Artikel Asli PENURUNAN SINTESIS MELANIN OLEH EKSTRAK METANOL BUAH PHYLLANTHUS EMBLICA PADA MOUSE MELANOMA B16 CELL LINE Reti Hindritiani, * Dikdik Kurnia, ** Setiawan, *** Muchtan Sujatno, **** Endang Sutedja * *
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ RS dr. Hasan Sadikin Bandung ** Laboratorium Kimia Organik-Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran *** Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran **** Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
ABSTRAK Bahan depigmentasi dari tanaman saat ini semakin sering digunakan. Mekanisme kerja bahan depigmentasi terutama melalui inhibisi tirosinase yang merupakan enzim utama sintesis melanin. Bahan depigmentasi yang dikembangkan harus efektif menghambat kerja enzim tirosinase dan tidak toksik terhadap melanosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ekstrak metanol buah Phyllanthus emblica (P. emblica) terhadap sintesis melanin. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dasar menilai penurunan sintesis melanin oleh ekstrak metanol buah P. emblica dengan mengukur jumlah melanin dan aktivitas tirosinase secara spektrofotometrik pada kultur sel melanosit mouse melanoma B16 cell line. Selain itu diukur pula sitotoksisitas ekstrak terhadap melanosit dengan metode 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide (MTT) assay. Hasil penelitian menunjukkan jumlah melanin dan aktivitas tirosinase menurun bergantung dosis pada perlakuan dengan berbagai konsentrasi ekstrak metanol buah P. Emblica. Inhibition concentration 50% (IC50) untuk melanin 42,853 g/ml dan aktivitas tirosinase 73,083 g/ml. Ekstrak tidak menunjukkan efek sitotoksik yang bermakna, jumlah sel hidup masih lebih dari 90% pada konsentrasi 100 g/ml dengan nilai lethal dose 50% (LD50) 239,207 g/ml. Ekstrak metanol buah P. emblica mempunyai potensi sebagai bahan depigmentasi, karena mampu menurunkan sintesis melanin dengan menghambat aktivitas tirosinase tanpa efek sitotoksik yang bermakna.(MDVI 2011;38/4:154 - 159) Kata kunci: Phyllanthus emblica, melanin, tirosinase, sitotoksisitas, melanoma B 16 cell line
ABSTRACT
Korespondensi : Jalan Pasteur no 38 Bandung. Telp/Fax (022)2032426, Email:
[email protected]
154
Recently, depigmenting agents derived from natural plants are more frequently used. The main mechanism of action is by inhibiting tyrosinase, the primary enzyme in melanin synthesis. Therefore, depigmenting agents developed should be effective in inhibiting tyrosinase action and should not be toxic against melanosit. The main aim of the study was to assess the impact of Phyllanthus emblica (P. emblica) methanol extract towards melanin synthesis. The study was a basic experimental study which evaluated decrement of melanin synthesis by methanol extract of P. emblica by measuring the number of melanin and tyrosinase activity using spectophotometer on melanocytes culture from mouse melanoma B 16 cell line. In addition, cytotoxicity against melanocytes was also measured using 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyl-tetrazolium bromide (MTT) assay. The result revealed variable concentrations of methanol extract from P. emblica decreased the number of melanin and tyrosinase activity in a dose-dependent manner, with IC50 of 42,853 g/ml and 73,083 g/ml, respectively. The extract did not show significant cytotoxic effect, more than 90% cells were still viable at a concentration of 100 g/ml, with LD50 of 239,207 g/ml. Methanol extract from P. emblica is a potential depigmenting agent because it decreases melanin synthesis through inhibition of tyrosinase activity without causing significant cytotoxic effect.(MDVI 2011;38/4:154 - 159) Keywords: Phyllanthus emblica, melanin, tirosinase, sitotoksisitas, melanoma B 16 cell line
Reti Hindritiani dkk.
