SKRIPSI ANALISIS TIGA FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEPENDENSI APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
ADI LESMANA
DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
i
ii
SKRIPSI ANALISIS TIGA FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEPENDENSI APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
disusun dan diajukan oleh ADI LESMANA A31115705
kepada
DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
SKRIPSI ANALISIS TIGA FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEPENDENSI APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
disusun dan diajukan oleh ADI LESMANA A31115705
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, 27 September 2016 Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Nirwana, S.E., M.Si., Ak., CA NIP 19651127 199103 2 001
Drs. Muh. Natsir Kadir, Ak., M.Si., CA NIP 19530812 198703 1 001
Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA NIP 19650925 199002 2 001
iii
SKRIPSI ANALISIS TIGA FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEPENDENSI APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
disusun dan diajukan oleh ADI LESMANA A31115705
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 24 November 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan
Menyetujui, Panitia Penguji No. Nama Penguji
Jabatan
1.
Dr. Nirwana, S.E., M.Si., Ak., CA
Ketua
1 ........................
2.
Drs. Muh. Natsir Kadir, Ak., M.Si., CA
Sekertaris
2 ........................
3.
Drs. Harryanto, Pgd. Acc., M.Com., Ph.D.
Anggota
3 ........................
4.
Dr. Haliah, S.E., M.Si., Ak., CA
Anggota
4 ........................
5.
Drs. Syahrir, Ak., M.Si., CA
Anggota
5 ........................
Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA NIP 19650925 199002 2 001
iv
Tanda Tangan
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama
:
Adi Lesmana
NIM
:
A31115705
departemen/program studi
:
Akuntansi/S1
dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul ANALISIS TIGA FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEPENDENSI APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 Ayat 2 dan Pasal 70).
Makassar, 27 September 2016 Yang membuat pernyataan,
Adi Lesmana
v
PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa peneliti panjatkan untuk junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Semoga kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir nanti. Aamiin. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin. Peneliti menyadari bahwa segala daya dan upaya dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi sebagai referensi atau tambahan wawasan dalam bidang ilmu audit internal bagi semua pihak. Dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta, Ria Fajriani, S.E., dan putra tersayang, Raihan Ansari Lesmana. Skripsi ini peneliti berikan untuk mereka yang telah memberikan motivasi, semangat, dan dorongan kepada peneliti, serta do’a yang senantiasa mereka haturkan kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT meridhai keluarga kecil ini. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Badan Pengawasan Keuangan
dan
Pembangunan
(BPKP)
beserta
jajarannya
yang
telah
mengizinkan peneliti untuk mengikuti tugas belajar melalui Program Beasiswa S1 STAR BPKP di Universitas Hasanuddin. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi kepada BPKP selaku koordinator aparat pengawasan intern pemerintah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berperan dalam proses penulisan skripsi ini, yaitu: 1.
Ibu Dr. Nirwana, S.E., M.Si., Ak., CA dan Bapak Drs. Muh. Natsir Kadir, Ak., M.Si., CA, selaku dosen pembimbing I dan II atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, memberi motivasi, dan memberi bantuan literatur,
serta
diskusi-diskusi
yang
vi
dilakukan
dengan
peneliti;
2.
Bapak Drs. Harryanto, Pgd. Acc., M.Com., Ph.D., Ibu Dr. Haliah, S.E., M.Si., Ak., CA, dan Bapak Drs. Syahrir, Ak., M.Si., CA, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, kritik, dan masukan kepada peneliti, saat proposal diseminarkan sampai dengan saat skripsi ini diujikan;
3.
Ketua Departemen Akuntansi, Ibu Dr. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA, dan Sekretaris Departemen Akuntansi, Bapak Dr. Yohanis Rura, S.E., Ak., M.SA., CA, atas arahan dan masukannya selama proses penulisan skripsi, serta jajarannya di lingkungan Departemen Akuntansi yang telah membantu proses administrasi penulisan skripsi ini;
4.
rekan-rekan auditor Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, auditor Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, dan auditor Inspektorat Kota Makassar selaku responden penelitian, atas waktu yang diberikan untuk mengisi kuesioner penelitian ini;
5.
rekan-rekan auditor BPKP yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji draft kuesioner penelitian ini sebelum disebar ke responden;
6.
rekan-rekan mahasiswa Program Beasiswa S1 STAR BPKP angkatan pertama di Universitas Hasanuddin atas kebersamaannya selama mengikuti perkuliahan dan berbagai saran dan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini; dan
7.
pihak-pihak lainnya yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam proses penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT merahmati kita semua. Aamiin.
Makassar, 27 September 2016
Peneliti
vii
ABSTRAK
Analisis Tiga Faktor yang Memengaruhi Independensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Analysis of Three Factors Affecting the Government Internal Auditor Independence Adi Lesmana Nirwana Muh. Natsir Kadir Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh bukti empiris mengenai pengaruh kedudukan kelembagaan, konflik peran, dan audit tenure terhadap independensi aparat pengawasan intern pemerintah. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif ini menggunakan sumber data primer dengan mengambil populasi sebanyak 205 auditor APIP di Makassar. Sampel terpilih sebanyak 142 auditor APIP ditentukan berdasarkan teknik pengambilan sampel bertujuan dan formula Slovin. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa: (1) kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP; (2) konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi APIP; dan (3) audit tenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Kata kunci: audit internal, independensi, kedudukan kelembagaan, konflik peran, audit tenure. This research is conducted to find out empirical evidence of the effect of the institutional position, role conflict, and audit tenure on the state internal auditor independence. This research, which uses quantitative approach, uses primary data sources by taking the population of 205 internal auditors in Makassar. The selected sample of 142 internal auditors is defined by purposive sampling technique and Slovin formula. The collected data is then analysed by multiple linear regression analysis method. The result reveals that: (1) institution position has positive influence to the state internal auditor independence; (2) role conflict has negative influence to the state internal auditor independence; and (3) audit tenure has negative influence to the state internal auditor. Keyword: internal audit, independence, institutional position, role conflict, audit tenure.
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ v PRAKATA ........................................................................................................... vi ABSTRAK .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xiv DAFTAR SINGKATAN/SIMBOL ........................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9 1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................ 9 1.5 Sistematika Penelitian ............................................................................ 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 12 2.1 Tinjauan Teori dan Konsep .................................................................... 12 2.1.1 Teori Keagenan .............................................................................. 12 2.1.2 Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) ............................... 16 2.1.3 Independensi APIP ......................................................................... 18 2.1.4 Kedudukan Kelembagaan APIP ...................................................... 22 2.1.5 Konflik Peran APIP ......................................................................... 25 2.1.6 Audit Tenure ................................................................................... 33 2.2 Tinjauan Empirik .................................................................................... 34 2.3 Kerangka Penelitian ............................................................................... 38 2.4 Hipotesis ................................................................................................ 39
ix
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 43 3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 43 3.2 Tempat dan Waktu ................................................................................. 43 3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................. 43 3.4 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 45 3.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 45 3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................... 45 3.6.1 Variabel Penelitian .......................................................................... 45 3.6.2 Definisi Operasional ........................................................................ 46 3.7 Instrumen Penelitian............................................................................... 52 3.8 Analisis Data .......................................................................................... 54 3.8.1 Karakteristik Responden ................................................................. 54 3.8.2 Statistik Deskriptif ........................................................................... 54 3.8.3 Uji Kompetensi Data ....................................................................... 55 3.8.4 Uji Asumsi Klasik ............................................................................ 56 3.8.5 Analisis Regresi Linear Berganda ................................................... 57 3.8.6 Koefisien determinasi (R2)............................................................... 58 3.8.7 Uji Signifikansi Keseluruhan Regresi (Uji Statistik F) ....................... 58 3.8.8 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)......................... 58 BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................................. 59 4.1 Analisis Data .......................................................................................... 59 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis ....................................................................... 82 4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis ................................................. 87 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 95 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 95 5.2 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 96 5.3 Saran ..................................................................................................... 98 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 101 LAMPIRAN ..................................................................................................... 106
x
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1
Daftar penelitian terdahulu .................................................................. 38
3.1
Daftar populasi penelitian .................................................................... 43
3.2
Variabel penelitian dan definisi operasional ......................................... 51
3.3
Dasar interpretasi skor ........................................................................ 55
4.1
Rincian penyebaran, pengembalian, dan penggunaan kuesioener ...... 59
4.2
Distribusi frekuensi jenis kelamin responden ....................................... 61
4.3
Distribusi frekuensi usia responden ..................................................... 61
4.4
Distribusi frekuensi pendidikan terakhir responden ............................. 62
4.5
Distribusi lama bekerja responden di unit kerja terakhir ....................... 63
4.6
Distribusi frekuensi jabatan responden ................................................ 64
4.7
Distribusi frekuensi peran responden .................................................. 65
4.8
Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel kedudukan kelembagaan (X1) ............................................................................... 66
4.9
Interpretasi skor variabel kedudukan kelembagaan (X1) dan ketiga indikatornya ......................................................................................... 66
4.10
Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel konflik peran (X2) ..................................................................................................... 68
4.11
Interpretasi skor variabel konflik peran (X2) dan ketiga indikatornya ... 69
4.12
Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel audit tenure (X3) sebelum dilakukan reverse coding ............................................... 70
4.13
Interpretasi skor variabel X2 dan kedua indikatornya sebelum dilakukan reverse coding ..................................................................... 71
4.14
Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel audit tenure (X3) setelah dilakukan reverse coding ................................................. 71
4.15
Interpretasi skor variabel X2 dan kedua indikatornya setelah dilakukan reverse coding ..................................................................... 72
4.16
Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel independensi APIP (Y) .............................................................................................. 72
4.17
Interpretasi skor variabel independensi APIP (Y) dan kedua indikatornya ......................................................................................... 73
xi
4.18
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel kedudukan kelembagaan (X1) ..................................................................................................... 74
4.19
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel konflik peran (X2) ................ 75
4.20
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel audit tenure (X3) .................. 77
4.21
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel independensi APIP (Y) ........ 78
4.22
Nilai koefisien tolerance dan variance inflation factor (VIF) .................. 80
4.23
Hasil analisis regresi linear berganda .................................................. 82
4.24
Hasil pengujian koefisien determinasi (R2) .......................................... 83
4.25
Hasil uji signifikansi keseluruhan regresi (uji statistik F) ...................... 84
4.26
Hasil uji signifikansi parameter individual (uji statistik t) ....................... 85
4.27
Ringkasan hasil pengujian hipotesis .................................................... 86
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Ringkasan hubungan prinsipal-agen terkait permintaan atas audit ........ 15
2.2
Peran auditor internal menurut IIA .......................................................... 29
2.3
Perwujudan peran APIP ........................................................................ 30
2.4
Kerangka penelitian ............................................................................... 38
4.1
Hasil uji normalitas dengan analisis grafik histogram ............................. 79
4.2
Hasil uji normalitas analisis probability plot ............................................ 80
4.3
Hasil uji heteroskedastisitas dengan analisis grafik plot ......................... 81
4.4
Hasil pengujian hipotesis ....................................................................... 86
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1
Biodata .................................................................................................. 107
2
Kuesioner Penelitian – Kantor Perwakilan BPKP Prov. Sulsel ............... 108
3
Kuesioner Penelitian – Inspektorat Daerah ............................................ 115
4
Output Uji Validitas dan Reliabilitas Melalui Program IBM SPSS 23 ...... 122
5
Output Analisis Regresi Berganda Melalui Program IBM SPSS 23 ........ 126
xiv
DAFTAR SINGKATAN/SIMBOL
AAIPI
:
Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia
AICPA
:
American Institute of Certified Public Accountants
APBD
:
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN
:
Anggaran Pendapatan Belanja Negara
APIP
:
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
ASN
:
Aparatur Sipil Negara
BPK
:
Badan Pemeriksa Keuangan
BPKP
:
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
CEO
:
Chief Executive Officer
DPR
:
Dewan Perwakilan Rakyat
GAO
:
Government Accountability Office
IA-CM
:
Internal Audit Capability Model
IAD
:
Internal Audit Department
IESBA
:
International Ethics Standards Board for Accountants
IIA
:
The Institute of Internal Auditors
JFA
:
Jabatan Fungsional Auditor
KAP
:
Kantor Akuntan Publik
K/L
:
Kementerian/Lembaga
MAS
:
Management Advisoy Services
N/A
:
Not Available
P2UPD
:
Pengawas Penyelengaraan Urusan Pemerintah di Daerah
RUU SPIP
:
Rancangan Undang-undang Sistem Pengawasan Intern Pemerintah
SD
:
Sekolah Dasar
SDM
:
Sumber Daya Manusia
SEE
:
Standar Error of Estimate
SK
:
Surat Keputusan
SMA
:
Sekolah Menengah Atas
SOA
:
Sarbanes - Oxley Act
SPIP
:
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
VIF
:
Varian Inflation Factor
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang The Institute of Internal Auditors (IIA) mendefinisikan audit internal sebagai kegiatan assurance dan consulting yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Dari definisi tersebut dapat diuraikan lima unsur yang membentuk karakteristik audit internal, yaitu assurance, consulting, independensi, objektivitas, dan nilai tambah. Assurance dan consulting merupakan jenis kegiatan audit internal. Assurance adalah kegiatan penilaian bukti obyektif oleh auditor internal untuk memberikan pendapat atau simpulan mengenai suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau permasalahan lainnya. Sedangkan consulting adalah jasa yang bersifat pemberian nasihat, yang pada umumnya diselenggarakan berdasarkan permintaan spesifik dari klien (International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, 2012:26). Auditor internal pemerintah, atau lebih tepatnya di Indonesia disebut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), memiliki peran yang semakin strategis seiring berkembangnya kondisi tata kelola pemerintahan Republik Indonesia. APIP diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang dapat memberikan nilai tambah bagi setiap instansi pemerintah. APIP
dalam
menjalankan
perannya
tersebut
diwujudkan
dengan
melaksanakan jenis kegiatan yang tidak berbeda dengan kegiatan audit internal di sektor privat, yaitu kegiatan assurance dan consulting. Selain itu APIP dalam rangka
pemberantasan
korupsi
juga
1
memberikan
peringatan
dini
dan
2
meningkatkan efektivitas manajemen risiko bagi instansi pemerintah (anticorruption activities) (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2013:1). Peran APIP dapat terwujud jika didukung dengan auditor yang independen dan objektif. Independen adalah suatu keadaan yang bebas dan mandiri. Dalam konteks audit Arens dan Loebbecke (1991:82) mendefinisikan independensi sebagai berikut, “Independence in auditing means taking an unbiased viewpoint in the performance of audit test, the evaluation of the results, and the issuance of the audit report”. Independensi ini berarti cara pandang yang tidak memihak yang harus dimiliki oleh setiap auditor dalam proses audit mulai tahap praperencanaan audit, perencanaan, dan pelaksanaan audit, serta dalam tahap akhir proses audit yaitu penyusunan laporan audit. Cara pandang yang tidak memihak ini kemudian dibagi menjadi dua hal. Arens et al. (2015:102) dalam bukunya yang berjudul Auditing & Assurance Services
kemudian
mengutip
definisi
independensi
dari
Kode
Perilaku
Profesional AICPA dan Kode Etik bagi Perilaku Profesional IESBA, sebagai hal yang terdiri dari dua komponen, yaitu independensi dalam berpikir dan independensi dalam penampilan. Independen dalam berpikir (independence in mind) mencerminkan pikiran auditor yang memungkinkan audit dilaksanakan dengan sikap yang tidak bias. Independen dalam berpikir mencerminkan persyaratan yang lama bahwa anggota harus independen dalam fakta (independence in fact). Sedangkan independen dalam penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini. Arens et al. (2015:103) juga menyebutkan bahwa nilai audit sangat bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Alasan bahwa banyak
pemakai
ingin
mengandalkan
laporan
akuntan
publik
adalah
3
ekspektasinya atas sudut pandang yang tidak bias. Sehingga jika auditor bersikap independen dalam fakta atau kenyataannya, namun publik memandang bahwa mereka menjadi semacam advokat/penasihat bagi kliennya, maka sebagian besar nilai fungsi audit telah hilang. Independensi menjadi sangat dibutuhkan bagi lembaga audit sektor publik di Indonesia. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal yang struktur kelembagaannya berada di luar pemerintahan telah memeroleh persepsi publik yang positif mengenai independensinya. Namun hal ini tidak terjadi pada APIP selaku auditor intern pemerintah yang struktur kelembagaannya menjadi bagian dari instansi pemerintah. APIP secara organisatoris sudah pasti tidak memiliki independensi dalam penampilannya. Namun kondisi tersebut dalam perkembangannya justru menimbulkan
pandangan
yang
negatif
dari
stakeholder
terkait
realitas
independensi APIP. Prasojo (2012), mantan Wakil Menteri PAN dan RB, mengatakan bahwa tingkat independensi dan profesionalisme APIP masih rendah sehingga belum efektif melaksanakan peran pengawasan. Prasojo (2012) berpendapat bahwa secara struktur tingkat ketergantungan APIP dengan pimpinan pada beberapa K/L dan pemerintah daerah sangat tinggi. Independensi APIP sangat bergantung pada sejauh mana leader menempatkan APIP. Terlebih jika persoalan yang menyangkut kepentingan pribadi atau kelompok pimpinan pada K/L dan pemda maka dapat dipastikan fungsi APIP menjadi tidak tajam lagi. Pandangan stakeholder tersebut tidaklah salah. Santosa dan Suyunus (2016:19) dalam hasil risetnya yang berjudul Discourse Analysis Realitas Independensi APIP menyimpulkan bahwa realitas yang ada menunjukkan independensi APIP lebih tepat dikatakan sebagai “independen samar-samar”.
4
Menurutnya dalam hal APIP bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan
tertinggi,
secara
konseptual
telah
memenuhi
prinsip
yang
dipersyaratkan. Namun ironisnya dominasi pimpinan tersebut justru menciptakan kecenderungan bahwa APIP akan independen ketika dalam pelaksanaan tugasnya tidak berhadapan dengan ranah yang menjadi “kebijakan” pimpinan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dalam Laporan Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Kapabilitas APIP Triwulan I Tahun 2016, menyebutkan bahwa 71,48% APIP masih berada pada level 1, 27,57% berada pada level 2, dan hanya 0,95% APIP yang berada pada level 3. Dominasi tingkat kapabilitas APIP pada level 1 dan 2 mencerminkan bahwa dalam konteks struktur tata kelola, APIP belum memiliki akses penuh terhadap informasi organisasi, aset dan sumber daya manusia. Dengan kata lain APIP belum independen. Tingkat kapabilitas APIP sendiri diukur dengan mengadopsi model Internal Audit Capability Model (IA-CM) yang dikembangkan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA). Tingkat kapabilitas dalam model tersebut terdiri atas lima leveling kapabilitas dari level yang terendah level 1 (initial), level 2 (insfrastructure), level 3 (integrated), level 4 (managed), sampai level tertinggi level 5 (optimizing). Pandangan stakeholder, hasil riset, dan kondisi tingkat kapabilitas APIP di atas cukup untuk menggambarkan sebuah realitas independensi APIP. Kondisi ini juga menjadi salah satu alasan dirumuskannya suatu rancangan undangundang tentang sistem pengawasan internal pemerintah (RUU SPIP) sebagai bagian dari reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan praktik-praktik tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Realitas independensi APIP menurut RUU SPIP ini disebabkan oleh masalah institusional/kelembagaan, tata laksana/sistem/proses bisnis, dan SDM.
5
Oleh karena itu RUU SPIP ini akan mengatur berbagai kebijakan, salah satunya pengaturan mendasar mengenai kelembagaan APIP agar dapat menjadi lembaga yang independen dan objektif dalam melakukan pengawasan intern. Realitas independensi APIP juga telah menimbulkan sebuah disparitas antara konsep independensi auditor internal dengan kenyataannya di lapangan. Hal ini selaras dengan pendapat Bazerman et al. (1997:91) yang menyebutkan bahwa dalam sudut pandang psikologi mengenai independensi auditor, upaya mencapai independensi adalah mustahil dan sistem profesi akuntan publik yang ada sekarang ini adalah naif dan tidak realistis. Pada kenyataannya di lapangan tidaklah sama dengan teori. Banyak terjadi masalah yang dihadapi seorang auditor misalnya masalah tekanan-tekanan dari pihak klien. Contoh nyata masalah ini dalam sektor publik adalah adanya upaya klien dalam mempengaruhi hasil audit sebagaimana diungkap oleh Utary et al. (2014) dalam hasil risetnya yang berjudul upaya klien dalam mempengaruhi hasil audit BPK. Utary et al. (2014:16) merumuskan tujuh jenis upaya memengaruhi hasil audit sebagai berikut. 1. Upaya memberikan uang atau barang kepada auditor. 2. Upaya mengintervensi auditor dengan cara memberikan pendapat terhadap akun tertentu. 3. Upaya memberikan fasilitas perjalanan untuk keperluan pribadi auditor. 4. Menyediakan fasilitas hiburan bagi auditor. 5. Menyediakan sampel audit yang terbaik dan pilihan. 6. Menghilangkan bukti audit. 7. Memberikan efek teror kepada auditor. Realitas independensi APIP tersebut menjadi landasan pentingnya dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi independensi APIP.
