SISTEM OPERASI PENGEREMAN UDARA PADA KERETA API CC 201
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh:
PRIKA DITYA MARGANI NIM : 045214087
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009
SISTEM OPERASI PENGEREMAN UDARA PADA KERETA API CC 201
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh:
PRIKA DITYA MARGANI NIM : 045214087
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009
i
THE OPERATION SYSTEM OF AIR BREAKING ON THE TRAIN CC 201
FINAL PROJECT
Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree In Mechanical Engineering
By :
PRIKA DITYA MARGANI Student Number : 045214087
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2008
ii
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta,
Februari 2009
Prika Ditya Margani
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Prika Ditya Margani
Nomor Mahasiswa
: 045214087
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kapada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Karya ilmiah saya yang berjudul :
SISTEM OPERASI PENGEREMAN UDARA PADA KERETA API CC201 Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal :
Februari 2009
Yang menyatakan
(Prika Ditya Margani)
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas setiap waktu yang telah diberikan serta semangat, harapan baru yang berlimpah dan tiada henti di dalam penulisan tugas akhir ini hingga selesai. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Dalam pelaksanaan dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ir. Rines, M.T., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 3. Bapak Ir. YB. Lukiyanto, M.T., selaku dosen pembimbing akademik. 4. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas kuliah, bimbingan , serta fasilitas yang diberikan selama masa kuliah. 5. Segenap staf dan karyawan PT. Kereta Api (persero) Balai Yasa Yogyakarta atas kesempatan dan arahan dalam penulisan Tugas Akhir ini. 6. Kepada Ayah dan Ibu tercinta, terimakasih atas dukungan moral, financial, doa dan motivasi yang tiada henti hingga tugas akhir ini bisa selesai.
vii
7. Vani, Handoko, Hanggung dan Dhinar, adik dan kekasih penulis yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. 8. Segenap teman-teman Teknik Mesin terutama angkatan 2004 dan yang masih tersisa, banyak pembelajaran yang penulis dapatkan bersama kalian. 9. Saudara-saudara penulis dan teman-teman penulis yang tidak dapat disebutkan oleh penulis satu per satu. Saya menyadari penulisan Tugas Akhir ini banyak kekurangan, dengan sedikit inspirasi ini dapat menjadi jalan menuju suatu hal yang lebih baik untuk penulisan tugas akhir teman-teman nantinya serta melanjutkan ke arah penelitian dan penciptaan demi kemajuan Universitas kita.
Yogyakarta,
Februari 2009
Prika Ditya Margani
viii
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sistem operasi rem udara pada kereta api CC 201 serta mendapatkan besar kebutuhan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak-penghentian perkereta-apian internasional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan studi literatur guna mendapatkan data yang akurat. Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk Tabel, hasil perhitungan menggunakan bantuan program Office Excel. Dari hasil perhitungan kemudian dapat di ketahui kesesuaian antara besar tekanan udara di dalam silinder rem pada kereta api CC 210 dengan besar tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak penghentian perkereta-apian internasional. Kemudian disimpulkan bahwa dengan penggunaan tekanan udara sebesar 3,8 kg/cm2 pada silinder remnya, kereta api CC 201 sesuai dan layak untuk melaksanakan berbagai pelayanan pengereman.
ix
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL ...…………..………………………………………......
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .…………………………......
iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN ………...................
iv
HALAMAN PERNYATAAN .…………………………………....................
v
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
INTISARI ……………………………………………………………………
ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………....................
x
DAFTAR GAMBAR …...……………………………………........................
xiii
DAFTAR TABEL ….……………………………………………...................
xv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………...................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah ……………...……………..................
1
1.2. Permasalahan ………....………………...….………..................
2
1.3. Batasan Masalah ...…………....………...……….......................
3
1.4. Hipotesa ......................................................................................
3
1.5. Tujuan .........................................................................................
4
BAB II DASAR TEORI………………….......…….…………………...........
5
2.1. Pneumatik …………………..………………………………….
5
2.1.1. Sifat-sifat Pneumatik ........................................................
6
2.1.2. Istilah dan Lambang dalam Pneumatik ............................
10
2.1.3. Komponen Pendukung Pneumatik ...................................
13
2.1.4. Penerapan Pneumatik .......................................................
17
x
2.2. Pengereman ................................................................................
19
2.2.1. Pengereman Kereta Api ....................................................
19
2.2.2. Kapasitas Pengereman Kereta Api ...................................
24
2.2.3. Tekanan Udara di dalam Silinder Rem ....………………
26
2.2.4. Persentase Tekanan Rem ..................................................
26
2.2.5. Jarak Penghentian .............................................................
29
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………...
31
3.1. Diagram Alir penelitian ..............................................................
31
3.2. Persiapan ....................................................................................
32
3.3. Metode Penelitian .......................................................................
32
3.4. Data Hasil Penelitian .………………………………………….
34
3.5. Skema Rem Udara Otomatis pada Lokomotif ………………...
36
3.6. Skema Rem Udara Otomatis pada Kereta ……………………..
37
BAB IV SISTEM REM PNEUMATIK KERETA API CC 201 …...………..
39
4.1. Komponen Rem Pneumatik ...………………………………..
39
4.1.1. 26-L Brake Valve …..…………………………………...
40
4.1.2. Automatic Brake Valve …………………………………
46
4.1.3. Independent Brake Valve ……………………………….
52
4.1.4. J-1 Relay Valve …………………………………………
53
4.1.5. Control Valve …………………………………………...
56
4.1.6. P2A Brake Application Valve …………………………..
59
4.1.7. A-1 Charging Cut-off Pilot Valve ………………………
62
4.1.8. MU2-A Brake Valve ……………………………………
63
xi
4.1.9. F-1 Selector Valve ………………………………………
65
4.1.10. Silinder Rem …………………………………………...
67
4.1.11. Tri Tingkap Katup (distributor valve) …………………
69
4.1.12. Tangki Udara Tekan …………………………………...
70
4.1.13. Slack Adjuster …………………………………………
71
4.2. Supply Udara Tekan ..................................................................
72
4.2.1. Kompresor ......................................................................
72
4.2.2. Sistem Kerja Kompresor .................................................
72
4.3. Rem Udara Bekerja pada Kereta Api .........................................
75
4.3.1. Sistem Kerja .....................................................................
75
4.4. Rem Udara Bekerja Langsung untuk Lokomotif .......................
80
4.4.1. Sistem Kerja .....................................................................
80
BAB V HASIL PENELITIAN ….…………………………………………...
82
5.1. Perhitungan .................................................................................
82
5.1.1. Perhitungan Besar Udara Tekan pada Kecepatan 110 km/jam untuk Jarak Penghentian 1000 m .......................
83
5.2. Analisa dan Pembahasan ............................................................
86
BAB VI PENUTUP .........................................................................................
89
6.1. Kesimpulan .................................................................................
89
6.2. Saran ...........................................................................................
90
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
91
LAMPIRAN......................................................................................................
92
xii
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 2.1.
Lambang ANSI Check Valve ..................................................
10
Gambar 2.2.
Lambang ANSI Shuttle Valve .................................................
10
Gambar 2.3a.
Lambang ANSI Push-Button Valve Tiga-jalan .......................
11
Gambar 2.3b.
Lambang ANSI Push-Button Valve Empat-jalan ....................
11
Gambar 2.4a.
Lambang ANSI Palm-Button Valve Tiga-jalan ......................
11
Gambar 2.4b.
Lambang ANSI Palm-Button Valve Empat-jalan …………...
11
Gambar 2.5a.
Lambang ANSI Limit Valve Tiga-jalan ..................................
12
Gambar 2.5b.
Lambang ANSI Limit Valve Empat-jalan ...............................
12
Gambar 2.6a.
Lambang ANSI Hand-Lever Operated Valve Empat-jalan Dua Posisi ………………………………………………........
Gambar 2.6b.
12
Lambang ANSI Hand-Lever Operated Valve Empat-jalan Tiga Posisi ………………………………..………………….
12
Gambar 2.7a.
Lambang ANSI Single Solenoid …………………………….
13
Gambar 2.7a.
Lambang ANSI Double Solenoid ............................................
13
Gambar 2.8.
Cara Kerja Sistem Abar Metoda Langsung (tidak otomatis)....
21
Gambar 2.9.
Metoda Tidak Langsung “Dua-Kamar”....................................
23
Gambar 2.10.
Abar Udara-Tekan Sistem “Satu-Kamar” ...............................
24
Gambar 2.11.
Skema Faktor Pemindah pada Silinder Rem ...........................
25
Gambar 3.1.
Diagram Alir Penelitian ………………………..…………….
31
Gambar 3.2.
Skema Rem Udara Tekan Otomatis pada Lokomotif ………..
36
Gambar 3.3.
Skema Rem Udara Tekan Otomatis pada Kereta ……………
37
xiii
Gambar 4.1.
26-L Brake Valve ………………..…………………………..
40
Gambar 4.2.
Skema 26-L Brake Valve ………………………............…….
45
Gambar 4.3.
Posisi Pegereman pada Gagang Rem Otomatis ……………...
46
Gambar 4.4.
Independent Brake Valve ........................................................
52
Gambar 4.5.
J-1 Relay Valve ........................................................................
54
Gambar 4.6.
Skema J-1 Relay Valve ............................................................
54
Gambar 4.7.
Control Valve ...........................................................................
57
Gambar 4.8.
Skema Control Valve ...............................................................
58
Gambar 4.9.
P2A Brake Application Valve .................................................
60
Gambar 4.10.
A-1 Charging Cut-off Pilot Valve …………………………...
62
Gambar 4.11.
MU2-A Brake Valve ……….……..………………………….
64
Gambar 4.12.
F-1 Selector Valve ……..…………………………………….
66
Gambar 4.13.
Silinder Rem ............................................................................
68
Gambar 4.14.
Slack Adjuster ..........................................................................
71
xiv
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 2.1.
Daftar Harga Angka Konstanta Berdasarkan Kecepatan ……....
30
Tabel 3.1.
Standar Jarak Penghentian Perkereta-apian Internasional ……..
34
Tabel 5.1.
Standar Jarak Penghentian Kereta Api dan Harga Konstanta
Tabel 5.2.
Berdasarkan Kecepatan ………………………………………...
82
Hasil Perhitungan dan Analisa …………………………………
85
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan transportasi yang kian pesat saat ini menjadi suatu persoalan yang tanpa disadari dapat mengakibatkan kerugian bagi banyak orang, terutama dalam hal kecepatan menempuh jarak tertentu dalam waktu yang relatif singkat. Khusus pada kendaraan rel, dimana kendaraan ini merupakan transportasi darat yang mampu dan memiliki kapasitas terbanyak, menjadi sangatlah penting untuk diperhatikan terutama pada kendaraan rel dengan lokomotif seri CC201 yang merupakan tipe kereta diesel-elektrik dimana lokomotif ini digunakan pada kereta penumpang. Tingginya tingkat kecelakaan yang terjadi mengakibatkan pihak pengelola harus, berusaha untuk mengurangi kejadian tersebut. Peningkatan kecepatan jarak tempuh haruslah didukung oleh kehandalan komponen-komponen kendaraan yang meyakinkan, sehingga sekalipun kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi faktor keamanan dan keselamatan tetaplah terjamin. Kendaraan terdiri dari beberapa jenis komponen yang memiliki peranan beragam, salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam hal keselamatan penumpang adalah
komponen-komponen pengereman yang
tergabung dalam sistem pengereman.
1
2
Pada kendaraan rel, sistem pengereman yang digunakan yaitu sistem pneumatik dimana sistem ini dianggap mampu untuk menghentikan kendaraan rel yang memiliki beban relatif besar, disamping itu sistem pengereman kereta api haruslah memiliki prestasi kerja yang tinggi dan dapat bekerja secara otomatis. Hal ini disebabkan kendaraan rel dalam pengoperasianya merupakan kendaraan rangkaian yang memungkinkan putusnya alat rangkaian (coupling device) yang berfungsi sebagai penyambung pipa rem utama (brake pipe) dari lokomotif hingga rangkaian kereta atau gerbong pada saat beroperasi. Dalam keadaan seperti ini diharapkan sistem pengereman dapat bekerja secara otomatis sehingga kereta ataupun gerbong yang terpisah dari rangkaiannya dapat berhenti dengan sendirinya. Pada keadaan normal, rem dalam menjalankan fungsinya haruslah dapat bekerja dengan baik dan aman, yaitu mengurangi kecepatan hingga menghentikan kereta secara bertahap, halus tanpa kejutan serta jarak penghentian yang tidak terlampau jauh. Karena apabila jarak penghentian terlampau jauh dilihat dari segi keamanan adalah kurang baik. Untuk itu kebutuhan tekanan udara pada silinder rem haruslah memenuhi ketetapan
standar
jarak-penghentian
perkereta-apian
internasional,
demi
kenyamanan dan keselamatan penumpang, sehingga tingkat kecelakaanpun dapat diminimalisir.
3
1.2. Permasalahan Sistem pengereman pada kereta api penumpang, dalam operasinya membutuhkan jarak penghentian yang relatif panjang untuk itu besar tekanan udara di dalam silinder rem haruslah memadai. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana kesesuaian besar tekanan udara di dalam silinder rem pada spesifikasi kereta api CC 201 dengan besar tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak-penghentian perkereta-apian internasional, sehingga dapat diketahui kelayakan kerata api CC 201 dalam melaksanakan pelayanan pengereman. Selain itu dalam karya tulis ini akan dipaparkan mengenai bagaimana sistem operasi pengereman pneumatik kereta api terutama pada sistem operasi aliran fluida menuju silinder rem pada Kereta Api CC 201.
1.3. Batasan Masalah Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang ada pada sistem pengereman
pneumatik,
maka
penulis
memberikan
beberapa
batasan
permasalahan guna menghindari terjadinya kesalahpahaman, adapun batasan masalahnya yaitu : a. Sistem rem udara otomatis pada kereta api. b. Jarak penghentian dengan asumsi kondisi rel adalah datar. c. Kecepatan dan jarak penghentian berdasarkan standar jarak penghentian perkereta-apian internasional. d. Tidak dilakukan perhitungan terhadap perpipaan.
4
1.4. Hipotesa Bila kebutuhan tekanan udara di dalam silinder pengereman yang ada memenuhi standar jarak penghentian perkereta-apian internasional maka faktor keamanan dan kenyamanan akan lebih terjamin. 1.5. Tujuan Adapun maksud dan tujuan tulisan ini adalah untuk memaparkan sistem kerja rem pneumatik kereta api CC 201 serta mendapatkan besar tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak penghentian perkereta-apian internasional, sehingga dapat diketahui kelayakan kereta api CC 201 dalam melaksanakan pelayanan pengereman.
BAB II DASAR TEORI
2.1. Pneumatik Pneumatik merupakan teori atau pengetahuan tentang udara yang bergerak, keadaan-keadaan seimbang udara syarat-syarat keseimbangan. Kata pneumatik berasal dari bahasa Yunani, yaitu pneuma yang berarti napas atau udara. Jadi, pneumatik berarti terisi udara atau digerakkan oleh udara mampat. Sedangkan udara mampat merupakan udara atmosfer yang diserap oleh kompresor dan dimampatkan dari tekanan normal (0,98 bar) sampai tekanan yang lebih tinggi (biasanya antara 4 bar dan 8 bar). Pneumatik merupakan cabang teoritis aliran atau mekanika fluida dan tidak hanya meliputi penelitian aliran-aliran udara melalui suatu sistem saluran, yang terdiri atas pipa-pipa, selang-selang, dan sebagainya, tetapi juga aksi dan penggunaan udara mampat. Pneumatik menggunakan hukum-hukum aeromekanika, yang menentukan keadaan keseimbangan gas dan uap (khususnya udara-udara atmosfer) pada adanya gaya-gaya luar (aerostatika), dan teori aliran (aerodinamika). Pneumatik dalam pelaksanaan teknik udara mampat dalam industri, keteknikan dan sebagainya, merupakan ilmu pengetahuan dari semua proses mekanis dimana udara memindahkan suatu gaya gerak, jadi pneumatik itu meliputi semua komponen mesin atau peralatan, dimana terjadi proses-proses pneumatik.
