SKRIPSI
PENGARUH PENAMBAHAN ZA DAN GULA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN LOGAM NATA DE COCO
Oleh SITI KHOLIFAH F24061489
2010 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN ZA DAN GULA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN LOGAM NATA DE COCO
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh SITI KHOLIFAH F24061489
2010 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul skripsi : Pengaruh Penambahan ZA dan Gula terhadap Karakteristik Fisik, Organoleptik dan Kandungan Logam Nata de Coco Nama
: Siti Kholifah
NRP
: F24061489
Menyetujui,
Pembimbing Akademik I
Pembimbing Akademik II
Siti Nurjanah S.TP, M.Si NIP : 19760131 200501 2 001
Dr. Dra. Suliantari, MS NIP : 19500928.198003.2.001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Dahrul Syah NIP : 19650814.199002.1.001
Tanggal Lulus :
Siti Kholifah. F24061489. Pengaruh Penambahan ZA dan Gula terhadap Karakteristik Fisik, Organoleptik dan Kandungan Logam Nata de coco. Di bawah bimbingan Siti Nurjanah dan Suliantari
RINGKASAN Acetobacter xylinum membutuhkan sumber nitrogen dan karbon untuk menunjang pertumbuhannya. Sekarang ini, petani nata de coco di Bogor menggunakan ammonium sulfat (ZA) yang merupakan salah satu pupuk anorganik sebagai sumber nitrogen untuk Acetobacter xylinum. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, ZA mengandung logam yang cukup tinggi. Kandungan logam ini diduga dapat terperangkap di dalam lapisan polisakarida nata de coco. Residu logam ini dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari penambahan ZA terhadap karakteristik fisik dan kandungan logam pada nata de coco serta untuk mendapatkan penambahan gula dan proses pengolahan yang optimum agar nata de coco mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yamg dapat diterima. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei pada petani nata de coco dan pengolah nata de coco dalam kemasan, analisis logam, pembuatan nata di laboratorium dengan perlakuan konsentrasi ZA dan gula, analisis fisik dan organoleptik nata. Pengukuran logam dilakukan dengan menggunakan Inductively Couple Plasma-Mass Spectrophotometry (ICP-MS). Hasil dari survei digunakan untuk mengetahui kisaran penggunaan ZA oleh petani nata dan selanjutnya digunakan sebagai acuan formulasi dan proses pembuatan nata di laboratorium. Hasil pengukuran logam ZA mengandung 1.05 ppm Cu, 18.65 ppm Zn, 42.4 ppb Sn dan 13.32 ppb As. Pada nata de coco mentah masih ditemukan adanya kandungan Cu, Zn dan Pb. Dengan proses pengolahan lebih lanjut (penekanan (pressing) pengembangan, pencucian, pembilasan dan perebusan) dapat menurunkan kandungan logam pada nata sehingga memenuhi persyaratan dalam SNI no. 01-4317-1996 tentang nata de coco. Pembuatan nata de coco di laboratorium dilakukan dengan penambahan ZA berdasarkan kisaran penggunaan ZA yang digunakan oleh petani nata yaitu
sebesar 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0% dan 1.2%. Hasil nata mentah yang diperoleh di laboratorium mempunyai kandungan logam yang lebih rendah dibandingkan dengan nata de coco mentah yang terdapat di pasar, yaitu mengandung Cu 0.36 ppm (0.4% ZA). 0.1 ppm (0.6% ZA), 0.11 ppm (0.8% ZA), 0.36 ppm (1.0% ZA), 0.36 ppm (1.2% ZA). Logam Zn hanya terdeteksi pada penambahan 1.2% ZA, sedangkan Pb pada penambahan 0.8% ZA. Dari hasil penelitian ternyata penambahan ZA 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0%, dan 1.2% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p> 0.05) terhadap karakteristik produk, yaitu rendemen, ketebalan, warna, dan kekerasan nata de coco. Penambahan sukrosa (0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0%, dan 1.2%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap karakteristik fisik produk yang dihasilkan (p > 0.05). Penambahan ZA sebesar 0.4% dan gula sebesar 0.4% direkomendasikan untuk pembuatan nata de coco yang menghasilkan rendemen yang cukup tinggi (71.45%) dan menghasilkan karakteristik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang tidak berbeda nyata dengan nata yang terdapat di pasar.
RIWAYAT HIDUP Siti Kholifah dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah 25 Juli 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara keluargan Bapak Syamsudin dan Ibu Siti Fatimah. Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Munjul Jakarta Timur. Setelah itu penulis kembali menyelesaikan sekolah menengahnya di SMP Negeri 1 Banjarharjo. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis di SMA Negeri 1 Brebes. Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI pada tahun 2006. Pada tingkat dua di IPB penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di BEM Fateta sebagai staff Found Raising pada tahun 2007-2008 dan menjadi anggota KPMDB (Kumpulan pelajar Mahasiswa Daerah Brebes). Penulis juga aktif di bidang Program Kreatifitas Mahasiswa, yaitu PKM-M “Penyuluhan makanan jajanan di SD Negeri 1 Dramaga” dan PKM-K “Pengembangan Bandeng Isi Jamur (Banisi) sebagai pangan kaya protein dan serat”. Pada tingkat ketiga penulis bersama teman teman mulai mengembangkan makanan berbasis Jagung yaitu brownies dan cookies jagung (B’Corn) yang didanai oleh CDA IPB. Tahun 2010 penulis mengembangkan kewirausahaan dengan ikut dalam Program Mahasiswa Wirausaha dengan topik “Pengembangan Minuman Kopi dan Cokelat”.
THE EFFECT OF ADDING ZA AND SUGAR TO THE PHYSICAL CHARACTERISTICS, ORGANOLEPTIC AND METAL CONTENT OF NATA DE COCO Siti Kholifah1, Siti Nurjanah2 dan Suliantari2 1
Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institute Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga Bogor 16002. Email :
[email protected] 2 Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institute Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga Bogor 16002.
Abstrak Acetobacter xylinum needs nitrogen and glucose source to support its growth. Rsently, nata de coco producers in Bogor use ZA which knowly used as non-foodgrade nitrogen source for Acetobacter xylinum. Several Research proved that inorganic fertilizer contain highly metal. Now people have highly concern of metal rsidues in ZA and as the result it may be trapped in nata de coco’s layers. Metal residues may be damager to people helath. This research aimed to study effect of ZA adde to physical characteristic of nata de coco and heavy metal residues. Heavy metal detection which is used in this research is by using Inductively Couple PlasmaMass Spectrofotometri( ICP-MS. ZA contain 1.05 ppm of Cu, 18.65 ppm of Zn, 42.4 ppb of Sn, and 13.32 ppb of As. As the result of heavy metal contain, Raw nata de coco is also contain high Cu, Zn, and Pb. In contras, packaged nata de coco contin metal in understandar amount of SNI No. 01-4317-1996 about packaged nata de coco. This is result is proved that there’s metal reduction during process. The result of nata de coco production in laboratorium with ZA added which are 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0% and 1,2% show heavy metal contain in product may lower they are 0.36 ppm, 0.1 ppm, 0.11 ppm, 0.36 ppm, 0.36 ppm for Cu. Zn only detected in 1.2% ZA, on the other hand Pb detected only in 0.8% ZA. Its show that environtment especially equipment also influence the metal contain in nata de coco. To produce safe and acceptable by consumers, its needs to use lower ZA contain in nata de coco production. Keyword: nata de coco, ammonium sulfate (ZA), metal Pb, Cu, and Zn
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Atas kehendak dan karunia-Nya, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan ZA terhadap Karakteristik Fisik dan Kandungan Logam Nata de coco” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dapat diselesaikan atas sumbangan pemikiran dan masukan dari pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku yang sangat aku cintai, yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang, nasihat, do’a, dukungan dan semangat kepada penulis. 2. Siti Nurjanah, STP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, saran, bantuandan nasehat yang sangat berharga bagi penulis. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan penulis, semoga Allah SWT membalas kebaikan ibu dengan balasan yang sebaik-baiknya. 3. Dr. Dra. Suliantari, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, saran, bantuandan nasehat yang sangat berharga bagi penulis. 4. Dian Herawati, STP, M. Si selaku dosen penguji dan memberikan saran dan masukan bagi kelengkapan skripsi penulis 5. Teknisi laboratorium ITP (Pak Rojak, Mba Ari, Ibu Antin, Pak Wahid, Pak Edi, Ibu Rub dan Mas Aldi) 6. Para petani nata de coco pak Ocid, Pak Ade, Pak Didin, Pak Sambas, Pak Hendra, Pak Simon (CV. MMI) atas segala informasi yang telah diberikan demi membantu penyelesaian skripsi penulis 7. Teteh-teteh ku, teh nani dan teh ning yang telah memberikan dukungan untuk selalu semangat dan terus berusaha
i
8. Rino Marianto, atas segala perhatian, kasih sayang, kesabaran, dan nasehat-nasehat yang selalu mendorong agar penulis tetap berjuang dan berusaha untuk menjadi lebih baik 9. Awaliyatus Sholihah dan Sarah Fathia, terima kasih telah menjadi sahabat terbaik penulis, mau mendengarkan keluh kesah dan terus memberikan semangat 10. Widya, Ipit, Kardi, Riza, Risma, Iyus, Wj, Prima, Erick, Rima, Anto,yang telah menjadi teman yang sangat baik bagi penulis 11. Teman-teman kost: Icha, Onie, Simau, Mude, Mba Dian, Mba Eva, Mba Yusni, Eka, Mba Malya yang telah memberikan lingkungan kosan yang kondusif dan lebih hidup 12. Teman-teman ITP semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasamanya. Semoga kita semua dapat sukses menjalani kehidupan selanjutnya, selamat berjuang teman-temanku. Semoga ukhuwah kita tetap terjalin dan hanya Allah SWT yang dapat membalas segala amal yang telah diberikan, amin. Bogor, Agustus 2010
Siti Kholifah
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR……………………………………………..…
i
DAFTAR ISI……………………………………………………........
iii
DAFTAR TABEL……………………………………………..…......
vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………
vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………
ix
I.
PENDAHULUAN…………………………………...……......
1
A. Latar Belakang………………………………………….....
1
B. Tujuan……………………………………………………..
2
C. Manfaat……………………………………………………
2
TINJAUAN PUSTAKA……………………………..……….
3
A. Air Kelapa………………………………………………...
3
B. Nata de coco……………………………………………...
5
C. Acetobacter xylinum……………………………………...
8
1. Sifat Acetobacter xylinum…………………………….
8
2. Kondisi Kultivasi Produksi Selulosa............................
8
3. Isolasi dan Pemeliharaan Kultur……………………...
10
D. ZA (Ammonium Sulfat) …………………………………
13
E. Cemaran Logam…………………………………..….......
15
1. Tembaga (Cu) …………….…………………………..
16
2. Seng (Zn) ……………………………………………..
16
3. Timbal (Pb) ……………………………………..…….
17
METODOLOGI PENELITIAN………………………………
19
A. Bahan dan Alat……………………………………………
19
B. Metode Penelitian………………………………………...
19
1. Penelitian Pendahuluan………………………………
19
a) Survei di Petani Nata de coco…………………...
19
b) Survei di Pengolah Nata de coco dalam Kemasan
21
2. Penelitian Lanjutan…………………………………..
21
a) Pembuatan Nata de coco………………………….
21
II.
III.
iii
b) Analisis Logam………………………………….... c) Perhitungan
Viabilitas
Acetobacter
24
xylinum
dengan Hemacytometer ..…………………………
25
d) Analisis Karakteristik Fisik Nata de coco………...
25
1) Rendemen, Metode Gravimetri (AOAC, 1979).................................................................
25
2) Ketebalan nata (Wijandi dan Fardiaz, 1985).....
26
3) Kecerahan dengan Chromameter......................
26
4) Kekerasan dengan Penetrometer.......................
26
5) Analisis Kadar Air (Metode Gravimetri, SNI
IV.
01-2891-1992)...................................................
26
e) Uji Organoleptik (Resurreccion, 1998)….……..…
27
3. Rancangan Percobaan…..…………………………...
27
HASIL DAN PEMBAHASAN..………………………….....
29
A. Survei……………………………………………………..
29
1. Petani Nata de coco………………………………….
29
2. Pengolah Nata de coco dalam Kemasan......................
33
B. Analisis Logam…………………………………………...
34
C. Pembuatan Nata de coco di Laboratorium……………......
38
1. Perhitungan Viabilitas Acetobacter xylinum………….
38
2. Pengaruh Penambahan ZA……………………………
39
a) Rendemen…………………………………………
40
b) Ketebalan………………………………………….
41
c) Kekerasan…………………………………………
42
d) Warna …………………………………………….
43
e) Kadar Air …………………………………………
44
3. Optimasi Penambahan Gula pada Pembuatan Nata de
V.
coco……………………………………………………
45
4. Optimasi Pengolahan Nata de coco…………………...
47
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………
49
A. Kesimpulan……………………………………..…………
49
B. Saran …………………………………..………………….
50
iv
VI.
DAFTAR PUSTAKA……………………...………………….
51
VII.
LAMPIRAN…………………...……………………………...
56
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Analisis proksimat air kelapa tua (Unagol et al., 2007)….
4
Tabel 2.
Komposisi medium Hestrin-Schramm (1954)……………
13
Tabel 3.
Spesifikasi ammonium sulfat (SNI 02-1760-2005)………
14
Tabel 4.
Syarat mutu pupuk ammonium sulfat (SNI 02-17602005)……………………………………………………...
15
Tabel 5.
Kondisi ICP-MS yang digunakan………………………...
24
Tabel 6.
Formulasi bahan-bahan yang digunakan oleh petani nata de coco…………………………………………………………..
Tabel 7.
Hasil analisis kadar logam pada nata de coco dalam kemasan menggunakan ICP-MS………………………….
Tabel 8.
29
37
Hasil analisis kadar logam pada nata de coco hasil percobaan di laboratorium………………………..………
39
Tabel 9.
Hungan konsentrasi ZA dengen rendemen nata………….
41
Tabel 10.
Hasil pengukuran warna nata dengan chromameter……...
43
Tabel 11.
Nilai rataan skor panelis terhadap uji rating sederhana…..
47
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Pathway metabolisme pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum (Park et al., 2009)……………….
Gambar 2.
6
Rendemen basis basah nata de coco dalam medium air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis konsentrasi gula................................
Gambar 3.
11
Rendemen basis kering nata de coco dalam medium air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis konsentrasi gula................................
Gambar 4.
12
Ketebalan nata de coco dalam medium air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis konsentrasi gula (Budhiyono et al., 1999).............
12
Gambar 5.
Outline penelitian yang dilakukan……………………..
20
Gambar 6.
