JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5
1
SINTESIS PEREKAT POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL Sari Meiwika Sulistyoningsih dan Lukman Atmaja Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Sintesis polivinil asetat berbasis pelarut metanol telah dilakukan dengan variasi rasio pelarut metanol-air 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 2:3. Sintesis tersebut terstabilkan oleh suatu disponil yang mengandung kombinasi antara surfaktan anionik dan non-ionik, serta polivinil alkohol yang berperan sebagai agen pengemulsi. Polimerisasi vinil asetat diinisiasi oleh radikal bebas dari gugus persulfat. Sintesis PVAc masing-masing variasi rasio pelarut dikarakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared), TMA (Thermomechanical Analysis), Tensile Strength dan uji viskositas rotasional. Hasil FTIR menunjukkan gugus fungsi yang tepat sebagai senyawa penyusun polivinil asetat. Hasil TMA menunjukkan data koefisien muai panas yang rendah pada produk PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:4, sehingga ukuran/dimensi polimer tersebut lebih rapat dan kekuatan ikat silangnya juga lebih tinggi. Hasil uji Tensile Strength menunjukkan produk PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:3 memiliki nilai stress dan modulus elastisitas paling tinggi yaitu masing-masing sebesar 23,4 MPa dan 17,891 MPa. Hasil uji viskositas menunjukkan bahwa PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 2:3 memiliki nilai viskositas paling besar yaitu sebesar 5000 cP. Dengan demikian pelarut metanol dapat meningkatkan ketahanan, sifat termal dan mekanik pada material polivinil asetat. Kata Kunci— Polivinil asetat berbasis pelarut metanol, disponil, polimerisasi emulsi.
I. PENDAHULUAN
B
idang polimer jenis polivinil asetat mulai dikembangkan untuk kebutuhan industri-industri modern. Polivinil asetat yang diproduksi di Indonesia adalah polivinil asetat berbasis pelarut air dalam bentuk lem berwarna putih untuk perekat kayu dan semacamnya. Perekat kayu tersebut tidak cocok apabila digunakan untuk merekatkan material yang lebih keras, sehingga polivinil asetat tersebut dimodifikasi dengan pelarut bukan air yang terbukti memiliki sifat lebih baik dari polivinil asetat berbasis pelarut air [1]. Polivinil asetat tersusun dari unit perulangan monomer vinil asetat melalui proses polimerisasi emulsi [2]. Polivinil asetat memiliki gugus asetat yang bersifat polar akibat adanya ikatan hidrogen. Polimer ini umumnya digunakan sebagai bahan penstabil emulsi, dan pembentuk film. Selain itu, juga sebagai bahan perekat dan pengikat pada cat berbahan dasar air atau emulsi, sebagai pengikat pada kertas, kayu, kaca, logam, dan porselen, serta perekat pada
resin [3]. Sintesis polivinil asetat dimodifikasi dengan pelarut metanol. Metanol berperan dalam reaksi alkoholisis pada polimerisasi vinil asetat [4]. Polimer ini terstabilkan oleh suatu surfaktan, yaitu suatu zat yang aktif pada permukaan larutan aqueous. Molekul surfaktan bersifat amfilik yaitu memiliki dua sifat yang bertolak belakang yakni hidrofilik dan hidrofobik. Kedua sifat tersebut menyebabkan surfaktan berperan mengadsorb kuat pada antarmuka air-udara, sehingga mengurangi energi permukaan pada substansi larutannya [5]. Sintesis poivinil asetat menggunakan agen pengemulsi atau koloid pelindung yaitu polivinil alkohol yang berperan mencegah terjadinya aglomerasi pada proses pembentukan polimer. Koloid pelindung pada polivinil asetat umumnya bersifat polar dan merupakan polimer non-ionik. Koloid pelindung akan menghasilkan efek kestabilan dan mempengaruhi viskositas dalam produk polimer [6]. Produk polivinil asetat berbasis pelarut metanol dikarakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared) untuk mengetahui susunan gugus fungsi polivinil asetat, TMA (Thermomechanical Analysis) untuk mengidentifikasi sifat termal polimer, uji Tensile Strength untuk menganalisis sifat mekanik polimer dan uji viskositas rotasional untuk mengetahui kekentalan produk polimer. Pada penelitian ini akan digunakan emulsifier untuk memperbaiki kinerja atau peran metanol. Kombinasi surfaktan anionik