PENYELENGGARAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) OLEH KUA DI KECAMATAN PAGEDONGAN KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syari'ah Jurusan Ahwalus Sakhsiyyah
Oleh: DIAH MAZIATU CHALIDA 042111147
FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
iv
v
MOTTO
ºπyϑômu‘uρ Zο¨Šuθ¨Β Νà6uΖ÷t/ Ÿ≅yèy_uρ $yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[`≡uρø—r& öΝä3Å¡àΡr& ô⎯ÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr& ÿ⎯ϵÏG≈tƒ#u™ ô⎯ÏΒuρ ∩⊄⊇∪ tβρã©3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum: 21).
vi
vii
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini termasuk orang-orang yang selalu hadir dan berharap keindah-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:
• Orang tuaku tersayang yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam menjalani hidup ini.
• Suamiku M. Ain Zungasa dan anakku tercinta Yoosac Muhammad Imtaz Alifadin yang selalu menemaniku dalam suka dan duka, terutama dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
• Semua keluargaku yang selalu memberi motivasi dalam mengarungi kehidupan terutama dalam penyelesaian studi ini.
• Teman-Temanku jurusan AS, angkatan 2004 Fak Syariah yang selalu bersamasama dalam meraih cita dan asa.
Penulis
viii
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran-pemikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam daftar kepustakaan yang dijadikan bahan rujukan. Jika dikemudian hari terbukti sebaliknya maka penulis bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar menurut peraturan yang berlaku.
Semarang, 4 Desember 2010
DIAH MAZIATU CHALIDA NIM: 042111147
ix
ABSTRAK
Permasalahan keluarga yang terjadi dimasyarakat menyebabkan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama berinisiatif melaksanakan program suscatin, program ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas keluarga yang baik. Tingginya angka perceraian, terutama pada usia pernikahan kurang dari 5 tahun dan banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebab dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama dan juga Surat Edaran dari Dirjen Bimas Islam. Peraturan tersebut mengamanatkan bahwa pengetahuan tentang pekawinan haruslah diberikan sedini mungkin, sejak sebelum berlangsungnya perkawinan, yaitu melalui kursus calon pengantin (suscatin). Program ini dimasukkan kedalam salah satu proses dan prosedur perkawinan dan wajib diikuti oleh calon pengantin yang mau menikah. Materi pelajaran yang diberikan meliputi 7 aspek, yaitu ; tata cara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan dibidang perkawinan dan keluarga, kesehatan dan reproduksi, manajemen keluarga, psikologi perkawinan dan keluarga serta hak dan kewajiban suami istri. Kursus calon pengantin ini dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dengan waktu pelajaran selama 1 hari (24 jam), adapun narasumbernya adalah dari berbagai pihak antara lain ; KUA, Pengadilan Agama, BKKBN, Puskesmas, BP4, PKK dan kadang dihadirkan pula dari para praktisi lainnya. Penyusunan skripsi ini, menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Data primer, yaitu hasil wawancara dan dokumen yang relevan dengan tema skripsi, sedangkan data sekunder , yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul skripsi ini. Metode analisisnya adalah deskriptif analitis berdasarkan data langsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bersamaan, bukan terpisah sebagaimana penelitian kuantitatif. Setelah dilakukan penelitian tersebut, maka diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan kursus calon pengantin oleh KUA di Kecamatan Pagedongan sangat tepat dan penting mengingat masih banyaknya calon pengantin yang belum paham arti sebuah perkawinan, sehingga kekurang pahamannya mengakibatkan masih banyaknya perceraian dan KDRT, dan telah sesuai dengan payung hukum yang ada.
KATA PENGANTAR
x
Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, Sholawat dan Salam kepada pemimpin umat manusia, Nabi agung Muhamad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Karena hanya atas taufik dan rahmat-Nya serta barokah yang agung dari Rasulullah, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “PENYELENGGARAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) OLEH KUA DI KECAMATAN PAGEDONGAN (Studi Kasus di KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara)” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saransaran dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Imam Yahya M.A selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak M. Arifin S.Ag M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Pimpinan perpustakaan Institut yang telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Para dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, beserta staf yang telah membekali berbagai pengetahuan.
xi
5. Orang tuaku yang senantiasa berdoa serta memberikan restunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Suami dan anakku tercinta yang tidak pernah berhenti menjadi inspirasi pengobar semangat untuk menggapai hidup yang lebih baik, terutama sekali dalam penyelesaian skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya. Amin
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii HALAMAN MOTTO……………………………………………………………. iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………. v HALAMAN DEKLARASI……………………………………………………… vi ABSTRAK……………………………………………………………………….vii KATA PENGANTAR…………………………………………………………....ix DAFTAR ISI……………………………………………………………………...x
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………….1 B. Perumusan Masalah………………………………………………3 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………4 D. Telaah Pustaka……………………………………………………4 E. Metode Penelitian………………………………………………...6 F. Sistematika Penulisan…………………………………………….9
BAB II
: TUGAS DAN KEWENANGAN KUA A. Sejarah tentang KUA…………………………………………...11 B. Tugas dan Fungsi KUA Kecamatan Pagedongan………………17 C. KUA dan Perkawinan…………………………………………..28
xiii
D. KUA dan BP4…………………………………………………..31 BAB III : PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) DI KUA KECAMATAN PAGEDONGAN A. Deskripsi Masyarakat Kecamatan Pagedongan………………..35 B. Peserta Kursus Calon Pengantin……………………………….35 C. Waktu dan Tempat Penyelenggaraan Suscatin…………………38 D. Materi dan Narasumber………………………………………...39 E. Motivasi dan Tujuan…………………………………………...61 BAB IV :
DASAR HUKUM PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) A. Landasan Hukum Pernikahan Menurut Agama Islam ………....67 B. Dasar Hukum KUA Mewajibkan Suscatin…………………..…72 C. Dasar Hukum Pembentukan Keluarga Sakinah………………...75
BAB V :
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………81 B. Saran-Saran ……………………………………………………82 C. Penutup ………………………………………………………..84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 1 disebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, Islam telah memberi petunjuk tentang hak dan kewajiban sebagai suami istri. Apabila Hak dan kewajiban masingmasing sudah terpenuhi, maka dambaan suatu rumah tangga yang sakinah akan terwujud.1Tetapi dalam mewujudkan keinginan tersebut bukanlah perkara yang mudah, karena ternyata banyak permasalahan yang timbul dan mengganggu bahtera rumah tangga yang pada akhirnya menghambat cita-cita mulia perkawinan itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah preventif, selektif dan antisipatif dari
setiap individu yang berkeinginan
untuk mewujudkan keluarga yang sakinah. mawaddah dan rahmah. Perceraian memang halal namun Allah sangat membencinya. bahkan Rasulullah pernah menyatakan istri-istri yang meminta cerai kepada
1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1998,hlm.181.
1
2
suaminya tanpa alasan yang dibenarkan dia tidak akan mencium bau surga. Hal ini sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW : 2
اىﻤﺎاﻣﺮاةﺳﺎﻟﺘﺰوﺟﻬﺎﻃﻼﻗﺎﻣﻦ ﻏﺌﺮﺑﺎس ﻓﺤﺮام ﻋﻠﺌﻬﺎراءﺣﺔ اﻟﺠﻨﺘﺔ
Karena itu pulalah Pemerintah Indonesia merumuskan perundangan yang mempersulit terjadinya perceraian dan membentuk badan penasehatan perkawinan atau lebih dikenal BP4. Pelestarian sebuah pernikahan tidak bisa diupayakan setelah terjadinya masalah dalam rumah tangga. Namun pelestarian sebuah pernikahan haruslah diupayakan sejak sebelum terjadinya pernikahan. Melalui KMA No.477 Tahun 2004, pemerintah mengamanatkan agar sebelum pernikahan dilangsungkan, setiap calon pengantin harus diberikan wawasan terlebih dahulu tentang arti sebuah rumah tangga melalui kursus calon pengantin (suscatin). Dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/PW.01/1997/2009 tentang kursus calon pengantin, merupakan respon dari tingginya angka perceraian dan kasus KDRT di Indonesia. Dengan mengikuti suscatin pasangan calon pengantin yang mau melenggang ke jenjang pernikahan akan dibekali materi dasar pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan berumah tangga. Sebagai ujung tombak dari Kementerian Agama,KUA memasukkan program kursus calon pengantin (suscatin) ini sebagai salah satu persyaratan proses pendaftaran pernikahan. Program kursus calon pengantin akan terlihat jelas implikasinya apabila ada hubungan kerjasama antara pihak pelaksana 2
ِAbd Rahman Ghazaly, Fikih munakahat, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2003,hlm 213
3
dan peserta suscatin, apalagi kursus calon pengantin bertujuan meningkatkan kualitas keluarga melalui pembinaan dan pembekalan dalam pasangan suami istri. KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu wilayah dimana penduduknya, khususnya calon pengantin mengikuti kursus calon pengantin (suscatin). Akan tetapi selama ini belum dikaji lebih jauh mengenai penyelenggaraan kursus calon pengantin (suscatin) oleh KUA di Kecamatan Pagedongan. Untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
kursus
calon
pengantin
khususnya
di
Kecamatan
Pagedongan Kabupaten Banjarnegara maka penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul : “Penyelenggaraan Kursus Calon Pengantin (Suscatin) oleh KUA di Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi perumusan masalah adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan kursus calon pengantin (suscatin) oleh KUA di Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara. 2. Mengapa KUA mewajibkan kursus calon pengantin bagi calon pasangan suami istri.
4
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan kursus calon pengantin oleh KUA di Kecamatan Pagedongan kabupaten Banjarnegara. 2. Untuk mengetahui mengapa KUA mewajibkan kursus calon pengantin bagi calon pasangan suami istri.
D. Telah Pustaka Sepanjang pengetahuan penulis, ada beberapa penelitian yang materi bahasanya hampir sama dengan penelitian ini, namun fokus penelitiannya belum menyentuh pada persoalan seputar penyelenggaraan suscatin oleh KUA di Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara. a. Skripsi yang berjudul Analisis Pemikiran Ali Akbar tentang Perawatan Cinta Kasih dalan Keluarga Ditinjau dari Bimbingan dan Konseling Islam disusun oleh Ary Cahyani (NIM 1101066 IAIN Walisongo). Menurut
penulis
skripsi
ini
bahwa
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi kerukunan rumah tangga sehingga sukar dalam merawat cinta kasih, diantaranya: (a).Tidak mengetahui dan mempelajari agama islam; (b) masalah ekonomi; (c) soal seks; (d) suami yang mudah terayu oleh perempuan lain sehingga si istri menjadi cemburu. Dari berbagai problem rumah tangga, bimbingan dan konseling terhadap berbagai problem rumah tangga relevan dengan fungsi bimbingan konseling Islam yaitu membantu agar klien dapat menjalani kehidupan berumah tangga
5
secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling keluarga khususnya yang islami pada prinsipnya berisi dorongan untuk menghayati dan menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran islam. Konseling diberikan agar suami/istrei menyadari kembali posisi masing-masing dalam keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang terbaik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya. b. Skripsi yang berjudul: Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Implikasinya dalam Membentuk Kelarga Sakinah disusun Wiwik Murhatiwi (NIM 1101091 IAIN Walisongo). Pada intinya dipaparkan bahwa dalam perkawinan masalah hubungan seksual merupakan masalah yang cukup rumit. Hubungan seksual ini dapat menjadi sumber masalah dalam perkawinan, dan dapat berakibat runyamnya kehidupan keluarga sampai pada perceraian. Contoh cukup banyak dan dapat diikuti melalui media masa. Walaupun telah dikemukakan di bagian depan bahwa perkawinan itu bukan semata-mata mengenai hubungan seksual saja, tetapi masalah hubungan seksual dalam perkawinan kiranya tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat diikuti masalah melalui sebuah majalah yang cukup terkenal dengan judul “Gadis Bintang”. Sebuah Diskusi. LBH Yogya kewalahan menghadapi gadis hamil. KUHP perlu direvisi? (Tempo, No. 40 Tahun XIII, 3 Desember 1983). Dari apa yang dikemukakan oleh tempo tersebut jelas bahwa masalah hubungan seksual tidak dapat
6
diabaikan dalam pasangan pria dan wanita. Dan bila dikaji lebih jauh, penyimpangan-penyimpangan dalam hal kehidupan keluarga, misalnya istri menyeleweng ataupun sebaliknya, bila mau secara jujur hal tersebut bersumber pada masalah hubungan seksual ini. c. Skripsi yang berjudul: Upaya Badan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4) dalam Membina Keluarga Sakinah di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah tahun 2002 di susun oleh Mustikawati, 2002. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa tentang peran BP-4 Seputih Mataram dalam mencegah terjadinya perceraian, melalui bimbingan penyuluhan Islam berusaha membantu menyadarkan keluarga yang bermasalah dan pada akhirnya semua komponen keluarga
akan
menyadari posisi, hak dan kewajiban masing-masing. Dari beberapa penelitian dapat diketahui bahwa penelitian terdahulu berbeda dengan apa yang akan peneliti lakukan, karena penelitian terdahulu belum mengungkapkan penyelenggaraan suscatin (dari peserta, waktu maupun materi serta narasumbernya) oleh KUA di Kecamatan Pagedongan dan dasar hukum serta latar belakang pelaksanaan kursus tersebut.
E. Metode Penelitian Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis dalam mencari data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan
7
selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. Metode penelitian dalam skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut3: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field research), yaitu penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala atau peristiwakelompok masyarakat4. Penelitian ini
peristiwa yang terjadi pada
menggunakan jenis kualitatif dan dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini bermaksud menggambarkan dan memaparkan keadaan obyek penelitian, yaitu menggambarkan tentang penyelenggaraan suscatin oleh KUA di Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara. Dalam berdasarkan
penelitian
data
dan
ini
bertujuan
pengembangan
mengembangkan
pemahaman.
Data
teori yang
dikumpulkan disusun, dijelaskan, dan selanjutnya dilakukan analisa, dengan maksud untuk mengetahui hakikat sesuatu dan berusaha mencari pemecahan melalui penelitian
pada factor-faktor tertentu yang
berhubungan dengan fenomena yang sedang diteliti5.
3
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta ; Gajah Mada University Press, 1991, hlm.24. 4 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta,Cet.II, 1998, hlm 15. 5 Wasty Soemanto, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta : Bumi Aksara, 1999, hlm.15.
