SKRIPSI
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN LAMA KERJA TERHADAP PENGETAHUAN PERAWAT UNIT KRITIS DALAM PENCEGAHAN KOMPLIKASI CEDERA KEPALA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN
Oleh: MARGARETTA MANIK 11.02.179
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN LAMA KERJA TERHADAP PENGETAHUAN PERAWAT UNIT KRITIS DALAM PENCEGAHAN KOMPLIKASI CEDERA KEPALA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN
Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh: MARGARETTA MANIK 11.02.179
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
PERNYATAAN HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN LAMA KERJA TERHADAP PENGETAHUAN PERAWAT UNIT KRITIS DALAM PENCEGAHAN KOMPLIKASI CEDERA KEPALA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah saya tulis dan terbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis yang dicantumkan dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 20 Juli 2015
Margaretta Manik
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
Data Diri Nama Tempat/Tanggal Lahir Agama Anak Alamat No Hp
II.
Data Orang Tua Nama Ayah Pekerjaaan Agama Nama Ibu Pekerjaan Agama
III.
: Margaretta Manik : Bagan siapi-api, 17 September 1992 : Katolik : 1 dari 3 bersaudara : Jln. Gajah Mada : 082163501351
: Mawardi Manik : Wiraswasta : Katolik : Ang poti br. Simarmata : Perawat BP Santo Yosep : Katolik
Pendidikan 1999 – 2005 2005 – 2008 2008 – 2011 2011 – Sekarang
: SD Santo Yosef Duri : SMP Santo Yosef Duri : SMA Negeri 2 Mandau Duri : Sedang menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia
ii
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, 20 Juli 2015 Margaretta Manik Hubungan Tingkat Pendidikan dan lama Kerja Terhadap Pengetahuan Perawat Unit Kritis Dalam Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 xi + 46 hal + 5 tabel + 1 skema + 8 lampiran ABSTRAK Cedera kepala merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia dan dari tahun ke tahun jumlahnya semakin bertambah. Ini akibat penanganan yang kurang tepat sehingga menimbulkan komplikasi yang membuat kondisi semakin parah, cedera kepala serta rujukan yang terlambat. Ruang IGD, ICU dan OK sebagai tempat dalam menerima pasien kritis, yang menuntut perawat untuk memiliki kesiapan penanganan baik pengetahuan serta penatalaksanaan klinis, sehingga pasien yang mengalami cedera kepala dengan cepat dapat ditangani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan lama kerja perawat unit kritis terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015. Metode dalam penelitian ini yang digunakan deskriptif corelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini ada 50 perawat yang terdiri dari 17 orang di IGD, ICU 17 orang dan 16 orang di OK. RSU Sari Mutiara Medan, yang diambil secara total sampling, berjumlah 50 perawat. Dengan menggunakan kuesioner,data kemudian diolah dengan analisa chi square test. Hasil analisis bivariat hubungan tingkat pendidikan dengan pencegahan cedera kepala didapatkan nilai signifikan p = 0,880. Dari data tersebut bisa diartikan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala. Sementara hasil analisis bivariat lama kerja terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala didapatkan nilai signifikan p = 0,010. Dari data tersebut dapat diartikan dalam penelitian ini terdapat hubungan antara lama kerja terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala.Penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan tingkat Pengetahuan perawat yaitu dengan meningkatkan tingkat pendidikan perawat di RSU Sari Mutiara Medan sehingga dalam penatalaksanaan komplikasi cedera kepala makin lebih baik lagi. Kata Kunci : Cedera Kepala, Tingkat Pendidikan, Lama Kerja Daftar Pustaka : 39 (1990-2015)
iii
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF NURSING & MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Thesis, July 20th2015 Margaretta Manik Relations And Education Level Of Nurses Working Longer Critical To The Prevention Of Complications Unit Head Injury In Rsu Sari Mutiara Medan 2015 xi + 46 pages + 5 table + 1 scheme + 8 attachment ABSTRACT Head injury is the fourth leading cause of death in the world and from year to year the number is increasing. This is due to improper handling, causing complications that aggravate the condition of head injury and the late referral. Emergency room, ICU and OK as a place to receive critically ill patients, which requires nurses to have a good knowledge and readiness handling clinical management, so that patients with head injuries can be handled quickly. This study aims to determine the relationship between the level of education and length of employment of nurses critical to the prevention of complications unit head injury in RSU Sari Mutiara Medan Year 2015. The method in this research is descriptive corelasi with cross sectional approach. The sample is fixed nurse on duty in the ER, ICU and OK RSU Sari Mutiara Medan, which is taken by total sampling, totaling 50 nurses. By using questionnaires the data is then processed by chi square analysis test. Results of bivariate analysis of education level relationship with head injury prevention gained significant value p = 0.880. From these data can be interpreted that in this study there was no correlation between the level of education on the prevention of complications of a head injury. While the results of the bivariate analysis of long work on the prevention of complications of head injuries obtained significant value p = 0.010. From these data can be interpreted in this study there is a relationship between the length of work on the prevention of complications of a head injury. This study can be used as inputs in increasing the level of knowledge of nurses is to improve the education level of nurses at RSU Sari Mutiara Medan so in the management of complications of a head injury getting better. Keywords : A head injury , the level of education , old workings Bibliography : 39 (1990-2015)
iv
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada peneliti, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan lama Kerja Terhadap Pengetahuan Perawat Unit Kritis Dalam Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Di RSU Sari Mutiara Medan 2015”.
Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2015. Selama proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang peneliti terima demi kelancaran penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu : 1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Dr. Dra. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. 3. dr. Tuahman Fr. Purba, M.Kes, Sp.AN, selaku Direktur RSU.Sari Mutiara Medan. 4. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan sekaligus selaku Ketua Penguji I yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 6. Karnirius Harefa, S.Kp, S.Pd, M.Biomed, selaku Penguji I yang telah meluangkan waktu dalam memberikan saran dan kritikan. 7. Ns. Marthalena Simamora, M.Kep, selaku Penguji II yang telah meluangkan waktu dalam memberikan saran dan kritikan.
v
8. Ns. Normi Sipayung, M.Kep, selaku Penguji III yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Para dosen dan staff di lingkungan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. 10. Teristimewa buat kedua orang tuaku (Bapak M. Manik dan Ibu A. br Simarmata) yang telah memberikan doa, dukungan, moril maupun materil sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Buat kedua adekku (Martin Ignatius Manik dan Anita Cicilia br Manik) yang telah banyak memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Terspesial buat Asril Sanusi Tarigan, Amk yang telah memberikan doa, dukungan, moril maupun materil sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman kos IGD yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, dengan demikian peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
Medan, 20 Juli 2015 Peneliti,
Margaretta Manik
vi
DAFTAR ISI
COVER DALAM PERNYATAAN ..............................................................................................
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
ii
ABSTRAK ......................................................................................................
iii
ABSTRACT .....................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
ix
DAFTAR SKEMA .........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. B. C. D.
Latar Belakang .............................................................................. Rumusan Masalah ......................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................... Manfaat Penelitian..........................................................................
1 7 7 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................................................
9
A. Konsep Cedera Kepala ................................................................... 1. Defenisi Cedera Kepala ............................................................ 2. Macam-Macam Cedera Kepala ................................................ 3. Klasifikasi Cedera Kepala ....................................................... 4. Etiologi Cedera Kepala ............................................................ 5. Patofisiologi Cedera Kepala ..................................................... 6. Manifestasi Klinis .................................................................... 7. Pencegahan Cedera Kepala ...................................................... 8. Komplikasi ............................................................................... 9. Penatalaksanaan Cedera Kepala ............................................... 10. Penanganan Komplikasi Cedera Kepala .................................. B. Konsep Tingkat Pendidikan ........................................................... 1. Defenisi Pendidikan ................................................................. 2. Indikator Pendidikan ................................................................ 3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan ................................................. C. Konsep Pengalaman Kerja ............................................................. 1. Defenisi Pengalaman Kerja ......................................................
vii
9 9 9 10 12 13 14 15 16 18 20 22 22 23 24 25 25
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengalamn Kerja ............. 3. Cara Memeperoleh Pengalaman Kerja ..................................... 4. Manfaat Pengalaman Kerja ...................................................... D. Hubungan Tingkat Pendididkan Perawat dan Pengalaman KerjaTerhadap Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala ............... E. Kerangka Konsep ........................................................................... F. Hipotesis .........................................................................................
25 26 27
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................
30
A. Desain Penelitian ........................................................................... B. Populasi dan Sampel ...................................................................... 1. Populasi .................................................................................... 2. Sampel ...................................................................................... C. Lokasi Penelitian ............................................................................ D. Waktu Penelitian ............................................................................ E. DefenisiOperasional ....................................................................... F. Aspek Pengukuran........................................................................... G. Alat danProsedurPengumpulan Data ............................................. H. Etika Penelitian .............................................................................. I. Pengolahan dan Analisa Data ........................................................
28 29 29
30 30 30 30 30 30 31 31 33 35 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .............................................................................. 1. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................... 2. Gambaran Ruang Lingkup Penelitian ...................................... 3. Karakteristik Responden .......................................................... 4. Hasil Analisis Bivariat ............................................................. B. Pembahasan .................................................................................... 1. Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala ...................................................... 2. Hubungan Pengalaman Kerja Terhadap Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala ...................................................... C. Keterbatasan Penelitian ..................................................................
38 38 39 40 41 42 42 43 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................... B. Saran............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
46 47
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Glascow Come Scale .....................................................................
12
Tabel 3.1 Defenisi Operasional .....................................................................
31
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Perawat IGD, ICU dan OK .....................
40
Tabel 4.2 Distribusi Hubungan Tingkat PendidikanTerhadap Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala .......................................
41
Tabel 4.3 Distribusi Hubungan Lama Kerja Terhadap Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala ...........................................................
ix
42
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka Konsep ..........................................................................
x
26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Informed Consent
Lampiran 2
Lembar Kuisoner
Lampiran 3
Master Data
Lampiran 4
Output
Lampiran 5
Izin Memperoleh Data Dasar
Lampiran 6
SK Selesai Memperoleh Data Dasar
Lampiran 7
Izin Meneliti
Lampiran 8
SK Selesai Meneliti
Lampiran 9
Lembar Konsul
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun yang mengalami cedera kepala lebih dari 2 juta orang, 75.000 orang di antaranya meninggal dunia. Lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang komplek. Di Amerika insiden cedera kepala adalah 200 per 200.000 orang per tahun. Di Indonesia, walaupun belum tersedia data secara nasional, cedera kepala juga merupakan kasus yang sangat sering dijumpai disetiap rumah sakit. Pada tahun 2005, di RSCM terdapat 434 kasus pasien cedera kepala ringan, 315 pasien cedera kepala sedang dan 28 pasien cedera kepala berat (Olva Irwana, Faculty Of Medice, Riau dari http://www.nice.org.uk, Diakses 22 Mei 2012). Angka kejadian cedera kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan perempuan. Ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar benar rujukan yang terlambat (Smeltzer & Bare, 2010).
