Modul Ajar
SISTEM PENGENDALIAN OTOMATIS
Bambang L. Widjiantoro Ya’umar Fitri Adi Iskandarianto
Untuk Kalangan Sendiri
Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2012
Kata Pengantar Puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunianya atas terselesainya modul ajar ini. Tujuan utama dari penyusunan modul ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum tentang sistem pengendalian otomatis (sistem kontrol) terutama yang digunakan di industri. Dengan modul ini diharapkan mahasiswa lebih memahami pengertian serta kegunaan dari sistem pengendalian.
Modul ini hanya berisi tentang tinjauan praktis dari suatu sistem pengendalian otomatis. Penjelasan detail dari masing-masing materi diberikan pada saat tatap muka perkuliahan. Oleh karena itu kehadiran saat perkuliahan merupakan keharusan agar pemahaman tentang sistem pengendalian otomatis semakin baik.
Kritik dan saran perbaikan modul ini senantiasa dinantikan demi kesempurnaannya di masa mendatang.
Surabaya, Januari 2012 Tim Penyusun.
1
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Sistem Kontrol di Industri 1.1 Pendahuluan 1.2 Istilah-istilah dalam sistem kontrol 1.3 Elemen-elemen sistem kontrol 1.4 Keutamaan sistem kontrol Bab II Sistem Kontrol Umpan Balik 2.1 Aksi kontroler 2.2 Tuning kontroler 2.3 Transmitter 2.4 Control valve 2.5 Kestabilan sistem Bab III Programmable Logic Controller (PLC) 3.1 Elemen-elemen PLC 3.2 Cara kerja PLC 3.3 Relay 3.4 Sistem bilangan biner 3.5 Konsep Logika 3.6 Logika perangkat keras Bab IV Pemrograman sebuah PLC 4.1 Pendahuluan 4.2 Penggambaran diagram tangga (Ladder Diagram) Daftar Pustaka
halaman 1 2 3 3 5 6 6 8 8 12 14 15 19 20 21 22 23 24 25 26 29 29 29 42
2
BAB I. SISTEM KONTROL DI INDUSTRI 1.1. Pendahuluan Secara umum sistem kontrol/pengendalian sangatlah diperlukan untuk menjamin proses pada suatu plant/industri mampu berjalan dengan baik. Tujuan utama dari suatu sistem kontrol adalah menjaga nilai output proses agar tetap berada pada daerah yang telah ditentukan (set point), mereduksi/menghilangkan pengaruh dari suatu gangguan (disturbance) atau menjalankan suatu urutan langkah proses secara berurutan. Dengan adanya penerapan sistem kontrol ini, maka suatu proses dapat dijalankan dan dikendalikan secara lebih mudah dibandingkan dengan menjalankan secara manual.
Sistem kontrol yang dikenal secara luas di industri dapat dibedakan menjadi beberapa jenis meliputi: -. Sistem kontrol umpan balik (Feedback control system). -. Sistem kontrol umpan maju (Feedforward control system). -. Sistem kontrol sekuens (Sequential Control System).
Pada ketiga jenis sistem kontrol di atas, elemen utama yang menjalankan fungsi kontrol adalah kontroler. Kontroler dapat dipandang sebagai „otak‟ yang menentukan keputusan apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem kontrol berdasarkan input/data yang diterimanya.
Sistem Kontrol Umpan Balik Sistem kontrol umpan balik bekerja dengan mendeteksi nilai output proses dan membandingkan dengan nilai set point. Nilai error (perbedaan antara output proses dengan nilai set point) digunakan sebagai dasar penentuan sinyal control yang akan diberikan pada proses. Prinsip sistem kontrol umpan balik diperlihatkan pada gambar 1. Pada gambar 1, r(k) adalah set point atau nilai yang dikehendaki, u(k) merupakan sinyal kontrol, y(k) adalah output proses, sedangkan d(k) merupakan gangguan yang mempengaruhi proses.
3
d(k)
Gangguan
r(k)
-
Kontroler
y(k)
u(k)
Proses
+
Elemen umpan balik
Gambar 1.1 Sistem Kontrol Umpan Balik
Sistem Kontrol Umpan Maju Sistem kontrol umpan maju mendeteksi nilai gangguan yang terjadi pada proses. Berdasarkan informasi gangguan ini, maka sistem kontrol umpan maju menghasilkan sinyal kontrol yang akan diberikan pada proses. Prinsip sistem kontrol umpan maju digambarkan pada gambar 2. d(k)
Gangguan
r(k)
Kontroler
u(k)
y(k) Proses
+
Gambar 1. 2 Sistem kontrol umpan maju
Sistem Kontrol Sekuens Sistem kontrol sekuens merupakan sistem kontrol yang berfungsi untuk menjalankan suatu urutan tertentu untuk menjalankan proses. Urutan-urutan ini dapat meliputi gabungan dari beberapa proses untuk menjalankan proses lain yang lebih kompleks. Pada umumnya sistem kontrol sekuens ini di industri dijalankan oleh suatu kontroler khusus dan dikenal dengan Programmable Logic Controller (PLC).
4
1.2. Istilah-istilah Dalam Sistem Kontrol Beberapa istilah telah dikenal umum di dalam sistem kontrol berkaitan dengan fungsi yang dilakukannya. Istilah-istilah tersebut meliputi:
Set point merupakan nilai acuan yang ditetapkan bagi variabel yang dikontrol. Suatu sistem kontrol yang baik haruslah mampu membuat nilai variabel yang dikontrol sama dengan nilai set point yang ditetapkan.
Variabel yang dikontrol (Controlled variable) merupakan variabel yang nilai diatur agar selalu berada dalam nilai (range nilai) sesuai dengan yang dikehendaki.
Variabel yang dimanipulasi (Manipulated variable) merupakan variabel yang diubah-ubah nilainya (dimanipulasi) agar tujuan sistem kontrol dapat dicapai.
Sinyal error (Error signal) merupakan selisih antara controlled variable dengan set point yang ditentukan.
Sinyal kontrol (Control signal) merupakan sinyal yang dikeluarkan oleh kontroler dan berfungsi untuk mengubah nilai variabel yang dimanipulasi agar sistem kontrol dapat mencapai tujuannya.
Gangguan (Disturbance/noise) merupakan keadaan di sekitar sistem kontrol yang ikut mempengaruhi performansi yang dihasilkan oleh sistem kontrol. Suatu sistem kontrol yang baik adalah sistem kontrol yang mampu meminimalkan pengaruh gangguan yang terjadi.
