Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
SISTEM INTEGRASI PADI DAN TERNAK SAPI KELOMPOK TANI MAWAR DI PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI MENUJU PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN (Integration System of Rice-Cattle at Mawar Farmers Group in Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, in Support of Food Security) WASITO Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Jl. Jend. AH Nasution No. 1b, Medan 20143
ABSTRACT Integration System of Rice and Livestock (SIPT) in North Sumatra, executed in 2003 in the Mawar farmer groups Lubuk Bayas and Lubuk Rotan, Perbaungan subdistrict, Serdang Bedagai district. To determine the role of cage-based SIPT towards improving food security group, has conducted a review in December 2009, and April 2010, as well as review the results of studies in Lubuk Bayas, Lubuk Rotan, or Perbaungan. Measurements: before the PTT (< 2001), ICM (2002 – 2003), and PTT + SIPT (2003 – 2008). Results of the study, daily activity SIPT dynamic farmers, the management-integrated cattle business Laan wetland. Good inter-institutional linkages established, between farmer groups, private and government agencies. During the period of increased cattle owners SIPT farmers, farming pattern becomes rice-ricemaize/vegetable (IP »300). Manure application in the region SIPT + PTT has increased (significant, P < 0.01), provision of 2 tons/ha + inorganic fertilizer to increase rice production (± 12%) (0.8 to 1.0 tons/ha) . The impact has increased the income of farmers, because the enrichment of soil organic matter, and increased agricultural production, as authorized in the management of families, groups for basic needs to increase food security. Key Words: Integration of Rice and Beef, Poktan Roses ABSTRAK Sistem Integrasi Padi dan Ternak (SIPT) di Sumatera Utara, dilaksanakan tahun 2003 di kelompok tani Mawar Desa Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan, Kec. Perbaungan, Kab.Serdang Bedagai. Untuk mengetahui peran SIPT berbasis kandang kelompok menuju peningkatan ketahanan pangan, telah dilakukan kajian ulang pada Desember 2009, dan April 2010, serta review hasil kajian di Lubuk Bayas, Lubuk Rotan, atau Kec. Perbaungan. Pengukuran: sebelum PTT (< 2001), PTT (2002 –2003), dan PTT + SIPT (2003–2008). Hasil kajian, aktivitas harian petani SIPT dinamis, pengelolahan usaha ternak sapi terintegrasi lahan sawah. Keterkaitan antar kelembagaan terjalin baik, antar kelompok tani, swasta, dan instansi pemerintah. Selama periode SIPT petani pemilik sapi meningkat, pola usahatani menjadi padi–padi–jagung/sayuran (IP » 300). Pemberian pupuk kandang di wilayah SIPT + PTT meningkat sangat nyata (signifikan, p < 0,01), pemberian 2 ton/ha + pupuk anorganik mampu meningkatkan produksi padi (± 12 %) (0,8 – 1,0 ton/ha). Dampaknya terjadi peningkatan pendapatan petani, karena pengkayaan bahan organik tanah, serta peningkatan produksi pertanian, sebagai modal dasar dalam manajemen keluarga, kelompok untuk memenuhi kebutuhan pokok menuju peningkatan ketahanan pangan. Kata Kunci: Integrasi Padi dan Sapi, Poktan Mawar
PENDAHULUAN Usahatani padi saat ini menghadapi permasalahan penurunan produktivitas lahan, karena kesuburan tanah yang kian hari berkurang, inefisiensi dalam penggunaan
