ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis - Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek) Oleh : Octavianus H. A. Rogi ( Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi )
Abstrak Tulisan ini merupakan penggalan pertama dari essay penulis yang berjudul “Arsitektur Futurovernakularis – Sebuah Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek”. Pemikiran utama dalam essay ini adalah tentang probabilitas tergerusnya otoritas profesional arsitek seiring waktu yang ditandai dengan kehadiran karya arsitektur yang dilabel penulis dengan istilah futurovernakularis. Sebutan ini berasosiasi dengan karya arsitektural masa nanti (futuro) yang tercirikan sebagai karya yang hadir tanpa campur tangan arsitek profesional (vernakularis), sebagaimana salah satu premis dasar definisi politetis arsitektur vernakular. Dalam essay yang lengkap, argumentasi hipotesis di atas dielaborasi melalui sejumlah pendekatan. Dalam tulisan ini secara khusus akan dipaparkan argumentasi yang dielaborasi berdasarkan pendekatan melalui pemahaman terhadap ragam otoritas peran arsitek serta fakta kembang susutnya seiring waktu. Secara garis besar akan dikemukakan pemahaman umum tentang situasi otoritatif arsitek yang sifatnya delegatif dalam konteks koneksitas antara arsitek dengan pihak klien. Dikemukakan pula tentang tendensi degradasi peran arsitek sejak masa lalu hingga saat ini serta posibilitasnya di masa depan. Melalui pemaparan dalam tulisan ini untuk sementara dapat disimpulkan bahwa tendensi degradasi peran dan otoritas arsitek dalam aktivitas rancang bangun merupakan suatu hal yang realistis. Argumentasi utama yang mengemuka adalah fakta bahwa otoritas arsitek secara mendasar merupakan otoritas yang delegatif sifatnya dalam konteks simbiosis arsitek-klien. Argumentasi ini juga diperkuat dengan indikasi posibilitas perkembangan kapasitas dan perilaku klien yang merupakan sumber otoritas delegatif sang arsitek. Seiring berkembangnya kapasitas kalangan klien terkait aspek rancang bangun, maka perilakunya akan semakin terdorong untuk menafikan eksistensi kalangan arsitek. Argumentasi ini perlu dikembangkan lagi dengan melihat faktor pendorong yang lain bagi perubahan kapasitas dan perilaku kalangan klien ini. Dukungan terhadap argumentasi ini akan dielaborasi pada dua tulisan lain yang berbeda, yang masingmasing akan mengungkap tentang deduksi dukungan teori proses desain tentang potensi degradasi otoritas arsitek serta dampak aplikasi teknologi komputer dalam kegiatan rancang bangun yang berpotensi “menggantikan” posisi arsitek dalam simbiosis klasik arsitek-klien. Kata kunci : otoritas arsitek, arsitektur futurovernakularis, simbiosis arsitek-klien
masa nanti (futuro) yang tercirikan sebagai
I. PENDAHULUAN
karya yang hadir tanpa campur tangan Tulisan ini merupakan penggalan
arsitek
pertama dari essay penulis yang berjudul
Probabilistik
definisi politetis arsitektur vernakular.
Degradasi
Dalam
Otoritas Arsitek”. Pemikiran utama dalam essay
ini
probabilitas
adalah
hipotesis
memudarnya
(vernakularis),
sebagaiamana salah satu premis dasar dari
“Arsitektur Futurovernakularis – Sebuah Konsekuensi
profesional
essay
yang
lengkap,
argumentasi terhadap hipotesis di atas,
tentang
dielaborasi melalui serangkaian pendekatan.
otoritas
Pendekatan yang pertama adalah melalui
profesional arsitek seiring waktu, yang
pemahaman terhadap pengertian otoritas,
ditandai dengan berkembangnya kehadiran
rentang otoritas serta fakta kembang susut
karya arsitektur yang dilabel dengan istilah
otoritas arsitek yang identik dengan peran
arsitektur futurovernakularis. Sebutan ini
profesionalnya dari masa lalu hingga saat ini
berasosiasi dengan karya arsitektural di
bahkan posibilitas peranannya di masa yang
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 16 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
akan datang. Pendekatan yang kedua adalah
“authority”
berasal
melalui peninjauan terhadap peran dan
“auctoritas”, yang berarti karya cipta, saran,
otoritas arsitek dalam teori tentang proses
pendapat, pengaruh atau perintah. Menurut
desain dan evolusinya. Pendekatan yang
dari
Kamus
kata
Besar
Latin
Bahasa
ketiga adalah melalui pemahaman tentang
Indonesia, kata otoritas didefinisikan sebagai
dampak
kata benda (nomina) yang berarti :
introduksi
teknologi
komputer
dalam proses perancangan arsitektur yang
• kekuasaan yang diberikan pada lembaga
berpotensi merombak simbiosis tradisional
masyarakat yabg memungkinkan para
antara arsitek dan klien.
pejabatnya menjalankan fungsinya;
Secara khusus dalam tulisan ini,
• hak untuk bertindak;
substansi yang akan dipaparkan adalah
• kekuasaan; wewenang;
argumentasi yang dielaborasi berdasarkan
• hak melakukan tindakan / membuat
pendekatan yang pertama. Secara garis besar,
peraturan untuk memerintah orang lain
dalam tulisan ini akan dikemukakan tentang B. Jenis Otoritas
pengertian “otoritas” serta bagaimana situasi otoritatif seorang arsitek. Dalam pemahaman tentang
situasi
otoritatif
konteks
sosiologis,
Max
akan
Weber mengemukakan konsep “herrschaft”
diargumentasikan bagaimana otoritas arsitek
(dominasi), yang dalam tranlasi bahasa
yang sifatnya delegatif dalam konteks
Inggris diartikan sebagai otoritas (authority).
koneksitas antara arsitek dengan pihak klien.
Weber memperkenalkan tiga tipe dominasi
Selanjutnya
yang juga diterjemahkan sebagai tiga tipe
dikemukakan
arsitek
Dalam
pula
tentang
tendensi degradasi peran dan otoritas arsitek
otoritas, yang meliputi :
sejak masa lampau hingga saat sekarang ini
• Otoritas Legal-Rasional. Otoritas yang
serta posibilitasnya di masa depan. Secara
berdasarkan berbagai aturan formal dan
sederhana, konstruksi argumentasi yang
hukum yang berlaku.
disajikan di sini, selain dikembangkan secara
• Otoritas
Tradisional.
Otoritas
yang
personal oleh penulis, juga didukung oleh
diperoleh melalui tradisi atau kebiasaan
sejumlah referensi kepustakaan yang relevan.
dan kerangka struktur sosial yang eksis dalam jangka panjang.
II. “OTORITAS” SECARA UMUM
• Otoritas Kharismatik. Sang pemimpin meyakini
A. Pengertian Otoritas
bahasa
Indonesia
diyakini
oleh
pengikutnya) bahwa dia memperoleh
Secara etimologis, kata “otoritas” dalam
(dan
sesuatu yang istimewa yang dianggap
merupakan
superior bahkan terhadap otoritas legal-
terjemahan dari kata “authority” dalam
rasional dan tradisional yang ada.
bahasa Inggris yang pengertian populernya
Dalam pandangan yang lain, otoritas
adalah "the ability to make people do what
juga dikategorikan atas empat tipe yang
you want, just by being who you are". Kata
deskripsi singkatnya adalah sebagai berikut:
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 17 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
cenderung mengembangkan kapabilitasnya
• Otoritas Kepakaran. Otoritas ini berakar pada pengetahuan, pengalaman, keahlian
secara
mandiri
berdasar edukasi / pelatihan seseorang.
kecakapan yang spesialistik, terkait dengan akumulasi
• Otoritas Pekerjaan. Konsep otoritas ini
dan
mulai
pengetahuan dalam
memiliki
dan
intensitas
hal-hal
tertentu.
adalah saling pengertian dan kesepakatan
pengalamannya
atas deskripsi tugas tertentu.
