Sistensis Dan Karakterisasi Homopolimer Emulsi Poli (Metilmetakrilat) Dengan Variasi Konsentrasi Surfaktan Dan Zat Pengalih Rantai Supri Amir Hamzah Siregar Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia Universitas Sumatera Utara
1. Pendahuluan Produk-produk polimer emulsi merupakan bahan yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai jenis sektor industri. Salah satu contoh yang bisa dikenal adalah PV Ac (polivinil asetat) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan sebagai lem kayu dan kertas. Dalam industri tekstil sebagai macam emulsi digunakan dalam proses pengkanjian (sizing) pencapan (printing), dan penyempurnaan (finishing). Dalam industri cat tembok berbagai macam polimer emulsi digunakan sebagai pengikat dan pengental. Polimer emulsi digunakan sebagai perekat dalam industri kayu lapis dan pengerjaan furniture selain itu sifat khusus dari beberapa kopolimer emulsi yang lengket terhadap aksi tekanan merupakan suatu sarana bagi penggunaan material tersebut sebagai lem striker dan lem celorape yang dikenal dengan lem peka tekanan. Penelitian terhadap proses polimerisasi emulsi dan produknya telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai macam institusi dan telah dipublikasikan dalam berbagai macam jurnal dan buku teks. Pendekatan ilmiah dan teoritis terhadap proses polimerisasi emulsi merupakan ciri dari suatu penelitian akademis, sedangkan pemahaman empiris dan praktis merupakan ciri dari penelitian dan pengembangan yang dilakukan di industri yang kebanyakan hasilnya dirahasiakan atau dipatenkan. Suatu hubungan yang ideal akan tercapai jika hasil penelitian ilmiah yang teoritis dapat digunakan secara langsung ataupun tidak langsung dalam proses industri polimer emulsi yang akan mengefisienkan usaha penelitian dan pengembangan produk. Produk polimerisasi emulsi dalam dunia industri kebanyakan merupakan suatu kopolimer dari dua jenis monomer atau lebih. Penelitian ini akan disintesis suatu homopolimer emulsi poli(metilmetakrilat). Monomer polimetil metakrilat adalah monomer yang banyak digunakan di industri polimerisasi enmulsi dan termasuk jenis monomer ruah (bulk monomer). Beberapa variasi dalam formula akan dilakukan dan pengaruh dari perubahan-perubahan tersebut terhadap berat molekul dan ukuran partikel akan diketahui melalui proses karakterisasi dengan alat yang sesuai.Penelitian ini diharapkan akan memberikan data-data awal bagaimana pengaruh perubahan konsentrasi surfaktan dan zat pengalih rantai terhadap sifat emulsi polimer sehingga pada kelanjutannya nanti bisa diperoleh suatu data yang memberikan tuntunan pada saat mensintesis emulsi polimer dengan sifat-sifat tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan tiga seri percobaan. Pada seri pertama akan disintesis homopolimer emulsi poli(metilmetakrilat) berkadar padatan sekitar 25% berat dengan menggunakan surfaktan tunggal sodium lauril sulfat (SLS) dan dilakukan variasi terhadap konsentrasi surfaktan tersebut.
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
1
Pada seri kedua disintesis dua macam homopolimer emulsi poli(melilmetakrialat) berkadar padatan sekitar 25%, menggunakan surfaktan tunggal sodium lauril eter sulfat (SLES) dan yang kedua dengan menggunakan surfaktan tunggal sodium dodesil benzena sulfonat(SDBS), pada satu nihil konsentrasi saja agar proses polimerisasi dan hasilnya dengan variasi penggunaan jenis surfaktan yang berbeda dapat diamati. Pengaruh ini terhadap ukuran partikel dan distribusinya dikarakterisasi dengan alat penganalisis ukuran partikel. Pada seri ketiga disintesis homopolimer emulsi poli (metilmetakrilat) berkadar 25% berat dengan menggunakan surfaktan tunggal sodium lauril sulfat, pada satu nilai konsentrasi dan dilakukan penambahan zat pengalih rantai t-dodesil merkaptan pada beberapa nilai konsentrasi agar proses dan hasil polimerisasi yang terjadi dengan penambahan dan perubahan konsentrasi zat pengalih rantai dapat teramati. Pengaruh penambahan dan perubahan konsentrasi zat pengalih rantai terhadap berat molekul polimer akan dikarakterisasi dengan alat Kromatograpi Pennease Gel (KPG) setelah sebelumnya dilakukan proses pengendapan polimer dengan mendestabilisasi sistem emulsi melalui penambahan yang bermuatan berlawanan dengan SLS. Pemilihan surfaktan SLS, SLES, dan SOBS dalam penelitian ini berdasarkan sifat surfaktan tersebut yang anionik dan surfaktan yang umum digunakan dalam industri polimer emulsi.