Diagram alir pembuatan nata de coco di laboratorium..
22
Gambar 7.
Diagram alir proses pengolahan nata de coco................
23
Gambar 8.
Pemetaan Petani nata de coco dengan pengolah nata de coco dalam cup……………………………………..
Gambar 9
30
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nata de coco…………………………………………………….
31
Gambar 10 Ruangan fermentasi nata de coco……………………...
32
Gambar 11
Proses pemotongan nata de coco………………………
32
Gambar 12 Nata yang telah ditempatkan di dalam karung…………
33
Gambar 13 Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Cu (ppm)………………….…………………….
35
Gambar 14 Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Zn (ppm)………………………………………..
36
Gambar 15 Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Pb (ppm)………………………………………..
36
Gambar 16 Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan ketebalan nata……………………………………………………..
42
vii
Gambar 17 Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kekerasan nata……………………………………………………..
43
Gambar 18 Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kadar air nata……………………………………………………..
44
Gambar 19 Grafik hubungan konsentrasi gula dengan rendemen nata……………………………………………………..
46
Gambar 20 Grafik hubungan konsentrasi gula dengan ketebalan nata……………………………………………………..
46
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Syarat mutu produk nata de coco dalam kemasan (SNI 01-4317-1996)…………………………………
57
Lampiran 2.
Kuisioner untuk petani nata de coco………………..
58
Lampiran 3.
Form kuisioner organoleptik (rating sederhana)…….
59
Lampiran 4.
Diagram alir proses pengolahan nata de coco di CV.
Lampiran 5.
MMI………………………………………………...
60
Perhitungan
61
Acetobacter
xylinum
dengan
hemacytometer……………………………………… Lampiran 6.
Perhitungan penurunan kandungan logam…………..
62
Lampiran 7.
Gambar nata de coco saat panen…………………….
63
Lampiran 8.
Analisis sidik ragam rendemen nata…………………
64
Lampiran 9.
Analisis sidik ragam ketebalan nata…………………
65
Lampiran 10. Analisis sidik ragam kekerasan nata………………...
66
Lampiran 11. Analisis sidik ragam warna nata …………………….
67
Lampiran 12. Analisis sidik ragam kadar air nata………………….
70
Lampiran 13. Analisis sidik ragam konsentrasi gula……………….
71
Lampiran 14. Hasil uji rating sederhana……………………………
73
Lampiran 15. Hasil pengolahan data rating sederhana……………..
74
ix
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Nata de coco adalah produk pangan yang berbentuk seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Struktur ini terbentuk dari selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum yang merupakan suatu agregat selulosa murni yang tidak mengandung hemiselulosa, pektin dan lignin (Backdahl et al., 2006). Proses pembuatan nata de coco, diperlukan nutrisi untuk menunjang pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin dan mineral. Air kelapa yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri nata hanya dapat mencukupi kebutuhan gula dan mineral, sedangkan untuk sumber nitrogen perlu ditambahkan dari luar dan umumnya petani menggunakan ZA (Zwavelzuur Ammoniak) sebagai sumber nitrogen. ZA sebenarnya bukan diperuntukkan untuk produk pangan (nonfoodgrade), sehingga hal ini menjadi perhatian dalam keamanan pangan dari nata de coco. Secara umum ZA digunakan sebagai pupuk untuk berbagai jenis produk pertanian. Dalam material savety data sheet (MSDS) no. A6192 ammonium sulfat (ZA) merupakan hazard ingredient dengan health rating 1ringan yang bersifat iritan terhadap kulit, mata, saluran pernafasan dan dapat berbahaya apabila tertelan. Dalam proses pembuatannya ZA menggunakan katalis logam (Boswell, et al., 1985). Katalis logam yang digunakan mungkin tidak dapat dipisahkan 100% dan masih tersisa dalam produk akhir. Pada proses pembuatan nata de coco diduga residu logam dari ZA dan juga peralatan dapat terperangkap dalam jaringan ekstraseluler nata de coco. Adanya logam dalam produk nata (termasuk Cu, Zn, dan Pb) dapat dikategorikan sebagai kontaminan. Dalam syarat mutu nata dalam kemasan pada SNI No. 01-4317-1996 ditentukan bahwa kandungan logam pada produk nata de coco dalam kemasan dibatasi, untuk cemaran timbal (Pb), tembaga (Cu), dan seng (Zn) masing-masing maksimal 0,2 mg/Kg, 2,0 mg/Kg, 5,0 mg/ kg dan untuk timah (Sn) sebesar 40 mg/250 kg.
1
Penelitian ini penting dilakukan mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh logam tersebut. Pengukuran kandungan logam pada nata de coco di pasar diperlukan untuk mengetahui kandungan logam produk akhir pada pengolahan nata de coco. Penelitian ini juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ZA pada nata de coco, sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan ZA dan dapat menghindari kontaminasi logam yang berasal dari ZA dan peralatan.
B. Tujuan 1. Memperoleh informasi mengenai formulasi pembuatan nata de coco oleh pembuat nata de coco 2. Memperoleh informasi kandungan logam Cu, Zn dan Pb pada sampel nata yang ada di pasaran pada produk antara dan produk jadi yang telah dikemas 3. Mengkaji pengaruh penggunaan ZA pada beberapa konsentrasi dengan kandungan logam, karakteristik fisik dan organoleptik nata de coco yang dihasilkan 4. Menentukan konsentrasi gula yang optimum dalam pembuatan nata de coco dan proses pengolahan nata sehingga nata de coco yang dihasilkan dapat diterima oleh konsumen
C.
Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penggunaan ZA dalam kaitannya dengan kandungan logam pada produk nata yang saat ini beredar dipasaran; memberi usulan konsentrasi ZA yang aman untuk menghasilkan nata dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai konsumen sehingga akan sangat bermanfaat untuk produsen nata.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Kelapa Air kelapa merupakan bagian dari buah kelapa yang diperoleh dari endosperma cair. Air kelapa mengisi kurang lebih tiga per empat bagian rongga dalam buah kelapa. Jumlah air kelapa yang terkandung didalam satu buah kelapa tua sekitar 300 ml. Jumlah ini dipengaruhi oleh ukuran kelapa, varietas, kematangan dan kesegaran kelapa (Tenda, 1992). Produksi
air
kelapa
di
Indonesia
cukup
melimpah,
tetapi
pemanfaatannya masih belum optimal. Air kelapa ini terkadang terbuang begitu saja ke dalam tanah. Hal ini dapat menyebabkan polusi asam asetat. fermentasi air kelapa akan mempengaruhi keasaman tanah sehingga akan menimbulkan pengaruh buruk pada tanaman sekitar (Zambre et al., 2002). Salah satu alternatif pengolahan air kelapa adalah pembuatan nata de coco. Kemampuan air kelapa untuk menghasilkan nata de coco disebabkan oleh kandungan nutrisinya yang kaya dan relatif lengkap, serta sesuai untuk pertumbuhan bakteri nata (Pambayun, 2006). Nilai kalori yang terdapat didalam air kelapa sebesar 17.4 kalori/ 100 gram bahan (Vigliar et al., 2006). Kandungan mineral didalam air kelapa juga cukup tinggi (Kwiatkowski et al., 2008). Analisa proksimat air kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi air kelapa terutama kandungan gulanya dipengaruhi oleh umur buah kelapa (Vigliar et al., 2006). Semakin tua umur buah kelapa maka kandungan fruktosa dan glukosanya akan meningkat, sedangkan kandungan sukrosanya akan menurun. Sedangkan menurut Zambre (2002) air kelapa kurang tahan selama penyimpanan dan kompenen gula yang terdapat didalamnya mudah mengalami fermentasi spontan sehingga rasanya cepat menjadi asam.
3
Tabel 1. Analisis Proksimat air kelapa tua (Unagul et al., 2007) Total Padatan Total karbohidrat Glukosa Fruktosa Sukrosa Asam Organik Asam Asetat Asam Sitrat Asam DL-malat Asam Suksinat
40.0 ± 2.0 17.8 5.0 ± 0.4 6.1 ± 0.4 6.7 ± 0.6 4.5 0.7 ± 0.1 0.05 ± 0.03 2.5 ± 0.2 0.9 ± 0.1
Asam Lemak C8:0 C10:0 C12:0 C14:0 C16:0 C18:0 C18:1 C18:2 Komponen mikro Mangan (mg/l) Magnesium Kalium Natrium
6.6 0.35 1.78 2.23 0.93 0.48 0.14 0.32 0.07 0.19±0.02 0.046±0.009 0.41 ± 0.06 0.23 ± 0.03
Keterangan : Data disajikan dalam g/L
Air kelapa matang mempunyai nilai pH dari sebesar 4.88 ± 0.05 dengan aktiviatas air sebesar 0.995 ± 0.003 (Walter et al., 2009). Nilai pH ini akan menurun dengan adanya penyimpanan. Berdasarkan penelitian Mashudi (1993), penundaan air kelapa berpengaruh terhadap mutu nata de coco yang dihasilkan. Penundaan air kelapa lebih dari 9 hari sudah tidak dapat menghasilkan nata, sedangkan penundaan yang kurang dari 9 hari masih memungkinkan menghasilkan tetapi sudah berkurang. Hal ini diduga karena air yang telah ditunda terlalu lama komposisinya sudah banyak berkurang akibat telah mengalami fermentasi oleh bakteri yang mengkontaminasi air kelapa. Kandungan gula dan padatan terlarut lain dapat dijadikan sebagi sumber karbon bagi pertumbuhan mikroba dan dengan nilai aktifitas air ynag tinggi membuat air kelapa ini sangat rentan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan patogen. Selain itu air kelapa yang ditunda lama pH-nya akan semakin turun sehingga berada diluar selang yang memungkinkan bakteri Acetobacter xylinum untuk bisa hidup (Mashudi, 1993).
4
B. Nata de coco Nata de coco merupakan selulosa yang dihasilkan dari fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selulosa ini berbentuk seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Syarat mutu produk nata dalam kemasan menurut SNI No. 01-4317-1996 dapat dilihat pada pada Lampiran 1. Selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum merupakan selulosa murni tanpa campuran hemiselulosa, pektin dan lignin (Backdahl et al., 2006). Selulosa ini berbeda dengan selulosa yang terdapat didalam tanaman yaitu mempunyai kemampuan membentuk kristal dan kapasitas penyerapan air yang tinggi, serta kekuatan mekanisnya yang baik (Keshk dan Sameshima, 2006). Selulosa di bentuk dari glukosa melalui glukosa-6-phospat (G6P), glukosa-1-phospat (G1P), dan uridin-5’-diphospat glukosa (Masaoka et al., 1993). Mekanisme pembentukan selulosa pada tumbuhan berbeda dengan dengan mekanisme pembentukan selulosa mengunakan mikroorganisme. Pada tumbuhan, prekursor sintesis selulosa berupa GDP-D-Glukosa, sedangkan Acetobacter xylinum mensintesis selulosa dari UDP-D-Glukosa. Tipe serat-serat selulosa dapat digambarkan sebagai sebuah pita dimana benang-benang yang membujur adalah rantai-rantai polimer yang panjang dan hanya terdiri dari D-Glukosa. Pada masing-masing rantai, monomer-monomer gula berikatan seragam denagn ikatan β-1,4-glukosidik. Laju produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum sebanding dengan laju pertumbuhan sel dan tidak tergantung pada sumber karbon. Terdapat 4 langkah reaksi enzimatis di dalam pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum
yang menunjukkan lintasan yang lengkap dari glukosa menjadi
selulosa, yaitu: (1) posporilasi glukosa oleh glukokinase, (2) isomerisasi glukosa-6-posfat
(G6P)
menjadi
glukosa-1-posfat
(G1P)
oleh
pospoglukomutase, (3) sintesis UDP-glukosa dan UDPG-piroposporilase dan (4) reaksi pembentukan selulosa. Jalur lintasan biosentesis oleh Acetobacter xylinum secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1 (Park et al., 2009).
5
Selulosa
Glukosa
UDP-Glukosa
GKH
UGP G1P
G6PD (NAD)
G6P PGM
PGA
G6PD (NADP) Jalur lintasan Pentosa Posfat
PGI
Siklus TCA F6P
Fruktosa
EMP PTS S F1P
FDP
Gambar 1. Pathway metabolisme pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum (Park et al., 2009) Keterangan : UDP = Uridine dehidrogenas piroposforilase G6P = Glukosa-6-posfat G1P = Glukosa-1-posfat PGA = Asam posfoglukonat F1P = Fruktosa-1-posfat FDP = Fruktosa-1,6-diposfat F6P = Fruktosa-6-posfat GHK = Glukosa heksokinase PGM = Posfoglukomutase UGP = UDP-glukosa pifosforilase G6PD= Glukosa-6-posfat dehidrogenase PGI = Posfoglukosa isomerase FHK = Fruktosa heksokinase PTS = sistem posfotranferse EMP = Jalur lintasan Embden Myerhoff 6
Air kelapa dapat digunakan sebagai media fermentasi nata de coco tetapi bahan seperti buah-buahan juga dapat digunakan. Dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang terdapat didalamnya dapat diubah menjadi suatu substansi yang menyerupai gel dan tumbuh dipermukaan media. Kurosumi et al. (2009) berhasil menggunakan jeruk, nanas, apel, pear dan anggur sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum dan menghasilkan nata yang baik. Pemberian nama disesuaikan dengan bahan medium seperti nata de coco untuk produk dari air kelapa dan dari nanas dikenal dengan nama nata de pina. Dalam pertumbuhannya bakteri Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh faktor antara lain pH, suhu, sumber nitrogen, dan sumber karbon (Pambayun, 2006). Acetobacter xylinum dapat mencerna berbagai jenis gula dan mengubahnya menjadi nata (Adesoye et al., 2006). Hernawati (1998) dalam penelitiannya menggunakan fruktosa dan gliserol sebagi sumber karbon bagi Acetobacter xylinum. Selain itu keberhasilan pembuatan nata juga bergantung pada kondisi fermentasi, lama fermentasi, ketinggian media didalam wadah dan ukuran wadah. Semakin lama waktu fermentasi berpengaruh positif terhandap ketebalan dan rendemen nata de coco. Semakin dangkal media dalam wadah fermentasi juga akan meningkatkan rendemen dan ketebalan nata karena mempunyai sirkulasi udara yang lebih baik sehingga pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum optimum (Haryatni, 2002). Fermentasi nata de coco dinyatakan sempurna apabila tidak ada cairan yang tertinggal di dalam nampan kecuali lembaran nata. Adapun ciri-ciri nata yang bagus adalah berwarna putih transparan, mempunyai permukaan yang halus dan rata, mempunyai ketebalan sama di semua bagian, mempunyai selaput tipis dipermukaan bagian atas yang dapat dengan mudah dipisahkan, dan mempunyai pula lapisan tipis lembek di bagian bawah (Pambayun, 2006).