5
6
Sebagai sebutan dari bidang kejuruan teknik pneumatik yang lebih sempit lagi adalah teknik udara mampat (compressed air technology). Jadi, banyak sekali penggunaan yang berbeda-beda termasuk ke dalam bidang kejuruan ini. Titik persamaan dalam penggunaan–penggunaan tersebut ialah semua menggunankan udara sebagai fluida kerja (jadi udara mampat sebagai pendukung, pengangkut dan pemberi tenaga).
2.1.1. Sifat–Sifat Pneumatik Adapun keuntungan yang dihasilkan oleh pneumatik antara lain : 1. Fluida kerja yang murah dapat diperoleh dan mudah diangkut. Udara dimana saja tersedia, saluran balik tidak diperlukan karena udara bekas dapat dibuang dengan bebas. 2. Dapat disimpan dengan baik (kecocokan udara mampat untuk menyimpan energi). Sumber udara mampat (kompresor) tidak selalu bekerja. 3. Bersih dan kering. Bila terjadi kebocoran pada saluran pipa, bahan tidak akan menadi kotor dan tidak akan menjadi bintik minyak (kering). 4. Tidak peka terhadap suhu. Udara tanpa uap air, dapat digunakan sepenuhnya pada suhu tinggi maupun rendah. 5. Aman terhadap ledakan dan kebakaran.
7
Udara mampat tidak mengandung bahaya kebakaran maupun ledakan sehingga tidak membutuhkan pengamanan yang mahal. 6. Tidak diperlukan pendinginan (penyegaran) fluida kerja. Pembawa energi (udara mampat) tidak perlu diganti sehingga tidak dibutuhkan biaya. 7. Kesederhanaan (mudah dipelihara) Karena sangat sederhana, peralatan udara mampat hampir tidak peka terhadap gangguan. 8. Aman. Sama sekali tidak ada bahaya seperti halnya pada alat-alat elektrik yang terdapat bahaya hubungan arus singkat. 9. Jaminan bekerja besar. Peralatan dan komponennya sangat tahan aus. 10. Biaya pemasangan murah. Udara bekas tidak memerlukan saluran balik. 11. Fluida kerja cepat. Kecepatan udara sangat besar menjamin bekerjanya elemen pneumatik dengan cepat, oleh sebab itu waktu menghidupkan singkat dan perubahan energi menjadi kerja berjalan cepat. 12. Dapat diatur tanpa bertingkat. Dengan memasang katup pengatur arus (katup penghambat) kecepatan dan gaya dapat diatur tanpa bertingkat.
8
13. Ringan sekali Berat alat pneumatik jauh lebih kecil dibanding mesin elektrik. 14. Kemungkinan penggunaan lagi (ulang). 15. Kontruksi Kokoh. Komponen pneumatik dikonstruksikan secara kokoh, oleh karena itu tahan terhadap perlakuan kasar. 16. Fluida kerja murah. Pengangkut energi (udara) adalah gratis dan dapat diperoleh dimana saja.
Adapun kerugian Pneumatik ditinjau dari segi sifat meliputi : 1. Ketermampatan (udara) Kemampatan udara tidak memungkinkan untuk mewujudkan kecepatan torak dan pengisian yang perlahan dan tetap. 2. Gangguan suara (bising). Udara
yang
ditiup
keluar
mengakibatkan
kebisingan,
penanggulangannya dapat dilakukan dengan memberi peredam suara. 3. Kelembaman udara. Kelembaman udara dalam udara mampat pada waktu suhu menurun dan tekanan meningkat dipisahkan sebagai tetesan air (air embun), pemecahannya dengan menggunakan dryer untuk pemisahan air embun dan juga untuk menyaring pengotoran.
9
4. Pelumasan udara mampat. Oleh karena tidak adanya sistem pelumasan untuk bagian yang bergerak maka bahan pelumasan ini dimasukkan bersama udara yang mengalir, untuk itu bahan pelumasan harus dikabutkan dalam udara mampat. 5. Gaya tekan terbatas. Dengan udara mampat hanya dapat dibangkitkan gaya yang tebatas. 6. Ketakteraturan. Suatu gerakan teratur hampir tidak dapat diwujudkan khususnya pada kecepatan–kecepatan kecil (kurang dari 0,25 cm/s).
Pada umumnya, hal-hal yang merugikan itu benar-benar dapat dikurangi atau dapat dikompensasikan dengan : 1. Peragaman yang cocok dari komponen-komponen maupun alat pneumatik. 2. Pemilihan sebaik mungkin sistem pneumatik yang dibutuhkan. 3. Kombinasi yang sesuai dengan tujuan dari berbagai sistem penggerak dan pengendali (elektrik, hidraulik, pneumatik).
10
2.1.2
Istilah dan Lambang dalam Pneumatik Dalam pneumatik sering digunakan beberapa istilah dan lambang-lambang
antara lain : 1. Check valve Merupakan salah satu komponen pneumatik yang berfungsi menahan aliran balik, sehingga akan menghindari kejutan fluida ketika terjadi tekanan balik.
Gambar 2.1. Lambang ANSI check valve (Espossito, 1980, hal 328) 2. Shuttle valve Merupakan komponen yang berfungsi secara otomatis memilih tekanan yang lebih tinggi diantara dua tekanan input dan menghubungkan tekanan tersebut ke port output dan memblokir tekanan yanag lebih rendah.
Gambar 2.2. Lambang ANSI shuttle valve (Espossito, 1980, hal 328) 3. Push-button valve Adalah katup kendali arah dengan tombol tekan, tiga jalan multiguna atau empat jalan open-exhaust. Katup-katup tiga jalan adalah katupkatup multiguna dengan tiga port dan sebarang port dapat bertekanan
11
lihat Gambar 2.3a. Katup-katup empat jalan juga dapat digunakan sebagai katup-katup tiga jalan normally open atau normally closed dengan menyumbat port silinder yang sesuai. Exhaust melewati dua port yang tersaring lihat Gambar 2.3b. Oleh karena port-port buang ini tidak dapat disumbat, katup-katup empat jalan tidak boleh digunakan sebagai katup dua jalan. Gaya yang diperlukan untuk mengoperasikan katupkatup ini adalah 2,5 lb.
Gambar 2.3a. Lambang ANSI push-button valve tiga-jalan Espossito, 1980, hal 401
Gambar 2.3b. Lambang ANSI push-button valve empat-jalan Espossito, 1980, hal 401
3. Palm-button valve Merupakan katup kendali arah dengan tombol besar (palm-button). Katup ini dirancang khusus untuk menanggani tugas-tugas berat seperti dalam mesin pres untuk pengecapan, pengecoran logam dan terapanterapan serupa lainnya.
` Gambar 2.4a. Lambang ANSI palm-button valve tiga-jalan (Espossito, 1980, hal 401)
Gambar 2.4b. Lambang ANSI palm-button valve empat-jalan (Espossito, 1980, hal 401)
4. Limit valve Menggunakan sebuah akuator tuas-gelinding. Katup kendali tekan ini tersedia dalam jenis katup tiga jalan multi guna atau katup empat jalan open-exhaust. Pengoperasian jenis katup ini normalnya menggunakan
12
sebuah batang piston silinder pada ujungnya atau dibatasi oleh panjang langkah kerjanya.
Gambar 2.5a. Lambang ANSI limit valve tiga-jalan (Espossito, 1980, hal 401)
Gambar 2.5b. Lambang ANSI limit valve empat-jalan (Espossito, 1980, hal 401)
5. Hand-lever-operated valve Katup kendali arah empat jalan yang dioperasikan dengan tuas (handlever-operated). Tuas ini dapat digunakan untuk katup dua atau tiga posisi. Tuas ini secara langsung dihubungkan ke spool. Penempatan tuas menentukan posisi spool. Penempatan tuas menentukan posisi spool di dalam katup.
Gambar 2.6a. Lambang ANSI hand-lever operated valve empat-jalan dua posisi (Espossito, 1980, hal 401)
Gambar 2.6b Lambang ANSI. hand-lever operated valve empat-jalan tiga posisi (Espossito, 1980, hal 401)
6. Solenoid-actuated directional control valve Kendali arah yang diaktuasikan solenoid dua posisi empat jalan. Operator solenoid tunggal yang ditunjukan segera akan menggeser spool ketika pasokan energi listrik dan sebuah pegas akan mengembalikan spool ketika pasokan energi listrik dihentikan. Dengan menggunakan dua solenoid pada katup dua posisi, spool dapat digeser oleh salah satu solenoid bila diberi pasokan energi listrik hanya dalam waktu sesaat
13
pula. Pada katup-katup tiga posisi, spool akan tetap dalam posisi tengah ditahan oleh pegas-pegas di ujung-ujungnya sampai salah satu solenoid diberi pasokan energi listrik. Spool akan bergeser dan tetap berada pada salah satu posisi ujungnya jika solenoid di ujung yang sama mendapatkan pasokan energi listrik sampai pasokan energi listrik dihentikan dan spool akan kembali ke posisi tengah.
Gambar 2.7a. Lambang ANSI Single solenoid (Espossito, 1980, hal 402)
Gambar 2.7b. Lambang ANSI double solenoid (Espossito, 1980, hal 402)
2.1.3. Komponen Pendukung Pneumatik Sistem-sistem pneumatik mempunyai komponen-komponen yang hampir sama dengan yang terdapat dalam sirkuit hidrolik. Pada dasarnya terdapat enam komponen dasar yang diperlukan untuk sirkuit-sirkuit pneumatik : 1. Sebuah tangki udara untuk menyimpan udara bertekanan. 2. Sebuah kompresor yang dipakai untuk memampatkan udara yang diperoleh dari atmosfer. 3. Sebuah motor listrik atau penggerak-penggerak utama lainnya yang dipakai untuk menggerakkan kompresor. 4. Katup-katup yang digunakan untuk mengendalikan arah, tekanan dan laju aliran udara. 5. Aktuator-aktuator, yang serupa dengan yang digunakan dalam sirkuit hidrolik.
14
6. Pipa-pipa yang digunakan untuk membawa udara bertekanan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Alat-alat pengkondisian fluida digunakan untuk mengelola udara agar lebih dapat diterima (sesuai) digunakan sebagai medium fluida untuk sistem pneumatik dan alat-alat itu meliputi : 1. Filter Adalah sebuah alat pengkondisian udara yang digunakan untuk menyingkirkan kotoran-kotoran dari udara sebelum diteruskan ke komponenkomponen pneumatik seperti katup-katup dan aktuator-aktuator. Umunya sebuah filter berisi elemen-elemen penyaring yang dapat menyingkirkan kotoran-kotoran dalam jangkauan ukuran 5 sampai 50 µm. Filter ini menggunakan elemen-elemen lakan selulosa, reusable, surface-type berukuran 5 µm. Elemen-elemen tersebut memiliki paking-paking yang dicetak secara permanen ke setiap ujungnya untuk mencegah udara menerobos masuk lewat jalan pintas. Elemen ini juga dapat menengani kotoran pada permukaan tanpa menimbulkan rugi-rugi tekanan yang signifikan karena mempunyai rasio udara terhadap media filter yang besar. 2. Regulator Merupakan sebuah alat bantu pneumatik yang digunakan untuk mempertahankan kekonstanan tekanan udara yang masuk dalam sistem pneumatik regulator ini menggunakan sebuah diapragma berbeban pegas (spring-loaded diaphragm) dan katup pengimbang, terdapat pula dudukan katup utama yang besar dan tabung-tabung utama aspirator yang ditepatkan secara presisi agar dapat
15
memberikan karakteristik aliran yang sempurna, selain dapat pula meminimalkan turunnya tekanan. Keterkaitan diantara diapragma, ukuran katup dan perjalanan katup ini akan menentukan terjaminnya pengendalian dan penetapan tekanan-tekanan sekunder yang konstan baik untuk keperluan sirkuit, demi keamanan atau dalam rangka penghematan energi. Pada unit ini terdapat port-port untuk alat ukur yang ditempatkan disebelah depan dan di sebelah belakang unit dan port lainnya dapat dipakai sebagai sebuah outlet untuk regulasi tambahan. Di dalam regulator ini terdapat sebuah pegas atas yang dapat disetel sehingga katup pengimbang dapat mempertahankan tekanan dibagian keluaran, gaya pegas disetel berdasarkan tekanan keluaran yang diperlukan. Gaya ini akan mempertahankan katup pengimbang tetap terbuka sampai tekanan pada sisi keluaran, yang bekerja atas diapragma, melampaui gaya pegas. Bila gaya yang bekerja pada diapragma melampaui gaya pegas atas, batang pendorong akan bergerak ke atas dan katup pengimbang yang terbebani pegas dibagian bawah mulai menutup throttle pasokan udara ke sisi tekanan terkendali. 3. Lubrikator Merupakan alat yang dipakai untuk menjamin pelumasan yang tepat untuk bagian-bagian dalam komponen-komponen pneumatik yang bergerak. Lubricator memberikan tetesan minyak melalui pipa tetes (drip tube), tetesan minyak ini diubah menjadi kabut minyak (oil mist). Kabut minyak ini mengandung partikel-partikel yang kasar dapat bergerak sampai sejauh 20 ft atau
16
lebih sedangkan partikel-partikel halus dapat bergerak sampai sejauh 300 ft dari sumber lubricator. Partikel-partikel kabut ini dihasilkan oleh pembangkit kabut (mist generator) yang mana sebagian udara dilewatkan pusat orifis variabel (variable orifice) dan memasuki pembangkit yang selanjutnya bercampur dengan minyak yang dihantarkan oleh pipa tetes. Campuran udara minyak kemudian bergabung kembali dengan udara yang tidak memasuki pusat orifis variabel dan bersama-sama menuju tujuan akhir. Minyak dapat mencapai pembangkit kabut adalah pertama-tama minyak didorong keaatas malalui pipa siphon, melewati sekerup penyetel memasuki pipa tetes yang terdapat di dalam kubah kaca pengamatan. Ini dilakukan dengan mengalihkan sebagian kecil udara dari arus utama melalui katup pengendali tekanan mangkuk atau reservoir. Katup ini akan menutup pasokan ke mangkuk ketika sumbat pengisi dalam keadaan kendur atau lepas, sehingga mangkuk ini akan terbuka secara otomatis sehingga mangkuk diberi tekanan sekali lagi dan siap memberikan pasokan pelumas dimanapun diperlukan. 4. Muffler Merupakan peralatan pneumatik peredam suara yang dinamakan exhause silencer (muffler) digunakan untuk mengendalikan suara yang dihasilkan oleh arus udara yang dengan cepat dilepaskan ke atmosfir. 5. Aftercooler dan air dryer Udara yang diambil dari atmosfer pasti mengandung uap air. Kompressor tidak dapat menyingkirkan kandungan air ini. Pendinginan udara mampat dalam perpipaan menyebabkan kandungan air ini mengembun, banyak yang akhirnya
17
terbawa sampai ke dalam perkakas-perkakas dan mesin-mesin yang dioperasikan dengan udara. Air dapat membasuh pelumasan sehingga dapat menyebabkan keausan yang berlebihan dan menurunkan efisiensi. Disamping itu, temperatur keluaran udara yang dimampatkan dari semua kompresor udara memang harus diturunkan sampai mendekati 100º F sebelum memasuki sistem perpipaan. Jika sebuah Aftercooler ditempatkan di bagian hilir (sisi keluar) kompresor maka peralatan ini akan menyingkirkan sebagian besar kandungan air. Aftercooler ini pada dasarnya dipakai untuk mengurangi temperatur udara sampai pada suatu tingkat yang tepat (sesuai) dan bertindak sebagai alat pertama dalam proses penyingkiran kandungan air sebelum memasuki sebuah pengering udara (air dryer). Aftercooler hanya dapat menyingkirkan sekitar 80% kandungan air dari udara yang meninggalkan compressor.
