PREVALENSI SMOKER’S MELANOSIS PADA KALANGAN PETANI ( Studi Pada Petani Perokok Kec.Panca Rijang Kab.Sidrap)
SKRIPSI MELDA J 111 11 285
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
PREVALENSI SMOKER’S MELANOSIS PADA KALANGAN PETANI ( Studi Pada Petani Perokok Kec.Panca Rijang Kab.Sidrap)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh: MELDA JIII 11 285
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
HALAMAN PENGESAHAN Judul : PREVALENSI SMOKER’S MELANOSIS PADA KALANGAN PETANI ( Studi Pada Petani Perokok Kec.Panca Rijang Kab.Sidrap) Oleh : MELDA / J111 11 285
Telah diperiksa dan disah kan pada tanggal 20 Juni 2014
Oleh :
Pembimbing
Prof.Dr.drg.Harlina,M.kes NIP.19630118 198903 2 002
Mengetahui, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Prof.drg.H.Mansjur Nasir, Ph.D NIP.19540625 198403 1 001
SURAT PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa yang tercantum namanya di bawah ini : Nama
: MELDA
Nim
: J111 11 285
Judul Skripsi : PREVALENSI SMOKER’S MELANOSIS PADA KALANGAN PETANI ( Studi Pada Petani Perokok Kec.Panca Rijang Kab.Sidrap)
Menyatakan bahwa judul skripsi yang diajukan adalah judul yang baru dan tidak terdapat di Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.
Makassar, 19 Juli 2014 Staf, Perpustakaan FKG-UH
NURAEDA, S.Sos
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang
KALANGAN
berjudul
PREVALENSI
SMOKER’S
MELANOSIS
PADA
PETANI ( Studi Pada Petani Perokok Kec.Panca Rijang
Kab.Sidrap) sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat beberapa hambatan dan kekurangan. Akan tetapi, berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan hati perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT, yang tiada putus-putusnya melimpahkan taufiq, rahmat, serta hidayah-Nya 2. Prof.drg.H.Mansjur Nasir,Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 3. Prof.Dr.drg.Harlina, M.Kes selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, seta petunjuk kepada penulis yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tugas akhir ini.
4. drg.Baharuddin
MR.Sp.Orth,
selaku
Penasehat
Akademik
yang
telah
memberikan pengarahan selama menyelesaikan program studi Strata 1 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 5. Staf pengajar bagian penyakit mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 6. Seluruh staf pegawai Fakultas Krdokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 7. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada keluarga tercinta Ayahanda Suardi dan Ibunda Rahmatiah yang tercinta. Dengan segenap curahan kasih saying, doa yang tulus ikhlas serta pengorbanan beliau yang tak terhingga mempermudah langkah penulis dalam meraih cita-cita. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan memberikan surge, sebaik-baiknya blasan bagi beliau. Begitu pula dengan saudara penulis tercinta Herawati, Ade Irma Suardi dan Muh.rizaldi terima kasih atas bantuan dan pengertiannya. 8. Untuk Andi Affan Makkaraka, S.E, terima kasih banyak atas perhatian, kasih sayang, serta dukungannya selama ini kepada penulis. 9. Seluruh keluarga besar Oklusal 2011 FKG UNHAS yang tersayang dan tercinta terima kasih atas bantuannya, motivasi, kebersamaannya dan solidaritasnya, penulis sangat berterima kasih.
10. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh Keluarga Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang tidak dapat disebutkan namanya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Kedokteran Gigi. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua, amin.
Makassar, 20 Juni 2014
Penulis
PREVALENSI SMOKER’S MELANOSIS PADA KALANGAN PETANI ( Studi Pada Petani Perokok Kec.Panca Rijang Kab.Sidrap) MELDA Abstrak Latar Belakang : Rokok merupakan benda yang tidak asing lagi di masyarakat. Perokok saat ini dapat dijumpai berbagai kelas sosial, status serta kelompok umur yang berbeda. Ironisnya sebagian besar perokok justru berasal dari golongan ekonomi yang rendah dimana prevalensi perokok pada petani lebih besar dibanding yang tidak bekerja, sekolah, pegawai dan wiraswasta. Hal ini dikarenakan rokok sangat mudah untuk didapatkan. Merokok dapat menyebabkan timbulnya kondisi patologis di rongga mulut. Penyakit yang paling sering dikaitkan dengan merokok adalah smoker’s melanosis. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi smoker’s melanosis dikalangan petani. Metode : Penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan studi potong lintang. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan dari 110 orang subjek penelitian yang diperiksa, prevalensi smoker’s melanosis pada kalangan petani sebanyak 94 orang (85.5%). Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada perokok yang merokok dengan jenis rokok putih sebanyak 47 orang (42.7%). Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada lama merokok > 10 tahun sebanyak 88 orang (80.0%). Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada perokok dengan jumlah rokok yang dihisap >15 batang per hari sebanyak 75 orang (68.2%). Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada perokok yang merokok dengan cara menghisap rokok dengan hisapan dalam sebanyak 65 orang (59.1%). Kata kunci : Perokok, Smoker’s Melanosis, petani
PREVALENCE OF SMOKER’S MELANOSIS FOR FARMERS (A Study of Smoker Farmer in Panca Rijang Subdistrict of Sidrap Regency) MELDA Abstract Background: Cigarette is a usual material for people. Today, the smokers can be found in various different social class, status and age group. The ironical mostly of smokers coming from low economic class where the prevalence of smoker farmers is larger than unemployment, students, public servant and entrepreneur. This due to the cigarette is easy to obtained. The smoking can cause the occurrence of pathologic condition in mouth cavity. The disease is frequent associated to the smoke is smoker’s melanosis.
Objective: the objective of this study was to know the prevalence of smoker’s melanosis for farmers.
Methods: this study is descriptive by cross-section approach.
Results: the result of study indicate that from 110 subject of study studied, prevalence of smoker’s melanosis for farmers of 94 persons (85.5%). The incidence of smoker’s melanosis at most found for smokers who smoke white cigarette as much 47 persons (42.7%). The incidence of smoker’s melanosis as most found in the length of smoke > 10 years of 88 persons (80.0%). The incidence of smoker’s melanosis at most found of smokers who smoke total cigarette > 15 stick a day as much 75 persons (68.2%). The incidence of somker’s melanosis at most found for smokers who smoke by deep sucking as much 65 persons (59.1%).