8
2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data a. Penentuan Sumber Data Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka sumber data yang diperlukan adalah subjek dari mana data itu diperoleh. Sumber data diperoleh dari data lapangan yang ditunjang dengan studi kepustakaan (library research). Data lapangan diperoleh melalui study documenter berupa dokumen dari KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara dan wawancara dengan pejabat KUA serta peserta suscatin. b. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa instrument, sebagai berikut: 1) Wawancara, dilakukan secara terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan secara tidak terstruktur. 2) Studi Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, foto-foto dan sebagainya6. Dalam hal ini penulis menggunakan dokumentasi (dokumentasi dari KUA Kecamatan Pagedoan Kabupaten Banjarnegara).
6
Suharsimi Arikunto, Op.cit, hlm 206
9
3. Metode Analisis Data Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut : Menginventarisir data, yaitu pengumpulan data penelitian. a. Klasifikasi data, yaitu melakukan kualifikasi data
sesuai dengan
perumusan masalah dan tujuan penelitian. b. Menggunakan metode deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan menguraikan penyelenggaraan kursus calon pengantin oleh KUA di Kecamatan Pagedongan Kabupaten banjarnegara.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masingmasing menampilkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi. Bab pertama berisi tentang pendahuluan, merupakan gambaran umum secara global namun integral komprehensif dengan memuat : latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi tinjauan umum tentang KUA yang didalamnya memuat tugas dan kewenangan KUA, KUA dan perkawinan serta KUA dan BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan). Bab ketiga berisi gambaran umum tentang pelaksanaan Kursus Calon Pengantin (suscatin) di KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten
10
Banjarnegara meliputi waktu dan tempat, peserta, materi, nara sumber, motivasi dan tujuan serta analisanya. Bab keempat berisi tentang landasan hukum KUA mewajibkan kursus calon pengantin (suscatin). Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan, saran dan penutup
BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KANTOR URUSAN AGAMA ( K U A )
A. Sejarah Tentang KUA Kantor Urusan Agama adalah instansi terkecil Kementrian Agama yang ada di tingkat Kecamatan. KUA bertugas membantu melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten di bidang urusan agama islam di wilayah kecamatan1. Jauh sebelum bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Bangsa Indonesia sudah mempunyai lembaga kepenghuluan yaitu semenjak berdirinya Kesultanan Mataram. Pada saat itu Kesultanan Mataram telah mengangkat seseorang yang diberi tugas dan wewenang khusus di bidang kepenghuluan. Pada masa pameritahan Kolonial Belanda, Lembaga Kepenghuluan sebagai lembaga swasta yang diatur dalam suatu Ordonansi, yaitu Huwelijk Ordonatie S. 1929 NO. 348 jo S. 1931 NO.467, Vorstenladsche Huwelijk Ordoatie S. 1933 NO. 98 dan Huwelijs Ordoatie Buetengewesten S. 1932 NO. 482. Untuk Daerah Vortenlanden dan seberang diatur dengan Ordonansi tersendiri. Lembaga tersebut dibawah pengawasan Bupati dan penghasilan karyawanya diperoleh dari hasil biaya nikah, talak dan rujuk yang dihimpun dalam kas masjid.2
1
Informasi Pelayanan KUA Kecamata Pagedongan, Juni 2010 http://kutarik.com/profile/sejarah.html, diakses tgl. 28 desember 2010
2
11
12
Kemudian pada masa pemerintahan Penduduk Jepang, tepatnya pada tahun 1943 Pemerintah Jepang di Indonesia mendirikan Kantor Shumubu (KUA) di Jakarta. Pada waktu itu yang ditunjuk sebagai Kepala Shumubu untuk wilayah Jawa dan Madura adalah KH. Hasim Asy’ari pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Sedangkan untuk pelaksanaan tugasya, KH. Hasim Asy’ari menyerahkan kepada puteranya K. Wahid Hasyim sampai akhir pendudukan Jepang pada bulan Agustus 1945. Setelah merdeka, Menteri Agama H. M. Rasjidi mengeluarkan Maklumat No. 2, tanggal 23 April 1946 yang isi maklumat tersebut mendukung
semua
lembaga
keagamaan
dan
ditempatkan
kedalam
Kementerian Agama. Departemen Agama adalah departemen perjuangan. Kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan dinamika perjuangan bangsa. Pada saat bangsa ini berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan, Maka lahirlah Kementrian Agama. Pembentukan Kementrian Agama tersebut selain untuk menjalankan tugasnya sebagai penanggugjawab realisasi Pembukaan UUD 1945 dan pelaksanaan pasal 29 UUD 1945, juga sebagai pengukuhan dan peningkatan status Shumubu ( Kantor Urusan Agama Tingkat Pusat ) pada masa penjajahan Jepang. Berdirinya Kementrian Agama disahkan berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor : I/SD tanggal 3 Januari 1946 bertepatan dengan 2 Muharram 1364 H. Menteri Agama pertama adalah H.M. Rasyidi, BA. Sejak
13
itu dimulailah penataan struktur di lingkungan Kementrian Agama. Pada tahap ini, Menteri Agama H.M. Rasyidi mengambil alih beberapa tugas untuk dimasukkan
dalam
lingkungan
Departemen
Agama.
Tugas
pokok
Departemen Agama waktu itu ditetapkan berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor : 5/SD tanggal 25 Maret 1946 dan Maklumat Pemerintah Nomor 2 tanggal 24 April 1946 yang menyatakan bahwa tugas pokok Kementrian Agama adalah : menampung urusan Mahkamah Islam Tinggi yang sebelumnya menjadi wewenang Departemen Kehakiman dan menampung tugas dan hak mengangkat Penghulu Landraat, Penghulu Anggota Pengadilan agama, serta Penghulu Masjid dan para pegawainya yang sebelumnya menjadi wewenang dan hak Presiden dan Bupati. Disamping pengalihan tugas di atas, Menteri Agama mengeluarkan Maklumat Menteri Agama Nomor 2 tanggal 23 April 1946 yang menyatakan, bahwa: pertama, instansi yang mengurus persoalan keagamaan di daerah atau SHUMUKA (tingkat karesidenan) yang di masa pendudukan Jepang termasuk dalam kekuasaan Residen menjadi Djawatan Agama Daerah yang berada di bawah wewenang Kementrian Agama. Kedua, Pengangkatan Penghulu Landraat (Penghulu pada Pengadilan Agama) Ketua dan Anggota Raad (Pengadilan) Agama yang menjadi hak Residen dialihkan menjadi hak Kementrian Agama. Ketiga, Pengangkatan Penghulu Masjid yang berada dibawah wewenang Bupati dialihkan menjadi wewenang Kementrian Agama. Sebelum maklumat Mentri Agama dilaksanakan secara efektif, kelembagaan pengurusan agama di daerah berjalan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Sejak jaman
14
penjajahan, perangkat organisasi kelembagaan yang mengurus agama yang telah tersebar ke seluruh plosok tanah air, hingga tingkat kecamatan bahkan sampai desa. Perangkat ini bekerja sebagai tenaga sukarelawan (buka pegawai negeri). Pejabat yang melayani umat Islam, khususnya yang berkaitan dengan nikah, talak,
rujuk, kemasjidan/ perwakafan, ditingkat
Kabupaten dijabat oleh Penghulu, ditigkat Kawedanan dan Kecamatan dijabat oleh Naib Penghulu. Selanjutnya ditetapkan Peraturan Menteri Agama Nomor 188 5/K.I Tahun 1946 tanggal 20 Nopember 1946 tentang Susunan Kementrian Agama. Pada tahap awal struktur organisasi Departemen Agama sangat sederhana yakni hanya berada di tingkat pusat yang berdiri dari 8 bagian yaitu: Bagian A (Sekertariat); Bagian B (Kepenghuluan); Bagian C (Pendidikan Agama); Bagian D (Penerangan Agama); Bagian E (Masehi Kristen); Bagian F (Masehi
Katolik);
Bagian
G
(Pegawai);
Bagian
H
(Keuangan/
Perbendaharaan). Pada tahun 1947, setelah diberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1946 tentang Pencatatan, Nikah, Talak, dan Rujuk, jabatan kepenghuluan dan kemasjidan diangkat menjadi pegawai negeri. Pejabat Raad Agama, yang semula terangkap fungsinya oleh Penghulu, setelah diberlakukanya undang-undang tersebut diangkat tersendiri oleh Kementrian Agama. Petugas yang mengurusi agama di desa, khususnya dalam hal pernikahan dan kematian (yang di wilayah jawa bisa disebut dengan modin) diterbitkan dan diatur tersediri melalui Maklumat Bersama Nomor 3 tahun
15
1947, tertanggal 30 April, yang ditandatanggani Menteri Dalam Negeri Mr. Moh. Roem dan Menteri Agama KH. R. Fathurrahman Kafrawi. Melalui Maklumat tersebut para modin memiliki hak dan kewajiban berkenaan dengan peraturan masalah keagamaan di Desa, yang kedudukanya setaraf dengan pamong di tingkat pemerintah Desa. Sebagaimana pamong yang lain mereka di beri imbalan jasa berupa hak menggarap (mengelola) Tanah Bengkok Milik Desa. Sejak awal berdirinya Departemen Agama hingga tahun 1950-an, stabilitas politik belum dapat berjalan dengan baik. Pihak Belanda dan Sekutu tidak rela Indonesia merdeka. Dua kali aksi militer dilancarkan: Pertama, tanggal 21 Juli 1947 dan kedua tanggal 19 Desember 1948. Kabinet yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia rata-rata berumur pendek, karena silih bergantinya kabinet system parlementer. Dalam situasi perang (karena aksi militer), penataan kantor Agama di daerah jelas terganggu. Di berbagai daerah, kantor Agama berpindah pindah, dari daerah yang di duduki Belanda kedaerah yang secara de facto masih dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia. Saat itu Pemerintah Agama menginstruksikan bahwa dalam menghadapi perang melawan kolonial Belanda, setiap aparat Kementerian Agama diharuskan turut serta berjuang mempertahankan Negara Republik Indonesia. Karena alasan itu pula, selama terjadi peperangan tersebut, pengiriman jama’ah haji sempat dihentikan. Struktur Kantor Agama (1949) diatas terus berlangsung hingga terjadi penyempurnaan struktur berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 1949 dan
16
PP Nomor 8 tahun 1950 tentang Susunan Organisasi Kementrian Agama. Sejak itu struktur Departemen Agama. Sejak itu struktur Departemen Agama mengalami perubahan sebagai berikut: a. Tingkat pusat dengan susunan Organisasi sebagai berikut: 1) Menteri Agama; 2) Secretariat Jenderal yang terdiri dari: Bagian Sekertariat; Bagian Kepenghuluan; Bagian Pendidikan; Bagian Keuangan/Perbendaharaan; b. Tingkat Daerah dengan susunan organisasi sebagai berikut: 1) Kantor Agama Provinsi; 2) Kantor Agama Kabupaten; 3) Kantor Kepenghuluan Kawedanan; 4) Kantor Kenaiban kecamatan. Berdirinya Departemen Agama Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 3 Januari 1946. yang tertuang dalam Penetapan Pemerintah No. 1/SD tahun 1946 tentang Pembentukan Kementerian Agama, dengan tujuan Pembangunan Nasional yang merupakan pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, agama dapat menjadi landasan moral dan etika bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan pemahaman dan pengamalan agama secara benar diharapkan dapat mendukung terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, mandiri, berkualitas sehat jasmani rohani serta tercukupi kebutuhan material dan spiritualnya. Guna mewujudkan maksud tersebut, maka di daerah dibentuk suatu Kantor Agama. Untuk di Jawa Timur sejak tahun 1948 hingga 1951, dibentuk Kantor Agama Provinsi, Kantor Agama Daerah (Tingkat Karesidenan) dan Kantor Kepenghuluan (Tingkat Kabupaten) yang merupakan perpanjangan
17
tangan dari Kementrian Agama Pusat Bagian B, yaitu: Bidang Kepenghuluan, Kemasjidan, Wakaf dan Pengadilan Agama. Dalam perkembangan selanjutnya dengan terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 Tahun 2001 tentang penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan, maka Kantor Urusan Agama (KUA) berkedudukan di wilayah kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam/Bimas dan Kelembagaan Agama Islam dan di pimpin oleh seorang Kepala, yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan. Dengan demikian, eksistensi KUA Kecamatan sebagai institusi Pemerintah dapat diakui keberadaanya, karena memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan bagian dari struktur pemerintahan di tingkat Kecamatan.
B. Tugas dan Fungsi KUA Kecamatan Pagedongan 1. Tugas KUA Kantor Urusan Agama Kecamatan Pagedongan mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Kantor Kementerian Agama di wilayah Kecamatan berdasarkan kebijakan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun tugas-tugasnya meliputi :
18
a. Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten di bidang urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan. b. Membantu Pelaksanaan tugas Pemerintah di tingkat Kecamatan dalam bidang keagamaan. c. Bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan. d. Melaksanakan tugas koordinasi Penilik Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dan koordinasi/kerjasama dengan Instansi lain yang erat hubungannya dengan pelaksanaan tugas KUA Kecamatan. e. Selaku PPAIW (Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf). Melalui KMA Nomor 18 tahun 1975 juncto KMA Nomor 517 tahun 2001 dan PP Nomor 6 tahun 1988 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan secara tegas dan lugas telah mencantumkan tugas KUA, yaitu: a. Melaksanakan
sebagian
Kabupaten/Kota di
tugas
Kantor
Kementerian
Agama
bidang urusan agama Islam dalam wilayah
kecamatan. Dalam hal ini KUA menyelenggarakan kegiatan dokumentasi dan statistik (doktik), surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga; b. Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan melaksanakan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di wilayah kecamatan. Untuk itu, KUA melaksanakan pencatatan pernikahan, mengurus dan membina
19
masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah3. Adapun implementasi pelaksanaan tugas tersebut diantaranya: 1. Penataan Internal Organisasi. 2. Bidang Dokumentasi dan Statistik (Doktik). 3. Bimbingan Keluarga Sakinah dan Pelayanan Pernikahan. 4. Pembinaan Kemasjidan, Zakat dan Wakaf. 5. Pelayanan Hewan Kurban. 6. Pelayanan Hisab dan Rukyat. 7. Pelayanan Sosial, Pendidikan, Dakwah dan Ibadah Haji. Sedangkan para pejabat di KUA diantaranya kepala KUA Kecamatan Pagadongan dengan berpedoman pada Buku Administrasi KUA yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah mempunyai tugas : 1) Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan semua unsur di lingkungan KUA Kecamatan dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas masing-masing staf (pegawai) KUA Kecamatan Pagedongan sesuai dengan job masing-masing. 2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta peraturan yang berlaku.