Penurunan sintesis melanin oleh ekstrak metanol buah Phyllanthus emblica
PENDAHULUAN
hingga Mei dan berbuah sepanjang September sampai dengan November. Buahnya berwarna hijau laut dan rasanya asam sepat, kadang dimakan mentah atau sebagai manisan. Buah ini sering digunakan sebagai obat tradisional untuk sariawan, gusi berdarah, batuk, flu, tuberkulosis, dan gangguan kekebalan tubuh,13 serta telah diteliti mempunyai efek antioksidan.14 Penelitian sebelumnya menguji pengaruh ekstrak etanol buah P. emblica menurunkan jumlah melanin pada kultur melanosit manusia dan menghambat aktivitas tirosinase tanpa menggunakan sel, tetapi dengan mushroom tyrosinase. 15 Pada penelitian tersebut belum diketahui bagaimana pengaruh ekstrak metanol P. emblica terhadap sintesis melanin, aktivitas tirosinase, dan sitotoksisitasnya pada sel melanosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ekstrak metanol buah P. emblica pada kultur sel melanosit terhadap sintesis melanin dengan mengukur jumlah melanin, aktivitas tirosinase, dan viabilitas sel yang menunjukkan sitotoksisitas, kultur sel melanosit menggunakan mouse melanoma B 16 cell line. Penurunan sintesis melanin dinilai setelah sel terlebih dahulu diinduksi menggunakan aktivator sintesis melanin, yaitu dengan menambahkan isobutylmethylxanthine (IBMX) yang dapat meningkatkan kadar cAMP intraseluler sehingga terjadi sintesis melanin melalui jalur c-AMP.16,17
Hiperpigmentasi merupakan masalah kulit yang umum ditemukan. Hiperpigmentasi lokal pada wajah yang paling sering dikeluhkan pasien adalah melasma, freckles, dan lentigo solaris karena dapat menimbulkan gangguan psikososial. 1,2 Bahan depigmentasi klasik, misalnya hidrokuinon, masih merupakan obat yang paling sering digunakan untuk hiperpigmentasi kulit. Hidrokuinon bekerja dengan menghambat enzim tirosinase, tetapi sekaligus bersifat sitotoksik terhadap melanosit.1 Berbagai penelitian untuk mencari produk baru bahan depigmentasi kulit yang efektif dan aman terus dikembangkan dan cenderung ke penggunaan ekstrak tanaman. Senyawa aktif yang diisolasi dari tanaman, misalnya arbutin, aloesin, flavonoid, licorice, dan polifenol, pada berbagai penelitian menyebutkan daya hambat sintesis melanin yang sama dengan bahan depigmentasi klasik, namun tidak bersifat sitotoksik terhadap melanosit. 3 Mekanisme kerja utama bahan depigmentasi adalah inhibisi tirosinase. Bahan depigmentasi yang dikembangkan seharusnya efektif menghambat kerja enzim tirosinase namun tidak toksik terhadap melanosit.2,4 Sintesis melanin berlangsung di dalam melanosom, yaitu organel khusus pada melanosit. Melanosit merupakan sel berdendrit, terletak di lapisan basal epidermis, dan dendritnya dapat mencapai pertengahan lapisan epidermis. Proses pigmentasi pada kulit terjadi melalui dua tahap, yaitu sintesis melanin di dalam melanosom dan transfer melanosom yang sudah dipenuhi melanin ke keratinosit epidermis di sekitar melanosit.5,6 Sintesis melanin terjadi melalui berbagai tahap proses katalitik yang diawali dengan oksidasi asam amino L-tirosin menjadi 3,4 dihydroxyphenylalanine (L-DOPA), yang kemudian dioksidasi menjadi DOPA quinone. Keduanya dikatalisis oleh enzim tirosinase. Pada tahap selanjutnya tirosinase juga mengubah 5,6-dihydroxyindole (DHI) menjadi indole-5-6quinone, dengan hasil akhir berupa melanin berwarna hitam.1,7 Dengan demikian tirosinase merupakan enzim kunci untuk sintesis melanin karena mampu mengkatalisis tiga reaksi berbeda dalam satu jalur biokimia biosintesis melanin.7 Regulasi sintesis melanin di melanosit terjadi melalui berbagai jalur sinyal dan