PENDAHULUAN Krisis kepemimpinan nasional merupakan satu masalah utama yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia sekarang. Tokoh-tokoh yang merupakan panutan dari masyarakat yang diharapkan dapat maksimal dalam pengelolaan negara kenyataannya malah menunjukan sikap yang tidak pantas. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum pejabat negara adalah merupakan satu dari beberapa indikator bahwa memang krisis kepemimpinan sedang terjadi di negara kita saat ini. Indikator lain yang memperkuat opini bahwa sedang terjadi krisis kepemimpinan adalah tawuran yang dilakukan oleh kaum intelektual seperti mahasiswa yang notabene sebagai kaum terpelajar. Muncul pertanyaan dari penjelasan diatas, apakah ada yang salah dengan pengembangan kepemimpinan yang dilakukan perguruan tinggi. Sebuah komponen penting dari pengembangan kepemimpinan harus terjadi dengan pemuda kita melalui program pengembangan kepemimpinan yang dipersiapkan untuk memenuhi tantangan di masa depan (Blackwell et al, 2007; Engbers, T, 2006). Larson, Wilson, dan Mortimer (2002) menjelaskan bahwa masa depan masyarakat sekarang tergantung atas keberhasilan mereka sendiri dalam menyediakan jalur untuk generasi muda untuk berkembang menjadi satu kontribusi dengan anggota masyarakat. Kepemimpinan melibatkan proses nyata yang membutuhkan bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan atau untuk mempromosikan
perubahan
yang
positif
(Brungardt,
2006)
Pendidikan
kepemimpinan berkonsentrasi pada soft skill. Soft skill yang diajarkan dan dipelajari dalam lingkungan akademik telah menyebabkan perubahan program pendidikan kepemimpinan yang bervariasi. Dalam hal ini khususnya perguruan tinggi (Brungardt et al, 2006; Crawford et al, 2000; Daft, 2002; Funk, 2006). Mengacu pada penelitian yang dilakukan Ricketts, et. al., (2008) pada College of Agricultural Sciences at a land grant institution yang memaparkan bahwa pemimpin generasi baru yang diperlukan tidak hanya untuk membangun kemitraan lokal di komunitas sekarang ini, tetapi untuk menganggap semua posisi kepemimpinan. Mahasiswa S1 dari ilmu pertanian di Universitas menggunakan 1
skala kepemimpinan sosial yang bertanggung jawab (SLRS) untuk menentukan persepsi mereka kepemimpinan menurut delapan konstruk SLRS: kesadaran diri, keserasian, komitmen, kolaborasi, tujuan umum, kontroversi dengan kesopanan, kewarganegaraan dan keberanian melalui perubahan. Hasil menunjukkan kesejajaran kuat dengan konstruksi seperti keserasian, kesadaran diri dan komitmen, dengan sedikit kurang sepakat dalam konstruksi lainnya. Dua isu-isu penting yang diilustrasikan. Pertama, sekarang ini sarjana tampak jauh lebih nyaman dengan keragaman dan konflik daripada dengan sesuatu yang disebut norma. Kedua, membangun kewarganegaraan menyebabkan kurangnya kesadaran dan keinginan untuk berkontribusi terhadap tanggung jawab sipil. Implikasi termasuk perubahan dalam kepemimpinan kurikulum dan pelaksanaan pelayanan pengalaman belajar. Kuesioner yang didapat penulis merupakan replikasi dari Adelman (2006) yang semula 168 pertanyaan menjadi 68 pertanyaan. Penulis terdorong untuk melakukan penelitian serupa pada mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana angkatan 2007 dan 2008 yang diasumsikan telah mendapatkan cukup pelatihan kepemimpinan pada level universitas maupun fakultas. Universitas sebagai tempat pembentukan para intelektual diharapkan dapat menjadi tempat lahirnya pemimpin masa depan yang tidak hanya unggul dari sisi kognitif tetapi juga mempunyai kematangan mental (Subair, 2008). Hal ini sangat sesuai dengan empat tujuan yang menjadi idealisme pendidikan tinggi. Pertama, tujuan menekankan kemampuan untuk memperebutkan kesempatan kerja. Pendidikan akan difokuskan pada memperoleh keterampilan dan pengetahuan khusus supaya unggul dalam bidangnya. Kedua, tujuan menekankan orientasi humanistik. Pendidikan membantu mengembangkan kemampuan penalaran agar bisa mempertanggungjawabkan pernyataan, keyakinan, dan tindakannya. Ketiga, kebiasaan mempelajari secara sistematis apa yang dilakukan dan mulai mengadakan studi terbatas sebagai pendasaran pembentukan pendapat sendiri. Tujuan keempat, menjawab tantangan sosial, ekonomi dan keadilan (Haryatmoko, 2001).
2
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat persepsi mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana tentang tingkat kepemimpinan sosial pada dirinya sendiri. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan refrensi untuk melakukan pengembangan penelitian mengenai kepemimpinan.
LANDASAN TEORI Kerinduan publik terhadap sosok seorang pemimpin yang ideal muncul akibat dari fenomena yang terjadi di negara kita. Lembaga pendidikan berperan secara aktif melalui bermacam program pengembangan kepemimpinannya, yang pada akhirnya diharapkan mampu menjawab kerinduan publik akan sosok seorang pemimpin yang mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Tujuan dari program pengembangan tersebut adalah untuk melahirkan sosok seorang pemimpin yang ideal untuk Indonesia di masa yang akan datang. Pemimpin Menurut Modern Dictionary of Sociology, pemimpin adalah seorang yang menempati peranan sentral atau posisi dominan dan pengaruh dalam kelompok (a person who occupies a central role or position of dominance and influence in a group). Menyerupai dengan definisi diatas, Kartini Kartono (1994) memperjelas definisi diatas dengan menekankan pada penyebab dari peranan, posisi, dan pengaruh dengan merumuskan pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kelebihan dan kecakapan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociology and Related Sciences”, pemimpin dapat dibedakan dalam 2 arti. Pertama adalah Pemimpin arti luas, seorang yang memimpin dengan cara mengambil inisiatif tingkah laku masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi usaha-usaha 3
orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan. Kedua adalah Pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-alat yang menyakinkan, sehingga para pengikut menerimanya secara suka rela. Di dalam situasi seperti ini, tantangan dan tuntutan yang dihadapi organisasi menjadi semakin berat dan kompleks. Peran dari pemimpin (leader) serta faktor kepemimpinan (leadership) di dalam organisasi dirasakan semakin penting. Leadership dan Leader kemudian memperoleh perhatian yang sangat besar serta menjadi objek kajian yang terus menerus dikembangkan. Semua pihak berlomba-lomba mencari untuk menemukan formula yang tepat dan cara terbaik untuk menjadi leader yang baik dan leadership yang andal.
Kepemimpinan Banyak hal yang dituntut dari seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya, namun pada hakekatnya perlu memperoleh gambaran yang jelas tentang seorang pemimpin. Seringkali terjadi salah persepsi tentang istilah pemimpin karena tidak semua orang dapat dikatakan sebagai pemimpin kelompok, karena seorang pemimpin memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan yang bukan pemimpin. Menurut kartini Kartono (1994:181) pemimpin adalah seorang yang memiliki kelebihan sehingga dia memiliki kebebasan dan kewibawaan untuk menggerakan, mengarahkan dan membimbing bawahan. Juga mendapatkan pengakuan serta dukungan dari bawahannya, sehingga dapat menggerakan bawahan ke arah pencapaian tujuan tertentu. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27). Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain: Latar belakang 4
sejarah pemimpin dan kepemimpinan-kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Pengembangan kepemimpinan di Indonesia, dilakukan melalui kurikulum maupun ekstra kurikuler. Untuk kelompok ekstra kurikuler, ada banyak media /organisasi yang dimunculkan oleh berbagai perguruan tinggi sebagai sarana pengembangan kepemimpinan.
Cara
ini didasarkan pada pemikiran bahwa
keberadaan organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi pada dasarnya untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan, penalaran, minat dan kegemaran, dan kesejahteraan dalam kehidupan bermahasiswa. Melalui keterlibatan dalam pengelolaan organisasi kemahasiswaan yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk mahasiswa, potensi mahasiswa akan diasah karena mereka dihadapkan dengan permasalahan yang harus dipecahkan serta kebutuhan mahasiswa. Melalui proses ini skill mahasiswa seperti technical skill, humanistic skill, serta conceptual skill diasah (Andadari, 2010). Meskipun secara teoritis model yang dikembangkan diatas bagus, namun kenyataan belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Memang model diatas telah berhasil meningkatkan kompetensi teknis dari mahasiswa namun miskin dalam pembentukan karakter. Mungkin sinyalemen Tabrina ( dalam Mersiviano, 2009) benar karena sistem pendidikan di Indonesia terlalu menekankan materi yang bersifat hafalan (tidak member ruang bagi pemikiran alternative yang menguji kreativitas dan imajinasi) sehingga pengajaran ini tidak berdampak pada kemampuan kepemimpinan. Pemimpin generasi baru tidak hanya membutuhkan kemampuan untuk membangun kemitraan lokal, tetapi juga harus dapat mendefinisikan semua posisi dalam kepemimpinan. Dengan menggunakan Social Change Model (SCM), diharapkan mahasiswa menjadi orang-orang yang membantu memberikan perubahan positif dalam komunitas mereka. Model ini memandang pemimpin sebagai agen perubahan yang terlibat dalam proyek komunitas.
