PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)
SKRIPSI
OLEH : FAISAL RAHMAWANTO E1A008144
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014
PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
OLEH : FAISAL RAHMAWANTO E1A008144
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014
i
SKRIPSI PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps) Oleh: FAISAL RAHMAWANTO E1A008144
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan Pada tanggal
Februari 2014
Para Penguji/Pembimbing
Penguji I/
Penguji II/
Pembimbing I
Penguji III
Pembimbing II
Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H.
Pranoto, S.H., M.H.
Handri Wirastuti .S., S.H., M.H.
NIP. 19640724 199002 1 001
NIP. 19540305 198601 1 001
NIP. 19581019 198702 2 001
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum,
Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. NIP. 19640923 198901 1 001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps) Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenaranya. Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto,
Februari 2014
Faisal Rahmawanto E1A008144
iii
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
Ayahanda Mohammad Sofwan (Alm), Ibunda Endang Hisnet Setyowardani, Mbak Nuraeni Setyaningsih, Mas Amir Bana, dan Keponakanku Anindya Kirana. Terimakasih atas support dan doanya selama ini.
Keluarga besar Soediono dan Ramelan beserta anak, cucu, cicit, dan keponakan.
Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis.
Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah banyak membantu dalam proses menuju kelulusan.
Teman-teman saya di Fakultas Hukum UNSOED, baik yang telah Lulus, maupun yang masih berproses untuk lulus.
Teman-teman saya yang lainnya, baik di dunia nyata maupun dunia maya, yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu.
MOTTO “HUSTLE, LOYALTY, AND RESPECT”
iv
ABSTRAK Terjadi pergeseran pandangan umum terhadap alat bukti seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah. Perluasan ini dapat diartikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik menambah atau memperluas cakupan alat bukti yang telah diatur. Salah satu contoh Informasi Elektronik tersebut adalah Log File, yaitu file yang mencatat akses pengguna pada saluran akses operator atau penyelenggara jasa akses. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Peranan Log File dalam Pembuktian Tindak Pidana Penggelapan (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)” Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka disusun pokok permasalahan, pertama apakah Log File dapat digunakan sebagai alat bukti untuk pembuktian tindak pidana? Kemudian yang kedua, bagaimanakah peranan Log File dalam pembuktian tindak pidana penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps? Spesifikasi penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian perskriptif, yaitu suatu penelitian untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tertentu. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Peranan Log File dalam pembuktian Tindak Pidana Penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps adalah memberikan kronologis awal dari kasus ini kepada Hakim. Yaitu terdakwa memiliki ID pelanggan indonetwork yang mengiklankan jasa ekspedisi fiktif yang dikunjungi oleh korban. Dari iklan tetsebut korban dan terdakwa sepakat mengirimkan sejumlah buku. Namun terdakwa menggelapkan buku tersebut beserta uang pembayaran pengiriman. Selain itu, Log File juga menambah keyakinan Hakim bahwa memang benar ID indonetwork itu memang terdakwa. Kata kunci : Pembuktian, Log File, Tindak Pidana Penggelapan.
v
ABSTRACT The shift occurred in the general view of the evidence, along with the development of information technology. Article 5 paragraph (2) of “UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008” regarding Information and Electronic Transactions have adjust that Electronic Information and/or Electronic Document and/or the printout is an extension of the valid legal evidence. The expansion here can be interpreted that the Electronic Information and/or Electronic Document add or expand the scope of evidence. One example is the Electronic Information Log Files in Internet network, which is a file that records user access on the access channel operators/access service providers. Based on these descriptions, the writer is interested in conducting a study titled "The Role of Evidence Log Files in the Crime of Embezzlement (Judicial Review Against Verdict of “Pengadilan Negeri Denpasar” Number: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)" Based upon the description above, it can be formulated problems, first whether the log file can be used as evidence in proving a criminal offense? Then the second , how the role of Log Files in proving the crime of embezzlement in Verdict Number: 825/Pid.B/2012/PN.Dps? This study uses research prescriptive specification , namely a study to get suggestions on what to do to solve a particular problem , the source of the data used in this study is a secondary data source . Role of Log Files in the Crime of evidence in Verdict Number: 825/Pid.B/2012/PN.Dps is provide information to the judge about the early chronological of this case. Namely that the defendant has a indonetwork’s customer ID who advertise services fictitious delivery service visited by the victim through the internet. And then the victim and the defendant agreed to send out a number of items such as books. However, the book was finally accused of embezzling along with payment on delivery. And also adds to the belief for judge that the defendant has a indonetwork’s customer ID. Keywords: Evidence, Log Files, Crime Embezzlement.
vi
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)” Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini; 2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis; 3. Pranoto, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun dalam penyusunan skripsi ini; 4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang turut menilai dan memberi masukan pada skripsi penulis;
vii
5. Sarsiti, SH., M.H. selaku Pembimbing Akademik; 6. Sanyoto S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman Purwokerto; 7. Kedua orang tua tercinta, Mohammad Sofwan (Alm) dan Endang Hisnet Setyowardani, yang selalu mendoakan, memberi nasihat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi. Penulis dalam penulisan skripsi ini telah berusaha dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan yang ada pada diri penulis, maka penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Purwokerto, Februari 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii SURAT PERNYATAAN....................................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................... iv ABSTRAK............................................................................................................... v ABSTRACT............................................................................................................. vi PRAKATA............................................................................................................... vii DAFTAR ISI............................................................................................................ ix BAB I
PENDAHULUAN………………………….................................. 1 A. Latar Belakang Masalah……………………...……..……....... 1 B. Perumusan Masalah…………………………….……...…....... 7 C. Tujuan Penelitian…………………………………….…........... 7 D. Kegunaan Penelitian………………………………….....……. 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.…………………………………….......... 9 A. Tujuan dan Asas-Asas Hukum Acara Pidana............................. 9 1. Tujuan Hukum Acara Pidana................................................. 9 2. Asas-Asas Hukum Acara Pidana........................................... 12 B. Pembuktian..................................................................................23 1. Pengertian Pembuktian.......................................................... 23 2. Alat Bukti............................................................................... 25 C. Tindak Pidana Penggelapan........................................................ 43 D. Log File dalam Jaringan Internet ............................................... 48
ix
1. Pengertian Log File................................................................ 48 2. Jenis-Jenis Log File dalam Jaringan Internet......................... 49 BAB III
METODE PENELITIAN............................................................... 54 A. Metode Pendekatan………………………………..………....
54
B. Spesifikasi Penelitian…………………………..…………….. 54 C. Sumber Data…………………………...………......................... 54 D. Metode Pengumpulan Data…………….…………………….. 55 E. Metode Penyajian Data……………….…………………........ 56 F. Metode Analisis Data…………...…….……………………... BAB IV
56
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 57 A. Hasil Penelitian........................................................................... 57 1. Duduk Perkara....................................................................... 57 2. Dakwaan................................................................................ 61 3. Pembuktian............................................................................. 61 4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum........................................... 68 5. Putusan Pengadilan.................................................................71 B. Pembahasan.................................................................................81 1. Log File Sebagai Alat Bukti untuk Pembuktian Tindak Pidana.................................................................................. 81 2. Peranan Log File dalam Pembuktian Tindak Pidana Penggelapan
dalam
Putusan
Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps........................................................ 96
x
BAB V
PENUTUP........................................................................................ 105 A. Simpulan.................................................................................... 105 B. Saran........................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, disadari dunia sedang berada dalam era informasi (information age), yang merupakan tahapan selanjutnya setelah era prasejarah,agraris dan industri. Dalam era informasi, keberadaan suatu informasi mempunyai arti dan peran yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan, serta merupakan suatu kebutuhan hidup bagi semua orang, baik secara individual maupun organisasional, sehingga dapat di katakan berfungsi sebagai mana layaknya suatu aliran darah pada tubuh manusia.1 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern, karena penggunaan teknologi selalu mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Suatu teknologi pada dasarnya diciptakan untuk peningkatan kualitas hidup dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Selain memiliki sisi positif, teknologi juga memiliki sisi negatif. Salah satu hasil kemajuan teknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah internet.2
1 Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 23-24. 2 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Refika Aditama, Bandung, hal. 31.
2
Salah satu karakteristik utama era informasi dalam perubahan adalah bisnis elektronik atau yang lebih dikenal dengan istilah e-business atau ecommerce. Model ini menekankan pada pertukaran informasi dan transaksi bisnis yang bersifat paperless, melalui Electronic Data Interchange (EDI), e-mail, electronic bulletin boards, electronic funds transfer dan teknologi lainnya yang juga berbasis jaringan. Revolusi ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi melalui internet.3
Dengan adanya media internet, saat ini berkembang perusahaan yang menempatkan lokasi usahanya di internet yang sekarang ini dikenal dengan perusahaan dotcom. Berbagai perusahaan telah melakukan penawaran barang dan jasa lewat internet.4 Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak perlu bertemu face to face, cukup melalui peralatan komputer dan telekomunikasi, kondisi yang demikian merupakan pertanda dimulainya era siber dalam bisnis.5 Kemudahan tersebut tak lepas dari penyalahgunaan. Banyak pelaku bisnis yang menggunakan media internet untuk melakukan tindak pidana yang merugikan konsumen. Hal ini tidak terbatas pada pelaku bisnis yang benar-benar memanfaatkan internet dalam menjalankan usahanya, tetapi juga
3
Jauharul Maknunah, Tantangan Bisnis di Era E-Commerce di Indonesia Pada Era Reformasi, Jurnal Teknologi Informasi Vol. 1. No.2. 2013, hal 1. (http://lkppm.pradnya.ac.id/wpcontent/uploads/2013/03/Jauharul_hal177_189.pdf, diakses pada tanggal 12 September 2013) 4 Asril Sitompul, 2001, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyberspace), Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 41. 5 Niniek Suparni, 2009, Cyberspace, Problematika & Antisipasi Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 1.
3
merujuk pada mereka yang hanya menggunakan media internet untuk mempromosikan barang atau jasa mereka. Disadari atau tidak, dalam era informasi ini perubahan masyarakat dari paper-based menjadi paper-less society menjadi semakin jelas. Dengan teknologi yang ada sekarang, pengguna komputer dapat menyimpan atau mengirimkan informasi dalam berbagai bentuk dan dalam kuantitas yang sangat banyak. Layanan Youtube memungkinkan setiap orang mengunggah video dalam durasi 15 menit atau file sebesar 2 GB sehingga dapat dilihat dari penjuru dunia. Masyarakat tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menerima informasi terbaru dari sanak keluarga yang berada ribuan kilometer jauhnya.6 Hal serupa juga terjadi dalam bisnis yang menggunakan internet sebagai sarananya. Kondisi yang paper-less ini menimbulkan masalah dalam pembuktian mengenai informasi yang diproses, disimpan, atau dikirim secara elektronik. Informasi atau dokumen elektronik yang mudah diubah sering menimbulkan pertanyaan hukum mengenai keotentikan informasi atau dokumen yang dimaksud.7 Salah satu contoh informasi tersebut adalah Log File, yaitu sebuah file yang berisi daftar tindakan, kejadian (aktivitas) yang telah terjadi di dalam suatu sistem komputer.8
6
Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Tatanusa, Jakarta, hal. 261. 7 Ibid, hal. 262. 8 http://mastokkenari.page4.me/185.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2013.
4
Permasalahan yang tetap ada walaupun telah diundangkannya berbagai perundang-undangan khusus adalah mengenai penegakan hukum yang masih berpegang pada KUHAP. Perkembangan kejahatan dan modus operandi yang digunakan, melahirkan bukti-bukti baru dalam praktek persidangan serta melahirkan perkembangan tersendiri terhadap alat bukti yang sudah ada. Banyak aspek yang mempengaruhi hal tersebut dan perkembangan tersebut tentunya akan terus ada sejalan dengan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut cukup menyulitkan saat terbentur pada pengaturan hukum yang belum berkembang dan masih terikat pada perundang-undangan yang dirasa belum memadai dan tentunya akan menimbulkan pengaruh pada proses penegakan hukum juga.9 Dalam perkara pidana terjadi pergeseran pandangan umum terhadap alat bukti itu sendiri seiring dengan perkembangan teknologi informasi ini. Bukti berupa informasi elektronik sebagai hasil dari teknologi informasi menjadi
hal
yang
diperdebatkan
mengenai
keabsahannya
dalam
pembuktian.10 Semakin cepat perubahan dan perkembangan sosial dalam suatu masyarakat dengan segala implikasi negatifnya, maka kehadiran hukum pidana dituntut untuk semakin canggih di dalam merespon hal itu. Hukum
9
Alcadini Wijayanti. dkk, Perkembangan Alat Bukti dalam pembuktian Tindak Pidana berdasarkan Undang-Undang Khusus dan Implikasi Yuridis Terhadap KUHAP, Jurnal Diponegoro Law Review, Volume 1, No. 4. 2012, hal .5. (http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/dlr, diakses pada tanggal 10 Agustus 2013). 10 Nur Ro’is, Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana, Jurnal Dinamika, Volume 3, No. 6. 2010, hal. 91. (http://jod-fisipunbara.blogspot.com, diakses pada tanggal 29 Juli 2013).
5
pidana akan di rasa tidak memiliki manfaat yang berarti, jika ia hanya berkutat dengan konsep, azas dan teori yang di buat untuk menanggulangi berbagai fenomena sosial destruktif masa lalu. Hukum pidana juga akan di rasakan ketinggalan di belakang perubahan perkembangan sosial masa kini yang menuntut antisipasi hukum (pidana) yang memadai. Perubahan dan perkembangan sosial khususnya di bidang teknologi informasi dan ekonomi dengan segala sisi gelapnya yang kemudian melahirkan berbagai jenis dan modus operandi kejahatan baru dan kompleks, harus di imbangi dengan upaya preventif dan represif, guna menanggulanginya.11 Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP itu adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa, menurut sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP, penilaian atas kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang diajukan di sidang pengadilan sepenuhnya diserahkan kepada majelis hakim. Putusan di Pengadilan Negeri Denpasar terdapat suatu kasus mengenai Tindak Pidana Penggelapan dimana hakim memutus terdakwa dengan pidana
11
Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 525
6
penjara selama 5 (lima) bulan dan 15 (lima belas) hari karena terbukti melanggar Pasal 372 KUHP yang merumuskan: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (Zicht toe.igenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.” Hakim dalam putusan tindak pidana tersebut mendasarkan pada alat bukti diantaranya yaitu berupa 1 (satu) lembar print-out data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216, dan 1 (satu) buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft copy data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
yang
berjudul
“PERANAN
LOG
FILE
DALAM
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis Terhadap
Putusan
825/Pid.B/2012/PN.Dps)”
Pengadilan
Negeri
Denpasar
Nomor:
7
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Log File dapat digunakan sebagai alat bukti untuk pembuktian tindak pidana? 2. Bagaimanakah peranan Log File dalam pembuktian tindak pidana penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah Log File dapat digunakan sebagai alat bukti untuk pembuktian tindak pidana. 2. Untuk mengetahui peranan Log File dalam pembuktian tindak pidana penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis, serta menmbah pengetahuan bagi para pembaca terutama dalam penggunaan alat bukti elektronik.
8
2. Kegunaan Praktis a. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tujuan dan Asas-Asas Hukum Acara Pidana 1.
Tujuan Hukum Acara Pidana Tujuan dan tugas ilmu hukum acara pidana pada dasarnya sama dengan tugas dan tujuan ilmu hukum pada umumnya yaitu mempelajari hukum untuk mewujudkan kedamaian yang meliputi ketertiban dan ketenangan dengan memberikan kepastian hukum dan keadilan hukum kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang selanjutnya dalam penulisan skripsi ini ditulis KUHAP, dalam pedoman pelaksanaannya menjelaskan tujuan hukum acara pidana sebagai berikut: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana yang telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”12
12
Andi Hamzah, 2001, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 4.
10
Memperhatikan rumusan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan hukum acara pidana meliputi empat hal, antara lain: 1. Mencari dan mendapatkan kebenaran. Hukum acara pidana menjelaskan yang bertugas mencari dan menemukan kebenaran adalah pihak kepolisian, dalam hal ini adalah penyelidik dan penyidik. Kebenaran yang dimaksudkan adalah keseluruhan fakta-fakta yang terjadi yang ada hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi.13 2. Melakukan penuntutan. Tujuan melakukan penuntutan adalah menjadi tugas dari kejaksaan yang dilakukan oleh JPU. Penuntutan harus dilakukan
secermat
mungkin
sehingga
penuntutan
itu
merupakan penuntutan yang tepat dan benar sebab kesalahan penuntutan akan berakibat fatal yaitu gagalnya penuntutan yang berakibat pelaku bebas.14 3. Melakukan pemeriksaan dan putusan. Mengenai tujuan ketiga yaitu melakukan pemeriksaan dan membuat dan menemukan putusan menjadi tugas hakim di
13 14
Ibid, hal. 9. Ibid.
