bahwa yang sering dilakukan responden setelah mendengarkan dongeng adalah sebanyak 9 responden (56,25%) menjawab mereka segera membaca buku yang didongengkan tersebut dan 6 responden (37,5%) menceritakan dongeng tersebut pada teman lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengikuti kegiatan mendongeng anak-anak termotivasi untuk membaca buku dan dapat diketahui bahwa kegiatan mendongeng baik untuk mengembangkan minat baca anak. Manfaat-manfaat yang didapat dari kegiatan mendongeng, secara umum dapat menumbuhkan minat baca, mengembangkan imajinasi, meningkatkan kepercayaan diri anak, membuat anak semakin kreatif (semakin kreatif dalam membuat gambar-gambar, prakarya, dan lain-lain), mendapat pengalaman seru, mendapat pengetahuan. Pada tabel 12 di bawah ini akan dijelaskan
mengenai manfaat yang paling dirasakan responden dengan mengikuti dongeng. Tabel 12 Manfaat yang Paling Dirasakan Responden dari Kegiatan Mendongeng JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Semakin gemar membaca
6
37,5
Semakin kreatif dalam
5
31,25
Mendapat pengalaman seru
1
6,25
Mendapat pengetahuan
4
25
16
100
mengambar, mengarang puisi,dll
Jumlah
Melalui tabel 12 ini dapat diketahui bahwa manfaat yang paling besar dirasakan responden dengan adanya kegiatan mendongeng adalah dapat membuat responden semakin gemar membaca yaitu dengan pencapaian sebanyak 6 responden (37,5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa mendongeng cukup baik dalam pengembangan minat baca anak. Sedangkan 5 responden (31,25%) menyatakan semakin kreatif, 1 responden (6,25%) mendapat pengalaman seru, 4 responden (25%) mendapat pengetahuan.
4.
Respon Anak-anak terhadap Kegiatan Storytelling.
Respon anak-anak terhadap kegiatan mendongeng di Taman Bacaan Yayasan Wakaf Khadijah ini bermacam-macam Hal ini dapat diketahui
dengan menanyakan pada responden berapa kali dalam seminggu responden mengikuti kegiatan mendongeng, apa yang membuat responden senang untuk mendengarkan dongeng, dan perasaan responden dengan adanya kegiatan mendongeng. Pada tabel 13, dapat diketahui intensitas anak-anak mengikuti dongeng dalam seminggu. Jika anak-anak sering mengikuti dongeng, artinya respon mereka terhadap kegiatan dongeng adalah baik.
Tabel 13 Intensitas Responden Mengikuti Dongeng dalam Seminggu
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak pernah mengikuti
0
0
1-2 kali (kadang-kadang)
1
6,25
3-4 kali (sering)
10
62,5
Setiap hari
5
31,25
16
100
Jumlah
Dapat diketahui dari tabel 13 ini, bahwa 10 responden (62,5%) mengikuti kegiatan mendongeng sebanyak 3-4 kali dalam seminggu dan 5 responden (31,25%) menjawab setiap hari mengikuti kegiatan mendongeng. Hal ini menunjukkan bahwa respon anak-anak terhadap kegiatan mendongeng baik. Ada beberapa hal yang dapat membuat responden senang mendengarkan dongeng, yaitu seperti cara petugas dalam mendongeng menarik, ceritanya menarik,
gambar-gambar
yang
didongengkan
bagus.
Adapun
untuk
mengetahui apa yang membuat responden senang mendengarkan dongeng, dapat dilihat pada tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14 Hal yang Paling Membuat Responden Senang Mendengarkan Dongeng JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Cara petugas mendongeng asyik
7
43,75
Ceritanya menarik
8
50
Gambar-gambar yang
1
6,25
Ruangannya nyaman
0
0
Jumlah
16
100
didongengkan bagus
Dengan melihat tabel 14 ini dapat diketahui bahwa tanggapan responden cukup baik terhadap kegiatan mendongeng, karena 8 responden (50%) menyatakan tertarik dengan kegiatan mendongeng karena ceritanya, 7 responden (43,75%) karena cara mendongengnya dan 1 (6,25%) responden karena tertarik dengan gambar-gambar dalam buku yang didongengkan. Hal ini menunjukkan bahwa cerita yang didongengkan dan cara dalam penyampaian dongeng cukup penting dalam kegiatan mendongeng. Untuk mengetahui respon anak-anak terhadap kegiatan storytelling, maka pada tabel 15 di bawah ini penulis menanyakan perasaan responden dengan adanya kegiatan mendongeng di taman bacaan.
Tabel 15 Perasaan Responden terhadap Kegiatan Mendongeng
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak senang
0
0
Biasa saja
0
0
Senang
9
56,25
Sangat senang
7
43,75
16
100
Jumlah
Melalui tabel 15 ini dapat dapat diketahui bahwa tanggapan responden terhadap kegiatan mendongeng baik karena tidak satupun anak yang merasa tidak senang dengan kegiatan mendongeng. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban dari 9 responden (56,25%) merasa senang dengan adanya kegiatan mendongeng ini dan 7 (43,75%) responden menyatakan sangat senang dengan kegiatan tersebut.
5.