3
Depag RI, Tugas-Tugas Pejabat Pencatat Nikah, Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, Jakarta, 2004,hlm 25
20
3) Setiap unsur di lingkungan KUA Kecamatan, wajib mengikuti dan mematuhi bimbingan serta petunjuk kepala KUA Kecamatan dan bertanggungjawab kepada Kepala KUA Kecamatan. 4) Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Kepala
KUA
Kecamatan
bertanggungjawab kepada Kepala Kementerian Agama Kabupaten/ Kota Madya.
Tugas Kepala KUA 1. Memimpin
pelaksanaan
tugas
Kantor
Urusan
Agama
Menetapkan / merumuskan Visi dan Misi, Kebijakan, Sasaran, Program dan Kegiatan Kantor Urusan Agama. 2. Membagi tugas, menggerakkan, mengarahkan, membimbing dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama. 3. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas bawahan. 4. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang ketatausahaan. 5. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang Nikah, Rujuk dan Keluarga Sakinah. 6. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang Zakat dan Wakaf serta Ibadah Sosial. 7. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang data keagamaan dan tempat ibadah. 8. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang kemitraan umat islam dan pembinaan syari’ah.
21
9. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang urusan haji dan umroh. 10. Melakukan penelaahan dan pemecahan masalah yang timbul di lingkungan KUA. 11. Melakukan usaha pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan di
bidang pelaksanaan tugas KUA.
12. Mempelajari dan menilai/mengoreksi laporan pelaksanaan tugas di bawahan. 13. Melakukan kerjasama dengan instansi terkait. 14. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan. 15. Melaporkan proses dan pelaksanaan tugas4
Tugas staf administrasi keuangan : 1. Menyiapkan rencana anggaran, menerima, membukukan, menyetorkan dana kepada Kantor Kementerian Agama di Kabupaten. 2. Menyiapkan bahan dan pencatatan kerja. 3. Menerima biaya nikah. 5
Tugas staf administrasi nikah dan rujuk : 1. Mempelajari dan meneliti berkas permohonan nikah rujuk. 2. Mengisi form NB dan menyiapkan jadwal nikah serta menyiapkan konsep pengumuman kehendak nikah.
4
Pedoman Pegawai pencatat nikah, Proyek Peningkatan Tenaga Keagamaan, Direktorat Jenderal Bimas Islam dan penyelenggaraan Haji, Departemen Agama RI, Jakarta, 2004, hlm 5 5 Tabel Struktur dan Tugas Pejabat KUA Kec. Pagedongan
22
3. Menyiapkan buku Akta Nikah dan bimbingan calon pengantin, menyiapkan rekomendasi atau numpang nikah diluar wilayah KUA.
Tugas tenaga wiyata bakti : 1. Membantu tugas kepala dan staf KUA. 2. Menyiapkan bahan logistik untuk kegiatan di KUA. 3. Melayani masyarakat yang berkepentingan dengan KUA Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam daftar urut kepangkatan pegawai KUA Kecamatan Pagedogan ; Tabel 1 DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI KUA KECAMATAN PAGEDONGAN TAHUN 20096 Nama TTL
Jabatan / Gol
TMT
Pensiun
Kepala / III.c
18/03/2009
2025
Staf / III.c
01/10/2006
2015
Staf / III.a
01/02/2008
2011
NIP M. Zayin Bunani, S.Ag
Banjanegara,
NIP.150318383
07 sept 1969
Masito Banjanegara, NIP. 19590823 198303 23 agst 1959 1004 Urip santoso
Banjarnegara, 10
NIP. 150202712
Pebr 1955
6
Ibid.
23
Tabel 2 Data Wiyata Bhakti Pada KUA Kec. Pagedongan tahun 20097 No
NAMA
TTL
1
A.Khozin
Banjarnegara,
Amanullah,S.Ag
07-1976
09-
NO SK
TMT
Wk/3.b/BA.01/787/2004
1 januari 2004
2. Fungsi KUA Berdasarkan KMA nomor 517 tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan, maka Kantor Urusan Agama Kecamatan Pagedongan selain memiliki tugas pokok tersebut di atas juga mempunyai fungsi melaksanakan kegiatan dengan potensi organisasi sebagai berikut : a. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi. Menyelenggarakan kegiatan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan, dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan. b. Melaksanakan pencatatan Nikah dan Rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mendukung kinerja KUA dan pelaksanaan pembinaan kehidupan beragama umat Islam terutama di desa, menteri Agama melalui 7
Bagan Struktur Tenaga wiyata Bhakti KUA kec.Pagedongan Kab. Banjarnegara
24
Keputusan Menteri Agama Nomor 298 Tahun 2003 menetapkan adanya pemuka agama desa setempat yang ditunjuk untuk melakukan pembinaan kehidupan beragama Islam, berkoordinasi dengan instansi terkait dan lembaga yang ada dalam masyarakat dengan sebutan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, disingkat Pembantu PPN. Pembantu PPN tersebut mendapat legalitas dari Kementerian Agama sebagai pengantar orang yang berkepentingan dengan nikah dan rujuk ke Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan di Jawa dan sebagai pembina kehidupan beragama di desa. Sedangkan di luar Jawa karena keadaan wilayah yang luas Pembantu PPN mempunyai tugas yang lebih berat, yaitu atas nama Pegawai Pencatat Nikah (PPN)/Kepala KUA Kecamatan melakukan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan nikah dan rujuk yang terjadi di desanya dan melaporkan pelaksanaannya kepada PPN/KUA. Di samping itu Pembantu PPN bertugas membina kehidupan beragama serta selaku Ketua BP4 di desa juga bertugas memberi nasehat perkawinan8. Dari uraian diatas, maka berdasarkan KMA tersebut tugas-tugas pokoknya adalah : 1. Pelayanan nikah dan rujuk. 2. Pembinaan kehidupan beragama Islam di desa.
8
Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Proyek Peningkatan Tenaga Keagamaan Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Haji, Departemen Agama RI, Jakarta, 2004,hlm 3
25
Secara rinci tugas tersebut dapat di uraikan sebagai berikut : a. Pelayanan Nikah dan Rujuk Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa mereka yang melaksanakan perkawinan menurut ketentuan agama Islam, pencatatannya dilakukan oleh PPN di KUA Kecamatan. Pencatatan perkawinan tersebut melakukan penelitian yang seksama agar terpenuhi, baik ketentuan perundang-undangan maupun kaidah munakahat dan diperoleh data yang akurat. Kepala KUA selaku PPN
harus
dapat
mempertanggungjawabkan
pencatatan
yang
dilakukannya. Untuk itu ia dibantu oleh Pembantu PPN yang diharapkan lebih dapat mengetahui keadaan sehari-hari dari mereka yang melakukan pernikahan. Tugas pelayanan nikah dan rujuk oleh pembantu PPN adalah sebagai berikut : 1. Menerima informasi/pelaporan dari masing-masing pihak yang berkepentingan melakukan pernikahan (calon suami, calon isteri dan wali) dan mencatatnya dalam buku model N10. 2. Melakukan penelitian awal tentang status dan keabsahan data masing-masing pihak, baik berdasarkan surat-surat keterangan yang dikeluarkan kepala desa/lurah dan instansi lainya maupun berdasarkan wawancara langsung.
26
3. Memberikan penasihatan kepada masing-masing pihak tentang halhal yang sebaiknya dilakukan. Misalnya tentang hak dan kewajiban suami-isteri, serta tentang perlunya memperoleh imunisasi TT dari Puskesmas. 4. Mengantar mereka ke KUA Kecamatan untuk melaporkan rencana pernikahan, sekurang-kurangnya sepulih hari sebelum pelaksanaan pernikahan. 5. Mendampingi PPN dalam mengawasi pelaksanaan akad nikah baik yang di lakukan di balai nikah maupun yang dilakukan di luar balai nikah. 6. Melakukan sebagaimana tersebut pada huruf a sampai dengan huruf e mereka yang melaporkan akan melakukan rujuk9. b. Pembinaan kehidupan beragama Islam di Desa Dalam KMA Nomor 298 tahun 2003 disebutkan bahwa Pembantu PPN selain memberikan pelayanan nikah dan rujuk juga mempunyai tugas melakukan pembinaan kehidupan beragam Islam di Desa. Pembinaan kehidupan beragama Islam di Desa dapat berupa kegiatan yang bersifat ubudiyah mahdhah (langsung berhubungan dengan Allah) dan dapat berupa kegiatan yang bersifat ubudiyah ijtimaiyah (hubungan antar sesama umat).
9
Ibid
27
Kegiatan pembinaan kehidupan beragama islam tersebut meliputi antara lain: 1. Membina kerukunan masjid dari aspek idarah, imarah dan ri’ayah. 2. Mengkoordinasikan kegiatan peningkatan kemampuan baca tulis Al qur’an (pengajian) ditiap-tiap masjid serta mengusahakan bukubuku perpustakaan masjid. 3. Memberikan penasehatan kepada keluarga bermasalah. 4. Membina pengamalan ibadah sosial. 5. Mengkoordinasikan dan menggerakkan lembaga-lembaga semi resmi yang membantu tugas departemen agama (BKM, BP4, P2A dan LPTQ) ditingkat Desa. Adapun daftar orang-orang yang menjadi Pembantu PPN di Kecamatan Pagedongan dapat dilihat ditabel berikut ini : Tabel 3 Data Pembantu Petugas Pencatat Nikah pada KUA Kecamatan Pagedongan tahun 200910 No
10
2009
Nama
Wilayah Kerja
Alamat
TMT
1
Chambari
Kadus IV,V,V
Kurban, pagedongan
1972
2
Masngudi
Kadus I,II,III
Dagan sari, Pagedongan
1991
3
Badrudin Zarkasi
Kadus III,VII
Ponjen, Pagedongan
2006
4
H. Amin fadhillah
Kadus I,II
Gunung Jati, Pagedongan
_
5
Suryanto
Kadus III,IV
Gunung Jati, Pagedongan
_
6
Slamet Harwono
Kadus I,II
Twelagiri Rt 01/01
2005
7
Dalhar
Kadus III,IV
Twelagiri Rt 01/III
1990
8
Nahrudin
Kadus I,II,III
Keb. Duwur Rt. 4/III
_
Bagan Struktur Pembantu Pegawai Pencatat Nikah pada KUA Kec.Pagedongan, tahun
28
9
Taryono
Kadus IV
Pesangkalan Rt. 01/I
10
Afandi Yamin
Kadus III,IV
Kebutuh Jurang Rt. 01/IX
1993
11
Shaifuloh
Kadus II
Kebutuh Jurang Rt. 02/V
1991
12
Komarudin
Kadus I
Kebutuh Jurang Rt. 01/III
1991
13
Kuspriyono
Kadus I,II,IV
Pesangkalan Rt. 01/I
_
14
Sardinur
Kadus IV-V
Kebutuh Duwur
_
15
Purwanto
Kadus I,II,IV
Duren Rt. 01/II
1985
16
Muslim
Kadus III
Duren Rt. 03/III
1997
17
Muchlas
Kadus III
Silegi Lebakwangi
18
Idrus Abadi
Kadus IV,V
Lebakwangi Rt. 01/VI
19
Ramlan
Kadus V
Gunungjati
20
Sukhaelan
Kadus
Gentansari Rt. 02/IV
II,III,IV,V 21
Wagiman
Kadus I
Gentansari Rt. 03/I
_
_ 1991 _ 1991 1994
C. KUA dan Perkawinan Kantor Urusan Agama adalah merupakan lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan dalam masalah perkawinan. Salah satu kewenangan tersebut adalah sebagai lembaga yang mencatat perkawinan. Pada dasarnya perkawinan merupakan suatu hal yang dianjurkan oleh syara’. Salah satu Firman Allah yang bertalian dengan disyari’atkannya pernikahan adalah :
u™!#ts)èù (#θçΡθä3tƒ βÎ) 4 öΝà6Í←!$tΒÎ)uρ ö/ä.ÏŠ$t6Ïã ô⎯ÏΒ t⎦⎫ÅsÎ=≈¢Á9$#uρ óΟä3ΖÏΒ 4‘yϑ≈tƒF{$# (#θßsÅ3Ρr&uρ ∩⊂⊄∪ ÒΟŠÎ=tæ ììÅ™≡uρ ª!$#uρ 3 ⎯Ï&Î#ôÒsù ⎯ÏΒ ª!$# ãΝÎγÏΨøóムArtinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui (QS. An-Nuur 24)11 11
Yayasan penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986, hlm.549.