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Umum Mengenai Polimer dan Polimerisasi Polimer adalah molekul yang memiliki massa molekul besar yang dibangun secara berulang dari struktur kimia yang sama, Unit berulang ini disebut monomer. Panjang rantai polimer ditentukan oleh jumlah unit berulang dalam rantai polimer tersebut yang dikenal dengan istilah derajat polimerisasi(DP). Massa molekul relatif dari polimer adalah produk perkalian dari massa molekul relatif monomer dan derajat polimerisasinya. Berdasarkan polimerisasinya maka polimer dapat dibagi dalam dua katagori yaitu polimerisasi secara adisi dan kondensasi [1]. Polimerisasi kondensasi adalah polimer yang terbentuk merupakan hasil reaki kondensasi dua molekul polifungsional yang merupakan satu molekul polifungsional yang lebih besar lagi dalam eliminasi satu molekul kecil seperti air. Polimer terbentuk mengandung kesatuan berulang dan dengan demikian massa molekul relatif bertambah besar selama reaksi berlangsung. Reaksi akan terus berlangsung sampai hampir semua pereaksi digunakan, kesetimbangan reaksi dapat digeser ke arah kanan dengan kontrol reaktan dan produk. XHO – R - OH + xHOCO - R' – COOH
HO- (R-OCO-R'-COO)xH + (2x-l)H2O
Gambar II.l Reaksi pembentukan poliester
Pada polimerisasi adisi reaksi polimerisasi melibatkan reaksi rantai. Pembawa rantai dapat berupa ion atau substansi aktif berupa radikal bebas. Radikal bebas ini dapat terbentuk melalui dekomposisi material yang ttidak stabil yang disebut inisiator. Radikal e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
2
bebas memiliki kemampuan untuk melepaskan ikatan rangkap pada monomer vinil, misalnya metil metakrilat. CH2=C( CH3 )-CO-O-CH3
Gambar II.2 Rumus molekul Metilmetakrilat Tahapan yang dilalui dalam polimerisasi adisi yaitu mekanisme radikal bebas diawali oleh proses inisiasi, yaitu tahap pembentukan radikal bebas, yang dilanjutkan dengan tahap propagasi, dimana monomer yang telah bereaksi dengan radikal bebas bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi perpanjangan rantai. Tahap terakhir adalah tahap terminasi , dimana tahapan reaksi dari polimerisasi adisi berakhir dengan cara dismutasi atau kombinasi. II.2 Zat Aktif Permukaan (Surfaktan) Zat aktif permukaan adalah zat yang mempunyai struktur karekteristik terdiri dari grup struktural yang memiliki daya tarik yang sangat kecil terhadap air, yaitu gugus hidrofob dan grup struktural yang memiliki daya tarik yang sangat kuat terhadap air yaitu gugus hidrofil [2]. Struktur ini dikenal dengan istilah struktur ampipatik. Struktur amfipatik dan surfaktan akan menyebabkan pengkonsentrasian surfaktan pada permukaan dan penurunan tegangan permukaan larutan, selain itu menyebabkan orientasi molekul pada permukaan dimana grup hidrofilik akan berada difasa air dan grup hidrofobik terorientasi menjauh ke arah luar. Bergantung kepada keadaan grup hidrofilik, surfaktan diklasifikasikan sebagai berikut: a) Anionik, bagian