2.1.4. Penerapan Pneumatik Dalam perkembangan di dunia perindustrian pneumatik hadir dan memegang beberapa peranan penting
dalam maraknya perkembangan
perindustrian, dapat dikatakan pneumatik merupakan sebagian otot yang menggerakkan industri. Usaha tersebut dilakukan oleh fluida bertekanan yang diberikan kedalam sebuah silinder operasi atau motor fluida. Pneumatik hadir dengan menampilkan karakteristik menyerupai sepon, karena medium udara yang digunakan bersifat
18
kompresibel (mampu mampat). Sehingga menjadikan pneumatik merupakan sistem yang termurah ditinjau dari segi biaya pengoperasian dan biaya pembuatan. Dengan dihadirkannya kompresor pneumatik dapat diterapkan disegala bidang untuk menghasilkan gaya baik sebagai penggerak maupun pengendali namun akibat adanya perubahan-perubahan yang berarti dari volume udara pada variasi tekanan, juga timbul secara bersamaan fluktuasi-fluktuasi yang besar dalam hal kecepatan. Jadi penggerakan pneumatik hanya dapat digunakan jika persyaratan keteraturan gerak tidak begitu ketat seperti pada : 1. Palu-palu, pahat dan tekanan (pres) udara mampat. 2. Jepitan ragum (vice clamps), tang ragum atau perkakas rentang lainnya. 3. Bor tangan pneumatik atau mesin asah tangan pneumatik. 4. Pemasukan bahan batang secara pneumatik atau setengah otomat atau otomat penuh untuk membubut. 5. Peralatan angkat dan angkut. 6. Peralatan rem. 7. Pengolahan bidang dengan pemancar (pasir) (peralatan-peralatan tiup). Viskositas udara yang tidak seberapa hanya mengakibatkan rugi gesekan yang kecil dan memungkinkan kecepatan aliran yang besar sampai 1000 m/min, suatu poros asah yang digerakkan secara pneumatik dapat berputar sampai 100.000 putaran/min. Sehingga sistem-sistem pneumatik juga digunakan dalam operasi-operasi stamping, drilling, hoisting, clamping, assembling, riveting, materials handling dan logic controlling.
19
2.2.
Pengereman Pengereman adalah sesuatu yang bergerak diberikan hambatan/rintangan
sehingga benda tersebut dapat berhenti atau diperlambat beraturan. Pada kebanyakan sistem pengereman transportasi darat, sistem pneumatik sangatlah jarang untuk digunakan. Transportasi darat yang menerapkan sistem pengereman pneumatik yaitu kereta api.
2.2.1. Pengereman Kereta Api Terdapat berbagai macam jenis instrument yang digunakan pada lokomotif, kereta, dan gerbong di PERUMKA, jenis yang digunakan antara lain : 1. Westinghous (pada Lok2 D.E./U.S.A. & D.H./PERANCIS) 2. KNORR KE (pada Lok2 D.H.JERMAN & AUSTRIA, kereta/gerbong). 3. WABCO / Westinghous-prancis (pada gerbong-barang) 4. DACO/Cekho-Clovakia (pada gerbong barang) Namun untuk saat ini PERUMKA kebanyakan menggunakan sistem westinghous dan untuk jenis yang lain sebagian sudah tidak digunakan, hal itu disebabkan produkan sudah tidak lagi mengeluarkan suku cadang sedangkan banyak kereta api masih dioperasikan sehingga dilakukan beberapa modifikasi agar pelayanan rem dapat terus dilaksanakan. Udara-abar (udara pengereman) pada alat-rem ini diberikan oleh udaratekan dari sebuah tangki (main-reservoir) yang dihasilkan oleh sebuah kompresor. Tekanan udara pada main-reservoir diamankan oleh sebuah safety valve (katup pengaman) pada 150 psi (10,6kg/cm2) .
20
Pada dasarnya terdapat beberapa macam sistem pengereman pada kereta api yaitu : 1. Sistem hand brake (rem tangan) Prinsip kerja dari pengereman ini adalah dengan menekan lengan rem pada roda secara mekanis (oleh tenaga manusia) melalui gagang rem yang tersedia di dalam ruang masinis. Sedangkan fungsi dari sistem pengereman ini hanya dipergunakan untuk mengerem roda lokomotif agar tidak berputar atau bergerak sewaktu dalam keadaan diam (misal: waktu pemeliharaan atau perbaikan di DIPO atau Balai Yasa). 2. Sistem udara tekan Yang dimaksud rem udara tekan adalah sistem pengereman yang menggunakan udara bertekanan sebesar 5 kg/cm2 untuk pengeremannya. Udara tekan ini dihasilkan dari sebuah kompressor yang dipasang pada lokomotif. Pada prinsipnya, apabila jika sistem pengereman ini bekerja maka kecepatan lokomotif akan berkurang (energi kinetik). Besarnya persentase pengereman tergantung pada besarnya tekanan blok rem pada roda. Semakin besar gaya tekan blok rem pada roda, maka semakin besar pula gaya pengereman yang dihasilkan. Pengereman ini tidak diizinkan jika roda menggelincir (diusahakan roda lokomotif tetap menggelinding). Agar semua roda tetap menggelinding, maka koefisien gesekan yang terjadi antara rem blok dan roda harus lebih kecil dibandingkan dengan angka koefisien gesekan antara roda dan rel.
21
Air brake atau yang biasa disebut sistem abar (sistem pengereman) memiliki dua jenis metode : a. Sistem pengereman dengan metoda langsung (direct method), yang tidak bekerja secara otomatis. b. Sistem pengereman dengan metoda tak-langsung (indirect method), yang bekerja secara otomatis. 1. Sistem pengereman dengan metoda langsung (direct method) Sistem ini tidak bekerja secara otomatis, oleh karena itu hanya dipakai pada lokomotif saja dan tidak digunakan pada kereta penumpang. Prinsip kerja dapat dilihat pada Gambar 2.8 yaitu sebagai berikut : Pada kedudukan handel “rem-lepas” silinder- rem dan pipa-rem (brake pipe) berhubungan langsung dengan udara-luar. Pada posisi “rem terikat” maka silinder abar dan pipa-abar berhubungan langsung dengan tangki-udara (reservoir) dengan tekanan 5 kg/cm2.
Gambar 2.8. Cara kerja sistem abar metoda langsung (tidak otomatis) (Soebijanto I, 1992, hal 2)
22
Sehingga apabila metode ini diterapkan pada kereta/gerbong maka jika terjadi rangkaian kereta/gerbong itu putus maka, alat-abar ini tidak bisa bekerja secara otomatis, karena terlepas hubungannya dengan tangki-udara yang ada di lokomotif. 2. Sistem pengereman dengan metoda tidak langsung (inderect method) Sistem ini bekerja secara otomatis dan diterapkan pada kereta-penumpang ataupun gerbong-barang. Terdapat dua macam metoda tidak langsung yaitu sistem dua-kamar dan satu-kamar : a. Pengereman udara tekan sistem dua-kamar Kebalikan dengan “metoda langsung” maka pada kedudukan handel “remlepas” silinder-rem dan pipa-rem itu justru berhubungan dengan tangki-udara (reservoir), pada kedudukan handel “rem terkait”, maka silinder-rem dan piparem itu mengalir ke udara-bebas. Bersamaan dengan keluarnya udara-tekan yang ada di dalam pipa-rem itu, maka udara-tekan dari tangki-pembantu yang terdapat pada kereta/gerbong (auxilliary reservoir) segera masuk kedalam silinder-rem untuk mendorong torakrem agar mengikat. Jadi gaya-abar yang menekan pada remblok itu diperoleh dari udara-tekan yang tersimpan didalam tangki-pembantu yang ada di lokomotif. Maka apabila terjadi rangkaian kereta atau gerbong itu putus dalam perjalanan, maka alat-abar pada masing-masing kereta/gerbong akan bekerja secara otomatis, karena mendapat suplai dari tangki-pembantu yang terdapat pada masing-masing kereta/gerbong. Prinsip kerja lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.9.
23
Gambar 2.9. Metoda tidak langsung “dua-kamar” (Soebijanto I, 1992, hal 3) b. Pengereman udara tekan sistem satu-kamar. Seperti halnya pada sistem”dua-kamar”, maka untuk sistem “satu-kamar” ini pada kedudukan handle “rem-lepas” pipa-rem juga berhubungan dengan tangki-udara (reservoir) yang di lokomotif. Hanya saja, disini silinder-rem tidak berhubungan dengan tangki-udara di lokomotif seperti pada sistem “dua-kamar” akan tetapi berhubungan dengan udara luar. Pada sistem ini kedudukan “remlepas” itu dibantu dengan adanya sebuah pegas-pembalik untuk menahan remblok agar tidak terus menempel pada roda. Pada kedudukan handle “rem-terikat” maka pipa-rem itu berhubungan dengan udara-luar, sehingga udara-tekan yang berada didalam pipa-rem mengalir ke udara bebas, dengan kosongnya pipa-abar maka katup yang ada didalam tigkap kontrol itu menjadi terbuka sehingga udara-tekan yang tersimpan dalam tangkipembantu akan segera masuk kedalam silinder-rem untuk menekan rem-blok, agar mengikat roda.
24
Jadi gaya rem disini juga diperoleh dari udara-tekan dari tangki-pembantu, bukan dari tangki udara pada lokomotif. Prinsip kerja dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Abar udara-tekan sistem“satu-kamar” (Soebijanto I, 1992, hal 4) Pada saat ini sistem kerja pengereman yang diterapkan oleh PERUMKA untuk kereta/gerbong adalah instalasi rem udara dengan metoda tidak langsung yang bekerja otomatis dengan menggunakan sistem “satu-kamar” seperti pada Gambar 2.10
2.2.2. Kapasitas Pengereman Kereta Api Kapasitas pengereman yang bisa menghentikan rangkaian kereta api dalam suatu jarak tertentu itu ditentukan oleh besarnya presentase pengereman. Pada sistem pengereman yang menggunakan remblok besarnya persentase pengereman tergantung pada besarnya tekanan rem blok pada roda, semakin besar gaya tekanan rem blok pada bandasi roda, makin besarlah kapasitas dari pengereman tersebut.
25
Untuk memperbesar tekanan rem blok pada roda maka diperlukan adanya suatu faktor pemindah yang diperoleh dari sistem tuas pada mekanisme pengereman terlihat pada Gambar 2.11:
Slack Adjuster
Gambar 2.11. Skema faktor pemindah pada silinder rem (Soebijanto II, 1992, hal 4) Besarnya faktor pemindah dapat digunakan Persamaan 2.1(soebijanto II, 1992, hal 4) : Pada posisi beban “kosong” : i( k ) =
a c × ...................................................(2.1.a) b d
: i( p ) =
a1 c × .................................................(2.1.b) b1 d
Pada posisi beban “penuh”
Oleh karena : a1 > a dan b1 < b, , maka i(p) > i(k) Apabila gaya tarik pada torak silinder – abar = P0 , sedangkan gaya tekanan pada rem-blok = P1 , maka besarnya gaya tekanan pada remblok dapat digunakan Persamaan 2.2 (soebijanto II, 1992, hal 4) : ⎛a c ⎞ Pada posisi beban “kosong” : P1 = ⎜ × ⎟ × P0 (kg) ..................................(2.2.a) ⎝b d ⎠
⎛a c⎞ Pada posisi beban “penuh” : P1 = ⎜⎜ 1 × ⎟⎟ × P0 (kg) ....................................(2.2.b) ⎝ b1 d ⎠
26
2.2.3. Tekanan Udara didalam Silinder Rem Tekanan udara maksimum di dalam pipa rem utama itu berkisar antara 4,8 atm sampai 5,2 atm dan biasanya diperhitungkan dengan harga minimal P(max) = 4,80 atm. Kekuatan pegas pembalik yang mendorong torak silinder ialah sebesar 1,2 atm. Jadi, apabila pelaksanaan pengereman itu dilakukan dengan tekanan maksimum 4,80 atm, maka tekanan maksimum di dalam silinder abar yang mendoromg torak itu sebenarnya hanya sebesar :
P(max) =
4,80 – 1,20
= 3,6 atm
(tekanan lebihnya)
2.2.4. Persentase Tekanan Rem Pengereman pada kereta yang sedang berjalan diatas jalan baja akan lebih efektif, apabila pada proses pengereman tersebut roda kereta masih dalam keadaan menggelinding, artinya proses penghentian kereta tersebut berjalan secara berangsur-angsur. Untuk mencapai hal tersebut maka teknis dalam melakukan pengereman harus mengurangi tekanan udara di dalam pipa rem sedikit demi sedikit. Sehingga disamping proses penghentian berjalan lebih efektif juga tidak terjadi kejutan yang akan mengganggu ketenangan penumpang. Agar pada proses pengereman tersebut roda kereta masih dapat menggelinding, maka angka koefisien gesekan antara sepatu rem dan roda (μ1) haruslah lebih kecil bila dibandingkan dengan angka koefisien gesekan antara roda kereta dengan jalan baja atau rel (μ2).
27
Untuk kereta penumpang biasanya dilengkapi dengan dua buah sepatu rem pada setiap roda, yaitu didepan roda dan dibelakang roda. Apabila gaya tekanan setiap sepatu rem adalah P1, sedangkan angka koefisien gesekan antara roda dan sepatu rem adalah (μ1), maka besarnya “gaya perlawanan” rem pada setiap roda digunakan Persamaan 2.3 (Soebijanto II, 1992, hal 5): T = 2 × μ1 × P1 ………………………………………..……….(2.3)
Apabila beban roda (wheel load) = G, dan koefisien gesekan antara roda kereta dan rel = μ2 maka agar pada proses pengereman tetap dapat menggelinding atau terkunci seperti yang diterangkan diatas, maka harus memenuhi syarat pada Persamaan 2.4 (Soebijanto II, 1992, hal 5): 2 × μ1 × P1 ≤ μ 2 × G ……………………………………………(2.4)
Dalam proses pengereman, dikenal istilah persentase tekanan rem, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tekan perlawanan rem dengan beban roda yang di rem, dan diberi notasi “γ”, agar roda tidak tergelincir pada saat di rem, harus memenuhi syarat pada Persamaan 2.5 (Soebijanto II, 1992, hal 6):
γ=
2 × μ1 × P1 ………………………………………………(2.5) μ2 × G
Dari persamaan diatas, maka persyaratannya adalah menjadi Persamaan 2.6 (Soebijanto II, 1992, hal 6) :
γ=
2 × μ1 × P1 × 100% …………………………….………..(2.6) μ2 × G
Apabila diasumsikan bahwa angka koefisien gesekan antara sepatu dan roda adalah sama dengan angka koefisien gesekan antara roda dan rel atau μ1 = μ2
28
Maka persamaan diatas menjadi Persamaan 2.7 (Soebijanto II, 1992, hal 6):
γ=
2 × P1 ×100% ……………………...……………………..(2.7) G
Untuk kereta-kereta/gerbong-gerbong dalam susunan rangkaian kereta api, maka besarnya persentase tekanan rem adalah sama dengan gaya tekan total dari seluruh sepatu rem dibagi dengan berat total dari kereta tersebut sehingga digunakan Persamaan 2.8 (Soebijanto II, 1992, hal 6).
γ =
P1 × 100% ………………………………………………...(2.8) G
dengan :
P = gaya tekan rem total satu kereta (kg) G = berat kereta penuh (kg) γ
= persentase tekanan rem (%)
Persentase tekanan rem tersebut maksimum 100%, apabila lebih maka roda akan tergelincir. Pada kereta yang bermuatan penuh , maka persentase tekanan rem akan berkurang, karena besarnya gaya tekan sepatu rem tetap sementara berat beban roda bertambah besar. Untuk kereta penumpang konstruksi alat pengereman itu biasanya dibuat berdasarkan atas γ(min) = 50%, yaitu pada kereta yang bermuatan penuh. Besarnya jumlah gaya tekan rem untuk satu kereta digunakan Persamaan 2.9 (Soebijanto II, 1992, hal 7):
P = 9/8 [(F × it × η) – (2 × ib × fs)] ……...……………….……(2.9)
29
Besarnya gaya dorong piston pada silinder rem digunakan Persamaan 2.10 (Soebijanto II, 1992, hal 7):
F = pdv × A - fr ……………………………………………….(2.10) dengan :
pdv
= tekanan maksimum katup distributor (kg/cm2)
A
= luasan piston (cm2)
fr
= gaya balik spring pada silinder rem (kg)
fs
= gaya balik slack adjuster (kg)
it
= brake lever ratio total
η
= efisiensi batang rem
ib
= lever ratio pada bogie
P
= gaya tekan rem total satu kereta (kg)
F
= gaya tekan piston rem (kg)
2.2.5. Jarak Penghentian Jarak penghentian atau disebut juga jarak pengereman memegang peranan penting dalam segi keamanan. Sebuah rangkaian kereta api dengan kecepatan berapa saja, harus dapat dihentikan dalam jarak tertentu. Panjangnya jarak penghentian ini tergantung pada besarnya kapasitas pengereman yang terjadi. Kapasitas pengereman disini adalah besarnya gaya pengereman yang dinyatakan dalam presentase terhadap berat kereta ataupun gerbong.
