Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011 SK
SK-091304
SINTESIS ZSM-5 MESOPORI DENGAN METODE PEMERAMAN DAN KRISTALISASI: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI Abdul Hamid*, Didik Prasetyoko1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak Pengaruh waktu kristalisasi pada pembentukan ZSM-5 mesopori dipelajari dalam penelitian ini. Sintesis gel ZSM-5 dilakukan dengan pemeraman gel selama 6 jam pada suhu 60oC. Setelah penambahan surfaktan kationik setiltrimetilamonium bromida, ZSM-5 yang terbentuk disebut ”seeding gel” yang dikristalisasi pada suhu 150 oC dengan waktu kristalisasi 12, 24, 48 dan 96 jam. Sampel dikarakterisasi menggunakan teknik XRD, FTIR dan adsorpsi-desorpsi nitrogen. Puncak difraksi karakteristik ZSM-5 muncul pada 2θ = 7-9o dan 2θ = 23o, sementara puncak khas material mesopori muncul di 2θ kurang dari 5o. Kristalinitas ZSM-5 meningkat seiring dengan waktu kristalisasi yang semakin lama. Analisis adsorpsi-desorpsi nitrogen menunjukkan bahwa semakin lama waktu kristalisasi maka jumlah mesopori dan porositas dari sampel semakin berkurang. Kata Kunci : ZSM-5 Mesopori, Pemeraman, Waktu Kristalisasi
Abstract Influence of crystallization time on the formation of mesoporous ZSM-5 was studied in this research. ZSM-5 synthesis gels were aged during for 6 hours at 60oC. After addition of the cationic surfactant cetyltrimethylammonium bromide, these so called ‘‘seeding gels’’ were crystallized at 150 oC with 12, 24, 48 and 96 hours of crystallization time. Samples were characterized with XRD, FTIR and nitrogen adsorption-desorption techniques. Diffraction peaks characteristic of ZSM-5 appeared at 2θ = 7-9o and 2θ = 23.02o, while peak characteristic of mesoporous material appeared at 2θ less than 5o. ZSM-5 crystallinity increased when crystallization time was prolonged. Nitrogen adsorption-desorption analysis showed that as longer crystallization time, the amount of mesopore and porosity of the samples decreased. Keyword: Mesoporous ZSM-5, Aging, Crystallization time
1.
Pendahuluan Bahan mesopori telah menarik banyak perhatian, terutama sebagai katalis, karena peningkatan transfer massa reaktan dan produk ke sisi aktif terutama pada ZSM-5. Mesoporositas ZSM-5 secara luas dapat digunakan dalam industri terutama akibat struktur, stabilitas termal, keasaman dan sifat selektifnya. Beberapa keistimewaan ZSM-5 dalam katalisis antara lain: (1) mempunyai sisi asam yang kuat, (2) stabilitas termal yang tinggi sehingga dapat dipakai untuk reaksi pada suhu tinggi, (3) struktur pori yang sangat selektif terhadap reaktan, proses dan hasil (Grieken, 2000). ZSM-5 yang memiliki pori berukuran mikro tidak sesuai untuk molekul berukuran besar. Ukuran pori yang terlalu kecil tidak mampu mendifusikan reaktan untuk berinteraksi dengan sisi aktif. Jaringan mikropori yang seragam pada dimensi molekul dapat menampung molekul secara selektif, bentuk zeolit dan efek selektivitas jaringan molekular memainkan peran penting dalam aplikasi katalis.
* Corresponding author Phone : +6285730706027, email:
[email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. agaimanapun juga, ukuran pori yang kecil dari e-mail:
[email protected]
materi mikropori menghasilkan difusi dari reaktan Prosiding Kimia FMIPA
menuju produk yang lambat dalam kristal zeolit. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan mengkombinasikan ukuran pori mikro dan meso dari aluminisilikat mesopori dengan keasaman dan stabilitas hidrotermal yang tinggi dari zeolit mikropori (Perez dkk, 2005). Ada beberapa cara yang digunakan untuk sintesis ZSM-5 mesopori. Huang dkk (2000) menjelaskan bahwa sintesis aluminosilikat mesopori dari gel yang diperam dengan menambahkan surfaktan sebagai agen pengarah struktur meso. Zhu dkk (2009) juga menjelaskan yaitu dengan mesopori intrakristal atau interkristal, dimana gel PVB berfungsi sebagai templat pengaruh mesoporinya. Sintesis ZSM-5 mesopori dilakukan dengan perlakuan hidrotermal dengan komposit silika/PVB dan rekristalisasi dari prekusor zeolit dengan bantuan gel PVB. Pembuatan komposit silika/PVB menggunakan dua cara yaitu proses sol-gel dan metode impregnasi (Zhu dkk, 2009). Goncalves dkk (2008) menjelaskan bahwa sintesis gel ZSM-5 dilakukan dengan pemeraman gel selama 18-72 jam pada suhu antara 30°C dan 90°C dengan penambahan surfaktan kation setiltrimetilammonium bromida (CTAB), akan mengalami kristalisasi pada 120 - 150°C. Sampel yang disiapkan dari suatu gel yang diperam selama 72 jam memiliki kristalinitas yang lebih tinggi
daripada sampel yang diperam selama 24 jam pada suhu kristalisasi 150°C. Purbaningtias (2009) telah melakukan pengembangan sintesis yang dilakukan oleh Goncalves (2008). ZSM-5 mesopori disintesis dengan cara pemeraman gel pada suhu 60°C dengan variasi waktu pemeraman 6, 12 dan 24 jam dan suhu kristalisasi 150°C. Hasilnya menunjukkan bahwa waktu pemeraman selama 6 jam paling baik dibandingkan dengan waktu pemeraman 12 dan 24 jam karena menghasilkan mesopori dan porositas yang tinggi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan sintesis ZSM-5 mesopori dengan pemeraman gel pada suhu 60°C dengan waktu pemeraman selama 6 jam dengan variasi waktu kristalisasi 12, 24, 48 dan 96 jam pada suhu 150°C. Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan XRD, FTIR dan adsorpsi-desorpsi nitrogen.
