SKRIP KARYA SENI
GENITRI
OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: 201202010
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR DENPASAR 2016
GENITRI
[email protected] Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Abstrak Genitri adalah sebuah rangkaian seperti gelang atau kalung yang terbuat dari buah rudraksa. Buah rudraksa adalah salah satu jenis buah yang berbentuk bulat dengan permukaan yang tidak rata. Jumlah buah rudraksa yang dipakai dalam satu rangkaian kalung sangat bervariasi, yaitu 107 atau 108 buah. Selain itu, genitri juga salah satu atribut yang dipegang oleh Dewi Saraswati. Dewi Saraswati juga sering di sebut dengan catur puja (bertangan empat) yang salah satu tangan beliau memegang genitri. Dalam hal ini genitri merupakan simbul dari ilmu pengetahuan yang tiada batasnya untuk dipelajari bagi umat manusia. Genitri juga dapat di artikan ilmu pengetahuan itu kekal abadi. Dalam hal garapan Genitri, ide tersebut timbul pada saat penata melihat suatu patung Dewi Saraswati dan simbul-simbul yang ada di patung Dewi Saraswati yang sangat indah dan makna genitri itu sendiri. Hal ini membuat ketertarikan pada penata untuk mengangkat tema ini menjadi sebuah karya musik tabuh Petegak Bebarongan yang berjudul Genitri. Setelah beberapa lama diamati, genitri sangatlah kental dengan keindahan, keunikannya dan makna. Rangkaianrangkaian buahnya sangat terjalin dengan rapi antara satu dengan yang lain. Selain itu genitri sebagai lambang ilmu pengetahuan sangatlah penting bagi kemajuan teknologi yang ada di dunia. Makna itulah yang mebuat penata mencoba untuk menggambarkan ide tersebut ke sebuah garapan tabuh petegak bebarongan. Karya tabuh petegak bebarongan yang berjudul Genitri ini merupakan sebuah karya tabuh yang masih berpijak dengan pola-pola tradisi karawitan yang ada di Bali. Karya tabuh petegak bebarongan ini terinspirasi pada saat ketika melihat patung Dewi Saraswati dengan salah satu atributnya yaitu genitri. Setelah beberapa diamati genitri sangatlah kental tentang keindahan dan pemaknaan. Pada umumnya genitri berbentuk seperti kalung dengan rangkaian buah rudraksa yang dimana permukaan buah itu tidak rata. Keindahan yang terdapat dalam genitri itu direpresentasikan kedalam sebuah karya karawitan Bali dengan motif yang sederhana pada bagian awalnya yang tidak berisi permainan patet maupun ketukan yang mengalir sampai bagian ketiga yang dikembangakan dari bagian pertama dan menjadi sesuatu yang disebut dengan kekinian. Wujud dari genitri ini direpresentasikan pada bagian kedua dengan menambahkan aksen-aksen pada bagian kedua. Dalam penyajiannya, karya tabuh petegak bebarongan Genitri ini diamainkan oleh 23 orang penabuh yang sesuai dengan jumlah instrumen yang ada dalam barungan gambelan yang digunakan. Karya ini dibuat dengan memperhatikan tempo, dinamika, dan melodi agar menghasilkan karya yang dinamis dengan durasi waktu 15 menit. Dengan durasi waktu tersebut diharapkan mampu menampilkan keseluruhan isi dan pesan yang ingin disampaikan dalam karya ini. Karya tabuh petegak bebarongan Genitri ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kawitan, pengawak dan pengecet. Masing-masing bagian mempunyai karakter yang berbeda-beda, pengolahan melodi, dan tempo yang berbeda pula, sehingga dapat menghasilkan suatu nuansa yang berbeda-beda di setiap bagiannya. Media yang digunakan dalam tabuh petegak bebarongan Genitri ini adalah gambelan Semar Pegulingan.
Kata kunci: genitri, petegak bebarongan LATAR BELAKANG Setiap upacara yadnya dalam Agama Hindu memiliki makna-makna tertentu. Makna yang paling utama adalah mewujudkan rasa bhakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dan mengharmoniskan hubungan antara alam Sekala dan Niskala (Wiana 204:38). Dalam pelaksanaan upacara atau ritual biasanya menggunakan media atau sarana yang disebut dengan banten. Menurut pendapat I Wayan Darsana pada wawancra bulan Februari 2016, banten adalah sebuah persembahan yang di persembahkan oleh umat Hindu kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha esa).
Akan tetapi selain banten, dalam
pelaksanaan upacara tersebut juga dilengkapi dengan sarana lainnya seperti mantra atau syair pemujaan yang dilakukan oleh Sulinggih atau Pandita (seseorang yang disucikan) dan berbagai jenis kesenian atau sarana lainnya. Pendeta atau sulinggih ketika melakukan pemujaan biasanya menggunakan Genta sebagai penghantar mantra puja. Genta adalah semacam bell kecil yang terbuat dari tembaga atau kuningan. Selain genta, pendeta juga menggunakan hiasan-hiasan seperti ketu (hiasan kepala untuk pendeta), karawista (hiasan kepala yang terbuat dari alang-alang), genitri (hiasan berbentuk kalung) dan ciwa krana (kelengkapan pemujaan pendeta). Dalam konteks ini penggunaan genitri dan hiasan lainnya hanyalah dipakai sebagai pelengkap belaka. Namun dalam konteks yang lain seperti penggunaan genitri sering digunakan sebagai alat berkonsentrasi (pemusatan pikiran) dalam melakukan sujud bhakti kehadapan Tuhan. Genitri adalah sebuah rangkaian seperti gelang atau kalung yang terbuat dari buah rudraksa. Buah rudraksa adalah salah satu jenis buah yang berbentuk bulat dengan permukaan yang tidak rata. Jumlah buah rudraksa yang dipakai dalam satu rangkaian kalung sangat bervariasi, yaitu 107 atau 108 buah. Selain itu, genitri juga salah satu atribut yang dipegang oleh Dewi Saraswati. Dewi Saraswati juga sering di sebut dengan catur puja (bertangan empat) yang salah satu tangan beliau memegang genitri. Dalam hal ini genitri merupakan simbul dari ilmu pengetahuan yang tiada batasnya untuk dipelajari bagi umat manusia. Genitri juga dapat di artikan ilmu pengetahuan itu kekal abadi (Titib, 2003: 185).
Tabuh bebarongan umumnya menggunakan ensambel atau gambelan bebarongan, yaitu gambelan yang berlaraskan pelog lima nada yang jumlah bilah pada gangse atau pemadenya ada lima buah, menggunakan gender rambat, satu buah gong bebarongan dan juga menggunakan satu kendang, yaitu kendang bebarongan. Namun dalam garapan ini penata memakai barungan gambelan Semar Pegulingan. Semar Pegulingan Saih Pitu adalah sebuah barungan gambelan Bali yang berlaraskan pelog tujuh nada. Gamelan Semar Pegulingan biasanya dipakai untuk mengiringi tari-tarian, drama tari, dan juga dipakai untuk memainkan tabuh-tabuh instrumental atau petegak. Semar Pegulingan Saih Pitu biasanya menggunakan instrumen terompong untuk memainkan melodi, tetapi dalam garapan karawitan Genitri, penata menggunakan instrumen gender rambat sebagai pengganti instrumen terompong. Baik gender rambat maupun terompong memiliki fungsi yang sama yaitu memainkan melodi. Dipilihnya tabuh petegak bebarongan dengan menggunakan media gambelan Semar Pegulingan tentu atas dasar pertimbangan yang matang yaitu karena gambelan Semar Pegulingan memiliki keanekaragaman jenis modulasi yang disebut dengan patet atau patutan yang bisa menunjang konsep garap yang akan dibuat. Menurut bapak I Made Kartawan dengan hasil penelitiannya yang berjudul “Reformulasi Sisitem Patutan Pada Gambelan Smar Pegulingan”, menyebutkan bahwa hasil analisis dari berbagai sumber tentang penggunaan istilah dalam hubungannya dengan “modulation system” yang dalam hal ini diartikan sebagai peralihan nada dasar dalam suatu komposisi, baik yang sifatnya sementara maupun tetap, maka gambelan Semar Pegulingan lebih tepat menggunakan istilah patutan (2009:51). Alasan lainnya adalah keunikan modulasi dari patutan menurut penata sangat unik dan penata sangat senang memainkanya dan ingin memperdalam keterampilan penata dalam bermain kendang tabuh bebarongan serta pengetahuan tentang tabuh bebarongan. Ide Garapan Ide garapan merupakan landasan pokok dalam mewujudkan sebuah karya seni. Kematangan ide garapan sangatlah penting untuk mewujudkan suatu garapan yang berbobot dan berkualitas. Yang dimaksudkan berbobot dalam hal ini adalah karya seni yang dapat mengimplementasikan ide atau gagasan ke dalam wujud sebuah garapan disertai dengan performa yang baik. Sedangkan yang dimaskud dengan garapan yang berkualitas adalah memiliki nilai inovatif dan mampu memunculkan gagasan baru.
Dalam hal garapan Genitri, ide tersebut timbul pada saat penata melihat suatu patung Dewi Saraswati dan simbul-simbul yang ada di patung Dewi Saraswati yang sangat indah dan makna genitri itu sendiri. Hal ini membuat ketertarikan pada penata untuk mengangkat tema ini menjadi sebuah karya musik tabuh Petegak Bebarongan yang berjudul Genitri. Setelah beberapa lama diamati, genitri sangatlah kental dengan keindahan, keunikannya dan makna. Rangkaianrangkaian buahnya sangat terjalin dengan rapi antara satu dengan yang lain. Selain itu genitri sebagai lambang ilmu pengetahuan sangatlah penting bagi kemajuan teknologi yang ada di dunia. Makna itulah yang mebuat penata mencoba untuk menggambarkan ide tersebut ke sebuah garapan tabuh petegak bebarongan. Tabuh Genitri ini adalah sebuah tabuh petegak bebarongan yang berpegang teguh pada pola garap tradisi dimana dalam tabuh ini tidak menghilangkan kesan dan teknik-teknik permainan yang biasa dimainkan pada tabuh bebarongan yang sudah ada misalnya melodi, pola kotekan, struktur tabuh, tempo, dan lain sebagainya yang merupakan sudah menjadi tradisi di kalangan para seniman karawitan Bali. Dengan demikian penata membuat suatu karya dengan mengutamakan keindahan teknik permainan dan jalinan-jalinan pada pola pukulan tabuh pada barungan Semar Pegulingan. Gambelan Semar Pegulingan memiliki tujuh patutan atau patet yaitu: Patutan Selisir, Patutan Tembung, Patutan Baro, Patutan Lebeng, Patutan Pangenter Alit, Patutan Pangenter Ageng dan Patutan Patemon.
Pada garapan Genitri ini, penata hanya
memakai tiga patutan saja yang ada di dalam Semar Pegulingan. Hal ini dikarenakan supaya tidak menghilangakan kesan bebarongan itu sendiri. Patutan yang di pakai dalam garapan “Genitri” ini adalah Patutan Selisir, Patutan Tembung, dan Patutan Baro. WUJUD GARAPAN Wujud adalah sebuah kenyataan yang konkrit yang tampak didepan kita (yang dapat dideskripsikan oleh mata dan telinga kita) dan kenyataan yang tidak tampak secara konkrit didepan kita. Secara abstrak wujud dapat dibayangkan seperti sesuatu yang diceritakan atau yang kita baca dalam buku (Djelantik, 1990:17). Wujud dalam kesenian merupakan satu kesatuan yang menyeluruh tentang suatu benda, alat dan peristiwa berkesenian. Sebuah garapan seni karawitan secara utuh merupakan sebuah wujud dari seni karawitan itu sendri yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan oleh orang lain.
Deskripsi Garapan Karya tabuh petegak bebarongan yang berjudul Genitri ini merupakan sebuah karya tabuh yang masih berpijak dengan pola-pola tradisi karawitan yang ada di Bali. Karya tabuh petegak bebarongan ini terinspirasi pada saat ketika melihat patung Dewi Saraswati dengan salah satu atributnya yaitu genitri. Setelah beberapa diamati genitri sangatlah kental tentang keindahan dan pemaknaan. Pada umumnya genitri berbentuk seperti kalung dengan rangkaian buah rudraksa yang dimana permukaan buah itu tidak rata. Keindahan yang terdapat dalam genitri itu direpresentasikan kedalam sebuah karya karawitan Bali dengan motif yang sederhana pada bagian awalnya yang tidak berisi permainan patet maupun ketukan yang mengalir sampai bagian ketiga yang dikembangakan dari bagian pertama dan menjadi sesuatu yang disebut dengan kekinian. Wujud dari genitri ini direpresentasikan pada bagian kedua dengan menambahkan aksen-aksen pada bagian kedua. Dalam penyajiannya, karya tabuh petegak bebarongan Genitri ini diamainkan oleh 23 orang penabuh yang sesuai dengan jumlah instrumen yang ada dalam barungan gambelan yang digunakan. Karya ini dibuat dengan memperhatikan tempo, dinamika, dan melodi agar menghasilkan karya yang dinamis dengan durasi waktu 15 menit. Dengan durasi waktu tersebut diharapkan mampu menampilkan keseluruhan isi dan pesan yang ingin disampaikan dalam karya ini. Karya tabuh petegak bebarongan Genitri ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kawitan, pengawak dan pengecet. Masing-masing bagian mempunyai karakter yang berbeda-beda, pengolahan melodi, dan tempo yang berbeda pula, sehingga dapat menghasilkan suatu nuansa yang berbeda-beda di setiap bagiannya. Media yang digunakan dalam tabuh petegak bebarongan Genitri ini adalah gambelan Semar Pegulingan. Deskripsi Pola Srtuktur Secara struktur, karya tabuh petegak pebarongan ini terdiri dari tiga struktur yaitu kawitan, pengawak dan pengecet. Pembagian struktur ini bertujuan supaya mempermudah cara berkarya dan penonton garapan ini mudah untuk menangkap maksud yang ingin disampaikan pada garapan ini. Bagian-bagian tersebut dikaitkan dengan bentuk yang ada pada genitri,
sehingga dapat menimbulkan melodi dan kesan yang berbeda-beda disetiap bagiannya. Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai berikut : Kawitan Pada bagian ini di awali dengan permainan gender rambat, jegogan, dan suling atau biasa disebut dengan pengrang-rang. Pada bagian kawitan menafsirkan bentuk dari Genitri itu dari rangkain buah yang tidak rata. Buah yang tidak rata ini piñata mewujudkannya dengan tempo yang sedang dengan direprentasikan dengan ketukan 4/4 dengan diberi tambahan motif-motif kekebyaran. Pada bagian ini terdapat permainan kotekan dan jalinan melodi yang cenderung sederhana. Kawitan Pengrang-rang Gdr: 3 . 3 . 3 . . . . 3 . 4 5 . 7 . 5 4 . 3 . 4 5 . 7 . 5 4 . 5 . 3 . 4 . 5 . . 4 . 3 1 . 1 . 1 . 1 . . . 1 3 . 1 3 3 . 3 . 1 7 . 1 . 3 . 4 3 . 3 4 . . 4 . 3 1 . 3 . 4 5 .3 . 4 . 5 . 4 5 7 5 . 5 7 7 . 1 . 7 5 . 3 . 4 5 . 1 . 5 . 7 5 4 . 3 1 3 4 . 4 . 4 . 4 Diawali gender rambat . 4 5 7 1 7 5 4 5 7 5 4 Gegilakan 7 . 5 . 1 . 7 . 5 . 1 . 7 . 5 . 4 . 1 . 7 . 1 . 3 . 4 . 5 . 3 4 Peralihan Gegilakan 4 5 7 1 . 4 5 7 5 4 5 7 5 5 . 3 . 3 5 4 3 . 4 4 . 1 . 3 4 . . 5 3 4 5 . . 5 . 7 1 Gegilakan . 1 . 3 . 1 . 3 . 1 . 3 . 5 . 1 . 5 . 1 . 5 . 1 . 5 . 1 . 5 . 3
Peralihan 3 3 . 3 4 3 4 5 . 4 3 3 . 3 4 3 4 5 . 7 1 . 5 . 1 . 5 . 1 . 5 . 1 . 5 . 4 . 3 . 4 . 3 . 4 . 3 . 4 . 5 . 7 . 5 .7 . 5 . 7 . 5 . 7 . 4 . 5 . 4 . 5 . 4 . 5 . 5 . 1 . 4 . 3 3 . 3 4 3 4 5 . 4
3 3 . 3 4 3 4 5 . 3 4 3 1 3 4 3 1 3 4
Tempo Pelan 3 1 3 4 3 13 4 Tempo Cepat 3 1 3 4 3 13 4 Peralihan Melodi Pokok 4 4 . 4 5 4 . 5 5 4 . 5 7 4 5 7 5 4 5 5 . 5 7 5 . 4 4 5 . 4 4 5 . 4 5 7 1
7 5 7
1 7 4 5 7 54 7 5 4 5 7 1 Melodi Pokok Tempo Sedang . 7 . 5 . 3 . 4 . 1 . 3 . 4 . 5
. 5 . 5 5 5 . 7 . 4 . 7 5 .
5 5 . 7 . 4 . 7 5 5 7 . 5 . 4
. 7 . 4 . 5 . 3 . 1 . 3 . 4
Peralihan ke Pengawak dengan Tempo Cepat . 7 . 4 . 5 . 3 . 1 . 3 . 4
4 4 . 4 5 3 4 5 4 3 4 5 . 4 . 5 4 3
1 1 . 1 3 1 4 3 1 1 . 1 3 1 4 3 1 4 3 1 7 . 5 . 4 Pengawak Pada bagian pengawak tempo yang digunakan cenderung tempo yang pelan. Bagian pengawak diawali dengan kendang lalu dilanjuti dengan permainan gender gambat dan gangsa. Pada bagian pengawak menafsirkan jumlah buah rudraksa dalam satu rangkaian Genitri. Pada bagian ini penata mewujudkannya dengan pola tabuh dua palegongan yaitu sebuah melodi yang panjang di dalam satu gongnya dan diulang kembali dari awal pada bagian pengawak.
PENGAWAK Gdr: . 1 . 3 4 5 4 3 4 1 7 5 7 5 4 5 4 3 4 5 . 4 . 5 7 7 . 1 7 5 1 7 5 4 . 3 4 5 3 1 3 4 Pengawak melodi pokok . 5 . 4 . 3 . 4 . 3 . 1 . 3 . 4 . 5 . 4 . 3 . 1 . 1 . 7 . 1 . 3 . 3 . 3 . 1 . 4 . 5 . 4 . 5 . 7 . 7 . 5 . 7 . 1 . 5 . 7 . 4 . 5 . 5 . 5 . 1 . 5 . 1 . 5 . 3 . 4 . 4 . 5 . 3 . 4 . 4 . 5 . 7 . 7 . 5 . 4 Kantilan 7 1 7 5 7 1 3 4 5 Kantilan 4 5 4 3 4 5 3 4 5 7 5 4 3 4 1 3 4 Pengecet Pada bagian pengecet menggambarkan keseluruhan dari pada Genitri itu. Pada bagian pengecet, ada tempo yang ganjil dan genap selain itu disini juga ada unsur keindahan. Pada bagian ini mempergunakan tempo yang sedang dan cepat. Yang menggambaran Genitri yang menyerupai kalung dengan rangkaian buah yang tidak rata terangkai dengan sangat rapi. PENGECET
Peralihan Pengecet 4 . 5 . 3. 5 . 4 Patet Tembung ¾ 5 4 3 4 5 3 . 4 . 3 1 3 4 3 1 3 4 5 Patet Tembung 4/4 . 1 . 3 . 5 . 3 . 1 . 4 . 5 . 3 . 5 . 4 . 3 . 1 . 3 . 4 . 5 . 3 Kembali ke Patet Tembung ¾ 5 4 3 4 5 3 . 4 . 3 1 3 4 3 1 3 4 5 Patet Baro 7 1 5 7 4 5 3 4 5 1 7 7 1 5 1 7 1 5 1 7 Patet Selisir . 1 7 5 4 5 7 4 5 4 3 5 4 DAFTAR PUSTAKA Bandem, I Made. 1986. Prakempa, Sebuah Lontar Gambelan Bali. Denpasar : Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar _____________. 1987. “Ubit-ubitan; Sebuah Teknik Permainan Gambelan Bali”. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar. Kartawan, I Made. 2009. “Reformulasi Sistem Patutan Pada Gambelan Semar Pagulingan Saih Pitu”. Laporan Penelitian Hibah Kompetisi I-MHERE. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar Rai, I Wayan. 1998. Peranan Sruti Dalam Pepatutan Gambelan Semar Pegulingan. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar
Sadguna, I Gede Made Indra. 2010. Kendang Bebarongan Dalam Karawitan Bali, Sebuah Kajian Organologi.Yogyakarta: Kanisius. Titib, I Made. 2003. Teologi & Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu.Surabaya: Paramita Wiana, I Ketut. 2004. Makna Upacara Yajna Dalam Agama Hindu II. Surabaya : Paramita