7
C. Acetobacter xylinum 1. Sifat Acetobacter xylinum Acetobacter xylinum termasuk golongan bakteri Acetobacter yang memiliki ciri-ciri antara lain berbentuk batang, gram negatif, obligat aerob, dengan lebar 0.5-1.0 µm dan panjang 2-10 µm (Brown, 1996). Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berdiri sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya (Hesse dan Kondo, 2005). Bakteri ini dapat menghasilkan nanofiber selulosa dengan panjang 40-50 nm. Selulosa tersebut terdiri dari rantai paralel β-1,4-Dglukopiranosa yang berikatan hidrogen. Struktur serat yang terbentuk mempunyai rasio daerah kristal dan non-kristal. Rasio daerah kristal dan non-kristal menunjukkan kompleksitas besar dan variabilitas dalam pengaturan supramolekulnya. Pembentukan suprastruktur dari serat selulosa bakteri dan pelikel dapat dikendalikan dengan variasi dari komponen nutrisi dan kondisi pada media tersebut (Klemm, 2005).
2. Kondisi Kultivasi Produksi Selulosa Pemilihan media kultivasi merupakan salah satu faktor penting dalam produksi biomassa. Faktor lainnya yaitu kondisi lingkungan (pH, suhu, oksigen terlarut, dan agitasi) serta galur mikroorganisme yang digunakan. Suhu optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah 28º C (Ch’Ng dan Muhamad, 1999). Tetapi Pambayun (2006) menyebutkan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah pada suhu 28º C - 30º C. Pambayun
(2006)
menyatakan
pH
medium
pertumbuhan
Acetobacter xylinum merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum menurut Pambayun (2006) adalah antara 5,4 – 6,3, sedangkan hasil penelitian Embuscado et al., (1994) menemukan bahwa yield selulosa tertinggi diperoleh pada pH 4,5. 8
Menurut Masaoka et al., (1993), pH optimum untuk produksi selulosa adalah 4,0 – 6,0. Penurunan
dan
peningkatan
produktifitas
pembuatan
nata
dipengaruhi oleh kandungan glukosa dalam medium fermentasi (Masaoka et al., 1993). Penelitian Son et al., (2003) menghasilkan adanya peningkatan rendemen nata pada penambahan glukosa kurang dari 1.5% tetapi menurun ketika penambahan gula lebih dari 2%. Perbedaan jenis sakarida yang ditambahkan pada medium mempengaruhi sintesa selulosa dari Acetobacter xylinum (Budhiyono et al., 1999). Pada penelitiannya Budhiyono et al., (1999) menggunakan fruktosa, glukosa, laktosa dan sukrosa sebagai sumber C ada media fermentasi Acetobacter xylinum. Fruktosa memberikan yields tertinggi, diikuti oleh kombinasi fruktosa dan laktosa. Berdasarkan hasil tersebut fruktosa merupakan subrat paling cocok untuk sintetis selulosa oleh Acetobacter xylinum. Keberadaan glukosa secara tersendiri dalam media dapat menurunkan jumlah selulosa yang diperoleh. Pertumbuhan Acetobacter xylinum tidak dipengaruhi oleh tingkat penggunaan sumber nitrogen (Embuscado et.al., 1994). Tetapi kombinasi dari sumber nitrogen organik (pepton, ekstrak khamir) dan anorganik (ammonium sulfat, ammonium fosfat) memperlihatkan peningkatan selulosa dibandingkan dengan sumber anorganik secara tersendiri. Sumber nitrogen anorganik yang dapat digunakan sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah ammonium sulfat dan ammonium fosfat (Son et al., 2003). Penambahan ammonium sulfat yang optimum adalah sebesar 0.2%, sedangkan penambahan ammonium fosfat menghasilkan rendemen tertinggi adalah sebesar 0.3%. Son et al., (2003) menngunakan tambahan vitamin dan mineral ke dalam medium fermentasinya. Mashudi (1993) dan Haryatni (2002) menyatakan bahwa penambahan ammonium sulfat yang optimum sebesar 0.4%. Budhiyono et al., (1999) menyatakan bahwa penggunaan ammonium fosfat sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan Acetobacter
9
xylinum lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan ammonuim sulfat. Hal ini, dikarenakan adanya penambahan unsur P dari ammonuim posfat yang sangat dibutuhkan dalam sintesis sululosa oleh Acetobacter xylinum.
3. Isolasi dan Pemeliharaan Kultur Bakteri Acetobacter xylinum dapat ditemukan pada sari tanaman bergula yang telah mengalami fermentasi atau pada sayuran dan buahuahan bergula yang membusuk. Isolasi Acetobacter xylinum dari bahan tersebut relatif mudah yaitu dengan menumbuhkannya pada medium agar yang ditambahkan gula dan diperkaya dengan sari buah atau ekstrak khamir (Kojima et al., 1997). Pertumbuhan Acetobacter xylinum pada media Hestrin-Scramm (1954) memperlihatkan adanya kekeruhan pada media nata (Verschureni et al., 2000). Pelikel selulosa mulai terbentuk pada permukaan medium cair setelah inokulasi Acetobacter xylinum selama 24 jam dengan suhu 30º C (Yan et al., 2008). Terbentuknya lapisan selulosa di permukaan baru akan terlihat setelah 2-3 hari (Budhiyoni et al., 1999). Jaringan halus dan transparan yang terbentuk dipermukaan membawa sebagian bakteri yang terperangkap di dalamnya. Gas CO2 yang dihasilkan lambat oleh Acetobacter xylinum menyebabkan pengapungan nata sehingga nata terdorong ke permukaan (Hesse dan Kondo, 2005). Dalam
pertumbuhannya
Acetobacter
xylinum
akan
segera
berkembang pesat dari jumlah awal yang rendah meningkat secara eksponensial hingga jumlah maksimum. Fase logaritmik dari Acetobacter xylinum terjadi pada waktu penyimpanan 84 jan (3-4 hari). Waktu generasi Acetobacter xylinum berkisar kurang lebih 2 jam. Pertumbuhan sel Acetobacter xylinum mencapai maksimum dengan jumlah sel ±107 sel/ml (Saxenaa at al., 2001). Budhiyono et al., (1999) menyatakan bahwa secara umum pertumbuhan Acetobacter xylinum akan meningkat pada hari ketiga dan kecepatan pertumbuhan akan menurun pada hari kesepuluh. Gambar 2
10
menunjukan rendemen basis basah nata de coco dalam medium air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat 0.4% dan berbagai jenis konsentrasi gula sebesar 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan Gambar 3 menunjukkan rendemen basis kering nata de coco pada medium yang sama.
B e r a t b a s a h (g) Hari ke-
Gambar 2. Rendemen basis basah nata de coco dalam medium air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis konsentrasi gula (Budhiyono et al.,, 1999)
11
B e r a t k e r i n g (g) Hari keGambar 3. Rendemen basis kering nata de coco dalam medium air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis konsentrasi gula (Budhiyono et al., 1999)
K e t e b a l a n (mm)
Hari keGambar 4. Ketebalan nata de coco dalam medium air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis konsentrasi gula (Budhiyono et al., 1999)
12
Medium yang secara umum digunakan untuk isolasi dan pemeliharan kultur bakteri Acetobacter xylinum adalah medium agar dan medium cair Hestrin-Schramm (Tabel 2). Medium ini juga di dalam praktek industri digunakan untuk perbanyakan sel dan sebagai starter dalam proses produksi nata. Tabel 2. Komposisi medium Hestrin-Schramm (1954) Komposisi medium
Jumlah (%)
Glukosa
2.00
Bacto pepton
0.50
Ekstrak Khamir
0.50
(NH4)2HPO4
0.27
Asam sitrat
0.10
Sumber : Verschureni et al., (2000)
D. ZA (Ammonium Sulfat) Ammonium sulfat merupakan pupuk buatan berbentuk kristal dengan rumus kimia (NH4)2SO4 yang mengandung unsur hara nitrogen dan belerang yang biasa juga disebut pupuk ZA (Zwavelzuur Ammoniak). Senyawa ini bersifat tidak higroskopis dan baru akan menyerap air bila kelembaban nisbi sudah 80% pada suhu 30ºC. ZA dapat digunakan sebagai sumber nitrogen untuk membantu pertumbuhan Acetobacter xylinum pada proses pembuatan nata de coco (Pambayun, 2006). Pambayun (2006) melanjutkan bahwa selain sebagai sumber nitrogen ZA juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter acetii yang merupakan bakteri pesaing dari Acetobacter xylinum. SNI
02-1760-2005
mensyaratkan
kandungan
nitrogen
untuk
ammonium sulfate minimal 25%. Kandungan nitrogen yang tinggi pada senyawa ini dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk menunjang kebutuhan hidupnya. Nata dengan penggunaan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogennya sebenarnya tidak terlalu membahayakan karena ketika sudah menjadi nata, ammonium sulfat tidak lagi berbentuk ammonium
13
sulfat. Adanya proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum menyebabkan unsur nitrogennya akan habis (Astawan dan Astawan, 1991). Sebagian besar ammonium sulfat diproduksi sebagai hasil produksi dari onem batubara di industri manufaktur caprolactum, walaupun demikian ammonium sulfat ini dapat pula dibuat secara sintetik (Boswell et al., 1985). Proses pembuatan ZA dapat berlangsung dengan dua cara (Muchsony, 1994). Cara pertama adalah dengan mencampurkan ammonia dengan asam sulfat, reaksi ini bersifat sangat eksotermis. Cara kedua adalah dengan dua tahap, tahap
pertama
adalah
pembentukan
ammonium
karbonat
dengan
mencampurkan ammonium dengan karbondioksida, setelah itu ammonium karbonat yang terbentuk direaksikan dengan fosfogipsum. Dalam proses pembuatannya terdapat penggunaan katalis logam agar reaksi dapat berjalan dengan lebih cepat. Katalis yang digunakan dalam proses pembuatan ZA ini adalah Co-Mo, ZnO, U2O5, Fe, FES, V2O5, dan CaSO4. H2O.
Cara I: 2NH3
+ H2SO4
(NH4)2SO4
Cara II: CO2
+ 2 NH3
(NH4)2CO3
(NH4)2CO3 + CaSO4. 2H2O
(NH4)2SO4 +CaCO3
Di pasaran amonium sulfat digolongkan dalam dua golongan komersial dan golongan kering. Adapun spesifikasi dari masing-masing golongan dapat dilihat dalam Tabel 3 sedangkan syarat umum ammonium sulfat sapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Spesifikasi amonium sulfat (SNI 02-1760-2005) Spesifikasi Komersial Kering
Kandungan amoniak min 2,50 % min 25,25 %
Kandungan air Maks 2,40 % Maks 0,25 %
Asam bebas maks 0,40 % maks 0,15%
14
Tabel 4. Syarat mutu pupuk amonium sulfat (SNI 02-1760-2005) No
Uraian
Persyaratan
1
Kandungan Nitrogen
min 25%
2
Kandungan fosfor (dihitung sebagai P2O5)
min 16%
3
Kandungan Air
Maks 1%
4
Butir lolos ayakan US mesh 5 tidak lolos ayakan US mesh 10
Maks 90%
Keterangan : semua persyaratan kecuali kandungan air dihitung berdasar bahan kering
ZA merupakan salah satu jenis pupuk menjadi titik kritis dalam keamanan pangan dari nata de coco. Adanya penambahan pupuk anorganik pada tanah akan meningkatkan kandungan logam berat (Cu, Zn dan Pb) dalam permukaan tanah (Chaney and Ryan, 1993). Hal tersebut diduga bahwa di dalam pupuk masih terdapat kandungan logam yang dapat mencemari lingkungannya. Residu logam berat yang berasal dari ZA diduga akan terperangkap di dalam lapisan ekstrapolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri nata, sehingga tidak hilang pada saat pencucian ataupun perebusan lembaran nata. Seperti umumnya
bakteri,
bakteri
nata
sendiri
kemungkinan
tidak
dapat
menghilangkan logam berat selama proses fermentasi berlangsung. Adanya logam dalam produk nata (termasuk Cu, Zn, dan Pb) dapat dikategorikan sebagai kontaminan yaitu bahan yang tidak sengaja ditambahkan dalam makanan.
E. Cemaran Logam
Salah satu masalah besar dunia adalah pencemaran logam berat. Logam ini terdistribusi di dalam lingkungan secar natural dalam siklus geologi dan biologi. Toksisitas logam ditentukan oleh dosis yang terdapat di tingkat selular, bentuk kimia dan ikatan ligan (Deshpande, 2002).
15
1. Tembaga (Cu) Tembaga secara alami dapat ditemukan di semua makanan dari tumbuhan dan hewan (Reilly, 1991). Selain itu tembaga juga dapat ditemukan di peralatan masak dan pipa. Tembaga sendiri merupakan salah satu logam berat esensial untuk kehidupan. Logam ini merupakan bagian dari hemokuprein, sama halnya dengan Fe dalam hemoglobin. Tembaga juga merupakan konstituen yang harus ada dalam makanan manusia yang dibutuhkan oleh tubuh per hari 0,05 mg/kg berat badan. Tetapi jika konsumsi Cu berlebihan, logam Cu terakumulasi dalam hati dengan jalan utama untuk ekskresi melalui empedu (Darmono, 1995). Gejala akut yang ditimbulkan akibat konsumsi Cu yang berlebihan akan menyebabkan sakit perut, mual, muntah dan diare, bahkan dalam beberapa kasus parah dapat menyebabkan koma, penurunan produksi urin, kegagalan hati, dan kematian (Turnland, 1994). Apabila konsumsinya sudah sangat tinggi dapat menyebabkan penyakit genetik yaitu Menkey’s disease dan Wilson disease. Menkey’s disease menyebabkan retardasi logam, rambut yang tidak normal dan maldistribusi dari Cu. Wilson disease penyimpangan penyimpanan Cu. Cu terakumulasi pada liver, orak, dan kornea mata (Kayser-Fleiser ring). Beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian (Merian, 1994).