2. Metode Penelitian 2.1 Peralatan dan Bahan 2.1.1 Peralatan Alat yang digunakan dalaam penelitian ini antara lain peralatan-peralatan gelas, pengaduk magnetik, oven, neraca analitik, reaktor autoklaf stainless steel, instrumen X-ray Diffraction Phillips Expert, spektroskopi inframerah (SHIMADZU), Quantachrome Instruments untuk adsorpsi N2. 2.1.2 Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah natrium aluminat (NaAlO2, Merck, 40-50%), tetrapropilamonium hidroksida (TPAOH, Merck, 40 % dalam air), tetraetil ortosilikat (TEOS, Merck, 98 %), setiltrimetilamonium bromida (CTABr, Merck, 96%), aquades. 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Sintesis ZSM-5 Mesopori Natrium aluminat (NaAlO2) ditimbang sebanyak 1,275 gram kemudian dilarutkan dalam larutan TPAOH yang terdiri dari 12,559 mL TPAOH dan 62,500 mL aquades. Lautan yang terbentuk ditambahkan 28,162 mL TEOS. Selanjutnya campuran distirer selama 15 menit dan diperam pada autoklaf 60oC selama 6 jam. Setelah gel terbentuk, ditambahkan CTABr sebanyak 11,952 gram dan distirer sekitar 15 menit sampai tercampur sempurna. Selanjutnya campuran dikristalisasi dengan autoklaf selama 12 jam pada 150oC. Padatan hasil autoklaf dipisahkan dengan filtrasi kemudian dicuci dengan aquades. Padatan tersebut dikeringkan pada 60oC selama 24 jam. Kemudian dikeringkan kembali pada 110oC selama 24 jam. Selanjutnya padatan dikalsinasi pada suhu 550oC selama 10 jam. Padatan yang terbentuk disebut sebagai sampel K-12. Langkah-langkah di atas diulangi dengan waktu kristalisasi yang berbeda. Waktu kristalisasi 24 jam untuk mendapatkan sampel K-24, 48 jam untuk mendapatkan sampel K-48 dan 96 jam untuk sampel K-96. Prosiding Kimia FMIPA
2.2.2 Karakteisasi Padatan 2.2.2.1 Difraksi Sinar-X Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-X (X-ray Diffraction Phillips Expert) menggunakan radiasi CuKα pada panjang gelombang λ = 1,541 Å, voltase 40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 1,5-40°. 2.2.2.2 FTIR Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan FTIR (SHIMADZU) untuk mengetahui ikatan yang terbentuk pada bilangan gelombang 1400 cm-1 sampai 400 cm-1. 2.2.2.3 Adsorpsi-desorpsi Nitrogen Isoterm adsorpsi-desorpsi nitrogen diamati dengan menggunakan instrumen Quantachrome Corporation (Nova-1200). Hal yang perlu dilakukan sebelum analisis ini adalah sampel sebanyak 0.05 gram divakum selama 2 jam pada 150°C. Luas permukaan spesifik (SBET) dihitung dengan persamaan BET sedangkan distribusi ukuran pori (pore size distribution/ PSD) dianalisis dari BJH desorpsi. 3.Hasil dan Diskusi 3.1 Sintesis ZSM-5 Mesopori Padatan ZSM-5 mesopori disintesis menggunakan natrium aluminat sebanyak 1,275 gram yang dilarutkan dalam larutan 12,559 ml TPAOH dan 62,500 ml aquades. Bahan-bahan tersebut dimasukkan dalam gelas beker, dan diaduk sekitar 15 menit sehingga terbentuk larutan jernih. Natrium aluminat sebagai sumber alumina yang memiliki kereaktifan yang tinggi sehingga lebih mudah digunakan untuk mensintesis ZSM-5. Setelah terbentuk larutan sempurna, selanjutnya ditambahkan TEOS tetes demi tetes sebanyak 28,162 ml sehingga terbentuk gel. Penambahan TPAOH berfungsi sebagai templat untuk membentuk struktur MFI sedangkan TEOS sebagai sumber silika. Selanjutnya, gel distirer selama 15 menit dan diautoclave selama 6 jam pada suhu 60oC untuk proses pemeraman. Pemeraman merupakan suatu langkah dalam proses nukleasi pada sintesis zeolit yang dapat mempengaruhi proses kristalisasi dan produk akhir zeolit. Proses pemeraman akan mengarahkan pemutusan dan represipitasi dari monomer silika menjadi struktur gel yang lebih kuat dengan pori yang diinginkan. Gel yang terbentuk setelah