Berdasarkan pada istilah-istilah di atas, maka terdapat beberapa pengertian yang perlu diperhatikan dalam suatu sistem kontrol diantaranya adalah struktur sistem kontrol dan algoritma sistem kontrol. Struktur sistem kontrol menyangkut pemilihan pasangan controlled variable dan manipulated variable dalam suatu sistem kontrol, sementara algoritma sistem kontrol menyangkut algoritma yang digunakan oleh kontroler dalam membangkitkan sinyal kontrol.
5
1.3. Elemen-elemen Sistem Kontrol Secara umum suatu sistem kontrol akan terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:
Sensing element merupakan device yang berfungsi untuk melakukan pengukuran/sensing terhadap variabel yang dikontrol. Fungsi dari sensing elemen ini juga menyangkut melakukan konversi terhadap besaran-besaran fisis yang diukur menjadi besaran fisis lainnya yang mudah untuk diolah lebih lanjut.
Kontroler (Controller) merupakan device yang menjadi ‟otak‟ dalam suatu sistem kontrol. Fungsi dari kontroler adalah untuk menghasilkan sinyal kontrol yang akan diberikan pada elemen pengendali akhir.
Elemen pengendali akhir (Final control element) merupakan device yang berfungsi untuk mengubah-ubah nilai manipulated variable berdasarkan nilai sinyal kontrol yang diterimanya.
Beberapa element lain juga sering ditambahkan pada suatu sistem kontrol (mis. monitoring elemen) namun fungsinya hanya sebagai assecories. Ketiga elemen di atas merupakan elemen pokok yang harus ada dalam suatu sistem kontrol. Oleh karena itu dalam sistem kontrol dikenal suatu jargon: Suatu sesuatu yang tidak dapat diukur maka tidak dapat dikontrol. Jika sesuatu tidak dapat dikontrol maka tidak dapat diperbaiki. Jika sesuatu tidak dapat diperbaiki maka tinggal menunggu kerusakannya.
1.4. Keutamaan Sistem Kontrol 1. Terjaminnya keselamatan (safety) baik bagi buruh maupun peralatan yang ada. 2. Terjaganya kualitas produk, misalnya komposisi produk, warna, dll. pada keadaan yang kontinyu dan dengan biaya minimum. 3. Proses berlangsung sesuai dengan batasan lingkungan, maksudnya adalah limbah yang dihasilkan oleh proses tersebut tidak melebihi ambang batas lingkungan. 4. Proses berlangsung sesuai dengan batasan-batasan operasinya. Berbagai jenis peralatan yang digunakan dalam sebuah pabrik kimia memiliki batasan (constraint) yang inherent untuk operasi peralatan tersebut. Batasan-batasan itu seharusnya terpenuhi di seluruh operasi sebuah pabrik. Contohnya pompa harus 6
menjada net positive suction head tertentu; tangki seharusnya tidak overflow atau menjadi kering; kolom distilasi seharusnya tidak terjadi banjir (flood); suhu pada sebuah reaktor katalitik seharusnya tidak melebihi batas atasnya sehingga katalis menjadi rusak. 5. Ekonomis: Operasi sebuah pabrik harus sesuai dengan kondisi pasar, yakni ketersediaan bahan baku dan permintaan produk akhirnya. Oleh karena itu, harus seekonomis mungkin dalam konsumsi bahan baku, energi, modal, dan tenaga kerja. Hal ini membutuhkan pengontrolan kondisi operasi pada tingkat yang optimum, sehingga terjadi biaya operasi yang minimum, keuntungan yang maksimum, dan sebagainya.
7
BAB 2. SISTEM KONTROL UMPAN BALIK Sistem kontrol umpan balik (feedback control system) merupakan sistem kontrol yang banyak digunakan di industri. Prisip dasar dari sistem kontrol umpan balik adalah membandingkan variabel yang dikontrol (controlled variable) dengan set point dan sinyal error yang dihasilkan digunakan untuk menghasilkan sinyal kontrol. Diagram blok sistem kontrol umpan balik diperlihatkan pada gambar 2.1
d(k)
Gangguan
r(k)
-
Kontroler
u(k)
y(k) Proses
+
Elemen umpan balik
Gambar 2.1 Diagram blok sistem kontrol umpan balik
Pada sistem kontrol umpan balik selalu digunakan negative feedback. Hal ini sangatlah logis karena negative feedback akan selalu memperkecil perbedaan antara setpoint dengan controller variable hingga tercapai kondisi dimana controlled variable sama dengan nilai setpoint yang ditetapkan.
2.1 Aksi Kontroler Kontroler merupakan salah satu elemen utama dalam sistem kontrol. Pada sistem kontrol umpan balik aksi kontroler dalam menghasilkan sinyal kontrol terbagi atas beberapa aksi dasar yaitu: a. Aksi proporsional (P) b. Aksi Integral (I). c. Aksi derivative (D). d. Aksi proporsional + integral (PI) e. Aksi proporsional + integral + derivatif
8
Gambar 2.1a. Aksi-aksi pengendali
Aksi Proporsional. Aksi proporsional merupakan aksi kontroler dimana dalam menghasilkan sinyal kontrol hanya merupakan penguatan dari sinyal error saja. Secara matematis aksi proporsional dinyatakan sebagai berikut:
u(t) Kp.e(t) bias
(2.1)
dimana : u(t) : sinyal kontrol e(t) : sinyal error Kp : gain proporsional Gain proporsional merupakan nilai penguatan yang diberikan oleh kontroler. Besar nilai dari Kp dinyatakan sebagai berikut:
Kp
100 PB
(2.2)
dimana PB : proportional band.
Gambar 2.2 memperlihatkan sinyal kontrol u(t) untuk nilai Kp yang berbeda. Pada gambar 2.2 terlihat bahwa nilai Kp sangat mempengaruhi sinyal kontrol yang dihasilkan. Semakin besar nilai Kp semakin besar pula sinyal kontrol yang dihasilkan.
9
e(t)
Kp = 2 Kp = 1 u(t) Kp = 0.5
Gambar 2.2 Sinyal kontrol untuk nilai Kp yang berbeda
Aksi Integral. Aksi integral merupakan aksi kontroler dimana dalam menghasilkan sinyal kontrol menggunakan integral dari sinyal errornya. Secara metematis aksi integral dinyatakan sebagai berikut:
u(t)
Kp Ti
e(t ) dt bias
(2.3)
dimana Ti
: integral time (waktu integral).