Keywords: smoker, smoker’s melanosis, farmer
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………
i
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….
iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….
iv
DAFTAR ISI.…………………………………………………………………..
vii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………......
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………………
x
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………
1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………….. ….
1
Rumusan Masalah…………………………………………………..
3
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………….
3
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………..
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….
5
2.1 Konsep Dasar Merokok………………………………………………
5
1.2
2.1.1 Pengertian merokok………………………………………….
5
2.1.2 Cara menghisap Rokok………………………………………
5
2.1.3 Klasifikas Rokok……………………………………………..
6
2.1.4 Kandungan Rokok……………………………………………
7
2.1.5 Efek Merokok Terhadap Mukosa Mulut……………………..
10
2.2 Smoker’s Melanosis…………………………………………………
13
2.2.1 Pengertian Smoker’s Melanosis…………………………….
13
2.2.2 Gambaran Klinis Smoker’s Melanosis………………………
15
2.2.3 Etiologi Smoker’s Melanosis………………………………..
15
2.2.4 Perawatan smoker’s melanosis………………………………
16
BAB III KERANGKA KONSEP……………………………………………..
17
BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………………
18
4.1 Jenis Penelitian…………………………………………………….
18
4.2 Rancangan Penelitian………………………………………………
18
4.3 Lokasi Penelitian…………………………………………………..
18
4.4 Waktu Penelitian…………………………………………………..
19
4.5 Populasi dan Sanpel Penelitian…………………………………….
19
4.6 Kriteria Sampel…………………………………………………….
19
4.7 Metode Pengambilan Sampel………………………………………
20
4.8 Data………………………………………………………………...
20
4.9 Prosedur Penelitan…………………………………………………
21
4.10 Alat dan bahan……………………………………………………
21
4.11 Definisi Operasional……………………………………………...
22
BAB V HASIL PENELITIAN………………………………………………
23
BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………
32
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………
38
7.1 Kesimpulan…………………………………………………….
38
7.2 Saran…………………………………………………………...
38
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
40
LAMPIRAN…………………………………………………………………..
43
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Kandungan Rokok…………..…………………………………….
9
Gambar 2.2 Smoker’s Melanosis………………………….……………………
14
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan kelompok umur………………..
23
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis rokok……………………..
24
Tabel 5.3 Distribusi responden berdaasarkan lama merokok…………………
25
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan jumlah rokok yang dihisap per hari…………………………………………………….
26
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan cara menghisap rokok………….
27
Tabel 5.6 Distribusi responden smoker’s melanosis…………………………..
28
Tabel 5.7 Distribusi responden kejadian smoker’s melanosis berdasarkan Jenis rokok………………………………………………………….
29
Tabel 5.8 Distribusi responden kejadian smoker’s melanosis berdasarkan Lama merokok………………………………………………………
30
Tabel 5.9 Distribusi responden kejadian smoker’s melanosis berdasarkan Jumlah rokok yang dihisap per hari………………………………..
31
Tabel 5.10 Distribusi responden kejadian smoker’s melanosis berdasarkan Cara menghisap rokok……………………………………………..
32
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Rokok merupakan benda yang sudah tidak asing lagi di masyarakat kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan meluas dimasyarakat. Meskipun kebiasaan merokok berdampak buruk pada kesehatan, tapi prevalensi perokok terus meningkat.1,2 Meningkatnya prevalensi merokok di Negara berkembang termasuk Indonesia menyebabkan masalah rokok menjadi semakin serius. Hari tanpa tembakau sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei tidak menyurutkan perokok untuk mengurangi kebiasaannya. Sebagian perokok di Indonesia telah menganggap bahwa merokok adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan sehingga merokok dianggap hal yang biasa.3 Menurut lembaga survey WHO tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat ke- 3 sebagai jumlah perokok terbesar di Dunia.4 Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2007 prevalensi perokok di Indonesia sebanyak 29,2% dan pada data Riset Kesehatan dasar 2012 prevalensi perokok di Indonesia telah menjadi 34,7%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prevalensi perokok di Indonesia.5
Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda. Menurut data Riskesdas 2010, prevalensi perokok di daerah perdesaan lebih banyak dari pada yang ada diperkotaan. Ironisnya sebagian besar perokok justru berasal dari golongan sosial ekonomi rendah dimana prevalensi perokok pada petani lebih besar dibanding yang tidak bekerja, sekolah, pegawai dan wiraswasta.6 Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya kondisi patologis di rongga mulut. Rongga mulut merupakan bagian tubuh yang pertama kali terpapar asap rokok sehingga sangat mudah terpapar efek rokok karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok yang utama. Beberapa kelainan rongga mulut yang ditimbulkan atau sebagai efek dari merokok yaitu penyakit periodontal, leukoplakia, stomatitis nikotina, smokeless tobacco keratosis, fibrosis submukosa, hairy tongue dan smoker’s melanosis.5,7 Konsumsi tembakau dikaitkan dengan berbagai perubahan pada mukosa mulut. Penyakit yang paling sering dikaitkan dengan merokok adalah smoker’s melanosis.8 Smoker’s melanosis merupakan pigmentasi pada mukosa mulut yang secara langsung dihubungkan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari, lamanya meokok dan kebiasaan merokok tembakau.9 Smoker’s melanosis dapat mempengaruhi permukaan mukosa manapun namun pada umumnya terjadi pada gingiva anterior labial mandibula, khusunya pada labial gigi anterior perokok.10
Berdasarkan uraian diatas, maka muncul suatu permasalahan yang menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui prevalensi smoker’s melanosis,
sehingga perlu
dilakukan penelitian khususnya dikalangan petani. Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat mememberikan pengetahuan tentang kebiasaan merokok yang dapat menyebabkan timbulnya smoker’s melanosis.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang peneliti, maka rumusan masalah yang diajukan adalah berapa prevalensi smoker’s melanosis di kalangan petani.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui prevalensi smoker’s melanosis dikalangan petani.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan : 1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai efek kebiasaan merokok terhadap perubahan mukosa yang terjadi pada rongga mulut.
dari
2.