diautoclave tadi ditambahkan padatan CTABr sebanyak 11,952 gram hingga terbentuk gel yang lebih kental. Kemudian gel tersebut distirer sampai tercampur sempurna. Gel yang dihasilkan ditambahkan CTABr sebagai pengarah struktur meso, kemudian dimasukkan kembali ke dalam autoclave pada suhu 150oC selama 12 jam untuk proses kristalisasi hirdotermal hingga terbentuk padatan putih. Padatan putih tersebut kemudian disaring dan dicuci dengan aquades untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang terdapat pada padatan tersebut. Padatan putih yang dihasilkan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 24 jam agar struktur kristalnya tidak mudah rusak,
kemudian pada suhu 110oC selama 24 jam untuk menghilangkan kandungan air. Sebagian padatan putih yang dihasilkan kemudian dikalsinasi pada suhu 550oC selama 10 jam untuk menghilangkan templat-templat organik dan untuk pembentukan struktur ZSM-5 mesopori. Kemudian dilakukan penelitian selanjutnya dengan variasi waktu kristalisasi 24, 48 dan 96 jam untuk menghasilkan ZSM-5 mesopori.
3.2 Karakterisasi Padatan 3.2.1 Difraksi Sinar X (XRD) Analisis cuplikan dengan metode XRD didasarkan atas terdapatnya kristal dalam cuplikan tersebut. Suatu kristal memiliki bidang yang dibentuk oleh atom-atom yang tertata secara teratur. Difraksi sinar-X yang disebabkan oleh suatu bidang kristal tertentu ditandai dengan sudut difraksi yang khas. Setiap senyawa atau unsur yang berstruktur kristal tertentu akan memiliki pola difraksi tertentu juga, sehingga struktur suatu zat dapat diperkirakan berdasarkan pola difraksinya (Sibilia, 1996). Teknik XRD digunakan untuk mengidentifikasi fase kristal, struktur kristal maupun kristalinitas dari sampel. Pada karakterisasi menggunakan XRD diamati difraktogram sampel variasi waktu kristalisasi 12, 24, 48, dan 96 jam. Pada penelitian ini dilakukan analisis XRD dengan sudut 2θ antara 1.5o-40o. Pola difraksi sinar-X sampel ZSM-5 mesopori dengan variasi waktu kristalisasi ditunjukkan pada Gambar 4.1. Puncak karakteristik difraksi dari semua sampel pada 2θ adalah 7.9o, 8.9o, 23.03o dan 23.1o adalah untuk indeks struktur dari topologi MFI (Treacy dkk, 2001). Hal ini mengindikasikan bahwa padatan hasil sintesis termasuk dalam tipe struktur MFI. Struktur MFI dari ZSM-5 pada penelitian ini tergolong struktur kristal monoklin karena pada puncak di sekitar 15.5o, 20.8o dan 23.9o terdapat puncak doublet yang mengindikasikan adanya struktur kristal monoklin (Mohammed, dkk 2005). Struktur MFI ini didapatkan dari penggunaan TPA+ sebagai templat. Menurut Gontier dkk, (1996), penggunaan TPAOH sebagai templat merupakan pengarah struktur MFI yang baik dan memberikan hasil kristal dengan ukuran partikel kecil, yaitu 0,3 µm. Selain itu, difraktogram tersebut terlihat puncak pada 2θ sekitar 2.5o. Puncak tersebut mengindikasikan adanya mesopori dalam sampel tersebut. Pola difraksi sinar-X pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semua sampel terdiri dari fasa MFI dan tidak ditemukan fase kristalin yang lain kecuali pada sampel dengan waktu kristalisasi 12 jam. Selanjutnya, pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa sampel dengan waktu kristalisasi 12 jam tidak muncul puncak pada 2θ sekitar 8o dan 23o serta terlihat pola difaktogram yang tidak teratur (menyerupai gundukan) pada 2θ > 10
Prosiding Kimia FMIPA
