UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN PADA POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS X 6 SMA BATIK 1 SURAKARTA
Skripsi
Oleh: Luthfi Hafshah Humaidah K 4305037
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN PADA POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS X 6 SMA BATIK 1 SURAKARTA
Oleh: LUTHFI HAFSHAH HUMAIDAH K 4305037
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
2
PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Sri Widoretno, M.Si NIP. 19581114 198601 2 001
Meti Indrowati, S.Si, M.Si NIP. 19781001 200112 2 002
3
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
: Senin
Tanggal
: 18 Januari 2010
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Dra. Muzayyinah, M.Si
.....................
Sekretaris
: Joko Ariyanto, S.Si, M.Si
Anggota I
: Dra. Sri Widoretno, M.Si
Anggota II
: Meti Indrowati, S.Si, M.Si
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
4
...................... ..................... ......................
ABSTRAK Luthfi Hafshah Humaidah. UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN PADA POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS X-6 SMA BATIK 1 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pembelajaran biologi dalam aspek kerjasama dan keaktifan berdiskusi siswa melalui penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dengan pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan desain penelitian yang terdiri dari dua siklus dan tiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta yang berjumlah 41 orang. Pengumpulan data dilaksanakan dengan angket, observasi dan wawancara. Data yang terkumpul disusun dalam bentuk tabel dan grafik dan selanjutnya dianalisis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Analisis kualitatif mendeskripsikan data hasil angket, observasi dan wawancara selama pelaksanaan tindakan. Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah keaktifan berdiskusi siswa dan kerja sama siswa. Hal ini didasarkan pada hasil angket, observasi dan wawancara. Rata-rata nilai persentase setiap indikator dari angket keaktifan berdiskusi siswa dari pra siklus ke siklus I belum menunjukkan adanya peningkatan. Rata-rata persentase indikator dari siklus I ke siklus II menunjukkan adanya peningkatan sebesar 3,78%. Hasil observasi pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan sebesar 24,15% dibanding siklus I. Rata-rata nilai persentase setiap indikator dari angket kerjasama siswa dari pra siklu ke siklus I belum terlihat adanya peningkatan. Peningkatan persentase ditunjukkan pada siklus II. Peningkatan yang terjadi sebesar 4,19% dibanding siklus I. Hasil observasi kerjasama siswa pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan sebesar 20,21% dibandingka pada siklus I. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa penggunaan modul hasil penelitian dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam aspek keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa kelas X-6 SMA Batik I Surakarta.
5
MOTTO
Bekerjalah kamu untuk urusan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamannya. Dan berbuatlah kamu untuk urusan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari. (Hadis Riwayat Ibnu Asakir)
Amal yang Ilmiah, Ilmu yang Amaliah (NN)
Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia… Berlarilah tanpa lelah… Sampai engkau meraihnya… (Nidji )
6
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kupersembahkan karya ini untuk: Allah SWT, terimakasih atas semua karunia dan rahmat yang telah Engkau berikan kepadaku. Bapak dan Ibu, terimakasih Bapak, terimakasih Ibu... Doamu adalah kekuatan bagiku. Adek-adekku ( Iffah, Hafizh, Fariz dan Avicena ). Terimakasih adekadekku... Mas Jas, terimakasih atas bantuan dan support yang kau berikan untukku... Bu Retno dan Bu Mety,,, Terima kasih atas bimbingan, nasehat, dan semangatnya. On Pudh Girls (Aant, Evy, Dwi, Wulan, Adhit, Tika, Thankz ya .... kalian semua selalu jadi penyemangat buatku). Teman-teman seperjuanganku ( Evy, Annisa, Hendri ),,, terima kasih atas kerjasamanya, aku akan merindukan saat-saat kita menunggu bersama. Teman-teman Biologi ’05 Narzis, thankz 4 all. Almamater
7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan inayahNya yang senantiasa memberikan petunjuk dan pertolongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”UPAYA MENINGKATKAN
KUALITAS
PEMBELAJARAN
MELALUI
OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN PADA POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS X-6 SMA BATIK 1 SURAKARTA” untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Dalam proses penyusunan skripsi, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, sehingga kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu, atas segala bantuan dan bimbingannya, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ketua Program Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ibu Dra. Sri Widoretno, M. Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 5. Ibu Meti Indrowati, S.Si, M. Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 6. Kepala SMA Batik 1 Surakarta yang telah memberi ijin untuk mengadakan penelitian. 7. Hj. Dina Sri Wulandari, S.Si, selaku guru Biologi SMA Batik 1 Surakarta yang telah membantu kelancaran penelitian dan kerjasamanya.
8
8. Siswa-siswi kelas X 6 SMA Batik 1 Surakarta. 9. Teman-teman yang telah membantu selama penelitian. 10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surakarta, Januari 2010 Penulis
9
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGAJUAN
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
HALAMAN ABSTRAK
v
HALAMAN MOTTO
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
vii
KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I. PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang Masalah
1
B.
Perumusan Masalah
3
C.
Tujuan Penelitian
4
D.
Manfaat Penelitian
4
BAB II. LANDASAN TEORI
6
A. Tinjauan Teori
6
1. Kualitas Pembelajaran
6
2. Keaktifan Diskusi
8
3. Kerjasama dalam Kelompok
17
4. Modul
21
5. Pelestarian Lingkungan
25
B. Kerangka Berpikir
29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Penelitian Laboratorium
32 32
1. Tempat dan Waktu Penelitian
32
2. Bentuk dan Strategi Penelitian
32
10
3. Sumber Data
34
4. Teknik Pengumpulan Data
34
B. Penyusunan Modul Pembelajaran
35
C. Penelitian Tindakan Kelas
35
1. Tempat dan Waktu Penelitian
35
2. Bentuk dan Strategi Penelitian
35
3. Sumber Data
36
4. Teknik Pengumpulan Data
36
5. Validitas Data
38
6. Analisa Data
38
7. Prosedur Penelitian
39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
43
A. Penelitian Laboratorium
43
B. Pembuatan Modul Pembelajaran Hasil Penelitian
46
C. Penelitian Tindakan Kelas
46
1. Kondisi Awal (Pra Siklus)
46
2. Siklus I
51
3. Siklus II
71
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
95
A. Simpulan
95
B. Implikasi
95
C. Saran
96
DAFTAR PUSTAKA
97
LAMPIRAN
99
11
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Teknik Penilaian Angket
38
Tabel 2.
Data Hasil Penelitian Total Suspended Solid (TSS)
44
Tabel 3.
Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siwa Pra
47
Siklus Tabel 4.
Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siwa Pra Siklus
48
Tabel 5.
Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra
50
Siklus Tabel 6.
Skor Capaian Setiap Aspek pada Angket Keaktifan
55
Berdiskusi Siswa Siklus I Tabel 7.
Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi
55
Siswa Siklus Tabel 8.
Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa
56
Siklus I Tabel 9.
Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siwa
57
Siklus I Tabel 10.
Persentase Skor Indikator Angket Kerja Sama Siswa Siklus I
57
Tabel 11.
Persentase Skor Indikator Observasi
57
Kerja Sama Siswa
Siklus I Tabel 12.
Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siwa
58
Siklus I Tabel 13.
Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus I
58
Tabel 14.
Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru
59
Siklus 1 Tabel 15.
Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siwa
74
Siklus II Tabel 16.
Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa
74
Siklus II Tabel 17.
Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II
12
74
Tabel 18.
Persentase Skor Aspek Angket Kerja Sama Siwa
75
Siklus II Tabel 19.
Persentase Skor Indikator Angket Kerja Sama Siswa
76
Siklus II Tabel 20.
Persentase Skor Indikator Observasi Kerja Sama Siswa
76
Siklus II Tabel 21.
Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siwa
77
Siklus II Tabel 22.
Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pada
77
Siklus II Tabel 23.
Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus II
13
78
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Skema Kerangka Pemikiran
31
Gambar 2
Model Terasering
33
Gambar 3
Skema Trianggulasi Sumber Data Penelitian
38
Gambar 4
Skema Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan
42
Mc Taggart dalam Wiriaatmadja Gambar 5
Diagram Perbandingan Hasil Perhitungan Total Suspended 45 Solid (TSS)
Gambar 6
Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan 62 Diskusi Siswa Pra siklus dan Siklus 1
Gambar 7
Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama 67 Siswa Pra Siklus dan Siklus
Gambar 8
Diagram
Perubahan
Persentase
Indikator
Angket 69
Performance Guru Pra Siklus dan Siklus Gambar 9
Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan 80 Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Gambar 10
Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Keaktifan 82 Diskusi Siwa Siklus I dan Siklus II
Gambar 11
Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama 85 Siswa Siklus I dan Siklus II
Gambar 12
Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Kerjasama 87 Siwa Siklus I dan Siklus II
Gambar 13
Diagram
Perubahan
Persentase
Indikator
Angket 89
Performance Guru Siswa Siklus I dan Siklus II Gambar 14
Grafik
Perbandingan
Persentase
Capaian
Observasi Performance Guru Siklus I dan Siklus II
14
Indikator 90
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Lampiran 2.
Instrumen Penelitian
100
a. Silabus
101
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
102
c. Kisi-kisi Angket Keaktifan Diskusi Siswa
115
d. Angket Keaktifan Diskusi Siswa
116
e. Kisi-kisi Angket Kerja Sama Siswa
119
f. Angket Kerja Sama Siswa
120
g. Kisi-kisi Angket Performance Guru
122
h. Angket Performance Guru
123
i. Lembar Observasi Keaktifan Diskusi Siswa
126
j. Lembar Observasi Kerja Sama Siswa
132
k. Lembar Observasi Performance Guru
138
l. Pedoman Wawancara Guru
143
m. Pedoman Wawancara Siswa
144
Data Hasil Penelitian
145
a. Uji Validitas Angket Keaktifan Diskusi Siswa
146
b. Uji Validitas Angket Kerjasama Siswa
149
c. Uji Validitas Angket Performance Guru
151
d. Analisa Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siswa
154
Prasiklus e. Analisa Aspek Angket Kerjasama Siswa Prasiklus
155
f. Analisa Aspek Angket Performance Guru
156
g. Analisa Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siswa
157
Siklus I h. Analisa Aspek Angket Kerjasama Siswa Siklus I
158
i. Analisa Aspek Angket Performance Guru Siklus I
159
j. Analisa Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siswa
160
Siklus II
15
k. Analisa Aspek Angket Kerjasama Siswa Siklus II
161
l. Analisa Aspek Angket Performance Guru Siklus II
162
m.Analisa Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa
163
Pra Siklus n. Analisa Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra Siklus
164
o. Analisa Indikator Angket Performance Guru Pra
165
Siklus p. Analisa Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa
167
Siklus I q. Analisa Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus I
168
r. Analisa Indikator Angket Performance Siklus I
169
s. Analisa Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa
171
Siklus II
Lampiran 3.
Lampiran 4.
t. Analisa Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus II
172
u. Analisa Indikator Angket Performance Siklus II
173
v. Hasil wawancara guru
175
w. Hasil wawancara siswa
176
Dokumentasi
178
a. Penelitian Laboratorium
179
b. Pembelajaran Pra Siklus
180
c. Pelaksanaan Penelitian Siklus I
181
d. Pelaksanaan Penelitian Siklus II
182
Perijinan
183
a. Surat Ijin Observasi
184
b. Surat Ijin Research/Penelitian
185
c. Surat Ijin Menyusun Skripsi
186
d. Surat Keterangan Selesai Penelitian
187
16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan tempat bagi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan pikiran secara baik serta merupakan tempat untuk melatih siswa untuk dapat berpikir secara kreatif. Berpikir kreatif dalam artian ini merupakan kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi berbagai masalah dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang umumnya berlangsung adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher-centered). Pembelajaran yang berpusat pada guru mengajarkan siswa untuk belajar secara tidak mandiri. Ketidakmandirian tersebut disebabkan karena siswa tidak dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif dan siswa tidak diajarkan untuk belajar mencari makna dari pelajaran tersebut. Proses pembelajaran dikatakan baik apabila dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih berpikir kritis dan kreatif untuk mencari makna. Salah satu bentuk dari kemampuan siswa dalam berpikir kritis dan kreatif adalah kemampuan siswa untuk terlibat dalam kegiatan diskusi kelompok. Pembelajaran yang berlangsung di kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta, masih menggunakan buku ajar yang berisikan materi secara umum. Buku ajar yang digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa selama pembelajaran kurang dapat memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan diskusi dan kerjasama dengan baik. Siswa cenderung belajar hanya berpedoman pada buku ajar yang digunakan dan siswa menjadi kurang aktif karena siswa merasa belajar dari buku ajar yang digunakan sudah cukup sehingga siswa tidak termotivasi untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan kegiatan diskusi. Kegiatan
diskusi
kelompok
siswa
dapat
melatih
siswa
untuk
berkomunikasi dengan orang lain, saling berbagi gagasan dan ide. Kegiatan
17
diskusi kelompok melatih siswa untuk membangun ide-ide yang dimiliki siswa melalui tukar pendapat, pertanyaan, saran dan kritik. Kegiatan diskusi melatih siswa untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah dan memecahkan masalah yang dihadapi, membuat keputusan. Kerjasama yang terjadi dalam kegiatan diskusi kelompok dapat melatih siswa untuk dapat saling berhubungan sosial dengan orang lain, siswa dapat mendengarkan pendapat orang lain dengan pikiran terbuka, saling menghargai pendapat orang lain, dan membangun persetujuan bersama dalam kelompok. Kerjasama yang dilakukan dalam kegiatan kelompok dapat membuat siswa bisa memandang dunia sebagaimana orang lain melihatnya dan menumbuhkan jiwa toleransi dalam diri siswa. Identifikasi dan analisis yang dilakukan selama kegiatan observasi terhadap proses pembelajaran di kelas X-6 di SMA Batik 1 Surakarta menunjukkan bahwa 16.67 % siswa mengantuk; 21.43 % siswa menopang dagu; 26.19% siswa bersandar di meja, 71.43% siswa ramai, 73.81% siswa berbicara dengan temannya, 78.57 % siswa bermain sendiri dan 4.76% siswa yang mengajukan pertanyaan mengenai materi yang dijelaskan oleh guru. Berdasarkan hasil observasi, terlihat siswa masih
kurang aktif. Secara matematis dapat
dihitung bahwa siswa yang dapat bekerjasama dalam kelompok hanya sebanyak 42,28%. Siswa yang aktif berdiskusi dalam kegiatan kelompok sebesar 47,31%. Sesuai dengan hasil observasi, selain buku ajar yang masih belum sesuai untuk siswa, diketahui pula bahwa siswa masih belum aktif. Kekurangaktifan siswa terutama ditinjau dalam kegiatan diskusi kelompok, selain itu hanya beberapa siswa saja yang dapat bekerja sama dengan baik dalam kegiatan kelompok. Berawal dari hal tersebut, untuk dapat meningkatkan keaktifan diskusi siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok, maka disajikan suatu modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa. Modul pembelajaran hasil penelitian diharapkan dapat membantu siswa untuk melakukan pembelajaran secara aktif,
18
tidak sekedar membaca dan mendengar, tetapi juga aktif berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok. Modul pembelajaran hasil penelitian memiliki perbedaan dengan pembelajaran yang menggunakan modul biasa. Modul pembelajaran hasil penelitian merupakan modul yang berisi materi pelajaran yang juga disertai hasil penelitian. Hasil penelitian yang tercantum di dalam modul yang digunakan oleh siswa sebagai sumber belajar selain dari buku biasa. Pembelajaran menggunakan modul hasil penelitian mengangkat sebuah sub materi pokok yaitu tentang Pelestarian Lingkungan dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Materi Pelestarian Lingkungan dianggap penting karena dapat mendukung siswa untuk berlatih berpikir kritis dan kreatif yaitu melalui kegiatan diskusi kelompok. Permasalahan lingkungan merupakan suatu masalah yang sering terjadi dalam lingkungan kehidupan siswa. Permasalahan yang umum terjadi pada masa sekarang adalah terjadinya kelongsoran pada daerah pegunungan. Setiap siswa memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap permasalahan lingkungan yang berhubungan dengan kelongsoran tanah (erosi). Perbedaan pandangan tersebut membuat siswa memiliki pemikiran yang berbeda-beda pula untuk mencari pemecahan mengenai permasalahan lingkungan yang sedang terjadi terutama pada masalah erosi. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka perlu untuk dilakukan suatu penelitian mengenai optimalisasi modul pembelajaran hasil penelitian. Modul pembelajaran hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran utamanya ditinjau dari segi keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: bagaimana kualitas pembelajaran Biologi ditinjau dari aspek
19
keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa melalui penggunaan modul penelitian dengan pokok bahasan Pelestarian Lingkungan?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di muka maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui kualitas pembelajaran Biologi yang ditinjau dari aspek keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi melalui penggunaan modul hasil penelitian dengan pokok bahasan Pelestarian Lingkungan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Bagi guru a. Sebagai bahan masukan maupun saran bagi guru dalam memilih alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang ditinjau dari aspek keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. b. Memberikan masukan bagi guru bahwa dalam pembelajaran mengenai Pelestarian Lingkungan dapat menggunakan media terasering. 2. Bagi siswa a. Memberikan masukan bagi siswa supaya lebih berperan aktif dalam pembelajaran melalui kegiatan diskusi. b. Melatih siswa untuk dapat bekerjasama dengan orang lain. c. Memberikan suasana pembelajaran yang baru bagi siswa. 3. Bagi sekolah dan instansi pendidikan lainnya a. Sebagai bahan masukan dan saran untuk mengembangkan strategi pembelajaran dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kegiatan diskusi.
20
b. Meningkatkan
semangat
meneliti
bagi
kalangan
sekolah
dan
mengimplementasikan hasil penelitian dalam berbagai bentuk media ajar, misalnya terasering dan modul pembelajaran hasil penelitian.
21
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Kualitas Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku siswa menuju ke arah yang lebih baik. Perubahan tingkah laku yang menuju ke arah yang lebih baik menunjukkan adanya peningkatan kualitas dari pembelajaran yang dilalui oleh siswa. Glaser (1982) dalam Uno (2008: 153) mengatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi yang mengarah pada sesuatu yang baik. Sedangkan Uno mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya membelajarkan siswa. Jadi, kualitas pembelajaran membahas mengenai bagaimana suatu kegiatan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan dapat menghasilkan output yang baik. Suatu kegiatan pembelajaran akan dapat menghasilkan peserta didik yang baik apabila kegiatan pembelajaran dikelola secara baik pula. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat menghasilkan peserta didik yang baik membutuhkan berbagai strategi yang baik pula. Berbagai strategi dapat diterapkan untuk dapat membentuk peserta didik yang baik. Uno (2008: 154) mengemukakan mengenai strategi pembelajaran bahwa ada tiga strategi pembelajaran yaitu : a. Strategi pengorganisasian (organizational strategy) b. Strategi penyampaian (delivery strategy) c. Strategi pengelolaan (management strategy) Suatu pembelajaran membutuhkan pengorganisasian yang matang dari para peserta didik. Pengorganisasian yang baik akan menghasilkan peserta didik yang baik. Apabila dalam pengorganisasian kurang baik, maka akan susah untuk membentuk peserta didik yang baik.
22
Strategi penyampaian merupakan suatu cara maupun metode yang digunakan
untuk
menyampaikan
materi
pelajaran
kepada
siswa.
Cara
penyampaian sangat berpengaruh terhadap output yang dihasilkan. Siswa akan lebih menerima suatu materi dengan baik apabila suatu materi disampaikan dengan cara dan metode yang mudah dimengerti oleh siswa. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung akan dapat berjalan dengan baik apabila dikelola dengan baik. Sistem pengelolaan dilakukan secara bersamasama oleh semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran. Suatu pengelolaan yang baik akan menghasilkan ouput yang baik. Mulyasa (2006: 105) mengemukakan “… beberapa jurus jitu untuk mendongkrak kualitas pembelajaran, antara lain dengan mengembangkan kecerdasan emosi (emosional quotient), mengembangkan kreativitas (creativity quotient) dalam pembelajaran, mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang, membangkitkan nafsu belajar, memecahkan masalah…”. Setiap siswa memiliki kecerdasan emosional yang berbeda-beda. Perbedaan kecerdasan emosinal siswa membawa pengaruh terhadap kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Pengaruh yang timbul berupa perbedaan kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Daya kreativitas siswa dapat lebih ditingkatkan dengan cara memberikan kebebasan kepada siswa dalam pembelajaran. Kebebasan yang diberikan kepada siswa berupa kebebasan dalam penyampain pendapat dan ide-ide yang dimiliki oleh siswa. Kebebasan dalam penyampaian pendapat dapat diwujudkan dalam kegiatan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok. Kegiatan diskusi yang berlangsung dapat pula melatih siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan kelompok. Keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok dapat lebih ditingkatkan dengan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Adanya modul yang dimiliki siswa, siswa dapat mempelajari modul secara mandiri. Siswa dapat membaca terlebih dahulu modul yang ada, kemudian siswa dapat mendiskusikan materi yang ada di dalam modul.
23
a. Keaktifan Diskusi Sriyono (1992: 74) mengartikan keaktifan merupakan siswa-siswa pada waktu belajar dapat aktif secara jasmani dan rohani. Jadi, dalam suatu pembelajaran siswa dituntut untuk aktif secara jasmani dan rohani. Lebih lanjut Sriyono (1992: 75) mengatakan bahwa salah satu jenis dari keaktifan jasmani dan rohani adalah keaktifan akal. Keaktifan akal merupakan keaktifan seseorang untuk dapat memecahkan suatu masalah, menimbang-nimbang, mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan. Akal dapat dilatih keaktifannya dengan cara membiasakan diri untuk dapat memecahkan suatu masalah dengan usaha sendiri dan dapat mengambil suatu keputusan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk melatih akal agar dapat aktif adalah dengan cara melatih siswa unuk dapat melakukan kegiatan diskusi. Hidayatullah (2009: 83) menyatakan bahwa pembelajaran yang berkualitas harus mampu memberikan pengalaman sukses bagi peserta didik. Pengalaman sukses merupakan suatu perasaan yang menyenangkan dan membanggakan bagi peserta didik sebagai akibat telah berhasil menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah. Suatu pembelajaran hendaknya dapat memberikan pengalaman sukses bagi siswa. Siswa akan merasa bangga dan senang apabila telah dapat menyelesaikan suatu masalah dan memecahkan masalah tersebut. Salah satu cara untuk menumbuhkan rasa senang dan bangga siswa adalah dengan kegiatan diskusi. Kegiatan diskusi yang dilakukan melatih siswa untuk dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Diskusi yang dilakukan oleh siswa akan membuat merasa senang dan bangga apabila berhasil menyelesaikan masalahnya. Arends dalam Trianto (2007: 117) menyatakan bahwa “Diskusi dan diskursus merupakan komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain, saling berbagi gagasan dan pendapat”. Kegiatan diskusi merupakan kegiatan yang dilakukan yang dilakukan antara beberapa orang yang saling berbicara dan saling bertukar pendapat maupun
24
ide. Adanya kegiatan bertukar pendapat dikarenakan adanya suatu permasalah yang harus diselesaikan melalui kegiatan diskusi. Diskusi sebagai salah satu media berkomunikasi antar individu untuk saling bertukar pendapat dan gagasan. Diskusi dalam proses pembelajaran dapat berlangsung dengan bentuk tukar pendapat antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa. Proses diskusi yang berlangsung diiringi dengan munculnya beberapa pertanyaan yang dapat menghidupkan suasana diskusi, sehingga nantinya tujuan dari diskusi dapat tercapai. Trianto (2007: 120) mengemukakan pernyataan lebih lanjut mengenai diskusi,
bahwa
“Diskusi
memberikan
kesempatan
tidak
hanya
untuk
menggunakan pikiran, tetapi bila dikerjakan dengan tepat membantu siswa membentuk suatu sikap positif terhadap cara berpikir”. Berdasarkan pernyataan dari Trianto tersebut dapat diketahui bahwa dengan diskusi dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, karena dengan adanya kegiatan diskusi tersebut, siswa akan dihadapkan dengan suatu masalah untuk dapat dipecahkan oleh siswa dan kelompok siswa tersebut, untuk itu siswa dituntut untuk dapat berpikir untuk mencari pemecahan dari masalah tersebut. Guntur Tarigan (2008: 36) mengemukakan bahwa “Pada hakekatnya diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu maka diskusi merupakan suatu kegiatan kerjasama atau aktivitas koordinatif yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok”. Diskusi yang berlangsung dalam proses pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu cara berpikir yang dilakukan secara berkelompok. Diskusi dalam kelompok ini sangat mengutamakan adanya kerjasama dari anggota kelompok. Kerjasama untuk melakukan diskusi tersebut memiliki langkah-langkah dasar yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok. Tujuannya adalah supaya tujuan diskusi dalam kelompok tersebut dapat tercapai. Kock (1981: 109) mengatakan bahwa kegiatan diskusi memiliki tujuan utama yaitu siswa harus belajar untuk mengembangkan anggapan dan pendapatnya sendiri. Pendapat dan anggapan yang diajukan siswa merupakan ide
25
yang muncul dari siswa, setiap siswa memiliki ide dan anggapan yang berbedabeda, sehingga kemampuan siswa dapat diketahui dari kegiatan diskusi. Setiap
siswa
memiliki
kemampuan
yang
berbeda-beda
dalam
menyampaikan suatu ide, melalui kegiatan diskusi kemampuan siswa tersebut dapat
diketahui.
Kegiatan
diskusi
dapat
melatih
siswa
untuk
lebih
mengembangkan anggapanya, sehingga melatih siswa untuk memunculkan ide dan pendapat yang dimilikinya. Zaini (2008:17) mengemukakan bahwa suatu kegiatan diskusi akan sangat cocok bagi siswa dalam pembelajaran apabila guru menginginkan hal-hal sebagai berikut: 1) Membentuk siswa dapat belajar berfikir dari sudut pandang orang lain. 2) Membantu siswa untuk dapat mengevaluasi logika serta bukti-bukti dari posisi dirinya dan dari posisi orang lain. 3) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk memformulasikan penerapan dari suatu prinsip. 4) Membantu siswa untuk lebih menyadari adanya suatu masalah dan kemudian memformulasikannya dengan cara mencari berbagai informasi dari berbagai sumber. 5) Membantu siswa supaya dapat menggunakan bahan-bahan yang digunakan oleh anggota lain dalam kelompoknya. Sehingga terjadi suatu pertukaran informasi antar anggota kelompok. 6) Memperoleh informasi dari siswa yang lain. 7) Memotivasi siswa untuk belajar lebih jauh dan secara mandiri. 8) Memperoleh feedback yang cepat tentang tujuan yang akan dicapai. Suatu kegiatan diskusi akan lebih sesuai untuk dilaksanakan apabila guru hendak melatih siswa-siswanya untuk dapat berpikir dari sudut pandang subjek bahasan. Artinya siswa dilatih untuk berpikir dari sudut pandang orang lain yang terlibat dalam kegiatan diskusi. Diskusi dapat dilakukan apabila guru menginginkan siswa-siswanya dapat berkomunikasi secara aktif dengan anggota kelompok yang ada. Siswa
26
dapat lebih aktif berkomunikasi apabila guru lebih memberikan motivasi kepada siswa supaya siswa dapat menyampaikan pendapat yang dimilikinya. Menurut Sumantri (2001: 124) metode diskusi digunakan karena beberapa alasan sebagai berikut : a. Topik bahasan bersifat problematis. b. Merangsang peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam perdebatan ilmiah. c. Melatih peserta didik untuk berfikir kritis dan terbuka. d. Mengembangkan suasana demokratis dan melatih peserta didik berjiwa besar. e. Peserta didik memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang masalah yang dijadikan topik diskusi. f. Peserta didik memiliki pengetahuan dan pendapat-pendapat tentang masalah yang akan didiskusikan. g. Masalah yang didiskusikan akan hubungannya dengan persoalanpersoalan yang lain pula. Metode diskusi merupakan suatu pilihan yang tepat yang dapat dipilih oleh guru dalam kegiatan pembelajaran karena kegiatan diskusi memiliki beberapa kelebihan. Diskusi merangsang siswanya untuk lebih berpikir secara kritis. Berpikir secara kritis diperlukan untuk dapat memecahkan masalahmasalah yang sedang dibicarakan dalam kelompok. Diskusi dapat menciptakan suasana demokratis, sehingga memberikan kebebasan bagi siswa untuk berpikir dan mengajukan pendapat maupun ide untuk memecahkan masalah yang sedang dibahas. Kebebasan
berpendapat akan
memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan diskusi. Kegiatan diskusi siswa akan lebih menarik apabila siswa mengetahui secara langsung mengenai materi yang akan didiskusikan atau dengan kata lain siswa mempunyai sumber asli dari materi yang akan didiskusikan. Griffis (2008) menyatakan bahwa “Leaders in the science education community have called for science instruction that integrates discussions and readings with opportunities for students to grapple with authentic data”. Para pemimpin dalam dunia pendidikan dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan diskusi siswa dan membaca siswa dengan memberikan peluang bagi siswa untuk mengetahui materi dari data asli.
