PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE FERNALD PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS II DALAM MODEL KELAS INKLUSI KLUSTER DI SD N BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Septi Dwirahayu NIM 11103241048
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MEI 2015 i
PERSETUJUAN
Skripsi
yang
PERMULAAN
berjudul
"PENINGKATAN
MELALUI
METaDE
KEMAMPUAN FERNALD
MEMBACA
PADA
ANAK
BERKESULITAN BELAJAR KELAS II DALAM MODEL KELAS INKLUSI KLUSTER DI SD N BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA" yang disusun oleh Septi Dwirahayu, NIM 11103241048 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.
Yogyakarta, Mei 2015 Pembimbing ()
~ -~-Dra. Purwandari, M. Si. NIP. 19580204 198601 2001
11
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penuHsan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam lembar pengesahan adalah asH. Jika tidak asH, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.
Yogyakarta,
Yang
Mei 2015
(Jatakan.
Septi Dwirahayu NIM. 11103241048
111
PENGESAHAN
Skripsi
yang
berjudul
PERMULAAN
"PENINGKATAN
MELALUI
METODE
KEMAMPUAN FERNALD
MEMBACA
PADA
ANAK
BERKESULITAN BELAJAR KELAS II DALAM MODEL KELAS INKLUSI KLUSTER DI SD N BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA" yang disusun oleh Septi Dwirahayu, NIM 11103241048 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tangga112 Mei 2015 dan dinyatakan lulus.
DEWAN PENGUJI Nama
Jabatan
Tanda Tangan
Tanggal
Dra. Purwandari, M.Si.
Ketua Penguji
......................
l~
Pujaningsih, M.Pd.
Sekretaris Penguji
Dr. Enny Zubaidah, M.Pd.
Penguji Utama
~
M£I .1,015
.l?.~.' .. f!..g.I.?..
~y ogyakarta,
1 9 1\11~ '( 2015
/ Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ~kan,
~~O\DIK4'VO~"
\/",""-':'" ;t/ l'!'."t.'~1
/'/A. " 'Yf: ~
~_ ) " :\~"\'.:u ".I,.i. ~- J
0::'1 ",';:t1 [IIq)i\O -"')'0 :~
UJ( ....
!:::
i '"
,~~\~~~f;!-~~~~fl1"1f'iY')'Y")"""~li"ll-.....,. -~ (;:,f.::·:l;~:· ~-·.'~I}H~'D.
"'-'-
IV
anto, M.Pd. . 19600902 198702 1 001
MOTTO
“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Al – Insyiroh: 6) “Belajar membaca bagaikan menyalakan api; setiap suku kata yang dieja akan menjadi percik yang menerangi.” (Victor Hugo) “Pilihlah jalan, yakini, dan mantapkan langkah dengan istiqomah.” (Penulis)
v
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk: 1. Kedua orang tuaku: Bapak Giyono dan Ibu Mamik Rahayu. 2. Almamaterku. 3. Nusa dan Bangsaku.
vi
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE FERNALD PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS II DALAM MODEL KELAS INKLUSI KLUSTER DI SD N BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA Oleh Septi Dwirahayu NIM 11103241048 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan proses peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui metode Fernald pada anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah seorang anak berkesulitan belajar. Penelitian dilakukan dalam dua siklus tindakan. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan meliputi: tes kemampuan membaca permulaan, panduan observasi partisipasi siswa, panduan observasi kinerja guru, dan panduan wawancara. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diterapkan metode Fernald melalui tujuh langkah pembelajaran multisensori dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar. Peningkatan kemampuan membaca permulaan siklus I mencapai persentase sebesar 46% atau peningkatan nilai sebesar 21,33 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 68,00. Peningkatan kemampuan membaca permulaan siklus II mencapai persentase sebesar 104% atau peningkatan nilai sebesar 48,66 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 95,33. Peningkatan terjadi karena siswa terlibat aktif dan ikut berpartisipasi dalam pembelajaran menggunakan metode Fernald serta menyelesaikan tugas yang diminta oleh guru berupa membaca teks dengan amat baik. Kinerja guru dalam pengajaran membaca terdapat beberapa langkah yang belum dilaksanakan secara optimal namun sesuai dengan rencana sehingga keseluruhan langkah pembelajaran termasuk dalam kategori amat baik. Peningkatan pada siklus II terjadi dengan adanya pengulangan siklus I ditambah dengan penekanan membaca dalam konteks kalimat. Hasil tindakan siklus II menunjukkan bahwa kemampuan subjek meningkat dan mencapai kriteria ketuntasan minimal sebesar 70 sehingga tindakan dihentikan. Kata kunci: membaca permulaan, metode Fernald, anak berkesulitan belajar, model kelas inklusi kluster.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Metode Fernald Pada Anak Berkesulitan Belajar Kelas II dalam Model Kelas Inklusi Kluster di SD N Bangunrejo 2” pada tahun ajaran 2014/ 2015 dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Penulisan dan penelitian tugas akhir skripsi ini dilaksanakan guna melengkapi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakutas Ilmu Pendidikan
Universitas
Negeri
Yogyakarta.
Penulis
menyadari
bahwa
keberhasilan ini bukanlah keberhasilan individu semata, namun berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dari masa awal study sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian. 3. Ibu Dr. Mumpuniarti, M. Pd. selaku ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan izin penelitian dan memberikan dukungan demi terselesaikannya tugas akhir skripsi ini. 4. Ibu Dra. Purwandari, M. Si. selaku dosen pembimbing tugas akhir skripsi yang telah banyak menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan,
viii
arahan, dan saran dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini. 5. Bapak Prof. Dr. Suparno, M.Pd. selaku penasehat akademik yang telah memberikan semangat sehingga penulis mampu memenuhi janji tertulis. 6. Ibu Pujaningsih, M.Pd. selaku dosen bidang keahlian anak berkesulitan belajar PLB FIP UNY yang telah memberikan bekal ketrampilan, motivasi, dan kepercayaan diri sehingga penulis mampu menekuni tugas akhir skripsi ini. 7. Seluruh bapak dan ibu dosen PLB FIP UNY yang telah memberikan bimbingan dan ilmu, sehingga penulis memperoleh keterampilan untuk belajar bersama ABK. 8. Ibu Antonia Retno Sriningsih, M. Pd. selaku Kepala SD N Bangunrejo 2 yang telah memberikan izin penelitian. 9. Ibu C. Jarien selaku guru kelas II di SD N Bangunrejo 2
yang telah
memberikan bantuan, kerjasama, dan kesediaannya memberikan informasi. 10. Ibu Noerani M. H. selaku guru pembimbing khusus di SD N Bangunrejo 2 yang telah memberikan bantuan dan kerjasama serta kolaborasi dalam penanganan anak berkesulitan belajar. 11. Keluarga besar SD N Bangunrejo 2 khususnya siswa kelas II SD N Bangunrejo 2 selaku subjek penelitian. 12. Kedua orang tua: Bapak Giyono dan Ibu Mamik Rahayu, terima kasih atas semua pengertian, kerja keras, kasih sayang, dukungan serta do’anya. 13. Kakakku Efri Budi Prasetyo, kedua adikku Tri Suryani dan Gustina Sari, terimakasih atas dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.
ix
14. Keluarga besar Simbah Hardjomintarso, terima kasih telah memberikan motivasi terbesar untuk segera menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 15. Teman-teman seperjuangan teruntuk Kunthi, Titry, Dina, Devi, Umi, Nia, dan Riska serta Laboran dan relawan Laboratorium PLB FIP UNY terima kasih telah memberikan saran, semangat, dan sumbangan pemikiran sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir skripsi ini. 16. Teman-teman KKN PPL spesfikasi ABBs di SD N Bangunrejo 2 (Putri, Nike, Rani, Rizka, dan Dyah), terima kasih atas kenangan dan pengalaman yang sangat berharga. 17. Teman-teman satu angkatan PLB 2011, terima kasih atas dukungan, kebersamaan, dan kenangan selama ini, kita lanjutkan perjuangan kita, semangat kawan. 18. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Bimbingan dan bantuan yang diberikan akan dijadikan oleh penulis sebagai bekal menjalani hidup ke depan. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat lebih bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya. Amiiin.
Yogyakarta, Mei 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN .........................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
vi
ABSTRAK .....................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................
8
C. Batasan Masalah .........................................................................
9
D. Rumusan Masalah .......................................................................
9
E. Tujuan Penelitian ........................................................................
9
F. Kegunaan Penelitian ...................................................................
10
G. Definisi Operasional ...................................................................
10
BAB II KAJIAN TEORI A. Anak Berkesulitan Belajar .........................................................
13
1. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar ...................................
13
2. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar ...............................
15
B. Kemampuan Membaca Permulaan ............................................
17
1. Pengertian Membaca Permulaan ............................................
17
2. Aspek Membaca Permulaan ...................................................
19
3. Metode Membaca Permulaan .................................................
21
xi
C. Metode Fernald ...........................................................................
23
1. Pengertian Metode Fernald ....................................................
23
2. Kelebihan Metode Fernald .....................................................
24
3. Karakteristik Metode Fernald ................................................
25
4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Fernald ...................
26
D. Model Kelas Inklusi Kluster .......................................................
28
1. Pengertian Inklusi...................................................................
28
2. Model-Model Kelas dalam Sekolah Inklusi ...........................
30
3. Model Kelas Inklusi Kluster ..................................................
32
E. Hasil Penelitian yang Relevan ....................................................
33
F. Kerangka Pikir ............................................................................
34
G. Hipotesis Tindakan .....................................................................
37
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian .................................................................
38
B. Desain penelitian.........................................................................
39
C. Subjek Penelitian ........................................................................
46
D. Variabel Penelitian ......................................................................
47
E. Tempat dan Setting Penelitian ....................................................
47
F. Waktu Penelitian .........................................................................
48
G. Metode Pengumpulan Data .........................................................
48
H. Instrumen Penelitian ...................................................................
51
I.
Validasi Instrumen ......................................................................
61
J.
Teknik Analisis Data ..................................................................
63
K. Kriteria Keberhasilan ..................................................................
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................
66
B. Deskripsi Subjek Penelitian ........................................................
68
C. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Permulaan Pra Tindakan
72
D. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I ...................................
73
1. Perencanaan Tindakan Siklus I .............................................
74
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I ................................................. 77 xii
E. Deskripsi Data Hasil Pasca Tindakan Siklus I............................
82
1. Deskripsi Data Observasi Partisipasi Siswa Siklus I .............
82
2. Deskripsi Data Observasi Kinerja Guru Siklus I ...................
83
3. Deskripsi Hasil Tes Siklus I ...................................................
84
F. Pembahasan Hasil Tindakan Siklus I..........................................
86
G. Refleksi Hasil Tindakan Siklus I ................................................
88
H. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II..................................
91
1. Perencanaan Tindakan Siklus II ............................................
91
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II ............................................
92
Deskripsi Data Hasil Pasca Tindakan II .....................................
97
1. Deskripsi Data Observasi Partisipasi Siswa Siklus II ............
97
2. Deskripsi Data Observasi Kinerja Guru Siklus II ..................
98
3. Deskripsi Hasil Tes Siklus II .................................................
99
4. Deskripsi Hasil Wawancara ...................................................
101
Pembahasan Hasil Tindakan Siklus II ........................................
106
K. Refleksi Hasil Tindakan Siklus II ...............................................
108
I.
J.
L.
Pembahasan Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I & Siklus II ..................................................................... 109
M. Uji Hipotesis ..............................................................................
122
N. Keterbatasan Penelitian...............................................................
123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................
124
B. Saran ...........................................................................................
125
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
127
LAMPIRAN ..................................................................................................
132
xiii
DAFTAR TABEL hal Tabel 1.
Waktu Pelaksanaan Penelitian ......................................................
48
Tabel 2.
Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Membaca Permulaan .........
52
Tabel 3.
Pedoman Penilaian ........................................................................
54
Tabel 4.
Kisi-kisi Panduan Observasi Terhadap Partisipasi Siswa .............
55
Tabel 5.
Kategori Hasil Observasi Partisipasi Siswa ..................................
57
Tabel 6.
Kisi-kisi Panduan Observasi terhadap Kinerja Guru ....................
57
Tabel 7.
Kategori Hasil Observasi Terhadap Kinerja Guru ........................
59
Tabel 8.
Kisi-kisi Panduan Wawancara Guru Khusus dan Guru Kelas ......
60
Tabel 9.
Kisi-kisi Panduan Dokumentasi ....................................................
60
Tabel 10. Hasil Pre Tes Kemampuan Membaca Permulaan.........................
72
Tabel 11. Data Partisipasi Siswa Siklus I ......................................................
83
Tabel 12. Data Kinerja Guru Siklus I ............................................................
84
Tabel 13. Hasil Post Tes I Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I........
85
Tabel 14. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I .............
87
Tabel 15. Data Partisipasi Siswa Siklus II ...................................................
98
Tabel 16. Data Kinerja Guru Siklus II ..........................................................
99
Tabel 17. Hasil Post Tes II Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II .....
100
Tabel 18. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II ............
106
Tabel 19. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I dan II ...
109
xiv
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc Taggart ..........................................................................................
40
Gambar 2. Histogram Hasil Pre Tes Kemampuan Membaca Permulaan .......
73
Gambar 3. Histogram Hasil Post Tes I Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I...........................................................................................
86
Gambar 4. Histogram Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I...........................................................................................
87
Gambar 5. Histogram Hasil Post Tes II Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II ......................................................................................... 100 Gambar 6. Histogram Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II ......................................................................................... 107 Gambar 7. Histogram Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I dan II ................................................................................ 110 Gambar 8. Histogram Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I dan II ................................................................................ 111
xv
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1.
Instrumen Tes Kemampuan Membaca Permulaan ...................
133
Lampiran 2.
Hasil Pre Tes Kemampuan Siklus ............................................
135
Lampiran 3.
Hasil Post Tes I Kemampuan Siklus I......................................
140
Lampiran 4.
Hasil Post Tes II Kemampuan Siklus II ...................................
146
Lampiran 5.
Panduan Observasi Partisipasi Siswa .......................................
151
Lampiran 6.
Hasil Observasi Partisipasi Siswa Siklus I ...............................
152
Lampiran 7.
Hasil Observasi Partisipasi Siswa Siklus II ..............................
153
Lampiran 8.
Panduan Observasi Kinerja Guru .............................................
154
Lampiran 9.
Hasil Observasi Kinerja Guru I ................................................
155
Lampiran 10. Hasil Observasi Kinerja Guru II ...............................................
156
Lampiran 11. Panduan Wawancara ................................................................
157
Lampiran 12. Catatan Hasil Wawancara.........................................................
158
Lampiran 13. Program Pembelajaran Individual ............................................
160
Lampiran 14. Cheklist Penyaringan Helen Keller Indonesia – USAID ..........
164
Lampiran 15. Rancangan Pembelajaran Individual Siklus I ...........................
171
Lampiran 16. Rancangan Pembelajaran Individual Siklus II .........................
177
Lampiran 17. Materi Tindakan .......................................................................
183
Lampiran 18. Foto Kegiatan ...........................................................................
189
Lampiran 19. Surat Validasi Praktisi ..............................................................
190
Lampiran 20. Surat Keterangan dan Ijin Penelitian ........................................
194
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang mengalami hambatan dalam belajar akademik dibandingkan rerata teman sekelasnya dengan tidak mengalami hambatan penyerta secara fisik sehingga dapat mengikuti pembelajaran di sekolah reguler. Menurut Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985: 14) kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan ditampakkan dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau kesulitan berhitung. Membaca merupakan aspek utama dalam pembelajaran akademik. Membaca ini menjadi salah satu hambatan bagi anak berkesulitan belajar. Diperkuat oleh Westwood (2001: 25) yang menyatakan bahwa membaca sebagai keterampilan yang kompleks namun dalam kenyataannya banyak ditemukan anak mengalami kesulitan dalam pembelajaran membaca. Membaca dalam tingkat dasar dikenal dengan membaca permulaan. Wardani (1995: 57) menuliskan bahwa kompetensi dasar yang harus tercapai dalam aspek membaca permulaan pada anak kelas II yakni dapat membedakan bentuk huruf, mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar, menggerakkan mata dengan cepat sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca, menyuarakan tulisan yang dibaca dengan benar, mengenal arti tanda-tanda baca, serta mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna, dan tanda bacanya. 1
Lerner dan Kline (2006: 373) menyatakan bahwa membaca tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran apapun sehingga hambatan membaca harus segera diatasi untuk menanggulangi dampak akademik yang disebabkan adanya aspek membaca dasar. Hal tersebut ditambahkan Shaodiq (TT: 119) yang menyatakan bahwa kemampuan menamai atau membaca kata juga merupakan prasyarat penting dalam membaca. Kenyataannya permulaan dalam membaca harus tercapai guna menunjang membaca pada tingkat lanjut. Munawir Yusuf (2005: 139) menyatakan bahwa anak-anak yang berkesulitan membaca harus ditangani sedini mungkin sehingga masalahnya tidak semakin membesar. Berdasarkan beberapa alasan di atas maka perlunya belajar membaca permulaan sebagai upaya pemenuhan ketrampilan dasar membaca pada kelas rendah dan untuk mempersiapkan akademik kelas yang lebih tinggi. Berdasarkan observasi awal melalui panduan pengamatan dari USAID diperoleh informasi terkait permasalahan anak berkesulitan belajar di sekolah. Permasalahan tersebut yakni pada tingkat sekolah dasar awal yang umumnya anak telah mampu membaca beberapa kosa kata sederhana namun terdapat anak yang mengalami kesulitan membaca kosa kata sederhana terutama pada anak berkesulitan belajar kelas II di SD N Bangunrejo 2. Melalui tes awal menggunakan instrumen CBA diketahui kesulitan membaca pada anak terjadi karena kesalahan anak dalam melakukan blending yakni mengeja bunyi huruf menjadi sebuah kesatuan bunyi kata. Pengajaran di kelas dilakukan secara klasikal sehingga anak yang mengalami kesulitan belajar kurang mendapa t akomodasi pembelajaran secara
2
khusus dalam membacanya. Metode pembelajaran yang digunakan yakni metode ceramah, guru membacakan buku paket kurikulum, anak diminta untuk menyimak dan mendengarkan. Hal ini memiliki kecenderungan terhadap munculnya kekurangaktifan anak dalam mengikuti pembelajaran. Cara lain dalam mengajar yakni guru menulis di papan tulis dan meminta anak untuk menyalin ke dalam buku tulis. Kegiatan menyalin tidak dapat dengan jelas mengetahui kemampuan siswa dalam membaca.
Hasil belajar anak
berkesulitan belajar dalam membaca mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan teman sekelasnya. Hasil belajar yang ditentukan berdasarkan perhitungan yang disamakan dengan standar kelas pada umumnya. Pembelajaran membaca pada anak berkesulitan belajar oleh guru pembimbing khusus diberikan dengan pembelajaran dalam setting inklusi pull out di ruang sumber dan kelas inklusi kluster. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (dalam Sari Rudiyati, 2011) inklusi pull out merupakan penanganan siswa berkebutuhan khusus yang ditarik dari lingkungan kelas inklusi ke ruang sumber. Pembelajaran remedial membaca pull out ini menggunakan metode drill dengan penggunaan media. Metode tersebut lebih menekankan
pada
belajar
secara
visual-auditori,
sehingga
belum
mengolaborasi kerjasama sensori kinestetik ataupun taktil. Metode drill dalam pembelajaran remedial tersebut dilakukan secara intensif namun untuk keberhasilannya masih perlu diperbaiki dengan penerapan cara lain. Pelaksanaan metode drill dengan media ini dapat mempermudah belajar dan cukup menarik bagi anak berkesulitan belajar. Namun kembali pada
3
permasalahan inklusi, bahwa model kelas inklusif pull out tidak dapat diterapkan setiap saat. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penanganan yang diberikan oleh guru pembimbing khusus untuk anak berkesulitan belajar. Keluhan dari guru kelas II yang menyatakan bahwa banyak anak berkebutuhan khusus yang lebih perlu ditangani dibandingkan dengan siswa berkesulitan belajar. Merujuk pula pada pernyataan Sunardi (TT: 85) yang disadur dari reviu berbagai penelitian para ahli bahwa anak-anak yang mendekati normal atau normal, penempatan di kelas biasa lebih menguntungkan. Hal ini mendukung untuk dilaksanakannya pembelajaran di kelas inklusi kluster. Pada dasarnya inklusi telah dilihat oleh banyak orang sebagai alat untuk melawan prasangka dan bias di sekolah dan selanjutnya di masyarakat (Frederickson dan Cline, 2011: 70). Penempatan siswa berkebutuhan khusus dalam setting inklusi salah satunya yakni model kelas inklusi kluster. Kelas inklusi kluster menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (dalam Sari Rudiyati, 2011) disebutkan sebagai penempatan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak lain di kelas reguler atau kelas inklusi dalam suatu kelompok khusus. Penerapan kelas inklusi kluster dalam pembelajaran di kelas II SD N Bangunrejo 2 menangani dua siswa berkebutuhan khusus yang terdiri dari seorang siswa berkesulitan belajar dan seorang siswa lamban belajar disertai gangguan perilaku. Pembelajaran pada kelas inklusi kluster di kelas II ditangani oleh guru pendamping khusus yang berkolaborasi dengan guru kelas.
4
Pembelajaran membaca kelas II pada kelas inklusi kluster ini menggunakan metode drill. Metode tersebut menekankan pada belajar secara visual karena pelaksananaan dilakukan tanpa menggunakan media, sehingga belum mengolaborasi kerjasama sensori lain baik auditori, kinestetik ataupun taktil. Metode drill dalam pembelajaran remedial tersebut dilakukan secara intensif namun untuk keberhasilannya masih perlu diperbaiki dengan penerapan cara lain. Permasalahan terjadi karena metode membaca belum mengoptimalkan keseluruhan modalitas belajar yang berupa sensori visual, auditori, kinestetik, serta taktil yang dimiliki anak untuk pembelajaran membaca. Perlunya formulasi penerapan metode lain karena hasil dari metode remedial membaca sebelumnya memiliki kecenderungan kurang meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca permulaan. Mercer dan Pullen (2009: 266) menyatakan bahwa metode atau strategi pengajaran yang dipilih harus sesuai dengan kesulitan yang terjadi pada anak. Penerapan metode Fernald sebagai salah satu alternatif
yang melengkapi pembelajaran membaca yang lebih
menekankan koordinasi atau kombinasi sensori anak untuk memperoleh informasi. Menurut Arifuddin (2010: 228) perpaduan beberapa indra merupakan salah satu cara efektif dalam menyerap input baru. Hager (2001) menyatakan bahwa siswa dengan kesulitan belajar memiliki tipikal mengandalkan hampir seluruh kemampuannya mengingat kata. Keempat modalitas dalam cara pembelajaran yang memiliki rangkuman akronim VAKT disebutkan oleh Johnson & Morasky (1980: 136) yakni untuk
5
modalitas Visual, Auditory, Kinesthetic, and Tactile. Kamala (2014) menyatakan bahwa pendekatan multisensori sering digunakan sebagai metode intervensi untuk siswa dengan kesulitan membaca. Salah satu pendekatan multisensori yakni metode yang dikembangkan oleh Fernald. Metode tersebut menekankan pada pengucapan pola utuh yang akan dapat memperkuat ingatan dan visualisasi (Munawir, Sunardi, dan Mulyono, 2003: 95). Oakland (dalam Lerner dan Kline, 2006: 417) menyatakan karakteristik metode Fernald yakni: adanya informasi yang memberikan hubungan sensori visual, auditori, kinestetik, dan taktil dalam belajar, menggunakan instruksi fonik terstruktur dengan penekanan pada sistem abjad, menyertakan upaya
praktek dan
pengulangan, pengajaran secara sekuensial, penekanan pada aturan sistem bahasa yang membimbing siswa membaca dan mengeja. Beberapa laporan penelitian yang relevan terkait dengan penerapan metode multisensori (Scheffel, Shaw, dan Shaw, 2008) menyatakan adanya kemajuan perbaikan yang signifikan pada prinsip abjad dan keterampilan kesadaran fonemik pada anak berkesulitan belajar. Hasil dalam penelitian Tafti dan Abdolrahmani (2014) menunjukkan bahwa penggunaan metode Fernald menolong pembelajaran menulis dan mengeja. Penerapan metode multisensori juga dilakukan oleh Lucky (2007: 15) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari metode Fernald dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak di kelas rendah. Penelitian sebelumnya yang relevan yakni penelitian yang telah dilakukan oleh Dianing (2014) mengenai metode multisensori yang diterapkan
6
untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar spesifik kelas I dalam pembelajaran remedial di SD Negeri Gejayan. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam pembelajaran remedial setelah pembelajaran di sekolah selesai. Hal tersebut oleh peneliti dinyatakan sebagai keterbatasan dalam penelitian. Alasan pernyataan pembelajaran remedial menjadi keterbatasan dalam penelitian tersebut karena berkaitan dengan perhatian belajar subjek yang kurang setelah pembelajaran sekolah usai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mather dan Goldstein (2005: 6) bahwa ketika seorang anak gagal melengkapi atau menolak tugas karena motivasi yang rendah utamanya disebabkan karena kesulitan dalam sekolahnya. Berbagai alasan yang diungkapkan anak untuk menghindar dari mengulang pembelajaran. Menelaah pernyataan Dianing (2014) yang menyebutkan bahwa setting pembelajaran membaca remedial menjadi keterbatasan dalam pelaksanaan penelitiannya. Maka dalam penelitian ini diajukan setting pembelajaran membaca dalam model kelas inklusi kluster. Setting kelas inklusi kluster merupakan penempatan siswa berkebutuhan khusus di dalam kelas inklusi. Siswa berkebutuhan khusus dibentuk menjadi suatu kelompok yang didampingi oleh guru pembimbing khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang dimaksud dalam kelas inklusi kluster yakni seorang siswa berkesulitan belajar dan seorang siswa lamban belajar dengan gangguan perilaku. Berdasarkan
keberhasilan
penerapan
metode
Fernald
beserta
keterbatasan setting pembelajaran dalam penelitian sebelumnya, peneliti
7
mencoba akan menerapkan metode Fernald guna meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar dalam model kelas inklusi kluster kelas II di SD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar dalam model kelas inklusi kluster kelas II di SD. Tolok ukur peningkatan tersebut ditunjukkan melalui peningkatan keaktifan anak berkesulitan belajar mengikuti pembelajaran dan kemampuan dalam membaca kata berdasarkan hasil tes membaca setelah pembelajaran menggunakan metode Fernald. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Anak mengalami kesulitan membaca blending yakni kesulitan dalam mengeja bunyi huruf menjadi sebuah kesatuan bunyi kata dan kalimat namun belum diatasi secara optimal dalam pembelajaran di kelas. 2. Kesulitan membaca pada anak belum meningkat saat ditangani dalam model inklusi kelas khusus yang menggunakan metode drill dengan modifikasi media dan model inklusi kelas kluster yang menggunakan metode drill tanpa modifikasi media. 3. Model inklusi kelas khusus atau pull out tidak dapat sepenuhnya membantu kesulitan membaca pada anak karena keterbatasan waktu dari guru khusus. 4. Model inklusi kelas kluster dapat membantu kesulitan membaca pada anak dengan menggunakan metode drill namun tanpa adanya modifikasi media sehingga kurang memudahkan anak dalam belajar membaca.
8
5. Metode drill dalam pembelajaran inklusi kluster belum mengoptimalkan keseluruhan modalitas belajar yang berupa sensori visual, auditori, kinestetik, atau taktil pada anak untuk pembelajaran membaca permulaan. 6. Metode drill yang digunakan belum optimal dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak. 7. Belum pernah diterapkannya metode membaca Fernald dalam model kelas inklusi kluster untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II di SD N Bangunrejo 2. C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti memberikan batasan masalah pada poin ke-7, oleh karena itu peneliti hendak menerapkan metode Fernald untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2. D. Rumusan Masalah Berdasarkan
batasan
masalah
tersebut,
peneliti
merumuskan
permasalahan yaitu bagaimana proses peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui metode Fernald pada anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 ?. E. Tujuan Penelitian Tujuan
penelitian
ini
yaitu
memaparkan
proses
peningkatan
kemampuan membaca permulaan melalui metode Fernald pada anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2.
9
F. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat menambah keragaman keilmuan bidang pendidikan anak berkebutuhan khusus, khususnya dalam segi metode, strategi, dan setting pembelajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar. Utamanya juga berkaitan dalam bidang pengajaran membaca permulaan dalam keluasan lingkup inklusi. 2. Secara Praktis a. Bagi anak, anak dapat mengeksplorasi modalitas indera yang dapat membantunya dalam membaca permulaan. b. Bagi guru kelas, mampu memilih metode belajar guna meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar. c. Bagi guru pembimbing khusus di sekolah, sebagai referensi metode program
pengajaran
untuk
meningkatkan
kemampuan
membaca
anak
memiliki
permulaan anak berkesulitan belajar. G. Definisi Operasional 1. Anak Berkesulitan Belajar Anak
berkesulitan
belajar
merupakan
yang
kemampuan belajar berada di bawah teman sekelas, adanya kesenjangan antara prestasi di bawah dari potensi yang diharapkan, kemungkinan adanya permasalahan neurologis yang ditunjukkan pada kesalahan perseptual, dan adanya kemungkinan pengaruh dari berbagai sebab atau gangguan yang lain. Anak berkesulitan belajar kelas II di SD N Bangunrejo 2 adalah anak
10
yang memiliki kesulitan membaca permulaan. Kesulitan anak dalam membaca permulaan berupa ketidakmampuan anak dalam membaca kata dan kalimat dengan benar. Permasalahan utama anak dalam membaca yakni kesulitan melakukan blending yakni mengeja bunyi huruf menjadi sebuah kesatuan bunyi kata dan kesatuan kalimat. 2. Kemampuan Membaca Permulaan Kemampuan membaca permulaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam mengidentifikasi huruf, bunyi, dan lambang huruf abjad ke dalam kesatuan bunyi kata. Dalam membaca permulaan yang perlu diketahui sekurang-kurangnya mengenai aspek kemampuan dan aspek perilaku. Aspek kemampuan membaca permulaan yang dimaksud yakni kemampuan mengenal bentuk huruf, mengenal kata, menggerakkan mata, mengucapkan kata, gaya membaca, dan intonasi. Aspek perilaku yang perlu diketahui merupakan perilaku yang tampak pada anak saat dihadapkan dengan topik bacaan tertentu. Aspek perilaku yang dimaksud yakni perhatian anak terhadap bacaan, sikap anak dalam membaca, dan sikap anak terhadap bacaan. 3. Model Kelas Inklusi Kluster Model kelas inklusi menempatkan anak berkebutuhan pendidikan khusus belajar bersama dengan anak lain di kelas reguler dalam kelompok khusus. Model pembelajaran kelas inklusi kluster ditangani oleh guru pembimbing khusus. Siswa yang ditangani dalam kelas inklusi kluster ini sebanyak dua anak yakni anak dengan kesulitan belajar dan seorang anak
11
lamban belajar dengan masalah perilaku. Permasalahan membaca pada kedua anak hampir serupa yakni pada tahap blending kata. Penelitian dalam model kelas inklusi kluster ini akan berkolaborasi dengan guru pembimbing khusus dan guru kelas sebagai upaya menangani permasalahan membaca di kelas inklusi. 4. Metode Fernald Metode Fernald dalam penelitian ini merupakan langkah penerapan pembelajaran yang menekankan pada bantuan lebih dari satu sistem sensori. Media dalam penerapan metode multisensori ini menggunakan media yang menghubungkan antara visual (penglihatan), auditori (pendengaran), kinestetik (gerakan), dan taktil (perabaan). Penerapan yang akan dilakukan menggunakan instruksi secara terstruktur dengan penekanan pada sistem abjad dan upaya pengulangan. Instruksi terstruktur ini terlihat dari pelaksanaan tindakan yang terbagi menjadi tujuh langkah penerapan pembelajaran membaca. Ketujuh langkah tersebut secara terstruktur akan menekankan hubungan dari keempat sensori yang disebutkan di atas. Standar peningkatan diukur dengan menggunakan data hasil tes kemampuan membaca permulaan dalam bentuk membaca kata dan kalimat. Bila hasil tes menunjukkan pencapaian siswa melampaui nilai kriteria minimal setelah pembelajaran, maka dikatakan kemampuan membaca permulaan dapat meningkat melalui metode Fernald.