yang sangat berperan adalah jalur cyclic adenosine monophosphate (cAMP)/cAMPdependent protein kinase (PKA).8 Konsentrasi cAMP yang tinggi di dalam sel akan mengaktivasi transkripsi berbagai gen spesifik melalui cAMP-dependent protein kinase (PKA) 9 dan akhirnya menginduksi transkripsi microphthalmia-associated transcription factor (MITF) yang merupakan faktor transkripsi utama enzim tirosinase.10,11 Phyllanthus emblica (P. emblica)/Emblica officinalis/ kemloko (Jawa)/malaka (Indonesia) tergolong tanaman tropis yang banyak tumbuh tersebar di Cina, India, Indonesia, dan Malaysia.12 Tanaman ini biasanya berbunga dari bulan Maret
BAHAN DAN CARA Bahan yang digunakan adalah buah P. emblica yang diambil dari hutan di daerah Kampung Cikundul, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalong Kulon Cianjur, yang berumur kurang lebih 9 bulan. Kultur sel melanosit, yaitu mouse melanoma B16 cell-line, diperoleh dari Korean Cell Line Bank (Seoul, Korea). Sel dikultur pada media dulbecco's modified eagle's medium (DMEM) dengan menambahkan fetal bovine serum (FBS) 10%, penisilin 100 U/ml, streptomisin 0,1 mg/ml, dan amfoterisin B 0,25 g/ml. Induksi sintesis melanin dilakukan dengan IBMX (Sigma). Ekstraksi buah P. emblica dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Padjadjaran, sedangkan pengujian sintesis melanin dilakukan di Departement of Biochemistry and Diabetes Research Center, Chonbuk National University Medical School, Korea Selatan. Pembuatan ekstrak metanol buah P. emblica Ekstrak metanol buah P. emblica dibuat dengan metode maserasi sederhana.18 Buah P. emblica dipotong-potong sekecil mungkin dan dikeringkan pada suhu ruangan selama 12-24 jam. Maserasi pertama dilakukan dengan merendam bahan metanol sebanyak dua kali jumlah bahan sampai seluruh bahan terendam. Setelah 7 hari, rendaman disaring dan maserat ditampung. Kemudian dilakukan maserasi
155
MDVI
kedua dengan cara yang sama dan dilakukan pemekatan dengan evaporator pada suhu 40-45 OC sampai seluruh pelarut metanol menguap sehingga diperoleh ekstrak pekat buah P. emblica dalam metanol. Pembuatan sampel uji Sampel uji dibuat menggunakan pelarut dimethylsulphoxide (DMSO) (Sigma) dengan konsentrasi 12,5 g/ml, 25 g/ml, 50 g/ml, dan 100 g/ml. Pengukuran jumlah melanin Pengukuran jumlah melanin menggunakan metode yang diadopsi berdasarkan metode Lv dkk. (2007).17 Sel yang digunakan adalah sel dengan pertumbuhan 80% memenuhi dish, dicuci dua kali dengan phosphate-buffered saline (PBS), lalu dilepaskan dari dasar dish menggunakan larutan tripsin. Kemudian ditambahkan DMEM dan dicampur dengan cara pipetting, lalu dimasukkan ke dalam 6 wellplates, dan diinkubasi pada suhu 37 OC, kelembaban udara 95%, dan tekanan CO2 5% selama 24 jam. Setelah itu dilakukan tahap perlakuan, yaitu ditambahkan pelarut saja, IBMX saja, atau IBMX + bahan uji, dan diinkubasi selama 72 jam. Sel selanjutnya dipanen, yaitu mencucinya dengan PBS sebanyak dua kali dan dilisiskan menggunakan 20 mM Tris-0,1% Triton X-100 (pH 7,5). Supernatan sebagian disimpan pada suhu 4 OC untuk uji protein dan sebagian dilanjutkan dengan presipitasi menggunakan trichloroacetic acid (TCA). Mula-mula digunakan TCA 20%, kemudian TCA 10%. Pelet dikeringkan dengan menetesi larutan ethyl alcohol:diethyl ether (3:1), kemudian diethyl ether, dan dibiarkan dalam udara terbuka selama 30 menit. Selanjutnya dilarutkan dalam larutan KOH 0,85 M dan dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit. Setelah dingin, serapan larutan diukur pada 440 nm dengan spektrofotometer (Beckman, DU 5.30) pada panjang gelombang 