SKRIPSI ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH KOTA DAN POTENSI PEMANFAATANNYA
IKA MUSTIKA F14102043
2006 TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH KOTA DAN POTENSI PEMANFAATANNYA
Oleh: IKA MUSTIKA F14102043
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat Memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2006 TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH KOTA DAN POTENSI PEMANFAATANNYA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat Memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: IKA MUSTIKA F14102043 Dilahirkan di Ciamis pada tanggal 11 Juni 1984 Tanggal lulus: Juni 2006
Bogor, Juni 2006 Disetujui oleh :
Dr.Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis, 11 Juni 2006 dari ayah Sarman Surachman dan ibu Iis Masriah. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dimulai di SDN Gunungasih tahun 1996, SLTPN I Cikoneng tahun 1999 dan SMUN I Indihiang pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis melakukan praktek lapangan di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS), Pangalengan dengan judul Mempelajari Lingkungan Mikro Sapi Perah dan Penanganan Limbah di KPBS, Pangalengan, Jawa Barat. Penulis menyelesaikan studi di IPB dengan melakukan penyusunan skripsi dengan Judul Analisis Komposisi Sampah Kota dan Potensi Pemanfaatannya.
Ika Mustika. F14102043. Analisis Komposisi Sampah Kota dan Potensi Pemanfaatannya. Dibawah bimbingan Arief Sabdo Yuwono.
RINGKASAN
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis komposisi sampah kota dengan cara memisahkan sampah berdasarkan jenisnya dan mempelajari potensi pemanfaatan sampah kota sebagai bahan dasar untuk sumber energi dan sumber pupuk organik. Sedangkan tujuan umumnya adalah memberi masukan kepada pemerintah setempat untuk mengambil kebijakasanaan baru dalam rangka perumusan suatu sistem pengolahan sampah yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Penelitian dilaksanakan di empat tempat yaitu Pasar Parung (Bogor), TPA Galuga (Bogor), TPA Pondok Rajeg (Bogor) dan TPA Ciangir (Tasikmalaya). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2006 sampai Maret 2006. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel sampah dari berbagai TPA, sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan, kalkulator, sarung tangan, sepatu boot, masker, ember. Komposisi sampah yang dimaksud adalah sampah organik yang bersifat mudah terdekomposisis seperti sisa sayuran, sisa buah-buahan, jerami dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik yang dimaksud adalah kertas, kayu, kain, karpet/kulit, plastik, metal/logam, kaca, tulang, batu, tanah/lumpur dan karet. Salah satu potensi pemanfaatan sampah organik adalah sebagai bahan baku pupuk kompos. Nilai potensi pupuk kompos di masing-masing tempat adalah TPA Galuga sebesar Rp. 47 968 200/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar Rp. 9 416 400/hari, TPA Ciangir sebesar Rp. 2 437 680/hari dan pasar Parung sebesar Rp. 1 440 000. Nilai potensi biogas sebagai pengganti pembakaran bensin di masing-masing tempat adalah TPA Ciangir sebesar Rp. 21 193 162/hari, pasar Parung sebesar Rp. 12 519 360 , TPA Galuga sebesar Rp. 417 035 700/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar Rp. 81 866 181/hari. Nilai potensi biogas sebagai pengganti pembakaran solar di masing-masing tempat adalah TPA Ciangir sebesar Rp. 17 486 931/hari, pasar Parung sebesar Rp. 10 329 984, TPA Galuga sebesar Rp. 344 104 782/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar Rp. 67 549 435/hari. Sedangkan Nilai potensi biogas sebagai pengganti pembakaran minyak tanah di masing-masing tempat adalah TPA Ciangir sebesar Rp. 12 670 840/hari, pasar Parung sebesar Rp. 7 485 004, TPA Galuga sebesar Rp. 243 334 800/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar Rp. 48 945 656/hari. Secara umum pemanfaatan sampah anorganik sebaiknya melalui tahap pembersihan bahan (dicuci) terlebih dahulu, penyeragaman partikel (dipotong-potong dan dicacah) dan pengeringan. Sampah kertas dilunakkan terlebih dahulu sehingga menjadi bubur kertas sebelum menjadi kertas daur ulang. Ukuran kayu dan kain diseragamkan (dicacah) terlebih dahulu sebelum dijadikan bahan campuran dalam pembuatan batako. Begitu pula plastik harus dicacah dulu sebelum dijadikan plastik daur ulang.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, ucapan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga laporan tugas akhir yang berjudul Analisis Komposisi Sampah Kota dan Potensi Pemanfaatannya dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan, dan memberi nasihat selama kegiatan perkuliahan dan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ir. Gardjito, M.Sc. dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si. sebagai dosen penguji. 3. Bapak, Mamah yang tercinta dan Kakakku yang selama ini telah memberikan doa dan dorongan baik moril maupun materil. 4. Sahabatku Ely, Yuli, Yumi, Tantri, Rini, Rifa dan Endah yang telah dengan senang hati menemaniku pergi ke TPA, terima kasih banyak semoga Allah membalas amal baikan kalian. 5. Teman satu bimbingan Diana dan Slamet yang telah berdiskusi, tukar pikiran dan selalu saling mengingatkan untuk tetap semangat. 6. Teman-teman dekat Diah, Veni, Vera, Indi, Jun dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kompak selalu. 7. TEP 39. Jaga kekompakan kita sampai kapanpun. Amin . 8. Warga kost Zulfa. D Anis, M Diaz, R_Ly, Ibokh, Dewi, Bulan, Tria, Herher, Hayhay, Ela, Ajeng, Ibu P, Hatur, M Weni , M Uut, Irma dan Mui. Terima kasih banyak telah memberikan keceriaan dan keindahan dalam kesederhanaan. 9. Warga kost Blobo. Terima kasih sudah menerimaku dengan tangan terbuka. 10. Dan semua pihak yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak.
Dengan segala keterbatasan daya dan upaya, penulis menyadari dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, karenanya kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini lebih lanjut sangat penulis hargai. Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Juni 2006.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
v
DAFTAR TABEL .............................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vii I.
II.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang .....................................................................................
1
2. Tujuan ..................................................................................................
1
3. Manfaat Penelitian ...............................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 1. Sampah..................................................................................................
3
2. Penggolongan Sampah Kota ................................................................
4
3. Pengelolaan Sampah ............................................................................
5
4. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)....................................................... 10 5. Pemanfaatan Sampah............................................................................ 11 6. Pupuk Kompos...................................................................................... 12 7. Biogas ................................................................................................... 14 III. METODOLOGI 1. Lokasi dan Waktu ................................................................................ 16 2. Kerangka Pemikiran............................................................................. 16 3. Metoda Pengumpulan Data ................................................................. 17 5. Metoda Analisis Potensi ...................................................................... 17 6. Bahan dan Alat..................................................................................... 19
Halaman
IV. PEMBAHASAN 1. Komposisi Sampah .............................................................................. 20 2. Pemanfaatan Sampah di Setiap TPA ................................................... 23 V.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan .......................................................................................... 33 2. Saran .................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35 LAMPIRAN........................................................................................................ 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Rancangan peluang usaha yang dapat dikembangkan dari pengolahan sampah ........................................................................... 12 Gambar 2. Pengelolaan sampah menjadi pupuk organik................................... 13 Gambar 3. Pemisahan sampah berdasarkan jenisnya di TPA............................. 18 Gambar 4. Alat-alat yang digunakan selama penelitian .................................... 19 Gambar 5. Kondisi sampah pasar Parung tanpa adanya pengangkutan ke TPA 20 Gambar 6. TPA Galuga (Kecamatan Cibungbulang) ......................................... 21 Gambar 7. TPA Pondok Rajeg (Kecamatan Cibinong) ..................................... 22 Gambar 8. TPA Ciangir (Kotamadya Tasikmalaya)........................................... 23 Gambar 9. Susunan tumpukan pada proses pengomposan ................................. 24 Gambar 10. Proses pembalikan (pengadukan) dalam pembuatan pupuk kompos di TPA Galuga .................................................................................. 26 Gambar 11. Mesin cacah dan ayak ..................................................................... 27 Gambar 12. Contoh pupuk kompos yang sudah dikemas................................... 27 Gambar 13. Bagan pembuatan daur ulang kertas ............................................... 31 Gambar 14. Bagan pembuatan batako menggunakan campuran kayu dan tekstil.............................................................................................. 32
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kelebihan dan kelemahan serta resiko teknis teknologi pengolahan sampah ................................................................................................
7
Tabel 2. Limbah padat dan pemanfaatannya ...................................................... 11 Tabel 3. Kandungan unsur hara dari beberapa macam kompos.......................... 14 Tabel 4. Komposisi dan presentase biogas ......................................................... 14 Tabel 5. Potensi pupuk kompos di TPA Galuga, TPA Pondok Rajeg, TPA Ciangir dan pasar Parung.............................................................. 28 Tabel 6. Nilai potensi pupuk organik untuk biogas di tiap tempat ..................... 29 Tabel 7. Penggunaan plastik daur ulang ............................................................. 39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Peta kabupaten Bogor..................................................................... 38 Lampiran 2. Komposisi sampah di pasar Parung................................................ 39 Lampiran 3. Komposisi sampah di TPA Galuga bagian umum.......................... 40 Lampiran 4. Komposisi sampah di TPA Galuga bagian kompos ....................... 41 Lampiran 5. Komposisi sampah di TPA Pondok Rajeg ..................................... 42 Lampiran 6. Komposisi sampah di TPA Ciangir ............................................... 43 Lampiran 7. Skema saluran biogas dengan menggunakan sumur vertikal ......... 44 Lampiran 8. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos di tiap tempat................................................................................... 45 Lampiran 9. Potensi sampah organik untuk biogas ........................................... 47
I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Sampah sebagai bahan buangan aktivitas manusia sering menimbulkan masalah yang harus ditangani secara serius. Tumpukan sampah yang tidak tertangani menimbulkan efek pencemaran dan sumber penyebaran bibit penyakit. Tumpukan sampah disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Semakin banyak penduduk di satu kota, akan semakin komplek kegiatan dan usaha penduduk tersebut, maka akan semakin besar pula jumlah sampah yang dihasilkan. Perkembangan sampah yang kian berkembang menuntut adanya penanganan yang serius dari semua pihak. Selain memerlukan teknologi dan dana yang cukup besar, penanganan sampah juga memerlukan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya dan menuntut kerjasama dari berbagai pihak yang terkait. Penanganan sampah dapat dilakukan dengan mengubah citra sampah sebagai barang negatif menjadi barang positif dimata masyarakat. Alternatif penanganan yang dilakukan adalah pengumpulan sampah sesuai jenisnya kemudian didaur ulang. Penanganan sampah sesuai dengan jenisnya ini dimaksudkan kualitas tiap jenis sampah berbeda sehingga mempunyai nilai ekonomis yang berbeda pula, maka dengan ini sampah dapat diolah secara sistematis.