pupuk, perubahan struktur dan tekstur tanah yang berkaitan dengan penggunaan pupuk anorganik berlebihan, dan pengurasan unsur hara dan bahan organik dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik sangat diperlukan dalam jumlah besar untuk merehabilitasi
347
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
kondisi tanah tersebut. Pada sisi lain, peranan ternak sapi dalam memanfaatkan limbah pertanian antara lain jerami padi, dan penghasil produk samping agroindustri untuk menghasilkan pupuk organik sangat tepat dikembangkan di lahan sawah, merupakan suatu model yang sangat potensial memecahkan permasalahan yang ada saat ini. Solusi pemecahan permasalahan kotoran ternak, pemeliharaan ternak dilakukan belum optimal, dan penerapan teknologi yang tidak tepat pada lahan sawah, dilakukan melalui Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang diintegrasikan di lahan sawah. Pada integrasi padi dan sapi, menurut HARYANTO et al. (2003), jerami padi setelah diproses digunakan sebagai pakan sapi untuk menghasilkan sapi bibit, bakalan dan daging, sedangkan kotoran sapi dalam bentuk kompos dikembalikan pada lahan sawah. Industri kompos akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi lahan sawah. Kegiatan SIPT membuka peluang bagi proses pengelolaan partisipatif, atau sistem pemberdayaan kelompok. Mereka berkesempatan merancang kegiatan untuk memanfaatkan dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Menurut HOGAN (2000), proses pemberdayaan harus berkesinambungan sebagai suatu siklus, meliputi 5 tahapan utama, (a) menghadirkan kembali pengalaman, dan (b) mendiskusikan alasan proses tersebut, (c) mengidentifikasikan masalah dan (d) evaluasi basis daya yang bermakna, serta (e) mengembangkan rencana aksi. Kerjasama sukarela lebih mudah terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarisi sejumlah modal sosial yang substansial dalam bentuk aturan-aturan (norma), pertukaran timbal balik (kepercayaan), dan jaringan-jaringan kesepakatan antar warga (PUTNAM, 1993). Konsep modal sosial memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru (COLEMAN, 1988), prasyarat bagi keberhasilan suatu proyek pembangunan (OSTROM, 1992). Untuk memberi gambaran yang lebih seksama tentang dinamika sistem integrasi padi dan ternak sapi selama tahun 2003 – 2009 di Kelompok tani Mawar Desa Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, dipaparkan pada tulisan ini
348
MATERI DAN METODE Kerangka pikir Program PTT pertama di Sumatera Utara dilaksanakan di Kelompok Tani Mawar di Desa Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan, Kec. Perbaungan sejak MT1 tahun 2002 di Kab. Serdang Bedagai (pemekaran Deli Serdang tahun 2005). PTT tahun 2002 dilengkapi dengan kegiatan SIPT, Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT), dan Kredit Usaha Mandiri (KUM) tahun 2003, serta di desa Lubuk Rotan hanya kegiatan PTT tahun 2003. Daya beli kebutuhan pokok yang rendah, dan angka keluarga miskin tinggi menjadi indikator sistem ketahanan pangan (mata rantai sistem pangan dan gizi dari produksi, distribusi, konsumsi, dan status gizi) keluarga dan wilayah belum terwujud. Perwujudan ketahanan pangan keluarga, kelompok, atau desa (output) dapat dilakukan melalui pendekatan subsistem input (P3T : PTT, SIPT, KUAT, KUM), proses (manajemen pangan = MP). Sumberdaya alam, teknologi, kelembagaan, dan budaya sebagai komponen P3T (input). Partisipasi keluarga, kelompok, masyarakat, dan fasilitasi pemerintah (kebijakan subsidi