II. TINJA AUAN PU USTAKA
A Sistem In A. nformasi. Sistem m informasi addalah sekumpuulan elemen yang y teratur baaik orang, harrdware, softwaare maupun jaaringan komunnikasi yang beertujuan untukk mendapatkann, mengolah, menyimpan dan d mendistribuusikan data meenjadi informaasi (O’Brien, 2008). 2 Mariminn (2003) menaambahkan bahw wa data dapat disebut d menghhasilkan inform masi jika setelahh data tersebutt diolah, memb berikan tambahhan pengetahuaan pengguna daata terhadap daata tersebut.
Gambar G 1. Kom mponen sistem informasi i (O’ Brien, B 2008) Gambbar 1 mengilusstrasikan modeel sistem inforrmasi yang meenggambarkan hubungan anttar komponen dan aktivitas sistem s informaasi. Model sisttem informasi ttersebut membberikan keranggka g menekankan n pada empat hal yang dappat diaplikasikkan pada sem mua jenis sisteem kerja yang informasi: 1. Mannusia, hardwaree, software, daata dan jaringann adalah sumbeer daya dasar sistem informassi. 2. Sum mber daya man nusia meliputii pemakai akh hir sistem infoormasi; sumberr daya hardwaare terdiri dari mesin dan media; sum mber daya sofftware terdiri ddari program maupun m proseduur, sum mber daya dataa meliputi dasaar data dan peengetahuan, daan sumber dayya jaringan yanng meliiputi media komunikasi dan jjaringan. 3. Sum mber daya data diubah melaluui aktivitas pem mrosesan inforrmasi menjadi berbagai produ duk info ormasi bagi pem makai akhir. 4. Pem mrosesan inforrmasi terdiri dari aktivitas input dalam m sistem, pem mrosesan outpuut, penyyimpanan dan pengendalian ((O’ Brien, 200 08).
B Sistem In B. nformasi Biisnis Bisniss adalah kegiaatan atau usahha yang dilakuukan untuk memperoleh m keeuntungan sesuuai dengan tujuuan dan target yang diinginkkan dalam berb bagai bidang, baik b jumlah maaupun waktunyya.
Keuntungan merupakan tujuan utama dalam dunia bisnis, terutama bagi pemilik bisnis. Bentuk keuntungan yang diharapkan lebih banyak dalam bentuk finansial (Kasmir dan Jakfar, 2007). Sementara Brown dan Petrello dalam Suwarman (1998), mendefinisikan bisnis sebagai suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pendirian suatu bisnis akan memberikan berbagai manfaat atau keuntungan terutama bagi pemilik usaha. Di samping itu, keuntungan dan manfaat lain dapat pula dipetik oleh berbagai pihak dengan kehadiran suatu usaha. Keuntungan dengan adanya kegiatan bisnis baik bagi perusahaan, pemerintah, maupun masyarakat, antara lain : 1. Memberikan keuntungan, terutama keuntungan keuangan bagi pemilik bisnis. 2. Membuka peluang kerja kepada masyarakat, baik bagi masyarakat yang terlibat langsung dengan usaha atau masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi usaha. 3. Manfaat secara ekonomi seperti menambah jumlah barang dan jasa, meningkatkan mutu produk, serta meningkatkan dan menghemat devisa. 4. Tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan terutama bagi masyarakat di sekitar lokasi usaha. 5. Membuka isolasi wilayah. 