27
Siswa yang mengetahui atau melihat secara langsung tentang data asli ataupun materi asli yang akan dibahas, siswa akan lebih termotivasi untuk melakukan diskusi. Siswa pun akan lebih tertarik apabila mengetahui bahwa materi yang akan didiskusikan adalah suatu hal yang nyata. Sanjaya (2008: 156) menyatakan bahwa ada beberapa kelebihan dalam metode diskusi, yaitu: a. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih berpikir secara kreatif khususnya dalam hal memberikan gagasan dan ide-ide. b. Dapat melatih siswa untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan. c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Disamping itu, diskusi juga dapat melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain. Metode diskusi dalam pembelajaran memiliki kelebihan yaitu dapat merangsang siswa utnuk lebih berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kreatif ini dapat terbentuk melalui proses diskusi, karena dalam diskusi siswa diberi suatu masalah yang harus diselesaikan secara bersama oleh kelompok, dengan adanya masalah yang ada siswa harus dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada tersebut. Pemecahan masalah yang muncul dari siswa merupakan hasil pemikiran dari siswa sendiri, sehingga dengan sendirinya siswa harus dapat berpikir untuk dapat menyelesaikan masalah. Selama kegiatan diskusi berlangsung terjadi pertukaran pendapat dan ide antar anggota kelompok. Pertukaran pendapat dapat melatih siswa untuk saling menerima masukan dan pendapat dari orang lain. Kegiatan diskusi yang diikuti siswa akan melatih kemampuan verbal siswa. Kemampuan verbal merupakan kemampuan untuk mengemukakan pendapatnya dalam bentuk kata-kata. Siswa yang sering melakukan kegiatan diskusi akan memiliki kemampuan verbal yang baik. Wakhinudin (2009) mengemukakan bahwa metode diskusi memiliki keuntungan, antara lain:
28
a. Suasana kelas menjadi lebih hidup dan siswa dapat mengarahkan perhatian dan pikirannya pada masalah yang sedang didiskusikan. b. Dapat meningkatkan prestasi kepribadian individu, misalnya: sikap saling toleransi jiwa demokratis dan kritis. c. Hasil diskusi mudah dipahami oleh siswa karena siswa terlibat secara langsung dalam diskusi. d. Siswa menjadi berlatih untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku selama diskusi berlangsung. Popham (2003: 84) mengatakan bahwa kegiatan diskusi dapat mengubah perilaku siswa secara konkret. Penggunaan diskusi secara terampil dapat memungkinkan pembentukan sikap dalam suasana kelompok. Kegiatan diskusi dalam kelompok memiliki anggota kelompok yang masing-masing memiliki karakter individu yang berbeda-beda. Setiap orang yang berada dalam kelompok tersebut akan saling menghargai satu sama lain. Sikap saling menghargai inilah yang nantinya lama-kelamaan akan membentuk sikap siswa yang sebelumnya kurang dapat menghargai orang lain menjadi lebih dapat menghargai pendapat orang lain. Kegiatan diskusi kelompok juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut Sanjaya (2008: 156) kegiatan diskusi memiliki beberapa kelemahan yang diantaranya adalah: a. Pembicaraan dalam diskusi yang dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara yang baik. b. Pembahasan dalam diskusi yang terkadang meluas dan keluar dari materi yang dibahas, sehingga kesimpulan menjadi kurang jelas. c. Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk melakukan diskusi, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. d. Dalam diskusi sering terjadi adanya perbedaan pendapat antar anggota kelompok yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadangkadang ada anggota kelompok yang tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran yang dapat berpengaruh pula terhadap pengambilan keputusan dalam kelompok.
29
Metode diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu dalam proses diskusi terkadang hanya terjadi pembicaraan dari 2-3 orang anggota kelompok yang terampil dalam berbicara, sedangkan anggota yang lain hanya sebagai pendengar saja. Maka dari itu, tugas guru hendaknya dapat mengaktifkan siswa yang keterampilan berbicara masih kurang. Diskusi terkadang melampaui waktu yang sudah disediakan, jadi guru harus bisa mengontrol waktu yang dibutuhkan untuk diskusi. Siswa yang berdiskusi biasanya memiliki karakteristik yang berbedabeda, sehingga terkadang ada beberapa siswa yang mudah terpancing emosinya apabila pendapatnya tidak diterima oleh kelompok lain. Melalui proses diskusi ini diharapkan dapat melatih emosional siswa, sehingga siswa dapat lebih bisa menerima berbagai pendapat dari rekan-rekan dalam kelompoknya. Meskipun diskusi memiliki beberapa kelemahan, namun diskusi tetap dianggap sebagai metode yang efektif seperti yang disampaikan oleh Zul (2007) yang menjelaskan bahwa metode diskusi merupakan metode yang efektif bagi siswa agar siswa menjdi lebih cepat memahami tentang materi pelajaran. Pemahaman siswa menjdi lebih cepat karena siswa terlibat secara langsung dalam pembicaraan mengenai materi yang sedang dibahas. Menurut Sanjaya (2008: 155) diskusi dapat dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, diskusi kelompok kecil (small group discussion) dengan kegiatan kelompok kecil. Kedua, diskusi kelas, yang melibatkan semua siswa di dalam kelas, baik dipimpin langsung oleh gurunya atau dilaksanakan oleh seorang atau beberapa pemimpin diskusi yang dipilih langsung oleh siswa. Mulyasa (2006: 89) menyatakan bahwa diskusi kelompok kecil memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Melibatkan sekitar 3 sampai lima orang peserta dalam setiap kelompok. 2. Berlangsung secara informal, sehingga setiap anggota dapat berkomunikasi langsung dengan orang lain. 3. Memiliki tujuan yang dicapai dengan kerjasama antar anggota kelompok. 4. Berlangsung secara sistematis. Diskusi kelompok kecil merupakan diskusi kelompok yang terdiri dari 35 siswa. Diskusi kelompok kecil biasanya berlangsung secara informal didalam kelas, artinya siswa dapat melakukan diskusi secara bebas tetapi masih berada 30
pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh guru. Siswa diberi waktu untuk dapat berkomunikai dengan anggota kelompoknya untuk membahas mengenai masalah yang terjadi. Diskusi yang berlangsung tersebut memiliki tujuan yang harus dicapai oleh anggota kelompok, misalnya untuk menyelesaikan suatu masalah yang telah ada. Menurut Mulyasa (2006: 90) melalui diskusi kelompok kecil dalam
pembelajaran, memungkinkan peserta didik : 1. Berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah. 2. Meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting dalam pembelajaran. 3. Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. 4. Mengembangkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi. 5. Membina kerjasama yang sehat dalam kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab Setiap anggota kelompok memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenai permasalahan yang sedang dibahas dalam diskusi kelompok. Pemahaman yang berbeda ini merupakan suatu sumber gagasan bagi siswa yang lain. Kegiatan diskusi akan memberikan peluang bagi siswa untuk saling bertukar informasi yang dapat dijadikan pemecahan dari permasalahan yang ada. Suatu kegiatan diskusi akan melatih siswa untuk dapat bekerjasama dengan anggota kelompok yang lain. Karena dengan kegiatan diskusi ini siswa dituntut untuk dapat saling memberi dan menerima ide dan gagasan yang diajukan oleh anggota yang lain. Langkah-langkah
dalam
menggunakan
metode
diskusi
dalam
pembelajaran menurut Suwarna (2006: 110) adalah sebagai berikut: a. Guru menyampaikan judul/masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan kepada siswa. b. Guru mengarahkan siswa agar membentuk kelompok-kelompok diskusi. c. Guru mengamati pelaksanaan diskusi dan memberikan dorongan agar setiap siswa dapat berpartisipasi secara aktif. d. Guru menjaga suasana diskusi agar bebas dalam artian siswa bisa bebas untuk berbicara/menyampaikan pendapat.
31
e. Tiap kelompok melaporkan hasil diskusi. Kegiatan diskusi yang akan dimulai hendaknya terlebih dahulu ditetapkan mengenai suatu masalah yang akan dibahas dalam diskusi. Penetapan masalah bertujuan supaya diskusi tidak terlalu melebar dalam pembahasannya. Kegiatan diskusi terkadang membuat siswa merasa takut ataupun kurang percaya diri untuk mengajukan pendapatnya, oleh sebab itu seorang guru harus memberikan motivasi kepada siswanya agar siswanya dapat berpartisipasi secara aktif dalam diskusi. Suasana diskusi sangat berpengaruh dalam kegiatan diskusi. Suasana diskusi yang tegang akan membuat siswa menjadi tidak berani untuk mengajukan pendapatnya, sehingga akan lebih baik apabila guru menciptakan suasana kelas yang lebih santai bagi siswa agar siswanya dapat berbicara untuk menyampaikan pendapatnya. Kegiatan diskusi akan lebih baik apabila tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasil diskusi yang telah dilaporkan dapat dibahas lebih lanjut dengan kelompok yang lain, sehingga siswa dapat berlatih untuk mengajukan idenya didepan komunitas orang yang lebih besar. Gulo (2002: 135) mengemukakan bahwa metode diskusi merupakan salah satu metode pengajaran yang dapat melatih siswa untuk bagaimana belajar dari orang lain,bagaimana untuk memelihara kesatuan kelompok dan belajar untuk mengambil suatu keputusan yang amat berguna bagi mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Keberhasilan suatu kegiatan diskusi kelompok akan sangat bergantung pada kemampuan para anggota kelompok untuk menjaga kesatuan kelompok. Apabila kesatuan kelompok tidak tercipta dengan baik, makan tujuan kelompok juga akan susah untuk dicapai. Pemecahan suatu permasalah dalam kelompok memerlukan suatu keputusan yang diambil secara bersama oleh anggota kelompok. Pengambilan keputusan harus disertai dengan sikap lapang dada oleh masing-masing anggota kelompok supaya tidak terjadi silang pendapat antar anggota kelompok. Sikap
32
saling lapang dada dan saling menghargai merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam hidup bermasyarakat. Berdasarkan uraian di atas, alasan penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran adalah untuk melatih siswa menjadi berfikir aktif, kritis, terbuka, demokratis, berjiwa besar, memiliki emosi yang stabil. Melalui diskusi dapat menimbulkan partisipasi aktif dari siswa yaitu melalui kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan–terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah yang menjadi topik dalam diskusi. Namun dalam diskusi juga dapat kelemahannya yaitu memerlukan waktu yang lama, dan ada kemungkinan akan didominasi oleh siswa tertentu yang paling aktif, serta adanya perbedaan pendapat yang dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan bentrokan fisik. Keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok akan dapat ditingkatkan dengan menggunakan modul, karena didalam modul telah berisi materi dan permasalahan yang harus didiskusikan oleh siswa.
b. Kerjasama Dalam Kelompok Cilstrap dan William dalam Roestiyah (2008: 15) menyatakan bahwa “kerja kelompok sebagai kegiatan kelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar”. Kerja kelompok merupakan suatu kegiatan kelompok siswa yang terdiri dari sejumlah kecil siswa. Anggota kelompok diorganisir dengan baik untuk kepentingan belajar siswa dalam kelompok. Kepentingan belajar yang dimaksud adalah untuk melatih siswa untuk aktif dalam kegiatan kelompok, selain itu juga untuk pengambilan keputusan secara bersama dalam kelompok. Sanjaya (2008: 241) mengemukakan bahwa “Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”. Pembelajaran menggunakan sistem kelompok dilakukan dengan membentuk suatu kelompok-kelompok yang terdiri dari beberapa siswa. Siswa
33
yang terlibat dalam kegiatan kelompok berkumpul untuk bekerjasama dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Menurut David Lazear dalam Arikunto (2002: 12) menyatakan bahwa ada 7 aspek yang dapat dikategorikan petunjuk untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat intelegensi seseorang yang salah satu diantaranya adalah kemampuan dalam hubungan inter-personal. Kemampuan dalam hubungan inter personal salah satunya adalah kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok. Kemampuan inter-personal merupakan kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. Kerjasama dalam kelompok dapat melatih kemampuan siswa untuk melakukan hubungan dengan orang lain (kemampuan inter-personal). Johnson (2009: 163) mengemukakan mengenai pengertian kerjasama yaitu sebagai berikut: Kerjasama dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi akan lebih mungkin untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Dengan bekerja sama, para anggota kelompok kecil akan mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak mandiri dan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap anggota kelompok, memercayai orang lain, mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan. Kerjasama dalam sebuah kelompok belajar dapat membuat siswa bisa lebih menghargai orang lain, karena dengan kerjasama terjadi proses pertukaran pendapat dari anggota kelompok yang ada. Siswa juga dapat berlatih untuk lebih bertanggung jawab terhadap sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Kerjasama dalam kelompok sangat menjunjung tinggi kepercayaan antar anggota kelompoknya, sehingga dengan ini siswa bisa belajar untuk memercayai orang lain. Siswa hendaknya dibekali dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kehidupan sosial. Diantaranya adalah siswa dilatih untuk dapat saling bekerjasama dengan sesamanya. Kerjasama dapat melatih siswa untuk dapat belajar mengatasi rintangan-rintangan yang ada dan berlatih untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi secara mandiri dan dengan penuh rasa tanggung jawab. 34
Kerjasama dalam kelompok dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berinteraksi dengan anggota kelompoknya. Para anggota kelompok bisa saling mengetahui bakat dan hobi dari masing-masing anggota kelompok, sehingga diantara anggota kelompok bisa saling memberikan dukungan satu sama lain untuk kemajuan kelompok. Kerjasama kelompok ini dapat membuat siswa yang terlibat di dalamnya menyadari bahwa masing-masing dari mereka memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda-beda. Masing-masing anggota dalam kelompok dapat meningkatkan kekuatan atau kelebihan yang dimilikinya, sehingga kelebihan yang dimiliknya bisa lebih dimanfaatkan. Kelemahan yang ada dapat dikurangi, sehingga nantinya tidak merugikan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Johnson (2009: 166) mengatakan bahwa “Karena kerjasama adalah sesuatu yang alami, kelompok dapat maju dengan baik. Setiap bagian kelompok saling berhubungan sedemikian rupa sehingga pengetahuan yang dipunyai seseorang akan menjadi output bagi yang lain, dan output ini akan menjadi input bagi yang lain lagi”. Suatu kelompok akan maju apabila para anggota kelompoknya dapat saling bertukar pikiran demi kemajuan kelompoknya, saling memberikan masukan ataupun pendapat. Pendapat yang diberikan oleh salah satu anggota kelompok dapat menjadi masukan bagi anggota yang lain. Kegiatan kerja sama dalam kerja kelompok dapat memberikan input bagi anggota kelompok. Input dapat berupa saran untuk orang lain, masukan maupun saling bertukar pengalaman. Johnson (2009: 168) mengemukakan “Melalui kerjasama, mereka dapat menyemai toleransi dan perasaaan mengasihi. Dengan bekerja bersama orang lain, mereka saling menukar pengalaman yang sempit dan pribadi sifatnya untuk mendapatkan konteks yang lebih luas berdasarkan pandangan tentang kenyataan yang lebih berkembang”. Kerja kelompok dapat mengubah cara pandang siswa bahwa dalam memandang suatu masalah, ternyata cara pandang setiap siswa hanyalah salah satu diantara cara pandang yang lain. Para anggota kelompok dapat saling
35
bertukar pendapat dan pengalaman hidup. Proses ini dapat membuat anggota kelompok untuk belajar dari pengalaman orang lain. Kerja kelompok ada beberapa macam yang menyediakan berbagai situasi dimana anak-anak dapat berpartisipasi dan bekerja sama dalam kelompok. Burton dalam Nasution (2000: 152) membagi kelompok menjadi 2 jenis yaitu kerja kelompok dan diskusi kelompok. Kerja kelompok dan diskusi kelompok merupakan dua kegiatan yang hampir sama. Keduanya sama-sama mengutamakan adanya kerja sama dari masing-masing anggota kelompok. Kerja kelompok dan diskusi kelompok sama-sama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah. Suatu pemecahan yang hendak dicapai harus didiskusikan dengan baik oleh anggota kelompok. diskusi yang baik dalam kelompok memerlukan adanya suatu kerja sama yang baik antar anggota kelompok. Sriyono (2002: 91) menjelasakan mengenai manfaat kerjasama yaitu sebagai berikut: a. Meningkatkan hasil belajar. b. Menumbuhkan rasa sosial dan solidaritas siswa. c. Membentuk manusia yang berbudi tinggi dan berakhlak mulia. d. Menghilangkan perasaan rendah diri, pemalu dan egois. e. Memberikan pengalaman baru bagi siswa. Kerjasama yang berlangsung dengan baik akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama untuk “kebaikan”. Kegiatan kelompok akan melatih siswa untuk dapat saling membantu sesame anggota kelompok. Kegiatan saling membantu merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan sosial. Sikap saling membantu secara perlahan akan membuat siswa menjadi percaya diri dan tidak rendah diri. Budi pekerti seseorang tidak akan muncul begitu saja, melainkan dari suatu proses. Kegiatan kelompok yang mengutamakan adanya kerjasama antar anggota kelompok merupakan salah satu proses untuk membentuk individu yang berbudi tinggi dan melatih siswa untuk tidak egois atau memikirkan diri sendiri.
36
Pembelajaran menggunakan modul merupakan pembelajaran yang menuntut siswa untuk dapat belajar secara mandiri. Belajar secara mandiri ini dapat dilakukan dengan adanya kegiatan kelompok. kegiatan kelompok dapat melatih siswa untuk dapat bekerja sama dengan anggota kelompok.
2. Penggunaan Modul Modul merupakan suatu sumber belajar bagi siswa yang memuat mengenai suatu bahasan tertentu dari suatu materi yang penyusunannya dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa untuk lebih mudah dalam mempelajarinya. Modul biasanya disertai dengan pedoman penggunaan, sehingga memungkinkan para guru dan siswa untuk lebih mudah mempelajarinya dan memahaminya. Winkel (2007: 476) mengemukakan mengenai pengertian modul yaitu sebagai berikut: Istilah “modul” (modul) dapat menunjuk pada suatu unit waktu: kurang lebih 20 menit, atau pada suatu paket pengajaran yang memuat pedoman bagi guru dan bahan pelajaran bagi siswa. Dalam pengertian yang terakhir, modul merupakan satuan program belajar-mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri (self-instructional). Modul memuat suatu materi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Siswa dapat mempelajarinya secara mandiri maupun secara bersama-sama dengan teman kelompok. Modul dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa artinya modul dapat diajarkan oleh siswa untuk dirinya sendiri. Modul memuat pedoman pengajaran bagi guru dan siswa dimana dalam modul dapat ditetapkan untuk batasan waktu penggunaan modul. Pembelajaran dengan sistem modul menurut Mulyasa (2006: 43) memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa saja yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan dan sumber belajar apa yang harus digunakan. 2. Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan
37
peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur. 3. Pengalaman belajar pada modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi. 4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari. 5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan karakteristik modul di atas maka dalam penyusunan modul harus memperhatikan sumber informasi yang digunakan, karakteristik peserta didik, tujuan pembelajaran dan materi yang disajikan, agar modul yang dihasilkan dapat memberikan informasi yang benar dan jelas serta sesuai dengan karakteristik peserta didik dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran menggunakan modul memungkinkan siswanya dapat mencapai kemajuan belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya secara mandiri. Modul juga dapat memfokuskan siswa mengenai materi pelajaran apa saja yang hendak dipelajari karena di dalam modul terdapat materi spesifik yang akan dipelajari Modul yang digunakan siswa dalam pembelajaran dapat membantu siswa untuk dapat belajar secara aktif. Belajar secara aktif bisa dilakukan dengan cara siswa saling bermain peran dalam kegiatan kelompok dan siswa juga dapat melakukan kegiatan diskusi dalam kelompok. Lebih lanjut Mulyasa (2006: 44) mengemukakan bahwa pembelajaran menggunakan modul melibatkan beberapa komponen yang diantaranya adalah: a. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut. 38
b. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan. c. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan dari mana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut. d. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya. e. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik. f. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan dalam tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul. Suatu modul dapat dikatakan baik apabila modul memiliki komponenkomponen yang relevan. Komponen-komponen modul yang ada nantinya akan mempermudah siswa untuk mempelajari modul. Tujuan pembelajaran merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dicantumkan di dalam modul, karena tujuan pembelajaran memuat mengenai berbagai hal yang akan dicapai dengan pembelajaran menggunalkan modul. Pengalaman belajar yang tercantum di dalam modul akan memudahkan siswa untuk mempelajari materi yang sedang dipelajari. Tes awal dan tes akhir sangat diperlukan karena digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan siswa sebelum dan sesudah digunakan modul. Pembelajaran modul menuntut siswa untuk belajar secara sendiri dalam kelompok. Siswa mendapat kesempatan untuk membaca sendiri uraian materi yang sudah ada di dalam modul, menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugastugas yang ada di dalam modul. Pearce (2009) menyatakan bahwa “Many students were enthusiastic about the opportunity the module gave them to exercise their thinking abilities.
39
Siswa akan lebih antusias dan semangat belajar karena dengan adanya modul dapat melatih kemampuan berfikir siswa. Salah satu kemampuan berfikir yang dapat dikembangkan dari pembelajaran menggunakan modul adalah siswa dapat dilatih untuk belajar mandiri. Siswa juga dapat dilatih untuk saling melakukan diskusi dengan teman dalam kelompok, sehingga kemampuan siswa dapat meningkat secara bersama, baik kemampuan dalam berfikir maupun kemampuan dalam bekerja sama dengan orang lain. Kegiatan belajar menggunakan modul lebih menuntut siswa untuk aktif belajar sendiri, sehingga peran guru dalam kegiatan belajar menjadi berkurang. Guru tidak lagi sebagai tokoh utama yang bertugas penyampai materi pelajaran, akan tetapi guru dalam pembelajaran sistem modul menurut Mulyasa ( 2006: 45) bertugas untuk
mengorganisasikan dan mengatur proses belajar. Tugas guru
untuk mengorganisasikan dan mengatur proses belajar antara lain: a. menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif b. membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas c. melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik. Memperhatikan tugas guru dalam pembelajaran modul seperti yang tercantum dalam uraian di atas maka dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran modul siswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan penggunaan sistem pembelajaran modul dalam proses belajar mengajar biologi siswa Sekolah Menengah Atas diharapkan mampu meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Keaktifan siswa dalam pembelajaran dapat diketahui dalam keaktifan siswa selam kegiatan diskusi siswa berlangsung. Nasution (2005: 207) mengatakan bahwa pengajaran modul dapat menghilangkan rasa persaingan di kalangan siswa oleh sebab itu semua dapat mencapai hasil tertinggi. Pengajaran modul dapat membuka jalan untuk terciptanya kerja sama. Persaingan antar siswa merupakan hal yang wajar dalam suatu lingkungan belajar, akan tetapi melalui pembelajaran modul dapat mengurangi
40
persaingan. Persaingan berkurang karena semua siswa mendapat kesempatan untuk mendapat nilai tertinggi.
3. Pelestarian Lingkungan Manusia hidup membutuhkan kehadiran tumbuh-tumbuhan dan hewan yang sekaligus berfungsi sebagai sumber kehidupannya. Oleh karena itu tumbuhtumbuhan, hewan dan alam sekitarnya disebut sebagai lingkungan hidup manusia. Lingkungan tersebut terbentuk sebelum manusia berada di bumi. Sunu (2001: 10) mengatakan bahwa ”Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi
kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.” Suatu lingkungan memiliki benda, daya, dan makhluk hidup. Manusia salah satu yang termasuk di dalam lingkungan. Manusia dan perilaku manusia yang berada di dalam suatu lingkungan memiliki pengaruh terhadap kelangsungan suatu lingkungan. Alim (1996: 124) menjelaskan mengenai lingkungan bahwa lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada di sekeliling makhluk hidup yang berpengaruh dan mendukung pada eksistensi dan keberlanjutan kehidupannya. Setiap makhluk hidup mempunyai dan memerlukan suatu lingkungan tertentu. Setiap makhluk hidup tinggal dalam suatu lingkungan. Lingkungn tempat manusia maupun makhluk hidup tinggal sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan makhluk tersebut. Apabila lingkungan tempat tinggal makhluk hidup tersebut rusak, maka akan mengganggu keberlangsungan kehidupan makhluk yang ada di dalamnya. Pengertian Lingkungan menurut Ensiklopedi Nasional (1999: 395) adalah sebagai berikut: Lingkungan/lingkungan hidup dapat dibagi sebagai lingkungan hidup alamiah dan lingkungan hidup binaan. Lingkungan hidup alamiah adalah suatu sistem amat dinamis yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup dan komponen-komponen biotik lainnya, tanpa adanya dominasi manusia.
41
Supardi (1994: 171) berpendapat bahwa usaha untuk melestarikan lingkungan dari pengaruh dampak pembangunan merupakan salah satu usaha yang perlu dilakukan. Tujuan dari pengelolaan lingkungan adalah untuk mencegah kemunduran populasi sumber daya alam yang dikelola dan sumber daya alam lain yang ada di sekitarnya dan mencegah pencemaran limbah yang dapat membahayakan lingkungan. Lingkungan sebagai tempat tinggal makhluk hidup, sehingga kelestarian lingkungan perlu untuk dijaga demi kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di dalamnya. Salah satu masalah lingkungan yang akhir-akhir ini terjadi adalah terjadinya kelongsoran tanah di daerah pegunungan. Manusia sebagai penghuni lingkungan hendaknya dalam berinteraksi dengan lingkungan juga memperhatikan mengenai kelestarian lingkungannya. Usaha untuk melestarikan lingkungannya, manusia mulai menyadari akan pentingnya dilakukan usaha-usaha untuk melestarikan lingkungan, diantaranya adalah penghijauan tanah-tanah gundul, perbaikan dan pengawetan tanah. Tanah yang gundul atau tanah yang tidak tertutup oleh tanaman akan sangat mudah mengalami erosi. Menurut Kartasapoetra (1987: 35), erosi merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia. Erosi dapat terjadi karena pengaruh air dan angin. Desakan air dan angin dapat terjadi secara alami atau karena perbuatan manusia. Salah satu contoh peristiwa yang dapat menyebabkan erosi karena pengaruh kegiatan manusia adalah kesalahan pada pengelolaan tanah dalam pelaksanaan pertaniannya. Kertasapoetra
(1987:
37)
membagi
menyababkan tejadinya erosi, yaitu: a. Iklim b. Faktor tanah c. Faktor bentuk wilayah (topografi) d. Faktor tanaman penutup tanah ( vegetasi) e. Faktor kegiatan manusia.
42
faktor-faktor
yang
dapat
Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya laju/kecepatan pengikisan tanah. Topografi mempengaruhi terhadap kecepatan laju air di permukaan tanah yang mengangkut partikel-partikel tanah. Vegetasi memiliki peranan penting bagi tanah, karena jenis vegetasi yang ada di permukaan tanah memiliki sifat untuk melingdungi tanah dan dapat memperbaiki susunan tanah karena akar-akar yang dimilikinya. Usaha yang dilakukan untuk mencegah dan atau mengendalikan erosi ini, hendaknya diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi, seperti antara lain faktor iklim, tanah, bentuk wilayah (misal kemiringan ), vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia (1989: 143). Lebih lanjut Kartasapoetra (1989: 143) mengatakan prinsip-prinsip yang digunakan dalam mengendalikan erosi adalah : 1. memperbesar resistensi permukaan tanah sehingga lapisan permukaan tanah tahan terhadap pengaruh tumbukan butir-butir hujan; 2. memperbesar kapasitas infiltrasi tanah, sehingga lajunya aliran permukaan dapat diredusir (dikurangi); 3. meredusir lajunya aliran permukaan agar daya kikisnya terhadap tanah yang dilaluinya dapat diperkecil; 4. memperbesar resistensi tanah sehingga daya rusak dan daya hanyut aliran permukaan terhadap partikel-partikel tanah dapat diperkecil atau diredusi. Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi erosi adalah dengan cara mekanik yaitu dengan pembuatan sengkedansengkedan atau teras-teras. Pengendalian erosi dengan cara ini memerlukan biaya yang mahal, akan tetapi demi terhindarnya erosi yang bisa mengakibatkan kerugian yang lebih besar, maka tidak ada ruginya apabila cara mekanik ini digunakan untuk mengatasi erosi. Usaha mempertahankan tanah-tanah pertanian pada daerah lereng agar bagian-bagian tanah tidak mudah terkikis dan terhanyut adalah dengan cara pembuatan
sengkedan-sengkedan
(teras).
Pembuatan
sengkedan
harus
memperhatikan keadaan tanah dan kemiringan tanah untuk mengendalikan aliran air permukaan (run off).
43
Makin panjang lereng itu maka lajunya aliran air permukaan akan makin cepat, daya kikis dan daya angkutnya, makin besar sehingga pengikisan dan penghanyutan tanah akan berlangsung dengan besar pula. Bennet dalam Kartasapoetra (1989: 123) mengatakan bahwa garis besarnya terdapat 3 macam sengkedan (teras) yaitu: a. Bench terrace atau Teras bangku yang direncanakan/dibangun untuk: (1) Mengendalikan erosi (pengikisan dan penghanyutan) dengan mengurangi kemiringan pada tanah atau daerah-daerah yang dijadikan lahan pertanian. (2) Menjadikan tanah yang curam agar memungkinkan digunakan sebagai tanah pertanian. b. Graded terrace atau Teras berlereng direncanakan/dibangun untuk menahan dan mengalihkan aliran air pemukaan agar kecepatannya berkurang dan tidak erosif. c. Level terrace atau Teras datar yang direncanakan/dibangun untuk mengurung/menahan dan mengawetkan air hujan pada daerah-daerah curah hujan yang rendah. Teras-teras bangku
biasanya dibangun pada tanah pertanian yang
mempunyai kemiringan sekitar 10% sampai 30%. Pembuatan teras-teras bangku biasanya di daerah perkebunan dan persawahan yang terletak di daerah dataran tinggi. Teras-teras yang datar biasanya digunakan pada daerah yang kering karena untuk menahan limpahan air hujan. Menurut Ramdhon Bermanakusumah (1978) dalam Kartasapoetra (1989: 125) mengatakan bahwa pada umumnya teras datar dibuat pada tempat-tempat dengan kemiringan sekitar 2%, dimana curah hujan relatif rendah serta permeabilitas tanah yang tinggi. Teras berlereng hanya digunakan pada tanah-tanah berlereng dengan kemiringan sekitar 3% sampai 8% dan curah hujannya besar serta permeabilitas yang rendah atau kurang. Makin tinggi tingkat kemiringan tanah yang akan diteras, maka lebar teras yang akan dibuat harus makin sempit, hal ini dilakukan agar lapisan bawah tanah yang perlu digali tidak terlalu besar.