Spesialisasi ini akhirnya bermuara pada pengakuan terhadap kecakapan anggota-
• Otoritas Komitmen. Otoritas ini hadir dan
anggota komunitas ini hingga masing-
kontrak yang dibuat seseorang dalam
masing dianggap memiliki otoritas pada
konteks hubungan sosial kesehariannya.
bidang tersebut. Mandat ini selanjutnya
melalui
pengertian,
persetujuan
mentradisi, dan manakala dalam komunitas
• Otoritas Kekuasaan. Otoritas ini terkait
tersebut dibutuhkan adanya aktivitas yang
dengan hirarkhi dalam suatu organisasi.
terkait dengan kecakapan tertentu, hanya individu dengan otoritas relevanlah yang
III.SITUASI OTORITATIF ARSITEK
memiliki kewenangan untuk melaksanakan
A. Otoritas Arsitek : Berkah Historis
atau
Otoritas arsitek bukanlah merupakan
dilihat
sebagai
suatu
memandu
pelaksanaan
aktivitas tersebut.
suatu keniscayaan. Arsitek dan otoritasnya harus
setidaknya
Dalam praktik penghadiran objek-
“berkah”
objek
lingkungan
binaan
atau
objek
perjalanan historis perkembangan peradaban
arsitektural, peran para spesialis ini telah
manusia, saat seorang individu, karena
teridentifikasi
kecakapannya dalam hal rancang bangun,
komunitas kultural di muka bumi ini sejak
mendapatkan
masa lalu, sekalipun belum disebut dengan
“mandat
sosial”
dari
hadir
dalam
beragam
masyarakatnya untuk menjadi seorang ahli
julukan
dan
untuk
beragam sebutan untuk individu dengan
memutuskan sesuatu hal yang terkait dengan
kecakapan ini misalnya sebutan “undagi”
basis kecakapannya. Penghadiran objek-
pada komunitas masyarakat etnik Bali.
objek arsitektural berupa lingkungan binaan,
Praktik spesialistik ini tetap eksis hingga
pada masa awal perkembangan peradaban
saat ini di mana individu spesialis yang hadir
manusia, praktis terlepas dari peran pihak
telah memiliki label baku sebagai “arsitek”.
memiliki
kewenangan
profesional spesialistik yang saat ini berlabel
“arsitek”.
Kata
Sejarah
“arsitek”
secara
mengenal
etimologis
arsitek. Lingkungan binaan di era awal ini
berasal dari kata Latin “architectus” yang
lazim terhadirkan secara pragmatis oleh
juga berasal dari kata Yunani “arkhitekton”.
mereka
akan
Kata terakhir ini merupakan gabungan kata
menggunakannya. Praktik inilah yang secara
Yunani “arkhi” yang artinya kepala (chief)
teoritis sering disebut dengan proses yang
dan kata “tekton” yang artinya tukang
vernakular. Seiring perkembangan zaman,
(builder). Dengan demikian, istilah arsitek,
tiap anggota kelompok masyarakat tertentu
dapat diartikan sebagai “kepala tukang” atau
yang
membutuhkan
dan
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 18 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
seorang individu yang memiliki kapasitas
profesi yang dimiliki. Ungkapan terakhir ini
untuk
menunjukkan
memimpin
pelaksanaan
kegiatan
rancang bangun (chief/master builder).
bahwa
situasi
otoritatif
seorang arsitek juga dapat dilihat sebagai
Dalam konteks paparan di atas,
otoritas yang didasarkan pada pengakuan
otoritas seorang arsitek berkonotasi langsung
legal dari otoritas yang lebih tinggi sifatnya
dengan keahlian yang dimiliki atau bisa
dalam konteks yuridis teritorial ataupun
disebut dengan otoritas kepakaran (authority
akademik-profesional, sedemikian hingga
based
bisa disebut sebagai otoritas legal (authority
on
expertise)
pengakuan
kolektif
yang
mendapat
dari
masyarakat
based on legal aspect).
umumnya di mana sang arsitek berkiprah. Di
Dalam
pelaksanaan
pekerjaannya,
masa awal peradaban manusia, seseorang
otoritas seorang arsitek pada dasarnya
akan memiliki pengetahuan dan keahlian
merupakan sebuah otoritas delegatif dari
tertentu
pihak lain yang memiliki otoritas sebenarnya.
lebih
dikarenakan
intensitas
pengalamannya dalam aspek tersebut dan
Seseorang
kemampuannya
tertentu,
untuk
belajar
secara
otodidak (learning by doing).
termasuk
dan
di
keahlian
manakala
sumberdaya
diperhadapkan
pada
suatu lingkungan binaan tertentu, akan
seseorang,
Orang tersebut bisa saja (dalam keyakinan
suatu
atas kemampuan dirinya sendiri) berupaya
pendidikan formal, yang diikuti rangkaian
merancang dan membangun objek tersebut
pengalaman kerja. Hal ini didorong oleh
secara mandiri, berdasarkan kebutuhan dan
makin
preferensinya. Dalam kemungkinan lainnya,
lazim
diawali
kompleksnya
kemasyarakatan,
rancang
berupaya untuk merealisasikan hal tersebut.
bangun
arsitektur,
bidang
memiliki
kebutuhan atau keinginan terkait hadirnya
Seiring dengan berkembangnya masa, pengetahuan
yang
oleh
sistem
sehingga
sosial
pengakuan
orang
tersebut
(dalam
keyakinan
atas
terhadap keahlian atau kepakaran seseorang
ketidakmampuannya) bisa juga memilih
tidak
orang lain (arsitek) yang kapabilitasnya
lagi
sekedar
berdasarkan
pada
pendapat publik, tapi harus dibuktikan
diyakini
untuk
dengan “dokumen legal” tertentu seperti
terakhir
ini
ijazah, sertifikat dan sebagainya.
pendelegasian otoritas dari satu pihak ke
melakukannya. dapat
dilihat
Pilihan sebagai
Dewasa ini, dalam berbagai wilayah
pihak yang lain, yakni dari pihak yang lazim
yuridis, praktek profesional seorang arsitek
kita sebut dengan klien kepada seorang
pun terikat pada ketentuan legal formal
arsitek. Deduksi ini dapat diartikan bahwa
tertentu yang ditetapkan oleh otoritas publik
ada tidaknya otoritas seorang arsitek akan
(pemerintah) atau asosiasi profesi setempat.
ditentukan oleh ada tidaknya kepercayaan
Hal ini terkait erat dengan fakta bahwa
seorang klien yang siap dan dengan sadar
pengetahuan dan keahlian yang dimaksud
mendelegasikan
dalam
kesepakatan atau komitmen kontraktual
konteks
aksiologisnya
akan
berasosiasi langsung dengan tanggung jawab
tertentu)
otoritasnya
kepada
sang
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 19 -
(berdasarkan
arsitek
untuk
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
membantunya
merancang
dan
Konteks deskripsi permasalahan sang
yang
klien tetaplah terbuka untuk diinterpretasi
dibutuhkan dan diinginkan sang klien.