12
BAB II KAJIAN TEORI A. Anak Berkesulitan Belajar 1. Pengertian anak berkesulitan belajar Anak
berkesulitan
belajar
merupakan
anak
yang
memiliki
kemampuan berada di bawah teman-teman sekelas tanpa kelainan dan adanya perbedaan antara potensi dengan prestasi yang ditunjukkan. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris yakni learning disability. Samuel A. Kirk (dalam Mulyono Abdurahman, 2003: 6) menyebutkan kesulitan belajar sebagai konsep multidisipliner yang menyatukan nama-nama gangguan anak seperti disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis (neurological disorders), kesulitan membaca (dyslexia), dan keterlambatan perkembangan fonologi (develompmental aphasia) untuk menjadi satu nama dalam payung kesulitan belajar (learning disability). Konsep tersebut menekankan bahwa kesulitan belajar sebagai gangguan pada anak yang secara umum terjadi dalam berbagai segi-segi perkembangan. Definisi kesulitan belajar oleh NJCLD (dalam Mercer dan Pullen, 2009: 19) yakni suatu keadaan yang menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam penggunaan keterampilan dan kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut timbul dari dalam diri anak dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun suatu 13
kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang menganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan sosial, dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenik), namun berbagai hambatan tersebut bukan sebagai penyebab atau pengaruh langsung. Pokok definisi menurut NJCLD di atas yakni meliputi: a) tidak adanya kaitan secara ekslusif dengan anak-anak; b) tidak terdapat uraian mengenai proses psikologis dasar; c ) mengeja menjadi hal yang menjadi satu dengan kesulitan dalam mengekspresikan bahasa tertulis; d) tidak ada penyebutan istilah lain seperti: gangguan perseptual, disleksia, dan DMO; dan e) secara jelas menyatakan bahwa kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan kondisi lain sebagai hambatan serta bukan penyebab atau pengaruh langsung. Definisi secara spesifik yang dikemukakan oleh ACALD (dalam Mercer dan Pullen, 2009: 19) mengenai berkesulitan belajar yakni suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif menganggu perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau nonverbal. Kesulitan belajar muncul sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki intelegensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang cukup, dan kesempatan untuk belajar cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri,
14
pendidikan, pekerjaan, sosialisasi, dan atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan. Ketiga definisi di atas memiliki keunikan tersendiri dalam menguraikan konsep anak berkesulitan belajar. Pokok definisi NJCLD terletak pada kalimat pertama yakni adanya penekanan pada kesulitan yang nyata dalam penggunaan berbagai kemampuan dasar. Pokok definisi ACALD terletak pada kalimat terakhir yang lebih jelas menyatakan bahwa adanya gangguan kesulitan belajar mempengaruhi berbagai konteks nyata dalam kehidupan. Meskipun adanya variasi ketiga definisi di atas, namun ketiganya memuat kesamaan konsep yang di antaranya: 1) kemungkinan adanya disfungsi neurologis; 2) adanya kesulitan dalam tugas-tugas akademik; 3) adanya kesenjangan antara potensi dengan prestasi; dan 4) adanya pengaruh dari berbagai sebab atau gangguan yang lain. 2. Karakteristik anak berkesulitan belajar Karakteristik anak berkesulitan belajar sebagai ciri-ciri yang umumnya ditunjukkan dari seorang anak yang mengalami kesulitan belajar. Lerner dan Kline (2006: 14-16) menyatakan bahwa karakteristik anak berkesulitan belajar di antaranya mengalami kekurangan dalam aspek perhatian, kemampuan motorik, pengolahan psikologi, kesadaran fonetik, strategi kognitif untuk belajar, serta kesulitan dalam bahasa oral, membaca, menulis, matematika, dan sosial. Karakteristik tersebut menyebutkan berbagai kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh anak berkesulitan belajar. Salah satu kesulitan belajar yang spesifik namun sering
15
terjadi pada anak sekolah dasar yakni kesulitan membaca. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Harwell dan Jakson (2008: 8) bahwa 8% anak yang teridentifikasi mengalami kesulitan belajar memiliki masalah pada area membaca. Hal tersebut membuktikan tingginya permasalahan membaca pada anak berkesulitan belajar. Terkait dengan kesulitan membaca, Smith dan Tyler (2010: 161) mengungkapkan bahwa anak berkesulitan belajar membaca sebagai suatu istilah yang digunakan ketika kemampuan membaca pada anak jauh di bawah teman sekelas dengan tanpa cacat serta di bawah yang diharapkan atas dasar kemampuan lain. Harwell dan Jackson (2008: 8) menjelaskan bahwa pada anak kesulitan membaca tampak kekurangan dalam pengolahan fonologi yang mendasari kesulitan pada belajar membaca. Istilah berkesulitan belajar membaca dalam penelitian ini juga mengacu pada ketidakmampuan anak dalam belajar membaca. Kesulitan membaca bermanifestasi ke dalam pembelajaran lainnya, sehingga anak berkesulitan membaca merasa adanya ketidakmampuan dalam berbagai pembelajaran. Munawir, Sunardi, dan Mulyono (2003: 37) menyatakan bahwa anak berkesulitan belajar membaca memiliki ciri-ciri: a) tidak lancar dalam membaca, b) sering banyak kesalahan dalam membaca, c) kemampuan memahami isi bacaan yang rendah, dan d) sulit membedakan huruf yang mirip. Melalui pendapat tersebut diketahui bahwa kesalahan membaca sebagai salah satu ciri anak berkesulitan membaca yang ditengarai dengan kesulitan anak dalam membedakan huruf yang memiliki kemiripan. Maka
16
kesalahan membaca pada anak berkesulitan belajar pada tingkat rendah banyak terjadi terutama dalam membaca kata. Konsep kesulitan membaca yang lain seperti dinyatakan oleh Westwood (2001: 7) yang menyebutkan bahwa anak dapat mengetahui korespondensi dasar antara tulisan dengan suara, namun mereka tidak menggunakannya secara sistematis untuk mengeja kata. Hal tersebut menjelaskan bahwa anak dapat mengidentifikasi tulisan huruf dengan bunyi hurufnya. Namun mereka belum dapat membuat proses sistematis menyatukan huruf menjadi sebuah bunyi kata. Sama halnya dalam penelitian ini, anak berkesulitan belajar kelas II secara umum dapat mengidentifikasi huruf dengan bunyinya. Namun mengalami kesulitan dalam menyatukan suku kata menjadi keutuhan sebuah kata. Hal tersebut oleh Mather dan Goldstein (2008: 206) disebutkan sebagai kesulitan blending yakni proses mengucapkan suara untuk membentuk sebuah kata. Blending sebagai pemrosesan membaca awal lebih banyak dikaji dalam membaca permulaan. B. Kemampuan Membaca Permulaan 1. Pengertian membaca permulaan Membaca sebagai kegiatan umum yang dilakukan seseorang untuk dapat belajar. Harwell (2001: 193) mendefinisikan membaca sebagai suatu ketrampilan akademik yang sangat penting sebagai dasar pondasi untuk semua pembelajaran akademik. Farida Rahim (2005: 2) menyatakan bahwa membaca merupakan suatu yang rumit dan melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,
17
berpikir, psikoliguistik, dan metakognitif. Saleh Abbas (2006: 102) menjelaskan membaca sebagai suatu aktivitas untuk menangkap informasi bacaan baik yang tersurat maupun tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif. Berdasarkan ketiga pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa membaca sebagai aktivitas kompleks yang melibatkan berbagai proses berpikir seseorang. Membaca sebagai ketrampilan yang perlu dicapai utamanya dalam pembelajaran akademik. Depdikbud (dalam Saleh Abbas, 2006: 103) menyebutkan bahwa pembelajaran membaca di sekolah dasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pengajaran membaca menulis permulaan untuk kelas I-II dan membaca lanjut untuk kelas III-VI. Farida Rahim (2005: 2) menambahkan bahwa istilah membaca permulaan biasanya berlangsung untuk kelas-kelas awal, yaitu SD kelas I, II, dan III. Keduanya berbeda dalam mengklasifikasikan tahap membaca, namun keduanya menekankan konsep yang sama bahwa membaca permulaan sebagai proses pengenalan membaca awal untuk mempersiapkan tahap membaca pada tingkat yang lebih lanjut. Pembelajaran membaca permulaan disebutkan oleh Saleh Abbas (2006: 103) yang terdiri dari dua proses dasar, yakni mengidentifikasi huruf (lambang bunyi dengan bunyinya) dan mengidentifikasi struktur kata dengan struktur bunyinya. Penelitian ini akan fokus pada membaca permulaan yang akan dikaji yakni identifikasi struktur kata dengan struktur bunyinya. Mather dan Goldstein (2005: 206) menyatakan bahwa identifikasi
18
sistematis dalam proses mengucapkan suara untuk membentuk sebuah kata dikenal dengan istilah blending. 2. Aspek membaca permulaan Aspek kemampuan membaca permulaan dalam daftar cek oleh Wardani (1995: 74) memuat mengenai kemampuan mengenal bentuk huruf, mengenal kata, menggerakkan mata, mengucapkan kata, gaya membaca, dan intonasi. Aspek perilaku yang perlu diketahui merupakan perilaku yang dapat diamati saat anak dihadapkan dengan topik bacaan tertentu. Pengamatan dalam pembelajaran membaca (Munawir Yusuf, 2005: 149) mencakup: a) sikap anak terhadap kegiatan membaca, b) minat khusus yang dimiliki anak dalam membaca, c) kemajuan yang dicapai anak, d) kelebihan dan kelemahan anak pada waktu membaca, e) mengeja untuk membaca, f) kesalahan membaca yang konsisten dilakukan anak, g) penggunaan konteks sekitar untuk membaca, h) kecukupan penguasaan kosa kata pandang, dan i) pemusatan perhatian anak. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui secara umum aspek kemampuan dan aspek perilaku yang perlu dicapai dalam membaca permulaan. Munawir Yusuf (2005: 141) menyebutkan secara operasional membaca permulaan sebagai proses membaca teknis atau pengenalan kata yang menuntut kemampuan sebagai berikut: a) mengenal huruf kecil dan huruf besar pada alfabet; b) mengucapkan bunyi huruf, yang terdiri atas: konsonan tunggal, vokal, konsonan ganda, dan diftong; c) menggabungkan bunyi membentuk kata; d) variasi bunyi (pada vokal /e/ dan /o/); e) menerka
19
kata menggunakan konteks; dan f) menggunakan analisis struktural untuk mengidentifikasi kata. Keenam teknis tersebut merupakan kemampuan yang perlu dicapai dalam membaca permulaan. Di luar pendapat tersebut, Wardani (1995: 57) menyebutkan membaca permulaan memuat aspek: a) membedakan bentuk huruf; b) mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar; c) menggerakkan mata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca; d) menyuarakan tulisan yang sedang dibaca dengan benar; e) mengenal arti tanda-tanda baca; dan f) mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna kata yang diucapkan, serta tanda baca. Pendapat ini menjelaskan beberapa aspek sikap dan ketrampilan yang harus dicapai oleh anak dalam tahap membaca permulaan. Secara jelas pendapat tersebut menegaskan bahwa kemampuan membaca permulaan sebagai kemampuan dasar berupa mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar. Membaca permulaan bagi anak berkesulitan belajar di sekolah dasar belum dapat mencapai keseluruhan aspek-aspek yang disebutkan di atas. Salah satu kemampuan anak yang belum tercapai yakni pada tahap identifikasi huruf ke dalam bunyinya. Lebih spesifik anak berkesulitan belajar di kelas II di SD N Bangunrejo 2 belum dapat mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar terutama pada kata berpola imbuhan, diftong, dan kalimat sederhana. Maka lebih lanjut kemampuan yang perlu ditingkatkan pada anak berkesulitan belajar adalah mengucapkan kata dengan benar untuk menyusun menjadi kalimat sederhana.
20
3. Metode membaca permulaan Mulyono Abdurrahman (2003: 217) menyebutkan beberapa metode pengajaran membaca khusus bagi anak berkesulitan belajar yakni metode: a) Fernald, b) Gillingham, dan c) analisis Glass. Penjelasan lebih lanjut mengenai metode membaca tersebut yakni sebagai berikut: a. Metode Fernald Metode Fernald merupakan metode yang dikembangkan dari pendekatan multisensori. Munawir Yusuf (2005: 169) menjelaskan bahwa metode Fernald mengarahkan anak belajar kata dengan pola yang utuh. Mather dan Goldstein (2008: 271) menyatakan bahwa metode Fernald merupakan pendekatan untuk anak yang gagal untuk belajar membaca dengan metode lainnya. Hal tersebut menekankan bahwa metode Fernald merupakan cara belajar membaca bagi anak yang tidak berhasil dalam cara yang sebelumnya. Metode Fernald terdiri dari empat tahap yang dapat mengarahkan kemajuan ketrampilan belajar pada anak. b. Metode Gillingham Metode Gillingham merupakan metode yang dikembangkan dari pendekatan multisensori. Munawir Yusuf (2005: 169) menjelaskan bahwa metode Gillingham menekankan pada teknik meniru bentuk huruf satu per satu. Metode Gillingham oleh Mulyono Abdurrahman (2003: 218) dinyatakan sebagai pendekatan terstuktur taraf tinggi yang memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun. Aktivitas metode Gillingham yakni pertama anak diarahkan pada belajar berbagai bunyi
21
huruf dan perpaduan huruf-huruf tersebut. Bunyi-bunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke dalam kelompok-kelompok yang lebih besar dan kemudian program fonik diselesaikan. c. Metode Analisis Glass Metode analisis Glass oleh Mather dan Goldstein (2008: 263) diklasifikasikan sebagai pendekatan analitik fonik. Definisi tersebut menekankan
sebagai
suatu
aktivitas
awal
menulis
kata
yang
penerapannya meliputi lima langkah umum, yakni: 1) mengidentifikasi kata keseluruhan, 2) membunyikan kata dan bertanya pada anak mengenai nama pada tulisan, 3) menanyakan suara atau kombinasi huruf tertentu yang dibuat, 4) mengambil huruf dan menanyakan untuk huruf yang tertinggal, dan 5) menanyakan pada anak mengucapkan kata keseluruhan. Pada penelitian ini digunakan metode membaca permulaan multisensori yang dikembangkan oleh Fernald. Mengacu pendapat Grainger (2003: 185) yang menyatakan bahwa strategi membaca awal bersifat pendekatan global atau visual yang mana pembaca awal mencoba mengidentifikasi kata secara keseluruhan berdasarkan ciri-ciri yang bisa dikenali. Metode Fernald dipilih karena lebih mengedepankan belajar membaca kata secara utuh secara berulang-ulang dan dapat menyalin kata tanpa atau dengan melihat, sehingga terdapat proses ingatan, auditori, visuali, tactil dan kinestetic. Grainger (2003: 205-206) melalui pendapatnya, menyebutkan penanganan bagi kesulitan membaca harus menggunakan
22
pendekatan multikoneksionis multisensori serta pentingnya membangun hubungan sebanyak-banyaknya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka peneliti akan lebih mengkaji mengenai metode Fernald untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak berkesulitan belajar. C. Metode Fernald 1. Pengertian metode Fernald Metode Fernald merupakan salah satu metode membaca yang melibatkan kerja sensori Visual, Auditori, Kinestetik, dan Taktil (VAKT) yang dikembangkan oleh Fernald. Lerner dan Kline (2006: 417) menyatakan metode Fernald merupakan sebuah kumpulan program yang didasarkan
pada
pendekatan
multisensori
bagi
anak
dengan
ketidakmampuan membaca dan belajar. Pendapat tersebut menekankan metode Fernald atau VAKT sebagai program atau pendekatan berdasar multisensori dalam menangani ketidakmampuan membaca. Mather dan Goldstein (2008: 271) menambahkan bahwa metode Fernald merupakan pendekatan untuk anak yang gagal belajar membaca dengan metode lainnya. Upaya menangani kegagalan anak dalam membaca melalui metode Fernald mengarahkan
pada
kerjasama
indera
yang
dimiliki
anak
untuk
mempermudah dalam belajar membacanya. Sidiarto Kusumoputro (dalam Kompas, 2011: 123) menyatakan bahwa pelibatan koordinasi gerakan otot motorik kasar dan halus serta panca indera diperlukan sebagai dasar kemampuan belajar, termasuk dalam membaca. Dalam pelaksanaannya,
23
Munawir Yusuf (2005: 169) menjelaskan bahwa metode Fernald mengarahkan anak belajar kata melalui pola yang utuh. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa metode Fernald sebagai metode belajar membaca yang menggunakan pendekatan multisensori. Multisensori dalam metode Fernald diterapkan dalam pola belajar yang utuh. Secara umum pengertian metode Fernald, yakni sebuah metode belajar membaca yang menggunakan pendekatan multisensori sebagai dasar kemampuan belajar serta penerapan dilakukan dengan pola utuh. 2. Kelebihan metode Fernald Menurut Lerner dan Kline (2006: 417) kegunaan metode Fernald, yakni: a) untuk menstimulasi seluruh akal pikir, b) anak mendengarkan guru mengucapkan kata, c) anak mengucapkan
kata untuk diri sendiri, d)
mendengarkan sendiri yang dikatakan, e) anak merasakan gerakan otot saat melacak kata, f) anak merasakan permukaan taktil bawah ujung jari, g) anak melihat tangan mereka bergerak karena melacak kata, dan h) anak melacak dan mendengar sendiri kata yang anak katakan. Stimulasi sensori atau dikatakan oleh Suyono dan Hariyanto (2014: 149) sebagai modalitas belajar yang terbagi ke dalam tiga macam pokok yakni visual, audio, dan kinestetic. Modalitas belajar dinyatakan sebagai gaya belajar yang oleh DePorter dan Hernacki (2004: 110) didefinisikan sebagai kombinasi dari cara menyerap informasi, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi tersebut. Modalitas belajar tersebut secara umum digunakan oleh anak sesuai dengan
24
gayanya masing-masing. Ditambahkan oleh Westwood (1993: 104) yang menyatakan pendekatan multisensori memperlihatkan pertolongan bagi anak berkesulitan belajar dalam mengasimilasikan dan bagian ketercapaian seperti tulisan dan kata. Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa Fernald sebagai metode membaca yang menekankan penyatuan beberapa sensori untuk menguatkan pembelajaran membaca. Melalui penyatuan sensori tersebut maka proses penerimaan informasi memperoleh penguatan. Maka secara umum kegunaan dalam metode Fernald dapat dirumuskan sebagai metode belajar yang menyatukan kerjasama sensori sehingga memberikan penguatan informasi belajar. 3. Karakteristik metode Fernald Karakteristik metode atau Fernald atau multisensori oleh Oakland (dalam Lerner dan Kline, 2006: 417) yakni sebagai berikut: adanya bantuan informasi verbal dengan memberikan hubungan dengan visual, auditori, kinestetik, dan taktil sebagai cara untuk belajar, menggunakan instruksi fonik atau suara huruf secara terstruktur dengan penekanan pada sistem abjad, menyertakan upaya
praktik dan pengulangan, pengajaran yang
sistematis pertahap, menekankan petunjuk yang jelas dalam membimbing anak untuk membaca dan mengeja. Melalui karakteristik dari metode Fernald tersebut maka dijadikannya sebagai acuan dalam penerapan dalam pembelajaran. Keseluruhan acuan dalam metode Fernald sebagai upaya untuk membantu anak berkesulitan belajar dalam membaca. Acuan dalam
25
metode Fernald dalam penelitian ini sebagai dasar untuk merancang pembelajaran membaca pada anak berkesulitan belajar. 4. Langkah-langkah pelaksanaan metode Fernald Mengadaptasi dari metode yang dikembangkan oleh Fernald (dalam Lerner dan Kline, 2006: 419) terdiri dari empat langkah penerapan, yakni: a.
Anak memilih kata yang akan dipelajari, guru menulis kata yang diucapkan anak pada kertas, murid kemudian menelusuri kata dengan jari (visual, taktil, dan kinestetik) saat anak menelusuri, guru mengucapkan kata dan anak mendengarkannya (auditori).
b.
Tanpa menelusuri, anak diajarkan kata baru dengan melihat, menuliskan, dan mengucapkan kata (visual, kinestetik, dan auditori) yang meniru pada tulisan guru.
c.
Murid diajarkan kata baru dengan melihat kata cetak, anak diminta membaca (visual dan auditori).
d.
Melalui berbagai kosa kata yang telah mampu dibaca anak, anak diminta merangkaikan kata tersebut menjadi sebuah cerita. Keempat langkah umum dari Fernald di atas, oleh Myreddi dan
Narayan (1998: 26) dijabarkan ke dalam 10 petunjuk penerapan sebagai langkah khusus, yakni sebagai berikut: a) anak memilih kata yang akan dipelajari; b) menulis kata yang telah dipilih sebagai kesatuan kata yang utuh; c) anak menelusuri kata sambil menyebutkan bunyi setiap huruf; d) anak menulis kata yang telah ditelusuri dengan cara mengingatnya atau tanpa melihat kata, namun jika anak salah menulis ia harus mengulang
26
langkah dari awal; e) menulis kata ke dalam konteks lalu diberikan makna; f) Jika anak telah menguasai langkah sebelumnya maka anak diminta untuk membaca langsung kata dari tulisan cetak; g) ecara individu menyimpan kata secara urut alfabetis; h) anak menulis cerita menggunakan kata dari kata yang telah dipelajari, i) anak dikenalkan tulisan cerita dan anak diminta membacanya, dan j) anak menyimpan setiap kata baru yang telah digunakan dalam cerita. Kesepuluh langkah rinci penerapan metode Fernald di atas, dalam penelitian ini dilakukan modifikasi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Modifikasi dari sepuluh langkah yang dijabarkan di atas ke dalam tujuh langkah penerapan, seperti di bawah ini: 1) Memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dengan cara memperlihatkan kepada anak. 2) Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya, namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. 3) Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilih sebelumnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. 4) Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. 5) Anak dibimbing menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya serta mengucapkan dengan perlahan-lahan.
27
6) Anak dibimbing blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. 7) Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah diperlajari di atas kertas tanpa melihat teks. Langkah di atas secara fungsional dalam pembelajaran dilakukan pengulangan sebagai penguatan dalam belajar. Sebagaimana Bell dan McLean (2013: 130) menyatakan anak dengan kesulitan membaca membutuhkan lebih banyak pengulangan dan belajar dibandingkan dengan anak lainnya. Maka dalam tahapan penerapan metode Fernald di atas ditekankan dengan proses pengulangan. Pengulangan sebagai penguatan yang dimaksud yakni membaca berulang dalam konteks kalimat. Pengulangan yang dilakukan berupa pengenalan kata yang berbeda-beda dalam kalimat. Terutama pola kata yang diidentifikasi “sulit atau belum dapat” dibaca oleh siswa. D. Model Kelas Inklusi Kluster 1. Pengertian inklusi Inklusi merupakan sistem pendidikan yang saat ini sedang berkembang sebagai penanganan dan pelayanan individu berkebutuhan khusus. Smith (2006: 45) berpendapat kata inklusi berasal dari bahasa Inggris
yaitu
inclusion,
istilah
terbaru
yang
digunakan
untuk
mendeskripsikan penyatuan bagi anak berkebutuhan khusus ke dalam program-program sekolah. Inklusi yakni penerimaan sepenuhnya anak dengan kebutuhan khusus dalam seluruh aspek pada sekolah tertentu dengan
28
anak lainnya sehingga memungkinkan mendapat akses dan kenyamanan (Loreman, Deppeler, dan Harvey, 2005: 2). Sutrisno (2012) menekankan inklusi dalam ranah pendidikan sebagai istilah model pendidikan yang tidak mendiskriminasi individu berdasarkan kemampuan dan atau kelainan yang dimiliki individu tersebut. Pandangan Staub dan Peck (dalam Sunardi, TT: 78) menyatakan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin dan O‟Neil (dalam Tarmansyah, 2007: 83) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Pendapat O‟Neil tersebut dapat dimaknai bahwasannya melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak normal lainnya dalam satu sekolah untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Menurut Budiyanto (2005: 29) prinsip mendasar dari sekolah inklusi yakni selama memungkinkan semua anak seyogyanya belajar bersamasama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusi perlu mengenal dan merespon kebutuhan yang berbeda-beda dari para anak, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajar anak, dan menjamin diberikannya pendidikan yang
29
berkualitas kepada semua anak melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pemanfaatan sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan ketiga pendapat diatas dapat diketahui bahwa inklusi merupakan sistem penempatan semua anak baik normal maupun berkebutuhan khusus dalam satu sekolah reguler untuk mengembangkan potensi belajarnya. Penanganan inklusi juga diterapkan bagi anak berkesulitan belajar sebagai salah satu dari keragaman spesifikasi anak berkebutuhan khusus. 2. Model-model kelas dalam sekolah inklusi Model penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi umumnya berbeda-beda. Namun utamanya penempatan mengacu pada tujuan terlayaninya anak berkebutuhan khusus secara cukup. Hal tersebut dikuatkan oleh Armstrong, Armstrong, dan Spandagou (2010: 101) yang menyatakan bahwa mereka membutuhkan tambahan dukungan dalam sistem pengajaran. Dukungan tersebut diperlukan sebagaimana Carrington dan Macarthur (2012: 306) menyatakan bahwa guru tidak akan memiliki seluruh pengetahuan, ketrampilan dan strategi yang dibutuhkan untuk mengatasi tuntutan dari keseluruhan situasi dan keadaan dalam sekolah inklusi. Upaya dukungan untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi utamanya melalui pengajaran kolaborasi. Kolaborasi dalam pengajaran di kelas umumnya dilaksanakan oleh guru kelas bersama guru khusus. Vaughn dan Bos (2009: 154) menyatakan kolaborasi guru khusus dengan guru kelas umum dapat dilakukan dengan:
30
a.
Coteaching, guru khusus bekerja bersama guru kelas untuk memberikan pembelajaran di kelas. Tugas guru khusus menangani siswa berkebutuhan khusus bersamaan guru kelas saat mengajar.
b.
Consultant teaching, guru khusus bekerja bersama guru kelas untuk menyelesaikan masalah pada anak berkebutuhan khusus yang akan dimasukkan ke dalam kelas umum.
c.
Coordination of paraprofessionals, guru khusus bekerja dengan guru kelas
untuk
mengkoordinasikan
dan
mendukung
aktivitas
paraprofesional yang mendampingi anak kebutuhan khusus di kelas. d.
Teacher assistance teams, guru khusus berpartisipasi di sekolah bersama tim profesional yang mendukung guru kelas dalam pertemuan kebutuhan pengajaran dan perilaku untuk anak secara individu. Mengacu pada pendapat Vaughn, Bos, dan Schumn dalam Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa (dalam Sari Rudiyati, 2011) penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai model, yaitu : (a) Kelas reguler “full inclusion”; (b) Kelas reguler dengan cluster; (c) Kelas reguler dengan pull out; (d) Kelas reguler dengan cluster dan pull out; (e) Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian; (f) Kelas khusus penuh. Berbagai model penempatan anak berkebutuhan khusus di atas secara umum digunakan pada sekolah inklusi. Dalam penelitian ini, penempatan dilaksanakan di kelas reguler dengan kluster. Kelas kluster
31
telah menjadi setting inklusi yang diterapkan di SD N Bangunrejo. Pelaksanaan penelitian terfokus mengamati pada anak berkesulitan belajar di kelas kluster tersebut. Kluster ditangani melalui kolaborasi guru khusus dengan guru kelas reguler atau coteaching. Kolaborasi coteaching memposisikan guru khusus untuk bekerja bersama guru reguler dalam pengajaran di kelas inklusi. 3. Model kelas inklusi kluster Kelompok anak dengan berkebutuhan khusus ditangani oleh guru pembimbing khusus. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Armstrong, Armstrong, dan Spandagou (2010: 130) yang menyatakan praktik pendidikan yang baik membutuhkan dukungan secara efektif penanganan pembelajaran dari guru khusus. Smith (2006: 401) menambahkan bahwa metode pengajaran yang baik bagi anak berkebutuhan khusus tidak mempunyai batas. Menangani siswa dalam kelompok sebagai metode pengajaran yang mendukung pembelajaran. Seperti pernyataan jumlah siswa yang lebih kecil guru dapat menciptakan aktivitas mengajar dan belajar yang mendorong siswa melalui beberapa strategi (Abiyu Mifzal, 2012: 31). Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa penempatan dalam model kelas inklusi kluster dan digunakannya metode pengajaran merupakan upaya penanganan pembelajaran bagi anak kebutuhan khusus. Klingner, et al. (dalam Mather dan Goldstein, 2005: 52) menegaskan bahwa mereka membutuhkan layanan gabungan yang mencakup dukungan di kelas, petunjuk secara intensif, dan latihan satu persatu. Pernyataan
32
tersebut mengarah pada penanganan anak berkebutuhan khusus di dalam kelas melalui pengajaran yang terindividualisasi secara intensif. Pengajaran terindividualisasi tersebut dalam setting inklusi lebih ditangani oleh guru khusus. Guru khusus bekerja bersamaan saat guru reguler mengajar di kelas. Guru khusus dalam penelitian ini sebagai guru kolaborator yang mendampingi kedua anak berkesulitan belajar di kelas II. E. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang relevan yakni penelitian yang telah dilakukan oleh Dianing (2014) mengenai metode multisensori yang diterapkan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar spesifik kelas I dalam pembelajaran remedial di SD Negeri Gejayan. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam pembelajaran remedial setelah pembelajaran di sekolah selesai. Hal tersebut oleh peneliti yang bersangkutan dinyatakan sebagai keterbatasan dalam penelitian. Alasan pernyataan pembelajaran remedial menjadi keterbatasan dalam penelitian tersebut karena berkaitan dengan perhatian belajar subjek yang kurang setelah pembelajaran sekolah usai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mather dan Goldstein (2005: 6) bahwa ketika seorang anak gagal melengkapi atau menolak tugas karena motivasi yang rendah yang utamanya disebabkan karena kesulitan dalam sekolahnya. Berbagai alasan yang diungkapkan subjek untuk menghindar dari kegiatan mengulang pembelajaran. Frederickson dan Cline (2009: 366) menambahkan bahwa pada beberapa anak yang mengalami kegagalan berulang membuat persepsi mereka untuk mencapai keberhasilan
33
dalam belajar sebagai hal yang di luar kendali mereka dengan tanpa peduli hal yang mereka lakukan. Kedua pernyataan di atas memberikan penekanan adanya dampak dari ketidakmampuan membaca yang mempengaruhi adanya persepsi „tidak mampu‟ dalam pembelajaran lainnya. Menelaah keterbatasan penelitian sebelumnya tersebut, maka dalam penelitian ini diajukan setting pembelajaran membaca di kelas inklusi kluster. Kelas kluster merupakan penempatan anak berkebutuhan khusus ke dalam kelas inklusi dengan pengajaran yang dilakukan oleh guru khusus. Dalam kelas kluster ini subjek mendapat penanganan yang lebih banyak terhadap pembelajaran membaca tanpa menambah waktu belajar seusai sekolah. Hal tersebut disesuaikan dengan karakteristik subjek penelitian yang cenderung menolak kegiatan belajar tambahan. Maka dipilih setting kelas untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran membaca yakni kelas inklusi kluster. F. Kerangka Pikir Penelitian ini mengangkat judul “Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan melalui Metode Fernald pada Anak Berkesulitan Belajar Kelas II dalam Model Kelas Inklusi Kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta”. Penelitian ini dilaksanakan karena adanya sebuah permasalahan membaca anak berkesulitan belajar di SD N Bangunrejo 2. Hasil pengamatan menujukkan bahwa anak mengalami kesulitan dalam menyatukan bunyi suku kata atau blending kata. Hal tersebut berlawanan kompetensi dasar yang harus tercapai dalam aspek membaca permulaan pada anak kelas II yakni dapat membedakan bentuk huruf, mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar,
34
menggerakkan mata dengan cepat sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca, menyuarakan tulisan yang dibaca dengan benar, mengenal arti tanda-tanda baca, serta mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna, dan tanda bacanya. Hal ini cukup terlihat adanya kesenjangan antara permasalahan membaca pada anak berkesulitan belajar dengan kompetensi dasar yang seharusnya dicapai. Menghadapi permasalahan kesulitan membaca permulaan bagi anak berkesulitan belajar, pentingnya diberikan pengajaran membaca yang sesuai untuk membantu mereka mengatasi kelemahannya dalam membaca. Program yang akan dikembangkan yakni pengajaran membaca khusus yang salah satunya menggunakan metode Fernald. Metode Fernald sebagai salah satu metode membaca yang melibatkan beberapa alat indera yakni visual (penglihatan), auditory (pendengaran), kinesthetic (gerakan), tactil (perabaan) dalam proses pembelajaran membaca. Hal tersebut menjadi keunikan dibandingkan dengan metode pengajaran membaca lainnya. Kajian awal dalam metode Fernald ini yakni pengembangan metode multisensori. Metode multisensori dikembangkan menjadi dua variasi yakni oleh Fernald dan Gillingham. Keduanya memiliki kesamaan dalam upaya penerapan untuk mengoptimalkan kerja empat sensori dalam belajar membaca. Namun terdapat perbedaan dalam tahapan proses penerapannya. Perbedaan tersebut yakni pada metode Fernald mengacu pada pola utuh, sedangkan metode Gillingham lebih mengedepankan pola huruf. Metode yang dikembangkan oleh Fernald dipilih sebagai salah satu cara mengatasi
35
permasalahan membaca anak berkesulitan belajar di SD N Bangunrejo 2. Pemilihan metode Fernald dikarenakan metode tersebut lebih mengedepankan belajar membaca kata secara utuh secara berulang-ulang. Metode Fernald mengupayakan proses ingatan dari sumber sensori yang lebih banyak. Pelaksanaannya
metode
Fernald
didukung
oleh
media
yang
mempermudah anak dalam menghubungkan beberapa alat indera selama proses belajar membaca berlangsung. Selama proses pembelajaran media yang digunakan adalah kartu kata bergambar (visual), huruf timbul berpermukaan kasar yang diraba oleh anak (visual dan tactil), whiteboard untuk menulis kata yang telah dibaca (visual dan kenesthetic), suara saat membaca kata yang diajarkan (auditory), serta melalui kartu huruf bermagnet untuk lebih menarik kemauan belajar membaca. Media yang digunakan tersebut diharapkan dapat membantu anak dalam menyerap materi bacaan yang diberikan oleh guru dan menimbulkan semangat belajar. Metode Fernald memastikan adanya perhatian aktif, menyajikan materi secara teratur dan berurutan, penguatan dan mengajarkan kembali serta mengadakan pengulangan hingga anak dapat menguasai kata yang dipelajari. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh metode Fernald tersebut menggugah minat peneliti untuk menerapkannya dalam pengajaran di kelas inklusi kluster bagi anak yang mengalami kesulitan belajar membaca. Pengajaran di kelas inklusi kluster sebagai alternatif penanganan anak berkesulitan belajar yang saat ini digunakan oleh SD N Bangunrejo 2. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan membaca pada anak berkesulitan belajar.