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan saraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008). Kematian sebagai akibat dari cedera kepala dari tahun ke tahun bertambah,
1
2
pertambahan angka kematian ini antara lain karena jumlah penderita cedera kepala yang bertambah dan penanganan yang kurang tepat atau sesuai dengan harapan kita (Smeltzer & Bare, 2010).
Penelitian multisenter yang dilakukan oleh Levin dkk (1996) terhadap 155 pasien dengan cedera kepala ringan, ditemukan keluhan pertama yang paling sering adalah nyeri kepala 82%. Penelitian yang dilakukan Harsono (2005) terhadap 500 pasien trauma kepala ringan menemukan 79% terdapat paling sedikit satu keluhan dalam suatu wawancara 3 bulan setelah cedera, 78 % mengeluh nyeri kepala (Japardi, 2004). Komplikasi utama trauma kepala adalah peningkatan TIK, perdarahan, infeksi, edema dan herniasi melalui tontronium. Infeksi selalu menjadi ancaman yang berbahaya untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan trauma jaringan. Ruptur vaskular dapat terjadi sekalipun pada cedera ringan; keadaan ini menyebabkan perdarahan di antara tulang tengkorak dan permukaan serebral. Kompesi otak di bawahnya akan menghasilkan efek yang dapat menimbulkan kematian dengan cepat atau keadaan semakin memburuk (Wong, 2008). Telah dilakukan penelitian mengenai kondisi perubahan tingkah laku anak setelah cedera kepala tertutup pada 6-12 bulan post cedera. Kebanyakan anak dengan cedera kepala berat memiliki masalah di sekolah dan beraktivitas di lingkungan sosial dibanding anak yang mengalami cedera kepala sedang dan ringan. Anak yang cedera kepala berat juga mengalami kemunduran dalam fungsi adaptasinya
Secara praktis, di klinik termasuk di rumah sakit, cedera kepala di kelompokkan berdasarkan berat ringannya dengan menggunakan observasi kesadaran yang dikenal dengan Glasgow coma scale (GCS) dan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu cedera kepala ringan (nilaiGCS13-15). Cedera kepala sedang (nilaiGCS9-12) dan cedera kepala berat (nilaiGCS3-8). Cedera kepala berat (GCS3-8), mempunyai survival atau kemampuan untuk bertahan hidup yang lebih rendah, terutama dalam 6 jam pertama setelah kedatangan.
3
Pada waktu ini, proses kerusakan jaringan otak dan iskemik otak karena cedera primer maupun terdapatnya cedera tambahan yang menimbulkan kegagalan kompensasi dapat terjadi, sehingga kematian paling banyak terjadi dalam periode ini (Retnaningsih,2008). Penelitian yang dilakukan oleh Boto (2006) mengungkapkan pasien dengan cedera kepala berat, 20% meninggal dunia pada awal kedatangan. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Singh (2007) terhadap pejalan kaki yang mengalami kematian akibat kecelakaan. Dari 129 orang 56,6% mengalami cedera kepala dan 54,4% diantaranya hanya dapat bertahan hidup (survive) sampai 6 jam pertama.
Berdasarkan dari hal diatas, jelas bahwa cedera kepala adalah insidensi yang sudah menelan banyak korban dengan berbagai prognosa bahkan diantaranya meninggal dunia. Ini semua tidak lepas dari peran perawat dalam melakukan penanganan cedara kepala itu sendiri dan dilandasi oleh pengetahuan perawat dan pengalaman kerja perawat dalam penatalaksanaan keperawatan cedera kepala. Untuk itu perawat harus meningkatkan mutu, kualitas dan pengetahuannya. Karena tugas pokok perawat adalah merawat pasien untuk mempercepat penyembuhan pasien. Dalam hubungan dengan pencapaian keserasian dan kebahagiaan hidup bersama, sumber daya manusia yang berkualitas baik akan senantiasa berusaha untuk mencapai keberhasilan seoptimal mungkin dan meningkatkan produktivitasnya (Hardianti, 2008).
Semua bentuk trauma termasuk cedera kepala membutuhkan terapi dan penatalaksanaan yang intensif mulai dari tindakan premedikasi, bedah sampai perawatan pasca operasi (Ignatavikus, 2010). Sesuai dengan KepMenkes 066/MENKES/SK/II/2006 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam Penanggulangan Gawat darurat, mengharuskan setiap pelayanan kesehatan memiliki perawat yang berkompeten dan terstandar di rumah sakit. Perawat yang berkompeten disini adalah perawat yang menjunjung tinggi sifat profesionalisme. Syarat untuk menjadi seorang
4
perawat yang profesional dapat dilihat dari tingkat pengetahuannya, karena pengetahuan merupakan dasar dan pedoman yang harus dikuasai oleh seorang perawat sebelum melakukan tindakan terhadap pasien.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang. Di samping itu, perilaku yang dalam pembentukannya didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng (Notoatmodjo, 2010). Sumber daya manusia yang ada di rumah sakit perlu mendapatkan perhatian khusus salah satunya adalah perawat. Perawat adalah salah satu profesi yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan ICU (Intensive Care unit) dan IGD (Instalasi Gawat Darurat).
Berdasarkan hasil kajian WHO-Direktorat Pelayanan Keperawatan (2000), menunjukkan bahwa 70,9% tenaga keperawatan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan. Permasalahan yang sering dirasakan dalam pemberian pelayanan gawat darurat dan bencana adalah terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam penanganan kasus gawat darurat, sehingga waktu tanggap melebihi standar yang ditentukan. Perawat sebagai tenaga kesehatan dengan proporsi terbesar kurang lebih 40%, dan 67% nya bekerja di rumah sakit mempunyai kontribusi cukup besar terhadap keberhasilan penanganan kasus gawat darurat (Gilboy, 2005).
Penanganan awal terhadap cedera kepala dapat meminimalkan cedera yang berjalan seiring waktu. Pada penanganan pasien trauma, termasuk cedera kepala, dikenal istilah ”golden period’, yaitu enam jam pertama setelah
5
cedera yang merupakan waktu terbaik untuk memberikan pertolongan. Jika tindakan dilakukan dalam 6 jam pertama setelah cedera, maka angka kematian dan kesakitan dapat diminimalkan (Sunaryo, 2010). Penanganan yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa penderita dengan cepat, tepat dan benar. Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan nafas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi penderita, mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Setiap keadaan yang tidak normal dan membahayakan harus segera diberikan tindakan resusitasi pada saat itu juga (Mansjur, 2010).
Selain itu pengalaman kerja merupakan salah satu faktor dalam penanganan cedera kepala secara cepat dan tepat. Menurut Simamora (1997: 470) masa kerja adalah rentang waktu yang dicapai dalam satuan waktu terhitung dari masa masuk kerja pertama kali. Masa kerja yang melahirkan suatu pengalaman kerja dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Semakin lama seseorang itu bekerja dalam suatu perusahaan maka akan semakin banyak pengalaman dan akhirnya mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pengalaman kerja seorang perawat berkaitan erat dengan masa kerja yang ditempuhnya. Dengan
semakin
lama
masa
kerja
tenaga
perawat
maka
tingkat
pengalamannya dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasiennya juga akan semakin banyak.
Pelayanan Keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan dan menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. Pelayanan Keperawatan ini juga termasuk pelayanan keperawatan di Rumah Sakit yang menurut hasil penelitian (Topcu, 2012). Menyatakan bahwa 90% pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit adalah Pelayanan Keperawatan. Dengan demikian baik buruknya
6
pelayanan kesehatan di suatu Rumah Sakit sangat di tentukan oleh pelayanan keperawatan itu sendiri (Azwar, 2010).
Sejalan dengan perkembangan keperawatan di Indonesia menuju keperawatan profesional telah terjadi perubahan yang mendasar tentang keyakinan dan pandangan perawat terhadap hakekat keperawatan yang meliputi peran, fungsi dan tugas perawat. Tetapi pada kenyataannya, perawat di Rumah Sakit masih belum memahami dan menjalankan peran dan fungsinya. Unit Gawat Darurat sebagai salah satu unit utama di Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kegawat daruratan yang bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita (Smeltzer & Bare, 2010).
Salah satu penyebab utama terjadinya cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Dari tahun ke tahun, permasalahan transportasi diringi dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang selalu meningkat. Hal ini dikarenakan bertambahnya intensitas kendaraan yang ada pada setiap tahunnya (Retnaningsih, 2008).
Jumlah sepeda motor di Sumatera Utara setiap hari bertambah di mana pada data yang ada di Polda Sumut jumlah sepeda motor pada tahun 2002, 1.084.051 unit dan tahun 2006, 2.113.772 unit jadi rata-rata mengalami kenaikan sekitar 20% setahun. Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) setiap tahun meningkat akibat bertambahnya jumlah kendaraan yang berada di jalan raya, jenis kendaraan yang terlibat KLL pada ranking pertama adalah sepeda motor di tempat kedua mobil penumpang (Brunner & Suddarth, 2006).
Berdasarkan informasi dari Satlantas Poldasu data laka lantas mudik lebaran 2011, sebanyak 169 kejadian, luka berat 118 orang, luka ringan 199 orang, tewas 71 kasus. Persentase peningkatan laka lantas 2010 dibanding 2011, naik hingga 26,78%, korban luka berat naik 78,78 %, korban luka ringan
7
158,4%. Korban kecelakaan lalu lintas yang dirawat di RSUP H. Adam Malik pada Ramadhan tahun 2010 didominasi laki-laki sebanyak 22 orang pada wanita sebanyak 13 orang.
