Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
SISTEM REMOTE LOGISTIC CONTROL UNTUK MEREDUKSI KETIDAKAKURATAN PELAPORAN BIAYA SUMUR PADA INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS DI PT TEPI 1)
Mukharam Pria Bakti 1) dan Iwan Vanany 2) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya, 60264, Indonesia 2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember e-mail: 1)
[email protected] dan 2)
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meneliti model proses bisnis yang berlaku di PT TEPI yang bergerak di bidang industri migas dan mempunyai ikatan kontrak kerjasama dengan Indonesia melalui PSC (Production Sharing Contract). Kemudian dibuat suatu model logistik yang mempunyai tingkat kompleksitas yang cukup tinggi diawali dengan mengidentifikasi masalah, mendefinisikan proses bisnis serta merancang model logistik. Seluruh rencana kerja dan anggaran harus mendapatkan persetujuan dari badan yang ditunjuk oleh pemerintah (SKK Migas) melalui mekanisme WP&B (Work Program & Budget) dan dokumen AFE (Authorization For Expenditure) untuk proyek yang dikerjakan. Sebagai syarat bagi hasil dan pertanggungjawaban atas realisasi biaya proyek, PT TEPI mempunyai kewajiban untuk membuat laporan realisasi biaya melalui mekanisme AFE-COR (AFE Close Out Report) yang dihasilkan dari pencatatan biaya di sistem atas penggunaan barang dan jasa. Pengiriman barang diatur melalui sistem logistik yang kompleks karena banyaknya aktifitas proyek dan besarnya organisasi perusahaan. Hal ini berpengaruh terhadap akurasi laporan realisasi biaya proyek. Langkah-langkah pemodelan dilakukan dengan menggunakan metode yang relevan seperti ARIS, BPMN, dan EPC. Hasil rancangan model dapat diuji tingkat konsistensinya dengan proses bisnis yang ada, peningkatan mutu dan kualitas pelaporan realisasi biaya serta kesesuaian dengan kondisi organisasi di perusahaan sehingga dapat meningkatkan kualitas akurasi pelaporan realisasi biaya proyek. Kata kunci: logistik, remote logistik, ARIS, BPMN, EPC.
PENDAHULUAN Dunia eksplorasi minyak dan gas seolah-olah tidak pernah berhenti berkembang seiring dengan terus berkembangannya teknologi modern. Tidak hanya spesifik di bidang teknik perminyakan, namun juga teknologi penunjang seperti prosedur kerja dan aplikasi seperti penggunaan aplikasi SAP. PT TEPI adalah salah satu perusahaan asing yang bergerak di bidang eksplorasi minyak dan gas yang mempunyai beberapa wilayah operasi (konsesi) di Indonesia dalam suatu ikatan kontrak kerja sama produksi (PSC–Production Sharing Contract). Aturan main pelaksanaan kegiatan operasi pemboran kemudian diatur di dalam sub-sub aturan seperti PTK (Pedoman Tata Kerja), PP (Peraturan Pemerintah), KepMen (Keputusan Menteri), dan lain-lain. Salah satu aturan yang dibuat dalam rangka mengatur kegiatan proyek sumur pemboran adalah PTK-AFE (Authorization For Expenditure) yang menyatakan bahwa seluruh kegiatan yang bersifat proyek baik terkait anggaran maupun teknis pelaksanaan harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah. ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
Salah satu wilayah operasi konsesi terbesar yang dimiliki oleh PT TEPI adalah daerah delta sungai Mahakam yang berada di provinsi Kalimantan Timur dengan jumlah operasi pemboran rata-rata 100–120 sumur per tahun menggunakan 9 stasiun pemboran (rig) yang terdiri dari 4 rig tipe swamp yang beroperasi di wilayah delta sungai dan 5 rig tipe offshore yang bergerak di wilayah lepas pantai. Sesuai dengan kesepakatan kontrak kerja sama antara PT TEPI dan pemerintah Republik Indonesia, seluruh teknis kegiatan proyek berikut biaya yang timbul dari pelaksanaan proyek tersebut harus dipertanggung jawabkan di hadapan pemerintah sebagai prasyarat untuk mendapatkan penggantian biaya operasi dari pemerintah (Cost recovery) melalui mekanisme COR-AFE (Close Out Report–AFE). Salah satu kendala yang dihadapi oleh PT TEPI adalah ketika laporan biaya proyek tidak sesuai dengan kondisi aktual untuk barang dan jasa yang digunakan dalam proyek tersebut. Laporan keuangan yang digunakan sebagai basis pelaporan biaya berasal dari sistem SAP yang digunakan dalam seluruh aktifitas perusahaan termasuk seluruh tahapan kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek. Untuk menunjang kegiatan operasi pemboran dan menghasilkan sebuah laporan kegiatan teknis serta keuangan yang akurat perlu didukung dengan kegiatan-kegiatan penunjang seperti kegiatan logistik yang berperan mencatat dan mengirimkan barang-barang kebutuhan operasi dari gudang ke rig dan sebaliknya sesuai dengan permintaan dari pihak pengguna akhir. Berikut ini adalah figur alokasi biaya untuk proyek yang dikerjakan antara tahun 2004 hingga 2009 yang tidak sesuai dengan kondisi aktual dimana biaya yang masuk ke dalam proyek (sumur) lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya sesuai dengan kondisi aktual.