6. Meningkatkan persatuan dan membantu pemerataan pembangunan 7. (Kasmir dan Jakfar, 2007). Sistem informasi bisnis adalah sistem informasi yang bertujuan untuk mendukung kegiatankegiatan dalam suatu bisnis dalam mencapai tujuan bisnis. O’Brien (2008) menambahkan bahwa sistem informasi bisnis atau sistem fungsional bisnis adalah berbagai jenis sistem informasi (pemrosesan transaksi, informasi manajemen, pendukung keputusan, dan lain lain) yang mendukung berbagai fungsi bisnis seperti akuntansi, keuangan, pemasaran, manajemen operasi dan manjemen sumber daya manusia. Perbedaan sistem informasi manajemen (SIM) dengan SIB terletak pada sumber data yang digunakan. SIM dalam operasinya lebih banyak menggunakan data dari internal perusahaan sedangkan SIB lebih banyak menggunakan data dari eksternal perusahaan. Selain itu juga informasi pada SIB ditujukan untuk pengambilan keputusan tingkat menengah ke atas. Sedagkan SIM lebih banyak digunakan untuk menengah ke bawah yang bersifat operasional atau manajerial. Sedangkan perbedaan SIM dan sistem penunjang keputusan (SPK) adalah terletak pada tingkat pengambilan keputusan. Pada hasil keluaran SIM, digunakan untuk pengambilan keputusan yang bersifat manajerial atau operasional dan sebagian besar untuk lingkungan internal organisasi. Sedangkan keluaran dari SPK digunakan dalam menunjang pengambilan keputusan yang bersifat taktis dan strategis serta umumnya berkaitan dengan lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Selain itu juga masalah yang dihadapi oleh SPK lebih tidak terstruktur dan kompleks dibandingkan dengan masalah yang dihadapi oleh SIM yang lebih terstruktur dan tidak terlalu kompleks. Menurut O’Brien(2008), terdapat tiga peranan mendasar sistem informasi dalam aplikasi bisnis yaitu: 1. Mendukung proses dan operasi bisnis 2. Mendukung pengambilan keputusan manajerial 3. Mendukung berbagai strategi untuk keunggulan kompetitif.
C. Unified Modeling Languange Unified Modeling Language (UML) adalah sebuah bahasa yang telah menjadi standar dalam pemodelan untuk visualisasi, merancang dan mendokumentasikan sistem piranti lunak. (Yanti,
4
2003). Bennet (2001) menambahkan UML adalah bahasa visual yang menyediakan cara bagi orang untuk menganalisis dan mendesain sebuah sistem berorientasi obyek yang bertujuan untuk menvisualisasi, konstruksi, dan dokumentasi proses pembuatan sistem. Keunggulan utama yang dimiliki pemodelan ini adalah kemampuannya dalam memodelkan menyerupai kehidupan nyata, sehingga sistem yang dihasilkan mempunyai kelebihan sebagai berikut : 1. Mempunyai sifat lebih natural, karena umumnya manusia berfikir dalam bentuk objek 2. Pembuatan sistem memakan waktu lebih cepat. 3. Memudahkan dalam proses pemeliharaa sistem, karena jika ada kesalahan, perbaikan hanya dilakukan pada bagian tersebut, tidak perlu mengurutkan dari awal. UML mendefinisikan notasi dan syntax/semantik. Notasi UML merupakan sekumpulan bentuk khusus untuk menggambarkan berbagai diagram piranti lunak. Setiap bentuk memiliki makna tertentu, sedangkan syntax UML mendefinisikan bagaimana bentuk-bentuk tersebut dapat dikombinasikan. Notasi UML terutama diturunkan dari 3 notasi yang telah ada sebelumnya: Grady Booch-OOD (Object-Oriented Design), Jim Rumbaugh-OMT (Object Modeling Technique), dan Ivar Jacobson-OOSE (Object-Oriented Software Engineering). Pada era tahun 1990-an banyak metodologi pemodelan berorientasi objek bermunculan, diantaranya adalah:(1) metodologi Booch, (2)metodologi Coad, (3) metodologi OOSE, (4) metodologi OMT, (5) metodologi Shlaer-Mellor, (6) metodologi Wirfs-Brock, dan sebagainya. Masing-masing metodologi membawa notasi sendiri-sendiri, yang mengakibatkan