5
Perubahan Sosial (Social Change) Perubahan sosial merupakan suatu perwujudan dinamika kehidupan sosial. Maka, tentunya untuk mencapai dinamika kehidupan sosial itu, masyarakat selalu mengalami perubahan (http://www.gudangmateri.com/2011/02/pengertian-danbentuk-perubahan-sosial.html). Perubahan dilakukan oleh manusia menuju ke sebuah keadaan baru yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Perubahan dimaksudkan untuk meningkatkan taraf dan derajat kehidupannya, baik secara moral maupun materiil. Seperti yang diungkapkan oleh Ahli sosiologi Selo Soemardjan (2011), perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan
di
dalam
suatu
masyarakat
yang
mempengaruhi sistem sosialnya. Di tengah-tengah masyarakat, kelompok-kelompok sosial yang ada bukanlah sesuatu yang statis atau tetap, melainkan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan yang diperlukan oleh kelompok tersebut. Di antara pengaruh politik negara, pemerintah sekarang memainkan peran yang sangat besar dalam sosial hidup dan perubahan dalam masyarakat. Pengaruh budaya jelas memainkan peranan penting dalam perubahan sosial. Sebagai contoh, fenomena yang terjadi belakangan ini politisi atau kader muda partai politik saat ini menghadapi tantangan kultur parpol dan birokrasi yang “busuk”. Generasi muda yang diharapkan menjadi pemimpin bangsa terkena virus pembusukan moral dan intelektual (Kompas, 21 Mei 2012). Kasus korupsi yang melibatkan sejumlah politisi muda telah mengganggu citra politisi secara luas. Ini perlu ditegaskan agar tidak terjadi pembusukan generasi muda, dan sebaiknya para politisi muda menjadikan ini sebagai cermin untuk evaluasi diri, kalau tidak masyarakat tidak akan pernah percaya lagi pada politisi muda untuk menggeneralisasi (Ahmad, Kompas 21 Mei 2012). Sedikit pemaparan diatas menunjukan sedikit banyaknya kenapa perubahan sosial menjadi penting untuk terjadi. Social Change Model (SCM) didesain untuk meningkatkan perkembangan kualitas kepemimpinan semua peserta/orang-orang yang menduduki/tidak menduduki posisi kepemipmpinan formal dan meningkatkan proses yang inklusif 6
serta secara aktif melibatkan semua yang ingin berkontribusi. Model perubahan sosial kepemimpinan (SCM) menyediakan landasan teoritis untuk pembelajaran yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin (HERI, 1996). Delapan konstruksi inti SCM ditujukan untuk siswa dalam meningkatkan 'kesadaran sendiri dan kemampuan untuk bekerja dengan orang lain (HERI, 1996). Tujuh pertama dari konstruksi ini adalah: kesadaran diri, kongruensi, komitmen, tujuan bersama, kolaborasi, kontroversi dengan kesopanan, dan kewarganegaraan. Konstruksi Kepemimpinan ini berfungsi pada tingkat individu (kesadaran diri, keselarasan, dan komitmen), tingkat kelompok (tujuan yang sama, kolaborasi, dan kontroversi dengan kesopanan), dan tingkat komunitas (kewarganegaraan) (Dugan, 2006). Nilai dari model ini adalah perubahan ke arah yang baik, muncul dari interaksi antara nilai individu, nilai kelompok, dan nilai tingkat komunitas (Dugan, 2006). Model perubahan sosial kepemimpinan dipilih sebagai kerangka kerja untuk penelitian ini karena penerapan yang luas dalam pengembangan kepemimpinan mahasiswa. Karena pendekatan SCM terhadap kepemimpinan terletak pada kerja sama dan menekankan perubahan sosial yang positif, model menguji perkembangan kepemimpinan dari tiga pespektif dan level yang berbeda. •
Individu
: Kualitas personal apakah yang ingin kita tekankan
dan kembangkan pada orang-orang yang berpartisipasi dalam program pengembangan kepemimpinan? Kualitas personal apakah yang saling mendukung fungsi kelompok dan mendorong perubahan kearah yang positif? •
Kelompok
: Bagaimana proses perkembangan kepemimpinan
kolaboratif didesain tidak hanya untuk memfasilitasi perkembangan kualitas individu yang diinginkan, namun juga memberikan perubahan sosial yang positif? •
Sosial/Komunitas
:
Terhadap hasil sosial apakah aktifitas
perkembangan kepemimpinan diarahkan? Aktifitas layanan apakah yang 7
paling efektif untuk memperkuat kelompok dan mengembangkan kualitas personal tiap individu?
Hubungan Model Perubahan Sosial •
Panah a. kesadaran diri merupakan elemen penting untuk membangun tujuan bersama bagi sebuah kelompok. Divisi tenaga kerja harus memahami bakat dan keterbatasan masing-masing anggota. Kontroversi yang sering mendorong solusi inovatif membutuhkan keserasian (keinginan untuk membagi sudut pandang seseorang dengan orang lain bahkan ketika mereka memiliki sudut pandang yang berbeda) dan komitmen (keinginan untuk tetap pada satu kepercayaan walaupun berada dalam kontroversi)
•
Panah b. Masukan dari tiap kelompok akan memperkuat kualitas kesadaran, komitmen, dan keserasian individual ketika kelompok bekerja sama dengan tujuan bersama dan menerima kontrovresi dengan penuh kesopanan.
•
Panah c. Kewarganegaraan dan perubahan positif yang bertanggung jawab akan terjadi ketika semua kelompok bekerja untuk mencapai tujuan bersama dan sopan ketika mengekspresikan perbedaan.
•
Panah d. Kelompok akan sulit menjadi agen perubahan atau memenuhi tanggung jawabnya sebagai warga negara atau komunitas jika para 8
anggota berfungsi secara kompetitif, tidak memiliki tujuan besama, atau jika
mereka
terus
menunjukan
kontroversi
tanpa
sebuah
kesopanan/kesantunan. •
Panah e. Komunitas akan cenderung merespon secara postif usaha individu unutk melayani jika usaha ini diakarkan pada pemahaman diri, integritas, dan komitmen yang tulus. Kewarganegaraan yang bertanggung jawab didasarkan pada pengetahuan diri, keserasian, dan komitmen.
•
Panah f. Individu belajar melalui pelayanan, dan kesadaran dirinya diperkuat melalui realisasi tentang apa yang tidak mampu mereka lakukan. Komitmen juga diperkuat ketika seseorang percaya bahwa dia dapat membuat perubahan. Keserasian diperkuat ketika seseorang menyadari bahwa perubahan positif cenderung terjadi ketika tindakan individu diakarkan pada nilai dan kepercayaan.
Perubahan Keberanian (melalui perubahan) yang dapat dipahami dari pernyataan berikut: "Anda dapat melihat kebutuhan untuk mengubah sesuatu namun butuh keberanian untuk melakukannya." (Astin, 1996). Perubahan, dengan kata lain, adalah sasaran penting dari proses kepemimpinan kreatif untuk menciptakan dunia dan masyarakat yang lebih baik bagi diri pribadi serta orang lain. Individual Value Nilai-nilai pribadi adalah nilai-nilai bahwa seseorang mengembangkan dan menunjukkan pada tingkat kelompok (Astin, 1996). Nilai-nilai pribadi mencakup: •
Kesadaran diri - pengetahuan tentang diri atau kesadaran diri. Berarti menyadari kepercayaan, nilai, sikap, dan emosi yang memotivasi seseorang untuk bertindak.
•
Kesesuaian - berpikir, merasa, dan berperilaku dengan konsistensi; tindakan konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti dan keyakinan. Orang yang memiliki sikap ini adalah orang-orang yang bertindak secara konsisten 9
dengan kepercayaan mereka yang mendalam. Jelasnya, keserasian dan kesadaran personal diri mereka saling tergantung. •
Komitmen - intensitas dan durasi yang berhubungan dengan objek komitmen, melainkan membutuhkan keterlibatan yang signifikan dan investasi. Komitmen adalah energi fisik yang memotivasi individu untuk melayani
dan
mendorong
kerja
sama
kolektif.