Al-Qur’an,
Al-Qur’an
dan
29
Perkawinan di Indonesia, ada perkawinan yang tercatat dan ada perkawinan yang tidak tercatat, baik sebelum terbentuknya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun setelahnya. Berdasarkan kitab-kitab yang dijadikan pedoman oleh Kementerian Agama12 dalam menyelesaikan perkara dalam lingkup Peradilan Agama, tidak terdapat ulama yang menetapkan bahwa salah satu syarat perkawinan adalah pencatatan, baik sebagai syarat sah maupun sebagai syarat pelengkap. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Perkawinan yang diberlakukan, pasal yang mengatur pencatatan perkawinan selalu ada, sebagai bagian dari pengawasan perkawinan yang diamanatkan oleh Undang-Undang.13 Perkawinan tidak tercatat termasuk salah satu perbuatan hukum yang tidak dibolehkan oleh Undang-undang, karena terdapat kecenderungan kuat dari segi sejarah hukum perkawinan, bahwa perkawinan tidak tercatat termasuk perkawinan yang illegal. Meskipun demikian, dalam pasal 5 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat informasi implisit bahwa pencatatan perkawinan bukan sebagai syarat sah perkawinan, tetapi sebagai alat untuk menciptakan ketertiban perkawinan. Oleh karena itu, dalam pasal 7 ayat (3) KHI diatur mengenai itsbat nikah (pengesahan perkawinan) bagi perkawinan yang tidak tercatat. Dengan kata lain, perkawinan tidak tercatat adalah sah, 12
Pada tahun 1953, Departemen Agama menetapkan 13 (tiga belas) kitab fikih yang dijadikan pedoman dalam memutuskan perkara di Pengadilan Agama. Tiga belas kitab tersebut adalah: (1) al-bajuri, (2) fathul Mu’in, (3) Syarqawi ‘ala al-tahrir,(4) al –Mahalli, (5) fath al – wahab, (6) Tuhfat, (7) Taqrib al Musytaq (8) Qawanin al-Syar’iyyat usman bin yahya, (9)Qwanin al- Syar’iyyat Shadaqat Di’an (10) Syamsuri fi al-faraidh (11)Bugyat al-Musytarsidin, (12)alFiqh ‘ala madzahib al-arba’ah, dan (13) Mughni al Muhtaj. Lihat Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional (Mengenang 65 tahun Prof. Dr.Bustanul. arifin, S.H), Jakarta: Gema InsaniPress,1996, hlm.11. Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005, hlm.33. 13 Ibid, hlm.69
30
tetapi kurang sempurna. Ketidaksempurnaan itu dapat dilihat dari ketentuan pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut. Aqad pada perkawinan tidak tercatat biasanya dilakukan di kalanagan terbatas, di hadapan bapak kyai atau tokoh agama, tanpa kehadiran petugas dari Kantor Urusan Agama, dan tentu saja tidak memiliki surat nikah yang resmi. Dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan tidak tercatat secara agama adalah sah manakala sudah memenuhi syarat dan rukun. Meskipun demikian, karena pernikahan tersebut tidak tercatat maka dalam hukum positif dianggap tidak sah karena tidak sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974.14 Berdasarkan uraian diatas, dapat ditegaskan bahwa perkawinan di Indonesia ada perkawinan yang tercatat dan ada pula perkawinan yang tidak tercatat. Perkawinan yang tercatat ada yang menyebut ‘kawin resmi’ atau ‘kawin kantor’ . demikian pula, ada yang menyebut perkawinan tidak tercatat sebagai ‘nikah sirri’, ‘nikah dibawah tangan’, ‘nikah syar’i’, ‘kawin liar’, ‘kawin modin’, dan kerap pula disebut ‘kawin kyai’.15 Menurut Jaih Mubarok, pada umumnya yang maksud perkawinan tidak tercatat adalah perkawinan yang tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang islam di Indonesia, memenuhi baik syarat maupun rukun sebuah pernikahan, dan tidak didaftarkan pada PPN. Perkawinan yang
14
Moh Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002, hlm.224 15 Mukhlisin Muzarie, Kontroversi Perkawinan Wanita hamil, Yogyakarta: Pustaka Dinamika, 2002, hlm.110
31
tidak berada di bawah pengawasan PPN, dianggap sah secara agama tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak memiliki bukti-bukti perkawinan sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.16 Pengertian yang sama dikemukakan oleh Idris Ramulyo, yang dimaksud perkawinan tidak tercatat adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang islam Indonesia, memenuhi baik rukun-rukun maupun syarat-syarat perkawinan, tetapi tidak didaftarkan pada pejabat pencatat nikah.17 Menurut Mukhlisin Muzarie, yang dimaksud perkawinan tidak tercatat adalah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan syari’at sesuai dengan maksud pada pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Undang-Undang Tentang Perkawinan) tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat (2) pasal tersebut jo pasal 10 ayat 3 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 9 Tahun 1975 (Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974).18 Berdasarkan keterangan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa perkawinan tidak tercatat termasuk salah satu perbuatan hukum yang kurang dikehendaki oleh undang-undang (pemerintah).
D. KUA dan BP4 (Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) Menurut konsiderasi Keputusan Komisi A Musyawarah Nasional BP4 XII poin (b) disebutkan bahwa BP4 adalah lembaga semi resmi yang bertugas 16
Jaih Mubarok, Op.cit, hlm.87. Moh Idris Ramulyo, Op.cit, hlm 226 18 Mukhlisin Muzarie, loc.cit. 17
32
membantu Kementerian Agama dalam meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangkan keluarga sakinah. BP4 sendiri merupakan singkatan dari
Badan
Penasihatan,
Pembinaan
dan
Pelestarian
Perkawinan.19
Sebelumnya artinya tidak seperti itu, singkatan BP4 adalah Badan Penasihatan Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian. Namun sejak Munas BP4 XII di Jakarta pada tanggal 2-5oktober 2001 pengertian BP4 yang tercantum dalam Anggaran Dasar telah mengalami perubahan seperti yang sekarang ini. Mengapa perlu diadakan perubahan nama, ini semata-mata didasarkan pertimbangan demi peningkatan kinerja dan menyesuaikan diri dengan tujuan dibentuknya BP4. Menurut pasal 3 Anggaran Dasar, BP4 bersifat profesi sebagai pengemban tugas dan mitra kerja Kementerian Agama dalam mewujudkan keluarga yang sakinah. Menurut pasal 4 Anggaran Dasar, BP4 berdasarkan Islam dan berasaskan Pancasila, sedangkan menurut pasal 5 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, tujuan didirikannya organisasi BP4 adalah untuk mempertinggi berkaitan dengan mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah sesuai dengan ajaran islam untuk mencapai masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera materiil dan spiritual. Dalam rangka mencapai tujuan diatas upaya-upaya pokok yang dilakukan BP4 sesuai dengan pasal 6 Anggaran Dasar, BP4 mempunyai pokok-pokok upaya dan usaha sebagai berikut :
19
Depag RI, Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah, Jawa Tengah: Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah Kanwil Depag Propinsi Jawa Tengah, 2004, hlm.46.
33
1. Memberikan bimbingan dan penasihatan serta penerangan mengenai nikah, talak, cerai dan rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok. 2. Memberikan bimbingan dan penyuluhan agama, UU Perkawinan, Hukum Munakahat, UU Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh dan lain-lain yang berkaitan dengan hukum keluarga dan adat istiadat (Ahwal Al-Syakhshiyyah). 3. Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga. Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggung jawab, pernikahan dibawah umur dan pernikahan tidak tercatat. 4. Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan baik didalam negeri maupun diluar negeri. 5. Menerbitkan dan menyebarluaskan Majalah Perkawinan dan Keluarga, buku, brosur-brosur dan media elektronik yang dianggap perlu. 6. Membantu penyelenggaraan kursus calon pengantin, penataran/pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis yang berkaitam dengan perkawinan dan keluarga. 7. Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatan, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah.
34
8. Berperan serta aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan membina keluarga sejahtera. 9. Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga. 10. Upaya dan usaha lain yang dipandang perlu dan bermanfaat untuk kepentingan organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Diantara 10 tugas pokok BP4 itu yang secara kontinyu telah dilakukan selama ini baru dua tugas pokok, yaitu : (1). Memberikan bimbingan dan penasihatan perkawinan serta penerangan mengenai nikah, talak, cerai dan rujuk (NTCR) kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok. (2). Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga, menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggung jawab, pernikahan dibawah umur dan pernikahan yang tidak tercatat.20 Tidak efektifnya kinerja dari BP4 ini dikarenakan munculnya UU PNPB pada awal tahun 2000 berikut peraturan pemerintahnya, yang sebagian dari peraturan dan UU tersebut memutus aliran dana pencatatan nikah dan rujuk bagi kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh BP4 dan badan-badan semi resmi yang bekerjasama dengan Kementerian Agama lainnya, termasuk didalamnya pencabutan tentang aturan biaya ‘bedolan’ pada tahun 1998, meskipun sampai sekarang pungutan bedolan masih berlangsung secara sembunyi-sembunyi.
20
Depag RI, Op.Cit,hlm 46-49
BAB III PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) DI KUA KECAMATAN PAGEDONGAN KABUPATEN BANJARNEGA
A. Deskripsi Masyarakat Kecamatan Pagedongan Kecamatan Pagedongan merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Banjarnegara yang berjarak kurang lebih 5 KM dari kota Banjarnegara, memiliki batas wilayah sebelah barat dengan Kecamatan Bawang, sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Kebumen sedangkan sebelah utara dengan Kecamatan Banjarnegara. Luas wilayah Pagedongan adalah 8.055,233 Ha dengan tekstur wilayah terbesar tegalan/lahan kering karena banyak dikelilingi perbukitan. Jumlah penduduk Kecamatan Pagedongan 39.604 jiwa dengan mayoritas beragama Islam.1 Mata pencaharian sebagian besar penduduknya ialah petani kebun walaupun ada yang bekerja disektor lain seperti wirausaha, pegawai negeri/swasta, TNI/Polri, buruh pabrik dan bangunan dan lainlainnya.
B. Peserta kursus calon pengantin (Suscatin) Peserta program kursus calon pengantin (suscatin) sebagian besar merupakan pasangan yang mau menikah baik laki-laki maupun perempuan, yaitu para pasangan muda yang sudah mendaftar di KUA Kecamatan
1
Data Monografi kec. Pagedongan tahun 2009
35
36
Pagedongan maupun mereka yang sedang merencanakan mau menikah. Salah satu pasangan calon pengantin tersebut (baik pihak laki-laki maupun perempuan) merupakan penduduk Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara. Peserta kursus calon pengantin yang bukan merupakan pasangan muda yang mau menikah juga diperbolehkan mengikuti program kursus calon pengantin ini, diantaranya mereka adalah orang-orang yang pernah gagal dalam membina rumah tangga bersama pasangannya baik janda (pihak perempuan yang pernah gagal dalam membina rumah tangga) maupun duda (pihak laki-laki yang pernah gagal dalam membina rumah tangga) yang pihak janda maupun duda telah menjadi calon pengantin lagi maupun mereka yang belum berkeinginan untuk menikah kembali (masih memutuskan untuk hidup sendiri)2. Para orang tua dari calon pengantin juga sering ikut mendampingi anak-anaknya, sebagai bentuk dukungan kepada putra-putrinya untuk mengarungi kehidupan berumah tangga. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Pagedongan. Program kursus calon pengantin (suscatin) sebagian besar diikuti oleh para pasangan calon suami istri, laki-laki maupun perempuan yang masih sendirian dan mereka yang pernah gagal membina rumah tangga serta beberapa orang tua dari mereka kadang-kadang juga mengikuti program ini. Menurut analisis penulis sebaiknya peserta ditambah dari tokoh masyarakat dengan tujuan jika suatu saat terjadi konflik rumah tangga diantara
2
Wawancara dengan M.Zayin Bunani, S.Ag selaku kepala KUA Kec. Pagedongan Kab. Banjarnegara pada tgl. 13 Nov.2010
37
pasangan
suami
istri,
para
tokoh
tersebut
bisa
menjadi
mediator
dilingkungannya masing-masing. Setiap pelaksanaan kursus calon pengantin selalu diikuti oleh para calon pengantin dengan jumlah yang relative banyak, ini menunjukkan animo masyarakat dalam hal ini calon pengantin yang cukup tinggi. Sebagaimana terlihat dari daftar peserta kursus calon pengantin dibawah ini Tabel 4 Daftar peserta suscatin KUA Kecamatan Pagedongan Tanggal 14 Nopember 20103 NO