Indikasi-indikasi Peningkatan Minat Baca Anak-anak
Menurut petugas di Taman Bacaan YWKA, setelah anak-anak mengikuti kegiatan storytelling, terdapat beberapa indikasi peningkatan minat baca yang dialami anak-anak, terutama dari sisi intensitasnya dalam membaca buku. Secara umum, anak-anak yang pada awalnya enggan membaca kemudian mulai tertarik untuk membaca, anak-anak yang awalnya hanya membaca satu
atau dua buku, lalu secara kuantitas bertambah. Keinginan anak untuk membaca buku-buku sejenis yang didongengkan juga baik sekali. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai peningkatan minat baca maka pada tabel 16 dan 17 di bawah ini, penulis menanyakan seberapa sering membaca buku yang sudah didongengkan dan jumlah buku yang dibaca anak dalam seminggu.
Tabel 16 Seberapa Sering Membaca Buku Yang Sudah Didongengkan Petugas JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak pernah dibaca
0
0
Seminggu sekali
5
31,25
2-3 kali dalam seminggu
7
43,75
Setiap hari
4
25
16
100
Jumlah
Dengan melihat tabel 16 ini dapat dilihat 7 responden (43,75%) membaca buku yang didongengkan sebanyak 2-3 kali dalam seminggu, 5 (31,25%) responden membacanya setiap hari, 3 responden (18,75%) membaca seminggu sekali dan hanya ada 1 responden (6,25%) yang tidak membaca. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kegiatan mendongeng cukup baik dalam memotivasi anak-anak untuk membaca.
Tabel 17 Berapa Banyak Buku yang Sudah Didongengkan Dibaca oleh Responden dalam Seminggu
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak pernah dibaca
0
0
1-2 buku
5
31,25
3-4 buku
7
43,75
Lebih dari 4 buku
4
25
16
100
Jumlah
Melalui tabel 17 ini dapat diketahui bahwa sebanyak 7 responden (43,75%) membaca buku yang didongengkan 3-4 buku seminggu, 4 responden (25%) lebih dari empat buku, 5 responden (31,25%) membaca 1-2 buku, dan tidak satupun anak yang tidak pernah membaca buku cerita yang
sudah
didongengkan dalam seminggu. Hal ini menunjukkan kualitas bacaan responden terhadap buku yang sudah didongengkan dalam seminggu cukup baik karena 7 responden (43,75%) membaca 3-4 buku dalam seminggu. Peningkatan minat baca responden setelah mengikuti dongeng dapat diketahui dengan melihat seberapa sering dan berapa banyak responden membaca buku cerita sejenis dengan yang didongengkan. Untuk mengetahui peningkatan minat baca responden setelah mengikuti dongeng, dapat dilihat pada tabel 18 dan 19 di bawah ini.
Tabel 18 Setelah Mengikuti Dongeng, Berapa Banyak Buku Cerita Sejenis dengan Dongeng yang Responden Baca dalam Seminggu
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak pernah dibaca
0
0
1-2 buku
2
12,5
3-4 buku
2
12,5
Lebih dari 4 buku
12
75
16
100
Jumlah
Melalui tabel 18 ini dapat diketahui bahwa sebanyak 12 responden (75%) membaca buku cerita sejenis dengan dongeng lebih dari empat buku dalam seminggu dan tidak satupun responden yang tidak pernah membaca buku cerita sejenis dengan dongeng dalam waktu seminggu. Kualitas bacaan responden terhadap buku cerita sejenis dengan yang sudah didongengkan dalam seminggu baik karena 12 responden (75%) membaca lebih dari 4 buku dalam seminggu.
Tabel 19 Seberapa Sering Responden Membaca Buku Lain yang Sejenis dengan Dongeng
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
4-5 kali dalam seminggu
2
12,5
2-3 kali dalam seminggu
11
68,75
Seminggu sekali
1
6,25
Sebulan 2 kali
2
12,5
16
100
Jumlah
Dapat diketahui dari tabel 19 ini, bahwa 11 responden (68,75%) membaca buku lain yang sejenis 2-3 kali dalam seminggu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan mendongeng baik dalam memotivasi anak untuk membaca buku lain yang sejenis dengan dongeng.
6. Efek Storytelling Terhadap Perilaku Anak yang Berkaitan dengan Peningkatan Minat Baca
Storytelling selain berpengaruh terhadap minat baca anak, namun dapat juga berpengaruh pada perubahan perilaku anak yang berkaitan dengan peningkatan minat baca. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh storytelling terhadap perilaku anak yang berkaitan dengan minat baca, maka dapat melihat tabel 20 di bawah ini.
Tabel 20 Seberapa Banyak Responden Memiliki Buku yang Sudah Didongengkan di Taman Bacaan YWKA
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak pernah memiliki
8
50
1-2 buku (kadang-kadang)
3
18,75
3-4 buku (sering)
2
12,5
Lebih dari 4 buku
3
18,75
16
100
Jumlah
Dengan melihat tabel 20 ini dapat diketahui bahwa 8 responden (50%) tidak pernah memiliki buku yang didongengkan. Hal ini bukan dikarenakan minat baca mereka yang rendah akan tetapi mereka kurang mampu untuk membeli buku bacaan. Hal ini banyak diungkapkan responden saat penulis menyebarkan angket. Tabel 21 adalah untuk mengetahui pengaruh storytelling yang telah diikuti responden terhadap intensitas mengikuti storytelling selanjutnya. Jika responden tertarik dengan storytelling maka ia tentu akan semakin rajin mengikutinya.
