SISTEM PEMBINAAN PROFESIONAL GURU IPA Oleh: Dra. Eneng Susilawati, M.Sc I. PENDAHULUAN Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945. Pendidikan bermutu hanya akan diperoleh melalui proses pembelajaran di dalam kelas yang dilakukan oleh guru yang profesional dan mempunyai komitmen terhadap mutu. Mengajar menjadi sebuah profesi ketika guru mempraktekkan pembelajaran dengan dasar pengetahuan yang umum dan menggunakan pengetahuannya untuk praktek mengajar yang efektif (NSTA 2003). Guru sebagai tenaga profesional mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia cerdas dan kompetitif. Karena itu, profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada kenyataannya, sampai saat ini, profesionalisme guru termasuk guru IPA masih menjadi bahan perbincangan dikalangan dunia pendidikan karena dianggap bahwa tingkat pendidikan, prestasi dan sertifikasi tidak dapat menjamin para guru mampu menyampaikan pengetahuan yang diperoleh sepanjang hidupnya dalam bentuk materi pelajaran yang memadai selama proses belajar mengajar, padahal penguasaan materi dan keterampilan mengajarkan materi, akan menentukan keberhasilan peningkatan pembelajaran siswa. Berbagai penelitian tentang guru IPA dan hasil belajar siswa memberikan sejumlah implikasi pentingnya berbagai strategi, sistem pembinaan profesional guru untuk peningkatan mutu dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran. Terbitnya Permenegpan dan RB No.16/2009 secara keseluruhan mengandung semangat yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru yang selanjutnya akan menjadikan guru sebagai pekerjaan profesional yang dibingkai oleh kaidah-kaidah profesi yang standar, dan pada akhirnya diharapkan berimplikasi terhadap peningkatan mutu, kreatifitas dan tentu saja kinerja guru. Uraian di atas menggambarkan betapa pentingnya guru memahami statusnya sebagai tenaga profesional dan berupaya meningkatkannya. Untuk membantu menjelaskannya, makalah ini akan membahas tentang: 1) Apa, mengapa, dan untuk maksud apa adanya pembinaan profesional guru IPA,
2) Tanggung jawab pembinaan, 3) Kajian efektifitas dan efisiensi, dan 4) Perspektif
pembinaan profesional guru IPA.
1
II. PEMBAHASAN A. Apa, Mengapa, dan untuk Maksud Apa Pembinaan Profesional Guru IPA. Guru dianggap sebagai profesi yang bermakna strategis karena mereka mengemban tugas sejati untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya, jabatan guru sebagai tenaga professional termasuk system pembinaan dan pengembangannya banyak didukung oleh kebijakan umum terutama pasca lahirnya UU tentang Guru dan Dosen. Guru profesional adalah mereka yang memiliki keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Mereka wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi (pasal 1,ayat 4, Bab 1 UU No.14/2005, tentang Guru dan Dosen). Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi dan dibuktikan dengan ijazah yang mencerminkan kemampuan akademik yang relevan dengan bidang tugas guru. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. (Permendiknas No. 16/2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru). Untuk menjadi Profesional seorang guru dituntut memiliki lima hal : 1) mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, 2) menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada siswa, 3) memantau hasil belajar siswa dengan berbagai cara evaluasi , 4) berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalaman, dan 5) bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru seharusnya melakukan profesionalisasi atau proses penumbuhan dan
pengembangan profesinya.