2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis komposisi sampah kota. 2. Mempelajari potensi pemanfaatan sampah kota sebagai bahan dasar untuk sumber energi dan sumber pupuk organik.
3.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi kepada masyarakat terhadap potensi sampah yang ada di TPA guna mengurangi beban TPA, maupun mengubah pandangan sebagian masyarakat bahwa sampah dapat diubah dari barang negatif menjadi barang positif dan dapat bernilai ekonomis. Manfaat lain dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat untuk mengambil kebijaksanaan baru dalam rangka perumusan suatu sistem pengolahan sampah yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. SAMPAH Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau dibuang ( Hendargo, 1994). Definisi lain dikemukakan oleh Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam. Menurut Suprihatin, et al. (1996), sampah padat dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1. Sampah organik Sampah organik adalah sampah yang mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. 2. Sampah anorganik Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari sumber daya yang tidak diperbaharui. Secara keseluruhan zat anorganik yang ada tidak dapat diuraikan oleh alam. Jenis sampah ini dapat berupa botol kaca, botol plastik, kaleng, kayu, tulang, dan kertas (kayu, tulang, kertas diuraikan dalam jangka waktu relatif lama karena pada dasarnya kayu, tulang kertas merupakan sampah organik tapi cara penanganannya sama seperti sampah anorganik).
Pada setiap kegiatan yang menggunakan sumberdaya, sampah selalu dihasilkan. Sampah terakumulasi didalam lingkungan dan sangat tergantung pada kemampuan lingkungan untuk menghasilkannya, jumlah sampah akan semakin bertambah dan tidak sepenuhnya dapat diserap oleh lingkungan. Menurut Hadiwiyoto (1983), ditinjau dari segi keseimbangan lingkungan, kesehatan, keamanan dan pencemaran, sampah dapat menimbulkan gangguan sebagai berikut tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi fisik dan kimia yang tidak sesuai dengan lingkungan yang normal, biasanya dapat menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan pH tanah. Keadaan ini dapat mengganggu kehidupan sekitarnya. Sampah dapat menimbulkan pencemaran udara karena selama proses pembusukan menghasilkan gas-gas beracun, bau tak sedap, daerah becek, dan lumpur terutama pada musim penghujan. Akan terjadi kekurangan O2 di tempat pembuangan sampah, keadaan ini disebabkan karena selama proses perombakan sampah menjadi senyawa sederhana diperlukan O2 yang diambil di udara sekitarnya sehingga mengganggu kehidupan flora dan fauna disekitar. Tumpukan sampah menjadi media berkembang biaknya hewan pembawa penyakit terutama lalat, serangga, tikus dan anjing. Secara estetika sampah dapat digolongkan sebagai bahan yang dapat mengganggu pemandangan dan keindahan lingkungan. 2. PENGGOLONGAN SAMPAH KOTA Sampah kota terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik. Material organik dapat berupa sisa makanan, biomassa pertanian, kotoran hewan, serta tumbuhan yang mati dan berbagai mikro organisme (Butler, 2002). Menurut Syamsuddin (1985) sampah dapat digolongkan menjadi beberapa golongan. Adapun penggolongan yang dimaksud adalah penggolongan sampah berdasarkan asalnya (sampah dari hasil kegiatan rumah tangga, sampah dari kegiatan industri/pabrik, sampah dari kegiatan perdagangan, sampah dari hasil pembangunan, sampah jalan raya), sampah berdasarkan komposisinya (sampah yang seragam, berasal dari kertas, kertas karbon dan sampah yang tidak seragam berasal dari tempat-tempat umum), penggolongan sampah berdasarkan bentuknya (sampah padat, sampah cair dan sampah gas),
penggolongan sampah berdasarkan lokasi (sampah kota dan sampah luar kota), penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya (sampah alami dan sampah non alami), penggolongan sampah berdasarkan sifatnya (organik dan anorganik),
berdasarkan
jenisnya
(sampah
makanan,
sampah
kebun/pekarangan, sampah kertas, sampah plastik, karet, kulit, kain, kayu, logam, gelas keramik, abu dan debu).
3.
PENGELOLAAN SAMPAH Pengelolaan adalah pengendalian dan pemanfaatan semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan kerja yang tertentu (Prajudi, 1980 dalam Syamsudin, 1985). Dari limbah yang dihasilkan di beberapa daerah dapat dilakukan penanganan dengan beberapa kemungkinan yaitu
didaur ulang
menjadi bahan baku pada suatu proses produksi (kertas, karton, plastik, logam, botol dan sebagainya), diolah menjadi kompos( umumnya dari jenis sampah organik), ditumpuk di tempat pembuangan sampah akhir. Rencana pengelolaan sampah yang komprehensif harus memperhatikan sumber sampah, lokasi, pergerakan/peredaran, dan interaksi peredaran sampah dalam suatu lingkungan wilayah. Penanganan sampah yang tepat, selain dapat menjadi
jalan
keluar
dari
masalah
keterbatasan
lahan
untuk
penumpukan/pembuangan sampah, juga dapat memberikan manfaat atau nilai ekonomis. Menurut Hadiwiyoto (1983), penanganan sampah dilakukan dengan beberapa tahap yaitu : 1. Pengumpulan Sampah Sampah yang akan dibuang atau dimanfaatkan harus dikumpulkan terlebih dahulu dari berbagai tempat asalnya. Pengumpulan sampah dilakukan dengan pengambilan sampah dari bak sampah milik masyarakat, kemudian dengan menggunakan kendaraan-kendaraan pengangkut sampah dipindahkan ke lokasi pembuangan akhir.
2. Pemisahan Pemisahan adalah memisahkan jenis-jenis sampah baik berdasarkan sifatnya, maupun berdasarkan jenis dan keperluannya. 3. Pembakaran (insinerasi) Pembakaran dilakukan pada suatu instalasi pembakaran, karena dapat diatur prosesnya sehingga tidak menganggu lingkungan sekitar. 4. Pembuangan (penimbunan) Sampah Pembuangan (penimbunan) sampah adalah menempatkan sampah pada suatu tempat yang rendah, kemudian menimbunnya dengan tanah. Menurut pembakaran
Ismawati
(2001)
mengakibatkan
penanganan
sampah
kerugian-kerugian
dengan
cara
antara
lain
membangkitkan pencemaran, mengancam kesehatan masyarakat memberi beban finansial yang cukup berat bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi insinerator, menguras sumber daya finansial masyarakat setempat, memboroskan energi dan sumberdaya material, mengganggu dinamika pembangunan ekonomi setempat, meremehkan upaya minimisasi sampah dan pendekatan-pendekatan rasional dalam pengelolaan sampah, memiliki pengalaman operasional bermasalah di negara-negara industri, seringkali melepaskan polusi ke udara yang melebihi standar/baku mutu, menghasilkan abu yang beracun dan berbahaya, dan dapat terancam bangkrut apabila jumlah tonase sampah yang disetorkan kurang dari perkiraan awal. Menurut Moenir (1983) terdapat kelebihan dan kelemahan serta resiko teknis teknologi pengolahan sampah yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelebihan dan kelemahan serta resiko teknis teknologi pengolahan sampah Jenis teknologi Mekanisme pengolahan Kelebihan Kelemahan Sampah dibakar pada Sampah terbakar habis suhu yang sangat tinggi - Biaya investasi sangat mahal - Penggunaan mesin yang sesuai standar (tidak boleh melebihi kapasitas) - Sampah yang mengandung cairan dapat menyebabkan kerusakan mesin Incineration - Suhu minimal agar sampah dapat terbakar habis seringkali tidak dapat dicapai sehingga pembakaran menghasilkan pencemaran
Kompos
Kompos adalah hasil pemecahan biokimia dari zat organik dalam sampah, yang dapat
Merupakan pengolahan sampah yang bersifat zero waste dan menghasilkan pupuk kompos
Memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi kompos
Resiko teknis Pengolahan sampah dengan cara ini menimbulkan polusi udara yang tinggi
Karena butuh waktu yang lama, ada kemungkinan terjadi antrian sampah, hal ini
Tabel 1. (Lanjutan) Jenis teknologi
ATAD (Autogenous Thermophilic Aerobic Digestion)
Mekanisme pengolahan mempengaruhi karakteristik tanah. Proses pemecahan kompos disebabkan oleh mikroorganisme dan tipe mikroflora pada suhu yang sama dengan suhu sampah tersebut
Kelebihan
Teknologi ATAD (autogeneous thermophilic aerobic digestion) menggunakan bakteri aerobik yang responsif pada suhu tertentu untuk memproses sampah organik menjadi pupuk dalam bentuk pellet (padat) dan cair. Teknologi ini sebenarnya adalah untuk pengolahan air limbah
Merupakan pengolahan sampah yang bersifat zero waste sekaligus mengolah air limbah
Kelemahan
Investasi yang dilakukan cukup tinggi dan perlu ada uji coba dahulu karena belum pernah dilakukan di Indonesia
Resiko teknis menyebabkan polusi
Belum diketahui
Tabel 1. (Lanjutan) Jenis teknologi
Mekanisme pengolahan Sampah dibuang pada Open Dumping daerah lembah atau cekungan tanpa ada pengolahan lebih lanjut Pada metoda ini sampah dibuang ke daerah parit, daerah cekungan atau daerah lereng, kemudian ditimbun dengan lapisan tanah Sanitary landfill dan dipadatkan. Metoda ini mempunyai tiga macam cara yaitu metoda area, metoda trench dan metoda depression.