6
Berbagai hasil penelitian di Amerika Serikat sebetulnya telah mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi independensi auditor. Di antaranya Bazerman (2011:1) yang menyebutkan bahwa penyebab auditor di Amerika Serikat tidak independen adalah konflik kepentingan (conflict of interest). Bazerman (2011:1) juga menggarisbawahi pentingnya memahami konflik kepentingan dari aspek psikologi. Sering kali pengambil keputusan memandang konflik kepentingan secara sederhana sebagai suatu pilihan yang disengaja antara memenuhi satu kewajiban dengan sikap menguntungkan diri sendiri. Karakteristik yang menghancurkan independensi auditor menurut Bazerman (2011:2) adalah sebagai berikut. 1. Kantor akuntan publik memiliki dorongan untuk terhindar dari penggantian dan untuk disewa kembali oleh klien. 2. Keuntungan auditor dari penyediaan jasa non-audit jauh melebihi keuntungan dari penyediaan jasa audit. 3. Individu-individu auditor sering melaksanakan pekerjaan-pekerjaan klien. Sepanjang ketiga faktor itu ada, maka independensi auditor tidak akan terjadi. Selain itu telah banyak penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi independensi auditor pada sektor privat di Indonesia. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dahlan (2013) dengan judul penelitian “Faktorfaktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor”, Cahyadi (2013) dengan judul penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik”, Rimawati (2011) dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor”, Cahyono (2008) dengan judul penelitian “Persepsi Ketidakpastian Lingkungan, Ambiguitas Peran dan Konflik Peran Sebagai Mediasi Antara Program Mentoring dengan Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan Niat Ingin
7
Pindah”, dan Supriyono (1988) dengan judul penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Penampilan Akuntan Publik”. Hal ini berbeda dengan sektor publik. Belum banyak penelitian seperti ini yang dilakukan pada sektor publik. Namun setidaknya ada empat penelitian yang di antaranya dilakukan oleh Niah (2016) dengan judul penelitian “Faktor-faktor yang Memengaruhi Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah”, Iriyanto (2015) dengan judul penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) se-Subosukawonosraten”, Jamaluddin (2015) dengan judul penelitian “Peran Mediasi Perencanaan Audit dan
Independensi
dalam
Hubungan
Ambiguitas
Peran,
Konflik
Peran,
Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit Internal”, dan Hutami (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah”. Penelitian ini menggunakan tiga faktor sebagai variabel bebas, yaitu kedudukan kelembagaan APIP, konflik peran, dan audit tenure. Penggunaan faktor-faktor tersebut didasarkan atas empat pertimbangan. Pertama, belum ada penelitian sebelumnya yang menguji pengaruh kedudukan kelembagaan APIP terhadap independensinya. Penelitian ini akan menguji bagaimana pengaruh kedudukan kelembagaan APIP yang menjadi bagian instansi pemerintah terhadap independensi APIP itu sendiri, khususnya independensi dalam kenyataan (independence in fact). Kedua, peran APIP dengan dua kegiatan assurance dan consulting bersifat unik. Stewart dan Subramaniam (2009:4) berpendapat bahwa auditor internal berada pada situasi yang unik karena berperan sebagai penyedia kegiatan assurance sekaligus consulting. Peran ganda tersebut menciptakan perebatan yang panjang karena berpotensi menempatkan auditor internal dalam situasi
8
konflik. Oleh karena itu penelitian ini akan menguji bagaimana pengaruh konflik peran yang dialami oleh APIP terhadap independensinya. Ketiga, beberapa penelitian terdahulu masih menunjukkan hasil tidak sama mengenai pengaruh faktor lamanya hubungan auditor dengan auditee (audit tenure) terhadap independensi auditor. Dahlan (2013:86) menyimpulkan bahwa lamanya
hubungan
audit
dengan
klien
berpengaruh
negatif
terhadap
independensi. Hal ini menurutnya dikarenakan semakin lama hubungan kerja auditor dengan klien akan memunculkan satu fenomena saling membutuhkan, sehingga pola hubungan auditor dengan klien akan dapat berubah menjadi partner kerja. Hal ini tentu akan berbahaya bagi pengambilan keputusan audit dari auditor. Kesimpulan yang berbeda diungkap oleh Iriyanto (2015) dan Kasidi (2007). Iriyanto (2015:80) menyimpulkan bahwa lamanya hubungan aparat pengawasan dengan auditee berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Artinya, semakin lama APIP dalam mengaudit auditee akan memerdalam pengetahuan APIP mengenai obyek yang akan diperiksa sehingga akan meningkatkan independensi. Sedangkan Kasidi (2007:vi) menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara lamanya hubungan audit dengan independensi auditor. Oleh karena itu penelitian ini juga akan menguji bagaimana pengaruh audit tenure terhadap independensi APIP. Keempat, belum ada penelitian sebelumnya yang menggunakan faktor kedudukan kelembagaan, konflik peran, dan audit tenure secara bersamaan sebagai variabel bebas terhadap variabel tetapnya. Oleh karena itu penelitian ini menggabungkan ketiga variabel bebas tersebut sebagai suatu konsep mengenai faktor-faktor yang memengaruhi independensi aparat pengawasan intern pemerintah.
9
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut. 1.
Apakah kedudukan kelembagaan berpengaruh terhadap independensi APIP?
2.
Apakah konflik peran berpengaruh terhadap independensi APIP?
3.
Apakah audit tenure berpengaruh terhadap independensi APIP?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan memeroleh bukti empiris mengenai: 1.
Pengaruh kedudukan kelembagaan terhadap independensi APIP.
2.
Pengaruh konflik peran terhadap independensi APIP.
3.
Pengaruh audit tenure terhadap independensi APIP.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada: 1. Para akademisi, sebagai referensi/bahan ajar atau tambahan wawasan dalam bidang audit internal. 2. Para peneliti berikutnya, sebagai referensi untuk meneliti topik yang berkaitan dengan audit internal pemerintah. 1.4.2 Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada: 1.
Praktisi Hasil peneilitian ini diharapkan dapat berguna bagi para aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) yang meliputi BPKP, inspektorat jenderal
10
kementerian/lembaga, inspektorat provinsi, dan inspektorat kabupaten/kota. Bukti empiris yang terungkap dari hasil penelitian ini diharapkan dapat melandasi auditor APIP untuk meningkatkan independensinya. 2.
Pemerintah dan DPR Pentingnya payung hukum kelembagaan pengawasan intern juga menjadi alasan pentingnya penelitian ini sebagai masukan atau referensi bagi pihakpihak yang terlibat dalam penyusunan RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah. Diharapkan juga agar DPR dan pemerintah segera membahas RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah mengingat pentingnya RUU tersebut dalam meningkatkan independensi dan profesionalisme APIP sebagai bagian dari reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan praktik-praktik tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
3.
Asosiasi Profesi Diharapkan penelitian ini bisa menjadi referensi bagi Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), dalam pembuatan atau pembaruan standar, kode etik, pedoman, dan regulasi lainnya terkait profesi auditor intern pemerintah di Indonesia.
1.5 Sistematika Penelitian Penelitian ini terdiri atas lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut. BAB I
merupakan pendahuluan yang meliputi subbab latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
merupakan tinjauan pustaka yang meliputi subbab tinjauan teori dan konsep, tinjauan empirik, kerangka penelitian, dan hipotesis.
11
BAB III merupakan metode penelitian yang terdiri atas subbab rancangan penelitian, tempat dan waktu, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen penelitian, dan analisis data. BAB IV merupakan hasil penelitian yang meliputi subbab analisis data, hasil pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil pengujian hipotesis. BAB V
merupakan
bab
penutup
yang
keterbatasan penelitian, dan saran.
terdiri
atas
subbab
simpulan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan (agency theory) pada awalnya dikembangkan di Tahun 1970-an oleh Jensen dan Meckling (1976) melalui karyanya yang berjudul Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Teori keagenan dibangun sebagai upaya untuk memecahkan permasalahan yang muncul manakala ada ketidakpastian informasi pada saat melakukan perikatan. Jensen dan Meckling (1976:5) menjelaskan teori keagenan sebagai berikut. We define an agency relationship as a contract under which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent. Hubungan keagenan terjadi ketika ada kontrak bahwa prinsipal memberikan mandat kepada agen untuk melaksanakan amanat atas nama prinsipal dengan memiliki kewenangan yang didelegasikan oleh prinsipal. Pihak prinsipal adalah pemberi mandat sedangkan pihak agen adalah penerima mandat. Jensen dan Meckling (1976:5) berpendapat jika kedua belah pihak dalam hubungan itu sama-sama mencari keuntungan maka hal ini berpotensi bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk menguntungkan prinsipal. Prinsipal dapat mengurangi risiko ini dengan memberikan insentif yang pantas bagi agen atau dengan menganggarkan biaya monitoring yang didesain untuk mengurangi tindakan agen yang menyimpang.
12
13
Selain itu, prinsipal dalam kondisi tertentu akan membayar agen untuk membelanjakan semua sumber dayanya untuk menjamin bahwa agen tidak akan mengambil tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk meyakinkan
bahwa
prinsipal
akan
mendapatkan
ganti
rugi
jika
agen
menyebabkan kerugian. Bagaimanapun juga, pada umumnya tidak mungkin bagi prinsipal atau agen bahwa tanpa ada biaya sama sekali mereka dapat menjamin bahwa agen akan membuat keputusan yang optimal dari sudut pandang prinsipal. Prinsipal dan agen akan mengadakan pengawasan yang positif dan biaya perikatan (baik yang berkaitan dengan uang atau tidak) pada sebagian besar hubungan keagenan, dan selain itu akan terdapat suatu perbedaan antara keputusan agen dengan keputusan yang seharusnya paling menguntungkan prinsipal. Kerugian material yang dialami oleh prinsipal yang disebabkan oleh penyimpangan ini juga merupakan biaya hubungan keagenan, atau disebut juga sebagai kerugian residu (residual loss). Secara ringkas dapat dikatakan bahwa untuk menghindari adanya potensi penyimpangan yang dilakukan oleh agen, maka perlu diadakan biaya keagenan (agency cost) yang menurut Jensen dan Meckling (1976:6) meliputi sebagai berikut. 1. Pengeluaran pengawasan (monitoring expenditure) oleh prinsipal. 2. Pengeluaran/beban perikatan (bonding expenditure) oleh agen. 3. Kerugian residu (residual loss). Hubungan keagenan dalam suatu organisasi perusahaan adalah hubungan antara pemilik (prinsipal) dengan manajemen (agen). Pemilik memberikan mandat kepada manajemen untuk menjalankan roda perusahaan dengan tujuan
14
meningkatkan nilai saham, laba, atau dividen. Hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan sebagai berikut (Messier et al., 2008:7). 1. Terjadinya konflik kepentingan yang disebabkan oleh ketidaksamaan tujuan. Manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Dalam hal ini, pemilik menginginkan laba perusahaan yang besar agar kekakayaan pemilik semakin bertambah besar. Sedangkan manajemen berusaha agar kompensasi yang mereka terima meningkat walaupun dengan berbagai cara yang mereka lakukan tanpa memedulikan perkembangan perusahaan. 2. Terjadinya informasi asimetris, yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Permasalahan ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan salah satu mekanisme pengawasan berupa audit. Messier et al. (2008:7) menyebutkan bahwa laporan keuangan walaupun telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, tidak mengatasi permasalahannya sendiri. Hal ini karena manajer bertanggung jawab atas pelaporan tanpa kehadiran pemilik perusahaan, sehingga manajer berada pada posisi yang bisa memanipulasi laporan keuangan. Ditambah lagi, pemilik juga berasumsi bahwa manajer akan memanipulasi laporan untuk keuntungannya. Pada titik inilah timbulnya permintaan atas audit. Peran auditor adalah untuk menentukan apakah laporan yang disusun oleh manajer telah sesuai dengan provisi kontrak, termasuk telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu pemeriksaan auditor atas informasi keuangan akan meningkatkan kredibilitas laporan dan mengurangi risiko informasi atau risiko bahwa informasi yang beredar akan salah atau tidak tepat, yang akan memberikan manfaat bagi pemilik perusahaan dan
15
manajemen (Messier et al., 2008:7). ecara ringkas peran auditor dalam suatu hubungan keagenan dapat diperlihatkan pada gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Ringkasan hubungan prinsipal-agen terkait permintaan atas audit Sumber: Messier et al. (2008:7)
Hubungan keagenan dalam sektor publik di Indonesia adalah hubungan antara rakyat selaku prinsipal dengan pemerintah selaku agen. Rakyat yang direpresentasikan oleh DPR memberikan hak dan sumber daya kepada pemerintah untuk mengelolanya. Kemudian pemerintah melaporkan akuntabilitas pengelolaan hak dan sumber dayanya kepada DPR. Konsep hubungan keagenan di era otonomi daerah dipertegas dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang ini menegaskan konsep hubungan keagenan di tingkat daerah bahwa kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) selaku agen yang dipilih langsung oleh rakyat mengemban amanah untuk
16
menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren di daerah sesuai asas otonomi daerah. Kepala daerah juga bisa menjadi agen presiden di daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan absolut, umum, dan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui tugas-tugas dekonsentrasi dan pembantuan. Fungsi audit eksternal (pemeriksaan) dalam hubungan keagenan ini dilakukan oleh lembaga pemeriksa independen yang dalam hal ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara fungsi audit internal (pengawasan internal) dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP). Peran APIP dalam melakukan fungsi pengawasan internal ini diwujudkan dengan memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (assurance activities) dan memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (consulting activities), serta memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (anti-corruption activities) (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2013:1). 2.1.2 Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) adalah instansi-instansi pemerintah yang melaksanakan fungsi pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Peran APIP merupakan bagian dari sistem pengendalian intern pemerintah. Oleh karena itu ketentuan mengenai APIP diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
17
APIP menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri atas: 1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2. Inspektorat jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern. 3. Inspektorat provinsi. 4. Inspektorat kabupaten. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah lembaga APIP untuk tingkat pemerintah pusat. BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi kegiatan lintas sektoral, kebendaharaan umum negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. BPKP dalam melaksanakan fungsinya bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Inspektorat jenderal atau nomenklatur lain yang berlaku adalah lembaga APIP untuk tingkat kementerian/lembaga. Inspektorat jenderal melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang didanai dengan APBN. Inspektorat jenderal
dalam
melaksanakan
fungsinya
bertanggung
jawab
kepada
menteri/pimpinan lembaga. Inspektorat daerah (inspektorat provinsi/kabupaten/kota) adalah lembaga APIP untuk tingkat pemerintahan daerah (pemerintah provinsi/kabupaten/kota). Inspektorat daerah melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang didanai dengan APBD provinsi/kabupaten/ kota. Inspektorat daerah dalam melaksanakan fungsinya bertanggung jawab kepada kepala daerah (gubernur/bupati/walikota).
18
2.1.3 Independensi APIP Independensi dan objektivitas merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya dalam konteks etika profesi auditor. Independensi merupakan suatu konsep yang paling mendasar dalam profesi akuntansi dibandingkan profesi lainnya. Dengan kata lain, independensi seolah harus menyatu dalam jiwa seorang auditor. Bahkan karena pentingnya independensi, AICPA pun memposisikan independensi sebagai peraturan pertama (Peraturan 101 – Independensi) dari Kode Etik Perilaku AICPA. Oleh karena itu sangatlah beralasan jika dikatakan bahwa independensi merupakan mahkota auditor. Singkatnya, auditor jika tidak independen maka dia bukan auditor. Definisi ataupun makna independensi telah banyak diungkapkan oleh para ahli dari berbagai literatur maupun standar audit yang berlaku. Arens dan Loebbecke (1991:82) misalnya, mendefinisikan independensi sebagai suatu cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit perusahaan. Sikap tidak memihak ini dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu independensi dalam sikap mental (independence of minde) dan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Sementara itu Mulyadi (2002:26) juga mendefinisikan bahwa independensi merupakan suatu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Definisi kedua pakar ini intinya mengungkapkan bahwa independensi merupakan kondisi yang bebas dari pengaruh apapun dan tidak memihak kepada siapapun. Konsep independensi dalam konteks audit sektor publik di Indonesia telah diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (2007) yang berlaku untuk BPK dan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013) yang berlaku untuk
19
APIP.
Standar
Pemeriksaan
Keuangan
Negara
(2007)
mendefinisikan
independensi sebagai keadaan yang harus bebas dalam sikap mental dan penampilan bagi organisasi pemeriksa dan pemeriksa dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan. Independensi menurut Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013) adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai tingkat independensi yang diperlukan dalam melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit intern secara efektif, pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP. Walaupun kedua standar tersebut memiliki konsep yang sama mengenai independensi auditor, Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013) lebih menekankan perlunya suatu kondisi/prasyarat untuk mencapai independensi APIP di antaranya sebagai berikut. 1.
Pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP.
2.
Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan kementerian/lembaga/ pemerintah daerah;
3.
Pimpinan APIP harus melaporkan ke tingkat pimpinan kementerian/lembaga/ pemerintah daerah yang memungkinkan kegiatan audit intern dapat memenuhi tanggung jawabnya. Pimpinan APIP harus mengkomunikasikan independensi APIP dalam kegiatan audit intern ke pimpinan kementerian/ lembaga/pemerintah daerah, setidaknya setiap tahun.
20
4.
Pimpinan
APIP
secara
fungsional
melaporkan
kepada
pimpinan
kementerian/ lembaga/pemerintah daerah. 5.
Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) harus bebas dari campur tangan
dalam
menentukan
ruang
lingkup,
pelaksanaan,
dan
pengkomunikasian hasil. 6.
Pimpinan APIP harus berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Pada praktiknya independensi tidaklah semudah yang dibayangkan. Banyak
faktor yang mengancam independensi auditor yang pada akhirnya berpotensi menurunkan kualitas hasil audit. Faktor tersebut bisa berasal dari luar maupun dari dalam diri auditor sendiri. Iriyanto (2015:17) mengutip tujuh kategori ancaman yang dapat menurunkan independensi auditor menurut Government Accountability Office (GAO) sebagai berikut. 1. Ancaman kepentingan diri sendiri (self interest threat) Risiko bahwa penilaian auditor akan dipengaruhi oleh sikap “apa untungnya bagi saya”. 2. Ancaman dari ulasan sendiri (self review threat) Risiko bahwa auditor tidak akan menerapkan standar yang sama dalam audit atau tidak akan melaporkan setiap masalah yang ditemukan ketikameninjau pekerjaannya sendiri (biasanya disebabkan ketika auditor pertama kali terlibat untuk membantu beberapa layanan non-audit yang diberikan kepada klien sehingga mereka tunduk pada auditee). 3. Ancaman bias (bias threat) Risiko bahwa prasangka auditor (baik positif maupun negatif) akan mempengaruhi ojektivitasnya.
21
4. Ancaman karena keakraban (familiarity threat) Risiko bahwa auditor terlalu dekat dengan klien (secara sosial atau melalui hubungan yang lama) akan mempengaruhi sikap objektif auditor. 5. Ancaman dari pengaruh yang tidak semestinya (undue influence threat) Risiko bahwa tekanan dari luar atau pengaruh dari luar akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk membuat penilaian yang objektif. 6. Ancaman dari partisipasi manajemen (management participation threat) Risiko yang berasal dari asumsi auditor mengenai peran manajemen yang melebihi dari independensi auditor. 7. Ancaman dari struktural (structural threat) Risiko yang ada pada sebuah organisasi audit dalam pemerintahan akan mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan pekerjaan objektif. Standar
Audit
Intern
Pemerintah
Indonesia
(2013:12)
juga
telah
mengidentifikasikan gangguan terhadap independensi APIP, di antaranya sebagai berikut. 1. Konflik kepentingan pribadi. 2. Pembatasan ruang lingkup, akses terhadap catatan, personel, dan prasarana, serta sumber daya. 3. Hubungan yang dekat antara auditor dengan auditee. 4. Penugasan yang sama dengan penugasan assurance yang merupakan tanggung jawab auditor di tahun sebelumnya. 5. Penugasan assurance untuk fungsi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan pimpinan APIP. 6. Gangguan potensial terkait penugasan consulting.
22
2.1.4 Kedudukan Kelembagaan APIP 2.1.4.1
Kedudukan auditor intern
Kosakata “internal” dalam frase audit internal atau internal auditing menunjukkan arti bahwa fungsi audit internal dijalankan oleh orang-orang yang berada di dalam organisasi. Boynton (2003:491) menyebutkan bahwa aktivitas audit internal dapat dijalankan oleh pegawai yang sudah ada dalam organisasi itu, atau bisa juga diserahkan kepada profesional lain dari luar organisasi yang melayani entitas. Hal ini berbeda dengan aktivitas audit eksternal yang pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh auditor yang bukan pegawai perusahaan tersebut, misalnya audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan oleh auditor independen (akuntan publik). Kedudukan auditor internal menjadi bagian dari struktur organisasi secara keseluruhan. Hal ini karena fungsi audit internal dilaksanakan oleh pegawai organisasi yang bersangkutan. Walaupun begitu, auditor internal seharusnya memiliki kedudukan yang independen dalam organisasi perusahaan. Agoes (2013:209) menyebutkan bahwa dibandingkan dengan KAP, auditor internal seringkali dianggap tidak independen, karena merupakan orang dalam/pegawai perusahaan yang menerima gaji dari perusahaan. Jadi, walaupun “in fact” auditor internal bisa independen, namun “in appearance” tetap terlihat tidak independen. Independensi auditor internal menurut Agoes (2013:209) antara lain tergantung kepada berikut ini. 1.
Kedudukan internal audit department (IAD) tersebut dalam organisasi perusahaan, maksudnya kepada siapa IAD bertanggung jawab.
2.
Apakah IAD dilibatkan dalam kegiatan operasional, maksudnya Jika ingin independen,
IAD
tidak
boleh
terlibat
dalam
kegiatan
operasional
23
perusahaan. Misalnya IAD tidak boleh ikut serta dalam kegiatan penjualan dan pemasaran, penyusunan sistem akuntansi, proses pencatatan transaksi, dan penyusunan laporan keuangan perusahaan. Agoes (2013:209) menyebutkan beberapa jenis kedudukan IAD dalam suatu perusahaan, diantaranya sebagai berikut. 1.
IAD bertanggung jawab kepada Direktur Keuangan.
2.
IAD bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
3.