36
G. Hipotesis Tindakan Metode Fernald dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas II
dalam model kelas inklusi kluster di SD N
Bangunrejo 2 Yogyakarta.
37
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan yakni menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) atau disebut dengan classroom action research. Stringer (2007: 19) menyatakan bahwa secara fundamental penelitian tindakan didasarkan pada paradigma penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan kejelasan dan pengertian yang lebih besar pada pertanyaan, masalah, dan isu. Penelitian tindakan didasarkan pada penelitian kualitatif untuk menjelaskan suatu permasalahan. Tujuan penelitian tindakan menurut Daryanto (2011: 6) yakni untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan secara bertahap dan terus menerus selama penelitian dilakukan. Pernyataan Suharsimi Arikunto (2010: 7) menambahkan bahwa pemberian tindakan harus dilakukan sendiri oleh guru. Berdasarkan acuan di atas maka diketahui bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang didasarkan pada suatu permasalahan guna memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan sendiri oleh guru. Penekanan dalam penelitian tindakan menunjukkan hal-hal penting yakni sebagai berikut: a) Subjek tindakan harus jelas, b) Perlakuan dalam bentuk tindakan diamati prosesnya, dan c) Hasil dari penelitian tindakan adalah informasi tentang proses (Suharsimi Arikunto, 2010a: 116). Melalui pendapat tersebut maka dijadikannya acuan dalam proses penelitian ini dalam menangani permasalahan membaca permulaan pada siswa berkesulitan belajar. 38
Siswa yang diberikan tindakan terdiri dari dua siswa berkebutuhan khusus, yakni: seorang siswa dengan kesulitan belajar dan seorang siswa dengan gangguan perilaku. Penelitian dilakukan dalam situasi pembelajaran di dalam satu kelompok atau kluster di kelas inklusi. Pembelajaran pada kelompok kluster ditangani oleh guru pembimbing khusus. Bersamaan guru kelas yang menangani siswa reguler di dalam kelas. Pemberian tindakan dilaksanakan oleh guru pembimbing khusus saat pembelajaran di dalam kelas inklusi kluster. Maka dalam penelitian ini peneliti melakukan kolaborasi dengan guru kelas dan guru pembimbing khusus di kelas II SD N Bangunrejo 2. Kolaborasi terhadap guru kelas terfokus pada pemilihan materi pembelajaran yang akan disampaikan, sedangkan kolaborasi dengan guru pembimbing khusus mencakup keseluruhan aspek dalam siklus penelitian. Penelitian ini akan melihat peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui metode Fernald pada anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta. B. Desain Penelitian Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart. Model tersebut seperti dikutip dalam Hamzah Uno, Nina, dan Satria (2011: 87) terdapat empat tahapan dalam satu siklus yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam dua siklus. Adapun desain penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini tampak pada gambar berikut ini:
39
Gambar 1. Siklus penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Mc Taggart. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka tahap-tahap penelitian di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan (planning) Perencanaan dilakukan mengadakan pertemuan oleh peneliti bersama guru kelas, dan guru kolaborator. Pertemuan ini membahas mengenai materi, media, skenario pembelajaran sesuai dengan langkah pelaksanaan metode Fernald, dan penyusunan perangkat pembelajaran. Secara terperinci kegiatan perencanaan adalah sebagai berikut: a. Menentukan materi yang akan disampaikan Materi yang akan disampaikan disadur dari buku tematik Bahasa Indonesia dan LKS (lembar kerja siswa). Berdasarkan buku tematik tersebut, peneliti bersama guru memilih kosa kata dan kalimat sederhana yang akan diajarkan sesuai dengan kemampuan siswa. Kosa kata yang diajarkan merupakan kata berpola tiga suku kata atau berimbuhan, kata dengan vokal rangkap atau diftong, dan kalimat sederhana. Di luar kosa
40
kata ataupun kalimat sederhana yang telah ditentukan, materi lain merupakan materi pembelajaran yang umum di kelas. b. Menentukan media pendukung Media pendukung ini ditentukan mengacu pada penerapan metode Fernald. Media yang menghubungkan koordinasi visual (penglihatan), auditori (pendengaran), kinestetik (gerakan), dan tactil (perabaan). Subjek dalam penelitian ini lebih cenderung kuat pada penerimaan sensori auditori dan taktil, namun sensori visual dan kinestetik tetap diberikan sebagai penguatan informasi. Mengupayakan kerja sensori visual, media yang akan digunakan yakni: kartu kata bergambar dan teks bacaan. Kerja sensori auditori ditandai dengan suara guru dan siswa sendiri dalam mengucapkan kata. Kerja sensori kinestetik diupayakan gerakan tangan saat menuliskan huruf-huruf pada kertas, serta kerja tactil yang dilakukan dengan menelusuri permukaan huruf timbul. Huruf berwarna hitam terbuat dari amplas dengan kategori kekasaran paling ringan dengan alasan karena ujung sensori perabaan pada anak masih sensitif. Background kartu huruf dipilih warna yang tidak mencolok yakni biru muda dan biru tua. Dua warna tersebut dipilih secara teknis untuk mempermudah siswa dalam mencari huruf. Warna biru muda adalah warna kartu dengan arah tulisan huruf konsonan ke kanan, sedangkan warna biru tua untuk huruf vokal dan huruf konsonan dengan arah tulisan ke kiri. Sensori satu dengan sensori lain dalam penerapan metode Fernald ini berfungsi sebagai penguatan informasi antarsensori.
41
c. Menyusun langkah pembelajaran sesuai metode Fernald Langkah pembelajaran disusun berdasarkan acuan metode Fernald. Metode Fernald dalam penelitian ini dijabarkan dari empat langkah menjadi tujuh langkah tahapan pembelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan karakteristik siswa. Langkah pembelajaran melalui metode Fernald yang dimaksudkan agar antarsensori saling memberikan penguatan informasi bagi anak. d. Penyusunan perangkat pembelajaran Perangkat pembelajaran yang disusun meliputi: program pembelajaran individual, rancangan pembelajaran individual, dan perangkat evaluasi. Secara terperinci perangkat yang akan digunakan yakni sebagai berikut: 1) Program Pembelajaran Individual atau PPI Program pembelajaran individual disusun untuk memperjelas guru mengetahui kemampuan awal dan tujuan yang akan dicapai. 2) Rancangan Pembelajaran Individual atau RPI Rancangan
pembelajaran
individual
ini
dikembangkan
dalam
menerapkan metode Fernald secara individual terhadap seorang siswa dalam kelas kluster. RPI dirancang karena secara individual siswa berkesulitan belajar memiliki kemampuan yang berbeda dibandingkan dengan teman sekelasnya. 3) Perangkat Evaluasi, yakni terdiri dari: a) Panduan observasi, panduan observasi dirancang dua macam yakni observasi kinerja guru dan observasi partisipasi siswa. Dalam
42
panduan observasi termuat skoring penilaian dan keterangan pengamatan. b) Tes kemampuan membaca permulaan, item tes disusun berdasarkan materi yang telah diajarkan. Item tes tersebut berupa kosa kata dan kalimat sederhana yang telah diajarkan dalam pembelajaran. c) Indikator keberhasilan dan kriteria ketuntasan minimal. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan yang dilihat dari tes kemampuan membaca permulaan. Kriteria ketuntasan minimal menyesuaikan kriteria yang dipatok oleh guru kelas yakni 70. 2. Tindakan (action) Tindakan dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan setiap siklus. Tindakan dalam satu pertemuan adalah dua jam pelajaran (2 x 35 menit). Pertemuan terakhir tiap siklus dilaksanakan tes pasca tindakan. Pada tahap tindakan ini guru kelas tetap mengajar kelas, guru kolaborator mengajar kelas kluster, dan peneliti melakukan pengamatan. Adapun prosedur tindakan yang dilakukan melalui metode Fernald adalah sebagai berikut: a. Tahap Pembuka Pembelajaran 1) Guru pembimbing khusus menata kelas kluster yang terdiri: dua meja dan tiga kursi. 2) Menyiapkan perlengkapan untuk pembelajaran yang terdiri dari: alat tulis, materi pembelajaran, dan lembar kerja siswa.
43
3) Menyiapkan media: kosa kata dalam cerita, kartu huruf timbul, dan papan tulis kecil serta boardmarker. 4) Guru menjelaskan langkah pelaksanan pembelajaran. 5) Menyusun kontrak belajar. b. Tahap Inti Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara bergantian anak pertama dengan anak yang kedua. Langkah pelaksanaan pembelajaran, yakni: 1) Memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dengan cara memperlihatkan kepada anak. 2) Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya, namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. 3) Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilih sebelumnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. 4) Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. 5) Anak dibimbing menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya serta mengucapkan dengan perlahan-lahan. 6) Anak dibimbing blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. 7) Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah diperlajari di atas kertas tanpa melihat teks.
44
c. Tahap Penutup Pembelajaran Evaluasi ini melihat hasil pekerjaan anak dari kata dan kalimat sederhana yang telah diajarkan oleh guru. Evaluasi yang perlu dilakukan yakni: 1) Memberikan lembar berupa pola kata untuk dibaca oleh anak; 2) Anak membaca kosa kata; 3) Memberikan reward setiap anak berhasil melaksanakan kegiatan belajar. Skoring dilaksanakan oleh guru pembimbing khusus dengan kriteria skor pada jangkauan skor 1 hingga 4. 3. Pengamatan (observe) Pengamatan dilakukan untuk mengamati kemampuan membaca permulaan pada anak dengan tindakan metode Fernald. Peneliti bersama guru kolaborator (guru pembimbing khusus) mengamati jalannya kegiatan pembelajaran menggunakan metode Fernald dengan fokus peningkatan kemampuan membaca permulaan. Pengamatan dalam penelitian ini terdapat dua macam yakni pengamatan terhadap kinerja guru dan pengamatan terhadap partisipasi siswa. Indikator dalam pengamatan merujuk pada langkah-langkah pelaksanaan tindakan. Hasil pengamatan dinyatakan dalam bentuk kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari skoring serta dalam bentuk pernyataan penjelasan seperlunya mengenai proses pembelajaran dalam tindakan. Kedua hal pengamatan tersebut sesuai dengan pernyataan Masnur Muslich (2011: 35) kaitannya dengan pengamatan yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan.
45
4. Refleksi (reflection) Refleksi merupakan kegiatan diskusi antara peneliti, guru kelas, dan guru pembimbing khusus untuk mengetahui hasil pelaksanaan metode Fernald dalam pembelajaran di kelas II. Tahap refleksi dilakukan untuk mengkaji keberhasilan tindakan yang telah diberikan. Kegiatan refleksi yang dilakukan dalam penelitian ini yakni mencakup: a. Mambahas hasil penerapan metode Fernald dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II. Hasil penerapan diperoleh dari hasil tes kemampuan membaca permulaan dan hasil pengamatan. b. Membuat perencanaan tindakan selanjutnya, apabila hasil tindakan yang telah dilaksanakan belum sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. c. Melaksanakan tindakan pada siklus selanjutnya berdasarkan perencanaan tindakan yang telah dibuat. C. Subjek Penelitian Adapun penetapan subjek penelitian ini didasarkan secara purposive. Suharsimi Arikunto (2010b: 183) menyebutkan purposive sebagai cara pengambilan subjek yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Adapun kriteria subjek penelitian, yakni sebagai berikut: 1. Subjek penelitian merupakan siswa berkesulitan belajar kelas II SD N Bangunrejo 2. 2. Subjek
penelitian
merupakan
siswa
pada
kluster
kelas
II
yang
pembelajarannya didampingi oleh guru pembimbing khusus.
46
3. Subjek penelitian tidak mengalami gangguan fisik. 4. Subjek penelitian yakni siswa yang belum mampu membaca permulaan. 5. Subjek penelitian merupakan subjek yang memiliki prestasi belajar membaca di bawah rerata dengan teman-temannya di kelas. 6. Subjek penelitian memiliki kesenjangan antara prestasi dengan potensi yang diharapkan. D. Variabel Penelitian Variabel penelitian oleh Sugiyono (2012: 38) dirumuskan sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai tertentu dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Variabel yang ditetapkan oleh peneliti dalam penelitian ini, yakni: 1. Variabel masalah dalam penelitian ini yakni kemampuan membaca permulaan. 2. Variabel tindakan dalam penelitian ini yakni metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster. E. Tempat Penelitian dan Setting Penelitian Penelitian ini bertempat di SD N Bangunrejo 2. Alamat sekolah ini yaitu di RW 13 Bangunrejo, Kricak, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. SD N Bangunrejo 2 merupakan sekolah dasar di Kota Yogyakarta yang telah mencanangkan sebagai sekolah inklusi, yakni suatu sistem pendidikan yang mengintegrasikan anak berkebutuhan khusus ke dalam sekolah reguler. Setting yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran di dalam model kelas inklusi kluster. Setting tempat penelitian ini adalah kelas inklusi model kluster
47
yang dipilih untuk melakukan tindakan pada subjek yang mengalami kesulitan belajar membaca pada kluster atau kelompok di kelas II. Setting waktu pelaksanaan dalam penelitian ini adalah saat pembelajaran terkait dengan membaca permulaan yang didampingi oleh guru pembimbing khusus. Pembelajaran berlangsung dalam situasi kolaboratif antara guru kelas dengan guru pembimbing khusus yang membimbing subjek. F. Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian adalah dua bulan terhitung dari pengurusan perijinan penelitian hingga penyusunan laporan penelitian. Rincian kegiatan dalam penelitian seperti tabel di bawah ini: Tabel 1. Rincian Waktu dan Kegiatan Penelitian No
Kegiatan Penelitian
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pengurusan perijinan penelitian Pelaksanaan tes kemampuan awal Perencanaan tindakan siklus I Pelaksanaan tindakan siklus I Pelaksanaan observasi siklus I Pelaksanaan refleksi siklus I Perencanaan tindakan siklus II Pelaksanaan tindakan siklus II Pelaksanaan observasi siklus II Pelaksanaan refleksi siklus II Penyusunan laporan penelitian
Bulan 1 Bulan 2 1 2 3 4 1 2 3 4
Penelitian dilaksanakan dalam waktu dua bulan dengan dua siklus tindakan. G. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut ini uraian metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:
48
1. Metode tes Tes oleh Anas Sudijono (2008: 67) didefinisikan sebagai cara atau prosedur dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berupa pertanyaan oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai strandar tertentu. Tes yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur peningkatan prestasi atau kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar melalui metode Fernald. Tes dilaksanakan sebelum tindakan (pre test) dan sesudah tindakan (post test) diberikan. Pre test dilakukan untuk mengetahui kemampuan subjek sebelum tindakan diberikan. Post test dilakukan untuk mengetahui kemampuan subjek setelah tindakan diberikan. Substansi tes yang diberikan pada pre test dan post test berlaku sama. Perbedaan hasil antara pre test dan post test menunjukkan ada atau tidaknya peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui metode Fernald. 2. Metode observasi Kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan observasi adalah kerangka pikir yang digunakan dalam menafsirkan makna baru berbagai fakta yang terekam sebagai indikator dari berbagai gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses atau dampak dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan (Hamzah Uno, Nina, dan Satria, 2011: 98). Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung oleh peneliti pada
49
saat guru kolaborator melaksanakan tindakan. Observasi yang dilakukan menggunakan jenis observasi terstruktur. Wijaya dan Dedi (2010: 71) menyatakan bahwa observasi terstruktur yakni perekaman data yang sederhana dengan disediakannya format rinci. Tujuan observasi terstruktur agar dalam kegiatan observasi dilakukan berdasarkan kerangka kerja yang memuat pokok data-data yang akan diperoleh. Observasi ini bertujuan untuk mengamati kemampuan (kognitif), perilaku (afektif), dan partisipasi (psikomotorik) subjek selama proses tindakan. Observasi juga ditujukan terhadap kinerja guru pembimbing khusus dalam proses pembelajaran membaca permulaan. 3. Metode wawancara Penelitian ini akan menggunakan metode wawancara tidak terstruktur sebagai alat pengumpulan data mengenai penilaian guru terhadap proses tindakan yang dilaksanakan. Sugiyono (2012: 140) menyatakan bahwa wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara bebas yang mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap. Pedoman wawancara dalam penelitian ini berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan terkait dengan pelaksanaan pembelajaran membaca melalui metode Fernald dalam kelas inklusi kluster. 4. Metode dokumentasi Suharsimi Arikunto (2010b: 274) menyebutkan metode dokumentasi sebagai cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
50
catatan, transkip, buku, dan sebagainya. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa hal-hal yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan. Dokumentasi tersebut berupa dokumen yang terkait dengan catatan tentang subjek, proses tindakan, dan kolaborasi peneliti dengan guru. H. Instrumen Penelitian Sugiyono (2012: 92) menjelaskan bahwa instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yakni kemampuan membaca permulaan. Hamzah Uno, Nina, dan Satria (2011: 87) berpendapat bahwa peningkatan dapat diketahui melalui proses pembelajaran, hasil belajar, dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Berdasarkan pendapat tersebut instrumen yang akan digunakan dalam penelitian tindakan ini yakni tes kemampuan membaca permulaan, panduan observasi partisipasi siswa, panduan observasi kinerja guru, panduan wawancara, dan dokumentasi proses pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai instrumen yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Tes Kemampuan Membaca Permulaan Tes kemampuan membaca permulaan memuat tiga indikator, yakni mengenal blending suku kata, blending kata, dan blending kata menjadi kesatuan kalimat sederhana. Tes dilaksanakan sebelum tindakan (pre test) dan setelah tindakan (post test). Tes dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Melalui post test diketahui ada atau tidaknya peningkatan kemampuan
51
membaca permulaan melalui metode Fernald. Berikut penjabaran kisi-kisi tes kemampuan membaca permulaan: Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Membaca Permulaan No. Item No. Indikator Sub-Indikator Soal 1. Blending Membaca Suku Kata suku kata a. Kata berpola tiga suku kata/ berimbuhan 1-5 b. Kata berpola vokal rangkap/ diftong 6-10 c. Kata dalam kalimat sederhana 11-20 2. Blending Membaca Suku Kata kata a. Kata berpola tiga suku kata/ berimbuhan 1-5 b. Kata berpola vokal rangkap/ diftong 6-10 c. Kata dalam kalimat sederhana 11-20 3. Blending Blending Kalimat Sederhana kata ke a. Pola VKV – tiga suku kata – VKV 11 dalam b. Pola KVKV – konsonan rangkap – 12 kalimat KVKVK sederhana c. Pola KVKVK – konsonan rangkap – 13-15 KVKVK d. Pola KVKVK – konsonan rangkap/ 16-18 imbuhan – KVKVK e. Pola vokal rangkap – konsonan rangkap/ 19-20 imbuhan – konsonan rangkap
Tes tersebut dilakukan pada akhir siklus. Guru memberikan 20 kata pada setiap subjek sesuai dengan kemampuan yang akan ditingkatkan. Pola kata yang dipilih untuk tes merupakan pola kata yang diajarkan sebagai materi dalam tindakan. Rubrik penskoran tes yakni sebagai berikut: 1. Penilaian Indikator 1 Nilai (3) = membaca semua suku kata secara benar tanpa bantuan Nilai (2) = membaca beberapa suku kata dengan benar tanpa bantuan Nilai (1) = membaca satu suku kata dengan benar dengan bantuan Nilai (0) = kesalahan membaca semua suku kata meski dengan bantuan 2. Penilaian Indikator 2 52
Nilai (3) = blending kata utuh secara benar tanpa bantuan Nilai (2) = blending bagian kata secara benar tanpa bantuan Nilai (1) = blending bagian kata secara benar dengan bantuan Nilai (0) = terdapat kesalahan blending kata meski dengan bantuan 3. Penilaian Indikator 3 Nilai (3) = membaca tiga kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Nilai (2) = membaca dua kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Nilai (1) =membaca satu kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Nilai (0) = salah membaca semua kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Skor maksimal dalam tes membaca permulaan yakni sebagai berikut: Indikator 1
3 x 20
=
60
Indikator 2
3 x 20
=
60
Indikator 3
3 x 10
=
30
=
150
Total maksimal
Rumus yang digunakan dalam mengolah data atau penyekoran kemampuan membaca permulaan menggunakan pedoman penilaian menurut M. Ngalim Purwanto (2012: 112) yakni sebagai berikut: S=
x 100
Keterangan: S
= Nilai yang ingin diketahui
R = Skor yang diperoleh N = Skor maksimum
53
Perhitungan skor tes yaitu: Nilai siswa
=
Skor betul Skor maksimal
X 100
Pengkategorian pencapaian subjek dalam kemampuan membaca permulaan dikategorikan dalam tabel pedoman penilaian di bawah ini: Tabel 3. Pedoman Penilaian Tingkat Penguasaan Ketegori Nilai 86-100 Sangat Baik 76-85 Baik 60-75 Cukup 55-59 Kurang < 54 Kurang Sekali (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103) Nilai tes kemampuan membaca permulaan pada penelitian ini menggunakan penilaian dengan angka bulat. Hal ini untuk mempermudah guru kolaborator untuk mengetahui hasil kemampuan yang dicapai pada subjek. 2. Panduan Observasi Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Fernald Pengamatan pada siswa dalam pembelajaran membaca permulaan memuat sikap dan partisipasi siswa dalam mengikuti proses pelaksanaan pembelajaran.
Penyusunan
instrumen
observasi
partisipasi
siswa
berdasarkan langkah pembelajaran yang telah dirumuskan dalam bagian langkah pelaksanaan pembelajaran membaca melalui metode Fernald. Berikut kisi-kisi instrumen panduan observasi partisipasi siswa dalam pembelajaran membaca permulaan:
54
Tabel 4. Kisi-kisi Panduan Observasi Terhadap Partisipasi Siswa Variabel
Indikator
Kemampuan Membaca Permulaan
Sikap (afektif)
Kemampuan (kognitif)
Ketrampilan (skill)
Sub-Indikator Duduk di tempatnya dengan baik Mendengarkan penjelasan awal guru Ikut membuat kontrak belajar Memilih kata yang telah disediakan Membentuk kata melalui kartu huruf Menyebutkan satu persatu huruf Memperlihatkan huruf Mendengarkan pengucapan huruf dari guru Mengikuti pengucapan huruf Menunjukkan huruf yang disebutkan guru Menelusuri satu persatu kartu huruf Mengikuti bentuk huruf melalui jari telunjuk Mengucapkan dengan perlahan-lahan Menuliskan kata di atas kertas Mengerjakan tugas dari guru
No. Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Untuk mempermudah melakukan observasi terhadap aspek di atas, maka peneliti merumuskan kriteria skor di bawah ini: Skor 4
=
apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, dan mandiri tanpa bantuan guru.
Skor 3
=
apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, namun dengan bantuan verbal dari guru.
Skor 2
=
apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan masih dengan bantuan fisik dan verbal guru.
Skor 1
=
apabila siswa tidak mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan dengan bantuan fisik dan verbal guru.
Langkah-langkah menentukan skor observasi menurut Suharsimi Arikunto (2010a: 193) yaitu: (a) Menjumlahkan banyaknya centangan untuk masingmasing kolom pilihan, (b) Mengalikan banyaknya centangan dengan nilai kolom, (c) Menjumlahkan hasil kali skor semua kolom, (d) Menyimpulkan 55
dengan menentukan kategori skor butir tersebut. Kategori penilaian hasil pengamatan dirancang sendiri oleh peneliti dengan langkah penyusunan sebagai berikut: 1) Menentukan rentang skor (skor maksimal – skor minimal) 2) Menentukan jumlah kelas kategori (lima kategori yakni amat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), 3) Menghitung interval skor sesuai rumus (Sudjana, 2005: 47) yakni: P
=
Rentang jumlah kelas
4) Mengubah skor hasil centangan ke dalam bentuk persentase. Perhitungan skor pengamatan partisipasi siswa dalam pembelajaran membaca menggunakan metode Fernald yakni: Skor maksimal
: 60 (4 x 15 item)
Skor minimal
: 15 (1 x 15 item)
Jumlah kategori
:5
Interval (p)
:
P =
Rentang jumlah kelas
=
60-15 5
=
45 5
= 9
56
Tabel 5. Kategori Hasil Observasi Partisipasi Siswa Skor yang Diperoleh
Perhitungan Partisipasi
Kategori Partisipasi
52-60 43-51 34-42 25-33 16-24
86,67-100 71,67-85 56,67-70 41,67-55 26, 67-40
Amat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
3. Panduan Observasi Terhadap Kinerja Guru dalam Pengajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Fernald Observasi terhadap guru dalam pembelajaran membaca permulaan memuat tiga tahap, yakni: awal, inti, dan akhir. Ketiga tahap tersebut dibagi ke dalam 15 langkah pembelajaran. Berikut ini uraian langkah pengajaran membaca permulaan yang digunakan sebagai penilaian kinerja guru. Tabel 6. Kisi-kisi Panduan Observasi Terhadap Kinerja Guru Variabel
Indikator
Sub-Indikator
Pembelajaran Membaca Permulaan
Pembuka Pembelajaran
Melakukan penataan kelas Menyiapkan perlengkapan Menyiapkan media Menjelaskan langkah pelaksanaan Kontrak belajar Memperkenalkan beberapa kata Meminta anak untuk memilih kata Memberi anak kartu huruf Membimbing anak menyebutkan huruf Membimbing anak huruf Membimbing anak menelusuri huruf Membimbing anak menuliskan kata Memberikan lembar kerja Meminta anak membaca Memberikan reinforcement
Inti Pembelajaran
Penutup Pembelajaran
No. Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Untuk mempermudah melakukan observasi terhadap aspek di atas, maka peneliti merumuskan kriteria skor di bawah ini:
57
Keterangan kriteria skor : Skor 4
=
apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana tanpa bantuan
Skor 3
=
apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana namun dengan bantuan
Skor 2
=
apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald diluar rencana namun dalam konteks pembelajaran
Skor 1
=
apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald tidak sesuai rencana dan masih dengan bantuan
Langkah-langkah menentukan skor pengamatan menurut Suharsimi Arikunto (2010: 193) yaitu: (a) Menjumlahkan banyaknya centangan untuk masing-masing kolom pilihan, (b) Mengalikan banyaknya centangan dengan nilai kolom, (c) Menjumlahkan hasil kali skor semua kolom, (d) Menyimpulkan dengan menentukan kategori skor butir tersebut. Kategori penilaian hasil pengamatan dirancang sendiri oleh peneliti dengan langkah penyusunan sebagai berikut: 1) Menentukan rentang skor (skor maksimal-skor minimal) 2) Menentukan jumlah kelas kategori (lima kategori yakni amat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), 3) Menghitung interval skor sesuai rumus menurut Sudjana (2005: 47): P =
Rentang jumlah kelas 58
4) Mengubah skor hasil centangan ke dalam bentuk persentase. Perhitungan skor untuk pengamatan guru menerapkan metode Fernald: Skor maksimal
: 60 (4 x 15 item)
Skor minimal
: 15 (4 x 15 item)
Jumlah kategori
:5
Interval (p)
:
P =
Rentang jumlah kelas
=
60-15 5
=
45 5
=
9
Tabel 7. Kategori Hasil Observasi Terhadap Kinerja Guru Skor yang Diperoleh 52-60 43-51 34-42 25-33 16-24
Perhitungan Kinerja 86,67-100 71,67-85 56,67-70 41,67-55 26,67-40
Kategori Kinerja Amat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
4. Panduan Wawancara Instrumen yang ditetapkan dalam panduan wawancara berupa garis besar mengenai tanggapan guru khusus dan guru reguler terkait pembelajaran membaca melalui metode Fernald dalam kelas inklusi kluster. Berikut kisi-kisi instrumen panduan wawancara dalam penelitian ini:
59
Tabel 8. Kisi-kisi Panduan Wawancara Guru Khusus dan Guru Kelas Indikator Model Kelas Inklusi Kluster
Dukungan pembelajaran di kelas
Pengajaran terindividualisasi
Pelaksanaan kolaborasi guru khusus dengan guru kelas
Informan
Guru Kelas
Guru Khusus
Guru Kelas dan Guru Khusus
Sub-Indikator Pertanyaan
Item
Bantuan guru kelas dalam pembelajaran membaca Dukungan guru kelas dalam pembelajaran membaca Tanggapan guru kelas terhadap kemampuan membaca pada subjek Dukungan guru kelas di luar pengajaran dari guru khusus Pendapat guru kelas mengenai metode Fernald dalam kelas inklusi kluster Kesesuaian metode Fernald bagi subjek Cara guru khusus menerapkan metode Fernald yang terindividualisasi Kendala guru khusus dalam penerapan metode Fernald secara terindividualisasi Upaya guru menangani kendala Upaya guru menandai perkembangan Kolaborasi dalam perencanaan Pembagian tugas Cara kerjasama guru dalam evaluasi Kemudahan guru dalam kolaborasi Pembelajaran membaca melalui metode Fernald yang diterapkan dalam kelas kluster
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
5. Panduan Dokumentasi dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Dokumentasi dalam pembelajaran membaca permulaan dibagi ke dalam indikator tahapan: catatan pelaksanaan pra tindakan, catatan pelaksanaan pembelajaran, transkip evaluasi pembelajaran, dan dokumen mengenai identitas subjek. Berikut kisi-kisi panduan dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini: Tabel 9. Kisi-kisi Panduan Dokumentasi Pembelajaran Membaca Permulaan No 1. 2. 3. 4.