30
Maka jarak pengereman dapat dihitung dengan rumus empiris berdasarkan kenyataan praktek yang dikenal dengan “rumus Pedeluck” dan rumusan tersebut dapat kita lihat pada Persamaan 2.11 (Soebijanto II, 1992, hal 28):
Sa =
ϕ × v2
(1,09375 × γ ) + 0,127 − (0,235 × i × ϕ )
…………………..………(2.11)
dengan : v = kecepatan pada waktu mengerem (km/jam)
i
= kondisi jalan datar (‰)
γ
= persentase tekanan reman (%)
φ = angka konstanta yang tergantung pada besarnya kecepatan
seperti
yang tercantum pada Tabel 2.2.
Sa = jarak penghentian (meter) Tabel.2.1. Daftar harga angka konstanta berdasarkan kecepatan (Soebijanto II, 1992, hal.29) v (km/jam) 80 90 100 110 120
φ 0,0623 0,0631 0,0648 0,0667 0,0696
Daftar harga angka konstanta berdasarkan kecepatan secara lengkap dapat dilihat dalam lembar Lampiran 2.1 Tabel Daftar harga angka konstanta (φ) berdasarkan kecepatan untuk berbagai macam kecepatan (v).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Diagram Alir Penelitian Sistematisasi penelitian ini dilakukan mengikuti diagram alir seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
Persiapan
Penelitian
Studi literatur
Analisis
Pembahasan
Kesimpulan
Gambar.3.1. Diagram alir penelitian
31
32
3.2. Persiapan Sebelum dilakukan penelitian karya tulis ini, dilakukanlah persiapan literatur yang berhubungan dengan pneumatik guna mendukung pemahaman terhadap sistem operasi pengereman udara pada kereta api CC201.
3.3. Metode Penelitian Materi-materi pada karya tulis ini didapatkan dengan melakukan pengamatan langsung komponen-komponen pneumatik pada saat lokomotif CC201 melaksanakan overhaul, adapun bagian-bagian yang masuk dalam pengamatan : 1. Komponen utama pneumatik komponen utama pneumatik terleak pada dua bagian lokomotif, terletak pada ujung pendek lokomotif dan terletak pada kabin masinis. Komponen yang terletak pada kabin masinis yaitu: a. 26 L brake valve b. Independent brake valve c. Automatic brake valve d. Cut-off brake valve Sedangkan komponen yang berada pada ujung pendek lokomotif yaitu : a. J-1 relay brake valve b. Control brake valve c. Application brake valve d. MU2-A brake valve
33
e. Selector F-1 Brake Valve f. A-1 Charging cut-off pilot valve g. Main Reservoir (MR) 2. Mekanisme rem pada lokomotif a. Silinder rem b. Slack adjuster c. Brake cylinder (BC) d. Act (Udara tangki pengimbang) 3. Mekanisme rem pada kereta api a. Keran penutup segi tiga (Angle cooks) b. Slack adjuster (alat-penyetel setang) c. Air cock (keran penyumbat udara) d. Sambungan pipa karet (hose coupler) e. Brake cylinder f. Auxiliary air reservoir (tangki udara pembantu) g. Brake lever h. Tri tingkap katup (distributor valve) Dari data-data yang ada dilakukan analisis materi guna menyelaraskan data hasil observasi dan data hasil studi literatur, dimaksudkan agar diperoleh data-data yang akurat. Keterangan gambar-gambar komponen pada saat dilaksanakan overhaul dapat dilihat dalam lembar Lampiran 3.1 Gambar Komponen-komponen Pneumatik Kereta Api.
34
3.4.
Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian ini ditampilkan berdasarkan spesifikasi dan
ketetapan-ketetapan pada kereta api CC 201. Data-data yang akan dipergunakan pada perhitungan adalah sebagai berikut : a. Berat penuh kereta (Gp)
= 40.150 kg
b. Luas efektif piston (A)
= 706,9 cm2
c. Gaya balik spring dalam silinder (fr)
= 140 kg
d. gaya balik slack adjuster (fs)
= 200 kg
e. Tekanan maksimum (pdv)
= 3,8 kg/cm2
f.
= 16 buah
Jumlah sepatu rem tiap kereta (n)
g. Efisiensi rangkaian batang rem (η)
= 0,8
h. Lever ratio total pada bogie (ib)
=4
i. Brake lever ratio total (it)
= 13,2
Di samping data-data tersebut terdapat pula ketetapan yang digunakan sebagai data. Di dalam dunia perkereta-apian internasional telah dikenal adanya 3 (tiga) macam jarak-penghentian yang merupakan standar jarak penghentian perkereta-apian internasional, dan ditampilkan dalam bentuk Tabel.3.1. sebagai berikut: Tabel.3.1. Standar jarak penghentian perkereta-apian internasional (Soebijanto II, 1992, hal 34) Jarak penghentian Kecepatan (Sa) (v) 1000 meter 110 km/jam 700 meter
100 km/jam
400 meter
80 km/jam
35
Adapun maksud dari Tabel.3.1 yaitu panjang jarak penghentian yang di tetapkan sebagai standar dalam memberhentikan kereta api. Dan dijelaskan sebagai berikut : a. 1000 meter
Untuk Lintas-Raya dengan kecepatan kereta-api 110 km/jam atau lebih.
b. 700 meter
Untuk Lintas-Raya dengan kecepatan kereta-api 100 km/jam.
c. 400 meter
Untuk Lintas-sekunder dengan kecepatan kereta-api 80 km/jam sampai 85 km/jam.
Keterangan data lengkap hasil penelitian Spesifikasi Kereta api CC 201 dapat dilihat dalam lembar lampiran 3.2 Data Spesifikasi Rem Pneumatik Kereta api CC 201.
36
3.5.
Skema rem udara otomatis pada lokomotif
Gambar 3.2. Skema rem udara tekan otomatis pada lokomotif (P.J.K.A, 1984, hal.120)
37
3.6.
Skema rem udara otomatis pada kereta
Gambar 3.3. Skema rem udara tekan otomatis pada kereta (P.J.K.A, 1984, hal.123)
38
Keterangan: 1. Distributor valve
12. Pipa Rem
2. Silinder rem
13. Rem
3. Slack adjuster
14. Pipa rem
4. Tangki udara tekan
15. Pipa rem
5. Alat pengubah beban
16. Katup rem bahaya
6. Brake lever
17. Handle
7. Brake lever
18. Wire
8. Batang penghubung
19. Brake coupling
9. Batang penghubung
20. Hexagnal nut
10. Batang rem
21. Angle cock
11. Batang rem
22. Dumy coupling
BAB IV SISTEM REM PNEUMATIK KERETA API CC 201
Kereta api merupakan kendaraan rangkaian yang terdiri dari lokomotif dan kereta. Untuk menghentikan kendaraan tersebut digunakan sistem pengereman pneumatik, yang pada pengoperasiannya pengereman dapat dilakukan secara terpisah ataupun bersamaan, sehingga pada saat lokomotif berjalan tunggal maka pengereman masih tetap dapat dilakukan. Pengereman kereta api dapat dibedakan menjadi dua bagian, bagian pengereman lokomotif dan pengereman kereta api. Pengereman lokomotif dikontrol dengan menggunakan independent brake valve, sedangkan untuk pengereman kereta api dikontrol dengan menggunakan automatic brake valve.
4.1. Komponen Rem Pneumatik Komponen utama rem pneumatik kereta api terletak pada dua bagian, komponen pengontrol dinamakan 26-L brake equipment terdiri dari automatic brake valve, independent brake valve, cut-off pilot valve yang kesemuanya terletak pada kabin masinis baik pada kabin kanan maupun kiri. Sedangkan komponen lain terletak pada ujung pendek lokomotif terdiri dari J-1 relay valve, control brake valve, application brake valve, A-1 charging cut-off pilot valve, MU2-A brake valve, F-1 selector valve . Masing-masing komponen dihubungkan dengan brake pipe (BP) sesuai dengan nomor port pada masing - masing komponen dengan tekanan 70 psi yang pasokan udaranya
39
40
diperoleh dari sebuah kompressor melalui pipa main reservoir (MR) yang bertekanan 140 psi. Sedangkan untuk brake cylinder (BC) bertekanan 50 psi. Selain komponen utama sistem rem pneumatik juga memiliki komponen pendukung yeng terdiri dari silinder rem, tri tingkap katup (distributor valve), tangki udara tekan (air reservoir), slack adjuster, Act (tangki udara pengimbang), Auxiliary air reservoir (tangki udara pembantu).
4.1.1. 26-L Brake Valve Komponen ini merupakan komponen pengontrol, terletak pada kabin masinis. Pada 26-L brake valve ini terdapat dua komponen pengontrol, automatic untuk pengereman kereta api dan independent digunakan untuk pengereman khusus lokomotif.
Gambar 4.1. 26-L brake valve Fungsi dan bagian-bagian 26-L brake valve : 1. Digerakkan oleh masinis pada gagang rem (brake valve handle) dikedudukan yang dibutuhkan, pada Gambar (4.3).
41
2. Mengadakan atau membuang udara di equalizing reservoir Gambar (4.2), tergantung dari kedudukan brake valve handle. 3. Mempunyai dua bagian utama : a. Bagian automatic, untuk mengatur tekanan udara pada pipa udara (brake pipe), yang mengatur pengereman dari rem lokomotif dan rem rangkaian. b. Bagian independent untuk mengikat/melepas rem khusus lokomotif, dan tidak untuk rem rangkaian. 4. Mempunyai 8 katup , yang merupakan satu unit dengan 26-L brake valve posisi katup dapat dilihat pada Gambar (4.2) : 1. Cut-off pilot valve Tingkap ini digunakan untuk pembuka dan pemutus brake valve menurut kebutuhan. Memiliki 3 kedudukan: a. Frt (freight). Jika lokomotif menarik rangkaian gerbong yang mempunyai air brake system. b. Pass (passenger). Jika lokomotif menarik, rangkaian kereta penumpang c. Out. Jika lokomotif ditarik mati, atau jika lokomotif sebagai lokomotif pengikut pada multiple-unit. d. Di dalamnya ada 2 chek valves, yang mengadakan tekanan pada brake pipe atau P main-reservoir ke brake pipe cut-off valve. Dalam posisi normal, maka katup kendali cut-off harus diposisikan pada posisi PASS atau FRT, tergantung rangkaian kereta atau gerbong yang dibawa oleh lokomotif tersebut.
42
Jika lokomotif menarik rangkaian kereta barang, maka posisi katup kendali cut-off terletak pada posisi FRT. Sedangkan jika lokomotif menarik kereta penumpang, maka katup kendali cut-off diposisikan pada posisi PASS. Posisi out digunakan jika lokomotif tersebut bukan merupakan lokomotif yang mengendalikan sistem pengereman. Pada saat rangkaian kereta api ditarik lebih dari satu lokomotif, hanya lokomotif yang paling depan yang mengendalikan sistem pengereman. Untuk pelayanan kereta penumpang dimana cut-off pilot valve dalam posisi PASS, equalizing reservoir cut-off valve selalu dalam posisi terbuka untuk semua posisi handle rem. Ini menyebabkan pengereman dapat dilepaskan secara penuh dengan posisi handle rem release atau dapat juga dilepaskan secara bertahap dengan menggunakan handle rem. 2. Regulating valve Ditekan oleh piringan (service cam), yang terpasang dan berputar pada poros dari : a. Mengatur pembinaan tekanan kepada equalizing reservoir pada pipa 15. tekanan ini dialirkan melalui brake application valve ke saluran 5, atau langsung. Dari sini dialirkan kepermukaan luar diaphragm dari relay valve. b. Gerakan brake valve handle dari posisi release ke posisi service, mengakibatkan tingkap pengatur dari regulating valve, mengurangi tekanan equalizing reservoir, sebanding dengan dengan banyaknya gerakan handle sampai pada posisi full service. Tekanan equalizing
43
reservoir dikurangi sebanyak untuk menimbulkan full service brake application. Penyetelan tekanan equalizing reservoir dapat dilakukan dengan memutar handle A, pada ujung regulating valve. 3. Relay valve Tingkap ini terdiri dari tingkap yang digerakkan oleh sebuah diaphragm dan menetapkan tekanan dari brake pipe sewaktu-waktu sama dengan yang ada dalam equalizing reservoir. Tingkap ini juga dapat juga mensupplay atau membuang ke atmosfir tekanan brake pipe. Dapat bekerja sebagai supplay valve, untuk charging (pengisian) P brake pipe pada lokomotif dan rangkaian dengan brake valve handle di posisi release. Selama penggunaan automatic brake, pengurangan tekanan dari equalizing reservoir, mengakibatkan pengurangan tekanan pada brake pipe. Relay valve akan mempertahankan tekanan brake pipe terhadap bocoranbocoran dalam brake pipe. 4. Brake pipe cut-off valve Tingkap ini dapat merintangi mengalirnya udara dari supply valve relay valve ke brake pipe pada kejadian seperti berikut : a. Pengereman emergency. b. Cut-off valve di posisi “Out”.
44
c. Menjalankan alat-alat bantu yang berhubungan dengan brake pipe, yang membutuhkan gangguan pengaliran udara pada pengaman “break-intwo”P.C. dan dead man; overspeed. 5. Vent valve Tingkap ini bekerja dengan piringan (cam-operated), jika brake valve handle digerakkan ke posisi “emergency”. Untuk menimbulkan penurunan P brake pipe cepat pada vent valve dengan mengeluarkan udara pada port 21. 6. Emergency valve Tingkap ini juga cam-operated: a. Menimbulkan pengaliran udara main-reservoir ke pipa 12 untuk membuat aktif (P.C.) peralatan untuk menghilangkan tenaga lokomotif (powerknock out switches). b. Ke alat-alat bantu lainnya yang diperlukan pada brake valve handle di kedudukan “emergency”. c. Dengan cepat mengeluarkan udara ke atmosfer dari equalizing reservoir untuk memastikan pengeluaran udara brake pipe dengan cepat. 7. Suppresion valve Mengadakan main-reservoir supply ke port 26 pada posisi brake valve handle di suppression , handle off, dan emergency. Untuk menekan safety control brake application. Juga untuk menutup port 8 dan mereset brake application valve sebelum merelease auxiliary brake application. Pada brake valve handle di posisi “release” suppression valve bekerja untuk mensupplay
45
udara main-reservoir ke saluran port 3, melalui port 7 Gambar 4.2. dan tingkap gisir cut-off valve membuka.
Gambar 4.2. Skema 26-L brake valve (Erie, 1994, GEI-81987A-2)
46
8. Equalizing reservoir cut-off valve Tingkap ini disusun untuk mengirimkan train-operation, mempekerjakan kereta type direct-release dan merelease bertahap. Pada freight service, dengan handle cut-off pilot valve di posisi “Frt”, equalizing reservoir cut-off valve dibuka hanya pada “release” position, dan hanya pada kedudukan ini, rem dapat direlease. Pada passenger service, handle cut-off pilot valve di posisi “pass”, equalizing reservoir cut-off valve terbuka pada semua kedudukan brake handle, dan rem bisa direlease secara sempurna di kedudukan release atau secara bertahap selaras dengan gerakan brake valve handle.