Keuntungan aksi integral adalah kemampuannya untuk menghilangkan offset yaitu steady state error (error pada keadaan tunak). Gambar 2.3 memperlihatkan pengaruh aksi integral dalam membangkitkan sinyal kontrol.
e(t) integral
u(t)) Proporsional
Ti
Gambar 2.3 Sinyal kontrol dalam aksi integral
10
Aksi derivativ. Aksi derivativ merupakan aksi kontroler dimana dalam menghasilkan sinyal kontrol melibatkan turunan/derivative dari sinyal kontrol. Secara matematis aksi derivative dinyatakan sebagai berikut:
u(t) K pTd
de(t ) bias dt
(2.4)
dimana : Td
: derivative time (waktu derivativ)
Keuntungan dari aksi derivativ ini adalah mampu mempercepat respon sistem kontrol. Oleh karena itu aksi derivativ umumnya digunakan pada proses yang memiliki karakteristik sebagai ‟proses lambat‟. Gambar 2.4 memperlihatkan aksi derivativ dalam menghasilkan sinyal kontrol.
e(t) Proporsional
u(t) Derivatif
TD
Gambar 2.4 Sinyal kontrol dalam aksi derivativ
Aksi proporsional + integral (PI) Aksi PI merupakan aksi kontroler yang merupakan gabungan antara aksi proporsional dan integral. Secara matematis aksi PI dinyatakan sebagai berikut:
1 u(t) K p e(t) e(t ) dt bias Ti
(2.5)
11
Aksi proporsional + integral + derivativ (PID) Aksi PID merupakan aksi kontroler yang merupakan gabungan antara aksi proporsional, integral dan derivativ. Secara matematis aksi PID dinyatakan sebagai berikut:
1 de(t ) bias u(t) K p e(t ) e(t ) dt T dt i
(2.6)
2.2 Tuning Kontroler Persamaan-persamaan algoritma kontroler di atas akan memberikan makna ketika parameter-parameternya telah memiliki nilai. Tuning kontroler atau penalaan kontroler merupakan usaha untuk memperoleh parameter kontroler (K p, Ti dan Td) yang baik sehingga mampu menghasilkan sinyal kontrol yang sesuai dengan proses yang dihadapi. Metode melakukan tuning kontroler diantaranya yang sering digunakan di industri adalah Metode Ziegler Nichols dan Metode Cohen Coon.
Metode Ziegler Nichols (Z-N) Metode Z-N erupakan metode tuning parameter kontroler yang dilakukan pada lup terbuka dengan memberikan sinyal step pada proses sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.5. Metode ini dikenal juga dengan metode reaction curve.
Gambar 2.5 Langkah dalam metode Z-N
Output dari proses diharapkan sedapat mungkin berupa kurva S. Berdasarkan pada kurva S, maka ditentukan garis singgung untuk menentukan parameter-parameter delay time (L) dan time constant (T) untuk menentukan parameter kontroler. Gambar 2.6 memperlihatkan bentuk kurva S beserta parameter yang harus dicari.
12
Gambar 2.6 Kurva S dalam metode Ziegler Nichols
Nilai parameter-parameter kontroler ditentukan berdasarkan nilai dari parameter L dan T dan dinyatakan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Parameter kontroler pada metode Ziegler Nichols
[Ogata, 1997].
Metode Cohen Coon Berbeda dengan metoda di atas, maka tuning parameter dengan metode Cohen Coon dilakukan dalam kondisi lup tertutup. Hanya saja aksi kontroler yang digunakan hanya aksi proporsional saja. Metode ini juga dikenal dengan metode ‟ultimate period‟. Kondisi ini diperlihatkan pada gambar 2.7
13
Gambar 2.7 Langkah pada metode Cohen Coon
Nilai Kp harus dipilih sedemikian hingga respon dari output proses selalu berosilasi sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.8. Nilai Kp pada saat terjadi osilasi dikenal dengan gain kritis (Kcr). Perioda pada kurva osilasi juga dikenal dengan periode kritis (Pcr). Berdasarkan nilai dari parameter-parameter Kcr dan Pcr maka dapat ditentukan parameter kontroler yang dinyatakan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Parameter kontroler pada metode Cohen Coon
[Ogata, 1997}
2.3. Transmitter Transmitter merupakan sensing elemen yang berfungsi untuk mengukur dari output proses yang sedang dikontrol. Secara umum transmitter terdiri dari 2 elemen penting yaitu: a. Transduser merupakan sensing elemen yang berfungsi untuk mengubah variabel mekanik menjadi variabel listrik. b. Transmitter merupakan elemen yang berfungsi untuk mengubah menjadi variabel listrik menjadi variabel yang standard.
14
Variabel-variabel standard yang dipakai di industri adalah: i.
Arus listrik
: 4 mA – 20 mA.
ii.
Tegangan
: 1 – 5 V.
iii.
Pneumatik
: 3 – 15 psi.
2.4. Control Valve Control valve adalah elemen kontrol akhir yang paling umum digunakan untuk mengatur aliran bahan dalam sebuah proses. Control valve atau proportional valve adalah alat yang digunakan untuk memodifikasi aliran fluida atau laju tekanan pada sebuah sistem proses dengan menggunakan daya untuk operasinya. Valve ini digunakan oleh industri dalam banyak aplikasi.
Control valve atau proportional valve adalah alat yang digunakan untuk memodifikasi aliran fluida atau laju tekanan pada sebuah sistem proses dengan menggunakan daya untuk operasinya. Valve ini digunakan oleh industri dalam banyak aplikasi. Struktur dari control valve secara tipikal diperlihatkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8. Struktur Control Valve
15
Berdasarkan jumlah valve seat-nya, control valve dibedakan menjadi :
Single Seat Pada single seat, tekanan bekerja pada saluran bagian bawah plug, sehingga menimbulkan gaya tekan ke atas pada stem. Kelebihan dari seat ini adalah dapat menutup dengan rapat dan dapat digunakan sebagai aliran proses tanpa kebocoran, sedangkan kelemahannya adalah tidak ada keseimbangan gaya pada plug akibat dari tekanan yang bekerja satu arah.
Gambar 2.9 Kontruksi Valve Single Seated
Double Seat Pada double seat, tekanan yang masuk dan keluar dapat diseimbangkan karena tekanan bekerja pada kedua plug dengan arah berlawanan. Kelebihan dari jenis ini adalah kapasitas aliran naik sampai 30% lebih besar dari single seat. Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat menutup dengan rapat.