Indikator Catatan pelaksanaan pra tindakan Catatan pelaksanaan pembelajaran Transkip evaluasi pembelajaran Dokumen mengenai identitas subjek
Keterangan Pembelajaran sebelum penelitian Penerapan metode Fernald Evaluasi pembelajaran (Pre dan Post) Dokumen subjek
60
Dokumentasi ini digunakan sebagai data pelengkap dalam membantu peneliti mendeskripsikan pelaksanaan penelitian. I. Validitas Instrumen Peneliti dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes, instrumen observasi, dan wawancara sebagai alat pengumpul data peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II SD N Bangunrejo 2. Untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian ini meminta penilaian dan pertimbangan kepada profesional (profesional judgement). Purwanto (2007: 126) menyatakan profesional judgement sebagai suatu pertimbangan untuk menilai ketepatan isi instrumen dari orang yang menekuni bidang tertentu sesuai dengan kajian instrumen. Validitas instrumen tes dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan derajat sebuah tes yang mengukur cakupan substansi yang ingin diukur (Sukardi, 2003: 123). Validitas instrumen tes dalam penelitian ini yakni kesesuaian isi soal tes berupa pemilihan kosa kata dengan pola kata yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan agar soal tes sesuai dengan kemampuan subjek. Berikut langkah yang dilakukan dalam memperoleh validitas instrumen tes: 1) Peneliti menyusun instrumen tes berupa kosa kata dan kalimat sederhana sesuai indikator yang telah ditetapkan peneliti bersama guru khusus. 2) Instrumen tes berupa soal tes yang telah dikonsultasikan kepada guru kelas yang menangani subjek di sekolah dasar tempat pelaksanaan penelitian, dalam hal ini validasi instrumen dilakukan oleh Ibu Christiana Jarien, A. 61
Ma.Pd.. Peneliti memilih guru sebagai penguji validitas instrumen tersebut, sebab guru adalah orang yang memahami tentang pembelajaran membaca permulaan di sekolah. Penelitian ini dilaksanakan untuk memperbaiki permasalahan belajar yang dialami anak berkesulitan belajar, sehingga guru tentu memiliki kepentingan untuk menilai peningkatan kemampuan siswa. 3) Aspek validitas mencakup: a. Kesesuaian soal tes dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. b. Kesesuaian tingkat kesukaran soal tes dengan kemampuan anak, yang meliputi indikator: blending atau membaca suku kata, blending atau membaca kata, dan blending atau membaca kata menjadi kalimat sederhana. c. Kesesuaian pemberian nilai pada setiap soal tes dan jumlah soal tes yang diujikan. Validasi instrumen observasi dan wawancara dilakukan dengan menggunakan logical validite. Yakni validasi instrumen panduan observasi yang disusun berdasarkan logika. Panduan tersebut dinyatakan valid berdasarkan pertimbangan logika peneliti setelah berkonsultasi dengan guru kelas dan dosen pembimbing. Berikut langkah yang dilakukan dalam memperoleh validitas instrumen observasi dan wawancara: 1) Peneliti menyusun instrumen panduan observasi dan wawancara sesuai indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. 2) Panduan observasi divalidasi oleh guru kelas, sedangkan panduan wawancara dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.
62
3) Aspek validitas instrumen observasi mencakup: a. Kesesuaian substansi instruman dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. b. Kesesuaian
pada
studi
literatur
mengenai
membaca
permulaan
menggunakan metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster. c. Kesesuaian pemberian nilai pada setiap item indikator observasi. J. Teknik Analisis Data Menurut Wina Sanjaya (2009: 106) analisis data merupakan suatu proses mengolah atau menginterpretasikan data dengan tujuan untuk mendudukkan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya sehingga memiliki makna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis data deskriptif secara persentase. Sugiyono (2012: 27) menyatakan bahwa gabungan data kualitatif yang diperoleh guna memperkuat data yang diperoleh secara kuantitatif. Kualitatif yang dimaksud yakni berupa deskripsi dalam analisis data. Data yang dideskripsikan berupa data tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Merujuk analisis data menurut Wina Sanjaya (20011: 106), berikut langkah analisis data dalam penelitian ini: 1. Menyeleksi data penelitian Langkah pertama yakni kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus masalah. Tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data yang kemudian dikelompokkan berdasarkan fokus masalah. Data tes kemampuan membaca permulaan, data observasi partisipasi siswa, data observasi kinerja
63
guru, dan didukung dengan data hasil wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data triangulasi. Datadata yang telah terkumpul dan lengkap dikelompokkan sesuai dengan kelompok data kuantitatif dan kualitatif. Data penelitian kuantitatif diperoleh melalui tes (pretest dan posttest), sedangkan data penelitian kualitatif merupakan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Data dokumentasi digunakan dalam menggambarkan pelaksanaan penelitian dan untuk menguatkan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. 2. Deskripsi data penelitian Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kegiatan pengajaran membaca permulaan melalui metode Fernald terhadap kinerja guru maupun partisipasi siswa selama pembelajaran berlangsung. Data wawancara digunakan untuk menjelaskan tanggapan guru terkait setting pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi kluster. Data hasil observasi dan wawancara ini diperjelas melalui data dokumentasi proses dalam penelitian. Pada tahap ini, peneliti melakukan penghitungan terhadap data kuantitatif berupa perhitungan prosentase peningkatan kemampuan subjek yang telah diperoleh melalui pretest tindakan maupun posttest tindakan. Peningkatan dalam prosentase dihitung melalui cara di bawah ini: Peningkatan
=
Nilai post tes – Nilai pre tes Nilai pre tes
X 100 %
64
3. Pengambilan kesimpulan Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara menguji hipotesis yang didasarkan pada deskripsi hasil penelitian dan pembahasannya. Pengambilan keputusan berhasil atau tidaknya tindakan yang dilakukan berdasarkan hipotesis dengan menggunakan acuan kriteria keberhasilan. K. Kriteria Keberhasilan Kriteria
keberhasilan
merupakan
patokan
untuk
menentukan
keberhasilan suatu program atau kegiatan. Suatu program dikatakan berhasil apabila mampu mencapai kriteria yang telah ditentukan dan gagal apabila tidak mampu mencapai kriteria yang telah ditentukan. Berikut ini indikator keberhasilan peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2: 1. Hasil tes kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta setelah tindakan (post test) mencapai atau melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan yakni 70. 2. Siswa memenuhi indikator yang telah ditentukan dalam pembelajaran membaca permulaan yakni: siswa mampu melakukan blending suku kata, blending kata utuh, dan blending kata menjadi kesatuan kalimat.
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta yang beralamatkan di RW 13 RT 56 Kampung Bangunrejo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta. Lokasi sekolah terletak di pinggiran Sungai Winongo yang memiliki aliran arus air yang cukup deras. Lingkungan sekolah berdekatan dengan pemukiman warga yang cukup rapat. Tanah sekolah memiliki area seluas 1.183 m2 dengan bangunan seluas 481 m2. Berdiri sejak tahun 1980 yang memiliki gelar A pada akreditasi terakhir yakni pada tahun 2014. SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta telah menjadi salah satu Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi di Yogyakarta dan merupakan sekolah inklusi yang berbasiskan pada budaya. Budaya daerah setempat yang menjadi dasar pengembangan diri siswa di sekolah. Pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah ini berawal dari kesadaran akan kondisi siswa yang kebanyakan mengalami masalah dalam belajar, emosi dan perilaku. Siswa yang diterima adalah siswa yang mengalami permasalahan belajar seperti kesulitan belajar dan lambat belajar, permasalahan emosi dan perilaku serta tuna daksa. Saat ini SD N Bangunrejo 2 di pimpin oleh Ibu Antonia Retno Sriningsih, M.Pd. Visi dari SD N Bangunrejo 2 yakni terbentuknya siswa cerdas, terampil dan berbudi pekerti. Melalui misi menciptakan suasana belajar secara disiplin dan melatih ketrampilan secara kontinyu serta membina agar menjadi siswa yang berakhlak dan bertaqwa.
66
SD N Bangunrejo 2 memiliki 15 guru, yakni dengan rincian tugas kepala sekolah, 6 guru kelas, 2 guru agama, 1 guru SBK, 1 guru olah raga, 1 guru khusus kunjung, dan 3 guru pembimbing khusus dari sekolah. SD N Bangunrejo 2 memiliki 3 karyawan yakni seorang pustakawan dan 2 orang tata usaha. Jumlah keseluruhan siswa SD N Bangunrejo 2 sebanyak 110 siswa yang terdiri dari 60 siswa reguler dan 50 siswa dengan berkebutuhan khusus. Pembagian kelas I – VI telah dibagi sesuai dengan jumlah ruangan kelas. Kapasitas siswa dalam setiap kelas berbeda-beda. Kelas I terdapat 10 siswa, kelas II terdapat 16 siswa, kelas III terdapat 20 siswa, kelas IV terdapat 15 siswa, kelas V terdapat 20 siswa, dan kelas VI terdapat 27 siswa. Keberadaan anak berkebutuhan khusus di SD N Bangunrejo 2 yang hampir 48% dari keseluruhan siswa. SD N Bangunrejo 2 memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang cukup memadai. Sarana dan prasaran tersebut di antaranya: perpustakaan, UKS, mushola, ruang khusus, dan sarana olah raga. SD N Bangunrejo 2 menyelenggarakan kurikulum nasional yang saat ini berlaku yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. Begitupula kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus di SD N Bangunrejo 2 tetap menggunakan kurikulum yang sama. Namun dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran guru pembimbing khusus merancang subtansi evaluasi yang dimodofikasi menyesuaikan dengan kemampuan siswa. Lokasi penelitian diaksanakan di ruang kelas II saat pembelajaran berlangsung. Jumlah siswa di kelas ini sebanyak 16 orang yang terdiri dari 11
67
siswa normal dan 5 siswa berkebutuhan khusus yang termasuk subjek dalam penelitian ini. Peran guru kelas dalam mengajar dibantu oleh guru pembimbing khusus atau GPK untuk berkolaborasi bersama-sama menangani kelas. Secara khusus pembelajaran ini dilakukan melalui model kelas inklusi kluster. Kelas inklusi kluster merupakan cara penempatan siswa berkebutuhan khusus ke dalam kelas reguler, sehingga guru menangani siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal secara bersama-sama. Pembagian tugas berupa guru kelas mengajar
siswa
normal,
sedangkan
guru
khusus
menangani
siswa
berkebutuhan khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang ditangani guru khusus dalam kluster kelas II ini dinyatakan sebagai siswa yang memiliki capaian akademik terbawah. Siswa tersebut berjumlah dua siswa, satu siswa dengan gangguan perilaku dan siswa satunya adalah kesulitan belajar membaca. B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak berkesulitan belajar kelas II SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta. Adapun deskripsi subjek yakni sebagai berikut: 1. Identitas Subjek Siswa yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa laki-laki dengan inisial And. Subjek berusia 7 tahun 11 bulan yang saat ini duduk di kelas II. Secara fisik subjek tidak mengalami hambatan sehingga subjek dapat melaksanakan aktivitas seperti anak sebayanya. Dalam lingkungan bermain subjek juga tidak mengalami permasalahan, ia dapat mengikuti permainan dengan baik. Subjek tidak terlibat aktif dalam proses
68
pembelajaran di kelas. Berdasarkan informasi guru dan pengamatan langsung dari peneliti, subjek memiliki kecenderungan pasif. Subjek sering menolak untuk membaca ketika pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung. Subjek dalam kegiatan menulis cukup baik namun masih dengan arahan dan pendampingan dari guru khusus ataupun dari guru kelas. 2. Karakteristik Subjek a. Karakteristik Fisik Subjek memiliki tubuh rata-rata lebih kecil dan tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan teman sekelasnya. Subjek memiliki kulit yang bersih dengan warna kulit kuning langsat. Subjek tidak mengalami gangguan fisik apapun. b. Karakteristik Kecerdasan Subjek merupakan salah satu siswa di kelas II yang ditangani dalam kluster atau kelompok. Berdasarkan dokumen tes pemeriksaan psikologis atau tes intelegensi oleh lembaga CMT, diperoleh informasi mengenai kapasitas intelegensi yang dimiliki subjek. Pertama melalui skala CPM atau Colour Progressive Matrix subjek diketahui memiliki tingkat kecerdasan dalam rentang rerata anak seusianya yakni pada grade III. Hal ini menunjukkan bahwa potensi kemampuan yang dimiliki subjek sama dengan teman sebayanya. Kedua melalui tes BG atau Bender Gestalt guna mengetahui fungsi kognitif, subjek memiliki kemampuan visual motorik di bawah rerata teman seusianya. Ahli
69
psikologi menjelaskan bahwa tingkat intelegensi subjek termasuk ke dalam kategori rata-rata yang berarti baik. c. Karakteristik Kemampuan Akademik Secara akademik subjek seharusnya dapat mencapai kemampuan seperti teman sebayanya di kelas II. Namun subjek selalu menunjukkan hasil belajar di bawah rerata teman sekelasnya. Guru kelas dan guru khusus
menengarai
permasalahan
ini
sebagai
dampak
dari
ketidakmampuan subjek dalam membaca. Berdasarkan informasi dari guru kelas, pencapaian membaca untuk kelas II dalam bahasa Indonesia adalah membaca pemahaman. Hal ini berguna untuk menjawab pertanyaan dari suatu bacaan secara mandiri. Namun kemampuan subjek dalam membaca kata-pun masih mengalami berbagai kesalahan. Hal ini tentu menjadikan subjek belum dapat mengerjakan tugas secara mandiri, terutama dalam membaca. Kesulitan membaca yang ditunjukkan subjek yakni berupa membaca kata pada pola: tiga suku kata atau kata dengan berimbuhan, kesulitan dalam membaca kata dengan pola vokal rangkap, dan belum mampu dalam membaca kalimat sederhana. d. Karakteristik Emosi dan Sosial Subjek merupakan anak yang cukup baik dalam pengendalian emosinya. Dalam arahan guru kelas subjek cukup penurut dan tidak pernah membangkang, subjek senang bergurau dengan guru khusus yang mendampingi pembelajarannya. Kemampuan sosial subjek cukup baik dengan lingkungan atau orang yang cukup lama ia telah kenali. Namun
70
kemampuan subjek dalam bersosialisasi dengan lingkungan yang baru atau adaptasi terlihat kurang. Hal ini ditambahkan informasi dari guru kelas bahwasannya subjek memang sedikit susah untuk memasuki lingkungan yang baru. Hal ini juga menjadi latar belakang pemilihan setting pembelajaran membaca pada subjek. Yakni setting pembelajaran dalam kelompok atau kluster di kelas inklusi. Setting pembelajaran ini sudah diterapkan di sekolah sehingga tidak mengubah situasi yang sudah terjadi sebelum penelitian dilaksanakan. e. Karakteristik Kondisi Subjek dalam Tindakan Selama pelaksanaan pre tes, tindakan dalam siklus, dan pelaksanaan post tes, peneliti mengamati kondisi subjek cukup labil. Hal ini beriringan dengan diberikannya tindakan pada subjek. Kondisi subjek saat pre tes menunjukkan bahwa ia tidak tertarik dan menunjukkan sikap menolak untuk membaca. Berbeda dengan saat pelaksanaan tindakan siklus I, subjek melaksanakan hal-hal yang diminta oleh guru tanpa penolakan apapun. Namun kembali lagi saat subjek diminta membaca kata dan kalimat dalam post tes siklus I, ia bersikap ragu dalam membaca dengan menunjukkan suara yang pelan. Pembelajaran siklus II kondisi subjek amat baik dalam berpartisipasi aktif. Hal tersebut berlangsung hingga pelaksanaan post tes siklus II. Subjek melakukan post tes membaca permulaan dengan baik, meskipun masih dengan suara pelan namun subjek membaca dengan yakin.
71
C. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Permulaan Pra Tindakan
Jumlah siswa dalam kelas II yakni 16 siswa, sedangkan banyak siswa yang ditangani dengan kluster terdapat dua siswa yakni seorang anak berkesulitan belajar dalam hal ini adalah subjek penelitian dan seorang anak lamban belajar dengan gangguan perilaku. Sebelum dilaksanakan tindakan, terlebih dahulu subjek diberikan tes kemampuan membaca permulaan. Hasil tes kemampuan tersebut sering dinamakan dengan kemampuan awal pra tindakan. Kemampuan awal pra tindakan dilakukan dengan memberikan tes kemampuan membaca permulaan yang terdiri dari 5 kata berimbuhan dengan berpola tiga suku kata, 5 kata berpola diftong, dan 10 kalimat sederhana dengan tiga kata. Pelaksanaan tes kemampuan membaca permulaan ini dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2015. Tes berlangsung selama 25 menit. Hasil tes yang diperoleh dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 10. Hasil Pre Tes Kemampuan Membaca Permulaan N o
1. 2. 3.
Indikator
Total Skor Soal
Total Skor Tercapai
Pencapaian Nilai
Kategori Pencapaian
Membaca suku kata Membaca kata Membaca kalimat sederhana Keseluruhan indikator
60 60 30 150
28 26 16 70
46,67 43,33 53,33 46,67
Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali
Tabel di atas menunjukkan bahwa pencapaian nilai tertinggi yang diperoleh subjek yakni pada blending kalimat sederhana, sedangkan nilai terendah yakni pada indikator blending kata. Berdasarkan pre tes yang telah dilakukan, secara umum dapat diketahui nilai ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan nilai setiap indikator yakni: membaca
72
suku kata mencapai 46,67; membaca kata mencapai 43,33; dan membaca kalimat sederhana mencapai 53,33. Keberhasilan yang dicapai subjek secara keseluruhan yakni 46,67 dengan kategori pencapaian “kurang sekali” (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103). Hasil pre tes kemampuan membaca permulaan ini dijadikan tolok ukur kemampuan awal untuk ditingkatkan dalam pembelajaran membaca melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster. Berikut gambar yang menampilkan deskripsi di atas: 100 90 80 70 60 Skor 50 40 30 20 10 0
53,33 46,67
43,33
Membaca Suku Kata
Membaca Kata
Membaca Kalimat Sederhana Indikator Kemampuan Membaca Permulaan
Gambar 2. Histogram Hasil Pre Tes Kemampuan Membaca Permulaan
D. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Kegiatan pada siklus I terdiri dari 3 kali pertemuan. Satu kali pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran, 1 jam pelajaran terdiri dari 35 menit. Tindakan yang dilakukan meliputi kegiatan perencanaan, tindakan observasi, dan refleksi. Tindakan yang dilakukan yakni pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald. Pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan menyatu dalam aspek membaca pada mata pelajaran Bahasa 73
Indonesia. Keseluruhan tindakan pembelajaran membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar dilaksanakan oleh guru pembimbing khusus. 1. Perencanaan Tindakan Siklus I Perencanaan dilakukan dengan mengadakan pertemuan oleh peneliti bersama guru kelas, guru khusus kunjung, dan guru pembimbing khusus sebagai kolaborator. Pertemuan ini dilaksanakan mulai bulan 5 Februari 2015 seusai kegiatan belajar mengajar di ruang kelas II. Hal yang dibahas yakni meliputi materi, media, skenario pembelajaran sesuai dengan langkah pelaksanaan metode Fernald, dan penyusunan perangkat pembelajaran. Secara terperinci kegiatan perencanaan adalah sebagai berikut: a. Menentukan materi yang akan disampaikan Materi yang akan disampaikan disadur dari buku tematik Bahasa Indonesia Kurikulum 2006 dan LKS (lembar kerja siswa). Berdasarkan kedua buku tematik tersebut, peneliti bersama guru memilih kosa kata dan kalimat sederhana yang akan diajarkan sesuai dengan kemampuan siswa. Kosa kata yang diajarkan merupakan kata berpola tiga suku kata atau berimbuhan, kata dengan vokal rangkap atau diftong, dan kalimat sederhana. Di luar kosa kata atau kalimat sederhana yang telah ditentukan, materi lain merupakan materi pembelajaran umum di kelas. b. Menentukan media pendukung Media pendukung ini ditentukan mengacu pada penerapan metode Fernald. Media yang menghubungkan koordinasi visual (penglihatan), auditori (pendengaran), kinestetik (gerakan), dan tactil (perabaan).
74
Subjek dalam penelitian ini lebih cenderung kuat pada penerimaan sensori auditori dan taktil, namun sensori visual dan kinestetik tetap diberikan sebagai penguatan informasi. Mengupayakan kerja sensori visual, media yang akan digunakan yakni: lembar materi, kartu kata bergambar, dan kartu huruf dengan permukaan timbul. Kerja sensori auditori ditandai dengan suara guru dan siswa sendiri dalam mengucapkan kata. Kerja sensori kinestetik diupayakan gerakan tangan saat menuliskan huruf-huruf pada kertas, serta kerja tactil yang dilakukan dengan menelusuri permukaan huruf timbul. Siswa dominan kuat pada tactil dan auditori, maka kedua sensori tersebut diberikan secara berulang. Sensori satu dengan sensori lain dalam penerapan metode Fernald ini berfungsi sebagai penguatan informasi antarsensori. c. Menyusun langkah pembelajaran sesuai metode Fernald Langkah pembelajaran disusun berdasarkan acuan metode Fernald. Metode Fernald dalam penelitian ini dijabarkan dari empat langkah menjadi tujuh langkah tahapan pembelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan karakteristik siswa. Tujuan dilakukannya modifikasi dalam penerapan metode Fernald karena siswa memiliki kecenderungan kuat pada sensori visual dan taktil. Dalam hal ini sensori dari auditori dan kinestetik tetap diterapkan sebagai penguatan. Maka dari ini langkah pembelajaran
melalui
metode
Fernald
yang
dimaksudkan
agar
antarsensori saling memberikan penguatan informasi bagi anak. d. Penyusunan perangkat pembelajaran
75
Perangkat pembelajaran yang disusun meliputi: program pembelajaran individual, rancangan pembelajaran individual, dan perangkat evaluasi. Secara terperinci perangkat yang akan digunakan yakni sebagai berikut: 1) Program Pembelajaran Individual atau PPI PPI disusun untuk memperjelas guru mengetahui kemampuan awal dan tujuan yang akan dicapai. Pada PPI ini dicantumkan tujuan jangka pendek berdasarkan asesmen kemampuan awal siswa. Tujuan yang ditentukan merupakan kemampuan spesifik pada subjek dan keberhasilannya harus tercapai dalam penelitian ini. 2) Rancangan Pembelajaran Individual atau RPI Rancangan
pembelajaran
individual
ini
dikembangkan
dalam
menerapkan metode Fernald secara individual terhadap seorang siswa dalam kelas kluster. RPI dirancang karena secara individual siswa berkesulitan belajar memiliki kemampuan yang berbeda dibandingkan dengan teman sekelasnya. 3) Perangkat Evaluasi, yakni terdiri dari: Perangkat evaluasi pertama, yakni panduan observasi. Panduan observasi dirancang dua macam yakni observasi kinerja guru dan observasi
partisipasi
siswa.
Paduan
disusun
sesuai
langkah
pembelajaran yang telah disusun. Dalam panduan observasi termuat skoring penilaian dan keterangan pengamatan. Perangkat evaluasi kedua, yakni tes kemampuan membaca permulaan. Item tes disusun
76
berdasarkan materi yang telah diajarkan. Item tes tersebut berupa kosa kata dan kalimat sederhana yang telah diajarkan dalam pembelajaran. Indikator
keberhasilan
dan
kriteria
ketuntasan
minimal.
Indikator
keberhasilan dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan yang dilihat dari tes kemampuan membaca permulaan. Kriteria ketuntasan minimal menyesuaikan kriteria yang dipatok oleh guru kelas yakni 70. 2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I Tindakan
yang
diberikan
kepada
subjek
penelitian
berupa
pembelajaran Bahasa Indonesia pada tahap kemampuan membaca permulaan melalui penerapan metode Fernald. Adapun pelaksanaan tindakan dengan menggunakan metode Fernald adalah sebagai berikut: a. Pertemuan Pertama Siklus I
Kegiatan pelaksanan pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 07.30-08.40 dengan kegiatan sebagai berikut: 1) Kegiatan Pembuka
Guru melakukan penataan kelas, mempersiapkan perlengkapan pembelajaran, media dalam metode Fernald, berdoa bersama, menjelaskan pembelajaran hari ini menggunakan cara yang berbeda dari sebelumnya “lebih santai”. Guru menawarkan kontrak belajar, “Misal kamu mengerjakan tugas yang diminta oleh guru, kamu akan mendapatkan
cap
„smile
face‟,
setuju?”
kata
guru
sambil
memperlihatkan cap „tersenyum‟. Anak diam hanya melihat. 2) Kegiatan Inti
77
Guru mulai menerangkan tentang materi “ciri-ciri hewan dan tumbuhan”. Semua anak mendengarkan dengan baik. Hal ini guru memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dan anak melihatnya. Guru meminta anak membaca kata yang terdapat dalam bacaan. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya, namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilihnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. Anak dibimbing menelusuri huruf dengan jari telunjuknya serta mengucapkan dengan perlahan-lahan. Anak dibimbing blending yakni menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah dipelajari di atas kertas tanpa melihat teks. Anak mengecap lembar poin dengan cap smile face. 3) Kegiatan Penutup
Guru memberikan lembar berupa pola kata yang telah dipelajari untuk dibaca oleh anak. Anak membaca kalimat pada bacaan “batang tidak bercabang, daun untuk bungkus makanan, ciri tanaman pisang”. Pada pertemuan ini anak membaca dengan bantuan dari guru. Guru memberikan ucapan “bagus, dilanjutkan ya belajarnya, biar tambah pintar membaca”.
78
b. Pertemuan Kedua Siklus I
Kegiatan pelaksanan pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 3 Maret 2015 pukul 07.30-08.40 dengan kegiatan sebagai berikut: 1) Kegiatan Pembuka
Guru melakukan penataan kelas, mempersiapkan perlengkapan pembelajaran, media dalam metode Fernald, dan berdoa bersama. Guru mengingatkan kontrak belajar, “seperti kemarin, misal kamu mengerjakan tugas yang diminta oleh guru, kamu akan mendapatkan cap „smile face‟, siap ?” kata guru mengeluarkan cap „tersenyum‟. Anak menjawab “baik”. 2) Kegiatan Inti
Guru mulai menerangkan tentang materi “ciri-ciri hewan dan tumbuhan”. Semua anak mendengarkan dengan baik. Hal ini guru memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dan anak melihatnya. Guru meminta anak membaca kata yang terdapat dalam bacaan. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya, namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilihnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. Anak dibimbing menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya serta
79
mengucapkan dengan perlahan-lahan. Anak dibimbing blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah dipelajari di atas kertas tanpa melihat teks. Anak mengecap “smile face” pada lembar poin. 3) Kegiatan Penutup
Guru memberikan lembar berupa pola kata yang telah dipelajari untuk dibaca oleh anak. Anak membaca kalimat pada bacaan “berjalan lambat, punya cangkang, ciri hewan siput”. Pada pertemuan ini anak diberikan kesempatam membaca secara mandiri meskipun terdapat kesalahan dalam membaca, terutama pada /ng/ tengah. Guru memberikan ucapan “bagus, dilanjutkan ya belajarnya, biar tambah pintar membaca”. c. Pertemuan Ketiga Siklus I
Kegiatan pelaksanan pertemuan ketiga dilakukan pada tanggal 4 Maret 2015 pukul 07.30-08.40 dengan kegiatan sebagai berikut: 1) Kegiatan Pembuka Guru melakukan penataan kelas, mempersiapkan perlengkapan pembelajaran, media dalam metode Fernald, dan berdoa bersama. Guru mengingatkan kontrak belajar, “seperti kemarin, kamu akan mendapatkan cap „smile face’ kata guru sambil mengeluarkan cap „tersenyum‟. Anak memegang smile face dengan tersenyum. 2) Kegiatan Inti
80
Guru mulai menerangkan tentang cerita “akibat terlalu rakus”. Semua anak mendengarkan dengan baik. Guru memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dan anak melihatnya. Guru meminta anak membaca kata yang terdapat dalam bacaan. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya, namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilihnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. Anak dibimbing menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya serta mengucapkan dengan perlahan-lahan. Anak dibimbing blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah dipelajari di atas kertas tanpa melihat teks. Anak mengecap buku poinnya dengan smile face. 3) Kegiatan Penutup Guru memberikan lembar berupa kalimat sederhana dalam teks yang telah dipelajari tadi untuk dibaca oleh anak. Anak membaca kalimat pada bacaan “sore itu kancil minum di danau, tiba-tiba singa dan harimau melompat, dari balik semak-semak”. Kemampuan membaca permulaan subjek juga baik. Pada pertemuan ini subjek membaca
81
tanpa bantuan guru. Guru memberikan ucapan “bagus, kamu sudah dapat membaca yang panjang-panjang”. d. Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I
Tes kemampuan membaca permulaan siklus I dilaksanakan pasca tindakan siklus I. Tes ini terlaksana pada tanggal 5 Maret 2015 pukul 08.50-09.20. Dalam pertemuan ini hasil belajar siswa diukur untuk mengetahui pencapaian siswa dalam peningkatan kemampuan membaca permulaan membaca melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster. Guru memberikan soal tes kepada siswa. Peneliti mencatat ketrampilan subjek dalam membaca. E. Deskripsi Data Hasil Tindakan Siklus I
1. Deskripsi Data Observasi Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran
Membaca Permulaan Siklus I Peningkatan
dalam
penelitian
ini
diharapkan
juga
mampu
membentuk keaktifan siswa dalam berpartisipasi dalam pembelajaran. Dalam pelaksanaan tindakan siklus I, diketahui secara bertahap partisipasi siswa mengalami peningkatan. Pertemuan pertama subjek kurang dapat berpartisipasi sehingga nilai yang diperoleh yakni 50,00 dengan kategori kurang. Memasuki pertemuan kedua subjek mencoba berpartisipasi melaksanakan tugas dari guru sehingga mencapai nilai 78,33 dengan kategori baik. Pada pertemuan ketiga subjek telah dapat membiasakan diri untuk sehingga mendapat nilai 83,33 dengan kategori baik. Pertemuan demi pertemuan guru mengupayakan subjek untuk berpartisipasi dalam
82
pembelajaran, sehingga skor partisipasi subjek meningkat. Berikut tabel yang menggambarkan hasil observasi partisipasi subjek. Tabel 11. Data Partisipasi Anak Berkesulitan Belajar Kelas II dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Fernald Siklus I Pertemuan
Pertama Kedua Ketiga
Skor Total
Skor Dicapai
Nilai Partisipasi
Kategori
60
45 47 50
75,00 78,33 83,33
Baik Baik Baik
Tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan dari waktu ke waktu untuk partisipasi subjek dalam pembelajaran membaca permulaan yakni dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga. Upaya peningkatan partisipasi siswa dilakukan oleh guru dengan selalu memberikan pujian secara langsung terhadap kemauan untuk berpartisipasi dan keberhasilan subjek dalam melakukan tugas yang diminta guru. 2. Deskripsi Data Observasi Kinerja Guru dalam Pengajaran Membaca
Permulaan Siklus I Pada tahap persiapan pembelajaran, pada awal pertemuan guru masih memerlukan bantuan dari peneliti untuk melakukan persiapan. Namun dalam inti pelaksanaannya tetap berjalan sesuai dengan rencana yang telah disepakati. Setting dan persiapan pembelajaran terlaksana sesuai rencana. Pelaksanaan inti pembelajaran membaca permulaan berjalan dengan pelan namun tetap secara prosedural, guru melaksanakan sesuai dengan langkah pembelajaran. Guru memberikan tindakan membaca permulaan melalui metode Fernald dengan memanfaatkan media yang telah
83
dipersiapkan. Berikut tabel yang menggambarkan hasil observasi kinerja guru dalam pengajaran membaca permulaan: Tabel 12. Data Kinerja Guru dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Fernald Siklus I Pertemuan
Pertama Kedua Ketiga
Skor Total
Skor Dicapai
Nilai Kinerja
Kategori
60
49 51 54
81,67 85,00 90,00
Baik Baik Amat Baik
Tabel di atas menunjukkan bahwa skor kinerja guru dalam pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald berbeda-beda. Pertemuan pertama guru mencapai kinerja 81,67 dengan kategori baik. Pertemuan kedua guru mencapai kinerja 85,00 dengan kategori baik. Pertemuan ketiga guru mencapai kinerja 90,00 dengan kategori amat baik. Kinerja guru dapat dilihat mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, yakni dari pertemuan pertama, kedua, hingga ketiga. 3. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I
Berdasarkan post tes kemampuan membaca permulaan siklus I yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan nilai setiap indikator yakni: membaca suku kata mencapai 76,67; membaca kata mencapai 61,67; dan membaca kalimat sederhana mencapai 63,33. Keberhasilan yang dicapai subjek dalam tindakan siklus 1 secara keseluruhan yakni 68,00. Pencapaian subjek terdapat peningkatan dari pre tes tindakan, namun nilai saat siklus I ini masih di bawah kriteria ketuntasan minimal atau KKM yang telah
84
ditentukan yakni 70,00. Berikut ini tabel hasil kemampuan membaca permulaan post tes siklus I. Tabel 13. Hasil Post Tes I Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I N o 1. 2. 3.