Bagi pihak lain diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik dan masalah yang sama.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KONSEP DASAR ROKOK
2.1.1
Pengertian Rokok
Kata rokok berasal dari bahasa Belanda yaitu roken. Merokok adalah membakar tembakau kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.3,11 Rokok merupakan sebuah produk hasil olahan tembakau berbentuk silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 sampai 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun yang telah dicacah yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lain atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.12
2.1.2 Cara Menghisap Rokok Merokok di mulai sejak umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok jg punya dose -
responde effecet, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Cara mengisap rokok juga dapat dibedakan menjadi:13,14 1. Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal). 2. Dihisap sampai kedalam mulut (di mulut saja). 3. Dihisap sampai di faring (isapan dalam).
2.1.3 Klasifikasi Rokok Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatnya yaitu temabakau. Di Indonesia ada dua jenis produk rokok yaitu rokok putih dan rokok kretek.15 Berdasarkan bahan dan ramuan rokok, rokok digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu:15 1.
rokok kretek : rokok yang memiliki ciri khas adanya campuran cengkeh pada tembakau rajangan yang menghasilkan bunyi kretek-kretek ketika dihisap.
2. rokok putih : rokok dengan atau tanpa filter menggunakan tembakau virginia iris atau tembakau lainya tanpa menggunakan cengkeh, digulung dengan kertas sigaret dan boleh menggunakan bahan tambahan kecuali yang tidak diijinkan berdasarkan ketentuan Pemerintah RI. 3. cerutu, adalah produk dari tembakau tertentu berbentuk seperti rokok dengan bagian pembalut luarnya berupa lembaran daun tembakau dan bagaian isinya campuran serpihan tembakau tanpa penambahan bahan lainnya.
Berdasarkan cara pembuatannya rokok kretek dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. sigaret kretek tangan (SKT) : rokok kretek yang dibuat menggunakan tangan. 2. sigaret kretek mesin (SKM) : rokok yang berawal ketika pabrik rokok Bentoel menggunakan mesin karena kekurangan tenaga pelinting. Pengukuran tentang kebiasaan merokok pada seseorang dapat ditentukan pada suatu kriteria yang dibuat berdasarkan anamesis atau menggunakan kriteria yang telah ada. Biasanya batasan yang digunakan adalah berdasarkan jumlah rokok yang dihisap setiap hari atau lamanya kebiasaan merokok.16 Menurut Smeth. perokok diklasifikasikan berdasarkan tiga tipe perokok menurut banyakanya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah:16 1. Perokok ringan adalah perokok yang menghisap 1 – 4 batang rokok dalam sehari. 2. Perokok sedang adalah perokok yang menghisap 5 -14 batang rokok dalam sehari. 3. Perokok berat adalah perokok yang menghisap lebih dari 15 batang dalam sehari.
2.1.4 Kandungan Rokok Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia.5 Dalam asap rokok itu mengandung 4.000 zat kimia yang berbahaya untuk kesehatan, 40 jenis diantaranya bersifat karsinogeneik. Dari satu batang rokok yang dibakar menghasilakan sekitar 92% gas dan 8% bahan-bahan partikel padat. Asap rokok terbagi atas asap utama (main
stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap yang dihirup langsung perokok, sedangkan asap samping merupakan asap yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau perokok pasif.17 Komponen gas asap rokok adalah karbon monoksida, karbon dioksida, oksigen, hidrogen sianida, amoniak, nitrogen, senyawa hidrokarbon. Sebagian besar fase gas adalah karbodioksida, oksigen , dan nitrogen. Kompenen partikel padat antara lain tar, nikotin, benzopiren, fenol, kadmiun, indol,karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen). Nikotin merupakan komponen yang paling banyak dijumpai di dalam rokok.7 Tar, nikotin, dan karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia yang paling berbahaya dalam asap rokok. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat dan setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran napas, dan paruparu. Komponen tar mengandung radikal bebas, yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker.7 Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam yang bersifat toksis, berbentuk cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap. Zat ini dapat berubah warna menjadi coklat dan berbau seperti tembakau jika bersentuhan dengan udara. Nikotin berperan dalam
menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligamen periodontal, menurunkan isi protein fibroblast, serta dapat merusak sel membran.7 Gas Karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran hemoglobin. Karbonmonoksida memiliki afinitas dengan hamoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen terhadap hamoglobin.7
Gambar 2.1 Kandungan Rokok Sumber : http://wir-nursing.blogspot.com//2013/12/bahaya-rokok-bagi-kesehatan.html. Diakses tanggal 8 Januari 2014
2.1.5 Efek Merokok Terhadap Mukosa Mulut Rongga mulut ialah bagian tubuh yang pertama kali terpapar asap rokok sehingga sangat mudah terpapar efek rokok karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok yang utama.5 Beberapa kelainan rongga mulut yang ditimbulkan atau sebagai efek dari merokok yaitu:18,19 1. Penyakit periodontal Efek sanping tembakau pada jaringan periodontal berhubungan erat dengan kuantitas komsumsi rokok per hari dan lamanya merokok. Studi epidemiologi membuktikan bahwa merokok terbukti merupakan salah satu faktor resiko yang bermakna dalam hal terjadinya penyakit periodontal. Nikotin sebagai produk dari hasil pembakaran rokok menyebabkan vasokonstriksi termasuk juga vaskularisasi pada jaringan periodontal gigi yang akan mengakitbatkan nekrosis dan ulserasi pada jaringan gingiva, sehingga memudahkan terjadinya gingivitis kronis ataupun infeksi gingiva, dikenal sebagai acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG), yaitu penyakit pada gingiva
yang
ditandai
dengan
nekrosis
papilla
interdental,
gingivitis
ulceromembranosa, dan ulkus spesifik pada membran mukosa yang dikenal sebagai abklatsch ulcer. Nikotin juga menghambat pembentukan fibroblast gingiva berikut produknya antara lain fibronektin dan kolagen. Komponen lain
dari hasil pembakaran rokok akan meningkatkan resiko hilangnya perlekatan membran periodontal, sehingga mengakibatkan terbentuknya poket periodontal, selanjutnya terjadi kerusakan tulang alveolar, resesi gingiva dimana akar gigi terlihat kemudian gigi menjadi goyang dan akhirnya gigi tanggal. Penelitian juga membuktikan perokok lebih banyak mengalami kerusakan tulang yang besar dan poket lebih dalam di antara gigi dan gusi dibandingkan bukan merokok.