11
pengadilan. Pemeriksaan harus jujur dan tidak memihak dan putusannya pun harus putusan yang adil bagi semua pihak.15 4. Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim. Tujuan terakhir dari hukum acara pidana adalah melaksanakan eksekusi putusan hakim yang secara administratif dilakukan oleh jaksa akan tetapi secara operasionalnya dilakukan dan menjadi tugas lembaga pemasyarakatan apabila putusan itu putusan pidana penjara. Namun, jika putusannya pidana mati maka langsung dilakukan oleh regu tembak yang khusus disiapkan untuk itu.16 Andi Hamzah,17 berpendapat mengenai tujuan hukum acara pidana sebagai berikut: Tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat. Tujuan KUHAP yaitu mencari suatu kebenaran materiil diperlukan barang bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan Undangndang. Proses mencari dan mengumpulkan barang bukti dan alat bukti dilakukan pada tahap penyidikan. Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan tujuan Hukum Pidana, yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman, 15
Ibid. Ibid. 17 Ibid. 16
12
kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum Pidana memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana, pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum, dan macam- macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum pidana. Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang ahrus dilalui aparat penegak hukum dalam rangka mempertahankan hukum pidana materiil terhadap pelanggarnya. 18 2.
Asas-Asas Hukum Acara Pidana Di dalam setiap Undang-Undang, pada umumnya asas berlakunya undang-undang tersebut secara tegas dinyatakan dalam batang tubuh undang-undang. Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, asas berlakunya undang-undang tersebut justru tersebar dan secara tersirat berada di dalam setiap PasalPasal KUHAP tersebut. Uraian mengenai asas dalam hukum acara pidana akhirnya juga menjadi tidak terbatas. Beberapa literatur tentang hukum acara pidana tentunya berbeda-beda dalam memandang asas hukum acara pidana, namun beberapa asas yang berlaku universal tentunya tidak dapat dikesampingkan.19 Asas-asas tersebut antara lain:
18
http://inspirasihukum.blogspot.com/2013/04/tujuan–dan-fungsi-hukum-acarapidana.html, diakses pada tanggal 26 Oktober 2013. 19 http://te-effendi-acara.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum-acara-pidana.html, diakses pada tanggal 1 September 2013.
13
a.
Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (4) UndangUndang Nomor 48 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menghendaki agar pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman kepada asas cepat, tepat, sederhana dan biaya yang ringan.20 Asas ini menghendaki adanya suatu peradilan yang efisien dan efektif,
sehingga
tidak
memberikan
penderitaan
yang
berkepanjangan kepada tersangka/terdakwa disamping kepastian hukum terjamin. Asas ini juga terdapat dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf e KUHAP yang merumuskan: “Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”. Penjelasan umum tersebut dijabarkan dalam banyak Pasal dalam KUHAP, misalnya Pasal-Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4), 28 ayat (4). Umumnya dalam Pasal-Pasal tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti tercantum dalam ayat sebelumnya, maka penyidik, penuntut umum dan hakim harus sudah mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Hal ini mendorong penyidik,
20
M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan Dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 52.
14
penuntut umum dan hakim untuk mempercepat penyelesaian perkara tersebut. b. Asas Praduga Tak Bersalah atau Presumption of Innocence Asas ini disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf c yang merumuskan: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapankan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.” M. Yahya Harahap21 menjabarkan mengenai asas praduga tak bersalah adalah sebagai berikut: Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau accusatory procedure (accusatorial system). Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan: a. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri, b. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan. Untuk menjamin agar asas praduga tak bersalah dapat ditegakan dalam setiap tingkat pemeriksaan, KUHAP telah memberikan perlindungan kepada tersangka atau terdakwa berupa
21
Ibid, hal. 40
15
hak-hak kemanusiaan yang wajib dihormati dan dilindungi oleh penegak hukum. c.
Asas Opurtunitas Hukum acara pidana mengenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut penuntut umum yang dikenal jaksa di Indonesia. Hakim tidak dapat meminta supaya suatu delik diajukan kepadanya, jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum karena penuntut umum memiliki hak penuntutan. Dalam hubungan dengan hak penuntutan dikenal dua asas yaitu asas legalitas dan asas oportunitas. Pasal 35 c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan asas oportunitas itu dianut di Indonesia. Pasal tersebut merumuskan: “Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum.” A.Z Abidin Farid22 seperti yang dikutip dalam buku Andi Hamzah memberikan rumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut: Asas Oportunitas ialah asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum. Andi Hamzah23 menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
22
Andi Hamzah, Op. Cit, hal. 15.
16
Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menuntut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut. Kriteria kepentingan umum tersebut di atas, dijelaskan di dalam pedoman pelaksanaan KUHAP yaitu didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi. d. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum Asas pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat dilihat dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang merumuskan sebagai berikut: “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.” Saat membuka persidangan pemeriksaan perkara seseorang terdakwa hakim ketua harus menyatakan “terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum” seperti yang tertera dalam Pasal 153 ayat (4) KUHAP yang merumuskan : “Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.” Uraian di atas mengemukakan bahwa saat membuka sidang hakim ketua harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini 23
Ibid, hal. 16.
17
mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum”. Ada pengecualian dalam ketentuan ini yaitu sepanjang mengenai perkara yang menyangkut kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak, yang dalam hal ini persidangan dapat dilakukan dengan pintu tertutup. M. Yahya Harahap24 berpendapat: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan pemeriksaan perkara yang terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu tertutup. Sebab jika dilakukan terbuka untuk umum akan membawa akibat psikologis yang lebih parah kepada jiwa dan batin si anak. Hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang melakukan hal itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya.25 e.
Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum Asas ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP. Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP merumuskan:
24 25
M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 56. Andi Hamzah. Op. Cit. hal. 19.
18
“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak mengadakan perbedaan perlakuan”. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merumuskan: “Pengadilan mengadili menurut membeda-bedakan orang”
hukum
dengan
tidak
Andi Hamzah26 berpendapat: Asas ini menegaskan bahwa sebagai Negara Hukum maka dihadapan hukum semua orang sama dan sederajat. Bagaimanapun kedudukan manusia itu sama di mata hukum yang dijunjung tinggi oleh negara Indonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. UUD 1945 secara tegas telah memberikan jaminan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hal ini memberikan makna bahwa setiap warga negara harus dilayani sama di depan hukum. f.
Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan Tetap Pengambilan
keputusan salah
atau
tidaknya terdakwa
dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala negara sesuai Pasal 31 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.27
26 27
Andi Hamzah, Op.cit. hal. 20 Ibid, hal.22.
19
Simons seperti yang dikutip pula oleh Andi Hamzah28 berpendapat: Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di negeri Belanda yang dahulu menganut sistem juri, tetapi sejak tahun 1813 dihapuskan. Dalam sistem juri yang menentukan sah tidaknya terdakwa ialah suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam masyarakat. pada umumnya mereka adalah awam atau tidak tahu hukum. g.
Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum Asas tersangka atau terdakwa berhak mendpatkan bantuan hukum dapat dilihat dalam Pasal 54 KUHAP yang merumuskan: “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bentuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undangundang ini.” Ketentuan asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam menegakkan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa. Bantuan hukum dalam KUHAP tidak terdapat penjelasan atau definisi mengenai pengertian bantuan hukum.
28
Ibid.
20
M. Yahya Harahap29 menjelaskan mengenai bantuan hukum diatur didalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP, dimana di dalamnya diatur tentang kebebasan yang sangat luas yang didapat oleh tersangka atau terdakwa. Kebebasan tersebut antara lain: a. Bantuan Hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau ditahan. b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada tingkat pemeriksaan pada setiap waktu. d. Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan Negara. e. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasehat hukum guna kepentingan pembelaan. f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa. Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan apabila penasihat hukum menyalahgunakan hak-hak tersebut. Kebebasan-kebebasan ini hanya dari segi yuridis semata-mata, bukan dari segi politis, sosial, dan ekonomi. Segi-segi yang disebut terakhir ini juga menjadi penghambat pelaksanaan bantuan hukum yang merata. h. Asas Akusatoir dan Inkusatoir M. Yahya Harahap30 berpendapat Asas akusatoir adalah asas atau prinsip akusatoir yang menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan: a. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan
29 30
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 21. Ibid, hal. 40
21
diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri, b. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan. Andi Hamzah31 memberikan rumusan mengenai asas inkuisitor sebagai berikut: Pemeriksaan asas inkusitor adalah tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan. Asas inkusitor ini sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting. Dalam pemeriksaan selalu pemeriksa berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka. Kadang-kadang untuk mencapai maksud tersebut pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan. Sesuai dengan hakhak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, maka asas inkusitoir telah ditinggalkan oleh banyak negara beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan keterangan terdakwa, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli. Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh banyak negeri beradab. Hal ini terbukti dengan adanya hak memperoleh bantuan hukum sejak awal pemeriksaan ditingkat penyidikan. Selain itu juga dibuktikan dengan berubahnya pola system pembuktian di mana alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan “keterangan terdakwa”. i.
Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.
31
Andi Hamzah, Op.cit, hal.24.
22
Sidang pengadilan melakukan pemeriksaan secara langsung kepada terdakwa atau orang lain yang terlibat, dengan mengadakan pembicaraan lisan, berupa tanya jawab dengan majelis hakim. Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat dalam persidangan harus dilakukan dengan berbicara satu sama lain secara lisan agar dapat diperoleh keterangan yang benar dan yang bersangkutan tanpa tekanan dari pihak manapun. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan diatur dalam Pasal 154 KUHAP yang merumuskan: (1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas; (2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah; (3) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya; (4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah, pemeriksaan tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi; (5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan; (6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya; (7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.
23
M. Yahya Harahap32 berpendapat mengenai asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan sebagai berikut: Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan. Tidak boleh pemeriksaan dengan perantaraan tulisan baik terhadap terdakwa maupun saksisaksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pertanyaan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsip pemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang sidang. Semua pertanyaan diajukan dengan lisan dan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan. Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini terdapat dalam Pasal 213 KUHAP, yang merumuskan: “Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakili di sidang.” B. Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara di sidang pengadilan.
Pembuktian
adalah
ketentuan-ketentuan
yang
berisi
penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undangundang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 32
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal.113.
24
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan.33 Hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan UndangUndang apabila tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Hakim harus berhati-hati, cermat
dan
matang
menilai
dan
mempertimbangkan
masalah
pembuktian.34 M. Yahya Harahap,35 memberikan arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagai berikut: a. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak boleh leluasa bertindak dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam mempergunakan alat bukti, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggapnya benar diluar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.Terutama bagi majelis hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama pemeriksaan persidangan. Jika majelis hakim hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan. 33
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 273. Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 102. 35 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 274. 34
25
Kalau tidak demikian, bisa saja orang yang jahat lepas, dan orang yang tidak bersalah mendapat ganjaran hukuman. b. Sehubungan dengan pengertian diatas, majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang secara “limitatif”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan dengan itu hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana tersebut apakah benar-benar terjadi dan terdakwa benar-benar terbukti melakukan apa yang didakwakan ataupun dakwaan tersebut tidak benar terjadi (Pasal 183 KUHAP). Pembuktian tersebut harus didasarkan kepada KUHAP yaitu alat bukti yang sah yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP. 2. Alat Bukti Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana telah menetapkan beberapa alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan untuk membuktikan salah tidaknya terdakwa. Adapun alat bukti yang sah menurut undangundang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah: a. b. c. d. e. a.
Keterangan saksi; Keterangan ahli; Surat; Petunjuk; Keterangan terdakwa.
Keterangan Saksi Aturan mengenai pembuktian saksi terdapat dalam Pasal 185 ayat (1) sampai 7 KUHAP. Keterangan saksi yang dimaksud dalam
26
Pasal 184 KUHAP ini adalah saksi sebagai alat bukti yang dihadirkan dalam sidang pengadilan agar hakim dapat menilai keteranganketerangan saksi itu, yang ditinjau dari sudut dapat atau tidak dipercaya, berdasarkan tinjauan terhadap pribadi, gerak geriknya dan yang lain-lain. Pengertian saksi terdapat dalam Pasal 1 butir (26) KUHAP yang merumuskan: “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik, penuntutan dan pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat, dan ia alami sendiri.” Saksi yang dihadirkan dalam persidangan nantinya akan disumpah agar mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan nantinya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara pidana. Disebutkan dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP bahwa saksi wajib untuk disumpah atau janji dalam setiap akan dimintai keterangannya di persidangan sesuai dengan agamanya masingmasing. Kemudian lafal sumpah atau yang diucapkan berisi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya yang dilakukan sebelum saksi memberikan keterangannya dalam persidangan dan jika dalam keadaan perlu oleh hakim pengadilan sumpah atau janji ini dapat diucapkan sesudah saksi memberikan keterangannya sesuai dengan Pasal 160 ayat (4). Jika saksi yang dihadirkan tidak disumpah karena permintaan sendiri atau pihak yang lain tidak bersedia saksi untuk disumpah karena saksi
27
ditakutkan akan berpihak pada salah satu pihak, maka keterangan dari saksi tersebut tetap digunakan, akan tetapi sifatnya hanya digunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Selain itu saksi yang karena jabatannya tidak dapat menjadi saksi akan tetapi mereka tetap bersedia menjadi saksi maka dapat diperiksa oleh hakim akan tetapi tidak disumpah
karena
itu
merupakan
perkecualian
relatif
karena
menyimpan rahasia jabatan. Saksi yang dihadirkan diharapkan sudah dewasa
sehingga
keterangannya
bisa
dipercaya
dan
dapat
dipertanggung-jawabkan. Saksi yang menolak mengucapkan sumpah atau janji di depan pengadilan saat akan diambil keterangannya tanpa suatu alasan yang sah maka saksi tersebut dapat dikenakan sandera yang didasarkan penetapan hakim ketua sidang paling lama penyanderaan adalah empat belas hari (Pasal 161 KUHAP). Pengertian keterangan saksi terdapat dalam 1 butir 27 KUHAP yang merumuskan: "Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu". Pasal 185 ayat (5) KUHAP dinyatakan bahwa baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi. Di dalam penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP dirumuskan dalam keterangan saksi tidak termasuk
28
keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain atau apa yang di dalam ilmu hukum acara pidana disebut testimonium de auditu atau hearsey evidence.36 Andi Hamzah37 berpendapat: Sesuai dengan penjelasan KUHAP yang mengatakan kesaksian de auditu tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan pula untuk perlindungan terhadap hakhak asasi manusia, di mana keterangan seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain, tidak terjamin kebenarannya, maka kesaksian de auditu atau hearsay evidence, patut tidak dipakai di Indonesia. Tidak setiap orang dapat menjadi saksi dalam persidangan, selain karena ketidak cakapannya menjadi saksi, yaitu antara lain: 1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; 2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; 3. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; 4. Orang yang mempunyai hubungan pekerjaan, harkat, martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia yang ditentukan undang-undang. Kemudian dalam Pasal 171 KUHAP ditentukan saksi yang tidak disumpah yaitu: a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali.
36 37
Andi Hamzah, Op.Cit, hal. 264. Ibid.