lebih lanjut oleh sang arsitek. Anggapan ini
Otoritas ini dapat disebut sebagai otoritas
berangkat dari pemahaman bahwa sang klien
pekerjaan / komitmen (authority based on
(yang
job / contracts).
mendeskripsikan
merealisasikan
lingkungan
Pemaparan
belum
mampu
problem
perancangan
tersebut secara baik. Arsitek dengan otoritas
mendeskripsikan macam situasi otoritatif
kepakarannya dipandang lebih mampu untuk
yang
juga
itu. Di sisi lain, terutama didorong oleh
mengungkap indikasi kerentanan otoritas
upaya untuk mempertahankan reputasinya,
seorang arsitek. Premis awal yang terungkap
sang
adalah indikasi bahwa keberlanjutan profesi
memanifestasikan ide-ide problematiknya
(baca:otoritas) arsitek pada akhirnya akan
manakala mendapatkan delegasi otoritas
bertumpu pada perkembangan perilaku klien,
untuk
dan sejauh mana otoritas kepakaran seorang
keinginan seorang klien.
arsitek masih
seorang
atas,
awam)
selain
dimiliki
di
binaan
arsitek,
dipandang berharga dan
arsitek
akan
menginterpretasikan
berupaya
kebutuhan
/
Interpretasi sang arsitek terhadap
penting di mata klien.
problem
B. Koneksitas Arsitek-Owner-User
perancangan
berkembang
terlampau
mengingkari
esensi
tidaklah
bisa
jauh
dan
problem
yang
Eksistensi otoritas seorang arsitek
dikemukakan oleh sang klien. Dengan kata
haruslah dilihat dalam konteks koneksitas
lain, ruang interpretasi problem perancangan
antara sang arsitek dengan sang klien, di
bagi seorang arsitek tidaklah tak terbatas.
mana otoritas arsitek pada dasarnya adalah
Seorang klien bisa saja dianggap tidak
otoritas delegatif dari klien. Premis ini
mampu merancang secara mandiri dan
ditegaskan oleh Brian Lawson (1990) yang
membutuhkan
juga
demikian, sang klien tetap saja memiliki
mengindikasikan
perancangan
(dan
bahwa
problem
pembangunan)
objek
jasa
arsitek.
Sekalipun
kesadaran yang utuh tentang apa yang
arsitektural pada hakikatnya bersumber dari
menjadi
pemikiran seorang klien yang diperhadapkan
sehingga akan tetap menuntut sang arsitek
pada kebutuhan atau keinginan tertentu.
untuk tidak menafikan hal tersebut dalam
kebutuhan
dan
keinginannya,
interpretasi yang dilakukannya terhadap “In design, the problem usually originates not in the designer’s mind but with a client or user; …. The designer, unlike the artist, is almost always commisioned; the task, albeit ill-defined, is brought to him. … The designer himself is often expected to contribute problems too … to be given some freedom in the definition of the design problem.”
problem
perancangan
yang
ditugaskan
padanya. Artinya, sang arsitek pada akhirnya harus tetap “tunduk” pada apa yang menjadi esensi problem rancangan di benak sang klien.
Bagaimanapun
juga,
bukankah
otoritas sang arsitek untuk menangani (Brian Lawson,1990)
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 20 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
problem
rancangan
ini
pada
dasarnya
tidaklah semata-mata bergantung pada dua
bersumber dari sang klien?
pihak sebelumnya, yakni klien dan arsitek.
Dengan konteks berpikir ini, dapatlah disimpulkan
sementara
perancangan
arsitektural
Jika
dicermati,
tugas yang
diserahkan
bahwa
problem
seorang klien pada seorang arsitek tidak
pada
akhirnya
hanya terbatas pada objek arsitektural yang
merupakan kolaborasi pemikiran klien dan
nantinya akan digunakan oleh sang klien,
arsitek
semacam
tapi justru digunakan oleh individu atau
kesepakatan dalam konteks posisi tawar-
kelompok individu yang lain. Artinya,
menawar yang unik. Sang klien di satu sisi
seorang klien tidak serta merta identik
memiliki “mindset” tertentu tentang standar
dengan pengguna (user). Di sini kita
performa objek arsitektural tertentu yang
berhadapan dengan derivasi posisi klien
sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
menjadi dua kategori lain yakni klien yang
Di sisi lain, sang arsitek tetap memiliki
menginvestasikan
egosentris untuk menampilkan “karakter”
perancangan dan pembangunan suatu objek
personalnya
yang
atau lazim disebut pemilik proyek (paying
ditugaskan padanya. Dalam konteks ini, kita
client / owner) dan klien yang akan menjadi
bisa melihat adanya polarisme konstrain
pengguna objek (user client). Kondisi ini
perancangan dimana sang klien menempati
lazim kita temui di era sekarang di mana
kutub yang satu dan arsitek pada kutub
praktik
lainnya. Dengan polarisme seperti ini maka
skalanya yang mengarah ke industrialisasi
posisi
tentang
desain yang memproduksi beragam tipologi
yang
objek arsitektural yang bercorak komersial.
dihadapi akan relatif bervariasi berdasarkan
Objek-objek semacam mal, apartemen, hotel,
kekuatan “posisi tawar” kedua kutub yang
rumah
terlibat. Kesepakatan bisa saja terjadi lebih
sebagainya merupakan sebagian dari objek
“dekat” dengan interpretasi sang arsitek atau
arsitektural di mana kita bisa menemukan
justru lebih “berat” pada pemikiran sang
adanya derivasi posisi klien sebagaimana
klien. Bagian-bagian selanjutnya dari tulisan
disebut di atas. Dalam derivasi ini, jelas pula
ini
bahwa dalam posisinya yang berbeda, pihak
yang
dibungkus
dalam
“titik
interpretasi
akan
bagaimana
rancangan
kesepakatan”
problem
perancangan
mencoba posisi
untuk
memaparkan
kesepakatan
tersebut
desain
sakit,
sumberdayanya
telah
untuk
sedemikian
sekolah,
luas
restoran
dan
paying client akan memiliki pola-pola
(terkait dengan beragam aspek tertentu)
persepsi
memiliki tendensi dan posibilitas untuk
dibedakan”
semakin bergeser ke arah kutub sang klien.
preferensi pihak user client, terkait dengan
Kondisi ini secara asosiatif dapat dicermati
performa
objek
sebagai degradasi otoritas arsitek.
dirancang
/
Dalam pembangunan konstrain
praktik suatu
terhadap
perancangan objek
performa
dan
preferensi
dengan
yang
pola
persepsi
arsitektur
dibangun.