Pengepakan (Balling method)
Berbagai jenis sampah dikumpulkan dan ditekan dengan kekuatan + 2000psi sehingga menyerupai balok
Kelebihan Tidak membutuhkan biaya pengolahan Sampah - Merupakan cara yang paling murah - Tidak ada pemisahan sampah - investasi masih rendah
Sampah dapat digunakan sebagai penimbun jalan atau penimbun lembah daerah terkontrol.
Kelemahan Sampah menumpuk dan tidak terurai sebagaimana mestinya - Memerlukan tanah yang luas, sehingga untuk kota besar tidak memungkinkan - Pengoperasian harus sesuai dengan standar - Menimbulkan gas metana yang berbahaya
- Biaya investasi cukup mahal - Jika tidak digunakan sebagai penimbun akan menyebabkan penumpukan sampah (walaupun sudah dilakukan pengepakan)
Resiko teknis Menyebabkan sampah terus menumpuk polusi udara, air dan tanah Jika tidak ada perawatan secara periodik akan berubah menjadi open dumping
Cairan sampah yang keluar pada saat pengepakan kemungkinan dapat mencemari air tanah
4. TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) Menurut
Standar Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA (1991), yang
dimaksud dengan pembuangan akhir adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah, yang selanjutnya disebut TPA. Selain itu pembuangan akhir sampah merupakan tempat untuk mengkarantinakan sampah kota sehingga aman. Yang dimaksud sampah kota adalah sampah non B2 (sampah berbahaya) dan sampah non B3 (sampah berbahaya dan beracun). Metode pembuangan akhir dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan dari penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara yang tepat serta menjamin kelestarian lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Dengan kata lain ini merupakan pengisian tanah dengan sampah. Lokasi TPA harus memenuhi kriteria ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan, mudah dicapai oleh kendaraan pengangkut sampah dan aman terhadap lingkungan sekitar TPA (Harianja, 2006). Terdapat dua teknik dalam kategori TPA yaitu sistem open dumping dimana cara pengolahannya masih sederhana yaitu, sampah dihamparkan ke suatu lokasi kemudian dibiarkan terbuka tanpa adanya penanganan lebih lanjut. Setelah lokasi TPA penuh maka ditinggalkan. Keuntungan dari sistem open dumping adalah tidak diperlukannya biaya pengolahan sampah, sedangkan kelemahannya adalah sampah menumpuk dan tidak terurai sebagaimana mestinya, selain itu sistem ini menyebabkan sampah terus menumpuk dan mengakibatkan polusi udara, tanah dan air (Moenir, 1983). Sistem yang kedua adalah sanitary landfill, sistem ini menggunakan cara penimbunan sampah padat suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan sampai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk dilapisi dengan tanah kemudian dipadatkan kembali. Pada bagian dasar kontruksi dari sanitary lanfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi serta pipa penyalur gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah organik yang ikut tertimbun. Persyaratan yang sesuai akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Fungsi dari lapisan penutup dalam teknik sanitari lanfill adalah untuk
16
mencegah berkembangnya vektor penyakit, mencegah penyebaran debu dan sampah ringan, mencegah tersebarnya bau gas, mencegah kebakaran, menjaga pemandangan agar tetap indah, menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah, dan mengurangi volume air lindi (Harianja, 2006).
5. PEMANFAATAN SAMPAH Berbagai jenis sampah padat seperti kertas, bahan organik, tekstil, gelas, logam dan karet dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Sebelum dimanfaatkan lebih lanjut rata-rata sampah tersebut harus mengalami penghancuran kemudian pengeringan (kertas, kain, karet dan lain-lain). Pemanfaatan sampah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Limbah padat dan pemanfaatannya Jenis Sampah Pemanfaatan Pulp untuk kertas, cardboard dan produk-produk Kertas kertas lainnya Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi, bahan isolasi Diinsenerasi sebagai penghasil panas Bahan organik Untuk kompos sebagai pupuk tanaman Diinsenerasi sebagai penghasil panas Tekstil/pakaian Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi, bekas bahan isolasi Disumbangkan kepada yang memerlukan Gelas Dibersihkan dan dipakai lagi (botol) Dihancurkan sebagai bahan gelas baru Dihancurkan dan dicampur aspal untuk pengeras jalan Dihancurkan dan dicampur pasir dan batu untuk pembuatan bata semen Logam Dicor untuk pembuatan logam baru yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan Langsung digunakan bila keadaan baik dan memungkinkan Karet, kulit, Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi plastik dan isolasi Sumber : (Wardhana, 1995)
17
Menurut Prihandarini (2004), lapangan kerja baru dapat diciptakan pada pengelolaan
sampah
terpadu
(usaha
sampingan
pemulung
untuk
mengklasifikasikan sampah, usaha penggemukan ternak, industri kecil pembuatan pupuk organik dan pakan ternak, industri daur ulang logam, kertas plastik). Rancangan peluang usaha yang dapat dikembangkan dari olahan sampah/limbah dapat dilihat pada Gambar 1.
Sampah
Masalah : Bertambah setiap hari Menimbulkan pencemaran, bau busuk. Membutuhkan biaya tinggi dalam pengelolaan
Potensi : Bisa di daur ulang Mengandung bahan organik Berpotensi untuk dijadikan pupuk organik, pakan ternak dll TPA dapat dijadikan untuk penggemukan ternak Peluang usaha
Daur ulang kertas, plastik dll Pupuk organik Bahan bangunan : paving block, batako Penggemukan ternak : sapi, kambing, ayam, burung dara, walet.
Gambar 1 . Rancangan peluang usaha yang dapat dikembangkan dari pengolahan sampah (Prihandarini, 2005).
6. PUPUK KOMPOS Menurut Jorgensen dan Johsen (1998), pengkomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat. Dalam proses pengomposan, bahan organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa.
18
Pupuk kompos adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasikan secara organik (penguraian/pengomposan) (Prihandarini, 2005). Kompos merupakan pupuk campuran yang berasal dari bahan-bahan organik yang telah mengalami proses sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan menjadi bahan yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah mendekati C/N tanah. Kandungan unsur hara dari beberapa macam kompos dapat dilihat pada Tabel 3.
Sampah
Sortasi I
Memiliki nilai jual (besi, plastik, kaca, kertas ).
Tidak memiliki nilai jual
lapak Dijual sebagai barang bekas dan barang baku daur ulang
Sortasi II
Organik : sisa makanan, sisa sayuran, kulit buah, sampah daun, ranting.
Bahan baku pupuk kompos
Dikumpulkan memasuki tahap pembuatan pupuk kompos
Anorganik : kantong plastik, botol plastik, kulit sintesis, pecahan kaca, botol kaca
Residu
Dibuang melalui depo transfer sampah
Gambar 2. Pengelolaan sampah menjadi pupuk kompos (Prihandarini, 2005).
19
Tabel 3. Kandungan unsur hara dari beberapa macam kompos % hara Jenis bahan N P2O5 K2O Kompos jerami + air
0.22
0.04
0.43
Kompos jerami + pupuk kandang
0.31
0.17
0.47
Kompos jerami + kalsium + N
0.38
0.05
0.49
Kompos sampah kota
0.40
0.30
0.50
Sumber : Djuwendah (1998)
Menurut Djuwendah (1998), keuntungan dari kompos adalah : Dapat digunakan sebagai pupuk untuk penghijauan Dapat memperbaiki struktur tanah yang bersifat korosif Mengurangi pencemaran air tanah dan udara Mengurangi dampak penyakit Dapat memperpanjang umur TPA
7. BIOGAS Menurut Harianja (2006), penguraian bahan organik secara aerobik akan menghasilkan gas karbondioksida, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi aerobik akan menghasilkan sebagian besar gas methana dan gas lain dalam komposisi yang sedikit yaitu CO2, N2, CO, O2, dan H2S. Salah satu bahan organik yang dapat menghasilkan gas methana pada kondisi anaerob yaitu sampah organik. Berikut kandungan gas dalam bentuk persen.
Tabel 4. komposisi dan presentase biogas Jenis gas Jumlah (%) CH4 54 –70 CO2 27 –45 N2 0.5 –3 CO 0.1 O2 0.1 H2S Sedikit sekali Sumber : Jones, et. al, 1980 dalam Abdullah, K., 1998.
20
Menurut Hadiwiyoto (1983), semua sampah organik dapat dijadikan biogas (bioenergi). Biogas sebenarnya adalah senyawa methana (CH4) sewerage gas atau RDF (refuse derived fuel) yang merupakan bahan bakar. Gas methana bersifat tidak berbau, tidak berwarna, dan sangat mudah terbakar. Setiap 1 m3 biogas (dalam suhu 15.5 oC, 1 atmosfer) setara dengan 0.53 –0.75 liter bensin dan 0.47 –0.67 liter solar (Gunnerson dan Stuckey, 1986). Untuk mendapatkan biogas diperlukan saluran. Saluran biogas biasanya terbuat dari pipa bahan PVC dengan diameter 10.16 sampai 20.32 cm. Panjang pipa tergantung oleh kedalaman sampah. Gas masuk ke dalam pipa kemudian disalurkan ke kolektor gas. Dari kolektor, dialirkan ke blower kemudian gas tersebut dibersihkan dan dapat digunakan sebagai sumber energi (Thobanoglous et. al, 1993).