29
Dalam penjelasan Pasal tersebut dikatakan bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja. b. Keterangan Ahli Pasal yang mengatur tentang keterangan ahli dalam KUHAP terdapat dalam Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133, Pasal 179, Pasal 180 dan Pasal 186. Keterangan ahli merupakan keterangan dari pihak diluar kedua pihak yang sedang berperkara, dimana yang digunakan adalah keterangan berkaitan dengan ilmu pengetahuannya dalam perkara yang dipersidangkan sehingga membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 186 KUHAP menunjukkan keterangan ahli dari segi pembuktian, selain itu dalam Pasal 1 angka 28 merumuskan lebih lanjut mengenai keterangan ahli yaitu: “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.” Pada Pasal 184 (1) Pembentuk undang-undang meletakkan keterangan ahli dalam urutan kedua hal ini dinilai bahwa dalam
30
pemeriksaan
perkara
pidana
sangat
dibutuhkan
dikarenakan
perkembangan ilmu dan teknologi telah berdampak terhadap kualitas metode kejahatan yang memaksa para penegak hukum harus bisa mengimbanginya
dengan
kualitas
metode
pembuktian
yang
memerlukan pengetahuan, dan keahlian. Dikatakan, bahwa keterangan ahli amat diperlukan dalam setiap tahapan pemeriksaan, oleh karena ia diperlukan baik dalam tahap penyidikan, tahap penuntutan, maupun tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Jaminan akurasi dari hasilhasil pemeriksaan atas keterangan ahli atau para ahli didasarkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang-bidang keilmuannya, akan dapat menambah data, fakta dan pendapatnya, yang dapat ditarik oleh Hakim dalam menimbang-nimbang berdasarkan pertimbangan hukumnya, atas keterangan ahli itu dalam memutus perkara yang bersangkutan. Sudah tentu, masih harus dilihat dari kasus perkasus dari perkara tindak pidana tersebut masing-masing, atas tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa dalam surat dakwaan dari penuntut umum di sidang pengadilan.38 Keterangan yang diberikan oleh ahli harus diberikan di suatu persidangan yang terbuka untuk umum. Keterangan ahli disini disumpah dalam persidangan agar keterangan yang diberikan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jika dalam persidangan seorang ahli tidak dapat hadir, maka dapat memberikan keterangannya 38
R. Soeparmono, 2002, Keterangan Ahli & Visum et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung, hal. 3.
31
dalam surat yang nantinya dibacakan disidang pengadilan yang sebelumnya juga diangkat sumpah pada ahli. Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan (Pasal 186 KUHAP). Penjelasannya yaitu: a. Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengikat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. b. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan di penyidik atau penuntut umum, maka pada waktu pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan (ahli) dan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (berita acara pemeriksaan persidangan) Pasal 179 ayat (1) dan (2) KUHAP. Setiap orang yang diminta pendapatnya untuk memberikan keterangan ahli secara lisan di persidangan jo. Pasal 180 ayat (1), Pasal 186 dan penjelasan jo. Pasal 1 butir 28 KUHAP, jo. Pasal 184 ayat (1) sub b KUHAP, jo. sbt. 1937 No.350, yang mendasarkan dari berbagai Pasal tersebut, berdasarkan fungsi dan tugas serta kewenangan yang dimiliki masing-masing ahli itu, disebabkan alasan karena keahliannya itu, dapat meliputi: a. Ahli kedokteran forensik atau; b. Dokter, bukan ahli kedokteran forensik (jo.stb.1937 no.3500; atau; c. Ahli lainnya, yaitu keterangan yang diberikan setiap orang yang memenuhi syarat-syarat atau kriteria Pasal 1 butir 28 KUHAP; atau d. Saksi ahli yaitu keterangan orang ahli yang menyaksikan tentang suatu hal (pokok soal, materi pokok) yang diperlukan, kemudian memeriksa (meneliti, menganalisa) serta mengemukakan pendapatnya berdasarkan keahliannya yaitu, selanjutnya dengan menarik kesimpulan daripadanya,
32
untuk membuat jelas suatu perkara pidana, yang berguna bagi kepentingan pemeriksaan.39 Seorang ahli yang dihadirkan di persidangan tidak hanya ahli dalam kedokteran forensik saja akan tetapi juga ahli dalam bidang tertentu yang berkaitan dengan pemeriksaan di persidangan sesuai dalam Pasal 179 KUHAP bisa dihadirkan oleh hakim, penuntut umum, dan penasehat hukum. Ahli dipersidangan yang bertugas membantu hakim, penuntut umum, penasehat hukum dan terdakwa mengenai segala sesuatu yang tidak diketahuinya yang dapat diketahui mengenai keterangan ahli yang mempunyai keahlian khusus dalam masalah yang hendak dibuat menjadi jelas dan terang, dan tujuan pemeriksaan ahli ini untuk membuat terang perkara pidana yang sedang dihadapi. Sifat dari keterangan ahli ini menunjukkan suatu keadaan tertentu atau suatu hal dan belum menunjukkan mengenai siapa yang dapat dipersalahkan dalam suatu perkara tindak pidana yang bersangkutan. Apa yang dapat diambil dari Pasal 1 angka 28, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf b dan Pasal 186, agar keterangan ahli dapat bernilai sebagai alat bukti yang sah: a. Harus merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang mempunyai keahlian khusus tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang sedang diperiksa. b. Sedang keterangan yang diberikan seorang ahli, tapi tidak mempunyai keahlian khusus tentang suatu keadaan yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang bersangkutan,
39
Ibid, hal 72-73.
33
tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang.40 Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli: 1. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas atau vrij bewijskaracht yang ditentukan oleh penilaian hakim apakah akan menerima keterangan dari ahli tersebut atau akan menolaknya. 2. Keterangan ahli yang berdiri sendiri dan tidak didukung oleh alat bukti yang lain tidak memadai untuk membuktikan tentang tidak atau bersalahnya terdakwa. Oleh karena itu agar keterangan ahli dapat digunakan sebagai dasar memutus perkara pidana oleh hakim harus disertai dengan alat bukti yang lain.41 c. Surat Pengertian dari surat menurut hukum acara pidana tidak secara definitif diatur dalam satu Pasal khusus, namun dari beberapa Pasal dalam KUHAP tentang alat bukti surat.42 Mengenai pengertian Surat yang tercantum dalam Pasal 187 KUHAP, yaitu yang dibuat atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan sumpah, yaitu: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang 40
M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 299. Ibid, hal. 283-284. 42 http://www.scribd.com/doc/145819981/Kekuatan-Alat-Bukti-Surat-Menurut-HukumAcara-Pidana, diakses pada tanggal 10 September 2013. 41
34
keterangannya itu. Jadi pada dasarnya surat yang termasuk dalam alat bukti surat yang disebut disini ialah “surat resmi” yang dibuat
oleh
“pejabat umum” yang berwenang
membuatnya. Surat resmi dapat bernilai sebagai alat bukti dalam suatu perkara pidana apabila: 1. Memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialami oleh pejabat itu sendiri. 2. Disertai dengan alasan yang jelas dan tegas mengenai keterangannya itu; b. Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Jenis surat ini dapat dikatakan hampir meliputi segala jenis surat yang dibuat oleh pengelola administrasi dan kebijakan eksekutif. Contoh: Kartu Tanda Penduduk,
Akta
Keluarga,
Akta
Tanda
Lahir,
dan
sebagainya; c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahlian mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. Contoh: Visum Et Repertum dari Ahli Kedokteran Kehakiman;
35
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian lain (surat pada umumnya). Contoh: buku harian seorang pembunuh yang berisi catatan mengenai pembunuhan yang pernah ia lakukan.43 Bunyi dalam Pasal 187 huruf d KUHAP berbeda dengan ketentuan dalam huruf a,b dan c karena huruf d menunjukkan surat secara umum yang tidak berlandaskan sumpah jabatan dan sumpah di sidang pengadilan yang bersifat resmi dan cenderung bersifat pribadi. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa berlakunya alat bukti surat lain harus mempunyai hubungan dengan alat bukti lain agar mempunyai kekuatan pembuktian artinya alat bukti surat lain tidak dapat berdiri sendiri secara utuh. Bentuk surat lain yang diatur dalam huruf d “hanya dapat berlaku” jika isinya mempunyai hubungan dengan alat pembuktian yang lain. Nilai berlakunya masih digantungkan dengan alat bukti yang lain. Kalau isi surat itu atau kalau alat pembuktian yang lain itu terdapat saling hubungan, barulah surat itu berlaku dan dinilai sebagai alat bukti surat.44
43 44
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op. cit, hal. 127-128. M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 309.
36
Nilai kekuatan pembuktian surat menurut menurut M. Yahya Harahap45 jika dinilai dari segi teoritis serta dihubungkan dengan prinsip pembuktian dalam KUHAP dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: a. Ditinjau dari segi formal Alat bukti yang disebut pada Pasal 187 huruf a,b dan c adalah alat bukti yang sempurna sebab bentuk surat-surat ini dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna dengan sendirinya bentuk dan isi surat tersebut: 1. Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain; 2. Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk dan pembuatannya; 3. Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang dituangkan pejabat yang berwenang didalamnya sepanjang isi keterangan tersebut tidak dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain; 4. Dengan demikian ditinjau dari segi formal, isi keterangan yang tertuang di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain, baik berupa alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli atau keterangan terdakwa. 45
Ibid, hal.309-312.
37
b. Ditinjau dari segi materiil Alat bukti surat tidak mempunyai kekuatan mengikat sama dengan alat bukti saksi, dan ahli yang sama-sama mempunyai nilai pembuktian yang bersifat bebas yang penilaiannya digantungkan dari pertimbangan hakim. Ketidakterikatannya hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan pada beberapa asas, antara lain: 1. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari kebenaran formal. Nilai kebenaran dan kesempurnaan formal dapat disingkrkan demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil atau kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal 183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum bagi seseorang. 2. Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Dimana hakim dalam memutus harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah atau tidak. Hakim diberi kebebasan untuk
38
menentukan putusan yang diambilnya dengan tetap memperhatikan tanggung jawab dengan moral yang tinggi atas
landasan
tanggung
jawab
demi
mewujudkan
kebenaran sejati. 3. Asas batas minimum pembuktian yaitu sesuai dengan Pasal 183 KUHAP hakim dalam memberikan putusan harus berdasarkan minimal dua alat bukti dan dengan alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan untuk memberikan keputusan di persidangan.
Penjelasan
di
atas
menunjukan
bahwa
bagaimanapun
sempurnanya nilai pembuktian alat bukti surat, kesempurnaan itu tidak mengubah sifatnya menjadi alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan yang melekat pada kesempurnaannya tetap bersifat kekuatan pembuktian yang bebas.
Hakim bebas untuk menilai kekuatannya dan kebenarannya. Kebenaran ini dapat ditinjau dari beberapa alasan. Baik dari segi asas kebenaran sejati, atas keyakinan hakim, maupun dari sudut batas minimal pembuktian. d. Petunjuk Petunjuk adalah merupakan alat bukti tidak langsung, karena hakim dalam mengambil kesimpulan tentang pembuktian, haruslah
39
menghubungkan suatu alat bukti dengan alat bukti lainnya dan hanya memilih yang ada persesuaiannya satu sama lain.46 Pasal 188 ayat (1) KUHAP merumuskan mengenai pengertian petunjuk yaitu: “Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.” Pasal 188 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa petunjuk itu diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan juga keterangan dari terdakwa dimana diantara ketiganya harus ada kesesuaian dan saling berhubungan. Persesuaian antara perbuatan, kejadian satu sama lain menunjukkan adanya suatu tindak pidana atau tidak, jika tidak ada persesuaian diantara ketiga alat bukti diatas maka belum bisa ditentukan itu merupakan petunjuk. Alat bukti petunjuk baru ada jika sudah ada alat bukti yang lain sehingga sifatnya menggantungkan alat bukti yang lain atau “asessoir”. Dengan kata lain alat bukti petunjuk tidak akan pernah ada jika tidak ada alat bukti lain. Nilai kekuatan pembuktian petunjuk dilihat dari: a. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian. b. Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip batas pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup, harus
46
http://hukumzone.blogspot.com/2011/05/macam-macam-alat-bukti-dalam-hukum.html, diakses pada tanggal 10 September 2013.
40
didukung dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain.47 e. Keterangan Terdakwa Pengertian keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 ayat (1) yang merumuskan: “Keterangan terdakwa ialah apa yang didakwakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.” Keterangan terdakwa disini bukan berarti pengakuan terdakwa yang ada dalam HIR. Akan tetapi keterangan terdakwa bersifat lebih luas baik yang merupakan penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Suatu perbedaan yang jelas antara keterangan terdakwa dengan pengakuan terdakwa sebagai alat bukti ialah keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan, tetapi membenarkan beberapa keadaan atau perbuatan yang menjurus kepada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat bukti. Pengaturan tentang keterangan terdakwa terdapat dalam Pasal 189-193 KUHAP. Dapat dilihat dengan jelas bahwa keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar. Apakah itu berbentuk penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagai dari perbuatan atau keadaan. Tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan
47
M. Yahya Harahap, Op, cit, hal. 317.
41
seorang terdakwa atau saksi, demikian menurut HR dengan arrest-nya tanggal 22 Juni 1944, NJ.44/45 No.59. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan terdakwa adalah sebagai berikut: a. Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas. Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti keterangan terdakwa. Hakim bebas untuk menilai kebenaran yang terkandung di dalamnya. Hakim dapat menerima atau menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan jalan mengemukakan alasan-alasannya. Seandainya hakim hendak menjadikan alat bukti keterangan terdakwa sebagai salah satu landasan pembuktian kesalahan terdakwa harus dilengkapi
dengan
alasan
yang
argumentatif
dengan
menghubungkannya dengan alat bukti yang lain.48 b. Memenuhi batas minimum pembuktian Asas penilaian yang harus diperhatikan hakim yakni ketentuan yang dirumuskan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP bahwa: “Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain”.
48
Ibid. hal 332.
42
Asas batas minimum pembuktian telah menegaskan, tidak seorang terdakwa pun dapat dijatuhi pidana kecuali jika kesalahan
yang
didakwakan
kepadanya
telah
dapat
dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.49 c. Memenuhi asas keyakinan hakim Sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai dengan asas batas minimum pembuktian, masih harus lagi dibarengi dengan “keyakinan hakim” bahwa memang terdakwa yang bersalah
melakukan
tindak
pidana
yang
didakwakan
kepadanya. Asas keyakinan hakim harus melekat pada putusan yang diambilnya sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut Pasal 183 KUHAP yaitu pembuktian menurut undang-undang
secara
negatif.
Artinya
di
samping
dipenuhinya asas batas minimum pembuktian sebagai alat bukti yang sah maka dalam pembuktian yang cukup tersebut harus dibarengi dengan keyakinan hakim bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.50 Keterangan Terdakwa diantaranya juga menjadi salah satu faktor penting untuk menemukan petunjuk guna membuat keyakinan
49 50
Ibid. Ibid.
43
hakim. Dalam alat bukti berupa petunjuk salah satunya adalah memperhatikan sinkronisasi antara keterangan saksi saksi yang dihadirkan guna membuat terang suatu tindak pidana dan juga keterangan dari terdakwa yang didakwakan melakukan tindak pidana tersebut. C. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) saat ini diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Di samping penggelapan sebagaimana diatur dalam Bab XXIV, ada rumusan tindak pidana lainnya yang masih mengenai penggelapan, yaitu Pasal 415 dan 417, tindak pidana yang sesungguhnya merupakan kejahatan jabatan, yang kini ditarik ke dalam tindak pidana korupsi oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, oleh karenanya tidak dimuat dalam Bab XXIV, melainkan dalam bab tentang kejahatan jabatan (Bab XXVIII).51 Pengertian yuridis mengenai tindak pidana penggelapan dimuat dalam Pasal 372 KUHP yang merumuskan: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
51
http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php, diakses pada tanggal 14 Maret 2013.
44
Suatu perbuatan dianggap sebagai penggelapan apabila barang ada di bawah kekuasaan pelaku dengan cara lain daripada melakukan kejahatan. Dengan demikian tergambar bahwa barang itu oleh pemiliknya dipercayakan atau dapat dianggap dipercayakan kepada si pelaku. Pada pokoknya dengan perbuatan penggelapan, si pelaku tidak memenuhi kepercayaan yang dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak atas barang. Jadi tidaklah cukup apabila kebetulan suatu barang de facto ada di bawah kekuasaan pelaku. Sebaliknya, untuk menggelapkan barang tidak perlu bahwa si pelaku selalu dapat menguasai barang itu 52 Cleiren53 seperti yang dikutip Andi Hamzah berpendapat: Inti delik penggelapan ialah penyalahgunaan kepercayaan. Selalu menyangkut secara melawan hkum memiliki suatu barang yang dipercayakan kepada orang yang menggelapkan itu. Batas klasik antara pencurian dan penggelapan ialah pada pencurian “mengambil” (wegnemen) barang itu sudah ada di dalam kekuasaannya. Delik penggelapan adalah delik dengan berbuat (gedragsdelicten) atau delik komisi. Waktu dan tempat terjadinya penggelapan ialah waktu dan tempat dilaksankannya kehendak yang sudah nyata. Delik yang tercantum di dalam Pasal 372 KUHP adalah delik pokok. Artinya, semua jenis penggelapan harus memenuhi bagian inti delik Pasal 372 ditambah bagian inti lain. Pada delik penggelpan ada delik berkualifikasi jika dilakukan sebagai beroep (profesi).54 Dari rumusan penggelapan sebagaimana tersebut di atas, jika dirinci terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: 52 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hal. 31. 53 Andi Hamzah, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 107. 54 Ibid.