“harus
yang
Dalam
dan
akan
konteks
dan
interaksi arsitek-klien, kita diperhadapkan
arsitektural,
pada hadirnya kutub baru dalam polarisme
rancangan
konstrain perancangan, yakni pihak user
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 21 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
client
atau
berkewajiban
pengguna. untuk
juga
pengguna dan arsitek. Brian Lawson (1990)
mengakomodir
menyebutkan bahwa setidaknya ada satu
Arsitek
terkait
pihak lainnya yang harus diperhatikan dalam
dengan problem perancangan yang dihadapi.
hal ini yaitu pihak regulator. Pernyataan ini
Dalam realitanya, khusus pada perancangan
berakar pada kenyataan bahwa suatu objek
objek-objek
arsitektural
interpretasi
kalangan
pengguna,
komersil
seperti
di
atas,
akan
dirancang
untuk
interaksi antara arsitek dengan pengguna
mengokupansi tapak yang terletak pada
praktis sulit dilakukan. Hal ini terkait
suatu
dengan fakta bahwa kalangan pengguna
yurisdiksi
lazimnya merupakan kelompok individu
terikat dengan ketentuan-ketentuan tertentu
yang tiap anggotanya memiliki pola perilaku
yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud
dan mindset yang pasti berbeda. Lebih dari
antara lain adalah ketentuan tata ruang serta
itu,
tata bangunan dan lingkungan setempat.
individu-individu
pengguna
pada
kawasan
atau
tertentu,
wilayah
dengan
sedemikian
hingga
dasarnya belum eksis secara “realtime”, tapi lebih
flexible optional
bersifat potensial dan imajinatif.
DESIGNER
Jurang interaksi ini juga dikemukakan oleh
CLIENT
John Seizel (2006).
design constraints
USER
“In mass design like this, designers have two clients : those who pay for what is built and those who use it. The user client has no choice and no control. This situation presents designers with a problem: no matter how much they negotiate with paying clients, it is difficult to plan for the needs of user clients, who are neither well known nor readily available to plan with.”
rigid mandatory
LEGISLATOR
Gambar 2 The Generators of Design Constraints (Brian Lawson, 1990)
Dengan
ungkapan
terakhir
ini,
jelaslah bahwa dalam aktivitas perancangan (John Zeisel, 2006) DESIGNERS
/ pembangunan objek arsitektural, definisi atau interpretasi problem perancangan akan
PAYING CLIENTS
ditentukan oleh empat pihak yakni arsitek atau perancang, klien (dalam pengertian
GAP
GAP
pemilik), pengguna dan regulator. Dari keUSER CLIENTS
empat pihak ini, Lawson mengemukakan, arsitek atau perancang merupakan pihak
Gambar 1 The User-Needs Gap (John Zeisel, 2006)
Sejauh
ini,
dalam
yang determinasinya paling bersifat fleksibel dan opsional. Di sisi lain, pihak regulator
paparan
merupakan
sebelumnya telah teridentifikasi tiga pihak
perancangan
suatu
yang
sifatnya
paling rigid (kaku) dan mandatoris alias tak
yang menjadi sumber dari konstrain dalam problem
determinator
bisa ditawar. Pernyataan ini sekali lagi
objek
memberikan indikasi bahwa otoritas yang
arsitektural, masing-masing adalah pemilik,
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 22 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
dimiliki
arsitek
dalam
suatu
aktivitas
profesional. Menurut mereka, kemungkinan
rancang bangun, merupakan otoritas yang
pelaksanaan
rentan untuk terpinggirkan / terdegradasi.
terkategorisasi atas tiga hal. Yang pertama adalah
seorang
arsitek
yang akan mengambil keputusan, sehingga hanya memikul “sebagian” dari tanggung
sudut pandang yang beragam. Para pemilik
jawab atas keputusan tersebut bersama pihak
(paying client) bisa saja memandang otoritas
pengambil keputusan. Yang ketiga adalah
sang arsitek sangatlah terbatas bahkan
menyerahkan
mungkin tidak ada. Di sisi yang lain, mereka
segenap dibutuhkan.
mengungkapkan pula bahwa basis otoritas
Para
arsitek dapat dibedakan atas tiga tipe. Yang pertama adalah yang disebut dengan otoritas
memahami desain sang arsitek, sedemikian mereka
condong
umum (common authority), yakni otoritas
untuk
arsitek yang terkait langsung dengan lingkup
menginterpretasinya secara mandiri dalam realisasi
konfiguratifnya.
standar pelayanan profesional arsitek yang
Dalam
diatur oleh aturan berdasarkan wilayah
kemungkinan yang lain mereka justru akan
yuridis tertentu. Yang kedua adalah otoritas
datang berkonsultasi dengan sang arsitek untuk
mengkonfirmasi
kontraktual,
interpretasi
tugas
dan
pemilik proyek. Yang terakhir adalah yang
dorongan untuk menjadi prinsipal dalam dan
segenap
yang diatur dalam kontrak dengan pihak
sendiri, dia senantiasa akan berkutat dengan
perancangan
yaitu
kewenangan atau tanggung jawab arsitek
rancangannya. Di sisi diri sang arsitek
proses
jawab
Dalam tulisan yang sama mereka
kontraktor dapat mengalami kesulitan untuk
hingga
tanggung
melakukan apapun.
aktivitas
perancangan bahkan pembangunan objek yang
segenap
kepada pihak-pihak yang lain alias tidak
justru bisa saja mengharapkan sang arsitek
arsitektural
sekaligus
memberikan rekomendasi kepada pihak lain
merupakan persoalan yang dapat dilihat dari
mengontrol
keputusan
biasanya
keputusan tersebut. Yang kedua adalah
dalam
memberikan jasa pelayanan rancang bangun
untuk
mengambil
arsitek
memegang tanggung jawab penuh atas
C. Rentang Otoritas Arsitek Otoritas
otoritas
disebut dengan otoritas ekslusif seorang
pembangunan
arsitek yang terletak pada kapabilitasnya
(master builder), sedemikian sehingga dapat
terkait aspek estetis dari rancangan. Dalam
memegang kendali penuh dalam seluruh
praktiknya,
rangkaian proses rancang bangun.
otoritas ekslusif ini sering
menjadi “momok” bagi kalangan pemilik.
Menurut Simpson dan Atkins (2005),
Lazim terjadi, otoritas estetis ini secara
sekalipun dapat dipengaruhi oleh perilaku
kontraktual tidak diserahkan penuh kepada
kalangan pemilik dan kontraktor, pada
arsitek (pemilik pada umumnya memiliki
kenyataannya otoritas arsitek secara tipikal
preferensi estetisnya sendiri yang tidak
akan ditentukan oleh dua sumber eksternal
jarang
yaitu kontrak pelayanan jasa dan kode etik
kontradiktif
dengan
preferensi
arsitek). Umumnya, sang arsitek hanya
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 23 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
diberikan
otoritas
untuk
memutuskan
Otoritas teoritis memanfaatkan pengetahuan
persoalan-persoalan estetis manakala terkait
sebagai sumber otoritas seseorang terhadap
langsung dengan tantangan yang muncul
yang lain. Otoritas teoritis harus dilihat
dari pihak eksternal.
dalam konteks hubungan antara seorang pakar dengan seorang awam. Yang menjadi
”Chief among the architect’s exclusive authority is probably aesthetic design. On most projects, the architect is generally looked upon as the party involved who is most qualified to address matters of aesthetic intent. …. However, the ownerarchitect agreements, … authorize the architect to decide aesthetic issues if related to a claim or dispute.”
esensi dalam suatu situasi saat seorang ahli dan seorang awam saling berinteraksi adalah ketidakseimbangan
skill
dan
informasi
(dalam suatu bidang tertentu) sedemikian hingga seseorang (sang ahli) memiliki otoritas terhadap yang lain (sang awam).