440 nm. Hasil pemeriksaan dihitung dalam persentase terhadap kontrol, yaitu sel yang hanya diberi perlakuan dengan IBMX. Pengukuran aktivitas tirosinase Aktivitas tirosinase diukur menggunakan metode yang diadopsi Lv dkk. (2007).17 dengan menilai kemampuan mengkatalisis L-tirosin menjadi DOPA chrome. DOPA chrome yang terbentuk berbanding lurus dengan aktivitas tirosinase dan dapat diukur serapannya pada panjang gelombang 475 nm.19 Sel yang digunakan adalah sel dengan pertumbuhan 40% memenuhi dish, ditambahkan IBMX, kemudian diinkubasi selama 72 jam. Sel selanjutnya dicuci dengan PBS sebanyak dua kali dan dilisiskan menggunakan 20 mM Tris-0,1% Triton X-100 (pH 7,5). Bahan uji dengan berbagai konsentrasi ditambahkan pada sel, kemudian disimpan dalam suhu 4 OC selama 30 menit. Supernatan diambil, dicampurkan dengan larutan L-DOPA segar (L DOPA 0,1% dalam sodium phosphate 0,1M, pH6,8),
156
Vol. 38 No. 4 Tahun 2011; 154 - 159
diinkubasi pada suhu 37OC, kemudian perubahan absorbansi diukur pada menit ke-10, 20, 30 dan 60 dengan spektrofotometer (Spectra MAX PLUS, Molecular Devices, Sunnyvale, CA, USA). Hasil pemeriksaan dihitung dalam persentase terhadap kontrol, yaitu sel yang hanya diberi perlakuan dengan IBMX. Sisa supernatan disimpan pada suhu 4 OC untuk uji protein. Uji protein Uji protein dilakukan dengan metode yang diadopsi dari Lv dkk. (2007).17 Untuk pengujian menggunakan sel, harus dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan uji protein yang menggambarkan jumlah sel karena kemungkinan jumlah sel di setiap well pada saat persiapan sel tidak merata. Hasil absorbsi aktivitas tirosinase maupun jumlah melanin harus dibagi dengan jumlah sel sehingga didapat aktivitas tirosinase dan jumlah melanin setiap sel yang akurat. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa penurunan aktivitas tirosinase dan jumlah melanin bukan disebabkan karena sedikitnya jumlah sel, tetapi karena aktivitas bahan uji. Supern atan yan g tersi mpan pada suhu 4 O C disentrifugasi pada 13.000 rpm dan suhu 4 OC selama 20 menit. Supernatan dipisahkan, ditambahkan protein assay buffer (Dye Reagent Concentrate), kemudian absorbsi diukur dengan spektrofotometer (Beckman, DU 5.30) pada 595 nm. Uji sitotoksisitas Sitotoksisitas dinilai dengan mengukur viabilitas sel menggunakan 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) assay.17 Prinsip MTT assay adalah mengukur aktivitas enzim yang dihasilkan oleh sel hidup yang dapat mereduksi MTT menjadi formazan. Formazan merupakan produk kromogenik berwarna ungu yang tidak larut dalam air, tetapi larut dengan penambahan DMSO serta dapat diukur absorbsinya menggunakan spektrofotometer. Jumlah formazan yang terbentuk menggambarkan jumlah sel hidup. Sel yang digunakan adalah sel yang tumbuh 80% memenuhi dish, kemudian dicuci dua kali dengan PBS dan dilepaskan dari dasar dish dengan penambahan tripsin. Selanjutnya DMEM ditambahkan, kemudian sel dan DMEM dicampur dengan cara pipetting dan dimasukkan ke dalam 96 well-plate. Sel kemudian ditambah pelarut DMSO sebagai kontrol sedangkan yang lainnya ditambahkan bahan uji dengan berbagai konsentrasi, diinkubasi selama 24 jam. Supernatan kemudian diaspirasi, lisat sel diberi larutan MTT (5mg/ml dalam PBS), ditutup dengan alumunium foil, dan diinkubasi pada suhu 37 OC selama 15 menit. Supernatan diaspirasi, lisat sel diberi DMSO untuk melarutkan formazan yang terbentuk, dan absorbsi diukur pada 570 nm dengan spektrofotometer (Spectra MAX PLUS, Molecular Devices, Sunnyvale, CA, USA). Seluruh pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali.