Indikator Membaca suku kata Membaca kata Membaca kalimat sederhana Keseluruhan indikator
Total Skor Soal 60 60 30 150
Total Skor Tercapai 46 37 19 102
Pencapaian Nilai 76,67 61,67 63,33 68,00
Kategori Pencapaian Baik Cukup Cukup Cukup
Berdasarkan analisis hasil post tes siklus 1 oleh subjek terdapat beberapa hal yang diidentifikasi sebagai kesalahan membaca. Subjek membaca suku kata dengan benar namun belum dapat melakukan blending menjadi kata utuh. Subjek membaca /menangkap/ menjadi /mekap/. Subjek menghilangkan suku kata tengah /nang/, sehingga kata utuh hanya terbaca bagian depan dan belakang /me-kap/. Subjek dalam blending suku kata masih dengan bantuan guru. Salah membaca kata /kegiatan/ menjadi /getan/ meskipun dengan bantuan guru, hal ini terlihat subjek melupakan suku kata depan. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah. Kesalahan membaca suku kata dengan pola berulang, misal dalam kata /menggigit/ terdapat dua kata berpola /gi/. Subjek hanya membaca sekali yakni pola yang terakhir yakni menjadi bunyi kata /me-git/. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Secara umum dapat diketahui bahwa kesalahan membaca permulaan pada subjek yakni berupa
85
penghilangan suku kata dalam susunan kata utuh. Berikut gambar yang menampilkan deskripsi hasil yang diperoleh subjek dalam siklus I. 100 90 80
76,67
70
61,67
63,33
60 Skor 50 40 30 20 10 0 Membaca Suku Kata
Membaca Kata
Membaca Kalimat Sederhana Indikator Kemampuan Membaca Permulaan
Gambar 3. Histogram Hasil Post Tes I Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I F. Pembahasan Hasil Tindakan Siklus I
Berdasarkan hasil kemampuan membaca permulaan post tes siklus I yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan nilai dari maksimal setiap indikator yakni: membaca suku kata mencapai 76,67; membaca kata mencapai 61,67; dan membaca kalimat sederhana mencapai 63,33. Keberhasilan yang dicapai subjek secara keseluruhan yakni 68,00 dengan kategori pencapaian “cukup” (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103). Pencapaian subjek dinilai cukup namun masih di bawah kriteria ketuntasan minimal atau KKM. Berikut tabel peningkatan hasil tes kemampuan membaca permulaan pada siklus I:
86
Tabel 14. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I No 1. 2. 3.
Indikator Membaca Permulaan
Nilai Pre Tes
Membaca suku kata Membaca kata Membaca kalimat sederhana Keseluruhan indikator
46,67 43,33 53,33 46,67
Nilai Post Tes I 76,67 61,67 63,33 68,00
Peningkatan (Post Tes I– Pre Tes) 30,00 18,34 10,00 21,33
Persentase Peningkatan 64% 42% 19% 46%
Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil kemampuan membaca permulaan post tes I dibandingkan dengan hasil pre tes tindakan terdapat peningkatan sebesar 46% atau selisih nilai sebesar 21,33 dari nilai sebesar 46,67 menjadi 68,00. Secara terperinci dalam peningkatan membaca suku kata yakni sebesar 64% atau selisih nilai 30 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 76,67. Peningkatan membaca kata yakni sebesar 42% atau selisih nilai sebesar 18,34 dari kemampuan awal 43,33 menjadi 61,67. Peningkatan membaca kalimat sederhana yakni sebesar 19% atau selisih nilai sebesar 10 dari kemampuan awal 53,33 menjadi 63,33. Berikut gambar yang menampilkan isian di atas: 100 90 80
76,67
70
61,67
60 Skor 50
63,33 53,33
46,67
43,33
40
Hasil Pre Tes
30
Hasil Post Tes Siklus I
20 10
64%
42%
19%
0 Membaca Suku Membaca Kata Kata
Membaca Kalimat Sederhana Indikator Kemampuan Membaca Permulaan
Gambar 4. Histogram Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I 87
Berdasarkan uraian hasil peningkatan tindakan siklus I di atas dapat diketahui bahwa terdapat keberhasilan dalam penerapan metode Fernald. Nilai observasi partisipasi siswa dalam pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald mencapai kriteria baik. Nilai observasi kinerja guru dapat diketahui bahwa guru telah mampu menggunakan metode Fernald dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan kategori kinerja amat baik. Melalui post tes kemampuan membaca permulaan dapat diketahui bahwa terdapat keberhasilan dalam pencapaian nilai tes yakni subjek mampu membaca suku kata mencapai 76,67; membaca kata mencapai 61,67; dan membaca kalimat sederhana mencapai 63,33. Keberhasilan yang dicapai subjek dalam tindakan siklus 1 secara keseluruhan yakni 68,00 dengan kategori penguasaan „cukup‟. Peningkatan kemampuan membaca permulaan mencapai 21,33. Secara umum tindakan siklus I telah meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas II namun nilai peningkatannya belum mencapai kriteria keberhasilan yang diharapkan. G. Refleksi Hasil Tindakan Siklus I
Berdasarkan pelaksanaan tindakan dan post tes I, peneliti dan guru melakukan evaluasi bersama terkait dengan proses pembelajaran membaca dan perolehan hasil tes pada subjek. Melalui tindakan penerapan metode Fernald hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas II yang diberi tindakan berupa penerapan metode Fernald dengan kriteria ketuntasan minimal atau KKM yakni sebesar 70. Keseluruhan pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan
88
melalui metode Fernald pada siklus I dapat berjalan dengan lancar ada beberapa hal positif yang muncul ketika diterapkannya metode Fernald dalam pembelajaran membaca permulaan pada pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu: a.
Siswa menjadi lebih aktif berpartisipasi secara intensif oleh guru pembimbing khusus dalam pembelajaran membaca permulaan dalam kelas inklusi kluster.
b.
Penggunaan reinforcement positive oleh guru setelah pembelajaran usai membuat siswa menunjukkan peningkatan partisipasinya dalam kegiatan pembelajaran.
c.
Siswa merasa lebih percaya diri sehingga menunjukkan kemauan untuk membaca
sehingga
cukup
mempengaruhi
adanya
peningkatan
kemampuan siswa dalam membaca permulaan. d.
Adanya peningkatan sikap siswa terhadap materi bacaan, sikap siswa yang berani mencoba dan tidak lagi menolak ketika diminta membaca. Selain beberapa hal positif di atas, pelaksanaan tindakan I terdapat
kendala-kendala yang dialami siswa selama proses pembelajaran membaca permulaan menggunakan metode Fernald. Hal ini diindikasikan menjadi penyebab belum maksimalnya pelaksanaan tindakan. Berdasarkan hasil observasi, kendala-kendala yang dialami siswa adalah sebagai berikut: a.
Siswa dalam menggunakan media huruf timbul tergesa-gesa, akibatnya media kartu mudah tercecer sehingga membuang waktu bagi subjek untuk fokus pada pembelajaran membaca.
89
b.
Siswa tidak segera mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru karena memperhatikan teman sebayanya di luar kluster yang sedang bercakapcakap saat pembelajaran berlangsung.
c.
Cap “smile face” yang dipegang siswa terkadang untuk mainan ketika pembelajaran berlangsung sehingga mengganggu aktivitas belajar.
d.
Konteks bacaan dalam membaca kalimat belum muncul, sehingga siswa cenderung membaca kata bukan membaca kalimat utuh. Peneliti dan guru kolaborator merencanakan perbaikan dan tindakan
untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi pada siklus I. Perbaikan tindakan dilakukan dengan beberapa tindakan untuk siklus II untuk mengatasi kendala yang muncul pada siklus I meliputi: a.
Kartu huruf timbul ditempelkan pada satu papan, sehingga tidak tercecer ketika digunakan pada pembelajaran.
b.
Pemberian reinforcement positive segera setelah siswa melaksanakan tugas yang diminta guru.
c.
Cap “smile face” yang dipegang oleh guru, sehingga pemberian cap hanya dilakukan oleh guru ketika pembelajaran telah usai.
d.
Penegasan konteks bacaan secara berulang untuk menguatkan siswa membaca kesatuan kalimat. Kemampuan membaca permulaan subjek setelah tindakan (post tes I)
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kemampuan awal siswa (pre tes). Namun pada siklus I dinyatakan belum optimal karena hasil tes kemampuan membaca permulaan subjek belum mencapai kriteria ketuntasan
90
minimal atau KKM yang telah ditentukan yakni sebesar 70. Melalui deskripsi refleksi di atas, tidak diperlukan modifikasi untuk pembelajaran pada siklus II. Namun perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran sesuai dengan adanya kendala yang muncul pada tindakan siklus I. H. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Kegiatan pada siklus II terdiri dari 3 kali pertemuan. Satu kali pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran, 1 jam pelajaran terdiri dari 35 menit. Tindakan yang dilakukan meliputi kegiatan perencanaan, tindakan observasi, dan refleksi. Tindakan yang dilakukan yakni pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald. Pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan menyatu dalam aspek membaca pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Keseluruhan tindakan pembelajaran membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar dilaksanakan oleh guru pembimbing khusus. Pada pelaksanaan tindakan ini dilakukan perbaikan dari tindakan sebelumnya. 1. Perencanaan Tindakan Siklus II Rencana untuk tindakan siklus II adalah perbaikan pembelajaran. Perbaikan tindakan yang dilakukan untuk siklus II adalah sebagai berikut: a.
Media dalam pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald sudah tidak lagi menggunakan huruf timbul kecuali apabila siswa mengalami kesalahan kembali mengidentifikasi huruf.
b.
Materi pembelajaran membaca permulaan merupakan teks bacaan yang sama dengan materi pada anak reguler. Hal ini dimaksudkan agar bacaan subjek sesuai konteks materi ajar kelas II
.
91
c.
Cap reward yang memegang dan memberikan cap adalah guru, cap diberikan saat sesi khusus pembelajaran membaca hampir usai yakni pada tahap penutup pembelajaran.
d.
Penegasan konteks bacaan secara berulang untuk menguatkan kemampuan siswa dalam membaca kalimat.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan dengan menggunakan metode Fernald adalah sebagai berikut : a. Pertemuan Pertama Siklus II
Kegiatan pelaksanan pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 07.30-08.40 dengan kegiatan sebagai berikut: 1) Kegiatan Pembuka Guru melakukan penataan kelas, mempersiapkan perlengkapan pembelajaran, media dalam metode Fernald, dan berdoa bersama. Guru mengingatkan kontrak belajar, “seperti kemarin, misal kamu mengerjakan tugas yang diminta oleh guru, kamu akan mendapatkan cap „smile face‟, setuju ?” kata guru sambil memperlihatkan cap „tersenyum‟. Tanpa penolakan anak menjawab “iya, baik”. 2) Kegiatan Inti Guru mulai menerangkan tentang materi “bermain di lingkungan rumah”. Semua anak mendengarkan dengan baik. Hal ini guru memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dan anak melihatnya. Guru meminta anak membaca kata yang terdapat dalam
92
bacaan. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya, namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilihnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. Anak dibimbing menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya serta mengucapkan dengan perlahan-lahan. Anak dibimbing blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah dipelajari di atas kertas tanpa melihat teks. 3) Kegiatan Penutup Guru memberikan lembar berupa pola kata yang telah dipelajari untuk dibaca oleh anak. Anak membaca “liburan telah usai, Beni bermain bersama Tiur dan Ibu, Tiur adalah kakak Beni”. Guru memberikan ucapan “dibandingkan kemarin, sekarang kamu tambah pinter”. Guru memberikan “smile face” pada lembar cap. b. Pertemuan Kedua Siklus II
Kegiatan pelaksanan pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 17 Maret 2015 pukul 07.30-08.40 dengan kegiatan sebagai berikut: 1) Kegiatan Pembuka
93
Guru melakukan penataan kelas, mempersiapkan perlengkapan pembelajaran, media dalam metode Fernald, dan berdoa bersama. Guru mengingatkan kontrak belajar, “seperti kemarin, misal kamu mengerjakan tugas yang diminta oleh guru, kamu akan mendapatkan cap „smile face‟, setuju ?” kata guru sambil memperlihatkan cap „tersenyum‟. Tanpa penolakan anak menjawab “iya, baik”. 2) Kegiatan Inti Guru mulai menerangkan tentang materi “kegiatan minggu pagi”. Semua
anak
mendengarkan
dengan
baik.
Hal
ini
guru
memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dan anak melihatnya. Guru meminta anak membaca kata yang terdapat dalam bacaan. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya, namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilihnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. Anak dibimbing menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya serta mengucapkan dengan perlahan-lahan. Anak dibimbing blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah dipelajari di atas kertas tanpa melihat teks.
94
3) Kegiatan Penutup Guru memberikan lembar berupa pola kata yang telah dipelajari untuk dibaca oleh anak. Anak membaca “kegiatan minggu pagi, ibu sedang memasak makanan, aku dan kakak membuat bangun berbentuk bak”. Guru memberikan ucapan “sekarang kamu pinter ya, dilanjutkan besok”. Guru memberikan “smile face” pada lembar cap. c. Pertemuan Ketiga Siklus II
Kegiatan pelaksanan pertemuan ketiga dilakukan pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 07.30-08.40 dengan kegiatan sebagai berikut: 1) Kegiatan Pembuka Guru melakukan penataan kelas, mempersiapkan perlengkapan pembelajaran, media dalam metode Fernald, dan berdoa bersama. Guru mengingatkan kontrak belajar, “seperti kemarin, misal kamu mengerjakan tugas yang diminta oleh guru, kamu akan mendapatkan cap „smile face‟, setuju ?” kata guru sambil memperlihatkan cap „tersenyum‟. Tanpa penolakan anak menjawab “iya, baik”. 2) Kegiatan Inti Guru mulai menerangkan tentang materi “gagak yang sombong”. Semua
anak
mendengarkan
dengan
baik.
Hal
ini
guru
memperkenalkan teks bacaan yang akan dipelajari dan anak melihatnya. Guru meminta anak membaca kata yang terdapat dalam bacaan. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya,
95
namun masih dalam pola yang telah ditetapkan. Anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilihnya. Langkah ini diharapkan anak dapat mengetahui struktur huruf yang terdapat dalam kata. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul dengan pengucapan huruf yang benar. Anak dibimbing menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya serta mengucapkan dengan perlahan-lahan. Anak dibimbing blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata yang benar. Anak dibimbing untuk menuliskan kata yang telah dipelajari di atas kertas tanpa melihat teks. 3) Kegiatan Penutup Guru memberikan lembar berupa pola kata yang telah dipelajari untuk dibaca oleh anak. Anak membaca “gagak tinggal di hutan, gagak melihat rumah agak gelap, cobalah menyanyi”. Guru memberikan ucapan “tidak apa-apa salah, kamu membacanya sudah cukup baik”. Guru memberikan “smile face” pada lembar cap. d. Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II
Tes kemampuan membaca permulaan siklus II dilaksanakan pasca tindakan siklus II. Tes ini terlaksana pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 08.50-09.20. Dalam pertemuan ini hasil belajar siswa diukur untuk mengetahui pencapaian siswa dalam peningkatan kemampuan membaca permulaan membaca melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster. Guru memberikan soal tes kepada siswa. Peneliti mencatat
96
ketrampilan subjek dalam membaca. Pada tes kemampuan membaca permulaan siklus II ini, peneliti dibantu oleh mahasiswa PLB angkatan 2012 yang sedang menempuh praktik di SD N Bangunrejo 2 untuk mengamati secara langsung kemampuan akhir subjek dari penelitian ini. e. Wawancara dengan Guru Kelas dan Guru Khusus
Wawancara dilaksanakan pada tanggal 20-21 Maret 2015 pada jam 13.00 yakni waktu setelah pulang sekolah di ruang kelas II SD N Bangunrejo 2. Wawancara ini dilaksanakan terkait dengan tanggapan guru kelas dan guru khusus setelah diterapkannya metode Fernald dalam pembelajaran membaca permulaan dalam model kelas inklusi kluster. Wawancara ini terdapat tiga indikator pertanyaan terkait model kelas inklusi kluster yakni:
(1)
dukungan
pembelajaran
di
kelas,
(2)
pengajaran
tertindividualisasi, dan (3) pelaksanaan kolaborasi guru khusus dengan guru kelas. Indikator 1 ditanyakan kepada guru kelas, indikator 2 ditanyakan kepada guru khusus, sedangkan indikator 3 ditujukan baik kepada guru kelas maupun guru khusus. I. Deskripsi Data Hasil Tindakan II
1. Deskripsi Data Observasi Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran
Membaca Permulaan Siklus II Peningkatan
dalam
penelitian
ini
diharapkan
juga
mampu
membentuk keaktifan siswa dalam berpartisipasi dalam pembelajaran. Dalam pelaksanaan tindakan siklus II, diketahui secara bertahap partisipasi siswa mengalami peningkatan. Pertemuan pertama subjek kurang dapat
97
berpartisipasi sehingga nilai yang diperoleh yakni 86,67 dengan kategori amat baik. Memasuki pertemuan kedua subjek mencoba berpartisipasi melaksanakan tugas dari guru sehingga mencapai nilai 88,33 dengan kategori amat baik. Pada pertemuan ketiga subjek telah dapat membiasakan diri untuk sehingga mendapat nilai 90,00 dengan kategori amat baik. Pertemuan demi pertemuan guru mengupayakan subjek untuk berpartisipasi dalam pembelajaran, sehingga nilai partisipasi subjek meningkat. Berikut tabel yang menggambarkan hasil observasi partisipasi subjek: Tabel 15. Data Partisipasi Anak Berkesulitan Belajar Kelas II dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Fernald Siklus II Pertemuan
Pertama Kedua Ketiga
Skor Total
Skor Dicapai
Nilai Partisipasi
60
52 53 54
86,67 88,33 90,00
Kategori
Amat Baik Amat Baik Amat Baik
Tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan partisipasi subjek dalam pembelajaran membaca permulaan dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga. Upaya peningkatan partisipasi dilakukan oleh guru dengan selalu memberikan pujian secara langsung terhadap kemauan dan keberhasilan subjek dalam membaca. 2. Deskripsi Data Observasi Kinerja Guru dalam Pengajaran Membaca
Permulaan Siklus II Pada tahap persiapan pembelajaran, pada awalnya guru melakukan persiapan tanpa bantuan peneliti. Pelaksanaan berjalan sesuai dengan rencana yang telah disepakati. Setting dan persiapan pembelajaran terlaksana sesuai rencana. Pelaksanaan inti pembelajaran membaca
98
permulaan berjalan tetap dengan pelan-pelan secara prosedural, guru melaksanakan sesuai dengan langkah pembelajaran. Guru memberikan tindakan pada membaca permulaan melalui metode Fernald dengan memanfaatkan media yang telah dipersiapkan. Berikut tabel yang menggambarkan hasil observasi kinerja guru. Tabel 16. Data Kinerja Guru dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Fernald Siklus II Pertemuan
Pertama Kedua Ketiga
Skor Total
Skor Dicapai
Nilai Kinerja
Kategori
60
56 56 57
93,33 93,33 95,00
Amat Baik Amat Baik Amat Baik
Tabel di atas menunjukkan bahwa skor kinerja guru dalam pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald berbeda-beda. Pertemuan pertama guru mencapai kinerja 93,33 dengan kategori amat baik. Pertemuan kedua guru mencapai kinerja 93,33 dengan kategori amat baik. Pertemuan ketiga guru mencapai kinerja 95,00 dengan kategori amat baik. Skor kinerja guru dapat dilihat mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, yakni dari pertemuan pertama dan kedua, kenaikan kembali pada pertemuan ketiga. 3. Deskripsi Hasil Post Tes II Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II
Berdasarkan post tes II kemampuan membaca permulaan siklus II yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan nilai setiap indikator yakni: membaca suku kata mencapai 96,67; membaca kata mencapai 93,33; dan membaca kalimat sederhana mencapai 96,67. Keseluruhan indikator yang
99
dicapai oleh subjek yakni 95,33 dengan kategori sangat baik. Berikut ini tabel hasil post tes II kemampuan membaca permulaan siklus II. Tabel 17. Hasil Post Tes II Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II N o 1. 2. 3.
Indikator Membaca suku kata Membaca kata Membaca kalimat sederhana Keseluruhan indikator
Total Skor Soal 60 60 30 150
Skor Tercapai
Pencapaian Nilai
Kategori Pencapaian
58 56 29 143
96,67 93,33 96,67 95,33
sangat baik sangat baik sangat baik sangat baik
Melalui tabel di atas dapat dapat diketahui bahwa terdapat satu indikator yakni blending kata merupakan capaian skor terendah. Capaian blending suku kata dan kalimat sederhana oleh subjek telah mencapai 96,67. Secara keseluruhan pencapaian subjek dalam membaca permulaan apabila diratarata mencapai 95,33. Berikut ini gambar yang menampilkan hasil kemampuan membaca permulaan post tes siklus II: 100
96,67
93,33
96,67
Membaca Suku Kata
Membaca Kata
Membaca Kalimat Sederhana
90 80 70 60
Skor 50 40 30 20 10 0
Indikator Kemampuan Membaca Permulaan
Gambar 5. Histogram Hasil Post Tes II Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II
100
Berdasarkan analisis hasil post tes II pada subjek terdapat beberapa hal yang diidentifikasi sebagai kesalahan membaca. Kesalahan yang dapat diidentifikasi dari hasil post test siklus II terdapat dua macam. Pertama, subjek melakukan kesalahan membaca suku kata yang berulang. Hal tersebut seperti dapat dilihat dari kata /menggigit/, terdapat /ng/ tengah dan dua suku kata berulang /gi/. Namun subjek hanya membaca sekali sehingga kata yang muncul adalah kata bagian depan dan belakang yakni /me-git/. Kedua, subjek melakukan kesalahan dalam membaca kata yang memiliki pola /ny/ rangkap dan /ng/ tengah dengan tiga suku kata atau lebih. Pola kata di atas perlu diberikan tindakan perbaikan pembelajaran selanjutnya. 4. Deskripsi Hasil Wawancara dengan Guru Kelas dan Guru Khusus
Terkait setting pelaksanaan metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster dijelaskan dalam hasil wawancara. Wawancara dilaksanakan dengan tidak terstruktur namun didasarkan pada garis besar data yang hendak diperoleh. Data yang diperoleh merupakan tanggapan guru mengenai pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster yakni sebagai berikut: a. Wawancara dengan guru kelas terkait dukungan pembelajaran di kelas secara umum dapat diketahui beberapa hal penting terkait dengan pengajaran membaca. Bantuan yang diberikan guru kelas kepada anak berkesulitan belajar terutama dalam pembelajaran membaca pada pelajaran Bahasa Indonesia yakni dengan menerapkan tutor sebaya. Tutor sebaya dilaksanakan saat guru pembimbing khusus tidak serta dalam
101
pembelajaran berlangsung di kelas. Melalui tutor sebaya ini dapat membantu guru kelas dalam menangani kesulitan membaca pada anakanak berkesulitan belajar. Namun tutor sebaya oleh guru dinilai sebagai hal
yang dikhawatirkan mengganggu
teman (tutor) pada
saat
pembelajaran berlangsung. Di luar bantuan tutor sebaya, guru kelas mendukung pembelajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar yakni melalui pembacaan teks bacaan secara bersama-sama oleh semua anak di kelas. Dampak dalam keberagaman anak kelas II, selain kedua anak ber kesulitan belajar terdapat juga anak yang lancar dalam membaca. Kesenjangan dari kemampuan anak di kelas II ini cukup terlihat pada kedua anak berkesulitan belajar, satu anak diam tidak membaca dikarenakan kebingungan menandai bacaan yang sedang dibaca teman sekelas, sedangkan satu anak yang lain menirukan bunyi bacaan dari teman sekelas tanpa melihat bacaan. Hal ini dikatakan oleh guru kelas sebagai tantangan dalam melayani ketidakmampuan membaca pada kedua anak berkesulitan belajar tersebut. Upaya guru kelas dalam membangun suasana positif dengan adanya kemampuan membaca rendah pada anak berkesulitan belajar yakni memberikan pujian saat anak mampu menulis satu kata di papan tulis (depan kelas) meskipun dengan bantuan guru mengejakan huruf. Guru kelas juga memberikan waktu tambahan saat anak belum selesai dalam mengerjakan tugas. Cara guru kelas memberikan dukungan bagi anak berkesulitan belajar pada pembelajaran membaca di luar pengajaran dari guru khusus yakni
102
membantu siswa dengan pengejaan suku kata yang jelas. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mandiri untuk menulis, namun secara khusus guru kelas tidak menangani aspek membaca. Pendapat guru kelas mengenai metode Fernald dalam mendukung pembelajaran membaca di kelas inklusi kluster cukup baik. Setiap metode oleh guru dikatakan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode Fernald bagi anak berkesulitan belajar mungkin akan berdampak baik bagi kemampuan membaca mereka. Namun pelaksanaan metode Fernald dalam kelas kluster oleh guru dikatakan perlu selalu diberikan pembimbingan dari guru khusus. Guru menyatakan bahwa Fernald sebagai metode membaca yang khusus yang perlu didampingi guru khusus apabila pelaksanaannya perlu sistematis dari semua indera (visual, auditori, taktil, dan kinestetik). Namun apabila pelaksanaannya cukup melalui visual dan auditori, guru kelas dapat melaksanakannya. b. Wawancara dengan guru khusus terkait pengajaran terindividualisasi diperoleh beberapa temuan dalam pembelajaran membaca. Metode Fernald membantu guru khusus dalam mempermudah pengajaran membaca bagi anak. Secara individual dapat terlaksana dengan baik dan cukup efektif, namun tidak untuk klasikal. Cara guru khusus menerapkan pengajaran membaca melalui metode Fernald yang akomodatif bagi kedua anak dalam kluster yakni penanganan secara bergantian. Satu anak dibimbing setelah membimbing anak lainnya, sehingga anak yang sedang tidak dibimbing dapat mencoba bacaan yang lain. Guru khusus tidak
103
merasakan kendala yang berta dalam pengajaran membaca melalui metode Fernald pada anak berkesulitan belajar secara terindividualisasi. Cara guru khusus menandai perkembangan kemampuan setiap anak berkesulitan belajar yakni dengan catatan setiap pengajaran. Peningkatan yang diperoleh pada saat ini sebagai bahan awal untuk bahan pengajaran selanjutnya. c. Temuan yang diperoleh dari wawancara dengan guru pembimbing khusus dengan guru kelas secara umum dapat diketahui beberapa hal terkait
pelaksanaan
kolaborasi.
Pelaksanaan
kolaborasi
dalam
perencanaan pembelajaran membaca pada anak berkesulitan belajar memang sebelumnya kurang. Guru khusus datang dan langsung mengikuti pembelajaran untuk membimbing anak dalam kelas kluster. Guru kelas dan guru khusus belum melakukan perencanaan pengajaran membaca, hal ini sebagai kendala karena keterbatasan waktu yang dimiliki guru khusus. Sistem inklusi di sekolah masih terlalu fleksibel, di mana kelas membutuhkan guru khusus maka ia membantu. Terdapat tiga guru khusus di sekolah untuk menangani ABK dari kelas I hingga kelas VI. Sebagai dampaknya dalam pelaksanaan penanganan membaca pada anak berkesulitan belajar guru khusus secara langsung menangani di kelas kluster. Di luar ini, pengajaran remedial dan pull out bukan cara penanganan ABK di sekolah ini. Sistem pengajaran pull out pernah sesuai dengan jadwal, namun sistem tersebut saat ini sudah tidak lagi dilaksanakan oleh guru. Secara khusus evaluasi perkembangan membaca
104
pada anak berkesulitan belajar tidak dilaksanakan. Guru kelas menegaskan bahwa kemampuan membaca anak diperlukan untuk semua mata pelajaran “semua ada membacanya”. Guru kelas yang berpedoman pendekatan
tematik
ini
memberikan
keleluasaan
anak
untuk
mengusahakan belajar membaca sendiri. Hal ini menjadi „sedikit alasan‟ adanya kelambatan perkembangan membaca pada anak berkesulitan belajar.
Namun
guru
kelas
cukup
pandai
dalam
menyiasati
ketidakmampuan membaca pada anak, yakni dengan metode tutor sebaya atau guru secara klasikal membacakan teks. Pelaksanaan evaluasi perkembangan membaca di dalam kelas terakumulasi dalam evaluasi pelajaran Bahasa Indonesia. Perkembangan membaca merupakan catatan tersendiri dari guru khusus. Peran guru kelas lebih banyak membantu mengejakan saat pembelajaran menulis. Tanggapan bersama terkait penerapan metode Fernald dalam kelas kluster, cukup memudahkan bagi guru dalam kolaborasi menangani kesulitan membaca pada anak berkesulitan belajar. Secara spesifik guru khusus dapat menilai perkembangan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar tanpa penambahan waktu pembelajaran ataupun pull out dari ruang kelas inklusi. Pendapat guru mengenai pembelajaran membaca melalui metode Fernald yang telah diterapkan dalam kelas kluster. Secara umum dapat diperoleh informasi bahwa metode Fernald dapat diterapkan dalam pembelajaran kluster di kelas II. Penerapan metode Fernald khusus
105
diberikan oleh guru pendamping khusus. Alasannya guru kelas akan tetap mengajar anak reguler yang tidak mengalami kesulitan belajar. J. Pembahasan Hasil Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil tes kemampuan membaca permulaan siklus I yang telah dilakukan, dapat diketahui skor ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan skor dari maksimal setiap indikator yakni: membaca suku kata mencapai 96,67; membaca kata mencapai 93,33; dan membaca kalimat sederhana mencapai 96,67. Keberhasilan yang dicapai subjek secara keseluruhan yakni 95,33 dengan kategori pencapaian “sangat baik”. Hal ini subjek telah mencapai kriteria ketuntasan minimal atau KKM. Berikut tabel peningkatan hasil tes kemampuan membaca permulaan pada siklus II: Tabel 18. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II No 1. 2. 3.
Indikator Membaca Permulaan Membaca suku kata Membaca kata Membaca kalimat sederhana Keseluruhan indikator
Nilai Pre Tes
Nilai Post Tes II
Peningkatan (Post Tes II– Pre Tes)
Persentase Peningkatan
46,67 43,33 53,33 46,67
96,67 93,33 96,67 95,33
50,00 50,00 43,34 48,69
107% 115% 81% 104%
Hasil kemampuan membaca permulaan post tes II dibandingkan dengan hasil pre tes terdapat peningkatan sebesar persentase 104% atau selisih nilai sebesar 47,78 dari skor 46,67 menjadi 95,33. Secara terperinci terdapat peningkatan membaca suku kata mencapai 107 % atau selisih nilai 50,00 dari pre tes sebesar 46,67 menjadi 96,67 pada post tes II. Peningkatan membaca kata mencapai 115% atau selisih nilai 50,00 dari pre tes sebesar 43,33 menjadi 93,33 pada post tes II. Peningkatan menbaca kalimat sederhana dari pre tes 106
sebesar 81% atau selisih nilai sebesar 43,34 dari 53,33 menjadi 96,67 pada post tes II. Di bawah ini gambar yang menyajikan peningkatan hasil post tes kemampuan membaca permulaan pada siklus II. 100
96,67
93,33
96,67
90 80 70 60 Skor 50
53,33 46,67
43,33
40
Hasil Pre Tes
30
Hasil Post Tes Siklus II
20 10
107%
115%
81%
0 Membaca Suku Membaca Kata Kata
Membaca Kalimat Sederhana Indikator Kemampuan Membaca Permulaan
Gambar 6. Histogram Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II
Berdasarkan hasil peningkatan tindakan siklus II di atas dapat diketahui bahwa terdapat keberhasilan dalam penerapan metode Fernald. Melalui nilai observasi partisipasi siswa dalam pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald mencapai kriteria amat baik. Skor observasi kinerja guru dapat diketahui bahwa guru telah mampu menggunakan metode Fernald dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan kategori kinerja amat baik. Melalui post tes II kemampuan membaca permulaan dapat diketahui bahwa terdapat keberhasilan dalam pencapaian nilai tes yakni subjek mampu membaca suku kata mencapai 96,67; membaca kata mencapai 93,33; dan 107
membaca kalimat sederhana mencapai 96,67. Keberhasilan yang dicapai subjek dalam tindakan siklus II secara keseluruhan yakni 95,33 dengan kategori penguasaan “sangat baik”. Peningkatan kemampuan membaca permulaan mencapai 47,78. Secara umum tindakan siklus II telah meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas dan skor peningkatannya telah mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan. K. Refleksi Hasil Tindakan Siklus II
Berdasarkan pelaksanaan tindakan dan post tes II, peneliti dan guru melakukan evaluasi bersama terkait dengan proses pembelajaran membaca dan yang telah dilakukan. Melalui tindakan penerapan metode Fernald hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas II yang diberi tindakan berupa penerapan metode Fernald dengan kriteria ketuntasan minimal adalah 70. Pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan melalui metode Fernald pada siklus II dapat berjalan dengan lancar. Terdapat beberapa hal positif yang muncul ketika diterapkannya metode Fernald dalam pembelajaran membaca permulaan pada pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu: 1.
Siswa menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran membaca permulaan pada pelajaran Bahasa Indonesia di kelas inklusi kluster.
2.
Siswa lebih menunjukkan kepercayaan diri saat diminta membaca teks dengan kemauan untuk berani mencoba membaca.
3.
Adanya peningkatan sikap siswa terhadap materi bacaan dengan tidak lagi menolak ketika diminta membaca teks yang disajikan.