(G. A. Simpson & J. B. Atkins, 2005)
Mathew
Van
jika
Van
Kooy
(2007)
mengatakan bahwa arsitek tidaklah memiliki
memaparkan bahwa otoritas pada dasarnya
otoritas praktis yang nyata, bagaimana
dapat
yang
dengan otoritas teoritis dari arsitek? Van
disebutnya dengan otoritas praktis dan
Kooy mengungkap bahwa kalangan kritikus
otoritas teoritis. Seseorang yang memiliki
cenderung menganggap bahwa kalangan
otoritas praktis adalah pihak yang memiliki
arsitek kontemporer dewasa ini tidak mampu
hak dan kekuasaan untuk dipatuhi. Van
/ tidak ingin mengembangkan pengetahuan
Kooy dengan kontroversial berpendapat
arsitekturalnya. Van
Kooy menekankan
bahwa seorang arsitek dalam aktivitas
indikasi
kalangan
kesehariannya sama sekali tidak memiliki
kontemporer saat ini semakin bergantung
otoritas praktikal semacam ini. Sekalipun
pada berbagai teori dan metode dari disiplin
demikian, dia menyatakan bahwa arsitek
lain
tetap dapat merancang objek arsitektur yang
melegitimasi hasil karya mereka. Saat para
dapat menunjukkan otoritas praktis.
arsitek bersikap seperti ini sebenarnya
dibedakan
atas
Kooy
Selanjutnya,
dua
tipe
bahwa
di
luar
arsitektur,
arsitek
sebagai
cara
mereka menafikan kemampuan dan otonomi It is hardly contentions to assert that the architect as an agent has no practical authority at all during the execution of their actions in an everyday sense. Although architects do not possess practical authority they can design objects that manifest and make real practical authority.
dari
pengetahuan
Meningkatnya pengetahuan arsitektur
intrinsik
mereka.
ketergantungan
terhadap
ekstrinsik
akan
di
semakin
luar
bidang
mengaburkan
spesifikasi epistemologi disiplin arsitektur.
(Mathew Van Kooy, 2007)
Hal
ini
secara
tidak
langsung
juga
menunjukkan bahwa proses pemutakhiran
Menurut Van Kooy, otoritas teoritis menyiratkan bahwa dalam sejumlah bidang,
pengetahuan
melalui
spesialistik
berkurang derajatnya dan berimplikasi pada
seseorang bisa mengaku diri sebagai seorang
pelemahan eksistensi otoritas teoritis bagi
yang memiliki keahlian atau kepakaran.
kalangan arsitek.
pengetahuan
yang
arsitektural
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 24 -
cenderung
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
Increasingly, architects are subscribing to theories and methods that are traditionally outside the discipline of architecture to authorise or legitimise their architectural designs. … This increasing reliance on knowledge that is extrinsic to the discipline is detrimental as it dissipates the specificity of the architect’s epistemology, … This poses a serious difficulty for the authority of the architect’s knowledge and knowing as an individual and discipline as a whole.
individu ahli tersebut. Dalam konteks seperti
(Mathew Van Kooy, 2007)
seorang “arsitek” ini, rentang otoritas yang
inilah otoritas profesional atau kontraktual seorang “arsitek” mulai terbentuk, di mana ada pendelegasian otoritas dari seseorang yang selanjutnya dapat disebut sebagai klien kepada seseorang yang lain berdasarkan otoritas kepakaran yang dia miliki. Dalam momentum awal profesionalisasi kepakaran
dimilikinya terbilang luar biasa. Kepadanya
D. Kembang Susut Otoritas Arsitek
diberikan
1. Peran Masa Lampau : Master Builder
kewenangan
penuh
untuk
melakukan aktivitas perancangan sekaligus Pada masa lalu, seorang arsitek,
pembangunan dari objek lingkungan binaan
terlepas dari apapun julukannya saat itu,
yang dibutuhkan oleh sang klien. Dalam
pernah mengalami era kejayaan dalam
kondisi inilah julukan “master builder” bagi
konteks otoritas yang dimilikinya. Seiring
seorang arsitek memperoleh signifikansinya.
dengan berjalannya proses desain yang
Hal ini diungkapkan pula oleh Alexander D.
vernakular, dalam suatu komunitas tertentu
Tuttle (2012).
muncul seseorang yang karena pengetahuan dan
pengalamannya
memiliki
“Architects were once key players in construction projects. They were as involved during construction as they were during design. Indeed, the term “master builder” was quite appropriate, as architects not only conceived and drew plans for structures, but also supervised construction and controlled costs for owners.”
keahlian
khusus dalam bidang rancang bangun. Oleh komunitasnya dia mendapatkan kepercayaan sebagai pihak yang memiliki otoritas dalam hal aktivitas rancang bangun. Di pihak yang lain, dalam komunitas yang sama muncul pula
individu-individu
yang
(Alexander D. Tuttle, 2012)
memiliki
“surplus” sumberdaya, khususnya dalam hal
Menurut Tuttle, peran arsitek sebagai
merealisasikan kebutuhan dan keinginannya
“master
akan suatu objek lingkungan binaan tertentu.
hanyalah memori indah masa lalu. Seiring
Alih-alih
berkembangnya peradaban, profesionalitas
berupaya
kebutuhannya
itu
merealisasikan secara
mandiri
dalam
builder”
bidang
pada
rancang
kenyataannya
bangun
telah
sebagaimana tradisi vernakular, individu-
mengalami
individu
eksistensi
bermuara pada hadirnya ragam peran atau
“otoritas” rancang bangun yang ada di dalam
otoritas yang semakin variatif. Sejumlah
komunitasnya dan memberikan kepercayaan
individu
penuh
kapabilitasnya
ini
mulai
padanya
melirik
untuk
merealisasikan
diversifikasi
“cenderung” dalam
yang
intens,
mengembangkan hal
aktivitas
kebutuhannya tersebut dengan menyediakan
merancang,
segenap sumberdaya yang dibutuhkan sang
terorientasi pada kepakaran dalam hal teknik
kelompok
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 25 -
yang lain
lebih
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
konstruksi dan sebagainya. Kondisi ini
kolaboratif oleh sekelompok orang dengan
dianggap telah membawa implikasi langsung
kepakaran
pada degradasi otoritas seorang arsitek, yang
Otoritas
pada akhirnya lebih memiliki peran yang
berasosiasi
nyata, terbatas pada aktivitas merancang.
penggagasan gubahan bentuk dan ruang
Otoritas dalam aktivitas pembangunan objek
dengan asosiasi estetis. Aspek rancangan
pada akhirnya mulai beralih pada spesialis
yang lain seperti struktur dan utilitas
lain yang disebut dengan konstruktor.
cenderung
spesialistik seorang
profesional “Since the advent of construction managers …, architects have witnessed their authority over construction projects erode. Architects no longer serve as the “Master Builder.” Instead, they are relegated to the sidelines of the construction process upon completing their design documents.”
dalam
memiliki
perancang
tersebut
arsitek
mengalami
dengan
keterlibatan
dengan
kepakaran
“pemiskinan”
terkait
sejumlah
individu
spesialistik
tersebut.
arsitek dalam tahapan ini relatif terbatas pada supervisi teknis berkala, yang dalam
untuk
konteks
pengambilan
keputusan,
determinasinya tidaklah sekuat saat posisi
pada akhirnya mendapatkan order tambahan proses
yang
adalah pihak manajer konstruksi. Peran
merancang objek arsitektural tertentu juga
melakukan
tertentu
pada
beralih pada pihak yang lain dalam hal ini
kesempatan kita akan menemukan seorang
untuk
terdelegasikan
otoritas sang arsitek secara praktis telah
beberapa
order
dalam
atau pembangunan objek yang bersangkutan,
cukup eksis. Kita masih dengan yakin bisa
memperoleh
kapasitasnya
Lebih jauh lagi, dalam tahapan konstruksi
sebagai “master builder” sebenarnya masih
yang
tim
telah
praktik profesi arsitek dalam konteks peran
arsitek
lebih
“team leader”, secara praktis otoritasnya
berlebihan. Jika kita cermati dewasa ini,
dalam
akan
cenderung masih akan berposisi sebagai
Pandangan di atas barangkali terlalu
bahwa
berbeda.
spesialisasi dalam hal tersebut. Sekalipun
(Alexander D. Tuttle, 2012)
mengatakan
arsitek
dengan
akan
yang
sang arsitek sebagai “master builder”.
konstruksi.