45
1. Unsur Obyektif a. Perbuatan Memiliki (Zicht toe.igenen) Zicht toe.igenen diterjemahkan dengan perkataan memiliki, menganggap sebagai milik, atau ada kalanya menguasai secara melawan hak, atau mengaku sebagai milik. Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 25-2-1958 No. 308 K/Kr/1957 menyatakan bahwa perkataan Zicht toe.igenen dalam bahasa Indonesia belum ada terjemahan resmi sehingga kata-kata itu dapat diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki.55 Pada penggelapan memiliki unsur obyektif, yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Memiliki pada penggelapan ini merupakan unsur obyektif, maka memiliki harus ada bentuk atau wujudnya, bentuk mana harus sudah selesai itu sebagai suatu syarat untuk terjadinya penggelapan. Bentukbentuk
perbuatan
memiliki
misalnya:
menjual,
menukar,
menghibahkan, menggadaikan dan sebagainya.56
55
http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php, diakses pada tanggal 12 September
56
Adami Chazawi, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang,
2013. hal.69.
46
b. Sesuatu Barang Unsur sesuatu barang, berarti bahwa pada perbuatan penggelapan, yang menjadi obyek penggelapan hanyalah benda-benda yang berwujud dan bergerak saja.57 c. Yang Sebagian atau Seluruhnya Milik Orang Lain Yang dimaksud orang lain dalam unsur obyektif “sebagian atau seluruhnya milik orang lain” adalah pemilik benda yang menjadi obyek penggelapan. Tidak menjadi syarat orang itu sebagai korban, atau orang tertentu, melainkan siapa saja asalkan bukan pelaku sendiri.58 d. Yang Berada Padanya Bukan Karena Kejahatan Unsur “yang berada padanya bukan karena kejahatan”, adalah bahwa sesuatu benda itu dapat berada dibawah kekuasaan seseorang tidaklah karena kejahatan, misalnya karena adanya perjanjian sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa sesuatu benda itu telah berada di bawah kekuasaan seseorang apabila orang itu telah benar-benar menguasai benda tersebut secara langsung dan nyata, sehingga untuk
57 58
Ibid, hal. 77 Ibid, hal. 78.
47
melakukan sesuatu dengan benda tersebut tidak diperlukan sesuatu tindakan lainnya.59 2. Unsur Subyektif a. Dengan Sengaja Unsur subyektif dengan sengaja artinya kesengajaan dikatakan ada apabila adanya suatu kehendak atau adanya suatu pengetahuan atas suatu perbuatan atau hal-hal/unsur-unsur tertentu (disebut dalam rumusan) serta menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang timbul dari perbuatan. Bahwa menurut keterangan dalam KUHP yang menyatakan bahwa setiap unsur kesengajaan (opzettelijk) dalam rumusan suatu tindak pidana selalu ditujukan pada semua unsur yang ada di belakangnya, atau dengan kata lain semua unsur-unsur yang ada di belakang perkataan sengaja selalu diliputi oleh unsur kesengajaan itu.60 b. Melawan Hukum Unsur melawan hukum, pelaku melakukan perbuatan itu tanpa hak atau kekuasaan. Ia tidak memiliki hak untuk melakukan perbuatan memiliki, sebab ia bukan pemilik barang, hanya pemilik barang yang mempunya hak untuk memilikinya.61
59
http://masrigunardi.blogspot.com/2012/09/Pasal-372-dan-Pasall-374-kuhp.html, diakses pada tanggal 12 September 2013. 60 http://pakarhukum.site90.net/penggelapan1.php, diakses pada tanggal 12 September 2013. 61 Adami Chazawi. Op.cit, hal. 85.
48
D. Log File dalam Jaringan Internet 1. Pengertian Log File Secara umum Log File dapat diartikan sebagai file-file yang merekam aktivitas (logging) dari suatu keadaan tertentu, misalnya log dari sistem operasi, internet browser, aplikasi, internet traffic, dan lain-lain.62 Pengertian Log File pada jaringan internet dapat ditemui dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor 26lPERlM.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet sebagai berikut: “Rekaman aktifitas transaksi koneksi (Log File) adalah suatu file yang mencatat akses pengguna pada saluran akses operator/ penyelenggara jasa akses berdasarkan alamat asal Protokol Internet (source), alamat tujuan (destination), jenis protokol yang digunakan, Port asal (source), Port tujuan (destination) dan waktu (time stamp) serta durasi terjadinya transaksi.” Protokol Internet atau IP (Internet Protocol) merupakan Protokol pada lapisan jaringan (network layer) yang memiliki sifat dan peranan sebagai Connectionless, yakni setiap paket data yang dikirimkan pada suatu saat akan melalui rute secara independen. Paket IP atau datagram akan melalui rute yang ditentukan oleh setiap router yang dilewati oleh datagram tersebut. Hal ini memungkinkan keseluruhan datagram sampai di lokasi tujuan dalam urutan yang berbeda karena menempuh rute yang berbeda pula.63
62
Muhammad Nuh Al-Azhar, 2012, Digital Forensic: Panduan Praktis Investigasi Komputer, Salemba Infotek, Jakarta, hal. 28. 63 http://www.hasbihtc.com/pengertian-dan-fungsi-ip-address.html, diakses pada tanggal 20 September 2013.
49
Protokol Internet berfungsi menyampaikan paket data ke alamat yang tepat maka dari itu peranan Internet Protokol sangat penting dari jaringan TCP (Transmission Control Protocol) dan IP.64 2. Jenis-Jenis Log File dalam Jaringan Internet a. Web Browser Log File Web Browser atau Penjelajah Web adalah perangkat lunak yang berfungsi untuk menerima dan menyajikan sumber informasi di internet. Sebuah sumber informasi diidentifikasi dengan Uniform Resource Identifier (URI), yaitu sebuah untaian karakter yang digunakan untuk mengidentifikasi nama, sumber, atau layanan di Internet. Informasi tersebut dapat berupa halaman web, gambar, video, atau jenis konten lainnya.65 Hampir semua kegiatan seseorang dalam menggunakan Web Browser meninggalkan jejak di dalam komputer. Ketika komputer tersebut dianalisis, maka dapat ditemukan informasi yang berguna dalam penyelidikan..66 Diperlukan perangkat khusus untuk menganalisis Log File pada web browser. Perangkat tersebut akan mengekstrak informasi yang diperlukan dalam web browser menjadi format yang lebih informatif.
64
Ibid. http://id.wikipedia.org/wiki/Peramban_web#cite_note-ramatloka-0, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013. 66 Junghoon Oh, dkk, Advanced Evidence Collection and Analysis of Web Browser Activity, Jurnal Digital Investigation Vol. 8, 2011, hal. 62. (http://www.campus64.com/ digital_learning/data/web_investigation/info_browser.pdf, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013) 65
50
Sebagai contoh file “index.dat” yang terdapat dalam direktori Internet Explorer, dengan menganalisis file tersebut dengan perangkat lunak tertentu dapat diketahui tentang situs web yang pernah dikunjungi, lama waktu dan frekuensi dalam mengakses situs web tersebut, dan kata kunci yang dipakai dalam mesin pencari (search engine).
b. Web Server Log File Web Server atau Server Web dapat merujuk pada perangkat keras maupun perangkat lunak yang memberikan layanan data yang berfungsi menerima permintaan dari klien atau pengguna yang menggunakan browser seperti Netscape Navigator, Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera, Google Chrome dan program browser lainnya. Jika ada permintaan dari browser, maka web server akan memproses permintaan itu dan kemudian memberikan hasil prosesnya berupa data yang diinginkan kembali ke browser.67 Web server Log File adalah file teks sederhana yang merekam informasi tentang setiap pengguna atau klien. Log File ini berisi informasi tentang nama pengguna, alamat IP, tanggal, waktu, byte yang ditransfer, dan akses permintaan. Web log adalah file yang dihasilkan web server yang berisi informasi setiap kali pengguna mengajukan permintaan sumber daya dari situs tertentu. Ketika pengguna mengirim
67
http://id.wikipedia.org/wiki/Server_web, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
51
permintaan ke web server kegiatan itu dicatat dalam web Log File. Besar Log File berkisar antara 1KB sampai 100MB.68 Terdapat empat basis log yang didapat dari web server, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Access Log File Log File yang mencatat semua permintaan klien yang diproses oleh server.69 2. Error Log File Log File yang melacak semua kegagalan yang terjadi sesuai dengan periode waktu tertentu.70 3. Agent Log File Log File yang mencatat pengguna yang meminta pelayanan khusus seperti browser atau mesin pencari (search engine).71 4. Referrer Log File Log File yang terus mencatat alur identifikasi pengunjung yang datang ke situs web.72 Log File mencatat dan mengambil informasi dari web server dan memberikan laporan data tersebut ke bentuk format yang lebih informatif. Dengan perangkat Log File Analyzer dapat dilakukan kompilasi data pada informasi yang terdapat pada Log File dalam
68
Priyanka Patil dan Ujwala Patil, Preprocessing of Web Server Log File for Web Mining, World Journal of Science and Technology. Vol. 2. No. 3. 2012, hal. 14. (http://worldjournalofscience.com/index.php/wjst/article/download/13151/6647, diakses pada tanggal 20 Oktober 2013). 69 Khoe Yao Tung, 2001, Teknologi Jaringan Intranet, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal 119. 70 Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid.
52
format yang beragam dan relevan sesuai kebutuhan Log File.73 Macam format Log File yang umum digunakan dalam web server antara lain: 1. W3C Extended Log File Format; 2. IIS Log File Format; 3. NCSA Log File Format. Ketiga format diatas menggunakan file-file teks spasi terbatas. Format W3C merupakan yang paling cakap dari ketiganya, karena mengizinkan seseorang menentukan sendiri informasi apa yang akan dilacak. Kelemahan dari format ini adalah menggunakan Greenwich Mean Time. Sementara format lainnya menggunakan waktu server lokal.74 c. Firewall Log File Pengertian Firewall adalah sistem atau perangkat yang memberi otorisasi pada lalu lintas jaringan komputer yang dianggap aman untuk melaluinya dan melakukan pencegahan terhadap jaringan yang dianggap tidak aman. Firewall dapat berupa perangkat lunak (program komputer atau aplikasi) atau perangkat keras (peralatan khusus untuk menjalankan program firewall). Perangkat tersebut bertugas untuk menyaring lalu lintas jaringan antara jaringan. 75 Perlindungan Firewall diperlukan untuk komputasi perangkat seperti 73
komputer
yang
diaktifkan
dengan
koneksi
Internet.
Ibid. Ganesha Progress, 2006, Mengonfigurasi Jaringan dan Internet dalam Windows XP, Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 120. 75 http://www.jaringankomputer.org/firewall-pengertian-fungsi-manfaat-dan-cara-kerjafirewall/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013. 74
53
Meningkatkan
tingkat
keamanan
jaringan
komputer
dengan
memberikan informasi rinci tentang pola-pola lalu lintas jaringan. Perangkat ini penting dan sangat diperlukan karena bertindak sebagai gerbang keamanan antara jaringan komputer internal dan jaringan komputer eksternal.76 Firewall Log File mencatat semua lalu-lintas jaringan yang diperbolehkan maupun tidak diperbolehkan oleh firewall tersebut. Untuk mendapatkan firewall Log File, maka umumnya suatu program firewall sebelumnya harus sudah disetting untuk dapat membuat Log File. Biasanya firewall Log File digunakan untuk menentukan apakah firewall tersebut menjadi penyebab kegagalan suatu program, atau untuk mengidentifikasi sistem komputer.
76
Ibid.
aktivitas yang mencurigakan dalam suatu
54
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legistis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu, konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat. B. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini menggunakan spesifikasi preskriptif analitis. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilainilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan normanorma hukum.77 Analitis karena kemudian akan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek yang diteliti dengan asas hukum, kaidah hukum dan berbagai pengertian hukum yang berkaitan dengan penelitian ini. C. Sumber Data Pada penelitian normatif bahan pustaka merupakan data dasar, dimana dalam penelitian ini penulis mengumpulkan bahan primer, bahan sekunder, dan bahan hukum tersier yang merupakan data sekunder. Selain itu juga
77
22.
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum. Kencana Media Group, Jakarta, hal.
55
wawancara dengan pihak yang berwenang untuk mendapatkan informasi yang akan diteliti, yang termasuk sebagai data primer. Dalam hal ini data sekunder dibagi menjadi tiga bagian, yakni: a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, dan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas bukubuku teks (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh,
jurnal-jurnal
hukum,
kasus-kasus
hukum,
yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutkhir yang berkaitan dengan topik penelitian; c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. D. Metode Pengumpulan Data Sumber data diperoleh dengan melakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur, Yurisprudensi, doktrin yang berhubungan dengan penelitian
56
E. Metode Penyajian Data Data yang disajikan berbentuk uraian yang disusun secara sistematis, dan di dalam penyusunannya dibuat secara singkat dan jelas, sehingga penyusunan data dapat dipahami dan mudah dipelajari. F. Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitian dengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti.
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Studi Kasus tentang Peranan Log File dalam pembuktian Tindak Pidana Penggelapan terhadap Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yang dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, diperoleh data berdasarkan buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Berdasarkan Studi Kasus tersebut maka diperoleh data-data sebagai berikut: 1. Duduk Perkara Terdakwa dengan inisial A, berumur 28 tahun, bertempat tinggal di Jalan P.B. Sudirman 1 No.5 Denpasar, agama islam, dan pekerjaan swasta. Pada tanggal 15 Agustus 2011 sampai dengan tanggal 30 September 2011, atau setidak-tidaknya pada waktu lain diantara bulan Agustus sampai bulan September tahun 2011 sekira Jam 11.00 WITA. Bertempat di kantor Swisscontact yang beralamat di jalan Batur Sari no. 205 B Sanur atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, yaitu buku berisi tentang promosi pariwisata Flores Nusa Tenggara Timur dengan judul FLORES : DIVING AROUND KOMODO
58
dan FLORES : A GLIMPSE OF THE PEOPLE & CULTURE, yang disimpan kedalam 46 (empat puluh enam) buah box berwarna cokelat dan 1 (satu) buah box berwarna merah.dengan maksud menguntungkan diri sendiri yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut: Bahwa sekira tanggal 10 Agustus 2011, atasan saksi LU yaitu saksi BBM mendapatkan penawaran mengenai pengiriman barang, berupa buku dari Bali ke Labuan Bajo dari Maumere oleh percetakan Bali Plus kurang lebih seharga Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Karena harga yang ditawarkan tersebut mahal, maka saksi BBM meminta saksi LU untuk mencari harga ekspedisi yang lebih murah. Saksi LU menghubungi perusahaan ekspedisi yang biasa digunakan, yaitu KGP dan Trans Nusa Cargo, namun diperoleh harga yang sama. Sehingga saksi BBM meminta saksi LU untuk mencari perusahaan ekspedisi yang lain. Selanjutnya. Saksi LU mencari jasa ekspedisi melalui internet. Dari pencarian tersebut saksi LU menemukan 2 (dua) perusahaan ekspedisi yaitu AP dan yang satu lagi saksi lupa namanya. Sekira tanggal 15 Agustus 2011, saksi BBM memberikan saksi LU persetujuan untuk mengirimkan buku tersebut dengan menggunakan perusahaan ekspedisi AP dengan harga Rp. 5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah). Kemudian saksi LU menghubungi perusahaan ekspedisi AP di nomor 03618221166. Dari percakapan melalui telepon, perusahaan ekspedisi AP menyetujui untuk mengambil barang ke kantor pada tanggal 18 Agustus 2011.