21
III. METODOLOGI
1) Lokasi dan Waktu Tempat pengambilan sampel sampah diambil dari beberapa TPA yaitu TPA Galuga (Kecamatan Cibungbulang), TPA Pondok Rajeg (Kecamatan Cibinong),
Pasar Parung (Kecamatan Parung), TPA Ciangir (Kotamadya
Tasikmalaya). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2006 sampai bulan Juni 2006.
2) Kerangka Pemikiran Pada dasarnya sampah merupakan beban bagi pemerintah maupun masyarakat disekitarnya. Tapi masalah ini tidak bisa dihindarkan dari kehidupan, karena setiap makhluk hidup pasti akan melakukan aktivitas dan hasil dari aktivitas tersebut sedikitnya akan menghasilkan limbah. Sebenarnya sampah dapat dirubah dari barang negatif menjadi barang positif dan dapat bernilai ekonomis. Hal ini dapat tercapai apabila dilakukan penanganan yang tepat. Dengan penanganan sampah yang tepat pengolahan sampah yang relatif berat dapat dikurangi. Salah satu penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan cara memisahkan sampah sesuai dengan jenisnya. Untuk sampah yang mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi, sampah tersebut dapat dijual langsung untuk didaur ulang. Sedangkan untuk sampah yang mempunyai nilai ekonomi yang relatif rendah, maka ada beberapa cara untuk penanganannya antara lain sampah tersebut dapat didaur ulang sesuai dengan potensi masyarakat sekitar, misalnya untuk plastik botol yang berkualitas rendah dapat diolah menjadi kerajinan tangan, sampah yang bersifat basah bisa dijadikan sebagai bahan baku biogas dan sampah yang bersifat kering sebagai bahan baku gasifikasi. Hal ini tentunya memerlukan perhatian dari pemerintah setempat. Dengan demikian sampah yang ada di TPA dapat dikurangi dan dijadikan barang baku yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis.
22
3) Metoda Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu: 3.1. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari literatur dan data langsung mengenai jumlah sampah yang masuk tiap hari ke setiap TPA. 3.2. Data Primer 3.2.1. Penimbangan Sampah Penimbangan sampah dilakukan dengan cara pengambilan sampel di titik yang berbeda kemudian sampah tersebut dipisahkan sesuai jenisnya. Penimbangan ini dilakukan selama 9 titik di TPA dan 5 titik di pasar Parung. 3.2.2. Wawancara Wawancara
dilakukan
dengan
petugas
terkait,
pekerja
(pemulung) dan pihak-pihak yang terkait dengan TPA.
4) Metoda Analisis Potensi Analisis potensi yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Pengambilan sampel sampah yang diambil secara acak, kemudian dipisahkan komposisi sampah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Adapun contoh sampah organik adalah sisa sayuran, sisa buahbuahan, jerami, daun dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik adalah kertas, kayu, kain, karpet/kulit, plastik, metal/logam, kaca, tulang, batu, tanah/lumpur dan karet (pada dasarnya kertas, kayu dan tulang merupakan sampah organik, tapi sifat dari ketiga benda ini sulit membusuk sehingga penanganan untuk kertas, kayu dan tulang sama seperti sampah anorganik lainnya). Pengambilan sampel berdasarkan volume yang sama yaitu 4.25 x 10-3 m3.
23
Gambar 3. Pemisahan sampah berdasarkan jenisnya di TPA.
2) Potensi sampah organik untuk pupuk kompos dihitung berdasarkan harga jual pupuk kompos. Untuk kemasan karung (kapasitas 14 kg) mempunyai nilai jual Rp. 300/kg sampai Rp. 500/kg, sedangkan pupuk kompos dalam kemasan plastik (kapasitas 1.5 kg) mempunyai nilai jual Rp. 700/kg sampai Rp. 1 000/kg. (komunikasi pribadi). 3) Potensi sampah organik untuk biogas mempunyai nilai 0.31 m3/kg – 0.39 m3/kg sampah. Dalam suhu 15.5 oC dan tekanan 1 atmosfer, nilai kalor 1 m3 biogas setara dengan nilai pembakaran 0.53 –0.75 liter bensin dan 0.47 –0.67 liter solar (Gunnerson dan Stuckey, 1986). Sedangkan potensi biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah menggunakan rumus sebagai berikut : Emn =Vxρxc. . . . . . . . . . . ..............................................................................(1) Dimana : Emn = energi minyak tanah (kkal) V
= Volume bahan bakar minyak tanah (m3)
ρ =k e r a pa t a nj e n i sba ha nb a ka rmi ny a k790. 0kg / m3 (Progres, 1979 dalam Sonhaji, 1998)
24
c
= nilai kalor minyak tanah 10374.96 kkal/kg ( Hall, 1957 dalam Sonhaji, 1998)
untuk mengetahui nilai volume minyak tanah maka dibutuhkan nilai kesetaraan antara energi biogas dan energi minyak tanah. Ebiogas = Emn................................................................................................(2)
5) Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan adalah : 6.1. Bahan Bahan yang diperlukan adalah sampah yang datang tiap hari ke TPA diambil secara acak. 6.2. Alat Alat yang digunakan antara lain timbangan, kalkulator, sarung tangan, sepatu boot, masker, ember.
Gambar 4. Alat-alat yang digunakan selama penelitian.
25
IV. PEMBAHASAN
1. KOMPOSISI SAMPAH 1.1. Pasar Parung Pasar Parung terletak di belakang terminal Parung. Sampah di pasar Parung berasal dari sisa-sisa kegiatan pasar berupa sisa sayuran, sisa buah-buahan, kemasan produk pangan (kayu, bambu, plastik lunak dan lain-lain). Selain dari pasar, sampah berasal dari limbah rumah tangga sekitar pasar. Lokasi pasar Parung dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kondisi sampah pasar Parung tanpa adanya pengangkutan ke TPA.
Volume sampah dari waktu ke waktu terus bertambah tanpa adanya pengangkutan sampah ke TPA. Pada waktu pengambilan data (19 Februari 2006) volume sampah diperkirakan 36 m3. Penentuan komposisi sampah di pasar Parung dilakukan di lima titik yang berbeda. Data hasil pengkomposisian sampah di pasar Parung dapat dilihat pada Lampiran 2.
20
1.2. TPA Galuga TPA Galuga berada di wilayah kecamatan Cibungbulang. Sampah yang masuk tiap hari ke TPA Galuga sebanyak 24 truk (volume masingmasing 8 m3) dan 72 kontainer (volume 6 m3). Volume sampah yang datang tiap hari ke TPA Galuga ± 2700 m3/hari. Lokasi TPA Galuga dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 . TPA Galuga (Kecamatan Cibungbulang).
Penentuan komposisi sampah di TPA Galuga dilakukan di sembilan titik yang berbeda. Data hasil pengkomposisian sampah di TPA Galuga dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
1.3. TPA Pondok Rajeg TPA Pondok Rajeg diresmikan pada tahun 1994, dengan luas lahan 12 ha. Sampah yang datang ke TPA Pondok Rajeg berasal dari sampah pasar dan sampah perumahan. Truk yang beroperasi ke TPA Pondok Rajeg sebanyak 21 truk/hari. Volume sampah yang masuk ke TPA Pondok Rajeg ± 700 m3/hari. Lokasi TPA Pondok Rajeg dapat dilihat pada Gambar 7.
21
Gambar 7. TPA Pondok Rajeg (Kecamatan Cibinong).
Penentuan komposisi sampah di TPA Pondok Rajeg dilakukan di sembilan titik yang berbeda. Data hasil pengkomposisian sampah di TPA Pondok Rajeg dapat dilihat pada Lampiran 5.
1.4. TPA Ciangir TPA Ciangir merupakan TPA yang menerima sampah dari Kotamadya Tasikmalaya. TPA Ciangir mulai diopersikan pada tahun 2002. Luas lahan TPA Ciangir adalah 8 ha. Volume sampah yang datang ke TPA Ciangir ± 332 m3/hari. Lokasi TPA Ciangir dapat dilihat pada Gambar 8. Fasilitas yang dimiliki TPA Ciangir adalah 21 truk kecil (volume 6 m3) untuk mengangkut limbah rumah tangga dan industri dengan kerja 2 rit/hari, 5 kontainer (volume 4 m3) untuk mengangkut sampah pasar dengan kerja 4 rit/hari. Penentuan komposisi sampah di TPA Ciangir dilakukan di 9 titik yang berbeda. Data hasil pengkomposisian sampah di TPA Ciangir dapat dilihat pada Lampiran 6.
22
Gambar 8 . TPA Ciangir ( Kotamadya Tasikmalaya).
2. PEMANFAATAN SAMPAH DI SETIAP TPA 2.1. Pemanfaatan Sampah Organik 2.1.1. Pupuk Kompos Dilihat dari komposisi sampah kota di keempat TPA, sampah organik merupakan sampah yang paling banyak persentasenya dibandingkan dengan jenis lain. Pupuk kompos merupakan salah satu cara untuk mengurangi sampah organik. Salah satu cara untuk membuat pupuk kompos di TPA adalah dengan menggunakan sistem open windrow. Sistem open windrow adalah suatu metode pengomposan dimana sampah ditumpuk diruang terbuka. Keuntungan dari sistem open windrow adalah tidak memerlukan bahan dan peralatan pendukung yang komplek dan modern, sehingga dapat diterapkan di TPA dengan mudah. Sistem ini telah diterapkan di TPA Galuga. Proses pembuatan pupuk kompos dengan menggunakan sistem open windrow terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1) Penyiapan Lahan Penyiapan lahan dilakukan dengan cara memisahkan sampah berdasarkan jenisnya yakni, sampah organik dan sampah
23
anorganik. Sampah organik juga mengalami pemisahan kembali yaitu berdasarkan sampah organik yang mudah didegradasi dengan sampah organik yang sulit didegradasi. Pemisahan sampah tersebut menggunakan alat cakram seperti garpu (kadang-kadang bisa menggunakan tangan). 2) Penumpukan Bahan / Fermentasi Sampah yang sudah dipisahkan berdasarkan jenisnya kemudian ditumpuk diruang terbuka. Pada saat penumpukan dimulai sampah organik diberi campuran feses sapi, air dan serbuk gergaji. Penumpukan sampah ini biasanya dilakukan dengan menggunakan bahan sampah organik ± 9 ton, 300 liter air, 150 kg feses sapi dan 100 kg serbuk gergaji. Susunan tumpukan dari bawah adalah sampah organik, feses sapi, serbuk gergaji, sampah organik, feses sapi, serbuk gergaji dan seterusnya.