Gambar 2.10 Kontruksi Valve Double Seated
Karakteristik Aliran Karakteristik aliran sebuah control valve adalah hubungan antara laju aliran yang melalui valve dan gerakan valve jika pergerakan bervariasi dari 0 hingga 100%. Karakteristik aliran dari suatu control valve ditentukan oleh jenis plug yang digunakan dalam control valve. Beberapa karakteristik aliran tersebut diantaranya adalah: 16
1. Quick Opening
Sesuai untuk perubahan maksimum laju aliran pada gerakan valve yang pelan dengan hubungan yang hampir linier
Penambahan gerakan valve memberikan perubahan tereduksi sesaat pada laju aliran, dan jika plug valve mendekati posisi bukaan lebar, perubahan laju aliran mendekati nol.
Digunakan khususnya untuk keperluan on-off
Pada sistem ketinggian cairan, karakteristik ini digunakan untuk penambahan Δp dengan penambahan terkunci, Δp pada beban maksimum > 200% beban minimum Δp
2. Linier
Laju aliran proporsional secara langsung terhadap gerakan valve
Drop tekanan konstan
Pengatan valve akan sama di seluruh aliran ( penguatan valve adalah rasio
perubahan
penambahan
laju
aliran
terhadap
perubahan
penambahan posisi plug valve)
Umumnya digunakan untuk pengontrolan ketinggian cairan dan untuk pengontrolan aliran tertentu yang membutuhkan penguatan konstan
Penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum > 20% beban minimum Δp pada sistem ketinggian cairan
Penambahan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum > 200% beban minimum Δp pada sistem ketinggian cairan
Pada
proses
kontrol
aliran,
karakteristik
ini
digunakan
untuk
proporsional terhadap aliran dengan jangkauan set point aliran yang lebar, jika lokasi control valve seri dan bypass terhadap elemen pengukuran
Pada sistem kontrol tekanan, karakteristik ini digunakan untuk proses gas, volume besar ( proses memiliki penampung, sistem distribusi ata jalur transmisi melampaui 100 ft dari volume pipa nominal) dan penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum > 20% beban minimum Δp. 17
3. Equal Percentage
Dengan aliran kecil, perubahan laju aliran akan menjadi kecil
Dengan aliran besar, perubahan laku aliran akan menjadi besar
Pada sistem ketinggian cairan, karakteristik ini digunakan untuk penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum < 200% beban minimum Δp
Pada
proses
kontrol
aliran,
karakteristik
ini
digunakan
untuk
proporsional terhadap kuadrat aliran dengan lokasi control valve seri dan bypass terhadap elemen pengukuran, dan jangkauan kecil aliran namun perubahan Δp besar pada valve dengan penambahan beban.
Pada sistem kontrol tekanan, karakteristik ini digunakan untuk cairan, proses gas, volume kecil, kurang dari pada 10 ft pipa anatara control valve dan load valve, dan juga digunakan untuk proses gas, volume besar, penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum < 200% beban minimum Δp.
Gambar 2.11. Kurva karakteristik untuk plug type quick opening linier, dan equal percentage.
18
Aksi Control Valve Berdasarkan supply udara yang diberikan, aksi contro valve dibedakan menjadi dua, yaitu: -
Air To Open (ATO) Bila ada sinyal masukan, maka control valve akan membuka, sehingga dalam keadaan normal contro valve akan menutup (close) atau fail close (FC).
-
Air To Close (ATC) Bila ada sinyal masukan, maka control valve akan menutup, sehingga dalam keadaan normal contro valve akan membuka (open) atau fail open (FO).
Pemilihan ATO atau ATC disesuaikan dengan safety operation pada keadaan instrument-air supply failure (kegagalan angin). Contoh : Control valve pada tower vapour line untuk tower top pressure control, dipilih air to close (ATC). Kemudian control valve pada fuel untuk burner dipilih air to open (ATO).
2.5 Kestabilan sistem Kestabilan sistem merupakan salah satu parameter penting dalam sistem kontrol. Suatu sistem kontrol yang baik haruslah mampu memberikan jaminan kestabilan dari sistem yang ditinjau. Suatu sistem dikatakan stabil jika diberikan input yang terbatas akan menghasilkan output yang terbatas (Bounded Input Bounded Output/BIBO). Secara umum kestabilan sistem yang digambarkan pada gambar 2.12
Gambar 2.12 Kestabilan sistem 19
BAB 3. PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER (PLC) PLC merupakan suatu peralatan (device) yang digunakan untuk menggantikan fungsi suatu rangkaian relay sekuens untuk mengontrol proses/mesin. PLC bekerja berdasarkan input yang diterima dan bergantung pada fungsinya menghasilkan output
dalam
bentuk
on/off
(binary
output).
Pemakai/user
PLC
harus
memasukkan/memberikan program pada PLC untuk menghasilkan output tertentu.
Sebagai contoh, misalkan pada saat sakelar on kita ingin menyalakan suatu solenoid selama 5 detik dan kemudian mematikannya tanpa merubah status dari sakelar yang tetap on. Hal ini dilakukan dengan mudah dengan menggunakan external timer. Namun bagaimana jika suatu industri terdapat ratusan sakelar dan solenoid, tentu memerlukan banyak sekali timer. Kenyataman ini akan semakin kompleks jika juga dilakukan fungsi perhitungan (counter) pada suatu proses. Untuk menyederhanakan kebutuhan ini dan memudahkan menjalankan maka digunakan PLC. PLC mampu untuk menjalankan fungsi timer selama waktu tertentu serta melakukan fungsi counter dengan sederhana.
Secara umum PLC (Programable Logic Controller) dapat dibayangkan seperti sebuah personal komputer konvensional (konfigurasi internal pada PLC mirip sekali dengan konfigurasi internal pada personal komputer). Akan tetapi dalam hal ini PLC dirancang untuk pembuatan panel listrik (untuk arus kuat). Jadi bisa dianggap bahwa PLC adalah komputernya panel listrik. Ada juga juga yang menyebutnya dengan PC.
PLC (Programable Logic Controller) merupakan kontrol mikroprosessor serba guna yang khusus dirancang untuk beroperasi dilingkungan industri (cukup) berat atau kasar. PLC bekerja dengan menerima data dari peralatan input yang berupa saklar saklar, tombol sensor dan sebagainya, kemudian oleh PLC dibentuk menjadi keputusan keputusan yang bersifat logika yang kemudian disimpan dalam ingatannya. Dari perubahan input kemudian diolah oleh PLC dan ditransfer ke output yang kemudian dapat digunakan untuk menggerakkan mesin mesin.