59
Pada tanggal 18 Agustus 2011, sekira pukul 11.00 WITA, orang dari perusahaan AP datang ke kantor saksi LU yaitu Terdakwa dan 2 orang rekannya untuk mengambil barang. Selama proses pemindahan barang dari kantor ke mobil truk sedang milik AP yang juga disaksikan oleh IDK, saksi LU menanyakan mengenai nota pembayaran. Dijawab oleh terdakwa bahwa nota pembayaran akan diberikan besok dan mengatakan bahwa barang akan tiba di tujuan paling lama 2 minggu. Pada tanggal 19 Agustus 2011 sekira pukul 10.00 WITA, Terdakwa datang lagi ke kantor untuk menyerahkan nota pembayaran dan mengambil biaya pengiriman barang. Pada tanggal 3 September 2011, barang belum juga sampai. Saksi LU menghubungi perusahaan ekspedisi AP di nomor 03618221166 namun tidak aktif, selanjutnya saksi menghubungi A di nomor handpone 081805461984 dan 082146350677. Terdakwa menjawab bahwa supir truk yang membawa barang belum bisa dihubungi. Pada tanggal 5 September 2011, saksi LU kembali menghubungi A di nomor telepon 081805461984, dikatakan oleh Terdakwa, bahwa posisi barang masih berada di Lombok dan truk yang berisi barang ditinggal oleh supirnya dan dia berjanji untuk mengeceknya langsung ke Lombok. Pada tanggal 21 September 2011, barang belum juga datang, saksi LU kembali menghubungi Terdakwa di nomor 081805461984. Dikatakan oleh Terdakwa akan menghubungi perusahaan tempat saksi LU bekerja jika sudah mendapatkan informasi mengenai posisi truk. Pada tanggal 22 September 2011 saksi LU kembali
60
menghubungi Terdakwa, dikatakan oleh Terdakwa bahwa barang akan tiba tanggal 23 September 2011. Pada tanggal 23 September 2011 saksi LU kembali menghubungi Terdakwa, dijawab oleh Terdakwa bahwa ia akan memberikan status keberadaan barang dan meminta maaf atas keterlambatan. Pada tanggal 27 September 2011 saksi LU kembali menghubungi Terdakwa di nomor 081805461984 dan 082146350677 namun tidak diangkat. Kemudian saksi mengirimkan SMS ke kedua nomor tersebut untuk menanyakan posisi barang dan meminta ia untuk datang ke kantor Swisscontact. SMS saksi tersebut dibalas oleh Terdakwa dengan menggunakan nomor 081805461984, ia mengatakan bahwa saat ini ibunya sedang sakit dan berada di rumah sakit. Pada tanggal 28 September 2011 saksi kembali menghubungi Terdakwa di nomor 081805461984 dan 081805461984 namun tidak diangkat. Kemudian saksi LU mengirimkan SMS ke kedua nomor tersebut untuk menanyakan posisi barang dan meminta ia untuk datang ke kantor Swisscontact, kalau tidak Terdakwa akan dilaporkan ke polisi. Pada tanggal 30 September 2011, sekira jam 11.00 WITA saksi LU mengirimkan SMS kepada Terdakwa ke nomor 081805461984 dan 082146350677 untuk menanyakan posisi barang dan nomor telepon supir truk, agar barang bisa diambil sendiri. Dijawab oleh Terdakwa dengan menggunakan nomor 082146350677, saksi LU diminta untuk menunggu sampai jam 3 sore. Setelah jam 3 sore, saksi LU menelepon saksi IAD untuk menelepon kantor yang ada di Labuan Bajo. Dari informasi yang
61
didapat ternyata barang belum sampai. Saksi LU kembali mengirimkan SMS ke Terdakwa ke nomor 081805461984 dan 082146350677 untuk menanyakan posisi barang dan meminta terdakwa untuk datang ke kantor Swisscontact. SMS tersebut tidak dibalas oleh Terdakwa. Pada hari Senin tanggal 3 Oktober 2011 saksi menghubungi Terdakwa di ketiga nomor yang tercantum di dalam e-mailnya yaitu 03618221166, 081805461984 dan 082146350677 namun tidak aktif sampai dengan sekarang. Pada tanggal 4 Oktober 2011 saksi LU bersama dengan saksi IDK mencoba untuk mencari alamat ekspedisi AP, namun mereka tidak menemukannya. 2. Dakwaan Terdakwa dihadapkan di persidangan dengan dakwaan sebagai berikut: PERTAMA : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP; ATAU KEDUA
: Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP.
3. Pembuktian a. Keterangan Saksi 1. Saksi IAD: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya sebagai berikut:
62
Saksi bekerja di Swisscontact selaku kepala bagian keuangan sejak tahun 2009. Dia pernah mengeluarkan biaya pengiriman barang berupa buku sebesar Rp. 5.300.000,-. Pada tanggal 4 Agustus 2011, saksi LU mengumpulkan penawaran melalui internet
untuk
mengirimkan
6000
buah
buku.
Akhirnya
memutuskan menggunakan jasa ekspedisi AP. Pada tanggal 15 Agustus 2011, saksi LU menghubungi A untuk mengambil barang yang akan dikirim dan mengambil biaya pengiriman. Pada tanggal 18 agustus 2011, A datang ke kantor organisasi untuk mengambil buku yang akan dikirim serta mengatakan bahwa barang akan tiba paling lama 2 minggu. Pada tanggal 19 September 2011 saksi LU kembali menghubungi A via telepon, untuk menanyakan posisi barang dan meminta sebelum tanggal 21 September 2011 agar barang sudah sampai di tujuan. Pada tanggal 21 September 2011 saksi LU menghubungi A via telepon untuk melakukan konfirmasi bahwa barang belum datang. Pada tanggal 26 September 2011 saksi LU kembali menghubungi A via telepon untuk menanyakan barang dan terdakwa bilang bahwa barang akan sampal tujuan sebelum jam 3 sore tetapi hal tersebut bohong. Semenjak tanggal 30 September 2011 nomor A tidak dapat dihubungi kembali.
63
Kerugian materiil yang ditanggung oleh organisasi tempat saksi bekerja kurang lebih Rp. 5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah). Saksi tahu uang pembayaran untuk pengiriman barang tidak dikembalikan ke perusahaan dan
barangnya
diketemukan di Surabaya. Serta alamat ekpedisi AP ternyata hanyalah rumah kos-kosan saja. 2. Saksi LU: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: Sekitar tanggal 10 Agustus 2011, atasan saksi (BBM) mendapat penawaran mengenai pengiriman barang berupa buku yang berjudul FLORES: DIVING AROUND KOMODO dan FLORES: A GLIMPSE OF THE PEOPLE & CULTURE. Dari Bali ke Labuan Bajo dan Maumere oleh percetakan Bali Plus kurang lebih seharga Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Pada tanggal 15 agustus 2011 BBM memberikan saksi persetujuan untuk mengirimkan buku tersebut dengan menggunakan perusahaan ekspedisi AP dengan harga Rp 5.530.000 (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah). Pada tanggal 18 agustus 2011 orang dari perusahaan AP datang ke kantor saksi yaitu seseorang yang mengaku bernama A dan 2 orang rekannya untuk mengambil barang. Selama proses pemindahan barang dan kantor ke mobil truk sedang milik AP yang juga disaksikan oleh IDK, saksi menanyakan mengenai nota
64
pembayaran. A mengatakan nota pembayaran akan diberikan besok dan mengatakan bahwa barang akan tiba di tujuan paling lama 2 minggu. Pada tanggal 3 September 2011 barang yang dikirim belum juga sampai, hal ini saksi ketahui dan manajer lapangan Labuan Bajo. Pada tanggal 5 September 2011 saksi kembali menghubungi A untuk menanyakan keberadaan barang, dikatakan oleh A bahwa barang masih berada di Lombok. Pada tanggal 21 September 2011 saksi kembali menghubungi A untuk menanyakan barang agar bisa diambil sendiri. Dikatakan oleh A akan menghubungi jika sudah mendapatkan informasi mengenal posisi truk.. Bahwa tanggal 30 September 2011, saksi kembali mengirim sms ke A untuk menanyakan posisi barang dan nomor Polisi truk yang membawa barang untuk diambil sendiri. Dijawab oleh A saksi diminta untuk menunggu sampal jam 3 sore. Setelah jam 3 sore saksi menelepon IAD untuk menelepon kantor yang ada di Labuan Bajo guna menanyakan apakah barang sudah sampai atau belum. Pada hari Senin 3 Oktober 2011 saksi menghubungi nomor A yang tercantum di dalam emailnya namun tidak aktif. Setelah 2 minggu barang belum juga sampai, saksi berusaha untuk menghubungi A, namun jawaban A cenderung mengulur-ulur waktu. Akibat kejadian tersebut Swisscontact menderita kerugian
65
materiil sebesar Rp. 5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga puluh ribu). 3. Saksi IDK: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: Pada tanggal 18 agustus 2011 saksi dimintai tolong oleh LU untuk membantunya mengecek barang yang akan dikirim yaitu buku tentang panduan pariwisata Flores dengan menggunakan jasa ekspedisi yang namanya saksi tidak tahu. Saksi ikut mengangkut buku-buku yang akan dikirim dari gudang ke truk. Pada
tanggal
9
September
2011,
saksi
mendengar
pembicaraan antara LU dan. IAD mengenai masalah pengiriman barang. Pada tanggal 4 Oktober, saksi bersama saksi LU mendatangi alamat kantor dari ekspedisi AP yang mengirim barang milik kantor. Saksi tahu Swisscontact menderita kerugian materlil sebesar Rp.5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga puluh ribu), dan saksi tahu uang yang diambil terdakwa tidak dikembalikan ke perusahaan. 4. Saksi CIM: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: Awal bulan Agustus 2011 saksi mengetahui tentang adanya rencana pengiriman sejumlah buku dari kantor Swisscontact yang ada di Bali ke kantor Swisscontant di Maumere. Pada akhir bulan Agustus
2011
saksi
mendapatkan
inforrnasi
dan
kantor
66
Swisscontanct Bali bahwa buku-buku yang dimaksud telah dikirim. Sekitar awal bulan September 2011 saksi bertanya kepada bapak YA selaku Field Office Manager Labuan Bajo perihal buku yang dikirim dan Bali apakah sudah sampai atau belum. Saksi tidak mengetahul ekspedisi apa yang digunakan oleh kantor Swisscontact Bali. Namun dari bapak YA, saksi mendapatkan. informasi kalau dia pernah menghubungi bapak A selaku pengirim barang. Saksi tidak tahu ada permasalahan apa yang dimaksudkan oleh bapak YA, namun melihat lamanya proses pengiriman barang saksi berasumsi kalau barang tersebut tidak akan sampai. Saksi tahu Swisscontact telah ditipu oleh perusahaan ekspedisi yang telah digunakan. Perusahaan ekspedisi yang digunakan oleh kantor swisscontanct Bali adalah PT.AGA dan KGP. Sepanjang pengetahuan saksi, kantor Swisscontanct Bali belum pernah menggunakan perusahaan ekspedisi AP. b. Keterangan Terdakwa Terdakwa (A) tidak mengenal saksi IAD, namun terdakwa mengenal LU dalam hal pengiriman barang di kantor Swisscontanct sekitar awal bulan Agustus 2011. Terdakwa menjelaskan setiap orang yang dapat mengakses website iklan terdakwa dapat menghubungi terdakwa di nomor telepon maupun email yang terdapat di dalam website
tersebut
yaitu
081805461984 serta email.
di
nomor
telpon
03618221166
dan
67
Pertama kali saksi LU menghubungi terdakwa sekitar akhir bulan Juli 2011 melalui telepon ke nomor 03618221166 untuk menanyakan apakah terdakwa bisa membantu dia untuk mengirimkan barang ke daerah NTT, tepatnya di Labuan Bajo dan Maumere. Untuk detail barang yang akan dikirim diberitahukan lewat email. Sore harinya terdakwa menemukan adanya email masuk dari saksi LU yang isinya mengenai jenis barang dan alamat tujuan pengiriman. Email tersebut terdakwa balas dengan memberikan rincian biaya pengiriman yaitu Rp. 5.700 (lima ribu tujuh ratus) untuk ke Maumere dan Rp. 5.500 (jima ribu lima ratus) ke Labuan Bajo. Dua hari kemudian saksi LU kembali menghubungi terdakwa untuk menanyakan apakah harga tersebut masih dikurangi terdakwa jawab akan memikirkannya. Dan akhirnya awal bulan Agustus tedakwa mengirimkan kembali biaya pengiriman kepada LU dengan harga ke Maumere sebesar Rp. 4000 (empat ribu rupiah) dan ke Labuan Bajo Rp. 3900 (tiga ribu Sembilan ratus rupiah).. Tanggal 8 Agustus 2011 sekitar pukul 10.00 WITA terdakwa ditelepon Saksi LU yang mengatakan jika barang yang hendak dikirimkan sudah siap. Selanjutnya terdakwa mencari Bapak P di jalan kargo permai Denpasar. Bersama Bapak P dan kernetnya, sekitar jam 11.00 WITA di kantor Swisscontanct terdakwa bertemu dengan saksi LU dan mengatakan hendak mengambil barang yang akan dikirim. Sedangkan saksi LU melakukan checklist terhadap barang. Oleh LU
68
terdakwa diserahkan uang sebesar Rp.5.530.000 (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah) dan atas penyerahan uang tersebut terdakwa diminta untuk menanda tangani from cash yang telah disediakan oleh saksi LU. 4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Bahwa berdasarkan uraian dalam dakwaan tersebut di atas, Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan tuntutan yang pada pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut: 1. Menyatakan Terdakwa A bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan; 2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa A dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan; 3. Menyatakan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 4. Menyatakan barang bukti berupa: a. Cash transaction no.002204 yaitu bukti pengeluaran uang dari kas swisscontanct kepada penerima uang yaitu A; b. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa pengiriman 20 kotak buku dari daerah swisscontanct Sanur kepada swisscontanct di Maumere;
69
c. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa penginiman 27 kota buku dan swisscontanct Sanur kepada swisscontanct di Maumere; d. 1 (satu) lembar print out email dari AP kepada LU perihal rincian biaya pengiriman buku dari Denpasar ke Labuan Bajo dan Maumere; e. 1 (satu) lembar print out data Log File ID keanggotaan indonetrwork dengan nomor pelanggan 1D271216; f. 1 (satu) buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft copy data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan pelanggan 1D271216; g. 1 (satu) handphone merk Maxtron type MG- 278 dengan nomor IMEI 354748044717383 beserta 2 buah kartu sim card pertama nomor 08214659595 dan kartu sim kedua nomor 081805388892; h. 1 (satu) buah handphone merek Huawaei dengan tulisan ESIA
warna
hitam
kuning
dengan
nomor
Seri
XFA9KC10C1049582 berserta kartu sim ESIA dengan nomor 03612928; i. 1 (satu) buah USB flashdisk merek Kingstone warna putih dengan tulisan 2 GB dan ada tulisan tangan dengan kata A;
70
j. 1 (satu) buah modern merk Huawei warna hitam beserta kartu sim tn dengan nomor 089685705509 1 (satu) buah kartu SIM fleksi dengan nomor 0361 8221166; k. 1 (satu) buah stempel bentuk persegi kotak dengan tulisan AP dalam keadaan rusak; l. 1 (satu) unit laptop merek Axio model MI100 PMJ dengan nomor seri NKM1100QC000J05285; m. 1 (satu) lembar packing list swisscontact dengan alamat tujuan swisscontanct wisata Labuan Bajo Jalan PW Pappu Lingkungan I Kampong Ujung Mangrai Barat NTT 86554 Indonesia; n. 1 (satu) lembar packing list swisscontanct dengan alamat tujuan swisscontanct wisata Maumere Jalan Cemara 14 Nangmeting Alok Timur Maumere 86111 Indonesia; o. 46 (empat puluh enam) box kardus warna coklat berisi buku milik swisscontanct wisata Bali dengan alamat Jalan Batur Sari No 205 B Sanur; p. 1 (satu) box kardus buku milik swisscontanct wisata Bali dengan alamat Jalan Batur Sari 205 B Sanur dikembalikan ke kantor swisscontract; Kecuali laptop, handphone, dan flashdisk milik terdakwa dirampas dimusnahkan.