108
4.
Penggunaan reinforcement positive oleh guru pada saat pembelajaran menjadikan siswa senang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
5.
Siswa mampu mengoreksi kesalahan dalam mengidentifikasi huruf pada kata melalui media huruf timbul.
Kemampuan membaca permulaan subjek setelah tindakan (post test siklus II) menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kemampuan awal siswa (post test siklus I). Siklus II dinyatakan optimal karena hasil tes kemampuan membaca permulaan subjek telah melampaui kriteria ketuntasan minimal atau KKM yang telah ditentukan yakni sebesar 70. L. Pembahasan Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I dan
Siklus II Kemampuan membaca permulaan subjek dari pre tes, post tes I, dan post tes II mengalami peningkatan. Berikut tabel hasil tes kemampuan membaca permulaan siklus I dan siklus II. Tabel 19. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I dan II N o
Indikator Membaca Permulaan
Membaca suku kata Membaca 2. kata Membaca 3. kalimat sederhana Keseluruhan indikator 1.
Hasil Nilai Tes Post Post Pre Tes Tes Tes I II
Peningkatan Siklus I Pening- Persentase katan PeningkatNilai an
Peningkatan Siklus II Pening- Persentase katan PeningkatNilai an
46,67
76,67
96,67
30,00
64%
50,00
107%
43,33
61,67
93,33
18,34
42%
50,00
115%
53,33
63,33
96,67
10,00
19%
43,34
81%
46,67
68,00
95,33
21,33
46%
48,66
104%
Melalui tabel di atas dapat diamati bahwa kemampuan membaca permulaan pada subjek dari pre tes sebelum tindakan, post tes I, dan post tes II mengalami
109
peningkatan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan perolehan nilai keseluruhan indikator membaca permulaan. Perolehan nilai yang ditunjukkan dalam pre tes yakni 46,67 dengan kategori penilaian “kurang sekali”. Perolehan nilai post tes I sebesar 68,00 dengan kategori penilaian “cukup”. Perolehan nilai pre tes dengan post tes I terdapat peningkatan persentase sebesar 46% atau selisih nilai sebesar 21,33 . Perolehan nilai post tes II yakni sebesar 95,33 dengan kategori penilaian “sangat baik” dan terdapat peningkatan persentase sebesar 104% atau selisih nilai sebesar 48,66. Secara terperinci untuk keberhasilan setiap indikator membaca dapat diamati dari gambar di bawah ini: 96,67
100
96,67
93,33
90 80
76,67
70
61,67
60 Skor 50
63,33 53,33
46,67
43,33
Hasil Pre Tes
40 30
107%
115%
81%
Hasil Post Tes Siklus I Hasil Post Tes Siklus II
20 10
64%
42%
19%
0 Membaca Suku Membaca Kata Kata
Membaca Kalimat Sederhana Indikator Kemampuan Membaca Permulaan
Gambar 7. Histogram Peningkatan Hasil Pre Tes, Post Tes I, dan Post Tes II Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I dan II
Berdasarkan gambar di atas secara umum dapat diketahui peningkatan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar di kelas II melalui
110
metode Fernald. Peningkatan kemampuan membaca permulaan siklus I pada keseluruhan indikator membaca yakni 21,33 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 68,00. Peningkatan kemampuan membaca yang diperoleh subjek pada indikator membaca suku kata yakni 30,00 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 76,67; indikator membaca kata yakni 18,34 dari kemampuan awal 43,33 menjadi 61,67; dan indikator membaca kalimat sederhana mencapai 10,00 dari kemampuan awal 53,33 menjadi 63,33. Peningkatan kemampuan membaca permulaan siklus II pada keseluruhan indikator membaca yakni 48,66 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 95,33. Peningkatan kemampuan membaca yang diperoleh subjek pada indikator membaca suku kata yakni 50,00 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 96,67; indikator membaca kata yakni 50,00 dari kemampuan awal 43,33 menjadi 93,33; dan indikator membaca kalimat sederhana mencapai 43,34 dari kemampuan awal 53,33 menjadi 96,67. Berikut ini gambar yang menyajikan peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siklus I dan siklus II. 100 90 80 70 60 Skor 50 40 30 20 10 0
50.00 atau 107% 30.00 atau 64%
50.00 atau 115% 18.34 atau 42%
43.34 atau 81% 10.00 atau 19%
Peningkatan Siklus I Peningkatan Siklus II
Membaca Suku Membaca Kata Kata
Membaca Kalimat Sederhana Indikator Kemampuan Membaca Permulaan
Gambar 8. Histogram Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I dan II 111
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta. Setting pelaksanaan penelitian tindakan ini merupakan kelas inklusi yang diterapkan oleh sekolah yakni model kluster. Analisis data dalam penelitian ini terjadi secara berkesinambungan sejak sebelum, saat, dan sesudah penelitian. Dalam proses analisis data pra hingga pasca penelitian, peneliti mengupayakan secara langsung berkolaborasi bersama guru kelas dan guru khusus. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti telah melakukan analisis dalam menentukan rumusan masalah dari berbagai permasalahan yang muncul, kemudian analisis dilakukan pada saat pengambilan data kemampuan awal anak.
Analisis
sebelum
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
permasalahan dan kemampuan anak sehingga dapat dilakukan tindakan penelitian
yang
tepat.
Analisis
dalam
penelitian
dilakukan
dengan
melaksanakan observasi dan menilainya melalui lembar checklist instrumen observasi. Analisis dalam penelitian juga dilakukan dengan mengukur kemampuan membaca permulaan anak selama tindakan diberikan. Kedua data tersebut ditambahkan dengan data wawancara tidak terstruktur kepada guru kelas maupun guru khusus terkait dengan penerapan metode Fernald dalam setting pembelajaran model kelas inklusi kluster. Hal ini perlu dijelaskan dalam penelitian ini karena model kelas inklusi kluster merupakan setting khusus pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi. Maka pelaksanaan tindakan juga secara khusus dilakukan pada kluster kelas inklusi
112
tersebut. Sebagaimana pernyataan Sugiyono (2012: 27) bahwa gabungan data yang diperoleh berguna untuk memperkuat data. Melalui ketiga metode pengumpulan data dalam peneltian ini diharapkan dapat mengungkapkan hasil dari proses penelitian tindakan secara empirik. Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang memiliki kemampuan berada di bawah teman-teman sekelas tanpa kelainan dan adanya perbedaan antara potensi dengan prestasi yang ditunjukkan. Subjek memiliki potensi intelegensi rata-rata namun prestasi akademik terutama dalam membaca berada di bawah rata-rata teman di kelas. Demikian definisi anak berkesulitan belajar oleh NJCLD (dalam Mercer dan Pullen, 2009: 19) yang dinyatakan sebagai suatu keadaan adanya kesulitan dalam penggunaan kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan matematis. Kesulitan subjek secara spesifik dalam aspek membaca terutama dalam melakukan menyatukan bunyi huruf menjadi kesatuan bunyi kata atau kalimat utuh. Aspek ini oleh Mather dan Goldstein (2008: 206) dinyatakan sebagai kesulitan dalam blending yakni proses mengucapkan suara membentuk kata atau kalimat. Penelitian ini fokus pada tiga indikator membaca permulaan, yakni: (1) blending atau membaca suku kata, (2) blending atau membaca kata, dan (3) blending atau membaca kalimat sederhana. Penentuan pola kata dan kalimat didasarkan pada letak kesulitan subjek, sedangkan materi tindakan merupakan materi yang diberikan di kelas inklusi. Penentuan pola kalimat sesuai dengan pernyataan Munawir Yusuf (2005: 141) yang menyebutkan bahwa secara operasional membaca permulaan di antaranya menuntut kemampuan membaca
113
konsonan ganda dan diftong, menggabungkan bunyi membentuk kata, dan menerka kata menggunakan konteks. Kesulitan subjek secara spesifik terletak pada membaca diftong, kata berimbuhan, dan kalimat sederhana sebagai konteks bacaan. Upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada subjek, peneliti bersama guru menerapkan metode Fernald sebagai penanganan khusus. Grainger (2003: 205-206) menyebutkan penanganan bagi kesulitan membaca harus menggunakan pendekatan multisensori. Hal ini menjadi acuan peneliti dan guru kolaborator untuk mengupayakan peningkatan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar melalui metode Fernald. Sebagaimana Lerner dan Kline (2006: 417) menyatakan bahwa metode Fernald merupakan sebuah program yang didasarkan pada pendekatan multisensori bagi anak dengan ketidakmampuan membaca dan belajar. Metode Fernald sebagai metode membaca khusus secara individual yang menekankan proses berulang dan bertahap. Metode Fernald dalam penelitian ini dilakukan dalam tujuh langkah yang mengupayakan pengulangan dan bantuan hubungan sensori. Metode Fernald menekankan pembelajaran membaca secara utuh yakni membaca berdasarkan kesatuan kata atau kalimat. Aktivitas pembelajaran dengan menggunakan metode Fernald menunjukkan adanya peningkatan dalam partisipasi siswa dan kinerja guru. Pemilihan metode Fernald mempertimbangkan berbagai alasan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek. Metode Fernald digunakan untuk memenuhi kebutuhan subjek yang lebih mengandalkan kemampuan
114
sensori auditori dan taktil. Metode Fernald ini diterapkan selama proses pembelajaran
Bahasa
Indonesia
terutama
membaca
permulaan
yang
mengupayakan bantuan sensori auditori dan taktil dengan tetap menggunakan sensori visual dan kinestetik. Penerapan metode Fernald pada anak berkesulitan belajar memodifikasi dari empat tahap Fernald (dalam Lerner dan Kline, 2006: 419) yakni: (1) anak membaca kata melalui kesatuan sensori visual, taktil, kinestetik, dan auditori secara bersamaan; (2) tanpa tanpa taktil anak diajarkan membaca melalui sensori visual, kinestetik, dan auditori; (3) anak diajarkan kata baru dengan melihat dan membaca kata cetak sebagai belajar visual dan auditori; dan (4) melalui berbagai kosa kata yang telah mampu dibaca anak, anak diminta merangkaikan kata tersebut menjadi sebuah cerita. Berdasarkan penelitian, metode Fernald memiliki kelebihan bagi anak berkesulitan belajar sehingga metode Fernald dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas II di SD N Bangunrejo 2. Hal ini dikarenakan di dalam metode Fernald terdapat proses yang mana anak dapat belajar membaca secara utuh dari kesatuan kalimat. Kalimat yang dipelajari merupakan bagian teks yang diberikan guru kelas saat pembelajaran di kelas inklusi kluster. Hal ini membelajarkan pada anak untuk menguasai konteks bacaan serupa dengan materi bacaan teman sekelasnya. Proses penerapan metode Fernald dalam pembelajaran meliputi: (1) pengenalan pada teks bacaan yang akan dipelajari dengan cara memperlihatkan kepada anak, (2) anak memilih kata yang ingin dipelajari tanpa memilih panjang dan tingkat kesulitannya namun masih dalam
115
pola yang telah ditetapkan, (3) anak menunjuk kartu huruf timbul membentuk menjadi kata yang telah dipilih, (4) anak menyebutkan huruf yang terdapat pada huruf timbul, (5) anak menelusuri huruf dengan menggunakan jari telunjuknya, (6) anak blending atau menyatukan huruf menjadi kesatuan bunyi kata, (7) anak menuliskan kata yang telah diperlajari di atas kertas tanpa melihat teks. Berdasarkan uraian tersebut, metode Fernald terdapat beberapa kelebihan yang ditemukan ketika penelitian berlangsung yakni: (1) subjek menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran membaca permulaan dalam kelas inklusi kluster, (2) subjek dapat mengetahui struktur huruf dari kesatuan kata utuh, (3) subjek menelusuri huruf timbul sehingga membantunya mengidentifikasi perbedaan huruf yang hampir mirip, (4) subjek mengingat struktur kata untuk ditulis sehingga dapat melatih kemampuan memori subjek, (5) subjek menulis kata secara mandiri, dan (6) memperkuat subjek dalam melakukan blending kata dan konteks kalimat secara utuh. Metode Fernald memiliki banyak kelebihan bagi anak berkesulitan belajar karena sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki anak sehingga dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar. Sebagaimana Lerner dan Kline (2006: 417) menyebutkan bahwa metode Fernald memiliki kegunaan sebagai berikut: (1) untuk menstimulasi seluruh akal pikir, (2) anak mendengarkan guru mengucapkan kata, (3) anak mengucapkan kata untuk diri sendiri, (4) mendengarkan sendiri yang dikatakan, (5) anak merasakan gerakan otot saat melacak kata, (6) anak
116
merasakan permukaan taktil bawah ujung jari, (7) anak melihat tangan mereka bergerak karena melacak kata, dan (8) anak melacak dan mendengar sendiri kata yang anak katakan. Setting pembelajaran dalam pelaksanaan penelitian tindakan ini yakni model kelas inklusi kluster. Loreman, Deppeler, dan Harvey (2005: 2) menyatakan bahwa inklusi merupakan penerimaan sepenuhnya anak dengan kebutuhan khusus dalam seluruh aspek pada sekolah tertentu dengan anak lainnya
sehingga
memungkinkan
mendapat
akses
dan
kenyamanan.
Frederickson dan Cline (2009: 366) menyatakan bahwa pada beberapa anak yang mengalami kegagalan berulang membuat persepsi mereka untuk mencapai keberhasilan dalam belajar sebagai hal yang di luar kendali mereka dengan tanpa peduli hal yang mereka lakukan. Hal ini menjadi alasan penelitian ini untuk memberikan reinforcement positive terhadap keberhasilan yang dicapai oleh anak dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembalajaran membaca permulaan dalam kelas inklusi kluster dalam penelitian ini terbentuk dari adanya kolaborasi pengajaran. Vaughn dan Bos (2009: 154) menyatakan coteaching sebagai salah satu bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan bersama oleh guru khusus dengan guru kelas umum. Kolaborasi dibentuk oleh guru khusus yang bekerja bersama guru kelas untuk memberikan pembelajaran di kelas. Tugas guru khusus menangani siswa berkebutuhan khusus bersamaan guru kelas saat mengajar. Armstrong, Armstrong, dan Spandagou (2010: 130) yang menyatakan praktik pendidikan yang baik membutuhkan dukungan secara efektif penanganan pembelajaran
117
dari guru khusus. Secara khusus guru khusus mendampingi anak berkesulitan belajar di kelas bersamaan dengan guru kelas mengajar kelas inklusi. Guru khusus memberikan program penanganan individual pada anak berkesulitan belajar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Klingner, et al. (dalam Mather dan Goldstein, 2005: 52) yang menegaskan bahwa anak berkesulitan belajar membutuhkan layanan gabungan yang mencakup dukungan di kelas, petunjuk secara intensif, dan latihan satu persatu. Penelitian ini mengupayakan penerapan ketiga layanan gabungan tersebut guna mendukung pengajaran di kelas inklusi. Istilah yang dikenal yakni kelas inklusi kluster sebagaimana dinyatakan oleh Vaughn, Bos, dan Schumn dalam Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (dalam Sari Rudiyati, 2011). Penanganan guru khusus sangat dibutuhkan sebagaimana dari hasil wawancara dengan guru kelas yang menyatakan bahwa metode Fernald sebagai metode membaca yang khusus yang perlu didampingi guru khusus apabila pelaksanaannya perlu sistematis dari semua indera (visual, auditori, taktil, dan kinestetik). Pernyataan dari guru kelas ini sesuai dengan pendapat Carrington dan Macarthur (2012: 306) yang menyatakan bahwa guru tidak akan memiliki seluruh pengetahuan, ketrampilan dan strategi yang dibutuhkan untuk mengatasi tuntutan dari keseluruhan situasi dan keadaan dalam sekolah inklusi. Berdasarkan data observasi partisipasi siswa menunjukkan adanya peningkatan partisipasi siswa pada siklus II dibandingkan dengan siklus I. Hasil observasi partisipasi siswa pada siklus I menunjukkan secara umum bahwa subjek telah baik dalam mengikuti pembelajaran. Partisipasi siswa pada
118
tindakan siklus II meningkat dibandingkan skor partisipasi siswa pada siklus I. Pada siklus I nilai partisipasi siswa yakni 83,33 dengan kategori baik pada siklus II meningkat menjadi 90,00 dengan kategori amat baik. Hal tersebut berarti bahwa penggunaan metode Fernald dapat menumbuhkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Siswa terlihat lebih aktif dalam berpartisipasi dan melaksanakan tugas yang diminta oleh guru. Berdasarkan data observasi kinerja guru menunjukkan bahwa adanya peningkatan nilai kinerja guru pada siklus II dibandingkan dengan siklus I. Hasil observasi kinerja guru siklus I menunjukkan secara umum bahwa guru telah mengupayakan tindakan sesuai rencana. Kinerja guru pada tindakan siklus II meningkat dibandingkan skor kinerja guru pada siklus I. Pada siklus I nilai kinerja guru yakni 90,00 dengan kategori amat baik pada siklus II meningkat menjadi 95,00 dengan kategori amat baik. Hal tersebut berarti bahwa penggunaan metode Fernald dapat memberikan keluasaan guru dalam meningkatkan kinerjanya dalam melaksanakan pengajaran. Berdasarkan hasil penelitian tes kemampuan awal subjek dalam membaca permulaan berada dalam kategori “kurang”. Memasuki pembelajaran pada siklus I pertemuan pertama subjek masih memerlukan beberapa bimbingan dalam membaca permulaan. Pada pertemuan kedua subjek sudah terlibat aktif dalam pembelajaran membaca dan mengerjakan tugas dari guru. Pada pertemuan ketiga subjek sudah mampu melakukan kegiatan pembelajaran tanpa instruksi dari guru. Hasil tes kemampuan membaca permulaan siklus 1 menunjukkan bahwa subjek telah mencapai peningkatan ke dalam kategori
119
“cukup”. Namun belum mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yakni hasil tes yang masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal. Belum tercapainya keberhasilan pada siklus I disebabkan oleh beberapa kendala. Kendala-kendala saat pelaksanaan tindakan pada siklus I, antara lain: (1) subjek menggunakan media huruf timbul tergesa-gesa, akibatnya media mudah tercecer sehingga membuang waktu bagi subjek untuk fokus pada pembelajaran membaca, (2) subjek tidak segera mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, (3) cap “smile face” yang dipegang subjek terkadang untuk mainan ketika pembelajaran berlangsung, dan (4) konteks bacaan belum muncul, sehingga siswa cenderung membaca kata bukan membaca kalimat. Walaupun ada beberapa kendala yang ditemukan pada pelaksanaan siklus I, akan tetapi terdapat beberapa kelebihan yang ditemukan selama pelaksanaan pembelajaran siklus I antara lain: (1) subjek menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran membaca permulaan dalam kelas inklusi kluster, (2) subjek memperoleh kepercayaan diri karena melalui post tes ia dapat mengetahui bahwa ia telah mampu membaca dari tes sebelumnya, (3) adanya peningkatan sikap siswa terhadap suatu materi bacaan, sikap siswa yang berani mencoba dan tidak lagi menolak ketika diminta membaca, dan (4) penggunaan reinforcement positive oleh guru setelah pembelajaran usai membuat siswa semakin menunjukkan peningkatan partisipasinya pada kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan membaca permulaan subjek dari pre tes sebelum tindakan, post tes tindakan siklus I, dan post tes tindakan siklus II mengalami peningkatan. Hal ini dapat
120
diketahui berdasarkan perolehan nilai keseluruhan indikator membaca permulaan. Perolehan nilai yang ditunjukkan dalam tes pra tindakan atau pre tes yakni 46,67 dengan kategori penilaian “kurang sekali”. Perolehan nilai post tes tindakan siklus I sebesar 68,00 dengan kategori penilaian “cukup”. Perolehan nilai pre tes tindakan dengan post tes tindakan siklus I terdapat peningkatan sebesar 21,33. Meskipun melalui siklus I kemampuan membaca permulaan pada subjek telah mengalami peningkatan namun dinilai belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan. Maka peneliti bersama guru kolaborator
merencanakan
perbaikan
untuk
siklus
II
dalam
proses
pembelajaran menggunakan metode Fernald. Upaya perbaikan berupa penegasan kembali teks bacaan yang telah dibaca subjek guna membantu dalam mengaitkan dengan konteks. Perolehan nilai post tes tindakan siklus II yakni sebesar 95,33 dengan kategori “sangat baik” (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103). Perolehan nilai post tes tindakan siklus I terdapat peningkatan sebesar nilai sebesar 21,33 atau persentase sebesar 46%. Kemampuan membaca permulaan pada siklus II pada anak berkesulitan belajar kelas II sudah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan yakni 70. Skor keseluruhan mencapai 95,33 dengan perincian setiap indikator membaca suku kata mencapai 96,67, membaca kata mencapai 93,33, dan membaca kalimat sederhana yang mencapai 96,67. Nilai tersebut telah mencapai ketegori penilaian “sangat baik” (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103). Perolehan nilai post tes tindakan siklus II terdapat peningkatan sebesar nilai sebesar 48,66 atau persentase sebesar 104%.
121
Penelitian ini telah membuktikan bahwa kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II dapat ditingkatkan melalui metode Fernald secara baik dalam model kelas inklusi kluster. M. Uji Hipotesis
Uji hipotesis tindakan dilakukan atas dasar ketercapaian tindakan melalui indikator keberhasilan tindakan yang telah ditentukan. Indikator keberhasilan peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta: 1. Hasil tes kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta setelah tindakan (post test) mencapai atau melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan yakni 70. 2. Siswa memenuhi indikator yang telah ditentukan dalam pembelajaran membaca permulaan yakni: siswa mampu melakukan blending suku kata, blending kata utuh, dan blending kata menjadi kesatuan kalimat. Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan membaca permulaan pada siklus II menunjukkan bahwa nilai keseluruhan yang dicapai oleh subjek adalah 95,33. Pada terperinci diketahui kemampuan subjek dalam indikator membaca suku kata mencapai 96,67; indikator membaca kata mencapai 93,33; dan indikator membaca kalimat mencapai 96,67. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan subjek baik pengamatan secara keseluruhan maupun pengamatan secara rinci tiap indikator membaca, kemampuan subjek
122
telah mencapai KKM yang ditentukan. Dengan demikian, hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa metode Fernald dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta telah terbukti. N. Keterbatasan Penelitian
Penelitian tentang penerapan metode Fernald untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan, diantaranya yaitu: 1. Penelitian ini hanya berlaku untuk anak berkesulitan belajar kelas II di SD
N Bangunrejo 2 Yogyakarta tahun ajaran 2014-2015, sehingga tidak dapat diterapkan pada kelas II lainnya yang berbeda subjek maupun setting penelitiannya. 2. Hasil penelitian ini terbatas pada peningkatan kemampuan membaca
permulaan
sehingga
tidak
dapat
digeneralisasikan
untuk
dapat
meningkatkan kemampuan membaca lanjut pada mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun pada mata pelajaran lain.
123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa metode Fernald menjadikan proses pembelajaran menjadi aktif. Hasil tes kemampuan membaca permulaan siklus 1 sebesar 68,00 menunjukkan bahwa subjek mencapai peningkatan kemampuan membaca permulaan siklus I sebesar 46% atau peningkatan nilai sebesar 21,33 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 68,00. Adanya peningkatan hasil tes namun belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan sebesar 70,00. Belum tercapainya keberhasilan pada siklus I disebabkan oleh beberapa kendala sehingga dilakukan perbaikan. Perbaikan yang dilaksanakan pada siklus II, antara lain: 1) kartu huruf timbul ditempelkan pada satu papan sehingga tidak tercecer saat digunakan pada pembelajaran; 2) pemberian reinforcement positive segera setelah siswa melaksanakan tugas yang diminta oleh guru; 3) cap smile face diberikan oleh guru ketika pembelajaran usai; dan 4) penegasan konteks bacaan secara berulang untuk menguatkan siswa membaca kalimat. Berdasarkan hasil tes kemampuan membaca permulaan siklus II dapat diketahui bahwa subjek telah mencapai kriteria keberhasilan. Pencapaian terakhir yang diperoleh subjek yakni 95,33. Peningkatan kemampuan membaca permulaan siklus II mencapai persentase sebesar 104% atau peningkatan nilai sebesar 48,66 dari kemampuan awal 46,67 menjadi 95,33. Peningkatan terjadi karena siswa secara amat baik terlibat aktif dan ikut berpartisipasi dalam pembelajaran menggunakan metode Fernald serta menyelesaikan tugas yang 124
diminta oleh guru berupa membaca teks. Kinerja guru dalam pengajaran membaca terdapat beberapa langkah yang belum dilaksanakan secara optimal namun sesuai dengan rencana sehingga kinerja guru termasuk dalam kategori amat baik. Berdasarkan proses peningkatan di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode Fernald dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas II dalam model kelas inklusi kluster di SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta. B. Saran 1. Bagi Guru Penggunaan metode Fernald secara praktis dalam kegiatan pembelajaran membaca dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kondusif, dan menyenangkan. Hal ini memberikan tantangan guru supaya lebih kreatif untuk melakukan remedial bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam mengatasi kesulitannya. Pembelajaran juga perlu diupayakan untuk selalu memberikan dorongan berupa pujian agar siswa lebih percaya diri dan termotivasi untuk melakukan hal yang lebih baik. 2. Bagi Anak Berkesulitan Belajar Anak sebaiknya selalu aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan cara memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru dan aktif dalam praktik langsung supaya memiliki makna belajar lebih mendalam. Anak disarankan secara mandiri belajar membaca dari buku bacaan melalui metode Fernald yang sudah diajarkan oleh guru sehingga
125
membaca menjadi kegiatan belajar yang menyenangkan. Disarankan juga siswa secara mandiri mengoreksi kesalahan membaca huruf melalui huruf timbul yang digunakan dalam metode Fernald. Peningkatan yang telah dicapai dalam tindakan membaca permulaan ini, lebih lanjut ditingkatkan kembali untuk menunjang kemampuan memahami konteks bacaan dimulai dari pemahaman satu kalimat hingga paragraf pendek pada bacaan. 3. Bagi Kepala Sekolah Sebagai
pengelola
sekolah
tertinggi,
kepala
sekolah
perlu
memberikan wahana kepada guru untuk mengembangkan pembelajaran secara kreatif. Terutama dalam pengajaran di sekolah inklusi, alangkah lebih baik mengembangkan pembelajaran yang fleksibel dan fungsional bagi anak berkesulitan belajar. Pembelajaran ditekankan untuk memenuhi kebutuhan setiap anak dan mengupayakan peningkatan. Upaya peningkatan salah satunya dengan menerapkan metode belajar Fernald secara khusus pada anak dalam pembelajaran membaca. 4. Peneliti Selanjutnya Disarankan agar dalam peneliti selanjutnya metode Fernald dapat dikembangkan kembali sesuai dengan dinamika pembelajaran yang sedang berlangsung. Penerapan metode Fernald dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa dan tetap mengacu tahapan dari Fernald dalam pembelajaran membaca. Perlu pula adanya penelitian yang lebih luas dalam penerapan metode Fernald untuk menangani kesulitan membaca pada anak berkesulitan belajar di kelas rendah ataupun usia dini.
126
DAFTAR PUSTAKA Abiyu Mifzal. (2012). Strategi Pembelajaran untuk Anak Kurang Berprestasi. Yogyakarta: Javalitera. Anas Sudiyono. (2008). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Arifuddin. (2010). Neuropsikolinguistik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Armstrong, Ann Cheryl; Armstrong, Derrick; & Spandagou, Ilektra. (2010). Inclusive Education - International Policy & Practice. India: Sage Pubications India Pvt Ltd. Bambang Tri Sulo, dkk. (TT). Panduan Asesmen Bahasa Indonesia dan Matematika untuk Siswa dengan Kesulitan Belajar. Jakarta: Helen Keller Internasional Indonesia. Bell, Shena & McLean, Bernadette. (2013). “Good Practice In Training specialist teachers and Assessors of People With Dyslexia”. Special Educational Needs A Guide for Inclusive Practice - Edited by Lindsay Peer dan Gavin Reid. Hampshire: Ashfor Colour Press Ltd. Budiyanto. (2005). Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Lokal. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Carrington, Suzanne & Macarthur, Jude. (2012). Teaching in Inclusive School Communities. Australia: John Wiley & Sons. Daryanto. (2011). Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah Beserta Contoh-contohnya. Yogyakarta: Gava Media. DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike. (2004). Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. (terjemahan Alwiyah Abdurrahman). Bandung: Kaifa (Buku asli diterbitkan tahun 1992). Dianing Eka Putri. (2014). Skripsi Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Metode Multisensori pada Siswa Berkesulitan Belajar Spesifik Kelas I dalam Pembelajaran Remedial Di SD Negeri Gejayan. Jurnal Widia Ortodidaktika Volume III, Nomor 1, Tahun 2014. Diunduh dari http://SimsOn.fip.uny// pada tanggal 14 Oktober 2014. Farida Rahim. (2005). Pengajaran Membaca Di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
127
Frederickson, Norah & Cline, Tony. (2011). Special Educational Needs, Inclusion and Diversity – Second Education. USA: McGraw-Hill. Grainger, Jessica. (2003). Problem Perilaku, Perhatian dan Membaca pada Anak. Jakarta: Grasindo. Buku Asli Berjudul: Children’s Behavior, Attention and Reading Problems. Hager, Ashley. (2001). Techniques for Teaching Beginning-Level Reading to Adults. Volume 5, Issue A August 2001. Diunduh dari http://www.ncsall.net.html// pada tanggal 14 Oktober 2014. Hallahan, D.F.; Kauffman, J.M.; & Lloyd, J.W.. (1985). Introduction to Learning Disabilities. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Hamzah B. Uno; Nina Lamatenggo; & Satria M. A. Koni. (2011). Menjadi Peneliti PTK yang Profesional. Jakarta: Bumi Aksara. Harwell, Joan M. (2010). The Complete Learning Disabilities Handbook - New Second Edition. USA: Jossey-Bass. Harwell, Joan M & Jakson, Rebecca Williams. (2008). The Complete Learning Disabilities Handbook. USA: Jossey-Bass. Johnson, Stanley W. & Morasky, Robert L.. (1980). Learning Disabilities. USA: Allyn & Bacon. Kamala, R. (2014). “Multisensory Approach to Reading Skills of Dyslexic Students”. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 19, Issue 5, Ver. II (May. 2014), PP 32-34 e-ISSN: 2279-0837, pISSN: 2279-0845. Diunduh dari http://www.iosrjournals.org//. Kompas. (2011). Minat dan Kemampuan Membaca, Tinjauan dari Segi Organisasi Otak – Sidiarto Kusumoputro. Jakarta: Kompas. Lerner, Janet W. & Kline, Frank. (2006). Learning Disabilities and Related Disorders. New York: Houghton Mifflin Company. Lorenman, T.; Deppeler, J.; & Harvey, D. (2005). Inclusive Education: A Practical Guide to Supporting Diversity in the Classroom. Crows Nest: Allen & Unwin. Lucky
Ade Sessiani. (2007). “Pengaruh Metode Multisensori Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Taman Kanak – Kanak”. Skripsi tidak diterbitkan. Diunduh dari http: www.eprints.undip.ac.id pada tanggal 02 April 2013.
M. Ngalim Purwanta. (2012). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 128
Mather, Nancy & Goldstein, Sam. (2005). Learning Disabilities and Challenging Behaviors. Baltimore: Paul H. Brookes Publishing Co. Mather, Nancy & Goldstein, Sam. (2008). A Guide to Intervention Classroom Management. Maryland: Paul H. Brookes Publishing Co.
and
Masnur Muslich. (2011). Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara. Mercer, Cecil D. & Pullen, Paige C.. (2009). Student With Learning DisabilitiesSeventh Edition. New Jersey: Pearson. Mulyono Abdurrahman. (2003). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Munawir Yusuf. (2005). Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti. Munawir Yusuf; Sunardi; & Mulyono Abdurrahman. (2003). Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Myreddi, Vijayalakshmi & Narayan, Jayanthi. (1998). Functional Academics for Students with Mental Retardation – A Guide for Teachers. India: Department of Special Education National Institute For The Mentally Handicapped (NIMH). Purwanto. (2007). Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan – Pengembangan dan Pemanfaatan (Cetakan Pertama).Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saleh Abbas. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Efektif di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti. Sari Rudiyati. (2011). Potret Sekolah Inklusif di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Seminar Umum “Memilih Sekolah yang Tepat Bagi Anak Berkebutuhan Khusus” pada Pertemuan Nasional Asosiasi Kesehatan Jiwa dan Remaja (AKESWARI) pada tanggal 5 Mei 2011 di Hotel INA Garuda Yogyakarta. Diunduh dari http://staff.uny.ac.id//. Scheffel, Debora L.; Shaw, Jack C.; & Shaw, Rose. (2008). “The Efficacy Of A Supplemental Multisensory Reading Program For First-Grade Students”. Journal of Reading Improvement (Fall 2008): 139-152. Diunduh dari www.proquest.com pada tanggal 02 April 2013. Shodiq. (TT). Pendidikan Bagi Anak Disleksia. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Smith, J. David. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (terjemahan Denis & Ny. Enrica). Bandung: Nuansa.