dan non-ionik, yakni suatu Disponil, diduga gugus hidroksi dan muatan negatifnya dapat mengalami ikatan hidrogen yang kuat dengan metanol dan diduga satu-satunya pengemulsi yang tepat untuk jenis polimerisasi emulsi. Penggabungan beberapa bahan tersebut merupakan inovasi baru untuk sintesis polivinil asetat berbasis pelarut bukan air untuk aplikasi bahan perekat plat baja dengan styrofoam. II. URAIAN PENELITIAN A. Bahan Percobaan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air demineralisasi, monomer vinil asetat, polivinil alkohol (PVA), methanol, sodium bikarbonat (SBK), ammonium persulfat (APS), Surfaktan Disponil AES 72, Dibutil Phtalat (DBP), Anti-mikrobial (AM), dan gas N2. B. Alat Percobaan Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, 1 buah reaktor terbuat dari glass dengan penutup berleher lima, 1 buah mechanical stirrer Wise Stir HS-50A, 2 buah syringe ukuran 50 ml, 1 buah kondensor refluks, 1 buah pemanas elektrik, 1 buah pengaduk besi
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 berdaun dua, viskometer rotasional, instrumen FTIR (Fourier Transform Infrared), TMA (Thermomechanical Analysis), dan alat uji kuat tarik (Tensile Strength). C. Sintesis Polivinil Asetat Berbasis Pelarut Metanol Proses polimerisasi dilakukan dengan metode semi batch di dalam reaktor yang telah dilengkapi peralatan pendukung khusus untuk polimerisasi. Seluruh bahan ditimbang sesuai komposisi bahan yang telah ditentukan (dilampirkan). Sintesis ini menggunakan pelarut metanol-air dengan masing-masing variasi antara lain 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 2:3. Sintesis dimulai dengan memasukkan air demineralisasi dan metanol, lalu disemprotkan N2 selama 2 menit. Kemudian larutan dipanaskan hingga mencapai temperatur < 90°C, lalu dimasukkan padatan PVA dan mulai dilakukan pengadukan. Larutan SBK, APS dan surfaktan dimasukkan dalam reaktor. Kemudian dimasukkan tetes demi tetes 10 % campuran VAM dengan surfaktan yang ada pada syringe, bersamaan dengan dimasukkannya 2/3 bagian larutan APS yang ada pada syringe lain. Ditunggu hingga mengalami polimerisasi yang ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung atau busa berwarna putih yang bergerak naik. Kemudian selang beberapa lama gelembung atau busa tersebut akan turun. Selanjutnya ditambahkan tetes demi tetes larutan APS dan campuran VAM dengan surfaktan, dengan perbandingan 1:8 tetes hingga habis. Setelah habis, temperatur diturunkan secara bertahap hingga mencapai suhu ruang. Kemudian ditambahkan DBP dan AM sesuai komposisi, dan dihentikan pengadukan. D. Analisis Gugus Fungsi Seluruh sampel PVAc dikeringkan dalam bentuk lembaran terlebih dahulu dengan ketebalan ± 0,1-0,2 mm minimal selama 2 hari sebelum dilakukan analisis. Hasil polimerisasi emulsi PVAc dikarakterisasi menggunakan FTIR untuk membuktikan gugus fungsi dalam material PVAc berbasis pelarut methanol. Material PVAc diletakkan pada holder FTIR lalu ditembakkan sinar inframerah dalam material pada interval bilangan gelombang 500-4000 cm-1. Pada monitor akan muncul spektra inframerah sesuai dengan gugus yang ada dalam material. E. Analisis Termal Analisis termal dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat polimer akibat degradasi thermal menggunakan alat Thermomechanical Analysis (TMA). Analisis ini menginformasikan nilai koefisien muai panas terhadap perubahan dimensi ataupun perubahan modulus akibat pemanasan pada temperatur tertentu. Diambil sampel PVAc kering dan dibentuk lembaran dengan ketebalan ± 0,10,2 mm, kemudian dianalisis pada suhu 25°C sampai 80°C dengan laju pemanasan 10°C/menit. Berdasarkan uji ini akan diperoleh data perubahan ukuran sampel pada koefisien muai panas dan temperatur tertentu. F. Analisis Sifat Mekanik Sifat mekanik dari PVAc berbasis pelarut methanol dikarakterisasi menggunakan alat uji kuat-tarik (Tensile Strength) dengan kecepatan tarik 100 mm/menit. Sampel PVAc kering dibentuk lembaran dengan ketebalan ± 0,1-0,2 mm. Berdasarkan uji ini akan diperoleh besarnya nilai kuat