20
Di dalam (CPU = Central Processing Unit) PLC dapat dibayangkan seperti kumpulan relay. Akan tetapi bukan berarti didalamnya terdapat banyak relay dalam ukuran yang sangat kecil. Di dalam PLC berisi rangkaian elektronika digital yang dapat difungsikan seperti contact NO dan contact NC relay. Satu nomor contact relay (baik NC atau NO) pada PLC dapat digunakan berkali kali untuk semua instruksi dasar selain instruksi output. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam suatu pemrogaman PLC tidak diijinkan menggunakan output dengan nomor contact yang sama.
Pada dasarnya PLC adalah komponen elektronika yang menggantikan fungsi dari relay relay dengan kemampuan yang lebih luas dibanding dengan relay itu sendiri. Dengan kemampuan yang luas itu PLC dikembangkan sehingga dapat melakukan operasi aritmatika (perhitungan), konversi (perubahan) analog digital dan sebaliknya, membandingkan data dan menyelesaikan fungsi yang kompleks. Dengan demikan konsep yang digunakan pada rangkaian relay digunakan pula pada PLC.
3.1. Elemen-elemen PLC Secara garis besar, elemen-elemen utama pada suatu PLC terdiri dari CPU, memori area, dan rangkaian tambahan untuk menerima input dan menghasilkan output. PLC dapat dibayangkan sebagai suatu box yang terdiri dari ratusan atau bahkan ribuan relay, counter, timer serta elemen penyimpan data. Namun demikian relay, timer ataupun counter yang ada di dalam PLC bukanlah merupakan suatu elemen fisik, namun hanya merupakan suatu simulasi dari suatu algoritma dalam register.
Gambar 3.1 Elemen-elemen PLC
Input relays: elemen ini yang berhubungan dengan dunia luar. Secara fisik elemenelemen ini ada dan menerima sinyal input dari switch, sensor dsb. Internal utility relay: elemen ini tidak ada secara fisik dan tidak menerima sinyal input dari luar. Elemen ini merupakan elemen relay simulasi di dalam 21
PLC dan memungkinkan PLC mampu menggantikan fungsi dari external relays. Counter: elemen ini juga tidak ada secara fisik. Elemen ini merupakan counter simulasi di dalam PLC, namun mampu untuk melakukan fungsi perhitungan suatu sinyal. Timer: elemen ini juga tidak ada secara fisik di dalam PLC namun hanya merupakan timer simulasi dan diprogram agar mampu melakukan perhitungan pada setiap kenaikan waktu. Output relays (coils): elemen ini secara fisik ada dan berhubungan dengan dunia luar. Elemen ini akan mengirimkan sinyal output PLC yang merupakan sinyal on/off pada solenoid, lampu dsb. Data storages: umumnya elemen ini merupakan register yang berfungsi untuk menyimpan data baik data matematik maupun data manipulasi dalam suatu PLC.
3.2. Cara kerja PLC Suatu PLC akan bekerja sesuai dengan program yang telah diberikan kepada PLC. Sinyal input dalam bentuk logika biner diterima oleh PLC dan PLC akan mengeksekusi berdasarkan program yang telah diterimanya untuk menghasilkan sinyal output juga dalam bentuk logika biner. Urutan langkah dari cara kerja PLC diperlihatkan pada gambar 3.2.
Gambar 3.2. Langkah-langkah cara kerja PLC
Step 1. Check input status. Pertama PLC akan memeriksa/mengecek keadaan dari setiap sinyal input yang diterimanya apakah dalam keadaan status on atau 22
off. Dengan kata lain apakah sensor yang dihubungkan dengan
input
pertama dalam keadaan on atau off. Step 2. Execute programs. Tahap berikutnya adalah PLC akan melakukan eksekusi program yang telah diterimanya dalam satu waktu. Misalkan jika input 1 dalam keadaan on, maka output 1 harus juga dalam keadaan on. Step 3. Update output status. Bagian akhir dari urutan ini adalah PLC akan melakukan up-date terhadap status output. PLC akan melakukan update output berdasarkan sinyal input yang telah diterimanya dan eksekusi yang telah dilakukan berdasarkan programnya. Jika ketiga langkah di atas telah dilakukan, maka PLC kembali lagi untuk mengulangi secara terus-menerus hingga tugas yang dikerjakan oleh PLC berakhir.
3.3. Relay Setelah mengetahui bagaimana suatu PLC bekerja berdasarkan urutan-urutan langkah pada gambar 4 dimana PLC akan memproses suatu sinyal output untuk menghasilkan sinyal output berdasarkan eksekusi program yang diberikannya, maka pengetahuan tentang relay merupakan salah satu hal yang penting. Hal ini disebabkan PLC memiliki fungsi salah satunya adalah untuk menggantikan peranan „relay sebenarnya‟ dalam industri. Prinsip kerja suatu relay diperlihatkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Relay
Relay dapat dipandang sebagai suatu sakelar elektromagnet (electromagnetic switch). Pemberian tegangan pada koil/kumparan akan menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet ini kemudian menarik suatu sakelar yang menyebabkan adanya hubungan listrik sehingga menghasilkan suatu aliran arus listrik. Gambar 3.3
23
juga memperlihatkan bagaimana suatu arus DC digunakan untuk mengontrol suatu arus AC dengan prinsip yang sangat sederhana. Dengan menggunakan PLC, maka kebutuhan akan relay yang jumlahnya sangat banyak akan dapat digantikan, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah penghematan.
Penggantian suatu relay dengan menggunakan PLC dilakukan dengan membuat program yang akan diberikan kepada PLC. Program yang digunakan pada suatu PLC dikenal dengan nama Ladder Diagram (Diagram Tangga) karena ditulis secara berjenjang atas ke bawah mirip seperti anak tangga dalam suatu tangga. Simbolsimbol yang digunakan pada diagram ladder di antaranya pada gambar di bawah
: load merupakan input bagi PLC : coil/kumparan merupakan output dari PLC.