pangan, lainnya) dalam ketersediaan (subsidi, produksi, cadangan, perdagangan); distribusi (akses dan sosial ekonomi); serta konsumsi dan status gizi adalah sebagai komponen MP harus sinergis. Pendekatan pengkajian Kajian dengan format bersifat deskriptif, pengambilan data primer melalui survei dengan diskusi kelompok terfokus (focused group discussion, FGD), pengamatan bersama partisipatif dalam konteks yang alami (natural setting) (DENZIN dan LINCOLN, 1994), review hasil penelitian/pengkajian, dan pengumpulan data sekunder. Untuk mengetahui dinamika sistem integrasi padi dan ternak sapi selama tahun 2003 – 2009 di Kelompok Tani Mawar, anggotanya di Desa Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan, Kec. Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara, dilakukan kajian ulang pada Desember 2009, dan April 2010. Pengkajian data primer difokuskan di tingkat kelompok tani Mawar dengan pengurus
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
kelompok tani (petani perintis dan adopter), dan review hasil kajian di Lubuk Bayas, Lubuk Rotan, atau Kec. Perbaungan (WASITO et al., 2004 (unpublished), SEMBIRING et al., 2004; WASITO et al., 2009; KHAIRIAH dan WASITO, 2007). Data hasil diskusi kelompok terfokus, pengamatan partisipatif, dan review hasil penelitian/pengkajian, dianalisis dengan prinsip ”analisis data kualitatif” (BUNGIN 2003), mengedit, mengkode, dan mentabulasi, serta disusun dalam kelompok jawaban yang setara untuk dideskripsikan, dan diintrepretasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Peluang pengembangan SIPT di Serdang Bedagai Hasil diskusi dengan petugas pertanian dan aparat pemerintahan lain, Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin, Sei Rampah, Teluk Mengkudu, Tebing tinggi, Dolok Masihul, dan Kotarih memiliki prospek untuk pengembangan SIPT di Kabupaten Serdang Bedagai, berdasarkan luas lahan sawah sebagai potensi jerami dan jumlah sapi untuk diintegrasikan (DISTAN SERDANG BEDAGAI, 2005), dan faktor-faktor sosial budaya masyarakat (Tabel 1). Pengembangan SIPT di kecamatan Perbaungan telah terlaksana/eksis, karena pada
daerah ini tepatnya di kelompok tani Mawar, desa Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan telah diintroduksi program P3T, meliputi PTT sejak tahun 2002, dilanjutkan dengan program SIPT, disertai KUAT/KUM sejak tahun 2003. Karakteristik biofisik sosial ekonomi Kelompok Tani Mawar Kelompok tani Mawar Desa Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan memiliki tanah termasuk jenis alluvial dengan tekstur umumnya lempung berpasir, dan tingkat kesuburan rendah. Curah hujan 217 mm/bulan, suhu udara ± 26,7 – 27,4°C, kelembaban udara ± 83%. Ada tiga tipe lahan yaitu sawah, lahan kering dan perkebunan. Desa ini cenderung berpotensi untuk kegiatan SIPT karena memiliki luas sawah irigasi ½ teknis dominan, ketinggian 4 m dari permukaan laut. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sei Buluh, barat dengan Tanah Merah dan Timur dengan Sei Naga lawan. Desa terdekat yaitu Lubuk Rotan, Lubuk Saban juga sawah irigasi ½ teknis, dan seluruhnya bersumber dari air sungai Ular. Perkebunan yang ada adalah perkebunan sawit rakyat dan perusahaan. Perkebunan sawit perusahaan letaknya 200 – 500 m. Daya dukung sawah irigasi ½ teknis dengan luas > 1.000 ha sebagai penghasil jerami, dan lahan sawit dengan rumput tersebut cukup potensial untuk pelaksanaan SIPT.