Tabel 21 Seberapa Sering Responden Datang Kembali untuk Mengikuti Dongeng
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
4-5 kali dalam seminggu
2
12,5
2-3 kali dalam seminggu
9
56,25
Seminggu sekali
4
25
Sebulan 2 kali
1
6,25
16
100
Jumlah
Dengan melihat tabel 21 ini dapat diketahui bahwa 9 responden (56,25%) datang kembali
2-3 kali dalam seminggu untuk mengikuti dongeng, 4
responden (25%) datang seminggu sekali, 1 (6,25%)responden datang sebulan dua kali, dan 2 responden (12,5%) datang 4-5 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak paling banyak meluangkan waktunya 2-3 dalam seminggu untuk mengikuti dongeng. Hal ini menunjukkan bahwa respon anak-anak baik terhadap kegiatan mendongeng Menurut petugas di Taman Bacaan YWKA, pada umumnya anak-anak yang menyukai storytelling dan tertarik dengan buku yang didongengkan, maka akan timbul keinginan dari dalam dirinya untuk mengajak teman atau keluarganya untuk membaca buku tersebut. Untuk mengetahui dampak storytelling terhadap perilaku anak, maka dapat melihat pada tabel 22 dan 23 di bawah ini.
Tabel 22 Apakah Responden Mengajak Teman di Sekolah untuk Membaca Buku Cerita yang Didongengkan JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak pernah mengajak
1
6,25
Pernah 1-2 kali (kadang-kadang)
5
31,25
Pernah 3-4 kali (sering)
6
37,5
Pernah lebih dari 4 kali
4
25
16
100
Jumlah
Melalui tabel 22 ini dapat diketahui bahwa menunjukkan bahwa respon anak-anak terhadap kegiatan
mendongeng cukup baik dan kegiatan
mendongeng berperan cukup baik terhadap perilaku anak yang berkaitan dengan minat baca. Hal ini dibuktikan dengan jawaban 6 responden (37,5%) sering mengajak temannya untuk membaca buku cerita yang didongengkan, 5 responden (31,25%) kadang-kadang mengajak temannya, dan 4 responden (25%) lebih sering mengajak temannya, yaitu lebih dari 4 kali.
Tabel 23 Apakah Responden Mengajak Keluarga untuk Membaca Buku Cerita yang Didongengkan JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Tidak pernah mengajak
6
37,5
Pernah 1-2 kali (kadang-kadang)
5
31,25
Pernah 3-4 kali (sering)
2
12,5
Pernah lebih dari 4 kali
3
18,75
16
100
Jumlah
Melalui tabel 23 ini dapat diketahui bahwa sebanyak 2 responden (12,5%) sering mengajak keluarganya untuk membaca buku cerita yang didongengkan, 4 responden (25%) kadang-kadang mengajak keluarganya, 3 responden (18,75%) yang lebih sering mengajak keluarganya, yaitu lebih dari 4 kali. Namun 7 responden (43,75%) yang tidak pernah mengajak keluarganya. Storytelling tidak hanya berpengaruh pada meningkatnya intensitas minat baca anak terhadap buku-buku yang didongengkan, tetapi juga berpengaruh terhadap minat baca terhadap buku secara keseluruhan. Artinya, dia juga dapat mempengaruhi perilaku anak yang menunjukkan adanya peningkatan kualitas minat baca. Misalnya, setelah mengikuti storytelling, tumbuh keinginan anak untuk memiliki buku yang didongengkan, mengajak teman dan keluarganya untuk membaca, khususnya buku-buku yang sudah didongengkan.
7.
Cerita, Waktu, dan Cara Penyampaian Storytelling
Cerita, Waktu, dan Cara Penyampaian Storytelling merupakan aspek penting dari kegiatan storytelling. Agar storytelling dapat berjalan dengan baik dan efektif, maka sebelumnya harus mempersiapkan cerita yang akan didongengkan. Kemudian, mengatur berapa lama waktu yang digunakan untuk mendongeng. Selain itu juga perlu merencanakan bagaimana cara yang digunakan untuk penyampaian storytelling, seperti dengan menggunakan buku, gambar, boneka, wayang, gerak tubuh dan lain sebagainya. Pada tabel 24, 25 dan 26, penulis menanyakan pendapat anak-anak mengenai cerita-cerita, waktu dan cara yang digunakan oleh petugas dalam kegiatan storytelling.
Tabel 24 Bagaimana Cerita yang Didongengkan oleh Petugas JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Membosankan
1
6,25
Biasa saja
1
6,25
Menyenangkan
9
56,25
Sangat menyenangkan
5
31,25
16
100
Jumlah
Dengan melihat tabel 24 di atas ini, dapat diketahui bahwa cerita yang didongengkan oleh petugas baik dan menarik bagi anak-anak karena 9 responden (56,25%) menyatakan bahwa cerita yang didongengkan petugas menyenangkan dan 5 responden (31,25%) menyatakan cerita yang didongengkan sangat menyenangkan.