NAMA
ALAMAT
1
Fatonah
Twelagiri, Pagedongan
2
Tuslam
Twelagiri, Pagedongan
3
Yuswanto
Pesangkalan, Pagedongan
4
Ernawati
Pesangkalan, Pagedongan
5
Isawati
Duren, Pagedongan
6
Nyana
Wanadri, Pagedongan
7
Ngudi Waluyo
Duren, Pagedongan
8
Mugiono
Lebakwangi, Pagedongan
9
Muhisam
Lebakwangi, Pagedongan
10
M. Khafid Aris S.
Lebakwangi, Pagedongan
11
Sri Wahyuni
Gentansari, Pagedongan
12
Hartini
Pagedongan
13
Siti Jamilah
Pagedongan
14
Darinah
Gunung Jati, Pagedongan
3
Data peserta Kursus Calon pengantin KUA Kec. Pagedongan Banjarnegara, tanggal 14 Nov, 2010
38
15
Mahfut H
Gunung Jati, pagedongan
16
Fauzan
Kebutuh Duwur, Pagedongan
17
Tirmi
Kebutuh Duwur, Pagedongan
18
Rusnidi
Kebutuh Jurang, Pagedongan
C. Waktu dan Tempat Penyelenggaraan kursus calon pengantin (suscatin) Penyelenggaraan
kursus
calon
pengantin
(suscatin)
di
KUA
Kecamatan Pagedongan pertama kali dilaksanakan pada tanggal 4 November 2003, dan sejak saat itu kursus calon pengantin di laksanakan setiap tiga bulan sekali. Kursus calon pengantin dilaksanakan dalam waktu satu hari, sehingga tidak terlalu menyita waktu dan mengganggu aktivitas-aktivitas sehari-hari para peserta suscatin. Tetapi pada pelaksanaannya KUA Kecamatan Pagedongan juga sering menyelenggarakan kursus calon pengantin diluar jadwal rutin tersebut (tiga bulan). Hal tersebut dikarenakan dalam rentang waktu selama tiga bulan banyak pasangan calon pengantin yang mau menikah dan tidak bisa diundurkan maupun dimajukan tanggal pernikahannya, karena biasanya jauh-jauh hari sebelumnya mereka telah menetapkan tanggal secara bersama sama antara pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan, ataupun ada yang masih mempercayai hari baik dan hari buruk dengan meminta waktu yang tepat untuk menikahkan anaknya kepada seseorang yang dianggap mumpuni. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh KH Abdul Wahab ; “Sebagian masyarakat di Kecamatan Pagedongan masih
39
percaya terhadap orang pintar, terutama untuk meminta
penentuan waktu
dalam menikahkan anak-anaknya”4. Waktu penyelenggaraan kursus calon pengantin diluar jadwal tiga bulan tersebut dilaksanakan satu ataupun beberapa hari sebelum pasangan tersebut menikah, sehingga dengan demikian peserta dari suscatin tersebut hanya calon pasangan suami istri di waktu tersebut. Adapun penyelenggaraan kursus calon pengantin bertempat di aula Kantor Urusan Agama Kecamatan Pagedongan dengan alamat di jalan raya pagedongan KM 9 Banjarnegara. D. Materi dan Narasumber dalam Pelaksanaan Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) Materi kursus calon pengantin tertumpu pada 7 aspek, yaitu ; 1.Tata cara dan prosedur perkawinan 2.Pengetahuan agama 3.Peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga 4.Kesehatan dan reproduksi 5.Manajemen keluarga 6.Psikologi perkawinan dan keluarga 7.hak dan kewajiban suami istri. 1. Tata cara dan prosedur perkawinan Tata cara dan prosedur perkawinan merupakan tahapan yang harus dikerjakan oleh calon pengantin meliputi persyaratan-persyaratan yang bersifat administrasi. Yang menjadi narasumber materi ini adalah dari Kantor Urusan Agama, dengan waktu 2 jam pelajaran (JPL), adapun materi-materinya antara lain 4
Wawancara dengan KH. Abdul Wahab ,selaku tokoh masyarakat di kec. Pagedongan pada tgl, 19 Nov,2010
40
Persyaratan Administrasi : a. Meminta surat keterangan dari Desa/Kelurahan masing-masing : a.1. Keterangan untuk Nikah (Model N1) a.2. Keterangan asal usul (Model N2) a.3. Surat persetujuan mempelai (Model N3) a.4. Surat keterangan orang tua (Model N4) a.5. Surat pemberitahuan untuk nikah (Model N7) b. Menyerahkan pas foto berwarna ukuran 2x3, 3 lembar. c. Photo copy KTP dan Kartu Keluarga (KK)5. Untuk pasangan yang sudah pernah menikah ditambah dengan Akta Cerai dan Penetapan/Putusan dari Pengadilan Agama dan bagi Duda/Janda yang ditinggal mati harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kematian (Model N6) dari Desa/Kelurahan dan harus sudah lepas dari masa idah. Bagi anggota TNI/Polri, selain memenuhi syarat diatas juga harus dilengkapi dengan Surat Ijin Kawin (SIK) dari Kesatuanya6. Untuk Warga Negara Asing (WNA) syarat-syaratnya adalah : a. Calon suami/istri yang WNI terlebih dahulu melengkapi surat-surat yang tersebut dalam persyaratan administrasi. b. Calon suami/istri WNA yang bervisa Turis atau untuk keperluan menikah saja harus melengkapi; Photo copy buku Passport, Surat
5
Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Op.cit, hlm 6-7 Ibid
6
41
Tanda Melapor Diri dari Pores/Polda, Akta Kelahiran, Surat Keterangan/Ijin dari Kedutaan atau Perwakilan Diplomatik. c. Calon suami/istri WNA yang bervisa kerja atau sebagai Tenaga Kerja Asing, selain syarat diatas juga harus melengkapi; Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara, Keterangan Ijin masuk Sementara dari Imigrasi, Surat Model K.II dari Catatan Sipil, Tanda Lunas Pajak Asing dan semua surat/dokumen yang tertulis dalam bahasa asing harus terlebih dahulu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi (memiliki cap dan disumpah). Bagi seorang laki-laki yang telah beristri boleh berpoligami setelah mendapatkan ijin poligami dari Pengadilan Agama (UU No. 1 Tahun 1974 pasal 4 ayat: 1). Setelah persyaratan tersebut terpenuhi calon pengantin/Wali nikah membawa surat-surat tersebut ke KUA Kecamatan sesuai domisili pengantin wanita, atau diwilayah Kecamatan dimana akad nikah akan dilaksanakan. Persyaratan tersebut harus diserahakan minimal 10 hari kerja sebelum akad nikah akan dilaksanakan untuk diteliti oleh penghulu. Calon pengantin dan wali nikah akan diperiksa dan menandatangani Persetujuan Nikah (Model N3) serta Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB). Setelah batas waktu minimal 10 hari, akad nikah boleh tetap dilaksanakan apabila telah mendapatkan Surat Dispensasi dari Camat (Kecamatan sesuai domisili pengganti wanita
42
atau di wilayah dimana akad akan dilaksanakan) sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1979 pasal 3 ayat: 2. Selama selang waktu 10 hari tersebut akan digunakan untuk pengumuman pengantin
kehendak
(suscatin)
nikah,
dan
penyelenggaraan
melengkapi
kursus
calon
kekurangan-kekurangan
administrasi lainnya.7
2. Pengetahuan Agama Peranan Agama sebenarnya ditentukan oleh penganutnya sebab ketentuan dan anjuran Agama sama sekali tidak akan berarti apa-apa kalau penganutnya tidak memahami, tidak menghayati, dan tidak mengamalkan tuntunan Agama. Dalam membentuk keluarga sakinah maka ‘peran Agama’ yang dituntut disitu adalah peran penganut agama itu sendiri. Pengetahuan Agama merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, karena dengannya manusia diingatkan akan Sang Pencipta dan dengannya pula manusia akan menemukan keharmonisan dalam berhubungan dengan sesama manusia terutama antara seorang suami dengan istri. Hal inilah yang menempatkan pengetahuan Agama menjadi faktor yang paling penting sehingga dimasukkan dalam materi kursus calon pengantin (suscatin), materi seputar Agama dilaksanakan selama
7
Modul materi kursus calon pengantin KUA Kec. Pagedongan, Nov.2010
43
5 jam pelajaran (termasuk sesi Tanya jawab) dengan nara sumber berasal dari KUA dan BP4. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diamalkan dalam kaitannya dengan pembinaan kehidupan beragama dalam keluarga, antara lain : a. Melaksanakan sholat lima waktu dan membiasakan sholat berjamaah dalam keluarga atau mengajak keluarga sholat berjamaah di masjid. b. Membiasakan berdzikir (mengingat) dan berdo’a kepada Allah dalam keadaan suka dan duka. c. Membudayakan ucapan atau kalimat thoyyibah. d. Membiasakan mengucapkan salam dan menjawabnya. e. Menjawab seruan adzan. f. Secara tetap menyisihkan sebagian dari harta untuk kepentingan Islam (infaq, shodaqoh dll). g. Jika terjadi perselisihan antara suami istri atau anggota keluarga, segeralah mengambil air wudhu dan beribadah (sholat atau membaca Al qur’an). h. Menghiasi rumah dengan hiasan yang bernafaskan Islam. i. Berpakaian yang sopan sesuai dengan ketentuan Islam8. j. Dalam masalah bersenggama, Islam mengatur hal tersebut sebagai berikut : 8
BP4, Panduan Keluarga Muslim, Badan penasihatan pembinaan dan Pelestarian Perkawinan(BP4), Kantor wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah,2007, hlm13
44
a.1. Melakukan hubungan seks hanya boleh dilakukan dengan istri a.2. Bercanda dan bersenda gurau dengan istri sebelum melakukan hubungan seks untuk membangkitkan gairah.) a.3.Hubugan seks sebaiknya tidak dilakukan dalam keadaan perut kosong atau terlalu kenyang, juga dalam keadaan ingin buag air. a.4. Hubungan suami isteri dilakukan dalam keadaan benar-benar rahasia (tertutup) dari pandangan orag lain, bahkan walaupun di hadapan bayi, kecuali bayi itu dalam keadaan tidur. a.5. Ketika sedang melakukan hubungan suami isteri sebaiknya menggunakan selembar kain (selimut) utuk menutupi tubuh keduanya (tidak melakukanya dalam keadaan bugil). a.6. Ketika melakukan hubugan suami isteri sebaiknya tidak menghadap qiblat. a.7. Bersiwak (menggosok gigi) sebelum melakukan hubungan suami isteri. a.8. Tidak berbicara ketika sedang melakukan hubungan suami isteri. a.9. Tidak memikirkan (membayangkan) orang lain selain isteri sendiri
selama
melakukan
hubungan
suami
isteri.
Membayangkan (menghayalkan) orang lain selama hubungan, sama dengan berzina dengan orang yang dibayangkan itu.
45
a.10.Hubungan seks sebaiknya tidak dilakukan dengan niat sematamata hanya untuk melampiaskan hawa nafsu, tetapi sebaiknya dengan niat berikut ini : a. Untuk menghindarkan diri dari perbuatan haram. b. Untuk menyambung keturunan. c. Untuk memenuhi hak isteri. Dengan niat-niat seperti ini, selain terpenuhi keinginannya, ia juga mendapat pahala. a.11.Jika ingin mengulangi hubungan untuk kali berikutnya, maka di antara tiap-tiap hubungan sebaiknya mandi dahulu, jika tidak, wudhu pun sudah mencukupi, atau setidak-tidaknya istinjak (mencuci kemaluan) dahulu. a.12.Yang terbaik adalah mandi setiap selesai melakukan hubungan suami isteri. Akan tetapi diperbolehkan hanya satu kali mandi, yaitu pada kali yang terakhir (jika hubungan dilakukan lebih satu kali dalam satu waktu). a.13.Suami dan isteri wajib mandi setelah melakukan hubungan seks (mandi janabat), dan yang terbaik adalah mandi janabat sebelum tidur a.14.Jika karena sesuatu alasan, suami isteri tidak bisa mandi janabat sebelum tidur, maka berwudhu pun sudah mecukupi, dan mandi janabat dilakukan nanti (setelah bangun tidur).
46
a.15.Jika wudhu tidak dapat dikerjakan, maka sekurang-kurangnya istinjak (membersihkan kemaluan) dan jika ini pun tidak mugkin, maka sebaiknya tayyamum dikerjakan sebelum tidur. Dari sini kita mengerti bahwa tidur tanpa membersihkan diri dengan air terlebih dahulu adalah dibolehkan. Segala puji bagi Allah Swt. Yang membuatnya begitu mudah. a.16.Akan tetapi harus diingat bahwa kita diperbolehkan di dalam keadaan ini hanya hingga sebelum shubuh. a.17.Mengeringkan badan juga tidak mengeringkan badan setelah mandi adalah suatu perbuatan sunnah. a.18.Bila seseorang berada dalam keadaan hadats besar (yaitu dalam keadaan wajib mandi) kemudian harus makan atau minum (misalkan waktu sahur) maka kedua tagan harus dicuci hingga pergelangan, kumur-kumur dan kemudian makan (mandi dapat dilakukan kemudian). Dari sini kita mengerti bahwa jika dibutuhkan maka diperbolehkan makan dan minum dalam keadaan hadats besar. a.19.Adalah haram (terlarang) melakukan hubungan suami isteri dalam keadaa haid (menstruasi). Akan tetapi diperbolehkan bermesraan, memeluk, dan membelainya, tetapi isteri harus menutupi bagian aurot pribadinya dari pusar hingga kelututnya untuk mencegah terjadinya jima’ (hubungan seks). Karena Allah Swt. Telah melarang melakukan jima’ dalam keadaa
47
isteri sedang haid, dan perbuatan itu dianggap sebagai suatu dosa besar. Karena itu apabila hubungan terjadi pada saat haid, maka segeralah bertaubat dan beristighfar dan lebih baik lagi mangeluarkan sedekah. a.20.Ketika melakukan hubungan seks atau ketika mandi telah menjadi wajib, maka jika berkeringat maka keringatnya itu adalah suci. Jika keringat itu mengenai pakaian, maka pakaian itu tetap suci, tetapi air mani adalah tidak suci (najis) dan ini harus disuci. (al Muwatha) a.21. Hanya pakaian dari pakaian yang terkena air mani saja yang tidak suci, sementara pakaian itu sendiri tetap dalam keadaan suci (tidak perlu dicuci keseluruhan pakaian itu). Catatan : Pendapat diatas (poin no. 21 dan no. 22) adalah menurut madzhab Imam Abu Hanifah dan Imam Malik rah.a.. akan tetapi menurut madzhab Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal rah.a. air mani adalah suci. Dalam mahzab Syafi’i, pakaian yang terkena air mani tidak perlu dicuci, cukup dikerik (bila telah kering) berdasarkan riwayat dari Aisyah r.ha.. a.22. Jika salah seorang dari isteri-isteri Rasulullah saw. Yang suci menderita sakit mata, maka Beliau SAW. Tidak melakukan hubungan denganya hingga ia sembuh dari sakit matanya itu.
48
a.23. Nabi SAW. Tidak menganjurkan untuk meminum air setelah kegiatan-kegiatan berikut ini : hubungan suami-isteri, olahraga, makan, dan mandi.9 k. Setiap orang Islam berkewajiban “mandi wajib” karena : a.1. Bersenggama antara suami istri walaupun tidak mengeluarkan mani (sperma). a.2. Mengeluarkan mani (karena bersenggama atau bukan). a.3. Haid (menstruasi) bagi wanita. a.4. Nifas (mengeluarkan darah sesudah bersalin). a.5. Wiladah (wanita setelah melahirkan). a.6. Mati. Cara mandi wajib : a.1. Membaca basmalah. a.2. Membasuh farj (kemaluan). a.3. Niat, diawali mandi atau awal membasuh badan a.4. Berwudhu. a.5. Meratakan air ke seluruh tubuh(termasuk rambut). a.6.Membasuh kepala yang lebat rambutnya, cukup menuangkan air 3 kali sambil digosok-gosok. a.7. Mencuci kedua kaki dari bagian kanan kemudian bagian kiri.
9
Mufti E.M.H. Sulajee, Sunah sehari 24 jam Bersama Rasulullah, Bandung, Pustaka Ramadhan, 2003,hlm98-101
49
3. Peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga. Materi seputar perundang-undangan termasuk salah satu materi yang
diberikan
kepada
calon
pengantin,
karena
pemahaman
masyarakat tentang Undang-Undang perkawinan masih sangat minim. Diharapkan dengan diberikannya materi ini masyarakat, khususnya peserta kursus lebih menghormati arti sebuah perkawinan. Narasumber dari materi tentang peraturan perundang-undangan perkawinan dan keluarga adalah dari Pengadilan Agama, dengan narasumber tersebut peserta suscatin diharapkan untuk tidak akan pernah mendaftarkan kasus perceraian rumah tangganya di Pengadilan Agama. Materi ini disampaikan selama 4 jam pelajaran (JPL) termasuk diskusi dan tanya jawab. Adapun pembahasannya lebih banyak tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu ; BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
50
Pasal 2 1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. 2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3 1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. 2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4 1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. 2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
51
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri ; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Pasal 7 1) Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16
(enam belas) tahun. 2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain, yang ditunjuk kedua orang tua pihak pria maupun wanita. 3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seseorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6)10.
4. Kesehatan dan Reproduksi Tidak ada kebahagiaan tanpa kesehatan, demikian juga tidak akan ada kebahagiaan tanpa keturunan. Banyak pasangan suami istri 10
Bahan Penyuluhan hukum, Departemen Agama RI,Direktorat Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama Islam, Jakarta:2001,
52
yang bercerai disebabkan tidak adanya keturunan namun anehnya banyak pasangan suami istri yang hancur gara-gara adanya anak, atau paling tidak mengalami masalah dengan bertambahnya anggota keluarga, mulai jarang berkomunikasi, jarang berhubungan badan, kurangnya perhatian pada pasangan (dikarenakan perhatian utamanya adalah anak) dan lain-lain. Hal-hal tersebut membuat materi ini banyak mendapat pertanyaan dari peserta suscatin, dengan narasumber dari BKKBN dan Puskesmas serta waktu pelajaran selama 3 JPL, materi ini diberikan dalam berbagai pelajaran, antara lain : a. Keluarga Berencana Keluarga Berencana merupakan salah satu upaya mewujudkan kebahagiaan dan kesejateraan keluarga. Tujuan utama dari KB adalah untuk lebih menikkatkan kesateraan ibu dan anak. Dengan mengatur kelahiran, istri banyak mendapat kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak di samping memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tugas-tugas sebagai ibu rumah tangga. b.