2. Leukoplakia : Leukoplakia adalah reaksi protektif terhadap iritasi kronis. Tembakau, alkohol, sifilis, defisiens vitamin, ketidak seimbangan hormon, galvanisme, gesekan kronis, dan kandidiasis termasuk dalam penyebab lesi ini. Daerahdaerah yang lebih sering terserang leukoplakia adalah lateral dan ventral lidah, dasar mulut, mukosa alveolar, bibir, trigonom retromolar palatum lunak dan gusi cekat mandibula. Permukaan lesinya pecah-pecah, berkerut, verukoid, noduler, atau berbercak-bercak. Warnanya dapt merupakan variasi lembut dari lesi putih translusen pucat sampai abu-abu atau putih coklat. Leukoplakia bisa mengenai semua usia, tetapi sebagian besar kasus terjadi pada pria antara usia 45-65 tahun. Langkah awal dalam perawatan leukoplakia adalah menghilangkan setiap faktor iritasi dan penyebab, kemudian mengamati penyembuhanya. Lesi tersebut dapat atau tidak dapat hilang. Jika leukoplakia mulut yang tak jelas tersebut
menetap, maka harus dibiopsi. Biopsi dari berbagai daerah mungkin diperlukan untuk lesi yang menyebar. Daerah-daerah nonhomogen dari suatu lesi harus selalu dipilih untuk dibiopsi. 3. stomatitis nikotina stomatitis nikotina dijumpai sebagai hiperkeratosis di palatum durum. Mayoritas kasus ini dijumpai lebih pada perokok dengan pipa dan cerutu dibandingkan dengan merokok sigaret. Manifestasi awal ditandai dengan eritema pada palatum durum, diikuti dengan sejumlah papul merah di sekitar orifice kelenjar liur minor di palatum sebagai red dot. Lesi yang timbul ini ukurannya bervariasi dan kemudian palatum
ditutupi
oleh
gambaran
putih
keabuan
akibat
pembentukan
ortoparakeratin. Ketebalan dari lesi putih keabuan ini tergantung dari jumlah tembakau yang dipakai dan lamanya lesi. Lesi ini meluas difus keseluruh palatum durum dengan gambaran permukaan yang kasar atu ireguler. Pada stadium ekstrim bisa disertai fissur pada palatum. Bila pasien menghentikan aktivitas rokok, lesi ini bisa reversible dalam waktu beberapa bulan 4. Smoker’s melanosis : Pada ras kulit putih, merokok dapat memberikan gambaran pigmentasi di attached gingiva mirip dengan pigmentasi melanosis normal yang dijumpai pada
ras kulit gelap.Kondisi ini asimtomatis dan akan menghilang bila kebiasaan merokok dihentikan. 5. hairy tongue Merokok dapat merangsang papila filiformis sehingga menjadi lebih panjang. Pembakaran rokok menghasilkan substansi berwarna hitam kecoklatan yang mudah didepositkan pada papila lidah, sehingga perokok sukar merasakan rasa pahit, asin, dan manis, karena rusaknya ujung sensoris dari alat perasa. Kondisi ini disebut sebagai hairy tongue. Iritasi dari asap tembakau menyerang sel-sel epitel mukosa sehingga aktivitas seluler bertambah, terjadi perubahan keratotik, epitel menjadi tebal berwarna putih keabuaan pada mukosa bukal dan pada dasar mulut.
2.2 SMOKER’S MELANOSIS
2.2.1 Pengertian Smoker’s Melanosis Merokok dapat menyebabkan pigmentasi pada mukosa mulut dengan peningkatan produksi melanin. Smoker’s melanosis ini paling jelas terlihat pada kulit putih karena kurangnya pigmentasi pada mukosa mulut. Tetapi, beberapa orang berkulit gelap yang merokok akan memiliki pigmentasi lebih menonjol pada mukosa mulutnya. Wanita lebih sering terkena dari pada pria, yang menunjukkan efek sinergis antara hormon seks wanita dan merokok.10,20,21
Smoker’s melanosis adalah pigmentasi pada mukosa mulut yang disebabkan karena merokok. Smoker’s melanosis secara langsung dihubungkan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari, lamanya meokok dan kebiasaan merokok tembakau.10 Smoker’s melanosis dapat mempengaruhi permukaan mukosa manapun namun pada umumnya terjadi pada gingiva anterior labial mandibula, khusunya pada labial gigi anterior perokok. Pada perokok pipa menunjukkan pigmentasi pada mukosa bukal dan Smoker’s melanosis terlihat pada pallatum durum yang merokok secara terbalik. 21,22
Gambar 2.2 Smoker’s Melanosis Sumber :http://gr.dentistbd.com/smoker%E2%80%99s-melanosis-ppt.html. Diakses tanggal 8 Januari 2014
2.2.2 Gambaran Klinis Smoker’s Melanosis Smoker’s melanosis tampak sebagai bercak berawarna coklak difus, berbentuk datar, dan tidak teratur yang ukuranya beberapa sentimeter. Biasanya terdapat pada gingiva anterior labial dan mukosa pipi, daerah-daerah rawan lain termasuk mukosa bibir, palatum, lidah, dasar mulut dan bibir. Pigmentasi yang dikaitkan dengan merokok pipa terjadi mukosa bukal. Pada beberapa orang menggunakan rokok seperti rokok putih yang ditempatkan pada kavitas mulut, akan menunjukkan pigmentasi pada palatum keras. Derajat pigmentasi berkisar dari coklat muda sampai tua. Pigmentasi pada mukosa mulut berhubungan dengan lama merokok dan jumlah rokok yang dihisap. Biasanya di menjumpai fokus coklat tua yang tersebar asimetris yang disertai gigi-gigi yang mengalami perubahan warna menjadi coklat halitosis.23,24
2.2.3 Etiologi Smoker’s Melanosis Faktor dari smoker’s melanosis yaitu nikotin. Kondisis ini disebabkan oleh efek panas dari asap tembakau pada jaringan mulut atau efek langsung dari nikotin yang merangsang melanocytes yang terletak disepanjang sel-sel basal epitel untuk menghasilkan melanosomes sehingga mengakibatkan deposisi peningkatan melanin. Melanosit tersebut mengalami derajat bervariasi dari kemunculan/stimulasi, mengarah pada pigmentasi mukosa.24
2.2.4 Perawatan Smoker’s Melanosis Smoker’s melanosis biasanya hilang dan kembali normal dalam waktu tiga tahun setelah berhenti merokok. Biopsi harus dilakukan jika peningkatan permukaan atau peningkatan intensitas pigmen atau jika pigmentasi pada sisi yang tidak diduga.22,27
BAB III KERANGKA KONSEP
KEBIASAAN MEROKOK
INTENSITAS ROKOK
POLA HIDUP SMOKER’S MELANOSIS
LAMA MEROKOK RAS USIA
ANALISA
KESIMPULAN
Keterangan : : Variabel Independen
: Variabel Kontrol
: Variabel Dependen
: Variabel tidak Terkontrol
: Hub. variabel yang diteliti
: Hub. Variabel yang tidak diteliti
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian observasional analitik yaitu suatu rancangan penelitian dengan melakukan pengamatan terhadap objek yang diteliti tanpa melakukan intervensi.