aktif permukaan mengandung muatan negatif misalnya Sodium lauril sulfat, Sodium dodesil benzena sulfonat, dan Sodioum lauril ester sulfat. b) Kationik, bagian aktif permukaan mengandung muatan positif misalnya benzalkonium klorida c) Zwitter ion, bagian aktif permukaan mengandung muatan negatif dan positif misalnya sulfobetaine. d) Non ionik, bagian aktif permukaan tidak bermuatan ionik misalnya poli(oksietilena) alkil fenol. II.3 Polimerisasi Emulsi Polimerisasi emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang bisa disebut lateks[3]. Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari partikel polimer dalam medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi selain dari monomer dan air adalah surfaktan , inisiator dan zat pengalih rantai. Air adalah salah satu bahan utama dalam polimerisasi emulsi. Sebagai fasa kontinue, sekalipun bersifat inert, air berfungsi untuk menjaga proses berlangsung dalam viskositas yang rendah dan sebagai sarana transfer panas yang baik. Air bertindak juga sebagai medium untuk mengubah bentuk monomer dari tetesan monomer menjadi partikel polimer, tempat dekomposisi inisiator dan pembentukan oligomer dan sebagai medium dari proses pertukaran dinamis surfaktan dari fasa satu ke fasa lain. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
3
Surfaktan dalam hal ini bertindak sebagai pengemulsi berperan dalam penyediaan kedudukan untuk nukleasi partikel serta berfungsi sebagai penstabil koloid dari partikel yang sedang tumbuh sebagai hasil dari adsorpsi surfaktan pada antar muka partikel air. Kebayakan proses polimerisasi emulsi menggunakan surfaktan non ionik seperti sodium lauril sulfat walaupun demikian surfaktan non ionik dan kationik dapat juga digunakan untuk keperluan tertentu. Pada awal reaksi surfaktan membentuk agregat yanig terdiri dari 50-100 molekul yang disebutt misel, sebagian monomer memasuki misel dan sebagian besar lainnya ada dalam bentuk tetesan dalam air dengan ukuran mikrometer yang digambarkan dalam gambar 2.3 . Dalam pendekatan yang ideal tidak ada polimer yang terbentuk dalam tetesan monomer. Mula-mula polimer terbentuk dalam misel dan bersamaan dengan itu misel tumbuh dengan penambahan monomer yang disuplai dari tetesan monomer pada fasa air. Segera setelah proses polimerisasi berlangsung 2-3%, partikel polimer tumbuh lebih besar dari ukuran misel awal dan mengabsorpsi hampir semua surfaktan dari fasa air. Polimerisasi berlanjut dalam partikel polimer yang telah terbentuk. Tetesan monomer dalam keadaan ini tidak stabil dan jika pengadukan dihentikan tetesan-tetesan akan bergabung membentuk fasa minyak yang tidak mengandung polimer. Tetesan-tetesan bertindak sebagai gudang penyedia monomer, yang tetesan tersuplai kepada partikel polimer yang sedang tumbuh dengan difusi melalui fasa air. Partikel-partikel dapat mengandung sekitar 50% monomer pada saat dimana tetesan monomer habis setelah polimerisasi berlangsung 60-80%.