71
5. Menetapkan supaya Terdakwa A membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah). 5. Putusan Pengadilan a. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa Terdakwa dengan Dakwaan yaitu : Melanggar Pasal 372 KUHP. Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan dan membuktikan dakwaan melanggar Pasal 372 KUHP yang unsurnya adalah sebagai berikut: 1. Unsur setiap orang; 2. Unsur sengaja dan melawan Hukum; 3. Unsur memiliki suatu barang baik sebagian atau seluruhnya milik orang lain; 4. Unsur barang tersebut ada dalam tangan terdakwa bukan karena kejahatan. Ad. 1 Unsur Setiap Orang Yang dimaksud dengan barang siapa adalah setiap orang (sebagai subjek hukum) yang telah melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum pidana, karena tidak cacat jiwanya, juga mampu (bevoed) mengemban hak dan kewajibannya dalam hukum, serta dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan berdasarkan keterangan para saksisaksi: IAD, LU, IDK, CIM, DKK pada pokoknya menerangkan sebagai berikut. Bahwa terdakwa A yang mengambil buku-buku yang akan dikirim ke Labuan Bajo dan ke Maumere. Tanggal 18 Agustus
72
2011. Dan uang ongkos kirim, buku-buku akan dikirim ke alamat yang telah ditentukan dari ongkos kirim sebesar Rp. 5.300.000 dan yang melakukan perbuatan tersebut tidak lain dan pada ia terdakwa. Menurut keterangan terdakwa A pada pokoknya di depan sidang membenarkan apa yang telah diterangkan oleh saksi-saksi di atas. Memang benar begitu adanya. Jadi berdasarkan uraian diatas sesuai dengan keterangan saksi-saksi didukung dengan keterangan terdakwa serta barang bukti di persidangan maka unsur ini telah terpenuhi secara sah menurut Hukum. Ad. 2 Unsur Sengaja dan Melawan Hukum Bahwa dalam kasus ini pengertian sengaja pelaku atau terdakwa bertanggung jawab atas perbuatannya maksudnya perbuatannya tersebut telah dipikirkan secara sadar dan segala resiko yang akan timbul ini berarti terdakwa melakukan perbuatan tersebut dengan sadar akan tahu timbul akibat timbul akibat yang akan terjadi. Di samping itu perbuatan terdakwa telah melanggar hukum positif dalam khusus ini karena buku-buku yang telah diterimanya seharusnya dikirim tetapi tidak dikirim ketempat tujuannya, melainkan dibawa ke Surabaya yakni pada CV Mitra Utama Express dan menurut keterangan saksi- saksi antara lan saksi IAD, LU, IDK di depan sidang pada pokoknya merangkan sebagal berikut menurut keterangan para saksi bahwa terdakwa A sengaja membuat jasa ekspedisi bernama AP yang berlokasi Jln buluh indah IV no 14 Denpasar (fiktif), disini
73
menurut saksi terdakwa dengan sengaja dan sadar telah melakukan perbuatan tersebut dan terdakwa harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu, disamping dengan sadar membuat ekspedisi AP juga perbuatan terdakwa juga melanggar hukum positif yang berlaku maksudnya terdakwa yang diberikan kepercayaan untuk mengirim buku-buku yang berjudul promosi pariwisata Flores ke Labuan Bajo dan ke Maumere, tetapi kebaikan swisscontact disalah gunakan bahkan buku-buku itu dioper lagi ke CV Mitra Utama Express untuk dikirim ke Labuan Bajo dan ke Maumere, tetapi ongkos kirimnya tidak diberikan. oleh CV Mitra Utama Express tidak dikirim ke Labuan Bajo dan ke Maumere menurut keterangan A membenarkan keterangan saksi-saksi di sidang. Jadi unsur ini telah terbukti secara sah dimata hukum. Ad. 3 Unsur memiliki suatu barang baik sebagian atau seluruhnya milik orang lain Dalam unsur ini yang dimaksud dengan barang adalah segala sesuatu mempunyai nilai dan ekonomis termasuk pula binatang, uang, baju, buku, kalung dan termasuk juga aliran llstrik. Dalam kasus mi terdakwa memiliki suatu barang berupa buku-buku dan uang sebagian atau seluruhnya milik orang lain yakni swisscontanct dan terdakwa seenaknya seolah-olah buku-buku tersebut miliknya, disuruh untuk dikirim ke Labuan Bajo dan Maumere tetapi dikirim ke Surabaya, sedangkan uang ongkos kirim sebesar Rp. 5.300.000 dihabiskan untuk
74
keperluan terdakwa pribadi. Bahwa uraian diatas dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan sesuai dengan keterangan saksi IAD, LU, IDK, CIM di persidangan menerangkan pada pokoknya sebagai berikut. Bahwa benar saksi yang terlibat dalam kasus mi mengatakan bahwa memang benar swisscontant dapat proyek untuk mengirim buku-buku berisi tentang promosi pariwisata Flores Nusa Tenggara Timur dengan judul: DIVING AROUND KOMODO dan FLORES: A GLIMPSE OF PEOPLE CULTURE dan buku-buku tersebut terdakwa A tidak dikirim ke Labuan Bajo dan Maumere tetapi barang berupa buku tersebut dikirim ke Surabaya ke CV Mitra Utama Ekspress untuk selanjutnya agar dikirim ke Labuan Bajo dan Maumere.. Menurut keterangan terdakwa A di depan persidangan menerangkan bahwa memang benar pernah menerima tawaran untuk mengirim buku-buku promosi pariwisata Flores ke Labuan Bajo dan ke Maumere tetapi barang tersebut tidak dikirim ke Labuan Bajo dan Maumere melainkan dikirim ke Surabaya ke CV Mitra Utama Ekspress dan oleh CV Mitra Utama Ekspress tidak dikirim ke Labuan Bajo dan Maumere karena ongkos kirim sebesar Rp. 4.257.000 tidak di bayar oleh terdakwa. Berdasarkan uraian tersebut di atas sesuai
dengan keterangan saksi-saksi keterangan
terdakwa didukung dengan barang bukti di persidangan maka unsur ini pun telah terpenuhi.
75
Ad. 4 Unsur barang tersebut ada dalam tangan terdakwa bukan karena kejahatan Dalam kasus ini diuraikan penggelapan biasa yakni kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 372 KUHP disini bedanya kalau pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada di tangan pencuri dan masih harus diambilnya, sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di sidang, keterangan saksi LU pada pokoknya sebagal berikut, LU sudah pernah memberikan lembar Cash transaction no.002204 yaitu bukti pengeluaran uang dari kas swisscontanct kepada penerima uang yaitu A sebesar Rp. Rp.5.530.000 (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah). Digunakan sebagai biaya pengiriman 3000 buah buku dengan judul DIVING AROUND KOMODO dan FLORES: A GLIMPSE OF PEOPLE CULTURE Dari Bali ke Labuan Bajo dan ke Maumere. Oleh terdakwa A barang tidak dikirimkan ke tempat tujuan. Dan uang yang diterima untuk keperluan sehari-hari. Keterangan saksi IAD pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: bahwa dia pernah mengeluarkan biaya pengiriman barang berupa buku sebesar Rp. 5.300.000,- untuk biaya pengiriman 6000 buah buku ke Labuan Bajo dan Maumere menggunakan jasa ekspedisi AP, Pada kenyatannya sampai tanggal 30 September 2011 buku-buku tersebut tidak sampai ke tempat tujuan yakni ke Labuan
76
Bajo dan Maumere dan uang ini besar Rp. 5.300.000 terdakwa habiskan untuk keperluan sendiri. Terdakwa didepan sidang pada pokoknya menerangkan terdakwa pernah di telepon oleh LU untuk pengiriman sebanyak 6000 buah ke Labuan Bajo dan Maumere seharga Rp.4000 perkilo untuk ke Maumere dan seharga Rp.3900 Ke Labuan Bajo. Benar terdakwa datang ke swiicontanct untuk mengambil barang buku-buku ke Labuan Bajo dan ke Maumere. Benar terdakwa kirim buku-buku tersebut ke CV Mitra Express untuk dikirimkan ke Labuan Bajo dan ke Maumere. Benar terdakwa ongkos kirim tidak diberikan ke CV. Mitra Utama Ekspress, Benar terdakwa menggunakan secara pribadi uang yang diberikan oleh Swisscontact. Menimbang,
bahwa
berdasarkan
keterangan
Terdakwa
dihubungkan pula dengan keterangan saksi-saksi yang didengar keterangannya dibawah sumpah, maka Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur tersebut, sehingga dengan demikian apa yang didakwakan Penuntut Umum dalam surat dakwaan tersebut diatas sudah terbukti secara sah dan meyakinkan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dengan melanggar Pasal 372 KUHP sudah sepatutnya harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya dan juga dibebani untuk membayar biaya perkara; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa berada dalam tahanan dan untuk menghindarkan agar Terdakwa tidak melarikan diri
77
maka sudah sepatutnya Terdakwa dinyatakan tetap berada dalam tahanan. Menimbang, bahwa lamanya Terdakwa dalam tahanan sudah sepatutnya harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan atas diri Terdakwa; Menimbang, bahwa sebelum Pengadilan menjatuhkan putusan perlu dipertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan bagi diri Terdakwa. HAL-HAL YANG MEMBERATKAN:
Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa merugikan kepentingan
orang
banyak
dan
perbuatan
terdakwa
merupakan perbuatan yang tidak terpuji. HAL-HAL YANG MERINGANKAN:
Terdakwa merasa bersalah dan mengakui terus terang atas perbuatannya serta menyesalinya;
Terdakwa mengakui belum pernah dihukum;
Terdakwa masih berusia muda sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri di kemudian hari.
78
b. Amar Putusan MENGADILI : 1. Menyatakan bahwa Terdakwa A terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan 15 (lima belas) hari; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Memerintahkan agar barang bukti berupa: a. Cash transaction no.002204 yaitu bukti pengeluaran uang dari kas swisscontanct kepada penerima uang yaitu A; b. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa pengiriman 20 kotak buku dari daerah swisscontanct Sanur kepada swisscontanct di Maumere; c. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa penginiman 27
kota
buku
dan
swisscontanct
Sanur
kepada
swisscontanct di Maumere; d. 1 (satu) lembar print out email dari AP kepada LU perihal rincian biaya pengiriman buku dari Denpasar ke Labuan Bajo dan Maumere;
79
e. 1 (satu) lembar print out data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216; f. 1 (satu) buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft copy data Log File ID keanggotaan indonetwork denigan pelanggan 1D271216; g. 1 (satu) handphone merk Maxtron type MG- 278 dengan nomor IMEI 354748044717383 beserta 2 buah kartu sim card pertama nomor 08214659595 dan kartu sim kedua nomor 081805388892; h. 1 (satu) buah handphone merek Huawaei dengan tulisan ESIA
warna
hitam
kuning
dengan
nomor
Seri
XFA9KC10C1049582 berserta kartu sim ESIA dengan nomor 03612928; i. 1 (satu) buah USB flashdisk merek Kingstone warna putih dengan tulisan 2 GB dan ada tulisan tangan dengan kata A; j. 1 (satu) buah modern merk Huawei warna hitam beserta kartu sim tn dengan nomor 089685705509 1 (satu) buah kartu SIM fleksi dengan nomor 0361 8221166; k. 1 (satu) buah stempel bentuk persegi kotak dengan tulisan AP dalam keadaan rusak; l. 1 (satu) unit laptop merek Axio model MI100 PMJ dengan nomor seri NKM1100QC000J05285;
80
m. 1 (satu) lembar packing list swisscontact dengan alamat tujuan swisscontanct wisata Labuan Bajo Jalan PW Pappu Lingkungan I Kampong Ujung Mangrai Barat NTT 86554 Indonesia; n. 1 (satu) lembar packing list swisscontanct dengan alamat tujuan swisscontanct wisata Maumere Jalan Cemara 14 Nangmeting Alok Timur Maumere 86111 Indonesia; o. 46 (empat puluh enam) box kardus warna coklat berisi buku milik swisscontanct wisata Bali dengan alamat Jalan Batur Sari No 205 B Sanur; p. 1 (satu) box kardus buku milik swisscontanct wisata Bali dengan alamat Jalan Batur Sari 205 B Sanur dikembalikan ke kantor swisscontract; Kecuali laptop, handphone, dan flashdisk milik terdakwa dirampas dimusnahkan. 6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
81
B. Pembahasan 1. Log File Sebagai Alat Bukti untuk Pembuktian Tindak Pidana Tujuan atau fungsi hukum pidana, menurut Hibnu Nugroho78 adalah: a. Sebagai sarana untuk mencari suatu kebenaran materiil dari suatu tindak pidana yang terjadi; b. Menemukan orang yang di duga sebagai pelaku tindak pidana; c. Meminta pengadilan untuk memutuskan bersalah atau tidaknya tersangka, dan d. Melaksanakan dan kemudian mengawasi pelaksanaan dari putusan tersebut. Para penegak hukum di peradilan umum yakni penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan hakim pasti berusaha menemukan kebenaran materiil dalam tindak pidana yang dilakukan tersangka atau terdakwa. Pembuktian adalah hal yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah akan ditentukan benar salahnya terdakwa. Apabila hasil pembuktian tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepadanya, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman. Dalam sidang pembuktian, hakim wajib menganut sistem pembuktian berdasarkan Undang-Undang negatif (negatifef wetterlijk). Hal ini sesuai Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang merumuskan sebagai berikut:
78
Hibnu Nugroho, 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Media Prima Aksara, Jakarta. Hal. 32.
82
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Dapat disimpulkan bahwa dalam sistem tersebut diatas, akhirnya yang menentukan nasib terdakwa adalah keyakinan Hakim (ConvictionRaisonee). Walaupun buktinya sudah sangat banyak dan pada diri hakim tidak
yakin
akan
kesalahannya
terdakwa, maka
Hakim
harus
membebaskannya. Karena itu, di dalam putusan pidana, yang menjatuhkan hukuman, dapat dibaca pertimbangan: “bahwa Hakim, berdasarkan bukti-bukti yang sah, berkeyakinan akan kesalahan terdakwa.” Selanjutnya dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP menjelaskan tentang apa sajakah yang menjadi bukti yang sah menurut Hukum Formil ini. Alat bukti sebagaimana yang diatur dalam KUHAP tidak lagi dapat mengakomodasi perkembangan teknologi informasi, hal ini menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan ini menyebabkan tergesernya bentuk media cetak menjadi bentuk media digital. Pergeseran ini menjadikan perubahan yang sangat signifikan dalam kejahatan dengan menggunakan komputer, karena bukti-bukti kejahatan akan mengarahkan suatu peristiwa pidana adalah berupa data elektronik, baik yang berada di dalam komputer itu sendiri (hardisk/floppy disc) atau yang merupakan hasil print out, atau dalam bentuk lain berupa jejak (path) dari suatu aktivitas pengguna komputer. Tentu saja upaya
83
penegakan hukum tidak boleh terhenti dengan ketidakadaan hukum yang mengatur penggunaan alat bukti berupa informasi elektronik di dalam penyelesaian suatu tindak pidana, terutama tindak pidana umum dan tindak pidana korupsi.79 Sampai saat ini ada beberapa perundang-undangan yang secara parsial telah mengatur eksistensi alat bukti elektronik. Pengaturan alat bukti pada perundang-undangan tersebut menunjukkan keberagaman, tetapi keberagaman tersebut telah diselesaikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang Dokumen Perusahaan telah meletakkan dasar penting dalam penerimaan informasi atau dokumen elektronik sebagai alat bukti. Dalam Bab III tentang Pengalihan Bentuk Dokumen Perusahaan dan Legalisasi, Pasal 15 ayat (1) menegaskan bahwa Dokumen Perusahan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Yang dimaksud media lainnya ialah alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat
menjamin
ditransformasikan.
79
keasilan 81
dokumen
yang
dialihkan
atau
Setelah, itu ada beberapa peraturan perundang-
http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kekuatan-pembuktian-alat-bukti.html, pada tanggal 19 Desember 2013. 80 Josua Sitompul, Op.cit. Hal 270. 81 Ibid. Hal 271.
diakses
84
undangan yang memasukkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, misalnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian Log File pada jaringan internet dapat ditemui dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor 26lPERlM.KOMINF0/5/2007
tentang
Pengamanan
Pemanfaatan
Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet sebagai berikut: “Rekaman aktifitas transaksi koneksi (Log File) adalah suatu file yang mencatat akses pengguna pada saluran akses operator/ penyelenggara jasa akses berdasarkan alamat asal Protokol Internet (source), alamat tujuan (destination), jenis protokol yang digunakan, Port asal (source), Port tujuan (destination) dan waktu (time stamp) serta durasi terjadinya transaksi.” Protokol Internet atau IP (Internet Protocol) merupakan Protokol pada lapisan jaringan (network layer) yang memiliki sifat dan peranan sebagai Connectionless, yakni setiap paket data yang dikirimkan pada suatu saat akan melalui rute secara independen. Paket IP atau datagram akan melalui rute yang ditentukan oleh setiap router yang dilewati oleh datagram tersebut. Hal ini memungkinkan keseluruhan datagram sampai di lokasi tujuan dalam urutan yang berbeda karena menempuh rute yang berbeda pula. Protokol Internet berfungsi menyampaikan paket data ke
85
alamat yang tepat maka dari itu peranan Internet Protokol sangat penting dari jaringan TCP (Transmission Control Protocol) dan IP.82 Perkembangan penggunaan Log File dalam suatu sistem komputer selalu sejalan dengan perkembangan sistem komputer itu sendiri, karena Log File bisa diambil dari segala macam sistem komputer baik itu sistem komputer pribadi, server web, maupun sistem komputer yang lain. Karena di dalam perkara yang penulis teliti menggunakan Web Server Log File, maka penulis hanya akan membahas mengenai Web Server Log File tersebut. Web Server menyediakan layanan akses kepada pengguna untuk mengunjungi situs web tertentu. Situs web adalah kumpulan halaman web yang dikelompokkan di bawah nama domain yang sama. Halaman web bisa berisi teks, gambar, video, dan situs web menavigasi antar semua itu melalui hyperlink. Ketika pengguna mengakses situs web, Log File akan dibuat. Log File mencatat informasi tentang setiap pengguna. Data biasanya disimpan dalam Log File Web dengan menggunakan berbagai format berbasis teks, seperti NCSA Common Log File format, W3C Extended Log File format, dan IIS Log File format. Log File terdapat di lokasi yang berbeda-beda seperti web server, web proxy server dan browser klien.83
82
http://www.hasbihtc.com/pengertian-dan-fungsi-ip-address.html, diakses pada tanggal 20 September 2013. 83 Priyanka Patil dan Ujwala Patil, Op. Cit. Hal 14.