4.2 RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan studi potong lintang (cross sectional study).
4.3 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di kecematan Panca Rijang, Desa Timoreng Panua RW 001.
4.4 WAKTU PENELITAN
Penetian ini dilakukan pada bulan Maret- April 2014.
4.5 POPULASI DAN SAMPE PENELITAN
1. Populasi Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh petani yang berdomisili di kecamatan Panca Rijang, Desa Timoreng panua RW 001. 2. Sampel Subjek dalam penelitan ini adalah petani yang berdomisili di Desa Timoreng Panua RW 001, kemudian mempunyai riwayat merokok.
4.6 KRITERIA SAMPEL
kriteria inklusi 1. Memiliki kebiasaan merokok sedikitnya 1 batang per hari selama sekurangkurangnya 1 tahun sampai pada saat penelitian dilakukan. 2. Perokok berjenis kelamin laki-laki dan berusia minimal 15 tahun 3. Bersedia mengikuti penelitian.
Kriteria eksklusi 1. Kebiasaan merokok dilakukan hanya sewaktu-waktu (tidak perokok rutin). 2. Menolak turut serta dalam penelitian.
4.7 METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel purposive sampling yaitu dengan teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang ditetapkan dalam dua kriteria yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
4.8 DATA
1. Jenis data : data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dari hasil yang diamati langsung di lapangan. 2. Pengumpulan data : Pengumpulan data diperoleh dari hasil kuesioner dan berupa anamnesis yang dilakukan pad pemeriksaan klinis. 3. Penyajian data : data yang disajikan dalam bentuk data.
4.9 PROSEDUR PENELITIAN
Tahapan dan penelitian yaitu: Peneliti mendatangi petani satu persatu pada sampel yang mewakili populasi yang memiliki kriteria kemudian sampel diberikan kuesioner untuk dijawab dan antara peneliti dan sampel dilakukan pemeriksaan dengan cara duduk di depan sampel dan diperiksa gambaran pigmentasi yang terjadi pada mukosa mulutnya.
4.10 ALAT DAN BAHAN
1. Alat : a. Alat Tulis b. Handskun c. Masker d. Alat OD. e. Senter kecil f. Nierbekken 2. Bahan a. Alkohol b. Kapas
4.11 DEFINISI OPERASIONAL
1. Smoker’s melanosis adalah perubahan warna yang khas pada permukaan mukosa gingiva dan berwarna coklat muda sampai coklat tua. 2. Perokok adalah orang yang memiliki kebiasaan merokok lebih lebih satu tahun 3. Petani adalah yang orang bekerja dibidang pertanian khususnya orang yang bekerja dikebun dan disawah.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada sampel laki-laki perokok yang bertempat tinggal di Desa Timoreng Panua, Kab Sidrap pada bulan Maret-April 2014 dengan jumlah sampel 110 orang. Kemudian dari hasil penelitian diperoleh data tabel sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Jumlah Umur (tahun)
N
%
15-24
19
17.3
25-34
30
27.3
35-44
35
31.8
45-54
16
14.5
55-64
6
5.5
65-74
4
3.6
>75
0
0
Total
110
100.0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 110 responden yang merokok berdasarkan kelompok umur terdapat 19 responden atau 17.3% berumur 15-24 tahun, 30 responden atau 27.3% berumur 25-34 tahun, 35 responden atau 31.8% berumur 35-44 tahun, 16 responden atau 14.5% berumur 45-54 tahun, 6 responden atau 5.5% berumur 55-64 tahun, 4 responden atau 3.6% yang berumur 65-74 tahun.
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan jenis rokok Jumlah Jenis rokok
N
%
Rokok kretek
21
19.1
Rokok putih
63
57.3
Rokok campur
26
23.6
Total
110
100.0
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 110 responden berdasarkan jenis rokok terdapat 21 responden atau 19.1 % merokok jenis rokok kretek, 63 responden atau 57.3% merokok jenis rokok putih dan 26 responden atau 23.6% merokok jenis rokok campur. Dengan demikian, jenis rokok yang paling banyak dikomsumsi oleh responden adalah rokok putih yaitu 63 atau 57.3%.
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Merokok Jumlah Lama merokok N
%
<5 tahun
10
9.1
5-10 tahun
11
10.0
>10 tahun
89
80.9
Total
110
100.0
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 110 responden berdasarkan lama merokok terdapat 10 responden atau 9.1% sudah merokok dibawah 5 tahun, 11 responden atau 10.0% sudah merokok antara 5-10 tahun dan 89 responden atau 80.9% sudah merokok diatas 10 tahun. Dengan demikian, sebagian besar responden sudah merokok diatas 10 tahun yaitu 89 atau 80.9%.
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah rokok yang dihisap per hari Jumlah Jumlah rokok N
%
1-4 batang
10
9.1
5-14 batang
25
22.7
75
68.2
110
100.0
>15 batang Total Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 110 responden berdasarkan jumlah rokok yang dihisap per hari terdapat 10 responden atau 9.1% mengkomsumsi rokok antara 1-4 batang perhari, 25 responden atau 22.7% mengkomsumsi rokok antara 5-14 batang perhari, dan 75 responden atau 68.2% mengkomsumsi rokok sebanyak lebih dari 15 perhari. Dengan demikian, sebagian besar responden mengkomsumsi rokok lebih dari 15 batang perhari yaitu 75 atau 68.2%.
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Menghisap Rokok Jumlah Cara menghisap rokok N
%
Dangkal
18
16.4
Dimulut saja
26
23.6
Dalam
66
60.0
Total
110
100.0
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 110 responden berdasarkan cara menghisap rokok terdapat 18 responden atau 16.4% menghisap rokok dengan cara dangkal, 26 responden atau 23.6% menghisap rokok dengan cara dimulut saja, dan 66 responden atau 60.0% menghisap rokok dengan cara dalam. Dengan demikian, responden tertinggi berdasarkan cara menghisap rokok adalah cara hisapan yang dalam atau sampai faring yaitu sebesar 66 atau 60.0%.