4.1.2. Automatic Brake Valve Komponen ini berfungsi mengendalikan pengereman yang dikerjakan secara manual oleh masinis, terdapat handle yang memiliki beberapa fungsi dan posisi dalam tingkat pengereman, menjadi satu bagian dengan 26-L brake valve. Semakin ke kanan handle atau tuas maka pengereman semakin kuat. Handle rem otomatis.
Gambar 4.3. Posisi pegereman pada gagang rem otomatis. (Erie, 1994, GEI-81987A-1)
47
Seperti terlihat pada Gambar 4.3. terdapat enam posisi yang dimiliki oleh handle rem otomatis dengan keterangan port pada Gambar 4.2 , yaitu: 1. Release Posisi ini dipergunakan untuk mengisi atau pun menambah tekanan pada katup-katup maupun pipa-pipa sistem pengereman atau melepaskan rangkaian lokomotif dan rem kereta. Udara main reservoir masuk melalui port 30, mengalir ke supply valve pada bagian relay valve , ke tingkap gisir dari suppression valve ke port 3 dan melalui tingkap gisir dari cut-off pilot valve ke saluran 7 dan equalizing reservoir cut-off valve piston. Tekanan udara yang menekan pada permukaan piston akan bergerak ke atas memaksa charging check valve lepas dari posisi terbuka. Udara main reservoir juga mengisi: ruang pegas suppression valve, ruang pegas emergency valve. Kemudian udara main reservoir juga mengalir dari port 30 melalui charging valve dalam bagian regulating valve, lewat check valve yang sudah lepas dari dudukan dalam equalizing reservoir cut-off valve ke saluran 15, maupun ke permukaan dari diaphragma regulating valve. Pemutar pengatur “A” bisa distel untuk mengatur besarnya tekanan equalizing reservoir, yang dikembangkan oleh bagian regulating valve. Tekan udara ini di port 15 dibangun di equalizing reservoir volume dan port 5 salah satu melalui hubungan yang dibuat dalam P2A brake application valve atau oleh hubungan pipa langsung dibuat di bawah 26-L brake valve. Port 5 dihubungkan ke tingkap gisir dari emergency valve dan ruang pada permukaan
48
luar dari diaphragm relay valve. Tekanan yang dibangun dari equalizing reservoir pada permukaan luar diaphragm dari relay valve mengakibatkan diaphragm assembly berikut tangkainya bergerak ke dalam, yang pertama untuk mendudukan exhaust’valve pada dudukannya, terus mengangkat supply valve dari dudukannya. Ini memungkinkan udara main reservoir mengalir melewati supply valve yang sudah terangkat ke port 1 brake pipe dan melalui stabilizing choke ke ruang sebelah dalam dari relay valve diaphragm. Udara pipa utama di port 1 juga mengalir ke brake pipe cut-off valve, vent valve dan port 1 yang dihubungkan dengan brake pipe di dalam pipe bracket. Bilamana tekanan brake pipe bertambah di permukaan dalam dari relay valve diaphragm, mendekati tekanan equalizing reservoir menekan pada sisi berlawanan dari diaphragm. Diaphragm assembly dengan tangkainya ditempatkan agar supply valve duduk lagi. Ini akan mengakhiri pengaliran udara selanjutnya dari Main Reservoir system ke dalam brake pipe. Brake pipe sekarang terisi penuh, akan tetapi jika tekanan brake pipe menurun disebabkan kebocoran pada brake pipe, tekanan yang lebih tinggi dari equalizing reservoir menekan pada permukaan luar diaphragm relay valve, akan menggerakkan diaphragm assembly dan tangkai ke sebelah dalam dan supply valve lepas dari dudukannya lagi. Ini akan mengembalikan tekanan brake pipe ke equalizing reservoir pressure, setelah itu supply valve akan duduk lagi. Inilah yang disebut lap position of the relay valve.
49
2. Minimum reduction Pada posisi ini terjadi pengereman secara ringan yang disebabkan karena turunnya tekanan pipa rem sebesar 6-8 psi. 3. Full service Pada posisi ini terjadi pengereman secara penuh. Mutu pengereman yang dihasilkan semakin besar dan berbanding terbalik dengan tekanan pada pipa rem sehingga memungkinkan rangkaian kereta api untuk berhenti. Service position(posisi min.reduction hingga full service) Jika handle digerakkan dari posisi release ke posisi service, pengurangan tekanan udara brake pipe secara bertahap akan bertambah sampai pada full service position, sampai pengurangan tekanan udara brake pipe pada full service tercapai. Juga terdapat posisi minimum reduction, yang terletak sedikit beberapa derajat, sebelah kanan release. Pada kedudukan ini akan mengurangi tekanan kirakira 6 sampai dengan 8 psi di dalam equalizing reservoir, maka akan tercermin pada pengurangan tekanan brake pipe yang sama, oleh relay valve position. Jika automatic brake handle digerakkan ke posisi service pada perantaranya, maka piringan suppression pada handle shaf akan menempatkan suppression valve untuk menghubungkan port 3,8 dan 26 ke atmosfer. Service cam pada gagang poros shaft mendorong exhaust valve dalam regulating valve lepas dari dudukan dan menyiramkan udara equalizing reservoir berkurang. Biasanya pada port 3 ke atmosfer, dan cut-off pilot valve di posisi frt (freight),
equalizing reservoir cut-off valve menutup, akan tetapi, jika ada
perbedaan tekanan pada cut-off valve, check valve disebabkan pengurangan udara
50
pada equalizing reservoir charging air pada puncak dari check valve, check valve lepas dari dudukan. Udara equalizing reservoir bisa mengalir melampaui check valve dan regulating valve exhaust valve ke atmosfir. Demikianlah pengurangan tekanan equalizing reservoir pada jumlah yang sesuai dengan posisi brake valve handle. Udara brake pipe akan terus menerus lari ke atmosfir sampai tekanannya cukup berkurang sampai mengakibatkan penyamaan tekanan pada diaphragm relay valve. Jika ini terjadi, diaphragm assembly dengan tangkai dengan bantuan dari pegas-pegas relay valve, mendudukkan assembly, untuk mengijinkan exhaust valve duduk lagi. Bisa dikatakan bahwa brake valve pada posisi lap. Jika gagang brake valve diletakkan pada posisi full service, brake valve akan bekerja seperti diterangkan di atas, kecuali menyebabkan equalizing reservoir dan tekanan brake pipe cukup menurun untuk menimbulkan full service application. 4. Suppression Posisi ini digunakan untuk menormalkan kembali tekanan pipa rem akibat bekerjanya sistem pengereman penalti. Di kedudukan suppression piringan suppression pada gagang poros, menempatkan suppression valve, menghubungkan port 3 dengan atmosfir pada brake valve. Port 8 dari P2A application valve menutup untuk menyimpan lockout pipe, disamping itu udara main reservoir dihubungkan dengan port 26 dan suppression pipe, untuk menahan atau mereset control brake application.
51
5. Handle Off Posisi ini digunakan saat lokomotif tersebut bukan sebagai lokomotif yang mengendalikan sistem pengereman (lokomotif bantu). Pada saat rangkaian kereta api ditarik lebih dari satu lokomotif, hanya lokomotif yang paling depan yang mengendalikan sistem pengereman. Tekanan brake pipe di dalam brake valve dikurangi sampai nol, biasanya setelah menempatkan brake valve handle ke kedudukan handle-off, pada posisi ini udara main reservoir dimasukkan ke 53 dengan tujuan untuk menutup brake pipe pada rangkaian. 6. Emergency Posisi ini digunakan agar katup rem emergency bekerja sehingga pengereman darurat dapat dilakukan. Pengaliran udara ke brake pipe ditutup pada kedudukan ini. Emergency valve ditempatkan pada kedudukan untuk mengeluarkan udara ke atmosfir ke titik terendah. Udara equalizing reservoir dari saluran dan pipa 5 untuk menambah pengeluaran udara pada regulating valve exhaust valve dan mengijinkan udara main reservoir mengalir dari port 30 ke port 12 dan pipa 12. Dengan tekanan equalizing reservoir pada permukaan luar pada diphragm relay portion berkurang ke titik terendah, diaphragm assembly dan tangkai bergerak dan mengangkat dari dudukan relay valve exhaust valve, mengijinkan udara brake pipe mengalir ke atmosfir sampai 0. Piringan pada poros brake valve handle untuk mengangkat dari dudukan sebagian besar vent valve, ini menambah pengeluaran udara ke atmosfir dengan akibat pengurangan tekanan brake pipe secara cepat.
52
4.1.3. Independent Brake Valve Brake valve ini khusus untuk pengereman lokomotif dan bukan untuk rangkaian, memiliki dua kedudukan : (keterangan port Gambar 4.2) 1. Release Di gunakan untuk mengurangi udara pada silinder rem, dimana gagang rem berada di sisi sebelah kiri dari kuadrant. 2. Full application Digunakan untuk mengerem (memasok) udara kedalam silinder rem, dimana gagang rem berada disisi ujung sebelah kanan dari kuadrant. Semakin ke kanan handle digerakkan maka bertambah pula kekuatan mengerem sampai pengereman penuh. Udara main reservoir akan mengalir melalui supply valve yang sudah terbuka dari port 30 ke port 20 yang berapa pada blok. port 20 dari brake valve pipe braket dihubungkan dengan lubang J-1 relay valve lokomotif. Dengan ini tekanan yang timbul dari port 20 akan mengerjakan J-1 relay valve untuk memberi tekanan ke dalam silinder lokomotif.
Gambar 4.4. Independent brake valve Jika tekanan udara dibangkitkan di port 20, juga akan timbul pada permukaan dalam diaphragm di dalam independent brake valve, sehingga menimbulkan perlawanan oleh pegas yang berada pada sisi yang berlawanan. Jika
53
tekanan udara dan tekanan pegas menjadi seimbang, valve assembly akan bergerak pada kedudukan“lap”. Pada kedudukan ini supply valve akan duduk kembali untuk menghentikn pengaliran udara main resrvoir ke port 20. Karena disebabkan bocoran saluran 20, tekanan udara akan turun, maka diaphragm assembly akan bergerak lagi, supply valve akan terangkat lagi dari dudukannya, dan membolehkan udara main reservoir untuk mengembalikan lagi tekanan di port 20 pada daya p pegas. Inilah yang dinamakan self lapping pressure mainlaining feature dari independent brake valve. Menekan gagang independet brake valve pada kedudukan handle release mengakibatkan release pada sembarang kedudukan dari automatic brake valve yang ada pada lokomotif. Udara main reservoir mengalir ke port 13 yang dihubungkan dengan port pada quick-release dari control valve, yang bekerja untuk merelease rem lokomotif. Penekanan handle dari independent brake di sekitar application zone akan merelease automatic application hanya pada besarnya (harga value) sesuai dengan posisi handle application zone.
4.1.4. J-1 Relay Valve Skema dari J-1 relay valve seperti terlihat pada Gambar 4.6. Alat ini berfungsi untuk mengukur aliran udara tekan ke silinder rem. Disamping itu relay ini juga berfungsi untuk mencegah penurunan tekanan di dalam silinder rem akibat terjadinya pengereman.
54
Gambar 4.5. J-1 relay valve Di dalamnya terdapat gagang (batang), terak (piston stem), dan tingkap ganda dari karet. Gunanya untuk pengisian dan pengeluaran tekanan udara brake cylinder selama rem application dan release. Relay valve ini dibuat untuk menimbulkan tekanan di dalam brake cylinder kira-kira sama dengan yang ditimbulkan dalam control pipe diarahkan kesitu.
Gambar 4.6. Skema J-1 relay valve (Erie, 1994, GEI-75924-1)
55
Hubungan pipe dikenal sebagai berikut: 6 Supply (pengisian) 16 Kontrol (pengaturan) 30 Delivery (pemberian untuk B.C.) Tekanan udara dibangkitkan dihubungan port 16, dari relay valve pipe bracket. Tekanan udara juga dibangkitkan di dalam ruangan dibawah diaphragm besar dan torak dari relay valve, mengakibatkan diaphragm assembly dan torak tertekan keatas. Untuk gerakan piston keatas ini dibuat untuk menempatkan sebuah exhaust valve seat, menutup sebelah bawah check valve karet agar hubungan exhaust menutup, melalui torak port 30 brake cylinder. Kemudian cylinder valve karet terangkat dari kedudukannya sehingga udara main reservoir bebas masuk ke brake pipe melalui check valve, port 30. udara dari port 30 juga dihubungkan dengan stabilizing choke keruang pegas di permukaan sebelah dalam dari diaphragm. Jika tekanan ditimbulkan pada brake cylinder. Tekanan yang sama juga terjadi di ruang pegas, saat diaphragm menjadi seimbang bergerak ke bawah ke kedudukan lap, dimana check valve karet akan duduk lagi pada dudukan supply valve, untuk memutuskan pengaliran ke brake cylinder. Relay valve akan bekerja untuk mempertahankan pemberian tekanan ke brake cylinder. Jika ada kebocoran pada cylinder yang dapat menurunkan tekanan. Jika hal ini terjadi maka tekanan ruangan bebas juga akan turun. Diaphragm assembly dan batang torak akan bergerak lagi ke atas disebabkan tekanan yang lebih tinggi pada permukaan diaphragma sebelah bawah. Dengan
56
kejadian ini check valve karet akan terdorong lagi dan lepas dari kedudukan. Kedudukan udara main reservoir mengalir lagi kedalam brake cylinder, untuk mengatasi kebocoran-kebocoran yang timbul akibat bocoran-bocoran pada saluran atau brake cylinder sampai terjadi lagi keseimbangan. Pada saat merelease udara dari dalam brake silinder, maka ada pengurangan tekanan udara di ruang bawah 16. Maka tekanan udara pada brake cylinder dan ruang atas diaphragm 30 akan menjadi lebih tinggi, dengan akibat diphragm assembly dan torak terdorong ke bawah dan check valve karet kembali ke kedudukannya, menutup udara main reservoir 6 dan membuka hubungan 30 dengan udara luar melalui port dalam batang torak. Maka udara brake cylinder akan keluar ke atmosfir dan melepas rem blok dari roda. Pada waktu release bertahap dari tekanan udara brake cylinder dapat terlaksana, jika tekanan udara control dikurangi sedikit demi sedikit. Maka tekanan udara brake cylinder yang lebih tinggi akan membuka dan mengeluarkan udara ke exhaust, sampai diaphragm menjadi seimbang lagi. Kedudukan lap tercapai untuk menutup lagi exhaust.
4.1.5. Control Valve Berfungsi untuk memberikan pengabaran pada loknya sendiri pada waktu masinis mengerem rangkaian dan mengatur distribusi udara menuju J-1 relay valve. Bentuk komponen pada Gambar 4.7.
57
Gambar 4.7. Control valve Cara kerjanya pada charging atau pengisian. Pada automatic brake valve dikedudukan release udara brake pipe mengalir ke hubungan port 1 dari control valve. Dari hubungan port 1 pada Gambar 4.8. udara mengalir ke: 1. Ruang di atas diaphragm besar dari quick release (pembebasan cepat) valve. 2. Ruangan berpegas dari selector valve. 3. Ruang brake di antara dua diaprhagm pada service valve. 4. Emergency brake cylinder pressure-limiting valve, dimana tekanan brake pipe melawan tekan pegas untuk menahan valve spool valve pada kedudukan bawah atau kedudukan menutup. 5. Ruangan di atas control reservoir dissipation check valve, dan juga melalui charging choke J, saluran port 1b, melalui charging valve spool valve, port 7b dan choke H, melalui saluran port 7 keruangan di bawah diaphragm dari service valve dan kekontrol reservoir. Dengan graduated release cap di kedudukan direct release, saluran port 7a melalui cap.