44
B. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran Biologi yang masih sering terjadi di dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran yang berpusat pada guru hanya menuntut siswa untuk menerima apa saja yang dianggap penting oleh guru, sedangkan siswa hanya dituntut untuk menghafal materi-materi yang telah disediakan oleh guru. Masih banyak guru yang kurang begitu menyukai apabila banyak siswanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan meluas dari konteks materi yang disampaikan guru. Pembelajaran yang berpusat pada guru sebenarnya akan menghambat aktivitas dan kreativitas. Siswa tidak dapat mengembangkan kemampuankemampuan yang dimilikinya. Salah satu cara yang hendaknya dapat dilakukan oleh guru agar siswa dapat aktif dan kreatif adalah dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menciptakan suasana yang dapat membuat siswa memiliki kepercayaan diri dalam belajar, menyediakan sumber belajar yang dapat memacu siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, memiliki kemampuan komunikasi ilmiah yang bebas, dan mengekspresikan kreativitas yang dimilikinya. Permasalah-permasalahn yang berhubungan dengan masih kurangnya keaktifan siswa dalam diskusi dan kurangnya kerja sama siswa dalam kegiatan kelompok salah
satunya
disebabkan
karena
dalam
pembelajaran
yang
dilaksanakan hanya menggunakan buku teks yang dirasa masih belum memotivasi siswa untuk dapat melaksanakan diskusi dengan baik. Kurang aktifnya siswa dalam kegiatan diskusi dan kurangnya kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi dapat diatasi dengan menggunakan suatu inovasi dalam pembelajaran Biologi. Salah satu inovasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa adalah pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran. Modul pembelajaran yang digunakan adalah modul pembelajaran hasil penelitian.
45
Modul pembelajaran yang digunakan merupakan modul pembelajaran yang didalamnya memuat hasil penelitian tentang Pelestarian Lingkungan khususnya penanggulangan erosi dengan cara pembuatan sengkedan (teras). Selanjutnya modul hasil penelitian digunakan oleh guru dan siswa untuk menunjang pembelajaran Biologi sehingga nantinya dalam pembelajaran Biolgi siswa dapat kreatif dan aktif terlibat dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang menggunakan modul hasil penelitian, guru bertindak sebagai fasilitator. Modul yang digunakan dalam pembelajaran telah memuat mengenai materi yang akan dipelajari oleh siswa dan petunjuk-petunjuk untuk menggunakan modul tersebut. Sehingga siswa dapat membaca dan mempelajari modul tersebut secara sendiri maupun dengan teman dalam kelompoknya. Pembelajaran dengan modul dalam pelaksanaannya juga menuntut adanya diskusi kelompok dalam memahami materi dan mencari alternatif penyelesaian dari permasalahan yang berhubungan dengan materi dalam modul serta menuntut adanya kerjasama siswa dalam menyelesaikan tugas yang terkait dengan materi dalam modul.
46
INPUT :
Sumber belajar digunakan berupa teks.
yang buku
Variasi Karakteris tik Siswa
Permasalahan : 2. Kurangnya kerja sama siswa 3. Kurangnya ketrampilan berdiskusi siswa
Alternatif Pemecahan Masalah : Penelitian di laboratorium sebagai dasar untuk pembuatan modul
P R O S E
Penggunaan Modul Pembelajaran Hasil Penelitian
S Manfaat : 1. Siswa aktif bekerja sama. 2. Siawa terampil berdiskusi.
OUTPUT : 2. Kualitas pembelajaran meningkat. 3. Kualitas guru mengajar meningkat.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Penelitian Laboratorium
1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian Laboratorium mengenai Pelestarian Lingkungan di lakukan di dua laboatorium, yaitu di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP UNS untuk pembuatan sengkedan, dan di Laboratorium Pusat MIPA UNS untuk pengukuran total bahan padatan dalam air atau Total Suspended Solid (TSS). b. Waktu Penelitian Tahap Penelitian Pelestarian Lingkungan ada dua, yaitu pembuatan sengkedan dan pengukuran TSS. Pembuatan sengkedan dilakukan pada bulan Maret 2009. Pengukuran TSS dilakukan pada bulan April 2009. 2. Bentuk dan Strategi Penelitian a. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian adalah eksperimen dengan mengambil topik mengenai Pelestarian Lingkungan yang difokuskan pada masalah tentang erosi. b. Strategi Penelitian Penelitian mengenai
Pelestarian Lingkungan dilakukan sebelum
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan. Tujuannya adalah penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan adalah sebagai bahan untuk pembuatan modul yang nantinya akan digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Strategi yang dilakukan dalam penelitian Pelestarian Lingkungan adalah sebagai berikut: 1) Pembuatan sengkedan Proses pembuatan sengkedan dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP UNS. Sengkedan yang dibuat ada 4 macam, yaitu sengkedan yang ditanami rumput di seluruh permukaan, sengkedan yang ditanami sedikit rumput, sengkedan yang ditanami rumput dan beberapa tanaman, dan sengkedan yang
48
tidak ditanami rumput maupun tanaman. Jenis rumput yang digunakan adalah rumput jepang (Zoysia japonica) dan jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman tetean kuning (Justicia gendurosa). Sengkedan dibuat dengan jenis sengkedan yang memiliki siku 90° atau biasa disebut dengan tersering balok.. Alat yang digunakan dalam pembuatan sengkedan ini adalah : palu, sekop, dan cangkul. Bahan yang digunakan dalam pembuatan sengkedan ini adalah : kayu, tanah, air, rumput, paku, dan kaca. Berikut adalah gambar miniature terasering:
Terasering I
Terasering II
Terasering III
Terasering IV
Gambar 2. Model Terasering Keterangan: Terasering I : Terasering yang ditanami rumput secara keseluruhan diseluruh permukaan, rumput yang digunakan adalaah rumput jepang (Zoysia japonica). Terasering II : Terasering yang ditanami sedikit rumput, tetapi ditanami beberapa jenis tanaman lain. Rumput yang digunakan adalah rumput
49
jepang (Zoysia japonica) dan jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman tetean kuning (Justicia gendurosa). Terasering III : Terasering yang ditanami sedikit rumput tanpa ditanami tanaman lain, rumput yang digunakan adalah rumput jepang (Zoysia japonica). Terasering IV : Terasering yang hanya berisi tanah dan tidak ditanami tanaman apapun. 2) Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) atau Total Bahan Padatan Pengukuran TSS dilakukan di Laboratorium Pusat MIPA UNS. Air yang digunakan untuk pengukuran TSS diambil dari air hasil penyiraman pada sengkedan. Alat yang digunakan untuk pengukuran TSS adalah : kertas saring, gelas ukur, alat penyaring, oven, desikator. Bahan yang digunakan untuk pengukuran TSS adalah : aquades, air sample (air hasil penyiraman sengkedan). Penghitungan TSS menurut Aleart (1991: 143) dilakukan dengan menggunakan rumus : mg/l residu tersuspensi =
( A - B) x1000 mlsampel
Keterangan : A = berat kertas saring berisi residu tersuspensi dalam mg. B = berat kertas saring kosong dalam mg. 3) Sumber Data Data dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi pengukuran kualitas air terkait dengan total bahan padatan dalam air (TSS) yang diukur di laboratorium. 4) Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dilakukan untuk pengukuran TSS adalah : a. Menyiram sengkedan dengan air. b. Air hasil penyiraman ditampung kemudian air digunakan untuk menghitung TSS. c. Pengukuran TSS dilakukan di laboratorium.
50
B. Penyusunan Modul Pembelajaran
Modul hasil penelitian disusun berdasarkan data dan analisis data dari hasil penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan mengenai TSS. Modul hasil penelitian juga disusun berdasarkan beberapa referensi yaitu berupa buku dan sumber dari internet. Susunan modul disesuaikan dengan aturan pembuatan modul yang telah disampaikan oleh Mulyasa (2006: 43). Susunan modul terdiri dari pendahuluan, tujuan pembelajaran, tes awal, pengalaman belajar, sumber belajar (referensi), tes akhir. Modul juga disertai dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan kunci jawaban LKS. Pembuatan
modul
hasil
penelitian
disesuaikan
dengan
tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan dalam kurikulum yang berlaku. Sehingga modul pembelajaran hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa.
C. Penelitian Tindakan Kelas
1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian Tindakan Kelas berupa implementasi modul pembelajaran hasil penelitian tentang Pelestarian Lingkungan dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Batik 1 Surakarta tahun pelajaran 2008/2009 di kelas X-6. b. Waktu Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2009. 2. Bentuk dan Strategi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang bersifat kualitatif. Penelitian dilaksanakan berdasarkan hasil observasi yang menunjukkan bahwa 57,72% siswa kurang kerja sama dan 52,69% siswa tidak aktif dalam diskusi. Prinsip dalam penelitian adalah penggunaan
51
modul hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas belajar terutama dalam aspek keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Pokok bahasan yang digunakan adalah mengenai Pelestarian Lingkungan. Pelaksanaan tindakan dilakukan melalui berkolaborasi dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan. Solusi terhadap permasalahan dibuat berdasarkan kajian teori dan input dari lapangan yaitu berupa permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas. Adapun solusi yang dimaksud adalah tindakan yang berupa penggunaan modul hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang diukur pada dua aspek yaitu : kerjasama dan keaktifan diskusi siswa dalam kelompok pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. Penerapan tindakan digunakan secara berulang atau siklus dalam setiap pembelajaran. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal mengenai penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. 3. Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi informasi tentang keadaan pembelajaran siswa yang berupa deskripsi kualitatif. Sumber data dalam penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber meliputi : a. Informasi yang diperoleh dari guru dan siswa. b. Tempat berlangsungnya aktivitas pembelajaran yang berupa catatan observasi dari peneliti. c. Dokumen yang berupa kurikulum, silabus, buku penilaian dan buku referensi mengajar. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk memperoleh data meliputi observasi, wawancara dan angket. a. Observasi Observasi dilakukan terhadap siswa selama siswa melaksanakan kegiatan diskusi kelompok. Observasi dilakukan di bagian belakang ruang kelas.
52
Observasi yang dilakukan difokuskan pada kerjasama siswa dalam kelompok dan keaktifan berdiskusi siswa. observasi dilakukan oleh observer dan guru karena untuk menghindari adanya subyektivitas. b. Wawancara atau diskusi Wawancara merupakan salah satu data penelitian yang diambil dari siswa dan guru. Wawancara dilakukan sesuai dengan pelaksanaan penelitian. Wawancara dilakukan untuk memperoleh balikan tentang proses pembelajaran yang berlangsung selama penelitian. Beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan wawancara atau diskusi adalah: 1). Meminta pendapat dari guru maupun siswa mengenai pelaksanaan proses kegiatan pembelajaran di kelas yang meliputi kelebihan, kekurangannya dan hambatan yang terjadi di kelas. 2). Mengungkapkan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. 3). Mendiskusikan
hal-hal yang ditemukan selama observasi dengan guru,
kemudian secara bersama menyamakan persepsi, sehingga apabila ada kekurangan yang terjadi, maka kekurangan tersebut dapat diperbaiki pada siklus selanjutnya. c. Angket Angket dibagikan kepada siswa untuk mengetahui berbagai aspek yang terkait dengan proses pembelajaran terutama dari aspek kerjasama siswa dalam kelompok dan keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok. Setiap siswa diberi 3 macam angket, yaitu angker keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok, angket kerjasama dan angket performance guru dalam mengajar. Ketiga macama angket yang digunakan berupa angket langsung dan sekaligus memberikan alternatif jawaban. Menurut Suharsimi, alternatif jawaban angket ada 4, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Teknik penilaian angket mengacu pada Arikunto (2006: 242) yaitu :
53
Tabel 1. Teknik Penilaian Angket Skor untuk aspek yang dinilai
Skor (+) 4 3 2 1
Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS)
(-) 1 2 3 4
5. Validitas Data Validitas data diketahui dengan menggunakan teknik triangulasi data. Menurut Lexy J. Maleong (2007: 330) triangulasi data adalah teknik pemeriksaaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber data dan metode. Triangulasi dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis tapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah berupa wawancara, observasi dan angket. Berikut merupakan skema triangulasi data: Angket
Data
Observasi
Siswa
Wawancara Gambar 3. Skema Trianggulasi Sumber Data Penelitian (Sutopo, 2002: 81) 6. Analisa Data Data yang diperoleh dalam penelitian tinadakan kelas dianalisa menggunakan teknik analiasa deskriptif kualitatif. Teknis analisa data mengacu pada model analisis Miles dan Huberman (1992: 16-19) yang mencakup tiga komponen yaitu:
54
a. Reduksi
data
yaitu
merupakan
proses
seleksi,
pemfokusan
dan
penyerdehanaan data dari lapangan melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas. b. Penyajian data merupakan penyusunan informasi secara sistemik dari hasil reduksi data mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan refleksi pada masingmasing siklus. c. Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan dan penggolongan data. Data yang diperoleh dari lapangan disajikan dalam narasi informasi secara sistematis dan bermakna 7. Prosedur Penelitian Prosedur dan langkah-langkah dalam melaksakan tindakan penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1997) dalam Wiriaatmadja (2006: 66) yang berupa model spiral. a. Siklus 1 1) Tahap Perencanaan Tahap-tahap yang ada dalam tahap perencanaan adalah meliputi penyusunan instrument pembelajaran yang terdiri dari angket dan lembar observai keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi kerjasama siswa, angket dan lembar observasi performance guru, terasering, modul pembelajaran hasil penelitian, pedoman wawancara, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran. 2) Tahap Pelaksanaan a) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-1 dengan penerapan modul pembelajaran hasil penelitian yang didalamnya dilengkapi dengan materi untuk dipelajari oleh siswa dan terdapat permasalahan-permasalahan harus dipecahkan oleh siswa secara bersama-sama dalam kelompok melalui kegiatan diskusi. b) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-2 siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok masing-masing.
55
3) Tahap Evaluasi Tahap observasi dan evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan angket dan lembar observasi keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi kerjasama siswa, angket dan lembar observasi performance guru 4) Tahap Refleksi Tahap analisis dan refleksi meliputi kegiatan yang mengulas perubahan yang terjadi pada keaktian diskusi siswa dan kerjasama siswa sebagai bahan perencanaan pada siklus II. b. Siklus II 1) Tahap Perencanaan Tahap-tahap yang ada dalam tahap perencanaan adalah meliputi penyusunan instrument pembelajaran yang terdiri dari angket dan lembar observai keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi kerjasama siswa, angket dan lembar observasi performance guru, terasering, modul hasil penelitian, pedoman wawancara, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II. 2) Tahap Pelaksanaan a) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-1 dengan penerapan modul pembelajaran hasil penelitian yang didalamnya dilengkapi dengan materi untuk dipelajari oleh siswa dan terdapat permasalahan-permasalahan harus dipecahkan oleh siswa secara bersama-sama dalam kelompok melalui kegiatan diskusi. b) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-2 siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok masing-masing. 3) Tahap Evaluasi Tahap observasi dan evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan angket dan lembar observasi keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi kerjasama siswa, angket dan lembar observasi performance guru. 4) Tahap Refleksi Tahap analisis dan refleksi meliputi kegiatan yang mengulas perubahan yang terjadi pada keaktian diskusi siswa dan kerjasama siswa.
56
c. Tindak Lanjut Target pada penelitian yang dilakukan adalah 75% siswa dapat aktif berdiskusi dan 75 % siswa dapat melakukan kerjasama dengan baik dalam kegiatan kelompok. Apabila target yang ingin dicapai tersebut belum tercapai, maka siklus akan berulang sampai target yang telah ditentukan dapat tercapai. Akan tetapi apabila pada siklus pertama target yang telah ditentukan telah tercapai maka siklus akan dihentikan.
57
Pelaksanaan Optimalisasi penggunaan modul hasil penelitian dalam KBM I dan KBM II. Setiap kelompok mendapatkan 1 modul pembelajaran hasil penelitian Evaluasi Evaluasi keaktifan diskusi siswa, kerjasama siswa dengan angket. Data pendamping : · Observasi guru dan siswa
Refleksi Hasil pelaksanaan tindakan 1 menunjukkan bahwa keaktifan diskusi dan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok masih belum tuntas dan belum mencapai target. Plan Reflect
Act & Observ
Refleksi Mengemukakan hasil dan hal-hal yang ditemukan pada siklus 2 untuk selnjutnya dilakukan perbaikan pada siklus selanjutnya
Pelaksanaan Optimalisasi penggunaan modul hasil penelitian dalam KBM III dan KBM IV. Setiap siswa mendapatkan 1 modul pembelajarn hasil penelitian Evaluasi Evaluasi keaktifan diskusi siswa, kerja sama dengan angket Data pendamping : · Observasi guru dan siswa
Perencanaan Penyusunan instrument pembelajaran : angket Keaktifan berdiskusi siswa, angket kerjasama, silabus, rencana pengajaran, media pembelajaran untuk siklus I, modul pembelajaran hasil penelitian.
Act & Observ Reflect
plan
Perencanaan Merancang perbaikan yang perlu dilakukan pada siklus 2 sesuai dengan refleksi pada siklus 1.Penyusunan instrumen pembelajaran : rencana pengajaran dan modul pembelajaran hasil penelitian untuk pembelajaran untuk siklus II
Tindak Lanjut Perbaikan pembelajaran oleh guru Biologi setelah penelitian Sehingga keaktifan diskusi siswa dan kerja sama siswa meningkat.
Gambar 4. Skema Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Mc Taggart dalam Wiriaatmadja (2006: 21)
58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN LABORATORIUM Penelitian
mengenai
Pelestarian
Lingkungan
mengambil
pokok
permasalahan mengenai erosi yang terjadi pada lahan miring akibat pengaruh siraman air yang tidak terkendali. Erosi merupakan bencana yang sudah tidak asing lagi bagi siswa. Tanah gundul pada lahan miring akan mudah tererosi apabila tanah tersebut tersiram oleh air dengan jumlah air yang tidak terkendali. Penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan tentang erosi dilakukan diawali dengan pembuatan miniatur terasering pada kotak kayu yang berbentuk balok dengan ukuran 50 cm x 60 cm x 40 cm. Terasering dibuat sebanyak 4 buah dengan bentuk dan ukuran yang sama tetapi masing-masing memiliki perbedaan. Perbedaan yang ada pada masing–masing terasering adalah perbedaan pada tanaman dan jumlah tanaman yang ditanam pada permukaan terasering. Perbedaan pada terasering dibuat dengan tujuan untuk mengetahui adanya perbedaan antara terasering yang satu dengan yang lain apabila terasering disiram dengan air. Terasering I dibuat dengan seluruh permukaan yang tertutup dengan rumput secara keseluruhan. Rumput yang digunakan adalah jenis rumput jepang (Zoysia japonica). Terasering II dibuat dengan ditanami rumput akan tetapi jumlah rumputnya hanya sedikit dan pada terasering II juga ditanami dengan tanaman yang lain selain rumput. Terasering III dibuat dengan ditanami rumput tetapi tidak pada seluruh permukaan, tapi hanya sebagian permukaan saja yang tertutup rumput. Rumput yang digunakan masih sama dengan rumput yang digunakan pada terasering I. Terasering IV dibuat tanpa ditanami dengan tanaman apapun atau hanya tanah saja. Miniatur terasering yang telah siap digunakan selanjutnya diberi perlakuan dengan cara diguyur dengan air yang volumenya sama untuk masingmasing terasering. Air yang telah diguyurkan pada terasering kemudian ditampung pada suatu wadah yang telah disediakan. Air yang ditampung
59
kemudian digunakan untuk menghitung TSS ( Total Suspended Solid ). Penghitungan TSS bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan padatan pada air. Hasil perhitungan TSS dapat dilihat pada Tabel 2. berikut : Tabel 2. Data hasil penelitian TSS Jenis Terasering
A (mg)
B (mg)
(A-B) (mg)
TSS (mg/l)
Terasering I
0,868
0,813
0,55
5,5
Terasering II
0,809
0,772
0,37
3,7
Terasering III
0,875
0,812
0,63
6,3
Terasering IV
4,581
0,798
3,783
37,83
Keterangan: Terasering I : Terasering yang ditanami rumput secara keseluruhan diseluruh permukaan. Terasering II : Terasering yang ditanami sedikit rumput, tetapi ditanami beberapa jenis tanaman lain. Terasering III : Terasering yang ditanami sedikit rumput tanpa ditanami tanaman lain. Terasering IV : Terasering yang tidak ditanami tanaman apapun. A : berat kertas saring berisi residu tersuspensi dalam mg. B : berat kertas saring kosong dalam mg
Berdasarkan data pada Tabel 2. diketahui bahwa TSS paling besar adalah pada jenis terasering IV yaitu terasering yang hanya terdiri dari tanah, yaitu sebesar 37,83 mg/l. Hasil pada terasering yang hanya berisikan tanah memiliki nilai TSS paling besar karena pada media yang hanya berisi tanah maka tanahnya akan lebih mudah terkikis apabila ada air yang mengalir, sehingga jumlah bahan padatan yang larut juga lebih besar. Tanah yang mudah terkikis disebabkan karena pada tanah tidak ada akar tanaman yang dapat berguna untuk menahan aliran air. Sehingga apabila tidak ada penahannya, maka air akan lebih mudah terkikis.
60
Hasil residu tersuspensi (TSS) paling kecil adalah pada jenis terasering yang berisi tanah dan ditanami dengan rumput dan tanaman, yaitu sebesar 3,7 mg/l. Hasil yang ditunjukkan oleh terasering II mengindikasikan bahwa pada tanah yang ditanami dengan rumput dan tanaman akan memiliki daya kikis yang kecil. Tanah tidak akan mudah terkikis oleh air, karena tanah memiliki kemampuan untuk menahan air. Tanaman yang terdapat pada terasering juga akan menyerap air yang disiramkan pada tanah. Sehingga air tidak akan mengkikis tanah. Gambar 5. berikut mengambarkan diagram perbandingan hasil perhitungan Total Suspended Solid (TSS) pada masing-masing terasering.
Gambar 5. Diagram Perbandingan Hasil Perhitungan Total Suspended Solid (TSS) Berdasarkan hasil perhitungan TSS yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada terasering IV akan mudah terkikis oleh air karena pada terasering IV tidak terdapat tanaman apapun, sehingga tanah menjadi lebih mudah terkikis. Sehingga akan berdampak pada tanah yang longsor. Lahan atau tanah yang ditanami dengan vegetasi tanaman, misalnya rumput dan jenis tanaman lain, maka tanah tidak akan mudah terkikis oleh air
61
B. PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian laboratotium mengenai Pelestarian Lingkungan khususnya pada permasalahan tentang erosi disajikan dalam bentuk modul pembelajaran hasil penelitian. Modul pembelajaran hasil penelitian dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang tercantum didalam kurikulum pembelajaran. Modul pembelajaran hasil penelitian disusun sesuai dengan aturan penyusunan modul yang disampaikan oleh Mulyasa (2006: 43). Modul pembelajaran hasil penelitian digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran terutama untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dan kerja sama siswa dalam kegiatan kelompok.
C. PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1. Kondisi Awal (Pra Siklus) Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Tahap pertama yang dilakukan sebelum penelitian adalah melakukan pengamatan atau observasi di lokasi yang akan dilakukan penelitian. Selain observasi, juga dilakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan. Wawancara yang dilakukan berhubungan dengan masalah-masalah yang biasanya terjadi di kelas selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Observasi yang dilaksanakan adalah observasi terhadap proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi selama proses belajar mengajar di kelas. Selanjutnya, masalah-masalah yang ada tersebut diperbaiki melalui penelitian tindakan kelas (PTK). Selama proses observasi (pengamatan) di kelas dilakukan, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi di kelas, yaitu: siswa kurang aktif dalam kegiatan diskusi kelompok dan siswa masih belum bisa untuk melakukan kerjasama dalam kelompok. Jumlah siswa yang dapat mengikuti kegiatan diskusi dengan baik hanya 47,31% dari keseluruhan jumlah siswa yang ada.
62
Saat kegiatan diskusi berlangsung, siswa masih sangat susah untuk membentuk kelompok diskusi. Siswa juga belum bisa melakukan kerjasama yang baik selama diskusi. Siswa yang dapat bekerja sama dengan baik dengan teman dalam satu kelompok dalam kegiatan diskusi hanya sebanyak 42,28%. Siswa cenderung bertindak individual dan lebih mengutamakan urusan masing-masing. Suatu sistem pembelajaran hendaknya dapat meningkatkan kemampuan untuk bisa berpartisipasi secara aktif dalam belajar dan mendorong siswa untuk dapat berpikir kritis dan kreatif. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk lebih mendorong dan meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih berpikir kritis dan kreatif adalah dengan kegiatan diskusi dalam pembelajaran. Kegiatan diskusi dapat merangsang kemampuan siswa untuk dapat menggali ide-ide yang dimilikinya untuk memecahkan masalah. Siswa diberi angket keaktifan diskusi dan kerja sama dengan tujuan untuk mengetahui keaktifan diskusi dan kerja sama siswa dalam kegiatan kelompok.. Keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Pra Siklus No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah 74,39 sebagai pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari 77,29 berbagai sumber 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 82,16 4 Mampu menyusun rangkuman 79,42 5 Mampu bersikap objektif 84,15 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada 86,28 situasi 7 Mampu menganalisa masalah. 84,29 8 Mampu mengusulkan pemecahan93,75 pemecahan . 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik 96,79 dan penilaian yang obyektif 10 Mampu menentukan tindakan-tindakan 73,32 yang akan diambil 831,86 Jumlah 83,19 Rata-Rata
63
Tabel 3. merupakan data yang menampilkan persentase skor indicator angket keaktifan berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok selama tahap pra siklus berlangsung. Berdasar Tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa keaktifan berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok memiliki rentang nilai persentase sebesar 73% - 93%, apabila dihitung rata-ratanya maka diperoleh persentase ratarata sebesar 83,19%. Berdasarkan data yang tercantum dalam Tabel 3. dapat diketahui bahwa indikator yang paling kecil adalah indikator ke-10 yang menyatakan bahwa siswa kemampuan siswa untuk menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil. Persentase yang dicapai oleh indikator ke-10 masih berada dibawah target yang ingin dicapai yaituhanya mencapai nilai 73,32%, sedangkan target yang ingin dicapai adalah sebesar 75 %. Persentase indikator tertinggi dicapai oleh indikator ke-9 yaitu indikator yang menyatakan siswa mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif. Indikator ke-9 mencapai persentase sebesar 96,79%. Selain adanya suatu masalah yang bersangkutan dengan kegiatan diskusi siswa dalam pembelajaran, juga ditemukan adanya suatu masalah lain yaitu kerjasama siswa yang masih kurang dalam kegiatan kelompok. Selama proses kegiatan kelompok berlangsung hanya beberapa siswa saja yang dapat melakukan kerjasama dengan baik ketika kegiatan kelompok. Sebagian siswa yang lain acuh terhadap kegiatan kelompok dan kurang antusias untuk melaksanakan kegiatan diskusi dalam kelompoknya. Besarnya persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok dapat diketahui dengan cara membagikan angket kerjasama kepada siswa. Berikut disampaikan hasil persentase pengisian angket kerjasama siswa pada tahap pra siklus. Tabel 4. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra Siklus. No 1 2 3
Indikator Menghargai orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah
64
Persentase Capaian (%) 78,05 75,76 75,76
No 4 5 6 7
Indikator Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
PErsentase Capaian(%) 80,08 78,51 77,03 79,07 544,26 77,75
Tabel 4. merupakan tabel yang menampilkan nilai kerjasama siswa dalam tiap indikator dalam kegiatan kelompok. Persentase yang tercantum pada tabel 4. diatas merupakan persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok sebelum siswa menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar. Sesuai Tabel 4. dapat dilihat bahwa kemampuan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok yang berlangsung di kelas adalah sebesar 75 % - 80 % dengan nilai rata-rata sebesar 77,75 %. Apabila diamati lebih lanjut, dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan antara prosentase nilai indikator yang diperoleh dari angket kerjasama siswa dan prosentase nilai indikator yang diperoleh dari hasil observasi langsung yang terjadi di lapangan. Perbedaan yang terjadi mengindikasikan bahwa sebetulnya setiap siswa memiliki keinginan dan mungkin juga kemampuan yang memadai untuk melaksanakan diskusi dan kerjasama kelompok dengan teman dalam satu kelompoknya. Akan tetapi, proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas masih belum bisa mendorong siswanya untuk dapat melakukan kerjasama yang baik dalam kegiatan kelompok Beberapa
alasan
yang
bisa
menyebabkan
siswa
belum
dapat
melaksanakan kerjasama dengan baik adalah karena dalam pembelajaran yang berlangsung di kelas siswa belum memiliki sumber belajar yang dapat meningkatkan aktivitas kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran yang biasa berlangsung di kelas adalah suatu pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher centered) dan siswa juga hanya diberi buku yang hanya beriri materi yang akan dihafal oleh siswa. Sehingga, selama proses pembelajaran yang berlangsung pun siswa hanya berpedoman pada buku itu saja.
65
Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam melaksanakan kerjasama, maka dilakukan suatu tindakan dengan menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar. Mengajar merupakan suatu kegiatan yang dalam pelaksanaannya memerlukan tindakan-tindakan dan keputusan – keputusan yang jelas dari guru. Seorang guru hendaknya memiliki suatu kemampuan untuk dapat meningkatkn kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah kemampuan guru untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa, mengembangkan kreatifitas siswa, membangkitkan nafsu belajar atau motivasi belajar siswa, dan dapat mendayagunakan sumber belajar yang ada. Tabel 5. berikut memberikan gambaran singkat mengenai performance guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Tabel 5. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus No
Indikator
1
Menata bahan ajar yang akan diberikan selama satu semester Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran Memberikan motivasi atau menarik perhatian Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa Mengingatkan kompetensi prasyarat
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
66
Persentase Capaian (%) 74,19 82,93 76,42 69,51 78,46 81,71 77,74 71,65 73,93 68,75 84,45 77,44 79,27
No 14 15 18 17 18
Indikator
Persentase Capaian (%) 79,88 78,66 81,09 74,39 75,30 1385,77 76,99
Memberikan stimulus Memberikan petunjuk belajar Menimbulkan penampilan siswa Memberikan umpan balik Menilai penampilan Jumlah Rata-rata
Berdasarkan data pada Tabel 5. diatas dapat diketahui bahwa persentase rata-rata untuk performance guru dalam pembelajaran sudah mencapai 76,99% dan hasil ini merupakan hasil yang sudah cukup bagus. Sesuai Tabel 5. indikator yang masih kurang adalah indikator yang menyatakan mengenai penggunaan teknik mengajar yang masih belum bervariasi dan pemberian rangkuman materi kepada siswa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tentang penggunaan teknik mengajar ini maka digunakan suatu metode pembelajaran yang sebelumnya belum digunakan, yaitu pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian.