Tabel 5.6 Distribusi Responden Smoker’s Melanosis Jumlah Perokok N
%
Melanosis
94
85.5
Tidak melanosis
16
14.5
Total
110
100.0
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari 110 responden terdapat 94 responden atau 85.4% mengalami melanosis pada rongga mulut dan 16 responden atau 14.5% tidak mengalami melanosis pada rongga mulut. Dengan demikian, sebagian besar responden perokok mengalami melanosis.
Tabel 5.7 Distribusi Responden Kejadian Smoker’s Melanosis Berdasarkan jenis Rokok
Kejadian smoker’s melanosis Jumlah Jenis rokok Ada
Tidak
N
%
N
%
N
%
Rokok kretek
21
19.1
0
0
21
19.1
Rokok putih
47
42.7
16
14.5
63
57.3
Rokok Campuran
26
23.6
0
0
26
23.6
94
85.5
16
14.5
110
100.0
Total Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa dari 110 responden menunjukkan bahwa dari 21 yang merokok dengan jenis rokok kretek, semuanya mengalami smoker’s melanosis. Dari 63 orang yang merokok dengan jenis rokok putih, sebanyak 47 orang atau 42.7% terdapat smoker’s melanosis dan 16 orang atau 14.5% tidak terdapat smoker’s melanosis. Dari 26 orang yang merokok dengan jenis rokok campuran, semuanya mengalami smoker’s melanosis.
Tabel 5.8 Distribusi Responden Kejadian Smoker’s Melanosis Berdasarkan Lama Merokok
Kejadian smoker’s melanosis Jumlah Lama merokok Ada
Tidak
N
%
N
%
N
%
<5 tahun
0
0
10
9.1
10
9.1
5-10 tahun
6
5.5
5
4.5
11
10.1
>10 tahun
88
80.0
1
0.9
89
80.9
Total
94
85.5
16
14.5
110
100.0
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa dari 110 responden menunjukkan bahwa dari 10 orang yang merokok kurang dari lima tahun, semuanya tidak mengalami smoker’s melanosis. Dari 11 orang merokok 5-10 tahun, sebanyak 6 orang atau 5.5% mengalami smoker’s melanosis dan 5 orang atau 4.5%
tidak mengalami smoker’s
melanosis. Dari 89 orang yang merokok lebih dari 10 tahun, sebanyak 88 orang atau 80.0% mengalami smoker’s melanosis dan 1 orang atau 0.9% tidak mengalami smoker’s melanosis.
Tabel 5.9 Distribusi Responden Kejadian Smoker’s Melanosis Berdasarkan Jumlah Rokok yang di hisap per hari Kejadian smoker’s melanosis
Jumlah
Jumlah rokok Ada
Tidak
N
%
N
%
N
%
1-4 batang
0
0
10
9.1
10
9.1
5-14 batang
19
17.3
6
5.5
25
22.7
>15 batang
75
68.2
0
0
75
68.2
Total
94
85.5
16
14.5
110
100.0
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa dari 110 responden menunjukkan bahwa dari 10 orang yang merokok 1-4 batang per hari, semuanya tidak mengalami smoker’s melanosis. Dari 25 orang yang merokok 5-14 batang per hari, sebanyak 19 orang atau 17.3% mengalami smoker’s melanosis dan 6 orang atau 5.5% tidak mengalami smoker’s melanosis. Dari 75 orang yang merokok >15 batang per hari, semuanya mengalami smoker’s melanosis.
Tabel 5.10 Distribusi Responden Kejadian smoker’s Melanosis Berdasarkan Cara Menghisap Rokok
Kejadian smoker’s melanosis Jumlah Cara menghisap ada
tidak
N
%
N
%
N
%
Dangkal
5
4.5
13
11.8
18
16.4
Dimulut saja
24
21.8
2
1.8
26
23.6
Dalam
65
59.1
1
0.9
66
60.0
Total
94
85.5
16
14.5
110
100.0
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.10 dapat dilihat bahwa dari 110 responden menunjukkan bahwa dari 18 orang yang merokok degan cara hisapan dangkal, sebanyak 5 orang atau 4.5% mengalami smoker’s melanosis dan 13 orang atau 11.8% tidak mengalami smoker’s melanosis. Dari 26 orang yang merokok dengan cara hisapan dimulut saja, sebanyak 24 orang atau 21.8% mengalami smoker’s melanosis dan 2 orang atau 1.8% tidak mengalami smoker’s melanosis. Dari 66 orang yang merokok dengan cara hisapan dalam sebayak 65 orang atau 59.1% yang mengalami smoker’s melanosis dan 1 orang atau 0.9% tidak mengalami smoker’s melanosis.