Berdasarkan studi pendahuluan yang saya lakukan ke RSU Sari Mutiara Medan, kasus cedera kepala pada tahun 2015 sebanyak 258 angka kejadian dengan jumlah perawat ruang unit kritis 50 orang. Dengan kasus komplikasi cedera kepala Terjadi peningkatan TIK sebanyak 163 pasien, Begitu banyaknya kasus cedera kepala serta resikonya yang begitu besar dan jumlah perawat ruang unit kritis yang terbatas. Peneliti tergerak untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan tingkat pen didikan dan pengalaman kerja perawat unit kritis terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan”.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ijni adalah, “Apakah ada Hubungan Tingkat Pendidikan dan pengalaman kerja Perawat terhadap Pengetahuan perawat Unit Kritis Tentang Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala di RSU. Sari Mutiara Medan tahun 2015?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pendidikan dan Pengalaman Kerja Perawat Terhadap Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala di RSU. Sari Mutiara Medan tahun 2015.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi Hubungan Tingkat pendidikan Perawat Unit Kritis di RSU. Sari Mutiara Medan tahun 2015. b. Untuk mengidentifikasi Hubungan Lama Kerja Perawat Unit Kritis di RSU. Sari Mutiara Medan tahun 2015.
8
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Pasien Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan tindakan penanganan pasien dengan cedera kepala sehingga meningkatkan mutu layanan dan dapat menyelamatkan pasien dari kemungkinan hal yang dapat mengancam jiwa.
2.
Bagi Praktik Keperawatan Sebagai dasar penelitian lanjutan dalam melakukan intervensi atau manajemen pencegahan komplikasi pada cedera kepala ringan dan sedang
3.
Bagi Institusi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi upaya pengembangan sumber daya manusia dalam peningkatan pengetahuan tentang cedera kepala ringan dan sedang dengan mengadakan pelatihan secara berkala tentang penanganan cedera kepala.
4.
Bagi Penelitian selanjutnya Sebagai bahan masukan dan referensi untuk dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Cedera Kepala 1. Defenisi Cedera Kepala Cedera kepala adalah cedera yang bterjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala adalah cedera kepala (terbuka dan tertutup) yang terjadi karena: fraktur tengkorak, komusio (gegar serebri), komtusio (memar/laserasi) dan perdarahan serebral (sub arakhnoid, subdural, epidural, intra serebral dan batang otak) (Smeltzer, 2010).
Cedera kepala adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Cedera kepala adalah suatuntrauma yang mengenai kulit kepala, tulang btengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan disertai natau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian (Price, 2008). 2. Macam-Macam Cedera Kepala Menurut, Brunner dan Suddarth, (2006) cedera kepala ada 2 macam yaitu: a. Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditenbtukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan sel otak
9
10
akibat benda tajam atau tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak. b. Cedera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yanmg bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombustio geger otak, kontusio memar, dan laserasi . 3. Klasifikasi Cedera Kepala Berdasarkan Glascow Coma Scale (GCS) Tingkat kesadaran dinilai dengan Glascow Coma Scale. Penilaian ini harus dilakukan secara periodik untuk menilai apakah keadaan penderita membaik atau mrmburu. Dari ketiga komponen GCS tersebut, motorik merupakan komponen yang paling objektif. Dalam hal ini, untuk semua komponen yang menjadi tolak ukur penilaian adalah reaksi(respons) terbaik. Sebaliknya penilaian untuk satu penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama (Brunner & Suddarth, 2006). a. Cedera kepala berdasarkan nilai GCS: Galascow come scale (GCS) digunakan untuk ,menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipkai secr umum dlam deskripsi beratnya penderita cedera kepala. 1) Cedera kepala ringan(CKR) Penderita dengan cedera kepala yang dibawa ke Gawat Darurat kurang lebih 80% dikategorikan dengan cedera kepala ringan, penderita masih sadar namun dapat mengalami amnesia berkaitan dengan cedera kepala yang dialami. Dapat disebut dengan riwayat hilangnya kesadaran yang singkat namun sulit untuk dibuktikan terutama pada kasus pasien dengan pengaruh alkohol atau obatobatan. Sebagian besar penderita cedera kepala ringan dapat sembuh dengan sempurna, walaupun mungkin ada gejala sisa yang sangat kecil.
11
Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit. Ditandai
dengan : nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada
penyerta seperti pada fraktur tengkorak, kontusio/hematoma. 2) Cedera kepala sedang (CKS) Dari seluruh penderita cedera kepala yang masuk ke UGD RS hanya 10% yang mengalami cedera kepala sedang. Mereka pada umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana, namun biasanya tampak bingung. Sebanyak 10%-20% dari penderita cedera kepala sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam keadaan koma. Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran anatara 30 menit samapai 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung). 3) Cedera kepala berat(CKB) Penderita dengan cedera kepala berat tidak mapu melakukan perintah sederhana walaupun satatus kardiopulmonernya telah stabil, memiliki resiko morbiditas dan mortalitas cukup besar. Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio serebral, laserasi, hematoma dan edema serebral.
12
Menurut Jones (2012) tingkat kesadaran dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 2.1 Glascow Come Scale No 1.
RESPON Membuka mata: -Spontan -Terhadap Rangsang suara -Terhadap nyeri -Tidak ada
2.
Verbal: -Orientasi Baik -Orientasi Terganggu -Kata-kata tidak jelas -Suara tidak jelas -Tidak ada respon Motorik: -Mengikuti perintah -Melokalisasi nyeri -Fleksi Normal/manarik tubuhnya -Fleksi Abnormal dengan rangsangan nyeri -Ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri -Tidak mampu bergerak
3.
TOTAL
4.
NILAI 4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 3-15
Etiologi Arifin (2013), penyebab cedera kepala antara lain : a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan bermotorataui sepeda, dan mobil. b. Kecelakaan pada saat berolahraga, anak dengan ketergantungan. c. Cedera akibat kekerasan. d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak. e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
13
5. Patofisiologi Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan laselarasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselarasi adalah bila kepala membentur objek yang secara felatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada susbtansi alba dan batang otak (Arifin, 2013).
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsu stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal antaranya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya laserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terus – menerus dapat menyenbakan hipoksia, hipertermi peningkatan volume darah pada daerah peningkatan permeabilitas kapiler, serta
14
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakreanial (TIK), hipotensi (Arifin, 2013). Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebakan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
6. Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak Arifin (2013) a. Cedera kepala ringan 1). Kebingungan saat kejadian dan kebingungan terus mentetap setelah cedera. 2). Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas. 3). Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku. Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan. b. Cedera kepala sedang 1). Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahakan koma. 2). Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfunsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan. c. Cedera kepala berat, 1). Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa
sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesehatan. 2). Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
15
3). Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur. 4). Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
7. Pencegahan Menurut Japardi (2004) Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah: a.
Pencegahan Primordial Pencegahan Primordial ialah pencegahan yang dilakukan kepada orang-orang yang belum terkena faktor risiko yaitu berupa safety facilities : koridor (sidewalk), jembatan penyeberangan (over head bridge), rambu jalanan (traffic signal), dan peraturan (law enforcement).
b.
Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu, upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadi yang dirancang untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang tejadinya trauma, seperti : 1) Tidak mengemudi di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. 2) Penggunaan helm, sabuk pengaman (seat belt) 3) Pengendalian/ pembatasan kecepatan kendaraan 4) Membuat lingkungan yang lebih aman bagi manula dan anak-anak, seperti : meningkatkan penerangan seluruh rumah, lantai tidak licin, membuat pegangan pada kedua sisi tangga.
c.
Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya trauma yang terjadi.8 Pada pencegahan sekunder dilakukan diagnosis yang berupa anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan radiologis.
d.
Pencegahan Tersier Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadi komplikasi trauma kapitis yang lebih berat atau kematian. 5 Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi yang tepat, pemberian pendidikan kesehatan sekaligus konseling yang bertujuan untuk mengubah perilaku (terutama
16
perilaku berlalu lintas) dan gaya hidup penderita. Rehabilitasi adalah bagian penting dari proses pemulihan penderita trauma kapitis. Tujuan dari rehabilitasi setelah trauma kapitis yaitu untuk meningkatkan kemampuan penderita untuk melaksanakan fungsinya di dalam keluarga dan di dalam masyarakat. Contoh dari rehabilitasi yaitu terapi peningkatan kemampuan penderita untuk berjalan dan membantu penderita yang cacat akibat trauma kapitis untuk beradaptasi terhadap lingkungannya dengan cara memodifikasi lingkungan tempat tinggal sehingga penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah. Terapi kejiwaan juga diberikan kepada penderita yang mengalami gangguan psikologis, selain itu dukungan keluarga juga membantu proses penyembuhan psikis penderita.
8. Komplikasi Kaufman (2010), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah : a. Peningkatan TIK Menurut (Joanna Beeckler 2006) Tekanan Intrakranial (TIK), didefenisikan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total),cairan serebsospinal (sekitar 10%) dan (darah sekitar 10%). Salah satu yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak (Guyton, 2005).
17
b. Kejang Post Traumatika Enam puluh persen penderita yang mengalami kejang dini, kejang awal terjadi dalam 24 jam pertama dan lebih kurang setengahnya terjadi dalam jam pertama setelah cedera kepala. Dua pertiga keseluruhan penderita akan mengalami kejang lebih dari satu kali, dan 10 persen akan mengalami status epileptic (Blumberg, 2011) Kejang post traumatika dapat dibagi atas: 1). Kejang post traumatika dini (Immediate post traumatic seizures) merupakan kejang yang timbul dalam 24 jam pertama setelah cedera kepala. 2). Kejang post traumatika awal (early post traumatic seizuures) merupakan kejang yang terjadi anatara hari I hingga hari VII setelah cedera kepala. 3). Kejang post traumatika lanjut (late post traumatic seizures merupakan kejang yang timbul lebih dari 1 minggu setelah cedera kepala. 4). Post traumatik epilepsi merupakan kejang post traumatika lanjut yang timbul secara berulang-ulang dan bukan disebabkan oleh hal lain kecuali cedera kepala. Jenis kejang dibagi atas beberapa yaitu: a). Kejang umum (1). Lebih sering terjadi pada anak-anak dengan cedera kepala tertutup (2). Tonik Klonik (grand mal), hilangnya kesadaran terjadi tanpa tandatanda awal atau bisa juga didahului oleh hentakan myoklonik. (3). Petit mal (absense), jarang ditemukan akibatt cedera kepala. Cedera ini diawali dengan keadaan absen (tanpa respons) yang berlangsung singkat diikuti dengan pemulihan segera, kadangkadang disertai dengan peningkatan atau penurunan tonus otot, gerakan di luar kendali atau gerakan klonik ringan. b). Kejang Fokal (partial) (1). Lebih sering terjadi pada penderita dewasa, terutama setelah cedera tembus pada kepala.