Sampah organik Feses sapi Serbuk gergaji Gambar 9 . Susunan tumpukan pada proses pengomposan.
3) Proses Pengomposan Proses
pengomposan
yaitu
proses
dimana
aktivitas
berlangsung untuk mendekomposisi sampah organik. Proses ini dilakukan dengan cara pengendalian atau pemantauan apakah proses tersebut berlangsung dengan baik atau tidak. Faktor-faktor yang harus dikendalikan adalah :
24
Suhu Pengendalian suhu dilakukan tiap hari, kira-kira 5 menit sebelum
pembalikan
tumpukan.
Pembalikan
tumpukan
dilakukan apabila suhu tumpukan sudah diatas 65
o
C.
Perlakuan ini berlangsung sampai kompos dinyatakan sudah matang (± 55 hari). Suhu optimum dalam proses pengomposan sebesar 50 oC sampai 55 oC pada awal proses pengomposan dan 55oC sampai 60oC pada saat proses pengomposan (Thobanoglous et. al, 1993). Kadar Air Pengendalian kadar air dilakukan tiap hari. Kelembaban yang baik untuk proses pengomposan antara 40% sampai 60%. Dan kelembapan optimum untuk proses pengomposan adalah 55% . Apabila pada proses pengomposan kering, maka dilakukan penyiraman dengan air biasa. Dan sebaliknya apabila pada proses pengomposan terlalu basah, maka dilakukan proses pembalikan petakan agar terjadi penguapan. Cara mudah untuk mengetahui kompos tersebut kering atau basah adalah dengan cara meremas menggunakan kepalan tangan. Kompos dianggap kering apabila diremas tidak keluar air sama sekali, kompos dianggap basah apabila diremas mengalir air relatif banyak. Kondisi yang baik adalah apabila kompos diremas hanya keluar tetesan air saja. Aktivitas pembalikan pada proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 10.
4) Pemanenan Pemanenan
dilakukan
setelah
proses
pengomposan
dinyatakan sudah matang (± 55 hari). Indikator kompos sudah matang yaitu suhu tumpukan mendekati suhu kamar atau sama dengan suhu kamar, bau kompos menyerupai bau tanah (tidak
25
berbau busuk), wujud fisik sudah terdekomposisis sehingga menyerupai tanah.
Gambar 10 . Proses pembalikan (pengadukan) dalam pembuatan pupuk kompos di TPA Galuga.
5) Pencacahan dan Pengayakan Pencacahan dilakukan setelah proses pemanenan kemudian dilakukan pengeringan terlebih dahulu (± 1 minggu). Pencacahan dilakukan dengan mesin pencacah. Tujuan dari pencacahan adalah untuk menyeragamkan dan memperkecil ukuran partikel kompos. Karena semakin kecil dan seragam bentuk bahan, maka kelancaran difusi O2 yang diperlukan dan pengeluaran CO2 yang dihasilkan akan lebih baik.
26
Gambar 11. Mesin cacah dan ayak. 6) Pengemasan Kemasan pupuk organik biasanya berupa plastik dan karung. Kemasan plastik mempunyai kapasitas sebesar 1.5 kg dan kemasan karung mempunyai kapasitas 14 kg.
Gambar 12 .Contoh pupuk kompos yang sudah dikemas.
Potensi pupuk kompos di TPA dihitung berdasarkan harga jual pupuk kompos ke masyarakat. Harga jual sekitar Rp. 300/kg sampai Rp. 1000/kg. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos di tiap tempat dapat dilihat di Lampiran 8. Nilai potensi sampah organik untuk pupuk kompos di tiap tempat dapat di lihat pada Tabel 5.
27
Tabel 5 Potensi pupuk kompos di TPA Galuga, TPA Pondok Rajeg, TPA Ciangir dan pasar Parung. No. Tempat Potensi 1 TPA Ciangir Rp. 2 437 680/hari 2 TPA Pondok Rajeg Rp. 9 416 400/hari TPA Galuga Rp. 47 968 200/hari 3 4
Pasar Parung
Rp. 1 440 000
Nilai perhitungan diatas relatif besar karena analisis potensi masih bersifat kasar, belum ada faktor-faktor eksternal yang dihitung, misalnya pbiaya penyusutan alat dan bahan yang digunakan, biaya untuk pekerja, biaya transportasi dan lain-lain. Dari keempat tempat penelitian hanya TPA Galuga yang sudah memanfaatkan sampah organik sebagai bahan baku pupuk kompos, sehingga sebagian besar sampah organik sudah dimanfaatkan di TPA Galuga.
2.1.2. Biogas Sebagian besar komponen sampah padat di TPA merupakan sampah organik. Sampah ini dapat menimbulkan masalah yaitu produksi gas methana dan air lindi. Pemanfaatan sampah organik selain untuk pupuk kompos adalah biogas. Biogas merupakan sumber energi yang dihasilkan oleh bahan organik, salah satu penghasil biogas adalah sampah organik. Sampah organik yang dimaksud adalah sampah basah (sisa sayuran, sisa buah-buahan dan lain-lain) yang bersifat tidak mudah terbakar. Untuk menjadi sumber energi dibutuhkan proses konversi terlebih dahulu menjadi gas methana dengan proses anaerobik. Dalam proses menghasilkan gas methana dibutuhkan beberapa tahap yaitu 10 hari pertama merupakan proses aerobik dimana udara masuk ke sampah organik. Pada periode ini dihasilkan gas CO2 namun gas methana belum dihasilkan. Tahap selanjutnya yaitu gas methana mulai dihasilkan pada hari ke 100. Kemudian hari ke 216 gas methana meningkat sampai 45% dari komposisi gas yang dihasilkan. Presentase gas methana terus
28
meningkat sampai 66% dari komposisi gas pada hari ke 235 (Iglesias et. al, 1998). Untuk mendapatkan biogas diperlukan saluran. Saluran biogas biasanya terbuat dari pipa bahan PVC dengan diameter 10.16 sampai 20.32 cm. Panjang pipa tergantung oleh kedalaman sampah. Gas masuk ke dalam pipa kemudian disalurkan ke kolektor gas. Dari kolektor, dialirkan ke blower kemudian gas tersebut dibersihkan dan dapat digunakan sebagai sumber energi. Skema saluran biogas dengan menggunakan sumur vertikal dapat dilihat pada Lampiran 7 dan perhitungan potensi sampah organik untuk biogas di tiap tempat dapat dilihat di Lampiran 9. Nilai potensi sampah organik untuk biogas di tiap tempat dapat di lihat pada Tabel 6
Tabel 6. Nilai potensi sampah organik untuk biogas di tiap tempat Potensi (Rp.) Tempat Bensin Solar Minyak tanah TPA Galuga 417 035 700/hari 344 104 782/hari 243 334 800/hari TPA Pondok Rajeg 81 866 181/hari 67 549 435/hari 48 945 656/hari Pasar Parung 12 519 360 10 329 984 7 485 004 TPA Ciangir 21 193 162/hari 17 486 931/hari 12 670 840/hari
Nilai perhitungan diatas relatif besar karena analisis potensi masih bersifat kasar, belum ada faktor-faktor eksternal yang dihitung, misalnya biaya penyusutan alat dan bahan yang digunakan, biaya untuk pekerja, biaya transportasi dan lain-lain. Pemanfaatan biogas di keempat tempat penelitian belum dilakukan sehingga hal ini perlu diperhatikan. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan instalasi biogas salah satunya adalah tidak adanya sosialisasi yang baik antara pemerintah, pihak TPA, dan masyarakat sekitar lingkungan TPA tentang pentingnya penanganan TPA yang serius, sehingga umur TPA bisa lebih lama. Salah satu penanganan tersebut yaitu dengan menerapkan sistem sanitary landfill di TPA. Dengan sistem ini biogas yang diproduksi oleh sampah organik dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai sumber energi. Dengan
29
penanganan serius potensi saampah organik untuk menghasilkan biogas akan menghasilkan pemasukan bagi pemerintah, pihak TPA, dan dapat membuka lahan pekerjaan baru.