Menurut Komba & Nkumbi, 2008
pengembangan profesionalisme guru adalah proses peningkatan akademik, kompetensi, dan efisiensi dalam menjalankan kewajiban profesional di dalam atau di luar kelas, sementara Rogan & Grayson 2004; Tecle 2006 mendefinisikannya sebagai proses yang mencakup semua kegiatan yang meningkatkan karir profesional guru. Berdasarkan Permenegpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 16/2009, pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bergradasi, dan berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Semua guru, termasuk guru IPA perlu mendapat pembinaan secara berkelanjutan untuk dapat mewujudkan perannya sebagai tenaga professional yang bermartabat dan sejahtera; sehingga guru dapat berpartisifasi aktif untuk membentuk insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian dalam upaya meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. 2
Terdapat beberapa esensi dari pembinaan dan pengembangan profesional guru IPA, antara lain untuk: 1. Mendapat pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional yang berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan. 2. Memotivasi guru-guru untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional yang dalam aktualisasinya tugas dan fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki keprofesionalan secara berkelanjutan jaminan
perlindungan
memiliki
organisasi
kesempatan untuk mengembangkan
dengan belajar sepanjang
hukum dalam melaksanakan tugas profesi
yang
hayat; (8) memiliki
keprofesionalan;
dan
(9)
mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 3. Menjaga dan terus memutakhirkan agar kompetensi keprofesiannya tetap
sesuai
dengan
tuntutan ke depan baik kurikulum maupun perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan dan
peningkatan
kompetensi
tersebut dilakukan
melalui
sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. 4. Memfasilitasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan baik tingkat nasional maupun internasional. Secara umum ada 4 (empat) standar pengembangan professional guru IPA menurut NSES (1996), yaitu bahwa pengembangan profesional guru IPA mengharuskan mereka untuk (1) mempelajari isi materi IPA yang penting melalui perspektif dan metode-metode inquiry, (2) memadukan pengetahuan IPA, pembelajaran, pedagogik, dan siswa; juga mengharuskan menerapkan pengetahuan pada pengajaran IPA, (3) dibangunnya pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran seumur hidup, serta (4) program-program pengembangan profesional untuk para guru IPA haruslah koheren dan terpadu.
B. Tanggung Jawab Pembinaan Profesional Guru IPA 3
Dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula
berbasis
sekolah,
(3) profesionalisasi
guru berbasis
prakarsa
institusi, dan
(4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani. Pembinaan profesionalisme guru IPA di Indonesia dilaksanakan oleh berbagai pihak, mulai dari tingkat pemerintahan pusat (Depdiknas), pemerintah daerah (Dinas), dan tingkatan sekolah. Pembinaan dilakukan juga oleh Ditjen Dikti/LPTK dan berbagai organisasi profesi, secara diagram dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar. 1. Komponen Pembina Profesional Guru IPA
1. Pembinaan di Tingkat Pusat Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (P4TK IPA) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan
dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan (Badan PSDMPK-PMP) mempunyai visi mewujudkan layanan prima pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan IPA yang profesional, komprehensif, dan bermartabat. Dalam tupoksinya sebagai lembaga pengembangan, P4TK IPA melakukan
berbagai
penelitian dan pengkajian permasalahan pembelajaran IPA di sekolah kemudian mengembangkan program untuk membina dan meningkatkan kualitas pembelajaran guru IPA melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat), workshop, seminar, konferensi, festival sains, dsb. Peningkatan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) IPA melalui diklat merupakan salah satu upaya untuk pencapaian standar kompetensi profesi PTK
dan salah satu sarana
pengembangan keprofesian berkelanjutan. Luasnya wilayah Nusantara dan banyaknya jumlah guru IPA di Indonesia yang menjadi tanggungjawab pembinaan membuat P4TK IPA bekerja keras untuk 4