Gambar II.3 Struktur ideal dari misel surfaktan (a) dan Tanpa dengan monomer tersolubilisasi (b) II.4 Massa Molekul Rata-rata Polimer Sifat bahan polimer bergantung kepada massa molekulnya seperti kelarutan, ketercetakan, dan kekentalan. Suatu sampel polimer terdiri dari sebaran ukuran-ukuran molekul dan tentunya sebaran massa molekul. Oleh karena itu setiap penentuan massa molekul akan menghasilkan harga rata-rata. Dua harga rata-rata yang bayak digunakan adalah rata-rata jumlah dan rata-rata bobot 1[1] Batasan rata-rata jumlah Mm secara matematika ialah : Mn = ∑ NiMi Ni
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
4
dengan Ni ialah jumlah molekul dengan derajat polimerisasi (DP) = i dan Mi ialah massa molekul dari molekul denga DP = i. Batasan matematika bagi rata-rata bobot. Mw adalah : Mw = ∑wiMi ∑wi Dengan wi ialah berat molekul dengan derajat polimersisasi (DP) =i, dan Mi adalah massa molekul dari molekul dengan DP=i. II.5. Penentuan Massa Molekul rata-rata dengan Alat Kromatografi Permeasi Gel (KGP). Teknik yang paling umum digunakan untuk mengukur massa molekul rata-rata dari distribusinya adalah dengan alat Kromatof : Permeasi gel. Cara ini adalah cara relatif yang memerlukan kalibrasi dengan menggunakan suatu polimer standar yang diketahui massa molekulnya dan memiliki distribusi massa molekul yang sempit [3]. Prinsip Juri teknik ini adalah dengan menyuntikkan : larutan sampel dalam sistem kromatografi dan dielusikan dengan pelarut yang baik bagi polimer tersebut. Pada saat sampel terelusi pada kolom dengan. partikel yang berpori, rantai polimer terpisahkan sesuai dengan ukurannya. Kareria rintangan sterik yang dimilikinya, molekul yang lebih besar akan tertahan dan tidak memasuki pori, hama pelarut saja yang dapat berpenetrasi ke dalam seluruh volume kolom. Semakin besar ukuran partikel semakin kecil fraksi volume pori yang dilalunya dan semakin cepat molekul itu terelusi dari kolom. Aliran zat terelusi dianalisis oleh detektor yang mampu mendeteksi konsentrasi atau jumlah dari polimer yang melaluinya pada suatu selang waktu. Dalam kebanyakan sistem digunakan detektor indeks bias yang mengukur perubahan indeks bias dari zat terelusi yang melalui detektor. II.6 Ukuran Partikel dan Pengukurannya Pengetahuan akan ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel adalah sangat penting dalam sistem partikulat seperti aerosol, emulsi, suspensi, dispersi, dan bubuk. Dalam polimerisasi emulsi, analisis ukuran partikel dan distribusi ukurapartikcl yang akrat adalah sangat penting berkaitan dengan teori kinetik yang menyangkut pembentukan partikel, pertumbuhan partikel, dan interaksi partikel jika dihubungkan dengan kondisi reaksi polimerisasi [4]. Dalam industri ukuran partikel dan distribusinya adalah sangat renting dan hal berhubungan dengan hal-hal seperti reologi dan sifat cat, tingkat kualitas printing binder, dan stabilisasi polimer emulsi. Secara umum stabilis sistem emulsi atau dispersi akan berkurang dengan kenaikan ukuran partikel dan distribusinya. Metoda yang digunakan dalam analisis ukuran partikel dan distribusinya antara lain : a) Metoda mikroskopi, termasuk di dalamnya Scanning Transmission, Optical, dan Tunelling Electron Microscopy. b) Metoda penghamburan cahaya, termasuk di dalamnya spektroskopi klsik dan kuasi elastis atau spektroskopi korelasi foton, difraksi Frounhofer, dan penghamburan neutron. c) Metoda pergerakan partikel
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
5
d) Metoda akustik Salah satu alat yang dapat digunakan menetapkan ukuran partikel rata-rata adalah Master Size verso S yang dibuat oleh Malvern Instrument yang bekerja berdasarkan metoda penghamburan cahaya. Alat ini sanggup bekerja dalam selang ukuran partikel 0,05-3500 mikrometer.