2. Siklus 1 1. Perencanaan Tahap perencanaan dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dilakukan saat penelitian tindakan kelas berlangsung. Beberapa langkah yang dilakukan pada tahan perencanaan ini adalah sebagai berikut: a. Menetapkan materi yang akan dipelajari, yaitu dengan materi pokok Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. b. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pokok materi Ekosistem dan Pencemaran, pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan berlangsung yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar.
67
c. Melakukan penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan untuk pembuatan modul pembelajaran. d. Menyusun modul pembelajaran hasil penelitian. e. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa, dan angket performa guru. f. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa. g. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa. h. Menyusun lembar observasi tentang performance guru. i. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS). j. Menyusun soal tes. 2. Pelaksanaan Tahap
pelaksanaan
I
merupakan
penerapan
pembelajaran
menggunakan modul hasil penelitian untuk meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pelaksanaan tindakan I dilakukan 2 kali pertemuan. Pertemuan I dilakukan selama 1 jam pelajaran (1 x 45 menit) dan pertemuan II dilakukan selama 1 jam pelajaran (1 x 45 menit). Kegiatan awal pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah guru memberikan apersepsi singkat kepada siswa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah lingkungan secara umum. Selama kegiatan apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan singkat yang harus dijawab oleh siswa. Tujuan guru memberikan pertanyaan-pertanyaan ini adalah untuk mengajak siswa menemukan deskripsi awal mengenai materi yang akan dipelajari. Kemudian guru membimbing siswa untuk melakukan diskusi dalam kelompok. Siswa dikelompokkan secara acak. Tiap kelompok terdiri dari 5-7 siswa. Selanjutnya, setelah terbentuk kelompok, guru memberi penjelasan mengenai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh siswa selama proses diskusi berlangsung. Modul pembelajaran hasil penelitian dibagikan kepada tiap kelompok, masing-masing kelompok mendapatkan 1 buah modul. Lembar Kerja Siswa (LKS) dibagikan kepada masing-masing siswa. Setelah masing-
68
masing
kelompok
mendapatkan
modul
dan
masing-masing
siswa
mendapatkan LKS, siswa dapat memulai melakukan diskusi. Diskusi dilakukan untuk membahas permasalahan yang sudah disediakan dalam LKS. Siswa diberi waktu untuk melakukan diskusi. Melalui diskusi yang dilakukan siswa tersebut, juga dapat diketahui bagaimana kerjasama siswa dalam kelompok. Kegiatan diskusi selesai kemudian dilanjutkan dengan kegiatan presentasi dari perwakilan dari tiap kelompok. Masing-masing kelompok mempresentasikan
menyampaikan
hasil
diskusi
dari
masing-masing
kelompok. Pelaksanaan kegiatan presentasi memberikan kesempatan kepada kepada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang sedang presentasi. Kegiatan presentasi dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan oleh guru. Guru bersama siswa menyimpulan hasil diskusi secara singkat dan guru membimbing siswa untuk mendemonstrasikan penggunaan model terasering.
Siswa
melakukan
demonstrasi
dimaksudkan
untuk
lebih
mengaktifkan siswa dan memberikan pengetahuan kepada siswa. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian tes kepada siswa. Tes diberikan oleh guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai materi yang telah dipelajari. 3. Observasi dan Evaluasi Tindakan Siklus I Selama proses pelaksanaan pembelajaran pada tahap 1 siswa selalu diamati perubahan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan, selain itu siswa juga diberi angket. Angket yang diberikan kepada siswa ada 3 macam, yaitu angket keaktifan diskusi siswa, angket kerjasama siswa dan angket performance guru. Tahap observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan diskusi siswa dan kerja sama siswa dalam proses pembelajaran. Tahap observasi dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen yang telah disusun sebelumnya. Hasil pengamatan secara umum sesuai dengan yang terjadi di kelas adalah:
69
a. Beberapa siswa antusias dengan modul pembelajaran hasil penelitian, tetapi beberapa siswa yang lain masih terlihat acuh tak acuh terhadap modul pembelajaran hasil penelitian. b. Siswa agak susah untuk membentuk kelompok. c. Sebagian siswa terlihat aktif berdiskusi dengan teman sekelompok. Tetapi ada sebagian siswa yang hanya diam dan tidak aktif berdiskusi. Ada beberapa siswa yang terlihat agak malas untuk bergabung dengan teman sekelompok dan cenderung untuk mengerjakan LKS sendiri, ada pula siswa yang bermain dengan temannya. d. Sebagian besar siswa kurang memperhatikan kepada kelompok yang sedang presentasi. Masih banyak siswa yang acuh dan sungkan untuk mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang sedang presentasi. Ada sebagian kecil siswa yang berani dan aktif mengajukan pendapat dan pertanyaan kepada kelompok lain saat dilakukan presentasi. e. Sebagian besar siswa masih belum paham betul mengenai aturan-aturan yang harus dilaksanakan ketika berdiskusi. Sehingga banyak yang berbicara diluar materi diskusi. f. Siswa ada yang masih belum paham mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam pembelajaran. g. Aktivitas siswa cenderung masih sama dengan keadaan awal saat sebelum pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menggunakan modul hasil penelitian. h. Siswa yang tertarik untuk melakukan demonstrasi hanya sedikit. Banyak siswa yang tidak memperhatikan ketika ada siswa lain yang sedang melakukan demonstrasi. Siswa-siswa yang tidak perhatian tersebut cenderung melakukan perbincangan dengan teman yang lain yang sedang tidak melakukan demonstrasi. Berdasar hasil pengamatan yang terjadi di kelas tersebut, tampak bahwa siswa masih belum aktif dalam kegiatan diskusi dan siswa masih belum bisa memberikan perhatian secara penuh dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu, kerja
70
sama siswa yang seyogyanya dapat terjadi dalam diskusi, tetapi ternyata kerjasama siswa dalam diskusi masih belum dapat terlaksana dengan baik. Hasil observasi siklus 1 dan evaluasi dari pelaksanaan tindakan siklus 1 adalah sebagai berikut : 1) Keaktifan berdiskusi siswa Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keaktifan diskusi siswa dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah dibagikan kepada siswa dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada siklus 1. Tabel 6. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus I No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Memahami suatu masalah 73,78 2 Menemukan sebab musababnya 76,37 3 Mencari pemecahannya 72,84 Jumlah 225,52 Rata-rata 75,17 Aspek pada angket keaktifan berdiskusi siswa tersebut kemudian dijabarkan menjadi indikator angket keaktifan berdiskusi. Hasil persentase indikator angket keaktifan berdiskusi dapat disimak pada Tabel 7. berikut : Tabel 7. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 1 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkan tentang masalah 75,00 sebagai pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari 74,54 berbagai sumber 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat 74,70 urgen. 4 Mampu menyusun rangkuman 70,88 5 Mampu bersikap objektif 76,37 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada 73,48 situasi 7 Mampu menganalisa masalah. 68,45 8 Mampu mengusulkan pemecahan74,09 pemecahan . 9 Mampu menetapkan pemecahan 73,93 terbaik dan penilaian yang obyektif.
71
No 10
Indikator Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil Jumlah Rata-Rata
Persentase Capaian (%) 74,24 735,7 73,57
Melalui Tabel 7. di atas dapat dilihat bahwa angka rata-rata untuk keaktifan diskusi siswa menurun sebanyak 9,61 % dibandingkan pada saat pra siklus. Berikut disampaikan mengenai persentase indikator keaktifan berdiskusi siswa pada siklus 1 berdasarakan observasi langsung di lapangan: Tabel 8. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1. No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkan tentang masalah sebagai 65,85 pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber 60,98 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 53,66 4 Mampu menyusun rangkuman 48,78 5 Mampu bersikap objektif 58,54 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 63,41 7 Mampu menganalisa masalah. 58,54 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 51,22 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan 43,90 penilaian yang obyektif 10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan 53,66 diambil Jumlah 558,54 Rata-Rata 55,85 2) Kerjasama siswa Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah dibagikan kepada siswa dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada siklus 1.
Hasil persentase skor capaian aspek pada angket
kerjasama siswa dapat disimak pada Tabel 9 :
72
Tabel 9. Persentase Skor Aspek Angket Kerjasama Siswa Pada Siklus I No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Interaksi/Hubungan Sosial 72,56 2 Dilakukan secara bersama-sama 74,35 Jumlah 146,92 Rata-rata 73,46 Hasil persentase skor indikator dapat diamati pada Tabel 10. berikut : Tabel 10. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 1 No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator
Persentase Capaian (%) 72,36 72,72 71,65 77,44 74,24
Menghargai orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi
74,19 75,20
Jumlah Rata-Rata
517,81 73,97
Melihat Tabel 10. di atas dapat diketahui bahwa angka rata-rata untuk kerjasama siswa menurun sebanyak 3,78 % dibandingkan pada saat pra siklus. Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan ketika pelaksanaan kegitan diskusi kelompok di kelas, dilihat bahwa kerjasama siswa dalam diskusi kelompok masih belum memenuhi target yang diinginkan. Ketika berlangsung kegiatan diskusi, hanya beberapa siswa saja yang dapat bekerjasama dengan baik dengan teman satu kelompoknya, sedangkan siswa yang lain cenderung hanya diam dan tidak ikut kerjasama untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tabel 11. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1 No 1 2 3 No
Indikator Menghargai Orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah Indikator
Persentase Capaian (%) 60,98 70,73 73,17 Persentase Capaian(%)
73
4 5 6 7
Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
65,85 56,09 41,46 26,83 395,12 56,45
3) Performance guru Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak akan terlepas dari peran guru, untuk mengetahui performance guru selama proses belajar mengajar berlangsung, setiap siswa diberi angket tentang performance guru. Berikut disampaikan mengenai persentase aspek angket performance guru pada tindakan 1: Tabel 12. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus 1 No Aspek 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 2 Strategi penyampaian pembelajaran 3 Strategi pengelolaan pembelajaran Jumlah Rata-rata
Persentase Capaian(%) 68,90 67,17 70,93 207,01 69,00
Setiap aspek pada angket performance guru dijabarkan menjadi beberapa indicator. Untuk mengetahui persentase indicator angket performance guru pada siklus 1 dapat diketahui dari tabel berikut ini: Tabel 13. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 1 No 1 2 3 4 5
No
Indikator Menata bahan ajar yang akan diberikan selama satu semester Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama Indikator
Persentase Capaian (%) 71,14 72,56 66,46 70,73
67,07 Persentase Capaian (%)
74
6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 18 17 18
Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran Memberikan motivasi atau menarik perhatian Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa Mengingatkan kompetensi prasyarat Memberikan stimulus Memberikan petunjuk belajar Menimbulkan penampilan siswa Memberikan umpan balik Menilai penampilan Jumlah Rata-Rata
60,98 72,26 64,63
70,12 66,77
73,17 71,95 73,78 72,57 71,95 71,34 76,22 68,90 1262,61 70,14
Setelah melihat Tabel 13. di atas, dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan yang cukup signifikan mengenai respon siswa terhadap performance guru. Penurunan tersebut adalah sebesar 6,84 % dari prasiklus. Tabel 14. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan 75 selama satu semester 2 Menata bahan ajar yang akan diberikan 75 setiap kali pertemuan 3 Memberikan pokok-pokok materi kepada 62,5 siswa yang akan diajarkan 4 Membuatkan rangkuman atas materi yang 75 diajarkan setiap kali pertemuan 5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas 75 secara bersama 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara 75 mandiri No Indikator Persentase Capaian (%) 75
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran Memberikan motivasi atau menarik perhatian Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa Mengingatkan kompetensi prasyarat Memberikan stimulus Memberikan petunjuk belajar Menimbulkan penampilan siswa Memberikan umpan balik Menilai penampilan Jumlah Rata-Rata
75 62,5
75 62,5 62,5 75 50 50 75 50 75 50 1200 66,67
4. Analisis dan Refleksi a. Keaktifan Diskusi Berdasarkan Tabel 7. yang menunjukkan mengenai persentase indikator angket keaktifan berdiskusi siswa siklus 1 dapat diketahui bahwa nilai persentase capaian indikator keaktifan berdiskusi siswa berkisar antara
68,45%-75,00%
dengan persentase rata-rata kelas sebesar 73,57%. Indikator terkecil yaitu pada indikator ke-7 sebesar 68,45% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam menganalisa masalah. Menurut hasil yang telah diperoleh dari perhitungan angket diatas, menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk menganalisa masalah masih kurang, sehingga perlu lebih ditingkatkan lagi. Pembelajaran menggunakan modul yang dilaksanakan di kelas X-6 dapat melatih siswa untuk bisa menyelesaikan permasalahan dan menganalisa masalah yang ada. Modul yang disertai dengan permasalahan yang dapat diselesaikan oleh siswa. siswa diharapkan dapat melakukan diskusi dengan teman sekelompoknya untuk menganalisa masalah yang ada dan mencari pemecahan dari masalah tersebut. Sedangkan persentase indikator terbesar adalah pada indikator pertama sebesar 75,00% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam memikirkan tentang 76
masalah sebagai pijakan analisis. Sesuai hasil yang telah diperoleh dari angket menunjukkan bahwa telah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan tentang masalah sebagai pijakan analisa. Apabila diamati lebih lanjut mengenai hasil pada indicator 1 dan indikator 7 akan terlihat adanya suatu perbedaan. Sesuai hasil pada indikator 1 yang menunjukkan bahwa siswa telah dapat memikirkan tentang suatu masalah sebagai suatu pijakan analisa, akan tetapi apabila dibandingkan dengan hasil indikator 7 maka hasilnya belum mendukung pernyataan pada indikator 1. Sehingga perlu lebih ditingkatkan lagi kemampuan siswa untuk menganalisa suatu permasalahan. Kemampuan siswa untuk menganalisa masalah dapat lebih ditingkatkan apabila siswa belajar dari suatu permasalahan. Apabila siswa sudah terbiasa untuk belajar dengan diberi suatupermasalahan untuk dipecahkan, maka siswa akan terbiasa untuk lebih berpikir secara mandiri dan siswa terlatih untuk menganaliasa masalah yang ada. Sesuai nilai persentase yang dicapai pada siklus 1, dapat diketahui bahwa siswa sebenarnya sudah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan mengenai suatu masalah, akan tetapi siswa masih belum dapat memikirkan suatu analisa untuk memecahkan masalah tersebut. Perbedaan persentase dan perbandingan persentase skor indikator angket keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dan tahap siklus 1 dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:
77
Gambar 6. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Pra Siklus dan Siklus 1 Apabila dibandingkan dengan persentase indikator angket keaktifan berdiskusi siswa pada pra siklus, maka secara umum nilai persentase indikator angket keaktifan diskusi siswa ini belum mengalami peningkatan. Dari 10 indikator yang ada, hanya 2 indikator saja yang berhasil mengalami kenaikan persentase, yaitu pada indikator pertama dan indikator ke-10. Terjadinya penurunan yang terjadi disebabkan karena beberapa siswa masih belum bisa menyesuaikan dengan pembelajaran menggunakan sistem modul ini. Pembelajaran
menggunakan
modul
pembelajaran
hasil
penelitian
menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran, siswa juga harus dapat mempelajari modul secara individu maupun secara bersama-sama dengan teman dalam kelompoknya. Pembelajaran modul dilaksanakan untuk dapat melatih siswanya untuk bisa berdiskusi dengan teman dalam kelompoknya. Akan tetapi pada pelaksanaan tindakan 1 ini siswa masih belum dapat aktif dalam diskusi, hal ini dikarenakan siswa masih belum memahami mengenai kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dan siswa belum dapat menyesuaikan dengan pembelajaran yang baru. Hasil observasi keaktifan diskusi siswa pada pelaksanaan tindakan 1 telah tercantum pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa keaktifan
78
diskusi siswa pada pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Persentase yang dicapai pada hasil observasi keaktifan diskusi siswa berkisar antara 43,90% - 65,85%, dengan rata-rata sebesar 55,85%. Persentase paling tinggi dimiliki oleh indikator pertama tentang kemampuan siswa untuk memikirkan tentang masalah sebagai pijakan analisis. Berdasar hasil observasi tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam memikirkan tentang masalah sebagi pijakan analisa sudah cukup bagus. Siswa dapat memikirkan sendiri mengenai suatu masalah, kemudian dari permasalahan yang ada tersebut siswa dapat menganaliasa lebih lanjut untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Sedangkan persentase paling rendah dimiliki oleh indikator ke-9 tentang kemampuan siswa untuk menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang objektif. Hasil pada indikator 9 ini menunjukkan bahwa siswa masih agak kesulitan untuk mencari ide-ide yang bagus guna memecahkan permasalahan yang dihadapi. Siswa masih belum terbiasa untuk memecahkan suatu masalah dengan pemikiran sendiri. Pembelajaran menggunakan modul siswa diharapkan dapat memecahkan suatu masalah yang ada didalam modul. Siswa yang belum terasa dengan cara berpikir dengan memecahkan masalah akan mengalami kesulitan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Sehingga siswa perlu untuk lebih dilatih untuk dapat mencari suatu ide guna memecahkan permasalah yang sedang dihadapi. Persentase pada observasi di lapangan berbeda jauh dengan persentase yang diperoleh berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa yang telah diisi oleh siswa. Persentase yang diperoleh dari hasil angket adalah sebesar 73,57%. Perbedaan yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa kemampuan dan keinginan siswa untuk kegiatan diskusi sebenarnya cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari hasil angket yang telah diisi oleh siswa. Akan tetapi, siswa belum memiliki keterampilan yang memadai untuk mempraktekkan langsung kegiatan
79
diskusi, sehingga diskusi yang berlangsung selama pembelajaran masih belum mencapai target yang diinginkan. Pembelajaran menggunakan modul menuntut siswa untuk lebih aktif dalam belajar. pembelajaran menggunakan modul siswa akan dihadapkan pada suatu masalah
yang nantinya harus dipecahkan bersama-sama dengan
kelompoknya, sehingga siswa harus dapat melakukan kerja sama dengan teman dalam kelompoknya. Kegiatan diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang melatih keaktifan siswa untuk berbicara. Melalui diskusi hendaknya siswa dapat mengemukakan pendapat dan ide-ide yan dimilikinya. Siswa yang belum terbiasa dengan metode diskusi akan menganggap bahwa metode diskusi merupakan debat antara anggota kelompoknya. Akan tetapi, diskusi yang sebenarnya bukanlah merupakan suatu debat antara anggota kelompok yang ada. Siswa yang menganggap bahwa diskusi adalah debat, maka dalam pelaksanaan diskusi siswa ini akan sulit untuk menerima pendapat dan ide-ide dari orang lain, dan siswa tersebtu cenderung untuk mudah terpancing emosi apabila pendapat dan idenya tidak diterima oleh orang lain. Untuk itu, melalui diskusi siswa juga dilatih untuk dapat melatih mengendalikan emosi. Selama proses pelaksanaan tindakan 1 berlangsung, masih banyak siswa yang belum mengerti secara keseluruhan mengenai maksud dan tujuan dari diskusi, sehingga banyak siswa yang masih gaduh dan bertanya-tanya mengenai hal-hal yang akan dilakukan dalam diskusi. b. Kerjasama siswa Sesuai dengan Tabel 9 dapat diketahui bahwa dari 2 aspek kerjasama yang ada, aspek dengan persentase paling tinggi dimiliki oleh aspek kedua yang mencapai persentase sebesar 74,35 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan aspek pertama hanya mencapai persentase sebesar 72,56 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai interaksi/hubungan sosial antar anggota kelompok. Sesuai hasil pada perhitungan aspek pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa siswa memiliki kemampuan yang sudah cukup bagus dalam melakukansuatu
80
kegiatan secara bersama-sama. Akan tetapi, pada aspek ke-2 yaitu tentang interaksi/ hubungan sosial menunjukkan hasil yang masih rendah. Siswa seharusnya lebih dibina dan dilatih untuk dapat melakukan interaksi/hubungan sosial, karena hubungan social sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat bagi siswa. Berdasarkan Tabel 10 ditunjukkan bahwa indikator ke-7 memiliki persentase dengan nilai yang paling besar yaitu sebesar 75,23 % yang menyatakan tentang kemampuan siswa dalam memberikan motivasi kepada teman dalam kelompoknya. Kemampuan siswa untuk saling memberikan motivasi kepada teman dalam satu kelompok merupakan suatu hal yang sangat penting. Suatu motivasi yang diberikan kepada orang lain akan medorong orang tersebut untuk dapat lebih bekerja secara lebih giat. Jadi, dalam suatu kelompok perlu adanya suatu motivasi dari setiap anggota kelompok supaya kelompok tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan indikator terkecil adalah indikator ke-3 dengan persentase sebesar 71,65% yang menyatakan mengenai kemampuan siswa untuk saling membantu dalam memecahkan masalah yang terjadi. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada indikator 3 menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk saling membantu dalam memecahkan masalah masih sangat kurang. Siswa masih belum terbiasa untuk melakukan kerjasama dalam memecahkan masalah secara bersamasama. Sehingga siswa perlu untuk lebih dilatih untuk kerjasama dengan teman dalam kelompok. Sesuai Tabel 10. tersebut diketahui pula bahwa persentase rata-rata indikator yang tercapai adalah sebesar 73,97%. Apabila dilihat dan dibandingkan dengan hasil perhitungan angket pada tahap pra siklus, persentase ini mengalami penurunan sebesar 3,78 %. Hasil ini merupakan suatu bentuk tanggapan yang diberikan siswa terhadap pembelajaran menggunakan modul. Siswa masih belum dapat beradaptasi dengan pembelajaran yang menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai media dan sumber belajar bagi siswa. Siswa juga belum dapat
81
melaksankan kerjasama dengan baik dengan teman sekelompoknya. Siswa masih cenderung bersikap individualitis. Suatu pembelajaran mandiri siswa menuntut untuk dapat melaksanakan pembelajaran secara mandiri, dalam artian siswa dapat melakukan pembelajaran sendiri dan bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil. Hasil pelaksanaan tindakan 1 mengindikasikan bahwa siswa masih belum dapat melaksanakan pembelajaran mandiri. Berdasarkan Tabel 11. dapat diketahui mengenai persentase indikator kerja sama siswa berdasar observasi secara langsung di lapangan. Melalui Tabel 11. diketahui bahwa indikator terbesar dicapai oleh indikator ke-3 dengan persentase sebesar 73,17% yaitu tentang saling membantu memecahkan masalah. Hasil observasi pada indicator 3 sangat berlawanan dengan hasil pada perhitungan angket pada siklus 1. Hasil angket menunjukkan bahwa indicator 3 memiliki persentase paling kecil dibanding dengan indicator pada indicator yang paling, akan tetapi sesuai hasil observasi diketahui bahwa hasilnya menunjukkan hasil persentase yang paling besar disbanding indikator yang lain. Hasil yang diperoleh dari observasi secara langsung memilik persentase lebih tinggi. Karena pada observasi dilaksanakan secara langsung pada watu siswa belajar dengan modul pembelajaran. Sedangkan indikator terkecil dicapai oleh indikator ke-7 dengan persentase sebesar 26,83% yaitu tentang keamampuan siswa dalam memberikan motivasi kepada teman lain dalam kelompok. Pada waktu pelaksanaan kegiatan diskusi berlangsung siswa masih agak susah untuk memberikan motivasi kepada teman. Meski pada persentase angket menunjukkan persentase yang tinggi, akan tetapi dalam pelaksanaannya siswa masih belum terbiasa untuk saling memberikan motivasi. Siswa mengetahui bahwa saling memberikan motivasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kelompok, akan tetapi siswa masih agak canggung untuk memberikan motivasi kepada teman dalam kelompok. Hasil rata-rata persentase indikator kerjasama siswa berdasarkan observasi ini adalah sebesar 56,45%. Secara umum hasil yang diperoleh berdasar observasi ini sangat berbeda dengan hasil persentase indikator berdasar angket.
82
Perbandingan persentase untuk setiap indikator pada angket kerjasama siswa pada tahap pra siklus dan siklus 1 dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini:
Gambar 7. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra siklus dan Siklus 1 Berdasarkan Gambar 7. di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan persentase indikator kerjasama pra siklus dan siklus 1 belum nenunjukkan adanya peningkatan. Siswa masih agak bingung dengan metode pembelajaran yang berlangsung, siswa masih belum mengerti tentang penggunaan modul dalam proses pembelajaran pembelajaran. Kerjasama dalam kelompok hendaknya dapat melatih siswa untuk dapat bertindak mandiri dan bertanggung jawab untuk mengatasi masalah yang ada. Selain itu kerjasama juga bisa melatih siswa untuk memercayai orang lain. Akan tetapi dalam pelaksanaan tindakan siklus 1 masih ditemukan banyak siswa yang belum dapat melaksanakan kerjasama dengan baik. Untuk itu siswa perlu dilatih untuk dapat lebih bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya. Berdasarkan hasil pada pelaksanaan tindakan siklus 1 menunjukkan bahwa penggunaan
modul
pembelajaran
hasil
penelitian
masih
belum
dapat
meningkatkan kerjasama siswa pada kegiatan diskusi pada siswa kelas X-6 di SMA Batik 1 Surakarta.
83
c. Performance Guru Kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah terlepas dari pengaruh seorang guru dalam mengajar. Seorang guru harus memiliki performance yang baik dalam mengajar supaya kualitas pembelajaran juga dapat tercapai dengan baik. Persentase aspek performance guru dalam proses pembelajaran berdasarkan angket performance guru yang telah diisi oleh siswa dapat dilihat pada Tabel 12. Sesuai Tabel 12. diketahui bahwa persentase tertinggi dicapai oleh aspek ke-3 pada angket performance guru yaitu sebesar 70,93% yaitu mengenai pengelolaan pembelajaran. Persentase paling kecil adalah persentase tentang strategi penyampaian pembelajaran yaitu sebesar 67,17%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa kemampuan guru dalam menyampaikan materi masih menggunakan strategi dan cara yang masih belum memuaskan bagi siswa Persentase rata-rata dari aspek performance guru siklus 1 ini adalah sebesar 69,00%. Tabel 13. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase indicator angket perforamnace guru pada siklus 1. Persentase yang dicapai oleh setiap indicator bervariasi berkisar antara 60,98% - 76,22%. Rata-rata persentase indicator angket performance guru pada siklus 1 adalah sebesar 70,15%. Indikator dengan persentase terbesar adalah indicator ke-17 tentang memberikan umpan balik kepada siswa dengan persentase sebesar 76,22%. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pemahan siswa terhapa materi yang sedang dipelajari. Sedangkan persentase terendah dicapai oleh indikator ke-6 yaitu tentang memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri yang memiliki persentase sebesar 60,98%. Tugas yang diberikan kepada siswa dirasa perlu karena dengan adanya tugas dapat menuntun siswa untuk belajar. Jadi pemberian tugas kepada siswa perlu untuk lebih ditingkatkan. Sesuai dengan hasil persentase indikator angket performance guru diatas, diketahui bahwa perentase paling besar adalah pada indikator yang menyatakan tentang pemberian umpan balik oleh guru yaitu sebesar 76,22%. Berdasarkan hasil, maka dengan pembelajaran modul peran guru adalah membantu peserta
84
didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas. Sedangkan untuk persentase terkecil adalah pada indikator ke-6 yaitu tentang memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri. Pembelajaran dengan menggunakan modul ini tugas untuk siswa telah tercantum di dalam modul pembelajaran, sehingga guru tidak lagi harus membuat tugas lagi, karena tugas telah dimuat di dalam modul. Berikut ditampilkan diagram perbandingan antara persentase indikator angket performance guru pada tahap pra siklus dan siklus 1:
Gambar 8. Diagram Perubahan Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus dan Siklus 1 Berdasarkan Gambar 8. diatas dapat diketahui bahwa hampir seluruh indikator pada angket performance guru mengalami penurunan. Indikator yang berhasil mengalami kenaikan adalah indikator 4 dan indikator 17. Indikator 4 merupakan indikator yang menyatakan mengenai guru membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan. Sedangkan indikator 17 adalah indikator tentang pemberian umpan balik. Melalui gambar diagram di atas diketahui bahwa penurunan persentase terbesar adalah pada indikator ke-6 yaitu indikator tentang pemberian tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri.
85
Penurunan persentase pada indikator 6 ini sebesar 20,73%. Penurunan yang terjadi merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran, siswa dituntut untuk dapat belajar mandiri. Pembelajaran secara mandiri dapat diartikan siswa belajar secara sendiri maupun belajar secara bersama dengan teman dalam kelompok belajar. Sehingga dalam pembelajarn modul ini seluruh tugas sudah tercantum di dalam modul dan guru tidak harus memberikan tugas lagi kepada siswa. Tabel 14. merupakan persentase indicator untuk observasi performance guru. Berdasar Tabel 14. tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator performance guru berdasar hasil observasi berkisar antara 50% - 75%. Rata-rata persentase indikator untuk observasi performance guru mencapai 66,67%. Pembelajaran modul siswa dituntut untuk dapat belajar lebih mandiri sesuai dengan materi yang ada dalam modul. Sehingga tugas guru yang biasanya menyampaikan materi di depan kelas, hal ini telah diganti dengan siswa yang belajar sendiri dengan kelompoknya. Hasil yang dicapai pada pelaksanaan tindakan 1 secara umum belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hasil ini, maka dapat diperoleh suatu refleksi sebagai berikut: 1. Keaktifan diskusi siswa dalam pembelajaran masih belum optimal, siswa masih belum memahami mengenai pelaksanaan kegiatan diskusi yang baik. 2. Kerjasama siswa dalam kelompok belum menunjukkan hasil yang yang memuaskan. Siswa masih lebih suka untuk belajar sendiri dan tidak bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya.