menciptakan program yang dapat menjangkau seluruh wilayah dan melibatkan banyak guru sebagai peserta yang ikut aktif dalam kegiatan pembinaan. Program-program yang sudah dilaksanakan antara lain: a. Pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan (diklat) berjenjang dan berkelanjutan, yaitu jenjang dasar, menengah, lanjut, dan tinggi. Dengan program ini guru mengikuti diklat selama 4 tahap berturut-turut dan apabila dinyatakan lulus di jenjang akhir mereka berkompeten menjadi instruktur di provinsinya masing-masing dengan kekuatan sertifikat level nasional, selanjutnya alumni berkewajiban mendesiminasikan hasil pelatihan kepada guru-guru di tingkat provinsi. Sistem seperti ini diharapkan akan menyerap banyak guru mengikuti pelatihan. Program ini memerlukan kerjasama yang baik antara P4TK IPA dan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten dalam rangka pemberdayaan alumni di wilayah masing-masing. b. Diklat dengan sistem in-on-in. Peserta mengikuti in service 1 di tempat diklat dilanjutkan dengan on the job learning di tempat asalnya/sekolah, dan melaporkan hasil kegiatan yang sudah dilaksanakan pada tahap in service 2 termasuk mengemukakan permasalahan yang ditemukan dan alternative solusi yang sudah dilakukan. c. Diklat dengan sistem pendampingan. Guru IPA mendapat pendampingan pembelajaran di sekolah dengan fokus pada konten IPA dan pedagogi, materi bervariasi sesuai kebutuhan masing-masing kelompok guru berdasarkan hasil Test Need Assessment (TNA). Kegiatan Pemdampingan ini diharapkan dapat menghasilkan penyamaan persepsi
yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diimplementasikan di lapangan sesuai dengan alur program sistem diklat yang telah dirancang. d. Program Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU), peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi dan kinerja guru yang dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pihak seperti BPSDMPMP (Bindiklat, Profesi), DIKTI (Ketenagaan), P4TK, LPMP, LPTK, Kelompok Guru, Kepala Sekolah, Pengawas, Jardiknas (Pustekkom), Balitbang (Puslitjaknov, Puspendik). P4TK IPA bertugas membentuk tim pengembang, mengembangkan modul-modul pelatihan yang akan digunakan di MGMP dan KKG, memberikan pelatihan kepada Provincial Core Team (PCT) dan Distric Core Team (DCT), serta mengkoordinasikan pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan KKG dan MGMP secara regional. Outcome dari program ini adalah Pengembangan Profesional Berkelanjutan dan Peningkatan Kualitas Guru. e. Program-program diklat reguler lainnya yang penekanannya selalu pada konten IPA dan pedagogi dilakukan untuk menjadikan P4TK IPA sebagai pusat penjaminan mutu pendidikan IPA di Indonesia. 5
P4TK IPA yang salah satu tugas pokoknya mengembangkan model dan sistem diklat perlu terus mengkaji berbagai alternatif penyelenggaraan diklat Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) IPA agar mereka memiliki kesempatan dan akses yang sama dalam meningkatkan profesionalismenya. 2. PembinaanProfesionalisme di Tingkat Provinsi Unit pelaksana teknis (UPT) BPSDMPK-PMP di tingkat provinsi adalah Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP). Dalam kapasitasnya sebagai penjamin mutu tenaga kependidikan, lembaga ini berperan dalam merumuskan standar-standar mutu, melakukan uji mutu profesionalisme guru, dan mengawasi bagaimana sekolah menjalankan standar mutu. LPMP
juga
berperan sebagai penyelengara program
sertifikasi guru yang akan menjadi lisensi terhadap seseorang untuk layak menjadi guru. Program yang dikembangkan oleh LPMP dalam rangka membina profesionalisme guru IPA lebih bersifat memfasilitasi kebutuhan guru berupa pendampingan karena LPMP bukan lembaga diklat. Program yang sedang mendapat perhatian tinggi LPMP saat ini adalah Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Dalam program BERMUTU, LPMP berperan antara lain dalam hal: mencetak manual, modul dan material pelatihan,
melaksanakan pelatihan pelatih tingkat propinsi yang akan melatih kepala sekolah dan pengawas dalam memimpin guru baru program induksi/ pengukuhan di sekolah dan penilaian kredit bawaan/ „recognition of prior learning (RPL), menilai guru serta menulis laporan berdasarkan efisiensi guru percobaan, dan menyalurkan bantuan untuk KKG/MGMP, KKSMKKS, KKPS/MKPS.