timbul masalah baru apabila kita bekerjasama dengan group/perusahaan lain yang menggunakan metodologi yang berlainan. Oleh karena itu, pada bulan Oktober 1994 Booch, Rumbaugh dan Jacobson, yang merupakan tiga tokoh yang metodologinya banyak digunakan, mempelopori usaha untuk penyatuan metodologi pendesainan berorientasi objek. Pada tahun 1995 direlease draft pertama dari UML (versi 0.8). Sejak tahun 1996 pengembangan tersebut dikoordinasikan oleh Object Management Group (OMG). Tahun 1997 UML versi 1.1 muncul, dan saat ini telah mencapai versi 2.0. Sejak saat itulah UML telah menjadi standar bahasa pemodelan untuk aplikasi berorientasi objek. Rumbaugh Jacobson
Booch
OMG (Object Management
Odell
Meyer
Shlaer and Mellor Gamma
Gambar 2. Pemerkasa terbentuknya UML (Yanti, 2003) Pada dasarnya UML memuat diagram-diagram pemodelan sistem yang terdiri dari 1. Use case diagram (diagram kasus). 2. Class diagram (diagram kelas). 3. Object diagram (diagram objek). 4. Statechart diagram (diagram keadaan). 5. Activity diagram (diagram aktivitas). 6. Sequence diagram (diagram urutan ).
5
7. Com mponent diagraam (diagram koomponen). 8. Depployment diagraam (diagram penyebaran). 9. Colllaboration diaggram (diagram m kolaborasi). Namuun dalam praktteknya tidak seemua diagram harus dibuat,. disesuaikan deengan kebutuhhan dan kompleeksitas sistem yang y akan dikeembangkan (Nugraha, 2002)
D Kelapa Sawit D. S (Elaeiis guineensiss Jacq) Kelap pa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakkan tumbuhann tropis yang tergolong t dalaam familie pallmae dan beraasal dari Afrikaa Barat. Mesk kipun demikiann, dapat tumbuuh diluar daerrah asalnya, terrmasuk Indoneesia (Setyawibaawa dan Widyaastusti, 1992). Kelap pa sawit mencaapai tinggi hinggga 30 m, denngan daun di uj ujungnya. Daun n tersusun spirral, berpelepah daun dengan serabut, di baggian pangkalnyya tangkai daunn berduri. Perbbungaan tungggal, di ketiak daun, d bunga tuunggal, berbulirr atau bertong gkol. Perbuahann terdiri atas 500 5 - 3000 buuah bergerombo ol, buahnya membulat m atau llonjong, tidak bertangkai. b Bijji biasanya sattu, kadang 2 attau 3, dengan warna w coklat tuua.
Gam mbar 3. Bagian--bagian tanamaan kelapa sawit (Pahan, 20077) Tanam man kelapa saw wit dalam taksoonomi tumbuhaan dapat diklassifikasikan sebagai berikut: Divisii : Embryophyta E S Siphonagama Kelas : Angiospermae A Ordo : Monocotyledon M ne Familli : Arecaceae A (Pallmae) Sub-fa famili : Cocoiidae Genuss : Elaeis E Spesiees : Elaeis E guineenssis Jacq (Kelappa sawit Afrikaa) E. oleeifera (Kelapa sawit s Amerikaa latin) Bagiaan pelepah saw wit yang dimanffaatkan sebagaai bahan baku biopellet b adalaah bagian petiole, yaitu bagiaan pangkal peleepah yang tidaak ditumbuhi daun d dengan paanjang sekitar 1 - 1,5m denggan bobot sekitar 5 kg. Menurut Pahan ((2007), pangk kal pelepah daaun adalah baagian daun yanng mendukung g atau tempat duduknya hellaian daun dan n terdiri atas rachis, tangkai daun (petioluus), duri-duri, helaian h daun (lamina), ( ujungg daun, lidi, teepi daun dan daging daun. Panjang peleppah daun dapatt mencapai 9 m, m tergantung umur u tanaman n. Pohon kelapa sawit normaal dan sehat paada satu pohonn terdapat 40-5 50 pelepah dauun. Jika tidak dilakukan d pem mangkasan, maaka pelepah daaun dapat melebbihi 60 pelepahh.