Gambar 1. Figur Alokasi Biaya sebelum Pemodelan.
Figur alokasi biaya tersebut didapatkan sebagai akibat kumulatif dari ketidakakuratan pencatatan barang yang dibutuhkan oleh proyek dan yang benar-benar secara fisik digunakan oleh proyek. Masalah yang teridentifikasi dalam kegiatan logistik pada operasi pemboran di PT TEPI adalah sebagai berikut (1) Siklus kegiatan logistik barang tidak sempurna. Beberapa kegiatan terputus ditengah jalan dan tidak ada pencatatan dari kegiatan yang terputus tersebut. Sebagian transaksi pencatatan masih dilakukan diluar sistem (offline), (2) Pergerakan barang tidak dapat ditelusuri status pengirimannya, (3) Status stok barang di gudang tidak bersesuaian antara sistem (SAP) dan aktual dan (4) Figur alokasi biaya dari barang yang masuk ke dalam sumur tidak sesuai dengan kondisi aktual.
ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
STUDI LITERATUR Studi literatur yang dilakukan untuk mendukung penelitian ini dalam rangka pemecahan masalah dan pembuatan solusi atas permasalahan yang ada. Beberapa keilmuan dan isu diuraikan pada sub bab ini. OLM (Offshore Logistic Management) yang sudah ada di dalam sistem SAP sebagai modul standar. OLM di dalam SAP mempunyai modul transaksi yang lengkap untuk setiap kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek mulai dari modul pengelolaan rantai pasok, penerimaan barang (good receipt), pengiriman (shipping), penahanan barang (holdings), pengembalian barang (returns), hingga penelurusan barang (goods tracking). Company Rule tentang Tata Kelola Barang Dalam kaitan dengan penelitian ini beberapa aturan perusahaan yang relevan dengan kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek yaitu: SCMS-03-116 tentang tugas dan kewenangan masing-masing bagian yang terlibat di dalam kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek, SCMS-03-026 tentang tata kelola pengembalian dan penerimaan barang di gudang dan SCMS-03-502 tentang tata cara pelaksanaan pengembalian barang sisa proyek pemboran sumur. Pedoman Tata Kerja (PTK) PTK diterbitkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mengatur tata kelola proyek yang berkaitan dengan eksplorasi minyak dan gas secara terperinci dalam hubungannya dengan pihak peperintah sebagai pemilik wilayah kerja. PTK bersifat mengikat dan mempunyai konsekuensi hukum dan finansial apabila mengabaikannya karena dapat mengakibatkan realisasi biaya proyek tidak mendapatkan penggantian dari pemerintah (non cost recovery). Metode Pemodelan (ARIS, BPMN dan EPC) Metode ini merupakan alat bantu dalam membuat peta model dari proses bisnis yang ada sehingga dapat ditemukan titik lemah dari bisnis proses yang ada serta membantu merancang model baru yang lebih sempurna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
METODE Metode penelitian merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa tahapan yang saling terkait, dan tahapan yang satu merupakan masukan untuk tahapan berikutnya. Secara umum metodologi penelitian dan penulisan tesis ini terdiri dari beberapa tahap seperti: studi pendahuluan, studi pustaka, membuat model struktur pemecahan masalah, implementasi model, melakukan analisis, serta menarik kesimpulan dan saran. Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini:
ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
STUDI PENDAHULUAN
STUDI PUSTAKA
STUDI LAPANGAN
PTK CR/SOP SAP/ARIS/BPMN/EPC
WAWANCARA DISKUSI GRUP TINJAUAN LAPANGAN
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Improper logistic activities
Misallocation Cost
Non Cost Recovery
PENGUMPULAN DATA
Business Process Related to Logistic Financial Reporting Requirement Organization Review Regulation Review (Internal & External) Project Budgeting Standard
PENGOLAHAN DATA
Pembuatan Model Kegiatan Logistik untuk Mendukung Akurasi Pelaporan Biaya Proyek Cost and Benefit Analisys