58
6. Melalui choke F ke auxilliary reservoir charging check valve yang dengan ini auxiliary reservoir diisi.
Gambar 4.8. Skema Control valve (Erie, 1994, GEI-81987-7) Udara brake pipe mengalir ke port 7b dari selektor valve, juga mengalir melalui lubang bercabang, melalui ujung dari tingkap selector valve dan melalui lubang bercabang, melalui ujung dari tingkap selector valve dan melalui port 9a dan choke G dan port 9 ke dalam ruangan selector valve di permukaan luar dari diaphragm selector valve. Pada pengisian penuh dari brake system, control reservoir, dan tekanan brake pipe beraksi pada permukaan yang berlawanan dari diaphragm servis valve adalah serupa. Untuk itu torak service valve dan diaphragm assembly, ditahan
59
pada kedudukan yang terendah oleh tegangan dari pegas release yang menekan diaphragm assembly. Ujung dari gagang diaphragm service valve ditarik dari dudukan dengan application dan check valve, yang mengakibatkan port 16 dan port 26a berhubungan dengan udara luar.
4.1.6. P2A brake application valve Application brake valve merupakan komponen pengaman, pengaman pada saat full service, dekmen kerja atau lepas, dan pada saat terjadi over speed. P2A brake application valve (BAV) dilengkapi oleh peralatan yang dapat mengeluarkan udara ke atmosfir. Meliputi sebuah overspeed magnet valve untuk over speed control dan sebuah tingkap kaki untuk safety control. Over magnet valve pada keadaan normal dialiri arus listrik jika maksimum speed dilampaui, over speed magnet valve menjadi tidak ada arus maka tekanan udara dari ruangan pegas pada P2A BAV mengalir ke atmosfir. Tekanan kaki harus pada foot pedal dari foot valve kecuali jika tekanan udara brake cylinder sudah ada ± 30 psi, jika tekanan kaki dilepas dari foot pedal, maka foot valve bekerja mengeluarkan tekanan udara ke atm dari ruang pegas P2A BAV. Pada waktu pengeluaran udara, tekanan udara dikeluarkan melalui sistem chokes dan pluit. Yang terakhir menimbulkan pemberitahuan yang terdengar, melalui sebuah time delay (perlambatan waktu) sebelum tekanan berkurang sedemikian rupa sehingga BAV bekerja.
60
Gambar 4.9. P2A brake application valve (Erie, 1994, GEI-83470-1) Pada saat pengisian udara dari main reservoir 30 mengalir ke diaphragm 12 dan tingkap gisir 16, ditahan dinormal atau release position oleh piston spring 9. Posisi release tingkap gisir 16 bersambung dengan : a. Main reservoir 30 terus ke ruang a pada sisi tingkap gisir diaphragm. b. Main reservoir kemudian ke choke E ke 10 a terus ke pipa 10 kemudian ke ruang b sisi pegas dari diaphragm dan ke pipa 3 foot valve pipe. c. Equalizing charging pipe 15 dan ke release. Control valve 30 terus ke equalizing reservoir 5. Dengan demikian tekanan brake valve , terus menjadi tekanan equalizing charging air kemudian ke application valve charging. Equalizing reservoir di relay valve yang ada di brake valve juga ke dua sisi check valve 28 ditahan pada dudukan pegas 27.
61
d. Release control valve 30 ditahan pada release position oleh tekanan brake valve main reservoir pipa 33. Selama penalty application tekanan makin berkurang di pipa 3, tekanan ruang pegas b akan lebih kecil. Diaphragm assembly dan tingkap gisir 16 diletakkan pada penalty application position disebabkan diferensial pada diaphragma 12. Aksi ini menghubungkan saluran-saluran integral di tingkap gisir ke saluran-saluran lain di dalam body dari application valve yang mengarah ke lubang-lubang pada pipa braket. Gerakan diaphragm asembly dan tingkap gisir 16 mengadakan hubunganhubungan sebagai berikut : a. Tekanan main reservoir 30 dan di dalam ruang diaphragm.a terus ke port 25 pneumatik control (PC). b. Tekanan main reservoir masuk ke choke E mengisi 10a terus ke saluran 8. Ruang b diaphragm 12, juga timing reservoir yang dihubungkan dengan saluran 10 dan juga secara integral ke saluran 8 ke lock over pipe dan di lanjutkan ke brake valve. c. Tekanan charging equalizing reservoir 15 mengisi pada release control valve 30. d. Tekanan equalizing reservoir 5 menuju tingkap gisir 16 terus ke choke plug di teruskan ke saluran 24 kemudian ke udara bebas e. Over reduction check valve 28 membolehkan penurunan tekanan equalizing reservoir, waktu release control valve 30 posisi atas.
62
4.1.7. A-1 Charging Cut-off Pilot Valve. Berfungsi sebagai pengaman pada break-in-two (rangkaian putus). Pada pengoperasian pengereman normal, normal release position main reservoir ada di ruang A, di bawah cut-off piston head, menempatkannya di atas. Ruang B di bawah tingkap gisir dari port 53 pada cut-off pilot valve exhaust di 26L brake valve pada leading unit. Pada lokomotif pengikut , cut-off pilot valve di posisi “out”, ruang ini di isi oleh main reservoir. Ruang c diatas piston dan udara dari port 9 melalui tingkap gisir actuating piston dan automatic timing choke, sanding brake pipe port 1 ke ruang D kemudian choke piston ke ruang E pada permukaan luar piston dari port 11. Piston ini di tekan ke bawah oleh pegas 35 dari udara pada tingkap gisir cut-off valve pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10. A-1 Charging cut-off pilot valve (Erie, 1994, GEI-81987-1)
63
Jika terjadi brake-in-two tekanan udara brake pipe turun lebih cepat dari ruang D dari pada dari ruang E yang melalui yang melalui chok, kemudian tekanan differential piston di tambah tingkap gisir naik melawan tekanan pegas. Pada kedudukan ini udara main reservoir menuju tingkap gisir actuating piston kemudian ke ruang C dari port 9 dan power cut-off (P.C) switch. Ruang B biasanya mengeluarkan udara melalui exhaust, dengan adanya udara main reservoir di ruang C, piston dan tingkap gisir tertekan ke bawah dimana ruang A udara terbuang ke atmosfir. Pada kedudukan ini, udara main reservoir menuju tingkap gisir cut-off piston dari port 35 dan melalui cut-off check valve yang lepas dari kedudukan menuju port 53 kemudian menuju brake pipe cut-off valve pada 26L brake valve. Untuk mereset, masinis menggerakan brake handle ke posisi emergency, kemudian udara main reservoir menuju port 12 dari brake valve ke unseated selector check valve ke ruang B menekan cut-off piston dan tingkap gisir ke atas ke normal ke normal release. Port 53 disupply dari port 12 tidak bisa dikeluarkan melalui cut-off pilot valve pada brake valve. Handle brake valve seterusnya harus digerakkan ke posisi “release” sebelum port 53 bisa didrain dan melepas brake.
4.1.8. MU2-A Brake Valve. Multiple unit ini mempunyai dua kedudukan yang digerakan oleh piringan (cam-operated ) pada tingkap gisirnya. Digunakan pada lokomotif yang memakai system 26L brake valve. Yang dapat digandengkan dengan lokomotif yang diperlengkapi dengan air brake system tipe 26 atau 6. MU2-A valve memandu F-1 selector valve suatu alat yang memungkinkan peralatan dari lokomotif yang kedua dikontrol oleh peralatan lokomotif yang pertama (memimpin, lead) pada multiple unit operation. Kedudukan dari MU2-A dapat dipilih menurut kedudukan handle : 1. lead or dead yang memimpin (ada di muka) atau yang mati.
64
2. Trail 6 or 26 dengan perlengkapan A.B.S 6/26. Handle dapat diputar setelah ditekan, pada kedudukan yang satu kepada kedudukan yang lain. Kedudukan (lead or dead) ada di muka lokomotif atau mati. Dengan handle MU2-A valve dikedudukan Lead or dead, udara main reservoir di saluran 30 di tutup oleh tingkap gisir, dan saluran 53 dan 63, dihubungkan dengan atmosfir lihat Gambar 4.11.
Gambar 4.11. MU2-A brake valve (Erie, 1994, GEI-81987-12)
Tekanan dari independent brake control yang diterima pada independent valve di saluran 20 dihubungkan dengan saluran 2 dari MU2-A valve melaluui tingkap gisir ke port 20 kemudian port 20 ini
dihubungkan dengan saluran 20
65
dari F-1 selector valve dimana penyaluran putus (dikosongkan), juga ke saluran 16 dari J-1 relay untuk mempersiapkan independent brake application pada lokomotif. Actuating pipe pada brake valve port 13 dihubungkan dengan port 3 pada MU2-A valve melalui tingkap gisir ke port 13 di MU2-A. Port 13 dihubungkan dengan actuating pipe ke 26-L control valve dan ke actuating pipe rangkaian actuating. Kedudukan Trail 6 or 26, tingkap gisir akan menutup port 2,3,13 dan 26 port 3 yang dihubungkan dengan actuating pipe (13 pada brake valve) dikeluarkan ke atmosfir pada independent brake valve yang handlenya ada pada kedudukan release. Udara main reservoir dihubungkan dengan tingkap gisir ke port 53 dan 63 pada selector valve F-1. dengan ini selector valve diletakkan pada kedudukan yang memperbolehkan udara brake cylinder equalizing pipe port 14 berhubungan dengan port 16 dan port 20, kedua ini yang dihubungkan melalui double check valve ke port 16 pada J-1 relay valve selama brake application dilakukan dari lokomotif yang di muka (lead lokomotif).
4.1.9. F-1 Selector Valve. Komponen ini bekerja sama dengan MU2-A untuk menentukan lead or dead. Kemudian komponen ini juga berfungsi sebagai pengaman dari brake equipment pada lokomotif pengikut. Berfungsi juga untuk mereset otomatis pengaturan pengereman ke posisi “lead” jika ada pemutusan antara 2 lokomotifunit (brake-in-two).
66
F-1 selector valve memiliki tiga seksi masing-masing mempunyai tingkap gisir. Salah satunya protection valve, diatur oleh tekanan udara main reservoir equalizing pipe. Jika terjadi putus rangkaian brake-in-two, tingkap gisir agar mendapatkan braking condition pada lead unit lok muka. Dua yang lainya seksi pemindah (transfer section) yang diatur oleh tekanan udara dari control pipe multiple unit dan multiple unit inter braking pipe.
Gambar 4.12. F-1 selector valve (Erie, 1994, GEI-81987-14) Pada penentuan “lead or dead” tekanan udara ke port 53 dan 63 dari F-1 dikeluarkan ke atmosfir di MU2-A lihat Gambar 4.12. udara control valve yang mengalir dari hubungan port 16 pada 26L control valve mengalir ke hubungan 16
67
dan dari sini ke relay valve untuk menimbulkan tekanan cylinder pada lead lokomotif. Udara brake silinder dari relay valve port 34 dihubungkan dengan hubungan 30 dari selector valve. Setelah itu disambung lagi dengan hubungan 14 oleh tingkap gisir dan brake cylinder equalizing pipe dari lead lokomotif, untuk mengatur rem dari lokomotif pengikut. Pada “brake-in-two” position jika rangkaian putus dan udara hilang pada main reservoir equalizing pipe, maka udara akan dikeluarkan ke atmosfir dari hubungan 15 pada F-1 selector valve dan ruangan di bawah tingkap gisir (protection foot valve). Tingkap gisir akan dipaksa kekedudukan bawah oleh tenaga pegas, pada lead lokomotif pengaliran udara brake cylinder ke brake cylinder equalizing pipe (hubungan 14) diputus oleh tingkap gisir protection valve. Pada lokomotif pengikut dimana F-1 selector valve ditempatkan pada kedudukan Trail 6 or 26 tingkap gisir protection valve akan mengeluarkan udara ke atmosfir dari ruangan dibawah tingkap gisir sebelah kanan, yang akan dipaksa ke kedudukan bawah seperti pada posisi lead, untuk menghubungkan port 4 dan 16 dan port 20.
4.1.10. Silinder Rem Silinder rem terdiri dari sebuah silinder tertutup yang didalamnya terdapat piston, batang piston dan spring. Pada silinder tersebut juga terdapat sebuah lubang saluran udara tekan dari tangki udara, sedangkan spring yang ada di dalamnya berfungsi untuk mengembalikan piston pada kedudukan semula setelah proses pengereman selesai.
68
Gambar 4.13. Silinder rem (Erie, 1994, GEI-83470-1) Silinder rem ini berfungsi untuk merubah energi tekan yaitu udara tekan dari tangki udara maenjadi energi gerak linier piston, sehingga dari gerak linier piston melalui serangkaian batang rem sedemikian rupa sehingga dapat menggerakkan sepatu rem untuk menekan pada bandasi roda dan terjadilah proses pengereman. Prinsip kerja silinder adalah apabila proses pengereman dimulai yaitu handle rem yang ada di lokomotif dibuka maka udara bertekan yang ada di dalam pipa rem keluar ke udara bebas sehingga tekanan menjadi 1 atm, hal ini mengakibatkan perbedaan tekanan di dalam pipa rem dengan tekanan di dalam tangki udara, perbedaan tersebut mengakibatkan udara yang bertekanan 5 atm di dalam tangki udara mengalir keluar masuk-masuk distributor valve dan terus masuk ke dalam silinder rem dan mendorong piston, sehingga piston bergerak. Diameter standar dari silinder rem yang biasa dipakai pada alat rem udara tekan ialah : 8”, 10”, 12” dan14”
69
4.1.11. Tri Tingkap Katup (distributor valve) Katup distributor merupakan komponen penting dari sistem udara tekan otomatis, karena katup distributor inilah yang mengatur lalu-lintas udara tekan sehingga sistem ini dapat bekerja secara otomatis. Katup distributor terdiri dari beberapa suku komponen, antara lain : alat pemutus, pengisi-R, katup pengubah G-P, katup hubung, badan katup dan ruang pengendali, serta penyangga katup. Alat pemutus berfungsi untuk menyambung bila sistem rem dikehendaki bekerja, dan untuk memutus bila sistem rem tidak diperlukan. Sebuah tuas tangan dipergunakan ketika dikehendaki operasi manual dari alat ini pada katup distributor. Tuas-tuas untuk alat pemutus dan alat penyambung adalah berkedudukan vertikal ketika sistem rem dipergunakan dan horizontal ketika rem tidak dipergunakan. Pengisi-R dikombinasikan dengan alat pemutus meyakinkan bahwa tangki udara adalah cukup cepat dipenuhi oleh udara tekan tanpa mengindahkan ukurannya (pengisian merata), pada kenaikan tekanan silinder rem Katup pengubah G-P terdiri dari port-port pengereman dan pembebasan yang tepat. Perbedaan posisinya adalah untuk G = kereta api barang dan P = untuk kereta api penumpang. Dengan katup ini dikunci-matikan pada posisi G bila khusus dipergunakan pada kereta api barang, dan pada posisi P bila khusus dipergunakan pada kereta api penumpang. Kegunaan katup hubung yang digabungkan dengan katup distributor KE1 adalah membuat waktu pengisian dan waktu pembebasan kerja silinder rem tidak bergantung pada silinder dan langkah toraknya, berarti bahwa katup distributor
70
yang sama dapat digunakan untuk silinder rem dengan berbagai ukuran tanpa mengubah lubang-lubang yang diperlukan. Badan katup induk ditutup bagian bawahnya dengan sebuah tutup yang dilengkapi oleh katup kendali dan katup pembebas rem. Dengan tangan katup ini digunakan untuk membebaskan rem kereta yang berhenti. Katup penyangga biasanya dipasang sehingga tepat berhubungan dengan pipa rem utama. Penyangga ini menyangga katup distributor, diikat oleh empat buah baut, dan sambungan-sambungan pipa untuk silinder rem dan tangki udara tekan. Katup model KE1 dipakai bersama berbagai ukuran silinder rem, waktu pengisian silinder, pembebasan rem dan waktu pengisian tangki udara tekan, adalah sama tanpa mengindahkan silinder atau reservoirnya. Katup distributor mempunyai sebuah pembatas tekanan maksimum yang mencegah pengereman berebihan bila pipa rem terisi berlebihan, yang berarti melindungi roda-roda dari cengkraman yang terlalu ketat dan mengakibatkan permukaan tidak rata.
4.1.12. Tangki Udara Tekan (air reservoir) Tangki udara tekan adalah sebuah tangki yang berbentuk silinder tertutup yang dipergunakan untuk menyimpan udara bertekanan kurang lebih 5 kg/cm2 yang disupply oleh kompresor yang terdapat di lokomotif. Udara bertekanan tersebut dipergunakan untuk mendorong torak yang ada didalam silinder rem, pada saat proses pengereman.