2. Seng (Zn) Seng dengan nama ilmiah Zinc dilambangkan dengan Zn. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia seng menempati posisi dengan nomor atom (NA) tigapuluh dan mempunyai bobot atau berat atom 65,37 dengan densitas 7.14 yang menjadikan logam ini termasuk dalam kategori logam berat (Reilly, 1991). Zn termasuk dalam logam yang reaktif. Zn biasanya ditemukan berikan dengan logam lain seperti Cu, Pb, dan Cd. Penggunaan Zn secara tradisional digunakan untuk peralatan masak, serta untuk peralatan proses pangan dan minuman. Zn juga
16
digunakan untuk melindungi besi dan logam lain dari korosi air dan udara dengan cara pelapisan Zn pada logam yang akan dilindungi. Logam Zn berperan dalam kerja enzim dalam tubuh, tetapi pada konsentrasi tertentu bersifat racun. Penelanan jumlah besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut dan juga kronik (King and Carl, 1994). Beberapa gejala keracunan akut karena tembaga adalah sakit perut, mual, muntah, dan diare, sedangkan toxicitas kronik dari Cu akan menyebabkan penurunan HDL level, ganguan pencernaan dan penurunan fungsi imun (King and Carl 1994). Muchtadi et al., (2006) menyatakan komponen Zn ini dapat menghambat penyerapan Cu dan juga Fe di dalam tubuh. Zinc dapat merubah metabolisme cholesterol dan mungkin mempercepat atherosclerosis. Batasan maksimum konsumsi Zn adalah 40 mg/hari.
3. Timbal (Pb) Pada tabel unsur periodik, unsur logam Pb terletak pada golongan IV B dengan nomor atom 82 dan massa atom 207,19. Menurut Reilly (1991) timbal merupakan unsur yang dapat ditemukan di seluruh media lingkungan. Jumlahnya relatif tidak terbatas pada kulit bumi, timbal dapat ditemukan diseluruh lapisan bumi. Penyumbang pencemaran Timbal di udara berasal adalah peleburan logam, pabrik batere, emisi bahan bakar dan bensin beradiktif timbal, emisi industri dan pengunaan timbal untuk pengecetan dan pengelasan. Penyumbang utama timbal dari tanah dan debu adalah pembakaran bahan bakar fosil (bahan bakar bertimbal). Metabolisme timbal didalam tubuh belum diketahui fungsinya. Konsentrasi timbal pada manusia yang menyebabkan zat-zat beracun berkisar antara 0,2-2,0 mg/hari (Darmono, 1995). Kelebihan timbal dalam tubuh dapat mengakibatkan kelelahan, sakit kepala, halusinasi, kemunduran intelektual, gusi berwarna hitam, kulit menjadi pucat dan kehilangan berat badan (Jorhem, 2003). Sedangkan Effendi dan Effendi (2002) menyatakan keracunan timbal akan menimbulkan gejala rasa
17
logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pada saluran pencernaan, anoreksia, muntah-muntah, kolik, enchepalitis, iritabel, perubahan kepribadian, kelumpuhan, dan kebutaan. Toksisitas timbal pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, yaitu timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan detoksifikasi dan ekskresi (hati dan ginjal), dan mempunyai sifat karsinogenik (penyebab kanker). Kelebihan timbal pada manusia juga mempengaruhi metabolisme sel darah merah, menghambat enzim biosintesis heme (δ-amilolevulinate dehydratase dan feeochalatase) (Jorhem, 2003).
18
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Nata de coco lembaran diperoleh dari petani nata de coco di Bogor dan Cianjur, nata de coco kemasan cup diperoleh dari Pasar Bogor, Pasar Gunung Batu, Pasar Anyar, Pasar Ciampea, dan Pasar Cibeureum. Starter nata de coco yang digunakan diperoleh dari Balai Besar Industri Agro (BBIA). Proses pembuatan stater nata dari BBIA, kultur murni Acetobacter xylinum diinokulasikan kedalam 100 ml media fermentasi, fermentasi dilakukan selama 7 hari. Inokulasi dilakukan kembali pada botol kaca 600 ml dengan starter yang ditambahkan sebesar 10%. Bahan lain yang digunakan adalah air kelapa, gula, ZA, asam cuka glacial. Alat-alat yang digunakan adalah wadah plastik, botol kaca 600 ml, kertas sampul cokelat, saringan, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, pipet, mikropipet, bulp, cawan petri, pHmeter, timbangan, gunting, jangka sorong, kompor, panci, pengaduk, kain, karet, saringan, chromameter, penetrometer, hemacytometer, mikroskop, dan ICP-MS (Inductively Couple Plasma-Mass Spectrometry) di Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB) yang berlokasi di Jakarta.
B. Metode Penelitian Outline metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 5. 1. Penelitian Pendahuluan a) Survei di Petani Nata de coco Survei dilakukan ke beberapa pembuat nata (disebut petani) yang terdapat di daerah Bogor dan Cianjur. Survei dilakukan melalui kuesioner dan wawancara untuk mengetahui formulasi, proses yang dilakukan oleh produsen nata, dan pengamatan kondisi sanitasi. Form survei yang diberikan kepada petani dapat dilihat pada Lampiran 2.
19
Hasil survei ini akan digunakan untuk memformulasikan kisaran konsentrasi ZA, gula serta proses pengolahan nata yang akan dilakukan untuk pembuatan nata de coco di Laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan terhadap nata de coco hasil fermentasi yang masih lembaran dan asam.
Petani nata de coco
Mengetahui formulasi pembuatan nata de coco
Survei Pengolah nata de coco
Mengetahui proses pembuatan nata de coco
Pembuatan nata di laboratorium 1. Perlakuan ZA Optimum Analisis fisik 2. Perlakuan gula Optimum 3. Proses pengolahan nata
Analisis organoleptik
Gambar 5. Outline penelitian yang dilakukan
20
b) Survei di Pengolah Nata de coco dalam Kemasan Survei pengolahan nata de coco dilakukan di CV. Mitra Makmur Industri yang berlokasi di Jl. Johar no. 66, Bogor. Tujuan dari survei ini adalah untuk untuk melihat proses pengolahan nata de coco yang dilakukan dalam perusahaan tersebut. Hasil dari survei ini selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam pengolahan nata de coco setelah proses fermentasi.
2. Penelitian Lanjutan a) Pembuatan Nata de coco Pembuatan nata de coco dilakukan dengan beberapa tahap yaitu, tahap penyaringan air kelapa, perebusan air kelapa hingga mendidih dan dibiarkan mendidih ±5 menit, penambahan gula 1%, ZA dan asam asetat glacial hingga pH sekitar 3.5-4.5, penuangan ke dalam wadah fermentasi, penutupan wadah dengan kertas cokelat polos, pendinginan, inokulasi 10% Acetobacter xylinum kedalam media fermentasi, fermentasi selama 7 hari. Diagram alir proses pembuatan nata de coco dapat dilihat pada Gambar 6. Perbedaan pembuatan nata de coco di laboratorium dengan petani
nata
adalah
pembuatan
nata
di
laboratorium
tidak
menggunakan kertas koras diganti dengan menggunakan kertas cokelat polos, peralatan masak tidak menggunakan peralatan yang di solder atau di las, dan tidak menggunakan ember bekas cat sebagai tempat penampungan air kelapa maupun nata de coco. Pembuatan nata de coco dilakukan dengan dua kali ulangan dalam waktu yang berbeda. Perlakukan yang diberikan adalah variasi penambahan ZA yang masuk dalam kisaran yang digunakan oleh petani nata de coco. Setelah diperoleh penggunaan ZA yang sesuai dilakukan optimasi penggunaan gula dan setelah diperoleh formulasi
21
nata de coco yang baik, dilakukan proses pengolahan nata de coco yang diperoleh dari hasil survei terhadap IRT yang dilakukan.
Air Kelapa
Penyaringan
Penambahan gula dan ZA
Perebusan hingga mendidih
Biarkan mendidih hingga 5-10 menit
Matikan kompor
Penambahan asam asetat glasial (pH 3.5-4.5)
Pendinginan
Fermentasi selama 7 hari
Inokulasi Acetobacter xylinum Gambar 6. Diagram alir pembuatan nata de coco di laboratorium
22
Setelah nata de coco terbentuk dilakukan pembersihan lendir, rebus selama 15 menit untuk mematikan bakteri. Setelah proses perebusan nata kemudian dipotong dadu dan dipres dengan hidrolik pressure agar semua air yang terdapat didalam nata de coco keluar. Nata de coco yang telah dipres dibiarkan mengembang lagi dengan cara direndam didalam air bersih selama kurang lebih 2-2,5 jam hingga nata berbentuk dadu kembali, tegar, berwarna bening dan tidak berbau asam lagi. Dalam proses pengembangan ini terjadi proses penggantian air sebanyak 3-4 kali. Nata kemudian direbus selama 6075 menit hingga matang. Diagram alir proses pengolahan nata de coco dapat di lihat pada Gambar 7. Nata de coco
Pembersihan lendir
Perebusan (15 menit)
Pemotongan bentuk dadu
Pengepresan
Pengembangan nata
Perebusan (60-75 menit)
Penambahan sirup gula Gambar 7. Diagram alir proses pengolahan nata de coco
23
b) Analisis Logam Analisis logam dilakukan dengan menggunakan alat ICP-MS (Inductively Couple Plasma-Mass Spectrometry) di Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB), Jl. Raya Bogor Jakarta Km 26, Ciracas Jakarta Timur. Sampel yang dianalisis logamnya adalah ZA, nata de coco lembaran (hasil fermentasi langsung tanpa ada proses apapun) yang diperoleh dari produsen nata de coco yang di survei, nata de coco yang telah dikemas dalam cup yang diperoleh dari 5 pasar yang terdapat di Bogor, yaitu Pasar Bogor, Pasar Anyar, Pasar Gunung Batu, Pasar Cibeureum, dan Pasar Ciampea, nata de coco lembaran dan nata de coco yang telah mengalami proses pengolahan di laboratorium. Logam yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn) dan timbal (Pb). Alat ICP-MS ini mempunyai limit deteksi untuk Cu, Zn, dan Pb berturut-turut 0.0013 ppb, 0.01 ppb, dan 0.07 ppb. Kondisi ICP-MS yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kondisi ICP-MS yang digunakan Jenis
Keterangan
Model/ tipe alat
ICP MS Elan DRC II
Pabrik/ Negara Pembuat
Perkin Elmer, USA
Model / Tipe Generator
RF Generator
Tipe Pendingin
Recirculator
Metode Persiapan Sampel
Pengabuan Basah
Kondisi MS Mode Ionisasi
Isotop
Mode Analizer
Mass Analizer Quadropie
Scan Ion M/Z
1-275
24
c) Perhitungan
viabilitas
Acetobacter
xylinum
dengan
dilakukan
dengan
Hemacytometer Perhitungan
Acetobacter
xylinum
menggunakan perhitungan langsung dengan hemacytometer. Dengan prosedur sebagi berikut: • Pengenceran kultur Acetobacter xylinum dibuat hingga 10-5 • Hemacytometer dibersihkan dengan alcohol 70% • Suspensi kultur Acetobacter xylinum diteteskan pada permukaan hemacytometer yang berkotak-kotak • Suspensi kultur Acetobacter xylinum ditutup segera dengan gelas penutup. Jika ada gelembung udara yang terperangkap, maka ulangilah persiapan preparat tersebut • Diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali • Viabilitas bakteri Acetobacter xylinum dihitung per mm2 • Perhitungan dilakukan minimal pada 5 dari 25 kotak kecil (0.2 x 0.2 mm2). • Jumlah sel Acetobacter xylinum ditentukan per ml.
Perhitungan jumlah sel bakteri adalah sebagai berikut: Jumlah bakteri per mm2 = Jumlah sel per mm2 x FP x 10 Angka 10 diperoleh dari Jumlah bakteri per ml (cm3) = ∑ bakteri per mm2 x FP x 103 x
mm
d) Analisis karakteristik fisik nata de coco 1) Rendemen, Metode Gravimetri (AOAC, 1979) Rendemen nata diukur dengan metode gravimetri dan dinyatakna dalam berat per volume medium cair yang digunakan. Rendemen
25
2) Ketebalan nata (Wijandi dan Fardiaz, 1985) Pengukuran digunakan dengan alat jangka sorong dan nilai ketebalan yang didapat merupakan rata-rata dari pengukuran lima tempat yang berbeda. 3) Kecerahan dengan Chromameter Kecerahan diukur dengan menggunakan alat Chromameter. Pada alat ini dihasilkan nilai L, a, dan b. Nilai L = menyatakan parameter kecerahan (Light) Nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih) Nilai a = menyatakan kromatik campuran untuk warna merah-hijau Nilai +a (positif) 0 sampai 100 menyatakan warna merah Nilai -a (negatif) 0 sampai -80 menyatakan warna hijau Nilai b = menyatakan kromatik campuran untuk warna biru-kuning Nilai +b (positif) 0 sampai 70 menyatakan warna biru Nilai -b (negatif) 0 sampai -70 menyatakan warna kuning
4) Kekerasan dengan Penetrometer Kekerasan tekstur nata diukur dengan mnggunakan penetrometer.
Pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan
penusukan dilima tempat. Satuan pengukuran dinyatakan dalam mm/detik dari berat yang diberikan. 5) Analisis Kandungan Air (Metode Gravimetri, SNI 01-28911992) Timbang 1-2 g contoh/cuplikan pada sebuah botol timbangan bertutup/cawan alumunium yang sudah diketahui bobotnya (cawan harus dikeringkan dahulu dalam oven sebelum digunakan untuk penimbangan). 105ºC selama 3 jam.
Keringkan pada oven suhu
Dinginkan dalam desikator.
Timbang, 26
ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap (≤ 0,0005 g). Kandungan air dihitung dengan menggunakan rumus : g air / 100 g bahan
W
(W 1 W 2) x 100 W
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan sesudah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g) Satuan akhir kandungan air = g/100 g (basis basah)
e) Uji organolepik (Resurreccion, 1998) Uji organoleptik yang dilakukan dengan uji rating sederhana terhadap produk nata yang dihasilkan dengan formulasi terpilih dan juga nata yang diperoleh dari pasar. Lokasi Uji Organoleptik ini di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dengan jumlah panelis sebanyak 30 panelis tidak terlatih. Panelis merupakan mahasisiwa IPB jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Penilaian dilakukan pada karakteristik nata yaitu warna, rasa, arona dan tekstur. Form yang digunakan untuk uji rating sederhana dapat dilihat pada Lampiran 3. 3. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Model RAL yang digunakan untuk pengujian yaitu:
Perlakuan ZA Yij = µ + Ki + εij Yij = hasil percobaan ke-j akibat konsentrasi ZA taraf ke-i µ
= rata-rata sebenarnya
Ki = pengaruh konsentrasi ZA taraf ke-i εij = pengaruh unit percobaan ke-j
Perlakuan gula Yij = µ + Ki + εij
27
Yij = hasil percobaan ke-j akibat konsentrasi ZA taraf ke-i µ
= rata-rata sebenarnya
Ki = pengaruh konsentrasi ZA taraf ke-i εij = pengaruh unit percobaan ke-j Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0 dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan. Untuk uji organoleptik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0 yaitu T-Test Independent.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Survei 1. Petani Nata de coco Dari hasil survei yang dilakukan di daerah Cianjur dan Bogor diperoleh hasil semua petani nata de coco yang diwawancara menggunakan ZA sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Formulasi bahan yang digunakan dalam permbuatan nata de coco berbeda-beda. Dari Tabel 6 diketahui ZA yang digunakan dalam formulasi nata de coco berkisar antara 0,5%-1.2%. Kisaran ini dijadikan acuan penggunaan konsentrasi pembuatan nata di laboratorium (penelitian tahap 2).