2.2. Pemanfaatan Sampah Anorganik Pemanfaatan sampah anorganik atau biasa disebut proses daur ulang sampah merupakan usaha yang memanfaatkan barang bekas (dalam hal ini adalah kertas, plastik, kayu dan tekstil) menjadi bahan baku yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis. Dibawah ini adalah potensi pemanfaatan sampah anorganik yaitu : Kertas Daur Ulang Sampah kertas yang dimaksud adalah kertas koran, kertas pembungkus makanan, kertas foto copy, dan lain-lain. Kertas ini dapat didaur ulang menjadi bubur kertas dan nantinya digunakan sebagai bahan baku kerajinan tangan. Sesuai dengan www. Idepfondation.org (1998) tahap-tahap pembuatan kertas yaitu : a) sampah
kertas
dipotong-potong
(size
reduction)
untuk
mengecilkan ukuran kertas dan direndam dengan air biasa selama 1 hari b) setelah tekstur kertas lebih lunak, kertas tersebut diblender sampai seperti bubur, lalu dituangkan dalam baskom dan diaduk c) dengan menggunakan screen sablon bubur kertas disaring dan diletakkan diatas spon yang dilapisi kain, kemudian bagian atas bubur kertas tersebut ditutup dengan kain lalu dipress dengan papan yang sudah diberi pemberat (dibiarkan selama satu jam hingga airnya berkurang). d) lapisan bubur kertas yang sudah kering diangkat dan dijemur dibawah sinar matahari e) tahap terakhir yaitu kertas yang sudah kering dirapikan dengan cara disetrika (bagian yang disetrika menggunakan lapisan kain)
30
Kertas
Pembuburan
pengeringan
Kertas daur ulang Gambar 13. Bagan pembuatan daur ulang kertas.
Plastik daur Ulang Menurut Gumelar (2002) jenis plastik dapat digolongkan menjadi plastik lunak, plastik kemasan (plastik kemasan mie instan dan makanan ringan), plastik keras (botol minuman, mainan anakanak, berbagai perabot rumah tangga yang terbuat dari plastik). Sebelum dilakukan pencacahan plastik ini dicuci terlebih dahulu untuk memudahkan proses pencacahan. Plastik banyak digunakan sebagai bahan kemasan karena sifat dari plastik dapat menggantikan logam dan kaca. Menggunakan kemasan plastik mempunyai beberapa keuntungan yaitu massa lebih ringan dibandingkan kaca dan logam, sehingga biaya pengiriman barang lebih rendah, tahan lama dan dapat mengurangi produk dari kerusakan, mempunyai banyak variasi bentuk dan ukuran, insulator yang baik, cocok untuk kemasan bahan pangan yang bersifat basah dan dapat digunakan dalam microwave. Plastik dapat didaur ulang dan dapat digunakan kembali. Penggunaan plastik daur ulang sesuai jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7.
31
Tabel 7 . Penggunaan plastik daur ulang No Jenis Penggunaan plastik daur ulang Polyethylene Digunakan sebagai bahan baku sleeping bags 1 terepthalate (PETE) bantal selimut dan lain-lain High-density 2 Karung bahan pangan, pipa, mainan plastik, polyethylene (HDPE) ember Polyvinyl chloride 3 Kemasan produk non-pangan, tirai kamar mandi, (PVC) keset laboratorium, pot bunga, mainan 4 5 6
Low-density polyethylene (LDPE) Polystyrene (PS) Lain-lain (plastik campuran)
Tali dan kabel cargo, sebagai campuran bahan plastik bersama HDPE Peralatan kantor, talam, insulator, mainan Meja, palet, dinding penopang
Sumber : Tchobanoglous et. al ( 1993).
Kayu dan Tekstil Daur Ulang Sampah kayu dan tekstil dapat digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat batako. Cara pembuatan batako menggunakan campuran kayu dan tekstil dapat dilihat pada Gambar 14.
Kayu + tekstil
Batako
insinerator
Cetak
Abu
Pencampuran semen + air
Gambar 14. Bagan pembuatan batako menggunakan campuran kayu dan tekstil.
32
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Persen rata-rata komposisi sampah kota yang terbanyak adalah sampah organik (Pasar Parung = 37%, TPA Galuga bagian umum = 47%, TPA Galuga bagian kompos = 51%, TPA Pondok Rajeg = 59%, TPA Ciangir = 52%). 2. Pemanfaatan sampah organik dijadikan untuk pupuk kompos dan biogas, sedangkan sampah anorganik dapat dimanfaatkan dengan melalui proses daur ulang terlebih dahulu. Nilai potensi pupuk kompos di masing-masing tempat adalah TPA Galuga sebesar Rp. 47 968 200/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar Rp. 9 416 400/hari, TPA Ciangir sebesar Rp. 2 437 680/hari dan pasar Parung sebesar Rp. 1 440 000. Nilai potensi biogas sebagai pengganti pembakaran bensin di masing-masing tempat adalah Ciangir sebesar
TPA
Rp. 21 193 162/hari, pasar Parung sebesar
Rp. 12 519 360 , TPA Galuga sebesar Rp. 417 035 700/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar Rp. 81 866 181/hari. Nilai potensi biogas sebagai pengganti pembakaran solar di masing-masing tempat adalah TPA Ciangir sebesar Rp. 17 486 931/hari, pasar Parung sebesar Rp. 10 329 984, TPA Galuga sebesar
Rp. 344 104 782/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar
Rp. 67 549 435/hari. Sedangkan Nilai potensi biogas sebagai pengganti pembakaran minyak tanah di masing-masing tempat adalah TPA Ciangir sebesar Rp. 12 670 840/hari, pasar Parung sebesar Galuga sebesar
Rp. 7 485 004, TPA
Rp. 243 334 800/hari, TPA Pondok Rajeg sebesar
Rp. 48 945 656/hari.
33
3.
Saran Saran untuk penelitian ini adalah : 1. Pelatihan dari pemerintah kepada masyarakat, untuk pemanfaatan sampah di tingkat rumah tangga 2. Penelitian lebih lanjut mengenai studi kelayakan usaha pemanfatan sampah untuk biogas dan pupuk kompos
34
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, K., Irwanto, N., Agustina, E., Tambunan, A. H., Yamin, M., Hartulistiyoso, E. Purwanto, Y. A., Wulandani, D., Nelwan, L. O. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Japan International Cooperation Agency. IPB. Bogor Anonim. 1998. Cara Membuat Kertas Daur Ulang. www.indepfondation.org. 6 Mei 2006. Anonim. Standar Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. 1991. Departemen Pekerjaan Umum. Yayasan LPMB. Bandung. Apriadji, W. H. 1998. Memproses Sampah . Penebar Swadaya. Jakarta. Butler, K. 2002. Landfill Resource Recovery on LPA Bantargebang-Kotamadya Bekasi. Jurnal, CASE. Vol. 1. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kodya Bogor, 1998. Mekanisme Pelayanan Kebersihan di Kodya Dati II Bogor. DKP Kodya Bogor. Djuwendah, E. 1998. Analisis Keragaan Ekonomi dan Kelembagaan penanganan Sampah Perkotaan. Tesis . Program Pendidikan Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Effendi, E.V. 2005. Polutan Gas dari Berbagai Lokasi TPA Tempat Pembuangan Akhir. Skripsi. IPB. Bogor. Gumelar, R. 2002. Analisis Kelayakan Usaha Proyek Pengelolaan Sampah Kota Dengan Pendekatan NIR Limbah (Zero Waste) di Kelurahan Pertamburan, Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat. Skripsi. IPB. Bogor. Gunnerson, C G and Stuckey, D C. 1986. Anaerobic Digestion Principle and Practices for Biogas Systems. The World Bank Washington, D.C., U.S.A.
35
Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Harada, Y. 1990. Composting and Application of Animal Wastes. ASPAC Food and Fertilizer Center. Extension Bulletin No. 311: 20-31. Harianja, V. M. 2006. Analisis Willingness to Aceppt Masyarakat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantargebang Dengan Pendekatan Contingen Valuation Method. Sripsi. IPB.Bogor. Hendargo, I. 1994. Kamus Istilah Lingkungan. PT Bina Rena Pariwara . Jakarta. Iglesias, J.R, Castrillón, L, Marañón, E dan Sastre, H. 1998. Solid State Anaerobic Digestion of Unsorted Municipal Solid Waste in a Pilot Plant Scale Digester. Jurnal. Bioresource Technology 63 (1998) 29-30. Ismawati, Y. 2001. Sumberdaya di dalam Bara : Kerugian Ekonomi Akibat Insinerasi Versus Pendekatan Zero Waste di Belahan Selatan. http://archive.greenpeace.org/toxics/reports/euincin.pdf. 12 Februari 2006. Jorgensen, S.E. dan I. Johnson. 1998. Principle of Evironmental Science and Technology, Elsevier Applied Publisher, Amsterdam. Moenir. 1983. Ragam Teknologi Pengolahan Sampah. Majalah Percik Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 1 (5) : 3. Jakarta. Prihandarini, R. 2004. Manajemen Sampah Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Organik. PreProd. Jakarta. Sohanji. 1998. Analisis Konsumsi Energi untuk Produksi Kecap di Pabrik Kecap Zebra, Ciampea Bogor. Skripsi. IPB. Bogor. Suprihatin, A., D. Prihanto dan M. Gelbert. 1996. Sampah dan Pengolahannya. Indah Offset. Malang. Syamsuddin, A. 1985. Studi Tentang Pengelolaan Sampah di Kotamadya Ujung Pandang. Tesis. Program Pendidikan Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
36
Tchobanoglous, G., Theisen, H., Vigil, S.A. 1993. Integrated Solid Waste Management Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill Book Co. Singapore. Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.
37
Lampiran 1. Sketsa wilayah Kabupaten Bogor.
Sumber : BAPEDA, Kabupaten Bogor (2000)
38
Lampiran 2. Komposisi sampah di pasar Parung.
ULANGAN Komposisi
organik anorganik kertas kayu kain karpet/kulit plastik metal/logam kaca tulang batu tanah/lumpur Total
I massa (gr) 3037 40 1025 0 0 280 0 150 5 0 0 4537
(%)
67
II massa (gr) 1875
1 23 0 0 6 0 3 0 0 0 100
60 1100 0 0 400 0 325 0 0 1050 4810
(%)
(%)
39
III massa (gr) 1625
(%)
43
IV massa (gr) 550
1 23 0 0 8 0 7 0 0 22 100
60 1825 0 0 125 0 170 0 0 0 3805
V
10
massa (gr) 1250
2 48 0 0 3 0 4 0 0 0 100
70 2550 0 0 725 0 525 20 10 1250 5700
1 45 0 0 13 0 9 0 0 22 100
45 1050 0 0 350 0 450 0 0 1325 4470
(%)
Persen rata-rata (%)
28
37
1 23 0
1 32 0 0 8 0 7 0 0 15 100
8 0 10 0 0 30 100
39
Lampiran 3. Komposisi sampah di TPA Galuga bagian umum.