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) Dalam upaya mewujudkan kebahagiaan
dan
kesejahteraan
keluarga, gizi memang peranan yang sangat penting. Sehubungan dengan itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar dapat
53
mewariskan keturunan yang baik dan menjaga kesehatan tubuh dengan memekan makanan yang halal lagi baik. b. Imunisasi Imunisasi pemberian kekebalan tubuh terhadap penyakit dengan cara menyuntikan/memberikan kuman yang telah kedalam tubuh. Manfaatnya adalah agar badan atau tubuh yang diimunisasi akan semakin kaya dengan zat penolak (anti bodi) yang mampu mencegah penyakit-penyakit tertentu.11
5. Manajemen ekonomi keluarga Fenomena emansipasi yang secara bebas tanpa batas memberi peluang kepada kaum wanita untuk bekerja mandiri mungkin telah membuat kebanyakan perempuan merasa tidak lagi terbatasi oleh sekat gerak suami. Disisi lain upah kerja wanita yang lebih murah menjadikan peluang kerja semakin hari semakin lebih banyak dimiliki oleh para wanita. Buruh pabrik rokok misalnya, mayoritas dari mereka adalah perempuan. Disamping lebih murah mungkin juga pekerja wanita tidak terlalu banyak menuntut, berbeda dengan laki-laki. Akibatnya banyak wanita yang lebih banyak menghabiskan waktunya dipekerjaan mereka, sementara anak cukup dititipkan di tempat penitipan anak, play group ataupun cukup dengan pembantunya saja. Hal ini menjadi salah satu permasalahan serius yang memicu
11
BP4, Op.Cit, hlm12
54
perceraian dalam keluarga dan telah banyak didiskusikan oleh banyak ahli, tapi belum juga menemui titik terang. Selain itu masalah ekonomi juga dipicu oleh pendapatan keluarga (suami) yang kecil (kurang), pekerjaan yang tidak mapan dan gaya hidup yang extravagant* dan hidup diluar kesanggupannya. Tapi terlepas dari itu semua, pemahaman yang ‘purna’ terhadap hakekat dan tujuan perkawinan lebih penting dari fenomena tersebut diatas. Kesadaran untuk hidup sederhana, kesadaran bahwa tujuan dan hakikat perkawinan bukan sebatas materi saja akan tetapi merupakan tanggung jawab terhadap Allah dan kebahagiaan rumah tangga bukan sekedar tercukupinya kebutuhan materi saja terus dibina dan ditingkatkan,
salah
satunya
lewat
pemberian
materi
tentang
manajemen ekonomi keluarga di kursus calon pengantin (suscatin). Waktu penyampaian materi dan tanya jawab selama 3 jam pelajaran dengan narasumber dari BP4 dan PKK. Antara lain usaha manajemen keluarga dapat dilakukan dengan cara : a. Pengoptimalan
suami sebagai pencari nafkah, namun tidak
tertutup kemungkinan bagi isteri untuk membantu suami., namun jangan sampai melupakan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya.
55
b. Pendayagunaan usaha home industri agar isteri dapat membantu tugas suami namun tetap tidak meninggalkan kewajiban untuk memberikan perhatian kepada anak.
6. Psikologi Perkawinan Upaya mewujudkan psikologi perkawinan suami-isteri dapat dicapai antara lain melalui : a. Adanya saling pengertian. Diantara suami-isteri hendaknya saling memahami dan mengerti tentang keadaan masing-masing, baik secara fisik maupun mental, masing-masing kelebihan dan kekurangan. b. Saling menerima kenyataan. Suami isteri hendaknya sadar bahwa jodoh, rejeki dan mati itu dalam kekuasaan Allah, tidak dapat dirumuskan secara matematis. Namun kepada kita manusia diperhatikan untuk melakukan ikhtiar. hasilnya barulah melakukan suatu kenyataan yang harus diterima, termasuk keadaan suami atau isteri kita masing-masing kita terima secara tulus dan ikhlas. c. Saling menyesuaikan diri. Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusaha untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkungan keluarga.
56
d. Memupuk rasa cinta. Untuk dapat mencapai kebahagiaan keluarga, hendaknya antara suami-isteri senantiasa berupaya memumpuk rasa cinta dengan saling
menyayangi,
mengasihi,
menghormati
serta
saling
menghargai dan penuh keterbukaan. e. Melaksanakan azas musyawarah. Dalam kehidupan keluarga, sikap bermusyawarah terutama antara suami dan isteri merupakan sesuatu yang perlu diterapkan. Dalam hal ini dituntut sikap terbuka lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri dari pihak suami maupun isteri. f. Suka memaafkan. Diantara suami-isteri harus ada sikap kesediaan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting karena tidak jarang soal yang kecil dan sepele dapat menjadi sebab terganggunya hubungan suami-isteri yang tidak jarang dapat menjurus kepada perselisihan yang berkepanjangan dan berujung pada perceraian. g. Berperan serta untuk kemajuan bersama. Masing-masing suami-isteri harus berusaha saling membantu pada setiap usaha untuk peningkatan dan kemajuan bersama yang pada gilirannya menjadi kebahagiaan keluarga.12
12
BP4, Op.cit, hlm 10-11
57
Keluarga dalam lingkup yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family) akan tetapi menyangkut hubungan persaudaraan yang lebih besar lagi (extended family), baik hubungan antara anggota keluarga maupun hubungan dengan lingkungan masyarakat. a. Hubungan Antara Anggota Keluarga. Karena hubungan persaudaraan yang lebih luas menjadi ciri dari masyarakat kita, hubungan di antara sesama keluarga harus terjalin dengan baik antara keluarga dari kedua belah pihak. Suami harus baik dengan pihak keluarga isteri, demikian juga isteri harus baik dengan keluarga pihak suami. b. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah orang-orang yang pertama tahu dan dimintai pertolongannya. Oleh karenanya sangatlah janggal kalau hubungan dengan tetangga tidak mendapatkan perhatian. Materi tentang psikologi perkawinan ini diberikan selama 2 jam pelajaran oleh KUA, PKK dan terkadang oleh para praktisi psikologi.
7. Hak dan Kewajiban Suami-Isteri Narasumber dari materi ini adalah dari BP4 dengan durasi waktu selama 5 JPL, adapun materinya meliputi :
58
a. Hak Isteri 1. Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah. 2. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami. Firman Allah SWT. :
$\↔ø‹x© (#θèδtõ3s? βr& #©|¤yèsù £⎯èδθßϑçF÷δÌx. βÎ*sù 4 Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ £⎯èδρçÅ°$tãuρ #ZÏWŸ2#Zöyz ϵŠÏù ª!$# Ÿ≅yèøgs†uρ Artinya : “Dan bergaulah dengan mereka (isteri) dengan cara yang patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S.An-Nisa’: 19) 3. Agar suami menjaga dan memelihara isterinya. Maksudnya ialah menjaga kehormatan isteri, tidak menyia-nyiakan, agar selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhkan segala larangan-Nya. Firman Allah : (6) #Y‘$tΡ ö/ä3‹Î=÷δr&uρ ö/ä3|¡àΡr& (#þθè% (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neaaka”.(Q.S. At-Tahrim: 6)13
b. Hak Suami. Ketaatan isteri kepada suami dalam melaksanakan urusan rumah tangga termaksud di dalamnya memelihara dan mendidik anak,
13
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Terjemahannya, Jakarta: Depag RI, 1986, hlm549.
Al-Qur’an,
Al-Qur’an
dan
59
selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan suami-isteri. c. Hak Bersama Suami-Isteri Hak-hak bersama diantara kedua suami-isteri adalah : 1. Halalnya pergaulan sebagai suami-isteri dan kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan. 2. Sucinya hubungan perbesanan. Dalam hal ini isteri haram bagi laki-laki dari pihak keluarga suami, sebagaimana suami haram bagi perempuan dari pihak keluarga isteri. 3. Berlaku hak pusaka-mempusakai. Apabila salah seorang diantara suami-isteri meninggal, maka salah satu berhak mewarisi, walaupun keduanya belum bercampur. 4. Perlakuan dan pergaulan yang baik. Menjadi kewajiban suami-isteri untuk saling berlaku dan bergaul dengan baik, sehingga suasananya menjadi tenteram, rukun dan penuh dengan kedamaian. a.1. Kewajiban-kewajiban suami-isteri. a. Kewajiban Isteri. 1. Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh norma agama dan susila.
60
2. Mengatur dan mengusur rumah tangga, menjaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga. 3. Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah. 4. Memelihara
dan
menjaga
kehormatan
serta
melindungi harta benda keluarga. 5. Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan nafkah yang diberikannya dengan baik, hemat, cepat dan bijaksana. b. Kewajiban Suami. 1. Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir batin, serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraannya. 2. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan, dan papan dengan cara yang halal. 3. Membantu tugas-tugas isteri terutama dalam hal memelihara dan mendidik anak dengan penuh rasa tanggungjawab. 4. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak kepada isteri sesuai dengan ajaran agama, tidak mempersulit apalagi membuat isteri menderita lahir batin yang dapat mendorong isteri membuat salah.
61
5. Dapat mengatasi keadaan, mencari penyelesaian secara bijaksana dan tidak berbuat sewenang-wenang. c. Kewajiban Bersama Suami-Isteri. 1. Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua belah pihak. 2. Memupuk rasa cinta dan kasih sayang. masingmasing harus dapat menyesuaikan diri, seiya sekata, saling mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk kepentingan bersama. 3. Hormat-menghormati, sopan santun, penuh pengertian serta bergaul yang baik. 4. Matang dalam berbuat dan berfikir serta tidak bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi. 5. Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka rahasia pribadi. 6. Sabar dan rela atas kekurangan dan kelemahan masing-masing.
E. Motivasi dan Tujuan Motivasi dan tujuan pelaksanaan kurus calon pengantin (suscatin) dapat dibedakan menjadi 2 yaitu bagi KUA dan peserta suscatin. 1. Motivasi dan tujuan bagi KUA
62
Merespon dan meminimalisir tingginya angka perceraian dan KDRT ( kekerasan dalam rumah tangga ), membekali calon pengantin dengan materi dasar mengenai pengetahuan dan keterampilan kehidupan berumah tangga. Hal ini senada sebagaimana yang diungkapkan kepala KUA Kec. Pagedongan bahwa ”Pelaksanaan kursus calon pengantin (suscatin) sesuai dengan peraturan yang ada dan dengan tujuan membekali para calon pengantin dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dengan materi-materi yang diharapkan mampu menjadi pedoman berumah tangga14.” 2. Motivasi dan tujuan peserta Mendapatkan
materi
dasar
mengenai
pengetahuan
dan
keterampilan berumah tangga, sebagai bekal untuk mengarungi sebuah kehidupan rumah tangga. Wawancara yang penulis lakukan terhadap peserta suscatin juga mengindikasikan bahwa mereka mengikuti suscatin karena benarbenar ingin mendapatkan ilmu seputar perkawinan. a. Fatonah mengatakan “keikutsertaannya menjadi peserta suscatin karena
memang
benar-benar
mendapatkan
ilmu
seputar
perkawinan15.” b. Tuslam yang pernah gagal dalam membina rumah tangga mengaku sangat semangat mengikuti suscatin karena tidak ingin kekurangan ilmu sehingga rumah tangganya hancur lagi16.” 14
Wawancara dengan Masito, selaku staf administrasi keuangan KUA kec. Pagedongan, pd tgl 19 Nov.2010 15 Wawancara dengan peserta suscatin 3-10-2010
63
c. M.Khafid Haris yang beralamat di lebakwangi mengatakan “meskipun ada biaya uang transport yang diberikan, namun itu tidak sebanding dengan ilmu yang didapatkan, karena ilmu tentang rumah tangga tidak setiap hari didapatkan17.” Analisa penulis mengenai penyelenggaraan suscatin dengan pemberian materi sangat tepat, karena calon pengantin pasti membutuhkan bekal ilmu mengenai dasar-dasar pernikahan sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan rumah tangga. Menurut pendapat Dawn J. Lipthrott,LSCW, seorang Psikoterapis dan juga marriage and relationship and educator and coach, dia menyatakan bahwa ada lima tahap dalam kehidupan perkawinan18. Hubungan dalam perkawinan dapat berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tidak memiliki patokan batas waktu yang pasti. Bisa jadi antara pasangan suami isteri yang satu dengan yang lain memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain : 1. Tahap pertama Romantic Love Saat ini adalah saat anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu, ini terjadi saat bulan madu pernikahan.
16
Wawancara dengan peserta suscatin 03-10-2010 Wawancara dengan peserta suscatin 15 -10-2010 18 BP4, Majalah Perkawinan dan Keluarga No.455/XXXVIII/2010, hlm 18-19. 17
64
2. Tahap kedua Dissapointment or Distress Ditahap ini pasangan suami isteri saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stress yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan oramg lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan orang lain. Pada tahap ini banyak pasangan yang memilih mengakhiri hubungan dengan pasangannya. 3. Tahap ketiga knowledge and Awarenes pasangan suami isteri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Pasangan yang sampai pada tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan. 4. Tahap keempat Transformation Suami isteri ditahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan dihati pasangannya. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara pasangan dalam menyikapi perbedaan. Saat itu, anda dan pasangan akan menunjukkan
65
penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tenteram 5. Tahap kelima Real Love Anda
akan
dipenuhi
kebahagiaan,
keceriaan,
kemesraan,
keintiman, dan kebersamaan dengan pasangan. Waktu yang dimiliki seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian19. Banyak calon pengantin yang menyatakan puas, mereka merasa terbimbing dalam menjalani hidup berumah tangga dan gembira dengan adanya kursus seperti ini. Kenyataan dilapangan banyak calon pengantin yang tidak sepenuhnya tahu tentang apa yang harus dilakukan dalam sebuah pernikahan. Terutama mereka yang sama sekali sejak kecil tidak pernah merasakan bimbingan agama. Hanya saja penyelenggaraan kursus calon pengantin seperti ini bukan tanpa kendala. Kendala teknis dan pendanaan yang minim membuat penyelenggaraannya kurang maksimal. Banyaknya materi yang harus disampaikan dan durasi waktu menjadi masalah tersendiri. Lihatlah dengan negeri tetangga kita, Malaysia yang telah lebih dulu mengawalinya. Kursus tidak cukup disampaikan sehari selesai seperti layaknya seminar, tapi semestinya harus lebih intensif, komprehensif dan terukur. Dengan demikian masyarakat umum benar-benar merasakan manfaatnya.