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2. Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data terhadap infrastruktur logistik, struktur organisasi, proses bisnis yang ada serta sistem pembiayaan yang meliputi standarisasi biaya, pengalokasian biaya dan mekanisme pelaporan biaya terkait proyek maka ditemukan fakta-fakta bahwa infrastruktur logistik yang dimiliki PT TEPI menunjukkan adanya letak geografis yang cukup sulit untuk melakukan pengiriman barang dari gudang ke lokasi proyek dimana gudang berada di darat dan lokasi proyek berada di delta sungai sehingga pengiriman harus dilakukan melalui media transportasi darat dan juga laut. Secara organisasi, terdapat banyak entitas yang terlibat di dalam kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek pemboran sumur sehingga banyak pelaku kegiatan yang berasal dari berbagai latar belakang dan disiplin ilmu yang berbeda. Proses bisnis yang ada sesuai dengan fungsi dan kapasitas dari entitas yang terlibat di dalam kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek adalah: a) Drilling: merupakan pemilik proyek dan pencetus adanya kebutuhan suatu barang di dalam proyek. Bagian ini mengajukan persetujuan pembiayaan proyek melalui mekanisme persetujuan AFE kepada pemerintah dan mempunyai kewajiban untuk pertanggungjawaban proyek dan realisasi biaya proyek. b) Gudang: tugas utama bagian gudang adalah mengelola persediaan barang dan mempersiapkan barang sesuai permintaan untuk siap dikirim ke lokasi proyek. c) Logistik: terdapat 2 sub bagian logistik berdasarkan media transportasi yang digunakan yaitu logistik darat dan logistik laut (marine) tugas utama bagian logistik adalah ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
mengirimkan seluruh barang yang telah disiapkan oleh bagian gudang baik melalui darat maupun laut. Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data tersebut menunjukkan adanya praktek kegiatan yang kurang sempurna untuk pengiriman barang ke lokasi proyek. Hal ini menghasilkan ketidakakuratan data yang dihasilkan oleh sistem SAP sehingga mempengaruhi kualitas pelaporan realisasi biaya atas proyek kepada pemerintah sebagai bagian dari proses penggantian biaya operasi. Ketidaksempurnaan tersebut terlihat dari transaksi yang mempengaruhi biaya proyek pada setiap bagian dari siklus perjalanan pengiriman barang dari gudang hingga lokasi proyek dan juga pengembalian barang sisa proyek kembali ke gudang. Pencatatan di sistem SAP terlihat hanya terjadi pada kegiatan pengiriman barang dari gudang ke lokasi proyek sedangkan perjalanan pengembalian barang sisa dari lokasi proyek ke gudang tidak sepenuhnya melalui pencatatan di sistem SAP. Kondisi siklus tersebut dapat terlihat pada bagan alur berikut:
Gambar 3. Bagan Alur Kegiatan Logistik Kondisi Awal
Dari bagan alur tersebut terlihat ada beberapa kegiatan yang masih dilakukan secara offline atau tidak terdapat transaksi pencatatan di sistem SAP. Kegiatan-kegiatan offline tersebut dimulai dari pengiriman barang melalui transportasi laut hingga penerimaan barang di lokasi proyek serta pengiriman barang sisa proyek dari lokasi proyek kembali ke gudang. Pada saat barang diterima di gudang memang terdapat transaksi input/output data barang yang mengakibatkan berpindahnya nilai barang dari biaya proyek ke gudang. Namun transaksi ini dibuat tidak berdasarkan dokumen referensi yang akurat karena pengiriman barang dari lokasi proyek tidak disertai dengan data yang di input di SAP (offline). Kondisi ini mengakibatkan pencatatan nilai barang tidak akurat. Contoh kasus kekeliruan pencatatan barang adalah sebagai berikut: ketika ada permintaan dari bagian ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