Tabel 25 Bagaimana Waktu yang Digunakan untuk Mendongeng JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
1
6,25
11
68,75
Lama (20 menit untuk satu buku)
3
18,75
Sangat Lama (30 menit untuk
1
6,25
16
100
Kurang lama (5menit untuk satu buku) Cukup (10-15menit untuk satu buku)
satu buku) Jumlah
Dengan melihat tabel 25 ini dapat diketahui bahwa 1 responden (6,25%) menyatakan waktu untuk mendongeng kurang lama, 11 responden (68,75%) menyatakan cukup, 3 responden (18,75%) menyatakan lama, dan hanya 1 responden yang menyatakan sangat lama. Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang digunakan petugas untuk mendongeng adalah baik karena 11 anak (68,75%) merasa cukup dengan waktu yang digunakan untuk mendongeng.
Tabel 26 Bagaimana Cara Mendongeng yang Dilakukan oleh Petugas
JAWABAN
FREKUENSI
PROSENTASE (%)
Membosankan
0
0
Biasa saja
0
0
Menyenangkan
15
93,75
Sangat menyenangkan
1
6,25
16
100
Jumlah
Dengan melihat tabel 26, ini dapat diketahui bahwa cara mendongeng dari petugas baik sekali, hal ini dibuktikan dengan melihat jawaban dari 15 responden
(93,75%)
menyatakan
cara
mendongeng
dari
petugas
menyenangkan, 1 responden (6,25%) menyatakan sangat menyenangkan.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil dari angket yang diberikan pada anak-anak yang berusia 7 dan 8 tahun yang merupakan anggota dari Taman Bacaan YWKA. Penulis kemudian memberikan saran-saran yang penulis harapkan dapat membantu mengembangkan Taman Bacaan YWKA dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan minat baca anak-anak.
C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari data-data dan sumber lainnya yang diperoleh dalam melakukan penelitian mengenai peran storytelling dalam pembinaan minat baca anak-anak di Taman Bacaan YWKA, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tujuan responden mengunjungi taman bacaan adalah untuk menambah pengetahuan, yaitu dengan pencapaian (50%). Hal ini menunjukkan bahwa keinginan responden untuk menambah pengetahuan cukup baik.
2. Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa (75%) responden telah mengikuti kegiatan mendongeng sejak taman bacaan ini dibuka, sehingga dapat disimpulkan bahwa respon anak-anak terhadap kegiatan mendongeng baik. 3. Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa responden mendapatkan informasi cukup baik dari petugas dan temannya mengenai adanya kegiatan mendongeng di taman bacaan yaitu dengan pencapaian (37,5%) responden. 4. Respon anak-anak terhadap kegiatan storytelling baik, hal ini dibuktikan dengan pencapaian (62,5%) responden sering mengikuti kegiatan mendongeng, yaitu sebanyak 3-4 kali seminggu. Pada tabel 15 dapat diketahui bahwa tanggapan responden terhadap kegiatan mendongeng baik yaitu dengan pencapaian (56,25%) responden menyatakan senang dan (43,75%) responden sangat senang. 5. Alasan utama responden mengikuti kegiatan storytelling adalah karena dapat membuat mereka semakin gemar membaca dengan pencapaian (87,5%) responden. Selain itu, (37,5%) responden menyatakan manfaat yang paling dirasakan dari kegiatan storytelling adalah dapat membuat mereka semakin gemar membaca. Pada tabel 10 juga dapat diketahui bahwa hanya (18,75%) responden yang merasa tidak terbantu minat bacanya dengan adanya kegiatan mendongeng. Hal ini menunjukkan bahwa
kegiatan mendongeng, berperan baik sekali untuk pembinaan minat baca. 6. Setelah didongengkan, (56,25%) responden menyatakan segera membaca buku yang didongengkan. Tabel 17 menunjukkan tidak satupun anak yang tidak pernah membaca buku yang sudah didongengkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan mendongeng berperan baik untuk mengembangkan minat baca anak. 7. Kegiatan storytelling berperan baik dalam memotivasi anak-anak untuk membaca, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat pada tabel 18, yaitu (75%) responden membaca lebih dari 4 buku cerita sejenis dengan yang didongengkan petugas dalam seminggu. Pada tabel 19 menunjukkan (68,75%) responden membaca buku nonfiksi sejenis dengan dongeng sebanyak 2-3 kali dalam seminggu. 8. Kegiatan storytelling berpengaruh cukup baik terhadap perilaku anak yang berkaitan dengan peningkatan minat baca, seperti keinginan anak-anak untuk memiliki buku yang didongengkan, serta perilaku anak-anak yang mengajak teman dan keluarganya untuk membaca buku yang didongengkan di taman bacaan. Pada tabel 20 dapat diketahui bahwa (50%) responden menjawab memiliki buku yang sudah didongengkan petugas. Tabel 22 menunjukkan
bahwa
(37,5%)
responden
sering
mengajak
temannya. Tabel 23 juga menunjukan bahwa (31,25%) responden
kadang-kadang mengajak keluarganya membaca buku yang didongengkan. 9. Berdasarkan tabel 24, dapat diketahui bahwa cerita yang didongengkan petugas baik sekali karena (87, 5%) responden menyatakan senang dengan cerita yang didongengkan. Berdasarkan tabel 25, waktu dongeng 1,5 jam dalam sehari yang digunakan oleh petugas adalah waktu yang cukup menurut (68,75%) responden. Sementara itu dari tabel 26 dapat diketahui bahwa cara mendongeng dari petugas baik sekali, hal ini dibuktikan dengan pencapaian (93,75%) responden menyatakan cara petugas dalam mendongeng menyenangkan. 10. Mendongeng berperan penting dalam pengembangan minat baca anak karena setelah didongengkan anak-anak langsung tertarik untuk
membaca
sendiri
bukunya
mulai
dari
yang
telah
didongengkan sampai buku-buku lainnya. Pada awalnya mereka hanya membaca satu buku di taman bacaan, lama kelamaan bertambah terus setelah mengikuti dongeng. Kemudian mereka akan terbiasa untuk selalu membaca buku. 11. Kendala-kendala yang dihadapi petugas di Taman Bacaan, adalah kurangnya tenaga kerja dan media yang dapat membuat dongeng lebih berkembang dan menarik bagi anak-anak di Taman Bacaan YWKA.