Tabel 1. Luas lahan sawah dan jumlah ternak besar (sapi/kerbau) di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Perbaungan P. Cermin Sei Rampah T. Mengkudu Tg. Beringin Tb. Tinggi B. Khalifah D. Merawan D. Masihul Sipispis Kotarih
Sawah irigasi
Sawah non irigasi
2x (ha)
1x (ha)
2 x (ha)
1x (ha)
Sapi/ kerbau (ekor)
Kebun + (ha)
6.670 2.900 8.015 1.600 150 2.196 700 0 3.460 382 995
0 0 0 0 1.635 1.160 0 25 0 0 0
30 160 0 0 0 0 0 0 96 0 89
0 328 1.485 1.350 2.530 765 3.300 25 459* 0 0
1.616 1.719 1.143 1.217 1.484 2.857 1.090 3.500 2.262 2.164 2.812
13.214 3.372 17.089 3.220 1.776 27.825 2.643 9.740 18.091 18.821 15.816
Potensi integrasi* sapi-padi, k. sawit Sapi-padi, k. sawit Sapi-padi, k. sawit Sapi-padi, k. sawit Sapi-padi, k. sawit Sapi-k. sawit Sapi-padi, k. sawit Sapi-k. sawit Sapi-k. sawit Sapi-padi, k. sawit Sapi-k. sawit Sapi-padi, k. sawit
*: hasil diskusi di Serdang Bedagai Sumber : DISTAN SERDANG BEDAGAI (2005)
349
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Usahatani padi di kelompok tani Mawar berlangsung dari Mei – Agustus (MK) dan September – Januari (MH). Kepemilikan lahan sawah rata-rata kecil (Tabel 2), mayoritas 02 – 0,5 ha, usaha sambilan dominan buruh tani, dagang kecil-kecilan yang tidak kontinu sepanjang minggu/bulan, dan rata-rata jumlah anggota setiap keluarga 4 – 5 orang. Profil sejarah usaha ternak disajikan pada Tabel 3. Ternak sudah mulai diusahakan secara tradisional dengan skala usaha yang relatif kecil sejak tahun 1960. Secara perlahan usaha ternak terus berkembang secara swadaya masyarakat. Pencurian ternak sebagai faktor penentu dominan tidak berkembangnya sapi
dan ruminansia lain, tetapi berbeda dengan ayam buras dan itik. Etnis Jawa sangat dominan pada kelompok tani Mawar. Profil aktivitas harian petani Kel. Tani Mawar untuk mengetahui aktivitas, pola/perbandingan pola kegiatan rutin harian individu atau keluarga berdasarkan jender, bukan kodrat. Waktu kerja antara laki-laki dan perempuan terutama pada etnis Jawa tidak berbeda (Gambar 1), ada kerjasama bermakna dalam usahatani dan usaha sambilan antara mereka, sehingga sangat memungkinkan peran seluruh keluarga untuk dapat dimanfaatkan pada kegiatan SIPT.
Tabel 2. Profil kepemilikan lahan dan usaha lain petani kelompok tani Mawar, Perbaungan Kepemilikan lahan Sawah (ha) < 0,2 0,2 – 0,5 0,5 < x < 1,0 1,0 – 1,5 > 1,5 Pekarangan (ha) < 0,04 0,04 – 0,08 0,08 < x < 0,2 0,2 – 0,4
Usaha lain % 21,65 56,19 16,49 2,58 3,09 % 21,65 56,19 16,49 5,67
Buruh tani Dagang Tanam sayuran Pekerja bangunan Jasa Alsintan PNS
% 47,5 22,5 12,5 7,5 6,25 3,75
Sumber: Data primer hasil kajian Tabel 3. Profil Sejarah Usaha Ternak kelompok tani Mawar, Perbaungan Tahun
Uraian
< 1980
Usaha pemeliharaan ternak ruminansia (kerbau, sapi dan kambing) dan unggas (ayam buras, itik, entok) secara tradisionil. Usaha pemeliharaan ternak mulai secara semi intensif. Usaha pemeliharaan ternak ruminansia besar (kerbau, sapi) lebih digalakkan, melibatkan sekitar 100 kepala keluarga Pencurian ternak ada tetapi tidak dominan Pencurian ternak besar sangat dominan, peternak tinggal 2 KK Pemeliharaan unggas terutama itik (adanya keong emas, 20 – 30 ekor/KK) dan kambing mulai berkembang Pemelihara sapi tinggal 2 KK, kambing 30 KK Pemeliharaan itik skala rumah tangga (< 50 ekor/KK) sangat dominan Pemelihara sapi kandang kelompok (1 kel.), individu 60 KK Pemeliharaan itik skala rumah tangga (< 50 ekor/KK) dominan
1981 – 1989 1990 – 1996
1997 – 1999
2000 – 2003 2003 – 2008
Sumber: Data primer hasil kajian
350
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Banyak kelembagaan/pihak luar Kel. Tani Mawar yang masih terkait memberikan dukungan dalam SIPT/usahatani lain. Kelembagaan/pihak luar yang erat kaitannya dalam mensukseskan SIPT, yaitu: BPTP Sumatera Utara, BUMN/PTPN/Perkebunan,
Kelompok Tani lain, Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Serdang Bedagai, BPP/PPL, Poultry Shop, lumbung desa, kilang padi (Gambar 2), juga LKMD, LMD, PKK, BANK, Karang Taruna, Puskesmas, dan lain – lain.