Sayangnya, kondisi semacam ini lebih sering
2. Alternasi Peran Masa Kini
terjadi dalam konteks proyek konstruksi Sebelumnya telah dijelaskan bahwa
yang sederhana dan terbilang personal.
seiring waktu peran arsitek telah tererosi
Dalam praktik industri konstruksi dewasa ini,
sejalan dengan hadirnya pihak profesional
seorang arsitek cenderung hanya memiliki otoritas
yang
nyata
dalam
yang
tahapan
otoritas
merancang
dilakukan
tahapan
telah makin mengerucut (baca: menyempit) pada lingkup aktivitas perancangan semata.
aspek tertentu. Perancangan objek yang lazim
dalam
sedemikian sehingga domain peran arsitek
seorang
arsitek pun menjadi terbatas pada aspek-
bersangkutan
khususnya
konstruksi suatu objek lingkungan binaan,
perancangan. Dalam proyek konstruksi yang kompleks,
baru,
Dalam bagian ini akan dielaborasi tentang
secara
otoritas arsitek dalam konteks aktivitas
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 26 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
merancang yang ternyata juga secara gradual
mempercayakan segenap keputusan tentang
mengalami pemiskinan makna.
performa desain kepada si arsitek.
Dalam kerangka pikir yang sikuensial degradasional,
otoritas
dalam
karakteristik klien yang sangat rendah
kegiatan perancangan dapat diderivasi atas
wawasannya tentang aspek rancang bangun
tiga kondisi, masing-masing adalah peran
dan sikapnya yang kurang tegas dalam hal
sebagai
sebagai
apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan
(design
serta
sebagai
mendorong situasi ini adalah latar belakang
“master
rekomendator solution
arsitek
Implisit dalam kondisi ini adalah
designer”,
solusi
rancangan
recommendator)
penyedia
informasi
dan
tentang
konstrain
keinginannya.
reputasi
sang
Sebab
arsitek
lain
yang
yang
otoritas
rancangan (design constraint information
kepakarannya
provider). Ketiga peran ini dapat dilihat
masyarakat pada umumnya. Secara historis
sebagai peran alternatif opsional seorang
posisi peran yang seperti ini bisa juga
arsitek manakala berhadapan dengan tugas
dikatakan sebagai warisan derivatif dari pola
perancangan objek arsitektural tertentu.
interaksi klien-arsitek yang memposisikan
memang
diakui
oleh
arsitek sebagai “master builder”, tetapi a. Arsitek - Master Designer
dengan eliminasi sebagian peran sebelumnya
Peran alternatif yang pertama dari
yakni sebagai “master constructor”.
seorang arsitek dalam kegiatan perancangan b. Arsitek - Rekomendator Solusi Desain
adalah peran dengan otoritas yang masih
Alternatif peran kedua, pada dasarnya
terbilang membanggakan. Dalam konteks ini seorang
arsitek
mendapatkan
adalah
mandat
peran
yang
sedikit
banyak
untuk
mengindikasikan berkurangnya determinasi
menentukan segenap aspek performa desain
pertimbangan seorang arsitek dalam hal
dari
yang
pengambilan keputusan tentang performa
dibutuhkan dan diinginkannya. “Master
desain yang akan dihasilkan. Dalam peran
designer” merupakan sebutan yang terbilang
ini arsitek tidak lagi merupakan otoritas
tepat untuk menggambarkan peran ini.
yang
Dalam sudut pandang interaksi antara klien-
keputusan. Keputusan pada akhirnya akan
arsitek, hal ini biasanya terjadi dalam suatu
dilakukan secara kolaboratif dalam konteks
model polarisme tawar menawar yang “tidak
interaksi
seimbang” dalam pengertian bahwa dalam
kepakaran dan reputasinya lebih banyak
ke”pakar”annya
sang
arsitek
mampu
berperan sebagai rekomendator solusi desain
mendominasi
sang
klien
dalam
tertentu yang diproyeksikan sedemikian rupa
ke”awam”annya. Dalam hal ini, sang klien
untuk akomodatif terhadap kebutuhan dan
melihat sang arsitek sebagai sosok yang
keinginan sang klien. Klien secara khusus
lebih superior dalam hal pengetahuannya
akan mengambil posisi sebagai evaluator
tentang aspek desain, sedemikian sehingga
sekaligus
sepenuhnya
objek
dari
sang
lingkungan
klien
buatan
dominan
dalam
klien-arsitek.
konfirmator
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 27 -
pengambilan
Arsitek
dengan
pengambilan
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
keputusan
terkait
dengan
apakah
rekomendasi sang arsitek sudah
c. Arsitek : Informan Konstrain Desain
dapat
Alternatif peran ketiga merupakan
diterima atau harus diperbaiki lagi. Dalam
peran yang level determinasinya dalam
banyak kasus, pengajuan rekomendasi akan terjadi
secara
berulang
kali
pengambilan keputusan telah berada pada
dengan
titik yang terendah. Dalam peran ini arsitek
serangkaian perbaikan sebelum proposisi
bisa
desain tersebut disetujui oleh sang klien.
otoritas
Pada momen tertentu sang klien bahkan
konsep
terhadap rekomendasi si arsitek. Namun
tetapi
informasi
terbatas terkait
pada dengan
yang aktif dalam penggagasan konsep
Dalam konteks peran seperti ini,
rancangan berdasarkan preferensinya dan
tersirat bahwa pola interaksi antara klien dan
arsitek akan berperan menjadi visualitator
arsitek tidak lagi didominasi oleh si arsitek
gagasan sang klien lewat beragam medium
dan senantiasa diwarnai dengan mekanisme
(terutama medium gambar). Saat gagasan
“tawar menawar gagasan” yang intens. Hasil
sang klien tervisualisasi lewat gambar, sang
akhir hanya akan dicapai melalui suatu alur
arsitek akan mengambil posisi sebagai
pengambilan keputusan yang memposisikan
kritikus dan memberikan informasi tentang
si klien sebagai otoritas yang determinasinya
kelebihan dan terutama kekurangan gagasan
kurang lebih setara bahkan lebih dari sang
tersebut,
arsitek. Implisit dalam kondisi ini adalah yang
dalam
“memperjuangkan”
interpretasi,
persepsi
dan
bahwa perbaikan tertentu merupakan yang terakhir dan desain selesai dilaksanakan. Dalam
mengenai apa yang menjadi kebutuhan dan
prakondisi
yang
konteks yang
ini,
salah
menentukan
satu adalah
karakteristik wawasan rancang bangun dari
mendorong hadirnya situasi seperti ini bisa
sang klien yang terbilang sudah cukup baik
juga bersumber dari reputasi sang arsitek
serta reputasi sang arsitek yang kurang
yang kurang cemerlang sehingga posisi dengan
secara
sampai pada saat sang klien memutuskan
preferensinya lain
sehingga
serangkaian perubahan untuk perbaikan,
rancang bangun, dan yang semakin tegas sikapnya
sedemikian
simultan gagasan tersebut akan mengalami
semakin
berkembang wawasannya tentang aspek
terkait
pengambilan
sang klien. Sang klien akan menjadi pihak
dari interpretasi sang arsitek.