3. Siklus 2 1. Perencanaan
86
Perencanaan yang dilakukan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah perencanaan pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun dalam pembuatan perencanaan berdasarkan pada analisa dan refleksi dari pelaksanaan tindakan 1. Pelaksanaan tindakan 2 dilakukan guna memperbaiki pelaksanaan tindakan 1 yang dilihat masih ada beberapa kekurangan dan masih belum mencapai target yang akan dicapai. Beberapa hal yang masih harus diperbaiki pada pelaksanaan tindakan 2 adalah siswa kurang bisa membentuk kelompok dan masih gaduhnya siswa selama pelaksanaan tindakan, sehingga selam tindakan berlangsung, pelaksanaan diskusi masih belum bisa terlaksana dengan baik dan kerjasama siswa dalam kelompok juga masih belum maksimal. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi siswa yang masih susah dalam pelaksanaan pembentukan kelompok ini guru memberlakukan beberapa aturan diantaranya adalah kelompok yang paling cepat terbentuk akan mendapatkan tambahan
nilai.
Sedangkan
untuk
mengatasi
kegaduhan
siswa,
guru
memberlakukan sinyal kebisingan nol. Maksud dari sinyal kebisingan nol adalah apabila kelas terlihat gaduh, maka guru akan memberikan instruksi kepada siswa untuk tenang dan
unutk kelompok yang paling cepat tenang maka akan
mendapatkan tambahan nilai untuk kelompok. Beberapa hal yang dipersiapkan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah: a. Menetapkan materi yang akan dipelajari pada siklus 2, materi yang akan dipelajari pada pelaksanaan tindakan 2 ini masih sama dengan materi pada siklus 1, atau dengan kata lain materi pada pelaksanaan tindakan 2 merupakan kelanjutan dari materi pada siklus 1. b. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi pokok Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan berlangsung yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar.
87
c. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa, dan angket performa guru. d. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa. e. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa. f. Menyusun lembar observasi tentang performance guru. g. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS) h. Menyusun soal tes. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan 1. Pelaksanaan tindakan 2 hampir sama dengan pelaksanaan tindakan 1 yaitu samasama menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar siswa. Tindakan 2 dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu untuk pertemuan pertama adalah 1 jam pelajaran (1 x 45 menit), sedangkan pertemuan kedua adalah 1 jam pelajaran dengan alokasi waktu 1 x 45 menit. Pelaksanaan tindakan 2 diawali dengan guru memberikan beberapa peraturan tentang pelaksanaan diskusi yang harus dipatuhi oleh siswa selama diskusi. Peraturan dibuat berdasarkan pengalaman yang telah terjadi pada pelaksanaan tindakan pada siklus 1 yaitu siswa masih agak susah untuk membentuk kelompok untuk kegitan diskusi kelompok. Sebelum kelompok terbentuk, guru memberikan aturan bahwa untuk kelompok siswa yang paling cepat terbentuk atau dengan kata lain siswa yang paling cepat berkumpul dengan teman dalam kelompoknya, maka kelompok itu akan mendapatkan tambahan nilai. Sedangkan untuk mengatasi siswa supaya siswa dapat belajar dengan tenang dalam kelompoknya, guru memberlakukan suatu peraturan yang disebut dengan sinyal kebisingan nol. Peraturan ini berisi apabila siswa agak gaduh, maka guru akan memberikan instruksi kepada siswa untuk segera tenang dan kembali untuk belajar bersama kelompoknya. Barangsiapa kelompok yang paling cepat tenang, maka akan mendapat tambahan nilai untuk kelompok tersebut. Setelah guru membacakan aturan yang harus dipatuhi siswa tersebut, guru melajutkan dengan memulai pembelajarn dengan memberikan apersepsi kepada
88
siswa. selama kegiatan apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa baik secara bersama-sama ataupun secara perseorangan. Siswa diberi pertanyaan-pertanyaan oleh guru selama kegiatan apersepsi yang bertujuan untuk mengajak siswanya untuk memasuki materi yang akan dipelajari, selain itu supaya siswa mempunyai gambaran mengenai materi yang akan mereka pelajari selanjutnya. Selanjutnya, setelah guru memberikan apersepsi, siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok yang telah ditentukan. Setiap kelompok terdiri dari 5-7 siswa. Setelah terbentuk kelompok, modul dibagikan kepada setiap siswa dalam tiap kelompok. Sehingga siswa memiliki modul sendiri-sendiri. Selain modul, setiap siswa juga diberi Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Apabila modul dan LKS sudah dibagikan, maka kegiatan diskusi dimulai. Kegiatan selanjutnya setelah kegiatan diskusi adalah kegiatan presentasi. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Setiap kelompok mewakilkan 2 orang. Apabila ada hal yang belum dimengerti mengenai hal yang dipresentasi oleh kelompok yang sedang presentasi, maka siswa dari kelompok lain dapat mengajukan pertanyaan. Antusias siswa pada tindakan 2 untuk presentasi cukup besar dibanding pada saat tindakan 1. Antusias siswa untuk mengajukan pertanyaan juga meningkat disbanding pada saat tindakan 1. Setelah
kegiatan
presentasi
presentasi
selesai, guru
memberikan
kesimpulan dari materi yang dipelajari dan dibahas siswa dalam diskusi kelompok tersebut. Guru juga mengajak siswa untuk mendemonstrasikan terjadinya longsor dengan menggunakan miniature terasering. Tahap selanjutnya adalah pemberian test kepada siswa. Test dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari 3. Observasi dan Evaluasi Tindakan 2 a. Keaktifan Diskusi Siswa Berikut ini disajikan hasil persentase capaian aspek keaktifan diskusi siswa pada siklus 2: Tabel 15. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II
89
No Aspek 1. Memahami suatu masalah 2. Menemukan sebab musabab 3. Mencari Pemecahan Jumlah Rata-rata
Persentase Capaian (%) 78,35 78,81 76,31 233,48 77,83
Persentase capaian indicator angket keaktifan diskusi siswa siklus 2 dapat disimak pada tabel di berikut ini: Tabel 16. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II No Indikator Persentase Capaian(%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah sebagai 79,27 pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai 81,25 sumber 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 78,81 4 Mampu menyusun rangkuman 74,09 5 Mampu bersikap objektif 78,81 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 79,73 7 Mampu menganalisa masalah. 69,36 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 78,20 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan 76,22 penilaian yang obyektif 10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang 78,05 akan diambil Jumlah 773.78 Rata-rata 77.38 Selain menggunakan angket, untuk mengetahui keaktifan siswa dalam kegiatan diskusi juga dilakukan dengan cara observasi secara langsung di kelas. Hasil persentase indicator untuk observasi keaktifan diskusi siswa tercantum pada Tabel 17 berikut ini: Tabel 17. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah sebagai pijakan analisis. 85,37 No 2
Indikator Mampu memperdalam masalah dari
90
Persentase Capaian (%) 80,49
3 4 5 6 7 8 9 10
berbagai sumber Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. Mampu menyusun rangkuman Mampu bersikap objektif Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi Mampu menganalisa masalah. Mampu mengusulkan pemecahanpemecahan . Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil Jumlah Rata-rata
78,05 70,73 80,49 75,61 95,12 75,61 73,17 85,37 800 80
b. Kerjasama Siswa Kerjasama merupakan suatu hal yang penting yang suatu kegiatan diskusi. Kegiatan diskusi akan berjalan dengan baik apabila para anggota kelompok memiliki kerjasama yang baik antara anggota-anggotanya. Hasil persentase capaian untuk setiap aspek kerjasama siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada Tabel 18. berikut ini: Tabel 18. Skor Capaian Setiap Aspek pada Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 2 No Aspek Persentase Capaian (%) 1
Interaksi/Hubungan Sosial
78,91
2
Dilakukan secara bersama-sama
77,19
Jumlah Rata-rata
156,11 78,06
Setiap pada aspek kerjasama siswa diatas kemudian dijabarkan lebih lanjut menjadi beberapa indikator. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasl persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 1:
Tabel 19. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus 2
91
No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Menghargai Orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
Persentase Capaian (%) 78,46 79,26 79,42 75,81 79,73 77,85 77,24 547,76 78,25
Kerjasama siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dapat diketahui melalui kegiatan observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil observasi untuk mengetahui kerjasama siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat disimak pada tabel berikut yan memuat mengenai persentase capaian indikator untuk observasi kerjasama siswa pada siklus 2. Tabel 20. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus II No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Menghargai Orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
Persentase Capaian (%) 92,68 82,93 85,37 73,17 75,61 65,85 60,98 536,59 76,66
c. Performance Guru Performance seorang guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap minat belajar dan hasil belajar siswa-siswanya. Hasil persentase aspek performance guru pada siklus 2 adalah:
Tabel 21. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus II 92
No Aspek 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 2 Strategi penyampaian pembelajaran 3 Strategi pengelolaan pembelajaran Jumlah Rata-rata
Persentase Capaian (%) 74,39 72,39 76,22 227,71 75,91
Aspek performance guru pada tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi beberapa indikator yaitu sebagai berikut: Tabel 22. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama 78,25 satu semester 2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali 81,09 pertemuan 3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa 75,00 yang akan diajarkan 4 Membuatkan rangkuman atas materi yang 78,35 diajarkan setiap kali pertemuan 5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas 74,19 secara bersama 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi 68,29 tertentu yang akan dibahas secara mandiri 7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan 76,52 setiap materi 8 Menggunakan berbagai metode dalam 69,97 penyampaian pembelajaran 9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 76,98 10 Menggunakan berbagai teknik dalam 70,88 pembelajaran 11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 82,62 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 78,66 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 78,05 14 Memberikan stimulus 77,74 15 Memberikan petunjuk belajar 77,44 18 Menimbulkan penampilan siswa 78,05 17 Memberikan umpan balik 81,71 18 Menilai penampilan 71,64 Jumlah 1375,45 Rata-rata 80,91
93
Cara kedua untuk mengetahui tentang performance guru adalah dengan cara observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil persentase capaian indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2 adalah sebagai berikut: Tabel 23. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama 75,0 satu semester 2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali 100 pertemuan 3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa 100 yang akan diajarkan 4 Membuatkan rangkuman atas materi yang 100 diajarkan setiap kali pertemuan 5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas 75 secara bersama 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi 100 tertentu yang akan dibahas secara mandiri 7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan 75 setiap materi 8 Menggunakan berbagai metode dalam 100 penyampaian pembelajaran 9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 87,5 10 Menggunakan berbagai teknik dalam 75 pembelajaran 11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 75 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 75 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 62,5 14 Memberikan stimulus 50 15 Memberikan petunjuk belajar 87,5 18 Menimbulkan penampilan siswa 50 17 Memberikan umpan balik 87,5 18 Menilai penampilan 62,5 Jumlah 1437,5 Rata-rata 79,86 4. Analisa dan Refleksi a. Keaktifan Diskusi Siswa Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan krativitas dan kemampuan komunikasi siswa. Hasil persentase
94
aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa telah tercantum dalam Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15. persentase aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa berkisar antara 76 % - 78 % dengan persentase rata-rata aspek keaktifan diskusi siswa sebesar 77,83 %. Hasil persentase menunjukkan peningkatan dibandingkan pada siklus 1, peningkatan yang terjadi yaitu sebesar 2,18 %. Persentase terbesar yaitu pada aspek menemukan sebab musabab yaitu sebesar 78,81 %, sedangkan persentase terkecil pada aspek mencari pemecahan masalah yaitu sebesar 76,31%. Siswa telah mampu untuk menemukan sebab musabab dari suatu permasalahan yang ada, sebab musabab yang ada dapat sebagai sumber untuk mencari suatu pemecahan dari suatu masalah yang ada. Apabila siswa telah dapat menemukan sebab musabab dari suatu masalah, maka siswa akan lebih mudah untuk mencari pemecahan dari masalah yang sedang dihadapi. Setiap aspek pada angket keaktifan diskusi diatas kemudian dijabarkan lebih lanjut menjadi beberapa indikator. Setiap indikator yang ada kemudian dihitung persentase capaiannya. Hasil persentase indikator untuk angket keaktifan diskusi siklus 2 tercantum pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15. dapat diketahui bahwa persentase indikator angket keaktifan diskusi siswa pada siklus 2 berkisar antara 69,36% - 81,25%. Persentase tertinggi dicapai oleh indicator ke 2 yaitu tentang memperdalam masalah dari berbagai sumber. Sedangkan persentase terendah dicapai oleh indikator ke-7 yaitu tentang mampu menganalisa masalah yang ada. Berdasarkan hasil yang dicapai dari hasil angket, dapat diketahui bahwa siswa dapat memperdalam masalah dari berbagai sumber, karena pada pembelajaran menggunanakan sistem modul ini siswa dituntut untuk lebih bisa belajar secara mandiri. Jadi, siswa harus dapat mencari pemecahan masalah dari sumber lain baik sumber dari modul, buku, internet maupun dengan cara berdiskusi dengan teman.
95
Gambar 9. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Berdasarkan Gambar 9. diatas dapat diketahui bahwa persentase skor untuk indikator angket keaktifan diskusi siswa mengalami kenaikan. Kenaikan yang terjadi cukup bervariasi untuk setiap indicator. Kenaikan ini terjadi pada seluruh indikator yang ada. Kenaikan persentase terbesar dicapai oleh indikator ke-2 yaitu tentang kemampuan siswa untuk memperdalam masalah dari berbagai sumber, kenaikan yang terjadi sebesar 6,71%. Adanya kenaikan yang terjadi menunjukkan bahwa dengan menggunakan modul ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat lebih memperdalam materi dari berbagai sumber. Pembelajaran dengan menggunakan modul adalah pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar secara mandiri. Melalui pembelajaran modul siswa diberi kebebasan untuk memperdalam pemahaman mereka tentang materi yang sedang mereka pelajari. Usaha untuk memperdalam pemahaman materi bisa dilakukan dengan cara mencari sumber belajara lain dan cara lain yaitu dengan cara diskusi. Diskusi siswa dapat memperdalam materi dengan cara bertukar pendapat dengan teman dalam kelompok diskusinya.
96
Tabel 17. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase indikator observasi keaktifan diskusi siswa pada siklus 2. Berdarkan Tabel 17. tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator observasi keaktifan diskusi siswa berkisar antara 70,732% - 95,12% dengan rata-rata persentase sebesar 80%. Persentase terbesar dicapai oleh indicator ke-7 yaitu tentang kemampuan siswa untuk menganalisa masalah sebesar 95,12%. Kemampuan siswa dalam menganalisa suatu masalah telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan yang terjadi merupakan suatu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul. Pembelajaran dengan menggunakan modul telah melatih siswa untuk menganalisa permasalahan yang terjadi dan melatih siswa untuk mencari pemecahan dari permasalahan tersebut. Persentase paling kecil pada indikator ke-4 yaitu mengenai kemampuan siswa untuk menyusun rangkuman. Persentase yang dicapai sebesar 70,73%. Menyusun rangkuman merupakan suatu kebutuhan yang berbeda-beda bagi siswa. sebagian siswa mungkin kurang perlu untuk menyusun rangkuman, sehingga siswa tidak membuat rangkuman. Siswa yang meras tidak perlu membuat rangkuman ini menganggap bahwa materi yang telah dijelaskan dalam modul sudah cukup ringkas dan jelas, sehingga tidak perlu lagi untuk menyusun rangkuman lagi. Hasil persentase berdasarkan observasi berbeda dengan hasil persentase berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa. Berdasarkan pada hasil perhitungan angket keaktifan diskusi siswa siklus 2, indikator ke-7 memiliki persentase terendah yaitu sebesar 69,36%. Pembelajaran dengan menggunakan modul yang terjadi dilapangan sebenarnya dapat mengaktifkan siswa dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisa masalah yang ada. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran yang disertai dengan kegiatan diskusi memacu siswa untuk melakukan diskusi dengan teman dalam sekelompoknya untuk menganalisa suatu masalah. Apabila dibandingkan dengan persentase indikator observasi keaktifan diskusi pada siklus 1, persentase keaktifan diskusi pada siklus 2 menunjukkan
97
adanya kenaikan persentase. Persentase indikator observasi pada siklus 1 hanya mencapai 55,85%, sedangkan pada siklus 2 persentase rata-rata indikator observasi keaktifan diskusi mencapai 80 %. Kenaikan persentase yang terjadi merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian pada siklus 1 kurang memenuhi target.
Gambar 10. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Gambar 10. menunjukkan grafuk peruabahan nilai observasi keaktifan diskusi siswa pda siklus 1 dan siklus 2. Gambar 10. dapat terlihat bahwa nilai yang dicapai pada siklus 2 sudah lebih bagus apabila dibandingkan dengan nilai yang dicapai apada siklus 1. Hasil yang tercapai dikarenakan pada saat pelaksanaan pembelajaran siswa hanya diberi 1 modul untuk tiap kelompok, jadi beberapa siswa kurang dapat mempelajari modul dengan sepenuhnya. Pada pelaksanaan tindakan 2 dilakukan suatu perbaikan, dimana setiap siswa diberi modul pembelajaran hasil penelitian satu per satu. Sehingga memudahkan siswa untuk dapat melakukan pembelajaran secara mandiri. Pada
hakekatnya
pembelajaran
menggunakan
modul
pembelajaran
merupakan suatu system pembelajaran yang dilakukan secara mandiri oleh siswa. siswa. setiap modul yang diberikan kepada siswa dapat dipelajari oleh siswa tersebut secara mandiri. Mandiri disini diartikan siswa dapat belajar dengan 98
membaca sendiri modul yang sudah disediakan dan kemudian apabila ada hal-hal yang belum dimengerti dan dipahami, siswa dapat mencari sumber yang lain, misalnya dengan mencari buku-buku, mencari sumber dari internet, dan dapat pula siswa melakukan diskusi dan bertukar pendapat dengan temannya. Apabila siswa masih belum mengerti dan belum jelas dengan materi yang telah dijelaskan di dalam modul, siswa dapat menyakannya kepada guru.
b. Kerjasama Siswa Kerjasama merupakan sesuatu yang alami yang ada di dalam suatu kelompok. Suatu kelompok akan berkembang dengan baik apabila pada anggota kelompok tersebut memiliki kemampuan berkerja sama yang baik. Suatu kegiatan diskusi akan dapat berjalan dengan baik apabila anggota kelompok tersebut dapat bekerja sama dengan baik. Persentase tentang aspek kerjasama tercantum dalam Tabel 18. Kerjasama ada 2 aspek yaitu aspek interkasi/hubungan sosial dan aspek tentang kegiatan yang harus dilakukan secara bersama-sama. Dari kedua aspek tersebut, aspek interaksi/hubungan sosial memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 78,92%. Perolehan persentase aspek pada siklus 2 berlawanan dengan hasil pada siklus 1. Perolehan pada siklus 2 menunjukkan bahwa interkasi/hubungan sosial memiliki persentase paling besar yaitu sebesar 78,92%. Hasil pada aspek mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan orang lain mengalami peningkatan dengan adanya modul pembelajaran. Diskusi yang dilaksanakan dengan menggunakan modul pembelajaran telah dapat melatih siswa untuk dapat melakukan hubungan sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Aspek ke-2 mengenai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama juga mengalami peningkatan persentase menjadi 77,19 %. Peningkatan yang terjadi merupakan suatu hasil yang menggembirakan karena siswa telah dapat melakukan kerjasama dengan teman dalam kelompoknya, sehingga diskusi yang berlangsung dalam kelompok dapat berlangsung dengan lebih baik. Aspek pada angket kerjasama tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator. Jumlah keseluruhan indikator pada angket kerjasama adalah
99
sejumlah 7 indikator. Hasil persentase capaian indikator untuk angket kerjasama siswa dapat disimak pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19. dapat diketahui bahwa persentase indikator angket kerjasama siswa berkisar antara 75,81% - 79,73% dengan persentase rata-rata sebesar 78,25%. Sesuai hasil persentase pada Tabel 19, persentase terkecil dimiliki oleh indikator ke-5 yaitu mengenai bekerja saling bergantung satu sama lain dengan persentase sebesar 75,81%. Meski persentase yang dimiliki oleh indikator ke-7 yang paling kecil, tetapi persentase tersebut telah mencapai target yaitu sebesar 75%. Jadi, siswa telah memiliki kemampuan untuk saling bergantung satu sama lain. Kegiatan kelompok memerlukan saling ketergantungan antar anggota kelompok yang ada. Saling ketergantungan akan membuat kerjasama dalam suatu kelompok menjadi lebih baik. Sedangkan persentase terbesar dimiliki oleh indikator ke-5 sebesar 79,73% yaitu mengenai kemampuan untuk saling menggalang kerjasama dan kekompakan antar anggota kelompok. Suatu kegiatan kelompok sangat memerlukan adanya suatu kerjasama dari masing-masing anggota kelompoknya. Kerjasama yang baik dalam suatu kelompok akan membuat kelompok tersebut menjadi lebih kompak dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Hasil persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 2 ini telah mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan hasil persentase pada siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar 4,28%. Untuk lebih mengamati kenaikan persentase skor indikator angket kerjasama siswa siklus 1dan siklus 2 dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini:
100
Gambar 11. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerja Sama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Berdasarkan Gambar 11. di atas dapat diketahui bahwa adanya kenaikan persentase angket kerjasama siswa pada siklus 2. Kenaikan ini terjadi hampir pada seluruh indikator yang ada. Sesuai Gambar 11. di atas, kenaikan terbesar dimiliki oleh indikator ke-3 yaitu sebesar 7,77%. Adanya kenaikan menunjukkan bahwa ada suatu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian siswa disiapkan untuk menjadi siswa yang lebih aktif dalam pembelajaran dan siswa harus dapat belajar secara mandiri. Belajar yang dilakukan secara mandiri ini menuntut siswanya untuk dapat melakukan kerjasama dengan orang lain. Suatu pembelajaran yang mandiri, siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan otonom. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian melatih siswa untuk belajara secara mandiri di dalam suatu kelompok belajar. Siswa dapat mempelajari modul yang telah disediakan. Apabila siswa ada yang belum memahami dengan materi yang dijelaskan didalam modul, siswa dapat mendiskusikan materi tersebut dengan teman dalam kelompoknya. Kegiatan
101
diskusi yang berlangsung akan lebih mengaktifkan kemampuan siswa untuk lebih dapat belajar secara mandiri bersama teman. Kegiatan diskusi dapat menimbulkan suatu kerjasama diantara para anggota kelompok yang ada. Seperti yang telah dijelaskan oleh Johnson (2009: 166) yang mengemukakan bahwa “Kerjasama yang erat lahir terutama dari komunikasi yang kuat diantara para anggota kelompok”. Sesuai dengan pendapat dari Johnson tersebut, kerjasama bisa muncul dari adanya suatu komunikasi yang baik dari anggota kelompok. Suatu kelompok yang anggotanya memiliki kemampuan komunikasi yang baik, maka akan memiliki kemampuan kerjasama yang baik pula. Berdasarkan hasil pada siklus 2, dimana persentase indikator angket kerjasama siswa yang telah mencapai target lebih dari 75%, hal ini menunjukkan bahwa selain siswa memiliki kemempuan kerja sama yang baik , siswa juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik pula. Hasil indikator untuk observasi kerjasama siswa siswa dapat dilihat dalam Tabel 26. Berdasarkan Tabel 20. dapat diketahui bahwa kerjasama siswa secara keseluruhan mengalami kenaikan persentase. Kenaikan terjadi hampir pada seluruh indikator observasi. Berdasarkan Tabel 20. persentase capaian indikator untuk observasi berkisar antara 60,98% - 92,68% dengan persentase rata-rata sebesar 76,66%. Persentase paling besar pada indikator pertama sebesar 92,68% yaitu tentang menghargai orang lain. Kegiatan diskusi yang dilaksanakan dengan menggunakan modul telah melatih siswa untuk lebih menghargai orang lain. Sikap menghargai orang laing merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang, termasuk juga siswa. Siswa perlu untuk dididik lebih dini untuk dapat bersikap menghargai orang lain. Sikap menghargai orang lain dapat dilatih melalui kegiatan diskusi kelompok. Kegiatn diskusi kelompok setiap siswa saling bertukar pendapat untuk memecahkan suatu permasahan yang sedang dihadapi. Proses diskusi terkadang tidak berjalan mulus, terkadang ada siswa yang tidak atau susah untuk menerima
102
pendapat dari orang lain, sehingga untuk itu setiap siswa hendaknya saling menghargai satu sama lain demi kelangsungan kegiatan kelompok. Persentase rata-rata pada siklus 2 ini mengalami kenaikan dibanding dengan persentase rata-rata pada siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar 20,21%. Kenaikan persentase rata-rata ini merupakan suatu dampak positif dari penggunaan modul pembelajran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa.
Gambar 12. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Grafik yang tergambar pada Gambar 12. menunjukkan bahwa secara umum nilai observasi mengalami peningkatan nilai pada siklus 2. Peningkatan ini menunjukkan bahwa pada siklus 2 terjadi peningkatan kerjasama siswa apabila dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan persetase pada siklus 2 merupakan suatu dampak positif dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian. berdasar hasil observasi pada siklus 2 menunjukkan bahwa penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian telah menaikkan kemampuan pembelajaran
kerjasama merupakan
siswa salah
dalam satu
103
pembelajaran. jenis
dari
Penggunaan
pembelajaran
modul mandiri.
Pembelajaran mandiri merupakan pembelajaran yang mengharuskan siswa memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu. Suatu pembelajaran yang mandiri menuntut siswa untuk dapat melakukan hal-hal tertentu secara mandiri seperti mengambil tindakan membuat keputusan sensiri, berpikir kreatif dan kritis dan bisa bekerja sama dengan orang lain. Penggunaan modul yang merupakan salah satu dari pembelajaran mandiri, telah dapat membuktikan bahwa pembelajaran modul ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar mandiri melalui kegiatan diskusi kelompok. Hal ini dapat diketahui berdasar hasil penelitian yan menunjukkan bahwa pada pembelajaran modul ini dapat meningkatkan kemampuan kerjasama siswa, dimana kerja sama ini merupakan suatu bagian dari pembelajaran mandiri. c. Performance Guru Guru merupakan seorang ahli yang bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan bagi siswa. Seorang guru memungkinkan siswa untuk tidak hanya dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, akan tetapi juga harus mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting yang bisa digunakan oleh siswanya selama hidupnya. Tabel 21. merupakan tabel yang menampilkan mengenai persentase capaian aspek pada angket performance guru pada siklus 2. Berdasarkan pada Tabel 21. dapat dilihat bahwa ada 3 aspek tentang performance guru, yaitu strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan strategi pengelolaan pembelajaran. Persentase paling besar dari ketiga aspek tersebut dicapai oleh aspek ke -3 yang menyatakan tentang strategi pengelolaan kelas yaitu sebesar 76,22%. Ketiga aspek performance guru tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi indikator performance guru. Persentase indikator performance guru dapat disimak pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22. dapat diketahui bahwa persentase indikator angket performance guru pada siklus 2 memiliki kisaran nilai 68,29% - 82,62% dengan persentase rata-rata sebesar 76,41%. Persentase tertinggi dimiliki oleh indikator ke-11 mengenai pemberian motivasi kepada siswa dan menarik perhatian siswa. Indikator ke-11 memiliki
104
persentase sebesar 82,62%. Sedangkan untuk persentase terendah dimiliki oleh indikator ke-6 mengenai pemberian tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri. Indikator ini mencapai persentase sebesar 68,29%. Hasil persentase untuk performance guru pada siklus 2 menunjukkan hasil yang meningkat dibandingkan dengan hasil persentase performance guru pada siklus 1. Peningkatan yang terjadi adalah sebesar 6,269%. Perubahan persentase capaian indicator angket performance guru siklus 2 apabila dibandingkan persentase capaian indikator angket performance guru pada siklus 1 dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini:
Gambar
13.
Diagram Perubahan Persentase Indikator Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2.
Angket
Berdasarkan Gambar 12. di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa ada perubahan persentase capaian indikator angket performance guru pada siklus 2. Perubahan yang terjadi merupakan kenaikan persentase pada siklus 2 dibanding dengan siklus 1. Sesuai Gambar 13. di atas dapat dilihat bahwa kenaikan terjadi pada seluruh indikator performance guru. Kenaikan persentase paling besar dimiliki oleh indikator 11 mengenai pemberian motivasi dan perhatin kepada siswa. Kenaikan yang terjadi sebesar sebesar 9,45%. Kenaikan persentase yang terjadi menunjukkan bahwa dalam
105
pembelajaran guru sangat perlu untuk memberikan motivasi dan perhatian kepada siswa. motivasi yang diberikan oleh guru merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran karena siswa akan dapat belajar dengan sungguh-sungguh apabila siswa memiliki motivasi yang tinggi. Tabel 23. merupakan tabel yang memuat mengenai persentase capaian indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2. Persentase capaian indikator observasi performance guru pada siklus 2 ini memiliki kisaran nilai antara 50 % - 100 % dengan persentase rata-rata sebesar 79,86%.
Gambar 14. Grafik Perbandingan Persentase Capaian Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2 Pembelajaran
yang
dilaksanakan
dengan
menggunakan
modul
pembelajaran hasil penelitian merupakan salah satu dari jenis pembelajaran mandiri.