129
Smith, Deborah Deutsch & Tyler, Naomi Chowdhuri. (2010). Introduction to Special Education. New Jersey: Pearson Education. Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suharisimi Arikunto. (2010a). Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Aditya Media. ________________. (2010b). Prosedur Penelitian - Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Yogyakarta: Bumi Aksara. Sunardi. (TT). Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. Sutrisno. (2012). “Signifikansi Pendidikan Inklusi dalam Mewujudkan Pendidikan Untuk Semua”. Diunduh dari http://www.aljamiah.org.pdf// pada tanggal 02 November 2014. Suyatno, dkk. (2008). Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia: Untuk SD/ MI Kelas II. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Nasional. Suyono & Hariyanto. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Stringer, Ernest T. (2007). Action Research - Third Edition. Los Angelos: Sage Publications. Tafti, Mahnaz Akhavan & Abdolrahmani, Elahe. “The Effects of a Multisensory Method Combined with Relaxation Techniques on Writing Skills and Homework Anxiety in Students with Dysgraphia”. International Journal of Psychology and Behavioral Sciences 2014, 4(4): 121-127. College of Education & Psychology, Alzahra University, Iran. Diunduh dari http://article.sapub.org// pada tanggal 14 Oktober 2014. Tarmansyah. (2007). Inklusi Pendidikan untuk Semua. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti. Vaughn, Sharon & Bos, Candace S.. (2009). Strategies for Teaching Students With Learning and Behavior Problems – 7th ed. New Jersey: Pearson Education.
130
Wardani. I.G.A.K.. (1995). Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud. Westwood, Peter. (1993). Commonsense Methods for Children with Special Needs. London: Routledge. Westwood, Peter. (2001). Reading and Learning Difficulties: Approach to Teaching and Assesment. Victoria: The Australian Council for Educational Research Ltd. Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama. (2010). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Edisi Kedua. Jakarta: Indeks. Wina Sanjaya. (2009). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. ___________. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
131
LAMPIRAN
132
Lampiran 1.
Instrumen Tes Kemampuan Membaca Permulaan Indikator Kemampuan Membaca Permulaan No. Item Membaca Membaca Membaca Pola kata Tes Membaca Kata suku kata kata kalimat 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0 Tiga suku kata/ 1. berita Berimbuhan 2. selimut (Vokal Berbeda) 3. menyanyi 4. menangkap 5. mengambil Vokal Rangkap 6. suara (Diftong) 7. kegiatan 8. buang 9. danau 10. harimau Kalimat Berpola Sederhana
Jumlah skor Per item
11. ibu memasak ubi 12. siti membantu nenek 13. gagak melihat rumah 14. gagak tinggal di hutan 15. bangun bentuk balok 16. kakak membuat bangun 17. gagak mengambil roti 18. singa menggigit kancil 19. kegiatan minggu pagi 20. harimau mencakar kancil 133
RUBRIK PENSKORAN Penilaian hasil tes, yakni sebagai berikut: 1. Penilaian Indikator 2 Nilai (3) = membaca semua suku kata secara benar tanpa bantuan Nilai (2) = membaca beberapa suku kata dengan benar tanpa bantuan Nilai (1) = membaca satu suku kata dengan benar dengan bantuan Nilai (0) = kesalahan membaca kedua suku kata meski dengan bantuan 2. Penilaian Indikator 3 Nilai (3) = blending kata utuh secara benar tanpa bantuan Nilai (2) = blending bagian kata secara benar tanpa bantuan Nilai (1) = blending bagian kata secara benar dengan bantuan Nilai (0) = terdapat kesalahan blending kata meski dengan bantuan 3. Penilaian Indikator 3 Nilai (3) = membaca tiga kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Nilai (2) = membaca dua kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Nilai (1) = membaca satu kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Nilai (0) = salah membaca semua kata dalam kalimat secara benar tanpa bantuan Skor maksimal dalam tes membaca permulaan yakni sebagai berikut: Indikator 1
3 x 20
=
60
Indikator 2
3 x 20
=
60
Indikator 3
3 x 10
=
30
=
150
Total skor maksimal Perhitungan skor tes yaitu: Nilai Siswa
=
Nilai Siswa
= =
Skor betul X 100 Skor maksimal N X 100 150 ...
Perhitungan peningkatan kemampuan membaca permulaan Peningkatan
=
Nilai Post Tes – Nilai Pre Tes Nilai Pre Tes
X 100% 134
Lampiran 2. Hasil Tes Kemampuan Siklus Pra Tindakan Tanggal : 28 Februari 2015 Tabel Skoring Hasil Pre Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pola kata Tiga suku kata/ Berimbuhan (Vokal Berbeda) Vokal Rangkap (Diftong)
Kalimat Berpola Sederhana
No. Item Tes Membaca Permulaan 1. berita 2. selimut 3. menyanyi 4. menangkap 5. mengambil 6. suara 7. kegiatan 8. buang 9. danau 10. harimau 11. ibu memasak ubi 12. siti membantu nenek 13. gagak melihat rumah 14. gagak tinggal di hutan 15. bangun bentuk balok 16. kakak membuat bangun 17. gagak mengambil roti 18. singa menggigit kancil 19. kegiatan minggu pagi 20. harimau mencakar kancil Total Skor Skor Per Indikator
Indikator Kemampuan Membaca Permulaan kalimat suku kata kata sederhana 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 0
16
12
28
0
0
12
14
26
0
0
12
4
16
0
Jumlah skor Per item 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 6 6 6 4 4 4 6 4 3 3 70 135
Tabel. Analisis Kesalahan Membaca Pre Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pola Kata Item tes Tiga suku 1. berita kata/ 2. selimut Berimbuhan (Vokal Berbeda) 3. menyanyi
Vokal Rangkap (Diftong)
Bacaan /be-ri-ta/ /se-li-mut/
/me.../lalu mengatakan “tidak bisa”
4. menangkap
/me-kap/
5. mengambil
/me-mbil/
6. suara
/su-a-ra/
7. kegiatan
/ge-tan/
8. buang
/bu-a-n-g/
9. danau
/da-nu/
Keterangan Membaca tanpa kesalahan Subjek membaca dengan bantuan verbal dalam membunyikan konsonan belakang /t/. Subjek belum mampu membaca kata utuh secara mandiri. Kesalahan terjadi dalam melakukan blending /ny/ tengah dan belakang. Subjek tidak membaca, ia mengatakan “tidak bisa”. Subjek membaca suku kata dengan benar namun belum dapat melakukan blending menjadi kata utuh. Subjek menghilangkan suku kata tengah /nang/, sehingga kata utuh hanya terbaca bagian depan dan belakang /me-kap/. Subjek telah membaca benar pada blending huruf konsonan bilabial /m-b/ dan kekacauan omisi /ng/ tengah. Subjek dapat membaca suku kata awal, namun suku kata belakang masih dengan bantuan guru. Meskipun dengan bantuan guru, subjek membaca dengan pelan sehingga suara subjek hampir tidak terdengar guru. Subjek dalam memblending suku kata masih dengan bantuan guru. Salah membaca kata menjadi /getan/, hal ini terlihat subjek melupakan suku kata depan. Subjek kacau dalam blending /ang tengah/. Suku kata /ng/ oleh subjek masih dibunyikan dalam huruf /n-g/. Subjek salah membaca, sehingga menjadi kata /danu/. Subjek dibantu guru dalam blending /au/ belakang. 136
Kalimat Berpola Sederhana
10. harimau
/har-mu/
11. ibu memasak ubi
/i-bu me-sa u-bi/
12. siti membantu nenek
/si-ti me-ba-tu ne-nek/
13. gagak melihat rumah
/ga-gak me... ru-mah/
14. gagak tinggal di hutan
/ga-gak ti-gal di-hu-tan/
15. bangun bentuk balok
/ba-... be-tuk ba-lok/
16. kakak membuat bangun
/ka-kak me-but ba-gun/
Subjek salah membaca omisi kata menjadi /harmu/. Subjek dibantu guru dalam blending /au/ belakang. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah omisi /ma/ dan /k/ akhir dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah. Melalui bantuan guru subjek dapat dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah omisi /mb/ dan /nt/ dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah omisi /ng/ tengah sebagai kata tengah. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata akhir namun salah omisi /nt/ tengah dalam membaca kata awal dan tengah. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan namun salah omisi /mb/, omisi diftong /ua/ dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah dan kata akhir. Meskipun 137
17. gagak /ga-gak mengambil me-ga-bil roti ro-ti/
18. singa menggigit kancil
/si-nga me-git kan-cil/
19. kegiatan minggu pagi
/ke-ge-tan mi-gu pa-gi/
20. harimau mencakar kancil
/har-mu me-ca-kar kan-cil/
dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah omisi /ng/ dan /mb/ dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah. Kesalahan membaca suku kata dengan pola berulang, dalam kata tersebut terdapat dua kata berpola /gi/. Subjek hanya membaca sekali yakni pola yang terakhir yakni menjadi bunyi kata /me-git/. . Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Kekacauan omisi dalam membaca kata depan dan tengah, namun secara mandiri subjek membaca kata terakhir dengan benar. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Kekacauan dalam membaca kata depan dan tengah berupa omisi diftong /au/ dan omisi /nc/, namun secara mandiri subjek membaca kata terakhir dengan benar. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh.
138
Hasil Pre Tes Kemampuan Membaca Permulaan Tanggal 28 Februari 2015 a. Perhitungan tes kemampuan membaca permulaan: Nilai siswa
=
Skor betul Skor maksimal
X 100
Perhitungan secara rinci per aspek: Indikator 1
3 x 20
=
60
28 60
x
100
=
46,67
Indikator 2
3 x 20
=
60
26 60
x
100
=
43,33
Indikator 3
3 x 10
=
30
16 30
x
100
=
53,33
=
150
70 150
x
100
=
46,67
Total maksimal
b. Deskripsi hasil analisis tes kemampuan membaca permulaan Berdasarkan pre tes yang telah dilakukan, secara umum dapat diketahui nilai ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan nilai dari maksimal setiap indikator yakni: membaca suku kata mencapai 46,67; membaca kata mencapai 43,33; dan membaca kalimat sederhana mencapai 53,33. Keberhasilan yang dicapai subjek secara keseluruhan yakni 46,67 atau dalam persentase 47 % dengan kategori pencapaian “kurang sekali” (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103). Hasil tes kemampuan membaca permulaan ini dijadikan sebagai tolok ukur awal kemampuan yang akan ditingkatkan dalam pembelajaran membaca melalui metode Fernald dalam model kelas inklusi kluster. 139
Lampiran 3. Hasil Post Tes I Kemampuan Siklus I Tanggal : 5 Maret 2015 Tabel Skoring Hasil Post Tes I Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I Indikator Kemampuan Membaca Permulaan No. Item Membaca Membaca Membaca Pola kata Tes Membaca Kata suku kata kata kalimat 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0 Tiga suku kata/ 1. berita √ √ Berimbuhan 2. selimut √ √ (Vokal Berbeda) 3. menyanyi √ √ 4. menangkap √ √ 5. mengambil √ √ Vokal Rangkap 6. suara √ √ (Diftong) 7. kegiatan √ √ 8. buang √ √ 9. danau √ √ 10. harimau √ √ Kalimat Berpola 11. ibu memasak ubi √ √ √ Sederhana 12. siti membantu nenek √ √ √ 13. gagak melihat rumah √ √ √ 14. gagak tinggal di hutan √ √ √ 15. bangun bentuk balok √ √ √ 16. kakak membuat bangun √ √ √ 17. gagak mengambil roti √ √ √ 18. singa menggigit kancil √ √ √ 19. kegiatan minggu pagi √ √ √ 20. harimau mencakar kancil √ √ √ 24 20 2 0 15 18 4 0 3 14 2 0 Total Skor 46 37 19 Skor Per Indikator
Jumlah skor Per item 6 6 1 1 3 5 3 6 5 4 8 6 9 6 7 6 6 6 4 4 102 140
Tabel. Analisis Kesalahan Membaca Post Tes I Kemampuan Membaca Permulaan Pola Kata Item tes Tiga suku 1. berita kata/ 2. selimut Berimbuhan 3. menyanyi (Vokal Berbeda)
Bacaan /be-ri-ta/ /se-li-mut/ /me-... /
4. menangkap /me-kap/
Vokal Rangkap (Diftong)
Kalimat Berpola Sederhana
5. mengambil
/me-nga-mbil/
6. suara
/su-a-ra/
7. kegiatan
/ge-tan/
8. buang 9. danau
/bu-ang/ /da-nau/
10. harimau
/ha-ri-ma-u/
11. ibu memasak ubi
/i-bu me-sak u-bi/
Keterangan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Subjek belum mampu membaca kata utuh secara mandiri. Kesalahan terjadi dalam melakukan blending /ny/ tengah dan belakang. Subjek tidak membaca, ia mengatakan “tidak bisa”. Subjek membaca suku kata dengan benar namun belum dapat melakukan blending menjadi kata utuh. Subjek membaca /menangkap/ /mekap/. Subjek menghilangkan suku kata tengah /nang/, sehingga kata utuh hanya terbaca bagian depan dan belakang /me-kap/. Membaca tanpa kesalahan namun masih dengan bantuan. Subjek telah membaca benar pada blending huruf konsonan bilabial /mb/ dan kekacauan /ng/ tengah. Subjek dapat membaca suku kata keseluruhan secara mandiri. Subjek membaca kata dengan pelan dengan bantuan guru. Subjek dalam blending suku kata masih dengan bantuan guru. Salah membaca kata menjadi /getan/ meskipun dengan bantuan guru, hal ini terlihat subjek melupakan suku kata depan. Membaca tanpa kesalahan Tanpa dibantu guru subjek telah mampu dalam blending /au/ belakang. Namun dalam blending kata subjek salah pada suku kata /nau/. Subjek tanpa bantuan guru dapat membaca suku kata awal. Namun dalam blending kata /ma-u/ belakang masih salah, sehingga subjek membaca kata menjadi /harmu/. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata 141
12. siti /si-ti membantu me-ba-tu nenek ne-nek/
13. gagak melihat rumah 14. gagak tinggal di hutan
/ga-gak me-li-hat ru-mah/ /ga-gak ti-gal di-hu-tan/
15. bangun bentuk balok
/ba-... be-tuk ba-lok/
16. kakak membuat bangun
/ka-kak me-but ba-gun/
17. gagak /ga-gak mengambil me-ga-bil roti ro-ti/
18. singa
/singa
berimbuhan sebagai kata tengah. Tanpa bantuan guru subjek dapat dapat membaca kalimat secara utuh namun masih salah membaca kata tengah. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah dan omisi /mb/ tengan. Subjek secara mandiri membaca kalimat namun belum dapat membaca kalimat secara utuh. Membaca tanpa kesalahan Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata tengah. Subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh namun mencoba membaca secara mandiri. Subjek mampu membaca dengan benar kata akhir namun ada kesalahan omisi /n/ tengah. Tanpa bantuan guru, subjek dapat membaca kalimat secara utuh yang terdiri dari kata tengah dan akhir, subjek melakukan kesalahan membaca /bangun/. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan namun salah dalam membaca kata berimbuhan dalam kata tengah berupa kesalahan omisi /m/ dan diftong /ua/ serta omisi /ng/ pada kata akhir. Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Subjek mampu membaca dengan benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah dan omisi /ng/ dan /m/ tengah. Tanpa bantuan guru, subjek dapat membaca kalimat namun hanya kata depan dan belakang. Kesalahan membaca pada kata tengah karena terdapat imbuhan Subjek mampu membaca dengan 142
menggigit kancil
me-git kancil
19. kegiatan minggu pagi
/ge-tan min-gu pa-gi/
20. harimau mencakar kancil
/har-mu me-ca-kar kan-cil/
benar kata depan dan akhir namun salah dalam membaca kata berimbuhan sebagai kata tengah. Kesalahan omisi dalam membaca suku kata dengan pola berulang, dalam kata tersebut terdapat dua kata berpola /gi/. Subjek hanya membaca sekali yakni pola yang terakhir yakni menjadi bunyi kata /me-git/. . Meskipun dengan bantuan guru, subjek belum dapat membaca kalimat secara utuh. Kekacauan dalam membaca kata depan dan tengah, namun secara mandiri subjek membaca kata terakhir dengan benar. Tanpa bantuan guru subjek membaca kalimat dengan berhasil pada kata belakang. Kekacauan omisi dalam membaca kata depan dan tengah, namun secara mandiri subjek membaca kata terakhir dengan benar. Subjek mencoba membaca kalimat secara mandiri namun hanya berhasil satu kata yakni kata belakang.
143
Hasil Post Tes I Kemampuan Membaca Permulaan SIKLUS I Tanggal 5 Maret 2015 a. Perhitungan tes kemampuan membaca permulaan: Nilai siswa
Skor betul Skor maksimal
=
X 100
Perhitungan secara rinci per aspek: Indikator 1
3 x 20
=
60
46 60
x
100
=
76,67
Indikator 2
3 x 20
=
60
37 60
x
100
=
61,67
Indikator 3
3 x 10
=
30
19 30
x
100
=
63,33
=
150
102 150
x
100
=
68,00
Total maksimal
b. Peningkatan kemampuan membaca permulaan Tabel. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I Indikator Membaca Permulaan Membaca suku kata Membaca kata
Membaca kalimat sederhana
Keseluruhan indikator
Pre Tes
Post Tes Siklus I
Peningkatan (Post – Pre) Siklus I
46,67 43,33 53,33 46,67
76,67 61,67 63,33 68,00
30,00 18,34 10,00 21,33
Persentase Peningkatan (Peningkatan/ Pre TesX 100%) 64% 42% 19% 46%
c. Deskripsi hasil analisis post tes I kemampuan membaca permulaan siklus I Berdasarkan post tes I kemampuan membaca permulaan siklus I yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan nilai dari maksimal setiap indikator yakni: membaca suku 144
kata mencapai 76,67; membaca kata mencapai 61,67; dan membaca kalimat sederhana mencapai 63,33. Keberhasilan yang dicapai subjek secara keseluruhan yakni 68,00 dengan kategori pencapaian “cukup” (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103). Pencapaian subjek dinilai cukup namun masih di bawah kriteria ketuntasan minimal atau KKM. Hasil post tes kemampuan membaca permulaan siklus I dibandingkan dengan hasil pre tes sebelum tindakan terdapat peningkatan sebesar 21,33.
145
Lampiran 4. Hasil Post Tes II Kemampuan Siklus II Tanggal : 20 Maret 2015 Tabel Skoring Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II Indikator Kemampuan Membaca Permulaan No. Item Membaca Membaca Membaca Pola kata Tes Membaca Kata suku kata kata kalimat 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0 Tiga suku kata/ 1. berita √ √ Berimbuhan 2. selimut √ √ (Vokal Berbeda) 3. menyanyi √ √ 4. menangkap √ √ 5. mengambil √ √ Vokal Rangkap 6. suara √ √ (Diftong) 7. kegiatan √ √ 8. buang √ √ 9. danau √ √ 10. harimau √ √ Kalimat Berpola 11. ibu memasak ubi √ √ √ Sederhana 12. siti membantu nenek √ √ √ 13. gagak melihat rumah √ √ √ 14. gagak tinggal di hutan √ √ √ 15. bangun bentuk balok √ √ √ 16. kakak membuat bangun √ √ √ 17. gagak mengambil roti √ √ √ 18. singa menggigit kancil √ √ √ 19. kegiatan minggu pagi √ √ √ 20. harimau mencakar kancil √ √ √ 54 4 0 0 51 4 1 0 27 2 0 0 Total Skor 58 56 29 Skor Per Indikator
Jumlah skor Per item 6 6 3 4 6 6 6 6 6 6 9 9 9 9 9 9 9 7 9 9 143
146
Tabel. Analisis Kesalahan Membaca Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siklus II Pola Kata Item tes Tiga suku 1. berita kata/ 2. selimut Berimbuhan 3. menyanyi (Vokal Berbeda)
Vokal Rangkap (Diftong) Kalimat Berpola Sederhana
Bacaan /be-ri-ta/ /se-li-mut/ /me-.../
4. menangkap
/me-kap/
5. mengambil
/meng-a-mbil/
6. suara 7. kegiatan 8. buang 9. danau 10. harimau 11. ibu memasak ubi 12. siti membantu nenek 13. gagak melihat rumah 14. gagak tinggal di hutan 15. bangun bentuk balok 16. kakak membuat bangun 17. gagak mengambil roti 18. singa menggigit
/su-a-ra/ /ke-gi-a-tan/ /bu-ang/ /da-na-u/ /ha-ri-ma-u/ /i-bu me-ma-sak u-bi/ /si-ti mem-ban-tu ne-nek/ /ga-gak me-li-hat ru-mah/ /ga-gak ting-gal di-hu-tan/ /bang-un ben-tuk ba-lok/ /ka-kak mem-bu-at bang-un/ /ga-gak meng-am-bil ro-ti/si-nga me-git
Keterangan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Subjek belum mampu membaca kata utuh secara mandiri. Kesalahan terjadi dalam melakukan blending /ny/ tengah dan belakang. Subjek tidak membaca, ia mengatakan “tidak bisa”. Subjek membaca suku kata dengan benar namun belum dapat melakukan blending menjadi kata utuh. Subjek membaca /menangkap/ /mekap/. Subjek menghilangkan suku kata tengah /nang/, sehingga kata utuh hanya terbaca bagian depan dan belakang /mekap/. Membaca tanpa kesalahan Subjek telah membaca benar pada blending huruf konsonan bilabial /mb/. Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan Kesalahan membaca suku kata dengan pola berulang, dalam kata tersebut 147
kancil
19. kegiatan minggu pagi 20. harimau mencakar kancil
kan-cil/
/ke-gi-a-tan mi-ng-gu pa-gi/ /ha-ri-ma-u men-ca-kar kan-cil/
terdapat dua kata berpola /gi/. Subjek hanya membaca sekali yakni pola yang terakhir yakni menjadi bunyi kata /megit/. Membaca tanpa kesalahan Membaca tanpa kesalahan
148
Hasil Post Tes II Kemampuan Membaca Permulaan SIKLUS II Tanggal 19 Maret 2015 a. Perhitungan tes kemampuan membaca permulaan: Nilai siswa
Skor betul Skor maksimal
=
X 100
Perhitungan secara rinci per aspek: Indikator 1
3 x 20
=
60
58 60
x
100
=
96,67
Indikator 2
3 x 20
=
60
56 60
x
100
=
93,33
Indikator 3
3 x 10
=
30
29 30
x
100
=
96,67
=
150
143 150
x
100
=
95,33
Total maksimal
b. Peningkatan kemampuan membaca permulaan Tabel. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siklus I Indikator Membaca Permulaan Membaca suku kata Membaca kata
Membaca kalimat sederhana
Keseluruhan indikator
Pre Tes
Post Tes Siklus II
Peningkatan (Post – Pre) Siklus I
46,67 43,33 53,33 46,67
96,67 93,33 96,67 95,33
50,00 50,00 43,31 48,66
Prosentase Peningkatan (Peningkatan/ Pre X 100%) 107% 115% 81% 81%
c. Deskripsi hasil analisis post tes II kemampuan membaca permulaan siklus I Berdasarkan post tes II kemampuan membaca permulaan siklus I yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai ketiga aspek membaca permulaan, yakni: membaca suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat sederhana. Secara terperinci perolehan nilai dari maksimal setiap indikator yakni: membaca suku kata mencapai 96,67; membaca kata mencapai 93,33; dan membaca kalimat sederhana mencapai 96,67. Keberhasilan yang 149
dicapai subjek secara keseluruhan yakni 95,33 dengan kategori pencapaian “sangat baik” (M. Ngalim Purwanto, 2012: 103). Pencapaian subjek dinilai sangat baik dan mampu melebihi kriteria ketuntasan minimal atau KKM. Hasil post tes kemampuan membaca permulaan siklus I dibandingkan dengan hasil pre tes sebelum tindakan terdapat peningkatan sebesar 48,66 atau dalam presentase sebesar 81%. Kesalahan yang dapat diidentifikasi dari hasil post test siklus II terdapat dua macam. Pertama, subjek melakukan kesalahan membaca suku kata yang berulang. Hal tersebut seperti dapat dilihat dari kata /menggigit/, terdapat /ng/ tengah dan dua suku kata berulang /gi/. Namun subjek hanya membaca sekali sehingga kata yang muncul adalah kata bagian depan dan belakang yakni /me-git/. Kedua, subjek melakukan kesalahan dalam membaca kata yang memiliki pola /ny/ rangkap dan /ng/ tengah dengan tiga suku kata atau lebih. Pola kata di atas perlu diberikan tindakan perbaikan kembali untuk pembelajaran selanjutnya.
150
Lampiran 5.
Panduan Observasi Partisipasi Siswa
Tabel. Panduan Observasi Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran Membaca Permulaan No
Pertemuan Kedua
Pertama
Indikator yang dinilai 1
2
3
4
1
2
Anak duduk di tempatnya dengan baik Anak mendengarkan penjelasan guru Anak ikut serta dalam pembuatan kontrak belajar Anak memilih kata yang disediakan Anak menyebutkan satu persatu huruf dalam kata Anak menunjuk huruf dalam kata Mendengarkan pengucapan huruf yang benar oleh guru Anak mengikuti pengucapan kata dari guru Anak menunjukkan lambang huruf Anak menelusuri huruf dengan cara melihat satu persatu huruf Mengikuti bentuk lambang huruf menggunakan jari telunjuknya Mengucapkan dengan perlahan-lahan Anak membentuk kata yang telah dipilih melalui kartu huruf Anak menuliskan kata di atas kertas Anak mengerjakan tugas yang diminta oleh guru Jumlah Skor Perhitungan Nilai Kategori Nilai Keterangan: Skor 4 = apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, dan mandiri tanpa bantuan guru. Skor 3 = apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, namun dengan bantuan verbal dari guru. Skor 2 = apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan masih dengan bantuan fisik dan verbal guru. Skor 1 = apabila siswa tidak mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan masih dengan bantuan fisik dan verbal guru.
3
Ketiga 4
1
2
3
4
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Observer
Septi Dwirahayu NIM. 11103241048
151
Lampiran 6.
Hasil Observasi Partisispasi Siswa Siklus I
Tabel. Skoring Hasil Observasi Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran Membaca Permulaan SIKLUS 1 Pertemuan No
Pertama
Indikator yang dinilai 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Anak duduk di tempatnya dengan baik Anak mendengarkan penjelasan guru Anak ikut serta dalam pembuatan kontrak belajar Anak memilih kata yang disediakan Anak menyebutkan satu persatu huruf dalam kata Anak menunjuk huruf dalam kata Mendengarkan pengucapan huruf yang benar oleh guru Anak mengikuti pengucapan kata dari guru Anak menunjukkan lambang huruf Anak menelusuri huruf dengan cara melihat satu persatu huruf Mengikuti bentuk lambang huruf menggunakan jari telunjuknya Mengucapkan dengan perlahan-lahan Anak membentuk kata yang telah dipilih melalui kartu huruf Anak menuliskan kata di atas kertas Anak mengerjakan tugas yang diminta oleh guru berupa membaca kata Jumlah Skor Perhitungan Nilai Kategori Nilai
Keterangan: Skor 4 = Skor 3 = Skor 2 = Skor 1 =
2
√
3
4
1
2
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
0
Kedua
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√
2 39 4 45/60 = 75,00 Baik
3
√ 0
Ketiga 4
2
3
4
√
√ √
√ √ √ √ √
√
√ √ √ √ √
√
0 39 8 47/60 = 78,33 Baik
apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, dan mandiri tanpa bantuan guru. apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, namun dengan bantuan verbal dari guru. apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan masih dengan bantuan fisik dan verbal guru. apabila siswa tidak mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan masih dengan bantuan fisik dan verbal guru.
1
0
√ √
0 30 20 50/60 = 83,33 Baik
Observer
Septi Dwirahayu NIM. 11103241048
152
Lampiran 7.
Hasil Observasi Partisipasi Siswa Siklus II
Tabel. Skoring Hasil Observasi Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran Membaca Permulaan SIKLUS 2 No
Indikator yang dinilai 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Anak duduk di tempatnya dengan baik Anak mendengarkan penjelasan guru Anak ikut serta dalam pembuatan kontrak belajar Anak memilih kata yang disediakan Anak menyebutkan satu persatu huruf pada kata Anak memperlihatkan huruf Mendengarkan pengucapan huruf yang benar oleh guru Anak mengikuti ucapan guru. Anak menunjukkan lambang huruf Anak menelusuri huruf dengan cara melihat satu persatu huruf Mengikuti bentuk lambang huruf menggunakan jari telunjuknya Mengucapkan dengan perlahan-lahan. Anak membentuk kata yang telah dipilih melalui kartu huruf Anak menuliskan lambang huruf serta kata di atas kertas
Anak mengerjakan tugas yang diminta oleh guru berupa membaca kata dalam konteks kalimat Jumlah Skor Perhitungan Nilai Kategori Nilai Keterangan: Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
= = = =
Pertama 2 3
√ √ √ √ √ √ √ √ 0
4
Pertemuan Kedua 1 2 3 4
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √ √ √
√ √
0 24 28 52/60 = 86,67 Amat Baik
apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, dan mandiri tanpa bantuan guru. apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, mengikuti instruksi, namun dengan bantuan verbal dari guru. apabila siswa mampu mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan masih dengan bantuan fisik dan verbal guru. apabila siswa tidak mengerjakan dengan benar, tidak mengikuti instruksi, dan masih dengan bantuan fisik dan verbal guru.
√
√
0
1
Ketiga 2 3
√
√
√
√ √
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √
√ √
0 21 32 53/60 = 88,33 Amat Baik
4
√ √
0
√ √
0 18 36 54/60 = 90,00 Amat Baik
Observer
Septi Dwirahayu NIM. 11103241048
153
Lampiran 8.
Panduan Observasi Kinerja Guru
Tabel. Panduan Observasi Kinerja Guru dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Siklus 1 No
Indikator yang dinilai
Pertama 2 3
Pertemuan Kedua 1 2 3 4
1 4 Melakukan penataan kelas Menyiapkan perlengkapan pembelajaran Menyiapkan media Menjelaskan langkah pelaksanan pembelajaran. Kontrak belajar Memperlihatkan kartu kepada anak Meminta anak untuk memilih kata yang yang ingin dipelajari Memberi anak kartu kata berupa bantuan media Membimbing anak menyebutkan huruf yang terdapat pada kartu kata Membimbing anak untuk menunjukkan lambang huruf Membimbing anak menelusuri huruf Membimbing anak untuk menuliskan lambang huruf di atas kertas Memberikan lembar kerja pada anak Meminta anak membaca Memberikan reinforcement Jumlah Skor Perhitungan Nilai Kategori Nilai Keterangan: Skor 4 = apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana tanpa bantuan Skor 3 = apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana namun dengan bantuan Skor 2 = apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald diluar rencana namun dalam konteks pembelajaran Skor 1 = apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald tidak sesuai rencana dan masih dengan bantuan
1
Ketiga 2 3
4
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Observer
Septi Dwirahayu NIM. 11103241048
154
Lampiran 9.