D. Saran
1. Para petugas hendaknya terus mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan. Hal ini dianjurkan agar kegiatan mendongeng di taman bacaan dapat terus berkembang. 2. Pembina dan petugas taman bacaan disarankan untuk terus mengembangkan kegiatan mendongeng di taman bacaan, yaitu dengan menggunakan berbagai media dalam mendongeng, seperti boneka, gambar, chart dan lain-lain. Selain itu juga sebaiknya mengembangkan cara-cara dalam membawakan dongeng, yaitu dengan mendramatisasi cerita, memperagakan cerita dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak lebih tertarik dengan dongeng, dan kegiatan mendongeng menjadi lebih variatif dan menarik. 3. Pemilik, pembina, dan petugas taman bacaan hendaknya secara aktif mempromosikan taman bacaan agar keberadaan taman bacaan lebih diketahui dan digunakan secara lebih efektif oleh masyarakat sekitar, khususnya bagi anak-anak. 4. Taman bacaan sebaiknya tidak hanya memiliki satu petugas yang bertugas setiap hari. Hal ini dimaksudkan supaya kegiatan mendongeng dapat berjalan baik dan tidak terganggu dengan anak lainnya yang tidak ikut kegiatan mendongeng. Apabila ada dua petugas, maka satu petugas dapat mendongeng, dan satu petugas
lainnya mengawasi anak-anak yang tidak ikut mendongeng agar tidak berisik karena dapat mengganggu terlaksananya kegiatan mendongeng. 5. Taman bacaan seharusnya terus mengembangkan koleksinya dan lebih menata ruangannya agar menjadi lebih menarik dan anakanak semakin senang dan tidak bosan berada di taman bacaan. 6. Anak-anak yang tidak mengikuti kegiatan mendongeng hendaknya tidak berisik dan dapat lebih teratur di dalam ruangan taman bacaan. 7. Penulis memberikan saran untuk penelitian selanjutnya supaya melakukan observasi sebagai teknik pengumpulan data.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Sudarnoto, ed. Pengantar Manajemen Perpustakaan Madrasah. Jakarta:Fakultas Adab dan Humaniora: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006
Abdul Majid, Abdul Aziz. Mendidik dengan Cerita. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001 Andini, Ayu N. “Peningkatan Mutu untuk Pengelola Taman Bacaan Masyarakat,” pada Sabtu, 26 April 2008 artikel ini diakses dari http://www.jugaguru.com/article/all/tahun/2007/bulan/06/tanggal/27/id/528 Arixs, “Enam Penyebab Rendahnya Minat Baca,” artikel diakses pada Selasa, 1 April 2008 dari http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid= 1063 Asfandiyar, Andi Yudha. Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: Dar! Mizan, 2007 Ati. “Kebiasaan Mendongeng Hilang, Sastra pun Mati.” Antara, Juli 2006 Bafadal, Ibrahim. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2006 Basuki, Sulistyo, Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia,tt Bishop, Kay dan Kimball, Melanie. Enganging Students in Storytelling. Teacher Librarian , 2006 Bunanta Murti. Strategi Membangun Minat Baca Melalui Perpustakaan Sekolah: Konferensi Nasional Perpustakaan: Promosi Bacaan Anak. Jakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan, 2006 Bunanta, Murti. Buku, Mendongeng, dan Minat Baca. Jakarta, Pustaka Tangga, 2004 Dinas Infokom Pemda Jatim, “Peningkatan kecerdasan melalui taman bacaan masyarakat,” pada Rabu, 18 Juni 2008 artikel ini diakses dari
http://mediarent.blogspot.com/2006/10/peningkatan-kecerdasan-melaluitaman.html Haq, Rizal Saiful, dkk. Perpustakaan dan Pendidikan: Pemetaan Peran serta Perpustakaan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2005 Haryadi, Heri. Peran Perpustakaan Umum Kabupaten Bogor dalam Upaya Pembinaan Minat dan Kebiasaan Membaca Pengguna Perpustakaan. Skrispi Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2005 Haven, Kendall dan Ducey, MaryGay, Crash Course in Storytelling. USA: Libraries Unlimited, 2007 Hernandono. Perpustakaan dan Kepustakawanan. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999 Hernowo, Andaikan Buku itu Sepotong Pizza, Bandung: Kaifa, 2003 Hidayati, Sri. Peran Perpustakaan dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa: Studi Kasus pada MTsN 07 Model Ciracas, Jaktim. Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2003 Ikhwan Sam, Muhammad. Meningkatkan Minat Baca untuk Mencerdaskan Ummat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997 Irhashon, Luthfie. Peranan Perpustakaan Sekolah dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa : Studi kasus di SD Pembangunan Jaya Bintaro. Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2006 Kountur, Ronny, Statistik Praktis. Jakarta: PPM, 2005 Leonhard, Mary. 99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca. Bandung: Kaifa, 2000 Maulina, Lisye. Pembinaan Minat Baca dalam Membangun Kreativitas Anak pada Taman Bacaan Anak “Dave”. Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2006