(a)
(b) Gam mbar 4. (a) Struuktur bagian peelepah kelapa sawit s (Pahan, 22007) dan (b) Petiole P pelepahh sawit Keteraangan: TL = Sepasangg ujung daun yyang berbentuk oval RA = Rachis VL = Vestigal leafleat (duri tipe t kedua) PE = Petiole SP = Duri tipee pertama. Tabel 1. 1 Komposisi kkimia pelepah sawit s berdasarkkan umur tanam man Umur Tanam man Sawit (tahuun) Keterangan 4 8 122 16 Bahan kerinng (%) 23,74 20,82 31,45 43,62 Protein kasaar (%) 2,31 2,89 2,60 3,48 3,53 3,44 1,60 4,33 Lemak kasaar (%) 31,14 32,80 33,48 34,67 Serat kasar (%) 2,61 3,47 5,45 3,12 Abu (%) 4061,1 3999,5 Gross Energgi (Kkal/Kg) 4 4142,0 4047,6 (Sumber: Liliana, L 2009)
E Biomassaa dan Biomass pellet (B E. Biopellet). Biomaassa meliputi semua s bahan yyang bersifat organik yang beerasal dari makkhluk hidup attau mengalamii pertumbuhan n dan residunyya (El Bassam dan Maegaard, 2004). Biom mass merupakkan sumber eneergi terbarukann yang palingg serbaguna diibandingkan suumber energi terbarukan yaang lainnya (S Siemers, 2006)). Bahan yanng termasuk biomassa b antarra lain sisa hasil h hutan dan d perkebunann, biji dan lim mbah pertaniaan, kayu dan limbah kayu, limbah hewaan, tanaman aair, tanaman keecil, limbah inddustri, dan limbbah pemukimaan (Bergman daan Zebre 2004)). Biomaassa tidak dappat langsung dibakar karenna sifat fisiknnya yang kuraang baik sepeerti kerapatan energi yang rendah r dan permasalahan p p penanganan, ppenyimpanan dan transportaasi (Saptoadi, 2006). Pengggunaan bahan bakar secara langsung tannpa melalui pengolahan p akkan menyebabk kan timbulnya penyakit pernnafasan yang disebabkan oleh karbon monoksida, m sulffur dioksida daan bahan partikkulat (Yamada et al. 2005).
Bergman dan Zebre (2004) menambahkan bahwa konversi biomassa menjadi bentuk yang lebih baik dapat meningkatkan kualitasnya sebagai bahan bakar. Hal ini juga mempermudah dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, peningkatan daya bakar, peningkatan efisisnsi bakar, bentuk lebih seragam, serta kerapatan energi yang lebih besar. Namun, konversi bahan bakar biomassa harus memiliki keseimbangan energi agar energi yang dapat digunakan lebih besar dari energi proses produksi (Hill et al. 2006). Menurut Palz (1985) komposisi komponen organik bukan abu pada biomassa cenderung seragam. Komponen utama adalah karbon, oksigen dan hidrogen. Beberapa biomassa juga mengandung sebagian kecil nitrogen. Menurut White dan Paskett dalam umam(2006) penggunaan biomassa sebagai bahan bakar memiliki kekurangan dibandingkan dengan bahan bakar fosil, sebab 1. Pada umumnya biomassa memiliki kandungan panas yang rendah dibandingkan bahan bakar fosil. 2. Biomassa mengandung kadar air yang tinggi sehingga dapat menghambat proses pembakaran, menyebabkan kehilangan energi selama pembakaranan karena menjadi kalor laten uap. 3. Biomassa memiliki densitas yang sangat rendah, sehingga meningkatkan ukuran peralatan penanganan, penyimpanan dan pembakaran. 