Hasil Observasi Kinerja Guru Siklus I
Tabel. Skoring Observasi Kinerja Guru dalam Pembelajaran Membaca Permulaan SIKLUS I No
Indikator yang dinilai 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Melakukan penataan kelas Menyiapkan perlengkapan pembelajaran Menyiapkan media Menjelaskan langkah pelaksanan pembelajaran. Kontrak belajar Memperlihatkan kartu kepada anak Meminta anak untuk memilih kata yang yang ingin dipelajari Memberi anak kartu kata berupa bantuan media Membimbing anak menyebutkan huruf yang terdapat pada kartu kata Membimbing anak untuk menunjukkan lambang huruf Membimbing anak menelusuri huruf Membimbing anak untuk menuliskan lambang huruf di atas kertas Memberikan lembar kerja pada anak Meminta anak membaca Memberikan reinforcement Jumlah Skor Perhitungan Nilai Kategori Nilai
Keterangan: Skor 4 = Skor 3 = Skor 2 = Skor 1 =
Pertama 2 3
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 0
4
Pertemuan Kedua 1 2 3 4
√
√
√ √
√
√
√
√ √ √ √
√
0 33 16 49/60 = 81,67 Baik
√ √ 0
4
√
√ √
√ √
√ √
√
√
√
√
√
√ √
√
√ √ √ √
√
0 27 24 51/60 = 85 Baik
apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana tanpa bantuan apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana namun dengan bantuan apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald diluar rencana namun dalam konteks pembelajaran apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald tidak sesuai rencana dan masih dengan bantuan
1
Ketiga 2 3
0
0 18 36 54/60 = 90 Amat Baik
Observer
Septi Dwirahayu NIM. 11103241048
155
Lampiran 10. Hasil Observasi Kinerja Guru Siklus II
Tabel. Skoring Observasi Kinerja Guru dalam Pembelajaran Membaca Permulaan SIKLUS II No
Indikator yang dinilai 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Melakukan penataan kelas Menyiapkan perlengkapan pembelajaran Menyiapkan media Menjelaskan langkah pelaksanan pembelajaran. Kontrak belajar Memperlihatkan kartu kepada anak Meminta anak untuk memilih kata yang yang ingin dipelajari Memberi anak kartu kata berupa bantuan media Membimbing anak menyebutkan huruf yang terdapat pada kartu kata Membimbing anak untuk menunjukkan lambang huruf Membimbing anak menelusuri huruf Membimbing anak untuk menuliskan lambang huruf di atas kertas Memberikan lembar kerja pada anak Meminta anak membaca Memberikan reinforcement Jumlah Skor Perhitungan Skor Kategori Skor
Keterangan: Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
= = = =
Pertama 2 3
√
√ √ √
0
4
Pertemuan Kedua 1 2 3 4
√ √
√ √
√
√ √ √ √
√
√
√ √
√ √ √ √
0 12 44 56/60 = 93,33 Amat Baik
apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana tanpa bantuan apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald sesuai rencana namun dengan bantuan apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald diluar rencana namun dalam konteks pembelajaran apabila guru melakukan tindakan pengajaran menggunakan metode Fernald tidak sesuai rencana dan masih dengan bantuan
0
1
Ketiga 2 3
√
√ √ √ √
√ √ √ √
√
√
√ √
√
√ √ √ √
0 12 44 56/60 = 93,33 Amat Baik
4
√ √
0
√ √ √ √
0 9 48 57/60 = 95,00 Amat Baik
Observer
Septi Dwirahayu NIM. 11103241048
156
Lampiran 11. Panduan Wawancara Panduan Wawancara Guru Khusus dan Guru Kelas Reguler dalam Pembelajaran melalui metode Fernald di Kelas Model Inklusi Kluster Indikator Model Kelas Inklusi Kluster Dukungan pembelajaran di kelas
Pengajaran terindividualisasi
Pelaksanaan kolaborasi guru khusus dengan guru kelas
Informan
Sub-indikator pertanyaan
1. Apa bantuan dari guru kelas pada pembelajaran membaca pada siswa berkesulitan belajar ? 2. Bagaimana cara guru kelas mendukung pembelajaran membaca bagi siswa berkesulitan belajar ? 3. Apa upaya guru kelas dalam membangun suasana positif dengan adanya kemampuan membaca rendah Guru pada siswa berkesulitan belajar ? Kelas 4. Bagaimana guru kelas memberikan dukungan bagi siswa berkesulitan belajar pada pembelajaran membaca di luar pengajaran dari guru khusus ? 5. Secara tidak langsung, bagaimana pendapat guru kelas mengenai metode Fernald dalam mendukung pembelajaran membaca di kelas inklusi kluster ? 6. Apakah metode Fernald membantu guru khusus dalam mempermudah pengajaran membaca bagi siswa ? 7. Bagaimana guru khusus menerapkan pengajaran membaca melalui metode Fernald yang akomodatif bagi semua siswa berkesulitan belajar ? 8. Apa kendala guru khusus dalam pengajaran membaca Guru melalui metode Fernald pada siswa berkesulitan belajar Khusus secara terindividualisasi ? 9. Bagaimana guru menangani kendala yang muncul saat pengajaran membaca melalui pada siswa berkesulitan belajar secara terindividualisasi ? 10. Bagaimana guru khusus menandai perkembangan kemampuan setiap siswa berkesulitan belajar ? 11. Apakah guru melaksanakan kolaborasi dalam perencanaan pembelajaran membaca pada siswa berkesulitan belajar ? 12. Apakah guru melaksanakan pembagian tugas untuk penanganan membaca pada siswa berkesulitan belajar ? Guru 13. Bagaimana cara guru kerjasama guru dalam evaluasi Kelas perkembangan membaca pada siswa berkesulitan dan Guru belajar ? Khusus 14. Penerapan metode Fernald dalam kelas kluster, apakah memudahkan guru dalam kolaborasi menangani kesulitan membaca pada siswa berkesulitan belajar ? 15. Bagaimana pendapat guru mengenai pembelajaran membaca melalui metode Fernald yang telah diterapkan dalam kelas kluster ? 157
Lampiran 12. Catatan Hasil Wawancara Hasil Wawancara Guru Khusus dan Guru Kelas Reguler dalam Pembelajaran melalui metode Fernald di Kelas Model Inklusi Kluster Wawancara dengan guru kelas terkait dukungan pembelajaran di kelas yakni Bantuan yang diberikan guru kelas kepada anak berkesulitan belajar terutama dalam pembelajaran membaca pada pelajaran Bahasa Indonesia yakni dengan menerapkan tutor sebaya. Tutor sebaya dilaksanakan saat guru pembimbing khusus tidak serta dalam pembelajaran berlangsung di kelas. Melalui tutor sebaya ini dapat membantu guru kelas dalam menangani kesulitan membaca pada anak-anak berkesulitan belajar. Namun tutor sebaya oleh guru dinilai sebagai hal yang dikhawatirkan mengganggu teman (tutor) pada saat pembelajaran berlangsung. Selain bantuan tutor sebaya, guru kelas mendukung pembelajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar yakni melalui pembacaan teks bacaan secara bersama-sama oleh semua anak di kelas. Dampak dalam keberagaman anak kelas II, selain kedua anak ber kesulitan belajar terdapat juga anak yang lancar dalam membaca. Kesenjangan dari kemampuan anak di kelas II ini cukup terlihat pada kedua anak berkesulitan belajar, satu anak diam tidak membaca dikarenakan kebingungan menandai bacaan yang sedang dibaca teman sekelas, sedangkan satu anak yang lain menirukan bunyi bacaan dari teman sekelas tanpa melihat bacaan. Hal ini dikatakan oleh guru kelas sebagai tantangan dalam melayani ketidakmampuan membaca pada kedua anak berkesulitan belajar tersebut. Upaya guru kelas dalam membangun suasana positif dengan adanya kemampuan membaca rendah pada anak berkesulitan belajar yakni memberikan pujian saat anak mampu menulis satu kata di papan tulis (depan kelas) meskipun dengan bantuan guru mengejakan huruf. Guru kelas juga memberikan waktu tambahan saat anak belum selesai dalam mengerjakan tugas.Cara guru kelas memberikan dukungan bagi anak berkesulitan belajar pada pembelajaran membaca di luar pengajaran dari guru khusus yakni membantu siswa dengan pengejaan suku kata yang jelas. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mandiri untuk menulis, namun secara khusus guru kelas tidak menangani aspek membaca. Pendapat guru kelas mengenai metode Fernald dalam mendukung pembelajaran membaca di kelas inklusi kluster cukup baik. Setiap metode oleh guru dikatakan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode Fernald bagi anak berkesulitan belajar mungkin akan berdampak baik bagi kemampuan membaca mereka. Namun pelaksanaan metode Fernald dalam kelas kluster oleh guru dikatakan perlu selalu diberikan pembimbingan dari guru khusus. Guru menyatakan bahwa Fernald sebagai metode membaca yang khusus yang perlu didampingi guru khusus apabila pelaksanaannya perlu sistematis dari semua indera (visual, auditori, taktil, dan kinestetik). Namun apabila pelaksanaannya cukup melalui visual dan auditori, guru kelas dapat melaksanakannya. Wawancara dengan guru pembimbing khusus terkait pengajaran terindividualisasi: Metode Fernald membantu guru khusus dalam mempermudah pengajaran membaca bagi anak. Secara individual dapat terlaksana dengan baik dan cukup efektif, namun tidak untuk klasikal. Cara guru khusus menerapkan pengajaran
158
membaca melalui metode Fernald yang akomodatif bagi kedua anak dalam kluster yakni penanganan secara bergantian. Satu anak dibimbing setelah membimbing anak lainnya, sehingga anak yang sedang tidak dibimbing dapat mencoba bacaan yang lain. Guru khusus tidak merasakan kendala yang berta dalam pengajaran membaca melalui metode Fernald pada anak berkesulitan belajar secara terindividualisasi. Cara guru khusus menandai perkembangan kemampuan setiap anak berkesulitan belajar yakni dengan catatan setiap pengajaran. Peningkatan yang diperoleh pada saat ini sebagai bahan awal untuk bahan pengajaran selanjutnya. Wawancara dengan guru kelas dan guru pembimbing khusus terkait pelaksanaan kolaborasi guru pembimbing khusus dengan guru kelas Pelaksanaan kolaborasi dalam perencanaan pembelajaran membaca pada anak berkesulitan belajar memang sebelumnya kurang. Guru khusus datang dan langsung mengikuti pembelajaran untuk membimbing anak dalam kelas kluster. Guru kelas dan guru khusus belum melakukan perencanaan pengajaran membaca, hal ini sebagai kendala karena keterbatasan waktu yang dimiliki guru khusus. Sistem inklusi di sekolah masih terlalu fleksibel, di mana kelas membutuhkan guru khusus maka ia membantu. Terdapat tiga guru khusus di sekolah untuk menangani ABK dari kelas I hingga kelas VI. Sebagai dampaknya dalam pelaksanaan penanganan membaca pada anak berkesulitan belajar guru khusus secara langsung menangani di kelas kluster. Di luar ini, pengajaran remedial dan pull out bukan cara penanganan ABK di sekolah ini. Secara khusus evaluasi perkembangan membaca pada anak berkesulitan belajar tidak dilaksanakan. Guru kelas menegaskan bahwa kemampuan membaca anak diperlukan untuk semua mata pelajaran “semua ada membacanya”. Guru kelas yang berpedoman pendekatan tematik ini memberikan keleluasaan anak untuk mengusahakan belajar membaca sendiri. Hal ini menjadi ‘sedikit alasan’ adanya kelambatan perkembangan membaca pada anak berkesulitan belajar. Namun guru kelas cukup pandai dalam menyiasati ketidakmampuan membaca pada anak, yakni dengan metode tutor sebaya atau guru secara klasikal membacakan teks. Pelaksanaan evaluasi perkembangan membaca di dalam kelas terakumulasi dalam evaluasi pelajaran Bahasa Indonesia. Secara tersendiri perkembangan membaca merupakan catatan tersendiri dari guru khusus. Peran guru kelas lebih banyak membantu mengejakan saat pembelajaran menulis. Tanggapan bersama terkait penerapan metode Fernald dalam kelas kluster, cukup memudahkan atau tidak bagi guru dalam kolaborasi menangani kesulitan membaca pada anak berkesulitan belajar. Memudahkan menangani kesulitan membaca pada anak berkesulitan belajar. Secara spesifik guru khusus dapat menilai perkembangan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar tanpa penambahan waktu pembelajaran ataupun pull out dari ruang kelas inklusi. Pendapat guru mengenai pembelajaran membaca melalui metode Fernald yang telah diterapkan dalam kelas kluster. Secara umum dapat diperoleh informasi bahwa metode Fernald dapat diterapkan dalam pembelajaran kluster di kelas II. Penerapan metode Fernald khusus diberikan oleh guru pendamping khusus. Alasannya guru kelas akan tetap mengajar anak reguler yang tidak mengalami kesulitan belajar.
159
Lampiran 13. Program Pembelajaran Individual Program Pembelajaran Individual Sekolah
: SD N Bangunrejo 2
No Induk Siswa
: 709
I.
Informasi umum 1.1. Nama siswa
: And
1.2. Kelas
: II
1.3. Tempat tanggal lahir : Yogyakarta, 29 April 2007
II.
1.4. Usia
: 7 tahun
1.5. Nama orang tua
: Pun/Ir (Ayah/ Ibu)
1.4. Alamat
: Yogyakarta
Masalah yang dihadapi guru kelas Berdasarkan wawancara dengan guru kelas diperoleh informasi mengenai permasalahan yang dihadapi oleh guru, yakni sebagai berikut: 2.1. Umum 1) And kurang dapat mengendalikan perilaku jarang atau menolak mengerjakan tugas dari guru. 2) And sering mengeluh apabila menyalin tulisan dari papan tulis dengan alasan lelah. Sikap mengeluh pada And sering terjadi saat hari sudah mulai siang atau sehabis istirahat. 2.2. Bahasa 1) And kesulitan membaca, ditunjukkan dengan kesulitan dalam menyatukan bunyi huruf menjadi kesatuan kata dengan benar. 2) Kemampuan membaca And pada tahap blending, saat ini subjek dapat mengidentifikasi perhuruf. 3) And kesulitan menulis dengan didikte tanpa penekanan konsonan akhir.
III. Masalah yang dihadapi orang tua Dalam hal penerimaan terhadap anak, orang tua And cukup menerima bahwa And mengalami kesulitan dalam belajarnya. Orang tua And juga menyatakan bahwa And memang sedikit sulit untuk diajak 160
belajar. Hal yang paling dirasakan sulit oleh orang tua pada And yakni dalam aspek keterampilan membacanya. And sangat menyukai bermain hingga melupakan waktu untuk belajar. Hal tersebut menjadi kekhawatiran orang tua, apabila And tidak memperhatikan belajarnya sehingga tidak naik kelas. IV.
Asesmen 4.1. Laporan asesmen secara lengkap yang diterima dari tenaga ahli: Berdasarkan tes CPM (Coloured Progressive Matrices) And berada pada grade III, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan And berada pada rerata And usianya. Hasil tes BG (Bender Gestalt) And berada pada percentile 22, hal ini menunjukkan bahwa And memiliki kemampuan visual motorik di bawah rerata teman usianya. Melalui kedua tes tersebut ahli psikologi menyatakan bahwa tingkat intelegensi And termasuk ke dalam kategori rerata, yang berarti baik. Namun dalam kemampuan visual motorik And kurang baik, sehingga And disarankan untuk berlatih menulis rapi dan menggambar untuk mengembangkan kemampuan visual motoriknya. Kedua tes tersebut dilaksanakan pada tanggal 11 dan 12 Desember 2013. 4.2. Asesmen akademis yang dilakukan: Asesmen akademik dilakukan menggunakan tes CBA (Curriculum Based
Assesment).
Tes
CBA
digunakan
untuk
mengetahui
kemampuan akademik And yakni aspek bahasa dan matematika. Tes dilakukan mulai dari lembar kerja siswa pada kelas 1 semester 1. Melalui tes CBA tersebut diketahui bahwa kemampuan matematika And mencapai 67% pada level kelas 1 semester 1, sedangkan untuk kemampuan bahasa mencapai 62% pada level kelas 1 semester 1. 4.3. Asesmen yang diperoleh dari guru kelas : Asesmen yang dibawa dari guru kelas diperoleh melalui hasil rekapitulasi nilai murni kemampuan And. guru kelas menyatakan And mengalami kesulitan membaca, sehingga berkait dengan semua mata pelajaran sehingga materi ataupun soal harus dibacakan. And kurang dapat dikendalikan dalam
hal sikap menolak untuk mengerjakan 161
tugas, sehingga pembelajaran di kelas sering tidak efektif pada And. Guru memberikan penanganan kelas melalui pengamatan hasil evaluasi belajar/ tes, And mencapai rerata 69,62 dan menempati rangking 15 dari 17 siswa. 4.3. Informasi penting lainnya: Informasi penting ini ditambahkan berdasarkan hasil tes CBA dan catatan observasi. Aspek bahasa terkait kemampuan membaca permulaan, diperoleh informasi bahwa: 1) And mampu mengidentifikasi bunyi huruf dengan benar. 2) And mampu mengeja persuku kata KV-KV-K. 3) And mampu mengeja KV-KV-K pada pola huruf konsonan berbeda. Contoh: panas, terik, hujan, turun, deras, gelas, putih. 4) Kekacauan mengeja terjadi KV-KV-K pada pola huruf konsonan sama. Contoh: tokek, sosis, cicak, nanas, bebek, bibir, gigih, dan lain sebagainya. Kekacauan tersebut ditandai dengan menghilangkan bunyi huruf konsonan yang sama sehingga muncul seperti, kata /cicak/ dibaca /cika/, kata /gigih/ dibaca /gih/ dan lain sebagainya. 5) And dapat menulis didekte pada kata berpola KV-KV-K dengan penekanan huruf konsonan mati di akhir kata. Misal pada kata /kapur/ terdapat penekanan /kapurrr/. Informasi
di
atas
menunjukkan
bahwa
And
memiliki
kecenderungan kesulitan dalam mengulang huruf pada satu kata. Kesulitan ini terjadi mungkin dikarenakan permasalahan konsep auditori pada And. And merasa telah membaca huruf konsonan yang sebelumnya sehingga kekacauan terjadi pada proses pengulangan menyatukan konsonan yang sama di belakangnya. V.
Tujuan Tahunan, secara luas dalam satu tahun akademis: Bahasa: 1) And dapat menguasai kemampuan bahasa setara kelas 2 semester 2 2) And akan dapat membaca kalimat sederhana tanpa melakukan kesalahan menghilangkan, mengganti, dan menambahkan huruf pada kata. 162
VI.
Tujuan Jangka Pendek 6.1 Tanggal Penyusunan
: 1 Maret 2015
6.2 Tanggal Evaluasi
: 31 Maret 2015
6.3 Pokok Bahasan
: Membaca Permulaan
Tabel Tujuan Jangka Pendek Kemampuan Siswa saat ini And mampu membaca huruf dengan benar dan mengeja KVKVK
Kondisi yang ditetapkan oleh guru And mampu membaca per suku kata berpola konsonan rangkap dan diftong
Indikator keberhasilan
Evaluasi (hasil) dan tanggal pelaksanaan
And mampu melakuan dengan benar 70 sub-task secara mandiri.
Evaluasi perpertemuan akan dicatat dan grafik perkembangan ditunjukkan per siklus hasil akumulasi perkembangan selama 3 x tindakan.
163
Lampiran 14. Cheklist Penyaringan Helen Keller – USAID Indonesia
164
165
166
167
168
169
170
Lampiran 15. Rancangan Pembelajaran Individual Siklus I Rancangan Pembelajaran Individual Nama siswa : And Kelas/Semester Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Bahasan Pertemuan : Pertama Alokasi Waktu Tujuan Kegiatan Siswa mampu Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas kata berpola diftong, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran berimbuhan, dan 3. Menyiapkan mediapembelajaran kalimat sederhana 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. dengan benar 70 % 5. Menuyusun kontrak belajar. sub-task secara Inti mandiri. 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja; 3. Memberikan reinforcement
: II/II : Membaca Permulaan : 2 @ 35 menit Media & Metode Evaluasi 1. Persiapan media Lembar Observasi 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Ciri-Ciri Macam Tumbuhan dan Hewan” Media: Lembar Observasi 1. Kartu gambar & kata Siswa mampu membaca 2. Kartu huruf timbul per suku kata berpola 3. White board dan diftong , berimbuhan, Boardmarker dan kalimat sederhana dengan benar 70 subMetode: Membaca Fernald task secara mandiri. Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
171
Rancangan Pembelajaran Individual Nama siswa : Ju Kelas/Semester : Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Bahasan : Pertemuan : Pertama Alokasi Waktu : Tujuan Kegiatan Siswa mampu Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas kata berpola KVK, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran VKV, dan KVKV 3. Menyiapkan mediapembelajaran dengan benar 70 % 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. sub-task secara 5. Menuyusun kontrak belajar mandiri. Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata
Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja; 3. Memberikan reinforcement
II/II Membaca Permulaan 2 @ 35 menit Media & Metode 1. Persiapan media 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Ciri-Ciri Macam Tumbuhan dan Hewan” Media: 1. Kartu gambar &kata 2. Kartu huruf timbul 3. White board & Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Evaluasi Lembar Observasi
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola KVK, VKV, dan KVKV dengan benar 70 sub-task secara mandiri.
Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
172
Nama siswa : Mata pelajaran : Pertemuan : Tujuan Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong, berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 % sub-task secara mandiri.
And Bahasa Indonesia Kedua
Rancangan Pembelajaran Individual Kelas/Semester Bahasan Alokasi Waktu Kegiatan
Awalan 1. Guru melakukan penataan kelas 1. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran 2. Menyiapkan mediapembelajaran 3. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. 4. Menuyusun kontrak belajar. Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja; 3. Memberikan reinforcement
: II/II : Membaca Permulaan : 2 @ 35 menit Media & Metode Evaluasi 1. Persiapan media Lembar Observasi 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Ciri-Ciri Macam Tumbuhan dan Hewan” Media: Lembar Observasi 1. Kartu gambar & kata Siswa mampu membaca 2. Kartu huruf timbul per suku kata berpola 3. White board dan diftong , berimbuhan, Boardmarker dan kalimat sederhana dengan benar 70 subMetode: Membaca Fernald task secara mandiri. Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
173
Rancangan Pembelajaran Individual Kelas/Semester : Bahasan : Alokasi Waktu : Kegiatan
Nama siswa : Ju Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Pertemuan : Kedua Tujuan Siswa mampu Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas kata berpola KVK, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran VKV, dan KVKV 3. Menyiapkan mediapembelajaran dengan benar 70 % 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. sub-task secara 5. Menuyusun kontrak belajar. mandiri. Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja; 3. Memberikan reinforcement
II/II Membaca Permulaan 2 @ 35 menit Media & Metode 1. Persiapan media 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Ciri-Ciri Macam Tumbuhan dan Hewan” Media: 1. Kartu gambar & kata 2. Kartu huruf timbul 3. White board & Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Evaluasi Lembar Observasi
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola KVK, VKV, dan KVKV dengan benar 70 sub-task secara mandiri.
Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
174
Nama siswa : Mata pelajaran : Pertemuan : Tujuan Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong, berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 % sub-task secara mandiri.
And Bahasa Indonesia Ketiga
Rancangan Pembelajaran Individual Kelas/Semester Bahasan Alokasi Waktu Kegiatan
Awalan 1. Guru melakukan penataan kelas 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran 3. Menyiapkan mediapembelajaran 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. 5. Menuyusun kontrak belajar. Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja; 3. Memberikan reinforcement
: II/II : Membaca Permulaan : 2 @ 35 menit Media & Metode Evaluasi 1. Persiapan media Lembar Observasi 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Cerita: Akibat Terlalu Rakus” Media: 1. Kartu gambar & kata 2. Kartu huruf timbul 3. White board dan Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong , berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 subtask secara mandiri.
Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
175
Rancangan Pembelajaran Individual Nama siswa : Ju Kelas/Semester : II/II Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Bahasan : Membaca Permulaan Pertemuan : Ketiga Alokasi Waktu : 2 @ 35 menit Tujuan Kegiatan Media & Metode Siswa mampu 1. Persiapan media Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas 2. Kontrak belajar kata berpola KVK, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran 3. Naskah: VKV, dan KVKV 3. Menyiapkan mediapembelajaran “Cerita: Akibat dengan benar 70 % 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. Terlalu Rakus” sub-task secara 5. Menuyusun kontrak belajar. mandiri. Inti Media: 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 1. Kartu gambar & kata 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 2. Kartu huruf timbul 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 3. White board & 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media Boardmarker 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf Metode: 6. Anak dibimbing menelusuri huruf Membaca Fernald 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja; 3. Memberikan reinforcement
Evaluasi Lembar Observasi
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola KVK, VKV, dan KVKV dengan benar 70 sub-task secara mandiri.
Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
176
Lampiran 16. Rancangan Pembelajaran Individual Siklus II Rancangan Pembelajaran Individual Nama siswa : And Kelas/Semester Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Bahasan Pertemuan : Pertama Alokasi Waktu Tujuan Kegiatan Siswa mampu Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas kata berpola diftong, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran berimbuhan, dan 3. Menyiapkan mediapembelajaran kalimat sederhana 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. dengan benar 70 % 5. Menyusun kontrak belajar. sub-task secara Inti mandiri. 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja ; 3. Memberikan reinforcement
: II/II : Membaca Permulaan : 2 @ 35 menit Media & Metode Evaluasi 1. Persiapan media Lembar Observasi 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “bermain di lingkungan rumah” Media: 1. Kartu huruf timbul dalam papan 2. White board dan Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong , berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 subtask secara mandiri. Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
177
Rancangan Pembelajaran Individual Nama siswa : Ju Kelas/Semester : Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Bahasan : Pertemuan : Pertama Alokasi Waktu : Tujuan Kegiatan Siswa mampu Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas kata berpola KVK, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran VKV, dan KVKV 3. Menyiapkan mediapembelajaran dengan benar 70 % 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. sub-task secara 5. Menuyusun kontrak belajar. mandiri. Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja dengan penekanan konteks kalimat; 3. Memberikan reinforcement
II/II Membaca Permulaan 2 @ 35 menit Media & Metode 1. Persiapan media 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “bermain di lingkungan rumah” Media: 1. Kartu huruf timbul dalam papan 2. White board & Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Evaluasi Lembar Observasi
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola KVK, VKV, dan KVKV dengan benar 70 sub-task secara mandiri. Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
178
Nama siswa : Mata pelajaran : Pertemuan : Tujuan Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong, berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 % sub-task secara mandiri.
And Bahasa Indonesia Kedua
Rancangan Pembelajaran Individual Kelas/Semester Bahasan Alokasi Waktu Kegiatan
Awalan 1. Guru melakukan penataan kelas 1. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran 2. Menyiapkan mediapembelajaran 3. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. 4. Menuyusun kontrak belajar. Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja dengan penekanan konteks kalimat; 3. Memberikan reinforcement
: II/II : Membaca Permulaan : 2 @ 35 menit Media & Metode Evaluasi 1. Persiapan media Lembar Observasi 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Kegiatan Minggu Pagi” Media: 1. Kartu huruf timbul dalam papan 2. White board dan Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong , berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 subtask secara mandiri. Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
179
Rancangan Pembelajaran Individual Nama siswa : Ju Kelas/Semester : Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Bahasan : Pertemuan : Kedua Alokasi Waktu : Tujuan Kegiatan Siswa mampu Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas kata berpola KVK, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran VKV, dan KVKV 3. Menyiapkan mediapembelajaran dengan benar 70 % 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. sub-task secara 5. Menuyusun kontrak belajar. mandiri. Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja dengan penekanan konteks kalimat; 3. Memberikan reinforcement
II/II Membaca Permulaan 2 @ 35 menit Media & Metode 1. Persiapan media 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Kegiatan Minggu Pagi” Media: 1. Kartu huruf timbul dalam papan 2. White board & Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Evaluasi Lembar Observasi
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola KVK, VKV, dan KVKV dengan benar 70 sub-task secara mandiri. Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
180
Nama siswa : Mata pelajaran : Pertemuan : Tujuan Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong, berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 % sub-task secara mandiri.
And Bahasa Indonesia Ketiga
Rancangan Pembelajaran Individual Kelas/Semester Bahasan Alokasi Waktu Kegiatan
Awalan 1. Guru melakukan penataan kelas 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran 3. Menyiapkan mediapembelajaran 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. 5. Menuyusun kontrak belajar.
Inti 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Akhiran 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja dengan penekanan konteks kalimat; 3. Memberikan reinforcement
: II/II : Membaca Permulaan : 2 @ 35 menit Media & Metode Evaluasi 1. Persiapan media Lembar Observasi 2. Kontrak belajar 3. Naskah: “Cerita: gagak yang sombong” Media: 1. Kartu huruf timbul dalam papan 2. White board dan Boardmarker Metode: Membaca Fernald Positive Reinforcement 1. Buku skor 2. Cap skor
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola diftong , berimbuhan, dan kalimat sederhana dengan benar 70 subtask secara mandiri. Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
181
Rancangan Pembelajaran Individual Nama siswa : Ju Kelas/Semester : II/II Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Bahasan : Membaca Permulaan Pertemuan : Ketiga Alokasi Waktu : 2 @ 35 menit Tujuan Kegiatan Media & Metode Siswa mampu 1. Persiapan media Awalan membaca per suku 1. Guru melakukan penataan kelas 2. Kontrak belajar kata berpola KVK, 2. Persiapan perlengkapan untuk pembelajaran 3. Naskah: VKV, dan KVKV 3. Menyiapkan mediapembelajaran “Cerita: gagak yang dengan benar 70 % 4. Guru menjelaskan langkah pelaksanaan pembelajaran. sombong” sub-task secara 5. Menuyusun kontrak belajar. mandiri. Inti Media: 1. Guru memperkenalkan beberapa kartu kata yang dipelajari pada anak 1. Kartu huruf timbul 2. Anak diminta untuk memilih kata yang telah disediakan dalam papan 3. Anak diberi kartu kata sebagai bantuan media 2. White board & 4. Anak dibimbing menyebutkan huruf yang terdapat pada media Boardmarker 5. Anak dibimbing untuk menunjukkan lambang huruf 6. Anak dibimbing menelusuri huruf Metode: 7. Anak dibimbing untuk menuliskan lambang huruf menjadi kata Membaca Fernald Akhiran Positive Reinforcement 1. Evaluasi harian kerja berupa kosa kata yang telah diajarkan; 1. Buku skor 2. Anak membaca kosa kata pada lembar kerja dengan penekanan 2. Cap skor konteks kalimat; 3. Memberikan reinforcement
Evaluasi Lembar Observasi
Lembar Observasi Siswa mampu membaca per suku kata berpola KVK, VKV, dan KVKV dengan benar 70 sub-task secara mandiri. Lembar Naskah Membaca dengan benar 70 dari setiap item kata yang telah dipelajari
182
Lampiran 17. Materi Tindakan
MATERI TINDAKAN Materi Pertemuan Pertama SIKLUS I Tanggal 2 Maret 2015 Topik : membaca dan menyebutkan nama jenisnya “Ciri-Ciri Macam Tumbuhan dan Hewan”
Suyatno, dkk (2008: 98)
183
Materi Pertemuan Kedua SIKLUS I Tanggal 3 Maret 2015 Topik : membaca dan melengkapi bagian kalimat yang rumpang “Ciri-Ciri Macam Tumbuhan dan Hewan”
Suyatno, dkk (2008: 97)
184
Materi Pertemuan Ketiga SIKLUS I Tanggal 4 Maret 2015 Topik
: membaca dan menghafalkan
“Cerita : Akibat Terlalu Rakus”
Suyatno, dkk (2008: 100)
185
Materi Pertemuan Pertama SIKLUS II Tanggal 16 Maret 2015 Topik : membaca dan menyalin “bermain di lingkungan rumah” bersama PPL PGSD
“bermain di lingkungan rumah” Liburan telah usai Sekarang sekolah dimulai kembali Beni demam, dia harus beristirahat di rumah dulu Selama di rumah, Beni bermain bersama Tiur dan Ibu Tiur adalah kakak Beni Tiur kasihan pada Beni adiknya Ibu juga kasihan kepada Beni Karena tidak bisa bermain di luar Ibu mengajarkan beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di dalam rumah
186
Materi Pertemuan Kedua SIKLUS II Tanggal 17 Maret 2015 Topik : Membaca Cerita “Kegiatan Minggu Pagi”
“kegiatan minggu pagi” ibu sedang memasak makanan ubi di atas kompor api kompor itu membara besar di halaman abi membuat garis di sudut depan rumah menggunakan bor aku dan kakak membuat bangun berbentuk bak dari kardus bekas potongan dibuang dalam tong sampah sepupu kami namanya siti ia membantu nenek mencuci selimut itulah kegiatan minggu pagi di rumah kami
187
Materi Pertemuan Ketiga SIKLUS II Tanggal 18 Maret 2015 Topik : Membaca Cerita “gagak yang sombong”
Suyatno, dkk (2008: 90-91)
188
Lampiran 18. Foto Kegiatan
FOTO KEGIATAN
Kolaborasi dalam merencanakan program penelitian oleh peneliti bersama guru kelas dan guru khusus
Situasi pembelajaran dalam model kelas inklusi kluster di kelas II SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta
Guru khusus mendampingi kedua anak berkebutuhan khusus yang salah satunya adalah subjek (berkesulitan belajar)
Pembelajaran membaca dan menulis secara spesifik termuat dalam pelajaran bahasa Indonesia
Guru kelas (berdiri) memantau pembelajaran pada kluster di kelasnya
Media penunjang metode Fernald dalam pembelajaran membaca
189
Lampiran 19. Surat Validasi Praktisi
190
191
192
193
Lampiran 18. Surat Ijin Penelitian
194
195
196
197