Komitmen
mengimplikasikan keinginan, intensitas, dan durasi. Ini diarahkan pada aktivitas kelompok dan hasil yang diinginkan. Tanpa komitmen, pengetahuan diri hanya akan memiliki nilai yang kecil. Dan tanpa pengetahuan diri yang mencukupi, komitmen akan diarahkan pada hal yang salah Group Value Nilai-nilai kelompok dikembangkan dan dinyatakan dalam tingkat kegiatan kepemimpinan kelompok. Nilai-nilai kelompok adalah: • Kolaborasi - nilai yang memandang kepemimpinan sebagai proses kelompok dan berusaha untuk meningkatkan efektivitas kelompok dengan memanfaatkan beberapa bakat individu. Artinya adalah bekerja dengan orang lain dengan usaha yang sama. Ini membentuk nilai landasan kepemimpinan kelompok karena kerja sama akan memperkuat diri dan orang lain melalui kepercayaan. Kerja sama meningkatkan keefektifan kelompok dengan menekankan pada bakat dan perspektif tiap anggota kelompok serta kekuatan perbedaan untuk mendorong munculnya solusi dan tindakan kreatif. • Tujuan Bersama - ketika orang bekerja bersama dalam nilai-nilai bersama. Ini memfasilitasi kemampuan kelompok untuk terlibat dalam analisis kolektif mengenai masalah yang dihadapi dan tugas-tugas pelaksanaan. Tujuan bersama akan tercapai dengan baik ketika semua anggota dalam kelompok memiliki visi yang sama dan berpartisipasi aktif dalam mengartikulasikan
tujuan
dan
kepemimpinan. 10
sasaran
aktivitas
perkembangan
• Kontroversi dengan kesopanan - mengakui bahwa akan ada dalam kelompok apapun perbedaan sudut pandang dan pendapat dan bahwa perbedaan itu harus dimunculkan secara terbuka dan dengan kesopanan dan sopan santun agar dapat diselesaikan dengan hasil kelompok positif. menyadari dua realitas mendasar dari usaha kelompok kreatif: yaitu bahwa perbedaan tidak dapat dihindari, dan perbedaan tersebut harus ditunjukkan tapi dengan cara yang sopan. Kesopanan mengimplikasikan penghargaan terhadap orang lain, keinginan untuk mendengar pendapat orang lain, dan membatasi diri untuk mengkritisi sudut pandang dan tindakan orang lain. Ini dicapai dalam kerangka kerja sama dan ketika tujuan bersma telah teridentifikasi. Kontroversi (konflik, konfrontasi) dapat menhasilkan solusi permasalahan baru yang kratif, khususnya ketika ini terjadi dalam lingkup kesopanan, kerja sama, dan memiliki tujuan yang sama. Society/Community Values Nilai-nilai sosial atau masyarakat adalah nilai-nilai yang menghubungkan individu dan kelompok untuk komunitas mereka. Nilai komunitas adalah: •
Kewarganegaraan - ketika seorang individu bertanggung jawab terhubung ke masyarakat mereka (Komives, Lucas, & McMahon, 1998). Proses dimana individu dan kelompok kolaboratif secara bertanggung jawab terhubung
dengan
komunitas
dan
masyarakat
melalui
aktivitas
perkembangan kepemimpinan. Untuk menajdi warga Negara yang baik dibutuhkan usaha untuk berubah ke arah positif demi orang lain dan komunitas. Kewarganegaraan mengakui kesalingtergantungan semua pihak yang terlibat atau dipengaruhi oleh usaha kerja sama ini. Ini menyadari bahwa tujuan bersama dalam kelompok harus menggabungkan perhatian terhadap hak dan kesejahteraan semua yang mungkin akan terpengaruh oleh usaha kelompok. Kewarganegaan yang baik menyadari bahwa demokrasi yang efektif meliputi tanggung jawab individu dan hak individu. 11
Dari beberapa penelitian, pengukuran akan SCM menggunakan Socially Responsible Leadership Scale (SLRS) untuk mendefinisikan persepsi diri mereka sendiri tentang apa itu kepemimpinan menurut delapan konstruksi SCM. Socially Responsible
Leadership
Scale
dibangun
berdasarkan
penekanan
bahwa
pemahaman melalui klarifikasi nilai-nilai, pengembangan kesadaran diri, kemampuan untuk percaya, kapasitas untuk mendengarkan dan melayani orang lain, kolaboratif pekerjaan dan perubahan untuk kebaikan bersama (Astin, 1996, h.5). Penelitian dengan topik sejenis sudah pernah dibahas, menurut Marisa dalam Binard & Brungardt, (1997); Daugherty & Williams, (1997), menunjukkan bahwa
keterlibatan
dalam
program
berbasis
komunitas
kepemimpinan
menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kepemimpinan siswa dan keterampilan pemecahan masalah. Penelitian telah menunjukkan bahwa partisipasi dalam pendidikan kepemimpinan positif mempengaruhi perkembangan pribadi dan pendidikan para siswa (Cress et al, 2001;. Dugan, 2006). Sebagaimana dicatat oleh Cress et al. (2001, hal 21), peserta dalam program pelatihan menunjukkan pertumbuhan kepemimpinan yang signifikan dalam memahami kepemimpinan dan komitmen, tanggung jawab masyarakat, kepemimpinan keterampilan, dan kesadaran multikultural dan orientasi masyarakat. Binard dan Brungardt (1997) selanjutnya mengevaluasi dampak dari berbagai program kepemimpinan pengembangan kepemimpinan siswa. Mereka meneliti dampak dari variabel-variabel berikut pada hasil kepemimpinan: jenis kegiatan kepemimpinan, keterlibatan dalam satu atau dua kegiatan kepemimpinan, pelatihan kepemimpinan sebelumnya, jenis kelamin, usia, dan etnis. Mereka menyimpulkan bahwa keterlibatan dalam kepemimpinan program dan kegiatan secara signifikan meningkatkan perilaku kepemimpinan siswa. Mereka juga menemukan bahwa mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan kepemimpinan sebelumnya, adalah laki-laki, usia lebih tua dari 24 tahun, dan / atau Hispanik mencapai hasil kepemimpinan terbesar. Dalam penelitian Marisa (1997) menyatakan bahwa skor mahasiswa pada masing-masing konstruksi meningkat antara usia 18 dan 20 dan kemudian 12
menurun antara usia 20 dan 22, menunjukkan hubungan lengkung antara usia dan hasil kepemimpinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur mahasiswa dan nilai mereka pada skala tanggung jawab kepemimpinan sosial. Menurut Dugan (2006) bahwa keterlibatan berhubungan positif dengan tingkat perkembangan. Namun, terlibat terlalu banyak dalam jenis organisasi yang berbeda, disebut di sini sebagai luasnya keterlibatan, adalah berhubungan negatif dengan hasil kepemimpinan. Siswa diminta untuk menunjukkan jika mereka terlibat dalam 21 kategori yang berbeda dari organisasi mahasiswa. Siswa lebih melaporkan keterlibatan dalam intramurals dari daerah lainnya 40% diikuti oleh 36% siswa yang melaporkan keterlibatan dalam klub akademik dan organisasi. Haber (2006) menyatakan bahwa hipotesis satu diidentifikasi bahwa wanita memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada lima dari delapan ukuran hasil termasuk semua nilai sekelompok model. Meskipun efek ukuran kecil, perbedaan ini menyiratkan bahwa siswa berbeda dalam pengembangan kepemimpinan mereka berdasarkan gender. Program dan layanan jenis kelamin mahasiswa mungkin harus berbeda. Mungkin bermanfaat, misalnya, memiliki
program-program
kepemimpinan
untuk
pria,
seperti
lembaga
kepemimpinan seorang laki-laki, yang menekankan kerjasama, mengembangkan tujuan bersama dan tujuan, dan konflik manajemen. Ini juga bisa berarti pelatihan yang berbeda dan program untuk kelompok jenis kelamin yang sama, seperti perkumpulan mahasiswa, dan persaudaraan. Komives et al (2005, 2006) menyatakan bahwa secara keseluruhan dari kedelapan variabel SCM, keterlibatan dalam organisasi akademik / departemen / professional dan / atau kehormatan masyarakat tampaknya memiliki dampak terbesar pada pengembangan kepemimpinan siswa di jumlah konstruksi. Pengalaman keterlibatan tersebut cenderung berfokus pada integrasi kurikuler dan ko-kurikuler pengetahuan, yang dapat membantu untuk memajukan pemikiran kritis siswa keterampilan dan makna pembuatan kemampuan sehingga memajukan pengembangan kepemimpinan mereka. 13
METODOLOGI PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Jenis non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive sampling dan Stratified sampling, adalah teknik penentuan responden untuk tujuan tertentu saja. Dalam teknik, peneliti menentukan kriteria mahasiswa yang akan dipilih menjadi sample yaitu Mahasiswa Registrasi / Mahasiswa Aktif Semester Genap Tahun Akademik 2011 – 2012 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (angkatan 2007 dan 2008) sebanyak 200 responden. Menurut Crocker dan Algina (1986, hlm 322) membahas ukuran yang dikemukan oleh Nunnally serta menambahkan bahwa demi kestabilan informasi, minimal diperlukan 200 responden. Jadi, sekalipun alat ukur mengandung hanya 20 butir, maka minimal diperlukan juga 200 responden. Dengan kata lain, ukuran responden pada uji coba alat ukur adalah 200 atau lebih. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa kuesioner. Sumber data yaitu mahasiswa aktif angkatan 2007 dan 2008. seperti yang terdapat pada tabel berikut ini: Data Mahasiswa Registrasi / Mahasiswa Aktif Semester Genap Tahun Akademik 2011-2012 Tahun Angkatan FAKULTAS
Total
Presentase
Kuesioner Per
2007
2008
165
298
463
32%
32