Pembelajaran
yang
mandiri
memungkinkan
siswa
untuk
mengembangkan pengetahuan dan keahlian. Pelaksanaan pembelajaran mandiri menuntut dedikasi dari seorang guru. Guru dalam pembelajaran mandiri selayaknya dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa mandiri untuk dapat menemukan cara kreatif yang menghubungkan pengalaman belajar yang diperoleh di sekolah dengan kehidupan sehari-hari siswa. 106
Pelaksanaan tindakan siklus 2 menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Secara umum hasil yang diperoleh pada pelaksanaan tindakan 2 menunjukkan kenaikan persentase apabila dibandingkan dengan tahap pra siklus dan siklus 1. Pada tahap siklus 1, meski telah digunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa, akan tetapi dalam pelaksanaannya menunjukkan penurunan persentase apabila dibanding dengan tahap pra siklus. Hasil yang ditunjukkan pada siklus 2 menunjukkan kenaikan persentase capaian yang sudah mencapai target yaitu 75 % baik dari hasil angket maupun dari observasi langsung di lapangan. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai beradaptasi dengan pembelajaran modul ini. Siswa sudah dapat melaksanakan pembelajaran secara mandiri. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 ini setiap siswa mendapatkan 1 buah modul, sehingga memudahkan bagi siswa untuk dapat mempelajari modul yang ada secara mandiri. a.
Hasil wawancara guru. Menurut wawancara yang telah dilakukan dengan guru mata pelajaran
yang bersangkutan, diperoleh hasil wawancara bahwa pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian telah berhasil meningkatkan kegiatan diskusi kelompok di kelas X-6 SMA Batik Surakarta. Guru belum pernah menggunakan modul hasil penelitian untuk pembelajaran dikelas dan gur belum pernah menggunakan terasering sebagai model untuk demonstrasi siswa. Guru juga bertanya kepada siswa mengenai bagaimana kesan kesan siswa terhadap pembelajaran modul, dan siswa juga menyatakan bahwa pembelajaran modul cukup bagus dan sangat mendukung diskusi di kelas. Guru juga berpendapat bahwa modul pembelajaran hasil penelitian juga dapat digunakan untuk sumber belajar bagi siswa dan sebagai referensi bagi siswa, terutama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang lebih dibanding siswa yang lain. Setiap siswa memiliki semangat belajar dan motivasi belajar yang berbeda-beda, terkadang ada siswa yang semangat belajarnya masih kurang, sehingga perlu digunakan variasi metode dan metode diskusi dirasa dengan
107
menggunakan tersering merupakan salah satu alternative metode yang dapat menumbuhkan semangat siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama. b. Hasil wawancara siswa Siswa kelas X-6 SMA Batik Surakarta secara umum menyatakan bahwa siswa merasa senang dengan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Siswa tertarik dengan adanya modul pembelajaran hasil penelitian karena materi yang ada di dalam modul cukup mudah untuk dipahami. Siswa merasa mendapat materi baru yang sebelumnya tidak ada penjelasannya di dalam buku pelajaran biasa. Siswa sangat tertaik dengan adanya modul karena modul tersusun secara sistematis dan modul juga sudah inovatif. Siswa tertarik dengan modul karena modul disertai gambar yang dapat memperjelas dalam memahami materi dalam modul. Siswa menyukai pembelajaran menggunakan modul karena penjelasan yang ada dalam modul cukup mudah untuk dipelajari oleh siswa. siswa lebih mudah menangkap materi yang dijelaskan dalam modul. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian mengenai pelestarian lingkungan sangat membantu siswa karena dengan modul tidak hanya belajar teori saja, tapi ada hasil penelitian yang merupakan suatu hasil percobaan, dan siswa tertarik dengan modul yang juga disertai dengan media terasering yang juga digunakan untuk lebih memperjelas pemahaman siswa mengenai dampak erosi. Siswa merasa senang dengan adanya modul karena pada saat pembelajaran modul siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan demonstrasi. Demonstrasi yang dilakukan siswa ini menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat lebih tertarik untuk belajar Biologi. Modul pembelajaran hasil penelitian memuat penjelasan singkat mengenai hasil penelitian, sehingga siswa menjadi sesuatu yang baru bagi siswa. siswa mendapatkan saran belajar yang baru sehingga menjadi lebih senang untuk belajar dan tidak membosankan karena adanya modul lebih menarik untuk dipelajari. Siswa merasa mendapat pengetahuan baru mengenai pelestarian lingkungan. Pengetahuan mengenai pelestarian lingkungan sangat membantu bagi
108
siswa untuk lebih belajar mengenai lingkungan dan siswa menjadi memiliki keinginan untuk melestarikan lingkungan. Siswa menyatakan bahwa dengan adanya modul pembelajaran hasil penelitian telah membangkitkan semangat siswa untuk melakukan diskusi dan kerjasama dengan kelompok. Siswa berpendapat bahwa didalam modul telah disertai dengan beberapa pertanyaan dan juga permasalahan yang kemudian permasalahan tersebut harus diselesaikan secara bersama. Penyelesaian masalah sangat memerlukan adanya suatu diskusi kelompok. Siswa merasakan bahwa dengan adanya modul membuat pelaksanaan diskusi menjadi lebih kompak dan kondusif apabila dibandingkan dengan tidak menggunakan modul. Siswa mengatakan bahwa dengan modul semua anggota kelompok dapat merumuskan bersama pemecahan masalah yang ada. Modul sangat berguna untuk pelaksanaan diskusi di kelas. Siswa lebih menyukai diskusi dengan menggunakan modul. Modul pembelajaran hasil penelitian sangat mempermudak untuk mengkoordinasi kelompok. Siswa menjadi lebih mudah untuk bekerja sama dengan teman dalam kelompok.
Setiap
kelompok terdiri dari siswa yang
heterogen, sehingga dengan kerja sama yang baik akan mendapat 1 tujuan bersama. Berdasarkan hasil observasi dan evaluai pada siklus 2, dapat disampaikan hasil sebagai berikut: a. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok. b. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi di dalam pembelajaran. Suatu pembelajaran yang mandiri, siswa dapat melibatkan dan mengaitkan bidang akademik dengan kehidupan sehari-hari mereka, cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengaitkan ini salah satunya dengan melakukan tukar pendapat dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Proses tukar pendapat juga dapat terjadi di lingkungan sekolah (kelas) dengan suatu kegiatan yang disebut diskusi kelompok.
109
Kegiatan diskusi kelompok dapat juga mengambil tindakan, bertanya, membuat keputusan secara mandiri, berpikir kritis dan kreatif dan siswa dapat bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Batik 1 Surakarta, pembelajaran menggunakan modul hasil penelitian dapat meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Peran aktif siswa dapat diketahui dari kegiatan diskusi siswa dan dari kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Selama kegiatan diskusi kelompok pada siklus 2, keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa meningkat pesat dan hal ini adalah salah satu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. PENELITIAN LABORATORIUM Penelitian
mengenai
Pelestarian
Lingkungan
mengambil
pokok
permasalahan mengenai erosi yang terjadi pada lahan miring akibat pengaruh siraman air yang tidak terkendali. Erosi merupakan bencana yang sudah tidak asing lagi bagi siswa. Tanah gundul pada lahan miring akan mudah tererosi apabila tanah tersebut tersiram oleh air dengan jumlah air yang tidak terkendali. Penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan tentang erosi dilakukan diawali dengan pembuatan miniatur terasering pada kotak kayu yang berbentuk balok dengan ukuran 50 cm x 60 cm x 40 cm. Terasering dibuat sebanyak 4 buah dengan bentuk dan ukuran yang sama tetapi masing-masing memiliki perbedaan. Perbedaan yang ada pada masing–masing terasering adalah perbedaan pada tanaman dan jumlah tanaman yang ditanam pada permukaan terasering. Perbedaan pada terasering dibuat dengan tujuan untuk mengetahui adanya perbedaan antara terasering yang satu dengan yang lain apabila terasering disiram dengan air. Terasering I dibuat dengan seluruh permukaan yang tertutup dengan rumput secara keseluruhan. Rumput yang digunakan adalah jenis rumput jepang (Zoysia japonica). Terasering II dibuat dengan ditanami rumput akan tetapi 110
jumlah rumputnya hanya sedikit dan pada terasering II juga ditanami dengan tanaman yang lain selain rumput. Terasering III dibuat dengan ditanami rumput tetapi tidak pada seluruh permukaan, tapi hanya sebagian permukaan saja yang tertutup rumput. Rumput yang digunakan masih sama dengan rumput yang digunakan pada terasering I. Terasering IV dibuat tanpa ditanami dengan tanaman apapun atau hanya tanah saja. Miniatur terasering yang telah siap digunakan selanjutnya diberi perlakuan dengan cara diguyur dengan air yang volumenya sama untuk masingmasing terasering. Air yang telah diguyurkan pada terasering kemudian ditampung pada suatu wadah yang telah disediakan. Air yang ditampung kemudian digunakan untuk menghitung TSS ( Total Suspended Solid ). Penghitungan TSS bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan padatan pada air. Hasil perhitungan TSS dapat dilihat pada Tabel 2. berikut : Tabel 2. Data hasil penelitian TSS Jenis Terasering
A (mg)
B (mg)
(A-B) (mg)
TSS (mg/l)
Terasering I
0,868
0,813
0,55
5,5
Terasering II
0,809
0,772
0,37
3,7
Terasering III
0,875
0,812
0,63
6,3
Terasering IV
4,581
0,798
3,783
37,83
Keterangan: Terasering I : Terasering yang ditanami rumput secara keseluruhan diseluruh permukaan. Terasering II : Terasering yang ditanami sedikit rumput, tetapi ditanami beberapa jenis tanaman lain. Terasering III : Terasering yang ditanami sedikit rumput tanpa ditanami tanaman lain. Terasering IV : Terasering yang tidak ditanami tanaman apapun. A : berat kertas saring berisi residu tersuspensi dalam mg. B : berat kertas saring kosong dalam mg
111
Berdasarkan data pada Tabel 2. diketahui bahwa TSS paling besar adalah pada jenis terasering IV yaitu terasering yang hanya terdiri dari tanah, yaitu sebesar 37,83 mg/l. Hasil pada terasering yang hanya berisikan tanah memiliki nilai TSS paling besar karena pada media yang hanya berisi tanah maka tanahnya akan lebih mudah terkikis apabila ada air yang mengalir, sehingga jumlah bahan padatan yang larut juga lebih besar. Tanah yang mudah terkikis disebabkan karena pada tanah tidak ada akar tanaman yang dapat berguna untuk menahan aliran air. Sehingga apabila tidak ada penahannya, maka air akan lebih mudah terkikis. Hasil residu tersuspensi (TSS) paling kecil adalah pada jenis terasering yang berisi tanah dan ditanami dengan rumput dan tanaman, yaitu sebesar 3,7 mg/l. Hasil yang ditunjukkan oleh terasering II mengindikasikan bahwa pada tanah yang ditanami dengan rumput dan tanaman akan memiliki daya kikis yang kecil. Tanah tidak akan mudah terkikis oleh air, karena tanah memiliki kemampuan untuk menahan air. Tanaman yang terdapat pada terasering juga akan menyerap air yang disiramkan pada tanah. Sehingga air tidak akan mengkikis tanah. Gambar 5. berikut mengambarkan diagram perbandingan hasil perhitungan Total Suspended Solid (TSS) pada masing-masing terasering.
112
Gambar 5. Diagram Perbandingan Hasil Perhitungan Total Suspended Solid (TSS) Berdasarkan hasil perhitungan TSS yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada terasering IV akan mudah terkikis oleh air karena pada terasering IV tidak terdapat tanaman apapun, sehingga tanah menjadi lebih mudah terkikis. Sehingga akan berdampak pada tanah yang longsor. Lahan atau tanah yang ditanami dengan vegetasi tanaman, misalnya rumput dan jenis tanaman lain, maka tanah tidak akan mudah terkikis oleh air
E. PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian laboratotium mengenai Pelestarian Lingkungan khususnya pada permasalahan tentang erosi disajikan dalam bentuk modul pembelajaran hasil penelitian. Modul pembelajaran hasil penelitian dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang tercantum didalam kurikulum pembelajaran. Modul pembelajaran hasil penelitian disusun sesuai dengan aturan penyusunan modul yang disampaikan oleh Mulyasa (2006: 43). Modul pembelajaran hasil penelitian digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran terutama untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dan kerja sama siswa dalam kegiatan kelompok.
F. PENELITIAN TINDAKAN KELAS 3. Kondisi Awal (Pra Siklus) Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Tahap pertama yang dilakukan sebelum penelitian adalah melakukan pengamatan atau observasi di lokasi yang akan dilakukan penelitian. Selain observasi, juga dilakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan. Wawancara yang dilakukan berhubungan dengan masalah-masalah yang biasanya terjadi di kelas selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.
113
Observasi yang dilaksanakan adalah observasi terhadap proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi selama proses belajar mengajar di kelas. Selanjutnya, masalah-masalah yang ada tersebut diperbaiki melalui penelitian tindakan kelas (PTK). Selama proses observasi (pengamatan) di kelas dilakukan, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi di kelas, yaitu: siswa kurang aktif dalam kegiatan diskusi kelompok dan siswa masih belum bisa untuk melakukan kerjasama dalam kelompok. Jumlah siswa yang dapat mengikuti kegiatan diskusi dengan baik hanya 47,31% dari keseluruhan jumlah siswa yang ada. Saat kegiatan diskusi berlangsung, siswa masih sangat susah untuk membentuk kelompok diskusi. Siswa juga belum bisa melakukan kerjasama yang baik selama diskusi. Siswa yang dapat bekerja sama dengan baik dengan teman dalam satu kelompok dalam kegiatan diskusi hanya sebanyak 42,28%. Siswa cenderung bertindak individual dan lebih mengutamakan urusan masing-masing. Suatu sistem pembelajaran hendaknya dapat meningkatkan kemampuan untuk bisa berpartisipasi secara aktif dalam belajar dan mendorong siswa untuk dapat berpikir kritis dan kreatif. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk lebih mendorong dan meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih berpikir kritis dan kreatif adalah dengan kegiatan diskusi dalam pembelajaran. Kegiatan diskusi dapat merangsang kemampuan siswa untuk dapat menggali ide-ide yang dimilikinya untuk memecahkan masalah. Siswa diberi angket keaktifan diskusi dan kerja sama dengan tujuan untuk mengetahui keaktifan diskusi dan kerja sama siswa dalam kegiatan kelompok.. Keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Pra Siklus No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah 74,39 sebagai pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari 77,29 berbagai sumber
114
3 4 5 6 7 8 9 10
Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. Mampu menyusun rangkuman Mampu bersikap objektif Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi Mampu menganalisa masalah. Mampu mengusulkan pemecahanpemecahan . Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil Jumlah Rata-Rata
82,16 79,42 84,15 86,28 84,29 93,75 96,79 73,32 831,86 83,19
Tabel 3. merupakan data yang menampilkan persentase skor indicator angket keaktifan berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok selama tahap pra siklus berlangsung. Berdasar Tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa keaktifan berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok memiliki rentang nilai persentase sebesar 73% - 93%, apabila dihitung rata-ratanya maka diperoleh persentase ratarata sebesar 83,19%. Berdasarkan data yang tercantum dalam Tabel 3. dapat diketahui bahwa indikator yang paling kecil adalah indikator ke-10 yang menyatakan bahwa siswa kemampuan siswa untuk menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil. Persentase yang dicapai oleh indikator ke-10 masih berada dibawah target yang ingin dicapai yaituhanya mencapai nilai 73,32%, sedangkan target yang ingin dicapai adalah sebesar 75 %. Persentase indikator tertinggi dicapai oleh indikator ke-9 yaitu indikator yang menyatakan siswa mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif. Indikator ke-9 mencapai persentase sebesar 96,79%. Selain adanya suatu masalah yang bersangkutan dengan kegiatan diskusi siswa dalam pembelajaran, juga ditemukan adanya suatu masalah lain yaitu kerjasama siswa yang masih kurang dalam kegiatan kelompok. Selama proses kegiatan kelompok berlangsung hanya beberapa siswa saja yang dapat melakukan kerjasama dengan baik ketika kegiatan kelompok. Sebagian siswa yang lain acuh
115
terhadap kegiatan kelompok dan kurang antusias untuk melaksanakan kegiatan diskusi dalam kelompoknya. Besarnya persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok dapat diketahui dengan cara membagikan angket kerjasama kepada siswa. Berikut disampaikan hasil persentase pengisian angket kerjasama siswa pada tahap pra siklus. Tabel 4. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra Siklus. No 1 2 3
Indikator Menghargai orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah
Persentase Capaian (%) 78,05 75,76 75,76
No 4 5
Indikator Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
PErsentase Capaian(%) 80,08 78,51
6 7
77,03 79,07 544,26 77,75
Tabel 4. merupakan tabel yang menampilkan nilai kerjasama siswa dalam tiap indikator dalam kegiatan kelompok. Persentase yang tercantum pada tabel 4. diatas merupakan persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok sebelum siswa menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar. Sesuai Tabel 4. dapat dilihat bahwa kemampuan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok yang berlangsung di kelas adalah sebesar 75 % - 80 % dengan nilai rata-rata sebesar 77,75 %. Apabila diamati lebih lanjut, dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan antara prosentase nilai indikator yang diperoleh dari angket kerjasama siswa dan prosentase nilai indikator yang diperoleh dari hasil observasi langsung yang terjadi di lapangan. Perbedaan yang terjadi mengindikasikan bahwa sebetulnya setiap siswa memiliki keinginan dan mungkin juga kemampuan yang memadai untuk melaksanakan diskusi dan kerjasama kelompok dengan teman dalam satu kelompoknya. Akan tetapi, proses pembelajaran yang
116
berlangsung di dalam kelas masih belum bisa mendorong siswanya untuk dapat melakukan kerjasama yang baik dalam kegiatan kelompok Beberapa
alasan
yang
bisa
menyebabkan
siswa
belum
dapat
melaksanakan kerjasama dengan baik adalah karena dalam pembelajaran yang berlangsung di kelas siswa belum memiliki sumber belajar yang dapat meningkatkan aktivitas kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran yang biasa berlangsung di kelas adalah suatu pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher centered) dan siswa juga hanya diberi buku yang hanya beriri materi yang akan dihafal oleh siswa. Sehingga, selama proses pembelajaran yang berlangsung pun siswa hanya berpedoman pada buku itu saja. Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam melaksanakan kerjasama, maka dilakukan suatu tindakan dengan menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar. Mengajar merupakan suatu kegiatan yang dalam pelaksanaannya memerlukan tindakan-tindakan dan keputusan – keputusan yang jelas dari guru. Seorang guru hendaknya memiliki suatu kemampuan untuk dapat meningkatkn kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah kemampuan guru untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa, mengembangkan kreatifitas siswa, membangkitkan nafsu belajar atau motivasi belajar siswa, dan dapat mendayagunakan sumber belajar yang ada. Tabel 5. berikut memberikan gambaran singkat mengenai performance guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Tabel 5. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus No
Indikator
1
Menata bahan ajar yang akan diberikan selama satu semester Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan
2 3 4
117
Persentase Capaian (%) 74,19 82,93 76,42 69,51
5
Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri 7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi 8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran 9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran 11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat No Indikator 14 15 18 17 18
Memberikan stimulus Memberikan petunjuk belajar Menimbulkan penampilan siswa Memberikan umpan balik Menilai penampilan Jumlah Rata-rata
78,46 81,71 77,74 71,65 73,93 68,75 84,45 77,44 79,27 Persentase Capaian (%) 79,88 78,66 81,09 74,39 75,30 1385,77 76,99
Berdasarkan data pada Tabel 5. diatas dapat diketahui bahwa persentase rata-rata untuk performance guru dalam pembelajaran sudah mencapai 76,99% dan hasil ini merupakan hasil yang sudah cukup bagus. Sesuai Tabel 5. indikator yang masih kurang adalah indikator yang menyatakan mengenai penggunaan teknik mengajar yang masih belum bervariasi dan pemberian rangkuman materi kepada siswa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tentang penggunaan teknik mengajar ini maka digunakan suatu metode pembelajaran yang sebelumnya belum digunakan, yaitu pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian.
4. Siklus 1 5. Perencanaan
118
Tahap perencanaan dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dilakukan saat penelitian tindakan kelas berlangsung. Beberapa langkah yang dilakukan pada tahan perencanaan ini adalah sebagai berikut: k. Menetapkan materi yang akan dipelajari, yaitu dengan materi pokok Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. l. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pokok materi Ekosistem dan Pencemaran, pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan berlangsung yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar. m. Melakukan penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan untuk pembuatan modul pembelajaran. n. Menyusun modul pembelajaran hasil penelitian. o. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa, dan angket performa guru. p. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa. q. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa. r. Menyusun lembar observasi tentang performance guru. s. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS). t. Menyusun soal tes. 6. Pelaksanaan Tahap
pelaksanaan
I
merupakan
penerapan
pembelajaran
menggunakan modul hasil penelitian untuk meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pelaksanaan tindakan I dilakukan 2 kali pertemuan. Pertemuan I dilakukan selama 1 jam pelajaran (1 x 45 menit) dan pertemuan II dilakukan selama 1 jam pelajaran (1 x 45 menit). Kegiatan awal pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah guru memberikan apersepsi singkat kepada siswa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah lingkungan secara umum. Selama kegiatan apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan singkat yang harus
119
dijawab oleh siswa. Tujuan guru memberikan pertanyaan-pertanyaan ini adalah untuk mengajak siswa menemukan deskripsi awal mengenai materi yang akan dipelajari. Kemudian guru membimbing siswa untuk melakukan diskusi dalam kelompok. Siswa dikelompokkan secara acak. Tiap kelompok terdiri dari 5-7 siswa. Selanjutnya, setelah terbentuk kelompok, guru memberi penjelasan mengenai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh siswa selama proses diskusi berlangsung. Modul pembelajaran hasil penelitian dibagikan kepada tiap kelompok, masing-masing kelompok mendapatkan 1 buah modul. Lembar Kerja Siswa (LKS) dibagikan kepada masing-masing siswa. Setelah masingmasing
kelompok
mendapatkan
modul
dan
masing-masing
siswa
mendapatkan LKS, siswa dapat memulai melakukan diskusi. Diskusi dilakukan untuk membahas permasalahan yang sudah disediakan dalam LKS. Siswa diberi waktu untuk melakukan diskusi. Melalui diskusi yang dilakukan siswa tersebut, juga dapat diketahui bagaimana kerjasama siswa dalam kelompok. Kegiatan diskusi selesai kemudian dilanjutkan dengan kegiatan presentasi dari perwakilan dari tiap kelompok. Masing-masing kelompok mempresentasikan
menyampaikan
hasil
diskusi
dari
masing-masing
kelompok. Pelaksanaan kegiatan presentasi memberikan kesempatan kepada kepada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang sedang presentasi. Kegiatan presentasi dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan oleh guru. Guru bersama siswa menyimpulan hasil diskusi secara singkat dan guru membimbing siswa untuk mendemonstrasikan penggunaan model terasering.
Siswa
melakukan
demonstrasi
dimaksudkan
untuk
lebih
mengaktifkan siswa dan memberikan pengetahuan kepada siswa. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian tes kepada siswa. Tes diberikan oleh guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai materi yang telah dipelajari. 7. Observasi dan Evaluasi Tindakan Siklus I
120
Selama proses pelaksanaan pembelajaran pada tahap 1 siswa selalu diamati perubahan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan, selain itu siswa juga diberi angket. Angket yang diberikan kepada siswa ada 3 macam, yaitu angket keaktifan diskusi siswa, angket kerjasama siswa dan angket performance guru. Tahap observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan diskusi siswa dan kerja sama siswa dalam proses pembelajaran. Tahap observasi dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen yang telah disusun sebelumnya. Hasil pengamatan secara umum sesuai dengan yang terjadi di kelas adalah: i. Beberapa siswa antusias dengan modul pembelajaran hasil penelitian, tetapi beberapa siswa yang lain masih terlihat acuh tak acuh terhadap modul pembelajaran hasil penelitian. j. Siswa agak susah untuk membentuk kelompok. k. Sebagian siswa terlihat aktif berdiskusi dengan teman sekelompok. Tetapi ada sebagian siswa yang hanya diam dan tidak aktif berdiskusi. Ada beberapa siswa yang terlihat agak malas untuk bergabung dengan teman sekelompok dan cenderung untuk mengerjakan LKS sendiri, ada pula siswa yang bermain dengan temannya. l. Sebagian besar siswa kurang memperhatikan kepada kelompok yang sedang presentasi. Masih banyak siswa yang acuh dan sungkan untuk mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang sedang presentasi. Ada sebagian kecil siswa yang berani dan aktif mengajukan pendapat dan pertanyaan kepada kelompok lain saat dilakukan presentasi. m. Sebagian besar siswa masih belum paham betul mengenai aturan-aturan yang harus dilaksanakan ketika berdiskusi. Sehingga banyak yang berbicara diluar materi diskusi. n. Siswa ada yang masih belum paham mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam pembelajaran. o. Aktivitas siswa cenderung masih sama dengan keadaan awal saat sebelum pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menggunakan modul hasil penelitian.
121
p. Siswa yang tertarik untuk melakukan demonstrasi hanya sedikit. Banyak siswa yang tidak memperhatikan ketika ada siswa lain yang sedang melakukan demonstrasi. Siswa-siswa yang tidak perhatian tersebut cenderung melakukan perbincangan dengan teman yang lain yang sedang tidak melakukan demonstrasi. Berdasar hasil pengamatan yang terjadi di kelas tersebut, tampak bahwa siswa masih belum aktif dalam kegiatan diskusi dan siswa masih belum bisa memberikan perhatian secara penuh dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu, kerja sama siswa yang seyogyanya dapat terjadi dalam diskusi, tetapi ternyata kerjasama siswa dalam diskusi masih belum dapat terlaksana dengan baik. Hasil observasi siklus 1 dan evaluasi dari pelaksanaan tindakan siklus 1 adalah sebagai berikut : 4) Keaktifan berdiskusi siswa Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keaktifan diskusi siswa dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah dibagikan kepada siswa dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada siklus 1. Tabel 6. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus I No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Memahami suatu masalah 73,78 2 Menemukan sebab musababnya 76,37 3 Mencari pemecahannya 72,84 Jumlah 225,52 Rata-rata 75,17 Aspek pada angket keaktifan berdiskusi siswa tersebut kemudian dijabarkan menjadi indikator angket keaktifan berdiskusi. Hasil persentase indikator angket keaktifan berdiskusi dapat disimak pada Tabel 7. berikut : Tabel 7. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 1 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkan tentang masalah 75,00 sebagai pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari 74,54 berbagai sumber 122
3 4 5 6 7 8 9
No 10
Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. Mampu menyusun rangkuman Mampu bersikap objektif Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi Mampu menganalisa masalah. Mampu mengusulkan pemecahanpemecahan . Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif. Indikator Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil Jumlah Rata-Rata
74,70 70,88 76,37 73,48 68,45 74,09 73,93
Persentase Capaian (%) 74,24 735,7 73,57
Melalui Tabel 7. di atas dapat dilihat bahwa angka rata-rata untuk keaktifan diskusi siswa menurun sebanyak 9,61 % dibandingkan pada saat pra siklus. Berikut disampaikan mengenai persentase indikator keaktifan berdiskusi siswa pada siklus 1 berdasarakan observasi langsung di lapangan: Tabel 8. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1. No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkan tentang masalah sebagai 65,85 pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber 60,98 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 53,66 4 Mampu menyusun rangkuman 48,78 5 Mampu bersikap objektif 58,54 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 63,41 7 Mampu menganalisa masalah. 58,54 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 51,22 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan 43,90 penilaian yang obyektif 10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan 53,66 diambil Jumlah 558,54 Rata-Rata 55,85
123
5) Kerjasama siswa Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah dibagikan kepada siswa dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada siklus 1.