Petani laki-laki
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
s/d 4/5
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
s/d 4/5
Petani perempuan
5
6
7
8
: : : : : :
Bagun pagi, sholat/aktivitas lain, sarapan Bagun pagi, sholat, masak, mencuci, urus anak, sarapan Ke sawah, ladang, buruh, dagang Istirahat, sholat, makan, aktivitas lain Nonton TV, atau bertandang ke kelompok Pr : Mandi, masak malam, makan malam Lk : mandi, aktivitas lain, makan malam : Tidur malam Gambar 1. Aktivitas harian petani etnis Jawa kelompok tani Mawar
Madrasah
Disnak/Distan
Remaja Mesjid
Mesjid
BPTP
Puskesmas
PT BUMN/PTPN
UsahaTani/SIPT
Kontak Tani Lumbung desa/kilang padi
PPL
BPP
P.S Karang Taruna
Bank
KUD/Koptan
Gambar 2. Interaksi antar kelembagaan petani SIPT/PTT desa Lubuk Bayas/Lubuk Rotan
351
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Dampak SIPT dan peningkatan ketahanan pangan Sejak ada SIPT, jumlah petani pemilik sapi di Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan meningkat nyata (signifikan, p < 0,01) (Gambar 3), di desa Tanjung Sari (200%) dan Tanah Merah (100%). Pemilik kambing juga meningkat, karena pemahaman dampak pemberian pupuk kandang pada tanaman. Pemberdayaan kelompok pada SIPT telah berjalan, indikatornya yaitu aktifitas swadaya mereka meningkat nyata, misalnya merubah IP 200 ke IP ≥ 300, dan pengkayaan bahan organik lahan sawah. Sejak ada kegiatan SIPT terjadi perubahan pola tanam setahun di lokasi 90
%
SIPT + PTT, yaitu padi – padi – jagung (PPJ) dominan (66,7%) (Gambar 4). Penanaman jagung pada MK1 (Januari – Mei), sehingga terjadi penurunan sangat nyata (signifikan, p < 0,01) areal pola padi – padi – bera (PPB). Pemikiran awal mereka untuk menghasilkan jagung muda atau jagung bakar, sehingga limbahnya potensial sebagai pakan sapi. Gencarnya pemberitaan bahwa harga jagung pipilan tinggi, sehingga terjadi perubahan pola pikir untuk menghasilkan jagung pipilan. Hal ini tidak terjadi pada lokasi di luar SIPT + PTT, yaitu B dan C. Terjadi peningkatan areal pola padi – padi – sayuran (PPS).