IAD bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Terkait hal ini Agoes (2013:209) menyatakan bahwa dalam suatu survei
yang diadakan di Amerika, disebutkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, IAD yang melapor kepada vice president atau yang lebih tinggi lagi meningkat dari 30% menjadi 47%. Bahkan Moeller (2009:292) menyebutkan bahwa internal audit bersifat unik dan khusus, karena selain kepada CEO dan kadang-kadang general counsel, internal audit biasanya merupakan unit kerja yang secara langsung melapor kepada komite audit. 2.1.4.2
Kedudukan Kelembagaan APIP
Kedudukan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) tidak berbeda dengan kedudukan auditor internal di sektor privat. Kedudukan APIP secara umum berada di bawah pimpinan instansi pemerintah secara organisatoris. Oleh karena itu auditor APIP yang melaksanakan fungsi pengawasan intern adalah aparatur sipil negara (ASN) yang berada di instansinya masing-masing. Kedudukan kelembagaan APIP tercermin dari seberapa tinggi rentang pertanggungjawaban APIP, dalam hal ini kepada siapa APIP bertanggung jawab. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013:11) menyebutkan bahwa pimpinan APIP harus melaporkan ke tingkat pimpinan kementerian/lembaga/
24
pemerintah daerah yang memungkinkan kegiatan audit intern dapat memenuhi tanggung jawabnya. Kedudukan kelembagaan APIP juga tercermin dari seberapa tepat posisi APIP dalam instansi pemerintah. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013:11) mengharuskan posisi APIP untuk ditempatkan secara tepat. Walaupun tidak ada definisi yang tegas seperti apa posisi APIP yang tepat, Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013:11) mengindikasikan posisi yang tepat adalah ketika APIP bebas dari intervensi dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah sehingga dapat bekerja sama dengan auditee dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Kedudukan kelembagaan APIP juga tercermin dari seberapa luas hak akses APIP atas dokumen dan sumber daya. Ramesh (2003:4) menyebutkan sebagai berikut. “The head of the internal auditing department should be responsible to the management/board in the organisation with sufficient authority to promote independence and to ensure broad audit coverage, adequate consideration of audit reports, and appropriate action on audit recommendations”. Dengan kata lain, auditor internal harus memiliki hak akses yang memadai terhadap seluruh dokumen dan sumber daya dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini pun selaras dengan Standards for The Professional Practice of Internal Auditing (2012:3) yang menyebutkan bahwa kepala audit internal harus memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada manajemen senior dan dewan. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013:10) juga menyebutkan hal senada bahwa APIP harus memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP. Penegasan hak akses ini pun harus dinyatakan secara tertulis dalam suatu piagam audit (audit charter).
25
2.1.5 Konflik Peran APIP 2.1.5.1
Teori peran
Teori peran (the role theory) menurut Sarwono (2008:215) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi. Sarwono (2008:215) menyebutkan bahwa dalam ketiga ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang-orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran. Cahyono (2008:xlii) mengutip pendapat Linton (1936) yang menyebutkan bahwa teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh budaya. Harapanharapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang berperan tertentu seperti dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain-lain, diharapkan dapat berperilaku sesuai dengan perannya itu. Elder
(1975:103)
memperluas
penggunaan
teori
peran
dengan
menggunakan pendekatan life-course. Dengan pendekatan itu, Elder (1975:103) mendefinisikan teori peran bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan
26
kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Misalnya, seorang anak umur 7-12 tahun berperan sebagai siswa sekolah dasar, umur 1315 tahun sebagai siswa sekolah menengah pertama, dan umur 15-17 sebagai siswa sekolah menengah atas. Tentu saja perilaku siswa SD berbeda dengan perilaku siwa SMA. Sementara itu Jamaluddin (2015:19) mengutip pendapat Solomon et al. (1985) yang menyatakan bahwa teori peran merupakan penekanan sifat individual sebagai pelaku sosial yang mempelajari perilaku sesuai dengan posisi yang ditempati di masyarakat. Seseorang memiliki peran baik di dalam maupun di luar pekerjaannya. Masing-masing peran menghendaki perilaku yang berbedabeda. Teori peran yang dikembangkan oleh ketiga pakar tadi secara umum memiliki konsep yang sama. Ketika seseorang memiliki sebuah peran, maka mulai saat itu dia harus menghadapi dan memenuhi serangkaian hak, kewajiban, harapan, norma, dan perilaku pada perannya itu. Namun perkara memainkan peran ini tidak seperti membalikkan telapak tangan dengan mudahnya. Apalagi jika seseorang memiliki lebih dari satu peran dalam hidupnya maka biasanya akan timbul tekanan peran (role stress). Tekanan peran pada hakikatnya adalah suatu kondisi ketika setiap peranan seseorang memiliki harapan yang berbeda yang dipengaruhi oleh harapan orang lain. Harapan-harapan itu dapat berbenturan, tidak jelas dan menyulitkan peran seseorang, sulit, bertentangan atau tidak mungkin bertemu (Agustina, 2009:43). Tekanan peran tersebut dibagi menjadi tiga jenis tekanan peran menurut Fogarty et al. (2000:32), yaitu konflik peran (role conflict), ketidakjelasan peran (role ambiguity), dan kelebihan peran (role overhead).
27
2.1.5.2
Konflik peran
Penelitian ini, dengan tidak mengabaikan dua jenis tekanan peran lainnya menurut Fogarty et al. (2000) di atas, membatasi pembahasan tekanan peran pada jenis yang pertama yaitu konflik peran. Konflik peran adalah dimensi kecocokan-ketidakcocokan
atau
kesesuaian-ketidaksesusaian
dalam
persyaratan peran, dimana kecocokan atau kesesuaian adalah relatif atas serangkaian standar atau kondisi mengenai standar kinerja peran (Rizzo et al., 1975:155). Konflik peran dapat terjadi ketika seseorang memiliki dua atau lebih peran yang saling bertentangan. Misalnya pada seorang wanita karier yang berprofesi sebagai auditor. Wanita tersebut sedang menyelesaikan laporan auditnya ketika anaknya harus dibawa ke rumah sakit. Tentu saja wanita itu akan memilih mengantar anaknya daripada menyelesaikan laporan audit walaupun laporan audit tersebut harus diselesaikan sore ini juga. Apa yang dialami wanita itu merupakan konflik peran dari seseorang yang berperan sebagai auditor dan seorang ibu. Kahn et al. (1964) sebagaimana dikutip oleh Keller (1975:57) telah mengembangkan sebuah teori dinamika peran yang melihat tekanan yang dihasilkan dari adanya konflik atau harapan yang tidak cocok dan harapan yang tidak jelas atau samar-samar. Harapan-harapan yang berada dalam konflik bisa menghasilkan konflik peran bagi individu. Sementara itu harapan yang tidak jelas atau samar-samar bisa menyebabkan amibiguitas peran. Ketika konflik dan ambiguitas peran merupakan masalah penyesuaian individu, Kahn et al. (1964) sebagaimana
dikutip
oleh
Jamaluddin
(2015:31)
memperkirakan
dan
menemukan tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah terhadap seseorang yang berada dalam konflik dan ambiguitas peran yang tinggi. Dalam kasus di atas
28
ketika konflik terjadi, wanita tersebut berada dalam kondisi serba salah sebelum akhirnya memutuskan untuk menolong anaknya. Akibatnya, konflik peran ini dapat mengarah pada perilaku kerja disfungsional. Mohr dan Puck (2003:5) berpendapat bahwa pada umumnya konflik peran dipandang sebagai suatu peristiwa multidimensial yang terbagi atas tiga jenis konflik, yaitu sebagai berikut. 1.
Inter-role conflict Seseorang akan mengalami inter-role conflict ketika harapan pengirim peran
tidak sesuai dengan peran yang dimainkannya. Sebagai contoh, harapan pegawai (untuk bekerja lembur) bisa berbenturan dengan harapan keluarganya. 2.
Intra-role conflict Intra-role conflict terjadi jika elemen-elemen yang berbeda dalam satu peran
seseorang bertentangan dengan yang lain. Kahn et al. (1964) dan Pandey & Kumar (1997) sebagaimana dikutip oleh Mohr dan Puck (2003:5), membedakan dua jenis intra-role conflict, yaitu (a) intra-sender conflict dan (b) inter-sender conflict. Intra-sender conflict terjadi ketika seorang pengirim peran memiliki harapan yang tidak sesuai dengan harapan pemegang peran. Kahn et al. (1964) berpendapat bahwa hal seperti ini bisa terjadi misalnya jika seorang supervisor meminta bawahannya untuk memberikan informasi yang spesifik tetapi di lain pihak ada larangan untuk menggunakan satu-satunya cara agar dapat mengakses informasi itu. Inter-sender conflict terjadi ketika harapan dari dua pengirim peran yang berbeda berbenturan dengan harapan pemegang peran. Contohnya adalah ketika manajer harus mengikuti instruksi yang berlainan dari dua atasan yang berbeda.
29
3.
Personal role conflict Seseorang akan mengalami personal role conflict jika harapan terkait salah
satu perannya tidak sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan/atau nilai-nilai individu seseorang tersebut. Contohnya seseorang harus menggunakan senjata dalam medan perang tetapi sebetulnya seseorang itu hanya ingin menggunakan senjata dalam hal kebaikan. Situasi ini akan menimbulkan personal role conflict. 2.1.5.3
Peran APIP
Peran auditor internal diwujudkan dengan dua jenis kegiatan, yaitu jasa asurans (assurance) dan konsultansi (consulting). Jasa assurance merupakan kegiatan penilaian bukti objektif oleh auditor internal untuk memberikan pendapat atau simpulan mengenai suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau permasalahan lainnya. Sifat dan ruang lingkup penugasan ditentukan oleh auditor. Sedangkan Jasa consulting adalah jasa yang bersifat pemberian nasihat, yang pada umumnya diselenggarakan berdasarkan permintaan spesifik dari klien. Sifat dan ruang lingkup jasa konsultansi didasarkan atas kesepakatan dengan klien (International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, 2012:26).
Gambar 2.2 Peran auditor internal menurut IIA Sumber: International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing (2012:26)
30
Peran aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) di Indonesia merupakan bagian dari implementasi sistem pengendalian intern pemerintah, khususnya dalam rangka menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang positif dan kondusif. Oleh karena itu, APIP dalam mewujudkan perannya tidak hanya dengan memberikan jasa assurance dan consulting tetapi juga memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (anti-corruption activities).
Gambar 2.3 Perwujudan peran APIP Sumber: Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013:1)
Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013:1) menyebutkan bahwa perwujudan peran APIP adalah sebagai berikut. 1. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (assurance activities).
31
2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (anti-corruption activities). 3. Memberi masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (consulting activities). 2.1.5.4
Konflik peran APIP
Peran APIP diwujudkan dengan memberikan tiga jenis kegiatan yaitu assurance activities, anti-corruption activities, dan consulting activities. APIP dalam mewujudkan perannya juga berhubungan dengan para stakeholder. Situasi seperti ini tentunya berpotensi menimbulkan konflik peran bagi APIP. Hal ini selaras dengan pendapat Stewart dan Subramaniam (2009:4) yang mengatakan bahwa auditor internal berada pada situasi yang unik karena berperan sebagai penjamin tercapainya tujuan organisasi (assurance activities) namun juga memberikan layanan konsultansi bagi manajer (consulting activitites). Peran ganda tersebut menciptakan perdebatan yang panjang karena berpotensi menempatkan auditor internal dalam situasi konflik. Konflik peran APIP bukan hanya terjadi karena peran ganda sebagaimana telah diuraikan di atas, tetapi juga bisa terjadi karena faktor lainnya seperti adanya perbedaan antara standar/kondisi/etika organisasi dengan profesinya dan/atau yang berkaitan dengan nilai-nilai individu auditor. Oleh karena itu dari empat jenis konflik peran yang dikemukakan oleh Mohr dan Puck (2003:5) di atas, Ahmad dan Taylor (2009:906) hanya memilih jenisjenis konflik peran yang paling berkaitan dengan peran auditor internal, yaitu inter-role conflict, intra-sender role conflict, dan personal role conflict.
32
1.
Inter-role conflict Ahmad dan Taylor (2009:906) berpendapat bahwa jenis konflik ini muncul
karena
adanya
permintaan
peran
yang
terlalu
banyak,
seperti
konflik/pertentangan yang dialami oleh auditor internal akibat adanya perbedaan antara permintaan dari organisasi dengan aturan standar profesi audit internal. 2.
Intra-sender role conflict Perwujudan peran yang dijalankan oleh APIP yaitu jasa assurance dan
consulting dapat menimbulkan konflik peran. Dalam memberikan jasa assurance (audit), auditor harus senantiasa menjaga independensi dan objektivitasnya dari pihak-pihak manapun. Sementara itu dalam memainkan peran consulting, auditor diharapkan dapat membantu manajemen. Dalam memberikan jasa consulting ini APIP juga berpotensi melanggar kode etik dengan mengambil alih tanggung jawab manajemen karena permintaan manajemen. Konlik peran seperti inilah yang disebut sebagai intra-sender role conflict menurut Ahmad dan Taylor (2009:906). Potensi konflik peran tersebut sebenarnya bisa diminalisasi dengan suatu piagam audit (audit charter). Moeller (2009:633) menyebutkan bahwa dalam suatu perusahaan, internal audit harus memiliki piagam audit (audit charter) yang telah disetujui oleh orang yang secara jelas menetapkan peran internal auditor sebagai konsultan internal perusahaan. Dalam piagam audit tersebut juga secara tertulis tercantum larangan audit internal untuk terlibat dalam operasi perusahaan atau prosedur pengendalian internal sehari-hari. 3.
Personal role conflict
Konlik peran jenis ini berkaitan dengan nilai-nilai individu auditor. Konflik ini terjadi ketika ada pertentangan antara harapan manajemen dengan nilai-nilai personal auditor. Misalnya ketika auditor diminta untuk menjadi nasumber
33
kegiatan yang bukan menjadi ruang lingkup tugasnya. Ahmad dan Taylor (2009:907) mengelompokkan kondisi konflik seperti sebagai personal role conflict. 2.1.6 Audit Tenure Audit tenure adalah lamanya hubungan antara auditor dengan kliennya yang diukur dengan jumlah tahun. Misalnya KAP telah melakukan audit atas informasi keuangan klien yang sama selama lima tahun berturut turut. Maka dapat dikatakan bahwa audit tenure KAP tersebut adalah lima tahun. Audit tenure menjadi permasalahan saat munculnya skandal Enron. Dalam skandal tersebut, terkuaklah adanya konflik kepentingan antara auditor dengan kliennya. Diketahui bahwa KAP Arthur Andersen telah memberikan jasa audit kepada Enron selama 15 tahun, yaitu sejak tahun 1985 dan selalu memberikan opini wajar tanpa pengecualian sampai tahun 2000 (Risalah Sidang Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-IX/2011, 2011:12). Selain jasa audit, Arthur Andersen juga memberikan jasa-jasa konsultansi manajemen kepada Enron, bahkan menempatkan orang-orangnya menjadi bagian dari Enron. Pemerintah Amerika Serikat kemudian mengatasi masalah audit tenure ini melalui pengesahan Sarbanes – Oxley Act of 2002 (SOA 2002) Section 203 di tahun 2002. SOA 2002 Section 203 menyebutkan sebagai berikut. „... (j) AUDIT PARTNER ROTATION – It shall be unlawful for a registered public accounting firm to provide audit services to an issuer if the lead (or coordinating) audit partner (having primary responsibility for the audit), or the audit partner responsible for reviewing the audit, has performed audit services for that issuer in each of the 5 previous fiscal years of that issuer.‟ Melalui SOA 2002 Section 203, pemimpin/pimpinan audit partner dan audit review partner harus dirotasi setiap lima tahun terhadap penugasan perusahaan go public.
34
Shockley (1981) sebagaimana dikutip oleh Kasidi (2007:xlvi) menyatakan bahwa seorang partner yang memperoleh penugasan audit lebih dari lima tahun pada klien tertentu dianggap terlalu lama, sehingga dimungkinkan memiliki pengaruh yang negatif terhadap independensi auditor, karena semakin lama hubungan auditor dengan klien akan menyebabkan timbulnya ikatan emosional yang cukup kuat. Jika ini terjadi, maka seorang auditor yang seharusnya bersikap independen dalam memberikan opininya menjadi cenderung tidak independen. Regulasi mengenai audit tenure untuk akuntan publik di Indonesia telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik. Peraturan pemerintah tersebut menyebutkan bahwa pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis terhadap suatu entitas oleh seorang akuntan publik dibatasi paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut. Sedangkan dalam sektor publik, audit tenure diatur melalui kebijakan mutasi auditor atau kebijakan rotasi auditor terhadap klien di instansi masing-masing. 2.2 Tinjauan Empirik Berbagai
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
independensi auditor telah banyak dilakukan. Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa penelitian sebelumnya dengan hasil penelitian yang berkaitan dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Di antaranya penelitian Niah (2016) yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh konflik peran, ambiguitas peran, dan rotasi auditor, terhadap independensi auditor internal pemerintah, serta menguji pengaruh budaya lokal terhadap independensi dan pengaruh moderasi budaya lokal terhadap hubungan konflik peran terhadap independensi, dan rotasi auditor terhadap independensi. Hasil penelitiannya yang terkait dengan penelitian ini
35
menyimpulkan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi auditor. Penelitian Iriyanto (2015) bertujuan untuk menganalisis dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh faktor tekanan anggaran waktu pemberian hadiah dan fasilitas lain dari auditee, lamanya hubungan dengan auditee berpengaruh, dan tekanan pimpinan terhadap independensi APIP. Hasilnya yang terkait dengan penelitian ini menunjukkan bahwa lamanya hubungan aparat pengawasan dengan auditee berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Penelitian Jamaluddin (2015) bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ambiguitas peran, konflik peran dan kompetensi auditor terhadap independensi auditor dan kualitas audit internal; pengaruh ambiguitas peran, konflik peran dan kompetensi auditor terhadap kualitas audit internal melalui independensi auditor dan perencanaan audit; dan pengaruh independensi auditor dan perencanaan audit terhadap kualitas audit internal. Hasilnya yang terkait dengan penelitian ini menyimpulkan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi auditor. Penelitian Ouyang dan Wan (2013) bertujuan untuk mengetahui apakah audit tenure mempengaruhi independensi auditor, khususnya dalam berkaitan dengan bukti untuk melakukan opsi bakcdating scandal. Hasilnya yang terkait menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan audit tenure yang lama, khususnya untuk jangka waktu yang lebih dari 10 tahun, sangat mungkin untuk melakukan backdating. Penelitian Dahlan (2013) bertujuan untuk mengungkap dan memperoleh bukti empiris tentang besarnya pengaruh lamanya hubungan audit dengan klien, layanan jasa berupa saran manajerial atau management advisory services (MAS), persaingan kantor akuntan publik, keberadaan komite audit dan besarnya
36
biaya jasa audit yang dibayarkan klien, terhadap independensi auditor di Surabaya, Bali, dan Makassar. Hasil penelitiannya yang terkait dengan penelitian ini menunjukkan lamanya hubungan audit dengan klien berpengaruh negatif terhadap independensi. Penelitian Cahyadi (2013) bertujuan untuk menguji dan menganalisis apakah lama hubungan audit, ukuran KAP, persaingan antar KAP, hubungan sosial dengan klien, pelaksanaan jasa non audit terhadap klien, dan audit fee dapat mempengaruhi independensi akuntan publik baik secara parsial maupun secara simultan pada mahasiswa jurusan S1 akuntansi. Hasilnya menunjukkan bahwa lama hubungan audit dengan klien tidak berpengaruh terhadap independensi akuntan publik. Penelitian Hutami (2011) bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya
terhadap
komitmen
independensi
aparat
inspektorat.