Gambar 4.1 Pola difraksi sinar X sampel dengan variasi waktu kristalisasi 12 (a), 24 (b), 48 (c), dan 96 jam (d). Hal ini mengindikasikan bahwa sampel dengan waktu kristalisasisi 12 jam berbentuk amorf jika dibandingkan dengan yang lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terbentuk ZSM-5. Dimana pada waktu kristalisasi 12 jam pertumbuhan kristal belum sempurna karena waktu kristalisasi yang terlalu cepat. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh waktu kristalisasi. Waktu kristalisasi yang terlalu cepat menyebabkan belum terbentuknya ZSM-5 dan belum ada pertumbuhan ZSM-5 (proses awal nukleasi). Oleh karena itu, pada penelitian ini terlihat jelas bahwa waktu kristalisasi berpengaruh dalam pembentukan ZSM5 mesopori. Untuk membandingkan intensitas dan kristalinitas dari masing-masing sampel dengan variasi waktu kristalisasi dapat dilihat pada tabel 4.1. Waktu kristalisasi yang semakin lama menyebabkan intensitas puncak yang semakin tinggi. Semakin tinggi intensitas maka kristalinitas sampel juga akan semakin tinggi. Waktu kristalisasi yang semakin lama pada saat sintesis juga menyebabkan semakin sedikit jumlah mesoporinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ZSM-5 K-96 memiliki mesopori paling sedikit dibandingkan dengan yang lain. Tabel 4.1 Hubungan intensitas (pada sudut 2θ sekitar 2,5o dan 23o) dan waktu kristalisasi Intensitas I/Io (%) Sampel 2,5o 23o 2,5o 23o K-12 jam 0 0 0 0 K-24 jam
28,7
584
2,1
42
K-48 jam
6,8
682
0,5
49
K-96 jam
0
702
0
50
Pada Tabel 4.1 kristalinitas ZSM-5 K-96 yang terbentuk paling tinggi bila dibandingkan dengan kristalinitas pada ZSM-5 K-24 dan ZSM-5 K-48. Perbedaan intensitas ini diperkirakan terjadi, karena jumlah bidang kristal yang dihasilkan pada masing-masing sampel berbeda, sehingga jumlah sinar yang dipantulkan dari bidang kristal juga akan berbeda. Sampel yang mampu memantulkan sinar lebih banyak akan menghasilkan intensitas yang tinggi, sehingga kristalinitas dari ZSM-5 yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
Gambar 4.2 Grafik perbandingan intensitas pada sudut 23o dan 2,5o terhadap waktu kristalisasi Pada gambar 4.2 menunjukkan perbandingan intensitas tiap-tiap sampel pada sudut 2θ sekitar 23o dan 2,5o terhadap waktu kristalisasi. Pada sudut 23o identik dengan ZSM-5 dengan kristalilinitas yang tinggi. Pada waktu kristalisasi 12 jam menunjukkan belum terbentuk ZSM-5 dan akan mengalami pertumbuhan ZSM-5 yang relatif cepat dari waktu kristalisasi 12 jam menuju kristalisasi 24 jam dimana intensitas naik secara tajam. Hingga nantinya pada waktu kristalisasi 48 jam akan mengalami pertumbuhan ZSM-5 yang relatif konstan menuju ke 96 jam pada sudut sekitar 23o. Artinya bahwa pertumbuhan ZSM-5 tidak begitu cepat jika dibandingkan dengan waktu kristalisasi dari 12 jam menuju 24 jam. Pada sudut sekitar 2,5o menunjukkan jumlah pori yang berukuran meso pada setiap sampel yang ditunjukkan oleh gambar 4.2. Pada waktu kristalisasi 12 jam menunjukkan bahwa pada sampel tersebut tidak mempunyai mesopori yang teratur (mesopori regular), sehingga sampel tidak teridentifikasi pada analisis menggunakan XRD yang menunjukkan adanya mesopori regular. Oleh karena itu sampel dengan waktu kristalisasi 12 jam mempunyai mesopori yang tidak teratur, hal ini didukung oleh hasil adsorpsi desorpsi nitrogen dimana pada waktu kristalisasi 12 jam mempunyai mesopori yang sangat banyak. Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa dari waktu kristalisasi 12 jam akan mengalami pertumbuhan mesopori yang sangat cepat menuju waktu kristalisasi 24 jam. Mesopori regular akan tumbuh pada waktu kristalisasi 24 jam. Pertumbuhan mesopori dari waktu kristalisasi 24 jam akan menuju waktu kristalisasi 48 jam, dimana pada waktu kristalisasi 48 jam juga mempunyai mesopori regular. Dari Prosiding Kimia FMIPA