19
Ibid
66
Kedepan alangkah baiknya bila Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Agama merumuskan suatu sistem pembinaan calon pengantin yang lebih representatif dan berdaya guna. Secara fiqhpun sudah diisyaratkan “setiap orang yang beramal tanpa background pengetahuan, maka amalnya akan tertolak dan tidak diterima”. Mungkin juga tingginya angka perceraian merupakan indikasi amal yang tertolak karena pernikahannya tidak didasari oleh pengetahuan yang cukup.
BAB IV DASAR HUKUM PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN ( SUSCATIN )
A. Landasan Hukum Pernikahan Menurut Agama Islam Perkawinan
merupakan
kebutuhan
fitri
setiap
manusia
yang
memberikan banyak hasil yang penting.1 Pernikahan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan pernikahan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami istri. Anak keturunan dari hasil pernikahan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan.2 Oleh karena itu pada tempatnyalah apabila Islam mengatur masalah pernikahan dengan amat teliti dan terperinci, untuk membawa umat manusia hidup berkehormatan, sesuai kedudukannya yang sangat mulia dibandingakan makhluk Allah yang lain. Hubungan antara laki-laki dan perempuan ditentukan atas rasa pengabdian kepada Allah dan kebaktian kepada sesama manusia guna melangsungkan kehidupan sejenisnya. Pernikahan dilaksanakan
1
Ibrahim Amini, Principle Of Marriage family Ethies, Terj. Alwiyah Abdurrahman,:”Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Isteri”, Bandung: Albayan,1999,hlm.17. 2 Ahmad Azhar Basir, Hukum Pernikahan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004,hlm.1.
67
68
atas dasar kerelaan pihak-pihak yang bersangkutan, yang dicerminkan dalam peminangan sebelum menikah dan adanya ijab Kabul dalam akad nikah yang dipersaksikan pula dihadapan masyarakat dalam suatu perhelatan (walimah). Hak dan kewajiban suami istri diatur sangat rapi dan tertib, demikian pula hak dan kewajiban orang tua dan anak-anaknya. Apabila terjadi perselisihan diatur pula bagaimana cara mengatasinya. Hukum perikahan merupakan bagian dari ajaran Islam yang wajib ditaati dan dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah Rasul.3 Syeikh Zainuddin Ibn Abd azis Al-Malibary dalam kitabnya mengupas tentang pernikahan. Pengarang kitab tersebut menyatakan nikah adalah suatu akad yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafadz menikahkan atau menikahi. Kata nikah itu sendiri secara hakiki bermakna persetubuhan.4 Kitab Fath Al-Qarib yang disusun oleh Syeikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi menerangkan pula tentang masalah hukum-hukum pernikahan diantaranya dijelaskan kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya yaitu kumpul, wait,, jimak, dan akad. Diucapkan menurut pengertian syara’ yaitu suatu akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat.5
3
Ahmad Warson Al- Munawwir -, Kamus Al- Munawir Arab Indonesia Terlengkap, Yogyakarta; Pustaka Progresif, 1997,hlm.1461. 4 Syeikh Zaenuddin Ibn Abd Azis Al-Malibary, Fath al-Mu’in, Beirut : Dar Al-fiqr,t.th, hlm.72. 5 Syeikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, Fath Al-Qarib, Indonesia: Maktabah Al-Ihya at-Kutub al-Arabiah,t.th,hlm.48.
69
Menurut Zakiah Drajat, pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa tenteram serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT.6 Menurut Zahri Hamid, yang dinamakan nikah menurut syara’ ialah: “Akad (ijab qabul) antar wali calon isteri dan mempelai laki-laki denga ucapan-ucapan tertentu dan memenuhi rukun dan syaratnya.7 Dalam pasal 1 Bab 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, dinyatakan: “Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.8 Diantara pengertian-pengertian diatas tidak terdapat pertentangan satu sama lain, bahkan jiwanya adalah sama dan seirama. Karena pada hakikatnya Syariat Islam bersumber pada Allah SWT. Dengan demikian nikah adalah akad yang menjadikan halalnya hubungan suami isteri, saling tolong menolong, serta menimbulkan hak dan kewajiban diantar keduanya. Hukum pernikahan memuat ketentuan-ketentuan tentang hal ihwal pernikahan, yakni bagaimana proses dan prosedur menuju terbentuknya ikatan pernikahan, bagaimana cara menyelenggarakan akad pernikahan menurut hukum, bagaimana cara memelihara ikatan lahir batin yang telah diikrarkan 6
Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh,jilid 2, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,1995,hlm.38. Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Pernikahan Islam dan Undang-Undang Pernikahan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta,1978,hlm.1. Beberapa definisi pernikahan dapat pula dilihat dalam Moh. Idris Ramulyo, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Bumi Aksara,2002,hlm.1-4. 8 Muhamad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004,hlm.203. 7
70
dalam akad pernikahan sebagai akibat yuridis dari adanya akad tersebut, bagaimana cara mengatasi krisis rumah tangga yang mengancam ikatan antara suami isteri, bagaimana proses dan prosedur berakhirnya pernikahan, baik yang menyangkut hubungan hukum antara bekas suami dan isteri, anak-anak dan harta mereka. Istilah yang lazim dikenal dikalangan para ahli hukum islam ialah fikih munakahat atau hukum pernikahan islam. Oleh karenanya maka orang yang akan melangsungkan akad nikah hendaklah mengetahui benar-benar maksud dan tujuan pernikahan. Maksud dan tujuan itu adalah sebagai berikut: a. Mentaati perintah Allah SWT dan mengikuti jejak para nabi dan rosul, terutama meneladani sunnah Rosulullah SAW b. Memelihara pandangan mata, menentramkan jiwa, memelihara nafsu seksualitas, menenangkan pikiran, membina kasih sayang serta menjaga kehormatan c. Melaksanakan pembangunan materiil dan spirituil dalam kehidupan keluarga sebagai sarana terwujudnya keluarga sejahtera dalam rangka pembangunan masyarakat dan bangsa. d. Memelihara dan membina kualitas dan kuantitas keturunan untuk mewujudkan kelestarian kehidupan keluarga disepanjang masa dalam rangka pembinaan mental spiritual dan fisik materiil yang diridhai Allah SWT
71
e. Mempererat dan memperkokoh tali kekeluargaan antara keluarga suami dan keluarga isteri sebagai sarana terwujudnya kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera lahir batin dibawah naungan rahmat Allah SWT.9 Adapun dasar hukum melaksanakan pernikahan adalah sebagai berikut; Pada dasarnya pernikahan merupakan suatu hal yang diperintahkan Allah dan dianjurkan oleh syara’. Beberapa firman Allah yang bertalian dengan disyariatkannya pernikahan ialah ; 1. Surat An-Nur ayat 32
βÎ) 4 öΝà6Í←!$tΒÎ)uρ ö/ä.ÏŠ$t6Ïã ô⎯ÏΒ t⎦⎫ÅsÎ=≈¢Á9$#uρ óΟä3ΖÏΒ 4‘yϑ≈tƒF{$# (#θßsÅ3Ρr&uρ ΟŠÎ=tæ ììÅ™≡uρ ª!$#uρ 3 ⎯Ï&Î#ôÒsù ⎯ÏΒ ª!$# ãΝÎγÏΨøóムu™!#ts)èù (#θçΡθä3tƒ Artinya ; Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.10 2. Surat Ar-Ruum ayat 21
Ÿ≅yèy_uρ $yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[`≡uρø—r& öΝä3Å¡àΡr& ô⎯ÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr& ÿ⎯ϵÏG≈tƒ#u™ ô⎯ÏΒuρ ∩⊄⊇∪ tβρã©3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 ºπyϑômu‘uρ Zο¨Šuθ¨Β Νà6uΖ÷t/ Artinya ; Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.11 9
Zahry Hamid, op.cit, hlm.2. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentasfir Terjemahannya, Jakarta:Depag RI, 1986,hlm.549 11 Ibid, hlm.644. 10
Al-Qur’an,
Al-Qur’an
dan
72
B. Dasar Hukum KUA Mewajibkan Suscatin Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 1 disebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rohmah,
Islam telah memberi petunjuk tentang hak dan
kewajiban sebagai suami istri. Apabila Hak dan kewajiban masing-masing sudah terpenuhi, maka dambaan suatu rumah tangga yang sakinah akan terwujud12.Tetapi dalam mewujudkan keinginan tersebut bukanlah perkara yang mudah, karena ternyata banyak permasalahan yang timbul dan mengganggu bahtera rumah tangga yang pada akhirnya menghambat cita-cita mulia perkawinan itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah preventif, selektif dan antisipatif dari setiap individu yang berkeinginan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Perceraian memang halal namun Allah sangat membencinya. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan istri-istri yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan dia tidak akan mencium bau surga. Hal ini sebagaimana sabda Rosulullah SAW ; 13
اىﻤﺎاﻣﺮاةﺳﺎﻟﺘﺰوﺟﻬﺎﻃﻼﻗﺎﻣﻦ ﻏﺌﺮﺑﺎس ﻓﺤﺮام ﻋﻠﺌﻬﺎراءﺣﺔ اﻟﺠﻨﺘﺔ
12
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1998,hlm.181. 13 ِAbd Rahman Ghazaly, Fikih munakahat, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2003,hlm 213
73
Karena itu pulalah Pemerintah Indonesia merumuskan perundangan yang mempersulit terjadinya perceraian dan membentuk badan penasehatan perkawinan atau lebih dikenal BP4. Pelestarian sebuah pernikahan tidak bisa diupayakan setelah terjadinya masalah dalam rumah tangga. Namun pelestarian sebuah pernikahan haruslah diupayakan sedini mungkin, yaitu sejak sebelum terjadinya pernikahan. Melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No.477 Tahun 2004, pemerintah mengamanatkan agar sebelum pernikahan dilangsungkan, setiap calon pengantin harus diberikan wawasan terlebih dahulu tentang arti sebuah rumah tangga melalui kursus calon pengantin (suscatin). Dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/PW.01/1997/2009 membuat gerak langkah suscatin semakin jelas. Lahirnya peraturan-peraturan tentang kursus calon pengantin tersebut , merupakan bentuk kepedulian nyata Pemerintah terhadap tingginya angka perceraian dan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) di Indonesia. Mayoritas perceraian di Indonesia terjadi dalam usia perkawinan kurang dari 5 tahun, ini mengindikasikan dilapangan bahwa masih sangat banyak pasangan pengantin muda yang tidak sepenuhnya tahu dan mengetahui tentang apa yang harus dilakukan dalam sebuah pernikahan. Pengetahuan mereka tentang dasardasar pernikahan masih sangat kurang, sehingga Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama mengeluarkan peraturan untuk mengadakan kursus calon pengantin. Dengan mengikuti suscatin pasangan calon pengantin yang mau melenggang ke jenjang pernikahan akan dibekali materi dasar pengetahuan
74
dan ketrampilan seputar kehidupan berumah tangga. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai penyelenggara memasukkan kursus calon pengantin (suscatin) sebagai salah satu syarat prosedur pendaftaran pernikahan. Diharapkan dengan dimasukkannya suscatin sebagai salah satu syarat prosedur pernikahan maka pasangan calon pengantin sudah memiliki wawasan dan bekal ilmu seputar kehidupan rumah tangga yang pada gilirannya akan mampu secara bertahap untuk mengurangi atau meminimalisir angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Adapun dasar hukum yang menjadi dasar pelaksanaan kursus calon pengantin adalah : 1. GBHN Tahun 1999. 2. Sasaran Repelita VI. 3. UU Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan. 4. UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 5. Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembinaan Keluarga Sakinah.14 6. Keputusan Menteri Agama (KMA) No.477 tahun 2004 tentang pemberian wawasan tentang perkawinan dan rumah tangga kepada calon pengantin melalui kursus calon pengantin.
14
Kanwil Depag Provinsi Jawa Tengah, Pembinaan Keluarga Sakinah dan Gerakan Sadar Zakat, Semarang; 2000, hlm 2.
75
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (SE Dirjen Bimas Islam) Nomor. DJ.II/PW.01/1997/2009 tentang kurus calon pengantin.15
C. Dasar Hukum Pembentukan Keluarga Sakinah Selain landasan hukum pelaksanaan kursus calon pengantin diatas Kementerian Agama juga membuat landasan hukum tentang rumah tangga yang sakinah. Landasan hukum tersebut dimaksudkan agar menjadi acuan program berkesinambungan setelah adanya program kursus calon pengantin. Dasar hukum dikeluarkannya pembentukan keluarga sakinah adalah adanya Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1999 tentang pembinaan keluarga sakinah.16 Tujuan dikeluarkannya KMA tersebut adalah menanamkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, akhlaqul karimah, kesadaran berbangsa dan bernegara dalam setiap keluarga muslim. Disamping mengeluarkan landasan hukum, Kementerian Agama juga menerbitkan cirri-ciri keluarga sakinah dan indikator keberhasilannya.
15 16
BP4,Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 452/xxxv111/2010,Jakarta, 2010, hlm 4 Ibid,hlm.2.
76
Adapun kriteria tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini : Tabel 5 Ciri-ciri keluarga sakinah dan indikator keberhasilannya17 NO I
CIRI KELUARGA SAKINAH
INDIKATOR KEBERHASILAN
SAKINAH I
SAKINAH I
1.
1.
Keluarga tersebut dibentuk melalui
peraturan syari’at dan UU No.1/1974;
perkawinan yang sah berdasarkan
II
Tidak ada penyimpangan terhadap
peraturan yang berlaku atas dasar
2.
Keluarga memiliki surat nikah;
cinta kasih dan kasih sayang;
3.
Mempunyai perangkat sholat;
2.
Melaksanakan sholat;
4.
Terpenuhinya kebutuhan makanan
3.
Melaksanakan puasa;
4.
Membayar zakat fitrah;
5.
Keluarga memiliki buku-buku agama;
5.
Mempelajari dasar agama;
6.
Memiliki Al Qur’an;
6.
Mampu membaca Al-Qur’an;
7.
Memiliki ijasah SD;
7.
Memiliki dasar pendidikan;
8.
Tersedia
8.
Ada tempat tinggal;
9.
Memiliki pakaian.
pokok;
9.
Miliki 2 stel pakaian yang pantas.
SAKINAH II
1.