Hasil
penelitiannya yang terkait dengan penelitian ini menunjukkan bahwa konflik peran
berpengaruh
negatif
yang
signifikan
terhadap
komitmen
untuk
independensi. Penelitian Rimawati (2011) bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh intervensi manajemen, tingkat pemutusan hubungan kerja dan penggantian auditor, hight fee audit, tight audit time budget, penerapan sanksi yang tegas jika melakukan audit over audit time budget, lamanya hubungan audit dengan klien yang diperiksa, terhadap independensi auditor. Hasil penelitiannya yang terkait dengan penelitian ini menunjukkan bahwa lamanya
hubungan
independensi auditor.
audit
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
37
Penelitian Chia-Ah dan Karlsoon (2010) bertujuan untuk menguji apakah extended audit tenure dapat menjadi ancaman terhadap independensi auditor. Hasilnya menunjukkan bahwa baik extended audit tenure maupun short audit tenure dapat menjadi sumber ancaman bagi independensi auditor. Penelitian Ahmad dan Taylor (2009) bertujuan mengembangkan pengukuran konsep komitmen untuk independen, konflik peran dan ambiguitas peran dalam konteks lingkungan kerja auditor internal. Hasil penelitiannya yang terkait dengan penelitian ini menunjukkan bahwa konflik peran secara signifikan berhubungan negatif dengan komitmen untuk independensi. Penelitian Kasidi (2007) bertujuan untu memeroleh bukti empiris tentang: besarnya pengaruh dari faktor ukuran kantor akuntan publik (KAP), lamanya hubungan audit, besarnya jasa audit, pelayanan konsultasi manajemen dan keberadaan komite audit terhadap independensi auditor ditinjau dari persepsi manajer keuangan perusahaan manufaktur di Jawa Tengah. Hasil penelitianya yang terkait dengan penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara lamanya hubungan audit dengan independensi auditor. Terakhir, penelitian Supriyono (1988) bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai berbagai macam faktor yang mempengaruhi independensi pendampilan akuntan publik di Indonesia. Hasil penelitiannya yang terkait dengan penelitian ini menunjukkan bahwa lamanya penugasan audit pada klien tertentu lebih dari lima tahun maupun lima tahun atau kurang tidak merusak independensi akuntan publik. Tinjauan empirik secara ringkas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
38
Tabel 2.1 Daftar penelitian terdahulu Ked. Lembaga Independensi
Konflik Peran Independensi
Audit Tenure Independensi
Niah (2016)
N/A
Negatif signifikan
N/A
Iriyanto (2015)
N/A
N/A
Positif signifikan
Jamaluddin (2015)
N/A
Negatif signifikan
N/A
Ouyang & Wan (2013)
N/A
N/A
Negatif signifikan
Dahlan (2013)
N/A
N/A
Negatif signifikan
Cahyadi (2013)
N/A
N/A
Tidak berpengaruh
Hutami (2011)
N/A
Negatif signifikan
N/A
Rimawati (2011)
N/A
N/A
Negatif signifikan
Chia-Ah & Karlsson (2010)
N/A
N/A
Negatif signifikan
Ahmad & Taylor (2009)
N/A
Negatif signifikan
N/A
Kasidi (2007)
N/A
N/A
Tidak berpengaruh
Supriyono (1988)
N/A
N/A
Tidak berpengaruh
Nama
2.3 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian sebagai alur pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.4 Kerangka penelitian
39
2.4 Hipotesis Peran auditor dalam hubungan keagenan adalah untuk menentukan apakah laporan yang disusun oleh manajemen telah sesuai dengan provisi kontrak dan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu, verifikasi auditor atas informasi keuangan akan meningkatkan kredibilitas laporan dan mengurangi risiko informasi, atau risiko bahwa informasi yang beredar akan salah atau tidak tepat, yang akan memberikan manfaat bagi pemilik perusahaan dan manajemen (Messier et al., 2008:7). Hal yang sama juga berlaku bagi APIP selaku auditor internal pemerintah. Peran APIP dalam hubungan keagenan diwujudkan dengan memberikan keyakinan yang memadai atas ketataatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (assurance activities) dan memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (consulting activities), serta memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah (anti-corruption activities) (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2013:1). Peran dalam hubungan keagenan tersebut dapat terwujud dengan baik jika didukung dengan APIP yang independen dan objektif. Oleh karena itu APIP harus selalu bebas dari faktor-faktor yang mengancam independensinya. Faktorfaktor tersebut dirumuskan dalam tiga hipotesis sebagai berikut. 2.4.1 Pengaruh Kedudukan Kelembagaan terhadap Independensi APIP Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013:11) mengharuskan suatu kondisi untuk mencapai independensi APIP. Posisi APIP harus ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang
40
memadai dari pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah sehingga dapat bekerja sama dengan auditee dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Sebuah keharusan ini mengindikasikan adanya pengaruh kedudukan APIP terhadap independensinya. Hal ini selaras dengan pandangan Agoes (2013:209) sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa independensi internal auditor antara lain tergantung pada hal-hal berikut ini. 1. Kedudukan internal auditor dalam organisasi. 2. Keterlibatan internal auditor dalam operasional manajemen. Kachfi (2009:11) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pelaksanaan Internal Audit pada PT. Indosat (Persero), Tbk. Jakarta, menyimpulkan bahwa fungsi dan kedudukan Divisi Internal Audit PT. Indosat (Persero), Tbk. dalam melakukan pengawasan dan penilaian atas sistem pengendalian internal yang dijalankan perusahaan sudah sangat memadai, karena secara organisasi fungsi dan kedudukan internal audit langsung bertanggung jawab kepada Direktur Utama serta diperkuat dengan adanya SK Direksi yang menyatakan bahwa internal audit bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama. Hal tersebut memungkinkan Divisi Internal Audit dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal, karena memiliki kedudukan yang independen terhadap unit kerja atau kegiatan yang menjadi objek auditnya. Dari tinjauan pustaka dan bukti empiris di atas, dapat diprediksi bahwa semakin tinggi kedudukan audit internal maka semakin tinggi pula tingkat independensinya. Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H1: Kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP.
41
2.4.2 Pengaruh Konflik Peran terhadap Independensi APIP Ahmad
dan
Taylor
(2009:917)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
Commitment to Independence by Internal Auditors: The Effects of Role Ambiguity and Role Conflict menyimpulkan bahwa konflik peran berpengaruh negatif signifikan terhadap komitmen independensi auditor internal. Dimensi yang berpengaruh paling besar terhadap komitmen independensi adalah konflik antara nilai personal auditor dengan persyaratan dan ekspektasi manajemen dan profesi audit internal (dimensi konflik peran) serta wewenang dan tekanan waktu yang dialami auditor internal. Hasil penelitian Ahmad dan Taylor (2009) tersebut didukung dengan Hutami (2011), Jamaluddin (2015), dan Niah (2016) yang dalam penelitiannya masingmasing menyimpulkan hal yang sama bahwa konflik peran dan berpengaruh negatif signifikan terhadap independensi auditor. Dari tinjauan pustaka dan bukti empiris di atas, dapat diprediksi bahwa semakin banyak konflik peran seorang auditor maka semakin rendah pula tingkat independensinya. Oleh karena itu penelitian ini merumuskan hipotesis sebagai berikut. H2: Konflik peran berpengaruh negatif terhadap Independensi APIP. 2.4.3 Pengaruh Audit Tenure terhadap Independensi APIP Skandal Enron telah membuka tabir gelap konflik kepentingan antara auditor independen dengan kliennya. Lima belas tahun menjadi auditor independennya Enron, independensi KAP Arthur Andersen luntur seiring dengan makin eratnya hubungan antara auditor independen dengan kliennya. Hubungan ini bahkan berlanjut bukan hanya pemberian jasa assurance dan consulting, melainkan dengan menjadi bagian dalam operasi dan manajemen Enron dan anak perusahannya.
42
Banyak pakar maupun akademisi setelah skandal tersebut yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara audit tenure dengan independensi audit. Chia-Ah dan Karlsson (2010:60) misalnya, dalam penelitiannya yang berjudul The Impact of Extended Audit Tenure on Auditor Independence: Auditors Perspective mengungkapkan bahwa hasil-hasil temuannya mengindikasikan sebuah hubungan antara perpanjangan audit tenures dengan independensi auditor. Hasil perhitungan statistiknya menunjukkan bahwa terdapat sebuah dampak terhadap independensi auditor ketika mereka memperpanjang audit tenure. Hal ini selaras dengan hasil penelitiannya Ouyang dan Wan (2013:27) yang mengungkapkan adanya keterkaitan antara audit tenure dengan independensi audit.
Penelitiannya
yang
berjudul
Does Audit
Tenure
Impair Auditor
Independence? Evidence from Option Backdating Scandals, menghasilkan bukti yang
mengindikasikan
bahwa
panjangnya
audit
tenure
secara
positif
berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan stock option backdating, sebuah bentuk kecurangan akuntansi. Di Indonesia, Dahlan (2013:86) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa lamanya
hubungan
audit
dengan
klien
berpengaruh
negatif
terhadap
independensi. Menurutnya, hal ini disebabkan semakin lama hubungan kerja auditor dengan klien akan memunculkan satu fenomena saling membutuhkan, sehingga pola hubungan auditor dengan klien akan dapat berubah menjadi partner kerja. Hal ini akan berbahaya bagi pengambilan keputusan audit. Dari adanya skandal Enron dan bukti-bukti empiris di atas, dapat diprediksi bahwa semakin lama audit tenure maka akan semakin merusak independensi auditor. Oleh karena itu, penelitian ini merumuskan hipotesis sebagai berikut. H3: Audit tenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya bersifat pengujian hipotesis (hipotesis testing) yaitu menguji hipotesis pengaruh variabel kedudukan kelembagaan, konflik peran, dan audit tenure, terhadap independensi APIP. Oleh karena itu, jenis penelitian ini merupakan jenis kuantitatif yang bersifat hubungan kausalitas. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tiga objek penelitian sebagai berikut. 1.
Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, yang berlokasi di Jl. Tamalanrea Raya No. 2, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
2.
Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, yang berlokasi di Jl. A. P. Pettarani No. 100, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
3.
Inspektorat Kota Makassar, yang berlokasi di Jl. Teduh Bersinar No. 6, Gn. Sari, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan September 2016. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini dapat diuraikan pada tabel 3.1 berikut ini. Tabel 3.1 Daftar populasi penelitian Populasi Penelitian
Total
Level
Auditor Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan
113
Pusat
Auditor Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan
69
Prov
43
44
Lanjutan Tabel 3.1 Populasi Penelitian
Total
Level
Auditor Inspektorat Kota Makassar
23
Kab/Kota
Total
205
Sumber: Data kepegawaian APIP
Dari Tabel 3.1 di atas dapat dilihat bahwa populasi penelitian ini adalah auditor APIP yang ada di wilayah Kota Makassar yang mewakili APIP di tingkat pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota), dengan total sebanyak 205 auditor. 3.3.2 Sampel Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria tertentu untuk melakukan pengambilan sampel dari populasi di atas. Adapun kriteria yang digunakan adalah auditor dengan peran pengendali mutu, pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim. Sedangkan jumlah sampel minimal yang digunakan ditentukan menurut formula Slovin (Jamaluddin, 2015:85) sebagai berikut.
n
=
Keterangan: n = N = e =
N 1 + Ne2 jumlah sampel jumlah populasi presisi (ditetapkan 5% dengan derajat kepercayaan 95%)
Dengan populasi sebesar 205 auditor dan tingkat presisi sebesar 5% maka perhitungan jumlah sampel minimal adalah sebagai berikut.
N
=
205 1 + 205 x 5%2
45
n
=
135,54
n
=
136 (dibulatkan)
Jumlah sampel minimal berdasarkan perhitungan formula Slovin adalah sebanyak 136 auditor. 3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis penelitian ini adalah data subyek. Sedangkan sumber data penelitian ini adalah sumber data primer sesuai dengan jenis penelitian. Sumber data primer ini diperoleh dari jawaban responden atas kuesioner yang dibagikan. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei kuesioner. Kuesioner penelitian diserahkan langsung kepada responden atau meminta bantuan salah satu pegawai sebagai person in charge pada masing-masing objek penelitian untuk mengoordinir penyebaran dan pengumpulan kuesioner tersebut. Responden kemudian mengisi sendiri (selfreporting) kuesioner yang telah diserahkan. 3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.6.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan dua macam variabel penelitian, di antaranya variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah independensi APIP. Sedangkan variabel bebas adalah sebagai berikut. 1.
Kedudukan kelembagaan.
2.
Konflik peran.
3.
Audit tenure.
46
3.6.2
Definisi Operasional
3.6.2.1 Kedudukan Kelembagaan Kedudukan kelembagaan dalam penelitian ini adalah suatu bentuk pertanggungjawaban pimpinan APIP kepada pimpinan instansi pemerintah selaku atasan APIP. Dengan kata lain APIP berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan instansi pemerintah. Kedudukan kelembagaan juga tercermin dari posisi kelembagaan APIP yang ditempatkan secara tepat oleh pimpinan instansi pemerintah. Posisi yang tepat berarti bebas dari intervensi dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan instansi pemerintah sehingga APIP mampu melakukan pengawasan intern secara objektif. Kedudukan kelembagaan juga tercermin dari hak akses APIP terhadap seluruh informasi, catatan, dokumentasi, dan aset, serta pejabat dan staf terkait dalam pelaksanaan pengawasan intern, termasuk akses terhadap atasan pimpinan APIP. Oleh karena itu variabel kedudukan kelembagaan berdasarkan definisi operasional di atas diukur dengan tiga indikator sebagai berikut. 1.
Indikator pertanggungjawaban APIP Indikator pertanggungjawaban APIP meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai pertanggungjawaban langsung, komunikasi dan koordinasi langsung, dan pelaporan yang strategic dan komprehensif kepada pimpinan instansi pemerintah.
2.
Indikator posisi lembaga APIP Indikator posisi lembaga APIP meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai kebebasan dari intervensi pihak lain, dukungan sepenuhnya dari pimpinan
47
instansi pemerintah, dan adanya kerjasama yang baik dengan auditee dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern. 3.
Indikator hak akses APIP Indikator hak akses APIP meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai akses terhadap informasi, dokumentasi, dan aset auditee, akses terhadap keterangan dari pejabat dan staf terkait, dan komunikasi dan koordinasi langsung terhadap pejabat terkait dalam pelaksanaan audit. Setiap responden diminta untuk memberikan respon atas setiap pernyataan
tersebut. Skala yang tinggi mencerminkan pada kedudukan kelembagaan pada level yang tinggi, sebaliknya skor yang rendah mencerminkan kedudukan kelembagaan pada level yang rendah. 3.6.2.2 Konflik Peran Konflik peran dalam penelitian ini adalah gejala psikologis yang dialami oleh APIP yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Gejala psikologis inilah yang akan memengaruhi independensi dan objektivitas seorang auditor. Variabel konflik peran diukur dengan menggunakan tiga indikator yang meliputi inter-konflik peran (inter-role conflict), intra-konflik peran pengirim (intrasender role conflict), dan konflik peran pribadi (personal role conflict). Indikator ini diadopsi dari Ahmad dan Taylor (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Commitment to Independence by Internal Auditors: the Effects of Role Ambiguity and Role Conflict. 1.
Indikator Inter-konflik peran (inter-role conflict) Inter-konflik peran (inter-role conflict) adalah konflik peran yang bisa timbul karena
adanya
permintaan
peran
yang
terlalu
banyak
seperti
konflik/pertentangan yang dialami oleh auditor internal akibat adanya
48
perbedaan antara permintaan dari organisasi dengan aturan standar profesi audit internal. Indikator inter-role conflict meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai perbedaan standar etis antara auditee dengan auditor, kondisi praktik dan prosedur yang menyimpang dari standar APIP, dan pengabaian standar etika profesi APIP. Tiga item pertanyaan ini merupakan hasil modifikasi dari item-item pertanyaan Jamaluddin (2015). 2.
Indikator Intra-konflik peran pengirim (intra-sender role conflict) Intra-konflik peran pengirim (intra-sender role conflict) adalah konflik peran yang bisa timbul karena adanya dua jenis kegiatan yang dijalankan oleh APIP, yaitu assurance dan consulting. Indikator intra-sender role conflict meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai pelaksanaan tugas assurance dan consulting, keterlibatan dalam kegiatan/operasional
auditee,
dan
pelaksanaan
audit
terhadap
kolega/kerabat sendiri. Tiga item pertanyaan ini merupakan hasil modifikasi dari item-item pertanyaan Jamaluddin (2015). 3.
Indikator Konflik peran pribadi (personal role conflict) Konflik peran pribadi (personal role conflict) adalah konflik peran yang bisa timbul karena adanya pertentangan antara harapan manajemen dengan nilai-nilai auditor. Indikator personal role conflict meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik, tindakan tidak etis, dan perasaan sungkan dalam melakukan audit terhadap kolega/kerabat sendiri. Tiga item pertanyaan ini merupakan hasil modifikasi dari item-item pertanyaan Jamaluddin (2015).
49
Setiap responden diminta untuk memberikan respon atas setiap pernyataan. Skala yang tinggi mencerminkan konflik peran yang tinggi, sebaliknya skala yang rendah mencerminkan konflik peran yang rendah. 3.6.2.3 Audit Tenure Audit tenure dalam penelitian ini adalah lamanya hubungan antara auditor APIP dengan auditee. Dugaan awalnya adalah bahwa semakin lama hubungan ini, semakin tinggi ancaman terhadap independensi APIP. Namun ancaman ini dapat dicegah dengan melakukan mutasi bagi auditor APIP yang telah bekerja di unit kerja/bidang/bagian tertentu dalam waktu jangka tertentu dan/atau rotasi bagi auditor APIP yang telah melakukan tugas pengawasan terhadap satu objek pemeriksaan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Variabel audit tenure diukur dengan menggunakan dua indikator sebagai berikut. 1.
Indikator audit tenure sebagai ancaman terhadap independensi Indikator ini meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai hubungan yang lama antara auditor APIP dengan auditee dan komitmen auditor APIP untuk tetap independen walaupun memiliki hubungan yang lama dengan auditee. Ketiga item pertanyaan ini merupakan hasil modifikasi dari item-item pertanyaan Dahlan (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor dan Ahmad (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Auditor Independence in Malaysia: The Perceptions of Loan Officers and Profesional Investor
2.
Batasan masa audit dan implementasi mutasi/rotasi auditor Indikator ini meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai batasan penugasan audit terhadap auditee yang sama maksimal lima tahun dan implementasi mutasi/rotasi auditor untuk meningkatkan independensi APIP.
50
Ketiga item pertanyaan ini merupakan hasil modifikasi dari item-item pertanyaan Niah (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah dan Ahmad (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Auditor Independence in Malaysia: The Perceptions of Loan Officers and Profesional Investor. Setiap responden diminta untuk memberikan respon atas setiap pertanyaan. Skala yang tinggi mencerminkan audit tenure yang rendah, sebaliknya skor yang rendah mencerminkan audit tenure yang tinggi. 3.6.2.4 Independensi APIP Independensi APIP dalam penelitian ini adalah kondisi yang bebas dari pengaruh apapun dan tidak memihak kepada siapapun, yang mengancam objektivitas APIP dalam melaksanakan
tugas-tugas pengawasan intern.
Independensi ini dapat dicapai dengan syarat memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP dan posisi yang tepat sehingga bebas dari intervensi dan memeroleh dukungan yang memadai dari pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Variabel independensi APIP diukur dengan menggunakan dua indikator sebagai berikut. 1.
Posisi Auditor Indikator posisi auditor meliputi tiga item pertanyaan yaitu mengenai posisi auditor yang bebas dari intervensi, kesimpulan audit berdasarkan temuan dan tanggapan auditee, dan adanya dukungan dari pimpinan dalam pelaksanaan audit. Ketiga item pertanyaan ini merupakan hasil modifikasi dari item-item pertanyaan Jamaluddin (2015).
51
2.
Objektivitas Indikator objektivitas meliputi delapan item pertanyaan yaitu mengenai temuan telah sesuai dengan bukti-bukti yang ada, temuan telah dituangkan dalam laporan dan telah dilakukan pembahasan, kesimpulan terlah berdasarkan pertimbangan profesional, tetap melaporkan temuan walaupun ada permintaan dari auditee, tetap menjalankan prosedur audit walaupun auditee-nya masih kerabat sendiri, tetap melaporkan kesalahan pencatatan yang disengaja walaupun telah memeroleh fasilitas yang cukup baik dari auditee, memberi tahu atasan jika memiliki gangguan independensi, dan siap
menanggung
segala
risiko
termasuk
risiko
dimutasi
karena
mengungkapkan temuan apa adanya. Kedelapan item pertanyaan ini merupakan hasil modifikasi dari item-item pertanyaan Jamaluddin (2015). Setiap responden diminta untuk memberikan respon atas setiap pernyataan. Skala yang tinggi mencerminkan independensi APIP yang tinggi, sebaliknya skor yang rendah mencerminkan independensi APIP yang rendah. Secara ringkas, definisi operasional atas variabel penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut. Tabel 3.2 Variabel penelitian dan definisi operasional Variabel
Indikator
Item Pertanyaan 3
Kedudukan
Pertanggungjawaban APIP
Kelembagaan
Posisi Lembaga APIP
3
Hak Akses APIP
3
Inter-Konflik Peran (Inter-role Conflict)
3
Intra-Pengirim Konflik Peran (Intra-
3
Konflik Peran
sender role conflict) Konflik Peran Pribadi (Personal role Conflict)
3
52
Lanjutan Tabel 3.2 Variabel Audit Tenure
Indikator Audit Tenure Sebagai Ancaman
Item Pertanyaan 3
Terhadap Independensi Batasan Masa Audit dan Implementasi
3
Mutasi/rotasi Auditor Independensi APIP
Posisi Auditor
3
Objektivitas
8
3.7 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam mengukur variabel penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner penelitian ini didesain dengan mengacu kepada prinsipprinsip desain kuesioner menurut Sekaran (2003:238) yang tediri atas susunan kata, kategorisasi dan skala pengukuran, dan penampilan umum kuesioner. 3.7.1 Desain Instrumen Penelitian 3.7.1.1 Susunan Kata Kuesioner dalam penelitian ini bertujuan untuk memeroleh persepsi responden mengenai pengaruh dari faktor kedudukan kelembagaan, konflik peran, dan audit tenure terhadap independensi APIP untuk kemudian diukur sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, instrumen penelitian ini menggunakan tipe pertanyaan tertutup (closed question) dengan bentuk pertanyaan yang positif (positively worded question). Instrumen penelitian ini menggunakan form isian mengenai identitias responden yang meliputi jenis kelamin responden, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja di unit kerja terakhir, jabatan, dan peran responden dalam tim. Kolom
53
nama responden tidak disertakan supaya responden termotivasi dan tidak ragu untuk memberikan persepsi yang paling mencerminkan kondisi faktual. 3.7.1.2 Kategorisasi dan Pengukuran Pertanyaan-pertanyaan kuesioner penelitian ini dibagi menjadi empat kelompok pertanyaan berdasarkan empat variabel penelitian. Pertanyaan kuesioner ini mengindikasikan suatu indikator pengukuran variabel sebagaimana telah diuraikan pada subsubbab 3.6.2 Definisi Operasional. Skala pengukuran kuesioner ini menggunakan skala likert 1 – 5 poin sebagai berikut. 1.
Skala 1 mengindikasikan sangat tidak setuju.
2.
Skala 2 mengindikasikan tidak setuju.
3.
Skala 3 mengindikasikan netral.
4.
Skala 4 mengindikasikan setuju.
5.
Skala 5 mengindikasikan sangat setuju.
Skala ini digunakan untuk memeroleh derajat persepsi responden atas setiap pertanyaan yang tercermin dalam skala yang dipilih. 3.7.1.3 Penampilan Umum Kuesioner Kuesioner penelitian ini terdiri atas empat bagian yaitu bagian cover, permohonan pengisian kuesioner, formulir identitas responden, dan formulir isian kuesioner. Kuesioner penelitian ini dibagi menjadi dua unit yaitu untuk Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan dan untuk Inspektorat Daerah. Hal ini dilakukan agar setiap responden dari masing-masing APIP lebih mudah memahami maksud pertanyaan kuesioner.