III.TUJUAN DAN MANFAAT III.1 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi surfaktan dan zat pengalih rantai pada pembuatan: homopolimer emulsi poli (metilmetakrilat)(PMMA). III.2 Manfaat Hasil penelitian ini akan memberikan data-data awal yang memberikan gambaran pengaruh perubahan konsentrasi surfaktan dan zat pengalih rantai terhadap sifat-sifat emulsi polimer sehingga pada kelanjutannya nanti bisa diperoleh suatu bank data yang memberikan tuntunan pacta saat mensintesis emulsi polimer dengan sifat tertentu
IV. METODE PENELITIAN IV.l Alat yang Digunakan Dalam penelitian ini digunakan alat- alat sebagai berikut, peralatan gelas laboratorium umum, neraca analitik, pH meter, reaktor gelas polimerisasi, mantel pemanas, Viskometer Broofield, dan Kromatografi Permeasi Gel (KPG). IV.2 Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Metil metakrilat (MMA), (NH4)2S2OS kualitas industri, Sodium lauril sulfat (SLS), Sodium Laril eter sulfat (SLES), SOBS, Benzal konium klorida, t- Dodesil Merkaptan (TDM), dan Tetra hidrofuran (THF). IV.3 Prosedur sintesis Homopolimer Emulsi PMMA Prosedur sintesis homopolimer emulsi PMMA untuk 1.000 gram produk adalah sebagai berikut : 1. Seluruh surfaktan dan 710 g air dimasukkan dalam reaktor gelas seperti pada gambar yang merupakan labu 2 L yang dilengkapi pengaduk, kondenser refluk, termometer, pipa aliran nitrogen, wadah monomer, dan wadah inisiator. 2. Jika dalam proses sintesis digunakan TOM, TOM ditambahkan terlebih dahulu dalam monomer metil metakrilat. 3. 1 g amonium persulfat dilarutkan dalam 45 g air dan 20 g dari larutan ini bersama 36 g meti1 metakrilat dimasukkan dalam reaktor. Sisa air digunakan sebagai air bilas.
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
6
4. 5.
6. 7.
Pengaduk dan aliran nitrogen dijalankan dan reaktor dipanaskan perlahan-lahan hingga suhu 75°c. Pada saat inisiator mlai berwama kebiru-biruan, sisa larutan inisiator dimasukkan dengan laju penambahan yang tetap da1am periode 90 menit, sedangkan sisa metil metakrilat ditambahkan dengan laju penambahan yang tetap selama 120 menit. Polimer emulsi dijaga pada temperatur 7SoC selama 60 menit sejak saat seluruh monomer telah dimasukkan dalam reaktor untuk menyempurnakan reaksi. Pada saat akhir tahap penyempurnaan reaksi aliran nitrogen dapat dihentikan, tetapi pengadukan harus tetap diteruskan sampai produk mencapai suhu kamar.
IV.4 Formula dalam sintesis homopolimer emulsi PMMA Sintesis homopolimer emulsi PMMA di1akukan dengan tiga tahapan, pada tahap 1 dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi SLS, tahap 2 memvariasikan SLES, SDBS, dan tahap 3 dengan memvariasikan konsentrasi TDM. Karakterisasi dilakukan dengan menentukan padatan total dan viskosiatas. Secara khusus dilakukan identifikasi menggunakan KPG untuk mendapatkan berat molekul rata-rata dan berat molekul berat.
Gambar IV. 1 Reaktor Gelas Polimerisasi Emulsi IV.5 Karakterisasi Secara Umum Priduk dikarakterisasi secara umum yaitu dengan menetapkan kadar padatan, viskositas dan pH. Kadar padatan dilakukan dengan menimbang sejumlah sampel (0,81,2 g) dengan teliti menggunakan neraca analitis, lalu sampel tersebut dipanaskan pada suhu 150°C sampai beratnya konstan dimana pelarut air akan menguap dan meninggalkan sisa padatan total polimer. Berat padatan akhir dibandingkan dengan berat awal sampai menghasilkan kadar padatan berdasarkan berat (%b/b ).