4. Biomassa memiliki bentuk yang tidak homogen sehingga menyulitkan untuk pemasukan secara otomatis ke dalam ruang pembakaran. Pellet merupakan salah satu bentuk energi biomassa, diproduksi pertama kali di Swedia pada tahun 80-an. Pellet digunakan sebagai pemanas ruang skala kecil dan menengah. Pellet dibuat dari hasil samping terutama serbuk kayu. Pellet memiliki kadar air rendah (10%) sehingga dapat meningkatkan efektifitas pembakaran (VE 2006). Pellet di Swedia memiliki diameter 6-12 mm dan panjang 10-20 mm (NUTEK, 1996 dalam Jonsson, 2006). Keunggulan utama dari pemakaian bahan bakar biomassa pellet adalah penggunaan kembali bahan limbah seperti serbuk kayu yang biasanya dibuang begitu saja. Serbuk kayu dapat teroksidasi dibawah kondisi tak terkendali membentuk metana atau gas rumah kaca (Cook, 2007). Densifikasi limbah pertanian maupun kehutanan menjadi briket atau pellet adalah metode pengembangan fungsi suatu sumberdaya yang dapat meningkatkan kandungan energi tiap satuan volume dan juga dapat mengurangi biaya transportasi dan penanganan. Densitas biomassa briket diatas rentang densitas kayu yaitu antara 800-1.100 kg/m3 dan densitas kamba adalah 600-800 kg/m3 (untuk pengemasan dan pemuatan dalam alat transportasi) (Leach dan Gowen, 1987). Menurut Saptoadi (2006), proses pemampatan biomassa menjadi pellet atau briket dilakukan untuk 1. Meningkatkan kerapatan energi bahan. 2. Meningkatkan kapasitas panas (kemampuan menghasilkan panas dalam waktu yang lebih lama dan mencapai suhu yang lebih tinggi), 3. Mengurangi jumlah abu pada bahan bakar. Pellet merupakan hasil pengempaan biomassa yang memiliki tekanan lebih besar dari briket (El Bassam dan Maegaard, 2004). Bahan bakar pellet memiliki diameter antara 3-12 mm dan panjang bervariasi antara 6-25 mm. Pellet dibuat oleh alat dengan mekanisme pemasukan bahan secara terus menerus serta mendorong bahan yang telah dikeringkan dan termampatkan melewati lingkaran baja dengan beberapa lubang yang memiliki ukuran tertentu. Proses ini menghasilkan bahan yang padat dan akan terpotong ketika mencapai panjang yang diinginkan (Ramsay, 1982). Metode pembuatan pellet salah satunya adalah dengan menggunakan bahan kadar air antara 16-28%. Proses berlangsung pada suhu 163oC dan tekanan pada lempeng sebesar 178kN. Pellet yang dihasilkan memiliki diameter 3 mm dan panjang 13 mm. Selanjutnya pellet tersebut
8
dikeringkan dengan udara panas hingga mencapai kadar air 7-8% dan bobot jenis lebih dari 1 kg/cm3. Menurut Ramsay (1982) proses pembuatan pellet menghasilkan panas akibat gesekan alat yang memudahkan proses pengikatan bahan dan penurunan kadar air bahan sampai dengan 5-10%. Panas juga menyebabkan suhu pellet ketika keluar mencapai 60-65oC sehingga dibutuhkan pendinginan. Pembuatan biopellet lps secara umum ditunjukkan oleh Gambar 5. Petiole Pelepah Sawit