tawarnya
dalam
memiliki
konstrain rancangan yang harus diperhatikan
desain akan tetap lebih banyak bersumber
Prakondisi
desain
pemberian
demikian, secara praktis biasanya hasil akhir
keinginannya.
apapun
tidak
aktif mengajukan rekomendasi solusi atau
sebagai bahan komparasi atau “kritik”
klien
hampir
keputusan. Arsitek pun tidak lagi secara
dapat mengajukan versi konsep desainnya
karakteristik
dikatakan
cemerlang sehingga posisi tawarnya dalam
otoritas
penyampaian
kepakarannya menjadi lemah.
gagasan
menjadi
kurang
“bernilai” di mata sang klien. Dalam situasi ini kepakaran arsitek yang masih di hargai
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 28 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
adalah
kemampuan
presentatifnya
atau
mengulas potensi
peran
arsitek
dalam
kemampuan visualisasi teknisnya tentang
konteks pikir masa nanti. Perlu ditekankan
konsep
wawasannya
di sini bahwa pemaparan berikut ini sifatnya
menyangkut berbagai aspek yang perlu
tidaklah konklusif dan lebih bersumber dari
dipertimbangkan bagi penggagasan suatu
premonisi penulis belaka yang barangkali
konsep rancangan yang berkualitas.
sangat
rancangan
Jika
serta
mengamati
kemungkinan
subjektif.
premonisi
alternasi peran arsitek di atas, barangkali
ini
Sekalipun
tentunya
demikian,
hadir
dengan
argumentasi tertentu.
dapat dikatakan bahwa alternatif peran yang a. Arsitek Animator / Juru Gambar
pertama dan kedua merupakan peran yang memang teramati secara nyata dalam praktik
Dalam konteks masa nanti, trend
perancangan profesional saat ini, sementara
perubahan peran arsitek dalam suatu proyek
peran yang ke-tiga belum cukup eksis
rancang bangun dikuatirkan akan terjerumus
keberadaannya. Jika dicermati lebih teliti
pada peran yang level otoritasnya sangat
lagi, dapat pula dikatakan bahwa ada
rendah dan mendekati titik nadir kebanggaan
indikasi kronologis dari ke-tiga alternatif
arsitek sebagai seorang profesional. Saat
peran di atas. Peran yang pertama, sekalipun
seorang klien telah memiliki wawasan aspek
masih sering dilakoni para arsitek, pada
rancang bangun yang cukup memadai atau
kenyataannya
memiliki
mulai
berangsur-angsur
“sumber
lain”
yang
dapat
sering
memperkaya referensinya tentang beragam
teramati sekarang, terutama pada kasus-
preseden arsitektural, saat diperhadapkan
kasus proyek rancang bangun yang sifatnya
pada kebutuhan akan hadirnya suatu objek
personal, peran kedua adalah peran yang
arsitektural, sang klien akan memiliki rasa
paling sering dilakoni. Adapun peran yang
kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk
ketiga
mengembangkan
berkurang
intensitasnya.
pada
dasarnya
Yang
masih
kurang
gagasan
personalnya
intensitasnya namun menunjukkan trend
tentang objek yang bersangkutan. Saat
yang meningkat. Premis yang mengemuka di
mempekerjakan seorang arsitek, alih-alih
sini adalah bahwa alternasi peran arsitek
mengharapkan gagasan rancangan dari si
sangat
arsitek, sang klien justru lebih banyak
terkait
dengan
perkembangan
karakteristik dan perilaku klien di satu sisi
memanfaatkan
dan reputasi kepakaran sang arsitek di sisi
“memvisualisasikan”
yang lain.
bersumber dari benak sang klien. Dalam tataran
3. Posibilitas Peran Masa Depan
tertentu,
sang
dalam
arsitek
untuk
gagasan
yang
visualisasi
ini
mungkin sang arsitek masih diharapkan untuk
Indikasi trend alternasi peran arsitek
membantu
klien
untuk
di atas, pada
menterjemahkan lebih lanjut konsep sang
pertimbangan
klien, khususnya pada hal-hal yang sifatnya
pemaparan dalam segmen ini yang mencoba
mendetail. Namun demikian, pada tataran
sebagaimana akhirnya
dipaparkan
menjadi
dasar
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 29 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
yang lain, saat referensi sang klien tentang
secara
detail teknis arsitektural cukup memadai,
wawasannya secara mandiri.
otodidak
dapat
mengembangkan
visualisasi ini pada akhirnya akan terlepas b. Arsitek Nonjob (?)
sama sekali dari “intervensi” buah pikir sang arsitek. Dalam situasi ini peran sang arsitek
Titik nadir otoritas arsitek dalam
pada dasarnya dapat dilihat hanya sekedar
peran profesionalnya di masa nanti adalah
seorang
drafter atau
Dengan
demikian,
kontraktual
yang
animator
belaka.
situasi
dalam
konteks
mendapatkan kontrak untuk membantu klien
otoritas
dalam merealisasikan kebutuhannya atas
dimilikinya,
saat
sang
arsitek
lagi
kepakaran arsitek yang masih dihargai
suatu objek
hanyalah
Kondisi ini adalah sesuatu yang jauh lebih
skill
atau
keterampilan
arsitektur
tidak
alias “jobless”.
buruk dari peran arsitek yang hanya sekedar
presentasinya, tidak lebih. Bagi sebagian besar pembaca yang
animator atau juru gambar. Dalam peran
berlatar belakang sebagai arsitek, ungkapan
sebagai drafter / animator, setidaknya masih
di atas mungkin akan ditanggapi dengan
ada otoritas kepakaran arsitek yang dihargai.
sinis. Tanggapan ini pasti akan berakar pada
Peluang terjadinya situasi ini di masa
paradigma
yang
mengganggap
depan
bahwa
akan
sangat
tergantung
pada
seorang klien senantiasa merupakan pihak
kapabilitas sang klien untuk menafikan
yang awam terhadap “ilmu” arsitektur dan
otoritas
oleh karenanya tidak akan pernah memiliki
memvisualisasikan suatu gagasan rancangan.
kapasitas
Dalam
untuk
mengembangkan
kepakaran
peran
arsitek
sebelumnya,
kepercayaan
“bisikan” dari mereka yang bergelar arsitek.
gubahan arsitektural, seorang klien masih
Benarkah dalih ini? Barangkali pihak yang
“terkendala”
sinis perlu melirik lagi fakta bahwa pada era
gagasan dalam benaknya. Untuk itu ia masih
proses desain vernakular tidaklah terhitung
membutuhkan jasa seorang arsitek untuk
banyaknya produk rancang bangun yang
menjadi
hadir tanpa campur tangan arsitek dan
selanjutnya, jika seorang klien dengan cara
semata-mata
tertentu pada akhirnya juga mampu memiliki
dari
pemikiran
untuk
dengan
gagasannya secara mandiri tanpa adanya
bersumber
dirinya
dalam
untuk
medium
menggagas
memvisualisasikan
visualisasi.
pragmatis orang awam yang menghadirkan
kapabilitas
objek
gagasan arsitekturalnya, maka peran terakhir
tersebut.