waktu kristalisasi 48 jam menuju ke 96 jam pertumbuhan mesopori relatif konstan. Artinya pada waktu kristalisasi 24 jam mempunyai mesopori regular yang lebih banyak dibandingkan dengan waktu kristalisasi 48 jam menuju ke 96 jam pertumbuhan mesopori relatif konstan. Artinya pada waktu kristalisasi 24 jam mempunyai mesopori regular yang lebih banyak dibandingkan dengan waktu kristalisasi 48 jam. Pada waktu kristalisasi 96 jam juga menunjukkan tidak adanya pori berukuran meso yang teratur seperti halnya pada waktu kristalisasi 12 jam. Oleh karena itu ketika waktu kristalisasi telah mencapai 96 jam maka pertumbuhan mesopori akan semakin tidak tampak dan ini ditunjukkan pada gambar 4.2 dengan sudut sekitar 2,5o. Dari gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu kristalisasi menyebabkan kristalinitas dari sampel semakin tinggi dan jumlah mesoporinya semakin berkurang. 3.2.2 FTIR FTIR digunakan untuk mengidentifikasi material, menentukan komposisi dari campuran, dan membantu memberikan informasi dalam memperkirakan struktur molekul. Sampel yang digunakan biasanya berupa material dalam keadaan padat, cair, atau gas (Sibilia, 1996). Pada gambar 4.2 menunjukkan spektra IR dari ZSM-5 K-24, ZSM-5 K-48 dan ZSM-5 K-96 hampir serupa, kecuali pada sampel K-12 yang tidak menunjukkan adanya puncak pada bilangan gelombang sekitar 550 cm-1. Berdasarkan penelitian sebelumnya munculnya puncak pada daerah sekitar 1220 cm-1, 1100 cm-1, 800 cm-1, 550 cm-1 dan 450 cm-1 menandakan bahwa terbentuk ZSM-5. Pita absorpsi sekitar 1090 cm-1, 790 cm-1 dan 450 cm-1 menunjukkan adanya ikatan internal dalam tetrahedral SiO4 (atau AlO4), dimana puncak ini tidak sensitif terhadap perubahan struktur. Pada sampel muncul puncak-puncak pada bilangan gelombang 1096 cm-1 yang menunjukkan adanya streching asimetri internal, 799 cm-1 yang menunjukkan adanya streching asimetri eksternal, dan pada 467 cm-1 yang menunjukkan adanya tekuk ikatan T-O. Munculnya pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 1100 cm-1 merupakan model vibrasi asimetris Si-O-Si, dan pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 800 cm-1 merupakan model vibrasi simetrinya. Pada gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa sampel dengan variasi waktu kristalisasi 12 jam tidak terbentuk ZSM-5 karena tidak terlihat puncak pada daerah 550 cm-1, dimana puncak pada daerah 550 cm-1 merupakan puncak khas ZSM-5. Hal ini mendukung hasil XRD yang menunjukkan bahwa sampel K-12 merupakan material yang amorf. Sedangkan pada ZSM-5 K-24, ZSM-5 K-48 dan ZSM-5 K-96 terlihat puncak pada daerah 550 cm-1 yang menunjukkan telah terbentuk ZSM-5. Kirsschhock dkk (1999) telah menjelaskan bahwa intensitas (pada panjang gelombang pada daerah 600-550 cm-1) akan bertambah dengan meningkatnya kristalinitas ZSM-5. Peningkatan itu terlihat pada gambar 4.3 yang menunjukkan semakin lama waktu kristalisasi maka intensitas
pada daerah 600-550 cm-1 akan semakin berkurang. Sehingga dapat dikatakan kristalinitas ZSM-5 akan semakin tinggi dengan bertambahnya waktu kristalisasi.
gelombang 1225 dan 545 cm-1 yang merupakan puncak yang sensitif dan karakteristik terhadap struktur ZSM-5. Oleh karena itu, puncak ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui pembentukan ZSM-5. Pada gambar 4.4 menjelaskan mengenai perbandingan area pada panjang gelombang 910 cm-1/ 800 cm-1. Pada panjang gelombang sekitar 910 cm-1 identik dengan banyaknya jumlah mesopori. Dari gambar 4.4 tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin. lama waktu kristalisasi menyebabkan perbandingan area pada panjang gelombang 910 cm-1/ 800 cm-1 menjadi berkurang, yang menunjukkan berkurangnya jumlah mesopori. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisis XRD pada gambar 4.2 yang menunjukkan semakin lama waktu kristalisasi menyebabkan pori yang berukuran meso menjadi lebih sedikit.