drilling untuk mengirimkan pipa sebanyak 100 (seratus) batang, maka bagian gudang akan mempersiapkan barang tersebut sesuai dan melakukan transaksi pencatatan di dalam sistem SAP (good issue) untuk memindahkan nilai barang tersebut dari gudang ke dalam biaya proyek. Ketika proyek menggunakannya dan terdapat sisa pipa yang tidak terpakai, maka sisa dari pipa tersebut akan dikembalikan ke gudang. Proses pengembalian tidak dilengkapi dengan pencatatan di dalam sistem SAP (offline) sehingga ketika pipa sampai di lokasi gudang, bagian gudang hanya kan mencatat transaksi pengembalian sejumlah barang yang diterima secara fisik di gudang tanpa mengetahui asal-usul dari barang tersebut dan tanpa memperhatikan konsistensi dengan sejarah permintaan barang tersebut untuk proyek bersangkutan. Apabila pipa yang diterima secara fisik di gudang berjumlah 5 (lima) batang maka bagian gudang hanya akan mencatat pengembalian nilai barang sebanyak 5 (lima) batang pipa. Apabila ternyata aktual kondisi di lapangan proyek tersebut hanya menggunakan 80 (delapan puluh) batang pipa, maka kita akan kesulitan untuk mengetahui dan menelusuri keberadaan 15 (lima belas) batang pipa yang lainnya. Nilai kelimabelas batang tersebut secara sistem masih berada di dalam kantung biaya proyek sehingga seolah-olah proyek tersebut kenggunakan pipa sebanyak 95 batang. Dari kondisi tersebut dan untuk menghindari kejadian serupa berulang-ulang, perlu dibuatkan suatu model proses bisnis yang lebih sempurna yang dapat menjamin proses transaksi di dalam sistem SAP untuk mencatat setiap pergerakan barang yang ada. Model proses bisnis yang baru ini merupakan proses bisnis dengan siklus penuh (full cycle business process) dimana seluruh kegiatan dicatat di dalam sistem secara akurat. Model proses bisnis dengan mode full cycle ini dapat pula diistilahkan sebagai sistem “Remote Logistic Control” karena bersifat mengendalikan kegiatan logistik secara jarak jauh dengan tujuan untuk mengurangi ketidakakuratan pelaporan biaya proyek pemboran sumur. Bagan alur kegiatan logistik pengiriman barang setelah disempurnakan dapat dilihat pada Gambar 4.
RLM Workflow for DRL Operations (Stock to Non stock) Update BOM in PS Network
STO doc creation
Outbond Delivery
Picking List
LOGISTIC & MARINE
Post Good Issue
Release STR doc Create Shipment
WAREHOUSE
USER
• Prepare all required materials (including backup) to be sent to the rigs. • Cost of these materials are directly allocated to well account
• Trigger reservation based on TDP (Technical Drilling Program)
WAREHOUSE
Assign to Container Move Container
DRILLING RIG Return Document
• Excess material f rom rigs received at Handil • All the cost of these excess materials will be deducted f rom well account except f or damaged material
Outbond Delivery w/o reference Post Good Issue
Assign to Container
Post Good Issue Return
NOTE: • This cycle has to be done f or each drilling phase in one well. • Each well consist of more than 2 phases depending on well architecture
Create Shipment
Temporary done by RLM officer
Move Container
Inspection
Shipment Receive
LOGISTIC & MARINE
ACCEPTANCE
Gambar 4. Bagan Alur Kegiatan Logistik Kondisi setelah Adanya Pemodelan
ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
Pada bagan alur tersebut terlihat adanya transaksi input/output pada hampir setiap tahapan kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek walaupun transaksi yang dilakukan pada salah satu kegiatan tidak dilakukan oleh bagian yang berkepentingan secara operasional yaitu pengiriman barang sisa proyek dari lokasi proyek ke gudang. Pada kegiatan ini, secara fisik transportasi dilakukan oleh bagian logistik transportasi laut sedangkan transaksi di SAP dilakukan oleh perwakilan dari user yang kemudian disebut dengan RLM/RLC (Remote Logistic Control officer). Hal ini disebabkan kondisi organisasi bagian logistik belum dapat memenuhi kebutuhan operasional di lapangan sesuai dengan rancangan model RLC. Ketika seluruh tahapan kegiatan logistik pengiriman barang secara full cycle ini dilakukan secara konsisten dan tepat waktu, maka pencatatan pergerakan barang di dalam sistem akan menghasilkan data yang akurat sehingga dapat dijadikan referensi dalam pembuatan laporan realisasi biaya sumur.