18
(2). Kejang fokal sederhana, gejala dan tanda dapat berupa gangguan motorik, sensorik, autonomik, atau psikis bergantung kepada lokasi fokus kejang. Dalam hal ini kesadaran tidak terganggu. (3). Kejang fokal Kompleks, kejang biasanya terjadi tanpa tanda-tanda awal, kadang-kadang disertai dengn gerakan di luar kendali, kesdaran penderita terganggu, dan diikuti oleh periode disorientasi. (4). Kejang partial umum sekunder, kejang dapat diawali dengan gangguan motorik, sensorik, autonomik ataupun psikis, kemudian penderita tidak sadar disertai tonus otot meningkat, selanjutnya terjadi hentakan teratur yang berkurang secara perlahan-lahan. Penderita berada dalam keadaan tidak sdara setelah kejang, pemulihan berlangsung perlahan kadang disertai dengan rasa pahit pada lidah atau mengompol. (5). status epileptikus, Status epileptikus harus segera diatasi karena dapat menyebabkan hipoksia berat pada otak dan dapat mengakibatkan fatal dan dapat memperluas kerusakan otak yang sudah terjadi.
9. Penatalaksanaan Cedera Kepala di UGD Penatalaksanaan penderita cedera kepala di UGD dilakukan secara terpadu sesuai ATLS (Advanced Trauma Life Support) dimulai dengan primary survey, resusitasi dan, secondary survey (Blumberg, 2011) a. Primary survey dan resusitasi Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur servikal. Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder. Penderita cedera kepala berat dengan hipotensi mempunyai status mortalitas dua kali lebih besar dibandingkan dengan penderita cedera kepala berat tanpa hipotensi (60% vs 27%), danya hipotensi akan mengakibatkan kematian yang cepat. 1) Airway dan Breathing Terhentinya pernapasan sementara dapat terjadi pada penderita cedera kepala berat dan dapat mengakibatkan gangguan sekunder. Gangguan
19
airway dan breathing sangat berbahaya pada cedera kepala karena akan dapat menimbulkan hipoksia yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak sekunder. Oksigen selalu diberikan, dan bila pernapasan meragukan, lebih baik memulai ventilasi tambahan. Pada pemeriksaan ariway usahakan jalan napas stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, imobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi. 2) Circulation Hipotensi biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendiri, kecuali p[ada stadium terminal yaitu bila medulla oblongata mengalami gangguan. Perdarahan intracranial tidak dapat menmyhebabkan sytok hemoragik pada cedera kepala berat, pada penderita dengan hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi dan resusitasi untuk mencapai euvolemia.
Hipotensi merupakan tanda klinis kehilangan darah byang cukup hebat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Harus juga di curigai kemungkinan penyebab syok lain seperti syok neurologis (Trauma Medulla Spinalis), kontusio jantung dan Tension Pneumotoraks. Penderita hipotensi yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun dapat memberi respon normal segera setelah tekanan darah normal. Gangguan circulation (syok) akan menyebabkan gangguan perfusi darah ke otak akan menyebabkan kerusakn otak sekunder. Dengan demikian syok dengan cedera kepala harus dilakukan penganan yang agresif. 3) Disability Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan segera setelah status kardiopulmoner stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil. Pada penderita koma respon motorik dapat di lakukan dengan merangsang atau mencubit otot Trapezius atau menekan kuku penderita. Pemeriksaan berikutnya Selama
primary survey,
pemakaian obat-
20
obatan paralisis jangka panjang tidak dianjurkan, bila diperlukan analgesia sebaiknya digunakan morfin dosis kecil dan diberikan secara intravena. 4) Exposure Exposure dengan menghindarkan hipotermia. Semua pakaian yang menutuipi tubuh penderita harus dilepas atau dibuka agar tidak ada cedera yang terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara “log-rolling”. Harus dihindarkan terjadinya hipotermia terutama pada penderita yang diresusitasi dengan cairan kristaloid dalam jumlah besar dan cepat. Hipotermia dapat memicu terjadinya koagulapati dan gangguan irama jantung. b. Secondary Survey Pemeriksaan neurologis serial (GCS, Lateralisasi dan reflek pupil) harus dilakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal adalah dilatasi pupil dan hilangnya reflek pupil terhadap cahaya, adanya trauma langsung pada mata, sering merupakan penyebab abnormalitas respon pupil dan menyebabkan pemeriksaan pupil mata menjadi sulit, namun tetap harus dipikirkan adanya trauma kepala pada penderita cedera kepala berat.
10. Penanganan Komplikasi Cedera Kepala a. `Peningkatan TIK 1). Posisi tidur penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 30-45 Head Up (elevasi kepala), sebab pada posisi kepala yang dielevasi akan mengoptimalkan venous return (aliran balik vena) dari kepala, sehingga akan membantu mengurangi TIK. Posisi tidur diatur sedemikian rupa supaya tidak terjadi penekanan terhadap salah satu vena jugularis interna (Japardi, 2004). Hal-hal lain yang juga mempengaruhi aliran balik vena antara lain: a). Ikatan pita fiksasi kanul trakhea di sekeliling leher terlalu ketat.
21
b). Fleksi leher. c). Valsava manuver yang berulang-ulang akibat tindakan suction, batuk atau keadaan agitasi penderita. d). Pemberian Manitol Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan. Cara pemberian : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. b. Kejang Post Traumatika Pemberian obat anti kejang menurut konsensus “Brain Injury special intersest group of American Academy of Physician Medicine dan Rehabilition” untuk mencegah kejang otot traumatik awal pada cedera kepala tertutup tanpa riwayat kejang, dapat diberikan profilaksis selama 1 minggu pertama setelah cedera kepala, pemberian lebih lama tidak memberikan hasil yang berbeda. Sedangkan pemberian anti kejang untuk pencegahan kejang post traumatika lanjut terbukti belum efektif. Jika kejang hanya berlangsung satu kali, pemberian obat anti kejang hanya dilakukan jika disertai dengan adanya faktor resiko terjadinya kejang berulang. Tanpa faktor resiko, penderita hanya diobservasi. Pada kejang pertama diberikan Phenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4x 100 mg/hari. c. Infeksi Usaha mengatasi infeksi berhubungan erat dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika harus disesuaikan dengan dugaan empiris kuman penyebab. Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain. Beberapa antibiotika yang sering digunakan untuk cedera kepala antara lain : 1). Chloramfenikol (otak yang tidak mengalami peradangan) 2) Vancomycin (di sebabkan infeksi stafilokokus aureus)
22
3). Ceftriakson (Infeksi susunan safar pusat) 4). Ceftazidime(untuk infeksi nasokomial) d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari diberikan parenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti Nacl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan elektrolit, pemasukann cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, SIADH. Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin dan osmolaritas darah.
B. Konsep Tingkat Pendidikan 1.
Defenisi Pendidikan Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) menjelaskan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 14 menjelaskan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Adapun tiga (3) tingkat pendidikan itu adalah sebagai berikut: a.
Pendidikan dasar
23
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah(MTs), atau bentuk lain yang sederajat. b.
Pendidikan menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
c.
Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Akademi menyelenggarkan pandidikan vokasi dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan atau seni tertentu.
2.
Indikator Tingkat Pendidikan Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sistem Pendidikan Nasional dalam UndangUndang RI No. 20 Tahun 2003, mengemukakan bahwa pendidikan terbagi atas: a.
Pendidkan persekolahan / formal (pasal 14) jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
b.
Pendidikan luar sekolah : Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.
24
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Sedangkan pendidikan formal menurut Idris, Zahara (2012) adalah pendidikan yang berlangsung teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung disekolah. Pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah menurut Faizan (2008) adalah semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan kepribadian serta kemampuan anak dan orang dewasa di luar sstem persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui beberapa sistem dan metode penyampaian seperti kursus, bahan bacaan, radio, televisi, penyuluhan dan media komunikasi lainnya.
3.
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Fungsi dan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan Undang Undang RI. No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS adalah bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Faizan (2008) menyatakan bahwa fungsi pendidikan itu meliputi: a.
Memindahkan nilai-nilai budaya
b.
Nilai-nilai pengajaran
c.
Peningkatan mobilitas social
d.
Fungsi sertifikasi
e.
Job training
f.
Memantapkan dan mengembangkan hubungan-hubungan sosial. Tingkat pendidikan berupa pendidikan formal dan non formal mempunyai tujuan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif dalam
25
membentuk mausia seutuhnya agar manusia menjadi sadar akan dirinya dan dapat memanfaatkan lingkungannya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Untuk dapat berfungsi demikian, manusia memerlukan pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi dan dapat mandiri melalui pendidikan. Kinerja yang baik memerlukan pengetahuan dan keterampilan dan penguasaan teknologi, sehingga dengan adanya tingkat pendidikan karyawan maka kinerja karyawan akan mudah tercapai.
C. Konsep Pengalaman Kerja 1.
Defenisi Pengalaman Kerja Menurut Sugiyono, (2011) pengalaman kerja adalah senioritas atau “length of service”
atau
masa
kerja
merupakan
lamanya
seorang
pegawai
menyumbangkan tenaganya di perusahaan. Winardi mendefenisikan senioritas adalah masa kerja seorang pekerja bilamana diterapkan pada hubungan kerja maka senioritas adalah masa kerja seorang pekerja pada perusahaan tertentu (Hudak 2011). Pendapat lain menyatakan bahwa pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya (Mayasari, Agustina , 2009). Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengalaman kerja adalah waktu yang digunakan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan frekuensi dan jenis tugasnya. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengalaman Bekerja Mengingat pentingnya pengalaman bekerja dalam suatu perusahaan, maka dipikirkan juga tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja. Menurut Wawan, (2011) faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pengalaman kerja seseorang adalah waktu, frekuensi, jenis, tugas, penerapan, dan hasil. Dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Waktu Semakin lama seseorang melaksanakan tugas akan memperoleh pengalaman bekerja yang lebih banyak. b. Frekuensi
26
Semakin sering melaksanakan tugas sejenis umumnya orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik. c. Jenis tugas Semakin banyak jenis tugas yang dilaksanakan oleh seseorang maka umunya orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak. d. Penerapan e. Semakin banyak penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas tentunya akan dapat meningkatkan pengalaman kerja orang tersebut. f. Hasil Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik. 3.