54
3.7.2 Uji Pendahuluan (Pretesting) Penelitian ini melakukan uji pendahuluan (pretesting) terlebih dahulu terhadap konsep kuesioner sebelum disebar ke semua responden. Pengujian ini bertujuan untuk mengurangi bias dalam setiap pertanyaan dan untuk menghasilkan kuesioner yang andal dan valid. Pengujian ini dilakukan dengan meminta bantuan auditor APIP sejumlah 30 – 50 orang yang bukan merupakan responden penelitian namun memiliki karakteristik yang mirip dengan responden. 3.8 Analisis Data 3.8.1 Karakteristik Responden Penelitian ini sebelum deskripsi statistik akan menguraikan informasi umum mengenai responden yang terlibat dalam penelitian ini yang meliputi jenis kelamin responden, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja di unit kerja terakhir, jabatan, dan peran responden. Selain itu penelitian ini juga akan menguraikan rincian sebaran kuesioner berdasarkan kriteria responden dan batas minimal jumlah sampel yang ditetapkan. Rincian sebaran kuesioner tersebut meliputi total responden, kuesioner yang disebar, kuesioner yang kembali, kuesioner yang rusak/tidak lengkap, dan kuesioner yang digunakan. 3.8.2 Statistik Deskriptif Penelitian ini menggunakan model statistik deskriptif untuk menggambarkan data kuesioner yang siap digunakan tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum. Deksripsi statistik ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi jawaban responden dan rata-rata (mean) untuk setiap item pertanyaan, indikator, dan variabel. Deskripsi statistik tersebut kemudian dilakukan analisis deskriptif. Analisis deskriptif meliputi analisis atas hasil perhitungan distribusi statistik untuk
55
kemudian diinterpretasi mengacu pada interpretasi skor yang digunakan oleh Stemple, Jr. et al. (2004:34) sebagai berikut.
Tabel 3.3 Dasar interpretasi skor Nilai Skor
Interpretasi
1 – 1,8
Jelek/tidak penting/tidak tinggi
1,8 – 2,6
Kurang
2,6 – 3,4
Cukup
3,4 – 4,2
Bagus/penting/tinggi
4,2 – 5,0
Sangat bagus/sangat penting/sangat tinggi
Sumber: Stemple, Jr. et al. (2004).
3.8.3 Uji Kompetensi Data Uji kompetensi data dilakukan melalui dua pengujian, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui kompetensi data yang meliputi konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan. 3.8.3.1 Uji validitas Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi bivariate antara masingmasing skor item pertanyaan dengan total konstruknya melalui program IBM SPSS 23. Pengujian ini dihitung dengan tingkat signifikansi yang lazim digunakan dalam penelitian ilmu sosial yaitu 0,05. Hasil uji tersebut akan diinterpretasikan sebagai berikut. 1.
Membandingkan r hitung dengan r tabel Jika nilai r hitung (pearson correlation) lebih besar dari pada nilai r tabel maka item pertanyaan tersebut valid. Sebaliknya jika lebih kecil dari dari pada nilai r tabel maka item pertanyaan tersebut tidak valid.
56
2.
Menggunakan signifikansi Jika nilai signifikansinya berada di bawah 0,05 maka item pertanyaan tersebut valid. Sebaliknya jika berada di atas 0,05 maka item pertanyaan tersebut tidak valid.
3.8.3.2 Uji Reliabilitas Pengujian ini dilakukan dengan pengujian Cronbach‟s Alpha menggunakan prgram IBM SPSS 23. Ghozali (2013:48) dengan menggunakan kriteria Nunnaly et al. (1994) menyebutkan bahwa suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach‟s Alpha lebih besar dari 0,7 (C. Alpha > 0,70). 3.8.4 Uji Asumsi Klasik 3.8.4.1
Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan dengan analisis grafik yang andal untuk menguji normalitas data yaitu dengan melihat histogram dan normal probability plot. Histogram merupakan grafik yang membandingkan data observasi dengan distribusi
yang
mendekati
normal.
Sedangkan
normal
probability
plot
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Interpretasi analisis ini adalah sebagai berikut (Ghozali, 2013:156). 1. Jika titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2. Jika titik menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 3.8.4.2
Uji Multikolinearitas
Ghozali (2013:103) berpendapat bahwa model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Pengujian untuk mendeteksi
57
ada atau tidaknya korelasi antar variabel bebas di dalam model regresi dapat dilakukan dengan dilihat dari nilai toleran dan varian inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum digunakan adalah nilai toleran 0,10 atau sama dengan VIF di atas 10. Menurut Ghozali (2013:103), apabila nilai toleran lebih dari 0,10 atau nilai VIF kurang dari 10, dapat dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model dapat dipercaya dan objektif. 3.8.4.3
Uji Heteroskedastisitas
Ghozali (2013:134) berpendapat bahwa model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedatisitas. Pengujian untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan varian atau tidak dilakukan dengan melihat grafik plot antara prediksi nilai variabel terikat dengan residualnya. Apabila residual plot yang terjadi tidak menggambarkan pola tertentu yang sistematis, lebih bersifat acak dan berada diatas serta dibawah nol pada sumbu Y, maka persamaan regresi yang dipakai dalam penelitian ini dapat memenuhi asumsi homoskedastisitas atau tidak ada masalah heteroskedastisitas. 3.8.5 Analisis Regresi Linear Berganda Penelitian ini menggunakan metode statistik analisis regresi berganda (multiple regression). Metode ini dilakukan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel tetap (Ghozali, 2013:8). Hubungan antara variabel tetap dengan lebih dari satu variabel bebas dapat ditulis dalam persamaan linear sebagai berikut. Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e Keterangan: Y
=
independensi APIP
α
=
konstanta
β1 =
koefisien regresi kedudukan kelembagaan
β2 =
koefisien regresi konflik peran
58
β3 =
koefisien regresi audit tenure
X1 =
variabel kedudukan kelembagaan
X2 =
variabel konflik peran
X3 =
variabel audit tenure
e
variabel pengganggu
=
Sementara itu untuk menilai ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual penelitian ini akan dinilai goodnes of fit dengan mengukur nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t. 3.8.6 Koefisien determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi ini adalah antara nol dan satu (0 < R 2 < 1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel terikat sangat terbatas. Nilai yang hampir mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen (Ghozali, 2013:95). 3.8.7 Uji Signifikansi Keseluruhan Regresi (Uji Statistik F) Pengujian ini menggunakan statistik F dengan interpretasi pengambilan keputusan quick look. Jika nilai F lebih besar daripada 4 maka semua variabel bebas secara serentak dan signifikan memengaruhi variabel tetap (Ghozali, 2013: 96). 3.8.8 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Untuk mengukur seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel tetap dilakukan uji statistik t. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik t dengan nilai t tabel. Jika nilai statistik t hitung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai t tabel, maka suatu variabel bebas secara individual memengaruhi variabel tetap.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Data 4.1.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah auditor di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan,
Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, dan
Inspektorat Kota Makassar. Auditor dimaksud meliputi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintah di Daerah (P2UPD). Total responden adalah sebanyak 205 orang yang meliputi pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim sesuai dengan kriteria responden yang ditetapkan
sebelumnya.
Adapun
rincian
penyebaran
dan
pengembalian
kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Rincian penyebaran, pengembalian, dan penggunaan kuesioner Uraian
Rusak/Tidak Digunakan Lengkap
Responden
Disebar
Kembali
Kantor Perw. BPKP Prov. Sulsel
113
113
95
2
93
Pengendali Teknis
19
19
15
-
15
Ketua Tim
24
24
21
1
20
Anggota Tim
70
70
59
1
58
Inspektorat Prov. Sulawesi Selatan
69
39
30
2
28
Pengendali Teknis
41
21
16
-
16
Ketua Tim
26
16
12
1
11
Anggota Tim
2
2
2
1
1
Sumber: Hasil olah data (2016).
59
60
Lanjutan Tabel 4.1 Uraian
Rusak/Tidak Digunakan Lengkap
Responden
Disebar
Kembali
Inspektorat Kota Makassar
23
23
22
1
21
Pengendali Teknis
2
2
2
-
2
Ketua Tim
8
8
7
-
7
Anggota Tim
13
13
13
1
12
TOTAL
205
175
147
5
142
Tingkat pengembalian Tingkat pengembalian yang digunakan
85,37% 96,60%
Sumber: Hasil olah data (2016).
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa total kuesioner yang disebar adalah sebanyak 175 eksemplar, sedangkan kuesioner yang berhasil dikumpulkan kembali sebanyak 147 eksemplar atau 85,37% dari total kuesioner yang disebar. Dari 147 eksemplar kuesioner yang berhasil dikumpulkan, terdapat 5 kuesioner yang rusak atau tidak lengkap, sehingga total kuesioner yang layak untuk digunakan adalah sebanyak 142 eksemplar atau 69,27% dari total responden. 142 eksemplar kuesioner yang digunakan telah memenuhi batas minimal menurut formula Slovin yaitu minimal 136 kuesioner. Oleh karena itu kesimpulan dari hasil analisis data dapat mewakili populasi penelitian. Adapun karakteristik responden berdasarkan 142 kuesioner yang digunakan yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja di unit kerja terakhir, jabatan, dan peran responden, dapat diuraikan sebagai berikut. 1.
Jenis kelamin Distribusi jenis kelamin yang dijadikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
61
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden Frekuensi Jenis Kelamin
Orang
%
Pria
81
57
Wanita
61
43
Total
142
100
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23.
Tabell 5.2 menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin responden terbanyak adalah responden pria dengan frekuensi 81 orang atau 57%. Sedangkan responden wanita sebanyak 61 orang atau 43%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa seorang pria lebih diposisikan sebagai auditor, jabatan fungsional yang lebih membutuhkan keahlian yang tajam dan fokus dalam memeroleh bukti audit. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Wajda dan Hu (2004) yang menyimpulkan bahwa pria cenderung lebih selektif dalam memeroleh informasi. 2.
Usia Distribusi usia responden dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu 20-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Distribusi usia responden dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.3 Distribusi frekuensi usia responden Usia
Frekuensi Orang
%
20-30 tahun
31
21,8
31-40 tahun
46
32,4
41-50 tahun
25
17,6
> 50 tahun
40
28,2
Total
142
100
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
62
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa distribusi jenis usia responden cenderung merata dengan usia responden terbanyak pertama dan kedua masingmasiong adalah responden pada kelompok usia 31-40 tahun dan usia lebih dari 50 tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa responden sudah cukup matang dalam melaksanakan kegiatan pengawasan intern. Hal ini selaras dengan penelitian Widiarta (2013:116) yang menyimpulkan bahwa umur auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 3.
Pendidikan terakhir Distribusi pendidikan terakhir responden dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu DIII, S1/DIV, S2, dan S3. Distribusi frekuensi pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pendidikan terakhir responden Frekuensi Pendidikan Terakhir
Orang
%
DIII
23
16,2
S1/DIV
89
62,7
S2
29
20,4
S3
1
0,7
Total
142
100
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa distribusi pendidikan terakhir responden didominasi oleh tingkat pendidikan terakhir S1/DIV dengan frekuensi 46 orang atau 62,7%. Selanjutnya adalah 20,4% berlatar belakang S2, 16,2% berlatar belakang DIII, dan 0,7% berlatar belakang S3. Kondisi ini mengindikasikan bahwa aspek pendidikan auditor sudah cukup baik. Selaras dengan penelitian Pebryanto (2013:64) yang menyimpulkan
63
bahwa tingkat pendidikan formal berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, auditor dengan tingkat pendidikan yang didominasi S1 diharapkan dapat melaksanakan tugas-tugas pengawasan intern dengan baik. 4.
Lama bekerja di unit kerja terakhir Distribusi lama bekerja responden di unit kerja terakhir dalam penelitian dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu kurang dari setahun, 1-3 tahun, 3-5 tahun, dan lebih dari 5 tahun. Distribusi lama bekerja responden dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5 Distribusi lama bekerja responden di unit kerja terakhir Lama Bekerja Responden di Unit Kerja Terakhir
Frekuensi Orang
%
< 1 tahun
-
0
1-3 tahun
17
12
3-5 tahun
21
14,8
> 5 tahun
104
73,2
Total
142
100
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi lama bekerja responden didominasi oleh responden dengan lama bekerja lebih dari 5 tahun di unit kerja terakhir dengan frekuensi sebanyak 104 responden atau 73,2% dari total responden. Kondisi ini mengindikasikan bahwa responden sudah cukup matang dalam hal teknis melaksanakan tugas-tugas pengawasan intern. Selain itu dengan lama bekerja di unit kerja terakhir lebih dari lima tahun, diharapkan responden dapat lebih memahami proses bisnis auditee di wilayah unit kerja sehingga dapat lebih mudah melaksanakan tugas-tugas pengawasan intern.
64
5.
Jabatan Distribusi frekuensi jabatan responden dalam penelitian dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok jabatan auditor (JFA) dan jabatan P2UPD. Distribusi frekuensi jabatan responden dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi jabatan responden
Jabatan
Frekuensi Orang
%
Auditor
133
93,7
P2UPD
9
6,3
Total
142
100
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa distribusi jabatan responden didominasi oleh jabatan fungsional auditor (JFA) dengan frekuensi sebanyak 133 responden atau 93,7% dari total responden. Sedangkan responden dengan jabatan P2UPD hanya sebanyak 9 responden atau 6,3% dari total responden. Kondisi
tersebut
mengindikasikan
bahwa
pelaksanaan
tugas-tugas
pengawasan intern lebih banyak diserahkan kepada auditor. P2UPD sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan intern hanya terbatas pada aspek nonkeuangan atas urusan pemerintahan daerah. 6.
Peran Distribusi frekuensi peran responden dalam penelitian dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu pengendali mutu, pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim. Distribusi frekuensi peran responden dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.
65
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi peran responden Peran
Frekuensi Orang
%
Pengendali Mutu
-
-
Pengendali Teknis
32
22,5
Ketua Tim
39
27,5
Anggota Tim
71
50
Total
142
100
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi peran responden didominasi oleh responden dengan peran sebagai anggota tim dengan frekuensi sebanyak 71 responden atau 50% dari total responden. Sedangkan responden dengan peran sebagai pengendali teknis dan ketua tim terdistribusi masing-masing sebesar 32 dan 39 responden atau 22,5% dan 27,% dari total responden. Kondisi ini mengindikasikan bahwa komposisi auditor khususnya antara ketua tim dengan anggota dalam sebuah tim adalah normal, dalam hal ini satu orang ketua tim didukung dengan dua orang anggota tim. Dengan komposisi seperti ini diharapkan sebuah tim akan mampu melaksanakan tugas-tugas pengawasan intern dengan baik. 4.1.2 Statistik Deskriptif Penelitian
ini menggunakan
empat
variabel yang
meliputi variabel
kedudukan kelembagaan (X1), konflik peran (X2), audit tenure (X3), dan variabel independensi APIP (Y). Adapun deskripsi statistik setiap variabel diuraikan sebagai berikut. 1.
Deskripsi Variabel Kedudukan Kelembagaan (X1) Variabel kedudukan kelembagaan dideskripsikan melalui tiga indikator dan sembilan item pertanyaan. Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap setiap item pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.
66
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel kedudukan kelembagaan (X1) STS Ind X11
X12
X13
TS
N
S
SS
Mean
Item F
%
F
%
F
%
F
%
F
%
Item Ind Var
Q1
-
-
4
2,8
-
-
76
53,5
62
43,7
4,38 4,34 4,19
Q2
-
-
-
-
9
6,3
79
55,6
54
38,0
4,32
Q3
1
0,7
-
-
5
3,5
82
57,7
54
38,0
4,33
Q4
-
-
2
1,4
13
9,2
89
62,7
38
26,8
4,15 4,22
Q5
-
-
2
1,4
5
3,5
83
58,5
52
36,6
4,30
Q6
-
-
1
0,7
7
4,9
97
68,3
37
26,1
4,20
Q7
-
-
5
3,5
33
23,2 82
57,7
22
15,5
3,85 4,00
Q8
-
-
3
2,1
12
8,5 102 71,8
25
17,6
4,05
Q9
-
-
2
1,4
10
7,0 102 71,8
28
19,7
4,10
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.8 menunjukkan nilai rata-rata untuk ketiga indikator yaitu X11, X12, dan X13 masing-masing sebesar 4,34, 4,22, dan 4,00. Sedangkan nilai ratarata variabel kedudukan kelembagaan (X1) adalah sebesar 4,19. Dengan mengacu kepada interpretasi skor yang digunakan oleh Stemple et al. (2004) (lihat tabel 3.3 Dasar Interpretasi Skor), interpretasi variabel dan ketiga indikatornya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9 Interpretasi skor variabel kedudukan kelembagaan (X1) dan ketiga indikatornya Variabel dan Indikator
Mean
Interpretasi
Variabel Kedudukan Kelembagaan (X1)
4,19
Tinggi
Indikator Pertanggungjawaban APIP (X1 1)
4,34
Sangat Tinggi
Indikator Posisi Lembaga APIP (X1 2)
4,22
Sangat Tinggi
Indikator Hak Akses APIP (X1 3)
4,00
Tinggi
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
67
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa variabel kedudukan kelembagaan (X1) diinterpretasikan tinggi oleh responden dengan skor 4,19. Hal ini mengindikasikan bahwa kedudukan kelembagaan APIP telah berada pada posisi yang mampu mendukung independensinya. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa indikator pertanggungjawaban APIP (X11) dinilai sangat tinggi oleh responden. Artinya responden menilai bahwa pimpinan
APIP
telah
mampu
bertanggung
jawab,
berkoordinasi,
berkomunikasi, dan memberikan laporan yang strategic dan komprehensif kepada atasan pimpinan APIP. Indikator posisi lembaga APIP (X12) juga dinilai sangat tinggi oleh responden. Artinya responden menilai bahwa posisi lembaganya telah bebas dari intervensi pihak lain, didukung sepenuhnya oleh atasan pimpinan APIP, dan mampu menjalin kerja sama yang baik dengan auditee dalam pelaksanaan pengawasan intern. Sedangkan indikator hak akses APIP (X1 3) diinterpretasikan tinggi oleh responden. Artinya responden menilai bahwa tim audit mampu mengakses informasi, memeroleh keterangan, dan berkoordinasi dengan pejabat terkait dalam pelaksanaan audit. Dari ketiga indikator, yang tertinggi adalah indikator pertanggungjawaban APIP (X11) dengan skor 4,34, sedangkan yang terendah adalah indikator hak akses APIP (X13) dengan skor 4,00. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pertanggungjawaban APIP adalah faktor yang paling dianggap paling penting oleh responden untuk membentuk sebuah variabel kedudukan kelembagaan APIP. Hal ini adalah wajar. Selaras dengan pendapat Agoes (2013:209) yang menyatakan bahwa kedudukan internal audit department (IAD) adalah
68
kepada siapa IAD bertanggung jawab, responden dalam menggambarkan sebuah kedudukan lembaga cenderung akan melihat seberapa tinggi rentang pertanggungjawaban pimpinan APIP kepada atasannya. 2.
Deskripsi Variabel Konflik Peran (X2) Variabel konflik peran (X2) dideskripsikan melalui tiga indikator dan sembilan item pertanyaan. Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap setiap item pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel konflik peran (X2) STS Ind X21
X22
X23
TS
N
S
SS
Mean
Item %
F
%
Item Ind Var
30,3 50
35,2
3
2,1
3,05 2,31 2,51
17
12,0
9
6,3
1
0,7
2,11
56,3
5
3,5
5
3,5
1
0,7
1,77
48
33,8
38
26,8 45
31,7
4
2,8
2,94 2,97
5,6
50
35,2
29
20,4 52
36,6
3
2,1
2,94
10
7,0
45
31,7
23
16,2 57
40,1
7
4,9
3,04
Q16
26
18,3
90
63,4
9
6,3
17
12,0
-
-
Q17
32
22,5
85
59,9
9
6,3
15
10,6
1
0,7
2,07
Q18
13
9,2
70
49,3
29
20,4 27
19,0
3
2,1
2,56
F
%
F
%
F
Q10
3
2,1
43
30,3
43
Q11
22
15,5
93
65,5
Q12
51
35,9
80
Q13
7
4,9
Q14
8
Q15
%
F
2,12 2,25
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.10 menunjukkan nilai rata-rata untuk ketiga indikator yaitu X21, X22, dan X23 masing-masing sebesar 2,31, 2,97, dan 2,25. Sedangkan nilai ratarata variabel konflik peran (X2) adalah sebesar 2,51. Dengan mengacu kepada interpretasi skor yang digunakan oleh Stemple et al. (2004), interpretasi variabel dan ketiga indikatornya dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini.
69
Tabel 4.11 Interpretasi skor variabel konflik peran indikatornya Variabel dan Indikator
(X2) dan
ketiga
Mean
Interpretasi
Variabel konflik peran (X2)
2,51
Rendah
Indikator inter-role conflict (X21)
2,31
Rendah
Indikator intra-sender role conflict (X22)
2,97
Cukup
Indikator personal role conflict (X23)
2,25
Rendah
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa variabel konflik peran (X2) dinilai rendah oleh responden dengan skor 2,51. Hal ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan konflik peran yang dialami oleh APIP adalah rendah. Tabel 4.11 menunjukkan bahwa indikator inter-role conflict (X21) dinilai rendah oleh responden. Artinya responden menilai bahwa hampir tidak ada konflik/pertentangan yang dialaminya akibat adanya perbedaan antara permintaan dari organisasi dengan aturan standar profesi audit internal. Indikator intra-sender role conflict (X22) dinilai cukup oleh responden. Artinya responden menilai bahwa terjadinya konflik/pertentangan yang dialaminya akibat dua jenis kegiatan yang dijalankannya (assurance dan consulting) masih dikatakan sedang. Indikator personal role conflict (X33) dinilai rendah oleh responden. Artinya responden menilai bahwa hampir tidak ada konflik/pertentangan yang dialaminya yang berkaitan dengan nilai-nilai individu auditor internal adalah rendah. Dari ketiga indikator, yang tertinggi adalah indikator intra-sender role conflict (X22) dengan skor 2,9, sedangkan yang terendah adalah indikator personal role conflict (X23) dengan skor 2,25. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
70
konflik peran personal adalah faktor yang dianggap paling penting oleh responden untuk membentuk sebuah variabel konflik peran. 3.
Deskripsi Variabel Audit Tenure (X3) Variabel audit tenure (X3) dideskripsikan melalui dua indikator dan enam item
pertanyaan.
Skor
jawaban
responden
atas
seluruh
item-item
pertanyaan dari variabel ini akan dikodekan terbalik (reverse coding) sebelum diolah lebih lanjut. Distribusi frekuensi jawaban responden sebelum dilakukan reverse coding dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini.