Pemrogramman PLC untuk menggantikan relay di atas diperlihatkan pada gambar 3.4. Pada gambar 3.4 dapat dilihat bahwa kebutuhan akan elemen relay dapat dihilangkan dengan menggunakan PLC
Gambar 3.4. Contoh program PLC
3.4. Sistem Bilangan Biner Mikroprosesor pada PLC dibuat hanya untuk mengenali sistem bilangan biner. Sistem bilangan biner merupakan sistem bilangan yang hanya terdiri dari bilangan 0 dan 1. Namun demikian sistem bilangan biner dapat dikonversikan pada sistem bilangan desimal maupun sebaiknya. Konversi bilangan biner ke desimal. Misalkan suatu bilangan biner dinyatakan dengan: 1 0 0 1, maka konversi ke desimal dapat dilakukan dengan cara
24
1 x 20 = 1 0 x 21 = 0 0 x 22 = 0 1 x 23 = 8 ---------- + 9
Konversi bilangan desimal ke biner 9 2 ------ 1 (sisa) (MSB) 4 2 ------ 0 (sisa) 2 2 ------ 0 (sisa) 1 (LSB) Maka sistem bilangan biner dapat dituliskan dari MSB → LSB, sehingga 1001
3.5. Konsep Logika Konsep On-Off Konsep biner digunakan dalam logika karena kenyataannnya banyak hal yang dapat dipandang berada pada salah satu dari 2 kondisi. Sebagai contoh lampu dapat on (1) atau off (0) dan switch terbuka (0) atau switch tertutup (1). Angka biner “1” mempresentasikan kehadiran sinyal untuk kondisi logika positif, sedangkan angka biner “0” mempresentasikan ketidakhadiran sinyal. Berikut ini adalah contoh dari konsep biner menggunakan logika positif dan logika negatif :
Tabel 3.1. Binary Concept Using Negatif Logic 1 (0 V)
0 (5 V)
Example
Not Operated
Operated
Limit Switch
Not Ringing
Ringing
Bell
Off
On
Light Bulb
Silent
Blowing
Horn
Stopped
Running
Motor
Disengage
Engage
Clutch
Open
Closed
Valve 25
Tabel 3.2. Binary Concept Using Negatif Logic 1 (5 V)
0 (0 V)
Example
Operated
Not Operated
Limit Switch
Ringing
Not Ringing
Bell
On
Off
Light Bulb
Blowing
Silent
Horn
Running
Stopped
Motor
Engage
Disengage
Clutch
Closed
Open
Valve
Terdapat tiga fungsi logika dasar yang digunakan Dalam system digital: Fungsi AND, bernilai benar hanya jika semua input ON.
Fungsi OR, bernilai benar jika paling tidak sesalah satu dari input ON.
Fungsi NOT, bernilai benar jika input tidak bernilai benar dan sebaliknya . Fungsi NOT juga disebut inverter.
3.6. Logika Perangkat Keras Logika perangkat keras mengacu pada fungsi kontrol logika (timing, sequncing dan control) yang ditentukan oleh cara peralatan dihubungkan. Fungsi kontrol logika tersebut adalah timing (perwaktuan), sequencing dan control. Logika relay yang diimplementasikan pada PLC didasarkan pada 3 fungsi logika dasar (AND, OR, NOT) yang digunakan secara singkat atau gabungan untuk membentuk instruksi yang akan menentukan jika suatu alat di-switch ON atau di switch OFF.
Diagram ladder, juga disebut simbologikontak yang ekivalen dengan relay (yaitu kontak dan koil pada kondisi normally open dan normally closed) digunakan dalam memprogram logika kontrol pada PLC. Simbol simbol pada diagram ladder dapat berupa seri, pararel, atau kombinasi antara keduanya.Masing masing elemen pada diagram ladder memiliki bilangan atau label referensi yang dikenal sebagai address.
26
Bilangan address dapat direpresentasikan dengan semua bilangan (berbasis apapun) atau kombinasi dari karakter alphabet dan numerik. Berikut adalah contoh sederhana addres untuk rangkaian elektromagnetik. L1
L2 PB1
PL1 LS1
PB2
Gambar 3.5. Electromecanical Circuit
Field Input Devices L1
Control Program L2
PB1
L1
L2 10
12
L1
L2
15
PL1 15
10 PB2
Field Output Devices
11 11
LS1 12
Gambar 3.6. Analogi PLC dengan dunia nyata
Masing masing alat yaitu push buttons PB1 dan PB2 serta limit switch LS1, dihubungkan ke modul modul input PLC yang memiliki bilangan referensi. PB1 akan tersambungkan ke input 10, PB2 akan tersambungkan ke input 11 dan LS1 akan tersambungkan ke input 12 sedangkan PL1 tersambungkan ke output 15.
Address untuk input/output yang diberikan dapat digunakan pada program setiap kali dibutuhkan oleh kontrol logika. Pada saat suatu program dibuat, program tersebut mendefinisikan bahwa bila suatu kondisi tertentu dipenuhi, maka efek tertentu akan terjadi. Karena semua input pada PLC bertindak sebagai suatu saklar, keadaan dari saklar tersebut perlu diidentifikasi. Metode saklar untuk mengidentifikasi mekanisme saklar tersebut adalah NO dan NC. Saklar NO akan menghasilkan kontak bila beroperasi. Karena setiap keadaan ini dapat dimonitor oleh PLC, maka setiap
27
keadaan dapat menjadi suatu sinyal sehingga setiap perlatan dapat berada dalam keadaan NO maupun NC dalam program tersebut.
Kontak programable controller dan kontak relay beroperasi dengan cara yang sama. Keduanya menghasilkan daya ketika kontak tertutup. Setiap himpunan coil yang tersedia dan kontak yang berkaitan memiliki address unik untuk mengidentifikasi mereka.
28
BAB 4. PEMROGRAMAN SEBUAH PLC 4.1. Pendahuluan Pada dasarnya PLC adalah komponen elektronika yang menggantikan fungsi dari relay relay dengan kemampuan yang lebih luas dibanding dengan relay itu sendiri. Dengan kemampuan yang luas itu PLC dikembangkan sehingga dapat melakukan operasi aritmatik (perhitungan), konversi (perubahan) analog digital dan sebaliknya, membandingkan data dan menyelesaikan fungsi yang kompleks. Dengan demikian konsep yang digunakan pada rangkaian realy relay digunakan pula pada PLC. Tabel 4.1. Hubungan relay dengan PLC Relay
PC
Kontak
Input
Koil
Output
Relay
Bit
4.2. Penggambaran Diagram Tangga (LADDER DIAGRAM) Saat menentukan peralatan yang akan dipakai, maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana hubungan rangkaian yang satu dengan yang lainnya. Dalam PLC rangkaian pengaturan tersebut digambarkan pada diagram tangga, seperti simbol berikut :
Gambar 4.1 Simbol NO Pemakaian Relay
: Kontak NO (Normally Open)
Pemakaian
: NO (Input)
29
Gambar 4.2 Simbol NC Pemakaian relay
: Kontak NC (Normally Close)
Pemakaian
: (NC) Input
Gambar 4.3 Simbol Coil Pemakaian relay
: Koil
Pemakaian
: Output
Contoh 1 : Berikut adalah contoh program pada rangkaian sederhana dengan perintah AND dua input :
0005
0008
Gambar 4.4. Diagram Tangga Sedangkan programnya adalah : Tabel 4.2. Program AND Alamat
Perintah
Data
0000
LD
0005
0001
AND
0006
0002
OUT
0501
0003
END (1)
-
30
Pertama program diawali dengan perintal LD. Perintah ini adalah awalan logika dari bus bar. Sedangkan kontak input yang dipakai pada perintah ini adalah kontak nomor 0005. Nomor kontak merupakan data program. Output koil 0501 hidup jika kontak input 0005 dan 0006 bekerja. Maka perintah berikutnya adalah AND dengan data 0006. kemudian OUT 0501. Angka 0501 adalah nomor koil output, dalam hal ini merupakan data dari perintah OUT. Terakhir jangan lupa menutup program dengan perintah END (0).