Fakultas Bahasa dan Sastra
89
137
226
16%
16
Fakultas Science dan
31
56
87
15%
15
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
14
Jumlah Fakultas
Matematika, Fakultas Teknik Elektro Fakultas Pertanian dan Bisnis, Fakultas Biologi, Fakultas
74
97
171
13%
13
43
87
130
10%
10
Fakultas Psikologi
81
108
189
13%
13
Fakultas Hukum
45
69
114
8%
8
69
75
144
10%
10
209
384
593
41%
41
66
536
602
42%
42
Ilmu Kesehatan Fakultas Teologia, Fakultas Seni dan Pertunjukan
Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Fakultas Teknologi dan Informatika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan TOTAL
2719
200
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Ditentukan sampel sebanyak 200 responden dengan total populasi penelitian sebesar 2719. Dengan perkataan lain sampel adalah sebagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dengan teknis perhitungan sampel telah dijabarkan pada point sebelumnya. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer didapat dari penelitian survei yaitu melalui penyebaran kuesioner. Pertanyaanpertanyaan di kuesioner tersebut akan terdiri dari 2 bagian, yaitu : data diri para responden, pengukuran persepsi mahasiswa terhadap kepemimpinan. Kuisioner ini disebarkan kepada mahasiswa aktif tahun angkatan 2007 dan 2008 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Informasi lain yang mendukung diperoleh dari journal-journal dan buku-buku yang relevan terhadap penelitian, serta mencari data-data pendukung lain melalui internet. 15
Teknik Analisis Analisis dalam penelitian ini menggambarkan analisis statistic deskriptif atas jawaban yang diberikan untuk kemudian disajikan dalam bentuk table. Analisis kualitatif digambarkan untuk menguraikan tentang karakteristik dari suatu keadaan dari objek yang diteliti. Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi Jenis kelamin, usia, fakultas, tahun masuk Universitas, asal, suku, hasil studi dalam perkuliahan, dam keaktifan dalam berorganisasi dikampus maupun diluar kampus. Analisis data kualitatif adalah bentuk analisa yang berdasarkan dari data yang dinyatakan dalam bentuk uraian. Data kualitatif ini merpakan data yang hanya dapat diukur secara langsung (Hadi, 2001). Untuk menentukan variabel persepsi kepemimpinan, akan diberikan pernyataan melalui kuisioner. Dan untuk setiap pernyataan akan diberikan skor sesuai tanggapan responden. Jika responden menjawab sangat setuju maka akan diberi skor 5, untuk jawaban setuju akan diberi skor 4, 3 untuk jawaban netral , 2 untuk jawaban tidak setuju, dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Untuk menentukan variabel karakteristik respoden berdasarkan keaktifan dalam organisasi, jika responden menjawab sangat aktif maka akan diberi skor 5, untuk jawaban aktif diberikan skor 4, 3 untuk jawaban cukup, 2 untuk jawaban tidak aktif, dan 1 untuk jawaban sangat tidak aktif. Selanjutnya
untuk
menentukan
variabel
karakteristik
respoden
berdasarkan hasil studi, jika responden menjawab sangat memuaskan akan diberikan skor 5, 4 untuk jawaban memuaskan, 3 untuk jawaban cukup, 2 untuk jawaban kurang memuaskan, dan 1 untuk jawabn sangat kurang memuaskan. Setelah hal di atas dilakukan kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk melihat apakah data yang telah didapatkan valid dan handal. Dalam melakukan uji reliabilitas menggunakan nilai Croncbach Alpha. Jika nilai Croncbach Alpha lebih besar dari 0,6 maka data bisa dikatakan reliable (Ghozali, 2006). Sedangkan uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung 16
dengan r table untuk tingkat signifikansi 5 persen dari degree of freedom (df)= n2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika r hitung > r table maka pertanyaan atau indicator tersebut dinyatakan valid, begitu juga sebaliknya bila r hitung < r table maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak valid (Ghozali, 2006). Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kemudian dilakukan uji krostabulasi dari data untuk mengetahui hubungan antar variabel.
ANALISIS DATA Karakteristik Responden
Karakterisktik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi Jenis kelamin, usia, fakultas, hasil studi, keaktifan dalam organisasi, angkatan. Karakteristik responden tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari table diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden laki-laki sebanyak 64,3% dan jumlah responden perempuan sebanyak 35,7%. Responden laki-laki lebih mendominasi karena kuesioner rata-rata banyak tersebar pada kalangan mahasiswa dari pada mahasiswi. Hal ini kemungkinan disebabkan pada penyebaran angket dengan cara membagi angket sesuai dengan metode pusposive sampling yang telah ditentukan.
17
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari tabel dapat dilihat bahwa range usia responden antara 20-24 tahun, dan paling banyak didominasi oleh usia 22 tahun dengan jumlah responden sebanyak 8,6% dan yang paling sedikit adalah usia 20 tahun dengan jumlah responden sebanyak 5,71%.
18
Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas Fakultas Fakultas Ekonomika dan Bisnis Fakultas Bahasa dn sastra Fakultas Psikologi Fakultas Teknik dan Informatika Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Faluktas Teknik Elekro Fakultas Science dan Matematika, Fakultas Pertanian dan Bisnis, Fakultas Biologi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Frekuensi 33 17 15 44 10 10
Persentase 15,7 8,1 7,1 20,9 4,8 4,8
21
10
Fakultas Teologia, Fakultas Seni dan Pertunjukan
10
4,8
Fakultas Hukum Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
8 42
3,8 20
Total Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
210
100
Dari table dapat dilihat bahwa kelompok Fakultas Tekhnologi dan Informatika merupakan sampel terbesar dengan jumlah responden sebanyak 44 atau 20,9% dari keseluruhan sampel. Ini dikarenakan jumlah rata-rata mahasiswa aktif fakultas teknologi dan informatika angkatan 2007 – 2008 jauh lebih mendominasi dari pada fakultas yang lain. Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Hasil Studi
Frekuensi Sangat Kurang Memuaskan Kurang Memuaskan Cukup Memuaskan Sangat Memuaskan Total Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
19
Persen 3 29 83 82 13 210
1.24 11.93 34.16 33.75 5.35 86.42
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa mahasiswa yang memiliki persepsi hasil Cukup lebih besar dengan jumlah responden sebanyak 34,16%, dan yang mahasiswa dengan persepsi hasil studi yang Sangat Kurang Memuaskan paling sedikit dengan jumlah responden sebanyak 1,24%. Sebagian responden merasa puas dengan hasil studi mereka (dari kategori cukup sampai kategori sangat puas), namun ada sebagian kecil dari mereka yang merasa tidak puas dengan hasil studi mereka (dari kategori kurang memuaskan dan sangat kurang memuaskan) Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Keaktifan dalam Organisasi
Frekuensi Tidak Aktif Kurang Aktif Cukup Aktif Sangat Aktif Total
Persen 11 40 101 51 7 210
4.53 16.46 41.56 20.99 2.88 86.42
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa jumlah mahasiswa yang Keaktifan dalam berorganisasi yang masuk dalam kategori cukup lebih banyak dengan jumlah responden sebanyak 41,56% dan mahasiswa yang masuk dalam kategori sangat aktif mengikuti keorganisasian adalah paling sedikit dengan jumlah responden sebanyak 2,88%. Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Angkatan Angkatan
Frekuensi 88 122 210
2007 2008 Total
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
20
Persentase 41,9 58,1 100
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa dari total responden sebanyak 210 responden, jumlah responden angkatan 2008 dengan jumlah responden sebanyak 58,1% dan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah resonden angkatan 2007 dengan jumlah sebanyak 41,9%. Perbedaan signifikan dari jumlah responden tersebut diduga disebabkan karena banyak dari angkatan 2007 yang sudah lulus sarjana. Uji Kualitas Data
Uji validitas bertujuan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Uji validitas dilakukan setelah penyabaran angket dan dilakukan scoring. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan pada kuisioner tersebut mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Tabel 7 Hasil Pengujian Validitas Pertanyaan
Signifikansi
1
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Komitmen (Commitmen) 0,00 Valid
2
0,00
Valid
3
0,00
Valid
4
0,00 0,00
Valid
5 6
0,00
Valid Valid
7
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Keserasian (congruence) 0,00 Valid
8
0,00
Valid
9
0,00
Valid
10
0,00
Valid
11
0,00
Valid
12
0,00
Valid
21
Keterangan
13
0,00
Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kesadaran Diri (consciousness of Self) 0,00 14 Valid 15