Tabel 4.12 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel audit tenure (X3) sebelum dilakukan reverse coding STS Ind X31
X32
TS
N
S
SS
Mean
Item F
%
F
%
F
%
F
%
F
%
Item Ind Var
Q19
12
8,5
88
62,0
14
9,9
25
17,6
3
2,1
2,43 3,1 3,37
Q20
5
3,5
66
46,5
29
20,4 35
24,6
7
4,9
2,81
Q21
-
-
9
6,3
7
4,9
92
64,8
34
23,9 4,06
Q22
3
2,1
46
32,4
22
15,5 63
44,4
8
5,6
Q23
-
-
5
3,5
30
21,1 86
60,6
21
14,8 3,87
Q24
-
-
6
4,2
27
19,0 86
60,6
23
16,2 3,89
3,19 3,65
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.12 menunjukkan nilai rata-rata untuk kedua indikator yaitu X31, dan X32, masing-masing sebesar 3,1 dan 3,65. Sedangkan nilai rata-rata variabel audit tenure (X3) adalah sebesar 3,37. Dengan mengacu kepada interpretasi skor yang digunakan oleh Stemple et al. (2004), interpretasi variabel dan kedua indikatornya dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut ini.
71
Tabel 4.13 Interpretasi skor variabel X2 dan kedua indikatornya sebelum dilakukan reverse coding Variabel dan Indikator
Mean
Interpretasi
Variabel audit tenure
3,37
Cukup
Indikator audit tenure sebagai ancaman terhadap independensi
3,10
Cukup
Indikator batasan masa audit dan mutasi/rotasi auditor
3,65
Tinggi
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa variabel audite tenure (X3) diinterpretasikan cukup oleh responden dengan skor 3,37. Hal ini mengindikasikan bahwa lamanya hubungan antara auditor dengan auditee berada pada rentang waktu yang cukup atau tidak terlalu lama. Tabel 4.13 juga menunjukkan bahwa indikator audit tenure sebagai ancaman terhadap independensi (X31) dinilai cukup oleh responden. Artinya responden menilai bahwa audit tenure sebagai ancaman terhadap independensi berada pada tingkat yang sedang. Indikator Indikator batasan masa audit dan mutasi/rotasi auditor (X32) diinterpretasikan tinggi oleh responden. Artinya responden menilai bahwa batasan
masa
audit
dan
implementasi
mutasi/rotasi
auditor
akan
meningkatkan independensi auditor. Adapun distribusi frekuensi jawaban responden dan interpretasinya setelah dilakukan reverse coding dapat dilihat pada tabel 4.14 dan tabel 4.15 berikut. Tabel 4.14 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel audit tenure (X3) setelah dilakukan reverse coding STS Ind X31
TS
N
S
SS
Mean
Item Q19R
F
%
F
%
F
%
F
%
F
%
Item Ind Var
3
2,1
25
17,6
14
9,9
88
62,0
12
8,5
3,57 2,90 2,63
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
72
Lanjutan Tabel 4.14 STS Ind
N
S
SS
Mean
%
F
%
Item Ind Var
20,4 66
46,5
5
3,5
3,19
7
4,9
9
6,3
-
-
1,94
44,4
22
15,5 46
32,4
3
2,1
86
60,6
30
21,1
5
3,5
-
-
2,13
86
60,6
27
19,0
6
4,2
-
-
2,11
F
%
F
%
F
7
4,9
35
24,6
29
Q21R 34
23,9
92
64,
Q22R
8
5,6
63
Q23R 21
14,8
Q24R 23
16,2
Q20R
X32
TS
Item %
F
2,81 2,35
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.15 Interpretasi skor variabel X2 dan kedua indikatornya setelah dilakukan reverse coding Variabel dan Indikator
Mean
Interpretasi
Variabel audit tenure
2,63
Cukup
Indikator audit tenure sebagai ancaman terhadap independensi
2,90
Cukup
Indikator batasan masa audit dan mutasi/rotasi auditor
2,35
Kurang
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
4.
Deskripsi Variabel Independensi APIP (Y) Variabel independensi APIP (Y) dideskripsikan melalui dua indikator dan sebelas item pertanyaan. Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap setiap item pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut ini.
Tabel 4.16 Distribusi frekuensi jawaban independensi APIP (Y) STS Ind Y1
TS
responden
pada
S
SS
N
variabel
Mean
Item %
F
%
%
F
%
F
Q25
-
-
4
2,8
17
12,0 102 71,8
19
13,4 3,96 4,10 4,14
Q26
-
-
2
1,4
3
2,1 113 79,6
24
16,9 4,12
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
F
%
Item Ind Var
F
73
Lanjutan Tabel 4.16 STS Ind
Y2
TS
N
S
SS
Mean
Item F
%
F
%
F
%
Q27
-
-
2
1,4
-
-
Q28
-
-
-
-
Q29
-
-
-
Q30
-
-
Q31
-
Q32
F
%
F
%
Item Ind Var
104 73,2
36
25,4 4,23
2
1,4 104 73,2
36
25,4 4,24 4,18
-
4
2,8
67,6
42
29,6 4,27
-
-
3
2,1 104 73,2
35
24,6 4,23
-
3
2,1
7
4,9
69,0
34
23,9 4,15
-
-
1
0,7
6
4,2 107 75,4
28
19,7 4,14
Q33
1
0,7
-
-
2
1,4 108 76,1
31
21,8 4,18
Q34
-
-
2
1,4
6
4,2 101 71,1
33
23,2 4,16
Q35
-
-
2
1,4
11
7,7
31
21,8 4,11
96
98
98
69,0
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.16 menunjukkan nilai rata-rata untuk kedua indikator yaitu Y1 dan Y2, masing-masing sebesar 4,10 dan 4,18. Sedangkan nilai rata-rata variabel independensi APIP (Y) adalah sebesar 4,14. Dengan mengacu kepada interpretasi skor yang digunakan oleh Stemple et al. (2004), interpretasi variabel dan kedua indikatornya dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini.
Tabel 4.17 Interpretasi skor variabel independensi APIP (Y) dan kedua indikatornya Variabel dan Indikator
Mean
Interpretasi
Variabel independensi APIP (Y)
4,14
Tinggi
Indikator posisi auditor (Y1)
4,10
Tinggi
Indikator objektivitas (Y2)
4,18
Tinggi
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa variabel independensi APIP (Y) dinilai tinggi oleh responden. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan kondisi kedudukan
74
kelembagaan yang tinggi, konflik peran yang rendah, dan audit tenure yang cukup, secara keseluruhan APIP mampu menjaga independensi dan objektivitasnya. Tabel 4.17 juga menunjukkan bahwa indikator posisi auditor (Y1) dinilai tinggi oleh responden. Artinya responden menilai bahwa posisi auditor telah bebas dari intervensi pihak manapun dan didukung oleh pimpinan APIP. Indikator Objektivitas (Y2) juga dinilai tinggi oleh responden. Artinya responden menilai bahwa APIP telah objektif dalam menjalankan tugasnya. 4.1.3 Hasil Uji Kompetensi Data (Validitas dan Reliabilitas) Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi bivariate antara masingmasing skor item pertanyaan dengan total konstruknya. Sedangkan pengujian reliabilitas dilakukan dengan uji Cronbach’s Alpha. Pengujian keduanya dilakukan melalui program IBM SPSS 23. Hasil uji kompetensi data (validitas dan reliabilitas) instrumen pada keempat variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Hasil
Uji
Validitas
dan
Reliabilitas
terhadap
Variabel
Kedudukan
Kelembagaan (X1) Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap item-item variabel kedudukan kelembagaan (X1) dapat dilihat pada tabel 4.16 sebagai berikut.
Tabel 4.18 Hasil uji validitas kelembagaan (X1)
dan
reliabilitas
variabel
Validitas Var
X1
Item
kedudukan
Reliabilitas
Pearson Correlation
Sig
r Table
Ket
Cronbach‟s Alpha
Ket
Q1
0,618
0,000
0,164
Valid
0,893
Reliabel
Q2
0,752
0,000
0,164
Valid
Q3
0,718
0,000
0,164
Valid
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
75
Lanjutan Tabel 4.18 Validitas Var
Item
Reliabilitas
Pearson Correlation
Sig
r Table
Ket
Cronbach‟s Alpha
Q4
0,784
0,000
0,164
Valid
Q5
0,773
0,000
0,164
Valid
Q6
0,778
0,000
0,164
Valid
Q7
0,747
0,000
0,164
Valid
Q8
0,737
0,000
0,164
Valid
Q9
0,732
0,000
0,164
Valid
Ket
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Dari tabel 4.18 dapat dilihat bahwa nilai r hitung (pearson correlation) pada seluruh item pertanyaan lebih besar dibanding nilai r tabel (df = 140; tingkat signifikansi 0,05). Kemudian nilai p-value (Sig) untuk semua item pertanyaan juga lebih kecil dari 0,05 pada tingkat signifikansi 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan valid untuk digunakan sebagai alat pengukur kedudukan kelembagaan. Sedangkan
hasil
uji
reliabilitas
instrumen
variabel
konflik
peran
menghasilkan koefisien Cronbach‟s Alpha sebesar 0,893. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa instrumen variabel ini reliabel (dapat diandalkan). 2.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas terhadap Variabel Konflik Peran (X2) Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap item-item variabel konflik peran (X2) dapat dilihat pada tabel 4.19 sebagai berikut. Tabel 4.19 Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel konflik peran (X2) Validitas Var
X2
Item
Q10
Reliabilitas
Pearson Correlation
Sig
r Table
Ket
Cronbach‟s Alpha
Ket
0,371
0,000
0,164
Valid
0,861
Reliabel
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
76
Lanjutan Tabel 4.19 Validitas Var
Item
Reliabilitas
Pearson Correlation
Sig
r Table
Ket
Cronbach‟s Alpha
Q11
0,671
0,000
0,164
Valid
Q12
0,642
0,000
0,164
Valid
Q13
0,732
0,000
0,164
Valid
Q14
0,775
0,000
0,164
Valid
Q15
0,745
0,000
0,164
Valid
Q16
0,801
0,000
0,164
Valid
Q17
0,805
0,000
0,164
Valid
Q18
0,675
0,000
0,164
Valid
Ket
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa nilai r hitung (pearson correlation) pada seluruh item pertanyaan lebih besar dibanding nilai r tabel (df = 140; tingkat signifikansi 0,05). Kemudian nilai p-value (Sig) untuk semua item pertanyaan juga lebih kecil dari 0,05 pada tingkat signifikansi 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan valid untuk digunakan sebagai alat pengukur konflik peran. Sedangkan
hasil
uji
reliabilitas
instrumen
variabel
konflik
peran
menghasilkan koefisien Cronbach‟s Alpha sebesar 0,861. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa instrumen variabel ini reliabel (dapat diandalkan) sebagai alat pengukur konflik peran. 3.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas terhadap Variabel Audit Tenure (X3) Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap item-item variabel audit tenure (X3) dapat dilihat pada tabel 4.20 sebagai berikut.
77
Tabel 4.20 Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel audit tenure (X3) Validitas
Reliabilitas
Var
Item
Pearson Correlation
Sig
r Table
Ket
Cronbach‟s Alpha
Ket
X3
Q19R
0,670
0,000
0,164
Valid
0,700
Reliabel
Q20R
0,689
0,000
0,164
Valid
Q21R
0,433
0,000
0,164
Valid
Q22R
0,681
0,000
0,164
Valid
Q23R
0,649
0,000
0,164
Valid
Q24R
0,687
0,000
0,164
Valid
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Dari tabel 4.20 dapat dilihat bahwa nilai r hitung (pearson correlation) pada seluruh item pertanyaan lebih besar dibanding nilai r tabel (df = 140; tingkat signifikansi 0,05). Kemudian nilai p-value (Sig) untuk semua item pertanyaan juga lebih kecil dari 0,05 pada tingkat signifikansi 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan valid untuk digunakan sebagai alat pengukur audit tenure. Sedangkan hasil uji reliabilitas instrumen variabel audit tenure menghasilkan koefisien Cronbach‟s Alpha sebesar 0,700. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa instrumen variabel ini reliabel (dapat diandalkan) sebagai alat pengukur audit tenure. 4.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas terhadap Variabel Independensi APIP (Y) Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap item-item variabel independensi APIP (Y) dapat dilihat pada tabel 4.21 sebagai berikut.
78
Tabel 4.21 Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel independensi APIP (Y) Validitas Var
Y
Item
Reliabilitas
Pearson Correlation
Sig
r Table
Ket
Cronbach‟s Alpha
Ket
Q25
0,624
0,000
0,164
Valid
0,925
Reliabel
Q26
0,745
0,000
0,164
Valid
Q27
0,801
0,000
0,164
Valid
Q28
0,859
0,000
0,164
Valid
Q29
0,818
0,000
0,164
Valid
Q30
0,834
0,000
0,164
Valid
Q31
0,719
0,000
0,164
Valid
Q32
0,749
0,000
0,164
Valid
Q33
0,779
0,000
0,164
Valid
Q34
0,712
0,000
0,164
Valid
Q35
0,762
0,000
0,164
Valid
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Dari tabel 4.21 dapat dilihat bahwa nilai r hitung (pearson correlation) pada seluruh item pertanyaan lebih besar dibanding nilai r tabel (df = 140; tingkat signifikansi 0,05). Kemudian nilai p-value (Sig) untuk semua item pertanyaan juga lebih kecil dari 0,05 pada tingkat signifikansi 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan valid untuk digunakan sebagai alat pengukur independensi APIP. Sedangkan hasil uji reliabilitas instrumen variabel independensi APIP menghasilkan koefisien Cronbach‟s Alpha sebesar 0,925. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa instrumen variabel ini reliabel (dapat diandalkan) sebagai alat pengukur independensi APIP.
79
4.1.4 Hasil Uji Asumsi Klasik 4.1.4.1 Hasil Uji Normalitas Hasil uji normalitas dapat dilihat dengan analisis grafik histogram pada gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Hasil uji normalitas dengan analisis grafik histogram Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Grafik histogram pada gambar 4.1 telah menunjukkan pola distribusi yang normal, sehingga model regresinya telah memenuhi asumsi normalitas. Selain dengan grafik histogram, hasil uji normalitas juga dapat dilihat dengan metode analisis probability plot pada gambar 4.2 berikut ini.
80
Gambar 4.2 Hasil uji normalitas analisis probability plot Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Probability plot pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal, sehingga model regresinya telah memenuhi asumsi normalitas. 4.1.4.2 Hasil Uji Multikolinearitas Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai koefisien tolerance dan variance inflation factor (VIF) pada tabel 4.20 berikut ini.
Tabel 4.22 Nilai koefisien tolerance dan variance inflation factor (VIF)
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
81
Pada tabel 4.22 dapat dilihat bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 sehingga tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi ini. 4.1.4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan analisis grafik plot pada gambar 4.3 berikut ini.
Gambar 4.3 Hasil uji heteroskedastisitas dengan analisis grafik plot Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu Y, serta tersebar baik di
82
sebelah kiri maupun kanan angka 0 sumbu X. Oleh karena itu dapat simpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi ini layak dipakai untuk mengukur variabel independensi APIP berdasarkan pengaruh dari variabel kedudukan kelembagaan, konflik peran, dan audit tenure. 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis 4.2.1 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Hasil uji hipotesis dengan analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel 4.23 berikut ini.
Tabel 4.23 Hasil analisis regresi linear berganda
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.23 menunjukkan nilai koefisien regresi untuk masing-masing variabel sebagai berikut: bilangan konstanta (α)
=
2,951
bilangan regresi kedudukan kelembagaan (β1)
=
0,461
bilangan regresi koefisien regresi konflik peran (β2)
=
-0,111
bilangan regresi koefisien audite tenure (β3)
=
-0,167
Sehingga dari hasil tersebut dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = 2,951 + 0,461X1 - 0,111X2 - 0,167X3 Dapat dilihat dari persamaan tersebut bahwa nilai konstanta α adalah sebesar 2,951 yang artinya jika nilai semua variabel bebas (X) sebesar nol maka
83
independensi APIP akan bernilai 2,951. Sedangkan nilai β menunjukkan besarnya perubahan variabel tetap (Y) jika variabel bebas (X) berubah sebesar satu satuan. Tabel 4.23 juga menunjukkan bahwa koefisien variabel kedudukan kelembagaan (X1) bernilai positif, yang artinya variabel tersebut berpengaruh positif terhadap variabel independensi APIP (Y). Sedangkan koefisien variabel konflik peran (X2) dan audit tenure (X3) bernilai negatif, yang artinya kedua variabel tersebut
masing-masing
berpengaruh
negatif
terhadap
variabel
independensi APIP (Y). Tabel 4.23 juga menunjukkan nilai probabilitas signifikansi kurang dari 0,05 untuk semua variabel bebas (X), yang mengindikasikan bahwa koefisien regresi semua variabel signifikan. Artinya perubahan setiap variabel bebas (X) akan memengaruhi perubahan variabel tetap (Y) secara signifikan. 4.2.2 Hasil Koefisien determinasi (R2) Hasil pengujian koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel 4.22 berikut ini. Tabel 4.24 Hasil pengujian koefisien determinasi (R2)
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.24 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R 2) sebesar 0,385. Hasil ini mengindikasikan bahwa 38,5% variasi independensi APIP (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel bebas (X) yaitu kedudukan
84
kelembagaan (X1), konflik peran (X2), dan audit tenure (X3). Sedangkan sisanya sebesar 61,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model regresi ini. Tabel 4.24 juga menunjukkan nilai standard error of estimate (SEE) sebesar 0,31260. Nilai SEE tersebut masih lebih kecil dari nilai standar deviasi variabel independensi APIP (Y) sebesar 0,39871. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel kedudukan kelembagaan, konflik peran, dan audit tenure lebih tepat dalam memrediksi variabel independensi APIP. 4.2.3 Hasil Uji Signifikansi Keseluruhan Regresi (Uji Statistik F) Hasil uji signifikansi keseluruhan regresi (uji statistik F) dapat dilihat pada tabel 4.25 berikut ini.
Tabel 4.25 Hasil uji signifikasin keseluruhan regresi (uji statistik F)
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Tabel 4.25 menunjukkan bahwa nilai uji statistik F sebesar 30,464 (lebih besar daripada 4) dengan signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model regresi ini dapat digunakan untuk memrediksi
independensi
APIP.
Dengan
kata
lain
variabel
kedudukan
kelembagaan (X1), konflik peran (X2), dan audit tenure (X3) secara simultan berpengaruh terhadap variabel independensi APIP (Y). 4.2.4 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Hasil uji signifikansi parameter individual (uji statistik t) dapat dilihat pada tabel 4.26 berikut ini.
85
Tabel 4.26 Hasil uji signifikansi parameter individual (uji statistik t)
Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
Dari tabel 4.26 di atas pengujian hipotesis dapat diuraikan sebagai berikut. 1.
H1: Kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Tabel 4.26 menunjukkan bahwa nilai t sebesar 7,377 lebih besar dibanding nilai t tabel 1,977304 (df = 138; tingkat signifikansi 0,05) dengan signifikansi 0,000 lebih rendah dari 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa H1 diterima.
2.
H2: Konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Tabel 4.26 menunjukkan bahwa nilai t sebesar -2,410 lebih besar dibanding nilai t tabel 1,977304 (df = 138; tingkat signifikansi 0,05) dengan signifikansi 0,017 lebih rendah dari 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa H2 diterima.
3.
H3: Audit tenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Tabel 4.26 menunjukkan bahwa nilai t sebesar -3,270 lebih besar dibanding nilai t tabel 1,977304 (df = 138; tingkat signifikansi 0,05) dengan signifikansi 0,000 lebih rendah dari 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel audit
86
ivtenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa H3 diterima.
Ringkasan hasil pengujian terhadap tiga hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.27 berikut ini.
Tabel 4.27 Ringkasan hasil pengujian hipotesis Hipotesis
Hasil Uji
H1
Kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP
Diterima
H2
Konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi APIP
Diterima
H3
Audit tenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP
Diterima
Sumber: hasil olah data (2016)
Ringkasan hasil pengujian hipotesis tersebut juga dapat digambarkan pada gambar 4.4 berikut ini.
Gambar 4.4 Hasil pengujian hipotesis Sumber: Hasil olah data (2016) melalui program IBM SPSS 23
87
4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pembahasan hasil pengujian hipotesis berdasarkan tujuan penelitian dapat diuraikan berikut ini. 4.3.1
Pengaruh Kedudukan Kelembagaan terhadap Independensi APIP
Hasil analisis menunjukkan bahwa kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Hal ini mengindikasikan bahwa kedudukan kelembagaan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi penting dalam menentukan tingkat independensi APIP. Semakin tinggi kedudukan kelembagaannya maka semakin tinggi pula independensi APIP. Sebaliknya semakin rendah kedudukan kelembagaannya maka semakin rendah pula independensi APIP. Hasil ini sekaligus menerima hipotesis 1 (H1) yang menyatakan bahwa kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Hasil ini sejalan dengan konsep independensi auditor internal menurut the Institute of Internal Auditors (IIA). IIA menyebutkan bahwa kepala audit internal harus bertanggung
jawab
kepada
suatu
level dalam organisasi yang
memungkinkan aktivitas audit internal dapat melaksanakan tanggung jawabnya (International Standards for The Professional Practice of Internal Auditing, 2012:4). Hasil ini juga sejalan dengan pendapat Agoes (2013:209) yang menyatakan bahwa independensi internal auditor antara lain tergantung pada kedudukan internal audit department (IAD) dalam organisasi perusahaan, maksudnya kepada siapa IAD bertanggung jawab, dan apakah IAD dilibatkan dalam kegiatan operasional.
88
Hasil ini sekaligus sebagai usulan untuk memodifikasi suatu konsep independensi auditor internal pemerintah, bahwa untuk mencapai tingkat independensi yang memadai kriteria yang harus dicapai adalah sebagai berikut. 1.
Pimpinan APIP bertanggung jawab langsung, mampu berkomunikasi dan berkoordinasi langsung, dan mampu memberikan laporan yang strategic dan komprehensif kepada Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah.
2.