Gambar 4.3 Spektra inframerah sampel dengan variasi waktu kristalisasi 12 (a), 24 (b), 48 (c) dan 96 jam (d)
Gambar 4.4 Grafik perbandingan area 910 cm-1/ 800 cm-1 pada tiap sampel terhadap waktu kristalisasi
Pita absorpsi yang muncul pada daerah sekitar 1226 cm-1 dan 544 cm-1merupakan puncak karakteristik untuk zeolit yang menandakan adanya struktur MFI, yang berhubungan dengan struktur pembangun sekunder zeolit MFI dan sensitif terhadap perubahan struktur (Goncalves dkk, 2008). Hasil ini sesuai dengan hasil yang telah dilaporkan oleh Flanigen (1973). Pada umumnya, pita ini akan bergeser dengan perubahan rasio silikon terhadap aluminium. Oleh karena itu, puncak ini dijadikan dasar untuk mengetahui pembentukan ZSM-5. Berdasarkan gambar 4.3 terlihat puncak pada pada panjang gelombang 960 cm-1 menunjukkan adanya gugus silanol yang terdapat pada permukaan dinding mesopori. Pada pita absorpsi sekitar 548 cm-1 menunjukkan adanya gugus pentasil yang merupakan karakteristik dari ZSM-5. Puncak ini diperkirakan karena atom Si sudah tersubstitusi dengan Al. Selain itu juga muncul puncak baru pada bilangan gelombang sekitar 545 cm-1 dan sekitar 1225 cm-1. Munculnya puncak-puncak baru tersebut, terutama pada bilangan gelombang sekitar 1225, 1087, 547, dan 459 cm-1 merupakan indikator telah terbentuknya ZSM-5, khususnya puncak pada bilangan Prosiding Kimia FMIPA
3.2.3 Adsorpsi-Desorpsi Nitrogen Adsorpsi-Desorpsi nitrogen digunakan untuk analisa material mikropori dan mesopori yaitu digunakan untuk menentukan luas permukaan dan struktur pori dari suatu sampel. luas permukaan spesifik diamati dengan metode BET (SBET). Isoterm adsorpsi-desorpsi nitrogen dari semua sampel ditunjukkan pada Gambar 4.5. Pada Gambar 4.5 tersebut, dapat dilihat bahwa isoterm adsorpsi nitrogen sampel menunjukkan pola yang serupa dimana terjadi adsorpsi molekul nitrogen dalam jumlah yang rendah pada tekanan relatif P/P0 nol hingga tekanan relatif P/P0 sekitar 0,3. Kemudian, terdapat sedikit pertambahan volume molekul nitrogen yang teradsorpsi pada tekanan relatif P/P0 yang lebih tinggi (P/P0 > 0.3) yang menunjukkan terjadinya pengisian mesopori, kemudian permukaan padatan akan tertutup oleh molekul nitrogen sehingga membentuk lapisan tunggal (monolayer) (Chorkendorff dkk, 2003). Slope yang terbentuk di bagian akhir kurva isoterm adsorpsi pada Gambar 4.5 menandakan telah terbentuknya multilayer pertama. Adanya pori pada permukaan padatan akan memberikan efek pembatasan jumlah lapisan pada adsorbat dan terjadi fenomena kondensasi kapiler.
mengindikasikan bahwa distribusi ukuran pori semua sampel katalis pada daerah mesopori. 0.006 0.005
dV (cc/nm/g)
Kondensasi kapiler ini menyebabkan terjadinya histerisis (Adamson, 1990). Pada Gambar 4.5, Loop histerisis teramati saat desorpsi pada tekanan relatif P/P0 0,45-1 pada sampel K-12, K-24 dan K48. Sedangkan pada sampel K-96 loop histerisis teramati pada tekanan relatif 0,8-1. Histerisis terjadi karena pada tekanan relatif P/P0 yang sama, jumlah molekul nitrogen yang terdesorpsi menunjukkan perbedaan (lebih sedikit) dibandingkan dengan jumlah molekul nitrogen yang teradsorpsi (Gregg dan Sing, 1982)
0.004 0.003
a
0.002
b c d
0.001 0.000 5
10
15
20
25
diameter pori (nm) Gambar 4.6 Distribusi ukuran pori sampel dengan variasi waktu kristalisasi 12 (a), 24 (b), 48 (c) dan 96 jam (d) dimana dV adalah perubahan volume adsorbat pada tiap-tiap diameter pori per gram sampel
Gambar 4.5 Grafik isoterm adsorpsi-desorpsi N2 dari sampel dengan variasi waktu kristalisasi 12 (a), 24 (b), 48 (c) dan 96 jam (d). Selain itu, dari gambar 4.5 terlihat bahwa loop histerisis paling besar terdapat pada sampel K-12. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah adsorbat (N2) yang tertinggal dalam pori saat desorpsi paling banyak, yang mengindikasikan bahwa jumlah mesopori pada sampel K-12 paling banyak. Bentuk loop histerisis yang teramati pada semua sampel katalis merupakan karakteristik mesopori dengan diameter pori 3,8 nm. Dari pola adsorpsi dan desorpsi dapat disimpulkan secara umum bahwa katalis ZSM-5 menunjukkan profil adsorpsi tipe IV karakteristik padatan berpori meso dengan ukuran 2-50 nm. Karakteristik padatan berpori meso ditunjukkan dengan data distribusi ukuran pori sampel katalis menggunakan metode BJH (Barret, Joiner, Halenda) pada Gambar 4.6. Semua sampel katalis menunjukkan pori berukuran meso dengan teramatinya grafik distribusi ukuran pori yang terus menunjukkan kenaikan pada diameter pori sekitar 2-5 nm tepatnya pada 3,8 nm. Hal ini Prosiding Kimia FMIPA