2 putus dan perpanjangan saat putus, sehingga dapat diolah untuk mendapatkan nilai regangan dan modulus elastisitasnya. G. Analisis Viskometri Analisis viskometri pada sampel PVAc menggunakan alat viskositas rotasional dengan pemakaian suhu 3°C. Sampel PVAc dalam bentuk cair dimasukkan dalam gelas beker untuk dilakukan pengujian viskositas. Berdasarkan uji ini akan diketahui kekentalan sampel PVAc dari masing-masing variasi pelarut. III. HASIL DAN DISKUSI A. Sinstesis Polivinil Asetat Berbasis Pelarut Metanol Sintesis polivinil asetat termasuk dalam polimerisasi emulsi yang dilakukan dengan metode semibatch. Sintesis ini dilakukan di dalam reaktor yang telah dilengkapi peralatan pendukung khusus untuk polimerisasi. Sintesis ini menggunakan pelarut metanol-air dengan masing-masing variasi antara lain 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 2:3. Sintesis dimulai dengan memasukkan air demineralisasi dan metanol, lalu disemprotkan N2 selama 2 menit. Larutan dipanaskan hingga mencapai temperatur < 90°C. PVA dimasukkan dalam reaktor, dimana sebagai material koloid pelindung untuk mencegah aglomerasi pada proses sintesis dan stabilisator penting polimerisasi emulsi pada material perekat polivinil asetat [7]. Mulai dilakukan pengadukan pada 750 rpm secara konstan, lalu larutan SBK, APS dan surfaktan dimasukkan dalam reaktor. 10 % campuran VAM dengan surfaktan dimasukkan tetes demi tetes yang ada pada syringe, bersamaan dengan dimasukkannya 2/3 bagian larutan APS yang ada pada syringe lain. Ditunggu hingga mengalami polimerisasi yang ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung naik. Kemudian beberapa lama gelembung tersebut akan turun, dimana menandakan polimerisasi telah berhasil. Selanjutnya ditambahkan tetes demi tetes larutan APS dan campuran VAM dengan surfaktan, dengan perbandingan 1:8 tetes hingga habis. SBK berfungsi sebagai larutan buffer agar pH di dalam proses sintesis tetap dikondisikan pada pH 4,5-5,5. APS berfungsi sebagai inisiator penyedia ion radikal yang akan bereaksi secara aktif dengan monomer vinil asetat, dimana tingkat dekomposisi inisiator tersebut dipercepat oleh kondisi asam [6]. Pada saat inisiator menyerang monomer inilah reaksi inisiasi sedang berlangsung. Penambahan VAM tetap berjalan tetes demi tetes, sehingga mengalami reaksi propagasi yaitu monomer yang telah diinisiasi bereaksi dengan monomer-monomer selanjutnya. Setelah bahan di dalam syringe habis, temperatur diturunkan secara bertahap hingga mencapai suhu ruang. Perlakuan ini merupakan bagian dari reaksi terminasi yaitu penghentian reaksi propagasi [8]. Kemudian ditambahkan DBP dan AM sesuai komposisi, dan dihentikan pengadukan, perlakuan ini menandakan reaksi telah selesai. B. Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi dilakukan pada seluruh sampel yang terdiri dari sampel PVAc berbasis pelarut air, PVAc berbasis pelarut metanol dengan variasi pelarut metanol-air yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 2:3. Perbandingan spektrum inframerah antarsampel tidak menunjukkan perbedaan yang
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 signifikan, karena pada dasarnya seluruh sampel tersusun oleh zat-zat yang sama. Spektrum IR pada keenam sampel PVAc hanya memiliki sedikit perbedaan intensitas pada bilangan gelombang antara 3316,48-3444,69 cm-1 yang menunjukkan puncak khas gugus O-H yang memiliki ikatan hidrogen. Perbedaan tersebut menunjukkan semakin banyak reaksi hidrolisis dan alkoholisis pada PVA, maka semakin besar intensitas puncak O-H yang terdeteksi. Kemudian puncakpuncak lain muncul pada 2933,99 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur C-H sp3, pada 1730,64 cm-1 menunjukkan vibrasi regang C=O khas gugus ester yang mengalami pergeseran bilangan gelombang lebih kecil karena efek rantai panjang vinil, pada 1431,96 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk CH yang khas untuk gugus metilen, pada 1370,62 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk CH3, dan pada 1227,16-1018,55 menunjukkan vibrasi ulur C-O ester dan pada 794,52 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk CH2 yang terasosiasi untuk senyawa dengan rantai panjang.
3 sampel PVAc tersebut dapat dikatakan sebagai sampel dengan sifat termal yang lebih baik.