Kapabilitas
masyarakat
untuk
Untuk
memvisualisasikan
dari seorang arsitek serta merta akan sirna.
awam ini pastinya juga tidak akan terlepas
Terkait
dari fakta universal lain bahwa sebagai
dengan
asumsi
ini,
manusia mereka memiliki anugerah yang
pertanyaan mendasarnya adalah apakah
relatif sama (dengan mereka yang bergelar
mungkin seorang klien yang “awam” akan
arsitek) dalam bentuk massa otak yang
sampai pada tataran kapabilitas yang seperti
kurang lebih sama, sedemikian rupa hingga
ini. Pihak oposan terhadap tulisan ini mungkin akan sekali lagi sinis dan spontan
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 30 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
mengatakan tidak mungkin. Argumennya
demikian, situasi profesi tanpa peran dari
adalah, kalaupun situasi ini terjadi, itu sama
sang arsitek di benak penulis tetaplah
artinya
sesuatu
bahwa
sang
klien
telah
yang
probabilitasnya
cukup
bertransformasi menjadi seorang arsitek
signifikan,
secara mandiri, walaupun dalam status gelar
argumentasi sebelumnya. Argumentasi yang
yang “ilegal” karena tidak melalui program
lebih mendasar menurut penulis adalah fakta
pendidikan yang formal ataupun sertifikasi
menyangkut kehadiran entitas lain di dalam
profesional yang relevan. Argumentasi ini
situasi interaksional antara klien dan arsitek,
tidaklah keliru dalam pengertian bahwa
yaitu sang “komputer”. Kehadiran komputer
sebagai
memiliki
dalam konteks interaksi arsitek dengan klien
sumberdaya yang memungkinkannya untuk
pada mulanya lebih pada peran sebagai
belajar dan berlatih secara otodidak.
kompatriot sang arsitek. Dalam visi penulis,
manusia
sang
klien
tetapi
relatif
terlepas
dari
Dalam konteks pikir yang futuristik
peran ini pada akhirnya justru akan bergeser
ini, pada dasarnya penulis juga memiliki
ke arah pihak klien dan akan asosiatif
sudut pandang yang sebenarnya sejalan
dengan
dengan pola pikir oposisi seperti di atas.
arsitek sebagaimana berlaku dalam pola
Artinya, penulis pun tetap saja tidak yakin
interaksi yang lama. Menyangkut visi ini
bahwa dalam ke”awam”an seorang klien, dia
secara lebih lengkap akan dipaparkan dalam
pada akhirnya mampu memiliki kapabilitas
tulisan / artikel yang lain, yang juga harus
pengetahuan dan keahlian yang “setara”
dipandang
dengan
terpisahkan dengan tulisan ini dan menyatu
arsitek
profesionalnya
yang ini
mencapai dengan
status
melewati
tergusurnya
sebagai
sebagai
essay
urgensi
bagian
tentang
kehadiran
yang
tak
arsitektur
serangkaian pendidikan dan pelatihan formal
futurovernakularis yang telah diintroduksi
yang relatif panjang waktunya. Namun
pada bagian awal tulisan ini.
Past Role Master Builder
Present (alternating) Roles Master Designer
Design Concept Recommendator
Design Constraint Information Provider
Future (possible) Roles Drafter / Animator
Jobless
Gambar 3 Perkembangan Peran & Otoritas Arsitek
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 31 -
ISSN 1858 1137
MEDIA MATRASAIN Volume 11, No.1, Mei 2014
menjadi konsekuensi logis degradasi otoritas
IV. KESIMPULAN DAN PENUTUP
kalangan arsitek di masa depan.
Melalui pemaparan dalam tulisan ini, untuk
sementara
dapatlah
disimpulkan
bahwa tendensi degradasi peran dan otoritas
DAFTAR PUSTAKA
arsitek dalam aktivitas rancang bangun merupakan
suatu
Argumentasi
hal
yang
yang
• Broadbent Geoffrey, 1973, "Design in Architecture", © John Wiley & Sons, New York, 1973
realistis.
mengemuka
adalah
• Lang Jon, 1987, "Creating Architectural Theory; The Role of the Behavioral Sciences in environmental Design", © Van Nostrand Reinhold, New York.
bahwa otoritas arsitek secara mendasar merupakan otoritas yang delegatif sifatnya dalam
konteks
koneksitasnya
dengan
• Lawson Brian, 1990, "How Designers Think", © Butterworth Architecture, The University Press, Cambrige.
kalangan klien. Argumentasi ini diperkuat dengan posibilitas perkembangan kapasitas dan perilaku klien yang merupakan sumber
• Rogi Octavianus H. A. 2011, “Arsitektur Vernakular : Patutkah Didefinisikan?”, © Jurnal SABUA (ISSN 2085-7020) Vol.3, No.2, Agustus 2011, Prodi PWK, , Fakultas Teknik UNSRAT, Manado,.(http://ejournal.unsrat.ac.id/ind ex.php/SABUA/article/view/242)
otoritas delegatif dari arsitek. Seiring dengan berkembangnya
kapasitas
klien
tentang
aspek rancang bangun, perilakunya akan semakin
terdorong
untuk
menafikan
eksistensi kalangan arsitek. Argumentasi
ini
masih
• Simpson Grant A. & James B. Atkins, 2005, “Master and Commander: The Architect’s Authority”, © The American Institute of Architects (AIA), (http://info.aia.org/aiarchitect/thisweek0 5/tw1104/tw1104bp_riskmgmt.cfm)
perlu
dikembangkan lagi dengan melihat faktor pendorong
yang
lain
bagi
perubahan
kapasitas dan perilaku kalangan klien.
• Tuttle Alexander D., 2013, “Reclaiming the Architect’s Authority”, © Lepatner & Associates LLP, 575 Lexington Avenue, New York, (http://lepatner.com/wpcontent/uploads/2013/05/ReclaimingArchitects-Authority1.pdf)
Dukungan terhadap kesimpulan ini pada gilirannya akan dielaborasi pada dua tulisan lain yang berbeda, yang masing-masing akan mengungkap tentang deduksi dukungan teori proses desain tentang potensi degradasi otoritas
arsitek
serta
dampak
• Van Kooy Mathew, 2007, “The Authority of the Architect: concerning discourse and method”, presented as part of the Architecture+Philosophy public lecture series 12 April 2007 at Federation Square,.Melbourne,.(www.architectureph ilosophy.rmit.edu.au), © M. Van Kooy,
aplikasi
teknologi komputer dalam kegiatan rancang bangun yang berpotensi “menggantikan” posisi arsitek dalam simbiosis klasik arsitekklien. Tulisan ini beserta kedua tulisan yang
• Zeisel John, 2006, “Inquiry By Design: Tools for Environment - Behavior Research”, © Brooks/Cole Publishing Company, Monterey, California.
dimaksud secara keseluruhan dapat dilihat sebagai gagasan
suatu
essay
tentang
yang
mengusung
prospek
kehadiran
• http://en.wikipedia.org/wiki/Authority
fenomena arsitektur futurovernakularis yang
SITUASI OTORITATIF ARSITEK (Bagian Pertama dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)
- 32 -