Mbk. “Tingkatkan Kualitas Pendidikan melalui Dongeng.” Antara, 9 September 2006 Moh. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003 Mudjito. Pembinaan Minat Baca. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999
Muslih, Muhammad “Budaya Membaca Masih di Awang-awang,” artikel diakses pada Rabu 18 Juni 2008 dari http://mediarent.blogspot.com/2006/10/peningkatan-kecerdasan-melaluitaman.html Nasuhi, Hamid. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) . Jakarta: Ceqda, 2007 Pertiwi, Santhi. Peranan Perpustakaan Sekolah dalam Membina Minat Baca Siswa Kelas 6 SD Islam Al Azhar 4 Keb. Lama, Jaksel. Skripi Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2004 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bhs. Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1990, cet. ke-3 Rasyid, Saifuddin. “Perpustakaan dalam Penumbuhan Sikap Gemar Membaca Siswa Madrasah” dalam Sudarnoto Abdul Hakim, ed. Perpustakaan sebagai Centre for Learning Society. Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora, 2005 Rimbarawa, Kosam. “Peranan Perpustakaan Dalam Pembinaan Minat Baca dan Menulis” dalam Sudarnoto Abdul Hakim, ed. Perpustakaan sebagai Centre for Learning Society. Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora, 2005 Salim,Peter dan Salim, Yenny. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Edisi 3. Jakarta: Modern English Press, 2002 Santrock, John W. Child Development. New York: McGraw-Hill Companies, 2004 Shadily, Hasan. Ensiklopedi Indonesia, Vol. I4 .Jakarta: Ikhtiar Baru, 1986 Smith, M.M dan Gilpatrick, M.A. Storytelling 101: Resources for Librarians Storytellers & Stroytelling Librarians. New York: [tp], 2005
Sunyoto, Mulyo “Menunggu Kerja Besar Himpunan Penggemar Membaca,” artikel diakses pada Sabtu, 10 Mei 2008 dari http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/ 1997/05/05/0069.html Supriyanto, dkk. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta, 2006 Supriyono, “Kontribusi Pustakawan Dalam Meningkatkan Minat Baca,” Media Pustakawan, vol. V, no. 3 (September 1998): h. 46 Sutarno. Manajemen Perpustakaan: Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Samitra Media Utama, 2004 Sutarno. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003 Taruastuti, Ani “Taman Bacaan,” artikel diakses pada Rabu, 18 Juni 2008 dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/24/opi05.html Wagner, J. A., Et Smith, R.W. Teacher’s Guide to Storytelling. www. storynet.org guilds/ index.htm Wawancara Pribadi dengan Nurul Ekawati. Jakarta, 23 September 2008
WAWANCARA UNTUK PETUGAS
1. Berapa kali dalam seminggu diadakan kegiatan storytelling di Taman Bacaan YWKA ini? 2. Berapa lama waktu yang digunakan untuk kegiatan storytelling dalam sehari? 3. Dari semua buku yang tersedia di Taman Bacaan YWKA, berapa persen buku yang sudah didongengkan? 4. Bagaimana sikap anak-anak saat diberikan storytelling? 5. Biasanya apa yang dilakukan anak-anak setelah diberikan storytelling? 6. Menurut Anda, apakah storytelling sangat berperan dalam pengembangan minat baca anak? 7. Bagaimana minat membaca anak-anak sebelum mengikuti storytelling di Taman Bacaan YWKA ini? 8. Apakah ada perlombaan mendongeng yang diselenggarakan Taman Bacaan YWKA untuk menumbuhkan minat baca? 9. Apa sajakah even-even lain yang dibuat Taman Bacaan YWKA untuk mengembangkan minat baca melalui kegiatan mendongeng? 10. Apa saja kendala atau hambatan yang Anda hadapi dalam mengadakan kegiatan storytelling di Taman Bacaan YWKA ini? 11. Bagaimana dukungan yang diberikan oleh Ketua Yayasan terhadap storytelling yang diadakan di Taman Bacaan YWKA ini? 12. Pernahkah Anda mengikuti pelatihan-pelatihan storytelling?
13. Apa saja cara yang Anda lakukan untuk mengembangkan kegiatan storytelling di Taman Bacaan YWKA? 14. Menurut Anda, apa saja manfaat storytelling bagi anak-anak? 15. Apakah storytelling menjadi kegiatan reguler yang dilakukan di Taman Bacaan YWKA? 16. Apakah ada petugas yang ahli dalam mendongeng? 17. Selain storytelling, menurut Anda cara apa yang paling efektif untuk mengembangkan minat baca anak?