Cara Memperoleh Pengalaman Kerja Pengalaman cukup penting artinya dalam proses seleksi pegawai karena suatu organisasi
atau
perusahaan
akan
cenderung
memilih
pelamar
yang
berpengalaman, mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang nanti akan diberikan. Wawan (2011) menyatakan bahwa cara yang dapat dilaksanakan untuk memperoleh pengalaman kerja adalah melalui pendidikan, pelaksanaan tugas, media informasi, penataran, pergaulan, dan pengamatan. Penjelasan dari cara memperoleh pengalaman kerja adalah sebagai berikut : a. Pendidikan Berdasarkan pendidikan yang dilaksanakan oleh seseorang, maka orang tersebut dapat memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak dari sebelumnya. b. Pelaksanaan tugas Melalui pelaksanaan tugas sesuai dengan kemampuannya, maka seseorang akan semakin banyak memperoleh pangalaman kerja. c. Media informasi
27
Pemanfaatan berbagai media informasi, akan mendukung seseorang untuk memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak. d. Penataran Melalui kegiatan penataran dan sejenisnya, maka seseorang akan memperoleh
pengalamanan
kerja
untuk
diterapkan
sesuai
dengan
kemampuannya. e. Pergaulan Melalui pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, maka seseorang akan memperoleh
pengalaman
kerja
untuk
diterapkan
sesuai
dengan
kemampuannya. f. Pengamatan Selama seseorang mengadakan pengamatan terhadap suatu kegiatan tertentu, maka orang tersebut akan dapat memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik sesuai dengan taraf kemampuannya. 4.
Manfaat Pengalaman Kerja Suatu perusahaan akan cenderung memilih tenaga kerja yang berpengalaman dari pada yang tidak berpengalaman. Hal ini disebabkan mereka yang berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat dikerjakan sesuai dengan ketentuan atau permintaan perusahaan. Maka dari itu pengalaman kerja mempunyai manfaat bagi perusahaan maupun karyawan. Manfaat
pengalaman
kerja
adalah
untuk
kepercayaan,
kewibawaan,
pelaksanaan pekerjaan, dan memperoleh penghasilan. Berdasarkan manfaat masa kerja tersebut maka seseorang yang telah memiliki masa kerja lebih lama apabila dibandingkan dengan orang lain akan memberikan manfaat seperti : a. Mendapatkan kepercayaan yang semakin baik dari orang lain dalam pelaksanaan tugasnya. b. Kewibawaan akan semakin meningkat sehingga dapat mempengaruhi orang lain untuk bekerja sesuai dengan keinginannya. c. Pelaksanaan pekerjaan akan berjalan lancar karena orang tersebut telah memiliki sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
28
d. Dengan adanya pengalaman kerja yang semakin baik, maka orang akan memperoleh penghasilan yang lebih baik. Karyawan yang sudah berpengalaman dalam bekerja akan membentuk keahlian dibidangnya, sehingga dalam menyelesaikan suatu produk akan cepat tercapai. Produktivitas kerja karyawan dipengaruhi oleh pengalaman kerja karyawan, semakin lama pengalaman kerja karyawan akan semakin mudah
dalam
berpengalaman
menyelesaikan kerja
suatu
karyawan
produk
akan
dan
semakin
mempengaruhi
kurang
kemampuan
berproduksi, karyawan dalam menyelesaikan suatu produk.
D. Hubungan Tingkat Pendidikan Perawat dan Pegalaman Kerja Terhadap Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala. Berdasarkan hasil penelitian Ruslan (2014) Tingkat Pendidikan dan pengalaman kerja perawat terhadap penilaian tingkat kesadarn (GCS) yakni terdapat 17 responden (42,5%) berpengetahuan baik sedangkan
23 responden (57,5%)
memiliki pengetahuan kurang, Tingkat pengetahuan perawat terhadap penanganan cedera kepalan yakni terdapat 11 responden (27,5%) berpengetahuan kurang sedangkan 29 responden (72,5%) memiliki pengetahuan baik, Untuk penanganan airway-breathing dimana terdapat 40 responden, sebanyak 33 responden (82,5%) yang memiliki pengetahuan yang baik untuk airway management, dan 35 responden (87,5%) yang memiliki pengetahuan baik untuk poin breathing management sedangkan untuk penilaian sirkulasi, dimana 40 responden, sebanyak 31 responden (77,5%) yang memiliki pengetahuan yang baik. Pada bagian ini terutama dikaji mengenai syok hemoragik yang diakibatkan oleh trauma. Jadi kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1.
Tingkat pengetahuan sebagian perawat terhadap penanganan Airway-Breathing Circulation dikategorikan baik.
2.
Tingkat pengetahuan sebagian perawat dalam menilai GCS relatif kurang.
29
E. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Tingkat Pengetahuan
Pencegahan Komplikasi
Pengalaman Kerja
F.
Hipotesis Ha
:Terdapat hubungan pengalaman kerja Perawat terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala.
Ho
:Tidak Terdapat hubungan tingkat pendidikan perawat terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi korelasi, dengan jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan menggunakan metode pendekatan crosssectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan pengalaman kerja perawat unit kritis terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan.
B. Populasi dan Sample 1. Populasi Populasi dalam penelitian adalah seluruh perawat yang dinas di ruang IGD sebanyak 17 orang, ICU sebanyak 17 orang dan OK sebanyak 16 orang dan populasi tersebut bersedia untuk menjadi responden peneliti. 2. Sample Sebanyak 50 responden yang masuk ke dalam pengolahan data telah menyetujui dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling (sampel yang diambil secara keseluruhan).
C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang unit kritis (IGD, ICU, dan OK ) RSU Sari Mutiara Medan. D. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2015.
30
31
E. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional No
Variabel Penelitian
1
Variabel Independen: Tingkat Pendidikan
2
Pengalaman Kerja
3
Variabel dependen: Pengrtahuan perawat Unit Kritis tentang Pencegahan komplikasi pada pasien cedera kepala
Defenisi Operasional Pendidikan formal yang terakhir yang di ikuti oleh responden dan dinyatakan lulus. Rentang waktu yang dicapai dalam satuan waktu terhitung dari masa masuk kerja pertama kali. Tindakan yang dilakukkan perawat 6 jam pertama untuk Pencegahan komplikasi Pasien cedera kepala yang dilihat oleh peneliti selama di ruang unit kritis Rumah Sakit Sari Mutiara.
Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
Kuisoner
1. D-III 2. S-1
Ordinal
Kuisoner
1. 1- 5 Tahun 2. 6-10 Tahun 3. ≥ 11 Tahun
Ordinal
Kuisioner
1. baik: (score 7,5-15) 2. cukup: (score 0-7,4)
Ordinal
F. Aspek Pengukuran Untuk mendapatkan data tentang hubungan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja perawat pada unit kritis terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan penenliti menggunakan instrument penenlitian yaitu kuisoner. 1.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden diperoleh melalui wawancara dengan teknik pengisian kuisoner. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh, maka dapat dikategorikan sebagai berikut: a.
D-III
b.
S-1
32
2.
Pengalaman Kerja Untuk mengetahui lama kerja responden dilakukan dengan wawancara dengan teknik pengisian kuisoner. Berdasarkan hasil pengumpulan data, maka dapat dikategorikan sebagai berikut:
3.
a.
1-5 Tahun
b.
6-10 Tahun
c.
≥ 11 Tahun
Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Untuk mengetahui pencegahan komplikasi pada pasien cedera kepala diperoleh dengan melakukan observasi. Pada lembar observasi terdapat 18 tindakan yang harus dilakukan dalam pencegahan komplikasi cedera kepala. Setiap tindakan yang dilaksanakan diberi skor 1 dan jika dilaksanakan diberi skor 0.
Keterangan: P
: Panjang Kelas
R
: Rentang (Nilai tertinngi-nilai terendah)
BK : Banyak Kelas
Berdasarkan hasil observasi dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Baik, Apabila skor 7,5-15 b. Cukup, Apabila skor 0-7,5
G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 1. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sumber data primer.Sumber data primer merupakan data sumber pertama yang diperoleh dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasanya dilakukan oleh peneliti (Setiadi,
33
2007).Data primer tentang tingkat pengetahuan perawat diperoleh dari hasil pengisian kuesioner. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, badan/instansi yang secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2007). Data sekunder yang digunakan peneliti adalah data yang diperoleh dari rekam medik RSU Sari Mutiara Medan.
2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data. Nursalam (2008) mengatakan pengumpulan data sebagai proses pendekatan kepada subyek dan pengumpulan karakteristik subyek dalam penelitian. Pada penelitian ini pengumpulan data variabel independen menggunakan kuesioner yang dibuat dan dikembangkan oleh peneliti.Data dari penelitian tersebut diperoleh dengan teknik pengisian kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat, dan untuk variabel dependen peneliti juga melakukan kuisioner terhadap tindakan pencegahan komplikasi.
Adapun prosedur terkait pengumpulan data dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: a.
Prosedur administratif penelitian Peneliti melakukan pengajuan surat studi pendahuluan pada ketua prodiPSIK Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) USM Indonesia. Setelah mendapatkan surat studi pendahuluan dari fakultas,peneliti melakukan permintaan izin kepada direktur RSU.Sari Mutiara untuk melakukan studi pendahuluan.
b.
Langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut: Peneliti
yang
telah
mendapatkan
izin
untuk
melakukan
penelitian,kemudian melakukan koordinasi dengan kepala unit kritis RSU Sari Mutiara, dan dilanjutkan dengan meminta persetujuan direktur RSU Sari Mutiara.Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan untuk penelitian, peneliti
34
melakukan perkenalan dan pendekatan dengan para perawat yang dinas di ruang unit kritis. Peneliti menjelaskan prosedur penelitian terkait penelitian yang akan dilakukan.
Langkah selanjutnya adalah peneliti mengumpulkan data terkait tingkat pengetahuan perawat. Data mengenai tingkat pengetahuan diperoleh dari kuesioner yang dibagikan pada perawat.Perawat diminta untuk mengisi kuesioner yang berisikan data karakteristik responden,
dan
menjawab
peneliti.Selanjutnya,
peneliti
semua
pernyataan
mengecek
kembali
yang
dibuat
kelengkapan
pengisian kuesioner, apabila belum lengkap maka respondendiminta melengkapi terlebih dahulu kuesioner yang belum diisi.Peneliti mengolah data dari kuesioner yang dikumpulkan responden.