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
7
IV.6 Penetapan Berat Molekul Rata-rata Emulsi polimer diendapkan dengan penambahan surfaktan kationik, benzal konium klorida, endapan partikel dicuci dengan air berlebih dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 40°C selama 120 jam, Setelah kering endapan homopolimer PMMA diurutkan dengan THP lalu ditentukan Mn, dan Mw dengan menggunakan alat Kromatografi Permease Gel (KPG).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Sintesis dan Karakterisasi Secara umum Sintesis homopolimer emulsi PMMA tahap 1, 2 dan 3 berhasil dilakukan dengan menghasilkan emulsi berwama putih agak bening sampai berwama putih susu. Hasil karaktensasi secara umum ditunjukkan pada tabel VI, V,2 dan V.3 Tabel V.1 Karakterisasi secara umum emulsi PMMA dari sintesis tahap 1 Perlakuan Kadar PH Viskositas, Warna Padatan total cPs (% b/b) 1. A 24,21 3,31 10,0 Putih susu 1. B 24,11 2,98 7,5 Putih susu 1. C 24,41 3,07 10,0 Putih agak bening 1. D 24,34 3,15 10,0 Putih agak bening 1. E 24,10 3,14 8,0 Putih agak bening Secara umum dapat dikatakan polimerisasi berlangsung baik, untuk kadar padatan total secara teoritis sekitar 25-26%. Hasil ini dapat diterima disebabkan padatan total yang diperoleh antara 24,0-25,5% disamping ketidakmungkinan untuk mencegah penguapan polimer dicelah reaktor gelas. Tabel V.2 Karakteristik secara umum emulsi PMMa dari sintetis tahap 2 Perlakuan Kadar PH Viskositas, Warna Padatan total cPs (% b/b) 2. A 24,07 2,62 10,0 Putih agak bening 2. B
24,02
2,56
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
7,5
Putih agak bening
8
Tabel V.3 Karakteristik secara umum emulsi PMMa dari sintesis tahap 3 Perlakuan Kadar PH Viskositas, Warna Padatan total cPs (% b/b) 3. A 24,89 5,02 10,0 Putih susu 3. B 24,13 5,15 7,5 Putih susu 3. C 24,16 5,15 10,0 Putih agak bening 3. D 24,11 6,27 8,0 Putih agak bening 3. E 24,06 6,47 8,0 Putih agak bening Tidak ada perbedaan yang signifikan data data viskositas emulsi. Semua polimer emulsi yang dihasilkan mempunyai viskositas rendah :antara 7,5-10,0 cPs. Data pH dari tahap 1 berkisar diangka 3, sedangkan data pH dari tahap 3 mencapai angka 6 lebih. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan TDM sebagai zat pengalih rantai akan mempengaruhi pH emulsi menjadi semakin basa. Ciri-ciri polimerisasi emulsi terjadi dalam sintesis emulsi PMMA dari semua tahap pada proses inisiasi , awalnya penambahan monomer dan katalis inisiasi kedalam rektor menunjukkan butiran monomer yang terdispersi dalam fasa kontinu air, namun pada suhu 70°C warna campuran dalam reaktor menjadi kebiru-biruan dan semakinputih pada saat monomer di tahap propagasi dialirkan ke dalam reaktor secara terhahap Warna biru-kebiruan terfosforisasi di tahap inisiasi adalah ciri khas Tabel V-4 Hasil Penentuan Massa Molekul Rata- rata dengan Alat Kromatografi Permeasi Gel (KPG). Percobaan Kadar Mn Mw Indeks Bentuk Kurva TDM Polididpersitas Distribusi 1D 0,00 12755 145865 11,43 Dua puncak 3A 0,01 12982 144136 11,10 Dua puncak 3B 0,02 12588 130145 10,33 Dua puncak 3C 0,03 12245 117323 9,58 Dua puncak 3D 0,04 12115 111784 9,22 Dua puncak 3E 0,05 8796 52387 5,95 Dua puncak
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
9
Penurunan Mn dan Mw terhadap konsentrasi TDM ditunjukan pada gambar V.i
Gambar V. 1 Kurva hubungan antara Mn, Mw dan konsentrasi TDM Indeks polidispersitas, I, adalah pcrbandingan antara Mw dan Mn yang menunjukkan lebar distribusi massa molekul rata-sata. Semakin kecil I maka lebar distribusi akan semakin sempit, semakin besar 1 maka lebar distribusi akan semakin besar. Penurunan indeks polidispersitas I, terhadap konsentrasi TDM ditunjukkan pada gambar V.2.