Instruksi Umum Instruksi – instruksi umum yang terdapat pada Programable Logic Controller adalah sebagai berikut : 1. Timer dan Counter TIM adalah waktu relay. Nilai set value berkisar dari 0000 s/d 9999 atau dalam detik (0 – 999,9). Format linier adalah sebagai berikut :
Simbol Ladder
DEVINER VALUES
TIM M
N : TC NUMBER # (000 – 511) SV OPERATED DATA AREA SV : Set Value (Word : BCD) IR, SR, AR, DM, HR, LR
Gambar 4.5. Instruksi TIM 2. Counter – CNT CNT adalah suatu counter penurunan setap kali ada perubahan input dari OFF – ON. Counter diprogram dengan input hitungan (CP), input reset (R), angka counter (N) yang tidak boleh sama dengan timer, nilai st value (SV). Nilai set berkisar dari 0000 s/d 9999.
31
Simbol Ladder CNT N
CP
Deviner Values N : TC NUMBER # (000 – 511)
R SV
Operand Data Area SV : Set Value (Word : BCD) IR, SR, AR, DM, HR, LR
Gambar 4.6. Simbol dan Operand data area instrksi CNT
3. SET dan RESET SET digunakan untuk memaksa suatu bit menjadi ON, sedang RESET memaksa suatu bit menjadi OFF.
SET B
SV : Set Value (Word : BCD) IR, SR, AR, HR, LR
RSET B
SV : Set Value (Word : BCD) IR, SR, AR, HR, LR
Gambar 4.7 Simbol dan Operand data area instruksi SET dan RESET
4. KEEP (11) KEEP Digunakan untuk mengubah kondisi bit dengan dua keadaan dengan menggunakan dua terminal yaitu S (set) dan R (reset). Bila S diberikan eksekusi ON maka bit kondisi ON, jika R diberikan eksekusi ON maka bit akan OFF. KEEP (11)
B : bit IR, SR, AR, HR, LR
Gambar 4.8 Simbol dan Operand data area instruksi KEEP (11)
32
5. Differentiate UP dan Differentiate DOWN - DIFU (13) dan DIFD (14) DIFU dan DIFD dirancang untuk menghasilkan bit ON untuk cycle time. DIFU akan memberikan bit ON 1 cycle time apabila mendapat eksekusi input dari kondisi OFF ke ON. DIFD akan memberikan bit ON 1 cycle time apabila mendapat eksekusi input dari kondisi ON ke OFF.
B : bit
DIFU (13)
IR, SR, AR, HR, LR
DIFD (14)
B : bit IR, SR, AR, HR, LR
Gambar 4.9 Simbol dan Operand data area instruksi DIFU dan DIFD 6. Interlock dan Interlock Clear – IL (02) dan ILC (03) IL (02) selalu dikombinasikan dengan ILC (03) untuk menghasilkan suatu interlock / penguncian. Bila IL (02) ON maka ladder diagram antara IL – ILC akan dieksekusi seperti akan dieksekusi seperti kondisi biasa. Tetapiuntuk kondisi IL (02) adalah OFF maka ladder diagram antara IL – ILC tidak akan mengalami
eksekusi.
IL
(02)
dapat
digunakan
secara
serangkaian,
maksudnya diantara satu IL – ILC, masih dapat disisipkan perintah IL lagi dengan kondisi fungsinya berurutan dari atas ke bawah sesuai dengan laddernya.
IL (02)
ILC (03) Gambar 4.10 Simbol instruksi interlock
33
7. MOVE – MOV (21) Digunakan untuk memindahkan data dari word sumber / source (S) ke word tujuan / detinasi (D). S : Sourceword MOVE (21)
IR, SR, AR, HR, LR, DM, TC
S D : Destination Word
D
IR, SR, AR, HR, LR, DM Gambar 4.11 Simbol dan operand data area instruksi MOV 8. Compare – CMP (20) Instruksi CMP berfungsi untuk membandingkan dua word (CP1 dan CP2) dengan akibat penunjukan status flag GR (SR 255.05), EQ (SR 255.06) dan LE (SR 255.07), perubahan nilai status flag adalah : EQ : ON bila CP1 sama dengan CP2 GR : ON bila CP1 lebih besar dari CP2 LE : ON bila CP1 lebih kecil dari CP2 CP1 : First Compare Word CMP (20)
IR, SR, AR, HR, LR, DM
CP1 CP2
CP2 : Second Compare Word IR, SR, AR, HR, LR, DM
Gambar 4.12 Simbol dan operand data area instruksi CMP
34
9. Increment – INC (38) Ketika INC dieksekusi ON maka maka word (WD) akan ditambah satu setiap siklus eksekusi input. INC (38) WD
WD : Increment Word IR, SR, AR, HR, LR, DM, TC
Gambar 4.13 Simbol dan operand data area instruksi INC 10. Decrement – DEC (39) Ketika DEC dieksekusi ON maka maka word (WD) akan dikurangi satu setiap siklus eksekusi input Dec (39) WD
WD : Decrement Word IR, SR, AR, HR, LR, DM, TC
Gambar 4.14 Simbol dan operand data area instruksi DEC
Teknik Pemrograman Sistem pemrograman PLC dapat dibuktikan dengan cara rangkaian kontrol yang ditulis dalam diagram tangga atau “ Ladder “ diagram langsung dapat diprogram tanpa harus mengubah dulu ke fungsi mnemoniknya (dikodekan dahulu), sesuai dengan tombol – tombol yang ada pada keyboard PLC. Untuk selanjutnya dalam masalah sistem pemrograman dan pengoperasian PLC ini akan dibahas sistem pemrograman dengan menggunakan fungsi mnemoniknya.