71
Tangki udara tersebut akan selalu berisi udara bertekanan kurang lebih 5 kg/cm2 , hal itu disebabkan oleh karena setiap kali selesai proses pengereman, tangki tersebut akan terisi kembali oleh kompresor yang ada pada lokomotif. Tangki udara tekanan yang di pergunankan pada sistem rem udara tekan memiliki kapasitas 3000 liter.
4.1.13. Slack Adjuster Regulator rem SAB jenis DRVA merupakan slack adjuster rem yaitu suatu alat yang secara otomatis dapat menyesuaikan kelonggaran dari sepatu rem yang sudah terpasang tetap didalam perlengkapan rem sebagai bagian dari batang penarik. Regulator rem bertindak ganda dan bekerjanya cepat yaitu kecepatan menyesuaikan kelonggaran yang besar atau sangat kecil untuk membetulkan pada nilai yang telah ditentukan yang harus dijaga ukurannya.
Gambar 4.14. Slack adjuster (Soebijanto , 1992, 87)
72
4.2. Supply Udara Tekan Agar dapat bekerja dengan maksimal sistem pengereman pneumatik membutuhkan pasokan udara tekan, dan supplai udara tekan tersebut dihasilkan oleh sebuah kompresor yang terdapat pada ujung panjang lokomotif.
4.2.1. Kompresor Udara tekan untuk lokomotif itu diperoleh dari sebuah kompresor udara KNORR Tipe WBO U18. Data-data teknis adalah sebagai berikut : 1. Jumlah silinder (Number of cylinders)
3 buah.
2. Jumlah tingkat tekanan (Number of pressure stages)
2 tingkat.
3. Kecepatan maksimum (Max. speed)
1500 rpm.
4. Tekanan maksimum (Max. pressure)
10 kg/cm2.
5. Kapasitas effektif pada kecepatan maksimum dan pemberian tekanan 10 kg/cm2 (dari udara atmosfir)
± 3300 L/min.
6. Kapasitas efektif pada mesin “idle” dan pemberian tekanan 10 kg/cm2 (dari udara atmosfir)
± 1400 L/min.
7. Tenaga penggerak pada poros pada kecepatan maksimal dan pemberian tekanan 10 kg/cm2
± 33 HP.
4.2.2. Sistem Kerja Kompresor Kompresor menghisap udara luar dari atmosfir yang telah disaring dan dibutuhkan untuk kompresi, yaitu melalui pemasukan (intake manifold) dari
73
Mesin Diesel, Udara tersebut telah dikompresikan terlebih dahulu (precompressed) pada tingkat pertama, yaitu tingkat tekanan-rendah (low-pressure stage). Sebelum masuk ke dalam tingkat tekanan-tinggi (high pressure stage) udara yang telah dikompresikan terlebih dahulu itu dilewatkan melalui pendinginantara (intercooler) yang dipasang pada kompresor dengan maksud untuk menyerap sebanyak mungkin panas yang terjadi pada waktu berlangsungnya kompresi pendahulu. Udara tekan yang dikeluarkan dari hubungannya dengan tingkat tekanan tinggi itu disalurkan kesebuah alat pemisah oli atau “oil separator” yang dipasang agak rendah. Di sini oli yang mungkin terbawa selama proses kompresi dan juga kelembaman-kelembaman lainnya dipisahkan dari udara tekan tersebut. Air kondensat yang terkumpul didalam kotak “oil separator” itu, sewaktu-waktu bisa dibuang keluar melalui keran-pembuang. Dalam perjalanan selanjutnya, udara tekan itu disalurkan melalui katup pengecek dengan “damping” guna mencegah terjadinya arus balik, apabila kompresor kebetulan sedang tidak mengisi tangki utama. Masing-masing dari tangki utama yang dihubungkan berurutan itu mempunyai kapasitas sebesar 300 liter. Sebuah katup pengaman, yang disetel pada tekanan kerja setinggi 11 kg/cm2 itu akan melindunggi tangki udara utama terhadap tekanan yang berlebihan, yaitu apabila alat pengatur beban kosong (no-load device) dari kompresor tidak kerja karena rusak. Apabila tekanan udara didalam tangki udara
74
utama mencapai harga setinggi 10 kg/cm2, maka regulator beban kosong akan membuka salurannya dan udara pengatur dari tangki utama bisa masuk ke dalam alat pengatur beban kosong dari kompresor dan mengangkat katup pemasukan (inlet valves), hingga tidak terjadi lagi pemasukan udara meskipun kompressor masih terus bekerja. Apabila sedang ada pemakaian udara ataupun terjadi kebocoran-kebocoran pada pipa sehingga tekanan didalam tangki utama itu turun sampai 8,5 kg/cm2 maka saluran menuju ke alat pengatur beban kosong itu akan tertutup. Dan kompressor akan mengisikan lagi udara tekan kedalam tangki utama. Sebuah saringan udara dengan keran pembuang yang ditempatkan pada pipa sebelum masuk ke “pengatur beban kosong” akan mencegah masuknya kotoran dan kelembaman ke dalam peralatan-peralatan berikutnya. Keran pengisolasi (isolating cocks) gunanya untuk mematikan (switch-off) alat beban kosong (no-load device) itu, tekanan udara maksimum dalam kompresor tersebut dibatasi oleh katup pengaman (safety valve). Tekanan udara di dalam tangki utama (Main air reservoirs) dapat dibaca pada manometer ganda (Duplex Manometer atau “Double pressure gauge) yang ditempatkan di kabin masinis. Saklar tekan (the pressure switch) yang disambungkan pada pipa saluran udara tangki utama itu akan berfungsi dan memberikan energi pada katup magnet (magnet Valve), sehingga mencegah jalannya lokomotif, yaitu apabila tekanan udara di dalam tangki utama belum mencapai setinggi 6,5 kg/cm2 dan seterusnya akan mengakibatkan mesin diesel kembali ke kecepatan “indle” dan turbotrasmisi “mati” dalam hal tekanan udara dalam tangki utama itu terus menurun
75
sampai 5,5 kg/cm2. Di atas harga-harga tekanan tersebut katup-magnet itu tidak berfungsi karena tidak mendapat energi dan membiarkan udara pengatur masuk ke silinder pengatur (control cylinder) pada mesin diesel dan juga katup-pengisi (filling valve) pada turbo trasmisi.
4.3. Rem Udara Bekerja pada Kereta Api Rem udara tekan otomatis ini digunakan untuk melakukan pengereman secara teratur bagi seluruh rangkaian kereta api beserta lokomotifnya, alat pengontrol yang digunakan adalah automatic brake yang terletak pada kabin masinis.
4.3.1. Sistem Kerja Pada prinsipnya pengereman dilakukan dengan cara pengosongan bertahap ataupun pengosongan seluruh dari udara yang berada didalam pipa-utama. Pipa rem utama ini tersambung pada seluruh rangkaian kereta atau gerbong dan terus disambungkan pada pipa rem utama dari lokomotif melalui pipa karet dan keran penutup segi tiga (Angle cooks). 1. Tekanan normal di dalam pipa rem utama ini adalah 5,0 kg/cm2 pada posisi normal atau rem lepas. Pengosongan udara yang terjadi dikontrol dengan automatic brake yang ada di tingkap masinis akan mengakibatkan alat rem itu bekerja meningkat, hal ini dimungkinkan oleh adanya hubungan antara tangki pembantu dengan silinder rem pada setiap kereta atau gerbong.
76
2. Rem otomatis untuk lokomotifnya sendiri dikontrol dengan sebuah katup pembagi (distributing valve). Sebuah pipa control pendahuluan (precontrol pipe) disalurkan dari katup pembagi ini ke dua buah “katup relay” melalui “katup pengeluaran” (outlet Valve) kemudian melalui katup pengecek ganda (double check valve) dan katup pembatas tekanan (pressure limiting valve). Hubungan-C dari katup relay dihubungkan bersama-sama dengan ke-empat silinder abar dari setiap bogie dengan selang karet(air pressure hose). Perbandingan tekanan dari katup relay adalah 1 : 1, jadi tekanan control pendahuluan (precontrol pressure) dan tekanan silinder rem adalah sama. 3. Pada komponen penggontrol terdapat sebuah tuas atau handle yang memiliki beberapa posisi, berdasarkan posisi tersebutlah siklus udara tekan berlangsung, masuk dan keluar dari setiap komponen pneumatik adapun posisi tersebut adalah : a. Posisi jalan (running position) b. Posisi pengisian (charging position) c. Langkah pengereman normal (normal application range) d. Posisi pengereman cepat (rapid acting brake position) e. Posisi netral atau “lap” (lap position) 4. Posisi jalan (running position) Dengan handle rem pada tingkap rem masinis berada dalam kedudukan “posisi jalan”, maka regulator tekanan pada tingkap abar masinis itu di-stel untuk tegangan-kontrol setinggi 5,0 kg/cm2 di dalam pipa rem utama.
77
Apabila setelah suatu langkah pengisian (after a filling stroke) tekanan didalam pipa abar utama itu meningkat, maka haruslah di-setel kembali ke 5,0 kg/cm2 dalam waktu tertentu. 5. Posisi pengisian (Charging position) Pada kedudukan “posisi pengisian” dari tingkap rem masinis, maka udara dari tangki utama itu bisa tersalur ke dalam pipa rem utama melalui saringan udara, ke pedal mati “deadman’s valve” dan saringan udara lainnya, dan juga menerobos lobang penampang yang besar dari katup pengisi yang terbuka lebar dalam tingkap rem masinis. 6. Udara tekan yang tidak di-redusir (non-reduced compressed air) itu tersalur lewat keran yang terbuka dan slang pipa karet terus masuk ke dalam pipa rem utama dari rangkaian kereta/gerbong yang digandengkan. Hal ini mengakibatkan peralihan dalam tingkap “distributor” (distributing valve), sebagai konsekuensinya maka udara dalam silinder- rem terbuang dan rem-blok-pun melepas. Udara tekan itu tersalur ke tingkap “distributor” dari lokomotif, dan torak kontrolnya (control piston) menggerakkan pasangan katup (valve set) sedemikian rupa sehingga tangki pembantu itu menjadi terisi, dan hubungan-c dari tingkap distributor itu terkosongkan. Pipa-pipa yang terkosongkan melalui hubungan Cv pada distributor valve dari kedua katup relay lewat katup pengeluaran (outlet valve), katup pengecek ganda (Double check valve), dan juga katup pembatas tekanan. Akibatnya ialah udara dalam silinder rem menjadi terbuang, dan rem-blok pada lokomotif melepas.
78
7. Langkah pengereman normal (normal application range) Gerakan handle-rem pada tingkap rem masinis, dari “posisi jalan” sampai pada posisi “pengereman penuh” itu bisa menimbulkan penurunan tekanan di dalam pipa–pipa rem utama sebanyak kira-kira 0,4 kg/cm2 hingga atmosfir, melalui regulator tekanan dan katup relay di dalam tingkap rem masinis yang “otomatis”. Dan tekanannya itu dipertahankan pada tingkat yang telah di-stel sebelumnya, tergantung pada posisi handle yang dikehendaki. Sebagai akibatnya, maka rangkaian kereta atau gerbong yang digandengkan itu bisa di-rem secara bertahap. 8. Posisi pengereman cepat (rapid acting brake position) Apabila handle rem dari tingkap rem masinis itu berada dalam posisi pengereman cepat, maka tekanan udara di dalam pipa rem utama itu akan turun secara cepat sampai pada tekanan atmosfir, dengan menerobos lobang penampang yang besar dari katup pengereman cepat yang ada di dalam tingkap rem masinis, dengan handle rem berada pada posisi pengereman cepat, maka seluruh rangkaian kereta api dan lokomotif akan berhenti dalam tempo yang sependek mungkin. 9. Posisi netral atau “lap” Dengan handle rem dari tingkap abar masinis berada pada “posisi netral” maka semua katup yang berada di dalam tingkap rem masinis akan tertutup, dan pipa tangki utama serta pipa rem utama itupun tersumbat (cut off). Perubahan-perubahan tekanan di dalam pipa rem utama itu dikontrol oleh tingkap-rem masinis.
79
10. Hubungan R dari katup relay itu masing-masing dihubungkan dengan sebuah tangki supplay udara (supply air reservoir) berkapasitas 75 liter, yang secara terus menerus mendapat supplay udara tangki utama. Setiap tangki supplay udara itu mendapatkan proteksi terhadap terjadinya arus balik dari udara, yaitu dengan adanya katup pengecek (Check valve) sedemikian rupa hingga apabila terjadi kebocoran pada pipa tangki utama, maka masih terdapat cukup tekanan udara didalamnya yang siap untuk melayani berbagai macam pelaksanaan pengereman lokomotif. 11. Sebuah katup pembatas tekanan (pressure limiting valve) yang dipasang pada pipa control pendahuluan (pre-control pipe) antara katup pengecek ganda (double check valve) dan hubungan Cv dari katup relay adalah untuk membatasi tekanan silinder abar pada tingkat kira-kira 3,2 kg/cm2 atau yang terpasang. Hal ini adalah untuk mencegah agar roda-roda penarik (driving wheels) dari lokomotif itu sudah dipisahkan satu sama lain oleh katup pengecek ganda (double check valve). 12. Tangki pengimbang (Equilizing reservoir) berkapasitas 3 liter yang di hubungkan dengan pipa kontrol pendahuluan diantara hubungan-hubungan Cv dari katup relay itu adalah untuk mengimbangi volume dari control pendahuluan “Cv” (to balance the pre-control volume “Cv”), dan juga untuk pentahapan yang lebih baik dari katup relay.
80
4.4. Rem Udara Bekerja Lansung untuk Lokomotif Rem udara tekan yang bekerja langsung itu melaksanakan fungsi pengereman dan pelepasan bagi lokomotif itu sendiri terpisah (independent) dari instalasi rem “otomatis” yang ada pada rangkaian kereta atau gerbong.
4.4.1. Sistem Kerja Kebalikan dari tingkap rem masinis yang “otomatis” maka tingkap rem yang terpisah (independent) dari tipe Zb-3 guna melayani alat rem yang bekerja secara langsung untuk lokomotif bisa mendapatkan suatu pengereman lokomotif secara sebagian atau bertahap, maka handle rem yang terpisah itu haruslah digerak-gerakkan bolak-balik antara posisi “lap” posisi “rem”, sampai mencapai suatu tingkat pengereman yang dikehendaki. Demikian juga pada pelepasan, harus digerakkan bolak-balik antara posisi “lap” dan posisi “lepas”. Tingkap rem masinis yang “terpisah” mempunyai tiga macam kedudukan, yaitu: a. Posisi “Rem” (Braking position) b. Posisi “Lap” (Lap position) c. Posisi “Lepas” (Release position) Udara tekan dari tangki utama tersedia pada hubungan HB dari tingkap rem terpisah pada posisi “Rem”, maka udara akan meninggalkan tingkap rem masinis yang “terpisah” pada hubungan C, dan mengalir melalui katup pengecek ganda serta katup-pembatas tekanan (pressure limiting valve), kemudian
81
meredusir kompresi awal sampai 3,2 kg/cm2 atau yang terpasang, ke hubungan Cv pada katup relay. Dalam hal ini, silinder-silinder rem dari lokomotif akan mendapatkan tekanan sesuai dengan tekanan yang ada di dalam “Tangki supplay udara”, maka rem blok akan mengikat bandasi roda. Setiap kali setelah melaksanakan pengereman dan pelepasan, maka handle rem dari tingkap rem masinis yang terpisah itu digerakkan kembali ke posisi “Lap”. Dalam posisi ini, maka semua hubungan pipa-pipa itu tertutup. Pada posisi “Lepas” dari tingkap rem masinis yang terpisah, udara tekan dari pipa kontrol pendahuluan (pre-control pipe) itu akan meninggalkan tingkap rem pada hubungan C dari tingkap rem masinis dan dari hubungan Cv pada kedua katup relay dan terus keluar ke udara bebas. Tergantung pada lamanya pengoperasian handle rem maka pipa kontrol pendahuluan akan terkosongkan sebagian atau secara total. Hal ini akan mengakibatkan suatu pelepasan yang bersifat sebagian (partially) ataupun secara total (full release) dari silinder rem melalui katup relay. Untuk peningkatan yang lebih baik dari alat rem udara tekan yang bekerja langsung guna pengereman lokomotif ini, maka dipasanglah sebuah “nozzle” dengan diameter 2 mm pada pipa tangki udara utama, yaitu sebelum masuk ke tingkap rem masinis yang terpisah (independent driver’s brake valve).