BAB VI PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui prevalensi smoker’s melanosis. Smoker’s melanosis yang dimaksud adalah perubahan warna yang khas pada pemukaan mukosa mulut yang tampak sebagai bercak berawarna coklak difus, berbentuk datar, dan tidak teratur yang ukuranya beberapa sentimeter. Biasanya terdapat pada
gingiva
anterior labial dan mukosa pipi, daerah-daerah rawan lain termasuk mukosa bibir, palatum, lidah, dasar mulut dan bibir yang disebabkan karena kandungan rokok yaitu nikotin dan tar. Adapun karakeristik subjek penelitan didistribusikan berdasarkan kelompok umur, jenis rokok, lama merokok, jumlah rokok yang dihisap perhari, cara menghisap rokok dan gambaran melanosis pada mukosa mulut pada perokok. Penelitian ini didapatakan jumlah sampel 110 orang perokok berjenis kelamin laki-laki. Sampel ini diambil berdasarkan kareakteristik (purposive sampling). Menurut lembaga survey WHO tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat ke- 3 sebagai jumlah perokok terbesar di Dunia.4 Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2007 prevalensi perokok di Indonesia sebanyak 29,2% dan pada data Riset Kesehatan dasar 2012 prevalensi perokok di Indonesia telah menjadi 34,7%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prevalensi perokok di Indonesia.5
Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status ,serta kelompok umur yang berbeda. Menurut data Riskesdas 2010, prevalensi perokok di daerah pedesaan lebih banyak dari pada yang ada diperkotaan. Ironisnya sebagian besar perokok justru berasal dari golongan sosial ekonomi rendah dimana prevalensi perokok pada petani lebih besar dibanding yang tidak bekerja, sekolah, pegawai dan wiraswasta.6 Umur sabjek penelitian dikelompokkan berdasarkan pengelompokkan umur yang dilakukan oleh Riskesdas 2010. Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 5.1 menunjukkan distribusi perokok paling banyak pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 31.8%. Namun hasil ini berbeda dengan hasil penelitan yang dilakukan Riskesdas tahun 2010. Data Riskesdas 2010 menunjukkan umur 45-54 tahun yang paling banyak merokok sebesar 38.2%. Hal ini dapat terjadi kerena adanya pebedaan distribusi umur subjek penelitian yang diteliti
dan jumlah subjek penelitian pada
Riskesdas lebih banyak dan mencakup wilayah yang luas.6 DI Indonesia 80-95% memilih jenis rokok kretek untuk dikomsumsi.5 namun berbeda dengan hasil penelitan ini, yaitu subjek penelitian paling banyak ditemukan merokok dengan jenis rokok putih sebesar 63 atau 57.3%. hal ini karena di desa timoreng panua harga rokok putih lebih murah dibanding rokok kretek. Begitu juga dengan hasil penelitian oleh Djokja di desa Monsongan kecamatan Banggai Tengah. Walaupun presentasinya lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini, jenis rokok yang paling banyak dikomsumsi ialah rokok putih sebesar 96.25%.5
Berdasarkan lama merokok, pada penelitian ini paling banyak perokok dengan lama merokok >10 tahun ditemukan sebanyak 89 orang atau 80.9%. hasil ini berbanding lurus dengan penelitian yang dilakukan oleh Djokja yang menunjukkan jumlah perokok yang paling banyak dengan lama merokok >10 tahun sebesar 61 orang atau 81.25%.5 Perokok pada subjek penelitian ini termasuk dalam kategari perokok berat, dengan jumlah rokok yang dihisap lebih dari 15 batang per hari sebanyak 75 orang atau 68.2%. Hasil ini berbeda dengan penelitan yang dilakukan oleh syahrir yakni paling banyak ditemukan perokok yang merokok >15 batang perhari sebesar 59.1%.27 Menghisap rokok adalah sebuah kesenangan tersendiri yang dapat menibulkan ketenangan, sebagian mengaku merasakan nikmatnya merokok saat sedang merasakan bosan, santai, setelah makan, serta saat merasakan gugup. Cara hisapan rokok dengan kategori hisapan dalam yaitu menghisap rokok sampai ke kerongkongan merupakan cara yang paling disukai oleh responden sebesar 66 orang atau 60.0%. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh kurniati A, dkk yang menunjukkan jumlah
perokok dengan cara hisapan dimulut saja sebesar 61.11%.13 Berdasarkan jenis rokok dapat dilihat pada tabel 5.6, smoker’s melanosis paling banyak ditemukan pada jenis rokok putih yaitu sebanyak 47 orang atau 42.7%. Hal ini dikarenakan paling banyak ditemukan perokok dengan dengan jenis rokok putih. Namum bisa kita lihat juga pada tabel 5.6, smoker’s melanosis terdapat pada seluruh perokok dengan jenis rokok kretek. Penelitian yang dilakukan Susana dkk menunjukkan
paling besar ditemukan nikotin pada jenis rokok kretek. Karena pada rokok kretek tidak dilengkapi filter yang berfungsi mengurangi asap yang keluar dari rokok seperti yang terdapat pada jenis rokok putih.28 Berdasarkan lama merokok dapat dilihat pada tabel 5.7, lama merokok >10 tahun paling banyak ditemukan smoker’s melanosis yaitu sebanyak 88 orang atau 80.0%. hal ini disebabkan karena terpaparnya asap rokok pada mukosa mulut, sehingga semakin lama seseorang merokok, maka semakin besar pula kemungkinana terjadinya smoker’s melanosis. penelitian ini didukung dengan dengan Nadeem M, et al di Pakistan, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara lama merokok dengan distribusi pigementasi melanin intra oral. Kondisi ini disebabkan oleh efek panas dari asap tembakau pada jaringan mulut atau efek langsung dari nikotin yang merangsang melanocytes yang terletak disepanjang sel-sel basal epitel untuk menghasilkan melanosomes sehingga mengakibatkan deposisi peningkatan melanin.26 Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap per hari dapat dilihat pada tabel 5.8, smoker’s melanosis paling banyak ditemukan pada perokok dengan jumlah rokok yang di hisap >15 batang per hari yaitu sebanyak 75 orang atau 68.2%. Hasil ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh O Solomon pada pekerja pabrik di Nigeria bahwa jumlah rokok yang dihisap perhari berhubungan secara signifikan terhadap terjadinya smoker’s melanosis.24
Berdasarkan cara menghisap rokok dapatdilihat pada tabel 5.9, smoker’s melanosis paling banyak ditemukan pada hisapan dalam atau sampai faring sebenyak 65 atau 59.1%. hal ini menyebabkan rongga mulut dan faring dipenuhi oleh asap sehingga menyebabkan pigmentasi dan gangguan fungsi sel-sel dalam tubuh.13 Berdasarkan prevalensi smoker’s melanosis, dari 110 orang subjek penelitisn terdapat 94 orang atau 85.% yang mengalami smoker’s melanosis dan 16 orang atau 14.5% tidak mengalami smoker’s melanosis. Hal ini diesebabkan rongga mulut merupakan bagian tubuh yang pertama kali terpapar asap rokok, sehingga mukosa mulut menjadi bagian yang sangat mudah terpapar efek rokok dan menjadi tempat penyerapan hasil pembakaran rokok yang utama. Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh jenis rokok yang dihisap, lama merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, dan cara menghisap rokok.24
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan dari 110 orang subjek penelitian yang diperiksa, prevalensi smoker’s melanosis pada kalangan petani sebanyak
94 orang (85.5%).
Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada perokok yang merokok dengan jenis rokok putih sebanyak 47 orang (42.7%). Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada lama merokok > 10 tahun sebanyak 88 orang (80.0%). Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada perokok dengan jumlah rokok yang dihisap >15 batang per hari sebanyak 75 orang (68.2%). Kejadian smoker’s melanosis paling banyak dijumpai pada perokok yang merokok dengan cara menghisap rokok dengan hisapan dalam sebanyak 65 orang (59.1%).