86
Pada awal 1990-an, web statistik situs terdiri dari menghitung jumlah permintaan klien (atau hit) yang dibuat untuk web server. Ini adalah metode yang masuk akal pada awalnya, karena kebanyakan setiap situs web terdiri dari sebuah file HTML tunggal. Namun, dengan pengenalan gambar dalam HTML, dan situs web yang memuat beberapa file HTML, jumlah ini menjadi kurang bermanfaat. Maka dirilislah Log Analyzer pertama oleh IPRO pada tahun 1994.84 Log Analyzer adalah semacam software analisis web yang menguraikan Log File server dari web server.
Log File tergolong masih sangat jarang digunakan sebagai alat bukti di persidangan di Indonesia. Log File masih terbatas digunakan pada kasus-kasus cyber crime saja. Contohnya dalam putusan No.: 3254/PID.B/2006/PN.JKT pada hari sabtu tanggal 8 juli 2006, 9 juli 2006, dan 13 juli 2006 telah terjadi penggantian tampilan muka website salah satu partai besar di Indonesia. Pemeriksaan laboratorium forensik komputer menghasilkan ditemukannya Log File dari website partai tersebut. Dari Log File tersebut penyidik menemukan petunjuk kapan dan dari mana penyerangan terhadap website Partai Golkar dilakukan, serta menentukan IP address dan ISP (Internet Service Provider).85
84
http://bctask.blogspot.com/2011/03/web-analytics.html, diakses pada tanggal 20 Desember 2013. 85 http://samardi.wordpress.com/2011/09/17/cracking-website/, diakses pada tanggal 20 Desember 2013.
87
Log File merupakan data elektronik yang berbentuk tulisan. Sehingga dapat dikategorikan sebagai informasi elektronik karena memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang merumuskan: “Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.” Suatu informasi berasal dari suatu Data, yakni mencakup semua fakta yang dipresentasikan sebagai input balik baik dalam bentuk uraian kata (teks), angka (numeric), gambar pencitraan (images), suara (voices), ataupun gerak (sensor), yang telah diproses ataupun telah mengalami perubahan bentuk atau pertambahan nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti sesuai dengan konteksnya.86 Agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Maka harus memenuhi syarat formil dan materiil, syarat formil yang dimaksud ialah persyaratan mengenai formalitas atau bentuk dari Informasi atau Dokumen Elektronik. Di dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi atau
86
Edmon Makarim, Op.cit. Hal. 29-30
88
Dokumen Elektronik tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah apabila Informasi atau Dokumen Elektronik tersebut berupa: a.
Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis, atau;
b.
Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6 Undang-Undang Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan persyaratan materil mengenai keabsahan alat bukti elektronik, yaitu bahwa informasi dan dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung-jawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.87 Bukti elektronik sebagai suatu alat bukti yang sah harus dapat memberikan jaminan bahwa suatu rekaman/salinan data (data recording) berjalan sesuai prosedur yang berlaku sehingga hasil print out suatu data dapat diterima dalam pembuktian suatu kasus dan dengan berpangkal suatu pengesahan atau penetapan atas suatu data (statutoury route), suatu bukti elektronik dapat diterima sebagai alat bukti di pengadilan.
87
Josua Sitompul, Op.cit. Hal 284.
89
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Undang-Undang ini tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “perluasan alat bukti yang sah”. Akan tetapi, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang ini memberikan petunjuk penting mengenai perluasan tersebut harus “sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.” Maka, dapat disimpulkan perluasan tersebut mengandung makna88: a. Menambah alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia, misalnya KUHAP. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai Alat Bukti Elektronik menambah jenis alat bukti yang diatur dalam KUHAP; b. Memperluas cakupan dari alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia, misalnya dalam KUHAP. Hasil cetak dari Informasi atau Dokumen Elektronik merupakan alat bukti surat yang diatur dalam KUHAP.89 Dijelaskan oleh Jaksa pada Kejaksaan Agung RI Arief Indra Kusuma Adhi, ada dua pilihan yang sering dipakai untuk menyikapi alat
88
Ibid. Hal 279. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5461/syarat-dan-kekuatan-hukum-alatbukti-elektronik, diakses pada tanggal 20 Desember 2013 89
90
bukti elektronik. Yaitu, informasi elektronik menjadi alat bukti surat jika informasi elektronik itu diubah dalam bentuk cetak. Lalu, menjadi alat bukti petunjuk apabila informasi elektronik itu ada keterkaitan dengan alat bukti lain dan semua kekuatan alat bukti tersebut bebas. Dalam arti tetap dikaitkan dengan alat bukti lain dan menurut keyakinan hakim, selain kemampuan jaksa meyakinkan hakim.90 a. Log File Sebagai Alat Bukti Surat Esensi dari surat ialah kumpulan dari tanda baca dalam bahasa tertentu yang memiliki makna. Esensi ini sama dengan hasil cetak Informasi atau Dokumen Elektronik. Mengenai alat bukti surat diatur dalam Pasal 184 ayat (1) bagian c KUHAP yang penjabaran selanjutnya diatur dalam Pasal
187
KUHAP
yang
menegaskan
bahwa
Surat
sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: 1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. Jadi pada dasarnya surat yang termasuk dalam alat bukti surat yang disebut disini ialah “surat resmi” yang dibuat oleh “pejabat umum” yang berwenang membuatnya. Surat resmi dapat bernilai sebagai alat bukti dalam suatu perkara pidana apabila:
90
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20772/uu-ite-jadi-payung-hukum-iprintouti-sebagai-alat-bukti-, diakses pada tanggal 19 November 2013.
91
a. Memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialami oleh pejabat itu sendiri. b. Disertai dengan alasan yang jelas dan tegas mengenai keterangannya itu. 2. Surat yang dibuat menurut ketentuan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Jenis surat ini dapat dikatakan hampir meliputi segala jenis surat yang dibuat oleh pengelola administrasi dan kebijakan eksekutif. Contoh: Kartu Tanda Penduduk, Akta Keluarga, Akta Tanda Lahir, dan sebagainya. 3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahlian mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. Contoh: Visum Et Repertum dari Ahli Kedokteran Kehakiman. 4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari surat alat pembuktian lain (surat pada umumnya). Contoh: buku harian seorang pembunuh yang berisi catatan mengenai pembunuhan yang pernah ia lakukan.91 KUHAP tidak memberikan pengertian secara jelas penggunaan Log File sebagai bukti teknologi elektronik. Tetapi pada Pasal 187 poin d KUHAP dapat digunakan sebagai acuan pemberlakuan hasil cetak Log File sebagai sebuah “Surat Lain”. Dan Juga Pada Pasal 5 ayat (1) UndangUndang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. 91
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op. cit, hal. 127-128.
92
Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa berlakunya alat bukti surat lain harus mempunyai hubungan dengan alat bukti lain agar mempunyai kekuatan pembuktian artinya alat bukti surat lain tidak dapat berdiri sendiri secara utuh. bentuk surat lain yang diatur dalam huruf d “hanya dapat berlaku” jika isinya mempunyai hubungan dengan alat pembuktian yang lain. Nilai berlakunya masih digantungkan dengan alat bukti yang lain. Kalau isi surat itu atau kalau alat pembuktian yang lain itu terdapat saling hubungan, barulah surat itu berlaku dan dinilai sebagai alat bukti surat.92 Jadi kesimpulannya hasil cetak Log File merupakan alat bukti yang sah sepanjang isi dari hasil cetak Log File itu harus ada hubungannya dengan alat bukti lain yang dihadirkan di persidangan. b. Log File Sebagai Alat Bukti Petunjuk Petunjuk merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Bukti petunjuk diatur dalam Pasal 184 ayat 1 bagian d. Ketentuan tentang alat bukti petunjuk selanjutnya
diatur
dalam
Pasal
188
Ayat
(1)
yang
merumuskan bahwa: “Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, 92
Yahya Harahap, Op.cit., Hal. 309.
93
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.” Untuk dapat memberikan kejelasan tentang makna dari Pasal 188 ayat 1 di atas, perlu ditinjau tentang teori sebabakibat yang juga dikenal dalam lapangan ilmu hukum. Karena untuk memperoleh suatu persesuaian antara satu perbuatan, kejadian atau keadaan harus dilihat terlebih dahulu apa yang menjadi akar persoalan (penyebab) sehingga menimbulkan suatu akibat-akibat hukum. Dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP tersebut memang sangat sulit diartikan. Tetapi dengan cara menambah beberapa kata ke dalamnya maka bisa berubahlah makna dari kalimat tersebut, petunjuk ialah suatu “isyarat” yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan di mana isyarat itu mempunyai “persesuaian” antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat
yang
bersesuaian
tersebut
melahirkan
atau
mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Lebih lanjut, Pasal 188 ayat (2) KUHAP mengatur secara limitatif mengenai sumber dari alat bukti petunjuk yaitu: 1. Keterangan saksi; 2. Surat; 3. Keterangan terdakwa. Petunjuk merupakan alat bukti yang tidak langsung (Circumtantial evidence) yang bersifat sebagai pelengkap
94
saja yang artinya petunjuk bukanlah alat bukti yang mandiri (didapat dari keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa), tetapi alat bukti sekunder yang di peroleh dari alat bukti primer, di mana alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus di dukung oleh alat bukti lainnya maka disini
hakim
dalam
mengambil
kesimpulan
tentang
pembuktian, haruslah menghubungkan suatu alat bukti dengan
alat
bukti
lainya
dan
memilih
yang
ada
persesuaiannya satu sama lain.93 KUHAP tidak memasukkan Informasi elektronik sebagai sumber petunjuk. Namun, hasil cetak Log File bisa digunakan sebagai sumber petunjuk. Karena hasil cetak Log File,
seperti
yang
telah
dibahas
sebelumnya
bisa
dikategorikan sebagai alat bukti surat lain seperti terdapat dalam Pasal 187 huruf d KUHAP. Hasil cetak Log File dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk apabila telah ada isyarat tentang suatu kejadian dimana isi dari Log File tersebut mempunyai persesuaian antara kejadian yang satu dengan yang lain dimana isyarat yang tersebut melahirkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. 93
Eddy O.S Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, hal. 110-111.
95
Dengan demikian Log File dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat dan atau alat bukti petunjuk. Karena kasus yang penulis teliti adalah tindak pidana biasa, yang mana masih mengacu pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sebagai landasan hukum. Maka alat bukti yang bisa digunakan hanya terbatas pada; Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa. Karena KUHAP tidak mengatur mengenai alat bukti elektronik, maka Log File tersebut harus dicetak terlebih dahulu agar masuk dalam rumusan surat seperti yang terdapat pada Pasal 187 huruf d KUHAP. Dan dari hasil cetak Log File tersebut dapat diperoleh petunjuk sesuai dengan Pasal 188 ayat (2) KUHAP. Hasil cetak Log File tersebut tidak bisa digunakan apabila berdiri sendiri tanpa adanya alat bukti pendukung lainnya karena konsekuensi dari adanya asas minimum pembuktian. Jadi
berdasarkan
penjelasan
tersebut,
maka
Penulis
menyimpulkan bahwa Log File dapat dijadikan sebagai alat bukti terhadap perkara tindak pidana yang mana bisa menjadi surat apabila dicetak terlebih dahulu, lalu dari hasil cetak tersebut bisa menjadi sumber petunjuk. Dan harus memenuhi beberapa syarat yaitu informasi yang tercantum di dalam Log File tidak meragukan, dan keaslian dari Log File tersebut dapat diperlihatkan dipersidangan serta harus didukung dengan alat bukti lainnya yang sah sesuai dengan isi Pasal 184 KUHAP karena konsekuensi dari adanya azas minimum pembuktian (Pasal 183 KUHAP) serta pertimbangan hukum dari Hakim.
96
2. Peranan Log File dalam Pembuktian Tindak Pidana Penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting di dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alatalat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman. Edmon Makarim94 berpendapat: Pada hakekatnya pembuktian dimulai sejak di ketahui adanya suatu peristiwa hukum. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur pidana (bukti awal telah terjadi tindak pidana) maka barulah proses tersebut di mulai dengan mengadakan penyelidikan, kemudian dilakukan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan persidangan dan seterusnya. Pembuktian merupakan suatu upaya untuk membuktikan kebenaran dari isi surat dakwaan yang di sampaikan oleh jaksa penuntut umum, yang gunanya adalah untuk memperoleh kebenaran sejati (materiil). Untuk menyatakan salah tidaknya seseorang terdakwa, tidak cukup berdasarkan keyakinan hakim atau hanya semata-mata di dasarkan atas keterbuktian menurut ketentuan dan cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang di tentukan oleh undang-undang. Seorang terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim. Di atas sudah dijelaskan bahwa hasil cetak Log File bisa masuk menjadi alat bukti surat dan juga alat bukti petunjuk. 94
Edmon Makarim, Op.cit, Hal. 419-420.
97
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat dan dalam kegihupan sehari-hari seseorang tidak dapat lepas dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi, banyak suatu tindak pidana yang menggunakan teknologi sebagai alat untuk melakukan tindak pidana atau pengguna dijadikan sasaran tindak pidana. Salah satu teknologi yang sangat berperan adalah teknologi Internet. Menanggapi perkembangan teknologi tersebut, tidak ada jalan lain selain mengubah cara pandang para penegak hukum dalam menangani kasus atau perkara yang muncul karena pemanfaatan teknologi informasi. Menurut Nasrullah, pengajar hukum pembuktian Fakultas Hukum Universitas Indonesia ketika diwawancara hukumonline.com, dibutuhkan keberanian hakim untuk mengungkapkan "nilai kebenaran" yang dihasilkan dari hasil pemanfaatan teknologi tersebut. Agar proses hukum di pengadilan dapat berjalan, para penegak hukum (pengacara, kepolisian, jaksa, dan hakim) harus membuka dirinya untuk mengikuti perkembangan teknologi tersebut.95 Pada Putusan Perkara Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yang mana pada tanggal 10 Agustus 2011, Saksi LU mencari jasa ekspedisi yang melayani pengiriman barang berupa buku dari Bali ke Labuan Bajo dan Maumere melalui internet Saksi LU menemukan perusahaan
95
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2586/data-elektronik-bisa, diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
98
ekspedisi yaitu AP. Sekira tanggal 15 Agustus 2011, saksi BBM menyetujui untuk mengirimkan barang dengan menggunakan perusahaan AP. Kemudian saksi LU menghubungi perusahaan
AP untuk
mengirimkan barang. Tanggal 3 September 2011, barang belum juga sampai. Saksi LU menghubungi nomor Terdakwa. Terdakwa menjawab bahwa supir truk yang membawa barang belum bisa dihubungi. Tanggal 5 September 2011, saksi LU kembali menghubungi Terdakwa. Terdakwa mengatakan posisi barang masih berada di Lombok. Tanggal 21 September 2011, saksi LU kembali menghubungi Terdakwa. Dikatakan oleh terdakwa akan menghubungi jika sudah ada informasi mengenai posisi truk. Tanggal 22 September 2011 saksi LU kembali menghubungi terdakwa, dikatakan oleh Terdakwa bahwa barang akan tiba tanggal 23 September 2011. Pada tanggal 23 September 2011 saksi LU kembali menghubungi Terdakwa, dijawab oleh Terdakwa bahwa ia akan memberikan status keberadaan barang dan meminta maaf. Pada tanggal 27 September 2011 saksi LU kembali menghubungi Terdakwa namun tidak diangkat. Kemudian saksi LU mengirimkan SMS untuk menanyakan posisi barang dan meminta ia untuk datang ke kantor. Terdakwa membalas bahwa saat ini ibunya sedang sakit. Pada tanggal 28 September 2011 saksi kembali menghubungi Terdakwa namun tidak diangkat. Saksi LU mengirimkan SMS untuk menanyakan posisi barang dan meminta ia datang ke kantor. Tanggal 30 September 2011, sekira jam 11.00 WITA saksi LU mengirimkan SMS kepada Terdakwa. Terdakwa
99
membalas untuk menunggu sampai jam 3 sore. Setelah jam 3 sore, saksi LU menelepon saksi IAD untuk menelepon kantor yang ada di Labuan Bajo guna menanyakan apakah barang sudah sampai. Ternyata barang belum sampai. Saksi LU kembali mengirimkan SMS kepada Terdakwa untuk menanyakan posisi barang dan meminta terdakwa untuk datang ke kantor pada hari Senin. SMS tersebut tidak dibalas. Pada tanggal 3 Oktober 2011 saksi menghubungi Terdakwa di ketiga nomor yang tercantum di dalam e-mailnya namun tidak aktif. Pada tanggal 4 Oktober 2011 saksi LU bersama dengan saksi I Dewi Ketut Nata mencoba untuk mencari alamat ekspedisi AP, namun mereka tidak menemukannya. Akibat kejadian tersebut Swisscontact menderita kerugian materiil sebesar Rp. 5.530.00 (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah). Berdasarkan Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps, telah diajukan barang bukti yang diantaranya adalah 1 (satu) lembar print-out data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216, dan 1 (satu) buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft copy data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216. Akan tetapi hasil dari putusan tersebut, majelis hakim hanya berpegang pada surat dakwaan dari penuntut umum, keterangan para saksi, dan keterangan terdakwa. Maka hasil cetak Log File tersebut diabaikan untuk menjadi surat lain (Pasal 187 d KUHAP) maupun petunjuk.