Reti Hindritiani dkk.
Penurunan sintesis melanin oleh ekstrak metanol buah Phyllanthus emblica
Analisis data Perbedaan rerata tiap variabel antar kelompok perlakuan diuji dengan analisis varian dua arah (two way anova), dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui secara spesifik perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata. Seluruh perhitungan statistik dikerjakan menggunakan piranti lunak SPSS versi 15.0.
sel yang masih hidup pada berbagai konsentrasi perlakuan dibandingkan dengan jumlah sel hidup yang hanya diberi pelarut DMSO sebagai kontrol. Tampak bahwa viabilitas sel sampai dengan konsentrasi 100 g/ml masih lebih dari 90% dengan lethal dose 50% (LD50) pada 239,207 g/ml.
HASIL PENELITIAN Jumlah melanin pada kultur melanosit berkurang pada perlakuan dengan ekstrak metanol buah P. emblica (Gambar 1). Tampak jumlah melanin berkurang bergantung pada konsentrasi ekstrak metanol buah P. emblica dengan inhibition concentration 50% (IC50) sebesar 42,853 g/ml. konsentrasi (g/mL)
Gambar 3. Viabilitas sel pada perlakuan dengan berbagai konsentrasi ekstrak metanol buah P. emblica
DISKUSI
konsentrasi (g/mL)
Gambar 1. Jumlah melanin pada perlakuan dengan berbagai konsentrasi ekstrak metanol buah P. emblica
Aktivitas tirosinase pada kultur melanosit juga berkurang pada perlakuan dengan ekstrak metanol buah P. emblica (Gambar 2). Tampak aktivitas tirosinase menurun bergantung pada konsentrasi ekstrak metanol buah P. emblica dengan nilai IC50 sebesar 73,083 g/ml. Korelasi antara penurunan aktivitas tirosinase dan penurunan jumlah melanin sebesar r = 0,95 yang berarti terdapat hubungan sangat kuat antara kedua variabel tersebut.
konsentrasi (g/mL)
Gambar 2. Aktivitas tirosinase pada perlakuan dengan berbagai konsentrasi ekstrak metanol buah P. emblica
Viabilitas sel dengan perlakuan ekstrak metanol buah P. emblica tampak pada gambar 3, berupa persentase jumlah
Kultur melanosit digunakan sebagai media untuk berbagai pengujian sintesis melanin dan melanoma B-16 cell line merupakan bahan yang sangat baik untuk uji inhibisi sintesis melanin in vitro. Efek supresi dianggap positif apabila didapatkan inhibisi yang bergantung pada dosis. 20 Pada penelitian ini ekstrak metanol buah P. emblica menurunkan jumlah melanin, bergantung pada dosis mulai konsentrasi 12,5µg/ml, 25µg/ml, 50µg/ml, dan 100 g/ml, dengan IC50 42,853 g/ml (Gambar 1). Chaudhuri dkk. (2007) mengukur penurunan jumlah melanin oleh ekstrak etanol buah P. emblica pada konsentrasi 50 g/ml dan mendapatkan hambatan produksi melanin sebesar 41-47% pada inkubasi hari ke-11.15 Target utama bahan depigmentasi adalah inhibisi tirosinase. 2 Tirosinase merupakan enzim utama dalam sintesis melanin karena mampu mengkatalisis tiga reaksi yang berbeda dalam satu jalur biokimiawi biosintesis melanin, yaitu mengubah L-tirosin menjadi DOPA, mengubah DOPA menjadi DOPAquinone, dan mengubah DHI menjadi indole-5-6-quinone, dengan hasil akhir berupa melanin berwarna hitam.7 Pada penelitian ini aktivitas tirosinase menurun bergantung pada dosis dengan nilai IC50 pada konsentrasi 73,083 g/ml setelah perlakuan oleh ekstrak metanol buah P. emblica (Gambar 2). Uji aktivitas tirosinase dilakukan pada sel sehingga enzim tirosinase berasal dari sel itu sendiri. Chaudhuri dkk. (2007) melakukan uji efek inhibisi ekstrak etanol buah P. emblica terhadap aktivitas tirosinase tanpa sel menggunakan mushroom tyrosinase dan menyimpulkan bahwa ekstrak etanol buah P. emblica menghambat aktivitas tirosinase.15 Melanin merupakan hasil akhir oksidasi L-tirosin yang sebagian besar dikatalisis oleh tirosinase. Sintesis melanin
157
MDVI