Posisi lembaga APIP bebas dari intervensi pihak lain, mendapat dukungan Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah, dan mampu menjalin kerja sama yang baik dengan auditee.
3.
Tim Audit APIP mampu mengakses seluruh informasi, dokumentasi, dan aset auditee, memeroleh keterangan dari pejabat dan staf terkait, dan melakukan komunikasi dan koordinasi secara langsung dengan pejabat terkait dalam pelaksanaan audit. Secara rinci pengaruh masing-masing komponen kedudukan kelembagaan
terhadap independensi APIP dapat diuraikan sebagai berikut. 1.
Pertanggungjawaban APIP Tingginya pertanggungjawaban APIP memberikan kontribusi terhadap tingginya independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan pimpinan APIP untuk bertanggung jawab, berkomunikasi, dan berkoordinasi langsung, serta memberikan laporan yang strategic dan komprehensif kepada atasan pimpinan APIP (pimpinan instansi pemerintah). Pertanggungjawaban langsung dari pimpinan APIP kepada atasan pimpinan APIP memberikan kontribusi terhadap tingginya independensi APIP. Dengan kata lain ketika APIP sedang menjalankan tugas pengawasan intern, maka sesungguhnya APIP sedang memegang delegasi wewenang dari pimpinan
89
tertinggi instansi pemerintah. Dengan demikian seharusnya tidak akan ada yang mampu mengintervensi APIP kecuali atasan pimpinan APIP. Kemampuan pimpinan APIP untuk berkomunikasi dan berkoordinasi langsung dengan pimpinan instansi pemerintah juga memberikan kontribusi terhadap
tingginya
independensi APIP.
Dengan
berkomunikasi dan
berkoordinasi langsung, informasi dari dan kepada pimpinan instansi pemerintah secara langsung diperoleh dan disampaikan oleh pimpinan APIP. Dengan demikian seharusnya tidak ada distorsi informasi yang dapat mengganggu independensi APIP. Kemampuan pimpinan APIP untuk memberikan laporan yang strategic dan komprehensif kepada pimpinan instansi pemerintah juga memberikan kontribusi terhadap tingginya independensi APIP. Dengan laporan yang strategic dan komprehensif, pimpinan instansi pemerintah akan mampu mengambil kebijakan yang tepat. 2.
Posisi Lembaga APIP Tingginya posisi lembaga APIP memberikan kontribusi penting terhadap independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden bahwa posisi instansinya telah bebas dari intervensi, didukung oleh pimpinan instansi pemerintah, dan memiliki kemampuan menjalin kerja sama yang baik dengan auditee. Dengan posisi instansi yang bebas dari intervensi maka pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan intern juga bebas dari gangguan independensi. Begitu pula dengan dukungan pimpinan instansi pemerintah maka pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan intern juga dapat dilakukan secara memadai. Kemampuan menjalin kerja sama yang baik dengan auditee tentu akan menghilangkan hambatan dalam penugasan.
90
3.
Hak atas Akses APIP Tingginya hak atas akses APIP memberikan kontribusi terhadap tingginya independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden bahwa tim
audit
di
instansinya
telah
mampu
mengakses
seluruh
informasi/dokumen/aset, mampu memeroleh keterangan dari pejabat dan staf terkait, dan mampu melakukan komunikasi dan koordinasi secara langsung dengan pejabat terkait dalam pelaksanaan audit. Dengan kemampuan akses atas ketiga hal tersebut, tim audit dapat leluasa dan obektif dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini tentu saja memberikan kontribusi yang penting terhadap independensi APIP. 4.3.2
Pengaruh Konflik Peran terhadap Independensi APIP
Hasil analisis menunjukkan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Hal ini mengindikasikan bahwa konflik peran APIP merupakan salah satu faktor yang berkontribusi penting dalam menentukan tingkat independensinya. Semakin tinggi konflik peran yang dialami oleh APIP maka semakin rendah independensinya. Sebaliknya jika konflik peran yang dialami oleh APIP rendah maka independensinya akan semakin meningkat. Hasil ini sekaligus menerima hipotesis 2 (H2) yang menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap Independensi APIP. Hasil ini sejalan dengan teori peran yang menyatakan bahwa ketika perilaku yang diharapkan oleh individu tidak konsisten maka individu tersebut akan mengalami stres, depresi, dan tidak puas, sehingga kinerjanya akan kurang efektif dibanding jika pada harapan tersebut tidak mengandung konflik. Hasil ini juga selaras dengan hasil dari empat penelitian sebelumnya. Niah (2016) dan Jamaluddin (2015:188) menyimpulkan bahwa konflik peran
91
berpengaruh negatif terhadap independensi auditor. Hutami (2011:6) dan Ahmad & Taylor (2009:916) juga menyimpulkan bahwa konflik peran berpengaruh negatif yang signifikan terhadap komitmen untuk independensi. Secara rinci pengaruh masing-masing komponen konflik peran APIP terhadap independensi APIP dapat diuraikan sebagai berikut. 1.
Inter-Role Conflict Rendahnya inter-role conflict berkontribusi penting terhadap tingginya independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden bahwa hampir tidak ada konflik yang dialami oleh APIP yang disebabkan adanya perbedaan permintaan organisasi, kondisi praktik dan prosedur, dan kode etik dengan standar profesi. Rendahnya konflik yang dialami oleh APIP tentu saja meningkatkan independensi APIP, dalam arti hampir tidak ada lagi gangguan-gangguan terhadap independensinya.
2.
Intra-Sender Role Conflict Walaupun responden menilai sedang, intra-sender role conflict masih berkontribusi terhadap tingginya independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden bahwa konflik yang dialami oleh APIP yang disebabkan oleh dua jenis kegiatan APIP (assurance dan consulting) yang dilakukan sekaligus dan keterlibatan APIP dalam kegiatan/operasional auditee, masih dalam kategori sedang. Sementara itu independensi APIP dinilai tinggi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa intra-sender role conflict yang rendah dan cukup masih memiliki belum mengganggu independensi APIP. Intra-sender role conflict yang tinggi mungkin baru bisa mengganggu independensi APIP.
92
3.
Personal Role Conflict Rendahnya personal role conflict berkontribusi penting terhadap tingginya independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden bahwa hampir tidak ada konflik yang dialami oleh APIP yang disebabkan pertentangan nila-nilai auditor. Rendahnya konflik yang dialami oleh APIP ini tentu saja meningkatkan independensi APIP, dalam arti hampir tidak ada lagi gangguan-gangguan terhadap independensinya.
4.3.3
Pengaruh Audit Tenure terhadap Independensi APIP
Hasil analisis menunjukkan bahwa audit tenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Hal ini mengindikasikan bahwa audit tenure merupakan salah satu faktor yang berkontribusi penting dalam menentukan tingkat independensi APIP. Audit tenure adalah lamanya hubungan antara auditor dengan auditee. Semakin lama hubungan antara auditor APIP dengan auditee maka akan semakin menurunkan tingkat independensi APIP. Sebaliknya jika hubungan antara auditor APIP dan auditee semakin singkat maka independensi APIP akan semakin meningkat. Hasil ini sekaligus menerima hipotesis 3 (H3) yang menyatakan bahwa audit tenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Hasil ini sejalan dengan hasil dari lima penelitian sebelumnya. Ouyang dan Wan (2013:23) menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan audit tenure yang lama khususnya untuk jangka waktu lebih dari 10 tahun sangat mungkin melakuan backdating. Dahlan (2013:86) dan Rimawati (2011:v) juga menyimpulkan bahwa lamanya hubungan audit dengan klien berpengaruh negatif terhadap independensi auditor. Sedangkan Chia-Ah dan Karlsoon (2010:60)
93
menyimpulkan bahwa baik extended audit tenure maupun short audit tenure dapat menjadi sumber ancaman bagi independensi auditor Berbeda dengan Iriyanto (2016), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lamanya hubungan aparat pengawas dengan auditee berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Iriyanto (2016:80) menganggap bahwa semakin lama APIP dalam mengaudit auditee akan memerdalam pengetahuan APIP mengenai
obyek
yang
akan
diperiksa
sehingga
akan
meningkatkan
independensi. Secara rinci pengaruh masing-masing komponen audit tenure terhadap independensi APIP dapat diuraikan sebagai berikut. 1.
Audit Tenure Sebagai Ancaman terhadap Independensi Walaupun responden menilai sedang, audit tenure sebagai ancaman terhadap independensi masih berkontribusi terhadap tingginya independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden sebagai berikut. Pertama, mengenai hubungan yang lama dapat membuat segan untuk menolak keinginan auditee, responden cenderung tidak setuju. Responden cenderung mungkin berpendapat bahwa walaupun telah lama memiliki hubungan dengan auditee, responden selaku auditor tetap tidak akan segansegan menolak keinginan auditee. Kedua, mengenai hubungan yang terlalu lama antara auditor dengan auditee adalah sebuah ancaman terhadap independensi, responden cenderung netral. Hal ini mengindikasikan responden mulai ragu apakah akan mengganggu independensinya atau tidak ketika hubungannya dengan auditee lebih lama lagi. Ketiga, mengenai sebuah keharusan bersikap independen walaupun telah lama menjalin hubungan dengan auditee, responden cenderung setuju. Hal
94
ini mengindikasikan suatu komitmen yang kuat dari responden selaku auditor untuk tetap independen walaupun telah lama menjalin hubungan dengan auditee. 2.
Batasan Masa Audit dan Mutasi/Rotasi Auditor Tingginya batasan masa audit dan mutasi/rotasi auditor memiliki makna bahwa responden setuju dengan penerapan batasan masa audit dan mutasi/rotasi auditor. Dalam hal ini responden cenderung berpikir bahwa semakin lama masa audit apalagi tidak diterapkannya mutasi/rotasi auditor maka akan independensi auditor akan berkurang. Sehingga batasan masa audit dan mutasi/rotasi auditor ini berkontribusi penting terhadap tingginya independensi APIP. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden sebagai berikut. Pertama, responden lagi-lagi cenderung netral ketika dihadapkan dengan pernyataan bahwa penugasan audit pada auditee yang sama dalam jangka waktu lebih dari lima tahun dapat memengaruhi independensi. Hal ini, sama seperti di atas, mengindikasikan bahwa responden mulai ragu apakah akan mengganggu independensinya atau tidak ketika hubungannya dengan auditee lebih dari lima tahun. Kedua, responden cenderung setuju ketika dihadapkan pada pernyataan implementasi
mutasi
dan/atau
rotasi
auditor
akan
meningkatkan
independensi auditor. Hal ini mengindikasikan bahwa responden sangat berkomitmen untuk terus menjaga dan meningkatkan independensinya.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Penelitian ini, berdasarkan hasil uji hipotesis dan pembahasan di atas, telah mendukung semua hipotesis yang diajukan dan telah memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kedudukan kelembagaan, konflik peran, dan audit tenure terhadap independensi APIP. Penelitian ini memberikan kesimpulan sebagai berikut. 1.
Kedudukan kelembagaan berpengaruh positif terhadap independensi APIP. Semakin tinggi kedudukan kelembagaannya maka semakin tinggi pula independensi
APIP.
Sebaliknya
semakin
rendah
kedudukan
kelembagaannya maka semakin rendah pula independensi APIP. Hasil penelitian ini sekaligus sebagai usulan untuk memodifikasi suatu konsep independensi auditor internal pemerintah, bahwa untuk mencapai tingkat independensi yang memadai kriteria yang harus dicapai adalah sebagai berikut. a.
Pimpinan
APIP
berkoordinasi,
mampu dan
bertanggung
memberikan
jawab,
laporan
berkomunikasi/
strategic
kepada
presiden/menteri/pimpinanlembaga/kepala daerah. b.
Posisi lembaga APIP bebas dari intervensi pihak lain, mendapat dukungan presiden/menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah, dan mampu menjalin kerja sama yang baik dengan auditee.
95
96
c.
Tim Audit APIP mampu mengakses seluruh informasi, memeroleh keterangan dari pejabat dan staf terkait, dan melakukan komunikasi/ koordinasi langsung dengan pejabat terkait dalam pelaksanaan audit.
2.
Konflik peran berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Semakin tinggi konflik peran yang dialami oleh APIP maka semakin rendah independensinya. Sebaliknya jika konflik peran yang dialami oleh APIP rendah maka independensinya akan semakin meningkat.
3.
Audit tenure berpengaruh negatif terhadap independensi APIP. Semakin lama hubungan antara auditor APIP dengan auditee maka akan semakin menurunkan tingkat independensi APIP. Sebaliknya jika hubungan antara auditor APIP dan auditee semakin singkat maka independensi APIP akan semakin meningkat.
5.2 Keterbatasan Penelitian Kesimpulan penelitian ini sebagaimana telah diuraikan di atas dibangun dengan berbagai keterbatasan penelitian. Adapun keterbatasan penelitian dimaksud adalah sebagai berikut. 1.
Hasil Penelitian Dibangun Berdasarkan Persepsi Responden Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei kuesioner kepada responden untuk diisi (self-report instrument). Oleh karena itu kesimpulan hasil penelitian ini pun dibangun hanya berdasarkan persepsi APIP sendiri sehingga bisa saja menimbulkan bias subjektifitas. Bias subjektifitas dalam hal ini adalah responden cenderung terlalu toleran pada dirinya sendiri.
2.
Terbatasnya Populasi Penelitan Populasi penelitian ini adalah auditor APIP di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, dan
97
Inspektorat Kota Makassar, dengan total 205 orang. Minimal jumlah sampel yang digunakan dihitung berdasarkan formula Slovin, yaitu 134 responden. Oleh karena itu hasil penelitian ini belum mampu mewakili populasi APIP seIndonesia. 3.
Mengabaikan Fakta bahwa Menteri/Kepala Daerah adalah Jabatan Politis Fenomena kasus korupsi yang menjerat pimpinan tertinggi instansi pemerintah seperti menteri dan kepala daerah seringkali menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas peran APIP di instansinya. Fenomena ini juga seakan mempertanyakan konsep independensi auditor internal pemerintah. APIP diharuskan bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi di instansinya, namun pimpinan tertinggi tersebut dengan kewenangannya justru mengikat kebebasan dan objektivitas APIP dalam menjalankan perannya. Santosa dan Suyunus (2016:20) meyakini bahwa faktor utama yang menyebabkan fenomena tersebut adalah fakta bahwa seorang menteri atau kepala daerah merupakan jabatan politik. Oleh karena itu fakta tersebut diabaikan dalam penelitian ini sehingga kesimpulan dari penelitian ini tetap sejalan dengan konsep independensi auditor internal.
4.
Mengabaikan Fenomena Dualisme Jabatan Fungsional APIP di Daerah Fenomena dualisme jabatan fungsional APIP (JFA dan P2UPD) di inspektorat daerah menimbulkan kerancuan dalam teknis pelaksanaan audit internal. Santosa dan Suyunus (2016:19) menyebutkan fenomena tersebut merupakan cermin ketidakjelasan arah pengembangan APIP sebagai akibat dari ketidakcukupan regulasi mengenai konsep auditor internal pemerintah. Ketidakcukupan regulasi ini menurutnya secara tidak langsung berdampak
98
pada independensi APIP. Oleh karena itu fenomena ini diabaikan dalam penelitian ini. 5.3 Saran Saran penelitian ini berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian di atas adalah sebagai berikut. 1.
Para Peneliti Kami menyarankan kepada para peneliti berikutnya yang menggunakan penelitian ini sebagai referensi dalam penelitianya sebagai berikut. a.
Menggunakan metode penelitian lainnya seperti discourse analysis dalam rangka mengkonfirmasi hasil penelitian kuantitatif ini untuk memberikan hasil mengenai independensi APIP yang lebih faktual.
b.
Menggunakan persepsi dari sudut pandang berbeda dari penelitian ini misalnya persepsi auditee atau persepsi auditor eksternal, agar tercipta kesimpulan penelitian yang lebih seimbang.
c.
Memerluas populasi dan sampel penelitian agar kesimpulan penelitian bisa mewakili populasi auditor APIP seluruh Indonesia.
d.
Menggunakan faktor fakta menteri/kepala daerah merupakan jabatan politis dan fenomena dualisme jabatan fungsional APIP di Daerah sebagai variabel moderasi atas hubungan antara independensi APIP dan faktor-faktor yang memengaruhinya, agar kesimpulan penelitian lebih mencerminkan kondisi faktual APIP di Indonesia.
2.
Para Praktisi Kami
menyarankan
kepada
para
auditor
APIP
untuk
senantiasa
meningkatkan independensi dan objektivitas dengan cara sebagai berikut.
99
a.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan APIP Hal
ini
bisa
dilakukan
dengan
cara
menciptakan
rentang
pertanggungjawaban APIP kepada pimpinan tertinggi secara langsung. Misalnya
untuk
inspektorat
daerah
yang
selama
ini
pertanggungjawabannya kepada kepala daerah tetapi melalui sekretaris daerah, agar secara langsung kepada kepala daerah. Selain itu, inspektorat daerah juga perlu membuat Piagam Audit (Audit Charter) sebagai bentuk dukungan kepala daerah untuk menjamin kedudukan APIP di instansinya dan untuk menjamin hak akses APIP terhadap segala dokumen dan informasi termasuk keterangan dari pejabat terkait dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern. b.
Mengurangi hal-hal yang dapat menimbulkan konflik peran APIP Hal bisa dilakukan dengan menghindari penugasan assurance dan consulting dalam waktu yang bersamaan, menyosialisasikan standar dan kode etik profesi secara berkala (misalnya dengan memajang bilboard di lobi kantor yang berisi konten standar dan kode etik), dan menolak penugasan jika auditee-nya adalah kerabat dekat.
c.
Mengurangi jangka waktu audit tenure auditor Hal ini bisa dilakukan dengan cara misalnya tidak melakukan audit yang terhadap
auditee
yang
sama
yang
telah
diaudit
sebelumnya,
mengimplementasikan mutasi auditor antar unit kerja/bidang/bagian, dan mengimplementasikan rotasi auditor terhadap auditee. 3.
Pemerintah dan DPR Kami menyarankan kepada pemerintah dan DPR agar segera membahas dan mensahkan RUU Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagai bagian dari reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan praktik-
100
praktik tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). RUU tersebut sangat
penting
karena
menjadi
dasar
hukum
pengaturan
kembali
keberadaan kelembagaan APIP agar dapat menjadi lembaga yang independen dan objektif dalam melakukan pengawasan intern.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2013. Auditing: Petunjuk Praktik Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Edisi 4 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat. Agustina, L. 2009. Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Kelebihan Peran Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Auditor (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik yang Bermitra dengan Kantor Akuntan Publik Big Four di Wilayah DKI Jakarta). Jurnal Akuntansi, 1(1): 40-69. Ahmad, Maslina Binti. 2013. Auditor Independence in Malaysia: The Perceptions of Loan Officers and Professional Investors. Unpublished Thesis. UK: Accounting and Finance Section Cardiff Business School, Cardiff University. Ahmad, Zaini and Taylor, Denis. 2009. “Commitment to Independence by Internal Auditor: The Effects of Role Ambiguity and Role Conflict”. Managerial Auditing Journal, Vol. 24, No. 9, pp. 899-925. AICPA. 2015. AICPA Code of Professional Conduct. Effective December 15, 2014. Updated for all Official Releases through October 26, 2015. Arens, Alvin A. and Loebbecke, James K. 1991. Auditing, An Integrated Approach Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall. Arens, Elder, dan Beasley. 2015. Auditing & Jasa Assurance Edisi Kelimabelas Jilid 1. Diterjemahkan oleh Herman Wibowo. Jakarta: Penerbit Erlangga. Bazerman, M.H. 2011. Creating Auditor Independence. Harvard Business School. Bazerman, Morgan, and Loewenstein. 1997. The Impossibility of Auditor Independence. Sloan Management Review. Vol. 38 (Summer): 89-94. Boynton, Johnson, and Kell. 2003. Modern Auditing, Edisi Ketujuh, Jilid II. Diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, Gina Gania, dan Ichsan Setiyo Budi. Jakarta: Erlangga. Cahyadi, Hadi. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik. Media Bisnis Vol. 5, No. 1 Edisi Maret 2013: 32-44. Cahyono, Dwi. 2008. Persepsi Ketidakpastian Lingkungan, Ambiguitas Peran, dan Konflik Peran Sebagai Mediasi antara Program Mentoring dengan Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja, dan Niat Ingin Pindah: Studi Empiris di Lingkungan Kantor Akuntan Publik (KAP) Besar. Disertasi tidak dipublikasikan. Semarang: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
101
102
Chia-ah, Etienne and Karlsson, Joel. 2010. The Impact of Extended Audit Tenure on Auditor Independence. Master Thesis, one-year, 15hp. Umea School of Business. Dahlan, Ahmad. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor. Tesis tidak dipublikasikan. Makassar: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah. 2016. Laporan Triwulan I Tahun 2016 Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Kapabilitas APIP. Jakarta: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Dwiputrianti, Kasim, Erliyana, Maswadi, Kurniawan, dan Maulana. Draft Naskah Akademis Rancangan Undang-undang tentang Sistem Pengawasan Internal Pemerintah. Jakarta: USAID dan Kementerian PAN dan RB. Elder, Glen H., Jr. 1975. Adolescence in the Life Cycle. In Sigmund E. Dragastin and Glen H. Elder, Jr. (eds.), Adolescence in the Life Cycle, (pp. 1-22). Washington, D.C.: Hemisphere/Halsted Press. Fogarty, T.J., Singh, J.,Rhoads, G.K., dan Moore, R.K. 2000. Antecedents and Consequences of Burnout in Accounting: Beyond the Role Stress Model. Behavioral Research in Accounting, Vol. 12.2000: 31-67. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23, Edisi 8. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hutami, Gartiria. 2011. Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah. Skripsi tidak dipublikasikan. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. IIA Research Foundation. 2009. Internal Audit Capability Model (IA-CM) For the Public Sector. Florida: The Institute of Internal Auditors. Iriyanto, Hery. 2015. Faktor-faktor yang Memengaruhi Independensi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) se-Subosukawonosraten. Tesis tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Jamaluddin. 2015. Peran Mediasi Perencanaan Audit dan Independensi dalam Hubungan Ambiguitas Peran, Konflik Peran, Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Internal. Disertasi tidak dipublikasikan. Makassar: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Jensen, Michael C. and Meckling, William H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, October, 1976, V. 3, No. 4, pp. 305-360. Kachfi, Harry. 2009. Analisis Pelaksanaan Internal Auditor pada PT. Indosat, Tbk. Jakarta. Skripsi tidak dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
103
Kasidi. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor Persepsi Manajer Keuangan Perusahaan Manufaktur di Jawa Tengah. Tesis tidak dipublikasikan. Semarang: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Keller, Robert T. 1975. Role Conflict and Amiguity: Correlates with Job Satisfaction and Values. Personnel Psychology 1975, 28, 57-64. University of Houston. Komite Standar Audit AAIPI. 2013. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia. Jakarta: Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia. Messier, Glover, and Prawitt. 2008. Auditing & Assurance Services: A Systematic Approach. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill/Irwin. Moeller, Robert R. 2009. Brink's Modern Internal Auditing: A Common Body of Knowledge. 7th edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Mohr, Alexander T. and Puck, Jonas F. 2003. Inter-Sender Role Conflicts, General Manager Satisfaction and Joint Venture Performance in IndianGerman Joint Ventures. Working Paper No 03/19 June 2003. Bradford University School of Management. Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat. Niah, Helda. 2016. Faktor-faktor yang Memengaruhi Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah. Tesis tidak dipublikasikan. Makassar: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan bisnis Universitas Hasanuddin. Nunnally, J.C., & Bernstein, I.H. 1994. Psychometric Theory (3rd ed.). Journal of Psychoeducational Assessment. 1999, 17, page 275-280. Ouyang, Bo and Wan, Huishan. 2013. Does Audit Tenure Impair Auditor Independence? Evidence from Option Backdating Scandals. International Journal of Business and Social Science Vol. 4 No. 14; November 2013. Pebryanto, Setyadi. 2013. Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal, Pengalaman Kerja, Tingkat Kualifikasi Profesi, Continuing Profesional Development Terhadap Kualitas Audit di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulawesi Selatan. Skripsi tidak dipublikasikan. Makassar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Peraturan BPK RI Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. 2007. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2011 tentang Praktik Akuntan Publik. 2011. Jakarta: Kementerian Keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 2008. Jakarta: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
104
Prasojo, Eko. 3 September 2012. Perlu UU Sistem Pengawasan Nasional. Warta Pengawasan Vol. XIX/No.3/September 2012, hlm 18. Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor. 2011. Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Jakarta: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP. 2007. Filosofi Auditing. Ciawi: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Ramesh, Kailasam. 2003. Best Practices for Internal Audit in Government. Working Paper 10, Centre for Good Governance. Hyderabad. Rimawati, Nike. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor. Skripsi tidak dipublikasikan. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Risalah Sidang Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-IX/2011 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (Pasal 55 dan Pasal 56) terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2011. Jakarta: Mahkamah Konstitusi. Rizzo, J.R., Rober, J.H., dan Sidney, I.L. 1970. Role Conflict and Ambiguity in Complex Organization. Administrative Science Quarterly, 15(2): 150-163. Santosa, Joko dan Suyunus, Mohamad. 2016. Discourse Analysis Realitas Independensi APIP. SNA XIX Lampung 2016. (diunduh dari www.snaiaikapd.or.id pada tanggal 6 September 2016). Sarbanes-Oxley Act of 2002. Public Law 107-204 107th Congress. 116. STAT.745. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Teori-Teori Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Cetakan ke-13. Jakarta: Rajawali Pers. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach, Fourth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Stemple, James David Jr. 2004. Job Satisfaction of High School Principals in Virginia. Unpublished Dissertation. Virginia: Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State University. Stewart, J., dan Subramaniam, N. 2009. Internal Audit Independence and Objectivity: Emerging Research Opportunities. Colloquium in Auditing and Governance Celebrating 25 Years of Managerial Auditing Journal, Deakin University, October 2009. Supriyono, RA. 1988. Pemeriksaan Akuntan (Auditing): Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Penampilan Akuntan Publik. Yogyakarta: BPFE.