3. Pembinaan Profesionalisme di Tingkat Kabupaten/Kota Di tingkat wilayah, terdapat MGMP yang merupakan wadah pertemuan antar guru IPA yang berasal dari sekolah-sekolah di kabupaten/kota, disebut sebagai jaringan lintas sekolah. Di kegiatan MGMP guru IPA dapat menjalin kemitraan pembelajaran dan berbagi pengalaman. Unsur Pembina yang biasa memberikan materi adalah pengawas dan nara sumber dari berbagai institusi. Melalui MGMP guru-guru IPA dapat mengajukan usulan anggaran kepada LPMP dan atau dinas pendidikan kabupaten/kota untuk kegiatan pengembangan profesionalisme. 4. Pembinaan Profesionalisme di Tingkat Sekolah Sekolah tempat guru mengajar, di sanalah tempat yang seharusnya guru mendapatkan pembinaan secara maksimal karena pembinaan yang dilakukan ketika proses sedang berlangsung jauh akan lebih bermakna daripada yang sudah tersimpan lama. Program pembinaan apa saja yang seharusnya dilakukan di sekolah? a. Bagi guru pemula yaitu guru yang baru pertama kali ditugaskan melaksanakan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah 6
daerah, atau masyarakat, diperlukan adanya
kegiatan orientasi, pelatihan di tempat kerja,
pengembangan, dan praktik pemecahan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran pada sekolah di tempat tugasnya, dengan tujuan agar guru pemula segera dapat beradaptasi dengan iklim kerja dan budaya sekolah dan melaksanakan pekerjaannya sebagai guru profesional di sekolah. Program ini disebut Program Induksi Guru Pemula (PIGP) (Permendiknas no 27 tahun 2010). PIGP dilaksanakan oleh pembimbing yaitu guru yang ditugaskan oleh kepala sekolah atas dasar profesionalisme dan kemampuan interpersonal yang baik selama satu tahun. Cara pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, meliputi: persiapan, pengenalan sekolah dan lingkungannya, pelaksanaan dan observasi pembelajaran, penilaian, dan pelaporan. Materi yang disampaikan terdiri atas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, melaksanakan tugas tambahan yg melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru. Dari pengertian tersebut dapat pula difahami bahwa proses pembimbingan tersebut akan melibatkan banyak fihak terutama, guru pembimbing, kepala sekolah/madrasah dan pengawas. b. Kepala sekolah Kepala sekolah pemegang kunci manajemen sekolah, efektivitas kegiatan sekolah secara langsung dipengaruhi kepala sekolah. Banyak kasus ditemukan bahwa pembelajaran IPA di sekolah terkendala oleh minimnya fasilitas, tidak tersedianya laboratorium dan alat bahan untuk praktikum, atau rendahnya kemampuan guru IPA dalam menggunakan alat yang ada dan yang paling penting guru tidak diberi kewenangan untuk menentukan kebutuhan pembelajaran IPA, padahal aspek kunci kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberikan kewenangan kepada guru-guru untuk mengatasi permasalahan pembelajaran (Sallis, 1993). Kepala sekolah harus berkomitmen terhadap pengembangan guru IPA dan bisa merancang pengembangan profesionalisme guru sesuai dengan perannya dalam pembinaan guru yaitu, memfasilitasi, mengembangkan sumber, mendorong, mengkomando, membimbing, dan memimpin. Kepala sekolah hendaknya menjadi model dalam mengajar, dan melakukan “inspeksi” guru dalam kelas untuk mengetahui kemampuan mengajar, melihat permasalahan yang dihadapi guru IPA dan memberikan pembinaan secara internal dalam bentuk supervisi akademis, dan non akademis. Bentuk pembinaan lain yang seharusnya berada di bawah pengawasan kepala sekolah adalah MGMP sekolah bidang studi IPA. c. Pengawas Pengawas sebagai supervisor bertugas melakukan supervisi baik akademik maupun klinis. Supervisi akademik adalah bantuan profesional kepada guru melalui siklus perencanaan yang sistematis, pengamatan yg cermat, dan umpan balik yang objektif dan segera dalam meningkatkan kemampuan profesional guru dan kualitas proses pembelajaran sehingga guru 7