Pencacahan
Pengeringan dengan Matahari
Penggilingan
Pengayakan
Pengeringan dengan mesin
Bahan Tambahan
Pencampuran Bahan Tambahan
Penctakan Pelet
Biopellet lps
(Liliana, 2009) Gambar 5. Diagram alir pembuatan biopellet lps Proses pembuatan biopellet pelepah sawit dimulai dengan pengecilan ukuran bahan baku menjadi bentuk serbuk. Proses pengecilan ukuran ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pencacahan menggunakan slicer atau chipper kemudian bahan tersebut dikeringkan matahari selama 2-3 hari. Setelah itu bahan dihancurkan menggunakan disk mill atau Hammer mill dengan ukuran saringan 3mm. Selajutnya bahan yang telah menjadi serbuk, dikeringkan menggunakan mesin pengering sehingga kadar air mencapai sekitar 10-16%. Tahap berikutnya adalah pencampuran dengan bahan tambahan. Bahan tambahan yang dimaksud dapat berupa bahan perekat misalnya pati atau bahan lainnya yang digunakan untuk meningkatkan nilai kalor seperti gliserol (Umam, 2007). Bahan tambahan bersifat opsional tergantung pada karakteristik bahan baku yang digunakan atau produk yang diinginkan. Tahapan terakhir pada proses pembuatan biopelet adalah pencetakan pelet menggunakan mesin pelleting mill. Prinsip kerja pada tahap pencetakan dengan mesin pelleting mill adalah bahan dimasukkan secara terus menerus kemudian ditekan pada lempengan yang mempunyai lubang-lubang dengan diameter tertentu. Selanjutnya bahan tersebut ditekan menggunakan roller untuk melewati lubang-lubang yang menyebabkan bahan tersebut akan menjadi lebih padat karena
9
adanya tek kanan yang bessar dan panas yang timbul. Gambar G 6 ini m merupakan bag gian utama paada mesin pelleeting mill beruppa roller dan fl flat die.
Gambar 6. Flat die dan n roller (PHI, 22009) Sedanngkan Gambar 7 merupakan ilustrasi i prosess pembentukann biopellet padaa mesin biopeleet.
7 Proses penceetakan Biopelllet pada Pelletinng Mill (PHI, 2009) 2 Gambar 7. Pada proses pengeempaan pembeentukan pellett, salah satu komponen paada bahan yaang berperan unntuk menjaga keutuhan k bentuuk biopellet addalah adanya senyawa lignin. Senyawa lignnin menurut Saa’id (1996) addalah polimer aaromatik kompplek yang terbbentu melalui polimerisasi p tiiga dimensi daari sinamil allkohol (turunaan fenilpropanna). Lignin daapat dikonverrsi ke monom mer penyusunny ya tanpa menngalami perubahan pada beentuk dasarnyaa. Selain itu Achmadi dalaam Lukman (22008) menambaahkan lignin bersifat termopllastik, artinya llignin dapat menjadi m lunak dan d dapat diben ntuk pada suhuu tinggi dan keembali menjad di keras pada ssuhu dingin. Sifat termoplasttik inilah yang dimanfaatkaan dalam pem mbentukan bio opellet dari ppelepah kelapa sawit denggan kandungan lignin berkisaar antara 15 - 22% (Sa’id, 1994). 1 Sedangkkan panas yanng timbul berassal dari akibat adanya tekanaan yang besar dan d gesekan baahan dengan peengempa.