Karakteristik mesopori tersebut juga didukung dengan data distribusi ukuran pori pada Gambar 4.6, dimana teramati kenaikan yang signifikan pada grafik distribusi ukuran pori pada diameter pori sekitar 2-5 nm, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pori mikro pada semua sampel katalis. Kenaikan yang signifikan pada grafik distribusi ukuran pori teramati pada diameter pori 3,8 nm yang merupakan indikasi keberadaan pori meso pada semua sampel katalis. Oleh karena itu, fenomena pola histerisis yang terjadi bukan merupakan akibat dari adanya pori mikro pada padatan katalis. Fenomena ini juga dapat disebabkan karena terdapat ruang antar partikel yang terbentuk oleh partikel dengan ukuran nanometer (Jin dkk, 2008). Pada gambar 4.6 menunjukkan bahwa semakin cepat waktu kristalisasi maka intensitas yang terlihat pada gambar semakin tinggi yaitu pada diameter pori antara 2-5 nm. Pada daerah 510 nm juga terlihat puncak yang melebar yang juga menunjukkan adanya pori berukuran meso. Pada diameter pori sekitar 2-5 nm menunjukkan adanya kenaikan intensitas dengan berkurangnya waktu kristalisasi, terutama pada kristalisasi 12 jam. Berdasarkan gambar 4.6 dapat disimpulkan bahwa dengan adanya histerisis pada semua sampel ZSM5 disebabkan adanya pori berukuran meso. Goncalves (2008) menjelaskan bahwa perbandingan struktur mesopori dari sampel ZSM5 dapat diamati dengan membandingkan waktu kristalisasi, dimana ditunjukkan pada tabel 4.3. Pada tabel 4.3 menunjukkan hasil analisis permukaan pori dari sampel K-12, K-24, K-48 dan K-96 jam. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu kristalisasi maka luas permukaan sampel akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu kristalisasi maka padatan akan menjadi lebih kristalin sehingga pori-porinya menjadi lebih sedikit. Hal ini juga didukung hasil karekterisasi menggunakan XRD yang menunjukkan semakin lama waktu
30
kristalisasi maka kristalinitas dari sampel juga akan semakin tinggi. Suatu padatan yang kristalin atau terbentuk kristal yang terdiri dari beberapa kisi-kisi kristal yang teratur mengakibatkan semakin lama waktu kristalisasi pada saat sintesis ZSM-5 luas permukaannya menjadi lebih kecil. Semakin lama waktu kristalisasi juga mengakibatkan volume total pori, porositas maupun luas area mesopori menjadi lebih kecil. Waktu kristalisasi yang semakin lama juga akan menghasilkan suatu perubahan yang cepat dari aluminosilikat mesopori menjadi ZSM-5 sehingga meningkatkan jumlah prekusor ZSM-5 yang terbentuk, yang menyebabkan porositasnya akan semakin berkurang. Tetapi waktu kristalisasi tidak berpengaruh terhadap diameter pori sampel ZSM-5, karena yang mempengaruhi diameter pori adalah ukuran templat yang digunakan pada saat sintesis. Dan itu terlihat jelas pada tabel 4.3 dimana sampel K-12, K-24, K-48 dan K-96 memiliki diameter pori sekitar 3,8 nm. Evaluasi distribusi ukuran pori pada daerah mikropori dibutuhkan untuk membuktikan adanya mikropori pada suatu katalis yang memiliki grafik isoterm tipe IV. Salah satu metode yang digunakan untuk analisa permukaan mikropori adalah t-plot. Metode ini didasarkan pada perbandingan data adsorpsi isoterm dari sampel berpori dan sampel nonpori (Storck dkk, 1998). Grafik t-plot terlihat pada gambar 4.7. Pada grafik tersebut terlihat bahwa semua sampel memiliki pola yang berbeda. Terutama ZSM-5 K-96. Garis linear horisontal pada t-plot menunjukkan adanya mikropori, sedangkan garis vertikal menunjukkan adanya mesopori. ZSM-5 K-96 memiliki pola yang berbeda dibandingkan yang lainnya, karena cenderung luas area mikroporinya paling banyak yang ditandai dengan pola garis linear horizontal. Sehingga dapat disimpulkan pada grafik t-plot, semua sampel memiliki pori yang tidak seragam karena terdapat pori yang berukuran mikro dan meso.