0,00
Valid
16
0,00
Valid
17
0,00
Valid
18
0,00
Valid
19
0,00
Valid
20 21
0,00
Valid
22
0,517 0,00
23
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Perubahan (Change) 0,00 Valid
24
0,00
Valid
25
0,00
Valid
26
0,00
Valid
27
0,00
Tidak Valid Valid
Valid
28
0,00
Valid
29
0,00
Valid
30
0,00
Valid
31
0,00
Valid
32
0,00
Valid
33
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kolaborasi (collaboration) 0,00 Valid
34
0,00
Valid
35
0,00
Valid
36
0,00
Valid
37
0,00
Valid
38
0,00
Valid
39
0,00
Valid
40
0,00
Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Tujuan Bersama (common Purpose) 0,00 41 Valid 0,00 42 Valid
22
43
0,00
Valid
44
0,00
Valid
45
0,00
Valid
46
0,00
Valid
47
0,00
Valid
48
0,00
Valid
0,00
49 Valid Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kontroversi dengan Kesopanan (controversy with civility) 0,00 50 Valid 51
0,00
Valid
52
0,00
Valid
53
0,00
Valid
54
0,00
Valid
55
0,00
Valid
56
0,00
Valid
57
0,00
Valid
58
0,00
Valid
59
0,001
Valid
60
0,00
Valid
61
Persepsi Mahasiswa atas Variable Kewarganegaraan (Citizenship) 0,00 Valid
62
0,00
Valid
63
0,00
Valid
64
0,00
Valid
65
0,00
Valid
66
0,00
Valid
67
0,00
Valid
68
0,00
Valid
Menurut Ghozali (2006) dengan menggunakan Pearson Correlation, data dikatakan Valid dinyatakan valid pada taraf 5% jika mempunyai signifikansi di bawah 0,05. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk setiap indicator pertanyaan telah lulus dalam pengujian validitas, kecuali indikator pertanyaan ke 23
21 karena tingkat signifikansi yang dihasilkan di atas 0,05. Sehingga satu indikator tersebut tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Uji Reabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk dan suatu kuisioner dikatakan reliabel apabila jawaban seseorang terhadap pertanyaan dalam suatu kuisioner adalah konsisten dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini pengujian reliabilitas akan menggunakan Cronbach’s Alpha. Tabel 8 Hasil Pengujian Reliabilitas No
Variabel
Cronbach's Alpha
N of Items
1
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Komitmen (Commitmen)
0,8
7
Reliabel
2
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Keserasian (congruence)
0,79
8
Reliabel
3
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kesadaran Diri (consciousness of Self)
0,75
10
Reliabel
4
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Perubahan (Change)
0,72
10
Reliabel
5
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kolaborasi (collaboration)
0,79
11
Reliabel
6
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Tujuan Bersama (common Purpose)
0,78
10
Reliabel
7
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kontroversi dengan Kesopanan (controversy with civility)
0,71
12
Reliabel
8
Persepsi Mahasiswa atas Variable Kewarganegaraan (Citizenship)
0,78
9
Reliabel
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
24
Keterangan
Menurut Ghozali (2006) nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka pertanyaanpertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut adalah “reliabel”. Dari table diatas menunjukan bahwa kedelapan varibel tersebut mempunyai alpha yang lebih besar dari 0,6 sehingga dapat dikatakan semua konsep pengukur variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Untuk selanjutnya item-item pada masing-masing konsep variabel tersebut layak digunakan sebagai alat ukur dalam pengujian statistik. Persepsi mahasiswa terhadap perubahan Tabel 9 Dorongan Terhadap Perubahan Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel DORONGAN TERHADAP PERUBAHAN Variable pertanyaan ke pertanyaan M SD DORONGAN TERHADAP 4,44 PERUBAHAN (COURAGE 23 Saya terbuka terhadap ide-ide baru THROUGH CHANGE) 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Saya dapat mengidentifikasi perbedaan antara perubahan positif dan negatif. Perubahan akan membawa kehidupan baru ke organisasi. Saya tidak sulit memulai cara-cara baru dalam memandang sesuatu. Ada semangat dalam melakukan sesuatu dengan cara baru. Saya mencari cara baru untuk melakukan sesuatu Saya bekerja dengan baik dalam lingkungan yang selalu berubah-ubah Perubahan membuat saya tidak nyaman Masa Peralihan membuat saya tidak nyaman Saya merasa frustrasi dalam melakukan sesuatu dengan cara baru.
RATA-‐RATA
0,69
4,32
0,71
4,10
0,88
4,05
0,90
4,22
0,73
3,92
0,86
3,73
0,88
2,66 2,79 2,64
0,95 1,03 1,00
3,69
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel Dorongan Terhadap Perubahan diatas dapat kita lihat secara keseluruhan, responden baik dalam membuka diri untuk ide-ide baru, pengidentifkasian perbedaan antara perubahan positif dan negative (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Selain itu responden juga tidak terlalu kesulitan dalam memandang sesuatu, ada semangat untuk melakukan sesuatu, dan selalu bekerja dengan baik dilingkungan yang selalu berubah-ubah. Akan tetapi, sebagian kecil responden kurang nyaman ketika menerapkan perubahan itu sendiri. Seperti 25
kurang nyaman dengan adanya perubahan, tidak nyaman dengan masa peralihan, dan selalu frustasi dalam melakukan sesuatu dengan cara baru. Itu artinya sebagian kecil responden tersebut telalu nyaman dalam zona aman mereka dan mereka tidak mau terlalu ambil resiko untuk menghadapi suatu situasi perubahan yang nantinya akan membawa dampak kepada kehidupan mereka. Individual Value Persepsi mahasiswa terhadap kesadaran diri Tabel 10 Kesadaran Diri Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KESADARAN DIRI Variable pertanyaan ke pertanyaan M Hal-hal yang menggairahkan untuk saya KESADARAN DIRI 14 adalah memiliki prioritas dalam hidup saya. (CONSCIOUSNESS OF SELF) 15 Saya paham diri saya cukup baik
SD
16 Saya bisa menggambarkan kepribadian saya. 17 18 19
Saya mampu mengidentifikasikan dengan jelas prioritas saya. Saya leluasa mengekspresikan diri. Saya dapat menggambarkan bagaimana saya sama dengan yang lain. Saya biasanya percaya diri Refleksi diri menjadi hal yang sulit bagi saya. Saya seseorang yang rendah hati
20 21 22 RATA-‐RATA
4,33
0,72
4,11 4,09
0,81 0,83
4,14
0,82
4,12 3,56
0,95 0,92
3,84 2,79 4,17 3,91
1,00 0,99 0,88
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari
variabel
kesadaran
diri
diatas,
menunjukan
bahwa
secara
keseluruhan, responden baik dalam semua aspek pernyataan tersebut. Responden memiliki prioritas untuk sesuatu yang kira-kira menggairahkan untuk mereka, pemahaman
yang
baik
terhadap
diri
sendiri,
memiliki
kemampuan
mengidentifikasi prioritas mereka, leluasanya mereka dalam mengekspresikan diri, kerendahan hati, dan mereka dapat menggambarkan bagaimana mereka itu adalah sama dengan rekan yang lain. (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Ini dapat memotivasi dari masing – masing individu untuk bertindak ke arah yang lebih positif. Akan tetapi dalam hal refleksi diri menjadi hal yang sangat susah untuk beberapa/sebgaian kecil respoden. Itu menandakan bahwa sebagian kecil responden tersebut masih kesulitan dalam hal melakukan penginstropeksian untuk diri mereka sendiri. 26
Persepsi mahasiswa terhadap keserasian Tabel 11 Keserasian Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KESERASIAN Variable pertanyaan ke pertanyaan M 7 Dilihat sebagai orang yang berintegritas adalah penting bagi saya. KESERASIAN (CONGRUENCE) 8 Sangat mudah bagi saya untuk berkata jujur. 9 Saya bukan orang yang suka berpura-pura
SD
4,25
0,86
10 Tindakan saya sesuai dengan nilai-nilai
4,06 4,17 4,20
0,82 0,77 0,78
11 Perilaku saya mencerminkan keyakinan saya. 12 Penting bagi saya untuk bertindak sesuai
4,16 4,33
0,77 0,73
4,27
0,75
keyakinan saya.
keyakinan saya. 13 Perilaku saya sejalan dengan kepercayaan
saya.
4,20
RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel Keserasian diatas menunjukan menunjukan bahwa secara keseluruhan pernyataan diatas mencerminkan bagaimana responden seperti dilihat sebagai seseorang yang mempunyai integritas adalah sangat penting, mudahnya untuk mengatakan sesuatu yang sebenarnya, tidak suka pura-pura, tindakan yang dilakukan sesuai dengan keyakinan mereka, pentingnya bertindak sesuai dengan keyakinan mereka, dan prilaku mereka selalu sejalan dengan kepercayaan mereka (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Ini menandakan bahwa responden memiliki sikap dan bertindak secara konsisten dengan kepercayaan mereka yang mendalam. Mereka selalu berpegang teguh dengan sesuatu yang mereka yakini. Persepsi mahasiswa terhadap komitmen Tabel 12 Komitmen Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KOMITMEN Variable pertanyaan ke pertanyaan M 1 Saya bersedia mencurahkan waktu dan tenaga Komitmen (Commitmen)
SD
4,55
0,57
4,27
0,74
4,45
0,65
4,16 4,26
0,84 0,73
4,36 4,34
0,68
untuk hal-hal yang penting bagi saya.