Gambbar 8. Contoh produk p biopellaat pelepah saw wit (Liliana 20009) Biopeellet yang dihaasilkan mempuunyai diameter 8 mm dan pannjang 10 -25 mm m dengan nilai kalor rata-rrata adalah 36550 Kcal/Kg (Liiliana , 2009). Kemampuan K suubtitusi biopelllet terhadap baatu
bara adalah 1:1,5 dengan asumsi nilai kalor rata-rata tiap satu kilogram batu bara adalah 5500 Kcal. Perbandingan beberapa standar biopellets dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Standar Biopellets beberapa negara Karakteristik Biopellets
Satuan
öNorm M 7135 (Austria) (a)
DIN 51731 (Jerman)(a)
DIN Plus (Pellet Association Germany)(a)
Pellet Fuel Institute (b)
ITEBE (c) (20012007)
Diameter
Mm
4,0 - 10 ,0
4-10 .1
-
6,35 - 7,94
6,0 - 16
Panjang
mm
5 x D (1)
< 50
5 x D (1)
< 38,1
10,0 – 50
Densitas
kg/dm3
> 1,12
1,0 - 1,4
> 1.12
> 0,64
> 1,15
Kadar Air
%
< 10
< 12
< 10
-
< 15
< 0,5
< 3 (Standar) < 1(premium)
<6
Kadar Abu
%
< 0,5
< 1,5
nilai kalor S
MJ/Kg
> 18
17,5 - 19,5
> 18
> 19,08
> 16,9
%
< 0,04
< 0,08
< 0,04
-
< 0,10
N
%
< 0,3
< 0,3
< 0,3
-
< 0,5
Cl
%
< 0,02
< 0,03
< 0,02
< 0,03
< 0,07
Abrasi
%
< 2,3
-
< 2,3
-
-
-
<2
Bahan Tambahan
%
<2
-2
<2
(PHI dalam Umam, 2007)
F. Peramalan Jumlah Potensi Bahan Baku Metode kuantitatif merupakan metode yang menggunakan data numerik masa lalu untuk mendapatkan peramalan masa akan datang dengan asumsi pola pada masa lalu akan berulang di masa akan datang (assumption of continuity). Metode kuantitatif dibedakan menjadi dua yaitu teknik peramalan deret waktu (time series) dan teknik kausal. Teknik deret waktu adalah teknik peramalan terhadap masa datang yang dilakukan atas dasar nilai-nilai peubah dan atau galat masa lalu. Teknik ini bertujuan untuk mengungkapkan pola dari deret data masa lalu yang kemudian di ekstrapolarisasikan pola data tersebut ke masa datang. (Machfud, 1999). Teknik peramalan deret waktu dikelompokkan mejadi empat kelompok yaitu (1) metode perataan (averaging methods), (2) metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing), (3) metode dekomposisi dan (4) metode Box-Jenkis (autoregressive integrated moving average= ARIMA). Selanjutnya metode-metode tersebut dibagi-bagi lagi menjadi beberapa kelompok lagi yang disesuaikan dengan kebutuhan peramalan (Machfud, 1999). Penentuan metode peramalan yang tepat untuk suatu data harus memperhatikan sifat data tersebut. Sifat dan pola data dalam klasifikasi Pegels dibedakan menjadi sembilan macam yang merupakan kombinasi dari tiga pengaruh musiman dan tiga pengaruh kecenderungan. Pengarug musiman meliputi:(1) tidak ada pengaruh musiman, (2) Pengaruh musiman aditif dan (3) pengaruh musiman multiplikatif. Sedangkan pengaruh kecenderungan(trend) meliput: (1) tidak ada trend, (2) trend aditif, dan (3) trend multiplikatif (Makridakis 1995). Makridakis (1995) menambahkan bahwa selain melihat pola data, harus dilihat pula sifat dari data yang akan digunakan. Untuk data yang bersifat stasioner, maka pemulusan eksponensial tunggal banyak digunakan dengan respon yang adaptif untuk meminumkan error. Sedangkan untuk data non-stasioner dapat digunakan metode pemulusan eksponensial linear satu parameter dari Brown atau dua parameter dari Holt dengan nilai pemulus antara 0,1 sampai 0,2. Pada data yang bersifat musiman misalnya seperti kuartalan, semesteran ataupun bulanan, peramalan yang dapat dipilih adalah metode Winters. Namum metode ini memiliki beberapa kelemahan yaitu menggunakan tiga parameter yang menyebabkan banyak kombinasi yang timbul.