dalam melanosom diawali dengan oksidasi asam amino Ltirosin menjadi L-DOPA yang kemudian akan dioksidasi menjadi DOPAquinone oleh enzim tirosinase, dan selanjutnya membentuk DOPAchrome. 21 Sebagian DOPAchrome mengalami dekarboksilasi spontan menjadi DHI dan sebagian membentuk DHICA. DHI akan diubah oleh tirosinase menjadi indole-5-6-quinone, melanin berwarna hitam, sedangkan DHICA membentuk melanin berwarna coklat. Bila aktivitas tirosinase tinggi, maka produksi melanin juga meningkat. 5 Penelitian ini menyebutkan bahwa pada perlakuan dengan ekstrak metanol buah P. emblica didapatkan korelasi antara aktivitas tirosinase dengan jumlah melanin sebesar r = 0,95 yang berarti terdapat hubungan sangat kuat antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian bila aktivitas tirosinase turun maka melanin akan turun. Regulasi sintesis melanin dalam melanosit terjadi melalui berbagai jalur sinyal, yaitu jalur cyclic adenosine monophosphate (cAMP)/cAMP-dependent protein kinase (PKA)8, jalur diacylglycerol (DAG)/protein kinase C (PKC),22 jalur mitogen-activated protein (MAP) kinase,5 dan jalur cyclic guanosine monophosphate (cGMP).23 Jalur cAMP mempunyai peran sangat penting dalam regulasi sintesis melanin.8 Pada jalur ini cAMP intraseluler akan mengaktivasi transkripsi gen spesifik melalui cAMPdependent protein kinase (PKA).9 cAMP mengaktivasi PKA dengan mengikat subunit regulator PKA yang mengakibatkan subunit katalitik PKA terlepas dan teraktivasi.24 Subunit katalitik PKA kemudian bertranslokasi ke nukleus dan memfosforilasi cAMP response-element binding protein (CREB) sehingga menginduksi transkripsi microphthalmia-associated transcription factor (MITF) dan menghasilkan mRNA MITF.9 Protein MIFT adalah faktor transkripsi utama enzim tirosinase11 yang merupakan enzim utama sintesis melanin.7 Isobuthylmethylxanthine (IBMX) dapat meningkatkan kadar cAMP intraseluler dengan menghambat enzim fosfodiesterase, yaitu enzim yang mendegradasi cAMP menjadi AMP, sehingga kadar cAMP intraseluler meningkat yang kemudian menginduksi sintesis melanin.16 Pada penelitian ini sintesis melanin dalam melanosit terlebih dahulu diinduksi oleh penambahan IBMX dan dengan perlakuan ekstrak metanol buah P. emblica terjadi pengurangan jumlah melanin dan aktivitas tirosinase. Sesuai dengan teori di atas, inhibisi sintesis melanin oleh ekstrak metanol buah P. emblica terjadi melalui jalur cAMP, walaupun masih harus dibuktikan lebih lanjut mekanismenya di tingkat molekular. Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu tidak menguji sampai tingkat molekular. Chaudhuri dkk. (2007) menunjukkan dengan menduga bahwa bahan aktif buah P. emblica yang berpotensi menghambat sintesis melanin adalah hydrolyzable tannin.15 Kandungan utama buah P. emblica adalah golongan tanin jenis asam galat dan asam elagat.13 Beberapa penelitian yang menggunakan tanaman lain menunjukkan bahwa asam galat
158
Vol. 38 No. 4 Tahun 2011; 154 - 159
dari ekstrak daun Eucalyptus globulus dapat menghambat sintesis melanin,25 demikian pula asam elagat dalam ekstrak buah pomegranat dapat menghambat enzim tirosinase.26 Tetapi penelitian ini tidak menggunakan bahan aktif. Bahan aktif dari tanaman biasanya merupakan molekul kecil yang tidak berperan dalam metabolisme utama dan dikenal dengan metabolit sekunder.27 Senyawa kimia dari tanaman dapat disarikan dengan pelarut menjadi ekstrak yang mengandung metabolit sekunder.28 Ekstraksi bertujuan meningkatkan konsentrasi, potensi, dan kemurnian metabolit sekunder.27,28 Ekstrak biasanya mengandung berbagai jenis metabolit sekunder sehingga bersifat multifungsi dan stabil. Kebanyakan bahan fitofarmaka mengandung campuran berbagai molekul yang memiliki aktivitas terhadap beberapa proses seluler untuk mencegah atau mengobati penyakit.27 Pada penelitian ini bahan yang digunakan berupa ekstrak metanol. Untuk mengetahui bahan aktif apa yang berperan perlu dilakukan fraksinasi sampai dengan isolasi bahan aktif. Uji efek melanogenik pada kultur melanosit