Gambar 3.2 Grafik Hasil TMA Seluruh Sampel D. Analisis Sifat Mekanik Berdasarkan hasil uji tensile strength, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 3.1 Hasil Uji Tensile Strength Kuat
Perpan-
Putus
jangan
(N)
(mm)
1:1
2,05
1,2
Pelarut
1:2
7,15
10
metanol-
1:3
11,95
air
1:4
Sampel PVAc
Gambar 3.1 Spektrum IR PVAc Berbasis Pelarut Air dan PVAc Berbasis Pelarut Metanol dengan Variasi Rasio Metanol-Air 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 2:3 C. Analisis Termal Berdasarkan grafik hasil TMA, sampel PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:1, 1:2, 1:3 dan 2:3, serta pelarut air memperlihatkan koefisien muai panas yang berbeda-beda, sehingga dapat diindikasikan bahwa ukuran/dimensi dan kekuatan ikat silangnya polimer tersebut juga tidak sama. Semakin rendah koefisien muai panas, maka ukuran/dimensi polimer semakin rapat dan kekuatan ikat silangnya lebih tinggi karena mampu menahan kenaikan panas yang diberikan [9]. Sampel PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:1 dan sampel PVAc memiliki koefisien muai panas lebih rendah dibandingkan PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:2, 1:3, 1:4 dan 2:3. Namun jika ditinjau ulang dari keberhasilan polimerisasi, PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:1 dan 1:2 tidak mengalami polimerisasi sempurna, sehingga kedua sampel tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sampel dengan sifat lebih baik. Sampel PVAc dengan rasio pelarut metanolair 1:4 menunjukkan koefisien muai panas lebih rendah dibandingkan PVAc dengan rasio 1:3 dan 2:3, lalu sampel PVAc tersebut juga mengalami polimerisasi sempurna. Jadi,
Pelarut air
Modulus
Stress Strain
Elastisitas
0,095
12,614
125,94
0,597
16,747
183,67
23,4
1,308
17,891
265,41
13,3
24
1,4
17,139
276,04
2:3
14,45
21,8
1,636
13,324
303,15
-
15,05
14,5
0,865
16,765
214,46
(MPa)
(MPa)
Berdasarkan data di atas, komposisi pelarut metanolair sangat berpengaruh terhadap perpanjangan (elongation) polimer [10]. Hal ini disebabkan karena ukuran atau dimensi pada masing-masing sampel berbeda-beda. Semakin besar ukuran atau dimensi sampel, maka semakin besar gaya yang diberikan, sehingga akan semakin besar pula nilai perpanjangan sampel polimer tersebut. Nilai stress dan modulus elastisitas mengindikasikan sifat mekanik suatu polimer. Nilai stress merupakan besarnya kekuatan tarik yang dihasilkan suatu sampel polimer. Nilai modulus elastisitas merupakan besarnya ketahanan suatu polimer terhadap kekuatan tarik yang diberikan. Berdasarkan data pada Tabel 4.2 diperoleh nilai stress dan modulus elastisitas untuk masing-masing sampel PVAc. Pada sampel PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:3 memiliki nilai stress dan modulus elastisitas paling tinggi yaitu masingmasing sebesar 23,4 MPa dan 17,891 MPa. Pada sampel PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:3 dan 1:4 memiliki nilai stress dan modulus elastisitas lebih tinggi dibandingkan
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5
4
sampel PVAc yang lain, dengan selisih nilai yang tidak berbeda secara signifikan. Namun jika ditinjau dari hasil TMA, PVAc dengan rasio pelarit metanol-air 1:4 memiliki sifat termal lebih baik daripada PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:3, sehingga PVAc dengan rasio pelarut metanolair 1:4 dapat dikatakan sebagai sampel yang memiliki sifat termal dan mekanik lebih baik dibandingkan sampel PVAc yang lain. PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:4 memiliki nilai stress dan modulus elastisitas lebih tinggi daripada PVAc dengan pelarut air. Hal ini disebabkan adanya penambahan pelarut metanol dapat meningkatkan kekuatan dari sampel PVAc, sehingga gaya yang dibutuhkan untuk meregangkan polimer tersebut semakin besar.
menunjukkan data koefisien muai panas yang semakin menurun pada produk PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:1, 1:2, 1:3 dan 2:3, sehingga ukuran/dimensi polimer tersebut lebih rapat dan kekuatan ikat silangnya juga lebih tinggi. Hasil uji Tensile Strength menunjukkan produk PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:3 memiliki nilai stress dan modulus elastisitas paling tinggi yaitu masing-masing sebesar 23,4 MPa dan 17,891 MPa. Hasil uji viskositas menunjukkan bahwa PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 2:3 memiliki nilai viskositas paling besar yaitu sebesar 5000 cP. Dengan demikian pelarut metanol dapat meningkatkan ketahanan, sifat termal dan mekanik pada material polivinil asetat.