Tabel 6. Formulasi bahan-bahan yang digunakan oleh petani nata de coco PETANI GULA ZA ASAM ASETAT GLASIAL 0.44 0.89 0.44 1 0.36 1.14 0.57 2 0.69 0.69 0.56 3 0.20 0.75 0.55 4 0.33 0.58 0.53 5 0.20 0.50 0.40 6 0.25 0.50 0.12 7 Keterangan : Angka pada petani menunjukkan petani yang berbeda
Petani nata de coco mempunyai jaringan tersendiri dalam mendistribusikan produk nata de coco lembarannya. Distribusi dilakukan dari petani ke pengumpul (1) atau langsung dari petani ke pengolah nata de coco (2) untuk diolah lebih lanjut dan dikemas yang dapat dilihat pada Gambar 8. Proses yang dilakukan oleh petani biasanya hanya membersihkan lendir yang terdapat pada nata de coco lembaran saja dan selanjutnya nata lembaran tersebut di pengumpul nata yang telah dibersihkan lendirnya tersebut dipotong-potong sesuai ukuran yang dipesan oleh pengolah nata de coco dalam cup.
29
1
2 Petani
Pengumpul 1 2 4 7 8 9 10
1 2 3 4 5 6 7
Pengolah A B C F E G H
1 Gambar 8. Pemetaan Petani nata de coco dengan pengolah nata de coco dalam cup Keterangan : Huruf dan angka menunjukkan petani yang berbeda
Proses pembuatan nata de coco dari setiap petani pada umumnya sama, yaitu tahap penyaringan air kelapa, perebusan air kelapa, penambahan gula dan ZA, penuangan ke dalam wadah fermentasi, inokulasi Acetobacter xylinum kedalam media fermentasi. Fermentasi nata de coco dilakukan sekitar 6-7 hari baik untuk starter yang digunakan maupun pembuatan nata de coco lembaran. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya sama yaitu drum berukuran 20 L untuk tempat penyimpanan air kelapa dari pasar, saringan, panci besar dengan kapasitas perebusan 80-100L (Gambar 9a), ember besar untuk penampung air kelapa yang telah masak (Gambar 9b), gayung untuk menuang air kelapa ke dalam wadah fermentasi, wadah plastik untuk tempat fermentasi, kertas koran untuk menutup wadah selama fermentasi berlangsung, karet untuk mengikat koran dengan wadah fermentasi. Adanya proses perebusan air kelapa dengan menggunakan panci yang disolder pada proses pengolahan nata de coco pada petani
30
memungkin pelepasan logam Pb ke dalam larutan air kelapa dan kemungkinan terperangkap dalam jaringan ekstraseluler nata de coco.
(a)
(b)
Gambar 9. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nata de coco Keterangan : (a) Panci perebusan air kelapa yang ada sambungan dengan solder dibagian bawah (b) Ember penampung air kelapa yang telah direbus
Ruang fermentasi yang digunakan terpisah dengan ruang pemasakan air kelapa. Pada Gambar 10a wadah fermentasi diletakkan langsung
dilantai
sehingga
menghabiskan
banyak
tempat
untuk
menyimpan wadah fermentasi. Sedangkan pada Gambar 10b ruangan fermentasi disusun lagi dengan rak-rak penyimpanan wadah fermentasi. Pemisahan ruangan fermentasi dengan proses pembuatan nata yang lain dilakukan agar menjaga suhu ruangan fermentasi, menjaga wadah fermentasi agar tidak tersenggol dan kemungkinan lain yang dapat menggangu proses fermentasi nata de coco. Ruangan dibuat agar tidak terlalu banyak sinar matahari yang masuk karena dapat mengganggu kestabilan bakteri nata. Selain itu menurut Pambayun et al., (1997) ruangan fermentasi diharapkan mempunyai ventilasi yang baik sehingga aliran udara dalam ruangan optimum untuk memenuhi kebutuhan oksigen bakteri nata. Aliran udara diusahakan tidak langsung mengenai produk nata dan tidak terlaku
31
kencang karena aliran yang terlalu kencang dan langsung mengenai produk dapat menyebabkan kegagalan proses pembuatan nata.
(a) (b) Gambar 10. Ruang fermentasi nata de coco Keterangan : (a) wadah fermentasi diletakkan langsung dilantai (b) tempat fermentasi yang dibuat bertingkat Setelah panen, nata de coco dibersihkan lendirnya dengan menggunakan pisau. Pambayun (2006) menyatakan bahwa nata de coco menpunyai dua lapisan lendir yang harus dibuang yaitu bagian atas yang sangat tipis dan seperti plastik dan bagian bawah yang lembek dan mudah untuk dipisahkan. Kualitas nata menjadi kurang baik apabila kedua lapisan tidak dipisahkan dengan sepenuhnya. Nata de coco yang telah bersih dipotong dengan mengunakan mesin slicer ukuran dadu maupun ukuran yang lebih tipis. Setelah nata membentuk ukuran yang diinginkan nata tersebut ditampung di ember bekas cat (Gambar 11).
Gambar 11. Proses pemotongan nata de coco Nata de coco yang telah dipotong dengan ukuran yang sesuai kemudian ditekan (pressing) untuk mengeluarkan air dalam nata tersebut. Pengeluaran air dalam nata de coco ini bertujuan untuk mengeluarkan air
32
asam yang terperangkap dalam lapisan nata de coco dan memudahkan pengiriman ke pengolah nata. Nata yang telah ditekan (pressing) ditempatkan dalam karung (Gambar 12).
Gambar 12. Nata yang telah ditempatkan di dalam karung 2. Pengolah Nata de coco dalam Kemasan Survei pengolahan nata de coco dalam kemasan dilakukan di CV Mitra Makmur Industri (MMI) yang terletak di Jl. Johar no. 66, Bogor. CV MMI ini tergolong industri rumah tangga (IRT) dengan kapasitas produksi 4500-4800 karton per hari. Daerah pemasaran produk nata de coco yang dihasilkan mencakup daerah Jabodetabek dan pulau Sumatera terutama Riau dan Padang. Proses pembuatan nata dalam cup yang dilakukan oleh CV. MMI melibatkan beberapa tahap pengolahan yaitu proses pengembangan nata yang mencakup pencucian nata dan perendaman nata, perebusan nata serta pengemasan nata (Lampiran 4). Nata de coco yang diterima adalah nata yang telah dipotong dan telah mengalami proses pengepresan. Nata kemudian ditempatkan dalam drum untuk proses pengembangan dengan cara memutar-mutar nata de coco di dalam dengan menggunakan tangan selama kurang lebih 2-2,5 jam. Proses pengembangan dinyatakan selesai apabila nata de coco yang telah kokoh bentuknya, berwarna putih bening dan tidak asam. Selama proses pengembangan ini dilakukan pergantian air sebanyak 3-4 kali.
33
Tahap selanjutnya adalah proses perebusan nata di dalam panci besar dengan sumber panas berasal dari boiler. Perebusan nata dilakukan selama 60-75 menit hingga matang. Parameter yang dilihat ketika menentukan kematangan nata de coco adalah dengan tidak ada lagi bintik putih pada bagian tengah nata de coco terutama terlihat pada nata de coco berbentuk dadu. Pada proses ini dilakukan penambahan Na-benzoat, pemanis
buatan
(campuran
Na-siklamat,
sakarin,
dan
metylester
aspartylfenilalanin) dan garam. Nata de coco yang dihasilkan dari proses ini ditambahkan dengan sirup gula dan kemudian dikemas. Pembuatan sirup dilakukan dengan pencampuran bahan berupa perisa buah, pemanis buatan, Na-benzoat, garam, gula rafinasi, asam sitrat dan Na-sitrat ke dalam air. Nata de coco hasil proses perebusan dipindahkan ke tempat pengemasan dengan menggunakan ember besar. Proses pengemasan yang dilakukan adalah dengan memasukkan nata de coco ke dalam cup kemudian ditambahkan dengan sirup hingga penuh dan di seal sebanyak dua kali. Setelah itu nata de coco didinginkan di dalam bak besar, kemudian dimasukkan kedalam kardus dan siap untuk dipasarkan.
B. Analisis Logam Analisis kandungan logam ZA menunjukkan bahwa didalam ZA terdapat 1.05 ppm Cu, 18.65 ppm Zn, 42.4 ppb Sn, 13.32 ppb As dan tidak terdeteksi adanya Pb (< 0.07 ppb). Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam tersebut maka dapat terlihat bahwa di dalam ZA terdapat kandungan Zn dan Cu yang cukup tinggi. Zn yang terapat didalam ZA ini disebabkan karena adanya penggunaan logam Zn sebagai katalis dalam proses pembuatan ZA, sedangkan Cu dimungkin karena adanya kontaminasi dari peralatan. Logam Cu dan Zn yang terdapat didalam ZA ini dikhawatirkan terperangkap didalam lapisan nata dan tidak mampu dikeluarkan selama proses. Standar mutu produk nata dalam kemasan menurut SNI 01-4317-1996 kandungan logam maksimum yang terdapat dalam nata de coco dalam
34
kemasan yaitu, Pb (0.2 ppm), Cu (2 ppm), Zn (5 ppm), As (0.1 ppm) dan jika produk dikemas dalam kaleng maksimum Sn sebesar (40,0/250 ppm). Hasil analisis pengukuran kandungan logam pada nata de coco lembaran petani 1 menunjukkan kandungan nata de coco mentah mengandung kandungan logam Cu, Zn, Pb, As dan Sn sebesar 0.273 ppm, 0.321 ppm, 20.6 ppb, 0.92 ppb, 0.46 ppb (Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15). Berdasarkan kandungan logam tersebut maka untuk analisis logam pada nata de coco selanjutnya parameter yang diuji adalah Cu, Zn, dan Pb. Analisis logam Sn dan As tidak dilakukan lebih lanjut karena kemungkinan kontaminasi Sn dan As dari peralatan cukup rendah. Logam Pb tetap dianalisis karena logam ini merupakan logam yang banyak mengkontaminasi peralatan yang digunakan.
2.5 1.97
Logam Cu (ppm)
2 1.5 1
0.95
0.5
0.273
0.1516
0 2
13
5
6
Sumber nata de coco
Gambar 13. Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Cu (ppm)
35
Logam Zn (ppm)
6.00
5.14
5.00 4.00 3.00
2.00
2.00
1.24
1.00
0.32
0.00 2
31
5
6
Sumber nata de coco
Logam Pb (ppm)
Gambar 14. Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Zn (ppm)
17.00 16.00 15.00 14.00 13.00 12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
16.50
1.52 0.02 2
13 5 Sumber nata de coco
0.17 6
Gambar 15. Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Pb (ppm) Keterangan : 2 = petani no.2 1 = petani no. 1 5 = petani no. 5 6 = petani no. 6
Hasil pengukuran tersebut dapat terlihat pada petani 2 dan 5 mempunyai kandungan logam dalam nata de coco mentah yang cukup tinggi. Sumber kontaminasi logam tersebut adalah dari bahan yang digunakan (ZA). Dilihat dari segi peralatan yang digunakan diduga kemungkinan dapat
36
menambah kandungan logam dalam nata terutama dari kertas koran yang diduga merupakan sumber Pb. Karena menurut Reilly (1991) logam bersifat lebih larut pada kondisi asam dan dapat mengkontaminasi makanan atau minuman yang bersifat asam. Berdasarkan Tabel 7 kandungan logam pada nata de coco dalam kemasan, semua nata dalam kemasan yang dianalisis mempunyai kandungan logam Pb, Zn, dan Cu yang lebih rendah dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh SNI No. 01-4317-1996. Diduga selama proses pengolahan nata de coco terdapat proses yang dapat mengurangi kandungan logam didalam. Terdapatnya logam Cu didalam nata de coco diduga karena penambahan ZA yang mengadung 1.05 ppm Cu kedalam media fermentasi. Kontaminasi logam Cu juga dapat berasal dari peralatan yang digunakan dalam proses perebusan air kelapa. Ketika proses fermentasi berlanjut Cu terperangkap didalam lapisan nata de coco, mengingat adanya kemampuan nata yang dapat menjerap logam Cu yang telah diungkapkan sebelumnya oleh Shiyan et all. (2009). Kandungan Zn dalam ZA cukup besar yakni 18.65 ppm menyebabkan tinggi kandungan logam di dalam lapisan nata de coco. Penggunaan
pelumas
dalam
mesin
pemotong
nata
de
coco
juga
memungkinkan terjadinya peningkatan kandungan Zn dalam nata karena dalam pelumas juga terdapat Zn sebesar 0.42-3.46 ppm (Muha, 1997).
Tabel 7. Hasil analisis kandungan logam pada nata de coco dalam kemasan dengan menggunakan ICP-MS Sampel
Pb Cu Zn (max 0,2 ppm) (max 2,0 ppm) (max 5,0 ppm) A 0.02 ppm 0.13 ppm 0.99 ppm B TD*) 0.02 ppm TD*) *) *) C TD TD TD*) D 0.04 ppm TD*) 0.01 ppm E 0.18 ppm 0.53 ppm 0.10 ppm F 0.09 ppm 0.28 ppm TD*) *) G 0.06 ppm TD 0.04 ppm H 0.06 ppm 0.43 ppm 0.07 ppm Keterangan : TD = Tidak terdeteksi Limit deteksi Cu: 0.0013 ppb; Zn: 0.01 ppb; Pb: 0.07 ppb
37
Penggunaan kertas koran dalam pembuatan nata de coco diduga merupakan sumber utama dari adanya Pb dalam produk nata de coco. Conti dan Botre (1997) menyatakan bahwa di dalam kertas mengandung 3 ppm Pb, jika digunakan sebagai bahan pengemas maka Pb dapat bermigrasi kedalam pangan yang dikemasnya dengan persentase 0.01%. Adanya tinta dalam koran juga dapat berkontribusi Pb pada nata. Menurut Ki-Cheol et al. (2008), 10 dari 92 kemasan permen terdapat 110.3–6394.1 ppm Pb yang bersumber dari tinta yang terdapat dibagian luar kemasan permen. Logam yang terdalam nata de coco mentah disebabkan karena adanya adanya pelarutan logam didalam medium air kelapa yang bersifat asam. Logam tersebut kemudian terperangkap didalam lapisan selulosa nata de coco pada saat fermentasi. Proses pengolahan lanjut nata menjadi nata de coco dalam kemasan ternyata mampu mengurangi kandungan logam pada nata de coco sehingga kandungan logam pada produk akhir menjadi berkurang. Proses penekanan (pressing) nata menyebabkan air yang terdapat didalam nata keluar dan diduga sekaligus mengeluarkan logam yang mungkin terlarut dalam air. Selain itu, selama proses pencucian dalam air mengalir dan perendaman memungkinkan logam ikut terlarut dalam air. Proses perebusan menyebabkan tekstur nata menjadi mengendur dan tektur nata yang lebih lunak.