2 3 4 5 6
Saya dapat diandalkan untuk melakukan tugas yang diberikan kepada saya. Saya meyakini sesuatu yang menurut saya benar Saya selalu menepati janji. Saya tetap bersama dengan rekan-rekan kelompok melalui masa-masa sulit. Saya fokus pada tanggung jawab saya
RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
27
Dari variabel komitmen diatas menunjukan bahwa secara keseluruhan responden menunjukan hasil yang baik dalam setiap pernyataan. Mereka bersedia mencurahkan waktu dan tenaga untuk sesuatu yang mereka anggap penting. Mereka merasa dapat diandalkan untuk melakukan tugas yang dibebankan kepada mereka. Cukup menunjukan kepercayaan diri dengan meyakini sesuatu yang mereka anggap benar, selalu menepati janji, fokus terhadap tanggung jawab masing-masing, dan loyalitas tinggi terhadapa kelompok dalam melalui masamasa sulit (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Ini dapat diartikan bahwa setiap individu mempunyai motivasi untuk melayani dan mendorong kerja sama kolektif yang nantinya semua diarahkan pada aktifitas kelompok dan hasil akhir yang diinginkan oleh kelompok. Secara keseluruhan dari nilai individu dapat dijelaskan bahwa reaksi siswa baik keserasian dan komitmen menggambarkan bahwa saat ini mahasiswa memiliki sikap yang cukup baik, dan ciri-ciri penting yang diperlukan untuk kepemimpinan yang berorientasi pada perubahan adalah seseorang yang berintegritas, jujur dan menjadi dirinya sendiri/tidak suka berpura-pura. Mahasiswa tampak memahami bakat dan keterbatasan dari diri mereka masingmasing. Tetapi terkadang sulit bagi sebagian kecil dari mereka untuk mengkoreksi diri sendiri yang nanti lebih akan berguna untuk perkembangan kepribadian mereka sendiri. Bahkan lebih jauh, dengan menyatakan komitmen untuk melakukan bagian mereka dan menahan diri dalam berbagai situasi, lebih lanjut menunjukkan bahwa mahasiswa bertindak di bawah sebuah arah dan tujuan moral yang baik, setidaknya ketika itu berlaku untuk situasi kepemimpinan. Hal ini perlu di dorong dan harus terus ditambah dengan kursus dan seminar dan melibatkan para mahasiswa dalam pendidikan moral dan etika kepemimpinan, dan aktif dalam
mengejar isu-isu seperti etika pengambilan keputusan dan
menangani dilema keetisan dalam situasi kehidupan nyata.
dengan
Dengan tingkat
kesadaran diri yang tinggi, disadari bahwa kepercayaan diri yang baik, sikap yang baik, dan emosi dalam melakukan sesuatu yang mereka anggap penting dan menarik bagi mereka adalah sesuatu yang memotivasi diri untuk bertindak dan melakukan sesuatu yang tentunya berorientasi ke arah yang lebih positif. 28
Group Value Persepsi mahasiswa terhadap kolaborasi Tabel 13 Kolaborasi Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KOLABORASI Variable pertanyaan ke pertanyaan Saya dilihat sebagai seseorang yang mampu KOLABORASI 33 (COLLABORATION) bekerja baik dengan orang lain.
Saya selalu mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Saya bisa membuat sesuatu secara berbeda 35 ketika saya mengerjakan tugas dengan orang lain Orang Lain akan menggambarkan saya 36 sebagai anggota kelompok yang kooperatif. Saya menikmati bekerja dengan orang lain 37 untuk mencapai tujuan bersama. 34
38 Kolaborasi memberikan hasil yang lebih baik.
Kontribusi saya dalam perkembangan
M
SD
3,92
0,80
4,13
0,75
3,93
0,83
3,94
0,87
4,28
0,74
4,30
0,76
4,07
0,85
4,27 4,11
0,81
39 organisasi diakui oleh orang lain dalam
kelompok saya . 40 Saya bisa mempercayai rekan kerja saya RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel kolaborasi diatas secara keseluruhan menunjukan hasil yang baik dengan respoden mampu bekerja dengan baik dengan orang lain, mendengarkan apa yang orang lain katakan, dan membuat perbedaan ketika bekerjasama. Mahasiswa sangat setuju ketika ditanya tentang dinamika kelompok penting jika kolaborasi menghasilkan hasil yang lebih baik, jika kontribusi mereka diakui dan akhirnya mereka dapat mempercayai rekan tim sesame (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Jelas, ini kolaborasi mahasiswa dianggap penting ketika membahas kepemimpinan yang efektif. Dengan ini, mereka tentu setuju bahwa kolaborasi meningkatkan keefektifan kelompok dengan menekankan pada bakat dan perspektif setiap anggota kelompok serta kekuatan perbedaan untuk mendorong munculnya solusi dan tindakan kreatif.
29
Persepsi mahasiswa terhadap tujuan bersama Tabel 14 Tujuan Bersama Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel TUJUAN BERSAMA Variable pertanyaan ke pertanyaan M TUJUAN BERSAMA (COMMON PURPOSE)
41 42 43 44 45 46
Menurut saya sangat penting untuk mengembangkan arah bersama di kelompok agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan Saya ikut berperan aktif pada pencapaian tujuan kelompok. Saya mendukung apa yang kelompok ingin capai. Saya tahu tujuan dari kelompok saya. Saya pikir penting untuk mengetahui prioritas orang lain. Saya akan bekerja dengan baik jika saya tahu nilai-nilai bersama dalam kelompok
SD
4,39
0,71
4,34
0,71
4,36
0,66
4,29 4,01
0,72 0,97
4,19
0,81
4,37
0,64
4,34
0,79
4,20
0,83
47 Saya berkomitmen terhadap tujuan bersama
dalam kelompok dengan saya menjadi anggota Nilai kebersamaan akan mengendalikan 48 organisasi Saya telah membantu membentuk misi 49 kelompok.
4,28
RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel tujuan bersama diatas menunjukan hasil yang baik dengan mengindikasikan
bahwa
mahasiswa
setuju
dengan
pentingnya
untuk
mengembangkan visi bersama dalam kelompok agar segala pekerjaan dapat terselesaikan, selalu berperan aktif dalam pencapaian tujuan kelompok. Juga ditemukan pentingnya pengetahuan mereka sendiri akan tujuan dari kelompok, penting untuk mengetahui prioritas orang lain dalam satu kelompok, berkomitmen terhadap tujuan bersama (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Selain itu, menurut mereka nilai-nilai kebersamaan akan mengendalikan arah dari organisasi tersebut, dan mereka sangat yakin mereka telah benar-benar membantu dalam pencapaian misi kelompok. Ini artinya mereka sependapat dengan pernyataan bahwa tujuan bersama akan tercapai dengan baik ketika semua anggota dalam kelompok memiliki visi dan misi yang sama dan berpartisipasi secara aktif dalam mengartikulasikan tujuan dan sasaran aktifitas perkembangan kepemimpinan.