Persiapan ke pemrograman Dalam penggunaan PLC perlu dipersiapkan terlebih dahulu hal - hal sebagai
berikut :
Rancangan Rangkaian Kontrol Suatu Sistem Dalam merencanakan rangkaian kontrol dari suatu proses harus ditentukan hal-hal sebagai berikut :
Banyaknya mesin-mesin atau motor-motor penggerak yang digunakan dalam sistem kontrol tersebut. 35
Diskripsi dari rangkaian kontrol harus dibuat dengan urutan yang jelas, sehingga siklus kerja dari rangkaian kontrol dapat bekerja dengan andal, aman dan efisien.
Rangkaian kontrol harus sesederhana mungkin sehingga memudahkan dalam memprogram, mengontrol dan mengatasi gangguan yang terjadi.
Penentuan Input dan Output pada Rangkaian Kontrol.
Jumlah input dan output dari rancangan kontrol harus disesuaikan dengan jumlah terminal yang tersedia pada PLC. Jumlah terminal input dan output dari tiap-tiap PLC adalah berbeda. Untuk mempermudah dalam pembuatan program yaitu dalam bentuk ladder diagram maka harus ditentukan terlebih dahulu peralatan yang tergolong input dan output. Peralatan input yang digunakan dapat berupa sensorsensor, selector switch, limit switch, push-botton dan lain sebagainya. Sedangkan untuk peralatan output dapat berupa alarm, lampu, motor dan lainnya. Peralatan input output harus diberi kode atau nomer pengenali yang sesuai dengan fungsinya masing-masing, hal ini untuk lebih memudahkan dalam mencari letak kesalahan bila terjadi gangguan pada rangkaian kontrolnya.
Penulisan Rangkaian Kontrol ke Dalam Diagram Tangga atau Dikodekan ke Mnemonik.
Relay Ladder Diagram. PLC tidak dapat digunakan bila tidak dimasukkan instruksi-instruksi atau program yang telah dibuat oleh seorang “ Programmer “. Jika akan dimasukkan program harus menggunakan bahasa perantara. Dengan bahasa perantara ini seorang “ Programmer “ dapat berkomunikasi secara langsung dengan PLC serta dapat mengantar cara kerja PLC sesuai dengan yang diinginkannya. Seperti halnya “ Personal Computer “, PLC mempunyai standart bahasa pemrogramman yang disebut “ Relay Ladder Diagram Program Logic “. Relay Ladder Diagram Program Logic terdiri dari blok rangkaian yang disebut dengan “ Ladder Diagram “ dan kode - kode mnemonik.
36
Sehingga dalam pemrogramman PLC dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
Langsung memasukkan “ Ladder Program “ ke dalam PLC.
Merubah terlebih dahulu ke dalam kode mnemonik kemudian memasukkannya ke dalm PLC .
Gambar 4.15 [ a ] arah aliran sinyal yang salah [ b] arah aliran sinyal yang benar
Gambar 4.16 Sistem pemasangan koil atau relay output
00/00 00/01 00/02 . . 0149 0150
Gambar 4.17 Urutan Pembacaan Program
Berikut ini beberapa hal yang perlu diingat pada saat membuat program PLC, yaitu : 1. Buat rangkaian kontrol (kalau dapat) dengan memakai kontak seminimum mungkin. 2. Arah aliran sinyal adalah dari kiri ke kanan atau dari bus bar ke output seperti gambar berikut : 37
0001
0002 0501
0003 0004
0005 0502
Gambar 4.18 Arah aliran sinyal Menurut sinyal setiap kontak adalah seolah olah merupakan suatu dioda sehingga pada gambar 4.18 ada sedikit kekeliruan pada pemasangan kontak nomor 0003 jika yang diharapkan dapat mengerjakan koil 0501 dan 0502 dengan menggunakan kontak nomor 0003. Dengan sedikit merubah diagram tangga dari gambar 4.18 tersebut maka diagram tangga menjadi benar, seperti terlihat pada gambar 4.19 dibawah ini.
0001
0002 0501
0003
0004
0005 0501
0003
Gambar 4.19 Arah aliran sinyal yang benar Pemasangan koil atau relay output tidak dipasang langsung pada bus bar sebelah sebelah kiri seperti pada gambar 4.20. 0002
0501
0501
a. Salah
b. Benar
Gambar 4.20. Pemasangan koil 38
Bus bar sebelah kanan boleh tidak digambar
0500
0500
0501
0501
Gambar 4.21 Bus bar kanan tidak digambar Semua output relay dilengkapi dengan kontak bantu NO dan NC
Kontak kontak NO maupun NC dapat dihubungkan seri maupun pararel dengan jumlah yang tak terbatas. Setelah output relay atau koil tidak boleh ada kontak.
a. Salah 0001
0002
0003
0004 0502
0500
b. Benar 0001
0002
0003
0004 0502
0500
Gambar 4.22 Sisipan kontak
39
Pengkodean atau penomoran kontak harus sesuai dengan mesinnya. Penggunaan kontak bantu dari relay output ayau koil, timer, counter, dapat digunakan tak terbatas. Relay output atau koil, timer, dan counter hanya bisa digunakan satu kali saja. Relay output, timer, dan counter dapat dihubungkan pararel.
0001
0001
0501
TIM 00
# 30
CNT 00 #
50
Gambar 4.23. Hubungan output parallel
Program dieksekusi mulai dari alamat terkecil sampai alamat terbesar atau sampai menemui perintah END dan kembali lagi ke alamat terkecil dan kemudian menjalankan program lagi, demikian selanjutnya.
0000
LD
0001
0001
OR
0002
....
....
....
....
....
....
0146
END (01)
-
40
Daftar Pustaka 1. Ogata K, ” Modern Control Engineering”, 4th edition, Prentice Hall, Englewood Clift, NJ, 1997. 2. Thomas E.Marlin : “Process Control,Designing Process and Control System, for Dynamics performance”,Mc graw Hill,2000. 3. Hassul M, Shahian B, “Control Systems Using Matlab”, Prentice Hall, 1997. 4. Jurusan Teknik Fisika, “Modul Pelatihan PLC”, 2005. 5. B. Wayne Bequette : “Process Dynamics, Modelling, Analysis and Simulation”, Prentice Hall Inc. , 1998.
41