HASIL WAWANCARA DENGAN PETUGAS
2. Berapa kali dalam seminggu diadakan kegiatan storytelling di Taman Bacaan YWKA ini? J: Setiap hari di Tamn Bacaan ini diasakan kegiatan storytelling. 3. Berapa lama waktu yang digunakan untuk storytelling? J: 1,5 jam dalam sehari, yaitu masing-masing kira-kira 10 menit untuk satu buku. 4. Dari semua buku yang tersedia di Taman Bacaan YWKA, berapa persen buku yang sudah didongengkan? J: 50% dari buku yang tersedia, atau sekitar 370 buku. 5. Bagaimana sikap anak-anak saat diberikan storytelling? J: Serius, antusias, dan interaktif (aktif bertanya). 6. Biasanya apa yang dilakukan anak-anak setelah diberikan storytelling? J: Anak-anak segera membaca buku yang baru saja didongengkan dan yang lainnya membaca buku lainnya yang sejenis. 7. Menurut Anda, apakah storytelling sangat berperan dalam pengembangan minat baca anak? J: Mendongeng sangat berperan dalam pengembangan minat baca anak karena setelah didongengkan anak-anak langsung tertarik untuk membaca sendiri bukunya mulai dari yang telah didongengkan sampai buku-buku lainnya. 8. Bagaimana minat membaca anak-anak sebelum mengikuti storytelling di Taman Bacaan YWKA ini?
J: Minat baca anak-anak sebelum mengikuti dongeng relatif malas membaca buku sendiri, namun setelah mengikuti dongeng mereka mulai rajin membaca buku sendiri. 9. Apakah ada perlombaan mendongeng yang diselenggarakan Taman Bacaan YWKA untuk menumbuhkan minat baca? J: Selama ini belum ada. 10. Apa sajakah acara-acara lain yang diadakan Taman Bacaan YWKA untuk mengembangkan minat baca melalui kegiatan mendongeng? J: Anak-anak yang lebih dewasa, bergantian mendongeng untuk anak-anak yang lebih kecil. Selain itu, kami mengadakan pengajaran membaca untuk anak-anak yang belum bisa membaca, yang berumur antara 5 – 10 tahun. 11. Apa saja kendala atau hambatan yang Anda hadapi dalam mengadakan kegiatan storytelling di Taman Bacaan YWKA ini? J: Ada beberapa kendala, pertama kondisi berisik dari anak-anak yang tidak mengikuti dongeng, sehingga mengganggu jalannya kegiatan storytelling. Kedua, kondisi fisik kami dalam mendongeng seringkali menurun akibat letih mendongeng sendirian. 12. Bagaimana dukungan yang diberikan oleh Ketua Yayasan terhadap kegiatan storytelling yang diadakan di Taman Bacaan YWKA ini? J: Setiap bulan Ketua Yayasan menyumbangkan buku-buku baru sehingga anak-anak tidak merasa bosan. 13. Pernahkah Anda mengikuti pelatihan-pelatihan storytelling? J: Belum pernah.
14. Apa saja cara Anda untuk mengembangkan kegiatan storytelling di Taman Bacaan YWKA? J: Ada beberapa cara yang kami lakukan untuk membuat storytelling menjadi lebih menarik dan berkembang, di antaranya dengan cara menirukan suara binatang serta menirukan suara tokoh-tokoh dalam cerita secara lebih alami. 15. Apa saja manfaat storytelling bagi anak-anak yang Anda ketahui? J: Ada banyak manfaat storytelling bagi anak-anak, antara lain: a. Mengembangkan minat baca anak. Anak-anak yang pada awalnya hanya membaca 1 buku dalam sehari, kemudian menjadi meningkat kuantitas buku bacaannya. b.Mengembangkan kepercayaan diri. Ada beberapa anak yang mulanya terlihat malu-malu dalam berinteraksi kemudian menjadi lebih atraktif. c. Menjadikan anak lebih kreatif. Anak-anak menjadi lebih kreatif dalam memahami cerita karena mereka dapat berinteraksi dengan orang yang mendongengkannya dan aktif bertanya. d.Mengembangkan imajinasi anak. Melalui kegiatan mendongeng, anak bisa lebih menggambarkan isi dari sebuah cerita melalui imajinasinya. 16. Apakah storytelling menjadi kegiatan reguler yang dilakukan di Taman Bacaan YWKA? J: Iya, storytelling merupakan kegiatan reguler yang dilakukan di Taman Bacaan.
17. Apakah ada petugas yang ahli dalam mendongeng? J: Kalau yang dimaksud ahli dalam arti profesional dan pernah mengikuti pelatihan, belum ada. Kami hanya bekerja dengan sungguh-sungguh dan berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh dari pengalaman dan membaca buku maupun artikel mengenai storytelling. 18. Selain storytelling, menurut Anda cara apa yang paling efektif untuk mengembangkan minat baca anak? J: Memajang buku-buku baru (mendisplay) dan menata susunannya secara menarik, misalnya buku-buku yang gambar sampulnya banyak disukai anak-anak diletakkan paling depan dan mudah untuk dilihat.