harus dikonfirmasi dengan uji viabilitas sel atau uji sitotoksisitas untuk menilai toksisitasnya terhadap sel karena bahan depigmentasi seharusnya tidak toksik terhadap melanosit.4 Chaudhuri dkk. (2007) menilai sitotoksisitas buah P.emblica dengan cara melihat jumlah sel secara visual pada petri.15 Uji viabilitas sel pada penelitian ini dilakukan dengan MTT assay dan tidak ditemukan efek sitotoksik secara bermakna karena jumlah sel hidup masih lebih dari 90% pada konsentrasi 50 maupun 100 g/ml, dengan nilai LD50 pada sebesar 239,207 g/ml (Gambar 3). DMSO adalah zat toksik sehingga digunakan sebagai pembanding untuk membuktikan bahwa kematian sel pada penelitian ini bukan akibat DMSO, tetapi disebabkan oleh ekstrak bahan uji.
SIMPULAN Ekstrak metanol buah P.emblica mempunyai potensi sebagai bahan depigmentasi karena mampu menurunkan sintesis melanin dengan menghambat aktivitas tirosinase tanpa bersifat sitotoksik. Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan dengan pengujian menggunakan fraksi buah P.emblica serta isolasi bahan aktif untuk mengetahui bahan aktif yang berperan menghambat sintesis melanin. Selain itu perlu dilakukan uji untuk mengetahui mekanisme kerja di tingkat molekular.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian ini melalui Sandwich-like Program Tahun 2009 serta Prof. Byung-Hyun Park, M.D., PhD dan Prof. Jin-Woo Park, M.D., Ph.D. dari Department of Biochemistry and Diabetes Research Center, Chonbuk National University Medical School, Korea Selatan yang
Reti Hindritiani dkk.
Penurunan sintesis melanin oleh ekstrak metanol buah Phyllanthus emblica
telah membimbing dan memberi izin menggunakan fasilitas laboratorium. 15.
DAFTAR PUSTAKA 1. Baumann L. Depigmenting agents. Dalam: Baumann L, Weisberg E, penyunting. Cosmetic dermatology. New York: McGraw-Hill Co; 2002.h.99-104. 2. Ortonne JP, Bissett DL. Latest insight into skin hyperpigmentation. J Investig Dermatol Symp Proc. 2008; 13: 10-4. 3. Zhu W, Gao J. The use of botanical extracts as topical skinlightening agent for the improvement of skin pigmentation disorders. J Investig Dermatol Symp Proc. 2008; 13: 20-4. 4. Jones JB. Topical therapy. Dalam: Burns T, Breathnach S, Fox N, Griffiths C, penyunting. Rook's textbook of dermatology. Edisi ke-7, Massachusetts: Blackwell Publ Co; 2004.h.75.27-9. 5. Park HY, Pongpudpunth M, Lee J, Yaar M. Biology of melanocytes. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008.h. 591-608. 6. Scott G, GLeopardi S, Printup S, Madden BC. Filopodia are conduits for melanosome transfer to ceratinocytes. J Cell Sci. 2002; 115: 1441-51. 7. Körner A, Pawelek J. Mammalian tyrosinase catalyzes three reactions in the biosynthesis of melanin. Science, 1982; 217: 1163-5. 8. Busca R, Ballotti R. Cyclic AMP a key messenger in the regulation of skin pigmentation. Pigment Cell Res. 2000;13: 60-9. 9. Roman LM. Signal tranduction. Dalam: Boron WF, Boulpaep EL, penyunting. Medical physiology, a cellular and molecular approach. Philadelphia: Saunders; 2003. h.37-144. 10. Steingrimsson E, Copeland NG, Jenkins NA. Melanocytes and the microphthalmia transcription factor network. Annu Rev Genet. 2004; 38: 365-411. 11. Yasumoto K, Yokoyama K, Takahashi K, Tomita Y, Shibahara S. Functional analysis of microphthalmia-associated transcription factor in pigment cell-specific transcription of the human tyrosinase family genes. J Biol Chem. 1997; 272: 503-9. 12. Seidemann J. World spice plants. Economic usage, botany, taxonomy. Berlin: Springer-Verlag; 2005.h.284. 13. Dharmananda S. Emblic myrobalans: Amla, key herb of ayurvedic medicine. Institute for Traditional Medicine Publ.2003. Tersedia pada: http://www.itmonline.org/arts/ amla.htm 14. Liu X, Cui C, Zhao M, Wang J, Luo W, Yang B, et al.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22. 23.