11
Pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah menghilangkan faktor musiman. Faktor musiman dihilangkan dengan cara plot rata-rata bergerak dari data menggunakan panjang periode rataan adalah panjang periode musiman (misal empat bulanan untuk kuartalan). Dengan demikian analis tinggal mkonsentrasi pada trend dan stasioner data (Makridakis 1995). Menurut Machfudz (1999), dalam melakukan peramalan dari data masa lalu harus melihat nilai dari kecermatan peramalan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh mana selisih nilai-nilai hasil peramalan dengan data aktual. Selain itu juga untuk melihat kesesuaian teknik yang digunakan dengan pola data. Salah satu ukuran kecermatan yang dapat digunakan adalah ukuran relatif Ukuran relatif merujuk kepada persentase galat atau kesalahan peramalan (Percentage Error =PE) yang dirumuskan sebagai berikut:
100% Sedangkan ukuran kecermatan peramalan yang sering digunakan adalah sebagai berikut: Rataan persen galat (Mean Percentage Error)
∑
Rataan persen absolut galat (Mean Absolute Percentage Error)
∑
|
|
G. Pembiayaan Syariah. Menurut Wibowo dan Untung (2005) bank syariah merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip ajaran Islam yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan Alquran dan Hadits dengan menjauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba. Berdasarkan fungsinya, lembaga keuangan syariah mempunyai produk-produk syariah seperti disajikan pada Tabel 3: Tabel 3. Produk lembaga pembiayaan syariah Fungsi perbankan syariah Produk bank syariah Manajer investasi Penghimpunan dana : Prinsip wadi’ah, Prinsip mudharabah Investor
Penyaluran dana : Prinsip jual beli (murabahah, salam, istishna). Prinsip sewa (Ijarah, IMBT). Prinsip bagi hasil (mudharabah, musyarakah).
Jasa layanan
Produk jasa : Wakalah, Kafalah, Sharf, Qardh. Hawalah, Rahn dsb.
Sosial
Dana kebajikan : Penghimpunan dan penyaluran Qardhul Hasan Penghimpunan dan penyaluran ZIS
12
(Khalid, 2009). Produk lembaga keuangan syariah yang umum dan sering dijumpai dan merupakan salah satu fungsi bank syariah sebagai investor, adalah pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarokah.
1. Mudharabah Mudharabah adalah salah satu bentuk pembiayaan syariah dimana akad kerja sama antara dua pihak dengan salah satu pihak (bank atau lembaga keuangan) bertindak sebagai penyedia dana (sahib al-mal) dan nasabah bertindak sebagai penyedia keahlian(mudharib). Pada kerja sama ini, semua kebutuhan dana disediakan oleh pihak bank dan jumlah bagi hasil keuntungan telah disepakati di awal sedangkan jika terjadi kerugian yang bukan karena kesalahan nasabah, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pihak bank (Karim,2007).
Gambar 9. Skema pembiayaan Mudharabah.
2. Musyarokah. Musyarokah adalah bentuk kerja sama dua pihak untuk menjalankan suatu usaha yang halal dengan masing-masing pihak menyetorkan dana. Apabila usaha tersebut mengalami keuntungan ataupun kerugian, maka ditanggung oleh kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati di awal (Karim, 2007). Bentuk kerjasama musyarokah ini dapat dilihat pada Gambar 10.
13
Gambar 10. Skema pembiayaan Musyarokah Salah satu yang membedakan pembiayaan syariah dengan pembiayaan konvensional adalah pada pengembalian dana pinjaman. Pada pembiayaan konvensional pengembalian pinjaman disertai bunga pinjaman baik usaha tersebut mendapatkan laba ataupun tidak. Sedangkan pada pembiayaan syariah pengembalian pinjaman tidak disertai dengan bunga tetapi ditambahkan sebagian hasil usaha jika usaha tersebut mendapatkan laba. Jumlah distribusi hasil usaha dinyatakan dalam bentuk nisbah. Nisbah tersebut didasarkan atas kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang terlibat dalam usaha tersebut. Metode pembagian hasil usaha dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) Bagi untung (Profit Sharing) adalah pembagian hasil usaha yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana.(2) Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah pembagian hasil usaha yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Kebanyakan bank dan lembaga pembiayaan syariah di Indonesia menggunakan sistem revenue sharing karena lebih mudah dalam pengwasan dan perhitungannya (Fauziyah 2003).
14