100
Log File dalam hubungannya dengan tindak pidana, khususnya dalam tindak pidana penggelapan, hanya bisa digunakan sebagai alat bukti untuk perkara yang di dalamnya ada unsur penggunaan komputer. Karena Log File hanya bisa diuraikan dari suatu sistem komputer, baik itu komputer pribadi, server web, dan sebagainya. Di dalam Putusan Perkara Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yang penulis teliti, saksi LU menggunakan jaringan internet untuk mencari jasa ekspedisi, dan dia menemukan jasa ekspedisi bernama AP dari situs indonetwork. Log File yang diajukan dalam perkara ini merupakan Web Server Log File yang didapat dari pengelola situs indonetwork tersebut. Dalam administrasi sistem, para administrator akan sering berhubungan dengan Log File. Kegunaan Log File sangat banyak. Misalnya untuk program web server, Log File dapat menunjukkan hit yang diterima oleh suatu situs, menunjukkan halaman mana saja dalam situs yang dicoba diakses, browser apa saja yang digunakan oleh pengunjung situs, dan sebagainya. Untuk program yang berhubungan dengan sekuritas, Log File mungkin dapat menunjukkan usaha penjebolan keamanan yang dilakukan seseorang. 96 Format Web Server Log File berbeda-beda satu sama lain, tergantung dari jenis web server yang digunakan. Misalnya situs web yang menggunakan Web Server IIS, maka format Log File yang
96
http://www.master.web.id/mwmag/issue/05/content/tutorial-perl-4/tutorial-perl-4.html, diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
101
digunakan akan berbeda dengan Log File pada Web Server NCSA. Log File yang umum ditemui adalah Log File dimana informasi disusun per baris. Setiap kali program me-log atau mencatat aktivitas, catatan tersebut disusun dalam satu baris dan ditambahkan di akhir Log File. Untuk menjawab masalah mengenai peranan Log File apabila digunakan sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana penggelapan dalam putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps tersebut. Maka terlebih dahulu harus diidentifikasi mengenai informasi apa yang terkandung dalam Log File tersebut. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Adapun Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Perluasan yang dimaksud adalah, bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya memperluas cakupan alat bukti surat dan petunjuk, yang mana dalam kasus yang sedang diteliti adalah perluasan Log File. Seperti disebutkan di atas, Log File yang dihadirkan di persidangan bersumber dari ID pelanggan indonetwork milik terdakwa. Untuk menjadi anggota indonetwork, pengguna harus membuat ID yang berisi mengenai domisili negara, nama user, e-mail, nama perusahaan,
102
dan informasi perusahaan. Keanggotaan dibagi menjadi dua, yaitu keanggotaan prioritas dengan biaya Rp. 1.500.000,-/tahun dan layanan SMS dengan biaya Rp. 325.000,-. Dengan mengambil Log File ID pelanggan indonetwork, maka semua informasi ini bisa diketahui. Jadi, dapat dipastikan bahwa laman web yang dilihat oleh saksi LU dalam mencari jasa ekspedisi untuk mengirimkan sejumlah buku dari Bali ke Labuan Bajo dan Maumere memang benar milik terdakwa. Selain itu, dari Log File tersebut juga bisa didapatkan informasi mengenai alamat IP pengunjung, kapan saja halaman suatu situs diakses, berapa lama, halaman mana saja yang diakses pengunjung dengan informasi durasi waktu dalam setiap halaman tersebut. Web Server Log File berbentuk file teks sederhana yang merekam informasi tentang setiap pengguna.97 Sebagai contoh Log File yang didapat dari Web Server IIS 6.0 yang dilihat menggunakan fasilitas text editor: 192.168.114.201, -, 03/20/01, 07:55:20, W3SVC2, SERVER, 172.21.13.45, 4502, 163, 3223, 200, 0, GET, / DeptLogo.gif, Setiap bagian dari contoh diatas disebut field dan satu sama lain dipisahkan dengan tanda koma. Berikut ini adalah keterangan dari field yang disebutkan di atas98:
97
Priyanka Patil dan Ujwala Patil, Op. Cit. Hal 15. http://www.microsoft.com/technet/prodtechnol/WindowsServer2003/Library/IIS/c93b285 6-76c4-4348-9d46-8a60612c3b23.mspx?mfr=true, diakses pada tanggal 21 Desember 2013. 98
103
Field
Contoh
Keterangan
192.168.114.201
Alamat IP Klien
User name
-
Nama pengguna Anonim
Tanggal
03/20/01
Waktu
07:55:20
Alamat IP Klien
Service and
Entri Log File ini dibuat pada tanggal 20 Maret 2001 Entri log file ini tercatat pada pukul 07:55
W3SVC2
Ini adalah sebuah situs Web
Nama Server
SERVER
Nama Server
Server IP
172.21.13.45
Alamat IP Server
instance
Waktu yang dibutuhkan Klien byte yang dikirim Server byte yang dikirim Kode status layanan Kode status Windows Jenis Permintaan
4502
163
3223
200
0
GET
Target Operasi
/ DeptLogo.gif.
Parameter
-
Tindakan ini membutuhkan waktu 4.502 milidetik. Jumlah byte yang dikirim dari klien ke server. Jumlah byte yang dikirim dari server ke klien. Permintaan itu telah berhasil dipenuhi. Permintaan itu telah berhasil dipenuhi. Pengguna mengeluarkan GET, atau download/perintah. Pengguna ingin mengunduh file DeptLogo.gif. Tidak ada parameter yang dikirimkan.
104
Untuk mengetahui siapa pemilik alamat IP yang ada di suatu Log File, maka penyidik memerlukan koordinasi dengan penyedia jasa layanan internet yang ada di Indonesia. Dan informasi seperti yang telah disebutkan diatas sangat sulit dipahami oleh orang awam, maka dari itu diperlukan adanya ahli yang bisa menerangkan maksud dari Log File tersebut. Hal ini untuk mencegah kesalahan penafsiran dari suatu Log File. Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa hasil cetak Log File dapat memberikan keyakinan kepada hakim dalam putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps bahwa memang benar pada tanggal 10 Agustus 2011, Saksi LU mengunjungi halaman situs perusahaan jasa ekspedisi bernama AP yang dipasang oleh Terdakwa di situs Indonetwork. Dari kunjungan itulah terjadi transaksi mengenai pengiriman barang ke Labuan Bajo dan Maumere antara saksi LU dan Terdakwa A, yang selanjutnya Terdakwa tidak menepati janjinya untuk mengirimkan barang tersebut. Hal ini tentunya juga akan memperjelas kronologis awal dari kasus dalam putusan ini. Sebelum diajukan di persidangan, diperlukan pemeriksaan melalui digital forensik sehingga dalam persidangan, ahli dapat menjamin keotentikan Log File tersebut. Karena Log File sebagai file yang berbentuk teks rawan dengan rekayasa, seperti halnya E-mail, atau SMS.
105
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Log File Dapat Digunakan Sebagai Alat Bukti untuk Pembuktian Tindak Pidana karena: a. Log File termasuk dalam Informasi Elektronik seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. b. Perluasan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat diartikan bahwa Pasal tersebut telah memperluas cakupan dari alat bukti yang diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia, misalnya dalam KUHAP. Hasil cetak dari Informasi atau Dokumen Elektronik dalam hal ini hasil cetak Log File dapat
106
dikategorikan sebagai alat bukti surat lain yang diatur di dalam Pasal 187 KUHAP. c. Hasil cetak Log File sebagai alat bukti surat dapat dijadikan sebagai sumber petunjuk seperti yang dirumuskan dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP, asalkan isi dari Log File itu memiliki persesuaian dengan alat bukti yang lain. 2. Peranan Log File dalam pembuktian Tindak Pidana penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yaitu: a. Memberikan informasi kepada Hakim tentang kronologis awal dari kasus yang ditanganinya. Yaitu bahwa terdakwa memiliki ID pelanggan indonetwork yang mengiklankan jasa ekspedisi fiktif yang dikunjungi oleh saksi LU melalui internet. Dari iklan jasa ekspedisi
itulah saksi
LU dan
terdakwa
sepakat
mengirimkan sejumlah barang berupa buku ke Maumere dan Labuan Bajo. Namun, akhirnya terdakwa menggelapkan buku tersebut beserta uang pembayaran pengiriman. b. Menambah keyakinan Hakim bahwa memang benar ID indonetwork yang memasang iklan jasa ekspedisi dalam perkara ini memang milik terdakwa. Hal ini dapat diketahui dari informasi di dalam Log File yang memuat semua data terdakwa. Dan juga dengan bantuan penyedia internet di Indonesia, dapat diketahui bahwa alamat IP yang biasa digunakan untuk
107
mengakses ID indonetwork adalah milik terdakwa atau memang biasa digunakan oleh terdakwa. B. Saran Berdasarkan pada simpulan hasil Studi Kasus dapat diberikan saran sebagai berikut: Alangkah baiknya dilakukan revisi terhadap Undang-Undang No.8 tahun 1981 mengenai KUHAP yang menjadi acuan dalam beracara pada hukum pidana, terutama mengenai bagian yang mengatur tentang pembuktian. Hal ini untuk mengakomodir hal-hal baru yang saat pembuat Undang-Undang merumuskan KUHAP tidak ada, seperti alat bukti elektronik dalam penelitian ini. Diperlukan suatu pemikiran tentang kondisi aturan yang sesuai dengan perkembangan zaman, terlebih mengenai suatu teori pembuktian yang lebih bersifat modern.
DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Al-Azhar, Muhammad Nuh, 2012, Digital Forensic: Panduan Praktis Investigasi Komputer, Salemba Infotek, Jakarta. Ali,Mahrus, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Chazawi, Adami, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang. Hamzah, Andi, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta. Hamzah, Andi, 2001, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Harahap, M. Yahya, 2002, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan Dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta. Makarao, Muhammad Taufik dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta. Makarim, Edmon, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta. O.S Hiariej, Eddy, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta. Marpaung, Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksepsi). Sinar Grafika, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum. Kencana Media Group, Jakarta. Nugroho, Hibnu, 2012, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Media Prima Aksara, Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.
Progress, Ganesha, 2006, Mengonfigurasi Jaringan dan Internet dalam Windows XP, Elex Media Komputindo, Jakarta. Sitompul, Asril, 2001, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyberspace), Citra Aditya Bakti, Bandung. Sitompul, Josua, 2012, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Tatanusa, Jakarta. Soeparmono, R, 2002, Keterangan Ahli & Visum et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung. Cyberspace, Problematika Suparni, Niniek, 2009, Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta.
&
Antisipasi
Tung, Khoe Yao, 2001, Teknologi Jaringan Intranet, Penerbit Andi, Yogyakarta. Wahid, Abdul dan Labib, Mohammad, 2005, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Refika Aditama, Bandung. Wisnubrot, Al, 2002, Praktek Peradilan Pidana: Proses Penanganan Perkara Pidana. Galaxy Puspa Mega, Jakarta. B. Jurnal Maknunah, Jauharul, Tantangan Bisnis di Era E-Commerce di Indonesia Pada Era Reformasi, Jurnal Teknologi Informasi Vol. 1. No.2, 2013. (http://lkppm.pradnya.ac.id/wpcontent/uploads/2013/03/Jauharul_hal1 77_189.pdf, diakses pada tanggal 12 September 2013). Oh, Junghoon, dkk, Advanced Evidence Collection and Analysis of Web Browser Activity, Jurnal Digital Investigation Vol. 8, 2011. (http://www.campus64.com/digital_learning/data/web_investigation/i nfo_browser.pdf, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013) Patil, Priyanka, dan Patil, Ujwala, Preprocessing of Web Server Log File for Web Mining, World Journal of Science and Technology. Vol. 2. No. 3. 2012, hal.14. (http://worldjournalofscience.com/index.php/ wjst/article/download/13151/6647, diakses pada tanggal 20 Oktober 2013).
Ro’is, Nur, Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana, Jurnal Dinamika, Volume 3, No. 6. 2010, hal. 91. (http://jodfisipunbara.blogspot.com, diakses pada tanggal 29 Juli 2013). Wijayanti, Alcadini, dkk, Perkembangan Alat Bukti dalam pembuktian Tindak Pidana berdasarkan Undang-Undang Khusus dan Implikasi Yuridis Terhadap KUHAP, Jurnal Diponegoro Law Review, Volume 1, No. 4. 2012, hal. 5. (http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr, diakses pada tanggal 10 Agustus 2013). C. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). _______, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP). _______, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. _______, Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menkominfo, Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor 26lPERlM.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet. D. Sumber Lain http://bctask.blogspot.com/2011/03/web-analytics.html, diakses pada tanggal 20 Desember 2013. http://hasbihtc.com/pengertian-dan-fungsi-ip-address.html, tanggal 20 September 2013.
diakses
pada
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2586/data-elektronik-bisa, diakses pada tanggal 21 Desember 2013. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20772/uu-ite-jadi-payunghukum-iprint-outi-sebagai-alat-bukti-, diakses pada tanggal November 2013.
19
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5461/syarat-dan-kekuatanhukum-alat-bukti-elektronik, diakses pada tanggal 20 Desember 2013. http://hukumzone.blogspot.com/2011/05/macam-macam-alat-bukti-dalamhukum.html, diakses pada tanggal 10 September 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Peramban_web#cite_note-ramatloka-0, pada tanggal 22 Oktober 2013.
diakses
http://id.wikipedia.org/wiki/Server_web, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013. http://inspirasihukum.blogspot.com/2013/04/tujuan–dan-fungsi-hukum-acarapidana.html, diakses pada tanggal 26 Oktober 2013. http://jaringankomputer.org/firewall-pengertian-fungsi-manfaat-dan-carakerja-firewall/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013. http://masrigunardi.blogspot.com/2012/09/Pasal-372-dan-Pasall-374 kuhp.html, diakses pada tanggal 12 September 2013. http://www.master.web.id/mwmag/issue/05/content/tutorial-perl-4/tutorialperl-4.html, diakses pada tanggal 21 Desember 2013. http://mastokkenari.page4.me/185.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2013. http://www.microsoft.com/technet/prodtechnol/WindowsServer2003/Library/ IIS/c93b2856-76c4-4348-9d46-8a60612c3b23.mspx?mfr=true, diakses pada tanggal 21 Desember 2013. http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kekuatan-pembuktian-alat-bukti.html, diakses pada tanggal 19 Desember 2013. http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php, diakses pada tanggal 14 Maret 2013. http://samardi.wordpress.com/2011/09/17/cracking-website/, tanggal 20 Desember 2013.
diakses
http://scribd.com/doc/145819981/Kekuatan-Alat-Bukti-Surat-MenurutHukum-Acara-Pidana, diakses pada tanggal 10 September 2013. http://te-effendi-acara.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum-acarapidana.html, diakses pada tanggal 1 September 2013.
pada
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_33720_bab9-10.pdf, diakses pada tanggal 25 November 2013. Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps.