FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA DI BAGIAN POLISHING PT. SURYA TOTO INDONESIA. Tbk TANGERANG TAHUN 2011
SKIRPSI
OLEH: WITA HANDAYANI NIM: 107101001563
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011 M
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA DI BAGIAN POLISHING PT. SURYA TOTOINDONESIA. TbkTANGERANG TAHUN 2011
SKIRPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH: WITA HANDAYANI NIM: 107101001563
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011 M
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2011 Wita Handayani, NIM : 107101001563 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011 (xxii, 143 halaman, 28 tabel, 4 gambar, 2 skema, 1 grafik, 6 lampiran) ABSTRAK Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. Keluhan muskuloskeletal yang dirasa pada bagian otot skeletal oleh seseorang mulai dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya. Penelitian ini dilakukan pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk pada Juli-Oktober 2011. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 70 orang dan menggunakan desain cross sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah uji T-Independent, uji Chi Square, dan uji regresi logistik berganda. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan MSDS sedangkan variabel independennya adalah risiko/faktor pekerjaan, usia, indeks masa tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan riwayat penyakit MSDs. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada 51 orang (72,9%) yang mengalami keluhan MSDs. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko/faktor pekerjaan (p value = 0,001), usia (p value = 0,030), masa kerja (p value = 0,004), kebiasaan olahraga (p value = 0,003), dan riwayat penyakit MSDs (p value = 0,027). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah indeks massa tubuh (p value = 0,348) dan kebiasaan merokok (p value = 0,094). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs merupakan variabelvariabel yang mempengaruhi keluhan MSDs dan variabel yang paling dominan berpengaruh adalah riwayat penyakit MSDs. Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot tubuh, melakukan senam pagi setiap hari, dan mulai berhenti merokok untuk meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan intervensi ergonomi dengan mendesain kursi kerja yang mempunyai sandaran kursi atau menggunakan back support, rotasi kerja, pelatihan, melibatkan karyawan untuk memberikan ide dan pendapat agar sistem kerja menjadi lebih baik, dan melakukan pemeriksaan medis terkait keadaan otot dan tulang pekerja (keluhan MSDs), serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan senam pagi guna meminimalisir keluhan MSDs. Daftar Bacaan : 49 (1981 - 2010) Kata Kunci : MSDs, ergonomi, polishing.
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY CONCENTRATION SAFETY AND HEALTH WORK Thesis, December 2011 Wita Handayani, NIM : 107101001563 Factors Associated with Complaints Musculosceletal Disorders of Worker’s Polishing Division in PT. Surya Toto Indonesia, Tbk Tangerang Year 2011 (xxii, 143 pages, 28 tables, 4 pictures, 2 schemes, 1 graphic, 6 attachments) ABSTRAK Musculoskeletal disorders (MSDs) is a set of symptoms / disorders associated with muscle tissue, tendons, ligaments, cartilage, nervous system, bone structure, and blood vessels. Musculoskeletal complaints were deemed in part by an individual skeletal muscle complaints ranging from mild to complaints that feels very sick. According to WHO (2007), MSDs are the biggest occupational diseases in Europe, and suffered by millions of workers. Patients MSDS will lose an average of 5 working days and issue health costs 10 times more likely than other cases. The research was conducted on workers in the Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Limited in July-October 2011. The number of samples in this study as many as 70 people and using cross-sectional study design. The test statistic used is the Independent T-test, chi square tests and multiple logistic regression test. Dependent variable in this study was the complaint of the MSDS while the independent variable is the risk / occupational factors, age, body mass index, period of employment, smoking habits, physical fitness, and disease history MSDS. Based on the result showed that there were 51 people (72.9%) who had complaints MSDS. The results of bivariate analysis showed no association between the risk of MSDs complaints / employment factors (p value = 0.001), age (p value = 0.030), working period (p value = 0.004), exercise habits (p value = 0.003), and disease history MSDS (p value = 0.027). While unrelated variables are body mass index (p value = 0.348) and smoking (p value = 0.094). The results of multivariate analysis showed that the risk / work factors, exercise habits, and history of MSDs are the variables that affect the complaints MSDS's most dominant and influential variable is the history of MSDs. Workers are advised to rest while beginning to feel the stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day, and begin to stop smoking to minimize complaints MSDS. Companies can intervene by designing ergonomic office chair that has the back of a chair or using a back support, job rotation, training, involving employees to provide ideas and opinions for the system to work better, and perform a medical examination related to workers' state of the muscle and bone (MSDs complaints), and to supervise the activities of gymnastics in the morning to minimize complaints MSDS. Reading list : 49 (1981 - 2010) Keywords : MSDs, ergonomics, polishing. iv
Daftar Riwayat Hidup Nama
: Wita Handayani
Tempat/tanggal lahir : Padang Sibusuk, 23 Desember 1987 Alamat
: Jln.Lintas Sumatera, Padang Sibusuk, Kec.Kupitan Kab. Sijunjung 27451 Padang, Sumatera Barat
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status Materital
: Belum Menikah
Telp/Hp
: 081374399387 / 08561043004
Golongan Darah
: B (+)
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan Formal 1994 – 2000
SD N 09 Padang Sibusuk
2000-2003
SMPN 3 Sijunjung
2003 – 2006
SMA N 4 Sijunjung
2007 – sekarang
S-1 Program Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi 2010-sekarang
Anggota Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK
2008-2009
Sekretaris II Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan PMII cabang Ciputat
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim اﺳﻼ م ﻋﻠﯿﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ا ﷲ و ﺑﺮ ﻛﺎ ﺗﮫ
Puji syukur Alhamdulillah, penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan berkah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011”. Tulisan ini merupakan hasil karya penulis yang merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011 selama 2 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridla-Nya sehingga dapat menjadi manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya. Penyelesaian pembuatan laporan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, nasehat, motivasi, dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
viii
2. My Beloved Parents (Ayah dan Ibu) yang selalu menjadi orangtua juara satu seluruh dunia dan yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan program studi ini. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada “My Siztaa n My brother (kak icha dan bang rio)” yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa serta kasih sayang yang penulis rasakan menjadi motivasi yang tinggi dalam menyelesaikan laporan skripsi ini. 3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membuka wawasan dan pengetahuan penulis akan pentingnya Kesehatan Masyarakat. 4. Ibu Iting Shofwati, SKM, MKKK sebagai penanggung jawab peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang selalu sabar menghadapi kami semua. 5. Ibu Raihana Nadra Alkaf, SKM, M.MA dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingannya serta masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyusun skripsi ini. 6. dr. Harman, Sp.OK selaku penguji skripsi yang banyak memberi masukan kepada penulis. 7. Bapak Dian rawar Prasetyo, SKM selaku Foreman HSE PT. Surya Toto Indonesia. Tbk yang selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi ini serta selalu memberikan kemudahan bagi penulis.
ix
8. Terima Kasih juga kepada Bapak Imam selaku Manager HRD PT. Surya Toto Indonesia. Tbk. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis. 9. Bapak Sukmana yang sangat membantu penulis dalam memberikan keterangan-keterangan terkait proses kerja PT. Surya Toto Indonesia. Tbk. 10. Terima kasih juga kepada para Supervisor dan Leader pabrik 1, 2, dan 3, serta Staff HSE PT. Surya Toto Indonesia. Tbk yang sangat sangat luar biasa welcome kepada penulis saat di lapangan dan atas dukungan yang sangat luar biasa yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Terimaksih teramat dalam kepada para Responden yang telah menyempatkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyeleseikan skripsi ini. 12. I Love u all My BFF (Shani, Ayu, Eby, Anita, Iyez, dan Memeng), terimakasih banyak buat motivasi, curhatan, dan pengalaman hidupnya. 13. Tak lupa buat wonder women penghuni Grand Puri Laras (Desy, Lisa, Mery n Rianti) yang selalu menjadi tempat berbagi cerita. 14. Teman-teman seperjuanganku PH’07 atau OPUS, terima kasih atas dukungannya. 15. Sahabat-sahabati Kampus Biru yang selalu semangat. 16. Kepada seluruh staff Prodi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN, terima kasih atas bantuannya dalam penyusunan laporan skripsi dan memberikan informasi-informasi yang penulis perlukan.
x
17. Thank’s a lot to Benga’ Team yang selalu memberikan penulis inspirasi dan tawa yang tiada henti. 18. “The Last but not The Least” Buat Jagoanqu yang selalu memberi support yang luar biasa pada penulis untuk menyeleseikan skripsi ini. Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat baik bagi semua pihak yang membaca, baik dari kalangan mahasiswa maupun umum dan dijadikan langkah awal bagi pengembangan ilmu serta bermanfaat di waktu mendatang. TERIMA KASIH. و ا ﻟﺴﻼ م ﻋﻠﯿﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ا ﷲ و ﺑﺮ ﻛﺎ ﺗﮫ
Ciputat, Desember 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman COVER ..........................................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................
ii
ABSTRAK.......................................................................................................
ii
ABCTRACT ....................................................................................................
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ............................................................
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix DAFTAR SKEMA ..........................................................................................
xx
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................
9
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 10 1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 11 1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................. 11 1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................ 11 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 12 1.5.1. Bagi Perusahaan ......................................................................... 12 1.5.2. Bagi Pekerja ............................................................................... 12 1.5.3. Bagi Peneliti ............................................................................... 13 1.6. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 13
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ....................................................... 15 2.1.1. Definisi MSDs ........................................................................... 15 2.1.2. Sinonim MSDs ........................................................................... 16 2.1.3. Gejala MSDs ............................................................................. 16 2.1.4. Keluhan MSDs .......................................................................... 17 2.1.5. Jenis-Jenis MSDs ........................................................................ 20 2.1.6. Faktor Risiko MSDs ................................................................... 23 2.1.7. Dampak MSDs ........................................................................... 49 2.1.8. Tindakan Pengendalian MSDs .................................................... 50 2.2.Quick Exposure Checklist (QEC) ........................................................... 51 2.2.1 Definisi QEC .............................................................................. 51 2.2.2 Tujuan Penggunaan QEC ........................................................... 52 2.2.3 Tahapan Penggunaan QEC ......................................................... 52 2.2.4 Pengukuran dan Perhitungan QEC .............................................. 53 2.2.5 Reliabilitas QEC ......................................................................... 60 2.2.6 Validitas QEC ............................................................................ 61 2.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan QEC ............................ 62 2.2.8 Alasan Pemilihan QEC ............................................................... 63 2.3. Nordic Body Map (NBM ........................................................................ 64 2.4.Kerangka Teori ...................................................................................... 65 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep .................................................................................. 67 3.2. Definisi Operasional .............................................................................. 69 3.3. Hipotesis ............................................................................................... 73 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ................................................................................... 74 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 74 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 74 4.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 75 xiii
4.4.1. Variabel Keluhan MSDs ............................................................. 76 4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan ........................................................... 77 4.4.3. Variabel Usia .............................................................................. 80 4.4.4. Variabel Indeks Masa Tubuh ...................................................... 80 4.4.5. Variabel Masa Kerja ................................................................... 80 4.4.6. Variabel Kebiasaan Merokok ...................................................... 80 4.4.7. Variabel Kebiasaan Olahraga ...................................................... 81 4.4.8. Variabel Riwayat Penyakit MSDs .............................................. 81 4.5. Instrumen Penelitian .............................................................................. 81 4.6. Pengolahan Data ................................................................................... 82 4.7. Analisis Data ......................................................................................... 83 4.7.1. Analisis Univariat .................................................................... 84 4.7.2. Analisis Bivariat ...................................................................... 84 4.7.3. Analisis Multivariat .................................................................. 85 BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan ................................................................ 87 5.1.1 Sejarah Singkat PT.Surya Toto Indonesia.Tbk ......................... 87 5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ......................................................... 88 5.1.3 Tujuan Perusahaan ................................................................... 89 5.1.4 Kebijakan Perusahaan .............................................................. 89 5.1.5 SDM Perusahaan ..................................................................... 90 5.1.6 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................ 90 5.1.7 Struktur Organisasi Seksi K3L ................................................. 92 5.1.8 Program Kerja Seksi K3L ........................................................ 92 5.1.9 Proses Produksi ....................................................................... 93 5.2 Analisis Univariat .................................................................................. 97 5.2.1 Gambaran Keluhan MSDs Responden ...................................... 98 5.2.2 Gambaran Resiko/Faktor Pekerjaan Responden ........................ 99 5.2.3 Gambaran Usia Responden ....................................................... 100 5.2.4 Gambaran IMT Responden ....................................................... 101 xiv
5.2.5 Gambaran Masa Kerja Responden ............................................ 101 5.2.6 Gambaran Kebiasaan Merokok Responden ............................... 102 5.2.7 Gambaran Kebiasaan Olahraga Responden ............................... 102 5.2.8 Gambaran Riwayat Penyakit MSDs Responden ........................ 103 5.3 Analisis Bivariat ..................................................................................... 104 5.3.1 Hubungan antara Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs .................................................................................................. 104 5.3.2 Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs ......................... 105 5.3.3 Hubungan antara IMT dengan Keluhan MSDs ......................... 106 5.3.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs .............. 107 5.3.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs . 108 5.3.6 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs . 109 5.3.7 Hubungan antara Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs .................................................................................................. 110 5.4 Analisis Multivariat ............................................................................... 111 5.4.1 Seleksi Kandidat Model Univariat ............................................ 112 5.4.2 Pembuatan Model Prediksi ....................................................... 113 5.4.3 Uji Interaksi.............................................................................. 115 5.4.4 Penyusunan Model Terakhir .................................................... 115 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 118 6.2 Gambaran Keluhan MSDs pada Responden ........................................... 119 6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Responden . ................................................................................................................ 121 6.3.1 Resiko/Faktor Pekerjaan ............................................................ 121 6.3.2 Usia ........................................................................................... 125 6.3.3 Indeks Massa Tubuh (IMT) ........................................................ 127 6.3.4 Masa Kerja ................................................................................ 129 6.3.5 Kebiasaan Merokok ................................................................... 131 6.3.6 Kebiasaan Olahraga ................................................................... 133 xv
6.3.7 Riwayat Penyakit MSDs ............................................................ 136 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ........................................................................................... 139 7.2 Saran ..................................................................................................... 141 DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang Berpotensi Menimbulkannya ................................................................... 20 Tabel 2.2 Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis ................ 24 Tabel 2.3 Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung ...................................... 58 Tabel 2.4 Ketegori Nilai Paparan pada Bagian Tubuh ............................................ 59 Tabel 2.5 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan .................................................... 59 Tabel 2.6 Hasil Penilaian Validitas QEC ................................................................. 62 Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................ 69 Tabel 4.1 Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC .................................. 78 Tabel 4.2 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan ..................................................... 79 Tabel 5.1 Daftar Karyawan yang bekerja di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2010 ............................................................................................. 90 Tabel 5.2 Distribusi Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ............................................................. 98 Tabel 5.3 Distribusi Resiko/Faktor Pekerjaan pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ............................................ 100 Tabel 5.4 Distribusi Usia pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..................................................................... 100 Tabel 5.5 Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...................................................101 Tabel 5.6 Distribusi Masa Kerja pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 .....................................................................102 Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...................................................102 Tabel 5.8 Distribusi Kebiasaan Olahraga pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...................................................103 xvii
Tabel 5.9 Distribusi Riwayat Penyakit MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 .............................................103 Tabel 5.10
Analisis Hubungan Risiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..........................................................................................105
Tabel 5.11
Analisis Hubungan Usia dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..............106
Tabel 5.12
Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 .....................................................................................................107
Tabel 5.13
Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..........108
Tabel 5.14
Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 .....................................................................................................109
Tabel 5.15
Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 .....................................................................................................110
Tabel 5.16
Analisis Hubungan Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..........................................................................................111
Tabel 5.17
Kandidat variabel Independen yang Masuk ke dalam Model Multivariat ...........................................................................................112
Tabel 5.18
Hasil Pemodelan Prediksi Keluhan MSDs ...........................................113
Tabel 5.19
Model Akhir Analisis Multivariat Keluhan MSDs ................................115
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.2 Nordic Body Map................................................................................... 65 Gambar 5.1 Struktur Organisasi Seksi K3L ............................................................... 92 Gambar 6.1 Meja Kerja dan Postur Kerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..................................................................122 Gambar 6.2 Postur Kerja yang Tidak Ergonomis pada Pekerja Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ................................................124
xix
DAFTAR SKEMA
Halaman Skema 2.1 Kerangka Teori ....................................................................................... 66 Skema 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 68
xx
DAFTAR GRAFIK
Halaman Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pada Responden di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ........................................................................................................ 99
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian Lampiran 2 Gambar Nordic Body Map (NBM) Lampiran 3 Daftar isian Nordic Body Map (NBM) Lampiran 4 Lembar pertanyaan Quick Exposure Checklist (QEC) Lampiran 5 Lembar tabulasi penilaian Quick Expossure Check (QEC) Lampiran 6 Output Analisis Data
xxii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia industri modern terutama bagi industri yang berstandar internasional. Selain itu, manusia tidak hanya fokus pada keselamatan di tempat kerja, tapi juga pada kesehatan pekerja tersebut. Karena walau bagaimanapun, pekerja merupakan aset perusahaan yang harus diperhatikan sehingga peduli dengan kesehatan pekerja berarti juga peduli pada aset perusahaan yang sangat berharga. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di seluruh dunia. Indonesia sebagai salah satu dari negara besar di dunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2009 terdapat 74,4% penduduk Indonesia adalah usia kerja (Depnakertrans, 2010). Di Indonesia, berstandar pada Undang-Undang Keselamatan Kerja No.01 tahun 1970 dan peraturan pelaksanaannya tentang keselamatan kerja telah mewajibkan kepada tempat kerja yang mempekerjakan minimal 100 pekerja, maka penerapan K3 di perusahaan memiliki dasar hukum yang kuat. Dengan demikian, setiap perusahaan berkewajiban untuk melindungi keselamatan pekerjanya dari beragam bahaya maupun risiko potensial di
1
2
perusahaan. Sebaliknya, setiap pekerja juga berkewajiban untuk tunduk dan menaati ketentuan dan peraturan keselamatan yang telah ditetapkan perusahaan. Pertumbuhan industri dan pertambahan tenaga kerja menimbulkan berbagai dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya adalah meningkatnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). PAK merupakan risiko yang diterima pekerja dalam bidang kesehatan. PAK disebabkan oleh sejumlah faktor namun ada sebagian yang berasal dari tempat kerja, dan penyakit gaya hidup yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor risiko gaya hidup. Selain itu pekerja juga berisiko terkena cedera akibat kecelakaan kerja (Anies, 2005). Pada
tahun
2005,
International
Labour
Organization
(ILO)
memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Angka kematian akibat kerja pun meningkat. Selain itu diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan akibat kerja yang tidak bersifat fatal (setiap kecelakaan sedikitnya menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan) dan 180 juta orang mengalami penyakit akibat kerja. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Di negaranegara berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang-bidang pertanian, perikanan, perkayuan, pertambangan, dan konstruksi (ILO, 2005). Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang disebabkan oleh keadaan yang tidak ergonomis antara lain adalah gangguan Musculoskeletal
Disorders (MSDs).
3
Penyakit ini disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara alat, manusia, dan proses kerja sehingga seringkali para pekerja melakukan aktifitas produksi dengan postur janggal (Utari, 2009). Jika alat kerja dan lingkungan fisik tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja maka hasil kerja tidak akan optimal dan bahkan berpotensi mengakibatkan PAK diantaranya MSDs (Anies, 2005). MSDs dalam suatu industri seringkali kurang mendapat perhatian dan dianggap sepele oleh pihak manajemen atau pengelola, bahkan di beberapa perusahaan masih ada yang belum memahami apa saja yang menjadi faktorfaktor resiko penyebabnya, sehingga resiko MSDs dapat timbul di suatu perusahaan tanpa disadari. Padahal hal lain secara sadar ataupun tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi, dan efektivitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, dan dapat mengganggu kesehatan pekerja (Rohjani, 2003). Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan
Musculoskeletal
Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervetebral. MSDs dapat berupa peradangan dan penyakit degeneratif yang menyebabkan melemahnya fungsi tubuh. Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan-benturan kecil maupun besar yang terjadi secara terus-menerus dan
4
dalam waktu yang relatif lama. Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan, atau tahun, tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008). Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, 25% nya mengeluhkan sakit punggung dan 23% nya menderita nyeri otot. Amerika Serikat yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah mencatat bahwa WMSDs (work related musculoskeletal disorders) menjadi penyebab utama PAK dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap tahun dengan total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar sampai $43 milliar (Humantech, 2003). Sedangkan cedera pada tulang punggung sendiri meliputi 1/6 dari semua kecelakaan kerja dan merupakan sebab utama dari cacat kerja pada pekerja di bawah usia 45 tahun di AS. Di Finlandia pekerjaan konstruksi bangunan menempati posisi paling tinggi dalam hal tingkat kecelakaan kerja (Jannah, 2008). Berdasarkan Self Reported Work Related Illness (SWI) 2006-2007 tentang penyakit dan cedera pada sektor industri di Great Britain, estimasi angka prevalensi
industri
manufaktur
sebesar
3440/100.000
kasus.
Europan
communities (2008) memperkirakan sekitar 40% dari MSDs bagian ekstrimitas
5
atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari 500.000 orang telah menderita MSDs setiap tahunnya. Menurut studi yang dilakukan oleh NIOSH, 60% back injury disebabkan karena terlampauinya kapasitas kerja baik dalam hal mengangkat beban (60%), menarik dan mendorong beban (20%), dan membawa beban (20%) (Nurmianto, 2004). Berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 9482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%), dan gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005). Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja. Pentingnya memahami aspek ergonomi ini, sudah seharusnya dilakukan evaluasi secara integratif untuk menilai sejauh mana kecocokan rancangan sistem kerja yang ada (termasuk pekerjaan itu sendiri) dengan para pekerjanya. MSDs dapat
menjadi suatu permasalahan penting karena dapat
menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan, meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, dll (Bird, 2005). Macam-macam
6
gejala kesehatan dirasakan oleh pekerja disebabkan faktor resiko MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memiliki risiko ergonomi dan gangguan kesehatan yang dapat melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung, dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya (NIOSH, 2007). Pheasant (1991) menyatakan bahwa terjadi peningkatan turnover yang disebabkan oleh MSDs yakni sebesar 25% pada pekerja produksi, 30% pada pekerja rumah sakit, 40% pada pekerja pemrosesan data, dengan semua ini akan mengalami penurunan produktivitas kerja. Menurut OSHA Office of Ergonomic Support menghitung jumlah uang kompensasi yang harus dibayar perusahaan kepada pekerja yang menderita MSDs di tahun 1988 berkisar 33-40% dari total uang
kompensasi
PAK.
Penerapan
ergonomi
secara
signifikan
akan
meningkatkan produktivitas minimal 10% dan juga dapat mengurangi biaya kompensasi pekerja akibat penyakit kerja serta mengurangi tingkat kecelakaan (Humantech, 2005). Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya (Humantech, 1995). Menurut beberapa ahli, terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya MSDs yaitu faktor pekerjaan, faktor pekerja, faktor lingkungan, dan faktor psikososial. Faktor pekerjaan yang mempengaruhi yaitu postur kerja, durasi, beban kerja, frekuensi, dan alat perangkai/genggaman (Humatech, 1995).
7
Faktor pekerja yaitu usia, jenis kelamin, waktu kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, masa kerja, Indeks Masa Tubuh (IMT), riwayat penyakit MSDs, dan kekuatan fisik (Oborne, 1995; NIOSH, 1997; Tarwaka, 2004). Faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban, getaran, dan iluminasi (Bridger, 1995; Oborne, 1995). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut berhubungan dengan MSDs (NIOSH, 1997). Melihat data-data yang menentukan besarnya masalah ergonomi, diantaranya kasus MSDs di dunia industri dan besarnya faktor resiko sehingga perlu dilakukan langkah-langkah identifikasi faktor resiko di tempat kerja. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pekerja tersebut telah bekerja dengan cara yang benar dan telah memenuhi aspek dan kaidah ergonomi serta lingkungan kerja dan resiko pekerjaan yang diterima oleh pekerja. PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang merupakan perusahaan industri keramik yang memproduksi peralatan saniter, asesoris pipa dan juga perlengkapan dapur. Perusahaan ini memiliki proses kerja dengan resiko bahaya fisik cukup tinggi. Proses kerja Polishing adalah pemolesan/pengampelasan agar halus dan mengkilap yang terdiri dari 2 bagian proses yaitu Abrasive belt dan Buffing. Pada proses tersebut mesin yang digunakan ada yang manual dan otomatis serta bahan pembantu untuk proses buffing biasa digunakan Tripoly yaitu Tripoly cair dan batangan. Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan berupa suara bising dan debu. Adapun penanganan dari dampak tersebut adalah dipasang Dust collector yang berfungsi untuk menghisap debu
8
dan sirkulasi udara (Exhaust fan) serta untuk kesehatan karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (tutup telinga dan masker). Selain itu, bahaya yang terdapat pada proses kerja ini adalah postur tubuh pekerja ketika melakukan pekerjaannya yang kurang ergonomis dan pekerja sering bekerja dalam keadaan statis. Hal ini dapat dilihat dari keadaan pekerja ketika melakukan pekerjaannya selalu berada dalam posisi duduk. Menurut Bernard et al (1997), berdasarkan eksperimen di laboratorium, tekanan pada sendi tulang belakang secara substansial lebih besar atau lebih banyak terjadi pada posisi duduk tanpa penyangga dibanding pada posisi berdiri. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2011 terhadap 10 pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs. Ada yang merasakan keluhan ketika bekerja, setelah bekerja, dan malam hari dengan tingkat keluhan sedikit sakit dan sakit. Dari 10 pekerja, ada 8 orang (80%) yang merasakan keluhan pada bagian pinggang yang dirasakan ketika bekerja dan setelah bekerja. Pada bagian leher dan bahu yang merasakan keluhan sebanyak 7 orang dengan persentase sebesar 70% dengan persentase keluhan terbanyak setelah bekerja dan frekuensi keluhan setiap hari. Pada bagian tangan yang merasakan keluhan sebanyak 6 orang (60%) dan punggung sebanyak 5 orang (50%). Dari studi pendahuluan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah Upper Extremitas (ekstremitas bagian atas).
9
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan serta belum adanya penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2011 terhadap 10 pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang didapatkan hasil bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs (100%). MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan, meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan, dll. MSDs muncul tidak secara spontan atau langsung melainkan butuh waktu yang lama dan bertahap sampai gangguan musculoskeletal
mengurangi kemampuan tubuh manusia dengan
menimbulkan rasa sakit. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulangulangnya proses penyebabnya. Selain itu, informasi yang diperoleh peneliti bahwa di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang belum pernah dilakukan penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
10
mengetahui apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dan faktor pekerja dengan keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.3 Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
2.
Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
3.
Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
4.
Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
5.
Apakah ada hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
6.
Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
11
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal Disorder (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus a.
Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
b.
Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
c.
Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
d.
Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
e.
Diketahuinya hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
12
f.
Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan a.
Memperoleh informasi mengenai potensi dan tingkat resiko terjadinya MSDs terhadap pekerja di bagian Polishing sehingga dapat segera diambil tindakan pengendaliannya.
b.
Dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja agar terhindar dari penyakit akibat kerja khususnya resiko terjadinya MSDs sehingga dapat meminimalisir kerugian-kerugian yang terjadi.
c.
Sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengambil suatu tindakan agar dapat mengurangi keluhan MSDs pada pekerja dan pentingnya penerapan ergonomi di tempat kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas pekerja.
1.5.2 Bagi Pekerja a.
Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahaya di tempat kerja khususnya mengenai keluhan MSDs sehingga pekerja dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.
13
b.
Mengetahui bahaya yang akan terjadi ketika mereka bekerja dengan posisi janggal (tidak ergonomis).
c.
Memberi masukan dan motivasi untuk pekerja dalam melakukan pekerjaan ke arah yang lebih baik.
1.5.3 Bagi Peneliti a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011 oleh mahasiswa semeseter VIII peminatan keselamatan dan kesehatan kerja jurusan kesehatan masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun lokasinya pada bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk, Jln. MH Thamrin KM.7 Serpong, Tangerang. Sasaran penelitian adalah pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan jumlah sampel minimal sebanyak 70 sampel. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Data primer didapat peneliti dengan melakukan pengukuran langsung kepada pekerja untuk mengukur variabel dependen dan independen dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM), lembar QEC, kuesioner, busur, kamera, timbangan berat badan, dan
14
pengukur tinggi badan. Data-data tersebut akan dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDs) 2.2.1 Definisi MSDs Menurut Humantech (1995) Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau kerusakan kecil-kecil pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang setiap kalinya tidak sempat sembuh secara sempurna, sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit. Menurut OSHA (2002), MSDs merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar. Menurut National Safety Council (2002), MSDs juga bisa diartikan sebagai gangguan fungsi normal dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah, tulang dan ligament akibat berubahnya struktur dan berubahnya sistem muskuloskeletal. MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan ataupun pembuluh darah. Rasa sakit akibat MSDs dapat digambarkan seperti
16
kaku, tidak fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit (Humantech, 2003). 2.2.2 Sinonim MSDs Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, MSDs bukanlah diagnosis klinis, melainkan rasa nyeri karena kumpulan cedera pada sistem muskuloskeletal ekstremitas atas akibat gerakan kerja biomekanik berulang-ulang. Pada beberapa negara, digunakan istilah yang berbedabeda untuk menggambarkan kejadian MSDs tersebut, diantaranya (NIOSH, 1993): a.
Cumulative Trauma Disorders (CTDs)
b.
Repetitive Strain Injuries (RSIs)
c.
Occupational Overuse Syndrome
d.
Neck and Limb Disorders
e.
Overuse Syndrome
f.
Wear and Tear Disorders
g.
Occupational Cervico Bracial Disorders (OCD)
2.2.3 Gejala MSDs Menurut Humantech (1995), gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan penyakit tersebut. MSDs ditandai dengan beberapa
17
gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan daya dan koordinasi tangan, rasa panas, agak sukar bergerak, rasa kaku dan retak pada sendi, kemerahan, bengkak, panas, dan rasa sakit yang membuat terjaga di tengah malam dan rasa untuk memijit tangan, pergelangan, dan lengan. Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah: a. Leher dan punggung terasa kaku b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk. d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku. e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai bengkak. f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat. g. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta kehilangan kepekaan. h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa panas. 2.2.4 Keluhan MSDs Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang
18
dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.
Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
b.
Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Selain
itu,
menurut
Humantech
(1995),
keluhan
yang
menggambarkan keparahan penyakit MSDs terbagi menjadi: a.
Tahap 1 Nyeri dan kelelahan pada saat bekerja tetapi setelah beristirahat yang cukup tubuh akan pulih kembali. Tidak mengganggu kapasitas kerja.
b.
Tahap 2 Keluhan rasa nyeri tetap ada setelah waktu semalam, istirahat, timbul gangguan tidur, dan sedikit mengurangi performa kerja.
19
c.
Tahap 3 Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat, nyeri dirasakan saat bekerja, saat melakukan gerakan yang repetitif, tidur terganggu, dan kesulitan dalam menjalankan pekerjaan yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya inkapasitas.
20
2.2.5 Jenis-jenis MSDs Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang Berpotensi Menimbulkannya No Jenis MSDs
1.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
2.
Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS)
Definisi
Gejala
Gangguan tekanan/pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang terbentuk oleh carpal tulang pada tiga sisi dan ligament yang melintanginya. Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat atau bagian/permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic vasopatic disease
Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik.
Mati rasa, gata-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam keadaan dingin.
Faktor resiko ergonomi di tempat kerja Manual handling, postur, getaran, repetisi, force/gaya yang membutuhkan peregangan, frekuensi, durasi, dan suhu. Getaran, durasi, frekuensi, intensitas getaran, suhu dingin.
Pekerjaan Berpotensi
Mengetik dan proses pemasukan data, kegiatan manufaktur, perakitan, penjahit, dan pengepakan/pembung kusan.
Pekerjaan konstruksi, petani atau pekerja lapangan, perusahaan automobil, sopir truk, penjahit, pengebor, pekerjaan memalu, gerinda, penyangga, atau penggosok lantai.
21
3.
Low Back Pain Syndrome (LBP)
atau fenomena Raynaud’s kedua. Bentuk umum dari sebagian besar kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligament, intervetebral disc dari lumbar spine (tulang belakang).
4.
Peripheral Nerve Entrapment Syndrome
Pemampatan atau penjepitan syaraf pada tangan atau kaki (syaraf sensorik, motorik, dan autonomic)
Sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan mejalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi.
Pekerjaan manual yang berat, postur janggal, force/gaya, beban objek, getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
Gejala secara umum pucat, terjadinya perubahan warna dan terasa dingin pada tangan/kaki, pembengkakan, berkurangnya sensitivitas dalam genggaman, sakit, dan lemahnya refleksi tendon. Gejala khusus tergantung jenis syaraf yang kena: Syaraf sensorik:gatal, mati rasa, dan sakit pada area suplai, terasa sakit dan panas, sakit seperti tumpul atau sensasi pembengkakan yang tidak kelihatan. Syaraf motorik:lemah, kekakuan
Postur, repetisi, force/gaya, getaran, dan suhu.
Pekerja lapangan atau bukan lapangan, pelayan, operator, tekhnisian dan manajernya, profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan dengan tulis-menulis dan pengetikan, supr truk, pekerjaan manual handling, penjahit, dan perawat. Operator register, kasir, pekerjaan perakitan, dan pekerjaan kantoran.
22
5.
Peripheral Neuropathy
6.
Tendinitis dan Tenosynovit is
Gejala permulaan yang tersembunyi dan membahayakan dari dysesthesias dan ketidakmampuan dalam menerima sensasi
Tendinitis : merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masing-masing bagian ujung dari otot ke tulang. Tenosynovitis : merupakan peradangan tendon yang juga melibatkan synovium (perlindungan tendon dan pelumasnya. Sumber : Levy et al, 200
pada otot, kesulitan memegang sebuah objek. Syaraf autonomic:pembengkakan pada aliran darah. Gatal-gatal yang sering timbul, mati rasa, terasa sakit bila disentuh, lemahnya otot dan munculnya atrophy yang merusak jaringan syaraf motorik, melambatnya industri aliran konduksi syaraf, berkurangnya potensi atau amplitudo syaraf sensorik dan motorik. Pegal, sakit pada bagain tertentu khususnya keika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah-merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat.
Manual handling, force, repetisi, getaran, dan suhu.
Sektor manufaktur, pekerja di sektor publik dan industri jasa.
Force/gaya peregangan, postur, pekerjaan manual, repetisi, berat beban, dan getaran
Industri perakitan automobil, pengemasan makanan, juru tulis, sales, dan manufaktur.
23
2.2.6 Faktor Resiko MSDs a.
Faktor Pekerjaan 1) Postur kerja Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi relatif dari bagian tubuh terhadap ruang. Untuk melakukan orientasi tubuh tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja otot untuk menyangga atau menggerakkan tubuh. Postur dapat diartikan sebagai konfigurasi dari tubuh manusia, yang meliputi kepala, punggung, dan tulang belakang (Pheasant, 1991). Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi: a)
Statis Postur kerja statis didefinisikan sebagai postur kerja isometris dengan sangat sedikit gerakan sepanjang waktu kerja sehingga dapat menyebabkan beban statis pada otot, khususnya otot pinggang, seperti duduk terus-menerus atau posisi kerja berdiri terus-menerus (Bernard et al, 1997). Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan statis suplai nutrisi kebagian tubuh akan terganggu begitupula dengan suplai oksigen dan proses metabolisme pembuangan tubuh. Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi yang
24
sama dari waktu ke waktu secara alamiah akan membuat bagian tubuh tersebut stres (Bridger, 2003). b) Dinamis Stres akan meningkat ketika posisi tubuh menjauhi posisi normal tersebut. Pekerjaan yang dilakukan secara dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan pergerakan yang terlalu ekstrim sehingga
energi yang
dikeluarkan otot menjadi lebih besar atau tubuh menahan beban yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat menimbulkan cedera. Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat dilihat dari kerja otot, aliran darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis postur tersebut. Berikut perbandingan kebutuhan otot pada postur statis dan dinamis menurut Bridger (2003) : Tabel 2.2 Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis Otot Statis
Otot Dinamis
Kontraksi otot secara terus menerus
Pergantian fase konstruksi dan relaksasi
Aliran darah ke otot berkurang
Aliran darah ke otot bertambah
Produksi energi bersifat oksigen Produksi energi bersifat oksigen independen
dependen
25
Glikogen otot diubah menjadi asam Glikogen otot=CO2 + H2O otot laktat
mengambil
glukosa
dan
asam
lemak dari darah Sumber: Bridger (2003) Sedangkan untuk jenis bentuk postur tubuh terdiri dari (Pheasant, 1991) : a)
Postur netral Merupakan postur ketika seseorang sedang melakukan proses pekerjaannya sesuai dengan struktur anatomi tubuh seseorang dan tidak terjadi penekanan atau pergeseran tubuh pada bagian penting tubuh, serta tidak menimbulkan keluhan.
b) Postur janggal Merupakan postur yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh seseorang untuk membawa beban dalam jangka waktu yang lama dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai akibat yang merugikan tubuh seperti kelelahan otot, rasa nyeri, serta menjadi tidak tenang. 2) Beban Istilah beban tidak sama dengan berat, beban menunjuk kepada tenaga. Dalam penilaian risiko, berat hanyalah salah satu aspek dari beban terhadap tubuh, beban maksimal yang
26
diperbolehkan untuk diangkat oleh orang dewasa yaitu 23-25 kg untuk pengangkatan single (tidak berulang). Bentuk dan ukuran objek ikut mempengaruhi hal tersebut, semakin kecil objek semakin baik agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh (Nursatya, 2008). Ukuran objek yang dapat membebani otot pundak/bahu dengan leher lebih dari 300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm dan ketinggian lebih dari 450 mm (Idem). Beban dapat diartikan sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pembebanan fisik pada pekerjaan dapat mepengaruhi terjadinya kesakitan pada muskuloskeletal tubuh. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku. Semakin berat beban maka semakin singkat waktu pekerjaan (Suma’mur 1989). Pada sebuah penelitian cross sectional, didapatkan hsil bahwa pekerjaan dengan beban dan tingkat pengulangan yang rendah, memiliki kasus muskuloskeletal yang lebih sedikit, dan
27
pekerjaan dengan tingkat beban dan peanggulangan yang tinggi, memiliki angka kesakitan muskuloskeletal 30 kali lebih besar (Kumar, 1999). 3) Durasi Menurut NIOSH (1997), durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh faktor resiko. Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs pada bagian leher. Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor resiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari pekerja terpajan resiko. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor resiko, semakin besar pula tingkat resikonya. Durasi dibagi sebagai berikut:
Durasi singkat
: < 1 jam/hari
Durasi sedang
: 1-2 jam/hari
Durasi lama
: > 2 jam/hari
Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering dan berulang-ulang adalah keletihan dan kelelahan otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu
28
cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Bird, 2005). Selain itu, menurut Humantech (1995), pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat meningkatkan potensi timbulnya fatigue dan menyebabkan MSDs, bila waktu istirahat/pemulihan tidak mencukupi. Durasi terjadinya postur janggal yang beresiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik atau postur kaki bertahan selama lebih dari 2 jam sehari. Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari kekuatan maksimum tidak dapat bertahan lebih dari 1 menit, jika kekuatan digunakan kurang dari 20% kekuatan maksimum maka kontraksi akan berlangsung terus untuk beberapa waktu. Sedangkan untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau kurang seseorang dapat bekerja dengan intensitas sama dengan kapasitas aerobik sebelum beristirahat (Grandjean, 1993). Lamanya waktu kerja (durasi) berkaitan dengan keadaan fisik
tubuh
pekerja.
Pekerjaan
fisik
yang
berat
akan
mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, sistem pernafasan dan lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat
29
menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh (Suma’mur, 1989). Semakin lama durasi melakukan pekerjaan yang beresiko maka waktu yang diperlukan untuk recovery (pemulihan) juga akan semakin lama (NIOSH, 1997). 4) Frekuensi Banyaknya
frekuensi
aktifitas
(mengangkat
atau
memindahkan) dalam satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi gerakan postur janggal ≥ 2 kali/menit merupakan faktor resiko terhadap pinggang. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah bahkan nyeri/sakit pada otot karena adanya akumulasi produk sisa berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada otot dengan akibat terjadinya penekanan di otot yang akan mengganggu fungsi syaraf. Terganggunya fungsi syaraf, destruksi serabut saraf atau kerusakan yang menyebabkan berkurangnya respon saraf dapat menyebabkan kelemahan pada otot (Humantech, 1995). Frekuensi terjadinya postur terjadinya repetitive motion
janggal terkait
dengan
dalam melakukan pekerjaan.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat kerja terus-menerus tanpa melakukan relaksasi. Secara umum,
30
semakin banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas kerja, maka akan mengakibatkan keluhan otot semakin besar. Pekerjaan yang dilakukan secara repetitif dalam jangka waktu lama akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila ditambah dengan gaya/beban dan postur
janggal (OHSC,
2007).
Sedangkan menurut Bridger (1995) postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh kurang suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, tekanan pada otot dan trauma mekanis. 5) Alat perangkai/genggaman Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak sebagai contoh pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat. Apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka, 2004). b.
Faktor Pekerja 1) Usia Menurut Supardi (2004) dalam Wibowo (2010), usia adalah lama hidup responden atau seseorang yang dihitung berdasarkan ulangtahun terakhir. Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun (Bridger, 2003). Pada
31
usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Jadi, semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastis pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs (Kurniasih, 2009). Pekerja dengan usia dibawah 18 tahun memiliki risiko lebih tinggi daripada pekerja dengan usia dewasa. Hal ini disebabkan karena pekerja dengan usia dibawah 18 tahun masih mengalami perkembangan fisik. Pekerja dengan usia dibawah 18 tahun tidak diperkenankan untuk melakukan aktifitas manual handling dengan berat lebih dari 16 kg tanpa bantuan mekanik dan pelatihan tertentu (OHSC, 2007). Chaffin (1979) dalam Grandjean (1993) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-26 tahun. Grandjean (1993), menyebutkan bahwa umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang yang berumur 25 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendra & Rahardjo tahun 2009, pekerja dengan umur 35 tahun atau lebih
32
mempunyai risiko 2,556 kali lebih besar untuk mengalami MSDs dibandingkan pekerja dengan umur dibawah 35 tahun. Hal ini diperkuat juga dengan hasil penelitian Amalia (2010) pada pekerja kuli panggul didapatkan hasil bahwa kelompok usia 3149 tahun memiliki tingkat keluhan paling tinggi yaitu sebesar 68.1%. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang terdapat dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun serta tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. 2) Jenis Kelamin Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus MSDs lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria (NIOSH, 1997). Studi dynamometri menyatakan bahwa wanita mengalami peningkatan ketegangan otot yang tiba-tiba beberapa hari sebelum haid dimulai dan berlanjut dengan tingkat ketegangan otot yang rendah selama haid. Selain itu, kebiasaan-kebiasaan khas wanita dapat meningkatkan risiko terjadinya LBP serta mengenakan sepatu hak tinggi atau menjinjing barang-barang
33
belanjaan secara tidak seimbang. Artinya beban bagian kanan atau kiri lebih berat dari bagian satunya (Syafitri, 2010). Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan wanita. Hasil penelitian Betti’e et al (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al (1993), Bernard et al (1994). Hales et al (1994), dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, 2004). 3) Waktu Kerja Penentuan pengukuran
waktu
kerja
untuk
dapat
diartikan
mencatat
sebagai
jangka
waktu
teknik dan
perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu. Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih (2009), diketahui
34
bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher. 4) Kebiasaan Merokok Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah (Kurniasih, 2009). Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Muliana (2003), kebiasaan merokok dapat menyebabkan LBP karena merokok dapat menimbulkan batuk dan zat nikotin yang ada dalam rokok tersebut. Satu hipotesa menyebutkan bahwa LBP diakibatkan karena batuk terus-menerus akibat merokok. Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah pinggang daripada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat daripada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok per hari (Pheasant, 1991). Selain itu, menurut Tarwaka (2004),
35
semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan. Pada sebuah survei di Britania oleh Palmer et al (1996) ditemukan 13.000 orang yang merokok sering mengeluhkan rasa tidak nyaman pada muskuloskeletal dan rasa lumpuh terhadap cidera muskuloskeletal dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok. Hal ini disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot dan mengurangi respon syaraf terhadap rasa sakit. Berdasarkan hasil survei oleh Annuals of Rheumatic Diseases diperoleh hubungan antara perokok dengan munculnya keluhan MSDs dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan MSDs (Tarwaka, 2004). Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun saat melewati umur 35 tahun efek rokok pada tulang akan mulai terasa karena proses pembentukan tulang pada umur tersebut sudah berhenti (Boisvert, 2009). Perokok juga beresiko mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Bila darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Hal ini dapat terjadi karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu,
36
merokok dapat pula menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syafitri (2010), didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan terjadinya keluhan LBP. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004) bahwa semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula keluhan yang dirasakan. 5) Kebiasaan Olahraga Olahraga dapat dikatakan sebagai terminologi umum dari semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan jasmani. Bahkan dalam UU No.3 Tahun 2005 mempunyai arti yang lebih luas. Didefinisikan bahwa olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. (Bustan, 2007) Departemen Kesehatan melalui Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menemukan masih tingginya prevalensi masyarakat yang kurang atau tidak melakukan olahraga secara rutin dalam kehidupan sehari-harinya. Kurang atau tidak melakukan olahraga merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan otot dan tulang. Hal ini disebabkan karena salah satu manfaat
37
dari olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh (Bustan, 2007). Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh atau kebiasaan olahraga yang dilakukan. Laporan NIOSH menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7.1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3.2%, dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8% (Tarwaka, 2004). Salah satu bentuk olahraga untuk kesehatan atau pencegahan penyakit dapat dilakukan dalam bentuk olahraga aerobik yang sedang (moderate physical activity) selama 30 menit dari waktu 1440 menit dalam sehari. Seseorang dikategorikan kurang melakukan olahraga jika melakukan senam pagi/olahraga < 5 x/minggu. Sebaliknya, dikategorikan cukup jika melakukan senam pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu. Bagaimana bentuk olahraga yang sehat itu menjadi pilihan tersendiri, yang penting fun sehingga peserta tetap dapat berminat dan tertarik secara terus-menerus melakukan olahraga itu. Bentuk-bentuk itu bisa berupa jalan cepat, lari di taman, dancing, berenang, mengayuh sepeda, dan lain-lain (Bustan, 2007).
38
Dari hasil penelitan yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010) didapatkan bahwa paling banyak pekerja yang mengalami keluhan MSDS adalah pekerja yang kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang (54,7%). Sedangkan persentase pekerja yang paling sedikit adalah yang kurang melakukan olahraga dan tidak memiliki keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%). 6) Masa Kerja Penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
waktu
lama
untuk
berkembang
dan
bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Nursatya, 2008). Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat. Memperpanjang waktu kerja dari itu biasanya disertai penurunan efisiensi, timbulnya kelelahan dan penyakit akibat kerja. Secara fisiologis istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja. Insiden tertinggi untuk terjadinya keluhan sakit pada pinggang pekerja ada kaitannya dengan penambahan waktu kerja dan lamanya masa kerja seseorang (Hasyim, 1999 dalam Syafitri, 2010).
39
Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan-benturan kecil maupun besar yang terjadi secara terus-menerus dan dalam waktu yang relatif lama. Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan, atau tahun, tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008). Penelitian memperlihatkan
yang
dilakukan
oleh
bahwa
keluhan
MSDs
Amalia terbanyak
(2010) pada
responden dengan masa kerja diatas lima tahun. Hal ini disebabkan karena pada masa kerja tersebut telah terjadi akumulasi cidera-cidera ringan yang selama ini dianggap sepele. Selain itu, menurut Zulfiqor (2010), keluhan MSDs berbanding lurus dengan bertambahnya masa kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Rahardjo (2009), pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun mempunyai risiko 2,775 kali dibandingkan pekerja dengan masa kerja ≤ 4 tahun. Rihiimaki et al (1989) dalam Tarwaka (2004)
40
menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. 7) Indeks Masa Tubuh (IMT) Berat badan, tinggi badan, status gizi (IMT) dan obesitas diidentifikasikan sebagai faktor resiko untuk beberapa kasus MSDs. Secara rata-rata, populasi dengan LBP mempunyai tinggi badan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak LBP. Sedangkan asosiasi antara obesitas dan MSDs berkaitan dengan degenerasi radiologi pada sendi (Muliana, 2003). Meskipun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan dan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Schierhout (1995) menemukan bahwa seseorang yang mempunyai ukuran tubuh yang pendek berasosiasi dengan keluhan pada leher dan bahu (Karuniasih, 2009). Berdasarkan penelitian Heliovara (1987) yang dikutip NIOSH
(1997)
menyebutkan
bahwa
tinggi
seseorang
berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria, tapi berdasarkan IMT hanya berpengaruh pada jenis kelamin pria. Vessy et al (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus untuk mengalami keluhan otot skeletal. Hal ini diperkuat dengan
41
oleh Werner et al (1994) yang menyatakan bahwa bagi pasien gemuk mempunyai resiko 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang kurus, khususnya untuk otot kaki. Keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun berat tambahan lainnya (Tarwaka, 2004). Menurut Depkes (1994), kategori ambang batas IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut: 1.
Kurus jika IMT ≤ 18,5.
2.
Normal jika IMT > 18,5-25,0.
3.
Gemuk jika IMT > 25,0.
8) Riwayat Penyakit MSDs Seseorang dengan riwayat penyakit Low Back Pain (LBP) mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan (Nursatya, 2008). Penyakit pada tulang belakang yang menyebabkan LBP adalah (Nolan dan Saladin, 2004) : a) Spinal stenosis adalah sakit pada saluran tulang belakang atau invertebral foramina yang disebabkan oleh hypertrophy tulang belakang. Kondisi ini dapat dihasilkan dari penyakit
42
lain, seperti sakit pada paget atau osteoarthritis, dan hal itu paling sering terjadi pada orang usia menengah dan usia tua. b) Sakit degenerative disc terjadi ketika gelatinous nucleus pulpous berubah menjadi fibrocartilage akibat penuaan, kadang-kadang menjadi tulang belakang tidak stabil dan membuat tidak sejajarannya tulang belakang dan putusnya disc. c) Spondylolysis adalah kondisi dimana lamina tulang belakang bagian pinggang tidak sempurna. d) Spondylolisthesis terjadi ketika tidak sempurnanya tulang belakang
anteriorly, khususnya pada tingkat
L5-S1.
Berkurangnya derajat berat Spondylolisthesis dapat dianggap hanya untuk meredakan (meringankan nyeri), tetapi tingkat berat yang berlebih mungkin membutuhkan operasi untuk meringankan tekanan pada syaraf tulang belakang atau menstabilkan tulang belakang. e) Osteoporosis, adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa
berkurangnya kepadatan
massa tulang,
yang
berakibat meningkatnya risiko patah tulang dan LBP (Junaidi, 2007 dalam Syafitri, 2010). Menurut Beth Loy dari US. Departement of Labour dalam Luthfiyah et al (2009) beberapa kondisi seperti patah
43
dan/dislokasi tulang, artritis, diabetes, gangguan kelenjar thiroid, menopause, dan beberapa kondisi lain dapat memberikan kontribusi bagi timbulnya keluhan Cummulative Trauma Disorders. 9) Kekuatan Fisik Kejadian MSDs dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor individu, salah satunya adalah kekuatan fisik individu tersebut. Menurut Tarwaka (2004), kekuatan/kemampuan kerja fisik adalah suatu kemampuan fungsional seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan aktifitas otot pada periode waktu tertentu. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi (Bukhori, 2010).
44
c.
Faktor Lingkungan 1) Suhu dan Kelembaban Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot menurun. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian besar energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk berdapatasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004). Berdasarkan NIOSH (1993) tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang dapat diterima adalah berkisar antara 2024°C (untuk musim dingin) dan 23-26°C (untuk musim panas) pada kelembapan 35-65%. Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati tidak melebihi 0,15 m/det untuk musim dingin dan 0,25 m/det untuk musim panas. Kecepatan udara di bawah 0,07 m/det akan memberikan rasa tidak enak di badan dan rasa
45
tidak nyaman. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pada temperatur 27-30°C, maka performa kerja dalam pekerjaan fisik akan menurun. Sebagai bahan pertimbangan dimana Indonesia merupakan daerah tropis yang mempunyai suhu udara lebih panas dengan kelembapan yang jauh lebih tinngi, maka rekomendasi dari NIOSH (1993) tersebut perlu doikoreksi apabila ditempatkan di daerah tropis. Temperatur yang normal untuk orang Indonesia adalah 22.5-26°C dengan kelembapan udara sebesar 40-75% (Tarwaka, 2004). Suhu yang ekstrim akan memberikan efek fisiologis heat stress dan cold stress. Stres fisik terjadi ketika jaringan tubuh inadekuat terhadap suplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi sehingga akan meningkatkan potensi terjadinya gangguan muskuloskeletal. Bahaya yang spesifik akan terjadi pada saat suhu udara dingin dengan menggunakan alat vibrasi (Amalia, 2010). 2) Getaran Vibrasi dapat menyebabkan perubahan fungsi aliran darah pada ekstremitas yang terpapar bahaya vibrasi (Oborne, 1995). Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Konstruksi statis ini menyebabkan peredaran
46
darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004). Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh tubuh terjadi ketika berdiri atau duduk dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan kendaraan mesin yang besar (Bridger, 1995). Pekerja yang mengalami vibrasi dapat menyebabkan mati rasa pada tangan sehingga membutuhkan tenaga lebih saat menggenggam (Nursatya, 2008). 3) Iluminasi Depkes RI (1992) mendefinisikan pencahayaan sebagai jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Tingkat iluminasi berkaitan dengan sifat pekerjaan yang membutuhkan ketelitian atau tidak. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi maka memerlukan iluminasi yang cukup banyak yakni mencapai 1000 lux sedangkan pekerjaan yang tidak membutuhkan ketelitian hanya memerlukan tingkat iluminasi yang rendah. Jika tingkat iluminasi pada suatu tempat tidak memenuhi persyaratan maka akan menyebabkan postur leher untuk fleksi ke
47
depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi (membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs (Bridger, 1995). d.
Faktor Psikososial Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik (Muliana, 2003). Menurut penelitian yang dikonduksi oleh National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH, 1997) terdapat indikasi dan semakin banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa faktor psikososial turut berkontribusi terhadap terjadinya MSDs pada ekstremitas atas dan bagian belakang tubuh (Bernard et al, 1997). Beberapa
cara
faktor
psikososial
dapat
mempengaruhi
terjadinya MSDS adalah sebagai berikut (Idem): 1) Faktor Psikologis dapat mengakibatkan tekanan fisik Teori
tersebut
meningkatkan
tekanan
menyatakan darah,
bahwa
stres
kortikosterid,
dapat
peripheral
neurotransmitter, dan meningkatkan tekanan pada otot. Dalam keadaan lemah dan kaku, otot punggung mengalami spasme (kejang).
Kondisi
mengangkut
ini
oksigen
menyebabkan menjadi
aliran
terhambat,
darah sehingga
yang otot
kekurangan oksigen. Akibatnya penderita mengalami sakit yang semakin parah jika tidak segera ditangani dokter.
48
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Johanson dan Aronson dalam Muliana (2003) menyebutkan bahwa tekanan psikologi, seperti keterbatasan kebebasan dalam membuat keputusan, rasa bosan, dan cara kerja yang berulangulang dapat mengakibatkan pula tekanan fisiologis, seperti peningkatan
tekanan
darah,
detak
jantung,
dan
level
kortikosteroid. Menurut Smith dan Carayon (1996) dalam Bernard
et
al
(1997),
reaksi
fisiologis
tersebut
dapat
meningkatkan kemmungkinan kerusakan atau cedera pada urat syaraf dan otot. 2) Efek langsung faktor psikososial terhadap tekanan fisik Menurut penelitian Lim dan Carayon dalam Bernard et al (1997), tekanan psikososial dapat
memperburuk kondisi
ergonomi di tempat kerja. Faktor psikososial seperti tekanan pekerjaan, standar produksi, pengawasan kerja, dan sebagainya secara langsung dapat mempengaruhi aspek ergonomi dari pekerjaan, seperti gerakan repetitif dan postur kerja yang merupakan faktor risiko terjadinya MSDs.
49
2.2.7 Dampak MSDs Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek ekonomi perusahaan yaitu (Pheasant, 1991) : a.
Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material, produk
yang
akhirnya
menyebabkan
tidak
terpenuhinya
deadline/target produksi, pelayanan yang tidak memuaskan, dan lainlain. b.
Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan penurunan keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang menggantikan pekerja yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau agensi.
c.
Biaya pergantian pekerja (turnover) untuk recruitment dan pelatihan.
d.
Biaya asuransi.
e.
Biaya lainnya (opportunity cost).
Sementara itu, menurut Bird (2005), MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat : a.
Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit otot rangka.
b.
Menurunkan produktivitas kerja.
c.
MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan masalah penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi.
50
d.
Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentukan proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.
e.
Penurunan kewaspasdaan.
f.
Meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan.
2.2.8 Tindakan Pengendalian MSDs Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al, 1997): a. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya menggunakan pengendalian teknik. b. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering disebut pengendalian administratif. c. Menggunakan alat pelindung diri. Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah : a. Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping. b. Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan, karena dapat meningkatkan risiko cidera. c. Jangan ragu meminta tolong pada orang. d. Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang. e. Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan melanjutkan. f. Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.
51
2.2 Quick Exposure Checklist (QEC) 2.3.1 Definisi Quick Exposure Check (QEC) adalah suatu metode untuk penilaian secara
cepat
Musculoskeletal
pajanan
dari
Disorders
risiko-risiko (WMSDs).
terjadinya
QEC
dibuat
Work-related berdasarkan
kebutuhan dari praktisi dan peneliti dalam penilaian resiko WMSDs. QEC merupakan suatu metode untuk penilaian terhadap risiko kerja yang berhubungan dengan gangguan otot di tempat kerja. Metode ini menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagain belakang punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher (Stanton, 2005). Penilaian pada QEC dilakukan pada tubuh statis (body static) dan kerja dinamis (dynamic task) untuk memperkirakan tingkat risiko dari postur
tubuh
dengan
melibatkan
unsur
pergelangan
gerakan,
tenaga/beban, dan lama tugas untuk area tubuh yang berbeda. Konsep dasar dari metode ini sebenarnya adalah mengetahui seberapa besar exposure score untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Salah satu karakteristik yang penting dalam metode ini adalah penilaian dilakukan oleh peneliti dan pekerja, dimana faktor risiko yang ada dipertimbangkan dan digabungkan dalam implementasi dengan tabel skor yang ada (Li and Buckle, 1999).
52
2.3.2 Tujuan Penggunaan QEC Tujuan penggunaan QEC antara lain (Geoffrey, 2005): a.
Mengukur perubahan postur terhadap faktor resiko muskuloskeletal sebelum dan sesudah intervensi ergonomi.
b.
Melibatkan kedua pihak yakni praktisi (observer) dan pekerja dalam melaksanakan penilaian risiko dan mengidentifikasi kemungkinan perubahan.
c.
Mendorong peningkatan kualitas tempat kerja.
d.
Meningkatkan kepedulian dan kesadaran para manajer, teknisi, designer, praktisi K3, dan pekerja mengenai faktor resiko MSDs di tempat kerja.
e.
Membandingkan pajanan antar pekerja di dalam satu pekerjaan, ataupun antar pekerja dengan pekerjaan berbeda.
2.3.3 Tahapan Penggunaan QEC QEC mempunyai empat tahapan kerja, yakni (Stanton, 2005): a.
Pengukuran oleh peneliti (observer’s assessment) Peneliti (observer) memiliki form isian tersendiri yang dapat diisi melalui pengamatan kerja di lapangan. Sebagai alat bantu, dapat menggunakan stopwatch guna menghitung durasi dan frekuensi kerja.
b.
Pengukuran oleh pekerja (worker’s assessment)
53
Seperti halnya peneliti (observer), pekerja pun memiliki form isian sendiri, yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukan. c.
Mengkalkulasi skor pajanan Proses kalkulasi dapat dilakukan melaui dua cara, yakni manual (dengan menjumlahkan skor pada lembar isian), ataupun dengan program komputer.
d.
Consideration of action QEC secara cepat mengidentifikasi tingkat pajanan dari punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan/tangan, dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasikan intervensi ergonomi yang efektif untuk mengurangi tingkat pajanan.
2.3.4 Pengukuran dan Perhitungan QEC Berikut ini cara pengukuran dan perhitungan QEC (Stanton, 2005): a.
Pengukuran QEC 1) Punggung Mengukur postur punggung dilakukan pada saat pekerja menerima beban yang paling tinggi. Hal yang dilihat adalah posisi punggung fleksi/ekstensi, memutar, dan bengkok ke samping. Serta dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan kategori statis ataupun manual handling.
54
A1
dinamakan
posisi
hampir
normal
jika
posisi
fleksi/ekstensi, memutar, dan bengkok punggung pekerja ≤ 200.
A2 dinamakan bahaya sedang dengan gerakan fleksi atau putaran atau bengkok antara 200 sampai 600.
A3 dinamakan bahaya kategori berat dengan sudut ≥ 600 (mendekati 900).
B1 jika pekerjaan/punggung pekerja ketika bekerja dalam keadaaan dinamis.
B2 jika pekerjaan/punggung pekerja ketika bekerja dalam keadaan statis.
B3 disebut jarang ketika pergerakan punggung pekerja ketika mengangkat, mendorong/menarik, dan membawa benda < 6 kali/menit.
B4 disebut sering ketika pergerakan punggung pekerja ketika mengangkat, mendorong/menarik, dan membawa benda 8-12 kali/menit.
B5 disebut sangat sering ketika pergerakan punggung pekerja ketika mengangkat, mendorong/menarik, dan membawa benda ≥ 12 kali/menit.
55
2) Bahu dan Lengan Mengukur postur bahu dan lengan (fleksi/ekstensi, memutar, dan bengkok) khsusnya pada saat
pekerjaan
mengangkat ataupun mengambil barang dengan beban yang paling tinggi.
C1 disebut tidak berbahaya jika benda berada pada posisi di bawah pinggang.
C2 disebut bahaya sedang jika benda berada pada ketinggian dada.
C3 disebut posisi bahaya adalah saat lengan berada di atas bahu.
D1 dinamakan jarang jika pergerakan bahu/lengan bergerak sebentar-bentar.
D2 dinamakan sering jika pergerakan bahu/lengan bergerak secara teratur dengan sedikit berhenti.
D3 dinamakan sangat sering jika pergerakan bahu/lengan hampir tidak berhenti selama bekerja.
3) Pergelangan Tangan Postur ini diukur selama pekerjaan dengan posisi pergelangan tangan tidak sesuai ketika bekerja termasuk
56
fleksi/ekstensi,
bengkok
(deviasi
ulnar/radial),
dan
rotasi/memutar.
E1 dinamakan hampir lurus/netral jika posisi pergelangan tangan lurus dengan lengan (< 150).
E2 dinamakan menyimpang atau bengkok jika posisi pergelangan tangan ≥ 150.
F1 gerakan berulang ≤ 10 kali/menit.
F2 gerakan berulang 11-20 kali/menit.
F3 gerakan berulang ≥ 20 kali/menit.
4) Leher Posisi leher/kepala ketika bekerja dilihat dan dikategorikan sebagai berikut:
G1 disebut tidak pernah jika posisi leher tidak pernah menunduk/memutar.
G2 disebut jarang.
G3 disebut sering.
Kebutuhan ketelitian mata pekerja ketika bekerja dikategorikan sebagai berikut:
L1 disebut ketelitian rendah jika pekerjaan yang dilakukan hampir tidak membutuhkan ketelitian.
57
L2 disebut ketelitian tinggi jika pekerjaan yang dilakukan membutuhkan ketelitian.
5) Berat beban Berat beban maksimal yang dibawa secara manual pada saat melakukan pekerjaan dengan kategori:
H1 disebut beban rendah ≤ 5 kg.
H2 disebut beban sedang 5-10 kg.
H3 disebut beban berat 11-20 kg.
H4 disebut sangat berat ≥ 20 kg.
Untuk kategori berat benda yang digunakan/dibawa dengan menggunakan satu tangan adalah sebagai berikut:
K1 dikategorikan ringan dengan berat benda ≤ 1 kg.
K2 dikategorikan sedang dengan berat benda 1-4 kg.
K3 dikategorikan berat dengan berat benda ≥ 4 kg.
6) Waktu kerja Ketegori penilaian waktu kerja berdasarkan lama yang dibutuhkan dalam sehari oleh sesorang untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan kategori:
J1 untuk pekerjaan yang dilakukan ≤ 2 jam.
J2 untuk pekerjaan yang dilakukan 2-4 jam.
J3 untuk pekerjaan yang dilakukan ≥ 4 jam.
58
b.
Perhitungan QEC Contoh perhitungan/penilaian MSDs untuk faktor pekerjaan diuraikan sebagai berikut : Tabel 2.3 Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung
Sumber : Stanton, 2005 Untuk menetukan besar risiko dari faktor pekerjaan dengan berpedoman pada tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung yang menghasilkan nilai kombinasi postur kerja (A1-A3) dan berat (H1-H4). Jika diperoleh nilai pada A2 dan H2 maka akan didapat nilai 6, kemudian nilai tersebut ditulis pada kolom kosong yang tersedia di bagian pojok kanan bawah. Begitu juga dengan tabel berikutnya dihitung dengan cara yang sama. Setelah itu, nilai yang terdapat pada kotak bertuliskan ”score 1” hingga “score 6” dijumlahkan sehingga diperoleh total skor risiko paparan MSDs pada salah satu bagian tubuh yang nantinya dibandingkan dengan nilai standar yang ada. Prosedur yang sama
59
dapat dilakukan kembali pada perhitungan risiko MSDs bagian tubuh lainnya seperti bahu, pergelangan tangan, leher. Untuk mengetahui level risiko/paparan dari hasil perhitungan di atas, dapat mengacu pada tabel berikut ini : Tabel 2.4 Kategori Nilai Paparan Pada Bagian Tubuh Skor
Rendah Punggung (static) 8-15 Punggung (Gerak) 10-20 Bahu/lengan 10-20 Pergelangan tangan 10-20 Leher 4-6 Sumber : Geoffrey, 2005
Tingkat Paparan Sedang Tinggi 16-22 23-29 21-30 31-40 21-30 31-40 21-30 31-40 8-10 12-14
Sangat Tinggi 29-40 41-56 41-56 41-56 16-18
Total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor pada setiap bagian tubuh, lalu dibagi dengan angka 176 (total skor/176). Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan) 176
Adapun hasil perhitungan tersebut dikategorikan berdasarkan tabel berikut berikut : Tabel 2.5 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
Low
QEC skor ≤ 40 %
Ekuivalen skor RULA 1–2
Dapat diterima
Medium
41–50 %
3–4
Perlu investigasi lebih lanjut
Tingkatan
Tindakan
60
High
51–70 %
5–6
Very High
> 70 %
7+
Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera Invesetigasi dan perubahan seketika
Sumber : Stanton, 2005
2.3.5 Reliabilitas QEC Reliabilitas QEC telah diuji pada program pengembangan QEC dan dinyatakan bahwa QEC dapat diterima dan disetujui kereliabilitasnya oleh para peneliti ergonomi. Reliabilitas QEC telah diselidiki oleh 6 orang yang telah diberi pelatihan tentang QEC dengan cara melakukan penialaian pajanan ergonomi pada 3 jenis pekerjaan dengan menggunakan QEC, dan jenis pekerjaan yang diteliti yaitu:
Pekerjaan berat
: membersihkan lantai dengan mesin poles.
Pekerjaan ringan
: mempipet pada pekerjaan laboratorium.
Pekerjaan rutin
: mengetik.
7 hari sebelum penelitian, para pekerja yang diteliti dipastikan terbebas dari nyeri dan ketidaknyamanan tulang rangka. Para pekerja yang diteliti melakukan pekerjaan 6 kali selama periode 3 hari dan setiap pekerjaan yang dilakukan direkam selama 10 menit untuk penilaian. Setelah mendapat hasil dari para peneliti tentang ketiga pekerjaan tersebut maka digunakan koefisien kendall untuk menilai skor penilaian dari keenam peneliti tersebut. Akhirnya didapat hasil bahwa tingkat
61
reliabilitas QEC berada di level cukup baik. Selain itu, dinyatakan pula bahwa alat penilaian ini berguna dan dapat digunakan untuk menilai tingkat pajanan ergonomi di tempat kerja (Geoffrey, 2005). 2.3.6 Validitas QEC Validitas QEC sudah diuji per bagian anggota tubuh (punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan/tangan, dan leher) di tempat kerja pada pengembangan QEC. Pengujian QEC dilakukan pada 3 pabrik yaitu:
Pabrik percetakan pekerjaan yang dinilai adalah manual handling, pekerjaan part supplier, bekerja menggunakan computer.
Pabrik perakitan mobil pekerjaan yang dinilai adalah manual handling pada perakitan mobil.
Pabrik kimia pekerjaan yang diteliti adalah menumpukkan kardus ke mobil pengangkut, mengepak produk ke dalam kardus. Pekerjaan-pekerjaan di atas dinilai oleh 2 praktisi, praktisi pertama
dari pabrik yang bersangkutan dan praktisi berikutnya dari staf ahli QEC. Mereka menilai menggunakan video. Setelah skor QEC diisi oleh para praktisi lalu nilai pada skor QEC diuji dengan menggunakan koefisien korelasi (spearman’s rho), maka didapatlah nilai :
62
Tabel 2.6 Hasil Penilaian Validitas QEC SCALE
MEAN
Kemudahan penggunaan
6.2
Untuk menilai tempat kerja
5.8
Value at work
6.0
Keterangan : 1 sangat rendah 7 sangat tinggi Maka dapat disimpulkan bahwa validitas QEC cukup baik dan dapat diindikasikan bahwa QEC merupakan alat yang berguna dan dapat digunakan untuk menilai tingkat pajanan ergonomi di tempat kerja (Geoffrey, 2005). 2.3.7 Kelebihan dan kekurangan Penggunaan QEC Menurut Stanton (2005), kelebihan dan kekurangan penggunaan QEC adalah sebagai berikut: a.
Kelebihan QEC 1.
Mencakup sebagian besar faktor resiko utama penyebab MSDs.
2.
Tingkat sensitifitas dan penggunaan yang baik.
3.
Tingkat keandalan yang baik (inter dan intra pengamat).
4.
Mudah dipelajari dan mudah digunakan/diterapkan.
5.
Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi berbagai faktor resiko di tempat kerja.
63
b.
Kekurangan QEC 1.
Metode ini hanya fokus pada pajanan fisik (faktor fisik di tempat kerja).
2.
Skor/nilai paparan yang disarankan butuh validitas kembali.
3.
Perlu pengembangan lebih lanjut untuk memberikan pengukuran yang tepat.
4.
Pelatihan dan praktek tambahan diperlukan oleh pengguna yang belum
berpengalaman
untuk
pengembangan
reliabilitas
pengukuran. 2.3.8 Alasan Pemilihan QEC Peneliti memilih QEC sebagai alat ukur di dalam menganalisis faktor resiko di dalam penelitian ini dikarenakan dari sekian banyak metode, QEC memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: a.
Dapat digunakan untuk sebagian besar faktor resiko fisik dari MSDs.
b.
Mempertimbangkan kebutuhan peneliti dan bisa digunakan oleh peneliti yang tidak berpengalaman.
c.
Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi berbagai faktor resiko di tempat kerja (multiple risk factors), baik yang bersifat fisik maupun psikososial.
d.
Mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja dengan adanya form isian bagi pekerja, sehingga dapat memperkecil bias dari penilaian subjektif observer.
64
e.
Mudah dipelajari dan efektif untuk digunakan. Walaupun demikian, metode ini tidak luput dari kekurangan. Akan
tetapi, berbagai kekurangan tersebut dapat diminimalisir dengan adanya analisa keluhan muskuloskeletal melalui kuesioner dan melakukan diskusi dengan pihak yang telah berpengalaman.
2.3 Nordic Body Map (NBM) Nordic Body Map (NBM) telah digunakan secara luas untuk menilai tingkat keparahan keluhan MSDs yang dirasakan. Untuk memperoleh gambaran gejala MSDs menggunakan NBM terdapat beberapa tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Prevalensi keluhan yang dilaporkan harus selama 12 bulan terakhir dan selama 7 hari terakhir. Dengan melihat dan menganalisa hasil NBM maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang
tinggi
(Katharine et al, 2005). Kuesioner NBM merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi. Berntuk lain dari checklist ergonomi adalah checklist International Labour Organizatation (ILO). Namun kuesioner NBM adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja. Hal ini dikarenakan NBM sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama,
65
yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut, dan tumit/kaki (Kuorinka et al, 1997). Adapun gambarnya sebagai berikut: Gambar 2.1 Nordic Body Map
Sumber : Kuorinka, et al. 1997.
2.4 Kerangka Teori Kerangka teori ini merupakan gabungan dari beberapa teori yang telah dikemukakan oleh para ahli, sehingga diperoleh kesimpulan menjadi faktor risiko penyebab terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs). Terdapat beberapa faktor risiko MSDs yang dapat dikategorikan menjadi empat yakni, faktor risiko pekerjaan, pekerja, lingkungan, dan psikososial.
66
Skema 2.1 Kerangka Teori Keluhan MSDs
Faktor Pekerjaan 1. Postur Kerja 2. Beban 3. Frekuensi 4. Durasi 5. Alat perangkai /genggaman Faktor lingkungan 1. Suhu dan Kelembapan 2. Getaran 3. Iluminasi
Keluhan MSDs
Faktor Pekerja 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Waktu kerja 4. Kebiasaan merokok 5. Kebiasaan olahraga 6. Indeks Masa Tubuh 7. Masa kerja 8. Kekuatan fisik 9. Riwayat Penyakit MSDs Faktor Psikososial
= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti Sumber : Humantech, 1995;Bridger, 1995; Oborne, 1995; NIOSH, 1997; Nolan dan Saladin, 2004; Tarwaka, 2004.
67
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan MSDS dan variabel independennya adalah faktor pekerjaan dan faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs). Untuk faktor pekerja berupa jenis kelamin tidak diteliti karena seluruh pekerja di bagian Polishing berjenis kelamin laki-laki. Faktor waktu kerja tidak diteliti karena waktu kerja yang diterapkan kepada seluruh pekerja adalah sama, yaitu 8 (delapan) jam kerja setiap hari. Faktor kekuatan fisik tidak diteliti karena keterbatasan alat ukur. Sedangkan faktor lingkungan seperti getaran, iluminasi, suhu, dan kelembapan tidak diteliti karena keterbatasan alat ukur dan memerlukan ahli yang telah tersertifikasi untuk mengukurnya. Faktor psikososial tidak diteliti karena penelitian ini hanya terfokus terhadap pengukuran karakteristik fisik pekerjaan pada bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk. Selain itu, belum didapatkan penelitian dan faktafakta yang jelas serta belum ada alat ukur/uji yang akurat untuk melihat hubungan antara faktor psikososial terhadap keluhan MSDs. Untuk saat ini alat
68
ukur tersebut masih dalam tahapan pengujian dan pengembangan alat ukur (NIOSH, 1997). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode QEC untuk mengukur faktor/resiko pekerjaan pada pekerja, kuesioner untuk melihat faktor individu, dan NBM untuk melihat keluhan MSDs yang dirasakan oleh pekerja. Oleh sebab itu, berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan pada Bab II, peneliti merumuskan kerangka konsep sebagai berikut:
FAKTOR PEKERJAAN 1. Postur FAKTOR INDIVIDU 1. Usia 2. Indeks Masa Tubuh (IMT) 3. Masa Kerja 4. Kebiasaan Merokok 5. Kebiasaan Olahraga 6. Riwayat Penyakit MSDs
2. Beban 3. Durasi 4. Frekuensi
KELUHAN MSDs
Skema 3.1 Kerangka Konsep
69
3.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang menjelaskan variabel-variabel yang menjadi unsur penting dalam melakukan penelitian. Definisi ini menjelaskan secara jelas pengertian dari tiap-tiap variabel dengan maksud agar pembaca dapat mengerti dan mengetahui maksudnya. Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1.
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Skala Ukur
Alat Ukur
Ordinal
Nordic
Hasil Ukur
Keluhan
Keluhan berupa rasa nyeri, pegal-
Mengisi
MSDs
pegal dan ketidaknyamanan pada
lembar
sistem otot dan tulang yang
Nordic
dikeluhkan ≥1 selama 12
dirasakan oleh pekerja.
Body Map
bulan terakhir dan 7 hari
(Tarwaka et al, 2004)
Body Map
1. Ada
keluhan,
bagian
jika
tubuh
sebelum
ada yang
penelitian
dilakukan.. 2. Tidak ada keluhan, jika tidak ada bagian tubuh yang dikeluhkan atau ada bagian tubuh
yang
dikeluhkan
tetapi tidak selama 12 bulan
70
terakhir dan 7 hari sebelum penelitian dilakukan. (Bukhori, 2010) 2.
Faktor/resiko
Tingkat risiko/paparan dari
Mengisi
pekerjaan
aktifitas pekerjaan dengan
lembar
QEC,
mengukur postur, beban, durasi,
QEC,
Kuesioner,
2. Risiko tinggi : 51-70%.
dan frekuensi bagian leher, bahu,
Observasi,
Kamera,
3. Risiko sedang : 41-50%.
siku, tangan dan pergelangan
Wawancara
Busur,
4. Risiko ringan : 0-40%.
Ordinal
tangan, serta punggung dengan
Lembar
Tabel skor
1. Risiko sangat tinggi : 71100%.
(Stanton, 2005)
mengacu pada skor Quick Expossure Check 3.
Usia
Umur pekerja yang dihitung dari
Kuesioner
Rasio
Ordinal
Kuesioner
Tahun
tanggal lahir sampai saat dilakukannya penelitian ini. (Supardi, 2004) 4.
Indeks Masa
Kondisi status gizi pekerja saat
Pengukuran
Timban
1. Gemuk : jika IMT > 25,0.
Tubuh (IMT)
dilakukan penelitian yang
langsung
gan
2. Kurus ; jika IMT ≤ 18,5.
dihitung dengan rumus BB2/TB
badan
3. Normal : jika IMT > 18,5-
(berat badan2/tinggi badan).
dan
25,0.
71
microto
(WHO, 2003).
(Depkes, 1994)
a 5.
Masa Kerja
Waktu kerja responden terhitung
Kuesioner
Rasio
Kuesioner
Bulan
Rasio
Kuesioner
Batang/hari
Ordinal
Kuesioner
mulai pertama kerja sampai dengan waktu dilakukannya penelitian 6.
Kebiasan
Banyaknya jumlah rokok yang
Kuesioner
Merokok
dikonsumsi oleh pekerja setiap
dan
hari.
wawancara
(Bustan, 2007)
7.
Kebiasaan
Kegiatan melakukan senam
Wawancara
1. Kurang : jika melakukan
Olahraga
pagi/olahraga dalam seminggu.
dan
senam pagi/olahraga < 5
(Humantech, 2003)
observasi
x/minggu. 2. Cukup
:
jika
melakukan
senam pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu. (Bustan, 2007) 8.
Riwayat
Pernyataan pernah mengalami
Kuesioner
Penyakit
penyakit MSDs oleh pekerja
dan
Ordinal
Kuesioner
1. Ada. 2. Tidak ada.
72
MSDs
sebelum bekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang.
wawancara
73
3.3 Hipotesis 1.
Ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
2.
Ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
3.
Ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) pekerja dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
4.
Ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
5.
Ada hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
6.
Ada hubungan antara kebiasaan olahraga pekerja dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
7.
Ada hubungan antara riwayat penyakit MSDs pekerja dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. TbkTangerang tahun 2011.
74
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deksriptif dan analitik. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional (studi potong lintang). Desain studi ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antar faktor, dimana proses pengumpulan atau pengambilan data dan pengukuran variabel-variabelnya dilakukan pada waktu yang bersamaan. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2011 di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang yang berjumlah 195 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) karena teknik ini merupakan teknik yang paling objektif dibandingkan dengan teknik–teknik sampling yang lainnya. Untuk mengetahui jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka digunakan rumus jumlah sampel uji hipotesis beda dua proporsi, yaitu:
N = {z1-a/2 √(2P(1-P)) + z1-b√(P1(1-P1))+(P2 (1- P2 ))}2 (P1-P2)2
75
Keterangan : n
: Besar sampel
P
: Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
P1
: Proporsi usia pekerja > 35 tahun terhadap keluhan MSDs (95%)
P2
: Proporsi usia pekerja ≤ 35 tahun terhadap keluhan MSDs (67,9%)
Z21-/2
: Derajat kemaknaan pada uji dua sisi (two tail), = 5%
Z1-
: Kekuatan uji 80% Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh besar sampel sebesar 32
sampel untuk masing-masing kelompok sehingga jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 64 sampel. Sampel dibulatkan menjadi 70 untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari masing-masing responden. 4.4 Metode Pengumpulan Data Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer. Data primer adalah
data
yang
dikumpulkan
dan
diolah
sendiri
oleh
suatu
organisasi/perusahaan atau perorangan langsung dari objeknya. Sumber data primer diperoleh melaui kuesioner, pengukuran langsung, observasi lapangan, dan wawancara. Penyebaran kuesioner pada sampel penelitian dilakukan untuk mengetahui data karakteristik pekerja. Sedangkan observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui gambaran pekerjaan, yang kemudian dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode QEC. Selanjutnya, untuk mengetahui keluhan MSDs yang
76
dirasakan responden dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) yang ditujukan kepada seluruh responden yang telah dipilih. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan pekerja dan pengawas untuk memperkuat data hasil kuesioner. Data primer diperoleh melalui metode : a.
Observasi lapangan, bertujuan untuk mendapatkan gambaran tahapan pekerjaan, postur yang digunakan pekerja, durasi, serta frekuensi terkait postur yang digunakan.
b.
Pengukuran langsung, bertujuan untuk mendapatkan data tentang IMT responden dan berat alat yang digunakan oleh responden ketika bekerja.
c.
Kuesioner, dengan meminta pekerja untuk mengisi lembar pertanyaan. Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta
instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut : 4.4.1 Variabel Keluhan MSDs (Musculoskelatal Disorders) Keluhan MSDs pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung melalui instrumen kuesioner dan menggunakan Nordic Body Map (NBM) untuk mengetahui dimana letak keluhan yang dirasakan ketika ataupun setelah bekerja (lampiran 2). Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuesioner NBM ini diberikan kepada seluruh sampel yang terdapat pada stasiun kerja. Selanjutnya keluhan pada NBM dikelompokkan menjadi dua kategori :
77
a. Ada keluhan, jika ada bagian tubuh yang dikeluhkan ≥ 1 selama 12 bulan terakhir dan 7 hari sebelum penelitian dilakukan. b. Tidak ada keluhan, jika tidak ada bagian tubuh yang dikeluhkan atau ada bagian tubuh yang dikeluhkan tetapi tidak selama 12 bulan terakhir dan 7 hari sebelum penelitian dilakukan. 4.4.2 Variabel Faktor Pekerjaan Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko MSDs pada bagian tubuh tertentu (punggung, leher, bahu/lengan, pergelangan tangan) dengan mempertimbangkan faktor postur, durasi, beban serta frekuensi pekerjaan pada penggunaan instrumen Quick Expossure Checklist (QEC). Adapun tahapannya adalah sebagai berikut : a. Persiapan pengukuran 1) Dipilih tempat dan pekerja yang akan diobservasi serta mendiskusikan bersama supervisor atau manajer perusahaan. 2) Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas/task, kemudian akan diukur besar risikonya. 3) Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan nama peneliti, waktu dan tanggal penilaian pengukuran. b. Pelaksanaan pengukuran 1) Pada lembar observer’s assessment, risiko MSDs pada pekerjaan diukur dan di-ceklist pada kotak pertanyaan A-G mengenai postur
78
dan gerakan tubuh. Pada saat mengukur risiko pekerjaan, observer harus melihat pada posisi yang paling jelas. 2) Sedangkan
untuk
worker’s
assessment,
pekerja
diberikan
pertanyaan H-Q mengenai pekerjaannya sehari-hari. 3) Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera digital dan busur guna memperoleh besar sudut postur tubuh. 4) Untuk mengetahui berat barang dan berat alat yang digunakan oleh pekerja dapat digunakan timbangan berat. c. Perhitungan dan Analisis hasil pengukuran 1) Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukkan ke kolom-kolom pada lembar ke dua sesuai dengan kode pertanyaan (A1-L2). Maka didapatkan skor risiko pada setiap bagian tubuh. Adapun salah satu contoh perhitungan skor risiko bagian tubuh dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC Tabel disamping menunjukkan kombinasi antara penilaian postur (A1-A3) dan beban (H1-H4). Tentukan nilai yang sesuai pada kolom yang ada, contoh kombinasi antara A2 dan H2 maka ditemukan kolom dengan nilai 6. Masukkan nilai tersebut pada kolom “score 1” di pojok bawah kanan.
Sumber : Stanton, 2005
79
2) Lakukan kembali prosedur perhitungan di atas pada setiap bagian tubuh. 3) Dari perhitungan skor risiko berdasarkan bagian tubuh, kemudian dijumlahkan seluruhnya (total skor) dan dibagi dengan angka 176 (total skor/176). Adapun formulasi perhitungan total skor dapat dilihat sebagai berikut : Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan) 176 4) Hasil perhitungan total skor kemudian disesuaikan dengan kriteria QEC pada tabel berikut : Tabel 4.2 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan Tingkatan Low
QEC skor ≤ 40 %
Tindakan Dapat diterima
41 – 50 % Perlu investigasi lebih lanjut Investigasi lebih lanjut dan perubahan High 51 – 70 % segera Invesetigasi dan perubahan seketika Very High > 70 % Sumber : Stanton, 2005 5) Kemudian dari hasil tersebut dikelompokkan menjadi empat Medium
kategori yaitu: 1. Risiko sangat tinggi : 71-100% 2. Risiko tinggi : 51-70% 3. Risiko sedang : 41-50%
80
4. Risiko ringan : 0-40% 4.4.3 Variabel Usia Data usia pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir pekerja. 4.4.4 Variabel Indeks Masa Tubuh Data mengenai berat badan diperoleh dengan mungukur berat badan menggunakan timbangan berat badan. Sedangkan data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan pengukur tinggi badan. Adapun data yang diperoleh adalah dikelompokkan sebagai berikut: 1. Gemuk : jika IMT > 25,0. 2. Kurus ; jika IMT ≤ 18,5. 3. Normal : jika IMT > 18,5-25,0. 4.4.5 Variabel Masa Kerja Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan berapa lama telah bekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang ataupun di bagian yang sama di perusahaan lain tempat sebelumnya bekerja. 4.4.6 Variabel Kebiasaan Merokok Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan langsung kepada pekerja dengan instrumen berupa kuesioner.
81
4.4.7 Variabel Kebiasaan Olahraga Data kebiasaan olahraga diperoleh dengan mengobservasi dan menanyakan
langsung
mengenai
keikutsertaan
pekerja
dalam
mengikuti kegiatan senam pagi ataupun olahraga yang dilakukan diluar perusahaan serta melakukan konfirmasi data yang diperoleh melalui absen pekerja. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Kurang : jika melakukan senam pagi ataupun olahraga < 5 x/minggu. 2. Cukup : jika melakukan senam pagi ataupun olahraga ≥ 5 x/minggu. 4.4.8 Variabel Riwayat Penyakit MSDs Data mengenai pernyataan pernah mengalami penyakit MSDs oleh pekerja sebelum bekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang. Adapun pengelompokan data yang diperoleh adalah : 1. Ada 2. Tidak ada. 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipergunakan dalam pengumpulan data untuk mendapatkan data primer langsung dari sampel yang diteliti. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
82
1. Kuesioner 2. Nordic Body Map (NBM) 3. Lembar Quick Exposure Checklist (QEC) 4. Timbangan berat badan digunakan untuk mengukur berat badan responden dan berat alat yang digunakan responden ketika bekerja 5. Pengukur tinggi badan (microtoa) yang digunakan untuk mengukur tinggi badan responden 6. Kamera digital digunakan untuk pengambilan gambar responden yang dibutuhkan dalam pengukuran postur kerja 7. Penggaris busur digunakan untuk mengukur sudut postur kerja dalam gambar pada saat melakukan pekerjaan. 4.6 Pengolahan Data Dalam pengolahan data yang telah diperoleh/dikumpulkan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: 1. Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban kuesioner yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam komputerisasi. Pengkodean ini dijadikan sebagai langkah awal pengolahan data. Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa.
83
2. Editing sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan pengisian jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban pada kuesioner. Sehingga dapat diperbaiki jika dirasakan masih ada kesalahan dan keraguan atas data tersebut. 3. Entry data data yang telah dikode tersebut kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah. 4. Cleaning data proses pengecekan kembali data yang sudah dientri untuk melihat adanya kesalahan atau tidak. Tahapan cleaning data bertujuan untuk mengetahui missing data, mengetahui variasi data, dan mengetahui konsistensi data. 4.7 Analisis Data Analisis data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah data diberi nilai dan dimasukkan (entry), data kemudian dianalisa dengan menggunakan komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat untuk memperoleh gambaran dari setiap variabel yang diamati dan analisis bivariat untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen serta analisis multivariat untuk melihat faktor yang paling dominan/berpengaruh terhadap keluhan MSDs. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini akan menggunakan lembar penilaian QEC untuk menghitung hasil pengukuran dengan metode QEC dan SPSS untuk menghitung hasil
84
pengukuran subjektif yang menggunakan formulir NBM dan kuesioner yang telah diisi oleh responden. 4.7.1 Analisis Univariat Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi, persentase, dan statistik deskriptif dari setiap variabel yang diteliti. Analisis ini akan disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, maupun grafik. Variabel yang di analisis ialah variabel dependen dan independen. Variabel tersebut ialah keluhan MSDs, faktor pekerjaan, usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. 4.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk melihat kemaknaan dan besarnya hubungan variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini adalah faktor pekerjaan, usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. Sedangkan yang merupakan variabel dependennya adalah keluhan MSDs. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen menggunakan uji Chi Square (K & K) dan uji T-Independen (N & K) dengan derajat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan (α) 5%. Sedangkan untuk melihat kejelasan tentang dinamika hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat melalui nilai odds ratio (OR). Dalam hal ini adalah untuk menunjukkan rasio antara
85
banyaknya kasus yang mengalami keluhan MSDs dan yang tidak mengalami keluhan MSDs. Apabila nilai OR <1, berarti faktor risiko yang diteliti justru mengurangi faktor efek (faktor protektif). Apabila nilai OR =1 maka faktor risiko tidak berpengaruh terhadap faktor efek, sedangkan bila nilai OR >1 berarti faktor risiko menimbulkan efek. Nilai alfa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05 dengan demikian bila hasil penelitian P value > nilai α (0,05) maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value ≤ nilai α (0,05) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel. 4.7.3 Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk variabel yang secara bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan keluhan
MSDs
pada
pekerja
bagian
Polishing
PT.Surya
Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011. Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji regresi logistik berganda dengan model prediksi yaitu cara menseleksi variabel independennya. Penggunaan uji regresi logistik berganda karena variabel dependennya berbentuk kategorik. Analisis ini dilakukan setelah dilakukannya analisis bivariat antara msing-masing variabel independen dengan variabel dependennya. Seleksi kandidat model dilakukan bila hasil dari uji bivariatnya mempunyai nilai p
86
< 0,25 maka variabel tersebut akan dilanjutkan ke analisis multivariat. Selanjutnya pada pembuatan model prediksi, variabel independen itu akan dianalisis secara bersama-sama dengan variabel dependen. Variabel yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p ≤ 0,05. Apabila di dalam model ditemukan nilai p > 0,05 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari model yang dilakukan secara bertahap dan yang pertama dikeluarkan adalah nilai p terbesar. Kemudian, dilakukan uji interaksi pada variabel yang diduga secara substansi ada interaksi. Jika dari uji interaksi masing-masing variabel tersebut hasil p-value ≤ 0,05 menunjukkan bahwa diantara variabel-variabel tersebut terdapat interaksi sedangkan jika p-value > 0,05 menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara variabel-variabel tersebut. Sehingga didapatkan hasil akhir dari variabel-variabel yang masuk dalam model multivariat yang menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut merupakan variabel yang paling berpengaruh/dominan terhadap variabel dependennya.
87
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1 Sejarah Singkat PT. Surya Toto Indonesia. Tbk PT. Surya Toto Indonesia. Tbk merupakan salah satu produsen produk perlengkapan saniter terbesar di Asia Tenggara, yang berkantor pusat di Tomang Raya, Jakarta Barat. Sejarah Perusahaan ini dimulai dari CV. Surya yang awalnya merupakan suatu usaha dibidang bahan bangunan yang kemudian menjadi agen dari Toto limited, Jepang di Indonesia pada tahun 1968. Menyadari bahwa bidang usaha ini memiliki prospek yang cerah di Indonesia, maka pada tahun 1977 PT. Surya Toto Indonesia. Tbk berdiri sebagai usaha patungan antara CV. Surya dengan Kashima Trading company dan Toto limited. Pada Tahun 1978, pabrik saniter pertama berdiri di Serpong, Tangerang dengan jumlah karyawan 65 orang. Pada tahun 1994 PT. Surya Toto Indonesia berhasil memperoleh label dari JIS (Japan International Standard) dan juga berhasil menambah tipe produk yang dihasilkan. Kemudian pada tahun 1999, PT. Surya Toto Indonesia memperoleh sertifikasi ISO 9002. Pada saat ini, perusahaan telah mengekspor produknya ke 20 negara melalui agen-agen internasional yang dimiliki di beberapa benua. Jaringan
88
penjualan dalam negeri yang dimiliki perusahaan juga sangat luas, meliputi 14 agen dan subagen yang didukung oleh lebih dari 800 dealer lokal yang berada di lebih dari 20 kota besar dan kecil diseluruh Nusantara. Kini perusahaan memiliki dua pabrik utama, yakni pabrik utama saniter di Desa Bojong, Cikupa dan Pabrik fitting di Jl. M. H. Thamrin Km 7, Serpong, dengan total karyawan lebih dari 2300 orang. 5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan Visi Perusahaan “Menjadi perusahaan terkemuka yang dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan masyarakat”. Misi Perusahaan
Mempersembahkan produk yang bermanfaat dan berkualitas tinggi.
Memberikan pelayanan prima untuk memenuhi kepuasaan pelanggan.
Mencintai pekerjaan dengan sepenuh hati.
Mengahargai individu dan membina kerjasama.
Melindungi lingkungan dunia dengan penghematan penggunaan sumber daya alam dan energi.
89
5.1.3 Tujuan Perusahaan Tujuan Perusahaan adalah sebagai berikut: a) Mendirikan dan mengoperasikan perusahaan untuk memproduksi berbagai peralatan saniter, komponen fitting, dan perlengkapan lain yang berkaitan dengan peralatan saniter. b) Memasarkan dan menjual produk-produk tersebut di dalam dan di luar wilayah Indonesia berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. c) Melakukan pembelian lokal dan impor mesin, suku cadang, dan bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi produk-produk tersebut. 5.1.4 Kebijakan Perusahaan Kebijakan Mutu yang diterapkan perusahaan, yaitu: “ Kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu produk dan pelayanan secara terus-menerus”. Kebijakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang diterapkan perusahaan, yaitu: 1.
Melaksanakan norma-norma K3 secara menyeluruh.
2.
Meningkatkan kualitas patrol K3 secara serius.
3.
Memperbaiki sumber potensi bahaya di tempat kerja.
4.
Menggunakan APD (alat pelindung diri) sesuai kondisi dengan baik dan benar.
90
5.1.5 SDM (Sumber Daya Manusia) PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Adapun tenaga kerja yang dimiliki oleh PT. Surya Toto Indonesia. Tbk berdasarkan data Juli 2010 adalah sebanyak 1081 karyawan dengan rincian sebagai berikut: Tabel 5.1 Daftar Karyawan yang bekerja di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2010 Klasifikasi Pekerjaan L
Daerah Asal
Jenis Kelamin P JML
Lokal
Komuter harian
WNA
Pendidikan SD
SMP
SMA
D3/S1
1. Ass Manager ke 18 atas 2. Staff 24
-
18
16
-
2
-
-
-
18
14
38
38
-
-
-
-
27
11
3. Karyawan/Buruh
966
59
1025
851
174
-
-
5
967
53
1008
73
1081
905
174
-
0
5
994
82
JUMLAH
Sumber: PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Dari tabel di atas, diketahui bahwa karyawan PT. Surya Toto Indonesia dengan tingkat pendidikan SMA paling besar jumlahnya, yaitu 994 orang atau sebesar 91,9 % dari seluruh jumlah karyawan yakni 1081 orang. Seangkan untuk tingkat pendidikan D3 dan S1 berjumlah 82 orang atau sebesar 7,5 % dari seluruh jumlah karyawan. 5.1.6 Struktur Organisasi PT. Surya Toto Indonesia PT.Surya Toto Indonesia.Tbk dipimpin oleh seorang Direktur yang membawahi 9 Manajer. Setiap Manajer memiliki tanggung jawab masing-
91
masing terhadap tugas yang diberikan dari perusahaan, berikut gambaran Struktur Organisasi PT. Surya Toto Indonesia.Tbk : 1.
HRD yang terdiri dari: HRD (Human Resource Development), SHE (Safety Health Environment), GA (General Affair).
2.
Finance & accountingyang terdiri dari : Finance, Inventory &fixed asset, Accounting, Payroll.
3.
Purchasing yang terdiri dari : Purchasing, Ware House.
4.
Produksi Pabrik 1, 3 dan 4 yang terdiri dari : Produksi Pabrik 1, Produksi Pabrik 3, Produksi Pabrik 4.
5.
Produksi Pabrik 2, maintenance & engginering yang terdiri dari: Produksi Pabrik 2, Maintenance & engginering.
6.
PPIC, WH FG, Assemblingyang terdiri dari : Assembling total, PPIC (Product, plan and inventory control), Ware house Finished goods.
7.
QC & QA yang terdiri dari : QC Incoming, QC STI, Quality assurance.
8.
Technical & Moulding yang terdiri dari : Production development, Technical Production, Moulding.
9.
Design
92
5.1.7 Struktur Organisasi Seksi K3L Ass. Manajer HRD
Foreman
Senior Worker Sumber: Seksi K3L PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Seksi K3L Seksi K3L ( SHE) dipimpin oleh seorang Asisten Manajer HRD, karena secara struktural seksi K3L berada di bawah bagian HRD. Akan tetapi, secara fungsional tetap berada langsung di bawah Direktur. 5.1.8 Program Kerja Seksi K3L Berikut adalah Program Kerja yang ada di Seksi K3L PT. STI : 1.
Promosi K3 yang terdiri dari : Bulan Kampanye K3, Komunikasi K3
2.
Penyuluhan K3 yang terdiri dari : Pendidikan K3, Pelatihan K3
3.
Pengawasan K3 : Patrol K3
4.
Pemeriksaaan K3: Audit K3, Audit fasilitas alat tanggap darurat, Audit mesin khusus, Audit Infrastruktur, Audit Toto, Pemeriksaan Kesehatan karyawan.
5.
Pengendalian K3 yang terdiri dari : Penerapan manajemen resiko, Pengukuran kondisi
lingkungan kerja,
Kinerja perusahaan,
93
Penanganan kecelakaan didalam dan diluar pabrik, Peraturan dan Pengecekan Alat pelindung diri, Potensi bahaya Chuck, Paralel action, Pengendalian outsourcing. 6.
Evaluasi K3 yang terdiri dari : Organisasi P2K3, Tema Patrol K3 Bulanan.
5.1.9 Proses Produksi Uraian Proses Produksi Fitting PT. Surya Toto Indonesia Tbk. a.
Casting (Pembentukan dan Pencetakan) Merupakan salah satu seksi awal produksi pada proses pembentukan benda kerja dengan cara dicetak dengan bahan bakunya yaitu Brass Ingote yang dilebur pada suhu + 1050 °C pada tungku pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas. Mesin yang digunakan yaitu Core, LPDC, Shot blast dan Cutting. Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan adalah berupa suara bising, Asap dan debu. Adapun penanganan dari dampak tersebut adalah dipasang Dust collector yang berfungsi untuk menarik debu dan asap serta Exhause fan untuk sirkulasi udara dan untuk karyawan dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri.
b.
Forging (Pembentukan dan Pengepressan) Proses awal pembentukan benda kerja dengan cara dipress dan bahan bakunya yaitu brass bar dan brass hex bar yang dibakar pada suhu + 750 oC pada tungku pembakaran (Furnace) yang menggunakan
94
bahan bakar gas. Mesin yang digunakan antara lain : Cutting, Press Forging, Press Cutting. Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan adalah berupa suara bising, limbah oli, dan limbah padat. Adapun untuk penanganan dari dampak tersebut dipasang Dust collector dan scrubber yang berfungsi untuk menghisap debu/asap dan scrubber untuk penyaringan oli serta Exhause fan untuk sirkulasi udara dan karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (Tutup telinga dan masker). c.
Injection (Penyuntikan) Proses awal yaitu pembentukan benda kerja dengan cara disuntik dengan bahan bakunya yaitu resin plastic yang di oven pada suhu 200 ~ 250 oC pada heater cylinder yang dipanaskan dengan listrik. Mesin yang digunakan adalah mesin Injection. Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan berupa limbah padat dan oli. Adapun
penanganan dari dampak tersebut yaitu untuk limbah oli ditampung pada drum dan disimpan ditempat penampungan dan kemudian dijual kepada pihak kedua kemudian untuk limbah padat juga disimpan pada karung dan tampung kemudian dijual pada pihak kedua.
95
d.
Proses Produksi Machining Merupakan seksi lanjutan setelah Casting dan Forging, tapi tidak sedikit material yang diproses dari awal dan ada juga yang dibeli dari supplier dalam bentuk semi jadi. Pembentukan benda kerja diproses dengan berbagai mesin seperti Rim, NC, Turret/Bubut, Drill, Grinding dan lain-lain. Bahan bakunya yaitu Brass Bar, Brass Hex Bar, Brass Pipe, Cu Pipe dan lain-lain. Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan berupa suara bising, debu (limbah padat), dan limbah oli. Adapun untuk penanganan dari dampak tersebut yaitu untuk limbah padat dan oli ditampung pada karung jumbo dan drum kemudian disimpan ditempat penampungan dan dijual pada pihak kedua, dan sirkulasi udara didalam ruangan dipasang Exhause fan serta untuk kesehatan kerja karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (Tutup telinga dan masker).
e.
Proses Produksi Polishing Merupakan seksi lanjutan setelah Machining, tetapi ada juga proses dilakukan dari material part semi jadi dari supplier. Proses kerja Polishing adalah pemolesan/pengampelasan agar halus dan mengkilap yang terdiri dari 2 bagian proses yaitu Abrasive belt dan Buffing. Pada proses tersebut mesin yang digunakan ada yang manual dan ada juga yang otomatis. Bahan pembantu untuk proses buffing biasa digunakan Tripoly yaitu Tripoly Cair dan Batangan. Pada proses ini limbah dan
96
cemaran yang dihasilkan berupa suara bising dan debu. Adapun penanganan dari dampak tersebut adalah dipasang Dust collector yang berfungsi untuk menghisap debu dan sirkulasi udara (Exhause fan) serta untuk kesehatan karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (Tutup trelinga dan masker). f.
Proses Produksi Plating Seksi ini merupakan lanjutan proses setelah polishing dan part dari Injection juga diproses diplating.
Proses kerja plating adalah
membuat lapisan logam diatas benda kerja/part yang diplating. Pelapisannya terdiri dari Automatic metal plating, Manual plastik plating dan Manual gold plating. Prosesnya hampir sama yaitu Pembersihan (Pralakuan), proses plating dan pembilasan. Tujuan dari pelapisan tersebut untuk memperindah penampilan, mencegah karat, mencegah aus serta meningkatkan kekuatan pada barang jadi.Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan yaitu berupa limbah cair. Adapun penanganan dari dampak tersebut yaitu pemasangan scrubber untuk menghisap uap dan sirkulasi udara (Exhause fan) yang dalirkan keudara bebas dan untuk kesehatan karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (masker). Namun untuk limbah cairnya sendiri dialirkan ke WWT melalui pipa-pipa kemudian diproses dan di Netralisir di IPAL dan setelah dilakukan pengetesan untuk kadar airnya dan hasilnya baik air limbah
97
tersebut dibuang ke got. Kemudian endapan lumpur dari proses tersebut dipress dan dikeringkan lalu disimpan pada karung jumbo ditempat penampungan limbah B3 untuk kemudian dijual pada pihak kedua yang berizin dari KLH. g.
Proses Produksi Assembling (Perakitan dan pengepakan) Merupakan proses terakhir yang merakit produk yang partpartnya telah melewati setiap proses seperti Casting, Forging, Machining, Polishing, Plating, Karet, Plastik dan lain-lain sekaligus proses pengepakan. Adapun limbah yang dihasilkan dari proses ini adalah berupa limbah padat yang dikumpulkan dimasing-masing tempat sampah yang kemudian dikirim ke TPS (tempat penampungan sementara) untuk dikumpulkan sebelum dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
5.2 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari variabelvariabel yang diteliti. Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen. Hasil dari analisis univariat adalah sebagai berikut.
98
5.2.1 Gambaran Keluhan MSDs Responden Hasil penelitian terkait keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2 Distribusi Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Keluhan Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Jumlah Sumber:Data Primer
Frekuensi 51 19 70
Persentase (%) 72,9 27,1 100
Berdasarkan pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 70 responden, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami keluhan MSDs. Sebanyak 51 responden (72,9%) mengalami keluhan MSDs. Berikut ini frekuensi keluhan MSDs responden pada 27 titik tubuh berdasarkan bagian tubuh yang dirasa ada keluhan adalah sebagai berikut:
99
40
35
35 30 25
23 23
22
20 10
8 9 9
8 3 3
5
7 6 7
8
lutut kanan
9
15 15
11 12 12
paha kanan
12 13 13
12
15
12 10 11 10
Bagian Keluhan Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pada Responden di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa paling banyak bagian/area yang dikeluhkan oleh pekerja adalah pinggang (33 orang), bahu kiri dan bahu kanan (23 orang), dan leher atas (22 orang). 5.2.2 Gambaran Resiko/Faktor Pekerjaan Responden Hasil
penelitian
mengenai
faktor
pekerjaan
diperoleh
dari
pengukuran bagian tubuh seperti leher, punggung, bahu, tangan, dan pergelangan tangan dengan mempertimbangkan postur, durasi, frekuensi, dan beban pekerjaan. Adapun hasil yang diperoleh mengenai faktor
telapak kaki kanan
telapak kaki kiri
pergelangan kaki kanan
betis kanan
pergelangan kaki kiri
betis kiri
lutut kiri
paha kiri
tangan kanan
tangan kiri
pergelangan tangan kanan
lengan kanan bawah
pergelangan tangan kiri
lengan kiri bawah
siku kanan
siku kiri
bokong
pinggang
punggung bawah
lengan kanan atas
punggung atas
bahu kanan
lengan kiri atas
bahu kiri
leher bawah
leher atas
0
100
pekerjaan pada responden di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut: Tabel 5.3 Distribusi Resiko/Faktor Pekerjaan pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Tingkat Resiko Pekerjaan Resiko Tinggi Resiko Sedang Resiko Ringan Jumlah Sumber:Data Primer
Frekuensi
Persentase (%)
20 34 16 70
28,6 48,6 22,9 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa resiko pekerjaan responden hampir merata untuk setiap kategori (tinggi, sedang, dan rendah). Akan tetapi, responden yang paling banyak berada pada resiko pekerjaan dengan kategori sedang (48,6%). 5.2.3 Gambaran Usia Responden Hasil penelitian mengenai usia responden pada bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Distribusi Usia pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Variabel Mean Usia 30.16 tahun Sumber:Data Primer
SD 7.833
Min-Max 19 tahun – 45 tahun
101
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden di bagian Polishing adalah 30,16 tahun dengan usia responden paling muda adalah 19 tahun dan paling tua adalah 45 tahun. 5.2.4 Gambaran Indeks Masa Tubuh (IMT) Responden Indeks masa tubuh responden di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan responden. Adapun hasil pengukuran dan perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5 Distribusi Indeks Masa Tubuh pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Indeks Massa Tubuh Gemuk Kurus Normal Jumlah Sumber:Data Primer
Frekuensi 15 12 43 70
Persentase (%) 21,4 17,1 61,4 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa paling banyak pekerja dengan IMT normal yaitu 43 pekerja (61,4%) dan pekerja yang paling sedikit yaitu pekerja dengan kategori kurus sejumlah 12 orang (17,1%). 5.2.5 Gambaran Masa Kerja Responden Hasil penelitian mengenai masa kerja responden pada bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:
102
Tabel 5.6 Distribusi Masa Kerja pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Variabel Mean Masa Kerja 103.53 bulan Sumber:Data Primer
SD 80.374
Min-Max 4 bulan – 279 bulan
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki masa kerja terendah adalah selama 4 bulan dan terlama adalah 279 bulan (23 tahun) dengan rata-rata masa kerja responden adalah 103,53 bulan (8,5 tahun). 5.2.6 Gambaran Kebiasaan Merokok Responden Hasil penelitian mengenai kebiasaan merokok responden pada bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut: Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Variabel Kebiasaan Merokok Sumber:Data Primer
Mean 7.46 batang
SD 6.208
Min-Max 0 – 19 batang
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata responden merokok 7.46 batang/hari dengan rentang konsumsi rokok 0 sampai 19 batang/hari. 5.2.7 Gambaran Kebiasaan Olahraga Responden Hasil penelitian mengenai gambaran pekerja berdasarkan kebiasaan olahraga yang dilakukan oleh pekerja dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:
103
Tabel 5.8 Distribusi Kebiasaan Olahraga pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Kebiasaan Olahraga Kurang Cukup Jumlah Sumber:Data Primer
Frekuensi 50 20 70
Persentase (%) 71.4 28.6 100
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga yang cukup adalah sebanyak 20 orang (28,6%). 5.2.8 Gambaran Riwayat Penyakit MSDs Responden Riwayat penyakit MSDs merupakan pekerja yang sebelumnya pernah menderita penyakit/keluhan MSDs yang ditanyakan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian mengenai riwayat penyakit MSDs yang pernah dialami oleh pekerja dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut: Tabel 5.9 Distribusi Riwayat Penyakit MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011 Riwayat penyakit MSDs Ada Tidak Ada Jumlah Sumber:Data Primer
Frekuensi 19 51 70
Persentase (%) 27.1 72.9 100
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa dari 70 pekerja, terdapat 19 pekerja (27,1%) memiliki riwayat penyakit MSDs.
104
5.3 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji ChiSquare dan uji T-Independent. Uji T-independen digunakan untuk variabel usia, kebiasaan merokok, dan masa kerja terhadap keluhan MSDs. Uji chi square digunakan untuk variabel resiko/faktor pekerjaan, indeks masa tubuh (IMT), kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs dengan keluhan MSDs. Melalui uji-uji tersebut akan diperoleh nilai p (p-value) di mana dalam penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P ≤ 0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilap P > 0,05. 5.3.1 Hubungan antara Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs Hasil penelitian mengenai hubungan antara resiko/faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
PT.Surya Toto
105
Tabel 5.10 Analisis Hubungan Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Variabel
Tinggi
Keluhan MSDs Ada Tidak Ada Keluhan Keluhan N % n % 17 85.0 3 15.0
n 20
% 100
Sedang
28
82.4
6
17.6
34
100
Rendah
6
37.5
10
62.5
16
100
Kategori
Resiko/Faktor Pekerjaan
Total
Pvalue
0.001
Sumber:Data Primer Berdasarkan tabel 5.10, pekerja yang mempunyai resiko pekerjaan tinggi dan mengalami keluhan MSDs sebanyak 17 orang dari 20 pekerja (85,0%) dan pekerja yang mempunyai resiko rendah dan mengalami keluhan MSDs sebanyak 6 orang dari 16 pekerja (37,5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.001 yang artinya pada 5% ada hubungan yang signifikan antara resiko/faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs
pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011. 5.3.2 Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs Hasil penelitian mengenai hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
106
Tabel 5.11 Analisis Hubungan Usia dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 Kejadian Dermatitis Kontak Usia Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Sumber:Data Primer Variabel
N
Mean
SD
P value
51 19
31.39 tahun 26.84 tahun
7.561 7.776
0.030
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa rata-rata usia pada pekerja yang mengalami keluhan MSDs adalah 31,39 tahun dengan standar deviasi sebesar 7.561, sedangkan rata-rata usia pada pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs adalah 26.84 tahun dengan standar deviasi sebesar 7.776. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.030 yang artinya pada 5% ada hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan
MSDs
pada
pekerja
bagian
Polishing
PT.Surya
Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011. 5.3.3 Hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Keluhan MSDs Hasil penelitian mengenai hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
PT.Surya Toto
107
Tabel 5.12 Analisis Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Variabel
Kategori
Indeks Masa Tubuh
Gemuk
Keluhan MSDs Ada Tidak Ada Keluhan Keluhan n % n % 13 86.7 2 13.3
Kurus
9
75.0
3
25.0
12
100
Normal
29
67.4
14
32.6
43
100
Total n 15
% 100
Pvalue
0.348
Sumber:Data Primer Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 12 responden yang dikategorikan kurus dan yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 9 orang (75,0%). Sedangkan responden yang memiliki IMT normal yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 29 orang dari 43 pekerja (67,4%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,348 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs yang dialami oleh pekerja pada bagian Polishing di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. 5.3.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada responden dapat dilihat pada tabel berikut:
108
Tabel 5.13 Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 Kejadian Dermatitis Kontak Masa Kerja Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Sumber:Data Primer Variabel
N
Mean
SD
P value
51 19
120.02 bulan 59.26 bulan
79.868 64.848
0.004
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja pada pekerja yang mengalami keluhan MSDs adalah 120,02 bulan (10 tahun) dengan standar deviasi sebesar 79.868. Rata-rata masa kerja pada pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs adalah 59,26 bulan (5 tahun) dengan standar deviasi sebesar 64.848. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.004 (p value < 0,05) yang artinya pada 5% terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan
MSDs
pada
pekerja
bagian
Polishing
PT.Surya
Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011. 5.3.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs Hasil penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
PT.Surya Toto
109
Tabel 5.14 Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia Tahun 2011 Variabel Kebiasaan Merokok
Keluhan MSDs Ada Keluhan
Tidak Ada Keluhan Sumber:Data Primer
N
Mean
SD
P value
51 8.22 batang
6.169
0.094
19 5.42 batang
6.003
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata pekerja yang mengalami keluhan MSDs merokok 8.22 batang/hari dengan standar deviasi sebesar 6.169, sedangkan rata-rata pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs merokok 5.42 batang/hari dengan standar deviasi sebesar 6.003. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.094 (p value > 0,05) yang artinya pada 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. 5.3.6 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut ini hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011.
110
Tabel 5.15 Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Variabel
Kategori
Kebiasaan Olahraga
Kurang
Cukup
Keluhan MSDs Ada Tidak Ada n % N % 42 84. 8 16.0 0 9
45. 0
11
55.0
Total n 50
20
% 100
OR 95% CI
6.417 (2.01020.487)
Pvalu e
0.003
100
Sumber:Data Primer Berdasarkan tabel 5.15, ada 42 orang dari 50 orang (84%) pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga kurang yang mengalami keluhan MSDs. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,003 yang artinya pada 5% terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Selain itu, terdapat nilai OR sebesar 6.417 yang artinya pekerja yang kebiasaan olahraganya kurang mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 6.417 kali dibandingkan pekerja yang kebiasaan olahraganya cukup. 5.3.7 Hubungan antara Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs Hasil penelitian mengenai hubungan antara riwayat penyakit MSDs dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
PT.Surya Toto
111
Tabel 5.16 Analisis Hubungan Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Variabel Riwayat Penyakit
Ada
Keluhan MSDs Ada Tidak Ada n % N % 18 94.7 1 5.3
n 19
% 100
Tidak Ada
33
51
100
Kategori
64.7
18
35.3
Total
OR 95% CI
Pvalue
9.818 0.027 (1.21079.695)
Sumber:Data Primer Berdasarkan tabel 5.16, terdapat 33 orang dari 51 pekerja (64,7%) yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs tetapi mengalami keluhan MSDs. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,027 yang artinya pada 5% terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit MSDs dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Selain itu, terdapat nilai OR sebesar 9.818 yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 9.818 kali dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs. 5.4 Analisis Multivariat Analisis Multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Analisis yang digunakan
112
pada penelitian ini yaitu uji regresi logistik berganda dengan model prediksi yaitu cara menseleksi variabel independennya. Tahapan yang dilakukan dalam analisis multivariat ini adalah sebagai berikut: 5.4.1 Seleksi Kandidat Model Univariat Seleksi kandidat model multivariat dengan melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Bila hasil dari uji bivariatnya mempunyai nilai p<0,25 maka variabel tersebut akan dilanjutkan ke analisis multivariat. Hasil pemilihan kandidat yang dimasukkan ke dalam model dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 5.17 Kandidat Variabel Independen yang Masuk ke dalam Model Multivariat No
Variabel
P-Value
1.
Resiko/Faktor Pekerjaan
0,001*
2.
Usia
0,030*
3
Indeks Masa Tubuh (IMT)
0,348
4.
Masa Kerja
0,004*
5.
Kebiasaan Merokok
0,094
6.
Kebiasaan Olahraga
0,003*
7.
Riwayat Penyakit MSDs
0,027*
Sumber:Data Primer Berdasarkan tabel 5.17, diperoleh bahwa dari 7 variabel yang setelah dilakukan analisis bivariat terdapat 6 variabel yang memiliki p<0,25 dan secara teori dan substansi variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap
113
keluhan MSDs.
Dengan demikian terdapat 6 variabel yang masuk ke
dalam kandidat model multivariat yaitu resiko/faktor pekerjaan, usia, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. 5.4.2 Pembuatan Model Prediksi Pada pembuatan model prediksi, selanjutnya variabel independen itu akan dianalisis secara bersama-sama dengan variabel dependen. Variabel yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p≤0,05. Apabila di dalam model ditemukan nilai p>0,05 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari model yang dilakukan secara bertahap dan yang pertama dikeluarkan adalah nilai p terbesar. Tabel 5.18 Hasil Pemodelan Prediksi Keluhan MSDs Variabel
Model 1
Model 2
Model 3
Model 4
Resiko/Faktor Pekerjaan
0,031
0,033
0,018
0,003
Usia
0,563
-
-
-
Masa Kerja
0,469
0,096
0,102
-
Kebiasaan Merokok
0,456
0,463
-
-
Kebiasaan Olahraga
0,005
0,005
0,004
0,002
Riwayat Penyakit MSDs
0,024
0,023
0,022
0,020
Sumber:Data Primer Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa hasil pemodelan prediksi keluhan MSDs dihasilkan 4 model. Pada model pertama terdapat tiga variabel yang menunjukan p≤0,05 yaitu variabel resiko/faktor pekerjaan,
114
kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. Sedangkan tiga variabel lain menunjukan p>0,05 yaitu variabel usia, masa kerja, dan kebiasaan merokok. Kemudian dari tiga variabel yang p>0,05, dikeluarkan terlebih dahulu yang nilai probabilitasnya paling besar yaitu variabel usia. Kemudian dilakukan analisis model ke dua dan hasil analisis menunjukan bahwa variabel kebiasaan merokok dan masa kerja menunjukan p>0,05. Akan tetapi yang dikeluarkan terlebih dahulu adalah variabel kebiasaan merokok karena nilai probabilitasnya yang paling besar sehingga pada analisis selanjutnya tidak dimasukan ke dalam model. Kemudian di analisis kembali model ke tiga yang menunjukan dari empat variabel yaitu variabel resiko/faktor pekerjaan, masa kerja, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs yang menunjukan nilai p > 0,05 adalah variabel masa kerja sehingga variabel tersebut selanjutnya tidak di masukan ke dalam model. Kemudian dianalisis kembali untuk model yang terakhir yaitu pemodelan ke empat. Hasil analisis menunjukan bahwa variabel resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs masing-masing mempunyai nilai probabilitas masing-masing 0,003; 0,002 dan 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa variabel resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs diduga memiliki hubungan kuat dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2010.
115
5.4.3 Uji Interaksi Uji interaksi dilakukan pada variabel yang diduga secara substansi ada interaksi. Akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan uji interaksi karena antara variabel-variabel yang masuk ke dalam model multivariat diduga tidak ada interaksi secara substansinya. 5.4.4 Penyusunan Model Terakhir Setelah dilakukan analisis ternyata variabel yang menjadi peluang dalam keluhan MSDs antara lain yaitu resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. Model dari analisis dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5.19 Model Akhir Analisis Multivariat Keluhan MSDs Variabel
B
Wald
P wald
OR (95% CI)
Resiko/Faktor Pekerjaan
1.582
8.733
0,003
4.864 (1.704-13.886)
Kebiasaan Olahraga
2.526
9.236
0,002
12.504 (2.452-63.765)
Riwayat Penyakit MSDs
2.733
5.415
0.020
15.381 (1.539-153.712)
Constant
-12.697
R Square
0,511
Sumber:Data Primer Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa variabel resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs terbukti berhubungan signifikan (p value < 0,05) dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Dari
116
hasil analisisnya juga diperoleh nilai OR resiko/faktor pekerjaan adalah 4.864 artinya pekerja yang mempunyai resiko pekerjaan tinggi dan sedang mempunyai peluang untuk mengalami keluhan MSDs sebesar 4.864 kali dibandingkan pekerja yang mempunyai resiko pekerjaan rendah setelah dikontrol variabel kebiasaan olahraga dan riwayat penyakit MSDs. Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh nilai OR kebiasaan olahraga adalah 12.504 artinya pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga kurang mempunyai peluang untuk mengalami keluhan MSDs adalah sebesar 12.504 kali dibandingkan pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga cukup setelah dikontrol variabel resiko/faktor pekerjaan dan riwayat penyakit MSDs. Nilai OR variabel riwayat penyakit MSDs adalah 15.381 yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai peluang sebesar 15.381 kali untuk mengalami keluhan MSDs dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs setelah dikontrol variabel resiko/faktor pekerjaan dan kebiasaan olahraga. Berdasarkan analisis, koefisien determinan (R square) menunjukan nilai 0,511 artinya bahwa variabel resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs dapat menjelaskan 51,1% variasi variabel dependen keluhan MSDs. Dengan demikian, variabel resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakist MSDs dapat menjelaskan keluhan MSDs sebesar 51,1% sedangkan 48,9 % dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti.
117
Berdasarkan hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa variabel riwayat penyakit MSDs merupakan variabel yang paling dominan atau berpengaruh terhadap terjadinya keluhan MSDs. Hal ini dapat dilihat dari nilai OR analisis multivariatnya.
118
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan penelitian ini diantaranya: 1.
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, dimana variabel-variabel independen dan dependennya diukur pada saat yang bersamaan sehingga sulit untuk menentukan variabel mana yang terjadi terlebih dahulu dan tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat karena hanya menjelaskan hubungan keterkaitan serta hanya menggambarkan variabel yang diteliti.
2.
Peneliti tidak meneliti faktor resiko lain yang juga berpengaruh terhadap timbulnya keluhan MSDs seperti faktor lingkungan dan faktor psikososial.
3.
Pengukuran variabel faktor pekerjaan dengan metode QEC hanya mengukur risiko pekerjaan terhadap tubuh bagian atas saja, sehingga jika ada keluhan dirasakan pada tubuh bagian bawah maka tidak dapat diketahui besar risiko dan pengaruhnya antara faktor pekerjaan terhadap keluhan MSDs.
4.
Kuesioner Nordic Body Map (NBM) sangat bergantung pada subjektifitas responden dan sangat dipengaruhi kejujuran responden.
5.
Keterbatasan waktu dan biaya sehingga penentuan keluhan MSDs hanya berdasarkan hasil pengisian kuesioner dan NBM tanpa ditindaklanjuti dengan pemeriksaan medis pada pekerja.
119
6.
Pengambilan data untuk variabel keluhan MSDs tidak dilakukan dalam waktu yang sama, sebagian pekerja diambil datanya pada pagi hari dan sebagian lainnya pada siang hari atau sore hari. Sehingga kemungkinan akan mempengaruhi informasi yang didapatkan khususnya untuk variabel keluhan MSDs.
7.
Pengambilan gambar dan video tidak dari segala arah, hanya pada arah yang memungkinkan saja.
8.
Adanya recall bias yaitu bias dalam mengingat kembali kapan mulai merokok dan berhenti merokok pada variabel kebiasaan merokok serta terkair riwayat penyakit MSDs sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden.
6.2 Gambaran Keluhan MSDs pada Responden MSDs merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar (OSHA, 2002). Sedangkan menurut Humantech (2003), keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa sebagian besar pekerja mengalami keluhan MSDs (72,9%). Bagian-bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan responden adalah bagian pinggang, bahu kanan
120
dan kiri, serta leher atas. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Sastrowinoto (1985) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk biasanya bagian tubuh yang dikeluhkan adalah pada bagian pinggang, punggung, dan leher. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ikrimah (2009) yang menyatakan bahwa pada pekerja penjahit, prevalensi gangguan MSDs paling tinggi
terjadi pada bagian leher dan
punggung. Keluhan tersebut terjadi karena sikap kerja yang membungkuk dengan gerakan-gerakan memutar pada daerah pinggang, leher menunduk, posisi kaki tertekuk maksimal, dan gerakan repetitif tanpa diselingi istirahat yang cukup. Macam-macam keluhan yang dirasakan oleh pekerja disebabkan faktor resiko MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memiliki risiko ergonomi dan gangguan kesehatan yang dapat melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung, dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya (NIOSH, 2007). Beberapa teori dan hasil penelitian telah menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja diantaranya resiko/faktor pekerjaan dan faktor individu (umur, indeks masa tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs). Berikut ini pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan antara faktor-faktor
121
tersebut dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011. 6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Responden 6.3.1 Resiko/Faktor Pekerjaan Pengukuran risiko/faktor pekerjaan dilakukan pada tubuh bagian atas (Upper Extremitas) seperti leher, punggung, lengan, pinggang, bahu, tangan, dan pergelangan tangan. Pengukuran ini mempertimbangkan berat beban yang diangkat, durasi, frekuensi, dan postur pekerja ketika bekerja dengan menggunakan metode QEC. Pengukuran diperoleh dengan cara merekam dan mengambil gambar kegiatan pekerja selama melakukan pekerjaannya. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, didapatkan hasil bahwa paling banyak pekerjaan dengan tingkat risiko sedang yang dialami oleh 34 pekerja (48,6%), dan tingkat resiko rendah dialami oleh 16 orang pekerja (22,9%). Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square, didapatkan hasil bahwa pekerja yang mempunyai resiko pekerjaan tinggi dan mengalami keluhan MSDs sebesar 85,0% (17 orang dari 20 pekerja) dan nilai probabilitas sebesar 0,001 (p value < 0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara resiko/faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada responden. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa resiko/faktor pekerjaan mempengaruhi
122
terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa resiko/faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Hal ini dapat disebabkan karena postur kerja yang tidak alamiah (postur janggal) dan sebagian pekerja bekerja dengan posisi-posisi yang berisiko untuk menimbulkan keluhan MSDs dengan durasi dan frekuensi yang lama. Pada saat melakukan pekerjaannya, pekerja seringkali membungkukkan badannya sehingga memungkinkan terjadinya cidera tulang belakang. Selain itu, adanya pekerjaan dengan gerakan berulang dan beban yang berat serta pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi memperparah keadaan pekerja sehingga dapat menyebabkan penumpukan cidera-cidera otot dan tulang. Jika hal ini tidak diiringi dengan waktu istirahat atau relaksasi yang cukup maka akan membahayakan pekerja.
Gambar 6.1 Meja Kerja dan Postur Kerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011
123
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ikrimah (2009) dan Zulfiqor (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara resiko pekerjaan dengan keluhan MSDs. Selain itu, Europan communities (2008) memperkirakan sekitar 40% dari MSDs bagian ekstrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan. Menurut studi yang dilakukan oleh NIOSH, 60% back injury disebabkan karena terlampauinya kapasitas kerja baik dalam hal mengangkat beban (60%), menarik dan mendorong beban (20%), dan membawa beban (20%) (Nurmianto, 2004). Menurut Sastrowinoto (1985), pekerja yang melakukan pekerjaan dengan posisi duduk biasanya bagian tubuh yang dikeluhkan pada bagian pinggang, punggung, dan leher. Posisi duduk pada otot rangka (musculoskeletal) dan tulang belakang (vertebral) terutama pada pinggang (sacrum, lumbar, dan thoracic) harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar dari cepat lelah (fatigue). Selain itu, ketika duduk, kaki harus berada pada alas kaki dan dalam sikap duduk bergerak dengan relaksasi.
124
Gambar 6.2 Postur Kerja yang Tidak Ergonomis pada Pekerja Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 Berdasarkan observasi peneliti, pekerja selalu berada dalam posisi duduk dengan durasi kerja yang lama tanpa terdapat sandaran atau sesuatu yang dapat menahan punggung atau pinggang pekerja ketika melakukan pekerjaannya. Selain itu, hanya sebagian kecil dari pekerja yang melakukan peregangan yang cukup untuk melakukan relaksasi terhadap otot-otot tubuh yang mengalami ketegangan ketika bekerja. Padahal, dengan melakukan peregangan yang cukup, kelelahaan pada otot dan tulang dapat dipulihkan dan kondisi tubuh kembali rileks/normal. Sehingga cedera-cedera atau kerusakan pada otot, tulang, dan sendi yang terjadi ketika bekerja dapat diminimalisir. Peralatan kerja yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap keluhan MSDs seperti berat beban dan alat yang digunakan atau dipegang
125
baik dengan menggunakan satu tangan ataupun dua tangan. Hal ini tergantung dari orderan yang ada. Terkadang berat beban yang digunakan lebih dari 5 kilogram meskipun hal ini sangat jarang sekali terjadi. Akan tetapi, hal ini dapat menyebabkan cidera-cidera yang bersifat akumulatif. Selain itu, penggunaan peralatan yang tidak sesuai dengan kondisi pekerja sedikit banyak akan berpengaruh bagi kinerja pekerja. Pada sikap duduk banyak dijumpai kasus-kasus gangguan sistem gerak. Ini menandakan adanya sikap paksa yang terjadi pada pekerja yang menuntut otot-otot bagian tubuh yang berfungsi untuk mempertahankan sikap tersebut berkontraksi terus-menerus. Kontraksi yang cenderung bersifat statis, berlangsung lama dan terus-menerus, serta sikap paksa waktu bekerja mudah sekali menimbulkan kelelahan sampai rasa nyeri pada otot yang bersangkutan. (Suma’mur, 1992). Berdasarkan teori di atas, maka untuk mengurangi resiko MSDs pada pekerja dapat dilakukan dengan cara pemberian peralatan kerja yang sesuai dengan postur tubuh pekerja, pemberian back support atau sandaran kursi, dan pemberian waktu relaksasi/peregangan yang cukup bagi pekerja. 6.3.2 Usia Usia adalah lama hidup seseorang yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir. Menurut Oborne (1995), keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
126
Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata usia responden di bagian Polishing adalah 30,16 tahun dengan rentang usia responden 1945 tahun. Berdasarkan hasil analisis uji T-Independent, didapatkan hasil bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami keluhan MSDs adalah 31,39 tahun dan nilai probabilitas sebesar 0.030 yang artinya pada 5% ada hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan MSDs. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa usia tidak mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel usia merupakan faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs tetapi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bjelle (1981) yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami sakit leher dan punggung adalah 45 tahun dan rata-rata usia pekerja yang tidak mengalami sakit tersebut adalah 25 tahun. Menurut Hendra & Rahardjo (2009), pekerja dengan umur 35 tahun atau lebih mempunyai risiko 2,556 kali lebih besar untuk mengalami MSDs dibandingkan pekerja dengan umur di bawah 35 tahun. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun saat melewati umur 35 tahun efek rokok pada tulang akan mulai terasa
127
karena proses pembentukan tulang pada umur tersebut sudah berhenti (Boisvert, 2009). Peningkatan usia juga berhubungan dengan penurunan kapasits fisik. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia maka akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun (Bridger, 2003). Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Sehingga, semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang dapat menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs. Teori di atas sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. 6.3.3 Indeks Masa Tubuh (IMT) Menurut Horn et al (1998) dalam Zulfiqor (2010), seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Jika keadaan ini berlanjut terus-menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan kelelahan dan nyeri otot. Menurut Pheasant (1991), status gizi (IMT) merupakan faktor resiko terjadinya keluhan LBP tetapi merupakan faktor resiko yang sifatnya lemah atau sangat lemah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa paling banyak responden mempunyai IMT normal yaitu sekitar
128
61,4%. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square, memperlihatkan bahwa dari 15 responden yang dikategorikan gemuk yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 13 orang (86,7%) dan nilai probabilitas sebesar 0,348 (p value > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh (IMT) pekerja dengan keluhan MSDs. Selain itu, variabel indeks masa tubuh (IMT) tidak dilanjutkan ke analisis multivariat karena nilai probabilitasnya > 0,25. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indeks Masa Tubuh (IMT) tidak berhubungan atau tidak mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Ada kemungkinan hal ini diakibatkan karena distribusi frekuensi responden yang tidak merata (sebagian besar responden mempunyai IMT normal). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miyamoto (2000) yang menyebutkan bahwa pekerja yang mengalami Low back Pain (LBP) dan yang tidak mengalami LBP sama-sama mempunyai IMT normal. Sehingga tidak ada hubungan antara IMT dengan kejadian LBP pada pekerja. Penelitian ini juga didukung oleh Syafitri (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status gizi (IMT) dengan terjadinya keluhan Low Back Pain (LBP). Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karuniasih (2009) yang menyatakan bahwa 100% kelompok pekerja dengan kategori IMT kurus dan sebagian besar kelompok dengan IMT gemuk merasakan keluhan MSDs.
129
Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang paling banyak mengalami keluhan MSDs adalah pekerja dengan kategori IMT normal dibandingkan dengan pekerja dengan kategori IMT kurus dan gemuk (secara teori beresiko terhadap MSDs). Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar kelompok pekerja dengan IMT normal mempunyai resiko pekerjaan tinggi dan sedang serta kurang melakukan olahraga. Jadi, walaupun pekerja dengan kategori IMT normal tetapi mempunyai resiko pekerjaan tinggi dan sedang serta kurang melakukan olahraga maka tetap berpotensi menimbulkan keluhan MSDs. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis statistik yang dilakukan oleh peneliti. Oleh karena itu, pada hasil penelitian ini variabel IMT tidak berhubungan secara signifikan dengan keluhan MSDs pada responden karena terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh. 6.3.4 Masa Kerja MSDs merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki masa kerja terendah adalah selama 4 bulan dan terlama adalah 279 bulan (23 tahun) dengan rata-rata masa kerja responden adalah 103,53 bulan (8,5 tahun). Berdasarkan hasil analisis uji T-Independent, didapatkan hasil bahwa rata-rata masa kerja pada pekerja yang mengalami keluhan MSDs adalah 120,02 bulan (10 tahun) dan pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs adalah 59,26 bulan (5 tahun) dengan nilai probabilitas sebesar 0.004 (p value < 0,05) yang artinya pada
130
5% ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan
MSDs. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa masa kerja tidak mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs karena nilai probabilitasnya ketika masuk model sebesar 0,102. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel masa kerja merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs tetapi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2010) yang memperlihatkan bahwa keluhan MSDs terbanyak pada responden dengan masa kerja di atas lima tahun. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rihiimaki et al (1989) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Bjelle (1981) juga berpendapat bahwa rata-rata masa kerja pekerja yang mengalami sakit leher dan punggung adalah 13 tahun dan yang tidak mengalami sakit tersebut rata-rata masa kerjanya adalah 5 tahun. Cohen et al (1997) mengungkapkan bahwa gangguan penyakit atau cidera pada sistem MSDs hampir tidak pernah terjadi secara langsung akan tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini dapat terjadi karena pada
131
masa kerja tersebut telah terjadi akumulasi cidera-cidera ringan yang selama ini dianggap sepele. Semakin lama masa kerja seseorang maka dapat menyebabkan terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang secara fisik maupun secara psikis. Dengan demikian, akumulasi cidera dari masa kerja yang lama tersebut mempunyai peranan penting untuk menimbulkan MSDs. 6.3.5 Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjaadinya keluhan MSDs. Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok responden dapat diketahui berdasarkan jawaban kuesioner tentang jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dan frekuensi rokok selama satu minggu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa rata-rata responden merokok 7.46 batang/hari dengan rentang konsumsi rokok 0 sampai 19 batang/hari. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji T-Independent, diketahui bahwa rata-rata pekerja yang mengalami keluhan MSDs merokok 8.22 batang/hari dan nilai probabilitas sebesar 0,094 (p value>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada responden. Selanjutnya variabel tetap dimasukkan ke dalam model analisis multivariat
karena
nilai
probabilitasnya<0,25.
Akan
tetapi,
nilai
probabilitas analisis multivariatnya adalah 0.463 (p value>0,05) yang
132
berarti bahwa variabel kebiasaan merokok tidak mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok bukan merupakan faktor yang berhubungan atau yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maijunidah (2010) dan Bukhori (2010) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil survei oleh Annuals of Rheumatic Diseases yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan munculnya keluhan MSDs dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan MSDs (Tarwaka, 2004). Kemudian, hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafitri (2010), yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan terjadinya keluhan LBP. Hasil survei oleh Annuals of Rheumatic Diseases dan penelitian Syafitri ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004) bahwa semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula keluhan yang dirasakan. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin saja disebabkan oleh hasil analisis yang menunjukkan bahwa responden yang mengalami keluhan MSDs rata-rata merokok 8 batang/hari dan sebagian dari mereka tidak merokok setiap hari. Sehingga pengaruh rokok tidak terlalu berpengaruh
133
terhadap keluhan MSDs pada penelitian ini karena rata-rata responden tersebut dikategorikan perokok ringan. Kebiasaan merokok terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru sehingga kemampuan untuk mengonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Jadi, meskipun merokok tidak secara langsung menyebabkan keluhan MSDs, namun merokok dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami gangguan MSDs. Hal ini juga disebabkan karena para perokok kondisi tubuhnya kurang bugar bila dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (Ikrimah, 2009). Efek yang ditimbulkan dari bahaya rokok bersifat kronik sehingga ada kemungkinan bahwa pada saat penelitian dilakukan belum terlihat pengaruh/efek dari bahaya rokok yang berarti pada pekerja. Selain itu, kemungkinan pekerja yang tidak merokok banyak yang melakukan pekerjaan dengan resiko pekerjaan tinggi sehingga mengalami keluhan MSDs. Oleh karena itu, meskipun kebiasaan merokok berperan untuk menyebabkan keluhan MSDs namun pengaruh dari rokok juga dipengaruhi atau didukung oleh faktor lain seperti resiko pekerjaan, usia, masa kerja, kebiasaan olahraga, dan lain-lain. 6.3.6 Kebiasaan Olahraga Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
134
Bentuk olahraga yang sehat itu menjadi pilihan tersendiri, yang penting fun sehingga seseorang tetap dapat berminat dan tertarik secara terus-menerus melakukan olahraga tersebut. Bentuk-bentuk itu bisa berupa jalan cepat, lari di taman, dancing, berenang, senam, mengayuh sepeda, dan lain-lain (Bustan, 2007). Tingkat keluhan otot sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh atau kebiasaan olahraga yang dilakukan (Tarwaka, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa sebanyak 50 pekerja (71,4%) memiliki kebiasaan olahraga kategori kurang. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square, didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga kategori kurang ada 84 % (42 orang dari 50 pekerja) yang mengalami keluhan MSDs dan nilai probabilitas sebesar 0,003 (p value < 0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs pada responden. Selain itu, terdapat nilai OR sebesar 6.417 yang artinya pekerja yang kebiasaan olahraganya kurang mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 6.417 kali dibandingkan pekerja yang kebiasaan olahraganya cukup. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa kebiasaan olahraga mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebiasaan olahraga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs.
135
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs karena paling banyak pekerja yang mengalami keluhan MSDS adalah pekerja yang kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang (54,7%). Selain itu, Miyamoto (2000) juga menjelaskan bahwa pekerja yang kurang melakukan olahraga mempunyai resiko untuk mengalami Low back Pain (LBP) 1.4 kali dibandingkan pekerja yang cukup melakukan olahraga. Menurut Bustan (2007), kurang atau tidak melakukan olahraga merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan otot dan tulang. Apalagi jika resiko pekerjaannya dikategorikan sedang dan tinggi untuk terjadinya keluhan MSDs. Sehingga diperlukan otot dan tulang yang kuat agar pengaruh dari resiko pekerjaan tersebut dapat diminimalisir. Berolahraga merupakan salah satu cara untuk menjaga kebugaran tubuh dimana kebugaran tubuh berpengaruh terhadap kelancaran aliran darah. Jika aliran darah terhambat maka akan mengganggu kerja otot sehingga kelelahan otot akan semakin cepat terjadi. Oleh sebab itu, olahraga penting untuk dilakukan karena banyak manfaatnya yang salah satunya adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan ligamen.
136
6.3.7 Riwayat Penyakit MSDs Seseorang dengan riwayat penyakit Low Back Pain (LBP) mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan (Nursatya, 2008). Variabel riwayat penyakit MSDs pada pekerja tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medis (rekam medis) tetapi hanya berdasarkan gejalagejala MSDs yang pernah dirasakan pekerja. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9, didapatkan hasil bahwa 19 pekerja (27,1%) memiliki riwayat penyakit MSDs. Selanjutnya, berdasarkan
hasil
analisis
bivariat
menggunakan uji
Chi-Square,
didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs ada 94,7% (18 orang dari 19 pekerja) yang mengalami keluhan MSDs dan nilai probabilitas 0,027 yang artinya pada 5% terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit MSDs dengan keluhan MSDs pada pekerja. Selain itu, terdapat nilai OR sebesar 9.818 yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 9.818 kali dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda diketahui riwayat penyakit MSDs mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa riwayat penyakit MSDs merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
137
terjadinya keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Selain itu, nilai OR multivariat riwayat penyakit MSDs merupakan yang paling tinggi dibandingkan variabel lainnya. Hal ini membuktikan bahwa riwayat penyakit MSDs merupakan variabel yang paling dominan/berpengaruh terhadap keluhan MSDs. Hal inilah yang sangat berpotensi menyebabkan pekerja sering mengalami keluhan pada otot dan tulang mereka. Apalagi jika diperparah dengan potensi bahaya dari faktor pekerjaan dan kurangnya latihan fisik atau olahraga yang berguna untuk memperkuat otot dan tulang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miyamoto (2000) yang menjelaskan bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit tulang belakang mempunyai resiko untuk mengalami Low back Pain (LBP) 1.3 kali dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit tulang belakang. Pekerja yang yang mempunyai riwayat penyakit MSDs melakukan berbagai cara untuk mengatasi penyakit tersebut. Sebagian besar dari mereka melakukan pijatan dan istirahat yang cukup untuk mengatasinya. Selain itu, ada beberapa pekerja yang juga melakukan pemeriksaan ke dokter dan minum obat untuk mengatasinya. Akan tetapi, banyak dari responden yang mengeluhkan bahwa penyakit MSDs tersebut masih sering kambuh (belum sembuh total). Hal ini menjadi pemicu pekerja sering mengalami keluhan pada otot dan tulang mereka. Apalagi jika diperparah
138
dengan potensi bahaya dari faktor pekerjaan dan kurangnya latihan fisik atau olahraga yang dilakukan untuk memperkuat otot dan tulang.
139
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 70 pekerja di bagian
Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011 didapatkan
kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari total 70 responden, ada 51 responden (72,9%) yang mengalami keluhan MSDs dan 19 responden (27,1%) tidak merasakan keluhan. 2. Berdasarkan faktor resiko MSDs, didapat bahwa:
Berdasarkan resiko/faktor pekerjaan, keluhan paling banyak dirasakan oleh responden dengan tingkat resiko pekerjaan sedang.
Berdasarkan usia, keluhan paling banyak dirasakan oleh responden dengan rata-rata usia 31,39 tahun.
Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT), kelompok responden dengan IMT normal adalah kelompok yang paling banyak mengalami keluhan MSDs.
Berdasarkan masa kerja, keluhan paling banyak dirasakan oleh responden dengan rata-rata masa kerja 120.02 bulan (10 tahun).
Berdasarkan kebiasaan merokok, keluhan paling banyak dirasakan oleh responden dengan rata-rata rokok yang dihisap per hari adalah 8.22 batang/hari.
140
Kelompok responden yang paling banyak mengalami keluhan MSDs berdasakan kebiasaan olahraga adalah kelompok responden yang kebiasaan olahraganya dikategorikan kurang.
Berdasarkan riwayat penyakit MSDs, yang paling banyak mengalami keluhan MSDs adalah responden yang memiliki/ada riwayat penyakit MSDs.
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs adalah variabel risiko/faktor pekerjaan dengan p value = 0,001, variabel usia dengan p value = 0,030, variabel masa kerja dengan p value = 0,004, variabel kebiasaan olahraga dengan p value = 0,003, dan variabel riwayat penyakit MSDs dengan p value = 0,027. 4. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan keluhan MSDs adalah Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan p value = 0.348 dan kebiasaan merokok dengan p value = 0,094. 5. Berdasarkan analisis multivariat, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs adalah resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. 6. Variabel yang paling dominan yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs adalah riwayat penyakit MSDs.
141
7.2. Saran 7.2.1. Bagi Pekerja a. Pekerja sebaiknya melakukan istirahat atau peregangan disaat sudah mulai merasakan stres pada otot tubuh. b. Melihat besarnya manfaat olahraga, maka sebaiknya pekerja secara rutin melakukan senam pagi yang diselenggarakan oleh perusahaan maupun melakukan olahraga di luar perusahaan. c. Meskipun pada penelitian ini rokok tidak berpengaruh tetapi disarankan pada pekerja untuk mulai berhenti merokok. d. Jika pekerja mengalami keluhan MSDs dianjurkan untuk langsung memeriksakan diri ke dokter agar mendapat pengobatan medis. 7.2.2. Bagi Perusahaan a. Melihat
besarnya
dampak
dari
faktor
pekerjaan,
sebaiknya
perusahaan melakukan intervesi ergonomi dengan cara mendesain kursi kerja yang mempunyai sandaran kursi atau menggunakan back support guna meminimalisir keluhan MSDs. b. Untuk menghindari terjadinya keluhan MSDs akibat dari risiko pekerjaan dapat dilakukan dengan menghimbau pekerja untuk melakukan istirahat disaat pekerja sudah mulai merasakan stres pada otot tubuh. c. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan untuk menghindari stres pada otot tubuh.
142
d. Secara administratif dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan atau training pada pekerja mengenai resiko pekerjaan dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi serta pihak perusahaan dapat membuat SOP yang dapat digunakan oleh pekerja untuk menciptakan sistem kerja yang aman, nyaman, dan tetap sehat bagi pekerja saat bekerja. e. Perusahaan dapat menyelenggarakan pelatihan yang bertujuan untuk mengurangi kebiasaan merokok pada pekerja, potensi bahaya postur janggal ketika bekerja, motivasi untuk melakukan sikap kerja yang ergonomis ketika bekerja, dan pentingnya waktu istirahat atau peregangan (relaksasi) ketika bekerja ataupun setelah bekerja f. Untuk mencegah keluhan MSDs yang diakibatkan kurangnya kebiasaan olahraga, perusahaan harus mewajibkan pekerjanya untuk melakukan senam sebelum bekerja dan memberikan sanksi bagi pekerja yang tidak mengikuti senam pagi yang diselenggarakan oleh perusahaan. g. Melibatkan karyawan untuk memberikan ide dan pendapat agar sistem kerja menjadi lebih baik. h. Melakukan pemeriksaan medis terkait keadaan otot dan tulang pekerja (keluhan MSDs).
143
7.2.3. Penelitian Selanjutnya a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi secara medis keluhan MSDs untuk memperoleh data yang objektif. b. Untuk variabel riwayat penyakit MSDs sebaiknya diperkuat dengan adanya rekam medis pekerja. c. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat meneliti variabel lainnya seperti faktor lingkungan dan faktor psikososial.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Ommi. 2010. Analisis Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Buruh Informal (Kuli Panggul) Pasar Grosir Blok F Tanah Abang Jakarta Pusat Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Bernard, BP et al. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Chemical Review of Epidemiologic Evidence for Work Related MSDs of Neck, Upper Extremity and Low Back. U.S Department of Health and Human Services, PH Service for Disease Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Helath Bird, E, Jr, Frank and L. Germain. 2005. Kepemimpinan Pengadilan dan Kerugian Praktis, Edisi ke-3. Terjemahan oleh W. Abdullah. Jakarta: PT. Devnegraha Bjelle, A. et al. 1981. Occupational and Individual Factors in Acute Shoulder-Neck Disorders among Industrial Workers. Department of Rheumatology. University of Umea. Sweden. Diakses 4 november 2010 dalam http://www.bmj.com Boisvert, Michelle. 2009. Cigarette Smoking and Degenerative Disc Disease, Diagnosed with Degenerative
Disc
Disease.
Diakses
21
Juni
2011
dalam
http://quitsmoking.about.com/od/tobaccorelateddiseases/smokingandDDD.html Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. International Editions. Singapore : McGrawHill Book Co _____________. 2003. Introduction to Ergonomics. Second Edition. London: Taylor & Francis Group
Bukhori, Endang. 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan dengan Terjadinya Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas di Kecamatan Cilograng kabupaten Lebak Banten Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta Cohen, Alexander L et al. 1997. Element of Ergonomic Program. A Primer Based on Workplace evaluation of Musculoskeletal Disorders. USA: Departmen of Health and Human Service NIOSH Departemen Kesehatan. 2005. Profil Masalah Kesehatan Tahun 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
diakses
tanggal
24
Februari
2011
dalam
(http://www.kesehatankerja.depkes.go.id/?p=18) Departemen
Tenaga
Kerja
dan
Transportasi.
2010.
dalam
(http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/) Grandjean, E. 1993. Fitting The Task to The Man, 4th ed. London: Taylor & Francis Inc Geoffrey, Valerie Woods, Peter. 2005. Further Development of The Usability and Validity of The Quick Exposure Checklist (QEC). University of Surrey. diakses 1 Juni 2011 dalam http://www.eihms.surrey.ac.uk/robens/erg/QEC.htm Hendra & Suwandi Rahardjo. 2008. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. FKM UI : Depok. Humantech, 1995. Applied Ergonomic Training Manual. Berkeley Vale Australia: Protector and Gamble Inc Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc : Berkeley Australia
Ikrimah, Nur. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Konveksi Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ILO. 2005. Work Organization and Ergonomics. Geneva Jannah, Nur. 2008. Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Divisi Kasir, Grocery, dan Receiving Giant Hypermarket Cimanggis. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Karuniasih. 2009. Tinjauan faktor risiko dan keluhan subjektif terhadap timbulnya muskuloskeletal disorders pada pengemudi travel X Trans tujuan Jakarta-Bandung tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Katharine, et al. 2005. Musculoskeletal Disorders, Mental Health and The Work Environment. University of Oxford Kumar, Shrawan. 1999. Biomechanic in Ergonomic. UK: Taylor & Francis Inc Kuorinka, et al. 1997. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of musculoskeletal symptoms. Levy, Barry. S, et al. 2005. Preventing Occupational Disease & Injury. Second Edition. Washington DC: American Public Health Association. Li G. and Buckle P. 1999. Evaluating Change in Exposure to Risk for Musculoskeletal Disorders-a Practical Tool. Suffolk: HSE Books CRR251 diakses 25 Mei 2011 dalam http://www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/1999/crr99251.pdf
Maijunidah, Emi. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Assembling PT. X Bogor Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Miyamoto, Masabumi. et al. 2000. An Epidemiologic Study of Occupational Low Back Pain in Truck Drivers. Department of Orthopaedic Surgery. Nippon Medical School. Japan. Diakses 4 november 2010 dalam http://www.nms.ac.jp/jnms/ Muliana. 2003. Tinjauan Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders pada Leher, Bahu, dan Pinggang pada Pekerja Perekam Data Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Jakarta Tahun 2003. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Munir, Syahrul. 2008. Tingkat Pajanan Ergonomi Manual Handling dan Keluhan Musculoskeletal pada Departemen Water Pump PT. X Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Nolan, J Coleen, dan Saladin, Kenneth S. 2004. Clinical Application for Anatomy and Physiology. New York: Mc Graw Hill Companies NIOSH. 1993. Comment from NIOSH on the occupational safety and health administration proposed rule on ergonomic safety and management US Department of Control and Service. Diakses 25 Mei 2011 dalam http://www.cdc.gov _____________. 1997. Musculoskeletal Disorders (MSDs) and Workplace Factors – A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity and Low Back. Diakses 25 Mei 2011 dalam http://www.cdc.gov _____________. 2007. Ergonomic Guidelines for Manual Material Handling. 4676 Columbia Parkway Cincinnati. Diakses 25 Mei 2011 dalam http://www.cdc.gov
Nurmianto, Eko 2004. Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya. Surabaya : Penerbit Guna Widya. Nursatya, Mugi. 2008. Risiko MSDs pada Pekerja Catering di PT. Pusaka Nusantara Jakarta Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work: Human Factors in Design and Development. England: John Wiley and Sons Ltd OHSC. 2007. Resource Manual for The MSDs Prevention Guideline for Ontario OSHA. 2002. Ergonomic: The Study of Work. US Department of Labor Occupational Safety and Health Administration. OSHA 3125 Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers, Insc : Maryland, Gaithersburg. Sastrowinoto. Suyatno. 1985. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Syafitri, Juniar Tri. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Keluhan Low Back Pain (LBP) pada Karyawan Bagian Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Stanton, Neville, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomic Methods. USA: CRC Press Suma’mur, PK. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung _____________. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamtan Kerja. Cetakan 13. Jakarta: Haji Masagung
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan, dan Produktivitas. Edisi I, Cetakan I. Surakarta: UNIBA Press Utari, Fitriyani Intan. 2009. Analisis Tingkat Resiko Terjadinya MSDs pada Proses Reaching Department Weaving PT. Unitex, Tbk Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Zulfiqor, Muhammad Taufik. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
No Responden UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) Alamat: Jln. Kertamukti Pisangan Ciputat Jakarta Selatan Telp/Fax: (021)74716718/7404985
KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA DI BAGIAN POLISHING DI PT. SURYA TOTO INDONESIA. Tbk TANGERANG TAHUN 2011 Oleh Nama NIM Angkatan
: Wita Handayani : 107101001563 : 2007
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Salam sejahtera. Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sedang melakukan penelitian. Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon dengan segala kerendahan hati agar kiranya Bapak/Saudara bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi pertanyaan berikut. Kejujuran Bapak/Saudara dalam menjawab pertanyaan sangat saya hargai. Jawaban yang Bapak berikan akan saya jamin kerahasiaannya. Pengisian kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan Bapak/ Saudara. Ucapan terimakasih yang sebesarnya saya ucapkan atas bantuan dan partisipasi Bapak/Saudara dalam mengisi kuesioner ini. Petunjuk Pengisian : 1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda. 2. Bacalah setiap pertanyaan secara seksama. 3. Beri tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda. 4. Mohon semua pertanyaan dijawab dengan lengkap. 5. Kejujuran anda menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Karakteristik Responden : Nama Tanggal Lahir Pabrik Bagian/Divisi Berat Badan Tinggi Badan
: (Nama Anda akan kami rahasiakan) : Bulan ………...Tahun ………… : 1/2/3 : : ……….. kg (diukur oleh peneliti) : ………...cm (dikur oleh peneliti)
No Responden
B.
Masa Kerja Pertanyaan/Pernyataan
1. Kapan anda mulai bekerja di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk? _______________ (tahun) 2.
3.
4.
5.
6.
C.
Sudah berapa lama anda bekerja di bagian polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk? ______________ bulan Apakah sebelumnya anda pernah bekerja di bagian yang sama di perusahaan lain? a. Ya, pernah b. Tidak pernah (SELESAI) Sudah berapa lama anda bekerja di bagian yang sama pada perusahaan sebelumnya? _________ bulan Apakah pekerjaan sebelumnya mempunyai potensi bahaya terhadap otot dan tulang anda? a. Ya b. Tidak Sebutkan jenis pekerjaan anda sebelumnya! ______________________________________________________________ ______________________________________________________ Kebiasaan Merokok Pertanyaan / Pernyataan
1.
Apakah anda perokok? a. Ya b. Pernah (sudah berhenti merokok) c. Tidak Pernah (SELESAI)
2.
Berapa batang rokok yang anda habiskan setiap hari? ________ batang
3.
Dalam seminggu, rata-rata anda merokok? a. Setiap hari e. 3 hari b. 6 hari f. 2 hari c. 5 hari g. 1 hari d. 4 hari Sudah berapa lama anda merokok? ________ tahun Kapan terakhir kali anda merokok? (BAGI YANG PERNAH MEROKOK) ______________ (bulan yang lalu)
4. 5.
2
Kode (disi oleh peneliti) B1 [
]
B2 [
]
B3 [
]
B4 [
]
B5 [
]
B6 [
]
Kode (diisi oleh peneliti) C1 [ ]
C2 [
]
C3 [
]
C4 [
]
C5 [
]
No Responden D.
1.
2.
3. 4. 5. 6.
E.
Kebiasaan Olahraga Pertanyaan / Pernyataan Apa yang anda lakukan setelah selesai bekerja? a. Langsung beristirahat b. Melakukan pekerjaan lain di rumah, seperti mencuci, dll c. Ada pekerjaan lain atau melakukan hobi, sebutkan! ___________________________________________________________ ______________________________________________________ Apakah anda selalu melakukan olahraga di rumah/tempat tinggal (di luar perusahaan)? a. Ya b. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 5) Dalam sehari, berapa lama anda melakukan olahraga tersebut? -----------------menit/hari Dalam seminggu, berapa kali anda melakukan olahraga tersebut? __________ kali Apakah anda mengikuti senam pagi sebelum bekerja di Perusahaan? a. Ya b. Tidak, karena _________________ Dalam seminggu, berapa kali anda melakukan senam pagi yang diadakan oleh perusahaan? __________ kali Riwayat Penyakit MSDs Pertanyaan/Pernyataan
Apakah sebelum anda bekerja di bagian Polishing PT. STI, anda pernah mengalami masalah pada otot dan tulang? a. Ya, pernah b. Tidak pernah 2. Apakah anda memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan nyeri pinggang, leher, punggung, dan tangan sebelum bekerja di PT. STI? a. Ya, pernah b. Tidak pernah (SELESAI) 3. Apakah sebelum anda bekerja di PT.STI, anda pernah mengalami gejalagejala berikut? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Leher dan punggung terasa kaku b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas c. Tangan dan pergelangan tangan terasa nyeri seperti tertusuk atau nyeri disertai bengkak. d. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat. e. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta kehilangan kepekaan. 4. Jika Ya, apa yang anda lakukan untuk mengatasinya? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Dipijat d. Minum suplemen b. Istirahat e. Perikas ke dokter & Minum obat
Kode (diisi oleh Peneliti) D1 [ ]
D2 [
]
D3 [
]
D4 [
]
D5 [
]
D6 [
]
Kode (disi oleh peneliti)
1.
3
E1 [
]
E2 [
]
E3 [
]
E4 [
]
No Responden Pertanyaan/Pernyataan
Kode (disi oleh peneliti)
c. Senam/peregangan f. Lainnya __________________ Apakah masalah tersebut makin parah ketika anda bekerja di bagian Polishing PT. STI? a. Ya b. Tidak 6. Apakah anda pernah mendapat pengobatan medis akibat keluhan/masalah tersebut? a. Ya b. Tidak 7. Apakah dengan pengobatan yang anda lakukan, keluhan/masalah tersebut langsung sembuh dan tidak pernah kambuh/muncul lagi? a. Ya, sembuh b. Masih sering kambuh c. Tidak sembuh 5.
F.
Apakah anda pernah merasa tidak nyaman pada otot dan tulang anda selama setahun ini? a. Ya b. Tidak 2. Apakah selama 7 hari terakhir anda pernah mengalami masalah (pegal, kesemutan, nyeri, mati rasa, kaku, kramp, gatal, sakit, tidak nyaman) pada bagian anggota badan anda? a. Ya b. Tidak (SELESAI) 3. Sebutkan bagian apa saja! (LIHAT LAMPIRAN 2)
6.
E6 [
]
E7 [
]
Kode (diisi oleh Peneliti) F1 [ ]
1.
5.
]
Keluhan MSDs Pertanyaan / Pernyataan
4.
E5 [
Apakah anda pernah pada 7 hari terakhir tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa Anda lakukan akibat masalah tersebut? a. Ya b. Tidak Apa yang anda lakukan untuk menghilangkan masalah tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Dipijat d. Minum suplemen b. Istirahat e. Perikas ke dokter & Minum obat c. Senam/peregangan f. Lainnya __________________ Menurut anda, apakah keluhan rasa sakit yang anda rasakan/masalah tersebut dikarenakan faktor pekerjaan anda? a. Ya b. Tidak
4
F2 [
]
(JAWABAN DIISI PADA LAMPIRAN 2) F4 [
[ [
], [ ], [
]
F5 ], [ ], [
F6 [
], [ ], [
]
], ],
LAMPIRAN 2 GAMBAR NORDIC BODY MAP (NBM) Tandai Bagian Tubuh Yang Dirasakan Adanya Keluhan !
LAMPIRAN 3 No
Lokasi Rasa Sakit
DAFTAR ISIAN NBM Keluhan yang dirasa
Tingkat Keluhan
Waktu Timbulnya
Frekuensi
0.
Leher atas
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
1.
Leher bawah
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
2.
Bahu kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
3.
Bahu kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
4.
Lengan kiri atas
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
5.
Punggung atas
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
6.
Lengan kanan atas
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
7.
Punggung bawah
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
8.
Pinggang
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
9.
Bokong
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
10.
Siku kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
11.
Siku kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
12.
Lengan kiri bawah
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
13.
Lengan kanan bawah
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
14.
Pergelangan tangan kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
15.
Pergelangan tangan kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
16.
Tangan kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
17.
Tangan kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
18.
Paha kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
19.
Paha kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
20.
Lutut kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
21.
Lutut kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
22.
Betis kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
23.
Betis kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
24.
Pergelangan kaki kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
25.
Pergelangan kaki kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
26.
Telapak kaki kiri
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
27.
Telapak kaki kanan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
1 2 3
1 2 3 4
Keterangan: 1.
Keluhan : 1.Sakit/nyeri, 2. Panas, 3. Kramp, 4. Mati rasa, 5. Bengkak, 6. Kaku/Kesemutan, 7. Pegal (JAWABAN BOLEH > 1)
2.
Tingkat keluhan : 1. Sedikit sakit
2. Sakit
3.
Waktu timbulnya : 1. Saat Bekerja
2. Setelah Bekerja
4.
Frekuensi munculnya : 1. Setiap Hari (beberapa kali) 2. Setiap Hari (satu kali) 3. 3-4 kali/minggu 4. 1-2 kali/minggu
3. Sangat sakit 3. Malam Hari/Saat Istirahat
LAMPIRAN 4
QUICK EXPOSURE CHECKLIST (QEC) LEMBAR PENELITI PUNGGUNG A: Ketika melakukan pekerjaan, posisi punggung adalah: (pilih posisi yang paling tidak standar) A1 A2 A3
0
Hampir netral (tegak lurus dengan kaki atau ≤ 20 ) 0 0 Bahaya fleksi atau putaran atau bengkok sedang ( 20 -60 ) 0 Bahaya Fleksi atau putaran atau bengkok berat (> 60 )
B: Pilih SALAH SATU dua pilihan pekerjaan dibawah ini : Untuk pekerjaan dengan posisi duduk atau berdiri. Apakah pekerjaan / punggung tersebut dalam keadaan statis? B1 B2
Tidak Ya ATAU
Untuk pekerjaan mengangkat, dorong/tarik dan membawa (Contoh: Memindahkan benda). Apakah ada pergerakan dari punggung? B3 Jarang (kurang dari 6 kali per menit) B4 Sering (8- 12 kali per minute) B5 Sangat sering (≥ 12 kali per minute) BAHU / LENGAN C: Ketika bekerja, bagaimana posisi tangan? : (pilih posisi yang paling tidak standar) C1 C2 C3
Pada atau dibawah pinggang Pada ketinggian dada Pada atau di atas bahu
D: Seberapa sering pergerakan bahu/lengan? D1 D2 D3
Jarang (bergerak sebentar-sebentar) Sering (bergerak biasa dengan sedikit berhenti) Sangat Sering (hampir tidak berhenti) PERGELANGAN TANGAN / TANGAN
E: Saat bekerja posisi pergelangan tangan ? (pilih posisi yang paling tidak standar) E1 E2
0
Posisi netral lurus dengan lengan (<15 ) 0 Menyimpang atau bengkok ≥ 15
F: Berapa frekuensi gerakan yang serupa terulang? F1 F2 F3
≤10 kali / menit 11 - 20 kali / menit ≥ 20 kali / menit LEHER
G: Saat G1 G2 G3
bekerja, apakah postur kepala/leher menunduk/memutar? Tidak Ya, jarang Ya, sering
LEMBAR PEKERJA Silahkan beri tanda pada kotak yang telah disediakan ! H: Berapa berat beban maksimal yang anda bawa secara manual (menggunakan tangan)? H1 H2 H3 H4
Ringan (≤ 5 kg) Sedang (6 - 10 kg) Berat (11 – 20 kg) Sangat Berat (≥ 20 kg)
J: Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan anda? J1 J2 J3
≤ 2 jam 2 - 4 jam ≥ 4 jam
K: Berapa berat benda yang dipegang dengan menggunakan satu tangan? K1 K2 K3
Ringan (< 1 kg) Sedang (2 - 4 kg) Berat (> 4 kg)
L: Apakah pekerjaan anda membutuhkan ketelitian mata? L1 L2
Ketelitian rendah (hampir tidak membutuhkan ketelitian) Ketelitian tinggi (butuh beberapa ketelitian)
M: Apakah anda menggunakan/mengendarai alat berat di tempat kerja? M1 M2 M3
Kurang dari 1 jam per hari atau tidak pernah 1 – 4 jam per hari > 4 jam per hari
N: Apakah anda menggunakan alat yang bergetar di tempat kerja? N1 N2 N3
Kurang dari 1 jam per hari atau tidak pernah 1 – 4 jam per hari > 4 jam per hari
P: Apakah anda mengalami kesulitan dalam mengikuti tuntutan kerja (target produksi)? P1 Tidak pernah P2 Kadang-kadang P3 Sering Q: Menurut anda, bagaimana pekerjaan anda secara umum? Q1 Q2 Q3 Q4
Tidak membuat anda stres Agak membuat anda stres Cukup membuat anda stres Sangat membuat anda stres
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6 OUTPUT ANALISIS DATA
OUTPUT UJI NORMALITAS VARIABEL NUMERIK PENELITIAN (USIA, MASA KERJA, DAN KEBIASAAN MEROKOK) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Usia responden N a Normal Parameters Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
70 30.16 7.833 .128 .102 -.128 1.068 .204
Masa kerja responden (bulan) Kebiasaaan merokok 70 103.53 80.374 .152 .152 -.109 1.268 .080
70 7.46 6.208 .142 .142 -.115 1.191 .117
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT KELUHAN MSDs BERDASARKAN AREA KELUHAN Leher_0 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
22
31.4
31.4
31.4
tidak ada keluhan
48
68.6
68.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
Leher_1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
12
17.1
17.1
17.1
tidak ada keluhan
58
82.9
82.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
bahu_2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
23
32.9
32.9
32.9
tidak ada keluhan
47
67.1
67.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
bahu_3 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
23
32.9
32.9
32.9
tidak ada keluhan
47
67.1
67.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
lengan_4 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
12
17.1
17.1
17.1
tidak ada keluhan
58
82.9
82.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
punggung_5 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
13
18.6
18.6
18.6
tidak ada keluhan
57
81.4
81.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
lengan_6 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
13
18.6
18.6
18.6
tidak ada keluhan
57
81.4
81.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
punggung_7 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
12.9
12.9
12.9
tidak ada keluhan
61
87.1
87.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
pinggang_8 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
35
50.0
50.0
50.0
tidak ada keluhan
35
50.0
50.0
100.0
Total
70
100.0
100.0
bokong_9 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
11.4
11.4
11.4
tidak ada keluhan
62
88.6
88.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
siku_10 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3
4.3
4.3
4.3
tidak ada keluhan
67
95.7
95.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
siku_11 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3
4.3
4.3
4.3
tidak ada keluhan
67
95.7
95.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
lengan_12 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
11.4
11.4
11.4
tidak ada keluhan
62
88.6
88.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
lengan_13 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
12.9
12.9
12.9
tidak ada keluhan
61
87.1
87.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
prglngan_14 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
12.9
12.9
12.9
tidak ada keluhan
61
87.1
87.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
prglngan_15 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
11
15.7
15.7
15.7
tidak ada keluhan
59
84.3
84.3
100.0
Total
70
100.0
100.0
tangkir_16 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
12
17.1
17.1
17.1
tidak ada keluhan
58
82.9
82.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
tangkan_17 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
12
17.1
17.1
17.1
tidak ada keluhan
58
82.9
82.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
pahakir_18 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
10.0
10.0
10.0
tidak ada keluhan
63
90.0
90.0
100.0
Total
70
100.0
100.0
pahakan_19 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6
8.6
8.6
8.6
tidak ada keluhan
64
91.4
91.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
lututkiri_20 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
10.0
10.0
10.0
tidak ada keluhan
63
90.0
90.0
100.0
Total
70
100.0
100.0
lututkan_21 Frequency Valid
ada keluhan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
11.4
11.4
11.4
tidak ada keluhan
62
88.6
88.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
betiskiri_22 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
15
21.4
21.4
21.4
tidak ada keluhan
55
78.6
78.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
betiskan_23 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
15
21.4
21.4
21.4
tidak ada keluhan
55
78.6
78.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
prlgankakir_24 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
10
14.3
14.3
14.3
tidak ada keluhan
60
85.7
85.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
prlgankakan_25 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
11
15.7
15.7
15.7
tidak ada keluhan
59
84.3
84.3
100.0
Total
70
100.0
100.0
tlpkkakir_26 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
10
14.3
14.3
14.3
tidak ada keluhan
60
85.7
85.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
tlpkkakir_27 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
12
17.1
17.1
17.1
tidak ada keluhan
58
82.9
82.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT VARIABEL PENELITIAN KELUHAN MSDs Statistics Keluhan MSDs pekerja N
Valid
Missing Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
70 0 1.27 .054 1.00 1 .448 1 1 2 Keluhan MSDs pekerja Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada keluhan
51
72.9
72.9
72.9
tidak ada keluhan
19
27.1
27.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
RESIKO/FAKTOR PEKERJAAN Statistics Persentase resiko pekerjaan N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
70 0 45.124 46.600 46.6 13.5858 48.3 20.4 68.7 Resiko Pekerjaan Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
resiko tinggi
20
28.6
28.6
28.6
resiko sedang
34
48.6
48.6
77.1
resiko ringan
16
22.9
22.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
USIA Statistics Usia responden N
Valid
70
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
0 30.16 29.50 20 7.833 26 19 45 Usia responden Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
19
2
2.9
2.9
2.9
20
6
8.6
8.6
11.4
21
4
5.7
5.7
17.1
22
4
5.7
5.7
22.9
23
2
2.9
2.9
25.7
24
4
5.7
5.7
31.4
25
3
4.3
4.3
35.7
26
2
2.9
2.9
38.6
27
4
5.7
5.7
44.3
28
3
4.3
4.3
48.6
29
1
1.4
1.4
50.0
30
3
4.3
4.3
54.3
31
2
2.9
2.9
57.1
32
5
7.1
7.1
64.3
33
2
2.9
2.9
67.1
34
2
2.9
2.9
70.0
35
2
2.9
2.9
72.9
36
1
1.4
1.4
74.3
39
4
5.7
5.7
80.0
40
4
5.7
5.7
85.7
41
4
5.7
5.7
91.4
42
3
4.3
4.3
95.7
44
2
2.9
2.9
98.6
45
1
1.4
1.4
100.0
70
100.0
100.0
Total
INDEKS MASA TUBUH (IMT) Statistics Kategori IMT N
Valid
70
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
0 2.40 3.00 3 .824 2 1 3 Kategori IMT Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
gemuk
15
21.4
21.4
21.4
kurus
12
17.1
17.1
38.6
normal
43
61.4
61.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
MASA KERJA Statistics Masa kerja responden (bulan) N
Valid
70
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
0 103.53 84.50 96 80.374 275 4 279 Masa kerja responden (bulan) Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
2
2.9
2.9
2.9
10
1
1.4
1.4
4.3
11
1
1.4
1.4
5.7
12
3
4.3
4.3
10.0
17
1
1.4
1.4
11.4
19
2
2.9
2.9
14.3
23
1
1.4
1.4
15.7
24
4
5.7
5.7
21.4
28
1
1.4
1.4
22.9
33
1
1.4
1.4
24.3
36
2
2.9
2.9
27.1
38
1
1.4
1.4
28.6
39
1
1.4
1.4
30.0
45
1
1.4
1.4
31.4
47
1
1.4
1.4
32.9
48
1
1.4
1.4
34.3
50
2
2.9
2.9
37.1
54
1
1.4
1.4
38.6
57
1
1.4
1.4
40.0
72
4
5.7
5.7
45.7
73
1
1.4
1.4
47.1
77
1
1.4
1.4
48.6
84
1
1.4
1.4
50.0
85
2
2.9
2.9
52.9
89
1
1.4
1.4
54.3
96
5
7.1
7.1
61.4
120
2
2.9
2.9
64.3
128
4
5.7
5.7
70.0
132
1
1.4
1.4
71.4
142
1
1.4
1.4
72.9
160
1
1.4
1.4
74.3
169
1
1.4
1.4
75.7
180
1
1.4
1.4
77.1
183
1
1.4
1.4
78.6
204
1
1.4
1.4
80.0
206
1
1.4
1.4
81.4
216
2
2.9
2.9
84.3
224
1
1.4
1.4
85.7
225
1
1.4
1.4
87.1
228
3
4.3
4.3
91.4
240
4
5.7
5.7
97.1
254
1
1.4
1.4
98.6
279
1
1.4
1.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
KEBIASAAN MEROKOK Statistics Kebiasaaan merokok N
Valid
70
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
0 7.46 7.50 0 6.208 19 0 19 Kebiasaaan merokok Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0
18
25.7
25.7
25.7
2
3
4.3
4.3
30.0
3
2
2.9
2.9
32.9
4
5
7.1
7.1
40.0
5
2
2.9
2.9
42.9
6
3
4.3
4.3
47.1
7
2
2.9
2.9
50.0
8
5
7.1
7.1
57.1
9
3
4.3
4.3
61.4
10
4
5.7
5.7
67.1
11
3
4.3
4.3
71.4
12
4
5.7
5.7
77.1
13
2
2.9
2.9
80.0
14
2
2.9
2.9
82.9
15
1
1.4
1.4
84.3
16
3
4.3
4.3
88.6
17
3
4.3
4.3
92.9
18
3
4.3
4.3
97.1
19
2
2.9
2.9
100.0
70
100.0
100.0
Total
KEBIASAAN OLAHRAGA Statistics KEBIASAANOLAHRAGA N
Valid
70
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
0 1.29 1.00 1 .455 1 1 2 KEBIASAAN OLAHRAGA Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
kurang
50
71.4
71.4
71.4
cukup
20
28.6
28.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
RIWAYAT PENYAKIT MSDs Statistics Riwayat penyakit MSDs N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
70 0 1.73 2.00 2 .448 1 1 2
Riwayat penyakit MSDs Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada riwayat
19
27.1
27.1
27.1
tidak ada
51
72.9
72.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
OUTPUT ANALISIS BIVARIAT VARIABEL PENELITIAN
RESIKO PEKERJAAN/FAKTOR PEKERJAAN DENGAN KELUHAN MSDs Case Processing Summary Cases Valid N Resiko Pekerjaan * Keluhan MSDs pekerja
Missing
Percent 70
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 70
100.0%
Resiko Pekerjaan * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation Keluhan MSDs pekerja ada keluhan Resiko Pekerjaan
resiko tinggi
Count % within Resiko Pekerjaan
resiko sedang resiko ringan Total
3
20
85.0%
15.0%
100.0%
28
6
34
82.4%
17.6%
100.0%
6
10
16
37.5%
62.5%
100.0%
Count % within Resiko Pekerjaan Count % within Resiko Pekerjaan
51
19
70
72.9%
27.1%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
13.156 12.088 9.110
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
70
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,34.
Total
17
Count % within Resiko Pekerjaan
tidak ada keluhan
.001 .002 .003
USIA DENGAN KELUHAN MSDs Group Statistics Keluhan MSDs pekerja Usia responden
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
ada keluhan
51
31.39
7.561
1.059
tidak ada keluhan
19
26.84
7.776
1.784
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Usia Equal respond variances en assumed
t-test for Equality of Means
Sig.
.051
t
.822
Equal variances not assumed
Sig. (2tailed)
df
2.222
Std. Error Mean Differenc Difference e
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
68
.030
4.550
2.048
.464
8.636
2.193 31.503
.036
4.550
2.075
.322
8.778
INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN KELUHAN MSDs Case Processing Summary Cases Valid N Keluhan MSDs pekerja * Kategori IMT
Missing
Percent 70
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 70
100.0%
Kategori IMT * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation Keluhan MSDs pekerja ada keluhan Kategori IMT
gemuk
Count % within Kategori IMT
kurus
Count % within Kategori IMT
normal
Count % within Kategori IMT
Total
Count % within Kategori IMT
tidak ada keluhan
Total
13
2
15
86.7%
13.3%
100.0%
9
3
12
75.0%
25.0%
100.0%
29
14
43
67.4%
32.6%
100.0%
51
19
70
72.9%
27.1%
100.0%
Chi-Square Tests Value
df a
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2.112 2.312 2.062
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.348 .315 .151
70
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,26.
MASA KERJA DENGAN KELUHAN MSDs Group Statistics Keluhan MSDs pekerja Masa kerja responden (bulan)
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
ada keluhan
51
120.02
79.868
11.184
tidak ada keluhan
19
59.26
64.848
14.877
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Masa kerja respond en (bulan)
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. 2.337
.131
t-test for Equality of Means
t 2.967
Sig. (2tailed)
df
Mean Differenc Std. Error e Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
68
.004
60.756
20.475
19.898
101.615
3.264 39.546
.002
60.756
18.612
23.127
98.386
KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KELUHAN MSDs Group Statistics Keluhan MSDs pekerja Kebiasaaan merokok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
ada keluhan
51
8.22
6.169
.864
tidak ada keluhan
19
5.42
6.003
1.377
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F Kebiasaaan Equal merokok variances assumed
Sig.
.024
t
.877 1.698
Equal variances not assumed
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
68
.094
2.795
1.646
-.491
6.080
1.719 33.104
.095
2.795
1.626
-.512
6.102
KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KELUHAN MSDs Case Processing Summary Cases Valid N Keluhan MSDs pekerja * KAT_OR
Missing Percent
70
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
70
100.0%
Kebiasaan Olahraga * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation Keluhan MSDs pekerja ada keluhan Kebiasaan Olahraga
kurang
Count % within Kebiasaan Olahraga
cukup
Count % within Kebiasaan Olahraga
Total
Count % within Kebiasaan Olahraga
tidak ada keluhan
Total
42
8
50
84.0%
16.0%
100.0%
9
11
20
45.0%
55.0%
100.0%
51
19
70
72.9%
27.1%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided)
a
1
.001
9.104
1
.003
10.362
1
.001
10.988 b
Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
.002
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1-sided)
10.831
b
1
.002
.001
70
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,43. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Keluhan MSDs pekerja (ada keluhan / tidak ada keluhan) For cohort KAT_OR = kurang For cohort KAT_OR = cukup N of Valid Cases
Lower
Upper
6.417
2.010
20.487
1.956
1.137
3.364
.305
.150
.618
70
RIWAYAT PENYAKIT MSDs DENGAN KELUHAN MSDs Case Processing Summary Cases Valid N Keluhan MSDs pekerja * Riwayat penyakit MSDs
Missing
Percent 70
N
Total
Percent
100.0%
0
.0%
N
Percent 70
100.0%
Riwayat penyakit MSDs * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation Keluhan MSDs pekerja ada keluhan Riwayat penyakit MSDs
ada riwayat
Count % within Riwayat penyakit MSDs
tidak ada
Count % within Riwayat penyakit MSDs
Total
Count % within Riwayat penyakit MSDs
tidak ada keluhan
Total
18
1
19
94.7%
5.3%
100.0%
33
18
51
64.7%
35.3%
100.0%
51
19
70
72.9%
27.1%
100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
1
.012
Continuity Correction
4.886
1
.027
Likelihood Ratio
7.796
1
.005
Pearson Chi-Square
6.313 b
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
.014
Linear-by-Linear Association
6.223
b
N of Valid Cases
1
.013
70
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,16. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Keluhan MSDs pekerja (ada keluhan / tidak ada keluhan) For cohort Riwayat penyakit MSDs = ada riwayat For cohort Riwayat penyakit MSDs = tidak ada N of Valid Cases
Lower
Upper
9.818
1.210
79.695
6.706
.960
46.830
.683
.543
.859
70
Exact Sig. (1-sided)
.009
OUTPUT ANALISIS TABULASI SILANG 1.
INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN RESIKO PEKERJAAN Case Processing Summary Cases Valid N
Kategori IMT * Resiko Pekerjaan
Missing
Percent 70
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 70
100.0%
Kategori IMT * Resiko Pekerjaan Crosstabulation Resiko Pekerjaan resiko tinggi Kategori IMT
gemuk
Count % within Kategori IMT
kurus
Count % within Kategori IMT
normal
Count % within Kategori IMT
Total
Count % within Kategori IMT
resiko sedang
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
1.935 1.977 .002
Total
5
5
5
15
33.3%
33.3%
33.3%
100.0%
4
6
2
12
33.3%
50.0%
16.7%
100.0%
11
22
10
43
25.6%
51.2%
23.3%
100.0%
20
33
17
70
28.6%
47.1%
24.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value
resiko ringan
Asymp. Sig. (2-sided) 4 4 1
70
a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,91.
.748 .740 .968
2. INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN KEBIASAAN OLAHRAGA Case Processing Summary Cases Valid N Kategori IMT * Kebiasaan Olahraga
Missing
Percent 70
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Kategori IMT * Kebiasaan Olahraga Crosstabulation Kebiasaan Olahraga kurang Kategori IMT
gemuk
Count % within Kategori IMT
kurus
Count % within Kategori IMT
normal
Count % within Kategori IMT
Total
Count % within Kategori IMT
cukup
Total
14
1
15
93.3%
6.7%
100.0%
11
1
12
91.7%
8.3%
100.0%
25
18
43
58.1%
41.9%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
9.656 11.060 8.360
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.008 .004 .004
70
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,43.
Percent 70
100.0%
3.
INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN RIWAYAT PENYAKIT MSDs Case Processing Summary Cases Valid N
Kategori IMT * Riwayat penyakit MSDs
Missing
Percent 70
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 70
Kategori IMT * Riwayat penyakit MSDs Crosstabulation Riwayat penyakit MSDs ada riwayat Kategori IMT
gemuk
Count % within Kategori IMT
kurus
Count % within Kategori IMT
normal
Count % within Kategori IMT
Total
Count % within Kategori IMT
tidak ada 4
11
15
26.7%
73.3%
100.0%
3
9
12
25.0%
75.0%
100.0%
12
31
43
27.9%
72.1%
100.0%
19
51
70
27.1%
72.9%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
.042 .043 .017
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
Total
.979 .979 .896
70
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,26.
100.0%
OUTPUT ANALISIS MULTIVARIAT
1.
MODEL 1 Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
Usia
-.046
.079
.334
1
.563
.955
.818
1.116
Rokok
-.047
.063
.556
1
.456
.954
.842
1.080
Masa_kerja
-.006
.008
.524
1
.469
.994
.978
1.010
KAT_OR
2.590
.914
8.027
1
.005
13.327
2.221
79.952
KAT_PEKERJAAN
1.321
.613
4.643
1
.031
3.749
1.127
12.472
Riwayat_penyakit
2.767
1.225
5.104
1
.024
15.908
1.443
175.395
-10.163
3.693
7.574
1
.006
.000
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Rokok, Masa_kerja, KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
2.
MODEL 2 Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
Rokok
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
-.046
.063
.540
1
.463
Masa_kerja
-.009
.006
2.766
1
.096
.991
.980
1.002
KAT_OR
2.474
.877
7.965
1
.005
11.868
2.129
66.138
KAT_PEKERJAAN
1.259
.590
4.558
1
.033
3.522
1.109
11.188
Riwayat_penyakit
2.800
1.229
5.196
1
.023
16.450
1.481
182.767
-10.944
3.498
9.790
1
.002
.000
Constant
.955
.844
Upper
a. Variable(s) entered on step 1: Rokok, Masa_kerja, KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
1.080
3.
MODEL 3 Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B
Step 1a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
Masa_kerja
-.009
.006
2.678
1
.102
.991
.980
1.002
KAT_OR
2.511
.866
8.404
1
.004
12.313
2.255
67.224
KAT_PEKERJAAN
1.362
.575
5.612
1
.018
3.905
1.265
12.054
Riwayat_penyakit
2.788
1.215
5.264
1
.022
16.252
1.501
175.924
-11.563
3.395
11.601
1
.001
.000
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Masa_kerja, KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
4. MODEL 4 Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
KAT_OR
2.526
.831
9.236
1
.002
12.504
2.452
63.765
KAT_PEKERJAAN
1.582
.535
8.733
1
.003
4.864
1.704
13.886
Riwayat_penyakit
2.733
1.174
5.415
1
.020
15.381
1.539
153.712
-12.697
3.273
15.051
1
.000
.000
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
5. MODEL TERAKHIR Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
KAT_OR
2.526
.831
9.236
1
.002
12.504
2.452
63.765
KAT_PEKERJAAN
1.582
.535
8.733
1
.003
4.864
1.704
13.886
Riwayat_penyakit
2.733
1.174
5.415
1
.020
15.381
1.539
153.712
-12.697
3.273
15.051
1
.000
.000
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.