Hasil persentase skor capaian aspek pada angket
kerjasama siswa dapat disimak pada Tabel 9 :
Tabel 9. Persentase Skor Aspek Angket Kerjasama Siswa Pada Siklus I No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Interaksi/Hubungan Sosial 72,56 2 Dilakukan secara bersama-sama 74,35 Jumlah 146,92 Rata-rata 73,46 Hasil persentase skor indikator dapat diamati pada Tabel 10. berikut : Tabel 10. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 1 No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Menghargai orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
Persentase Capaian (%) 72,36 72,72 71,65 77,44 74,24 74,19 75,20 517,81 73,97
Melihat Tabel 10. di atas dapat diketahui bahwa angka rata-rata untuk kerjasama siswa menurun sebanyak 3,78 % dibandingkan pada saat pra siklus. Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan ketika pelaksanaan kegitan diskusi kelompok di kelas, dilihat bahwa kerjasama siswa dalam diskusi kelompok masih belum memenuhi target yang diinginkan. Ketika berlangsung kegiatan diskusi, hanya beberapa siswa saja yang dapat bekerjasama dengan baik dengan teman 124
satu kelompoknya, sedangkan siswa yang lain cenderung hanya diam dan tidak ikut kerjasama untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tabel 11. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1 No
Indikator
1 2 3
Menghargai Orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah
No 4 5
Indikator Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
6 7
Persentase Capaian (%) 60,98 70,73 73,17 Persentase Capaian(%) 65,85 56,09 41,46 26,83 395,12 56,45
6) Performance guru Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak akan terlepas dari peran guru, untuk mengetahui performance guru selama proses belajar mengajar berlangsung, setiap siswa diberi angket tentang performance guru. Berikut disampaikan mengenai persentase aspek angket performance guru pada tindakan 1: Tabel 12. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus 1 No Aspek 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 2 Strategi penyampaian pembelajaran 3 Strategi pengelolaan pembelajaran Jumlah Rata-rata
Persentase Capaian(%) 68,90 67,17 70,93 207,01 69,00
Setiap aspek pada angket performance guru dijabarkan menjadi beberapa indicator. Untuk mengetahui persentase indicator angket performance guru pada siklus 1 dapat diketahui dari tabel berikut ini: Tabel 13. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 1 No 1
Indikator Menata bahan ajar yang akan diberikan 125
Persentase Capaian (%) 71,14
2 3 4 5
selama satu semester Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama
No Indikator 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri 7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi 8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran 9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran 11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 14 Memberikan stimulus 15 Memberikan petunjuk belajar 18 Menimbulkan penampilan siswa 17 Memberikan umpan balik 18 Menilai penampilan Jumlah Rata-Rata
72,56 66,46 70,73
67,07 Persentase Capaian (%) 60,98 72,26 64,63
70,12 66,77
73,17 71,95 73,78 72,57 71,95 71,34 76,22 68,90 1262,61 70,14
Setelah melihat Tabel 13. di atas, dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan yang cukup signifikan mengenai respon siswa terhadap performance guru. Penurunan tersebut adalah sebesar 6,84 % dari prasiklus. Tabel 14. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan 75 selama satu semester 2 Menata bahan ajar yang akan diberikan 75 126
3 4 5 6
No 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
setiap kali pertemuan Memberikan pokok-pokok materi kepada 62,5 siswa yang akan diajarkan Membuatkan rangkuman atas materi yang 75 diajarkan setiap kali pertemuan Menetapkan materi-materi yang akan dibahas 75 secara bersama Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara 75 mandiri Indikator Persentase Capaian (%) Membuatkan format penilaian atas 75 penguasaan setiap materi Menggunakan berbagai metode dalam 62,5 penyampaian pembelajaran Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 75 Menggunakan berbagai teknik dalam 62,5 pembelajaran Memberikan motivasi atau menarik perhatian 62,5 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 75 Mengingatkan kompetensi prasyarat 50 Memberikan stimulus 50 Memberikan petunjuk belajar 75 Menimbulkan penampilan siswa 50 Memberikan umpan balik 75 Menilai penampilan 50 Jumlah 1200 Rata-Rata 66,67
8. Analisis dan Refleksi d. Keaktifan Diskusi Berdasarkan Tabel 7. yang menunjukkan mengenai persentase indikator angket keaktifan berdiskusi siswa siklus 1 dapat diketahui bahwa nilai persentase capaian indikator keaktifan berdiskusi siswa berkisar antara
68,45%-75,00%
dengan persentase rata-rata kelas sebesar 73,57%. Indikator terkecil yaitu pada indikator ke-7 sebesar 68,45% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam menganalisa masalah. Menurut hasil yang telah diperoleh dari perhitungan angket diatas, menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk menganalisa masalah masih kurang, sehingga perlu lebih ditingkatkan lagi.
127
Pembelajaran menggunakan modul yang dilaksanakan di kelas X-6 dapat melatih siswa untuk bisa menyelesaikan permasalahan dan menganalisa masalah yang ada. Modul yang disertai dengan permasalahan yang dapat diselesaikan oleh siswa. siswa diharapkan dapat melakukan diskusi dengan teman sekelompoknya untuk menganalisa masalah yang ada dan mencari pemecahan dari masalah tersebut. Sedangkan persentase indikator terbesar adalah pada indikator pertama sebesar 75,00% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam memikirkan tentang masalah sebagai pijakan analisis. Sesuai hasil yang telah diperoleh dari angket menunjukkan bahwa telah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan tentang masalah sebagai pijakan analisa. Apabila diamati lebih lanjut mengenai hasil pada indicator 1 dan indikator 7 akan terlihat adanya suatu perbedaan. Sesuai hasil pada indikator 1 yang menunjukkan bahwa siswa telah dapat memikirkan tentang suatu masalah sebagai suatu pijakan analisa, akan tetapi apabila dibandingkan dengan hasil indikator 7 maka hasilnya belum mendukung pernyataan pada indikator 1. Sehingga perlu lebih ditingkatkan lagi kemampuan siswa untuk menganalisa suatu permasalahan. Kemampuan siswa untuk menganalisa masalah dapat lebih ditingkatkan apabila siswa belajar dari suatu permasalahan. Apabila siswa sudah terbiasa untuk belajar dengan diberi suatupermasalahan untuk dipecahkan, maka siswa akan terbiasa untuk lebih berpikir secara mandiri dan siswa terlatih untuk menganaliasa masalah yang ada. Sesuai nilai persentase yang dicapai pada siklus 1, dapat diketahui bahwa siswa sebenarnya sudah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan mengenai suatu masalah, akan tetapi siswa masih belum dapat memikirkan suatu analisa untuk memecahkan masalah tersebut. Perbedaan persentase dan perbandingan persentase skor indikator angket keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dan tahap siklus 1 dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:
128
Gambar 6. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Pra Siklus dan Siklus 1 Apabila dibandingkan dengan persentase indikator angket keaktifan berdiskusi siswa pada pra siklus, maka secara umum nilai persentase indikator angket keaktifan diskusi siswa ini belum mengalami peningkatan. Dari 10 indikator yang ada, hanya 2 indikator saja yang berhasil mengalami kenaikan persentase, yaitu pada indikator pertama dan indikator ke-10. Terjadinya penurunan yang terjadi disebabkan karena beberapa siswa masih belum bisa menyesuaikan dengan pembelajaran menggunakan sistem modul ini. Pembelajaran
menggunakan
modul
pembelajaran
hasil
penelitian
menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran, siswa juga harus dapat mempelajari modul secara individu maupun secara bersama-sama dengan teman dalam kelompoknya. Pembelajaran modul dilaksanakan untuk dapat melatih siswanya untuk bisa berdiskusi dengan teman dalam kelompoknya. Akan tetapi pada pelaksanaan tindakan 1 ini siswa masih belum dapat aktif dalam diskusi, hal ini dikarenakan siswa masih belum memahami mengenai kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dan siswa belum dapat menyesuaikan dengan pembelajaran yang baru. Hasil observasi keaktifan diskusi siswa pada pelaksanaan tindakan 1 telah tercantum pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa keaktifan
129
diskusi siswa pada pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Persentase yang dicapai pada hasil observasi keaktifan diskusi siswa berkisar antara 43,90% - 65,85%, dengan rata-rata sebesar 55,85%. Persentase paling tinggi dimiliki oleh indikator pertama tentang kemampuan siswa untuk memikirkan tentang masalah sebagai pijakan analisis. Berdasar hasil observasi tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam memikirkan tentang masalah sebagi pijakan analisa sudah cukup bagus. Siswa dapat memikirkan sendiri mengenai suatu masalah, kemudian dari permasalahan yang ada tersebut siswa dapat menganaliasa lebih lanjut untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Sedangkan persentase paling rendah dimiliki oleh indikator ke-9 tentang kemampuan siswa untuk menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang objektif. Hasil pada indikator 9 ini menunjukkan bahwa siswa masih agak kesulitan untuk mencari ide-ide yang bagus guna memecahkan permasalahan yang dihadapi. Siswa masih belum terbiasa untuk memecahkan suatu masalah dengan pemikiran sendiri. Pembelajaran menggunakan modul siswa diharapkan dapat memecahkan suatu masalah yang ada didalam modul. Siswa yang belum terasa dengan cara berpikir dengan memecahkan masalah akan mengalami kesulitan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Sehingga siswa perlu untuk lebih dilatih untuk dapat mencari suatu ide guna memecahkan permasalah yang sedang dihadapi. Persentase pada observasi di lapangan berbeda jauh dengan persentase yang diperoleh berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa yang telah diisi oleh siswa. Persentase yang diperoleh dari hasil angket adalah sebesar 73,57%. Perbedaan yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa kemampuan dan keinginan siswa untuk kegiatan diskusi sebenarnya cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari hasil angket yang telah diisi oleh siswa. Akan tetapi, siswa belum memiliki keterampilan yang memadai untuk mempraktekkan langsung kegiatan
130
diskusi, sehingga diskusi yang berlangsung selama pembelajaran masih belum mencapai target yang diinginkan. Pembelajaran menggunakan modul menuntut siswa untuk lebih aktif dalam belajar. pembelajaran menggunakan modul siswa akan dihadapkan pada suatu masalah
yang nantinya harus dipecahkan bersama-sama dengan
kelompoknya, sehingga siswa harus dapat melakukan kerja sama dengan teman dalam kelompoknya. Kegiatan diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang melatih keaktifan siswa untuk berbicara. Melalui diskusi hendaknya siswa dapat mengemukakan pendapat dan ide-ide yan dimilikinya. Siswa yang belum terbiasa dengan metode diskusi akan menganggap bahwa metode diskusi merupakan debat antara anggota kelompoknya. Akan tetapi, diskusi yang sebenarnya bukanlah merupakan suatu debat antara anggota kelompok yang ada. Siswa yang menganggap bahwa diskusi adalah debat, maka dalam pelaksanaan diskusi siswa ini akan sulit untuk menerima pendapat dan ide-ide dari orang lain, dan siswa tersebtu cenderung untuk mudah terpancing emosi apabila pendapat dan idenya tidak diterima oleh orang lain. Untuk itu, melalui diskusi siswa juga dilatih untuk dapat melatih mengendalikan emosi. Selama proses pelaksanaan tindakan 1 berlangsung, masih banyak siswa yang belum mengerti secara keseluruhan mengenai maksud dan tujuan dari diskusi, sehingga banyak siswa yang masih gaduh dan bertanya-tanya mengenai hal-hal yang akan dilakukan dalam diskusi. e. Kerjasama siswa Sesuai dengan Tabel 9 dapat diketahui bahwa dari 2 aspek kerjasama yang ada, aspek dengan persentase paling tinggi dimiliki oleh aspek kedua yang mencapai persentase sebesar 74,35 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan aspek pertama hanya mencapai persentase sebesar 72,56 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai interaksi/hubungan sosial antar anggota kelompok. Sesuai hasil pada perhitungan aspek pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa siswa memiliki kemampuan yang sudah cukup bagus dalam melakukansuatu
131
kegiatan secara bersama-sama. Akan tetapi, pada aspek ke-2 yaitu tentang interaksi/ hubungan sosial menunjukkan hasil yang masih rendah. Siswa seharusnya lebih dibina dan dilatih untuk dapat melakukan interaksi/hubungan sosial, karena hubungan social sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat bagi siswa. Berdasarkan Tabel 10 ditunjukkan bahwa indikator ke-7 memiliki persentase dengan nilai yang paling besar yaitu sebesar 75,23 % yang menyatakan tentang kemampuan siswa dalam memberikan motivasi kepada teman dalam kelompoknya. Kemampuan siswa untuk saling memberikan motivasi kepada teman dalam satu kelompok merupakan suatu hal yang sangat penting. Suatu motivasi yang diberikan kepada orang lain akan medorong orang tersebut untuk dapat lebih bekerja secara lebih giat. Jadi, dalam suatu kelompok perlu adanya suatu motivasi dari setiap anggota kelompok supaya kelompok tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan indikator terkecil adalah indikator ke-3 dengan persentase sebesar 71,65% yang menyatakan mengenai kemampuan siswa untuk saling membantu dalam memecahkan masalah yang terjadi. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada indikator 3 menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk saling membantu dalam memecahkan masalah masih sangat kurang. Siswa masih belum terbiasa untuk melakukan kerjasama dalam memecahkan masalah secara bersamasama. Sehingga siswa perlu untuk lebih dilatih untuk kerjasama dengan teman dalam kelompok. Sesuai Tabel 10. tersebut diketahui pula bahwa persentase rata-rata indikator yang tercapai adalah sebesar 73,97%. Apabila dilihat dan dibandingkan dengan hasil perhitungan angket pada tahap pra siklus, persentase ini mengalami penurunan sebesar 3,78 %. Hasil ini merupakan suatu bentuk tanggapan yang diberikan siswa terhadap pembelajaran menggunakan modul. Siswa masih belum dapat beradaptasi dengan pembelajaran yang menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai media dan sumber belajar bagi siswa. Siswa juga belum dapat
132
melaksankan kerjasama dengan baik dengan teman sekelompoknya. Siswa masih cenderung bersikap individualitis. Suatu pembelajaran mandiri siswa menuntut untuk dapat melaksanakan pembelajaran secara mandiri, dalam artian siswa dapat melakukan pembelajaran sendiri dan bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil. Hasil pelaksanaan tindakan 1 mengindikasikan bahwa siswa masih belum dapat melaksanakan pembelajaran mandiri. Berdasarkan Tabel 11. dapat diketahui mengenai persentase indikator kerja sama siswa berdasar observasi secara langsung di lapangan. Melalui Tabel 11. diketahui bahwa indikator terbesar dicapai oleh indikator ke-3 dengan persentase sebesar 73,17% yaitu tentang saling membantu memecahkan masalah. Hasil observasi pada indicator 3 sangat berlawanan dengan hasil pada perhitungan angket pada siklus 1. Hasil angket menunjukkan bahwa indicator 3 memiliki persentase paling kecil dibanding dengan indicator pada indicator yang paling, akan tetapi sesuai hasil observasi diketahui bahwa hasilnya menunjukkan hasil persentase yang paling besar disbanding indikator yang lain. Hasil yang diperoleh dari observasi secara langsung memilik persentase lebih tinggi. Karena pada observasi dilaksanakan secara langsung pada watu siswa belajar dengan modul pembelajaran. Sedangkan indikator terkecil dicapai oleh indikator ke-7 dengan persentase sebesar 26,83% yaitu tentang keamampuan siswa dalam memberikan motivasi kepada teman lain dalam kelompok. Pada waktu pelaksanaan kegiatan diskusi berlangsung siswa masih agak susah untuk memberikan motivasi kepada teman. Meski pada persentase angket menunjukkan persentase yang tinggi, akan tetapi dalam pelaksanaannya siswa masih belum terbiasa untuk saling memberikan motivasi. Siswa mengetahui bahwa saling memberikan motivasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kelompok, akan tetapi siswa masih agak canggung untuk memberikan motivasi kepada teman dalam kelompok. Hasil rata-rata persentase indikator kerjasama siswa berdasarkan observasi ini adalah sebesar 56,45%. Secara umum hasil yang diperoleh berdasar observasi ini sangat berbeda dengan hasil persentase indikator berdasar angket.
133
Perbandingan persentase untuk setiap indikator pada angket kerjasama siswa pada tahap pra siklus dan siklus 1 dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini:
Gambar 7. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra siklus dan Siklus 1 Berdasarkan Gambar 7. di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan persentase indikator kerjasama pra siklus dan siklus 1 belum nenunjukkan adanya peningkatan. Siswa masih agak bingung dengan metode pembelajaran yang berlangsung, siswa masih belum mengerti tentang penggunaan modul dalam proses pembelajaran pembelajaran. Kerjasama dalam kelompok hendaknya dapat melatih siswa untuk dapat bertindak mandiri dan bertanggung jawab untuk mengatasi masalah yang ada. Selain itu kerjasama juga bisa melatih siswa untuk memercayai orang lain. Akan tetapi dalam pelaksanaan tindakan siklus 1 masih ditemukan banyak siswa yang belum dapat melaksanakan kerjasama dengan baik. Untuk itu siswa perlu dilatih untuk dapat lebih bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya. Berdasarkan hasil pada pelaksanaan tindakan siklus 1 menunjukkan bahwa penggunaan
modul
pembelajaran
hasil
penelitian
masih
belum
dapat
meningkatkan kerjasama siswa pada kegiatan diskusi pada siswa kelas X-6 di SMA Batik 1 Surakarta.
134
f. Performance Guru Kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah terlepas dari pengaruh seorang guru dalam mengajar. Seorang guru harus memiliki performance yang baik dalam mengajar supaya kualitas pembelajaran juga dapat tercapai dengan baik. Persentase aspek performance guru dalam proses pembelajaran berdasarkan angket performance guru yang telah diisi oleh siswa dapat dilihat pada Tabel 12. Sesuai Tabel 12. diketahui bahwa persentase tertinggi dicapai oleh aspek ke-3 pada angket performance guru yaitu sebesar 70,93% yaitu mengenai pengelolaan pembelajaran. Persentase paling kecil adalah persentase tentang strategi penyampaian pembelajaran yaitu sebesar 67,17%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa kemampuan guru dalam menyampaikan materi masih menggunakan strategi dan cara yang masih belum memuaskan bagi siswa Persentase rata-rata dari aspek performance guru siklus 1 ini adalah sebesar 69,00%. Tabel 13. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase indicator angket perforamnace guru pada siklus 1. Persentase yang dicapai oleh setiap indicator bervariasi berkisar antara 60,98% - 76,22%. Rata-rata persentase indicator angket performance guru pada siklus 1 adalah sebesar 70,15%. Indikator dengan persentase terbesar adalah indicator ke-17 tentang memberikan umpan balik kepada siswa dengan persentase sebesar 76,22%. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pemahan siswa terhapa materi yang sedang dipelajari. Sedangkan persentase terendah dicapai oleh indikator ke-6 yaitu tentang memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri yang memiliki persentase sebesar 60,98%. Tugas yang diberikan kepada siswa dirasa perlu karena dengan adanya tugas dapat menuntun siswa untuk belajar. Jadi pemberian tugas kepada siswa perlu untuk lebih ditingkatkan. Sesuai dengan hasil persentase indikator angket performance guru diatas, diketahui bahwa perentase paling besar adalah pada indikator yang menyatakan tentang pemberian umpan balik oleh guru yaitu sebesar 76,22%. Berdasarkan hasil, maka dengan pembelajaran modul peran guru adalah membantu peserta
135
didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas. Sedangkan untuk persentase terkecil adalah pada indikator ke-6 yaitu tentang memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri. Pembelajaran dengan menggunakan modul ini tugas untuk siswa telah tercantum di dalam modul pembelajaran, sehingga guru tidak lagi harus membuat tugas lagi, karena tugas telah dimuat di dalam modul. Berikut ditampilkan diagram perbandingan antara persentase indikator angket performance guru pada tahap pra siklus dan siklus 1:
Gambar 8. Diagram Perubahan Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus dan Siklus 1 Berdasarkan Gambar 8. diatas dapat diketahui bahwa hampir seluruh indikator pada angket performance guru mengalami penurunan. Indikator yang berhasil mengalami kenaikan adalah indikator 4 dan indikator 17. Indikator 4 merupakan indikator yang menyatakan mengenai guru membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan. Sedangkan indikator 17 adalah indikator tentang pemberian umpan balik. Melalui gambar diagram di atas diketahui bahwa penurunan persentase terbesar adalah pada indikator ke-6 yaitu indikator tentang pemberian tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri.
136
Penurunan persentase pada indikator 6 ini sebesar 20,73%. Penurunan yang terjadi merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran, siswa dituntut untuk dapat belajar mandiri. Pembelajaran secara mandiri dapat diartikan siswa belajar secara sendiri maupun belajar secara bersama dengan teman dalam kelompok belajar. Sehingga dalam pembelajarn modul ini seluruh tugas sudah tercantum di dalam modul dan guru tidak harus memberikan tugas lagi kepada siswa. Tabel 14. merupakan persentase indicator untuk observasi performance guru. Berdasar Tabel 14. tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator performance guru berdasar hasil observasi berkisar antara 50% - 75%. Rata-rata persentase indikator untuk observasi performance guru mencapai 66,67%. Pembelajaran modul siswa dituntut untuk dapat belajar lebih mandiri sesuai dengan materi yang ada dalam modul. Sehingga tugas guru yang biasanya menyampaikan materi di depan kelas, hal ini telah diganti dengan siswa yang belajar sendiri dengan kelompoknya. Hasil yang dicapai pada pelaksanaan tindakan 1 secara umum belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hasil ini, maka dapat diperoleh suatu refleksi sebagai berikut: 4. Keaktifan diskusi siswa dalam pembelajaran masih belum optimal, siswa masih belum memahami mengenai pelaksanaan kegiatan diskusi yang baik. 5. Kerjasama siswa dalam kelompok belum menunjukkan hasil yang yang memuaskan. Siswa masih lebih suka untuk belajar sendiri dan tidak bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya.
6. Siklus 2 5. Perencanaan
137
Perencanaan yang dilakukan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah perencanaan pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun dalam pembuatan perencanaan berdasarkan pada analisa dan refleksi dari pelaksanaan tindakan 1. Pelaksanaan tindakan 2 dilakukan guna memperbaiki pelaksanaan tindakan 1 yang dilihat masih ada beberapa kekurangan dan masih belum mencapai target yang akan dicapai. Beberapa hal yang masih harus diperbaiki pada pelaksanaan tindakan 2 adalah siswa kurang bisa membentuk kelompok dan masih gaduhnya siswa selama pelaksanaan tindakan, sehingga selam tindakan berlangsung, pelaksanaan diskusi masih belum bisa terlaksana dengan baik dan kerjasama siswa dalam kelompok juga masih belum maksimal. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi siswa yang masih susah dalam pelaksanaan pembentukan kelompok ini guru memberlakukan beberapa aturan diantaranya adalah kelompok yang paling cepat terbentuk akan mendapatkan tambahan
nilai.
Sedangkan
untuk
mengatasi
kegaduhan
siswa,
guru
memberlakukan sinyal kebisingan nol. Maksud dari sinyal kebisingan nol adalah apabila kelas terlihat gaduh, maka guru akan memberikan instruksi kepada siswa untuk tenang dan
unutk kelompok yang paling cepat tenang maka akan
mendapatkan tambahan nilai untuk kelompok. Beberapa hal yang dipersiapkan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah: i. Menetapkan materi yang akan dipelajari pada siklus 2, materi yang akan dipelajari pada pelaksanaan tindakan 2 ini masih sama dengan materi pada siklus 1, atau dengan kata lain materi pada pelaksanaan tindakan 2 merupakan kelanjutan dari materi pada siklus 1. j. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi pokok Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan berlangsung yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar.
138
k. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa, dan angket performa guru. l. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa. m. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa. n. Menyusun lembar observasi tentang performance guru. o. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS) p. Menyusun soal tes. 6. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan 1. Pelaksanaan tindakan 2 hampir sama dengan pelaksanaan tindakan 1 yaitu samasama menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar siswa. Tindakan 2 dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu untuk pertemuan pertama adalah 1 jam pelajaran (1 x 45 menit), sedangkan pertemuan kedua adalah 1 jam pelajaran dengan alokasi waktu 1 x 45 menit. Pelaksanaan tindakan 2 diawali dengan guru memberikan beberapa peraturan tentang pelaksanaan diskusi yang harus dipatuhi oleh siswa selama diskusi. Peraturan dibuat berdasarkan pengalaman yang telah terjadi pada pelaksanaan tindakan pada siklus 1 yaitu siswa masih agak susah untuk membentuk kelompok untuk kegitan diskusi kelompok. Sebelum kelompok terbentuk, guru memberikan aturan bahwa untuk kelompok siswa yang paling cepat terbentuk atau dengan kata lain siswa yang paling cepat berkumpul dengan teman dalam kelompoknya, maka kelompok itu akan mendapatkan tambahan nilai. Sedangkan untuk mengatasi siswa supaya siswa dapat belajar dengan tenang dalam kelompoknya, guru memberlakukan suatu peraturan yang disebut dengan sinyal kebisingan nol. Peraturan ini berisi apabila siswa agak gaduh, maka guru akan memberikan instruksi kepada siswa untuk segera tenang dan kembali untuk belajar bersama kelompoknya. Barangsiapa kelompok yang paling cepat tenang, maka akan mendapat tambahan nilai untuk kelompok tersebut. Setelah guru membacakan aturan yang harus dipatuhi siswa tersebut, guru melajutkan dengan memulai pembelajarn dengan memberikan apersepsi kepada
139
siswa. selama kegiatan apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa baik secara bersama-sama ataupun secara perseorangan. Siswa diberi pertanyaan-pertanyaan oleh guru selama kegiatan apersepsi yang bertujuan untuk mengajak siswanya untuk memasuki materi yang akan dipelajari, selain itu supaya siswa mempunyai gambaran mengenai materi yang akan mereka pelajari selanjutnya. Selanjutnya, setelah guru memberikan apersepsi, siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok yang telah ditentukan. Setiap kelompok terdiri dari 5-7 siswa. Setelah terbentuk kelompok, modul dibagikan kepada setiap siswa dalam tiap kelompok. Sehingga siswa memiliki modul sendiri-sendiri. Selain modul, setiap siswa juga diberi Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Apabila modul dan LKS sudah dibagikan, maka kegiatan diskusi dimulai. Kegiatan selanjutnya setelah kegiatan diskusi adalah kegiatan presentasi. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Setiap kelompok mewakilkan 2 orang. Apabila ada hal yang belum dimengerti mengenai hal yang dipresentasi oleh kelompok yang sedang presentasi, maka siswa dari kelompok lain dapat mengajukan pertanyaan. Antusias siswa pada tindakan 2 untuk presentasi cukup besar dibanding pada saat tindakan 1. Antusias siswa untuk mengajukan pertanyaan juga meningkat disbanding pada saat tindakan 1. Setelah
kegiatan
presentasi
presentasi
selesai, guru
memberikan
kesimpulan dari materi yang dipelajari dan dibahas siswa dalam diskusi kelompok tersebut. Guru juga mengajak siswa untuk mendemonstrasikan terjadinya longsor dengan menggunakan miniature terasering. Tahap selanjutnya adalah pemberian test kepada siswa. Test dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari 7. Observasi dan Evaluasi Tindakan 2 d. Keaktifan Diskusi Siswa Berikut ini disajikan hasil persentase capaian aspek keaktifan diskusi siswa pada siklus 2: Tabel 15. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II
140
No Aspek 4. Memahami suatu masalah 5. Menemukan sebab musabab 6. Mencari Pemecahan Jumlah Rata-rata
Persentase Capaian (%) 78,35 78,81 76,31 233,48 77,83
Persentase capaian indicator angket keaktifan diskusi siswa siklus 2 dapat disimak pada tabel di berikut ini: Tabel 16. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II No Indikator Persentase Capaian(%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah sebagai 79,27 pijakan analisis. 2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai 81,25 sumber 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 78,81 4 Mampu menyusun rangkuman 74,09 5 Mampu bersikap objektif 78,81 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 79,73 7 Mampu menganalisa masalah. 69,36 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 78,20 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan 76,22 penilaian yang obyektif 10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang 78,05 akan diambil Jumlah 773.78 Rata-rata 77.38 Selain menggunakan angket, untuk mengetahui keaktifan siswa dalam kegiatan diskusi juga dilakukan dengan cara observasi secara langsung di kelas. Hasil persentase indicator untuk observasi keaktifan diskusi siswa tercantum pada Tabel 17 berikut ini: Tabel 17. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah sebagai pijakan analisis. 85,37 No 2
Indikator Mampu memperdalam masalah dari
141
Persentase Capaian (%) 80,49
3 4 5 6 7 8 9 10
berbagai sumber Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. Mampu menyusun rangkuman Mampu bersikap objektif Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi Mampu menganalisa masalah. Mampu mengusulkan pemecahanpemecahan . Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil Jumlah Rata-rata
78,05 70,73 80,49 75,61 95,12 75,61 73,17 85,37 800 80
e. Kerjasama Siswa Kerjasama merupakan suatu hal yang penting yang suatu kegiatan diskusi. Kegiatan diskusi akan berjalan dengan baik apabila para anggota kelompok memiliki kerjasama yang baik antara anggota-anggotanya. Hasil persentase capaian untuk setiap aspek kerjasama siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada Tabel 18. berikut ini: Tabel 18. Skor Capaian Setiap Aspek pada Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 2 No Aspek Persentase Capaian (%) 1
Interaksi/Hubungan Sosial
78,91
2
Dilakukan secara bersama-sama
77,19
Jumlah Rata-rata
156,11 78,06
Setiap pada aspek kerjasama siswa diatas kemudian dijabarkan lebih lanjut menjadi beberapa indikator. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasl persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 1:
Tabel 19. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus 2
142
No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Menghargai Orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
Persentase Capaian (%) 78,46 79,26 79,42 75,81 79,73 77,85 77,24 547,76 78,25
Kerjasama siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dapat diketahui melalui kegiatan observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil observasi untuk mengetahui kerjasama siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat disimak pada tabel berikut yan memuat mengenai persentase capaian indikator untuk observasi kerjasama siswa pada siklus 2. Tabel 20. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus II No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Menghargai Orang Lain Komunikasi diantara para anggota Saling membantu memecahkan masalah Bekerja saling bergantung satu sama lain Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok Membagi tugas antar anggota kelompok Saling memberikan motivasi Jumlah Rata-Rata
Persentase Capaian (%) 92,68 82,93 85,37 73,17 75,61 65,85 60,98 536,59 76,66
f. Performance Guru Performance seorang guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap minat belajar dan hasil belajar siswa-siswanya. Hasil persentase aspek performance guru pada siklus 2 adalah:
Tabel 21. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus II 143
No Aspek 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 2 Strategi penyampaian pembelajaran 3 Strategi pengelolaan pembelajaran Jumlah Rata-rata
Persentase Capaian (%) 74,39 72,39 76,22 227,71 75,91
Aspek performance guru pada tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi beberapa indikator yaitu sebagai berikut: Tabel 22. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama 78,25 satu semester 2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali 81,09 pertemuan 3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa 75,00 yang akan diajarkan 4 Membuatkan rangkuman atas materi yang 78,35 diajarkan setiap kali pertemuan 5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas 74,19 secara bersama 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi 68,29 tertentu yang akan dibahas secara mandiri 7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan 76,52 setiap materi 8 Menggunakan berbagai metode dalam 69,97 penyampaian pembelajaran 9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 76,98 10 Menggunakan berbagai teknik dalam 70,88 pembelajaran 11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 82,62 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 78,66 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 78,05 14 Memberikan stimulus 77,74 15 Memberikan petunjuk belajar 77,44 18 Menimbulkan penampilan siswa 78,05 17 Memberikan umpan balik 81,71 18 Menilai penampilan 71,64 Jumlah 1375,45 Rata-rata 80,91
144
Cara kedua untuk mengetahui tentang performance guru adalah dengan cara observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil persentase capaian indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2 adalah sebagai berikut: Tabel 23. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama 75,0 satu semester 2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali 100 pertemuan 3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa 100 yang akan diajarkan 4 Membuatkan rangkuman atas materi yang 100 diajarkan setiap kali pertemuan 5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas 75 secara bersama 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi 100 tertentu yang akan dibahas secara mandiri 7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan 75 setiap materi 8 Menggunakan berbagai metode dalam 100 penyampaian pembelajaran 9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 87,5 10 Menggunakan berbagai teknik dalam 75 pembelajaran 11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 75 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 75 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 62,5 14 Memberikan stimulus 50 15 Memberikan petunjuk belajar 87,5 18 Menimbulkan penampilan siswa 50 17 Memberikan umpan balik 87,5 18 Menilai penampilan 62,5 Jumlah 1437,5 Rata-rata 79,86 8. Analisa dan Refleksi d. Keaktifan Diskusi Siswa Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan krativitas dan kemampuan komunikasi siswa. Hasil persentase
145
aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa telah tercantum dalam Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15. persentase aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa berkisar antara 76 % - 78 % dengan persentase rata-rata aspek keaktifan diskusi siswa sebesar 77,83 %. Hasil persentase menunjukkan peningkatan dibandingkan pada siklus 1, peningkatan yang terjadi yaitu sebesar 2,18 %. Persentase terbesar yaitu pada aspek menemukan sebab musabab yaitu sebesar 78,81 %, sedangkan persentase terkecil pada aspek mencari pemecahan masalah yaitu sebesar 76,31%. Siswa telah mampu untuk menemukan sebab musabab dari suatu permasalahan yang ada, sebab musabab yang ada dapat sebagai sumber untuk mencari suatu pemecahan dari suatu masalah yang ada. Apabila siswa telah dapat menemukan sebab musabab dari suatu masalah, maka siswa akan lebih mudah untuk mencari pemecahan dari masalah yang sedang dihadapi. Setiap aspek pada angket keaktifan diskusi diatas kemudian dijabarkan lebih lanjut menjadi beberapa indikator. Setiap indikator yang ada kemudian dihitung persentase capaiannya. Hasil persentase indikator untuk angket keaktifan diskusi siklus 2 tercantum pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15. dapat diketahui bahwa persentase indikator angket keaktifan diskusi siswa pada siklus 2 berkisar antara 69,36% - 81,25%. Persentase tertinggi dicapai oleh indicator ke 2 yaitu tentang memperdalam masalah dari berbagai sumber. Sedangkan persentase terendah dicapai oleh indikator ke-7 yaitu tentang mampu menganalisa masalah yang ada. Berdasarkan hasil yang dicapai dari hasil angket, dapat diketahui bahwa siswa dapat memperdalam masalah dari berbagai sumber, karena pada pembelajaran menggunanakan sistem modul ini siswa dituntut untuk lebih bisa belajar secara mandiri. Jadi, siswa harus dapat mencari pemecahan masalah dari sumber lain baik sumber dari modul, buku, internet maupun dengan cara berdiskusi dengan teman.