Melakukan observasi tindakan keperawatan saat penelitian. Peneliti melakukan observasi selama 30 hari, mulai dari pukul 08.00 - 14.00 WIB.
3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data atau instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. a. Kuisoner Kuesioner berisi tentang karakteristik demografi perawat pelaksana yang terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kepegawaian, lama kerja di area lain. Kuesioner berisi pertanyaan terbuka. Hasil pengumpulan data subvariabel usia, lama kerja di area lain tidak dikategorikan. Subvariabel jenis kelamin dikategorikan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan.Subvariabel tingkat pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu D3 keperawatan dan S1keperawatan.
35
H. Etika Penelitian Penelitian yang dilakukan perlu memperhatikan etika penelitian (Potter dan Perry, 2005; Wood dan Brink, 1998), sebagai berikut:. 1. Informed consent Pada penelitian ini, peneliti memberikan informed consent (lembar persetujuan) kepada responden yang berisi tentang informasi yang lengkap tentang tujuan penelitian dan prosedur penelitian. Responden yang bersedia menjadi subyek penelitian, diminta untuk menandatangani informed consent (formulir persetujuan). Namun, terhadap responden yang menolak, peneliti tidak melakukan paksaan ataupun ancaman apapun. 2. Confidentiatelly Pernyataan bahwa informasi apapun yang berkaitan dengan responden tidak dilaporkan dengan cara apapun dan tidak mungkin diakses oleh orang lain selain peneliti. Pada penelitian ini, kerahasiaan responden dijaga dengan tidak menunjukkan data hasil penelitian kepada orang lain. Kerahasiaan informasi atau data yang diperoleh dari responden akan dijamin oleh peneliti dan hanya hanya akan digunakan pada penelitian ini saja serta akan dimusnakan setelah proses pelaporan penelitian diterima sebagai hasil penelitian yang sah. 3. Anonymity Anonymity yaitu suatu jaminan kerahasiaan identitas dari responden. Identitas responden dirahasiakan dan diberi kode tertentu sehingga bukan nama terang responden, peneliti hanya mencatumkan kode yang akan dilampirkan dalam hasilpenelitian. Kesesuaian nama responden dan kode tersebut hanya diketahui peneliti.
36
I.
Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui beberapa tahap yaitu: a. Editing Editing merupakan kegiatan pemeriksaan isi kuisioner untuk pengecekan atau perbaikan. Pengambilan data ulang dapat dilakukan apabila isi kuisioner belum lengkap (Notoatmodjo, 2010). Dari 50 kuisioner yang diisi semuanya terisi dengan lengkap sehingga total kuisioner yang masuk dalam data berjumlah 50 lembar. b. Coding Pemberian kode identitas responden untuk menjaga kerahasiaan dan mempermudah proses penelusuran biodata responden bila diperlukan. Kode pada usia ≤ 30 tahun diberi kode 1, usia 31-40 tahun diberi kode 2 dan usia ≥ 41 tahun diberi kode 3. Jenis kelamin laki-laki diberi kode 1 dan jenias kelamin perempuan diberi kode 2. Tingkat pendidikan DIII diberi kode 1 dan S-1 diberi kode 2. Lama bekerja ≤ 5 tahun diberi kode 1, 6-10 tahun diberi kode 2 dan ≥ 11 tahun diberi kode 3. Pencegahan komplikasi cedera kepala dengan kategori baik diberi kode 1 dan kategori cukup diberi kode 2. c.
Entry Tahap ini memasukkan data ke komputer dengan menggunakan program Excel ke dalam spread sheet dan diolah dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan program komputer.
d. Tabulating Pernyataan-pernyataan yang telah dijawab kemudian diproses dan dimasukkan ke dalam tabel-tabel distribusi sehingga dapat dihitung sesuai dengan kategori yang ditentukan.
37
2. Teknik Analisa Data a. Analisis Univariat Analisis
univariat
merupakan
analisis
yang
bertujuan
untu
menjelaskan atau mendeskripsikan tentang distribusi frekuensi dan persentase setiap variable penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis data mengenai: karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan, status kepegawaian, lama kerja), pengetahuan perawat tentang tindakan keperawatan. Analisis univariat pada penelitian ini dikategorikan oleh peneliti untuk memudahkan pembacaan dan analisis pada pembahasan.
b. Analisis Bivariat Teknik analisa yang dilakukan untuk mengetahui hubungan Tingkat pendidikan perawat dan pengalaman kerja terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala.Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi – square dengan tingkatsignifikasi < 0,05.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang pelaksanaan penelitian beserta hasil dan pembahasan tentang hubungan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja perawat terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di unit kritis RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2 minggu sejak tanggal 15 Mei 2015-30 Mei 2015. Penelitian ini dilakukan kepada 50 responden yang secara proporsional di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), Intensive Care Unit (ICU) dan OK dimana peneliti mengunjungi setiap responden di ruang unit tersebut dan berkoordinasi dengan kepala keperawatan dan jajaran managemen dan fungsional keperawatan menjelaskan maksud serta tujuan penelitian dan membagikan lembar kuisoner sesuai dengan data yang dibutuhkan. Penelitian dilakukan mulai pukul 08.00 - 16.00 WIB. Penyajian data hasil penelitian ini terdiri dari analisa univariat dan bivariat yang sebelumnya telah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan uji statistik yang telah ditentukan dengan menggunakan perangkat komputer.
A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Objek Penelitian RSU Sari Mutiara Medan merupakan salah satu rumah sakit yang berada di provinsi Sumatera Utara yang memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspealis. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah Sakit ini diresmikan pada tahun 1978. Dalam usianya yang ke 37 tahun ditahun 2015 ini, rumah sakit sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam perjalanannya. Saat ini RSU Sari Mutiara sudah terakreditasi rumah sakit swasta tipe B, menjadi Rumah sakit rujukan dari beberapa rumah sakit daerah dalam melakukan studi banding dan banyak prestasi lain yang cukup membanggakan. Sumber daya manusia yang tersedia pun cukup memadai yaitu jumlah dokter sebanyak 86 orang (dokter umum 16 orang, dokter spesialis 54 orang, dokter gigi 2 orang, dokter gigi spesialis 4 orang),
38
39
perawat 241 orang, paramedic non-perawat 124 orang dan non-medis 98 orang. Saat ini RSU Sari Mutiara mempunyai kapasitas 289 tempat tidur, dengan angka BOR diatas 85%. Pencapaian mutu layanan cukup baik, angka kepuasan pelanggan diatas 80%. Namun disemua lini masih perlu peningkatan dan perbaikan perbaikan yang harus dilakukan.
2. Gambaran Ruang Lingkup Penelitian a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu jenis pelayanan di RSU Sari Mutiara yang nonstop dalam memberikan pelayanan 24 jam penuh. Pada tenaga medisnya pun harus responsif dalam memberikan
pelayanan,
karena
IGD
merupakan
pelayanan
pertolongan emergency. Selain itu pula, IGD merupakan pelayanan yang bersinggungan langsung dengan keselamatan jiwa pasien.
IGD di RSU Sari Mutiara Medan memiliki tenaga kerja 1 orang dokter spesialis, 3 orang dokter umum sebanyak, 3 orang perawat S-1 dan 13 orang perawat D-III yang bekerja shift pagi, siang dan malam. Jumlah tempat tidur yang tersedia di IGD sebanyak 16 tempat tidur.
b. Intensive Care Unit (ICU) Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus.
ICU di RSU Sari Mutiara Medan memberikan pelayanan 24 jam dan memiliki tenaga kesehatan yang sudah terlatih dan telah memiliki sertifikat PPGD. Jumlah perawat di ICU sebanyak 17 orang diantaranya 4 orang dengan pendidikan S-1 dan 13 orang dengan pendidikan D-III. Selain itu terdapat 1 orang dokter spesialis dan 3 orang dokter umum. Jumlah tempat tidur yang tersedia sebanyak 14.
40
c. OK Ruang bedah di RSU Sari Mutiara Medan memiliki tenaga kesehatan 17 perawat yang sudah terlatih dan telah memiliki sertifikat diantaranya 13 orang perawat dengan pendidikan D-III dan 4 orang perawat dengan pendidikan S-1.
3. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan Karakteristik Perawat IGD, ICU dan OK Di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (n = 50) Variabel Golongan Umur ≤ 30 Tahun 31-40 Tahun ≥ 41 Tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan D-III S-1 Lama Kerja ≤ 5 Tahun 6-10 Tahun ≥ 11 Tahun
n
%
19 18 13
38.0 36.0 26.0
22 28
44.0 56.0
39 11
78.0 22.0
16 21 13
32.0 42.0 26.0
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari 50 responden dengan mayoritas berumur ≤ 30 tahun sebanyak 19 orang (38%). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin mayoritas responden adalah perempuan sebanyak 28 orang (56%). Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan mayoritas responden adalah D-III sebanyak 39 orang (78%). Sementara berdasarkan karakteristik lama kerja mayoritas adalah 6-10 tahun sebanyak 21 orang (42%).
41
4. Hasil Analisis Bivariat a. Tingkat Pendidikan Terhadap Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Komplikasi Cedera kepala Tabel 4.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Tingkat Pendidikan D-III S-1 Total
Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Baik Cukup n % N % 36 72.0 3 6.0 10 20.0 1 2.0 46 92.0 4 8.0
Total n 39 11 50
% 78.0 22.0 100.0
p
OR
0.880
0.022
Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan perawat terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2015 (p = 0.880).
b. Lama
Kerja
Terhadap
Pengetahuan
Perawat
Tentang
Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Tabel 4.3 Distribusi Hubungan Lama Kerja Terhadap Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala
Lama Kerja ≤ 5 Tahun 6-10 Tahun ≥ 11 Tahun Total
Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Baik Cukup n % n % 12 24.0 4 8.0 21 42.0 0 0.0 13 26.0 0 0.0 46 92.0 4 8.0
Total n 16 21 13 50
% 32.0 42.0 26.0 100.0
p
OR
0.010
9.88
Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja perawat terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2015 (p = 0.010; OR = 9,88) yang berarti perawat dengan lama kerja > 11 tahun memiliki pengetahuan baik tentang pencegahan komplikasi cedera kepala 9,88 kali dibandingkan perawat dengan lama kerja < 5 tahun.