E. Analisis Viskometri Tabel 3.2 berikut akan ditunjukkan data viskositas sampel pada masing-masing variasi pelarut :
UCAPAN TERIMA KASIH
Tabel 3.2 Hasil Uji Viskometer Rotasional Seluruh Sampel PVAc 1:1
Nilai Viskositas (cP) -
1:2
-
1:3
3000
1:4
2000
2:3
5000
-
1000
Sampel PVAc
Pelarut metanol-air
Pelarut air
Berdasarkan data di atas, nilai viskositas PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:1 dan 1:2 tidak dapat terdeteksi karena produk larutan tersebut tidak homogen dan telah mengeras. Sedangkan untuk PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:3 dan 1:4 mengalami penurunan nilai viskositas karena komposisi pelarut metanol-air pada PVAc rasio pelarut metanol-air 1:3 lebih sedikit daripada 1:4, dimana mempengaruhi kelarutan dan kekentalan dari koloid pelindung polivinil alkohol, sehingga nilai viskositas pada variasi 1:3 lebih besar daripada 1:4. Pada PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 2:3, diperoleh nilai viskositas paling besar yaitu sebesar 5000 cP karena komposisi pelarut metanol-air pada sampel tersebut paling sedikit digunakan. Sedangkan untuk sampel PVAc pelarut air memiliki nilai viskositas paling kecil karena menghasilkan produk yang encer. Jadi dapat dikatakan bahwa pelarut metanol dapat menambah kekentalan pada produk PVAc. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sintesis polivinil asetat berbasis pelarut metanol dapat dilakukan dengan metode polimerisasi emulsi semi batch dan terstabilkan oleh suatu disponil. Sintesis PVAc dilakukan dengan variasi rasio pelarut metanol-air 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 2:3, kemudian akan dibandingkan dengan produk PVAc berbasis pelarut air. Produk PVAc berbasis pelarut metanol tersebut dikarakterisasi menggunakan FTIR dan TMA, serta dilakukan uji Tensile Strength dan uji viskositas rotasional. Hasil FTIR menunjukkan gugus fungsi yang tepat sebagai senyawa penyusun polivinil asetat. Hasil TMA
Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih kepada orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan moril dan materiil. Terima kasih kepada jurusan Kimia FMIPA ITS yang telah memberikan ilmunya kepada saya. Terima kasih kepada Bapak Lukman Atmaja selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam seluruh pengerjaan skripsi, dan rekan-rekan tim polimer yang telah bekerja sama dalam skripsi ini, serta semua orang-orang tersayang yang telah memberikan doa-doanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. DAFTAR PUSTAKA [1] Rolando T. E. (1998) Solvent-Free Adhesives., H.B. Fuller Company. [2] Steven M. (2001) Polymer Chemistry: An Introduction., Oxford University Press, Inc, Oxford. [3] Kirk R. E. and Othmer D. F. (1980) Encyclopedia of Chemical Technology. 3rd ed., The Inter Science Encyclopedia, Inc, New York. [4] Olayemi J. Y. and Adeyeye A. A. (1982) Some Properties of Polyvinyl Acetate Films Cast From Methanol, Acetone, and Chloroform as Solvent. Departement of Chemistry, Ahmadu Bello University 3, 25–35. [5] Pashley R. M. and Karaman M. E. (2004) Applied Colloid and Surface Chemistry., Departement of Chemistry National University of Australia, Australia. [6] Chern C. S. (2006) Emulsion Polymerization Mechanisms and Kinetics. Progress in Polymer Science 31, 443–486. [7] Wen N., Tang Q., Chen M. and Wu L. (2007) Synthesis of PVAc/SiO2 Latices Stabilized by Silica Nanoparticles. Science Direct 320, 152–158. [8] Chern C.-S. (2008) Principle and Application Emulsion Polymerization., John Willey and Sons, New Jersey. [9] Askeland D., Fulay P. and Wright W. (2011) The Science and Engineering of Materials. 6th ed., Global Engineering, USA. [10] Suprijadi (2003) Pengembangan Sistem Pengukuran Sifat Mekanik Bahan dengan Prinsip Uji Tarik.,
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung, Bandung.
5