Gambar V.2 Kurva hubungan penurunan lndeks Polidispersitas terhadap konsentrasi TDM Penurunan indeks polidispersitas menunjukkan fakta bahwa penambahan TDM pada proses bukan hanya menurunkan nilai massa molekul rata-rata tetapi juga mempersempit lebar kurva distribusi massa molekul rata-rata. Penambahan TDM seolaholah mengarahkan reaksi perpindahan pada satu pola tertentu. Reaksi perpindahan yang tadinya berlangsung pada pelarut, monomer dan inisiator menjadi kurang berpengaruh akibat dominannya reaksi terhadap zat pengalih rantai.
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
10
Sebagai contoh4 jika ditinjau nilai CM yang berkisar diantara 10-4 - 10-5 yang berarti ini reaksi perpindahan rantai terhadap monomer terjadi setiap 104-105 langkah propagasi. Hal ini akan menjadi signifikan jika kita meninjau nilai Cr untuk untuk TDM yang berkisar 10 yang mengakibatkan reaksi perpindahan rantai terhadap zat mengalih rantai mennjadi dominan dan membuat pola yang lebih teratur pada distibusi . V.3 Peranan Surfaktan Pada Sintesis Homopolimer PMMA Peranan, surfaktan dalam mekanisme polimerisasi emulsi adalah sangat kompleks ,Pendekatan yang dilakukan Smitth-ewart adalam sangat umum dan penyederhanaan masalah. Monomer MMA adalah monomer yang relatif hidrofilik kelarutannya dalam air sebesar 1,5% dan jauh hidrofil dan monomer hodrofob seperti stirena. Kerumitan mekanisme polimerisasi monomer hodrofilik seperti MMA disebabkan oleh kelarutan parsial monomernya. dalam air. Hal ini sangatlah nyata jika dibandingkan dengan polimerisasi monomer hidrofob stirena dimana pusat polimerisasi hanya terjadi dalam misel.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini : 1. Sintesis polimer emulsi PMMA dapat dilakukan dengan basil karakterisasi secara umum yang menunjukkan proses sintesis telah berjalan dengan baik. 2. Konsentrasi surfaktan sodium laurel sulfat mempengaruhi ukuran partikel polimer yang dihasilkan, dengan aturan umum semakin tinggi konsentrasi SLS semakin kecil ukuran partikel. 3. Massa molekul rata-rata polimer emulsi PMMA dan indeks polidispersitasnya menurun dengan penambahan zat pegalih rantai TDM ( t-dodesil merkaptan). Semakin banyak TOM yang ditarnbahkan akan semakin pendek panjang rantai polimer yang dihasilkan dan 1ebar kurva distribusi semakin sempit. VI.2 Saran Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya : 1. Sintesis bahan polimer yang bersifat hidrofob dengan memperhatikan kerja surfaktan yang ditambahkan. 2. Sintesis bahan po1imer emulsi dari monomer yang berbeda (kopolimeisasi) dengan variasi surfaktan dan zat pengalih rantai, serta memperhatikan sifat kimianya. DAFTAR PUSTAKA Cow.M.A.. Kima Polimer. Penerbit ITB bandung, 1991. Rosen, M.J Surfactants and and Interfacial Phenomena, John Wiley &Sons Ltd.,New York, 1994.
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
11
Bilmeyer, F.A., Texbook of Polymer Science, 2nded., John Wiley & Sons Ltd., New York,1984. Lovell, P.A, dan El-Asser, M.S., Emulsion Polymerization and Emulsion Polimers, John Wiley & Sons Ltd., New York, 1997. Oldring, P. dan Haywardd G., Resins for Surface Coatings Vol.II, SITA Ltd., London, 1987. Lissant, KJ., Emulsions and Emulsion Technology Part .II, Marcel Dekker Inc, London, 1987. S. Okamura dan T Motoyama, Koyo Kagaku Zasshi. 61,384, 1958. Russel, G.T.,Gilbert,G., dan Napper, D.H., Macromolecules. 25,2459, 1992. Jensen,D.P., dan Morgan,LW., J.Appl. polym. Sci., 39, 2119, 1991. Zosel A dan ley, G., Macromolecules, 26, 2222, 1993
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
12