C. Pembuatan Nata de coco di Laboratorium 1. Perhitungan Viabilitas Acetobacter xylinum Perhitungan viabilitas Acetobacter xylinum dilakukan dengan metode
hemacytometer.
Hasil
perhitungan
dengan
metode
ini
menunjukkan konsentrasi Acetobacter xylinum didalam medium bibit adalah sebesar 5.0x107 sel/ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah koloni yang terdapat pada starter nata telah cukup karena menurut Saxenaa (2001) bahwa penambahan starter dengan jumlah koloni 5.5 x 105 telah cukup untuk menumbuhkan nata dengan tebal 0.8 cm. Contoh perhitungan dengan hemacytometer dapat dilihat pada Lampiran 5. Sebagai
38
perbandingan Vegas et al., (2010) pertumbuhan Acetobacter pasteurianus dengan menggunakan mikroskop dengan metode hemacytometer berkisar antara 106 – 107 sel/ml.
2. Pengaruh penambahan ZA Penambahan ZA pada medium fermentasi nata de coco di laboratorium berasal dari hasil survei penggunaan ZA oleh petani nata de coco yaitu 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0% dan 1.2%. Penambahan gula untuk semua konsentrasi ZA adalah sama yaitu sebanyak 1% dan nata de coco hasil fermentasi dilakukan pengukuran kandungan logamnya. Berdasarkan Tabel 8 tidak terlihat adanya korelasi antara penggunaan ZA terhadap kandungan logam beratnya pada nata de coco mentah. Hasil pengukuran logam nata de coco yang telah diolah mengandung 0.24 ppm Cu, 0.83 ppm Zn dan kandungan Pb tidak terdeteksi (< 0.07 ppb). Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan adanya penurunan konsentrasi logam Cu setelah memprosesan nata de coco sebanyak 44.44%. Tetapi kandungan logam Zn meningkat yang disebabkan oleh kontaminasi peralatan yang digunakan.
Tabel 8. Hasil pengukuran logam pada nata de coco hasil percobaan di laboratorium No. Kandungan ZA Cu (ppm) Zn (ppm) Pb (ppm) *) 0,4 0,36 ppm TD TD*) 1 0,6 0,1 ppm TD*) TD*) 2 *) 0,8 0,11 ppm TD 0,47 ppm 3 *) 1,0 0,36 ppm TD TD*) 4 1,2 0,36 ppm 2,46 ppm TD*) 5 Keterangan : TD = Tidak terdeteksi Limit deteksi Cu: 0.0013 ppb; Zn: 0.01 ppb; Pb: 0.07 ppb Kandungan Pb dari hasil penelitian ini sangat rendah (tidak terdeteksi) diduga kontaminasi Pb tidaklah berasal dari ZA yang digunakan tapi disebabkan karena alat yang digunakan untuk proses menggunakan panci yang tidak bersolder, tidak menggunakan ember bekas cat dan tidak menggunakan kertas koran. Panci yang dibuat melalui proses
39
pengelasan dapat menjadi sumber kontaminasi dari logam Pb (Deshpande, 2002). Hasil perhitungan secara matematis diperoleh data bahwa penurunan kandungan Cu yang terdapat dipasar dengan di laboratorium mencapai 95%, untuk Zn mencapai 99%, dan untuk Pb mencapai 99% (Lampiran 6). Pembuatan nata de coco dilaboratorium ini selain digunakan untuk melihat korelasi penggunaan ZA terhadap kandungan logam beratnya, tetapi juga digunakan untuk mengetahui karakter fisik dari nata de coco yang dihasilkan. Gambar nata de coco mentah dapat dilihat pada Lampiran 7. Parameter yang digunakan adalah rendemen, ketebalan, kekerasan dengan penetrometer, dan kecerahan dengan chromameter.
a) Rendemen
Rendemen
nata
diukur
dengan
menggunakan
metode
gravimetrik dan dinyatakan dalam berat per volume media cair yang digunakan (AOAC, 1979). Rendemen nata diukur setelah fermentasi nata selama 7 hari. Kurotsumi et al., (2009) menyatakan bahwa penambahan sumber nitrogen dapat meningkatkan rendemen nata yang dihasilkan. Adanya penambahan ZA pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan rendemen dari nata yang dihasilkan. Hasil
analisa
statistik
dengan
menggunakan
ANOVA
menunjukkan bahwa belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi ZA berbeda nyata terhadap rendemen produk (p> 0.05). Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 8. Rendemen yang dihasilkan pada ulangan I dan ulangan II cukup berbeda hasilnya (Tabel 9), hal ini disebabkan karena adanya faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini yaitu suhu dan substrat alami yang terdapat pada air kelapa. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu ruang dimana ulangan pertama dilakukan pada waktu yang berbeda dengan ulangan kedua. Pengaruh
40
suhu ini ternyata menghasilkan rendemen yang berbeda mengingat fluktuasi suhu ruang yang cukup tinggi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Menurut BMG (2009) suhu untuk wilayah Bogor berkisar antara 21 º C - 31º C.
Tabel 9. Hubungan antara penambahan berbagai konsentrasi ZA terhadap rendemen kandungan ZA 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Rendemen (%) 1 2 rata2 61.70 62.66 62.18 71.45 53.53 62.49 65.52 59.02 62.27 43.38 61.14 52.26 45.17 54.48 49.83
Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa penambahan ZA lebih dari 1% menurunkan rendemen dari nata de coco yang dihasilkan. Hasil ini juga senada dengan yang telah diungkapkan oleh Mashudi (1993) dan Haryatni (2002). Adanya penurunan rendemen ini menurut Mashudi 1993 disebabkan karena penambahan ZA terlalu banyak akan membuat pH medium turun secara drastis karena adanya ion SO4-2 yang bersifat asam sehingga aktifitas bakteri nata menjadi terganggu.
b) Ketebalan Ketebalan nata diukur dengan menggunakan jangka sorong. Ketebalan yang diperoleh mempunyai korelasi positif dengan rendemennya. Semakin tebal nata yang diperoleh maka semakin tinggi pula rendemennya. Faktor lain yang menentukan ketebalan nata adalah ketinggian medium dalam wadah yang digunakan. Menurut Masaoka (1993) hanya bakteri dari permukaan saja yang dapat mempertahankan diri dan membentuk nata di permukaan yang disebabkan oleh adanya keterbatasan oksigen yang terdapat didalam wadah fermentasi. Oleh karena itu, wadah yang permukaannya luas dan dangkal akan lebih
41
cepat memperoleh ketebalan yang sama jika dibandingkan dengan wadah yang sempit dan pendek. Gambar 17 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi ZA dengan ketebalan nata de coco. Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ZA tidak berbeda nyata terhadap ketebalan (p > 0.05). Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 9.
1.20
Ketebalan (cm)
1.00
0.93
0.96
0.89
0.80
0.75
0.75
1.0
1.2
0.60 0.40 0.20 0.00 0.4
0.6
0.8
Konsentrasi ZA (%)
Gambar 16. Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan ketebalan nata
c) Kekerasan Kekerasan nata disebabkan karena adanya komponen serat yang terdapat didalam nata. Struktur miofibril dari serat yang membentuk jaringan akan memerangkap air dan menyebabkan struktur nata menjadi seperti agar. Berdasarkan
analisa
sidik
ragam
menunjukkan
bahwa
perbedaan konsentrasi ZA tidak berbeda nyata terhadap kekerasan produk (p> 0.05). Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 10. Menurut Wijaningsih (1999), Budhiyono et al., (1999) dan Son et al., (2003) menyatakan penambahan ZA tidak berpengaruh terhadap kekerasan nata diduga karena sifat dari ZA bukan merupakan 42
sumber pokok bagi pertumbuhan bakteri nata melainkan hanya sebagai bahan pelengkap saja. Gambar 18 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi ZA dengan ketebalan nata de coco.
1.8
kekerasan (mm/s)
1.6
1.548
1.45
1.402
1.4
1.328 1.186
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
Konsentrasi ZA (%)
Gambar 17. Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kekerasan nata
d) Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat chomameter. Parameter yang diukur dalam alat ini adalah L, a, dan b. Hasil pengukuran warna dapat terlihat pada Tabel 10. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan warna pada nata de coco.
Tabel 10. Hasil pengukuran warna dengan chromameter Kandungan ZA 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Parameter Warna L A b 69.82 68.83 69.27 68.62 70.25
-1.75 -1.84 -2.02 -1.76 -2.17
2.44 2.03 1.49 2.15 2.22
Analisis sidik ragam menunjukkan belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa penambahan ZA berpengaruh nyata terhadap
43
karakteristik warna yang dihasilkan (p> 0.05). Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan pengukuran warna dengan chromameter tersebut dapat terlihat bahwa karakteristik warna yang dihasilkan oleh nata de coco yang dihasilkan adalah berwarna cerah, dan terdapat sedikit campuran berwarna hijau dan kuning.
e) Kadar air Selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum mempunyai kapasitas penyerapan air yang tinggi (Keshk dan Someshima, 2006). Air yang terdapat dalam nata de coco berasal dari mediumnya. Pada saat pembentukkan agregat selulosa oleh Acetobacter xylinum air dalam
medium
terperangkap
didalam
lapisan
nata
sehingga
membentuk seperti gel (Kurosumi et al., 2009). Kandungan air nata yang diperoleh berkisar antara 93.02% hingga 94.95%. Gambar 19 menunjukkan grafik hubungan antara konsentrasi penambahan ZA dengam kandungan air nata. Hasil analisis statistik
dengan
menggunakan
ANOVA
menunjukkan
bahwa
penambahan ZA tidak perpengaruh nyata terhadap kadar air nata de coco. Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 12.
Kadar Air (%)
100.00
93.51
93.38
93.02
94.95
93.34
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
konsentrasi ZA
Gambar 18. Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kandungan air nata
44
Hasil
analisis
statistik
dengan
menggunakan
ANOVA
menunjukkan bahwa penambahan ZA tidak perpengaruh nyata terhadap rendemen nata, ketebalan nata, dan karakteristik fisik nata de coco (p> 0.05). Berdasarkan hasil tersebut, penambahan ZA pada penelitian selanjutnya adalah sebesar 0.4%.
3. Optimasi penambahan gula pada pembuatan nata de coco Gula yang digunakan dalam percobaan ini adalah sukrosa. Penambahan sukrosa pada air kelapa dengan konsentrasi tertentu bertujuan untuk mempertinggi selulosa yang diperoleh. Budhiyono, et all., (1999). Dalam penelitiannya Budhiyono et al., (1999) menyatakan bahwa penambahan gula sebesar kurang dari 1% telah cukup untuk membuat nata de coco. Pemilihan gula yang bagus sangat penting untuk menghasilkan nata de coco dengen warna putih. Gula yang berwarna kecokelatan akan menyebabkan warna nata sehingga kurang menarik. Penambahan gula juga berfungsi sebangai bahan induser yang berperan dalam pembentukan enzim ekstraseluler polymerase yang bekerja menyusun benang-benang nata, sehingga pembentukan nata menjadi maksimal (Pambayun, 2006). Proses pembentukkan selulosa oleh Acetobacter xylinum sangat tergantung pada konsentrasi sakarida yang terdapat didalam medium. Penambahan gula dalam penelitian ini sebesar 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0% dan 1.2%. Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah rendemen dan ketebalan dari nata de coco yang dihasilkan. Gambar 20 menunjukkan hubungan rendemen pembuatan nata dengan konsentrasi gula. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nata denga rendemen tertinggi terdapat didalam nata dengan penambahan gula sebesar 0.6% yaitu sebesar 65.67%. Gambar 21 menunjukkan hubungan antara ketebalan dengan konsentrasi gula dimana hasilnya menunjukkan hal yang sama dengan rendemen yang diperoleh. Hasil
analisis
statistik
dengan
menggunakan
ANOVA
menunjukkan bahwa penambahan gula tidak berpengaruh nyata terhadap
45
rendemen nata dan ketebalan nata yang dihasilkan (p >0.05). Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 13. Berdasarkan hasil rendemen dan ketebalan tersebut maka formulasi nata de coco yang pilih adalah formulasi dengan penambahan sukrosa sebesar 0.4%. Namun, diperlukan pula suatu optimasi proses yang menunjukkan bahwa penggunaan formula ini juga dapat diterima oleh konsumen.
70.00
Rendemen (%)
60.00
65.62 57.44
60.50
62.69
62.88
0.8
1
1.2
50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0.4
0.6
Konsentrasi Gula %
Gambar 19. Grafik hubungan konsentrasi gula dengan rendemen
1.4
Ketebalan (cm)
1.2
1.23 1.09
1.12
1.175
1.20
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.4
0.6 0.8 1 Konsentrasi gula (%)
1.2
Gambar 20. Grafik hubungan konsentrasi gula dengan ketebalan
46
4. Optimasi pengolahan nata de coco Pengolahan nata de coco ini dilakukan dengan mengikuti proses pengolahan di CV Mitra Makmur Industri. Nata de coco lembaran dipres hingga semua air keluar, kemudian dilakukan proses dengan memutarmutar nata de coco di dalam air selama 2-2,5 jam. Pergantian air dilakukan sebanyak 4 kali hingga nata de coco mempunyai bentuk yang kokoh dan tidak asam lagi. Perebusan dilakukan selama 75 menit hingga nata de coco matang kemudian dilakukan perebusan dalam larutan gula hingga mendidih. Setelah proses pengolahan nata de coco dilakukan uji organoleptik terhadap 30 panelis tidak terlatih. Sampel yang diujikan adalah nata de coco hasil pengolahan di laboratorium dan nata de coco dalam kemasan yang dihasilkan oleh CV Mitra Makmur Industri. Parameter yang diuji pada penelitian ini dengan organoleptik yaitu tekstur, warna, rasa dan aroma dengan menggunakan uji rating sederhana. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji tindependent untuk melihat adakah perbedaan antara kedua sampel tersebut. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 14, sedangkan hasil pengolahan datanya dapat dilihat pada Lampiran 15. Pada Tabel 11 dapat dilihat nilai rataan skor panelis untuk setiap atribut sensori.