ULANGAN Komposisi
organik anorganik kertas kayu kain
I massa (%) (gr) 375 25
II massa (%) (gr) 500 38
III massa (%) (gr) 650 35
IV massa (%) (gr) 625 47
V massa (%) (gr) 850 54
VI massa (%) (gr) 245 18
VII massa (%) (gr) 700 61
VIII massa (%) (gr) 850 65
IX massa (%) (gr) 875 78
Persen rata-rata (%) 47
50
3
25
2
113
6
0
0
50
3
50
4
75
7
13
1
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
175
11
650
47
0
0
50
4
50
4
7
0
0
100
8
0
0
600
45
300
19
25
2
75
7
0
0
0
0
9
karpet/kulit
352
23
50
4
200
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
plastik
350
23
450
34
0
0
100
8
200
13
300
22
125
11
225
17
125
11
15
metal/logam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
kaca
0
0
0
0
875
48
0
0
0
0
0
0
0
0
75
6
0
0
6
tulang
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
batu
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
tanah/lumpur
350
23
0
0
0
0
0
0
0
0
100
7
0
0
0
0
0
0
3
karet
50
3
200
15
0
0
0
0
0
0
0
0
175
15
90
7
75
7
5
Total
1527
100
1325
100
1838
100
1325
100
1575
100
1370
100
1150
100
1303
100
1125
100
100
40
Lampiran 4. Komposisi sampah di TPA Galuga bagian kompos.
ULANGAN Komposisi
Organik Anorganik Kertas Kayu Kain karpet/kulit Plastik metal/logam Kaca Tulang Batu tanah/lumpur Karet Total
I massa (gr)
(%)
II massa (%) (gr)
III massa (%) (gr)
IV massa (%) (gr)
V massa (%) (gr)
Persen VI massa (%) (gr)
VII massa (%) (gr)
VIII massa (%) (gr)
IX massa (%) (gr)
rata-rata (%)
1275
66
550
52
675
41
2375
67
2125
63
1550
65
1700
74
1475
60
1800
60
61
0 25 0 0 325 0 0 0 300 0 0
0 1 0 0 17 0 0 0 16 0 0
0 150 50 0 300 0 0 0 0 0 0
0 14 5 0 29 0 0 0 0 0 0
0 650 125 0 200 0 0 0 0 0 0
0 39 8 0 12 0 0 0 0 0 0
75 100 0 0 175 75 50 0 625 0 50
2 3 0 0 5 2 1 0 18 0 1
0 300 0 0 325 25 25 0 600 0 0
0 9 0 0 10 1 1 0 18 0 0
0 250 0 0 375 0 25 25 175 0 0
0 10 0 0 16 0 1 1 7 0 0
25 75 0 0 300 0 0 0 200 0 0
1 3 0 0 13 0 0 0 9 0 0
0 50 0 0 350 25 50 0 500 0 0
0 2 0 0 14 1 2 0 20 0 0
50 0 50 0 350 50 50 0 675 0 0
2 0 2 0 12 2 2 0 22 0 0
1 9 2 0 14 1 1 0 12 0 0
1925
100
1050
100
1650
100
3525
100
3400
100
2400
100
2300
100
2450
100
3025
100
100
41
Lampiran 5. Komposisi sampah di TPA Pondok Rajeg.
III massa (gr) (%)
IV massa (gr) (%)
Persen
V massa (gr) (%)
rata-rata
I massa (gr)
(%)
Organik Anorganik Kertas Kayu Kain karpet/kulit Plastik metal/logam Kaca Tulang Batu tanah/lumpur Karet
1025
47
1250
81
1100
63
750
65
800
55
900
54
1000
63
1300
63
600
44
59
0 75 0 0 675 100 225 25 0 0 50
0 3 0 0 31 5 10 1 0 0 2
0 100 0 200 0 0 0 0 0 0 0
0 6 0 13 0 0 0 0 0 0 0
0 25 100 0 500 0 0 0 0 0 25
0 1 6 0 29 0 0 0 0 0 1
50 25 0 0 300 25 0 0 0 0 0
4 2 0 0 26 2 0 0 0 0 0
100 0 0 0 450 0 0 0 0 100 0
7 0 0 0 31 0 0 0 0 7 0
125 100 0 500 50 0 0 0 0 0 0
7 6 0 30 3 0 0 0 0 0 0
50 0 0 0 400 0 25 25 100 0 0
3 0 0 0 25 0 2 2 6 0 0
100 100 50 500 0 0 0 0 0 0 0
5 5 2 24 0 0 0 0 0 0 0
75 0 0 0 500 0 0 0 0 0 200
5 0 0 0 36 0 0 0 0 0 15
4 3 1 7 20 1 1 0 1 1 2
Total
2175
100
1550
100
1750
100
1150
100
1450
100
1675
100
1600
100
2050
100
1375
100
100
Komposisi
II massa (gr) (%)
ULANGAN VI massa (gr) (%)
VII massa (gr) (%)
VIII massa (gr) (%)
IX massa (gr) (%)
(%)
42
Lampiran 6. Komposisi sampah di TPA Ciangir.
ULANGAN Komposisi
organik anorganik kertas kayu kain karpet/kulit plastik metal/logam kaca tulang batu tanah/lumpur karet Total
II massa (gr) (%)
III massa (gr) (%)
IV massa (gr) (%)
V massa (gr) (%)
VI massa (gr) (%)
VII massa (gr) (%)
VIII massa (gr) (%)
IX massa (gr) (%)
Persen ratarata
I massa (gr)
(%)
700
42
350
33
550
39
975
78
400
52
500
51
625
49
800
64
500
57
52
175 25 75 0 425 0 0 0 200 50 0
11 2 5 0 26 0 0 0 12 3 0
25 50 250 0 225 0 0 0 0 0 150
2 5 24 0 21 0 0 0 0 0 14
25 125 0 350 375 0 0 0 0 0 0
2 9 0 25 26 0 0 0 0 0 0
25 100 0 0 150 0 0 0 0 0 0
2 8 0 0 12 0 0 0 0 0 0
50 0 0 0 200 0 25 0 100 0 0
6 0 0 0 26 0 3 0 13 0 0
75 0 100 0 250 0 0 0 0 50 0
8 0 10 0 26 0 0 0 0 5 0
100 50 0 0 300 50 0 0 100 50 0
8 4 0 0 24 4 0 0 8 4 0
0 0 50 0 300 0 100 0 0 0 0
0 0 4 0 24 0 8 0 0 0 0
25 0 0 0 250 0 0 0 50 50 0
3 0 0 0 26 0 0 0 5 5 0
5 3 5 3 23 0 1 0 4 2 2
1650
100
1050
100
1425
100
1250
100
775
100
975
100
1275
100
1250
100
875
96
100
(%)
43
Lampiran 7. Skema saluran biogas dengan menggunakan sumur vertikal.
Cell unit
Lapisan penutup tumpukan sampah yang kedap udara
Pipa pengumpul gas
Blower Sumber listrik Pipa yang berlubang
Tanah liat
kerikil
Peralatan pembersih gas dan generator set
Transformer substation
Sampah padat
Lapisan penutup tumpukan sampah yang kedap udara Sumber : Tchobanoglous (1993)
44
Lampiran 8. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos di tiap tempat. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos dilakukan berdasarkan pengambilan volume sampah yang sama yaitu 4.25 x 10-3 m3. Setelah mendapatkan nilai sampah organik yang datang tiap hari ke TPA kemudian sampah organik tersebut diasumsikan mengalami penyusutan massa sebesar 80%. Kemudian dihitung potensi pupuk kompos dalam bentuk nilai mata uang. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos di masing-masing tempat dapat dilihat di bawah ini.
Tabel Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos di masing-masing tempat No 1
Cara menghitung (berdasarkan nomer urut)
Keterangan Volume pengukuran sampel sampah (x 10 Massa sampah organik yang terukur (kg)
-3
4.25
Rata-rata dari massa sampah organik yang terukur (lampiran 2 sampai lampiran 6)
0.6
1.4
0.97
no. 2 no. 1
141.2
329
228
52
54
59
332
2700
700
no. 5 x no. 4 no. 6 x no. 3
172.64 24376.8
1458 479682
700 94164
no. 7 x (100 –20)%
4875.5
95936.4
4875.5
47 968 200
9 416 400
3
m)
2
3
4.25
TPA Pondok Rajeg 4.25
Kesetaraan massa sampah organik dengan volume sampah 3 (kg/ m ) Persen rata-rata sampah organik di tiap tempat (%)
TPA Ciangir
TPA Galuga
massa rata rata sampah organik x100% massa rata rata sampah campuran
4 (lampiran 2 sampai lampiran 6) 5 6 7 8 9
Volume sampah yang datang tiap hari ke tiap tempat 3 (m /hari) 3 Volume sampah organik (m /hari) Massa sampah organik yang datang tiap hari (kg/hari) Massa pupuk kompos (massa sampah organik yang telah mengalami penyusutan 80%)(kg/hari) Potensi pupuk kompos dengan mengansumsikan harga pupuk kompos sebesar Rp. 500/kg) (Rp./hari)
no. 8 x Rp. 500/kg
2 437 680
45
Lampiran 8. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos di tiap tempat (lanjutan).