42
B. Pembahasan 1. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan komplikasi Cedera Kepala Berdasarkan
hasil
uji statistik
terhadap
50
responden
perawat
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan perawat D-III sebanyak 39 orang (78%) dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 36 orang (72%) dan kategori pengetahuan cukup sebanyak 3 orang (6%). Sementara pendidikan perawat S-1 sebanyak 11 orang dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 10 orang dan cukup 1 orang. Dari uji statistik chi square di peroleh nilai p = 0,880 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikana antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan perawat tentang pencegahan komplikasi cedera kepala.
Berdasarkan asumsi peneliti hal ini dapat disebabkan karena perawat dengan pendidikan D-III rata-rata telah bekerja lebih dari 5 tahun sehingga pengalaman yang mereka miliki mampu meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan komplikasi cedera kepala.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2006) dengan judul “Analisis Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Keperawatan pada RS. Nirmala Suri Sukoharjo”, menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat analisis regresi linear berganda, uji t, uji f dan koefisien determinasi.
Sementara hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarsih (2008) dengan judul “Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Perawat di RSU Pandan Arang”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat analisis regresi berganda, uji F, uji t dan koefisien korelasi berganda. Penelitian ini menyimpulkan
43
bahwa variabel pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perawat.
Latar belakang pendidikan perawat IGD, ICU dan OK di RSU Sari Mutiara Medan adalah D-III dan S-1 Keperawatan. Menurut U.S Departement of labor (2005), lulusan sarjana muda dan diploma atau setingkat merupakan sumber daya yang tumbuh paling signifikan dalam dunia kerja (Potter & Perry, 2009). Menurut Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuannya. Petugas kesehatan IGD yang dapat melakukan tindakan penanangan cedera kepala minimal berpendidikan D-III.
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan penanganan trauma kapitis pernah diteliti oleh Faizan (2008), dimana didapatkan nilai p value = 0,002 (p < 0,05). Melalui pendidikan, diharapkan adanya peningkatan pengetahuan tentang penanganan trauma kapitis yang dapat menimbulkan peningkatan kinerja perawat dalam melakukan tindakan pencegahan.
2. Hubungan Lama Kerja Dengan Pencegahan Komplikasi Cedera Kepala Berdasarkan
hasil
uji statistik
terhadap
50
responden
perawat
menunjukkan bahwa lama kerja perawat ≤ 5 tahun sebanyak 16 orang (32%) dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 12 orang (24%) dan kategori pengetahuan cukup sebanyak 4 orang (8%). Lama kerja perawat 6-10 tahun sebanyak 21 orang (42%) dengan keseluruhan kategori pengetahuan baik. Sementara lama kerja perawat ≥ 11 tahun sebanyak 13 orang (26%) dengan total keseluruhan kategori pengetahuan baik. Dari uji statistik chi square di peroleh nilai p = 0,010 yang berarti ada hubungan yang signifikana antara lam kerja terhadap pengetahuan perawat tentang pencegahan komplikasi cedera kepala.
44
Berdasarkan asumsi peneliti hal ini dapat disebabkan karena perawat dengan lama kerja dibawah 5 tahun masih memiliki pengalaman yang kurang sehingga mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang pencegahan komplikasi cedera kepala. Sementara perawat dengan lama kerja lebih dari 5 tahun secara keseluruhan dianggap berpengalaman sehingga memiliki pengetahuan yang sangat baik tentang pencegahan komplikasi cedera kepala.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferawanti (2005), dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Keperawatan pada Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R.Soeharso Surakarta” menghasilkan kesimpulan bahwa secara bersama-sama tingkat pendidikan dan pengalaman kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedangkan faktor paling dominan dalam mempengaruhi kinerja karyawan adalah variabel pengalaman kerja. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda, uji t, uji F, dan koefisien determinasi.
Lama kerja perawat akan mempengaruhi kinerja seorang perawat itu sendiri. Pengalaman akan memberikan wawasan dan keterampilan baru bagi perawat dalam memecahkan suatu kasus yang baru. Hubungan antara lama kerja dengan penanganan trauma kapitis pernah diteliti (2008), dimana didapatkan nilai p value = 0,000 (p < 0,05). Melalui pengalaman bekerja, diharapkan adanya peningkatan pengetahuan dan perilaku yang dapat menimbulkan peningkatan kinerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.
Lama bekerja seseorang akan menentukan banyak pengalaman yang didapatkannya.
Sunaryo
(2004)
mengemukakan
bahwa
tingkat
kematangan dalam berpikir dan berperilaku dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama masa kerja akan semakin tinggi tingkat kematangan seseorang dalam berpikir
45
sehingga lebih meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Lama bekerja seorang petugas kesehatan unit kritis dapat melakukan penanganan cedera kepala minimal memiliki masa kerja > 2 tahun.
C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini ada beberapa kelemahan penelitian diantaranya: Pada waktu peneliti membagikan kuisioner tidak semua responden berada di tempat dan jumlah responden yang kecil sehingga perlu dilakukan penelitian yang sama dengan jumlah responden yang lebih besar dan waktuyang lebih banyak.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Perawat dengan tingkat pendidikan D-III sebanyak 39 orang dan tingkat pendidikan S-1 sebanyak 11 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (p = 0,880). Sementara berdasarkan lama kerja perawat ≤ 5 tahun sebanyak 16 orang, 6-10 tahun sebanyak 21 orang dan ≥ 11 tahun sebanyak 13 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel lama kerja mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (p = 0,010).
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan sampel penelitian yang lebih besar, dan lokasi penelitian di rumah sakit lainnya sehingga dapat diketahui apakah ada hubungan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja terhadap pencegahan komplikasi cedera kepala.
2. Bagi Rumah Sakit Dalam upaya meningkatkan profesionalisme profesi keperawatan, pihak RSU Sari Mutiara Medan perlu mengadakan beberapa kegiatan seperti: pelatihan-pelatihan kepada perawat yang ketrampilannya masih kurang, sedangkan tenaga perawat yang sudah baik diberikan tambahan pengetahuan dengan mengikutsertakan
46
47
mereka dalam seminar-seminar keperawatan baik yang diselenggarakan oleh pihak rumah sakit maupun yang diselenggarakan oleh instansi lain.
3. Bagi Perawat Unit Kritis Meningkatkan pengembangan pelatihan yang membahas materi system neurologi secara mendalam, terutama berkaitan dengan trauma kapitis yang terkait dengan pengetahuan pencegahan komplikasi cedera kepala dan meningkatkan keterampilan perawat Unit Kritis terutama tentang pencegahan dan penanganan cedera kepala.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M.Z., R. Sidabutar, et al. (2010). Profile of acute traumatic sdh surgically treated based on internal operating timein 78 patients Bandung, Departemen Bedah Saraf, RS Hasan Sadikin, Universitas Padjajaran. Azwar,S.(2010). Sikap manusia : teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Blumberg, P.(2011). Neuropathology of traumatic Brain Injury.Youman Neurological Surgery. H. R. Winn. Philadelphia, Elsevier Saunders. 4: 3277-3287. Blumberg, P.C. (2005) Patholoy. HeadInjuri, Pathology and Management.P.L. Reilly and R.Bullock.Cennai, India, Hodder Arnold. Boto, G.R, Gomes, P.A. De La Crus, J, Lobato, R.D.2006. Severe Nead Injury and the risk of early death.J Neurol Neurosurg Psychiartry 77,1054-1059. Bruner dan Suddarth’s.(2006).texbook of medical surgical nursing, Lippincontt: Williams dan Wilkins. Eisenberg, H.M, Frankowski, R.F, Contant, C.F, et al (1990): High dose barbiturates control elevated intracranial pressure in patients with sereve head injury. J Neorosurg 69: 15-23. Faizann.(2008). Hubungan tingkat pendidikan dan lama kerja perawat dengan kinerja perawat RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali.Diperoleh pada tanggal 07 Januari 2015 dari http://eprint.ums.ac.id/11041/39pdf. Gilboy, N.(2005). Australasian triage scale. Australia: Emergency Departemet. Guyton, Athur C.&Hall, John E.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi-9. Editor:Irawati Setiawan. Jakarta: EGC. Hardianti. (2008). Gambaran kerja perawat Jaakarta: Trans Info Media.
pelaksana unit instalasi gawat darurat.
Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogayakarta: Gajah Mada University Press. Hudak (2011).KeperawatanKritis,PendekatanHolistik,VolumeII.Jakarta:EGC. Ignativius & workman.(2010). Mesical surgical nursing; patient centered collaborative care. Philadephia: Saunders. Japardi, I. Cedera Kepala: memahami aspek- aspek penting dalam pengelolaan penderita cedera kepala. Jakarta : Bhuanna Ilmu Populer ; 2004. P.7-26. Japardi, I. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepaala Secara http://.usu.ac.id/dowload/fk/bedah-iskandar%20japardi61.pdf.Pada Desember 2011.
Opertif, tanggal
di 23
Joanna, Briggs. Institute for Evidence Base Nursing and Midwifery (JBIEBNM).(2006). Fever management.The Joanna Briggs Institute for Evidence Base Nursing adnd Midwifery. Jones.H.R. (2009) Glascow coma scale. Juli http://www.netterimages.com/image/63266.htm.
08
2013.Netres
neorology.
Kaufman,et all, 2010. Medical Complication of head injury.in : Evans RW. Neurologi and trauman.PP-186-200 W.B.Saunders company.philadelphia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 006/Menkes/SK/VIII/2006, tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Sumber Daya Manusia. Levin, L.S, Barwick, W.J. (1996): Scalp Injuries: Wilkins RH, Rengacharry SS (eds) Neurosurgery, McGrawHill, New York, 2727-2738. Mansjur, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mayasari, Agustina.(2009). Analis Pengaruh Persepsi Faktor Manajemen Keperawatan terhadap tingkat Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang.Pascasarjana IKM-Undip. Notoadmojo, S.(2010). Metode penelitian kesehatan.Jakarta :Aneka Cipta. Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodelogi penelitaian ilmu keperwatan pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan.Jakarta: Salemba Medika. Olva Irwana. (2008). Faculty of medicine. Riau. http://www.nice.org.uk. Diunggah 22 Maret 2015. Price, A. (2008).Patologi konsep klinis proses- proses penyakit.Jakarta : EGG. Retnaningsih.(2008). Cadera kepala traumatic, www.kabarindonesia.com diakses 12 November 2008. Sastroasmojo dan Ismael.(2010). Dasar- dasar metodeologi penelitian klinis.Edisi-3 Jakarta: Bina Rupa Aksara. Semeltzer, S.C, dan Bare, B.G.(2010). Bruner dan Studenth’s text book of medical surgical nursing philadelphia : Lippincort SME. Setiadi, (2007).Konsep dan penulisan risetkeperawatan. Yokakashi Graha Ilmu. Simamora, Henry.1997. Menagement Sumber Daya Manusia, Edisi Ke-2 Yogyakarta : Bagian penerbit STIE YKPN. Singh,Harnam,dkk.(2007).AReviewofPedestrianTrafficFatalities.NewDelhi:JIAFM. Sugiyono. (2011). Metode penelitian kwantitatif dan R dn D. Bandung Alfa Beta
Sunaryo, Y.E. (2010). Pelaksana treiage oleh perawat instalasi gawat darurat rumah sakit Immanuel Bandung. Diperoleh tanggal 11 Agustus 2013 dari :www.rsimmanuel.com/index.php?option. Topcu SY, 2012. Pain Management Nursing: Official. American Societty of Management nurses, 13 (1), 7-11.