Tabel 11. Nilai rataan skor panelis terhadap uji rating sederhana Atribut sensori Nata hasil di Laboratorium Nata dari pasar a Tekstur 3,03 2,80 a a Warna 3,53 3,13 a Rasa 2,63 a 3,13 a a Aroma 1,57 1,67 a Keterangan: nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (α = 0.05)
47
Tekstur merupakan salah satu atribut sensori yang penting dalam pangan. Hasil statistik yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pengolahan nata pada penelitian ini tidak berbeda nyata dengan nata de coco pasar (p >0.05). Nilai rata-rata penilaian panelis menunjukan bahwa tekstur nata de coco adalah berkisar antara kurang kenyal hingga kenyal. Warna dalam nata de coco merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Pambayun (2006) menyatakan bahwa warna nata de coco yang baik adalah warna yang putih bening. Hasil statistik yang dilakukan dengan menggunakan ANOVA diperoleh hasil bahwa pengolahan nata pada penelitian ini tidak berbeda nyata dengan nata de coco pasar (p >0.05). Nilai rata-rata penilaian panelis menunjukkan bahwa warna nata yang dihasilkan adalah putih bening. Nata de coco hasil dari fermentasi nata mempunyai rasa yang asam. Menurut Arsatmodjo (1996), penghilangan rasa asam dapat dilakukan dengan perebusan nata hingga mendidih kemudian direndam beberapa kali dalam air bersih hingga tidak asam lagi, baru setelahnya direbus dalam larutan gula.
Berbeda dengan Arsatmodjo (1996),
penghilangan rasa asam yang dilakukan di CV MMI dilakukan sebelum proses pemasakan nata de coco yaitu dengan pengepresan agar semua air yang terdapat didalam nata keluar, kemudian dilakukan proses pengembangan. Proses pengembangan ini dilakukan dengan memutarmutar nata di dalam drum dan diganti airnya berulang ulang hingga rasa asamnya. Hasil statistik yang dilakukan dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa pengolahan nata pada penelitian ini tidak berbeda nyata dengan nata de coco yang terdapat dipasar (p >0.05). Nilai rata-rata penilaian panelis menunjukkan bahwa rasa nata yang dihasilkan adalah manis. Aroma pada nata de coco juga dipengaruhi oleh proses pengolahan nata de coco. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa belum cukup bukti untuk menyatakan kedua produk berbeda nyata (p >0.05) Nilai rata-rata penilaian panelis menunjukkan bahwa aroma nata yang dihasilkan adalah netral.
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan formulasi pembuatan nata de coco yang digunakan oleh petani cukup bervariasi. Namun pada umumnya menggunakan bahan yang sama yaitu air kelapa tua, gula, asam asetat glasial dan ZA. Penggunaan ZA berkisar 0.5% hingga 1.2% dan penggunaan gula berkisar 0.2% hingga 0.7%. Hasil analisis logam sampel nata lembaran dari pasar menunjukkan adanya kontaminasi logam Cu, Zn, dan Pb dan pada beberapa sampel melebihi standar yang telah ditetapkan. Hasil analisis logam menunjukkan adanya penurunan kandungan logam yang terdapat di dalam nata de coco dari pasar dengan yang dibuat di dalam laboratorium. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapatnya logam pada nata de coco tidak hanya berasal dari ZA yang ditambahkan tetapi juga dari peralatan yang digunakan. Pengukuran terhadap nata de coco dalam kemasan menunjukkan kandungan logam yang terdapat di dalam nata dalam kemasan masih memenuhi persyaratan SNI no. 01-4317-1996 tentang nata dalam kemasan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengolahan nata de coco dapat mereduksi kandungan logam yang terdapat dalam nata de coco. Hasil pembuatan nata de coco menunjukkan bahwa variasi penambahan ZA sebesar 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0%, dan 1.2% tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap produk yang dihasilkan baik dalam hal rendemen, ketebalan dan karakteristik fisik (p >0.05). Begitu pula dengan penambahan sukrosa yang diujikan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap produk yang dihasilkan dalam hal rendemen dan ketebalan produk (p >0.05). Penambahan ZA sebesar 0.4% dan gula sebesar 0.4% direkomendasikan untuk pembuat nata dengan produk nata de coco yang cukup baik. Selain dilihat dari rendemen pemilihan formulasi ini juga dikarenakan hasil proses pengolahan nata de coco yang menunjukan bahwa
49
nata dari pengolahan di laboratorium dengan nata yang terdapat dipasar tidak berbeda nyata (p > 0.05).
B. Saran Diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat menguji adanya residu ZA yang mungkin masih terdapat didalam nata de coco dan juga menguji toksisitas terhadap residu tersebut. Untuk mencegah kontaminasi logam dari peralatan dalam pembuatan nata de coco sebaiknya digunakan peralatan yang tahan terhadap asam.
50
DAFTAR PUSTAKA
Adejoye, O. D., Adebayo-Toyo, B. C., Ogunjobi, A. A., Olaoye, O. A., & Fadahunsi, F. I. 2006. Effect of carbon, nitrogen and mineral sources on growth of Pleurotus florida, a Nigeria edible mushroom. African Journal of Biotechnology, 5: 1355–1359. AOAC. 1979. Official Methods of Analysis of Assosiation of Official analytical chemists. Di dalam S Sudarmadji, B Haryono dan Suhardi. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Armini MN, GA Wattimena, dan LW Gunawan. 1991. Perbanyakan tanaman. dalam: Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Astawan, M dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi pengolahan Nabati Tepat Guna. Akademika Perssindo, Jakarta. Backdahl H, Helenius G, Bodin A, Nannmark U, Johansson BR,Risbergb B. (2006). Mechanical properties of bacterial cellulose and interactions with smooth muscle cells. J. of Biomaterials (27): 2141–2149. Boswell FD, Meisinger JJ, dan Case NL. 1985.Production, marketing ang use of nitrogen fertilizers. di dalam O.P. Engelstad, editor. Feretilizer Technology and Use, 3eds.Winconsin: Soil Science Society of America, Inc. Brown, R. M. Jr., (1996). The biosynthesis of cellulose. J. of Macromolecular Science –Pure and Applied Chemistry (33): 1345–1373. Budhiyono A, B Rosidi, H Taher, M iguchi. 1999. Kinetic aspects of bacterial cellulose formation in nata-de-coco culture system. J. Carbohydrate polimer (40): 137-143. Chaney R and J Ryan. 1993. Heavy metals and toxic organic pollutantsin MSW composts: research results on phytoavailability, bioavailability, fate, etc. di dalam: Hoitink AJ, Keener HM, editors. Science and Engineering of Composting: Design, Environmental, Microbiological and Utilization Aspects. Ohio: Renaissance Publications, 1993. p. 451 – 506. Ch'Ng CH dan II Muhamad. 1999. Evaluation and optimization of microbial cellulose (nata) production using pineapple waste as substract. University Technology Malaysia, Johor. 51
Conti ME dan F Botre. 1997. The content of heavy metals in food packaging paper:an atomic absorption spectroscopy investigation. J. Food Corm (10): 131-136. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia, Jakarta. Deshpande SS. 2002. Handbook of Food Toxicology. Marcel Dekker INC, New york. Duffus, J.H. 2002. Heavy metals a meaningless term? iupac technical report. Journals of Pure Applied Chemistry, 74 (5) : 793–807. Effendi AT dan YH Effendi. 2002. Dampak kebakaran hutan terhadap gangguan kesehatan masyarakat. Pelatihan Penilaian Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 12-31 Juli. SOMEO BIOTROP dan IPB, Bogor. Embuscado, M.E., J.S. Marks dan J.N. Miller. 1994. Bacterial cellulose I. Factor affecting the production of cellulose by A. xylinum. J. Food Hydro. 8 : 115-136. Haryatni, T. 2002. Mempelajari pengaruh komposisi bahan terhadap mutu fisik dan stabilitas warna nata de coco. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian; Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hernawati, A. 1998. Kajian pengaruh pH, jenis, dan konsentrasi sumber karbon pada produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum 85-I. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian; Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hesse S dan T Kondo. 2005. Behavior of cellulose production of Acetobacter xylinum in 13C-enriched cultivation media including movements on nematic ordered cellulose templates. J. Carbohydrate Polymers (60): 457–465 Hestrin, S. dan M. Schramm, 1954. Synthesis of cellulose by A. xylinum. preparation of freeze dried cells capable of polimerizing glucose to cellulose. Biochem. J. 58 : 345-352. Hommel RK dan P Ahnert. 1999. Acetobacter. Dalam Encyclopedia of Food Microbiology. RK Robinson, CA Batt, editors. Pradip D, Patel. Jorhem L. 2003. Heavy metal. di dalam J.P.F. D’Mello, Editor. Food Savety Contaminant and Toxins, 8eds. United Kingdon: CABI Publishing.
52
Keshk, S., & Sameshima, K. (2006). Influence of lignosulfonate on crystal structure and productivity of bacterial cellulose in a static culture. Enzyme and Microbial Techn. 40: 4–8. King JC, and CL Keen. 1994. Copper. di dalam ME Shils, JA Olson, and M Shike, editors. Modern Nutrition in Health and Disease, 8eds. USA: Lea & Febiger. Klemm, D., Heublein, B., Fink, H.-P., & Bohn, A. (2005). Cellulose: Fascinating biopolymer and sustainable raw material. Angewante Chemie International (44): 3358–3393. Kojima Y, Seto, Tonouchi, T Tsuchida , dan F Yoshinaga. 1997. High rate production in static culture of bacterialcellulose from sucrose by a newly isolated Acetobacter strain. Biosci. Biotechnol. Biochem. (61): 1585–1586. Kondo T, M Nojiri, Y Hishikawa, E Togawa, D Romanovicz, & RM Brown. 2002. Biodirected epitaxial nanodeposition of polymers on oriented macromolecular templates. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS), 99(22): 14008– 14013. Kondo, T, E Togawa, & RM Brown. 2001. Nematic ordered cellulose: A concept of glucan chain association. Biomacromolecules, 2(4): 1324–1330. Kurotsumi A, C Sasaki, Y Yamashita, Y Nakamura. 2009. Utilization of various fruit juices as carbon source for production of bacterial cellulose by Acetobacter xylinum NRBC13693. J. Carbo Pol. 79: 333-335. Kwiatkowski A, E Clemente, A Scarcelli, JB Vida, 2008. Quality of coconut water ‘in natura’ belonging to Green Dwarf fruit variety in different stages of development, in plantation on the northwest area of Parana, Brazil. J. Food Agric.Environ. (6): 102–105. Masaoka, S., T. Ohe dan N. Sakota. 1993. Production of cellulose from glucose by A. xylinum. J. Food Hydro. 6 : 28 - 40. Mashudi. 1993. Memperlajari pengaruh penambahan ammonium sulfat dan waktu menundaan bahan baku air kelapa terhadap laju pertumbuhan dan struktur gel nata de coco. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian; Institut Pertanian Bogor, Bogor. Material Data Savety Sheet Number: A6192. 2008. Ammonium sulfate. Phillpisburg: Mallinckrodt Baker, Inc.
53
Meilgaard M, GV Civille dan BT Carr. 1999. Sensory Technique Evaluation 3ed. CRC Press, Florida USA. Merian E. 1994. Metals and Their Compouns in the Environtment: Occurrence, Analysis, and Biochemical Relevance. Weinheim: VCH Verlagsgeselischatt mbH. Muchsony. 1994. Proses pembuatan pupuk ZA di PT. Pupuk Kujang. [Laporan Magang]. Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam; Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi D, M Astawan, N S Palupi. 2006. Metabolisme Zat Gizi Pangan. Departeman Pendidikan Nasional: Universitas Terbuka Press Muha N. 1997. Penentuan kadar air jumlah total basa dan kandunagn logam dalam minyak pelumas. [Laporan Magang]. Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam; Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pambayun R, L Widodo, N Malahayati. 1997. Perbaikan proses pengolahan nata de coco. dalam: Prosiding Seminar Hasil Vucer. Cisarua, Bogor. Pambayun R. 2006. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius, Yogyakarta. Park WI, HS Kim, SM Kwon, YH Hong, HJ Jin. 2009. Synthesis of bacterial celluloses in multiwalled carbon nanotube-dispersed medium. J. Carbohydrate Polymers (77): 457–463 Reilly C. 1991. Metal Contamination of Food. Elsevier Applied Science, New York. Resurreccion AVA, 1998. Costumer Sensory Testis for Product Depelopment. A. Chapman & Hall Food Sience Book. Saxenaa IM, RM Bown, T Dandekarb. 2001. Structure–function characterization of cellulose synthase: relationship to other glycosyltransferases. Phytochemistry (57): 1135–1148 Shiyan C, Y Zou, Z Yan, W Shen, S Shi, X Zhang, H Wang. 2009. Carboxymethylated-bacterial cellulose for copper and lead ion removal. J. of Hazardous Material (161): 1355-1359 Son HJ,HG Kim, KK Kim, HS Kim, YG Kim, SJ Lee. 2003. Increased production of bacterial cellulose by Acetobacter sp. V6 in synthetic media under shaking culture conditions. J. Bioresource Technology (86) 215–219
54
SNI 01-2891-1992. Analisis Kadar Air Metode Gravimetri. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. SNI 01-4317-1996. Standar Mutu Produk Nata dalam Kemasan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. SNI 02-1760-2005. Syarat Mutu Pupuk Amonium Sulfat. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Tenda ET. 1992. Studi mikrobiologi minuman ringan air kelapa karbonat dan non-karbonat. [Tesis]. Pasca Sarjana; Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tomita Y dan Kondo T. 2009. Influential factors to enhance the moving rate of Acetobacter xylinum due to its nanofiber secretion on oriented templates. Carbohydrate Polymers (77): 754–759. Turnlund JR. 1994. Copper. di dalam ME Shils, JA Olson, and M Shike, editors. Modern Nutrition in Health and Disease. USA: Lea & Febiger. Unagul P, C Assantachai, S Phadungruengluij, M Suphantharika, M Tanticharoen, C Verduyn. 2007. Coconut water as a medium additive for the production of docosahexaenoic acid (C22:6 n3) by Schizochytrium mangrovei Sk-02. J. Bioresource Technology (98): 281–287 Walter EHM, DY Kabuki, LMR Esper, AS Sant’Ana, AY Kuaye. 2009. Modelling the growth of Listeria monocytogenes in fresh green coconut (Cocos nucifera L.) water. J. Food Microbiology (26): 653–657 Wijandi S dan D Fardiaz. 1985. Dasr Pengawasan Mutu Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Vegas C, E Mateo, Á González, CJara, JM Guillamón, M Poblet, MJTorija, A Mas. 2010. Population dynamics of acetic acid bacteria during traditional wine vinegar production. Journal of Food Microbiology 138: 30–136. Verschuren PG, TD Cardona, MJ R Nout, , KD De Gooijer, & JC Van Den Heuvel. 2000. Location and limitation of cellulose production by Acetobacter xylinum established from oxygen profiles. J. of Bioscience and Bioengineering (89) 414–419.