dapat membantu siswa untuk belajar lebih banyak, lebih cepat, lebih mudah, lebih menyenangkan, dan lebih efektif dan bermakna. Pengawas sebaiknya melakukan kunjungan kelas untuk mengetahui pelaksanaan proses belajarmengajar yang berlangsung (Satori, 2002). Temuan berdasarkan hasil pengawasan terhadap mutu pembelajaran yang terjadi di dalam kelas, hal itulah yang seharusnya menjadi program pembinaan sebagai tindak lanjut kunjungan kelas yang dikembangkan oleh pengawas bagi peningkatan kompetensi dan akuntabilitas profesional guru IPA, seperti bagaimana merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian bagi peningkatan layanan belajar, memberikan umpan balik kepada siswa, melayani siswa yang mengalami kesulitan belajar, mengembangkan interaksi pembelajaran
yang
efektif,
menciptakan
lingkungan
belajar
yang
menyenangkan,
mengembangkan alat bantu dan media pembelajaran, memanfaatkan sumber belajar yang tersedia, melakukan penelitian praktis untuk perbaikan pembelajaran. Ini sesuai dengan kompetensi standar yang harus dimiliki oleh pengawas sekolah (Permendiknas No.12/2007). Adapun metode dan teknik pembinaan dapat dilakukan secara individual maupun kelompok dengan pendekatan tertentu (direktif, kolaboratif, non direktif) disesuaikan dengan kebutuhan. Kegiatan pembinaan professional diwujudkan oleh para pengawas dalam bentuk sikap dan tindakan yang dilakukan dalam interaksi antara guru-guru dan kepala sekolah dengan memperhatikan hal-hal berikut: supervisi dimulai dari hal-hal positif, didasarkan atas hubungan kerabat kerja sebagai professional, pandangan yang objektif, hubungan manusiawi yang sehat penuh rasa kekeluargaan, mendorong pengembangan potensi, inisiatif dan kreatifitas guru, dilaksanakan terus menerus, dan sesuai dengan kebutuhan (Satori, 2005). 5. Pembinaan Profesionalisme Melalui Organisasi Profesi Selain unsur yang berasal dari kelembagaan pemerintah, terdapat pula pembinaan yang dilakukan oleh organisasi profesi seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Himpunan Sarjana Pendidikan dan Pemerhati Pendidikan IPA Indonesia (HISPPIPAI), Asosiasi Guru Sains Indonesia (AGSI), dan organisasi lainnya. PGRI merupakan organisasi guru terbesar dan terlama beranggotakan semua guru di Indonesia berasal dari berbagai tingkatan sekolah. Sesuai dengan misinya, PGRI berusaha dengan sungguh-sungguh agar guru menjadi profesional sehingga pembangunan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat direalisasikan. Organisasi ini melakukan fungsi pembinaan profesional guru melalui perintisan penyusunan berbagai aturan, perundangan, hak-hak dan kewajiban guru serta aspek hukum yang berkaitan dengan perlindungan profesi keguruan. 8
HISPPIPAI berkiprah dalam pembinaan profesionalisme guru IPA melalui seminar-seminar dan lokakarya yang diselenggarakan secara periodik. AGSI organisasi baru yang kiprahnya cukup dapat diperhitungkan, berkomitmen untuk melakukan pembinaan kepada guru IPA melalui kegiatan public lecture, menyelenggarakan diklat, seminar, dan workshop bekerjasama dengan lembaga diklat lain.
6. Pembinaan Profesionalisme Melalui LPTK Mutu pendidikan nasional sangat erat kaitannya dengan kualitas layanan pendidikan di sekolah dan kualitas sumber pendidik dan tenaga kependidikannya. Karena itu kualifikasi akademik guru IPA yang ditandai dengan kepemilikan sertifikat pendidik menjadi hal yang sangat penting. Sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Menjadi guru itu mudah, dapat dilakukan oleh siapa saja, anggapan ini dimanfaatkan banyak orang untuk mengajar walaupun tanpa memiliki latar belakang pendidikan dan tidak menguasai ilmu pedagogi.
Kondisi ini disikapi oleh LPTK dengan cara menyelenggarakan
program Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi pengajar yang belum memiliki sertifikat sebagai pendidik atau mereka yang berlatar belakang ilmu murni tetapi ingin mengajar. Upaya ini p membantu meningkatkan profesionalisme guru. Pengajar di perguruan tinggi, khususnya program studi pendidikan IPA juga banyak melakukan kegiatan
penelitian yang berhubungan dengan
permasalahan pembelajaran IPA di sekolah. Melalui implimentasi hasil kajian penelitian, secara tidak langsung LPTK berperan dalam membina profesionalisme guru.