7.2 SARAN
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis. 2. Disarankan bahwa adanya penelitian ini masyarakat baik perokok maupun
non perokok diharapkan menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab lain dari pigmentasi mukosa mulut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Putry KK, Kumboyono, Supriati L. Perbedaan lama merokok dengan kejadian keluhan pernafasan pada usia pensiun (54-64) di RT 01 RW 03 kelurahan mulyorejo.(internet). Available from http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keperawatan/M,AJALAH%20kristia nita%20kurnia.pdf. Diakses tanggal 8 desember 2013.
2. Rosali Devita, Maseda, Suba Baithesda, Wongkar Djon. Hubungan pengetahuan dan sikap tentang bahaya merokok pada remaja putra di sma negeri 1 tompasobaru. ejournal keperawatan 2013:1(1):1-8
3. Fawzani N, Triratnawati A. Terapi berhenti merokok ( studi kasus 3 perokok berat ). Makara Kesehatan. 2005;9(1):15-22.(internet). Available from http://journal.ui.ac.id/health/article/view/342 . Diakses tanggal 8 Desember 2013.
4. Fikriyah S, Febrijanto Y. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada mahasiswa laki-laki di asrama putra. Jurnal Stikes. 2012;5(1):99-109. (internet).Available from http://www.academia.edu/4313571/Jurnal_faktor_yg_mempengarui_perilaku_m erokok_remaja_putra. Diakses tanggal 8 Desember 2013.
5. Djokja RM, Lampus BS, Mintjelungan C. Gambaran perokok dan angka kejadian lesi mukosa muludi desa mosongan kecamatan banggai tengah. Jurnal e-gigi. 2013;1(1):38-44. (internet). Available from http://journal.unissula.ac.id/majalahilmiahsultanagung/article/view/20. Diakses tanggal 8 Desember 2013. 6. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementerian kesehatan republik Indonesia.(internet). Available from http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/TabelRiskesdas2010.pdf. Diakses tanggal 8 Desember 2013
7. Kusuma ARP. Pengaruh rokok terhadap terhadap kesehatan gigi dan rongga mulut. Majalah ilmiah sultan agung. (internet). Available from http://journal.unissula.ac.id/majalahilmiahsultanagung/article/view/20. Diakses tanggal 8 Desember 2013.
8. Tobacco and oral health. (intrnet) Available from http://ash.org.uk/files/documents/ASH_598.pdf. Diakses tanggal 8 Desember 2013.
9. Saraf Sanjay. Textbook of oral pathology. India: jaypee brothers medical publishers.2006, p.9-10. 10. Pindborg JJ. Atlas penyakit mukosa mulut. Tangerang : Binapura aksara publishing; 2009, p.214.
11. Wijaya AA. Merokok dan tuberculosis. 2012:8:18-22. (internet). Available from http://ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf. Diakses tanggal 8 Desember 2013.
12. Mariani A. pemberlakuan larangan merokok ditempat umum dan hak atas derajat kesehatan optimal. (internet). Available from http://eprints.unika.ac.id/263/. Diakese tanggal 15 Desember 2013. 13. Kurniati A, Udiyono A, Saraswati D.M. Gambaran kebiasaan merokok dengan profil tekanan darah pada mahasiswa perokok laki-laki usia 18-22 tahun (studi kasus di fakultas teknik jurusan geologi universitas diponegoro semarang). Jurnal kesehatan masyarakat.2012:1(2):1-6
14. Cimi A. (internet) available from http://atikcimi.blogspot.com/2012/02/vbehaviorurldefaultvmlo.html. Diakses tanggal 16 Desember 2013.
15. Kusuma AD, Yuwono SS, Wulan SN. Studi kadar nikotin dan tar Sembilan merk rokok kretek filter yang beredar di wilayah kabupaten nganjuk J.Tek.Pert. 2009;5(3):152. (internet) Available from
http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/view/178. Dakses tangal 15 Desember 2013.
16. Lestari R, Purwandari E. Perilaku merokok pada remaja sma/smk di kota dan luar kota. Prosceeding temu ilmiah nasional VIII IPPI.2012. Available from http://psikologi.ums.ac.id/wp-content/uploads/2013/09/Perilaku-Merokok-PadaRemaja-SMA-SMK-di-Kota-dan-Luar-Kota.pdf. Diakses tanggal 16 2013. Diakses tanggal 15 Desember 2013.
17. Syahdrajat T. Merokok dan masalahnya. Dexa media. 2007:20:184-5.
18. K Mubeen, H Chandrashekhar, M Kavitha, S nagarathna. Effect of tobacco on oral-health an overview. Journal of evolution of medical and dental sciences. 2013;2(20):24-34.
19. Tumilisiar LD. Tembakau dan pengaruhnya terhadap kesehatan mulut. J.kedokteran meditek. 2011;17(44):19-23.
20. Sasireka K. pigmented lesions of the oral cavity-review an differential diagnosis.chettinad health city medical journal.(internet). Available from http://www.chcmj.ac.in/journal/pdf/vol2_no2/pigmented.pdf. Diakses tanggal 8 Desember 2013
21. Sabrinath, Sivapathasundharam, ghosh gaurav, dhivya. pigmentation. Indian journal of dental advancements. 2009;1(1):41
22. O Solomon, savage WF, Ayanbadejo P. smoker’s melanosis in anigerian population: a preliminary study. Journal of comtemporary dental practice. 2007;8(5):1-6.
23. Laskaris G. Color atlas of oral disease. German:georg thieme verlag.2006,p.45
24. Langlais R.B, Miller C.S. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta: hiporates.2000,p.70
25. Green berg, Glick, ship. Oral medicine. India:CB Decker Inc. 2008.p.117
26. Nadeem M, Shafique R, Yaldram A, dkk. Intraoral distribution of oral melanosis and cigarette smoking in a Pakistan population. International journal of dental clinics. 2011;3(1):25-28
27. Syahrir TMR. Hubungan kebiasaan merokok dengaan kelainan jaringan lunak mulut dikalangan penarik becak di Kotamadya Medan. Skripsi USU. (internet). Available from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2/5307/5/chapter%20I.pdf
28. Susanna D, Hartono B, Fauzan H. penentuan kadar nikotin dalam asap rokok. Makara kesehatan.2003;7(2):1-4.(internet). Available from http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/75.pdf