30
Persepsi mahasiswa terhadap kontroversi dengan kesopanan Tabel 15 Kontroversi Dengan Kesopanan Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KONTORVERSI DENGAN KESOPANAN Variable pertanyaan ke pertanyaan M SD KONTROVERSI DENGAN KESOPANAN (CONTROVERSI WITH CIVILITY)
50 Saya terbuka dengan pendapat orang lain
51
Saya menghargai pendapat orang lain dari pada pendapat saya sendiri
52
Saya menghargai perbedaan dengan orang lain Mendengar perbedaan pendapat akan 53 memperkaya pemikiran saya 54 55 56 57 58 59 60
Saya biasa sharing pendapat dengan orang lain Kreatifitas dapat datang dari sebuah konflik Keharmonisan dapat muncul dari sebuah perselisihan Saya nyaman dengan sebuah konflik Saya kurang nyaman dengan orang yang tidak sependapat dengan saya Ketika ada konflik antara dua orang, salah satu akan menang dan yang lain akan kalah Saya akan berjuang ketika anggota kelompok memiliki pendapat yang berbeda dari saya
RATA-‐RATA
4,37
0,65
3,93
0,82
4,28
0,68
4,40
0,67
4,22
0,85
3,73 3,45
1,00 1,08
2,46 2,64
1,16 1,08
3,12
1,06
3,83
0,89
3,67
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel kontroversi dengan kesopanan diatas sebagian besar responden menunjukan hasil yang baik seperti terbuka untuk ide orang lain, menghormati pendapat yang beragam, dan menghargai perbedaan pendapat dengan yang lain menunjukkan bahwa responden relatif nyaman dengan perbedaan dan pendapat yang tidak mereka sendiri, karena menurut mereka mendengar perbedaan pendapat akan memperkaya pemikiran mereka. Ditemukan juga bahwa berbagi pendapat dengan orang lain sering mereka lakukan (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Meskipun terllihat adanya penurunan pada pernyataan kreatifitas datang dari sebuah konflik, ketika ada konflik, satu sisi bisa dikatakan sebagai pemenang dan satu lagi dikatan sebagai yang kalah, dan mereka akan mempertahankan pendapat yang mereka anggap benar ketika terjadi perbedaan degnan orang lain, akan tetapi pernyataan bahwa mereka nyaman dengan sebuah konflik, dan mereka kurang nyaman dengan orang yang tidak sependapat dengan mereaka jauh menunjukan perbedaan yang signifikan. Itu mengindikasikan bahwa 31
sebagian kecil dari responden tersebut tindak mengindikasikan penghargaan terhadap orang lain, ketidakinginan mendengarkan perbedaan pendapat dari orang lain dan tidak membatasi diri untuk mengkritisi sudut pandang dan tindakan orang lain yang jelas bertentangan dengan pendapat mereka. Secara keseluruhan dari nilai kelompok, kolaborasi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dalam proses kepemimpinan dengan mengidentifikasi tujuan yang sama dan visi dalam kelompok. Mahasiswa juga mengiyakan bahwa keakraban dengan orang lain dalam kelompok serta tujuan kelompok secara keseluruhan adalah diperlukan untuk interaksi kepemimpinan yang sukses. Ini dianggap sebagai sesuatu hal yang penting ketika berasumsi tujuan bersama akan tercapai dengan baik ketika semua anggota dalam kelompok memiliki visi dan misi yang sama dan berpartisipasi secara aktif dalam mengartikulasikan tujuan dan sasaran aktifitas perkembangan kepemimpinan. Reaksi responden terhadap kontroversi dengan kesopanan. Menjadi terbuka untuk ide orang lain, mengekspresikan kenyamanan dengan keragaman perbedaan, dan konflik. Akan tetapi ada sebagian kecil dari responden tersebut tidak mengindikasikan penghargaan terhadap orang lain, ketidakinginan mendengarkan perbedaan pendapat dari orang lain dan tidak membatasi diri untuk mengkritisi sudut pandang dan tindakan orang lain yang jelas bertentangan dengan pendapat mereka Ini sudah menggambarkan perkembangan kea rah yang lebih baik dari banyak mahasiswa saat ini. Mengambil sekelompok mahasiswa untuk melakukan pelayanan masyarakat dan kemudian merefleksikan pengalaman di daerah yang sangat berbeda dari pengaturan universitas adalah salah satu contoh dari kegiatan yang dapat mendorong keterbukaan terhadap keragaman dan kenyamanan dengan konflik selama pembentukan kelompok.
32
Social/Community Value Persepsi mahasiswa terhadap kewarganegaraan Tabel 16 Kewarganegaraan Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KEWARGANEGARAAN Variable pertanyaan ke pertanyaan M Saya memiliki kekuatan untuk membuat KEWARGANEGARAAN 61 (CITIZENSHIP) perbedaan dalam kelompok saya. 62 63 64 65 66
67 68
Saya bersedia melakukan sesuatu demi orang lain Saya berpartisipasi dalam kegiatan yang berguna untuk kebaikan bersama. Saya percaya saya memiliki tanggung jawab terhadap kelompok saya. Saya berikan waktu untuk membuat orang lain berubah. Saya menghargai kesempatan yang memungkinkan saya untuk berperan aktif pada kelompok saya. Saya percaya saya memiliki tanggung jawab sebagai warga negara untuk masyarakat yang lebih besar. Saya bekerja dengan orang lain untuk membuat kelompok saya menjadi lebih baik
RATA-‐RATA
SD
3,71
0,89
4,05
0,70
4,22
0,72
4,30
0,69
4,17
0,77
4,29
0,69
4,22
0,78
4,25
0,74
4,15
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel Kewarganegaraan diatas. mahasiswa setuju dengan pernyataan dalam konstruksi ini. Hanya disini ada penurunan sedikit pada pernyataan bahwa mereka kurang sepakat memiliki kekuatan untuk membuat perbedaan dalam komunitas mereka, tetapi mereka percaya mereka memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kelompoknya, dan mereka berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang bekerja menuju kebaikan bersama (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Ini menandakan bahwa sedikit sekali dari mereka kurang percaya diri bahwa mereka memiliki kekuatan yang dapat membawa perubahan dalam kelompok akan tetapi mereka menyadari bahwa untuk menjadi warga negara yang baik dibutuhkan usaha untuk berubah ke arah positif demi orang lain dan komunitas mereka. Jadi secara garis besar, responden sependapat bahwa kewarganegaraan yang baik menyadari bahwa demokrasi yang efektif meliputi tanggung jawab individu dan hak individu. 33
Secara
keseluruhan
dari
nilai
sosial,
dapat
ditarik
kesimpulan,
kewarganegaraan dan keberanian melalui perubahan, mahasiswa mengatakan mereka cenderung terbuka untuk ide-ide baru dan mampu mengidentifikasi perubahan secara positif atau negatif, sayangnya mereka kurang nyaman dengan menerapkan suatu perubahan. Ketidaknyamanan dengan masa peralihan, frustasi dalam melakukan sesuatu dengan cara baru menunjukan bahwa ada sebagian kecil dari mahasiswa belum siap keluar dari zona kenyamanan mereka. Tanggung jawab kewarganegaraan didasarkan pada proses dimana individu dan kelompok secara
kolaboratif
bertanggung
jawab
melalui
aktifitas
perkembangan
kepemimpinan. Menjadi negara yang baik dibutuhkan usaha unutk berubah kearah positif demi orang lain. Dan mahasiswa menunjukan sesuatu yang baik dari hasil pernyataan akan nilai kewarganegaraan. Mahasiswa menyadari bahwa adanya saling ketergantungan satu sama lain untuk menunjukan perkembangan kepemimpinan ke arah yang lebih baik dari yang sebelumnya. Persepsi Kepemimpinan Mahasiswa Terhadap Perubahan Tabel 17 Persepsi Kepemimpinan Mahasiswa terhadap Perubahan
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
34
Dari tabel dapat dilihat mahasiswa UKSW yang setuju bahwa dirinya memiliki persepsi kepemimpinan yang baik sebesar 60,5%. Sedangkan mayoritas responden ditinjau dari dorongan terjadi perubahan, yaitu netral terhadap adanya perubahan sebesar 39%. Ini dapat diartikan bahwa walaupun mahasiswa setuju dirinya memiliki persepsi kepemimpinan yang baik, belum tentu dirinya melakukan perubaha kearah yang lebih baik. Hal ini mungkin disebabkan karena mahasiswa UKSW baik dalam membuka diri untuk ide-ide baru, pengidentifkasian perbedaan antara perubahan positif dan negative (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Selain itu responden juga tidak terlalu kesulitan dalam memandang sesuatu, ada semangat untuk melakukan sesuatu, dan selalu bekerja dengan baik dilingkungan yang selalu berubah-ubah. Akan tetapi, sebagian kecil mahasiswa UKSW kurang nyaman ketika menerapkan perubahan itu sendiri. Seperti kurang nyaman dengan adanya perubahan, tidak nyaman dengan masa peralihan, dan selalu frustasi dalam melakukan sesuatu dengan cara baru. Itu artinya sebagian kecil mahasiswa UKSW tersebut telalu nyaman dalam zona aman mereka dan mereka tidak mau terlalu ambil resiko untuk menghadapi suatu situasi perubahan yang nantinya akan membawa dampak kepada kehidupan mereka. Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari hasil studi Tabel 18 Hasil Studi dan Variabel Kepemimpinan.
35
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki hasil studi yang cukup memuaskan dan memuaskan yaitu sebesar 39% dan 39,5%. Ini sejalan dengan penelitian Paige Haber (2006) dalam Williams & Winston (1985) yang mana hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam terorganisir mahasiswa kegiatan atau organisasi memiliki skor yang tinggi pada subtasks dari saling ketergantungan dan mengembangkan rencana gaya hidup dewasa dibandingkan dengan siswa yang tidak terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan yang terorganisir atau organisasi. Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari keaktifan Tabel 19 Keaktifan dan Variabel Kepemimpinan
Note: TA (Tidak Aktif), KA (Kurang Aktif), C (Cukup), A (aktif), SA (Sangat Aktif)
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam hal keaktifian yang cukup aktif yaitu sebesar 48,1% dan mahasiswa yang setuju terhadap persepsi kepemimpinan dalam dirinya sebesar 60.5% Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Paige Haber (2006) dalam Williams & Winston (1985) yang mana hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam terorganisir mahasiswa kegiatan atau organisasi memiliki skor yang tinggi pada subtasks dari saling ketergantungan dan mengembangkan rencana gaya hidup dewasa dibandingkan dengan siswa yang tidak terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan yang terorganisir atau organisasi. 36
Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari jenis kelamin Tabel 20 Jenis Kelamin dan Kepemimpinan
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden ditinjau dari jenis kelamin adalah laki - laki yaitu sebesar 64,3% . Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara laki-laki dan perempuan terhadap kepemimpinan . Ini sejalan dengan penelitian Eklund-Leen & Young (1997). Analisis lebih lanjut dalam penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara pria dan perempuan untuk kampus dan tindakan keterlibatan masyarakat dan juga diperkuat lagi dengan penelitian Paige Haber (2006) bahwa adanya perbedaan wanita dibandingkan lakilaki. Meskipun efek ukuran kecil, perbedaan ini menyiratkan bahwa siswa berbeda dalam pengembangan kepemimpinan mereka berdasarkan gender.