Pain
Wong, dkk.(2008). Buku ajar keperawatan pediatric.Jakarta : EGC. Widiyanto, Puguh (2007). Penanganan pasien cedera Kepala. Maspuguh-filterwordpress.com/2008/02/penatalaksanaan-cedera-kepala.doc. Diakses 21 November 2008. Wawan, A dan Dewi M 2011, Teori dan pengukuran pengetahuan, perilaku, dan perilaku manusia, Yogyakarta.
Lampiran 1 PERSETUJUAN RESPONDEN
Dengan Hormat, Sehubungan dengan penyusunan laporan penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan lama Kerja Terhadap Pengetahuan Perawat Unit Kritis Dalam Pencegahan Komplikasi
Cedera Kepala Di RS.Sari Mutiara
Medan 2015” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan di program studi ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Saya sangat mengharapkan bantuan dari saudara untuk dapat mengisi kuisoner yang saya bagikan.Harapan saya jawaban atau pendapat yang saudara miliki dan saudara berikan hendaknya sesuai dengan pendapat saudara sendiri tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun. Peneliti akan menjamin kerahasiaan jawaban yang saudara berikan dan identitas saudara. Informasi yang saudara berikan akan saya simpan kerahasiannya. Atas kerja sama dari saudara saya ucapkan terimakasih.
Medan, Juli 2015 Peneliti,
(Margaretta Manik)
Responden,
(
)
Lampiran 2 Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengalaman kerja perawat pada Unit Kritis terhadap pencegahan Komplikasi Cedera Kepala di RSU.Sari Mutiara Medan. Petunjuk : Berikan jawaban pada setiap pertanyaan dibawah ini. Jawaban yang bapak/Ibu/Saudara pilih boleh lebih dari satu dengan memberikan tanda silang ( X ) pada jawaban yang saudara pilih di kotak yang tersedia.
I. Data Demografi
1. Umur Responden a. 20 – 30 th b. 31 – 40 th c. ≥ 41
( ( (
) ) )
2. Tingkat Pendidikan a. DIII keperawatan b. S1 kepeperawatan
( (
) )
3. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan
( (
) )
4. Pengalaman Bekerja a. 1 – 5 th b. 6 – 10 th c. ≥ 11 th
( ( (
) ) )
(
)
(
)
(
)
(
)
II. Pendidikan Perawat Tentang cedera kepala 1. Pengertian dari Cedera kepala adalah a. Suatu gangguan traumatik dari fungsi otak b. Dapat disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak. c. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak d. Diklasifikasikan dalam CKR,CKS &CKB.
2. Penilaian Airway untuk mengetahui kondisi jalan napas bebas atau keadaan tersumbat dapat diketahui dengan cara : a. Lihat ( ) b.Dengar ( ) c.Rasakan ( )
3. Penilaian circulation dapat dilakukan dengan cara : a. Nilai frekuensi dan irama & kekuatan b. Raba kekuatan nadi c. Raba nadi Karotis d. Raba dan lihat perfusi perifer
( ( ( (
) ) ) )
4. Penatalaksanaan Cedera kepala pada tahap primary survey di unit gawat darurat adalah : a. Nilai tingkat kesadaran ( ) b. Lakukan penilaian ABC ( ) c. Imobilisasi kepala dan leher dengan neck collar ( ) 5. Penatalaksanaan cedera kepala pada tahap secondary survey di unit gawat darurat adalah : a. Kaji tingkat kesadaran ( ) b. Kaji respon pupil ( ) c. Kaji gangguan neurologis ( ) d. Observasi tanda-tanda vital ( ) 6. Jelaskan penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala sedang: a. Periksa tingkat kesadaran ( b. Observasi tanda-tanda vital ( c. Fiksasi leher dan patah tulang ekstremitas ( d. Periksa dan atasi gangguan pernafasan (
) ) ) )
7. Pada pasien dengan cedera kepala, GCS 8 kesadaran soporocoma, terdapat perdarahan intrakranial. Kondisi ini termasuk cedera kepala. a.Ringan ( ) b.Sedang ( ) c.Berat ( ) 8. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: a. Muntah proyektil b. Deviasi mata kesisi lesi c. Tekanan darah meningkat d. Penurunan nadi
( ( ( (
) ) ) )
9. Pernyataan berikut berhubungan erat dengan pasien trauma kepala dengan Skala koma Glascow 3 – 8 : a. Cedera kepala berat ( ) b. Kehilangan kesadaran sampai s/d koma ( ) c. Contusio serebral ( ) 10. Tujuan dari memberikan posisi tidur dengan kepala ditinggikan 2030⁰ pada pasien dengan cedera kepala berat adalah a. agar pembuluh darah vena leher tidak terjepit ( ) b. Drainase vena otak menjadi lancar ( ) c. Menurunkan tekanan intrakranial ( )
11. Tindakan keperawatan pasien cedera kepala ringan adalah : a. Observasi tanda-tanda vital ( b. Observasi kesadaran ( c. Cek pupil ( d. Observasi defisit focal serebral (
) ) ) )
12. Penatalaksanaan awal pasien Trauma Kepala di Unit Gawat Darurat bertujuan untuk, kecuali : a. Memantau sedini mungkin ( ) b. Mencegah cedera kepala sekunder ( ) c. Memperbaiki KU seoptimal mungkin ( ) d. Mencegah perdarahan ( ) 13. Penanganan awal terhadap cedera kepala untuk meminimalkan cedera pada 1 jam pertama disebut a. Airway ( ) b. Breathing ( ) c. Circulation ( ) d.’’ Golden hour” ( ) 14. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servicalis (cervicalspinecontrol), yaitu : a. Tidak boleh menggunakan bantal ( ) b. Kepala ditinggikan 30⁰ ( ) c. Tdk boleh melakukan fleksi,ekstensi,rotasi ( ) d. Tidak boleh miring ( ) 15. Pemeriksaan neurologis pada pasien Trauma Kepala meliputi, : a. Respon motorik ( ) b. Reflek cahaya pupil ( ) c. Respon Verbal ( )
Lampiran 3 Umur 23 40 45 24 25 25 27 43 24 32 50 40 23 26 22 49 34 43 28 31 39 30 45 23 24 32 36 37 26 37 28 25 45 47 38 37 27 29 30 35 31 47 45 38
Gol.Umur J.Kelamin T.Pend 1 2 1 2 2 1 3 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 1 2 2 3 2 1 1 1 1 2 2 1 3 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 3 2 1 2 2 1 3 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 3 1 1 3 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 3 1 1 3 1 1 2 2 1
Lama Kerja 1 6 7 2 2 3 4 7 2 5 20 8 2 3 2 6 7 9 8 6 7 4 10 3 2 9 12 11 8 9 4 5 15 14 10 13 7 4 10 11 13 12 9 14
Ktgri Lama Kerja Pncghan Komplikasi 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 3 1 3 1 2 1 2 1 1 1 1 1 3 1 3 1 2 1 3 1 2 1 1 1 2 1 3 1 3 1 3 1 2 1 3 1
32 39 41 45 42 37
2 2 3 3 3 2
2 2 1 1 1 2
1 1 1 1 1 1
12 8 7 13 15 6
3 2 2 3 3 2
1 1 1 1 1 1
Keterangan: Golongan Umur
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
1 = ≤30 tahun
1 = Lak-Laki
1 = D-III
2 = 31-40 tahun
2 = Perempuan
2 = S-1
3 = ≥41 tahun
Lama Kerja 1 = ≤5 tahun 2 = 6-10 tahun 3 = ≥11 tahun
Lampiran 4 ANALISIS UNIVARIAT
UmurResponden
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<= 30 Tahun
19
38.0
38.0
31-40 Tahun
18
36.0
36.0
74.0
> 40 Tahun
13
26.0
26.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
38.0
JenisKelamin
Frequency Valid
Laki-Laki
22
Perempuan
28
Total
50
Percent
Valid Percent
44.0
Cumulative Percent
44.0
44.0
56.0
56.0
100.0
100.0
100.0
Tingkat Pendidikan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
D-III
39
78.0
78.0
78.0
S-1
11
22.0
22.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Lama Kerja
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<= 5 Tahun
16
32.0
32.0
32.0
6-10 Tahun
21
42.0
42.0
74.0
>= 11 Tahun
13
26.0
26.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
ANALISIS BIVARIAT Tingkat Pendidikan * PencegahanKomplikasiCrosstabulation PencegahanKomplikasi Total Baik Tingkat Pendidikan
D-III
Cukup
Count % of Total
S-1
36
3
39
72.0%
6.0%
78.0%
Count % of Total
Total
10
1
11
20.0%
2.0%
22.0%
Count % of Total
46
4
50
92.0%
8.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square
Asymp. Sig. (2-sided)
df
.023(b)
1
.880
.000
1
1.000
.022
1
.882
Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.643
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.022
N of Valid Cases
50
1
.881
a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .88.
Lama Kerja * PencegahanKomplikasiCrosstabulation
PencegahanKomplikasi Total Baik Lama Kerja
<= 5 Tahun
Count % of Total
6-10 Tahun
Count % of Total
>= 11 Tahun
Count % of Total
Total
Count % of Total
Cukup 12
4
16
24.0%
8.0%
32.0%
21
0
21
42.0%
.0%
42.0%
13
0
13
26.0%
.0%
26.0%
46
4
50
92.0%
8.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Asymp. Sig. (2sided)
df
9.239(a)
2
.010
9.882
2
.007
6.532
1
.011
N of Valid Cases 50 a 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.04.
Lampiran 5
Lampiran 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
46