C. Kajian Efektifitas danEfisiensi Pembinaan Profesional Guru IPA Sistem pembinaan profesional guru sangat tergantung pada kebijakan yang dibuat pemerintah. Seringkali pergantian kepemimpinan berdampak pada perubahan kebijakan yang akan berimbas pada pelaksanaan system
di lapangan. Kondisi saat ini tidak terlepas dari adanya
kebijakan yang belum berpihak pada kemajuan pendidikan IPA, sehingga sistem pembinaan dirasa masih belum efektif dan memerlukan penataan ulang. Ketidak efektifan pembinaan guru IPA dikarenakan banyak hal, diantaranya: 1. Adanya beberapa institusi di tingkat pusat menjalankan tupoksi yang sama dengan materi yang sama tetapi dengan pemahaman konten yang berbeda. Hal ini membingungkan petugas lapangan, misalnya widyaiswara yang telah mengikuti Training of Trainer (TOT) pada saat 9
harus menyampaikan kembali materi tersebut kepada guru-guru. Begitu juga guru, mereka menerima penataran dari sumber-sumber yang berbeda dengan pemahaman yang berbeda pula. 2. Pembinaan diberikan lebih banyak fokus kepada guru, sementara kepala sekolah dan pengawas sangat jarang mendapat kesempatan untuk pelatihan, padahal merekalah yang akan membina guru di sekolah secara langsung dan berkesinambungan. Hal ini berpengaruh terhadap kinerja mereka pada saat melakukan pembinaan di sekolah. Kebingungan guru terjadi lagi ketika sebagian pengawas mempermasalahkan apa yang sedang diimplementasikan oleh guru berdasarkan hasil yang diterima selama penataran hanya karena pengawas tidak memahami permasalahan. Pengawas mengemukakan kurangnya penataran untuk pengawas membuat mereka tidak percaya diri untuk melakukan pembinaan ke sekolah karena tidak memiliki program yang jelas. 3. Tidak ada pendampingan lanjutan setelah guru mendapatkan pelatihan. Umumnya guru akan kembali ke pola mengajar yang lama, sehingga penataran tidak berdampak pada kemajuan proses pembelajaran. Pendampingan menjadi salah satu program yang sangat penting. 4. Kurangnya respon dari dinas pendidikan kabupaten/kota dalam kerjasama untuk melaksanakan penataran di tingkat pusat, sehingga apabila diperlukan daftar nama guru untuk menjadi peserta diklat yang dikirim seringkali orang yang sama. Ini menjadi tidak efektif karena orang yang sama mendapatkan pembinaan yang sama hanya pada waktu yang berbeda, disamping sebaran alumni menjadi lebih kecil dari harapan. Alumni diklat yang seharusnya bisa menjadi kepanjangan tangan di daerah tempat asalnya kurang diberdayakan dinas setempat dengan berbagai alasan. 5. Hasil monitoring dan evaluasi tidak menjadi jaminan adanya perubahan dalam system pembinaan guru IPA selama kebijakan tidak berorientasi pada penjaminan mutu pendidikan. D. Perspektif Pembinaan Profesional Guru IPA Pembinaan professional guru IPA akan menjadi efektif apabila sistem yang dibuat berjalan dengan baik, semua komponen pembina dari pusat sampai daerah berkolaborasi melaksanakan tugas secara maksimal tidak berjalan sendiri-sendiri tetapi tetap dengan perannya masing-masing (Gambar 2 dan 3) serta harus mengikuti alur yang sudah ditentukan. P4TK IPA melaksanakan pendidikan dan pelatihan guru IPA bekerjasama dengan LPTK sebagai narasumber. LPMP melakukan penjaminan mutu guru atas apa yang sudah dikerjakan oleh P4TK dan LPTK. Dinas Pendidikan membina guru IPA melalui kegiatan MGMP/KKG dengan memberdayakan P4TK, LPMP dan LPTK. Organisasi profesi membantu meningkatkan profesionalisme guru lewat berbagai kegiatan yang dapat berkolaborasi dengan P4TK IPA, LPMP, LPTK, dan dinas pendidikan. Pengawas melaksanakan program pembinaan di sekolah binaannya masing-masing. 10
Alur pembinaan sebaiknya menggunakan mekanisme dan sangsi yang jelas sejak awal rekruitmen calon guru, prajabatan, program induksi guru pemula, sertifikasi, tunjangan profesi, penilaian kinerja guru, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan, yang pada ujungnya akan berdampak pada pengembangan karir guru.