Untuk pasar Parung potensi dihitung tersendiri, karena data volume sampah yang masuk tiap hari tidak ada. Sehingga potensi dihitung berdasarkan volume sampah diperkirakan pada saat penelitian. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos sebagai berikut : Potensi sampah organik untuk pupuk kompos di pasar Parung. Volume sampel sampah tiap pengukuran adalah 4.25 x 10-3 m3 Massa rata-rata sampah organik yang terukur = 1.7 kg jadi setiap pengambilan sampel sampah sebanyak 4.25 x 10-3 m3 terdapat sekitar 1.7 kg sampah organik. Sehingga diperoleh 1 m3 sampah organik setara dengan 400 kg sampah organik (400 kg/m3) Volume sampah pasar Parung = 36 m3 Massa sampah organik adalah 36 m3 x 400 kg/m3 = 14400 kg Asumsi setelah proses pengomposan massa sampah organik menyusut sebanyak 80 % sehingga massa pupuk kompos yang telah jadi diperkirakan 14400 kg x (100 –80) % = 2880 kg Harga pupuk kompos Rp. 500/kg Sehingga potensi pupuk kompos di Pasar Parung sebesar : Rp. 500/kg x 2880 kg = Rp. 1 440 000
46
Lampiran 9. Perhitungan potensi sampah organik biogas Potensi sampah organik untuk biogas mempunyai nilai 0.31 m3/kg –0.39 m3/kg sampah ( Gunnerson dan Stuckey, 1986). Dalam suhu 15.5 oC dan tekanan 1 atmosfer, nilai kalor 1 m3 biogas setara dengan nilai pembakaran 0.53 –0.75 liter bensin dan 0.47 –0.67 liter solar (Gunnerson dan Stuckey, 1986). Sedangkan potensi biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah menggunakan rumus sebagai berikut : Emn = V x ρx c .........................................................................................(1) Dimana : Emn = energi minyak tanah (kkal) V
= Volume bahan bakar minyak tanah (m3)
ρ = kerapatan jenis bahan bakar minyak 790.0 kg/m3 (Progres, 1979 dalam Sohanji, 1998) c
= nilai kalor minyak tanah 10374.96 kkal/kg ( Hall, 1957 dalam Sohanji, 1998)
untuk mengetahui nilai volume minyak tanah maka dibutuhkan nilai kesetaraan antara energi biogas dan energi minyak tanah. Ebiogas = Emn................................................................................................(2) Sehingga volume minyak tanah yang setara dengan nilai energi biogas adalah : Ebiogas = 4800 –6900 kkal/m3 dalam T = 15.5 oC, 1 atm (Gunnerson dan Stuckey, 1986) asumsi Ebiogas = 5850 kkal/m3 Ebiogas = Emn ,Sehingga : 5850
= V x 790.0 x 10374.96
V
= 7.14 x 10-4 m3
1 m3 biogas setara dengan nilai pembakaran 0.714 liter minyak tanah
= 0.714 liter minyak tanah
47
Lampiran 9. Perhitungan potensi sampah organik biogas (lanjutan) No 1 2
3
4
Cara menghitung (berdasarkan nomer urut)
Keterangan Volume pengukuran sampel sampah (x 10 Massa sampah organik yang terukur (kg)
-3
4.25
4.25
TPA Pondok Rajeg 4.25
Rata-rata dari massa sampah organik yang terukur (lampiran 2 sampai lampiran 6)
0.6
1.4
0.97
no. 2 no. 1
141.2
329
228
52
54
59
332
2700
700
no. 5 x no. 4 no. 6 x no. 3
172.64 24376.8
1458 479682
700 94164
Asumsi
0.35
0.35
0.35
8531.9 6825.5
167888.7 134311.0
32957.4 26365.9
4709.6
92674.6
18192.5
3
m)
Kesetaraan massa sampah organik dengan volume 3 sampah (kg/ m ) Persen rata-rata sampah organik di tiap tempat (%)
TPA Ciangir
TPA Galuga
massa rata rata sampah organik x100% massa rata rata sampah campuran
(lampiran 2 sampai lampiran 6) 5 6 7 8
9 10 11
12
Volume sampah yang datang tiap hari ke tiap tempat 3 (m /hari) 3 Volume sampah organik (m /hari) Massa sampah organik yang datang tiap hari (kg/hari) Banyaknya produksi biogas yang diperoleh dari 3 sampah organik sebesar 0.31 –0.39 m biogas/kg sampah (Gunnerson dan Stuckey, 1986) 3 Biogas yang dihasilkan di tiap tempat (m biogas/hari) Asumsi efisiensi 20% Nilai potensi biogas untuk menggantikan pembakaran bensin (liter bensin/hari)
Potensi biogas untuk menggantikan bahan bakar bensin dalam bentuk nilai mata uang (Rp./hari)
no. 7 x no. 8 no. 9 x (100 –20)% 3 Nilai kalor 1 m biogas setara dengan pembakaran 0.53 – 0.75 liter bensin (Gunnerson dan 3 Stuckey, 1986), asumsi 1 m biogas setara 0.69 liter bensin maka : 3 no. 10 x 0.69 (liter/ m ) Asumsi harga bensin = Rp. 4 500/liter, maka perhitungannya no. 11 x Rp. 4 500/liter
21 193 162
417 035 700
81 866 181
48
Lampiran 9. Perhitungan potensi sampah organik biogas (lanjutan) No 13
14
15
16
Keterangan Nilai potensi biogas untuk menggantikan pembakaran solar (liter solar/hari)
Potensi biogas untuk menggantikan bahan bakar solar dalam bentuk nilai mata uang (Rp./hari)
Nilai potensi biogas untuk menggantikan pembakaran minyak tanah (liter minyak tanah/hari)
Potensi biogas untuk menggantikan bahan bakar minyak tanah dalam bentuk nilai mata uang (Rp./hari)
Cara menghitung (berdasarkan nomer urut) Nilai kalor 1 m3 biogas setara dengan pembakaran 0.47 – 0.67 liter solar (Gunnerson dan 3 Stuckey), asumsi 1 m biogas setara dengan pembakaran 0.61 liter solar maka: 3 no. 10 x 0.61 (liter/ m ) Asumsi harga solar = Rp. 4 200/liter, maka perhitungannya : no. 11 x Rp. 4 200/liter Nilai kalor 1 m3 biogas setara dengan pembakaran 0.714 liter bensin (perhitungan), maka : 3 no. 10 x 0.714 (liter/ m ) Asumsi harga minyak tanah = Rp. 2 600/liter, maka perhitungannya no. 11 x Rp. 2 600/liter
TPA Ciangir
TPA Galuga
TPA Pondok Rajeg
4163.6
81929.7
16083.2
17 486 931
4873.4
12 670 840
344 104 782
95898
243 334 800
67 549 435
18825.3
48 945 656
Untuk pasar Parung potensi dihitung tersendiri, karena data volume sampah yang masuk tiap hari tidak ada. Sehingga potensi dihitung berdasarkan volume sampah diperkirakan pada saat penelitian (36 m3). Perhitungan potensi sampah organik untuk biogas sebagai berikut : Potensi sampah organik untuk biogas di pasar Parung Volume sampel sampah tiap pengukuran adalah 4.25 x 10-3 m3 Massa rata-rata sampah organik yang terukur = 1.7 kg
20
Lampiran 9. Perhitungan potensi sampah organik biogas (lanjutan) jadi setiap pengambilan sampel sampah sebanyak 4.25 x 10-3 m3 terdapat sekitar 1.7 kg sampah organik. Sehingga diperoleh 1 m3 sampah organik setara dengan 400 kg sampah organik (400 kg/m3) Volume sampah pasar Parung = 36 m3 Massa sampah organik adalah 36 m3 x 400 kg/m3 = 14400 kg Menurut Gunnerson dan Stuckey (1986), setiap 1 kg sampah organik menghasilkan sekitar 0.31 m3 sampai 0.39 m3 biogas. Asumsi biogas yang dihasilkan di pasar Parung adalah 0.35 m3/kg sampah organik. Maka biogas yang dihasilkan pasar Parung adalah 0.35 m3/kg x 14400 kg = 5040 m3 biogas Asumsi efisiensi = 20 %, maka volume biogas yang dihasilkan di pasar Parung adalah 5040 m3 biogas x (100 –20) % = 4032 m3 biogas Menurut Gunnerson dan Stuckey (1986), setiap 1 m3 biogas setara dengan 0.53 –0.75 liter bensin asumsi (0.69 liter bensin/m3 ). Sehingga biogas di pasar Parung dapat menggantikan fungsi bahan bakar bensin sebesar 4032 m3 x 0.69 liter bensin/m3 = 2782.1 liter bensin Asumsi harga bensin adalah Rp. 4 500/liter, maka : Potensi biogas untuk menggantikan bensin adalah Rp. 4 500/liter x 2782.1 liter = Rp. 12 519 360
21
Lampiran 9. Perhitungan potensi sampah organik biogas (lanjutan) Menurut Gunnerson dan Stuckey (1986), setiap 1 m3 biogas setara dengan 0.47 –0.67 liter solar (asumsi 0.61 liter solar/ m3). Sehingga biogas di TPA Pasar Parung dapat menggantikan fungsi bahan bakar solar sebesar 4032 m3 x 0.61 liter solar/m3 = 2459.5 liter solar Asumsi harga solar adalah Rp. 4 200/liter, maka : Potensi biogas untuk menggantikan solar adalah Rp. 4 200/liter x 2459.5 liter = Rp. 10 329 984 Sesuai dengan perhitungan kesetaraan nilai kalor biogas dengan minyak tanah yaitu 1 m3 biogas setara dengan 0.714 liter minyak tanah, maka biogas di TPA Pasar Parung dapat menggantikan fungsi bahan bakar minyak tanah sebesar 4032 m3 x 0.714 liter solar/m3 = 2875.8 liter minyak tanah Asumsi harga solar adalah Rp. 2 600/liter, maka: Potensi biogas untuk menggantikan minyak tanah adalah Rp. 2 600/liter x 2875.8 liter = Rp. 7 485 004
22
23