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Adapun salah satu tujuan dari karya tulis ini adalah untuk mendapatkan besar tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak penghentian keretaapi seperti yang telah dikemukakan pada Bab I. Di dalam Bab ini akan dijelaskan mengenai langkah untuk mendapatkan besar kebutuhan tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak penghentian perkereta-apian internasional dengan dilakukan perhitungan dan analisa berdasarkan data yang telah ditampilkan pada Bab III.
5.1.
Perhitungan Sebelum dilakukan perhitungan, akan ditampilkan kembali data dari Tabel
3.1 tentang standar jarak penghentian perkereta-apian internasional dengan Tabel 2.1 tentang daftar harga angka kostanta berdasarkan kecepatan. Dimana data dari tabel tersebut akan dilakukan perhitungan ulang bersama dengan data yang telah di tampilkan pada Bab III. Tabel 5.1.Standar jarak penghentian kereta api dan harga konstanta berdasarkan kecepatan Konstanta Jarak penghentian Kecepatan kecepatan (Sa) (v) (φ) 1000 meter 110 km/jam 0.0623 700 meter 100 km/jam 0.0648 400 meter 80 km/jam 0.0667 82
83
5.1.1. Perhitungan Besar Udara Tekan pada Kecepatan 110 km/jam untuk Jarak Penghentian 1000 meter Untuk mengetahui besar tekanan udara di dalam silinder rem yang dibutuhkan pada kecepatan 110 km/jam untuk jarak penghentian 1000 meter, dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut : 1. Persentase tekanan rem (γ) Dari data Tabel 5.1. pada jarak penghentian (Sa) 1000 meter untuk kecepatan 110 km/jam (v) dapat diketahui besar persentase tekanan rem (γ) dengan menggunakan rumus empiris “Pedeluck” yang telah disampaikan pada Persamaan 2.11. Dimana angka konstanta kecepatan (φ) ditentukan dari Tabel 5.1. pada kecepatan 110 km/jam adalah 0,0667 dengan asumsi kondisi jalan adalah datar (i) adalah 0 ‰, maka besar persentase tekanan rem (γ) dapat diuraikan sebagai berikut :
Sa =
ϕ × v2
(1,09375 × γ ) + 0,127 − (0,235 × i × ϕ )
meter
1000 =
0,0667 × 110 2 (1,09375 × γ ) + 0,127 − (0,235 × 0 × 0,0667)
1000 =
807,07 (1,09375 × γ ) + 0,127 − (0)
⎛ 807,07 ⎞ 1,09375γ = ⎜ ⎟ − 0,127 ⎝ 1000 ⎠
γ = 0,621778 γ = 62,18 %
84
2. Gaya tekan rem total (P) Dari besar persentase tekanan rem (γ) sebesar 62,18 %, dapat diketahui besar gaya tekan rem total yang terjadi pada kereta penumpang dengan beban penuh (G) sebesar 40150 kg dengan menggunakan perhitungan persentase tekanan rem pada Persamaan 2.8. Dan diuraikan sebagai berikut :
γ=
62,18 % =
P × 100% G P × 100% 40150
P = 0,6218 × 40150 P = 24964,4 kg
3. Gaya piston rem (F) Dengan besar gaya tekan rem total (P) pada kereta penumpang sebesar 24964.4 kg dan brake lever ratio bogie (ib) yang digunakan adalah 4, brake lever ratio total (it) yang digunakan adalah 13,2 kemudian efisensi rangkaian batang rem (η) yaitu 0,8 dan gaya balik slack adjuster (fs) sebesar 200 kg yang diketahui dari data hasil penelitian dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan besar gaya piston (F) yang terjadi, dengan menggunakan perhitungan gaya tekan rem total (P) pada Persamaan 2.9. Dan diuraikan sebagai berikut : P = 9/8 [(F × it × η) – (2 × ib × fs)]
24964,4 kg = 9/8 [(F × 13,2 × 0,8) – (2 × 4 × 200 kg)] 24964,4 kg = 9/8 (10,56F– 1600 kg) F = [(24964,4 kg ⁄ 1,125) + 1600 ] ⁄ 10,56 F = 2252,89 kg
85
4. Tekanan udara katub distributor pada silinder rem Apabila besar gaya piston telah diketahui maka besarnya tekanan udara pada silinder rem (pdv) dapat dicari dengan menjumlahkan gaya piston rem (F) = 2252,89 kg dengan gaya balik spring dalam silinder (fr) sebesar 140 kg yang kemudian hasilnya dibagi dengan luas efektif piston (A) = 706,9 cm2. Diuraikan dengan menggunakan perhitungan gaya piston rem pada Persamaan 2.10: F = pdv × A - fr
2252,89 kg = pdv × 706,9 - fr
p dv =
2252,89 kg + 140 kg 706,9 cm 2
pdv = 3,38 kg/cm2
Untuk perhitungan pada jarak penghentian 700 meter untuk kecepatan 100 km/jam dan perhitungan pada jarak penghentian 400 meter untuk kecepatan 80 km/jam dilakukan dengan menggunakan program excel dengan hasil ditampilkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil perhitungan dan analisa Penghentian 1000 meter untuk Kecepatan 110 km/jam
Penghentian 700 meter untuk Kecepatan 100 km/jam
Penghentian 400 Meter untuk Kecepatan 80 km/jam
Besar persentase tekanan rem (γ)
62,18 %
73,02 %
79,52 %
Besar gaya tekan rem total (P)
24964,4 kg
29319,6 kg
31929,1 kg
Besar gaya piston rem (F)
2252,89 kg
2619,50 kg
2839,15 kg
Tekanan udara pada silinder rem
3,38 kg/cm2
3,90 kg/cm2
4,21 kg/cm2
(pdv)
86
5.2.
Analisa dan Pembahasan
Dari penelitian yang telah dilakukan pada kereta api CC 201 diperoleh beberapa data yang kemudian dari data tersebut dilakukan perhitungan pada subBab.5.1 diperoleh beberapa hasil yaitu mengenai, besar persentase tekanan rem, besar gaya tekan rem, besar gaya piston rem, dan hasil akhir yakni besar tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak penghentian perkeretaapian internasional. Kemudian hasil dari perhitungan pada subBab.5.1 akan diringkas dan dilakukan analisa dan pembahasan. 1. Besar persentase tekanan rem Dari perhitungan pada subBab.5.1 diperoleh hasil besar persentase tekanan rem untuk standar jarak penghentian kereta api sebesar: a. 62,18%
pada jarak penghentian 1000 meter untuk kecepatan 110 km/jam
b. 73,02%
pada jarak penghentian 700 meter untuk kecepatan 100 km/jam
c. 79,52%
pada jarak penghentian 400 meter untuk kecepatan 80 km/jam
Untuk besar nilai persentase ini telah memenuhi syarat, yaitu hasilnya tidak lebih dari 100% dan tidak kurang dari 50% sebagai batas nilai persentase tekanan rem, sehingga kemungkinan tergelincirnya roda sangat kecil. Kemudian dapat diketahui pula bahwa semakin pendek jarak penghentian maka persentase tekan rem akan semakin besar. Hal itu disebabkan pada jarak penghentian yang pendek dibutuhkan tekanan udara yang lebih besar sehingga gaya tekan rem yang ditimbulkan akan semakin besar. Dari besar persentase tekanan rem yang ada di gunakan untuk mengetahui besar gaya tekan rem total yang terjadi untuk satu kereta.
87
2. Besar Gaya tekan rem total dan Gaya piston rem Besar gaya tekan rem total pada hasil perhitungan untuk standar jarak penghentian didapatkan sebesar : a. 19399,5 kg
pada jarak penghentian 1000 meter untuk kecepatan 110 km/jam
b. 22783,9 kg
pada jarak penghentian 700 meter untuk kecepatan 100 km/jam
c. 24811,7 kg
Pada jarak penghentian 400 meter untuk kecepatan 80 km/jam
Nilai tersebut menunjukkan besarnya gaya tekan yang diberikan sepatu rem pada bandasi roda kereta api secara total pada satu kereta. Dimana pada satu kereta terdapat 16 sepatu rem yang terdiri dari 8 pasang sepatu rem muka belakang. Kemudian dari besar gaya tekan rem total dapat digunakan untuk mengetahui besar gaya piston rem (F) dan dihasilkan : a. 1784,46 kg pada jarak penghentian 1000 meter untuk kecepatan 110 km/jam b. 2069,35 kg pada jarak penghentian 700 meter untuk kecepatan 100 km/jam c. 2240,03 kg pada jarak penghentian 400 meter untuk kecepatan 80 km/jam Nilai tersebut menunjukkan besarnya gaya dorong yang dihasilkan oleh piston rem. Sehingga terbukti, dengan adanya “faktor pemindah”, tekanan rem blok yang terjadi bertambah besar, dari gaya dorong piston sebesar 1784,46 kg menjadi 2424,94 kg (tekanan rem blok) diperoleh dari besar tekanan rem total 19399,5 kg dibagi dengan jumlah pasang sepatu rem yang menekan roda sejumlah 8 pasang.
88
3. Besar tekanan udara di dalam silinder rem (pdv) Dari hasil perhitungan kebutuhan tekanan udara dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian antara besar tekanan udara di dalam silinder rem pada kereta api CC 201 sebesar (pdv) = 3,8 kg/cm2 dengan besar tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak penghentian kereta api sebesar: a. 3,38 kg/cm2 pada jarak penghentian 1000 meter untuk kecepatan 110 km/jam b. 3,90 kg/cm2 pada jarak penghentian 700 meter untuk kecepatan 100 km/jam c. 4,21 kg/cm2 pada jarak penghentian 400 meter untuk kecepatan 80 km/jam Dari hasil perhitungan besar tekanan udara di dalam silinder rem untuk standar jarak penghentian dengan besar tekanan udara pada kereta api CC 201 menunjukan adanya perbedaan nilai. Pada kecepatan 100 km/jam untuk jarak penghentian 700 meter besar tekanan udara pada kereta api CC 201 lebih memenuhi syarat standar jarak penghentian
kereta api. Hal itu disebabkan selisih yang ada tidak terlalu
signifikan yaitu sebesar 2,6 %. Sedangkan pada kecepatan 110km/jam untuk jarak penghentian 1000 meter, berdasarkan penelitian dilapangan sudah jarang dilakukan oleh kereta api CC 201 mengingat konsisi rel Lintas-Raya yang sudah terlampau tua sehingga tidak mampu lagi melayani pada kecepatan 110 km/jam atau lebih. Kemudian pada kecepatan 80 km/jam untuk jarak penghentian 400 meter tidak digunakan untuk Lintas-Raya melainkan untuk Lintas-Sekunder dimana kereta api dalam kondisi kosong untuk dilangsir menuju dipo atau pada saat seteah selesai dilakukan overhaul untuk uji kelayakan lintas.
BAB VI PENUTUP
6.1.
Kesimpulan Dari penjabaran sistem operasi rem pneumatik kereta api serta perhitungan
dan analisa data hasil penelitian sistem operasi rem udara tekan pada kereta api CC201, disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengereman terjadi apabila masinis membuka handle rem sesuai kebutuhan pengereman. Sehingga udara dari kompresor yang ditampung pada tangki main reservoir sebesar 70 psi yang mengalir dan kemudian memenuhi brake pipe (BP) terlepas ke udara bebas. Dengan kosongnya brake pipe (BP) ini, maka udara tekan yang tersimpan di dalam tangki pembantu pada tiap-tiap kereta akan masuk ke dalam silinder rem kemudian mendorong torak silinder rem sehingga sepatu rem akan menekan bandasi roda dan terjadilah proses pengereman. 2. Besar tekanan yang digunakan pada kereta api CC 201 sebesar 3,8 kg/cm2 memenuhi syarat kebutuhan tekanan di dalam silinder rem sesuai standar jarak penghentian perkereta-apian internasional. Sehingga layak untuk melakukan pelayanan pengereman.
89
90
6.2.
Saran Bagi pembaca yang tertarik untuk melakukan penelitian ini lebih lanjut
diharapkan pada saat pengambilan data, peneliti aktif dan mandiri dalam mencari informasi dalam bentuk apapun juga, kemudian banyak data hasil penelitian yang berbeda dari hasil studi literatur, untuk itu diharapkan juga agar lebih banyak melakukan diskusi dengan pegawai. Kemudian dalam karya tulis ini masih banyak terdapat kekurangan bagi pembaca yang tertarik untuk melakukan penelitian ini dapat menyertakan perhitungan terhadap perpipaan.
DAFTAR PUSTAKA Buku Petunjuk Pemeliharaan pada Kereta Penumpang Kelas Tiga, Jenis CW, 1984, untuk P.J.K.A Indonesia. Erie, 1994, GE Transportation Systems, General Electric Company, Pennsylvania. Esposito Anthony, 1994, Fluid Power With Application, Third Edition, PrenticeHall, INC., New Jersey. I.N.K.A, 1992, Specifikasi Teknis Kereta Penumpang Kelas Ekonomi K3, Madiun Krist, Thomas Ing., 1993, Dasar-Dasar Pneumatik, Alih Bahasa, Dines Ginting, Penerbit Erlangga, Jakarta. Soebijanto H.M. , 1992, Diktat Pelajaran mengenai Abar Udara Tekan (Compressed AirBrake) dan Abar Dinamik (Dynamic Brake) 1, Bandung. Soebijanto H.M. , 1992, Diktat Pelajaran mengenai Abar Udara Tekan (Compressed AirBrake) dan Abar Dinamik (Dynamic Brake) 2, Bandung. Soebijanto H.M. , 1993, Diktat Pelajaran mengenai Abar Udara Tekan (Compressed AirBrake) dan Abar Dinamik (Dynamic Brake) 3, Bandung. Subyanto, 1977, Dinamika Kendaraan Rel I, Perusahaan Jawatan Kereta Api, Bandung.
91
92
LAMPIRAN 2.1 Daftar Harga Angka Kostanta Tabel.2.1. Daftar harga angka kostanta berdasarkan kecepatan KECEPATAN
KONSTANTA
(v)
(φ)
70
0,0611
80
0,0628
90
0,0631
100
0,0648
110
0,0667
120
0,0696
130
0,0721
140
0,0731
150
0,0742
160
0,0755
3.1 Gambar Komponen-komponen Pneumatik Kereta Api pada saat overhaul
Gambar 3.1.1. Pneumatik equipment
93
Gambar 3.1.2. Komponen regulator valve
Gambar 3.1.3 Box auxiliary air reservoir (tangki udara pembantu)
Gambar 3.1.4. Box pneumatik ujung pendek lokomotif
94
Gambar 3.1.5. Meja uji rem pneumatik 3.2 Data Spesifikasi Rem Pneumatik Kereta api CC 201. Tabel 3.2. Data Spesifikasi Rem Pneumatik Kereta api CC 201. Berat kosong kereta (Gk)
31200 kg
Berat penuh kereta (Gp) Silinder rem : BG 12” diameter silinder (Dc)
40150 kg 305 mm
luas efektif piston (A)
706,9 cm2
gaya balik spring dalam silinder (fr) Slack adjuster : DR V2 A – 600 gaya balik slack adjuster (fs) Katup distributor : KE 1c tekanan maksimum (Pdv) Jumlah sepatu rem tiap kereta (n) Efisiensi rangkaian batang rem (η) Lever ratio total pada bogie (it) Brake lever ratio total (it) Kecepatan maksimum (vmaks)
140 kg 200 kg 3,8 kg/cm2 16 buah 0,8 4 13,2 110 km/jam