37
Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari fakultas Tabel 21 Fakultas dan Kepemimpinan
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden ditinjau dari fakultas adalah fakultas teknik informatika yaitu sebesar 21% Hal ini diduga disebabkan karena dominasi jumlah mahasiswa fakutas tersebut paling tinggi diantara fakultas yang lain, sehingga dalam penentuan pendistribusian angket, fakultas Teknik Informatika mendapat porsi yang paling tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan dari nilai pada tingkat individu, berdasarkan aspek kesadaran diri, keserasian, dan komitmen mahasiswa memiliki kualitas personal yang baik pada setiap aspek nilai individu. Pada tingkat kelompok berdasarkan aspek kolaborasi, tujuan bersama, dan kontrovresi dengan kesopanan, mahasiswa memiliki kualitas kepemimpinan kolaboratif yang baik pada setiap aspek nilai kelompok. Sedangkan tingkat sosial pada aspek kewarganegaraan mahasiswa memiliki kualitas aktifitas perkembangan sosial yang baik. 38
Selain itu mahasiswa UKSW cukup aktif dalam mengikuti kegiatan, puas dengan hasil studi dan setuju bahwa dirinya memiliki persepsi kepemimpinan yang baik, namun sebagian mahasiswa UKSW belum memiliki keberanian dalam dirinya untuk melakukan perubahan. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah kuesioner yang pada data demografis responden terlalu subjektif. Dalam penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa dengan kategori angkatan hanya untuk tahun 2007 dan 2008. Peneliti tidak menambahkan variabel penelitian lain seperti variabel usia dan variabel etnis seperti variabel yang ditemukan pada penelitian sebelumnya. Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini antara lain : 1.
Penelitian mendatang diharapkan data demografis responden dalam kuesioner bias lebih objektif. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti juga berharap untuk menambahkan variabel penelitian lain seperti variabel usia dan variabel etnis seperti pada penelitian sebelumnya.
2.
Hendaknya mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana dapat lebih berani untuk menuju perubahan terhadap persepsi kepemimpinan akan dirinya sendiri. Sehingga hal tersebut dapat membantu mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana menjadi seorang pemimpin di masa yang akan datang.
3.
Hendaknya Universitas Kristen Satya Wacana maupun fakultas – fakultas didalamnya mengembangkan model kepemimpinan yang dapat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi mahasiswa untuk melakukan perubahan terhadap kepemimpinanya.
39
DAFTAR PUSTAKA Adelman, Marisa., 2007: "Student Involvement And Leadership Development At A Private, Women's Catholic College". A Thesis Submitted to the Graduate College of Bowling Green State University in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master Of Arts May 2007 Andadari, Kities, Roos (2011). Mencari Model Pengembangan Pemimpin Masa Depan Untuk Indonesia Universitas Kristen Satya Wacana Astin, H. (July-August 1996). Leadership for social change. About Campus, 1-7. Brungardt, Christie, Ph.D. 2011. Journal of Leadership "The Intersection Between Soft Skill Development and Leadership Education" studies at a Midwestern regional university. Volume 10, Issue 1 – Winter 2011 Binard, K., & Brungardt, C. (1997). Learning leadership: Assessing students at the Community College of Denver. Journal of Leadership Studies, 4(4), 128140. Blackwell, C., Cummins, R., Townsend, C. D., & Cummings, S. (2007). Assessing perceived student leadership skill development in an academic leadership development program. Journal of Leadership Education, 6(1), 39-58. Crawford,C.B., 2000. Effects of transformational leadership and organizational position on knowledge management Engbers, T. A. (2006). Student Leadership Program Model Revisited. Journal of Leadership Education Daft, R.L.,2002. Leadership Experience Diana Leat. 2005. Theories of Social Change. Januari 2005 D.Y.P. Leung, T. Ha, L. Yeung, 2007."Factor Structure And Reliability Of The Socially Responsible Leadership Scale In A Sample Of Hong Kong First Year Undergraduate Students". Undergraduate Programs At A Research Intensive University In Hong Kong Dugan, P, John, Ph.D., 2008. The Research Journal of the Association of Fraternity Advisors, "Exploring Relationships Between Fraternity And Sorority Membership And Socially Responsible Leadership. (vol.3)
40
Dugan, P, John., 2006. Involvement and Leadership: A Descriptive Analysis of Socially Responsible Leadership, Journal of College Student Development Volume 47, Number 3, May/June 2006, pp. 335-343 Hakim, A.R. 2010. Pengaruh Kepribadian, Sikap, Dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Kreatif Dalam Organisasi (Studi Pada Organisasi Kreatif Di Kota Semarang). skripsi UNDIP 28 Feb 2011 Higher Education Research Institute (1996). A Social Change Model of Leadership Development: Guidebook Version III. Los Angeles: The Regents of the University of California. Higher Education Research Institute. (1996). A social change model of leadership development: Guidebook version III. College Park, MD: National Clearinghouse For Leadership Programs. Humphreys, Jeanne, Melanie, 2007. Predictors of socially responsible leadership application of the social change model to an eastern european undergraduate population. azusa Pacific University (desertaion) Kaufman, K, Erick., Rudd, D, Rick., 2006. Journal of Leadership Education "Rural Leadership Development: A Synthesis of Research". rural leadership development was Cambridge Scientific Abstracts (CSA). Volume 5, Issue 3 Winter 2006 Mulyadi, Yadi, M.Pd., 2008. Strategi Belajar Di Perguruan Tinggi, Disampaikan pada Kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa (LDKM) Yang Diselenggarakan oleh Association des Etudiants de la Section Française (AESF-Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis). Journal tanggal 25 oktober 2008 Paige Haber, Master of Arts. 2006. Cocurricular Involvement, Formal Leadership Roles, And Leadership Education: Experiences Predicting College Student Socially Responsible Leadership Outcomes. Thesis submitted to the Faculty of the Graduate School of the University of Maryland, College Park in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master of Arts 2006 Prasetio, Hervin., 2011. "Analisis Pengaruh Kepemimpinan Yang Berorientasi Perubahan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan: Iklim Kerja Sebagai Variabel Mediating" Skripsi UNDIP 18 Feb 2011. Rosch, David., Joseph, L, Dana., Newman, Daniel., 2011. Juornal of leadership education, "The Overlap Between Emotional Intelligence and Post41
Industrial Leadership Capacity: A Construct Validity Analysis", University of Illinois at Urbana-Champaign Ricketts, C, John., Rick D. Rudd,. 2004. Leadership Development Factors Leading to the Success of Former Florida State FFA Officers" Journal of Southern Agricultural Education Research Volume 54, Number 1, 2004 Ricketts, G, Kristina, Ph.D., 2009. Journal of Leadership Education, "Studying Leadership within Successful Rural Communities in a Southeastern State: A Qualitative Analysis. Volume 7, Issue 3 – Winter 2009 Ricketts, G, Kristina, Ph.D., Bruce, A, Jacklyn, Ph.D., Ewing, C, John. 2008: Journal of Leadership Education "How Today’s Undergraduate Students See Themselves as Tomorrow’s Socially Responsible Leaders. Thesis in a College of Agricultural Sciences in a large land-grant institution. Volume 7, Issue 1 – Summer 2008 Seemiller, Corey, Ph.D. 2006. Journal of Leadership Education "Impacting Social Change Through Service Learning in an Introductory Leadership Course". At the University of Arizona, Volume 5, Issue 2 - Fall 2006 Tabb, M., & Montesi, C. R. (2000). A model for long-term leadership development among groups of diverse persons: The delta emerging leaders program. Journal of the Community Development Society, 31(2), 331-347. Tara L. Edberg. 2010. Undergraduate Student Leadership Strategic Plan Task Force. University of IOWA Tyree, T. M. (1998). Designing an instrument to measure socially responsible leadership using the social change model of leadership development. Unpublished doctoral dissertation, University of Maryland, College Park, MD. Utama, Supartha I Made; Suprapti, Sri, Wayan; Ir. Ni Made Wartini dan I Putu Widyatmika. 2008. Konsep Pengembangan Panduan Evaluasi Pengembangan Soft skills Mahasiswa Melalui Proses Pembelajaran di Universitas Udayana. Wilson, Ned, Gordon., 2010. Student Leadership Development within Student Government at Snow College. A DISSERTATION submitted to Oregon State University, 6 june, 2010 Zakarija, Achmat., 2006: "Efektifitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian Dan Kepemimpinan Dalammeningkatkan Kepercayaan Diri Mahasiswa Baru Umm Tahun 2005/2006" Journal of HUMANITY, Volume 1 Nomor 2, Maret 2006: 117 -121 42