A = SIPT + PTT Kel. Tani mawar B = PTT L. Rotan
80
C = Non PTT
70 60 50 40 30 20 10
periode
0 Sebelum PTT
PTT
SIPT + PTT
300
%
Gambar 3: Kepemilikan ternak sapi di kel. SIPT dan sekitar C = Non PT T B = PT T L. Rotan
250
A = SIPT + PT T Kel. T ani mawar
200 150 Pola tanam 100 50 0 PPS Pra PT T
PPB Pra PT T
PPS PT T
PPB PT T
PPS PPB PT T +SIPT PT T +SIPT
Gambar 4. Pola tanam di Kelurahan Tani Mawar dan sekitar
352
PPJ PT T +SIPT
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
90
Jumlah sapi ternak SIPT tahun 2009 adalah 378 ekor (peningkatan 370% dari populasi awal). Jumlah sapi SIPT (Mei 2008) yang telah dijual adalah 61 ekor, nilai jual rata-rata Rp. 4.000.000, total penerimaan Rp. 244.000.000 (50 persen dana awal bantuan langsung masyarakat atau BLM). Dana hasil penjualan ternak sapi SIPT, 75% untuk pengelola (petani, individual), dan 25% untuk kas kelompok. Selama periode 2003 – 2009 sapi SIPT terjadi perguliran sesuai program BLM kecil, karena pengawasan dan petunjuk dari pihak pemerintah (pemegang kebijakan) belum kontinu atau transparan kepada petani kemana sapi akan digulirkan. Ternak sapi SIPT yang telah siap atau mau digulirkan berjumlah 2 ekor. Pakan sapi SIPT masih tercukupi dari rumput lapangan dari perkebunan sawit swasta di sekitar Lubuk Bayas dan Lubuk Rotan, atau dari areal daratan dan sawah. Dampak perubahan yang terjadi pada peran keluarga (bapak, ibu dan anak) dalam usahatani lahan sawah dan ternak meningkat secara nyata (p < 0,05), misalnya partisipasi anak dalam mengelola ternak. Peran perempuan dalam usaha SIPT cukup realitis, yaitu membantu suami untuk membersihkan kandang (membuang kotoran), memberi makan dan minum sapi. Peranan anak membantu pekerjaan orang tua, dalam penerapan fungsi sosialisasi dan pendidikan terjadi dengan baik.
%
Pemberian pupuk kandang pada lokasi SIPT + PTT Kel. Tani Mawar (A), atau PTT Lubuk Rotan (B) pada tanaman jagung, padi dan sayuran, seperti pada Gambar 5. Kegiatan SIPT, meningkatkan jumlahnya, terutama di lokasi SIPT + PTT (A), karena pupuk kandang cukup tersedia (intensif). Satu hari dapat menghasilkan (5 x 80) kg = 400 kg pupuk kandang. Pemberian pupuk kandang saat SIPT + PTT di daerah A (60 - 80%), B ( 13,3 – 26,7%), dan C (6,7 – 13,3%). Pemberian pupuk kandang dan kimia memberikan hasil lebih tinggi (10,26 – 14,09%) dari pupuk kimia di PTT, atau 22,86 26,56% dari pupuk kimia Non PTT. Pemberian pupuk kandang (2 – 3 ton/ha) dapat meningkatkan produksi padi (± 12 %) (0,8 – 1,0 ton/ha), menghemat penggunaan urea (40 – 70 kg/ha), dan SP36 (35 – 50 kg/ha); keragaan agronomis padi cenderung lebih baik, juga pada tanaman jagung P12, atau sayuran (SEMBIRING et.al., 2004). Pemanfaatan pupuk kandang sapi pada lahan sawah irigasi di Lampung Tengah, meningkatkan produksi GKP 15,06% (SURETNO, et al., 2002). Pupuk kimia yang digunakan sesuai analisa tanah BPTP Sumatera Utara (urea = 164 kg, TSP = 154 kg, KCl = 38 kg/ha). Sejak PTT terjadi peningkatan produksi padi, rata-rata 8.064,8 kg/ha (GKP) di PTT, tetapi pada non PTT ratarata 6.003,6 kg/ha (GKP), sehingga B/C rasio pada peserta PTT (1,18) lebih besar dari non PTT (0,76) (BPTP Sumatera Utara, 2003).