105
The Institute of Internal Auditors Standards and Guidance. 2012. International Standards for The Practice of Internal Auditing (Standards). Altamonte Springs, FL 32701-4201. USA: The Institute of Internal Auditors. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2014. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri. Utary, Ulfah, dan Ikbal. 2014. Upaya Klien dalam Mempengaruhi Hasil Audit BPK. SNA 17 Mataram, Lombok, Universitas Mataram 24-27 Sept 2014. (diunduh dari www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id pada tanggal 8 Februari 2016). Wajda, Theresa A., and Hu, Michael. 2004. Gender Differences in Cognitive Structure: Preferred Levels of Taxonomic Abstraction. (diunduh dari http://acrwebsite.org/volumes/12089/gender/v07/GCB-07 pada tanggal 25 Juli 2016) Widiarta. 2013. Pengaruh Gender, Umur, dan Kompleksitas Tugas Auditor pada Kualitas Audit Kantor Akuntan Publik di Bali. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 3.1 (2013): 109-118.
107
Lampiran 1
BIODATA Identitas Diri Nama
:
Adi Lesmana
Tempat dan Tanggal Lahir :
Jakarta, 12 Nopember 1987
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Alamat e-mail
:
[email protected]
Sekolah Dasar
:
SDN Semper Barat 01, Jakarta (1993 – 1999)
SLTP
:
SMP Negeri 231 Jakarta (1999 – 2002)
SLTA
:
SMA Negeri 52 Jakarta (2002 – 2005)
Perguruan Tinggi
:
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (2005 – 2008)
Riwayat Pendidikan
Universitas Hasanuddin (2015 – sekarang) Pengalaman Organisasi 2005 – 2008
:
Anggota STAN English Club (SEC)
Januari – April 2009
:
Staf Biro Kepegawaian BPKP
April – Juli 2009
:
Staf Deputi Akuntan Negara BPKP
Pengalaman Kerja
Juli 2009 – Februari 2015 :
Auditor BPKP Perwakilan Provinsi Papua
Lampiran 2
108
109
Yth. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan tugas akhir studi program S1 Universitas Hasanuddin, kami bermaksud melakukan penelitian di bidang audit sektor publik, sebagai berikut: Nama
:
Adi Lesmana
NIM
:
A31115705
Jurusan/Fakultas
:
Jurusan Akuntansi/Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Judul penelitian
:
Analisis Tiga Faktor yang Memengaruhi Independensi APIP
Demi kelancaran penelitian, kami membutuhkan data penelitian melalui instrumen kuesioner. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden untuk mengisi kuesioner yang kami lampirkan dalam surat ini. Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden sangatlah penting bagi kesuksesan penelitian ini. Data/informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden berikan akan kami gunakan semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian ini dan akan kami jaga kerahasiaannya sesuai dengan kode etik penelitian. Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden, kami ucapkan terimakasih.
Jakarta,
Juni 2016
Peneliti
Adi Lesmana
110
IDENTITAS RESPONDEN Berilah tanda centang (√) pada kolom yang tersedia sesuai identitas Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden saat ini. Jenis kelamin
:
Pria
Wanita
Usia
:
20-30 th
31-40 th
41-50 th
> 50 th
Pendidikan terakhir
:
DIII
S1/DIV
S2
S3
Lama bekerja di Pwk. BPKP Prov. Sulsel
:
< 1 th
1 - 3 th
3 - 5 th
> 5 th
Jabatan
:
Calon auditor
Auditor
Jenjang
:
Pengendali mutu
Ketua tim
Pengendali teknis
Anggota tim
Petunjuk Pengisian: Pada daftar pernyataan dibawah ini, isilah dengan melingkari atau membubuhi tanda √ atau tanda X pada angka 1, 2, 3, 4 atau 5 yang mencerminkan kondisi atau fakta yang sebenarnya terjadi menurut perspektif profesional anda. Angka 1 - 5 tersebut menunjukkan arti: 1: Sangat Tidak Setuju (STS) 2: Tidak Setuju (TS) 3: Netral (N) 4: Setuju (S) 5: Sangat Setuju (SS)
111
KEDUDUKAN KELEMBAGAAN PERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
rangka
1
2
3
4
5
6) mampu menjalin kerjasama yang baik dengan auditee dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
8) mampu memeroleh keterangan dari pejabat dan staf terkait dalam pelaksanaan audit.
1
2
3
4
5
9) mampu melakukan komunikasi dan koordinasi secara langsung dengan pejabat terkait dalam pelaksanaan audit.
1
2
3
4
5
Pertanggungjawaban APIP Menurut saya, pimpinan instansi saya (BPKP): 1) bertanggung jawab langsung kepada Presiden 2) mampu berkomunikasi dan berkoordinasi langsung dengan Presiden. 3) mampu memberikan laporan yang strategic dan komprehensif kepada Presiden. Posisi Lembaga APIP Menurut saya, posisi instansi saya (BPKP): 4) bebas dari intervensi pihak lain dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern. 5) didukung sepenuhnya oleh pelaksanaan pengawasan intern.
Presiden
dalam
Hak atas Akses APIP Menurut saya, tim audit BPKP: 7) mampu mengakses seluruh informasi, dokumentasi, dan aset auditee dalam pelaksanaan audit.
112
KONFLIK PERAN PERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
Inter-konflik Peran (Inter-Role Conflict) 10) Saya merasa ada hal yang kadang kala harus dilakukan yang diterima oleh auditee tetapi tidak diterima oleh profesi saya.
1
2
3
4
5
11) Saya merasa kondisi praktik dan prosedur kerja instansi saya menyimpang dari standar APIP.
1
2
3
4
5
12) Saya mengabaikan standar etika profesi dan menyetujui permintaan auditee untuk tidak melaporkan kesalahan administrasi, kelemahan SPI, atau ketidakpatuhan serta fraud auditee.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Intra-pengirim Konflik Peran (Intra-sender Role Conflict) Saya merasakan konflik kepentingan: 13) saat melaksanakan tugas assurance dan consulting pada auditee yang sama. 14) ketika auditee meminta saya untuk terlibat dalam kegiatan/operasional auditte saat melaksanakan tugas consulting. 15) saat melaksanakan audit/reviu/monitoring ketika auditeenya adalah kolega/kerabat saya. Konflik Peran Pribadi (Personal Role Conflict) 16) Saya merasa dapat saja melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik saat melaksanakan audit/reviu/monitoring. 17) Saya merasa dapat saja melakukan tindakan tidak etis saat melaksanakan audit/reviu/monitoring. 18) Saya merasa sungkan dalam melaksanakan audit/reviu/monitoring ketika menghadapi kolega/kerabat sebagai auditee.
113
LAMANYA HUBUNGAN APIP DENGAN AUDITEE (AUDIT TENURE) PERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
Audit Tenure Sebagai Ancaman Terhadap Independensi 19) Hubungan yang lama antara saya dengan auditee dapat membuat saya segan untuk menolak keinginan auditee yang tidak sesuai kode etik profesi.
1
2
3
4
5
20) Hubungan yang terlalu lama antara saya dengan auditee adalah sebuah ancaman terhadap independensi saya.
1
2
3
4
5
21) Saya harus tetap bersikap independen dalam melakukan audit/reviu/monitoring walaupun telah lama menjalin hubungan dengan auditee.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Batasan Masa Audit dan Mutasi/Rotasi Auditor 22) Penugasan audit pada auditee yang sama dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun dapat memengaruhi independensi saya. 23) Implementasi mutasi auditor antar perwakilan/bidang/bagian akan meningkatkan independensi auditor. 24) Implementasi rotasi auditor terhadap meningkatkan independensi auditor.
auditee
akan
114
INDEPENDENSI APIP IPERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
Posisi Auditor 25) Program dan pelaksanaan tugas audit/reviu/monitoring yang saya lakukan telah bebas dari intervensi pihak lain seperti pimpinan ataupun auditee.
1
2
3
4
5
26) Kesimpulan hasil audit/reviu/monitoring telah berdasarkan pada temuan di lapangan dan tanggapan auditee.
1
2
3
4
5
27) Pelaksanaan audit/reviu/monitoring dukungan dari pimpinan.
mendapat
1
2
3
4
5
Objektivitas 28) Temuan dalam pelaksanaan audit/reviu/monitoring telah sesuai dengan bukti-bukti yang ada.
1
2
3
4
5
29) Temuan-temuan dalam pelaksanaan audit/reviu/monitoring telah dituangkan dalam laporan dan telah dilakukan pembahasan dengan auditee.
1
2
3
4
5
30) Kesimpulan hasil audit/reviu/monitoring telah berdasarkan pertimbangan profesional.
1
2
3
4
5
31) Saya tetap melaporkan temuan, meskipun auditee meminta temuan yang ada tidak diungkapkan dalam laporan audit/reviu/monitoring.
1
2
3
4
5
32) Saya tetap menjalankan prosedur audit/reviu/monitoring meskipun auditee masih punya hubungan kekerabatan dengan saya.
1
2
3
4
5
33) Saya tetap melaporkan kesalahan pencatatan yang disengaja oleh auditee meskipun memperoleh fasilitas yang cukup baik dari auditee.
1
2
3
4
5
34) Saya memberi tahu atasan jika memiliki gangguan independensi. 35) Saya siap menanggung segala risiko termasuk risiko dimutasi karena mengungkapkan temuan dengan apa adanya.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
telah
Lampiran 3
115
116
Yth. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan tugas akhir studi program S1 Universitas Hasanuddin, kami bermaksud melakukan penelitian di bidang audit sektor publik, sebagai berikut: Nama
:
Adi Lesmana
NIM
:
A31115705
Jurusan/Fakultas
:
Jurusan Akuntansi/Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Judul penelitian
:
Analisis Tiga Faktor yang Memengaruhi Independensi APIP
Demi kelancaran penelitian, kami membutuhkan data penelitian melalui instrumen kuesioner. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden untuk mengisi kuesioner yang kami lampirkan dalam surat ini. Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden sangatlah penting bagi kesuksesan penelitian ini. Data/informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden berikan akan kami gunakan semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian ini dan akan kami jaga kerahasiaannya sesuai dengan kode etik penelitian. Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/Saudari responden, kami ucapkan terimakasih.
Jakarta,
Juni 2016
Peneliti
117
IDENTITAS RESPONDEN Berilah tanda centang (√) pada kolom yang tersedia sesuai identitas bapak/ibu/saudara/saudari responden saat ini. Jenis kelamin
:
Pria
Wanita
Usia
:
20-30 th
31-40 th
41-50 th
> 50 th
Pendidikan terakhir
:
DIII
S1/DIV
S2
S3
Lama bekerja di Inspektorat
:
< 1 th
1 - 3 th
3 - 5 th
> 5 th
Jabatan
:
Calon auditor/P2UPD
Auditor
P2UPD
Jenjang
:
Pengendali mutu
Ketua tim
Pengendali teknis
Anggota tim
Petunjuk Pengisian: Pada daftar pernyataan dibawah ini, isilah dengan melingkari atau membubuhi tanda √ atau tanda X pada angka 1, 2, 3, 4 atau 5 yang mencerminkan kondisi atau fakta yang sebenarnya terjadi menurut perspektif profesional anda. Angka 1 - 5 tersebut menunjukkan arti: 1: Sangat Tidak Setuju (STS) 2: Tidak Setuju (TS) 3: Netral (N) 4: Setuju (S) 5: Sangat Setuju (SS)
118
KEDUDUKAN KELEMBAGAAN PERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
5) didukung sepenuhnya oleh kepala daerah dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern.
1
2
3
4
5
6) mampu menjalin kerjasama yang baik dengan auditee dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
8) mampu memeroleh keterangan dari pejabat dan staf terkait dalam pelaksanaan audit.
1
2
3
4
5
9) mampu melakukan komunikasi dan koordinasi secara langsung dengan pejabat terkait dalam pelaksanaan audit.
1
2
3
4
5
Pertanggungjawaban APIP Menurut saya, pimpinan instansi saya (Inspektorat): 1) bertanggung jawab langsung kepada kepala daerah. 2) mampu berkomunikasi dan berkoordinasi langsung dengan kepala daerah. 3) mampu memberikan laporan yang strategic dan komprehensif kepada kepala daerah. Posisi Lembaga APIP Menurut saya, posisi instansi saya (Inspektorat): 4) bebas dari intervensi pihak lain dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern.
Hak atas Akses APIP Menurut saya, tim audit Inspektorat: 7) mampu mengakses seluruh informasi, dokumentasi, dan aset auditee dalam pelaksanaan audit.
119
KONFLIK PERAN PERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
Inter-konflik Peran (Inter-Role Conflict) 10) Saya merasa ada hal yang kadang kala harus dilakukan yang diterima oleh auditee tetapi tidak diterima oleh profesi saya.
1
2
3
4
5
11) Saya merasa kondisi praktik dan prosedur kerja instansi saya (Inspektorat) menyimpang dari standar APIP.
1
2
3
4
5
12) Saya mengabaikan standar etika profesi dan menyetujui permintaan auditee untuk tidak melaporkan kesalahan administrasi, kelemahan SPI, atau ketidakpatuhan serta fraud auditee.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
17) Saya merasa dapat saja melakukan tindakan tidak etis saat melaksanakan audit.
1
2
3
4
5
18) Saya merasa sungkan dalam melaksanakan audit ketika menghadapi kolega/kerabat sebagai auditee.
1
2
3
4
5
Intra-pengirim Konflik Peran (Intra-sender Role Conflict) Saya merasakan konflik kepentingan: 13) saat melaksanakan tugas assurance dan consulting pada auditee yang sama. 14) ketika auditee meminta saya untuk terlibat dalam kegiatan/operasional auditte saat melaksanakan tugas consulting. 15) saat melaksanakan audit ketika auditee-nya adalah kolega/kerabat saya. Konflik Peran Pribadi (Personal Role Conflict) 16) Saya merasa dapat saja melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik saat melaksanakan audit.
120
LAMANYA HUBUNGAN APIP DENGAN AUDITEE (AUDIT TENURE) PERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
Audit Tenure Sebagai Ancaman Terhadap Independensi 19) Hubungan yang lama antara saya dengan auditee dapat membuat saya segan untuk menolak keinginan auditee yang tidak sesuai kode etik profesi.
1
2
3
4
5
20) Hubungan yang terlalu lama antara saya dengan auditee adalah sebuah ancaman terhadap independensi saya.
1
2
3
4
5
21) Saya harus tetap bersikap independen dalam melakukan audit walaupun telah lama menjalin hubungan dengan auditee.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Batasan Masa Audit dan Mutasi/Rotasi Auditor 22) Penugasan audit pada auditee yang sama dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun dapat memengaruhi independensi saya. 23) Implementasi mutasi auditor antar bagian/bidang akan meningkatkan independensi auditor. 24) Implementasi rotasi auditor terhadap meningkatkan independensi auditor.
auditee
akan
121
INDEPENDENSI APIP IPERNYATAAN
STS
TS
N
S
SS
Posisi Auditor 25) Program dan pelaksanaan tugas audit yang saya lakukan telah bebas dari intervensi pihak lain seperti pimpinan ataupun auditee.
1
2
3
4
5
26) Kesimpulan hasil audit telah berdasarkan pada temuan di lapangan dan tanggapan auditee.
1
2
3
4
5
27) Pelaksanaan audit telah mendapat dukungan dari pimpinan.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
30) Kesimpulan hasil audit telah berdasarkan pertimbangan profesional.
1
2
3
4
5
31) Saya tetap melaporkan temuan, meskipun auditee meminta temuan yang ada tidak diungkapkan dalam laporan audit.
1
2
3
4
5
32) Saya tetap menjalankan prosedur audit meskipun auditee masih punya hubungan kekerabatan dengan saya.
1
2
3
4
5
33) Saya tetap melaporkan kesalahan pencatatan yang disengaja oleh auditee meskipun memperoleh fasilitas yang cukup baik dari auditee.
1
2
3
4
5
34) Saya memberi tahu atasan jika memiliki gangguan independensi. 35) Saya siap menanggung segala risiko termasuk risiko dimutasi karena mengungkapkan temuan dengan apa adanya.
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Objektivitas 28) Temuan dalam pelaksanaan audit telah sesuai dengan buktibukti yang ada. 29) Temuan-temuan dalam pelaksanaan audit telah dituangkan dalam laporan dan telah dilakukan pembahasan dengan auditee.
122
Lampiran 4 OUTPUT UJI VALIDITAS & RELIABILITAS MELALUI PROGRAM IBM SPSS 23 1.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kedudukan Kelembagaan (X1)
Uji Validitas:
Uji Reliabilitas:
123 2.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konflik Peran (X2)
Uji Validitas:
Uji Reliabilitas:
124 3.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Audit Tenure (X3)
Uji Validitas:
Uji Reliabilitas:
125 4.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Independensi APIP (X4)
Uji Validitas:
Uji Reliabilitas:
126
Lampiran 5
OUTPUT ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA MELALUI PROGRAM IBM SPSS 23 Regression Variables Entered/Removeda Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
Method
Audit Tenure, Kedudukan
. Enter
Kelembagaan, Konflik Peran
b
a. Dependent Variable: Independensi APIP b. All requested variables entered. Model Summaryb
Model
R ,631a
1
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,398
,385
,31260
a. Predictors: (Constant), Audit Tenure, Kedudukan Kelembagaan, Konflik Peran b. Dependent Variable: Independensi APIP ANOVAa Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
8,930
3
2,977
Residual
13,485
138
,098
Total
22,415
141
F 30,464
a. Dependent Variable: Independensi APIP b. Predictors: (Constant), Audit Tenure, Kedudukan Kelembagaan, Konflik Peran
Sig. ,000b
127
a
Coefficients
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
Beta
t
2,951
,379
,461
,062
,516
7,377
Konflik Peran
-,111
,046
-,176
-2,410
Audit Tenure
-,167
,051
-,230
-3,270
Kedudukan Kelembagaan
7,788
Coefficientsa
Model 1
Sig. (Constant)
,000
Kedudukan Kelembagaan
,000
Konflik Peran
,017
Audit Tenure
,001
a. Dependent Variable: Independensi APIP
128
Charts
129