KESIMPULAN DAN SARAN Setelah melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data serta pemodelan proses bisnis yang telah dibuat sebelum dan sesudah implementasi sistem RLC, dapat diketahui bahwa salah satu penyebab utama dari ketidakakuratan pencatatan realisasi biaya proyek pemboran sumur adalah karena siklus kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek pemboran yang tidak dilakukan secara lengkap dan menyeluruh di mana tidak adanya pencatatan di dalam sistem dalam siklus kegiatan pengiriman barang ke lokasi proyek pemboran. Siklus yang terputus tersebut menimbulkan ketidakkonsistenan pencatatan data di dalam sistem serta terdapat hubungan yang terputus antara pengiriman barang dan pengembalian barang sehingga keberadaan barang tidak dapat ditelusuri secara sistem. Pengiriman barang seharusnya mencatat penambahan nilai realisasi biaya proyek sedangkan pengembalian barang seharusnya mencatat pengurangan nilai realisasi biaya proyek. Dengan demikian nilai akhir dari suatu barang yang dikonsumsi oleh proyek menjadi realistis dan sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. Akurasi nilai realisasi biaya proyek akan mempermudah proses pelaporan biaya proyek pemboran sumur (COR-AFE) serta memperlancar proses pelaporan untuk mendapatkan persetujuan COR-AFE sehingga realisasi penggantian biaya operasi (cost recovery) dari pemerintah sebagai bagian dari proses kontrak bagi hasil atau PSC (Procuction Sharing Contract) dapat direalisasikan dengan baik. Model bisnis proses kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek pemboran sumur yang telah dibuat dalam penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan sehingga masih perlu disempurnakan. Salah satu yang belum dilakukan adalah terkait aturan internal perusahaan yang mengatur kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek pemboran sumur secara lengkap. Selama ini aturan yang sudah dibakukan hanyalah terkait aturan mengenai tugas dan kewenangan pihak-pihak yang terlibat di dalam kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek pemboran sumur (bagian drilling, bagian gudang, bagian logistik, dan sebagainya) yang diatur dalam SCMS-03-116, aturan yang mengatur kegiatan integrasi dan re-integrasi atas pengembalian barang dari proyek yang diatur di dalam SCMS-03-026 dan tata cara kegiatan pengembalian barang sisa proyek sumur ke gudang yang di atur di dalam SCMS-03502. Sedangkan aturan yang mengatur tentang pengiriman barang ke lokasi proyek belum dibakukan secara formal. ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
Atas kondisi ini, disarankan kepada PT TEPI agar segera membuat aturan baku perusahaan terkait kegiatan logistik pengiriman barang ke lokasi proyek pemboran sumur secara menyeluruh dari awal hingga akhir siklus (full cycle). Hal ini untuk menjamin konsistensi kegiatan di lapangan dan memastikan pencatatan nilai barang yang teralokasi ke dalam kantong biaya proyek sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. Model RLC ini dapat juga dikembangkan lebih lanjut dengan mengintegrasikan beberapa proses sebelum modul RLC seperti: proses perencanaan pekerjaan proyek, proses AFE dan juga setelah modul RLC seperti pembuatan laporan AFE-COR yang terintegrasi. Dengan demikian konsistensi dan akurasi data dapat lebih terjamin.
DAFTAR PUSTAKA A.-W. Scheer. (1995). Business Process Engineering. Reference Models for Industrial Enterprises. Springer-Verlag. BP Migas. (2010). Pedoman Tata Kerja–Authorization For Expenditure (AFE). PTK 074/BP00000/2010/SO. BPMN Artifacts. Flow Chart Marker & Online Diagram Software https://www.lucidchart. com/pages/bpmn/artifacts. G. Keller, M. Nüttgens, A.-W. Scheer. (1991). Semantische Prozessmodellierung auf der Grundlage “Ereignisgesteuerte Prozessketten (EPK)“. Veröffentlichung des Institut für Wirtschaftsinformatik, Paper 089, Saarbrücken. (http://www.iwi.uni-sb.de/iwihefte/heft089.ps). G. Keller, T. Teufel. (1998). SAP R/3 prozessorientiert anwenden. Addison Wesley. SAP. SAP for Industries–Offshore Logistics Management https://help.sap.com/saphelp_ oil46csp2/helpdata/de/7e/496c3a411aab70e10000000a114084/content.htm.
ISBN : 978-602-70604-3-2 A-4-8