Gambar 4.7 Grafik t-plot untuk semua sampel variasi waktu kristalisasi 12 (a), 24 (b), 48 (c) dan 96 jam (d). 4. Kesimpulan ZSM-5 mesopori telah berhasil disintesis dari sintesis gel ZSM-5 pada waktu kristalisasi 24, 48 dan 96 jam dengan adanya surfaktan kation CTABr. Pada waktu kritalisasi selama 12 jam tidak terbentuk ZSM-5 mesopori, tetapi dihasilkan padatan mesopori dengan jumlah pori yang berukuran meso sangat banyak. Hasil adsorpsidesorpsi nitrogen menunjukkan semakin lama waktu kristalisasi pada saat sintesis menyebabkan luas area mesopori dan porositas menjadi berkurang. ZSM-5 mesopori dengan porositas terbesar dihasilkan pada waktu kristalisasi 24 jam yaitu sebesar 98,97%. Ucapan terimakasih 1. Dr. Didik Prasetyoko M, Sc atas dukungan, bimbingan dan motivasi yang diberikan 2. Ibu dan Bapak atas dukungan dan doanya 3. Semua pihak yang mendukung yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu hingga terselesainya penelitian ini 4. Penelitian strategis ITS tahun anggaran 2009 yang dibiayai melalui DIPA ITS No: 0172.0/023-04.2/XV/2009 Daftar Pustaka Chorkendorff, I. and Niemantsverdriet, J.W. (2003), Concepts of Modern Catalysis and
Prosiding Kimia FMIPA
Kinetics, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim. Goncalves, M.L., Dimitrov, L.D., Jorda, M.H., Wallau, M., Urquieta-Gonzalez, E.A., (2008), ”Synthesis of mesoporous ZSM-5 by crystallization of aged gels in the presence of cetyltrimethylammonium cations”, Catalysis Today, Vol. 133-135, hal. 69-79. Gontier, S. dan Tuel, A. (1996), “Synthesis of Titanium Silicalite-1 UsingAmorphous SiO2 as Silicon Source”, Zeolites, Vol. 16, hal. 184-195. Gregg, S. J. dan Sing, K. S. W. (1982), Adsorption, Surface Area and Porosity, 2nd edition, London: Academic Press. Grieken, V.R., Satelo, J.l., Menendes, J.M., Melero, J.A., (2000), “Anomalous Crystallization Mechanism in The Synthesis of Nanocrystalline ZSM-5”, Microporous Mesopori Matter, Vol. 39, hal. 135-147. Huang, L., Guo, W., Deng, P., Xue, Z., Li, Q., (2000), “Investigation of Synthesizing MCM-41/ZSM-5 Composites”, Journal of Physical Chemistry, 104 (13), hal. 2817-2823 Jin, C., Li, G., Wang, X., Wang, Y., Zhao, L., Sun, D. (2008), “A Titanium Containing Micro/Mesoporous Composite and its Catalytic Performance in Oxidative Desulfurization”, Microporous and Mesoporous Materials, Vol. 111, hal. 236242. Kirschhock, C.E.A., Ravishankar, R., Verspeurt, F., Grobet, P. J., Jacobs, P. A., Martens, J. A., (1999), “Identification of Precursor Species in the Formation of MFI Zeolite in the TPAOH−TEOS−H2O System”, Journal of Physical Chemistry, 103, hal. 4965-4971. Pérez, P.J., Díaz, I., Agúndez, J., (2005), “Strategies for ordering the network of mesoporous materials”, C. R. Chimie 8, 569– 578. Purbaningtias, T.E., (2009), Synthesis and Characterization of Mesopourous ZSM-5: Influence of Aging Time, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sibilia, P., (1996), Guide to Material Characterization and Chemical Analysis, 2nd Edition, John Willey-VCH, New York. Storck, S., Bretinger, H., Maier, W. F., (1998), “Characterization of micro- and mesoporous solids by physisorption methods and poresize analysis”, Applied Catalysis A: General, Vol 174, hal. 137-146. Treacy, M. M. J., Higgins, J. B., Von Balloms, R. (2001), Collection of Simulated XRD Powder Patterns for Zeolite, 4th edition, Amsterdam: Elsevier. Zhu, H., Liu, Z., Kong, D., Wang, Y., Yuan, X., Xie, Z., (2009), “Synthesis of ZSM-5 with intracrystal or intercrystal mesopores by polyvinyl butyral templating method”, Journal of Colloid and Interface Science, Vol. 331, hal. 432-438.
Prosiding Kimia FMIPA