Mengetahui, Petugas
Nurul Ekawati
ANGKET PERAN STORYTELLING TERHADAP PEMBINAAN MINAT BACA ANAK di TAMAN BACAAN YAYASAN WAKAF KHADIJAH AISYAH
A. PETUNJUK PENGISIAN 1. Sebelum mengisi pertanyaan dibawah ini, isilah data diri adik pada bagian identitas responden. 2. Angket ini harap dibaca dan dipahami dulu sebelum diisi. 3. Berilah tanda silang pada jawaban yang adik anggap sesuai. 4. Apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami, dapat bertanya pada kakak penulis. 5. Terima kasih banyak atas bantuannya.
B. IDENTITAS RESPONDEN NAMA
:
UMUR / KELAS
:
JENIS KELAMIN
:
C. PERTANYAAN 1. Apa tujuan utama adik datang ke Taman Bacaan YWKA? a. Untuk hiburan
c. Untuk mengerjakan PR
b. Untuk menambah pengetahuan
d. Untuk mengikuti dongeng
2. Sejak kapan adik mengikuti kegiatan mendongeng di taman bacaan? a. Sejak mendongeng ada(Juli, 2007)
c. Sejak 1 bulan yang lalu
b. Sejak lebih 1 bulan yang lalu
d. Belum ada sebulan
3. Dari siapakah adik mengetahui tentang adanya kegiatan mendongeng di taman bacaan? a. Dari petugas
c. Dari teman
b. Dari keluarga
d. Dari saya sendiri
4. Apa alasan utama adik mengikuti kegiatan mendongeng di taman bacaan? a. Karena dapat membuat saya semakin gemar membaca b. Karena suasananya mengasyikkan c. Karena saya banyak mendapat pengalaman baru d. Karena untuk mengisi waktu kosong saya
5. Dalam seminggu, berapa kali adik mengikuti kegiatan mendongeng di taman bacaan? a. Tidak pernah
c. 3-4 kali (sering)
b. 1-2 kali (kadang-kadang)
d. Setiap hari
6. Menurut adik, bagaimana waktu yang digunakan untuk mendongeng? a. Kurang lama
c. Lama
b. Cukup
d. Sangat lama
7. Menurut adik, bagaimana cerita-cerita yang didongengkan kakak petugas? a. Membosankan
c. Cukup menarik
b. Biasa saja
d. Sangat menarik
8. Menurut adik, bagaimana cara mendongeng dari kakak petugas? a. Membosankan
c. Menyenangkan
b. Biasa saja
d. Sangat Menyenangkan
9. Apa yang paling membuat adik betah untuk mendengarkan dongeng? a. Cara kakak mendongeng menarik b. Ceritanya menarik c. Gambar-gambar buku yang didongengkan bagus d. Ruangannya nyaman
10. Bagaimana perasaan adik dengan adanya kegiatan mendongeng di taman bacaan? a. Tidak senang
c. Senang
b. Biasa saja
d. Sangat senang
11. Apa yang paling sering adik lakukan setelah mendengarkan dongeng? a. Saya segera membaca bukunya b. Saya membaca buku lain yang mirip dengan buku yang sudah didongengkan c. Saya menceritakan dongeng tadi pada teman lainnya d. Saya tidak melakukan apa-apa
12. Seberapa sering, adik membaca buku yang sudah didongengkan petugas? a. Tidak pernah
c. 2-3 kali dalam seminggu
b. Seminggu sekali
d. Sehari sekali
13. Setelah mengikuti kegiatan mendongeng, Seberapa sering Adik datang kembali ke taman bacaan untuk kegiatan dongeng? a. 4-5 kali dalam seminggu
c. Seminggu sekali
b. 2-3 kali dalam seminggu
d. Sebulan 2 kali
14. Seberapa sering adik membaca buku lain yang sejenis dengan cerita yang didongengkan? a. 4-5 kali dalam seminggu
c. Seminggu sekali
b. 2-3 kali dalam seminggu
d. Sebulan 2 kali
15. Setelah mengikuti kegiatan mendongeng, berapa banyak buku cerita sejenis dengan dongeng yang adik baca dalam seminggu? a. Tidak pernah
c. 3-4 buku
b. 1-2 buku
d. lebih dari 4 buku
16. Berapa banyak buku yang ada kaitannya dengan cerita dalam dongeng yang adik baca dalam seminggu? a. Tidak pernah
c. 3-4 buku
b. 1-2 buku
d. lebih dari 4 buku
17. Selama ini, seberapa sering adik membeli buku yang sudah didongengkan di Taman Bacaan? a. Tidak pernah
c. 3-4 kali (sering)
b. 1-2 kali (kadang-kadang)
d. Lebih dari 4 kali
18. Manfaat apa yang paling adik rasakan dari kegiatan mendongeng ini? a. Semakin gemar membaca
c.Mendapat pengalaman seru
b. Semakin kreatif
d.Mendapat pengetahuan
19. Apakah adik mengajak teman di sekolah untuk membaca buku cerita yang didongengkan? a. Tidak pernah
c. 3-4 kali (sering)
b. 1-2 kali (kadang-kadang)
d. Lebih dari 4 kali
20. Apakah adik mengajak anggota keluarga untuk membaca buku cerita yang didongengkan? a. Tidak pernah
c. 3-4 kali (sering)
b. 1-2 kali (kadang-kadang)
d. Lebih dari 4 kali
21. Menurut adik, apakah kegiatan mendongeng dapat membantu adik untuk gemar membaca? a. Tidak membantu
c. Membantu
b. Sedikit membantu
d. Sangat membantu