Memenuhi criteria Sakinah I;
1.
2.
Hubungan
Menurunnya angka perceraian dalam keluarga;
keluarga 2.
harmonis; 3.
tinggal
sekalipun/kontrak;
SAKINAH II
anggota
tempat
Meningkatnya penghasilan keluarga melebihi keperluan pokok;
Keluarga menamatkan sekolah 9 tahun;
3.
Memiliki ijasah SLTP;
4.
Mampu berinfaq;
4.
Banyaknya keluarga yang memiliki
5.
Memiliki tempat tinggal sederhana;
6.
Mempunyai
17
Ibid,hlm4-5.
tanggung
jawab
rumah sendiri meskipun sederhana; 5.
Banyaknya
keluarga
yang
ikut
77
7.
kemasyarakatan;
kegiatan social kemasyarakatan dan
Memenuhi kebutuhan gizi keluarga;
social keagamaan; 6.
Dapat memenuhi empat sehat lima sempurna.
III
SAKINAH III
SAKINAH III
1.
Memenuhi criteria Sakinah II;
1.
2.
Membiasakan sholat jama’ah;
keagamaan di masjid-masjid maupun
3.
Pengurus pengajian/organisasi;
dalam keluarga;
4.
Memiliki tempat tinggal layak;
5.
Memahami pentingnya kesehatan
kegiatan
keluarga;
kemasyarakatan;
2.
3.
Meningkatnya kegiatan dan gairah
Keluarga aktif menjadi pengurus keagamaan
dan
Meningkatnya
kesehatan
6.
Harmois;
7.
Gemar memberikan shodaqoh;
8.
Melaksanakan qurban;
4.
Keluarga utuh, tidak cerai;
9.
Keluarga mampu memenuhi tugas
5.
Memiliki ijasah SLTA;
dan kewajibannya masing-masing;
6.
Meningkatnya
masyarakat;
7.
Meningkatnya pengeluaran qurban.
I
SAKINAH IV
SAKINAH IV
V
1.
Memenuhi criteria Sakinah III;
1.
2.
Keluarga
tersebut
satu
keluarga
Banyaknya anggota keluarga yang telah melaksanakan haji;
dapat 2.
menunaikan ibadah haji; Salah
pengeluaran
shodaqoh;
10. Pendidikan minimal SMA.
3.
social
Makin meningkatnya jumlah tokoh agama dan tokoh organisasi dalam
menjadi
keluarga;
Pimpinan organisasi islam; 4.
Mampu melaksanakan wakaf;
3.
Makin meningkatnya jumlah waqof;
5.
Keluarga
4.
Makin
mampu
pengetahuan
mengamalkan
agama
kepada
meningkatnya
kemampuan
masyarakat memahami ajaran agama;
78
5.
masyarakat; 6.
Keluarga
menjadi
7.
6.
Keluarga yang menjunjung tinggi
Banyaknya anggota keluarga yang memiliki ijasah sarjana;
Keluarga dan anggotanya minimal sarjana dari Perguruan Tinggi;
8.
ajaran agama;
panutan
masyarakat;
Keluarga mampu mengembangkan
7.
Masyarakat
yang
berakhlaqul
karimah.
nilai-nilai akhlaqul karimah; 9.
Keluarga yang di dalamnya tumbuh cinta dan kasih sayang.
Dari data yang diperoleh dari KUA Kecamatan Pagedongan, diperoleh kesimpulan bahwa terjadi peningkatan jumlah keluarga sakinah semenjak mulai diselenggarakannya kursus calon pengantin di kecamatan Pagedongan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh kepala KUA kecamatan Pagedongan “perubahan dari keluarga pra sakinah menuju keluarga yang sakinah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejak suscatin menjadi agenda di KUA. Peningkatan itu mencapai rata-rata 15% keluarga, mudah-mudahan dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga kedepan tidak ada lagi keluarga yang masih berstatus tidak sejahtera”.18 Dengan adanya kriteria tentang keluarga sakinah dan indikator keberhasilan yang diterbitkan oleh Kementerian Agama tersebut semakin mempermudah bagi KUA untuk memantau hasil dari penyelenggaraan kursus calon pengantin. Bagi para peserta dan mantan peserta suscatin juga
18
Wawancara dengan Bapak M. Zayin Bunani, S.Ag. selaku kepala KUA Kec. Pagedongan, tgl.20 Nov,2010
79
dimudahkan dengan adanya kriteria-kriteria keluarga sakinah tersebut, mereka dengan mudah mengetahui keluarganya berada dalam kategori sakinah berapa, dan apa saja yang harus dilakukan untuk bisa naik ke keluarga sakinah yang berada diatasnya, apalagi KUA dan juga Kementerian Agama setiap tahun mengadakan lomba keluarga sakinah baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi maupun tingkat nasional. Momen seperti ini semakin menjadi penyemangat bagi seluruh komponen anggota keluarga, untuk bersama-sama menuju keluarga sakinah terbaik, karena disamping akan mendapatkan penghargaan juga mereka berharap bisa menjadi contoh dilingkungannya dan yang tak kalah penting mereka juga sangat mendambakan menjadi keluarga yang sakinah. Dalam tabel pengamatan yang dilakukan oleh KUA kecamatan Pagedongan dapat dilihat keluarga dalam satu desa yang sudah maupun yang belum menjadi keluarga sakinah, adapun tabel tersebut adalah :
Tabel 6 Data Pengamatan Keluarga Sakinah Pada KUA Kecamatan Pagedongan Tahun 200919 Jumlah
Pra
Sakinah
Sakinah
Sakinah
Sakinah
KK
Sakinah
I
II
III
Plus
No
Desa
1
Pagedongan
1612
529
389
264
355
75
2
Gunungjati
896
325
215
136
187
33
3
Twelagiri
1320
534
328
126
295
37
19
Laporan Tahunan KUA Kec. Pagedongan Kab. Banjarnegara,Tahun 2009
80
4
Kebutuh
1574
713
190
267
361
43
1253
437
206
288
300
22
Duwur 5
Kebutuh Jurang
6
Pesangkalan 770
289
188
176
99
18
7
Duren
239
233
78
84
5
8
Lebakwangi 1212
479
229
162
324
18
9
Gentansari
1490
429
162
389
481
29
Jumlah
10766
3978
2140
1886
2486
280
639
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Dengan memperhatikan uraian sebelumnya, maka dapa diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan kursus calon pengantin (suscatin) oleh KUA di Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara diikuti oleh para calon pengantin dan juga oleh para janda maupun duda yang gagal dalam membina rumah tangga. Kursus rutin dilakukan selama 1 hari (24 jam) setiap 3 bulan sekali, diluar itu kursus juga dilakukan bagi pasangan yang mau menikah diluar jadwal rutin tersebut. Materi yang diberikan meliputi ; 1. tata cara dan prosedur perkawinan, 2. pengetahuan
agama,
3.
peraturan
perundang-undangan
dibidang
perkawinan dan keluarga, 4. kesehatan dan reproduksi, 5. menejemen keluarga, 6. psikologi perkawinan, 7. hak dan kewajiban suami istri. Adapun yang menjadi narasumber adalah dari KUA, Pengadilan Agama, BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan), Puskesmas dan PKK. Motifasi dan tujuan diadakannya suscatin bagi KUA adalah merespon dan meminimalisir semakin tingginya angka perceraian dan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), memberi bekal kepada calon pengantin
81
82
yang akan melenggang ke jenjang pernikahan dengan materi dasar pengetahuan dan ketrampilan tentang kehidupan berumah tangga. Sedangkan motifasi dan tujuan para peserta kursus calon pengantin (suscatin) adalah mendapatkan bekal tentang materi dasar pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan berumah tangga.
2. Adapun dasar hukum dilaksanakannya suscatin adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 477 Tahun 2004, yaitu Pemerintah mengamanatkan agar sebelum pernikahan dilangsungkan setiap calon pengantin harus diberikan wawasan terlebih dahulu tentang arti sebuah rumah tangga melalui kursus calon pengantin (suscati). Kemudian menyusul keluarnya Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (SE Dirjen Bimas Islam) Nomor DJ.II/PW.01/1997/2009 Tentang kursus calon pengantin. Jadi semakin kuat alasan KUA untuk mengadakan kursus calon pengantin (suscatin).
B. SARAN-SARAN 1. Untuk KUA Sosialisasi yang lebih intensif pada pelaksanaan rutin (tiga bulan sekali) agar masyarakat lebih mengetahui manfaat dan kegunaan suscatin juga penambahan materi yang lebih mendalam dan detail. Memberikan penghargaan bagi keluarga sakinah atau mengajak mereka yang telah berhasil
untuk
menceritakan
kisah
kehidupan
rumah
tangganya
83
(testimoni) sebagai salah satu pemberi materi. Suscatin sebaiknya diikuti dengan program-program pembinaan berkelanjutan dari KUA agar para peserta dapat terpantau dari waktu ke waktu. 2. Untuk Peserta Sebaiknya peserta suscatin ditambah dari tokoh-tokoh masyarakat dengan tujuan agar suatu saat jika terjadi konflik dilingkungannya para tokoh tersebut dapat berperan serta menjadi mediator dalam mendamaikan konflik pasangan suami istri dilingkunganya masing-masing. Pembekalan dalam kursus calon pengantin harus jalan terus, sebab tanpa aliran dana yang jelas, suscatin jalannya bisa tersendat-sendat kalau tidak mau dikatakan mati. Walaupun jalannya terseok-seok dan apa adanya, hampir semua pihak terutama dijajaran Urusan Agama Islam pusat sampai daerah menganggap bahwa kursus calon pengantin masih sangat penting. Dari beberapa catatan kecil yang dibuat oleh sebagian penghulu, banyak diantara calon pengantin yang belum bisa membaca do’a mandi hadats besar, apalagi membaca Al-Qur’an, makna perkawinan, serta bagaimana kehidupan keluarga terkait dengan hak dan kewajiban suami istri masih belum dipahami secara baik. Jika benar kondisi ini sangat memprihatinkan, kondisi ini pula yang dituding sebagai penyebab utama meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada meningkatnya perceraian.
84
C. PENUTUP Dengan berjuang sekuat tenaga, disusun tulisan sederhana ini dengan menyadari masih adanya kesalahan dan kekurangan sebagai hasil keterbatasan wawasan penulis terlebih lagi bila ditinjau dari aspek metodologi maupun kaidah bahasanya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangu menjadi
harapan
penulis.
Akhir
kata
penulis
mengucapkan
Alhamdulillaahirrobil ’aalamin semoga tulisan diatas ada manfaatnya bagi kita semua, terutama bagi para pembaca.
1
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Amrullah, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nas (Mengenang 65 tahun Prof. Dr.Bustanul. arifin, S.H), Jakarta: Gema InsaniPress,1996. Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta,Cet.II, 1998. Amini, Ibrahim, Principle of Marriage Family Ethies, Terj. Alawiyyah Abdurrahman, “ Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami isteri”, Bandung: alBayan, 1999. Basir, Ahmad Azhar, Hukum Pernikahan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004 BP4, Panduan Keluarga Muslim, Badan penasihatan pembinaan dan Pelestarian Perkawinan(BP4), Kantor wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah,2007 BP4, Majalah Perkawinan dan Keluarga No.455/XXXVIII/2010. . BP4,Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 452/xxxv111/2010,Jakarta, 2010. Bagan Peningkatan Tenaga Keagamaan Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Haji, Departemen Agama RI, Jakarta, 2004. Data peserta Kursus Calon pengantin KUA Kec. Pagedongan Banjarnegara, tanggal 14 Nov, 2010 Data Monografi kec. Pagedongan tahun 2009 Darajat, Zakiah, Ilmu Fiqh ,jilid 2, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,1995 . Depag RI, Tugas-Tugas Pejabat Pencatat Nikah bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, Jakarta, 2004. Depag RI, Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah, Jawa Tengah: Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah Kanwil Depag Propinsi Jawa Tengah, 2004. Depag RI, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Departemen Agama, Bahan Penyuluhan hukum, Departemen Agama RI,Direktorat Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama Islam, Jakarta:2001,
2
Ghazi, Syeikh Muhammad bin Qasim , Fath Al-Qarib, Indonesia: Maktabah AlIhya at-Kutub al-Arabiah,t.th, . Hamid , Zahri, Pokok-Pokok Hukum Pernikahan Islam dan Undang-Undang Pernikahan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta,1978. http://kutarik.com/profile/sejarah.html, diakses tgl. 28 desember 2010 Kanwil Depag Provinsi Jawa Tengah, Pembinaan Keluarga Sakinah dan Gerakan Sadar Zakat, Semarang; 2000 Laporan Tahunan KUA Kec. Pagedongan Tahun 2009 Malibari, Syeikh Zaenuddin Ibn Abd Azis, Fath al-Mu’in, Beirut : Dar Alfiqr,t.th, Modul materi kursus calon pengantin KUA Kec. Pagedongan, Nov.2010 Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al- Munawir Arab Indonesia Terlengkap, Yogyakarta; Pustaka Progresif, 1997. .Mubarok, Jaih, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005. Muzarie, Mukhlisin, Kontroversi Perkawinan Wanita hamil, Yogyakarta: Pustaka Dinamika, 2002 Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,1991. Pelayanan Informasi KUA Kecamata Pagedongan, Juni 2010 Ramulyo, Moh Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002 Ramulyo, Moh. Idris, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari UndangUndang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Bumi Aksara,2002 Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997 Soemanto, Wasty, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta : Bumi Aksara, 1999. Sulajee, Mufti E.M.H., Sunah sehari 24 jam Bersama Rasulullah, Bandung, Pustaka Ramadhan,2003.
3
Suma, Muhamad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia, Jakarta:Raja Grafindo Persada,2004. Struktur Tenaga wiyata Bhakti KUA kec.Pagedongan Kab. Banjarnegara
Tabel Struktur dan Tugas Pejabat KUA Kec. Pagedongan Wawancara dengan M.Zayin Bunani, S.Ag selaku kepala KUA Kec. Pagedongan Kab. Banjarnegara pada tgl. 13 Nov.2010 Wawancara dengan KH. Abdul Wahab ,selaku tokoh masyarakat di kec.Pagedongan Wawancara dengan Masito, selaku staf administrasi keuangan KUA kec. Pagedongan, pd tgl 19 Nov.2010 Wawancara dengan Fatonah peserta suscatin 3-10-2010 Wawancara dengan Tuslam peserta suscatin 03-10-2010 Wawancara dengan M. Hafid Haris peserta suscatin 15 -10-2010 Yayasan penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986,