24.
25.
26.
27.
28.
Identification of phenolic in the fruit of emblica (Phyllanthus emblica L.) and their antioxidant activities. Food Chem. 2008; 109: 909-15. Chaudhuri RK, Lascu Z, Puccetti G. Inhibitory effect of Phyllanthus emblica tannins on melanin synthesis. Cosm & Toil 2007; 122: 73-80. Beavo JA, Rogers NL, Crofford OB, Hardman JG, Sutherland EW, Newman EV. Effects of xanthine derivates on lipolysis and on adenosine 3',5'-monophosphate phosphodiesterase activity. Mol Pharmacol. 1970; 6: 597-603. Lv N, Koo JH, Yoon HY, Yu J, Kim KA, Choi IW, et al. Effect of Angelica gigas extract on melanogenesis in B16 melanoma cells. Int J Mol Med. 2007; 20: 763-67. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Departemen Kesehatan RI. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi 1. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2000. Rahman A, Choudhary MI, Thomsen WJ. Bioassay techniques for drug development. Singapore: Taylor & Francis; 2001.h.137-9 Nakayama H, Ebihara T, Satoh N, Jinnai T. Depigmentation agents. Dalam: Elsner P, Maibach HI, penyunting. Cosmeceuticals, drugs vs. cosmetics. New York: Marcel Dekker, Inc.; 2000.h.123-43. Slominski A, Moellmann G, Kuklinska E, Bomirski A, Pawelek J. Positive regulation of melanin pigmentation by two key subtrates of the melanologic pathway, L-tyrosine and L-dopa. J Cell Sci. 1988; 89: 287-96. Gordon PR, Gilchrest BA . Human melanogenesis is stimulated by diacylglycerol. J Investig Dermatol. 1989; 5: 700-2. Roméro-Graillet C, Aberdam E, Clément M, Ortonne JP, Ballotti R. Nitric oxide produced by ultraviolet-irradiated keratinocytes stimulates melanogenesis. J Clin Invest. 1997; 99: 635-42. Roesler WJ, Park EA, McFie PJ. Characterization of CCAAT/ enhancer-binding protein alpha as a cyclic AMP-responsive nuclear regulator. J Biol Chem. 1998; 273: 14950-7. Hasegawa T, Takano F, Takata T, Niiyama M, Ohta T. Bioactive monoterpene glycosides conjugated with gallic acid from the leaves of Eucalyptus globulus. Phytochemistry. 2008; 69: 747-53. Yoshimura M, Watanabe Y, Kasai K, Yamakoshi J, Koga T. Inhibitory effect of an ellagic acid-rich pomegranate extract on tyrosinase activity and ultraviolet-induced pigmentation. Biosc Biotechnol Biochem. 2005; 12: 2368-73. Thornfeldt C. Botanicals. Dalam: Draelos ZD, penyunting. Cosmetic dermatology: product and procedure. Edisi ke-1. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010. h. 269-80. Agoes G. Seri farmasi industri teknologi bahan alam. Bandung: ITB; 2007.h.8-27.
159