Pembinaan Profesional Guru IPA
Kepala Sekolah Pengawas Pembimbing/mentor KKG/MGMP, KKM, KKKS/MKKS, KKPS, MKPS, atau jaringan virtual.
Guru IPA di Sekolah
P4TK, LPMP, LPTK, Asosiasi Profesi, dan PKB Provider lainnya.
Gambar 2. Sistem Pembinaan Guru IPA
Tingkat Pusat
Kemendiknas
Menyusun Pedoman dan instrumen PKB, menseleksi dan melatih instruktur tim inti PKG tingkat pusat, melakukan pemantauan dan evaluasi.
Tingkat Provinsi
Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
Melaksanakan pemetaan data profil keinerja guru, pendampingan, pembimbingan , dan konsultasi pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, pelaporan untuk menjamin pelaksanaan PKB yg berkualitas
Tingkat Kab/Kota
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Mengelola PKB tingkat Kabupaten/Kota untuk menjamin PKG dilaksanakan secara efektif, efisien, objektif, adil, akuntabel, dsb, serta membantu & memonitor pelaksanaan PKB di sekolah dan Gugus
Tingkat Kecamatan
KKG/MGMP kecamatan/gugus
Merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan kegiatan PKB di gugus serta membantu dan membimbing pelaksanaan PKB di sekolah.
Tingkat Sekolah
Sekolah atau Madrasah
Merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan kegiatan PKB di sekolah
Koordinator PKB
Menjamin bahwa guru menerima dukungan untuk meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesiannya sesuai dengan profil kinerjanya di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota
Gambar 3. Tanggung jawab Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB)
Materi pembinaan yang diberikan seharusnya berdasarkan kebutuhan guru di sekolah. Data kebutuhan guru dapat diperoleh melalui TNA atau hasil observasi kelas yang dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas. Esensi dari mutu pendidikan adalah proses pembelajaran dan ini 11
merupakan permasalahan terbesar yang dihadapi guru IPA maka untuk mengefektifkan pembinaan, Michael S Garet, et al (2009) menyarankan bahwa peningkatan kemampuan guru harus fokus dalam konten IPA (content knowledge) dan keterampilan proses IPA (science process skills) kemudian mengaplikasikannya secara terintegrasi melalui pengalaman langsung akan mendukung pembelajaran guru secara substansial dan akan terjadi perubahan positif di dalam kelas dijelaskan dengan diagram berikut.
Gambar 4. Cara Efektif Membina Guru
Pembinaan tidak bisa hanya dilakukan sekali mengingat ilmu pengetahuan berkembang setiap saat, sehingga guru harus mengikuti perkembangannya supaya tidak ketinggalan zaman. Dengan demikian, pemerintah hendaknya memberlakukan aturan yang bersifat mendorong bahkan mewajibkan guru IPA untuk melakukan pengembangan keprofesionalan secara berkelanjutan, dengan atau tanpa prakarsa lembaga institusi tertentu, yang dapat dilakukan dalam bentuk diklat, seminar, lokakarya, ataupun bentuk kegiatan lainnya yang menunjang keprofesionalismeannya yang dibatasi dalam kurun waktu tertentu dengan jumlah jam tertentu pula. Guru yang tidak mentaati bisa dikenakan sangsi sesuai dengan tingkatannya mulai dari peringatan, penundaan tunjangan sertifikasi, penundaan kenaikan pangkat dan jabatan, apabila dalam kurun waktu tertentu tidak berupaya meingkatkan keprofesionalismeannya dapat diberhentikan dari jabatannya. Kebijakan seperti ini diharapkan dapat menjaga kualitas profesionalisme guru IPA terutama yang sudah dinyatakan masuk kriteria bersertifikat sebagai tenaga professional. Pada saatnya nanti guru akan merasa bahwa pengembangan profesionalisme bukan lagi sebagai sebuah kewajiban yang apabila tidak dilakukan mendapat sangsi tetapi akan lebih bersifat sebuah kebutuhan. Kepada guru IPA yang sudah menunjukkan indikator-indikator profesionalisme dalam melaksanakan 12
pembelajaran IPA diharapkan akan menjadi jaminan mutu pendidikan IPA (science education quality assurance) dan seyogyanya diberikan penghargaan. Kebijakan lain yang diperlukan adalah adanya rencana pembinaan yang terarah dalam kurun waktu panjang ke depan dan memiliki framework yang dapat dimaknai oleh semua pihak serta diperkuat oleh landasan hukum, seperti digambarkan berikut.