55
Vigliar R, UL Salepanian, UF Neto. 2006. Biochemical profile of coconuts water from coconut palm plant in anland region. Jour. de Pedoria (82): 308312. Yan Z, S Chen, H Wang, B Wang, J Jiang. 2008. Biosynthesis of bacterial cellulose/multi-walled carbon nanotubes in agitated culture. J. Carbohydrate Polymers (74): 659–665 Yousef AE dan C Carlstrom. 2003. Food Microbiology a Loboratory Manual. John Willey & Sons, New Jersey. Zambre M, Chowdhay B, Kuo P, Montagum G. 2002. Prolifir regeneration of fertile plants from green modular callus induced from meristemic tissuer in Lathius Satius L. Plant science 63: 1107-1112.
56
Lampiran 1. Syarat mutu produk nata de coco dalam kemasan (SNI 01-43171996) No Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
1.1 Bau
-
Normal
1.2 Rasa
-
Normal
1.3 Warna
-
Normal
1.4 Tekstur
-
Normal
2.
Bahan asing
-
Tidak boleh ada
3.
Bobot tuntas
-
Min. 50
4.
Jumlah gula (dihitung sebagai %
1.
Keadaan
sukrosa) 5.
Serat makanan
%
Min. 15
6.
Bahan tambahan makanan
%
Min. 4,5
6.2 Pewarna tambahan
Sesuai SNI
01-0222-1995
6.3 Pengawet (Na Benzoat)
Sesuai SNI
01-0222-1995
7.1 Timbal (Pb)
Mg/Kg
maks. 0,2
7.2 Tembaga (Cu)
Mg/Kg
maks. 2
7.3 Seng (Zn)
Mg/Kg
maks. 5,0
7.4 Timah (Sn)
Mg/Kg
maks. 40,0/250,0*
8.
Cemaran Arsen (As)
Mg/Kg
maks. 0,1
9.
Cemaran mikroba
9.1 Angka lempeng total
Koloni/g
maks. 2,0 x 102
9.2 Coliform
APM/g
<3
9.3 Kapang
Koloni/g
maks. 50
9.4 Khamir
Koloni/g
maks. 50
6.1 Pemanis buatan - sakarin - siklamat
7.
Cemaran Logam
*dikemas didalam kaleng
57
Lampiran 2. Kuisioner untuk petani nata de coco Kuesioner Nama perusahaan Nama Penjawab Jabatan
: : :
1. Bahan Baku dan Komposisi a) b) c) d) e) f) g)
Jumlah air kelapa yang digunakan/produksi : ………………………L Jumlah urea yang ditambahkan/ produksi : ……………… gr/sendok Jumlah gula pasir yang ditambahkan/ produksi: …………….gr/sendok Jumlah asam asetat yang ditambahkan/ produksi: ………….gr/sendok Starter yang digunakan dan dari mana sumbernya : …………………… Berapa umur starter : ………………………………. Jumlah starter yang di tambahkan/produksi : ……………….%
2. Proses Pembuatan a) Perlakuan perlakuan terhadap air kelapa a. disaring / tidak di saring b. direndam / tidak direndam semalam b) Pemanasan a. Waktu pemanasan yang digunakan : ……………………….menit b. Suhu pemanasan yang digunakan : ………………… ….ºC c) Lama Fermentasi : ………………………………….hari
58
Lampiran 3. Form kuisioner organoleptik (rating sederhana) Nama : Tanggal : No.Hp : Sampel : nata de coco Instruksi : 1. Cicipi Sample dari Kiri Ke kanan, Jangan mengulang pengujian contoh. Jangan membandingkan antar sampel 2. Anda diminta Untuk menilai atribut warna, aroma, rasa, Tekstur dan Keseluruhan (Overall) dari masing-masing contoh. 3. Netralkan Indra pencicip anda sebelum dan diantara penilaian contoh. 4. Berilah tanda cek (√) sesuia dengan pilihan anda Warna 984 597 Sangat bening Bening Putih bening Putih Putih susu Aroma 984
597
984
597
984
597
Netral Kurang asam Asam Agak asam Sangat asam Tekstur Sangat kenyal agak kenyal Kenyal Kurang kenyal Sangat tidak kenyal Rasa Sangat manis Sedikit manis manis Kurang manis Sangat tidak manis
59
Lampiran 4. Diagram alir proses pengolahan nata de coco di CV .MMI
Penerimaaan Nata de coco
Pengembangan nata de coco
Perebusan nata de coco (uap Boiler 30 menit)
Penambahan Na-Benzoat
Perebusan nata de coco (gas, 30-45 menit)
Penambahan Pemanis
Penambahan syrup gula dan pengemasan (hot Filling)
Pendinginan
60
Lampiran 5. Perhitungan hemacytometer Jumlah bakteri pada kotak 1 = 22 2 = 18 3 = 22 4 = 19 5 = 19 FP = 102 Rata-rata bakteri perkotak = = 19.8 bakteri per kotak Jumlah bakteri per mm2 = Rata-rata bakteri perkotak x Julah kotak per mm2 = 19.8 x 25 = 495 Jumlah bakteri per ml (cm3) = ∑ bakteri per mm2 x FP x 103 x = 495 x 102 x 103 x
mm
mm
= 5.0 x 108 Jumlah bakteri dalam wadah (inokulasi 10%) =
x 108
61
Lampiran 6. Perhitungan penurunan kandungan logam Petani
[ZA]
1 2 3 5 6
0.89 1.14 0.69 0.58 0.50
Merek
[ ZA]
A B C D E F G H
-
No
[ ZA]
1 2 3 4 5
0,4 0,6 0,8 1,0 1,2
No
[ ZA]
1
0.4
Sampel nata lembaran pasar Cu Pb Zn 0.273 ppm 0.021 ppm 0.321 ppm 0.950 ppm 16.50 ppm 2.00 ppm 0.273 ppm 2.00 ppm 0.32 ppm 1.970 ppm 0.32 ppm 5.14 ppm 0.1516 ppm 5.14 ppm 1.24 ppm Sampel Nata dalam kemasan Cu Pb Zn 0.13 ppm 0.02 ppm 0.99 ppm 0.02 ppm TD*) TD*) TD*) TD*) TD*) *) TD 0.04 ppm 0.01 ppm 0.53 ppm 0.18 ppm 0.10 ppm 0.28 ppm 0.09 ppm TD*) TD*) 0.06 ppm 0.04 ppm 0.43 ppm 0.06 ppm 0.07 ppm Sampel nata lembaran laboratorium Cu Pb Zn 0,36 ppm TD*) TD*) *) 0,1 ppm TD TD*) 0,11 ppm 0,47 ppm TD*) 0,36 ppm TD*) TD*) *) 0,36 ppm TD 2,46 ppm Sampel nata matang laboratorium Cu Pb Zn 0.24 ppm
TD*)
0.83 ppm
Reduksi (%) Cu Pb Zn
Reduksi (%) Cu Pb Zn
Reduksi (%) Cu Pb Zn 95 %
99%
99%
62 %
98%
0%
Reduksi (%) Cu Pb Zn 44 % 0% -
62
Lampiran 7. Gambar nata de coco saat panen
(a) Konsentrasi ZA 0.4%
(c) Konsentrasi ZA 0.8%
(b) Konsentrasi ZA 0.6%
(d) Konsentrasi ZA 1.0%
(e) Konsentrasi ZA 0.4%
63
Lampiran 8. Analisis sidik ragam rendemen nata Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
5621.065
58.876
.001
310.907
4
77.727
.814
.577
1.303
1
1.303
.014
.913
Error
381.893
4
95.473
Total
34108.283
10
Model
33726.390
sampel ulangan
a. R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .972)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
1,2
2
49.8250
1,0
2
52.2600
0,4
2
62.1800
0,8
2
62.2700
0,6
2
62.4900
Sig.
.265
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 95.473. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
64
Lampiran 9. Analisis sisik ragam ketebalan nata Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
1.245
50.591
.001
sampel
.087
4
.022
.881
.548
ulangan
.076
1
.076
3.100
.153
Error
.098
4
.025
Total
7.566
10
Model
7.467
a. R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .967)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
1,0
2
.7483
1,2
2
.7542
0,6
2
.8675
0,8
2
.9133
0,4
2
.9900
Sig.
.200
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .025. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
65
Lampiran 10. Analisis sidik ragam kekerasan nata Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
83.949
103.956
.000
sampel
3.695
4
.924
1.144
.450
ulangan
21.963
1
21.963
27.198
.006
Error
3.230
4
.808
Total
506.923
10
Model
503.693
a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .984)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
1,0
2
5.9300
1,2
2
6.6400
0,8
2
7.0100
0,4
2
7.2500
0,6
2
7.7400
Sig.
.118
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .808. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
66
Lampiran 11. Analisis sidik ragam warna nata Nilai L Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
8026.628
3163.783
.000
sampel
3.678
4
.919
.362
.825
ulangan
53.546
1
53.546
21.106
.010
Error
10.148
4
2.537
Total
48169.919
10
Model
48159.771
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
1,0
2
68.6150
0,6
2
68.8300
0,8
2
69.2700
0,4
2
69.8200
1,2
2
70.2450
Sig.
.362
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.537. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
67
Nilai a Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
6.200
215.764
.000
sampel
.266
4
.067
2.317
.218
ulangan
.605
1
.605
21.060
.010
Error
.115
4
.029
Total
37.315
10
Model
37.200
a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .992)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
1,2
2
-2.1700
0,8
2
-2.0150
0,6
2
-1.8400
1,0
2
-1.7600
0,4
2
-1.7450
Sig.
.070
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .029. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
68
Nilai b Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
7.556
98.829
.000
sampel
1.000
4
.250
3.270
.139
ulangan
1.490
1
1.490
19.487
.012
Error
.306
4
.076
Total
45.645
10
Model
45.339
a. R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .983)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
2
0,8
2
1.4950
0,6
2
2.0350
2.0350
1,0
2
2.1550
2.1550
1,2
2
2.2250
2.2250
0,4
2
Sig.
2.4400 .062
.222
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .076. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
69
Lampiran 12. Analisis sidik ragam kadar air nata Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
14614.437
27324.484
.000
sampel
4.558
4
1.139
2.130
.241
ulangan
.458
1
.458
.856
.407
Error
2.139
4
.535
Total
87688.763
10
Model
87686.624
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
0,8
2
93.0201
1,2
2
93.3382
0,6
2
93.3784
0,4
2
93.5052
1,0
2
94.9504
Sig.
.061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .535. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
70
Lampiran 13. Analisis sidik ragam konsentrasi gula Rendemen nata dengan konsentrasi gula Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
6470.825
197.241
.000
sampel
74.494
4
18.624
.568
.702
ulangan
525.915
1
525.915
16.031
.016
Error
131.227
4
32.807
Total
38956.179
10
Model
38824.952
a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .992)
skor a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
0,4
2
57.4400
0,8
2
60.5000
1,0
2
62.6900
1,2
2
62.8800
0,6
2
65.6200
Sig.
.228
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 32.807. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
71
Ketebalan nata dengan konsentrasi gula Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
2.285
203.325
.000
sampel
.025
4
.006
.560
.706
ulangan
.231
1
.231
20.555
.011
Error
.045
4
.011
Total
13.757
10
Model
13.712
a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .992)
skor Duncana,,b Subset sampel
N
1
0,4
2
1.0900
0,8
2
1.1150
1,0
2
1.1750
1,2
2
1.1950
0,6
2
1.2250
Sig.
.272
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .011. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = 0.05.
72
Lampiran 18. Hasil uji rating sederhana nata hasil laboratorium
nata pasar
panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
warna 5 3 4 3 4 3 2 1 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 4 5 5 3 4 3 3 3 3 3 3
aroma 2 1 2 2 2 1 2 1 4 1 1 1 4 1 3 1 1 1 1 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1
rasa 1 2 3 2 3 2 2 4 2 3 2 4 3 4 1 1 3 4 3 2 2 2 4 2 3 4 1 3 3 4
tekstur 2 3 3 2 5 2 4 3 4 4 1 4 4 2 4 4 3 4 2 2 2 3 4 2 2 3 3 3 3 2
warna aroma 3 1 2 2 3 3 2 3 2 2 4 1 3 3 1 3 4 1 3 1 2 1 3 3 3 1 4 1 3 1 3 1 3 4 3 1 3 2 4 1 3 1 4 1 2 4 4 1 4 1 5 1 4 1 3 1 3 2 4 1
rasa 5 4 3 3 4 2 1 1 3 5 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 1 3 1 4 3 3 4 3 2
tekstur 3 3 3 3 2 3 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 2 4 2 1 3 3 3 2 2 3 3 2 2
73
Lampiran 19. Hasil pengolahan uji rating sederhana Atribut tekstur T-Test Group Statistics sampel teksture
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
laboratorium
30
3.03
.999
.182
pasar
30
2.80
.761
.139
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the
F teksture
Equal variances assumed Equal variances not assumed
74
Sig. 3.632
t .062
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Std. Error
Difference
Difference
Difference Lower
Upper
1.017
58
.313
.233
.229
-.226
.692
1.017
54.172
.314
.233
.229
-.226
.693
Atribut rasa T-Test Group Statistics sampel rasa
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
laboratorium
30
2.63
.999
.182
pasar
30
3.13
1.106
.202
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the
F rasa
Equal variances assumed Equal variances not assumed
75
Sig. .039
t .845
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Std. Error
Difference
Difference
Difference Lower
Upper
-1.837
58
.071
-.500
.272
-1.045
.045
-1.837
57.416
.071
-.500
.272
-1.045
.045
Atribut aroma T-Test Group Statistics sampel aroma
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
laboratorium
30
1.57
.971
.177
pasar
30
1.67
.994
.182
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the
F aroma
Equal variances assumed Equal variances not assumed
76
Sig. .392
t .533
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Std. Error
Difference
Difference
Difference Lower
Upper
-.394
58
.695
-.100
.254
-.608
.408
-.394
57.969
.695
-.100
.254
-.608
.408
Atribut warna T-Test Group Statistics sampel warna
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
laboratorium
30
3.5333
.93710
.17109
pasar
30
3.1333
.86037
.15708
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the
F warna
Equal variances assumed Equal variances not assumed
77
Sig. .739
t .393
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Std. Error
Difference
Difference
Difference Lower
Upper
1.722
58
.090
.40000
.23226
-.06493
.86493
1.722
57.582
.090
.40000
.23226
-.06500
.86500