146
Gambar 9. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Berdasarkan Gambar 9. diatas dapat diketahui bahwa persentase skor untuk indikator angket keaktifan diskusi siswa mengalami kenaikan. Kenaikan yang terjadi cukup bervariasi untuk setiap indicator. Kenaikan ini terjadi pada seluruh indikator yang ada. Kenaikan persentase terbesar dicapai oleh indikator ke-2 yaitu tentang kemampuan siswa untuk memperdalam masalah dari berbagai sumber, kenaikan yang terjadi sebesar 6,71%. Adanya kenaikan yang terjadi menunjukkan bahwa dengan menggunakan modul ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat lebih memperdalam materi dari berbagai sumber. Pembelajaran dengan menggunakan modul adalah pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar secara mandiri. Melalui pembelajaran modul siswa diberi kebebasan untuk memperdalam pemahaman mereka tentang materi yang sedang mereka pelajari. Usaha untuk memperdalam pemahaman materi bisa dilakukan dengan cara mencari sumber belajara lain dan cara lain yaitu dengan cara diskusi. Diskusi siswa dapat memperdalam materi dengan cara bertukar pendapat dengan teman dalam kelompok diskusinya.
147
Tabel 17. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase indikator observasi keaktifan diskusi siswa pada siklus 2. Berdarkan Tabel 17. tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator observasi keaktifan diskusi siswa berkisar antara 70,732% - 95,12% dengan rata-rata persentase sebesar 80%. Persentase terbesar dicapai oleh indicator ke-7 yaitu tentang kemampuan siswa untuk menganalisa masalah sebesar 95,12%. Kemampuan siswa dalam menganalisa suatu masalah telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan yang terjadi merupakan suatu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul. Pembelajaran dengan menggunakan modul telah melatih siswa untuk menganalisa permasalahan yang terjadi dan melatih siswa untuk mencari pemecahan dari permasalahan tersebut. Persentase paling kecil pada indikator ke-4 yaitu mengenai kemampuan siswa untuk menyusun rangkuman. Persentase yang dicapai sebesar 70,73%. Menyusun rangkuman merupakan suatu kebutuhan yang berbeda-beda bagi siswa. sebagian siswa mungkin kurang perlu untuk menyusun rangkuman, sehingga siswa tidak membuat rangkuman. Siswa yang meras tidak perlu membuat rangkuman ini menganggap bahwa materi yang telah dijelaskan dalam modul sudah cukup ringkas dan jelas, sehingga tidak perlu lagi untuk menyusun rangkuman lagi. Hasil persentase berdasarkan observasi berbeda dengan hasil persentase berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa. Berdasarkan pada hasil perhitungan angket keaktifan diskusi siswa siklus 2, indikator ke-7 memiliki persentase terendah yaitu sebesar 69,36%. Pembelajaran dengan menggunakan modul yang terjadi dilapangan sebenarnya dapat mengaktifkan siswa dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisa masalah yang ada. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran yang disertai dengan kegiatan diskusi memacu siswa untuk melakukan diskusi dengan teman dalam sekelompoknya untuk menganalisa suatu masalah. Apabila dibandingkan dengan persentase indikator observasi keaktifan diskusi pada siklus 1, persentase keaktifan diskusi pada siklus 2 menunjukkan
148
adanya kenaikan persentase. Persentase indikator observasi pada siklus 1 hanya mencapai 55,85%, sedangkan pada siklus 2 persentase rata-rata indikator observasi keaktifan diskusi mencapai 80 %. Kenaikan persentase yang terjadi merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian pada siklus 1 kurang memenuhi target.
Gambar 10. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Gambar 10. menunjukkan grafuk peruabahan nilai observasi keaktifan diskusi siswa pda siklus 1 dan siklus 2. Gambar 10. dapat terlihat bahwa nilai yang dicapai pada siklus 2 sudah lebih bagus apabila dibandingkan dengan nilai yang dicapai apada siklus 1. Hasil yang tercapai dikarenakan pada saat pelaksanaan pembelajaran siswa hanya diberi 1 modul untuk tiap kelompok, jadi beberapa siswa kurang dapat mempelajari modul dengan sepenuhnya. Pada pelaksanaan tindakan 2 dilakukan suatu perbaikan, dimana setiap siswa diberi modul pembelajaran hasil penelitian satu per satu. Sehingga memudahkan siswa untuk dapat melakukan pembelajaran secara mandiri. Pada
hakekatnya
pembelajaran
menggunakan
modul
pembelajaran
merupakan suatu system pembelajaran yang dilakukan secara mandiri oleh siswa. siswa. setiap modul yang diberikan kepada siswa dapat dipelajari oleh siswa tersebut secara mandiri. Mandiri disini diartikan siswa dapat belajar dengan 149
membaca sendiri modul yang sudah disediakan dan kemudian apabila ada hal-hal yang belum dimengerti dan dipahami, siswa dapat mencari sumber yang lain, misalnya dengan mencari buku-buku, mencari sumber dari internet, dan dapat pula siswa melakukan diskusi dan bertukar pendapat dengan temannya. Apabila siswa masih belum mengerti dan belum jelas dengan materi yang telah dijelaskan di dalam modul, siswa dapat menyakannya kepada guru.
e. Kerjasama Siswa Kerjasama merupakan sesuatu yang alami yang ada di dalam suatu kelompok. Suatu kelompok akan berkembang dengan baik apabila pada anggota kelompok tersebut memiliki kemampuan berkerja sama yang baik. Suatu kegiatan diskusi akan dapat berjalan dengan baik apabila anggota kelompok tersebut dapat bekerja sama dengan baik. Persentase tentang aspek kerjasama tercantum dalam Tabel 18. Kerjasama ada 2 aspek yaitu aspek interkasi/hubungan sosial dan aspek tentang kegiatan yang harus dilakukan secara bersama-sama. Dari kedua aspek tersebut, aspek interaksi/hubungan sosial memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 78,92%. Perolehan persentase aspek pada siklus 2 berlawanan dengan hasil pada siklus 1. Perolehan pada siklus 2 menunjukkan bahwa interkasi/hubungan sosial memiliki persentase paling besar yaitu sebesar 78,92%. Hasil pada aspek mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan orang lain mengalami peningkatan dengan adanya modul pembelajaran. Diskusi yang dilaksanakan dengan menggunakan modul pembelajaran telah dapat melatih siswa untuk dapat melakukan hubungan sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Aspek ke-2 mengenai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama juga mengalami peningkatan persentase menjadi 77,19 %. Peningkatan yang terjadi merupakan suatu hasil yang menggembirakan karena siswa telah dapat melakukan kerjasama dengan teman dalam kelompoknya, sehingga diskusi yang berlangsung dalam kelompok dapat berlangsung dengan lebih baik. Aspek pada angket kerjasama tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator. Jumlah keseluruhan indikator pada angket kerjasama adalah
150
sejumlah 7 indikator. Hasil persentase capaian indikator untuk angket kerjasama siswa dapat disimak pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19. dapat diketahui bahwa persentase indikator angket kerjasama siswa berkisar antara 75,81% - 79,73% dengan persentase rata-rata sebesar 78,25%. Sesuai hasil persentase pada Tabel 19, persentase terkecil dimiliki oleh indikator ke-5 yaitu mengenai bekerja saling bergantung satu sama lain dengan persentase sebesar 75,81%. Meski persentase yang dimiliki oleh indikator ke-7 yang paling kecil, tetapi persentase tersebut telah mencapai target yaitu sebesar 75%. Jadi, siswa telah memiliki kemampuan untuk saling bergantung satu sama lain. Kegiatan kelompok memerlukan saling ketergantungan antar anggota kelompok yang ada. Saling ketergantungan akan membuat kerjasama dalam suatu kelompok menjadi lebih baik. Sedangkan persentase terbesar dimiliki oleh indikator ke-5 sebesar 79,73% yaitu mengenai kemampuan untuk saling menggalang kerjasama dan kekompakan antar anggota kelompok. Suatu kegiatan kelompok sangat memerlukan adanya suatu kerjasama dari masing-masing anggota kelompoknya. Kerjasama yang baik dalam suatu kelompok akan membuat kelompok tersebut menjadi lebih kompak dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Hasil persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 2 ini telah mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan hasil persentase pada siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar 4,28%. Untuk lebih mengamati kenaikan persentase skor indikator angket kerjasama siswa siklus 1dan siklus 2 dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini:
151
Gambar 11. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerja Sama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Berdasarkan Gambar 11. di atas dapat diketahui bahwa adanya kenaikan persentase angket kerjasama siswa pada siklus 2. Kenaikan ini terjadi hampir pada seluruh indikator yang ada. Sesuai Gambar 11. di atas, kenaikan terbesar dimiliki oleh indikator ke-3 yaitu sebesar 7,77%. Adanya kenaikan menunjukkan bahwa ada suatu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian siswa disiapkan untuk menjadi siswa yang lebih aktif dalam pembelajaran dan siswa harus dapat belajar secara mandiri. Belajar yang dilakukan secara mandiri ini menuntut siswanya untuk dapat melakukan kerjasama dengan orang lain. Suatu pembelajaran yang mandiri, siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan otonom. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian melatih siswa untuk belajara secara mandiri di dalam suatu kelompok belajar. Siswa dapat mempelajari modul yang telah disediakan. Apabila siswa ada yang belum memahami dengan materi yang dijelaskan didalam modul, siswa dapat mendiskusikan materi tersebut dengan teman dalam kelompoknya. Kegiatan
152
diskusi yang berlangsung akan lebih mengaktifkan kemampuan siswa untuk lebih dapat belajar secara mandiri bersama teman. Kegiatan diskusi dapat menimbulkan suatu kerjasama diantara para anggota kelompok yang ada. Seperti yang telah dijelaskan oleh Johnson (2009: 166) yang mengemukakan bahwa “Kerjasama yang erat lahir terutama dari komunikasi yang kuat diantara para anggota kelompok”. Sesuai dengan pendapat dari Johnson tersebut, kerjasama bisa muncul dari adanya suatu komunikasi yang baik dari anggota kelompok. Suatu kelompok yang anggotanya memiliki kemampuan komunikasi yang baik, maka akan memiliki kemampuan kerjasama yang baik pula. Berdasarkan hasil pada siklus 2, dimana persentase indikator angket kerjasama siswa yang telah mencapai target lebih dari 75%, hal ini menunjukkan bahwa selain siswa memiliki kemempuan kerja sama yang baik , siswa juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik pula. Hasil indikator untuk observasi kerjasama siswa siswa dapat dilihat dalam Tabel 26. Berdasarkan Tabel 20. dapat diketahui bahwa kerjasama siswa secara keseluruhan mengalami kenaikan persentase. Kenaikan terjadi hampir pada seluruh indikator observasi. Berdasarkan Tabel 20. persentase capaian indikator untuk observasi berkisar antara 60,98% - 92,68% dengan persentase rata-rata sebesar 76,66%. Persentase paling besar pada indikator pertama sebesar 92,68% yaitu tentang menghargai orang lain. Kegiatan diskusi yang dilaksanakan dengan menggunakan modul telah melatih siswa untuk lebih menghargai orang lain. Sikap menghargai orang laing merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang, termasuk juga siswa. Siswa perlu untuk dididik lebih dini untuk dapat bersikap menghargai orang lain. Sikap menghargai orang lain dapat dilatih melalui kegiatan diskusi kelompok. Kegiatn diskusi kelompok setiap siswa saling bertukar pendapat untuk memecahkan suatu permasahan yang sedang dihadapi. Proses diskusi terkadang tidak berjalan mulus, terkadang ada siswa yang tidak atau susah untuk menerima
153
pendapat dari orang lain, sehingga untuk itu setiap siswa hendaknya saling menghargai satu sama lain demi kelangsungan kegiatan kelompok. Persentase rata-rata pada siklus 2 ini mengalami kenaikan dibanding dengan persentase rata-rata pada siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar 20,21%. Kenaikan persentase rata-rata ini merupakan suatu dampak positif dari penggunaan modul pembelajran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa.
Gambar 12. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 Grafik yang tergambar pada Gambar 12. menunjukkan bahwa secara umum nilai observasi mengalami peningkatan nilai pada siklus 2. Peningkatan ini menunjukkan bahwa pada siklus 2 terjadi peningkatan kerjasama siswa apabila dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan persetase pada siklus 2 merupakan suatu dampak positif dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian. berdasar hasil observasi pada siklus 2 menunjukkan bahwa penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian telah menaikkan kemampuan pembelajaran
kerjasama merupakan
siswa salah
dalam satu
154
pembelajaran. jenis
dari
Penggunaan
pembelajaran
modul mandiri.
Pembelajaran mandiri merupakan pembelajaran yang mengharuskan siswa memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu. Suatu pembelajaran yang mandiri menuntut siswa untuk dapat melakukan hal-hal tertentu secara mandiri seperti mengambil tindakan membuat keputusan sensiri, berpikir kreatif dan kritis dan bisa bekerja sama dengan orang lain. Penggunaan modul yang merupakan salah satu dari pembelajaran mandiri, telah dapat membuktikan bahwa pembelajaran modul ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar mandiri melalui kegiatan diskusi kelompok. Hal ini dapat diketahui berdasar hasil penelitian yan menunjukkan bahwa pada pembelajaran modul ini dapat meningkatkan kemampuan kerjasama siswa, dimana kerja sama ini merupakan suatu bagian dari pembelajaran mandiri. f. Performance Guru Guru merupakan seorang ahli yang bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan bagi siswa. Seorang guru memungkinkan siswa untuk tidak hanya dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, akan tetapi juga harus mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting yang bisa digunakan oleh siswanya selama hidupnya. Tabel 21. merupakan tabel yang menampilkan mengenai persentase capaian aspek pada angket performance guru pada siklus 2. Berdasarkan pada Tabel 21. dapat dilihat bahwa ada 3 aspek tentang performance guru, yaitu strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan strategi pengelolaan pembelajaran. Persentase paling besar dari ketiga aspek tersebut dicapai oleh aspek ke -3 yang menyatakan tentang strategi pengelolaan kelas yaitu sebesar 76,22%. Ketiga aspek performance guru tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi indikator performance guru. Persentase indikator performance guru dapat disimak pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22. dapat diketahui bahwa persentase indikator angket performance guru pada siklus 2 memiliki kisaran nilai 68,29% - 82,62% dengan persentase rata-rata sebesar 76,41%. Persentase tertinggi dimiliki oleh indikator ke-11 mengenai pemberian motivasi kepada siswa dan menarik perhatian siswa. Indikator ke-11 memiliki
155
persentase sebesar 82,62%. Sedangkan untuk persentase terendah dimiliki oleh indikator ke-6 mengenai pemberian tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri. Indikator ini mencapai persentase sebesar 68,29%. Hasil persentase untuk performance guru pada siklus 2 menunjukkan hasil yang meningkat dibandingkan dengan hasil persentase performance guru pada siklus 1. Peningkatan yang terjadi adalah sebesar 6,269%. Perubahan persentase capaian indicator angket performance guru siklus 2 apabila dibandingkan persentase capaian indikator angket performance guru pada siklus 1 dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini:
Gambar
13.
Diagram Perubahan Persentase Indikator Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2.
Angket
Berdasarkan Gambar 12. di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa ada perubahan persentase capaian indikator angket performance guru pada siklus 2. Perubahan yang terjadi merupakan kenaikan persentase pada siklus 2 dibanding dengan siklus 1. Sesuai Gambar 13. di atas dapat dilihat bahwa kenaikan terjadi pada seluruh indikator performance guru. Kenaikan persentase paling besar dimiliki oleh indikator 11 mengenai pemberian motivasi dan perhatin kepada siswa. Kenaikan yang terjadi sebesar sebesar 9,45%. Kenaikan persentase yang terjadi menunjukkan bahwa dalam
156
pembelajaran guru sangat perlu untuk memberikan motivasi dan perhatian kepada siswa. motivasi yang diberikan oleh guru merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran karena siswa akan dapat belajar dengan sungguh-sungguh apabila siswa memiliki motivasi yang tinggi. Tabel 23. merupakan tabel yang memuat mengenai persentase capaian indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2. Persentase capaian indikator observasi performance guru pada siklus 2 ini memiliki kisaran nilai antara 50 % - 100 % dengan persentase rata-rata sebesar 79,86%.
Gambar 14. Grafik Perbandingan Persentase Capaian Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2 Pembelajaran
yang
dilaksanakan
dengan
menggunakan
modul
pembelajaran hasil penelitian merupakan salah satu dari jenis pembelajaran mandiri.
Pembelajaran
yang
mandiri
memungkinkan
siswa
untuk
mengembangkan pengetahuan dan keahlian. Pelaksanaan pembelajaran mandiri menuntut dedikasi dari seorang guru. Guru dalam pembelajaran mandiri selayaknya dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa mandiri untuk dapat menemukan cara kreatif yang menghubungkan pengalaman belajar yang diperoleh di sekolah dengan kehidupan sehari-hari siswa. 157
Pelaksanaan tindakan siklus 2 menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Secara umum hasil yang diperoleh pada pelaksanaan tindakan 2 menunjukkan kenaikan persentase apabila dibandingkan dengan tahap pra siklus dan siklus 1. Pada tahap siklus 1, meski telah digunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa, akan tetapi dalam pelaksanaannya menunjukkan penurunan persentase apabila dibanding dengan tahap pra siklus. Hasil yang ditunjukkan pada siklus 2 menunjukkan kenaikan persentase capaian yang sudah mencapai target yaitu 75 % baik dari hasil angket maupun dari observasi langsung di lapangan. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai beradaptasi dengan pembelajaran modul ini. Siswa sudah dapat melaksanakan pembelajaran secara mandiri. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 ini setiap siswa mendapatkan 1 buah modul, sehingga memudahkan bagi siswa untuk dapat mempelajari modul yang ada secara mandiri. c.
Hasil wawancara guru. Menurut wawancara yang telah dilakukan dengan guru mata pelajaran
yang bersangkutan, diperoleh hasil wawancara bahwa pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian telah berhasil meningkatkan kegiatan diskusi kelompok di kelas X-6 SMA Batik Surakarta. Guru belum pernah menggunakan modul hasil penelitian untuk pembelajaran dikelas dan gur belum pernah menggunakan terasering sebagai model untuk demonstrasi siswa. Guru juga bertanya kepada siswa mengenai bagaimana kesan kesan siswa terhadap pembelajaran modul, dan siswa juga menyatakan bahwa pembelajaran modul cukup bagus dan sangat mendukung diskusi di kelas. Guru juga berpendapat bahwa modul pembelajaran hasil penelitian juga dapat digunakan untuk sumber belajar bagi siswa dan sebagai referensi bagi siswa, terutama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang lebih dibanding siswa yang lain. Setiap siswa memiliki semangat belajar dan motivasi belajar yang berbeda-beda, terkadang ada siswa yang semangat belajarnya masih kurang, sehingga perlu digunakan variasi metode dan metode diskusi dirasa dengan
158
menggunakan tersering merupakan salah satu alternative metode yang dapat menumbuhkan semangat siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama. d. Hasil wawancara siswa Siswa kelas X-6 SMA Batik Surakarta secara umum menyatakan bahwa siswa merasa senang dengan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Siswa tertarik dengan adanya modul pembelajaran hasil penelitian karena materi yang ada di dalam modul cukup mudah untuk dipahami. Siswa merasa mendapat materi baru yang sebelumnya tidak ada penjelasannya di dalam buku pelajaran biasa. Siswa sangat tertaik dengan adanya modul karena modul tersusun secara sistematis dan modul juga sudah inovatif. Siswa tertarik dengan modul karena modul disertai gambar yang dapat memperjelas dalam memahami materi dalam modul. Siswa menyukai pembelajaran menggunakan modul karena penjelasan yang ada dalam modul cukup mudah untuk dipelajari oleh siswa. siswa lebih mudah menangkap materi yang dijelaskan dalam modul. Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian mengenai pelestarian lingkungan sangat membantu siswa karena dengan modul tidak hanya belajar teori saja, tapi ada hasil penelitian yang merupakan suatu hasil percobaan, dan siswa tertarik dengan modul yang juga disertai dengan media terasering yang juga digunakan untuk lebih memperjelas pemahaman siswa mengenai dampak erosi. Siswa merasa senang dengan adanya modul karena pada saat pembelajaran modul siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan demonstrasi. Demonstrasi yang dilakukan siswa ini menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat lebih tertarik untuk belajar Biologi. Modul pembelajaran hasil penelitian memuat penjelasan singkat mengenai hasil penelitian, sehingga siswa menjadi sesuatu yang baru bagi siswa. siswa mendapatkan saran belajar yang baru sehingga menjadi lebih senang untuk belajar dan tidak membosankan karena adanya modul lebih menarik untuk dipelajari. Siswa merasa mendapat pengetahuan baru mengenai pelestarian lingkungan. Pengetahuan mengenai pelestarian lingkungan sangat membantu bagi
159
siswa untuk lebih belajar mengenai lingkungan dan siswa menjadi memiliki keinginan untuk melestarikan lingkungan. Siswa menyatakan bahwa dengan adanya modul pembelajaran hasil penelitian telah membangkitkan semangat siswa untuk melakukan diskusi dan kerjasama dengan kelompok. Siswa berpendapat bahwa didalam modul telah disertai dengan beberapa pertanyaan dan juga permasalahan yang kemudian permasalahan tersebut harus diselesaikan secara bersama. Penyelesaian masalah sangat memerlukan adanya suatu diskusi kelompok. Siswa merasakan bahwa dengan adanya modul membuat pelaksanaan diskusi menjadi lebih kompak dan kondusif apabila dibandingkan dengan tidak menggunakan modul. Siswa mengatakan bahwa dengan modul semua anggota kelompok dapat merumuskan bersama pemecahan masalah yang ada. Modul sangat berguna untuk pelaksanaan diskusi di kelas. Siswa lebih menyukai diskusi dengan menggunakan modul. Modul pembelajaran hasil penelitian sangat mempermudak untuk mengkoordinasi kelompok. Siswa menjadi lebih mudah untuk bekerja sama dengan teman dalam kelompok.
Setiap
kelompok terdiri dari siswa yang
heterogen, sehingga dengan kerja sama yang baik akan mendapat 1 tujuan bersama. Berdasarkan hasil observasi dan evaluai pada siklus 2, dapat disampaikan hasil sebagai berikut: c. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok. d. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi di dalam pembelajaran. Suatu pembelajaran yang mandiri, siswa dapat melibatkan dan mengaitkan bidang akademik dengan kehidupan sehari-hari mereka, cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengaitkan ini salah satunya dengan melakukan tukar pendapat dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Proses tukar pendapat juga dapat terjadi di lingkungan sekolah (kelas) dengan suatu kegiatan yang disebut diskusi kelompok.
160
Kegiatan diskusi kelompok dapat juga mengambil tindakan, bertanya, membuat keputusan secara mandiri, berpikir kritis dan kreatif dan siswa dapat bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Batik 1 Surakarta, pembelajaran menggunakan modul hasil penelitian dapat meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Peran aktif siswa dapat diketahui dari kegiatan diskusi siswa dan dari kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Selama kegiatan diskusi kelompok pada siklus 2, keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa meningkat pesat dan hal ini adalah salah satu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian.
161
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya peningkatan kualitas pembelajaran siswa melalui optimalisasi penggunaan modul hasil penelitian pada proses pembelajaran siklus I dan siklus II di kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan kerjasama siswa dalam pembelajaran Biologi kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan. 2. Besar peningkatan keaktifan berdiskusi siswa dalam pembelajaran Biologi pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan dari siklus I ke Siklus II adalah 3,81%. 3. Besar peningkatan kerja sama siswa dalam pembelajaran Biologi pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan dari siklus I ke Siklus II adalah 4,27%.
B. IMPLIKASI 1. Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar referensi dan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran siswa terutama untuk meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan kerjasama siswa dalam pembelajaran di SMA Batik 1 Surakarta. 2. Implikasi Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru dan sekolah untuk memilih model pembelajaran yang lebih variatif dan dapat meningkatkan keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam pembelajaran terutama dalam kegiatan kelompok. Keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa yang terlaksana dengan baik akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
162
C. SARAN Beberapa saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah: 1. Untuk mencapai kualitas pembelajaran yang baik dalam pembelajaran optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian diperlukan persiapan untuk membuat penelitian yang sesuai dengan modul yang akan dibuat. 2. Bagi pihak lain yang ingin menerapkan perangkat pembelajaran yang telah dilakukan, sedapat mungkin terlebih dahulu dianalisis kembali untuk disesuaikan penerapannya, terutama dalam hal alokasi waktu dan fasilitas pendukung termasuk media pembelajaran. 3. Penggunaan modul hasil penelitian dalam pembelajaran
memerlukan
persiapan yang matang dan waktu yang lama, oleh karena itu guru sebaiknya mempersiapkan alat dan sumber pembelajaran dengan matang, serta penelitian yang matang untuk membuat modul pembelajaran hasil penelitian. 4. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian hendaknya benar-benar menekankan pada aktivitas siswa dalam belajar, sehingga pemahaman materi yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal. Semoga hasil penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan penelitian yang lebih relevan dan lebih mendalam serta dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi para pendidik.
163
DAFTAR PUSTAKA Aleart dan Sri Sumestri. 1991. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Alim, Sahirul. 1996. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam. Yogyakarta: Dinamika. Anonim. 1999. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Griffis, Kathy dan Vandana Thadani , Joe Wise. 2008. “Making Authentic Data Accesible: the Sensing the Environment Inquiry Module” Jornal of Biology Education. 42, 119-122. Guntur Tarigan, Henry. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Hidayatullah, M. Furqon. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru (PPG). Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta. Johnson, E.B. 2009. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan. Kartasapoetra. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian Merehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara.
dan
Usaha
Unutk
1987. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Unutk Merehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara. Kock, Heinz. 1981. Saya Guru Yang Baik?!. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Lexy J Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Remadja Karya. Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: RosdaKarya. Nasution, S. 2000. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
164
. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Pearce, Roger.S. 2009. A Compulsory Bioethics Module for a Large Final Year Undergraduate Class.13, 19. Popham, W.J, Eva L.Baker. 2003. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Rineka Cipta: Jakarta. Roestiyah N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta. Sumantri, Mulyani dan H. Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana. Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta: Grasindo. Supardi. 1994. Lingkungan Hidup Kelestariannya. Bandung: Alumni. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2006. Pengajaran Mikro Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan Pendidik Profesional. Yogyakarta: Tiara Wacana. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Uno, Hamzah. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengjar Yang Kreatif Dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Wakhinudin. 2009. Metode Mengajar dalam http://wakhinuddin.wordpress.com/ 2009/06/24/metode-mengajar-2/. Diakses tanggal 22 Desember 2009. Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Rosdakarya. Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosda karya. Zaini, Hisyam. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Insan Madani.
165
Zul. 2007. Didaktika Mengajar dalam http://www.rumahzul.com/2007/11/ didaktika-3/. Diakses tanggal 22 Desember 2009.
166