Gambar 5. Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Gambar 6. Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
13
Untuk mengukur apakah sistem yang sudah ada berjalan dengan baik diperlukan pola pembinaan professional guru terpadu yang menerapkan pendekatan TQM yang mendudukan setiap orang sebagai manajer dalam posisinya dan semua komponen terlibat di dalamnya (Sallis, 1993). Berdasarkan prinsip TQM, dalam pelaksanaan pembinaan professional guru diarahkan harus terjadi transformasi budaya dari budaya tradisional ke budaya mutu (cultural change), serta proses perbaikan/peningkatan dilaksanakan secara berkesinambungan (continuous improvement). Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh banyak pihak dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengembangan profesionalisme guru IPA.
III. PENUTUP Dunia pendidikan masih menyimpan banyak hal untuk diselesaikan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran terutama menjadikan guru sebagai pengajar yang professional. Hak guru sebagai tenaga profesional adalah memperoleh kesempatan untuk pengembangan keprofesian mencakup berbagai cara dan/atau pendekatan dimana guru secara berkesinambungan belajar setelah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan awal sebagai profesi. Dukungan kebijakan yang kuat dari pemerintah dan peran serta banyak pihak diperlukan dalam melaksanakan pembinaan profesionalisme guru melalui system yang terpadu. Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu. Melalui pembinaan ini diharapkan dapat memperkecil jarak antara pengetahuan, keterampilan, kompetensi sosial dan kepribadian yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya itu. Dengan demikian, guru akan terampil membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki integritas kepribadian yang tangguh untuk mampu berkompetitif. Guru-guru yang profesional sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan negara secara menyeluruh; karena guru-guru yang profesional mampu melahirkan golongan cendekiawan yang akan meneruskan perjuangan kepada generasi akan datang.
14
DAFTAR PUSTAKA Ari Widodo, 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia; Peningkatan Profesionalisme Guru Biologi: Permasalahan dan Alternatif Solusi Fakultas Pendidikan MAtematika dan ILmu Pengetahuan Alam. Bandung. UPI. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal PMPTK. 2010. Supervisi Akademik, Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Pengawas Sekolah. Jakarta. Komba,W.L & Nkumbi,E,2008, Teacher Professional Development in Tanzania : Perceptions and Practice, CICE Hiroshima University, Journal of International Cooperation in Educaion. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.2009. Permennegpan & RB No.16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta Michae,l S. et all, 2001, What Makes Professional Development Effective?, American Educational Research Journal, Vol. 38, No. 4, pp. 915-945, American Educational Research Association. Nanang Fattah, 2012. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung. Rosda Karya. National Research Council (1996). National Science Education Standard. Washington D.C.: National Science Academy NSTA & AETS. (2003). Standard for Science Teacher Preparation Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 27 Tahun 2010 tentang Induksi Guru Pemula. Jakarta. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tanggal 28 maret 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah. Sallis, E. (1993), Total Quality Management in Education, London: Kogan Page Limited Satori, D., (2005). Supervisi Akademik dan penjaminan Mutu Dalam Pendidikan Persekolahan, Naskah tidak diterbitkan. Satori, D. (2002). Pengawasan Pendidikan di Sekolah. Naskah tidak diterbitkan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, tahun 1945. Pasal 31. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
15