padi pra PT T
%
80
Sayuran pra PT T
70
padi PT T
60
Sayuran PT T padi PT T +SIPT
50
Jagung PT T +SIPT
40
Sayuran PT T +SIPT
30 20 10 0 A = SIPT + PT T
B = PT T
C = Non PT T
Wilayah
Gambar 5: Pemberian pupuk kandang pada padi, sayuran, jagung
353
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Gambaran sederhana ketahanan pangan berdasarkan pembahasan di atas, pengkayaan bahan organik tanah petani akan meningkatkan produksi padi, jagung, sayuran, dan efisiensi pupuk sehingga meningkatkan pendapatan. Peningkatan pola dan areal padi–padi-jagung (PPJ), padi–padi–sayuran (PPS) dan terjadi penurunan sangat signifikan areal pola padi– padi–bera (PPB). Perubahan pola tanaman tersebut akan meningkatkan produksi padi, jagung, dan sayuran sehingga meningkatkan pendapatan. Jumlah petani pemilik sapi dan ternak lain meningkat signifikan sehingga meningkatkan pendapatan. Peningkatan kualitas sumberdaya keluarga petani P3T diindikasikan dari sejak ada PTT, SIPT Lubuk Bayas adalah modal dasar dalam manajemen keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup anggotanya. Demikian halnya perubahan yang terjadi pada peran keluarga (bapak, ibu dan anak) dalam usahatani lahan sawah dan ternak meningkat secara nyata. Beras, ubi-ubian, total karbohidrat, dan total makanan cenderung sebagai peubah berpengaruh pada faktor jumlah anggota keluarga. Angka koefisien marginal propensity to consume (MPC) cenderung tertinggi pada total makanan, kemudian diikuti total karbohidrat, beras, dan terendah ubi-ubian. Sembilan jenis pengeluaran keluarga (konsumsi daging, sayuran, makanan lain, kesehatan, arisan, peternakan, total protein, total makanan, dan tabungan) erat berhubungan dengan faktor pendidikan kepala keluarga. Keterkaitan dengan perubahan tingkat dan struktur pendapatan ada kecenderungan penurunan asupan, diduga lebih terkait dengan penurunan daya beli terhadap pangan. Keterbatasan penguasaan bahan pangan secara fisik (cadangan pangan), dan tekanan kenaikan harga sesuai inflasi dalam perekonomian yang sulit pasca krisis ekonomi membuat petani cenderung mengubah pola konsumsi mereka. Tingkat pendapatan dan pengeluaran keluarga petani P3T Lubuk Bayas dapat menjadi indikator penting untuk mengetahui tingkat hidup sebuah keluarga, karena dari kedua indikator ini akan diketahui mampu tidaknya keluarga memenuhi kebutuhan hidup anggotanya. Hipotesis lain, keluarga akan tahan terhadap perubahan tingkat konsumsinya yang terus dihadapkan pada perubahan tingkat pendapatannya. Ada kecenderungan secara
354
proporsional hubungan negatif antara besarnya pendapatan dengan besarnya pengeluaran untuk makanan, selaras kurva Engel dimana persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun bila pendapatan semakin tinggi. Atau pengeluaran pangan proporsinya akan menurun sebanding dengan naiknya pendapatan, hal ini dipengaruhi tempat tinggal keluarga (BRYANT 1990). Konsumsi pangan merupakan entry point untuk mengevaluasi kinerja ketahanan pangan keluarga petani P3T Lubuk Bayas dari sisi outcomes, kemiskinan dan ketahanan pangan memiliki keterkaitan yang kuat. Ketahanan pangan keluarga petani P3T cenderung belum sinergis dengan komponen manajemen kebijakan, terutama fasilitasi pemerintah daerah dalam ketersediaan (subsidi, produksi, cadangan, perdagangan); dan distribusi (akses dan sosial ekonomi). Pemerintah daerah belum mampu membantu atau memfasilitasi kelompok tani, misalnya dalam hal kelangka an pupuk bersubsidi, atau harga mahal di saat musim tanam. Harga gabah kering giling (GKG) atau gabah kering panen (GKP) umumnya di bawah harga dasar penetapan pemerintah saat musim panen. Modal yang dimiliki kelompok belum tersentuh bank-bank pemerintah untuk keberlanjutan program, misalnya untuk P3T Lubuk Bayas: KUM dan KUAT tidak berjalan. Lumbung desa modern (LDM) di Lubuk Bayas sejak selesai dibangun sampai sekarang belum pernah difungsikan. Tidak ada manajer yang ahli untuk mengelola LDM. Alat tidak pernah dioperasikan dan sudah karatan, dan faktor lainnya. Fenomena-fenomena ini perlu kajian lebih lanjut. KESIMPULAN 1. Aktivitas harian petani SIPT dinamis, ibarat mengelola usaha ternak sapi, hubungan kelembagaan, dengan kelompok tani lain, swasta, pengusaha dan instansi pemerintah terjalin baik. Sejak implementasi SIPT jumlah petani pemilik sapi di luar kelompok tani Mawar meningkat. Pola usahatani menjadi padi–padi– jagung/sayuran (IP 300 dari IP 200). Pemberian pupuk kandang di SIPT+PTT meningkat sangat nyata (signifikan, p < 0,01), pemberian 2 ton/ha meningkatkan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
produksi padi (± 12%) (0,8 – 1,0 ton/ha), menghemat urea (40 – 70 kg/ha), dan SP36 (35 – 50 kg/ha). 2. Peningkatan pendapatan terjadi karena pengkayaan bahan organik tanah, peningkatan IP, petani pemilik sapi dan ternak lain, sehingga meningkatkan produksi padi, jagung, sayuran, dan efisiensi pupuk, serta penjualan ternak terjadi, sebagai modal dasar dalam manajemen keluarga, kelompok untuk memenuhi kebutuhan hidup menuju peningkatan ketahanan pangan. DAFTAR PUSTAKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI SUMATERA UTARA. 2003. Adopsi Komponen Teknologi Dalam Percontohan PTT di Sumatera Utara. Laporan BPTP Sumatera Utara. BUNGIN, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. COLEMAN, J. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital. Am. J. Sociology. DENZIN, N.K. dan Y.S. LINCOLN. 1994. Introduction, entering the field of qualitative research. In: Handbook of Qualitative Research.DENZIN, N.K. dan Y.S. LINCOLN (Ed.). SAGE Publication. DINAS PERTANIAN dan PETERNAKAN KAB. SERDANG BEDAGAI. 2005. Laporan Tahunan. HARYANTO, B., I. INOUNU, B. ARSANA dan K. DIWYANTO. 2003. Sistem Integrasi Padi Ternak. Panduan Teknis.
HOGAN, C. 2000. Facilitating Empowernment, a Handbook for facilitator, trainers and individuals. London, Hogan Page. Limited. KHAIRIAH dan WASITO. 2007. Dampak sistem integrasi padi dan ternak sapi dalam rangka pengembangan ternak sapi di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 21 – 22 Agustus 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 333 – 338. OSTROM, E. 1992. Crafting Institution, Self Governing Irrigation System. San Francisco. ICS Press. PUTNAM, R.D. 1993. Making Democracy Work Civic: Traditions in Moderns Italy. Princeton University Press. SEMBIRING, H. dan WASITO. 2004. Peluang Sistem Integrasi Padi Ternak dalam Pemberdayaan Kelompok Tani untuk Peningkatan Kualitas Lahan dan Pendapatan Petani di Sumatera Utara. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Denpasar 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 104 – 115. SURETNO, N.D., T. KUSNANTO dan B. SUDARYANTO. 2002. Pemanfatan kotoran ternak sebagai pupuk pada lahan sawah irigasi di Lampung Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 30 September – 1 Oktober 2002. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 75 – 78. WASITO, D., DWI HANDOKO dan H. SEMBIRING. 2009. Ketahanan Pangan keluarga petani Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) (Kasus P3T Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Sumatera Utara. Pros. Seminar Nasional Padi 2008: Inovasi Teknologi Padi Mengantipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan (Buku 4). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. hlm. 1691 – 1704.
355